Upload
duongnhan
View
316
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
PATRIA PRIMA PUTRA
Cerita Brownies
L iii K
KATA PENGANTAR
Pertama-tama saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada Allah, serta tak lupa juga untuk orang-orang yang selama
ini menjadi penyemangat hidup saya. Karena merekalah saya dapat
membukukan cerita hidup ini.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada almarhum ayah saya,
Ir.H.Abu Sucamah, MM, karena warisan semangat dan mimpi yang
selalu beliau tanamkan kepada sayalah sampai saat ini saya masih
bisa menjadi anak yang tetap berusaha mati-matian mengejar
mimpi-mimpi di hidup ini, dan karena beliaulah saya dapat belajar
arti kerja keras .
Saya juga turut mengucapkan terima kasih kepada ibu saya, Hj.Eva
Lucida, S.E, karena kedua tangan beliau yang mengasuh dan me-
nyayangi saya sampai detik inilah yang membuat saya bersemangat
untuk terus berjuang demi keluarga.
Juga terima kasih buat adik saya, Paizin Palma Putra, yang sedikit
banyak membantu pembuatan buku ini. Doa saya semoga sebentar
L iv K
CERITA BROWNIES
lagi dia bisa jadi penulis hebat seperti yang dia impikan, serta dapat
membuat karya yang bermanfaat untuk banyak orang dan jauh me-
lebihi saya yang hanya dapat membuat karya kecil seperti ini.
Terima kasih juga untuk kakek saya, H. Lukman Hakim Said, SH, dan
keluarga besar Ibu di Jambi serta keluarga besar Ayah di Sulawesi
Selatan. karena semangat dari merekalah saya terus ingin menjadi
orang yang dapat membanggakan keluarga.
Terima kasih atas semua perhatian dari kecil hingga sekarang.
Izinkan saya, Patria, yang dulu hanya anak kecil nakal yang biasanya
jahil dan menyusahkan banyak orang tumbuh menjadi Patria yang
bisa membanggakan kalian. Mungkin ini bukan karya yang besar. Ini
hanya karya kecil yang dibuat oleh anak yang sedang memiliki mimpi
besar untuk membanggakan kalian (keluargaku).
Akhirnya, dengan dicetaknya buku ini, ada mimpi kecil dari seorang
Patria kecil yang sedikit akan terwujud: mencetak nama kalian di
sebuah buku yang bisa dibaca banyak orang di luar sana. Semoga
usaha saya untuk dapat membuat Ibu tersenyum nanti dan membuat
Ayah di sana bangga dapat menjadi hal baik juga, yang dapat dipetik
oleh pembaca.
DAFTAR ISI O Keputusasaan Hari Ke-40. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
O Segalanya Butuh Strategi, Termasuk Mengamen . . . . . . . . . 9
O Mengejar Wanita Idaman . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 23
O Pakaian dan Anggapan Orang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 43
O Aku Laki-Laki Bodoh . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 65
O Bagaimana Jadi Juara Lomba Kewirausahaan Nasional? Pinjam Ipad dan Begadanglah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 91
O Di Balik Keajaiban Ada Tuhan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 113
O Mas, Bisa Pinjem Besi? . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 127
O AKU HIV? . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 147
O Tuhan, Terima Kasih Banyak. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 169
O Penasaran Membawa Petaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 185
O Omset Datang, Nilai Melayang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 209
O The Next Abdurrohman Bin Auf . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 235
KEPUTUSASAAN HARI KE-40.
MATAHARI sudah mulai redup, tapi belum sepenuhnya gelap. Lampu
di pinggir jalan mulai menyala satu per satu. Suasana makin sepi,
sebuah rumah terlihat mencolok di antara rumah yang lain.
Temboknya melingkar setinggi 12 meter, pagarnya yang berwarna
hijau menjulang tinggi, dan itu membuat rumah tersebut terkesan
tertutup.
Anak pertama dari pemilik rumah jarang keluar. Bukan karena
tidak mau, tapi memang aktifitasnya di luar rumah sangat dibatasi.
Sebut saja namanya Putra, dan anak itu adalah aku.
Aku anak rumahan yang jarang bergaul, ibu sangat ketakutan
melepaskan anaknya di lingkungan pergaulan remaja seusiaku.
Katanya, takut terjerat pergaulan bebas. Dan ia menjadi terlalu protect
karena hal itu, uang jajanku pun dibatasi. Ketika anak lain dibekali
uang jajan 10.000 rupiah bahkan sampai 20.000 rupiah, aku hanya
diberi 5.000 rupiah atau paling besar justru 8.000 rupiah. Miris ya?
Begitulah kira-kira kondisiku.
Aku mulai merasa sedikit bosan dan mulai mencoba mem-
bangkang saat duduk di bangku SMA. Aku pernah diam-diam keluar
rumah tanpa izin. Begini ceritanya.
Aku turun dari tangga dan melirik suasana ruang tengah. Aman,
Ibu nggak ada. Aku langsung melangkahkan kaki perlahan agar cepat
sampai di depan pintu. Ruang tengah berhasil kulewati dan belum
juga ada tanda-tanda kemunculan ibu. “Mungkin dia sedang tidur, ini
kesempatan emas, nggak boleh gagal, pikirku”. Di langkah yang ke-8,
aku berhasil mencapai pintu. Sambil menahan nafas, kubuka pintu
Keputusasaan Hari Ke-40.
L 3 K
MATAHARI sudah mulai redup, tapi belum sepenuhnya gelap. Lampu
di pinggir jalan mulai menyala satu per satu. Suasana makin sepi,
sebuah rumah terlihat mencolok di antara rumah yang lain.
Temboknya melingkar setinggi 12 meter, pagarnya yang berwarna
hijau menjulang tinggi, dan itu membuat rumah tersebut terkesan
tertutup.
Anak pertama dari pemilik rumah jarang keluar. Bukan karena
tidak mau, tapi memang aktifitasnya di luar rumah sangat dibatasi.
Sebut saja namanya Putra, dan anak itu adalah aku.
Aku anak rumahan yang jarang bergaul, ibu sangat ketakutan
melepaskan anaknya di lingkungan pergaulan remaja seusiaku.
Katanya, takut terjerat pergaulan bebas. Dan ia menjadi terlalu protect
karena hal itu, uang jajanku pun dibatasi. Ketika anak lain dibekali
uang jajan 10.000 rupiah bahkan sampai 20.000 rupiah, aku hanya
diberi 5.000 rupiah atau paling besar justru 8.000 rupiah. Miris ya?
Begitulah kira-kira kondisiku.
Aku mulai merasa sedikit bosan dan mulai mencoba mem-
bangkang saat duduk di bangku SMA. Aku pernah diam-diam keluar
rumah tanpa izin. Begini ceritanya.
Aku turun dari tangga dan melirik suasana ruang tengah. Aman,
Ibu nggak ada. Aku langsung melangkahkan kaki perlahan agar cepat
sampai di depan pintu. Ruang tengah berhasil kulewati dan belum
juga ada tanda-tanda kemunculan ibu. “Mungkin dia sedang tidur, ini
kesempatan emas, nggak boleh gagal, pikirku”. Di langkah yang ke-8,
aku berhasil mencapai pintu. Sambil menahan nafas, kubuka pintu
L 4 K
CERITA BROWNIES
depan pelan-pelan dan dalam sekejap aku berlari ke garasi kemudian
aku berhasil keluar dari rumah dengan membawa sepeda motor.
Sudah bisa ditebak kan akhirnya seperti apa? Yap, keesokan
harinya aku dimarahi Ibu. Tapi bukannya kapok, aku justru ketagihan
buat ngelakuin hal yang sama. Kejadian itu jadi permulaan penga-
laman masa muda.
Aku jadi suka nongkrong. Iseng-iseng, aku pun tertarik memo-
difikasi motor yang terkadang iseng-iseng kugunakan untuk ikut
balapan liar. Aku mulai mengumpulkan sedikit demi sedikit uang
yang kugunakan untuk membiaya hobi baruku itu. Mulai dari berjual-
an smartphone ilegal dari luar negeri, menjadi reseller baju dan sepatu
pria, hingga pernah berjualan pakaian wanita, sehingga panggilan
sist sangat tidak asing ditelingaku. Sampai ketika kelas tiga SMA aku
diberi keleluasaan untuk membawa mobil sendiri. tidak mau kalah
gaul dengan anak muda lainnya, aku langsung bergabung dengan
club mobil.
qSeperti biasa malam itu aku sedang ikut agenda kumpul rutin
bersama club mobil. Kami selalu berkumpul di salah satu ruas jalan di
kota Jambi. Satu per satu anggota berdatangan dan rata-rata mereka
masih berusia 17 sampai 25 tahun. Kalau sudah bersama mereka, aku
merasa menjadi remaja yang sesungguhnya.
“Assalamu’alaikum,” sapaku ditelepon setelah beberapa detik
telepon dari Ibu kubiarkan bunyi.
Keputusasaan Hari Ke-40.
L 5 K
“Nak…pulang…Ayah sakit,” suara Ibu yang serak, samar terde-
ngar, aku sedikit menjauh dari kerumunan.
“Halo, Ayah kenapa Bu?”
“Ayah muntah-muntah, kamu pulang ya.” Kabar dari Ibu mem-
buatku langsung bergegas untuk pulang.
Awalnya kami tidak terlalu khawatir terhadap penyakit ayah,
kami kira Ayah hanya sakit biasa, masuk angin atau penyakit ringan
lainnya. Sampai suatu ketika, Ayah tidak bisa menahan lagi rasa sa-
kitnya, dan akhirnya Ayah dilarikan ke rumah sakit.
Tiba-tiba dokter yang menangani ayahku memberi kabar buruk
kepada kami. Ayah divonis mengidap gagal ginjal, aku langsung pa-
nik dan mencari tau penyakit seperti apa gagal ginjal melalui internet.
Air mata tak bisa kubendung ketika tau bahwa gagal ginjal adalah
salah satu penyakit yang mematikan.
Tidak ada yang menyangka kalau sakit yang dialami Ayah be-
gitu serius. Semakin hari Ayah terlihat semakin pucat dan tubuhnya
membengkak. Dokter pun menyarankan Ayah agar segera cuci darah,
tanpa berpikir panjang kami langsung mengikuti saran dari dokter
dengan harapan Ayah bisa pulih secepat mungkin. Semakin hari uang
tabungan kami semakin terkuras. Segala upaya yang kami lakukan
untuk berobat sana-sini bahkan sampai harus berpindah-pindah
ke rumah sakit. Berbagai cara kami upayakan, dari mencoba obat
dari yang dosis rendah sampai obat penenang berdosis tinggi. Tapi
ternyata kondisi Ayah malah semakin memburuk.
L 6 K
CERITA BROWNIES
Akhirnya, kami memutuskan untuk membawa Ayah ke Jakarta.
Kami pikir di sana fasilitas lebih lengkap untuk membantu kesem-
buhan Ayah. Kami yakin Ayah pasti akan cepat pulih, tapi sangat
disayangkan hari itu kami hanya mendapatkan dua tiket pesawat
Jambi - Jakarta. Biasanya, Ibu yang akan menemani Ayah berobat.
Tapi untuk kali ini, Ayah lebih memilihku untuk menemaninya pergi
ke Jakarta. Berangkatlah kami berdua meninggalkan Jambi.
qPenerbangan Jambi-Jakarta terasa sangat lama. Selama di per-
jalanan aku mengurus Ayah dengan telaten, dari mulai menyuapi
sampai memberi obat langsung pakai tanganku sendiri kemulutnya.
Momen kebersamaan dengan ayah itu benar-benar kunikmati dan
semuanya terekam sangat jelas di ingatanku.
Sekejap bau khas rumah sakit memenuhi rongga hidungku. Aku
melirik jam, sudah malam ternyata. Tadi setibanya kami di rumah
sakit Ayah langsung mendapat penanganan dari dokter. Bocah manja
yang baru berumur 16 mau ke 17 tahun sepertiku ini, hari itu sibuk
mengurusi administrasi ayahnya, itu semua pertama kali aku lakukan
untuk ayahku.
Di tempat tidur, Ayah sedang berbaring sambil melihat ke arah-
ku. Aku tersenyum.
“Yah, aku sudah mengurus semua administrasinya.”
Seketika ruangan terasa hening.
Keputusasaan Hari Ke-40.
L 7 K
dan tiba-tiba Ayah menangis. Aku kaget “Ayah kenapa?”
“Anak Ayah udah besar, anak Ayah udah bisa Ayah andalkan,
anak Ayah yang mengurus Ayah sekarang,” katanya terbata-bata
dengan sisa tenaga yang ada.
Sekarang giliran aku yang terdiam. Aku belum pernah mela-
kukan hal besar buat Ayah, tapi kalimat sederhana tadi membuatku
merasa sudah menjadi anak yang sedikit berguna. Aku tidak pernah
tahu kalau hal kecil seperti itu pun bisa membuat Ayah bangga.
Padahal yang aku lakukan hanya menemaninya berobat untuk men-
jemput kesembuhannya. Jika dibandingkan dengan kerja kerasnya
selama ini untuk keluarga, yang aku lakukan itu tidak ada apa-apanya.
qKeesokan harinya Ibu menyusul kami ke Jakarta. Tak lama setelah
itu aku pulang karena masih harus sekolah dan Ibu selalu setia men-
jaga Ayah di sana. Sedangkan kami, aku dan adikku belajar hidup
mandiri terpisah dari orang tua. Kami menjalankan rutinitas seperti
biasa. Bedanya, sekarang kami harus memasak, mencuci baju hingga
mengatur keuangan sendiri. Ibu memberikan uang mingguan, dan
aku yang bertugas untuk mengatur keuangan itu untuk adikku.
Kata Ibu, Ayah ingin pulang kampung dan berobat di sana, se-
kaligus ingin melunasi nazarnya untuk memotong sapi. Mereka pun
pergi diam-diam tanpa setahu kami, anak-anaknya. Selama perja-
lanan, ibuku berupaya mendorong sendiri kursi roda yang digunakan
Ayah. Proses pengecekan di bandara saat itu sangat menyulitkan
L 8 K
CERITA BROWNIES
orang yang sedang sakit seperti Ayah. Ayah yang melihat Ibu berkerja
keras saat membawanya, membuat Ayah merasa sedih tapi tidak bisa
berbuat banyak karena kondisinya yang masih lemah.
“Dek, aku sudah habis, kalau aku meninggal silahkan menikah
lagi,” kalimat itu tiba-tiba keluar dari mulut Ayah.
Ibu tersenyum. “Tidak yah, Ibu cuman mau ngasuh anak-anak
kita,” kata Ibu. Pikiran ibu sangat sederhana, Ayah cukup duduk di
kursi roda setiap harinya, Ayah dapat melihat anak-anak pulang
sekolah, itu sudah menjadi kebahagiaan tersendiri untuk Ibu.
Ibu benar-benar setia dan sabar menjaga Ayah. Bukan hanya
itu, Ibu pun harus rela berat badannya turun drastis karena terlalu
sibuk mengurus Ayah sampai menomorduakan dirinya sendiri. Itulah
salah satu pengorbanan Ibu. Sedangkan Ayah punya cara lain untuk
menunjukan cintanya pada ibu. Setiap ada yang menjenguknya, Ayah
selalu memperkenalkan ibuku sebagai istri sholehah yang insyaallah
akan menemaninya sampai surga nanti.
Sebulan lebih Ayah berjuang, tapi kondisinya tidak menunjukan
peningkatan. Badannya makin kurus, dan pengobatan di sana seperti
tidak berpengaruh apa-apa pada tubuhnya. Pulang kampung mung-
kin jadi permintaan terakhir Ayah dan di kampung halamannyalah
Ayah kembali, benar-benar kembali ke tempat asalnya. Di hari ke-40
berada di kampung halaman, Ayah meninggal. Aku merasa hancur.
Tak ada lagi pahlawan keluarga yang bisa jadi pelindung kami. Aku
Tak bisa membayangkan. Bagaimana masa depan kami setelah ini?
q
SEGALANYA BUTUH STRATEGI,
TERMASUK MENGAMEN
WAKTU terus berjalan, kami pun mulai menata kembali kehidupan
ke depan. Uang di tabungan kami memang sudah lama berkurang
karena digunakan untuk pengobatan Ayah. Jadi sementara, honor
pensiun Ayah masih menjadi andalan memenuhi kebutuhan keluar-
ga. Tapi itu belum cukup untuk menutupi segala kebutuhan kami.
Karena kebetulan ibuku tidak kerja dari sejak aku lahir, aku
memutuskan untuk mencari pekerjaan. Saat itu Ibu menyarankan
supaya aku kerja menjadi supir honor di kantor Ayah dulu. Walaupun
sedikit tetapi gajinya lumayan untuk menopang kebutuhan kami se-
hari-hari. Setidaknya dengan pekerjaan itu aku tidak menyusahkan
keluarga.
Melihat keadaan yang saat ini sudah sangat kritis, akhirnya
peluang menjadi supir pun aku tinggalkan dan aku lebih memilih
untuk membuka peluang pekerjaan sendiri. Untuk menambah pe-
masukan, aku mencoba peruntungan di bidang wirausaha. Tanpa
bekal ilmu apa pun aku memutuskan membuka kedai kecil-kecilan.
Aku memanfaatkan teras depan rumah Kakek yang kebetulan tidak
terpakai untuk berjualan. Posisinya cukup strategis kerena berada di
pinggir jalan dan banyak orang berlalu-lalang. Di sana aku menjual
minuman tradisional yaitu bandrek dan beberapa makanan cepat saji
yang bisa disajikan dengan dengan cepat.
Tepat pukul 7 malam biasanya kedai sudah berdiri. Tenda se-
derhana mulai di pasang sejak matahari redup. Setelah adzan isya
berkumandang, pembeli mulai datang. Berjam-jam aku melayani
pembeli sampai kedai tutup menjelang dini hari. Penghasilan yang
Segalanya Butuh Strategi , Termasuk Mengamen
L 11 K
WAKTU terus berjalan, kami pun mulai menata kembali kehidupan
ke depan. Uang di tabungan kami memang sudah lama berkurang
karena digunakan untuk pengobatan Ayah. Jadi sementara, honor
pensiun Ayah masih menjadi andalan memenuhi kebutuhan keluar-
ga. Tapi itu belum cukup untuk menutupi segala kebutuhan kami.
Karena kebetulan ibuku tidak kerja dari sejak aku lahir, aku
memutuskan untuk mencari pekerjaan. Saat itu Ibu menyarankan
supaya aku kerja menjadi supir honor di kantor Ayah dulu. Walaupun
sedikit tetapi gajinya lumayan untuk menopang kebutuhan kami se-
hari-hari. Setidaknya dengan pekerjaan itu aku tidak menyusahkan
keluarga.
Melihat keadaan yang saat ini sudah sangat kritis, akhirnya
peluang menjadi supir pun aku tinggalkan dan aku lebih memilih
untuk membuka peluang pekerjaan sendiri. Untuk menambah pe-
masukan, aku mencoba peruntungan di bidang wirausaha. Tanpa
bekal ilmu apa pun aku memutuskan membuka kedai kecil-kecilan.
Aku memanfaatkan teras depan rumah Kakek yang kebetulan tidak
terpakai untuk berjualan. Posisinya cukup strategis kerena berada di
pinggir jalan dan banyak orang berlalu-lalang. Di sana aku menjual
minuman tradisional yaitu bandrek dan beberapa makanan cepat saji
yang bisa disajikan dengan dengan cepat.
Tepat pukul 7 malam biasanya kedai sudah berdiri. Tenda se-
derhana mulai di pasang sejak matahari redup. Setelah adzan isya
berkumandang, pembeli mulai datang. Berjam-jam aku melayani
pembeli sampai kedai tutup menjelang dini hari. Penghasilan yang
L 12 K
CERITA BROWNIES
kudapat memang tidak seberapa, hanya 10 sampai 50 ribu rupiah saja
perhari. Tetapi tetap aku lakoni tanpa merasa putus asa sedikitpun.
Tidak terasa Ujian Nasional (UN) tingkat SMA sudah di depan
mata. Aku yang sedang duduk di bangku kelas tiga harus berjualan
sambil mempersiapkan diri untuk kelulusan. Alih-alih mengurangi
kegiatan, aku malah sibuk mencari ladang penghasil uang yang lain
bersama salah seorang teman, Nando namanya. Di waktu senggang
kadang kugunakan buat mengamen. Iseng-iseng berhadiah cukuplah
kiranya untuk menambah uang jajan. Bermodalkan gitar seadanya
kami turun ke jalanan dan keluar masuk kedai makanan pinggir jalan.
Mobil yang melintas saat itu sedang sepi. Kita menyebrangi
jalan dan masuk ke satu per satu kedai yang lumayan ramai. Aku men-
colek Nando, memberi kode untuk mendekati dua sejoli yang sedang
duduk di pojok kanan kedai yang kami datangi, dia mengangguk.
Sejoli ini kelihatannya masih pendekatan (PDKT). Kenapa?
karena si cewek terlihat sedikit malu-malu saat ngobrol sama teman
semejanya. Kita pun langsung melancarkan strategi tersendiri.
“Misi mbak,”
Kau begitu sempurna, di mataku kau begitu indah. Kau membuat
diriku akan selalu memujamu
Lagu ‘Andra and The Backbone–Sempurna’ aku nyanyikan de-
ngan sedikit penghayatan. Tak lama uang 10.000-an masuk ke topi
yang sengaja dibuat jadi tempat penampung uang. Kami tersenyum,
tebakan kami benar. Mereka masih PDKT, wanita itu terlihat tersipu
Segalanya Butuh Strategi , Termasuk Mengamen
L 13 K
malu saat mendengar lirik tersebut, apalagi ketika cowok di depannya
menatap ke arahnya.
Karena merasa terwakili perasaannya, si cowok pasti akan
otomatis mengeluarkan uangnya untuk kami. Biasanya cowok yang
lagi pendekatan punya gengsi tinggi. Jadi dia akan memberikan kami
uang yang jumlahnya lumayan. Maklumlah ketika lagi PDKT cowok
selalu ingin kelihatan super wah dan dermawan di depan gebetan.
Benar nggak? Akan berbeda dengan pasangan yang sudah lama
pacaran. Itulah yang kita manfaatkan: status hubungan seseorang.
Dalam dua jam saja kita bisa mendapatkan uang lebih dari
100 ribu. Itu berkat strategi yang selalu kita terapkan. “Ngamen pun
harus cermat dan tepat, agar usaha kita tidak sia-sia”. Walaupun
terkadang apes juga karena salah sasaran dan tidak mendapatkan
uang sepeser pun.
Sorenya diisi dengan les, setelah itu langsung ngamen seben-
tar. Kemudian jam 7 malam aku pun melanjutkan membuka kedai.
Nando juga ikut membantu di kedai. Sekarang menu di kedai sudah
mulai bervariasi, tidak hanya minuman saja tetapi juga ada mar-
tabak telor, dan semua aku sendiri yang memasak. Meskipun aku
anak laki-laki, tetapi aku senang memasak. Bahkan bisa dikatakan
sudah menjadi hobi, kaarena itu ketika mendapat ilmu membuat
martabak yang proses pembuatannya harus membanting-banting
adonan di kedai milik sodara, dalam jangka waktu hanya tiga hari
saja aku sudah cukup mahir membuat martabak.
L 14 K
CERITA BROWNIES
Kegiatan itu terus aku lakoni sampai tidak terasa UN tingkat
SMA sudah di depan mata. Sampai pada saat menjelang UN, ma-
lamnya aku tetap berjualan. Melayani pembeli seperti biasa, Pukul
2 pagi aku baru pulang ke rumah dan tidur hanya beberapa jam
saja. Hari itu juga aku harus melaksanakan ujian dengan keadaan
ngantuk berat.
Bukan hanya itu saja, sekolah pun aku jadikan sebagai tempat
berbisnis. Aku berinisiatif membuat bisnis bersama teman-teman
dan dengan uang mereka aku kumpulkan untuk dijadikan modal
awal memulai berjualan brownies. Brownies yang kami buat akhirnya
dijual ke koperasi sekolah, dan aku yang membuat brownies terse-
but dengan tanganku sendiri. Tapi karena pada saat itu aku sedikit
malu jika orang tahu kerjaanku selalu jualan, akupun memberikan
kesempatan kepada seorang teman untuk menaruh browniesnya di
koperasi.
Ketika sampai di kantin, kami meninggalkan kuenya di meja,
kemudian langsung menuju kelas untuk menaruh tas. Belum sampai
15 menit ditinggalkan, kue itu sudah tidak ada. Pikiran negatif pun
muncul, apa mungkin kue itu sengaja tidak dipajang oleh petugas
kantin? Sontak saat itu aku merasa sedih sekaligus miris, “kok tega
ya guru sampai nggak majang kuenya batinku.”
Baru hari pertama berjualan brownies, kami sudah harus me-
nerima kepahitan. keadaan itu membuatku sedih, dan aku putuskan
untuk bertanya kepada penjaga kopersi. Ternyata saat bertanya kepa-
da guru penjaga koperasi, kue kami bukan tidak dipajang tapi justru
Segalanya Butuh Strategi , Termasuk Mengamen
L 15 K
ludes terjual secepat kilat. Di luar dugaan, murid perempuan banyak
berebutan untuk membeli kuenya. Bahkan kata penjaga koperasi,
tiap guru yang datang ke koperasi mereka akan membungkus seti-
daknya 10 potong kue untuk dibawa pulang. Katanya, kue itu enak
dan luar biasa senangnya ketika mengetahui kabar tersebut. Ketika
mereka tahu ternyata seorang anak laki-lakilah yang membuat kue
tersebut, mereka sempat tidak percaya. Padahal itu benar-benar
buatan tanganku sendiri.
qBeberapa hari kemudian, ada kabar buruk yang menghampiriku.
Kedai yang dibuka dari hasil sumbangan sodara-sodaraku harus
gulung tikar. Karena semakin hari malah semakin merugi. akhirnya
Nando pun mencari pekerjaan lain dan kami juga memutuskan untuk
berhenti mengamen.
Keadaan itu membuat aku berpikir keras untuk mencari ide
demi mendapatkan penghasilan dengan mencoba bisnis baru.
Lantas aku terpikir untuk buka line clothing sendiri. Aku yang tak tahu
apa-apa tentang desain, pelan-pelan mulai mengetahui salah satu
aplikasi untuk mendesain yaitu Corel Draw. Aku pun mulai belajar
tentang seluk beluk Corel Draw selama 1 bulan agar bisa membuat
satu desain baju. Tanpa guru, kemampuan mendesain kuasah secara
otodidak. Sehari aku hanya tidur 2 jam. Hasilnya, skill desainku tetap
tidak bisa dibilang bagus sampai sekarang.
L 16 K
CERITA BROWNIES
Meski begitu, aku tetap semangat. Dengan modal awal 1 juta
rupiah, aku memberanikan diri untuk memulai produksi awal sejum-
lah 25pcs baju dengan satu model desain. Beberapa hari kemudian
akhirnya produksi pun selesai. Ketika baju itu selesai, aku malah
kebingungan mau dijual ke mana baju sebanyak itu. Barang sudah
ada tetapi pasar belum siap. Alhasil baju-baju tersebut menumpuk
selama 1 bulan karena belum bisa terjual.
Ada usaha pasti ada jalan, begitu kata pepatah. Usahaku ini
akhirnya menemukan jalan keluar juga. Setelah banyak mendapat
masukan dari orang-orang di sekitar, terlintas ide untuk menitipkan
produk tersebut ke toko milik teman dan juga di bandara, tempat di
mana menjual berbagai merchandise untuk oleh-oleh. Alhamdulillah,
ketika aku mencoba menawarkan produk itu ke toko oleh-oleh yang
ada di bandara, mereka suka dan tertarik, katanya bahan yang aku
pakai bagus. Pelan-pelan aku mulai mendapatkan kepercayaan dan
sedikit demi sedikit aku juga mendapatkan pemasukan dari usaha
tersebut.
Bukan hanya itu saja, ketika kampus mengadakan acara yang di
mana mengundang pembicara dari luar kota, aku selalu menawarkan
diri untuk jadi supir pribadi mereka. Tentunya lewat bantuan panitia
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) kampus. Mulai dari menjadi supir-
nya Alitt Susanto, Raditya Dika, Pandji Pragiwaksono dan beberapa
orang hebat lainnya.
Kesempatan seperti itu tidak aku sia-siakan. Aku percaya, dari
mereka aku bisa mendapat banyak ilmu. Jadi selama berada didekat
Segalanya Butuh Strategi , Termasuk Mengamen
L 17 K
orang-orang seperti mereka, aku selalu berusaha untuk membuka
pembicaraan. Obrolannya pun bukan hanya sekedar basa-basi bia-
sa, aku selalu bertanya banyak hal dan menggali soal pengalaman
mereka selama berkarir. Banyak pelajaran yang aku dapat terutama
pelajaran tentang bagaimana bisa terus bertahan dan berjuang
dalam kehidupan.
Semenjak itulah, pikiranku semakin terbuka. Ide-ide di kepala
jadi semakin liar dan jauh ke depan. Aku semakin jadi anak yang
ambisius dan terlalu cuek untuk hal-hal lain. Salah satunya untuk
masalah percintaan, tapi bukan berarti aku tidak tertarik dengan
perempuan, hanya saja aku terlalu fokus dengan mimpi-mimpiku.
qProduk baju yang awalnya menumpuk sekarang sudah terjual habis.
Otakku mulai berpikir lagi, “sepertinya aku harus mencari celah di-
bisnis yang lain.”
Pertanyaan dari dalam diriku tiba-tiba muncul. “Kira-kira,
produk seperti apa yang bisa aku ciptakan di Jambi tetapi orang di
seluruh Indonesia bahkan sampai ke luar negeri juga bisa menggu-
nakannya?” aku berpikir, jika aku mencoba untuk membuka tempat
menjual makanan seperti sebelumnya, pasti tidak akan menjangkau
orang-orang yang jauh di luar Jambi. Aku ingin mereka yang bukan
tinggal di Jambi pun dapat menikmati produkku, dan kemungkinan
aku juga harus membuka cabang di banyak kota. Sepertinya, untuk
usaha seperti itu akan membutuhkan modal yang cukup besar.
L 18 K
CERITA BROWNIES
Saat itu juga aku memutuskan untuk menjual produk fashion
yaitu sepatu. Dengan kemampuan Corel Draw yang seadanya, aku
mencoba membuat sendiri desain sepatu yang unik. Desain sepatu
yang aku buat menggabungkan antara nuansa modern dan etnik.
Aku ingin membuat clothing batik casual untuk anak muda yang
benar-benar beda dari baju batik biasanya. Aku pikir, ini akan jadi
ciri khas dari produk yang aku beri nama dengan Jambiethnic.
Berhari-hari aku mencari tempat produksi yang cocok. Lumayan
sulit sih, karena rata-rata mereka menerima produksi berskala besar.
Tapi aku beruntung, ada salah satu tempat produksi yang bersedia
menerima pembuatan sepatu dalam jumlah yang sedikit. Karena ta-
bunganku menipis, aku hanya bisa memproduksi lima pasang sepatu
saja. Produksi yang berjalan cepat itu membawa kebingungan lagi
setelahnya. Aku masih saja kebingungan untuk memasarkan produk
itu seperti dulu.
qBeberapa waktu lalu aku sempat melihat ada brosur seminar tentang
kewirausahaan di Jakarta. Tanpa pikir panjang dengan tabungan
yang isinya tinggal satu juta lima ratus ludes aku korbankan demi
membeli tiket seminar.
Ketika berangkat ke Jakarta, aku membawa 3.000 lembar bro-
sur produk. Di sana aku mencoba untuk menyebarkan brosur demi
brosur ke tiap mobil yang parkir di JIExpo Kemayoran tempat dilak-
sanakannya seminar. Setelah menyebar flyer seharian, tidak ada hasil
Segalanya Butuh Strategi , Termasuk Mengamen
L 19 K
apa pun yang aku dapat. Cuman lelah dan keringat, “apes banget”.
Tapi dari sana aku mulai belajar tentang bagaimana caranya promosi
produk yang tepat sasaran dalam beriklan.
Kejadian kegagalan bagi-bagi brosur kemarin, aku semakin
penasaran soal seluk beluk dunia periklanan. Aku terus mencari
tahu sampai akhirnya aku mengenal tentang Internet Marketing dari
seorang teman yang juga penulis novel. Dia penulis buku yang me-
miliki followers ratusan ribu di Twitter. Dia mengajarkanku cara Buzzer
atau iklan lewat Twitter. Sampai akhirnya aku menerima tawarannya
untuk beriklan lewat akun Twitternya.
Modal 250 ribu aku keluarkan begitu saja untuk iklan, padahal
tabunganku semakin kering kerontang. Awalnya, aku tidak begitu
percaya dan menganggap itu sesuatu yang gambling. Tetapi diluar
dugaan ada kejutan datang setelahnya. Ibarat tertimpa durian
runtuh, dalam tiga hari, uang yang aku keluarin kemarin kembali
berkali-kali lipat berkat orderan yang meningkat. Mendadak aku
jadi orang yang sibuk mondar-mandir untuk mengirimkan barang
pesanan. Followers akun Jambiethnic pun bertambah sampai ribuan
dan reseller berdatangan dari beberapa kota di Indonesia. Dari sana,
aku mulai yakin jika produk ini memiliki prospek yang menjanjikan.
Lagi-lagi aku bersyukur dan berterima kasih kepada teman-
teman yang sudah menyadarkanku bahwa ada yang namanya Internet
Marketing dalam dunia periklanan. Aku yang awalnya minder, pelan-
pelan berubah jadi lebih percaya diri. Karena bisnis ini aku bertemu
dengan orang-orang hebat yang pada akhirnya menjadi timku yang
L 20 K
CERITA BROWNIES
solid. Berkat salah satu dari mereka, aku mendapatkan kesempatan
untuk mengikuti pameran nasional di Jakarta Convention Centre.
Sebuah kebanggaan besar buatku saat produk ini bisa bersanding
dengan brand-brand besar lainnya.
Kesempatan untuk mengembangkan Jambiethnic terus menga-
lir. Kamar dagang Semarang atau yang sering mengurus export-import
barang tertarik dengan Jambietchic. Salah satu klien mereka yang
berasal dari luar negeri menyukai konsep Jambiethic dan berniat
memesan ribuan pasang produk. Itu adalah kesempatan besar ba-
giku dan sebuah peluang untuk dapat membawa produk ini bisa go
international. Tetapi kerjasama itu tidak berjalan mulus seperti yang
diharapkan, karena kondisiku saat itu belum sanggup memenuhi
permintaan pasar. Maklumlah karena saat itu produksi sepatuku
masih terbatas. Meskipun kesempatan itu gagal, tapi ada jalan lain
yang terbuka setelahnya.
Kalau memang jodoh tak akan ke mana. Peribahasa itu mung-
kin cocok untuk mewakili perjalanan Jambiethnic. Dari kegagalan
kemarin, aku jadi mengenal beberapa orang asli Jerman dan orang-
orang dari kedutaan Indonesia di Jerman. Mereka inilah yang pada
akhirnya memesan sepatu dari Jambiethnic dan membuka peluang
untuk produk yang aku produksi dapat go international.
Pasar luar negeri ternyata memang berjodoh dengan
Jambiethnic. Hamburg, Jerman menjadi tempat pertama produk ini
dipasarkan. Produk sepatu asal bumi nusantara ini pun berhasil juga
dipajang untuk diperjual belikan di Kunt Ultrej Galerij di Amsterdam,
Segalanya Butuh Strategi , Termasuk Mengamen
L 21 K
Belanda. Hal ini bisa terjadi berkat campur tangan salah satu CEO
media cetak asal Malang. Waktu itu, Jambietchic pernah menjadi
bahan berita liputan media miliknya. Tak disangka, dia tertarik untuk
memasarkannya ke Belanda melalui bantuan suaminya yang kebetul-
an orang Belanda. Dengan link yang ia miliki, akhirnya produk anak
umur 18 tahun ini bisa bersaing dengan produk sepatu dari Cina dan
Malaysia di pasar Eropa.
Semenjak itulah mulai berdatangan undangan untuk mengisi
seminar sebagai pemateri. Salah satu yang terbesar adalah undangan
mengisi materi seminar di Universitas Indonesia. Aku pun sempat
menjadi pemateri di beberapa kota besar lain. Hingga mendapat be-
berapa penghargaan dari kota asalku di bidang wirausaha. Pada saat
itu, aku punya secercah harapan untuk masa depan yang lebih baik.
q
MENGEJAR WANITA IDAMAN
PIKIRANKU selama ini hanya tertuju pada bisnis, bisnis dan bisnis.
Aku selalu mengesampingkan urusan hati. Tapi setelah cukup perca-
ya diri atas apa yang sudah aku capai dan miliki, mulailah aku
membuka hati untuk seorang perempuan. Aku percaya dia akan
menemaniku berjuang dan berproses demi mencapai mimpi indah
bersama.
Satu dua orang perempuan mulai kukenal. Sampai suatu keti-
ka aku bertemu dengan seseorang bernama Niki. Dia adalah salah
satu mahasiswi jurusan kedokteran di universitas negeri di kotaku.
Kami mulai intens berkomunikasi dan menjadi lebih semakin dekat.
Walaupun menurutku kita belum terlalu nyambung saat sedang
mengobrol bersama, tapi disisi lain dia sudah cukup jadi sosok yang
baik buatku.
Masalah pun datang ketika aku mulai semakin dekat dengan
Niki. Mantan pacar Niki yang sudah berpacaran selama bertahun-
tahun dengannya, memaksa dia untuk kembali berpacaran. Awalnya
Niki menolak, tapi mantannya nekat dan mencoba bunuh diri dengan
cara meneguk obat serangga. Ia hampir dilarikan ke rumah sakit dan
Niki kebingungan. Karena takut disalahkan oleh banyak orang jika
nanti terjadi apa-apa atas mantannya itu, Niki akhirnya berpacaran
lagi dengannya. Aku mengira hal semacam itu hanya ada di sinetron
saja, ternyata ada orang yang nekat ngelakuin hal bodoh seperti
bunuh diri demi hal sepele seperti itu dan aku menemukannya di
kehidupan nyata.
Mengejar Wanita Idaman
L 25 K
PIKIRANKU selama ini hanya tertuju pada bisnis, bisnis dan bisnis.
Aku selalu mengesampingkan urusan hati. Tapi setelah cukup perca-
ya diri atas apa yang sudah aku capai dan miliki, mulailah aku
membuka hati untuk seorang perempuan. Aku percaya dia akan
menemaniku berjuang dan berproses demi mencapai mimpi indah
bersama.
Satu dua orang perempuan mulai kukenal. Sampai suatu keti-
ka aku bertemu dengan seseorang bernama Niki. Dia adalah salah
satu mahasiswi jurusan kedokteran di universitas negeri di kotaku.
Kami mulai intens berkomunikasi dan menjadi lebih semakin dekat.
Walaupun menurutku kita belum terlalu nyambung saat sedang
mengobrol bersama, tapi disisi lain dia sudah cukup jadi sosok yang
baik buatku.
Masalah pun datang ketika aku mulai semakin dekat dengan
Niki. Mantan pacar Niki yang sudah berpacaran selama bertahun-
tahun dengannya, memaksa dia untuk kembali berpacaran. Awalnya
Niki menolak, tapi mantannya nekat dan mencoba bunuh diri dengan
cara meneguk obat serangga. Ia hampir dilarikan ke rumah sakit dan
Niki kebingungan. Karena takut disalahkan oleh banyak orang jika
nanti terjadi apa-apa atas mantannya itu, Niki akhirnya berpacaran
lagi dengannya. Aku mengira hal semacam itu hanya ada di sinetron
saja, ternyata ada orang yang nekat ngelakuin hal bodoh seperti
bunuh diri demi hal sepele seperti itu dan aku menemukannya di
kehidupan nyata.
L 26 K
CERITA BROWNIES
Aku sadar, jika aku paksakan untuk terus mendekati Niki
mungkin akan ada hal buruk yang menimpaku. Bayangkan saja ke-
tika seseorang berani menyakiti dirinya sendiri untuk mendapatkan
yang dia inginkan, dia pasti tidak akan segan-segan untuk menyakiti
orang lain. Yang aku pikirkan saat itu bukan hanya diriku sendiri, tapi
juga orang-orang di sekelilingku, terutama Ibu dan adikku. Takut
nantinya akan terjadi hal buruk tentang keselamatan Ibu dan Adik,
aku memilih mundur.
Aku langsung menjauh dari Niki dan aku tidak perlu waktu
lama untuk bisa move on. Mungkin karena perasaanku pada Niki be-
lum terlalu dalam, jadi aku lebih mudah membuatnya berlalu dari
kehidupanku. Hari-hariku pun kembali seperti biasa. Mengerjakan
apa pun yang bisa aku lakukan untuk sedikit melupakan masalah
kesendirianku.
Aku pernah mendengar seseorang berkata, bekerja keraslah biar
jodoh nanti datang sendiri. Hal itu mungkin benar, tapi terkadang yang
datang tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Apalagi yang aku
inginkan bukan hanya seorang wanita yang mampu menerimaku
saat aku memiliki sesuatu, tetapi yang kucari adalah dia yang mau
menggenggam tanganku di saat aku belum memiliki apa-apa.
Karena orang itulah yang akan memberi dukungan di keadaan apa
pun dan mau untuk terus berproses bersama hingga sukses nanti.
Karena menurutku pasangan terbaik bukan dia yang sem-
purna, tapi dia yang memiliki kecocokan yang sangat erat dengan
kita. Karena yang sempurna, belum tentu bisa cocok dan selalu ada
Mengejar Wanita Idaman
L 27 K
seperti apa yang kita mau. Tapi ketika kita cocok, tak sempurna pun
ia selalu ada dan memiliki tempat di hati kita. Karena rasa nyaman
akan muncul saat bersama.
qAku banyak mengenal orang-orang baru selama menggeluti
dunia bisnis. Salah satunya Agus, seorang pembisnis muda berumur
20 tahun yang produknya sudah sukses di pasar nasional.
Dia mengundangku untuk masuk ke salah satu komunitas
bisnis. Komunitas ini memanfaatkan jejaring sosial internet sebagai
tempat sharing dan berbagi ilmu satu sama lain. Anggotanya berasal
dari kota-kota di Indonesia. Aku benar-benar berterima kasih karena
dia sudah memperkenalkan komunitas ini padaku karena di sinilah
awal cerita baruku dimulai.
Di grup itu, aku disambut hangat sebagai keluarga. Aku seperti
menemukan rumah baru. Keceriaanku tanpa disadari semakin me-
ningkat, bisa dibilang aku anggota yang paling aktif di grup. Mulai
dari membahas hal yang serius ataupun obrolan yang mengundang
tawa, aku pasti selalu ikutan nimbrung.
Hampir setiap jam selalu ada chatku di sana, hal itu muncul
sebagai bentuk kegembiraanku saat diterima di suatu lingkungan
baru. Bukan karena aku cerewet, tapi itu kulakukan untuk menutupi
kekosongan dan kesendirianku. Sebab di dunia nyata aku hidup ke-
sepian dan tidak tahu harus berbagi kisah dengan siapa. Sehingga,
L 28 K
CERITA BROWNIES
grup itu jadi tempatku untuk menumpahkan keluh kesah sekaligus
jadi sumber kebahagian baru.
Untungnya kehadiranku di sana direspon dengan baik oleh yang
lain. Bahkan jika sebelumnya grup tersebut hanya ramai saat malam
hari saja, tapi sejak itu grup menjadi ramai hingga 24 jam. Karena ter-
lalu aktif terkadang sampai menghasilkan ribuan chat yang semakin
mengakrabkan para anggotanya seperti keluarga. Sampai-sampai
aku bisa terbuka mengenai perasaanku yang sedang galau karena
ditinggalkan seorang perempuan yang lebih memilih mantannya
ketimbang aku dan mereka selalu menyemangatiku.
qSuatu hari, Deny salah satu anggota di grup itu memasukkan dua
perempuan sebagai anggota baru. Awalnya aku tidak tertarik dengan
mereka berdua. Di saat orang lain mulai melakukan chat pribadi de-
ngan salah satu dari mereka bahkan keduanya dengan maksud PDKT,
aku masih saja cuek dan tidak ngelakuin hal yang serupa.
Salah satu dari wanita itu terlihat santun saat membalas chat
anggota lain di grup. Caranya menanggapi guyonan atau perkataan
orang menurutku terlihat anggun. Aku yang awalnya cuek tiba-tiba
memendam rasa kagum akan akhlak dan tingkah lakunya. Dia
mengenalkan dirinya sebagai Nara, tapi karena umurnya terpaut 4
tahun di atasku aku lantas memanggilnya dengan sebutan Kanara.
Aku sengaja menggabungkan kata Kakak dan Nara menjadi Kanara
agar lebih terkesan dekat.
Mengejar Wanita Idaman
L 29 K
Kekagumanku terhadap Nara menghasilkan penantian yang
tanpa sadar aku lakukan. Aku selalu menantikan kehadirannya di
grup, dan ketika grup sudah mulai ramai, aku selalu bertanya tentang
keberadaan Nara seperti ini:
Putra : Di mana Kanara?
Putra : Kanara kok nggak ada sih?
Putra : Kanara … Kanara….
Di sana aku seperti orang yang sedang melakukan modus
dengan Nara, tapi ternyata bukan aku saja yang tertarik terhadap
Nara. Dari 50 orang anggota grup, 10 laki-laki diantaranya juga meng-
idamkan sosok Nara. Dari sumber yang terpercaya, kesepuluh orang
tersebut sudah coba melakukan pendekatan langsung ke Nara lewat
chat pribadi. Sedangkan aku walau sering ribut dan kelihatannya
sering modus ke Nara di grup, aku bahkan belum pernah sekalipun
melakukan obrolan secara pribadi.
Di mataku dia adalah sosok yang sangat anggun, berwibawa
dan ramah. Tapi justru itu yang membuatku semakin takut dan segan
padanya. Makin hari aku semakin sering menggodannya di dalam
obrolan grup dan di depan banyak orang aku mulai menanyakan
sesuatu yang bersifat pribadi seperti tentang keluarga atau yang
lainnya.
Putra : Kanara punya adik nggak?
Nara : Aku punya satu Adik laki-laki. Malah usianya lebih tua
2 tahun dari kamu
L 30 K
CERITA BROWNIES
Duh, makin jauh aja nih harapanku untuk bisa deketin Nara.
Adiknya saja masih lebih tua dari pada aku. Tapi anehnya, aku malah
semakin semangat buat deketin dia.
Putra : Kak, Imam di masjidil haram aja yang umurnya 40
tahun bisa ngimamin banyak makmum yang lebih tua
Nara : Hahaha jawaban kamu bagus juga
Sebenarnya, ada pesan tersirat yang ingin aku sampaikan ke
Nara kalau yang lebih muda belum tentu tidak bisa jadi pemimpin
untuk yang lebih tua, apalagi dalam soal agama dan keluarga. Umur
tak selalu jadi patokan ketika menjalani segala sesuatu. Dan dalam
sekejap aku merasa senang karena bisa membuat Nara tersenyum.
Semakin hari aku semakin aktif di grup untuk menarik perhati-
an Nara, tapi sedihnya aku masih belum berani sekalipun melakukan
personal chat dengan Nara. Aku hanya berani di dalam grup saja, di
luar itu nyaliku selalu menciut. Ironisnya lagi, beberapa pria yang
menyukai Nara justru curhat padaku dan mengatakan kalau mereka
sudah chatting, teleponan bahkan mereka sudah sangat dekat.
Semangatku mulai runtuh saat itu, ketika ternyata ada seorang
teman yang sepertinya sudah memiliki hubungan dekat dengannya.
Padahal aku sudah merasa cocok dengan Nara yang menurutku baik.
Bahkan aku tidak memperdulikan umurnya yang lebih tua 4 tahun
dariku. Kenyataan memang kadang menyakitkan, tapi selama belum
pacaran ataupun menikah, aku merasa dia masih belum jadi haknya
siapa-siapa, Termasuk lelaki tersebut.
Mengejar Wanita Idaman
L 31 K
Aku pun tetap mendekati Nara di grup walau di hati rasanya
sakit karena aku hanya berani mengungkapkan dan menunjukkan
rasa sukaku di grup. Hanya di depan orang ramai saja, sedangkan
secara langsung pergerakanku NOL BESAR.
Nara pun jadi menganggap rasa sukaku kepadanya hanya seke-
dar main-main dan hanya untuk bercanda, bukan benar-benar suka.
Padahal di balik itu aku benar-benar memendam rasa suka terhadap
Nara. Sampai-sampai aku mengalahkan rasa gengsi dan malu untuk
selalu menggodanya agar Nara sadar kalau aku menyukainya dan
memiliki perhatian lebih walau hanya lewat kata-kata yang dianggap
guyon di grup saja.
Bahkan aku sempat bertanya seperti ini padanya, gimana kalau
ada yang suka itu lebih muda dari Kanara? terus bilang Khadijah aja lebih
tua dari Nabi Muhammad tapi bisa tetap menikah. Dan banyak lagi perta-
nyaan menjurus lainnya yang menyangkut perasaan dan harapanku
padanya. Tapi dia hanya tertawa kecil dan lagi-lagi hanya menjawab
dengan anggun, dia benar-benar mahir mengatur emosi dan ucap-
annya. Itu semakin membuatku kagum melihatnya.
Tanpa terasa, rasa sakit karena kehilangan orang tua ketika
SMA semakin bisa aku lupakan. Aku juga tidak begitu merasa sen-
dirian lagi. Berkat Nara, senyum dan semangatku muncul kembali.
Walaupun kami tidak pernah berbicara langsung atau sekedar per-
sonal chat, setidaknya aku bisa menyapa orang yang aku suka setiap
hari dan itu sudah lebih dari cukup untukku.
q
L 32 K
CERITA BROWNIES
Nara berasal dari Jakarta dan semakin hari aku semakin
ingin bertemu langsung dengannya. Awal tahun 2014 aku pergi ke
Thailand, setelah pulang dari Thailand aku langsung pergi meng-
hadiri undangan seminar sebagai pembicara acara kewirausahaan
disalah satu kota di Jawa Barat.
Terhitung satu minggu non stop aku melakukan perjalanan. Dari
Thailand kemudian langsung pergi untuk menghadiri undangan se-
minar, itu semua membuat fisikku drop karena terlalu lelah. Sebelum
pulang ke Sumatera, aku harus terlebih dahulu mampir ke Jakarta
untuk naik pesawat ke Jambi.
Beberapa anggota grup yang tahu kalau aku akan mampir ke
Jakarta kemudian berinisiatif untuk melakukan gathering kecil-kecil-
an. “Wah boleh juga tuh menurutku” dan yang membuat aku lebih
senang lagi ketika Nara bilang kalau dia akan datang ke gathering
tersebut. Akhirnya aku punya kesempatan untuk bisa bertemu lang-
sung dengan Nara.
Sesampainya di Jakarta dengan kondisi badan yang lemas, wa-
jah pucat dan kucel, aku langsung menuju kosan seorang teman. Dia
memberi tawaran untuk tidur di tempatnya. Dan subuh itu, aku tidur
dengan kondisi badan yang menggigil sebelum akhirnya terlelap.
Badanku benar-benar kelelahan akibat perjalanan kemarin.
Aku melirik jam dan waktu sudah menunjukan pukul 12 siang.
Aku baru sampai di Jakarta pukul 3 subuh dan baru tidur beberapa
jam saja. Mataku berat sekali, tapi saat ingat kalau jadwal gathering
itu pukul 3 sore aku langsung terbangun. Aku yang sakit, menggigil
Mengejar Wanita Idaman
L 33 K
dan merasa sedikit pusing itu langsung memaksakan diri untuk man-
di. Demi dia, aku melawan rasa sakitku karena tidak ingin terlihat
kusut dan kucel di depan Nara nanti.
Setelah selesai mempersiapkan penampilan, aku langsung be-
rangkat dengan menggunakan taksi. Ternyata aku salah satu orang
yang datang paling terahkir di sana. Sekitar 15 orang anggota yang
berdomisili di Jakarta tampak telah hadir. Aku kecewa ketika tidak
melihat tanda-tanda keberadaan Nara di antara mereka. Aku pun
pura-pura menutupi kekecewaan dengan memulai pembicaraan de-
ngan yang lain. Aku merasa tujuan awalku datang ke gathering hancur
seketika, tapi aku mencoba mengikuti gathering sampai selesai. Saat
sedang asik mengobrol, aku melihat seorang wanita tengah berjalan
menghampiri kami. Aku tertegun sesaat kemudian tersadar.
“Itu Nara, batinku.”
Aku langsung mengeluarkan senyum grogi. Rasanya aneh
saja melihat Nara secara langsung untuk yang pertama kalinya. Dia
benar-benar berbeda, dan di depanku terlihat seorang perempuan
sederhana tanpa riasan diwajahnya duduk dengan begitu anggun.
Untuk ukuran perempuan sekelasnya, Nara benar-benar berbeda.
Tidak ada yang berlebihan, kecuali kesederhanaan dan keanggunan
yang dia tampilkan saat itu.
Nara orang yang selama ini aku idam-idamkan secara jauh, yang
hanya bisa kusentuh lewat percakapan-percakapan di jejaring sosial.
Dia orang yang mampu menciutkan nyaliku untuk sekedar mengobrol
secara personal dengannya. Sekarang dia ada di depan mataku.
L 34 K
CERITA BROWNIES
“Noh bini lo datang tuh,” bisik seorang teman yang memper-
silahkan Nara untuk duduk berhadapan dengan bangkuku. Aku
langsung menunduk.
Duh
Sambil melanjutkan obrolan, aku curi-curi pandang ke arah
Nara. Sampai tak terasa waktu ashar pun tiba. Kami para lelaki,
bergegas ke mushola untuk berjamaah. Saat perjalanan ke mushola
tiba-tiba muncul niatan untuk berfoto bersama Nara, tapi niat itu
tidak terlaksana karena saat aku kembali ke tempat berkumpul, Nara
sudah tidak ada di sana. Ternyata dia sudah dijemput oleh mamanya,
dan aku sangat kecewa.
Tak lama setelah kepulangan Nara, aku pamit kepada yang lain.
Aku harus mengejar pesawat yang akan berangkat pukul 7 malam
dan bergegas menuju bandara. Di perjalanan aku hanya bisa memen-
dam rasa kecewa karena gagal foto bersama perempuan yang selama
ini jadi idamanku.
Beberapa hari setelah itu HP-ku tiba-tiba rusak. Sudah hampir
satu minggu aku lost kontak dengan teman-teman di grup. Keadaan
itu membuatku merasa kesepian karena aku merasa grup itu sudah
menjadi bagian hidupku yang lain. Lingkungan yang mau menerima-
ku dan tanpa grup itu aku merasa sendirian lagi.
Di hari ketika HP-ku rusak aku mencoba membuka Twitter
melalui laptop, dan begitu girangnya aku melihat mention dari Nara
muncul di dinding Twitterku. “dua hari lagi aku bertugas mengisi materi
Mengejar Wanita Idaman
L 35 K
ringan di grup,” tulis Nara di sana. Sebelumnya dia sudah mencoba
memberitahuku lewat WhatsApp tetapi tidak berhasil karena kondisi
HP-ku yang masih rusak.
Setiap anggota grup memang punya kewajiban berbagi ilmu
mereka lewat kegiatan sharing. Setiap harinya, masing-masing men-
dapat giliran untuk melakukan sharing ringan. Ada yang bertugas
menjadi pemateri dan ada juga yang menjadi moderator. Topik
yang dibahas beragam, mulai dari bisnis, agama sampai mengenai
keluarga dan yang lebih mengejutkannya lagi, Naralah yang bertugas
sebagai moderatorku. Hatiku berbunga-bunga, aku senang setengah
mati. Akhirnya ada juga alasan untuk memulai chat pribadi dengan
Nara walaupun hanya sebatas pembahasan mengenai sharing saja.
Sayangnya yang menjadi permasalahan sekarang adalah kon-
disi HP-ku yang rusak dan aku pun mulai stres. Coba bayangkan, dua
hari lagi HP-ku ini harus sudah harus dapat digunakan karena aku
tidak ingin kehilangan kesempatan emas ini. Aku langsung bergegas
ke tempat service HP.
“Mbak saya pengen HPnya cepet selesai yah,” kataku setengah
memaksa.
“Kalau harus bayar pun nggak apa-apa deh. Yang penting HP-
nya cepet beres.”
“Kami usahakan ya Mas.”
Dalam dua hari, aku sampai mondar-mandir ke tempat service.
Sehari sampai bisa 3 kali untuk memastikan HPku bisa diselesaikan
L 36 K
CERITA BROWNIES
lebih cepat. Jika kemungkinan terburuk HPnya juga belum selesai
diperbaiki sampai hari dimana aku harus sharing dengan Nara, aku
berniat untuk meminjam HP teman saja.
Dua hari kemudian HPku sudah kembali berfungsi. Nara
mulai sibuk menayakan topik apa yang akan aku bahas nanti. Dia
aktif bertanya ini-itu, sedangkan aku sendiri hanya menjawab sea-
danya. Bukan karena aku tidak suka, tapi aku grogi dan takut salah
menjawab. Maklumlah Nara sosok anggun yang aku idam-idamkan
sekali. Dan kali ini, akhirnya aku berkesempatan chat secara pribadi
pertama dengannya.
Tapi jujur saja, apa yang aku lakukan kepada Nara ketika di
grup itu benar-benar tulus bukan hanya modus semata. Aku ingin
orang-orang tahu bahwa aku sungguh menyukai Nara dan dialah
satu-satunya orang yang aku suka. Aku tahu, beberapa anggota yang
lain pun ada yang mendekati anggota wanita lebih dari satu orang.
Tapi karena pergerakan mereka diam-diam jadi tidak ketahuan
oleh yang lain. Aku tidak mau seperti itu, aku hanya ingin Nara dan
hanya pada Naralah aku ingin mengungkapkan perasaanku yang
sebenarnya walaupun itu hanya di dalam obrolan grup saja, tidak
secara langsung.
Aku bersyukur pernah chat secara pribadi dengan Nara meski
pun hanya membahas tentang materi sharing saja. Tapi, itu benar-
benar kesempatan langka. Caraku mengobrol dengan Nara sangat
berbeda dengan yang biasanya. Bahasa yang kugunakan benar-benar
kaku. Berbeda 180 derajat dengan caraku mengobrol di grup. Aku
Mengejar Wanita Idaman
L 37 K
merasa malu dan sungkan, itu semua karena aku sangat menghor-
mati dia.
Singkat cerita acara sharing itu berjalan lancar. Ketika Nara bilang
sharingnya bagus, aku sangat terharu. Saat itu isi materi sharing adalah
bagaimana caranya saat mati namun tetap bisa hidup. Anehkan ba-
hasannya? Materi ini aku alami sendiri dikehidupan nyata.
Dari pengalaman yang sudah aku bagi di obrolan grup. Beberapa
orang tiba-tiba kagum padaku, karena saat itu aku termasuk anggota
termuda. Umurku masih 19 tahun dan di umur segitu aku sudah ber-
juang membangun usaha sendiri, mencoba mandiri dengan kondisi
kehidupan yang tidak bisa dibilang baik-baik saja.
Mereka seakan-akan menganggap aku adalah orang yang he-
bat. Padahal aku merasa hanya jadi orang yang tidak tahu apa-apa.
Nara pun ikut-ikutan bangga melihat aku yang seperti itu. Acara sha-
ring pun selesai dengan sukses, obrolanku dengan Nara secara pribadi
pun ikut selesai juga. Karena setelahnya, rasa takut itu muncul lagi.
Semakin hari rasa kagum dan sukaku pada Nara semakin tak
terbendung. Aku memutuskan untuk curhat ke beberapa teman
grup yang sudah punya pengalaman berumah tangga. Mereka me-
nyarankanku untuk mendekati Nara dengan serius kalau memang
suka. Bahkan, menyuruhku untuk memberi sebuah kado pada Nara.
Karena katanya, nabi pernah mengatakan seperti ini :
“saling memberi hadiahlah kamu, maka kamu akan saling
menyayangi”
L 38 K
CERITA BROWNIES
Semua saran mereka yang menurutku bagus itu pun tidak be-
rani aku lakukan.
“Gimana, lo udah berani chat si Nara ?” kata seorang teman yang
aku tahu punya perasaan dengan Nara
“Belum, gue masih segan.”
“Ah lo gimana sih. gue udah sering chat sama Nara, teleponan
terus bangunin pas mau sahur. Bahkan Nara pernah mimpiin gue
juga loh,”
Aku yang belum pernah mengungkapkan perasaan secara
langsung ke Nara pun jadi ngedown mendengarnya. Mereka berdua
seakan sudah dekat sekali dan aku jadi pesimis untuk menjangkau
Nara.
“Lo ngepur (istilah dalam taruhan) gue ya Put?”
Seperti ada yang mau meledak di dalam diriku ketika mende-
ngar kalimat itu, aku marah tapi coba kutahan. Perkataannya itu,
seakan-akan memposisikan Nara hanya sebagai mainan kami berdua
saja. Aku tidak terima karena Nara adalah orang yang sangat aku
hargai dan rasa sayangku padanya benar-benar tulus.
“Gue nggak ngechat Nara karena gue segan sama dia. Gue cu-
man takut salah ngomong aja saat ngobrol bareng dia,” kataku sambil
mengakhiri pembicaraan.
Setelah itu aku mencoba curhat lagi ke orang yang dituakan di
grup. Menurutnya, aku nggak perlu takut dan merasa down dengan
Mengejar Wanita Idaman
L 39 K
perkataan temanku. Apa yang ia katakan belum tentu benar dan
sama dengan apa yang dikatakan Nara. Dari situ aku diminta untuk
mendekati Nara lagi. Mencoba untuk memulai pembicaraan, meski-
pun aku sendiri bingung mau mulai dari mana.
Nara mempunyai usaha dibidang travel. Dari situ terlintas bebe-
rapa ide untuk usahanya. Entah mengapa aku ingin sekali membagi
ide marketing tersebut ke Nara, siapa tau bisa membantu. Akhirnya,
aku jadi sering sharing dengan dia. Dia menghargai ideku dan men-
catat setiap apa yang aku sampaikan. Aku makin respect denganya,
rasa canggung dan kaku mulai berkurang sedikit demi sedikit. Kami
semakin nyambung dan cocok satu sama lain.
“Aku suka sama Kanara,” tiba-tiba kalimat itu keluar begitu saja
dariku. Entah keberanian dari mana aku bisa mengatakan perasaa-
anku secara terang-terangan padanya. Nara sepertinya cukup kaget
mendengar itu.
“Umurku kan lebih tua dari kamu Put.”
“Nara, Ini semua bukan masalah umur. Dulu aku kayak cowok
lain yang takut memiliki pasangan yang umurnya lebih tua karena
cewek bakal lebih cepat menua dari pada cowok.
“Tapi ketika aku kenal kamu, aku jadi yakin kalau fisik yang me-
nua bukan berarti membuat kadar cinta dan kasih sayang di dalam
sebuah rumah tangga juga menua dan menurun.”
Aku mengagumi Nara karena sifat dan akhlaknya. Banyak
perempuan yang aku kenal dan berhijab tapi tidak seperti dia yang
L 40 K
CERITA BROWNIES
mempraktekkan ketaatan disetiap yang dia kerjakan. Nara selalu
hati-hati dan takut melanggar larangan-larangan agama.
Dulu, aku bepikir untuk menikah diumur 23 tahun, tetapi
karena Nara aku jadi ingin secepatnya menikah. Aku tahu, di luar
sana memang banyak sekali perempuan tapi yang seperti Nara itu
mungkin hanya lewat satu kali di kehidupanku dan aku tidak ingin
melewatkannya begitu saja.
Nara terus cemas setiap harinya dan di saat itu juga aku selalu
berusaha menenangkan dia. Karena sebenarnya tidak ada yang per-
lu dicemaskan. Menurutku Nara itu terlihat awet muda sedangkan
aku benar-benar awet tua. Jadi akan serasi dan balance ketika kita
jalan bersama.
Meski pun begitu, Nara tidak pernah memandangku seperti
anak kecil. Dia menghargai setiap pendapat yang aku berikan bahkan
dia melaksanakan beberapa pendapatku. Itulah yang membuatku
yakin kalau aku bisa jadi pemimpin untuk Nara jika sudah berumah
tangga nanti. Karena ketika istri udah patuh pada suami itulah surga
dalam rumah tangga untuk lelaki. Dan aku mau mewujudkannya
bersama Nara.
qMakin hari kita semakin cocok walaupun dipisahkan jarak yang
cukup jauh yaitu sekitar 600 KM. Beberapa bulan terakhir, selama
kita berhubungan lebih sering dari sebelumnya, rasa kagumku mulai
berubah jadi rasa sayang. Aku tidak pernah berani untuk menelepon
Mengejar Wanita Idaman
L 41 K
Nara karena aku masih menjaga rasa hormatku, meskipun dia sudah
tau perasaanku.
Butuh waktu 1 bulan lebih untuk meyakinkan Nara untuk
percaya padaku kalau aku tidak main-main dengan rasa sayangku
padanya. Aku tetap pada prinsipku untuk tidak mempermasalahkan
umur, akhirnya dia pun luluh juga.
Kami pun semakin dekat, sejak saat itu kami saling berbagi
banyak hal. Dia jadi tempatku berkeluh kesah. Dan aku merasa tidak
sendirian lagi menjalani hidup. Aku punya partner untuk menghadapi
banyak ujian bersama. Setiap aku jatuh dia selalu mengangkat sema-
ngatku dan kita saling menguatkan satu sama lain.
“Kamu itu orang yang aku percaya untuk jadi imam aku. Orang
yang selalu aku banggakan di depan siapa pun. Kamu pasti kuat
menghadapinya,” kata Nara.
Itu kalimat magis yang selalu membuatku bangkit dan terus
semangat. Mungkin kata semacam itu bagi sebagian orang dianggap
biasa saja, tapi bagiku yang biasa hidup dan berjuang sendiri demi
bisa punya masa depan lagi, ini jadi hal yang luar biasa sekali. Aku
merasa ada seseorang yang selalu siap 24 jam buat memeluk dan
menyemangatiku.
q
PAKAIAN DAN
ANGGAPAN ORANG
Pakaian dan A nggapan Orang
L 45 K
NARA bilang akan pergi ke Dubai dan menjalankan ibadah umroh.
Nara berpamitan padaku sebelum pergi.
Nara : Aku mau pergi ke Dubai dan insyaallah aku langsung umroh. Maaf ya kalau
nanti aku nggak bisa setiap saat ngasih kabar. Aku takut nggak dapet sinyal.
Tapi aku pasti berusaha ngabarin kamu yah kalau nemu Wi-Fi
Beberapa hari berlalu, tidak ada kabar dari Nara. Mungkin Nara
belum mendapat sinyal Wi-Fi. Sampai akhirnya ia menghubungiku
untuk pertama kalinya. Nara mengirimkan sebuah foto berlatar
belakang kemegahan Burj Khalifah, salah satu pencakar langit yang
jadi icon di Dubai. Di foto tersebut, tertulis sepotong doa yang tulus
ia berikan untukku. Kalimatnya seperti ini :
Semoga Jambiethnic bisa seperti Burj Khalifah dan ada di puncak
brand-brand terkenal dunia
Dan belakangan aku tau, ternyata untuk mendapatkan foto
tersebut Nara sampai harus jalan sejauh 2 KM dengan kondisi badan
yang sedang demam. Ia memaksakan kakinya yang sedang sakit un-
tuk berjalan di tengah dinginnya malam. Aku terharu atas apa yang
Nara lakukan. Di tempat jauh seperti itu, Nara masih saja berusaha
keras untuk membuatku tersenyum. Aku lantas menangis bahagia
untuk yang pertama kalinya. Menurutku dialah orang yang paling
so sweet yang pernah ada di hidup seorang PATRIA PRIMA PUTRA.
Suatu malam ketika dia masih di Dubai aku iseng bernyanyi
untuk Nara melalui Voicenote. Itu pertama kalinya Nara mendengar
L 46 K
CERITA BROWNIES
suaraku dan Nara malah langsung terheran-heran ketika selesai
mendengar nyanyianku.
“Ini beneran kamu yang nyanyi,” katanya sambil tertawa.
“Hahahahahaha. Ya, iyalah siapa lagi coba.”
“Aku kira kamu ngerekam suara orang atau penyanyi lain. Suara
kamu lumayan juga,” tutup Nara.
Nara senang aku bernyanyi untuknya. Dia malah jadi sering
minta untuk dinyanyikan lagi dan ia pun jadi fansku satu-satunya
sejak saat itu. Aku tidak menyangka gara-gara aksi spontanku untuk
bernyanyi, kami berdua jadi semakin dekat.
Setelah Dubai, Nara melanjutkan perjalanan ke Mekkah. Dia
mengirimkan sebuah foto di depan ka’bah bertuliskan :
Putra dan Nara 2015
Aku hanya bisa mengaamiinkan dari jauh dan rasanya aku ingin
ada di sana bersama Nara.
Pulang dari umroh, kami semakin sering bercerita panjang le-
bar. Kami ternyata punya kesamaan. Nara dari kecil tidak suka keluar
rumah sama persis denganku yang juga tidak terlalu sering keluar.
Kami saling mengisi kekosongan masing-masing.
Dia selalu percaya dengan segala keputusan yang aku ambil.
Ketika sedang down dan dalam masalah, Nara tahu gimana caranya
menenangkan aku. Kamu tuh kebanggaannya aku, aku aja mau percayain
Pakaian dan A nggapan Orang
L 47 K
hidup aku nanti sama kamu. Jadi jangan nyerah calon imamku. Ah…Nara
selalu saja manja.
Perbedaan umur pun semakin tidak kami rasakan, aku sebagai
laki-laki terkadang sering mengingatkan dia agar bisa hidup mandiri.
Mungkin karena dia anak perempuan satu-satunya jadi dimanja de-
ngan orang terdekatnya. Walaupun aku lebih kecil dari dia, di umurku
yang masih 19 tahun ini, aku selalu bisa membuat dia menerima
pendapatku. Nara tidak pernah membantah. Setiap nasihat yang
aku beri dia selalu berusaha untuk melakukannya. Nara tahu, meski
pun umurku lebih kecil dari dia, aku sudah terbiasa menghadapi
permasalahan hidup sendiri setelah Ayah meninggal.
Aku sering mengingatkan dia agar jangan sering menangis keti-
ka menghadapi cobaan hidup. Aku mau dia kuat dan hebat karena di
balik keanggunannya, sebenarnya Nara punya sikap lembut dan ce-
pat mellow. Jadi aku selalu ingin membuat dia lebih kuat. Dari situlah
akhirnya aku punya panggilan sayang untuk Nara. Aku memanggil
Nara dengan sebutan ‘Khadijah’ atau ‘Khadijahnya aku’ karena Nara
adalah salah satu pengagum istrinya Nabi Muhammad, Khadijah
binti Khuwailid. Menurut Nara itu adalah panggilan paling romantis
yang pernah ia dapat dan dia pun terharu mendengarnya.
Aku ingin Nara jadi wanita hebat seperti Khadijah. Walaupun
Khadijah lebih tua dari Nabi Muhammad tapi nabi sangat men-
cintainya hingga akhir hayat. Selain istri yang hebat Khadijah juga
saudagar atau pengusaha yang hebat dan mandiri. Aku mau Nara
L 48 K
CERITA BROWNIES
mencontohnya. Do’aku adalah supaya Nara jadi wanita yang kuat dan
hebat seperti Khadijah.
Aku tidak menyangka, berawal dari hanya bertemu belasan
menit ketika gathering di Jakarta dan belum pernah bertemu kem-
bali setelah itu, kami sudah bisa seakrab ini. Aku sudah tidak segan
menceritakan banyak rahasia yang belum pernah aku ceritakan ke
siapa pun.
Semakin hari komunikasi kami semakin intens dan aku merasa
kami sangat cocok. Nara itu sosok perempuan yang dari dulu aku
impikan. Tidak meleset sedikit pun dari bayanganku tentang impi-
an punya seorang cewek yang shalihah dan bisa mengingatkanku
ketika keliru.
qHari pertama
Aku merencanakan untuk menghadiri seminar bisnis di Jakarta.
Nara menyambut kabar itu dengan senang hati. karena itu artinya
kami akan bertemu untuk yang ke dua kalinya dengan perasaan yang
sudah saling suka dan tahu isi hati masing-masing.
Bandara selalu jadi tempat paling sibuk menurutku. Orang-
orang hilir mudik ke sana kemari. Aku baru saja keluar dari pintu
kedatangan. Jika sebelumnya aku selalu naik taksi ketika di Jakarta,
kali ini ada seseorang yang mau menjemputku, seseorang yang
selama ini aku kagumi, orang itu ada di dalam sebuah mobil. Aku
Pakaian dan A nggapan Orang
L 49 K
langsung menghampirinya dan ketika aku masuk ke dalam mobil,
aku hanya fokus melihat senyum seorang wanita yang berada di
balik kemudi.
Ya Tuhan senyumnya.
Senyum Nara yang menyambutku di dalam mobil begitu
membuatku terpesona. Hal indah pertama yang aku lihat hari ini,
rasa bosan selama di perjalanan seketika hilang begitu saja. Aku
hanya bersyukur pada Tuhan karena telah menciptakan makhluk
bernama Nara.
Aku langsung duduk di samping Nara.
“Yes disupirin,” kata itu keluar dari mulutku. Tapi sepertinya
kalimat itu tak cukup baik untuk mengawali percakapan kami
karena ekspresi Nara terlihat kecewa. Mungkin yang dia ingin aku
yang duduk di kemudi, tapi aku punya alasan sendiri kenapa tidak
menggantikan Nara saat itu.
Aku tidak biasa menggunakan barang milik orang lain. Aku
takut terjadi apa-apa pada mobil Nara. Mobil itu pastinya sangat
berharga dan itu adalah harta orang tua Nara. Pasti dibeli dengan
jerih payah mereka. Aku takut kalau merusaknya. Ditambah aku pun
belum pernah menyetir di Jakarta sebelumnya.
qKami langsung menuju ke salah satu mall di Jakarta untuk menunggu
seorang teman. Sembari menunggu, kami mengobrol santai dan aku
L 50 K
CERITA BROWNIES
merasa sedang bermimpi bisa ada di depan dia sekarang. Nara masih
sama: cantik dan anggun.
Tidak lama setelah itu, kita berangkat ke gedung tempat
berlangsungnya seminar. Di gedung tersebut aku bertemu dengan
banyak teman-teman yang berasal dari pulau Jawa. Sepertinya, ha-
nya aku saja yang jauh-jauh datang dari Sumatera. Aku selalu ingin
bertemu dengan banyak orang dan bisa belajar banyak dari yang lain.
Itulah sebabnya aku berada di sini sekarang.
Karena aku datang bersama Nara, aku sempat jadi bahan ber-
candaan teman-teman.
“Hallo.”
“Hai. Cieeeeee yang baru jadian datengnya berduaan. Cocok
pisanlah,” cerocos temanku dari Bandung.
Aku dan Nara hanya senyum-senyum malu. Nara langsung
pergi ke toilet. Mungkin mau memperbaiki penampilan (baca : make
up). Eh tapi, Nara orang yang sederhana kok. Hanya saja saat ini kulit
mukanya sedang mengelupas jadi dia berusaha untuk menutupinya
menggunakan bedak. Sepertinya hal itu yang membuat Nara takut
kalau aku tidak begitu nyaman dengan penampilannya. Biasanya
ketika melihat wajah seorang perempuan mengelupas atau berje-
rawat aku akan merasakan ilfeel. Tapi tidak untuk saat ini, aku malah
memuji Nara karena kecantikannya.
Tidak tahu kenapa, baru kali ini rasanya aku bisa menerima
perempuan apa adanya. Aku tidak takut untuk berhadapan dengan
Pakaian dan A nggapan Orang
L 51 K
kekurangan yang dia punya, yang aku mau dia yang bisa menemaniku
berproses untuk menjadi lebih baik. Bukan perempuan cantik yang
hanya mementingkan penampilan.
“Duduk di sini,” ucap Nara ketika kami sudah berada di
dalam aula.
Duh senyum itu lagi.
Dia memilihkan tempat duduk untukku kemudian meletakan
tasnya di atas kursi agar aku bisa duduk di sampingnya. Dia benar-
benar perhatian dan seakan-akan tidak mau jauh dariku. Selama
acara Nara selalu menujukkan perhatiannya kepadaku. Aku benar-
benar terkejut sekaligus senang melihat sikapnya seperti itu.
“Sebelum pergi, tadi aku beli kue buat kamu,” kata Nara sambil
mengeluarka kue dari tasnya.
“Emm kamu pasti belum makan, kan? Itu sebabnya aku sengaja
bawain ini,” lanjutnya.
Muka Nara kelihatan lucu ketika memberikan kue tersebut. Dia
memasang wajah cemas, takut kalau aku sampai kelaparan selama
di sana. Aku mengambil beberapa potong kue, lalu melahapnya
pelan-pelan.
“Udah? Nih minumnya,” kata Nara dengan sigap menyodor-
kan air.
Aku hanya bisa terdiam. Sungguh, aku tidak bisa berkata apa-
apa. Speechless rasanya mendapat perhatian penuh seperti itu. Dia
L 52 K
CERITA BROWNIES
melayaniku dengan sangat baik, aku jadi teringat dengan Ibu yang
selalu mencemaskan keadaanku.
“Aku sengaja ambilin kamu air waktu di luar tadi karena takut
kamu kehausan,” dengan mimik sedih dan khawatir dia menyodorkan
minum. Ketika aku sudah selesai, kemudian dia mengeluarkan lagi
senyum anggun andalannya.
Seumur hidup baru kali ini aku mendapat service dari seorang
perempuan. Ajaibnya ini baru pertemuan pertama kami, bagaimana
pertemuan-pertemuan selanjutnya, ya? Tidak bisa terbayangkan.
Selesai seminar, kami langsung meluncur untuk bertemu de-
ngan rekan bisnis disalah satu restoran yang tidak jauh dari sana.
Tiba-tiba perutku terasa mual karena aku sedang tidak enak badan.
Lagi-lagi dengan sigapnya Nara mengeluarkan fresh care seakan
tidak perduli dengan teman-teman yang lain, Nara malah sibuk
mengurusku.
Dengan lembut, Nara mengusapkan fresh care ke keningku.
Katanya, agar mengurangi rasa pusing kemudian memintaku untuk
membalurkannya ke perut. Nara benar-benar terlihat cemas dan
panik. Hari ini sungguh luar biasa sekali buatku, perempuan yang
dulu hanya bisa aku lihat dari jauh tanpa berani kusapa, hari ini
menunjukan perhatian dan rasa sayangnya padaku. Bukan dengan
kata-kata atau banyak bicara, tapi langsung membuktikannya de-
ngan perbuatan.
q
Pakaian dan A nggapan Orang
L 53 K
Hari kedua
Hari ini aku memiliki dua jadwal yang harus dilakukan. Pertama
menjenguk seorang teman yang istrinya baru selesai melahir-
kan. Kedua adalah silahturahmi ke rumah Nara bertemu dengan
keluarganya.
Kami tidak berangkat berdua, ada teman-teman lain yang juga
ikut. Kebetulan aku tidak satu mobil dengan Nara. Mobil yang dinaiki
Nara isinya kaum hawa semua, jadi tidak enak jika aku bergabung
bersama mereka. Jadi aku lebih memilih untuk ikut mobil yang lain.
Sebelum ke tempat tujuan pertama, kita sempat mampir se-
bentar ke sebuah cafe sambil menunggu waktu sholat. Di situ Nara
meminta aku untuk duduk di dekatnya dan aku menolak dengan
halus karena malu dan merasa tidak enak dengan teman-teman yang
lain. Tapi Nara tetap saja menunjukan perhatiannya meskipun hanya
lewat WhatsApp.
Selepas itu, berangkatlah kami ketujuan utama. Beberapa kali
Nara memberi kode padaku untuk semobil dengannya. Tapi karena
aku tidak terlalu peka, kode dari Nara pun tidak tertangkap olehku.
Aku meminta maaf karena itu memang salah satu kekuranganku.
Setelah basa-basi di rumah teman dan bermain sebentar bersa-
ma anaknya , kami pun akhirnya memutuskan pulang saat hari mulai
terlihat gelap.
Tujuan kedua sudah di depan mata. Aku nervous setengah mati,
untuk pertama kalinya aku akan bertemu keluarga Nara. Meskipun
L 54 K
CERITA BROWNIES
kami datang secara bersama tetapi rasa nervous itu tetap tidak bisa
aku sembunyikan.
Mobil kami memasuki halaman rumah Nara. Ketika melihat
rumahnya yang cukup besar, teman-temanku hanya bisa terdiam.
Mereka melirik ke arahku, mungkin di dalam hati mereka sedang
menertawakanku. Ditambah mungkin juga mereka pesemis aku akan
diterima di tengah-tengah keluarga Nara.
Sebenarnya aku pun merasakan hal yang sama, tetapi aku mem-
beranikan diri saja. Toh yang aku mau dan suka itu anak gadisnya
bukan rumah atau harta keluarganya. Karena buatku Naralah yang
paling penting bukan embel-embel yang ada di belakangnnya. Kalau
sudah menikah nanti, kebutuhan rezeki itu jadi tanggung jawab su-
ami. Jadi akulah yang akan berusaha memenuhi segala kebutuhan
Nara, dan aku tidak akan mundur begitu saja.
Saat itu aku memilih mengenakan kemeja lengan panjang dan
celana jeans skiny,dengan pakaian yang sering kugunakan sehari-hari
kemudian kita langsung masuk ke dalam rumah Nara. Rasa grogi
semakin menjadi, meskipun aku sedang berbarengan dengan yang
lain. Tiba-tiba turunlah orang tua Nara, kita menyalami keduanya.
Setelah itu aku langsung tertunduk lemas, ketakutanku akan sam-
butan dingin dari keluarga Nara pun semakin menghantui.
Nara sendiri terlihat mondar mandir. Dia menunjuk ke arah-
ku, mungkin ia sedang mengenalkanku pada keluarganya. Kakak
laki-laki Nara yang baru datang langsung menyalamiku. Ketika itu,
jantungku berdetak lebih lambat.
Pakaian dan A nggapan Orang
L 55 K
“Putra.”
“Halo.”
Tanggapan kakaknya tidak sesuai dengan harapanku, setelah
itu aku merasa minder habis-habisan. Akhirnya ketika sudah mening-
galkan rumah Nara aku semakin pesimis.
qMalamnya, aku berkumpul bersama beberapa teman lelaki.
Kejadian di rumah Nara menjadi topik utama perbincangan kami.
Ternyata bukan hanya aku yang merasakan keluarga Nara belum
terlalu welcome atas kehadiranku, teman-teman pun merasakan hal
yang sama.
“Kok gue ngerasa sikap keluarganya Nara kurang welcome gitu
yah tadi,” kataku resah.
“Hmmmm. Gue juga nangkep kayak gitu sih Put.”
“Mungkin karena pakaian lo kali Put. Harusnya lo pake baju yang
rapihan dikit, ya rada berkelaslah.”
“Gue gak pengen berlebihan aja. Gue pengen diterima apa
adanya. Gue mau nunjukin inilah diri gue sehari-hari, gue yang se-
derhana,” belaku.
“Ya ini kan beda Put. Lo tuh mau ketemu orang tua gebetan lo.”
“Bukan gue nggak punya pakaian yang mahal, cuman melihat
dari kondisi gue yang sebelumnya drop ditinggal ayah terus kerja
L 56 K
CERITA BROWNIES
sendiri buat berjuang cari masa depan, gue hanya ingin diterima
apa adanya. Makanya gue cuman pake pakaian normal untuk ukuran
anak umur 19 tahun.”
“Gue ngerti, tapi tetep Put, lo harus liat kondisinya gimana. Itu
juga bakal jadi cara lo ngambil hati orang tuanya. Kalau perlu lo bawa
mobil sendiri nanti gue pinjemin deh.”
“Tau gak, lo tuh kayak gak selevel aja sama Nara kalau seperti
tadi kejadiannya.”
“Gue nggak pernah ada niat pengen dapet anak orang kaya.
Ketika gue deketin Nara, gue nggak tau dia siapa dan apa aja yang
dia punya. Gue bisa sama Nara karena rasa nyaman dan Nara pun
nggak pernah bahas masalah keluarganya.”
Percakapan kami pun berakhir pada pukul 3 subuh. Hari
itu, merupakan hari yang penuh dengan kepesimisan tapi aku
mencoba berpikir optimis dan berharap apa yang dikatakan
teman-teman tadi itu salah. Aku hanya ingin diterima dengan
keadaanku sebagai seorang Putra. Masalah harta atau jabatan
adalah hal yang bisa diusahakan. Aku percaya ketika kita berdoa
dan tak henti untuk berusaha pasti Allah sudah menyiapkan
rezeki yang layak untuk kita.
q
Pakaian dan A nggapan Orang
L 57 K
Hari ketiga
Matahari sudah setengah naik, mataku masih lengket karena
belum puas tidur. Tapi hari ini aku sudah berjanji untuk bertemu
dengan Nara.
Kejadian kemarin benar-benar mengganggu pikiranku. Aku me-
mutuskan menceritakan semua perasaanku pada Nara. Menurutku
dia harus tahu semuanya dan aku pun perlu tahu apa yang ada
dipikirannya.
Ketika aku baru masuk ke mobilnya nara tiba-tiba nara
mengatakan.
“Tolong lain kali pake pakaian yang lebih baik, kan kamu mau
ketemu orang tua, masa pakai pakaian biasa,” ucap Nara belum
apa-apa.
“Tapi yang aku kenakan bukan baju bolong atau baju com-
pang-camping kayak anak urakan. Itu baju kemeja lengan panjang
yang umumnya dipakai anak-anak seumuranku,” tangkasku kekeuh
dengan pendirian.
Tidak ada jawaban dari Nara.
“Aku tuh hanya ingin semua orang yang bisa nerima aku apa
adanya, aku ingin dinilai bukan hanya dari sampulnya aja,” jelasku.
“Oke aku ngerti. Aku minta maaf udah memaksakan kamu buat
jadi orang lain.”
L 58 K
CERITA BROWNIES
Mungkin aku memang keras kepala tapi aku tidak mau menipu
orang lain dengan tampilan yang dibuat-buat. Aku ingin yang dilihat
orang adalah keseluruhan dari kepribadianku dan tidak ada yang aku
tutupi soal itu. Aku tidak mau berpura-pura hanya untuk diterima,
tetapi ternyata masih ada masalah lainnya yang mengganjal dihati
Nara.
“Aku juga kecewa ketika kemarin kamu nggak gantiin aku buat
nyetir mobil saat di bandara, kamu sepertinya terlihat lebih senang
disetirin.”
Dulu Nara sering melihat kakaknya selalu nyetirin istrinya wak-
tu mereka masih pacaran. Dia menganggap menyetir itu salah satu
simbol tanggung jawab seorang lelaki pada wanitanya, Dan karena
kejadian itu dia membandingkanku dengan kakaknya.
“Bukan nggak mau tapi aku kan belum pernah bawa mobil di
Jakarta. Aku takut kalau menggunakan barang milik orang lain, aku
takut mobil itu malah rusak karena aku.
“Keluargaku selalu menekankan untuk tidak dengan gampang
memakai barang milik orang lain, karena mereka membelinya tidak
mudah dan dikhawatirkan akan rusak atau lecet. Itu alasannya kena-
pa aku tidak menawarkan diri untuk nyetirin kamu.”
Aku mengalah. Setelah percakapan itu, aku mencoba menyetir
untuk pertama kalinya di kota ini. Puji syukur aku mulai terbiasa
dan tidak terlalu takut lagi. Nara pun memaklumi apa yang menjadi
ketakutanku.
Pakaian dan A nggapan Orang
L 59 K
Aku belajar satu hal hari ini. Terkadang kesalah pahaman
muncul karena kita tidak saling menjelaskan, padahal setiap ma-
nusia punya alasan. Jadi menurutku yang terpenting dari sebuah
hubungan adalah keterbukaan. Apa yang pasangan mau dan apa
yang kamu mau dari pasangan berusahalah saling menyampaikan.
Karena tanpa itu, kadang muncul kekecewaan.
qHari keempat
Sebelum pulang, aku bersiap untuk pergi ke Bandung, mengontrol
bisnis yang produksinya ada di sana. Hari itu, sebelum berangkat
menuju Bandung aku ingin sekali bertemu Nara, tapi ternyata
keinginan tersebut harus diurungkan. Nara tidak diizinkan keluar
oleh orang tuanya.
Di dalam travel, aku hanya berharap Nara bisa datang tiba-tiba,
tetapi hingga mobil bergerak menuju Bandung, keberadaan Nara
masih nihil. Nara tidak bisa keluar dari rumahnya dan aku benar-
benar kecewa. Setelah malam itu, orang tua Nara mungkin jadi
melarang anaknya untuk bertemu denganku, aku tidak tahu harus
seperti apa.
Tidak terasa air mataku menetes, selama perjalanan aku me-
nangis di mobil. Aku sudah merasa nyaman dengan Nara dan jika
tiba-tiba harus dipisahkan hanya karena pertemuan pertama yang
tidak mulus, aku merasa sedih dan kecewa.
L 60 K
CERITA BROWNIES
Gua harus kuat. Gua harus terus berusaha.
Sebagai lelaki aku harus terus berjuang buat perempuan yang
aku suka. Selama kita mau berusaha pasti ada jalan dan aku yakin itu.
Aku tidak mau menjadi orang yang menyesal karena tidak pernah
mencoba untuk memperjuangkan orang yang aku sayang. Aku orang
yang keras kepala, jadi ketika aku sudah punya keinginan, pasti akan
aku kejar sampai dapat.
qSenja turun dan aku sampai di Bandung pukul 4 sore. Tanpa membu-
ang waktu, aku langsung menuju tempat produksi. Setelah mengecek
beberapa hal, aku menuju ke rumah seorang teman.
Inilah enaknya punya teman di berbagai daerah. Kita seakan
punya banyak keluarga karena banyak yang akan menyambut keda-
tangan kita. Tak perlu bingung memikirkan tempat bermalam kalau
sedang di kota orang seperti ini. Odi menyambutku di rumahnya dan
beruntungnya lagi, aku dapat traktiran makan dari Odi. “Sudah tidur
gratis, dapat makan gratis pula.” Aku memberi tahu Odi kalau akan
menginap di tempatnya satu malam saja. Karena besok, aku akan
melanjutkan perjalanan ke Kuala Lumpur.
Ketika pukul 8 malam aku teringat dengan salah satu peng-
usaha idolaku yang tinggal di sini. Aku langsung meminta nomer
handphonenya lewat chat di Path. Kebetulan aku sudah lama berte-
man dengannya di Path.
Pakaian dan A nggapan Orang
L 61 K
“Saya kebetulan lagi di Bandung pak. Kira-kira bisa ngobrol
bareng nggak ya pak malam ini, mungkin sambil ngopi bareng gitu,”
kataku berharap.
“Kalau malam ini saya nggak bisa, mendadak banget sih aca-
ranya. Gimana kalau ketemuannya besok aja. Kebetulan saya ada
acara HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) kita ketemuan
di sana.”
“Besok Pak? Wah saya besok subuh mau berangkat ke Kuala
Lumpur (KL) Pak,” kataku sedikit menyesal.
“Sayang banget. Ya udah nggak apa-apa mungkin lain kali aja
ketemunya.”
Aku pikir ini kesempatan langka. Aku orang yang paling ingin
belajar ilmu baru apalagi dari seseorang yang aku anggap mahir
dibidang bisnis. Akal sehatku tiba-tiba hilang, dengan spontan aku
menunda keberangkatan ke KL.
Bergegas aku mencari penerbangan untuk lusa. Ketika sudah
dapat tiket penggantinya, aku benar-benar menunda keberangkatan
dan memilih untuk pergi ke acara tersebut. Alhasil, tiket yang harga-
nya menurutku lumayan itu harus hangus begitu saja. Tapi aku yakin
tidak ada yang sia-sia di dunia ini karena setiap ada yang dikorbankan
pasti selalu ada yang didapat.
Keesokan paginya aku diantar Odi ke salah satu hotel bintang
lima di Jawa Barat dengan menggunakan motor. Hotel itu jadi tem-
pat diselenggarakannya acara HIPMI. Aku langsung bingung ketika
L 62 K
CERITA BROWNIES
masuk ke dalam, kebanyakan yang hadir di tempat itu menggunakan
baju formal. Sedangkan aku hanya pakai skinny jeans dan kemeja.
Tapi, ya sudahlah aku percaya diri saja. Di situ terlihat ada Aa Gym,
Gubernur Jawa Barat bahkan pengusaha nasional sekelas Bluebird.
Sedangkan aku, hanya pengusaha kelas teri.
Sambil duduk aku mengobrol bersama temanku sambil menunggu
kedatangan pengusaha idolaku.
Terdengar suara gemuruh mesin mobil sport dari luar. Aku
menebak-nebak dalam hati, “Ini pasti orang yang aku tunggu
dari tadi.” Seorang pengusaha yang menjadi idolaku sejak duduk
dibangku SMA. Dan benar saja, dia datang menggunakan mobil
Lamborghininya.
Aku mendekatinya sambil ikut berjalan masuk ke ruangan
acara. Walaupun yang lain berpakaian formal tapi pengusaha ido-
laku ini ternyata punya gaya berpakaian yang sama denganku. Dia
hanya menggunakan kemeja, skinny jeans dan sepatu sneakers. Tidak
mengherankan karena umurnya pun masih terbilang muda yaitu 26
tahun, sedangkan aku masih 19 tahun. Hari itu tampilan kami terlihat
yang paling casual di antara yang lain.
Aku dibuat takjub ketika masuk ke dalam. Pengusaha yang ber-
pakaian rapih dan perlente membungkuk hormat sambil menjabat
tangan kami.
Hahahaha. Serius gue disalamin dengan cara seperti ini?
Pakaian dan A nggapan Orang
L 63 K
Dari situ, aku mulai merasa prinsipku selama ini benar. Kita
dihormati bukan karena pakaian yang kita pakai tapi karena ke-
mampuan yang kita punya.
“Mas anggota DCI ya,” kata seorang yang menyalamiku. Aku
yang tidak mengerti apa-apa hanya bisa mengangguk sambil senyum
dan itu membuat mereka semakin hormat. Sampai akhirnya aku tahu
ternyata DCI itu klub mobil sport jenis Lamborghini dan Ferrari. Ya,
wajarlah jika tadi mereka menghormatiku seperti itu.
Mereka gak tau aja, gue cuman naik motor bareng temen, Eh ber-
arti muka gue udah meyakinkan dan cocok kali yah kalau punya Ferrari
hahahaha.
Tiket menuju Kuala Lumpur hangus begitu saja, tapi aku tidak
merasa menyesal sedikit pun. Di sini aku bisa bertemu dengan banyak
pengusaha besar. Seketika mimpi-mimpi serta insting bisnisku lang-
sung berkembang saat itu juga. Aku berkenalan dengan beberapa
orang yang memiliki usaha dengan menghasilkan puluhan, ratusan
bahkan hingga triliunan rupiah. Aku menjadi anak paling kecil dan
bontot dengan umur yang masih 19 tahun di ruangan itu.
“Mau pergi ke KL jam berapa besok?” tanya pengusaha idolaku.
“Subuh Pak.”
“Gimana kalau kamu tidur di rumah saya aja. Lebih dekat loh
dengan bandara,” tawarnya. Aku langsung mengiyakan tawaran-
nya, dengan secepat kilat aku langsung pulang dan mengambil
barang-barangku.
L 64 K
CERITA BROWNIES
Keren banget.
Sampai di rumahnya, aku dibuat terkagum-kagum. Hasil dari
pencapaiannya diusia muda ini sangat luar biasa. Kami membicara-
kan banyak hal, tanpa disadari sudah memasuki waktu subuh. Dari
obrolan itu, aku banyak mendapat pengetahuan baru tentang bisnis.
Aku yang dulunya berpikir normal seperti kebanyakan orang lainnya,
sekarang berubah menjadi anak yang punya mimpi abnormal dan
besar sekali.
Pulang dari sana aku semakin optimis untuk membesarkan
usaha yang sudah aku bangun ini. Harapanku usaha yang aku buat
bisa jadi bekal untuk melamar Nara nantinya. Walau umurku masih
belasan tahun, aku ingin orang-orang tidak menganggapku seperti
bocah yang tidak bisa bertanggung jawab. Aku bertekad untuk be-
kerja keras agar bisa membuktikan ke orang tua Nara bahwa anaknya
akan aman dan bahagia ketika menikah bersamaku nanti.
Aku mungkin masih anak ingusan, tapi bukan berarti tidak
bisa bertanggung jawab. Kedewasaan bukan diukur dari seberapa
lama kita hidup di dunia tapi dari seberapa banyak kita bisa belajar
selama hidup di dunia.
q
AKU LAKI-LAKI BODOH
AKU hanya tidur 1 jam. Sekitar pukul 4 pagi aku bergegas menuju
airport. Karena pesawat yang akan membawaku ke Kuala Lumpur
berangkat pukul 5.50 pagi.
Aku tembus udara dingin kota Bandung dengan semangat
membara. Pertama, aku sudah punya tambahan bekal ilmu yang
didapat dari idolaku kemarin dan itu bisa dijadikan dasar untuk
bisnisku nanti. Kedua, sekarang ada perempuan yang sudah mem-
percayakan hidupnya padaku. Seorang bocah 19 tahun ini harus
berusaha keras meyakinkan kedua orang tua Nara dan menunjukan
pada mereka bahwa aku bukan anak 19 tahun seperti yang mereka
pikirkan, anak yang masih labil atau masih hobi berhura-hura.
Aku akan buktikan kalau tidak semua orang itu sama. Banyak
anak muda di luar sana yang diberikan Tuhan kedewasaan lebih cepat
di hidupnya. Mereka ditempa oleh keadaan yang keras dan hal itulah
yang membentuk karakternya lebih dulu dari orang lain seusianya.
Pesawatku pun terbang menuju Kuala Lumpur pagi itu. Selama
perjalanan yang ada di pikiranku hanyalah Nara, di benakku hanya
ada kata kerja keras, kerja keras dan kerja keras. Aku sangat meng-
hargai Nara yang sudah memberikan kepercayaan padaku. Aku akan
mati-matian memperjuangkan Nara dengan kemampuan yang aku
punya.
Udara Bandung digantikan oleh udara Kuala Lumpur.
Sebenarnya aku hanya iseng saja pergi ke sini. Ada hotel container
yang harus aku coba karena konsepnya menurutku unik. Aku adalah
orang yang tertarik dengan banyak hal baru termasuk pada bisnis
A ku Laki-Laki Bodoh
L 67 K
AKU hanya tidur 1 jam. Sekitar pukul 4 pagi aku bergegas menuju
airport. Karena pesawat yang akan membawaku ke Kuala Lumpur
berangkat pukul 5.50 pagi.
Aku tembus udara dingin kota Bandung dengan semangat
membara. Pertama, aku sudah punya tambahan bekal ilmu yang
didapat dari idolaku kemarin dan itu bisa dijadikan dasar untuk
bisnisku nanti. Kedua, sekarang ada perempuan yang sudah mem-
percayakan hidupnya padaku. Seorang bocah 19 tahun ini harus
berusaha keras meyakinkan kedua orang tua Nara dan menunjukan
pada mereka bahwa aku bukan anak 19 tahun seperti yang mereka
pikirkan, anak yang masih labil atau masih hobi berhura-hura.
Aku akan buktikan kalau tidak semua orang itu sama. Banyak
anak muda di luar sana yang diberikan Tuhan kedewasaan lebih cepat
di hidupnya. Mereka ditempa oleh keadaan yang keras dan hal itulah
yang membentuk karakternya lebih dulu dari orang lain seusianya.
Pesawatku pun terbang menuju Kuala Lumpur pagi itu. Selama
perjalanan yang ada di pikiranku hanyalah Nara, di benakku hanya
ada kata kerja keras, kerja keras dan kerja keras. Aku sangat meng-
hargai Nara yang sudah memberikan kepercayaan padaku. Aku akan
mati-matian memperjuangkan Nara dengan kemampuan yang aku
punya.
Udara Bandung digantikan oleh udara Kuala Lumpur.
Sebenarnya aku hanya iseng saja pergi ke sini. Ada hotel container
yang harus aku coba karena konsepnya menurutku unik. Aku adalah
orang yang tertarik dengan banyak hal baru termasuk pada bisnis
L 68 K
CERITA BROWNIES
dengan konsep unik. Ketika kita hobi berkunjung ke tempat-tempat
baru yang unik biasanya banyak ide yang bisa didapat di tempat itu.
Selama di sini aku tetap terus berkomunikasi dengan beberapa
teman di Indonesia. Rencananya aku ingin membuat bisnis baru
karena usahaku yang sekarang masih naik turun. Pilihan untuk meng-
akuisisi (membeli) bisnis yang telah berjalan di Bali jadi keputusan
yang menarik.
Salah satu alasan yang membuatku sangat agresif untuk
mencari peluang bisnis adalah supaya tidak dianggap bocah lagi
dengan orang lain. Anggap saja ini salah satu bentuk ikhtiarku un-
tuk bersiap menjemput pujaan hati yaitu Nara, Perempuan anggun
yang jadi idamanku. Aku tidak ingin mengecewakan orang yang
telah memilihku.
Meski sedang berada di negeri orang, tapi pikiranku seakan
masih ada di Indonesia. Aku terus memikirkan planning ke depan
akan seperti apa. Pada akhirnya, aku hanya bertahan tiga hari di
Kuala Lumpur dan pulang ke Indonesia dengan semangat kuat untuk
membangun bisnis baru.
Tapi keberuntungan belum ada di pihakku. Bisnis yang hendak
aku beli bersama dengan temanku, ternyata sudah keduluan oleh
orang lain yang membelinya. Aku kecewa saat itu, tapi bukan Putra
namanya kalau tidak ngeyel dan nekat. Aku langsung mencari celah
lain dan aku orang yang paling pantang untuk mundur.
A ku Laki-Laki Bodoh
L 69 K
Ada seorang temanku bernama Linda, umurnya 5 tahun lebih
tua dariku. Dia adalah pengusaha kue di kotanya tapi sedang kesu-
litan menjual produknya keluar. Aku yang sudah bermimpi punya
bisnis snack tidak menyia-nyiakan peluang itu. Jadi aku mencoba
mengajaknnya untuk berkerja sama. Kami sepakat untuk memba-
ngun bisnis itu bersama. Di bisnis ini, dia bertugas sebagai produksi
dan aku sebagai pengatur strategi atau otak dari bisnis tersebut.
Aku tidak ingin mengecewakan Nara. Aku sangat bersemangat
untuk mengerjakan usaha baru ini. Karena terlalu asik dan bersema-
ngat, mulailah kebiasaan burukku muncul yaitu bergadang dan telat
makan. Aku mengabaikan kesehatan demi orang yang aku sayang,
yang aku ingat setiap malam hanyalah gimana caranya menjemput
bidadariku itu.
Berbeda dengan dulu, sekarang ketika aku bekerja keras, tidak
sedikit pun rasa lelah terasa. Setiap aku pusing selalu ada orang yang
menyemangati. Semangat ya Putranya aku, itu kata yang sering Nara
ucapkan untuk menyemangatiku saat sedang stres. Kata sederhana
yang berhasil membuat aku semakin semangat, sampai aku sendiri
lupa untuk makan.
Saat itu aku benar-benar tidak menghargai kesehatan dan aku
kembali menjadi robot pekerja. Sekarang aku bekerja keras dengan
alasan ingin cepat menikahi Nara dan membuktikan bahwa walau
aku adalah bocah yang hobi bercanda, tapi aku bisa jadi orang yang
serius menyayangi dia. Mungkin bukan dengan cara jadi lelaki yang
L 70 K
CERITA BROWNIES
romantis dan pandai menggombal tapi langsung aku buktikan de-
ngan perbuatan yaitu kerja keras untuk orang yang kusayang.
Menurutku lelaki yang sayang kepada wanitanya akan
mau dan mampu mengorbankan apa saja untuk orang yang dia
sayang. Termasuk jadi laki-laki bodoh yang mengorbankan kese-
hatannya untuk kerja terus tanpa lelah hanya untuk membuat
wanitanya tersenyum.
qAku mempraktekan ilmu yang telah didapat dari pengusaha idolaku.
Kebetulan usahaku saat ini sama dengan usahanya yang menjual
produk yaitu snack.
Aku orang yang anti meniru atau menyamakan produkku de-
ngan orang lain. Aku belajar dari pengusaha idolaku tetapi aku tidak
ingin mencontoh atau menjiplak bisnisnya. Aku terlalu perfeksionis
untuk mempersiapkan bisnis baru ini.
Bisnis brownies baruku akhirnya launching 8 hari sebelum
ulang tahunku yang ke-20 tahun. Persiapan strategi pemasaran
yang matang ternyata membuahkan hasil. Puji syukur, di luar dugaan
kami, Brownies Manten bisnis yang bermodalkan 3 juta ini berhasil
mencetak pundi-pundi uang dengan total 40 juta rupiah di hari ke 3
setelah rilis.
Mungkin banyaknya pembeli juga disebabkan pemilihan nama
dan konsep bisnisku yang unik. Misalnya, kalau calon pembeli biasanya
A ku Laki-Laki Bodoh
L 71 K
cuma disebut calon pembeli, calon pembeli Brownies Manten justru
disebut Calon Mantu. Begitu pula dengan nasib para reseller dan
distributor yang dipanggil Penghulu dan KUA.
Kenapa mereka semua dipanggil begitu? Nah, alasan kenapa
reseller dipanggil Penghulu karena merekalah yang mempertemukan
Manten dan Calon Mantu. Sedangkan distributor dipanggil KUA ka-
rena mereka tempat berkumpulnya para Penghulu. Masuk akal, kan?
Nah, masih belum ngerti kenapa calon pembeli disebut Calon Mantu?
Kalau iya, berarti kalian belum siap nikah (kidding). Sebenarnya dise-
but Calon Mantu karena para calon pembeli akan segera meminang
(membeli) Brownies Manten.
Bukan hanya itu, produknya pun langsung waiting list serta ter-
sebar di 8 provinsi dalam waktu tiga hari. Luar biasa, padahal omzet
segitu dicapai pengusaha idolaku dalam waktu lebih dari 3 bulan. Aku
benar-benar optimis dengan bisnis ini.
Apa ini rezeki orang mau nikah yaaaa? Hahaha, kok jadi gampang
dan dimudahkan gini ya semua hal...
qSaat itu aku panik setengah mati.
“Gimana sih kalian? Kita itu butuh kerja cepat, kalian kok malah
banyak salah gini,” kataku panik ketika melihat produksi produk yang
terhambat, padahal banyak pesanan yang menumpuk.
L 72 K
CERITA BROWNIES
“Maaf Pak,”kata karyawanku dengan sedikit takut .
Ini emang tidak masuk di akal buatku. Bisnis yang baru berjalan
seperti ini bisa membuatku bingung setengah mati. Bukan karena
bingung karena bisnisnya sepi, tapi aku kebingungan untuk mening-
katkan produksi supaya bisa mencapai target.
Seminggu setelah launching, aku bukannya senang bisnisku
ini banyak mendapatkan permintaan, tapi justru malah stres berat.
Kenapa? Karena produksi kita ternyata tidak sanggup memenuhi
permintaan pasar, padahal uang konsumen di rekeningku sudah
menumpuk.
Bayangkan saja dengan modal 3 juta kita hanya mampu mem-
produksi 100 box/hari. Tapi hanya dalam waktu 3 hari, aku berhasil
menjual 2.000 box. Ratusan box Brownies Manten langsung habis
sekejap mata hanya dalam hitungan jam saja ketika para distributor
menjualnya di kota mereka. Orang yang ingin membeli produk ini
juga sampai harus mengantri selama 1 bulan lamanya. Aku dan tim
produksi ketar-ketir membereskan pekerjaan rumah ini.
Aku bergadang sampai subuh memikirkan jalan keluarnya.
Sebenarnya bukan masalah uangnya tapi masalah tanggung jawab.
Aku tidak tega melihat konsumen yang harus menunggu seperti itu.
Tapi bagaimana caranya gara dapat meningkatkan produksi dalam
beberapa hari saja? Aku benar-benar bingung.
“Hai Abdurrohman bin Aufnya aku, ” kata Nara tiba-tiba.
“Abdurrohman bin Auf ?”
A ku Laki-Laki Bodoh
L 73 K
“Iya, Abdurrohman bin Auf. Itu panggilan dari aku buat kamu.
Tau nggak kenapa aku panggil kamu itu?” lanjutnya. Aku cuman bisa
geleng kepala.
“Karena aku pengen kamu jadi pengusaha hebat seperti
Abdurahman bin Auf. Salah satu sahabat nabi yang dijamin masuk
surga dan memiliki kekayaan triliunan pada zamannya. Dia juga
berani berjihad (berkorban harta) demi agama.
“Semua masalah pasti bisa selesai kok. Aku percaya sama kamu,
kamu itu hebat, kamu pasti bisa. Jadi jangan nyerah ya.”
“Tunggu...tunggu….Sumpah, itu panggilan terbaik yang pernah
aku dapatkan dari seorang perempuan.” Aku tidak pernah punya
panggilan sayang seperti itu, aku merasa bersyukur memiliki Nara.
Di saat seperti ini dia selalu datang sebagai penenang. Setidaknya
aku tahu sekarang, ada yang rela aku ajak untuk bersusah-susah
melewati segala kondisiku yang jatuh bangun dan aku merasa tidak
sendirian lagi.
Ternyata aku baru sadar jika aku beruntung bukan hanya karena
punya Nara, tapi aku pun punya Kak Linda. Dia terus-terusan mening-
katkan produksi dan merekrut karyawan dengan cepat. Semakin hari,
jumlah karyawan semakin bertambah. Sehingga usaha baru ini de-
ngan cepat dapat membantu membuka lapangan pekerjaan. Mereka
juga rela bekerja dari jam 5 subuh sampai jam 5 sore. Kebetulan kar-
yawan kita tidur di rumah produksi jadi mereka bisa mulai bekerja
lebih awal. Setelah itu, mereka benar-benar kerja dengan baik karena
L 74 K
CERITA BROWNIES
mereka tahu penjualan benar-benar sedang ramai. Kita sama-sama
bekerja keras untuk memenuhi permintaan konsumen.
“Kami semangat 45 pak bos demi usaha ini,” kata salah satu
karyawanku. Setelah mendengar itu, aku langsung terharu. Ternyata
aku benar-benar tidak berjuang sendirian.
Pegawai itu sangat baik dan amanah. Sampai pernah ketika
Kak Linda ingin menaikkan gajinya dia malah mohon-mohon untuk
tidak dinaikan. Dia sangat loyal, kejadian itu membuatku jadi terharu
lagi. Pelan-pelan kami mulai bisa menyelesaikan masalah produksi.
Produksi kami kian meningkat walau tetap kewalahan menghadapi
orderan yang bertambah terus menerus tanpa henti.
qAku semakin sibuk untuk memperbaiki bisnis yang makin hari
makin berkembang. Walaupun begitu, aku selalu menyempatkan
diri untuk sekedar chat dengan Nara. Mencari tahu kabar orang
yang paling aku sayang itu.
Aku menikmati sekali kebersamaan kami. Bulan ini adalah bu-
lan ke-4 menuju bulan ke-5 hubungan kami berjalan. Untukku, itu
adalah waktu yang cukup lama. Selama ini aku tidak pernah pacaran
lebih dari 3 bulan. Bukan karena aku sering gonta-ganti pasangan,
tapi memang belum pernah mendapatkan yang nyaman seperti saat
aku bersama Nara.
A ku Laki-Laki Bodoh
L 75 K
Kami sama-sama tidak terlalu banyak memiliki teman untuk
berbagi cerita sehingga kami jadi merasa cocok dan saling mengisi
satu sama lain. Hubungan jarak jauh tidak membuat komunikasi
kami terbatas. Kami sering mengobrol via telepon dan jika sudah
begitu, kami selalu asik berdua. Kami sudah tidak lagi menghiraukan
dunia luar dan merasa punya dunia sendiri.
Kami pernah mengobrol selama 8 jam non stop. Aku sendiri
heran, kenapa bisa selama itu. Nyaman sekali rasanya mengobrol
berlama-lama dengan Nara. Topik yang sering kami bahas adalah
soal bisnis dan cara mendidik anak ketika kami berkeluarga nanti.
Nara itu adalah cewek yang lembut dan paling tidak suka
dimarahi. Sialnya, dia dapat cowok yang batu sepertku ini. Kalau
sudah bilang satu ya akan sepert itu tidak bisa diganggu gugat lagi.
Contohnya ketika semua keluarga menyuruhku untuk masuk IPDN
(Sekolah Pemerintah) setelah Ayah meninggal, aku mengatakan ke-
pada mereka jika aku tidak mau dan tidak ada satu pun orang yang
bisa membuatku berkata “iya”.
Berbeda dengan Nara yang kadang plin-plan dan berubah-ubah
pikiran. Walaupun dia bilang paling benci dengan sifat cowok yang
pemarah dan keras, tapi ketika aku memarahinya Nara tidak pernah
protes. “Please jangan bayangkan aku yang marah-marah nggak jelas
sampai melakukan hal kasar.” Aku hanya marah secara lisan dan wa-
lau emosi pun tidak pakai fisik.
Biasanya aku melakukan itu di saat Nara terlihat lemah. Hal itu
kulakukan agar Nara menjadi kuat dan tidak plin-plan. Nara harus
L 76 K
CERITA BROWNIES
punya sikap yang kekeuh ketika dia sudah memilih sesuatu untuk
hidupnya, sehingga tak ada yang bisa menggoyahkan pilihannya.
Aku sayang Nara, aku mau kalau nanti dia jadi ibu dari anak-
anakku, dia menjelma jadi sosok ibu yang lemah lembut tapi punya
sikap dan karakter yang tidak mudah dipengaruhi orang lain. Tapi
yang membuatku kadang senyum-senyum sendiri adalah setiap aku
memarahinya, dia malah mengucapkan terima kasih. Karena menu-
rutnya kadang memang dia harus diperlakukan tegas seperti itu.
Ketika aku sedang marah saat di telepon, aku akan menutup
telepon dan tak berapa lama biasanya kami akhirnya baikan sendiri
ketika sadar pada kesalahan masing-masing. Sedangkan jika kebe-
tulan marah saat ketemu langsung, aku akan mengakhirinya dengan
mengelus lembut kepala Nara, setelah itu dia semakin manja. Aku
selalu rindu dengan moment seperti itu. Dia pun makin yakin, meski-
pun umurku lebih muda 4 tahun darinya tetapi aku bisa tegas dalam
bertindak dan bisa membimbingnya.
qKami berdua sama-sama punya peristiwa masa kecil yang menurutku
hampir saja merenggut nyawa kami. Dimulai dariku yang lahir ketika
umur kandungan Ibu masih 6 bulan 25 hari. Berbeda dari anak-anak
lain yang lahir normal diusia 9 bulan.
Waktu itu, aku hanya dilahirkan sebesar botol air mineral ukur-
an 600 ML. Saking kecilnya, ketika mandi aku hanya cukup direndam
menggunakan baskom (sejenis ember kecil) untuk mencuci sayuran,
A ku Laki-Laki Bodoh
L 77 K
karena jika menggunakan ember untuk memandikan bayi, bisa-bisa
aku tenggelam. Alhamdulillah walau kecil tapi aku tidak harus masuk
inkubator atau tabung penghangat untuk bayi premature.
Sama dengan Nara. Saat dia kecil, dia pernah step atau sema-
cam demam terus kejang-kejang. Kalau tidak salah, katanya sampai
stadium 4. Apa ya istilahnya, aku tidak begitu mengerti. Tapi itu mem-
buat keluarganya sangat panik karena penyakit tersebut kadang bisa
menyebabkan kematian. Yang paling parah untuk bayi adalah ketika
dia mulai tumbuh nanti, ia akan menjadi anak yang lambat berpikir.
Membahas soal anak, aku dan Nara sepakat akan mendidik
anak kami seperti cara almarhum Ayah mendidikku dulu. Ayah
mencoba untuk mendidik dan mengarahkan anaknya sesuai dengan
keahlian yang kita punya nanti.
Waktu berumur 1 tahun lebih, Ayah membelikanku sebuah
papan tulis. Setiap sore aku selalu dibelikan spidol dengan warna
yang berbeda oleh Ayah. Ketika jam 5 sore, aku selalu menunggu
kepulangan Ayah dari kantor. Dia akan langsung menggedong
dan memelukku sambil memberikan hadiah spidol warna. Alhasil,
tembok rumah berubah menjadi papan tulisan dan entah kenapa,
kebiasaan itu membuatku jadi terbiasa menulis dengan tangan kiri
(kidal). Ayah dan Ibu tidak pernah memaksakanku untuk menulis
dengan tangan kanan.
Beberapa teman sempat mengejek kebiasaanku menulis
dengan tangan kiri. Tapi aku justru merasa beruntung ketika tahu be-
berapa orang hebat yang ternyata kidal. Coba lihat, pendiri Microsoft
L 78 K
CERITA BROWNIES
dan Apple, mereka juga menulis dengan tangan kiri. Keduanya adalah
orang terkaya di dunia. Setidaknya aku dan mereka punya satu kesa-
maankan? Dan semoga aku pun bisa menjadi orang hebat seperti
mereka nantinya.
Aku akan mencontoh didikan Ayah dan Ibu yang tidak pernah
menekanku untuk menjadi apa yang mereka inginkan. Sampai se-
karang aku selalu memilih cara hidupku sendiri. Dimulai dari jadi
pengusaha lalu membuatku keteteran kuliah, dan Ibu tidak terlalu
memarahiku. Mereka yakin, jika aku bisa memilih jalan hidup yang
baik untuk diriku.
Berbeda dengan kisah Nara yang jadi anak perempuan satu-
satunya. Orang tuanya sangat ketat menjaga Nara, sampai-sampai
semua harus dipilihkan. Nara hanya tinggal mengikuti apa yang
dikatakan orang tuanya. Menurutku tidak ada yang salah dengan
hal tersebut, karena aku yakin semua orang tua pasti ingin yang
terbaik untuk anaknya. Kami dibesarkan di lingkungan keluarga
yang berbeda. Aku dengan keras kepalaku dan Nara dengan sikap
penurutnya, itu yang membuat kami cocok. Sifatku dan Nara seakan
saling melengkapi satu sama lain.
qSatu minggu lagi hari ulang tahunnya Nara. Sebenarnya aku bingung
akan memberi kado apa untuk Nara, tapi yang jelas aku tidak akan
memberikan barang mewah.
A ku Laki-Laki Bodoh
L 79 K
Menurutku, memberi sesuatu dengan harga yang mahal bu-
kan cara yang tepat untuk menunjukan sebarapa sayangnya kamu
dengan seseorang. Karena membeli barang mewah menjadi urusan
sepele karena kamu bisa mendapatkanya dengan mudah di mana
saja dan tidak akan begitu sulit.
Aku ingin memberi sesuatu yang tidak ternilai harganya.
Aku mencoba memikirkan sesuatu yang lebih memerlukan usaha
untuk membuatnya dibandingkan hanya membeli suatu barang
yang bermerek. Lantas aku memutuskan untuk membuatkan Nara
sebuah video. Waktu yang aku punya hanya satu minggu. Jujur, aku
langsung kelabakan mencari bala bantuan untuk merekam video
tersebut. Untung saja ada seorang teman yang mau membantu,
namanya Agus.
Aku sudah punya rencana tentang konsep video yang akan di-
buat. Setelah melakukan segala persiapan, aku langsung menggarap
video tersebut dan aku dibantu satu rekan lagi namanya Amal.
Hari pertama aku dan Amal akan mencoba ngamen dibeberapa
lokasi lampu merah. Kita akan mengumpulkan beberapa rupiah dari
pengguna jalan. Amal adalah salah satu teman yang sering mene-
maniku mengamen sehabis les privat dulu, aku jadi merasa sedang
bernostalgia.
Kita mengamen seharian, berpindah-pindah dari satu lampu
merah ke lampu merah lain. Ketika aku dan Amal mengamen, Agus
merekam kegiatan tersebut dari jarak 200 meter. Jadi orang tidak
L 80 K
CERITA BROWNIES
akan tahu kalau kita sedang direkam seseorang, dan itu benar-benar
melelahkan.
Sayangnya, dihari ke dua Amal tidak bisa ikut, sehingga ada
perubahan dari planning yang aku buat sebelumnya. Sepertinya hari
ini aku akan berjualan koran saja. Malu? Tidak, ini demi orang yang
aku sayang.
Dan tugas Agus masih sama seperti kemarin. Aku menjual
koran di dua spot lampu merah dekat perkantoran. Sempat ada rasa
takut saat itu. Aku takut ketahuan teman Ayah, takut mereka tahu
kalau aku sekarang sedang berjualan koran. Sekali lagi bukan karena
malu, tapi tidak enak saja jika mereka mengira aku benar-benar jadi
anak jalanan semenjak Ayah meninggal.
Mudahan-mudahan nggak ada yang kenal
Ketakukan itu aku lawan demi Nara.
Kamu harus tahu gimana rasanya berkompetisi dengan
abang-abang dan adik-adik yang juga berjualan koran saat itu.
Kita beradu kecepatan untuk menghampiri tiap mobil yang baru
berhenti. Jika beruntung, koranmu yang akan dibeli jika tidak kamu
harus mencoba lagi.
Keringat sebesar bulir jagung menetes deras di dahiku. Matahari
sudah sangat terik, karena aku tidak kuat dengan panasnya siang itu
akhirnya aku memutuskan untuk berhenti menjual koran. Lumayan,
aku dapat sedikit uang untuk tambahan.
A ku Laki-Laki Bodoh
L 81 K
Kalau kalian bertanya untuk apa aku mengamen dan jualan ko-
ran hari itu. Jawabannya adalah untuk membelikan Nara bunga dan
kue ulang tahun. Mungkin hanya setangkai bunga dan sepotong cake
kecil saja sih, tapi aku membelinya dari uang hasil usahaku sendiri.
Bukan hanya sampai di situ, aku juga berkeliling untuk meminta
ucapan selamat ulang tahun untuk Nara ke semua orang. Mulai dari
tukang parkir, anak jalanan, Sales Promotion Girl sampai karyawan di
mall dan akhirnya video itu selesai.
Tapi masih ada satu tahap lagi yang harus aku lewati yaitu edi-
ting video. Kebingungan melandaku lagi karena dilaptopku tidak ada
aplikasi untuk mengedit video. Ternyata susah sekali mencari orang
yang mau membantuku. Deadlinenya tinggal satu hari. Tengah ma-
lam, aku harus ke kota sebelah hanya untuk meminta aplikasi editing
video. Jaraknya 1 jam perjalanan dari kotaku, tapi usaha ini gagal.
Tidak sengaja aku berkenalan dengan seseorang yang jago
mengedit dan memiliki aplikasi yang aku butuhkan. Dia mau mem-
bantu setelah kubujuk habis-habisan, videonya dapat diselesaikan
jam 5 sore. Aku langsung mencari jaringan internet yang cepat untuk
mengupload video itu ke Youtube. Video yang memiliki ukuran data
500 MB tersebut selesai diupload jam 10 malam, dua jam sebelum
ulang tahun Nara. Saking paniknya, aku sampai lupa makan dan
mungkin hanya minum dua gelas air mineral saja seharian tadi.
Saat tengah malam, aku mengucapkan ‘Happy Birthday’ melalui
Path dan mengirimkan sebuat link Youtube. Malam itu Nara nangis
sampai subuh karena terharu melihat video yang kubuat. Bahkan
L 82 K
CERITA BROWNIES
banyak sekali yang merespon video buatanku. Aku merasa usahaku
selama satu minggu itu terbayar dengan senyuman Nara malam ini.
Gimanapun susahnya, aku akan berusaha sekuat tenaga
melakukan apa pun untuk membuat wanita kesayanganku agar
dia tersenyum. Apa pun! Mungkin yang aku beri bukan barang
mewah, tapi aku benar-benar bekerja keras untuk mewujudkan
hal sederhana itu.
Selain mengucapkan selamat ulang tahun, di dalam video itu
pun aku meminta maaf pada Nara karena tidak bisa datang langsung
ke kotanya saat dia ulang tahun. Padahal sebenarnya aku diam-diam
membeli sebuah tiket pesawat menuju Jakarta dan berangkat jam 12
siang besok.
qAku harus kuliah jam 8 pagi sambil manahan kantuk karena pagi itu
ada ujian mid semester.
Aku tidak bisa bolos karena sudah menaruh janji pada Nara
untuk memperbaiki IPku. Dari yang hanya 2,5 aku harus mendapat
IP di atas 3 pada semester ini. Jadi aku benar-benar rajin kuliah untuk
membuktikan kalau aku serius dan ingin segera lulus.
Biasanya hanya membutuhkan 2 jam saja untuk menyelesaikan
soal mid. Tapi kampus sengaja memberikan waktu lebih yaitu 4 jam
karena soalnya sangat banyak dan aku terburu-buru mengerjakan
soal tersebut.
A ku Laki-Laki Bodoh
L 83 K
Jam sudah menunjukkan pukul 10 tapi aku baru menyelesaikan
seperempat soal. Jantungku semakin berdetak tak karuan, aku dile-
ma antara membereskan soal yang masih banyak itu atau buru-buru
pergi ke bandara. Tanpa banyak berpikir lagi aku langsung mengum-
pulkan kertas ujian yang belum terjawab semua.
Bodo amatlah sama ujian. Gue harus ngejar pesawat.
Jarak kampus ke rumah cukup jauh sekitar 15 kilometer. Aku
langsung memacu mobil. Sampai di rumah, kulihat sudah pukul
11.00. Aku belum menyiapkan apa-apa. Langsung saja aku masukan
baju secara asal kemudian pamit dengan Ibu yang saat itu terheran-
heran melihatku akan berangkat ke Jakarta karena sebelumnya aku
tidak memberitahunya terlebih dulu.
Jadwal penerbangan ke Jakarta pukul 11.40. Butuh waktu 30 me-
nit untuk bisa sampai di bandara, sedangkan jam sudah menunjukan
pukul 11.10. Aku langsung mencari ojek dan susah payah menenteng
koper di atas motor. Siang itu jalanan macet karena sedang banyak
sekali event di Jambi. Matahari siang itu sangat menyengat, belum
apa-apa aku sudah mandi keringat, ditambah lagi aku harus lari-
larian di bandara menarik koper dengan kasar.
Tapi apa daya, perjuanganku harus sia-sia. Aku ketinggalan
pesawat. Pesawat sudah berangkat dari 15 menit yang lalu dan
aku menghela napas. “Aku harus ketemu Nara. Harus.” Tidak ingin
berlama-lama, aku langsung membeli tiket untuk penerbangan
selanjutnya karena ini hari spesial Nara, aku ingin ada untuknya
meskipun hanya sebentar.
L 84 K
CERITA BROWNIES
Penerbangan selanjutnya aku harus menunggu 6 jam lagi, oto-
matis aku harus mencari tempat untuk menunggu. Aku menyeret
koper dengan lemas, kemudian masuk ke mushola di bandara dan
memilih untuk langsung rebahan. Dimulai dari pembuatan video,
keluyuran di lampu merah tengah hari dan malamnya ke sana kemari
mencari orang yang bisa mengedit video. Hal itu sampai membuat-
ku hanya tidur 2 jam dan pergi ke kampus pagi buta. Sejak kemarin
badanku diporsir dan aku dilanda kelelahan.
qTerdengar panggilan keberangkatan pesawat yang akan menuju
Jakarta. Saat itu jam 6 sore, aku langsung buru-buru bangun dan
meninggalkan mushola untuk segera boarding ke pesawat.
Tadi Nara sempat menelepon, sepertinya Nara sudah mulai
curiga kalau aku akan datang ke kotanya. Saat ditelepon Nara pasti
mendengar suara-suara khas bandara. Aku hanya bisa pasrah, ini
masih akan menjadi kejutan bagi Nara atau tidak.
Benar saja, ketika baru sampai di Jakarta, Nara menawarkan diri
untuk menjemputku dengan supirnya Mas Budi. Aku tidak bisa me-
nolak. Dia lalu mengantarkanku ke rumah Kamil, salah satu teman
kami dan aku akan menginap di sana. Badanku terasa seperti mau
rontok. Karena sudah tidak tahan, sesampainya di rumah Kamil aku
langsung tertidur setelah sebelumnya melaksanakan sholat isya. Dan
malam itu, aku tertidur pulas akibat kelelahan.
A ku Laki-Laki Bodoh
L 85 K
Suara alarm dari 5 handphone berbeda saling sahut. Aku yang
tidak tahan dengan suara yang mengganggu itu langsung terbangun.
Aku bukan tipe orang yang susah bangun ketika sudah tidur. mende-
ngar suara sedikit saja, bisa langsung terbangun. Telingaku sangat
sensitif, saat itu Kamil masih tidur. Aku lantas membangunkannya
dan langsung bergegas menuju masjid untuk sholat subuh.
qHari ini agendaku bersama Nara adalah jalan-jalan ke mall dan
berkunjung kembali ke rumah Nara. Ini adalah kali ke 2 aku mengun-
jungi Nara di Jakarta. Kami bagaikan dua orang yang baru bertemu
setelah sekian lama terpisah jarak.
Kami saling tatap, seakan banyak rasa tertahan selama lebih dari
dua bulan tidak berjumpa. Aku menghabiskan waktu untuk mengo-
brol dengan Nara. Tidak penting di mana tempatnya karena yang
terpenting adalah siapa yang sedang berada di sampingku sekarang.
Hal terindah menurutku adalah ketika bisa ada di sebelah Nara.
Melakukan hal konyol bersama, tertawa bersama dan melakukan
banyak hal yang tidak jelas tetapi membuat kami justru semakin
dekat. Ah benar-benar tidak bisa dilupakan setiap detik momen yang
membuatku nyaman ketika bersama Nara.
Setelah puas jalan-jalan sambil mengobrol dan curhat, kami
langsung ke rumah Nara. Rasa takut dan cemas muncul lagi, dibe-
nakku hanya ada bayangan orang tua Nara yang tidak begitu hangat
L 86 K
CERITA BROWNIES
menyambutku saat pertemuan pertama dulu. Itu seperti potongan
film yang otomatis terputar di kepalaku.
Ketika sampai di rumah Nara aku langsung memarkirkan
mobilnya. Kakaknya baru saja pulang dan memarkirkan mobilnya
di belakang mobil Nara. Aku benar-benar tegang dan aku hanya bisa
tertunduk saat bersalaman dengan kakaknya.
Tidak sampai di sana saja, suasana pun makin mencekam ketika
aku memasuki rumah Nara. Aku langsung diajak ke ruang makan,
kakaknya mengajakku untuk makan bersama. Aku duduk dengan
perasaan was-was sekaligus senang. Beberapa percakapan ringan
terlontar di ruang makan dan suasana mulai mencair.
“Hidangin dong makanannya untuk Putra jangan diliatin aja,”
kata Kakaknya.
Aku sedikit tenang mendengarnya. Aku merasa keberadaanku
mulai dianggap, Nara pun menghidangkan makanan dan minuman
untukku. Sedangkan kakak ipar Nara melakukan hal yang sama
untuk suaminya.
Selesai makan, kakaknya mengajakku mengobrol di dapur.
Lagi-lagi aku menjawab setiap pertanyaannya dengan tertunduk
sambil menahan gemetar. Bukan berlebihan, tapi ini benar terjadi.
Aku terlalu takut saat itu karena selalu terbayang suasana saat
pertemuan pertama. Dan saat itu aku juga dikenalkan dengan se-
pupunya Nara, namanya Desi. Dia seumuran denganku, dia anak
aktif dan periang. Desi salah satu sepupu Nara yang agak dekat
A ku Laki-Laki Bodoh
L 87 K
denganku dan aku tidak sungkan padanya. Menurutku dia sangat
friendly saat awal bertemu.
Nara sudah menyiapkan makaroni buatannya sendiri untuk
kami. Aku menghabiskannya tanpa sisa karena aku senang bisa ma-
kan masakan buatan Nara. Setelah masakan Ibu, itu adalah makanan
terenak yang pernah aku makan.
Setidaknya dia sekarang sudah mau untuk belajar memasak.
Aku akan selalu menghargai usahanya walaupun terkadang aku
menyindir maksakan Nara dengan bilang, bisa apa kamu tanpa royco.
Padahal dalam hatiku tidak ada yang lebih menyenangkan dari bisa
makan makanan buatan orang yang aku sayang.
Biarkan aku memberi bocoran ke kalian. Dulu Nara pernah
membuatkanku macaroni, terus mengirimnya dari Jakarta ke Jambi.
Macaroni itu sudah keburu basi di perjalanan, tapi masih aku makan
sampai habis dan dia tidak tahu kejadian itu. Jadi, jangan bilang-
bilang Nara ya. Menghabiskan apa yang dia buat dengan jerih
payahya sendiri adalah kebahagiaaan buatku. Meskipun setelahnya
aku harus menanggung gangguan pencernaan.
qKetika sedang asik-asiknya makan. Terdengar suara mobil dari garasi,
dan ternyata itu adalah orang tua Nara. Mereka langsung menuju
meja makan. Keduanya terlihat terkejut ketika melihatku ada di
sana. Aku yang sama-sama terkejut langsung menyalami mereka
L 88 K
CERITA BROWNIES
kemudian terdiam dan tidak tahu harus bicara apa. Suasana pun
menjadi sangat kaku.
Di antara keheningan yang mencekam, Desi mengajak kami
untuk mengantar salah satu sepupu Nara yang lain ke bandara.
Sepupunya akan bersekolah ke luar negeri. Ajakan Desi saat itu ibarat
tiupan angin surga buatku.
alhamdulillah. Akhirnya gue bisa pergi dari suasana menegangkan ini.
Di perjalanan aku semakin akrab dengan Desi dan Mas Budi su-
pirnya Nara. Aku mulai merasa punya sedikit tempat di keluarga itu.
Beberapa hari ini aku merasa semakin dekat tanpa batas dengan
Nara. Tidak ada yang namanya jaim atau apa pun itu. Aku selalu me-
nerima apa pun yang ada di diri Nara. Hal yang paling bisa membuat
dia panik itu hanya masalah jerawat saja. Jika sudah tumbuh satu,
paniknya seperti pulau jawa yang akan dihancurkan monster raksasa.
Aku selalu meyakinkan dia kalau sedang jalan bareng seorang Putra
tidak perlu repot-repot make up. Menurutku dia sudah terlihat cantik.
Aku suka dengan nara bukan karena dia cantik,tapi dia terli-
hat cantik karena aku suka. Jadi tolong bedakan antara dua hal itu.
Kalimat tadi selalu aku katakan pada Nara ketika dia tidak percaya
diri akibat jerawat laknat pengganggu wajah. Dan itu cukup ampuh
mengembalikan rasa percaya diri Nara saat sedang jalan di tempat
umum ketika sedang jerawatan.
Besok aku harus pulang dan aku sedih meninggalkan Nara
sendirian. Mungkin kita harus sabar menunggu sampai akhirnya
A ku Laki-Laki Bodoh
L 89 K
nanti bisa bertemu lagi. Yah, apa mau dikata aku masih punya
jadwal mid semester yang harus dilaksanakan. Seperti janjiku pada
Nara, semester ini IPku harus di atas 3. Nara bilang kalau IPku tinggi
dia akan memberiku sebuah hadiah, aku hanya berharap hadiahnya
adalah kesediaan Nara untuk menjadi istriku. Aku pikir itu saja
sudah cukup.
q
BAGAIMANA JADI JUARA LOMBA KEWIRAUSAHAAN NASIONAL? PINJAM IPAD DAN BEGADANGLAH
AKU kembali ke kampus dan belajar seperti biasa. Tidak ada kegiatan
lain setelah kuliah, dan selesai kuliah pasti aku langsung memilih
untuk pulang.
Spesies mahasiswa sepertiku sering disebut KUPU-KUPU, sing-
katan dari kuliah-pulang-kuliah-pulang. Aku bukannya tidak ingin
bersosialisasi dengan teman kampus hanya saja aku tipe orang yang
hobi menyendiri. Aku merasa tenang ketika bisa menikmati waktu
sendirian sambil memikirkan planning ke depan.
Ada satu hal lagi yang membuatku sering malas nongkrong
sehabis pulang ngampus. Rata-rata dari teman-temanku jika sedang
berkumpul biasanya tidak pernah absen dari rokok, sedangkan aku
paling tidak suka sama yang namanya asap rokok. Jadi daripada aku
akan ribut karena sibuk mematikan rokok mereka, lebih baik aku
tidak ikutan nongkrong.
Oh iya satu lagi, jika aku cepat pulang dari kampus itu artinya
aku bisa cepat-cepat menelepon Nara. Itu salah satu kegiatan favo-
ritku, karena dengan begitu aku bisa tau kabar dia setiap saat. Jika
membicarakan soal Nara memang tidak akan ada habisnya. Dia itu
satu-satunya orang yang mampu menampung ide-ide yang berseli-
weran di kepalaku. Ia selalu mendengarkan dengan seksama setiap
ide yang aku punya.
Nara seperti sudah diset untuk selalu jadi orang pertama yang
mendukung apa pun gagasanku. Aku selalu mendapat semangat
baru ketika membagi ideku pada Nara. Itulah sebabnya aku yang
Pinjam Ipad dan Begadanglah
L 93 K
AKU kembali ke kampus dan belajar seperti biasa. Tidak ada kegiatan
lain setelah kuliah, dan selesai kuliah pasti aku langsung memilih
untuk pulang.
Spesies mahasiswa sepertiku sering disebut KUPU-KUPU, sing-
katan dari kuliah-pulang-kuliah-pulang. Aku bukannya tidak ingin
bersosialisasi dengan teman kampus hanya saja aku tipe orang yang
hobi menyendiri. Aku merasa tenang ketika bisa menikmati waktu
sendirian sambil memikirkan planning ke depan.
Ada satu hal lagi yang membuatku sering malas nongkrong
sehabis pulang ngampus. Rata-rata dari teman-temanku jika sedang
berkumpul biasanya tidak pernah absen dari rokok, sedangkan aku
paling tidak suka sama yang namanya asap rokok. Jadi daripada aku
akan ribut karena sibuk mematikan rokok mereka, lebih baik aku
tidak ikutan nongkrong.
Oh iya satu lagi, jika aku cepat pulang dari kampus itu artinya
aku bisa cepat-cepat menelepon Nara. Itu salah satu kegiatan favo-
ritku, karena dengan begitu aku bisa tau kabar dia setiap saat. Jika
membicarakan soal Nara memang tidak akan ada habisnya. Dia itu
satu-satunya orang yang mampu menampung ide-ide yang berseli-
weran di kepalaku. Ia selalu mendengarkan dengan seksama setiap
ide yang aku punya.
Nara seperti sudah diset untuk selalu jadi orang pertama yang
mendukung apa pun gagasanku. Aku selalu mendapat semangat
baru ketika membagi ideku pada Nara. Itulah sebabnya aku yang
L 94 K
CERITA BROWNIES
punya hobi menyendiri ini, merasa sudah cukup memiliki Nara untuk
dijadikan tempatku berbagi berbagai hal.
qSuatu pagi aku sedang duduk sendiri di tempat yang tidak terlalu
jauh dari ruang dosen. Tiba-tiba dosen favoritku yaitu Pak Agus lewat,
dan spontan aku langsung menyapanya.
Banyak alasan kenapa Pak Agus aku nobatkan menjadi dosen
favorit. Pertama, dia mengajar mata kuliah kesenanganku yaitu
kewirausahaan dan di mata kuliah itu haram hukumnya kalau aku
mendapat nilai di bawah A. Kedua, Pak Agus selalu menjadi tempat
sharing yang mengasyikan jika aku sedang berada di kampus
“Putra besok Bapak ke Surabaya, ada lomba wirausaha, kamu
yang mewakili universitas ini ya. Tolong siapkan semacam profil
usaha untuk kompetisi wirausaha nasional itu.”
Hah?
Gila, kepalaku langsung pusing mendengarnya. Hari ini diberi
kabar dan besok pagi harus berangkat ke Surabaya mewakili kampus?
Kabar dadakan yang membuatku tercengang. Tapi mau tidak mau
aku harus siap untuk mengikuti kompetisi itu. Malamnya aku men-
jadi kurang tidur hanya untuk membuat gambaran produk dalam
bentuk powerpoint. “Antara niat dan tidak niat sih sebenarnya, tapi toh
aku tetap harus mempersiapkan diri juga untuk besok.”
Pinjam Ipad dan Begadanglah
L 95 K
Karena malamnya aku terlalu sibuk mengerjakan persiapan
untuk berangkat ke Surabaya, alhasil aku baru bisa tidur saat subuh.
Paginya aku langsung berangkat ke bandara. Ada hal yang membuat
aku sedikit semangat hari itu karena pesawatku akan transit dua jam
di kota Nara.
Yes. Bisa ketemu Nara dulu walau hanya sebentar
Kebetulan aku diharuskan membawa contoh produk saat
perlombaan nanti, sedangkan produkku kebanyakan ada di Jakarta.
Dengan waktu transit yang hanya 2 jam rasanya tidak mungkin aku
bisa pergi ke toko di mana produk ini dijual kemudian kembali ke
bandara secara singkat, dan itu membutuhkan waktu 2-4 jam. Bisa-
bisa aku malah ketinggalan pesawat.
Tapi untunglah, Nara mau membawakanku beberapa produk
itu ke bandara dan Nara jadi penyelamatku hari itu. Sampai di ban-
dara, aku turun dengan terburu-buru dan langsung mencari pintu
keluar sambil berlari. Waktuku tidak banyak, aku mengatur tempat
bertemu dengan Nara, Nara dan supirnya seketika menghampiriku.
Aku langsung mengambil beberapa box produk dari mobil Nara.
Aku bersyukur Nara mau membantu, padahal jarak dari rumahnya
ke bandara itu puluhan kilometer.
Sejenak aku duduk sambil menghela napas lega. Aku pun
memanfaatkan waktu yang ada untuk makan bersama Nara. Dia
menemaniku ngobrol sambil sibuk menghapus keringatku.
L 96 K
CERITA BROWNIES
Nara juga sempat memoto sepatuku dan sepatunya yang ber-
motif sama. Salah satu hadiah yang pernah aku berikan pada Nara.
Aku tidak pernah ingin memberi hadiah yang mainstream untuk Nara.
Jadi, aku memberinya sepatu yang khusus dibuat hanya sebanyak
2 pasang di dunia, dan hanya kami yang menggunakannya. Setelah
foto-foto dan ngobrol manja bersama Nara, akhirnya aku bersiap
untuk pergi ke Surabaya. Walau berat untuk meninggalkan Nara
di bandara tapi penerbanganku ke Surabaya sudah akan berangkat
beberapa menit lagi.
qSetelah melalui penerbangan ke Surabaya, aku harus melanjutkan
perjalanan lewat darat menggunakan mobil sekitar 6 jam menuju
Jember. Kota ini menjadi tuan rumah kompetisi wirausaha terbesar di
Indonesia yang dibuat oleh Kementrian Pendidikan pada tahun 2014.
Dini hari aku baru sampai di Jember dan langsung istirahat di
salah satu mes yang sudah disediakan oleh panitia. Aku terkejut,
ternyata ada sekitar 70 universitas di seluruh Indonesia mulai dari
Sabang sampai Marauke yang mengikuti kompetisi itu.
Kemarin, aku hanya mempersiapkan segalanya dengan ala-
kadarnya. Sedangkan peserta lain, mereka sibuk membuat proposal
yang menurutku sangat keren. Sementara Aku hanya mempersiap-
kan gambaran produk beserta kegiatan usaha saja. Berbeda sekali
dengan meraka yang sudah merancang segalanya dengan sempurna,
mulai dari visi perusahaan, keuangan dan lain sebagainya.
Pinjam Ipad dan Begadanglah
L 97 K
Esok harinya, perlombaan dimulai. Namun sebelum aku berha-
dapan dengan para juri di ruang audisi, aku terlebih dahulu meminta
doa pada ibu dan Nara.
“Semangat ya Putra juara umum lomba kewirausahaan tahun
ini,” kata Nara percaya diri, dalam hati aku hanya tertawa.
Ini anak yakin bener gue aja yang ikut lomba pesimis hahaha
Karena kompetisi ini terdiri dari banyak peserta. Kita dibagi
menjadi lima kelompok besar. Lalu saling beradu produk di kelompok
masing-masing. Pemenang dari tiap-tiap kelompok berhak maju ke
tahap ke dua dan akan dipertandingkan kembali. Aku hampir saja
jadi peserta terakhir yang masuk ke ruangan lomba. Saat sedang
menunggu, ada salah satu wartawan TV lokal yang melihat ke arahku.
“Udah dek tenang aja, nggak usah dipikirin kalah atau menang
yang penting ikutan berjuang,” katanya.
Mbak, mbak. Boro-boro mau menang, niatku untuk ikut lomba aja
setengah-setengah.
Setiap ada peserta keluar ruangan, yang aku liat dari raut
muka mereka adalah muka kusut seperti habis dicecar pertanyaan
menyeramkan oleh juri. Aku yang melihatnya sampai tidak sanggup
menahan tawa.
Dan tibalah giliranku.
Aku diberi waktu 20 menit untuk menjabarkan semua hal yang
berkaitan dengan bisnisku. Setelah itu bersiap untuk sesi tanya jawab
L 98 K
CERITA BROWNIES
dengan juri. Aku menjabarkan 3 bisnis rancanganku dilomba terse-
but, tapi tidak sampai 15 menit, presentasiku selesai.
Satu dua pertanyaan aku jawab secepat mungkin sampai tidak
ada lagi juri yang mengajukan pertanyaan. Aku lantas langsung ke-
luar dari ruangan dan mengambil handphone dari saku lalu memulai
untuk menchat Nara. Semacam laporan kalau tahap penjurian sudah
selesai. Dan Nara bilang :
Nara : Semangat Putra calon juara juara nasional kewirausahaan.
Aku sih masih biasa saja saat itu.
Tidak lama setelah itu pengumuman juara tiap kelompok di-
umumkan. Yang mengejutkan, namaku tercatat sebagai juara ke-2
di kelompok tersebut. Aku berhak melaju ke babak selanjutnya dan
menurutku itu luar biasa. Di sana aku dikumpulkan dengan beberapa
pemenang dari setiap kelompok. Kacaunya, di antara peserta yang
lain hanya aku peserta yang terlihat tidak meyakinkan.
Kok gue keliatan paling goblok ya disini. Hahaha
Dibanding mereka, hanya produkku yang asal jeplak. Tidak
menggunakan data-data selengkap mereka, benar-benar seadanya
seperti yang kukatakan tadi.
Juara pertama dari kelompokku, membuat sebuah teknologi
canggih, seperti mesin membatik dan alat untuk mengontrol rumah
dari jauh. Jika kita lupa mematikan televisi rumah, hanya dengan
menggunakan alat itu kita bisa mematikan televisi dari kantor atau
dari tempat lain.
Pinjam Ipad dan Begadanglah
L 99 K
Ketika semua produk kami kumpulkan, aku merasa sedikit
minder. Aku seperti orang yang lolos secara kebetulan, bahkan ada
beberapa orang yang meragukan kemampuanku. Tapi dari situ, se-
mangatku justru terpacu.
Gue harus menangin perlombaan ini
Malamnya aku membuat data keuangan hanya dengan meng-
gunakan Ipad. Karena aku benar-benar tidak berniat untuk membawa
laptop. Aku bergadang membuat laporan keuangan, sampai-sampai
ketiduran sambil memegangi Ipad. Yang di dalamnya sudah penuh
dengan angka-angka perkiraan keuangan seadanya, yang akan dip-
resentasikan di final besok.
qJam 8 pagi, sudah banyak pemenang kelompok yang mengantri un-
tuk masuk dan presentasi di depan juri. Kali ini waktu presentasi dan
tanya jawab dipersempit jadi 15 menit saja. Aku tetap tenang, karena
aku membuat bisnis ini bukan untuk memenangkan perlombaan,
tetapi untuk bertahan hidup. Jadi menang atau tidak, aku akan tetap
menjalani usaha tersebut.
Juri hari ini adalah petinggi dari Bank Indonesia, pimpinan Jawa
Pos, serta pengusaha senior. Mereka bertiga yang akan menyidang
dan membombardir kami dengan banyak pertanyaan. Ketika para
peserta lain sedang mengantri, aku menyempatkan diri pergi ke mas-
jid untuk sholat dhuha. Jarak masjid hanya 100 meter dari ruangan
penjurian. Hatiku terasa lebih tenang setelahnya.
L 100 K
CERITA BROWNIES
Aku meyakinkan diri bahwa aku punya Tuhan yang bisa
membantuku melewati lomba ini dengan baik. Baru kali ini, aku
sangat bersemangat untuk mengikuti kompetisi, sangat berbeda
dari biasanya.
Tibalah giliranku untuk masuk ke ruang penjurian. Di dalam
hati, aku hanya ingin berusaha menjawab pertanyaan sebaik mung-
kin. Tapi tujuanku bukanlah untuk mendapat gelar juara. Sebelum
aku masuk, keluarlah seorang peserta dengan raut wajah yang pucat
dan terlihat lemas. Aku hanya bisa menelan ludah.
Semoga gue beruntung
Aku melangkahkan kaki ke ruangan penjurian. Yang pertama
kali aku lihat adalah sosok juri yang tegas dari Bank BI, juri yang
terlihat ketus dari media dan juri yang cukup ramah dari praktisi
pengusaha. Mereka punya karakter yang berbeda-beda.
Aku memulai presentasi dengan menjelaskan awal mula bis-
nis-bisnisku. Lalu berlanjut dengan strategiku dalam menjalankan
bisnis. Intinya sih bahan-bahan yang aku presentasikan ke juri adalah
bahan yang paling minim diantara peserta yang lain. Aku menjelas-
kan semuanya hanya dalam waktu 5 menit. Cepat? Wajar sih karena
aku sudah hafal di luar kepala seluk beluk bisnis ini. Karena itu sudah
menjadi darah daging dan napasku. Jadi tidak perlu membaca propo-
sal lagi untuk menjelaskan semuanya. Masih tersisa waktu 10 menit,
inilah waktunya untuk juri bertanya.
Aku mulai memperlihatkan produk clothing dan tester produk
kuliner yang aku punya. Juri pun satu per satu mulai bertanya. Dengan
Pinjam Ipad dan Begadanglah
L 101 K
begitu lancar aku menjawab semua pertanyaan yang diajukan juri.
Secepat mereka bertanya, secepat itu pula aku berhasil menjawab-
nya. Di menit ke 10, juri sudah kebingungan mau bertanya apa lagi
padaku. Mereka hanya bisa saling tatap.
“Kamu beneran masih mahasiswa?” tanya juri dari Bank BI.
Aku tidak menjawab. Mereka seakan tidak percaya kalau aku
masih berstatus sebagai mahasiswa. Langsung saja kukeluarkan
kartu mahasiswa dan memperlihatkanya pada mereka. Aku jadi bi-
ngung sendiri, kenapa mereka bingung sampai berpikir seperti itu?
Padahal aku ini peserta paling muda yang ikut kompetisi tersebut.
Juri-juri yang awalnya sangat menjaga sikap dengan peserta lain,
ketika selesai bertanya padaku, sikap mereka malah sedikit mencair.
Ada juga yang bertanya :
“Bapak kamu pengusaha juga?”
Dan pertanyaan lain di luar produkku.
Mereka malah makin menunjukan sikap ramahnya. Sampai-
sampai salah satu juri memanggilku dengan panggilan “Bro”, dan
aku ditawarkan untuk duduk di dekat mereka ketika mereka sedang
menilai peserta selanjutnya.
Kejadian di ruangan penjurian membuatku sedikit berlega
hati. Tenyata tidak semenegangkan seperti yang kukira dan sesi
penjurian pun selesai. Pengumuman dan acara puncak akan dilak-
sanakan besok malam
q
L 102 K
CERITA BROWNIES
Karena banyak waktu luang, aku menyibukkan diri dengan bertukar
kontak dan menjalin silahturahmi dengan peserta lain. Karena itu aku
jadi dekat dengan Aziz, juara 1 dari kelompokku kemarin. Usahanya
di bidang teknologi, standnya ramai dikunjungi karena banyak per-
alatan canggih seperti robot dan remote control. Kami sharing banyak
hal dan aku memberinya beberapa masukan. Menurutku usaha dia
ini memiliki prospek yang bagus, dan dia menerima dengan senang
hati masukan yang kuberikan.
Semua peserta yang jumlahnya ratusan beserta dosen pem-
bimbing datang berkumpul di aula gedung untuk mendengarkan
pengumuman pemenang. Dosenku belum juga menampakkan diri.
Akhirnya aku duduk bersama seorang teman dari Jambi. Dia adalah
anak dari Pak Agus, dia orang yang berjasa saat kompetisi ini. Kemarin
aku membuat laporan keuangan menggunakan Ipad miliknya. Kalau
tidak ada dia, mungkin aku sudah kelabakan mencari bantuan.
Satu per satu pemenang lomba diumumkan. Mulai dari harapan
ke-2 yang dimenangkan oleh universitas dari daerah Jakarta, harapan
ke-1 disabet oleh universitas dari Bandung, dan pemenang juara ke-3
dari universitas di Surabaya. Peserta yang paling akrab denganku,
dia berhasil membawa juara ke-2 mewakili universitasnya yang juga
berasal dari Surabaya. Terakhir tinggal pengumuman juara pertama,
suasana cukup menegangkan.
“Juara umum tahun ini adalah….”
“Put siap-siap maju ke depan,” bisik anak Pak Agus padaku.
Iya kalo menang, kalau nggak mampus gue.
Pinjam Ipad dan Begadanglah
L 103 K
“JUARA KE-1 ADALAH… PATRIA PRIMA PUTRA DARI
UNIVERSITAS…JAMBI”
Hah? Putra? Gue nih yang menang?
Aku langsung berdiri dan tidak tahu mau berkata apa.
Ini malamnya gue!
Temenku yang juara ke-2 sudah menunggu di atas panggung.
Kami langsung melakukan high five dan salaman terus berpelukan. Di
sana, aku merasa tidak sedang berkompetisi dengannya.
“Kamu wajar sih Put jadi juara ke-1,” ucapnya singkat. Aku ber-
diri di depan panggung bersama beberapa pemenang. Hadiah pun
diberikan oleh pewakilan dari kementrian. Dibenakku sekarang ada
rasa bangga, tapi secara tidak langsung ada hal lain yang berkecamuk
di hatiku.
Seharusnya Ayah bisa ngeliat anaknya jadi juara dikompetisi nasi-
onal seperti ini.
Seumur hidup, aku belum pernah mendapat penghargaan
setinggi ini. Biasanya aku selalu iri ketika mendengar cerita Ayah
tentang anak temannya yang rangking 1 terus di sekolah. Sekalipun
aku belum pernah memberi prestasi yang benar-benar bisa membuat
dia bangga. Tapi yang aku bingung selalu saja ada yang bisa Ayah
banggakan dariku ketika dia ngobrol dengan teman-temannya.
Aku hanya pernah dapat juara lomba mewarnai waktu TK, juara
ke-5 waktu SD dan terakhir juara pemuda pelopor tingkat kota. Aku
sering diremehkan, bahkan ada salah satu kerabatku yang sering
L 104 K
CERITA BROWNIES
membanding-bandingkanku dengan adikku sendiri. Karena adikku
punya kelebihan di bidang akademis. Ketika SMP dia sempat masuk
kelas akselerasi dan hanya butuh 2 tahun untuk lulus. Sedangkan aku
tidak terlalu menonjol untuk soal prestasi akademis. Seringnya aku
hanya mendapat rangking 20 besar.
Aku selalu ingat apa yang mereka katakan tentang diriku dulu.
Mungkin ini saatnya balas dendam dan aku bisa membuktikan se-
mua itu sekarang. Bukan dengan cara menyombongkan diri atas apa
yang sudah aku capai, tapi justru merendahkan hati dan tetap fokus
untuk menelurkan prestasi. Aku merasa ternyata semua orang itu
hebat. Hanya terkadang banyak orang yang belum sadar dengan
kemampuan yang dia punya.
Aku sudah menyadari atas potensi yang aku punya. Aku sekarang
tahu jika wirausaha adalah duniaku, Dunia yang menghantarkanku
sampai ke titik seperti saat ini. Titik di mana aku bisa menghargai
sebuah proses dan perjuangan. Seorang Putra yang dulunya hanya
berjualan asal-asalan tanpa ilmu dalam berbisnis, kini bisa mendaki
sampai ke titik seperti sekarang.
Dan balas dendam terbaik itu adalah pembuktian!!!
Walaupun sekarang kalian hanya menjadi orang yang dianggap
sampah. Jangan pernah merasa tidak punya apa-apa dan menye-
rah. Buktikan pada mereka yang meremehkan kalian, kalau di masa
depan kalian bisa jadi sampah yang didaur ulang, yang bisa lebih
berharga dari pada berlian!!!
Pinjam Ipad dan Begadanglah
L 105 K
Lamunanku ke masa lalu terhenti ketika Pak Agus menarik
tanganku untuk bersalaman. Dia datang terlambat, tapi langsung
senang ketika melihat mahasiswanya bisa menjadi juara pertama.
Di panggung tadi, aku menjadi satu-satunya juara yang berasal
dari luar pulau Jawa. Serentak semua universitas dari Sumatra men-
dukung dan memberi selamat padaku. Aku telah mewakili Sumatra
untuk menang malam itu.
Gila gue ngerasa punya makin banyak teman malam ini.
Aku langsung menelepon ibu.
“Bu, tebak aku juara berapa?”
“Juara 3 ya?” kata Ibu. Aku tertawa
“Juara ke-1 bu, juara ke-1”
“Juara ke-1? Putra anak Ibu, kamu hebat nak. Ibu nggak nyangka
kamu bisa dapet juara ke-1.”
Ibu akhirnya senang juga, walaupun tadi sempat terkejut dan
bingung. Mungkin tadinya ibu ingin menghiburku jika ternyata nanti
mendapat kabar dari ku yang tidak menang.
qSetelah itu aku membawa piala kristal itu ke kampus dengan penuh
rasa bangga. Rektor dan dekan kampusku sudah menunggu di ru-
angannya masing-masing. Mereka pun ikut bangga atas prestasi ini.
L 106 K
CERITA BROWNIES
“Kamu sadar nggak kalau berkat kamu menang kompetisi na-
sional ini, fakultas ekonomi kita yang akreditasinya ‘C’ bisa-bisa naik
jadi ‘B’?” dosenku tiba-tiba berkata seperti itu, dan itu membuatku
sadar jika anak goblok sepertiku ini akhirnya bisa membawa sedikit
kebahagiaan untuk lingkungan di sekitarku.
Dari situ aku berhasil membuktikan kata-kata Ayah dulu. Bukan
di mana kita bersekolah atau ngampus . “Sefavorit apa pun kampus
kita kalau kita biasa saja ya tetap akan biasa.” Tapi beda ketika kita
mempunyai kemampuan untuk berprestasi, semua orang pasti akan
tahu. Berlian akan tetap bersinar walau terbenam oleh lumpur.
Intinya jangan bangga dengan di mana kita bersekolah, tapi buat-
lah bangga sekolah di mana kita menuntut ilmu.
qKabar gembira soal kemenanganku langsung kusampaikan ke-
pada Nara.
“Alhamdulillah, aku dapet juara ke-1,” kataku pada Nara
lewat telepon.
“Alhamdulillah. Aku ikut seneng, aku bilang juga apa kamu
bisa kok. Dasar calon imam kebanggaan.” Saking senangnya Nara
langsung menceritakan ini kepada mamanya.
Entahlah, aku merasa sejak bersama Nara setiap kata-kata
yang keluar dari mulutnya itu selalu menjadi sebuah do’a yang baik
untukku. Hampir semuanya menjadi kenyataan. Semua ini terasa
Pinjam Ipad dan Begadanglah
L 107 K
lebih nikmat dari pada dulu, saat baru memulai usaha dan harus
berjuang sendirian.
Saat berjuang sendiri, bahan bakar semangatku hanyalah Ayah.
Aku ingin mengalahkan Ayah dalam segi pencapaian. Tapi sekarang
bahan bakar semangatku adalah senyuman Nara. Setiap Nara bang-
ga dan tersenyum, itu sudah menjadi hal paling berharga buatku.
Kalian pasti bingung kenapa tadi aku bilang kalau bahan ba-
karku yang pertama adalah untuk mengalahkan Ayah? Gini, ketika
Ayah meninggal aku selalu bertekad untuk bisa menjadi jauh lebih
baik dari Ayah. Aku akan sedikit bercerita tentang Ayah. Ayah adalah
salah satu alasanku tidak merasa lelah untuk bekerja keras.
Ayah terlahir di Pulau Sulawesi. Di umur yang ke 13 tahun dia
terpaksa merantau ke salah satu kota di Sumatera karena di kampun-
gnya Ayah sempat terlibat perkelahian. Di kampung Ayah, biasanya
anak laki-laki sering beradu tinju satu sama lain. Saat itu ayah terje-
bak perkelahian dengan seorang anak. Dia diganggu anak tersebut
sampai-sampai mereka harus berkelahi, dan ayahku tidak sengaja
membuat mata temannya cacat sebelah.
Keadaan itu menyulitkan posisi Ayah. Kalau Ayah tetap ber-
tahan di kampung bisa-bisa dia mati sia-sia karena keluarga anak
tersebut pasti tidak terima dan balas dendam. Ayah akhirnya pergi
merantau ke kota di Pulau Sumatera di umurnya yang baru 13 tahun.
Ayah sempat tinggal di rumah guru SMP yang kondisinya
belum sepenuhnya rampung. Sehari-hari Ayah makan alakadarnya,
L 108 K
CERITA BROWNIES
bahkan sambal teri dengan kacang harus dia simpan dalam kaleng
biskuit agar cukup untuk persediaan satu bulan.
Ayah tumbuh menjadi anak yang pintar. Jika guru di kelasnya
malas mengajar biasanya Ayah yang disuruh untuk mengajarkan
teman-temannya. Ayah merangkap jadi asisten guru dan tidak sedikit
guru yang menyukai Ayah karena kepintarannya itu.
Waktu SMA Ayah pernah menjadi guru mengaji. Mencari tam-
bahan biaya untuk bisa bertahan hidup di perantauan. Setiap ada
kesulitan, pasti ada saja orang tua murid yang mau membantu. Ayah
sudah menjadi anak yatim sejak SD dan ia punya sikap yang baik.
Jadi, banyak yang menyayanginya.
Mengetahui cerita hidup ayah membuatku merasa lebih bersyu-
kur. Ayah meninggalkanku saat umurku sudah 17 tahun, setidaknya
aku bisa lebih lama menikmati hari-hari dengan adanya kehadiran
Ayah. Dan aku bersyukur bisa merasakan memiliki ayah yang hebat
seperti beliau.
Hebatnya lagi, ketika SMA Ayah sudah bisa membeli motor de-
ngan uangnya sendiri. Walau dengan keterbatasan yang ada. Padahal
saat itu motor adalah benda yang sangat mewah. Dia sering menjadi
guru untuk teman-temannya. Dari situlah ia mendapatkan pengha-
silan untuk membeli motor dan barang-barang branded lainnya.
Kata ayah, biasanya ketika teman-temannya ada maunya, me-
reka pasti mendekati Ayah. Ayah yang jeli pasti langsung memberi
kode seperti ini, eh kemarin kayaknya ada sepatu adidas model baru deh
Pinjam Ipad dan Begadanglah
L 109 K
dan temannya akan langsung peka dan membelikan barang yang
dia mau. Tapi sebagai gantinya Ayah harus mengajari mereka satu
per satu.
Banyak pejabat dan istri-istri pejabat di kotaku yang dulunya
pernah jadi murid Ayah. Dan rata-rata kebanyakan muridnya adalah
perempuan. Itu juga terbukti ketika Ayah meninggal, saat malam ya-
sinan pelayat, yang datang ke rumah lebih didominasi oleh ibu-ibu
dibandingkan bapak-bapak. “Pantes Ibu pernah cemburu pada Ayah,
ternyata penggemar Ayah banyak juga, hehe.”
Aku selalu salut dengan semua perjuangan Ayah mendapatkan
Ibu. Tidak mudah bagi Ayah untuk menaklukkan Ibu terutama me-
naklukan Nenek. Ya, karena Nenek tidak begitu saja melepas anaknya
untuk dipersunting seorang Ayah.
Sebelum aku lahir, Ayah sudah menjadi seorang PNS. Dulunya
menjadi PNS tidak semudah seperti sekarang. Tapi benar-benar
mengandalkan kepintaran bukan hanya uang semata. Tidak hanya
jadi PNS, dia juga rajin menjual buku ke kantor-kantor. Dia berjuang
makin keras ketika Ibu sedang mengandungku. Beberapa pekerjaan
yang menghasilkan uang lebih, akan Ayah lakoni secara bersamaan.
Bahkan ketika aku dilahirkan, Ayah tidak ada di samping Ibu.
Tapi aku tidak pernah marah atau menyesal karena itu. Pada malam
aku dilahirkan, Ayah mendapatkan tugas dinas. Bayarannya sesuai se-
kali dengan jumlah biaya yang dibutuhkan ibuku untuk lahiran. Saat
itu ayahku benar-benar sedang tidak punya uang, jadi dia memilih
L 110 K
CERITA BROWNIES
untuk tidak menemani persalinan Ibu dan mengambil pekerjaan
tersebut. Aku bisa membayangkan sekeras apa usaha Ayah untukku.
Saat lahir, aku sangat mirip dengan Ayah. Di kampung, ada
tradisi untuk pura-pura menjual anaknya jika benar-benar mirip
ayahnya. Dan aku mengalami sendiri tradisi itu. Aku sangat bahagia
hidup bersama mereka walaupun kami harus menaiki motor dinas
butut ber 3 saat berpergian.
Ketika umurku 3 tahun Ayah sudah bisa jadi kepala dinas
termuda di daerahku. Kami semua merasa hidup lebih mudah di-
bandingkan dahulu, tapi imbasnya Ayah makin sibuk. Hampir tiap
hari dia turun langsung ke lapangan. Berkunjung dari satu kampung
ke kampung lain untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat.
Dia hanya punya waktu saat malam hari saja untuk berada di rumah
imbasnya aku jadi jarang bertemu Ayah. Aku sadar kalau itu semua
dilakukan karena dia sangat bertanggung jawab atas pekerjaannya.
Umurku semakin bertambah. Ketika menginjakan umur di ta-
hun ke-5. Aku tidak mengerti bagaimana caranya, tapi Ayah berhasil
membangun sekolah tinggi kesehatan (setara universitas) pertama
di provinsi tempat ku tinggal tanpa modal. Ayah meminjam sebuah
gedung yang tidak terpakai, lalu dia bekerja sama dengan pengajar
berpengalaman yang mau bekerja tanpa digaji. Sekolah itu milik
yayasan yang sengaja dibuat untuk tujuan amal. Sampai saat ini aku
dan Ibu tidak terlalu banyak menikmati hasil dari itu semua. Hanya
itu yang kutahu, sampai sekarang aku tidak pernah tahu detailnya
seperti apa.
Pinjam Ipad dan Begadanglah
L 111 K
Banyak hal lain yang aku banggakan dari sosok ayah. Bahkan
ketika meninggal pun dia jadi orang termuda di provinsiku yang su-
dah memegang pangkat tertinggi saat umurnya 47 tahun. Ayah dari
Ibu yaitu kakekku saja baru bisa mencapai pangkat itu diumurnya
yang 55 tahun.
Yang membuat aku berjuang seperti ini bukan karena aku per-
nah dapat kemudahan dari Ayah tapi karena aku tidak pernah dididik
untuk hidup manja. Uang jajanku waktu SD jumlahnya dibawah rata-
rata. Aku harus menabung dua hari hanya untuk membeli satu piring
mie goreng.
Aku pernah mendengar percakapan ayah bersama teman-
temannya. Ketika temannya sibuk membeli perkebunan sawit karet
untuk diwariskan ke anak-anaknya, Ayah dengan lantang berbicara
seperti ini:
“Saya percaya dengan kemampuan anak saya. Mereka tidak
perlu saya siapkan warisan. Saya tidak akan bisa selalu ada di samping
mereka jadi saya tidak akan memberikan mereka ikan terus menerus.
Saya akan mengajarkan mereka memancing. Jadi suatu saat mereka
bisa menangkap ikannya sendiri tanpa perlu bantuan dari saya dan
bergantung kepada saya.”
Ayah benar-benar tidak pernah berpikiran untuk menumpuk
harta untuk anak-anaknya bahkan untuk ibu sekalipun. Itulah sebab-
nya terkadang dengan sengaja Ibu menyisihkan sebagian gaji Ayah
untuk diselamatkan. Jika tidak begitu bisa-bisa seluruh gaji tersebut
L 112 K
CERITA BROWNIES
disedekahkan oleh Ayah. Cukup extreme memang, tapi aku tetap
bangga pada Ayah.
Aku selalu ingin mengalahkan dia dalam hal apa pun. Contoh
ketika dia pergi ke Singapura, Thailand, Vietnam dan negara-negara
lainnya pada umur 40 tahun, aku langsung pergi kesana mengikuti
jejaknya diumurku yang baru 19 tahun. Aku juga ingin membuat
yayasan seperti ayah suatu saat nanti, serta membuat panti asuhan
mandiri dan masih banyak lagi pencapaian-pencapaian Ayah yang
ingin aku taklukan diumurku yang masih lebih muda darinya.
Sekarang aku sadar bahwa warisan paling berharga bukanlah
harta, tapi mental dan pola pikir. Banyak yang memiliki orang tua
berkecukupan tapi manja akan fasilitas dan tidak bisa melakukan
apa-apa dengan kemampuan mereka sendiri.
Aku lagi-lagi bersyukur, Ayah tidak pernah menyiapkan hal-
hal yang membuatku menjadi manja. Sehingga aku terdesak untuk
berpikir dan memperjuangkan masa depanku sendiri tanpa harus
bergantung pada siapa pun seperti sekarang ini.
Kita tidak bisa menyalahkan keadaan buruk yang datang di
hidup ini. Yang bisa kita lakukan adalah menghadapinya dan men-
jadi lebih hebat kerena ujian tersebut berhasil kita lewati.
q
DI BALIK KEAJAIBAN ADA TUHAN
AKU kembali ke kehidupan yang biasa. Menjadi seorang anak laki-
laki yang masih menjalankan masa-masa perkuliahan secara
membosankan. Yah, seperti kebanyakan anak lainnya.
Jujur saja, saat kuliah aku tidak pernah takut untuk mendapat
IP atau nilai yang rendah. Ketika teman-teman banyak yang alergi
dan melakukan segala cara untuk mendapatkan IP tinggi, aku dengan
bangganya tertawa ketika mendapat IP rendah.
Menurutku nilai hanyalah patokan yang dibuat oleh manusia.
Aku tidak ingin disiksa oleh penilaian dari orang lain. Aku selalu jadi
orang yang paling santai dan tidak takut akan nilai rendah. Aku yakin
tidak selamanya nilai menentukan kesuksesan kita di masa depan.
Itu semua cukup mencerminkan bahwa aku sudah jadi manusia
yang tidak terlalu peduli dengan penilaian orang lain. Karena banyak
hal yang tidak bisa dinilai dan dilihat oleh banyak orang secara lang-
sung contohnya isi hati, isi kepala, dan isi dompet tentunya hehe.
Aku pun belajar untuk menjadi orang yang tidak sembarangan
menilai orang lain. Karena aku sering melihat banyak orang yang
bertato, penampilan serampangan tapi punya hati baik seperti
malaikat atau mungkin justru sebaliknya. Di sini aku bukan mau
membenarkan penampilan mereka yang bertato atau bertindik, aku
membenarkan isi hati mereka.
Kehidupan memang seperti dua sisi mata uang. Ketika aku tidak
peduli dengan nilai akademis, justru ada seseorang yang meminta-
ku untuk bisa memperbaiki itu. Dia adalah orang yang benar-benar
Di Bal ik Keajaiban A da Tuhan
L 115 K
AKU kembali ke kehidupan yang biasa. Menjadi seorang anak laki-
laki yang masih menjalankan masa-masa perkuliahan secara
membosankan. Yah, seperti kebanyakan anak lainnya.
Jujur saja, saat kuliah aku tidak pernah takut untuk mendapat
IP atau nilai yang rendah. Ketika teman-teman banyak yang alergi
dan melakukan segala cara untuk mendapatkan IP tinggi, aku dengan
bangganya tertawa ketika mendapat IP rendah.
Menurutku nilai hanyalah patokan yang dibuat oleh manusia.
Aku tidak ingin disiksa oleh penilaian dari orang lain. Aku selalu jadi
orang yang paling santai dan tidak takut akan nilai rendah. Aku yakin
tidak selamanya nilai menentukan kesuksesan kita di masa depan.
Itu semua cukup mencerminkan bahwa aku sudah jadi manusia
yang tidak terlalu peduli dengan penilaian orang lain. Karena banyak
hal yang tidak bisa dinilai dan dilihat oleh banyak orang secara lang-
sung contohnya isi hati, isi kepala, dan isi dompet tentunya hehe.
Aku pun belajar untuk menjadi orang yang tidak sembarangan
menilai orang lain. Karena aku sering melihat banyak orang yang
bertato, penampilan serampangan tapi punya hati baik seperti
malaikat atau mungkin justru sebaliknya. Di sini aku bukan mau
membenarkan penampilan mereka yang bertato atau bertindik, aku
membenarkan isi hati mereka.
Kehidupan memang seperti dua sisi mata uang. Ketika aku tidak
peduli dengan nilai akademis, justru ada seseorang yang meminta-
ku untuk bisa memperbaiki itu. Dia adalah orang yang benar-benar
L 116 K
CERITA BROWNIES
menyayangiku. Setiap hari Nara selalu mengingatkanku soal kuliah.
Bahkan Nara sampai minta jadwal kuliahku dan setiap pagi, dia jadi
orang pertama yang menelpon hanya untuk mengingatkanku kuliah.
Baiklah, karena aku tidak tahan melihat orang yang bersang-
kutan memohon dan menyemangatiku terus-terusan, akhirnya aku
mulai merubah kebiasaan jelek. Aku cukup sering mengabaikan
bahkan sampai tidak mengerjakan tugas. Tapi karena Nara, aku jadi
berusaha mengerjakannya sekarang. Aku pun yang biasanya datang
terlambat, sekarang berusaha untuk datang lebih awal supaya tidak
datang terlambat.
Mungkin kalau kami tinggal di kota yang sama dan nggak Long
Distance Relationship (LDR) Nara pasti selalu menemani aku untuk
mengerjakan tugas kuliah. But it’s ok, Semangat yang selalu dia
sampaikan kepadaku walau dari jauh pun sudah cukup untuk mem-
buatku bisa merubah kebiasaanku.
Sebenarnya menjadi salah satu bagian dari mahasiswa di
perguruan tinggi bukan untuk diriku sendiri. Tapi untuk memenuhi
keinginan Ibu yang ingin melihat anaknya menjadi sarjana S1. Serta
agar bisa melanjutkan peran Ayah di yayasan yang dibuatnya. Lagi
pula, aku ini anak cowok paling besar dan cucu paling tua di keluarga
Ibu. Jadi, mau tidak mau aku harus bisa menjadi contoh untuk adik-
adik sepupuku yang lain. Terkadang kita memang harus melakukan
hal yang tidak terlalu kita suka demi membanggakan orang-orang
yang kita sayang.
q
Di Bal ik Keajaiban A da Tuhan
L 117 K
Di akhir tahun setelah aku menyeselaikan ujian semester, aku merasa
sangat suntuk karena jadi jarang pergi berlibur. Aku terlalu sibuk
menjalani rutinitas di kampus demi membuktikan keseriusanku pada
Nara. Agar bisa cepat lulus kuliah dan bisa lebih cepat menikahi Nara.
Aku punya waktu libur semester selama 2 minggu. Iseng-iseng
terpikir olehku untuk memanfaatkan liburan kali ini dengan pergi ke-
liling Asia Tenggara. Tapi mungkin hanya beberapa tempat aja karena
liburanku tidak terlalu panjang. Tempat yang masuk daftar list libur-
an adalah Kuala Lumpur, Bangkok, Pattaya dan Phuket di Thailand,
Phnom Penh di Cambodia, terakhir Ho Chi Minh di Vietnam.
Aku langsung mempersiapkan semuanya. Mulai dari meren-
canakan tempat tujuan, hunting tiket pesawat, menghitung budget
sampai mencari hotel yang cocok. Kalau ada yang berpikiran kegi-
atanku ini hanya untuk buang-buang uang atau pamer, maaf kawan
penilaian kalian salah.
Perjalananku selalu diisi dengan banyak pembelajaran baru
disetiap destinasi baru yang aku singgahi. Ketika sedang berada di
tempat jauh, HP akan berhenti berdering. Tidak ada yang namanya
panggilan bisnis. Dengan begitu aku bisa mendapat ketenangan dan
kesenangan untuk menikmati hidup jauh lebih baik. Pokoknya aku
tidak ingin diganggu saat berpelesiran. Itulah saatnya aku melepas-
kan pikiranku dari hal-hal berbau duniawi seperti uang dan lain-lain.
Karena tujuan hidupku yang utama bukanlah uang.
Aku ingin saat dewasa nanti bisa seperti layaknya anak kecil.
Melakukan banyak hal yang kusuka dengan bebas tanpa harus
L 118 K
CERITA BROWNIES
terjebak di kantor seharian dan melakukan hal-hal yang membo-
sankan tiap harinya.
Aku berusaha menjadi orang yang peka terhadap banyak pem-
belajaran baru disetiap perjalananku. Berkenalan dengan orang baru
dari seluruh dunia. Berbagi kepada orang baru, dan kamu harus tahu,
terkadang Tuhan memberikan kita rezeki yang tidak terduga ketika
kita jauh dari rumah. Contohnya saat itu ada beberapa orang yang
tidak sengaja aku temui ketika aku sedang dalam perjalanan dan
mereka menawarkan kerja sama bisnis saat tau aku memiliki sebuah
usaha. See? Itulah kejutan dalam sebuah perjalanan.
Menurutku belajar itu penting. Tapi mungkin, cara belajarku
yang sedikit berbeda. Aku lebih menikmati ketika bisa belajar banyak
dari orang yang baru aku kenal saat sedang jalan-jalan. Aku bisa
melihat cara berbisnis yang berbeda disetiap Negara. Bisa melihat
bagaimana daya beli sebuah produk di setiap Negara. Dan pelajaran
seperti itu bukan aku dapat dari buku melainkan dari kejadian yang
aku lihat langsung dengan mata kepalaku sendiri.
Aku pernah mendengar sebuah pepatah yang mengatakan
bahwa buku adalah jendela dunia. Oke, itu memang benar. Tapi me-
nurutku jalan-jalan adalah pintu dunia. Di mana kita tidak hanya
melihat dunia dari jendela, tapi bisa langsung belajar setelah ke-
luar dari pintu itu sambil berlari mengejar banyak mimpi di dunia
yang lebih luas lagi.
Keputusanku untuk keliling ASEAN saat libur semester ini
sudah bulat. Tapi sebelum itu, aku harus menunggu pengumuman
Di Bal ik Keajaiban A da Tuhan
L 119 K
ujian yang akan keluar dua hari lagi. Ternyata dengan niat dan sedi-
kit merubah cara kuliahku, semester ini aku bisa mendapat IP 3,53.
Perubahan yang meningkat naik cukup drastis dari yang sebelumnya
hanya 2,42.
Widih, hebat juga gue.
Aku senang saat bisa melihat Nara bangga. Nara punya keya-
kinan kalau sebenarnya aku itu pintar. Cuman karena kemarin aku
malas-malasan, jadi IPku kecil. Ya sudahlah apa pun itu intinya aku
melakukan ini hanya untuk liat dia tersenyum lucu, karena setiap dia
senyum aku selalu gemas ingin memegang pipinya.
q Kegembiraan nilai semester teralihkan oleh jadwal libur-
an keliling Asia Tenggara. Aku mengajak seorang teman bernama
Hamzah Izzulhaq. Beberapa orang di luar sana mungkin sudah me-
ngenali sosok Izul. Itu karena Izul sering muncul di beberapa stasiun
televisi sebagai pebisnis.
Setahuku, dia belum pernah pergi ke beberapa kota yang ada
di list liburan kami. Aku sengaja mengajak Izul agar kami bisa me-
rasakan pengalaman baru. Sebelumnya aku juga belum pernah ke
beberapa tempat di list tujuan kami nanti. Aku ingin liburan kami
semakin terasa greget dengan mengalami pengalaman menakjub-
kan ketika mendatangi kota tersebut untuk pertama kalinya.
L 120 K
CERITA BROWNIES
Tidak tahu kenapa, aku hobi sekali jalan-jalan. Sejak umur be-
lasan tahun aku terbiasa mengurus keperluanku sendiri saat ingin
bepergian. Itu semua sudah menjadi sebuah kebiasaan hingga seka-
rang. Padahal dulu ketika SD dan SMP, aku adalah anak yang penakut.
Jangankan untuk keluar negeri, untuk jalan sendiri di kotaku saja aku
takut tersesat. Sekarang mental block atau perasaan takut itu sudah
berhasil aku hancurkan. Aku jadi lebih yakin jika sebenarnya setiap
manusia itu bisa melakukan hal yang luar biasa, hanya saja mereka
tersangkut dengan ketakutan untuk memulainya.
Oh ya, di kamusku traveling seorang Putra tidak ada yang na-
manya tersesat. Yang ada hanya menemukan jalan baru yang belum
pernah dilewati sebelumnya. Begitu pula di dalam dunia bisnis, aku
juga menemukan hal yang serupa. Tidak ada yang namanya gagal,
yang ada hanya menemukan cara baru untuk bisa jadi lebih maju.
qAku akan memulai perjalananku ke Kuala Lumpur melalui Palembang
melalui jalur darat.
Coba tebak berapa uang yang aku keluarkan untuk membeli
tiket menuju Kuala Lumpur? 1 juta? 2 juta? Kalian salah. Aku hanya
perlu mengeluarkan 90 ribu rupiah untuk tiket dari Palembang ke
Kuala Lumpur.
Aku adalah orang yang lebih memilih pergi jalan-jalan dengan
cara yang murah. Di sana aku akan banyak menemukan pengalaman
baru dibandingkan jika hanya ikut tour travel yang ke mana-mana
Di Bal ik Keajaiban A da Tuhan
L 121 K
selalu di temani tour guide atau pemandu. Ya, itu semua sama seperti
bisnis. Aku selalu menikmati perjalanan yang penuh ketidakpastian,
karena disetiap ketidakpastian selalu ada pengalaman serta pelajar-
an baru yang Tuhan kasih dan perlihatkan padaku.
Dari Palembang, aku terbang menggunakan pesawat menuju
Kuala Lumpur. Sesampainya di Kuala Lumpur aku langsung meng-
hubungi Nara. Biasanya saat aku sedang di luar negeri, aku tidak
mau banyak berkomunikasi dengan orang lain kecuali Nara. Tugas
Nara saat aku pergi adalah untuk memberi kabar pada Ibu tentang
bagaimana keadaanku selama di negara orang lewat sms. Kebetulan
Ibu tidak bisa menggunakan internet jadi masih mengandalkan SMS.
Aku bersyukur sekali karena Nara dan Ibu punya hubungan yang
baik. Tanpa harus aku minta pun terkadang mereka sering teleponan
lebih dari satu jam. Untuk itu aku sangat senang karena Ibu merasa
cocok dengan Nara.
Selama ini Ibu selalu cemburu ketika melihatku dekat dengan
perempuan. Dia takut kalau anak laki-lakinya yang paling besar ini
diambil perempuan lain. Ibu takut kalau aku mendapat perempuan
atau istri yang akan menjauhkan aku dengan Ibu dan adikku. Tapi
aku beruntung, Ibu percaya kalau Nara tidak akan melakukan apa
yang Ibu takutkan.
Setelah bertukar kabar dengan Nara, aku langsung mematikan
HP, lalu memutuskan untuk mencari makanan. Aku sudah memiliki
tempat makan langganan jika sudah di bandara KL, jadi aku langsung
menuju ke sana.
L 122 K
CERITA BROWNIES
Aku adalah pecinta masakan timur tengah dan india. Pokoknya
makanan yang berbau lemak deh. Itu membuatku sangat mencintai
kuliner di negeri jiran ini karena mudah sekali menemukan makanan
berlemak favoritku di sini. Setelah perut kenyang aku lantas menuju
hostel yang letaknya ada di tengah kota. Aku akan menginap sema-
lam di sana dan melanjutkan perjalanan ke Bangkok, Thailand besok.
Kali ini aku sengaja memilih tinggal di hostel yang 1 kamarnya berisi
8 orang. Bukan karena aku mau ngirit, tapi aku mau belajar untuk
bisa bersosialisasi dengan teman sekamar walaupun kami punya
keterbatasan bahasa.
Selesai menitipkan barang di hostel, aku langsung pergi ja-
lan-jalan ke Twin Tower dan Bukit Bintang dengan mobil bus kota
gratisan. Aku cukup sering transit di KL jika sedang pergi ke tempat
lain, jadi aku tahu banyak soal spot gratisan yang ada di sini.
Puas jalan-jalan, aku pun langsung pulang ke hostel. Rasanya
sudah ngantuk berat. Kebetulan orang yang akan menemaniku ke-
liling ASEAN baru datang jam 10 malam nanti. Dia berangkat dari
Jakarta dan kami memutuskan untuk bertemu di hostel ini. “Jadi
lumayanlah bisa tidur dulu sebentar.”
Izul sudah berada di KL. Dia siap jadi travelmateku untuk
seminggu ke depan. Kalian tau, pertama kali aku melihat Izul saat
umurku 17 tahun. Ketika itu, aku sedang menonton salah satu acara
televisi. Mereka meliput pengusaha muda yang umurnya baru 19
tahun tapi omzet bisnisnya sudah ratusan juta. Nah itulah pertama
kalinya aku mengenal Izul.
Di Bal ik Keajaiban A da Tuhan
L 123 K
Sekarang, aku sudah menjalankan bisnisku. Hanya beberapa
tahun setelah aku melihat dia di tv, aku bisa keliling ASEAN bersama
Izul. Mungkin terlihat mustahil untukku sampai bisa ada dititik ini
sekarang, tapi sebenarnya tidak ada yang mustahil untuk Tuhan. Dulu
aku sering diremehkan teman-temanku. Mereka bilang, jangan punya
mimpi terlalu tinggi Put, nanti kalau jatuh sakit. Orang biasa menyebut
itu mimpi, tapi aku menyebutnya tujuan atau planning. Mimpi biasa-
nya berakhir dengan angan-angan saja, sedangkan tujuan pasti akan
aku kejar sampai dapat dan semua mulai terwujud satu per satu.
qAku terbangun oleh suara Izul. Pagi-pagi sekali aku sudah mengajak
Izul mencari makan sambil berkeliling di sekitar hostel.
Sinar matahari mulai menerpa gedung-gedung di Kuala
Lumpur. Kami mulai menyandang tas dibahu dan bergegas naik mo-
norel menuju bandara. Hari itu kami akan melanjutkan perjalanan
ke Thailand. Ini bukan kali pertama aku pergi ke Thailand. Selama di
sana aku bertugas jadi tour guide Izul karena ini pengalaman pertama-
nya ke Thailand dan aku akan menunjukan keunikan negara favoritku
ini kepadanya.
Hiruk pikuk suasana di bandara Bangkok mulai terlihat. Aku
yang sedikit hafal tentang Bangkok langsung mengajak Izul menuju
pemberhentian bus umum. Kami berbaur dengan masyarakat asli
sana, mulai dari anak sekolah sampai lansia. Nara sangat tahu kalau
aku suka tipe perempuan berwajah oriental seperti orang-orang
L 124 K
CERITA BROWNIES
Thailand. Dia paling cemburu dan was-was kalau aku sedang ber-
kunjung ke sini.
Kami turun dari bus dan berjalan menuju Stasiun BTS (se-
butan untuk monorel di Bangkok) yang jaraknya tidak terlalu jauh.
Sesampainya di stasiun dekat hostel tempat kami menginap, aku
mulai bertanya-tanya ke penduduk sekitar di mana tepatnya letak
hostel tersebut. Biasanya sih, aku bertanya ke perempuan di sana,
sekaligus untuk kenalan, itung-itung menambah silahturahmi hehe.
Ada dua wanita kembar asli Bangkok yang mau membantu.
Mereka berbaik hati menunjukkan jalan ke hostel kami. Setelah me-
reka mengantar kami ke tujuan, kami pun berkenalan, bertukaran
alamat, ID Line dan tidak lupa foto bersama.
Setelah di hostel, aku mengucapkan terima kasih pada gadis
kembar itu melalui Line. Mereka juga mengajak kami bertemu lagi
esok hari. Dan kalian tahu? Tuhan sungguh punya rencana keren yang
tidak pernah bisa kita tebak. Mereka ternyata punya usaha disalah
satu mall terbesar dan termewah di Thailand yaitu Siam Paragon.
“Wah, benarkan duga-anku, di setiap satu perkenalan selalu ada satu
pintu rezeki yang bakal Tuhan buka untuk kita.”
Walaupun aku menginap di hostel, tapi hostel kami benar-
benar berbeda. Tempat kami menginap ini adalah salah satu hostel
termewah di dunia. Fasilitasnya seperti hotel bintang 5 bahkan ada
ruangan theater. Di sini aku bisa tidur satu kamar dengan banyak
orang dari berbagai negara. Dan kami berkenalan dengan Huzz. Dia
adalah salah satu pengusaha asal Belanda yang memiliki perusahaan
Di Bal ik Keajaiban A da Tuhan
L 125 K
start up technology. Belum lama kami kenal tapi dia sudah mencerita-
kan tentang usahanya. Aku pun melakukan hal yang sama. Banyak
sekali hal yang tidak terduga terjadi di sini, itulah sebabnya aku suka
berpelesir karena disetiap perjalanan Tuhan pasti selalu memperli-
hatkan kebesarannya dengan kebetulan-kebetulan yang menurutku
penuh keajaiban.
MAS, BISA PINJEM BESI?
Mas, Bisa Pinjem Besi?
L 129 K
ESOK paginya, aku melanjutkan untuk jalan-jalan di kawasan
Siam salah satunya ke Mall MBK. Mall ini jadi tempat favorit orang
Indonesia untuk beli oleh-oleh kalau mereka ke Bangkok loh. Tapi di
sana aku hanya berkeliling tidak ada tujuan yang jelas hingga siang
hari. “Inilah enaknya pergi sendiri tanpa ikut travel agent kita bisa
santai dan nggak terpatok sama waktu.”
Aku mencoba semua makanan pinggir jalan di Bangkok ke-
cuali yang mengandung hal-hal yang haram. Eh, saat aku lagi asik
mengunyah rujak khas Thailand, tiba-tiba ada sepasang manusia
menyapa kami.
“Mas, bisa pinjem besi untuk buka kartu di Iphone gak?”
Aku merasa baru ketiban durian runtuh saat mendengar salah
satu dari mereka menggunakan bahasa Indonesia. Tidak tau kenapa,
ketika kita sedang di negara orang kemudian bertemu dengan orang
dari Indonesia, itu bener-bener seperti mendapat rezeki. Beda kalau
di negara sendiri, kita tidak terlalu menghargai satu sama lain. Tapi
biasanya kalau sudah di negara orang kita bisa saling tolong meno-
long jika ada yang lagi kesusahan.
Karena aku tidak membawa barang yang mereka butuhkan, aku
mengajak mereka ke penginapan. Mereka jadi ikut ke hostel kami demi
sebuah pembuka Iphone. Pertemuan itu berlanjut pada obrolan yang
cukup panjang. Kami saling ketawa ketiwi dan sharing tentang Bangkok.
Ternyata, mereka adalah relawan salah satu organisasi. Mereka pergi
ke Bangkok dalam rangka meeting antar negara. “Jadi buat kalian yang
bilang kalau nggak punya duit itu nggak bisa berangkat ke luar negeri,
L 130 K
CERITA BROWNIES
kalian salah.” Alasan itu buatku hanya dikeluarkan oleh orang-orang
yang lemah dan tidak mau berusaha. Buktinya, mereka berdua bisa
datang ke Bangkok tanpa modal. Alias gratis!
Seru sekali cerita hari ini. Lebih seru lagi ketika Natt dan kem-
barannya mengajak kami main ke kantornya. “Itu loh kembaran yang
membantuku kemarin.” Aku bersorak dalam hati.
Aku berkemas dan bergegas menuju ke kantor mereka yang
letaknya ada di salah satu mall mewah di Bangkok. Tanpa sengaja
kami bertemu mereka di lantai dasar mall. Kulihat mereka sedang
ngopi bersama seseorang yang selanjutnya kutahu adalah partner
bisnis mereka. Partner bisnis Natt lebih menguasai bahasa Inggris
dari pada si kembar. Alhasil aku sibuk menerjemahkan obrolannya
dengan bantuan internet.
Kalau kalian mengira aku jago bahasa Inggris, kalian salah
besar. Aku hanya bisa mengeluarkan kata “Yes” dan “No” sama “How
Price” atau “How Much”. Kata andalah itu biasanya kugunakan untuk
mem-permudah saat menanyakan harga makanan, hotel dan yang
lainnya. Selama ini aku mengobrol hanya dengan menggunakan
bahasa Inggris yang hancur, ditambah bahasa tarzan alias bahasa
tubuh tingkat tinggi. Dan serius, bahasa tubuh menjadi bahasa yang
paling ampuh ketika digunakan di mana pun kamu berada.
Itu yang membuat aku senang jalan-jalan. Aku merasa saat
melakukan perjalanan jauh dengan hanya bekal bahasa yang
alakadarnya menjadi tantangan sendiri untukku. Dulu aku meng-
anggap jika aku tidak akan mungkin bisa keluar negeri karena pasti
Mas, Bisa Pinjem Besi?
L 131 K
terkendala oleh bahasa, dan anggapanku itu salah. Ternyata aku bisa
buktikan bahwa nggak selamanya keterbatasan yang kita miliki
menjadi halangan untuk kita bisa melihat dunia lebih jauh.
Di luar sana banyak orang yang bisa bahasa asing tapi tidak
berani melangkahkan kakinya keluar dari zona nyaman dan melihat
dunia lebih luas. Mereka lebih memilih menggunakan kemampuan
berbahasa asing hanya sebatas di dalam kelas aja. Aku sudah mem-
buktikan jika kita bisa mencapai mimpi kita bukan karena kita hebat
atau punya banyak harta, tetapi ketika kita mau untuk memulainya,
kita pasti bisa!!!
Setelah itu si kembar mengajakku untuk sekedar hang out sam-
bil minum bir malam nanti. Aku menolak halus bukan karena sok suci
tapi memang aku tidak terbiasa minum-minuman seperti itu. Aku
punya prinsip untuk tidak membuang waktu buat hal yang tidak ber-
guna termasuk untuk mengkonsumsi minuman keras. Bahkan dulu,
aku sudah berpuluh-puluh kali diajak seorang teman untuk minum
dan aku selalu bisa untuk menolaknya. Pada akhirnya mereka yang
menyerah untuk mengajakku minum. “Buat kalian yang memilih
minum karena beralasan nggak enak sama temen, inget deh kalau se-
orang teman itu adalah sosok yang membawa kamu menjadi makin
positif bukan membawamu menjadi berada di keadaan terpuruk.”
Aku tahu kalau di sini punya budaya yang berbeda. Minum
minuman beralkohol adalah kebudayaan untuk menyambut teman
baru. Tapi aku tetap menolaknya karena kami adalah seorang muslim
dan untungnya mereka mengerti.
L 132 K
CERITA BROWNIES
Destinasi selanjutnya menanti kami, aku pergi ke Khao San
Road. Khao San Road itu adalah lokasi yang menjadi tempat berkum-
pul para backpacker dari seluruh dunia. Berbeda dengan kemarin, di
sini aku menginap di salah satu hotel bintang tiga.
Aku tidak terlalu lama berada di hotel karena mengejar untuk
perjalanan selanjutnya yaitu ke Asiatique. Aku mengajak Izul untuk
naik perahu menyusuri sungai terpanjang di bangkok yaitu Chao
Praya River. Tiketnya murah, kalau dirupiahkan sih sekitar Rp 3000 -
Rp 5000-an. Biaya hidup di sini memang tergolong murah kalau kamu
tahu caranya. Ini juga yang membuat Bangkok jadi kota favoritku.
Belum lagi kalau aku sudah disangka orang asli Thailand karena
mukaku ini. Supir bus, ibu-ibu di restoran, dan orang hotel selalu me-
nyangka kalau aku ini adalah orang Thailand. Aku bersyukur karena
prasangka mereka itu, aku sering mendapat harga murah bahkan
sampai dapat gratis ketika masuk objek wisata hehehe.
Sampai di Asiatique (tempat anak-anak gaul Bangkok berkum-
pul) aku geleng-geleng kepala. Di sini aku lihat banyak berseliweran
perempuan cantik, laki-laki ganteng bahkan hingga laki-laki cantik
haha. Benar-benar gila di sini.
Natt menyusul kami ke Asiatique, aku ditraktir makanan khas
Thailand sampai perut rasanya begah. Aku merasa punya keluarga
baru di sini, bahkan dia memberiku kontak temannya yang tinggal
di Vietnam ketika dia tau kalau selanjutkan aku akan ke Vietnam.
Aku yang dulunya anak rumahan, pemalu serta minderan ternyata
Mas, Bisa Pinjem Besi?
L 133 K
punya tempat disini dan bisa juga berteman dengan banyak orang
dari berbagai negara dan latar belakang yang berbeda.
Ketika liburan aku hanya menghubungi Nara saat sudah di hotel
saja. Aku jarang mengaktifkan data internet. Aku benar-benar ingin
menikmati liburan. Kita tetap butuh waktu untuk sendiri walaupun
kita punya pasangan dan bersyukur Nara mengerti tentang hal itu.
qAda 3 tempat wisata yang akan kami kunjungi hari ini, sekalian di
tempat wisata nanti aku mau mencoba, apa benar mukaku mirip
dengan orang asli Thailand. Caranya? Ayo kita liat nanti.
Total yang harus kita bayar untuk tiket masuk untuk tiga tempat
wisata sebesar 250 ribu rupiah. Nah dari info yang aku dapatkan, ka-
lau warga asli Thailand bisa masuk tanpa bayar. Mereka masuk lewat
pintu khusus untuk masyarakat lokal. Banyak orang Indonesia yang
coba masuk lewat pintu itu agar bisa gratis tapi gagal. Aku semakin
penasaran ingin mencobanya juga. Sekalian membuktikan benar apa
tidak anggapan orang kalau mukaku mirip orang Thailand, dengan
wajah dingin aku berjalan masuk ke pintu itu.
Dan Boom.
Aku benar-benar bisa masuk dengan mulus tanpa ada yang
tahu kalau aku orang Indonesia. Aku bisa membaur seperti bunglon
di tengah-tengah orang asli sana. “Eh tapi ini jangan ditiru ya.” Aku
melakukan ini karena rasa penasaran saja, tapi secara tidak langsung
L 134 K
CERITA BROWNIES
uangku sebanyak 250 ribu bisa selamat hari itu. Dari kejadian itulah,
Izul punya panggilan khusus buatku yaitu Maaa Thai. Aku sendiri
tidak mengerti maksud dari panggilannya itu apa.
qAku bangun tidak terlalu pagi dan kami berkemas karena harus se-
gera berangkat ke Pattaya. Kulihat keadaan dompet hanya tinggal
tersisa uang 1.000 bath atau sekitar 375 ribu rupiah. Aku harus men-
cari travel yang murah untuk berangkat ke sana supaya irit. Dengan
mengandalkan bahasa isyarat aku bertanya-tanya pada masyarat
lokal dan atas petunjuk salah satu dari mereka, aku berhasil menda-
pat travel murah senilai Rp 40.000 untuk ke Pattaya.
Sampai di Pattaya bukan hanya uangku saja yang menipis tapi
kesehatanku juga sedikit terganggu. Selama di sini aku makan de-
ngan tidak teratur. Makanan yang masuk ke dalam perut asal-asalan.
“Yang penting halal, ya akan aku makan.” Kadang aku membelinya di
pinggir jalan. Itu semua membuat pencernaanku mulai terganggu,
badan juga mulai terasa lemas. Tapi sepertinya akan kutinggalkan
dulu masalah kesehatan selama di Pattaya.
Menurutku tidak ada yang spesial di Pattaya. Jika dihitung ini
kali kedua aku datang kemari. Untuk sekarang aku hanya ingin mem-
perlihatkan Pattaya pada Izul saja, jadi kami memutuskan hanya
menginap semalam di sini. Entah kenapa, meski merasa tidak ada
tujuan yang terlalu menarik, kami merasa betah berada di Thailand.
Apalagi aku merasa Thailand sudah seperti negaraku sendiri.
Mas, Bisa Pinjem Besi?
L 135 K
Malam di Pattaya, menjadi malam terakhir kami di Thailand.
Keesokan harinya aku terbang dari Bangkok menuju Vietnam pukul
3 sore, sedangkan jam 10 pagi aku masih di Pattaya yang jaraknya
masih 2 jam dari kota Bangkok.
Kami mencari taksi di terminal sambil melakukan tawar mena-
war di sana. “Sebenarnya kami bisa saja langsung main masuk dan
bilang ke supirnya untuk mengantarkan kami ke Bangkok.” Tapi itu
akan memakan ongkos yang sangat mahal yaitu sebesar 500 ribu
rupiah. Kalian tahu kan uang di dompetku tinggal berapa? Jadi jurus
tawar menawar harus jitu kali ini. Benar saja, ketika ditawar akhir-
nya kami dapat taksi yang mau mengantarkan kami dengan 37 ribu
rupiah saja ke terminal untuk selanjutnya meneruskan perjalanan
menggunakan bus ke bangkok, jauh berbeda dengan ongkos awal.
Selama di perjalanan aku mengobrol dengan supir taksi terse-
but. Dia senang sekali ketika tahu kalau kami berasal dari Indonesia.
Aku memanfaatkan keadaan ini untuk mulai mempromosikan
Indonesia kepadanya dan dia tertarik untuk berkunjung ke negeriku
tercinta. Obrolan terus berlanjut, aku bertanya makanan halal di
Thailand. Dia bilang banyak makanan halal bertebaran di sini dan
biasanya restoran halal didirikan oleh pedagang Arab dan India.
“Bagaimana soal Islam yang dianggap oleh beberapa orang
sebagai agama teroris?” katanya.
“Sebenarnya agama itu tidak salah. Menurut saya yang salah
hanyalah oknum,” jawabku menerangkan dengan santai.
L 136 K
CERITA BROWNIES
“Terkadang, ketika orang yang mengaku Islam dan berbuat sa-
lah pasti banyak orang lain yang menyalahkan agamanya. Padahal
sebenarnya yang salah adalah oknum itu sendiri bukan agamanya.
Karena Islam tidak pernah mengajarkan umatnya untuk melakukan
hal yang salah apalagi menyakiti orang lain.
“Begini contohnya, di tengah banyaknya gembar-gembor Islam
adalah teroris, sebenarnya banyak orang muslim yang tertindas.
Mulai dari di Palestina bahkan di Thailand sendiri masih ada muslim
yang tertindas di daerah Pattani.
“Dari sana bisa dilihat kalau sebenarnya umat Islam pun banyak
ditindas oleh oknum agama lain, tapi kami tidak pernah menyalah-
kan agama orang yang menindas saudara-saudara kami tersebut.
Yang kami salahkan hanyalah oknumnya.”
Dia mencerna penjelasan yang aku katakan. Sampai tidak terasa
kami sudah tiba di terminal. Kami sempatkan untuk berfoto bersama
,dia menyebutku dengan sebutan “my friend” semacam tanda kalau
kami sekarang telah berteman. Aku pun pergi sambil mengucapkan
salam perpisahan kepadanya.
Ternyata dari perjalanan ini, aku bukan hanya bisa bersenang-
senang tetapi juga bisa sambil berdakwah secara sederhana kepada
orang-orang yang belum mengenal agama Islam dengan baik. Banyak
orang di luar sana yang mengenal Islam hanya dari berita sadis yang
terkesan anarkis. Bukan mengenal Islam secara baik dari melihat
budi pekerti umatnya secara langsung. Aku merasa ke mana pun
kita berjalan, kita akan jadi duta untuk agama kita serta negara
Mas, Bisa Pinjem Besi?
L 137 K
kita. Ketika kita berbuat baik dan mencontohkan hal yang baik maka
secara tidak langsung kita telah memperlihatkan gambaran betapa
baiknya agama serta negara dari mana kita berasal.
Setelah lari-larian, aku mendapatkan travel menuju ke Bangkok.
Ongkosnya Rp 80.000 untuk berdua. Tapi aku masih saja takut kalau
nanti ada halangan atau rintangan yang menghalangi kami untuk
sampai di Bangkok. Aku waspada dan tidak bisa tidur selama di
perjalanan, tapi kabar baiknya, hal yang aku takutkan tidak terjadi.
Aku bisa sampai di Bangkok jam 1 siang dan kami segera mencari bis
menuju bandara dengan mengandalkan masyarakat sekitar untuk
bertanya lagi. Sesampainya di bandara kami langsung check in kebe-
rangkatan ke Vietnam.
Setelah menempuh perjalanan hamper 2jam akhirnya aku bisa
menginjakkan kaki di negara Vietnam. Menurutku yang saat itu baru
saja menginjak usia 20 tahun hal ini amazing untuk seorang Putra. Ini
menjadi sesuatu yang hampir mustahil bagi Putra yang dulu. Putra
yang hobinya hanya main, menghayal dan hobinya hanya bilang tidak
mungkin. Di Vietnam badanku semakin drop, Di otakku hanya ada
pikiran untuk cepat-cepat menghubungin Nara dan curhat ke dia
soal keadaan badanku. Hanya dengan cara itu aku merasa ada yang
peduli denganku.
Sebelum pergi ke tempat lain, aku menukarkan uang sebanyak
35 dollar. Dan simsalabim di tanganku langsung ada uang 700.000
dong (mata uang vietnam). Aku langsung pergi mencari bis ke District
1, jantungnya kota Ho Chi Minh, Vietnam. Hanya bermodalkan uang
L 138 K
CERITA BROWNIES
senilai Rp 2.500 rupiah untuk tiket bus kami sudah sampai ke District
1.
Gila, di sini benar-benar semerawut. Kalau kalian ingin me-
nyebrang jalan pakai cara seperti di Indonesia: lihat kanan kiri lalu
menyebrang, aku jamin, sampai kapan pun kalian tidak akan bisa
menyebrang jalan di Vietnam. Cara menyebrang di sini adalah
kita harus liat lurus ke depan, kita tidak perlu lihat kanan kiri dan
hanya perlu berjalan sambil memandang ke depan, biarkan motor
dan mobil yang menghindari kita. Serem memang, apalagi melihat
pengendara di sini yang tancap gas ketika lampu lalu lintas berubah
hijau. Mereka bagaikan segerombolan pasukan yang menyerbu ja-
lanan dengan kecepatan tinggi.
Karena keahlianku menyebrang di jalanan Vietnam ini, aku
jadi bisa kenalan sama dua teman baru. Namanya Mango dan Chris,
mereka turis dari Shenzen, Cina. Saat itu aku melihat mereka sedang
kesulitan untuk menyebrang karena takut melihat bagaimana
ngebutnya kendaraan di Vietnam. Aku langsung mendekati mereka
sambil menolong mereka untuk menyebrang. Ketika mereka tau
kalau umurku baru 20 tahun, mereka langsung kaget dan mengang-
gapku seperti adik mereka sendiri.
qAku dan Izul menginap di hotel yang cukup mahal di daerah District
1. Aku memang selalu berpindah-pindah penginapan setiap liburan.
Aku mencicipi semua hotel, mulai dari yang berbintang lima sampai
Mas, Bisa Pinjem Besi?
L 139 K
yang kaki lima dengan biaya permalam hanya Rp 60.000 rupiah. Itu
semua adalah caraku untuk bisa belajar tentang rasa syukur, agar
aku tetap ingat bahwa di setiap kemudahan dan kemewahan, ada
juga kesederhanaan.
Ketika aku tidur di hotel yang murah, aku selalu merenung. Aku
harus menjadi orang yang lebih bekerja keras supaya bisa memberi-
kan yang terbaik kepada orang-orang yang aku sayang nantinya. Aku
tidak mau nantinya mereka merasakan tidur di hotel yang alakadar-
nya seperti yang aku rasakan. Cukup saja itu jadi bahan renunganku
dalam berjuang mencari hidup yang lebih baik.
Besok paginya aku langsung berniat untuk pergi ke suatu
tempat bersejarah di kota Ho Chi Minh yaitu ke Chu Chi Tunnel.
Monumen paling bersejarah yang menjadi saksi pembataian ratusan
ribu bahkan jutaan rakyat Vietnam oleh tentara Amerika.
Aku pergi ke sana dengan menggunakan kendaraan umum,
pergi dengan ojek bonceng dua untuk ke terminal dan menaiki bus
melanjutkan perjalanan selama 2 jam. Ya, ribet emang tapi itu sangat
menyenangkan. Lagi pula perjalanan 2 jam tadi hanya menghabis-
kan uang Rp 8.000 rupiah saja, benar-benar hemat dari pada harus
membayar travel seharga ratusan ribu.
Dengan keadaan yang belum makan siang, aku langsung ma-
suk ke Chu Chi Tunnel. Aku sangat terkejut saat mengetahui sejarah
di dalamnya. Kalian tahu siapa pemenang dari perang Vietnam
melawan Amerika tersebut? Pemenangnya adalah Vietnam, dan ka-
lian tahu teknik perang yang digunakan Vietnam ditiru dari negara
L 140 K
CERITA BROWNIES
mana? Mereka meniru strategi gerilya dari negara kita, Indonesia.
Banyak pengetahuan baru yang aku tahu di perjalanan ini. Aku juga
berkesempatan untuk mencoba menembak menggunakan senjata
perang AK47.
Di akhir perjalanan sejarah itu, aku gemetaran karena kelapar-
an. Untungnya ada sesi di mana mereka menyuguhkan makanan
saat perang Vietnam dulu ke pada tamu seperti kami. Makanan itu
adalah singkong rebus di campur kacang dan gula. Tidak tahu kenapa
makanan itu terasa enak sekali, mungkin karena disantap saat aku
sedang kelaparan.
Aku pulang dengan keadaan badan lemas karena seharian
tidak menemukan nasi. Aku ragu akan kehalalan makan di sini
sehingga badanku terasa makin remuk dan sakit. Ditambah lagi
makanan yang dijamin kehalalannya kebanyakan makanan India
yang berminyak dan itu menambah mual perutku, jadi hari itu aku
tidak banyak makan.
qAku berangkat ke Kamboja dengan badan yang semakin drop. keesok-
an paginya tubuhku mulai dilanda batuk, flu, sakit perut dan mual
saat mencium bau makanan. Kami tiba di Kamboja pada malam hari,
dan aku belum makan sedikit pun karena sulit sekali menemukan
makanan halal di sini.
Terpaksa aku pergi ke supermarket untuk membeli mie instant
cup. Tapi semakin aku makan mie itu semakin terasa sakit perutku.
Mas, Bisa Pinjem Besi?
L 141 K
Badan juga mulai panas tinggi dan aku sangat ketakutan kalau nanti
tiba-tiba harus masuk rumah sakit di negara orang.
Dari Kamboja aku sudah tidak bisa konsen lagi untuk me-
nikmati perjalanan. Tinggal satu pemberhentianku sehabis dari
Kamboja, yaitu Phuket, kota yang terkenal akan keindahan lautnya.
Di bandara Kamboja menuju Phuket aku meminum obat penurun
panas agar suhu panas badanku turun ketika melewati alat pende-
teksi suhu tubuh. Aku takut dilarang naik pesawat karena suhu badan
yang semakin tinggi.
Akhirnya aku bisa lolos di bandara. Aku langsung terbang ke
Phuket. Sesampai di Phuket saat malam hari, aku memaksakan untuk
makan di restoran ayam cepat saji. Badanku gemeteran lagi dan yang
aku ingat saat itu cuma Nara. Aku benar-benar teleponan sepanjang
hari dengannya dan membuat Izul protes
“Lu so-soan ngajak gue backpackeran lama-lama. Baru beberapa
hari aja lu udah kangen Nara dan homesick,” kata Ijul. Tapi aku meng-
akui itu, aku benar-benar butuh Nara untuk menjadi tempat share
masalah-masalahku saat ini.
Di Phuket beberapa hari, tidak ada yang membuatku ber-
kesan. Saat itu badanku sakit dan banyak menghabiskan waktu
di hostel. Hari yang aku tunggu pun tiba yaitu hari di mana kami
pulang ke Indonesia. Aku memesan tiket pesawat ke Jakarta untuk
bertemu Nara.
q
L 142 K
CERITA BROWNIES
Sesampainya di Jakarta badanku semakin lemas dan perut semakin
tidak karuan. Sebelum pulang ke rumah, aku menyempatkan mampir
ke rumah Nara. Di rumah Nara aku disambut sama senyumannya.
Senyuman itu menghapus semua rinduku yang tertahan selama ini.
Aku dipersilahkan masuk, walaupun tetap segan ketika nanti ketemu
orang tuanya.
Hari itu orang tuanya lagi sibuk melayani tamu di ruang makan.
Aku asik mengobrol bersama Nara di ruang tamu. Ada satu hal yang
membuatku senang hari itu, aku dihidangkan beberapa makanan
oleh mamanya. Hal sederhana yang membuatku bahagia dan me-
rasa sedikit diterima di sana. Tapi tidak tahu kenapa tiba-tiba nafsu
makanku hilang.
Sore harinya selesai mengobrol panjang lebar, aku diantar Nara
dan sepupunya ke bandara. Selama di bandara pun aku benar-benar
tidak nafsu makan. Nara sampai mengajakku ke restoran agar aku
bisa makan sembari menunggu pesawat. Aku disuapi Nara tapi waktu
makanan mendekat, rasanya aku langsung ingin muntah.
Nara langsung sigap mengambil minyak angin dan menggo-
sokkannya ke kepalaku. Ternyata pesawat yang aku tumpangi delay
sampai waktu yang tidak ditetapkan dan Nara memintaku untuk
tidur sambil menunggu jadwal pesawatnya berangkat. Restoran itu
memiliki kursi yang panjang dan aku tidur dipangkuan Nara. Nara
memijat kepalaku terus menerus dengan penuh perhatian. Kami
tidak menghiraukan sekitar, seakan-akan dunia benar-benar hanya
diisi kami berdua saja. Aku merasa Nara sangat menghawatirkanku
Mas, Bisa Pinjem Besi?
L 143 K
dan aku pun merasa sangat nyaman dengannya. Aku tidur dipangku-
annya sambil mengigil malam itu.
Malam semakin larut. Pesawat yang akan membawaku pulang
belum kunjung ada kejelasan kapan akan terbang. Aku meminta
Nara untuk pulang karena aku tidak tega kalau melihat Nara pulang
terlalu malam dan dia menuruti permintaanku.
Sampai pukul 10 malam ternyata pesawatku benar-benar tidak
berangkat. Aku menggigil sendirian di bandara, mukaku pucat bah-
kan terlihat agak menghitam. Nara terus mantau keadaanku lewat
WhatsApp. Nara memutuskan untuk membelikanku tiket untuk
penerbangan pertama jam 5 pagi untuk penerbangan lainnya, aku
dengan pasrah mengiyakan.
Waktu menunjukkan pukul 12 malam. Aku tidak bisa tidur
karena cemas dengan keadaan badanku sendiri. Aku tidak tahu
sakit apa yang sedang aku alami saat ini, karena berbeda maskapai
penerbangan, aku diharuskan pindah terminal yang berjarak 1 kilo-
meter dari tempat aku berada. Aku beranjak ke mushola untuk tidur
di sana, tapi di mushola ramai sekali orang yang keluar masuk. Aku
merasa tidak enak jika keberadaanku mengganggu orang-orang yang
sedang beribadah. Aku pun pergi ke terminal tempat pesawat yang
akan aku tumpangi besok. Badanku lemas sekali, aku seperti mau
pingsan. Lantas langsung aku stop sebuah taksi untuk mengantarku.
Di terminal keberangkatan yang baru, aku tidak bisa check in
karena saat itu baru jam 2 pagi. Sedangkan pernerbanganku berang-
kat jam 5 pagi. Aku istirahat sambil berbaring di luar bandara sambil
L 144 K
CERITA BROWNIES
ditemani dinginnya angin malam yang menerpa badanku. Saat itu
aku benar-benar drop, tapi entahlah malam itu seperti tidak ada pe-
nyesalan bagiku karena sudah mampir di Jakarta. Kejadian malam itu
tidak sebanding dengan rasa bahagia ketika aku bisa ketemu dengan
Nara walaupun hanya sebentar. Jam 4 pagi aku mulai check in dan
masuk ke dalam bandara.
Aku seperti orang yang kebingungan, aku mulai mencari tahu
penyakit apa yang sedang aku alami ini. Aku mencari informasi di
internet berdasarkan keluhan yang aku rasakan. Mulai dari lemas,
hilang nafsu makan dan aku masih bingung karena belum menemu-
kan ciri-ciri penyakit apa itu. Sampai saat aku pergi ke kamar mandi
untuk kumur-kumur, aku melihat lidahku berubah warna menjadi
putih, aku berinisiatif untuk mencari lagi ciri penyakit yang memiliki
tanda-tanda seperti itu.
Dan jantungku langsung tiba-tiba mau copot dan drop ketika
mendapat informasi kalau salah satu ciri-ciri penyakit HIV adalah li-
dah yang berubah menjadi putih. Aku langsung berpikir keras sambil
mencari tahu bagaimana cara penularan penyakit tersebut.
Jujur, aku belum pernah melakukan hubungan intim dengan
siapa pun atau menggunakan obat terlarang narkoba sekalipun
seumur hidupku. Jadi seharusnya aku tidak punya kemungkinan
untuk mengidap penyakit HIV. Dengan rasa panik, aku mencari
tempat pengobatan untuk mengobati penyakit itu di internet. Ada
satu pengobatan alternatif yang bisa menyembuhkan sakit itu di Solo.
Mas, Bisa Pinjem Besi?
L 145 K
Dan untunglah dia punya cabang di Pekanbaru. Aku pun mencoba
menghubungi mereka.
“Apakah sudah pernah tes darah?” kata Bapak di ujung tele-
pon sana.
“Belum Pak.”
“Saya nggak pernah melakukan hal yang bisa menularkan sakit
itu pak.”
“Lah kok bisa mas,” katanya terdengar setengah tidak percaya.
Setelah memastikan kalau dia sudah banyak menyembuhkan
penyakit tersebut, aku berniat berobat kesana. Sesampainya di Jambi,
aku akan langsung naik travel ke Pekanbaru. Tapi sebelum itu aku
harus naik persawat pertama pukul 5 pagi. Di pesawat aku masih
menggigil, apalagi ketika menghadapi dinginnya air conditoner (AC)
pesawat. Melihat wajahku yang pucat, pramugari langsung menawar-
kanku air hangat untuk di minum.
AKU HIV?
AKU HIV?
L 149 K
DI perjalanan ke Pekanbaru aku hanya bisa menggigil kedinginan.
Ketika mobil tiba di sebuah rumah makan, kondisiku masih sama
dengan sebelumnya. Perempuan di sebelah tempat dudukku meng-
ajakku makan dan memesankan teh hangat, mungkin dia kasihan
melihatku yang seperti ini dan tanpa di duga dia pun mentraktirku
makan saat itu.
Sekitar jam 10 malam aku sampai di Pekanbaru setelah me-
nempuh perjalanan lebih kurang 10 jam. Perempuan di sebelahku
akhirnya turun, dia mengajakku bersalaman sambil memberi sejum-
lah uang dan aku bingung.
“Ini uang untuk apa Mbak?”
“Ambil aja buat kamu,” katanya.
Mungkin dia benar-benar kasian liat kondisiku yang lemas. Ini
pertama kalinya aku diberi uang oleh seseorang. Padahal kami baru
kenal hari itu saja. Sampai-sampai supir dan semua penumpang laki-
laki ikut mengomentari.
“Dia naksir kali sama kamu dek,” kata sang supir sambil
senyum-senyum.
Muka gue keliatan lemes banget kali ya, jadi dia beneran kasian
Sampai di hotel aku langsung menghubungi tempat pengobat-
an alternatif. Dia akan melakukan terapinya di hotel. Proses terapi aku
lewati tak sampai 5 menit. Ajaibnya sehabis terapi aku langsung pergi
untuk makan nasi uduk bahkan sampai nambah satu kali dan malam
itu nafsu makanku kembali normal.
L 150 K
CERITA BROWNIES
Aku di Pekanbaru sendirian dan memilih untuk menyewa kost
karena aku takut jika pengobatan ini membutuhkan waktu lebih dari
satu bulan. Aku merasa kondisi fisikku pun masih tetap drop walau
sudah menjalani pengobatan lebih dari satu minggu.
Aku pun mulai menjauhi Nara karena aku takut dia kecewa
kalau tau aku mengidap penyakit ini. Aku mulai mengurangi chat
dengan Nara, aku mulai menjauh dari kehidupannya. Setiap malam
saat berdoa, aku selalu bertanya tanya sendiri, apa yang pernah aku
lakukan sampai-sampai sakit seperti ini? Yang aku takutkan bukan-
lah kematian. Aku hanya menyalahkan keadaan. Kenapa ketika aku
mempunyai pasangan yang benar-benar pengertian, aku malah ha-
rus terkena penyakit menakutkan ini dan penyakit ini mungkin bisa
mengahalangiku untuk menikahi Nara.
Setelah dua minggu aku berobat di sana, aku meminta Ibu
untuk menyusul ke Pekanbaru. Aku sudah tidak sanggup hidup sen-
dirian di sini karena aku takut kalau terjadi apa-apa denganku dan
tidak ada keluarga yang tahu akan hal itu.
Nara pun mulai gelisah dan semakin sering bertanya,
“Ada apa sih Put?”
“Kamu kenapa tiba-tiba menghilang?”
“Kayaknya kamu udah nggak peduli sama aku ya?”
Dalam hati aku belum berani mengatakan hal yang sebenarnya
pada Nara. Tiap hari yang bisa aku lakukan hanyalah berdoa dan
minta kesembuhan. Aku sempat berpikir, apakah aku tidak berhak
AKU HIV?
L 151 K
untuk mendapatkan cintanya Nara sampai akhirnya menikah? Apa
aku harus menjauhi Nara karena penyakit ini? Padahal aku pun tidak
tahu kenapa penyakit seperti ini bisa ada di dalam tubuhku.
Nara selalu berusaha menghubungiku. Dia tetap bersikap baik
padaku bahkan seakan-akan dia ingin aku memberi perhatian seperti
biasanya. Tapi aku masih punya perasaan takut untuk membalas
perhatian Nara. Takut jika tiba-tiba suatu saat kita akan berpisah ka-
rena penyakit ini, aku takut Nara mengira kalau aku pernah berbuat
macam-macam di luar sepengetahuannya. Aku tidak berani jujur
pada Nara saat itu.
Lama kelamaan Nara pun bertanya langsung kepadaku dengan
nada suara yang sedih, “Apakah kamu nggak sayang lagi sama aku?”
Lalu “Kenapa setiap aku hubungi kamu selalu menghindar?” lagi-lagi
aku cuman bisa menghindar.
Aku benar-benar tidak tahan melihat dia seperti itu. Aku
mengambil keputusan yang cukup berat. Aku menceritakan semu-
anya pada Nara. Kalau aku sekarang sedang takut penyakit yang aku
derita ini adalah penyakit HIV. Aku menjelaskan padanya kalau setiap
hari, aku hanya berdo’a dan meminta satu hal supaya Tuhan tidak
memisahkanku dengan Nara karena penyakit yang aku derita saat
ini. Tidak sedikit pun aku minta yang lain selain hal itu di setiap do’a.
Ketika aku menjelaskan penyakit apa yang aku takuti kepada Nara,
dia terlihat tenang.
“Emang yakin kamu nggak pernah ngapa-ngapain?”
L 152 K
CERITA BROWNIES
“Nggak. Sumpah deh nggak pernah aku ngelakuin hal yang bisa
menyebabkan penyakit ini,” jawabku cepat dan meyakinkan.
“Hmmm. Ya udah kalau gitu jangan takut. Berobat aja.”
Nara langsung mencurahkan semua kecemasannya selama
ini. Dia merasa sedih dan bingung karena setiap kali dia telepon, aku
selalu mematikan atau menyudahi telepon tersebut. Dia takut aku
mau meninggalkan dan menjauhin dia. Padahal, dia tidak tahu saat
aku mematikan telepon darinya, bukan dia saja yang merasa sakit,
aku pun merasakan hal yang sama bahkan mungkin lebih sakit dari
apa yang dia rasakan.
Di benakku saat itu hanya takut jika penyakit ini akan terus
menggerogoti tubuhku dan suatu saat aku akan kehilangan Nara.
Itulah sebabnya pelan-pelan aku menghindar dari Nara. Hal itu aku
lakukan agar ketika aku pergi nanti, dia tidak merasa begitu sedih
dan merasa kehilangan. Setidaknya sebelum kepergianku, dia sudah
mulai terbiasa jauh dariku. Setelah dia tau semuanya, dia tetap setia
mendampingiku walau hanya lewat telepon dan chat. Aku bahagia
karena dia tetap ada di saat aku membutuhkanya.
qSuatu hari karena keadaanku tak kunjung membaik akhirnya dari
Riau aku terbang menuju Solo. Pusat pengobatan tersebut berada di
kota ini jadi aku coba untuk berobat di sini, siapa tahu jika langsung
pergi ke pusatnya, aku bisa lebih cepat sembuh.
AKU HIV?
L 153 K
Aku harus transit di Jakarta untuk pindah pesawat. Aku dan Ibu
seperti orang yang benar-benar frustrasi saat di bandara. Kami lelah
sudah ke sana-kemari untuk mencari kesembuhan belum juga ada
hasilnya, tapi Ibu dengan tekun merawatku. Dia sabar menyuapiku
padahal saat itu aku sedang tidak nafsu makan.
Aku sengaja tidak memberi tahu Nara kalau akan transit di
Jakarta. Aku malu untuk bertemu dengannya dan aku pun juga ta-
kut kalau dia jaga jarak ketika bertemu denganku di bandara karena
takut tertular. Walaupun pada akhirnya aku memberitahu Nara tapi
aku sengaja bilang satu jam sebelum keberangkatan. Supaya dia
tidak dapat menyusulku ke bandara karena aku sudah dikejar ke-
berangkatan. Nara langsung marah besar ketika aku tidak memberi
kabar kalau saat ini aku sedang ada di Jakarta.
Nara : Aku kangen sama kamu, kenapa kamu nggak ngabarin
aku?
Putra : Aku minta maaf
Nara : ….
Nara tidak kunjung membalas chat-ku. Seketika rasa bersalah
muncul di dadaku, aku menangis di bandara. Aku bingung harus se-
perti apa untuk menyikapi kejadian tadi. Permintaan maafku bahkan
tidak diterima oleh Nara.
Aku langsung menelepon Nara. Tidak lama, Ibu meminta untuk
berbicara dengan Nara. Aku kaget ketika Ibu sampai nangis saat min-
ta tolong agar Nara memaafkanku. Ibu cemas liat keadaanku yang
L 154 K
CERITA BROWNIES
susah makan, ditambah lagi dengan stres karena mikirin Nara yang
sedang marah. Ibu tau betul gimana sayangnya aku sama Nara. Dia
rela membantuku meminta maaf pada Nara. Ibu sampai memelukku
saat itu. Syukurnya, setelah beberapa lama amarah Nara pun mulai
reda dan itu semua berkat Ibu.
Di dalam pesawat sepanjang perjalanan aku sibuk melihat
sekujur tubuhku. Beberapa kulit mulai mengelupas dan rambutku
rontok. Seharian ini, badanku pun panas. Aku tidak mengerti, apa-
kah penyakitku semakin parah? Aku melihat Ibu tertidur pulas di
sampingku. Terlihat wajah letihnya yang setia menemani anaknya
menjemput kesembuhan. Aku sebenarnya sedih melihat Ibu.
Apa masih ada waktu buat gue untuk bisa membahagiakan Ibu?
Orang yang selalu merawat gue dari kecil. Sosok yang nggak pernah
memaksakan keinginannya kepada anak-anaknya. Orang yang sangat
gue cintai.
qAku berjalan keluar dari pesawat, ini pertama kalinya aku ada di Solo.
Bandara di sini tidak terlalu besar. Tapi cukup lumayan untuk ukuran
sebuah kota. Aku dijemput dengan mobil sewaan dan pergi ke tem-
pat pengobatan yang jaraknya sekitar 1 jam dari bandara.
Kebetulan mobil sewaan itu adalah mobil yang biasa dipakai
untuk menjemput pasien pengobatan tersebut dari luar kota. Aku
terkejut ketika supirnya mengatakan kalau dia sering menjemput
orang dari Eropa, Singapura dan Malaysia untuk berobat ke sini
AKU HIV?
L 155 K
dan katanya juga banyak pasien yang bisa sembuh dari penyakit ini.
Secercah harapan untuk kesembuhan pun mulai muncul dibenakku.
Sesampainya di lokasi, aku disambut hangat oleh bapak yang
akan mengobatiku. Aku dipersilahkan untuk tidur di asrama seder-
hana khusus pasien. Sebelumnya aku membayangkan kalau pasien
yang berobat di sana pasti preman atau para pecandu narkoba. Tapi
setelah aku melihat kenyataannya, aku terdiam. Semua pasien di sini
tidak seperti yang aku bayangkan.
Mereka adalah ibu-ibu beserta dengan anaknya dan ada satu co-
wok asal Papua yang juga bukanlah pengguna narkoba. Kebanyakan
dari mereka adalah orang-orang yang tidak bersalah. Bukan orang-
orang jahat seperti yang ada di pikiranku. Ibu-ibu itu tersebut tertular
dari suaminya, suaminya adalah supir mobil antar kota dan dia sering
berselingkuh dengan wanita lain di setiap kota yang disinggahinya.
Dan dia baru sadar mengidap penyakit mengerikan itu saat
suaminya sekarat dan divonis mengidap HIVAIDS.
Aku merasa Tuhan sengaja membawaku ke tempat ini. Tuhan
ingin menunjukan jika terkadang apa yang kita pikirkan tidak selama-
nya benar. Banyak orang baik yang tanpa sengaja mengidap penyakit
mengerikan seperti ini dan aku yang dulunya takut, sekarang mulai
belajar bahwa pengidap HIV bukanlah untuk dihindari tapi justru
untuk diberikan semangat, karena tidak semua dari mereka brengsek
seperti yang banyak masyarakat pikirkan.
L 156 K
CERITA BROWNIES
Aku mulai berkenalan satu per satu dengan semua pasien.
Aku juga mulai bertanya soal perubahan yang mereka rasakan.
Kebanyakan dari mereka menjawab sudah mengalami banyak peru-
bahan. Dari awal datang ke sini sampai sekarang setelah menjalani
pengobatan. Ada yang dulunya lemas terkulai sekarang sudah seperti
orang sehat dan aku semakin semangat menjalani pengobatan ini.
Di sini aku bertemu dengan satu-satunya pasien laki-laki se-
lain aku dan dia menjadi teman baikku. Aku memanggilnya “Pace”.
Kulitnya hitam, rambutnya ikal dan ia berasal dari Papua. Dia terlihat
menyeramkan dan pendiam, tapi aslinya dia adalah orang yang hobi
bercanda seperti banyak orang yang berasal dari Indonesia timur la-
innya. Selain Pace, ada juga ibu yang sempat aku ceritakan. Ingat? Ibu
itu pun tidak kalah baik dibanding Pace, dia menganggapku seperti
anaknya sendiri dan beliau sering mengingatkanku untuk tidak lupa
makan dan selalu menyemangatiku saat mulai down.
Dua minggu telah kulewati. Hari demi hari penuh dengan se-
gala proses pengobatan. Semua pasien terlihat semakin membaik.
Sedangkan aku merasa badanku tetap sama saja seperti sebelumnya.
Masih lemas ketika berjalan dan pencernaanku masih terganggu dan
aku mulai merasa putus asa.
Di minggu ketiga pun aku masih belum merasakan perubah-
an. Tiap hari, aku hanya berdo’a meminta kesembuhan dari Allah.
Terkadang aku berdoa sambil menangis. Sampai Ibu pun ikutan
nangis dan cemas dengan kesehatanku. Ibu takut anak pertamanya
AKU HIV?
L 157 K
ini kenapa-kenapa, aku tahu betul betapa sayangnya Ibu dengan aku
dan Adik. Karena hanya kamilah hartanya yang paling berharga.
Sambil berdoa aku pun tidak berhenti berusaha mencari pengo-
batan lain yang bisa menyembuhkan aku dari penyakit ini. Aku tidak
patah semangat walau di dunia medis penyakit ini katanya belum
bisa disembuhkan. Aku yakin semua penyakit pasti ada obatnya jika
semua kita limpahkan kepada Tuhan.
“Kalau memang mau pulang, kamu sudah boleh pulang,” kata
orang yang mengobatiku.
“Ndak ada yang membahayakan kok. Ndak apa-apa kalau mau
pulang sambil terapi di rumah aja,” tambahnya.
Saat mengdengar itu, aku berpikir kalau beliau mungkin sudah
angkat tangan dengan penyakitku, tapi dia berusaha memberi tahu-
ku secara halus agar aku tidak panik dan stres. Ketika dia bilang tidak
ada apa-apa dengan kondisiku, yang kurasakan justru sebaliknya.
Aku merasa untuk berjalan dengan jarak 100 meter saja aku sudah
kelelahan. Ini semua benar-benar membingungkan.
Di hari yang sama, pak Agus salah satu dosenku di kampus
menghubungiku. Dia menanyakan bagaimana keadaanku. Dia
bilang, aku diundang ke Brunei untuk mewakili Indonesia dalam
sebuah konferensi atau pertemuan para pengusaha muda tingkat
Asia Tenggara. Itu semua karena aku berhasil menjuarai lomba
tingkat nasional tahun lalu. Hatiku benar-benar bahagia. Tak ter-
bayang sebelumnya olehku, dulu ketika mengatakan mimpi ingin
L 158 K
CERITA BROWNIES
jadi pengusaha di depan teman-teman, mereka hanya bilang, Put
mimpi jangan ketinggian nanti kalau jatuh sakit. Sekarang, aku justru
merasa sudah terbang jauh lebih tinggi tanpa harus takut jatuh.
Seperti yang banyak orang lain katakan kepadaku saat dulu baru
memulai usaha.
Aku berdiri di depan kaca dan berbicara pada diriku sendiri
Put bayangin lo yang dulu cuman jadi bocah tukang mimpi sekarang
dipercaya ngewakilin negara di mana lo dilahirin. Dari 200 juta lebih ma-
nusia, lo yang ditunjuk untuk mewakili negara ini.
Kalau mimpi kalian diremehkan dan dianggap sepele sama
orang lain, tugas kalian bukan mundur, tapi semakin berlari
maju. Buat mereka semua bungkam dengan apa yang bisa ka-
lian raih nanti.
Mataku berbinar-binar saat itu tapi sekejap semua hancur
seketika. Aku sadar dengan keadaanku sekarang karena itu semua
mustahil aku gapai. Aku takut ketika sedang di negara orang nanti,
aku malah menyusahkan orang lain jika tiba-tiba jatuh sakit.
Aku meminta maaf pada Pak Agus. Dengan berat hati aku me-
nyatakan tidak bisa ikut. Walau sebenarnya acara itu adalah salah
satu mimpi terbesar dalam hidupku, tapi aku yakin akan ada hal
besar yang menungguku setelah ini.
Selanjutnya, hari demi hari aku jalani dengan penuh rasa
pesimis. Terkadang aku curhat dan berbicara sambil ngelantur di
depan ibu. Sambil tidak berhenti meneteskan air mata, aku hanya
AKU HIV?
L 159 K
membicarakan penyesalan dan kebingungan dari asal muasal pe-
nyakit ini.
“Bu kenapa sih waktu aku udah nemuin wanita yang bisa nerima
aku apa adanya, aku malah terkena penyakit ini. Apa ini cara Tuhan
misahin kami?” kataku.
“Insyaallah kamu bisa sabar. Nanti kalau sembuh silahkan nikah
sama Nara. Ibu ridho walau umur Nara lebih tua dari kamu karena
Ibu sayang sama anak Ibu. Kalau anak Ibu bahagia pasti Ibu juga ikut
bahagia, karena Ibu liat Nara anaknya baik dan sayang sama Putra.”
Akhirnya kata-kata itu terucap juga dari mulut Ibu. Padahal dulu
ia masih belum mendukung secara penuh hubungan kami karena
perbedaan umur.
“Ibu tau kenapa kamu suka sama Nara, pasti karna Nara cara
perhatiannya sama kamu mirip dengan Ibu, iyakan?” lanjutnya. Aku
hanya bisa menangis sambil memeluk Ibu. Aku bersyukur walau aku
selalu berkata bahwa dia cerewet, ternyata dialah orang yang paling
mengerti diriku. Ibu selalu sayang denganku, anaknya.
Saat aku menangis setelah Ibu mengatakan merestui hubung-
anku dengan Nara, keinginanku untuk sembuh tumbuh lagi. Aku
langsung masuk ke kamar Pace. Aku mulai mengajak Pace berdisku-
si tentang penyakitnya, pace selalu menghiburku agar tidak cemas
karena penyakit ini.
Dia bercerita, dulu dia sempat hampir meninggal karena lam-
bat mendapat penanganan. Sama sepertiku dia pun tidak menyangka
L 160 K
CERITA BROWNIES
akan terkena penyakit menakutkan ini. Saat itu mulutnya di tumbuhi
jamur atau bahasa medisnya candidiasis. Berat badannya turun dras-
tis, kulitnya mengering serta timbul bercak-bercak. Tapi bersyukur
dia masih bisa tertolong karena pengalamannya itulah dia sering
menenangkan aku. Menurut dia penyakitku itu tidak menunjukkan
gejala yang terlalu parah.
Aku dan Pace jadi semakin dekat. Kami sering pergi bareng naik
motor pinjaman untuk sekedar mencari makan. Dia anak yang sopan
bahkan Ibu senang sekali dengannya. Karena Ibu merasa nasibnya
sama denganku karena dia pun mendapatkan penyakit ini secara
tidak sengaja.
Dia bukan orang yang hobi “jajan”, bukan pula pekerja seks
ataupun pengguna narkoba. Dia tertular karena tidak sengaja ber-
hubungan dengan pacarnya yang kelihatannya anak baik-baik. Pacar
Pace memang anak baik-baik, tapi mantan pacarnyalah yang hobi
berganti pasangan. Aku mengingatkan kalian untuk tidak melaku-
kan hubungan seks sebelum menikah. Iseng-iseng bisa jadi petaka
seumur hidup.
Suatu sore saat aku sedang asik nongkrong bersama Pace, aku
tidak sengaja menemukan pengobatan di internet. Aku langsung
menghubungi tempat itu. Letaknya di Semarang dan hanya butuh
waktu 3 jam untuk perjalanan dari Solo. Aku berencana untuk men-
coba pengobatan itu karena aku merasa berobat di tempat yang
sekarang tidak ada kemajuan.
AKU HIV?
L 161 K
Aku mulai berbicara dengan orang yang mengaku punya obat
HIV tersebut. Aku sangat terkejut karena dia berani memberi garansi.
Katanya kalau tidak sembuh uang kembali. Dia juga bilang kalau obat
ini bukan buatan dukun. Obat ini dibuat oleh salah satu profesor yang
pernah menciptakan bahan bakar dari air dan dia juga memiliki per-
usahaan di Singapura.
Obat ini juga tidak diperjualbelikan bebas dan hanya ada 10
buah. Awalnya dibuat karena sang profesor memiliki kenalan ustad
yang tak sengaja tertular karena jarum suntik. Aku merasa bersyukur
ada secercah harapan lagi buatku untuk sembuh.
Aku ajak Pace untuk berobat bersama ke sana dan kami sepakat
untuk meninggalkan tempat pengobatan yang sekarang kami jalani.
Karena di sini proses penyembuhannya yang butuh waktu lama serta
sedikit menyakitkan. Sesampainya aku di Semarang, aku langsung
mengambil uang dan membeli obat tersebut. Aku punya rencana
untuk meminum langsung obat tersebut malam ini namun hal itu
dicegah oleh Mas Pentol si penjual obat.
“Apakah pernah cek darah dan sudah positif sebelumnya?” tanya
Mas Pentol
“Belum, tapi gw merasakan lidah gw mulai muncul candidiasis.”
“Jangan diminum kalau belum positif. Lebih baik obat ini
diminum dulu Pace yang sudah jelas sakit, karena obatnya sangat
terbatas jumlahnya.”
L 162 K
CERITA BROWNIES
Secara terpaksa aku pergi ke lab ditemani oleh penjual obat
tersebut. Aku pergi ke beberapa lab untuk mencari lab yang hasilnya
bisa dilihat hari itu juga. Tapi karena besok libur, aku harus menunggu
sampai 3 hari, setelah itu baru hasil tes bisa dilihat.
Tiga hari menunggu dan tanpa melakukan apa-apa membuat
aku takut, aku takut penyakit ini terus menggerogoti. Tapi penjual
obat itu tetap melarang keras aku meminum obat walaupun aku
telah membelinya, sebelum aku dinyatakan benar-benar positif.
Jadilah Pace yang meminum obatnya duluan. Di hari pertama dia
merasa badannya bugar seperti baru terlahir kembali. Obat itu benar-
benar punya efek yang cepat bahkan di hari ke-2 Pace sudah melihat
badannya yang dulu kusam sekarang mulai cerah. Perlahan-lahan
bekas hitam seperti cacar di kulitnya pun memudar.
Hari ketiga Mas Pentol, penjual obat itu mengambilkan hasil
tes darahku. Ketika aku sedang sibuk bergembira melihat perkem-
bangan kesehatan Pace yang drastis, tiba-tiba telepon Ibu berdering.
“Put, ini mas Pentol mau bicara.”
Setelah itu dari kejauhan, aku mendengar suara Mas Pentol
samar-samar. Sepertinya dia sedang menelepon di pinggir jalan.
“Kamu, n.. re..tif me...dap penyakit HIV Put,”
“Apa mas? Nggak kedenger,”kataku.
“KAMU NEGATIF HIV PUTRA,” teriak Mas Pentol. Iya, aku men-
dengarnya dengan jelas apa yang Mas Pentol bilang. Alih-alih senang,
AKU HIV?
L 163 K
aku malah semakin stres. Aku malah semakin bingung, sakit seperti
apa yang aku derita ini.
Pace yang mengidap penyakit HIV semakin hari semakin sehat.
Sedangkan aku masih belum jelas menderita sakit apa karena tidak
tahan lagi, besok pagi aku akan melakukan tes untuk yang kedua
kalinya. Dalam HIV ada yang namanya masa jendela. Maksudnya,
selama 3 bulan virus belum dapat terdeteksi namun sudah ada di
dalam badan, dan aku takut itu terjadi.
Mungkin pertanyaan muncul di benak kalian, mengapa aku
malah lebih milih pergi ke pengobatan alternatif dibanding pergi ke
dokter dan melakukan cek medis dahulu? Itu semua karena aku pu-
nya ketakutan besar dengan yang namanya medis. Bisa dibilang, aku
trauma ketika melihat tindakan yang dilakukan dokter untuk Ayah
dulu. Sehingga aku lebih memilih menghabiskan uang berjuta-juta
untuk cari pengobatan alternatif dibandingkan ke medis. Tapi dari
situ aku dapat pelajaran jika nanti ketika aku sakit, aku harus tetap
pergi ke dokter agar dapat didiagnosa terlebih dahulu oleh pihak
medis dan tetap pada akhirnya aku akan berobat di pengobatan
alternatif supaya tidak ada efek samping.
Aku bersiap untuk berangkat ke lab yang berbeda dari kemarin.
Saat itu aku tinggal di Ungaran, waktu tempuhnya sekitar 40 menit
dari semarang. Jadi, perjalanan untuk ke lab di kota semarang pun
cukup memakan waktu. Tapi untungnya, aku ditemani Mas Sinyo, dia
adalah teman Mas Pentol.
L 164 K
CERITA BROWNIES
“Ini anak nggak pernah ngapa-ngapain paniknya kok setengah
mati. Udah negatif malah pengen cek lagi kayaknya bener-bener
pengen ngerasain sakit HIV nih anak,” kata Mas Sinyo sambil
menertawaiku.
Waktu sampai di klinik pun aku bingung mau melakukan cek
darah apa saja. Tapi perawat menyarankan untuk konsultasi keluhan
dahulu, setelah konsultasi pun dokter malah menertawai ke panikan-
ku. Entahlah, setelah itu aku malah di larang cek HIV. Aku di sarankan
untuk cek tipoid atau tipes, SGPT, SGOT alias fungsi hati mengingat
gejala yang aku alami adalah kelelahan.
Ternyata hasilnya bisa dilihat saat itu juga dan hasil lab
menunjukkan kalau aku terkena tipoid atau tipes. Aku langsung men-
ceritakan itu ke Nara dan dia benar-benar puas menertawakanku.
“Ya, iyalah orang nggak pernah ngapa-ngapain juga kenapa
kamu parno.”
“Aku parno karena kalau kata ibu sakit kayak gitu bisa nular
apalagi kalau aku baru pulang dari luar negeri. Jadi karena tidak
lama ini aku bolak balik dari 4 negara dan aku jadi parno dengan
kata-kata itu,” pembelaanku pada Nara. Ibu pun ikutan tertawa
melihat tingkah lakuku.
“Hampir kita keliling indonesia gara-gara Putra takut sama
jarum suntik,” ejeknya.
Ya, sampai seperti itulah aku trauma dengan yang namanya
medis. Karena dulu aku melihat betul proses pengobatan ayah
AKU HIV?
L 165 K
yang penuh dengan kesakitan namun tak kunjung membaikan
keadaannya.
Karena sudah merasa sedikit tenang, aku pun merencanakan
kepulangan. Sudah lebih dari dua bulan kami keliling untuk berobat.
Ibu sendiri akan menginap sekiar 2 sampai 3 hari di rumah kakak
sepupuku di daerah Bintaro, Jakarta.
Nara pun dengan senang hati menawarkan jemputan di
bandara. Sesampainya di bandara Ibu sibuk melihat bagasi dan
aku langsung mencari troli ke luar. Tidak sengaja aku melihat Nara
sedang menutupi sebagian wajahnya malu-malu. Itu terlihat lucu
menurutku, rindu sekali rasanya setelah sekian lama tidak bertemu
dengan Nara. Ternyata dia menutupi mukanya karena ada jerawat
yang lagi bersemi.
“Kamu itu cantik dan jangan jadi orang yang nggak pede cuman
gara-gara jerawat.”
Mendengar itu, Nara langsung bersikap seperti biasa. Dia mulai
percaya diri lagi.
Aku dan Nara pun mendekati Ibu ke dalam sambil bawa troli.
Ibu dan Nara bertatapan secara langsung untuk pertama kalinya di
bandara saat itu. Mereka juga mengobrol singkat sambil jalan dan
sama-sama menertawakan kekonyolanku yang selama dua bulan
berobat ke mana-mana gara-gara sakit tipes.
Aku langsung memesankan taksi untuk Ibu. Sedangkan aku
dan Nara langsung melanjutkan acara jalan-jalan. Kami menikmati
L 166 K
CERITA BROWNIES
waktu-waktu berkualitas sambil bertukar cerita ditemani macetnya
jalanan Jakarta, dan sesekali Nara menggodaku.
“Nih aku mau kan deket-deket sama kamu dan nggak takut
ketularan HIV,” sambil terus menertawakanku. Aku hanya bisa meng-
usap kepalanya karena gemas.
qHari-hariku di Jakarta dipenuhi lagi dengan kebahagiaan bersama
Nara. Aku yang tinggal di Bintaro harus pergi bolak balik naik komu-
ter. Pergi menggunakan kereta paling pagi dan pulang dengan kereta
paling malam biar bisa puas bertemu Nara. Turun dari komuter, aku
harus naik ojek atau taksi lagi ke dalam komplek dan sialnya susah
sekali memesan taksi saat itu. Mereka takut menerima penumpang
karena terlalu malam dan sedang banyak begal berkeliaran. Tidak
jarang aku sampai ke rumah pukul 1 malam dengan rasa waswas
karena daerah itu rawan begal.
Aku menikmati semuanya karena setelah melewati perjalanan
yang cukup melelahkan biasanya aku selalu disambut dengan se-
nyuman khasnya Nara. Itu benar-benar menghilangkan semua rasa
lelahku. Tidak banyak yang kami lakukan ketika bertemu, biasanya
hanya makan, ngobrol ke sana kemari sambil bercanda dan puas-
puasin saling menatap wajah satu sama lain. Kami sadar kalau tidak
setiap saat kami bisa menikmati momen seperti ini dan bertemu
secara langsung seperti sekarang bahkan terkadang Nara menatapku
lama sekali sama seperti saat ini.
AKU HIV?
L 167 K
“Woi ngapain,” kataku mengagetkannya.
“Mau puas-puasin liat kamu, kitakan jarang ketemu,” setelah itu
matanya pasti langsung berkaca-kaca.
Kami selalu membicarakan banyak hal. Mulai dari bisnis yang
biasanya akan sangat disimak serius oleh Nara. Setelah itu ngobrol
soal agama (kalau bagian ini kebalikannya, aku yang akan menyi-
mak apa yang dikatakan Nara). Kadang-kadang aku membuatnya
kesal karena pertanyaan yang kuajukan susah untuk dia jawab.
Untuk beberapa hal terkadang aku bukannya tidak menerima apa
yang dia jelaskan, hanya saja aku merasa senang ketika melihat dia
kesulitan untuk menjawab pertanyaanku. Mukanya sangat lucu jika
sedang panik.
Kadang kami juga membicarakan hal-hal yang absurd.
Menceritakan kejelekan masing-masing dari kami karena aku ingin
Nara menjadi orang yang mengenalku luar-dalam. Menurutku ke-
tika kita menyayangi seseorang, kita tidak hanya akan mengagumi
kelebihannya saja, tapi juga bisa tetap menerima segala kekurang-
annya. Dan aku mau belajar untuk menerima segala hal yang ada
pada seorang Nara.
Dengan berat hati aku kembali ke kotaku. Saat itu kondisi ta-
bunganku menurun drastis. Semua karena aku sempat melupakan
bisnisku beberapa bulan belakangan ini. Otomatis itu membuat
omzet usahaku mulai menurun. Di Jambi aku pergi lagi ke dokter
penyakit dalam untuk mengecek ulang penyakitku. Jujur, aku ma-
sih ragu dan takut dengan hasil dari cek lab di Semarang. Dengan
L 168 K
CERITA BROWNIES
sisa-sisa uang di tabungan, sekali lagi aku memastikan sakitku apa.
Aku pun ditertawakan dokter.
“Oke, kita akan lakukan tes dengan 3 metode. Test ini bukan
untuk tahu kamu positif atau negatif HIV tapi untuk mengobati
psikologismu yang takut dan parno terkena HIV.”
q
TUHAN, TERIMA KASIH BANYAK
L 170 K
CERITA BROWNIES
UANG tabunganku terus terkikis digunakan untuk pengobatan dan
cek medis. Tidak sampai di situ, ternyata aku masih punya masalah
lain. Di tengah uangku yang sudah hampir habis, seorang teman
mengingatkanku jika minggu ini sudah jadwalnya untuk membayar
uang semesteran di kampus. Aku bingung, aku malu kalau harus
minta sama Ibu. Aku putuskan untuk meminjam uang dari kas usa-
haku sendiri. Di tempat usaha itu ada yang namanya uang kas, dan
sepertinya aku bisa meminjam sebentar untuk membayar uang se-
mesteran. Ketika aku bercerita tentang masalah pinjaman uang kas
usaha pada Nara, dia malah marah besar.
“Kamu kayak nggak ada aku aja. Sedih tau kayak nggak diang-
gep gini. Kenapa nggak minta tolong sama aku?”
Aku diam. Aku nggak menduga jawaban Nara akan seperti itu.
“Emang berapa uang semesterannya?” katanya lagi.
“Hmmm enam ratus ribu.”
Tidak sampai 5 menit Nara langsung mentrasfer uangnya. Aku
merasa terenyuh, bukan masalah jumlahnya tapi ini tentang niatnya.
Menurutku jarang sekali ada perempuan yang mau inisiatif seperti
itu. Di saat kita lagi down, di saat itu jugalah kita bisa tau bagaimana
perasaan pasangan kita sebenarnya. Apa dia benar-benar peduli atau
malah meninggalkan kita di saat susah dan aku tahu, Nara tetap ada
untukku saat itu.
Masalah kuliah sudah aman. Aku sibuk memikirkan strategi
agar bisnis dengan omzet yang menurun ini bisa kembali normal
Tuhan, Terima Kas ih Banyak
L 171 K
UANG tabunganku terus terkikis digunakan untuk pengobatan dan
cek medis. Tidak sampai di situ, ternyata aku masih punya masalah
lain. Di tengah uangku yang sudah hampir habis, seorang teman
mengingatkanku jika minggu ini sudah jadwalnya untuk membayar
uang semesteran di kampus. Aku bingung, aku malu kalau harus
minta sama Ibu. Aku putuskan untuk meminjam uang dari kas usa-
haku sendiri. Di tempat usaha itu ada yang namanya uang kas, dan
sepertinya aku bisa meminjam sebentar untuk membayar uang se-
mesteran. Ketika aku bercerita tentang masalah pinjaman uang kas
usaha pada Nara, dia malah marah besar.
“Kamu kayak nggak ada aku aja. Sedih tau kayak nggak diang-
gep gini. Kenapa nggak minta tolong sama aku?”
Aku diam. Aku nggak menduga jawaban Nara akan seperti itu.
“Emang berapa uang semesterannya?” katanya lagi.
“Hmmm enam ratus ribu.”
Tidak sampai 5 menit Nara langsung mentrasfer uangnya. Aku
merasa terenyuh, bukan masalah jumlahnya tapi ini tentang niatnya.
Menurutku jarang sekali ada perempuan yang mau inisiatif seperti
itu. Di saat kita lagi down, di saat itu jugalah kita bisa tau bagaimana
perasaan pasangan kita sebenarnya. Apa dia benar-benar peduli atau
malah meninggalkan kita di saat susah dan aku tahu, Nara tetap ada
untukku saat itu.
Masalah kuliah sudah aman. Aku sibuk memikirkan strategi
agar bisnis dengan omzet yang menurun ini bisa kembali normal
L 172 K
CERITA BROWNIES
seperti semula. Setiap hari aku kebingungan mencari cara untuk
meningkatkan omzet. Beberapa cara sudah aku coba tetapi rasanya
masih sulit untuk membangkitkan bisnis yang sekarang kekurangan
pesanan. Aku sampai sempat berpikir untuk menjual bisnis ini karena
kalau bisnis ini dijual mungkin ada yang akan membeli dengan harga
ratusan juta dan masalah terselesaikan tapi Nara melarangku.
“Jangan kamu jual bisnis yang di bangun siang dan malam ini.
Aku nggak rela kalau kamu jual bisnis ini. Karena aku liat perjuangan
kamu membangunnya dulu sulit.”
Aku urungkan niat untuk menjual bisnis dan aku menuruti
kemauan Nara.
Sambil memikirkan cara membuat bisnis ini bangkit kembali,
terpikirkan olehku untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius
dengan Nara. Aku tidak mau melewatkan perempuan baik seperti
dia. Keputusanku bulat, aku meminjam uang kas usaha sekitar 5 juta
untuk membeli tiket pesawat ke Jakarta. Karena tidak ada lagi uang
ditabunganku jadi terpaksa aku mengandalkan uang kas.
Yaps, aku selalu memisahkan uang pribadi dan keuangan per-
usahaan sehingga sewaktu-waktu aku butuh, aku dapat meminjam
uang tersebut.
Aku pergi ke Jakarta dengan tujuan untuk menyampaikan
keseriusanku kepada orang tua Nara. Setahun mengenal Nara dan
bersama-sama melewati banyak hal meyakinkanku untuk melaku-
kan hal ini. Aku merasa walaupun umurku lebih muda dari dia, tapi
aku bisa membimbingnya dengan baik.
Tuhan, Terima Kas ih Banyak
L 173 K
Aku melihat raut muka Nara yang sumringah saat tahu nia-
tanku ke Jakarta untuk apa. Dia seakan-akan lega mendengar aku
yang akan berbicara tentang kelanjutan hubungan kami ke orang
tuanya. Ketika aku dan Nara sampai ke rumahnya, terlihat sudah ada
kakaknya di sana. Aku bersalaman dengan beliau dan menunggu di
kursi ruang tamu ditemani Nara sambil mengobrol ringan dengan
kakaknya. Tidak lama mama dan papanya turun langsung menuju ke
ruang tamu. Jantungku mulai berdebar kencang. Ini adalah pertama
kalinya aku menghadapi orang tua perempuan dengan sebuah niatan
ingin membawa sebuah hubungan ke arah yang lebih serius dan itu
terjadi di saat umurku masih 20 tahun.
Mama Nara tidak terlalu lama berada di situ, dia langsung
berpamitan kembali ke atas untuk bermain bersama cucunya. Saat
itu aku duduk di depan papanya, sedangkan Nara duduk di samping
kakaknya. Aku semakin grogi karena merasa seperti sedang disidang
hari itu. Aku membuka percakapan dengan menjelaskan maksud
kedatanganku ke rumah Nara.
“Om saya datang ke sini untuk membicarakan hubungan yang
lebih serius bersama Nara. Mungkin umur saya lebih muda dari
dia, tapi selama 1 tahun ini alhamdulillah saya merasa nyaman
bersama Nara. Saya tidak menemukan hal yang banyak ditakutkan
orang-orang tentang perbedaan umur kami,” jelasku. Aku melihat
senyuman Nara ketika aku selesai berbicara seperti itu.
“Nara selalu menghormati saya walau umur saya lebih muda.
Itu juga yang membuat keyakinan saya semakin bulat untuk menikah
L 174 K
CERITA BROWNIES
dengan dia dan saya pun yang lebih muda dari Nara, merasa Insyaallah
bisa membimbing dan menjadi pemimpin untuk Nara. Karena selama
ini kami sudah merasa saling kenal dan tahu satu sama lain.”
Papanya Nara masih diam, mukanya terlihat agak serius seperti
sedang memikirkan sesuatu.
“Om mau tanya sesuatu sama kamu.”
“Kapan terakhir kamu sholatnya bolong-bolong?”
Aku mengingat-ngingat sebentar dan berusaha menjawab jujur.
“Umur 16 tahun Om sebelum saya umroh.”
“Pernah ikut pengajian apa Put?”
“Engga…ada Om. Saya nggak ikut pengajian. Selama ini ya…
saya ngaji biasa aja sendiri di rumah paling hanya madrasah serta
kebetulan saya bersekolah di sd islam.”
“Terus mau tinggal di mana habis nikah?”
“Insyaallah di Jakarta Om. Dari dulu saya punya mimpi buat
tinggal di Jakarta. Di sinikan pusat perekonomian Indonesia, saya
mau tinggal di sini karena perputaran uang Indonesia terpusat
di kota ini dan sangat menguntungkan jika saya memulai bisnis
dari sini.”
Papanya Nara melihat ke arah anaknya lalu melihat lagi ke arah-
ku. Dia terlihat menimbang-nimbang sesuatu. Aku berdo’a dalam
hati supaya diberikan jalan oleh Tuhan. Jantungku berdebar makin
kencang, lalu papanya membuka suara.
Tuhan, Terima Kas ih Banyak
L 175 K
“Kalau memang udah saling sayang dan saling cinta….”
“Ya udah…jaga anak kesayangan Om ini ya. Jangan dimarahin
apalagi sampai dikasarin.”
Nggak salah denger kan ini?
“Kamu harus bertanggung jawab ya, atas pilihanmu. Kamu yang
memilih Nara sebagai pasangan hidup dan sekarang kamu bilang
kalau nerima dia yang lebih tua dari kamu. Tapi jangan sampai nanti
pas sudah menikah baru kamu menyesal,” pesan kakaknya padaku.
Aku hanya ingin punya sosok pasangan seperti Nara yang me-
nerima aku apa adanya, tidak lebih. Karena kalau aku mencari yang
muda atau seumuran, mungkin dari dulu aku sudah mendapatkan
pasangan. Tapi ini semua masalah kenyamanan dan perasaan tidak
bisa dipaksa. Saat ini aku benar-benar merasa sangat mencintai Nara,
wanita yang notabene lebih tua 4 tahun dariku.
“Siaap bang, Insyaallah saya nggak akan nyesel,” jawabku sangat
meyakinkan.
Aku langsung menatap Nara. Nara mulai senyum-senyum dan
memperlihatkan kebahagiaannya. Dia bilang, terima kasih dengan
begitu manja. Seharusnya aku yang mengatakan itu karena aku
beruntung sebentar lagi bisa punya pasangan sebaik dia. Hari itu
perasaanku benar-benar campur aduk. Kami akhirnya mendapat
restu, sebentar lagi aku dan Nara akan menjadi satu. Tuhan, terima
kasih banyak.
q
L 176 K
CERITA BROWNIES
Akhirnya setelah lega dengan hubunganku dan Nara, aku ingin
melanjutkan perjalanan menuju Nganjuk. Tiga hari lagi Kak Linda
partner bisnisku menikah. Dia orang yang mengurus bagian produksi
di sana. Aku mencari tiket kereta dari Jakarta ke Nganjuk tapi tidak
kunjung dapat
Kebetulan saat itu Nara sekeluarga akan pergi ke Cirebon.
Mereka akan menghadiri sebuah pengajian di sana. Nara menawar-
kanku untuk ikut bersama rombongan keluarganya menggunakan
mobil. Dari Cirebon aku bisa langsung melanjutkan perjalanan ke
Nganjuk dengan kereta.
“Mama sama Papa gimana?” tanyaku.
“Aku udah izin kok dan mereka bilang boleh.”
Sore hari kami berangkat. Di sana sudah ada Nara, orang tuanya
dan supir yang akan mengantarkan kami. Aku masuk ke dalam mo-
bil lalu mengambil tempat duduk di kursi paling belakang sebelah
kanan. Ketika Nara ingin duduk di sampingku mamanya mencegah.
Ia tidak setuju Nara duduk di belakang. Aku yang melihat itu hanya
bisa tertegun, akhirnya Nara duduk di depanku bersama mamanya.
Aku duduk sendirian selama perjalanan itu. Suasana di dalam
mobil benar-benar kaku. Aku pun tidak mencoba berusaha men-
cairkan suasana dengan membuka percakapan. Aku hanya diam
selama berjam-jam, mati gaya banget. Dan itu benar-benar sangat
menyiksaku, kami seperti orang asing yang sedang berada di dalam
suatu ruangan yang sama. Saat itu benar-benar tidak ada kehangatan
Tuhan, Terima Kas ih Banyak
L 177 K
yang kubayangkan sebelumnya, aku merasa aku belum sepenuhnya
diterima di keluarga ini.
Ketika kami berhenti untuk makan pun aku sungkan untuk
memesan sesuatu. Aku takut malah mengganggu mereka dan aku
lebih memilih untuk mengambil satu buah lontong dan mema-
kannya. Pura-pura menikmati lontong yang sebenarnya sudah basi
karena saat aku mulai memakan lontong yang sudah terasa sedikit
berlendir. Namun aku berusaha keras menikmatinya untuk sekedar
mengganjal perut.
Saat itu sudah pukul 2 subuh dan kami singgah sebentar di
rumah omnya Nara. Letaknya di komplek perumahan pegawai per-
tamina. Aku melihat tulisan itu samar-samar saat tadi di jalan. Aku
disambut dengan baik oleh tuan rumah, mereka mempersilahkanku
untuk makan hidangan pempek yang sudah disiapkan. Kebetulan
istri omnya berasal dari Sumatera.
“Ini siapa?” kata Om Nara.
“Ini temennya Nara dari Jambi,” jawab Papa Nara.
“Bu, sini. Nih samaan dari Sumatera,” kata Om Nara memang-
gil istrinya.
Setelah ngobrol sebentar Nara dan kedua orang tuanya masuk
ke kamar untuk istirahat. Sedangkan aku tidur di ruang tamu yang
hanya dialasi karpet bersama supirnya Nara. Untungnya aku sudah
cukup akrab dengan dia, kami pun istirahat beberapa jam.
L 178 K
CERITA BROWNIES
Subuh tiba, aku bangun untuk sholat. Lalu mandi dan bersiap
menuju pengajian di Cirebon. Sesampainya di tempat pengajian, aku
merasa salah kostum. Orang-orang di sana berpakaian rapih, ada
yang berjubah dan berkopiah. Sedangkan aku hanya menggunakan
kemeja panjang dan celana jeans. Aku tidak mempersiapkan baju
muslim untuk datang ke sini. Dari awal aku memang tidak beren-
cana untuk datang ke pengajian. Jadi saat berangkat ke Jakarta aku
tidak membawa baju yang lebih pantas dikenakan untuk datang ke
pengajian.
Ketika sedang memperhatiakan orang-orang, aku tidak sadar
kalau Nara sudah tidak ada. Padahal tadi dia di sampingku, tidak
lama Nara muncul dan membawa sebuah kopiah di tangannya.
“Ini pake,” kata Nara sambil menyodorkan kopiah tersebut
padaku.
“Tadi Papa nyuruh aku keluar untuk beliin kamu peci.”
Aku langsung mengambil dan mengenakan kopiah yang dibeli
Nara. Ada perasaan senang di hatiku saat itu. Meski tidak secara
langsung, setidaknya papanya Nara mulai menunjukan perhatian-
nya padaku.
Ternyata hari itu bukanlah agenda pengajian, tapi rapat pem-
bentukan panitia dakwah dari seluruh Indonesia. Lewat chat, Nara
bilang kalau barusan papanya ngomong dia lebih bangga punya
mantu yang jago dakwah atau setidaknya bisa ikut bantu mereka
untuk berdakwah dengan cara apa pun. Dengan suka cita, dari situ
aku langsung sibuk corat-coret sebuah strategi buat berdakwah.
Tuhan, Terima Kas ih Banyak
L 179 K
Aku melihat selama ini jarang sekali anak muda yang ingin
datang ke pengajian-pengajian. Organisasi keagamaan, menurutku
karena kurang mengetahui cara memilih pendekatan yang tepat saat
mengajak anak-anak muda yang notabene paling tidak suka digurui
untuk belajar agama. Aku pikir, harus ada orang yang bisa masuk de-
ngan gaya anak muda dan berbaur dengan mereka. Mengajak mereka
pelan-pelan untuk lebih dekat dengan agama. Aku menjelaskan pan-
jang lebar pemikiranku pada Nara melalui chat. Seperti biasa, Nara
menerima ideku dan bilang kalau dia kagum padaku.
Ketika aku dan Nara sedang terlibat diskusi yang menarik, tan-
pa disangka Nara yang duduk bersebelahan dengan mamanya lalu
mamanya memarahi Nara, dia mengira kalau Nara sibuk bercanda
denganku di tengah rapat. Padahal, kami sedang membahas sesuatu
yang masih ada hubungannya dengan rapat. Ya, kalau bukan dengan
Nara, aku bingung mau diskusi dengan siapa. Di tempat itu aku tidak
kenal dengan siapa pun kecuali Nara.
Jam istirahat kami gunakan untuk sholat dzuhur dan makan.
Aku memutuskan untuk makan dulu baru sholat sama seperti pa-
panya Nara. Selama makan aku tidak mendekati papanya Nara. Aku
merasa takut dan segan. Hasilnya, aku seperti anak hilang yang tidak
punya teman ngobrol.
Sampai acara rapat itu pun selesai aku menuju hotel yang se-
ngaja kami sewa selama di Cirebon. Kami menyewa dua kamar dan
aku tidur satu kamar dengan supirnya Nara. Sambil mengobrol, aku
mulai mengemasi barang-barang.
L 180 K
CERITA BROWNIES
Tiba-tiba ada telepon dari Nara.
“Aku mau ketemu kamu di luar kamar,” kata Nara.
Loh kok suara Nara kayak yang habis nangis sih.
“Kita ketemu di loby hotel,” tambahnya.
Ini pasti ada sesuatu.
Aku yang berada di kamar yang berbeda dengan Nara langsung
keluar. Terlihat Nara setengah berlari menuju lobi hotel dengan mata
yang merah dan sembab. Belum sempat aku menyusul, Nara sudah
dihentikan oleh papa dan mamanya, Nara terlihat takut dan panik.
Kami tidak sempat berbicara sepatah kata pun. Aku diminta
untuk langsung pergi ke stasiun diantarkan oleh Om dan supir Nara.
Dengan perasaan yang campur aduk, aku mengambil koper di ka-
mar. Nara berusaha untuk ikut mengantarkanku ke stasiun, tapi
saat itu aku melihat wajah mamanya Nara yang menatap anaknya
begitu tajam.
Lagi-lagi ekspresi itu.
Aku tidak tahu harus seperti apa mendeskripsikannya. Yang
jelas raut muka mamanya sama seperti raut muka yang dia pasang
ketika melarang Nara duduk bersamaku di mobil waktu hendak
melakukan perjalanan kemarin.
Nara sontak langsung menangis dan memeluk papanya. Aku
hanya bisa masuk ke dalam mobil dan melihat orang yang aku sayang
Tuhan, Terima Kas ih Banyak
L 181 K
menangis seperti itu. Aku bingung, ada kejadian apa barusan hingga
Nara seperti takut dipisahkan selamanya denganku?
Saat di mobil aku menghubungi Nara dan bertanya kenapa dia
menangis dan memeluk papanya. Nara bilang, papanya kira aku yang
membuat Nara menangis. Padahal Nara nangis gara-gara mamanya,
aku semakin bingung. Kenapa jadi aku yang disalahkan?
Kok kayaknya dari kemarin gue salah terus di mata orang tua Nara.
Padahal gue berusaha mengikuti apa yang mereka mau supaya bisa sedikit
diterima. Tapi nyatanya seperti ini.
Di dalam perjalanan omnya Nara juga ngomong sesuatu.
“Kadang kalau kita kekeuh mau sama seseorang tapi nggak
direstui orang tua itu susah. Nanti sewaktu nikah pasti ada aja
kendalanya.”
Kenapa tiba-tiba omnya bahas ini, ya? Apa dia lagi menyampaikan
sesuatu sama gue secara gak langsung?
Sesampainya di stasiun aku menurunkan koper sendiri tanpa
minta bantuan. Aku berpamitan dengan Om dan supir Nara. Aku
langsung masuk ke dalam kereta yang akan membawaku ke Nganjuk.
Malam itu aku tidur di kereta dan mengistirahatkan badanku yang
sebenarnya belum sembuh total dari sakit tipes.
q
L 182 K
CERITA BROWNIES
Pukul 2 pagi aku tiba di Nganjuk. Aku menelepon Kak Linda
dan menanyakan alamat rumahnya. Dengan menggunakan becak
motor aku diantar menuju ke sana. Aku mengetuk pintu rumah yang
memang dikhususkan untuk tamu dari jauh untuk bermalam. Di
dalamnya ada beberapa teman Kak Linda yang juga teman-teman-
ku. Mereka bangun dan kebingungan untuk membuka pintu. Kunci
pintu ternyata dibawa oleh dua teman yang pergi ke stasiun untuk
menjemputku.
Aduh ngapain gue naik becak terus bayar mahal pula karena udah
malem. Padahal gue bisa naik mobil aja bareng mereka.
Alhasil aku diam di luar rumah selama 45 menit. Hampir persis
seperti maling di tengah malam karena menunggu mereka pulang
membawa kunci.
Paginya aku bersiap untuk pergi ke nikahan Kak Linda. Aku di-
ajak berfoto bersama teman-teman perempuan yang sudah seperti
kakak sendiri karena di situ aku jadi yang paling kecil. Aku juga sering
jadi bahan ledekan mereka. Selesai sesi foto dan menghabiskan ce-
milan kue, tibalah acara puncak yaitu akad nikah.
Sebuah meja kecil diletakkan di tengah-tengah ruangan. Disitu
terlihat Kak linda dan Mas Jefri sudah duduk bersampingan. Aku yang
dari tadi tetap berhubungan dengan Mas Jefri dan menanyakan ke-
adaannya melalui chat merasa ikut tegang melihat Mas Jefri sudah
duduk di kursi untuk akad. Sebenarnya, aku adalah orang yang jarang
sekali menghadiri pernikahan seseorang, tapi demi Kak Linda, aku
rela jauh-jauh datang kemari untuk melihat acara sakral ini.
Tuhan, Terima Kas ih Banyak
L 183 K
Ketika penghulu menyebutkan kata “sah” Kak Linda dan Mas
Fajar resmi menjadi suami istri. Aku ikut bahagia, sedikit banyak aku
tahu jalan percintaan mereka yang bertemu hanya dari WhatsApp.
Kak Linda pun sering curhat soal Mas Jefri padaku.
Setelah prosesi akad selesai, Mas Jefri langsung dipeluk oleh
ayah Kak Linda, entah kenapa saat itu badanku bergetar dan aku
hanya bisa diam.
Apakah bisa gue dipeluk seperti anak sendiri kayak gitu oleh pa-
panya Nara?
Ketika orang-orang mulai mengerumuni mempelai untuk
mengucapkan selamat, aku langsung membalikkan badan dan per-
gi ke belakang menjauhi teman-teman. Aku buru-buru menghapus
air mata.
Apa bisa gue menemukan sosok Ayah yang telah hilang beberapa
tahun lalu itu dari papanya Nara?
Kejadian yang baru aku lihat tadi, mungkin menjadi sesuatu
yang akan sulit terwujud di dunia nyata dalam hubunganku dan
Nara. Aku sudah cukup jelas melihat sikap keluarga Nara kemarin.
Mereka sama sekali belum bisa sepenuhnya merestui hubungan kami
bahkan belum ada kehangatan terhadap kehadiranku di tengah-
tengah mereka.
PENASARAN MEMBAWA PETAKA
Penasaran Membawa Petaka
L 187 K
SESAMPAINYA di Jambi, aku dibayang-bayangi oleh hutang kas
usaha, sedangkan tabunganku bener-bener habis. Keadaan Brownies
Manten juga masih belum membaik. Penjualan masih susah, padahal
aku sudah mencoba merubah strategi. Tapi belum juga terlihat ada
perubahan, aku tidak tahu, apa yang salah dari strategiku ini.
Aku juga tidak tahu harus mencari solusi ke mana lagi. Tidak
tahu bagaimana akhirnya, tiba-tiba aku iseng membuat sebuah akun
bisnis. Dengan akun bisnis ini mungkin aku bisa belajar banyak hal
dari orang lain dan bisa menemukan solusi untuk permasalahan
bisnisku. Akhirnya aku membuat sebuah akun diaplikasi Line dan
aku beri nama Dunia Pengusaha Muda (DPM). Dari situ aku mulai
membuat dan mengupload artikel-artikel tentang wirausaha dan
linknya aku sebar ke mana-mana. Nara juga membantuku untuk
menyebar link tersebut meski hubungan kami belum membaik, tapi
kami masih sering berkomunikasi.
Setiap malam selalu ada kegiatan sharing tentang bisnis. Tidak
disangka, pengikutnya semakin banyak. DPM pun berhasil punya
beberapa grup yang mewakili beberapa kota di Indonesia. Mulai dari
DPM Jambi, DPM Jakarta, DPM Bandung, DPM Jawa Tengah, DPM
Jawa Timur dan masih banyak DPM di beberapa kota lain. Banyak
pengusaha muda di Indonesia yang bisa aku kenal lewat akun-akun
itu hingga jumlahnya sampai ratusan.
Akhirnya akun DPM jadi upayaku untuk bisa membantu orang
lain. Bisnis itu mengenai networking, jadi lewat akun itu aku akan
membantu sesama pengusaha dari seluruh Indonesia untuk bisa
L 188 K
CERITA BROWNIES
saling bertemu dan mengenal. Ketika aku ada dalam keadaan sulit,
yang kutahu adalah aku harus membantu orang lain. Karena Ayah
pernah berpesan bantulah orang lain dan buatlah hal bermanfaat untuk
orang banyak biar kita pun dibantu Tuhan.
Ide cemerlang pun datang menghampiriku. Aku punya strategi
baru untuk membuat Brownies Manten laris kembali. Besoknya aku
langsung mempraktekan strategi itu dan alhamdulillah strategi baru
itu membuat Brownies Manten meledak lagi. Orderan meningkat
bahkan sampai 10 kali lipat dibanding sebelumnya. Kami mendapat
pesanan sampai 2.800 box per harinya dengan harga Rp 20.000.
Gila Gila Gila.
Dulu ada beberapa karyawan yang sempat diberhentikan
oleh Kak Linda. Sekarang, mereka dikerjakan lagi bahkan kita harus
merekrut lebih banyak karyawan karena masih kekurangan. Aku
benar-benar bersyukur Brownies Manten bisa bangkit lagi. Kalian
yang bilang hidup itu akan selalu enak, menurutku itu tidak mungkin.
Hidup pasti nggak selamanya mulus. Tapi ketika kita bisa melewati
rintangan itu, kita bakal bisa jadi lebih kuat dan hebat dari sebe-
lumnya. Ini selalu aku rasakan ketika bisa ngelewatin ujian hidup.
Ayah pernah mengatakan, hidup itu seperti naik sepeda di
pegunungan. Jangan jadi orang yang terlalu gembira ketika melihat
jalanan yang menurun karena biasanya selalu ada tanjakan terjal
setelahnya, dan jangan pernah menyerah saat melewati tanjakan
yang tinggi dan menguras tenaga karena akan ada turunan yang
Penasaran Membawa Petaka
L 189 K
panjang setelahnya. Maksudnya, kita jangan pernah terlena akan
kemudahan dan jangan menyerah saat ada kesulitan karena
kemudahan dan kesulitan akan datang silih berganti di dalam
kehidupan ini.
qSampai tiba suatu hari aku melakukan kesalahan terbesar. Kesalahan
yang sangat aku sesali bahkan sampai sekarang.
Saat itu aku ingat dengan sosok mahasiswi kedokteran bernama
Niki yang pernah dekat denganku. Dulu hampir saja aku menjatuh-
kan hati pada Niki. Sebelum mantan Niki mengancam mau bunuh
diri dan Niki akhirnya harus kembali berpacaran dengannya.
Aku iseng menghubunginya, dan aku mengirim beberapa pesan
padanya lewat Line. Salah satunya ucapan maaf lahir batin karena
memang saat itu bulan ramadhan. Dan ternyata Niki merespon dan
kami akhirnya terlibat obrolan yang lumayan panjang mengenai ke-
jadian dulu. Dia bilang, sedang ada masalah dengan pacaranya, dia
mengingatkanku jika dulu aku pernah berjanji untuk mengajaknya
makan nasi kucing. Malam itu juga kami memutuskan untuk jalan.
Aku berusaha menepati janjiku pada Niki, kami pergi mencari pen-
jual nasi kucing. Tapi karena kehabisan, saat itu kami cuman makan
nasi goreng yang ada di pinggir jalan. Namun kami memilih makan di
mobil sambil mengobrol dan aku mencari tahu lebih dalam kejadian
1 tahun lalu.
L 190 K
CERITA BROWNIES
Setelah dari sana aku mengantar dia ke rumah. Sebelum pu-
lang aku meyempatkan untuk mampir ke rumah Tante. Selama aku
liburan dan sibuk berobat, ternyata tanteku sakit. Ia terkena kanker
usus, aku sangat kaget dan sedih. Tante adalah pengganti sosok
Ayah setelah Ayahku meninggal. Dia mengajariku bagaimana cara
membuka rekening bank, menemaniku saat buat SIM dan KTP. Dia
mau aku jadi keponakannya yang mandiri. Dia sering mengajakku
berkunjung ke kampung-kampung, ke desa-desa dan bertemu de-
ngan petani-petani supaya bisa belajar langsung di lapangan. Aku
juga jadi tahu perbedaan beras dari harga petani dan harga pasar.
Dia yang selalu setia membantu saat aku buka warung bandrek
dulu. Dia membantu memasak nasi goreng kalau di kedai lagi banyak
pengunjung sampai membantu merekap data keuangan. Dia ada-
lah salah satu orang yang berjasa di bisnisku. Saat produk Brownies
Manten baru muncul, tantelah yang membantuku membuat perjan-
jian kerjasama yang tebalnya berlembar-lembar. Perjanjian itu yang
menjadi dasar kerjasama bisnis antara aku dan Kak Linda. Di tengah
pekerjaan yang membuatnya sering tidur subuh, dia mengorbankan
waktunya untuk menyempatkan membuat dokumen untuk kepona-
kan bandelnya ini.
Sejak kecil, dari sekian banyak tanteku, aku lebih dekat de-
ngannya. Bahkan waktu kecil aku sering dicebokin dengan Tante.
Aku selalu memanggilnya dengan sebutan Mak Wo eng. Aku tidak
mengerti dari mana sebutan Wo eng itu berasal.
Penasaran Membawa Petaka
L 191 K
Tante jugalah orang yang terkadang selalu aku bercandai. Ketika
Ayah meninggal untuk makan pizza mungkin aku tidak pernah lagi.
Boro-boro minta uang untuk beli makanan itu ke Ibu, minta uang un-
tuk sekedar membeli bensin pun aku malu. Jadi biasanya aku selalu
memberi Tante kode saat ingin membeli pizza dengan cara bilang:
“Ehemm…pizza enak.”
Dan saking pengertiannya Tante pasti langsung menelepon
delivery pizza untuk ponakannya. Ya, aku banyak bercerita sosok dia
di sini karena tanpa semangat dari dia, aku belum tentu bisa sekuat
sekarang. Tidak bakal ada Putra yang sekarang kalau tanpa bimbing-
an dari dia karena banyak sekali jasanya di hidupku.
Saat aku pulang dari rumah Tante, Nara menghubungiku. Aku
mendengar suaranya di ujung telepon terasa begitu tegang. Tidak
seperti biasanya.
“Ada apa Nar?” tanyaku penasaran.
“Patria…jujur sama aku,” pinta Nara serius.
“Kamu barusan pergi sama siapa?”
Aku bimbang mau bilang apa pada Nara.
“Sendiri, aku dari rumah Tante,” kataku akhirnya.
“Lebih baik kamu jujur, kalau kamu jujur aku bakal maafin. Tapi
kalau kamu bohong aku gak bisa maafin lagi.” Nara pun seakan tau
kalau aku berbohong.
L 192 K
CERITA BROWNIES
Aku tetap takut untuk jujur dan aku sadar kalau rasa penasaran-
ku ke Niki bisa bikin orang yang paling aku sayang kecewa.
“Kamu habis pergi ke nasi kucing, kan?”
Aku kaget.
Nara kok tau kalau gue…
Dan dari situ Nara bilang kalau dia tahu semuanya bahkan
sampai sedetail-detailnya. Dia sedang iseng membuka ID Lineku
dari PC, dan ia melihat sendiri semua percakapanku dengan Niki.
Nara benar-benar marah besar sampai puncaknya, dia bilang sesuatu
yang tidak pernah ada di bayanganku sebelumnya. Nara, mengakhiri
hubungan kami.
Aku memohon-mohon supaya Nara memaafkanku. Tapi mung-
kin kekecewaan Nara sangat besar padaku dia mematikan teleponnya
tanpa berbicara apa-apa lagi. Aku hanya bisa menangis saat itu dan
Ibu jadi orang pertama yang tahu permasalahan ini.
“Makanya kalau penasaran nggak usah sampai kayak gitu,”
tegur Ibu.
Aku menyesal, rasa penasaran itu justru malah jadi boomerang
bagi hubunganku dengan Nara.
q
Penasaran Membawa Petaka
L 193 K
Pagi-pagi Ibu sudah pergi ke pasar. Saat itu aku masih gelisah, aku
benar-benar tidak mau mengakhiri hubungan ini dengan Nara. Tanpa
pikir panjang, aku langsung pergi ke bank dengan uang seadanya
untuk booking tiket terdekat hari ini.
Aku nekat pergi ke Jakarta tanpa sepengetahuan Ibu. Sampai
di Jakarta aku baru mengabari Ibu. Ibu sepertinya maklum dengan
kegelisahanku, dan bukan hanya Ibu yang aku tinggalkan saat itu, aku
pun meninggalkan ujian tengah semester di kampus. Aku sudah tidak
peduli sama semua hal. Yang aku tahu, aku tidak ingin kehilangan
Nara, orang yang sangat aku sayang.
Dari bandara aku tidak naik taksi seperti biasa, tapi lebih memi-
lih pakai damri. Aku harus ngirit uang. Dilanjut dengan naik bajai dan
sampai di depan rumah Nara. Aku lihat, di rumah Nara sedang ada
acara, mungkin pengajian atau apalah aku tidak tahu. Aku memilih
untuk sholat maghrib dahulu di masjid terdekat. Setelah sholat wak-
tu menunjukkan pukul 7 dan aku baru membatalkan puasa dengan
seteguk teh yang diberikan supir bajai saat di perjalanan karena
kasihan melihatku.
Aku lantas menunggu di depan rumah Nara. Aku memberi ka-
bar kepada Nara dan berjam-jam aku habiskan untu menunggu di
sana. Tapi ternyata Nara tidak bisa keluar rumah hari itu. Aku sangat
kecewa kerena tidak bertemu Nara dan aku juga tidak tahu harus
tidur di mana malam ini. Uangku pas-pasan, pilihanku hanya tidur
di masjid atau di bangku-bangku di taman Banjir Kanal Timur yang
sesekali banyak pengamen dan banci lewat di depannya, aku tidak
akan pulang ke Jambi sebelum semua ini membaik.
L 194 K
CERITA BROWNIES
Tidak mungkin aku bermalam di hotel yang tarif paling mu-
rahnya 300 ribu rupiah. Aku hanya beranjak dari rumah Nara dan
berjalan tanpa tujuan. Setelah berjalan jauh, akhirnya aku melihat
sebuah rumah yang ada tulisan “Terima Kos”. Pada saat itu sudah jam
11 malam. Aku sudah lelah, dan Baterai HP juga sudah hampir habis.
Aku mencoba masuk ke rumah tersebut.
“Di sini bener terima kost? Apa bisa harian Pak?”
“Harian? Wah coba langsung hubungi yang punyanya aja Dek,
saya cuman penjaga.”
Aku langsung SMS yang punya kost, tapi nggak ada balasan.
Barulah saat tengah malam dia membalas dan mengizinkanku untuk
menyewa tempatnya dengan harga sewa 100.000 ribu/malam. Aku
gembira, akhirnya aku tidak jadi tidur di jalanan.
Keesokannya aku mau mencoba ketemu Nara lagi. Pagi hari,
aku berjalan ke arah rumah Nara. Jarak ke rumah Nara hanya 2 KM.
Tiba-tiba Nara keluar, aku langsung mengajak Nara ke taman terde-
kat untuk mengobrol. Di sana, dengan mata yang bengkak karena
tidak berhenti nangis, aku minta maaf dan mencoba memperbaiki
hubungan. Hanya saja, dia masih tidak bisa menerima kejadian
waktu itu.
Setelah 15 menit, Nara di telepon mamanya dan diminta untuk
pulang. Sampai-sampai pembantunya menjemput Nara di taman,
dan syukur pembantunya tidak mengatakan kalau aku lagi di Jakarta.
Pembantunya selalu bantuin hubungan kami karena aku cukup dekat
dengan pembantu dan supirnya Nara.
Penasaran Membawa Petaka
L 195 K
Nara juga tidak bisa bertemu lagi karena harus pergi ke penga-
jian dengan mamahnya. Di antara rasa kecewa, aku pergi jalan-jalan
ke mall tempat di mana biasanya aku dan Nara jalan. Aku foto setiap
tempat favorit Nara, aku habiskan setengah hari itu di masjid dalam
mall untuk mengingat kenangan aku bareng Nara. Aku benar-benar
sedih dan kehilangan dia.
Mungkin, Nara emang nggak bakal balik lagi sama gue.
Aku beranjak dari masjid dan berjalan pulang. Saat keluar dari
mall aku melihat boot minuman bubletea kesukaan Nara. Aku lang-
sung ikut mengantri dan pesan chocohazelnut rasa kesukaan Nara.
Setelah dapat, rencananya aku mau memberi minuman ini ke dia di
pengajiannya.
Kira-kira 30 menit menjelang buka puasa, aku pergi naik taksi.
tidak menjadi masalah ongkosnya mahal yang terpenting aku bisa
cepat bertemu Nara. Meskipun berat karena uang didompetku sema-
kin menipis. Supaya lebih irit uang, aku hanya membeli air mineral
untuk berbuka.
Sialnya aku terjebak macet. Argo taksi semakin tinggi dan mobil
tidak kunjung bergerak. Aku keluar dari taksi dan memilih berlari
sekitar 3 kilometer untuk ke tempat Nara dan bertanya ke beberapa
orang di mana letak lokasinya. Ketika adzan berkumandang aku men-
cari masjid terlebih dahulu untuk sholat. Selesai sholat, Nara baru
menghubungi kalau dia sudah pulang ke rumah. Badanku terasa
mau runtuh ketika tau hal yang aku lakuin ini sia-sia. Jauh-jauh ke
sini tapi tidak mendapatkan hasil apa-apa.
L 196 K
CERITA BROWNIES
Aku segera lari ke rumah Nara yang jaraknya lebih dari 2 kilo-
meter dari sini. Napasku tersengal-sengal karena kelelahan. Keringat
di mana-mana, mataku bengkak dan mukaku pastinya sudah lusuh.
Aku tidak tahu lagi, telihat seperti apa diriku hari ini. Aku bilang ke
Nara kalau aku ada di depan rumahnya dan mau memberikan sesua-
tu. Nara keluar, dan aku berikan bubbletea yang tadinya penuh es tapi
sekarang sudah mencair itu ke dia.
“Maaf udah nggak dingin,” kataku singkat.
Aku pergi meninggalkan Nara tanpa berkata apa-apa lagi.
Sesampainya di tempat kost aku langsung merebahkan badan
karena lelah. Namun Nara menchat dan mengatakan kalau kakaknya
ingin bertemu aku. tidak lama kakak Nara meneleponku.
“Putra di mana sekarang?”
“Di kosan.”
“Abang jemput ya, kosannya di mana?”
Aku memberikan alamat dan petunjukan kosan yang aku sewa.
Aku menunggu di depan kosan sampai kakaknya menjemputku.
Malam itu jantungku benar-benar berdebar dan sampai aku masuk
ke dalam mobil.
“Udah makan? Udah buka?” kata Kakaknya Nara. Belum sempat
aku menjawab dia sudah bicara lagi.
Penasaran Membawa Petaka
L 197 K
“Kayaknya kalo lagi kayak gini, nggak kepikiran lagi buat makan
ya?” lanjutnya sambil sedikit tersenyum. Dia mengarahkan mobilnya
ke kantor. Kami berdua ada di ruang meeting sekarang.
“Putra, katanya kamu ninggalin ujianmu buat datang kesini?”
“Iya…Bang.”
“Kapan mau pulang?”
“Belum tau...sampai keadaan membaik kayaknya Bang.”
“Putra… Belajarlah menyayangi diri kamu. Liat kamu sekarang,
apa nggak kasian sama badan kamu?”
“Pulanglah besok dan mulai sayangi diri sendiri.”
Ya, gue emang sayang banget sama Nara, malah gue lebih sayang dia
dari pada diri gue sendiri
“Abang juga pernah ngelewatin masa-masa kayak gini. Tapi di
umur kamu yang masih muda seperti sekarang, kamu itu udah hebat
banget, kamu berani dateng ke rumah kami dengan maksud baik.”
“Abang juga kurang setuju kalau orang tua menilai orang dari
luarnya saja. Hanya kadang orang tua selalu ingin yang terbaik buat
anaknya. Kalau Abang pribadi, setuju dengan hubungan kalian.
Karena Abang liat kamu anaknya pekerja keras tapi tidak dengan
kedua orang tua Abang.”
Dan dari situ, dia menceritakan semuanya. Soal perubahan si-
kap kedua orang tuanya terhadap aku dan persoal mereka yang tidak
merestui hubungan aku dan Nara.
L 198 K
CERITA BROWNIES
Ternyata Nara disuruh menjauhi aku setelah kejadian di
Cirebon. Karena kemarahan Nara kemarin sama kelakuanku, dia
spontan bilang ke orang tuanya kalau dia sudah mengakhiri hubung-
annya denganku. Dia hanya beralasan, kalau berakhirnya hubungan
kami adalah karena mereka tidak merestui hubungan Nara dan aku.
Nara tidak menceritakan apa-apa tentang kesalahanku, Nara masih
tetap menjaga nama baikku di depan orang tuanya, dan aku terharu
untuk itu. Namun itu tidak membuat keadaan hubungan kami jadi
membaik. Dia tetap teguh, dia tidak ingin kembali lagi bersamaku.
Kakak Nara benar-benar kelihatan bijaksana sebagai kakak
tertua. Dia mencoba membuat aku untuk bisa sabar menerima ini
semua. Dia juga memberi aku banyak referensi buku agar aku bisa
belajar untuk mengikhlaskan Nara.
Aku berjanji pada kakaknya Nara akan segera pulang ke Jambi,
dan dia mengantarkanku pulang ke kost. Sebelum pulang dia meng-
ajakku ke warteg favoritnya. Dia memesan nasi dan lauk untuk aku
bawa ke tempat kost.
“Abang tau Putra punya uang, tapi kali ini izinkan Abang yang
bayarin ya.”
qSebelum aku pulang ke Jambi, aku ingin ketemu Nara. Aku ingin
melihat orang yang paling aku sayang untuk terakhir kalinya.
Aku merencanakan untuk bertemu sama Nara di taman dekat ru-
mahnya. Dia tidak janji, tapi akan mengusahakannya. Satu jam sudah
Penasaran Membawa Petaka
L 199 K
aku nunggu di taman dan masih belum ada kabar dari Nara, hingga
akhirnya Nara memberi kabar kalau dia sebentar lagi akan ke taman.
Ternyata, cara dia untuk menemuiku itu tidak mudah. Katanya,
saat itu di rumah Nara sedang ada acara kumpul keluarga. Mama dan
keluarganya lagi di bawah. Mereka kumpul di dekat pintu keluar dan
Nara bingung mau keluar dari mana. Dia hanya bisa menangis dan
curhat dengan adiknya di lantai atas. Adiknya membantu Nara untuk
bisa keluar karena kasihan melihat Nara. Adiknya mengajak kakak
Nara untuk ikut membantu juga.
Adiknya Nara meminta izin keluar pada mamanya untuk pergi
ke ATM dengan mengendarai motor. Nara diam-diam memanjat dari
belakang untuk turun melalui tangga samping. Ia langsung keluar
rumah dengan dibonceng adiknya menggunakan sepeda motor, se-
dangkan kakaknya mengalihkan pandangan mamanya dari pintu luar
agar tidak ketahuan kalau Nara ikut adiknya.
Setelah perjuangan Nara itu, kami bisa bertemu. Aku hanya bisa
saling memandang penuh arti kepada Nara. Tidak ada yang memulai
percakapan di situ, aku melihat di mata Nara masih tersimpan rasa
sayang yang begitu besar padaku. Hanya saja, rasa sayang Nara masih
tertutup oleh rasa kecewa atas perlakuanku padanya.
Tidak lama kakaknya pun menyusul ke taman dan memanggil-
ku. Kami pun mengobrol berdua.
“Abang ngewakili keluarga ngucapin maaf kalau Mama dan Papa
ada salah dengan Putra dan sampein salam Abang ke Ibu di Jambi.”
L 200 K
CERITA BROWNIES
Setelah mengatakan itu, kakak Nara izin pulang karena anaknya
sudah menangis dan menunggu di mobil. Aku memanfaatkan waktu
yang tersisi untuk mengobrol dengan Nara. Tapi itu tidak lama, ka-
rena kami harus menyudahi pertemuan ini. Aku tidak tahu ini akan
jadi pertemuan terakhir kami atau tidak mungkin suatu saat nanti
kami bisa bertemu lagi.
Aku bersiap untuk pulang ke Jambi dengan hati yang berke-
camuk. Aku merasa kehidupanku setelah ini tidak akan sama lagi.
Akan ada yang hilang di hidupku dan dia adalah Nara, orang yang
paling aku sayangi.
qHari-hari aku jalani tanpa ada Nara di sisiku. Aku merasa
kosong, aku rindu perhatiannya, rindu dikhawatirkan dengan dia
dan rindu saat-saat di mana aku bisa bercerita soal apa pun bersa-
ma dia. Dia perempuan yang selama ini ku dambakan dalam do’a.
Perempuan yang mengerti seluk beluk seorang Patria Prima Putra,
perempuan yang tahu kalau aku itu mudah emosi. Dan dia perem-
puan yang tetap menerima semua kekuranganku. Padahal dia bilang
sendiri kalau dia paling benci dengan laki-laki yang emosian tapi
ketika aku memarahinya dia menerima karena menganggap seperti
sedang dimarahi abangnya.
Satu minggu, dua minggu, hidupku berlalu tanpa kehadiran
Nara. Bisnisku yang awalnya jatuh, sekarang merangkak naik dan
meroket lagi. Aku juga sibuk melihat orderan yang menumpuk yang
Penasaran Membawa Petaka
L 201 K
kurang hanyalah satu, Nara. Orang yang seharusnya menemaniku
melihat perkembangan bisnis ini karena sedikit banyak dia juga me-
miliki andil dalam bisnisku. Aku sering menyebutnya tim hore, tapi
walau keliatan tidak penting, support orang terdekat menurutku ada-
lah salah satu hal besar yang membuat aku menjadi sekuat sekarang.
Minggu ketiga aku mencoba menghubungi Nara lagi. Aku
sudah tidak sanggup untuk menahan ini semua. Aku tidak bisa mena-
han rindu dengan orang yang aku sayang. Nampaknya kekecewaaan
Nara masih belum hilang. Namun dari cara dia membalas chatku,
aku merasa dia masih perhatian dan peduli terhadapku. Sekali lagi
aku meminta maaf kepada Nara dan memohon dengan cara apapun
akan aku lakukan agar bisa Nara memaafkanku. Aku tahu saat itu dia
sedang menguji keseriusanku, dan aku terus berusaha. Setelah ber-
jam-jam, akhirnya dia memaafkanku dengan syarat, jika aku berbuat
macam-macam lagi tanpa sepengetahuannya, dia tidak akan pernah
memafkanku seperti sekarang.
Maaf dari Nara benar-benar menjadi hadiah terindah untukku.
Aku tidak berniat untuk ngulang kekecewaan itu lagi. Aku sadar,
terkadang karena sebuah rasa penasaran, kita bisa merusak hati
orang yang benar-benar ada buat kita. Dan aku tidak ingin terjebak
perasaan yang semu.
Aku dan Nara menjalani semuanya seperti semula, aku tidak
mengerti mengapa kita berdua tidak bisa dipisahkan.
“Ya udah, sekarang kita sama-sama perbaiki diri ya. Kita cari
keridhoan Allah, karena Allah Maha Pembolak Balik Hati,” kata Nara.
L 202 K
CERITA BROWNIES
Sejak saat itu, kami mulai sering melakukan video call dan terus saling
mengingatkan untuk memperbaiki diri. Namun bedanya sekarang
Nara lebih sensitif dan lebih gampang cemburu.
Di kampus aku sempat mengajari juniorku bagaimana cara
untuk berwirausaha. Temanku bilang, Nara cemburu dan aku
hanya bisa tertawa kecil melihat Nara bisa segitu cemburunya pa-
daku. Sampai-sampai saking cemburunya terkadang Nara bilang,
Putra cuman punya aku, nggak boleh punya yang lain, nggak boleh
dibagi-bagi. Lucu juga saat mendengar Nara berbicara seperti itu.
Terkadang aku jadi gemas sendiri, tapi hal itu justru membuatku
semakin sayang padanya.
Hubungan kami pun semakin terlatih untuk melewati ujian
dan cobaan. Aku bersyukur karena hubungan yang tidak mulus ini,
kami berdua bisa belajar untuk semakin kuat menghadapi apa pun
bersama. Aku yang akan selalu menenangkan Nara ketika dia ada
masalah dan Nara yang selalu ada untuk memegang tanganku.
Nara meletakkan kepercayaan di bahuku untuk membimbing
hubungan ini melewati banyak rintangan. Hubungan kami memang
tidak mulus seperti kebanyakan hubungan orang lain di luar sana, tapi
kami pasti bisa melewati ini semua. Bahkan, Nara sering mendapat
pertanyaan dari keluarganya apa masih berhubungan denganku atau
tidak, dan Nara terpaksa berbohong karena dia tidak ingin disidang
kalau nanti dia menjawab yang sejujurnya. Bisa dikatakan, kali ini
kami backstreet dari keluarga Nara.
q
Penasaran Membawa Petaka
L 203 K
Tiap hari semangatku selalu bertambah. Bahan bakarnya sema-
ngatku hanya satu, yaitu support dari Nara. Ditambah lagi, keadaan
bisnisku semakin membaik dari sebelumnya. Omzetnya semakin
meroket dan aku juga membuat inovasi baru yang mengantarkan
produk Brownies Manten menjadi snack pertama di dunia yang distri-
businya berbasis aplikasi. Sehingga, snack ini memiliki aplikasi khusus
untuk mempermudah orang-orang yang ingin memesannya.
Rencananya aplikasi tersebut akan di-launching sekitar bulan
september 2015 di Jakarta. Aku pun mulai mempersiapkan semuanya.
Launching ini juga berbarengan dengan ulang tahun Manten yang
pertama, sehingga aku dan Nara sepakat untuk mengundang adik-
adik dari panti asuhan untuk datang dan berdo’a bersama diacara ini.
Selagi aku sibuk mengurusi hal-hal yang perlu disiapkan
menyangkut aplikasi, Nara pun ikut sibuk mempersiapkan hadiah-
hadiah kecil untuk adik-adik panti asuhan nanti. Dia bolak-balik ke
pasar untuk membeli barang-barang seperti tas, kotak pensil, tempat
minum dan berbagai barang lainnya. Nara juga tidak lupa buat mem-
booking gedung, mengurus catering dan transportasi untuk anak panti
untuk pergi ke gedung di mana tempat acara berlangsung.
Saat itu aku benar-benar merasa kalau hubunganku dan Nara
bukan hanya sekedar hubungan anak-anak yang lagi dimabuk
asmara, tapi kami saling bahu-membahu untuk merancang masa
depan bersama. Nara rela membantuku kapan pun dan aku rela kerja
sekeras apa pun untuk mempersiapkan masa depan bersamanya.
q
L 204 K
CERITA BROWNIES
Hari yang ditunggu pun tiba. Pertama, dimulai dengan acara cera-
mah dari salah satu ustad, lalu makan bersama dengan adik-adik
dari panti asuhan dan penyerahan hadiah. Setelah itu barulah aku
membuka acara launching tersebut di depan banyak teman dan distri-
butor Brownies Manten di Jabodetabek. Di kursi depan berjejer para
wartawan dari media-media besar.
Setelah pembukaan, tibalah acara potong tumpeng, tapi ketika
aku hendak memotong tumpengnya, kedua pembawa acara mem-
buka suara.
“Tadi saya dengar pas diwawancara, ownernya bilang kalau
Brownies Manten diciptakan untuk lelaki pengecut yang takut untuk
mengungkapkan secara langsung perasaannya ke wanita,” kata salah
satu dari mereka.
“Kita lihat apakah ownernya sendiri berani atau tidak untuk
mengungkapkan perasaan ke pasangannya.”
Aku yang awalnya gugup, memberanikan diri berjalan ke arah
Nara sambil membawa Manten. Ketika berada tepat di depan Nara,
kulihat pipinya sudah merah merona. Saat itu, di tempat itu, orang-
orang mengelilingi kami. Mereka satu per satu membuka kamera dan
mengarahkannya ke kami.
“Nara…makasih ya sudah bantu persiapin semua ini. Tanpa
kamu, acara ini nggak bakal terjadi. Makasih juga sudah mau berju-
ang bersama dan semoga semua do’a kita selama ini bisa tercapai.”
Nara pun tersipu malu. Aku dengan spontan mengusap kepalanya
Penasaran Membawa Petaka
L 205 K
dengan penuh rasa sayang. Tiba-tiba satu ruangan serentak bilang,
cieee cieee. Acara tersebut bukan lagi jadi acara launching tapi berubah
menjadi semacam acara pertunangan gara-gara moment tadi.
Pulang dari sana kondisi kesehatanku mulai drop. Beberapa
hari aku menginap di rumah teman, dan kejelekanku ketika berte-
mu teman adalah jadi lupa waktu dan lupa istirahat. Badanku panas
dan dengan sigap Nara langsung membooking hotel untukku agar
menginap selama tiga hari dua malam di sana untuk memulihkan
badan. Aku merasa benar-benar diperhatikan Nara saat di Jakarta.
Perlakuannya yang tulus membuatku semakin sayang. Setelah badan
mulai membaik, aku memutuskan untuk pulang dan lagi-lagi Nara
yang memesankan tiket pulang untukku ke salah seorang teman.
“Duh Put, kurang apa lagi coba, lo diurusin sampe segininya sama
Nara. Padahal lo kan bisa pesen tiket sendiri ke gue,” kata temanku.
Di hari terakhir, Nara merasa rindu padaku dan dia berenca-
na untuk mengantarku ke bandara. Karena posisi kami sekarang
sedang backstreet, pagi itu Nara nekat melarikan diri dari kantor
menggunakan bajai biar tidak ketahuan orang tuanya dan dia mem-
bawakan bubur untuk sarapanku, padahal aku tidak memintanya.
Nara menyempatkan untuk mengurusiku sebentar. Ketika kita lagi
asik mengobrol, tiba-tiba ada panggilan masuk, dan ternyata itu
dari mamanya Nara. Nara pun beralasan kalau dia sedang pergi ke
pengajian. Mamanya pun mulai curiga dan meminta Nara pulang.
Terlihat jelas ketakutan di wajah Nara, dia tidak ingin pulang.
Aku membujuknya untuk pulang karena bagaimanapun itu adalah
L 206 K
CERITA BROWNIES
orang tuanya dan mereka tidak mungkin akan menyakiti anak sen-
diri. Nara pun akhirnya memberanikan diri pulang dan aku pergi ke
bandara saat itu juga.
Sesampai di bandara ternyata Nara belum juga sampai ke
rumah. Dia benar-benar cemas dan tidak berani pulang. Aku terus
meyakinkan Nara, bahkan aku menawarkan diri untuk menjelaskan
dan menelpon mamanya, agar aku saja yang dimarahi. Tapi Nara
melarangku dan memaksakan diri untuk pulang.
Benar saja. Di rumah, Nara langsung disidang untuk kesekian
kalinya oleh orang tua dan saudaranya. Nara yang tidak biasa di-
marahi itu pun harus menghadapi semuanya sendiri. Baru saja aku
sampai di Jambi, kakaknya meneleponku. Berbeda dengan sikap
sebelumnya, hari itu dia benar-benar marah besar.
“Abang merasa dibohongi oleh kalian berdua!” Ucapnya keras.
Tapi sungguh, bukan maksud kami untuk berbohong. Orang-
orang tidak tahu bagaimana perasaan kami satu sama lain. Sehingga
mereka dengan gampangnya meminta kami untuk mengakhiri
hubungan ini. Bagi kami, berpisah adalah sesuatu yang sulit karena
kami tidak bisa membohongi perasaan masing-masing kalau kami
berdua tidak bisa saling jauh.
“Jika ketahuan sekali lagi kalian masih berhubungan, saya akan
akhiri hubungan kalian dengan cara saya sendiri. Saya punya hak un-
tuk menikahkan Nara. Kalau mau, saya bisa nikahkan kalian berdua di
Jambi, tapi setelah itu Nara jangan lagi pulang ke rumah dan mungkin
hubungan dengan keluarganya akan terputus,” jelasnya lagi.
Penasaran Membawa Petaka
L 207 K
Aku yang mendengar itu langsung termenung. Hal apa yang
membuat kejadiannya jadi separah ini? Apakah salah, jika seorang
Nara memilih sendiri orang yang akan mendampingi hidupnya? Aku
bertanya-tanya dalam hati.
Setelah itu kakaknya memintaku untuk menghapus semua
kontak keluarga Nara. Mulai dari Sepupu, Om, Tante dan semuanya.
“Kamu hapus semua kontak keluarga kami. Saya akan periksa
nanti dan jika ternyata masih ada, liat saja apa yang akan terjadi.” Aku
benar-benar down saat itu.
Malamnya Nara menghubungiku dengan setengah menangis.
“Mungkin…sekarang kita harus berpisah dulu, siapa tahu ini cara
Tuhan untuk menyatukan kita lagi
“Kita fokus memperbaiki diri masing-masing, kamu juga belajar
mengaji dan agama ya. Jika nanti kamu merasa siap dan keadaan
sudah lebih baik, datanglah kerumah dan aku akan menunggumu,”
kata Nara.
Aku melakukan apa yang Nara minta. Selama kami tidak
berhubungan, sudah ada beberapa pria yang diperkenalkan orang
tuanya kepada Nara. Mulai dari yang berkebangsaan Turki sampai
pengusaha yang sudah sukses. Namun dia tetap setia menunggu
dan memilihku.
q
OMSET DATANG, NILAI MELAYANG
KAMI seperti anak kecil yang ketika dicegah untuk melakukan sesu-
atu, malah bandel dan justru melakukan hal itu.
Walaupun sudah dilarang, kami masih tetap berhubungan. Tapi
kali ini, kami berniat untuk memperbaiki diri secara bersama-sama.
Walaupun kami punya ketakutan juga kalau misalnya ketahuan lagi,
tapi kami tetap menjalankannya.
Sekarang kami seperti orang yang tidak ada hubungan apa pun.
Teman-temanku semakin heran karena di Path, aku tidak berteman
dengan Nara lagi. Banyak yang menyangka hubungan kami berakhir,
tapi di balik itu sebenarnya kami tetap bertahan dan sedang mem-
perbaiki diri bersama.
Setiap malam kami sering mengaji bersama melalui telepon.
Kami benar-benar menjalankan niat kami. Selesai mengaji tiba-tiba
suasana berubah jadi benar-benar mellow dan nara tiba-tiba me-
ngatakan sesuatu.
“Kamu tau nggak kenapa aku seneng banget saat kita ngaji
bareng? Karena aku bukan cuman peduli sama dunia kamu tapi juga
akhirat kamu Putra. Aku nggak tau, tekanan semakin ke sini semakin
berat buat kita,” kata Nara pelan.
“Aku takut kita nggak berjodoh. Semoga dengan mengaji
bareng kayak gini, bisa jadi jalan kita untuk ke surga nanti. Dunia
ini sementara tapi akhirat selamanya. Walau mungkin kita nggak
jodoh di dunia, aku ingin kita berjodoh di akhirat dan lebih kekal
nanti. Sesayang itu aku sama kamu Putra,” lanjut Nara dengan suara
yang memilukan.
Omset Datang , N i la i Melayang
L 211 K
KAMI seperti anak kecil yang ketika dicegah untuk melakukan sesu-
atu, malah bandel dan justru melakukan hal itu.
Walaupun sudah dilarang, kami masih tetap berhubungan. Tapi
kali ini, kami berniat untuk memperbaiki diri secara bersama-sama.
Walaupun kami punya ketakutan juga kalau misalnya ketahuan lagi,
tapi kami tetap menjalankannya.
Sekarang kami seperti orang yang tidak ada hubungan apa pun.
Teman-temanku semakin heran karena di Path, aku tidak berteman
dengan Nara lagi. Banyak yang menyangka hubungan kami berakhir,
tapi di balik itu sebenarnya kami tetap bertahan dan sedang mem-
perbaiki diri bersama.
Setiap malam kami sering mengaji bersama melalui telepon.
Kami benar-benar menjalankan niat kami. Selesai mengaji tiba-tiba
suasana berubah jadi benar-benar mellow dan nara tiba-tiba me-
ngatakan sesuatu.
“Kamu tau nggak kenapa aku seneng banget saat kita ngaji
bareng? Karena aku bukan cuman peduli sama dunia kamu tapi juga
akhirat kamu Putra. Aku nggak tau, tekanan semakin ke sini semakin
berat buat kita,” kata Nara pelan.
“Aku takut kita nggak berjodoh. Semoga dengan mengaji
bareng kayak gini, bisa jadi jalan kita untuk ke surga nanti. Dunia
ini sementara tapi akhirat selamanya. Walau mungkin kita nggak
jodoh di dunia, aku ingin kita berjodoh di akhirat dan lebih kekal
nanti. Sesayang itu aku sama kamu Putra,” lanjut Nara dengan suara
yang memilukan.
L 212 K
CERITA BROWNIES
Hatiku pun terenyuh mendengar wanita anggun kesayanganku
berbicara seperti itu. Kami benar-benar sedang ada di masa, di mana
hanya do’a yang dapat mengubah kesulitan ini menjadi kemudahan.
Kami terus saling memperbaiki diri, bahkan bukan hanya
sebatas mengaji bersama lagi, tapi Nara juga mengajak guru ngaji
untuk mengajariku tentang aqidah. Agar aku tidak merasa digurui,
akhirnya dia mengajak beberapa teman kami untuk teleconference
bersama-sama. Dia selalu senang saat kami menghabiskan waktu
untuk mengaji bersama. Dia selalu bilang, kamu tuh pinter, diajarin
sedikit langsung ngerti dasar kebanggaan. Ternyata, secara diam-diam
Nara memberi gaji kepada guru tersebut, tapi Nara tidak mengata-
kan apa-apa padaku. Baru kali ini ada perempuan yang benar-benar
peduli dengan masalah akhiratku
Gue bener-bener sayang Nara
qBeberapa bulan tidak bertemu membuat kami benar-benar saling
rindu. Suatu pagi ketika aku baru bangun dari tidur sekitar jam 9
Nara menelepon.
“Aku…bicara sekarang atau nanti?”
“Ya udah sekarang aja,” kataku cepat.
“Aku lagi di jalan menuju bandara,” ucap Nara dengan gugup.
Aku kaget karena yang kutahu, Nara itu tidak berani membawa mobil
di jalan tol.
Omset Datang , N i la i Melayang
L 213 K
“Aku udah beli tiket. Satu tiket buat ke Jambi dan dua tiket untuk
pulang,” lanjutnya. Kali ini Nara benar-benar nekat, Nara memarkir
mobilnya di bandara dan berangkat ke kotaku. Nara membeli dua
tiket ke Jakarta agar ketika penerbangan yang satu delay dia bisa
langsung pergi dengan tiket cadangan.
Aku sendirian di rumah. Ibu sedang menemani tanteku yang
sakit, sedangkan adik kuliah. Aku langsung meninggalkan rumah
ketika tahu Nara sedang menuju ke Jambi. Aku tidak ingin ketika
nanti Nara sampai dia kebingungan karena tidak tahu akan ke mana
di kota orang.
Pesawat Nara telat beberapa menit dari jadwal yang ditentukan.
Itu cukup membuatku jantungan karena takut dia kenapa-kenapa.
Akhirnya, Nara terlihat dari terminal kedatangan. Aku menghampir-
inya dan menyambutnya dengan senyuman.
“Tau nggak, aku baru pertama kali ke Sumatra dan Jambi adalah
kota yang pertama aku kunjungi,” katanya.
Karena saat itu jam sudah menunjukan waktu 11 siang, aku
langsung mengajak Nara ke masjid Seribu Tiang. Kami sholat dzuhur
di sana dan menyempatkan untuk berfoto di depan masjid berdua.
Aku benar-benar senang melihat Nara bisa sampai ke kotaku. Walau
rasa takut kalau nanti ketahuan keluarga Nara tetap ada di hati kami.
Setelah sholat kami memutuskan untuk makan di dekat ban-
dara karena takut Nara ketinggalan pesawat. Sop yang kupesan hari
itu sangat nikmat sekali rasanya ketika aku menyantap besama Nara,
orang yang selalu aku sebut dalam do’a untuk bisa jadi istriku nanti.
L 214 K
CERITA BROWNIES
Pesawat Nara akan terbang jam 5 sore jadi Nara hanya punya
waktu 4 jam saja berada di Jambi. Tapi itu semua sudah cukup
membayar kerinduan kami yang sangat-sangat tak terbendung se-
belumnya, dan tiba waktunya di mana aku harus mengantar Nara ke
bandara. Sedih rasanya melihat Nara pulang. Kami saling bertatapan
saat itu dan bersiap untuk mulai lagi menahan rasa rindu karena
hubungan jarak jauh.
Setelah Nara pulang dari Jambi, aku semakin merasa tenang
melihat Brownies Manten bisa berlari cepat lagi seperti dulu, bahkan
lebih cepat dari sebelumnya. Awalnya distributorku hanya berjumlah
50 orang sekarang bertambah menjadi 150 lebih kemudian reseller
yang awalnya berjumlah 500 orang sekarang menembus sampai
2.000-an orang.
Namun di balik ketenangan itu, aku dan keluarga besar sedang
khawatir dengan kondisi Tante. Penyakit kanker tanteku semakin pa-
rah, tubuh Tante semakin kurus karena terus digerogoti oleh kanker.
Aku berusaha selalu ada di saat dia membutuhkanku. Aku yang selalu
setia menjadi sopirnya ketika hendak berangkat ke tempat pengo-
batan, menemaninya ketika terbaring di rumah. Saking lemahnya
kondisi Tante, untuk duduk di mobil pun dia sudah tidak bisa lagi.
Ketika aku melihat sosoknya yang terlintas hanya Patria yang
dulu. Patria yang tidak bisa apa-apa kalau tidak mendapat semangat
olehnya. Di tengah sakitnya, aku selalu membagi cerita tentang per-
kembangan bisnisku ke Tante dan aku selalu mengupdate tentang
Omset Datang , N i la i Melayang
L 215 K
omzet bisnis ke dia. Aku orang yang tertutup kalau urusan uang tapi
itu tidak berlaku untuk Tante, aku benar-benar terbuka.
“Nanti kalau Tante sembuh tante mau berhenti jadi PNS. Tante
mau jadi distributor Brownies Manten aja ya, yang pegang Provinsi
Jambi,” kata dia optimis.
“Gampang…yang penting Tante sembuh dulu,” balasku dengan
tak kalah optimis menyemangatinya untuk sembuh.
Tidak mungkin aku tidak mengizinkannya untuk jadi distri-
butor Manten karena dia adalah salah satu orang yang berjasa di
hidupku. Meski aku hanya keponakannya, namun aku sudah merasa
benar-benar seperti anaknya. Tante belum dianugerahi anak ketika
suaminya meninggal dunia beberapa tahun lalu. Aku dan adik ham-
pir setiap hari nongkrong di rumahnya, dia pernah bilang “kalau kamu
ke sini pasti lagi ada maunya.” Dia benar-benar tahu kelakuan pona-
kannya ini. Setiap kali aku mengantarkannya ke bandara untuk dinas
di luar kota, Tante masih selalu memberiku uang jajan, walaupun
mungkin penghasilanku lebih besar dari dia.
Suatu hari, keluarga sudah mulai bingung harus ke mana lagi
untuk mengobati penyakit Tante, sementara kesehatannya semakin
menurun. Akhirnya diputuskan untuk segera melakukan operasi
pengangkatan kanker dengan resiko yang cukup besar. Operasi di-
mulai dan berjalan sangat lama, dari pukul 11 siang hingga sore pun
operasi belum selesai juga.
L 216 K
CERITA BROWNIES
Ketika operasi sudah selesai tante langsung dibawa ke ruang
ICU dan saat itu kami belum bisa menjenguknya. Aku memilih untuk
pulang dan mengistirahatkan badan karena sudah seharian berada
di rumah sakit.
qAku baru bangun pagi itu, ketika seluruh keluarga panik dan buru-buru
ke rumah sakit. Hanya tersisa aku dan adikku yang berada di rumah
karena pagi-pagi sekali Ibu sudah lebih dulu pergi ke rumah sakit.
“Nak, cepat ke rumah sakit, dari kemarin Tante koma dan belum
sadar,” suara Ibu panik. Aku langsung bergegas mandi dan pergi ke
rumah sakit.
Sesampai di rumah sakit aku dan Adik disambut oleh pandang-
an nanar seluruh keluarga. Hanya kami berdua yang masuk ke ruang
ICU, karena maksimal dua orang yang diperbolehkan membesuk.
Baru kali ini aku berada di ruangan ICU. Aku melirik kesekitarku dan
aku melihat, ada beberapa orang sedang terbujur tak berdaya yang
tengah memperjuangkan hidupnya. Di ujung pojok ruangan, ada
sosok wanita yang kukenal terbaring di atas kasur. Tak terasa, air ma-
taku menetes, badan Tante terlihat semakin kurus dan pucat. Darah
masih terus menetes di bagian operasinya, dan itu yang membuat
dia membutuhkan banyak kantong darah. Tante belum sadar dari
kemarin, jangankan untuk bangun, mengangkat jari pun dia tidak
bisa. Aku benar-benar tidak tega melihat itu semua.
Omset Datang , N i la i Melayang
L 217 K
Aku menangis sambil membacakan surat Al-Fatihah dan surat
pendek yang aku hafal di sampingnya. Sesekali aku bisikan sesuatu
di telinga tante.
“Tante…Tante harus cepat sembuh…biar nanti buka bisnis
sama Ia (panggilan kecilku dikeluarga),” bisikku ketika ingat kalau
Tante punya impian ingin punya perkebunan kecil-kecilan di hari
tuanya nanti.
Aku bisikkan banyak semangat agar Tante bisa termotivasi
untuk bangun. Aku dan Adik mengelus-elus tangannya, dan dalam
sekejap matanya terbuka. Dia menggerakan tangannya, dia seperti
tahu kalau dua ponakan yang dari kecil dia lihat pertumbuhannya
ini sedang menjenguknya saat itu. Dia yang kenal betul sifatku
dari kecil yang manja dan pemalas hingga tumbuh besar dan jadi
sosok yang mandiri serta sekarang sedang menyemangatinya saat
dia sedang koma.
Aku keluar dan bilang kalau saat kami di dalam Tante sempat
bangun. Ternyata kemarin pun Tante sempat memanggil pelan nama
Ia dan Ijin. Itu adalah nama penggilan aku dan Adik ketika di rumah.
Tidak lama setelah itu aku mengantarkan Kakek pulang ke
rumah. Kakek sudah berumur 70 tahun dan sudah 2 hari dia berada
di rumah sakit untuk menemani Tante. Aku kasihan padanya dan
mengajaknya pulang untuk beristirahat. Namun sesampai di rumah,
Ibu menelepon, dia menyuruh kami segera kembali ke rumah sakit
sambil membawa banyak kain panjang. Banyak dugaan aneh berke-
camuk di pikiranku saat itu.
L 218 K
CERITA BROWNIES
Kain panjang? Kain panjang buat apa?
Aku langsung mengambil semua kain panjang yang aku lihat,
dan segera mengajak Kakek untuk kembali ke rumah sakit. Setiba di
rumah sakit aku segera diminta keluarga untuk masuk ke ruangan
Tante. Aku tidak melihat tante, di situ hanya ada sesosok tubuh yang
sudah ditutupi selembar kain putih. Tampak semua alat pemacu
kehidupannya telah dibuka.
Tante…Tante…meninggal….
Aku hanya terdiam saat itu. Mungkin, lebih baik begini, sudah 8
bulan lebih dia menderita akibat sakit. Sekarang dia tidak lagi harus
terus menerus menahan rasa sakit yang membuatnya tak bisa tidur
semalaman.
Yang terbayang saat ini hanyalah penyesalan. Sudah 2 orang
di hidupku yang pergi sebelum aku bisa membuat mereka bangga
akan karyaku. Tante yang dulu ingin melihat ponakannya sukses pun
sekarang sudah pergi meninggalkanku. Dia yang menjadi salah satu
sosok pengganti Ayah, kini sudah pergi untuk selamanya.
Aku tidak bisa lagi sekedar manja dan minta dibelikan pizza,
aku tidak bisa lagi menjadi keponakan yang manja yang selalu me-
repotkannya untuk sekedar minta dibuatkan laporan keuangan serta
surat menyurat tentang bisnisku. Mulai sekarang, aku harus mem-
buat surat menyurat serta banyak laporan itu sendiri atau mungkin
menggaji orang lain. Aku benar-benar kehilangan orang yang ikhlas
membantu ponakannya untuk maju. Sangat membekas di ingatanku,
Omset Datang , N i la i Melayang
L 219 K
dulu kami pernah kerepotan memasak pesanan pelanggan saat lagi
ramai ketika berjualan bandrek.
Saat itu Nara tahu bagaimana rasa kehilanganku terhadap
kepergian Tante. Nara ikut sedih dan langsung menelepon untuk
menguatkanku. Tapi itu semua tidak mampu untuk mengobati rasa
kehilangan ini, aku merasa akan sendiri lagi menghadapi hidup. Aku
benar-benar menyesal belum sempat untuk membuat dia bangga
dan melihatku sukses. Padahal di kaca lemari kamarku, tertempel
banyak tulisan cita-citaku dan salah satunya adalah ingin membawa
Tante umroh. Namun itu semua belum sempat aku wujudkan.
Akhirnya hari demi hari mulai terlewati. Biasanya, ketika
melewati rumah Tante aku pasti langsung berhenti untuk mampir,
tapi sekarang tidak lagi karena rumah itu kosong tak berpenghuni.
Bagaimanapun aku harus tetap melanjutkan hidup. Aku harus
membuat Ayah dan Tante bangga melihatku berkembang dari bocah
pemalas, manja, dan penakut menjadi sosok laki-laki yang kuat yang
bisa menghadapi semuanya sendiri.
Tapi bukan hanya itu, setiap harinya pun aku selalu takut
mendengar kabar buruk dari Nara. Dia selalu saja dijodohkan dan
diperkenalkan dengan lelaki lain oleh keluarganya. Aku pun men-
jadi was-was.
Apa gue benar-benar akan ditinggalkan orang-orang yang gue sa-
yangi? Gue takut hidup sendiri lagi seperti dulu.
L 220 K
CERITA BROWNIES
Namun kami berdua terus melanjutkan kegiatan mengaji se-
perti biasanya, dan terus berdoa agar Allah memberikan jalan terbaik
untuk hubungan ini.
qBeberapa hari setelah Tante meninggal, aku diminta untuk datang
ke sebuah program di salah satu televisi untuk memperkenalkan
Brownies Manten di sana.
Program tersebut dipresenteri oleh Andy F Noya, dan aku
langsung terdiam. Yang aku ingat, dulu Ayah sangat mengidolakan
beliau dan sekarang bocah kecilnya yang dulu sering menemani
Ayah menonton acara yang dibawakan Andy F Noya malah ber-
kesempatan untuk ada di program tersebut dan diwawancarai
langsung oleh Om Andi.
Aku hanya membayangkan, seandainya Ayah bisa melihat itu
semua mungkin aku bisa mendapatkan tepukan di pundakku, tanda
jika dia bangga padaku. Tapi sekarang itu semua tidak akan bisa aku
dapatkan, karena Ayah hanya bisa melihatku dari sana.
Ketika acara itu ditayangkan, Ibuku dengan bangganya bercerita
ke orang-orang sampai menelepon kakekku. Bahkan memberikan
link Youtube siaran ulangnya ke teman-teman beliau. Dulu Ibu ham-
pir putus asa melihatku selalu gagal dalam berbisnis dan banyak
kegagalan yang tidak aku ceritakan. Dulu aku sempat menjadi Event
Organizer (EO), Saat itu aku mencoba mengundang orang terkenal
Omset Datang , N i la i Melayang
L 221 K
tetapi aku gagal dan malah mendapatkan kerugian sebesar 30 juta.
Ibu hampir patah semangat melihatku yang selalu saja gagal.
“Lebih baik lanjutin kuliah dulu aja nak, kalau gagal terus nanti
mau jadi apa.”
Tapi sekarang Ibu jadi orang yang berbeda memandang anak
kecilnya ini. Sekarang ketika aku down Ibu yang selalu bilang:
“Yaelah baru gagal kayak gini aja, nggak seberapa dari yang
dulu-dulu.”
Dari hal itu aku belajar, jika banyak orang tua yang tidak percaya
ketika anaknya ingin memulai bisnis. Bukan karena mereka tidak
setuju, melainkan karena mereka takut anaknya gagal dan kecewa.
Di dunia bisnis, tidak ada orang yang selalu berhasil. Yang banyak
adalah orang yang berhasil karena belajar dari kegagalan-kegagal-
an sebelumnya. Kita hanya perlu membuktikan kepada mereka dan
suatu saat, mereka yang dulu pernah meragukan kita akan percaya
dengan diri kita. Buktinya, sekarang setiap Ibu ke mana-mana, yang
dia banggakan adalah aku. Anaknya yang paling besar, yang dulu
mungkin tidak pernah terpikir olehnya kalau aku bisa sampai di titik
sekarang.
Mungkin kami telah kehilangan sosok seorang Ayah di keluarga
ini. Namun aku bertekad untuk menjadi sosok yang membanggakan
supaya bisa terus menaikkan harkat dan martabat keluarga kecil
kami. Aku tidak ingin menjadi sosok anak kecil yang biasanya hanya
disepelekan banyak orang. Aku ingin menjadi anak muda yang dapat
L 222 K
CERITA BROWNIES
menjadi pelindung untuk keluargaku nanti. Bukan melindungi mere-
ka dengan otot namun melindungi mereka dengan tanggung jawab
dan nama baik. Sehingga, orang akan tetap menghargai keluarga
kecil kami ini walau tanpa kehadiran Ayah.
qAkhirnya singkat cerita pengumuman IP pun tiba untuk semester
ini. Kemarin aku banyak mengorbankan kuliah saat pergi ke Jakarta
ketika ada konflik dengan Nara, dan aku harus ikhlas saat IP semester
ini merosot. Bahkan benar-benar turun jadi 0.75 tapi aku tidak pernah
menyesali itu semua.
Hanya dengan IP 0.75 saja tidak akan mudah membuat aku
sedih. Banyak hal yang selama ini lebih menyakitkan dari itu dan bisa
aku lewati. Aku merasa tidak akan kehilangan kebahagiaan hidup ha-
nya karena IP atau nilai yang rendah. Aku tetap happy dan tidak ingin
berlarut-larut dengan hal itu. Malah, aku langsung merencanakan
untuk liburan ke Cina.
Ketika aku bilang akan pergi ke Cina, seorang sepupu yang
berumur 15 tahun ingin ikut bersamaku, aku sontak merasa senang.
Lumayan, walau pun masih bocah yang terpenting ada yang dapat
menemeni ngobrol. Orang tuanya mengizinkan dan mensupport
saat tahu kalau dia pergi denganku. Mereka bilang, belajar tuh dari
dia biar berani. Aku senang ketika mereka menitipinkan anaknya dan
pergi sama aku. Dulu mungkin jangankan untuk menitipkan anak-
nya ke Cina, mencoba untuk mengajak anaknya ke pasar saja belum
Omset Datang , N i la i Melayang
L 223 K
tentu diijinkan. Aku juga tidak lupa untuk ijin dengan Nara dan dia
memperbolehkan karena dia tahu aku benar-benar sudah bosan dan
butuh refreshing.
Hanya dalam waktu 2 minggu setelah rencana, kami berhasil
menginjakkan kaki di Hongkong saat malam hari. Aku dan sepupuku
itu benar-benar sampai dengan selamat dan sekarang amat sangat
jauh ribuan kilometer jaraknya dari keluarga. Kami tidak sedih tapi
justru malah happy dan merasa bebas. Aku langsung membeli kartu
octopus atau kartu top up untuk bisa naik transportasi di sana. Dari
bandara aku naik bis menuju penginapan. Sesampai di penginapan
yang berada di Tsim Tsha Tshui, mataku dibuat terbelalak oleh kea-
daan penginapannya.
Ini sih bukan hotel, tapi apartmeen yang dijadikan hotel kecil-kecilan.
Aku cuman bisa heran dan geleng-geleng kepala, Dan ketika
hendak check in, aku yang tidak terlalu bisa bahasa Inggris dibuat
kebingungan karena resepsionisnya meminta uang lagi. Padahal,
aku sudah bayar hotel itu dari Indonesia, tapi karena di sini sedang
musim dingin dan di luar suhunya dingin sekali, aku putuskan untuk
membayar. Uang yang ku siapkan hanya 2,5 juta untuk tiga negara,
akhirnya berhasil raib dalam jumlah yang cukup lumayan pada ma-
lam itu. Semua ini gara-gara kebijakan hotel yang tidak diduga seperti
ini, tapi untungnya aku selalu membawa ATM untuk jaga-jaga. Aku
sempat menelepon Nara untuk membantu berbicara ke resepsionis-
nya namun apa daya, karena jaring Wi-Fi yang timbul tenggelam, jadi
komunikasi gagal total.
L 224 K
CERITA BROWNIES
Aku langsung badmood di malam pertama saat berada di
Hongkong dan aku menceritakan itu ke Mango dan Chris. Dua orang
yang dulu aku temui di Vietnam. Mereka lalu mengajakku bertemu
lagi saat nanti aku berangkat ke Shenzen atau Cina. Oh iya, jadi kalau
orang bilang Hongkong dan Cina itu sama, sebenarnya mereka ada di
wilayah yang berbeda. Orang Hongkong harus menunjukkan paspor
ketika akan masuk ke Cina daratan, begitu juga sebaliknya.
Keesokan paginya, aku tidak tahu saat itu berapa derajat suhu
di sana, aku mencoba untuk lari-lari kecil keliling penginapan dengan
maksud agar mendapat sedikit kehangatan setelahnya. Sekeliling
penginapan itu banyak sekali pepohonan, namun pohon-pohon
tersebut terbuat dari beton yaitu gedung-gedung tinggi yang sangat
padat. Tidak salah ternyata kalau Hongkong disebut sebagai kota
terpadat di dunia.
Aku berjalan ke Avenue of Star dan bertemu banyak orang
Hongkong yang ramah sekali dan itu cukup memperbaiki nilai
Hongkong di mataku setelah sikap resepsionis hotel malam tadi. Dari
Avenue of Star, aku lanjut pergi ke Islamic Center di Hongkong. Di
situ aku banyak bertemu dengan para penduduk muslim. Mungkin
jika laki-laki datang ke sana, kalian bisa melihat banyak perempuan
keturunan asli tionghoa yang putih dan sipit menggunakan jilbab
panjang yang akan bisa membuat kalian tergerak untuk pergi ke
pasar membeli mahar dan langsung meminangnya.
Di sana aku juga melihat bagaimana kehidupan masyarakat
muslim yang menjadi minoritas. Serta sempat memakan makanan
Omset Datang , N i la i Melayang
L 225 K
asli Cina yang tentunya halal. Semua makanan itu dibuat oleh koki
muslim yang sangat tersohor kelezatan masakannya bahkan sam-
pai ke seluruh dunia. Aku juga sempat sholat di masjid tersebut dan
tempatnya benar-benar nyaman.
Saat aku pergi ke Hongkong, kebetulan bertepatan dengan
peristiwa bom Sharina di Jakarta, jadi televisi yang ada di mana-
mana, dari mulai hotel sampai di kereta memberitakan itu. Sehingga,
banyak membuat orang asing phobia terhadap Islam. Sekali lagi aku
tekankan, sebenarnya tidak ada agama yang salah, yang ada hanya-
lah oknum yang memanfaatkan nama agama untuk melakukan hal
keji. Aku kadang sering sedih ketika melihat orang berhijab dijauhi
orang asing karena mereka takut. Islam seperti dikambinghitamkan
dan dituduh sebagai agama teroris.
Banyak agama lain yang juga dirusak maknanya oleh beberapa
oknum dan aku pernah mendengar kalau banyak ajaran menyim-
pang dari agama lain. Dari setiap perjalanan aku merasa bersyukur
Tuhan mengajarkanku untuk berpikir dewasa saat melihat perbeda-
an, bukan justru menjadi orang yang menganggap orang lain salah
ketika berbeda dengan kita.
Isu tentang agama memang selalu jadi pembahasan me-
narik. Tapi, aku ingin melanjutkan perjalanan terlebih dahulu
ke The Peak yaitu salah satu spot tertinggi di Hongkong karena
sepertinya akan mengasyikan menikmati Hongkong dari keting-
gian. Namun, semua itu sia-sia karena pandanganku terhalang
oleh kabut. Pemandangan indah kota Hongkong hanya menjadi
L 226 K
CERITA BROWNIES
angan-angan semata. Akhirnya aku langsung bergegas ke Mongkok
dan berencana melanjutkan perjalanan menggunakan kereta me-
nuju Cina daratan yaitu Shenzen. Pundakku terasa sakit karena
harus membawa ransel yang besar dengan isi yang membuat tas
itu menjadi berat. Sesampainya di imigrasi, aku sibuk mengurus
visa untuk dapat masuk ke Cina. Ketika hampir 2 jam bolak balik
untuk mengurus visa, akhirnya aku berhasil menghirup udara Cina
bersama sepupuku.
Sesampainya di hotel aku tidak lupa untuk memberi kabar
kepada Nara dengan menggunakan Wi-Fi hotel dan dia langsung
memberi kabar kepada Ibu lewat telepon. Nara benar-benar pasang-
an yang handal dan akrab dengan Ibu. Nara sudah hafal betul dengan
kebiasaanku yang tidak ingin diganggu saat sedang liburan. Dia tahu
sekali kalau aku sangat butuh refreshing, jadi dia menghubungiku saat
malam saja.
Dan malam itu aku habiskan untuk jalan-jalan di Dongmen sa-
lah satu tempat paling ramai di Shenzen. Yang paling menyenangkan
adalah porsi makan di sana banyak sekali, jadi bisa dimakan untuk
berdua dengan si sepupu, lumayan bisa lebih irit.
Aku sempat khilaf dan membeli sebuah sweater yang me-
nurutku cukup murah di sana. Saat sudah berada di Indonesia
mungkin sweater ini akan dihargai jutaan rupiah, tanpa ragu-ragu
aku langsung membelinya. Sepulang dari Dongmen kita langsung
terlelap, aku sangat nyaman berada di hotel ini. Resepsionis di sini
sangat ramah walaupun dia tidak mengerti bahasa Inggris. Apa
Omset Datang , N i la i Melayang
L 227 K
karena dia memang ramah atau karena kali ini hotel yang kami
datangi merupakan hotel berbintang jadi pelayanannya lebih baik?
Entahlah, aku tidak tahu.
qHari ini aku punya janji untuk bertemu dengan Mango dan Chris.
Rencananya, aku mau melebarkan sayap penjualan sampai ke Cina
melalui mereka. Bayangkan, Cina memiliki penduduk sebanyak 1,5
miliar, orang bisa kaya mendadak jika dapat menaklukan negara ini.
Itulah sebabnya aku terobsesi untuk memasarkan produkku di sini.
Manggo dan Chris sudah lama menunggu kami. Tapi karena aku
tidak punya simcard dan hanya mengandalkan Wi-Fi gratis di jalan-
an, aku kesulitan menghubungi mereka. Sedangkan kami terjebak
antrian kereta dan terlambat. Sampai akhirnya aku tidak berhasil
bertemu dengan mereka. Mango dan Chris tidak bisa menunggu
lama, mereka harus segera pergi karena ada urusan lain. Namun aku
tetap melanjutkan obrolan dengan mereka melalui chat dan terus
menjalankan progres bisnis ini. Selain itu mereka juga meminta kami
untuk secepatnya mencari makanan. Mereka bilang kalau bisa kami
harus makan daging agar tubuh kami menjadi hangat di tengah uda-
ra yang dingin. Karena di dalam daging terdapat banyak lemak yang
dibutuhkan tubuh kita saat merasa dingin. Walaupun tidak sempat
bertemu secara langsung, namun mereka masih perhatian padaku.
Seperti memberi perhatian ke adik mereka sendiri.
L 228 K
CERITA BROWNIES
Aku meninggalkan Cina untuk pergi ke Macau, tempat yang
terkenal dengan Casino atau perjudiannya. Macau benar-benar ge-
merlap jadi wajar kalau disebut sebagai Las Vegasnya Asia. Saat tiba
di Macau, aku langsung disambut banyak bis hotel berbintang yang
memberikan gratis shuttle ke hotelnya. Tanpa berpikir panjang, aku
langsung naik ke bus itu, bukan karena aku ingin menginap di hotel
yang per malamnya bisa sampai ratusan juta, tapi karena di mobil
itu ada Wi-Fi gratis.
Sesampainya di hotel yang juga merangkap Casino, aku melihat
sekeliling hotel yang interiornya seperti gedung di negeri dongeng.
Aku pun makan malam pertama di hotel tersebut dan itu cukup
berhasil memberikan dampak kehancuran yang besar ke kondisi
keuanganku. Yang aku suka dari backpacker adalah ketidakpastian.
Itu mengajariku untuk bisa bertahan hidup, aku sengaja ketika di
Macau tidak menginap di hotel tersebut, karena hotel yang paling
murah yang aku temui yaitu dengan harga 1 juta lebih. Bangunannya
juga terbuat dari kayu dan didirikan tahun 1940-an dan menurutku
tempatnya agak sedikit horror.
Jadilah kami berdua tuna wisma malam ini. Tapi itu yang aku
senang dari jalan tanpa tujuan, kita belajar bagaimana caranya me-
mecahkan masalah. Aku langsung teringat dengan Senado Square.
Salah satu spot paling ramai di Macau. Dari hotel mewah itu, aku
mencari bis gratisan lagi ke Senado Square. Bis yang kami tumpangi
ternyata tidak melewati Senado Square. Seperti biasa, kalau sudah
begini aku berjalan mengikuti arah orang-orang kebanyakan dan itu
berhasil membawaku sampai di Senado Square.
Omset Datang , N i la i Melayang
L 229 K
Di tengah dinginnya udara malam Macau yang saat itu mulai
memasuki musim dingin, aku langsung meminta sepupuku mem-
pertajam pendengarannya. Aku menyuruhnya untuk mendengarkan
percakapan dengan logat-logat yang jadi ciri dari mana kami berasal.
Ideku selanjutnya adalah mencari orang Indonesia, tidak mungkin di
pusat kota seperti ini tidak ada orang Indonesia selain kami. Selama 2
jam kami mencari, akhirnya terdengarlah dari kejauhan sayup-sayup
segerombolan orang berbahasa Jawa. Kami langsung menghampiri
dan bertanya apa benar kalau mereka orang Indonesia dan ternyata
benar. Mereka adalah pekerja di sana.
“Mba kalau di sini ada penginapan nggak ya?” tanyaku.
“Ayo tidur di apartemen saya aja,” kata salah seorang dari mere-
ka. Aku langsung merasa senang.
“Kebetulan, apartemen sebelah lagi disewain,” tambahnya lagi.
Dengan begitu dia membantu kami menawar harga apartemen ter-
sebut dengan bahasa lokal.
Dan tara, aku mendapatkan kamar apartemen yang bagus
dengan harga Rp 350.000 kalau di rupiahkan. Itu harga yang super
murah untuk ukuran penginapan di kota yang mewah dan gemerlap
ini. Bahkan ketika aku share ke teman-teman backpacker, mereka rata-
rata memerlukan uang 1 juta untuk menyewa 1 kamar paling murah
di Macau. Itu yang membuat aku suka pergi ke mana-mana tanpa
rencana karena ketika kita jauh dari rumah akan banyak kebesaran Tuhan
yang dapat kita rasakan.
L 230 K
CERITA BROWNIES
Satu malam kami tidur di Macau dan besoknya langsung ter-
bang ke Kuala Lumpur. Di sana aku akan memberi satu tantangan
ke sepupuku. Dari bandara yang jaraknya 1 jam dari kota, aku me-
lepaskan dia sendirian untuk pertama kalinya di negara orang. Aku
hanya memberi tahu nama hotel tempat kami menginap dan bilang
kalau kami akan bertemu di hotel. Aku ingin mengajarkan dia untuk
menjadi anak yang mandiri dan membuat dia berusaha berpikir
keras untuk menyelamatkan dirinya sendri.
Saat aku sudah mandi dan beristirahat di hotel, belum juga ada
tanda-tanda kedatangan sepupuku. Aku tidur walau dengan sedikit
rasa cemas, tidak lama kemudian dia menghubungiku. Ternyata
dia sudah ada di bawah dan aku ketawa lepas saat melihat dia yang
masih berumur 15 tahun berhasil memecahkan tantangan dariku. Dia
berhasil pergi sendiri dan sempat menyasar di negeri orang, berbeda
sekali dengan kebanyakan anak seumurannya yang mungkin masih
pergi bersama Ayah dan Ibu. Perbedaannya adalah nantinya dia bisa
bercerita dengan bangga tentang pencapaiannya berani berjalan
sendiri di negeri orang di depan teman-teman sekolahnya tanpa
ditemani orang tua.
Malamnya setelah kami berkeliling untuk mencicipi kuliner di
sana, aku kelelahan dan tidur di kamar sedangkan di saat aku tertidur
sepupuku berjalan sendirian di tengah malam karena rasa penasaran.
Dia berhasil menemukan jalan ke Petaling Street atau Pecinan. Dia
sudah menjadi anak yang berani hari itu bahkan dia bercerita penga-
lamannya pada malam itu yang sempat digoda banyak PSK di sekitar
Omset Datang , N i la i Melayang
L 231 K
Petaling Street. Dia hanya menghindar saat dipanggil-panggil oleh
PSK yang sedang mencari pelanggan.
“Untung nggak dijual juga kamu sama mereka,” kataku sam-
bil tertawa.
Banyak sekali hal baru yang bisa diceritakan anak umur 15 tahun
ini saat pulang ke rumah nanti. Bahkan saat aku umur 15 tahun, aku
belum punya pengalaman semenarik dia dan ayahnya memberi
dukungan kepadanya agar belajar mengikutiku untuk jalan-jalan.
Mereka membolehkan anaknya bolos sekolah beberapa hari demi
perjalanan ini. Padahal ayahnya adalah seorang pengusaha juga di
bidang pertambangan dan memiliki SPBU jadi wajar jika mereka
mendidik anaknya dan menyiapkan anaknya untuk menjadi pene-
rus nanti. Aku yakin, cara didikan yang seperti inilah yang membuat
sepupuku pun tidak akan gengsi untuk membuka usaha bersih-ber-
sih sepatu di sekolah. Dia menjadi orang yang tidak gengsi untuk
menyikat dan memoles sepatu teman-temannya diskolah saat jam
istirahat.
Saat anak-anak lain senang memiliki uang jajan banyak dari
orang tuanya, ada segelintiran anak yang malah berusaha untuk
belajar mulai merajut mimpinya sejak di bangku sekolah. Mereka
berusaha mencari uang jajannya sendiri. Seberapa pun kayanya orang
tua kita, uang yang kita miliki tetaplah uang mereka dan kita tak pa-
tut membanggakannya. Belajarlah menjadi orang yang bangga atas
hasil yang kita capai sendiri.
q
L 232 K
CERITA BROWNIES
Dari KL aku langsung melanjutkan perjalanan ke Malaka. Kota ini,
di tetapkan menjadi salah satu kota warisan dunia karena gaya
arsitekrurnya yang luar biasa menakjubkan. Di sana kuhabiskan
hanya dalam hitungan jam saja karena kami hanya ingin refreshing
dan mampir sebentar untuk melihat-lihat pemandangan kota yang
memiliki kanal-kanal unik.
Saat tiba di sana aku duduk di tepi kanal dan tanpa sengaja
ada orang asing yang menghampiri kami. Dia mengaku berasal dari
Thailand dan sedang berlibur di Malaka. Dengan bahasa Inggris
yang terbata-bata, aku dan dia saling sharing pengalaman. Ini yang
membuat aku senang bertemu banyak orang karena aku bisa belajar
banyak hal dari mereka.
Dia pun sempat menasihati sepupuku untuk mencontoh aku
yang percaya diri untuk mengobrol dengan orang asing, karena itu
bisa jadi peluang bisnis. Dari sana, dia menawarkan diri untuk menjadi
distributor produkku di Thailand tepatnya di Phuket. Banyak hal yang
tidak terduga yang bisa Tuhan pertemukan di setiap perjalanan ini.
Dari Malaka aku langsung balik ke bandara, karena besok aku
akan pergi ke Palembang dari KL dengan keberangkatan pagi hari.
Sebelumnya, ketika ke Malaysia beberapa bulan lalu, aku menginap
di hotel bandara yang tarif perjamnya cukup lumayan juga. Tanpa
sengaja saat itu aku melihat di depan hotel tersebut ada sebuah
mushola yang dipenuhi calon penumpang yang sedang tidur. Ketika
melihatnya aku langsung kepikiran untuk mencoba tidur di sana
sekarang, untuk pertama kalinya aku mencoba tidur di mushola
Omset Datang , N i la i Melayang
L 233 K
tersebut. Karena sudah merencanakan untuk tidur dari jauh-jauh
hari, aku sudah mempersiapkan kantong tidur agar tetap bisa tidur
dengan nyaman.
Aku bukan tipe orang yang suka mencari kemewahan saat
berpergian tapi justru aku adalah orang yang menyukai pengalaman
baru. Terkadang, aku menginap di hotel bintang 5 tapi terkadang aku
juga mencoba tidur di kaki lima. Aku selalu ingin tahu bagaimana
nikmatnya tidur di setiap tempat yang berbeda.
Pesawat kami pun akhirnya meluncur dari Kuala Lumpur me-
nuju Palembang. Di pesawat aku langsung terlelap lelah, selama
perjalanan kemarin aku banyak mencatat strategi bisnis. Aku akan
menerapkannya langsung saat sampai di Indonesia dan saat sampai
di Palembang badanku terasa sakit. Aku mulai terkena flu dan seper-
tinya sakitku mulai kumat.
THE NEXT ABDURROHMAN BIN AUF
T he N ext Abdurrohman Bin A uf
L 237 K
Aku mulai merasa ada yang tidak baik dengan badan ini. Sebenarnya
tidak begitu sakit tapi perutku rasanya sangat tidak nyaman.
Pencernaan juga mulai tidak lancar, aku mencoba untuk memeriksa-
kannya ke dokter karena tidak ingin kejadian dulu terjadi lagi. Setelah
di minta untuk USG oleh dokter, hasilnya menunjukkan kalau usus
besarku mengalami penebalan.
Barulah aku mencari-cari obat tradisional yang aku takuti
adalah ciri-ciri yang aku alami sama dengan yang dialami Tanteku
yang meninggal terkena kanker usus. Ketika aku mencari tahu lagi,
ternyata pernyakit kanker juga bisa terjadi karena keturunan dan aku
benar-benar takut saat itu.
Aku mulai mendapat pencerahan dengan berobat ke Semarang.
Ketika dilakukan pemeriksaan di sana, badanku tidak ada tanda-tan-
da kalau aku terkena kanker. Tapi badanku terasa lemas dan beratku
berkurang 5 Kg. Saat itu pun Nara selalu menyemangatiku dan bilang,
kamu semangat pasti sembuh kok Nara pun mengirimkan aku obat
berupa propolis untuk ikhtiar pengobatan.
Walaupun sudah lebih dari 3 bulan tidak bertemu Nara, tapi
kami tetap intens berkomunikasi setiap hari, ntah itu lewat tele-
pon ataupun video call. Kami memang jarang bertemu tapi kami
bersyukur kami masih bisa berhubungan walau harus sembunyi-
sembunyi dari keluarga Nara. Kadang di telepon pun Nara bertanya
gini, “kamu masih kuat kan?” Dia seakan-akan cemas dan takut kalau
L 238 K
CERITA BROWNIES
aku tidak kuat lagi menghadapi situasi di mana kami sudah men-
jalani hubungan hampir 2 tahun, tapi restu dari orang tua Nara tak
kunjung turun.
Aku selalu mengatakan kepada Nara kalau aku kuat. Aku ber-
asal dari keluarga yang punya prinsip “kalau ingin sesuatu itu harus
diusahakan.” Semangat dan prinsip itu berasal dari Ayah yang tidak
pantang menyerah mengejar Ibu ketika dulu. Karena cerita tentang
kisah cinta Ayah dan Ibulah yang membuatku tetap kuat mengha-
dapi keadaan backstret seperti ini dan aku menceritakan kisah Ayah
dan Ibu ini ke Nara.
Dulu Ayah yang berstatus sebagai anak kuliahan bertemu de-
ngan Ibu yang masih duduk di bangku SMA. Ayah yang anak rantau
hanya berani melihat dan menjaga Ibu dari jauh tanpa berani meng-
ungkapkan perasaannya secara langsung. Tibalah waktu di mana Ibu
mulai menjadi salah satu mahasiswi di sebuah universitas dan Ayah
mulai berani mendekati ibuku. Akhirnya ketika itu Ibu melihat Ayah
sebagai sosok yang pekerja keras dan anak yang baik, jadi Ibu pun
mulai menaruh hati pada Ayah.
Tapi semua tidak semudah itu. Ibu adalah anak rumahan dan
waktu itu Kakek mendapat amanah untuk menempati salah satu ja-
batan tertinggi di Jambi. Kakek cukup dihormati karena jabatannya,
sedangkan Ayah hanyalah seorang anak rantau yang tidak sengaja
menyukai Ibu. Terkadang untuk sekedar melihat Ibu, Ayah hanya
bisa memandanginya dari luar pagar saja. Antara pagar dan rumah
T he N ext Abdurrohman Bin A uf
L 239 K
berjarak 30 meter, Ayah dan Ibu hanya dapat bertatapan wajah di
antara jarak tersebut. Untungnya, Ayah mendapat semangat dari
salah satu tantenya Ibu. Karena itulah Ayah sering meminta tolong
Tante untuk menyampaikan pesan ke Ibu melalui jeruji pagar.
Karena melihat Ayah serius, Ibu pun melakukan sholat
istikharah untuk meminta keteguhan hati. Dan saat tidur, Ibu me-
mimpikan Ayah. Semenjak itulah Ibu mulai meyimpan hati ke Ayah.
Mereka diam-diam mulai menjalin hubungan dan saling support
satu sama lain.
Ayah yang saat itu baru lulus kuliah diterima masuk ke per-
usahaan perkebunan. Ibu sendiri sedang kuliah dan juga bekerja
sampingan membantu pemerintah di bidang statistik. Ibu yang
kasian melihat Ayah hanya memiliki 4 helai baju lalu membelikan
Ayah baju baru dengan uang honor kerja paruh waktu pertamanya.
Sampai tiba masanya ayahku mulai menyatakan keseriusannya.
Ibu mulai membantu Ayah menabung bersama, setiap penghasilan
Ayah ditabung oleh Ibu. Tidak terasa Ayah diterima sebagai PNS dan
Ayah senang saat itu, Ibu pun tak kalah senangnya. Dia membantu
Ayah untuk terus menabung sebagian uangnya karena Ayah dan aku
itu sama, sama-sama susah untuk menabung alias boros. Dari sana
Ayah mulai merasa bekalnya telah cukup dan memberanikan diri
untuk melamar Ibu.
Suatu hari ketika Ayah menghadap Kakek untuk melamar Ibu,
ada beberapa syarat yang menurutku cukup berat untuk dipenuhin
L 240 K
CERITA BROWNIES
seorang PNS seperti Ayah. Nenek meminta Ayah untuk memberikan
mas kawin berupa emas seberat 60 gram. Zaman sekarang emas se-
berat itu mungkin bernominal 25 juta ke atas, sedangkan Ayah saat
itu hanyalah seorang PNS yang baru mulai bekerja.
Anggap saja gaji PNS sekarang 2,5 juta jadi Ayah harus mena-
bung berbulan-bulan untuk bisa membeli emas sebanyak itu. Dan
logika nya untuk mendapatkan uang 25 juta ayah harus rela tidak
makan selama 10 bulan untuk menuhi semuanya. Tapi bukannya
mundur, dia malah makin semangat untuk berusaha apa pun demi
Ibu. Mulai dari jualan buku ke kantor-kantor dan banyak kerja sera-
butan yang dia lakukan. Dibantu Ibu yang terus menyimpan uang
hasil kerja, Ayah akhirnya bisa memenuhi permintaan Nenek.
Saat mereka sudah lega ternyata masih ada lagi syarat dari
Nenek. Beliau minta satu set perlengkapan kamar pengantin seharga
45 juta. Ujian Ayah benar-benar belum berakhir. Keduanya tidak pa-
tah semangat, mereka malah makin pantang menyerah menghadapi
itu dan dengan waktu singkat Ayah pun berhasil memberikan apa
yang Nenek syaratkan.
Anak rantau yang hidup dengan keterbatasan itu berhasil ber-
tahan dan mendapatkan wanita pujaannya. Bahkan setelah menikah
dia menjadi menantu paling dibanggakan oleh Kakek karena karir
yang cemerlang bahkan melebihi kakekku sendiri dan yang nenekku
lakukan bukan berarti matre. Apa yang dilakukan Nenek semata-
mata hanya ingin menguji kemampuan Ayah karena awalnya Nenek
agak keberatan melihat Ayah yang punya kehidupan biasa-biasa saja.
T he N ext Abdurrohman Bin A uf
L 241 K
Tapi sekali lagi aku belajar banyak dari jagoan keluargaku itu.
Ayah berhasil melewati banyak hal yang lebih berat dari yang aku
alami dengan sikap kerja keras dan pantang menyerahnya. Aku me-
rasa malu sebagai anak kalau misalnya tidak bisa memperjuangkan
apa yang aku inginkan. Dan saat ini, yang aku inginkan adalah bisa
bersama dengan Nara wanita yang juga menemaniku saat susah dan
senang seperti layaknya Ibu dan Ayah dulu saat menghadapi ujian
akan hubungan mereka. Tanpa sadar secara tidak langsung Ayah
dan Ibu menjelma jadi sosok idola buatku. Aku selalu bilang ke Nara,
kalau aku akan selalu kuat karena wanita yang aku perjuangin itu dia.
Jika bukan dia aku pasti sudah pergi.
qAku merasa sangat nyaman dengan Nara dan aku tidak ingin
kehilangan dia. Bahkan waktu sakit pun dia semakin perhatian de-
nganku walaupun tidak secara langsung namun dia selalu ada.
Aku sudah berobat ke mana-mana, namun belum juga kesehat-
anku membaik. Suatu hari aku mendapatkan pengobatan di sekitar
Jakarta dan aku diharuskan untuk tinggal di Jakarta. Selama itu aku
tinggal di rumah Tante di daerah Tebet hanya sekitar 300 meter dari
kantor usahanya Nara.
Semenjak aku ada di rumah Tante, Nara selalu pergi ke kantor
lebih pagi dari biasanya. Dia selalu mampir untuk melihat kondisiku
dan dia mengajakku untuk membeli sarapan karena dia tahu aku
malas sekali untuk makan. Setelah yakin kalau aku sudah kenyang,
L 242 K
CERITA BROWNIES
barulah dia akan lanjut kerja dan pergi ke kantor. Begitu pula ketika
pulang, dia selalu menyempatkan diri untuk menjemputku dan
membelikan makanan. Walau saat bersamaku, aku selalu menang-
kap dari raut mukanya rasa takut kalau ketahuan dengan keluarganya
jika diam-diam aku dan dia masih berhubungan.
Suatu hari di sore itu ketika kami sedang bersama, tiba-tiba ma-
manya menelepon dan mulai curiga. Dia seperti tahu kalau Nara lagi
jalan bersamaku. Nara pun semakin cemas dan kami membatalkan
acara makan bersama dan dia buru-buru mengantarkan aku pulang.
Sebelum pulang, Nara berpamitan. Kami saling pandang lama
sekali. Kami seakan takut dipisahkan jika benar-benar hubungan
kami ketahuan untuk kesekian kalinya. Ketika aku akan turun dari
mobil pun Nara masih memanggil aku.
“Putra, jangan pergi dulu aku masih kangen,” ucapnya.
“Aku juga sama. Tapi kamu harus cepet pulang nanti Mama
makin curiga,” kataku pasrah. Mau bagaimana lagi, dengan berat hati
kami harus berpisah hari itu.
Sesampainya di rumah dia langsung menghubungiku dan dia
bilang kalau tadi dia disidang habis-habisan lagi karena mamanya
tau dia jalan bersamaku.
“Mungkin, ini benar-benar saatnya kita berpisah dulu, aku ingin
mencari keridhoan orang tuaku. Semoga Allah memberikan jalan
untuk kita bersatu lagi.”
T he N ext Abdurrohman Bin A uf
L 243 K
Dengan sedih, aku terpaksa untuk tidak berhubungan dengan
dia mulai malam itu. Aku menahan rasa rinduku untuk tidak menghu-
bungi Nara. Aku yang sedang dalam keadaan lemas hanya berusaha
merasakan sakitku sendiri. Beda dari biasanya, ketika aku bisa mengu-
rangi bebanku saat berbagi cerita dengan Nara. Sekarang, aku harus
memendam kesendirian itu tanpa berani mengganggu Nara.
Dua hari setelahnya pagi itu Nara menelepon, aku langsung
memiliki firasat yang tidak enak saat mengangkat telepon tersebut.
“Tadinya aku tidak mau ngomong ini langsung ke kamu karena
waktu aku menceritakan ke temen-temen, mereka bilang tidak perlu
menceritakan ini ke putra. Tapi aku berpikir akan lebih sakit kalau
nantinya, kamu tau sendiri dari orang lain, bukan dari aku.
“Aku akan dilamar orang malam ini,” ucap Nara sambil tersedu-
sedu menangis.
Jantungku beneran seperti berhenti saat mendengar itu semua.
Aku berpikir apa ini akhir dari segalanya? Aku mencoba untuk tetap
mendengarkan penjelasan dari Nara.
Nara bercerita, malam setelah makan terakhir bersamaku,
papanya sesak napas. Papanya cemas melihat anaknya yang tetap
tidak ingin untuk menerima lamaran yang beberapa kali datang
kepada Nara. Ditambah lagi, keluarga dari kakak iparnya malam itu
juga ada yang meninggal karena sesak napas. Nara langsung berpikir
dan ketakutan kalau papanya akan meninggal gara-gara sesak nafas.
L 244 K
CERITA BROWNIES
Nara bilang, “Aku belum sempat membahagiakan orang tuaku,
aku akan sangat menyesal jika nanti terjadi apa-apa dengan mereka
dan itu karena aku.”
Nara memang benar-benar anak yang baik dan berbakti pada
orang tuanya. Belum lagi keesokan paginya saat dia pergi pengajian
bersama mamanya, ia bertengkar hebat di pengajian tersebut. Nara
menangis saat mamanya bilang tidak akan merestui hubungan kami
dunia-akhirat. Karena malu bertengkar di depan orang di pengajian,
akhirnya mamanya mengajak Nara pulang.
Di mobil pun mamanya masih menginginkan Nara menikah
dengan orang yang mereka pilihkan, namun Nara tetap menolak.
Puncaknya adalah saat mamanya tiba-tiba pingsan di mobil. Saking
cemasnya dia langsung menepikan mobilnya dan ojek-ojek yang
mangkal di sekitar tempat dia berhenti, langsung membantu me-
nyadarkan mamanya yang pingsan. Sambil menangis tanpa pikir
panjang Nara memeluk mamanya.
“Mama…bangun ma. Iya, Nara mau dijodohin sama orang yang
Mama minta.” Setelah Nara mengatakan hal itu mamanya pun terba-
ngun dan Nara otomatis harus menepati janji yang sudah terucap.
Dan malam ini, Nara benar-benar akan dilamar orang lain.
Wanita yang paling aku sayang seakan lenyap dalam waktu singkat
dari sisiku. Aku berharap ini cuman mimpi tapi suara isakkan tangis
Nara terlalu nyata terdengar di telingaku.
T he N ext Abdurrohman Bin A uf
L 245 K
Beberapa jam sebelum dilamar Nara sempat membuat kalimat di
socmed-ku dan hanya kami yang bisa membaca.
You’re always in my heart, aku sayang kamu sampai kapan pun
Makasih atas 2 tahun yang membahagiakan ini, aku nggak akan lupain kamu.
Kamu selalu jadi kesayangan aku.
Fokus ngaji, sehat dan bisnisnya. Semoga kita bisa dipersatukan lagi dan semoga kita bisa bahagia di dunia dan akhirat aamiin.
Jodoh hanya Allah yang tau.
With love, tears and joy Orang yang selalu sayang kamu di keadaan apa pun
Your Nara
Aku merasa setengah dunia runtuh hari itu juga. Nara yang
menjadi salah satu penyemangat hidupku dalam 2 tahun terakhir
ini dan orang yang selalu menemaniku mungkin tidak bisa lagi meng-
gapai mimpi bersama bahkan dia tidak akan ada lagi di hidupku.
Saat itu aku benar-benar lagi dalam keadaan lemas.
Pencernaanku yang sedang tidak beres beberapa bulan ini, mem-
buat fisik tidak bisa diajak beraktifitas banyak. Jika dipaksakan
biasanya kepalaku akan sakit dan keringat dingin bermunculan.
Tapi aku tidak perduli dengan semua itu, aku menghapus air mata
yang sedari tadi keluar tanpa aba-aba. Tanpa pikir panjang, aku
berdiri dan berlari ke luar untuk mencari ojek. Waktu itu pukul 2 si-
ang, karena macetnya kota jakarta, aku tidak mau terlambat untuk
L 246 K
CERITA BROWNIES
memberikan sebuah kado yang mungkin akan jadi kado terakhir
dariku untuk dia seumur hidup.
Di motor pun aku dan Nara masih berhubungan lewat telepon.
Dia bilang kalau dia mau menghabiskan waktu denganku hari ini sebe-
lum dia dilamar. Aku tidak tahu harus bahagia atau sedih. Di satu sisi
kami akan berpisah tapi di sisi lain kami masih mau memperjuangkan
kebersamaan kami disisa waktu yang ada walau hanya lewat telepon.
Di telepon aku tidak memberi tahu Nara kalau aku sedang pergi
berkeliling mencari hadiah terakhir untuk dia. Sebenarnya aku bingung
harus mencari di mana, karena jujur saja aku belum 100% paham kota
Jakarta. Aku putuskan untuk pergi ke daerah thamrin. Aku ingin meng-
hadiahkan dia hal sederhana bukan barang mahal. Aku hanya ingin
memberikan sebuah Al-Qur’an sebagai kado terakhir.
Al-Qur’an adalah sesuatu yang dulu sering kami baca bersama
walau hanya lewat telepon. Al-Qur’an adalah sesuatu yang selalu
sering dia baca setelah sholat dan aku berharap benda sederhana ini
dapat dia simpan dan dia baca sampai nanti kelak kami tidak bersa-
ma lagi. Kami dulu pernah membaca ini bersama dan berharap serta
berdoa untuk kebersamaan kami kepada Allah. Tapi ketika mungkin
Allah mentakdirkan yang terbaik bukan seperti yang kami harapkan.
Semoga Al-Qur’an ini dapat menjadi sekedar nostalgia dan pengingat
kalau dulu kami pernah berjuang bersama.
Aku langsung masuk ke pusat perbelanjaan. Keringat dingin
bercucuran di sekujur tubuhku. Aku berlari-lari untuk mencari tem-
pat penjual Al-Qur’an karena hari sudah sore dan tempat itu hampir
T he N ext Abdurrohman Bin A uf
L 247 K
tutup. Aku coba memutari tempat itu dan akhirnya menemukan
sekelompok penjual Al-Qur’an.
“Mau beli apa mas? Mau beli Al-Qur’an buat seserahan nikah
ya?” kata si pedagang.
Beli Al-Qur’an buat seserahan nikah….
Sekejap hatiku terasa perih dan hancur. Memberikan Al-Qur’an
sebagai mas kawin kepada Nara adalah impianku. Namun sekarang,
aku memberi Al-Qur’an kepada Nara bukan untuk mas kawin per-
nikahan kami, tapi sebagai kado untuk pernikahan Nara dan orang
lain. Bukan denganku, aku benar-benar hancur namun aku berusaha
menguatkan diri.
Setelah mendapat apa yang kucari, aku berlari untuk membeli
amplop dan lem untuk membungkus Al-Qur’an tersebut. Di dalam
Al-Qur’an aku selipkan sebuah surat untuk Nara.
Sekitar pukul 6 sore aku kirimkan Al-Qur’an berserta surat dari-
ku menggunakan ojek. Di luar amlop aku menuliskan from: khadijah
shop. Itu sengaja kulakukan karena aku takut yang menerima kiriman
bukan Nara tapi keluarganya yang lain. Setidaknya dengan begitu
keluarganya tidak curiga kalau kiriman itu dariku. Setelah itu aku
pergi menenangkan pikiran. Dadaku rasanya sesak sekali, aku pergi
jauh sejauh yang aku bisa sampai ke batas kota Jakarta.
Jam 8 malam Nara menchat ku
Nara : Aku barusan baca surat dari kamu. Kamu memang paling
bisa buat aku senyum walau di saat-saat kayak gini
L 248 K
CERITA BROWNIES
Nara bilang proses lamaran belum dimulai dan sedang mena-
ngis sambil mendekap hadiah pemberianku. Aku termenung sambil
duduk di trotoar jalan di bawah fly over jalan tol. Aku bingung mau
pergi ke mana karena tidak ada tempat yang bisa membuatku melu-
pakan kesedihan ini. Sampai akhirnya salah satu Tante yang tinggal di
Jakarta menghubungi dan memintaku untuk datang ke rumahnya. Di
sana aku diberi nasihat, tapi aku tetap belum bisa menerima keadaan.
Bahkan satu hari setelah lamaran, Nara masih meneleponku
dan kami benar-benar merasa terpisah jauh sekarang. Nara saat itu
bilang padaku kalau aku harus mulai melupakan dia. Katanya, aku
pasti dapat yang terbaik. Banyak hal yang membuatku merasa kalau
dia ingin aku pergi dari hidupnya.
Di tengah keterpurukan, saat aku sangat down, tidak ada satu
pun yang aku pikirkan selain perpisahan dengan Nara. Ibu yang
sangat tau kondisi anaknya ini langsung menelepon dari Jambi. Ibu
setengah memohon agar aku mengikhlaskan Nara biar sakit yang aku
alami tidak semakin parah karena pikiran. Aku sampai kasihan meli-
hat Ibu begitu khawatir. Sampai sebegitunya Ibu tidak ingin melihat
aku sedih, sakit dan terluka, Ibu sangat menyayangiku.
qTiga hari setelah lamaran Nara langsung mengupdate semua foto la-
marannya kemarin ke semua sosial media miliknya. Aku yang melihat
itu langsung merasa semakin hancur.
T he N ext Abdurrohman Bin A uf
L 249 K
Nara yang sebelum proses lamaran mengatakan tidak akan me-
lupakan aku dengan menangis, kini dalam beberapa hari setelahnya
dia mengupload foto prosesi lamaran dan terlihat sangat bahagia,
itu semua membuatku bingung. Aku merasa dunia seperti sedang
mempermainkanku.
Tapi secara mengejutkan, teman-teman yang dulu sempat aku
lupakan karena terlalu asik di ‘dunia yang berbeda’ bersama Nara, da-
tang satu per satu menghubungiku. Banyak sekali orang-orang yang
menguatkanku melalui chat ataupun menasihati secara langsung.
Mereka yang dulu aku tinggalkan karena memilih satu wanita yaitu
Nara, sekarang ketika Nara pergi, mereka datang bersamaan untuk
menguatkanku. Ada yang mengajakku makan untuk sekedar curhat
atau berkunjung ke rumah bahkan ibu dari salah satu temanku pun
sampai menchat dan memberiku semangat.
Aku merasa banyak sekali orang yang ternyata perduli padaku.
Mereka tetap ada saat aku menjauh dari mereka dan asik berdua
bersama Nara dan aku sangat bersyukur untuk itu semua. Ketika aku
berpisah dengan satu orang di saat yang sama Tuhan justru mende-
katkanku dengan banyak orang.
Sampailah tiba saatnya di mana aku berniat untuk mengisi
kekosongan hariku dengan cara menulis kisah hidupku di sosial me-
dia. Tulisan-tulisan ini adalah hal yang bisa sedikit mengobati rasa
kehilanganku. Karena saat menulis cerita ini, aku merasa benar-benar
sangat terbantu untuk melepaskan banyak kenangan di masa lalu
bersama Nara. Satu kisah tertulis, satu kenangan terlepas.
L 250 K
CERITA BROWNIES
Bahkan beberapa teman membantu mempromosikan ceritaku
ini di akunnya. Tidak kusangka, banyak respon positif dari pembaca
yang mengikuti ceritaku. Kalian yang setia mengikuti ceritaku adalah
energi yang membuatku bangkit dari kekelaman.
qSambil terus rutin berobat, aku pergi ke Bandung. Di Bandung aku
menginap di rumah salah satu teman, aku memanggilnya Kang Ded.
Hampir dua minggu di sana, aku mulai menemukan banyak orang
hebat yang bisa membantuku mewujudkan cerita ini menjadi sebuah
buku yang utuh seperti yang sedang teman-teman baca.
Di Bandung pun aku mulai bisa tertawa dan sedikit melupakan
kesedihan karena banyak bertemu orang-orang baru serta teman-
teman lama. Aku mulai sibuk mempersiapkan bisnis baru lagi untuk
bangkit jauh lebih tinggi dari sebelumnya.
Namun selama itu pula, Nara masih bisa melihat Pathku dan
terkadang masih meninggalkan pesan secara private di Path. Banyak
hal yang dia katakan di sana dan sepertinya akan terlalu panjang
untuk aku ceritakan semuanya di sini.
Yang paling aku ingat adalah ketika Nara menelponku dan me-
minta maaf atas kesalahan fatal yang ia lakukan dengan mengupload
foto pertunangannya. Nara mengatakan itu sambil menangis,dan aku
mengatakan aku tidak pernah marah ketika dia tidak menyayangiku
lagi. Aku hanya punya harapan kecil untuknya, setidaknya dia bisa
menjaga hatiku yang baru saja kecewa dengan tidak memposting
foto-foto tunangannya.
T he N ext Abdurrohman Bin A uf
L 251 K
Dan kebiasaanku yang tidak bisa marah dengan orang yang aku
sayang pun kumat. Dalam beberapa menit saja, aku sudah tidak lagi
marah dengan Nara. Nara bilang dia sengaja melakukan itu karena
ingin membuatku melupakannya dan benci dengannya.
“Tapi ternyata aku salah, itu semua malah membuat kamu lebih
terluka. Aku bener-bener minta maaf,” katanya.
Entah kenapa, meskipun aku sudah memaafkannya tapi hatiku
masih terasa sakit. Walaupun Nara sudah menghapus seluruh foto
pertunangannya disemua sosial medianya tanpa aku minta, tapi
setiap hari rasa kecewa seperti hilang lalu tiba-tiba muncul lagi di
hatiku. Entah mengapa Nara tahu tentang hal itu, dia menelepon lagi
untuk kesekian kalinya dan memohon maaf padaku.
“Apakah aku harus membatalkan pertunangan ini untuk bisa
dapat maaf kamu?” ucap Nara akhirnya saat merasa aku belum me-
maafkannya sepenuhnya.
“Aku nggak pernah mau kamu ngebatalin pertunangan itu
dan nggak sedikit pun ada niat untuk mengacaukan acara kalian,”
kataku. Dan mulai saat itu aku mencoba menerima. Mungkin kita
hanya bisa melakukan yang terbaik, tapi Tuhan lebih tahu mana
yang terbaik untuk hamba-Nya.
Banyak hal yang selama ini tidak aku tahu. Seperti misalnya se-
tiap Nara meneleponku dan bertemu denganku dia selalu merekam
itu semua menjadi sebuah rekaman suara di handphonenya. Nara
selalu mendengarkannya di saat dia sedang rindu. Itu semua aku
tahu dari beberapa temanku. Bahkan Nara tahu dan selalu membaca
L 252 K
CERITA BROWNIES
cerita yang aku update di sosial media. Dia selalu tersenyum melihat
setiap cerita yang aku posting. Nara berpesan untuk tidak menulis di
akhir buku ini kalau dia meninggalkanku untuk menikah. Karena saat
buku ini ditulis, dia belum melakukan akad. Dan sebelum akad, kita
belum tahu jodoh kita sesungguhnya siapa. Mungkin untuk melu-
pakan perjuangan bersamanya aku tidak akan bisa, namun aku akan
mencoba mengikhlaskannya.
Nara pun sempat mengatakan, Putra kamu bakal jauh lebih
hebat dari semua idola-idolamu sekarang karena kamu ‘The Next
Abdurrohman bin Auf ’. Aku langsung ingat nama panggilan kami
berdua. Aku memanggil Nara Khadijah dan Nara memanggilku
dengan sebutan Abdurrohman bin Auf. Aku tersentak saat menya-
dari sesuatu dan tersenyum. Khadijah dan Abdurrohman bin Auf
tidak akan pernah ditakdirkan bersatu karena Khadijah adalah istri
Nabi Muhammad bukan istri atau seseorang yang diciptakan untuk
Abdurrohman. Dari awal mungkin panggilan itu jadi pertanda kalau
kami tidak bisa bersatu.
Aku hanya berharap semoga kelak dia bahagia bersama
Muhammad-nya di sana dan aku harus melanjutkan hidup untuk bisa
tetap menjadi yang terbaik untuk pasanganku kelak. Mungkin tidak
ada lagi sosok Nara untuk menemaniku berjuang tapi do’anya akan
selalu aku ingat disetiap langkahku melanjutkan hidup.
L 253 K
Beberapa minggu sebelum buku ini di terbitkan kami
berhubungan lagi walau hanya lewat pesan singkat, aku meminta
maaf kepadanya saat itu jika buku ini tidak bisa jadi sebelum
akhir juli 2016 tepatnya sebelum hari pernikahannya. Namun
dia membalas “ada hal yang kamu tidak tahu telah terjadi di
sini , namun aku sudah berjanji kepada kakakku untuk tidak
mengecewakannya dengan menceritakan hal ini kepadamu” yang
bilang aku akan menikah bulan juli siapa? Aku saja tidak tau aku
akan menikah kapan dan dengan siapa.
Kata-kata tersebut membuatku sedikit termenung, sambil
menulis cerita ini aku berpikir ada apa lagi cerita yang Allah
persiapkan untukku ke depan.
PETUNJUK PENTING: setelah membaca buku ini, tutup buku dan
berjalan lah menuju kaca bacalah tulisan terbalik di belakang
buku tersebut melalui kaca yang ada di depan anda, akan ada kata
menarik yang terlihat.
L 254 K
Setelah membaca cerita ini, gue pengen kalian untuk
seenggaknya berani menyatakan apa impian kalian di depan orang
banyak. Karena tidak semua orang mampu mengatakan impiannya
dengan lantang di depan banyak orang, dengan mengatasnamakan
rasa malu dan lain sebagainya.
Namun yang gue tau, semua orang hebat dunia adalah orang
yang berani menyampaikan mimpinya dengan lantang di depan
banyak orang yang meragukan kemampuannya, bukan mereka
yang ragu-ragu.
Nyatakan mimpi kalian, upload di Instagram beserta hastag
#CeritaBrownies dan jangan lupa mention @ceritabrownies. Gue
akan me-repost semuanya di akun gue. Oh! Komentar terkeren nanti
bakal masuk di buku selanjutnya.
L 255 K
TESTIMONI
Ini kisah inspiratif seorang anak muda yang dulunya dianggap tidak
punya kemampuan apa-apa, sekarang membuktikan dirinya mampu
bangkit dan membanggakan keluarganya di jalur.
WIRAUSAHA
Andy F Noya (Host Kick Andy)
Saat lo baca cerita ini, lo akan tau perjuangan hidup yang sebenarnya
dari sini gue belajar sebesar apapun masalah, dibalik itu ada keindah-
an cerita yang abadi.
Laksita Pradnya Paramitha (Owner Voria Socks)
Gila ni anak tekun, ngejar dan berani.
Gw aja belum tentu begitu seusianya, baca buku ini membuat gue
sadar banyak anak Indonesia yang bisa sukses asal punya modal
yang sama seperti patria. Gue rekomen bagi anak muda yang mau
jadi entrepreneur buat belajar dari buku ini lucu, penuh drama dan
mengispirasi.
Arto Subiantoro (Ahli Branding, Owner Gambaran Brand)
L 256 K
TESTIMONI
Kisah yang menginspirasi sekali, anak muda yang benar-benar mem-
buktikan from zero to hero. Baca buku ini sangat menyadarkan untuk
lebih bertanggung jawab untuk masa depan terutama untuk anak
muda.
Abdul Majid Al Zindani(CEO Alzin Grup)
Biasanya buku yang lahir dari pengalaman pribadi dan kisah nyata,
jauh lebih hidup dan menarik. Karena begitu banyak nilai-nilai kehi-
dupan yang bisa diambil. Sebuah novel yang gak bikin bosen dibaca.
sukses selalu buat patria.
Hamzah Izzulhaq (CEO Hamasa Corp)
Banyak pengusaha yang dihasilkan karena orang tua mereka adalah
seorang pengusaha sukses, tapi anak muda satu ini ,dia mengartikan
kesuksesan bukan merupakan sebuah garis kerunan, tapi kesuksesan
bisa didapatkan dari nilai sebuah perjuangan. Kapan kamu ingin
membuat sebuah penilaian tentang arti suksesmu sendiri? Baca buku
ini dan biarkan sukses menjadi milikmu.
Hari Bertus (ahli internet marketing)
BROWNIES MANTEN
OLEH-OLEH DARI HATI