chot jagung manis

Embed Size (px)

Citation preview

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Tanaman jagung dalam pemanfaatan hasilnya sebagai bahan makanan, dapat dipanen dalam bentuk jagung semi (baby corn), jagung muda, serta tongkol siappipil. Jagung manis (Zea mays saccharata L.) merupakan salah satu jenis jagung yang mempunyai kandungan gula relatif lebih tinggi dari pada jagung biasa, dan biasa dikonsumsi dalam bentuk jagung muda. Permintaan jagung manis cenderung semakin meningkat, tetapi budidaya jagung manis masih kalah intensif bila dibandingkan dengan jagung biasa. Hal ini selain disebabkan oleh harga benih yang lebih mahal, juga disebabkan oleh pemanfaatan produk jagung manis yang lebih terbatas. Jagung manis pada umumnya hanya dimanfaatkan sebagai makanan segar, sehingga memiliki kisaran daya simpan produk yang lebih singkat dibandingkan jagung pipilan. Biji jagung pipilan dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama sebagai bahan pangan maupun pakan ternak. Kultivar Bisi Sweet merupakan kultivar jagung manis baru yang memiliki tingkat kemanisan (kandungan sukrosa) yang lebih tinggi dibandingkan kultivar jagung manis lain yang telah ada. Kultivar ini relatif belum banyak dikenal oleh petani. Walaupun harga benih kultivar Bisi Sweet lebih mahal dari yang lain, dengan keunggulan rasa yang dimilikinya, kultivar ini diperkirakan akan memiliki prospek pemasaran yang baik. Di Indonesia produksi jagung manis per hektarnya masih rendah, yaitu 3 t ha-1 tongkol basah. Hasil ini masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan di Australia yang dapat mencapai 7 sampai 10 t ha-1 (Lubach, 1990).

1

Produksi jagung manis di Indonesia masih dapat ditingkatkan dengan melakukan perbaikan teknis budidaya, di antaranya dengan penggunaan pupuk organik. Pada umumnya penggunaan pupuk organik dalam budidaya tanaman pada masyarakat kita, masih belum sepenuhnya mematuhi kaidah pemupukan yang bijaksana. Penentuan dosis dan jenis pupuk seringkali mengabaikan kondisi lahan dan jenis tanaman yang akan dibudidayakan. Pemberian pupuk organik dalam dosis yang tepat akan meningkatkan kandungan bahan organik dalam tanah, sehingga tingkat kesuburan tanah akan semakin meningkat pula. Selain itu, penggunaan pupuk organik akan menekan tingkat ketergantungan terhadap pupuk anorganik. Ketergantungan yang tinggi terhadap pupuk anorganik dapat mengakibatkan dampak yang merugikan, baik bagi lingkungan maupun segi ekonomis usaha tani. Penggunaan pupuk anorganik secara terus-menerus, dengan tanpa disertai pemberian pupuk organik, lambat laun akan menyebabkan kejenuhan unsur tertentu pada lahan dan semakin menurunkan daya dukung lahan. Peranan bahan organik sangat penting karena dapat memperbaiki stabilitas agregat, aerasi tanah, memperbaiki ketersediaan unsur hara dan daya menahan air, mengurangi keracunan unsur Al dan Fe, serta meningkatkan aktivitas dan kualitas biota tanah. Nitrogen, fosfor, dan kalium, merupakan unsur-unsur makro yang paling banyak diperlukan tanaman dalam proses pertumbuhan vegetatif maupun generatif. Kekurangan unsur-unsur tersebut selama pertumbuhan tanaman akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan serta penurunan hasil tanaman yang sangat besar.

2

1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut: 1) Apakah terjadi interaksi antara berbagai dosis berbagai jenis dekomposer yang diaplikasikan kepada berbagai jenis pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan hasil jagung manis (Zea mays saccharata L.) Kultivar Golden Sweet. 2) Berapakah dosis berbagai jenis dekomposer yang diaplikasikan kepada berbagai jenis pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan hasil jagung manis (Zea mays saccharata L.) Kultivar Golden Sweet.

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1) Untuk mengetahui dan mempelajari efek interaksi berbagai Pengaruh berbagai jenis dekomposer yang diaplikasikan kepada berbagai jenis pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan hasil jagung manis (Zea mays saccharata L.) Kultivar Golden Sweet. 2) Untuk menentukan dosis berbagai jenis dekomposer yang diaplikasikan kepada berbagai jenis pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan hasil jagung manis (Zea mays saccharata L.) Kultivar Golden Sweet.

1.4. Kegunaan Penelitian 1) Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan informasi bagi petani maupun Instansi terkait dalam menentukan dosis optimum pupuk NPK dan jenis pupuk organik yang tepat, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil jagung manis.

3

2)

Secara keilmuan, diharapkan dapat mengungkapkan secara lebih jelas terjadinya efek interaksi antara berbagai dosis pupuk NPK dan jenis pupuk organik terhadap pertumbuhan dan hasil jagung manis.

1.5. Kerangka Pemikiran Proses budidaya tanaman harus ditunjang dengan adanya teknologi sarana produksi yang maju sehingga akan didapatkan pertumbuhan dan hasil tanaman yang optimal. Ketersediaan unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat produksi suatu tanaman, oleh karena itu macam dan jumlah unsur hara yang tersedia disertai dengan tata air dan udara yang baik di dalam tanah bagi pertumbuhan tanaman harus berada dalam keadaan yang cukup dan seimbang. Pelepasan unsur hara secara bertahap ke dalam tanah dari pupuk majemuk, terutama unsur-unsur makro seperti N, P, dan K, sangat menunjang pertumbuhan tanaman, karena akan memenuhi kebutuhan seluruh tahapan pertumbuhan tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Kebutuhan tanaman akan unsur hara dapat dilakukan melalui pemberian pupuk organik karena di samping dapat memenuhi unsur hara yang dibutuhkan juga dapat memperbaiki kerusakan akibat fisik, kimia dan biologi tanah. Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari kotoran ternak, urine dan alas tidur. Pada umumnya pupuk organik yang digunakan meliputi kotoran domba, dan ayam. Pemberian pupuk organik secara kontinyu dan bijaksana tidak akan menyebabkan kelebihan dosis, tapi malah menjadi gembur bagi tanah. Bahan organik yang diberikan ke dalam tanah akan diproses oleh mikroorganisme, sehingga unsur

4

hara akan selalu tersedia bagi tanaman, baik unsur makro yaitu N, P, K, Ca, Mg, dan S maupun unsur mikro seperti Cu, Na, Mo, B, Fe, Mn, Zn, dan Cl. Perbaikan sifat fisik tanah akibat pemberian bahan organik yaitu dapat meningkatkan daya sangga air, kandungan air. aerasi tanah, serta memperbaiki agregat tanah. Perbaikan sifat kimia tanah akibat pemberian pupuk organik yaitu menyediakan unsur-unsur hara, memperbesar kapasitas tukar kation dan

meningkatkan kelarutan unsur P dalam tanah, sedangkan pengaruh pemberian bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah. Jika seluruh pengaruh tersebut digabungkan, maka produktivitas tanah dan tanaman dapat ditingkatkan secara optimal walaupun tanpa penggunaan pupuk kimia serta pestisida.

1.6. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, hipotesis sebagai berikut: 3) Terjadi interaksi antara dosis berbagai jenis dekomposer yang diaplikasikan kepada berbagai jenis pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan hasil jagung manis (Zea mays saccharata L.) Kultivar Golden Sweet. 4) Terdapat salah satu kombinasi optimum dosis berbagai jenis dekomposer yang diaplikasikan kepada berbagai jenis pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan hasil jagung manis (Zea mays saccharata L.) Kultivar Golden Sweet. maka dapat dikemukakan

5

5)

II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani Tanaman Jagung Man is Menurut Kaukis dan Davis (1986), klasifikasi taksonomi jagung manis adalah: Divisio Sub-divisio Kelas Ordo Famili Sub-famili Genus Spesies : Spennatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae : Poales : Graminae : Panicoideae : Zea : Zea mays saccharata Perbedaan morfologis jagung manis dengan jagung biasa, selain memiliki batang yang lebih kecil dan lebih pendek, tongkol lebih cepat matang dan lebih kecil (Martin, dkk., 1976), juga memiliki daun yang lebih kecil (Koswara, 1992). Menurut Purwono dan Hartono (2005), jagung merupakan tanaman berakar serabut yang terdiri dari tiga tipe akar, yaitu akar lateral, akar adventif, dan akar udara. Akar lateral tumbuh dari radikula dan embrio. Akar adventif disebut juga akar tunjang. Akar ini tumbuh dari buku paling bawah, yaitu sekitar 4 cm di bawah permukaan. Sementara akar udara adalah akar yang keluar dari dua atau lebih buku terbawah permukaan tanah. Perkembangan akar jagung tergantung dari varietas, kesuburan tanah, dan keadaan air tanah. Batang tanaman jagung tidak bercabang, berbentuk silinder. Pada buku ruas akan muncul tunas yang berkembang menjadi tongkol. Tinggi tanaman jagung tergantung varietas, umumnya berkisar 100 cm

6

sampai 300 cm. Daun jagung memanjang dan keluar dari buku-buku batang. Jumlah daun terdiri dari 8 helai sampai 48 helai tergantung varietasnya. Antara kelopak dan helaian terdapat lidah daun yang disebut ligula, fungsi ligula adalah mencegah air masuk ke dalam kelopak daun dan batang. Penyerbukan silang jagung mencapai 95 % sehingga digolongkan ke dalam tanaman menyerbuk silang. Penyerbukan jagung dibantu oleh angin dan gravitasi (Lubach, 1990). Menurut Kaukis dan Davis (1986), terbentuknya biji pada tongkol dimulai dari sekitar pusat tongkol kemudian berlangsung ke atas dan bawah tongkol. Jagung manis mulanya berkembang dari tipe dent (gigi kuda) dan flint corn (mutiara). Jagung tipe gigi kuda mempunyai lekukan di puncak bijinya, karena daya pati keras pada bagian pinggir dan bagian puncak biji terdapat pati lembek, sedangkan jagung tipe mutiara, keras dan licin pada bagian luarnya. Bagian luar keras ini disebabkan bagian luar endosperm yang terdiri atas pati keras. Selanjutnya, dari kedua tipe ini mengalami mutasi menjadi tipe gula sugary (su) yang resesif (Roni Palungkun dan Asiani Budiarti, 1992). Menurut Koswara (1992) rasa manis ditentukan oleh satu faktor genetik tunggal yang resesif yaitu gen su (sugary), bt-2 (brittle-2) atau sh-2 (shrunken-2). Biji jagung manis berwarna bening karena mengandung banyak sukrosa. Selain itu kandungan lemaknya lebih tinggi jika dibandingkan dengan jagung lainnya. Biji yang masih muda berwarna jernih dan bercahaya tetapi kemudian berkeriput setelah biji tua. Penyebab keriputnya biji pada proses pematangan karena kadar sukrosa yang tinggi dalam biji (Suryatna Effendi, 1982). Jagung mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu akar seminal, akar adventif, dan akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah akar yang berkembang dari radikula dan embrio. Akar adventif adalah akar yang semu-la

7

berkembang dari buku di ujung mesokotil. Akar kait atau penyangga adalah akar adventif yang muncul pada dua atau tiga buku di atas permukaan tanah. Fungsi dari akar penyangga adalah menjaga tanaman agar tetap tegak dan me-ngatasi rebah batang. Akar tersebut juga membantu penyerapan hara dan air. Tanaman jagung mempunyai batang yang tidak bercabang, berbentuk silindris, dan terdiri atas sejumlah ruas dan buku ruas. Pada buku ruas terdapat tunas yang berkembang menjadi tongkol. Tanaman jagung di daerah tropis mempunyai jumlah daun relatif lebih banyak dibanding di daerah beriklim sedang (temperate). Genotipe jagung mempunyai keragaman dalam hal panjang, lebar, tebal, sudut, dan warna pigmentasi daun. Lebar helai daun dikategorikan mulai dari sangat sempit (< 5 cm), sempit (5,1-7 cm), sedang (7,1-9 cm), lebar (9,1-11 cm), hingga sangat lebar (>11 cm). Jagung disebut juga tanaman berumah satu (monoeciuos) karena bunga jantan dan betinanya terdapat dalam satu tanaman. Bunga betina (tongkol) muncul dari axillary apices tajuk. Bunga jantan (tassel) berkembang dari titik tumbuh apikal di ujung tanaman. Tanaman jagung mempunyai satu atau dua tongkol, tergantung varietas. Tongkol jagung diselimuti oleh daun kelobot. Tongkol jagung yang terletak pada bagian atas umumnya lebih dahulu terbentuk dan lebih besar dibanding yang terletak pada bagian bawah. Setiap tongkol terdiri atas 10-16 baris biji yang jumlahnya selalu genap (Subekti et.al., 2002).

2.2. Syarat Tumbuh Tanaman Jagung Manis Pertumbuhan dan hasil tanaman sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat tumbuhnya. Jagung manis, seperti halnya jagung biasa memerlukan tanah yang subur dan gembur supaya dapat tumbuh dengan baik. Walaupun dapat tumbuh

8

pada berbagai kondisi tanah, kisaran pH 5,5 sampai 7,5; banyak mengandung humus, kaya unsur hara, dan berdrainase baik, merupakan kondisi lahan yang paling baik untuk pertumbuhan jagung manis. Jagung manis termasuk tanaman beriklim sedang, namun dapat tumbuh pula pada berbagai macam iklim. Suhu harian 15 sampai 32C, penyinaran matahari yang cukup selama periode pertumbuhan (Sudjana dkk., 1991), dan curah hujan 100 sampai 125 mm tiap bulan yang terdistribusi dengan baik (Suryatna Efendi, 1982) adalah kondisi iklim yang optimum bagi jagung manis. Suhu yang terlalu tinggi, lebih dari 38C, akan menyebabkan kegagalan pada proses penyerbukan, akibat serbuk sari yang mengering dan steril.

2.4. Pupuk Bokashi Bahan organik segar tidak dapat dimanfaatkan langsung oleh tanaman, maka perlu ada proses perombakan. Perombakan bahan ini berlangsung secara lambat dan terus menerus melepaskan kandungan unsur hara sehingga selalu tersedia bagi tanaman (Suharjo, 1993). Bahan organik dalam tanah dapat menurunkan fiksasi P sebab perombakan bahan organik oleh jasad mikro menghasilkan asam humat, asam piruvat serta asamasam organik lainnya. Gugus asam humat dan asam piruvat memegang peranan penting dalam pengikatan Fe dan Al. Dengan terjadinya pengikatan Al dan Fe, maka sekaligus akan melepaskan P yang terikat, sedangkan yang berperan dalam pengikatan P ini adalah sejumlah anion asam-asam organik seperti sitrat, stearat, oksalat, malat, malonat. Anion-anion ini dapat secara efektif bereaksi dengan Al dan Fe membentuk senyawa komplek logam

9

organik. Terbentuknya senyawa komplek antara bahan organik dengan logam ini dapat mengurangi keracunan tanaman oleh unsur Al dan Fe. Bokashi merupakan kompos hasil fermentasi dari energi organik dalam bentuk gula, alkohol, asam laktat, asam amino serta senyawa organik lainnya yang bermanfaat bagi tanaman dan untuk tanah. Pada tanaman kedelai, bobot biji kering per petak yang diberi 5 ton ha"1 bokashi tidak berbeda nyata dengan yang diberi 10 ton ha-1 bokashi (Dadang, 2002). Menurut Simarmata (1995), peranan bokashi dalam tanah dan tanaman terhadap mikroorganisme yang merugikan, yaitu 1) Mikroorganisme patogen tidak dapat menetap di lingkungan itu, 2) terdapat patogen yang dapat menyebabkan penyakit, tetapi hal ini tidak berbahaya karena patogenitasnya menurun, dan 3) Terdapat mikroorganisme patogen tetapi tidak menyebabkan penyakit. Penurunan aktivitas patogen dalam tanah, disebabkan oleh berlangsungnya proses fennentasi bahan organik yang menghambat pembentukan asam amino, sakarida, dan senyawa lainnya pada organisme penganggu.

2.4.1. Pupuk Kandang Domba Tanah mempunyai kemampuan menyediakan unsur hara yang terbatas bagi tanaman. Sejumlah unsur hara yang ada dalam tanah diabsorpsi oleh akar tanaman dan akibatnya tanah akan kehilangan unsur tersebut. Karena itu, untuk mengatasi dan mengimbangi kehilangan unsur hara, dilakukan upaya pemupukan, sehingga dapat meningkatkan dan mempertahankan kesuburan tanah baik fisik, kimia, dan biologi (Saifuddin Sanef, 1986). Bahan organik merupakan kunci keberlanjutan pertanian di daerah tropika basah. Dalam pengelolaan lahan upaya perbaikan untuk menekan kehilangan bahan

10

organik tanah dapat ditempuh antara lain dengan pemberian pupuk organik dan menekan pengguriaan pupuk sintetis (Syekhfani, 2002). Pupuk kandang domba tergolong ke dalam jenis pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan berupa sisa makanan domba, urine, dan kotorannya sendiri yang sudah mengalami proses dekomposisi menjadi susunan yang lebih sederhana. Menurut Wuryaningsih (1994), bahwa jenis pupuk ini sebelum tersedia bagi tanaman harus mengalami proses dekomposisi terlebih dahulu. Proses dekomposisi pupuk kandang domba yang berlangsung secara lambat dan terus menerus oleh kegiatan mikroorganisme, sehingga akan mengakibatkan kenaikan suhu secara perlahanlahan, dan menghasilkan jenis pupuk dingin. Kandungan kimia, pupuk kandang domba memegang peranan penting dalam meningkatkan dalam kapasitas tukar kation dan anion, meningkatkan pH tanah, dan meningkatkan beberapa unsur hara makro seperti N, P, dan K dalam keadaan seimbang di dalam tanah. Kandungan unsur hara yang terdapat dalam pupuk kandang domba dapat dilihat pada Tabel 1. Pupuk kandang domba juga berpengaruh dalam mengaktifkan kegiatan mikroorganisme di dalam tanah untuk memacu tingkat kesuburan tanah secara biologi. Mikroorganisme yang terkandung dalam pupuk kandang domba dapat bertindak sebagai penghancur limbah pertanian yang berada di dalam tanah, kemudian menjadi humus. Dengan meningkatnya kandungan humus di dalam tanah, maka dapat menjaga dan mempertahankan struktur tanah dengan baik, sehingga aerasi dan drainase menjadi seimbang, selanjutnya tanah akan menjadi subur. Menurut Saifuddin Sarief (1989) bahwa pupuk kandang mempunyai sifatsifat yaitu, 1) pupuk kandang merupakan humus di dalam tanah yang terjadi karena proses perombakan sisa-sisa tanaman dan hewan yang tidak melapuk lagi menjadi

11

susunan yang lebih sederhana keseluruhannya akan membentuk warna hitam yang seragam dan amorf, 2) pupuk kandang berfungsi sebagai unusr N, P dan K dalam keadaan seimbang, di mana unsur-unsur tersebut sangat penting bagi pertumbuhan tanaman, dan 3) pupuk kandang dapat menaikkan dan menahan air di dalam tanah. Hal ini disebabkan karena pupuk kandang merupakan humus dalam tanah, sedangkan humus sebagai koloid organik berperan sangat aktif dalam mempertahankan daya menahan air di dalam tanah. Tabel 1. Kandungan Unsur Hara Makro dan Mikro pada Pupuk Kandang Domba No Unsur Hara Makro dan Mikro Kandungan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Karbon (C) Nitrogen (N) Fosfor (P) Kalium (K) Kalsium (Ca) Magnesium (Mg) Natrium (Na) Sulfur (S) Besi (Fe) Mangan (Mn) Molibdenum (Mo) Seng (Zn) Alumunium (Al) Boron (Bo)

8,76 mg 19,35 mg 27,78 mg 76 mg 2,05 mg l,89mg 7,03 mg 2,67 mg 3,09 mg 30,56 mg 3,37 mg l,89mg 6,965 mg 6,08 mg

Sumber: Balai Penelitian Sayuran lembang, Bandung 1998. Dosis umum untuk pupuk kandang adalah antara 10 sampai 30 t ha-1 untuk koioran padat; dan 4.000 sampai 11.000 galon ha-1 untuk kotoran berbentuk cair (Syekhfani, 2002). Hasil penelitian Sutarya (2002) menunjukkan penggunaan 10 t ha-1 pupuk kandang domba memberikan hasil kangkung per petak yang paling baik.

12

2.4.2. Pupuk Kotoran Ayam Peranan bahan organik dalam tanah sangat penting dalam menentukan kesuburan tanah karena dapat mempengaruhi sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Menurut Sudjidjo (1994), bahan organik dapat mempengaruhi struktur tanah, aerasi, granulasi dan meningkatkan kemampuan tanah menahan air serta mempengaruhi permeabilitas tanah. Menurut Saifuddin Sarief (1993), nilai susunan kandungan dari pupuk kotoran hewan banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain : 1) makanan dari hewan yang bersangkutan, 2) fungsi hewan, apakah sebagai pembantu pekerjaan atau untuk keperluan dagingnya atau hasrl lainnya, 3) jenis atau macam hewan, dan 4) banyaknya dan jenis bahan yang dipergunakan sebagai alas kandang yang tercampur dengan pupuk itu. Pupuk kotoran ayam adalah salah satu jenis bahan organik yang sering dipakai di pertanaman. Salah satu keuntungan penggunaan kotoran ayam adalah dapat memperbaiki sifat fisik tanah, antara lain langsung dapat memberikan unsur hara nitrogen, fosfor dan kalium (Nunung Nurtika dan Sumarna, 1990). Pupuk kotoran ayam dapat menyumbangkan unsur hara makro yang dibutuhkan oleh tanaman seperti N, P, K, Ca, Mg dan S. Pupuk kotoran ayam juga mengandung unsur hara mikro Mn, Zn, Cu, dan Br (Goeswono Soepardi, 1993). Besar kecilnya kandungan unsur hara dalam pupuk kotoran ayam bergantung. jenis ayam, jenis makanan dan penanganan pupuk tersebut sewaktu penyimpanan. Pupuk kotoran ayam mengandung bahan organik lebih tinggi, kadar air dan nisbah C/N lebih rendah dibandingkan dengan kotoran kuda, sapi, domba dan babi sehingga mempercepat mineralisasi dan mempersempit depresi nitrat dalam tanah. Keadaan

13

tersebut menyebabkan ketersediaan unsur hara yang diperoleh dari kotoran ayam lebih cepat (Goeswono Soepardi, 1993). Pupuk kotoran ayam dapat diberikan pada semua jenis tanaman walaupun kandungan unsur haranya relatif sedikit apabila dibandingkan dengan pupuk buatan, maka untuk memenuhi kebutuhan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman perlu ditambahkan pupuk anorganik (NPK) pada tanah secara merata di seluruh lahan atau ditempatkan pada lubang tanam (Pinus Lingga, 1991). Syekhfani (2002) menyebutkan dalam kotoran ayam hanya terdapat 25 kg N dan P, serta sekitar 20 kg K per ton. Pada penelitian yang dilakukan Ika Mertikawati (1999), pupuk kotoran ayam berpengaruh lebih baik terhadap bobot gabah kering giling padi gogo, daripada pupuk kandang domba. Bokashi merupakan kompos hasil fermentasi dari energi organik dalam bentuk gula, alkohol, asam laktat, asam amino serta senyawa organik lainnya yang bermanfaat bagi tanaman dan untuk tanah. Pada tanaman kedelai, bobot biji kering per petak yang diberi 5 ton ha"1 bokashi tidak berbeda nyata dengan yang diberi 10 ton ha-1 bokashi (Dadang, 2002). Menurut Simarmata (1995), peranan bokashi dalam tanah dan tanaman terhadap mikroorganisme yang merugikan, yaitu 1) Mikroorganisme patogen tidak dapat menetap di lingkungan itu, 2) terdapat patogen yang dapat menyebabkan penyakit, tetapi hal ini tidak berbahaya karena patogenitasnya menurun, dan 3) Terdapat mikroorganisme patogen tetapi tidak menyebabkan penyakit. Penurunan aktivitas patogen dalam tanah, disebabkan oleh berlangsungnya proses fennentasi bahan organik yang menghambat pembentukan asam amino, sakarida, dan senyawa lainnya pada organisme penganggu.

14

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Bahan dan Alat Percobaan Bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas, benih tanaman jagung manis kultivar Golden Sweet 75 (Lampiran 1), pupuk kandang domba dan ayam, dan berbagai jenis dekomposer. Alat yang digunakan adalah cangkul, kored, pisau, bakul, tali rafia, ajir bambu, jangka sorong, roll meter, tugal, ember, timbangan , dan oven.

3.2. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola Faktorial 4x4 dengan 4 ulangan. Faktor pertama adalah jenis pupuk kandang (p) yang terdiri atas dua taraf dan faktor kedua adalah jenis dekomposer (b) yang terdiri atas empat taraf. Faktor pertama adalah jenis pupuk kandang (p) dengan dua taraf yaitu : p1 p2 p3: 10

t ha-1 pupuk kandang domba, setara 4,20 kg petak-1

: 10 t ha-1 pupuk kotoran ayam, setara 4,20 kg petak-1:

10 t ha-1 pupuk kotoran sapi, setara 4,20 kg petak-1

Faktor kedua adalah jenis dekomposer (b) dengan empat taraf yaitu : b1 b2 b3 b4 : dekomposer EM4 : dekomposer MOL : dekomposer Simba : dekomposer Orgadek

15

Kombinasi taraf faktor perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kombinasi Taraf Faktor Perlakuan Dosis Pupuk NPK dan Jenis Pupuk Organik Jenis Pupuk Kandang Jenis Dekomposer o0 p1 p2 p3 m0 o0 m1 o0 m2 o0 m3 o0 ol m0 ol m1 ol m2 ol m3 ol o2 m0 o2 m1 o2 m2 o2 m3 o2 o3 m0 o3 m1 o3 m2 o3 m3 o3

Ukuran petak 300 cm x 140 cm dengan jarak tanam 25 cm x 70 cm. Tiap petak ditanami 24 tanaman sehingga jumlah tanaman keseluruhan adalah 1.152 tanaman, dari setiap petak diambil 3 tanaman sebagai sampel letak percobaan dapat dilihat pada Lampiran 2. 3.3. Analisis Data Pengamatan a. Model Linier Model linier yang digunakan adalah Faktorial menurut Toto Warsa dan Cucu SA., (1982) dengan rumus sebagai berikut: Xijk = u + ri + Mj + Ok + (MO) Jk + eijk Keterangan Xijk u ri Mj Ok : pengamatan. Tata

= Nilai duga hasil pengamatan = Rata-rata umum = Pengaruh ulangan ke-i = Pengaruh perlakuan pupuk kandang ke-j = Pengaruh perlakuan jenis decomposer ke-k

(MO)jk =Pengaruh interaksi faktor N taraf ke-j dengan faktor 0 taraf ke-k 16

eijk

=

Pengaruh faktor random/galat yang berhubungan dengan faktor

M taraf ke-j, faktor 0 taraf ke -k pada ulangan ke-i. b. Analisis Ragam Berdasarkan model linier di atas, maka dapat dibuat daftar sidik ragamnya seperti terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Analisis Ragam Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan M O MO Galat Total r-1 t-1 m-1 o-1 DB JK Xj2/t- FK X j2/r- FK Xj2/r.o- FK Xk2/r.m- FK KT JK U/DB U Fh KTU/KTG F05 3,32 2,01 2,92 2,92F01

5,39 2,70 4,51 4,51 3,06

JK Per /DB Per KTP/KTG JKM/DBM JK O/DB O KTM/KTG KTO/KTG

(m-l)(o-1) JKper-JkM-JKo JK MO/DBMO KTMO/KTG 2,21 (t-1)(r-1) JKtot-Jkper-JKul tr-1 Xijk2-FK JKG/DBG

Sumber : Toto Warsa dan Cucu SA. (1982). Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang nyata dari setiap perlakuan, maka dilakukan uji F dengan kaidah pengambilan keputusan : a. Tidak berbeda nyata, bila Fh < FO5 b. Berbeda nyata, bila F05 < Fh < FO1

c. Berbeda sangat nyata, bila Fh > FO1 sedangkan untuk menguji nilai rata-rata tiap perlakuan digunakan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf F 0.05 dan F. 0.01, dengan menggunakan rumus sebagai berikut : LSR(,dbg,p) = SSR(,dbg,p).Sx Keterangan : LSR SSR = Least Significant Ranges = Studentized Significant Ranges 17

dbg Sx

= Derajat Bebas Galat = Galat baku rata-rata Nilai Sx dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:

apabila terjadi interaksi antara M dan O, maka nilai Sx untuk membedakan antara p dan b atau sebaliknya, diperoleh dengan rumus sebagai berikut: Sx =KTgalat r

KTgalat apabila tidak terjadi interaksi antara p dan b, maka nilai Sx : a. Untuk membedakan setiap taraf Jenis Pupuk kandang (p) pada taraf p1,p2, dan p adalah Sx =KTgalat r.m

b. Untuk membedakan setiap taraf Dosis pupuk NPK (b) pada taraf b1, b2, b3, dan b4 adalah: Sx =KTgalat r.o

3.4. Pelaksanaan Percobaan Kegiatan- kegiatan yang dilakukan pada percobaan ini adalah sebagai berikut : 1 ) Pengolahan Tanah Pengolahan tanah dilakukan dua kali, yaitu pengolahan pertama, membalikan tanah dengan cara dicangkul sedalam 30 cm. Pengolahan tanah kedua, menghancurkan bongkahan tanah. Dilanjutkan dengan pembuatan petak-petak percobaan sebanyak 48 petak dengan ukuran 3,0 m x 1,40 m, jarak antar petakan 50 cm, sedangkan jarak antar ulangan 50 cm, kedalaman parit 30 cm.

18

2) Penanaman Penanaman dilakukan dengan memasukkan benih jagung ke dalam lubang tanam yang dibuat dengan tugal sedalam 3 sampai 5 cm, jumlah biji per lubang satu butir dengan jarak tanam 25 cm x 70 cm. 3). Pemupukan Pupuk NPK diberikan pada satu minggu setelah tanam dengan dosis sesuai perlakuan. Pupuk organik diberikan satu minggu sebelum tanam sebagai pupuk dasar dengan dosis sesuai perlakuan. Pupuk ditempatkan pada lubang yang telah dibuat dengan tugal di antara barisan tanaman, kemudian ditutup dengan tanah. 4) Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman, penyiangan, pembumbunan, dan penyiraman. Penyulaman dilakukan pada umur tanaman 7 hari setelah tanam dengan mengganti benih tanaman yang tidak tumbuh. Penyiangan pertama dilakukan pada umur 7 HST, penyiangan kedua dilakukan pada umur 20 HST dengan menggunakan kored, dan penyiangan ketiga 34 HST dengan menggunakan cangkul agar tanah menjadi gembur. 5) Panen Panen dilakukan pada saat jagung masih muda atau pada umur tanaman 65 HST. Cara melakukan pemanenan adalah dengan cara memetik tongkol pada batang atau dengan cara memotong pada pangkal tongkol.

19

3.5. Pengamatan 3.5.1. Pengamatan Penunjang Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan penunjang dan pengamatan utama. Pengamatan penunjang yaitu pengamatan yang datanya tidak dianalisis dengan statistik, yaitu analisis tanah, suhu udara, dan curah hujan.

3.5.2. Pengamatan Utama Pengamatan utama dilakukan terhadap pertumbuhan vegetatif dan komponen hasil dengan masing-masing tiga tanaman sampel per petak yang hasilnya dianalisis secara statistik. Pengamatan utama terdiri atas, tinggi tanaman, luas daun, bobot kering tanaman, diameter batang, diameter tongkol, panjang tongkol, bobot satu tongkol tanpa kelobot per tanaman, dan hasil tongkol per petak. (1) Tinggi Tanaman Tinggi tanaman adalah rata-rata tinggi dari 3 tanaman sampel setiap petak percobaan, diukur dari pangkal batang sampai bagian tanaman tertinggi. Pengamatan dilakukan pada umur 14,28,42 HST, dinyatakan dalam cm. (2) Luas Daun Luas daun adalah rata-rata luas daun dari 3 tanaman yang didestruksi setiap petak percobaan dengan cara gravimetri, yaitu dengan membandingkan bobot kering pola daun dengan bobot kering daun total. Pengamatan dilakukan pada saat tanaman berumur 42 HST, dinryatakan dengan satuan cm . (3) Bobot kering tanaman Bobot kering tanaman adalah berat kering tanaman dari 3 tanaman yang didestruksi setiap petak percobaan setelah tanaman dikeringkan hingga mencapai kering konstan dengan cara dioven, kemudian ditimbang dan dinyatakan dalam

20

gram, pengamatan dilakukan pada saat tanaman berumur 42 HST, dinyatakan dengan satuan gram. (4) Diameter Batang Diameter batang adalah rata-rata dari diameter batang 3 tanaman sampel dari setiap petak percobaan diukur pada bagian tanaman 10 cm di atas leher akar dengan cara mengukur lingkaran batang dengan menggunakan jangka sorong. Pengamatan dilakukan pada. saat tanaman berumur 42 HST, dinyatakan dengan satuan cm. (5) Diameter Tongkol Diameter tongkol adalah rata-rata diameter tongkol bagian tengah dari tongkol jagung pada setiap tongkol sampel setiap petak percobaan dengan cara mengukur lingkaran tongkol dengan jangka sorong. Pengamatan dilakukan pada saat panen (65 HST), dinyatakan dengan satuan cm. (6) Panjang Tongkol Panjang tongkol adalah rata-rata panjang tongkol setelah kelobotnya dibuang dari setiap tanaman sampel setiap petak percobaan, yang diukur dari pangkal sampai ujung tongkol, dinyatakan dalam cm, pengamatan dilakukan pada saat panen (65 HST), dinyatakan dengan satuan cm. (7) Bobot Satu Tongkol Tanpa Kelobot Bobot satu tongkol tanpa kelobot per tanaman adalah rata-rata bobot tiap tongkol dari tanaman sampel setiap petak percobaan setelah dibuang kelobotnya. Pengamatan dilakukan pada saat panen (65 HST), dinyatakan dengan satuan gram. (8) Hasil Tongkol per Petak Hasil tongkol tanpa kelobot per petak adalah rata-rata hasil tongkol dari setiap petak percobaan setelah dibuang kelobotnya. Pengamatan dilakukan pada saat panen (65 HST), dinyatakan dengan satuan kg.

21

3.6. Tempat dan Waktu Percobaan Percobaan dilaksanakan di Desa Rancabango Kecamatan Tarogong kaler Kabupaten Garut.

22

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Penunjang Hasil analisis tanah menunjukkan, bahwa lahan percobaan yang dipergunakan termasuk jenis tanah Inceptisol dengan keasaman (pH) tanah 6,507, yang memiliki kandungan bahan organik rendah, N-total rendah, P2O5 tersedia termasuk katagori sedang, namun memiliki kandungan K2O yang termasuk kategori sangat tinggi. Data selengkapnya disajikan pada Lampiran 3. Data tersebut mengindikasikan bahwa lahan yang dipergunakan pada percobaan ini memiliki kendala kesuburan bagi pertumbuhan jagung manis, terutama ketersediaan unsur N dan P, sehingga pemberian pupuk NPK dalam dosis yang tepat dan disertai dengan pemberian pupuk organik merupakan tindakan yang tepat. Selama percobaan berlangsung, keadaan cuaca cukup menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman jagung, misalnya intensitas sinar matahari yang cukup tinggi, serta suhu udara yang sesuai dengan yang diperlukan oleh jagung, yaitu suhu minimum tercatat 23,50 C dan suhu maksimum 30,50 C (data suhu harian

terlihat pada Lampiran 6). Selain itu, tidak terjadi serangan hama dan penyakit sehingga upaya penanggulangan pun tidak perlu dilakukan. Gulma yang tumbuh di petak percobaan adalah teki (Cyperus up.) dan babadotan (Ageratum conyzoides L.). Pengendalian dilakukan sedini mungkin dengan cara dicabut, sehingga tanaman tidak mengalami persaingan dengan gulma dalam memperoleh air, unsur hara, dan sinar matahari.

23

4.2. Pengamatan Utama 4.2.1. Tinggi Tanaman Hasil analisis ragam berdasarkan pengamatan terhadap tinggi tanaman pada umur 14, 28, dan 42 hari setelah tanam (HST) akibat pemberian berbagai dosis pupuk NPK dan jenis pupuk organik, dapat dilihat pada Lampiran 7, 8, dan 9. Analisis ragam ternyata menunjukkan tidak terjadi interaksi antara berbagai dosis pupuk NPK dan jenis pupuk organik, tetapi secara mandiri dosis pupuk NPK dan jenis pupuk organik berpengaruh terhadap tinggi tanaman, seperti terlihat pada Tabel 4. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada umur 14, 28, dan 42 HST perlakuan dosis pupuk NPK memberikan pengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman, Taraf perlakuan m2 (100 kg ha-1 NPK) menunjukkan tinggi tanaman lebih tinggi, baik pada umur 14 , 28 maupun 42 HST, sedangkan pada dosis yang lebih tinggi, yaitu ma (150 kg ha-1 NPK ) secara nyata terjadi penurunan tinggi tanaman. Penurunan tinggi tanaman akibat pemberian dosis pupuk NPK yang lebih tinggi (m3) menunjukkan bahwa dosis tersebut telah melewati batas kebutuhan maksimum tanaman untuk pertumbuhannya. Peningkatan dosis di atas batas maksimum, justru akan menghambat pertumbuhan sebagai akibat adanya efek antagonis antar-unsur. Macy (1936) cit. Gardner et al., (1991), menyatakan hukum Liebig berlaku juga dalam kisaran konsumsi berlebihan hara; walaupun terdapat pemasukan unsur hara yang besar, beberapa unsur yang lain menjadi terbatas dan menghentikan pertumbuhan. Pemberian pupuk NPK sebanyak 100 kg ha-1 (mi) secara konsisten pada 14, 28, dan 42 HST menunjukkan tinggi tanaman tertinggi, yang berarti dosis ini

24

secara optimum telah menyediakan dan mencukupi kebutuhan sel-sel tanaman, terutama unsur-unsur N,P, dan K, yang dapat dipergunakan dalam proses pembelahan dan perbanyakan sel. Hal tersebut ditunjang oleh pendapat Ahn (1993), bahwa fosfor esensial untuk pembelahan sel dan pertumbuhan. label 4. Pengaruh Berbagai Dosis Pupuk NPK dan Jenis Pupuk Organik Terhadap Tinggi Tanaman pada Umur 14,28, dan 42 HST Perlakuan Rata-rata Tinggi Tanaman (cm) 14 HST | 28 HST | 42 HST

Dosis Pupuk NPK mo 8,90 a 48,06 a 94,46 a m1 10,12 b 52,37 b 96,33 a m2 ll,88d 65,I4d 120,73 c m3 10,95 c 56,68 c 1 11,20 b Jenis Pupuk Organik o0 9,76 a 51,80 a 99,61 a ol 10,28 b 53,65 b 104,39 b o2 ll,22 c 58,33 d 112,12 d o3 10,60 b 55,47 c 1 06,60 c Keterangan : Angka rata-rata taraf perlakuan tiap kolom yang ditandai hurup yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan Perlakuan jenis pupuk organik memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 14, 28, dan 42 HST. Pemberian 10 t ha-1 pupuk kotoran ayam (02) menunjukkan tinggi tanaman lebih tinggi dan berbeda sangat nyata dibandingkan dengan taraf perlakuan lainnya, sedangkan pada 14 HST, taraf 01 (10 t ha-1 pupuk kandang domba) tidak berbeda nyata dengan 03 (5 t ha-1 bokashi). Unsur nitrogen dalam pupuk kandang ayam yang tersedia dalam jumlah yang lebih banyak dan tersedia dalam waktu yang lebih singkat menyebabkan proses pembelahan dan pembesaran sel pada jaringan meristem interkalar lebih

25

terpacu, sehingga ruas tanaman jagung menjadi lebih panjang. Ruas yang lebih panjang menyebabkan tanaman terlihat lebih tinggi (Gardner et al., 1991). 4.2.2. Luas Daun Hasil analisis ragam pemberian berbagai dosis pupuk NPK dan jenis pupuk organik terhadap luas daun pada umur 42 HST dapat dilihat pada Lampiran 10. Analisis ragam rnenunjukkan tidak terjadi interaksi antara berbagai dosis pupuk NPK dan jenis pupuk organik, tetapi secara mandiri baik dosis pupuk NPK maupun jenis pupuk organik berpengaruh dan berbeda sangat nyata, seperti terlihat pada Tabel 5. Tabel 5. Pengaruh Berbagai Dosis Pupuk NPK dan Jenis Pupuk Organik Terhadap Luas Daun pada Umur 42 HST Perlakuan Rata-rata Luas Daun (cm2) Dosis Pupuk NPK mo 966,1 la m1 1047,61 b m2 1375,22 d m3 1190,83 c Jenis Pupuk Organik o0 1051,18 a ol 1113,03 b o2 1248,42 d o3 1167,15 c Keterangan : Angka rata-rata taraf perlakuan tiap kolom yang ditendai hurup yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa perlakuan dosis pupuk NPK memberikan pengaruh sangat nyata terhadap luas daun. Taraf perlakuan m2 (100 kg ha-1 NPK) menunjukkan luas daun yang lebih luas dibandingkan dengan taraf perlakuan lainnya, sedangkan pada dosis pupuk NPK yang lebih tinggi terjadi penurunan luas daun.

26

Meningkatnya pertumbuhan luas daun akibat pemberian pupuk NPK dengan dosis hingga 100 kg ha-1, disebabkan jumlah unsur hara yang dibutuhkan semakin tersedia. Ketersediaan unsur P yang berasal dari pupuk NPK dapat merangsang pertumbuhan akar dan sistem perakaran yang baik sehingga dapat mengambil unsur hara dari dalam tanah lebih banyak sehingga dapat digunakan untuk pertumbuhan termasuk luas daun. Nitrogen dan kalium yang cukup tersedia menyebabkan aktivitas fotosintesis meningkat, sehingga fotosintat dapat digunakan untuk pertumbuhan daun. Metabolisme dalam sel antara lain tergantung pada jumlah dan aktivitas enzimenzim, yang pada dasarnya adalah senyawa protein yang dalam pembentukannya memerlukan ketersediaan nitrogen. Kalium berperan penting dalam fotosisntesis karena secara langsung meningkatkan pertumbuhan dan indeks luas daun (Wolf et al., 1976 cit. Gardner et al., 1991). Selain itu, unsur ini juga diketahui berperan dalam membuka dan menutupnya stomata, sehingga mempengaruhi proses transpirasi dan pengikatan karbondioksida (Salisbury dan Ross, 1995). Jenis pupuk organik memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap luas daun pada umur 42 HST. Tanaman jagung manis yang tidak diberi pupuk organik terlihat memiliki daun yang lebih sempit, dibandingkan dengan tanaman yang diberi pupuk organik. Adanya bahan organik dalam tanah menyebabkan akar tanaman tumbuh lebih leluasa, karena bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah. Selain itu, unsur makro dan mikro pada pupuk organik dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan.

27

Pupuk kotoran ayam selain memiliki C/N rasio yang lebih rendah, juga memiliki kandungan nitrogen yang lebih tinggi daripada pupuk organik lainnya. Hal ini sangat menunjang bagi pertumbuhan bagian vegetatif tanaman, termasuk luas daun. Peningkatan luas daun yang lebih tinggi akibat pemberian pupuk kandang ayam merupakan gambaran dari adanya nitrogen, sebagai penyusun enzim; dan unsur-unsur mikro, sebagai aktivator enzim, yang tersedia lebih cepat daripada jenis pupuk organik lainnya. 4.2.3. Bobot Kering Tanaman Hasil analisis ragam pemberian berbagai dosis pupuk NPK dan jenis pupuk organik, yang dapat dilihat pada Lampiran 10, ternyata tidak menunjukkan adanya interaksi antara berbagai dosis pupuk NPK dan jenis pupuk orgamk terhadap bobot kering tanaman pada 42 HST. Pada label 6 terlihat bahwa secara mandiri dosis pupuk NPK dan jenis pupuk organik berpengaruh dan berbeda sangat nyata terhadap bobot kering tanaman. Pada label 6 dapat dilihat bahwa pada umur 42 HST perlakuan dosis pupuk NPK memberikan pengaruh sangat nyata terhadap bobot kering tanaman, Taraf perlakuan im dosis pupuk NPK 100 kg ha-1 menunjukkan bobot kering tanaman yang lebih tinggi dari pada taraf perlakuan lainnya. Bobot kering tanaman merupakan total fotosintat yang dihasilkan tanaman. Dengan kata lain, bobot kering tanaman menggambarkan bagaimana aktivitas fotosintesis yang terjadi dalam tanaman. Tinggi rendahnya aktivitas tersebut tergantung pada tingkat ketersediaan hara dalam tanah, iklim, maupun jenis tanaman itu sendiri. Jagung manis yang memperoleh perlakuan m2 mempunyai

28

luas daun terluas, memiliki aktivitas fotosintesis yang lebih tinggi dibanding pada perlakuan lainnya, sehingga fotosintat yang terakumulasipun lebih banyak. label 6. Pengaruh Berbagai Dosis Pupuk NPK dan Jenis Pupuk Organik Terhadap Bobot Kering Tanaman pada Umur 42 HST Perlakuan Rata-rata Bobot Kering Tanaman (gram) Dosis Pupuk NPK mo 18,18 a m1 19,19 a m2 29,09 c m3 22,95 b Jenis Pupuk Organik o0 20,22 a ol 21,39 b o2 24,55 d o3 -23,24 c Keterangan : Angka rata-rata taraf perlakuan tiap kolom yang ditandai hump yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan Penurunan bobot kering tanaman akibat peningkatan dosis lebih dari 100 kg ha-1 NPK, seperti yang terjadi pada variabel pertumbuhan lainnya, juga memperlihatkan adanya efek antagonis antara berbagai unsur hara, misalnya pemberian N yang berlebih akan mengakibatkan defisiensi Ca, Mg, dan K (Gardner et al., 1991). Pemberian pupuk NPK berpengaruh sangat nyata terhadap penambahan bobot kering tanaman. Hal ini sesuai dengan hasil analisis tanah yang menunjukkan bahwa lahan yang dipergunakan memiliki kendala kesuburan. Tanaman yang tidak diberi pupuk NPK mempunyai bobot kering tanaman yang paling ringan, karena kekurangtersediaan unsur nitrogen, fosfor, dan kalium, yang diperlukan untuk pembentukan bagian vegetatif tanaman. Pemberian berbagai jenis pupuk organik memberikan pengaruh dan perbedaan yang sangat nyata terhadap bobot kering tanaman. Perlakuan 10 t ha-1 pupuk kotoran ayam (02) menunjukkan bobot kering tanaman yang secara nyata lebih

29

tinggi dibandingkan dengan taraf perlakuan lainnya (0O, 01, dan 03). Sifat mudah terurai yang dimiliki pupuk kotoran ayam dengan kandungan N yang lebih tinggi, memungkinkan tanaman mempunyai laju fotosintesis yang lebih cepat karena pupuk kotoran ayam mampu menyediakan unsur hara makro dan mikro lebih cepat dibandingkan jenis pupuk organik lain, seperti yang dikemukakan oleh Goeswono Soepardi (1993). Pupuk boksahi, walaupun dengan dosis yang lebih rendah dari pada pupuk kandang domba, namun menunjukkan bobot kering yang lebih berat. Hal ini membuktikan bahwa pupuk fermentasi ini memiliki kandungan hara yang lebih lengkap daripada pupuk kandang domba. Kondisi ini sesuai dengan hasil penelitian Anuar dkk. (1993) cit. Mustaring (1998), yang menunjukkan bokashi dapat meningkatkan produksi bahan kering tanaman jagung.

4.2.4. Diameter Batang Hasil analisis ragam pemberian berbagai dosis pupuk NPK dan jenis pupuk organik, yang terlihat pada Lampiran 12, juga menunjukkan tidak terjadi interaksi antara berbagai dosis pupuk NPK dan jenis pupuk Organik terhadap diameter batang, tetapi secara raandiri masing-masing faktor perlakuan berpengaruh dan berbeda sangat nyata, seperti terlihat pada Tabel 7. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa perlakuan dosis pupuk NPK memberikan pengaruh sangat nyata terhadap diameter batang. Taraf perlakuan m2, (100 kg ha-1 NPK) menunjukkan diameter batang yang lebih besar dibandingkan dengan taraf perlakuan lainnya (m0 , m1 dan m3). Luas daun yang lebih luas

30

memungkinkan tanaman dapat menyalurkan fotosintat ke bagian batang lebih banyak. Dengan demikian, sel-sel pada organ ini juga dapat membelah dan memperbesar diri lebih baik. Tabel 7. Pengaruh Berbagai Dosis Pupuk NPK dan Jenis Pupuk Organik Terhadap Diameter Batang pada Umur 42 HST Perlakuan Rata-rata Diameter Batang (cm) Dosis Pupuk NPK mo 3,20 a m1 3,25 a m2 3,92 c m3 3,71 b Jenis Pupuk Organik o0 3,34 a ol 3,46 ab o2 3,75 c o3 3,53 b Keterangan : Angka rata-rata taraf perlakuan tiap kolom yang ditandai hurup yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan Proses yang serupa juga ditunjukkan oleh tanaman yang memperoleh perlakuan 02 (10 t ha-1 pupuk kotoran ayam), secara nyata mempunyai diameter batang yang lebih besar dibandingkan dengan taraf perlakuan pupuk organik lainnya (0o, 01, dan 03). Nitrogen dalam tanaman berperan pada pembelahan dan perpanjangan sel. Apabila sel bertambah besar dan panjang, maka akan terjadi peningkatan terhadap diameter batang, Menurut Saifuddin Sarief (1989) bahwa unsur hara N akan mempengaruhi pertumbuhan vegetatif sebelum fase generatif, sedangkan menjelang fase generatif dipergunakan bagi pembentukan tongkol dan biji. Unsur fosfor esensial untuk pembelahan sel dan pertumbuhan (Ahn, 1993). Fosfor terpusat dalam bagian tanaman yang sedang tumbuh cepat, Meningkatnya ketersediaan unsur fosfor akan meningkatkan pembelahan sel dan akibatnya

31

pertumbuhan tanaman akan meningkat. Hal ini terlihat pula dengan meningkatnya diameter batang. Kalium selain berperan sebagai aktivator enzim, juga mempercepat translokasi karbohidrat dari daun ke organ tanaman yang lain. Dengan demikian, ketersediaan unsur K dalam jumlah yang cukup, menyebabkan proses pembelahan dan pembesaran sel yang terjadi pada bagian batang tanaman berlangsung dengan baik. 4.2.5. Diameter dan Panjang Tongkol Hasil analisis ragam menunjukkan tidak terjadi interaksi antara berbagai dosis pupuk NPK dan jenis pupuk organik terhadap diameter dan panjang tongkol pada saat panen, seperti dapat dilihat pada Lampiran 13 dan Lampiran 14. Efek mandiri faktor perlakuan berbagai dosis pupuk NPK dan jenis pupuk organik terhadap diameter dan panjang tongkol dapat dilihat pada Tabel 8. Pada label 8 dapat dilihat bahwa perlakuan berbagai dosis pupuk NPK memberikan pengaruh nyata terhadap diameter dan panjang tongkol. Taraf perlakuan m2 (100 kg ha-1 NPK) menunjukkan diameter tongkol lebih tinggi dibandingkan dengan taraf perlakuan lainnya (m0 , m1 dan m3), sedangkan pada panjang tongkol, antara taraf m2 dan m3 tidak berbeda nyata. Tongkol merupakan salah satu organ pada tanaman jagung yang berfungsi sebagai sink (wadah penampung fotosintat), sehingga sangat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas fotosintesis. Pertumbuhan tanaman yang baik akan memungkinkan tanaman untuk membentuk tongkol dengan baik pula. Keberhasilan budidaya tanaman jagung dinilai dari ukuran dan bobot tongkol,

32

terutama pada tanatnan jagung manis (sweet corn) yang dipanen pada saat umur muda. Kualitas jagung manis yang dihasilkan tergantung pada ukuran dan bobot tongkol jagung. Tabel 8. Pengaruh Berbagai Dosis Pupuk NPK dan Jenis Pupuk Organik Terhadap Diameter dan Panjang Tongkol pada Saat Panen Perlakuan Rata-rata Diameter Tongkol Rata-rata (cm) (cm) Panjang Tongkol

Dosis Pupuk NPK mo 4,56 a 14,88 a m1 5,09 b 15,79 b m2 5,88 d 19,21 c m3 5,41 c 19,16 c Jenis Pupuk Organik o0 4,83 a 16,59 a ol 5,1 I b 16,92 a o2 5,67 d 18,35b o3 5,33 c 17,18a Keterangan : Angka rata-rata taraf perlakuan tiap kolom yang ditandai hurup yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan.

Ritchie dan Hanway (1982) cit. Gardner et al. (1991) menyebutkan pertumbuVian buah memerlukan unsur hara yang banyak, sehingga menyebabkan terjadinya raobilisasi dan transpor dari bagian vegetatif ke tempat perkembangan buah dan biji. Lebih lanjut mereka juga menyebutkan, persentase N, P, dan K pada batang dan daun jagung memuncak segera setelah terbentuknya rambut dan kemudian menurun kembali akibat proses pemindahan hara ke bagian buah. 100 kg ha-1 NPK yang diberikan dalam bentuk pupuk majemuk Phonska merupakan dosis yang paling baik untuk ukuran tongkol. Dosis ini dapat memenuhi kebutuhan NPK bagi seluruh tahapan pertumbuhan hingga panen, dengan lebih baik dibandingkan dosis yang lebih rendah. Hal ini juga ditunjang

33

oleh proses pelepasan unsur hara yang berjalan lambat (slow release) dari pupuk majemuk. Perlakuan jenis pupuk organik memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap diameter dan panjang tongkol pada saat panen. Lahan yang diberi bahan organik akan meningkat kesuburannya. Bahan organik yang diberikan akan meningkatkan kestabilan agregat tanah, memperbaiki kapasitas daya pegang air dan pupuk, tanah lebih porous sehingga drainase dan aerasi menjadi semakin baik, serta menambah hara tanah. Kondisi lahan demikian akan menunjang pertumbuhan dan perkembangan akar, sehingga jumlah nutrisi dan air yang diserap tanaman akan semakin tinggi. Hal ini terlihat pada ukuran tongkol tanaman yang tidak diberi bahan organik, lebih kecil dari pada yang diberi bahan organik. Taraf faktor perlakuan 02 (pupuk kotoran ayam 10 t ha-1) menunjukkan diameter dan panjang tongkol yang lebih besar dan berbeda sangat nyata dibandingkan dengan jenis pupuk organik lainnya. Berlainan pada diameter tongkol yang memperlihatkan perbedaan nyata, taraf faktor perlakuan , 00 , 01 dan 03 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada panjang tongkol.

4.2.6. Robot Satu Tongkol Tanpa Kelobot per Tanaman Berdasarkan hasil analisis ragam pemberian berbagai dosis pupuk NPK dan jenis pupuk organik, seperti terlihat pada lampiran 15, ternyata terjadi interaksi antara berbagai dosis pupuk NPK dan jenis pupuk organik terhadap bobot satu tongkol tanpa kelobot per tanaman pada saat panen. Interaksi kedua faktor tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.

34

Tabel 9. Pengaruh Berbagai Dosis Pupuk NPK dan Jenis Pupuk Organik Terhadap Bobot Satu Tongkol Tanpa Kelobot Pada Saat Panen. Perlakuan Rata-rata Bobot Satu Tongkol Tanpa Kelobot (g) Jenis Pupuk Organik Dosis Pupuk NPK o0 mo ol o2 o3 99,33 a 133,67 a 150,33 a 142,67 a A B D C m1 126,00 b 140,33 b 158,33 b 141,33 b A B D C m2 172,00 d 179,00 d 196,67 d 1 83,67 d A B C B m3 161,33 c 166,33 c 1 80,00 c 172,33 c A AB C B Keterangan : Angka yang diikuti oleh hurup kecil (vertikal) yang berbeda pada satu kolom dan angka yang ditandai hurup besar (horizontal) yang berbeda pada satu baris teruji nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %,

Pada setiap taraf jenis pupuk organik, peningkatan dosis pupuk NPK sampai 100 kg ha-1 (m2) mengakibatkan semakin meningkatnya bobot satu tongkol tanpa kelobot, tetapi bila dosis pupuk NPK tersebut ditingkatkan sampai 150 kg ha-1 (m3), justru terjadi penurunan bobot satu tongkol tanpa kelobot. Bobot tertinggi diperoleh pada perlakuan m2 02. Penurunan bobot satu tongkol akibat pemberian dosis pupuk majemuk NPK yang lebih besar adalah bukti lain dari telah terjadinya konsumsi berlebihan. Pada kondisi ini peningkatan dosis pupuk tidak banyak berpengaruh terhadap pertumbuhan, bahkan akan menyebabkan keracunan, seperti yang dikemukakan Epstein (1972) cit. Salisbury dan Ross (1995). 4.2.7. Basil Tongkol per Petak Hasil analisis ragam pemberian berbagai dosis pupuk NPK dan jenis pupuk organik memperlihatkan adanya interaksi antara kedua faktor perlakuan tersebut

35

terhadap hasil tongkol per petak, seperti dapat dilihat pada Lampiran 16. Hasil uji lanjutan terhadap hasil tongkol per petak pada saat panen dapat dilihat pada label 10. Tabel 10. Pengaruh Berbagai Dosis Pupuk NPK dan Jenis Pupuk Organik Terhadap Hasil Tongkol per Petak Pada Saat Panen Perlakuan Dosis Pupuk NPK Rata-rata Hasil Tongkol per Petak Pada Saat Panen (kg) Jenis Pupuk Organik 00 Ol 02 03

1,38 a 1,76 a 2,13 a 1,90 a A B C BC m1 1,51 a 2,01 b 2,30 a 2,07 a A B C BC m2 2,32 b 2,52 c 3,23 c 2,75 c A AB C B m3 2,21 b 2,33 c 2,58 b 2,40 b A AB B AB Keterangan : Angka yang diikuti oleh hurup kecil (vertikal)yang berbeda pada satu kolom dan angka yang ditandai hurup besar (horizontal) yang berbeda pada satu bans teruji nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.

m0

Pada taraf faktor perlakuan tanpa pemberian pupuk NPK (mo), hasil tongkol per petak akibat aplikasi 10 t ha-1 pupuk kotoran ayam (02) tidak berbeda nyata dengan 5 t ha-1 bokashi (03)., demikian juga pada 50 kg ha-1 (m1) dan 150 kg ha-1 NPK (m2), sedangkan pada 100 kg ha-1 NPK (m3), hasil tongkol per petak akibat pemberian 101 ha-1 pupuk kotoran ayam (02) secara nyata lebih tinggi dari pupuk organik lainnya. Hasil tongkol per petak tertinggi seberat 3.23 kg petak-1 yang diperoleh pada 02 setara dengan sekitar 7.71 ha-1. Hasil tongkol per petak pada dasarnya merupakan akumulasi bobot tongkol per tanaman, namun selain akibat perlakuan, hasil per petak juga dipengaruhi oleh kompetisi internal antarindividu dalam satu petak.

36

Seperti halnya pada bobot satu tongkol, peningkatan dosis pupuk NPK lebih dari 100 kg ha"1, menunjukkan tidak adanya peningkatan hasil per petak, bahkan cenderung menurun. Pada kondisi ini, penentuan dosis pupuk harus

mempertimbangkan faktor efisiensi dan efektivitas. Gardner et al., (1991) menyatakan pada umumnya respons hasil panen terhadap penambahan masukan hara (pupuk) mengikuti hukum pengembalian yang semakin mengecil. Dengan kata lain, penambahan masukan hara harus mempertimbangkan keuntungan hasil panen yang diperoleh.

37

V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1) Terjadi interaksi antara perlakuan dosis pupuk majemuk NPK dan jenis pupuk organik terhadap bobot satu tongkol tanpa kelobot dan hasil tongkol per petak. Pemberian dosis 100 kg ha-1 pupuk majemuk NPK dan 10 t ha-1 pupuk kotoran ayam, menunjukkan bobot satu tongkol tanpa kelobot dan hasil tongkol per petak paling tinggi. 2) Dosis 100 kg ha-1 pupuk majemuk NPK dan 10 t ha-1 pupuk kotoran ayam secara mandiri masing-masing memberikan pengaruh paling baik untuk tinggi tanaman, luas daun, bobot kering tanaman, diameter batang, diameter tongkol, dan panjang tongkol.

5.2. Saran 1. Untuk penanaman jagung manis pada lokasi percobaan sebaiknya digunakan kultivar Bisi Sweet dengan dosis pupuk 100 kg ha-1 NPK dan 10 t ha-1 pupuk kotoran ayam. 2. Untuk memperoleh informasi lebih luas, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mempergunakan kultivar lain dan penambahan dosis bokashi.

38

DAFTAR PUSTAKA Ahn, P, M, 1993. Tropical Soils and Fertilizer use. Longman Group, Ltd., England. Balai Penelitian Sayuran Lembang ,1998. Hasil Analisis Kandungan Unsur Hara Pupuk Kandang Domba. Dadang, 2002. Pengaruh Dosis Bokashi dan Frekuensi Pengolahan Tanah Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai (Glycine max L.) Kultivar Wills. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Garut (tidak dipublikasikan). Denny Kurniadie, 2002. Pengaruh Kombinasi Dosis pupuk Majemuk NPK Phonska dan Pupuk N terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.) Varietas IR 64. Bionatura Vol.4 : 3. UNPAD. Fredy Rumawas, 1992. Deskripsi Jagung Manis Kultivar Sweet Thailand. Institut Pertanian Bogor, Bogor, Goeswono Soepardi, 1993. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. Gardner, P.P., R.B. Pearce, dan R.L. Mitchell, 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terj. Herawati Susilo dan Subiyanto. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Hanafi, 1988. Klimatologi. Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung. Hasan Basri Jumin. 1994. Dasar-dasar Agronomi. Rajawali Press, Jakarta. Higa dan Wididana. 1993. The concept and theories of effective micro-organism. First International Conference on Kyusei Nature Farming Proceeding of Conference at Khon Khaen University. Khon Khaen Thailand. http://attra. neat. org/attra-pub/PDF/s\veetcorn.pdf Ika Mertikawati, 1999. Pengaruh Berbagai Macam Pupuk Organik terhadap Beberapa Sifat Fisika dan Kimia Vertisol dan Ultisol, serta Hasil Padi Gogo (Oryza sativa L). Disertasi. Universitas Padjdjaran. Bandung (tidak dipublikasikan). Kaukis, K. andD.W. Davis. 1986. Sweet Corn Breeding, p.477-496. In Basset (ed) Breeding Vegetable Crop. The Avi Publishing Company. Inc. Westport. Connecticut-06881. Koswani. J. 1992. Budidaya Tanaman Palawij a. (Jagung). Jurusan Budidaya Pertanian. Bogor. Lubach, G.W. 1990. Growing Sweet Corn For Processing. Queensland Agriculture.

39

Martin, Leonard,dan Stamp, 1976. Crop Production. 3rd ed, Collier Maxmillan Publ, London. Muniarti, 1990, Peranan mikroorganisme tanah pelarut fosfat dalam bidang pertanian dan kemungkinan penggunaannya dalam produksi benih vigor 1 (2) .55:61. Mustaring, 1998. Pengaruh Bokashi, pupuk Kandang, dan Jarak Tanam Terhadap Produksi Nutrisi Hijuan Jagung. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung (tidak dipublikasikan) Nunung Nurtika dan Sumarna. 1990. Pengaruh Pupuk Kandang dan Nitrogen Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tomat Kultivar Berlian .Buletin Balithor Lembang, Bandung. Pinus Lingga. 1991. Petunjvk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya, Jakarta. Petro Kimia Gresik. 2003. Pupuk Phonska. PT. Petro Kima Gresik. Gresik. Rinsema. 1993. Pupuk dan Pemupukan. Bharatara. Jakarta. Roni Palungkun dan Asiani Budiarti. 1992. Mempertahankan Momentum Peningkatan Produksi Penebar Swadaya. Jakarta. Russel. 1973. Soil condition and Plant Growt, 10 th ed.,Longman. London Saifuddin Sarief, 1986, llmuTanah Pertanian, Pustaka Buana, Bandung. ................... 1989, Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian, Pustaka Buana, Bandung. Salisbury, F.B. dan C.W. Ross, 1995. Fisiologi Tumbuhan jilid 1. Terj. Diah R. Lukman dan Sumaryono. Penerbit ITB, Bandung. Sarwono Hardjowigeno 1987, Ilmu Tanah. Cetakan Kedua, Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta. Simarmata. 1995. Upaya Peningkatan Kualitas Pupuk Organik (kascing dan bokashi). Fakutas Pertanian. Universitas Padjadjaran. Bandung. Soetomo, 1978, Pengaruh Pemupukan Ndan Populasi Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung Bogor Composite-2. Agrivita. Sudjana, A,, Arifin dan M, Sudjadi, 1991, Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Penelitian Tanaman Pangan, Bogor

40

Suharjo. 1993. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Suprapto HS., 1991, Bertanamjagung. CV, Yasaguna, Jakarta. Suryatna Effendi. 1982. Bercocok Tanam Jagung. C.V. Yasaguna. Jakarta. Sutarya, 2002. Pengaruh Takaran Pupuk kandang Domba dan Pupuk N terhadap Pertumbvhan dan Hasil Kangkung darat (ipomoea reptans Por,) kultivar Bangkok LP-1. Skripsi fakultas Pertanian Universitas Garut (tidak dipublikasikan). Syekhfani, 2002. Peran Bahan Organik dalam Menunjang Pertanian Berkelanjutan, Makalah Pelatihan Pembentukan Wirausaha Pupuk Bokashi, Pakan Ternak, dan Industri Batako berbasis Pemanfaatan sampah Kota. Lembaga Penelitian & Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Widya Gama, Malang (tidak dipublikasikan). Toto Warsa dan Cucu SA. 1982. Teknik Perancangan Percobaan. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Bandung. Wuryaningsih, S. 1995. Cara Pemupukan. Penebar Swadaya. Jakarta.

41

Lampiran 1. Deskripsi Jagung Manis (Zea mays saccharata L.)

Asal

: Merupakan hasil perkawinan silang antara Jagung Kultivar lokal dengan kultivar Brittle 2

Umur

: 68 - 70 Hari setiap 100 m penambahan letak tinggi tempat umur panen bertambah 4 hari.

Batang Daun Warna daun Tongkol Biji Warna biji Perakaran Kerebahan

: Tinggi dan tegak : panjang dan lebar : hijau : sedang : setengah mutiara : kuning : baik : cukup tahan

Rata-rata hasil : 6 sampai 8 ton ha -1 tongkol bersih Ketahanan : Tahan terhadap penyakit bulai dan Helmithoporium turcicum.

Sumber: Fredy Rumawas, (1992).

42