Chapter II

Embed Size (px)

Citation preview

  • 5/20/2018 Chapter II

    1/24

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Difusi Inovasi

    2.1.1. Pengertian Difusi dan Inovasi

    Difusi Inovasi terdiri dari dua padanan kata yaitu difusi dan inovasi. Rogers

    (1983) mendefinisikan difusi sebagai proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan

    melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu di antara para anggota suatu

    sistem sosial (the process by which an innovation is communicated through certain

    channels overtime among the members of a social system). Disamping itu, difusi juga

    dapat dianggap sebagai suatu jenis perubahan sosial yaitu suatu proses perubahan

    yang terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial.

    Inovasi adalah suatu gagasan, praktek, atau benda yang dianggap/dirasa baru

    oleh individu atau kelompok masyarakat. Ungkapan dianggap/dirasa baru terhadap

    suatu ide, praktek atau benda oleh sebagian orang, belum tentu juga pada sebagian

    yang lain. Kesemuanya tergantung apa yang dirasakan oleh individu atau kelompok

    terhadap ide, praktek atau benda tersebut.

    Dari kedua padanan kata di atas, maka difusi inovasi adalah suatu proses

    penyebar serapan ide-ide atau hal-hal yang baru dalam upaya untuk merubah suatu

    masyarakat yang terjadi secara terus menerus dari suatu tempat ke tempat yang lain,

    dari suatu kurun waktu ke kurun waktu yang berikut, dari suatu bidang tertentu ke

    bidang yang lainnya kepada sekelompok anggota dari sistem sosial.

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/20/2018 Chapter II

    2/24

    Tujuan utama dari difusi inovasi adalah diadopsinya suatu inovasi (ilmu

    pengetahuan, tekhnologi, bidang pengembangan masyarakat) oleh anggota sistem

    sosial tertentu. Sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi

    sampai kepada masyarakat.

    2.1.2. Elemen Difusi Inovasi

    Menurut Rogers (1983) dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen

    pokok, yaitu: suatu inovasi, dikomunikasikan melalui saluran komunikasi tertentu,

    dalam jangka waktu dan terjadi diantara anggota-anggota suatu sistem sosial.

    1. Inovasi (gagasan, tindakan atau barang) yang dianggap baru oleh seseorang.

    Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan

    individu yang menerimanya.

    2. Saluran komunikasi, adalah alat untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari

    sumber kepada penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan

    suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran

    komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika

    komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara

    personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.

    3. Jangka waktu, yakni proses keputusan inovasi dari mulai seseorang mengetahui

    sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya. Pengukuhan terhadap

    keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu

    terlihat dalam (a) proses pengambilan keputusan inovasi, (b) keinovatifan

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/20/2018 Chapter II

    3/24

    seseorang (relatif lebih awal atau lebih lambat dalam menerima inovasi), dan

    (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.

    4. Sistem sosial merupakan kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan

    terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai

    tujuan bersama.

    2.1.3. Proses Putusan Inovasi

    Penerimaan atau penolakan suatu inovasi adalah keputusan yang dibuat

    seseorang/individu dalam menerima suatu inovasi. Menurut Rogers (1983), proses

    pengambilan keputusan inovasi adalah proses mental dimana seseorang/individu

    berlalu dari pengetahuan pertama mengenai suatu inovasi dengan membentuk suatu

    sikap terhadap inovasi, sampai memutuskan untuk menolak atau menerima,

    melaksanakan ide-ide baru dan mengukuhkan terhadap keputusan inovasi. Pada

    awalnya Rogers (1983) menerangkan bahwa dalam upaya perubahan seseorang untuk

    mengadopsi suatu perilaku yang baru, terjadi berbagai tahapan pada seseorang

    tersebut, yaitu:

    1. TahapAwareness(Kesadaran), yaitu tahap seseorang tahu dan sadar ada terdapat

    suatu inovasi sehingga muncul adanya suatu kesadaran terhadap hal tersebut.

    2. Tahap Interest (Keinginan), yaitu tahap seseorang mempertimbangkan atau

    sedang membentuk sikap terhadap inovasi yang telah diketahuinya tersebut

    sehingga ia mulai tertarik pada hal tersebut.

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/20/2018 Chapter II

    4/24

    3. TahapEvaluation (Evaluasi), yaitu tahap seseorang membuat putusan apakah ia

    menolak atau menerima inovasi yang ditawarkan sehingga saat itu ia mulai

    mengevaluasi.

    4. Tahap Trial (Mencoba), yaitu tahap seseorang melaksanakan keputusan yang

    telah dibuatnya sehingga ia mulai mencoba suatu perilaku yang baru.

    5. Tahap Adoption (Adopsi), yaitu tahap seseorang memastikan atau

    mengkonfirmasikan putusan yang diambilnya sehingga ia mulai mengadopsi

    perilaku baru tersebut.

    Dari pengalaman di lapangan ternyata proses adopsi tidak berhenti segera

    setelah suatu inovasi diterima atau ditolak. Kondisi ini akan berubah lagi sebagai

    akibat dari pengaruh lingkungan penerima adopsi. Oleh sebab itu, Rogers (1983)

    merevisi kembali teorinya tentang keputusan tentang inovasi yaitu: Knowledge

    (pengetahuan), Persuasion (persuasi), Decision (keputusan), Implementation

    (pelaksanaan), dan Confirmation (konfirmasi).

    1. Tahap pengetahuan.

    Dalam tahap ini, seseorang belum memiliki informasi mengenai inovasi baru.

    Untuk itu informasi mengenai inovasi tersebut harus disampaikan melalui

    berbagai saluran komunikasi yang ada, bisa melalui media elekt ronik, media

    cetak, maupun komunikasi interpersonal diantara masyarakat. Tahapan ini juga

    dipengaruhi oleh beberapa karakteristik dalam pengambilan keputusan, yaitu:

    (1) Karakteristik sosial-ekonomi, (2) Nilai-nilai pribadi dan (3) Pola komunikasi.

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/20/2018 Chapter II

    5/24

    2. Tahap persuasi.

    Pada tahap ini individu tertarik pada inovasi dan aktif mencari informasi/detail

    mengenai inovasi. Tahap kedua ini terjadi lebih banyak dalam tingkat pemikiran

    calon pengguna. Inovasi yang dimaksud berkaitan dengan karakteristik inovasi

    itu sendiri, seperti: (1) Kelebihan inovasi, (2) Tingkat keserasian,

    (3) Kompleksitas, ( 4) Dapat dicoba dan (5) Dapat dilihat.

    3. Tahap pengambilan keputusan.

    Pada tahap ini individu mengambil konsep inovasi dan menimbang

    keuntungan/kerugian dari menggunakan inovasi dan memutuskan apakah akan

    mengadopsi atau menolak inovasi.

    4. Tahap implementasi.

    Pada tahap ini mempekerjakan individu untuk inovasi yang berbeda-beda

    tergantung pada situasi. Selama tahap ini individu menentukan kegunaan dari

    inovasi dan dapat mencari informasi lebih lanjut tentang hal itu.

    5. Tahap konfirmasi.

    Setelah sebuah keputusan dibuat, seseorang kemudian akan mencari pembenaran

    atas keputusan mereka. Tidak menutup kemungkinan seseorang kemudian

    mengubah keputusan yang tadinya menolak jadi menerima inovasi setelah

    melakukan evaluasi.

    Proses pengambilan keputusan inovasi dapat dilihat pada gambar berikut

    (Rogers, 1983):

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/20/2018 Chapter II

    6/24

    Saluran Komunikasi

    Kondisi Awal:

    1. Situasi awal,2. Kebutuhan

    & problem

    3. Inovasi

    4. Sistem sosial

    1. Adopsi Continued Adopsi

    Later Adopsi

    2. Rejection Discontinuance

    Continued

    Karakteristik dari unit Karakteristik dari Inovasi

    Pengambil Keputusan 1.Relative Advantage

    1. Sosia ekonomi 2. Compatibility2. Variabel individu 3.Complexity

    3. Perilaku komunikasi 4. Triability5. Observability

    Gambar 2.1. Model Proses Pengambilan Keputusan Inovasi (Rogers, 1983)

    Model tersebut menggambarkan tentang variabel yang berpengaruh terhadap

    tingkat adopsi suatu inovasi serta tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi.

    Variabel yang berpengaruh terhadap tahapan difusi inovasi tersebut mencakup

    (1) atribut inovasi (perceived atrribute of innovasion), (2) jenis keputusan inovasi

    (type of innovation decisions), (3) saluran komunikasi (communication channels),

    (4) kondisi sistem sosial (nature of social system), dan (5) peran agen perubah

    (change agents

    Rogers (1983) mengatakan bahwa karakteristik inovasi (kelebihan, keserasian,

    kerumitan, dapat di uji coba dan dapat diamati), hal ini sangat menentukan tingkat

    suatu adopsi daripada faktor lain yaitu berkisar antara 49% sampai dengan 87%,

    ).

    Pengetahuan Persuasi Keputusan Implementasi Konfirmasi

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/20/2018 Chapter II

    7/24

    seperti jenis keputusan, saluran komunikasi, sistem sosial dan usaha yang intensif dari

    agen perubahan, hal ini dapat dilihat pada gambar berikut:

    Gambar 2.2. Faktor yang memengaruhi tingkat adopsi (Rogers, 1983)

    2.1.4. Keinovatifan dan Kategori Adopter

    Rogers (1983) menjelaskan dalam menerima suatu inovasi ada beberapa

    tipologi penerima adopsi yang ideal yaitu :

    1.

    Inovator adalah kelompok orang yang berani dan siap untuk mencoba hal-hal

    baru. Biasanya orang-orang ini adalah mereka yang memiliki gaya hidup dinamis

    di perkotaan yang memiliki banyak teman atau relasi.

    Karakteristik Inovasi:1. Keuntungan relatif

    2. Keserasian

    3. Kerumitan4. Dapat diuji coba

    5. Dapat dilihat

    Keputusan Adopter

    Sistem Sosial

    Saluran Komunikasi

    Tingkat Adopsi

    Promosi Agen Perubahan

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/20/2018 Chapter II

    8/24

    2. Pengguna awal (early adopter). Kategori adopter ini menghasilkan lebih banyak

    opini dibanding kategori lainnya, serta selalu mencari informasi tentang inovasi.

    3. Mayoritas awal (early majority). Kategori pengadopsi seperti ini akan

    berkompromi secara hati-hati sebelum membuat keputusan dalam mengadopsi

    inovasi, bahkan bisa dalam kurun waktu yang lama. Orang-orang seperti ini

    menjalankan fungsi penting untuk menunjukkan kepada seluruh komunitas bahwa

    sebuah inovasi layak digunakan atau cukup bermanfaat.

    4. Mayoritas akhir (late majority). Kelompok yang ini lebih berhati-hati mengenai

    fungsi sebuah inovasi. Mereka menunggu hingga kebanyakan orang telah

    mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum mereka mengambil keputusan.

    5. Lamban (laggard). Kelompok ini merupakan orang yang terakhir melakukan

    adopsi inovasi. Mereka bersifat lebih tradisional, dan segan untuk mencoba hal

    hal baru. Saat kelompok ini mengadopsi inovasi baru, kebanyakan orang justru

    sudah jauh mengadopsi inovasi lainnya, dan menganggap mereka ketinggalan

    zaman.

    Rogers dalam Mc Kenzie (1997) menjelaskan dalam menerima inovasi baru

    bahwa kelompok inovator hanya berkisar 2% sampai 3% saja dalam populasi,

    sedangkan untuk kelompok Early adopter hanya mencapai 14% saja dalam suatu

    populasi, untuk early majority dan late majority masing-masing 34% dalam suatu

    populasi dan untuk kelompoklaggard mencapai 16%.

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/20/2018 Chapter II

    9/24

    2.2. Karakteristik Inovasi dan Sistem Sosial

    2.2.1.

    Karakteristik Inovasi

    Karakteristik inovasi adalah sifat dari difusi inovasi, dimana karakteristik

    inovasi merupakan salah satu yang menentukan kecepatan suatu proses inovasi.

    Rogers (1983) mengemukakan ada 5 karakteristik inovasi, yaitu : relative

    advantage (keuntungan relatif), compatibility atau kompatibilitas (keserasian),

    complexity atau kompleksitas (kerumitan), triability atau triabilitas (dapat diuji coba)

    dan observability (dapat diobservasi).

    Relative Advantage (keuntungan relatif) adalah tingkat kelebihan suatu

    inovasi, apakah lebih baik dari inovasi yang ada sebelumnya atau dari hal-hal yang

    biasa dilakukan. Biasanya diukur dari segi ekonomi, prestasi sosial, kenyamanan dan

    kepuasan. Semakin besar keuntungan relatif yang dirasakan oleh adopter, maka

    semakin cepat inovasi tersebut diadopsi.

    Compatibility atau kompatibilitas (keserasian) adalah tingkat keserasian dari

    suatu inovasi, apakah dianggap konsisten atau sesuai dengan nilai-nilai, pengalaman

    dan kebutuhan yang ada. Jika inovasi berlawanan atau tidak sesuai dengan nilai-nilai

    dan norma yang dianut oleh adopter maka inovasi baru tersebut tidak dapat diadopsi

    dengan mudah oleh adopter.

    Complexity atau kompleksitas (kerumitan) adalah tingkat kerumitan dari suatu

    inovasi untuk diadopsi, seberapa sulit memahami dan menggunakan inovasi. Semakin

    mudah suatu inovasi dimengerti dan dipahami oleh adopter, maka semakin cepat

    inovasi diadopsi.

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/20/2018 Chapter II

    10/24

    Triability atau triabilitas (dapat diuji coba) merupakan tingkat apakah suatu

    inovasi dapat dicoba terlebih dahulu atau harus terikat untuk menggunakannya. Suatu

    inovasi dapat diuji cobakan pada keadaan sesungguhnya, inovasi pada umumnya

    lebih cepat diadopsi. Untuk lebih mempercepat proses adopsi, maka suatu inovasi

    harus mampu menunjukkan keunggulannya.

    Observability (dapat diobservasi) adalah tingkat bagaimana hasil penggunaan

    suatu inovasi dapat dilihat oleh orang lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil

    suatu inovasi, semakin besar kemungkinan inovasi diadopsi oleh orang atau

    sekelompok orang.

    2.2.2. Sistem Sosial

    Sistem sosial merupakan kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan

    terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan

    bersama (Rogers, 1983).

    Sistem sosial adalah sejumlah kegiatan atau sejumlah orang yang mempunyai

    hubungan timbal balik relatif konstan. Hubungan sejumlah orang dan kegiatannya itu

    berlangsung terus menerus. Sistem sosial memengaruhi perilaku manusia, karena di

    dalam suatu sistem sosial tercakup pula nilai-nilai dan norma-norma yang merupakan

    aturan perilaku anggota-anggota masyarakat. Dalam setiap sistem sosial pada

    tingkat-tingkat tertentu selalu mempertahankan batas-batas yang memisahkan dan

    membedakan dari lingkungannya (sistem sosial lainnya). Selain itu, di dalam sistem

    sosial ditemukan juga mekanisme-mekanisme yang dipergunakan atau berfungsi

    mempertahankan sistem sosial tersebut (Widjajati, 2010).

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/20/2018 Chapter II

    11/24

    Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter

    (penerima inovasi) sesuai dengan tingkat keinovatifannya (kecepatan dalam

    menerima inovasi). Salah satu pengelompokan yang bisa dijadikan rujukan adalah

    pengelompokan berdasarkan kurva adopsi, yang telah duji oleh Rogers (1983).

    Gambar 2.3. Kelompok Adopter dalam Sistem Sosial (Rogers, 1983)

    Kurva yang membentuk lonceng tersebut dihasilkan oleh sejumlah penelitian

    tentang difusi inovasi. Kurva lonceng tersebut menggambarkan banyaknya

    pengadopsi dari waktu ke waktu. Pada tahun pertama, usaha penyebaran inovasi akan

    menghasilkan jumlah pengadopsi yang sedikit, pada tahun berikutnya jumlah

    pengadopsi akan lebih banyak dan setelah sampai pada puncaknya, sedikit demi

    sedikit jumlah pengadopsi akan menyusut.

    Proses difusi dalam kaitannya dengan sistem sosial ini dipengaruhi oleh

    struktur sosial, norma sosial, peran pemimpin dan agen perubahan, tipe keputusan

    inovasi dan konsekuensi inovasi. Difusi inovasi terjadi dalam suatu sistem sosial.

    Dalam suatu sistem sosial terdapat struktur sosial, individu atau kelompok individu,

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/20/2018 Chapter II

    12/24

    dan norma-norma tertentu. Berkaitan dengan hal ini, Rogers (1983) menyebutkan

    adanya empat faktor yang memengaruhi proses keputusan inovasi. Keempat faktor

    tersebut adalah: struktur sosial, norma sistem, peran pemimpin dan agen perubahan.

    Struktur sosial (social structure) adalah susunan suatu unit sistem yang

    memiliki pola tertentu. Adanya sebuah struktur dalam suatu sistem sosial

    memberikan suatu keteraturan dan stabilitas perilaku setiap individu dalam suatu

    sistem sosial tertentu. Struktur sosial juga menunjukan hubungan antar anggota dari

    sistem sosial. Hal ini dapat dicontohkan seperti terlihat pada struktur organisasi suatu

    perusahaan atau struktur sosial masyarakat suku tertentu. Struktur sosial dapat

    memfasilitasi atau menghambat difusi inovasi dalam suatu sistem. Katz (1961) seperti

    dikutip oleh Rogers menyatakan bahwa sangatlah bodoh mendifusikan suatu inovasi

    tanpa mengetahui struktur sosial dari adopter potensialnya, sama halnya dengan

    meneliti sirkulasi darah tanpa mempunyai pengetahuan yang cukup tentang struktur

    pembuluh nadi dan arteri. Penelitian yang dilakukan oleh Rogers dan Kincaid (1981)

    di Korea menunjukan bahwa adopsi suatu inovasi dipengaruhi oleh karakteristik

    individu itu sendiri dan juga sistem sosial dimana individu tersebut berada.

    Norma sistem (system norms) adalah suatu pola perilaku yang dapat diterima

    oleh semua anggota sistem sosial yang berfungsi sebagai panduan atau standar bagi

    semua anggota sistem sosial. Sistem norma juga dapat menjadi faktor penghambat

    untuk menerima suatu ide baru. Hal ini sangat berhubungan dengan derajat

    kesesuaian (compatibility) inovasi dengan nilai atau kepercayaan masyarakat dalam

    suatu sistem sosial. Jadi, derajat ketidaksesuaian suatu inovasi dengan kepercayaan

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/20/2018 Chapter II

    13/24

    atau nilai-nilai yang dianut oleh individu (sekelompok masyarakat) dalam suatu

    sistem sosial berpengaruh terhadap penerimaan suatu inovasi tersebut.

    Peran pemimpin (opinion leaders) dapat dikatakan sebagai orang-orang

    berpengaruh, yakni orang-orang tertentu yang mampu memengaruhi sikap orang lain

    secara informal dalam suatu sistem sosial. Dalam kenyataannya, orang berpengaruh

    ini dapat menjadi pendukung inovasi atau sebaliknya, menjadi penentang. Ia (mereka)

    berperan sebagai model dimana perilakunya (baik mendukung atau menentang)

    diikuti oleh para pengikutnya. Jadi, jelas disini bahwa orang berpengaruh memainkan

    peran dalam proses keputusan inovasi.

    Agen perubahan (change agent) adalah suatu bagian dari sistem sosial yang

    berpengaruh terhadap sistem sosialnya. Mereka adalah orang-orang yang mampu

    memengaruhi sikap orang lain untuk menerima sebuah inovasi. Tetapi change agent

    bersifat resmi atau formal, ia mendapat tugas dari kliennya untuk memengaruhi

    masyarakat yang berada dalam sistem sosialnya. Change agent atau dalam bahasa

    Indonesia yang biasa disebut agen perubah, biasanya merupakan orang-orang

    profesional yang telah mendapatkan pendidikan atau pelatihan tertentu untuk dapat

    memengaruhi sistem sosialnya. Di dalam buku Memasyarakatkan Ide-ide Baru

    yang ditulis oleh Rogers dan Shoemaker, fungsi utama dari change agent adalah

    menjadi mata rantai yang menghubungkan dua sistem sosial atau lebih. Dengan

    demikian, kemampuan dan keterampilan change agent berperan besar terhadap

    diterima atau ditolaknya inovasi tertentu. Sebagai contoh, lemahnya pengetahuan

    tentang karakteristik struktur sosial, norma dan orang kunci dalam suatu sistem sosial

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/20/2018 Chapter II

    14/24

    (misal: suatu institusi pendidikan), memungkinkan ditolaknya suatu inovasi walaupun

    secara ilmiah inovasi tersebut terbukti lebih unggul dibandingkan dengan apa yang

    sedang berjalan saat itu.

    2.3. Program Bina Keluarga Balita (BKB)

    2.3.1. Dasar Pembentukan Program Bina Keluarga Balita (BKB)

    Program Bina Keluarga Balita (BKB) dicanangkan Bapak Soeharto pada hari

    ibu tahun 1981. Program BKB ini tidak bias dipisahkan dengan program-program

    lintas atau antar departemen yakni melengkapi program-program pengembangan

    Sumber Daya Manusia (SDM) khususnya yang diarahkan pada perbaikan kesehatan

    gizi ibu dan anak (BKKBN, 1992).

    Pelaksanaan program BKB dimulai pada tahun anggaran 1985/1986. Hal ini

    berdasarkan pengarahan Ibu Negara pada tanggal 21 Juli 1984 melalui Surat

    Keputusan Bersama Menteri Negara UPW dan Kepala BKKBN No 11 KEPMEN

    UPW/IX/84 dan No 170/HK010/E3/84 tentang kerjasama pelaksanaan

    pengembangan proyek BKB dalam keterpaduan dengan program Keluarga Berencana

    (KB) dalam rangka mempercepat proses pelembagaan Norma Keluarga Kecil

    Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). Keputusan Bersama ini menggariskan Badan

    Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai penanggung operasional

    BKB (BKKBN, 2007).

    Pada awalnya proyek rintisan Bina Keluarga Balita (BKB) ini dilaksanakan di

    3 desa lokasi perbaikan kampung yaitu Cirebon, Semarang dan Makasar. Dalam

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/20/2018 Chapter II

    15/24

    rintisan awal tersebut diujicobakan hal-hal yang berkaitan dengan aspek manajemen

    program. Selanjutnya program ini terus dikembangkan dengan melalui berbagai tahap

    uji coba dan didukung oleh pemikiran ilmiah dari pakar di bidang tumbuh kembang

    anak (Forum PADU, 2004).

    2.3.2. Tujuan dan Sasaran Program Bina Keluarga Balita (BKB)

    Bina Keluarga Balita (BKB) dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut :

    1. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran ibu dan anggota keluarga lainnya

    tentang pentingnya : 1) Proses tumbuh kembang balita dalam aspek fisik, mental

    dan sosial; 2) Pelayanan yang tepat dan terpadu yang tersedia bagi anak, misalnya

    di Pos pelayanan terpadu (Posyandu)

    2. Meningkatkan keterampilan ibu dan anggota keluarga lainnya dalam

    mengusahakan tumbuh kembang anak secara optimal, antara lain dengan stimulus

    mental dengan menggunakan Alat Permainan Edukatif (APE) dan memanfaatkan

    pelayanan yang tersedia (Soetjiningsih, 1995).

    Sasaran utama program BKB adalah semua ibu-ibu yang mempunyai balita

    terutama ibu-ibu dari golongan masyarakat berpenghasilan rendah, baik di daerah

    pedesaan maupun perkotaan. Program ini diprioritaskan bagi keluarga yang

    berpenghasilan rendah mengingat masih kurangnya pengetahuan, keterampilan dan

    akses sarana pendidikan bagi anak di bawah usia lima tahun (Forum PADU, 2004).

    2.3.3. Ciri Khusus Program Bina Keluarga Balita (BKB)

    Program BKB memiliki beberapa ciri utama diantaranya sebagai berikut:

    1) Menitikberatkan pada pembinaan ibu dan anggota keluarga lainnya yang memiliki

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/20/2018 Chapter II

    16/24

    balita; 2) Membina tumbuh kembang anak; 3) Menggunakan alat bantu seperti Alat

    Permainan Edukatif (APE), dongeng, nyanyian sebagai perangsang tumbuh kembang

    anak; 4) Menekankan pada pembangunan manusia pada usia dini, baik fisik maupun

    mental; 5) Tidak langsung ditujukan kepada balita; 6) Meningkatkan keterampilan

    ibu dan anggota keluarga lainnya agar dapat mendidik balitanya (BKKBN, 2007).

    2.3.4. Kegiatan Program Bina Keluarga Balita (BKB)

    Kegiatan Bina Keluaraga Balita (BKB) dilakukan satu kali dalam sebulan.

    Penanggung jawab umum gerakan BKB adalah Lurah atau Kepala Desa. BKB

    direncanakan dan dikembangkan oleh kader, LKMD dan Pemberdayaan dan

    Kesejahteraan Keluarga (PKK) serta Tim Pembina LKMD tingkat kecamatan.

    Penyelenggarannya dilakukan oleh kader terlatih berasal dari anggota masyarakat

    yang bersedia secara sukarela bertugas memberikan peyuluhan kepada sasaran

    gerakan BKB. Bina keluarga balita dilaksanakan untuk membina ibu kelompok

    sasaran yang mempunyai anak Balita. Ibu sasaran ini, dibagi menjadi lima kelompok

    menurut umur anaknya, yaitu : 1) Kelompok ibu dengan anak umur 0-1 tahun; 2)

    Kelompok ibu dengan anak umur 1-2 tahun; 3) Kelompok ibu dengan anak umur 2-3

    tahun; 4) Kelompok ibu dengan anak umur 3-4 tahun; 5) Kelompok ibu dengan anak

    umur 4-5 tahun.

    Pembagian kelompok umur ini sesuai dengan tugas perkembangan anak,

    dimana tiap-tiap kelompok umur tersebut mempunyai tugas perkembangan anak

    (Soetjiningsih, 1995).

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/20/2018 Chapter II

    17/24

    Bina keluarga balita sebaiknya berada pada tempat yang mudah didatangi oleh

    masyarakat dan ditentukan oleh masyarakat sendiri. Dengan demikian kegiatan BKB

    dapat dilaksanakan di pos pelayanan yang telah ada, rumah penduduk, balai desa,

    tempat pertemuan RT atau di tempat khusus yang dibangun oleh masayarakat.

    Adapun kegiatan program Bina Keluarga Balita (BKB) yang dilakukan yaitu:

    1. Penyuluhan

    Pertemuan penyuluhan BKB adalah forum pertemuan yang diselenggarakan

    oleh kader dan ibu peserta sebagai wadah penyampaian pesan dari kader kepada ibu

    peserta (BKKBN, 1992).

    Materi pada kegiatan penyuluhan BKB berbeda pada setiap kelompok umur

    balita. Hal ini sesuai dengan tugas perkembangan anak yang berbeda masing-masing

    kelompok umur, sehingga cara stimulasi maupun media yang diperlukan untuk

    interaksi antara ibu dan anak pun berbeda. Pada program BKB, secara garis besarnya

    materi penyuluhan diantaranya (BKKBN, 2007):

    Materi I : Integrasi KB dengan BKB

    Materi II : Konsep diri ibu dan peran ibu dalam pendidikan balita

    Materi III : Proses tumbuh kembang anak

    Materi IV : Gerakan kasar

    Materi V : Gerakan halus

    Materi VI : Komunikasi Pasif

    Materi VII : Komunikasi Aktif

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/20/2018 Chapter II

    18/24

    Materi VIII : Kecerdasan

    Materi IX : Menolong Diri Sendiri

    Materi X : Tingkah laku sosial

    Penyuluhan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan sasaran dalam rangka

    meningkatkan pengetahuan ibu antara lain dalam hal: kesehatan keluarga, sanitasi

    gizi, air susu ibu (ASI), imunisasi, KB dan pemanfaatan pelayanan yang tersedia

    serta hal-hal lain yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan keluarga.

    2. Penggunaan Alat Permainan Edukatif (APE)

    Alat Permainan Edukatif (APE) adalah alat permainan yang dapat

    mengoptimalkan perkembangan anak, disesuaikan dengan usianya dan tingkat

    perkembangannya, serta berguna untuk: a) Pengembangan aspek fisik, yaitu kegiatan-

    kegiatan yang dapat menunjang atau merangsang pertumbuhan fisik anak;

    b) Pengembangan bahasa, dengan melatih berbicara, menggunakan kalimat yang

    benar; c) Pengembangan aspek kognitif, yaitu dengan pengenalan suara, ukuran,

    bentuk, warna, dan lain-lain; d) Pengembangan aspek sosial, khususnya dalam

    hubungannya dengan interaksi antara ibu dan anak, keluarga dan masyarakat

    (Soetjiningsih, 1995).

    Kegiatan yang dilaksanakan dalam penggunaan Alat Permainan Edukatif

    adalah: 1) Kegiatan bermain APE secara teratur dilaksanakan di BKB oleh balita

    dengan bimbangan kader; 2) Kader juga menjelaskan kepada ibu yang mempunyai

    balita dalam hal penggunaan APE agar dapat diaplikasikan di rumah; 3) Pencatatan

    hasil perkembangan ke dalam Kartu Kembang Anak (KKA).

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/20/2018 Chapter II

    19/24

    Syarat yang harus dipenuhi Alat Permainan Edukatif sebagai berikut :

    a)

    Aman. Alat permainan anak balita tidak boleh terlalu kecil, catnya tidak boleh

    mengandung racun, tidak ada bagian-bagian yang tajam, dan tidak ada bagian-

    bagian yang mudah pecah. Karena pada umur tersebut anak mengenal benda di

    sekitarnya dengan memegang, mencengkeram, memasukkan ke dalam mulutnya.

    b) Ukuran dan berat Alat Permainan Edukatif (APE) harus sesuai dengan usia anak.

    Bila ukurannya terlalu besar akan sukar dijangkau anak, sebaliknya kalau terlalu

    kecil akan berbahaya karena dapat dengan mudah tertelan oleh anak. Sedangkan

    kalau Alat Permainan Edukatif (APE) terlalu berat, maka anak akan sulit

    memindah-mindahkannya serta akan membahayakan bila Alat Permainan

    Edukatif (APE) tersebut jatuh dan mengenai anak.

    c) Disainnya harus jelas. Alat Permainan Edukatif (APE) harus mempunyai ukuran-

    ukuran, susunan dan warna tertentu, serta jelas maksud dan tujuannya.

    d) Alat Permainan Edukatif (APE) harus mempunyai fungsi untuk mengembangkan

    berbagai aspek perkembangan anak, seperti motorik, bahasa, kecerdasan dan

    sosialisasi.

    e) Harus dapat dimainkan dengan berbagai variasi, tetapi jangan terlalu sulit

    sehingga membuat anak frustasi, atau terlalu mudah sehingga membuat anak

    cepat bosan.

    f) Walaupun sederhana harus tetap menarik baik warna maupun bentuknya. Bila

    bersuara, suaranya harus jelas.

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/20/2018 Chapter II

    20/24

    g) Alat Permainan Edukatif (APE) harus mudah diterima oleh semua kebudayaan

    karena bentuknya sangat umum

    h) Alat Permainan Edukatif (APE) harus tidak mudah rusak. Kalau ada bagian-

    bagian yang rusak harus mudah diganti. Pemeliharaannya mudah, terbuat dari

    bahan yang mudah didapat, harganya terjangkau oleh masyarakat luas.

    3. Kartu Kembang Anak (KKA)

    Satoto telah mengembangkan Kartu Kembang Anak (KKA), yang berfungsi

    ganda yaitu sebagai alat penanda dan sekaligus sebagai alat komunikasi dalam

    membahas perkembangan anak, dari dan untuk ibu serta keluarga dalam masyarakat.

    Namun yang paling utama adalah untuk memfasilitasi interaksi antara ibu (beserta

    keluarga seluruhnya) dengan anak (Soetjiningsih, 1995).

    Kartu tersebut dapat dipergunakan dalam setiap kesempatan interaksi ibu dan

    anak. Juga dalam keluarga dan pertemuan ibu-ibu, sebagai wahana belajar bersama.

    Sehingga penggunaan Kartu Kembang Anak di kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB)

    bersama Kartu Menuju Sehat (KMS) di Posyandu, dapat digunakan untuk memantau

    tumbuh kembang anak. Menurut Sari (2010) yang mengutip pendapat BKKBN

    (2007) mengatakan bahwa kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB) adalah kegiatan

    pelayanan pada hari buka BKB yang dilakukan satu hari dalam sebulan. Untuk

    melaksanakan fungsinya dengan baik, sesuai dengan pedoman yang berlaku, maka

    jumlah kader setiap BKB minimal 10 orang yang dibagi dalam 5 kelompok umur.

    Setiap kelompok umur dibina kader inti yang memberikan penyuluhan, kader piket

    yang mengasuh anak balita dan kader bantu yang membantu dan dapat menggantikan

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/20/2018 Chapter II

    21/24

    tugas kader inti atau kader piket demi kelancaran tugas (BKKBN, 2007). Pada

    umumnya kader BKB sekaligus merupakan kader Posyandu. Bahkan di banyak

    tempat antara kegiatan Posyandu dan BKB menyatu (Forum PADU, 2004).

    2.3.5. Pertumbuhan dan Perkembangan Balita

    Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan

    interseluler, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau

    keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat (Depkes RI,

    2005).

    Pertumbuhan sebagai indikator perkembangan status gizi, dimana indikator

    yang baik terjadi apabila tanda dapat memberikan indikasi yang sensitif atas

    perubahan suatu keadaan. Pertumbuhan merupakan salah satu produk dari keadaan

    keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi (status gizi). Oleh karena itu

    pertumbuhan merupakan suatu proses yang berkesinambungan, maka pertumbuhan

    merupakan indikator yang baik dari perkembangan status gizi anak (Depkes RI,

    2002).

    Pertumbuhan merupakan parameter kesehatan gizi yang cukup peka untuk

    digunakan dalam menilai kesehatan anak, terutama anak bayi dan Balita. Dalam

    upaya memonitor kesehatan gizi anak ini dipergunakan Kartu Menuju Sehat (KMS).

    KMS adalah kartu yang memuat suatu grafik pertumbuhan Berat Badan (BB)

    menurut umur, yang menunjukkan batas-batas pertumbuhan BB anak Balita

    (Aritonang, 1996).

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/20/2018 Chapter II

    22/24

    Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam

    struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat

    diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses

    diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang

    berkembang sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga

    perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan

    lingkungannya (Soetjiningsih, 1995).

    Untuk memantau perkembangan anak balita, terdapat 7 aspek yang dipantau

    tingkat perkembangannya, antara lain (BKKBN, 2006): 1) Perkembangan

    kemampuan gerak kasar; 2) Perkembangan kemampuan gerak halus;

    3) Perkembangan kemampuan komunikasi pasif; 4) Perkembangan kemampuan

    komunikasi aktif ; 5) Perkembangan kecerdasan; 6) Perkembangan menolong diri

    sendiri; 7) Perkembangan tingkah laku sosial.

    2.4. Landasan Teori

    Rogers (1983) menjelaskan dalam penerimaan suatu inovasi, biasanya

    seseorang melalui beberapa tahapan yang disebut Proses Putusan Inovasi. Proses

    putusan inovasi merupakan proses mental yang mana seseorang atau lembaga

    melewati dari pengetahuan awal tentang suatu inovasi sampai membentuk sebuah

    sikap terhadap inovasi tersebut, membuat keputusan apakah menerima atau menolak

    inovasi tersebut, mengimplementasikan gagasan baru tersebut, dan mengkonfirmasi

    keputusan ini.

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/20/2018 Chapter II

    23/24

    Rogers (1983) mengatakan bahwa faktor yang memengaruhi cepat atau

    lambatnya suatu inovasi diadopsi atau ditolak tergantung pada para anggota suatu

    sistem sosial menghayati lima karakteristik inovasi yang meliputi: relative advantage

    (keuntungan relatif), compatibility (keserasian), complexity (kerumitan), triability

    (kemungkinan dicoba), dan observability (kemungkinan diamati) hal ini sangat

    menentukan tingkat suatu adopsi daripada faktor lain seperti jenis keputusan, saluran

    komunikasi, sistem sosial dan usaha yang intensif dari agen perubahan. Landasan

    teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori diffusion of innovation,hal ini

    dapat dilihat pada gambar berikut:

    Saluran Komunikasi

    Kondisi Awal:

    1. Situasi awal,2. Kebutuhan

    & problem

    3. Inovasi4. Sistem sosial

    1. Adopsi Continued AdopsiLater Adopsi

    2.Rejection Discontinuance

    Continued

    Karakteristik dari unit Karakteristik dari Inovasi

    Pengambil Keputusan 1.Relative Advantage

    1. Sosia ekonomi 2. Compatibility

    2. Variabel individu 3.Complexity3. Perilaku komunikasi 4. Triability

    5. Observability

    Gambar 2.4. Teori Difusi Inovasi (Theorydiffusion of innovation) Rogers (1983)

    Pengetahuan Persuasi Keputusan Implementasi Konfirmasi

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/20/2018 Chapter II

    24/24

    2.5. Kerangka Konsep

    Berdasarkan teori yang telah diuraikan di atas, maka peneliti akan

    memfokuskan untuk mengkaji variabel karakteristik inovasi dan sistem sosial

    terhadap adopsi inovasi program bina keluarga balita, hal ini dapat di lihat pada

    gambar kerangka konsep di bawah ini:

    Variabel Independen

    Variabel Dependen

    Gambar 2.5. Kerangka Konsep

    Adopsi Inovasi

    Program BKB

    Sistem Sosial

    1.

    Struktur Sosial2. Norma Sistem

    3. Peran Pemimpin

    4. Agen Perubahan

    Karakteristik Inovasi

    1.

    Keuntungan Relatif

    2. Keserasian

    3. Kerumitan

    4. Dapat dicoba

    5. Dapat dilihat

    Universitas Sumatera Utara