34
BAB II LANDASAN TEORI A. KONSEP DASAR MEDIS 1. Definisi a. COPD atau yang lebih dikenal dengan PPOM merupakan suatu kumpulan penyakit paru yang menyebabkan obstruksi jalan napas, termasuk bronchitis, empisema, bronkietaksis dan asma. Bronkhitis kronis dan bronkietasis ditandai dengan pembentukan mucus bronchial yang berlebihan dan batuk yang disebabkan oleh inflamasi kronis bronkiolus dan hipertropi serta hyperplasia kelenjar mukosa, pada empisema, obstruksi jalan napas disebabkan oleh hperinflasi alveoli, kehilangan elastisitas jaringan paru dan penyempitan jalan napas kecil. Asma ditandai oleh penyempitan jalan napas bronchial. PPOM paling sering diakibatkan dari iritasi oleh iritan kimia (industri dan tembakau), polusi udara, atau infeksi saluran pernapasan kambuh ( Carpernito, 1999. hal 110 ).

COPD

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: COPD

BAB II

LANDASAN TEORI

A. KONSEP DASAR MEDIS

1. Definisi

a. COPD atau yang lebih dikenal dengan PPOM merupakan suatu kumpulan

penyakit paru yang menyebabkan obstruksi jalan napas, termasuk

bronchitis, empisema, bronkietaksis dan asma.

Bronkhitis kronis dan bronkietasis ditandai dengan pembentukan

mucus bronchial yang berlebihan dan batuk yang disebabkan oleh

inflamasi kronis bronkiolus dan hipertropi serta hyperplasia kelenjar

mukosa, pada empisema, obstruksi jalan napas disebabkan oleh hperinflasi

alveoli, kehilangan elastisitas jaringan paru dan penyempitan jalan napas

kecil. Asma ditandai oleh penyempitan jalan napas bronchial. PPOM

paling sering diakibatkan dari iritasi oleh iritan kimia (industri dan

tembakau), polusi udara, atau infeksi saluran pernapasan kambuh

( Carpernito, 1999. hal 110 ).

b. COPD atau PPOM merupakan suatu kelompok paru yang mengakibatkan

obstruksi yang menahun dan persisten dari jalan napas di dalam paru.

Termasuk dalam kelompok ini yaitu : bronkiektasis , bronkhitis

menahun, emfisema paru, beberapa batuk dari asma, dan lain-lain.

Walaupun masing-masing mempunyai karakteristik tersendiri tetapi sering

secara klinis, radiologik, dan fisiologik terdapat “Overlopping“ satu sama

lain sehingga penegakan diagnosis pasti dari pada salah satu penyakit

sukar di tetapkan. Secara fungsional semuanya akan mengakibatkan

peningkataan tahanan saluran napas. (“airways resistance”). ( Kapita

selekta, 1982. hal 218 ).

c. Penyakit obstruksi menahun (COPD) merupakan penyakit paru yang jelas

secara anatomi memberikan tanda kesulitan pernapasan yang mirip yaitu

Page 2: COPD

keterbatasan jalan udara yang kronis, terutama beartambahnya resistensi

terhadap jalan udara saat ekspirasi. ( Robbins, 1995. hal. 137 ).

2. Anatomi Fisiologi

a. Anatomi saluran pernapasan

1) Rongga hidung

Merupakan saluran udara yang pertama, mampunyai dua

lubang (kavum nasi), dan dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi).

Didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara,

debu dan kotoran yang masuk kedalam lubang hidung, fungsi hidung

adalah bekerja sebagai saluran udara pernapasan sebagai penyaring

udara pernapasan yang dilakukan oleh bulu-bulu hidung dapat

menghangatkan udara pernapasan oleh mukosa, membunuh kuman-

kuman yang masuk bersama-sama udara pernapasan leukosit yang

terdapat di dalam mukosa hidung.

2) Faring.

Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan

jalan makanan, terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga

hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher, keatas berhubungan

dengan rongga hidung disebut nasofaring, kedepan berhubungan

denga rongga mulut disebut orofaring, kebawah mempunyai dua

lubang bagian depan disebut laringofaring, bagian belakang adalah

esofagus sebagai saluran pencernaan. Pada lengkungan faring terdapat

dua buah tonsil atau amandel yang bersimpulkan kelenjar limfe yang

banyak mengandung lymfosit dan juga epiglotis yang berfungsi

menutupi laring pada saat menelan makanan.

3) Laring.

Merupakan struktur epitel kartilago berbentuk rangkaian cincin

yang meghubungkan faring dengan trakea. Fungsi laring adalah

2

Page 3: COPD

memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga melindungi jalan

pernapasan bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk.

4) Trakea.

Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk

sepatu kuda dan panjangnya kurang lebih 5 inch. Trakea diliputi oleh

selaput lendir yang memiliki silia, berfungsi untuk mengeluarkan

benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernapasan.

Karina merupakan tempat percabangan trakea menjadi bronkus utama

kiri dan kanan. Bagian ini memiliki banyak saraf dan dapat

menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika di rangsang.

5) Bronkus.

Merupakan lanjutan dari trakea ada dua buah yang terdapat

pada ketinggian vertebral torakalis ke IV dan V. mempunyai struktur

serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel sama. Bronkus-

bronkus ini berjalan kebawah dan kesamping tumpukan paru-paru.

Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus

kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai tiga cabang. Bronkus kiri lebih

panjang dan lebih kecail atau ramping, terditi dari 9-12 cincin

mempunyai 2 cabang, bronkus yang bercabang-cabang yang lebih

kecil disebut bronkeolus (bronkioli). Pada bronkioli terdapat

gelambung paru dan gelembunag hawa atau alveoli.

6) Paru-paru.

Paru-paru merupakan salah satu alat tubuh yang sebagian besar

terdiri dari gelembung-gelembung (alveoli). Alveoli terdiri dari sel-sel

epitel dan endotel. Jika dibentang luas permukaan kurang lebih 90 m2,

pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara, O2 masuk kedalam darah

dan CO2 dikeluarkan dari dalam darah. Banyaknya gelembung paru-

paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan).

Paru-paru ini dibagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan yang

terdiri dari 3 lobus dan paru-paru kiri mempunyai 2 lobus. Letak paru-

3

Page 4: COPD

paru adalah pada rongga dada tepatnya pada cavum mediastinum.

Paru-paru dibungkus oleh dua selaput halus yang disebut fleura

visceral, sedangkan selaput yang berhubungan langsung denga rongga

dada sebelah dalam adalah selaput fleur parietal. Diantara pleura ini

terdapat sedikit cairan, berungsi untuk melucinkan permukaan selaput

fleura agar dapat bergerak akibat inspirsi dan ekspirasi, paru-paru akan

terlindungi dinding dada.

Kapasitas paru-paru dapat dibedakan menjadi dua kapasitas

yaitu kapasitas total yang mengandung arti jumlah udara dapat

mengisi paru-paru pada inspirasi sedalam-dalamnya. Sedangkan

kapasitas vital adalah jumalah udara dapat dikeluarkan setelah

ekspirasi maksimal. Dalam keadaan noumal kedua paru-paru dapat

menampung udara sebanyak kurang lebih5 liter. Waktu ekspirasi di

dalam paru-paru dapat masih tertinnggal kurang lebih 3 liter udara.

Pada waktu kita bernapas biasa udarayang masuk kedalam paru-paru

2. 600 CM3 atau 2 ½ M jumlah pernapasan. Dalam keadaan normal

orang dewasa 16-18 x/ menit, anak-anak : 24 x/menit, dan bayi : 30

x/menit. Dalam keadaan tertentu keadaan tersebut akan berubah,

misalnya akibat dari suatu penyakit, pernapasan bisa bertambah cepat

atau sebaliknya.

( Sumber : Syaifuddin, 1996. hal 106 ).

b. Fisiologi Pernapasan

Bernapas atau respirasi adalah peristiwa menghirup udara luar

atau atmosfer kedalam tubuh atau menghembuskan udara yang banyak

mengandung karbondioksida sebagani sisa dari oksidasi, udara dihirup

masuk melintasi traktus respiratorius sampai alveoli. Sebagai terjadinya

proses atmosfir karbondioksida dikeluarkan melalui kapiler-kapiler

alveoli dibawa ke atrium sinistra vena purmonalis Yang kemudian

diteruskan di vertikel sinestrayang di pomp[a di aorta, kemudian dialirkan

keseluruh tubuh, didalam pubuh terjadi proses oksidasi atau pembakaran,

4

Page 5: COPD

ampas dari sisa pembakaran tubuh adalah karbondioksida.

Karbondioksida dikangkat oleh sirkulasidarah vena masuk ke atrium

dekstra ke vertikel dekstra dan di pompa ke paru-paru melintasi arteri

pulmonalis. Didalam sel paru-paru terjadi lagi proses oksidasi, karbon

dioksida dikeluarkan melalui ekspirasi sedangkan sisa lainnya dikeluarkan

melalui traktus urogenital dalam bentuk air senidan kulit dalam bentuk

keringat.

( Syarifuddin, 1996. hal. 107 ).

3. Etiologi

Ada tiga factor yang mempengaruhi timbulnya COPD yaitu rokok,

infeksi dan polusi, selain itu pula berhubungan dengan factor keturunan,

alergi, umur serta predisposisi genetic, tetapi belum diketahui dengan jelad

apakah factor-faktor tersebut berperann atau tidak.

a. Rokok

Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control,

rokok adalah penyebab utama timbulnya COPD. Secara pisiologis rokok

berhubungan langsung dengan hiperflasia kelenjar mukaos bronkusdan

metaplasia skuamulus epitel saluran pernapasan. Juga dapat menyebabkan

bronkokonstriksi akut. Menurut Crofton & Doouglas merokok

menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage alveolar

dan surfaktan.

b. Infeksi

Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada seorang penderita bronchitis

koronis hamper selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, serta

menyebabkan kerusakan paru bertambah. Ekserbasi bronchitis koronis

disangka paling sering diawali dengan infeksi virus, yang kemudaian

menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.

5

Page 6: COPD

c. Polusi

Polusi zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan brokhitis adalah

zat pereduksi seperti O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon,

aldehid dan ozon.

( Sumber :Ilmu penyakit dalam, 1996. hal. 755 ).

Pada umumnya COPD menimbulkan kelainan yang sama. Pada

dasarnya ada tiga kelainan fisiologis yang dapat menimbulkan insufiensi atau

ketidakcukupan pernapasan, yaitu karena :

a. Ventilasi yang tidak memadai di alveoli.

b. Pengurangan difusi gas melalui membrane pernapasan.

c. Berkurangnya transportasi oksigen dari paru-paru ke jaringan.

Ventilasi yang tidak memadai di alveoli karena adanya kelainan yang

menambah kerja ventilasi yaitu dengan penambahan tahanan jalan udara.

Mekanisme terjadinya obstruksi.

a. Intraluminer

Akibat infeksi dan iritasi yan menahun pada lumen bronkus, sebagian

bronkus tertutup oleh secret ang berlebihan.

b. Intramular

Dinding bronkus menebal, akibatnya :

- Kontraksi otot-otot polos bronkus dan bronkiolus seperti pada asma,

- Hipertrofi dari kelenjar-kelenjar mukus,

- Edema dan inflamasi (peradangan), sering terdapat pada bronkhitis

dan asma.

c. Ekstramular.

Kelainan terjadi di luar saluran pernapsan. Destruksi dari jaringan paru

mengakibatkan hilangnya kontraksi radial dinding bronkus ditambah

dengan hiperinflamasi jeringan paru menyebabkan penyempitan saluran

napas.

( Sumber : Kapita Selekta, 1982. hal. 218 ).

6

Page 7: COPD

4. Pathofisiologi

Walaupun COPD terdiri dari berbagai penyakit tetapi seringkali

memberikan kelainan fisiologis yang sama. Akibat infeksi dan iritasi yang

menahun pada lumen bronkus, sebagian bronkus tertutup oleh secret yang

berlebihan, hal ini menimbulkan dinding bronkus menebal, akibatnya otot-

otot polos pada bronkus dan bronkielus berkontraksi, sehingga menyebabkan

hipertrofi dari kelenjar-kelenjar mucus dan akhirnya terjadi edema dan

inflamasi. Penyempitan saluran pernapasan terutama disebabkan elastisitas

paru-paru yang berkurang. Bila sudah timbul gejala sesak, biasanya sudah

dapat dibuktikan adanya tanda-tanda obstruksi. Gangguan ventilasi yang

berhubungan dengan obstruksi jalan napas mengakibatkan hiperventilasi

(napas lambat dan dangkal) sehingga terjadai retensi CO2 (CO2 tertahan) dan

menyebabkan hiperkapnia (CO2 di dalam darah/cairan tubuh lainnya

meningkat).

Pada orang noirmal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang

menarik jaringan paru akan berkurang, sehingga saluran-saluran pernapasan

bagian bawah paru akan tertutup. Pada penderita COPD saluran saluran

pernapasan tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Akibat

cepatnya saluran pernapasan menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan

menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung dari

kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/tidak ada, tetapi

perfusi baik, sehingga penyebaran pernapasan udara maupun aliran darah ke

alveoli, antara alveoli dan perfusi di alveoli (V/Q rasio yang tidak sama).

Timbul hipoksia dan sesak napas, lebih jauh lagi hipoksia alveoli

menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah paru dan polisitemia.

( Soemardi. E. S, 1996.).

7

Page 8: COPD

Patoplodiagram

8

Asap tembakau polusi udara

Gg pembersihan paru-paru

Jalan napas menyempit

Bronkus tertutup oleh sekret

Dinding bronkus menebal

Edema dan inlamasi

Infeksi pada lumen bronkus

Terjadi infeksi

Penempitan saluran napas

Ventilasi terganggu

Elastisitas paru menurun

Hipertropi pada

kelenjar

Sekresi lender meningkat

Penurunan kerja silia

Air way tak bersih

Penumpukan dijalan napas

Obstruksi

Dispnea/sesak

Proses pembersihan yang dilakukan silia

tak efektif

( Sumber : Ilmu Penyakit Dalam, 1999. hal. 756 ).

Hipoventilasi

Gangguan istirahat, tidur

Kerusakan pertukaran

gas

Gangguan rasa nyaman : nyeri dada

Page 9: COPD

5. Manifestasi Klinis

COPD merupakan penyakit obstruksi saluran napas, terjadai sedikit

demi sedikit, bertahun tahun.biasanya dimulai pada seorang penderita perokok

berumur 15-25 tahun produktivitasnya menurun dan timbul perubahan pada

saluran pernapasan kecil dan fungsi paru mulai pula berubah. Umur 35-45

tahun timbul batuk produktif. Umur 45-55 tahun timbul sesak napas,

hiposemia dan perubahannya pada pemeriksaan spirometri. Sering berulang-

ulang mendapat infeksi saluran pernapasan bagian atas sehingga sering kali

tidak dapat berkerja. Umur 55-65 tahun sudah ada kor pulmonal yang dapat

menyebabkan kegagalan pernapasan dan meinggal dunia.

( Sumber : Ilmu Penyakit Dalam, 1996. hal. 756 )

Semua penyakit pernapasan dikaraktaristikan oleh obstruksi koronis

pada aliran udara. Penyebab utama abstruksi bermacam-macam., misalnya ;

Inlamasi jalan napas

Pelengketan mukosa

Penyempitan lumen jalan napas

Kerusakan jalan napas

Takipnea

Ortopnea

( Sumber : Doenges, 1999. hal 152 ).

6. Pemeriksaan Diagnostik.

Pemeriksaan penunjang dalam COPD adalah sebagai berikut :

a. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan radiologist sangat membantu dalam menegakan atau

menyokong diagnosis dan menyingkirkan penyakit-penyakit lain.

b. Pemeriksaan faal paru

Pada pemeriksaan fungsi paru FVC (kapasitas vital kuat) dan fev folume

ekspirasi kuat mengalami penurunan menjadi kurang ari 20 %.

c. Analisis gas darah.

9

Page 10: COPD

Pada pemeriksaan gas darah arteri PH < 7,35;Paco2> 45 mmHg,

sedangkan yang normal PH 7,35-7,45 dan PaCO2 35-45 mmHg, serta pO2

75-100 mmHg.

d. Pemeriksaaan EKG (elektrokardiogram).

( Sumber : Ilmu Penyakit Dalam, 1996. hal. 757 ).

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada penderita COPD prinsifnya ialah untuk

meringankan keluhan simtomatik, memperbaiki serta mempertahankan fungsi

paru dan usaha pencegahan harus dilakukan seperti penghentian merokok,

menghindari polusi udara.

Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah :

a. Pemberian bronkodilator

1) Teoillin

Golongan teofilin biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg berat

badan per oral.

2) Agonis B2

Sebaiknya diberikan scara aerosol atau nebulizer. Dapat juga diberikan

kombinasi obat secara aerosol maupun oral, sehingga diharapkan

mempunyai efek bronkodilator lebih kuat.

b. Pemberian kortikosteroid

Pada beberapa penderita pemberian kortikosteroid akan mengurangi

obstruksi saluran pernapasan.

c. Mengurangi retraksi usus

Usaha untuk mengeluarkan dn mengurangi mukus, merupakan pengobatan

yang utama dan penting pada pengelalaan COPD. Untuk itu dapat

dilakukan :

Minum air putih yang cukup agar tuidak dehidrasi.

Ekspektoran.

10

Page 11: COPD

Yang sering digunakan gliserilquaiakolat, kalium yodida dan

ammonium klorida

Nebulizasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas

dan mengencer sputum.

Mukolitik.

Dapat digunakan asetil sistein atau bromheksin.

d. Fisioterafi dan rehabilitasi.

Berguna untuk ;

Mengeluarkan mukus dari saluran pernapasan

Memperbaiki efisiensi ventilasi

Memperbaiki dan meningkatkan kekiatan fisis.

8. Komplikasi.

komplikasi yang sering terjadi dengan berlanjutnya penyakit, yaitu :

a. Kegagalan respirasi yang ditandai dengan sesak napas dengan manifestasi

asidosis respirasi.

b. Retensi co2

c. Menurunnya saturasi O2

d. Hematologik : polisitemia

e. Ukkus peptikum, terjadinya sukar diketahui.

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam

praktek keperawatan. Hal ini biasa disebut sebagai suatu pendekatan problem

solving atau pemecahan masalah, yang memerlukan ilmu teknik dan ketrampilan

intrapersonal ditujukan untuk memenuki kebutuan klien. (Nursalam, 1996. hal. 1).

Pada bagian ini penulis akan menguraikan tentang konsep dasar asuhan

keperawatan klien dengan COPD, dimana asukhan keperawatan ini mengguakan

pendekatan proses diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi

dan evaluasi. ( nursalam dikutip dari dr iyer, 1996. hal. 1 ).

11

Page 12: COPD

1. Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan

dari proses keperawatan tersebut. Pengkajian harus dilakukan secara teliti

sehingga didapatkan informasi yang tepat. Adapun hal yang perlu dikaji

dalam kasus ini antara lain ;

a. Identitas klien

Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/suku, warga

Negara, bahasa yang digunakan, penanggung jawap meliputi : nama,

alamat, hubungan dengan klien.

b. Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan.

kaji status riwayat kesehatan yang pernah dialami klien, apa upaya dan

dimana kliwen mendapat pertolongan kesehatan, lalu apa saja yang

membuat status kesehatan klien menurun.

c. Pola nutris metabolik.

Tanyakan kepada klien tentang jenis, frekuensi, dan jumlah klien makan

dan minnum klien dalam sehari. Kaji selera makan berlebihan atau

berkurang, kaji adanya mual muntah ataupun adanyaterapi intravena,

penggunaan selang enteric, timbang juga berat badan, ukur tinggi badan,

lingkaran lengan atas serta hitung berat badan ideal klien untuk

memperoleh gambaran status nutrisi.

d. Pola eliminasi.

1) Kaji terhadap rekuensi, karakteristik, kesulitan/masalah dan juga

pemakaian alat bantu seperti folly kateter, ukur juga intake dan output

setiap sift.

2) Eliminasi proses, kaji terhadap prekuensi, karakteristik,

kesulitan/masalah defekasi dan juga pemakaian alat bantu/intervensi

dalam Bab.

e. Pola aktivitas dan latihan

Kaji kemampuan beraktivitas baik sebelum sakit atau keadaan sekarang

dan juga penggunaan alat bantu seperti tongkat, kursi roda dan lain-lain.

12

Page 13: COPD

Tanyakan kepada klien tentang penggunaan waktu senggang. Adakah

keluhanpada pernapasan, jantung seperti berdebar, nyeri dada, badan

lemah.

f. Pola tidur dan istirahat

Tanyakan kepada klien kebiasan tidur sehari-hari, jumlah jam tidur, tidur

siang. Apakah klien memerlukan penghantar tidur seperti mambaca,

minum susu, menulis, memdengarkan musik, menonton televise.

Bagaimana suasana tidur klien apaka terang atau gelap. Sering bangun

saat tidur dikarenakan oleh nyeri, gatal, berkemih, sesak dan lain-lain.

g. Pola persepsi kogniti

Tanyakan kepada klien apakah menggunakan alat bantu pengelihatan,

pendengaran. Adakah klien kesulitan mengingat sesuatu, bagaimana klien

mengatasi tak nyaman : nyeri. Adakah gangguan persepsi sensori seperti

pengelihatan kabur, pendengaran terganggu. Kaji tingkat orientasi

terhadap tempat waktu dan orang.

h. Pola persepsi dan konsep diri

Kaji tingkah laku mengenai dirinya, apakah klien pernah mengalami putus

asa/frustasi/stress dan bagaimana menurut klien mengenai dirinya.

i. Pola peran hubungan dengan sesame

Apakah peran klien dimasyarakat dan keluarga, bagaimana hubungan

klien di masyarakat dan keluarga dn teman sekerja. Kaji apakah ada

gangguan komunikasi verbal dan gangguan dalam interaksi dengan

anggota keluarga dan orang lain.

j. Pola produksi seksual

Tanyakan kepada klien tentang penggunaan kontrasepsi dan permasalahan

yang timbul. Berapa jumlah anak klien dan status pernikahan klien.

k. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress.

Kaji faktor yang membuat klien marah dan tidak dapat mengontrol diri,

tempat klien bertukar pendapat dan mekanisme koping yang digunakan

13

Page 14: COPD

selama ini. Kaji keadaan klien saat ini terhadap penyesuaian diri, ugkapan,

penyangkalan/penolakan terhadap diri sendiri.

l. Pola system kepercayaan

Kaji apakah klien dsering beribadah, klien menganut agama apa?. Kaji

apakah ada nilai-nilai tentang agama yang klien anut bertentangan dengan

kesehatan.

2. Diagnosa Keperawatan

Memberikan dasar-dasar memilih intervensi untuk mencapai hasil

menjadi tanggung jawab dan tanggung gugat paerawat.

Adapun diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien

dengan COPD adalah sebagai berikut :

a. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan

peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.

b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen

berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme bronkus).

c. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan

pada selaput paru-paru.

d. Kurang pengetahuan mengenai proses dan prognosis penyakit

berhubungan dengan kurang informasi.

( Doenges, 1999. hal 156 ).

3. Perencanaan Keperawatan.

Setelah merumuskan diagnosa keperawatan langkah berikutnya adalah

menentukan perencanaan keperawatan yang meliputi pengemabangan strategi

desain untuk mencegah, dan mengurangi. ( Nursalam, 2001. hal 51 ).

Tahap dalam perencanaan meliputi penentuan prioritas masalah,

tujuan, criteria hasil, menentukan rencana dan tindakan pelimpahan (medis

dan tim kesehatan lainnya), dan program perintah medis.

14

Page 15: COPD

Pada dasarnya membuatan prioritas masalah dibuat berdasarkan

kebutuhan dasar manusia. Menurut Abraham moslow, meletakan kebutuhan

fisiologis sebagai kebutuhan paling dasar, rasa aman, mencintai dan dicintai,

harga diri dan aktualisasi diri.

Berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan

COPD adalah sebagai berikut :

a. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan

peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.

Tujuan : Ventilasi/oksigenisasi adekuat untuk kebutuhan

individu.

Kriteria hasil : Mempertahankan jalan napas paten dan bunyi napas

bersih/jelas.

Intervensi.

1) Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.

Respon :

Takipnea biasanya ada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada

penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernapasan

dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding

inspirasi.

2) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala

tempat tidur, duduk dan sandaran tempat tidur.

Rasional :

Peninggian kepala tempat tidur mempermudah pernapasan dan

menggunakan gravitasi. Namun pasien dengan distress berat akan

mencari posisi yang lebih mudah untuk bernapas. Sokongan

tangan/kaki dengan meja, bantal dan lain-lain membantu menurunkan

kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.

3) Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas misalnya : mengi,

krokels dan ronki..

15

Page 16: COPD

Rasional :

Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas

dan dapat/tidak dimanifestasikan dengan adanya bunyi napas

adventisius, misalnya : penyebaran, krekels basah (bronchitis), bunyi

napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), atau tidak adanya

bunyi napas (asma berat).

4) Catat adanya /derajat disepnea, misalnya : keluhan “lapar udara”,

gelisah, ansietas, distress pernapasan, dan penggunaan obat bantu.

Rasional :

Disfungsi pernapasan adalah variable yang tergantung pada tahap

proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di

rumah sakit, misalnya infeksi dan reaksi alergi.

5) Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.

Rasional :

Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol

dispnea dan menurunkan jebakan udara.

6) Observasi karakteristik batuk, misalnya : menetap, batuk pendek,

basah, bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan jalan napas.

Rasional :

Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia,

sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk

paling tinggi atau kepala dibawah setelah perkusi dada.

7) Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi

jantung.

Rasional :

Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret, mempermudah

pengeluaran. Penggunaan air hangat dapat menurunkan spasme

bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan

tekanan pada diafragma.

16

Page 17: COPD

8) Bronkodilator, misalnya, β-agonis, efinefrin (adrenalin, vavonefrin),

albuterol (proventil, ventolin), terbutalin (brethine, brethaire),

isoeetrain (brokosol, bronkometer).

Rasional :

Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti local, menurunkan

spasme jalan napas, mengi dan produksi mukosa. Obat-obatan

mungkin per oral, injeksi atau inhalasi. dapat meningkatkan distensi

gaster dan tekanan pada diafragma.

( Doenges, 1999. hal 156 ).

b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen

berkurang. (obstruksi jalan napas oleh sekret, spasme bronkus).

Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk

keperluan tubuh.

Kriteria hasil :

- Tanpa terapi oksigen, SaO2 95 % dank lien tidan mengalami sesak

napas.

- Tanda-tanda vital dalam batas normal

- Tidak ada tanda-tanda sianosis.

Intervensi :

1) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat pengguanaan otot

aksesorius, napas bibir, ketidakmampuan bicara/berbincang.

Respon :

Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan kronisnya

proses penyakit.

2) Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.

Rasional :

Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat

sekitar bibir atau danun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral

mengindikasikan beratnya hipoksemia.

17

Page 18: COPD

3) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi

yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas

bibir sesuai dengan kebutuhan/toleransi individu.

Rasional :

Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan

laithan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea dan kerja

napas.

4) Dorong mengeluarkan sputum, pengisapan bila diindikasikan.

Rasional :

Kental tebal dan banyak sekresi adalah sumber utama gangguan

pertukaran gas pada jalan napas kecil, dan pengisapan dibuthkan bila

batuk tak efektif.

5) Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan/atau

bunyi tambahan.

Rasional :

Bunyi napas mingkin redup karena penurrunan aliran udara atau area

konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/ter-

tahannya sekret. Krekles basah menyebar menunjukan cairan pada

interstisial/dekompensasi jantung.

6) Awasi tanda-tanda vital dan irama jantung.

Rasional :

Takikardi, disiretmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjuak

efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.

7) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan

toleransi pasien.

Rasional :

Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia. Catatan ;

emfisema koronis, mengatur pernapasan pasien ditentikan oleh kadar

CO2 dan mungkin dikkeluarkan dengan peningkatan PaO2 berlebihan.

( Doenges, 1999. hal 158 ).

18

Page 19: COPD

c. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan

pada selaput paru-paru.

Tujuan : Rasa nyeri berkurang sampai hilang.

Kriteria hasil :

- Klien mengatakan rasa nyeri berkurang/hilang.

- Ekspresi wajah rileks.

Intervensi :

1. Tentukan karakteristik nyeri, miaalnya ; tajam, konsisten, di tusuk,

selidiki perubahan karakter/intensitasnyeri/lokasi.

Respon :

Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat pneumonia, juga

dapat timbul komplikasi seperti perikarditis dan endokarditis.

2. Pantau tanda-tanda vital.

Rasional :

Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukan bahwa pasien

mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda-

tanda vital.

3. Berikan tindakan nyaman, misalnya ; pijatan punggung, perubahan

posisi, musik tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas.

Rasional :

Tindakan non-analgetik diberikan dengan sentuhan lembut dapat

menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi

analgesic.

4. Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.

Rasional :

Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan

mengeringkan memberan mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.

5. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama

episode batuk.

19

Page 20: COPD

Rasional :

Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara

meningkatkan keefektifan upaya batuk.

6. Berikan analgesic dan antitusif sesuai indikasi.

Rasional :

Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non

produktif/proksimal atau menurunkan mukosa berlebihan,

meningkatkan kenyamanan/istirahat umum.

( Doenges, 1999. hal 171 ).

d. Kurang pengetahuan mengenai proses dan prognosis penyakit

berhubungan dengan kurang informasi.

Tujuan : Klien mengerti tentang penyakit, perawatan dan program

pengobatannya.

Kriteria hasil :

- Klien memahami proses penyakit dan kebutuhan pengobatan.

- Melakukan perilaku/perubahan pada hidup untuk memperbaiki

kesehatan umum dan menurunkan resiko pengaktifan ulang COPD.

- Mengidentifikasi gejala yang menerlukan evaluasi intervensi.

Intervensi.

Jelaskan/kuatkan penjelasan proses penyakit individu. Dorong

pasien/orang terdekat untuk menanyakan pertanyaan.

Respon :

Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi

pada rencana pengobatan.

Instruksikan/kuatkan rasional untuk latihan napas, batuk efektif, dan

latihan kondisi umum.

Rasional :

Napas bibir dan napas abdominalis/diafragmatik menguatkan otot

pernapasan, membantu meinimalkan kolaps jalan napas kecil, dan

20

Page 21: COPD

memberikan indivisu arti untuk mengontrol dispnea. Latihan kondisi

umum meningkatkan toleransi aktivitas, kekuatan otot, dan rasa sehat.

Diskusikan obat pernapasan, efek samping dan reaksi yang tidak

diinginkan/

Rasional :

Pasien sering mendapatkan obat pernapasan banyak sekaligus yang

mempunyai efek samping hamper sama dan potensial interaksi obat.

Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping

menganggu (obat dilanjutkan) dan efek samping merugikan (obat

mungkin dihentikan/diganti).

Diskusikan faktor individu yang menigkatkan kondisi, misalnya ;

udara terlalu kering, angina, lingkungan dan suhu ekstrem, serbuk,

asap tembakau, seprai aerosol, polusi udara. Dorong pasien/orang

terdekat untuk mencari cara mengontrol faktor ini dan sekitar rumah.

Rasional :

Faktor lingkungan ini dapat menimbulkan/meningkatkan iritasi

bronchial menimbulkan peningkatan produksi sekret dan menjadi

hambatan jalan napas.

Kaji efek bahaya merokok dan nasehatkan menghentikan merokok

pada pasien dan/atau orang terdekat.

Rasional :

Penghentian merokok dapat memperlambat/menghambat kemajuan

COPD. Namun meskipun pasien ingin menghentikan merokok,

diperlukan kelompok pendukung dan pengawas medis. Catatan :

penelitian menunjukan bahwa rokok “ side-streams “ atau “second

hand’ dapat terganggu seperti halnya merokok nyata.

Diskusikan tentang pentingnya mengikuti perawatan medik, foto dada

periodik, dan culture sputum.

21

Page 22: COPD

Rasional :

Pengawasan proses penyakit untuk membuat program tetapi untuk

memenuhi perubahan kebutuhan dan dapat membantu mencegah

komplikasi.

( Doenges, 1999. hal 162 ).

4. Perencanaan pulang.

Untuk meningkatkan efisiensi pernapasan secara maksimal, anjurkan klien

untuk :

a. Secara bertahap dalam beraktivitas dan gaya hidup sehari-hari yang

harus direncanakan untuk mencegah kekambuhan.

b. Mampu mengendalikan stress dan emosional sebagai faktor pencetus

terjadinya sesak

c. Memenuhi kebutuhan istirahat yang cukup dan mematuhi terapi.

d. Mentaati aturan terapi pengobatan dan selalu control ulang.

e. Meningkatkan nutrisi yang adekuat.

22