cdk_153_Stemcell

Embed Size (px)

DESCRIPTION

stemmm ellll

Citation preview

  • http://www.kalbefarma.com/cdk

    ISSN : 0125-913X

    2006

    153.Stem Cell

  • 2006

    http://www.kalbefarma.com/cdk

    International Standard Serial Number: 0125 913X

    153.

    Stem Cell Daftar isi :

    2006

    153.Stem Cell

    Two human retinal cells (brown and red) on theirfeeder cells (yellow)

    Prof. Miodrag Stojkovicspl

    http:// www.kalbefarma.com/cdk ISSN : 0125 913X

    2. Editorial

    Artikel

    5. Aplikasi Terapeutik Sel Stem Embrionik pada Berbagai Penyakit Degeneratif Boenjamin Setiawan

    9. Aspek Bioetika Penelitian Stem Cell M.K. Tadjudin 13. Aplikasi Terapi Stem Cell pada Infark Miokard Akut RWM Kaligis 14. Stem Cell Therapy in Hematologic Malignancies A. Harryanto

    Reksodiputro 16. Application of Stem Cell Therapy in Parkinson Disease Ismail

    Setyopranoto 17. Terapi Sel Stem pada Cedera Medula Spinalis Mohammad Saiful

    Islam 20. Aplikasi Terapi Stem Cell pada Luka Bakar Nurhadi Ibrahim 21. Dasar-dasar Stem Cell dan Potensi/Aplikasinya dalam Ilmu

    Kedokteran Virgi Saputra 26. Kultur dan Potensi Stem Cells dari Darah Tali Pusat Richard

    Prayogo, Maria Teresa Wijaya 29. Stem Cell Retina : Harapan baru untuk mengatasi kebutaan ? Meta

    W. Djojosubroto 33. Penggunaan Human Mesenchymal Stem Cells untuk Perbaikan

    Tulang Rawan Sendi pada Osteoarthritis - Adiwirawan Mardjuadi 36. Penyakit yang Berhubungan dengan Penghambatan Apoptosis -

    Rochman Naim 39. Antioksidan dalam Diet dan Karsinogenesis - Jansen Silalahi

    43. Kapsul 44. Informatika Kedokteran 45. Kegiatan Ilmiah 48. Indeks Karangan Cermin Dunia Kedokteran 2006 50. Abstrak 52. RPPIK

  • EEDDIITTOORRIIAALL

    Ilmu kedokteran selalu berusaha untuk memperpanjang dan memperbaiki kualitas kehidupan manusia; praktis seluruh penelitian dan usaha pengobatan diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut antibiotika dikembangkan untuk memerangi penyakit-penyakit infeksi, obat-obat antihipertensi, antidiabetik dan lain-lain ditujukan untuk mengatasi kelemahan atau gangguan metabolisme tubuh agar tetap optimal mendukung kehidupan; kanker terus menerus dicari penyebabnya dan diperangi dengan obat-obat antikanker agar tidak merusak sel-sel yang masih sehat dan penyakit Alzheimer sampai saat ini merupakan target utama penelitian untuk dapat ditanggulangi.

    Dalam semangat yang sama, dengan kemungkinan yang sangat besar dan karenanya akan sangat menarik untuk diselidiki dan dikembangkan, adalah bagaimana manusia bisa mencegah penuaan, bagaimana kita bisa meremajakan kembali sel-sel yang sudah uzur sehingga dapat lebih lama mendukung kehidupan dan bagaimana kita bisa mengatasi penyakit-penyakit degeneratif yang juga berkaitan dengan penurunan fungsi tubuh.

    Oleh karena itu penelitian stem cell sangat menarik untuk dicermati karena membuka kemungkinan baru yang boleh dikatakan merupakan the new frontier; yang mudah-mudahan juga the last frontier bagi usaha memelihara dan mengisi kehidupan manusia agar tetap berhasil guna dan berdaya guna.

    Naskah yang kami terbitkan dalam edisi khusus ini merupakan makalah sebagian topik yang dibahas dalam simposium Stem Cell yang telah diselenggarakan pada tanggal 2 September 2006 di Aula Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta berkat kerjasama Unit Riset Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, PT Kalbe Farma Tbk., dan majalah Cermin Dunia Kedokteran, ditambah dengan beberapa makalah lain yang tidak termasuk dalam yang dibahas dalam simposium tersebut, tetapi masih berkaitan dengan topik bahasan.

    Semoga terbitan ini dapat bermanfaat, terutama bagi sejawat yang tidak

    bisa hadir mengikuti simposium tersebut; tentu dengan harapan bisa membuka cakrawala pemikiran baru mengenai bagaimana kita bisa mengatasi masalah-masalah kesehatan di kemudian hari.

    Selamat membaca, Redaksi

    Cermin Dunia Kedokteran No. 153, 2006 2

  • 2006 International Standard Serial Number: 0125 - 913X

    KETUA PENGARAH Prof. Dr. Oen L.H. MSc

    REDAKSI KEHORMATAN

    PEMIMPIN UMUM Dr. Erik Tapan KETUA PENYUNTING Dr. Budi Riyanto W.

    - Prof. DR. Sumarmo Poorwo Soedarmo

    Guru Besar Purnabakti Infeksi Tropik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta

    - Prof. DR. Hendro Kusnoto, Drg, SpOrt.

    Laboratorium Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti Jakarta

    TATA USAHA Dodi Sumarna

    -

    -

    INFORMASI/DATABASE Ronald T. Gultom, SKom

    Prof. Drg. Siti Wuryan A Prayitno, SKM, MScD, PhD. Bagian Periodontologi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Jakarta

    DR.Arini Setiawati Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta

    ALAMAT REDAKSI Majalah Cermin Dunia Kedokteran, Gedung Enseval Jl. Letjen. Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 10510, P.O. Box 3117 JKT. Tlp. 021 - 4208171 E-mail : [email protected] http: //www.kalbefarma.com/cdk

    NOMOR IJIN 151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 Tanggal 3 Juli 1976

    DEWAN REDAKSI

    PENERBIT Grup PT. Kalbe Farma Tbk.

    -

    -

    PENCETAK PT. Temprint

    Dr. Boenjamin Setiawan Ph.D

    Prof. Dr. Sjahbanar Soebianto Zahir MSc.

    http://www.kalbefarma.com/cdk

    PETUNJUK UNTUK PENULIS

    Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang-bidang tersebut.

    Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila pernah dibahas atau dibacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan mengenai nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut.

    Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Istilah medis sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus disertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pembaca yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak berbahasa Inggris untuk karangan tersebut.

    Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan kirinya, lebih disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto disertai/atau dalam bentuk disket program MS Word. Nama (para) pengarang ditulis lengkap, disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat bekerjanya. Tabel/skema/ grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas-jelasnya dengan tinta hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor sesuai dengan urutan

    pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan yang jelas. Bila terpisah dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk menghindari kemungkinan ter-tukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan pemunculannya dalam naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated Index Medicus dan/ atau Uniform Requirement for Manuscripts Submitted to Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9). Contoh : 1. Basmajian JV, Kirby RL.Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore, London:

    William and Wilkins, 1984; Hal 174-9. 2. Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading micro-

    organisms. Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physio-logy: Mechanism of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974;457-72.

    3. Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin Dunia Kedokt. 1990; 64: 7-10.

    Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih, sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk.

    Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran, Gedung Enseval, Jl. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 10510 P.O. Box 3117 JKT. Tlp. (021) 4208171. E-mail : [email protected]

    Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu secara tertulis.

    Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai dengan amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.

    Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat masing-masing penulis dan tidak selalu merupakan pandangan atau kebijakan instansi/lembaga/bagian tempat kerja si penulis.

  • Simposium Stem Cell

    Menyongsong Era Stem Cell di Indonesia

    Aula Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Sabtu 2 September 2006 FKUI (MRU) + PT Kalbe Farma + Jurnal Cermin Dunia Kedokteran

    Waktu Acara Pembicara / Moderator 07.30 08.00 Registrasi peserta 08.00 08.05 Pembukaan MC 08.05 08.15 Sambutan Ketua Panitia dr. Budhi Antariksa, SpP, PhD 08.15 08.25 Sambutan Dekan FKUI dr. Menaldi Rasmin, Sp.P(K) 08.25 08.35 Sambutan Menristek, dilanjutkan dengan

    pembukaan acara simposium Menteri Riset dan Teknologi, Bpk Kusmayanto Kadiman

    Sesi I Prof. Dr. dr. Frans Suyatna, SpFK 08.35 08.55 Selayang pandang mengenai stem cell dan

    potensi komersialnya dr. Boenjamin Setiawan, PhD

    08.55 09.15 Peranan makmal dalam penelitian stem cell Prof. Dr. dr. Ali Baziad, SpOG(K) 09.15 09.35 Aspek mediko etika legal pengobatan dengan

    stem cell Prof. Dr. dr. MK Tadjudin

    09.35 09.55 Aplikasi terapi stem cell pada infark miokard akut

    dr. RWM Kaligis, SpJP

    09.55 10.15 Diskusi 10.15 10.35 Coffee break

    Sesi II Dr. dr. Sri Bekti Subakir, MS 10.35 10.55 Aplikasi terapi stem cell pada stroke dr. Salim Haris SpS 10.55 11.15 Aplikasi terapi stem cell pada kanker darah Prof. Dr. dr. A. Harryanto Reksodiputro,

    SpPD, KHOM 11.15 11.35 Aplikasi terapi stem cell pada Penyakit

    Parkinson dr. Ismail Setyopranoto, SpS (FK UGM-Yogyakarta)

    11.35 11.55 Aplikasi pengobatan stem cell pada trauma tulang belakang

    dr. Mohammad Saiful Islam, SpS (FK UNAIR - Surabaya)

    11.55 12.15 Diskusi 12.15 13.15 Lunch

    Sesi III Dr. Andon Hestiantoro, Sp.OG-KFER 13.15 13.35 Aplikasi terapi stem cell pada luka bakar dr. Nurhadi Ibrahim, PhD 13.35 13.55 Body, Heal Thyself: Potential applications of

    cord blood stem cells dr. Sunny Tan (Senior Director CyGenics - Singapore)

    13.55 14.15 Aplikasi stem cell pada rejuvenasi dr. Boenjamin Setiawan, PhD 14.15 14.35 Diskusi 14.35 14.40 Penutupan MC

    Cermin Dunia Kedokteran No. 153, 2006 4

  • MAKALAH

    Aplikasi Terapeutik

    Sel Stem Embrionik pada Berbagai Penyakit Degeneratif

    Boenjamin Setiawan

    Presiden Komisaris PT. Kalbe Farma Tbk., Jakarta, Indonesia

    ABSTRAK

    Sel stem embrionik mempunyai kemampuan untuk berproliferasi secara terus menerus dalam kultur optimal dan dalam keadaan tertentu mampu berdiferensiasi menjadi berbagai tipe sel jaringan, seperti otot polos, kardiomiosit, neuron, sel beta pankreas, khondrosit, dsb. Karena sifat ini maka sel stem embrionik ini dapat dipakai untuk mengobati berbagai penyakit degeneratif yang sekarang termasuk dalam bidang kedokteran regeneratif. Dalam beberapa tahun lagi sel stem embrionik manusia ini dapat dipakai untuk transplantasi berbagai organ yang rusak, seperti ginjal, hati, jantung, tulang dsb. Penggunaan sel stem embrionik masih dibayangi oleh berbagai masalah etik dan masih dilarang di beberapa negara seperti di AS, Jerman, Perancis dsb. sehingga menghambat kemajuan penelitian. Tetapi di berbagai negara lain seperti, UK, Singapura, Korea, India, China dsb. penggunaan sel stem embrionik manusia untuk kedokteran regeneratif diperbolehkan, sehingga penelitian di negara-negara tersebut telah mengalami banyak kemajuan. Untuk mencegah kontroversi ini, maka alternatif lain adalah menggunakan human Umbilical Cord Blood (hUBC) yang mengandung banyak adult stem cells dan mempunyai kemampuan proliferasi lebih baik daripada sel stem sumsum tulang (hBM=human Bone Marrow).

    Di Indonesia keadaannya masih belum jelas. 1. SUMBER SEL STEM 1.1. Arti Sel Stem embrionik

    Sel stem embrionik adalah sel yang diambil dari inner cell mass - suatu kumpulan sel yang terletak di satu sisi blastocyst yang berumur 5 hari dan terdiri dari 100 sel. Sel stem ini mempunyai sifat dapat berkembang biak secara terus menerus dalam media kultur optimal dan pada keadaan tertentu dapat diarahkan untuk berdiferensiasi menjadi berbagai sel yang terdiferensiasi seperti sel jantung, sel kulit, neuron, hepatosit dan sebagainya. 1.2. Sel stem dewasa (Adult stem cells) adalah sel stem yang terdapat di semua organ tubuh, terutama di dalam sumsum tulang dan berfungsi melakukan regenerasi untuk mengatasi

    berbagai kerusakan yang selalu terjadi dalam kehidupan. Tubuh kita mengalami pengrusakan oleh berbagai faktor dan semua kerusakan yang mengakibatkan nekrosis (kematian jaringan dan sel) akan dibersihkan oleh sel makrofag yang beredar dalam darah. Sel stem dewasa sebaliknya berfungsi untuk memperbaiki jaringan yang mengalami kerusakan. Sel stem dewasa dapat diambil dari fetus (fetal stem cells), sumsum tulang (bone marrow stem cells), darah perifer atau tali pusat (umbilical cord blood stem cells, UCB). 1.3. Sel stem embrionik maupun sel stem dewasa sangat besar potensinya untuk mengobati berbagai penyakit degeneratif, seperti infark jantung, stroke, penyakit Parkinson, diabetes, berbagai macam kanker terutama kanker darah, osteoarthritis dan sebagainya.

    Cermin Dunia Kedokteran No. 153, 2006 5

  • Sel stem embrionik sangat plastis dan mudah dikembang-

    kan menjadi berbagai macam jaringan sel, seperti neuron, kardiomiosit, osteoblast, fibroblast dan sebagainya., sehingga dapat dipakai untuk trans-plantasi jaringan yang rusak. Lagipula immunogenicity nya rendah, selama belum meng-alami diferensiasi.

    Sel stem dewasa juga bisa dipakai untuk mengobati berbagai penyakit degeneratif, tetapi plastisitasnya sudah berkurang. Mengingat masalah etik, maka banyak negara lebih mengutamakan penelitian pemanfaatan sel stem dewasa pada berbagai penyakit degeneratif, sehingga tidak dihadapkan pada masalah dan kontroversi etika.

    Karena sel stem tali pusat (Umbilical cord blood= UCB) mudah didapat dan ternyata banyak mengandung sel stem, maka sekarang banyak diteliti mengenai manfaatnya untuk mengatasi berbagai penyakit degeneratif. Sel stem UCB mudah diperbanyak, immunogenicitynya rendah dan plastisitasnya cukup baik. 1.4. SCNT, atau somatic cell nuclear transfer merupakan teknik untuk menghasilkan klon sel stem embrionik yang seratus persen sama seperti donor nukleusnya. Bilamana oosit manusia dikeluarkan nukleusnya (enukleasi) kemudian pada oosit tersebut dimasukkan nukleus somatik dari seorang donor dan kemudian pada oosit tersebut diberi aliran listrik, maka oosit mengalami reprogramming DNA, sehingga berkembang biak menjadi embrio. Keberhasilan SCNT masih sangat rendah dan embrio yang dihasilkan banyak mengalami kelainan kongenital. Tetapi bilamana berhasil maka embrio ini akan merupakan klon dari donor nukleus, sehingga DNA donor nukleus dan embrio seratus persen sama, sehingga jika dilakukan transplantasi tidak akan terjadi penolakan terhadap transplan Teknik SCNT teoretis dapat dipergunakan untuk transplantasi berbagai organ dan jaringan tubuh manusia. 2. Sel stem pada berbagai penyakit degenerasi SSP 2.1. Stroke iskemik pada tikus maupun domba dapat disembuhkan dengan pemberian hUCB. Percobaan pada binatang dengan memberikan CD34+ hUCB dapat menimbulkan perbaikan fungsional dengan terbentuknya angiogenesis dan neurogenesis. Berdasarkan hasil percobaan binatang yang sangat prospektif maka beberapa pusat penelitian sedang merencanakan untuk melakukan uji klinis pada manusia. 2.2. Penyakit Parkinson yang banyak menghinggapi orang tua juga mempunyai prospek baik untuk dapat disembuhkan oleh sel stem. Patogenesis penyakit Parkinson adalah karena degenerasi sel neuron dopaminergik di substansia nigra. Berbagai percobaan telah berhasil untuk mengubah sel stem menjadi neuron dopaminergik dan jika sel ini disuntikkan ke otak dapat menimbulkan perbaikan. Tetapi sayang sampai sekarang belum ada laporan percobaan klinik yang baik sehingga masih belum dapat diambil kesimpulan yang objektif. 2.3. Spinal cord injury, disertai demielinasi menyebabkan

    hilangnya fungsi neuron. Remielinasi dengan sel stem dapat mengembalikan fungsi yang hilang. Percobaan pendahuluan dengan ES tikus dapat menghasilkan oligodendrosit yang kemudian dapat menyebabkan remielinisasi akson yang rusak. 3. Sel stem dan diabetes tipe I

    Pada diabetes tipe I sel pankreas beta yang mensekresi insulin mengalami kerusakan oleh faktor genetik, lingkungan dan imunologik. Akibatnya terjadi defisiensi insulin dan menyebabkan hiperglikemi. Transplantasi seluruh organ pankreas kadaver dapat menyembuhkan penderita. Tetapi jumlah kadaver sangat sedikit dan obat imunosupresi yang dibutuhkan untuk mencegah reaksi imunologik menimbulkan banyak efek samping. Transplantasi sel stem merupakan alternatif baik dan telah menunjukkan hasil positif pada mencit. Tetapi masih banyak kendala yang harus diatasi supaya penggunaan sel stem untuk menyembuhkan pasien diabetes tipe I dapat terlaksana. 4. Sel stem pada infark jantung

    Pada infark miokard akut, sel stem sumsum tulang (bone marrow) yang beredar dalam darah perifer dan sel stem yang sudah berada di jantung akan menuju ke daerah infark, tetapi jumlahnya tidak cukup untuk dapat mengatasi dan menyembuhkan daerah infark tersebut. Sel stem akan membentuk sel kardiomiosit dan juga mengadakan neovaskularisasi. Karena jumlah sel stem endogen kurang banyak maka logis untuk mecarikan bantuan sel stem dari luar yang bisa berasal dari sumsum tulang atau sumber lain seperti UCB. Hal ini telah dilakukan dengan hasil yang cukup menggembirakan. Bartinek juga telah melakukan intracoronary infusion BM stem cell otolog pada 22 pasien dengan AMI dan melaporkan hasil yang sangat baik. Sekarang dalam literatur sudah banyak dilaporkan hasil positif pemberian sel stem BM intrakoroner pada AMI. 5. Sel stem pada osteoarthritis

    Osteoarthritis merupakan penyakit degeneratif yang banyak sekali menghinggapi orang tua maupun para atlet. Lutut, bahu, dan berbagai sendi mengalami degenerasi tulang rawan dan menyebabkan rasa nyeri pada pergerakan.

    Sel stem dapat membentuk khondroblast dan osteoblast dan melalui tissue engineering sel stem dapat diarahkan sedemikian rupa sehingga dapat membentuk jaringan tulang rawan, yang dapat dimasukkan ke dalam sendi sehingga dapat berfungsi sebagai pengganti tulang rawan yang rusak. Jika kerusakan tulang rawan masih ringan maka sel stem dapat langsung dimasukkan ke dalam sendi; sel stem akan berubah menjadi chondroblast dan membentuk lapisan tulang rawan baru. Berbagai percobaan sudah membuktikan manfaat yang sangat besar sel stem untuk osteoarthritis. 6. Sel stem hematopoetik pada kanker

    Salah satu sebab mengapa sel stem hematopoetik (sel stem sumsum tulang) dapat dipakai untuk pengobatan kanker adalah karena dalam keadaaan tertentu harus diberi kemoterapi atau radiasi dosis tinggi sehingga membunuh semua sel yang

    Cermin Dunia Kedokteran No. 153, 2006 6

  • berkembang biak cepat (termasuk sel kanker, tetapi juga sel stem sumsum tulang, endotel usus dan sel rambut, sehingga pada radiasi atau kemoterapi dosis tinggi selain membunuh sel kanker, pasien akan menderita diare dan rambutnya rontok). Karena sel stem hematopoetik di dalam sumsum tulang yang membentuk leukosit untuk memerangi infeksi, eritrosit untuk membawa oksigen dan trombosit untuk pembekuan darah, bilamana diradiasi atau diberi obat kemoterapi akan mati semua, maka seseorang sebelum diradiasi/diberi obat kemoterapi dosis tinggi, sumsum tulangnya dipanen dulu. Setelah radiasi, dimasukkan lagi dalam darah dan sel stem hematopoetik akan kembali masuk sumsum tulang dan akan berkembang biak lagi. Penggunaan sel stem hematopoetik untuk kanker sudah dipakai sejak beberapa puluh tahun lamanya.

    Selain sel stem sumsum tulang, juga dapat dipakai sel stem UCB dan darah perifer yang juga mengandung sel stem. Jika diambil dari darah perifer maka pasien diberi CGSF (Colony Growth Stimulating Factor) yang akan merangsang sumsum tulang untuk memproduksi dan melepaskan banyak sel stem ke sirkulasi dan kemudian dengan alat apheresis, sel stem dipisah dan darah dikembalikan ke dalam sirkulasi.

    Jika sel stem diambil dari pasien yang sama maka disebut transplantasi otolog. Jika sel stem diambil dari saudara kembar maka disebut transplantasi syngeneik, sedangkan kalau sel stem diambil dari saudara maka disebut transplantasi alogeneik.

    7. Sel stem untuk Rejuvenasi

    Belakangan diketahui bahwa kerusakan jaringan tubuh akan diperbaiki oleh sel stem yang mengalir di darah perifer dan berasal dari sumsum tulang beserta sel stem yang memang selalu berada di setiap organ. Cara kerja sel stem mungkin melalui 3 mekanisme : menciptakan lingkungan mikro yang kondusif untuk regenerasi sel endogen jaringan, transdiferensiasi (sel stem dewasa akan berubah menjadi sel jaringan pengganti yang rusak) dan mungkin melalui fusi sel.

    Memang sampai sekarang pertanyaan yang timbul adalah bagaimana tubuh kita dapat memperbaiki jaringan yang rusak? Pada tanaman dan organisme sederhana seperti hydra, planaria, atau salamander dan newt, jika cabang pohon dipotong atau kaki salamander dipotong maka secara otomatis akan tumbuh kembali. Telah terbukti pada organisme sederhana ini sel stem sangat besar peranannya.

    Dengan penemuan bahwa sel stem embrionik dan dewasa dapat berkembang biak secara tidak terbatas dan dapat mengalami transdiferensiasi, maka sekarang sudah jelas bahwa perbaikan kerusakan jaringan tubuh dapat diperbaiki oleh sel stem dewasa yang beredar dalam darah dan sel stem yang terdapat dalam setiap organ.

    Dengan penemuan ini maka teoretis setiap kerusakan dapat diperbaiki dengan melakukan infus sel stem eksogen karena sel stem endogen tidak cukup banyak untuk dapat melakukan regenerasi. Sumber sel stem endogen yang paling mudah didapatkan adalah sel stem sumsum tulang dan sel stem UCB, jika kita menghendaki sel stem otolog. Karena itu pengambilan dan penyimpanan sel stem UCB akan sangat bermanfaat, tidak hanya untuk pengobatan kanker pasca radiasi atau pemberian

    kemoterapi dosis tinggi, tetapi juga untuk memperbaiki kerusakan jaringan dan organ tubuh. Sel stem ini dapat dipergunakan untuk melakukan rejuvenasi dan regenerasi jaringan dan organ tubuh yang rusak. 8. Sel stem juga dapat dimanfaatkan untuk transplantasi kulit, mengobati penyakit oto-imun, terapi gen, skrining obat dan mempelajari perkembangan embrio (developmental biology) dan masih banyak sekali potensi lain yang belum dapat dibayangkan dewasa ini. KESIMPULAN

    Manfaat sel stem untuk pengobatan regeneratif sangat besar dan potensinya masih belum digali secara optimal. Sayang masih banyak negara, dipelopori oleh AS yang menghambat penelitian mengenai sel stem ini. Untung beberapa negara Eropa dan negara Asia seperti Swedia, Finlandia, Rusia, Belgia, Korea, China, India, Singapura dan Malaysia sangat mendukung penelitian sel stem. Semoga mereka dapat memanfaatkan kebebasan dan dorongan pemerintah mereka untuk dapat memetik hasil optimal dari penelitian ini. Sayang dalam hal ini kita di Indonesia masih belum berani mengambil keputusan tegas, apakah juga mendorong penelitian mengenai sel stem ini untuk kegunaan terapeutik bukan untuk reproduksi.

    Pemerintah, dunia akademis dan industri sebaiknya membangun kerjasama yang erat untuk memanfaatkan kesempatan penelitian sel stem ini untuk kemudian dapat diaplikasikan untuk pengobatan regeneratif, rejuvenasi orang tua, skrining obat baru dan membantu terapi gen.

    Banyak hal yang masih bisa dilakukan untuk meneliti sel stem ini dan semoga akan membawa manfaat tak terhingga untuk mengurangi penderitaan orang sakit dan meningkatkan kesejahteraan manusia.

    KEPUSTAKAAN 1. Blelloch R, Wang Z, Meissner A, Pollard S, Smith A, Jaenisch R.

    Reprogramming Efficiency following Somatic Cell Nuclear Transfer is influenced by the Differentiation and Methylation State of the Donor NucleusStem Cell Express, published online May 18 : doi: 10.1634/ stemcells. 2006-0050

    2. Peterson DA. Umbilical cord blood cell and brain stroke injury: bringing fresh blood to address an old problem. J.Clin.Invest. 2004; 114 (3). http://www.jci.org

    3. Kawasaki H, Suemori,H, Mizuseki,K et al. Generation of dopaminergic neurons and pigmented epithelia from primate ES cells by stromal cell-derived inducing activity. PNAS 2002;99 (3): 1580-1585.

    4. Liu S, Qu Y, Stewart TJ et al. Embryonic stem cells differentiate into oligodendrocytes and myelinate in culture and after spinal cord transplantation. PNAS 2000; 97 (11): 6126-6131.

    5. Rajagopal J, Anderson WJ, Kume S,.Martinez OI,.Melton DA. Insulin staining of ES cell progeny from insulin uptake. Science 2003; 299 (56050): 363.

    6. Caprice NM, Gersh BJ. Stem cell to repair the heart. A clinical perspective. Circulation Res. 2003; 92:6

    7. Goussetis E, Manginas A, Kotelou M. Peristen I et al. Intracoronary delivery of selected BM-progenitors. Stem Cells Express. published online June 29, 2006; doi:10.1634/stemcells.2005-0589

    Cermin Dunia Kedokteran No. 153, 2006 7

  • 8. Bartinek,J, Vanderheyden M, Vandekerchove B et al., Intracoronary

    injection of CD133-positive enriched bone marrow progenitor cells promotes cardiac recovery after recent myocardial infarction. Circulation 2005;112 (9 suppl):78-83.

    11. http://www.cancer.bov/cancertopics/factsheet/Therapy/bone-marrow-transplant. Bone Marrow Transplantation and Peripheral Blood Stem Cell

    12. Transplantation: Questions and Answers. 13. Prockop DJ,.Gregory CA,.Spees JL. One strategy for cell and gene

    therapy: Harnessing the power of adult stem cells to repair tissues. PNAS, September 30,2003;.100, suppl.1: 11917-11923

    9. Amado LC,.Saliaris AP,.Schuleri KH et al., Cardiac repair with intra-myocardial injection of allogeneic mesenchymal stem cells after myocardial infarction, PNAS, August 9, 2005; 102(32): 11474-11479 14. Snyder EY, Loring JF. A Role for Stem Cell Biology in the Physiological

    and Pathological Aspects of Aging. J. Amer. Geriatr. Soc. September 2005;. 53: S287, doi : 10.1111/j.1532-414.2005.53491.x

    10. Acosta Jr, FL, Lotz J,.Ames CP, The potential role of mesenchymal stem cell therapy for intervertebral disc degeneration: a critical review Neurosurg.Focus 19 (3): E4, 2005.

    15. Alonso L, Fuchs E. Stem cells of the skin epithelium. PNAS, September 30, 2003;.100, suppl.1.:11830-11835

    KALENDER KEGIATAN ILMIAH PERIODE NOVEMBER DESEMBER 2006

    Bulan Tanggal Kegiatan Tempat dan Informasi

    04 05 Biennial Symposium DIGM : Geriatrics Update 2006

    Hotel Le Meridien, Jakarta Global Medica Communications Ph. : 021-30042089; Fax. : 021-30041027 E-mail : [email protected]

    05 10 XVIII FIGO World Congress of Gynecology and Obstetrics

    Kuala Lumpur Convention Center Ph. : +60 3 4252 9100 ; Fax.: +60 3 4257 1133 E-mail : [email protected] http://www.figo2006kl.com

    10 13 28th World Congress of Internal Medicine (2006 WCIM)

    Taipei International Convention Center Ph.: 886-2-2375-8068 ; Fax.: 886-2-2375-8072 http://www.icim2006-taipei.org.tw

    13 15 7th Congress of Asia Pacific Society of Medical Virology

    India Habitat Centre Ph. : +91-11-26594926 ; Fax.: +91-11-26588663 E-mail : [email protected] http://www.apcmv2006.com

    16 19 World Menopause Day: Menopause and ageing Quality of life and sexuality

    Hotel Borobudur, Jakarta Ph.: 021-570 5800 ext. 426/555 ; Fax.: 021-5705798 E-mail : [email protected]

    16 19 The 6th Asian & Oceanian Epilepsy Congress Kuala Lumpur Ph. : +353 1 2059720 ; Fax.: +353 1 2056156 http://www.epilepsykualalumpur2006.org

    18 19 The 2nd International Symposium for Healthy Travellers Jakarta Ph.: 021-30042089; Fax.: 021-30041027 E-mail: [email protected]

    22 25 19th Indonsian Intl Hospital Medical Pharmaceutical

    Clinical Laboratories Equipment And Medicine Exhibition

    Jakarta Convention Center Ph.: 021-458 45303, 458 45304 ; Fax.: 021-458 57833 E-mail: [email protected] http://www.hospital-expo.com

    22 26 WFAS International Symposium of Acupuncture 2006

    Sanur Paradise Plaza Hotel, Bali Ph.: 021-570 5800 ext. 428/420 ; Fax.: 021-570 5798 E-mail: [email protected] http://www.wfasbali2006.org

    24 25 Kongres Nasional I PERKAPI Anti Aging: A New Challenge in Medicine

    Jakarta Convention Center Ph.: 021-53677981, 53677982; Fax.: 021-53677983 E-mail: [email protected]

    NOVEMBER

    25 Seminar & Workshop

    PASTI (Perkumpulan Awet Sehat Indonesia): Restoring Youthful Hormone Level

    Hotel Borobudur, Jakarta Phone : 021-729 0623 Fax.: 021-7289 5871

    02 04 11th Asian Symposium on Rhinology Kuala Lumpur Ph.: 603-2093 0100 / 2092 5262; Fax.: 603-2093 0900 E-mail: [email protected]

    DESEMBER

    15 17 PIN PAPDI

    Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Ph.: 021-3910294, 31931384, 3193808 pes. 6703 Fax.: 021-3148163 E-mail: [email protected]

    Informasi terkini, detail dan lengkap (jadwal acara/pembicara) bisa diakses di http://www.kalbefarma.com/calendar

    Cermin Dunia Kedokteran No. 153, 2006 8

  • MAKALAH

    Aspek Bioetika

    Penelitian Stem Cell

    M. K. Tadjudin

    Ketua Kelompok Kerja Stem Cell, Komisi Bioetika Nasional, Jakarta, Indonesia

    PENGANTAR

    Laporan tentang keberhasilan pengisolasian sel stem (stem cell ) manusia serta laporan tentang eksperimen fusi sel telur sapi yang telah dienukleasi dengan sel manusia telah menghangatkan kembali perdebatan tentang etika penelitian yang menggunakan sel embrio (mudigah) manusia dan kloning pada manusia. Berbagai teknologi baru telah memungkinkan berbagai cara untuk membuat embrio manusia seperti melalui transfer inti somatik, fusi sel, dan pembuatan hibrida manusia/bukan-manusia. Perlu diingat pula bahwa manipulasi embrio kemungkinan besar akan menyebabkan kematian embrio itu.

    Pada tanggal 12 Pebruari 2004 sejumlah peneliti Korea telah mengumumkan di Seoul tentang pembuatan stem cell manusia pertama dalam laboratorium dengan transplantasi sel somatik yang kemudian ditarik kembali karena tuduhan manipulasi data atau sedikitnya perilaku tidak etis dari para peneliti. Temuan itu, jika benar, amat penting karena telah menunjukkan suatu cara untuk membuat stem cell dari sel somatik. Mereka telah membuktikan kemungkinan untuk membiak stem cell dari seseorang serta kemudian membuat sel atau jaringan yang secara genetika identik dengan donor sel tersebut. Hal itu juga mendorong sejumlah negara maju untuk menggiatkan penelitian stem cell dan pengklonan embrio guna pemakaian dalam pengobatan penyakit-penyakit degeneratif seperti Alzheimer dan Parkinson. Kanada membolehkan penggunaan embrio sisa bayi tabung (BT) untuk penelitian stem cell. Swedia mendukung kegiatan pengklonan embrio untuk tujuan pengobatan. Di Inggris pihak swasta diperbolehkan membuat stem cell embrio. Singapura menanam modal dalam upaya penelitian stem cell embrio sebesar US$ 300 juta dengan mengembangkan Biopolis, suatu taman ilmu yang modern dengan tujuan khusus penelitian stem cell. Di Singapura juga telah didirikan suatu bank penyimpanan darah tali pusat.

    Pemerintah federal Amerika Serikat melarang pendanaan penelitian yang menggunakan stem cell berasal dari embrio, namun tidak melarang penelitian itu sendiri. Hal itu menyebabkan penelitian dilakukan oleh pihak swasta tanpa

    pengawasan yang baik (Spar, 2004). Di negara bagian Kalifornia, di bawah kepemimpinan gubernur Arnold Schwarzenegger, penelitian itu diperbolehkan dan dapat didanai dari anggaran pemerintah negara bagian Kalifornia. Yang menjadi pokok permasalahan adalah sumber stem cell tersebut.

    Hal itu menimbulkan berbagai masalah etika seperti: 1. Apakah penelitian embrio manusia secara moral dapat

    dipertanggungjawabkan ? 2. Apakah penelitian embrio yang menyebabkan kematian

    embrio itu akan mendorong pelanggaran hak azasi manusia (HAM) dan merupakan tindakan yang menunjukkan berkurangnya penghormatan terhadap mahluk hidup ?

    3. Apakah penyalahgunaan dapat diketahui dan dikendalikan?

    4. Apakah secara moral dapat dibedakan antara penelitian yang menggunakan embrio sisa proses bayi tabung dan penelitian khusus membuat embrio untuk digunakan, sehingga yang pertama dibolehkan tetapi yang ke dua dilarang ?

    5. Apakah yang disebut embrio ?

    JENIS STEM CELL

    Suatu keputusan etika yang benar hanya dapat diambil dengan mengetahui dasar ilmiah proses yang dilakukan. Untuk dapat membahas aspek bioetika penelitian stem cell perlu dijelaskan bahwa ada berbagai jenis stem cell. Jika ditinjau dari asalnya maka stem cell dapat dibagi dalam stem cell embrio dan stem cell bukan embrio. Stem cell sesuai potensinya untuk berkembang lebih lanjut dapat dibagi dalam sel totipoten, pluripoten, dan multipoten. Aspek bioetika penggunaan berbagai jenis sel tersebut berbeda.

    Banyak harapan yang timbul dari penelitian stem cell embrio, karena sel itu mempunyai potensi untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel yang menyusun berbagai jenis organ tubuh. Sel demikian, yang juga disebut stem cell totipoten (SCT), ditemukan pada jaringan embrio dan pada jaringan tertentu makhluk dewasa seperti sumsum tulang merah dan sel

    Cermin Dunia Kedokteran No. 153, 2006 9

  • kelamin. Sel darah yang diperoleh dari tali pusat bayi baru lahir juga mempunyai kemampuan menjadi stem cell. Sementara ini sumber stem cell yang banyak dipakai untuk berbagai jenis penelitian berasal dari embrio tingkat blastosis. Manfaat yang diperoleh dari penggunaan SCT dalam bidang kedokteran amat besar, namun sumber SCT tersebut merupakan suatu masalah etika yang perlu mendapat perhatian.

    SCT dapat digunakan untuk pengobatan berbagai jenis penyakit, mulai dari pembentukan sel pankreas baru untuk penderita diabetes, sel miokard (otot jantung) baru untuk penderita infark jantung dan gagal jantung, hingga sel neuron baru untuk penderita penyakit Alzheimer dan Parkinson. Permasalahannya adalah apakah sel embrio dapat dipakai sebagai sumber untuk SCT?

    SCT terbaik didapat dari blastosis. Di negara-negara yang membolehkan melakukan BT, embrio yang sudah tidak dipakai setelah proses BT selesai dapat digunakan sebagai sumber stem cell, karena pada proses BT biasanya diperoleh blastosis yang melebihi keperluan. Blastosis yang berlebihan itu dapat disimpan beku (deepfreeze ) atau dibuang. Sebagian ilmuwan berpendapat ketimbang sisa blastosis dibuang lebih baik dipakai sebagai sumber SCT. Namun sebagian lain berpendapat bahwa walaupun tujuan memperoleh SCT baik, dalam proses perolehannya terjadi pemusnahan embrio manusia. Ada pula yang berpendapat bahwa jika kegiatan pengambilan SCT dari embrio diizinkan, hal itu akan membuka jalan ke arah hal yang bertentangan dengan kemanusiaan seperti peternakan embrio (embryo farms ), pengklonan bayi, penggunaan janin untuk suku cadang, dan komersialisasi kehidupan manusia (Sandel, 2004). Tabel 1. Jenis stem cell dewasa/multipoten, asal dan derivatnya

    Jenis stem cell Asal Sel/jaringan yang dihasilkan

    Hematopoetik Sumsum tulang merah, darah tepi

    Sumsum tulang, darah, sel limfo/hematopoetik

    Mesenkim Sumsum tulang merah, darah tepi

    Tulang, tulang rawan, tendon, lemak, lemak, otot, stroma sumsum, sel saraf

    Sel saraf Sel ependim, astrosit SSP

    Neuron, astrosit, oligodendrosit

    Hati Di sekitar saluran Hering

    Sel lonjong yang menghasilkan hepatosit dan sel duktus

    Pankreas Dalam pulau Langerhans, sel nestin positif, sel lonjong, dan sel saluran

    Sel beta pankreas

    Otot skelet atau sel satelit

    Serat otot Serat otot skelet

    Keratinosit (kulit) Lapisan basal epidermis, folikel rambut

    Epidermis dan folikel rambut

    Sel epitel paru Sel basal trakhea dan sel mukus, sel Clara bronkiolus, pneumosit alveolus tipe II

    Sel mukus dan sel bersilia, pneumosit tipe I dan II

    Epitel usus Sel epitel yang berada di sekitar dasar kriptus

    Sel Paneth, enterosit brush border , sel goblet yang mensekresikan mukus, sel enteroendokrin vilus

    Sel totipoten mempunyai kemampuan untuk berkembang menjadi suatu organisme lengkap atau mempunyai potensi yang tidak tebatas. Sel totipoten hanya ditemukan pada perkembangan dini embrio sampai stadium blastosis (gumpalan sel). Pada stadium morula terbentuk inner cell mass, yang kemudian akan berkembang menjadi berbagai jaringan embrio dan tubuh, kecuali membentuk plasenta. Sel blastosis dapat berkembang menjadi organisme lengkap jika ditempatkan dalam rahim. Sel blastosis disebut sel pluripoten karena dapat berkembang lebih lanjut menjadi berbagai jaringan dan organ tubuh. Secara alami sel pluripoten yang telah berkembang dan melakukan spesialiasi disebut sel multipoten dan merupakan stem cell dewasa. Pada tabel 1 dapat dilihat beberapa contoh stem cell dewasa/multipoten yang dapat berkembang menjadi berbagai sel dan jaringan. Tantangan bagi para peneliti sebenarnya adalah bagaimana memanipulasi stem cell dewasa sehingga dapat berkembang menghasilkan sel atau produk yang diinginkan yang dapat digunakan untuk pengobatan.

    Dewasa ini sudah ada beberapa peneliti yang melaporkan suatu cara memperoleh embrio yang etis, a.l. dengan cara membuat embrio partenogenetik dan melalui transfer inti yang diubah (altered nuclear transfer), (The Presidents Council on Bioethics, 2005) yang disebut juga sebagai pembuatan embrio yang etis. Pembentukan embrio partenogenetik dilakukan dengan penyuntikan PLC-zeta (suatu protein sperma) pada sel telur. PLC-zeta memicu proses fertilisasi dan sel telur mulai membelah. Pembelahan sel telur itu hanya dapat berkembang sampai stadium blastosis dan stem cell embrio kemudian dapat dipanen. Pada transfer inti yang diubah dilakukan transfer inti dengan DNA yang sudah diubah sehingga hasil fertilisasi tidak dapat berkembang menjadi embrio atau fetus tetapi terhenti pada pada stadium blastosis. Menurut pendukung gagasan ini gumpalan sel yang terbentuk tidak dapat disebut blastosis atau embrio karena tidak sempurna.

    Nature advance online publication pada tanggal 23 Agustus 2006 memuat laporan Klimanskaya dkk. (2006) yang memberi secercah harapan kepada para peneliti stem cell. Mereka menulis tentang pembuatan galur stem cell yang berasal dari salah satu sel blastosis stadium 8 sel. Pada IVF jika ada kecurigaan kelainan genetika sering dilakukan pengambilan salah satu sel pada stadium blastosis 8 sel untuk dilakukan pemeriksaan genetika. Jika tidak ada kelainan, maka blastosis yang tinggal 7 sel kemudian ditanam ke dalam rahim dan umumnya berkembang normal.

    ISU BIOETIKA DALAM PENELITIAN DAN PENGGUNAAN STEM CELL 1. Isu utama penelitian dan penggunaan stem cell adalah perihal penggunaan stem cell embrio terutama perihal sumber sel tersebut yaitu embrio. Sumber embrio adalah hasil abortus, zigot sisa IVF, dan hasil pengklonan.

    Pengklonan embrio manusia untuk memperoleh stem cell merupakan isu yang sangat menimbulkan kontroversi. Isu ini berhubungan dengan isu awal kehidupan dan penghormatan terhadap kehidupan. Pengklonan embrio manusia untuk

    Cermin Dunia Kedokteran No. 153, 200610

  • memperoleh stem cell menimbulkan kontroversi karena berhubungan dengan pengklonan manusia atau pengklonan reproduksi yang ditentang oleh semua agama. 2. Dalam proses pemanenan stem cell embrio terjadi kerusakan pada embrio yang menyebabkan embrio tersebut akan mati. Pandangan bahwa embrio mempunyai status moral yang sama dengan manusia menyebabkan hal tersebut sulit diterima, sehingga membuat embrio manusia untuk tujuan penelitian merupakan hal yang tidak dapat diterima. 3. Pengambilan sel dari blastosis 8 sel merupakan suatu alternatif jika kemungkinan blastosis mati dapat diterima sebagai bukan pelanggaran etika. Aspek etika lain dari cara ini adalah bahwa sel yang diambil dari blastosis 8 sel merupakan suatu sel totipoten yang berpotensi menjadi manusia. Beberapa peneliti mengusulkan untuk membiak sel yang diambil untuk diagnostik kemudian baru dilakukan berbagai uji yang diperlukan. Kesulitan cara ini adalah tenggang waktu antara pengambilan sel dan hasil uji menjadi lebih lama dan dapat mempengaruhi keberhasilan penanaman blastosis. 4. Perdebatan tentang status moral embrio berkisar tentang apakah embrio harus diperlakukan sebagai manusia atau sebagai sesuatu yang berpotensi sebagai manusia atau sebagai jaringan hidup seperti jaringan tubuh lainnya. Di sini perlu kejelasan antara apa yang dimaksud dengan hidup dan kehidupan. Sel tubuh manusia semuanya hidup tetapi apakah dapat dianggap sebagai kehidupan. Ditinjau dari sudut biologi tidak jelas apakah embrio yang hidup dapat dianggap sebagai kehidupan.

    Pandangan yang moderat menganggap bahwa suatu embrio berhak mendapat penghormatan sesuai dengan tingkat perkembangannya. Semakin tua umur embrio semakin tinggi pula tingkat penghormatan yang harus diberikan. Pandangan yang liberal menganggap embrio pada stadium blastosis hanya sebagai suatu gumpalan sel dan belum merupakan manusia sehingga dapat dipakai untuk penelitian termasuk untuk melakukan pengklonan untuk pengobatan (therapeutic cloning). Sebaliknya pandangan yang konservatif menganggap blastosis sebagai mahluk hidup. 5. Materi biologi manusia yang diperoleh dari biopsi dan ekstirpasi selama pembedahan sudah lama dipakai untuk berbagai jenis penelitian demi kemajuan ilmu kedokteran dan kemaslahatan manusia. Hal itu dapat diterima oleh semua pihak sejauh donor tidak dirugikan dan memberi persetujuan (informed consent). 6. Penggunaan stem cell yang berasal dari kadaver erat berhubungan dengan penerimaan masyarakat perihal abortus. Jika hal ini akan dilakukan maka diperlukan dua persetujuan, y.i. persetujuan untuk abortus dan persetujuan untuk menggunakan hasil abortus untuk penelitian. Kedua persetujuan itu harus diberikan terpisah dan penggunaan hasil abortus tidak boleh mempengaruhi keputusan untuk melakukan abortus dan sebaliknya. 7. Penggunaan stem cell yang berasal dari surplus zigot pembuatan bayi tabung juga menimbulkan kontroversi. Pendapat yang moderat mengatakan ketimbang surplus zigot itu dibuang, sebaiknya dipakai saja untuk penelitian stem cell. Sebaliknya ada pula yang beranggapan sisa itu dipelihara

    sebaik mungkin sampai zigot itu mati sendiri. Jika zigot itu akan digunakan untuk penelitian stem cell, seperti pada penggunaan sisa abortus, perlu dua persetujuan, yaitu untuk melakukan fertilisasi in vitro dan untuk melakukan penelitian pada zigot yang tidak terpakai lagi. 8. Upaya pembuatan embrio etis perlu kajian ilmiah dan etika yang lebih mendalam. Hal ini menyangkut juga definisi dari embrio. 9. Salah satu cara untuk menghindari masalah etika penggunaan embrio manusia adalah dengan eksperimen pengklonan lintas spesies. Teknologi masih dikembangkan dan belum banyak kajian baik dari segi ilmiah maupun aspek etika masalah ini. Saya pribadi dapat menyetujui cara ini jika tujuan atau niat bukan untuk memperoleh organisme hibrida tetapi untuk untuk memperoleh stem cell blastosis yang akan terbentuk. Masalah ini perlu dibahas lebih lanjut karena bagi orang Islam misalnya apakah halal untuk menggunakan sel dari hewan seperti babi untuk memperoleh suatu klon? 10. Manfaat bagi donor yang menghasilkan suatu galur stem cell. Donor harus mendapat manfaat dari hasil galur itu.

    ISU PERUNDANGAN DALAM PENELITIAN STEM CELL 1. Apakah diperlukan peraturan perundangan untuk mengatur penelitian dan komersialisasi hasil penelitian stem cell ? Mengingat demikian banyaknya permasalahan yang dapat timbul dari penelitian stem cell maka peraturan perundangan diperlukan. Peraturan ini ada yang dibuat secara nasional dan masing-masing lembaga penelitian perlu pula membuat peraturan intern. 2. Apakah perlu dibentuk suatu badan pengawas penelitian stem cell ? Peraturan tanpa pengawasan tidak berguna, oleh karena itu perlu pengawasan tentang penelitian stem cell. Mengingat lagi demikian banyaknya permasalahan yang dapat timbul dari penelitian stem cell maka pengawasan sebaiknya dilakukan oleh suatu badan independen yang terdiri dari para ilmuwan, ahli bioetika, agamawan, dan awam. Badan pengawasan selain dibuat secara nasional juga perlu diadakan di masing-masing lembaga yang melakukan penelitian stem cell. 3. Sosialisasi dan pendidikan masyarakat tentang stem cell. Keresahan dalam masyarakat dapat timbul akibat ketidaktahuan, oleh karena itu perlu ada sosialisasi dan pendidikan kepada masyarakat perihal penelitian stem cell. Sosialisasi pada masyarakat perlu dilakukan secara jujur karena ada kecenderungan untuk melaporkan keberhasilan dan menyembunyikan kegagalan (Adams, 2006).

    KESIMPULAN 1. Penelitian stem cell demikian pula aspek etikanya perlu

    membedakan antara penelitian yang menggunakan stem cell embrio, stem cell yang berasal dari blastosis 8 sel, dan penelitian yang menggunakan stem cell dewasa.

    2. Penelitian yang menggunakan stem cell dewasa dapat

    Cermin Dunia Kedokteran No. 153, 2006 11

  • dilakukan dengan persyaratan yang lazim untuk penelitian biomedik.

    3. Pengklonan untuk menghasilkan embrio yang akan digunakan untuk penelitian stem cell dari segi etika sulit diterima, sedangkan upaya pembuatan embrio etis perlu kajian ilmiah dan etika lebih lanjut.

    4. Penelitian yang menggunakan jaringan yang berasal dari kadaver abortus dan sisa zigot IVF perlu dua persetujuan, yaitu persetujuan untuk abortus dan persetujuan untuk menggunakan hasil abortus sebagai sumber stem cell.

    5. Upaya pembuatan embrio etis perlu kajian etika yang lebih mendalam. Hal ini menyangkut juga definisi dari embrio dan hidup serta kehidupan.

    6. Pengklonan lintas spesies untuk memperoleh blastosis yang menghasilkan stem cell memerlukan kajian ilmiah dan etika yang lebih mendalam.

    7. Peraturan perundangan dan badan pengawas penelitian stem cell perlu diadakan pada tingkat nasional dan tingkat lembaga penelitan.

    8. Tantangan bagi para peneliti adalah bagaimana membuat stem cell dewasa yang multipoten menjadi sel yang pluripoten.

    KEPUSTAKAAN 1. Adams A. Blood-forming stem cells fail to repair heart muscle in

    Stanford study. Stanford School of Medicine. http://www.mednews. stanford.edu diakses 18 Agustus 2006.

    2. Klimanskaya I, Chung Y, Becker S, Lu SJ, Lanza R. Human embryonic stem cell lines derived from single blastomeres. Nature advance online publication 23 Agustus 2006.

    3. http://www.nature.com/nature/journal/vaop/ncurren/abs/nature05142.hml. diakses 24 Agustus 2006.

    4. Sandel MJ. Embryo ethics The moral logic of stem cell research. N. Engl. J. Med. 2004;351:207-209,

    5. Spar D. The business of stem cells. N. Engl. J. Med. 2004;351:211-213, 6. The Presidents Council on Bioethics. Alternative sources of human

    pluripotent stem cells. Washington DC, 2005. 7. http://www.bioethics.gov/reports/white_paper/alternative_sources_white_

    paper.pdf diakses 24 Agustus 2006.

    No word is ill spoken if it be not ill taken

    Cermin Dunia Kedokteran No. 153, 2006 12

  • ABSTRAK

    Aplikasi Terapi Stem Cell pada Infark Miokard Akut

    R W M Kaligis

    Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia

    Infark Miokard tercatat sebagai penyebab utama gagal jantung kongestif dan kematian di negara-negara industri maju. Sampai saat ini belum ada terapi yang secara tuntas bisa mencegah progresifitas remodeling ventrikel dan gagal jantung kongestif.

    Perhatian dan harapan saat ini tertuju pada terapi sel, yaitu suatu bentuk terapi dengan menggunakan stem cell. Stem cell adalah sel yang belum berdiferensiasi dan diketahui memiliki dua karakteristik, yaitu kemampuan berdiferensiasi menjadi berbagai tipe sel dan kemampuan untuk memperbaharui dirinya sendiri. Prinsip biologis yang mendasari terapi stem cell adalah diferensiasi arahan jaringan.Sebagai contoh, stem cell dewasa yang diisolasi dari jaringan hati jika diinjeksi kembali ke dalam jaringan hati akan berubah menjadi hepatosit. Namun jika sel yang sama ditransplantasi ke dalam jaringan miokard maka akan menjadi miosit. Regenerasi miokard dengan transplantasi stem cell kini menjadi suatu model pengobatan yang diharapkan dapat memperbaiki fungsi ventrikel yang buruk dan gagal jantung kongestif pasca suatu kejadian infark miokard akut. Berbagai penelitian klinis yang dipublikasikan belum lama ini menunjukkan bahwa terapi stem cell memang layak dilakukan dan bermanfaat dalam mencegah remodeling ventrikel dan memperbaiki gagal jantung kongestif pada penderita infark miokard akut. Namun demikian ada juga beberapa penelitian yang gagal membuktikan manfaat tersebut. Karena itu masih diperlukan penelitian-penelitian lain yang lebih besar di masa depan dan sebaiknya dilakukan secara acak dan terkontrol agar dapat memastikan besarnya manfaat terapi stem cell.

    Cermin Dunia Kedokteran No. 153, 2006 13

  • EXTENDED ABSTRACT

    Stem Cell Therapy in

    Hematologic Malignancies

    A. Harryanto Reksodiputro

    Hematologic-Medical Oncology Division, Dept. of Internal Medicine Faculty of Medicine, University of Indonesia, Jakarta, Indonesia

    In recent years stem cells has become the subject of

    increasing interest because their utility in numerous biomedical application. Stem cells are capable of renew in themselves. They can be continuously cultured in their undifferentiated state. These undifferentiated cells can be cultured into more specialized cells such as bone marrow, heart, liver, pancreatic, blood vessel, and nerve cells. Therefore they can be utilized in vitro to replace damaged cells and/or to test drugs or chemicals. The ability to differentiate is the ability to develop into other cell types. A stem cell can develop into cells from all three germinal layers.

    Tissue engineering is a developing field that combines biology and engineering in order to create a biological method which can replace or restore malfunctioning tissues. Cells from bone marrow or peripheral blood has been cultured in the laboratory and selected subpopulation of these cells are then used to treat malfunctioning tissue/organs.

    Adult patients suffering from coronary artery and peripheral vascular diseases continously need small-diameter vascular graft. In 1986, Science published a report by Weinberg and Bell who were among the first scientists able to construct a vessel in the laboratory using collagen and vascular cells which resembled a normal vessel in structure as well as in function. In 1999 Niklason demonstrated the feasibility of creating small arteries in the laboratory that mimics physiologically pulsatile blood flow and pressure.

    Tissue engineering in the cardiovascular system may offer several advantages over the current treatment. Tissue-engineered structures contain living cells so that it has the potential to grow and remodel over the time and might function for decades or even a lifetime. Since the cells are mostly derived from the patient who received the implant there should be no rejection by the immune system; neither thrombus formation.

    Pittengter (1999) published a technique for isolation of pure mesenchymal stem cells (MSC) which have the potential to differentiate into fat, bone, cartilage, muscle as well as cardiac cells. Hoerstrup has described the use of MSC from bone marrow to create heart valves.

    Guleserian et al, reported in 2001 to have been able to isolate endothelial progenitor cells (EPC) from human umbilical cord, and demonstrated these cells could grow in culture in response to vascular endothelial growth factor (VEGF) and basic fibroblast growth factor (bFGF). In 2002 Hoerstrup reported that EPCs isolated from human umbilical cord have cellular, extracellular matrix, and biochemical properties similar to native tissue.

    Bone marrow stem cells can become brain cells, liver cells precursors, heart cells, skeletal as well as smooth muscle.

    Harvesting umbilical cord blood poses no risk to mother or child, whereas a bone marrow donor must undergo anaesthesia and is exposed to the risk of infection. Because the stem cells in those in the bone marrow are more primitive from adult donors, they carry much lower incidence of GVHD.

    This makes it possible to perform transplant with less than perfect matches of type.

    Many regenerative therapies are being developed which use the patients own stem cell. One of the most common and promising is the use of stem cell for heart repair ; adult patients who have banked cord blood would have a ready source of stem cells regenerative medicine. On the other hand, they also have a rich source of stem cells in their bone marrow. When parents bank the cord blood from a new baby, in the near term they are most likely providing medical insurance fpr the childs siblings. Only in the long term when the donor grows up will they have value for self-use.

    The diseases in which stem cells has been tried most widely are bone marrow, heart disease, diabetes, and Parkinsons disease. Bone marrow stem cells either taken from the peripheral blood or from the bone marrow have been widely used and reported.

    Only bone marrow transplantations have been performed

    in Indonesia in around 1989-1990, one in Yogyakarta, one in Semarang, one in Bandung and four in Jakarta. Of the four bone marrow transplantation performed in the Jakarta, one is done with stem cells that is mobilized from the bone marrow into the peripheral blood. Financial condition is the main

    Cermin Dunia Kedokteran No. 153, 2006 14

  • problem for bone marrow transplantation in Indonesia. Perhaps the best-known stem cell therapy to date is the

    bone marrow transplantation, which is used to treat leukemia and other types of cancer, as well as various blood disorders.

    Leukemia is a cancer of white blood cells, or leukocytes. Like other blood cells, leukocytes are made in the bone marrow through a process that begins with multipotent adult stem cells. Mature leukocytes are released into the bloodstream, where they work to fight off infections in our bodies.

    Leukemia results when leukocytes begin to grow and function abnormally, becoming cancerous. These abnormal cells cannot fight off infection, and they interfere with the functions of other organs.

    Successful treatment for leukemia depends on getting rid of all the abnormal leukocytes in the patient, allowing healthy ones to grow in their place. One way to do this is through chemotherapy, which uses potent drugs to target and kill the abnormal cells. When chemotherapy alone can't eliminate them all, physicians sometimes turn to bone marrow transplants.

    In a bone marrow transplant, the patient's bone marrow stem cells are replaced with those from a healthy, matching donor. To do this, all of the patient's existing bone marrow and abnormal leukocytes are first killed using a combination of chemotherapy and radiation. Next, a sample of donor bone marrow containing healthy stem cells is introduced into the patient's bloodstream.

    If the transplant is successful, the stem cells will migrate into the patient's bone marrow and begin producing new, healthy leukocytes to replace the abnormal cells.

    Bone marrow transplantation (BMT) has been used to treat lymphoma for over ten years, much of that time on a trial basis but now much more in the mainstream. Sometimes lymphoma becomes resistant to treatment with radiation therapy or chemotherapy. Very high doses of chemotherapy may then be used to treat the cancer. Because the high doses of

    chemotherapy can destroy the patients bone marrow, marrow is taken from the bones before treatment. The marrow is then frozen, and the patient is given high-dose chemotherapy with or without radiation therapy to treat the cancer. The marrow that was taken out is then thawed and given back through a needle in a vein to replace the marrow that was destroyed. This type of transplant is called an autologous transplant. If the marrow given is taken from another person, the transplant is called an allogeneic transplant.

    REFERENCES 1. Fraser JK, Schreiber RE, Zuk PA, Hedrick MH. Adult stem cell therapy

    for the Heart, Intl J. Biochem. CellBiol 2004;36: 658-666. 2. Seaberg RM, Smukler SR, Kleefer TJ, EnikolopovG, Asghar Z, et al.

    Clonal identification of multipotent precursors from adult mouse pancreas that generate neural and pancreatic lineages. Nat Biotechnol 2004;22: 1115-1124.

    3. Nakajima-Nagata N, Sakurai T, Mitakai T, Yamaot E et al. In vitro induction of adult hepatic progenitor cells into insulin producing cellls. Biocehem Biophys Res Common. 2004; 318, 625-630.

    4. Nosrat IV, Smith CA, Mullaly P, Olson L, Nosrat CA. Dental pulp cells provide neutrophic support for dopaminergic neurons and differentiate into neurons in vitro, implications for tissue engineering and repair in the nervous system, Eur J of Neurosci. 2004; 19: 2388-2398.

    5. Julio CD, Gabriela GC, Thiede M, Storm S, Miki T. et al. Use and application of stem cells in toxicology. Science 2004; 79.214-223.

    6. Sophie BP, Charge,.Rudnicki MA. Cellular and molecular regulation of muscle regeneration. Am. Phys. Soc. 2004; 84: 209-238.

    7. International Society for Stem Cell Research. Stem Cell Primer. Available at http://www.jsscr.or/public/index.htm last accessed May 18th 2006.

    8. Gravy Y, Turgeman G, Lebergal M, Palled G, et al. Stem Cells as vehicles for orthopedic gene therapy. Gene Therapy 2004; 11: 417-426.

    9. Stem Cell Research Foundation. What are stem cells ?. Available at http://www.stemcellresearchfoundation.org

    10. National Institutes of Health. Stem Cell Information. Available at http://www.stemcells.nih.gov/info/basics/basic3.asp, last accessed May 18th 2005.

    Hope is the only good which is common to all men (Thales)

    Cermin Dunia Kedokteran No. 153, 2006 15

  • ABSTRAK

    Application of Stem Cell Therapy

    in Parkinson Disease

    Ismail Setyopranoto

    Stroke Unit, Department of Neurology, Faculty of Medicine, Gadjah Mada University/ Dr Sardjito General Hospital, Yogyakarta, Indonesia

    Embryonic stem (ES) cells have been suggested as candidate therapeutic tools for cell replacement therapy in neurodegenerative disorders. However, limitations for the use of these cells lie in our restricted knowledge on the molecular mechanisms involved in their specialized differentiation and in the risk of tumor formation.

    Although most cells of the body, such as muscle cells, are committed to fulfilling a particular function, a stem cell is uncommitted until it receives a signal to develop into a specialised cell. Stem cells can be obtained from embryonic, foetal and adult tissues. Based on their differentiation potential, stem cells can be: (i) Pluripotent, meaning that they can individually give rise to all types of cells that

    develop from the germ layers (endoderm, mesoderm and ectoderm) and germ cells,

    (ii) Totipotent, cells that have the capability of pluripotent cells plus the ability to give rise to placental tissue,

    (iii) Unipotent, can give rise to only one type of differentiated cell, and (iv) Multipotent, a state between unipotent and pluripotent.

    Parkinsons Disease exemplifies a type of disorder that could prove miraculously tractable to stem cell therapies. Even early studies that injected crude human fetal tissue extracts (presumably containing stem cells) appear to have had some long-term benefits, although those results are continually re-evaluated. Unfortunately, this approach has daunting drawbacks, including how much tissue is needed for each treatment and a lack of uniformity in tissue extracts used for each individual treatment.

    There are parallels between Parkinsons and diabetes, that appears to respond to stem cell therapies in a mouse model. Although molecular mechanisms are not completely understood, in the initial progression of diabetes only islet cells die, and therefore only one kind of cell needs regeneration. In research in mice, scientists took cells from the pancreas and grew them in culture. Unable to characterize stem cells visually, they simply took all the cultured cells and transplanted them. The mice seemed to grow normal islet cells and their diabetic condition seemed to reverse (long-term results are pending). An islet cell transplant protocol is being developed for diabetes, butas in Parkinsonsthis approach is limited by the availability and consistency of the cells.

    Cermin Dunia Kedokteran No. 153, 2006 16

  • MAKALAH

    Terapi Sel Stem

    pada Cedera Medula Spinalis

    Mohammad Saiful Islam

    Bagian / SMF Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/ Rumah Sakit Umum Dr Soetomo, Surabaya, Indonesia

    INTRODUKSI

    Cedera medula spinalis (CMS) merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi saraf yang sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia muda. Kelainan yang lebih banyak dijumpai pada usia produktif ini seringkali mengakibatkan penderita harus terus berbaring di tempat tidur atau duduk di kursi roda karena tetraplegia atau paraplegia.

    Data epidemiologik dari berbagai negara menyebutkan bahwa angka kejadian (insidens) CMS sekitar 11,5 53,4 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Belum termasuk dalam data tersebut jumlah penderita yang meninggal pada saat terjadinya cedera akut. ETIOLOGI

    CMS terutama disebabkan oleh trauma. Selain itu, CMS dapat pula disebabkan oleh kelainan lain pada vertebra, misalnya arthropathi spinal, keganasan yang mengakibatkan fraktur patologik, infeksi, kelainan kongenital, dan gangguan vaskular. CMS traumatik lebih sering terjadi di daerah servikal.

    Diantara berbagai penyebab trauma spinal, yang tersering dikemukakan adalah kecelakaan lalu lintas, olahraga, tembakan senapan, serta bencana alam, misalnya gempa bumi. PATOFISIOLOGI

    Trauma dapat mengakibatkan cedera pada medula spinalis secara langsung. Selain itu, trauma dapat pula menimbulkan fraktur dan instabilitas tulang belakang sehingga mengakibatkan cedera pada medula spinalis secara tidak langsung.

    Cedera sekunder berupa iskemia muncul karena gangguan pembuluh darah yang terjadi beberapa saat setelah trauma. Iskemia mengakibatkan pelepasan eksitotoksin, terutama glutamat, yang diikuti influks kalsium dan pembentukan

    radikal bebas dalam sel neuron di medula spinalis. Semua ini mengakibatkan kematian sel neuron karena nekrosis dan terputusnya akson pada segmen medula spinalis yang terkena. Deplesi ATP (adenosin trifosfat) akibat iskemia akan menimbulkan kerusakan mitokondria. Selanjutnya, pelepasan sitokrom c akan mengaktivasi ensim kaspase yang dapat merusak DNA (asam deoksiribonukleat) sehingga mengakibatkan kematian sel neuron karena apoptosis. Edema yang terjadi pada daerah iskemik akan memperparah kerusakan sel neuron.

    Beberapa minggu setelah itu, pada daerah lesi akan terbentuk jaringan parut yang terutama terdiri dari sel glia. Akson yang rusak akan mengalami pertumbuhan (sprouting) pada kedua ujung yang terputus oleh jaringan parut tersebut. Akan tetapi hal ini tidak mengakibatkan tersambungnya kembali akson yang terputus, karena terhalang oleh jaringan parut yang terdiri dari sel glia. Kondisi demikian ini diduga sebagai penyebab terjadinya kecacatan permanen pada CMS. GAMBARAN KLINIS

    CMS akut dapat mengakibatkan renjatan spinal (spinal shock). Renjatan spinal (RS) merupakan sindrom klinik yang sering dijumpai pada sebagian besar kasus CMS di daerah servikal dan torakal. RS ditandai oleh adanya gangguan menyeluruh fungsi saraf somatomotorik, somatosensorik, dan otonomik simpatik. Gangguan somatik berupa paralisis flaksid, hilangnya refleks kulit dan tendon, serta anastesi sampai setinggi distribusi segmental medula spinalis yang terganggu. Sedangkan gangguan otonomik berupa hipotensi sistemik, bradikardia, dan hiperemia pada kulit. RS dapat berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa bulan. Semakin hebat CMS yang terjadi, semakin lama dan semakin hebat pula RS yang terjadi.

    Cermin Dunia Kedokteran No. 153, 2006 17

  • Sebagian besar CMS traumatik terjadi di daerah servikal. Akan tetapi yang paling sering mengakibatkan cedera berat adalah trauma di daerah torakal. Hal ini berkaitan dengan penampang melintang kanalis spinalis di daerah torakal yang lebih sempit dibanding servikal. CMS di segmen torakal dapat mengakibatkan paraplegia, disertai kelemahan otot interkostal yang dapat mengganggu kemampuan inspirasi dan ekspirasi. Semakin tinggi segmen medula spinalis yang terkena, semakin berat pula gangguan fungsi respirasi yang terjadi. Cedera setinggi segmen servikal (C4-C8) dapat mengakibatkan tetraplegia dan kelemahan otot interkostal yang lebih berat, sehingga otot diafragma harus bekerja lebih keras. Cedera servikal di atas segmen C4 dapat mengakibatkan pentaplegia, yaitu tetraplegia disertai kelumpuhan otot diafragma dan otot leher. Pada keadaan terakhir ini, diperlukan ventilator untuk membantu kelangsungan hidup penderita. TERAPI

    Terapi umum CMS akut meliputi upaya dalam memelihara fungsi organ untuk mencegah berbagai penyulit pada sistem pernafasan, dan kardiovaskular, serta berbagai prosedur penanganan trauma.

    Terapi farmakologik pada CMS akut, saat ini, terutama ditujukan untuk mencegah terjadinya cedera sekunder yang dapat mengakibatkan kematian sel neuron. Untuk mencegah terjadinya edema, dianjurkan pemberian metilprednisolon dosis tinggi yang dimulai dalam rentang waktu kurang dari 8 jam setelah terjadinya cedera spinal akut. Meskipun begitu, prosedur ini belum memberikan hasil yang memuaskan. Dengan prosedur ini, harus diwaspadai timbulnya pneumonia, sepsis, dan kematian akibat penyulit pada sistem pernafasan.

    Gangliosida GM1, suatu senyawa kompleks karbohidrat yang merupakan unsur pokok penyusun membran sel neuron, telah diteliti pula untuk memperbaiki pertumbuhan dan perkembangan sel neuron pada CMS. Namun sampai saat ini, pemakaian obat ini belum memberikan hasil yang memuaskan. Hasil yang sama juga diperoleh pada pemberian obat ini segera setelah disuntikkan metilprednisolon dosis tinggi.

    Untuk terapi farmakologik di masa mendatang, saat ini sedang dilakukan penelitian beberapa obat yang dapat menghambat pembentukan jaringan parut oleh sel glia. Beberapa jenis obat yang diharapkan dapat menghambat pertumbuhan sel glia, antara lain antagonis reseptor Nogo, inhibitor Rho kinase, dan antagonis proteoglikans kondroitin sulfat. Reseptor Nogo (NogoR) diekspresikan oleh sel neuron untuk merangsang pertumbuhan sel glia. NogoR terdapat pula pada permukaan akson, untuk menghambat pertumbuhan akson melalui aktivasi Rho kinase. Sedangkan proteoglikans kondroitin sulfat merupakan inhibitor yang kuat terhadap pertumbuhan akson.

    Beberapa faktor pertumbuhan, terutama golongan neurotrofin, yang dapat mempengaruhi NogoR, diteliti pula untuk merangsang pertumbuhan akson. Karena pertumbuhan akson juga dipacu oleh kadar cAMP (siklik adenosin monofosfat) yang tinggi, diduga inhibitor PDE (fosfodiesterase) dapat pula digunakan untuk pengobatan CMS.

    Terapi Gen Terapi gen menggunakan fragmen DNA untuk

    memperbaiki gen yang mengalami kerusakan atau cacat , secara ex vivo maupun in vivo, dengan menggunakan vektor virus. Beberapa penelitian dengan menggunakan vektor adenovirus (AD) maupun herpes simpleks (HSV) mendapatkan peningkatan ekspresi bcl2 dan HSP72, sehingga mampu mencegah kematian sel neuron karena apoptosis. Peneliti lain mendapatkan berkurangnya nekrosis sel neuron karena iskemia, setelah transfeksi dengan gen antagonis reseptor interleukin-1beta (IL-1).

    Meskipun ada penelitian klinik dengan terapi gen yang mendapatkan hasil yang baik, namun masih perlu waktu yang panjang untuk penerapan terapi gen yang aman dan efektif untuk CMS. Terapi sel stem

    Sel stem memiliki kemampuan klonogenik dan memperbaiki diri, serta berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel (totipoten).

    Sel stem embrionik (SSE) berasal dari sekumpulan sel di bagian dalam dari embrio mamalia pada awal konsepsi (stadium blastosist). Dalam pembiakan, sebagian sel ini tumbuh menjadi prekursor neural. Prekursor neural yang ditransplantasikan pada hewan percobaan yang mengalami neurodegenerasi apoptotik, akan bermigrasi ke daerah yang mengalami degenerasi.. Selanjutnya, sel tersebut akan berdiferensiasi menjadi sel neuron dan menggantikan fungsi sel neuron yang mengalami degenerasi.

    Penggunaan SSE yang berasal dari janin manusia saat ini menghadapi banyak tantangan, karena bertentangan dengan etika dan norma agama.

    Pada manusia dewasa, saat ini telah diketahui keberadaan sel stem endogen, yaitu sel stem saraf (SSS) atau neuroblast. SSS pada orang dewasa hanya terdapat dalam jumlah sedikit, karena sebagian besar telah mengalami proliferasi dan diferensiasi pada masa tumbuh kembang. SSS terutama ditemukan di otak, yaitu di daerah subventrikuler, periventrikularis lateralis, girus dentatus, hipokampus, dan substansia alba subkortikal. Selain itu, populasi SSS juga ditemukan di sekitar kanalis sentralis medula spinalis. Jika terjadi kerusakan sel neuron, seperti yang terjadi pada CMS, neuroblast di dekatnya akan bermigrasi ke daerah lesi. Selanjutnya, terjadi neurogenesis, yaitu proliferasi dan diferensiasi neuroblast menjadi sel neuron.

    Pada hewan percobaan yang mengalami CMS di bagian dorsal, dijumpai peningkatan jumlah sel progenitor di sekitar kanalis sentralis, dan meluas ke bagian dorsal medula spinalis yang mengalami cedera.

    Beberapa faktor pertumbuhan, misalnya EGF (epidermal growth factor), insuline-like growth factor-I, FGF-2 (fibroblast growth factor-2), ikut berperan secara langsung dalam proses neurogenesis. Pada beberapa penelitian dengan menggunakan hewan percobaan telah dibuktikan pula adanya peningkatan berbagai faktor pertumbuhan tersebut.

    Pemberian BMPs (bone morphogenetic proteins), suatu PGF (polypeptide growth factor), akan meningkatkan

    Cermin Dunia Kedokteran No. 153, 2006 18

  • diferensiasi neuroblast menjadi astrosit. Sedangkan antagonis BMPs, misalnya noggin, chordin, follistatin, cerberus, dan nr3, dapat menginduksi terjadinya diferensiasi neuronal.

    Aktivasi lintasan Shh (sonic hedgehog) juga berperan penting dalam memacu proliferasi dan diferensiasi neuroblast. Penambahan Shh pada tikus dewasa yang mengalami CMS akibat kontusio spinal, menunjukkan perbaikan fungsi saraf dan konduksi aksonal yang lebih baik dibandingkan dengan hewan kontrol.

    Induser SSS yang lain adalah asam retinoat (AR), suatu derivat vitamin A yang aktif secara biologik. Pada awal fase embrional, AR dihasilkan oleh sel mesoderm di medula spinalis melalui aktivasi ensim Raldh2. Melalui reseptor AR, terjadi induksi proliferasi dan diferensiasi neuronal.

    Sel stem dewasa lainnya adalah sel stem mesenchymal (SSM). SSM adalah sel stem non-hematopoietik yang berasal dari sumsum tulang darah tepi, yang dapat berdiferensiasi menjadi sel tulang, kartilago, tendon, jaringan lemak, dan stroma sumsum tulang. Selain itu, SSM dapat pula berdiferensiasi menjadi sel saraf.

    Implantasi lokal SSM telah dilakukan pada hewan percobaan yang mengalami kerusakan tulang, baik secara ex vivo maupun in vivo. Transplantasi sistemik pada anak yang mengalami osteogenesis imperfekta pun pernah dilakukan, akan tetapi hasilnya tidak memuaskan. Pernah pula dilakukan kombinasi terapi sel stem dan terapi genetik dengan cara modifikasi genetik pada SSM. Dengan cara ini, diharapkan SSM akan lebih mampu mengekspresikan beberapa faktor yang menginduksi proliferasi dan diferensiasi dalam jangka waktu lebih lama.

    Terapi sel stem sampai saat ini masih dalam fase uji coba pada hewan. Untuk aplikasi klinik masih diperlukan pemahaman yang lebih mendalam tentang mekanisme molekuler dan genetik yang berkaitan dengan proses neurogenesis. Namun terapi sel stem mempunyai potensi pengobatan yang menjanjikan kesembuhan dan harapan bagi para penderita CMS.

    KEPUSTAKAAN 1. Bambakidis NC et al. Endogenous Stem Cell Proliferation After Central

    Nervous System Injury. Alternative Therapeutic Options. Neurosurg Focus 2005; 19(3)

    2. Bronner-Fraser M, Hatten MB Neurogenesis and Migration. In Squire LR et al (eds). Fundamental Neuroscience 2nd ed. Academic Press, Amsterdam, 2003. 391-416.

    3. Cummings BJ et al. Human Neural Stem Cell Differentiate and Promote Locomotor Recovery in Spinal Cord-Injured Mice. PNAS 2005; 102(39):14069-74.

    4. Han SSW, Fischer I. Neural Stem Cell and Gene Therapy: Prospects for Repairing the Injured Spinal Cord. JAMA 2000; 283: 2300-1.

    5. Harris WA, Hartenstein V. Cellular Determination. In Squire LR et al (eds). Fundamental Neuroscience 2nd ed. Amsterdam: Academic Press, 2003. pp.417-48.

    6. Hefti FF. Drug Discovery for Nervous System Diseases. Wiley-Interscience, , California: John Wiley & Sons Inc2005. pp 205-24.

    7. Hof PR, Trapp BD, Vellis JD, Claudio L, Colman DR. Cellular Components of Nervous Tissue. In Squire LR et al (eds). Fundamental Neuroscience 2nd ed. Amsterdam :Academic Press. 2003

    8. Karimi-Abdolrezaee S et al. Delayed Transplantation of Adult Neural Precursor Cells Promotes Remyelination and Functional Neurological Recovery after Spinal Cord Injury. J. Neurosci. 2006; 26(13):3377-89.

    9. Kassem M, Kristiansen M, Abdallah BM. Mesenchymal Stem Cell: Cell Biology and Potential Use in Therapy. Basic & Clin. Pharmacol. & Toxicol. 2004; 95:209-14.

    10. Keirstead HS et al. Human Embryonic Stem Cell-Derived Oligodendrocyte Progenitor Cell Transplants Remyelinate and Restore Locomotion after Spinal Cord Injury. J. Neurosci. 2005;25(19): 4694-4705.

    11. Korbling M, Estrov Z. Adult Stem Cells for Tissue Repair A New Therapeutic Concept? N Engl J Med 2003; 349:570-82.

    12. Lumsden A, Kintner C Neural Induction and Pattern Formation. In Squire LR et al (eds). Fundamental Neuroscience 2nd ed. Amsterdam: Academic Press, 2003. pp. 363-390.

    13. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victors Principles of Neurology 8th ed. New York: McGraw-Hill Medical Publ. Div., 2005.

    14. Sanai N, Alvarez-Buylla A, Berger MS. Neural Stem Cell and the Origin of Glioma. N Engl J Med 2005; 353: 811-22.

    15. Santiago P, Fessler RG. Spinal Cord Trauma. In Bradley WG et al (eds). Neurology in Clinical Practice 4th ed. Philadelphia: Butterworth Heinemann, 2004. pp 1149-78.

    16. Teng YD et al. Functional Recovery Following Traumatic Spinal Cord Injury Mediated by A Unique Polymer Scaffold Seeded With Neural Stem Cells. PNAS 2001; 99(5): 3024-9.

    A careless master makes a negligent servant

    Cermin Dunia Kedokteran No. 153, 2006 19

  • ABSTRAK

    Aplikasi Terapi Stem Cell

    pada Luka Bakar

    Nurhadi Ibrahim

    Departemen Ilmu Fisiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia

    Luka bakar akan menimbulkan kelainan fisiologis dan psikologis. Luka bakar yang luas memerlukan penanganan khusus dan terintegrasi untuk mencegah timbulnya berbagai komplikasi yang berat bahkan sampai menimbulkan kematian. Penyebab utama kematian pada luka bakar yang luas adalah sepsis yang berkaitan dengan luka terbuka yang luas. Penutupan atau penyembuhan luka terbuka yang cepat dan permanen merupakan faktor yang paling penting untuk menurunkan risiko timbulnya komplikasi yang berat.

    Penyembuhan luka merupakan proses biologis yang dinamis meliputi berbagai mekanisme yang kompleks yaitu; berbagai fase pembekuan darah, proses inflamasi, proliferasi sel, pertumbuhan atau pembentukan pembuluh darah baru dan rekonstruksi matriks ekstrasel atau repair and remodeling. Interaksi faktor-faktor pertumbuhan dan sel epitel fibroblas dan sel endotel berperan penting dalam proses biologis penyembuhan luka. Transplantasi jaringan kulit sampai saat ini masih merupakan pilihan utama untuk menutup jaringan kulit yang terbuka luas. Metode transplantasi ini menimbulkan berbagai masalah seperti timbulnya jaringan parut, nyeri permanen pada bagian kulit yang diambil dan lain lain.

    Teknologi stem cell atau teknologi kultur jaringan sangat memungkinkan untuk diterapkan pada terapi luka bakar yang luas guna menghilangkan komplikasi yang ditimbulkan metode transplantasi jaringan kulit. Oleh karena itu sudah saatnya dikembangkan teknologi stem cell di Indonesia.

    Keyword: Luka bakar, penyembuhan luka, faktor pertumbuhan, fibroblast, keratinocyte, stem cell

    Cermin Dunia Kedokteran No. 153, 2006 20

  • TINJAUAN KEPUSTAKAAN

    Dasar-dasar Stem Cell

    dan Potensi Aplikasinya dalam Ilmu Kedokteran

    Virgi Saputra

    Business Development Corporate Department, PT Kalbe Farma Tbk. Jakarta, Indonesia

    ABSTRAK Minat terhadap stem cell atau sel induk jelas meningkat dalam beberapa dekade terakhir

    ini. Hal itu disebabkan karena potensi stem cell yang sangat menjanjikan untuk terapi berbagai penyakit sehingga menimbulkan harapan baru dalam pengobatan berbagai penyakit.

    Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai definisi stem cell, jenis dan sifat stem cell, dan potensi pemakaiannya untuk berbagai penyakit.

    DEFINISI STEM CELL(1,2) Stem cell adalah sel yang tidak/belum terspesialisasi yang mempunyai 2 sifat: 1. Kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi sel lain

    (differentiate). Dalam hal ini stem cell mampu berkembang menjadi berbagai jenis sel matang, misalnya sel saraf, sel otot jantung, sel otot rangka, sel pankreas, dan lain-lain.

    2. Kemampuan untuk memperbaharui atau meregenerasi dirinya sendiri (self-regenerate/self-renew). Dalam hal ini stem cell dapat membuat salinan sel yang persis sama dengan dirinya melalui pembelahan sel.

    JENIS STEM CELL Berdasarkan Potensi atau Kemampuan Berdiferensiasi(1,2,3) Berdasarkan kemampuan berdiferensiasi, stem cell dibagi menjadi: 1. Totipotent. Dapat berdiferensiasi menjadi semua jenis sel.

    Yang termasuk dalam stem cell totipotent adalah zigot (telur yang telah dibuahi).

    2. Pluripotent. Dapat berdiferensiasi menjadi 3 lapisan germinal: ektoderm, mesoderm, dan endoderm, tapi tidak dapat menjadi jaringan ekstraembryonik seperti plasenta dan tali pusat. Yang termasuk stem cell pluripotent adalah embryonic stem cells.

    3. Multipotent. Dapat berdiferensiasi menjadi banyak jenis sel. Misalnya: hematopoietic stem cells.

    4. Unipotent. Hanya dapat menghasilkan 1 jenis sel. Tapi berbeda dengan non-stem cell, stem cell unipoten mempunyai sifat dapat memperbaharui atau meregenerasi diri (self-regenerate/self-renew)

    Berdasarkan Sumbernya(1,3,4) Stem cell ditemukan dalam berbagai jaringan tubuh. Berdasarkan sumbernya, stem cell dibagi menjadi: 1) Zygote. Yaitu pada tahap sesaat setelah sperma bertemu

    dengan sel telur 2) Embryonic stem cell. Diambil dari inner cell mass dari

    suatu blastocyst (embrio yang terdiri dari 50 150 sel, kira-kira hari ke-5 pasca pembuahan). Embryonic stem cell biasanya didapatkan dari sisa embrio yang tidak dipakai pada IVF (in vitro fertilization). Tapi saat ini telah dikembangkan teknik pengambilan embryonic stem cell yang tidak membahayakan embrio tersebut, sehingga dapat terus hidup dan bertumbuh. Untuk masa depan hal ini mungkin dapat mengurangi kontroversi etis terhadap embryonic stem cell.

    3) Fetus. Fetus dapat diperoleh dari klinik aborsi. 4) Stem cell darah tali pusat. Diambil dari darah plasenta dan

    tali pusat segera setelah bayi lahir. Stem cell dari darah tali

    Cermin Dunia Kedokteran No. 153, 2006 21

  • pusat merupakan jenis hematopoietic stem cell, dan ada yang menggolongkan jenis stem cell ini ke dalam adult stem cell.

    5) Adult stem cell. Diambil dari jaringan dewasa, antara lain dari: Sumsum tulang. Ada 2 jenis stem cell dari sumsum tulang: hematopoietic stem cell. Selain dari darah tali pusat

    dan dari sumsum tulang, hematopoietic stem cell dapat diperoleh juga dari darah tepi.

    stromal stem cell atau disebut juga mesenchymal stem cell.

    Jaringan lain pada dewasa seperti pada: susunan saraf pusat adiposit (jaringan lemak) otot rangka pankreas Adult stem cell mempunyai sifat plastis, artinya selain

    berdiferensiasi menjadi sel yang sesuai dengan jaringan asalnya, adult stem cell juga dapat berdiferensiasi menjadi sel jaringan lain. Misalnya: neural stem cell dapat berubah menjadi sel darah, atau stromal stem cell dari sumsum tulang dapat berubah menjadi sel otot jantung, dan sebagainya. PERAN STEM CELL DALAM RISET (1,8) 1. Terapi gen.

    Stem cell (dalam hal ini hematopoietic stem cell) digunakan sebagai alat pembawa transgen ke dalam tubuh pasien, dan selanjutnya dapat dilacak jejaknya apakah stem cell ini berhasil mengekspresikan gen tertentu dalam tubuh pasien. Dan karena stem cell mempunyai sifat self-renewing, maka pemberian pada terapi gen tidak perlu dilakukan berulang-ulang, selain itu hematopoietic stem cell juga dapat berdiferensiasi menjadi bermacam-macam sel, sehingga transgen tersebut dapat menetap di berbagai macam sel.

    2. Mengetahui proses biologis, yaitu perkembangan organisme dan perkembangan kanker. Melalui stem cell dapat dipelajari nasib sel, baik sel normal maupun sel kanker.

    3. Penemuan dan pengembangan obat baru, yaitu untuk mengetahui efek obat terhadap berbagai jaringan

    4. Terapi sel berupa replacement therapy. Oleh karena stem cell dapat hidup di luar organ tubuh manusia misalnya di cawan petri, maka dapat dilakukan manipulasi terhadap stem cell itu tanpa mengganggu organ tubuh manusia. Stem cell yang telah dimanipulasi tersebut dapat ditransplantasi kembali masuk ke dalam organ tubuh untuk menangani penyakit-penyakit tertentu.

    Ada 3 golongan penyakit yang dapat diatasi oleh stem cell: a. Penyakit autoimun. Misalnya pada lupus, artritis reumatoid

    dan diabetes tipe 1. Setelah diinduksi oleh growth factor agar hematopoietic stem cell banyak dilepaskan dari sumsum tulang ke darah tepi, hematopoietic stem cell dikeluarkan dari dalam tubuh untuk dimurnikan dari sel

    imun matur. Lalu tubuh diberi agen sitotoksik atau terapi radiasi untuk membunuh sel-sel imun matur yang tidak mengenal self antigen (dianggap sebagai foreign antigen). Setelah itu hematopoietic stem cell dimasukkan kembali ke tubuh, bersirkulasi dan bermigrasi ke sumsum tulang untuk berdiferensiasi menjadi sel imun matur sehingga sistem imun tubuh kembali seperti semula.

    b. Penyakit degeneratif. Pada penyakit degeneratif seperti stroke, penyakit Parkinson, penyakit Alzheimer, terdapat beberapa kerusakan atau kematian sel-sel tertentu sehingga bermanifestasi klinis sebagai suatu penyakit. Pada keadaan ini stem cell setelah dimanipulasi dapat ditransplantasi ke dalam tubuh pasien agar stem cell tersebut dapat berdiferensiasi menjadi sel-sel organ tertentu yang menggantikan sel-sel yang telah rusak atau mati akibat penyakit degeneratif.

    c. Penyakit keganasan. Prinsip terapi stem cell pada keganasan sama dengan penyakit autoimun. Hematopoietic stem cell yang diperoleh baik dari sumsum tulang atau darah tali pusat telah lama dipakai dalam terapi leukemia dan penyakit darah lainnya.

    Ada beberapa alasan mengapa stem cell merupakan calon yang bagus dalam cell-based therapy: 1. Stem cell tersebut dapat diperoleh dari pasien itu sendiri.

    Artinya transplantasi dapat bersifat autolog sehingga menghindari potensi rejeksi. Berbeda dengan transplantasi organ yang membutuhkan organ donor yang sesuai (match), transplantasi stem cell dapat dilakukan tanpa organ donor yang sesuai.

    2. Mempunyai kapasitas proliferasi yang besar sehingga dapat diperoleh sel dalam jumlah besar dari sumber yang terbatas. Misalnya pada luka bakar luas, jaringan kulit yang tersisa tidak cukup untuk menutupi lesi luka bakar yang luas. Dalam hal ini terapi stem cell sangat berguna.

    3. Mudah dimanipulasi untuk mengganti gen yang sudah tidak berfungsi lagi melalui metode transfer gen. Hal ini telah dijelaskan dalam penjelasan mengenai terapi gen di atas.

    4. Dapat bermigrasi ke jaringan target dan dapat berintegrasi ke dalam jaringan dan berinteraksi dengan jaringan sekitarnya.

    Therapeutic Cloning(2,6)

    Therapeutic cloning atau yang lebih panjangnya disebut SCNT (Somatic Cell Nuclear Transfer) adalah suatu teknik yang bertujuan untuk menghindari risiko penolakan/rejeksi. Pada therapeutic cloning, inti sel telur donor dikeluarkan dan diganti dengan inti sel resipien misalnya diambil dari sel mukosa pipi. Lalu sel ini akan membelah diri dan setelah menjadi blastocyst, maka inner cell massnya akan diambil sebagai embryonic stem cell dan setelah dimasukkan kembali ke dalam tubuh resipien maka stem cell tersebut akan berdiferensiasi menjadi sel organ yang diinginkan (misalnya sel beta pankreas, sel otot jantung, dan lain lain), tanpa reaksi penolakan karena sel tersebut mengandung materi genetik resipien.

    Cermin Dunia Kedokteran No. 153, 2006 22

  • Keuntungan dan Kerugian Memakai Jenis Stem Cell Tertentu dalam Cell-based Therapy(1,2,3,5,7) Keuntungan embryonic stem cell: 1. Mudah didapat dari klinik fertilitas. 2. Bersifat pluripoten sehingga dapat berdiferensiasi menjadi

    segala jenis sel dalam tubuh. 3. Immortal. Berumur panjang, dapat berproliferasi beratus-

    ratus kali lipat pada kultur. 4. Reaksi penolakan rendah. Kerugian embryonic stem cell: 1. Dapat bersifat tumorigenik. Artinya setiap kontaminasi

    dengan sel yang tak berdiferensiasi dapat menimbulkan kanker.

    2. Selalu bersifat allogenik sehingga berpotensi menimbulkan penolakan.

    3. Secara etis sangat kontroversial. Keuntungan umbilical cord blood stem cell (stem cell dari darah tali pusat): 1. Mudah didapat (tersedia banyak bank darah tali pusat). 2. Siap pakai, karena telah melalui tahap prescreening,

    testing dan pembekuan. 3. Kontaminasi virus minimal dibandingkan dengan stem cell

    dari sumsum tulang. 4. Cara pengambilan mudah, tidak berisiko atau menyakiti

    donor. 5. Risiko GVHD (graft-versus-host disease) lebih rendah

    dibandingkan dengan menggunakan stem cell dari sumsum tulang, dan transplantasi tetap dapat dilakukan walaupun HLA matching tidak sempurna atau dengan kata lain toleransi terhadap ketidaksesuaian HLA matching lebih besar dibandingkan dengan stem cell dari sumsum tulang.

    Kerugian umbilical cord blood stem cell: 1. Kemungkinan terkena penyakit genetik. Ada beberapa

    penyakit genetik yang tidak terdeteksi saat lahir sehingga diperlukan follow up setelah donor beranjak dewasa.

    2. Jumlah stem cell relatif terbatas sehingga ada ketidaksesuaian antara jumlah stem cell yang diperlukan resipien dengan yang tersedia dari donor, karena jumlah sel yang dibutuhkan berbanding lurus dengan usia, berat badan dan status penyakit.

    Keuntungan adult stem cell: 1. Dapat diambil dari sel pasien sendiri sehingga menghindari

    penolakan imun. 2. Sudah terspesialisasi sehingga induksi menjadi lebih

    sederhana. 3. Secara etis tidak ada masalah. Kerugian adult stem cell: 1. Jumlahnya sedikit, sangat jarang ditemukan pada jaringan

    matur sehingga sulit mendapatkan adult stem cell dalam jumlah banyak.

    2. Masa hidupnya tidak selama embryonic stem cell. 3. Bersifat multipoten, sehingga diferensiasi tidak seluas

    embryonic stem cell yang bersifat pluripoten.

    TERAPI BERDASARKAN SEL (CELL-BASED THERAPY)

    Dalam tulisan ini, pembahasan bersifat singkat dan hanya

    membahas potensi stem cell pada sebagian kecil penyakit. Stem Cell untuk Diabetes(1)

    Pada diabetes, terjadi kekurangan insulin atau kurangnya kepekaan terhadap insulin. Dalam hal ini transplantasi sel pulau Langerhans diharapkan dapat memenuhi kebutuhan insulin. Pada awalnya, kira-kira 10 tahun yang lalu, hanya 8% transplantasi sel pulau Langerhans yang berhasil. Hal ini terjadi karena reaksi penolakannya besar sehingga diperlukan sejumlah besar steroid; padahal makin besar steroid yang dibutuhkan,