82
i CITRA TOKOH KARTINI DALAM NOVEL KARTINI KARYA ABIDAH EL KHALIEQY: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia Oleh Mentari Mega Puspita Sengke 144114034 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2018 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

CITRA TOKOH KARTINI DALAM NOVEL KARTINIRaden Ajeng Wuryan, Raden Adipati Joyoadiningrat, Hungronje, Revesteyn, Nyonya Ovink Soer, Tuan Ovink Soer, dan Kiai Sholeh Darat. Sedangkan

  • Upload
    others

  • View
    15

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • i

    CITRA TOKOH KARTINI DALAM NOVEL KARTINI

    KARYA ABIDAH EL KHALIEQY: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA

    Skripsi

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

    Program Studi Sastra Indonesia

    Oleh

    Mentari Mega Puspita Sengke

    144114034

    PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

    FAKULTAS SASTRA

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    2018

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • ii

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • iii

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • iv

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

    Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang saya tulis

    ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah

    disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya

    ilmiah.

    Yogyakarta, 20 Agustus 2018

    Penulis

    Mentari Mega Puspita Sengke

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • v

    Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah

    Untuk Kepentingan Akademis

    Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

    Nama : Mentari Mega Puspita Sengke

    NIM : 144114034

    Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

    Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul “Citra Tokoh Kartini

    dalam Novel Kartini Karya Abidah El Khalieqy: Tinjauan Sosiologi Sastra”.

    Dengan demikian, saya memberikan kepada Universitas Sanata Dharma hak

    menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam bentuk

    pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas dan mempublikasikannya di

    internet atau media yang lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta

    izin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap

    mencantumkan nama saya sebagai penulis.

    Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

    Dibuat di Yogyakarta

    Pada Tanggal, 20 Agustus 2018

    Yang Menyatakan,

    Mentari Mega Puspita Sengke

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • vi

    PERSEMBAHAN

    Karya ini kupersembahkan kepada kedua orang tuaku,

    Lasut Djoike Sengke dan Polce Laohan.

    dan juga semua orang yang saya kasihi, serta yang selalu mengasihi saya.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • vii

    MOTO

    “Berusahalah saat ini juga, agar yang tidak mungkin kemarin bisa menjadi

    mungkin saat ini dan selamanya”

    Bekerja

    Berusaha

    Berdoa

    “Oposikola Da Timbali Talakana”

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • viii

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis ucapkan terima kasih kepada Tuhan yang Maha

    segala dan semesta atas berkat, karunia, dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat

    menyelesaikan skripsi yang berjudul “Citra Tokoh Kartini dalam Novel Kartini

    Karya Abidah El Khaliqy: Tinjauan Sosiologi Sastra” ini dengan baik dan lancar.

    Skripsi yang berjudul “Citra Tokoh Kartini dalam Novel Kartini Karya

    Abidah El Khaliqy: Tinjauan Sosiologi Sastra” ini dibuat untuk memenuhi salah

    satu syarat untuk mencapai derajat sarjana Sastra Indonesia, Fakultas Sastra,

    Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

    Penulis menyadari tidak akan bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik

    dan lancar tanpa pihak-pihak yang telah bersedia membantu baik secara

    akademis maupun nonakademis. Oleh sebab itu, rasa syukur dan terima kasih

    patut disampaikan juga kepada pihak-pihak yang telah bersedia membantu

    penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Pihak-pihak yang dimaksudkan sebagai

    berikut.

    Kedua orang tua saya, Polce Laohan dan Lasut Djoike Sengke terima kasih

    atas kesabaran, perhatian, kasih sayang, dan pengorbanannya. Begitu juga kakak

    dan adik saya. Para sahabat, teman-teman angkatan 2014 Program Studi Sastra

    Indonesia, teman-teman KKN (Kerja Kuliah Nyata) dan yang terkhusus Renaldi

    Firmanzah yang selama ini mendukung saya. Terima kasih atas pertemanan dan

    dukungannya.

    Terima kasih kepada Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum sebagai

    pembimbing I dan Susilawati Endah Peni Adji, S.S., M.Hum sebagai

    pembimbing II yang penuh dengan kesabaran memberikan bimbingan, arahan,

    dan dorongan yang tidak henti-hentinya di sela-sela kesibukannya. Kepada Prof.

    Dr. Praptomo Baryadi, M.Hum selaku dosen pembimbing akademik angkatan

    2014. Terima kasih atas waktu dan tenaga yang telah diberikan kepada saya.

    Nasihat dan dukungan yang selalu mendorong penulis agar selalu bekerja keras.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • ix

    Terima kasih juga kepada Sony Christian Sudarsono, S.S., M.A. selaku Wakil

    Ketua Program Studi Sastra Indonesia USD, Drs. B. Rahmanto, M.Hum., Maria

    Magdalena Sinta Wardani, S.S., M.A., Dr. Paulus Ari Subagyo, M.Hum., (alm),

    dan Drs. Hery Antono, M.Hum. (alm) yang telah bersedia membagi ilmunya

    selama saya berkuliah di Program Studi Sastra Indonesia; juga kepada Staf

    Sekretariat Fakultas Sastra khususnya Jurusan Sastra Indonesia atas

    pelayanannya yang baik selama ini.

    Penulis menyadari pula bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam

    skripsi ini. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan koreksi, kritik, dan saran yang

    bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

    Yogyakarta, 20 agustus 2018

    Penulis

    Mentari Mega Puspita Sengke

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • x

    ABSTRAK

    Sengke, Mentari Mega Puspita. 2018, Citra Tokoh Kartini dalam Novel Kartini

    karya Abidah El Khalieqy : Tinjauan Sosiologi Sastra. Skripsi Strata satu

    (S1). Yogyakarta : Sastra Indonesia. Fakultas Sastra. Universitas Sanata

    Dharma

    Penelitian ini mengkaji citra Kartini dalam novel Kartini karya Abidah El

    Khalieqy. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan

    mendeskripsikan unsur tokoh dan penokohan serta latar untuk mengetahui citra

    tokoh Kartini dalam novel Kartini.

    Penelitian ini menggunakan teori sosiologi sastra untuk menganalisis citra

    tokoh Kartini dalam novel Kartini. Jenis penelitian yang dipakai yaitu analisis

    kualitatif. Metode pengumpulan data menggunakan teknik studi pustaka, simak,

    dan catat.

    Hasil penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu, kajian struktural dan citra

    Kartini. Kajian struktural dibagi menjadi dua yaitu tokoh dan penokohan serta

    latar. Tokoh utama dalam novel ini adalah Kartini, dan tokoh tambahan adalah

    Ngasirah, Raden Sosroningrat, Kartono, Rukmini, Busono, Kardinah, Sulastri,

    Raden Ajeng Wuryan, Raden Adipati Joyoadiningrat, Hungronje, Revesteyn,

    Nyonya Ovink Soer, Tuan Ovink Soer, dan Kiai Sholeh Darat. Sedangkan latar

    dalam novel ini terbagi tiga yaitu latar tempat, latar waktu dan latar sosial. Latar

    tempat pada novel Kartini adalah Pendopo Kabupaten Jepara (Rumah Kartini),

    Ruang Perpustakaan, Pantai Pandengan, Pendopo Agung Kabupaten Rembang,

    Pendopo Utama Kabupaten Demak, dan Gedung Residen Semarang. Latar waktu

    antara tahun 1879 hingga 1900an. Latar sosial dalam novel Kartini terdapat tiga

    yaitu 1) Tradisi terhadap sebutan Raden Ayu, 2) Menikah dengan sesama

    Bangsawan untuk mendapatkan kedudukan, 3) Adat Pingitan yang harus dijalani

    anak Bangsawan Jawa. Citra Kartini dibagi menjadi tiga yaitu citra fisik, citra

    psikis, dan citra sosial dalam keluarga dan masyarakat. Citra Kartini dalam aspek

    fisik yaitu (1) Penampilan Kartini, (2) Cantik, dan, (3) hamil dan melahirkan.

    Citra Kartini dalam aspek psikis yaitu (1) kepandaian Kartini, (2) perjuangan

    Kartini ditentang melanjutkan sekolah, (3) perjuangan Kartini dalam membela hak

    perempuan, dan (4) perjuangan Kartini dalam menentang ketidakadilan. Citra

    Kartini dalam aspek sosial keluarga yaitu (1) perlawanan Kartini dalam pingitan,

    (2) perlawanan Kartini dalam perjodohan dan poligami, (3) hubungan Kartini

    dengan ibu, (4) hubungan Kartini dengan empat laki-laki, dan (5) hubungan

    Kartini dengan saudarinya. Sedangkan citra Kartini dalam aspek sosial

    masyarakat yaitu, (1) perjuangan Kartini dalam bidang pendidikan, (2) perjuangan

    Kartini dalam bidang kerajinan, dan (3) perjuangan Kartini dalam bidang agama.

    Kata Kunci: Kartini, Citra, Struktural , Sosiologi Sastra

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xi

    ABSTRACT

    Sengke, Mentari Mega Puspita. 2018, The Image of The Character Kartini in

    Abidah El Khalieqy’s Kartini : A Review of Literary Sociology. Thesis.

    Bachelor Degree (S1). Yogyakarta : Indonesian Literature, Faculty Of

    Letters, Sanata Dharma University.

    This research discuss about the image of Kartini in the novel entitled Kartini

    written by Abidah El Khalieqy. The purpose of this research is to describe the character,

    characteristic, setting, and also picturing the image of Kartini in the form of physical

    image, psychological image, and sociological image which are divided into two parts:

    social image of family and social image of society the novel Kartini Kartini.

    This research uses the theory of Sociology of literature to analyze the image of

    the characters Kartini in Abidah El Khalieqy’s Kartini. This type of research used the

    qualitative analysis. Method of data collection using the technique is library research,

    observation, and record.

    The result of this research has two parts which are the structural study and the

    image of Kartini. Structural study is divided into two which are the characteristic and

    setting. The major character in this novel is Kartini and the minor character is Ngasirah,

    Raden Sosroningrat, Kartono, Rukmini, Busono, Kardinah, Sulastri, Raden Ajeng

    Wuryan, Raden Adipati Joyoadiningrat, Hungronje, Revesteyn, Nyonya Ovink Soer,

    Tuan Ovink Soer, and Kiai Sholeh Darat. Meanwhile, the setting in the Kartini novel is

    divided into three which are setting of place, setting of time, and setting of social

    environment. The setting of place in the Kartini novel is Jepara Regency Hall (Kartini

    House), Room Pingitan, Space Library, Beach Pandengan, Pendopo Agung Rembang

    Regency, The Main Demak Pendopo, and Building resident, semarang. The setting of

    time of the novel is the year of 1879 until 1900. There are three setting of social

    environment in the Kartini novel 1) Raden Ayu tradition of appellation, 2) Married to

    fellow Noblemen to gain position, and 3) tradition Pingitan that must be carried to the

    daughter of the count of. The image of Kartini is divided into three which are physical

    image, psychological image, and sociological image in family and society. The physical

    image of Kartini is (1) Kartini’s appearance, (2) beautiful, and (3) pregnant and giving

    birth. The psychological setting is (1) the cleverness of Kartini, (2) the struggle of Kartini

    to have a proper education that is being opposed, (3) the struggle of Kartini to speak up

    for women’s right and (4) the struggle of Kartini to fight for injustice. The social image of

    family in this novel is (1) the resistance of Kartini in pingitan, (2) the resistance of Kartini

    in opposing arranged marriage and polygamy, (3) Kartini’s relation with her mother, (4)

    Kartini’s relation with four men and (5) Kartini’s relation with her sister. The social

    image of society in Kartini novel is (1) the struggle of Kartini in the field of education,

    (2) the struggle of Kartini in the field of art, and (3) the struggle of Kartini in the field of

    religion.

    Keywords: Kartini, Image, Structural, Literary Sociology

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

    HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................... ii

    HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................ iii

    HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................... iv

    LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ........... v

    HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi

    MOTO .............................................................................................................. vii

    KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii

    ABSTRAK ....................................................................................................... x

    ABSTRACT ....................................................................................................... xi

    DAFTAR ISI .................................................................................................... xii

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang........................................................................ 1

    1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 4

    1.3 Tujuan Penelitian .................................................................... 4

    1.4 Manfaat Penelitian .................................................................. 4

    1.5 Tinjauan Pustaka ..................................................................... 5

    1.6 Landasan Teori ........................................................................ 8

    1.6.1 Pendekatan Struktural .................................................... 8

    1.6.1.1 Tokoh dan Penokohan ................................................ 9

    1.6.1.2 Latar ............................................................................ 10

    (a) Latar Tempat ..................................................................... 10

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiii

    (b) Latar Waktu ...................................................................... 11

    (c) Latar Sosial-Budaya .......................................................... 11

    1.6.2 Sosiologi Sastra ............................................................. 11

    1.6.3 Citra ............................................................................... 12

    (a) Aspek Fisik ....................................................................... 14

    (b) Aspek Psikis ...................................................................... 14

    (c) Aspek Sosial ...................................................................... 14

    1.7 Metode Penelitian .................................................................... 15

    1.7.1 Jenis Penelitian .............................................................. 15

    1.7.2 Metode Pengumpulan Data ........................................... 16

    1.7.3 Metode Ananlisis Data .................................................. 16

    1.7.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data .......................... 17

    1.7.5 Sumber Data .................................................................. 17

    1.8. Sistematika Penyajian ............................................................. 18

    BAB II STRUKTUR CERITA BERUPA TOKOH PENOKOHAN, DAN

    LATAR DALAM NOVEL KARTINI KARYA ABIDAH EL

    KHALIEQY

    2.1 Pengantar ................................................................................. 19

    2.2 Tokoh dan Penokohan ............................................................. 20

    2.2.1 Tokoh Utama ........................................................................ 20

    2.2.1.1 Kartini ......................................................................... 20

    2.2.2 Tokoh Tambahan .................................................................. 23

    2.2.2.1 Tokoh Tambahan: Ngasirah ....................................... 23

    2.2.2.2 Tokoh Tambahan: Raden Sosroningrat ...................... 24

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiv

    2.2.2.3 Tokoh Tamabahan: Kartono ....................................... 25

    2.2.2.4 Tokoh Tambahan: Rukmini (Bikmi) .......................... 26

    2.2.2.5 Tokoh Tambahan: Busono ......................................... 26

    2.2.2.6 Tokoh Tambahan: Kardinah (Klientje) ...................... 27

    2.2.2.7 Tokoh Tambahan: Sulastri ......................................... 28

    2.2.2.8 Tokoh Tambahan: Raden Ajeng Wuryan ................... 29

    2.2.2.9 Tokoh Tambahan: Raden Adipati Joyoadingrat ......... 29

    2.2.2.10 Tokoh Tambahan: Hungronje................................... 30

    2.2.2.11 Tokoh Tambahan: Ravesteyn ................................... 31

    2.2.2.12 Tokoh Tambahan: Nyonya Ovink-Soer ................... 32

    2.2.2.14okoh Tambahan Tuan Ovink-Soer ............................ 33

    2.2.2.14 Tokoh Tambahan: Tuan Sitjhoff .............................. 34

    2.2.2.15 Kiai Sholeh Darat ..................................................... 34

    2.3 Latar ......................................................................................... 35

    2.3.1 Latar Tempat......................................................................... 35

    2.3.1.1 Pendopo Kabupaten Jepara (Rumah Kartini) ............. 35

    2.3.1.2 Kamar Pingitan ........................................................... 35

    2.3.1.3 Ruang Perpustakaan ................................................... 37

    2.3.1.4 Pantai Pandengan........................................................ 37

    2.3.1.5 Pendopo Agung Kabupaten Rembang ........................ 38

    2.3.1.6 Pendopo Utama Kabupaten Demak............................ 38

    2.3.1.7 Gedung Reasiden Semarang ....................................... 39

    2.3.2 Latar Waktu .......................................................................... 39

    2.3.2.1 1879 ............................................................................ 39

    2.3.2.2 1885 ............................................................................ 39

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xv

    2.3.2.3 1900 ............................................................................ 40

    2.3.3 Latar Sosial-Budaya ............................................................. 40

    2.3.3.1 Tradisi Terhadap Sebutan Raden Ayu ........................ 41

    2.3.3.2 Menikah Dengan Sesama Bangsawan Untuk Mendapatkan

    Kedudukan .................................................................. 41

    2.3.3.3 Adat Pingitan Yang Harus Dijalani Anak Bangsawan

    Jawa ............................................................................ 42

    2.4 Rangkuman .............................................................................. 43

    BAB III CITRA TOKOH KARTINI DALAM NOVEL KARTINI KARYA

    ABIDAH EL KHALIEQY

    3.1 Pengantar ................................................................................. 44

    3.2 Citra Tokoh Kartini Dalam Aspek Fisik.................................. 44

    3.2.1 Penampilan Kartini ........................................................ 44

    3.2.2 Cantik ............................................................................ 45

    3.2.3 Hamil dan Melahirkan ................................................... 46

    3.3 Citra Tokoh Kartini dalam Aspek Psikis ................................. 47

    3.3.1 Tingkat Kepandaian Kartini .......................................... 47

    3.3.2 Perjuangan Kartini ditentang Melanjutkan Sekolah ...... 48

    3.3.3 Perjuangan Kartini dalam Membela Hak Perempuan ... 49

    3.3.4 Perjuangan Kartini dalam Menentang Ketidakadilan .... 50

    3.4 Citra Tokoh Kartini dalam Aspek Sosial ................................. 51

    3.4.1 Citra sosial Tokoh Kartini dalam Keluarga .......................... 51

    3.4.1.1 Perlawanan Kartini dalam Menjalani Pingitan ........... 52

    3.4.1.2 Perlawanan Kartini dalam Perjodohan dan Poligami . 53

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xvi

    3.4.1.3 Hubungan Kartini dengan Ibu .................................... 54

    3.4.1.4 Hubungan Kartini dengan empat Laki-laki ................ 56

    3.4.1.5 Hubungan Kartini dengan Saudarinya ........................ 57

    3.4.2 Citra sosial Tokoh Kartini dalam Masyarakat ...................... 58

    3.4.2.1 Perjuangan Kartini dalam Bidang Pendidikan ........... 58

    3.4.2.2 Perjuangan Kartini dalam Bidang Kerajinan .............. 59

    3.4.2.3 Perjuangan Kartini dalam Bidang Agama .................. 60

    3.5 Rangkuman ............................................................................. 62

    BAB IV PENUTUP

    4.1 Kesimpulan .............................................................................. 63

    4.2 Saran ........................................................................................ 64

    DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 65

    Sumber Referensi Internet ............................................................................ 66

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium,

    bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran

    kehidupan, dan kehidupan sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam

    pengertiannya, kehidupan mencakup hubungan antarmasyarakat, antara

    masyarakat dengan orang-seorang, antarmanusia, dan antarperistiwa yang terjadi

    dalam batin seseorang. Sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dihayati,

    dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat (Damono, 2002:1).

    Sehubungan dengan adanya bahwa latar belakang sosial budaya yang

    ditampilkan oleh pengarang itu meliputi, tata cara kehidupan, adat-istiadat,

    kebiasaan, sikap, upacara adat dan agama, konvensi-konvensi lokal, sopan santun,

    hubungan kekerabatan dalam masyarakat, cara berpikir, dan cara memandang

    segala sesuatu atau perspektif kehidupan, pengarang harus mendokumentasikan

    keadaan sosial budaya. Lewat karya sastra, seorang pembaca dapat memahami

    latar belakang sosial budaya masyarakat (Waluyo, 1994:54).

    Citra didefinisikan sebagai kesan mental atau bayangan visual yang

    ditimbulkan oleh kata, frasa, atau kalimat yang merupakan unsur dasar yang khas

    dalam karya prosa dan puisi. Dewasa ini sukar memberikan suatu “gambaran”

    perempuan dan kepribadiannya secara bulat karena sejak dahulu perempuan telah

    menampilkan dirinya dalam barbagai cara. Terlebih-lebih penampilan itu

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 2

    ditujukan dalam sifat dan sikap terhadap masalah yang dihadapinya (Prodopo,

    1990: 78).

    Fiksi sebagai karya imajinatif dengan berbagai permasalahan manusia dan

    kemanusiaan, hidup dan kehidupan pengarang menghayati berbagai permasalahan

    tersebut dengan penuh kesungguhan yang kemudian diungkapkannya kembali

    melalui sarana fiksi sesuai dengan pandangan. Fisik sebagai prosa naratif yang

    bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang

    mendramatisasikan hubungan-hubungan antar manusia. Pengarang

    mengemukakan hal itu berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap

    kehidupan, hal itu dilakukan secara selektif dan dibentuk sesuai dengan tujuannya

    yang sekaligus memasukan unsur hiburan dan penerangan terhadap pengalaman

    kehidupan manusia (Nurgiyantoro, 1995:2-3).

    Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang

    berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui

    berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh penokohan, latar, sudut

    pandang, dan lain-lain yang keseluruhannya juga bersifat imajinatif. Semuanya itu

    walau bersifat noneksistensial karena dengan sengaja dikreasikan oleh pengarang,

    yang dibuat mirip, diimitasikan dan atau dianalogikan dengan kehidupan dunia

    nyata lengkap dengan peristiwa-peristiwa dan latar aktualnya, sehingga tampak

    seperti sungguh ada dan terjadi, terlihat berjalan dengan sistem koherensinya

    sendiri. Kebenaran dalam karya fiksi dengan demikian, tidak harus sama (dan

    berarti) dan memang tidak perlu disamakan (dan diartikan) dengan kebenaran

    yang berlaku di dunia nyata (Nurgiyantoro, 1995:5).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 3

    Pengarang yang selalu turut serta dalam menghiasi jejak sastra di Tanah

    Air adalah Abidah El Khaliqy. Abidah selalu melukiskan kisah perempuan

    dengan beragam macam permasalahan. Sosiologi sastra merupakan salah satu

    tinjauan yang paling dekat untuk dipakai sebagai alat penjawab dalam karya

    Abidah ini. Lewat karya yang dihadirkannya Abidah selalu menggunakan

    permasalahan kehidupan. Salah satunya adalah novel Kartini seakan kita

    diingatkan kembali pada masa lampau atas perjuangan R.A Kartini dalam

    memperjuangankan hak. Pada saat itu Kartini menginginkan agar perempuan dan

    laki-laki mempunyai hak yang sama dalam memperoleh kesempatan

    berpendidikan, berkarier dan berpolitik, karena R.A. Kartini sendiri telah

    menjadi korban dari penindasan adat sebagai seorang putri adipati yang tidak

    mempunyai kebebasan beraktivitas di luar kadipaten. Penindasan adat yang

    tidak memungkinkan perempuan untuk memperoleh pendidikan dan

    pengajajaran yang layak, R.A Kartini saat itu dibatasi karena adanya status putri

    kerajaan yang tidak boleh ke luar dari istana dan tidak boleh bergaul dengan

    masyarakat di luar istana. Di samping itu, budaya pernikahan di bawah umur

    dan perkawinan paksa juga memperburuk kesempatan perempuan untuk

    berkembang. Namun seiring berjalannya waktu perjuangan R.A Kartini itu sudah

    dapat dilihat pada saat ini boleh dikatakan perempuan Indonesia sudah hampir

    memiliki hak yang sama seperti laki-laki, walaupun hal itu belum sepenuhnya

    dijalani oleh sebagian perempuan Indonesia.

    Novel Kartini karya Abidah El Khalieqy ini sangat menarik untuk dibaca.

    Penulis tertarik pada novel ini karena dua alasan. Alasan pertama yaitu, novel

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 4

    Kartini membahas adanya masalah sosial dan budaya. Alasan kedua, novel ini

    mempunyai ciri khas tersendiri karena bercerita tentang pertentangan Kartini atas

    ketidak adilan zamannya. Di sini lebih ditegaskan lagi tentang pemikiran Kartini

    yang begitu keras dengan adanya peraturan pada saat itu. Novel ini bercerita

    tentang Kartini yang memiliki prespektif dunia yang begitu jauh, meradang atas

    ketidakadilan zamannya, melantangkan sumpah ikatan pernikahan dan menabrak

    akar tradisi yang tertanam dalam keluarganya.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan dibahas dalam

    penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

    1.2.1 Bagaimana struktur cerita yang meliputi tokoh dan penokohan serta latar

    dalam novel Kartini karya Abidah El Khalieqy?

    1.2.2 Bagaimana citra tokoh Kartini dalam novel Kartini karya Abidah El

    Khalieqy?

    1.3 Tujuan Penelitian

    1.3.1 Mengkaji struktur cerita yang meliputi tokoh dan penokohan serta latar

    dalam novel Kartini karya Abidah El Khalieqy.

    1.3.2 Mengkaji citra tokoh Kartini dalam novel Kartini karya Abidah El

    Khalieqy.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan dapat

    memberikan manfaat sebagai berikut.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 5

    Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan

    ilmu sastra khususnya, sebagai contoh penerapan teori sosiologi sastra.

    Secara praktis penelitian ini bermanfaat untuk menambah pemahaman

    tentang sosok Kartini. Selain itu, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai

    referensi bagi penelitian selanjutnya.

    1.5 Tinjauan Pustaka

    Dilakukannya tinjauan pustaka agar dapat diketahui keaslian

    penelitiannya. Gunanya hal ini untuk memaparkan penelitian yang telah dilakukan

    oleh peneliti sebelumnya. Dalam hal ini peneliti mendapatkan beberapa penelitian

    yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

    Indrawati (2017). Dalam penelitiannya mengkaji feminisme tokoh dalam

    novel Kartini karya Abidah El Khaileqy. Metode yang digunakan adalah kualitatif

    kritis. Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan analisis wacana. Dalam

    penelitian ini digunakan kajian tekstual yaitu menganalisis teks novel Kartini.

    Hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, feminisme tokoh

    dalam novel Kartini karya Abidah El Khaileqy dari sisi perbuatannya terdapat

    beberapa ideologi yang diperjuangkan yaitu (1) keterikatan pada struktur, (2)

    penolakan terhadap hakikat kodrat, (3) pembelaan terhadap kelompoknya yang

    tertindas, dan (4) pengambilan distansi untuk menunjukkan kemampuan. Kedua,

    feminisme tokoh dalam novel Kartini karya Abidah El Khaileqy melalui ucapan-

    ucapannya menggambarkan ada beberapa ideologi yang diperjuangkan yaitu (1)

    pengurangan distansi dalam kerangka solidaritas, (2) pemberontakan terhadap

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 6

    kemapanan laki-laki, (3) perasaan senasib dengan sesamanya, dan (4) teguh dalam

    berjuang.

    Wismayanto (2009), dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa citra

    wanita Bali dalam novel Kenanga yang tidak dapat lepas dari lingkungan dan

    budaya Bali, serta kehidupan di sekitarnya. Pendekatan yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah pendekatan sosiologi sastra. Melalui pendekatan ini dapat

    diketahui bahwa citra wanita Bali dalam novel Kenanga tidak dapat lepas dari

    hubungan wanita Bali dengan lingkungannya yaitu budaya Bali serta interaksi

    dengan tiap manusia pendukungnnya. Metode yang digunakan dalam penelitian

    ini adalah metode deskriptif, dengan langkah sebagai berikut: pertama,

    menganalisis tokoh dan latar. Kedua, menggunakan analisi pertama untuk

    memahami lebih dalam lagi citra wanita Bali dalam novel Kenanga karya Oka

    Rusmini.

    Latuny (2011), dalam penelitiannya mengkaji citra perempuan tokoh

    utama dalam novel Tiga Orang Perempuan karya Maria A. Sardjono. Penelitian

    ini bertujuan menganalisis dan mendeskripsikan unsur tokoh dan penokohan

    dalam novel Tiga Orang Perempuan untuk mengetahui citra perempuan.

    Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologi

    sastra yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaahan. Diawali dengan

    melakukan analisis unsur tokoh dan penokohan terhadap novel Tiga Orang

    Perempuan. Hasil analisis tersebut digunakan sebagai dasar untuk menganalisis

    citra perempuan tokoh utama dalam novel Tiga Orang Perempuan. Metode yang

    digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskripsi analisis. Penulis

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 7

    mendeskripsikan unsur tokoh dan penokohan dalam novel Tiga Orang

    Perempuan kemudian menganalisis dan menentukan citra perempuan tokoh

    utama. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua hal, yakni teknik

    simak dan teknik catat. Teknik simak digunakan penulis untuk menyimak novel

    Tiga Orang Perempuan sebagai bahan penelaahan. Teknik catat digunakan

    penulis untuk mencatat hal-hal yang dianggap sesuai dan mendukung pemecahan

    rumusan masalah, dalam hal ini meliputi unsur tokoh dan penokohan serta citra

    perempuan tokoh utama.

    Fitriani (2001), dalam penelitiannya mengkaji citra wanita tokoh Nisa

    dalam novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy. Tujuan

    penelitian ini adalah mendeskripsikan unsur intrinsik novel Perempuan Berkalung

    Sorban dan menganalisis citra wanita tokoh Nisa. Dalam penelitian ini, peneliti

    menggunakan pendekatan sosiologi sastra yang mengutamakan teks sastra sebagai

    bahan penelaahan. Mula-mula dilakukan analisis struktural terhadap novel

    Perempuan Berkalung Sorban untuk melihat kebulatan makna di dalamnya. Hasil

    analisis struktural digunakan sebagai dasar untuk menganalisis gejala sosial

    mengenai citra wanita tokoh Nisa dalam novel Perempuan Berkalung Sorban.

    Adapun metode yang digunakan adalah (1) metode analisis untuk menganalisis

    unsur intrinsik novel Perempuan Berkalung Sorban, citra wanita tokoh Nisa

    dalam novel Perempuan Berkalung Sorban. (2) metode klasifikasi untuk

    mengelompokkan perilaku tokoh Nisa dalam aspek fisik, psikis, keluarga, dan

    masyarakat.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 8

    Dari pemaparan penelitian diatas terdapat salah satu jurnal yang

    menggunakan novel Kartini sebagai objek penelitiannya dengan menggunakan

    teori feminisme sehingga pada penelitian ini penulis menggunakan objek yang

    sama yaitu novel Kartini. Namun, menggunakan teori yang berbeda yaitu

    sosiologi sastra.

    1.6 Landasan Teori

    Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan struktural. Pendekatan

    struktural berupa tokoh penokohan, dan latar karena unsur-unsur tersebut yang

    paling berpengaruh dalam setiap cerita. Unsur tokoh dan penokohan mampu

    menjelaskan peran tokoh baik segi fisik, perwatakan, dan kondisi sosialnya.

    Sedangkan latar digunakan untuk menganalisis konteks waktu dan sosial-budaya

    dalam novel Kartini.

    1.6.1 Pendekatan Struktural

    Pendekatan struktural adalah suatu pendekatan dalam ilmu sastra yang

    cara kerjanya menganalisis unsur-unsur struktur yang membangun karya sastra

    dari dalam, serta mencari relevansi atau keterkaitan unsur-unsur tersebut dalam

    rangka mencapai kebulatan makna. Pendekatan struktural mencoba menguraikan

    keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra sebagai kesatuan

    struktural yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984:

    135). Dapat diambil kesimpulan bahwa struktur karya sastra (fiksi) terdiri atas

    unsur-unsur alur, penokohan, tema, latar dan amanat sebagai unsur yang paling

    menunjang dan paling dominan dalam membangun karya sastra (fiksi),

    (Sumardjo, 1991:54).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 9

    1.6.1.1 Tokoh dan Penokohan

    Tokoh merujuk pada orang atau pelaku dalam sebuah cerita, sedangkan

    penokohan adalah cara penulis menampilkan sifat dan watak dari suatu tokoh.

    Penokohan juga disebut sebagai gambaran yang jelas mengenai seseorang yang

    ditampilkan dalam suatu cerita. (Nurgiyantoro, 2010:165) mengemukakan tokoh

    cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama,

    yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan

    tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam

    tindakan. Tokoh rekaan dalam sebuah karya fiksi dibedakan menjadi beberapa

    jenis. Pembedaan tersebut didasarkan pada sudut pandang dan tinjauan seperti,

    tokoh utama, tokoh protagonis, tokoh berkembang, dan tokoh tipikal. Tetapi pada

    penelitian ini peneliti hanya akan membahas tokoh utama dan tokoh tambahan.

    Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel.

    Tokoh yang paling banyak diceritakan, sering hadir dalam setiap kejadian, dan

    berhubungan erat dengan tokoh-tokoh lain. Tokoh utama kemungkinan ada lebih

    dari satu dalam sebuah novel. Kadar keutamaannya ditentukan dengan dominasi

    penceritaan dan perkembangan plot secara utuh. Tokoh utama sering ditemui

    dalam tiap halaman buku cerita. Tokoh tambahan merupakan lawan dari tokoh

    utama. Tokoh tambahan lebih sedikit pemunculannya dalam cerita dan

    kehadirannya hanya ada pada permasalahan yang terkait tokoh utama

    (Nurgiyantoro, 2010: 177). Tokoh tambahan biasanya diabaikan dan kurang

    mendapat perhatian.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 10

    Pada penjelasan di atas, berarti tokoh utama adalah tokoh yang diceritakan

    dari awal sampai akhir cerita, sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh pendukung

    jalannya cerita, dan penokohan adalah gambaran perwatakan yang ada pada setiap

    tokoh.

    1.6.1.2 Latar

    Latar disebut juga setting. Latar adalah segala keterangan, pengacuan, atau

    petunjuk yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan situasi terjadinya peristiwa

    dalam suatu cerita. Latar berfungsi sebagai pemberi kesan realistis kepada

    pembaca. Selain itu, latar digunakan untuk menciptakan suasana tertentu yang

    seolah-olah sungguh ada dan terjadi. (Nurgiyantoro, 2010: 214), Latar atau setting

    yang disebut juga sebagai landas tumpu, mengarah pada pengertian tempat,

    hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa

    yang diceritakan.

    Unsur-unsur latar menurut (Nurgiyantoro, 2010: 227) dapat dibedakan

    menjadi tiga, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Berikut ulasan tentang unsur-unsur

    latar tersebut.

    a. Latar Tempat

    Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan

    dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan berupa tempat-tempat

    dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas

    (Nurgiyantoro, 2010 : 314).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 11

    b. Latar Waktu

    Latar waktu berhubungan dengan kapan terjadinya peristiwa-peristiwa

    yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah kapan tersebut biasanya

    dikaitkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan

    dengan peristiwa sejarah (Nurgiyantoro, 2010 :318).

    c. Latar sosial-budaya

    Latar sosial budaya menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan

    perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam

    karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial berupa kebiasaan hidup, adat istiadat,

    tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain

    yang tergolong sosial-budaya juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang

    bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau atas (Nurgiyantoro, 2010 :322).

    1.6.2 Sosiologi Sastra

    Istilah “sosiologi sastra” dalam ilmu sastra dimaksudkan untuk

    memperhatikan hubungan antara pengarang dengan kelas sosialnya, status sosial

    dan ideologinya, kondisi ekonomi dalam profesinya, dan model pembaca yang

    ditujunya. Mereka memandang bahwa karya sastra secara mudah terkondisi oleh

    lingkungan dan kekuatan sosial suatu periode tertentu (Abrams, 1981:178).

    Pendekatan sosiologi sastra akan digunakan sebagai implikasi metodologis

    berupa pemahaman mendasar mengenai kehidupan manusia dalam masyarakat

    (Ratna, 2004: 59-61). Pendekatan sosiologi sastra yang banyak dilakukan saat ini

    menaruh perhatian pada aspek dokumenter sosial (kehidupan sosial). Dengan

    landasan suatu pandangan bahwa sastra merupakan gambaran atau potret

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 12

    fenomena sosial. Pada hakikatnya, fenomena sosial itu bersifat konkret, terjadi di

    sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasikan. Oleh

    pengarang, fenomena itu diangkat kembali menjadi wacana baru dengan proses

    kreatif (pengamatan, analisis, interpretasi, refleksi, imajinasi, evaluasi, dan

    sebagainya) dalam bentuk karya sastra.

    Menurut Faruk (2010:2), sosiologi sastra sebagai suatu ilmu pengetahuan

    yang multi paradigma. Maksudnya, di dalam ilmu tersebut dijumpai beberapa

    paradigma yang saling bersaing satu sama lain, ada tiga paradigma dasar dalam

    sosiologi, yaitu paradigma fakta sosial, paradigma definisi sosial, dan paradigma

    perilaku sosial.

    Dalam novel Kartini karya Abidah El Khalieqy digambarkan secara jelas

    realitas sosial yang terjadi dalam kehidupan wanita terutama tokoh utama Kartini.

    Masih begitu banyak perlakuan yang membuat wanita tidak bisa seperti laki-laki

    dan mengganggap derajat wanita di bawah laki-laki. Begitu juga dengan

    kehidupan poligami yang harus diterimanya. Sehingga dalam novel ini pengarang

    mengangkat tokoh Kartini yang bercerita tentang kehidupannya dengan

    pertentangan adat istiadat yang berlaku dalam lingkup keluarganya.

    1.6.3 Citra

    Citra sebagai gambaran mengenai pribadi, atau kesan mental (bayangan)

    visual yang ditimbulkan melalui kata, frase, atau kalimat, dalam hal ini citra dapat

    dilihat melalui peran yang dimainkan dalam kehidupan sehari-hari. Citra wanita

    muncul sebagai gambaran dan efek pikiran tentang wanita, gambaran angan

    merupakan hasil pengungkapan pikiran terhadap objek (Sugihastuti, 2000: 45).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 13

    Citra wanita sangat erat dengan citra diri yang dapat dihubungkan dengan

    dua konsep, yaitu self concept dan self image. Dalam hal ini merupakan suatu

    keuntungan untuk tidak terjebak dalam pembedaan antara istilah “konsep” dan

    “imaji”. Citra wanita tidak lengkap tanpa pembahasan akan dirinya karena

    terlepas bagaimana wanita itu menanggapi dirinya sendiri, wanita mempunyai

    andil besar terhadap perwujudan sikap dan tingkah lakunya. Wanita dicitrakan

    sebagai makhluk individu yang beraspek fisis (fisik), psikis, dan sebagai makhluk

    sosial yang termasuk dalam keluarga dan masyarakat. (Sugihastuti, 2000: 45).

    Citra wanita merupakan dunia yang typis dan khas dengan segala macam

    tingkah lakunya. Dari aspek fisik, citra wanita yang khas melalui pengalaman-

    pengalaman tertentu seperti melahirkan dan menyusui anak yang hanya

    dialaminya dan tidak dialami oleh lawan jenisnya, secara fisik pula wanita

    berbeda dengan laki-laki dilihat dari fisik yang lembut, cantik, lincah, dan lemah

    perbedaan fisik ini yang mempengaruhi perbedaan struktur tingkah lakunya, dan

    cara berpakaian. Dari aspek psikis, citra wanita tetap berbeda dengan laki-laki

    karena pengalaman yang diterimanya pun berbeda dan wanita secara alami

    bernilai lebih rendah dari laki-laki seperti perasaan, dan kekuasaan bahwa wanita

    tidak bisa seagresif laki-laki. Lalu dari aspek sosialnya wanita berkembang dan

    membangun diri dalam keluarga dan masyarakat pada pilihannya sendiri sebagai

    makhluk individu, memilih sebagai istri, ibu rumah tangga, dll (Sugihastuti, 2000:

    112).

    Berikut tiga aspek di atas yang mendominasi citra wanita dalam tokoh

    utama Kartini, yaitu aspek fisik, psikis, dan sosial.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 14

    a. Aspek fisik

    Dari aspek fisiknya wanita selalu berhubungan dengan kelembutan

    hatinya, cantik, lincah dan lemah. Secara fisiologis jasmaninya wanita

    mengalami perubahan-perubahan fisik seperti tumbuh bulu dada di bagian

    tertentu, perubahan suara, dan lain sebagainya. Dalam aspek ini wanita

    mengalami hal-hal yang khas, yang tidak dialami oleh pria, misalnya

    hanya wanita yang dapat hamil, melahirkan, dan menyusui anak-anaknya.

    Realitas fisik ini menimbulkan mitos tentang wanita sebagai mother-

    nature (Sugihastuti, 2000: 87).

    b. Aspek Psikis

    Dari aspek psikisnya wanita adalah makhluk psikologis, makhluk

    yang berpikir, berperasaan, beraspirasi, dan memiliki keinginan. Citra

    psikis wanita memperlihatkan kekuatan emosionalnya yang lebih

    menonjolkan sifat kesosialannya baik terhadap sesama wanita atau lawan

    jenisnya dan terlihat pada kejiwaannya yang sangat menonjolkan perasaan

    bukan intelek (Sugihastuti, 2000: 95).

    c. Aspek Sosial

    Citra wanita dalam sikap sosialnya terbentuk karena pengalaman

    pribadi dan budaya. Dari aspek sosial wanita diklarifikasikan menjadi dua

    yaitu, citra wanita dalam keluarga dan citra wanita dalam masyarakat.

    Citra sosial wanita merupakan citra wanita yang erat hubungannya dengan

    norma dan sistem nilai yang berlaku dalam satu kelompok masyarakat

    tempatnya menjadi anggota dan berhasrat mengadakan hubungan antar

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 15

    manusia dalam kelompok keluarga dan kelompok masyarakat luas. Dalam

    aspek keluarga wanita berperan sebagai istri, sebagai anak, dan sebagai

    anggota keluarga yang masing-masing perannya mendatangkan

    konsekuensi sikap sosial yang saling berhubungan. Sedangkan Melalui

    hubungannya dengan masyarakat sosial, dapat terlihat bagaimana cara

    wanita menyikapi sesuatu dan menjalin hubungannya dengan sesama, serta

    disisi lain wanita selalu membutuhkan orang lain untuk melangsungkan

    kehidupannya yang bersifat khusus maupun umum tergantung pada bentuk

    sifat hubungannya itu yang dimulai dari hubungan antar orang, hubungan

    dengan masyarakat umum, dan termasuk hubungan antara wanita dengan

    pria orang seorang (Sugihastuti, 2000: 121).

    1.7 Metode Penelitian

    Metode Penelitian mencakup jenis penelitian, metode pengumpulan data,

    metode analisis data, metode penyajian hasil analisis data.

    1.7.1 Jenis Penelitian

    Jenis penelitian ini adalah analisis kualitatif yaitu penelitian yang

    bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek

    dalam konteks sosial secara alamiah dengan cara deskripsi menggunakan kata-

    kata sebagai bahasa kajiannya dengan mendeskripsikan hasil analisis yang telah

    berhasil dilakukan, dan dimulai dari dasar dengan memanfaatkan berbagai metode

    alamiah (Moeloeng, 2007: 6).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 16

    1.7.2 Metode Pengumpulan Data

    Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode studi

    pustaka yaitu, membaca buku yang akan di teliti yakni novel Kartini karya

    Abidah El Khalieqy, buku-buku teori, jurnal, dan skripsi yang membahas

    mengenai objek yang ada hubungannya dengan teori maupun objek yang dipakai.

    Setelah itu penulis menggunakan teknik simak, dan teknik catat. Teknik simak

    digunakan untuk menyimak teks sastra yang telah dipilih sebagai bahan

    penelitian. Teknik catat digunakan untuk mencatat hal-hal yang dianggap sesuai

    dan mendukung penulis dalam memecahkan rumusan masalah. Teknik catat

    merupakan lanjutan dari teknik simak (Sudaryanto, 1993:135).

    1.7.3 Metode Analisis Data

    Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode

    formal dan metode analisis isi. Metode formal adalah analisis dengan

    mempertimbangkan aspek-aspek formal, aspek-aspek bentuk, yaitu unsur-unsur

    karya sastra (Ratna, 2004: 49). Metode formal yang dimaksud dalam penelitian ini

    berupa analisis struktural, yaitu tokoh penokohan, dan latar. Pada bab II.

    Sementara itu, metode analisis isi yang digunakan dalam dalam penelitian ini

    adalah isi dari pesan-pesan yang dengan sendirinya sesuai dengan hakikat sastra

    (Ratna, 2004: 48). Analisis isi yang dimaksud adalah menganalisis citra

    menggunakan tinjauan sosiologi sastra untuk mengetahui dan memahami lebih

    dalam mengenai sosial yang ada dalam sastra yang terdapat pada tokoh utama

    dalam novel Kartini karya Abidah El Khalieqy.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 17

    1.7.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

    Metode penyajian analisis data yang digunakan dalam penelitian

    adalah metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif adalah

    metode yang hasil analisis datanya berupa pemaknaan karya sastra yang

    disajikan secara deskriptif. Metode kualitatif memanfaatkan cara

    penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk deskripsi. Metode ini

    memberikan perhatian terhadap data ilmiah, data dalam hubungannya

    dengan konteks keberadaannya. Metode deskriptif adalah prosedur

    pematahan/pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau

    melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan faktor-

    faktor yang tampak sebagaimana adanya. Melalui metode ini, peneliti

    menggambarkan fakta-fakta yang terkumpul harus diolah atau ditafsirkan

    (Ratna, 2004: 46).

    Metode deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan unsur tokoh

    dan penokohan serta latar dalam novel Kartini kemudian menentukan citra

    wanita tokoh Kartini.

    1.7.5 Sumber Data

    Judul Buku : Kartini

    Pengarang : Abidah El Khalieqy

    Penerbit : Noura Books

    Tahun Terbit : 2017 (Cetakan Pertama)

    Tebal Buku : 366

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 18

    1.8 Sistematika Penyajian

    Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari IV Bab sebagai

    berikut:

    Bab I berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,

    rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teori, metode

    penelitian, sumber data, dan sistematika penyajian. Latar belakang menjelaskan

    tentang alasan penelitian. Rumusan masalah menguraikan masalah yang terdapat

    dalam penelitian. Tujuan penelitian memaparkan apa yang menjadi tujuan dalam

    penelitian. Manfaat penelitian menjelaskan manfaat yang di peroleh dari

    penelitian. Tinjauan pustaka memaparkan beberapa penelitian yang hampir mirip

    dengan penelitian ini. Landasan teori menjelaskan tentang teori yang digunakan.

    Metode penelitian memberikan secara rinci tentang analisis data.

    Bab II membahas rumusan masalah yang pertama tentang struktural

    berupa tokoh penokohan, dan latar dalam novel Kartini karya Abidah El

    Khalieqy.

    Bab III membahas rumusan masalah yang kedua tentang citra tokoh

    Kartini dalam novel Kartini karya Abidah El Khalieqy. Analisis ini

    mendiskripsikan 3 citra yaitu, citra fisik, citra psikis, dan citra sosial keluarga dan

    masyarakat Kartini sebagai tokoh utama.

    Bab IV berupa penutup yang mencakup kesimpulan dan saran.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 19

    BAB II

    STRUKTUR CERITA BERUPA TOKOH PENOKOHAN, DAN LATAR

    DALAM NOVEL KARTINI KARYA ABIDAH EL KHALIEQY

    2.1 Pengantar

    Dalam Bab II, peneliti akan menyajikan dan menganalisis unsur-unsur

    berupa tokoh dan penokohan serta menganalisis Latar berupa latar waktu, latar

    tempat dan latar sosial dalam novel Kartini karya Abidah El khalieqy. Dalam

    analisis tokoh dan penokohan, ditemukan satu tokoh utama dan beberapa tokoh

    tambahan yang terdapat dalam novel. Tokoh utama dalam novel Kartini, yaitu

    Kartini. Kartini dikategorikan sebagai tokoh utama karena intensitas kemunculan

    di setiap cerita lebih banyak dari pada tokoh yang lain dan sebagai penggerak

    keseluruhan alur cerita dalam novel Kartini.

    Setelah tokoh utama, ada beberapa tokoh lainnya masuk dalam kategori

    tokoh tambahan. dalam novel Kartini, tokoh tambahan yang terdapat dalam cerita

    cukup banyak. Namun, hanya diambil beberapa tokoh yang mempunyai peranan

    penting dalam citra tokoh Kartini. Diantaranya adalah Ngasirah, Raden

    Sosroningrat, Kartono, Rukmini, Busono, Kardinah, Sulastri, Raden Ajeng

    Wuryan, Raden Adipati Joyoadiningrat, Hungronje, Revesteyn, Nyonya Ovink

    Soer, Tuan Ovink Soer, dan Kiai Sholeh Darat

    Selain tokoh dan penokohan, pada bab ini akan dibahas mengenai latar

    tempat, latar waktu, dan latar sosial yang ada hubungan terjadinya peristiwa

    dalam cerita.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 20

    2.2 Tokoh dan Penokohan

    Tokoh adalah orang yang menjadi pelaku dalam cerita fiksi atau drama,

    sedang penokohan (characterization) adalah penghadiran tokoh cerita fiksi atau

    drama dengan cara langsung atau tidak langsung dan mengundang pembaca untuk

    menafsirkan kualitas dirinya lewat kata dan tindakannya. Dengan demikian,

    istilah “penokohan” lebih luas pengertiannya daripada “tokoh” dan “perwatakan”

    sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagamaimana

    perwatakan dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita

    sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.

    (Nurgiyantoro, 2010: 248).

    2.2.1 Tokoh Utama

    Tokoh utama adalah tokoh yang selalu ada dalam setiap cerita, bahkan

    sering hadir dalam setiap kejadian dan selalu berkaitan dengan tokoh lainnya.

    Dalam novel Kartini, terdapat tokoh utama, yaitu Kartini dikategorikan sebagai

    tokoh utama karena memiliki peran dan keterkaitan antar cerita dengan tokoh-

    tokoh lain yang diceritakan. Kartini dijadikan sebagai penggerak cerita yang

    terdapat pada masing-masing bab.

    2.2.1.1 Kartini

    Dalam novel ini penulis menggambarkan bahwa kartini adalah anak dari

    Bupati Jepara yaitu, Raden sosroningrat dan Ngasirah. Kedua orangtua Kartini

    sangat menyanginya walaupun tidak semua keinginan Kartini dituruti karena

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 21

    adanya peraturan adat yang mengharuskan anak perempuan tidak bisa seperti anak

    laki-laki. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut.

    “Ternyata suara milik Raden Sosroningrat, ayah Kartini yang baru muncul

    dari pintu” (Khalieqy. 2017:36).

    “Raden Sosroningrat memandangi putri kesayangannya. Kartini pun

    memandangi sang ayah” (Khalieqy. 2017:36).

    ”Tidurlah, Cah Ayu. Hari sudah semakin malam,” belai ngasirah. Putrinya

    yang bernama Kartini, hanya melirik jenaka dan senyum-senyum saja

    merespons ibunya” (Khalieqy. 2017:31).

    Kartini juga digambarkan sebagia anak yang mewarisi kecerdasan

    ayahnya, dan jiwa pemberontak kakeknya yang bernama pangeran Ario

    Condronegoro IV dan juga dari pihak ibunya Kartini mewarisi sikap yang teguh,

    bakat seni termasuk sastra. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut.

    “Dari pihak ayah inilah asal usul Kartini memang berasal dari kalangan

    bangsawan tinggi, para pangeran dan raja–raja, karena silsilah mereka bisa

    dirunut hingga Prabu Brawijaya, Raja Majapahit yang ternama” (Khalieqy.

    2017:65-67).

    “Dari pihak sang ibu, dia juga mewarisi keteguhan sikap, bakat seni

    termasuk sastra. Semua menjadikan Kartini berbedah jauh dengan sulastri”

    (Khalieqy. 2017:67).

    Dari perwatakannya Kartini sebagai anak perempuan yang pintar memiliki

    bakat dalam menulis dan suka membaca karena mendapat pasokan buku dari

    kakaknya Kartono membuatnya semakin kritis dan suka menulis surat untuk

    teman-temannya yang melanjutkan sekolah di Belanda. Dia juga anak cerdas

    walau Cuma lulusan E.L.S tapi dia mampu menulis tentang pernikahan suku koja

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 22

    yang di tulis dalam bahasa Belanda. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan

    berikut.

    “Dunia akan terpukau dengan gaya bahasa Kartini yang indah, cerdas, dan

    aristokrat. Demikian brilian otaknya menganalisis sesuatu” (Khalieqy.

    2017:55).

    “tidak cukup hanya membaca buku-buku, Kartini memenuhi hari-hari

    pingitan dengan melahap majalah, koran, dan jurnal-jurnal. Dia membaca

    majalah Modern Lanche Tall, majalah Leli, dan majalah Echo yang begitu

    disukainya” (Khalieqy. 2017:101).

    “Kartini merekam semuanya. Dan dia menemukan kenyataan, ternyata

    prosesi pernikahan suku koja hampir sama dengan adat pernikahan suku

    jawa. Simbol-simbol penindasan dan perempuan sebagai warga kelas dua,

    bahkan kelas tiga, tampak jelas di sana. Per inci diabadikannya dalam

    memori otak, lalu kini dirangkainya menjadi untaian kata-kata. Indah dan

    penuh bermakna” (Khalieqy. 2017:101).

    Kartini adalah orang yang sangat percaya diri dan bijaksana atas semua

    kejadian yang terjadi dan tantangan yang dihadapi dalam keluarganya dia selalu

    meyakini bahwa dia bisa melakukan semua yang dia inginkan. Hal tersebut dapat

    dibuktikan dari kutipan berikut.

    “Tanpa lihat pun, aku sudah tahu.’’

    “Apa jadinya jika besok mereka menghabisi kita.

    “Di balik kita ada Romo. Ada Nyonya Ovink-Soer juga Tuan Sitjhoff.”

    Kartini percaya diri” (Khalieqy. 2017:206).

    “kemarin sudah ke acara pesta di luar kota. Sudah pula ke Wukirsari.

    Dunia ini indah tergantung hati kita,” Kartini bijaksana” (Khalieqy.

    2017:217).

    Kutipan-kutipan di atas menunjukan bahwa Kartini adalah anak

    bangsawan yang pintar dan memiliki segudang bakat yang diwarisi dari

    keluarganya. Namun tidak bisa melanjutkan sekolah seperti anak laki-laki karena

    terikat dengan adat-istiadat yang berlaku dalam keluarga bangsawan, walaupun

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 23

    sebenarnya Kartini menginginkan dan berusaha keluar dari penindasan tersebut.

    Dalam hal ini tokoh Kartini dikategorikan sebagai tokoh utama dalam novel ini.

    2.2.2 Tokoh Tambahan

    Dalam novel ini, terdapat banyak tokoh tambahan. Tokoh yang akan

    dianalisis dalam subkajian ini adalah: Ngasirah, Raden Sosroningrat, Kartono,

    Rukmini, Busono, Kardinah, Sulastri, Raden Ajeng Wuryan, Raden Adipati

    Joyoadiningrat, Hungronje, Revesteyn, Nyonya Ovink Soer, Tuan Ovink Soer,

    dan Tua Sithjoff.

    2.2.2.1 Ngasirah

    Ngasirah memiliki perwatakan sebagai ibu yang penyabar, walaupun ada

    sebagian anaknya yang tidak bisa menghargai dirinya hanya diam dan bersabar.

    Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:

    “Ngasirah mendengarkan perbantahan anak-anaknya, menghela nafas saat

    mendengar ucapan anak sulungnya itu, tetapi dia bungkam dan

    menyimpan luka hatinya rapat-rapat di dada. Dia makin cemas melihat

    kegigihan Kartini untuk berontak. Bahkan saat melihat slamet tak

    meresponnya, dia mengulang jawaban” (Khalieqy. 2017:34).

    “Perasaannya bermain antara sedih melihat perkembangan sikap anak

    sulungnya, yang lebih mengutamakan kedudukan ayahnya daripada

    menghormati dan memberikan hak-hak ibunya, perempuan yang telah

    melahirkannya” (Khalieqy. 2017:34).

    Ngasirah juga sangat sayang terhadap anaknya Kartini, tetapi tidak

    mendukung cita-cita Kartini karena dia merasa jika semua keinginan Kartini

    dituruti akan ada yang akan terjadi dalam keluarga mereka. Hal tersebut dapat

    dibuktikan dari kutipan berikut:

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 24

    “Ngasirah membelai-belai kepala putrinya dengan penuh kasih” (Khalieqy.

    2017:31).

    “Ngasirah tahu jika Kartini terluka. Namun dia juga sangat tahu andaikata

    jawaban Raden Sosroningrat sebaliknya, akan lebih banyak biang kerok

    segala luka. Meski demikian, Ngasirah yakin akan ada jalan lain bagi

    Kartini untuk berjuang meraih impian” (Khalieqy. 2017:63).

    “Meskipun sayang Ngasirah setinggi langit pada Kartini, dia tak

    mendukung cita-cita Kartini melanjutkan sekolah” (Khalieqy. 2017:72).

    2.2.2.2 Raden Sosroningrat

    Raden Sosrongingrat seorang bangsawan dan juga sebagai bupati Jepara

    yang memiliki dua istri karena istrinya yang pertama bukan keturanan bangsawan

    lalu ayahnya menikahkan dia dengan istri keduanya yang merupakan anak dari

    bupati Jepara. Setelah pernikahannya tersebut dia langsung menggantikan posisi

    mertuanya sebagai bupati Jepara. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan

    berikut:

    “Bagi kalangan bangsawan Jawa saat itu, syarat untuk bisa menjadi

    bupati, seorang laki-laki mesti menikah dengan perempuan keturunan

    bangsawan. Maka Raden Sosroningrat menikahi Raden Ajeng Wuryan,

    putri bupati Jepara dan keturunan langsung Raja Madura.” (Khalieqy.

    2017:38)

    Dalam penokohannya sebagai bapak, dia ayah yang penyayang dan

    perhatian terhadap anaknya terutama Kartini. Hal tersebut dapat dibuktikan dari

    kutipan berikut:

    “Kartini anakku, Sayang, bersabarlah. Sebentar lagi dunia akan berubah

    dan kau akan lebih bahagia. Tolong ayahmu ini dimengerti. Ayah dalam

    posisi sulit dan serbasalah. Sayang ayah kepadamu tiada kira” (Khalieqy.

    2017:37).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 25

    “Raden Sosroningrat masuk ke dalam dan melihat Kartini tertidur di meja.

    Rasa haru merasukinya. Dia mendekati putrinya dan mengusap kepala

    Kartini penuh sayang.

    “Putriku yang hebat,” desah Raden Sosroningrat lirih” (Khalieqy.

    2017:167).

    ”Namun Raden Sosroningrat diliputi kagum dan bangga. Dia menyimak

    karya Kartini dengan tulus” (Khalieqy. 2017:61).

    “di sepanjang perjalanan ke semarang, hati Raden Sosroningrat dipenuhi

    perasaan bimbang, bangga memiliki seorang putri seperti Kartini”

    (Khalieqy. 2017:158).

    2.2.2.3 Kartono

    Kartono adalah kakak laki-laki Kartini, dari beberapa saudara laki-laki

    Kartini, hanya dia kakak laki-laki yang baik dan sayang terhadap Kartini, dan

    selalu setia mendengarkan keluh kesah Kartini. Hal tersebut dapat dibuktikan dari

    kutipan berikut:

    “Kartono menatap Kartini penuh empati. Rasanya ingin memberi

    dukungan setinggi langit untuk adiknya itu. Namun, apa yang bisa

    kuperbuat, Ni?” (Khalieqy. 2017:62).

    ”Kartono adalah kawan bermain Kartini dan tempat mencurahkan isi

    rahasia hati, membagi kejengkelan dan kebahagian” (Khalieqy. 2017:76).

    “kamu bukan hewan ternak, Nil. Kamu adikku yang tidak pernah

    menyerah” (Khalieqy. 2017:76).

    “Suara peluit menyala tanda keberangkatan kapal telah tiba. Kartono

    mengusap wajahnya putus asa. Tak ada lagi yang bisa diupayakan untuk

    mencegah perubahan sikap dan pemikiran adiknya. Namun apa daya,

    Kartini tetap senyum, mengisyaratkan kemantapan hati atas pilihannya”

    (Khalieqy. 2017:91).

    kakak Kartini yang cerdas dan pandai berbahasa asing. Hal tersebut dapat

    dibuktikan dari kutipan berikut:

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 26

    “Seperti sayangnya Kartono pada Kartini. Kartini juga menghormati dan

    sangat menyayangi kakaknya yang cerdas dan pandai berbahasa asing itu”

    (Khalieqy. 2017:76).

    “Bagi Kartini, meski selisih usianya dengan Kartono hanya setahun, tetapi

    Kartono memiliki kecerdasan emosional dan intelektual yang tinggi”

    (Khalieqy. 2017:76).

    2.2.2.4 Rukmini (Bikmi)

    Rukmini adalah adik perempuan Kartini yang mempunyai keahlian dalam

    membatik. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:

    “Dan aku akan membatik!” suara Rukmini bersemangat” (Khalieqy.

    2017:99).

    “Saya Rukmini,” susul Rukmini memperkenalkan diri. “Kain batik ini

    saya buat sendiri. Semoga Tuan dan Nyonya suka” (Khalieqy. 2017:112).

    2.2.2.5 Busono

    Kakak laki-laki Kartini yang kasar dan tidak suka terhadap Kartini. Hal

    tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:

    “rupanya gunjingan para priayi soal putra-putri Raden Sosroningrat yang

    kurang ajar itu benar?’’ Busono sinis (Khalieqy. 2017:181).

    “kata-kata Kartini terputus karena tiba-tiba Busono membanting majalah

    di depan Kartini hingga dia kaget dan tak mampu meneruskan bicara”

    (Khalieqy. 2017:181).

    Busono mempunyai perwatakan yang mudah menuduh apalagi yang

    berhubungan dengan Kartini. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:

    “Mungkin jimatnya si Mul, biar lebih mantap mendalang,” Busono

    menjawab asal-asalan” (Khalieqy. 2017:192).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 27

    2.2.2.6 Kardinah (Klientje)

    Kardinah adalah adik tiri perempuan Kartini yang mempunyai keahlian

    dalam melukis. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:

    “Sementara Kartini sibuk menulis, Kardinah asyik menggoreskan kuasnya

    melukis Srikandi yang tengah membawa panah dan buku.” (Khalieqy.

    2017:102)

    “Saya Kardinah, Nyonya Tuan, “kata Kardinah. “ ini untuk Nyonya dan

    Tuan. “lanjutnya sembari menyodorkan lukisan. (Khalieqy. 2017:112)

    Kardinah sangat sayang dan kagum akan kecerdasan kakaknya Kartini.

    Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:

    “aku baru yakin sekarang. Kecerdasan Syahrazad memang bertingkat-

    tingkat. Seperti Trinil. Aku juga ingin jadi Syahrazad,” kata Kardinah”

    (Khalieqy. 2017:155).

    Sebagai anak yang terlahir dari keturan bangsawan, Kardinah merupakan

    salah satu korban adanya adat yang berlaku dalam keluarganya, merasa cemas dan

    marah karena ingin dinikahkan dengan seorang lelaki yang telah beristri dan

    mempunyai anak. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:

    “sementara dari balik lorong kamar pingitan, hati Kardinah semakin cemas

    tak karuan. Perasaannya tak menentu. Ingin marah dan berteriak

    sekerasnya, melepaskan seluruh gunda hati dan kejengkelan.

    Membahasakan pemberontakan dengan kata-katadan tindakan. Namun

    tubuhnya lemas duluanmengingat kenyataan yang akan dihadapinya”

    (Khalieqy. 2017:253).

    “Batin Kardinah tetap segar dengan seribu tanya, mengapa dia harus

    menikah dengan Haryono, pria yang yang belum pernah dikenalnya, yang

    datang kerumah bersama istri dan ketiga anaknya. Seperti apa jika dia

    telah jadi istrinya esok, Kardinah juga akan diajak ke rumah calon istri

    ketiganya si Haryono itu” (Khalieqy. 2017:253).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 28

    2.2.2.7 Sulatri

    Kakak perempuan Kartini yang tidak suka dan membenci Kartini. Hal

    tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:

    “Sulastri yang tengah duduk di belakang Kartini, tak suka melihat Kartini,

    bahkan sekedar mengintip dunia. Dengan sengaja, Sulastri segera menutup

    pintu kamar pingitan” (Khalieqy. 2017:70).

    “jangan ngimpi, Ni.” Potong Sulastri. “Sekolah HBS di Semarang saja

    belum tentu boleh,” lanjutnya coba menjatuhkan hati Kartini” (Khalieqy.

    2017:62).

    Sebagai anak perempuan pertama Sulastri yang pertama menikah dari

    saudara perempuan yang lain namun dia menyesali pernikahannya tersebut karena

    suaminya menikah lagi dan lebih mencintai istri mudanya. Dengan adanya

    peristiwa itu dia akhirnya sadar dan peduli terhadap Kartini. Hal tersebut dapat

    dibuktikan dari kutipan berikut:

    “Di tengah Pendopo, Sulastri berjongkok di antara belitan jarit

    pengantinnya yang super sesak, membuat tubuhnya nyaris terguling, untuk

    membasuh kaki suaminya dengan air kembang, setelah kaki itu menginjak

    telor di baskom” (Khalieqy. 2017:92).

    “perempuan harus berani mengatakan keinganannya, Bu.” Sulastri belum

    selesai,’’ Dia yang akan menjalankan baktinya untuk suami dan anak-

    anaknya,’’

    Kartini tidak kuat menahan haru mendengar kalimat kakak tirinya. Kalimat

    sangat mendalam yang lahir dari pengalaman yang telah dijalaninya.

    Slamet hanya bisa tertunduk. Begitupun Wuryan. Habis rasanya seluruh

    keberadaannya sebagai permaisuri atau posisinya sebagai priayi agung.

    Anak kandungnya sendiri telah menelanjanginya. Sosroningrat tersenyum

    bangga.

    Sulastri masih belum selesai bicara rupanya.

    “Lanjutkan, Ni. Mbakyu akan mendukungmu” (Khalieqy. 2017:353).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 29

    2.2.2.8 Raden Ajeng Wuryan

    Raden Ajeng Wuryan adalah istri kedua Raden Sosroningrat dan

    merupakan ibu tiri dari Kartini dan madu dari Ngasirah. Hal tersebut dapat

    dibuktikan dari kutipan berikut:

    “Tak berselang lama, Raden Ajeng Wuryan, ibu tiri Kartini, permaisuri

    Raden Soroningrat, muncul dari arah dalam” (Khalieqy. 2017:35).

    “Akan hal Ngasirah. Telingan mendengar jelas kata ‘pembantu’ yang

    diucapkan Raden Ajeng Wuryan, seolah kalajengking yang keluar dari

    lubang kuburan. Panas hati Ngasirah. Dia tatp madunya itu dengan

    pandangan kasihan, mengingat kedudukannya asebagai permaisuri, tetapi

    sama sekali tak memiliki sikap dan jiwa aristokrat. Bicaranya seperti

    penjajah” (Khalieqy. 2017:35).

    Raden Ajeng Wuryan mempunyai perwatakan sombong dan cemburu

    sosial. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:

    “Lalu dengan pongah Raden Ajeng Wuryan menambahi kalimat

    pedangnya.

    “Setinggi apa pun para Londho itu memujamu, kedudukanku di Pendopo

    tetap di atasmu!”

    Kartini berusaha menahan air matanya jangan sampai menetes hanya

    untuk kesombongan manusia semacam itu” (Khalieqy. 2017:286).

    “akan hal Raden Ajeng Wuryan yang tidak memilki anak laki-laki.

    Mendengar pujian suaminya kepada Kartono, hatinya begitu cemburu

    kepada Ngasirah. Dia segera memeras otak untuk mencari sesuatu yang

    bisa dibanggakan dari pihaknya”(Khalieqy. 2017:58).

    2.2.2.9 Raden Adipati Joyoadiningrat

    Raden Adipati Joyoadiningrat adalah suami Kartini, Raden Adipati

    Joyoadiningrat merupakan Bupati Rembang yang dikenal sebagai bupati

    progresif dan berpendidikan modern . Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan

    berikut:

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 30

    “Hanya semalam saja sepasang pengantin itu tinggal di rumah pendopo

    Kabupaten Jepara. Besoknya Kartini diboyong suaminya ke Rembang

    sebagai garwi padmi alias permaisuri dari Raden Adipati Joyoadiningrat,

    Bupati Rembang yang dikenal sebagai bupati progresif dan berpendidikan

    modern. Dia pernah menempuh pendidikan di Wageningen Nederland,

    yang membuat Kartini mau mempertimbangkan lamarannya”

    (Khalieqy.2017 :362).

    “Langkah cerdas Kartini memasuki gedung kokoh di atas lahan yang

    luasnya hampir 20 ribu meter persegi, rumah dinas Bupati Joyoadiningrat.

    Di dalamnya telah disiapkan kamar pribadi Kartini yang mewah, dengan

    meja rias dan meja tempat merawat berlapis marmer serta kamar mandi

    pribadi” (Khalieqy. 2017:362-363).

    Sebagai suami Raden Adipati dia sangat sayang terhadap Kartini dan dia

    juga selalu mendukung cita-cita dan apapun keinginan Kartini. Hal tersebut dapat

    dibuktikan dari kutipan berikut:

    “Ni sangat kangen sama Yu Ngasirah, Kangmas,” keluh Kartini pada

    Raden Joyo Adiningrat.

    Sabarlah dulu, Diajeng. Lihatlah perutmu dan ingat keselamatan bayi kita”

    (Khalieqy. 2017:10).

    “Raden Joyo Adiningrat yang sangat peduli dan perhatian kepada

    permaisurinya, segera mengutus Pak Karto untuk menyampaikan

    undangan acara mithoni Kartini kepada ibunya, Ngasirah di Jepara”

    (Khalieqy. 2017:11).

    “Saya ada usul. Bagaimana kalau Diajeng menulis Babad Tanah Jawa?”

    kata Raden Joyo Adiningrat suatu malam.

    Kartini terpana mendengar usulan sang suami. Baginya hal itu merupakan

    gagasan cemerlang yang belum pernah terbetik di pikirannya. Semakin

    mengenal suaminya, Kartini tak habis bersyukur telah dipersatukan dengan

    laki-laki yang selalu mendukung cita-cita dan kenginannya dalam

    memperjuangkan nasib kaum papa. Rakyat bumiputra yang masih

    tertindas dalam segala seginya ”(Khalieqy. 2017:364).

    2.2.2.10 Hungronje

    Hungronje adalah orang yang paham akan pengetahuan agama dan bahasa

    Arab. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 31

    Dupp! hati laki-laki berkepala botak itu tertembak berdarah oleh peluru

    tajam kata-kata. Seperti tertusuk ujung pedang. Meskipun sudah mendaki

    gunung pengetahuan setinggi uhud untuk membuka cadar pengetahuan

    agama, bahkan menguasai bahasa Arab secara fasih dan sempurna, semua

    itu tidak membawanya pada kasadaran dan penghayatan mendalam seperti

    kalimat yang di tembakan ke jantungnya” (Khalieqy. 2017:4-5).

    Mempunyai perwatakan yang jahat, iri terhadap Kartini. Hal tersebut dapat

    dibuktikan dari kutipan berikut:

    “Anak itu sangat berbahaya. Membiarkannya tumbuh tanpa kontrol, sama

    saja mengasah pedang untuk bunuh diri. Vendomd!” (Khalieqy. 2017:2).

    “seluruh jalan keluar bagimu menempuh pendidikan tinggi telah kututup.

    Gerbang-gerbang pengetahuan telah kupatri. Apa yang bisa kau lakukan

    dengan statusmu kini sebagai istri? Istri dari laki-laki tua yang bernama

    Raden Mas Singgih Joyo Adiningrat itu?”

    Dia tertawa-tawa geli mengingat usahanya untuk memengaruhi ayah

    Kartini, agar segera menikahkan Kartini dengan laki-laki tua yang telah

    melamarnya itu, akhirnya berhasil dengan gemilang” (Khalieqy. 2017:5).

    “Semua demi Sri Ratu dan Kejayaan Hindia Belanda,” Senyum Hungronje

    menang Merasa menang oleh keyakinan besar bahwa semua siasatnya

    akan membawa kesusksesan. Terhitung Hungronje belum pernah menemui

    kegagalan. Esok Sri Ratu harus memberi penghargaan atas jasa-jasanya

    yang begitu besar melestarikan penjajahan dan penindasan di bumi

    Nusantara. Bumi kaya raya yang rakyatnya telah berhasil dibuat bodoh tak

    berdaya” (Khalieqy. 2017:9).

    2.2.2.11 Ravesteyn

    Berprofesi sebagai dokter yang berasal dari Belanda. Hal tersebut dapat

    dibuktikan dari kutipan berikut:

    “Segera saja ingatannya pulih kembali pada niatan awal, untuk

    menghubungi Ravestyn, dokter dari Belanda!. Hungronje menggerutu

    sendirian” (Khalieqy. 2017:8).

    “Ravesteyn turun dari kereta api di stasiun pecangaan, beberapa kilometer

    dari pusat kota Jepara. Tidak seperti layaknya dokter, dia mengenakan baju

    hitam celana hitam” (Khalieqy. 2017:14).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 32

    Sebagai dokter yang bertugas di tanah jajahan Ravestyn harus mengikuti

    apa kata Hungronje untuk membunuh Kartini, sekalipun itu berat untuk

    dilakukannya tetapi dia harus mengikuti perintahnya. Hal tersebut dapat

    dibuktikan dari kutipan berikut:

    “Jadi kapan kira-kira dia melahirkan?” tanya Ravestyn.

    “Perkiraanku dua bulan lagi. Tapi, bisa dipelajari dan dipersiapkan dari

    sekarang.”

    “Resikonya terlalu besar, Tuan.”

    “Bayaranmu sesuai tingkat resiko. Dan ini perintah!”

    Dokter Ravestyn tak mampu lagi mengajukan bantahan. Dia seorang

    dokter di tanah jajahan. Mau tak mau harus tunduk perintah atasan yang

    lebih berkuasa, bukan pada sumpah profesi yang di embannya” (Khalieqy.

    2017:8).

    “Mengapa harus cepat-cepat ya?” seorang pentakziah penasaran.

    “Menurut pak Kiai, itu lebih baik,” jawab yang lain.

    “Raden Ajeng Kartini masih muda. Bayinya baru berusia empat hari.

    Kasihan sekali ya.

    “Kata salah satu emban, beliau meninggal setelah minum anggur.”

    “Ah masa! Memangnya minum anggur bikin orang meninggal?”

    “Itu Anggur pemberian dokternya yang Londho itu. Anggur Londho.”

    “Woo.... Anggur Londho mematikan?”

    “Embuh! Mungkin anggurnya terlalu keras, jadi mengandung racun yang

    mematikan.” (Khalieqy. 2017:8).

    2.2.2.12 Nyonya Ovink Soer

    Nyonya Ovink Soer adalah istri dari Asisten residen Jepara. Hal tersebut

    dapat dibuktikan dari kutipan berikut:

    “Tulisan itu dimulai cukup bagus oleh seorang istri Asisten residen Jepara,

    Marie Ovink Soer, yang juga dikenal sebagai penulis” (Khalieqy.

    2017:91).

    “Nyonya Ovink-Soer? Siapa dia, Nil?” Rukmini tak tahan ingin tahu.

    “Istri asisten Residen baru. Pengganti Tuan Sitjoff. Jawab Kartini”

    (Khalieqy. 2017:107).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 33

    Dia juga sebagai penulis artikel yang populer. Hal tersebut dapat

    dibuktikan dari kutipan berikut:

    “Senang bertemu Anda, Nyonya Ovink-Soer.”

    Ha! Ternganga mulut Kardinah. Ini rupanya nyonya Ovink-Soer yang

    populer itu. Namanya begitu harum mengisi koran dan majalah yang

    dibacanya bersama Kartini” (Khalieqy. 2017:106).

    Nyonya Ovink-Soer seorang yang penyayang dan dia senang dengan

    Kartini dan adik-adiknya dan menganggap mereka sebagai anak-anaknya. Hal

    tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:

    “Saya langsung jatuh cinta dengan ketiga putri Tuan ini,” Nyonya Ovink-

    Soer begitu ekspresif” (Khalieqy. 2017:114).

    “Nyonya Ovink-Soer menyusul dengan cepat. Wajahnya tiga purnama

    saking bahagianya. Seolah ketiga gadis yang baru tiba adalah anak-

    anaknya sendiri yang lama pergi jauh dan kini kembali ke pangkuan

    ibunya” (Khalieqy. 2017:120).

    “Nyonya Ovink-Soer terdiam. Kepalanya penuh dengan pikiran. Apa yang

    terjadi dengan kalian. Anak-anakku yang pintar? Namun jauh di benaknya,

    Nyonya Ovink-Soer sudah bisa memperkirakan apa yang tengah menimpa

    Kartini dan adik-adiknya. Kini dia akan mencari cara untuk menolong

    anak-anak asuhnya itu” (Khalieqy. 2017:190).

    “lalu Nyonya Ovink-Soer berbisik di telinga Kartini.

    “Ibu tidak akan membiarkan siapa pun memangkasdaun-daun semanggi

    ibu” (Khalieqy. 2017:201).

    2.2.2.13 Tuan Ovink-Soer

    Sama seperti istrinya Tuan Ovink-Soer orang yang baik dan sangat

    perhatian terhadap keluarga Raden Sosroningrat. Hal tersebut dapat dibuktikan

    dari kutipan berikut:

    “saya paham... Anda pasti akan menghadapi banyak gunjingan dari

    priyayi-priyayi Jawa,” penuh empati Tuan Ovink-Soer” (Khalieqy.

    2017:194).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 34

    “saya Cuma ingin meneruskan harapan Tuan Sitjhoff,’’ kata Tuan Ovink

    Soer. “Tuan harus menulis untuk Bridjragen Konikklijk Instituut. Seperti

    adik tuan, Tuan Hadiningrat,’’ lanjutnya dengan senyum pengharapan”

    (Khalieqy. 2017:109).

    “Selamat datang di rumah kami, Tuan Sosroningrat. Saya sudah yakin

    Anda akan datang, “sambutan Tuan Ovink-Soer begitu hangat” (Khalieqy.

    2017:120).

    2.2.2.14 Tuan Sitjhoff

    Tuan sitjhoff adalah Residen Semarang yang sangat baik dia juga sangat

    bangga terhadap Kartini juga adik-adiknya, dia mengundang Kartini bersama

    dengan ayahnya tuan Sosroadiningrat karena ingin melibatkan Kartini dalam acara

    penobatan Ratu Wilhelmina yang akan diadakannya. Hal tersebut dapat

    dibuktikan dari kutipan berikut:

    “kepada para tamunya, Tuan Sithjoff bicara memperkenalkan.

    “Hadirin semua! Perkenalkan. Raden Ayu Kartini, Rukmini, dan Kardinah.

    Putri-putri Jepara yang sangat brilian ini!”

    Tuan Sithjoff lalu mengangkat gelasnya tinggi-tinggi sebagai tanda

    memberi salut” (Khalieqy. 2017:120).

    “Tuan Sithjoff menerangkan semua rencana yang akan melibatkan Kartini

    di acara Pameran Nasional yang akan digelar di negeri Kincir Angin itu.

    “Dipamerkan di Den Haag?” tanya Raden Sosroningrat.

    Wajahnya terlihat menegang.

    “Yaaa... di sana akan digelar Pameran Nasional memperingati penobatan

    Sri Ratu Wilhelmina. Sri Ratu sendiri yang akan membukanya,”jawab

    Tuan Sithjoff” (Khalieqy. 2017:207).

    2.2.2.15 Kiai Sholeh Darat

    Kiai sholeh darat adalah ulama terkenal yang sering diundang oleh

    keluarga Kartini untuk memimpin pengajian keluarganya. Hal tersebut dapat

    dibuktikan dari kutipan berikut:

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 35

    “Kiai Sholeh Darat menyetir satu ayah Al-Quran, lalu menerangkan

    maknanya. Semua mata menatap kiai yang sangat di hormati itu dengan

    Khidmat” (Khalieqy. 2017:258).

    Pada waktu itu tidak ada orang yang berani mengajarkan makna ayat-ayat

    suci karena Belanda melarangnya, tapi tidak dengan Kiai Sholeh Darat dia tetap

    melakukan hal itu dengan berbagai cara. Hal tersebut dapat dibuktikan dari

    kutipan berikut:

    “Kiai Sholeh Darat pengecualian. Meskipun Belanda melarang

    mengajarkan makna ayat-ayat suci, beramacam upaya digagasnya untuk

    mengelabuhi intaian penjajah. Seperti menulis kitab-kitab keagamaan

    beraksara Arab dalam bahasa Jawa Pesisiran atau al Lughah al Jawiyyah

    al Merikiyyah Kafiyah lil Awam (Himpunan hukum syariat bagi orang

    awam) dan lain-lain” (Khalieqy. 2017:260).

    2.3 Latar

    Latar yang akan dibahas dalam novel ini berupa latar tempat, latar waktu,

    dan latar sosial.

    2.3.1 Latar Tempat

    Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan

    dalam novel Kartini karya Abidah El Khalieqy. Terdapat tujuh tempat yang

    menunjuk lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam novel Kartini karya

    Abidah El Khalieqy yakni 1) Pendopo Kabupaten Jepara (rumah Kartini), 2)

    Kamar Pingitan, 3) Ruang Perpustakaan, 4) Pantai Pandengan, 5) Pendopo Agung

    Kabupaten Rembang, 6) Pendopo Utama Kabupaten Demak, dan 7) Gedung

    Residen Semarang. Berikut deskripsi lengkap ketujuh latar tempat tersebut di atas.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 36

    2.3.1.1 Pendopo Kabupaten Jepara (Rumah Kartini)

    Pendopo dalam novel ini digambarkan sebagai rumah Kartini tempat

    Kartini bersama keluarganya beraktifitas dan juga sebagai kantor Raden

    joyoadiningrat sebagai Bupati Jepara. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan

    berikut:

    “Kartini segera melangkah ke dalam Pendopo menuju perpustakan

    ayahnya” (Khalieqy. 2017:364).

    “Tiap Pagi saat matahari baru naik, Kartini berjalan menuju teras belakang

    pendopo” (Khalieqy. 2017:364).

    2.3.1.2 Kamar Pingitan

    Kamar Pingitan berada dalam Pendopo yang diperuntukan untuk Kartini

    bersama-sama saudara perempuannya melalui masa pingitan yang mengharuskan

    mereka untuk menjalani semua peraturan-peraturan sebagai anak bangsawan dan

    bupati disaat mereka berusia 14 tahun. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan

    berikut:

    “Kartini kembali masuk ke kamar pingitan, tetapi kali ini dengan dada

    mengembang. Penuh harap kebaikan pada hari esok. Tiga karya telah

    dinikmati dunia di luar penjara pingitan” (Khalieqy. 2017:100).

    “Sepertinya ruang pingitan telah bekerja tidak sebagaimana gagasan

    awalnya. Alih-alih menaklukkan. Ruang itu justru telah bekerja demikian

    revolisioner bagi Kartini. Dia mampu menghadapi kenyataan dengan

    caranya sendiri yang tak terbayangkan baik oleh para penggagas pingitan

    dan pendukungnya” (Khalieqy. 2017:95).

    “agaknya ruang pingitan telah menjadi kokon bagi ulat yang tengah

    berpuasa untuk mengubah bentuk dan kualitas hidupnya. Mengasingkan

    diri bak pertapa. Uzlah bagi sang suhud. Semuanya di luar rancangan

    gagasan awal yang sangat kolonial. Menindas dan tak manusiawi”

    (Khalieqy. 2017:95).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 37

    “Tanpa menunggu jawaban Pak Atmo lagi, Kartini berbalik menuju kamar

    pingitan untuk berbenah bersama Kardinah dan Rumini” (Khalieqy.

    2017:134).

    2.3.1.3 Ruang Perpustakan

    Karena begitu banyaknya koleksi buku Raden Sosroningrat sehingga

    ruangan ini menjadi tempat Kartini bersama saudara perempuannya membaca

    buku dan juga sebagai kantor ayahnya sebagai bupati. Hal tersebut dapat

    dibuktikan dari kutipan berikut:

    “Ngasirah langsung memintanya untuk membawakan kertas dan dawat

    dari ruang perpustakan Raden Sosroningrat. Sigap, Kartini segera

    menggoda” (Khalieqy. 2017:53).

    “Kartini segera melangkah ke dalam Pendopo menuju Perpustakan

    ayahnya” (Khalieqy. 2017:54).

    2.3.1.4 Pantai Pandengan

    Pantai yang tidak berada jauh dari Pendopo Jepara, yang merupakan

    tempat favorit Kartini bersama adik-adiknya bersantai menikmati deburan ombak

    dan tempat mereka melontarkan kegelisahan hati mereka. Hal tersebut dapat

    dibuktikan dari kutipan berikut:

    “Ada hembusan angin menyapu genting dari Pantai Bandengan”

    (Khalieqy. 2017:126).

    “Pantai yang tak jauh dari pendopo itu, menjadi tempat melabuh duka dan

    menggelontorkan napas pingitan bagi ketiga putri Jepara” (Khalieqy.

    2017:238).

    “Di pantai Bandengan, bersama debur ombak dan nyiur melambai, hangat

    mentari pagi merengkuh jiwanya dalam semangat muda yang penuh

    gairah. Kartini bermain ombak dan menuliskan namanya dengan jari-jari

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 38

    di antara hamparan pasir kering yang tak terjangkau hempasan ombak”

    (Khalieqy. 2017:298).

    2.3.1.5 Pendopo Agung Kabupaten Rembang

    Kabupaten Rembang merupakan tempat tinggal Kartini setelah menikah

    dengan Raden Joyoadiningrat yang merupakan Bupati dari Kabupaten Rembang.

    Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:

    “Sementara di Rembang, di kediaman suaminya yang megah, Kartini

    sedang di rundung kerinduan pada tanah jepara, pada wajah ibunda

    Ngasirah. Sejak pindah ke Rembang mengikuti suaminya delapan bulan

    lalu, hingga sekarang pada usia kehamilan yang ketujuh bulan, Kartini

    belum sempat menengok ibunya di Jepara” (Khalieqy. 2017:10).

    “Siang hari rombongan pengantin baru tiba di pendopo Agung Kabupaten

    Rembang” (Khalieqy. 2017:362).

    2.3.1.6 Pendopo Utama Kabupaten Demak

    Kabupaten Demak merupakan tempat rapat bulanan Kabupaten oleh para

    Bupati. Pada tempat ini juga pertama kalinya tulisan Kartini tersebar dikalangan

    para bupati yang sebagiannya adalah adik-adik dari ayah Kartini yang tidak suka

    terhadapnya. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut:

    “Kartini tak peduli dan tak gentar terhadap apa yang akan terjadi dengan

    suaranya. Bahkan dia tak tahu, tidak mau tahu, tidak mau tahu dengan apa