15
D. PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI 16. WUJUD PERLINDUNGAN TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI Suci Flambonita (Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Palembang) Mobile phone: 0812 7396 425; E-mail: [email protected] Abstrak: Secara makro, seperti yang tercatat pada Departemen Tenaga Kerja danTransmigrasi (= Depnakertrans) sekarang berganti nama menjadi Kementerian Ketenagakerjaan (= Kemnaker), uang yang dikirim (remittance) oleh buruh migran Indonesia pada tahun 2006 berjumlah US$6,5 milyar atau sekitar Rp58 triliyun, jumlah Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri terus mengalami pening-katan, sampai akhir tahun 2008 jumlah TKI yang bekerja di luar negeri meningkat menjadi 6 (enam) juta orang dengan remittance mencapai Rp130 triliun. Meskipun banyak mendatangkan devisa bagi negara dan daerah serta turut memecahkan per-soalan ketenagakerjaan di dalam negeri, perlindungan yang diperoleh para buruh migran atau tenaga kerja Indoensia di luar negeri masih sangat terbatas. Perlindungan yang menjadi hak dasar bagi setiap tenaga kerja Indonesia nampaknya belum maksimal dipenuhi oleh Pemerintah Indonesia hal tersebut dibuktikan dengan banyak-nya pelanggaran hukum yang dialami tenaga kerja Indonesia baik pra penempatan, masa penempatan maupun purna penempatan. Secara normatif perlindungan yang diberikan kepada tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri dimulai dan terintegrasi dalam setiap proses penempatan TKI, sejak proses rekrutmen, selama bekerja dan ketika pulang ke tanah air. Dengan penyediaan dokumen yang benar dan absah, diharapkan TKI terhindar dari resiko yang mungkin timbul selama mereka bekerja di luar negeri. Proses penyelesaian permasalahan hukum bagi TKI dilakukan oleh BNP2TKI melalui Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta hukum dan kebiasaan internasional salah satunya baik dalam hal pemberian bantuan hukum bagi setiap TKI di luar negeri yang menghadapi masalah hukum berdasarkan Keputusan Bersama Nomor SKB.05/A/-SB/XII/2003/01. Kata kunci: Perlindungan, Tenaga Kerja Indonesia. A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam Pembukaan UUD 1945 alenia keempat dinyatakan: “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Pembukaan UUD 1945, menunjukkan bahwa Negara harus melindungi setiap warga negaranya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan, keterampilan, kompetensi untuk memperoleh pekerjaan demi kesejah- teraan pribadi maupun keluarganya. Asas keadilan sosial merupakan nilai-nilai yang Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 disebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) ini secara yuridis formal merupakan pernyataan bahwa Indonesia merupakan Negara hukum, sehingga semua perbuatan baik oleh rakyat maupun Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 167/432

D. PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA …“Bahwa dalam rangka mewujudkan tujuan penempatan dan perlindungan tenaga kerjaIndonesia di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

D. PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA

KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

16. WUJUD PERLINDUNGAN TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

Suci Flambonita

(Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Palembang) Mobile phone: 0812 7396 425; E-mail: [email protected]

Abstrak: Secara makro, seperti yang tercatat pada Departemen Tenaga Kerja

danTransmigrasi (= Depnakertrans) – sekarang berganti nama menjadi Kementerian

Ketenagakerjaan (= Kemnaker), uang yang dikirim (remittance) oleh buruh migran

Indonesia pada tahun 2006 berjumlah US$6,5 milyar atau sekitar Rp58 triliyun, jumlah

Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri terus mengalami pening-katan, sampai

akhir tahun 2008 jumlah TKI yang bekerja di luar negeri meningkat menjadi 6 (enam) juta

orang dengan remittance mencapai Rp130 triliun. Meskipun banyak mendatangkan devisa

bagi negara dan daerah serta turut memecahkan per-soalan ketenagakerjaan di dalam

negeri, perlindungan yang diperoleh para buruh migran atau tenaga kerja Indoensia di luar

negeri masih sangat terbatas. Perlindungan yang menjadi hak dasar bagi setiap tenaga kerja

Indonesia nampaknya belum maksimal dipenuhi oleh Pemerintah Indonesia hal tersebut

dibuktikan dengan banyak-nya pelanggaran hukum yang dialami tenaga kerja Indonesia

baik pra penempatan, masa penempatan maupun purna penempatan. Secara normatif

perlindungan yang diberikan kepada tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri dimulai

dan terintegrasi dalam setiap proses penempatan TKI, sejak proses rekrutmen, selama

bekerja dan ketika pulang ke tanah air. Dengan penyediaan dokumen yang benar dan

absah, diharapkan TKI terhindar dari resiko yang mungkin timbul selama mereka bekerja

di luar negeri. Proses penyelesaian permasalahan hukum bagi TKI dilakukan oleh

BNP2TKI melalui Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri sesuai dengan peraturan

perundang-undangan serta hukum dan kebiasaan internasional salah satunya baik dalam

hal pemberian bantuan hukum bagi setiap TKI di luar negeri yang menghadapi masalah

hukum berdasarkan Keputusan Bersama Nomor SKB.05/A/-SB/XII/2003/01.

Kata kunci: Perlindungan, Tenaga Kerja Indonesia.

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Dalam Pembukaan UUD 1945 alenia keempat dinyatakan: “Kemudian daripada itu

untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

sosial”. Pembukaan UUD 1945, menunjukkan bahwa Negara harus melindungi setiap warga

negaranya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa

melalui pendidikan, keterampilan, kompetensi untuk memperoleh pekerjaan demi kesejah-

teraan pribadi maupun keluarganya. Asas keadilan sosial merupakan nilai-nilai yang Pasal 1

ayat (3) UUD 1945 disebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Ketentuan

yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) ini secara yuridis formal merupakan pernyataan bahwa

Indonesia merupakan Negara hukum, sehingga semua perbuatan baik oleh rakyat maupun

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 167/432

penguasa harus senantiasa berdasarkan atas hukum yang berlaku.1 Prinsip negara hukum

yaitu: memberikan perlindungan hukum bagi seluruh rakyatnya.2 Termasuk pekerja

3 men-

dapatkan perlindungan dari Negara selaku pemegang kedaulatan dan kekuasaan Negara. Oleh karena itu, penyelenggaraan Negara sebagai pemimpin, pengemban amanat yang diberikan

oleh rakyatnya dan amanat tersebut perlu diminta pertanggungjawabannya.4 Dalam rangka

melaksanakan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya untuk meningkatkan harkat,

martabat, harga diri tenaga kerja5 serta mewujudkan masyarakat secara adil, makmur dan

merata baik secara material maupun spiritual. Di mana tujuan pembangunan ketenagakerjaan yaitu: memberikan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembagan dunia usaha dalam proses barang dan/atau jasa. Pembangunan ketenagakerjaan memiliki banyak dimensi antara lain hubungan antara pekerja, pengusaha, Pemerintah dan masyarakat.

Perlindungan hukum kepada pekerja yang diberikan selama dan sesudah masa kerja

dalam hubungan kerja.6 Untuk mewujudkan tujuan pembangunan di bidang ketenagakerjaan

sebagaimana yang termaktub di dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009 disebut-kan “RPJM” Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Presiden hasil Pemilu Umum yang dilaksanakan secara langsung pada tahun 2004. Sementara itu Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025. Untuk mewujud-kan tujuan pembangunan ketenagakerjaan sebagaimana uraian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa pembangunan ketenagakerjaan yang dimaksud adalah memberikan perlindungan kepada tenaga kerja yang terdiri dari pekerja laki-laki dan pekerja perempuan, yang di dalam-

nya juga terdapat pekerja anak.7

Dalam konsiderans huruf a Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2006 tentang BNP2TKI

sebagai pertimbangan aspek filosofis, sosiologis dan yuridis suatu aturan hukum menyebutkan:

1 Jazim Hamidi dan Budiman NPD Sinaga, 2009, Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam Sorotan, Jakarta,

PT Tatanusa, Cet I. Lihat Slamet Suhartono, 2009, Vage Normen sebagai Dasar Hukum Tindakan Tata Usaha Negara, Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Universitas Brawijaya, hal. 1.

2 Asri Wijayanti, 2011, Menggugat Konsep Hubungan Kerja, Bandung, CV Lubuk Agung, hal. 5.

3 Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa:

”Pekerja/buruh adalah tenaga kerja yang bekerja di dalam hubungan kerja pada pengusaha dengan menerima upah.”

Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh disebutkan: “Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”.

Sementara dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan:

“Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.”

Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, menyele-saikan “pertarungan” panjang antara istilah “pekerja” dan istilah “buruh.”

Abdul Rachmad Budiono, 2009, Hukum Perburuhan, Jakarta, PT Indek, hal. 8.

4 Isrok, 2011, Negara yang Gagal ditinjau dari Aspek Bernegara yang Demokrasi Berkeadilan, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Hukum Tata Negara Pada Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, disampaikan pada

Rapat Terbuka Senat Universitas Brawijaya, 27 September 2011.

5 Lihat Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan: “Tenaga kerja adalahsetiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.”

6 Lihat Pasal 1 angka 31 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa: ”Hubungankerja adalah hubungan antara pengusaha dan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah.”

7 Lihat Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa: “Anak adalahsetiap orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun.”

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 168/432

“Bahwa dalam rangka mewujudkan tujuan penempatan dan perlindungan tenaga kerjaIndonesia di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor

39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, perlu membentuk badan nasional penempatan dan perindungan tenaga

kerja Indonesia sebagai lembaga Pemerintah untuk melaksanakan kebijakan di bidang penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia secara terkoordinasi

dan terintegrasi”.

Sedangkan dalam Pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2006 tersebut menyatakan bahwa:

”Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenga Kerja Indonesia yangselanjutnya disebut BNP2TKI adalah lembaga Pemerintah Non Departemen

yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden”.8

Secara makro, seperti yang tercatat pada Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (sekarang Kementerian Ketenagakerjaan), uang yang dikirim (remittance) oleh buruh migran Indonesia pada tahun 2006 berjumlah US$6,5 milyar atau sekitar Rp58 triliyun, jumlah Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri terus mengalami peningkatan, sampai akhir tahun 2008 jumlah TKI yang bekerja di luar negeri meningkat menjadi 6 (enam) juta orang dengan

remittance mencapai Rp130 triliun.9Meskipun banyak mendatangkan devisa bagi negara

dandaerah serta turut memecahkan persoalan ketenagakerjaan di dalam negeri, perlindungan yang

diperoleh para buruh migran masih sangat terbatas,10

perlindungan yang menjadi hak dasar bagi

setiap tenaga kerja Indonesia nampaknya belum begitu maksimal dipenuhi oleh Pemerintah Indonesia hal itu dibuktikan dengan banyaknya pelanggaran hukum yang dialami tenaga kerja

Indonesia baik pra penempatan, masa penempatan maupun purna penempatan.11

Kasus Ana Maria di Malaysia, Aisyah binti Yakop di Singapura, dan Fatmawati di Malaysia korban kekerasan rumah tangga merupakan segelintir contoh dari kekuatan ekspose media mengenai kondisi tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri yang kemudian menjadikan isu perlindungan tenaga kerja Indonesia menjadi tajuk utama (headline) di hampir seluruh media dalam negeri dan berhasil menyita perhatian publik selama beberapa waktu, dan tentunya masih banyak lagi kasus-kasus permasalahan TKI tak terkecuali dalam wilayah ruang lingkup kerja Badan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) wilayah Indonesia khususnya Sumatera Selatan. Pada Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri mengamanatkan keharusan tenaga kerja migran untuk memiliki Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (yang selanjutnya disingkat KTKLN) yang diterbitkan oleh

Pemerintah.12

Tetapi hingga saat ini masih menjadi salah satu persoalan bagi buruh migran

atau TKI, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) banyak menerima pengaduan terkait pelayanan KTKLN, dari lemahnya sosialisasi, kurang jelasnya prosedur, maraknya praktik percaloan, lemahnya koordinasi antar lembaga publik terkait, hingga informasi sesat dan intimidasi yang dilakukan lembaga publik pada TKI.

8 Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2006 tentang Badan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.

9 Jawa Pos, Devisa TKI Tembus Rp130 Triliun, 16 Desember 2008, hal. 7.

10 Lalu Husni, 2010, Hukum Penempatan dan Perlindungan TKI, Program Pascasarjana Universitas Brawijaya, Malang, 2010, hal. 12.

11 Burhanuddin, 2007, Strategi Pemerintah NTB dalam Perlindungan dan Penempatan TKI ke Luar Negeri, Makalah dalam Seminar Mencari Format Perlindungan TKI, Mataram, April 2007.

12 Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 169/432

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dan BNP2TKI merupakan lembaga Peme-rintah yang mengurus segala hal terkait dengan TKI, kesamaan fungsi diantara keduanya membuat kebijakan mereka kerap bentrok dan memunculkan dualisme pelayanan. Dalam konteks inilah dapat dipahami upaya penanganan masalah TKI yang hendak mendulang devisa di negeri orang itu jadi terbengkalai. Sudah sering terjadi, kecelakaan yang dialami TKI baru diketahui setelah yang bersangkutan dipulangkan secara paksa dari negeri orang tersebut, bahkan tidak jarang TKI yang bersangkutan sudah membujur kaku tak bernyawa

lagi.13

Jumlah TKI yang tercatat oleh BNP2TKI berdasarkan 5 Tahun terakhir yaitu pada

tahun 2011 sebanyak 586.802 orang, tahun 2012 sebanyak 494.609 orang, tahun 2013 sebanyak 512.168 orang, tahun 2014 sebanyak 429.872 orang dan di tahun 2015 sebanyak 275.736 orang. Dilihat dari data di atas jumlah TKI terbanyak yaitu pada tahun 2011 sedangkan jumlah TKI terendah yaitu pada tahun 2015.

Permasalahan

Bagaimana wujud perlindungan negara terhadap Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri?

B. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

1. Realitas Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri Selama Tahun 2013-2015

Jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) berdasarkan 5 negara terbesar yaitu pada tahun

2013, jumlah TKI di Malaysia 150.250 orang, Taiwan 83.544 orang, Saudi Arabia 45.394

orang, Hongkong 41.769 orang, dan Singapura 34.655 orang. Pada tahun 2014 jumlah TKI di

Malaysia 127.827 orang, Taiwan 82.665 orang, Saudi Arabia 44.325 orang, Hongkong 35.050

orang, dan Singapura 31.680 orang. Pada tahun 2015 jumlah TKI di Malaysia 97.635 orang,

Taiwan 75.303 orang, Saudi Arabia 23.000 orang, Hongkong 15.322 orang, dan Singapura

20.895 orang.

Tabel 1

Jumlah Tenaga Kerja Indonesia berdasarkan 5 Negara Terbesar 2013-2015 14

No. Negara 2013 2014 2015

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Malaysia 150.250 127.827 97.635

2. Taiwan 83.544 82.665 75.303

3. Saudi Arabia 45.394 44.325 23.000

4. Hongkong 41.769 35.050 15.322

5. Singapura 34.655 31.680 20.895

13 www.indonesiamedia.com/2013/04/26/depnakertrans-dan-bnp2tki-berebut-kelola-tki, diakses pada hari Senin tanggal 25 September 2017 pukul 09:42 wib.

14 Data Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2015.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 170/432

Tabel 2

Jumlah Tenaga Kerja Indonesia berdasarkan Jenis Kelamin 2013-2015 15

No. Jenis Kelamin Tahun

2013 2014 2015

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Laki-laki 235.170 186.243 108.965

2. Perempuan 276.998 243.629 166.771

Total 512.168 429.872 275.736

Jumlah TKI berdasarkan jenis kelamin yaitu pada tahun 2013 jumlah tenaga kerja laki-

laki sebanyak 235.170 orang, perempuan sebanyak 276.998 orang, total tenaga kerja laki-laki

dan perempuan adalah sebanyak 512.168 orang. Pada tahun 2014 jumlah tenaga kerja laki-

laki sebanyak 186.243 orang, perempuan sebanyak 243.629 orang, total tenaga kerja laki-laki

dan perempuan adalah sebanyak 429.872 orang. Pada tahun 2015 jumlah tenaga kerja laki-

laki sebanyak 108.965 orang, perempuan sebanyak 166.771 orang, total tenaga kerja laki-laki

dan perempuan adalah banyak 275.736 orang.

Tabel 3

Jumlah Tenaga Kerja Indonesia berdasarkan Tingkat Pendidikan 2013-2015 16

No. Pendidikan Tahun

2013 2014 2015

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Pascasarjana 352 179 31

2. Sarjana 6.340 3.956 4.685

3. Diploma 29.012 17.355 1.594

4. SMU 124.825 106.830 70.309

5. SMP 191.542 162.731 108.724

6. SD 160.097 138.821 90.393

TOTAL 512.168 429.872 275.736

Jumlah TKI berdasarkan Tingkat Pendidikan yaitu pada tahun 2013 pada tingkat

Pascasarjana sebanyak 352 orang, Sarjana 6.340 orang, Diploma 29.012 orang, SMU 124.825

orang, SMP 191.097, SD 160.097 orang dan totalnya adalah sebanyak 512.168 orang. Pada

tahun 2014 pada tingkat Pascasarjana sebanyak 179 orang, Sarjana 3.956 orang, Diploma

17.355 orang, SMU 106.830 orang, SMP 162.731 orang, SD 138.821 orang dan totalnya

adalah sebanyak 429.872 orang. Pada tahun 2015 pada tingkat Pascasarjana sebanyak 31

orang, Sarjana 4.685 orang, Diploma 1.594 orang, SMU 70.309 orang, SMP 108.72 orang, SD

90.393 orang dan totalnya adalah sebanyak 275.736 orang.

15 Data Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2015.

16 Data Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2015.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 171/432

Tabel 4

Jumlah Tenaga Kerja Indonesia Asal Sumatera Selatan

berdasarkan 5 Negara Terbesar 2013-2015 17

No. Negara 2013 2014 2015

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Malaysia 1.251 987 1.022

2. Taiwan 256 219 137

3. Singapura 239 133 67

4. Arab Saudi 167 189 78

5. United Arab Emirates 224 74 13

Sedangkan jumlah TKI asal Sumatera Selatan berdasarkan 5 negara terbesar yaitu

pada tahun 2013 jumlah TKI di Malaysia 1.251 orang, Taiwan 256 orang, Singapura 239

orang, Arab Saudi 167 orang, dan United Arab Emirates 224 orang. Pada tahun 2014 jumlah

TKI di Malaysia 987 orang, Taiwan 219 orang, Singapura 133 orang, Arab Saudi 189 orang,

dan United Arab Emirates 74 orang. Pada tahun 2015 jumlah TKI di Malaysia 1.022 orang,

Taiwan 137 orang, Singapura 67 orang, Arab Saudi 78 orang, dan United Arab Emirates 13

orang. Dari data di atas jumlah TKI yang berasal dari Sumatera Selatan berdasarkan 5 negara

terbesar yaitu terdapat di negara Malaysia yang diikuti negara lainnya Taiwan, Singapura,

Arab Saudi, dan terendah yaitu negara United Arab Emiretes. Data TKI di Indonesia pada

setiap tahunnya mengalami penurunan jumlah TKI sedangkan data TKI yang berasal dari

Sumatera Selatan ada dua (dua) negara yang mengalami peningkatan jumlah TKI seperti di

negara Arab Saudi pada tahun 2014 dan juga negara Malaysia pada tahun 2015.

Tabel 5

Jumlah Tenaga Kerja Indonesia Asal Sumatera Selatan

berdasarkan Tingkat Pendidikan 2013-2015 18

No. Pendidikan Tahun

2013 2014 2015

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Pascasarjana 7 2 1

2. Sarjana 69 51 20

3. Diploma 135 99 24

4. SMU 962 673 560

5. SMP 1.200 878 561

6. SD 289 255 242

TOTAL 2.662 1.958 1.408

Jumlah TKI asal Sumatera Selatan berdasarkan tingkat pendidikan yaitu pada tahun 2013

pada tingkat Pascasarjana sebanyak 7 orang, Sarjana 69 orang, Diploma 135 orang, SMU

17 Data Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2015.

18 Data Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2015.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 172/432

962 orang, SMP 1.200 orang, SD 289 orang dan totalnya adalah sebanyak 2.662 orang. Pada

tahun 2014 pada tingkat Pascasarjana sebanyak 2 orang, Sarjana 51 orang, Diploma 99 orang,

SMU 673 orang, SMP 873 orang, SD 255 orang dan totalnya sebanyak 1.958 orang. Pada tahun

2015 pada tingkat Pascasarjana sebanyak 1 orang, Sarjana 20 orang, Diploma 24 orang, SMU 560 orang, SMP 561 orang, SD 242 orang dan totalnya adalah sebanyak 1.408 orang. Dilihat

dari data di atas jumlah tenaga kerja Indonesia berdasarkan tingkat pendidikan yang paling

banyak adalah tingkat SMP dan yang paling sedikit adalah pada tingkat pendidikan

Pascasarjana, sedangkan jumlah tenaga kerja Indonesia asal Sumatera Selatan berdasarkan

tingkat pendidikan yang paling banyak adalah tingkat SMP dan yang paling sedikit adalah

pada tingkat Pascasarjana, diagram statistik dari jumlah tenaga kerja Indonesia dan asal

Sumatera Selatan berdasarkan tingkat pendidikan yaitu:

Tabel 5

Jumlah Tenaga Kerja Indonesia berdasarkan Sektor 2013-2015 19

No. Sektor Tahun

2013 2014 2015

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Formal 285.297 247.610 152.394

2. Informal 226.871 182.262 123.342

TOTAL 512.168 429.872 275.736

Sektor formal, seperti pabrik, garmen, tekstil, air kemasan, makanan, rumah sakit dan

lain sebagainya. Di mana perbedaan antara keduanya terletak pada pengenaan pajak atas

penghasilannya dan berlaku pengaturan syarat-syarat kerja tertentu atau khusus antara pekerja

dan pengusaha yang terikat dalam perjanjian kerja baik dalam bentuk Peraturan Perusahaan

(PP)20

maupun Perjanjian Kerja Bersama (PKB).21

Dari jumlah TKI berdasarkan sektor pada tahun 2013-2015, Sumatera Selatan

penyumbang 2.662 orang di tahun 2013, yang didominasi sektor formal seperti pabrik, asisten rumah tangga dan sebagainya. Kemudian di tahun berikutnya mengalami penurunan

pengiriman TKI yaitu berkisar di angka 1.958 orang, yang masih didominasi sektor formal. Pada tahun 2015 mengalami penurunan.

19 Data Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2015.

20 Baca Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2002 tentang Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa: “Peraturanperusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tertib perusahaan.”

21 Baca Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2002 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa: “Perjanjiankerrja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.”

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 173/432

Tabel 6

Jumlah Tenaga Kerja Indonesia Asal Sumatera Selatan

berdasarkan Sektor 2013-2015 22

No. Sektor Tahun

2013 2014 2015

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Formal 1800 1.519 1.090

2. Informal 862 439 318

TOTAL 2.662 1.958 1.408

Jumlah TKI berdasarkan sektor yaitu pada tahun 2013 jumlah sektor formal sebanyak

285.297 orang, informal sebanyak 226.871 orang, total tenaga kerja formal dan informal

adalah sebanyak 512.168 orang. Pada tahun 2014 jumlah sektor formal sebanyak 247.610

orang, informal sebanyak 182.262 orang, total tenaga kerja formal dan informal adalah

sebanyak 429.872 orang. Pada tahun 2015 jumlah sektor formal sebanyak 152.394 orang,

informal sebanyak 123.342 orang, total tenaga kerja formal dan informal adalah sebanyak

275.730 orang. Sedangkan jumlah TKI asal Sumatera Selatan berdasarkan sektor yaitu pada

tahun 2013 jumlah sektor formal sebanyak 1.800 orang, informal sebanyak 862 orang, total

tenaga kerja formal dan informal adalah sebanyak 2.662 orang. Pada tahun 2014 jumlah

sektor formal sebanyak 1.519 orang, informal sebanyak 439 orang, total tenaga kerja formal

dan informal adalah sebanyak 1.958 orang. Pada tahun 2015 jumlah sektor formal sebanyak

1.090 orang, informal sebanyak 318 orang, total tenaga kerja formal dan informal adalah

sebanyak 1.408 orang. Dari data di atas jumlah TKI dan juga tenaga kerja asal Sumatera

Selatan berdasarkan sektor yang terbanyak adalah pada sektor formal.

Dari berbagai data yang telah disajikan di atas dalam pelaksanaannya masih banyak sekali

hak-hak TKI yang belum terpenuhi seperti karena terjadinya kasus kekerasan, upah yang tidak

dibayar dan lain-lain. Kasus-kasus seperti ini terjadi karena ketidaksesuaiannya pekerjaan pekerja

di dalam bekerja, seperti tenaga kerja migran yang bekerja menjadi pem-bantu yang bekerja

secara tidak sesuai dengan apa yang telah di sepakati dan yang telah menjadi tanggung jawabnya

di dalam bekerja yang membuat majikanya tidak puas dengan kerja TKI tersebut. Padahal

sebelum TKI tersebut diberangkatkan BNP2TKI sudah memberi-kan sosialisasi dan pembekalan

awal untuk seluruh calon TKI agar dalam pelaksanaannya di dalam bekerja dapat bekerja dengan

baik sesuai dengan apa yang telah disepakati antara hak dan kewajibannya.

Penyebab yang paling banyak terjadi itu karena masih banyaknya TKI yang bekerja ke

luar negeri tanpa memenuhi syarat dan tidak terdata di BNP2TKI. Mereka bekerja ke luar negeri

secara ilegal tanpa surat-surat resmi dari BNP2TKI. Hal inilah yang menyebabkan banyaknya

kasus yang terjadi, karena dengan TKI tersebut menggunakan jalur ilegal, maka hak-hak mereka

tidak dapat terjamin karna yang menjadi penanggung jawab di dalam ia bekerja adalah calo yang

mengajaknya untuk bekerja, karena semua kesepakatan dibuat oleh calo itu sendiri, mengenai calo

itu sendiri keberadaanya sangat banyak sekali hampir di setiap daerah itu terdapat calo yang

mengajak orang-orang untuk bekerja di luar negeri, Kepala Badan Nasional Penempatan dan

Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mene-gaskan pihaknya terus berupaya

memberantas calo TKI baik dari dalam maupun luar negeri. Pihaknya telah menangkap puluhan

calo baik dari dalam maupun luar negeri dan mereka diproses sesuai jalur hukum. Calo TKI masih

banyak sekali keberadaannya di dalam setiap daerah, mereka

22 Data Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2015.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 174/432

mempunyai caranya sendiri untuk membujuk orang-orang agar mau ikut bekerja di luar negeri dan sampai saat ini pun pihak yang berwajib terus mengintai calo TKI tersebut.

2. Wujud Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri

Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan

Perlindungan TKI di Luar Negeri, menerangkan bahwa:

“Perlindungan TKI adalah segala upaya untuk melindungi kepentingan calon TKI/-TKI dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-haknya sesuai dengan peraturan

perundang-undangan, baik sebelum, selama, maupun sesudah bekerja.”23

Perlindungan bagi TKI yang bekerja di luar negeri dimulai dan terintegrasi dalam

setiap proses penempatan TKI, sejak proses rekrutmen, selama bekerja dan ketika pulang ke

tanah air. Dengan penyediaan dokumen yang benar dan absah, diharapkan TKI terhindar dari

resiko yang mungkin timbul selama mereka bekerja di luar negeri. Peningkatan keterampilan

dan penguasaan bahasa setempat membantu TKI dalam komunikasi, menerima perintah, dan

menyampaikan pendapat kepada pihak-pihak lain terutama kepada majikannya. Kesiapan

mental dan pemahaman dasar mengenai adat kebiasaan dan budaya membantu TKI ber-

adaptasi dengan lingkungan kerja dan kondisi masyarakat setempat, sehingga dapat meng-

hindarkan TKI dari berbagai masalah sosial di luar negeri.

Tabel 7

Perlindungan TKI pada Masa Prapenempatan, Penempatan

sampai dengan Purna Penempatan

Pra Penempatan Masa Penempatan Purna Penempatan

(1) (2) (3)

Administratif:

a. Pemenuhan dokumen a. Pembinaan dan a. Pemberian kemudahan

penempatan; pengawasan; atau fasilitas kepulangan

b. Penetapan biaya TKI;

penempatan; c. Penetapan kondisi

dan syarat kerja.

Teknis:

a. Sosialisasi dan b. Bantuan dan b. Pemberian upaya perlin-

diseminasi informasi; perlindungan ke dungan terhadap TKI dari

b. Peningkatan kualitas konsuleran; kemungkinan adanya

calon TKI; tindakan pihak-pihak lain

c. Pembelaan atas yang tidak bertanggung

jawab dan dapat merugi-

pemenuhan hak-hak

kan TKI dalam kepu-

TKI;

langan dari negara

d. Pembinaan dan

tujuan, di debarkasi, dan

pengawasan.

dalam perjalanan sampai

ke daerah asal;

23 Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 175/432

Pra Penempatan Masa Penempatan Purna Penempatan

(1) (2) (3)

c. Pemberian bantuan c. Fasilitasi pengurusan

hukum; klaim asuransi;

d. Pembelaan atas d. Fasilitasi kepulangan

pemenuhan hak-hak TKI berupa pelayanan

TKI transportasi, jasa

keuangan, dan jasa

pengurusan barang;

e. Perlindungan dan e. Pemantauan kepulangan

bantuan lainnya sesuai TKI sampai ke daerah

dengan ketentuan asal;

peraturan perundang-

undangan serta hukum

dan kebiasaan

internasional;

f. Upaya diplomatik. f. Fasilitasi TKI bermasalah

berupa fasilitasi hak-hak

TKI;

g. Penanganan TKI sakit

berupa fasilitasi

perawatan kesehatan dan

rehabilitasi fisik dan

mental;

h. Pemberian kemudahan

atau fasilitas kepulangan

TKI.

Dari tahun ke tahun terjadi banyak sekali kasus kekerasan yang terjadi kepada TKI. Hal

itu disebabkan karena kurangnya kesiapan tenaga kerja di dalam bekerja belum lagi dengan

sulitnya TKI untuk memahami adat dan juga juga bahasa di negara tempat ia bekerja. Bertolak

dari kondisi seperti itu pada tahun 2013 BNP2TKI mulai sering melakukan sosialisasi kepada

calon tenaga kerja migran dan daerah-daerah yang banyak menjadi pemasok TKI. Di dalam

sosialisasi tersebut petugas BNP2TKI selalu mengingatkan bahaya-nya bekerja menjadi TKI di

luar negeri terutama di negara-negara Timur Tengah seperti Arab Saudi, Mesir, dan lain-lain,

karena sulitnya untuk memahami bahasa terlebih lagi adat istiadat di negara Timur Tengah yang

sangat berbeda. Dengan dilakukannya sosialisasi tersebut diharapkan dapat mengurangi niat

tenaga kerja yang ingin bekerja menjadi pembantu di luar negeri. Namun demikian, kenyataannya

tetap saja banyak terjadi korban kekerasan terhadap TKI di luar negeri. Akhirnya pada awal tahun

2015, untuk mengurangi terjadinya kasus kekerasan Pemerintah melakukan moratorium

bahwasannya tenaga kerja tidak diperbolehkan mendaftar menjadi TKI di negara-negara Timur

Tengah. Hal ini cukup berhasil pada tahun 2013-2015 tercatat data penurunan jumlah kekerasan

TKI. Sisi lain yang diperlukan dalam perlindungan TKI di luar negeri adalah kepastian pekerjaan

sebagaimana dinyatakan dalam job order yang disampaikan pengguna untuk TKI secara langsung

(calling visa) atau melalui PJTKI. Dalam hal ini dituntut keseriusan dan tanggung jawab PJTKI

maupun mitra kerjanya di luar negeri dalam pengurusan dokumen kerja bagi tenaga kerja yang

akan ditempatkan. Kerjasama bilateral antara negara pengirim dan

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 176/432

negara penerima merupakan pegangan dalam pelaksanaan penempatan TKI ke negara

tertentu. Dalam perjanjian bilateral penempatan TKI ke negara penerima dapat dimasukkan substansi perlindungan yang meliputi bantuan konsuler bagi TKI bermasalah dengan hukum,

pembelaan, dan penyelesaian tuntutan hak TKI. Oleh karena itu penempatan TKI dapat dilakukan ke semua negara dengan ketentuan:

1. Negara tujuan memiliki peraturan adanya perlindungan tenaga kerja asing.

2. Negara tujuan membuka kemungkinan kerjasama bilateral dengan negara Indonesia di bidang penempatan TKI.

3. Keadaan di negara tujuan tidak membahayakan keselamatan TKI.

Bentuk perlindungan kepada TKI juga harus diberikan oleh PJTKI sebagai penyalur TKI

seperti mengikutsertakan calon TKI dalam program asuransi perlindungan TKI. Program asuransi

perlindungan TKI dilakukan oleh konsorsium asuransi perlindungan TKI. Oleh karena itu untuk

memberi jaminan perlindungan hukum dalam penempatan TKI di luar negeri, Pemerintah

Republik Indonesia menyusun, mengesahkan dan memberlakukan Undang-Undang Nomor 39

Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri.24

Pada hakikatnya ketentuan-ketentuan hukum yang dibutuhkan dalam masalah ini

adalah ketentuan-ketentuan yang mampu mengatur pemberian pelayanan penempatan bagi

tenaga kerja secara baik. Pemberian pelayanan penempatan secara baik di dalamnya mengan-

dung prinsip murah, cepat, tidak berbelit-belit dan aman. Pengaturan yang bertentangan

dengan prinsip tersebut memicu terjadinya penempatan tenaga kerja ilegal yang tentunya

berdampak kepada minimnya perlindungan bagi tenaga kerja yang bersangkutan.25

Penempatan dan perlindungan calon TKI berasaskan keterpaduan, persamaan hak,

demokrasi, keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender, anti diskriminasi, serta anti

perdagangan manusia. Penempatan dan perlindungan calon TKI bertujuan untuk:26

1. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi.

2. Menjamin dan melindungi calon TKI/TKI sejak di dalam negeri di negeri tujuan, sampai kembali ke tempat asal di Indonesia.

3. Meningkatkan kesejahteraan TKI dan keluarganya.

Perlindungan bagi TKI yang bekerja di luar negeri dimulai dan terintegrasi dalam

setiap proses penempatan TKI, sejak proses rekrutmen, selama bekerja dan ketika pulang ke

tanah air. Dengan penyediaan dokumen yang benar dan absah, diharapkan TKI terhindar dari

resiko yang mungkin timbul selama mereka bekerja di luar negeri. Kerjasama bilateral antara

negara pengirim dan negara penerima merupakan pegangan dalam pelaksanaan penempatan

tenaga kerja Indonesia ke negara tertentu. Dalam perjanjian bilateral penempatan TKI ke

negara penerima dapat dimasukkan substansi perlindungan yang meliputi bantuan konsuler

bagi TKI bermasalah dengan hukum, pembelaan, dan penyelesaian tuntutan hak TKI. Oleh

karena itu penempatan TKI dapat dilakukan ke semua negara dengan ketentuan:

1. Negara tujuan memiliki peraturan adanya perlindungan tenaga kerja asing.

24 Ibid, hal. 127.

25 Oentoeng Wahjoe, 2008, Tanggung Jawab Negara dalam Perlindungan TKI di Luar Negeri Menurut Hukum Internasional, Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 19, Sekolah Tinggi Hukum Bandung, Bandung, hal. 89.

26 Soekarwo, 2006, Peranan Pemerintah Daerah dalam Kaitannya dengan Penempatan TKI ke Luar Negeri, Majalah Hukum Nasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, hal. 101.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 177/432

2. Negara tujuan membuka kemungkinan kerjasama bilateral dengan negara Indonesia di bidang penempatan TKI.

3. Keadaan di negara tujuan tidak membahayakan keselamatan TKI.

Apabila terjadi sengketa antara TKI dengan pelaksana penempatan TKI swasta mengenai pelaksanaan perjanjian penempatan, maka kedua belah pihak mengupayakan penyelesaian secara damai dengan cara bermusyawarah. Namun apabila penyelesaian secara musyawarah tidak tercapai, maka salah satu atau kedua belah pihak dapat meminta bantuan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota, Provinsi atau Pusat. Proses penyelesaian permasalahan hukum bagi TKI dilakukan oleh BNP2TKI melalui Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta hukum dan kebiasaan internasional salah satunya baik dalam hal pemberian bantuan hukum bagi setiap TKI di luar negeri yang menghadapi masalah hukum, hal ini bertujuan untuk membela atas pemenuhan hak-hak sesuai dengan perjanjian kerja dan/atau peraturan

perundang-undangan di negara TKI ditempatkan.27

Bentuk perlindungan kepada TKI juga

harus diberikan oleh PJTKI sebagai penyalur TKI seperti mengikutsertakan calon TKI dalam program asuransi perlindungan TKI. Program asuransi perlindungan TKI dilakukan oleh Konsorsium asuransi perlindungan TKI. Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh TKI dalam hal mereka dirugikan oleh PJTKI dalam hubungan hukum adalah upaya non litigasi atau

penyelesaian sengketa alternatif.28

Upaya litigasi dapat berupa tuntutan ganti rugi ataupun pembatalan perjanjian yang dituntut melalui suatu gugatan perdata pada pengadilan yang berkompeten baik atas dasar wanprestasi, perbuatan melanggar hukum, atau pembentukan perjanjian yang tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata.29

Berdasarkan Keputusan Bersama Nomor SKB.05/A/SB/XII/2003/01 yang

dibuat oleh Menteri Luar Negeri, Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Agama dan Menteri Pemberdayaan Perempuan tentang Pembentukan Tim Advokasi, Pembelaan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, yang maksudnya adalah tim yang dibentuk untuk memberikan bantuan konseling, pembelaan dan perlindungan bagi TKI di luar negeri di bawah koordinasi Perwakilan Negara Republik Indonesia yang bertugas:

a) Memberikan perlindungan dan hak-hak dasar dan bantuan hukum bagi TKI di luar negeri;

b) Melakukan pendataan dan penelitian dokumen TKI (bekerjasama dengan Agency);

c) Mendata nama dan alamat majikan;

d) Melakukan bimbingan dan penyuluhan bagi TKI;

e) Memberikan konsultasi dan pendampingan bagi TKI yang bermasalah. Membantu

penyelesaian perselisihan antara TKI dengan pengguna/majikan;

f) Memberikan bantuan penyelesaian administrasi dan dokumen TKI;

g) Mengurus penyelesaian pembayaran atas gaji TKI yang tidak dibayar;

h) Memproses penyelesaian pemenuhan hak-hak akibat pemutusan hubungan kerja dan harta kekayaan TKI;

27 Ibid.

28 Ibid.

29 Ibid.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 178/432

i) Mengupayakan pembelaan hukum bagi TKI;

j) Mengurus penyelesaian sengketa antara TKI dengan pihak ketiga (bukan peng-guna/majikan);

k) Mengurus penyelesaian jaminan atas resiko kecelakaan kerja dan/atau kematian

yang dialami oleh TKI;

l) Membantu proses pemulangan TKI; dan

m) Melaksanakan tugas-tugas lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas tim sesuai dengan petunjuk Menteri terkait.

C. KESIMPULAN

Wujud perlindungan yang diberikan kepada Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri

1. Perlindungan kepada TKI yang diberikan oleh PJTKI sebagai penyalur TKI seperti meng-

ikutsertakan calon TKI dalam program asuransi perlindungan TKI. Program asuransi

perlindungan TKI dilakukan oleh konsorsium asuransi perlindungan TKI. Oleh karena itu

untuk memberi jaminan perlindungan hukum dalam penempatan TKI di luar negeri, maka

Pemerintah Republik Indonesia menyusun, mengesahkan dan memberlakukan Undang-

Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri.

2. Perlindungan bagi TKI yang bekerja di luar negeri dimulai dan terintegrasi dalam setiap

proses penempatan TKI, sejak proses rekrutmen, selama bekerja dan ketika pulang ke

tanah air. Dengan penyediaan dokumen yang benar dan absah, diharapkan TKI terhindar

dari resiko yang mungkin timbul selama mereka bekerja di luar negeri. Kerjasama

bilateral antara negara pengirim dan negara penerima merupakan pegangan dalam

pelaksanaan penempatan tenaga kerja Indonesia ke negara tertentu.

3. Apabila terjadi sengketa antara TKI dengan pelaksana penempatan TKI swasta mengenai

pelaksanaan perjanjian penempatan, maka kedua belah pihak mengupayakan penye-lesaian

secara damai dengan cara bermusyawarah. Namun apabila penyelesaian secara musyawarah

tidak tercapai, maka salah satu atau kedua belah pihak dapat meminta bantuan instansi yang

bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota, Provinsi atau Pusat. Proses

penyelesaian permasalahan hukum bagi TKI dilakukan oleh BNP2TKI melalui Perwakilan

Negara Republik Indonesia di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta

hukum dan kebiasaan internasional salah satunya baik dalam hal pemberian bantuan hukum

bagi setiap TKI di luar negeri yang meng-hadapi masalah hukum. Hal ini bertujuan untuk

membela atas pemenuhan hak-hak sesuai dengan perjanjian kerja dan/atau peraturan

perundang-undangan di negara TKI ditempat-kan.

4. Upaya litigasi dapat berupa tuntutan ganti rugi ataupun pembatalan perjanjian yang dituntut

melalui suatu gugatan perdata pada pengadilan yang berkompeten baik atas dasar wanprestasi, perbuatan melanggar hukum, atau pembentukan perjanjian yang tidak memenuhi

syarat sahnya perjanjian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata.30

Berdasarkan Keputusan Bersama Nomor SKB.05/A/-SB/XII/2003/01

yang dibuat oleh Menteri Luar Negeri, Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Agama dan Menteri Pemberdayaan Perempuan tentang Pembentukan Tim Advokasi, Pembelaan dan Perlin-dungan Tenaga Kerja Indonesia

di Luar Negeri, yang maksudnya adalah tim yang dibentuk

30 Ibid.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 179/432

untuk memberikan bantuan konseling, pembelaan dan perlindungan bagi TKI di luar negeri di bawah koordinasi Perwakilan Negara Republik Indonesia.

D. SARAN

1. Perlunya koordinasi antara penempatan dan perlindungan yang dikuatkan dengan petunjuk teknis, penyederhanaan mekanisme pendaftaran dan juga meringankan biaya

dari pendaftaran calon TKI, serta mengevaluasi dan menindak penyalur TKI ilegal agar

tidak terjadi lagi lemahnya sosialisasi, kurang jelasnya prosedur, maraknya praktik percaloan, lemahnya koordinasi antar lembaga publik terkait, hingga informasi sesat.

2. Pemerintah harus memperkuat diplomasi antar negara untuk upaya memberikan perlin-

dungan terhadap TKI, dan dengan banyaknya peraturan serta kebijakan yang masih tidak

jelas seperti masih banyaknya TKI yang bekerja di luar negeri secara ilegal dan hal tersebut menjadi tanggung jawab BNP2TKI, maka diperlukan revisi Undang-Undang

Ketenagakerjaan.

3. Sisi lain yang diperlukan dalam perlindungan TKI di luar negeri adalah kepastian

pekerjaan sebagaimana dinyatakan dalam job order yang disampaikan pengguna untuk

TKI secara langsung (calling visa) atau melalui PJTKI. Dalam hal ini dituntut keseriusan

dan tanggung jawab PJTKI maupun mitra kerjanya di luar negeri dalam pengurusan

dokumen kerja bagi tenaga kerja yang akan ditempatkan. Kerjasama bilateral antara

negara pengirim dan negara penerima merupakan pegangan dalam pelaksanaan penem-

patan TKI ke negara tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rachmad Budiono, 2009, Hukum Perburuhan, Jakarta, PT Indek.

Asri Wijayanti, 2011, Menggugat Konsep Hubungan Kerja, Bandung, CV Lubuk Agung.

Burhanuddin, 2007, Strategi Pemerintah NTB dalam Perlindungan dan Penempatan TKI

keLuar Negeri, Makalah Seminar Mencari Format Perlindungan TKI, Mataram, April2007.

Isrok, 2011, Negara yang Gagal Ditinjau dari Aspek Bernegara yang Demokrasi Berke-adilan, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Hukum Tata Negara

Pada Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, disampaikan pada rapat Terbuka Senat Universitas Brawijaya, 27 September 2011.

Jazim Hamidi dan Budiman NPD Sinaga, 2009, Pembentukan Peraturan Perundang-undangandalam Sorotan, Jakarta, PT Tatanusa.

Lalu Husni, 2010, Hukum Penempatan dan Perlindungan TKI, Program Pascasarjana UB, Malang.

Oentoeng Wahjoe, 2008, Tanggung Jawab Negara dalam Perlindungan TKI di Luar NegeriMenurut Hukum Internasional, Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 19, Sekolah Tinggi IlmuHukum Bandung, Bandung.

Slamet Suhartono, 2009, Vagoe Normen sebagai Dasar Hukum Tindakan Tata Usaha Negara, Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Universitas Brawijaya.

Soekarwo, 2006, Peranan Pemerintah Daerah dalam Kaitannya dengan Penempatan TKI keLuar Negeri, Majalah Hukum Nasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta,hlm.101.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 180/432

www.indonesiamedia.com/2013/04/26/depnakertrans-dan-bnp2tki-berebut-kelola-tki, diakses pada hari Senin tanggal 25 September 2017.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 181/432