19
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Kencing Manis atau Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit yang cukup familier di masyarakat Indonesia, tetapi tidak banyak dari kita yang memahami penyakit ini. Padahal dengan penanganan yang baik penderita kencing manis tidak akan mempunyai masalah yang berarti pada kualitas hidupnya. Diabetes mellitus saat ini masih menduduki peringkat ke empat. sebagai epidemik dunia yang menyebabkan kematian. Dalam Diabetes Atlas (International Diabetes Federation) diperkirakan penduduk Indonesia di atas 20 tahun sebesar 125 juta dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,8%, maka diperkirakan tahun 2000 jumlah penderita DMberjumlah 5,6 juta. Sedangkan pada tahun 2020 nanti akan didapatkan sekitar 8,2 juta penderita DM. Jumlah ini sangat besar dan akan memberikan be ban ekonomi tinggi untuk penanganannya (International Diabetes Federation, 2000). Menurut data survei Kesehatan Rumah 1

Cghjk

Embed Size (px)

DESCRIPTION

asdf

Citation preview

Page 1: Cghjk

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Kencing Manis atau Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit

yang cukup familier di masyarakat Indonesia, tetapi tidak banyak dari kita yang

memahami penyakit ini. Padahal dengan penanganan yang baik penderita kencing

manis tidak akan mempunyai masalah yang berarti pada kualitas hidupnya.

Diabetes mellitus saat ini masih menduduki peringkat ke empat. sebagai epidemik

dunia yang menyebabkan kematian. Dalam Diabetes Atlas (International Diabetes

Federation) diperkirakan penduduk Indonesia di atas 20 tahun sebesar 125 juta

dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,8%, maka diperkirakan tahun 2000

jumlah penderita DMberjumlah 5,6 juta. Sedangkan pada tahun 2020 nanti akan

didapatkan sekitar 8,2 juta penderita DM. Jumlah ini sangat besar dan akan

memberikan be ban ekonomi tinggi untuk penanganannya (International Diabetes

Federation, 2000). Menurut data survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun

2004, prevalensi hiperglikemia (kadar glukosa darah puasa >110 mg%) adalah 11

%. Berdasarkan kelompok umur prevalensi hiperglikemia mulai meningkat pada

kelompok umur 45 tahun atau lebih. Prevalensi hiperglikemia lebih tinggi pada

laki-Iaki (13%), dari pada perempuan (10%), di daerah perkotaan (12%) lebih

tinggi dari pada pedesaan (10%) dan kawasan timur Indonesia (15%) lebih tinggi

dari pada Sumatra dan Jawa-Bali (10%).

1

Page 2: Cghjk

B. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah

komplementer Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) Universitas Malahayati

Bandar Lampung. Selain itu, penulisan makalah ini bertujuan untuk membantu

penulis dan pembaca dalam memahami atau memperlajari terapi tambahan bagi

pasien Diabetes Melitus.

C. Manfaat

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu dapat dijadikan literatur atau

kajian pustaka dalam memepelajari terapi komplementer pada pasien Diabetes

Melitus.

2

Page 3: Cghjk

II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolik yang ditandai dengan

adanya hiperglikemi kronik. Hiperglikemi yang terjadi pada Diabetes melitus

disebabkan karena menurunnya kadar insulin, berkurangnya pemakaian glukosa

oleh jaringan perifer dan kenaikan produksi glukosa melalui proses glikogenesis

atau gukoneogenesis.

Penyakit yang akan ditimbulkan oleh penyakit gula darah ini adalah gangguan

penglihatan mata, katarak, penyakit jantung, sakit ginjal, impotensi seksual, luka

sulit sembuh dan membusuk / gangren, infeksi paru-paru, gangguan pembuluh

darah, stroke dan sebagainya. Tidak jarang bagi penderita yang parah bisa

amputasi anggota tubuh karena pembusukan. Oleh sebab itu sangat dianjurkan

melakukan perawatan yang serius bagi penderita serta melaksanakan / menjalani

gaya hidup yang sehat dan baik bagi yang masih sehat maupun yang sudah sakit.

B. Jurnal Penyakit Diabetes Melitus

1. Teknologi Pengobatan Komplementer Alternatif Untuk Penyakit

Diabetes Mellitus ( Bambang Wasito, 2010 )

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen random sampling dengan kontrol

menggunakan disain pre-post test, lokasi penelitian di Laboratorium Penelitian

dan Pengembangan Pelayanan Akupunkur (LP3A) yang dilakukan selama 8

bulan. Teknik pengumpulan data dengan kuesioner dan data primer pemeriksaan

3

Page 4: Cghjk

laboratorium . Intervensi yang dilakukan berupa terapi akupunktur dan pemberian

obat antidiabetik konvensional metformin sedangkan sebagai kontrol digunakan

sham akupunktur (penusukan jarum akupunktur bukan pada titik akupunktur) dan

pemberian obat antidiabetik konvensional metformin.

Populasi dalam penelitian ini adalah pria dan atau wanita yang berusia antara

>40 tahun, sedangkan sam pel penelitian yaitu pria atau wanita berusia > 40 tahun

penderita Diabetes Mellitus (DM) dengan dengan kadar gula darah puasa antara

140 -180 mg/dL dan tidak menderita hipertensi. Sampel diambil dari penderita

DM di LP3A dan penderita DM di LP 3 Andrologi dan beke~a sama dengan

praktek dokter swasta (dokter LP3A dan dokter LP3 Andrologi yang mempunyai

pasien DM dan mau ikut program pengobatan DM dengan cara akupunktur).

Sampel dipilih secara purposive sebanyak 40 penderita DM yang terbagi

d2lar.1 2 I(elcmpok mc;s:ng-masing 20 · orang. Kelorr.pok ;:>eriakuan mendap8t

intervensi dengan terapi metfonnin dan akupunktur sebanyak 10 sesi masing

masing titik diberi aliran listrik dengan alat elektroakupunktur dengan frekwensi 2

Hz selama 20 menit menggunakan jarum perak 1 inch. Kelompok kontrol

mendapat intervensi sham akupunktur dan terapi konvensional metformin. Sesuai

dengan perhitungan rumus penentuan besar sam pel untuk proporsi pendenta DM

pada populasi sebanyak 11 % dan P1 =30% dengan a. =10% dan ~= 80%

ditambah drop out 10% maka didapat 223 sam pel. Karena penelitian intervensi

ini memerlukan dana yang cukup besar untuk biaya pemenksaan laboratorium di

mana pada 1 (satu) sampel untuk akupunktur diperiksa OGTT sebany~k 3 kali

(p're dan setelah 5 seri terapi akupunktur dan ,setelah 10 sen terapi akupunktur)

4

Page 5: Cghjk

serta pemeriksaan honnon insulin sebanyak 2 kali (pre dan setelah terapi

akupunktur 10 seri), di samping itu sam pel diberi obat konvensional metformin

dan diterapi akupunktur atau kontrol (obat metformin dan sham akupunktur)

secara gratis serta pengganti uang transport setiap kali datang (10 kali) , maka

dalam penelitian ini jumlah sampel yang dapat diambil sebanyak 40 orang

penderita DM.

Setelah memenuhi kriteria mendenta Diabetes Mellitus dan tidak menderita

darah tinggi maka responden menandatangani informed consent, selanjutnya

eriksaan hormon insulin. Pemeriksaan laboratorium, dengan mengambil darah

vena sebresponden diambil darah vena sebanyak 5 ml yang terbagi 3 ml untuk

pemeriksaan gula darah OGTT (Oral Glucose Tolerance Test) serta 2 ml untuk

pemeriksaan honnon insulin. Pemeriksaan kadar gula darah OGTT sebanyak 3

kali yaitu: sebelum terapi setelah terapi 5 seri dan setelah terapi 10 seri untuk

mengkonfinnasi manfaat terapi akupunktur maka dilakukan pemeriksaan honnon

insulin sebelum dan setelah 10 kali terapi akupunktur.

Intervensi sampel yaitu dengan pemberian 2 kali sehari masing-masing

metfonnin 500 mg yang diminum 15 menit setelah makan pagi, 2 jam kemudian

mendapat terapi akupunktur pada titik Stomach-36, titik Spleen-3 dan titik

Spleen-6 sebanyak 10 seri, sedangkan sore hari hanya mendapat pengobatan

konvensional metformin. Untuk menentukan bahwa sampel tersebut dinyatakan

drop out yaitu dengan kriteria sebagai berikut 1) Tidak menyelesaikan pengobatan

sesuai prosec'ur penelitian al tidak menyelesaikan terapi akupunktur sebanyak 10

seri; 2) Kadar glukosa darah puasa naik lebih dari 100 mg/dl dalam 5 seri terapi

5

Page 6: Cghjk

akupunktur, glukosa darah 2 jam setelah puasa di atas 500 mg/dl. 3) Te~adi efek

samping samping berat atau gejala subjektif yang tidak dapat ditoleransi oleh

pasien OM .

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi akupunktur maupun sham

akupunktur dapat menurunkan baik kadar glukosa darah puasa maupun glukosa

darah setelah OGTT. Walaupun demikian, tidak tampak perbedaan pada

penurunan kadar glukosa antara periakuan terapi akupunktur dan sham

akupunktur. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terapi akupunktur maupun

sham akupunktur tidak berpengaruh terhadap kadar insulin puasa. Kemungkinan

penurunan glukosa darah te~adi karena kontraksi otot yang timbul secara ritmis

dan te~adwal tiap hari selama 10 hari sehingga meningkatkan uptake glukosa oleh

otot.

Dengan melakukan terapi akupunktur atau sham dengan rangsangan listrik

menggunakan alat elektroakupunktur dengan frekwensi 2 HZ selama 20 menit

dengan intensitas yang cukup menimbulkan kontraksi otot pada daerah tungkai

bawah. Gerakan otot timbul selama rangsangan listrik diberikan. ,A,kupunktur

deng8r. rangsangan Idiik frckwens! 2 HZ se1ama 20 men:t dapat menggantikan

latihan fisik dalam meningkatkan uptake glukqsa oleh otot.

2. Pengaruh Pemberian Susu Kedelai Terhadap Kadar Glukosa Darah pada

Diet Pasien Diabetes Mellitus (Carolina, Anitha. 2006)

Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian susu kedelai

terhadap kadar glukosa darah pada diet pasien diabetes mellitus di Rumah Sakit

Dr. Saiful Anwar Malang. Pasien yang diberikan obat dan diet dibandingkan

6

Page 7: Cghjk

dengan pasien yang mendapatkan obat dan diet serta pemberian susu kedelai

terhadap penurunan kadar glukosa darah.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan Quasy

Experiment Design, metode yang digunakan adalah The Non Randomized Control

Group orang pasien diabetes mellitus, dipilih dengan metode Non Probability

Sampling yaitu dengan Consecutive Sampling dan dibagi dalam dua kelompok,

yaitu kelompok perlakuan yang mendapat terapi obat + diet yang sama +

pemberian susu kedelai (n = 5 orang) dan kelompok kontrol atau pembanding

yang mendapat terapi obat + diet yang sama (n = 5 orang). Variabel yang diukur

pada penelitian ini adalah kadar glukosa darah puasa dan 2 jam post pradial.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah sampel penelitian yang berjenis

kelamin perempuan berjumlah 3 orang dan yang berjenis kelamin laki – laki

berjumlah 7 orang dengan usia antara 40 – 70 tahun dan sebagian besar sampel

berstatus gizi kurang dan normal. Seluruh sampel penelitian mendapatkan diet

DM dengan standart energi 1700 kalori. Rata – rata tingkat konsumsi kelompok

kontrol dan kelompok perlakuan termasuk dalam kategori sedang dan baik

khususnya energi, protein, lemak, karbohidrat dan serat. Penurunan kadar glukosa

darah puasa pada kelompok perlakuan (16.40 ± 7.64) lebih besar daripada

kelompok kontrol (-6.00 ± 2.74) dan ada perbedaan yang signifikan antara kedua

kelompok (P = 0.02), untuk kadar glukosa darah 2 jam post pradial pada

kelompok perlakuan (-46.60 ± 27.31) lebih besar daripada kelompok kontrol (-

10.20 ± 3.11) dan ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok (P =

0.01).

7

Page 8: Cghjk

Saran untuk pengembangan penelitian ini adalah perlu ada penelitian lain

tentang pengaruh pemberian produk fermentasi dari susu kedelai seperti soygurt

terhadap penurunan kadar glukosa darah, karena setelah difermentasi terjadi

peningkatan kandungan zat gizi. Dan perlu dilakukan penelitian lain dengan

menggunakan jumlah sampel yang lebih banyak dalam jangka waktu yang relatif

lebih lama untuk mengklarifikasi hasil penelitian ini.

3. Pengaruh Pemberian Rumput Laut Merah (Euchema Cottonii) Terhadap

Kadar Gula Darah Penderita DM ( Ida Siti Nurparida, 2005 )

Pengendalian kadar gula darah penderita DM tipe 2 dilakukan dengan diet,

latihan jasmani, obat dan edukasi. Diet DM tinggi serat larut mempunyai efek

menurunkan gula darah postprandial dan membantu memperlambat kenaikan gula

darah. Salah satu bahan pangan sumber serat larut adalah rumput laut merah

(Euchema cottonii). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

pemberian rumput laut merah terhadap kadar gula darah puasa dan 2 jam

postprandial pada penderita DM tipe 2.

Jenis penelitian adalah eksperimen dengan desain Randomized Controlled

Trial. Jumlah sampel sebanyak 30 orang dan dibagi secara acak dalam 2

kelompok. Kelompok 1 diberi panduan diet, obat hipoglikemik oral (OHO) jenis

sulfonilurea dan mendapat puding dengan tambahan rumput laut merah sebanyak

100 gram dengan kandungan serat 1,8 – 4,5 gram. Kelompok 2 diberi panduan

diet dan obat hipoglikemik oral (OHO) jenis sulfonilurea. Lama perlakuan selama

14 hari. Kadar gula darah puasa dan 2 jam postprandial diukur awal dan akhir

penelitian. Selama perlakuan asupan makan dicatat dengan food record oleh

8

Page 9: Cghjk

penderita DM dan recall 24 jam dimonitor oleh enumerator. Analisis statistik

yang digunakan adalah Independent Sample T-test untuk mengetahui pengaruh

pemberian rumput laut merah terhadap kadar gula darah puasa dan 2 jam

postprandial. Mann Whitney untuk mengetahui pengaruh frekuensi konseling diet

dan frekuensi latihan jasmani terhadap kadar gula darah puasa dan 2 jam

postprandial. Anakova untuk mengetahui pengaruh pemberian rumput laut merah

terhadap kadar gula darah puasa dan 2 jam postprandial yang dikontrol dengan

frekuensi konseling diet dan frekuensi latihan jasmani.

Terdapat penurunan gula darah puasa sebesar 18 10,8 mg/dl pada kelompok

perlakuan dan 5 11,0 mg/dl pada kelompok kontrol (p=0,003). Terdapat

penurunan gula darah 2 jam postprandial sebesar 42 19,4 mg/dl pada kelompok

perlakuan dan 2 18,9 mg/dl pada kelompok kontrol (p=0,000). Ada pengaruh

secara bermakna pemberian rumput laut merah terhadap kadar gula darah puasa

dan gula darah 2 jam postprandial yang dikontrol dengan frekuensi konseling diet

dan frekuensi latihan jasmani (p<0,05).

Ada perbedaan penurunan kadar gula darah puasa dan gula darah 2 jam

postprandial secara bermakna pada penderita DM tipe 2 yang diberi rumput laut

merah dan yang tidak diberi rumput laut merah. Efek pemberian rumput laut

merah paling besar adalah pada penurunan gula darah 2 jam postprandial.

Frekuensi konseling diet dan frekuensi latihan jasmani tidak mempengaruhi kadar

gula darah puasa dan 2 jam postprandial. Ada pengaruh secara bermakna

pemberian rumput laut merah terhadap kadar gula darah penderita DM tipe 2.

9

Page 10: Cghjk

4. Pengaruh Senam Kaki Terhadap Peningkatan Sirkulasi darah Kaki pada

Pasien Diabetes Melitus ( Juliani Nasution, 2010)

Senam kaki dapat membantu memperbaiki peredaran darah yang terganggu dan

memperkuat otot-otot kecil kaki pada pasien diabetes dengan neuropati. Selain itu

dapat memperkuat otot betis dan otot paha, mengatasi keterbatasan gerak sendi dan

mencegah terjadinya deformitas. Keterbatasan jumlah insulin pada penderita DM

mengakibatkan kadar gula dalam darah meningkat hal ini menyebabkan rusaknya

pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya sehingga pasokan darah ke kaki

semakin terhambat, akibatnya pasien DM akan mengalami gangguan sirkulasi darah

pada kakinya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam kaki dalam

Meningkatkan Sirkulasi Darah Kaki pada Pasien Diabetes Melitus sebelum dan

sesudah di berikan perlakuan senam kaki di RSUP Haji Adam Malik Medan. Sampel

dalam penelitian ini berjumlah 10 orang. 5 orang kelompok intervensi dan 5 orang

kelompok kontrol. Desain penelitian yang digunakan adalah quasy eksperiment. Data

penelitian dianalisa dengan uji paired t-test yaitu t-dependent dan t-independent.

Berdasarkan hasil analisa data diketahui bahwa ada perbedaan sirkulasi darah

sebelum dan sesudah dilakukan senam kaki dengan nilai p=0,001 (p<0,05).

Sedangkan pada kelompok intervensi dan kontrol diperoleh p=0,002 (p=<0,05) yang

menunjukkan bahwa ada perbedaan peningkatan sirkulasi darah antara kelompok

intervensi dan kelompok kontrol Instrument penelitian menggunakan

sphygmomanometer dan stetoskop. Kesimpulan dari penelitian ini adalah senam kaki

dapat meningkatkan sirkulasi darah kaki pada pasien Diabetes Melitus di RSUP Haji

Adam Malik Medan.

10

Page 11: Cghjk

Saran untuk pendidikan keperawatan agar mengintegrasikan materi ini dalam

pendidikan keperawatan, untuk peraktek keperawatan diharapkan perawat yang

bekerja di ruangan tersebut mampu melakukan senam kaki dan mengajarkannya

kepada pasien dan untuk peneliti selnjutnya dapat memperbanyak sampel penelitian,

memperluas ruang lingkup penelitian yang lebih mewakili sampel dan sebaiknya

menggunakan alat yang lebih sensitf untuk mengukur sirkulasi darah kaki.

5. Efektivitas Madu Terhadap Penyembuhan Luka Gangren Diabetes

Mellitus. ( Situmorang Lisbet Lasnawati, 2011)

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin. Penyakit

ini menjadi beban besar bagi pelayanan kesehatan dan perekonomian di Indonesia

baik secara langsung melalui komplikasi-komplikasinya. Komplikasi yang paling

sering terjadi adalah terjadinya perubahan patologis pada anggota gerak yaitu

luka. Luka diabetes yang tidak dirawat dengan baik akan berkembang menjadi

ulkus gangren. Gangren diabetes memiliki laju amputasi yang cukup tinggi

berkisar antara 15-30% sedangakan angka kematian berkisar antara 17-32%.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas madu terhadap

penyembuhan luka gangren diabetes mellitus dengan menggunakan desain quasi

eksperimen. Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling dengan

jumlah sampel 4 orang masing-masing kelompok intervensi dan kontrol terdiri

dari 2 responden. Data demografi disajikan dalam bentuk distribusi dan frekuensi.

Untuk mengidentifikasi efektivitas madu pada luka gangren pre dan post terapi

madu dianalisa dengan menggunakan statistik non parametrik yaitu sign rank test

(Wilcoxon). Tidak ada perbedaan hasil uji wilcoxon dan Mann-Whitney pada

11

Page 12: Cghjk

penelitian ini yaitu Ho diterima yaitu madu tidak efektif digunakan dalam

penyembuhan luka gangren diabetes dimana p value > 0,05.

Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian sebelumnya

yang menyatakan bahwa madu efektif digunakan dalam perawatan luka gangren

diabetes. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan terapi madu,

mulai hari kesepuluh terjadi proses penyembuhan yang ditandai dengan

tumbuhnya jaringan granulasi diikuti jaringan epitel kemudia pada hari 13 luka

mulai tertutup. Dengan adanya penelitian ini diharapkan perawat perlu melakukan

terapi alternatif seperti madu karena kenyataan sebenarnya yang terjadi pada

pasien adalah luka diabetes dapat sembuh dengan cepat.

12