Critical Review Jurnal Ekonomi

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/22/2019 Critical Review Jurnal Ekonomi

    1/5

    0

  • 7/22/2019 Critical Review Jurnal Ekonomi

    2/5

    1

    Menakar Kesejahteraan Buruh:Memperjuangkan Kesejahteraan Buruh diantara Kepentingan

    Negara dan KorporasiAuthored by Grendi Hendrastomo-Jurnal Informasi

    Volume 16 Nomor 2, 2010. ISSN 0126-1650

    Reviewed by Didi PramonoDepartment of Social Science, Postgraduate Program, Semarang State University

    The Content of JournalBuruh merupakan profesi yang dari dulu selalu memunculkan pembicaraan yang menarik

    untuk diikuti, dan arah dari semua pembicaraan tersebut adalah mengenai ketidakadilan dan

    ekploitasi, serta perjuangan untuk mendobrak itu semua. Wacana ini ditemukan juga dalam

    jurnal Menakar Kesejahteraan Buruh: Memperjuangkan Kesejahteraan Buruh diantaraKepentingan Negara dan Korporasi karya Grendi Hendrastomo.

    Buruh (menurut UU Nomor 22 tahun 1957) adalah mereka yang bekerja pada majikan dan

    menerima upah. Buruh (menurut ILO) adalah seseorang yang bekerja pada orang lain/badan

    hukum dan mendapatkan upah sebagai imbalan atas jerih payahnya menyelesaikan pekerjaan

    yang dibebankan kepadanya. Pembicaraan tentang buruh selalu mengarah pada pekerja kerah

    biru (blue collar), bukan pegawai negeri, pegawai, kaum profesional, dan karyawan. Jurnal ini

    menyatakan bahwa istilah-istilah terakhir juga sebagai buruh.

    Jurnal ini diawali dengan pembahasan mengenai masalah-masalah yang dihadapi buruh.

    Masalah-masalah tersebut diantaranya masalah upah, sistem kontrak, outsourcing, pemutusanhubungan kerja (PHK), marginalisasi buruh, ketidakberpihakan pemerintah kepada buruh,

    pola hidup subsisten, kemiskinan akut, nilai tukar buruh yang rendah, standar hidup rendah,

    hubungan buruh dan pengusaha yang lebih bersifat eksploitatif, dan lain sebagainya.

    Masalah-masalah di atas dijelaskan secara rinci sebagai berikut:

    1. Marginalisasi BuruhBuruh, dalam posisi dan kondisi apapun selalu termarjinalisasi. Marginalisasi buruh ini

    meliputi empat hal, yakni: a) buruh terasingkan dari aktivitas kerjanya; b) buruh

    terasingkan dari produk yang dihasilkannya; c) buruh terasingkan dari buruh lain; dan d)

    buruh terasingkan dari potensi yang dimilikinya sendiri.

    2. Labour Market Flexibility(LMF)Filosofi dasar Labour Market Flexibilityadalah menyerahkan sepenuhnya hubungan buruh

    dan majikan kepada mekanisme pasar, dengan sedikit campur tangan pemerintah. Hal ini

    muncul dengan didasari oleh perspektif pengusaha dalam menghadapi permasalahan

    tenaga kerja yang tidak kunjung selesai, upah semakin mahal dengan produktivitas rendah,

    padahal menurut pengusaha merekalah yang memiliki posisi tawar yang lebih tinggi.

    Berlarut-larutnya situasi ketenagakerjaan yang merugikan ini membuat pemilik modal

    sudah bersiap-siap mereposisi strategi industrinya dengan meninggalkan pilihan padat

    karya menjadi padat modal.

    LMF ini kemudian memunculkan wacana-wacana baru, bahwa LMF merupakan respon

    terhadap krisis global, dan semakin mengarah pada sistem pasar bebas. Bagi korporasi,

    LMF merupakan strategi untuk menyelamatkan diri. Sebenarnya, LMF hanyalah mekanisme

    pengalihan resiko dari korporasi terhadap karyawan. Sedangkan bagi buruh, LMF akan

    Critical Review

  • 7/22/2019 Critical Review Jurnal Ekonomi

    3/5

    2

    menghasilkan degradasi kesejahteraan dan kondisi kerja buruh. Jika kondisi semakin

    memburuk yang diikuti dengan menurunnya upah riil yang diterima buruh.

    Di sisi lain, buruh merupakan salah satu pilar perekonomian negara. Jumlah buruh di tanah

    air ini sangat banyak, ini merupakan potensi besar sebagai agen perubahan sosial. Analisisyang berkembang, pemerintah tidak menempatkan apresiasi yang tinggi terhadap kondisi

    buruh.

    Kondisi buruh akan membaik (sejahtera) jika:

    1. keadaan fisik buruh baik, maka kinerjanya akan baik, maka upah akan meningkat,kebutuhan terpenuhi, dan buruh menjadi sejahtera;

    2. disamping gaji pokok, tunjangan buruh juga perlu diperhatikan;3. kenyamanan dan ketentraman beberapa fasilitas yang ditujukan untuk buruh;4. jaminan sosial bagi buruh yang berjalan baik;5. upah minimun regional (UMR), pemerintah harus punya peran besar untuk menentukan

    UMR;

    6. menghindarkan diri dari sekap konsumerisme;7. memiliki usaha sampingan;8. buruh harus mulai menyadari (class consciousness), bahwa mereka selama ini berada

    dalam kesadaran palsu (false consciousness). Dan melakukan gerakan perlawanan dengan

    berserikat;

    9. adanya jaminan sosial, dalam wujud koperasi sebagai penghimpun dana buruh;10. meningkatkan posisi tawar buruh di hadapan majikan;11. mengubah paradigma pemilik modal, bahwa buruh bukanlah komoditas/faktor produksi,

    melainkan stakeholder bagi perusahaan. Sehingga ketika perusahaan harus mengurangi

    beban produksi, perusahaan tidak harus mengurangi atau melakukan PHK buruh;

    12. Corporate Social Responsibilityterhadap masyarakat dan buruh itu sendiri; dan13.

    Pemerintah harus menjadi penengah yang netral antara kepentingan pemilik modal danburuh.

    ProblemsMasalah-masalah yang diangkat dalam jurnal ini adalah mengenai problema hidup yang

    dihadapi buruh, dan kemudian jurnal ini ingin memunculkan solusi apa yang bisa dilakukan

    untuk menyejahterakan kehidupan buruh.

    GoalsJurnal ini bertujuan untuk menganalisis masalah-masalah apa saja yang dihadapi kaum buruh,

    kemudian dicarikan solusi untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.

    UtilitiesManfaat penulisan jurnal ini adalah menemukan solusi yang tepat guna berbasis masalah-

    masalah yang telah dianalisis sebelumnya. Selain itu, jurnal ini ingin memunculkan class

    consciousness bagi pembaca (khususnya kaum buruh), bahwa mereka saat ini dalam keadaan

    termarjinalkan dan harus berserikat untuk melakukan gerakan perlawanan.

    The Phenomenon in this JournalFenomena yang diangkat dalam jurnal ini adalah fenomena marjinalisasi buruh, baik oleh

    pemilik modal maupun pemerintah yang tidak mampu berbuat banyak atas nasib kaum buruh.

  • 7/22/2019 Critical Review Jurnal Ekonomi

    4/5

    3

    Critical Analysis1. The Position of Author

    Posisi Hendrastomo dalam jurnal ini adalah sebagai pembela nasib kaum buruh. Dari

    analisisnya, opini, dan saran-saran yang dikemukakan terungkap jelas bahwa Hendrastomo

    berada di pihak kaum buruh. Hendrastomo yang pertama ingin menciptakan classconsciousness bagi kaum buruh, bahwa mereka saat ini dalam keadaan termarjinalkan dan

    harus berserikat untuk melakukan gerakan perlawanan. Setelah itu, dia menawarkan

    solusi-solusi yang dapat ditempuh oleh kaum buruh untuk memperjuangkan kesejahteraan

    mereka.

    2. Contribution for ScienceKontribusi jurnal ini bagi keilmuan adalah guna menambah kajian tentang buruh, secara

    spesifik di Indonesia. Selain itu juga jurnal ini memiliki kontribusi bagi relevansi teori Karl

    Marx jika dihadapkan pada kondisi buruh di Indonesia. Hal ini sangat penting, mengingat di

    setiap negara pasti terdapat golongan kelas pekerja (buruh). Dan tentu masalah yang

    dihadapi buruh di beberapa negara adalah sama, yakni marginalisasi. Kajian ini

    membuktikan universalitas teori Karl Marx.

    3. StrengthKekuatan jurnal ini adalah analisisnya yang kritis, bagaimana Hendrastomo menyoroti

    secara tajam kondisi buruh, kecenderungan sikap korporasi yang tamak, dan pemerintah

    yang tidak dapat berbuat banyak atas marginalisasi kaum buruh. Analisis-analisis kritis

    inilah yang diperlukan bagi suatu perubahan ke arah yang lebih baik. Tidak akan ada

    perubahan ketika semua elemen dalam masyarakat pro atau apatis dengan keadaan.

    Teori yang digunakan untuk menganalisis masalah buruh juga sudah relevan, yakni

    bagaimana Hendrastomo menerapkan teori Marx.

    4. WeaknessKelemahan dalam jurnal ini adalah analisis Hendrastomo belum menerapkan perspektif

    gender, yakni bagaimana posisi, peran, dan kondisi buruh perempuan di dalam

    marginalisasi buruh secara keseluruhan. Apa sama bentuk marginalisasi antara buruh laki-laki dan perempuan? Apa saja bentuk-bentuk marginalisasi terhadap laki-laki? Apa saja

    bentuk-bentuk marginalisasi terhadap perempuan? Dari jawaban-jawaban atas pertanyaan

    tersebut, akan dapat dipetakan bentuk-bentuk marginalisasi terhadap kaum buruh.

    Sehingga akan diperoleh suatu gambaran yang komprehensif dan integratif guna menuju

    pada solusi dan saran yang tepat guna.

    Reviewer OpinionPerlu kita ketahui, bahwa jumlah buruh terbanyak didominasi oleh kaum perempuan. Buruh di

    tingkat paling rendah adalah perempuan, laki-laki biasanya adalah buruh-buruh mandor.

    Tenaga buruh perempuan biasanya lebih banyak dibutuhkan karena perempuan dianggap

    lebih cekatan, teliti, ulet, dan rapi dalam bekerja.

    Wacana yang perlu ditambahkan dalam jurnal ini adalah bahwa di dalam kondisi marginalisasi

    buruh oleh korporasi, buruh perempuan juga termarjinalisasi oleh buruh laki-laki. Istilahnya

    ada marginalisasi di dalam marginalisasi.

    Fakta-fakta yang menguatkan hal ini diantaranya:

    a. posisi buruh perempuan sebagai buruh paling rendah dibawah mandor-mandor buruh laki-laki;

    b. sisi kewanitaan kurang mendapat perhatian serius dalam pekerjaan, semisal cuti haid dancuti hamil. Regulasi yang ada menyatakan bahwa cuti haid bagi buruh perempuan adalah

    dua hari. Fakta di lapangan hal-hal demikian tidak mendapat perhatian serius dari

    korporasi, ada mekanisme-mekanisme yang mempersulit perempuan untuk cuti. Buruhperempuan yang memutuskan untuk hamil, itu berarti dia harus bersiap-siap atau rela

  • 7/22/2019 Critical Review Jurnal Ekonomi

    5/5

    4

    untuk kehilangan pekerjaannya. Korporasi beranggapan bahwa tidak ada yang dikerjakan

    berarti tidak ada upah dan tidak ada pekerjaan, itu artinya buruh perempuan tersebut

    harus rela untuk mengundurkan diri;

    c. kebebasan berserikat bagi buruh perempuan sepertinya hanya suatu angan-angan. Dalamperserikatan buruh biasanya selalu didominasi oleh kaum laki-laki. Ini sungguh ironi, didalam wadah yang seharusnya memperjuangkan keterasingan buruh, justru buruh

    perempuan terasingkan di dalam wadah tersebut;

    d. buruh perempuan semakin termarginalkan karena perempuan memiliki beban ganda,ketika dia harus mengurus urusan pabrik dan urusan domestik, seperti memasak, mencuci

    baju dan piring, memandikan anak, menyuapi anak, menyiapkan makanan untuk suami,

    menyetrika baju, dan lain sebagainya.

    Tambahan yang perlu dikemukakan lagi dalam jurnal ini adalah analisis Marx tentang struktur

    atas dan struktur bawah. Sebenarnya secara tidak langsung dan secara eksplisit jurnal ini telah

    menjelaskan bagaimana marginalisasi buruh dihadapkan dengan korporasi dan negara

    (pemerintah) yang nota bene Marx menyebutnya sebagai struktur atas. Hanya saja, secara

    teoretis konsep struktur atas dan struktur bawah belum banyak dikemukakan sebagai pisauanalisisnya.

    Satu lagi, Marx mengemukakan tentang surplus value. Hendrastomo belum juga menempatkan

    ini sebagai pisau analisis, meskipun sebenarnya secara eksplisit pembahasan mengenai nilai

    lebih yang diambil oleh korporasi telah dikemukakan dalam jurnal ini.

    ReferencesAgger, Ben. 2006. Teori Sosial Kritis: Kritik, Penerapan, dan Implikasinya. Yogyakarta: Kreasi

    Wacana.

    Hendrastomo, Grendi. 2010. Menakar Kesejahteraan Buruh: Memperjuangkan Kesejahteraan

    Buruh diantara Kepentingan Negara dan Korporasi.Jurnal. Jurnal Informasi. Volume 16

    Nomor 2, ISSN 0126-1650.

    Ritzer, Goerge dan Goodman, Douglas J. 2007.Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana.

    Tong, Rosemarie Putnam. 2008. Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif kepada Arus

    Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta: Jalasutra.