22
CISPLATIN DAN HIPOMAGNESEMIA H. Lajer dan G. Daugaard CANCER TREATMENT REVIEWS 1999; 25: 47-58 Article No. ctrv. 1999.0097, tersedia online di http://www.idealibrary.com ABSTRAK Hipomagnesemia adalah efek samping yang umum dijumpai pada pasien kemoterapi yang mengandung cisplatin. Cisplatin memicu hipomagnesemia melalui toksisitas renal berupa gangguan langusng pada mekanisme reabsorbsi magesium pada pars ascendens lengkung Henle serta tubulus distalis. Mengingat proses reabsorbsi magnesium masih belum dipahami seutuhnya, efek cisplatin pada proses tersebut masih belum pasti. Hipomagnesemia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada kemoterapi cisplatin dan dialami hingga 90% pasien jika tidak dilakukan koreksi sejak dini. Signifikansi klinis hipomagnesemia juga masih belum pasti. Gejala klinisnya dapat sulit dibedakan dari gejala yang berhubungan dengan penyakit yang mendasari atau dengan gejala efek samping kemoterapi. Penelitian yang ada saat ini mengenai bagaimana cara mensuplementasi magnesium selama terapi cisplatin kebanyakan berfokus pada efeknya terhadap nilai serum magnesium dan

Cisplatin Dan Hipomagnesemia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

terjemahan jurnal

Citation preview

Page 1: Cisplatin Dan Hipomagnesemia

CISPLATIN DAN HIPOMAGNESEMIA

H. Lajer dan G. Daugaard

CANCER TREATMENT REVIEWS 1999; 25: 47-58 Article No. ctrv.

1999.0097, tersedia online di http://www.idealibrary.com

ABSTRAK

Hipomagnesemia adalah efek samping yang umum dijumpai pada pasien

kemoterapi yang mengandung cisplatin. Cisplatin memicu

hipomagnesemia melalui toksisitas renal berupa gangguan langusng pada

mekanisme reabsorbsi magesium pada pars ascendens lengkung Henle

serta tubulus distalis. Mengingat proses reabsorbsi magnesium masih

belum dipahami seutuhnya, efek cisplatin pada proses tersebut masih

belum pasti. Hipomagnesemia merupakan komplikasi yang sering terjadi

pada kemoterapi cisplatin dan dialami hingga 90% pasien jika tidak

dilakukan koreksi sejak dini. Signifikansi klinis hipomagnesemia juga

masih belum pasti. Gejala klinisnya dapat sulit dibedakan dari gejala yang

berhubungan dengan penyakit yang mendasari atau dengan gejala efek

samping kemoterapi. Penelitian yang ada saat ini mengenai bagaimana

cara mensuplementasi magnesium selama terapi cisplatin kebanyakan

berfokus pada efeknya terhadap nilai serum magnesium dan konsetrasi

magnesium eritrosit, tetapi kedua parameter tersebut merupakan indikator

yang buruk terhadap depo magnesium tubuh. Oleh karena itu, selama

hubungan antara hipomagnesemia dan kemungkinan komplikasinya

masih belum dipahami dengan baik, cukup logis untuk mengambil langkah

aman dengan mencoba menghindari hipomagnesemia. Hasil terbaik

selama ini didapatkan melalui penambahan magnesium pada cairan pre-

dan post- hidrasi.

Kata Kunci: Cisplatin; kemoterapi; nefrotoksisitas; komplikasi;

magnesium; hipomagnesemia; asesmen; gejala; suplementasi

Page 2: Cisplatin Dan Hipomagnesemia

PENDAHULUAN

Hipomagnesemia merupakan efek samping yang umum dialami oleh

pasien yang mendapatkan regimen kemoterapi yang mengandung

cisplatin. Meskipun berbagai usaha telah dilakukan untuk mencegah

maupun menangani efek samping ini, sebenarnya signifikansi klinis

seputar hipomagnesemia yang dipicu oleh cisplatin masih belum banyak

diketahui. Oleh sebab itu, penatalaksanaan hipomagnesemia masih

kontroversial. Berdasarkan literatur yang ada, terdapat dua kubu yang

berlawanan dalam menyikapi masalah tersebut; kubu preventif yang

mencegah hipomagnesemia dengan memberikan magnesium pada basis

pra-terapi serta kubu kuratif yang melakukan koresi magnesium setelah

terjadi hipomagnesemia. Meskipun kedua pendekalan ini dapat dikata

berhasil mengkoreksi hipomagnesemia sebagaimana ditunjukkan oleh

serum magnesium, masih sedikit yang diketahui mengenai status depo

magnesium total pasien pada pasien kemoterapi cisplatin.

Tujuan artikel ini adalah memberikan ulasan komprehensif mengenai

pengetahuan terkini seputar masalah hipomagnesemia yang dipicu

cisplatin, dengan fokus khusus pada interpretasi hipomagnesemia selama

kemoterapi cisplatin. Informasi yang lebih mendetail mengenai fisiologi

renal magnesium serta peran magnesium dapat dirujuk dari sumber lain.

MAGNESIUM

Masih sedikit yang diketahui mengenai signifikansi fisiologis dan

patofisiologis magnesium dibandingkan dengan natrium, kalium, dan

kalsium. Meskpun magnesium merupakan kation kedua terbanyak

intraseluler (setelah kalium), kurangnya metode yang dapat mengukur

status magnesium secara akurat di berbagai kompartemen tubuh yang

berbeda menyulitkan dilaksanakannya penelitian. Hanya selama beberapa

tahun terakhir ini mulai terdapat peningkatan ketersediaan dan kemajuan

teknik seperti nuclear magnetic resonance spectroscopy sehingga

penelitian dalam skala besar mungkin untuk dilakukan. Penelitian-

Page 3: Cisplatin Dan Hipomagnesemia

penelitian tersebut memperjelas bahwa magnesium berperan aktif dalam

berbagai proses seluler, di mana magnesium dikaitkan sebagai kofaktor

untuk sekitar 300 enzim seluler, turut andil dalam reaksi metabolisme

energi seluler yang melibatkan ATP, aktivitas pompa Na-K, aktivitas kanal

kalsium, stabilisasi struktur membran, translasi mRNA, hingga transkripsi

dan replikasi DNA. Magnesium ekstraseluler turut andil dalam regulasi

tonus otot polos dan konduksi nervus. Meskipun demikian, peran

magnesium dalam infark myokard dan penyakit jantung iskemia masih

diragukan.

Dalam usus halus, 30-40% dari rerata kebutuhan harian magnesium yang

besarnya 300-360 mg diserap dari makanan. Tubuh manusia

mengandung rata-rata 1,2 mol (25 gram) magnesium. Rentang normal

konsentrasi serum magnesium yang diajukan bervariasi antara 0,7 hingga

1,1 mmol/l (1,7-2,7 mg/dl atau 1,4-2,2 meq/l). Angka tersebut meliputi

sekitar 0,3% kadar total magnesium tubuh. Hanya sekitar 1% magnesium

tubuh berada pada ekstraseluler. Sisanya terbagi hampir setara antara

tulang dan jaringan lunak. Di jaringan lunak, otot lurik mengandung paling

banyak magnesium, yaitu sebesar 28% total depo tubuh.

Dalam serum, magnesium terbagi dalam tiga golongan yang meliputi

magnesium terionisasi (61 %), magnesium terikat protein (33 %) dan

kompleks magnesium (6 %). Ligand yang paling penting bagi magnesium

terikat protein dalam serum adalah albumin yang mengikat 25 % serum

magnesium total. Karena magnesium terikat protein tidak mudah melewati

membran glomerulus, magnesium bebas merupakan bagian terbesar dari

magnesium yang terbuang melalui ultrafiltrasi. Meskipun membutuhkan

klarifikasi lebih lanjut, sebagian besar peneliti setuju bahwa magnesium

bebas merupakan bentuk aktif dari magnesium. Dalam lingkungan

intraseluler, hanya 1-2 % dari total magnesium selular tersedia dalam

bentuk bebas.

Page 4: Cisplatin Dan Hipomagnesemia

Homeostasis magnesium diatur secara ketat oleh ginjal dengan 2/3 dari

total serum magnesium difiltrasi oleh glomerulus sebagai bagian dari

proses filtrasi - reabsorpsi. Dalam kondisi normal, sebagian besar

reabsorpsi (secara kuantitatif) terjadi pada pars ascendens lengkung

Henle (70 %) melalui proses pasif yang bergantung pada beda voltase

transepitelial (Gambar 1). Hanya 15 % dari magnesium yang difitrasi

direabsorbsi kembali di tubulus proximalis melalui proses transelular aktif.

Sepuluh persen magnesium direabsorbsi dalam tubulus distalis, tetapi

mengingat segmen ini menyerap 70-80 % dari apa yang melewatinya,

segmen ini mungkin memainkan peran penting dalam penentuan akhir

ekskresi magnesium urin. Pengaturan reabsorpsi tersebut tampaknya

dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang memastikan bahwa dalam kondisi

normal, hipomagnesemia akan meningkatkan konservasi magnesium

ginjal. Sejumlah hormon telah terbkti merangsang reabsorpsi magnesium

ginjal, seperti hormon steroid, glukagon, kalsitonin, vasopressin dan

hormon paratiroid. Yang lebih penting, bukti terbaru mengungkapkan

bahwa sel ginjal pada pars ascendens lengkung Henle serta tubulus

distalis sepertinya telah beradaptasi dengan availabilitas magnesium

melalui mekanisme yang mungkin melibatkan reseptor yang dapat

mendeteksi Ca2+/Mg2+ serta perubahan dalam jalur magnesium

paraseluler.

CISPLATIN DAN NEFROTOKSISITAS

Sejak diperkenalkan secara klinis pada tahun 1971, cisplatin telah terbukti

sangat penting berperan sebagai agen sitostatik yang efektif terhadap

berbagai tumor padat. Cisplatin merupakan bagian penting rejimen

kemoterapi yang digunakan dalam penatalaksanaan kanker paru, kanker

ovarium, berbagai kanker sel germinal, kanker regio kepala dan leher,

serta kanker kandung kemih. Meskipun demikian, cisplatin memiliki

banyak efek samping yang sebagian besar umum dijumpai, seperti

nefrotoksisitas, neurotoksisitas, ototoksisitas, myelosupresi, mual dan

muntah. Di antaranya efek samping di atas, nefrotoksisitas menjadi

Page 5: Cisplatin Dan Hipomagnesemia

perhatian paling banyak sebagai faktor yang membatasi besar dosis.

Ketika diekskresikan oleh ginjal, pemberian cisplatin mengakibatkan

kerusakan langsung pada tubulus-tubulus ginjal. Penelitian morfologi pada

tikus jantan secara konsisten melaporkan adanya nekrosis bergerombol

yang terbatas pada sel-sel S3 segmen tubulus proximalis di batas luar

medulla renalis. Hal ini didukung oleh penelitian fungsional yang

menunjukkan bahwa nefrotoksisitas yang berawal sebagai gangguan

tubulus proximalis. Pada manusia, nekrosis tubular terfokus serupa juga

diamati, meskipun mayoritas perubahan morfologi didapati justru pada

tubulus contortus distalis dan saluran pengumpul dan tubulus collectivus.

Fibrosis interstisial merupakan perubahan morfologi tunggal pada pasien

dengan gagal ginjal akut pasca pemberian berulang cisplatin secara

serial. Adanya perbedaan yang jelas antar-spesies menyebabkan

beberapa peneliti meragukan penerapan ekstrapolasi penelitian pada

hewan untuk manusia. Menariknya, temuan morfologi pasca injeksi

cisplatin berulang pada anjing tampak lebih konsisten dengan temuan

pada manusia. Pada kedua spesies, penurunan tingkat reabsorpsi absolut

proksimal terhadap natrium dan air secara bertahap dapat diamati dan

disertai dengan peningkatan penanda yang menunjukkan kerusakan

tubulus proximalis pada manusia ( beta-2-mikroglobulin dan N-asetil-beta-

D-glucosaminidase). Hal ini disertai dengan gangguan tubulus distalis

yang diukur dengan tingkat reabsorpsi natrium absolut maupun fraksional.

Ketika cisplatin menyebabkan cedera ginjal, penurunan nilai serum

magnesium dapat menjadi salah satu tanda-tanda yang paling awal dan

dapat ditemukan meskipun fungsi tubular masih dinyatakan normal. Hal ini

serupa dengan hilangnya magnesium pasca pemberian gentamisin yang

dideskripsikan sebagai manifestasi independen toksisitas ginjal.

Peningkatan serum kreatinin dapat dijadikan indikator akhir cedera ginjal

selama kemoterapi cisplatin karena gagal ginjal dapat terjadi tanpa

disertai peningkatan serum kreatinin. Beberapa penelitian telah

Page 6: Cisplatin Dan Hipomagnesemia

membuktikan bahwa klirens 51Cr-EDTA ginjal hampir setara dengan

klirens inulin. Meskipun demikian, pada pasien yang diterapi cisplatin,

terdapat korelasi yang buruk antara klirens 51Cr-EDTA dan serum kreatinin

atau klirens kreatinin. Oleh karena itu, 51Cr-EDTA harus digunakan untuk

tujuan ilmiah atau penelitian klinis di mana pengukuran glomerulus

filtration rate (GFR) penting untuk dilakukan.

Dalam dua kelompok pasien kanker sel germinal yang diterapi dengan

cisplatin, ditemukan adanya penurunan signifikan GFR sebagaimana

ditunjukkan dengan pengukuran klirens 51Cr-EDTA. Pada kelompok dosis

rendah (20 mg cisplatin/m2 per hari selama 5 hari) diamati penurunan

signifikan sebesar 11,7 % setelah 4 seri. Pada kelompok dosis tinggi (40

mg cisplatin/m2 per hari selama 5 hari) diamati penurunan yang signifikan

sebesar 15,8 % setelah seri pertama yang memburuk menjadi 35,7 %

setelah 3 seri. Telah diusulkan bahwa penurunan GFR mungkin

dikarenakan vasokonstriksi arteriol aferen, penurunan koefisien ultrafiltrasi

atau keduanya.

CISPLATIN DAN HIPOMAGNESEMIA

Setiap obat yang menyebabkan nekrosis tubular di situs reabsorpsi

magnesium pada tubulus terbukti akan mempengaruhi homeostasis

magnesium. Mekanisme pasti bagaimana cisplatin menyebabkan

hipomagnesemia masih tidak jelas, tetapi tampaknya lebih bergantung

pada dosis kumulatif cisplatin yang diterapkan daripada jumlah dosis yang

diberikan. Ariceta et al. menemukan bahwa dosis kumulatif cisplatin

minimal yang diperlukan untuk menginduksi hipomagnesemia adalah 300

mg/m2. Meskipun angka ini didasarkan pada pasien pediatri, hasil yang

sama juga ditemukan pada orang dewasa. Dengan demikian, persentase

pasien yang mengalami hipomagnesemia di sepanjang terapi bervariasi

antar tiap pengamat, tergantung pada rejimen yang digunakan. Schilsky et

al. menganalisis serum elektrolit secara retrospektif pada 44 pasien yang

mendapatkan kemoterapi cisplatin dan menemukan bahwa 52 % (23/44)

Page 7: Cisplatin Dan Hipomagnesemia

pasien mengalami hipomagnesemia (<1.4meq/l) selama terapi dengan

dosis 70 mg/m2 tiap tiga minggu dengan median empat seri kemoterapi.

Buckley et al mengikuti 50 pasien yang mendapatkan cisplatin dengan

dosis 50 mg/m2 tiap empat minggu dan menemukan bahwa kejadian

hipomagnesemia meningkat selama terapi dari 41 % setelah satu seri

kemoterapi menjadi 100 % pada pasien yang menerima enam seri

kemoterapi. Bell et al mengevaluasi 50 pasien secara prospektif selama

pemberian berbagai rejimen cisplatin yang berbeda dan menemukan

bahwa semua pasien mengalami hipomagnesemia (<0,69 mmol/l) setelah

4 seri kemoterapi, terlepas dari dosis yang diterapkan (50-100 mg/m2).

Sementara itu, Stewart et al mengevaluasi prospektif 17 pasien yang

diterapi cisplatin dalam dosis 50 mg/m2 tiap 4 minggu selama rata-rata 13

seri. Dalam setting demikian, hipomagnesemia (<1,8 mg/dl) dialami oleh

88 % pasien di pada suatu titik di sepanjang terapi dan diklasifikasikan

sebagai sedang/berat (<1,4 mg/dl ) pada 53 % kasus.

Pasca injeksi cisplatin, sejumlah besar magnesium diekskresikan dalam

urin secara patologis, bahkan pada pasien yang sudah mengalami

hipomagnesemia berat. Mavichak et al menemukan bahwa pemberian

akut infus MgCl2 pada tikus diberi perlakuan cisplatin menyebabkan

ekskresi magnesium urin yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan

dengan tikus kontrol. Hal ini juga telah dibuktikan pada manusia. Dalam

penelitian acak antara berbagai rejimen suplementasi magnesium yang

berbeda, Martin et al menemukan bahwa kelompok yang menerima

suplementasi magnesium mengekskresikan magnesium melalui urin

dalam jumlah yang sama dengan jumlah yang diberikan sebagai

suplementasi.

Hilangnya magnesium secara monosimptomatik pasca pemberian

cisplatin menarik karena mungkin dapat dijadikan dasar untuk hipotesis

bahwa sebagian dari proses reabsorpsi magnesium sangat sensitif

terhadap kinerja cisplatin. Hal ini lagi-lagi menarik mengingat bahwa salah

Page 8: Cisplatin Dan Hipomagnesemia

satu efek nefrotoksisitas cisplatin jangka panjang adalah hipomagnesemia

persisten dengan fungsi ginjal normal, layaknya yang didapati pada

cedera selektif. Masih ada kasus hipomagnesemia yang dilaporkan lebih

dari 6 tahun pasca penghentian terapi. Efek cisplatin pada proses ini

hanya sebatas spekulasi karena sebenarnya hingga kini proses

reabsorpsi magnesium masih belum sepenuhnya dipahami. Dari data

yang ada saat ini, hipomagnesemia yang disebabkan oleh kemoterapi

cisplatin diduga memiliki dua tahap yang berbeda. Tahap pertama meliputi

kerusakan dini yang mempengaruhi salah satu langkah penting dari

reabsorpsi magnesium. Tahap ini mungkin dapat dijelaskan oleh adanya

pengaruh selektif terhadap permeabilitas jalur paraseluler serta reseptor

peka Ca2+/Mg2+.

Adanya kerusakan langsung pada proses selektif yang terjadi di pars

ascendens lengkung Henle serta dalam tubulus contortus distalis tersebut

dapat menjelaskan adanya abnormalitas ekskresi magnesium meskipun

fungsi ginjal dinyatakan normal. Lebih lanjut, kerusakan pada reseptor

peka Ca2+/Mg2+ juga dapat menjelaskan adanya korelasi signifikan yang

ditemukan antara hipomagnesemia dan hipokalsemia selama terapi

cisplatin. Tahap kedua cedera ginjal bersifat lebih umum, di mana terjadi

kerusakan yang lebih difus sesuai dengan perubahan morfologi yang

dapat diamati dalam bentuk nekrosis bergerombol pada sel-sel tubulus.

HIPOMAGNESEMIA

Penilaian status magnesium dalam konteks klinis menimbulkan berbagai

masalah. Hal tersebut disebabkan oleh fakta bahwa tidak tersedia metode

pengujian sederhana yang dapat dimanfaatkan dokter untuk menentukan

status magnesium pasien secara cepat dan akurat. Seperti yang telah

disebutkan sebelumnya, sebagian besar magnesium adalah kation

intraseluler yang kemungkinan hanya aktif dalam bentuk bebas. Cara

pengukuran magnesium yang tersedia dapat dilihat pada Tabel 1. Dari

Tabel 1 dapat diketahui bahwa beberapa metode tersebut belum memiliki

Page 9: Cisplatin Dan Hipomagnesemia

signifikansi klinis, sementara sisanya merupakan prosedur yang sangat

rumit. Beberapa dari metode tersebut akan dibahas lebih mendetail

karena merupakan dasar dari penelitian yang diulas di sini.

Karena kadar serum magnesium sangat mudah diukur, pemanfaatannya

dalam penelitian tentang defisiensi magnesium sangat menggoda.

Sayangnya, hipomagnesemia bukanlah merupakan indikasi defisiensi

magnesium, karena konsentrasi serum magnesium berkorelasi buruk

dengan depo total magnesium tubuh. Artinya, nilai serum magnesium

yang normal dapat ditemukan pada defisiensi berat magnesium

intraseluler. Stendig-Lindberg et al. menunjukkan kadar magnesium otot

yang rendah secara signifikan pada pasien yang telah diberi suplemen

magnesium peroral hingga kadar magnesium serumnya pulih ke nilai

normal. Sebaliknya, Sartori et al . menunjukkan nilai magnesium

intraseluler yang normal pada pengukuran dalam eritrosit ketika nilai

serum magnesium rendah selama terapi cisplatin. Dengan demikian,

setidaknya secara teori, penurunan nilai magnesium serum mungkin

hanya mencerminkan sedikit penurunan magnesium tubuh dalam satu

waktu, padahal depo intraseluler yang cukup dapat ditemukan dalam

tulang dan otot.

Hipomagnesemia mungkin terjadi akibat berbagai alasan. Hashizume et al

mengevaluasi kadar magnesium serum pada 6252 pasien dengan

berbagai penyakit secara retrospektif. 11,9 % pasien terbukti mengalami

penurunan magnesium serum ( <1.8 mg/dl ) dan 2,6 % (165) pasien

mengalami hipomagnesemia ( <1,5 mg/dl ). Hipomagnesemia paling

banyak ditemukan pada pasien tumor ganas (36,7%) . Hal tersebut tidak

mengherankan karena banyak dari pasien tersebut menerima kemoterapi.

Meskipun demikian, tidak ada data spesifik tentang jumlah pasien yang

menjalani terapi cisplatin. Pada penelitian lain Elisaf et al mempelajari

penyebab hipomagnesemia berat yang dialami 35 pasien pada saat

masuk rumah sakit. Lagi-lagi, obat sitotoksik terutama cisplatin terbukti

Page 10: Cisplatin Dan Hipomagnesemia

menjadi penyebab utama hipomagnesemia pada 11/35 pasien. Jumlah ini

hanya dilampaui oleh alkoholisme yang dicurigai menjadi penyebab

hipomagnesemia pada 12/35 pasien. Whang et al menemukan insiden

hipomagnesemia sebesar 6,9 % saat melakukan tes serum magnesium

rutin pada 2300 pasien. Tidak ditemukan adanya perubahan atau

penurunan marjinal dalam nilai rata-rata serum magnesium pada pasien

yang menerima terapi diuretik untuk hipertensi atau gagal jantung

kongestif. Sebaliknya, 55 % pasien terbukti mengalami pengurangan

kadar magnesium otot sebesar rata-rata 18 %.

Kandungan magnesium eritrosit berkorelasi buruk dengan konsentrasi

magnesium dalam jaringan lain layaknya dengan kadar magnesium

plasma. Oleh karena itu, angka tersebut harus diperlakukan dengan

sangat hati-hati. Tidak ditemukan adanya korelasi antara konsentrasi

magnesium dalam eritrosit dan konsentrasi magnesium dalam serum dan

sel MN. Sjogren et al juga tidak menemukan korelasi antara konsentrasi

magnesium pada sampel biopsi otot dan eritrosit.

Gangguan Elektrolit yang Menyertai

Telah dilaporkan bahwa pada pasien hipomagnesemia, didapati

peningkatan prevalensi hipokalemia sebesar enam kali lipat. Setelah

pemberian cisplatin pada anjing, diamati pula adanya peningkatan klirens

kalium yang mungkin terjadi akibat cedera tubulus proximalis yang dipicu

cisplatin sehingga ada peningkatan pengiriman natrium, kalium dan air ke

nefron distal yang menghasilkan sekresi kalium dependen beban natrium.

Hipomagnesemia kemungkinan juga menyebabkan gangguan Na,K-

ATPase dependen Mg yang mengakibatkan peningkatan kehilangan

kalium seluler , yang dikombinasikan dengan penurunan konservasi

kalium oleh ginjal sehingga mengarah ke hipokalemia, yang semakin

diperparah oleh hiperhidrasi yang diberlakukan selama kemoterapi

cisplatin. Apapun mekanisme pemicunya, apakah akibat mekanisme

pertama, kedua, atau kombinasi dari keduanya, upaya

Page 11: Cisplatin Dan Hipomagnesemia

harus dilakukan untuk mengkoreksi hal tersebut, karena

hipokalemia yang kemungkinan berbasis Na,K-ATPase dependen Mg,

bisa jadi gagal dikoreksi apabila tidak disertai pemberian magnesium

secara simultan.

Hipokalsemia sering dialami pasien yang mendapatkan cisplatin dan

frekuensi kejadian sebenarnya kemungkinan tergantung pada dosis

pemberian. Stewart et al melaporkan bahwa dalam penelitian prospektif

pada pasien yang menerima cisplatin dalam dosis 50 mg/m2, frekuensi

hipokalsemia adalah sebesar 5,8 % (1/17). Dalam sebuah penelitian oleh

departemen penulis, 90 % pasien yang menerima cisplatin dalam dosis 40

mg/m2 per hari selama 5 hari mengembangkan hipokalsemia signifikan

yang berkorelasi dengan hipomagnesemia. Kasus hipokalsemia-

hipomagnesemia tampaknya berelasi sebagai akibat menurunnya sekresi

PTH serta meningkatnya resistensi terhadap kinerja PTH di tulang

maupun ginjal, yang keduanya disebabkan oleh hipomagnesemia melalui

suatu mekanisme yang kompleks serta masih belum dapat dipahami

seutuhnya.

Hipomagnesemia dan Respon Tumor

Telah diusulkan bahwa hipomagnesemia dalam kasus tumor solid

harusnya justru dapat menghambat proses karsinogenesis. Dengan

demikian, besarnya respons terapi pada pasien yang mengalami

hipomagnesemia selama terapi dengan cisplatin diharapkan justru lebih

besar. Meskipun demikian, perubahan tingkat respons tersebut belum

dapat dibuktikan karena beberapa penelitian kecil yang dilakukan untuk

mencari korelasi spekulatif tersebut tidak mampu menunjukkan adanya

perubahan yang signifikan.

PEMBAHASAN

Hipomagnesemia merupakan komplikasi umum terapi cisplatin. Terdapat

dugaan bahwa penurunan magnesium plasma tersebut kemungkinan

Page 12: Cisplatin Dan Hipomagnesemia

disebabkan oleh hiperhidrasi yang diterapkan selama pemberian cisplatin.

Pemberian infus normal saline dapat menurunkan reabsorpsi

magnesium proksimal, sementara pemberian manitol diduga dapat

meningkatkan ekskresi magnesium sebesar 40-50 % dari jumlah total

yang difiltrasi. Peningkatan ekskresi magnesium secara persisten

dalam kondisi hipomagnesemia berat menunjukkan bahwa

hipomagnesemia dipicu oleh gangguan reabsorpsi magnesium ginjal.

Meskipun demikian, letak terjadinya gangguan ginjal tersebut masih belum

dapat dipastikan.

Besarnya masalah tersebut menekankan pentingnya untuk dilakukan

penelitian lebih lanjut dalam bidang ini. Seperti yang telah disebutkan

sebelumnya,

hipomagnesemia dialami oleh sekitar 40-90 % pasien yang mendapatkan

terapi cisplatin. Angka 40% mewakili angka perkiraan yang dilaporkan

ketika magnesium intravena disertakan dengan cairan hidrasi, sementara

angka 90% merupakan angka yang dilaporkan ketika tiga seri kemoterapi

diberikan tanpa disertai suplementasi. Sementara itu, di departemen

penulis sendiri, sebuah analisis retrospektif pada 107 pasien yang diterapi

cisplatin tanpa suplementasi magnesium rutin mengungkapkan bahwa

64% mengalami hipomagnesemia (<0,67 mmol/l), sementara 44%

pasien terbukti memiliki kadar Mg plasma di bawah 0,55 mmol/l pada

suatu titik selama pemberian kemoterapinya hingga membutuhkan infus

magnesium (data tidak dipublikasikan). Analisis tersebut lebih lanjut

mengungkapkan bahwa frekuensi hipomagnesemia ternyata lebih tinggi

pada kelompok pasien yang menerima terapi kombinasi cisplatin dengan

paclitaxel. Temuan ini adalah didukung oleh sebuah penelitian terbaru

oleh Merouani et al yang melaporkan adanya peningkatan frekuensi

nefrotoksisitas pada pasien yang diterapi dengan paclitaxel dan cisplatin

dibandingkan dengan cisplatin sebagai agen terapi tunggal. Tidak ada

data yang menyebutkan frekuensi hipomagnesemia pada pasien

yang diterapi dengan carboplatin dan paclitaxel.

Page 13: Cisplatin Dan Hipomagnesemia

Seluruh penelitian yang diulas di sini melibatkan sejumlah kecil pasien,

sementara parameter yang digunakan untuk menilai status magnesium

dianggap memiliki keterbatasan dalam memberikan perkiraan yang akurat

tentang defisiensi magnesium tubuh, karena angkanya didapatkan dari

serum atau eritrosit. Hal tersebut kemungkinan lebih relevan ketika

hipomagnesemia berkembang dalam rentang waktu yang singkat selama

pemberian terapi cisplatin. Dengan demikian, secara teoritis dapat

dikatakan bahwa depo magnesium tubuh tetap relatif utuh akibat adanya

mekanisme konservasi aktif di dua tempat penyimpanan utama

magnesium, yaitu tulang dan otot. Meskipun demikian, bukti akan teori

tersebut harus disediakan oleh penelitian yang mengevaluasi konsentrasi

magnesium intrasel otot dan/atau tulang selama terapi cisplatin.

Hingga kini masih belum ada penelitian yang dapat memberikan bukti

adanya hubungan linear antara beratnya hipomagnesemia dengan

peningkatan keseriusan komplikasi. Dengan demikian, baik faktor-faktor

yang diketahui maupun faktor-faktor yang tidak diketahui mungkin dapat

membuat pasien tertentu lebih rentan terhadap komplikasi yang serius,

meskipun pada level hipomagnesemia yang relatif rendah. Koreksi

defisiensi P-Mg didasarkan pada asumsi bahwa pasien dengan

hipomagnesemia pada akhirnya dapat menghadapi risiko kematian

mendadak akibat tetani atau serangan jantung jika suplementasi

magnesium tidak diberikan. Bukti yang tersedia menunjukkan adanya

risiko peningkatan aritmia jantung pada pasien hipomagnesemia serta

beberapa faktor yang harus sangat diperhatikan pada pasien

hipomagnesemia dengan riwayat penyakit jantung sebelumnya, terutama

jika mereka diterapi dengan digoxin atau diuretik. Laporan kasus hanya

sedikit tersedia tetapi kesemuanya menggambarkan bahwa kejadian

serius karena hipomagnesemia dipersulit oleh hambatan dalam

mengisolasi gejala hipomagnesemia dari gejala elektrolit yang terjadi

secara bersamaan serta gangguan akibat kanker berat yang sudah

Page 14: Cisplatin Dan Hipomagnesemia

menyebar luas. Sehubungan dengan gejala yang tidak mengancam jiwa

seperti rasa lelah, mual dan muntah, juga merupakan gejala umum

pada pasien yang dikemoterapi sehingga karenanya sangat sulit untuk

mendiagnosis apakah keluhan tersebut terkait dengan hipomagnesemia.

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bahwa belum ada penelitian yang

sudah mampu secara obyektif menentukan ambang suplementasi pada

penderita hipomagnesemia.

Selama hubungan antara hipomagnesemia dengan kemungkinan

komplikasinya tetap belum diketahui, cukup masuk akal untuk mencoba

menghindari hipomagnesemia. Hasil terbaik tampaknya didapat dengan

penambahan magnesium pada cairan pra- dan pasca- hidrasi.

Lofts et al menghitung bahwa biaya terapi tersebut adalah sebesar sekitar

£ 20 per seri pada tahun 1995. Pendekatan ini juga memiliki keuntungan

tambahan, yaitu mengatasi komplikasi lain yang sering dihadapi yaitu

parahnya efek samping gastrointestinal akibat pemberian suplementasi

magnesium peroral sehingga pasien banyak yang tidak patuh. Meskipun

demikian, terdapat berbagai penelitian dengan beraneka rejimen

suplementasi sehingga tiap penelitian dapat memberikan rekomendasi

yang berbeda. Oleh karena itu, tidak mungkin untuk menentukan rejimen

suplementasi yang ideal berdasarkan pengetahuan yang ada saat ini. Hal

ini didukung oleh fakta bahwa tidak ada rejimen yang benar-benar telah

terbukti dapat memberikan proteksi terhadap hipomagnesemia yang

disebabkan oleh cisplatin.

KESIMPULAN

Cisplatin menginduksi hipomagnesemia melalui nefrotoksisitas akibat

cedera langsung pada mekanisme reabsorpsi magnesium di pars

ascendens lengkung Henle serta tubulus contortus distalis.

Hipomagnesemia merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada

kemoterapi cisplatin dan diderita hingga 90 % pasien jika tidak ada

langkah-langkah yang diambil untuk mengkoreksinya. Kepentingan klinis

Page 15: Cisplatin Dan Hipomagnesemia

hipomagnesemia masih kontroversial. Gejala hipomagnesemia sulit

dibedakan dari gejala yang berhubungan dengan penyakit yang

mendasari atau dengan efek samping kemoterapi itu sendiri. Penelitian

yang ada saat ini tentang suplementasi magnesium selama terapi cisplatin

lebih berfokus pada efeknya terhadap kadar magnesium di serum

dan konsentrasi magnesium di eritrosit. Kedua parameter tersebut

merupakan indikator yang buruk untuk mengetahu depo magnesium

tubuh. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan

efek hipomagnesemia akibat cisplatin pada depo intraselular magnesium

serta berbagai risiko sehubungan dengan hipomagnesemia.