Upload
ramadhan-putra
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/17/2019 Chapter I57777
1/6
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Otak-otak merupakan makanan khas Kota Tanjungpinang yang terbuat dari
ikan laut yang dicampur dengan bahan-bahan, seperti cabe kering yang dihaluskan
kemudian dicampur dengan adonan tepung dan diberi penyedap rasa lalu dimasukkan
kedalam daun kelapa, kemudian dibungkus rapi dan dibakar beberapa menit. Ikan laut
yang digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan otak-otak adalah ikan
tenggiri, sotong, dan udang. Kualitas ikan yang digunakan dalam pembuatan otak-
otak dapat mempengaruhi kualitas makanan jajanan otak-otak. Ikan yang digunakan
umumnya didatangkan dari laut yang ditangkap oleh nelayan. Permasalahan yang
sering dihadapi oleh nelayan adalah mengenai pemasaran hasil produksi ikan dan
penanganannya. Nelayan mengharapkan agar ikan hasil tangkapannya tetap segar
sampai ditangan konsumen dengan harga jual yang tinggi, namun faktanya hasil
tangkapan ikan yang akan dijual ke konsumen sering mengalami perubahan, baik
perubahan fisik maupun kimia dan secara bertahap mengarah ke pembusukan yang
mengakibatkan harga jual ikan menjadi rendah.
Makanan otak-otak mengandung nilai gizi seperti protein yang tinggi karena
terbuat dari ikan laut. Tampilan makanan yang terbungkus rapi dengan daun kelapa
menjadikan nilai tersendiri memberikan kesan yang sangat tradisional. Dalam
perkembangannya, makanan otak-otak semakin terkenal di daerah Kepulauan Riau
sehingga penjualan makanan otak-otak tersebar diberbagai tempat, tidak hanya di
Ubiversitas Sumatera Utara
8/17/2019 Chapter I57777
2/6
2
daerah Kota Tanjungpinang, misalnya di daerah pelabuhan dan berbagai pasar
tradisional sering ditemui penjualan makanan otak-otak. Pada umumnya masyarakat
yang berkunjung ke daerah Tanjungpinang akan membeli otak-otak yang dapat
diperoleh dengan mudah diberbagai tempat penjualan. Harga makanan otak-otak
tergolong murah, dan digemari oleh berbagai kalangan masyarakat.
Lamanya waktu yang diperlukan untuk menangkap ikan, tingginya temperatur
ruang penyimpanan hasil tangkapan, cara penangkapan, serta penanganan hasil
tangkapan yang kurang tepat merupakan berbagai faktor yang dapat menyebabkan
menurunnya kesegaran dan mutu ikan hasil tangkapan. Cara umum yang paling
sering dipakai oleh nelayan untuk mempertahankan kesegaran ikan adalah dengan
menggunakan formalin untuk mengawetkan ikan hasil tangkapannya. Secara kasat
mata memang ikan tersebut terlihat baik tetapi kandungan formalin yang ada pada
ikan tersebut akan menyebabkan gangguan kesehatan bagi siapapun yang
mengkonsumsinya (Elmatris, dkk. 2007).
Penelitian BPOM DKI dalam Sampurno (2006), terhadap sampel bahan
makanan seperti tahu, mie basah dan ikan asin yang diambil dari pasar tradisional dan
supermarket di Jabotabek menunjukkan lebih dari 50% sampel tersebut positif
mengandung formalin. Bahan pangan impor dari Cina yang masuk ke Indonesia juga
mengandung formalin. BPOM telah melakukan uji laboratorium terhadap bahan
makanan dari Cina dan dinyatakan positif mengandung formalin, sehingga BPOM
mengeluarkan Public Warning No. KH.00.01.5.113 tanggal 2 Agustus 2007 terhadap
43 produk makanan impor dari Cina. Penelitian lain yang juga menunjukkan
penggunaan formalin pada bahan makanan adalah penelitian Hastuti (2010), pada
Ubiversitas Sumatera Utara
8/17/2019 Chapter I57777
3/6
3
penelitian tersebut dinyatakan bahwa semua sampel ikan asin yang diambil dari pasar
Kamal, Socah, Bangkalan dan dari salah satu pasar di Sampang teridentifikasi adanya
formalin ditandai dengan terbentuknya warna merah sampai keunguan setelah
ditambahkan reagen 1,8-dihidroksinaftalena-3,6-disulfonat dalam H2SO4 72%. Hasil
studi Elmatris, dkk, (2007) di Pasar Raya Padang dan sekitarnya, melalui analisis
kuantitatif kandungan formalin pada ikan tuna ditemukan bahwa ikan tuna positif
mengandung formalin 10,7 mg/gr. Hal tersebut dikarenakan bahwa nelayan masih
mengunakan kapal yang sangat sederhana untuk penangkapan ikan, sehingga lebih
ekonomis menggunakan formalin dibandingkan dengan batu es.
Selain masalah kandungan formalin, dugaan bahan tambahan pangan lainnya
yang terkandung pada makanan jajanan otak-otak yaitu boraks. Penggunaan boraks
sebagai bahan tambahan selain dimaksudkan untuk bahan pengawet juga
dimaksudkan untuk membuat bahan menjadi lebih kenyal dan memperbaiki
penampilan. Hasi studi Khanto (2011), di DKI Jakarta ditemukan 26% bakso
mengandung boraks baik di swalayan, pasar tradisional dan pedagang makanan
jajanan. Pada pedagang bakso dorongan ditemukan 7 dari 13 pedagang menggun
akan boraks dengan kandungan boraks antara 0,01-0,6%.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 722/MenKes/ Per/IX/88
tentang bahan tambahan makanan, boraks termasuk bahan yang berbahaya dan
beracun sehingga tidak boleh digunakan sebagai bahan tambahan makanan.
Sugiyatmi (2006) dalam penelitian menemukan bahwa sebagian besar (66,7%)
praktek pembuatan makanan jajanan tradisional yang dijual di pasar-pasar Kota
Semarang dalam kaitannya dengan penggunaan boraks termasuk dalam kategori tidak
Ubiversitas Sumatera Utara
8/17/2019 Chapter I57777
4/6
4
baik. Fatimah (2006) dari hasil penelitiannya memperoleh bahwa produsen kerupuk
di Desa Merak, mengenal boraks sebagai bleng yang berwarna kuning, berbentuk
padatan dalam kemasan satu kilogram tanpa mengetahui bahaya yang ditimbulkan
karena penggunaannya. Produsen kerupuk akan tetap menggunakan bleng selama
belum ada bahan pengganti yang dapat menggantikan fungsi bleng yaitu membuat
kerupuk yang mereka hasilkan menjadi kenyal sehingga mudah bila diiris, tidak cepat
rusak dan bila digoreng menjadi garing dan renyah. Hasil penelitian Bagya (2003),
terhadap pedagang bakso menetap dan pedagang bakso menetap mendapatkan bahwa
proporsi penggunaan boraks pada pedagang menetap sebesar 38% dan pada pedagang
keliling sebesar 28%.
Pada umumnya para pembuat makanan jajanan otak-otak di daerah Kota
Tanjungpinang tidak menyadari bahwa ikan laut yang digunakan sebagai bahan
pembuat otak-otak kemungkinan mengandung formalin. Hal ini dapat disebabkan
ketidaktahuan para pembuat makanan jajanan otak-otak mengenai sifat-sifat maupun
bahaya penggunaan bahan tambahan pangan yang tidak sesuai dengan peraturan.
Pembuat makanan jajanan tradisional biasanya adalah masyarakat yang memiliki
pengetahuan rendah. Dari hasil studi pendahuluan di pasar-pasar dapat diketahui
bahwa pada umumnya pembuat makanan jajanan tradisional berpendidikan Sekolah
Menengah Pertama. Sebagai akibatnya dalam praktek mereka kurang memperhatikan
masalah keamanan pangan termasuk dalam hal hygiene sanitasi makanan (Dinas
Perindag Kota Tanjungpinang, 2010).
Ubiversitas Sumatera Utara
8/17/2019 Chapter I57777
5/6
5
Berdasarkan latar belakang di atas dan mengacu kepada hasil penelitian
terdahulu, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : hygiene
sanitasi makanan dan pemeriksaan formalin serta boraks pada makanan jajanan (otak-
otak) di Kota Tanjungpinang tahun 2013.
1.2. Perumusan Masalah
Pembuat makanan jajanan otak-otak di daerah Kota Tanjungpinang belum
menyadari bahwa ikan laut yang digunakan sebagai bahan pembuat makanan jajanan
otak-otak kemungkinan mengandung formalin. Selain itu, dalam pembuatan makanan
jajanan otak-otak kurang memperhatikan masalah keamanan pangan termasuk dalam
hal hygiene sanitasi makanan.
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan utama yang akan dikaji dalam
penelitian ini adalah: bagaimana hygiene sanitasi makanan dan pemeriksaan formalin
serta boraks pada makanan jajanan (otak-otak) di Kota Tanjungpinang tahun 2013.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hygiene sanitasi makanan dan pemeriksaan formalin serta
boraks pada makanan jajanan (otak-otak) di Kota Tanjungpinang tahun 2013.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.
Untuk mengetahui karakteristik (umur, pendidikan, lama berjualan) pedagang
makanan jajanan (otak-otak) di Kota Tanjungpinang tahun 2013.
2. Untuk mengetahui hygiene sanitasi makanan jajanan (otak-otak) di Kota
Tanjungpinang tahun 2013.
Ubiversitas Sumatera Utara
8/17/2019 Chapter I57777
6/6
6
3. Untuk mengetahui ada tidaknya formalin dan boraks pada makanan jajanan (otak-
otak) di Kota Tanjungpinang tahun 2013.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan tambahan informasi mengenai penggunaan formalin dan boraks
dalam pembuatan makanan jajanan tradisional. Informasi ini penting untuk para
peneliti yang lain yang tertarik mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan
perkembangan makanan jajanan tradisional.
2. Bagi masyarakat hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai makanan jajanan (otak-otak) yang dijual di pasar-pasar Kota
Tanjungpinang yang mengandung formalin dan boraks. Hal ini penting dalam
rangka pemantauan makanan yang beredar di sekitarnya.
3. Bagi lembaga yang berwenang dalam pembinaan makanan jajanan, khususnya
Badan Pengawasan Obat dan Makanan hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi mengenai perkembangan usaha-usaha makanan di
masyarakat yang perlu mendapat pembinaan. Informasi ini penting dalam rangka
penentuan sikap dan kebijakan.
Ubiversitas Sumatera Utara