CECEDE

Embed Size (px)

Citation preview

DAFTAR ISI

DAFTAR ISIBAB I I.I Pendahuluan.................................................................2I.IIRumusan Masalah.2I.IIIPembahasan3I.IVKesimpulan..11I.VDaftar Pustaka..12

I.I PendahuluanPoligami merupakan suatu tindakan yang saatinimasih menjadi pro kontra di masyarakat. Hal ini dikarenakana perbedaan pendapat / pandangan masyarakat.Masihbanyak yang menganggap poligami adalah suatu perbuatan negatif.Hal ini terjadi karena poligami dianggap menyakitikaumwanitadanhanya menguntungkan bagi kaum pria saja. DiIndonesiasendiri, masih belum ada Undang-Undang yang menjelaskan secara rinci boleh tidaknya poligami dilakukan.Tujuan hidup keluarga adalah untuk mendapatkan kebahagiaan lahir dan batin. Namun dengan adanya Poligami yang dilakukan sang suami, kebahagiaan dalam keluarga dapat menjadi hilang. Hal ini tentunya merugikan bagi kaum istri dan anak-anaknya karena mereka beranggapan tidak akan mendapatkan perlakuan yang adil dari sang suami.Pandangan masyarakat terhadap poligami beragam, ada yang setuju namun juga ada yang tidak setuju atau menentang terlebih lagi bagi kaum hawa yang merasa dirugikan, karena harus berbagi dengan yang lain. Hal ini dipengaruhi dengan perekonomian keluarga yang tidak memungkinkan poligamiI.II Rumusan Masalah1. Perkawinan Yang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan dua orang wanita dalam waktu bersamaan ?2. Poligami menurut Mahkamah Konstitusi Indonesia3. Sejarah Poligami ?4. Pandangan Menurut Agama Tentang Poligami?5. Dampak melakukan perbuatan poligami?

I.III Pembahasan 1. Perkawinan Yang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan dua orang wanita dalam waktu bersamaan ?Perkawinan adalah ikatan lahir batin antaraseorang pria dan seorang wanitasebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan/UU Perkawinan). UU Perkawinan juga menegaskan bahwa pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami (pasal 3 ayat [1]). Dengan demikian, UU Perkawinan tidak mengizinkan perkawinan antara seorang pria dengan dua orang wanita dalam waktu bersamaan.Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang (poligami), UU Perkawinan mewajibkan dia untuk mengajukan permohonan kepada pengadilan. Pengadilan hanya memberi izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila beralasan sebagai berikut (pasal 4 ayat [1] dan ayat [2] UU Perkawinan):-bahwa isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;-bahwa isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;-bahwa isteri tidak dapat melahirkan keturunan.Untuk dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan harus memenuhi syarat-syarat berikut (Pasal 5 UU No. 1/1974):a.adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;b.adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka.c.adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.2. Poligami menurut Mahkamah Konstitusi IndonesiaMahkamah Konstitusi menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) yang menyatakan bahwa asas perkawinan adalah monogami, dan poligami diperbolehkan dengan alasan, syarat, dan prosedur tertentu tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan hak untuk membentuk keluarga, hak untuk bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, dan hak untuk bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif sebagaimana diatur dalam UUD 1945 sebagaimana diutarakan dalam sidang pembacaan putusan perkara No. 12/PUU-V/2007 pengujian UU Perkawinan yang diajukan M. Insa, seorang wiraswasta asal Bintaro Jaya, Jakarta Selatan pada Rabu (3/10/2007).Insa dalam permohonannya beranggapan bahwa Pasal 3 ayat (1) dan (2), Pasal 4 ayat (1) dan (2), Pasal 5 ayat (1), Pasal 9, Pasal 15, dan Pasal 24 UU Perkawinan telah mengurangi hak kebebasan untuk beribadah sesuai agamanya, yaitu beribadah Poligami. Selain itu, menurut Insa, dengan adanya pasal-pasal tersebut yang mengharuskan adanya izin istri maupun pengadilan untuk melakukan poligami telah merugikan kemerdekaan dan kebebasan beragama dan mengurangi hak prerogatifnya dalam berumah tangga dan merugikan hak asasi manusia serta bersifat diskriminatif.Mahkamah Konstitusi dalam sidang terbuka untuk umum tersebut, dan menyatakan menolak permohonan M. Insa karena dalil-dalil yang dikemukakan tidak beralasan. Menurut Mahkamah Konstitusidalam pertimbangan hukumnya, pasal-pasal yang tercantum dalam UU Perkawinan yang memuat alasan, syarat, dan prosedur poligami, sesungguhnya semata-mata sebagai upaya untuk menjamin dapat dipenuhinya hak-hak istri dan calon insteri yang menjadi kewajiban suami yang berpoligami dalam rangka mewujudkan tujuan perkawinan.Tujuan perkawinan sebagaimana dikemukakan ahliMuhammad Quraish Shihabdalam sidang sebelumnya yang dikutip dalam pertimbangan hukum putusan, adalah untuk mendapatkan ketenangan hati (sakinah). Sakinah dapat lestari manakala kedua belah pihak yang berpasangan itu memelihara mawaddah, yaitu kasih sayang yang terjalin antara kedua belah pihak tanpa mengharapkan imbalan (pamrih) apapun, melainkan semata-mata karena keinginannya untuk berkorban dengan memberikan kesenangan kepada pasangannya.Menurut Shihab, sifat egoistik, yaitu hanya ingin mendapatkan segala hal yang menyenangkan bagi diri sendiri, sekalipun akan meyakitkan hati pasangannya akan memutuskan mawaddah. Itulah sebabnya, demi menjaga keluarga sakinah adalah wajar jika seorang suami yang ingin berpoligami, terlebih dahulu perlu meminta pendapat dan izin dari istrinya agar tak tersakiti. Di samping itu, izin istri diperlukan karena sangat terkait dengan kedudukan istri sebagai mitra yang sejajar dan sebagai subjek hukum dalam perkawinan yang harus dihormati harkat dan martabatnya.Muhammad Quraish Shihab menyatakan bahwa asas perkawinan yang dianut oleh ajaran Islam adalah asas monogami. Poligami merupakan kekecualian yang dapat ditempuh dalam keadaan tertentu, baik yang secara objektif terkait dengan waktu dan tempat, maupun secara subjektif terkait dengan pihak-pihak (pelaku) dalam perkawinan tersebut.Terkait dengan salah satu syarat poligami yang terpenting, yaitu adil, pendapat Ahli Huzaemah T. Yanggo yang dikutip dalam pertimbangan hukum putusan, menyatakan bahwa kaidah fiqh yang berlaku adalah pemerintah (negara) mengurus rakyatnya sesuai dengan kemaslahatannya. Oleh karena itu, menurut ajaran Islam, negara (ulil amri) berwenang menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh warga negaranya yang ingin melakukan poligami, demi kemaslahatan umum, khususnya mencapai tujuan perkawinan.Mengenai adanya ketentuan yang mengatur tentang poligami untukWNIyang hukum agamanya memperkenankan perkawinan poligami, hal ini menurut MK adalah wajar. Oleh karena sahnya suatu perkawinan menurut Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan apabila dilakukan sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Sebaliknya, akan menjadi tidak wajar jika UU Perkawinan mengatur poligami untuk mereka yang hukum agamanya tidak mengenal poligami. Jadi pengaturan yang berbeda ini bukan suatu bentuk diskriminasi, karena dalam pengaturan ini tidak ada yang dibedakan, melainkan mengatur sesuai degan apa yang dibutuhkan, sedangkan diskriminasi adalah memberikan perlakuan yang berbeda terhadap dua hal yang sama.

3. Sejarah Poligami Poligami adalah masalah-masalah kemanusiaan yang tua sekali. Hampir seluruh bangsa di dunia, sejak zaman dahulu kala tidak asing dengan poligami. Di dunia barat, kebanyakan orang benci dan menentang poligami. Sebagian besar bangsa-bangsa disana menganggap bahwa poligami adalah hasil dari perbuatan cabul dan oleh karenanya dianggap sebagai tindakan yang tidak bermoral. Akan tetapi kenyataan menunjukan lain, dan inilah yang mengherankan. Hendrik II, Hendrik IV, Lodeewijk XV, Rechlieu, dan Napoleon I adalah contoh orang-orang besar Eropa yang berpoligami secara illegal. Bahkan, pendeta-pendeta Nasrani yang telah bersumpah tidak akan kawin selamanya hidupnya, tidak malu-malunya memiliki kebiasaan memelihara istri-istri gelap dengan izin sederhana dari uskup atau kepala gereja mereka.Kebiasaan poligami yang dilakukan oleh raja-raja yang melambangkan ketuhanan sehingga banyak orang yang menganggapnya sebagai perbuatan suci. Orang Hindu melakukan poligami secara meluas, begitu juga orang Babilonia, Siria, dan Persi, mereka tidak mengadakan pembatasan mengenai jumlah wanita yang dikawini oleh seorang laki-laki. Seorang Brahma berkasta tinggi, boleh mengawini wanita sebanyak yang ia suka. Di kalangan bangsa Israil, poligami telah berjalan sejak sebelum zaman nabi Musa a.s. yang kemudian menjadi adat kebiasaan yang dilanjutkan tanpa ada batasan istri.Di kalangan pengikut Yahudi Timur Tengah, poligami lazim dilaksanakan. Bahkan menurut mereka Injil sendiri tidak menyebutkan batas dari jumlah istri yang boleh dikawini oleh seorang laki-laki. Agama Kristen tidak melarang adanya praktek poligami, sebab tidak ada satu keterangan yang jelas dalam Injil tentang landasan melarang poligami. Terkecuali dalam Injil Matius Pasal 10ayat 10-12dan Injil Lukas pasal 16 ayat 18 yang menerangkan bahwa seseorang yang menceraikan pasangannya kemudian menikah lagi, maka hukumnya dia berzina dengan pasangannya yang baru.Dalam realitasnya, hanya golongan Kristen Katolik saja yang tidak membolehkanpembubaran akad nikah kecuali kematian saja. Sedangkan aliran-aliran Ortodoks dan Protestan atau Gereja Masehi Injil membolehkan. Berdasarkan hasil penelitian, tidak ada dewan Gereja pada masa awal Kristen yang menentang Poligami. St. Agustine justru menyatakan secara tegas bahwa dia sama sekali tidak mengutuk poligami. Marthin Luthermempunyai sikap yang toleran dan menyetujui status poligami Philip dari Hesse. Tahun 1531 kaum Anabaptis mendakwakan poligami. Sekte Mormon juga meyakini poligami. Bahkan hingga sekarang, beberapa Uskup di Afrika masih sangat mendukung praktek poligami.Poligami sudah berlaku sejak jauh sebelum datangnya Islam. Orang-orang Eropa (Rusia, Yugoslavia, Cekoslovakia, Jerman, Belgia, Belanda, Denmark, Swedia dan Inggris semuanya adalah bangsa-bangsa yang berpoligami. Demikian juga bangsa-bangsa Timur seperti Ibrani dan Arab, mereka juga berpoligami. Karena itu tidak benar apabila ada tuduhan bahwa Islamlah yang melahirkan aturan tentang poligami, sebab nyatanya yang berlaku sekarang ini juga hidup dan berkembang di negeri-negeri yang tidak menganut Islam, seperti Afrika, India, Cina dan Jepang. Tidaklah benar jika poligami hanya terdapat di negeri-negeri Islam.Jadi tidak benar jika dikatakan bahwa islamlah yang mula-mula membawa sistem poligami. Sebenarnya hingga sekarang sistem poligami ini masih tetap tersebar di beberapa bangsa yg tidak beragama islam seperti orang-orang Afrika, Hindu India, Cina, dan Jepang. Juga tidak benar jika dikatakan bahwa sistem ini hanya berlaku dikalangan bangsa-bangsa yang beragama Islam. Sebenarnya agama Kristen tidak melarang poligami sebab di dalam Injil tidak ada satu ayat pun yang dengan tegas melarang hal ini. Dulu sebagian bangsa Eropa yang pertama memeluk Kristen telah beradat istiadat dengan mengawini satu perempuan saja. Sebelumnya mereka adalah penyembah berhala. Mereka memeluk Kristen karena pengaruh bangsa Yunani dan Romawi yang melarang poligami.Setelah mereka memeluk agama Kristen, kebiasaan dan adat nenek moyang mereka ini tetap mereka pertahankan dalam agama baru ini. Jadi, sistem monogami yg mereka jalankan ini bukanlah dari agama Kristen yang mereka anut, melainkan warisan Paganisme (agama berhala) dahulu. Dari sinilah gereja kemudian mengadakan bidah dengan menetapkan larangan poligami lalu larangan tersebut dimasukkan sebagai aturan agama, padahal kitab Injil tidak menerangkan sedikitpun tentang pengharaman sistem ini. Kemudian menurut Sayyid Sabiq dalamFiqhussunnahmengutarakan bahwa sebenarnya sistem poligami ini tidaklah dilakukan kecuali oleh bangsa-bangsa yang telah maju kebudayaannya, sedangkan bangsa-bangsa yang masih primitif jarang sekali melakukannya, bahkan bisa dikatakan tidak ada. Hal ini diakui oleh para sarjana sosiologi dan kebudayaan seperti Westermark, Hobbers, Heler dan Jean Bourge.Hendaklah diingat bahwa sistem monogami merupakan sistem yang umum dilakukan oleh bangsa-bangsa yang kebanyakan masih primitif, yaitu bangsa-bangsa yang hidup dengan mata pencaharian berburu, bertani, yang biasanya bertabiat halus dan bangsa-bangsa yang sedang berada dalam transisi meninggalkan zaman primitifnya, yang pada zaman modern kini disebut bangsa agraris.Disamping itu, sistem monogami tidak begitu menonjol pada bangsa-bangsa yang telah mengalami perubahan kebudayaan yaitu bangsa-bangsa yang telah meninggalkan cara hidup berburu yg primitif menjadi bangsa peternak dan penggembala dan bangsa-bangsa yang meninggalkan cara hidup memetik hasil tanaman liar menjadi bangsa yang bercocok tanam. Kebanyakan sarjana sosiologi dan kebudayaan berpendapat bahwa sistem poligami pasti akan meluas dan bangsa-bangsa di dunia ini banyak melakukannya bilamana kebudayaan mereka bertambah tinggi. Jadi tidaklah benar anggapan bahwa poligami berkaitan dengan keterbelakangan kebudayaan. Sebaliknya poligami seiring dengan kebudayaan.Demikian kedudukan sebenarnya sistem poligami menurut sejarah. Begitu juga sebenarnya pendirian agama Kristen. Begitu juga meluasnya sistem poligami seiring dengan kemajuan kebudayaan manusia. Hal ini disampaikan bukan untuk mencari dalih untuk membenarkan sistem poigami ini, tetapi untuk menerangkan persoalan sesuai dengan tempatnya dan menjelaskan penyelewengan serta kebohongan sejarah dan fakta yang dikemukakan oleh orang-orang Eropa

4. Pandangan Menurut Agama Tentang PoligamiHindu Baik poligini maupun poliandri dilakukan oleh sekalangan masyarakatHindu pada zaman dulu. Hinduisme tidak melarang maupun menyarankan poligami. Pada praktiknya dalam sejarah, hanyarajadankastatertentu yang melakukan poligami.Buddhisme Dalam Agama Buddha pandangan terhadap Poligami adalah suatu bentuk keserakahan (Lobha).Yudaisme Walaupun kitab-kitab kunoagama Yahudimenandakan bahwa poligami diizinkan, berbagai kalangan Yahudi kini melarang poligami.Kristen Gereja-gereja Kristen umumnya, (Protestan,Katolik,Ortodoks, dan lain-lain) menentang praktik poligami. Namun beberapa gereja memperbolehkan poligami berdasarkan kitab-kitab kuna agama Yahudi. Gereja Katolik merevisi pandangannya sejak masaPaus Leo XIIIpada tahun1866 yakni dengan melarang poligami yang berlaku hingga sekarang

Mormonisme Penganut Mormonisme pimpinanJoseph SmithdiAmerika Serikatsejak tahun 1840-an hingga sekarang mempraktikkan, bahkan hampir mewajibkan poligami. Tahun1882penganut Mormon memprotes keras undang-undang anti-poligami yang dibuat pemerintah Amerika Serikat. Namun praktik ini resmi dihapuskan ketikaUtahmemilih untuk bergabung dengan Amerika Serikat. Sejumlah gerakan sempalan Mormon sampai kini masih mempraktekkan poligami. ISLAM Poligami dalamIslammerupakan praktik yang diperbolehkan (mubah, tidak larang namun tidak dianjurkan). Islam memperbolehkan seorang pria beristri hingga empat orang istri dengan syarat sang suami harus dapat berbuat adil terhadap seluruh istrinya (Surat an-Nisa ayat 34:3)

5. Dampak melakukan perbuatan poligami

Dampak Positif Poligami 1). Mencegah perzinahan, 2). Mencegah pelacuran, 3). Mencegah kemiskinan, 4). Meningkatkan ekonomi keluarga.Dampak Negative Poligami

Dampak psikologisPerasaan inferior istri dan menyalahkan diri karena merasa tindakan suami berpoligami adalah akibat dari ketidakmampuan dirinya memenuhi kebutuhan biologis suami.Dampak ekonomi rumah tanggaKetergantungan secara ekonomi kepada suami. Walaupun ada beberapa suami memang dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya, tetapi dalam prakteknya lebih sering ditemukan bahwa suami lebih mementingkan istri muda dan menelantarkan istri dan anak-anaknya terdahulu. Dampak hukumSeringnya terjadi nikah di bawah tangan (pernikahan yang tidak dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama), sehingga pernikahan dianggap tidak sah oleh negara, walaupun pernikahan tersebut sah menurut agama. Pihak perempuan akan dirugikan karena konsekuensinya suatu pernikahan dianggap tidak ada, seperti hak waris dan sebagainya. Dampak kesehatanKebiasaan berganti-ganti pasangan menyebabkan suami atau istri menjadi rentan terhadap penyakit menular seksual (PMS), bahkan rentan terjangkit virus HIV/AIDS. Kekerasan terhadap perempuan,Baik kekerasan fisik, ekonomi, seksual maupun psikologis. Hal ini umum terjadi pada rumah tangga poligami, walaupun begitu kekerasan juga terjadi pada rumah tangga yang monogami.

I.IVKesimpulanPoligami Adalah sebuah sistem sosial yang berbeda-beda interpretasi dan implementasinya antara beberapa masyarakat, disesuaikan dengan Budaya dan Agama dari masing Masyarakat, dan berkembang sejarahnya dari masa ke masa, seperti halnya di Agama Kristen yang awalnya Boleh menjadi tidak diperbolehkan. Dalam islam dibolehkan, tetapi setelah melihat realitas Poligami ada juga sebagian ulama mengharamkannya. Dalam agama hindu, tidak melarang juga tidak menyarankan poligami. Kalau dalam agama budha poligami dianggap sebagai keserakahan (tidak dianjurkan). Sedangkan agama yahudi hampir sama sejarahnya dengan kristen, awalnya diperbolehkan namun kini dilarang.Dinamika Pro kontra Poligami ini akan selalu berjalan seiring dengan perkembangan sistem sosial masyarakat.. Karena bila dikaji lebih teliti lagi, dampak dan realitas sejarah Poligami dari dulu hingga sekarang tidak selamanya menuai kontroversi.

I.VDaftar Pustaka

http://aihermawatie.wordpress.comhttp://www.hukumonline.comhttp://mindafantastic.blogspot.comhttp://nafidsanikhcommunity.blogspot.comhttp://id.wikipedia.orghttp://artinafsucinta.wordpress.com

13