Upload
windy-nurul-aisyah
View
64
Download
21
Tags:
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Orthopedi dan Traumatologi
Citation preview
ORTHOPAEDIC AND TRAUMATOLOGY DEPARTMENT
MEDICAL FACULTY CASE REPORT
HASANUDDIN UNIVERSITY SEPTEMBER 2015
CLOSED FRACTURE LEFT TIBIAL PLATEAU SCHAZTKER TYPE VI
PRESENTED BY:
Windy Nurul Aisyah
C111 10127
ADVISOR
dr. Aries Hutabarat
dr.Jansen
SUPERVISOR
dr. W. Supriyadi, SpOT.
CREATED AS A CLINICAL STUDENT ASSIGNMENT
IN ORTHOPEDI AND TRAUMATOLOGY DEPARTMENT
MEDICAL FACULTY OF HASANUDDIN UNIVERSITY
MAKASSAR
2015
1
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. N
Umur : 58 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : PNS
No. Rekam Medik : 726192
Tanggal MRS : 16 September 2015
Rumah Sakit : RS Wahidin Sudirohusodo
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Nyeri pada tungkai bawah kiri
Anamnesis Terpimpin:
Dialami sejak kurang lebih 6 jam yang lalu akibat kecelakaan lalu lintas.
Mekanisme trauma: Pasien sedang menyeberang jalan kemudian ditabrak
oleh pengendara sepeda motor dari arah kanan dan jatuh ke sebelah kiri.
Riwayat kehilangan kesadaran ada. Riwayat mual dan muntah tidak ada.
Riwayat nyeri kepala tidak ada. Riwayat dirawat di RS Pare-pare dan
dipasang long leg back slab pada tungkai kiri.
III. PEMERIKSAAN FISIS
A. Primary Survey
Airway : Bebas
Breathing : RR 20x/menit, spontan, tipe thoracoabdominal
Circulation : TD 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, reguler, kuat
angkat.
Disability : GCS 15 (E4M6V5)
Exposure : Suhu 36,5oC
2
B. Secondary Survey
Regio Knee Joint Sinistra
Look : Tampak hematom dan edema pada bagian medial, tidak
tampak luka
Feel : Nyeri tekan ada, patellar tapping ada
Move : Gerak aktif dan pasif knee joint sulit dievaluasi akibat
nyeri
Regio Cruris Sinistra
Look : Tampak deformitas, hematom, dan edema pada bagian
proximal. Tampak luka ekskoriasi pada aspek lateral
setinggi 1/3 proximal.
Feel : Nyeri tekan ada
Move : Gerak aktif dan pasif ankle joint sulit dievaluasi akibat
nyeri
NVD : Sensibilitas baik, arteri dorsalis pedis dan tibialis
posterior teraba. CRT < 2 detik
IV. GAMBARAN KLINIS
Anterior view
3
Lateral view
Medial view
V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
WBC : 9.000/ ul
RBC : 3.520.000/ ul
HGB : 15.6 g/dl
HCT : 31,1 %
PLT : 189.000/ ul
CT : 7’00’’
BT : 3’00’’
HBsAg : Non-Reactive
4
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. X-Ray Knee Joint Sinistra posisiAP/Lateral
B. X-Ray Cruris Sinistra posisi AP/Lateral
VII. RESUME
5
Laki-laki 58 tahun masuk RS Wahidin Sudirohusodo dengan keluhan utama
nyeri pada tungkai bawah kiri sejak 6 jam yang lalu akibat kecelakaan lalu
lintas. Dari pemeriksaan fisis didapatkan patella tapping pada knee joint
sinistra, deformitas (+), edema (+) pada bagian proximal, hematoma (+),
luka ekskoriasi pada aspek lateral setinggi 1/3 proximal pada aspek anterior
tengah, dengan nyeri tekan pada daerah cruris sinistra.
Dari pemeriksaan radiologi, foto cruris sinistra AP / Lateral, tampak fraktur
kominutif 1/3 proximal os tibia sinistra dan fraktur transversal 1/3 proximal
os fibula sinistra.
VIII. DIAGNOSA
Left Knee Joint Efusion
Closed Fracture Left Tibial Plateau Schatzker VI
Closed Fracture 1/3 Proximal Left Fibula
IX. PENATALAKSANAAN
IVFD RL
Analgesia
Tetanus Toxoid
Imobilisasi dengan Apply long leg back slab
Rencana ORIF
DISKUSI
6
FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA
I. PENDAHULUAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang. Ini akibat dari
adanya retakan, akibat terjatuh atau pecahnya lapisan kortex sehingga tulang
terenggang baik secara komplet dan ada pergeseran dari fragmen tulang.
Jika kulit diatas fraktur masih utuh maka disebut fraktur tertutup, jika kulit
terhubung dengan dunia luar maka disebut fraktur terbuka, hati-hati
terhadap kontaminasi dan infeksi.1
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan,
pemuntiran, atau penarikan. Fraktur dapat disebabkan trauma langsung atau
tidak langsung. Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan
mengakibatkan fraktur di tempat itu. Trauma tidak langsung bila titik tumpu
benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.1,2,3
Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Unit Pelaksana Teknis
Terpadu Imunoendokrinologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
pada tahun 2006 di Indonesia dari 1.690 kasus kecelakaan lalu lintas, 249
kasus atau 14,7% nya mengalami fraktur femur.1
Fraktur tibia dan fibula merupakan fraktur yang paling banyak dari
fraktur tulang panjang. Populasi rata-rata menunjukkan bahwa sekitar 26
tibia diafisis mengalami fraktur per 100.000 populasi per tahun.2
Fraktur tibial plateau menduduki 1% dari semua jenis fraktur dan 8%
terjadi pada usia lanjut. Cedera tertutup pada lateral plateau berkisar 55-70%
fraktur tibial plateau dibandingakan dengan fraktur medial plateau sebanyak
10-25% dan 10-30% lesi bicondilar. Sebanyak 1-3% dari kasus fraktur tibial
plateau adalah cedera terbuka.3
II. ANATOMI
7
Tibia adalah tulang tubular panjang dangan penampang berbentuk
segitiga. Batas anteromedial dari tibia adalah jarungan subkutan dan
dikelilingi oleh empat buah fasia yang membentuk kompartemen (anterior,
lateral, superficial posterior dan deep posterior). Otot dari kompartemen
anterior adalah untuk dorsofleksi atau ekstensi ibu jari kaki. Sedangkan otot
dari kompartemen lateral, superficial posterior dan deep posterior fleksi
bagian plantar kaki.3,5,6
Fibula adalah tulang yang tipis pada bagian lateral tubuh dari tungkai
bawah. Ini bukan merupakan bagian dari artikulatio pada sendi lutut, tetapi
dibawah dari malleolus lateralis dari sendi pergelangan kaki. Ini bukan
merupakan bagian dari penopang berat tubuh, tetapi ini merupakan bagian
dari perlengketan otot. Fibula ini luas pada bagian proximal, corpus dan
distal. 7
Suplai darah
Arteri yang menutrisi tibia berasal dari arteri tibialis posterior, yang
memasuki korteks posterolateral distal sampai ke origin dari muskulus
soleus. Pada saat pembuluh darah memasuki kanalis intermedullaris, ia
terbagi menjadi tiga cabang asendens dan satu cabang desendens. Cabang-
cabang ini yang kemudian membentuk endosteal vascular tree, yang
beranastomose dengan arteri periosteal dari arteri tibialis posterior.3
Arteri tibialis anterior bersifat rapuh terhadap trauma karena
perjalanannya yang melalui sebuah celah padah mebran interosseus.3
Apabila arteri yang menutrisi mengalami ruptur akan terjadi aliran
melalui korterks, dan suplai darah periosteal akan menjadi lebih penting.
Hal ini menkankan pentingnya mempertahankan perlekatan periosteum
selama fiksasi.3
Fibula berperan sebesar 6%-17% dalam menopang berat badan. Pada
bagian leher fibula berjalan nervus peroneus komunis yang sangat dekat
dengan permukaan kulit. Hal ini menyebabkan nervus peroneus
komunisrentan terhadap trauma langsung pada daerah leher fibula. 3
8
Gambar 1. Tibia dan Fibula4
9
(a) (b)(b)(a)
Gambar 2. Kompartemen dari tungkai bawah. (a) Anterior compartment; (b)
Lateral compartment; (c) Superficial posterior compartment; (d) Deep posterior
compartment. 6
III. MEKANISME TERJADINYA FRAKTUR
Fraktur dapat disebabkan dari kecelakaan, stress yang berulang
maupun gangguan pada tulang (fraktur patologis). (1,2,3,8,9)
A. Fraktur yang disebabkan karena kecelakaan
Pada umumnya fraktur disebabkan oleh kekuatan yang berlebihan
yang terjadi secara tiba-tiba, yang dapat terjadi secara langsung maupun
tidak langsung.
1. Mekanisme secara Langsung
a. Energi tinggi: kecelakaan kendaraan bermotor
Sebagian besar berupa fraktur transversal, comminuted,
displaced fractures.
Angka kejadian kerusakan terhadap jaringan sangat tinggi.
b. Penetrasi: luka tembakan
Pola luka bervariasi.
10
Pada senjata genggam dengan kecepatan rendah tidak dapat
menyebabkan gangguan pada tulang maupun kerusakan
jaringan seperti yang disebabkan oleh energy tinggi
(kecelakaan bermotor) atau kecepatan tinggi (senjata tembak
dan senjata mematikan lainnya).
c. Bending: three- or four-point (ski boot injuries)
Obliq yang pendek maupun fraktur transversal dapat timbul,
dengan kemungkinan menghasilkan potongan butterfly.
Timbulnya crush injury.
Pola comminuted dan segmental sangat berhubungan dengan
kerekatan janringan disekitarnya.
Kemungkinan terjadinya kompartemen sindrom harus
diperhatikan
d. Fraktur corpus fibula: Akibat dari trauma langsung dari bagian
lateral tungkai bawah.
2. Tidak langsung
a. Mekanisme terpelintir
Terputarnya kaki dan terjatuh dari ketinggian rendah
merupakan penyebab utama.
Spiral, tidak ada pergeseran pada bagian fraktur yang
memiliki hubungan yang sedikit terhadap kerusakan jaringan
sekitar.
b. Fracture Stres
Pada pelatihan militer, jenis kecelakaan ini sangat sering
timbul pada sambungan antara metafisis dan diafisis, ditandai
dengan bagian sklerotik pada kortexpostero medial.
Pada penari balet, fraktur ini biasanya muncul pada 1/3
tengah, yang biasanya tersembunyi akibat penggunaan yang
berlebihan.
11
Temuan radiologi dapat tertunda sampai beberapa minggu.
B. Fraktur karena stress berulang
Fraktur jenis ini muncul pada tulang yang normal yang
menanggung berat secara berulang-ulang, biasanya terjadi pada atlet,
penari dan anggota militer yang selalu melakukan latihan. Beban yang
berat akan menimbulkan deformitas yang menginisiasi proses normal
dari remodeling tulang, gabungan dari proses reabsropsi tulang dan
pembentukan tulang baru sesuai dengan hukum Wolff’s. Ketika terpajan
oleh stress serta proses deformasi yang berulang dan memanjang,
reabsorpsi timbul lebih cepat daripada penggantian, sehingga
meninggalkan daerah yang kosong dan menyebabkan fraktur. Masalah
yang sama timbul pada orang yang sedang dalam pengobatan sehingga
mengganggu keseimbangan proses reabsorpsi dan penggantian tulang
baru.
C. Fraktur patologis
Fraktur dapat terjadi dengan stres yang normal jika tulang
melemah akibat perubahan pada strukturnya (contohnya pada
osteoporosis, osteogenesis imperfekta atau Paget’s disease) atau sebuah
lesi litik (contohnya kista pada tulang atau sebuah metastasis).
12
Gambar 3. Beberapa pola fraktur dapat dijadikan sebagai patokan
mekanisme penyebab: (a) pola spiral (terputar); (b) pola obliq pendek
(kompresi); (c) potongan segitiga ‘butterfly’ (tertarik) dan (d) pola
transversal (tertekan). Pola spiral dan beberapa obliq (panjang) seringkali
terjadi akibat kecelakaan energi rendah secara tidak langsung; pola tertarik
dan transversal disebabkan kecelakaan energy tinggi secara langsung. 1
Penyebab dari fraktur tibia dan fibula dapat disebabkan oleh karena
High-energy trauma seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari ketinggian
atau tembakan senjata tajam adalah penyebab terbanyak menyebabkan
fraktur pada femur atau Low energy trauma menyebabkan fraktur badan
femur pada kasus patologik atau tulang yang mengalami osteoporosis
IV. KLASIFIKASI MULLER
Secara universal, didasarkan pada posisi anatomis, komunikasi dan
berbagai data dari banyak negara dan populasi, yang berkontribusi dalam
penelitian dan tatalaksana. Sebuah klasifikasi alfanumerik yang
dikembangkan oleh Muller dan kawan-kawan saat ini telah diadaptasi dan
direvisi (Muller et al., 1990; Marsh et al., 2007; Slongo and Audige 2007).
Walaupun hal tersebut belum sepenuhnya divalidasi untuk reabilitas dan
reproduksibilitas, sementara diusahakan secara komprehensif.1
13
Gambar 4 Klasifikasi Muller (a) Masing-masing tulang panjang memiliki
tiga segmen-proximal, diafisis dan distal; fragmen proximal dan distal
dibatasi oleh segiempat dari ukuran terlebar tulang (b,c,d) fraktur pada
segmen diafisis dapat sederhana, tajam maupun kompleks. (e,f,g) fraktur
pada bagian proximal dan distal dapat berupa ekstraartikular, partial
artikular dari articular lengkap.1
V. KLASIFIKASI FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA
Tscherne (Oestern dan Tscherne, 1984) mengklasifikasikan kerusakan
jaringan lunak pada fraktur tertutup dan mempertimbangkan antara
mekanisme langsung dan tidak langsung.1
Grade 0 : fratur sederhana dengan kerusakan jaringan lunak minimal
atau tidak ada
Grade 1 : fraktur dengan abrasi superfisial atau memar pada kulit dan
jaringan subcutaneous.
Grade 2 : fraktur lebih berat dengan kontusio dan pembegkakan
jaringan lunak bagian dalam.
Grade 3 : cedera berat ditandai dengan kerusakan jaringan lunak dan
sindrom kompartemen.
Klasifikasi pada cedera yang lebih berat memerlukan beberapa teknik
fiksasi mekanik seperti stabilitas kerangka yang baik dapat membantu
pemulihan jaringan lunak.1
14
Fraktur tibial plateau diklasifikasikan menjadi 6 tipe menurut Schatzker
berdasarkan pola fraktur dan derajat displacement dari upper end tibia.
Gambar 5. Klasifikasi fraktur tibial plateau menurut Schatzker4
I. Fraktur split lateral plateau
II. Fraktur split/depresi lateral plateau
III. Depresi lateral plateau
IV. Fraktur split medial plateau
V. Fraktur bicondilar plateau
VI. Fraktur plateau disertai pemisahan dari metafis-diafisis
Tipe IV-VI biasanya merupakan akibat dari high-energy trauma.
VII. DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis diperoleh dari informasi mengenai riwayat yang
lengkap dan pemeriksaan fisis yang dilakukan, hal ini sangat penting ketika
memeriksa seseorang yang diduga mengalami fraktur tibia. Dapat diketahui
bagaimana mekanisme perlukaan, waktu terjadinya perlukaan dan nyeri
yang akan muncul. Sangat penting untuk menentukan apakah perlukaan ini
termasuk tinggi-atau rendah energi, perlukaan dengan energi yang tinggi
15
juga akan sangat signifikan akan mengalami perlukaan jaringan lunak pada
sekitar daerah fraktur.
Fraktur corpus tibia disebabkan oleh perlukaan energi rendah yang
berpotensi dengan keadaan patologik atau kondisi osteopenik. Ini sangat
penting untuk menanyakan mengenai lokasi dan berat ringannya nyeri pada
tungkai bawah termasuk panggul, lutut dan pergelangan kaki. Penanganan
harus hati-hati pada associated injuries. Dari pemeriksaan fisis, biasanya
ditemukan nyeri pada sisi yang fraktur yang berhubungan dengan hematom
dari jaringan lunak.2 Pemeriksaan Neurovascular Distal (NVD) penting
dilakukan. Arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior harus diraba
untuk dievaluasi dan kita laporkan hasilnya, khususnya pada fraktur terbuka
vascular biasanya mengalami gangguan. Nervus peroneal comunis dan
tibialis harus kita lakukan pemeriksaan. 3
VIII. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Pemeriksaan radiologi pada fraktur tibia dan fibula harus mencakup
semua tibia (posisi anteroposterior [AP] dan lateral) dengan visualisasi sendi
pergelangan kaki dan sendi lutut. Posisi oblik dapat membantu untuk
melihat karakteristik fraktur. Foto radiologi post- reduksi harus mencakup
lutut dan pergelangan kaki untuk aligment dan rencana preoperatif.3
Seorang ahli bedah sebaiknya melihat ciri- ciri foto radiologi AP dan lateral
seperti berikut: 3
1. Lokasi dan morfologi fraktur harus ditentukan.
2. Adanya garis fraktur sekunder: garis ini dapat berubah selama
operasi.
3. Adanya fraktur komunitive: hal ini menandakan cedera- energi
tinggi.
4. Jarak fragmen tulang yang telah berubah dari lokasi normalnya:
pergeseran fragmen yang luas menunjukkan bahwa jaringan lunak
yang terikat telah rusak dan fragmen mungkin avaskular.
5. Defek osseus: hal ini menunjukkan adanya tulang yang hilang.
16
6. Garis fraktur dapat meluas ke proximal hingga ke lutut atau ke distal
hingga ke pergelangan kaki.
7. Keadaan tulang: Apakah ada bukti adanya osteopenia, metastasis,
atau fraktur sebelumnya?
8. Osteoarthritis atau adanya artroplasti lutut: hal tersebut dapat
mengubah metode pengobatan yang dipilih oleh ahli bedah.
9. Gas dalam jaringan: hal ini biasanya akibat sekunder dari fraktur
terbuka tetapi juga dapat menandakan adanya gas gangren,
necrotizing fasciitis, atau infeksi anaerob lainnya.
Pemeriksaan X-ray adalah hal yang wajib. Harus diingat rule of twos: 1
1. Two views - Sebuah fraktur atau dislokasi tidak dapat terlihat hanya
dari satu posisi foto X- ray dan setidaknya dibutuhkan dua posisi
(anteroposterior dan lateral) yang harus diambil.
2. Two joints – Pada lengan bawah atau tungkai bawah, satu tulang
dapat fraktur dan mengalami angulasi. Angulasi tidak mungkin
terjadi kecuali tulang lainnya juga rusak, atau sendi dislokasi.
Keduanya, sendi atas dan bawah fraktur harus diambil pada film x-
ray.
3. Two limbs - Pada anak-anak, adanya epifisis yang imatur dapat
membingungkan dengan diagnosis fraktur; foto x-ray dari
ekstremitas yang tidak terluka diperlukan untuk perbandingan.
4. Two injuries – cedera yang parah sering menyebabkan cedera pada
lebih dari satu level. Jadi, pada fraktur calcaneum atau femur penting
dilakukan foto x-ray pelvis dan spine.
5. Two occasions - Beberapa fraktur yang sangat sulit untuk dideteksi
segera setelah cedera, tapi pemeriksaan x-ray yang lain satu atau dua
minggu kemudian dapat menunjukkan adanya lesi. Contoh umum
adalah undisplaced fraktur ujung distal klavikula, scaphoid, neck
femur dan maleolus lateralis dan juga fraktur stress dan cedera fiseal
yang tidak berpindah dimanapun terjadi.
17
Computed tomography dan magnetic resonance imaging (MRI)
biasanya tidak diperlukan. Technetium scan tulang dan MRI dapat berguna
dalam mendiagnosis stress fraktur sebelum cederanya menjadi jelas pada
foto polos. Angiografi diindikasikan jika dicurigai terdapat cedera arteri.3
IX. PENATALAKSANAAN
Dari semua penanganan kecelakaan, atasi syok merupakan langkah
awal dan fraktur dibidai sebelum dipindahkan. Bidai fraktur dengan metode
Thomas-type splint untuk mengurangi perdarahan dan rasa nyeri. Berikan
antibiotik dan analgetik intravena.1
1. Non-operative 3
Reduksi fraktur diikut dengan pengaplikasian long leg cast
dengan pemberian beban secara progresif dapat digunakan untuk
mengisolasi dan menutup fraktur berenergi rendah dengan
pergeseran dan pola kominutive yang minimal.
Cast pada lutut dengan sudut fleksi 0-5º untuk
memperbolehkan beban ditopang secepat mungkin oleh pasien
dengan percepatan untuk pemberian beban secara penuh pada
minggu kedua dan keempat.
Setelah empat sampai enam minggu, long leg cast dapat
diganti dengan patella-bearing cast atau fraktur brace.
Kesuksesan union mencapai 97%, namun pemberian beban
yang terlambat dapat menyebabkan penyetuan tulang terlambat atau
malunion.
Reduksi fraktur yang dapat diterima
Direkomendasikan angulasi varus/valgus < 5º
Direkomendasikan angulasi anterior/posterior < 10º (disarankan
< 5º)
Direkomendasikan deformitas rotasional < 10º dengan eksternal
rotasi dapat ditoleransi lebih baik dibandingkan internal rotasi.
18
Pemendekan < 1 cm; 5 mm distraksi dapat menunda
penyembuhan antara 8-12 bulan.
Direkomendasikan jika kontak lebih dari 50%.
Diperkirakan, spina iliaca anteroposterior, bagian tengah dari
patella dan dasar dari jari kedua dalam satu garis.
Waktu untuk Union
Waktu rata-rata adalah 16±4 minggu. Hal ini bervariasi
tergantung pada pola fraktur dan kerusakan jaringan.
Union yang terlambat didefinisikan > 20 minggu.
Pada fraktur tibial plateau tindakan non operatif diindikasikan untuk fraktur
tanpa pergeseran atau pergeseran minimal, serta pada pasien dengan osteoporosis.
Latihan isometrik quadriceps dan progressive passive, active-assisted, dan latihan
range of knee motion diindikasikan.
2. Pengobatan Operatif 3
Intramedullary (IM) Nailing
IM nailing memiliki keuntungan dalam menjaga suplai darah
periosteal dan membatasi kerusakan jaringan lunak. Selain itu,
keuntungan biomekaniknya adalah dapat mengontrol alignment,
translasi dan rotasi. Oleh karena itu direkomendasikan pada
sebagian besar pola fraktur.
Locked versus unlocked nail
– Locked nail: Alat ini memberikan kontrol rotasi; efektif
dalam mencegah pemendekan pada fraktur comminutive
dan pada orang-orang dengan kehilangan tulang yang
signifikan. Interlocking screws dapat dibuka pada lain
waktu untuk dinamisasi lokasi fraktur, jika diperlukan,
untuk penyembuhan.
19
– Nonlocked nail: Alat ini memungkinkan impaksi pada
lokasi fraktur dengan weight bearing, tetapi sulit untuk
mengontrol rotasi. Nonlocked nail jarang digunakan.
Reamed versus unreamed nail
– Reamed nail: Hal ini diindikasikan untuk kebanyakan
fraktur tertutup dan terbuka. Hal ini memungkinkan IM
splint yang sangat baik pada fraktur dan penggunaan
diameter yang lebih besar, nail yang lebih kuat.
– Unreamed nail: Hal ini dirancang untuk menjaga suplai
darah IM pada fraktur terbuka di mana suplai periosteal
telah hancur. Saat ini disediakan untuk fraktur terbuka
dengan derajat tinggi; kerugiannya adalah bahwa alat ini
secara signifikan lebih lemah dari reamed nail yang lebih
besar dan memiliki risiko yang lebih tinggi terjadinya
implant fatigue failure.
Flexible Nails (Enders, Rush Rods)
– Beberapa pin IM yang menggunakan tenaga pegas untuk
menahan angulasi dan rotasi, dengan kerusakan minimal
pada sirkulasi medula.
– Alat ini jarang digunakan di Amerika Serikat karena
dominasi pola fraktur yang tidak stabil dan sukses dengan
interlocking nails.
– Hal ini direkomendasikan hanya pada anak-anak atau
remaja dengan physes terbuka.
Fiksasi Eksternal
– Terutama digunakan pada fraktur terbuka yang parah, juga
dapat digunakan pada fraktur tertutup dengan komplikasi,
seperti sindrom kompartemen, adanya cedera kepala
bersamaan, atau luka bakar.
20
– Popularitasnya di Amerika Serikat telah berkurang dengan
meningkatnya penggunaan reamed nails untuk sebagian
besar fraktur terbuka.
– Tingkat union: Hingga 90%, dengan rata-rata 3,6 bulan
untuk union.
Plates and Screws
– Biasanya dilakukan pada fraktur yang meluas ke metafisis
atau epifisis.
– Tingkat keberhasilan yang dilaporkan adalah 97%.
– Tingkat komplikasi infeksi, kerusakan luka, dan malunion
atau nonunion meningkat pada pola cedera-energi yang
tinggi.
Pada fraktur tibial plateau indikasi tindakan operatif diantaranya range
dari depresi articular >2 mm sampai 1 cm, fraktur terbuka, adanya
sindrom compartment, dan adanya kerusakan vascular. Pada fraktur
tibial plateau Schatzker tipe I-IV dapat diperbaiki dengan
percutaneous screw atau penempatan periarticular plate di bagian
lateral plateau. Fraktur tipe V dan VI dapat ditangani dengan
menggunakan plate dan screw, ring fixator, atau hybrid fixator.
X. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi ada 2 jenis, yaitu komplikasi dini dan
komplikasi lanjut. Yang termasuk komplikasi dini adalah syok, emboli
lemak, trauma pembuluh darah besar, trauma saraf, tromboemboli, dan
infeksi. Sedangkan yang termasuk kompliksai lanjut adalah delayed union,
non union, malunion, kaku sendi otot, dan refraktur. 1,4,6
– Malunion: Hal ini termasuk deformitas yang tidak sesuai dengan
posisi anatominya.
21
– Nonunion: Hal ini terkait dengan cedera- berkecepatan tinggi, fraktur
terbuka (terutama Gustilo grade III), infeksi, fibula yang intak, fiksasi
yang tidak adekuat dan fraktur yang pada awalnya mengalami
pergeseran.
– Dapat terjadi kekakuan pada lutut dan / atau pergelangan kaki.
– Nyeri pada lutut: Hal ini merupakan komplikasi yang paling umum
yang berhubungan dengan IM tibial nailing.
– Kerusakan hardware: Kerusakan nail dan locking screw tergantung
pada ukuran nail yang digunakan dan jenis logamnya. Reamed nail
yang lebih besar memiliki cross screw yang lebih besar; insidens
kerusakan nail dan screw lebih besar pada undreamed nail yang
memanfaatkan locking screw dengan diameteter- kecil.
– Nekrosis akibat suhu dari diafisis tibia dengan reaming merupakan hal
yang tidak biasa dan merupakan komplikasi yang serius. Risiko
meningkat dengan penggunaan reamer yang tumpul dan reaming
dengan kontrol tourniquet.
– Reflex simpatik distrofi: Hal ini merupakan hal yang paling umum
terjadi pada pasien yang tidak bisa menggunakan bear weight early
dan dengan imobilisasi cast yang lama. Hal ini ditandai dengan nyeri
dan bengkak yang diikuti oleh atrofi ekstremitas. Tanda-tanda
radiografi adalah demineralisasi bercak-bercak pada kaki dan distal
tibia serta pergelangan kaki equinovarus. Hal tersebut diobati dengan
stoking kompresi elastis, weight bearing, blok simpatis, dan orthoses
kaki, disertai dengan terapi fisik yang agresif.
– Kompartemen syndrome: Kompartemen anterior merupakan
kompartemen yang paling sering terkena. Tekanan tertinggi terjadi
pada saat reduksi terbuka atau tertutup. Hal ini memerlukan fasiotomi.
Kematian otot terjadi setelah 6 sampai 8 jam. Kompartemen syndrome
deep posterior mungkin terlewatkan karena tidak terkenanya
kompartemen superficial diatasnya, dan menyebabkan claw toes.
22
– Cedera neurovaskular: Cedera vascular jarang terjadi kecuali jika
cedera berkecepatan tinggi, adanya pergeseran nyata, sering pada
fraktur terbuka. Hal ini paling sering terjadi pada arteri tibialis anterior
yang melintasi membran interoseus tungkai bawah bagian proximal.
Hal ini mungkin memerlukan saphenous vein interposition graft.
Nervus peroneal komunis rentan terhadap cedera langsung pada fibula
proximal serta fraktur dengan angulasi varus yang signifikan. Traksi
yang berlebihan dapat mengakibatkan cedera pada saraf, dan cetakan
cast/ padding yang tidak adekuat dapat mengakibatkan neurapraksia.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Nalyagam S. Principles of Fractures. In: Solomon L. Apley’s System of
Orthopaedics and Fractures. Ninth edition. UK: 2010. p. 687-693.
2. Bucholz, Robert W.; Heckman, James D. Fractures of The Tibia and Fibula.
In: Court-Brown, Charles M. Rockwood & Green's Fractures in Adults, 7th
Edition. UK: Lippincott Williams & Wilkins. 2006. p. 1868-76.
3. Koval, Kenneth J.; Zuckerman, Joseph D. Handbook of Fractures, 4th
Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins. 2006.p. 464-75.
4. Thompson, John C. Thigh/Hip: Netter's Concise Orthopaedic Anatomy. 2th
Edition..Philadelphia: Saunders Elsevier. 2010.p. 250-3, 266-8.
5. Agur AMR, Dalley AF. Grant’s Atlas of Anatomy 12th edition. New York:
Lippincott William Wilkins. 2009. p. 422-5.
6. Thompson, John C. Leg and Knee in: Netter's Concise Orthopaedic Anatomy.
2th Edition..Philadelphia: Saunders Elsevier. 2010.p. 294, 316-9.
7. Snell RS. The Lower Limb. Clinically Anatomy by Regions. 8th Edition. New
York: Lippincott Williams & Wilkins; p. 595-6.
8. Mostofi SB. Fracture Classification in Clinical Practice. London: Springer.
2006. 59-60.
9. Miller MD, Thompson SR, Hart JA. Review of Orthopaedics 6th Edition.
Philadelphia; Saunder Elsevier. 2012. p. 315-6.
10. James Beaty, Kaser, R james.Rockwood and Wilkins Fracture in Children 7 th
ed.2010.
24
11. Nalyagam S. Fracture Hip/Thigh. In: Solomon L. Apley’s System of
Orthopaedics and Fractures. Ninth edition. UK: 2010. p. 859-60.
25