56
REFERAT Hipertensi dalam Kehamilan Oleh: Julita Nainggolan (0718011019) Ni Made Agusuriyani Diana Putri (1018011019) Preceptor : dr. H.Wahdi Siradjuddin Sp.OG SMF OBGYN

CSS Ni Made Agusuriyani DP & Julita Nainggolan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

m

Citation preview

REFERAT

Hipertensi dalam Kehamilan

Oleh:

Julita Nainggolan (0718011019)

Ni Made Agusuriyani Diana Putri (1018011019)

Preceptor :

dr. H.Wahdi Siradjuddin Sp.OGSMF OBGYN

RSUD JEND. AHMAD YANI METRO

MARET 2014

PENDAHULUAN

Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit kehamilan dan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas. Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan masih cukup tinggi. hal ini disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas, juga oleh perawatan dalam persalinan masih ditangani petugas non medik dan sistem rujukan yang belum sempurna. Hipertensi dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil sehingga pengetahuan tentang pengolahan hipertensi dalam kehamilan harus benar-benar dipahami oleh semua tenaga medik baik pusat maupun daerah. Dalam pelayanan obstetri, selain Angka Kematian Materal (AKM) terdapat Angka Kematian Perinatal (AKP) yang dapat digunakan sebagai parameter keberhasilan pelayanan.Namun, keberhasilan menurunkan AKM di negara-negara maju saat ini menganggap AKP merupakan parameter yang lebih baik dan lebih peka untuk menilai kualitas pelayanan kebidanan.Hal ini mengingat kesehatan dan keselamatan janin dalam rahim sangat tergantung pada keadaan serta kesempurnaan bekerjanya sistem dalam tubuh ibu, yang mempunyai fungsi untuk menumbuhkan hasil konsepsi dari mudigah menjadi janin cukup bulan.Salah satu penyebab kematian perinatal adalah hipertensi yang menyebabkan preeklamsia (PE) dan eklamsia (E).Perlu ditekankan bahwa sindroma preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema, dan proteinuri sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan oleh wanita yang bersangkutan.Tanpa disadari, dalam waktu singkat dapat timbul preeklampsia berat, bahkan eklampsia.Dengan pengetahuan ini, menjadi jelas bahwa pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda-tanda preeklampsia, sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia, di samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain.

BAB II

PEMBAHASAN1. Definisi

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolik 140/90 mmHg. Pengukuran tekanan darah sekurang kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam. Kenaikan tekanan darah sistolik 30 mmHg dan kenaikan tekanan darah diastolik 15 mmHg sebagai parameter hipertensi sudah tidak dipakai lagi. Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5 15 % penyulit kehamilan dan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih tinggi.

Sampai sekarang penyakit hipertensi dalam kehamilan (HDK) masih merupakan masalah kebidanan yang belum dapat dipecahkan dengan tuntas. HDK adalah salah satu dari triasPenanganan kasus HDK atau Gestosis atau EPH Gestosis masih tetap merupakan kontroversi karena sampai saat ini etiologi dan patofisiologi penyakit HDK masih belum jelas diketahui, sehingga penanganan yang definitif belum mungkin dijalankan dengan sempurna. Hanya tenninasi kehamilan yang dapat dianggap sebagai terapi yang definitif.HDK (Hipertensi Dalam Kehamilan) adalah komplikasi kehamilan setelah kehamilan 20 minggu yang ditandai dengan timbulnya hipertensi, disertai salah satu dari : edema, proteinuria, atau kedua-duanya. Klasifikasinya sebagai berikut :a. HDK sebagai penyulit yang berhubungan langsung dengan kehamilan : 1) Pre-eklamsia2) Eklamsia

b. HDK sebagai penyulit yang tidak berhubungan langsung dengan kehamilan :

1. Hipertensi kronik.

2. Pre-eklamsia/eklamsiapadahipertensikronik/superimposed.

3. Transient hypertension.4. HDK yang tidak dapat dikiasifikasikan.

2. Klasifikasi 1. Pre-eklamsia

Ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblas.

2. Eklamsia

ialah timbulnya kejang pada penderita pre-eklamsia yang disusul dengan koma. Kejang ini bukan akibat dari kelainan neurologik.

3. Hipertensi kronik

Hipertensi yang menetap oleh sebab apapun, yang ditemukanpada umur kehamilan kurang dari 20 minggu, atau hipertensi yang menetap setelah 6 minggu pasca persalinan.

a. Superimposed pre-eklamsia/eklamsia

Ialah timbulnya pre-eklamsia atau eklamsia pada hipertensi kronik.

b. Transient hypertensionlalah hipertensi dalam kehamilan pada wanita yang tekanan darahnya normal sebelum hamil dan tidak mempunyai gejala-gejala hipertensi kronik atau pre-eklamsia atau eklamsia. Gejala ini akan hilang setelah 10 hari pasca persalinan.

3. EtiologiFaktor predisposisi :

Primigravida atau nullipara, terutama pada umur reproduksi ekstrem, yaitu remaja dan umur 35 tahun ke atas. Multigravida dengan kondisi klinis :- Kehamilan ganda dan hidrops fetalis.- Penyakit vaskuler termasuk hipertensi esensial kronik dan diabetes mellitus. Penyakit-penyakit ginjal. Hiperplasentosis : Molahidatidosa,kehamilan ganda, hi drops fetalis, bay i besar, diabetes mellitus. Riwayat keluarga pernah pre-eklamsia atau eklamsia. Obesitas dan hidramnion. Gizi yang kurang dan anemi. Kasus-kasus dengan kadar asam urat yang tinggi, defisiensi kalsium, defisiensi asam lemak tidak jenuh, kurang antioksidans.4. Patofisiologi

Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetpi tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-teori sekarang yang banyak dianut adalah

1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta

Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-cabang arteri uterine dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuarta dan arteri arkuarta member cabang arteri radialis. Arteria radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteria spiralis.

Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi tropoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan Vasodilatasi lumen arteri spiralisini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya, aliran darah kejanin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodeling arteri spiralis.

Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokontriksi, dan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis HDK selanjutnya.

Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan pada preeklampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero plasenta.2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel

Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebasSebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (disebut juda radikal bebas).Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima elektron atau atom/molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan.

Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam tubuh mungkin dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dalam darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan disebut toxaemia.

Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. peroksida lemak selain akan merusak membran sel, juga akan merusak nucleus, dan protein sel endotel.Produksi oksidan (radikal bebas/) dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi antioksidan.

Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilanPada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan, khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, missal vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relative tinggi.

Peroksida lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksis ini akan beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membran sel endotel.Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak. Disfungsi sel endotelAkibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak. Maka terjadi kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membrane sel endotel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut disfungsi endotel (endothelial dysfunction). Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi :

Gangguan metabolisme prostaglandin , karena salah satu fungsi sel endotel, adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2): suatu vasodilatator kuat. Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.Agregasi sel trombosit ini adalah yang menutup tempat-tempat dilapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) suatu vasokonstriktor kuat.Dalam keadaan normalperbandingan kadar prostasiklin/tromboksan lebih tinggi kadar prostasiklin (lebih tinggi vasodilatatora). Pada preeklampsia kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi, dengan terjadi kenaikan tekanan darah. Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus (glomerular endotheliosis) Peningkatan permeabilitas kapilar Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO (vasodilatator) menurun, sedangkan endotel (vasokonstriktor) Peningkatan faktor koagulasi.3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan anak

Dugaan bahwa factor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut.

Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida.

Ibu yang multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami yang sebelumnya.

Seks oral mempunyai risiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama periode ini, makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukosite antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural killer (NK) ibu.

Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas kedalam jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu, disamping untuk menghadapi sel natural killer. Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas kedalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitikon, sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi. Kemungkinan terjadi Immune-Maladaptation pada preeklampsia.

Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan yang mempunyai kecenderungan yang terjadi preeklampsia, ternyata mempunyai proporsi Helper Sel yang lebih rendah disbanding pada normotensif.

4. Teori adaptasi kardiovaskularori dan genetik

a. Teori adaptasi kardiovaskularori

Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopresor. Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respons vasokonstriksi. Pada kehamilan normal terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila diberi prostaglandin sintesa inhibitor (bahan yang menghambat produksi prostaglandin). Prostaglandin ini dikemudian hari ternyata adalah prostasiklin.

Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor. Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan sudah terjadi pada trimester 1 (pertama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

b. Teori genetik

Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotipe janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26% anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula,sedangkan hanya 8 % anak menantu mengalami preeklamsia.

5. Teori adaptasi defisiensi gizi

Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan.Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di Inggris ialah penelitian tentang pengaruh diet pada preeklampsia beberapa waktu sebelum pecahnya perang Dunia II. Suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan perang menimbulkan kenaikan insiden hipertensi dalam kehamilan.

Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk minyak hati halibut, dapat mengurangi risiko preeklampsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.

Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk memakai konsumsi minyak ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam mencegah preeklampsia.hasil sementara menunjukan bahwa penelitian ini berhasil baik dan mungkin dapat dipakai sebagai alternatif pemberian aspirin.

Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet perempuan hamil mengakibatkan risiko terjadinya preeklampsia/eklampsia. Penelitian di Negara Equador Andes dengan metode uji klinik, ganda tersamar, dengan membandingkan pemberian kalsium dan plasebo. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ibu hamil yang diberi suplemen kalsium cukup, kasus yang mengalami preeklampsia adalah 14 % sedang yang diberi glukosa 17 %.

6. Teori inflamasi

Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi.

Pada kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaklsi stress oksidatif.Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia, di mana pada preeklampsia terjadi peningkatan stress oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stress oksidatif akan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar, disbanding reaksi inflamasi pada kehamilan normal. Respons inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala preeklampsia pada ibu.

Redman, menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklampsia akibat produksi debris trofoblas plasenta berlebihan tersebut diatas, mengakibatkan aktivitas leukosit yang sangat tinggi pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini oleh redman disebut sebagai kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskular pada kehamilan yang biasanya berlangsung normal dan menyeluruh

Aspek Klinis

a. Preeklampsia

Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra, dan post partum. Dari gejala-gejalanya klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi preeklampsia ringan dan berat.

Secara teoritik urutan-urutan gejala yang timbul pad preeklampsia adalah edema, hipertensi, dan terakhir proteinuria; sehingga bila gejala-gejala ini timbul tidak dalam urutan diatas, maka dianggap bukan preeklampsia.

Dari semua gejala tersebut, timbul hipertensi dan proteinuria merupakan gejala yang paling penting. Namun, sayangnya penderita seringkali tidak merasakan perubahan ini. Bila penderita sudah mengeluh adanya gangguan nyeri kepala, gangguan penglihatan, atau nyeri epigastrium, maka penyakit ini sudah cukup lanjut.

Preeklampsia ringan

Preeklamsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel.

Diagnosis preeklamsia ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya hipertensi disertai protenuria dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu.

Hipertensi: sistolik/diastolik 140/90 mmHg. Kenaikan sistolik 30 mmHg dan kenaikan diastolok 15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai kriteria preeklamsia. Protenuria: 300 mg/24 jam atau 1+ dipstick. Edema: edema local tidak dimasukkan dalam kriteria preeklamsia, kecuali edema pada lengan, muka da perut, edema generalisata. Preeklampsia berat

Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darh sistolik 160 mmHg dan tekana darah diastolik 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24jam

Preeklampsia digolongkan preeklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut.

Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg. Tekanan darah tidak menurun meskipun ibu hamil udah dirawat rumah sakit dan menjalani tirah baring.

Proteinuria lebih 5 g/24jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.

Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500cc/24jam.

Kenaikan kadar kreatinin plasma.

Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, kepala nyeri sokotoma dan pandangan kabur.

Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran atas abdomen (akibat terengangnya kapsula glisson).

Edema paru-paru dan sianosis.

Hemolisis mikroangiopatik.

Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm atau penurunan trombosit dengan cepat.

Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanin dan aspartate aminotransferase

Pertumbuhan janin intrauterin yag terhambat.

Sindrom HELLP.

Preeklampsia berat dibagi menjadi (a) preeklampsia tanpa impending eclampsia dan (b) preeklampsia berat dengan impending eclampsia . disebut impending eclampsia bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.

Eklampsia

Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia, yang disertai dengan kejang menyeluruh dan koma. Sama halnya dengan preeklampsia, eklampsia dapat timbul pada ante, intra, dan postpartum. Eklampsia postpartum umumnya sama hanya terjadi dalam 24jam pertama setela persalinan.

Eklamsia adalah kejang yang dialami oleh ibu hamil pada usia kehamilan 8-9 bulan. Eklamsia disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya keracunan pada saat mengkonsumsi obat-obatan dan penyakit darah tinggi yang diderita oleh ibu hamil. Selain faktor medisa tersebut, eklamsia bisa disebabkan juga oleh faktor psikis dari sang ibu yaitu, faktor trauma atau ketakutan saat kehamilan sebelumnya.

Eklamsia dapat terjadi apabila pre-eklampsia tidak ditangani, sehingga penyebab dari eklampsia sama dengan penyabab pre-eklampsia. Ada beberapa factor resiko predisposisi tertentu yang dikenal, antara lain:

KlasifikasiBerdasarkan waktu terjadinya, eklampsia dapt dibagi: Eklampsia antepartumadalah tekanan darah tinggi yang disertai dengan proteinuria (protein dalam air kencing) atau edema (penimbunan cairan), yang terjadi pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan.Kejadian 50% sampai 60%. Serangan terjadi dalam keadaan hamil Eklampsia intrapartumintrapartum eklampsia adalah pengembangan kejang atau koma pada wanita hamil menderita tekanan darah tinggi. Intrapartum berarti bahwa itu terjadi selama pengiriman bayi. Eklampsia adalah kondisi serius yang memerlukan pengobatan medis yang mendesak. Eklampsia dapat dikaitkan dengan peningkatan moderat serta signifikan pada tekanan darah. Tekanan darah dapat kembali normal setelah melahirkan atau mungkin bertahan untuk jangka waktu tertentu.Kejadian sekitar 30% sampai 35%Batas dengan eklampsia gravidarum sukar ditentukan terutama saat mulai inpartu Eklampsia post partumpengembangan kejang atau koma pada wanita hamil menderita tekanan darah tinggi. Postpartum berarti bahwa segera setelah melahirkan. Eklampsia adalah kondisi serius yang memerlukan pengobatan medis yang mendesak. Eklampsia dapat dikaitkan dengan peningkatan moderat serta signifikan pada tekanan darah. Kejadian jarang yaitu 10% Terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhirKejang kejang pada eklampsia terdiri dari 4 tingkat :

1. Tingkat awal atau aura

Berlangsung 30 35 detik

Tangan dan kelopak mata gemetar

Mata terbuka dengan pandangan kosong

Kepala di putar ke kanan atau ke kiri

2. Tingkat kejang tonik

Berlangsung sekitar 30 detik

Seluruh tubuh kaku : wajah kaku, pernafasan berhenti, dapat diikuti sianosis, tangan menggenggam, kaki di putar kedalam, lidah dapat tergigit.

3. Tingkat kejang klonik

Berlangsung 1 sampai 2 menit

Kejang tonik berubah menjadi kejang klonik

Konsentrasi otot berlangsung cepat

Mulut terbuka tertutup dan lidah dapat tergigit sampai putus

Mata melotot

Mulut berbuih

Muka terjadi kongesti dan tampak sianosis

Penderita dapat jatuh, menimbulkan trauma tambahan

4. Tingkat koma

Setelah kejang klonik berhenti penderita menarik nafas

Diikuti,yang lamanya bervariasi

Selama terjadi kejang kejang dapat terjadi suhu naik mencapai 40 c, nadi bertambah cepat, dan tekanan darah meningkat.

Gejala gejala lain memperberat prognosa dikemukakan oleh Eden ialah ; koma yang lama, nadi di atas 120 x / menit, suhu di atas 39 c, tekanan darah di atas 200 mmHg, proteinuria 10 gram sehari atau lebih, tidak adanya edema, edema paru paru dan apoplexy merupakan keadaan yang biasanya mendahului kematian.

5. KomplikasiGagal ginjal, gagal jantung, edema paru-paru, kelainan pembekuan darah, perdarahan otak, kematian janin.

Kardiovaskular

gangguan berat pada fungsi kardiovaskular sering ditemukan pada kasus-kasuspreeklampsia atau eklampsia. Gangguan tersebut pada dasarnya berhubungan denganpeningkatan afterload yang diakibatkan oleh hipertensi dan aktivasi endotelial berupaekstravasasi cairan ke ruang ekstraselular terutama di paru-paru.

HemodinamikDibandingkan dengan ibu hamil normal, penderita preeklampsia atau eklampsia memilikipeningkatan curah jantung yang signifikan pada fase preklinik, namun tidak ada perbedaan pada tahanan perifer total. Sedangkan pada stadium klinik, pada kasus preeklampsia atau eklampsiaterjadi penurunan tingkat curah jantung dan peningkatan tahanan perifer total yang signifikandibandingkan dengan kasus normal.

Volume darahHemokonsentrasi adalah pertanda penting bagi terjadinya preeklampsia dan eklampsiayang berat. Pitchard dkk (1984) melaporkan bahwa pada ibu hamil dengan eklampsia tidakterjadi hipervolemia seperti yang diharapkan. Pada seorang wanita dengan usia rata-rata,biasanya terjadi peningkatan volume darah dari 3500 mL saat tidak hamil menjadi 5000 mLbeberapa minggu terakhir kehamilan. Dalam kasus eklampsia, peningkatan volume 1500 mLini tidak ditemukan. Keadaan ini kemungkinan berhubungan dengan vasokonstriksi luas yangdiperburuk oleh peningkatan permeabilitas vaskular.

HematologiAbnormalitas hematologi ditemukan pada beberapa kasus hipertensi dalam kehamilan.Diantara abnormalitas tersebut bisa timbul trombositopenia, yang pada suatu waktu bisa menjadisangat berat sehingga dapat menyebabkan kematian. Penyebab terjadinya trombositopeniakemungkinan adalah peningkatan produksi trombosit yang diiringi oleh peningkatan aktivasi danpemggunaan platelet. Kadar trombopoeitin, suatu sitokin yang merangsang proliferasi platelet,ditemukan meningkat pada kasus preeklampsia dengan trombositopenia (Frolich dkk, 1998).Namun, aggregasi platelet pada kasus preeklampsia lebih rendah dibandingkan dengankehamilan normal (Baker dan Cunningham, 1999). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh

kelelahan platelet akibat aktivasi in vivo. Selain itu, juga ditemukan penurunan da ri faktor-faktor pembekuan plasma dan kerusakan eritrosit sehingga berbentuk bizzare dan mudahmengalami hemolisis akibat vasospasme berat.Gambaran klinis preeklampsia dengan trombositopenia ini akan semakin buruk bila jugaditemukan gejala peningkatan enzim hepar. Gangguan ini dikenal dengan

HELLP syndrome yang terdiri dari hemolysis (H), elevated liver enzymes (EL), dan low platelet (LP). Endokrin Dan MetabolismeKadar renin, angiotensin, dan aldosteron plasma meningkat pada kehamilan normal.Namun pada kasus hipertensi dalam kehamilan terjadi penurunan dari kadar ini dibandingkandengan kehamilan normal (Weir dkk, 1983).RenalPada kasus preeklampsia, terjadi penurunan aliran darah ginjal sehingga terjadi penurunanlaju filtrasi glomerolus dibandingkan dengan kehamilan normal. Pada ginjal juga terjadiperubahan anatomis berupa pembesaran glomerolus sebesar 20% (Sheehan, 1950).OtakSecara patologi anatomi, pada kasus preeklampsia maupun eklampsia, manifestasi sistemsaraf pusat yang terjadi disebabkan oleh lesi pada otak berupa edema, hiperemia, danperdarahan. Sheehan (1950) meneliti otak postmortem 48 orang ibu hamil yang meninggaldengan eklampsia dan ditemukan perdarahan mulai dari perdarahan ptekie sampai masif pada56% kasus. Keadaan yang selalu ditemukan pada kasus preeklampsia maupun eklampsia denganmanifestasi neurologis adalah perubahan fibrinoid pada dinding pembuluh darah otak.Perfusi UteroplasentaGangguan perfusi uteroplasenta akibat vasospasme hampir dapat dipastikan merupakanpenyebab tingginya angka mortalitas dan morbiditas pada kasus preeklampsia. Brosens dkk(1972) melaporkan bahwa diameter rata-rata arteriol spiral miometrium dari 50 ibu dengankehamilan normal adalah 500 m. Dengan pemeriksaan yang sama pada 36 ibu denganpreeklampsia ditemukan diameter rata-ratanya adalah 200 m.

Penatalaksanaan

PENCEGAHAN PREEKLAMSI

Yang dimaksud pencegahan ialah upaya untuk mencegah terjadinya preeklamsi pada wanita hamil yang mempunyai risiko terjadinya preeklamsi.

Pencegahan dapat dilakukan dengan :

A. Non medikal

B. Medikal

A. Pencegahan dengan non medikal

4. Restriksi garam : tidak terbukti dapat mencegah terjadinya preeklamsi.

5. Suplementasi diet yang mengandung :

a. Minyak ikan yang kaya dengan asam lemak tidak jenuh, misalnya omega-3 PFA

Antioksidan : vitamin C, vitamin E, eta-carotene, CoQ10, N-Acetylcysteine, asam lipoik.

b. Elemen logam berat : zinc, magnesium, calcium.

6. Tirah baring tidak terbukti :

a. Mencegah terjadinya preeklamsi

b. Mencegah persalinan preterm

Di Indonesia tirah baring masih diperlukan pada mereka yang mempunyai risiko tinggi terjadinya preeklamsi.B. Pencegahan dengan medikal

1. Diuretik : tidak terbukti mencegah terjadinya preeklamsi bahkan memperberat hipovolemia

2. Anti hipertensi tidak terbukti mencegah terjadinya preeklamsi

3. Kalsium : 1500 2000 mg/ hari, dapat dipakai sebagai suplemen pada risiko tinggi terjadinya preeklamsi, meskipun belum terbukti bermanfaat untuk mencegah preeklamsi.

4. Zinc : 200 mg/hari

5. Magnesium : 365 mg/hari

6. Obat anti thrombotik :

a. Aspirin dosis rendah : rata2 dibawah 100 mg/hari, tidak terbukti mencegah preeklamsi.

b. Dipyridamole

7. Obat2 : vitamin C, vitamin E, eta-carotene, CoQ10, N- Acetylcysteine,

8. Asam lipoik.

**pencegahan medical diatas merupakan evidence medicine practice(yang sering dikerjakan) akan tetapi belum terbukti memberikan manfaat secara EBM.

PENGELOLAAN PREEKLAMSI

PREEKLAMSI RINGAN

a. Pengelolaan

Pengelolaan preeklamsi ringan dapat secara :

1. Rawat jalan ( ambulatoir )

2. Rawat inap ( hospitalisasi )

Ad. a.Pengelolaan secara rawat jalan (ambulatoir)

1. Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan ambulasi sesuai keinginannya. Di Indonesia tirah baring masih diperlukan.

2. Diet reguler : tidak perlu diet khusus

3. Vitamin prenatal

4. Tidak perlu restriksi konsumsi garam

5. Tidak pelu pemberian diuretic, antihipertensi dan sedativum.

6. Kunjungan ke rumah sakit tiap mingguAd. b.Pengelolaan secara rawat inap (hospitalisasi)

1. Indikasi preeklamsi ringan dirawat inap (hospitalisasi)

a. Hipertensi yang menetap selama > 2 minggu

b. Proteinuria menetap selama > 2 minggu

c. Hasil test laboratorium yang abnormal

d. Adanya gejala atau tanda 1 (satu) atau lebih preeklamsi berat

2. Pemeriksaan dan monitoring pada ibu

a. Pengukuran desakan darah setiap 4 jam kecuali ibu tidur

b. Pengamatan yang cermat adanya edema pada muka dan abdomen

c. Penimbangan berat badan pada waktu ibu masuk rumah sakit dan penimbangan dilakukan setiap hari

d. Pengamatan dengan cermat gejala preeklamsi dengan impending eklamsi:

Nyeri kepala frontal atau oksipital

- Gangguan visus

Nyeri kuadran kanan atas perut

Nyeri epigastrium

3. Pemeriksaan laboratorium

a. Proteinuria pada dipstick pada waktu masuk dan sekurang2nya diikuti 2 hari setelahnya.

b. Hematokrit dan trombosit : 2 x seminggu

c. Test fungsi hepar: 2 x seminggu

d. Test fungsi ginjal dengan pengukuran kreatinin serum, asam urat, dan BUN

e. Pengukuran produksi urine setiap 3 jam (tidak perlu dengan kateter tetap)

4. Pemeriksaan kesejahteraan janin

a. Pengamatan gerakan janin setiap hari

b. NST 2 x seminggu

c. Profil biofisik janin, bila NST non reaktifd. Evaluasi pertumbuhan janin dengan USG, setiap 3-4 minggu

e. Ultrasound Doppler arteri umbilikalis, arteri uterinab. Terapi medikamentosa

i. Pada dasarnya sama dengan terapi ambulatoar

ii. Bila terdapat perbaikan gejala dan tanda2 preeklamsi dan umur kehamilan 37 minggu, ibu masih perlu diobservasi selama 2-3 hari kemudian boleh dipulangkan.

PREEKLAMSI BERAT

1. Pembagian preeklamsi berat

Preeklamsi berat dapat dibagi dalam beberapa kategori :

a. Preeklamsi berat tanpa impending eklamsi

b. Preeklamsi berat dengan impending eklamsi, dengan gejala2 impending :

nyeri kepala

mata kabur

mual dan muntah

nyeri epigastrium

nyeri kuadran kanan atas abdomen

2. Dasar pengelolaan preeklamsi berat

Pada kehamilan dengan penyulit apapun pada ibunya, dilakukan pengelolaan dasar sebagai berikut :

a. Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya : yaitu terapi medikamentosa dengan pemberian obat2an untuk penyulitnya

b. Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya :

yang tergantung pada umur kehamilan.

Sikap terhadap kehamilannya dibagi 2, yaitu :

b. 1. Ekspektatif ; konservatif : bila umur kehamilan < 37 minggu, artinya : kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi medikamentosa

b. 2. Aktif, agresif ; bila umur kehamilan 37 minggu, artinya kehamilan dikahiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.

3. a. Pemberian terapi medikamentosa

a. Segera masuk rumah sakit

b. Tirah baring miring ke kiri secara intermiten

c. Infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5%

d. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang.

e. Pemberian MgSO4 dibagi :

Loading dose (initial dose) : dosis awal

Maintenance dose : dosis lanjutan

SumberRegimenLoading doseMaintenance doseDihentikan

1. Prichard, 1955 1957

Preeklamsi

Eklamsi

Intermitent

intramuscular

injection

10 g IM

1) 4g 20% IV; 1g/menit

2) 10g 50% IM:

Kuadran atas sisi luar kedua bokong

- 5g IM bokong kanan

- 5g IM bokong kiri

3) Ditambah 1.0 mllidocaine

4) Jika konvulsi tetap terjadi

Setelah 15 menit, beri : 2g

20% IV : 1 g/menit

Obese : 4g iv

Pakailah jarum 3-inci, 20

gauge

5g 50% tiap 4-6 jam

Bergantian salah satu bokong

5g 50% tiap 4-6 jam

Bergantian salah satu bokong

(10 g MgSO4 IM dalam

2-3 jam dicapai kadar plasma

3, 5-6 mEq/l 24 jam pasca persalinan

2. Zuspan, 1966

Preeklamsi berat

Eklamsi

Continous

Intravenous

Injection

Tidak ada

4-6 g IV / 5-10 minute1 g/jam IV

1 g/jam IV

3. Sibai, 1984

Preeklamsi - eklamsiContinous

Intravenous

Injection

4-6 g 20% IV dilarutkan dalam

100 ml/D5 / 15-20 menit1) Dimulai 2g/jam IV dalam

10g 1000 cc D5 ; 100 cc/jam

2) Ukur kadar Mg setiap 4-6 jam

3) Tetesan infus disesuaikan untuk mencapai maintain dose 4-6 mEq/l

(4,8-9,6 mg/dL)

24 jam pascasalin

4. Magpie

Trial

Colaborative

Group, 2002Sama dengan Pritchard

regimen1) 4g 50% dilarutkan dalam normal

Saline IV / 10-15 menit

2) 10 g 50% IM:

- 5g IM bokong kanan

- 5g IM bokong kiri

1) 1g/jam/IV dalam 24 jam

atau

2) 5g IM/4 jam dalam 24 jam

Syarat pemberian MgSO4. 7H2O

1. Refleks patella normal

2. Respirasi > 16 menit

3. Produksi urine dalam 4 jam sebelumnya > 100 cc ; 0,5 cc/kg BB/jam

4. Siapkan ampul Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc

Antidotum

Bila timbul gejala dan tanda intoksikasi MgSO4. 7H2O , maka diberikan injeksi Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc dalam 3 menit

Refrakter terhadap MgSO4. 7H2O, dapat diberikan salah satu regimen dibawah ini :

1. 100 mg IV sodium thiopental

2. 10 mg IV diazepam

3. 250 mg IV sodium amobarbital

4. phenytoin : a. dosis awal 1000 mg IV

a. 16,7 mg/menit/1 jam

b. 500 g oral setelah 10 jam dosis awal dalam 14 jam

f. Anti hipertensi

Diberikan : bila tensi 180/110 atau MAP 126

Jenis obat : Nifedipine : 10-20 mg oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam.

Nifedipine tidak dibenarkan diberikan dibawah mukosa lidah (sub lingual) karena absorbsi yang terbaik adalah melalui saluran pencernaan makanan.

Desakan darah diturunkan secara bertahap :

1. Penurunan awal 25% dari desakan sistolik

2. Desakan darah diturunkan mencapai :

3. - < 160/105

- MAP < 125

Nicardipine-HCl : 10 mg dalam 100 atau 250 cc NaCl/RL diberikan secara IV selama 5 menit, bila gagal dalam 1 jam dapat diulang dengan dosis 12,5 mg selama 5 menit. Bila masih gagal dalam 1 jam, bisa diulangi sekali lagi dengan dosis 15 mg selama 5 menit

g. Diuretikum

Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin, karena :

1. Memperberat penurunan perfusi plasenta

2. Memperberat hipovolemia

3. Meningkatkan hemokonsentrasi

Diuretikum yang diberikan hanya atas indikasi :

1. Edema paru

2. Payah jantung kongestif

3. Edema anasarka

h. Diet

Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori yang berlebih5.b Sikap terhadap kehamilannya

Perawatan Konservatif ; ekspektatif

a. Tujuan :

1) Mempertahankan kehamilan, sehingga mencapai umur kehamilan yang memenuhi syarat janin dapat dilahirkan

2) Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi keselamatan ibu

b. Indikasi : Kehamilan 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda dan gejala-gejala impending eklamsi.c. Terapi Medikamentosa :

1) Lihat terapi medikamentosa seperti di atas. : no. VI. 5.a

2) Bila penderita sudah kembali menjadi preeklamsi ringan, maka masih dirawat 2-3 hari lagi, baru diizinkan pulang.

3) Pemberian MgSO4 sama seperti pemberian MgSO4 seperti tersebut di atas nomor VI. 5.a Tabel 3, hanya tidak diberikan loading dose intravena, tetapi cukup intramuskuler

4) Pemberian glukokortikoid diberikan pada umur kehamilan 32-34 minggu selama 48 jam.

d. Perawatan di Rumah Sakit

1) Pemeriksaan dan monitoring tiap hari terhadap gejala klinik sebagai berikut :

Nyeri kepala

Penglihatan kabur

Nyeri perut kuadran kanan atas

Nyeri epigastrium

Kenaikan berat badan dengan cepat

2) Menimbang berat badan pada waktu masuk Rumah Sakit dan diikuti tiap hari.

3) Mengukur proteinuria ketika masuk Rumah Sakit dan diulangi tiap 2 hari.

4) Pengukuran desakan darah sesuai standar yang telah ditentukan.

5) Pemeriksaan laboratorium sesuai ketentuan di atas nomor V. C Tabel 2

6) Pemeriksaan USG sesuai standar di atas, khususnya pemeriksaan :

a. Ukuran biometrik janin

b. Volume air ketubane. Penderita boleh dipulangkan :

Bila penderita telah bebas dari gejala-gejala preeklamsi berat, masih tetap dirawat 3 hari lagi baru diizinkan pulang.f. Cara persalinan :

1) Bila penderita tidak inpartu, kehamilan dipertahankan sampai kehamilan aterm

2) Bila penderita inpartu, perjalanan persalinan diikuti seperti lazimnya (misalnya dengan grafik Friedman)

3) Bila penderita inpartu, maka persalinan diutamakan pervaginam, kecuali bila ada indikasi untuk seksio sesaria.

4. Perawatan aktif ; agresif

a. Tujuan : Terminasi kehamilan

b. Indikasi :

1) Indikasi Ibu :

a. Kegagalan terapi medikamentosa :

1. Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan darah yang persisten.

2. Setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan medikamentosa terjadi kenaikan darah desakan darah yang persisten.

b. Tanda dan gejala impending eklamsi

c. Gangguan fungsi hepar

d. Gangguan fungsi ginjal

e. Dicurigai terjadi solution placenta

f. Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, pendarahan.

i. Indikasi Janin :

1. Umur kehamilan 37 minggu

2. IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG

3. NST nonreaktiv dan profil biofisik abnormal

4. Timbulnya oligohidramnion

ii. Indikasi Laboratorium :

Thrombositopenia progesif, yang menjurus ke sindroma HELLPa. Terapi Medikamentosa :

Lihat terapi medikamentosa di atas : nomor VI. 5.a.

b. Cara Persalinan :

Sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam

a. c. Penderita belum inpartu

b. Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop 8

Bila perlu dilakukan pematngan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Bila tidak, induksi persalinan dianggap gagal, dan harus disusul dengan seksio sesarea

c. Indikasi seksio sesarea:

1. Tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam

2. Induksi persalinan gagal

3. Terjadi gawat janin

4. Bila umur kehamilan < 33 minggu

d. Bila penderita sudah inpartu

1. Perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman

2. Memperpendek kala II3. Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu dan gawat janin

4. Primigravida direkomendasikan pembedahan cesar

5. Anestesia : regional anestesia, epidural anestesia. Tidak diajurkan anesthesia umum .7. Penyulit ibu

a. Sistem syaraf pusat

Perdarahan intrakranial

Trombosis vena sentral

Hipertensi ensefalopati

Edema serebri

Edema retina

Macular atau retina detachment

Kebutaan korteks retina

b. Gastrointestinal-hepatik

Subkapsular hematoma hepar

Ruptur kapsul hepar

c. Ginjal

Gagal ginjal akut

Nekrosis tubular akutd. Hematologik

DIC

Trombositopenie. Kardiopulmoner

Edema paru : kardiogenik atau non kardiogenik

Depresi atau gagal pernafasan

Gagal jantungIskemi miokardiumf. Lain-lain

Asites

. Penyakit janin

IUGR

Solutio plasenta

IUFD

Kematian neonatal

Penyulit akibat prematuritas

Cerebral palsy

9. Konsultasi

a. Obgin : fetomaternal, Anestiologi, Nenotalogi

b. Tergantung situasi klinis, dilakukan konsultasi ke bagian: Critical Care, Neurologi, Nefrologi, Patologi Klinik. 2. Pengelolaan Eklamsi

Dasar-dasar pengelolaan eklamsi

a.Terapi supportiv untuk stabilisasi pada ibu

b.Selalu diingit ABC (Airway, Breathing, Circulation).

c.Pastikan jalan nafas atas tetap terbuka

d.Mengatasi dan mencegah kejang

e.Koreksi hipoksemia dan asidemia

f.Mengatasi dan mencegah penyulit, khususnya hipertensi krisisg. Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan yang tepat

10. Terapi Medikamentosa

Lihat terapi medikamentosa pada preeklamsi berat : nomor VI. 5.a

11. Perawatan kejang

a. Tempatkan penderita di ruang isolasi atau ruang khusus dengan lampu terang (tidak diperkenalkan ditempatkan di ruangan gelap, sebab bila terjadi sianosis tidak dapat diketahui)

b. Tempat tidur penderita harus cukup lebar, dapat diubah dalam posisi trendelenburg, dan posisi kepala lebih tinggi

c. Rendahkan kepala ke bawah : diaspirasi lendir dalam orofaring guna mencegah aspirasi pneumonia

d. Sisipkan spatel-lidah antara lidah dan gigi rahang atas

e. Fiksasi badan harus kendor agar waktu kejang tidak terjadi fraktur

f. Rail tempat tidur harus dipasang dan terkunci dengan kuat

12. Perawatan koma

a. Derajat kedalaman koma diukur dengan Glasgow-Coma Scale

b. Usahakan jalan nafas atas tetap terbuka

c. Hindari dekubitus

d. Perhatikan nutrisi

13. Perawatan khusus yang harus berkonsultasi dengan bagian lain

Konsultasi ke bagian lain perlu dilakukan bila terjadi penyulit sebagai berikut :a. Edema paru

b. Oliguria renal

c. Diperlukannya kateterisasi arteri pulmonalis

14. Pengelolaan eklamsi

a. Sikap dasar pengelolaan eklamsi : semua kehamilan dengan eklamsi harus diakhiri (diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Berarti sikap terhadap kehamilannya adalah aktif.b. Saat pengakhiran kehamilan, ialah bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu.

c. Stabilisasi dicapai selambat-lambatnya dalam : 4-8 jam, setelah salah satu atau lebih keadaan seperti dibawah ini, yaitu setelah :

1). Pemberian obat anti kejang terakhir

2). Kejang terakhir

3). Pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir

4). Penderita mulai sadar (dapat dinilai dari Glasgow-Coma-Scale yang meningkat)

15. Cara persalinan

Bila sudah diputuskan untuk melakukan tindakan aktif terhadap kehamilannya, maka dipilih cara persalinan yang memenuhi syarat pada saat tersebut.

16. Perawatan pasca persalinan

a. Tetap di monitor tanda vital

b. Pemeriksaan laboratorium lengkap 24 jam pasca persalinan

1. Hipertensi ringan < 20 minggu kehamilan dengan

pernah preeklamsi

umur ibu > 40 tahun

hipertensi 4 tahun

adanya kelainan ginjal

adanya diabetes mellitus (klas B klas F)

kardiomiopati

meminumi obat anti hipertensi sebelum hamil

7. Klasifikasi hipertensi kronik

Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal < 120 < 80

Preehipertensi 120 139 80 - 89

Hipertensi Stadium I 140 159 90 - 99

Hipertensi Stadium II 160 110

(The 7th Report of the Joint National Committee (JNC 7)

MIMs Cardiovascular Guide th. 2003 2004)8. Pengelolaan hipertensi kronik dalam kehamilan

Tujuan pengobatan hipertensi kronik dalam kehamilan ialah

a. Menekan risiko pada ibu terhadap kenaikan desakan darah

b. Menghindari pemberian obat-obat yang membahayakan janin

9. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan (test) klinik spesialistik :

ECG

Echocardiografi

Ophtalmologi

USG ginjal

b. Pemeriksaan (test) laboratorium

Fungsi ginjal : - kreatinin serum, BUN serum, asam urat, proteinuria 24 jam

Fungsi hepar

Hematologik : - Hb, hematokrit, trombosit

10. Pemeriksaan Kesejahteraan Janin

a. Ultrasonografi :

b. Hipertensi kronik dalam kehamilan dengan penyulit kardiovaskuler atau penyakit ginjal perlu mendapat perhatian khusus.

11. Pengobatan Medikamentosa

Indikasi pemberian antihipertensi adalah :

a. Risiko rendah hipertensi :

iii. Ibu sehat dengan desakan diastolik menetap 100 mmHg

iv. Dengan disfungsi organ dan desakan diastolik 90 mmHg

b. Obat antihipertensi :

1) Pilihan pertama : Methyldopa : 0,5 3,0 g/hari, dibagi dalam 2-3 dosis.

2) Pilihan kedua : Nifedipine : 30 120 g/hari, dalam slow-release tablet (Nifedipine harus diberikan per oral)

12. Pengelolaan terhadap Kehamilannya

a. Sikap terhadap kehamilannya pada hipertensi kronik ringan : konservatif yaitu dilahirkan sedapat mungkin pervaginam pada kehamilan aterm

b. Sikap terhadap kehamilan pada hipertensi kronik berat : Aktif, yaitu segera kehamilan diakhiri (diterminasi)

c. Anestesi : regional anestesi.

13. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsiPengelolaan hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsi sama dengan pengelolaan preeklamsi berat.

A. Terapi Medikamentosa sindrom HELLP1. Mengikuti terapi medikamentosa : preeklamsi eklamsi

2. Pemeriksaan laboratorium untuk trombosit dan LDH tiap 12 jam

3. Bila trombosit < 50.000/ml atau adanya tanda koagulopati konsumtif, maka harus diperiksa :

Waktu protrombine

Waktu tromboplastine partial

Fibrinogen

4. Pemberian Dexamethasone rescue

a. Antepartum : diberikan double strength dexamethasone (double dose)

Jika didapatkan :

1) Trombosit < 100.000/cc atau

2) Trombosit 100.000 150.000/cc dan dengan

Eklamsi

Hipertensi berat

Nyeri epigastriumGejala Fulminant, maka diberikan dexametasone 10 mg IV tiap 12 jam5. Dapat dipertimbangkan pemberian :

1. Tranfusi trombosit :

Bila trombosit < 50.000/cc

2. Antioksidan

B. Sikap : pengelolaan obstetrik

Sikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP ialah aktif, yaitu kehamilan diakhiri ( terminasi ) tanpa memandang umur kehamilan. Persalinan dapat dilakukan pervaginam atau perabdominam.

i. Penjelasan-penjelasan sesuai dengan nilai-nilai evidens nya

ii. Hipertensi, ialah timbulnya desakan darah sistolik 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg, diukur dua kali selang 4 jam setelah penderita istirahat.

Kenaikan sistolik/diastolik 30 mmHg/15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai kriteria hipertensi, karena kadar proteinuria berkorelasi dengan harga nominal desakan darah.

iii. Proteinuria : a. adanya protein 30mg /per liter dari urine tengah,

acak.

b. adanya protein 300 mg dalam 24 jam produksi

urine.

c. dengan memakai dipstick

iv. Edema tungkai tidak dipakai lagi sebagai kriteria hipertensi dalam kehamilan, kecuali edema anasarka.

v. Magnesium sulfat digunakan untuk mencegah dan mengobati kejang pada preeclampsia berat dan eklampsia (level A)

vi. Sebaiknya menggunakan analgesia/anastesia regional atau neuroaksial pada preeclampsia, karena efektifitas dan keamanannya pada preeclampsia yang tidak disertai dengan koagulopati (level A)

vii. Aspirin dosis rendah tidak menunjukkan manfaat dalam mencegah preeclampsia pada risiko rendah, oleh karena itu tidak direkomendasikan (level A)

viii. Suplemen kalsium harian tidak mencegah preeclampsia, tidak direkomendasikan (level A)

ix. Penatalaksanaan preeclampsia berat yang masih jauh dari aterm sebaiknya ditangani pada pelayanan tersier dengan spesialis obstetric yang competen terhadap penatalaksanaan kehamilan risiko tinggi (level B)

x. Praktisi harus waspada terhadap hasil laboratorium yang berguna untuk penatalaksanaan preeclampsia, saat ini tidak ada tes prediktif untuk preeclampsia (level B)

xi. Monitoring hemodinamik invasive harus dipertimbangkan pada preeclampsia yang disertai dengan kelainan jantung, ginjal, hipertensi refrakter, odem paru atau oligouri (level B)

xii. Seorang wanita harus dicurigai menderita preeclampsia berat jika didapatkan tekanan darah sistolik 160 mmHg atau lebih atau diastolic 110 mmHg atau lebih pada dua kali pemeriksaan selang 6 jam dalam keadaan istirahat, proteinuria 5 g atau lebih dalam pemeriksaan urin 24 jam atau +3 pada sampel urin acak, oligouria kurang dari 500 cc dalam 24 jam, gangguan visual atau serebral, odem paru atau sianosis, nyeri epigastrium, peningkatan enzim liver, trombositopenia, atau PJT (level C)

xiii. Penatalaksanaan konservatif dipertimbangakn pada preeclampsia ringan yang masih belum aterm (level C)

xiv. Terapi anti hipertensi (hidralazine atau labetolol) digunakan untuk mengatasi tekanan darah jika diastolic 105-110 mm Hg atau lebi (level C)

II. Kepustakaan

g. Baker PN., Kingdom J., Preecclampsia Current Perpectives on Management. The Parthenon Publishing Group, New York, USA, 2004 page 133-143.

h. Barton JR., Sibai BM, Acute Life-Threatening Emergencies in Preeclampsia-Eclampsia in Pitkin RM., Scott JR., Clinical Obstetrics and Gynaecologyy, JB Lippincott Company, June 1992; 35 : 2. page 402-412.

i. Birkenharger WH, Reid JL, Rubin P.C. Handbook of Hypertension Hypertension in Pregnancy vol 10. Elsevier, Amsterdam-New York, 1988.

j. Bolte A. Monitoring and Medical Treatment of Severe Preeklamsi, Pharmacia and Upjohn, Organon Nederland, 2000.

k. Brown MA. Diagnosis and Classification of Preeklamsi and Other Hypertensive Disoders of Pregnancy in Belfort MA, Thornton S, Saade GR. Hypertension in Pregnancy Marcel Dekker, Inc. New York, 2003, page 1-14.

l. Chapter 14: Complications of Preeclampsia in Clark SL, Cotton D, et al. Critical Care Obstetrics third edition, Blackwell Science, USA, 1977. page 251-278.

m. Chkheidze.A.R. Standards in prevention, classification and sonography in Standards in Gestosis : Consensus conference. Ed. Zichella, A. Vizzone, Organisation Gestosis-press 1992.

n. Chronic Hyperetension in Pregnancy; ACOG Practise Bulletin; number 29, July 2001.

o. Churcill D. Beevers DG. Definitions and Classification Systems of the Hypertensive Disoders in Pregnancy in Churchill D, Beevers DG. Hyperetension in Pregnancy. BMJ Books, London, 1999.

p. Cunningham FG., Leveno KJ. Management of Preeclampsia in Marshall D, Lindheimer, Robert MJ, Cunningham G. Chesleys Hypertensive Disoders in Pregnancy 2nd edition. Appleton & Lange, Stamford, Connecticut, USA, 1999. page : 543-580.

q. Cunningham FG., Gant N, et al. William Obstetrics 21st ed. McGraw-Hill, Medical Publishing Division, 2001; page 567-618.

r. Clark SL, Cotton D, et al. Critical Care Obstetrics third edition, Blackwell Science, USA, 1997, page 251-289.

s. Deeker GA, Risk Factor for Preeclampsia in Clinical Obstetrics and Gynecology, Vol 42;422, 1999.

t. Diagnosis and Management of Preeclampsia and Eclampsia; ACOG Practise Bulletin, number 33, January 2002.

u. Dieckmann; WJ The Toxemias of Pregnancy 2nd edition, St. Louis, The C.V. Mosby Co., 1952.

v. Do women with preeclampsia, and their babies, benefit from magnesium sulphate? The Magpie Trial: a randomized placebo-controlled trial, in The Magpie trial Collaborative Group, Lancet 2002; 359: 1877-90

w. Gant NF, Worley RJ. Hypertension in Pregnancy Concepts and Management, Appleton-Century-Crofts, New York, 1980, page : 107-165.

x. Ghulmiyah LM, Sibai BM. Gestasional hypertension-preeclampsia and eclampsia. In : Queenan JT, Spong CY, Lockwood CJ. Management of High-Risk Pregnancy An Evidence-Based Approach. Fifth Edition, 2007:271-9.y. Gilstrap LC, Ramin SM. ACOG practice Bulletin no 33. Diagnosis and Management of Preeclampsia and Eclampsia, 2002:159-67z. Hnat MD, Sibai BM. Severe Preeclampsia Remote from Term in Belfort MA, Thornton S, Saade GR. Hypertension in Pregnancy, Marcell Dekker, Inc. New York, 2003, page 85-110.

aa. Kaplan, N.M; Lieberman, E;Kaplans Clinical Hypertension Lippincot Williams & Wilkins USA, 2002, page 25-55.

ab. MacGillivray, Ian Preeklamsi The Hypertensive Disease of Pregnancy, W.B. Saunders Company Ltd, Philadelphia, Toronto, 1983.

ac. Magann EF., Martin JN. Jr. Twelve Steps to Optimal Management of HELLP Syndrome in Pitkin RM., Scott JR. Clinical Obstetrics and Gynecology. JB Lippincott Company, September 1999; 42: 3. page 532-550.

ad. Marsh MS, Ling FW. Contemporary Cninical Gynecology Obstetrics. The International Journal of Cntinuing Medical Education, September 2002. ISSN: 1471-8359; 2:3

ae. Marshall D, Lindheimer, Robert MJ, Cunningham G. Chesleys Hypertensive Disoders in Pregnancy 2nd edtion. Appleton and Lange, Stamford, Connecticut, USA, 1999.

af. Martin Jr., Magann EF., Isler CM., HELLP Syndrome: The Scope of Disease and the Treatment in Belfort MA, Thornton S, Saade GR. Hypertension in Pregnancy Marcel Dekker, Inc. New York, 2003, page 141-170

ag. Myers J., Hayman r. Definition and Classification in Baker PN., Kingdom J., Preeclapmsia Current Perpectives on Management. The Parhenon Publishing Group, New York, USA, 2004, page : 11-13.

ah. Norwitz ER., Robinson JR., Repke TJ., Prevention of Preeclampsia: Is It Possible? in Pitkin RM., Scott JR. Clinical Obstetrics and Gynecology. JB Lippincot Company, September 1999; 42:3. page 436-449.

ai. Odendaal, H.J. Severe preeklamsi eclampsia in Sibai, Baha M. Hypertensive Disoders in Woman. WB Saunders Company, USA, 2001.

aj. Page; E.W. The Hypertensive Disoders of Pregnancy Charles C Thomas Publisher, Springfield, Illionis, USA, 1953.

ak. Pitkin RM., Scott JR. Clinical Obstetrics and Gynecology. JB Lippincot Company, September 1999; 42:3

al. Pitkin RM., Scott JR. Clinical Obstetrics and Gynecology. JB Lippincot Company, June 1992; 35:2

am. The Hypertensive Disoders of Pregnancy. Report of a WHO Study Group WHO, Geneva, 1987

an. Report of the National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy, National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy, Am.J,Ob.Gynecology; 183, S1, 2000

ao. Riedman C., Walker I., Preeklamsi The Fact. Oxford University Press, New York, 1992

ap. Satgas Gestosis POGI. Panduan pengelolaan hypertensi dalam kehamilan di Indonesia edisi 1985

aq. Sibai BM; Diagnosis, Prevention and Management of Eclampsia, Obstetrics & Gynecology, vol 105, number 2, February 2005, page 405-410.

ar. Working Group Report in High Blood Pressure in Pregnancy; National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP), Reprinted August 1991.

Almastar, Sunita. Penuntun Diet. 2006.Jakarta : Gramedia.

Arisman. Gizi dalam Daur Kehidupan. 2007.Jakarta : EGC

Francin Paath, Erna, dkk. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. 2005.Jakarta: EGC

www. cermindunia.com/edisi khusus 80/1992. Selasa, 31 Maret 2008. 19.00 WIB

http://www.balita-anda.com. Selasa, 31 Maret 2008. 19.00 WIB

PAGE 1