29
ANALISIS UKURAN KROMOSOM DAN POLA RESTRIKSI Bacillus thuringiensis DENGAN ELEKTROFORESIS MEDAN BERPULSA ANDIKA SAPUTRA PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

Chromosome Sizes and Restriction Patterns Analysis of Bacillus thuringiensis by Pulsed Field Electrophoresis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Chromosome Sizes and Restriction Patterns Analysis of  Bacillus thuringiensis by Pulsed Field Electrophoresis

ANALISIS UKURAN KROMOSOM DAN POLA RESTRIKSI Bacillus thuringiensis DENGAN ELEKTROFORESIS MEDAN

BERPULSA

ANDIKA SAPUTRA

PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2008

Page 2: Chromosome Sizes and Restriction Patterns Analysis of  Bacillus thuringiensis by Pulsed Field Electrophoresis

ABSTRAK ANDIKA SAPUTRA. Analisis Ukuran Kromosom dan Pola Restriksi Bacillus thuringiensis dengan Elektroforesis Gel Medan Berpulsa. Dibimbing oleh I MADE ARTIKA dan EDDY JUSUF.

Bacillus thuringiensis (BT) merupakan salah satu bakteri yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. B. thuringiensis memiliki keistimewaan mensintesis protein δ-endotoksin yang spesifik terhadap serangga tertentu dan beberapa nematoda perusak sehingga sering digunakan sebagai pestisida alami. Laboratorium Biologi Mikroba, LIPI, memiliki beberapa koleksi bakteri BT lokal yang diharapkan merupakan subspesies baru. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan studi awal dari galur-galur lokal BT di daerah sekitar Bogor dan juga untuk memastikan kemungkinan adanya subspesies baru, maka dilakukan uji genotipe dengan menggunakan Elektroforesis Gel Medan Berpulsa. Hasil penelitian menunjukkan secara umum B. thuringiensis memiliki resistensi terhadap antibiotik ampisilin. Isolasi DNA berhasil dilakukan dan dibuktikan dengan elektroforesis. Metode isolasi DNA yang paling cocok untuk PFGE adalah metode plug yang dikembangkan oleh Cantor. Analisis pita restriksi tidak dapat dilakukan dengan baik karena proses restriksi enzim tidak memberikan pita yang jelas tapi justru memberikan pita smear. Perkiraan genom total sementara untuk galur standar berada pada 1800 - 2500 kbp sedangkan untuk galur lokal berada pada 1100 - 2600 kbp. Perhitungan genom total secara nyata dan perkiraan kekerabatan antar galur lokal tidak berhasil dilakukan.

Page 3: Chromosome Sizes and Restriction Patterns Analysis of  Bacillus thuringiensis by Pulsed Field Electrophoresis

ABSTRACT ANDIKA SAPUTRA. Chromosome Sizes and Restriction Patterns Analysis of Bacillus thuringiensis by Pulsed Field Electrophoresis. Under the direction of I MADE ARTIKA and EDDY JUSUF.

Bacillus thuringiensis (BT) represents one of worthwhile bacteria for human life. B. thuringiensis is special in that it has ability to synthesize δ-endotoxinprotein specific to certain insect and some nematodes so that often used as a natural pesticide. The Biological Laboratory of Microbe, LIPI, has some bacterium collection of local BT expected to represent new subspecies. This research is intended as an early study of local BT strains around Bogor and also to confirm the possibility of new subspecies, in the present study genotyping is conducted using Pulsed Field Gel Electrophoresis. The results showed that in general the B. thuringiensis show resistancy to ampicillin antibiotic. DNA isolation was successfully conducted and proved by electrophoreses. The most suited method for DNA isolation for PFGE is the plug method developed by Cantor. Band analysis of restriction patterns cannot be carried out because restriction process did not give clear bands but gave smearing bands. Estimation of the total Genome for standard strains is 1800 - 2500 kbp while for local strains is 1100 - 2600 kbp. Accurate calculation for total genome and relatedness prediction for local strains could not be conducted.

Page 4: Chromosome Sizes and Restriction Patterns Analysis of  Bacillus thuringiensis by Pulsed Field Electrophoresis

ANALISIS UKURAN KROMOSOM DAN POLA RESTRIKSI Bacillus thuringiensis DENGAN ELEKTROFORESIS MEDAN

BERPULSA

ANDIKA SAPUTRA

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada Program Studi Biokimia

PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2008

Page 5: Chromosome Sizes and Restriction Patterns Analysis of  Bacillus thuringiensis by Pulsed Field Electrophoresis

Judul : Analisis Ukuran Kromosom dan Pola Restriksi Bacillus thuringiensis dengan ElektroforesisMedan Berpulsa

Nama : Andika Saputra NIM : G44103055

Disetujui

Dr. Ir. I Made Artika M. App. Sc Ketua

Drs. Eddy Jusuf DES Anggota

Diketahui

Dr. drh. Hasim, DEA Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Tanggal lulus :

Page 6: Chromosome Sizes and Restriction Patterns Analysis of  Bacillus thuringiensis by Pulsed Field Electrophoresis

PRAKATA

Bismillahirrahmaanirrahim

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan nikmat-Nya yang tiada terkira sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hasil penelitian ini. Bertempat di Laboratorium Biologi Mikroba Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI-Cibinong Bogor, penulis telah melaksanakan penelitian yang berjudul Analisis Ukuran Kromosom dan Pola Restriksi Bacillus thuringiensis dengan Elektroforesis Gel Medan Berpulsa.

Penulis pada kesempatan ini ingin mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada Drs. Eddy Jusuf DES dan Dr. I Made Artika M. App. Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran dan pengarahan sehingga penulis dapat melaksanakan penelitiannya dengan baik dan menyelesaikan karya ilmiah ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan untuk keluarga penulis, dan sahabat-sahabat penulis yang telah banyak memberi support, teman satu lab, Wisnu, Tutu, Wurian, dan Isra yang telah menemani penulis bekerja juga tak lupa untuk Yanti yang membantu mengecek ulang hasil tulisan penulis dan memberi dukungan moril bagi penulis.

Penulis menyadari dalam penulisan hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak. Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Bogor, 18 Januari 2008

Andika Saputra

Page 7: Chromosome Sizes and Restriction Patterns Analysis of  Bacillus thuringiensis by Pulsed Field Electrophoresis

RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Cecep Komarudin dan Nurhadiyanti yang dilahirkan di Jakarta pada 30 Desember 1984 dan memiliki empat saudara. Tahun 1996 melanjutkan studinya di Sekolah Menengah Pertama Swasta Setia Negara setelah tamat dari Sekolah Dasar. Tahun 1999 penulis melanjutkan ke SMUN 1 depok dan lulus pada tahun 2002. Penulis sempat mengenyam pendidikan di Universitas Indonesia sebelum akhirnya pindah ke Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003. Selama masa kuliah penulis sempat menjadi asisten praktikum biokimia umum pada tahun 2006/2007. Penulis juga aktif di organisasi kemahasiswaan dan sempat menjadi Ketua Departemen Informasi, Komunikasi dan Kesekretariatan CREBs Biokimia. Penulis mengikuti Praktik Lapang di Laboratorium Biologi Mikroba, Bidang Biologi Molekular dan Mikrob, Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong, Bogor.

Page 8: Chromosome Sizes and Restriction Patterns Analysis of  Bacillus thuringiensis by Pulsed Field Electrophoresis

Halaman

viii

viii

1

1 2 3 3 4 4

5

6 6

7 7 8 9

10 12

12 15

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR........................………………………………………….....

DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................

PENDAHULUAN........……………………………………………………..........

TINJAUAN PUSTAKA Bacillus thuringiensis ......…………………………………………......... Gen dan Genom…………………………………………………............. Kromosom…………………………………………………...................... DNA sebagai Materi Genetik ......………………………………………. Analisis Total DNA Genom ......………………………………………...

Enzim Retriksi Endonuklease ......………………………………………. Elektroforesis Medan Berpulsa atau Pulsed-field Gel Electrophoresis (PFGE).………………………...................................................................

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ..……………………………………………………....... Metode .……………………………………………………………......... HASIL DAN PEMBAHASAN Induksi Antibiotik....................................................................................... Isolasi DNA Genom................................................................................... Enzim Restriksi Sma I................................................................................ Kondisi Optimal Elektroforesis.................................................................. Analisis Hasil Elektroforesis...................................................................... SIMPULAN DAN SARAN................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ...…………………………………………………….......

LAMPIRAN .........................................................................................................

Page 9: Chromosome Sizes and Restriction Patterns Analysis of  Bacillus thuringiensis by Pulsed Field Electrophoresis

Halaman

1

2

3

5

8

9

9

9

11

12

Halaman

16

17

18

19

20

20

DAFTAR GAMBAR

1 Visualisasi Bacillus thuringiensis melalui mikroskop fase kontras ..............

2 Diagram skematik yang menunjukkan hubungan gen dengan struktur-

heliks ganda DNA dan sebuah kromosom......................................................

3 Sebuah kromosom eukariot dalam keadaan terkondensasi.............................

4 Tipe pemotongan ”blunt end” dan tipe pemotongan ”sticky end” ................

5 Hasil restriksi B. thuringiensis subsp. kurstaki dengan proses isolasi DNA

berbeda............................................................................................................

6 Hasil restriksi 12 galur bakteri oleh Sma I pada tegangan 7,1 volt, 20 jam....

7 Hasil restriksi 12 galur bakteri oleh Sma I pada tegangan 6 volt, 20 jam.......

8 Hasil restriksi 12 galur bakteri oleh Sma I pada tegangan 6 volt, 17 jam.......

9 Hasil elektroforesis galur-galur bakteri standar dan lokal yang tidak di

restriksi............................................................................................................

10 Hasil elektroforesis galur-galur bakteri standar dan lokal yang direstriksi

dengan Sma I...................................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN

1 Asal Isolat bakteri Bacillus thuringiensis yang digunakan............................

2 Tahapan kerja analisis DNA Genom ............................................................

3 Peremajaan bakteri pada media antibiotik………………………………...

4 Proses penyiapan DNA total …..………………………………………...

5 Proses fragmentasi DNA genom dengan enzim restriksi Sma I ...................

6 Proses elektroforesis dengan PFGE .............................................................

Page 10: Chromosome Sizes and Restriction Patterns Analysis of  Bacillus thuringiensis by Pulsed Field Electrophoresis

PENDAHULUAN

Bakteri Bacillus thuringiensis (BT) sudah sejak lama dikenal sebagai bahan aktif paling umum yang digunakan dalam pembuatan pestisida hayati maupun sebagai sumber gen dalam proses rekayasa tanaman transgenik tahan hama. B. thuringiensis memiliki keistimewaan karena dapat mensintesis protein δ-endotoksin yang spesifik terhadap serangga dan nematoda. Jenis bakteri ini memiliki lebih dari 70 subspesies atau varietas yang berbeda, yang dibedakan oleh perbedaan sifat serologi dari antigen flagelanya, dan menghasilkan lebih dari 300 tipe protein Cry.

Studi genom di Indonesia masih jauh tertinggal dari negara-negara tetangga. Oleh karena itu, karakterisasi dari organisasi keseluruhan genom bakteri ini dapat memberikan pendekatan yang baik untuk mempelajari jenis-jenis, varietas, dan galur BT lokal secara akurat dan memungkinkan pemberdayaan galur-galur lokal lebih lanjut.

Elektroforesis medan berpulsa atau dikenal sebagai Pulsed-field gel electrophoresis (PFGE) merupakan teknik paling baik untuk mempelajari ukuran dan organisasi genom-genom bakteri. Proses identifikasi spesies dicoba dengan menggunakan enzim pemotong jarang yang diikuti oleh pemisahan fragmen-fragmen menggunakan PFGE. Teknik ini telah berhasil diterapkan pada penetapan galur-galur virulen Pseudomonas sp.

Penelitian bertujuan untuk mengukur ukuran molekul DNA genom galur-galur bakteri Bacillus thuringiensis dan membandingkan pola restriksi yang dihasilkan untuk lebih memahami hubungan filogenetik antara galur lokal yang diisolasi dari berbagai tempat di sekitar Bogor dengan galur bakteri standar yang ada dalam koleksi Puslit Bioteknologi LIPI.

Penggunaan PFGE dalam identifikasi semua molekul DNA dalam berbagai ukuran hasil pemotongan enzim restriksi lebih baik dari teknik elektroforesis konvensional. Probabilitas terdapatnya isolat-isolat lokal yang saling identik cukup besar dan diharapkan terdapat hubungan filogenetik yang erat dengan beberapa galur standar yang tersedia.

Penelitian bermanfaat untuk menetapkan kesamaan maupun perbedaan genotip BT hasil pengucilan dari tanah di wilayah Bogor dengan galu-galur standar yang telah diketahui fenotipnya. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa isolat-isolat yang didapat memiliki identitas. Sehingga pemberdayaan isolat-isolat galur lokal sebagai salah satu kekayaan mikrobial Indonesia dapat terwujud.

TINJAUAN PUSTAKA

Bacillus thuringiensis Seorang ahli biologi dari Jepang, Shigetane

Ishiwatari pertama kali mengisolasi bakteri Bacillus thuringiensis (BT) pada tahun 1901 ketika menyelidiki penyebab penyakit sotto yang membunuh sebagian besar populasi ulat sutra. Sepuluh tahun kemudian, Ernst Berliner mengisolasi bakteri yang telah membunuh larva Mediterranean flour moth pada tahun 1911 dan menemukan tipe bakteri yang sama dengan sebelumnya kemudian dinamakannya B. thuringiensis (Gambar 1), mengambil nama sebuah kota Jerman Thuringia tempat serangga tersebut ditemukan. Ishiwatari telah menamakan bakteri ini B. sotto pada tahun 1901 namun nama itu kemudian dinyatakan tidak sah lagi. Pada tahun 1915, Berliner melaporkan keberadaan kristal di dalam BT, namun aktivitas kristal ini belum diketahui hingga beberapa tahun berikutnya.

Tahun 1956, beberapa peneliti, Hannay, Fitz-James dan Angus menemukan bahwa aktivitas antiserangga terhadap serangga dari jenis Lepidoptera (ngengat) yang paling besar adalah pada saat pembentukan parasporal kristal yang mengandung δ-endotoksin. Penemuan ini menyebabkan munculnya ketertarikan terhadap struktur kristal, reaksi biokimia dan aktivitas kristal dari BT. Penelitian-penelitian baru mengenai bakteri BT dimulai dengan cepat dan pesat sehingga penggunaan bakteri sebagai pestisida hayati mengalami peningkatan.

Bakteri BT tergolong dalam bakteri Gram positif yang terdapat di permukaan tanah. B. thuringiensis adalah bakteri berbentuk batang berspora, bersifat anaerob, dan menghasilkan protein kristal selama masa sporulasi yang bersifat toksik terhadap larva serangga serta mempunyai suhu pertumbuhan minimum 10-15 oC, suhu maksimum 40-45 oC dan suhu optimum 28-30 oC.

Gambar 1 Visualisasi Bacillus thuringiensis

melalui mikroskop fase kontras

Page 11: Chromosome Sizes and Restriction Patterns Analysis of  Bacillus thuringiensis by Pulsed Field Electrophoresis

11

Hingga 1977, hanya tiga belas galur bakteri ini yang telah dideskripsikan. Ketiga belas subspesies hanya bersifat toksik kepada beberapa jenis spesies dari larva Lepidoptera. Tahun 1977 subspesies pertama yang bersifat racun (toksik) terhadap spesies serangga Diptera (lalat) ditemukan dan diikuti oleh penemuan strain toksik pertama untuk spesies Coleoptera (kumbang) pada tahun 1983.

Gen dan Genom

Gen adalah sebuah segmen polinukleotida yang mengandung informasi yang diperlukan untuk sintesis satu rantai polipeptida. Gen dapat di artikan sebagai unit-unit warisan. Gen-gen tersebut mengandung bagian regulasi yang mengatur pada kondisi seperti apa produk dari gen tersebut diproduksi, bagian-bagian tertranskripsi yang mengatur struktur dari produk, dan/atau bagian-bagian sekuen fungsional (Pearson H 2006). Gen-gen berinteraksi satu sama lain untuk mempengaruhi perkembangan fisik dan tingkah laku. Gen terdiri dari sebuah pita panjang DNA (RNA pada beberapa virus) yang mengandung sebuah promotor, pengkontrol aktivitas gen-gen, dan sebuah sekuen penyandi, yang menentukan produk dari gen tersebut. Sekuen penyandi akan digandakan saat gen pada keadaan aktif dalam sebuah proses yang disebut transkripsi, menghasilkan RNA yang mengandung informasi dari gen tersebut. RNA tersebut kemudian mengarahkan proses sintesis protein via kode genetik. RNA juga dapat digunakan secara langsung, misalnya sebagai bagian dari ribosom. Molekul-molekul yang dihasilkan dari proses ekspresi gen, RNA atau protein, dikenal sebagai produk gen.

Kebanyakan gen mengandung daerah non-coding yang tidak menyandi produk-produk gen, namun meregulasi proses ekspresi gen. Gen dari organisme eukariot (Gambar 2) dapat mengandung daerah non-coding yang disebut intron, yang akan dihilangkan dari mRNA melalui sebuah proses yang dikenal sebagai splicing (penggabungan). Bagian yang sesungguhnya menyandi produk gen dikenal sebagai ekson. Sepotong gen dapat menyebabkan sintesis beberapa protein melalui pengaturan yang berbeda dari ekson-ekson oleh proses penggabungan alternatif.

Total dari keseluruhan gen pada sebuah organisme atau sel dikenal sebagai genom. Dalam biologi genom dari sebuah organisme adalah keseluruhan informasi turunan yang dimilikinya dan disandikan dalam DNA (atau RNA pada beberapa virus). Keseluruhan genom ini termasuk gen-gen dan sekuen-sekuen yang

tidak menyandi (non-coding) pada DNA. Istilah ini ditemukan pada tahun 1920 oleh Hans Winkler, seorang profesor botani dari Universitas Hamburg, Jerman, sebagai sebuah penghubung kata gen dan kromosom (Lederberg J & McCray AT 2001). Secara lebih tepat genom dari sebuah organisme adalah sebuah sekuen DNA lengkap dari satu set kromosom. Kebanyakan mahluk hidup yang lebih kompleks dari virus terkadang atau selalu membawa material genetik tambahan yang berada dalam kromosom-kromosom mereka. Dalam beberapa konteks, seperti sekuensing genom dari mikroba patogen, ”genom” berarti melibatkan material tambahan yang dibawa pada plasmid-plasmid. Sehingga pada keadaan seperti itu, maka genom dijelaskan sebagai semua gen dan DNA yang tidak mengkode yang memiliki potensi untuk ada.

Ukuran genom pada sebuah organisme tergantung pada kerumitan organisme tersebut, prokariot seperti bakteri dan arkea secara umum memiliki genom yang lebih kecil, baik pada pasangan basanya maupun jumlah gennya, dari sebuah sel eukariot. Namun demikian, genom terbesar yang diketahui merupakan sebuah sel mikroba Amoeba dubia, dengan lebih dari 6 milyar pasang basa (Cavalier-Smith T 1985). Densitas dari gen pada sebuah genom diukur dari jumlah gen per sejuta pasang basa (disebut sebagai megabase, Mb); genom prokariot memiliki densitas gen lebih tinggi dari eukariot.

Ilmu yang mempelajari keseluruhan genom dari suatu organisme dikenal dengan istilah genomik. Genomik dapat dikatakan telah muncul sejak tahun 1980-an dan baru menghasilkan pada tahun 1990-an bersamaan dengan munculnya Proyek Genom .

Gambar 2 Diagram skematik menunjukkan hubungan gen dengan struktur heliks ganda DNA dan sebuah kromosom eukariot.

Page 12: Chromosome Sizes and Restriction Patterns Analysis of  Bacillus thuringiensis by Pulsed Field Electrophoresis

12

Proyek untuk beberapa spesies biologi khususnya manusia. Cabang utama genomik masih melibatkan proses sekuensing dari beberapa macam organisme.

Kromosom

Kromosom adalah sebuah makromolekul besar DNA, dan membangun bentuk fisik terorganisasi dari DNA di dalam sel. Kromosom merupakan bagian DNA (satu molekul DNA) yang kontinyu dan sangat panjang, yang mengandung banyak gen, elemen-elemen regulator, dan sekuen-sekuen nukleotida lain yang terkait. Definisi kromosom lebih luasnya juga termasuk protein-protein pengikat DNA yang bekerja untuk mengatur dan melindungi DNA. Kata kromosom sendiri berasal dari Yunani yaitu χρῶμα (chroma, warna) dan σῶμα (soma, tubuh) karena kemampuannya untuk dapat dengan kuat diwarnai oleh pewarna vital dan supravital.

Kromosom sangat bermacam-macam pada organisme-organisme yang berbeda. Molekul DNA yang dimiliki dapat berbentuk melingkar (circular) atau lurus (linear), dan dapat mengandung berapapun dari puluhan kilo pasang basa hingga ratusan mega pasang basa. Pada kebanyakan eukariot, sel memiliki kromosom-kromosom besar yang linear dan sel prokariot memiliki kromosom melingkar yang lebih kecil, walaupun banyak sekali pengecualian pada aturan ini. Sel-sel dapat memiliki lebih dari satu tipe kromosom; sebagai contoh mitokondria pada kebanyakan eukariot dan kloroplast pada tanaman juga memiliki kromosom sendiri sebagai tambahan dari kromosom inti sel eukariot (Gambar 3).

Kromosom pada prokariot (Bakteri) biasanya berupa sebuah rantai DNA tunggal berbentuk melingkar dan tidak terikat dengan protein sepertihalnya pada eukariot, tapi banyak variasi yang ada. DNA bakteri juga hadir sebagai plasmid-plasmid, miniatur kromosom, yang berupa DNA melingkar kecil dan siap berpindah diantara bakteri. Perbedaan antara plasmid dan kromosom masih kurang dijelaskan, walaupun ukuran dan tingkat kebutuhan penggunaan keduanya telah diperhitungkan. Kromosom prokariot pada umumnya memiliki sebuah titik awal dimana replikasi berawal, titik ini disebut sebagai titik ori ( origin of replication ). Gen-gen pada prokariot terorganisasi dalam operon-operon dan tidak mengandung intron seperti pada eukariot. Kromosom bakteri sepertinya terikat pada membran plasma dari bakteri. Dalam aplikasi biologi molekuler, kromosom dapat diisolasi dengan sentrifugasi bakteri yang lisis.

Gambar 3 Sebuah kromosom eukariot dalam keadaan terkondensasi.

DNA Sebagai Materi Genetik

Materi genetik mahluk hidup terletak pada kromosom. Kromosom tersusun atas dua tipe molekul besar, yaitu protein dan asam nukleat. Asam nukleat adalah molekul pembina kehidupan yang terdiri dari DNA (Deoxyribosa Nucleic Acid) dan RNA (Ribonucleic Acid). DNA merupakan unit struktural gen dan terdapat di dalam inti sel. Gen merupakan utas molekul DNA yang membawa sandi untuk pembentukan satu molekul protein. Keseluruhan gen-gen dalam suatu organisme disebut juga sebagai genom. DNA merupakan gudang informasi dari suatu mahluk hidup dan informasi-informasi ini akan diturunkan oleh mahluk hidup tersebut dari satu generasi ke generasi berikutnya dan akan terus diturunkan pada generasi selanjutnya.

DNA dan RNA terbentuk dari bersatunya beberapa monomer nukleotida. Nukeotida sendiri merupakan ester dari nukleosida dengan asam fosfat. Neukleosida merupakan suatu N-glikosida (dalam bentuk ribosa ataupun deoksiribosa) dan basa purin maupun pirimidin. Watson dan Crick pada tahun 1953 mengemukakan struktur tiga dimensi dari DNA yaitu berupa rantai heliks ganda. Ciri utama model DNA menurut Watson dan Crick yaitu, DNA terdiri dari dua untai polinukleotida yang berpilin untuk menghasilkan bentuk heliks ganda dua, kemudian kedua untaian DNA tersebut memiliki arah yang berlawanan (5' - 3' dengan 3' - 5'), lalu DNA juga memiliki tulang punggung gula-fosfat dengan ikatan fosfodiester dan pada bagian tengahnya terdapat pasangan-pasangan basa A-T dan C-G yang terikat oleh ikatan hidrogen, dupleks DNA berdiameter 20 Ao dan pasangan basa tersusun pada jarak 3,4 o antara satu dengan lainnya, serta yang terakhir

Page 13: Chromosome Sizes and Restriction Patterns Analysis of  Bacillus thuringiensis by Pulsed Field Electrophoresis

13

satu putaran heliks berjarak 34 Ao dan mengandung 10 basa.

Bakteri memiliki keistimewaan karena memiliki DNA tidak hanya di kromosom namun juga terdapat pada plasmid yang umum disebut sebagai minikromosom. Satu sel bakteri Bacillus thuringiensis dapat memiliki 1-12 plasmid dan diantaranya berukuran 30-70 MDa yang membawa gen cry (Gonzales & Carlton 1980). Jumlah plasmid tiap bakteri berbeda-beda, bergantung pada jenis subspesies dan galurnya.

Analisis Total DNA Genom

Schizotyping DNA genom merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mempelajari keragaman genetika. Schizotyping adalah analisis profil DNA genom total berdasarkan pola pita DNA yang dihasilkan setelah DNA genom utuh dipotong dengan enzim restriksi yang memotong dengan jarak situs pemotongan tidak berdekatan (rare-cutting endonuclease) dan dipisahkan dengan elektroforesis gel medan berpulsa. Keuntungan teknik ini ialah cara pengerjaannya yang relatif mudah dan sangat akurat karena pita-pita DNA yang dihasilkan membentuk pola yang khas dan unik sehingga merupakan schizotype, yaitu suatu bentuk sidik jari dari DNA organisme yang bersangkutan (Suwanto et al. 1995). Metode schizotyping terdiri atas tiga tahapan yaitu isolasi DNA genom utuh dalam matriks agarosa, pemotongan DNA genom utuh dengan enzim restriksi endonuklease dalam matriks agarosa dan pemisahan molekul DNA dengan elektroforesis sehingga menghasilkan pita-pita DNA yang jelas setelah pewarnaan dengan ethidium bromida dan diamati di bawah sinar UV. Pemisahan yang dilakukan pada tahap akhir dengan elektroforesis pada medan berpulsa menurut Suwanto (1994) akan memberikan gambaran profil DNA yang menyeluruh, menampilkan peta fisik genom dan hasil elektroforesis dapat langsung dianalisis.

Enzim Restriksi Endonuklease

Enzim restriksi (atau restriksi endonuklease) adalah enzim yang dapat memotong utas ganda DNA pada daerah sekuen khusus yang khas. Enzim ini membuat dua bukaan, satu ke setiap tulang punggung fosfat dari heliks ganda tanpa merusak basanya. Ikatan kimia yang dibuka oleh enzim restriksi endonuklease dapat dibentuk kembali oleh enzim lain yang dikenal sebagai enzim ligase, sehingga fragmen restriksi DNA yang didapat dari kromosom atau gen lain dapat digabungkan bersama jika ujung-ujung untainya saling komplementer. Kebanyakan dari

prosedur-prosedur rekayasa genetik dan biologi molekuler bergantung pada kemampuan enzim-enzim restriksi. Istilah dari restriction sendiri berasal dari fakta bahwa enzim ini pertama kali ditemukan pada strain E. coli yang tampaknya berfungsi membatasi (restricting) infeksi oleh bakteriofage tertentu sehingga enzim restriksi dipercaya sebagai suatu mekanisme pertahanan diri hasil evolusi pada bakteri untuk bertahan dari serangan virus dan untuk membantu menghilangkan sekuen DNA atau RNA dari virus yang menempel.

Enzim restriksi tidak memotong DNA secara acak, namun hanya memotong segmen heliks ganda yang mengandung sekuen nukleotida tertentu, dan hanya akan melakukan pemotongan diantara sekuen tersebut (recognition sequence, sekuen pengenalan) selalu dengan cara yang sama. Beberapa enzim melakukan pemotongan untai segera menuju bagian berlawanan dari untai dihadapannya, membentuk “blunt end” atau ujung tumpul fragmen DNA. Kebanyakan enzim membuat pemotongan yang sedikit menjorok ke dalam, menghasilkan “sticky ends” atau ujung lengket, modus pemotongan fragmen DNA “blunt end” dilakukan oleh enzim restriksi endonuklease Sma I (Gambar 4).

Enzim restriksi diklasifikasikan menjadi empat tipe secara biokimia, yaitu tipe I, tipe II, tipe III, dan tipe IV. Sistem tipe I dan III, pada sistem ini aktivitas metilase dan restriksi dilakukan oleh sebuah kompleks besar enzim. Walaupun enzim ini mengenali sekuen-sekuen DNA spesifik, namun situs pemotongan yang sebenarnya berada pada jarak yang bervariasi dari situs-situs pengenalan (recognition sites), dan bisa berjarak ratusan basa. Keduanya butuh ATP untuk menjalankan fungsi pemotongan. Sistem tipe II, pada sistem ini enzim restriksi berada terpisah dari metilase, dan pemotongan terjadi pada situs yang sangat spesifik yang terdapat di dalam atau dekat dari sekuen pengenalan. Kebanyakan dari enzim restriksi yang diketahui adalah tipe II, dan enzim tipe ini yang paling banyak kegunaannya sebagai pembantu kegiatan laboratorium sedangkan untuk sistem tipe IV, diklasifikasikan bagi enzim restriksi yang mempunyai target hanya DNA termetilasi.

Enzim restriksi dinamai berdasarkan bakteri asalnya, tempat enzim tersebut diisolasi dengan ketentuan sebagai berikut, sebagai contoh EcoR I berdasarkan E, Escherichia untuk genusnya, co, coli untuk speciesnya, R dari RY13 untuk strainnya dan I yang berarti pertama kali diidentifikasi untuk keterangan urutan penemuan enzim dalam bakteri tersebut.

Page 14: Chromosome Sizes and Restriction Patterns Analysis of  Bacillus thuringiensis by Pulsed Field Electrophoresis

14

Gambar 4 Tipe pemotongan ”blunt end” oleh

Sma1

Daya kerja enzim restriksi endonuklease tergantung pada kemurnian DNA yang dihasilkan, macam dan ketepatan larutan penyangga, dan kondisi suhu, beberapa enzim juga memerlukan adanya tambahan senyawa tertentu seperti bovin serum albumin atau dithiotheretiol. Menurut Sambrook et al. (1989) selain hal-hal diatas konsentrasi garam yang tinggi juga dapat menghambat daya kerja enzim endonuklease.

Elektroforesis Medan Berpulsa atau Pulsed-field Gel Electrophoresis

(PFGE) Analisis DNA makrorestriksi menggunakan

enzim restriksi yang memotong DNA genom sangat jarang dan menghasilkan sejumlah kecil fragmen restriksi (biasanya 10-20). Fragmen-fragmen ini biasanya terlalu besar untuk dipisahkan dengan elektroforesis gel agarosa konvensional. Elektroforesis gel konvensional merupakan suatu metode yang relatif mudah dan dapat dipercaya untuk analisis DNA dan RNA. Namun metode ini pada praktiknya tidak dapat menyelesaikan pemisahan fragmen DNA yang lebih besar dari 50 kilo base pairs (kbp). Molekul DNA tidak melewati gel menurut ukurannya pada kondisi ini, tapi mereka bergerak dengan mengubah bentuk dan ukurannya sehingga sesuai dengan pori-pori dari gel. Semakin besar pori-pori gel maka semakin besar pula molekul DNA yang mampu melewati gel tanpa reptasi. Walaupun gel dengan konsentrasi 0,1-0,2 % dapat dipenuhi untuk melakukan separasi molekul DNA besar namun cara ini bukanlah solusi yang memuaskan karena kesulitan yang didapat untuk mempertahankan keutuhan gel dengan konsentrasi 0,1-0,2 % sangat tinggi.

Permasalahan ini kemudian secara efektif diselesaikan melalui sebuah proses yang biasanya disebut sebagai Elektroforesis Medan Berpulsa atau pulsed-field gel electrophoresis (PFGE), dikembangkan pada tahun 1984 untuk memisahkan DNA kromosom khamir. PFGE

memfasilitasi migrasi yang berbeda dari fragmen DNA besar melewati gel agarosa dengan secara konstan mengubah arah medan listrik selama proses elektroforesis berlangsung. PFGE mampu memisahkan DNA dengan ukuran 5000 kbp. Pemisahan molekul-molekul DNA menggunakan teknik PFGE dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu konsentrasi gel agarosa yang digunakan, suhu running, waktu pulsa, kekuatan medan listrik, bentuk medan listrik dan topologi DNA (Matthew et al. 1988). Pemisahan molekul-molekul DNA yang baik pada teknik elektroforesis ini dapat dikembangkan dengan mengaplikasikan kombinasi antara konsentrasi gel agarosa yang lebih tinggi dengan waktu elektroforesis yang lebih lama. Waktu pulsa dan kekuatan medan listrik juga berpengaruh pada pemisahan molekul-molekul DNA. Molekul DNA yang lebih besar akan memerlukan waktu pergerakan yang lebih lama jika dibandingkan dengan molekul DNA yang lebih kecil.

Menurut Matthew et al. (1988), mobilitas molekul-molekul DNA selama running pada teknik ini sangat sensitif terhadap perubahan suhu. Mobilitas DNA akan meningkat dengan peningkatan suhu dari 15 oC sampai 20 oC. Percobaan terhadap posisi elektroda telah dilakukan oleh Cantor et al. (1988), hasil percobaan menunjukkan bahwa konfigurasi elektroda dengan sudut lebih besar dari 110 o memberikan hasil yang efektif dalam pemisahan. Topologi DNA yang berbeda akan memerlukan waktu yang berbeda untuk menghasilkan pemisahan molekul-molekul DNA yang baik (Matthew et al. 1988).

Teknik ini memberikan kemudahan untuk menentukan ukuran genom (Holloway 1993). Namun pita-pita yang dihasilkan dari pemotongan enzim restriksi dan dipisahkan dengan PFGE tidak dapat memberikan perbedaan antara pita yang berasal dari DNA kromoson dengan pita yang berasal dari DNA plasmid dan hanya memberikan ukuran keseluruhan dari kandungan DNA.

Walaupun demikian PFGE juga memiliki beberapa keterbatasan, antara lain memakan waktu, membutuhkan keterampilan tingkat tinggi, tidak selalu berhasil untuk semua hal (contoh: pola klonal), pola yang dihasilkan bisa berbeda dari tiap orang peneliti, tidak dapat mengoptimalkan pemisahan pada tiap bagian gel di waktu yang bersamaan, pada PFGE pita adalah pita dan bukan sekuen, tidak benar-benar mengetahui apakah pita dengan ukuran yang sama adalah bagian DNA yang sama, pita tidak mandiri, perubahan pada satu situs restriksi dapat berarti perubahan lebih dari satu pita,

Page 15: Chromosome Sizes and Restriction Patterns Analysis of  Bacillus thuringiensis by Pulsed Field Electrophoresis

15

keterkaitan harus digunakan sebagai petunjuk dan bukan ukuran filogenetik sesungguhnya.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat Mikroorganisme yang digunakan adalah

berbagai galur bakteri Bacillus thuringensis. Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah agar (Sigma), agarosa (Sep RateTM-DNA, Amersham), asam borat (Merck), BSA (Biolabs), bufer EC, bufer ESP, bufer restriksi, bufer TBE 0,5X, enzim restriksi Sma I (Biolabs), mid range PFG marker (New England Biolabs), dan Yeast Chromosomes, Saccharomyces cereviseae, Strain YNN295, EDTA, ethidium bromida, larutan BSA, larutan PIV, lisozim (Nacolai Tesque-Japan), media sintetik Luria Bertani, PMSF 1,5 mM, Proteinase-K (Boehringer Mannheim), RNA-ase (Boehringer Mannheim), T10E1, dan T10E100.

Alat-alat yang digunakan adalah tabung reaksi, labu takar, gelas piala, labu erlenmeyer, cawan petri, botol Schott, autoklaf, cetakan Agarosa (Bio-Rad), Inkubator statis (Heraeus, Germany), inkubator shaker (series 25, New Jersey-USA), kamera digital, lampu spritus, mikropipet, microtube, microwave (National NN-9835, Osaka-Japan), neraca analitik, ose, parafilm, penangas air (Cambridge-England), pH meter, pinset, pipet volumetrik, pisau scapel, sarung tangan, CHEF-DR® III Pulse Field Electrophoresis System (Bio-Rad), biofuge dengan rotor tetap #3324 dan r sebesar 5,55 cm (fresco, Haraeus Germany), syringe (Terumo, Tokyo-Japan), spektrofotometer, sudip, UV Transilluminator, Vaccum Milliphore (Nalgene), dan kertas Miliphore 0,22 µm (Nalgene).

Metode

Kondisi Kultur dan Galur Bakteri

Galur bakteri yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari isolat lokal dan galur standar (Lampiran 1). Bakteri ditumbuhkan secara aerob pada media Luria Bertani cair dengan antibiotik pada suhu 37oC hingga dicapai nilai OD 0,4-0,6 pada λ 610 nm.

Penyiapan DNA pada Blok Agarosa

Sebanyak 1,5 mL suspensi bakteri dipindahkan ke dalam mikrotube lalu disentrifugasi selama 10 menit pada suhu 4 oC dan 7000 rpm. Supernatan dibuang, sedangkan pelet dicuci dengan 1,5 mL larutan PIV (10 mM Tris.HCl pH7,5 dan 1 M NaCl) tiga kali,

kemudian pelet ditambahkan dengan 0,5 mL PIV 0,5 M, divorteks dan diinkubasi pada 37 oC. Selanjutnya suspensi pelet ditambahkan 0,5 mL larutan agarosa 0,8 % dalam 0,5 M PIV. Campuran agarosa dan biakan dicetak pada cetakan balok agarosa (Bio-Rad, Richmond, Calif) menggunakan syringe, cetakan kemudian dibiarkan membeku membentuk blok gel agarosa (250 µL/blok).

Blok gel yang telah beku dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi 5 mL larutan pelisis (6 mM Tris HCl pH 7,5; 1mM NaCl; 100 mM EDTA pH 7,5; 0,5% Brij-58; 0,22% deoxycholate; 0,5% sarkosyl; 2 mg/mL lisozim dan 20 µg/mL RNA-ase) dan dinkubasi semalam pada suhu 37 oC, kemudian blok gel dicuci 2 kali dengan 10 mL larutan TE10/1 (10 mM Tris.HCl pH 8,0 dan 1 mM EDTA), lalu gel direndam pada 5 mL larutan deproteinase (100 mM EDTA pH 9,5; 0,5% sarkosyl dan 200 µg/mL proteinae-K) dishaker pada inkubator shaker selama 48-72 jam pada suhu 55 oC dan 60 rpm. Blok agar kemudian di cuci dengan T10E100 dan larutan PMSF 1 mM dan diinkubasi selama 1 jam pada temperatur ruang. Gel kemudian dicuci 2 kali dengan larutan T10E1, gel lalu dimasukkan ke dalam mikrotube yang berisi 1 mL larutan penyimpan (EDTA 0,5 M, pH 8,0) dan disimpan pada 4 oC. Fragmentasi Molekul DNA dengan Enzim Retriksi Endonuklease

Enzim restriksi yang digunakan adalah Sma I, sepertiga blok gel dipotong tipis dan dicuci dua kali dengan TE10/1 selama 30 menit kemudian dimasukkan ke dalam mikrotube yang berisi 200 µl bufer restriksi lalu dibiarkan selama 2 jam pada suhu 25 oC. Blok agar kemudian dimasukkan kedalam bufer restriksi baru yang telah tersedia dengan enzim 10 s.d. 20 unit Sma I lalu diinkubasi pada suhu 25 oC selama satu malam. Kemudian blok agar di cuci T10E1 sebelum elektroforesis. Elektroforesis pada Medan Berpulsa

Elektroforesis dilakukan menggunakan sistem Bio-Rad CHEF-DRII. Untuk running gel, digunakan agarosa dengan konsentrasi 1% (w/v). Potongan-potongan blok gel dimasukkan ke dalam sumur-sumur running gel dan ditutup dengan 0,5% agarosa. Running gel selanjutnya dimasukkan ke dalam tangki elektroforesis yang telah diisi dengan bufer TBE 0,5x untuk dilakukan proses elektroforesis dengan alat PFGE pada suhu 14 oC, waktu pulsa 5 detik, tegangan listrik 6 Volt/cm, dan voltase sebesar 180 Volt selama 24 jam. Marker yang digunakan ialah mid range PFG marker, dan

Page 16: Chromosome Sizes and Restriction Patterns Analysis of  Bacillus thuringiensis by Pulsed Field Electrophoresis

16

Kromosom Saccharomyces cereviseae, Strain YNN295. Hasil elektroforesis dilihat pada UV transilluminator setelah proses staining dengan ethidum bromida. Ukuran fragmen ditentukan dengan membandingkan hasil foto pola fragmen DNA dan marker.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Induksi Antibiotik Beberapa bakteri memiliki kecenderungan

untuk kehilangan kualitas dirinya setelah mengalami peremajaan berkali-kali pada media dengan kandungan nutrisi yang berlimpah. Umumnya bakteri akan kehilangan plasmidnya karena tuntutan untuk mempertahankan dirinya lebih rendah dari kondisi alaminya. Plasmid merupakan elemen ekstrakromosom yang umumnya berfungsi menyandi metabolit-metabolit sekunder yang digunakan untuk bertahan hidup. Oleh karena itu BT diremajakan dalam media dengan penambahan antibiotik, sehingga diharapkan BT dapat tumbuh dengan mengeluarkan seluruh potensi hidupnya atau dengan kata lain dikondisikan untuk mengaktifkan kembali mekanisme pertahanan hidupnya dan diharapkan memunculkan plasmid-plasmid yang hilang. Keberadaan plasmid dibutuhkan untuk mendapatkan ukuran genom total secara tepat dan akurat.

Hasil dari proses induksi antibiotik dapat dilihat pada Tabel 1. Isolat maupun standar terlebih dahulu diujikan pada enam antibiotik yang umum digunakan dalam biologi molekuler untuk menginduksi plasmid bakteri. Antibiotik yang digunakan untuk menginduksi plasmid pada penelitian ini antara lain ampisilin, streptomisin, kanamisin, tetrasiklin, kloram-fenikol, dan asam nalidiksat. Hasil yang didapat menunjukkan adanya kesamaan resistensi terhadap antibiotik ampisilin untuk semua BT, isolat maupun standar. Namun ada juga bakteri yang resisten lebih dari satu antibiotik yaitu subspesies entomocidus HD 973 (Ap dan Tc), subspesies israeliensis HD 500 (Ap dan Sm), isolat 3l (Ap dan Tc), dan isolat 3n (Ap dan Tc). Isolat maupun standar yang memiliki resistensi terhadap lebih dari satu antibiotik diharapkan dapat memiliki plasmid lebih dari satu. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa BT tersebut hanya memiliki satu plasmid dengan dua gen penyandi resistensi antibiotik. Induksi diperlukan agar plasmid dapat tetap dipertahankan di dalam sel dan induksi juga dapat meningkatkan jumlah plasmid (Sambrook 1989). Hasil Induksi menunjukkan bahwa BT paling sedikit memiliki satu resisten antibiotik.

Tabel 1 Hasil induksi antibiotik pada BT standar dan pada isolat lokal.

No. B. thuringiensis Resistensi Antibiotik

1. daendrolinus HD-7 Ap 2. kurstaki Ap 3. entomocidus HD-973 Ap, Tc 4. aizawai HD-137 Ap 5. tolworthi HD-537 Ap 6. darmstadiensis T 495 Ap 7. dakota HD-511 Ap 8. israeliensis HD-500 Ap, Sm 9. finitimus HD-3 Ap 10. entomocidus HD 937 Ap 11. aizawai san 415-2 Ap 12. kurstaki HD-1 s Ap 13. Isolat 3a Ap 14. Isolat 3l Ap, Tc 15. Isolat 3n Ap, Tc 16. Isolat 4q Ap 17. Isolat 5k Ap 18. Isolat 6c Ap 19. Isolat 6l Ap 20. Isolat 7e Ap 21. Isolat Dd Ap

Keterangan : Ap: Ampisilin Tc: Tetrasiklin Sm: Streptomisin

Keberadaan plasmid pada BT sangat penting untuk membedakannya dengan B. subtilis yang merupakan kerabat dekatnya. Karena hasil penelitian Berry et al. (2002) menyebutkan bahwa gen cry penyandi δ-endotoksin yang berada pada plasmid yang sebagian besar diapit oleh gen penyandi resistensi antibiotik. Oleh karenanya induksi antibiotik ini berperan dalam penentuan genom total dari BT.

Isolasi DNA Genom

DNA Genom diisolasi dengan metode yang dikembangkan oleh Cantor et al. (1988) yang telah mengalami modifikasi untuk menyesuaikan keadaan. Metode ini menggunakan gel agaros untuk memerangkap DNA dengan membentuk plug-plug gel agaros berisi biomassa bakteri untuk selanjutnya mengalami perlakuan-perlakuan enzim untuk memurnikan DNA dari protein-protein yang dapat mengganggu proses restriksi. Metode ini juga memberikan hasil konsentrasi DNA lebih tinggi dari metode lain, dan melindungi DNA dari degradasi oleh Dnase lebih lama.

Keutuhan DNA Genom dalam proses elektroforesis ini sangat penting. DNA yang telah mengalami degradasi akan menghasilkan pita elektroforesis yang tidak akurat, fragmen

Page 17: Chromosome Sizes and Restriction Patterns Analysis of  Bacillus thuringiensis by Pulsed Field Electrophoresis

17

yang dihasilkan mungkin bukan fragmen yang sesungguhnya. Nilai total genom yang didapatkan juga merupakan nilai total genom bukan sebenarnya.

Penelitian ini juga menggunakan metode isolasi DNA konvensional atau yang umum digunakan, hasil elektroforesis yang didapat tidak berbeda dengan hasil elektroforesis yang didapat dari DNA plug dari metode Cantor (Gambar 5A). Namun setelah masa penyimpanan selama satu minggu (Gambar 5B), hasil isolasi DNA konvensional tidak menunjukkan adanya DNA sedangkan DNA plug tetap memberikan hasil yang kurang lebih sama dengan hasil-hasil sebelumnya. Dari hasil pengamatan ini terbukti bahwa DNA yang dihasilkan oleh metode isolasi DNA konvensional mengalami degradasi oleh DNase. Sehingga untuk penyimpanan dalam jangka waktu yang lama metode isolasi konvensional kurang baik.

Gambar 5 Hasil restriksi B. thuringiensis subsp. kurstaki dengan enzim restriksi Sma I pada kondisi pemisahan DNA yang sama dengan proses isolasi DNA berbeda. Marker Saccharomyces cerevisiae (M Sc) dan Mid range PFG marker (M Mid). (A) Pemisahan dilakukan setelah isolasi DNA dilakukan. (B) Pemisahan dilakukan setelah DNA disimpan selama 1 minggu.

Enzim Restriksi Sma I Proses analisis DNA genom menggunakan

metode Schizotyping membutuhkan enzim restriksi yang sesuai, sehingga diharapkan dapat memberikan hasil elektroforesis dengan potongan pita DNA yang besar dan nyata. Penetuan enzim restriksi yang sesuai dapat mempermudah proses analisis. Penentuan enzim restriksi ini dikemukakan oleh Smith dan Condaime (1990) yaitu berdasarkan (i) persentase molekul (G+C) DNA genom bakteri; (ii) jumlah basa yang dikenali oleh enzim restriksi; (iii) situs enzim restriksi yang memotong kodon awal atau kodon akhir.

Persentase molekul (G+C) DNA genom BT dilaporkan oleh Sneath (1994) antara 33.8-34.5 %. Oleh karena itu situs pengenalan enzim restriksi yang kaya akan nukleotida Guanin (G) dan Sitosin (C) akan memotong dengan jarang DNA bakteri BT. Semakin banyak basa yang dikenali oleh enzim restriksi maka semakin sedikit situs yang dikenalinya pada DNA genom, sehingga semakin sedikit pita-pita yang dihasilkan. Enzim-enzim dengan situs pemotongan heksanukleotida (6 basa) diharapkan dapat memberikan hasil pemotongan lebih baik dari enzim oktanukleotida (8 basa) dan tetranukleotida (4 basa). Enzim-enzim oktanukleotida akan memotong DNA sangat jarang karena basa yang dikenalinya lebih banyak, sebaliknya enzim-enzim tetranukleotida memotong DNA sangat banyak karena basa yang dikenali oleh enzim-enzim ini lebih sedikit.

Perbedaan dalam metilasi DNA juga merupakan salah satu faktor yang mepengaruhi perbedaan penyebaran situs pemotongan enzim restriksi. Pernyataan tersebut disebabkan oleh: (i) enzim restriksi merupakan produk pertahanan bakteri terhadap invasi DNA faga dari bakteriofaga, enzim restriksi akan mendegradasi DNA faga sebelum bakteriofaga bereplikasi dan membentuk faga baru namun enzim restriksi yang dihasilkan tidak mendegradasi DNA bakteri sendiri karena DNA bakteri tersebut mengalami proses metilasi yang mencegah pemotongan oleh enzim restriksi yang dihasilkan oleh bakteri itu sendiri; (ii) adanya hasil pemotongan dari enzim restriksi yang sulit untuk dijelaskan. Beberapa hal lain yng dapat mengakibatkan perbedaan pemotongan antara lain menurunnya aktivitas dari enzim restriksi itu sendiri yang dipengaruhi oleh perubahan suhu, konsentrsi buffer dan kemurnian enzim tersebut.

Beberapa enzim restriksi yang telah umum digunakan dalam elektroforesis medan berpulsa memenuhi kriteria penentuan enzim restriksi

Page 18: Chromosome Sizes and Restriction Patterns Analysis of  Bacillus thuringiensis by Pulsed Field Electrophoresis

18

yang telah disebutkan diatas. Enzim-enzim tersebut memiliki situs pemotongan yang kaya akan sitosin (C) dan guanin (G), enzim-enzim tersebut antara lain: Apa I (GGGCC*C), Bss HII (G*CGCGC), Xma III (C*GGCCG), Sac II (CCGC*GG), Nae I (GCC*GGC), Nar I (GG*CGCC), Not I (GC*GGCCGC), dan Sma I (CCC*GGG).

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa enzim Sma I memotong DNA bakteri BT lebih baik dari enzim lain sehingga pola pita DNA yang dihasilkan lebih baik sehingga pada penelitian ini digunakan enzim Sma I. Enzim restriksi Sma I merupakan jenis enzim restriksi heksanukleotida dengan situs pemotongan CCC/GGG, fakta yang mendukung pernyataan sebelumnya dimana enzim dengan situs pengenalan kaya akan basa Sitosin (C) dan Guanin (G) akan memotong dengan jarang DNA yang kaya akan Sitosin (C) dan Guanin (G). Namun hasil yang diberikan oleh enzim Sma I pada penelitian ini tidak dapat diproses lebih lanjut karena pita yang dihasilkan smear. Hal ini mungkin karena dalam produksinya Sma I banyak terkontaminasi nuklease nonspesifik (Smith & Condemine 1990) atau pada proses penyimpanan enzim yang kurang baik sehingga enzim kehilangan kemampuannya merestriksi DNA dengan sempurna.

Kondisi Optimal Elektroforesis

Kondisi optimal elektroforesis diperlukan untuk mendapatkan hasil yang baik dan mudah dianalisis. Untuk itu penentuan kondisi optimal diawali dengan me-running DNA BT pada tiga kondisi yang berbeda (Gambar 6, Gambar 7, dan Gambar 8). Matriks gel agaros pertama menghasilkan pita smear di bagian bawah matriks gel agaros, menunjukkan bahwa DNA bakteri-bakteri (sesuai dengan nomor urut pada tabel) telah sebagian atau semua keluar dari gel agaros sehingga tidak dapat dianalisis. Matriks pertama di-running pada kondisi: Running time, Rt, 20 jam; Pulse time, Pt, 5-50 detik; dengan Voltase, V, 7,1 volt/cm. Matriks gel kedua di-running pada kondisi: Rt = 20 jam; rt = 5-50 detik; dan V = 6 volt/cm. DNA pada matriks ini juga mengalami hal yang sama dengan matriks sebelumnya yaitu berada pada batas akhir matriks sehingga menyulitkan proses analisis pada matriks gel agaros.

Hasil yang didapat memberi kesimpulan bahwa waktu running selama 20 jam masih terlalu panjang sehingga pada kedua uji coba sebelumnya DNA masih berada pada batas akhir matriks gel agaros. Pada uji coba ketiga matriks gel agaros di-running dengan kondisi: Rt = 17 jam; Pt = 1-20 detik; dan V = 6 volt/cm.

Gambar 6 Hasil restriksi 12 galur oleh Sma I.

1% MP agaros, 0.5 X larutan penyangga TBE, suhu 14 oC, waktu pulsa (Pt) 5-50 detik, waktu running (Rt) 20 jam, tegangan sebesar 7,1 volt/cm dan menggunakan Mid range PFG marker (M Mid).

Gambar 7 Hasil restriksi 12 galur oleh Sma I.

1% MP agaros, 0.5 X larutan penyangga TBE, suhu 14 oC, waktu pulsa (Pt) 5-50 detik, waktu running (Rt) 20 jam, tegangan sebesar 6 volt/cm dan menggunakan Mid range PFG marker (M Mid).

Gambar 8 Hasil restriksi 12 galur oleh Sma I.

1% MP agaros, 0.5 X larutan penyangga TBE, suhu 14 oC, waktu pulsa (Pt) 1-20 detik, waktu running (Rt) 17 jam, tegangan sebesar 6 volt/cm dan menggunakan Mid range PFG marker (M Mid).

Page 19: Chromosome Sizes and Restriction Patterns Analysis of  Bacillus thuringiensis by Pulsed Field Electrophoresis

19

Uji coba ketiga menghasilkan pita yang berada di area tengah matriks gel agaros sehingga memudahkan proses analisis. Pada umumnya peningkatan waktu pulsa akan meningkatkan pemisahan DNA di bawah 1 Mb. Namun DNA yang berukuran 1 Mb ke atas akan mengalami smear pada saat di-running dengan waktu pulsa yang tinggi.

Elektroforesis dilakukan pada kondisi suhu yang sama yaitu 14 oC, pada suhu ini diharapkan menginaktifasi kerja enzim-enzim pada DNA. Suhu juga memiliki pengaruh yang sama pada semua sistem elektroforesis, peningkatan suhu juga diikuti dengan kenaikan mobilitas DNA dalam sistem, oleh karena itu sangat penting untuk menjaga suhu dalam sitem elektroforesis tetap atau konstan (Cantor 1988).

Analisis Hasil Elektroforesis

Ukuran DNA genom total dari PFGE dapat diketahui dengan mengukur panjang setiap potongan DNA hasil elektrforesis dengan membandingkan pada marker yang di gunakan yaitu Midrange PFG marker dan Yeast chromosomes marker sebagai standar ukuran DNA yang digunakan, kemudian panjang setiap pita DNA hasil elektroforesis tersebut dijumlahkan sehingga didapat nilai keseluruhan. Setiap potongan yang dihasilkan oleh restriksi enzim yang berbeda pada DNA genom yang sama akan memberikan nilai total yang kurang lebih sama. Sehingga terkadang digunakan beberapa enzim yang berbeda untuk mengetahui nilai total genom yang lebih baik.

Tanskanen et al. Menyebutkan bahwa ada beberapa kemungkinan yang bisa menjadi sumber kesalahan dalam penentuan ukuran genom dari hasil fragmen DNA yang dielektroforesis. Pertama, kesalahan yang terjadi dalam mengukur ukuran fragmen DNA dari pergerakannya dalam gel dengan membandingkan pada pergerakan standar ukuran molekuler. Kedua, fragmen DNA yang berukuran lebih kecil dari 8 kbp seringkali tidak terdeteksi setelah proses PFGE, namun sumber kesalahn kedua ini masih bisa diabaikan karena tidak mempengaruhi nilai total genom secara signifikan. Ketiga, kesalahan yang disebabkan oleh kehadiran plasmid yang tidak memiliki situs pemotongan Sma I, karena mobilitas plasmid yang tidak terestriksi berbeda dengan mobilitas molekul DNA linear yang memiliki ukuran molekul yang sama. Biasanya sebuah plasmid sirkular terbuka tidak meninggalkan sumur setelah elektroforesis (Beverley SM 1988), namun kehadiran lebih dari satu plasmid yang bergerak dengan pergerakan yang berbeda dapat menyebabkan penghitungan ukuran

genom yang lebih besar dari seharusnya (Beverley & Cantor 1988).

Hasil elektroforesis dari proses restriksi yang dilakukan pada penelitian ini tidak dapat dianalisis seperti yang dikehendaki. Namun ada beberapa hal yang masih dapat menjadi bahan pembahasan pada penelitian ini. Hasil restriksi oleh enzim Sma I memberikan pita smear yang tidak dapat diketahui ukurannya secara tepat saat dibandingkan dengan marker kromosom S. cerevisiae dan mid range PFG marker, sehingga hampir tidak mungkin untuk menentukkan nilai total genom DNA yang diinginkan. Walaupun demikian hasil elektroforesis ini dapat memberikan kisaran ukuran genom DNA yang telah diujikan dan masih dapat menunjukkan adanya proses restriksi yang berbeda pada DNA BT yang berbeda. Kedua hal tersebut dapat memberikan sedikit petunjuk adanya perbedaan ataupun kemiripan antara isolat-isolat BT lokal dan pembandingnya yaitu galur-galur BT standar.

Elektroforesis di bagi menjadi dua bagian yaitu yang pertama merupakan elektroforesis DNA isolat-isolat lokal maupun galur-galur standar tanpa proses restriksi oleh enzim Sma I dan elektroforesis isolat-isolat lokal dan galur-galur standar dengan melakukan proses restriksi oleh enzim Sma I terlebih dahulu. Dari hasil elektroforesis dapat dapat dilihat bahwa proses restriksi yang dilakukan oleh enzim Sma I tidak sempurna sehingga yang dihasilkan adalah pita yang smear.

Gambar 9A menunjukkan hasil elektroforesis dari 12 galur standar yang tidak direstriksi oleh enzim Sma I. Hasil elektroforesis menunjukkan bahwa pita-pita DNA kedua belas galur standar berada pada kisaran nilai 1800- 2500 kbp (kilobase pair). Hal yang sama juga ditunjukkan pada gambar 9B, yaitu hasil elektroforesis dari DNA galur BT lokal yang tidak mengalami perlakuan restriksi oleh enzim Sma I. Pita-pita isolat-isolat lokal tersebut juga berada pada kisaran yang hampir sama dengan galur-galur standar kecuali pada DNA nomer 15 yaitu isolat 3n yang menghasilkan pita berada pada 1100 kbp (Tabel 2). Namun nilai yang didapatkan tanpa proses pemotongan ini tidak akurat sehingga tidak dapat dijadikan sebagai acuan nilai total genom DNA dari bakteri BT. Gunderson dan Chu melaporkan bahwa hambatan utama dalam memisahkan DNA berukuran besar adalah adanya proses entrapment (penjebakan) dalam satu bentuk maupun bentuk lain. Fenomena ini semakin signifikan saat ukuran DNA yang dipisahkan jauh lebih besar dari karakter dimensi yang diciptakan oleh matriks gel.

Page 20: Chromosome Sizes and Restriction Patterns Analysis of  Bacillus thuringiensis by Pulsed Field Electrophoresis

20

Gambar 9 Hasil elektroforesis galur standar dan lokal pada kondisi: 1% MP agaros, 0.5 X larutan

penyangga TBE, suhu 14 oC, waktu pulsa (Pt) 1-20 detik, waktu running (RT) 17 jam, tegangan sebesar 6 volt/cm, menggunakan marker Saccharomyces cerevisiae (M Sc) dan Mid range PFG marker (M Mid). (A) galur-galur standar tidak direstriksi. (B) galur-galur lokal tanpa melalui proses restriksi. Nomor urut bakteri-bakteri sesuai dengan nomor urut pada tabel.

Bentuk pertama penjebakan terjadi di

sumur-sumur tempat DNA dimasukkan dan terjadi saat kekuatan medannya terlalu besar. Hambatan ini dapat diperkecil dengan melakukan prerun dengan menggunakan waktu pulsa yang lebih pendek maupun dengan menggunakan medan berkekuatan rendah.

Bentuk kedua dari penjebakan terjadi setelah DNA masuk kedalam matriks gel agaros. Kenaikan lebih lanjut dari kekuatan medan pertama-tama akan menyebabkan DNA membentuk pita smear, diikuti dengan DNA yang bergerak sangat pelan dari tiap pitanya, hingga kegagalan total untuk bermigrasi.

Sedangkan pada gambar 10A dan 10 B dapat dilihat hasil elektroforesis dari galur-galur standar maupun dari isolat-isolat lokal yang telah mengalami proses restriksi oleh enzim Sma I. Pita-pita yang dihasilkan tidak dapat dianalisis lebih dalam karena berbentuk pita smear, sehingga tidak dapat diketahui secara pasti ukuran dan pola pemotongan dari enzim restriksi Sma I terhadap DNA tiap isolat dan galur yang diisolasi. Tidak terdapatnya pola potongan pita dan ukuran genom dari isolat maupun standar yang digunakan menyebabkan proses analisis kekerabatan antar isolat dan galur tidak mungkin dilakukan. Namun demikian hasil pemotongan oleh enzim restriksi Sma I ini secara kasat mata memberikan profil yang berbeda untuk tiap DNA yang berbeda yang dapat menjadi sebuah awal pembuktian bahwa isolat-isolat yang diujikan bukan berasal

dari jenis yang sama. Masih banyak hal yang dapat dioptimalkan dari penelitian ini, masih banyak yang bisa diperbaiki, namun peneliti yakin bahwa analisis genom total merupakan metode yang sangat tepat untuk menganalisis kekerabatan antar spesies.

Tabel 2 Perkiraan ukuran pita DNA yang

belum direstriksi

No. B. thuringiensis Ukuran pita (Kb)

1. daendrolinus HD-7 2250 2. kurstaki 2200 3. entomocidus HD-973 2350 4. aizawai HD-137 1750 5. tolworthi HD-537 1800 6. darmstadiensis T 495 2450 7. dakota HD-511 2455 8. israeliensis HD-500 2550 9. finitimus HD-3 2500 10. entomocidus HD 937 2455 11. aizawai san 415-2 1900 12. kurstaki HD-1 s 1855 13. Isolat 3a 2200 14. Isolat 3l 2500 15. Isolat 3n 1100 16. Isolat 4q 2350 17. Isolat 5k 2455 18. Isolat 6c 2550 19. Isolat 6l 2600 20. Isolat 7e 2600 21. Isolat Dd 2550

B A

Page 21: Chromosome Sizes and Restriction Patterns Analysis of  Bacillus thuringiensis by Pulsed Field Electrophoresis

21

Gambar 10 Hasil elektroforesis galur standar dan galur lokal pada kondisi: 1% MP agaros, 0.5 X

larutan penyangga TBE, suhu 14 oC, waktu pulsa (Pt) 1-20 detik, waktu running (RT) 17 jam, tegangan sebesar 6 volt/cm, menggunakan marker S. cerevisiae (M Sc) dan Mid range PFG marker (M Mid). (A) galur-galur standar yang telah di restriksi Sma I. (B) galur-galur lokal direstriksi dengan menggunakan enzim Sma I. Nomor urut bakteri sesuai dengan nomor urut pada tabel.

SIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum B. thuringiensis memiliki resistensi terhadap antibiotik ampisilin. Isolasi DNA berhasil dilakukan dan dibuktikan dengan elektroforesis tanpa proses restriksi oleh enzim. Metode isolasi DNA yang paling cocok untuk PFGE adalah metode plug yang dikembangkan oleh Cantor, karena hasil isolasinya dapat bertahan lebih lama dari isolasi DNA konvensional. Analisis pita restriksi tidak dapat dilakukan dengan baik karena proses restriksi enzim tidak memberikan pita yang jelas tapi justru memberikan pita smear. Perkiraan genom total sementara untuk galur standar berada pada 1800 -2500 kbp sedangkan untuk isolat lokal berada pada 1100 – 2600 kbp. Perhitungan genom total secara nyata dan perkiraan kekerabatan antar galur lokal tidak berhasil dilakukan.

Penelitian pendahuluan guna menentukan kondisi optimum untuk mendapatkan profil pita DNA B. thuringiensis yang lebih tajam perlu dilakukan. Penggunaan enzim restriksi baru untuk menghindari munculnya faktor kegagalan yang disebabkan oleh penurunan kinerja enzim-enzim restriksi sangat direkomendasikan. Pengunaan enzim restriksi kaya C dan G lain sebaiknya di lakukan pada penelitian lanjutan sebagai pembanding profil pemotongan enzim.

DAFTAR PUSTAKA

Armstrong JL, Rohrmann GF, Beaudreau GS. 1985. Delta endotoxin of Bacillus thuringiensis subsp. israelensis. J Bacteriol 161: 39-46.

Bery C et al. 2002. Complete sequence and organization of pBtoxis, the toxin-coding plasmid of Bacillus thuringiensis subsp. israelensis. J Bacteriol 68: 5082-5095.

Beverley SM. 1988. Characterization of the ‘unusual’ mobility of large circular DNAs in pulsed field-gradient electrophoresis. Nucleic Acids Res 16: 925-939.

Cantor CR, Smith CL, Matthew MK. 1988. Pulsed field gel electrophoresis of a very large DNA molecules. Ann Ref Biohys Chem 17: 287-304.

Carlton, Gonzales. 1986. Biocontrol of Insects Bacillus thuringiensis. Amsterdam: Martinus Nijhaff.

Cavalier-Smith T. 1985. Eukaryotic gene numbers, non-coding DNA, and genome

B A

Page 22: Chromosome Sizes and Restriction Patterns Analysis of  Bacillus thuringiensis by Pulsed Field Electrophoresis

22

size. pada Cavalier-Smith T, ed. The Evolution of Genome Size. Chichester: John Wiley.

Chu G, Gunderson. 1989. Pulsed field electrophoresis in contour-clamped homogeneous electric fields for the resolution of DNA by size or topology. Electrophoresis 10: 290-295.

Colton, L., Clark JB. 2001. Comparison of DNA isolation methods and storage conditions for successful amplification of Drosophila genes using PCR. Dros Inf Ser 84: 180-182.

Deacon J. 2000. Microbial World: Bacillus thuringiensis. Edinburgh: Institute of Cell and Molecular Biology.

Glare TR, M O'Callaghan. 2006. Bacillus thuringiensis: animal safety.[terhubung berkala]. http://www.bt.ucsd.edu/bt_safety. html [25 sep 2006].

Glare TR, M O'Callaghan. 2006. Bacillus thuringiensis: history of Bt.[terhubung berkala]. http://www.bt.ucsd.edu/bt_history .html [25 sep 2006].

Gunderson K, Chu G. 1991. Pulsed-field electrophoresis of mega base-sized DNA. Mol. Cell. Biol 11: 3348-3354.

Helmiah. 2000. Analisis profil DNA genom beberapa galur Bacillus thuringiensis dengan elektroforesis gel medan berpulsa. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Holloway BW, Morgan AF. 1993. Genome organization in Pseudomonas. Annu Rev Microbiol 40: 79-105.

Lederberg J, McCray AT. (2001).”'Ome sweet 'Omics -- a genealogical treasury of words”. The Scientist 15 : 7.

Lehninger AL. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Thenawijaya M, Penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari:Principles Of Biochemistry.

Matthew et al. 1988. High resolution and accurate size determination in PFGE of DNA. Biochemistry 27: 9210-9226.

Pearson H. 2006. "Genetics: what is a gene?". Nature 441 (7092): 398-401.

Sambrook J et al. 1989. Molecular Cloning: A Laboratory Manual, Ed ke-3. New York: Cold-Spring Harbor Laboratory Press.

Shaheduzzaman SM, Akimoto S, Kuwuhara T, Kinouchi T, Ohnishi Y. 2000. Genome analysis of Bacteroides by pulsed field gel electrophoresis : chromosome sizes and restrictrion petterns. DNA research 4: 19-25.

Skov MN, Pedersen K, Larsen JL. 1995. Comparison of pulsed-field gel electrophoresis, ribotyping, and plasmid profiling for typing Vibrio anguillarum serovar O1. J Bacteriol 61: 1540-1545.

Smith CL, Condemine G. 1990. Mini review: new approach for physical mapping of small genome. J Bacteriol 172: 1167-1172.

Suwanto A, Rosana L, Budi T, Edi G. 1995. Analisis DNA genom Xanthomonas campestris menggunakan pulsed field gel electrophoresis. [thesis] Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor.

Suwanto A. 1994. Pulsed field gel electrophoresis: a revolution in microbial genetics. Mol Biol Biotechnol 2: 78-85.

Suzuki K, Iwata K, Yoshida K. 2001. Genome analysis of Agrobacterium tumefaciens : construction of physical maps for linear and circular chromosomal DNAs, determination of copy number ratio and mapping of chromosomal virulances genes. DNA research 8: 141-152.

Tanskanen et al. 1990. Pulsed-field gel electrophoresis of Sma I digests of lactococcal genomic DNA, a novel method of strain identification. Appl. Environ. Microbiol 56: 3105-3111.

Page 23: Chromosome Sizes and Restriction Patterns Analysis of  Bacillus thuringiensis by Pulsed Field Electrophoresis

23

Wikimedia foundation. 2006. Bacillus thuringiensis.[terhubung berkala]. http://en.wikipedia.org/wiki/Bacillus_thuringiensis.html [1 Agu 2006].

Page 24: Chromosome Sizes and Restriction Patterns Analysis of  Bacillus thuringiensis by Pulsed Field Electrophoresis

24

LAMPIRAN

Page 25: Chromosome Sizes and Restriction Patterns Analysis of  Bacillus thuringiensis by Pulsed Field Electrophoresis

25

Lampiran 1 Galur-galur bakteri Bacillus thuringiensis yang digunakan

No. B. thuringiensis Resistensi Antibiotik Asal

1. daendrolinus HD-7 Ap National Center for Agricultural Utilization Reasearch

2. kurstaki Ap American Type Culture Collection, USA 3. entomocidus HD-

973 Ap, Tc National Center for Agricultural

Utilization Reasearch 4. aizawai HD-137 Ap National Center for Agricultural

Utilization Reasearch 5. tolworthi HD-537 Ap National Center for Agricultural

Utilization Reasearch 6. darmstadiensis T

495 Ap Thailand Institute for Science and

Technology, Bangkok 7. dakota HD-511 Ap National Center for Agricultural

Utilization Reasearch 8. israeliensis HD-500 Ap, Sm Lausanne University 9. finitimus HD-3 Ap National Center for Agricultural

Utilization Reasearch 10. entomocidus HD

937 Ap National Center for Agricultural

Utilization Reasearch 11. aizawai san 415-2 Ap Lausanne University 12. kurstaki HD-1 s Ap Thailand Institute for Science and

Technology, Bangkok 13. Isolat 3a Ap Tanah rerumputan-Cibining, Bogor 14. Isolat 3l Ap, Tc Tanah rerumputan-Cibinong, Bogor 15. Isolat 3n Ap, Tc Tanah rerumputan-Cibinong, Bogor 16. Isolat 4q Ap Tanah di bawah pohon jambu-Cibinong,

Bogor 17. Isolat 5k Ap Tanah di bawah pohon jambu-Cibinong,

Bogor 18. Isolat 6c Ap Lumpur air selokan-Cibinong, Bogor 19. Isolat 6l Ap Lumpur air selokan-Cibinong, Bogor 20. Isolat 7e Ap Bangkai larva-Cibinong, Bogor 21. Isolat Dd Ap Tanah pinggir jalan-Pamijahan, Bogor

Page 26: Chromosome Sizes and Restriction Patterns Analysis of  Bacillus thuringiensis by Pulsed Field Electrophoresis

26

Lampiran 3 Analisis DNA Genom

Peremajaan Bakteri

Penyiapan DNA total

Fragmentasi Molekul DNA dengan Enzim Restriksi

Endonuklease

Pemisahan Molekul DNA dengan Elektroforesis pada

Medan Berpulsa

Analisis Data

Page 27: Chromosome Sizes and Restriction Patterns Analysis of  Bacillus thuringiensis by Pulsed Field Electrophoresis

27

Lampiran 4 Peremajaan bakteri pada media antibiotik.

Dengan antibiotik

Dengan antibiotik

Page 28: Chromosome Sizes and Restriction Patterns Analysis of  Bacillus thuringiensis by Pulsed Field Electrophoresis

28

Lampiran 5 Penyiapan DNA total

5 ml

Page 29: Chromosome Sizes and Restriction Patterns Analysis of  Bacillus thuringiensis by Pulsed Field Electrophoresis

29

Lampiran 6 Fragmentasi DNA genom dengan enzim restriksi Sma I

Lampiran 7 Elektroforesis dengan PFGE