38
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Kinerja 2.1.1 Pengertian Kinerja Kinerja merupakan pencapaian yang optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki seorang karyawan merupakan hal yang selalu menjadi perhatian para pemimpin organisasi. Menurut Robbins (2002), kinerja merupakan ukuran hasil kerja yang mana hal ini menggambarkan sejauh mana aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas dan berusaha dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Menurut Triffin dan MacCormick (1979), kinerja individu berhubungan dengan individual variable dan situational variable. Perbedaan individu akan menghasilkan kinerja yang berbeda pula. Individual variable adalah variabel yang berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan, misalnya kemampuan, kepentingan, dan kebutuhan-kebutuhan tertentu. Sedangkan situational variable adalah variabel yang bersumber dari situasi pekerjaan yang lebih luas (lingkungan organisasi), misalnya pelaksanaan supervisi, karakteristik pekerjaan, hubungan dengan sekerja dan pemberian imbalan. Sementara kinerja menurut Mangkunegara (2002), adalah hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Baik tidaknya karyawan dalam menjalankan tugas yang diberikan perusahaan dapat diketahui dengan melakukan penilaian terhadap kinerja karyawannya. Penilaian kinerja Universitas Sumatera Utara

Chapter II (1)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Chapter II (1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Tentang Kinerja

2.1.1 Pengertian Kinerja

Kinerja merupakan pencapaian yang optimal sesuai dengan potensi yang

dimiliki seorang karyawan merupakan hal yang selalu menjadi perhatian para

pemimpin organisasi. Menurut Robbins (2002), kinerja merupakan ukuran hasil kerja

yang mana hal ini menggambarkan sejauh mana aktivitas seseorang dalam

melaksanakan tugas dan berusaha dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.

Menurut Triffin dan MacCormick (1979), kinerja individu berhubungan

dengan individual variable dan situational variable. Perbedaan individu akan

menghasilkan kinerja yang berbeda pula. Individual variable adalah variabel yang

berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan, misalnya kemampuan,

kepentingan, dan kebutuhan-kebutuhan tertentu. Sedangkan situational variable

adalah variabel yang bersumber dari situasi pekerjaan yang lebih luas (lingkungan

organisasi), misalnya pelaksanaan supervisi, karakteristik pekerjaan, hubungan

dengan sekerja dan pemberian imbalan.

Sementara kinerja menurut Mangkunegara (2002), adalah hasil kerja secara

kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan

tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Baik tidaknya

karyawan dalam menjalankan tugas yang diberikan perusahaan dapat diketahui

dengan melakukan penilaian terhadap kinerja karyawannya. Penilaian kinerja

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II (1)

merupakan alat yang sangat berpengaruh untuk mengevaluasi kerja karyawan bahkan

dapat memotivasi dan mengembangkan karyawan.

2.1.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja

Mangkunegara (2002), mengemukakan bahwa faktor yang memengaruhi

kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).

a. Faktor Kemampuan (ability).

Karyawan yang memiliki pengetahuan yang memadai untuk jabatnnya dan

terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari hari, maka ia lebih mudah untuk

mencapai kinerja yang diharapkan.

b. Faktor Motivasi (motivation).

Motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi

merupakan kondisi yang terarah untuk mencapai tujuan kerja atau organisasi.

Pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu

karyawan dengan karyawan lainnya yang berada dibawah pengawasannya. Secara

garis besar, perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor individu

dan situasi kerja. Menurut Gibson et.al. (1996), ada tiga perangkat variabel yang

memengaruhi kinerja seseorang, yaitu:

1 Variabel individual, terdiri dari: (a) kemampuan dan keterampilan, (b) latar

belakang (c) demografis.

2. Variabel Organisasional, terdiri dari: (a) sumber daya, (b) kepemimpinan, (c)

imbalan, (d) struktur, dan (e) desain pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II (1)

3. Variabel Psikologis, terdiri dari: (a) persepsi, (b) sikap, (c) kepribadian, (d) belajar,

(e) motivasi

Davis (1996), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Secara

psikologis, kemampuan karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan

kemampuan reality (knowledge+skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ di atas

rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan ketrampilan dalam

mengerjakan pekerjaan, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang

diharapkan. Sedangkan Robbin (2002), menambahkan dimensi baru yang

menentukan kinerja seseorang, yaitu kesempatan. Menurutnya, meskipun seseorang

bersedia (motivasi) dan mampu (kemampuan). Mungkin ada rintangan yang menjadi

kendala kinerja seseorang, yaitu kesempatan yang ada, mungkin berupa lingkungan

kerja tidak mendukung, peralatan, pasokan bahan, rekan kerja yang tidak mendukung

prosedur yang tidak jelas dan sebagainya.

2.1.3 Penilaian Kinerja

Menurut Simamora (2004), penilaian kinerja (performance appraisal) adalah

prosesnya organisasi mengevaluasi pelaksanaan kerja individu. Penilaian kinerja

memberikan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam

menjelaskan tujuan-tujuan dan standar kinerja individu di waktu berikutnya.

Sedangkan menurut Rivai (2005), penilaian kinerja merupakan kajian sistematis

tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan

dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Penilaian kinerja merupakan

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II (1)

proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang,

meliputi dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas.

Rivai (2005), mengemukakan pada dasarnya ada 2 (dua) model penilaian

kinerja :

1. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu

(a) Skala Peringkat (Rating Scale)

Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam

penilaian prestasi, di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian

yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu,

mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.

(b) Daftar Pertanyaan (Checklist)

Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam

tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya perlu kata atau

pertanyaan yang mengambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan.

Keuntungan dari cheklist adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah,

penilai hanya membutuhkan pelatihan yang sederhana dan distandarisasi.

(c) Metode dengan Pilihan Terarah

Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi

subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini

adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah

penilaian dengan memaksa suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan

deskriptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II (1)

(d) Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method)

Metode ini bermanfaat untuk memberi karyawan umpan balik yang terkait

langsung dengan pekerjaannya.

(e) Metode Catatan Prestasi

Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan

penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para profesional,

misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan

aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan.

(f) Skala Peringkat dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored

Rating Scale=BARS)

Penggunaan metode ini menuntut diambilnya 3 (tiga) langkah, yaitu:

1) Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja

2) Menentukan kategori prestasi kerja dengan skala peringkat

3) Uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku

karyawan yang dinilai dengan jelas.

(g) Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Method)

Di sini penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM.

Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal

karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut.

(h) Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation)

Karyawan dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang

menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan

mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian

parktik yang langsung diamati oleh penilai.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II (1)

(i) Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach)

Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan

karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis.

2. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Depan

a. Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal)

Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri

dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan

dan kelemahan dirinya sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek

perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang.

b. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective)

Merupakan suatu bentuk penilaian di mana karyawan dan penyelia bersama-

sama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja

karyawan secara individu di waktu yang akan datang.

c. Penilaian dengan Psikolog

Penilaian ini lazimnya dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikologi,

diskusi-diskusi dengan penyelia-penyelia.

Sedangkan Werther dan Davis (1996), menyatakan agar penilaian prestasi

kerja yang dilakukan dapat lebih dipercaya dan obyektif, perlu dirumuskan batasan

atau faktor-faktor penilaian kinerja atau prestasi kerja sebagai berikut:

1. Peformance, keberhasilan atau pencapaian tugas dalam jabatan.

2. Competency, kemahiran atau penguasaan pekerjaan sesuai dengan tuntutan jabatan.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II (1)

3. Job behavior, kesediaan untuk menampilkan perilaku atau mentalitas yang

mendukung peningkatan prestasi kerja.

4. Potency, kemampuan pribadi yang dapat dikembangkan

2.1.4 Tujuan Penilaian Kinerja

Menurut Simamora (2004), tujuan penilaian kinerja digolongkan kedalam

tujuan evaluasi dan tujuan pengembangan.

a. Tujuan Evaluasi.

Melalui pendekatan evaluatif, dilakukan penilaian kinerja masa lalu seorang

karyawan. Evaluasi yang digunakan untuk menilai kinerja adalah rating deskriptif.

Hasil evaluasi digunakan sebagai data dalam mengambil keputusan-keputusan

mengenai promosi dan kompensasi sebagai penghargaan atas peningkatan kinerja

karyawan.

b. Tujuan Pengembangan.

Pendekatan pengembangan diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan

di masa yang akan datang. Aspek pengembangan dari penilaian kinerja mendorong

perbaikan karyawan dalam menjalankan pekerjaannya.

2.1.5 Manfaat Penilaian Kinerja

Manfaat penilaian kinerja yang dikemukakan oleh Mulyadi (1997), yaitu:

1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian

karyawan secara maksimum.

2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II (1)

3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan

menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.

4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka

menilai kinerja mereka.

5. Menyediakan suatu dasar distribusi penghargaan.

2.1.6 Kinerja Perawat Pelaksana

Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesional melalui

kerja sama berbentuk kolaborasi dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam

memberikan asuhan keperawatan atau sesuai dengan lingkungan wewenang dan

tanggung jawabnya (Nursalam, 2007). Praktik keperawatan profesional mempunyai

ciri-ciri sebagai berikut :

a. Otonomi dalam bekerja

b. Bertanggung jawab dan bertanggung gugat

c. Pengambilan keputusan yang mandiri

d. Kolaborasi dengan disiplin ilmu lain

e. Pemberian Pembelaan (advocacy)

f. Memfasilitasi kepentingan pasien

Terbentuknya keperawatan sebagai suatu bidang profesi dapat terus

dikembangkan dan terintegrasi sepenuhnya dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan.

Pelayanan keperawatan rawat inap merupakan kegiatan dilakukan di ruang rawat inap

dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan

serta pemeliharaan kesehatan dengan penekanan pada upaya pelayanan kesehatan

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II (1)

utama sesuai dengan wewenang, tanggung jawab dan kode etik profesi

keperawatannya (Nursalam, 2007).

2.2 Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengertian Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah suatu sistem pencatatan dan pelaporan informasi

tentang status kesehatan klien serta semua kegiatan asuhan keperawatan yang

dilakukan perawat. Konsorsium ilmu kesehatan kelompok kerja keperawatan (1992),

mendefinisikan asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada

praktek keperawatan yang langsung di berikan pada klien, pada bagian tatanan

pelayanan kesehatan yang terdiri dari 5 (lima) komponen, yaitu melakukan

pengkajian, merumuskan diagnosa, menyusun perencanaan, implementasi, dan

evaluasi hasil-hasil tindakan klien.

2.2.2 Tahap-tahap Asuhan Keperawatan

Menurut Nursalam (2007), dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan

kepada pasien (klien), digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan

pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktik

keperawatan telah dijabarkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia yang

mengacu dalam tahapan proses keperawatan, yang meliputi : (1) Pengkajian,

(2) Diagnosis keperawatan, (3) Perencanan, (4) Implementasi, (5) Evaluasi.

1. Pengkajian Asuhan Keperawatan

Pegkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan

secara keseluruhan (Gaffar, 1999). Data dikumpulkan dan di organisir secara

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II (1)

sistematis, serta dianalisa untuk menentukan masalah keperawatan pasien. Data pada

pengkajian diperoleh melalui wawancara, pemeriksaan fisik, observasi, pemeriksaan

riwayat kesehatan, pemeriksaan laboratorium, maupun pemeriksaan diagnostik lain.

Kriteria pengkajian keperawatan, meliputi (Nursalam, 2007):

a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan

fisik, serta dari pemeriksaan penunjang.

b. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam

medis, dan catatan lain.

c. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi :

i. Status kesehatan klien masa lalu.

ii. Status kesehatan klien saat ini.

iii. Status biologis-psikologis-sosial-spiritual.

iv. Respon terhadap terapi.

v. Harapan terhadap tingkat kesehatan.

vi. Risiko-risiko tinggi masalah.

d. Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB (lengkap, akurat, relevan, dan

baru).

2. Diagnosa Asuhan Keperawatan

Diagnosa asuhan keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status

atau masalah kesehatan aktual atau potensial serta penyebabnya (Gaffar, 1999).

Tahap diagnosa ini adalah tahap pengambilan keputusan pada proses keperawatan,

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II (1)

yang meliputi identifikasi apakah masalah klien dapat dihilangkan, dikurangi atau

dirubah masalahnya melalui tindakan keperawatan.

Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis

keperawatan (Nursalam, 2007), kriteria proses meliputi :

a. Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien,

dan perumusan diagnosis keperawatan.

b. Diagnosis keperawatan terdiri atas masalah, penyebab, dan tanda atau gejala, atau

terdiri atas masalah dan penyebab.

c. Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi

diagnosis keperawatan.

d. Melakukan pengkajian ulang, dan merevisi diagnosis berdasarkan data terbaru.

3. Rencana Asuhan Keperawatan

Setelah merumuskan diagnosa asuhan keperawatan maka perlu dibuat

perencanaan intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan

adalah untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah keperawatan klien

(Gaffar, 1999).

Perawat membuat rencana tindakan asuhan keperawatan untuk mengatasi

masalah dan meningkatkan kesehatan klien (Nursalam, 2007), kriteria proses

meliputi:

a. Perencanaan terdiri atas penerapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana

tindakan keperawatan.

b. Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan.

c. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II (1)

d. Mendokumentasikan rencana keperawatan.

4. Pelaksanaan (Implementasi) Asuhan Keperawatan

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam

rencana asuhan keperawatan (Nursalam, 2007), kriteria proses meliputi :

a. Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.

b. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.

d. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan

asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan.

e. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan

respon klien.

5. Evaluasi Asuhan Keperawatan

Evaluasi asuhan keperawatan merupakan fase akhir dari proses keperawtan

yaitu terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. Hal-hal yang dievaluasi adalah

keakuratan, kelengkapan, kualitas adata, teratasi atau tidaknya masalah klien, dan

pencapaian tujuan serta ketepatan intervesi keperawatan (Gaffar, 1999).

Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam

pencapaian tujuan, dan merevisi data dasar dan perencanaan (Nursalam, 2007).

kriteria proses meliputi :

a. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat

waktu dan terus-menerus.

b. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan

kearah pencapaian tujuan.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II (1)

c. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat.

d. Bekerjasama dengan klien, keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan

keperawatan.

e. Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.

Adapun macam-macam evaluasi diantaranya :

a. Evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang merupakan hasil observasi dan analisa

perawat terhadap respon klien segera pada saat dan setelah intervensi

keperawatan dilaksanakan. Evaluasi ini dapat dilakukan secara spontan dan

memberi kesan apa yang terjadi saat itu.

b. Evaluasi somatif, yaitu evaluasi yang merupakan rekapitulasi dan kesimpulan dari

observasi dan analisa status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang

telah ditetapkan pada tujuan keperawatan.

2.3 Teori Tentang Motivasi 2.3.1 Pengertian Motivasi

Hasibuan (2005), motivasi berasal dari kata Latin “movere” yang berarti

dorongan atau menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya

ditujukan kepada sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi

mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan agar

mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang

telah ditentukan. Sperling dalam Mangkunegara (2002), mengemukakan bahwa

motivasi sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, mulai dari dorongan dalam

diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri dan terbentuk dari sikap seorang

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter II (1)

pegawai dalam menghadapi situasi kerja yang menggerakkan diri pegawai yang

terarah untuk mencapai tujuan organisasi.

Gibson et.al (1996), menyatakan bahwa motivasi sebagai suatu dorongan

yang timbul pada atau di dalam seorang individu yang menggerakkan dan

mengarahkan perilaku. Oleh karena itu, motivasi dapat berarti suatu kondisi yang

mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan yang

berlangsung secara wajar. Menurut Nawawi (2003), kata motivasi (motivation) kata

dasarnya adalah motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang

melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong

atau menjadikan seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan, yang berlangsung

secara sadar. Sedangkan menurut Sedarmayanti (2001), motivasi dapat diartikan

sebagai daya pendorong (driving force) yang menyebabkan orang berbuat sesuatu

atau diperbuat karena takut akan sesuatu. Misalnya ingin naik pangkat atau naik gaji,

maka perbuatannya akan menunjang pencapaian keinginan tersebut.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi

tidak ada jika tidak dirasakan adanya kebutuhan dan kepuasan serta keseimbangan.

Rangsangan terhadap hal dimaksud akan menumbuhkan tingkat motivasi, dan

motivasi yang telah tumbuh akan merupakan dorongan untuk mencapai tujuan

pemenuhan kebutuhan. Motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dari dalam diri

petugas yang perlu dipenuhi agar petugas tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap

lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan petugas agar

mampu mencapai tujuan dari motifnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter II (1)

2.3.2 Teori Motivasi

Teori motivasi merupakan teori-teori yang membicarakan bagaimana motivasi

manusia di dalam melaksanakan pekerjaan dan mencapi tujuan, yang dipengaruhi

oleh berbagai faktor pembentuk terciptanya motivasi. Menurut Gibson et.al. (1996),

secara umum mengacu pada 2 (dua) kategori :

1. Teori kepuasan (Content Theory), yang memusatkan perhatian kepada faktor

dalam diri orang yang menguatkan (energize), mengarahkan (direct), mendukung

(sustain) dan menghentikan (stop) perilaku petugas.

2. Teori proses (Process Theory) menguraikan dan menganalisa bagaimana perilaku

itu dikuatkan, diarahkan, didukung dan dihentikan.

Lebih lanjut Gibson et.al. (1996), mengelompokkan teori motivasi sebagai

berikut :

1. Teori kepuasan terdiri dari :

a. Teori Hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow

b. Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg

c. Teori ERG (Existence, Relatednes, Growth) dari Alderfer

d. Teori prestasi dari McClelland

2. Teori Proses terdiri dari :

a. Teori harapan

b. Teori pembentukan perilaku

c. Teori keadilan

Penjelasan uraian tentang motivasi yang dikemukakan di atas sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter II (1)

Lebih jelas berikut ini dipaparkan teori tentang motivasi yang dikemukakan di

atas sebagai berikut :

a. Teori Hirarki Kebutuhan dari Abraham Maslow

Hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa mayoritas manusia bekerja adalah

disebabkan adanya kebutuhan yang relatif tidak terpenuhi yang disebabkan adanya

faktor keterbatasan manusia itu sendiri, untuk memenuhi kebutuhannya itu manusia

bekerja sama dengan orang lain dengan memasuki suatu organisasi. Hal ini yang

menjadi dasar bagi Maslow dengan mengemukakan teori hirarki kebutuhan sebagai

salah satu sebab timbulnya motivasi pegawai. Maslow mengemukan bahwa manusia

termotivasi untuk memenuhi kebutuhan yang ada didalam hidupnya, diantaranya :

a). Kebutuhan fisiologi yaitu, pakaian, perumahan, makanan, seks (disebut kebutuhan

paling dasar) b). Kebutuhan keamanan, keselamatan, perlindungan, jaminan pensiun,

asuransi kecelakaan, dan asuransi kesehatan. c). Kebutuhan sosial, kasih sayang, rasa

memiliki, diterima dengan baik, persahabatan. d). Kebutuhan penghargaan, status,

titel, simbol-simbol, promosi. e). Kebutuhan aktualisasi diri, menggunakan

kemampuan, skill, dan potensi.

Pada dasarnya manusia tidak pernah puas pada tingkat kebutuhan manapun,

tetapi untuk memunculkan kebutuhan yang lebih tinggi perlu memenuhi tingkat

kebutuhan yang lebih rendah terlebih dahulu. Dalam usaha untuk memenuhi segala

kebutuhannya tersebut seseorang akan berperilaku yang dipengaruhi atau ditentukan

oleh pemenuhan kebutuhannya (Mangkunegara, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter II (1)

b. Teori Dua Faktor dari Herzberg.

Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg yang merupakan

pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow. Teori Herzberg

memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi

karyawan. Pertama, teori ini lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow,

khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan. Kedua,

kerangka ini membangkitkan model aplikasi, pemerkayaan pekerjaan (Leidecker dan

Hall dalam Timpe, 2002).

Berdasarkan hasil penelitian terhadap akuntan dan ahli teknik Amerika Serikat

dari berbagai Industri, Herzberg mengembangkan teori motivasi dua faktor. Menurut

teori ini ada dua faktor yang memengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu faktor

pemuas (motivation factor) yang disebut juga dengan satisfier atau instrinsic

motivation dan faktor kesehatan (hygienes) yang juga disebut disatisfier atau

ekstrinsic motivation. Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong

karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik, merupakan daya dorong yang timbul dari

dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik, yaitu daya dorong yang

datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja.

Jadi petugas yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang

memungkinkannya menggunakan kreativitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat

otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini terutama

tidak dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka

yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter II (1)

diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan

hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (Siagian, 2003).

Menurut Herzberg faktor ekstrinsik tidak akan mendorong minat para pegawai

untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak memuaskan

dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan,

faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial. Sedangkan faktor

intrinsik merupakan faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang

lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi) lebih

memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi dari pada pemuasan kebutuhan lebih

rendah (Leidecker dan Hall dalam Timpe, 2002).

Dari teori Herzberg tersebut, uang/gaji tidak dimasukkan sebagai faktor

motivasi dan ini mendapat kritikan dari para ahli. Pekerjaan kerah biru sering kali

dilakukan oleh mereka bukan karena faktor intrinsik yang mereka peroleh dari

pekerjaan itu, tetapi karena pekerjaan itu dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Penelitian oleh Schwab, De Vitt dan Cuming tahun 1971 telah membuktikan

bahwa faktor ekstrinsik pun dapat berpengaruh dalam memotivasi performa tinggi,

(Grensing dalam Timpe, 2002).

c. Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth) dari Alderfer

Menurut teori ERG dari Clayton Alderfer ini ada 3 (tiga) kebutuhan pokok

manusia yaitu: a).Existence (eksistensi); Kebutuhan akan pemberian persyaratan

keberadaan materil dasar (kebutuhan psikologis dan keamanan). b).Relatednes

(keterhubungan); Hasrat yang dimiliki untuk memelihara hubungan antar pribadi

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter II (1)

(kebutuhan sosial dan penghargaan). c).Growth (pertumbuhan) ; Hasrat kebutuhan

intrinsik untuk perkembangan pribadi (kebutuhan aktualisasi diri).

d. Teori Kebutuhan dari McClelland

Teori kebutuhan dikemukakan oleh David McClelland. Teori ini berfokus

pada tiga kebutuhan. Hal-hal yang memotivasi seseorang menurut Mc.Clelland dalam

Hasibuan (2005).

a). Kebutuhan akan prestasi (need for achievement).

Kebutuhan akan prestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi

semangat bekerja seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengarahkan

semua kemampuan serta energi yang dimilikinya guna mencapai prestasi kerja yang

maksimal. Seseorang menyadari bahwa hanya dengan mencapai prestasi kerja yang

tinggi akan memperoleh pendapatan yang besar yang akhirnya bisa memenuhi

kebutuhan-kebutuhannya.

b). Kebutuhan akan kekuasaan (need for power )

Kebutuhan akan kekuasaan merupakan daya penggerak yang memotivasi

semangat kerja seseorang. Merangsang dan memotivasi gairah kerja seseorang serta

mengerahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang

terbaik. Seseorang dengan kebutuhan akan kekuasaan tinggi akan bersemangat

bekerja apabila bisa mengendalikan orang yang ada disekitarnya.

c). Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation)

Kebutuhan akan afiliasi menjadi daya penggerak yang memotivasi semangat

bekerja seseorang. Karena kebutuhan akan afiliasi akan merangsang gairah bekerja

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter II (1)

seseorang yang menginginkan kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain,

perasaan dihormati, perasaan maju dan tidak gagal, dan perasaan ikut serta.

e. Teori Harapan (Expectancy Theory)

Pencetus pertama dari teori dari harapan ini adalah Victor H. Vroom dan

merupakan teori motivasi kerja yang relatif baru. Teori ini berpendapat bahwa orang-

orang atau petugas akan termotivasi untuk bekerja atau melakukan hal-hal tertentu

jika mereka yakin bahwa dari prestasinya itu mereka akan mendapatkan imbalan

besar. Seseorang mungkin melihat jika bekerja dengan giat kemungkinan adanya

suatu imbalan, misalnya kenaikan gaji, kenaikan pangkat dan inilah yang menjadi

perangsang seseorang dalam bekerja giat.

f. Teori Pembentukan Perilaku (Operant Conditioning)

Teori ini berasumsi bahwa prilaku pegawai dapat dibentuk dan diarahkan

kearah aktivitas pencapaian tujuan. Teori pembentukan perilaku sering disebut

dengan istilah-istilah lain seperti : behavioral modification, positive reinforcement

dan skinerian conditioning.

Menurut teori pembentukan perilaku, perilaku pegawai dipengaruhi kejadian-

kejadian atau situasi masa lalu. Apabila konsekuensi perilaku tersebut positif, maka

pegawai akan memberikan tanggapan yang sama terhadap situasi lama, tetapi apabila

konsekuensi itu tidak menyenangkan, maka pegawai cendrung mengubah perilakuya

untuk menghindar dari konsekuensi tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Chapter II (1)

g. Teori Keadilan (Equity Theory)

Menurut Davis (2004), keadilan adalah suatu keadaan yang muncul dalam

pikiran seseorang jika orang tersebut merasa bahwa rasio antara usaha dan imbalan

adalah seimbang. Teori motivasi keadilan ini didasarkan pada asumsi bahwa pegawai

akan termotivasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya apabila pegawai tersebut

diperlakukan secara adil dalam pekerjaannya.

Ketidakadilan akan ditanggapi dengan bermacam-macam perilaku yang

menyimpang dari aktivitas pencapaian tujuan seperti menurunkan prestasi, mogok,

malas dan sebagainya. Inti dari teori ini adalah pegawai membandingkan usaha

mereka terhadap imbalan yang diterima pegawai lainnya dalam situasi kerja yang

relatif sama. Selain itu juga membandingkan imbalan dengan pengorbanan yang

diberikan. Apabila mereka telah mendapatkan keadilan dalam bekerja, maka mereka

termotivasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya.

Mengenai pengertian motivasi banyak macam rumusan yang dikemukakan

oleh para ahli antara lain oleh Mitchell (dalam Winardi, 2001) yang menjelaskan

motivasi mewakili proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya

diarahkannya dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela yang diarahkan

kearah tujuan tertentu. Robbins (2002), memberi definisi motivasi sebagai suatu

kerelaan untuk berusaha seoptimal mungkin dalam pencapaian tujuan organisasi yang

dipengaruhi oleh kemampuan usaha untuk memuaskan beberapa kebutuhan individu.

Sementara Gibson et al (1996) menyebutkan motivasi merupakan kekuatan yang

mendorong seseorang karyawan yang menimbulkan dan mengarahkan perilaku.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Chapter II (1)

Jadi dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah segala sesuatu yang

mendorong seseorang untuk menunjukkan kesediannya yang tinggi untuk berupaya

mencapai tujuan organisasi yang dipengaruhi kemampuan usaha untuk memuaskan

beberapa kebutuhan individu.

Berdasarkan pembahasan tentang berbagai teori motivasi dan kebutuhan-

kebutuhan yang mendorong manusia melakukan tingkah laku dan pekerjaan, maka

dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah keseluruhan daya penggerak atau tenaga

pendorong baik yang berasal dari dalam maupun dari luar diri yang menimbulkan

adanya keinginan untuk melakukan suatu kegiatan atau aktivitas dalam menjalankan

tugas untuk mencapai tujuan.

Teori motivasi dalam penelitian ini digunakan teori motivasi dua arah yang

dikemukakan Herzberg. Adapun pertimbangan peneliti karena teori yang

dikembangkan Herzberg berlaku mikro, yaitu untuk karyawan atau pegawai

pemerintahan yang hubungannya antara kebutuhan dengan performa pekerjaan.

2.3.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Motivasi

Faktor motivasi dibedakan menjadi dua, yang pertama dinamakan situasi

motivasi yang “subjective” atau faktor intrinsik dan yang kedua adalah faktor

“objective” atau faktor ekstrinsik.

Faktor-faktor intrinsik adalah faktor-faktor yang timbul dari individu petugas

dengan pekerjaannya yang sering disebut pula sebagai “job content factor”. Faktor

tersebut diantaranya meliputi keberhasilan dalam melaksanakan tugas, memperoleh

pengakuan atas prestasinya, memperoleh tanggung jawab yang lebih besar dan

memperoleh kemajuan kedudukan melalui promosi jabatan. Sejauh mana semuanya

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Chapter II (1)

itu dapat terpenuhi secara positif bagi petugas, maka sejauh itu pula dorongan/daya

motivasinya untuk bekerja bagi tercapainya tujuan organisasi.

Gibson et.al. (1996), menyatakan penting diketahui bahwa manusia

termotivasi untuk bekerja dengan bergairah ataupun bersemangat tinggi, apabila ia

memiliki keyakinan akan terpenuhinya harapan-harapan yang didambakan serta

tingkat manfaat yang akan diperolehnya. Motivasi yang timbul karena adanya usaha-

usaha yang secara sadar dari manusia dan dilakukan untuk menimbulkan

daya/kekuatan/dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu (perilaku)

bagi tercapainya tujuan organisasi ditempat bekerja. Faktor-faktor tersebut meliputi

upah atau gaji yang meningkat, adanya atasan atau pimpinan yang bijak, hubungan

rekan sekerja yang baik, kebijaksanaan organisasi/instansi yang tepat, lingkungan

kerja fisik yang baik dan terjaminnya keselamatan kerja. Hal ini berarti bahwa

semakin tinggi terpenuhinya akan harapan-harapan dan hasil kongkrit yang akan

diperolehnya, maka semakin tinggi pula motivasi positif yang akan ditunjukkan

olehnya.

Faktor-faktor motivasi dua faktor Herzberg dalam Hasibuan (2005), yang

disebut faktor intrinsik meliputi :

1) Tanggung jawab (Responsibility).

Setiap orang ingin diikutsertakan dan ingin diakui sebagai orang yang berpotensi,

dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul

tanggung jawab yang lebih besar.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Chapter II (1)

2) Prestasi yang diraih (Achievement)

Setiap orang menginginkan keberhasilan dalam setiap kegiatan. Pencapaian

prestasi dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakkan yang bersangkutan

untuk melakukan tugas-tugas berikutnya.

3) Pengakuan orang lain (Recognition)

Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan

bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari kompensasi.

4) Pekerjaan itu sendiri (The work it self)

Pekerjaan itu sendiri merupakan faktor motivasi bagi pegawai untuk berforma

tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan telah mencapai sesuatu,

tugas itu cukup menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi pegawai,

merupakan faktor motivasi, karena keberadaannya sangat menentukan bagi

motivasi untuk berforma tinggi.

5) Kemungkinan Pengembangan (The possibility of growth)

Karyawan hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya

misalnya melalui pelatihan-pelatihan, kursus dan juga melanjutkan jenjang

pendidikannya. Hal ini memberikan kesempatan kepada karyawan untuk tumbuh

dan berkembang sesuai dengan rencana karirnya yang akan mendorongnya lebih

giat dalam bekerja.

6) Kemajuan (Advancement)

Peluang untuk maju merupakan pengembangan potensi diri seorang pagawai

dalam melakukan pekerjaan, karena setiap pegawai menginginkan adanya

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Chapter II (1)

promosi kejenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk meningkatkan

pengalaman dalam bekerja. Peluang bagi pengembangan potensi diri akan

menjadi motivasi yang kuat bagi pegawai untuk bekerja lebih baik.

Sedangkan yang berhubungan dengan faktor ketidakpuasan dalam bekerja

menurut Herzberg dalam Luthans (2003), dihubungkan oleh faktor ekstrinsik antara

lain :

1). Gaji

Tidak ada satu organisasipun yang dapat memberikan kekuatan baru kepada

tenaga kerjanya atau meningkatkan produktivitas, jika tidak memiliki sistem

kompensasi yang realistis dan gaji bila digunakan dengan benar akan memotivasi

pegawai.

2). Keamanan dan keselamatan kerja

Kebutuhan akan keamanan dapat diperoleh melalui kelangsungan kerja.

3). Kondisi kerja

Dengan kondisi kerja yang nyaman, aman dan tenang serta didukung oleh

peralatan yang memadai, karyawan akan merasa betah dan produktif dalam

bekerja sehari-hari.

4). Hubungan kerja

Untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, haruslah didukung oleh

suasana atau hubungan kerja yang harmonis antara sesama pegawai maupun

atasan dan bawahan.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Chapter II (1)

5). Prosedur perusahaan

Keadilan dan kebijakasanaan dalam menghadapi pekerja, serta pemberian

evaluasi dan informasi secara tepat kepada pekerja juga merupakan pengaruh

terhadap motivasi pekerja.

6). Status

Merupakan posisi atau peringkat yang ditentukan secara sosial yang diberikan

kepada kelompok atau anggota kelompok dari orang lain Status pekerja

memengaruhi motivasinya dalam bekerja. Status pekerja yang diperoleh dari

pekerjaannya antara lain ditunjukkan oleh klasifikasi jabatan, hak-hak istimewa

yang diberikan serta peralatan dan lokasi kerja yang dapat menunjukkan

statusnya.

2.3.4 Manfaat Motivasi

Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga

produktivitas kerja meningkat. Sementara itu manfaat yang diperoleh karena bekerja

dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan

tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang ditetapkan dan dalam skala

waktu yang sudah ditentukan, serta orang senang melakukan pekerjaannya.

Sesuatu yang dikerjakan dengan adanya motivasi yang mendorongnya akan

membuat orang senang melakukannya. Orang pun akan merasa dihargai atau diakui,

hal ini terjadi karena pekerjaannya itu betul-betul berharga bagi orang yang

termotivasi, sehingga orang tersebut akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi karena

dorongan yang begitu tinggi menghasilkan sesuai target yang mereka tetapkan.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Chapter II (1)

Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan dan tidak akan

membutuhkan terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya akan tinggi (Arep

dan Tanjung, 2003).

2.4 Perawat

Tenaga keperawatan salah satu sumber daya manusia di rumah sakit yang

menentukan penilaian terhadap kualitas pelayanan kesehatan. Hal ini wajar

mengingat perawat adalah bagian dari tenaga paramedik yang memberikan perawatan

kepada pasien secara langsung. Sehingga pelayanan keperawatan yang prima secara

psikologis merupakan sesuatu yang harus dimiliki dan dikuasai oleh perawat.

Perawat merupakan sub komponen dari sumber daya manusia khusus tenaga

kesehatan yang ikut menentukan mutu pelayanan kesehatan pada unit pelayanan

kesehatan. Keperawatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang menjadi bagian

dari sistem pelayanan kesehatan. Dalam menjalankan pelayanan, perawat selalu

mengadakan interaksi dengan pasien, keluarga, tim kesehatan dan lingkungannya

dimana pelayanan tersebut dilaksanakan.

Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang paramedis, menyatakan bahwa

profesi keperawatan merupakan profesi tersendiri yang setara dan sebagai mitra dari

disiplin profesi kesehatan lainnya. Masyarakat dewasa ini sudah mulai memerhatikan

pemberi jasa pelayanan kesehatan termasuk tenaga perawat yang merupakan

penghubung utama antara masyarakat dengan pihak pelayanan secara menyeluruh.

Bahkan menurut Nash et.al yang dikutip oleh Swisnawati (1997), melaporkan

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Chapter II (1)

penelitian yang dilakukan oleh ANA (American Nurse’s Association) bahwa 60 %

sampai 80 % pelayanan preventif yang semula dilakukan oleh dokter, sebenarnya

dapat diberikan oleh perawat dengan kemampuan profesional dan menghasilkan

kualitas pelayanan yang sama.

2.4.1 Definisi Perawat

Perawat adalah orang yang mengasuh, merawat dan melindungi, yang

merawat orang sakit, luka dan usia lanjut (Priharjo, 1995). Perawat adalah karyawan

rumah sakit yang mempunyai dua tugas, yaitu merawat pasien dan mengatur bangsal

(Hadjam, 2001). Gunarsa dan Gunarsa (1995), menyatakan bahwa perawat adalah

seorang yang telah dipersiapkan melalui pendidikan untuk turut serta merawat dan

menyembuhkan orang yang sakit, usaha rehabilitasi, pencegahan penyakit, yang

dilaksanakannya sendiri atau dibawah pengawasan dan supervisi dokter atau suster

kepala.

Lokakarya Keperawatan Nasional (1983), mendefinisikan keperawatan

sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari

pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk

pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif kepada individu, keluarga dan

masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan

manusia. Pelayanan keperawatan di sini adalah bagaimana perawat memberikan

dukungan emosional kepada pasien dan memperlakukan pasien sebagai manusia.

Pada hakekatnya keperawatan merupakan suatu ilmu dan kiat, profesi yang

berorientasi pada pelayanan, memiliki empat tingkatan klien (individu, keluarga,

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Chapter II (1)

kelompok dan masyarakat) serta pelayanan yang mencakup seluruh rentang

pelayanan kesehatan secara keseluruhan (Hidayat, 2004). Dari berbagai definisi di

atas dapat disimpulkan bahwa perawat adalah orang yang memberikan pelayanan

dalam mengasuh, merawat dan menyembuhkan pasien.

Untuk dapat memberikan pelayanan yang prima maka seorang perawat harus

peka dalam memahami alur pikiran dan perasaan pasien serta bersedia mendengarkan

keluhan pasien tentang penyakitnya. Dengan demikian perawat dapat mengerti bahwa

apa yang dikeluhkan merupakan kondisi yang sebenarnya, sehingga respon yang

diberikan terasa tepat dan benar bagi pasien. Seorang perawat sangat besar

peranannya dalam mengurangi buruknya kondisi psikologis pasien yang muncul

sebagai akibat penyakit yang dideritanya seperti cemas, takut, stress sampai depresi.

Dalam hal ini perawat berperan dalam menciptakan suasana psikologis yang kondusif

bagi usaha penyembuhan yang optimal yaitu dengan memberikan pelayanan prima

(Taylor, 1995).

2.4.2 Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Keperawatan 1. Tanggung Jawab Kepala Ruangan

A. Perencanaan

1. Menunjuk perawat primer dan mendeskripsikan tugasnya masing-masing.

2. Mengikuti serah terima pasien di-shift sebelumnya.

3. Mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien yang dibantu perawat primer.

4. Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktivitas dan

tingkat ketergantungan pasien dibantu oleh perawat primer.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Chapter II (1)

5. Merencanakan strategi pelaksanaan perawatan.

6. Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi, tindakan medis

yang dilakukan, program pengobatan, dan mendiskusikan dengan dokter tentang

tindakan yang akan dilakukan terhadap klien.

7. Mengatur dan mengendalikan Askep

a. Membimbing pelaksanaan Askep.

b. Membimbing penerapan proses keperawatan.

c. Menilai Asuhan Keperawatan.

d. Mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah.

e. Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru masuk.

8. Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri.

9. Membantu membimbing terhadap peserta didik keperawatan.

10. Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah sakit.

B. Pengorganisasian

1. Merumuskan metode penugasan yang digunakan.

2. Merumuskan tujuan metode penugasan.

3. Membuat rincian tugas perawat primer dan perawat pelaksana secara jelas.

4. Membuat rencana kendali kepala ruangan yang membawahkan 2 perawat

primer dan perawat primer yang membawahkan 2 perawat pelaksana.

5. Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan, membuat proses dinas,

mengatur tenaga yang ada setiap hari, dan lain-lain.

6. Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Chapter II (1)

7. Mengatur dan mengendalikan situasi lahan praktik.

8. Mendelegasikan tugas saat kepala ruangan tidak berada di tempat kepada perawat

primer.

9. Mengetahui kondisi klien dan menilai tingkat kebutuhan pasien.

10. Mengembangkan kemampuan anggota.

11. Menyelenggarakan konferensi.

C. Pengarahan

1. Memberikan pengarahan tentang penugasan kepada perawat primer.

2. Memberikan pujian kepada perawat yang mengerjakan tugas dengan baik.

3. Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

4. Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan Askep

klien.

5. Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya.

6. Meningkatkan kolaborasi.

D. Pengawasan

1. Melalui komunikasi

Mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan perawat primer mengenai Askep

yang diberikan kepada klien.

2. Melalui supervisi

a. Pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri atau melalui laporan

langsung secara lisan dan memperbaiki / mengawasi kelemahan-kelemahan yang

ada saat ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: Chapter II (1)

b. Pengawasan tidak langsung, yaitu : mengecek daftar hadir, membaca dan

memeriksa rencana keperawatan, serta catatan yang dibuat selama dan sesudah

proses keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan), mendengar laporan dari

perawat primer.

3. Evaluasi

a. Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana

keperawatan yang telah disusun bersama.

b. Audit keperawatan.

2. Tugas Perawat Primer / Profesional

a. Menerima klien dan mengkaji kebutuhan klien secara komprehensif.

b. Membuat tujuan dan rencana keperawatan.

c. Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama praktik.

d. Mengomunikasikan dan mengoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh disiplin

lain maupun perawat lain.

e. Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai.

f. Menerima dan menyesuaikan rencana.

g. Melakukan rujukan kepada pekarya sosial dan kontak dengan lembaga sosial di

masyarakat.

h. Membuat jadwal perjanjian klinik.

i. Mengadakan kunjungan rumah.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: Chapter II (1)

3. Perawat Pelaksana

Seorang perawat yang diberi wewenang dan ditugaskan untuk memberikan

pelayanan perawatan langsung kepada pasien.

Adapun rraian tugas perawat pelaksana :

a. Memberikan pelayanan keperawatan secara langsung berdasarkan proses

keperawatan dengan sentuhan kasih sayang :

1. Menyusun rencana perawatan sesuai dengan masalah klien.

2. Melaksanakan tindakan perawatan sesuai dengan rencana.

3. Mengevaluasi tindakan perawatan yang telah diberikan.

4. Mencatat atau melaporkan semua tindakan perawatan dan respons klien pada

catatan perawatan.

b. Melaksanakan program medis dengan penuh tanggung jawab

1. Pemeriksaan obat.

2. Pemeriksaan laboratorium.

3. Persiapan klien yang akan operasi.

c. Memerhatikan keseimbangan kebutuhan fisik,mental,sosial dan spritual dari klien

1. Memelihara kebersihan klien dan lingkungan.

2. Mengurangi penderitaan klien dengan memberi rasa aman, nyaman, dan

ketenangan.

3. Pendekatan dan komunikasi terapeutik.

d. Mempersiapkan klien secara fisik dan mental untuk menghadapi tindakan

keperawatan dan pengobatan atau diagnosis.

e. Melatih klien untuk menolong dirinya sendiri sesuai dengan kemampuannya.

Universitas Sumatera Utara

Page 34: Chapter II (1)

f. Memberikan pertolongan segera pada klien gawat atau sakratul maut.

g. Membantu kepala ruangan dalam penatalaksanaan ruangan secara administrasi

1. Menyiapkan data klien baru, pulang, atau meninggal.

2. Sensus harian atau formulir.

3. Rujukan harian atau formulir.

h. Mengatur dan menyiapkan alat-alat yang ada di ruangan menurut fungsinya supaya

siap pakai.

i.. Menciptakan dan memelihara kebersihan, keamanan, kenyamanan, dan keindahan

ruangan.

j. Melaksanakan tugas dinas pagi, sore, malam, atau hari libur secara bergantian

sesuai jadwal tugas.

k. Memberikan penyuluhan kesehatan sehubungan dengan penyakitnya.

l. Melaporkan segala sesuatu mengenai keadaan klien baik secara lisan maupun

tulisan.

m. Membuat laporan harian klien.

2.5 Rumah Sakit

Rumah sakit merupakan suatu institusi yang fungsi utamanya memberikan

pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Tugas rumah sakit adalah melaksanakan

upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya

penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan

upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.

Universitas Sumatera Utara

Page 35: Chapter II (1)

Untuk dapat menyelenggarakan upaya–upaya tersebut dan mengelola rumah

sakit agar tetap dapat memenuhi kebutuhan pasien dan masyarakat yang dinamis,

maka setiap komponen yang ada di rumah sakit harus terintegrasi dalam satu sistem

Pelayanan kesehatan di rumah sakit terdiri dari :

1. Pelayanan medis, merupakan pelayanan yang diberikan oleh tenaga medis yang

profesional dalam bidangnya baik dokter umum maupun dokter spesialis.

2. Pelayanan keperawatan, merupakan pelayanan yang bukan tindakan medis

terhadap pasien, tetapi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan oleh

perawat sesuai aturan keperawatan.

3. Pelayanan penunjang medik ialah pelayanan penunjang yang diberikan terhadap

pasien, seperti : pelayanan gizi, laboratorium, farmasi, rehabilitasi medik, dan

lain-lain.

4. Pelayanan administrasi dan keuangan, pelayanan administrasi antara lain salah

satunya adalah bidang ketatausahaan seperti pendaftaran, rekam medis, dan

kerumahtanggaan, sedangkan bidang keuangan seperti proses pembayaran biaya

rawat jalan dan rawat inap pasien.

Sesuai dengan Depkes RI (1992), berdasarkan pembedaan tingkatan menurut

kemampuan unsur pelayanan kesehatan yang dapat disediakan, ketenagaan, fisik dan

peralatan, maka rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan

menjadi :

1. Rumah Sakit Umum Klas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas

dan kemampuan pelayanan medis spesialistik luas dan subspesialistik luas.

Universitas Sumatera Utara

Page 36: Chapter II (1)

2. Rumah Sakit Umum Klas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas

dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik luas dan

subspesialistik terbatas.

3. Rumah Sakit Umum Klas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas

dan kemampuan pelayanan medis spesialistik dasar.

4. Rumah Sakit Umum Klas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas

dan kemampuan pelayanan medis dasar.

2.6 Landasan Teori

Kinerja secara teoritis dalam penelitian ini mengacu kepada teori Werther dan

Davis (1996), yaitu variabel (a) Peformance, keberhasilan atau pencapaian tugas

dalam jabatan, (b) competency, kemahiran atau penguasaan pekerjaan sesuai dengan

tuntutan jabatan, (c) job behavior, kesediaan untuk menampilkan perilaku atau

mentalitas yang mendukung peningkatan prestasi kerja, dan (d) potency, kemampuan

pribadi yang dapat dikembangkan, penggunan teori ini lebih releavn dengan kondisi

riil lapangan. Kinerja perawat dalam penelitian ini mengacu kepada asuhan

keperawatan sesuai dengan tupoksi perawat.

Teori motivasi yang digunakan dalam penelitian mengacu kepada teori

motivasi Herzberg dalam Hasibuan (2005), meliputi motivasi intrinsik: a) Tanggung

jawab, b) prestasi yang diraih, c) pengakuan orang lain, d) pekerjaan itu sendiri,

e) kemungkinan pengembangan, f) kemajuan. Sedangkan motivasi ektstrinsik

meliputi: a) gaji, b) keamanan dan keselamatan kerja, c) kondisi kerja, d) hubungan

Universitas Sumatera Utara

Page 37: Chapter II (1)

kerja, e) prosedur perusahaan dan f) status. Adapun landasan teori dirangkum seperti

pada Gambar 2.1. berikut:

Gambar 2.1 Landasan Teori

Sumber : Herzberg dalam Hasibuan (2005), Werther dan Davis (1996)

2.7 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan landasan teori maka dapat digabungkan menjadi suatu pemikiran

yang terintegrasi. Pemikiran yang terintegrasi tersebut merupakan kerangka konsep

dalam penelitian ini dengan model sebagai berikut :

Motivasi

Intrinsik

a. Tanggung jawab b. Prestasi yang diraih c. Pengakuan orang lain d. Pekerjaan itu sendiri e. Kemungkinan Pengembangan f. Kemajuan

Ekstrinsik

a. Gaji b. Keamanan dan keselamatan kerja c. Kondisi kerja d. Hubungan kerja e. Prosedur perusahaan. f. Status

Kinerja a. Performance b. Competency c. Job behavior d. Potency

Universitas Sumatera Utara

Page 38: Chapter II (1)

Variabel independen (X) Variabel dependen (Y)

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Kinerja Perawat Pelaksana

Motivasi Intrinsik (X1)

Motivasi Ekstrinsik (X2)

Universitas Sumatera Utara