27
CHRONIC KIDNEY DISEASE BY: Annisa Suci M. G2B 009 004 Sitha Ramadani G2B 009 031 Dwi Nur R.P.S. G2B 009 036 Destiya Dwi P. G2B 009 044 Eva Dwi Mayrani G2B 009 063 Rani Arnasari G2B 009 101 NURSING SCIENCE FACULTY OF MEDICINE

Chronic Kidney Disease

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Chronic Kidney Disease

CHRONIC KIDNEY DISEASE

BY:

Annisa Suci M. G2B 009 004

Sitha Ramadani G2B 009 031

Dwi Nur R.P.S. G2B 009 036

Destiya Dwi P. G2B 009 044

Eva Dwi Mayrani G2B 009 063

Rani Arnasari G2B 009 101

NURSING SCIENCE

FACULTY OF MEDICINE

DIPONEGORO UNIVERSITY

2010

Page 2: Chronic Kidney Disease

1st CHAPTER

INTRODUCTION

A. BACKGROUND

B. GOALS

Page 3: Chronic Kidney Disease

2nd CHAPTER

LITERATURE REVIEW

A. DEFINITION

Gagal Ginjal Kronik (CKD) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah

gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel.

Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan

sampah nitrogen lain dalam darah) ( KMB, Vol 2 hal 1448).

Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan

penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan

cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min.

(Suyono, et al, 2001)

Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan

irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia.

(Smeltzer & Bare, 2001)

Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang

merusak nefron ginjal. Sebagian penyakit ini merupakan penyakit parenkim

ginjal difus dan bilateral, meskipun lesi obstruktif pada saluran kemih juga dapat

menyebabkan gagal ginjal kronik.

B. ETIOLOGI

Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain (Price & Wilson, 1994):

Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)

Penyakit peradangan (glomerulonefritis): penyakit peradangan ginjal

bilateral. Peradangan dimulai dalam glomerulus dan bermanifestasi sebagai

proteinuria dan/atau hematuria.

Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)

Page 4: Chronic Kidney Disease

Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis

sitemik): penyakit sistemik yang manifestasinya terutama mengenai jaringan

lunak tubuh.

Kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal.)

Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)

Nefropati toksik: ginjal rentan terhadap efek toksik, obat-obatan, dan bahan

kimia

Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)

C. PATOPHISIOLOGY

Dua pendekatan teoritis yang biasanya diajukan untuk menjelaskan

gangguan fungsi ginjal pada Gagal ginjal Kronis:

1. Sudut pandang tradisional

Mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit namun

dalam stadium yang berbeda-beda, dan bagian spesifik dari nefron yang

berkaitan dengan fungsi –fungsi tertentu dapat saja benar-benar rusak atau

berubah strukturnya, misalnya lesi organic pada medulla akan merusak susunan

anatomic dari lengkung henle.

2. Pendekatan Hipotesis Bricker atau hipotesis nefron yang utuh

Berpendapat bahwa bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya

akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Uremia

akan timbul bila jumlah nefron yang sudah sedemikian berkurang sehingga

keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi.

Adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami

hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal,

terjadi peningkatan percepatan filtrasi, beban solute dan reabsorpsi tubulus

dalam setiap nefron yang terdapat dalam ginjal turun dibawab normal.

Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan

keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang

rendah.

Page 5: Chronic Kidney Disease

Namun akhirnya kalau 75 % massa nefron telah hancur, maka kecepatan

filtrasi dan beban solute bagi tiap nefron sedemikian tinggi sehingga

keseimbangan glomerolus-tubulus tidak dapat lagi dipertahankan. Fleksibilitas

baik pada proses ekskresi maupun konsentrasi solute dan air menjadi berkurang.

D. PERJALANAN KLINIS

Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 atadium

Stadium I (Fase Berkurangnya cadangan ginjal)

Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % – 75 %). Tahap inilah

yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini

belum merasasakan gejala gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal

masih dalam masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan

kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita

asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan

memberikan beban kerja yang berat, sepersti tes pemekatan kemih yang lama

atau dengan mengadakan test GFR yang teliti. Fase ini disebabkan oleh

berkurangnya aliran darah yang menuju ke ginjal atau oleh kondisi-kondisi yang

menyebabkan kerusakan pada ginjal, seperti gagal ginjal akut yang tidak diberi

perawatan.

Stadium II (Fase Gangguan Ginjal)

Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % – 50 %). Pada tahap ini penderita

dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjal

menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi

kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan

pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah

langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk

ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi

telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan

konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada

stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.

Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % – 50 %). Pada tahap ini penderita

dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjaL

Page 6: Chronic Kidney Disease

menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi

kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan

pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah

langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk

ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi

telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan

konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada

stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.

Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang

terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih

dari 3 liter / hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal

ginjal diantara 5 % – 25 % . Faal ginjal jelas sangat menurun. Manifestasi klinis

yang nampak adalah lelah, sakit kepala, mual, pruritus, kekurangan darah,

tekanan darah akan naik, aktifitas penderita mulai terganggu, pasien juga

mungkin mengalami nocturia, dan polyuria yang disebabkan oleh penurunan

kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan urin.

Stadium III (Fase Penyakit ginjal tahap akhir (End Stage Renal Disease–ESRD))

Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %). Semua gejala sudah

jelas dan penderita masuk dalam keadaan diman tak dapat melakukan tugas

sehari hair sebaimana mestinya.. Stadum akhir timbul pada sekitar 90 % dari

massa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar

kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang. Manifestasi klinis ESRD

adalah defisit neurologis, defisit hematologis, gangguan sistem gastrointestinal

(GI), gangguan pernapasan, gangguan pada cairan dan elektrolit, keseimbangan

asam basa, mual, muntah, nafsu makan berkurang, sesak nafas, pusing, sakit

kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang kejang dan akhirnya terjadi

penurunan kesadaran sampai koma, dan kerusakan pada integritas kulit.

Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat

dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal,

penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup

lagi mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit dalam tubuh. Penderita

biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/ hari karena

Page 7: Chronic Kidney Disease

kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula mula menyerang tubulus

ginjal, kompleks menyerang tubulus gijal, kompleks perubahan biokimia dan

gejala gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem

dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan menggal

kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.

E. METABOLISME PROTEIN

Transport Protein:

o Protein diabsorpsi di usus halus dalam bentuk asam amino → masuk darah

o Dalam darah asam amino disebar keseluruh sel untuk disimpan

o Didalam sel asam amino disimpan dalam bentuk protein (dengan

menggunakan enzim)

o Hati merupakan jaringan utama untuk menyimpan dan mengolah protein

Penggunaan Protein untuk Energi:

o Jika jumlah protein terus meningkat → protein sel dipecah jadi asam amino

untuk dijadikan energi atau disimpan dalam bentuk lemak

o Pemecahan protein jadi asam amino terjadi di hati dengan proses: deaminasi

atau transaminasi

o Deaminasi: proses pembuangan gugus amino dari asam amino

o Transaminasi: proses perubahan asam amino menjadi asam keto

Pemecahan Protein:

1. Transaminasi:

o alanin + alfa-ketoglutarat → piruvat + glutamate

2. Diaminasi:

o asam amino + NAD+ → asam keto + NH3

o NH3 → merupakan racun bagi tubuh, tetapi tidak dapat dibuang oleh

ginjal → harus diubah dahulu jadi urea (di hati) → agar dapat dibuang

oleh ginjal

Deaminasi maupun transaminasi merupakan proses perubahan protein → zat

yang dapat masuk kedalam siklus Krebs

Zat hasil deaminasi/transaminasi yang dapat masuk siklus Krebs adalah: alfa

ketoglutarat, suksinil ko-A, fumarat, oksaloasetat, sitrat

Page 8: Chronic Kidney Disease

F. PERUBAHAN METABOLISME PROTEIN

G. CLINIC MANIFESTATION

1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):

a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat

badan berkurang, mudah tersinggung, depresi

b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal

atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai

lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.

2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi,

(akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin –

aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan

berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh

toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang,

perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).

3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:

a. Sistem kardiovaskuler

• Hipertensi

• Pitting edema

• Edema periorbital

• Pembesaran vena leher

• Friction sub pericardial

b. Sistem Pulmoner

• Krekel

• Nafas dangkal

• Kusmaull

• Sputum kental dan liat

c. Sistem gastrointestinal

• Anoreksia, mual dan muntah

• Perdarahan saluran GI

• Ulserasi dan pardarahan mulut

• Nafas berbau amonia

Page 9: Chronic Kidney Disease

d. Sistem muskuloskeletal

• Kram otot

• Kehilangan kekuatan otot

• Fraktur tulang

e. Sistem Integumen

• Warna kulit abu-abu mengkilat

• Pruritis

• Kulit kering bersisik

• Ekimosis

• Kuku tipis dan rapuh

• Rambut tipis dan kasar

f. Sistem Reproduksi

• Amenore

• Atrofi testis

H. DIASNOTIC TEST

Urine : Volume ,Warna ,Sedimen ,Berat jenis ,Kreatinin ,Protein

Darah : Bun / kreatinin,Hitung darah lengkap ,Sel darah merah ,Natrium

serum ,Kalium, Magnesium fosfat , Protein ,Osmolaritas serum

Pielografi intravena: Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter

Pielografi retrograd: Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel

Arteriogram ginjal: Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi

ekstravaskular, massa.

Sistouretrogram berkemih: Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks

kedalam ureter, retensi.

Ultrasono ginjal: Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa,

kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.

Biopsi ginjal: Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel

jaringan untuk diagnosis histologis

Endoskopi ginjal nefroskopi: Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal ;

keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif

Page 10: Chronic Kidney Disease

EKG: Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan

asam basa, aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda tanda perikarditis.

I. PENATALAKSANAAN

1. Dialisis

Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang

serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis memperbaiki

abnormalitas biokimia ; menyebabkan caiarn, protein dan natrium dapat

dikonsumsi secara bebas ; menghilangkan kecendurungan perdarahan ; dan

membantu penyembuhan luka.

2. Penanganan hiperkalemia

Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal

akut ; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada

gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui

serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum ( nilai kalium > 5.5 mEq/L ; SI :

5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat

tinggi), dan perubahan status klinis. Pningkatan kadar kalium dapat dikurangi

dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriren sulfonat

[kayexalatel]), secara oral atau melalui retensi enema.

3. Mempertahankan keseimbangan cairan

Penatalaksanaan keseimbanagan cairan didasarkan pada berat badan harian,

pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang

hilang, tekanan darah dan status klinis pasien. Masukkan dan haluaran oral dan

parentral dari urine, drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi

dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantia cairan

J. HEMODIALISIS

Mesin dialisis eksternal terdiri dari sebuah coil yang berfungsi sebagai

membran semipermeable (tembus air). Darah pasien mengalir keluar dari tubuh

melalui coil dan kembali ke dalam tubuh. Selain coil, terdapat juga solusi hipertonic

yang disebut dialysate yang menarik produk-produk buangan dari darah yang

melintasi membran semipermeable.

Page 11: Chronic Kidney Disease

Selama hemodialisis, darah dipindahkan melalui piranti akses vena dan

alternatif peritoneal. Jika pasien memiliki alternatif arterivena atau fistula arterivena,

perawat harus melakukan auskultasi untuk mendeteksi bruite dan melakukan palpasi

untuk mendeteksi denyut pada tempat akses dan tidak adanya denyut pada tube

selama dialisis. Tempat akses harus diperiksa karena kemungkinan mengalami

pendarahan, pembentukkan hematoma, perubahan warna kulit, kekeringan, dan rasa

sakit. Pembuluh darah tidak boleh mengalami penyempitan karena dapat mendorong

pembekuan pada piranti sehingga harus hindarkan penggunaan pakaian ketat pada

bagian akses. Hindari pula pemeriksaan tekanan darah dan pengambilan spesimen

laboratorium pada lokasi tempat alat akses.

Jika pasien memiliki alat akses vena femoral atau subklavian, perawat harus

melakukan palpasi denyut pada cannulized area dan memonitor pembentukkan

hematoma dan pendarahan. Jika kateter tidak diletakkan dengan baik sehingga terjadi

kebocoran maka akan banyak darah yang hilang karena aliran deras melalui alat ini.

Kateter perlu perawatan pada tempatnya dan pakaian harus selalu diganti setiap 24-

72 jam. Alat ini harus dibilas dengan saline heparinis setiap penggunaannya.

Sebelum dilakukan hemodialisis, pasien harus melakukan urinasi dan perawat

memeriksa tanda-tanda vital, termasuk penimbangan berat badan. Dokter biasanya

menghentikan pemberian obat hipertensi, sedatif, dan vasodilator sebelum terapi

karena akan ada perubahan kardiovaskular selama dialisis. Selama hemodialisis,

tanda-tanda vital harus diperiksa setiap 30 menit. Pasien harus tetap istirahat di

tempat tidur tetapi harus sering berubah posisi dan diberikan makanan.

Setelah hemodialisis, perawat menimbang berat badan pasien dan pasti terjadi

reduksi berat badan setelah terapi dialisis. Perawat harus melakukan pemeriksaan

terhadap pasien dengan komplikasi syok hipovolemik dan sindrom disequilibrium.

Sindrom disequilibrium adalah kondisi terjadinya perpindahan urea darah lebih cepat

daripada urea dari otak. Manifestasi klinisnya adalah mual, muntah, hipertensi,

disorientasi, kram kaki, dan paresthesia peripheral. Perawat menjaga agar pasien

tetap tenang dan memberikan analgesik ringan untuk mengontrol rasa sakit kepala.

Page 12: Chronic Kidney Disease

3rd CHAPTER

DISCUSSION

CASE

Tn M didiagnosa CKD. Dan dilakukan Hemodialisa cito.Tn M dirawat di ICU selama 4

hari. Setelah di hemodialisa dedua kali, Tn M stabil dan dirawat di ruang penyaki

dalam. Tn M mengeluh sangat merasa haus karena Tn M tidak diperbolehkan minum

sesuai keinginannya. Tn M juga merasa bosan dengan diit yang diberikan oleh rumah

sakit.

Pertanyaan:

1. Jelaskan perubahan metabolisme protein pada klien dengan gagal ginjal kronik

2. Jelaskan intervensi keperawatan nutrisi kurang dari kebutuhan pada Tn M!

3. Bagaimanakah nutrisi yang sesuai untuk Tn M!

4. Demonstrasikan kolaborasi diit pada Tn M!

DISCUSSION

1. Perubahan metabolisme pada klien dengan gagal ginjal kronik:

Perubahan metabolisme terjadi pada jumalah protein yang akan di proses. Tubuh

kekurangan protein karena sebagian besar protein terbuang melalui urine, hal ini

menandakan adanya gangguan pada sisitem glomerolus (penyaringan) dan tubulus

(penyerapan). Proses anabolismen pada pasien gagal ginjal akan terganggu karena

kurangnya asupan protein tubuh yang berfungsi sebagai zat pembangun, regenerasi

sel yang rusak.

2. intervensi keperawatan nutrisi kurang dari kebutuhan pada Tn M :

a. Tn. M mempunyai Resiko tinggi teradap perubahan nutrisi : kurang dari

kebutuhan tubuh : katabolisme protein, pembatasan diet, peningkatan

metabolisme, anoreksi, mual, muntah sehubungan dengan pembatasan intake

(Diit) dan effect uremia yang mengakibatkan malnutrisi protein – calori.

Tujuan : mempertahankan status nutrisi adekuat

Page 13: Chronic Kidney Disease

Kriteria hasil : berat badan stabil, tidak ditemukan edema, albumin dalam batas

normal.

Intervensi :

1) Kaji terhadap adanya Mual, muntah dan anorexia.

Rasional : Keadaan – keadaan seperti ini akan meningkat kehilangan kebutuhan

nutrisi.

2) Monitor intake makanan dan perubahan berat badan ; Monitor data laboratorium

: Serum protein, Lemak, Kalium dan natrium.

Rasional : Untuk menentukkan diet yang tepat bagi pasien.

3) Berikan makanan sesuai diet yang dianjurkan dan modifikasi sesuai kesukaan

Klien.

Rasional : Meningkatkan kebuthan Nutrisi klien sesuai diet .

4) Bantu atau anjurkan pasien untuk melakukan oral hygiene sebelum makan,

berikan penyegar mulut.

Rasional : Menghilangkan rasa tidak enak dalam mulut sebelum makan.

5) Berikan antiemetik dan monitor responya.

Rasional : Untuk mengevaluasi kemungkinan efek sampingnya

6) Kolaborasi denga ahli diet untuk pemberian diit yang tepat bagi pasien.

Rasional : Kerjasama dengan profesi lain akan meningkatan hasil kerja yang

baik. Pasien dengan GGK butuh diit yang tepat untuk perbaikan keadaan dan

fungsi ginjalnya.

b. Tn. M merasa haus karena kekurangan volume cairan dan kehilangan cairan

berlebihan (fase diuretic)

Hasil yang diharapkan : klien menunjukkan keseimbangan intake & output,

turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, nadi perifer teraba, BB dan TTV

dalam batas normal, elektrolit dalam batas normal

Intervensi :

a. Ukur intake & output cairan , hitung IWL yang akurat

b. Berikan cairan sesuai indikasi

c. Awasi tekanan darah, perubahan frekuansi jantung, perhatikan tanda-tanda

dehidrasi

d. Kontrol suhu lingkungan

Page 14: Chronic Kidney Disease

e. Awasi hasil Lab : elektrolit Na

3. Syarat Dalam Menyusun Diet

Energi 35 kkal/kg BB, pada geriatri dimana umur > 60 tahun cukup 30 kkal/kg BB,

dengan ketentuan dan komposisi sebagai berikut:

Karbohidrat sebagai sumber tenaga, 50-60 % dari total kalori

Protein untuk pemeliharaan jaringan tubuh dan mengganti sel-sel yang rusak

sebesar 0,6 g/kg BB. Apabila asupan energi tidak tercapai, protein dapat

diberikan sampai dengan 0,75 g/kg BB. Protein diberikan lebih rendah dari

kebutuhan normal, oleh karena itu diet ini biasa disebut Diet Rendah Protein.

Pada waktu yang lalu, anjuran protein bernilai biologi tinggi/hewani hingga ≥ 60

%, akan tetapi pada saat ini anjuran cukup 50 %. Saat ini protein hewani dapat

dapat disubstitusi dengan protein nabati yang berasal dari olahan kedelai sebagai

lauk pauk untuk variasi menu.

Lemak untuk mencukupi kebutuhan energi diperlukan ± 30 % diutamakan lemak

tidak jenuh.

Kebutuhan cairan disesuaikan dengan jumlah pengeluaran urine sehari ditambah

IWL ± 500 ml.

Garam disesuaikan dengan ada tidaknya hipertensi serta penumpukan cairan

dalam tubuh. Pembatasan garam berkisar 2,5-7,6 g/hari setara dengan 1000-

3000 mg Na/hari.

Kalium disesuaikan dengan kondisi ada tidaknya hiperkalemia 40-70 meq/hari

Fosfor yang dianjurkan ≤ 10 mg/kg BB/hari

Kalsium 1400-1600 mg/hari

Bahan Makanan yang Dianjurkan

Sumber Karbohidrat: nasi, bihun, mie, makaroni, jagng, roti, kwethiau, kentang,

tepung-tepungan, madu, sirup, permen, dan gula.

Sumber Protein Hewani: telur, susu, daging, ikan, ayam. Bahan Makanan

Pengganti Protein Hewani. Hasil olahan kacang kedele yaitu tempe, tahu, susu

kacang kedele, dapat dipakai sebagai pengganti protein hewani untuk pasien

yang menyukai sebagai variasi menu atau untuk pasien vegetarian asalkan

Page 15: Chronic Kidney Disease

kebutuhan protein tetap diperhitungkan. Beberapa kebaikan dan kelemahan

sumber protein nabati untuk pasien penyakit ginjal kronik akan dibahas.

Sumber Lemak: minyak kelapa, minyak jagung, minyak kedele, margarine

rendah garam, mentega.

Sumber Vitamin dan Mineral

Semua sayur dan buah, kecuali jika pasien mengalami hipekalemi perlu

menghindari buah dan sayur tinggi kalium dan perlu pengelolaan khusus yaitu

dengan cara merendam sayur dan buah dalam air hangat selama 2 jam, setelah

itu air rendaman dibuang, sayur/buah dicuci kembali dengan air yang mengalir

dan untuk buah dapat dimasak menjadi stup buah/coktail buah.

Bahan Makanan yang Dihindari

Sumber Vitamin dan Mineral

Hindari sayur dan buah tinggi kalium jika pasien mengalami hiperkalemi. Bahan

makanan tinggi kalium diantaranya adalah bayam, gambas, daun singkong, leci,

daun pepaya, kelapa muda, pisang, durian, dan nangka.

Hindari/batasi makanan tinggi natrium jika pasien hipertensi, udema dan asites.

Bahan makanan tinggi natrium diantaranya adalah garam, vetsin, penyedap

rasa/kaldu kering, makanan yang diawetkan, dikalengkan dan diasinkan.

4. Kolaborasi ;

Awasi hasil laboratorium : BUN, Albumin serum, transferin, Na, K

Konsul ahli gizi untuk mengatur diet

Berikan diet ↑ kalori, ↓ protein, hindari sumber gula pekat

Batasi K, Na, dan Phospat

Berikan obat sesuai indikasi : sediaan besi; Kalsium; Vitamin D dan B kompleks;

Antiemetik

Page 16: Chronic Kidney Disease

4rt CHAPTER

CLOSING

A. CONCLUSION

Gagal Ginjal Kronik (CKD) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah

gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Gagal

ginjal kronis disebabkan oleh infeksi saluran kemih, Penyakit peradangan,

penyakit vaskular hipertensif, Gangguan jaringan penyambung, kongenital dan

herediter, Nefropati toksik , penyakit metabolik, Nefropati obstruktif.

Patofisiologi penyakit gagal ginjal kronis adalah bahwa semua unit nefron telah

rusak atau berubah strukturnya sehingga ginjal tidak bisa mengabsorbsi dengan

sempurna. Perjalanan klinis gagal ginjal dibagi dalam tiga stadium. Stadium I

yaitu Fase Berkurangnya cadangan ginjal, Stadium II yaitu Fase Gangguan

Ginjal, dan Stadium III yaitu Fase Penyakit ginjal tahap akhir (End Stage Renal

Disease–ESRD). Terjadi perubahan metabolisme protein sehingga kadar protein

dalam urin tinggi dan mengakibatkan pasien kekurangan kebutuhan protein

karena itu pasien gagal ginjal kronis perlu diberikan kolaborasi diit nutrisi.

Apabila gagal ginjal kronis telah parah maka perlu dilakukan hemodialisa dua

sampai tiga kali dalam seminggu.

B. RECOMENDATION

Penyakit ginjal kronis bersifat progresif dan irreversibel yang berarti

telah berkembang (memburuk) dan tidak dapat kembali ke fungsi normal.

biasanya gagal ginjal kronik diawali dengan hipertensi ataupun diabetes melitus.

Oleh karena itu sebaiknya kita menjaga pola hidup yang sehat sehingga

terhindar dari resiko penyakit hipertensi, diabetes melitus, dan gagal ginjal.

Apabila seseorang telah menderita gagal ginjal kronis maka ia perlu diberikan

diit nutrisi dan melakukan hemodialisa.

Page 17: Chronic Kidney Disease

BIBLIOGRAPHY

Brown, Colin B. 1991. Manual Ilmu Penyakit Ginjal. Terj. Moch. Sadikin dan Winarsi

Rudiharso. Jakarta: Binarupa Aksara.

Guyton, Arthur C. 1996. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Terj. Petrus

Andrianto. Jakarta: EGC.

Potter, Perry. 2005. Fundamental Keperawatan Edisi 4 Volume 2. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit, jilid 2.

Jakarta: EGC.

Reeves, Charlene J, Gayle Roux, and Robin Lockhart. 2001. Keperawatan Medikal

Bedah. Edisi Pertama. Terj. Joko Setyono. Jakarta: Salemba Medika.