19
PANGGILAN DAN PERUTUSAN KAUM AWAM MENURUT CHRISTI FIDELES LAICI Tugas Seminar Rm. St. Gitowiratmo, Pr Oleh: Andry Kurniawan, Hubertus (FT. 3147) Etrodismas, Emilianus (FT. 3161)

Christi Fideles Laici

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Christi Fideles Laici

PANGGILAN DAN PERUTUSAN KAUM AWAM

MENURUT CHRISTI FIDELES LAICI

Tugas Seminar

Rm. St. Gitowiratmo, Pr

Oleh:

Andry Kurniawan, Hubertus (FT. 3147)

Etrodismas, Emilianus (FT. 3161)

FAKULTAS TEOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

2012

Page 2: Christi Fideles Laici

PANGGILAN DAN PERUTUSAN KAUM AWAM

MENURUT CHRISTI FIDELES LAICI

1. Pengantar

Keterlibatan aktif kaum awam dalam kehidupan menggereja dewasa ini cukup

menggembirakan. Akan tetapi, keterlibatan aktif dari kaum awam ini mempunyai dua sisi yang

berlawanan. Di satu sisi, keterlibatan kaum awam dalam Gereja sungguh dirasa banyak

membantu, khususnya para pastor paroki. Tugas pastoral yang selama ini ditangani oleh para

klerus, kini mendapat perhatian dari kaum awam. Namun di lain sisi, keterlibatan kaum awam ini

juga diyakini membawa kegelisahan umat. Tidak sedikit umat merasa kwatir bahwa keterlibatan

mereka justru akan mengurangi kesucian dan kesakralan liturgi.

Christi Fideles Laici (CFL) merupakan suatu himbauan apostolik pasca sinode yang

dikeluarkan oleh Paus Yohanes Paulus II pada 12 Maret 1989. CFL mencoba menempatkan dan

mengukuhkan panggilan dan perutusan kaum awam dalam kehidupan menggereja dengan

memberikan latar belakang situasi dunia yang menuntut keterlibatan kaum awam.

2. Latar Belakang Christi Fideles Laici

Himbauan Apostolik Christi Fideles Laici ini muncul setelah sebelumnya diadakan sinode

para uskup pada tahun 1987 di Roma. Sinode Para Uskup se-Dunia adalah lembaga modern yang

memiliki pengaruh besar atas kegiatan pastoral seluruh Gereja Katolik1. Sinode ini diadakan

setiap tiga tahun sekali. Sinode biasanya membahas dan mendiskusikan pertanyaan/persoalan

yang relevan mengenai dunia masa kini, terutama persoalan di abad kita yang perlu dijelaskan

dan dijernihkan.

Sebagai contoh, pada Sinode 1980, para uskup dari seluruh dunia membahas persoalan-

persoalan tentang kehidupan keluarga dan perkawinan yang sedang mengalami krisis besar.

Sinode 1983 membahas masalah “rekonsiliasi” dan pengampunan dimana keduanya merupakan

1 Komisi Kerasulan Awam, Panggilan dan Perutusan Awam dalam Gereja dan Dunia sesudah Konsili Vatikan II , KWI, Jakarta, 1987, 5.

1

Page 3: Christi Fideles Laici

dasar kedamaian, tidak hanya damai intern (damai di hati manusia) tetapi juga damai ekstern dan

sosial (damai di dunia). Selanjutanya pada tahun 1985 berlangsung sinode luar biasa Uskup-

Uskup se dunia yang secara istimewa telah menarik perhatian dan pikiran dunia.

Kemudian, atas anjuran para uskup dari berbagai dunia, Paus Yohanes Paulus II

menetapkan tema Sinode 1987: “Panggilan dan Perutusan Kaum Awam dalam Gereja di Dunia:

20 tahun sesudah Konsili Vatikan II”. Adapun latar belakang yang menjadi keprihatinan Bapa-

Bapa Sinode sehingga menetapkan tema tersebut adalah:

a. kebutuhan-kebutuhan dunia yang mendesak dewasa ini2. Para bapa sinode menyadari

panggilan dan perutusan Gereja di tengah dunia dewasa ini tidaklah cukup kalau hanya

ditangani oleh para klerus maupun para religius. Makna dasar Sinode ini dan buah paling

berharga yang diinginkan ialah kenyataan bahwa kaum awam beriman mendengar

panggilan Kristus Tuhan, mengambil bagian yang aktif dengan sadar dan penuh tanggung

jawab dalam perutusan Gereja.

b. sekularisme dan kebutuhan akan agama. Kita mengakui bahwa dunia dewasa ini di satu

pihak semakin banyak menampakkan wajah yang bersikap acuh terhadap peran Allah.

Namun di lain pihak, ada kehausan nilai-nilai yang ditawarkan oleh agama3.

c. pribadi manusia yang agung telah dilanggar. Bapa-bapa Sinode teringat akan

pelanggaran-pelanggaran yang menimpa pribadi manusia. Ketika martabat manusia tidak

diakui dan dicintai maka manusia tersebut tidak terlindungi terhadap bentuk-bentuk

manipulasi. Oleh karena itu, para bapa Sinode mengingatkan kembali arti keluhuran

martabat manusia4. Selanjutnya keprihatinan yang keempat adalah mengenai sengketa dan

perdamaian5. Para bapa Sinode melihat gejala lain yang dialami umat manusia dewasa ini

adalah bahwa umat manusia setiap hari disiksa oleh sengketa. Sengketa-sengketa ini tak

jarang dinyatakan dalam pertentangan-pertentangan dalam bentuk kekerasan, terorisme,

maupun perang. Untuk itu, para bapa Sinode mengajak partisipasi manusia dalam

kehidupan masyarakat untuk mengusahakan jalan perdamaian.

2 Bdk. CFL. 33 Bdk. CFL. 44 Bdk. CFL. 55 Bdk. CFL. 6

2

Page 4: Christi Fideles Laici

Berdasarkan situasi dunia dewasa ini, para bapa Sinode menyadari bahwa “perlu dan

mendesak” keterlibatan kaum awam untuk mengembangkan misi Gereja di tengah dunia, yaitu

memperjuangkan perdamaian, keadilan, dan cinta kasih. Keterlibatan dan kesaksian kaum awam

dalam pelbagai bentuk kehidupan menjadi relevan karena mereka menjadi bagian dari dunia.

3. Pokok-Pokok dalam Christi Fideles Laici

3.1 Dasar Biblis

Ada dua dasar biblis yang menjadi perhatian dan pembahasan dalam dokumen ini, yaitu (1)

teks Mat 20,1-7 yang melukiskan orang-orang yang dipanggil Tuhan untuk berkarya di kebun

anggur Tuhan; dan (2) teks Yoh 15, 1-8 yang menceritakan bahwa Yesus adalah pokok anggur

dan kita semua adalah ranting-rantingnya.

3.1.1 Mat 20,1-7

“Kira-kira pukul sembilan pagi ia keluar…, dilihatnya ada lagi orang-orang lain

menganggur di pasar. Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku…”6.

Semua orang disapa dan diutus untuk bekerja di kebun anggur Tuhan. Dari tindakan pemilik

kebun anggur ini, ada dua hal yang bisa disimpulkan. Pertama, ia tidak membuat pembedaan

atas para pekerja. CFL tidak menjelaskan apakah mereka itu pria atau wanita, juga tidak

dikemukakan usia dan latar belakang mereka. Kedua, tindakan pemilik kebun anggur - yang

“keluar” berkali-kali untuk mencari tenaga kerja – secara implisit menggambarkan bahwa situasi

kebun anggurnya dalam keadaan parah dan segera memerlukan keterlibatan lebih banyak

pekerja.

Apabila pemilik kebun anggur adalah Allah, maka kebun anggur itu adalah dunia7 dan

pekerjanya adalah seluruh Umat Allah. Panggilan Allah yang berbunyi, “Pergilah kamu juga ke

kebun anggurku” tidak pernah berhenti bergema di dalam perjalanan sejarah umat manusia.

Panggilan itu dialamatkan kepada setiap pribadi yang dilahirkan ke dalam dunia. Panggilan ini

juga mengukuhkan keterlibatan kaum awam karena mereka pun telah dipanggil dan diutus

melalui sakramen inisiasi.

3.1.2 Yoh 15,1-8

6 Mat 20,3-47 Bdk. Mat 13,38

3

Page 5: Christi Fideles Laici

Gambaran pokok anggur dalam teks ini dipergunakan untuk mengungkapkan Misteri Umat

Allah. Dari perspektif ini yang menekankan sifat internal Gereja, kaum awam beriman dipandang

bukan semata-mata sebagai para pekerja di dalam kebun anggur, melainkan mereka sendiri

sebagai bagian dari kebun anggur tersebut. Kristuslah pokok anggur sejati yang memberi

kehidupan serta kesuburan kepada ranting-ranting, maksudnya, kepada kita. Melalui Gereja kita

tinggal dalam Kristus, yang tanpa Dia, kita tidak bisa berbuat apa-apa8.

Dari persekutuan yang dialami orang Kristen dalam Kristus itu juga menyingkapkan

misteri persekutuan Gereja. Persekutuan merupakan eklesiologi dari Konsili Vatikan II. Sinode

1985 kembali mengingat konsep persekutuan ini. Persekutuan sangat dihormati dalam Gereja

Perdana dan Gereja-gereja Timur karena konsep ini terdapat dalam Kitab Suci (lih. Rm 12,4-6;

1Kor 10,17; 12,12.27; Kol 1,18; Ef 1,22-23; 2,14-18; 4,15-16). Dasar persekutuan yang paling

utama adalah persekutuan mesra antara Bapa, Putera, dan Roh Kudus9. Persatuan eksistensial

antara pokok anggur dan ranting-rantingnya yang diangkat menjadi simbol persatuan Kristus

dengan murid-murid-Nya, menggambarkan bahwa dasar utama keterlibatan jemaat dalam Gereja

adalah persatuannya dengan Kristus yang diperoleh melalui sakramen-sakramen inisiasi10.

3.2 Istilah Kaum Awam menurut CFL

Para Bapa Sinode melihat bahwa gambaran situasi dan identitas kaum awam di dalam

Gereja agak gelap dan tidak jelas. Keadaan demikian berlangsung lama sekali dan hampir merata

di seluruh dunia. Siapa sebenarnya orang awam itu?

Istilah “awam” dalam kamus-kamus berarti “sesuatu yang negatif”, khususnya kalau kata

itu dipakai untuk menerangkan orang yang termasuk berstatus awam. Contohnya: orang awam

“bukan pastor/imam”, “tidak termasuk klerus”, “orang yang tidak mendapat tahbisan suci”.

Menurut pemakaian sehari-hari, orang awam berarti “orang yang tidak bekerja secara profesional

dalam agama; atau yang tidak terikat kepada suatu lembaga agama atau Gereja; atau yang tidak

terdaftar sebagai anggota Gereja sehingga jelas dianggap orang asing bagi Gereja”. Dalam

pemahaman ideologis, orang awam berarti “orang yang cara berpikir dan hidupnya dibimbing

8 Bdk. LG. 69 CFL. 1810 Bdk. CFL 10. Bandingkan juga dalam Dekrit Apostolican Actocitatem, “Setelah dicangkokkan ke dalam Tubuh

Mistik Kristus melalui Sakramen Pembaptisan dan diteguhkan oleh kuasa Roh Kudus dalam penguatan, mereka ditetapkan dan diutus sebagai rasul oleh Yesus Kristus sendiri” (A.A. 3).

4

Page 6: Christi Fideles Laici

oleh kekuatan pikirannya (rasionya) belaka”. Orang awam juga dapat berarti “seseorang yang

tidak terampil”, bahkan dapat juga diartikan sebagai “orang yang tidak tahu apa-apa”11.

Bagaimanapun juga, arti asli kata “awam” tidak seluruhnya negatif. Secara etimologis,

istilah “awam” merupakan terjemahan dari kata laikos (Yunani). Kata laikos sendiri berasal dari

kata laos yang artinya umat/bangsa. Dalam Septuaginta, kata laos menunjuk pada umat atau

bangsa pilihan (Ibr: Goyim – Yun: Ethne). Meskipun kata laos tidak kita jumpai dalam

Perjanjian Baru, kata laos sering diarahkan kepada kenyataan (i) umat atau bangsa baru Allah,

yang dikuduskan oleh Allah di dalam Roh Kudus; (ii) umat atau bangsa baru yang percaya

kepada Yesus Kristus, dipersatukan dengan-Nya melalui pembaptisan. Dalam pengertian ini,

kata laikos berarti orang-orang yang tergolong pada bangsa baru ini, yaitu seluruh anggota

Gereja12.

Namun dalam perkembangan sejarah Gereja, kata laikos dibatasi hanya untuk orang-orang

beriman biasa, orang-orang Kristen yang tidak menerima tahbisan imamat. Rekam jejaknya

masih dapat kita telusuri sampai dengan Konsili Vatikan I (1870). Konsili Vatikan I, dengan

eklesiologi yang hirarkis-piramidal, melihat “awam” sebagai “being the passive, subordinate

recipients of the things necessary for salvation available only through the ministrations of the

clergy”13.

Para Bapa Sinode dengan tepat menunjuk kepada perlunya suatu definisi tentang panggilan

serta kaum awam beriman dalam arti yang positif, melalui studi yang mendalam tentang ajaran-

ajaran Konsili Vatikan II di dalam cahaya dokumentasi terbaru dari Magisterium maupun

pengalaman Gereja yang dihayati, dengan bimbingan Roh Kudus”14.

3.3 Ciri Sekular: Relasi Kristiani terhadap Dunia

Dalam Lineamenta Sinode para Uskup tentang awam, Vocation and Mission of the Laity in

the Church and in the World Years after the Second Vatican Council , no. 22 dinyatakan bahwa

ciri sekular kaum awam itu bukan melulu datum sosiologis, melainkan juga teologis dan eklesial:

“On the otherhand, the same Council presents the participation of the laity in temporal and

11 Bdk. Komisi Kerasulan Awam, Panggilan dan Perutusan Awam …, 6.12 Bdk. Komisi Kerasulan Awam, Panggilan dan Perutusan Awam …, 7.13 Di sini, kaum awam diartikan sebagai penerima pasif dan rendah akan hal-hal yang perlu bagi keselamatan yang

dapat diperoleh hanya melalui pelayanan klerus. Bdk. Komonchak (Eds.), “Laity”, dalam The New Dictionary of Theology, Gill and Macmillan, 1987, 559.

14 Bdk. Propotio 3 sebagaimana dikutip dalam CFL. 9.

5

Page 7: Christi Fideles Laici

worldly affairs, that is their ‘secularity’, not only as a sociological datum, but also and

specifically as a theological and ecclesial datum, as the characteristic form of living the

Christian vocation”15.

Maka dari itu, pembahasan ciri khas sekular awam harus melibatkan hubungan Gereja dan

dunia.

3.3.1 Gereja bagi Dunia

Pemahaman Gereja sebagai sakramen menunjukkan bahwa Gereja tidak untuk dirinya

sendiri, melainkan untuk dunia. Gereja mempunyai perutusan keselamatan terhadap tata

keduniaan, “Karya penebusan Kristus menurut hakekatnya berkisar pada keselamatan manusia,

tetapi juga meliputi pembaharuan seluruh tata keduniaan. Maka perutusan Gereja tidak hanya

membawakan warta Kristus dan rahmat-Nya kepada manusia, melainkan juga meresapi dan

menyempurnakan tata keduniaan dengan semangat Injil”16.

3.3.2 Awam dan Keduniaan

Kaum awam mempunyai peranan khusus dalam lebih langsung dalam tata keduniaan

meskipun tidak eksklusif. Kaum awam hidup dan terlibat serta terjalin dengan hal ikhwal

keduniaan. Ciri khas dan istimewa kaum awam yakni sifat keduniaanya. Dengan demikian,

keterlibatan dalam keduniaan dapat disebut sebagai cara khas awam berpartisipasi dalam

perutusan seluruh Umat dalam Gereja dan dunia17.

Berdasarkan panggilan mereka yang khas (ex vocatione propria), awam bertugas mencari

kerajaan Allah dengan mengusahakan hal-hal yang fana dan mengaturnya seturut kehendak

Allah. Kaum awam hidup dalam dunia, artinya menjalankan segala macam tugas dan pekerjaan

duniawi, dan berada di tengah kenyataan biasa hidup berkeluarga dan sosial18.

Ciri sekular itu bukanlah sesuatu yang asing, yang dimasukkan dari luar, melainkan unsur

integral dari pengertian “awam”. Dengan demikian, ciri sekular ini memberi kekhasan dan

kekhususan positif kepada identitas awam.

15 Lineamenta Sinode para Uskup tentang awam, Vocation and Mission of the Laity in the Church and in the World Years after the Second Vatican Council, no. 22 sebagaimana dikutip oleh Piet Go, Spiritualitas Awam, Komisi Kerasulan Awam KWI, Mardiyuana, Bogor, [ ], 14.

16 AA 5.17 Piet Go, Spiritualitas Awam, 14.18 Bdk. LG 31.

6

Page 8: Christi Fideles Laici

3.4 Bentuk-Bentuk Partisipasi

CFL menghimbau agar para gembala umat hendaknya mengakui dan memajukan peranan

dan pelayanan kaum awam. Ada dua bentuk pelayanan kaum awam - baik yang dilakukan

secara perorangan19 maupun dalam kelompok20 - dalam kehidupan Gereja, yaitu mewartakan dan

menghayati Injil.

3.4.1 Mewartakan Injil

Mewartakan Injil merupakan panggilan setiap orang Kristen. Tugas ini diperoleh dan

dipersiapkan melalui anugerah Roh Kudus dan peneriman sakramen-sakramen inisiasi21.

Partisipasi utama kaum awam beriman adalah mewartakan Injil, karena seluruh tugas Gereja

dipusatkan dan diwujudnyatakan di dalam evangelisasi atau pewartaan Injil. Tugas Gereja ini

diperoleh dari Yesus sendiri melalui sabda-Nya, “Pergilah ke seluruh dunia dan wartakanlah Injil

kepada semua makhluk”22.

Akan tetapi, dengan melihat situasi dunia yang diwarnai oleh persaingan antaragama,

sekularisme, tindakan immoral, dan kejenuhan hidup dalam pelbagai dimensinya, menuntut

perlunya cara dan bentuk pewartaan baru, sehingga pesan-pesan Injil bisa mengena dan diterima

oleh banyak orang. Bentuk pewartaan itu adalah re-evangelisasi (pewartaan kembali Injil) yang

ditujukan bukan hanya kepada pribadi-pribadi melainkan juga kepada semua orang dalam situasi,

lingkungan, dan kebudayaan mereka.

Isi pewartaannya adalah “Umat manusia dikasihi Allah”23. Umat manusia dewasa ini hidup

dalam perseturuan, sengketa, kemiskinan, peperangan, dan hidup dalam situasi tanpa adanya

harapan. Oleh karena itu, yang paling mendesak dilakukan oleh para pewarta bukanlah memberi

nasehat-nasehat saleh, doktrin-dokrin dan dogma-dogma, melainkan penciptaan situasi yang

kondusif agar umat manusia mengalami kasih Allah yang telah dicurahkan kepada semua orang.

Lingkup pewartaan dapat dilakukan secara intern dan ekstern. Kaum awam beriman dapat

mewartakan Injil pertama-tama di lingkungan hidup dan karyanya sehari-hari. Akan tetapi, tidak

menutup kemungkinan untuk mewartakan Injil keluar dari lingkungan hidup mereka. Para Bapa

19 Bdk. CFL 28.20 Bdk. CFL 29.21 Bdk. CFL. 3322 Mrk 16,15.23 CFL. 34

7

Page 9: Christi Fideles Laici

Sinode menyebutkan bahwa kaum awam beriman dapat memanfaatkan hubungan-hubungan

yang diadakan dengan para pengikut berbagai agama melalui teladan mereka24.

3.4.2 Menghayati Injil

Adapun nilai-nilai Injil yang diwartakan melalui penghayatan kaum awam beriman

meliputi:

a. Melayani Pribadi dan Masyarakat25

Pelayanan menjadi nilai pertama dalam Injil yang perlu dihayati. Pelayanan merupakan

semangat utama Kristus ketika Ia menerima perutusan dari Bapa, “Karena Anak Manusia juga

datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan menjadi tebusan bagi banyak

orang”26. Selain itu, CFL juga mengajak kaum awam beriman agar dalam pelayanan, mereka

hendaknya memfokuskan perhatian pada martabat pribadi manusia. “Menemukan kembali dan

membuat orang lain menemukan kembali martabat setiap pribadi manusia yang tidak dapat

dilanggar merupakan tugas hakiki, tugas pelayanan yang sentral dan mempersatukan, serta

panggilan kaum awam beriman27.

b. Menghormati Hak Hidup yang tidak dapat dilanggar28

CFL menegaskan bahwa pengakuan akan martabat setiap pribadi manusia menuntut sikap

hormat, pembelaan, dan usaha untuk memajukan hak-hak pribadi manusia. Bagi CFL, inilah

persoalan yang menyangkut hak-hak inheren, universal, dan tidak dapat dilanggar. Hak-hak

semacam itu bersumber dalam Allah sendiri.

Memperjuangkan dan membela hak hidup seseorang merupakan konkretisasi

penghormatan atas hidup. Dewasa ini, Gereja menghayati aspek fundamental yang perlu

diperjuangkan oleh kaum awam beriman, yaitu dengan penuh kasih sayang dan rela menerima

setiap pribadi manusia terlebih mereka yang lemah dan menderita.

24 CFL. 3525 Bdk. CFL. 3626 Mrk 10,4527 Bdk. CFL. 3728 Bdk. CFL. 38

8

Page 10: Christi Fideles Laici

c. Cintakasih: Jiwa dan Penunjang Solidaritas29

Pelayanan kepada masyarakat dapat diungkapkan dan diwujudkan dengan cara yang

beranekaragam. Bercintakasih merupakan cara yang paling langsung dan biasa dalam menjiwai

tata dunia secara Kristiani. Gereja terpanggil langsung kepada pelayanan cintakasih:

“Pada masa-masa awal, Gereja menambahkan agape pada Perjamuan Ekaristi, dan dengan demikian memperlihatkan dirinya sendiri dipersatukan sepenuhnya di sekeliling Kristus oleh ikatan cintakasih. Demikian pula, dalam segala zaman, dia dikenal karena tanda kasih ini, dan seraya dia bergembira karena usaha-usaha orang lain, dia menuntut karya-karya cintakasih sebagai kewajiban serta haknya sendiri yang tidak dapat dipindah-tangankan. Karena alasan ini […] karya-karya cintakasih serta bantuan timbal balik yang dimaksudkan untuk meringankan kebutuhan-kebutuhan manusia dari segala jenis, dihormati secara istimewa di dalam Gereja”30.

Melalui cintakasih terhadap sesama ini, kaum awam beriman menjalankan dan

memanifestasikan partisipasi mereka di dalam jabatan rajawi Kristus dengan cara yang paling

sederhana. Cintakasih merupakan anugerah paling tinggi yang diberikan oleh Roh guna

membangun Gereja31 dan bagi kebaikan umat manusia. Dengan cintakasih, kaum awam

beriman menumbuhkan solidaritas Gereja yang peduli terhadap kebutuhan manusia.

3.5 Pembinaan Kaum Awam

Gambaran Injil tentang pokok anggur dan ranting-rantingnya menyingkapkan kepada kita

aspek lain dari hidup dan tugas utama kaum awam beriman, yaitu panggilan kapada

pertumbuhan yang berkualitas unggul. Kaum awam beriman bisa berkembang dan juga bisa

mengembangkan Gereja, serta menghasilkan banyak buah.

3.5.1 Pembinaan yang berkesinambungan32

Sebagai petani anggur yang rajin, Allah nampak begitu peduli terhadap pokok anggurnya

agar dapat menghasilkan buah. Allah selalu berusaha merawat dengan mengadakan hal-hal yang

perlu agar pokok anggur itu menghasilkan buah seperti yang diharapkan oleh pemilik kebun

anggur33.

29 Bdk. CFL. 4130 A.A. 831 Bdk. 1Kor 13,1332 Bdk. CFL. 5733 Bdk. Yoh 15,1-2

9

Page 11: Christi Fideles Laici

Manusia didekati dalam kebebasan oleh Allah. Ia memanggil setiap manusia supaya

bertumbuh, berkembang, dan menghasilkan buah. Dalam dialog antara Allah yang memberikan

anugerah dan pribadi manusia yang terpanggil supaya melaksanakan tanggung jawabnya, timbul

kebutuhan akan pembinaan kaum awam beriman yang utuh dan berkesinambungan. Para Bapa

Sinode menggambarkan pembinaan Kristiani sebagai:

“suatu proses yang bersinambungan di dalam pendewasaan pribadi dalam iman dan dalam hal menyerupai Kristus, menurut kehendak Bapa, di bawah bimbingan Roh Kudus, para Bapa Sinode juga secara jelas menegaskan bahwa pembinaan kaum awam beriman itu haruslah ditempatkan di antara prioritas-prioritas suatu dioses. Hal itu sepatutnya ditempatkan sedemikian di dalam rencana tindakan pastoral supaya usaha-usaha segenap persekutuan (kaum klerus, kaum awam beriman, dan kaum rohaniwan) bertemu pada sasaran ini”34

Pembinaan dan pembentukan kaum awam menjadi tuntutan yang relevan dan mendesak

untuk segera ditangani. Pembinaan itu tidak bersifat parsial dan kondisional, tetapi hendaknya

berkesinambungan sebagaimana ranting-ranting hanya menghasilkan buah apabila tetap tinggal

pada pokok anggurnya.

3.5.2 Pembinaan yang terintegrasi35

Dalam menemukan dan menghayati parnggilan serta tugas mereka yang sebenarnya, kaum

awam beriman harus dibina sesuai dengan persatuan yang timbul dari keberadaan mereka

sebagai anggota-anggota Gereja dan warga masyarakat manusia. Dari sini, kita dapat melihat

bahwa pembinaan kaum awam hendaknya sesuai dengan situasi dan profesi mereka. Lebih jauh

lagi dikatakan bahwa setiap kegiatan, situasi dan tanggung jawab merupakan kesempatan-

kesempatan yang dianugerahkan oleh Penyelenggaraan Ilahi untuk menjadi ladang dalam

mengamalkan iman, pengharapan, dan kasih secara berkesinambungan.

Dalam CFL ini, dikatakan juga bahwa Konsili Vatikan II mengajak orang-orang Kristiani

agar menjalankan tugas-tugas duniawi mereka dengan setia sebagai jawaban terhadap semangat

Injil. Ajakan ini merupakan upaya untuk menentang adanya usaha memisahkan iman dari

kehidupan dan Injil dari kebudayaan.

34 Proportio 40 sebagaimana dikutip dalam CFL. 57.35 Bdk. CFL. 59

10

Page 12: Christi Fideles Laici

3.5.3 Aspek-Aspek Pembinaan36

Pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah dalam bidang-bidang apakah kaum awam

perlu mendapat pembinaan dalam karya perutusan Gereja? Konsili Vatikan II melalui Christi

Fideles Laici menguraikan beberapa dimensi pembinaan terhadap kaum awam.

a. Dimensi Pembinaan Rohani

Setiap orang Kristiani dipanggil supaya bertumbuh terus menerus di dalam persatuaan

mesra dengan Yesus Kristus, sesuai dengan kehendak Bapa, dalam pengabdian mereka kepada

orang lain dalam cinta kasih serta keadilan. Lebih lanjut dikatakan bahwa kehidupan dalam

persatuan yang mesra dengan Kristus di dalam Gereja ini dipupuk oleh bantuan-bantuan rohani

yang tersedia bagi semua umat beriman teristimewa dengan partisipasi yang aktif di dalam

liturgi.

b. Dimensi Pembinaan Doktrinal

Pembinaan ini tidak hanya dimaksudkan sekadar dalam pengertian yang baik dalam

dinamisme iman, tetapi bagaimana kaum awam diberi pemahaman dalam menjawabi iman

mereka di tengah dunia yang serba pelik dengan berbagai persoalan iman. Oleh karena itu, perlu

ada pendidikan katekese bagi kaum awam agar mereka dapat memberikan alasan akan

pengharapan mereka dalam menghadapi situasi dunia yang rumit.

c. Dimensi Pembinaan terhadap ASG

Pembinaan terhadap Ajaran Sosial Gereja, artinya agar kaum awam dapat memahami dan

mengerti persoalan-persoalan sosial yang kadang-kadang dihadapi oleh Gereja. Keempat:

Pembinaan tentang nilai-nilai kemanusiaan yang dimaksudkan untuk kegiatan-kegiatan misioner

dan apostolik kaum awam beriman.

36 Bdk. CFL. 60

11

Page 13: Christi Fideles Laici

d. Penanaman Nilai-Nilai Kemanusiaan

Penanaman nilai-nilai kemanusiaan juga mendapat tempat di dalam konteks pembinaan

terintegrasi secara total. Para Bapa Konsili memandang perlu penanaman nilai-nilai kemanusiaan

agar para awam dalam karya misioner tetap menghargai nilai-nilai kemanusiaan37.

37 Bdk. A.A. 4

12