66
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang- undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah membawa perubahan pada model perencanaan pembangunan di Indonesia. Model perencanaan pembangunan menurut kedua undang-undang ini berbeda dengan model perencanaan pembangunan sebelumnya, yang menggunakan pendekatan konvensional, teknis dan analitis. Kini perencanaan pembangunan menggunakan pendekatan yang lebih komprehensif yaitu dengan menggunakan pendekatan politis, teknokratik, partisipatif, top down dan buttom-up. Perencanaan pembangunan dengan pendekatan baru ini difokuskan untuk menjaga agar keluaran dari semua kegiatan pembangunan mengarah pada pencapaian tujuan pembangunan baik jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang yang telah disepakati sebelumnya oleh keseluruhan stakeholder. Penyempurnaan mendasar lainnya meliputi penyempurnaan sistem perencanaan pembangunan dan penganggaran nasional baik proses, mekanisme, maupun tahapan pelaksanaan musyawarah perencanaan 1

Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Contoh Naskah Akademik Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025. Tugas mata kuliah Proses Politik dan Teknik Perundang-Undangan.

Citation preview

Page 1: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-undang Nomor

32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah membawa perubahan

pada model perencanaan pembangunan di Indonesia. Model

perencanaan pembangunan menurut kedua undang-undang ini

berbeda dengan model perencanaan pembangunan sebelumnya,

yang menggunakan pendekatan konvensional, teknis dan analitis.

Kini perencanaan pembangunan menggunakan pendekatan yang

lebih komprehensif yaitu dengan menggunakan pendekatan politis,

teknokratik, partisipatif, top down dan buttom-up.

Perencanaan pembangunan dengan pendekatan baru ini

difokuskan untuk menjaga agar keluaran dari semua kegiatan

pembangunan mengarah pada pencapaian tujuan pembangunan

baik jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang yang

telah disepakati sebelumnya oleh keseluruhan stakeholder.

Penyempurnaan mendasar lainnya meliputi penyempurnaan

sistem perencanaan pembangunan dan penganggaran nasional baik

proses, mekanisme, maupun tahapan pelaksanaan musyawarah

perencanaan di tingkat pusat dan daerah. Dengan penyempurnaan

2 (dua) fungsi vital dalam penyelenggaraan pemerintahan tersebut

diharapkan dapat memaksimalkan potensi daerah demi terwujudnya

kemakmuran masyarakat.

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Nomor

32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan

konsekuensi terhadap kewenangan pemerintah daerah

Kabupaten/Kota khususnya dibidang perencanaan pembangunan

1

Page 2: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

menjadi lebih leluasa untuk mengatur dan mengurus sendiri

pembuatan program-program pembangunannya.

Kedudukan rumusan perencanaan pembangunan bagi

Pemerintah Kabupaten/Kota sangat penting dan strategis, karena

perencanaan pembangunan berfungsi sebagai pedoman dan arah

serta sebagai tolok ukur untuk menilai suatu keberhasilan

pelaksanaan pembangunan.

Aktualisasi perencanaan pembangunan selama ini, sering

dihadapkan pada persoalan bahwa program-program yang

dirancang masih menggunakan pendekatan sektoral, parsial dan

kurang sinergi antara satu program dengan program lainnya, serta

kurang berkesinambungan, sehingga tingkat kinerja keberhasilan

pembangunan kurang maksimal. Persoalan semacam ini perlu

pemecahan untuk menjembatani ketimpangan-ketimpangan baik

pada tingkat perencanaannya maupun pada tataran operasionalnya.

Salah satu upaya memecahkan persoalan tersebut diatas,

dibutuhkan suatu model rancangan perencanaan pembangunan

yang tersusun secara sistematis, konsisten, terarah serta terkendali

dengan berpedoman pada prinsip terintegrasi, terpadu dan

partisipatif dari berbagai sektor pembangunan.

Supaya penyusunan perencanaan pembangunan secara

ilmiah dapat dipertanggung jawabkan, dan dari sisi praktis dapat

diimplementasikan dengan baik, maka diperlukan beberapa metode

dalam menyusunnya. Penyusunan perencanaan pembangunan

menggunakan tiga pendekatan dasar yaitu:

1. Pendekatan pembangunan partisipatif (Particiaptory Approach),

artinya proses penyusunan perencanaan pembangunan melaui

proses keterlibatan seluruh stakeholders, kedudukan dan peran

pemerintah (eksekutif) berperan sebagai fasilitator dalam

perumusan program dan pengambilan keputusan bersama-sama

masyarakat. Pendekatan ini diharapkan secara langsung dan

2

Page 3: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

tidak langsung menciptakan proses pembelajaran demokrasi dan

pemberdayaan terhadap seluruh potensi dan kekuatan yang ada

dalam masyarakat.

2. Pendekatan tata pemerintahan yang baik (Good Governance

Approach), artinya pembangunan daerah yang akan dilaksanakan

harus mampu mendorong terselenggaranya prinsip-prinsip

kepemerintahan yang baik dan praktek pengelolaan daerah yang

efektif. Sehingga dalam pendekatan ini menuntut

dilaksanakannya sistem yang transparan, kinerja yang efisien dan

efektif, memiliki visi yang strategis, penegakan aturan,

akuntabiltas dan profesional.

3. Pendekatan pembangunan yang berkelanjutan ( Sustainable

Development Approach), artinya program-program pembangunan

yang dipilih dan diputuskan harus mempertimbangkan dan

menjadi stimulan untuk dapat mengarahkan proses

pembangunan daerah menuju tujuan-tujuan pembangunan yang

berkelanjutan dan juga diharapkan nantinya mampu untuk

dilaksanakan secara mandiri oleh masyarakat. Sehingga peran

dan fungsi pememerintah sebagai agent of development dapat

terlaksana dengan baik.

Kota Mojokerto sebagai kota orde 2 yang memiliki lingkup

kewilayahan terbatas dan interaksi yang tinggi antar stakeholdernya

memiliki peluang yang kondusif dan integratif untuk merancang sejak

awal dalam menentukan langkah jangka panjang pembangunannya

untuk mewujudkan pembangunan yang memihak dan

menyejahterakan masyarakat.

Perwujudan dari berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun

2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan

Undang- undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah, sebagai langkah awal dan penting yang dilakukan adalah

menyusun dokumen perencanaan pembangunan dalam skala makro

3

Page 4: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

yang disebut dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang

(RPJP) Kota Mojokerto yang memiliki proyeksi perencanaan selama

20 tahun.

Amanat pada Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor 25

Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

menyatakan bahwa Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)

Daerah merupakan perumusan visi, misi dan program pembangunan

jangka panjang yang akan menjadi pedoman dan referensi bagi

penyusunan perencanaan pembangunan lainnya dalam skala yang

lebih mikro. RPJP ini menjadi acuan bagi penyusunan RPJM yang

merupakan penjabaran dari visi, misi dan kebijakan Walikota,

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang disusun sebagai

landasan penyusunan APBD per tahun dan berbagai perencanaan

pembangunan lainnya di Kota Mojokerto selama 20 tahun ke depan.

Penyusunan RPJP Kota Mojokerto berpedoman pada

Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional dan RPJP

Provinsi Jawa Timur yang memuat deskripsi tentang kondisi umum

Kota Mojokerto, potensi pembangunan dan faktor strategis yang

dapat dikembangkan, penyusunan visi dan misi pembangunan 2005-

2025 Kota Mojokerto serta arah pembangunan jangka panjang Kota

Mojokerto.

RPJP Kota Mojokerto disusun secara sistematis dan

komprehensif berawal dari penyerapan aspirasi masyarakat dan

memperhatikan kondisi eksistensi masyarakat sebagai perwujudan

dari pola bottom up planning dan mengacu kepada kebijakan makro

nasional (RPJPN) maupun regional Jawa Timur (RPJP Provinsi Jawa

Timur) sebagai perwujudan top-down planning.

Tersusunnya RPJP Tahun 2005-2025 ini berkonsekuensi

pada pelaksanaan pembangunan 20 (dua puluh) tahun ke depan

harus dilakukan secara terpadu dan sinergis demi kesejahteraan dan

kemakmuran seluruh lapisan masyarakat Kota Mojokerto.

4

Page 5: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

Dalam kaitannya dengan penyusunan RPJP Kota Mojokerto

tahun Tahun 2005-2025 perlu disusun suatu naskah akademik yang

meneliti secara akademik pokok-pokok materi yang seharusnya ada

dalam sebuah rancangan peraturan daerah. Penyusunan naskah

akademik ini sebagaimana terkait dengan materi yang dikaji yakni

penyusunan RPJPD Kota Mojokerto tahun 2005-2025 mendasarkan

pada peraturan perundang-undangan yang sebagai berikut :

1. Ketetapan MPR RI No. VII/MPR/2001 Tentang Visi Indonesia

Masa Depan.

2. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

3. Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Negara.

4. Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional.

5. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah.

6. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

7. Undang Undang No. 17 Tahun 2007 Tentang RPJP Nasional.

8. Peraturan Pemerintah nomer 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan,

Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan

Rencana Pembangunan Daerah.

1.2 Maksud dan Tujuan

Tujuan penyusunan naskah akademik ini adalah untuk

mengkaji dan meneliti secara akademik pokok-pokok materi yang

ada dan harus ada dalam rancangan Peraturan Daerah Kota

Mojokerto Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

(RPJPD) tahun 2005-2025, sehingga jelas kedudukan dan ketentuan

yang diaturnya.

5

Page 6: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

1.3 Sasaran Pelaksanaan

Sasaran yang dicapai dalam penyusunan naskah akademik

ini adalah mengkaji pokok-pokok materi yang ada dan harus ada

dalam rancangan Peraturan Daerah Kota Mojokerto Tentang

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah(RPJPD) tahun

2005-2025, khususnya berkaitan dengan target sasaran sebagai

berikut:

1. Mendeskripsikan kondisi eksistensi hasil-hasil pembangunan

yang telah dicapai dan proyeksi terhadap berbagai

kecenderungan (trend) tentang tuntutan dan kebutuhan

masyarakat terhadap pemerintahan dan pembangunan melalui

penetapan tujuan dan target pembangunan untuk jangka panjang

2. Mensinkronkan berbagai kepentingan, kebutuhan dan harapan

dari berbagai pihak yang berkepentingan dalam pembangunan

(stakeholders) ke dalam suatu visi dan misi Kota Mojokerto

dalam proyeksi perencanaan 20 tahun ke depan.

3. Memberikan arahan yang lebih fokus dan sistematis melalui

berbagai strategi pembangunan dan penetapan arah kebijakan

pemerintahan dalam pembangunan 20 tahun ke depan.

1.4 Metode Penyusunan Naskah Akademik

Metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik

ini adalah metode sosiolegal, dengan metode ini maka kaidah-

kaidah hukum baik yang berbentuk peraturan perundang-undangan,

maupun kebiasaan dalam penyusunan organisasi pemerintahan

dicari dan digali, untuk kemudian dirumuskan menjadi runmusan

pasal-pasal yang dituangkan ke dalam rancangan peraturan

perundang-undangan (Raperda). Metode ini dilandasi oleh bahwa

peraturan yang baik, dibentuk berlandaskan perturan perundang-

undangan , asas-asas hukum maupun kenyataan yang ada dalam

6

Page 7: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

masyarakat, bukan semata-mata merupakan kehendak penguasa

saja.

Secara garis besar proses penyusunan peraturan daerah ini

meliputi tiga tahap yaitu:

1. Tahap Konseptualisasi

Tahap ini merupakan tahap awal dari kegiatan Technical

Assistance yang dilakukan oleh tim penyusun. Pada tahap ini

penyusun melakukan konseptualisasi naskah akademik dan

penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Mojokerto

tahun 2005-2025.

2. Tahap Sosialisasi dan Konsultasi publik

Pada tahap ini, tim penyusun melakukan soisalisasi dan

konsultasi public mengenai Peraturan Daerah tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Mojokerto

tahun 2005-2025 melalui seminar yang menghadirkan

masyarakat, pengusaha, Lembaga Swadaya Masyarakat , dan

Pemerintah.target output kegiatan sosialisasi ini tersosialisasinya

rencana pembentukan rancangan Peraturan Daerah tentang

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota

Mojokerto tahun 2005-2025, dan memperoleh masukan dari

peserta guna perbaikan dan penyempurnaan rancangan

peraturan daerah.

3. Tahap Proses Politik dan Penetapan

Proses Politik dan Penetapan merupakan tahap akhir dari

kegiatan Technical Assistance. Proses politik merupakan

pembahasan Raperda tentang Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Daerah (RPJPD) Kota Mojokerto tahun 2005-2025

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota

Mojokerto tahun 2005-2025 oleh DPRD bersama pemerintah Kota

Mojokerto. Tahap penetapan adalah tahap ketika Raperda sudah

7

Page 8: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

disetujui oleh DPRD Kota Mojokerto untuk disahkan menjadi

Peraturan Daerah.

8

Page 9: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

BAB 2KAJIAN AKADEMIK

2.1Kajian Filosofis

Landasan filosofis suatu peraturan perundang-undangan,

pada prinsipnya terdapat dua pandangan. Pandangan pertama

menyatakan bahwa landasan filosofis adalah landasan yang

berkaitan dengan dasar atau ideologi Negara, yaitu nilai-nilai (cita

hukum)yang terkandung dalam Pancasila. Sedangkan pandangan

yang kedua menyatakan bahwa landasan filosofis adlah pandangan

atau ide pokok yang melandasi seluruh isi perundang-undangan.

Berdasarkan Pembukaan UUD 1945 alinea lV , Negara

Indonesia dibentuk bertujuan : Melindungi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut

melaksanakan ketertiban yang berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk dapat lebih mencapai

tujuan tersebut penyelenggaraan pemerintahan Indonesia dilakukan

pemencaran kekuasaan secara vertikal dengan mendasarkan prinsip

desentralisasi.

Desentralisasi kekuasaan (kewenangan) tersebut

sebagaimana dinyatakan dalam pasal 19 ayat (1) Undang-Undang

Dasar 1945, bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas

daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten

dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai

pemerintahan daerah yang diatur dengan Undang-Undang. Sesuai

dengan ketentuan pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945,

lebih lanjut Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945

menyatakan bahwa pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten

dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan

menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

9

Page 10: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

Pemberian otonomi tersebut dimaksudkan untuk

mempercepat proses terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui

peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut diperlukan perencanaan

pembangunan yang efektif, efisien dan proyektif.

Mengingat bahwa Pemerintah Kota Mojokerto merupakan

daerah otonom yang memperoleh kewenangan penyelenggaraan

pemerintahan berdasarkan penyerahan kewenangan dari pemerintah

pusat kepada daerah. Penyerahan kewenangan tersebut baik

berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Th.2004 Tentang

Pemerintahan Daerah, maupun berdasarkan Peraturan Pemerintah

Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan

Antar Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi Dan Pemerintah

Daerah Provinsi, Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

Mengingat bahwa kewenangan pemerintah kabupaten dan

kota selain kewenangan wajib, juga terdapat kewenangan pilihan,

untuk itu perencanaan pembangunan Kota Mojokerto pada prinsip

harus mewujudkan prinsip efektif dan efisien dalam rangka mencapai

tujuan Negara tersebut diatas,.

Dengan demikian landasan penyusunan Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Mojokerto

tahun 2005-2025 harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Materi muatan peraturan daerah tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Mojokerto

tahun 2005-2025 didasarkan pada fungsi pemerintahan untuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat.

b. Meningkatkan profesionalisme kinerja pemerintah

melalui perencanaan pembangunan yang baik dan benar.

10

Page 11: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

2.2Kajian Yuridis

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Th. 2004 Tentang

Pemerintah Daerah, pembagian kekuasaan tidak lagi didasarkan

pada pendekatan kewilayahan, namun yang dibagi adalah Negara.

Konsep Negara secara hukum merupakan organisasi kekuasaan.

Bila merujuk pada pembagian kekuasaan menurut Montesqieu, maka

kekuasaan Negara dibagi kedalam tiga kekuasaan yaitu kekuasaan

legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif. Pembagian

kekuasaan secara vertikal tersebut hanya meliputi kekuasaan

eksekutif saja tidak meliputi kekuasaan legislatif maupun kekuasaan

yudikatif.

Hal tersebut nampak jelas pada ketentuan Pasal 19 UU No.32

Th.2004 yaitu:

1. Penyelenggara pemerintahan adalah Presiden dibantu oleh 1

(satu) orang wakil Presiden dan oleh Menteri Negara.

2. Penyelenggara pemerintah daerah adalah pemerintah daerah dan

DPRD.

Beranjak dari uraian diatas,nampak bahwa persoalan

pembagian kekuasaan merupakan bagian yang sangat penting

dalam perencanaan pembangunan di daerah. Pembagian kekuasaan

secara vertikal yang didasarkan pada desentralisasi akan melahirkan

daerah-daerah otonom yang mempunyai kewenangan untuk

mengurus rumah tangganya sendiri. Dalam konsep Negara kesatuan

pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian

kewenangan pemerintahan, antara pemerintah pusat dengan

pemerintah daerah. Pembagian wewenang pemerintahan tersebut

berpengaruh besar pada siapa memiliki wewenang apa dan

bagaimana menggunakannya.

Penyelenggaraan pemerintahan daerah menurut Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 didasarkan pada prinsip-prinsip:

11

Page 12: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

a. Digunakannya asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas

pembantuan.

b. Penyelenggaraan asas desentralisasi secara utuh dan bulat yang

dilaksanakan di Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.

c. Asas tugas pembantuan yang dapat dilaksanakan di daerah

Propinsi, Daerah Kabupaten, Daerah Kota dan Desa.

Desentralisasi di sini diartikan penyerahan atau pengakuan

hak atas kewenangan untuk mengurus rumah tangga daerah sendiri,

dalam hal ini daerah diberi kesempatan untuk melakukan suatu

kebijakan sendiri. Pengakuan tersebut merupakan suatu bentuk

partisipasi rakyat dalam pengambilan keputusan yang merupakan ciri

dari Negara demokrasi.

Berdasarkan ketentuan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang

dasar 1945, dikaitkan dengan pasal 198 Undang-Undang Dasar

1945, Indonesia merupakan Negara kesatuan yang tidak sentralistik,

melainkan kekuasaan dibagi secara vertikal melalui desentralisasi

kekuasaan. Dalam Undang-Undang Dasar1945 telah merinci

pelaksanaan desentralisasi dan system otonom sebagaimana

dinyatakan dalam pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Dasar 1945

yang menyatakan bahwa pemerintahan daerah menjalankan

otonomi daerah seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang

oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.

Dalam desentralisasi kekuasaan tersebut melahirkan daerah-

daefrah otonom, sehingga undang-undang yang mengatur

desentralisasi kekuasaan juga sering disebut undang-undang

otonomi daerah. Pengertian desentralisasi dan otonomi daerah

sebenarnya mempunyai tempat masing-masing. Istilah otonomi lebih

cenderung pada aspek political aspect(aspek politik kekuasaan

Negara), sedangkan desentralisasi lebih cenderung pada

administrative aspect (aspek administrasi Negara). Namun jika dilihat

dari konteks pembagian kekuasaan dalam prakteknya, kedua istilah

12

Page 13: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

tersebut mempunyai keterkaitan yang erat, dan tidak dapat

dipisahkan. Artinya jika berbicara mengenai otonomi daerah, tentu

akan menyangkut pertanyaan seberapa wewenang untuk

menyelenggarakan urusan pemerintahan yang telah diberikan

sebagai wewenang rumah tangga daerah, demikian sebaliknya.

Dalam konteks perencanaan pembangunan, otonomi daerah

memberikan kewenangan dalam lingkup daerah otonom untuk

merencanakan pembangunannya yang lebih sesuai dengan aspirasi

dan kebutuhan masyarakatnya.

2.3Kajian Politik

Menurut Mustopadidjaja (2001), Desentralisasi merupakan

wujud nyata pelaksanaan otonomi daerah dalam Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI). Perbedaan  perkembangan antar daerah

mempunyai implikasi yang berbeda  pada macam dan intensitas

peranan pemerintah, namun pada umumnya masyarakat dan dunia

usaha memerlukan (a) desentralisasi dalam pemberian perizinan,

dan efisiensi pelayanan birokrasi bagi  kegiatan-kegiatan  dunia

usaha  di  bidang sosial ekonomi, (b) penyesuaian kebijakan pajak

dan perkreditan yang lebih nyata bagi pembangunan di kawasan-

kawasan tertinggal, dan sistem perimbangan keuangan pusat dan

daerah yang sesuai dengan kontribusi dan potensi pembangunan

daerah, serta (c) ketersediaan dan kemudahan mendapatkan

informasi mengenai potensi dan peluang bisnis di daerah dan di

wilayah lainnya kepada daerah di dalam upaya peningkatan

pembangunan daerah.

Selain itu masyarakat dalam era otonomi daerah sangat

menuntut adanya penegakan dan kepastian hukum. Tegaknya

hukum yang berkeadilan merupakan jasa pemerintahan yang terasa

teramat sulit diwujudkan, namun mutlak diperlukan dalam

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, justru di tengah

13

Page 14: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

kemajemukan, berbagai ketidak pastian perkembangan lingkungan,

dan ketatnya persaingan. Peningkatan dan efisiensi pemerintahan

membutuhkan penyesuaian kebijakan dan perangkat perundang-

undangan, namun tidak berarti harus mengabaikan kepastian hukum.

Adanya kepastian hukum merupakan indikator profesionalisme dan

syarat bagi kredibilitas pemerintahan, sebab bersifat vital dalam

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, serta dalam

pengembangan hubungan internasional. Tegaknya kepastian hukum

juga mensyaratkan kecermatan dalam penyusunan berbagai

kebijaksanaan pembangunan.

Dalam era otonomi daerah dan juga bergulirnya globalisasi,

dimana ekonomi yang  makin  terbuka, maka efisiensi perekonomian

diarahkan kepada ekonomi pasar, namun intervensi pemerintah

harus menjamin bahwa persaingan berjalan dengan berimbang, dan

pemerataan terpelihara. Yang terutama harus dicegah terjadinya

proses kesenjangan yang makin melebar, karena kesempatan yang

muncul dari ekonomi yang terbuka hanya dapat dimanfaatkan oleh

wilayah, sektor, atau golongan ekonomi yang lebih maju. Peranan

pemerintah makin dituntut untuk lebih dicurahkan pada upaya

pemerataan dan pemberdayaan. Penyelenggara pemerintahan

negara harus mempunyai komitmen yang kuat kepada kepentingan

rakyat, kepada cita-cita keadilan sosial.

Pengentasan kemiskinan, kesenjangan, peningkatan kualitas

sumber daya manusia pembangunan, dan pemeliharaan prasarana

dasar, serta peningkatan kuantitas, kualitas, dan diversifikasi

produksi yang berorientasi ekspor ataupun yang dapat mengurangi

impor harus pula dijadikan prioritas dalam agenda kebijakan

pembangunan daerah. Untuk itu pemerintah daerah dengan melalui

optimalisasi pemanfaatan kebijakan yang diambil oleh Pemerintah

melalui kebijakan makro ekonomi dan berbagai kebijakan lainnya di

sektor riil, disertai pembenahan kelembagaan yang mantap akan

14

Page 15: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

dapat mendorong peningkatan efisiensi, produktivitas, pemerataan

alokasi dan pemanfaatan sumber daya ekonomi.

Dalam era otonomi daerah ini juga, masyarakat dan dunia

usaha termasuk perbankan perlu didorong dalam pengembangan

sumber dan sistem pembiayaan alternatif yang mampu diakses oleh

banyak banyak pihak dan kondusif bagi perkembangan

perekonomian rakyat, serta pengembangan kemitraan stratejik

dengan dunia usaha nasional dan internasional. Skema ini menjadi

sangat penting untuk digalakan, sebab agaknya daerah-daerah di

Indonesia tidak akan dapat mengatasi permasalahan dan tantangan-

tantangan yang dihadapi dewasa ini dan di masa datang dengan

paradigma pembangunan lama yang berorientasi pada

ketergantungan. Desentralisasi merupakan inti otonomi daerah yang

pada dasarnya dimaksudkan untuk mendekatkan pelayanan kepada

masyarakat dan meningkatkan prakarsa masyarakat dalam

pembangunan daerah. Sehubungan dengan itu, peletakan Otonomi

Daerah pada Kabupaten/Kota merupakan pilihan yang tepat.

Otonomi Daerah harus lebih memungkinkan semakin tumbuhnya

pemerintahan dan masyarakat daerah dalam mendorong

bertumbuhkembangnya potensi sosial dan ekonomi daerah. .

Saatnya sekarang Pemerintah Daerah lebih mandiri dalam

mengelola rumah tangganya sehingga mampu lebih cepat dan tepat

membangun kesejahteraan masyarakat daerahnya. Penerapan

prinsip-prinsip good governance sangat mungkin adalah jalan menuju

terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan kemandirian pemerintah

daerah.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)

Kota Mojokerto tahun 2005-2025 ini merupakan momentum yang

sangat tepat dalam merealisasikan kepentingan-kepentingan lokal

dalam kebijakan politik dalam bentuk peraturan daerah. Sehingga

tujuan jangka panjang dan arahan kebijakannya dapat diwarnai

15

Page 16: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

dengan realitas politik di masyarakat yang dapat lebih aspiratif dan

sesuai dengan kebutuhan riil dan potensi lokal di Kota Mojokerto 20

tahun ke depan.

Perkembangan masyarakat yang cepat yang dipicu

pertumbuhan ekonomi dan informasi memengaruhi berbagai aspek

lain dalam kehidupan, antara lain perubahan pola pikir, sikap,

perilaku serta budaya dan adat istiadat. Ini memerlukan kemampuan

antisipasi serta langkah cepat pula di bidang politik. Jika tidak maka

gerak masyarakat akan cenderung tak terkendali serta bisa

menggerogoti nilai-nilai moral dan budaya masyarakat. Tantangan

yang dihadapi di bidang politik adalah menjaga gerak perkembangan

masyarakat itu dengan membuat keputusan-keputusan politik yang

mampu mengarahkan gerak masyarakat dan dunia usaha menuju

masyarakat yang dicita-citakan seluruh warga Kota Mojokerto yang

sejahtera dan maju.

Dalam 20 tahun mendatang, seiring kemajuan sosial ekonomi,

diperlukan suasana kehidupan masyarakat yang bukan saja

sejahtera secara ekonomi tetapi juga makin tumbuhnya tuntutan

masyarakat agar dirinya makin diperhatikan, hak-haknya dipenuhi

dan aspirasinya bisa mewarnai kebijakan politik. Menghadapi situasi

semacam itu tantangan lain di bidang politik yang cukup nyata adalah

terus-menerus menyempurnakan proses politik dan mengembangkan

budaya politik yang makin demokratis agar kehidupan demokrasi

berjalan berbarengan dan berkelanjutan bukan saja secara

prosedural tetapi juga substansial.

Dengan kondisi perpolitikan yang cukup kondusif, Kota

Mojokerto memiliki modal dasar menjadi daerah yang maju, sejajar

dengan kabupaten atau kota lain yang telah lebih dulu berkembang

seperti Sidoarjo, Gresik maupun Surabaya.

16

Page 17: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

Ke depan dituntut kerja sama yang baik antara legislatif

dengan jajaran eksekutif sehingga mampu menciptakan kebijakan

yang mendasarkan dan berorientasi pada kepentingan masyarakat.

Kunci untuk mewujudkan kehidupan masyarakat Kota

Mojokerto yang sejahtera adalah pemimpin dan para elitenya mampu

menahan diri untuk tidak memperkaya diri-sendiri namun harus

benar-benar bekerja untuk kepentingan seluruh masyarakat Kota

Mojokerto.

2.4Kajian Sosiologis

Salah satu kajian perencanaan pembangunan yang dijadikan

referensi dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Daerah (RPJPD) Kota Mojokerto tahun 2005-2025 ini

adalah beberapa kajian sosiologis terdahulu tentang perencanaan

pembangunan partisipatif . Upaya untuk mewujudkan prinsip-prinsip

good governance dalam lingkup Pemerintah Kabupaten/kota,

menurut Dwiyanto (2005) antara lain dapat diwujudkan melalui

pelayanan publik yang menurut Pohan (2000) adalah dengan

mengimplementasikan tiga prinsip utama yang ada dalam good

governance yang diterapkan dari level pemerintah Desa hingga

Pemerintah Kabupaten/kota.

Banyak pihak mengkhawatirkan bahwa desentralisasi

kewenangan kepada pemerintah daerah akan menciptakan raja-raja

kecil dan memindahkan praktek KKN ke daerah, jika tidak

ditempatkan dalam kerangka demokratisasi. Dengan kata lain,

otonomi daerah belum tentu menjanjikan keadilan dan kesejahteraan

yang lebih baik bagi masyarakat, apabila agenda demokratisasi

diabaikan di dalamnya.

Untuk mengaplikasikan pemberdayaan masyarakat yang

sesungguhnya, dibutuhkan pengembangan kelembagaan secara

menyeluruh yang mencakup beberapa aspek berikut: (a) proses

17

Page 18: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

pembangunan, yang meliputi formulasi kebijakan (policyformulation),

perencanaan (planning), penganggaran (budgeting), dan penetapan

peraturan ( legislation); (b) peranan dan tanggung jawab lembaga

negara, pemerintah, dan masyarakat; (c) sistem organisasi, yang

meliputi lembaga pemerintah di berbagai sektor dan daerah, lembaga

negara, dan lembaga masyarakat; (d) insentif dalam pembangunan,

yang mampu meningkatkan inovasi masyarakat dalam

pembangunan; (e) kerangka legal, yang lebih memperhatikan kondisi

masyarakat yang beranekaragam.

Data Tahun 2007 jumlah penduduk kota Mojokerto 111.249

jiwa, dengan kepadatan penduduk 6.759 Jiwa/Km2, dibandingkan

tahun 2006 terjadi perkembangan penduduk 1,22 persen. Sejalan

dengan pertambahan jumlah penduduk, jumlah rumah tangga juga

bertambah dari 28,3 ribu pada tahun 2006 menjadi 29,3 ribu rumah

tangga pada tahun 2007.

Komposisi penduduk Kota Mojokerto terbagi menjadi 83,3 ribu

jiwa dewasa atau 74,9 persen dan sisanya 27,9 ribu jiwa anak – anak

atau 25,1 persen. Bila dilihat dari status kewarganegaraannya hanya

0,63 persen yang berwarganegara asing. Angka kelahiran selama

tahun 2007 tercatat 554 kelahiran dan 340 kematian, dan mobilisasi

penduduk tercatat 3,4 ribu orang pendatang dan 2,7 ribu orang

pindah dari Kota Mojokerto.

Berdasarkan hasil laporan pembangunan kota Mojokerto

Tahun 2004 sampai tahun 2006, perkembangan penduduk miskin

dari tahun 2001 sampai tahun 2003 menurun, tetapi pada tahun

2004 terjadi kenaikan sangat besar yaitu dari 4.816 bertambah

menjadi 11.585,. Pada tahun 2006 penduduk miskin berhasil

berkurang menjadi 3.939 berarti selama dua tahun ada penurunan

sampai 65,90 %, suatu prestasi bagi Pemerintah Kota Mojokerto.

Angkatan kerja sampai tahun 2006 tercatat 57.517 orang,

angkatan kerja yang tertampung sebanyak 51.018 orang, ini berarti

18

Page 19: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

jumlah pencari kerja yang belum tertampung 6.499 orang. Dari

sejumlah pencari kerja ini, jumlah pencari kerja baru yang terdaftar

menurut pendidikan tahun 2007 sebanyak 1007 orang dengan rincian

0,69 persen berpendidikan SD, 3,97 persen berpendidikan SMP,

65,24 persen berpendidikan SMU dan 28,10 persen berpendidikan

PT/Akademi. Sementara itu lowongan pekerjaan yang ada selama

tahun 2007 sebanyak 61 atau 6,05 persen yang terserap dilapangan

kerja sedangkan sisanya 946 (93,94 %) statusnya tidak terserap .

Rasio pencari kerja terdaftar dengan lowongan kerja yang

tersedia pada tahun 2007 mencapai 8,63 artinya 1 (satu) lowongan

kerja harus menyeleksi 9 (sembilan) orang, sedangkan persentase

jumlah angkatan kerja pada tahun 2007 terhadap jumlah penduduk

usia kerja sebesar 56,37 %, lebih besar dibandingkan tahun 2006

54,21 %.

Dari uraian kondisi demografis ini dapat dilihat betapa Kota

Mojokerto meskipun kecil tetapi memiliki beban permasalahan yang

cukup kompleks di bidang kependudukannnya, karena memiliki

karakteristik perkotaan dengan lahan sempit namun memiliki jumlah

penduduk yang banyak dan angka kemiskinan yang cukup tinggi.

2.5Rumusan Masalah

Berdasar dari latar belakang masalah dan beberapa kajian di

atas, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :

1. Dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Daerah (RPJPD) Kota Mojokerto tahun 2005-2025, apakah telah

dipenuhi prasyarat perencanaan partisipatif yang melibatkan

seluruh stakeholder dengan prosedur yang dapat dipertanggung

jawabkan dan tidak sekedar formalisme?

2. Dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Daerah (RPJPD) Kota Mojokerto tahun 2005-2025, apakah telah

dipenuhi prasyarat kesesuaian dengan tata peraturan lain yang

19

Page 20: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

relevan, baik dari pemeritah atasan maupun dengan tata aturan

lain yang lebih tinggi posisi formalnya?

3. Dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Daerah (RPJPD) Kota Mojokerto tahun 2005-2025, apakah telah

dipenuhi substansi perencanaan yang memproyeksikan

kebutuhan dan perkembangan Kota Mojokerto dalam beberapa

tahun ke depan sesuai dengan dimensi perencanaannya?

2.6Kerangka teori

Norman Long dan Ann Long ( 1992), dalam kajiannya

menyimpulkan bahwa perumusan perencanaan pembangunan yang

partisipatif interaksi aktor harus berlangsung secara setara, intensif

dan interface. Model inilah yang oleh Norman Long disebut sebagai

model orientasi aktor.

Gerald de Zeeuw (2001), seorang psikolog menyimpulkan

kajiannya bahwa perumus perencanaan pembangunan seharusnya

memperhatikan potensi dan kemampuan masyarakat anggota

kolektivitas secara keseluruhan sehingga kebijakan yang ditentukan

tidak memihak dan dapat diakses oleh seluruh aktor yang terlibat

dalam kolektivitas tersebut.

M.M. Harmon (1969), meneliti tentang kepentingan publik

yang merupakan konsekuensi yang muncul dalam proses formulasi

perencanaan pembangunan yang ditentukan oleh orientasi dan

kepentingan aktor yang terlibat di dalamnya, baik aktor pemerintah

(administrator) maupun aktor masyarakat yang terdiferensiasi

berdasar kelompok-kelompok kepentingan yang ada di dalam

komunitas masyarakat. Dari berbagai sifat kepentingan publik yang

diuraikan tersebut, Harmon (1969) membuat model gaya atau

karakter perencanaan pembangunan yang mempertemukan antara

tingkat responsibilitas kebijakan (policy responsiveness) dengan

20

Page 21: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

tingkat tingkat dukungan kebijakan (policy advocacy) dalam proses

formulasi kebijakannya.

Gabriel Almond dan Sidney Verba, (1985), meneliti

perbandingan orientasi aktor yang disebut sebagai Budaya Politik di

berbagai Negara menyimpulkan bahwa ada keterkaitan yang erat

antara penampilan Rezim politik yang tergambar dalam model-model

dan sifat kebijakan yang dibuatnya dengan tipologi Budaya Politik

masyarakatnya.

John Sinclair (2002), dalam kajiannya di Brazilia menekankan

pentingnya peran dan keterlibatan masyarakat dalam segala proses

pembangunan. Dalam model yang disebut “Manitoba Approach” ini

disimpulkan bahwa, konsultasi masyarakat merupakan bagian

integrated yang harus dilakukan dalam setiap tahapan

pembangunan, baik proses perencanaan, pelaksanaan maupun

pelestarian keberlangsungan hasil pembangunan (Sustainable

development).

Yee Keong Choy. (2004), dalam kajiannya di Waduk Bakun,

Serawak, Malaysia menyimpulkan bahwa pembangunan Waduk

serbaguna seharusnya mampu meningkatkan sosial ekonomi dan

melestarikan budaya asli masyarakat di sekitar proyek pembangunan

infra struktur(Waduk) bukan yang sebaliknya masyarakat tercabut

dari akar historis sosial ekonomi dan ekosistemnya akibat

pembangunan yang dilaksanakan secara otoriter oleh pemerintah

dengan alasan kepentingan yang lebih makro.

Jaroslave Colajacomo (2000), Meneliti pembangunan The

Chixoy dam di Guatemala menghasilkan temuan yang dramatis di

mana lebih dari 400 orang tewas terbunuh dalam aksi menentang

pembangunan dam untuk mempertahankan tanah sumber mata

pencahariannya. Yang tersisa dan masih hidup ditengarai menjadi

terasing dengan lingkungannya dan mengalami kualitas hidup yang

merosot dibanding sebelumnya.

21

Page 22: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

Secara makro, kerangka teori yang digunakan dalam

perencanaan pembangunan ini adalah teori pembangunan yang

partisipatif sebagai paradigma dasar dalam memberikan alasan bagi

pentingnya perumusan kebijakan partisipatif. Secara mikro, teori

perumusan perencanaan pembangunan dari Palumbo (1987)

merupakan landasan bagi analisis perencanaan pembangunan

dalam peringkat perumusan kebijakan. Teori orientasi aktor dari

Norman Long dan Ann Long (1992) sebagai dasar pembahasan

pentingnya interaksi intensif dan interface dalam perumusan

perencanaan pembangunan. Pola-pola orientasi dan posisi orientasi

aktor dalam mendefinisikan kepentingan publik serta variasi model

gaya (karakter) kebijakan yang dihasilkan dalam proses interaksi

tersebut mengacu kepada perspektif kepentingan publik Harmon

(1969). Sebagai pembanding ulasan orientasi aktor ini dikaji pula

perspektif budaya politik dari Almond dan Verba (1985).

Palumbo (1987) menggambarkan roses perencanaan

pembangunan dengan komponen-komponen sebagai berikut : (1)

Agenda setting adalah tahapan dalam menganalisis dan menetapkan

sifat dan besaran serta distribusi masalah. (2) Problem definition,

tahapan dalam memperkirakan kebutuhan dan menetapkan area

serta kelompok sasaran. (3) Policy Design (rancangan kebijakan)

adalah menganalisis dan mengidentifikasikan alternative kebijakan

sebagai sarana untuk mencapai tujuan kebijakan(memperoleh cost

effective alternative). (4) Policy legitimation (legitimasi kebijakan)

adalah menganalisis penerimaan public dan atau policy stakeholder

lain terhadap suatu kebijakan atau program. (5) Policy

implementation (pelaksanaan kebijakan) merupakan penilaian

formatif yang mengambil tempat ketika suatu kebijakan/program

sedang dilaksanakan, serta menganalisis persyaratan-persyaratan

yang diperlukan untuk meningkatkan kesuksesan pelaksanaan

kebijakan tersebut. (6) Policy impact (dampak kebijakan)

22

Page 23: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

menganalisis sejauh mana pelaksanaan suatu kebijakan/program

memperoleh dampak seperti yang diinginkan atau ditetapkan dalam

tujuan kebijakan. (7) Termination (Penghentian kebijakan) penilaian

terhadap kebijakan dan implementasinya, yang bila ternyata jelek

maka kebijakan perlu dihentikan atau diganti dengan yang lain yang

lebih baik.

Long dan Long (1992) dan Long and Ploeg (dalam David

Booth (ed), 1995), menyatakan bahwa teori orientasi aktor

merupakan pendekatan metodologis dalam memahami proses sosial.

Penekanan kajiannya lebih mengarah kepada analisis program

bukan sebagai intervensi program atau sebuah bentuk managemen

baru dalam pelaksanaan program.

Metode yang digunakan mengacu kepada metode

participatory, di mana keseluruhan aktor yang terlibat dalam

perencanaan pembangunan dikaji keseluruhan, tidak hanya

masyarakat seperti petani kecil atau kelompok marjinal namun juga

para pengusaha, tuan tanah dan pemerintah sebagai salah satu

aktor yang memiliki orientasi dalam interaksi tersebut. Dalam proses

ini orientasi masing-masing aktor menjadi kunci utama yang

mewarnai bentuk dan arah kebijakan yang dihasilkan. Termasuk di

dalamnya, kenyataan bahwa ada aktor yang memiliki kekuasaan

berbeda (melebihi aktor lainnya). Hal ini membuat proses

perencanaan pembangunan akan lebih banyak diwarnai oleh

orientasi dan kepentingan dari aktor yang lebih dominan dari yang

lainnya.

Analisis perencanaan pembangunan dengan menggunakan

pendekatan orientasi aktor ini memiliki asumsi-asumsi dasar sebagai

berikut: (1) logika yang mendasarinya adalah setiap individu

memperoleh kemampuan dan kesempatan berperan dalam proses

kemasyarakatan dan kehidupan. Dalam konteks pembangunan ini

bermakna sebagai pembangunan yang partisipatif. (2) dalam model

23

Page 24: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

ini, pembangunan berarti untuk semua (semua kelompok sasaran

seperti wanita, anak-anak, penduduk miskin dan lainnya). Dalam

konteks ini pembangunan bermakna pemerataan. (3) pembangunan

didasarkan pada logika keseimbangan ekologi lingkungan, yang

berarti tidak hanya mementingkan generasi sekarang, tetapi juga

generasi mendatang. Dalam konteks ini berarti bermakna

pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).

Pendekatan ini memberikan makna bahwa persoalan bersama

termasuk di dalamnya adalah persoalan perencanaan, pelaksanaan

dan pelestarian pembangunan harus merupakan hasil orientasi

masing-masing aktor, karena tidak bisa aktor tertentu seperti negara

sebagai misalnya dengan begitu saja mengatas namakan

masyarakat sebagai fihak yang pasti memahami dan menerima

perencanaan pembangunan yang dilaksanakan.

Norman Long dan Jan Douwe Van Der Ploeg menyatakan

bahwa dalam model orientasi aktor ini pola-pola organisasi sosial dan

mekanisme kerja serta hasil-hasilnya merupakan dampak dari

interaksi, negosiasi dan perjuangan masing-masing aktor yang

terlibat di dalamnya. Orientasi ini tidak hanya sekedar interaksi atau

pertemuan tatap muka secara langsung melainkan juga harus

didukung oleh situasi atau suasana afeksi yang mampu mendorong

aktualisasi dari masing-masing aktor yang terlibat (dalam Booth,

1995) .

Harmon, (1969), mendefinisikan kepentingan publik sebagai

perubahan yang berkelanjutan sebagai akibat dari aktivitas politik di

antara individu dan kelompok di dalam sistem politik yang

demokratis. Kepentingan publik dianggap sebagai konsekuensi

yang muncul dalam proses formulasi perencanaan pembangunan

yang ditentukan oleh orientasi dan kepentingan aktor yang terlibat di

dalamnya, baik aktor pemerintah (administrator) maupun aktor

masyarakat yang terdiferensiasi berdasar kelompok-kelompok politik,

24

Page 25: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

kelompok kepentingan dan berbagai kelompok penekan yang ada di

dalam komunitas masyarakat.

Model-model kepentingan publik dalam Harmon terbagi atas

beberapa variasi sebagai berikut : Pertama, apakah kepentingan

publik bersifat individualistic atau bersifat unitaristic? Kepentingan

publik yang bersifat individualistic menggambarkan kepentingan

publik sebagai cerminan atau didominasi oleh kepentingan individu

yang berkuasa (dominan). Kepentingan publik yang unitaristic

adalah jika kepentingan publik merupakan bentuk pluralisme

kepentingan masyarakat dalam sebuah entitas.

Kedua, apakah kepentingan publik bersifat descriptive atau

bersifat prescriptive? Kepentingan publik yang descriptive dimaknai

sebagai hasil dari proses dan aktivitas politik yang berlangsung.

Dalam model ini kepentingan publik dan pemecahan permasalahan

publik termasuk keputusan/perencanaan pembangunan yang

dihasilkan tergantung dari mekanisme bargaining antar

individu/kelompok dalam proses politik yang berlangsung.

Kepentingan publik yang prescriptive merupakan hasil dari

perwujudan kebutuhan dan orientasi mayoritas hampir keseluruhan

aktor politik baik pemerintah maupun masyarakat untuk menemukan

alternatif pemecahan permasalahan yang lebih baik dalam arti lebih

berorientasi kepada kepentingan masyarakat yang lebih luas.

Ketiga, apakah kepentingan publik bersifat substansive atau

procedural? Kepentingan publik yang bersifat substantif merupakan

penggambaran kepentingan publik yang tidak mempermasalahkan

apakah dibentuk atau dirumuskan secara demokratis atau tidak.

Proses tidaklah terlalu penting, yang utama adalah bagaimana

substansi dari kepentingan publik tersebut apakah berorientasi

kepada kepentingan individu atau kelompok tertentu ataukah

berorientasi kepada kepentingan kelompok yang lebih besar

(masyarakat). Melihat prosesnya yang diabaikan tersebut model

25

Page 26: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

aktor ini cenderung memperjuangkan kepentingan individu dan

kelompoknya secara sempit untuk dimaknai sebagai kepentingan

publik yang harus diterima secara luas oleh berbagai individu dan

kelompok lainnya.

Model procedural, melihat kepentingan publik dari proses

pembentukannya apakah melibatkan mayoritas aktor dalam

komunitas ataukah hanya dilakukan oleh sekelompok kecil individu

(penguasa) saja. Asumsinya, dalam proses pembentukan

kepentingan publik tersebut semakin melibatkan banyak orang/fihak

maka kepentingan publik akan semakin menggambarkan aspirasi

dan orientasi mayoritas masyarakat sebagai aktor sehingga akan

semakin bermakna demokratis.

Keempat, apakah kepentingan publik bersifat static ataukah

dinamic. Kepentingan publik yang bersifat static adalah jika

kepentingan publik dianggap sebagai statis, kaku tidak responsif

terhadap perubahan atau tuntutan lingkungan termasuk lingkungan

internal dari masyarakatnya. Dalam hal ini kepentingan publik

dianggap hanya milik otoritas penguasa kebijakan (administrator)

semata, tuntutan atau aspirasi masyarakat kurang bermakna dan

kurang berpengaruh terhadap perubahan-perubahan yang mungkin

terjadi bagi perbaikan aspirasi massa.

Sebaliknya jika kepentingan publik bersifat dinamic, maka

kepentingan publik merupakan resultant dari berbagai kepentingan

individu atau kelompok yang ada dalam komunitas tersebut dan

secara proses maupun substanstive selalu menyesuaikan dengan

tuntutan dan aspirasi berbagai individu atau kelompok yang ada

dalam komunitas politik tersebut.

Dari berbagai sifat kepentingan publik yang diuraikan tersebut,

Harmon (1969) membuat model gaya atau karakter perencanaan

pembangunan yang mempertemukan antara tingkat responsibilitas

26

Page 27: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

kebijakan (policy responsiveness) dengan tingkat tingkat dukungan

kebijakan (policy advocacy) dalam proses formulasi kebijakannya.

Yang dimaksud dengan responsibilitas kebijakan (policy

responsiveness) adalah penggambaran (deskripsi) perilaku perumus

kebijakan yang bertanggung jawab terhadap nilai-nilai demokrasi

dalam proses perumusan kebijakan baik dengan melalui

musyawarah, voting maupun cara lain dengan mana

tuntutan/kehendak/kepentingan publik dapat diterjemahkan secara

sah dalam suatu kebijakan yang dibuat secara partisipatif tersebut.

Yang dimaksud dengan dukungan kebijakan (policy advocacy)

adalah mendiskripsikan perilaku perumus kebijakan dalam

memberikan dukungan yang aktif dan serius (kesediaan) dari para

administrator publik (aktor pemerintah) dalam mengadopsi

(menerima dan melaksanakan) suatu kebijakan yang dibuat bersama

masyarakat tersebut. Dalam sisi masyarakat, dukungan kebijakan

(policy advocacy) dapat dimaknai sebagai kesediaan aktor

masyarakat dalam bekerjasama dengan pemerintah dalam menerima

dan melaksanakan perencanaan pembangunan.

Dari dua indikator formulasi kebijakan tersebut, Harmon

(1969) mendefinisikan model-model karakter atau gaya perencanaan

pembangunan yang terbentuk akibat dari perpaduan pola proses

perumusan (formulasinya). Pertama, gaya survival terbentuk jika

dalam proses formulasi kebijakan tersebut disusun dengan

responsibilitas kebijakan (policy responsiveness) rendah (low) dan

dukungan kebijakan (policy advocacy) yang rendah (low). Karakter

kebijakan ini terbentuk akibat dari administrator (aktor pemerintah)

membatasi akses para politisi, masyarakat dan pengusaha (aktor

masyarakat) dalam proses perumusan perencanaan pembangunan.

Tujuannya agar keberlangsungan otoritas kelembagaan pemerintah

dan efektifitas kebijakan pemerintah tetap dapat dijaga.

27

Page 28: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

Kedua, karakter (gaya) kebijakan Rationalist, terbentuk jika

responsibilitas kebijakan (policy responsiveness) tinggi (high) dan

dukungan kebijakan (policy advocacy) yang rendah (low). Dalam hal

ini, proses perumusan kebijakan dilakukan dengan proses para

administrator (elit pemerintah) menempatkan dirinya sebagai agen

dari politisi dan masyarakat yang memandang tuntutan publik adalah

sah bila disampaikan oleh wakil-wakil rakyat yang telah dipilih secara

konstitusional. Sejauh mungkin elit pemerintah membatasi diri dari

keterlibatan secara langsung dalam proses perumusan kebijakan

tersebut agar tidak divonis sebagai intervensi dan sebagainya.

Dalam gaya ini, administrator pemerintah berupaya menjauhkan diri

dan pertanggung jawabannya dari proses perumusan kebijakan,

masyarakat, politisi diberikan kesempatan dan harus bertanggung

jawab terhadap keseluruhan proses perumusan perencanaan

pembangunan.

Ketiga, karakter (gaya) kebijakan Reactive, terbentuk jika

responsibilitas kebijakan (policy responsiveness) berada pada posisi

tengah (middle) dan dukungan kebijakan (policy advocacy) juga tepat

berada pada posisi tengah (middle). Dalam hal ini, proses

perumusan kebijakan dilakukan dengan proses para administrator

(elit pemerintah) menempatkan dirinya terlibat langsung dalam

proses perumusan perencanaan pembangunan karena menganggap

antara perumusan dan implementasi tidak dapat dipisahkan.

Perilaku responsif dan advokasi para elit pemerintah berbeda-beda

tergantung dari konteks dalam hal apa masalah-masalah kebijakan

tersebut dirumuskan dan dicarikan solusinya.

Keempat, karakter (gaya) kebijakan Prescriptive, terbentuk jika

responsibilitas kebijakan (policy responsiveness) rendah (low) dan

dukungan kebijakan (policy advocacy) yang tinggi (high). Dalam hal

ini, proses perumusan kebijakan dilakukan dengan proses para

administrator (elit pemerintah) menempatkan dirinya sebagai agen

28

Page 29: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

dari politisi dan masyarakat yang memandang dirinya paling

memahami dan paling bertanggung jawab terhadap proses

perumusan perencanaan pembangunan. Sehingga dalam

perumusan perencanaan pembangunan, aktor pemerintah

mendominasi proses tersebut dan memiliki peran kunci yang mampu

menekan partisipasi aktor massa dalam proses perumusan

perencanaan pembangunan.

Kelima, karakter (gaya) kebijakan Proactive, terbentuk jika

responsibilitas kebijakan (policy responsiveness) tinggi (high) dan

dukungan kebijakan (policy advocacy) yang tinggi (high) pula. Dalam

hal ini, proses perumusan kebijakan dilakukan dengan proses para

administrator (elit pemerintah) menempatkan dirinya sebagai

pembaharu model perumusan kebijakan yang mengajak aktor

kebijakan lainnya (masyarakat, politisi dan pengusaha) untuk aktif

berperan serta dan mengambil bagian dalam proses perumusan

kebijakan bersama yang partisipatif.

Aktualisasi konsep-konsep dan alur pikir perencanaan

pembangunan ini secara urutan abstraksinya adalah sebagai berikut:

Pertama, perencanaan pembangunan ini secara paradigmatik

berupaya mempertemukan orientasi perencanaan pembangunan

yang selama ini sangat kuat mengarah kepada economic oriented

menuju kepada human oriented sebagai latar pemikiran terwujudnya

kebijakan pembangunan yang partisipatif.

Asumsi dasar secara paradigmatik inilah yang memberikan

landasan pemikiran tentang pentingnya perumusan perencanaan

pembangunan yang lebih partisipatif dibandingkan dengan proses

perencanaan pembangunan yang otoritatif dalam mewujudkan

pembangunan manusia yang partisipatif.

Kedua, peringkat kebijakan sebagai konsekuensi dari

paradigma yang digunakan, orientasi kebijakan pembangunan

merupakan pertemuan interaktif antara kebijakan pembangunan

29

Page 30: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

infra struktur ekonomi dengan kebijakan pembangunan yang

memberdayakan masyarakat sebagai esensi dan tujuan

pembangunan partisipatif tersebut.

Ketiga, dalam peringkat output perencanaan pembangunan

sebagai konsekuensi dari kebijakan yang dilaksanakan adalah

merupakan hasil perpaduan antara di sisi kepentingan pemerintah

dan program pemberdayaan masyarakat sebagai wujud dari

ekspektasi dan aspirasi masyarakat.

Keempat, perwujudan secara struktural merupakan perpaduan

antara perwujudan perencanaan pembangunan secara partisipatif

melibatkan masyarakat yang didukung oleh kelembagaan

masyarakat sebagai wujud partisipasinya.

Hasil dari simbiosis orientasi kepentingan dua sisi paradigma

pembangunan yang termanifestasi dalam pertemuan orientasi

kepentingan antar aktor dalam perencanaan pembangunan tertuang

dalam dokumen kesepakatan yang disebut sebagai dokumen role

sharing atau service agreement.

Kesepakatan antar aktor tersebut menggambarkan

perwujudan perumusan perencanaan pembangunan yang partisipatif

sehingga mampu mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan

(sustainable development). Pembangunan berkelanjutan yang tidak

hanya orientasi kepada pertumbuhan ekonomi semata, melainkan

sangat memperhitungkan eksistensi masyarakat sebagai objek

sekaligus pelaku pembangunan yang seharusnya mendapatkan porsi

penting dalam proses kebijakan pembangunan secara keseluruhan.

Proses inilah yang merupakan esensi dan perwujudan dari

paradigma baru kebijakan pembangunan yaitu kebijakan

pembangunan partisipatif yang merupakan paradigma pembangunan

yang dianggap lebih manusiawi.

30

Page 31: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

BAB 3

MATERI DAN RUANG LINGKUP

3.1 Ruang Lingkup Peraturan

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

1. Kota, adalah Kota Mojokerto;

2. Pemerintah Kota, adalah Walikota dan Perangkat Daerah

sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah;

3. Kepala Daerah, adalah Walikota Mojokerto;

4. Wakil Kepala Daerah, adalah Wakil Walikota Mojokerto;

5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut

DPRD ada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Mojokerto;

6. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah yang

selanjutnya disebut RPJPD adalah dokumen perencanaan

pembangunan daerah untuk periode 20 (dua puluh) tahun

terhitung sejak tahun 2005 sampai dengan 2025;

7. RPJPD merupakan dokumen yang memuat visi, misi jangka

panjang Kota Mojokerto dan arahan kebijakanuntuk mencapainya

dalam dimensi waktu perencanaan 2005-2025.

8. RPJPD sebagaimana dimaksud menjadi pedoman bagi:

a. Walikota terpilih dalam 4 periode dalam menyusun Visi, Misi

dan program pembangunannya yang tertuang dalam RPJMD

yang memiliki dimensi waktu perencanaan 5 (lima) tahun.

b. Badan/ Dinas/ Lembaga/ Kantor di Kota Mojokerto dalam

menyusun Rencana Strategis Badan/Dinas/ Lembaga/ Kantor

setiap durasi 5 (lima) tahun sesuai dengan RPJM Walikota

terpilih;

31

Page 32: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

c. Pemerintah Daerah dalam menyusun Rencana Kerja

Pemerintah Daerah (RKPD) dalam setiap tahunnya.

3.2 Materi Perundangan

Dokumen Perencanaan Pembangunan Jangka Panjang

Daerah (RPJPD) Kota Mojokerto Tahun 2005-2025, berisikan materi

yang disusun secara sistematis sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang penyusunan,

maksud dan tujuan, serta landasan hukum penyusunan.

Bab II Gambaran Umum Kondisi Daerah, berisi gambaran

tentang karakteristik Kota Mojokerto dari berbagai aspek antara lain

aspek geografi, demografi, ekonomi, sosial budaya, sarana dan

prasarana serta pemerintahan dan lain-lain. Selain karakteristik

umum, dalam bab ini juga berisi tantangan dan modal dasar yang

dimiliki Kota Mojokerto.

Bab III Analisis Isu-Isu Strategis, berisi analisa isu-isu yang

perlu diperhitungkan dalam penyusunan perencanaan pembangunan

jangka panjang. Meliputi, analisis sosial budaya, demografi, ekonomi,

sarana dan prasarana, politik, pertahanan keamanan, hukum dan

pemerintahan dan lain-lain

Bab IV Visi dan Misi Pembangunan Kota Mojokerto, berisi

tentang visi dan misi pembangunan Kota Mojokerto, yaitu kondisi

yang diinginkan dalam jangka panjang serta upaya-upaya yang

harus dilakukan untuk mencapai keinginan tersebut.

Bab V Arah Kebijakan Pembangunan dan Tahapan dan

Prioritas Pembangunan Jangka Panjang Kota Mojokerto, berisi

tentang sasaran yang ingin dicapai dalam jangka panjang, program-

program untuk mencapai sasaran yang diinginkan serta prioritas

32

Page 33: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

program yang dilakukan pada masing-masing tahapan pembangunan

jangka menengah.

Bab VI Kaidah Pelaksanaan, berisi kedudukan RPJP dalam

perencanaan pembangunan daerah, kaidah pelaksanaan dan kunci

kesuksesan dalam implementasinya.

Dengan tata urut materi tersebut dan secara substansi dapat

dicermati dalam draft peraturan daerah tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Mojokerto

tahun 2005-2025 beserta lampiran materinya, maka dalam

penyusunan Raperda ini seharusnya memperhatikan asas-asas yang

terdapat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang

pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang meliputi:

a. Kejelasan Tujuan

Yang dimaksud dengan “kejelasan tujuan “adalah bahwa setiap

pembentukan peraturan perundang-undangan wajib memiliki

tujuan yang jelas yang hendak dicapai. Disamping itu pada

hakekatnya suatu peraturan dimakudkan untuk mengatur dan

oleh karenanya penting diperhatikan mengenai aspek-aspek yang

menjadi wilayah pengaturan baik dari aspek pelaksana

pengaturan, pihak yang diatur, jenis dan sifat perbuatan yang

akan ditertibkan, pengawasan dan pendanaan, serta sanksi baik

sanksi pidana maupun administrative.

Asas kejelasan tujuan ini juga menuntut adanya upaya antisipatif

dari pembentuk peraturan perundang-undangan terhadap adanya

perbuatan, keadaan atau perisitwa yang tidak diinginkan yang

berpotensi timbul dikemudian hari. Selain itu juga berfungsi

membentuk suatu masyarakat agar sesuai dengan tujuan yang

diinginkan pembentuk peraturan perundang-undangan sehingga

peraturan semacam ini akan bertahan dalam waktu yang lama.

Peraturan tidak seharusnya bersifat reaktif sebab selain

33

Page 34: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

perkembangan masyarakat yang dinamis menuntut adanya

peraturan yang fleksibel, juga mengingat proses pembuatan

peraturan yang membutuhkan waktu relative lama, biaya yang

mahal, dan dampak di luar perkiraan atau kehendak yang

mungkin terjadi.

b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat

Yang dimaksud dengan “Kelembagaan atau organ pembentuk

yang tepat” adalah bahwa setiap jenis peraturan perundang-

undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk

peraturan perundang-undangan yang berwenang. Akibat dari

tidak dibuatnya suatu peraturan perundang-undangan oleh

lembaga/pejabat yang berwenang adalah dapat dibatalkan atau

batal demi hukum.

Pembentukan peraturan perundang-undangan dengan berbagai

jenisnya akan sangat tergantung kepada pihak dan kewenangan

pihak yang membuatnya. Sebagai contoh pembentukan undang-

undang atau peraturan daerah tidak dapat mengabaikan

kewenangan Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan Dewan

Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) atau Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Menteri atau Gubernur tidak

berwenang secara sepihak membentuk undang-undang. Dalam

asas ini dituntut pula kejelasan prosedur dan syarat pembentukan

peraturan perundang-undangan sehingga tidak berakibat fatal

demi hukum atau dapat dibatalkan.

c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan

Yang dimaksud dengan “kesesuaian antara jenis dan materi

muatan” adalah bahwa dalam pembentukan peraturan

perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi

muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangan.

Suatu dasar yang menjadi dasar atau “payung” bagi keberadaan

peraturan yang lain tentu akan memuat hal-hal yang bersifat

34

Page 35: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

pokok atau prinsip dan akan menduduki hieraki yang lebih tinggi

daripada peraturan yang “dipayunginya”. Jenis peraturan dengan

materi muatan tertentu akan mengatur hal-hal yang dibatasi oleh

daerah, Waktu, Masyarakat.

Masing-masing jenis peraturan memiliki fungsinya sendiri-sendiri,

seperti undang-undang yang fungsinya antara lain mengatur lebih

lanjut mengatur hal-hal yang tegas-tegas “diminta” oleh ketentuan

UUD. juga yang tidak secara tegas ”diminta” namun mengatur

lebih lanjut hukum dasar tersebut. Suatu jenis peraturan dapat

memuat meteri yang sifatnya terbatas dan berlaku hanya untuk

segolongan masyarakat tertentu saja, misalnya peraturan berjenis

undang-undang kepegawaian hanya berlaku pada komunitas bagi

pegawai saja, tidak bagi tenaga kerja keseluruhan. Demikian juga

misalnya dengan jenis peraturan berupa surat edaran yang hanya

mengikat kedalam institusi pembuatnya tanpa ada kewenangan

mengatur pihak-pihak diluar institusi yang bersangkutan.

d. Dapat Dilaksanakan

Yang dimaksud “dapat dilaksanakan” adalah bahwa setiap

pembentukan peraturan perundang-undangan harus

memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan

tersebut didalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis,

maupun sosiologis. Tidak diharapkan sama sekali adanya

peraturan perundang-undangan yang setelah diberlakukan tidak

dapat dilaksanakan. Hal ini dapat terjadi karena pembuat

peraturan perundang-undangan tersebut hanya “duduk

dibelakang meja” dan tidak mencermati masalah yang

sebenarnya terjadi dimasyarakat dan apa yang dibutuhkan oleh

masyarakat. Faktor lain adalah tidak adanya pihak yang

melaksanakan dan mengawasi berlakunya peraturan, tidak

adanya sosialisasi atau pun dana untuk membiayainya.

35

Page 36: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

Secara filosofis, Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa

Indonesia memuat nilai-nilai, pandangan hidup, dan cita-cita yang

hidup dalam masyarakat sehingga pemberlakuan suatu peraturan

perundangan-undangan tidak akan menimbulkan konflik dalam

pelaksanaanya karena telah sesuai dengan filosofi yang

dianutnya.

Secara sosiologis, dalam proses pembuatan peraturan

perundang-undangan telah melibatkan aspirasi masyarakat yang

hendak diatur dan karenanya sesuai dengan keyakinan umum

dan kesadaran hukum masyarakat sehingga akan ditaati oleh

masyarakat dan tidak hanya menjadi huruf-huruf mati.

Secara yuridis, landasan yuridis adalah landasan hukum yang

menjadi dasar kewenangan pembuatan peraturan perundang-

undangan sehingga tampak kewenangan pembuatnya. Selain itu

juga dalam landasan yuridis juga ditetapkan proses dan prosedur

pembuatannya dan merupakan dasar keberadaan atau

pengakuan dari suatu jenis peraturan perundang-undangan.

e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan

Yang dimaksud dengan “Kedayagunaan dan Kehasilgunaan”

adalah bahwa setiap peraturan perundang-undangan dibuat

karena memang benar-benar dibutuhkan masyarakat dan

bermanfaat dalam mengatur kehidupan masyarakat, berbangsa,

dan bernegara. Tidak ada artinya apabila suatu perbuatan hanya

dibuat untuk memenuhi kehendak pihak penguasa atau pesanan

pihak tertentu yang ingin agar suatu peraturan yang dibuat hanya

akan menguntungkan pihak tertentu tersebut. Hal ini tidak saja

mengabaikan kebutuhan masyarakat akan adanya suatu

perlindungan hukum namun akan merugikan kepentingan

masyarakat. Asas ini menghendaki suatu peraturan dalam

masyarakat yang berlaku pada saat yang tepat dan mampu

menyelesaikan masalah yang timbul.

36

Page 37: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

f. Kejelasan Rumusan

Yang dimaksud dengan “Kejelasan Rumusan” adalah bahwa

setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi

persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan,

sistematika, dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa

hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak

menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam

pelaksanaannya. Interprestasi yang beragam timbul dari

pemahaman atas peraturan yang sama sedapat mungkin

dihindari karena akan berakibat kekacauan sehingga tujuan

dibuatnya peraturan tersebut tidak akan tercapai sehingga

dibutuhkan rumusan yang tidak ambigu dan sedapat mungkin

monointerpretasi.

Kejelasan rumusan juga menuntut adanya kejelasan norma

hukum baik berupa kewajiban. larangan, ijin dan dispensasi.

Rumusan yang terlalu sempit akan sangat kaku dan biasanya

tidak akan bertahan lama, sedangkan rumusan yang terlalu umum

akan menimbulkan bias dalam pelaksanaannya meskipun akan

bertahap relative lebih lama.

g. Keterbukaan

Yang dimaksud “keterbukaan” adalah bahwa dalam proses

pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari

perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembentukan bersifat

transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan

masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk

memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan

perundang-undangan.

Hal ini akan mempermudah pemahaman masyarakat terhadap

suatu peraturan meskipun sosialisasi peraturan belum dilakukan

dan akan memperkecil potensi penolakan masyarakat terhadap

keberlakuan suatu peraturan. Penting bahwa peraturan yang

37

Page 38: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

dibuat untuk suatu masyarakat akan berdaya guna dan berhasil

guna apabila terdapat aspirasi dan partisipasi aktif masyarakat

sejak saat perancanangannya.

Sedangkan dalam penyusunan Materi Muatan dalam

peraturan daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Daerah(RPJPD) Kota Mojokerto Tahun 2005-2025 meliputi asas :

a. Pengayoman

Yang dimaksud dengan “pengayoman” adalah bahwa setiap

materi muatan peraturan perundang-undangan harus berfungsi

memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan

kepentingan masyarakat. Asas ini pengejawantahan fungsi dasar

adanya suatu peraturan yakni sebagai sarana mewadahi dan

menjembatani setiap kepentingan yang beragam yang

berkembang dalam masyarakat. Peraturan juga dapat dianggap

sebagai sebuah “kesepakatan bersama” antar para anggota

masyarakat untuk mencapai tujuan dari masyarakat itu sendiri.

b. Kemanusiaan

Yang dimaksud dengan “kemanusiaan” adalah bahwa setiap

materi muatan peraturan perundang-undangan harus

mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi

manusia serta harkat dan martabat setiap warga Negara dan

penduduk Indonesia secara proporsional. Penting bahwa obyek

dan sasaran dari pengaturan adalah manusia yang tidak berfungsi

mekanistis sebagaimana layaknya sebuah robot sehingga aspek

humanisme penting ditonjolkan. Yang hendak dirubah bukan

manusianya namun perilaku dari manusia itu sendiri. Selain itu

hukum tidak saja mengutamakan adanya kepastian hukum secara

kaku namun juga memperhatikan rasa keadilan yang berkembang

dalam masyarakat.

38

Page 39: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

c. Kebangsaan

Yang dimaksud dengan “Kebangsaan” adalah bahwa setiap

materi muatan peraturan perundang-undangan harus

mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang puralistik

(kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip Negara kesatuan

Republik Indonesia. Hal ini dikarenakan setiap bangsa tidak dapat

disamakan. Sesuatu yang dianggap baik oleh suatu bangsa

belum tentu demikian oleh bangsa yang lain. Kedaulatan suatu

bangsa juga tercermin dalam suatu peraturan yang dibuatnya dan

karenanya intervensi bangsa asing yang memasukkan

kepentingannya dalam materi muatan peraturan bangsa lain

merupakan bentuk lain dari penjajahan.

d. Kekeluargaan

Yang dimaksud “Kekeluargaan” adalah bahwa setiap materi

muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan

musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan

keputusan. Sedapat mungkin dihindari proses penangambilan

keputusan berdasarkan kuantitas suara (voting) karena hal itu

akan memperuncing dan memperlebar jumlah perbedaan yang

telah ada. Tidak tampak didalam proses voting suatu bentuk

penghargaan terhadap harkat dan martabat pihak lain namun

hanyalah dominasi berdasarkan prinsip “siapa yang mayoritas

dialah yang menang” sehingga terkesan mirip hukum rimba.

Padahal keputusan pihak mayoritas belum tentu benar bila

dibandingkan dengan keputusan pihak minoritas. Selain itu asas

kekeluargaan merupakan nilai-nilai luhur bangsa yang nyata-

nyata sesuai dengan keadaan masyarakat Indonesia. Dalam

suatu perkara di dunia peradilan pun hakim akan lebih dulu

mengutamakan dan mengupayakan proses perdamaian

berdasarkan kekeluargaan.

39

Page 40: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

e. Kenusantaraan

Yang dimaksud dengan “Kenusantaraan” adalah bahwa setiap

materi muatan peraturan perundang-undangan harus senantiasa

memperhatikan kapentingan seluruh wilayah Indonesia dan

materi muatan perundang-undangan yang dibuat di daerah

merupakan bagian dari system hukum Nasional yang

berdasarkan Pancasila. Nilai-nilai pancasila terwujud dalam UUD

1945 sebagai konstitusi dasar Republik Indonesia sehingga setiap

hukum yang diterbitkan dan berlaku dalam suatu daerah tidak

boleh bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak boleh merugikan

kepentingan daerah lain dalam lingkungan Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

f. Bhineka Tunggal Ika

Yang dimaksud dengan “Bhineka Tunggal Ika” adalah bahwa

setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus

memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku, dan

golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya yang

menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

g. Keadilan

Yang dimaksud “keadilan” adalah bahwa setiap materi muatan

peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keadilan

secara proporsional bagi setiap warga Negara tanpa kecuali.

Rasa keadilan bagi masyarakat lebih diutamakan daripada

kepastian hukum itu sendiri.

h. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan

Yang dimaksud dengan “Kesamaan kedudukan dalam hukum dan

pemerintahan” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan

perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat

membedakan berdasarkan latar belakang antara lain : agama,

suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.

40

Page 41: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

i. Ketertiban dan Kepastian Hukum

Yang dimaksud dengan “Ketertiban dan Kepastian Hukum”

adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-

undangan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat

melalui jaminan adanya kepastian hukum.

j. Keseimbangan, Keserasian, dan Keselarasan

Yang dimaksud dengan “Keseimbangan, Keserasian, dan

Keselarasan” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan

perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan,

keserasian dan keselarasan antara kepentingan Bangsa dan

Negara dengan kepentingan individu sebagai anggota

masyarakat suatu Negara dengan hak-hak asasi manusia yang

dimilikinya.

41

Page 42: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

BAB 4

PENUTUP

1. Simpulan

Penyusunan Materi Peraturan daerah, sebagaimana dalam Raperda

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota

Mojokerto Tahun 2005-2025 ini memang sangat strategis dan penting

bagi keberlangsungan pembangunan di Kota Mojokerto. Proses

penyusunan yang partisipatif, memilki keuntungan dalam hal dukungan

legitimasi masyarakat, sehingga produk-produk hukum akan lebih

ditaati dan dipatuhi dalam jangka panjangnya.

.

2. Saran

Agar pelaksanaan penyusunan Peraturan Daerah tentang unan

Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Mojokerto Tahun 2005-2025

ini dapat dilaksanakan secara baik, maka diperlukan mekanisme dan

prosedur yang transparan serta dukungan pembiayaan yang cukup.

Untuk itu harus dilakukan berdasarkan jadwal yang jelas dengan

kegiatan yang rinci untuk setiap tahapannya.

42

Page 43: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

REFERENSI PUSTAKA

Agustino, Leo. 2006. Dasar-Dasar Kebijakan Publik, Alfa Beta. Bandung.

Anderson. J. E. 1984. Public Policy Making, Second Edition, University of Houston, Holt, Rinehart and Winston. New York.

Booth, David (ed). 1995. Rethinking Social Development : Theory, Research and Practice, Centre of Developing Area Studies, University of Hull.

Bryant, Carolie & White, L.G. 1982. Managing Development in The Third World, Westview Press. Boulder, Colorado.

Danziger, Marie. 1995. Analisis Kebijakan yang Di Post-Modernisasikan : beberapa Pencabangan Politik dan Paedagogis.

Dwiyanto, Agus ( 2005), Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Mustopadidjaja AR (2001), Reformasi birokrasi, perwujudan good governance, dan pembangunan masyarakat madani, makalah disajikan pada Silaknas ICMI 2001, Bertema ”Mobilitas Sumber Daya Untuk Pemberdayaan Masyarakat Madani Dan Percepatan Perwujudan Good Governance”;

Pohan, Max H. (2000), Mewujudkan Tata Pemerintahan Lokal yang Baik (Local Good Governance) dalam Era Otonomi Daerah, Makalah Disampaikan pada Musyawarah Besar Pembangunan Musi Banyuasin ketiga, Sekayu, 29 September - 1 Oktober 2000

Sachs, Wolfgang. 1995. Kritik Atas Pembangunanisme : Telaah Pengetahuan Sebagai Alat Penguasaan, CPSM. Jakarta.

Rasul, Syahrudin dkk (2000), Manajemen Pemerintahan Baru, modul dalam rangka sosialisasi dan asistensi implementasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, BPKP, Jakarta.

43

Page 44: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

REFERENSI LAPORAN PENELITIAN

Bhatnagar, Deepti & Ankita Dewan and Magui Moreno Torres & Prameeta Kanungo. 2000. Water Supply and Sanitation for Low Income Communities : Indonesia, The World Bank. 1-9.

Ferradas, Carmen. 2000. Report of Social Impacts of Dams : Distributional and Equity Issues-Latin American Region, State University of New York at Binghamton. USA. P. 10-15.

Ndraha, Taliziduhu. 1985. Peranan Administrasi Pemerintahan Desa dalam Pembangunan Desa, Disertasi, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

44

Page 45: Contoh Naskah Akademik RPJP 2005-2025

REFERENSI JURNAL ILMIAH

Ammons, David N., Charles Coe, Michael Lombardo. 2001. Performance-Comparison Project in Local Government : Participants’ Perspective. Public Administration Review, January/February. 2001. vol. 61. No 1. p. 100-110, Wilson Social Sciences Abstracts.

Carruters, David. 2001. From Opposition to Ortodoxy : The Remaking of Sustainable Development. Journal of Third World Studies, Fall 2001. 18. 2. p. 93-112. Wilson Social Sciences Abstracts.

Daneke, Gregory A. 2001. Sustainable Development as Systemic Choices, Policy Studies, 29. 3. p. 514-532. Wilson Social Sciences Abstracts.

Dube, S.C. 1964. Bureaucracy and Nation Building in Transitional Society. dalam, International Social Science Journal, XVI. 2. 1964. p. 6-7.

45