65

Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

  • Upload
    revliee

  • View
    3.481

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan
Page 2: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

No.24, 1981

Karya Sriwidodo

CerminDunia Kedokteran

International Standard Serial Number : 0125 — 913X

Majalah triwulanditerbitkan oleh :Pusat Penelitian dan Pengembangan P.T. KalbeFarma dandipersembahkan secara cuma-cuma.

2 EDITORIAL

3 CERMINSEKITAR ETIKA KEDOKTERAN

ARTIKEL7 UJI FAAL PARU

12 FAAL PARU PADA PEMBEDAHAN

17 REHABILITASI PENDERITA PENYAKIT PARU MENAHUN

22 POSTURAL DRAINAGE

26 MIKOBAKTERIOSIS PARU

30 TEST ALERGI DAN DESENSITISASI PADA ANAK DENGAN BATUK

35 TERAPI OBAT : BROMHEXIN (Mucosolvan)

40 PENGENALAN ILMU KESEHATAN PENERBANGAN DAN RUANGANGKASA

42 PROBLEMA PENGLIHATAN PADA PENERBANGAN DENGAN KECE-PATAN TINGGI DAN PADA KETINGGIAN

45 TRAPPED GAS PADA PENERBANGAN YANG TINGGI

49 KELELAHAN (FATIGUE) DALAM PENERBANGAN

52 PERANAN FAKTOR MEDIS PENERBANG DALAM KECELAKAANPESAWAT TERBANG

55 RASA TAKUT TERBANG

58 STATUS GIZI ANAK—ANAK BALITA DI NUSA PENIDA DITINJAUDARI SUDUT ANTROPOMETRI

60 R ESENSI BUKU : Teori dan Praktek Ilmu Mahkota & Jembatan

61 CATATAN SINGKAT

62 HUMOR ILMU KEDOKTERAN .

63 RUANG PENYEGAR DAN PENAMBAH ILMU KEDOKTERAN64 ABSTRAK—ABSTRAK

Page 3: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

".......................saya anggap penting juga bahwa dokter — dan ini berlaku untuk semua ilmu lain,sama saja — memperhatikan apa yang terjadi dalam ilmu-ilmu manusia lain. Jadi yang perlu dicegahadalah Fachidiotentum, keterbatasan pada ilmunya sendiri saja yang mungkin membuat orang itupinter dan trampil dalam bidang sempit kekhususannya, tetapi secara manusiawi ia bodoh dan tidakdewasa." demikian Franz Magnis Suseno menulis dalam Cermin pada nomor ini. Sesungguhnya ti-dak semua dokter punya hasrat, mungkin karena tak sempat, memperluas pengetahuannya ke bidang-bidang lain. Bidang yang masih berhubungan dengan kedokteran saja sering tak kita ketahui. Inilahsalah satu alasan CDK kali ini membahas masalah kedokteran dalam penerbangan, disamping temautama : masalah pernafasan.

Pernafasan berkaitan erat dengan paru, suatu organ tubuh menusia yang punya sifat khas.Alat-alat lain , jantung dan usus misalnya, praktis bekerja secara otonom di luar pengaruh kehendakkita. Tapi kerja paru sebagian dapat kita kendalikan, meskipun sampai batas tertentu saja. Dengansengaja kita dapat meningkatkan atau menurunkan frekuensi nafas, membuat pernafasan dangkal ataudalam. Perubahan pola-pola pernafasan ini secara langsung mempengaruhi keadaan gas-gas dalam da-rah. Dan bukanlah ini akan mempengaruhi metabolisme seluruh tubuh? Jadi boleh dikatakan bahwamanusia sampai taraf tertentu boleh ikut menentukan keadaan tubuhnya sendiri, kesehatannya sen-diri. Maka bukan suatu kebetulan jika orang-orang bijaksana sejak jaman dulu menganjurkan manusiamenguasai pernafasannya bila ingin menguasai tubuhnya sendiri. Di India ini diajarkan lewat beberapalatihan Yoga, dalam cerita silat Cina dikenal latihan nafas untuk melatih "tenaga dalam", sedang didaerah-daerah di Indonesia dikenal latihan samadi dan sejenisnya. Dalam latihan-latihan itu faktorapakah yang lebih berpengaruh terhadap kesehatan manusia? Latihan pernafasannya, relaksasi, ataukonsentrasi pikirannya ? Belum banyak penelitian mengenai hal itu. Tapi mungkin sekali semuanyaberpengaruh. Dalam ilmu kedokteran berat modern kini juga dikenal latihan pernafasan dalam fisio-terapi. Bagi orang sehat, sedikit peningkatan fungsi atau efisiensi pernafasan itu mungkin tak begitudirasakan manfaatnya; tidak demikian halnya dengan penderita-penderita penyakit paru, terutamapenyakit paru obstruktif menahun.

Latihan pernafasan ini termasuk salah satu cara rehabilitasi penderita penyakit paru menahun,yang dalam CDK nomor ini dibahas oleh Imam Waluyo SMPH & dr. AR Nasution.

Untuk menyegarkan pengetahuan kita akan masalah pernafasan, dalam artikel pertama nomorini disajikan Uji Faal Pam yang dibahas oleh dr. V. Sutarmo Setiadji dkk. Kemudian dr. Hudaya Su-tadinata membicarakan hubungan antara faal paru dan pembedahan. Pembedahan pada toraks mau-pun abdomen akan mempengaruhi gerakan otot-otot pernafasan & diafragma, sehingga pada penderi-ta yang faal parunya telah tidak sempurna, pembedahan dapat berbahaya. Selain itu dr. Hudayajuga menulis tentang postural drainage, salah bentuk fisioterapi paru. Bentuk terapi ini bergunauntuk membantu pasien-pasien tertentu, khususnya yang produksi sputumnya banyak (lebih dari30 ml). Indikasi dan kontraindikasi terapi ini perlu diketahui dengan tepat untuk menghindarkan ba-haya maupun kerugian waktu dan uang karena penggunaan yang tidak tepat.

Dalam bagian lain, disajikan juga masalah Mikobakteriosis Paru, Test Alergi dan Desentisasi pa-da Anak dengan Batuk-batuk, dan beberapa perkembangan dalam masalah pernafasan.

Pembahasan mengenai masalah kedokteran dalam penerbangan mengetengahkan beberapa ar-tikel menarik, seperti problema penglihatan pada penerbangan dengan kecepatan tinggi; masalah yangtimbul akibat pengembangan gas (trapped gas); masalah kelelahan ; peranan faktor medis dalam kece-lakaan pesawat; dan rasa takut terbang. Banyak masalah kesehatan/kedokteran terungkap denganmempelajari perilaku manusia dan alat-alat tubuhnya pada tempat yang tidak wajar itu, pada kece-patan tinggi dan pada ketinggian. Semoga bermanfaat menambah pengetahuan kita.

2 Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981

Page 4: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

CERMIN

Sekitar Etika KedokteranDr. Franz Magnis Suseno SJ

Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta.

Seorang ahli pernah mengatakan bahwa etika atau filsafatmoral baru akan berkembang apabila norma-norma moraldalam masyarakat mulai disangsikan. Dalam kenyataanmemang tidak setiap bangsa dan tidak setiap lingkungankebudayaan mengembangkan suatu etika. Yang mesti terdapatdalam setiap lingkungan dan pada setiap manusia ialah suatukesadaran moral dan norma-norma yang merupakan patokanbagi kesadaran moral untuk menilai baik-buruknya tindakanmanusia.

Moral dan EtikaJadi kita harus membedakan antara etika dan moral.

Dengan moral kita maksud keyakinan-keyakinan manusiatentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan norma-normakelakukan manusia untuk menentukan apakah suatu sikapatau tindakan itu tepat atau tidak. Sedangkan etika adalahfilsafat, pemikiran falsafi tentang moral. Etika adalah suatuusaha reflektif dan sekunder. Setiap orang tentu mempunyaibeberapa keyakinan moral betapa pun bejatnya. Namun tidaktentu, dan tidak perlu, setiap orang mengerti sesuatu tentangetika. Seperti setiap orang kurang lebih dapat merasakanapakah ia sehat atau sakit, dan barangkali masih mengetahuibeberapa aturan sederhana untuk mempertahankan kesehatan-nya, namun ia tidak tahu mengapa ia sakit dan mengapaaturan-aturan itu membantu dalam menjaga kesehatan. Per-tanyaan-pertanyaan terakhir ini hanya dapat dijawab olehseorang ahli kesehatan, oleh seorang dokter.

Maka sejak permulaan perlu saya tegaskan bahwa menjadiahli etika belum tentu berarti menjadi orang yang baik ataubertanggungjawab; apalagi sebaliknya tidak benar bahwa orangyang buta etika itu tidak bisa merupakan orang yang baiksekali. Orang yang tidak bermoral dialah orang yang tidakbaik, tetapi orang yang tidak beretika hanyalah orang yangtidak mengetahui suatu ilmu.

Kalau moral itu memuat kewajiban-kewajiban dan nilai-nilaimanusia, maka yang menjadi tugas etika ialah untuk mengaju-kan argumentasi mengapa sesuatu itu merupakan kewajibanatau nilai. Etika adalah suatu usaha kritis. Etika tidak begitusaja menerima apa yang dalam masyarakat dianggap normaatau nilai moral, melainkan mempertanyakan dasar-dasarnya.

*) Karangan ini merupakan saduran dari sebagian ceramah penulis padatgl. 11 Oktober 1981 di depan dokter- dokter Katholik Jakarta,ceramah mana juga dimuat dalam Mingguan HIDUP.

Etika mempertanyakan mengapanya. Jadi etika adalah suatuilmu argumentatif dan rasional dalam arti bahwa etika tidakmengajukan perintah-perintah dan larangan-larangan, melain-kan selalu mencari suatu argumentasi.

Kebutuhan akan etika muncul dalam masyarakat, apabilasistem norma-norma tradisional mulai dipersoalkan. Pada saatitulah orang mulai menjadi bingung. Ia tidak lagi tahu denganpasti pada ukuran mana ia dapat menilai sikap dan tindakan-nya. Norma-norma tradisional mulai diragukan apabila sistem-sistem normatif tandingan masuk ke dalam lingkungannya,tetapi juga apabila masyarakat berkembang ke suatu arah dimana masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah yang dulubelum pernah muncul. Dalam situasi itu perlu suatu ukuranbukan hanya bagi tindakan manusia, melainkan bagi norma-norma tindakan manusia. Harus ada ukuran untuk dapatdiketahui apakah suatu norma moral tepat atau tidak. Makaetika adalah seni berargumentasi di bidang moral.

Bagi kebanyakan orang di jaman dahulu etika tidak perlu.Cukuplah bagi mereka untuk berpegang pada norma-normayang sudah tradisional berlaku dalam masyarakat mereka,yang misalnya didukung oleh agama mereka, yang sudah biasa;Namun profesi kedokteran selalu menuntut dari dokter itusuatu tanggungjawab etis yang besar. Berulang-ulang seorangdokter akan berhadapan dengan alternatif-alternatif di mana iaharus memilih salah satu dan dari pilihan mana nyawa sese-orang tergantung. Salah satu patokan utama etika kedokteran,yaitu bahwa nyawa selalu harus sedapat-dapatnya diselamat-kan, dapat kita anggap sebagai patokan etika kedokteran.Dengan patokan itu dokter lebih mudah dapat mengetahuialternatif mana yang sebaiknya dipilih.

Pada jaman sekarang situasi seluruh masyarakat sudah ber-ubah secara radikal. Hampir tidak ada orang lagi yang masihhidup dalam lingkungan yang sedemikian utuh sehingga iadapat begitu saja mengikuti suatu sistem moral tertentu.Disintegrasi sosial, individualisasi, serta jangkauan pilihankemungkinan hidup bagi individu sudah sedemikian ber-kembang sehingga orientasi moral semakin sulit. Manusiasekarang berhadapan dengan semakin banyak masalah yangdirasa berbobot berat, tetapi ia tidak menemukan suatuukuran atau norma padanya ia dapat berpegang tegas.Sering ia mendengar jawaban : "ikutilah suara hatimu saja!",atau "tergantung apa yang kau kehendaki". Maka pada jamansekarang refleksi etis semakin diperlukan.

Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981, 3

Page 5: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

Etika KedokteranMasalah orientasi moral kiranya terasa secara khusus oleh

kaum dokter. Perkembangan ilmu kedokteran membukasedemikian banyak kemungkinan baru bagi dokter sehinggapatokan-patokan etika kedokteran tradisional sering terasatidak mencukupi lagi. Ilmu kedokteran memberikan kekuasaanluar biasa kepada seorang dokter. Masalah-masalah yang di-hadapi dokter itu bukan hanya bersifat medis, melainkan jugaetis. Masalah boleh-tidaknya ia mengambil tindakan tertentuatau tidak. Di sekitar permulaan hidup, penyakit sewaktuhidup dan akhir hidup, jangkauan kemungkinan keputusanyang harus diambil dokter semakin luas.

Masalah-masalah etis bertambah dengan bertambahnyakekuasaan manusia. Dulu manusia dalam banyak hal ter-gantung dari kekuatan-kekuatan alam yang tidak dapat di-pengaruhinya. Sekarang semakin banyak bidang kehidupandapat kita tentukan sendiri. Dalam bidang kedokteran sayahanya menyebutkan kemungkinan sebagai transplantasi,psikofarmaka, manipulasi kesadaran manusia, diagnosis pre-natal dan manipulasi gen-gen. Secara sederhana : apakah apayang dapat kita kerjakan boleh kita kerjakan ?

Di situ timbul pertanyaan tentang hakekat tanggungjawabkedokteran. Apa artinya tanggungjawab seorang dokter ? Danapakah ada kriteria-kriteria obyektif yang dapat atau bahkan

harus diperhatikan dalam menjalankan tanggungjawabnya itu ?Apakah suara hati seorang dokter merupakan lembaga penentuterakhir, atau ada norma-norma obyektif yang wajib diperhati-kan? Dan bagaimana tanggungjawab dokter berhadapandengan desakan atau tuntutan dari masyarakat yang, misalnya,mengharapkan suatu kebijaksanaan tertentu di bidang keluargaberencana ?

Ada satu segi lain lagi yang khususnya aktual di Indonesia.Di Indonesia situasi pelayanan kesehatan masyarakat sangat

tidak seimbang. Kalau di beberapa kota terdapat peralatanmedis mutakhir dan dokter-dokter spesialis yang tidak kalahkemampuannya dengan dokter-dokter di luar negeri, maka dibanyak daerah hampir tidak ada dokter sama sekali dan orangbisa mati karena infeksi kecil, sakit usus buntu biasa ataukarena kekurangan darah. Apakah keadaan itu bukan suatuhimbauan juga ? Apakah kita boleh seenaknya di kota men-jalankan profesi kedokteran sedangkan di daerah pelayananyang paling sederhana belum terjamin ? Apakah dapat dibenar-kan mendidik dokter berkualitas tinggi yang mahal-mahalkalau dengan uang yang sama, bisa dididik banyak dokter yangmemang bukan spesialis, tetapi sanggup untuk merawat 95%dari semua penyakit yang terdapat dalam masyarakat ?

Dalam karangan ini masalah-masalah ini tidak mungkinsaya bicarakan semua. Saya bukan seorang ahli. Saya hanyaakan menunjuk pada beberapa segi yang saya anggap penting.Saya tidak akan membicarakan masalah-masalah etika ke-dokteran tertentu, kecuali sebagai contoh saja.

Tantangan-tantangan etis untuk dokter

1. Sebuah contohMari kita ambil diagnostik prenatal sebagai contoh. Selama

beberapa puluh tahun ilmu kedokteran telah mengembangkanbeberapa metoda untuk mengetahui beberapa penyakit pada

anak yang masih dalam kandungan ibunya. Tiga metoda yangsudah tersedia adalah diagnostik ultrasonik, amniosentesis danfetoskopi. Metoda-metoda itu masih terus dikembangkan.

Diagnostik prenatal ini bisa membuat orangtua menjadilebih tenang apabila mereka mempunyai alasan untuk khawatirbahwa anak mereka akan cacat, misalnya karena ibu sudahagak tua. Tentu metoda yang dipilih akan merupakan metodayang paling sedikit risikonya bagi ibu dan anak yang belumlahir itu.

Namun masalah muncul apabila diagnostik menemukansesuatu yang patologis. Misalnya mongoloisme. Lantas dokterharus apa ? Kemungkinan untuk menyembuhkan anak itupraktis belum ada. Maka kita mendapat kesan bahwa dalamkasus ini suatu abortus provocatus dengan sendirinya akandibenarkan. Itulah kasus indikasi eugenis . Rupa-rupanyabanyak dokter yang berpendapat begitu.

2. Penilaian-penilaian yang implisitMari kita mempertimbangkan kasus itu sedikit. Atas per

mintaan seorang ibu dokter mengadakan diagnosis prenatal.Diagnosis itu menghasilkan bahwa anak dalam kandungan ituakan cacat berat. Maka dokter mengusulkan — atau ibu me-mintakan — agar anak itu digugurkan.

Dalam kesimpulan ini pertama kita melihat suatu sikapyang tadi sudah saya singgung apa yang dapat dijalankandikira boleh juga dijalankan. Karena anak itu dapat digugurkanmaka boleh juga digugurkan. Pendapat ini secara luas dipegangdalam kalangan kaum teknokrat modern , bukan hanya dibidang kedokteran, melainkan dalam segala bidang: dalambidang penelitian genetis, dalam bidang persenjataan, dalambidang pendidikan, dst. Terhadap non sequitur (kesimpulansalah) itu seorang etikus harus menekankan bahwa kemam-puan untuk melakukan sesuatu sedikit pun tidak memberihak untuk melakukannya. Bahwa saya bisa membakar ru-mah tetangga tentu tidak memberi hak untuk memang mem-bakarnya.

Kecuali itu, dalam kesimpulan bahwa anak mongoloid itubegitu saja boleh digugurkan, terdapat suatu penilaian implisityang tidak direfleksikan, yang seakan-akan begitu saja diterima,yaitu : hidup yang cacat adalah hidup yang tidak pantasdibiarkan hidup ! Perlu diperhatikan bahwa kelahiran anakyang cacat sedikit pun tidak membahayakan nyawa ibu.Rupa-rupanya keputusan pengguguran didasarkan pada suatupengandaian normatif, bahwa anak memang pada prinsipnyadiharapkan, tetapi hanyalah apabila sesuai dengan pandanganorang tua atau masyarakat tentang hidup yang sehat atau yang ."pantas untuk hidup " . Jadi indikasi eugenis sebagai dasarpengguguran isi kandungan berdasarkan penilaian bahwa anakcacat tidak pantas hidup.

3. Tanggungjawab dan kriteriaSeorang dokter yang bertanggungjawab di sini pertama-

tama akan menolak untuk menelan begitu saja penilaian-penilaian implisit semacam itu. Ia akan berusaha untuk me-nyadari dan memahami penilaian-penilaian yang mendasarisikap-sikapnya. Itulah yang namanya tanggungjawab. Tang-gungjawab berarti, kita sadar bahwa kita sendiri menjadi dasartindakan kita, bahwa tindakan kita bukanlah sesuatu yangbegitu saja terjadi, melainkan bahwa kita sendirilah yang

4 Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981

Page 6: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

bertindak. Dan itu berarti bahwa kita tidak hanya beranimenanggung akibat tindakan-tindakan kita, melainkan jugaselalu memperhatikan akibat tindakan kita di masa depansejauh dapat kita ketahui sebelumnya.

Tanggungjawab kita bukanlah masalah perasaan. Perasaanitu sesuatu yang subyektif. Tetapi tanggungjawab terhadaptindakan kita adalah sesuatu yang obyektif. Soalnya, tindakankita sendiri adalah sesuatu yang obyektif, suatu peristiwa didunia yang secara obyektif merubah hidup orang lain. Makasupaya kita dapat bertanggungjawab, perlu kita mencari normaatau kriteria-kriteria yang obyektif.

Misalnya dalam kasus diagnostik prenatal. Dalam kasus itukiranya terdapat dua pertanyaan etis utama yang perlu di-jawab: (1) apa sebenarnya nilai hidup atau ketidak-bernilaianhidup anak yang belum lahir ? Dan (2) apabila diagnosisprenatal mengatakan bahwa memang terdapat penyakit ataucacat gawat, apakah hasil itu langsung harus dihubungkandengan pengguguran isi kandungan ? Masalah itu dapat diterus-kan: apakah antara anak yang belum lahir dan anak yangsudah lahir terdapat perbedaan hakiki ? Mengingat bahwaseorang anak yang lahir sesudah dikandung hanya tujuh bulansaja bisa hidup dan menjadi manusia biasa dan sehat, kiranyaharus dikatakan bahwa perbedaan hakiki itu tidak terdapat.Maka, sebagaimana ditulis oleh Johannes Reiter (St.d.Z. 1981,S23 s) "siapa yang berpendapat bahwa pengguguran buahkandungan demi kepentingan anak itu sendiri dapat dibenar-kan kalau buah kandungan itu cacat berat, dia itu secarakonsekuen tidak dapat mengajukan keberatan terhadapeutanasi aktif pada anak yang baru lahir. Apabila misalnyapengguguran isi kandungan dianggap dapat dibenarkan secaramoral atas dasar indikasi eugenis, lantas bagaimana dalam halkelahiran anak cacat kalau tidak diadakan diagnostik prenatal,atau kalau diagnostik prenatal diadakan dan diberi diagnosisbahwa anak itu sehat ? Apakah lantas sesudah kelahiran itupengguguran yang kelewatan dapat diadakan juga dan dengandemikian anak yang lahir diambil nyawanya ?"

Pertimbangan-pertimbangan ini menunjukkan sesuatu yanglain: bahwa argumentasi dalam hal pengguguran isi kandunganatas dasar indikasi eugenis telah bergeser: dari kepentingananak ke kepentingan orang tua dan masyarakat. Bukan karenahidup seorang anak yang cacat terlalu berat itulah dituntutpengguguran, melainkan karena orang tua atau masyarakattidak tahan pemandangan anak yang cacat. Sebagaimanaditulis dalam mingguan Jerman Die Zeit (11.9.1981) [ denganmengutip Dr. Traute Schroeder dari Institut für Anthropologieund Humangenetik Universitas Heidelberg ] : "Sistem nilaiyang menuntut agar kita memperhatikan kepentingan-ke-pentingan anak, ibu yang hamil dan keluarganya serta ke-pentingan-kepentingan masyarakat, bagi kita semua denganjelas mengalami suatu perubahan, yaitu bahwa sekarangkepentingan ibu yang hamil dan keluarga menjadi perhatianutama dalam mempertimbangkan untung-ruginya. Begitu pulakonsultansi dan penilaian pada pengguguran isi kandungan atasdasar indikasi eugenis pertama-tama menilai situasi daruratwanita, apakah yang dapat diharapkan dari ibu, apa kekuatan-nya, situasi psiko-sosial yang diciptakan oleh anak dan bukanpertama-tama pertanyaan tentang nilai hidup atau tidak-ada-nya nilai hidup anak yang belum lahir itu."

Saya pribadi dalam hal ini mempunyai kecurigaan yangbarangkali cukup buruk: mengapa menggugurkan anak cacatyang belum lahir dianggap tidak apa-apa sedangkan kalausudah lahir, semua akan mengutuk tindakan semacam itu ?Karena anak yang belum lahir tidak kelihatan. Sehingga kitapura-pura tidak tahu. Sehingga instink-instink kuat manusia,khususnya ibu, untuk membela nyawa setiap anak dan untukmencintainya betapa pun cacatnya, belum "makan". Hanyaitulah perbedaannya. Apa yang terjadi dalam kandungan ibuitu tidak kelihatan, maka kurang memberatkan suara hatiorang-orang yang terlibat dalam pengguguran.

Bahwa ada juga kemungkinan lain kelihatan pada suatucontoh yang saya temukan dalam karangan Die Zeit yangsama: "Pada Humangenetisches Institut Universitas Heidelbergdikembangkan suatu metoda untuk menemukan apa yangdisebut anemi Fanconi sebelum anak lahir. Penyakit darah itupada umumnya mengakibatkan kematian antara tahun ke -limadan kesepuluh. Team penasehat Heidelberg menawarkan diag-nosis itu kepada seorang wanita muda. Wanita itu mempunyaianak berumur sepuluh tahun yang sakit, anak kedua sehat.Risiko terulangnya penyakit yang tidak kecil itu akan dapatdijelaskan melalui amniosentesis. Namun wanita itu menolakmentah-mentah metoda itu yang hanya memungkinkan peng-guguran isi kandungan yang sudah tua. Dalam pembicaraan-pembicaraan panjang lebar dengan wanita itu para penasehatberhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan 'yang membuatkami sadar akan problematika kegiatan ilmiah kami dansitogenetika yang dihasilkan daripadanya. ' Ibu itu ingin tahu:apakah anemi Fanconi merupakan penyakit yang membenar-kan pengguguran isi kandungan ? Berapa lama seorang manusiaharus hidup supaya ia dinilai pan tas hidup menurut sistem nilaikami ? Apakah kematian dalam umur muda, kiranya karenapendarahan, antara tahun kelima dan kesepuluh itu merupakanalasan cukup untuk tidak membiarkan anak itu hidup samasekali ? Akhirnya wanita muda itu berfihak pada anak itu.Suatu pungsi air amniotik ditolaknya karena ia tidak maumengambil risiko – yang hanya kecil saja – suatu peng-guguran. "

Tuntutan baru bagi dokterBukanlah menjadi maksud saya untuk memasuki masalah

diagnostik prenatal atau indikasi eugenis. Contoh itu hanyasaya pergunakan untuk memperlihatkan manakah masalah-masalah yang harus dihadapi seorang dokter di jaman sekarang.

Dari contoh itu menjadi jelas: tidak cukuplah kalau seorangdokter menguasai teori dan praxis ilmu dan teknik kedokteran.Mau tak mau ia akan berhadapan dengan masalah-masalah etisdan mau tak mau ia harus mengambil sikap terhadap masalah-masalah itu. Kompetensi yang hanya medis saja tidak men-cukupi lagi. Di samping kompetensi medis, dari seorang doktermemang bukan seorang ahli etika. Tetapi tidak mungkin untukmenyerahkan segi-segi etis kepada ahli-ahli etika begitu saja.Etika itu bukan suatu ilmu yang bisa diberi subkontrak untukmembereskan salah satu segi permasalahan kedokteran. Per-timbangan-pertimbangan etis muncul di tengah-tengah praktekkedokteran.

Itulah sebabnya seorang dokter yang bertanggungjawabmau tak mau harus mengerti norma-norma pokok etika

Cernin Dunia Kedokteran No. 24, 1981 5

Page 7: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

kedokteran. Setiap etika khusus, artinya etika di bidang-bidangtertentu, setiap etika profesi itu hanya mungkin dikembang-kan oleh mereka yang ahli dalam profesi itu. Orang yangtidak betul-betul mengerti permasalahan kedokteran tidakmungkin memberi penilaian etis yang memuaskan terhadappermasalahan itu.

Jadi di jaman sekarang tanggung-jawab seorang doktermenurut hemat saya tidak hanya menuntut agar ia up to datedalam keahlian profesionalnya, melainkan bahwa ia sampaitaraf tertentu mempunyai kematangan kepribadian danpengertian seperlunya untuk. mnyadari implikasi-implikasi etisyang melekat pada profesinya. Seorang dokter harus dapatmemberikan suatu penilaian etis. Jadi menurut hemat sayasangat kelirulah suatu. pendapat yang masih banyak diketemu-kan diantara kaum ilmuwan yaitu bahwa masalah-masalah etisterletak di luar tanggungjawab mereka. Misalnya masalahbagaimana ilmu mereka diterapkan dalam praktek. Seorangilmuwan tidak dapat cuci tangan. Tidak ada manusia yang ber-hak untuk mengesampingkan pertimbangan-pertimbangan etis,yang dapat mengisolasikan diri dalam usatu splendid isolationdi belakang buku-buku profesinya, di belakang Wertfreiheitatau netralitas ilmu. Tak ada ilmu yang netral dan tak adakegiatan ilmiah yang langsung atau tak langsung tidak men-campuri hidup orang lain. Begitu pula seorang dokter tidakboleh menyembunyikan diri di belakang suatu profesionalitasnetral yang fiktif. Seorang dokter pun baru kompeten sebagaidokter apabila ia sanggup untuk mengevaluasikan kegiatannyasecara etis.

Tentu saja, kompetensi etis itu tidak perlu dipelajari sendiri-an saja. Kompetensi itu dapat diperoleh dalam dialog denganahli-ahli etika, dengan teolog-teolog, tetapi juga, dan itu seringdilupakan, dengan pasien. Seorang dokter yang memperlaku-kan pasiennya sebagai obyek atau anak kecil saja sebagaiamanabanyak terjadi dalam kenyataan , belum bisa melakukanprofesinya pada taraf yang manusiawi. Dialog dengan pasientidak jarang akan membuka mata dokter tentang implikasi-implikasi manusiawi kegiatannya dan dengan sendirinya lantasmerangsang untuk mendalami masalah itu. Kecuali itu sayaanggap panting juga bahwa dokter — dan itu berlaku untuksemua ilmu lain, sama saja — memperhatikan apa yang terjadidalam ilmu-ilmu manusia lain. Jadi yang perlu dicegah adalahFachidiotentum, keterbatasan pada ilmunya sendiri saja yangmungkin membuat orang itu pinter dan trarnpil dalam bidangsempit kekhususannya, tetapi secara manusiawi ia bodohdan tidak dewasa.Penutup

Inilah beberapa gagasan tentang etika kedokteran, tepatnyatentang apa yang saya anggap sebagai tanggungjawab seorangdokter.

Karangan ini akan mencapai tujuannya apabila semakintumbuh kesadaran bahwa sebaiknya jangan diharapkan cera-mah-ceramah saja dari beberapa filosof atau teolog, seakan-akan tanggungjawab etis adalah urusan mereka. Para doktersendiri wajib untuk mengusahakan suatu kompetensi etis.

Karena dokter sendirilah yang menanggung tanggungjawabmoralnya.

Kamillosan®baik untuk ibu, aman bagi bayiMencegah fisure dan rhagaden dari niple, sehingga ibu-ibuterhindar dari Mastitis pada masa laktasi.

Komposisi : Setiap 100 g salep mengandung :Camomile dry extract 400 mgEssential oil 20 mgChamazulene 0,4 mgBisabolol 7 mg

Indikasi : Keadaan iritasi kulit seperti pada : luka-lukaparut, luka Iecet, luka sayat, luka bakar, ter-kena sinar matahari yang terlalu terik, iradiasisinar X, ultra violet, eksema, dermatitis, pruri-tus (terutama pada kulit yang kering), abses,bisul, rhinitis, herpes labialis, perawatan danperlindungan kulit bayi, perawatan putingbuah dada semasa kehamilan dan laktasi.

Kemasan : Tube 10 g, botol 10 cc dan 30 cc

6 Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981

Page 8: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

artikel

Uji Faal Parudr. V. Sutarmo Setiadji, dr. Busjra M. Nur, dr. B. Gunawan

Bagian Ilmu FaalFakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Jakarta.

PENDAHULUANParu berfungsi dalam pertukaran gas antara udara luar dandarah, yaitu oksigen dari udara masuk ke darah, dan karbondioksida dari darah keluar ke udara. Proses pertukaran tersebutbiasa disebut pernapasan. Proses pertukaran terjadi melaluilapisan yang terdiri dari epitel alveoli, membrana basalis,cairan antarsel, endotel kapiler, plasma, membrana sel darahmerah dan cairan intrasel darah merah. Kecuali itu juga selapiscairan tipis surfaktan di permukaan alveoli yang menjagasupaya alveoli tetap menggelembung.

Proses pertukaran gas tadi terjadi mengikuti hukum-hukumIlmu Alam tetang gas. Terjadinya secara pasif, bergantungkepada selisih tekanan bagian gas yang ada di tiap kompar-temen. Prosesnya biasa disebut difusi.

Gerak mekanik pernapasan, yaitu kembang-kempisnyadada, mengatur ventilasi alveoli sehingga udara di dalamnyaselalu diperbaharui dan tekanan bagian oksigen dan karbon-dioksida alveoli (PAo 2 dan PAc o2) dapat dipertahankandalam batas-batas tertentu. Untuk ventilasi yang baik, kecualigerak dinding dada, diperlukan juga saluran napas yang bebashambatan, yaitu saluran yang tidak mengalami penyempitanatau penyumbatan, baik oleh benda asing, lendir, maupunkonstriksi saluran napas itu sendiri. Selain itu juga keadaanalveoli yang baik, yaitu alveoli yang elastis, mempunyaicompliance yang baik, selalu menggelembung , dan mendapatpendarahan (vaskularisasi) kapiler yang mencukupi keperluan.

Jenis pekerjaan tertentu, lingkungan kerja yang berdebu,dan proses penyakit, dapat menimbulkan perubahan-perubah-an pada sistem pernapasan tersebut, sehingga proses ventilasi,proses difusi dan proses perfusi (pemberian darah) dalamsistem pernapasan dapat terganggu. Perubahan-perubahan padaparu tersebut dapat menimbulkan perubahan-perubahanpatofisiologi yang bersifat obstruktif, restriktif dan kerusakanpembuluh darah. Uji faal paru bertujuan menentukan ada/tidak adanya perubahan-perubahan tersebut serta sifat per-ubahannya.

ISI PARUParameter yang sering diukur dalam uji faal paru ialah isi parudengan beberapa bagiannya. Isi paru ini menggambarkan fungsi

statik paru. Ada dua golongan isi paru, yaitu yang biasa di-sebut isi paru dan kapasitas.

1. Isi ParuAda empat jenis isi paru yang masing-masing berdiri sendiri-sendiri, tidak saling tercampur, yaitu :• Alun napas (tidal volume), yaitu jumlah udara yang dihisap

atau dihembuskan dalam satu siklus napas. Alun napaswaktu istirahat lebih kecil daripada waktu kerja. Makinberat kerjanya, makin besar alun napas. Tentunya sampaibatas tertentu. Apabila alun napas ini dikalikan denganfrekuensi napas semenit, akan didapat nilai napas semenit.

• Cadangan inspirasi, yaitu jumlah maksimal udara yangmasih dapat dihisap sesudah akhir inspirasi tenang.

• Cadangan ekspirasi, yaitu jumlah maksimal udara yangmasih dapat dihembuskan sesudah akhir ekspirasi tenang.Pada pernafasan tenang, ekspirasi terjadi secara pasif, tidakada otot ekspirasi yang bekerja. Ekspirasi hanya terjadioleh daya lenting dinding dada dan jaringan paru semata-mata. Posisi rongga dada dan paru pada akhir ekspirasi inimerupakan posisi istirahat. Bila dari posisi istirahat inidilakukan gerak ekspirasi sekuat-kuatnya sampai maksimal,udara cadangan ekspirasi itulah yang keluar.

• Isi residu, yaitu jumlah udara yang masih ada di dalam parusesudah melakukan ekspirasi maksimal.

2. Kapasitas paruNilai kapasitas ini mencakup dua atau lebih nilai isi paru padabutir (1) di atas.• Kapasitas paru total (KPT), yaitu jumlah maksimal udara

yang dapat dimuat paru pada akhir inspirasi maksimal.• Kapasitas vital (KV), yaitu jumlah maksimal udara yang

dapat dihembuskan dengan sekuat-kuatnya dari posisiakhir inspirasi maksimal.

• Kapasitas Inspirasi, yaitu jumlah maksimal udara yangdapat dihisap dari posisi istirahat (akhir ekspirasi tenang).

• Kapasitas residu fungsional (KRF), yaitu jumlah udarayang masih tertinggal dalam paru pada posisi istirahat.

Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981 7

Page 9: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

Gambar 1 :. Isi dan Kapasitas Paru

Nilai untuk tiap isi paru dan kapasitas di atas dapat diper-oleh dengan spirometri biasa kecuali Isi Residu dan kapasitasyang mengandung isi residu. Untuk menghitung isi residu inidiperlukan teknik tertentu.

Nilai yang diperoleh pada spirometer, sesuai untuk suhudan tekanan udara di ruang pemeriksaan, yang dalam bahasaInggris disebut Ambient Temperature, Pressure, Saturated(ATPS). Nilai tersebut perlu dikonversi ke Body Temperature,Pressure, Saturated (BTPS).

Nilai yang diperoleh dari tiap orang yang diperiksa denganalat spirometer perlu dibandingkan dengan nilai baku yangdiolah dari sejumlah besar nilai yang diperoleh dari orangsehat/normal yang telah diperiksa sebelumnya. Sayang diIndonesia belum ada nilai baku untuk orang Indonesia, se-hingga sebagai bahan pembanding masih digunakan nilai yangdiperoleh dari pemeriksaan orang barat.

Kecuali nilai baku, sebagai pembanding juga digunakannilai duga yang didapat dari rumus yang dibuat berdasarkantinggi, umur dan jenis kelamin orang yang diperiksa. Rumustersebut dibuat oleh beberapa ahli dengan menghubungkan

tinggi, umur dan jenis kelamin orang-orang yang diperiksadengan nilai spirometri yang diperoleh dari orang yang sama.

Dengan membandingkan hasil pemeriksaan dengan nilaibaku atau nilai duga, dapat disimpulkan bahwa faal paru orangyang diperiksa normal, ada kelainan restriktif atau ada over-inflation. Penyakit paru restriktif, berdasarkan sebabnya,dapat digolongkan dalam lima golongan, yaitu oleh kelainanalveolar, kelainan interstitial, kelainan pleura, kelainan neuro-logis dan kelainan skeletal. Sedang overinflation misalnyaterdapat pada emfisema.

VENTILASI PARUIsi paru hanya memberi gambaran secara umum tentang

udara yang dapat masuk atau keluar paru atau udara yang

dapat dimuat paru pada gerak napas atau sikap bernapas ter-tentu. Gerak serta dinamika pernapasan dan ventilasi yangdihasilkannya, yang merupakan fungsi dinamik paru, tidaktergambarkan olehnya. Maka untuk menguji ventilasi paruperlu pemeriksaan-pemeriksaan lain.Parameter yang menentukan ventilasi itu sendiri ada beberapayaitu :1. Frekuensi napasFrekuensi napas ini dapat memberikan gambaran kasar tentangventilasi, dan merupakan parameter yang sering diukur secararutin di rumahsakit. Pada orang sehat dalam keadaan basal,frekuensi napas berkisar antara 11 sampai 14 kali per menit.2. Alun napas (lihat bab Isi Paru)3. Ruang rugiPertukaran gas di dalam paru terjadi antara alveoli dan darahdi kapiler alveoli. Alveoli hanya terdapat di ujung-ujung salur-an napas sesudah bronkeoli terminalis. Udara yang dihisapparu tidak semuanya mencapai tempat yang mengandungalveoli. Udara yang mencapai alveoli akan mengalami prosesdifusi. Udara yang tidak mencapai alveoli tidak mengalamiproses difusi. Ditinjau dari tujuan pernapasan, yaitu mengada-kan pertukaran gas dengan proses difusi, maka adanya udarayang dihisap paru tetapi tidak mengalami proses difusi merupa-kan suatu kerugian. Ruang dalam sistem pernapasan yangditempati oleh udara yang tidak mengalami proses difusitersebut disebut ruang rugi. Ruang rugi tadi ada dua macam,yaitu ruang rugi anatomi dan ruang rugi fisiologi. Ruang rugianatomi yaitu bagian saluran napas, dari ujung luar hidungsampai bronkeoli terminalis, yang tidak mengandung alveoli.Ruang rugi fisiologi yaitu ruang rugi anatomi ditambah de-ngan ruang alveoli dari alveoli yang tidak mengandung pem-buluh darah atau alveoli yang udaranya berlebih untuk meng-arterielkan darah. Hal di atas biasanya hanya terjadi pada orangsakit. Pada orang sehat, ruang rugi anatomi dan ruang rugifisiologi boleh dikatakan sama besar.

4. Napas semenit (minute volume) dan ventilasi alveoli.Dengan mengetahui alun napas, frekuensi dan ruang rugi,napas semenit dan ventilasi alveoli dapat dihitung. Bernapascepat dan pendek atau bernapas lambat dan dalam, napassemenit dapat sama, tetapi ventilasi alveoli yang terjadi ber-beda. Misalnya napas pendek dengan alun napas 250 ml danfrekuensi 32X per menit, atau napas dalam dengan alun napas1000 ml dan frekuensi 8 X per menit, napas semenit kedua-duanya 8000 ml. Tetapi ventilasi alveoli pada napas pendekhanya 3200 ml, sedang pada napas dalam 6800 ml.

Frekuensi dan alun napas merupakan dua parameter yang saling berkaitan. Untuk memperoleh alun napas yang besar,diperlukan waktu yang lama. Dengan demikian alun napasyang besar akan membatasi frekuensi. Sebaliknya denganfrekuensi yang tinggi tidak dapat diperoleh alun napas yangbesar. Untuk memperoleh napas semenit maksimal, diperlukanfrekuensi dan alun napas optimal. Napas semenit maksimalsering disebut Kapasitas Pernapasan Maksimal (KPM). Kapasi-tas pernapasan maksimal dikurangi napas semenit istirahatdisebut cadangan pernapasan. Cadangan pernapasan ini meng-gambarkan kapasitas fungsi ventilasi paru secara umum.

cadangan inspirasialun napascadangan ekspirasi

IR = isi residuKI = kapasitas residuKRF = kapasitas residu

fungsional

KETERANGAN :

CI =AN =CE =

8 Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981

Page 10: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

Gambar 2: Hubungan antara isi paru dan waktu pengaliran.

FUNGSI DINAMIK PARUVentilasi dapat terselenggara kalau arus udara ke dan darialveoli melalui saluran napas, lancar. Arus udara ini kecualiditentukan oleh isi paru, juga ditentukan tekanan yang me-nimbulkan aliran, dan tahanan saluran napas (Raw). Tekananyang menimbulkan aliran ada dua macam, yaitu tekanan olehkontraksi otot pernapasan (Pmus) dan tekanan daya lentingjaringan paru (Pel ). Kedua tekanan tadi dilawan oleh tahanansaluran napas.Uji fungsi dinamik paru ini meliputi beberapa pemeriksaan,yang secara garis besar dapat dibagi menjadi dua golongan,yaitu yang menyatakan hubungan antara isi paru dan waktupengaliran (volume-time curve), dan antara besar arus dan isiparu (flow-volume curve).

1. Hubungan antara isi paru dan waktu pengaliran (Volume -Time).

Ada lima pemeriksaan untuk fase ekspirasi dan satu pemeriksa-an untuk fase inspirasi :• FVC (Forced Vital Capacity), yaitu kapasitas vital yang

diperoleh dengan ekspirasi sekuat-kuatnya, secepat-cepat-nya, dan sehabis-habisnya, dinyatakan dalam liter.

• FEV1 (Forced Expiratory Volume 1 second),yaitu jumlahliter udara yang diekspirasikan dalam detik pertama denganFVC.

• FEV1/FVC%, yaitu persentase FEV1 terhadap FVC.• FEF25-75% (Forced Expiratory Flow Rate 25 — 75%),

yaitu besar arus pada nilai tengah FVC, dinyatakan dalamLPS (liter per detik).

• FFF200—1200, yaitu besar arus pada waktu keluarnya satuliter udara pada bagian 200 — 1200 ml di bawah nilaikapasitas paru total.Untuk mengetahui kelima nilai di atas cukup hanya dengan

melakukan gerakan untuk memperoleh kurve FVC, denganmenggunakan spirometer biasa dengan putaran kimograf yangtercepat.• FIF200—1200 (Forced Inspiratory Flow Rate 200—1200),

yaitu besar arus pada waktu dilakukan inspirasi sekuat-kuatnya dan secepat-cepatnya, pada waktu masuknyaudara bagian 200 — 1200 ml di atas isi residu.

2. Hubungan antara besar arus dan isi paru (Flow - Volume).Kurve hubungan ini menggambarkan besar arus dari waktu kewaktu sejak saat dikeluarkannya udara kapasitas paru totalsampai dicapainya isi residu. Besar arus selalu dinyatakandalam LPS. Untuk fase inspirasi dan fase ekspirasi, kurvenyadapat dibuat dalam satu gambar. Pembuatan kurve fase eks-pirasi, perhitungannya dapat dari kurve FVC. Sedang untukfase inspirasi, diperlukan kurve Forced Inspiratory VitalCapacity.Kurve hubungan ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitubagian yang bergantung kepada kerja otot pernapasan danbagian yang tidak bergantung kepada kerja otot pernapasandan bergantung hanya kepada daya lenting paru dan tahanansaluran napas. Untuk fase ekspirasi, yang bergantung kepadakerja otot pernapasan terletak pada bagian 20 — 25% kapasitasparu total.

Gambar 3: Hubungan antara besar arus dan isi paru.

Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981 9

Page 11: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

Untuk dianalisis dari kurve hubungan ini dapat dipilih empattitik, yaitu titik-titik :(a) Arus puncak (peak flow). Arus terbesar ini terjadi ter-

utama atas usaha otot pernapasan.(b) Vmax25, yaitu besar arus pada 25% di bawah Kapasitas

Paru Total (KPT) untuk fase ekspirasi atau 25% di atas IsiResidu untuk fase inspirasi.

(c) Vmax50, yaitu besar arus pada 50% di bawah KPT ataudi atas Isi Residu (IR).

(d) Vmax75, besar arus pada 75% di bawah KPT atau di atasIR.

Nilai (c) dan (d) tidak bergantung kepada kerja otot. Aruspuncak pada fase ekspirasi biasanya teijadi bersamaan denganVmax25, sedang pada fase inspirasi bersamaan dengan Vmax

50.Untuk menilai fungsi dinamik paru ini juga diperlukan nilai

pembanding dan nilai duga. Nilai duga juga ditentukan ber-dasarkan tinggi, umur dan jenis kelamin.

Nilai pembanding yang paling baik untuk semua pemeriksa-an sebetulnya adalah nilai orang yang diperiksa itu sendiriyang diperoleh pada pemeriksaan sebelum proses penyakit/kerja tertentu dimulai. Dengan demikian bila memang terjadiperubahan oleh proses penyakit atau kerja tertentu tersebut,dapat dilihat perubahannya dari pemeriksaan sebelum dansesudah proses berlangsung. Sayangnya, biasanya orang datanguntuk diperiksa sesudah proses terjadi.

Dalam hal menempatkan seseorang untuk tugas pekerjaantertentu, sangat baik bila sebelumnya diadakan perencanaanyang matang lebih dahulu.

Sebelum dipekerjakan, sebaiknya seseorang diperiksa lebihdahulu segala segi kesehatannya, termasuk nilai uji faal paru-nya. Dengan demikian pada pemeriksaan berkala di kemudianhari ada bahan pembanding untuk menyatakan kemajuan/kemunduran kesehatan orang yang bersangkutan. Hal ini jugaakan sangat membantu untuk kepentingan epidemiologi.

Dengan uji fungsi dinamik paru ini dapat diketahui adanyakelainan paru yang bersifat obstruktif. Penyakit paru obstruk-tif ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya ialaholeh sumbatan lumen saluran napas oleh lendir, benda asingatau tumor; konstriksi lumen karena spasme otot polos, dsb.Kelainan obstruktif ini biasanya dapat dibedakan atas obstruk-si sentral dan obstruksi perifer. Dengan kombinasi pemeriksaanspirometri dan pengukuran tekanan daya lenting paru (Pel)dan tahanan saluran napas (Raw ), dapat diketahui obstruksiyang terjadi obstruksi sentral atau obstruksi perifer.

3. Pemeriksaan lain fungsi ventilasi.Pemeriksaan ini memerlukan teknik dan peralatan khusus,sehingga belum dilakukan secara rutin, atau rutin hanya dilaboratorium tertentu.

(a) Pengukuran tekanan oleh kerja otot (Pmus).Pmus merupakan salah satu faktor penentu besar arus. Yangdiukur ialah tekanan positif yang dihasilkan dengan melakukanekspirasi sekuat-kuatnya dari posisi KPT ke Isi Residu, dantekanan negatif yang dihasilkan dengan melakukan inspirasisekuat-kuatnya dari posisi Kapasitas Residu Fungsional (KRF)ke KPT. Tekanan ekspirasi maksimal diperoleh pada posisi KPTdan tekanan inspirasi maksimal pada posisi KRF.

Penyakit sistem saraf-otot, misalnya myasthenia gravis,dapat menimbulkan kesan kelainan restriktif maupun obstruk-tif pada uji faal paru. Maka pengukuran Pmus ini dapat me-mastikan ada atau tidak adanya kelainan sistem saraf-otot.Pengukuran Pmus ini dilakukan dengan manometer yangmempunyai botol pengaman atau dengan manometer anaeroid.

(b) Pengukuran tahanan saluran napas (R aw ).Raw juga merupakan salah satu faktor penentu besar arus.Dapat digunakan untuk menentukan letak penyempitan(sentral atau perifer). Pengukuran dilakukan dengan teknikDubois menggunakan plethysmograph khusus.

(c) Pengukuran compliance.Compliance paru menyatakan hubungan antara perubahan isi

paru dan tekanan dalam paru. Pengukuran dilakukan dengansekaligus mengukur tekanan esofagus yang menggambarkantekanan intrapleura, dan pengukuran perubahan isi paru dariposisi KRF ke KPT dan dari posisi KPT ke KRF secara ber-angsur-angsur dengan setiap kali mencatat perubahan isi parudan tekanan intrapleura yang terlihat pada saat yang bersama-an. Angka yang diperoleh digunakan untuk membuat kurvecompliance. Keadaan normal dan penyakit tertentu masing-masing memberikan kurve yang berbeda.

(d) Pemeriksaan napas tunggal (single breath test).Digunakan untuk mengetahui distribusi gas dalam paru.Setelah seseorang melakukan inspirasi tunggal dengan O2

100%, orang tersebut kemudian disuruh melakukan ekspirasitunggal pula secara berangsur-angsur dan selama ekspirasi itu,kadar N2—udara—ekspirasinya ditetapkan dari waktu ke waktusejak mulai gerak ekspirasi sampai ekspirasi maksimal: Ter-nyata terdapat empat fase perubahan kadar N2 selama ekspi-rasi itu berlangsung, yaitu :• Fase pertama, dengan kadar N2 0%, yaitu fase keluarnya

udara ekspirasi yang berasal dari ruang rugi anatomi yangpada akhir inspirasi berisi O2 100%.

• Fase kedua, yaitu fase peningkatan kadar N2. Udara eks-pirasi pada fase kedua ini merupakan udara peralihan dariruang rugi anatomi yang kadar N2—nya 0% ke udaraalveoli yang mengandung N2.

• Fase ketiga, kadar N2 tetap untuk beberapa lama, yangberasal dari udara alveoli.

• Fase keempat, fase terakhir, terjadi lagi peningkatan kadarN2.

• Titik peralihan antara fase ketiga dan fase keempat, yangdisebut closing volume.

Analisis ekspirasi tunggal ini dapat digunakan untuk menilaiderajat maldistribusi ventilasi. Bentuk kurve fase ketiga danletak closing volume biasanya digunakan sebagai petunjuk adaatau tidak adanya maldistribusi ventilasi.

FUNGSI PERFUSI

Perfusi ialah pemberian cairan/darah ke jaringan tubuh.Perfusi paru bergantung kepada keutuhan fungsi pembuluhdarah pant. Di dalam paru terdapat kira-kira 6 ribu juta kapilerdan 300 juta alveoli. Berarti tiap alveoli mempunyai kira-kira2000 kapiler. Dalam keadaan istirahat, hanya 25% darikapilertersebut diperfusi. Kebutuhan danah yang meningkat di-tampung dengan mengerahkan kapiler yang belum diperfusi

10 Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981

Page 12: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

dan dengan dilatasi kapiler. Dengan demikian paru mempunyaikapasitas cadangan peredaran darah yang sangat besar. Peredar-an darah paru adalah suatu sistem peredaran darah dengantekanan rendah. Maka dengan kapasitas cadangan yang besarini peningkatan curah jantung beberapa kali lipat tidakbanyak meningkatkan tekanan darah. Peningkatan tekananarteria pulmonalis hanya akan timbul bila terjadi pengurangandaya tampung atau peningkatan tahanan sistem peredarandarah paru secara nyata. Kenyataan ini memungkinkan dilaku-kannya operasi pembuangan sebagian paru, bahkan satu parusekalipun.

Untuk keberhasilan proses difusi antara alveoli dan darah,tidak saja diperlukan ventilasi yang merata dan mencukupi,tetapi juga perfusi daerah paru yang merata dan mencukupi.Dan karena perfusi ini bergantung kepada sistem peredarandarah paru, maka pemeriksaan fungsi sistem peredaran darahparu sebagai bagian dari uji faal paru merupakan suatu ke-wajaran.1. Pemeriksaan fungsi sistem peredaran darah paru.

Parameter untuk menguji faal sistem peredaran darah parudiantaranya ialah :• Arus darah kapiler paru (Pulmonary Capillary Blood Flow).• Tekanan Arteria Pulmonalis.• Jumlah darah dalam kapiler paru (Pulmonary Capillary

blood Volume).• Tekanan darah kapiler paru.

Gangguan fungsi sistem peredaran darah paru dapat terjadimisalnya oleh penyakit paru yang menimbulkan obliterasiatau penekanan pembuluh darah, atau oleh penyakit primerpembuluh darah paru, misalnya arteritis, trombosis, sklerosisdan emboli.2. Pemeriksaan perbandingan ventilasi (V) dan arus darah (Q)

(Ventilation/Bloodflow ratio = V/Q).Yang penting di sini ialah V/Q regional. Untuk keperluan inisekarang di Indonesia mungkin dapat dikembangkan pemerik-saan Pulmonary Scintiphotography, yaitu suatu scanning parudengan radioisotop. Pemeriksaan ini dapat menggantikanpemeriksaan bronkospirometri yang ditujukan untuk menentu-kan fungsi paru regional.

FUNGSI DIFUSIDifusi ialah berpindahnya partikel-partikel zat dari suatukompartemen ke kompartemen yang lain oleh tenaga yangdimiliki oleh partikel-partikel itu sendiri. Dalam pernapasan,difusi biasanya diartikan berpindahnya partikel-partikel gasdari alveoli ke dalam sel darah merah (O2) atau dari dalam seldarah merah ke alveoli (CO2). Dan juga dari dalam sel darahmerah ke dalam sel-sel jaringan (O2) dan dari dalam sel jaring-an ke dalam sel darah merah (CO2).

Di dalam tubuh, kecepatan difusi bergantung kepada bebe-rapa hal, di antaranya ialah :1. Selisih tekanan bagian masing-masing gas yang berdifusi

diantara kompartemen-kompartemen.Gas berdifusi dari tempat yang tekanan bagiannya tinggi, ketempat yang tekanan bagiannya rendah. Untuk oksigen, darialveoli ke darah dan kemudian ke sel jaringan. Tekanan bagian

oksigen di jaringan selalu rendah karena oksigen yang sampaike jaringan dipakai untuk pembakaran. Dalam proses pem-bakaran di dalam sel, karbondioksida selalu terbentuk sehinggatekanan bagian CO2 di dalam sel tinggi, dan ini dikeluarkandengan proses difusi. Jadi CO2 berdifusi dari sel jaringan kedarah, kemudian ke alveoli.

Untuk kepentingan uji faal paru, hal-hal yang perlu diperiksa ialah :(a) Susunan udara alveoli, yaitu tekanan bagian O2 (PAO2),

dan tekanan bagian CO2 (PACO2).Tekanan udara alveoli dapat dianggap sama dengantekanan barometer. Di dalam alveoli terdapat gas N2,H2O, O2 dan CO2. Tekanan barometer, tekanan bagianN2 dan H2O hanya bervariasi sangat kecil dan dapatdianggap tetap. Maka nilai (PAO2 + PACO2) juga tetap.Ini berarti bila yang satu naik, yang lain akan turun, dansebaliknya.

(b) Susunan darah arteria, yaitu tekanan bagian O2 (Pao 2).Tekanan CO2 (Paco2 ), kejenuhan O2, selisih PAO2

_Pao2 setelah bernapas dengan udara dengan berbagai kadarO2, dan pH.

2. Jarak yang harus ditempuh oleh partikel yang berdifusi.3. Sifat membran dan daya larut partikel yang akan berdifusi

di dalam membran tersebut.4. Luas permukaan difusi.

Butir (2), (3), dan (4) menentukan juga kapasitas difusi.Untuk memeriksa kapasitas difusi, biasanya perlu diperiksakonsumsi oksigen, curah CO2, RQ (Respiratory Quotient)serta kapasitas difusi sendiri dengan menggunakan gas O2 dangas CO2.

KESIMPULANUntuk melakukan uji faal paru, diperlukan banyak peralatan,ketrampilan yang memadai dan pengalaman yang cukup.Uji faal paru yang lengkap, masih jarang dilakukan di Indone-sia. Di dalam satu laboratorium di Indonesia saat ini, belumtentu tersedia semua peralatan yang diperlukan untuk ujifaal paru. Maka untuk melakukan uji faal paru secara lengkap,perlu kerjasama beberapa pusat laboratorium. Di Laborato-rium Ilmu Faal FKUI, saat ini hanya dapat dilakukan beberapasaja dari pemeriksaan fungsi ventilasi. Hal ini terutama disebab-kan peralatan yang dimiliki belum lengkap. Mudah-mudahansaja beberapa tahun mendatang dapat melengkapi alat-alatyang diperlukan dan dapat memeriksa sebagian besar darifungsi ventilasi. Saat ini dengan kerjasama beberapa pusatlaboratorium mungkin dapat dilakukan uji faal paru secaralengkap.

KEPUSTAKAAN

1.Ganong WF. Review of Medical Physiology Los Altos, California:Lange Medical Publications, 1977.

2.Tisi GM. Pulmonary Physiology in Clinical Medicine Baltimore/London : Williams & Wilkins, 1980.

3.Comroe JH, RE Forster, AB Dubois, WA Briscoe, E Carlsen. TheLung, Clinical Physiology and Pulmonary Function Tests Chicago :The Year Book Publishers Inc. 1959.

Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981 11

Page 13: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

Faal Paru pada Pembedahandr Hudaya Sutadinata

Sub-bagian Paru, Bagian Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/

Rumah Sakit dr Hasan SadikinBandung

PENDAHULUANPemeriksaan faal paru sebelum pembedahan telah dikem-

bangkan lebih dari 25 tahun terakhir ini, sebagai bagian daripenerapan yang bertambah luas dari Ilmu Faal pada problemamedik dan bedah (1). Kegunaannya didasarkan pada angkakejadian penyulit yang sering timbul sesudah pembedahan (2).

Penyulit pembedahan pada paru dapat timbul selain karenatipe pembedahan yang dilakukan, juga oleh keadaan parunyasendiri, baik yang terdapat pada saluran nafasnya maupunpada parenkhim parunya. Sehingga saat ini penilaian keadaanparu sebelum pembedahan merupakan bagian integral daripersiapan penderita. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasikemungkinan adanya penyulit kelak sesudah pembedahan (3).

Pada penderita muda dengan fungsi kardio-respirasi yangnormal bahaya timbulnya penyulit lebih kecil daripada merekayang usianya sudah lanjut atau fungsi kardio-respirasinyasudah berkurang (4). Menurut Harman (2) penyulit paru padapembedahan berkisar antara 6 — 60%. Prosentasenya palingtinggi sesudah pembedahan toraks dan perut bagian atas.

Dengan angka prosentase dari penyulit paru yang cukuptinggi ini, maka timbul pertanyaan apakah memang betul faalparu sebelum pembedahan itu perlu diperiksa. Untuk mene-laah permasalahan ini akan dibahas : perubahan-perubahanpatofisiologi paru sesudah pembedahan, faktor-faktor yangmemperbesar kemungkinan terjadinya penyulit (faktor-faktorrisiko), pemeriksaan faal paru sebagai petunjuk kemungkinantimbulnya penyulit dan penderita-penderita yang perlu pe-meriksaan faal paru sebelum pembedahan.

PERUBAHAN PATOFISIOLOGI PASCA BEDAHGerakan abdomen dan diafragma pada tiap tidal volume

(jumlah udara yang dihirup/dikeluarkan pada pernafasanbiasa) mempunyai kontribusi lebih dari 70%, sedangkanrangka tulang iga (rib cage) kontribusinya antara 5 — 30%.Tindakan pembedahan pada masing-masing komponen yangberperan dalam pernafasan akan mengurangi gerakannya (6).Pada pemeriksaan elektromiografi telah dibuktikan bahwaotot-otot abdomen anterior sangat berpengaruh pada bagianakhir dari ekspirasi dan inspirasi dalam (5). Akibatnya biladilakukan pembedahan pada toraks dan abdomen akan terjadipengurangan baik pada komponen ekspirasi , maupun inspirasi.Dan keadaan ini akan mempengaruhi (2, 3, 5) :(a) Volume paru, (b) corak pernafasan, (c) pertukaran gas,(d) mekanisme pertahanan paru.

(a)Volume paruPada gambar 1 dapat dilihat Total Lung Capacity (TLC) dansubdivisinya. Pada pembedahan abdomen TLC dan subdivisi-nya berkurang, sedangkan pada pembedahan ekstremitas halini tidak terjadi. Pengurangan TLC akan lebih banyak padapembedahan dengan sayatan abdomen bagian atas dibanding-kan sayatan di bagian bawah (5).Pada pembedahan abdomen Vital Capacity (VC) berkurangantara 25 — 50%, dan baru kembali seperti sebelum pembedah-an setelah 1 — 2 minggu kemudian. VC berkurang banyakpada sayatan bagian atas abdomen dibandingkan dengansayatan bagian bawah (5).Pada torakotomi VC berkurang sekitar 50% (7) dan padapembedahan yang tidak dilakukan torakotomi, VC tidak adayang berkurang lebih dari 50% (8).Sedangkan Expiratory Reserve Volume (volume udara yangmasih bisa dikeluarkan setelah ekspirasi biasa) berkurang 60%pada sayatan abdomen bagian atas dan 25% pada sayatanabdomen bagian bawah (3, 5).Forced Expiratory Volume dalam 1 detik (FEV1) berkurangsampai 35% pada hari pertama pembedahan dan berangsurnaik sampai 70% pada hari ke 7 pada penderita yang meng-alami pembedahan abdomen bagian atas (2). Berkurangnyavolume paru tersebut disebabkan beberapa faktor antara lain :pengaruh narkosis umum, pneumoperitoneum, distensi abdo-men, pembalut yang restriktif, posisi tidur, rasa sakit pascabedah, analgetik yang bersifat narkotik (2).

(b) Corak pernafasanAkibat pengurangan volume paru tsb. diatas, maka untukmenjaga ventilasi alveolar yang adekwat, tubuh mengadakankompensasi dengan menaikkan frekuensi pernafasan. Sehinggaterjadi pernafasan dengan frekuensi yang cepat. Namun sikluspernafasan makin pendek. Dengan kata lain pernafasan akanmenjadi cepat dan dangkal (9, 10). Selain itu juga terjadipengurangan atau hilangnya sama sekali pernafasan dalamyang spontan (sighing breath) (2, 9). Pada binatang percobaan,pernafasan yang monoton tanpa "periodic sigh" menyebabkanpengurangan secara progresif Functional Residual Capacitydan Compliance (2).Menurut Okinaka (10) pada umumnya sebelum pembedahanekskursi abdomen lebih besar dari ekskursi toraks. Sesudahpembedahan abdomen amplitudo ekskursi toraks relatif ber-

1 2 Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981

Page 14: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

Gambar 1.- Spirometer menunjukkan pola ventilasi pada saat istirahatserta volume-volume paru dan kapasitas-kapasitas. Gambar ini menca-tat volume (dalam liter) versus waktu (dalam detik). Petunjuk : TLC,Total lung capacity; VC, Vital capacity; RV, Residual volume; IC,Inspiratory capacity; FRC, Functional residual capacity; IRV, Inspi-ratory reserve volume; TV, Tidal volume; ERV, Expiratory reservevolume;

tambah dibandingkan dengan ekskursi abdomen. Sedangkanpada pembedahan toraks, keadaannya seperti sebelum pem-bedahan dimana ekskursi abdomen lebih dominan. Padatorakoplasti kadang-kadang ditemukan gerakan paradoxal.

(c) Pertukaran gasMelemahnya ekskursi diafragma akibat pembedahan, terutamapembedahan abdomen bagian atas atau thoraco-abdominalakan mengakibatkan ventilasi bagian basis paru berkurang danmenyebabkan ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi,maka akan terjadi hipoksemia (11). Faktor lain yang mem-pengaruhinya juga adalah imobilisasi, volume paru yang ber-kurang dan hilangnya "sighing breath" (12). Tekanan partialoksigen dalam darah (PaO2) mengalami penurunan, palingrendah sampai hari ke 3 setelah pembedahan abdomen danhari ke 5 sesudah pembedahan thoraco-abdominal. Bila terjadiPaO2 pasca bedah kurang dari 70 mmHg, kemungkinan besarada tendensi timbulnya penyulit pada paru (13).Penurunan PaO2 pasca bedah yang disertai dengan kenaikanPaCO2 (tekanan partial CO2 dalam darah arteri) terjadi hanyapada mereka yang sebelumnya telah terjadi retensi CO2 (3).

(d) Mekanisme pertahanan paruMekanisme pertahanan paru berfungsi menjaga paru terhadappartikel-partikel yang terhisap atau terhadap mikroorganisme.Untuk pembersihan deposit pada bagian atas saluran nafas adamekanisme batuk. Sedangkan untuk pembersihan salurannafas bagian bawah ada sistem mukosilier dan untuk pem-bersihan dalam alveoli selain terdapat "mucocilliar transport"juga terdapat komponen seluler dan "lymphatic drainage"(14).Menurut Haris (15) proses pembersihan tersebut akan ber-kurang pada hipoksemia, yang bisa terjadi pasca bedah. Di-samping itu efek narkotik juga dapat menghilangkan refleksbatuk (2).

Gamsu dkk (16) telah menggunakan bedak tantalum untukmempelajari pembersihan mukosilier pada 25 penderita yangtelah mengalami pembedahan bukan-toraks. Pada 7 penderita

yang mengalami pembedahan ekstremitas bawah, pembersihantantalum terjadi dalam 48 jam, sedangkan 14 dari 18 penderitasisanya dengan pembedahan abdomen, sampai hari ke 6 masihterdapat retensi tantalum. Dan terjadinya atelektasis dapatdiketahui dengan didahului pengumpulan mukus yang ditandaidengan adanya retensi tantalum yang dinyatakan pada fototoraks.

PENYULIT PADA PARU PASCA BEDAHPenyulit pada paru umumnya merupakan aksentuasi pe-

rubahan patofisiologi paru yang telah disinggung diatas (3).Pada penderita yang mengalami narkosis umum terjadi per-ubahan-perubahan fisiologik yang memperbesar kemungkinantimbulnya penyulit. Narkosisnya sendiri menyebabkan kemati-an 1 dari 1560 prosedur pembedahan. Setengah daripadanyadisertai hipoksemia (2). Menurut Mittman (4) risiko pem-bedahan sangat erat hubungannya dengan faal paru sebelumpembedahan serta tipe dan luasnya pembedahan. Dari 33penderita yang diobservasi oleh Stein dkk (17) dengan faalparu yang normal sebelum pembedahan didapatkan penyulitpada paru kira-kira 5%, dan dari 30 penderita yang mengalamipembedahan dengan faal paru yang abnormal sebelum pem-bedahan didapatkan penyulit pada paru 70%. SedangkanWhitman (18) menemukan penyulit paru 25% pada pembedah-an dengan sayatan paramedian dari abdomen dibandingkan 6%pada pembedahan di tempat lain.

Pada pembedahan bukan-toraks, penyulit yang timbuldapat bersifat infeksi dan bukan infeksi (3). Penyulit yangbersifat infeksi dapat berupa suatu eksaserbasi dari bronkhitissampai terjadinya pneumonia. Sebagai faktor predisposisiadalah berkurangnya kemampuan batuk, berkurangnya pem-bersihan mukosilier dari partikel dan mikroorganisma, sehinggaproliferasi baksil-baksil bertambah. Penyulit yang bersifatbukan infeksi berupa atelektasis, yang diartikan sebagai me-nutupnya unit-unit paru yang dapat bersifat difus atau sublo-bular. Mekanisme terjadinya atelektasis kemungkinan akibat :sekret yang tertahan, berkurangnya mekanisme "sighing"atau akibat berkurangnya Expiratory Reserve Volume.

Hansen dick (13) menemukan penyulit paru pada 30 dari40 penderita yang mengalami pembedahan abdomen bagianatas, dimana 60% diantaranya disertai dengan kelainan radio-logik yang berupa atelektasis, konsolidasi dan efusi pleura.Mekanisme terjadinya efusi pleura, terjadi sehubungan denganatelektasis yang timbul, adanya cairan dalam rongga perito-neum atau iritasi pada diafragma (19).

Pada pembedahan toraks, penyulit yang timbul dapatberupa hematotoraks, efusi pleura (serous), fistula bronkho-pleura, atelektasis, pneumonia, penyempitan bronkhial,paralisis diafragma, pergeseran mediastinum. Semuanya inidapat mengakibatkan keadaan patologik yang bersifat obs-truktif atau restriktif (7).

FAKTOR—FAKTOR YANG MEMPERBESAR KEMUNGKIN-AN TIMBULNYA PENYULIT PADA PARU.

Pada penderita yang mengalami narkosis umum padapembedahan, terdapat kemungkinan terjadinya penyulit padaparu.. Anamnesis yang lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti

Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981 13

Page 15: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

dan pembuatan foto toraks serta pemeriksaan elektro kardio-grafi merupakan standard evaluasi pada setiap penderita yangmengalami pembedahan. Hal ini perlu agar dapat diketahuiadanya faktor-faktor yang memperbesar kemungkinan timbul-nya penyulit pada paru. Faktor-faktor tersebut dapat berupapenyakit paru akut atau kronik atau kelainan lain dari toraksyang menyebabkan faal parunya berkurang (1 — 3).

Faktor-faktor lain yang dapat memperbesar kemungkinantimbulnya penyulit pada paru adalah :(a) Umur penderita.— Umur yang lanjut memperbesar ke-

mungkinan timbulnya penyulit. Hal ini mungkin ber-hubung dengan pengaruh pengurangan faal paru secarafisiologik sesuai dengan umur, termasuk didalamnyadengan berkurangnya VC, bertambahnya Residual Volu-me (RV), penurunan PaO2 disamping angka kejadianyang meningkat dari penyakit paru yang menahun (2).

(b) Obesitas.— Pada penderita yang sangat gemuk terdapatperubahan faal paru berupa ERV dan FRC (FunctionalResidual Capacity) berkurang, PaO2 yang berkurangdisamping "work of breathing" yang meningkat. Perubah-an tsb mengakibatkan ketidaksesuaian dari ventilasi danperfusi. Kalau pengaruh narkosis dan pembedahan padaorang normal faal parunya mengalami pengurangan, makapengurangan yang bakal terjadi pada penderita gemukakan relatif lebih besar. Sehingga kemungkinan terjadinyapenyulit juga relatif akan lebih banyak (20).

(c) Tipe pembedahan.— Urutan tipe pembedahan menurutkemungkinan makin besamya penyulit pada paru adalahsebagai berikut (3) :

• pembedahan bukan toraks dan bukan abdomen• pembedahan abdomen bagian bawah• pembedahan abdomen bagian atas• pembedahan toraks tanpa reseksi paru yang berfungsi• pembedahan toraks dengan reseksi paru yang berfungsi.

(d) Narkosis.— Angka kejadian penyulit lebih sering terjadipada penderita yang mengalami narkosis lebih dari 3 jam(18). Juga lebih banyak terjadi pada penderita dengannarkosis umum dibandingkan dengan narkosis regional(3).

PEMERIKSAAN FAAL PARU SEBAGAI PETUNJUK KE-MUNGKINAN TIMBULNYA PENYULIT PASCA BEDAH

Bermacam-macam pemeriksaan dapat dikerjakan untukmengetahui faal paru, yaitu mulai dari pengukuran yangsederhana untuk kapasitas vital sampai penggunaan isotop-radioaktif untuk pengukuran aliran darah regional, ventilasiatau pertukaran gas (21).

Untuk tujuan skrening sebelum pembedahan, diperlukantes yang dapat dikerjakan dengan cepat dan sederhana, sertamempunyai dua sasaran, yaitu diagnosis dan evaluasi secarakuantitatif (1). Untuk itu pemeriksaan faal paru denganspirometri merupakan teknik prinsipiel terhadap kedua haltersebut diatas disamping anmnesis, pemeriksaan fisik, fototoraks dan EKG sebagai standard evaluasi (1, 2). Selain itu jugadiperiksa gas darah arteri, dan pada persiapan pembedahantoraks dengan reseksi paru juga dianjurkan pengukuran tekan-an intra-arteri pulmonal (2, 3).

Tabel 1. TES FAAL PARU : Nilai-nilai normal

F A A L SIMBOL UNIT NILAI NORMAL RISIKOWANITA PRIA PEMBEDAHAN

BURUK

FORCED VENTILATORY TESTSMaximal voluntary ventilation MVV L/menit 144 ± 40 192 ± 64 < 40 L/menitForced vital capacity FVC Liter 4.28± 0.78 5.50± 0.82Forced expiratory volume 1 sec FEV 1 Liter 36.8± 0.82 4.54± 0.64 < 1 literForced expiratory volume 1 sec

as % of FVCFEV1/

FVCPersen > 75 > 75 < 50

Peak flow rate PFR L/menit 477 ± 104 625 ± 108 < 100 L/menitForced expiratory flow or maximum

mid-expiratory flow rateVENTILATION (RESTING)

FEF25-75

(MMFR)L/detik 4.19± 2.4 4.56± 2.60

Minute ventilation VE L/menit 7.39± 3.56 8.9 ± 2.98Alveolar ventilation (VA = VE - VD)Respiratory rate

VA

RR

L/menitBreaths/

5.39±3.56 6.42± 2.20

menit 13±6 15±5

Tidal volume VT Liter 0.63± 0.3 0.70 ± 0.7Oxygen consumption

Ventilatory equivalent

VO2BSA Ml/menit/meter2 BSA

L/menit/

152 ± 33 153 ± 14

LUNG VOLUMES

100 ml 0 2 3.02 ± 0.65 2.90 ± 0.50

Total lung capacity TLC Liter 5.50 ± 1.2 7.26 ± 2.08

Residual volume/total lung capacity RV/TLC Persen < 30 < 30

14 Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981

Page 16: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

Pada tabel 1 dapat dilihat pelbagai macam pemeriksaan faalparu dengan harga normal.

SpirometriPemeriksaan faal paru dengan spirometer dapat meng-

gambarkan beberapa segi keadaan paru (21). FEV1 merupakanpemeriksaan yang dapat menunjukkan kelainan obstruktifpada saluran nafas. Sedangkan VC akan menunjukkan kelainanyang bersifat restriktif, yang bisa terjadi karena penguranganjaringan paru yang berfungsi, terbatasnya pengembangandinding toraks dan atau gerakan diafragma (22). Faal parudinyatakan masih dalam batas normal bila hasil pemeriksaandidapatkan deviasi sampai 20% dari harga yang diperkirakan(predicted value) (21,22). Harga yang diperkirakan (predictedvalue) disesuaikan dengan tinggi dan berat badan, dapat dilihatdari tabel. Kelainan bersifat ringan bila hasil pemeriksaan ku-rang dari 70% dari yang diperkirakan, dan bersifat sedang bi-la hasilnya kurang dari 60% serta berat bila kurang dari 50%(22,23).

Dengan demikian pemeriksaan faal paru selain menunjuk-kan kelainan fisiologik yang ada, juga menunjukkan kelainanfungsional secara kuantitatif disamping juga dapat memberikandata-data studi pengamatan (follow-up study) secara obyektifdari sifat penyakitnya serta manfaat pengobatan yang diberi-kan (1).

Dari hasil pemeriksaan faal paru dengan spirometer yangdapat menunjukkan berat ringannya kelainan yang ada, sertamengerti dan mengetahui perubahan patofisiologi pasca bedah,maka dapat diidentifikasi kemungkinan bakal terjadinyarisiko paru akibat pembedahan torak dan bukan-toraks (24).Dengan demikian maka penilaian hasil-hasil pemeriksaandengan spirometer ini merupakan dasar evaluasi faal parusecara kuantitatif sebelum pembedahan (1). Walaupun FEV1

dan FVC (Force Vital Capacity) diketahui dapat mencermin-kan faal paru pada umumnya (25), banyak ahli menunjukkanpula peranan pemeriksaan lainnya yang harus diperhatikan.

Gaenler dkk (26) melaporkan penilaian dari 460 penderitatbc paru yang mengalami berbagai prosedur pembedahan.Ternyata 12 dari 13 penderita yang meninggal akibat kegagal-an respirasi mempunyai Maximal Voluntary Ventilation(MW) kurang dari 50% dari yang diperkirakan. Demikian jugaMittman (4) mengatakan bahwa risiko kematian akibat pem-bedahan dari 196 penderita yang mengalami pembedahan

toraks maupun bukan toraks terjadi pada mereka yang mem-punyai MW sebelum pembedahan yang kurang dari 50% dariyang diperkirakan. MW mempunyai nilai tinggi untuk men-duga bakal terjadinya penyulit pembedahan. Hal ini disebab-kan karena pemeriksaan tersebut sensitif terhadap banyakfaktor yang nonspesifik. Faktor-faktor tersebut adalah kerjasama dari penderita, kekuatan otot, keadaan umum yanglemah dan adanya rasa sakit sewaktu bernafas dari penderitayang mengalami pembedahan. Semuanya itu penting dalampenentuan penyembuhan selama pengobatan pasca bedah.Sedangkan Nealon dan Mc Neil (28) serta Karliner (28) me-nekankan pentingnya pemeriksaan gas darah arteri. PaCO2

yang naik sebelum pembedahan merupakan tanda buruk yangsering dijumpai pada mereka yang mengalami problemarespirasi pasca bedah.

Para sarjana menekankan bahwa potensial kegunaan pe-meriksaan faal paru akan jauh lebih besar bila yang dipakaiuntuk mengidentifikasi penyulit yang bakal terjadi pascabedah lebih dari satu pemeriksaan. Satu pemeriksaan sajatidak bisa dipakai untuk memperkirakan adanya risiko dariprosedur pembedahan tertentu pada penderita dengan pe-nyakit paru kronik atau mereka dengan faal paru yang telahberkurang (4, 17, 22, 23).

Gas darah arteriPertukaran gas dalam paru dinyatakan dengan tekanan

partial oksigen (PaO2) dan karbondioksida (PaCO2) serta pHdarah. Harga-harga normal lihat tabel 2. Pemeriksaan inisangat penting disamping pemeriksaan dengan spirometerkarena selain mendeteksi kelainan pertukaran gas juga akanmenentukan pula kebutuhan ventilasi bantuan selama dansesudah pembedahan (29). Pada penderita.yang menunjukkanhipoksemia (PaO2 kurang dari 50 mmHg) serta hiperkapnia(PaCO2 lebih dari 45 mmHg) pembedahan merupakan kontra-indikasi. Namun keadaan ini tidak absolut sebab beberapapenderita dengan hiperkapnia mungkin keadaannya reversibel,misalnya hiperkapnia berasal dari hipoventilasi alveolar sentralatau akibat penyakit saluran nafas yang reversibel, yang me-nyertai penyakit saluran nafas yang kronik. Demikian jugapada penderita dengan tumor paru dimana daerah tersebutmungkin merupakan daerah tanpa ventilasi namun masihmendapat perfusi, menimbulkan hipoksemia. Maka bila di-lakukan reseksi daerah tersebut besar kemungkinan PaO2 akan

Tabel 2. GAS–GAS DARAH ARTERI : Nilai-nilai normal

F A A L SIMBOL UNIT USIA NILAI NORMAL RESIKOWANITA PRIA PEMBEDAHAN

BURUK

Arterial oxygen PaO2 mm Hg 20—29 99 ± 12 92 ± 14 < 50 mm Hgtension 31 — 40 87 ± 7

41—50 84±851—60 81±7 > 60 > 74±9

Arterial CO 2 tension PaCO2 mm Hg 38 — 42 mm Hg > 60 mm HgAcid/base balance pH 7.40 ± 0.04Alveolar-arterial A-a O2Δ mm Hg 50 — 100 mm Hg > 200 mm Hg

02 gradient on 100 % 02

Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981 15

Page 17: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

kembali normal. (3).Dengan hasil pemeriksaan faal paru sebagai petunjuk yang

memperikirakan timbulnya penyulit pada paru, makadibawahini dicantumkan pendapat beberapa penulis.Untuk pembedahan bukan toraks. Schwaber dkk (30) me-nyarankan agar semua pembedahan dihindarkan, kecualipembedahan darurat untuk menyelamatkan jiwa bila faal paruberupa VC kurang dari 1 liter, FEV1 kurang dari 0,5 liter,MEFR (Maximum Expiratory Flow Rate) kurang dari 100liter/m dari MVV kurang dari 50 liter/m.Hodgkin dkk (11) menggunakan lebih banyak lagi pemeriksaanfaal paru sebagai petunjuk risiko tinggi akan terjadinya penyu-lit pada paru dan kematian, yaitu :

1.MVV kurang dari 50% dari yang diperkirakan2. PaCO2 yang meningkat3.FEV1 kurang dari 0,5 liter4.MMFR (Maximum Mid Expiratory Flow Rate) kurang dari 0,6 liter/

detik5.MEFR,kurang dari 100 liter/m6.VC kurang dari 1 liter7. EKG abnormal8.Hipoksemia berat (PaO2 kurang dari 55 mmHg) sebelum pembedah-

an9.Tidak ada perbaikan dari MVV, FEV1 , MEFR dan VC sesudah

pemberian bronkhodilator.10.Kelainan yang menyolok dari Sidikan paru (ventilasi dan perfusi)

dengan Xenon.

Untuk pembedahan toraks. Prosedur pembedahan toraksmenimbulkan faktor-faktor yang dapat lebih memperbesarbahaya penyulit yang terjadi dibandingkan dengan pembedah-an di tempat lain.Torakotomi akan menimbulkan rasa sakit pada dada, hal iniakan mengurangi dalamnya inspirasi dan menghambat batuk.Ditambah pula dengan reseksi paru yang berfungsi dari pen-derita yang faal parunya sudah berkurang sebelum pembedah-an, maka faal paru yang masih tinggal tidak cukup menunjangkehidupan penderita tanpa ventilasi bantuan (2). Maka dari itusetiap penderita yang dicalonkan untuk pembedahan toraksperlu sekali diperiksa faal parunya. (31).

Selain itu perlu pula diperhatikan bahwa sebelum pem-bedahan torakotomi dilakukan, ahli bedah belum mengetahuisecara pasti sampai berapa jauh besarnya kelainan jaringanparu atau tumor yang ada (32). Hal ini mendorong untukmenilai faal paru terhadap risiko dari pembedahan yang palingbesar yang harus dikerjakan.

Menurut Block dkk (31) secara fisiologik, penderita akanmenunjukkan toleransi pada pneumonektomi bila pemeriksaanfaal paru sebelum pembedahan menunjukkan :

(a) FEV1 lebih besar 50% dari FVC dan lebih 2 liter(b) MVV lebih besar dari 50% dari yang diperkirakan nor-

mal (predicted value).(c) Ratio RV/TLC kurang dari 50%.

Bila harga-harga diatas lebih jelek, maka dianjurkan untukmengukur "right-left split function". Saat ini pemeriksaantersebut dilakukan dengan kombinasi antara pemeriksaandengan spirometer dan pemakaian radioisotop. Yang dihitung-nya adalah perkiraan FEV1 pasca bedah. Bila hasilnya lebihbesar dari 800 cc, maka pneumonektomi dapat dikerjakan.

Kalau kurang sebaiknya tidak dikerjakan. Seandainya pem-bedahan tetap akan dipaksakan, maka perlu dilakukan pe-meriksaan tekanan arteri intra-pulmonal dengan "balloonocclusion". Kalau pada pemeriksaan ini didapatkan tekananintra-pulmonal lebih besar dari 30 mmHg, pneumonektomimerupakan kontraindikasi (2, 3, 31).

PENDERITA YANG PERLU DIEVALUASIDari uraian diatas telah cukup jelas penderita-penderita

yang tergolong "high risk" dimana faal parunya perlu men-dapatkan penilaian sebelum pembedahan. Mereka itu adalah(2,3):1. Penderita yang direncanakan pembedahan toraks2. Penderita yang direncanakan pembedahan abdomen bagian

atas.3. Penderita yang menunjukkan batuk dan perokok.4. Penderita obesitas.5. Penderita yang umurnya lebih dari 70 tahun6 Penderita dengan penyakit paru.

RINGKASAN .Beberapa tipe pembedahan dapat menyebabkan perubahan

faal paru pasca bedah. Keadaan ini memperbesar kemungkinantimbulnya penyulit pada paru. Anamnesis, pemeriksaan fisik,foto toraks dan EKG dipakai untuk menilai keadaan parusebelum pembedahan. Pemeriksaan faal paru dengan spiro-mater dan analisis gas darah arteri merupakan cara yang lebihoptimal untuk mengidentifikasi penderita yang tergolong"high risk".

Manfaat kegunaan pemeriksaan faal paru sebelum pem-bedahan didasarkan pada kenyataan bahwa penderita yangmempunyai risiko besar akan timbulnya penyulit pada parudapat diindentifikasi dengan penilaian faal paru sebelumnya.Disini terdapat hubungan antara penyimpangan hasil pemerik-saan dengan kemungkinan penyulit yang timbul.

KEPUSTAKAAN

Daftar Kepustakaan dapat diminta pada penu/is/redaksi

Semua dokter tahu betapa besar pengaruh wanita ter-hadap reputasi mereka; maka jarang kita temui dokteryang tidak berusaha menyenangkan hati wanita-wanitaitu.

Honore de Balzac

16 Cermin Dunia Kedokteran No, 24, 1981

Page 18: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

Rehabilitasi PenderitaPenyakit Paru Menahun

Imam Waluyo SMPh, dr. A.R. NasutionUnit Rehabilitasi Medis / Fisioterapi RSCM, Jakarta

PENDAHULUANSebagai akibat dari kemajuan dalam pengetahuan mengenaifaal pernafasan dan mekanisme gangguan pernafasan, pengo-batan dan penatalaksanaan penyakit paru-paru menahunsemakin membaik. Walaupun demikian masih banyak persoa-lan yang dihadapi. Banyak pengobatan yang hanya bersifatsimtomatik. Dengan demikian cepat ataupun lambat penderitaakan jatuh ke-keadaan yang lebih lanjut misalnya cacat perna-fasan karena hipertensi pulmonal.

Kelainan yang menimbulkan kecacatan pernafasan yangmenahun adalah :

• Penyakit paru-paru obstruktif, termasuk di dalamnyabronkhitis kronis, efisema, asma brokhial, bronkhiektasis.

• Penyakit pernafasan restriktif, termasuk kelainan neuro-muskular/muskuloskeletal seperti skoliosis, kifosis, po-liomielitis, muscular distrophi dsb.

• Penyakit paru-paru restriktif karena kelainan perenkhimparu-paru seperti fibrosis dsb.

Tulisan ini akan menekankan pembahasan masalah rehabili-tasi penyakit paru-paru obstruktif.

MASALAH & AKIBAT PENYAKIT PARU MENAHUN• 1. Penyakit paru menahun bersifat kronis dan dapatterjadi berlanjut tanpa batas. Gejala-gejala dapat datangpergi tetapi perubahan-perubahan patologik dan anatomikyang terjadi akan bertumpuk, menetap dan bertambah buruk.Penyakit ini mempunyai kekhasan dengan gejala-gejala yangtimbul perlahan-lahan dan progresif yang tidak dapat dipenga-ruhi dengan pengobatan dan dapat menjadi kegagalan perna-fasan (hipoxia, hipoxemia dan retensi karbon dioksida),asidosis,hipertensi pulmonal dan akhirnya korpulmonal .

Kelainan-kelainan dan gejala yang ada sering menimbul-kan rasa cemas/takut dan kecemasan terhadap penyakitnyaakan cenderung menimbulkan tidak adanya aktivitas. Se-dang tidak adanya aktivitas dapat menimbulkan problemlain seperti ketidakmampuan otot-otot, sehingga pada gilir-annya menambah gejala sesaknya. Dan akhirnya dapat terjadiimobilisasi dengan segala akibatnya.

Kelainan fisiologik yang berpengaruh terhadap kemam-puan fungsional (terbatasnya fungsi) lebih lanjut akan menim-

bulkan kecacatan yang dapat mempengaruhi dirinya sendiri,keluarga dan masyarakat. Akibat pengaruh tersebut dapatmeliputi aspek fungsionil/fisik, psikologik, sosial, ekonomi.(lihat skema 1, 2).

• 2. Penyakit paru yang menahun ternyata berjumlah cukuptinggi, di beberapa negara Barat menduduki nomor dua sete-lah penyakit jantung.

Pada tahun 1974 di USA tercatat 13,8 juta penderitapenyakit paru obstruktif menahun (PPOM) dan masih tam-bah 2 juta penderita penyakit asma, tuberkulosis dan lain-lainpenyakit paru. Ini mengakibatkan pembayaran ongkos kese-hatan sampai 5,6 milyard dollar setahun, dengan kerugianekonomis akibat morbiditas dan mortalitas sampai 8,6 mil-yard dollar setahun (1972).

Di Indonesia, belum banyak penderita penyakit paruobstruktif menahun (PPOM) yang dilaporkan. Nawas dkkmencatat bahwa dari 40 kasus yang dirawat di RS Persaha-batan Jakarta dalam periode Januari — Juni 1977 ternyata65 % penderita tuberkulosis dan hanya 26 % penderita PPOM.Kartini DS melaporkan impairment di Indonesia yang berupabatuk kronis sebanyak 12,2 % pada laki-laki dan 6,2 % padaperempuan, sedang yang mengalami sesak nafas pada waktuistirahat atau bekerja 6,6 % laki-laki dan 4,3 % perempuan.

• 3. Hal yang sulit ialah bahwa penderita-penderita PPOMtidak begitu jelas terlihat sepintas lalu bila dibandingkandengan kecacatan seorang buta, amputasi dsb, padahal de-rajat kecacatannya tidaklah lebih ringan dibandingkan denganyang lain.

Dari segi diagnosis, penyakit paru obstruksi menahun memer-lukan alat-alat test faal paru seperti spirometri, analisa gassehingga penderita PPOM banyak yang belum tercatat kecua-li yang sudah berat dan memerlukan perawatan di RumahSakit. Padahal justru pada tingkat penyakit yang awal/diniPPOM perlu di-deteksi untuk dapat dilakukan usaha untukmenghambat progresivitasnya dan mencegahan-pencegahanterhadap kecacatan beserta akibat-akibatnya.

REHABILITASI

Rehabilitasi pada penderita dengan kelainan paru sepertihalnya dengan usaha rehabilitasi pada umumnya bertujuanuntuk mengembalikan fungsi fisik, mental, sosial pada kemam-

Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981 1 7

Page 19: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

Skema 1 : THE DISABILITY PROCESS (WHO, 1976)

puan yang semaksimal mungkin, sehingga dapat melakukanaktivitas sehari-hari dengan sebaik-baiknya dengan kapasitaskardiopulmonal yang masih tinggal serta melatih penderitauntuk dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sesuaidengan kemampuannya.Penanganan Rehabilitasi Medis merupakan Pelayanan Timyang multi-displiner dimana masing-masing tenaga mempunyaiperanan sebagai anggota tim dengan berprinsip kerjasamaberdasarkan keadaan kebutuhan pasien, bukan kebutuhansalah satu keahlian.

Tenaga tersebut tidak hanya melibatkan dokter umum,dokter ahli paru tetapi juga dokter lain seperti ahli bedahthorak, ahli anestesi, perawat, ahli fisioterapi, ahli occupa-tional therapi, pekerja sosial medis, psikolog, ahli gizi dsb.Tim tersebut harus bekerja secara terpadu dan terkoordinirdengan baik dengan melihat pengalaman Leirtsman &Chermiack ( 12 ) yang membagi aspek rehabilitasi pernafasandalam : Tatalaksana umum, pengobatan kegagalan jantung,terapi jasmani, terapi zat asam, tatalaksana psikososial danrehabilitasi pekerjaan (vocational rehabilitation).

Ha'as & Cardon ( 3 ) dalam penyelidikannya selama 5 tahundari 252 penderita PPOM laki-laki menyimpulkan :

_ Kombinasi dari rehabilitasi dengan pengobatan simptoma-tis jauh lebih efektif dari pada cara terakhir secara sen-

_ Cukup banyak penderita PPOM yang mungkin tidak da-pat ditolong lagi, dapat dilatih sehingga menjadi pekerjaberhasil dan menjadi anggota sosial yang berguna kembali,atau paling sedikit dapat kembali mencapai kepuasan dandapat memelihara diri sendiri.

Banyak jenis data diperlukan sebelum menyusun programpengobatan secara " Total Care " (rehabilitasi).

1. Penilaian medis.• Menilai jenis dan beratnya kelainan paru-paru termasuk

komplikasinya dan penyebabnya.• Menilai berat ringannya obstruksi dengan derajat gangguan

pernafasannya.

1 8 Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981

Page 20: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

Skema 2 : INTERVENTIONS TO DIMINISH THE IMPACT OF DISABILITY (WHO, 1976)

2. Penilaian fungsional.

• Kekuatan otot, jarak gerak sendi.• Kapasitas fungsional termasuk keperluan kegiatan sehari-

hari dan toleransi terhadap aktivitas sehari-hari.• Kapasitas fungsional paru & jantung untuk keperluan

aktivitas sehari-hari (pemeriksaan exercise tolerance testtest faal paru dan sebagainya).

3. Penilaian psikososial.• Reaksi pasien terhadap sakitnya, kepribadian, intel gensia.• Lingkungan dan cara hidup, sosial ekonominya oleh pekerja

sosial medis.• Evaluasi pekerjaan untuk pre-vokasional terapi.

Dari data-data tersebut dapat disusun sasaran dalam menca-pai tujuan rehabiiitasi secara fleksibel dengan mempertimbang-kan faktor-faktor dan keadaan yang ada.Kemampuan kerja tergantung dari penampilan fisik, kesegaran(fitness), daya tahan (endurance) dapat dilihat dari aerobic &anaerobic, fungsi neuromuskuler, keadaan jantung, faktor psi-kologis, dan faktor lingkungan luar.

Dengan demikian tampak bahwa rehabilitasi penderita ca-cat pernafasan ada 2 aspek yaitu aspek fisik dan psikososialnya.

ASPEK FISIK

Pada proses pernafasan, di waktu inspirasi ruang-toraksakan membesar, paru-paru mengembang, udara diisap masukke dalam paru-paru. Waktu ekspirasi terjadi sebaliknya. Dalamkeadaan normal proses ekspirasi ini merupakan suatu prosesyang pasif, karena adanya elastisitas paru-paru dan otot.Pada pernafasan otot-otot dinding torak hanya berperan 35%,sedang 65% lagi adalah peranan diafragma.

Penderita-penderita PPOM paru-parunya hiperinflasi. Di-tambah lagi dengan elastisitas paru-paru yang berkurang, aki-batnya peranan diafragma pada pernafasan berkurang sebalik-nya otot-otot dinding toraks bekerja lebih berat sehingga ha-rus disertai otot-otot pernafasan tambahan. Lama-lama usahapernafasan berbalik dimana diafragma menjadi 30% peranan-nya, sedang otot-dinding toraks 70%.Dengan cara pernafasan demikian maka diperlukan O2 lebihbanyak atau energi yang lebih besar. Dengan pemikiran terse-but dilakukan latihan diafragma.

Adanya elastisitas paru-paru berkurang, tekanan negatif in-trapleura berkurang. Maka bronkhus-bronkhus tidak dapatlagi mempertahankan agar lumennya tetap terbuka. Supayabronkus-bronkhus tersebut tetap dapat terbuka, pada waktu

Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981 19

Page 21: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

ekspirasi dilakukan suatu usaha untuk menahan udara denganmemperpanjang ekspirasi dan melepaskan udara secara perla-han-lahan atau disebut dengan latihan bernafas pursed lip.

Lumen akan bertambah kecil dengan adanya sekret yangterkumpul dalam saluran pernafasan. Sekret tersebut dapatmengental dan menyumbat saluran pernafasan yang memangsudah kecil lumennya. Keadaan ini pada gilirannya dapat me-nurunkan fungsi kerja silia, refleks batuk dan dapat menjadipredisposisi untuk infeksi. Dengan keadaan seperti tersebutperlu dilakukan Postural drainage (lihat halaman 2 2 ).Selain itu diperlukan juga latihan batuk serta Forced Expira-tion Technique

Usaha yang berat untuk bernafas sering menimbulkan keca-paian dan ketegangan otot, sehingga kadang-kadang menye-babkan perasaan pegal/sakit. Bila keadaan PPOM berlanjut di-samping mempengaruhi jantung juga dapat mempengaruhisikap. Sebaliknya seringnya sesak berat kadang-kadang me-nimbulkan kecemasan yang mempengaruhi ketegangan otot--otot yang akhirnya merupakan suatu siklus.

Dari dasar pemikiran keadaan tersebut maka usaha-usahauntuk aspek fisik meliputi penggunaan medikamentosa, terapifisik dan terapi fungsionil.

1. Medikamentosa

Pemakaian obat-obatan terutama ditujukan untuk mengurangikerja pernafasan yang meninggi akibat bronkhospasme atausekret yang kental seperti bronkho-dilator, ekspektoran, mu-kolitik dsb. Disamping itu kadang-kadang diperlukan obat-obatan untuk mencegah atau mengatasi komplikasi-kompli-kasi yang menyertai.

2. Pengobatan dengan oksigen

Penderita PPOM sering merasa tercekik karena kekuranganudara walaupun dalam keadaan istirahat. Pengobatan denganO 2 dengan teratur dapat mengurangi keluhan dan menambahtoleransi terhadap latihan, dapat kembali pada kehidupansemula yang lebih baik dan memberi kehidupan yang lebihbaik pada penderita yang sudah lanjut.

Pemberian O2 ini dimaksudkan untuk menurunkan tekananarteri pulmonalis dan memperbaiki oksigenasi jaringan dan ka-pasitas fisik dan fungsionil secara keseluruhan. Pada pemberi-an O 2 dapat dengan kanula nasal, masker atau IPPB. Intermit-ten Positive Pressure Breathing (IPPB) ini dapat mencegah ter-jadinya atelekasis, pengeluaran sekret maupun sekaligus untukpemberian erosol dan O2 .

3. Terapi fisik (Fisioterapi).

(a) Latihan untuk santai (Relaksasi) :

Penderita PPOM cenderung untuk tegang dan khawatir akanterjadinya sesak nafas dan ketakutan kekurangan udara. Se-ring pada stadium lanjut terutama pada emfisema penderitasampai mengambil posisi tertentu yaitu lebih membungkukdisertai ketegangan dan kekhawatiran yang hebat.Latihan relaksasi secara umum dengan tehnik Jacobson yaitumenegangkan otot-otot secara maksimal kemudian lemasbersamaan dengan ekspirasi. Latihan relaksasi setempat yaitu

dengan menegangkan otot-otot tertentu kemudian lemas dii-kuti gerakan santai (mobilisasi). Latihan ini biasanya dituju-kan untuk pelemasan otot-otot pernafasan yang tegang.Perlu diperhatikan untuk latihan relaksasi harus dijaga suasanayang tenang, ruang yang nyaman dan posisi penderita yangbetul-betul santai seenak-enaknya.

(b) Latihan Pernafasan :Tujuan latihan ini ialah untuk menambah ventilasi alveolardan mengembalikan fungsi diafragma; supaya otot-otot perna-fasan jadi bertambah kuat dan bekerja dengan efisien dan ter-koordinasi baik;Dan kemampuan mengontrol pernafasan, memelihara pengge-rakan dinding toraks dengan mendorong penderita berusahadan percaya pada diri sendiri. Macam-macam latihan pernafasan.

— Latihan pernafasan diafragma yaitu mengeluarkan nafas(ekspirasi) dengan mengecilkan perut dan pada waktu inspi-rasi dikembangkan. Ini dapat dilakukan dengan duduk atauterlentang. Dapat pula dengan tidur terlentang dengan suatubeban kantong pasir di atas perut; hal ini dapat untuk latih-an penguatan otot-otot perut dan diafragma.

— Latihan pernafasan pursed lip yaitu waktu inspirasimulut tertutup, pada waktu ekspirasi mulut sedikitdibuka dan udara ditiupkan secara perlahan-lahan. Biasanyalatihan pernafasan diafragma dan pursed lip dilakukan bersa-maan.

— Bentuk-bentuk latihan yang lain seperti meniup lilin , me-niup air dalam botol dapat dilakukan dengan tujuan sepertipursed lip yaitu melatih koordinasi dan pernafasan panjang.

— Disamping hal tersebut di atas dapat digunakan bantuanaudio-visuil agar penderita lebih dapat mengontrol pernafasanyaitu dengan Biofeedback.

(c)Latihan Postural Drainage

(d)Bentuk-bentuk fisioterapi yang lain, seperti diatermi,diberikan untuk mengurangi ketegangan otot, mengencerkansekret atau untuk membantu melemaskan sendi-sendi toraksdan bahu yang kaku.

— Terapi panas lain hot pack, infra-red, dan massage dapatdilakukan untuk membantu pelemasan otot yang tegang.

— Ultrasonic dapat mengurangi spasme otot dan membantusebagai ekspektoran.

— Latihan sikap untuk koreksi sikap yang tidak betul misalkiphosis, skoliosis dsb. Untuk pengembalian keseimbanganotot akibat posisi waktu sesak nafas (kebiasaan menghindarisesak). Disamping itu perlu latihan-latihan untuk pergerakandinding thorak.

(e) Latihan Rekondisioning :Penderita-penderita penyakit paru-paru kronis karena 'takutsesak akan mengurangi aktivitasnya; akibatnya otot-otot akanmenurun kemampuannya akan menyebabkan kebugaran jas-maninya menurun. Untuk memperbaikinya harus dilakukandengan bertahap :

20 Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981

Page 22: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

Mula-mula dapat diperlukan tambahan O2 selama latihan ataujika ada aritmia. Monitor dengan EKG dan analisa gas diper-lukan. Pada tahap yang lebih lanjut dapat dengan latihan-latih-an dengan tetap diberi O2 yang makin lama makin dilepas. Bi-la sudah cukup segar dapat dilatih mengontrol pernafasan se-lama aktivitas misal berjalan, naik tangga dan diteruskan ke-mudian dengan jalan cepat dan seterusnya. Harus diingat jenislatihan yang sesuai dan lama frekwensinya latihan di dalamprogram rekondisioning tsb. Penderita, terutama yang lanjut,dapat mendapatkan kesegaran jasmani yang lebih besar tanpadiikuti oleh perubahan yang obyektif pada pemeriksaan faalparunya. Kemungkinan hal ini karena pemakaian oksigen yanglebih efektif pada otot-ototnya.

(f) Latihan Fungsional :

Tujuan dari latihan fungsional yang dilaksanakan oleh occu-pational therapist ialah menyesuaikan kemampuan pernafasan& paru-parunya dengan aktivitas sehari-harinya. Diajarkan ba-gaimana mengerjakan gerakan-gerakan yang berulang-ulang de-ngan cara menarik nafas pada waktu ada istirahat dari gerakanberulang tersebut; misal ibu rumah tangga yang harus me-nyapu, membersihkan lantai dengan pel ataupun mencuci,menyertika. Hal tersebut dipersiapkan sejak di Rumah Sakitdan jika perlu mengadakan peninjauan ke rumah penderitauntuk menyesuaikan peralatan/alat-alat rumah tangganyadengan kemampuannya aktivitasnya.Disamping itu dengan latihan keija membantu usaha mobili-sasi sendi-sendi toraks dan melatih otot-otot pernafasan-nya disamping untuk tujuan fungsionil sehari-harinya.

B. ASPEK PSIKOSOSIAL

1. Penyuluhan kepada penderita dan keluargaKepada penderita perlu dijelaskan keadaan penyakitnya, ren-cana-rencana dan tujuan pengobatan/rehabilitasi. Dalam halini keluarga harus diikutsertakan untuk dapat memperolehpengertian dan dukungan sepenuhnya dari keluarga.Antara lain dijelaskan mengenai :

— Menghindari merokok dan iritan lain termasuk polusi udara,debu dll.

—Menghindari infeksi dengan mengetahui gejala-gejala ini danharus segera berobat bila ada gejala-gejala dini.

— Lingkungan yang baik, udara segar harus dijaga teratur danjangan pergi ke tempat yang terlalu ramai.

—Makan yang cukup dan bergizi.— Hidrasi yang cukup karena air merupakan ekspektoran

yang baik.— Bila pergi dengan pesawat harus diperhatikan persiapan

0 2 nya.— Bagaimana cara-cara mengatasi bila timbul sesak dan cara-

cara latihan yang mudah dikerjakan harus dianjurkan un-tuk dilakukan secara teratur.

— Peraturan dan penyesuaian dengan aktivitas sehari-harinya.

2. Usaha-usaha yang lainKelainan psikik sering dijumpai misalnya depresi, ra-

sa putus asa, tidak berharga dan histeria. Akibatnya sering pen-

derita sulit menyesuaikan diri dengan keadaan, dengan carasering menunjukkan penolakan, kekecewaan, kekhawatirandan kemarahan. Semua ini dapat menghambat usaha-usaha re-habilitasi. Maka perlu pendekatan psikologik dan sosiologikterhadap penderita dan lingkungannya misalnya dengan pe-nyuluhan, memberikan motivasi kepada penderita dan keluar-ga.

Sering penderita berobat atau tidak masuk kerja sehing-ga menyebabkan jam kerja merosot dengan akibat pemecatan.Oleh karena itu harus sejak awal dijelaskan kepada PimpinanPerusahaannya tentang problem-problem yang ada sehinggadapat diusahakan pekerjaan lain yang lebih ringan diperusaha-an tersebut. Atau bila hal ini tidak mungkin akan dicari peker-jaan baru yang sesuai dan untuk itu perlu latihan kerja yang se-suai dengan kemampuannya sebelum pulang dari Rumah Sa-kit (pre-vocational therapy/training)

Penderita PPOM sering mengalami sexual apathy ataugejala psikosomatik. Perasaan takut, cemas ataupun karenaproblem kemampuan fisiknya sering menimbulkan masalahsexual yang selanjutnya dapat menimbulkan hubungan keluar-ga menjadi tegang yang pada akhirnya menjadi lingkaransetan. Oleh sebab itu harus dijelaskan dan diberikan petunjuk-petunjuk mengatasi problem tersebut dengan mengingat kea-daan sebelum sakit misal mengenai kepribadian, libido, peneri-maan/pandangan dan kenyataan sexual, sexual attitudes (ter-masuk keluarga) dan kebiasaannya. Kegiatan sex dianjurkanjangan dilakukan setelah makan, minum alkohol, sehabis per-tengkaran mulut atau fisik dan harus diperhatikan udara yangsegar, tidak terlalu dingin atau hangat.

Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981 21

Page 23: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

Postural Drainagedr Hudaya Sutadinata

Sub-bagian Paru, Bagian Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Pedjadjaran/Rumah Sakit

dr Hasan SadikinBandung

PENDAHULUANPostural Drainage (PD) merupakan cara klasik untuk

mengeluarkan sekret dari paru dengan mempergunakan gayaberat dari sekretnya itu sendiri (1). Tahun 1953 Palmer danSellick telah menunjukkan manfaat PD yang disertai denganperkusi dada untuk mencegah terjadinya atelektasis parusetelah pembedahan (2). Sejak itu pula PD telah diterapkansecara intensif pada perawatan penderita-penderita penyakitparu akut maupun kronik (1).

Mengingat kelainan pada paru bisa terjadi pada berbagailokasi maka PD dilakukan pada berbagai posisi disesuaikandengan kelainan parunya. (1, 3, 4).

Dengan PD dapat dilakukan pencegahan terkumpulnyasekret dalam saluran nafas terutama pada mereka yang ter-golong "high risk" , disamping untuk mempercepat pengeluar-an cairan patologik lainnya yang berasal dari saluran nafasmaupun perenkhim paru yang viskositasnya kental (3).

Keberhasilan dari PD sering segera dapat dirasakan olehpenderitanya, yaitu dengan adanya perbaikan ventilasi (1, 4).

PATOFISIOLOGIPada PD posisi penderita ditempatkan sedemikian rupa

sehingga dari lokasi kelainan paru terjadi pengeluaran sekretdengan bantuan gaya beratnya. Pada umumnya dalam keadaandemikian, juga dilakukan perkusi dan vibrasi (1, 3, 4).

Perkusi dan vibrasi merupakan energi gelombang mekanikyang diterapkan pada dinding dada dan diteruskan kedalamparu. Dengan gelombang energi mekanik tersebut sekret akanbergetar dan turun (3). Dengan demikian diharapkan ber-tambahnya pembersihan sputum dari saluran nafas olehpengaruh gaya beratnya serta pengaruh perkusi dan vibrasi(1,3,4).

Setelah dilakukan PD, dalam jangka pendek diharapkansputum bertambah banyak, "expiratory flow rate" bertambah,ventilasi bertambah, tahanan saluran nafas berkurang, kapasi-tas vital bertambah serta terjadi perbaikan oksigenisasi. Dandalam jangka panjang diharapkan pula perbaikan tanda-tandaklinik dan foto toraks bertambah cepat, adanya perbaikan faalparu dan pertukaran gas pada alveoli ( 4- 6).

Namun Peterson dkk (7) dan Graham (8) mengatakanbahwa pada kasus-kasus seperti pneumonia atau eksaserbasiakut dari bronkhitis kronik, adanya perbaikan hal-hal tersebut

diatas tidak selalu terjadi. Dari penyelidikan mereka padakasus-kasus seperti diatas ternyata tidak terjadi kenaikanvolume sputum, maupun hal-hal seperti pertambahan "flowrate" , resolusi yang bertambah cepat pada foto toraks, per-baikan faal paru dan pertukaran gas.

Para sarjana mengemukakan bahwa tujuan dari penerapanPD pada kasus-kasus penyakit paru akut maupun kronik perludijelaskan lebih dahulu, sebab volume, viskositas dan karak-teristik dari sputum merupakan faktor yang sangat penting(6 - 9).

Frownfelter (3) berpendapat bahwa PD tidak saja bisadilakukan pada mereka yang produksi sputumnya banyaktetapi juga pada penderita yang sputumnya sedikit PD dapatdilakukan untuk mencegah terjadinya akumulasi sekret agartidak terjadi atelektasis. Dan pada penderita dengan produksisputum yang banyak PD lebih efektif bila disertai denganperkusi dan vibrasi dada.

Maka dari itu PD sebagai bentuk pengobatan mempunyaitujuan mencegah akumulasi sekret dan mengeluarkan sekret/cairan patologik yang tertampung. (3, 6, 7, 8, 9, 10).

CARA MELAKUKAN POSTURAL DRAINAGEUntuk melakukan PD, tidak ada persiapan khusus dari

penderita. Yang penting adalah perlu diketahui lokasi kelainanpada paru serta keadaan umum penderita.

Untuk mengetahui dengan cepat perubahan klinik penderitayang mungkin terjadi selama dilakukan PD maka sebaiknya kitayang mengerjakan PD berada di muka penderita.

PD dilakukan dengan mengatur penderita pada posisitertentu yaitu pada posisi supaya terjadi pengeluaran (drain-age) sputum yang cepat karena pengaruh gaya beratnya di-sertai pengaruh perkusi dan vibrasi dada (1, 3). Posisi pen-derita yang diharapkan terjadi drainage sesuai dengan lokasikelainan paru adalah sebagai berikut (3) :

1. Tidur dengan beberapa bantal, kepala letak tinggi untukdrainage kedua lobus atas dari segmen apikal (Gambar 1).

2. Tidur dengan satu bantal bawah kepala dan satu bantalbawah lutut untuk drainage lobus atas kanan segmenanterior (Gambar 2), dan beberapa bantal tanpa bantalbawah lutut untuk drainage lobus atas kiri segmen ante-rior (Gambar 3).

22 Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981

Page 24: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

3. Tidur menelungkup pada bantal untuk drainage lobus atassegmen posterior (Gambar 4A dan B, serta 5A dan B).

4. Tidur pada sisi kiri dengan3/

bagian badan tidur, untukdrainage lobus tengah kanan dan lobus bawah kanansegmen anterior. Kepala lebih bawah dari bagian tubuhlainnya (Gambar 6).

5. Tidur pada sisi kanan dengan 3/4 bagian badan tidur, untukdrainage lingula dan lobus bawah kiri segmen anterior(Gambar 7). Letak kepala sama seperti No. 4.

6. Tidur dengan satu bantal bawah kepala dan satu bantalbawah lutut dengan letak kepala seperti no. 4, untukdrainage kedua lobus bawah segmen anterior (Gambar 8).

7. Tidur pada sisi kiri, letak kepala sama seperti no. 4, untukdrainage lobus bawah kanan segmen lateral (Gambar 9).

8. Tidur pada sisi kanan dengan letak kepala sama sepertino. 4, untuk drainage lobus bawah kiri segmen lateral danlobus bawah kanan segmen kardiak (Gambar 10).

9. Tidur menelungkup dengan satu bantal dibawah perutdengan letak kepala sama seperti no. 4 (Gambar 11) ataubeberapa bantal di bawah perut (Gambar 13) untukdrainage kedua lobus bawah.

10. Tidur pada sisi kiri dengan 3/4 bagian badan miring, letakkepala sama seperti no. 4, untuk drainage lobus bawahkanan segmen posterior (Gambar 12).

Untuk penderita dengan kelainan paru pada beberapatempat PD dapat dilakukan pada beberapa posisi. Setiap posisisebaiknya dilakukan selama 5 — 10 menit. Keadaan ini bisadiperpanjang bila penderita tahan lama, sekret/cairan patologikjumlahnya banyak atau kental sehingga drainage memerlukan

Gb. 1 — Kedua lobus atas — segmen apikal.

Gb. 2 — Lobus atas kanan — segmen anterior. Perhatikan : pahadalam rotasi eksternal, bantal kecil di bawah lutut untuk menyanggasendi-sendi dan agar enak.

Gb. 3 — Lobus atas kiri — segmen anterior.

B

Gb. 4 — A. Lobus atas kanan — segmen posterior (dipandang daridepan). B Dipandang dari belakang.

Gb. 5 — A. Lobus atas kiri — segmen posterior. B. Lobus atas kiri —segmen posterior (posisi lain).

Gb. 6 — Lobus tengah kanan. Perhatikan : pasien 3/4 bagian badanterlentang.

Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981 23

Page 25: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

Gb. 7— Lingula (dipandang dari belakang).

Gb. 8 – Kedua lobus bawah – segmen anterior.

Gb. 9 – Lobus bawah kanan – segmen lateral.

Gb.10 – Lobus bawah kiri – semen lateral, dan lobus bawah kanan– segmen kardiak (medial).

waktu yang lebih lama. Bila PD dilakukan pada beberapaposisi, maka seluruh waktu untuk melakukan PD sebaiknyatidak lebih dari 40 menit supaya tidak melelahkan penderita.Setiap hari dapat dilakukan dua kali.

Pada umumnya bila PD dilakukan untuk tujuan mengeluar-kan sekret yang tertampung, maka perkusi dan vibrasi dadaserta latihan nafas termasuk didalamnya (3, 10).

Perkusi atau lebih cocok dengan istilah penepukan danvibrasi dilakukan pada dinding dada diatas daerah paru yang

Gb. 11 – Kedua lobus bawah – segmen posterior. Perhatikan bantaldi bawah perut dan lutut, kepala tanpa bantal.

Gb. 12 – Lobus bawah kanan – segmen posterior (posisi dimodifi-kasi untuk penekanan khusus).

Gb. 13 – Kedua lobus bawah – segmen posterior (dengan beberapabantal atau buku di bawah perut).

Gambar-gambar diambil dari Chest Physical Therapy and PulmonaryRehabilitation 1978, p 205 -211.

diharapkan terjadi drainage yang cepat. Penepukan dikerjakandengan kedua telapak tangan yang dicekungkan (seperti sedangmenampung air), dilakukan bergantian kiri dan kanan, dengankekuatan yang sama. Kekuatan diatur supaya tidak melelahkandan tidak menimbulkan rasa sakit pada penderita. Vibrasidilakukan dengan menggetarkan telapak tangan yang diletak-kan pada dinding dada, dilanjutkan dengan penekanan sewaktupenderita mengeluarkan nafas (11).

INDIKASI DAN KONTRAINDIKASIUntuk tujuan mencegah akumulasi sekret, PD dapat di-

lakukan pada penderita-penderita berikut (3) :

• yang melakukan tirah baring yang lama, khususnya padamereka yang tergolong "high risk" yaitu penderita penyakitparu kronik, penderita pasca bedah yang mengalami imobi-lisasi dan mereka yang telah dilakukan sayatan pada toraksdan abdomen.

• yang sputumnya banyak, seperti bronkhoektasis ataufibrosis kistik.

24 Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981

Page 26: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

• yang merasakan sakit waktu nafas. Pada penderita yangbatuknya tidak efektif karena sakit.

Penepukan dan vibrasi pada kasus seperti ini tidak dilakukan.Untuk tujuan mengeluarkan sekret, PD dapat dilakukan

pada penderita-penderita sebagai berikut (3) :• yang mengalami atelektasis akibat sumbatan sekret yang

mengakibatkan kolaps paru.• yang mengalami proses supurasi, dimana diperlukan drain-

age yang baik dan cepat, seperti pada abses paru.• yang tidak sadar seperti misalnya karena dosis obat yang

berlebih, tumor otak atau koma.• pada mereka yang akan dilakukan pembedahan dimana

pengeluaran sekret akan memperbaiki faal paru, khususnyapada penderita penyakit paru dengan faal paru yang sudahberkurang atau perokok berat.

Sebagai kontraindikasi dari PD terdapat pada penderita sebagaiberikut (3) :• kelainan paru dan atau pleural, seperti pneumotoraks ventil,

hemoptisis, edema paru, emboli paru, efusi pleura.

• kelainan sistem kardio-vaskuler, seperti hipotensi, hiper-tensi, infark miokard akut, aritmia, kegagalan jantung.

• keadaan pasca bedah dari :— penderita bedah saraf dimana posisi tertentu akan me-

ningkatkan tekanan intrakranial.— anastomis esofagus; bahayanya ialah cairan lambung

akan merusak luka sayatan dan jahitannya.

PENYULITSebagai penyulit dari PD dapat timbul antara lain (1) :Hipoksemia.— Mekanismenya yang pasti belum jelas.

Diduga akibat terjadinya ketidakseimbangan antara ventilasidan perfusi yang disebabkan perpindahan sekret dari jalannafas perifer ke arah sentral dan menutup jalan nafas yanglebih lebar sehingga terjadi pengurangan ventilasi yang lebihluas. Hal lain kemungkinan akibat bronkhispasme dan kompre-si paru, juga dapat menimbulkan ventilasi dan perfusi yangtidak seimbang. Hipoksemia juga dapat timbul akibat pengu-rangan kapasitas vital yang disebabkan posisi Trendelenburg.

Aritmia.— Sering timbul menyertai hipoksemia.

KEPUSTAKAAN

1.Connors AF et al. Chest physical therapy. The Immediate effect onoxygenation in acutely ill patients. Chest 1980; 78 : 559 – 564.

2.Palmer MV and Sellick BA. The prevention of post-operative pul-monary. Lancet 1953; 1 : 164 – 168.

3.Frownfelter DL. Postural drainage in Chest Physical Therapy andPulmonary Rehabilitation. Chicago : Year Book Medical Publishers,Inc. 1978; p 201 – 216.

4.Jones AL. Physical therapy – Present State of Art Am Rev RespirDis 1974; 110: 132 – 136.

5.Fieldman J, Traver GA and Taussig LM. Macimal expiratory flowrate after postural drainage. Am Rev Respir Dis 1979; 119 : 239 –245.

6. May DB and Munt PW. Physiologic effect of chest percusion andpostural drainage in patients with stable chronic bronchitis. Chest1979; 75 : 29 – 32.

7.Petersons ES et al. A controlled study of the effect of treatment onchronic bronchitis : an evaluation using pulmonary function tests.Acta Med Scand 1967; 182 : 293 – 304. Cited by Conners 1980.

8.Graham WGB and Bradley DA. Efficacy of chest physiotherapy andintermittent positive-pressure breathing in resolution of pneumoniaN Engl J Med 1978; 299 : 624 – 627.

9. Newton DAG and Stephenson A. The effect of physiotherapy onpuomonary function : a laboratory study. Lancet 1978; 2,228 –230.

10.Cochrane GM, Weber BA and Clarke SW. Effect of sputum onpulmonary function. Br Med J 1977; 2, 181 – 1183.

11. Frownfelter DL. Percusion and Vibration in Chest Physical Therapyand Pulmonary Rehabilitation. Chicago : Year Book Medical Publi-shers, Inc. 1978; 217 – 222.

Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981 25

Page 27: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

Mikobakteriosis Paru

dr. Amirullah R.Bagian Paru, RSAL Mintohardjo, Jakarta.

PENDAHULUAN

Mikobakteriosis Paru ialah penyakit paru yang disebabkanoleh mikobakterium selain mikobakterium tuberkulosis, yangdisebut mikobakterium atipik (1,2).

Sebelum berkembangnya pengetahuan tentang pembinaanbasil tahan asam ( BTA ) diagnosis tuberkulosis paru padawaktu itu didasarkan atas :

1. Penemuan BTA secara pemeriksaan langsung mikrosko-pik,

2. Kelainan radiologik,3. Tes kulit.

Sekarang diketahui bahwa kelainan-kelainan yang ditemukandengan pemeriksaan tersebut diatas juga dapat ditimbulkanBTA yang bukan mikobakterium tuberkulosis, yang disebutmikobakterium atipik, anonymous mycobacteria atau unclas-sified mycobacteria (1—7).

Adanya mikobakterium atipik ini yang hidup di alam be-bas sebagai saprofit telah lama diketahui para ahli (1, 4, 5,7, 8). Sejak tahun 1953 banyak laporan yang mengatakanbahwa mikobakterium atipik ini dapat menyebabkan penya-kit menahun pada manusia seperti mikobakterium tuberku-losis. Hal ini dapat diyakini oleh para ahli setelah mereka da-pat memisahkan mikobakterium atipik dari dahak, bilasanbronkhus,cairan pleura dan dari bahan reseksi paru penderita,sedangkan mikobakterium tuberkulosis atau kuman-kumanlain yang mungkin dapat dianggap sebagai penyebab dari pe-nyakit tidak dapat ditemukan. Banyak penderita-penderitayang penyakitnya disebabkan oleh mikobakterium atipikdirawat di sanatorium untuk tuberkulosis oleh karena kesalah-an diagnosis. Sesungguhnya perawatan terhadap kedua macampenyakit ini berbeda, karena bukan saja kuman penyebabnyayang berbeda tetapi juga berbeda dalam hal pengobatan,penularan dan epidemiologinya (8—10).

BAKTERIOLOGIBermacam-macam jenis mikobakterium dapat dipisahkan

dari air, bahan sayur-sayuran dan dari tanah kotor. Mikobak-terium ini kadang-kadang dapat juga ditemukan pada biakanbahan yang berasal dari penderita. Bertahun-tahun. penemuanini dilaporkan oleh karena diduga mikobakterium ini hanyasecara kebetulan mencemari biakan tersebut dan tidak pato-gen terhadap manusia, hanya sebagai saprofit saja. Hal ini

diperkuat oleh fakta bahwa mikobakterium atipik ini tidakpatogen terhadap binatang ( marmut ) percobaan.

Di antara para ahli ada yang berpendapat bahwa mikobak-terium atipik ini merupakan mutan dari mikobakterium tu-berkulosis — sebagai akibat penggunaan kemoterapi — didalam hal bentuk koloni, sifat pertumbuhan, dan bentuk mi-kroskopik, sedang keganasannya (patogenitasnya) terhadapbinatang percobaan kadang — kadang hampir menyerupaimikobakterium saprofitik (8,10). Hipotesis ini oleh ahli-ahlilain tidak dapat diterima karena :• Secara in vitro belum pernah dibuktikan adanya perubahan

mikobakterium tuberkulosis menjadi mikobakterium atipik.• Kadang-kdang mikobakterium atipik dapat dipisahkan dari

penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengankemoterapi.

• Adanya mikobakterium atipik telah diketahui sebelum ke-moterapi spesifik ditemukan.

Perbedaan antara mikobakterium atipik dengan mikobakteri-um tuberkulosis dalam garis besarnya sebagai berikut (2,8,11) :

1. Mikobakterium atipik dapat tumbuh pada suhu kamar( 20 — 25 ° C), mikobakterium tuberkulosis tidak.

2. Mikobakterium atipik tidak patogen terhadap marmut,mikobakterium tuberkulosis patogen.

3. Mikobakterium atipik hanya sedikit/tidak menghasilkanniasin, mikobakterium tuberkulosis menghasilkan niasinlebih banyak.

4. Mikobakterium atipik mempunyai aktifitas katalasa yanglebih tinggi dari mikobakterium tuberkulosis.

5. Mikobakterium atipik lebih kebal terhadap kemoterapi spe-sifik dibandingkan dengan mikrobakterium tuberkulosis.

Pada tahun 1959 Runyon membagi mikobakterium atipikdalam empat golongan besar, yaitu (8) :

• Golongan I, Photochromogens, yang terpenting dari golong-an ini ialah mikobakterium Kanssii.

• Golongan II, Scotochromogens, yang terpenting dari go-longan ini ialah " Orange bacilli ".

• Golongan III, Nonphotochromogens, yang terpenting darigolongan ini ialah " Battey bacilli "

• Golongan IV, Rapid Growers, yang terpenting dari go-longan ini ialah mikobakterium Fortuitum.

26 Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981

Page 28: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

Sifat-sifat dari tiap golongan :

Golongan I, Photochromogens

1. Koloni di tempat gelap tidak berwarna tetapi bila kena ca-haya berubah menjadi kuning terang sampai jingga atau me-rah bata.

2. Dapat tumbuh pada 20 — 25°C, pada suhu 37° C tumbuhlebih cepat dari mikobakterium tuberkulosis.

3. Koloni biasanya halus tetapi kadang-kadang agak kasar.4. Sel lebih besar dan lebih panjang dari mikobakterium

tuberkulosis.5. Cenderung membentuk rantai.6. Mempunyai aktivitas katalasa yang kuat.7. Kebal terhadap INH, kadang-kadang peka terhadap SM,

EMB, PZ, CS, viomycin, dan ethionamide.8. Tidak ganas terhadap marmut percobaan tetapi ganas ter-

hadap tikus percobaan.

Golongan II Scotochromogens

1. Koloni ditempat gelap berwarna kuning atau jingga, apabilakena cahaya warnanya berubah jadi kemerahan.

2. Dapat tumbuh pada suhu 20 — 25°C, pada suhu 37°Ctumbuh lebih cepat dari mikobakterium tuberkulosis.

3. Koloni biasanya halus jarang yang "kasar'.'4. Sel besarnya bermacam-macam, tidak cenderung memben-

tuk rantai.5. Mempunyai aktivitas katalasa yang kuat.6. Resistensinya terhadap kemoterapi hampir sama seperti

golongan I.7. Tidak patogen terhadap binatang percobaan.

Golongan III Nonphotochromogens

1. Warna koloni tidak dipengaruhi oleh cahaya.2. Pertumbuhan hampir sama dengan golongan I.3. Koloni bundar, kecil dan halus.4. Sel-sel beraneka ragam bentuknya, pendek dan mempu-

nyai granula yang berwarna agak tua.5. Cenderung untuk membuat rantai jarang.6. Mempunyai aktivitas katalasa yang kuat.7. Kekebalan terhadap kemoterapi hampir sama dengan go-

longan I.8. Patogenitasnya terhadap binatang percobaan hampir sama

dengan golongan I.

Golongan IV, Rapid Growers.

Mudah dibedakan dari golongan lain oleh karena pertumbuh-annya cepat. Pada suhu 20 — 25° C dari inokolum kecil dalamtempo 2 — 3 hari sudah menjadi koloni besar. Golongan IVini kebal terhadap semua obat-obatan (1).

Deferensiasi antara mikobakterium tuberkulosis denganmikobakterium atipik (12,13).

Perhatian terhadap penyakit paru yang disebabkan miko-bakterium atipik makin lama makin besar, yang menjadi per-soalan ialah bagaimana membedakan mikobakterium denganmikobakterium tuberkulosis. Konno dkk (14) menganjurkanpengukuran jumlah niasin yang dihasilkan dan kemudianmembandingkannya, dengan tiga cara :

1. Bioassay, dengan mengukur jumlah niasin yang diguna-kan oleh Lactobasillus arabinosa.

2. Kimia kuantitatif, mengukur jumlah niasin yang terkandungdi dalam filtrat biakan cair.

3. Kualitatif, mengukur jumlah niasin yang terkandung didalam basil yang diambil langsung dari koloni biakan padat.

Dari ketiga cara pengukuran ini mereka mendapatkan hasilyang nyata bahwa mikobakterium tuberkulosis menghasil-kan niasin yang jauh lebih banyak dari mikobakterium atipik.Jumlah niasin yang dihasilkan mikobakterium tuberkulosispaling sedikit 11,8/1 mg basil kering. Mikobakterium atipikhanya menghasilkan paling banyak 1,1 / 1 mg basil kering.

PENYAKIT PADA MANUSIA

Dari keempat golongan mikobakterium ini yang palingsering menimbulkan penyakit pada paru manusia ialah go-longan I dan golongan III. Pada tahun 1967 (3) melaporkan199 kasus mikobakteriosis :121 kasus disebabkan oleh golongan I.

63 kasus disebabkan oleh golongan III.9 kasus disebabkan oleh golongan IV.2 kasus disebabkan oleh golongan II.4 kasus penyebabnya sukar dimasukkan ke dalam empat

golongan tersebut, sifat-sifatnya terletak antara golongan IIdan III. Christianson tahun 1960 (4) melaporkan 25 kasus ter-diri dari 80% laki-laki; 72 % Kulit putih, 28 % Negro; Umurantara 20 — 65 tahun, rata-rata 30 — 50 tahun.

Kekerapan penyakit paru yang disebabkan mikobakteriumatipik berbeda pada tiap rumah sakit tergantung dari pemerik-saan bakteriologik yang ada di rumah sakit tersebut. Di rumahsakit Florida dan Georgia (8, 10) berkisar antara 2 %. Untukseluruh sanatorium di Amerika berkisar antara 1 %.

Di Indonesia (Jakarta) Tanzil (15) mendapatkan 26 strainmikobakterium atipik (2,6%) dari dahak penderita yang didugamenderita tuberkulosis paru 16 diantaranya adalah golonganII (61,5%). Suyudi (2) selama 6 tahun (1963 — 1968) dapatmengasingkan 54 strain (3,7%) dari bahan yang berasal daripenderita. 37 strain berasal dari dahak dan cairan pleura(68,5%), 59,2% dari padanya termasuk golongan II. Merekayang menderita penyakit paru yang disebabkan oleh miko-bakterium atipik berasal dari golongan sosial ekonomi rendahdan menengah.

EPIDEMIOLOGIDalam penyelidikan terhadap 1610 pasien yang dirawat

di rumah sakit Connecticut ditemukan hanya 15 orang (0,9%)yang menderita penyakit paru yang disebabkan oleh miko-bakterium atipik (5). Pemeriksaan sputum dari penderita-penderita yang dirawat dan yang berobat jalan ditemukan5% dari pasien yang dirawat dan 6% dari pasien yang berobatjalan mikobakterium atipik positif. Dari penyelidikan inidiambil kesimpulan bahwa adanya mikobakterium atipikpada pemeriksaan mungkin hanya bersifat sebagai saprofit,komensal atau sebagai kontaminasi pada pembiakan.

Sejak ditemukannya antigen terhadap mikobakteriumatipik yaitu PPD—Y untuk golongan I, PPD—G untuk golonganII, PPD—B untuk golongan III, PPD—F untuk golongan IV,

Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981 27

Page 29: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

telah dilakukan tes kulit secara luas di berbagai negara ter-masuk Amerika. Hasil tes kulit ini menunjukkan infeksimikobakterium yang luas di berbagai negara. Disamping ituditemukan juga adanya reaksi silang (cross reaction) denganmikobakterium tuberkulosis, walaupun antigen yang sesuai(homolog) akan memberi reaksi yang lebih besar. Denganadanya reaksi silang ini para ahli beranggapan bahwa banyakanak-anak yang menunjukkan reaksi Mantoux yang lemahdisebabkan infeksi mikobakterium atipik.

HISTOPATOLOGIGambaran histopatologi mikobakteriosis sepintas lalu

hampir sama dengan gambaran histopatologi tuberkulosis.Secara mikroskopis tampak :1. Lesi granuloma yang mengalami perkehuan tampak baik

pada mikobakteriosis ataupun tuberkulosis.2. Endobronkhitis yang tidak mengalami ulserasi, perkejuan

dan letaknya di bawah lapisan selaput lendir lebih banyakterlihat pada mikobakteriosis.

3. Lesi yang mengalami perkejuan lebih jarang terlihat padamikobakteriosis, tampak adanya kecenderungan pencairanjaringan nekrotik dan lesinya lebih akut.

4. Jaringan fibrosis pada mikobakteriosis lebih menonjoltetapi tidak khas.

5. Sel-sel datia jarang ditemukan pada mikobakteriosis dankalau ada biasanya lebih besar dari sel datia yang ditemu-kan pada tuberkulosis.

6. Tanda-tanda radang yang tidak khas seperti sebukan lim-fosit dan sel plasma lebih menonjol pada mikobakteriosis.

GAMBARAN KLINIK (5, 8, 11)Pada umumnya gejala-gejala permulaan mikobakteriosis

paru timbul perlahan-lahan dan samar-samar. Hampir separopenderita-penderita yang dirawat di rumah sakit penyakitnyapertama kali ditemukan pada waktu mereka datang meme-riksakan diri untuk keperluan lain/penyakit lain. Gejala-gejala yang paling sering ditemukan ialah :• Badan terasa tidak enak• Batuk-batuk yang kadang-kadang bersifat produktif• Badan terasa panas dingin• Sakit dada ringan• Berat badan menurun• Batuk-batuk darah ringanSering ditemukan gejala-gejala klinik yang tidak sesuai dengankelainan radiologik di mana gejala klinisnya sangat ringantetapi gambaran radiologis paru menunjukkan lesi yang cukupluas. Beberapa ahli berpendapat bahwa adanya lesi di dalamparu merupakan faktor penting untuk terjadinya infeksi

mikobakterium atipik. Penyakit-penyakit di luar paru seringbersama-sama dengan mikobakteriosis ialah ASHAD, ulcuspeptikum, rheumatoid arthritis, diabetes mellitus, arterioscler-osis dan cirrhosis hepatis.

GAMBARAN RADIOLOGIKPemeriksaan radiologik pada umumnya tidak memberikan

gambaran yang khas untuk mikobakteriosis paru (2, 11),akan tetapi hal-hal seperti tersebut di bawah ini dapat dipakai

sebagai petunjuk untuk menegakkan diagnosis mikobakteri-osis pulmonum secara radiologis.1. Pembentukan kavitas pada mikobakteriosis lebih sering

jika dibandingkan dengan tuberkulosis paru.2. Banyaknya kavitas bila dibandingkan dengan jumlah lesi

yang ada sangat menyolok.3. Kavitas biasanya berdinding tipis dengan dikelilingi sedikit

infiltrat.4. Bentuk granuloma jarang ditemukan pada mikobakteriosis

pulmonum .5. Penyebaran bronkhogenik jarang ditemukan.6. Tempat lesi umumnya hampir sama dengan tuberkulosis

pulmonum.7. Gambaran radiologik pada saat diagnosis ditegakkan

umumnya menunjukkan gambaran "moderately advanced"atau "far advanced" seperti terlihat seri kasus Bates (tabel 1).

Tabel 1 : Disease Characteristics

CharacteristicsMycobacterial Strains solated

Group I Group III Group IV

Extent of deseaseMinimal 11 ( 9%) 1 ( 2%) 1Moderately 62 (51%) 23 (38%) 5Far advanced 47 (39%) 36 (60%) 3Unknown 1 ( 1%) — —

DistributionUnilateral 67 (55%) 23 (38%) 6Bilateral 54 (45%) 37 (62%) 3

CavitationNone 19 (16%) 4 ( 7%) 3Single 39 (32%) 20 (37%) 4Multiple 59 (49%) 34 (57%) 2Unknown 4 ( 3%) 2 ( 3%) —

Total number of patients 121 60 9

PENGOBATAN.

Di dalam kepustakaan disebutkan bahwa mikobakteriumatipik lebih kebal terhadap kemoterapi daripada tuberkulosisdan juga dikatakan resisten terhadap semua antibiotik spek-trum luas dan antimikotik. Setiap strain mikobakterium atipikmempunyai sifat-sifat tersendiri terhadap kemoterapi, olehkarena itu untuk dapat memberikan pengobatan yang tepatperlu dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan resistensi. Sebe-lum hasil resistensi test diperoleh dapat diberikan pengobatandengan streptomycin, ethambutol, ethionamide dan capre-omycin.

Pembedahan merupakan terapi pilihan apabila kelainan diparu masih terbatas.

Di antara para ahli ada yang mengatakan walaupun in vitroresisten terhadap INH, pemberian INH sebagai kombinasi pe-ngobatan dengan kemoterapi spesifik yang lain tetap dianjur-kan. Christianson dkk (4) melaporkan 24 kasus yang diobatidengan kombinasi INH, PAS, dan SM. Hasil dari pengobatanini adalah sebagai berikut :

28 Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981

Page 30: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

— satu kasus keadaan penyakit bertambah buruk.— 6 kasus tidak ada perubahan.— 14 kasus menunjuknan sedikit perubahan.— 2 kasus menunjukkan perbaikan yang memuaskan.— 1 kasus sembuh sempurna tanpa mengalami reaksi.

Dengan kemoterapi saja dikatakan kavitas tidak akan dapatmenutup, oleh karena itu pembedahan untuk mengangkat ka-vitas apabila memungkinkan sangat penting untuk mencapaipenyembuhan yang lebih sempurna. Pada 23 hari 24 kasustersebut di atas, BTA dahak menjadi negatif, lebih separohdi antaranya setelah mendapat pengobatan selama 3 bulan.

Ringkasan

1. Pemeriksaan klinik, radiologik dan histopatologik be-lum cukup untuk dapat mendiagnosis dan membeda-bedakanpenyebab dari mikobakteriosis pulmonum dan membedakan-nya dari mikobakterium tuberkulosis. Untuk keperluan ini ma-sih diperlukan pemeriksaan bakteriologik dengan pembiakan.

2. Dari keempat golongan mikobakterium atipik ini yangpaling sering menyebabkan penyakit pada paru manusia ialahgolongan I dan golongan II.

3. Mikobakterium atipik lebih resisten terhadap kemote-rapi spesifik dibandingkan dengan mikobakterium tuberkulo-sis, terapi pilihan ialah pembedahan.

KEPUSTAKAAN

1. Hinshon. Diseases of the chest. WB Saunders Co 1969.2. Suyudi. Frekwensi mikobakterium atipik yang diasingkan da-

ri pelbagai jenis bahan pemeriksaan penderita tersangka tuberku-losis selama 6 tahun (1963 — 1968 ). MKI XIX 1969; 9 -10.

3. Bates. A study of pulmonary disease associated with mycobac-teria other than mycobactrium : clinical characteristic . AmRev Resp Dis 1967; 96 : 1151 — 1156.

4. Christianson. Pulmonary disease in adults associated with un-classified micobacteria. Am J Med 1960; x : 980 — 991.

5. Fraser, Pare. Diseases of the chest. WB Saunders Co 1970.6. Fredrik Beck. Pulmonary desease due to a typical tubercle ba-

cilli. Am Rev Resp Dis 1959; 80 : 738 — 743.7. Hobby Renond. A study on pulmonary disease associated with

mycobacteria other than mycobacterium tuberculosis. Indenti-tification and characterication of the mycobacteria. Am Rcv Dis1967; 95 : 954 — 969.

8. Runyon. Anonymous mycobacteria in pulmonary disease. AnnIntern Med 1960; 53 : 273 — 285.

9. Lewis, Dunbar. Chronic pulmonary disease due to a typical my-cobacterial infection. Am Rev Tuberc 1959; 80 : 188 — 194.

10. Lewis, Eunice. A clinical study of chronic lung disease due to non-phetochromogenic acid fast bacilli. Ann Intern Med 1960; 53 :273 — 285.

11. Tsai. Rootgen aspects of chronic pulmonary mycobacteriosis.Radiology 1968; 90 : 306 — 310.

12. Curry. A typical acid fast micobacteria. N Engl J Med 1965;272;415— '417.

13. Pope. Distinguishing mycobacteria by niacin test. Am Rev Tu-berc 1959; 79 : 663 — 665.

14. Knno, Kurzmann, Differentiation of human tubercle bacillifrom a typical acid fast bacilli. Am Rev Tuber 1959; 77: 669—674.

15. Tamzil. Suatu usaha melakukan isolasi atypical mycobacteria diIndonesia. Ber Tuberc Ind 1969; VII : 1 — 4.

Tahukah anda . . . ?

PERBANDINGAN EFEK ANTI ANGINA PEKTORIS VERAPAMIL DENGANPROPRANOLOLVerapamil adalah suatu Ca antagonist yang mula kerjanya lambat, sedang Propranololadalah suatu penghambat beta adrenergik. Kadar obat itu dapat digunakan untukterapi angina pektoris, tetapi untuk kasus angina pektoris mana sebaiknya digunakanVerapamil dan untuk yang mana sebaiknya propranolol rupanya belum ada yang me-neliti. Hasil clinical trial Verapamil perihal penggunaannya untuk terapi angina pek-toris, tidak konsisten — dan ini disebabkan karena dosis yang digunakan terlalu rendah.Dalam penelitian ini dibuktikan bahwa Verapamil dosis 3 kali 120 mg. sehari secarabermakna mengurangi serangan angina, mengurangi pemakaian nitrogliserin, mening-katkan " exercise tolerance " dan mengurangi depresi segmen ST. Bila dibandingkandengan Propranolol, Verapamil lebih berhasil dalam memperbaiki "exercise tolerance " .Verapamil (3 kali 80 mg sehari) memiliki efek kronotropik negatif yang lebih kecildari pada Propranolol. Peneliti berpendapat bahwa Verapamil dapat diharapkan ber-hasil untuk penderita angina piktoris dengan "resting bradycardia and poor chrono-tropic response to exercise" ; sedangkan Propranolol dapat diterapkan lebih berhasiluntuk penderita angina pektoris dengan "resting tachycardia and appriciable chrono-tropic response to exercise". BS

Br Med J 1981; 282 : 1754

Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981 29

Page 31: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

Test Alergi dan Desensitasipada Anak dengan Batuk-batuk

A. Samik Wahab,* MP Damanik,* Suminta,*Ediyono.**

*Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UGM**Sub Bag. Pulmonologi Bag. Penyakit Dalam FK UGM.

PENDAHULUANDalam praktek sehari-hari sering dijumpai anak yang selalu

menderita batuk-batuk berulang. Biasanya dalam kasus-kasusseperti ini dicoba dulu antibiotik, expektoran, maupun muko-litik. Tapi ada kalanya batuk tetap berulang sampai beberapaminggu.

Ada 3 penyebab dasar yang dapat dipikirkan pada terjadi-nya batuk yang berulang-ulang ialah : karena tbc primair,karena kelainan jantung dan karena alergi.

Tbc primair dapat didiagnosis dengan pemeriksaan klinis,tes Mantoux dan radiologi; kelainan jantung dapat diidentifi-kasi dengan terdengarnya bising pada jantung, sedang bilakarena alergi perlu pemeriksaan tes alergi dan kemudianditeruskan dengan desensitisasi.

Pada kesempatan ini akan diajukan sejumlah anak yangmendapat test alergi dan kemudian pada yang positif dilaku-kan desensitisasi.

Bahan dan CaraBahan diambil dari penderita-penderita yang datang di

bagian anak dan bagian alergi penyakit-dalam sejak Mei 1979s/d akhir Nopember 1980 dengan keluhan batuk berulang.Ada 110 anak umur di bawah 14 tahun yang dites. Semuapenderita dikirim oleh dokter anak/dokter umum denganketerangan anak batuk-batuk dan atau sesak nafas dan pilek,tapi bukan pertusis, dan pada pemeriksaan ada atau tidak adaronkhi pada paru-paru.

Sebelum dilakukan tes kulit, telah disingkirkan kemungkin-an adanya tbc primair maupun kelainan jantung. Tes kulitdilakukan intrakutan dipunggung dengan bermacam-macamalergen : debu rumah dalam beberapa konsentrasi (0,01% —1%), serpih kulit manusia (0,01% — 1%) tepung sari rumput(10u /ml — 1000u /ml), beberapa macam jamur masing-masing0,1%, campuran serpih binatang (anjing, kucing, kuda, lembu,ternak bersayap) 100u /ml, tengu (0,1u — l0 u /ml) danbeberapa vaksin bakteri 1 milyar kuman/ml. Reaksi dinilaidalam 15 menit setelah penderita disuntik antigen, dan akantimbul reaksi jendolan kemerahan. Pada tes ini juga disuntik-kan buffer fosfat (pelarut antigen) sebagai kontrol negatif,dan juga disuntikkan histamin sebagai kontrol positif.

* Dibacakan pada Simposium Alergi—Imunologitanggal 5 September 1981 di Surabaya.

Dianggap negatif bila tidak ada kemerahan atau bila adakemerahan hanya sama dengan kemerahan dari buffer fosfat.Dianggap positif tiga ( +++ ) bila reaksinya sama denganreaksi histamin. Positif satu (+) dan positif dua (++) bila besarkemerahan berada antara kontrol buffer fosfat dan kontrolhistamin. Positif empat ( ++++ ) bila reaksi lebih besar darireaksi histamin.

Pada penelitian ini tes dianggap positif bila menunjukkanpositif tiga atau positif empat.

Sekurang-kurangnya 24 — 48 jam sebelum dilakukan teskulit penderita tidak boleh menggunakan obat-obat antihis-tamin dan atau kortikosteroid untuk menghindarkan ke-mungkinan salah tafsir.

Dari penderita-penderita yang tes kulitnya positif dilakukandesensitisasi dengan memakai alergen yang sesuai. Bahan yangdipakai untuk desensitisasi ialah :

1. Laprin (L1 ) : mengandung extrak debu rumah dengankonsentrasi 50 NEq U/ml mula-mula disuntikkan 0,1 mldan dilanjutkan pada suntikan berikutnya 0,2 ml, demikianseterusnya dinaikkan sebanyak 0,1 ml sampai mencapaidosis maximal 1 ml. Penyuntikan dilakukan seminggu 2xsehingga dosis 1 ml akan diselesaikan dalam 5 minggu.Selanjutnya dengan Laprin (L 2) extrak debu rumah konsen-trasi 500 NEq U/ml, diberikan dengan cara yang samasehingga mencapai dosis 1ml selama 5 minggu. Kemudian L2dilanjutkan dengan suntikan seminggu sekali selama 10 kalidalam dosis 1ml, kemudian 2 minggu sekali (10 kali),3 minggu sekali (10 kali) 4 minggu sekali dengan cara yangsama sehingga tercapai 20 suntikan.

2. Extrak debu rumah yang dicampur dengan extrak serpihkulit manusia yaitu masing-masing dengan konsentrasi50 NEq U/ml dan 5 NEq U/ml Laprin (L 5) dilanjutkandengan konsentrasi maksimal 500 NEq U/ml dan 50 NEq/ml Laprin (L6) dengan pemberian sama seperti diatas.

3. Extrak campuran jamur yang terdiri dari : Aspergilus,Penicillium, Curvularis, Fressaria, Candida, Mixed Fungi A,diberikan campuran jamur dengan konsentrasi 0,1% (Fl)dan 1% (F2), pemberian sama seperti diatas.

4. Extrak tengu atau "mite" yang berasal dari Dermatopha-goides pteronyssinus yang dibuat dengan konsentrasi 10NEq U/ml (M1) dan 100 NEq U/ml (M2) pemberian samaseperti diatas.

30 Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981

Page 32: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

5. Extrak tepung sari rumput dengan berbagai macam konsen-trasi 10 Noon Unit/ml (Laprin P1) dan 100 Noon Unit/ml(P2).

6. Vaksin bakteri yang terdiri dari Haemophilus influenza,Staphylococcus, Streptoccus dan Pneumococcus denganberbagai macam konsentrasi dari 10 juta kuman/ml (LaprinV1) dan 100 juta kuman/ml (Laprin V2). Alergen yangdipergunakan adalah buatan dokter TJahja Indrayana(Jakarta).Pengobatan desensitisasi dilakukan di Sub bagian Allegri/

Imunologi sub-bagian Pulmonologi RS UGM dan Bagian IlmuKesehatan Anak RS UGM dan sebagian oleh dokter umumdan dokter anak yang mengirim sebelumnya.

Evaluasi dilakukan paling sedikit 5 bulan (suntikan ke 30)sesudah dilakukan pengobatan desensitisasi dengan cara :dikirimkan daftar pertanyaan (diluar DIY) dan kunjunganrumah (di DIY).

HasilDari 110 penderita anak dengan batuk-batuk dan atau

sesak nafas dan pilek dibawah umur 14 tahun terdiri dari 67anak laki-laki dan 43 anak perempuan. Reaksi terhadapalergen debu rumah dengan beberapa tingkatan konsentrasidianggap positif ada 82 (74,5%). Reaksi terhadap alergenserpih kulit manusia yang dianggap positif ada 80 (72,7%).Reaksi terhadap alergen tepung sari rumput yang dianggappositif 0 (0%). Reaksi terhadap alergen jamur yang dianggappositif 3 kasus (2,7%). Reaksi positif terhadap alergen kumpul-an serpih binatang 1 (0,9%). Reaksi positif terhadap alergentengu adalah 23 (20,9%). Reaksi positif terhadap vaksinbakteri ada 20 (18,1%).

Untuk lengkapnya hasil-hasil reaksi tes kulit ini dapatdilihat pada Tabel 1—8. Reaksi positif untuk satu macamatau lebih antigen tercantum pada Tabel 8.

Kemudian pada penderita-penderita ini dilakukan desensi-tisasi dan selanjutnya dievaluasi. Dari 110 penderita yang dites,yang kemudian dapat didesensitisasi dan dievaluasi sebanyak68 anak (61,8%) terdiri dari 28 wanita (41,2%) dan 40 pen-derita laki-laki (58,8%). Dari hasil evaluasi selama paling sedikit 5 bulan didapatkangejala-gejala klinis dan perubahan pada pemeriksaan fisikdiagnostik dengan kriteria sebagai berikut :• baik, artinya : pada anak tidak ada atau sedikit sekali

keluhan batuk, sesak nafas, pilek dan pada pemeriksaantidak didapatkan ronkhi pada paru-paru.

• berkurang, artinya : frekuensi batuk-batuk, sesak nafas,pilek berkurang dari bisanya dan pada pemeriksaan kadang-kadang ada ronkhi paru-paru.

• tetap, artinya : tidak ada perubahan sama sekali.

Pengaruh desensitisasi tersebut dapat dilihat pada Tabel9 — 11 dan Gambar 1.

PembicaraanDisini tampak jelas bahwa tes alergi perlu dilakukan pada

anak dengan batuk-batuk yang berulang karena kemungkinanalergi sebagai penyebabnya adalah besar. Pada penelitian ini

TABEL 1.— HASIL TES KULIT TERHADAP DEBU RUMAH

Konsentrasi Tingkat reaksi HasilYang dianggap

Positif.

— (neg.) 40 0+ 1 41 0

0,01% + 2 8 0+ 3 0 0+ 4 0 0

— 26 0+ 1 32 0

0,1% + 2 38 0+ 3 32 32+ 4 3 3

21 0+ 1 17 0

1 % + 2 25 0+ 3 43 43+ 4 4 4

TOTAL 330 82 (74,5%)

Jumlah penderita = 110

TABEL 2.— HASIL TES KULIT TERHADAP SERPIH KULITMANUSIA

Konsentrasi Tingkat reaksi Hasil Yang dianggapPositif

— 43 0+ 1 44 0

0,01% + 2 12 0+ 3 9 9+ 4 1 1

28 0+ 1 27 0

0,1% + 2 26 0+ 3 29 0+ 4 1 1

15 0+ 1 28 0

1% + 2 27 0+ 3 38 38+ 4 2 2

TOTAL 330 80 (72,7%)

Jumlah penderita = 110

didapatkan angka yang cukup tinggi ialah sekitar 80%. Suryan-to dan Matondang (1) mendapatkan angka 50% dengan me-makai tes goresan. Partana (2) mendapatkan hasil tes kulitterhadap debu rumah sebanyak 71%. Pada penelitian ini kamimemakai tes intrakutan, karena menurut Rhyne (3) tes intra-kutan 100x lebih sensitif daripada tes goresan. Meskipundemikian tes intrakutan menanggung lebih besar risiko dari-pada tes goresan.

Ternyata hasil tes kulit dengan debu rumah memberi hasilpositif besar, kemudian disusul dengan tes terhadap alergen

Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981 31

Page 33: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

TABEL 3.— HASIL TES KULIT TERHADAP TEPUNG SARI RUMPUT

Konsentrasi Tingkat reaksi HasilYang di anggap

Positif

59 0 + 1 40 0

lu + 2 11 0+ 3 0 0+ 4 0 0

70 0+ 1 37 0

10u + 2 3 0+ 3 0 0+ 4 0 0

66 0+ 1 40 0

100u + 2 4 0+ 3 0 0+ 4 0 0

TOTAL 330 0 (0%)

Jumlah penderita = 110

TABEL 4.— HASIL TES KULIT TERHADAP JAMURKonsentrasi 0,01%

Tingkat reaksi Hasil Yang dianggapPositif

61 0+ 1 43 0

Aspergilus I + 2 6 0+ 3 0 0+ 4 0 0

58 0+ 1 46 0

Aspergilus II + 2 6 0+ 3 0 0+ 4 0 0

66 0+ 1 40 0

Aspergilus III + 2 4 0+ 3 0 0+ 4 0 0

69 0+ 1 34 0

Penicillium + 2 6 0+ 3 1 1+ 4 0 0

— 76 0+ 1 31 0

Curvularis + 2 3 0+ 3 0 0+ 4 0 0

76 0+ 1 30 0

Fusaris + 2 4 0+ 3 0 0+ 4 0 0

— 44 0+ 1 49 0

Candida + 2 16 0+ 3 1 1+ 4 0 0

— 55 0+ 1 46 0

Mixed Fungi A + 2 8 0+ 3 1 0+ 4 0 0

TOTAL 880 3 (2,7%)

Jumlah penderita = 110

TABEL 5.— HASIL TES KULIT TERHADAP KUMPULAN SERPIHKULIT MANUSIA

Konsentrasi : 0,0001%

Tingkat reaksi Hasil Yang dianggapPositif

Anjing — 48 0Kucing + 1 31 0Kuda + 2 30 0Lembu + 3 1 1Ternak bersayap + 4 0 0

TOTAL 110 1 (0,9%)

Jumlah penderita = 110

TABEL 6.— HASIL TES KULIT TERHADAP TENGU

Konsentrasi Tingkat reaksi HasilYang dianggap

Positif

— 68 0+ 1 28 0

0,lu + 2 13 0+ 3 1 1+ 4 0 0

57 0+ 1 29 0

lu + 2 21 0+ 3 2 2+ 4 1 1

— 58 0+ 1 21 0

l0u + 2 12 0+ 3 9 9+ 4 10 10

TOTAL 330 23 (20,9%)

Jumlah penderita = 110

TABEL 7.— HASIL TES KULIT TERHADAP BAKTERI( 110 penderita )

Konsentrasi : 1 milyar kuman/ml.

Tingkat reaksi Hasil

57 0+ 1 34 0

Staphylococcus + 2 9 0+ 3 10 10+ 4 0 0

— 75 0+ 1 27 0

Streptococcus + 2 8 0+ 3 0 0+ 4 0 0

22 0+ 1 55 0

Pneumococcus + 2 28 0+ 3 5 5+ 4 0 0

— 26 0+ 1 60 0

Hemophilus + 2 19 0influenzae + 3 5 5

+ 4 0 0

TOTAL 440 20 (18,1%)

32 Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981

Yang dianggapPositif

Page 34: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

TABEL 8.- HASIL POSITIF UNTUK SATU MACAM ATAU LEBIHALERGEN

TABEL 10.- PENGARUH DESENSITISASI MENURUT JENISALERGENNYA.

Keterangan : Semua penderita yang alergi terhadap serpih kulitmanusia juga alergi terhadap debu rumah.

TABEL 9.- PENGARUH DESENSITISASI MENURUT GOLONGANUMUR

yang lain. Hasil ini sesuai dengan hasil peneliti-peneliti se-belumnya. Hasil tes terhadap kuman ternyata merupakanreaksi paling tinggi terhadap satu macam alergen.

Sebenarnya hasil tes kulit ini lebih berarti bila dihubungkandengan adanya riwayat alergi terhadap alergen. Pada reaksipositif terhadap tes kulit ternyata kadang-kadang pada tesdengan inhalasi bronkhus tidak ada reaksi, sehingga dalam halseperti ini penilaian khusus perlu dilakukan.

Desensitisasi (imunoterapi) merupakan harapan baru bagipenderita-penderita dengan batuk-batuk berulang-ulang, kar-karena bagiamanapun juga dalam praktek sehari-hari selaludijumpai kegagalan-kegagalan dalam pengobatan dengan obat.Meskipun demikian desensitisasi ini masih memberi beberapatantangan, seperti pengaruh yang menakutkan anak karenasuntikan yang berulang-ulang, bahaya adanya shock anaflaksis,dan biayanya cukup tinggi.

Dari hasil penelitian ini didapatkan hasil yang memberiharapan, dengan angka perbaikan sekitar 90%. Hasil ini ter-nyata tidak banyak berbeda dengan hasil-hasil dari Bruun(80 — 90%) (4), Stone & Crump (83%) (5) dan Kline andWhite (100%) (6).

Manfaat pengobatan desensitisasi dirasakan oleh penderitadalam waktu yang berbeda-beda. Ada penderita yang mem-perlihatkan kemajuan dengan nyata sekali, tapi ada pula yang

TABEL 11.- HUBUNGAN ANTARA SAAT EVALUASI DILAKUKANDENGAN PENGARUH DESENSITISASI.

Gambar 1.- PENGARUH DESENSITISASI PADA SAAT EVALUASL

Baik Berkurang Tetap.

lambat bahkan kadang-kadang gejala atopiknya sering kambuhkembali. Pada penderita yang berhasil baik, biasanya pengaruhdesensitisasi mulai terasa pada suntikan ke 5 sampai ke 10,artinya penderita pada saat tersebut mulai berkurang batuk-batuk atau sesak nafasnya, kemudian sedikit demi sedikitberkurang hingga akhirnya hilang sama sekali.

Beberapa anak menunjukkan reaksi yang menyenangkanartinya karena pada anak tersebut suntikan terasa ada faedah-nya, suntikan berikutnya dilakukan dengan sukarela.Untuk menilai manfaat desensitisasi paling sedikit di perlukan

Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981 33

Page 35: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

observasi yang seksama, tentang keadaan penderita sekurang-kurangnya lima bulan. Pada Tabel II terlihat bahwa kamimengamati penderita paling sedikit 5 bulan.

Disamping desensitisasi pada penderita perlu diberi nasihatuntuk menghindari alergen, misalnya lergen debu rumah harusdihindari dengan membersihkan kamarnya langsung denganpengisap debu, memakai kasur dan bantal busa. Juga dilarangmemelihara segala macam binatang, dll.

Mekanisme dasar desensitisasi :Pemberian extrak alergen pada pengobatan desensitisasi

diberikan dalam waktu yang cukup lama dan pada permulaansuntikan diberikan dalam dosis kecil yang lambat laun dinaik-kan hingga mencapai dosis maksimal, agar kepekaan terhadapalergen tersebut dapat berkurang. Extrak alergen yang diberi-kan sedemikian kecil sehingga tidak cukup untuk menimbul-kan penyakit akan tetapi masih cukup untuk membangkitkanrespons imun yang baru yaitu dengan membentuk blockingantibody (termasuk IgG).

Setelah pengobatan dilakukan beberapa waktu lamanyamaka blocking antibody yang terbentuk makin lama makinbanyak, sehingga bila tubuh kemasukan alergen yang sesuaiakan segera dinon-aktifkan oleh blocking antibody tersebutsehingga tidak dapat lagi bereaksi dengan IgE yang menempelpada mast cell. Jadi mekanisme dasar desensitisasi sebenarnyaadalah suatu kompetisi antara reagin dan blocking antibody.

Oleh karena itu pada waktu pengobatan desensitisasikadang-kadang dapat terjadi reaksi alergik, terutama bilaalergen yang dimasukkan cukup besar.

Biaya perawatan rumah sakit demikian tinggi sehingga lebih murahberobat ke luar negeri.

HIPOKHONDRIA MASYARAKAT JEPANG

Industri apakah yang tumbuh paling cepat di Jepang ?Elektronik ? Mobil ? Semuanya salah : yang benar ialahkesehatan ! Pada tahun 1978 biaya untuk kesehatan menca -

Pada penelitian ini dilakukan evaluasi pada saat pengobatanpaling sedikit telah dilakukan 5 bulan (lihat Tabel 9), dansemua penderita mencapai dosis maksimal 1cc (kecuali duaanak dengan dosis maksimal menimbulkan reaksi yang berat,sehingga dosis dipertahankan pada dosis yang sesuai (0,5 —0,7cc).

Pengobatan dikatakan gagal apabila setelah diobati secarateratur selama 3 bulan, tidak memperlihatkan kemajuan.

Sebab-sebab kegagalan pengobatan desensitisasi menurutDeamer (7), dan Melan (8) antara lain sebagai berikut : (i)kesalahan menegakkan diagnosis non-atopik menjadi atopik,(ii) kesalahan menentukan allergen pada tes kulit dan (iii)penderita tidak teratur melakukan pengobatan.

KEPUSTAKAAN

1.Ibnu Susanto, Corry Matondang. Test kulit dan kadar IgE pada anakdengan batuk khronik dan berulang. Seminar/Simposium BatukKhronik dan berulang pada anak 1979.

2.Partana JS. Asthma pada anak. Seminar/Simposium Batuk Khronikdan berulang pada anak. 1979

3. Weiss EB, Segal MS. Bronchial Asthma Little Brown and Co. 1969 —1976

4. Wright GL D, Derrich EM. The role of Allergen in The Aetiology ofAsthma in Brisbane, Med. J. Austr. 1975; 1 : 375 — 380.

5. Stone JD E, Crump PL. Value of hyposensitisation therapy forperenial bronchial asthma in children. Pediatrics. 1960; 27 : 396.

6. Kline AM, White C. An evaluation of hyposensitisation ini chilhoodallergy. Ann Allergy 18 : 80. 1960; 18 : 80.

7.Deaman WO. Injection therapy for asthma and allergic rhinitis.1969

8.Melan WL. Principles of immunologic management of allergicdisease due to extrinsic antigenic antigen. 1972

pai US $ 43.85 milyar dengan angka pertumbuhan 16,8 %.Ini berarti biaya per orang mencapai US $ 381 per tahun.

Kenaikan biaya itu sebagian disebabkan karena sebab-se-bab yang "alamiah", misalnya adanya kemajuan teknologikedokteran dan obat-obat baru. Memang inovasi-inovasi tsb.lebih efektif, tapi biasanya juga lebih mahal. Bertambahnyakebutuhan akan dokter juga menambah biaya itu. Tapi, danini yang terpenting, kenaikan biaya kesehatan itu terutama di-sebabkan oleh makin banyaknya populasi orang yang tua, yangmemerlukan berbagai perawatan dan pengobatan.

Harapan hidup orang Jepang kini 73 tahun untuk pria dan77 tahun bagi wanita. Meskipun biaya kesehatan rata-rataUS $ 381 per kapita, biaya untuk orang yang berusia 65 tahunke atas rata-rata US $ 1096, hampir tiga kali lipat biaya rata-rata.

Selain itu kenaikan biaya kesehatan juga disebabkan karenapendapatan dokter-dokter Jepang yang meningkat secara luarbiasa, rata-rata US $ 83.000 per tahun. Ini berarti 5 kali lebihbesar daripada pendapatan nasional rata-rata yang US $ 17.780itu. Tidak heran kalau kini makin banyak dokter Jepang yangkaya raya. Tapi siapakah dokter Jepang yang terkaya ? Seo-rang psikiater ! Penghasilannya US $ 2,89 juta setahun dan diatermasuk orang terkaya nomor 11 di negara itu.

Modern Asia, Oct 1981; 29.

34 Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981

Page 36: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

Terapi Obat

Bromhexin (Mucosolvan® )Batuk mungkin merupakan gejala penyakit yang berbahaya. Namun pada sebagian

besar kasus, terutama infeksi ringan atau iritasi saluran pernafasan, batuk tidak mem-bahayakan jiwa, meskipun sering dirasakan sangat mengganggu pasien. Pada kasus-kasus itu, setelah semua kemungkinan patologik dipertimbangkan, penekanan/supresibatuk itu sendiri sering menjadi tujuan utama terapi. Seandainya ini dapat dilakukandengan efektif oleh obat-obat yang ada, tak perlu perbincangan mengenai masalahini. Namun kenyataannya tidaklah sesederhana itu.

Sedikit-dikitnya dikenal tiga golongan obat untuk mengatasi batuk. Pertama ialahantitusif yang menekan refleks batuk. Kodein merupakan contohnya. Golongankedua disebut ekspektoran. Ini merangsang sekresi sputum dari saluran nafas, disam-ping kadang-kadang bersifat merangsang muntah (emetik). Yodium dan amoniumkhlorida dalam Obat—Batuk—Hitam merupakan contohnya. Belakangan ini seringdigunakan gliseril guaiakolat sebagai ekspektoran.

Tapi meskipun penderita telah dirangsang dengan ekspektoran, sputum kadang-kadang masih sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Maka dicarilah obat lain, golonganmukolitik. Obat golongan ini menghancurkan atau mengencerkan sputum sehinggamudah dikeluarkan.

BEBERAPA ZAT MUKOLITIK

■ Air .— Kekentalan sputum tergantung pada.tingginya kadar air di dalam-nya. Ini sering tergantung pada tingkat hidrasi pasien. Banyak pasien pe-nyakit saluran nafas sedikit banyak mengalami dehidrasi. Ini mengaki-batkan sputum kental dan lengket. Maka hidrasi yang adekuat dianggapdapat mempengaruhi mudahnya pengeluaran sputum.■ Chymotrypsin dan enzim lain.— Invitro zat-zat ini berkhasiat mukolitik,namun efektivitasnya dalam klinik mengecewakan.■ Asetilsistein & metilsistein.— Dalam bentuk aerosol sangat berguna un-tuk mengencerkan dan menambah volume sputum. Tapi kadang-kadangsputum yang dihasilkan sedemikian banyak sehingga harus disedot denganalat penyedot agar tidak manghambat saluran nafas. Selain itu reaksifebris tidak jarang terjadi. Maka obat ini kurang populer.■ Bromhexin.— Zat ini adalah turunan sintetik dari vasicine, suatu alka-loid yang berasal dari tumbuhan Adhatoda vasica yang berasal dari India.Bromhexin diakui sebagai obat yang punya khasiat spesifik terhadap spu-tum dan bermanfaat dalam klinik. Kini obat ini banyak dipakai untukberbagai penyakit saluran pernafasan.

BROMHEXIN

STRUKTUR KIMIA

Nama kimianya ialah : N-cyclohexyl-N—methyl—(2—amino—3,5—dibro-mobenzyl)—amonium chloride.

— air— chymotrypsin dan enzim-enzim lain— asetilsistein dan metilsistein— bromhexin

Cermin Dunla Kedokteran No. 24, 1981 3 5

Page 37: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

Benang-benang mukopolisakarida yang utuh dalamsputum (dibawah cahaya terpolarisasi: pembesaran112X).

CARA KERJA

Tingginya kekentalan sputum, pada penderita asma atau bronkhitis kronismisalnya, disebabkan oleh dua jenis jaringan benang dalam sputum, yaitu(i) benang-benang DNA (deoxyribonucleic acid), dan (ii) benang muko-polisakrida.Benang DNA hanya ada dalam sputum yang purulen, karena ini berasaldari inti sel-sel mukosa yang hancur. Sedangkan benang-benang muko-polisakarida banyak ditemukan pada sputum yang mukoid. Benang jeniskedua ini sedikit ditemukan dalam sputum yang purulen karena telah di-hancurkan oleh enzim-enzim bakteri. Dengan terapi antibiotika yangefektif, kerusakan mukosa dapat dicegah; sehingga benang-benang DNAakan makin sedikit. Tapi ternyata saat itu sputum masih kental karenabenang-benang mukopolisakarida muncul kembali. Bromhexin bekerja de-ngan cara menghancurkan benang-benang mukopolisakarida itu menjadifragmen-fragmen kecil, sehingga sputum menjadi encer. Selain itu, denganpenyelidikan mikroskop elektron diketahui bahwa bromhexin juga menye-babkan perubahan pada granula pada kelenjar-kelenjar penghasil mukus dimukosa bronkhial dan hidung.

TOKSISITASBenang-benang hancur berfragmentasi akibat brom-hexin. Dilukis kembali dari gambar Bruce RA (2). Bromhexin sangat aman. LD 50 pada mencit = 16,65 ± 2,09 gr/kg BB.

PEMAKAIAN DALAM KLINIK

Dari penelitian-penelitian selama ini, terbukti bromhexin dapat mengencerkan danmenambah volume sputum. Namun faal paru tidak selalu bertambah baik. Meskipundemikian, semua peneliti setuju bahwa obat ini bermanfaat, dan efek samping yangberbahaya tak ditemukan.Keuntungan lain dari penggunaan bromhexin ialah dapat meningkatkan kadar tetrasi-kin/oksitetrasiklin dalam sekret bronkhial. Maka kombinasi antibiotika ini denganbromhexin dilaporkan lebih efektif daripada tetrasiklin saia. Pada penderita yang ga-wat bromhexin dapat diberikan secara parenteral.Bila ada infeksi bakterial, antibiotika harus diberikan juga disamping bromhexin.

DOSIS

Dosis oral untuk orang dewasa ialah 3 kali sehari 8 — 16 mg.Dosis oral untuk anak-anak dibawah 5 tahun, 2 kali sehari 4 mg.Dosis oral untuk anak-anak 5 — 10 tahun, 4 kali sehari 4 mg.

KEPUSTAKAAN1. C.Radouco-Thomas. International Encyclopedia of Pharmacology and Therapeutics.

Section 27. Volume III. Oxford : Pergamon Press; 1970.2. Bruce RA, Kumar V. The effect of a derivative of Vasicine on bronchial mucus. Brit J

Clin Practice 1968; 22 (7) :3. Today's Drugs. Mucolytic agents. Br Med J 1971; June 5, 581-2.4. Martindale. The Extrapharmacopoeia. 27ed. London : Pharmaceutical Press; 1977.

— bronkhitis— asma bronkhial— sinusitis— infeksi saluran nafas pasca bedah— trauma toraks— bronkhiektasis

36 Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981

Page 38: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

PERKEMBANGAN

Adenoma BronkhialAdenoma bronkhial adalah kelompok yang heterogen,

merupakan 1— 6% tumor paru primer. Mereka masih terusmerupakan sumber kesalahan dan kekacauan diagnosis. Mes-kipun biasanya dianggap jinak, sebenarnya mereka harus di-pandang sebagai tumor-tumor dengan berbagai tingkat malig-nitas yang rendah. Adenoma ini . berasal dari epitel salurankelenjar mukus bronkhial dan biasanya berjenis karsinoidatau tumor jenis kelenjar liur.

Sekitar 90% adenoma adalah jenis karsinoid yang umumnyamuncul di tengah . trakhea atau bronkhus utama. Mereka seringmemberi gambaran polip endobronkhial, tapi sering disertaiinfiltrasi ekstensif pada jaringan pam sekitarnya. Gambarankhas yang ditemukan pada karsinoid usus -- yaitu adanyacyanotic flushing, kejang perut, diare, edema pada muka danlengan, dan wheezing serta dispnoe jarang ditemukan padatumor primer paru, hanya terjadi pada sekitar 2% kasus.Bila katup-katup jantung terkena karsinoid pam primer, lesibiasanya di jantung kiri bukan di kanan, seperti halnya dengankarsinoid usus.

Sekitar dua pertiga tumor yang berjenis kelenjar liur adalahsilindroma. Ini secara khas juga tumor sentral, sering mengeli-lingi saluran nafas dan menginfiltrasi ekstensif ke jaringan parusekitarnya. Sebagai tumor trakhea, insidensinya adalah nomordua setelah karsinoma primer. Sisa tumor jenis kelenjar liurlainnya ialah adenoma mukoepidermoid. Sedang adenomapleomorfik, yang menyerupai tumor campur kelenjar parotid,sangat jarang dijumpai.

Adenoma bronkhial biasanya dijumpai pada usia yangjauh lebih muda daripada karsinoma, umumnya sebelum usia50 tahun. Insidensi pria dan wanita hampir sama. Batuk danhemoptisis adalah gejala pertama pada sekitar separuh pasien,tapi pada saat itu pemeriksaan radiologik pam sering normal.Gejala lain yang sering ditemukan ialah infeksi distal dariobstruksi tumor ini, menyebabkan kolaps lobus atau segmenparu, kadang-kadang bronkhiektasis, abses paru atau empiema.Emfisema obstruktif dengan overinflasi pada lobus dapat ter-jadi distal dari adenoma ini. Adenoma perifer cendemng dite-mukan pada usia yang lebih tua, dan mungkin ditemukansecara kebetulan sewaktu pemeriksaan radiologik paru.

Diagnosis dini tumor ini perlu sekali agar kerusakan lokaldan metastasis jauh dapat dihindari. Setiap pasien denganhemoptisis atau infeksi paru berulang-ulang harus dicurigai,terutama bila radiograf paru normal. Karena kebanyakantumor ini tampak pada bronkhoskopi, inilah cara pemeriksaanyang dianjurkan, tapi harus dilakukan dengan hati-hati : tumorini mudah sekali berdarah bila dibiopsi. Bila bronkhoskopi

fiberoptik digunakan, tuba endotrakheal atau bronkhoskop-kaku harus tersedia untuk berjaga-jaga bila ada perdarahan.

Bila memungkinkan, terapi untuk adenoma bronkhial iniadalah pembedahan. Sleeve-resection dari tumor kadang-ka-dang dapat dilakukan, tapi lobektomi atau bahkan pneumo-tomi mungkin diperlukan bila infiltrasi sangat luas. Kadang-kadang silindroma yang tak dapat direseksi memberi responsyang baik dengan radioterapi. Bila tumor primer dapat dire-seksi, prognosisnya baik : pasien dapat hidup lama meskipunada metastasis jauh, karena tumor ini tumbuh denganamat pelan.

Br Med J 1981 ; 282: 252

Gerak-badan dan BronkhitisSementara penyakitnya berkembang, pasien bronkhitis kronismakin lama makin tak bisa berbuat apa-apa dan frustrasi aki-bat sesak nafas kalau bekerja atau gerak badan. Dalam 20 ta-hun terakhir ini telah banyak penelitian mengenai kemung-kinan manfaat latihan fisik (physical therapy) bagi penderita-penderita itu. Semua penelitian itu memberi bukti bahwalatihan gerak badan dapat meningkatkan kapasitas untukkerja fisik.

Pendekatan akhir-akhir ini diarahkan pada cara latihan yangsederhana, dan mengingat bahwa latihan akan paling efektifbila diarahkan pada tugas-tugas spesifik. Misalnya McGavindkk. menggunakan latihan bertahap naik-tangga tanpa super-visi; Hasilnya ialah kenaikan jarak—jalan—kaki—12—menitsebesar 6% pada pasien-pasien yang dilatih dibandingkandengan kelompok kontrol yang tidak dilatih. Dengan menggu-nakan program latihan yang sederhana (program 5BX/XBXdari Angkatan Udara Kanada) Mungall dan Hainsworth mene-mukan perbaikan rata-rata 9% dalam jarak jalan—kaki—12—menit pada penelitian mereka. Bila latihan diawasi di rumaholeh perawat, perbaikan yang lebih besar, sampai 24% darijarak jalan—kaki—12—menit , dapat dicapai.

Sampai sekarang masih belum diketahui dengan pastibagaimana mekanisme latihan fisik itu. Dari penelitian-peneli-tian selama ini tidak dilaporkan adanya perbaikan yang konsis-ten pada faal paru. Maka ada yang memperkirakan bahwahasil latihan fisik itu hanya akibat perubahan motivasi, ataukoordinasi dan efisiensi yang lebih baik dari otot-otot tungkai.Spiro dkk. mencoba menilai faktor-faktor fisiologik yangmenghambat gerak badan/kerja pada penderita bronkhitis.Ia menyimpulkan bahwa hambatan utama ialah kesulitan me-kanik dalam mempertahankan ventilasi yang diperlukan untuk

Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981 37

Page 39: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

mendapat intake oksigen yang adekuat. Penderita-penderitabronkhitis itu denyut jantungnya lebih tinggi, baik pada saatistirahat maupun saat bekerja. Tapi curah jantung (cardiac out-put) normal, dan tak ada bukti adanya peningkatan hipoksiaatau metabolisme anerob pada otot selama gerak badan.

Maka diambil asumsi bahwa rasa lelah pada otot-ototpernafasanlah yang membikin penderita itu berhenti bekerjaatau gerak badan. Dan Belman & Mittman pun memusatkanperhatian pada latihan otot-otot pernafasan. Mereka meng-gunakan mesin yang memaksa pasien bemafas pada kapasitasventilasi maksimumnya (MSVC = maximum sustained ventila-tory capacity), menggunakan pernafasan kembali karbon-dioksida secara terkontrol. Pasien menggunakan mesin itu sela-ma 15 menit dua kali sehari selama 6 minggu. Meskipun takada perubahan pada volume ekspiratorik(FEV—1—detik) sela-ma latihan, MSVC—nya meningkat dan jarak—jalan—kaki—12—menitnya naik dengan 12%. Maka Belman & Mittman menilaibahwa perbaikan itu benar-benar akibat latihan dan bukanhanya akibat bertambahnya motivasi.

Bila latihan otot pernafasan semacam ini berguna untukmengurangi sesak nafas waktu gerak badan, mungkin ini dapatmenerangkan mengapa bentuk-bentuk latihan gerak badanlain juga dapat menolong penderita bronkhitis. Setiap bentukgerak badan yang menyebabkan sesak nafas mungkin punyaefek melatih otot pernafasan untuk mentoleransi dan mem-pertahankan ventilasi yang lebih tinggi. Tentu saja tidak perlukita menggunakan peralatan Belman & Mittman yang rumit-rumit itu secara rutin. Bentuk-bentuk latihan sehari-hari yangsederhana tampaknya sama efektifnya, dan jauh lebih praktis.

Dalam menghadapi pasien bronkhitis kronis yang mudahsesak nafas dokter-dokter sering mencari-cari saran yang mung-kin bermanfaat -- "Hentikan merokok, jangan kegemukan,coba obat bronkhodilator ini" -- tapi juga sadar bahwa man-faatnya tak banyak. Kini mereka boleh menasihati pasien-pasiennya, dengan positif dan meyakinkan, bahwa sesak nafasitu tidak membahayakan, dan bahwa gerak badan sampai terca-pai sesak nafas yang sedang, akan memperbaiki otot-ototpernafasan dan meningkatkan kapasitas gerak badan. Biladapat direncanakan suatu latihan fisik secara formal dandengan pengawasan, itu lebih baik lagi. Tampaknya kinisudah saatnya kita mengirimkan penderita-penderita itupada ahli fisioterapi untuk melatihnya, suatu bentuk terapiyang manfaatnya telah terbukti.

Lancet 1980, Sept. 6, 514

Diazepam dan Sesak NafasBanyak kekurangan dan kelemahan pengobatan simtomatik.Tentu saja, kalau bisa kita harus memberi pengobatan kausal,kalau ada. Namun demikian, pasien sering cukup puas denganpengurangan gejala. Salah satu kasus dalam masalah ini ialahsesak nafas (breathlessness). Mekanismenya masih dipertanya-kan, terutama bila keluhan-keluhannya tak sesuai denganabnormalitas yang didapat pada pemeriksaan faal paru. Hiper-ventilasi alveolar pada saat istirahat, yang dapat dikenal dariPCO2 arteri yang rendah, kadang kala dapat merupakan gejala

tromboembolisme rekuren, edema paru, atau alveolitis fibrosa/alergik; dan ventilasi berlebihan pada waktu bekerja dapatjuga merupakan petunjuk pada pasien-pasien itu. Akan tetapisesak nafas berlebihan dapat juga merupakan gambaran utamapada pasien-pasien dengan kelainan paru menetap, sepertibronkhitis kronis jenis "pink and puffing" (penderita berwa-jah merah dan tersengal-sengal) dan emfisema. Pada pasien-pasien itu obstruksi saluran nafas yang ireversibel diiringidengan hiperinflasi rongga dada; P02 arteri hampir normaldan PCO2 rendah atau normal. Perbedaan antara pasien-pasienini dengan pasien jenis "blue and bloated" (biru bengkak) ma-sih belum dapat diterangkan. Dengan hambatan aliran udarayang sama, pada pasien yang belakangan ini ditemukan hipok-semia dan retensi CO2. Tak ada bukti bahwa pasien jenis per-tama lebih menderita emfisema sedang jenis kedua lebih ba-nyak bronkhitisnya. Selain itu, kini juga nyata bahwa diagnosisradiologik emfisema sering salah. Observasi bahwa hipokse-mia—transien—rekuren—waktu—tidur jauh lebih sering danlebih berat pada jenis "blue and bloated" menunjukkan ada-nya abnormalitas -- yang belum diketahui -- pada pusatpengendalian ventilasi. Life expectancy pasien jenis "blueand bloated" ini jelek. Sedang pasien yang "pink and puffmg "

sering mampu mempertahankan gas-gas darah arterinya hampirnormal untuk bertahun-tahun, meskipun tersengal-sengal.Jadi, dengan tidak adanya kemungkinan sembuh (yang me-merlukan keajaiban berupa regenerasi jaringan alveolar untukmengganti jaringan yang dicerna oleh proteolisis—akibat—siga-ret), tampaknya masih ada tempat bagi pengobatan simto-matik guna mengurangi sesak nafas.

Mitchell—Heggs dkk menyajikan penelitian mendetail padaempat pasien "pink and puffmg" dengan bronkhitis kronisdan emfisema : 25 mg diazepam per hari per oral ternyata me-ngurangi sesak nafas penderita-penderita itu. Secara subyektif,pengurangan dispnoe terjadi bila kadar diazepam serum danmetildiazepam (metabolitnya) meningkat. Akan tetapi PO2

arteri tetap hampir mendekati normal dan PCO2 rendahsampai normal (31 — 39 mm Hg, pada satu pasien untuk sesaatnaik sampai 48 mm Hg). Meski respons ventilasi terhadap CO2

ditekan oleh diazepam, penekanan ini tidak berkaitan dengankenaikan nilai-nilai PCO2 yang rendah ini. Ini mungkin berartidiazepam mempengaruhi perasaan (sensation) sesak nafastanpa mengurangi kebutuhan fisiologik akan ventilasi.

Diazepam biasanya dianggap sebagai penekan ventilasi, ter-utama pada pasien dengan penyakit paru obstruktif. Demikianjuga senyawa-senyawa sejenisnya seperti chlordiazepoxidedan nitrazepam. Tapi semua peneliti sepakat bahwa efek inipaling menonjol pada pasien-pasien dengan retensi CO 2 , jadibukan pada pasien yang "pink and puffing". Ada perdenatantentang efek diazepam pada respons ventilasi terhadap CO2

pada orang normal. Satu kelompok peneliti menemukan pene-kanan dorongan hipoksik (hypoxic drive) untuk bernafas,tapi tak ada efek pada respons CO2. Mungkin respons yangberbeda-beda ini sebagian diakibatkan oleh perbedaan absorp-si oral obat ini, sehingga kadar serum obat dan metabolitnyajauh bervariasi. Mitchell—Heggs dkk menemukan kesejajaranantara pengurangan sesak nafas dan kadar serum obat. Rasamengantuk, efek samping utama diazepam, tidak merupakanmasalah bagi keempat pasien itu setelah lewat 48 jam.

38 Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981

Page 40: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

Implikasi penemuan ini dalam praktek klinik masih belumjelas. Kalau diazepam benar-benar dapat mengurangi dispnoeyang sangat menghambat aktivitas pasien "pink and puffing",ini merupakan kemajuan besar. Namun demikian, mengingatbahaya bagi pasien-pasien dengan retensi CO2, obat tak bolehdiberikan pada pasien bronkhitis kronis dan emfisema tanpapemeriksaan pendahuluan terhadap gas-gas darah arteri.

Lancet 1980; Aug.2, 242

Steroid untuk BronkhitisTelah lama diketahui kortikosteroid sering berguna dalam pe-ngobatan asma bronkhial. Tapi kegunaannya pada bronkhitiskronis masih dipertanyakan. Beberapa penelitian menunjukkanhasil-hasil yang menggembirakan, namun peneliti lain mene-mukan hasil yang berlawanan. Sulit juga menginterpretasikanhasil-hasil penelitian-penelitian tsb. karena kebanyakan tidakdilakukan secara double-blind dan tidak menyertakan kontrol.

Albert dkk. di Seattle, Amerika, baru-baru ini melaporkanpenelitian yang di-disain dengan baik guna mempelajari efekmetil-prednisolon pada penyakit-penyakit paru obstruktifkronis. Pasien dimasukkan dalam penelitian ini bila ada buktiobstruksi kronis pada aliran udara (FEV -1-detik 60% ataukurang dari nilai yang diperkirakan). Pengukuran ini dilakukansetelah pemberian bronkhodilator dan pada waktu penyakitsecara klinik stabil, Sebelum dan sesudah percobaan dilakukanpenilaian obyektif berupa pemeriksaan spirometri serta pengu-kuran gas-gas darah dalam darah arteri. Pasien dengan riwayatasma atau bronkhospasme yang reversibel disingkirkan daripenelitian. Metil-prednisolon diberikan IV dalam dosis 0,5 mg/kgBB setiap 6 jam (kelompok kontrol diberi plasebo) disampingregimen standar berupa aminofilin IV, semprotan isoprote-renol, antibiotika dan oksigen. Dengan demikian perbedaanantara dua kelompok itu bukan disebabkan oleh bentukpengobatan rutin ini. Pasien-pasien secara acak dimasukkankedalam kelompok plasebo atau kelompok terapi, dan ditelitisecara double-blind selama 72 jam. Hasilnya : pada kelompokyang diobati dengan metil-prednisolon ternyata ditemukanperbaikan yang lebih besar pada FEV ( p< 0,001 ).

Ada beberapa mekanisme yang mungkin dapat menerang-kan adanya perbaikan faal paru setelah pemberian kortikos-teroid. Penekanan respons inflamasi dapat mengurangiobstruksi aliran udara. Kepekaan reseptor adrenergik-Beta 2

mungkin meningkat akibat efek steroid. Selain itu euforia-aki-bat-steroid boleh jadi mengakibatkan meningkatnya usahapernafasan. Kortikosteroid yang diberikan per-oral pun juga punya sifat-sifat di atas, maka mungkin dapat merupakanobat tambahan bagi pasien dengan bronkhitis kronis dan gejaladispnoe & batuk yang membandel, yang tetap ada meskipuntelah diberi fisioterapi dan bronkhodilator.

Pendekatan rasional dalam pengobatan bronkhitis kronisialah mengusahakan tercapainya reversibilitas maksimum dariobstruksi aliran udara dengan memberikan bronkhodilatordan fisioterapi. Bila ini gagal menghasilkan stabilisasi atauperbaikan, "pengobatan percobaan" dengan steroid bolehdicoba. Banyak dokter enggan menggunakan kortikosteroidkarena efek samping dan komplikasi yang diakibatkannya.

Tapi, karena komplikasi lebih banyak berkaitan dengan dosisdaripada lamanya pengobatan, kiranya boleh dicoba pem-berian prednisolon oral 25 — 30 mg per hari selama 2 — 4minggu. Selang waktu ini memungkinkan respons pengobatanterlihat dan biasanya belum menimbulkan efek samping yangberbahaya. Pengukuran obyektif secara teratur dengan spi-rometri, dengan atau tanpa bronkhodilator, dan penilaiantekanan gas-gas darah harus dilakukan selama percobaansteroid ini. Bila ada perbaikan obyektif, dosis harus diku-rangi perlahan-lahan sampai dosis terendah yang mampu mem-pertahankan perbaikan tsb.Tak adanya perbaikan obyektifmerupakan indikasi untuk menghentikan percobaan. Meski-pun hasil kerja Albert dkk ini menggembirakan, keputusanmemberikan steroid-percobaan harus dibuat dengan hati-hati dengan memperhatikan pasien-pasien secara individual.

Br Med J 1980; 281 : 1088

SIMPOSIUM/PANEL — FORUM KESEHATANOLAH RAGATanggal : 5 Desember 1981Tema : Pertimbangan segi Kesehatan

dalam usaha memasyarakat-kan olah raga.

Tempat : University Club UniversitasGadjah Mada, Bulaksumur,Yogyakarta.

Sekretariat : Bagian Ilmu Faal FakultasKedokteran U.G.M. Sekip U-tara, Yogyakarta.Telp. 88688 Psw 432.

Beaya pendaftaran : Rp. 5.000,— termasuk untukfasilitas peserta berupa maka-lah.

SIMPOSIUM DARURAT PARUTanggal : 27 Februari 1982Topik : Hemoptisis, Pneumotoraks,

Status Asmatikus, Terapi Ok-sigen, Aspirasi Benda Asing,Tenggelam, Pleural Effusion.

Tempat : Hotel Borobudur Interconti-nental, Jakarta.

Sekretariat : IDPI Cabang Jakarta, Unit Pa-ru RS Persahabatan, Rawama-ngun, Jakarta Timur.Telp. 481708 Psw 56.

Beaya pendaftaran : Rp. 5.000,

KONGRES KE VI PERHIMPUNAN BEDAH ANAKASIATanggal 25 — 28 Februari 1982Topik Panel, Symposia.Tempat Bali Hyatt Hotel, Pantai Sanur

Bali.Seketariat Bagian Bedah RS Cipto Ma-

ngunkusumo, Jl. Diponegoro71, Jakarta Pusat.

Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981 39

Page 41: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

Kedokteran & Penerbangan

Pengenalan Ilmu KesehatanPenerbangan dan Ruang Angkasa

dr. SukardjiLaboratorium Aerofisiologi

LAKESPRA Saryan to, Jakarta.

PENDAHULUANIlmu kesehatan penerbangan sebenarnya adalah suatu ilmu

yang merupakan cabang dari Ilmu Kesehatan. Ilmu ini telahlama berkembang di dunia internasional. Pada negara-negarabesar ilmu ini dapat berkembang dengan pesat disebabkanoleh ketekunan para ahlinya dalam melakukan kegiatan pe-nelitian. Ilmu ini mula-mula diberi nama ilmu kesehatanpenerbangan (Aviation medicine) karena yang ditanganihanya bidang penerbangan biasa. Sejak pertengahan abad ini,dimana manusia mulai ingin menjamah ruang angkasa, makaatas jerih payah para ahli kesehatan penerbangan, ilmu ke-sehatan penerbangan ini mencakup kesehatan penerbanganruang angkasa, dan namanya pun berubah jadi ilmu kesehatanpenerbangan dan ruang angkasa (Aerospace medicine).

Walaupun di dunia internasional ilmu ini berkembangdengan pesat tetapi di Indonesia ilmu ini belum banyak di-kenal orang. Bahkan mula-mula orang menduga bahwa ilmuini hanya bagian kecil dari ilmu faal. Kemudian ada lagi yangberpendapat bahwa ilmu ini adalah bagian dari Hyperkes.

Oleh karena kurangnya dikenal orang maka perkembanganilmu ini di Indonesia pun agak tersendat-sendat. Sekarangsudah waktunya bagi kita para "penggemar " ilmu ini untukmemperkenalkan ilmu ini kepada khalayak yang lebih luas.Pepatah menyatakan : "Tidak dikenal maka tak sayang" .Disini sengaja kami gunakan istilah "penggemar " dan bukan"ahli, karena kata "ahli" akan menyakitkan telinga para

dokter ahli di Indonesia. Disamping itu penulis juga belumberhasil mendapatkan definisi yang tepat untuk kata "ahli" ini.

BatasanPerlu ditentukan terlebih dahulu batasan-batasan pembahas-

an dalam tulisan pengenalan ilmu kesehatan penerbangan danruang angkasa ini agar pembahasan kita tidak berlarut-larut.

Yang dibahas dalam pengenalan ilmu kesehatan penerbang-an dan ruang angkasa di sini hanya sekedar pengenalan secaragaris besar saja dan bukan membahas ilmu itu secara lengkapdan terperinci.

Didalam pembahasan akan dijumpai kata-kata yang mung-kin agak asing antara lain :

• Aviation medicine.— Istilah ini diartikan untuk ilmu ke-sehatan. yang menangani masalah pengaruh penerbanganpada manusia dan cara-cara pencegahan serta pengobatan-nya.

• Aerospace medicine.— Istilah ini sama dengan aviationmedicine hanya lebih luas karena mencakup kesehatanruang angkasa.

• Flight Surgeon.— Istilah ini dipakai pada seorang dokteryang telah lulus kursus ilmu kesehatan penerbangan.

• Advance Flight Surgeon.— Istilah ini diberikan kepadaFlight Surgeon yang telah menyelesaikan kursus lanjutan.Istilah-istilah yang lain akan muncul dalam tulisan iniadalah istilah yang biasa digunakan dalam ilmu kedokteranumumnya.

Perkembangan di Dunia LuarKalau ditanyakan bilamana ilmu kesehatan penerbangan

dan ruang angkasa itu lahir, maka jawabannya sangat sulit.Tiap-tiap negara memiliki corak perkembangannya sendiri-sendiri. Ilmu tentang pengaruh ketinggian terhadap faal tubuhtelah lama dipelajari orang di dataran Eropa dengan cara pen-dakian-pendakian gunung. Pada akhir abad ke 18 manusiamulai melakukan penerbangan dengan baloon terutama diEropa. Dengan penerbangan baloon inilah mulai orang mem-pelajari pengaruh buruk penerbangan pada tubuh manusiadan mencari cara-cara untuk melindunginya. Saat inilah kira-kira dapat dianggap sebagai saat lahirnya ilmu kesehatanpenerbangan. Ilmu ini makin berkembang setelah diciptakanpesawat udara pada abad ke 20. Sedang pada pertengahanabad ke 20 ilmu ini telah berkembang dari ilmu kesehatanpenerbangan (aviation medicine) menjadi ilmu kesehatanpenerbangan dan ruang angkasa (Aerospace medicine). DiAmerika Serikat sendiri ilmu kesehatan penerbangan ini mulaiberkembang pada tahun 1916 dimana telah dibentuk timkesehatan yang menangani seleksi calon penerbang. Sejak iniilmu kesehatan penerbangan di negara ini maju dengan pesat.Bahkan sekarang telah menjadi negara yang paling maju dibidang kesehatan ruang angkasa.

40 Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981

Page 42: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

Di negara-negara lain seperti Amerika Selatan, Afrika, Asiadan Australia pengembangan ilmu kesehatan penerbangan danruang angkasa ini cukup memuaskan. Bahkan di Taiwan telahada yang merintis memasukkan peranan akupunktur dalamilmu kesehatan penerbangan. Hal ini semua disebabkan karenanegara-negara tersebut memahami faedah ilmu kesehatanpenerbangan dan ruang angkasa, sehingga ilmu dapat ber-kembang dengan suburnya.

Perkembangan di IndonesiaIlmu kesehatan penerbangan sebenarnya telah masuk di

Indonesia sejak jaman penjajahan Belanda dahulu. Hal initerbukti dari adanya peninggalan Decompression Chamber diBandung. Ilmu ini dibawa oleh ahli-ahli kesehatan penerbang-an dari negara Belanda, hanya sayang tidak disebarluaskan diIndonesia ini. Walaupun beberapa tenaga ahli mereka pernahmengadakan kegiatan penelitian di Bandung Ilmu kesehatanpenerbangan ini hilang dari peredaran di Indonesia sejak jamanJepang sampai tahun 1950. Setelah penyerahan kedaulatantahun 1950 maka ilmu ini mulai dirintis lagi.

Tokoh-tokoh waktu itu adalah almarhum dr. Hardjolukitoalmarhum dr. Saryanto, almarhum dr. Salamun dan sebagai-nya. Ilmu ini berkembang di Indonesia sangat lamban. Hal inidikarenakan kurangnya animo untuk mempelajari cabang ilmuini, atau mungkin karena ilmu ini tidak dapat menghasilkan" income" tambahan seperti cabang-cabang ilmu kesehatanyang lainnya. Dua orang tokoh di luar TNI—AU yang turutmenggemari ilmu kesehatan penerbangan dan ruang angkasaadalah Prof. Sutarman dan Prof. Said dari bagian ilmu faalFakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kedua tokoh inidengan tekun mengumpulkan kepustakaan-kepustakaan daribeberapa sumber di luar negeri termasuk dari NASA.

Pada permulaan pertumbuhan ilmu kesehatan penerbangandan ruang angkasa ini, Indonesia banyak mengirim dokter-dokternya untuk belajar ke luar negeri yaitu Rusia, Amerika,Yugoslavia dan Australia. Pada tahun tujuh puluhan ini mulaidirintis pendidikan dalam negeri. Sampai saat ini telah dididik6 angkatan flight surgeon. Disamping itu kegiatan penelitiandi bidang kesehatan penerbangan juga sudah mulai digalakkan.

Prospek Masa DepanIlmu kesehatan penerbangan dan ruang angkasa, yang oleh

kalangan luas di Indonesia ini dianggap sebagian kecil dariilmu faal atau bagian dari hyperkes, sebenarnya tidak se-

dangkal ini. Ilmu ini memang mencakup ilmu faal dan kesehat-an kerja, atau istilah populer di kalangan penerbangan disebutkeamanan terbang. Tetapi disamping itu masih ada bidang lainseperti bidang patologi untuk identifikasi, bidang preventifmisalnya seleksi calon penerbang, bidang kuratif, rehabilitasi,human engineering dan sebagainya. Terlalu banyak untukdisebut satu persatu, yang perlu dipahami adalah bahwa ilmukesehatan penerbangan dan ruang angkasa sudah memilikicukup bobot untuk menyatakan diri sebagai cabang tersendiridari ilmu kedokteran. Ilmu ini cukup memiliki potensi yangbesar dan penuh daya tantangan-tantangan yang memerlukanjawaban. Dengan makin berkembangnya kegiatan penerbanganruang angkasa, maka mau tidak mau ilmu kesehatan dan ruangangkasa ini harus pula berkembang mengikutinya.

Di negara-negara maju ilmu ini sudah cukup ramai per-kembangannya. Hal ini dapat dilihat pada tiap kongres tahun-an dimana dibahas ratusan kertas kerja hasil penelitian mereka.

Kalau Indonesia sebagai negara yang sedang berkembangtidak ingin ketinggalan di bidang ilmu kesehatan penerbangandan ruang angkasa maka sudah waktunya kita bebenah diriuntuk lebih memperkenalkan ilmu ini kepada khalayak yanglebih luas disamping memonitor hasil-hasil penelitian dariluar negeri.

Selama ini yang telah dilakukan di Indonesia baru me-monitor hasil penelitian dari luar negeri, tetapi belum me-nyebarluaskan hasil monitor ini. Bila kita belum mengenalilmu kesehatan penerbangan dan ruang angkasa ini maka kitatidak dapat menghayati "Seni" nya. Tetapi bila kita terjunkedalamnya, maka akan terlihat betapa menariknya ilmu inidan betapa banyaknya tantangan-tantangan yang memerlukanjawaban.

PenutupSebagai usaha memperkenalkan ilmu kesehatan penerbang-

an di Indonesia ini, tulisan diatas sudah dipandang cukup.Pengupasannya sengaja hanya secara global dan tidak men-dalam karena dimaksudkan hanya sekedar ajakan untukmengenal ilmu kesehatan penerbangan dan ruang angkasa saja.Bila pembaca ingin mengetahui tentang ilmu ini sekarangsudah mulai banyak kepustakaan di Indonesia. Harapanpenulis semoga semakin banyak yang mengenal ilmu kesehatanpenerbangan dan ruang angkasa di Indonesia ini, sehingga akanmembantu perkembangan ilmu ini di masa mendatang.

KFPUSTAKAAN

1. AGARD Aeromedical panel. Anthropometry and human engineer-ing. London : Butterworths Scientific Publications, p. 39 — 74.,1955.

2.Geoffrey Dhenin. Aviation medicine. London : Tri-med booksLimited, 1978.

3. Link, Mae Mills, Hubert A Coleman. Medical Support of the Armyair forces in world war II. Washington D.0 : Office of SurgeonGeneral USAF. 1955.

4. Van Liere EJ, J Clifford Stickney. Hypoxia. Chicago and London :The University of Chicago Press; 1963.

Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981 41

Page 43: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

Problema Penglihatan pada Penerbangandengan Kecepatan Tinggi dan pada Ketinggian

dr. Hari Subagio Santosa

RSAU HaIim Perdanakusuma, Jakarta

PENDAHULUANBerbagai pengaruh akan dialami manusia pada penerbangan

karena adanya : perubahan tekanan udara, perubahan suhu,perubahan radiasi matahari/cosmos, percepatan, gerakan-gerakan mannouver, dsb, disamping pengaruh kejiwaan yangdialaminya pada waktu menjalankan tugas. Mata sebagai alatpenglihatan mendapat pengaruh-pengaruh juga, seperti halnyaorgan-organ lainnya dari tubuh manusia terutama dalam ke-adaan kecepatan tinggi dan dalam lingkungan ketinggian.Mata harus dapat ,menyesuaikan diri dalam keadaan danlingkungan tersebut, supaya tidak mengalami kesulitan-kesulit-an/kecelakaan.

Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan sedikit gambar-an mengenai problema-problema penglihatan yang dihadapioleh awak pesawat/penerbang terutama dalam keadaan kece-patan yang tinggi dan dalam lingkungan ketinggian.

KECEPATAN SUARA DAN AERODINAMIKANYA.Sebelum membicarakan topik ini perlu dibahas terlebihdahulu tentang pengertian kecepatan suara serta aerodinamika-nya. Kecepatan suara disebut juga 1 Mach. Kata Mach berasaldari nama seorang ahli fisika Austria yang menemukannya.Pada keadaan permukaan laut kecepatan suara kira-kira760 mph (mil per jam), berubah-ubah tergantung dari tekananudara, temperatur udara, kelembaban udara, dan lain-lain.Pada ketinggian 40.000 feet, kecepatan suara kira-kira 660mph.Batas-batas kecepatan pesawat sebagai adalah berikut :

Subsonic : sampai 0,8 MachTransonic : 0,8 Mach — 1,3 MachSupersonic : 1,3 Mach — 5,0 MachHypersonic : diatas 5,0 MachKarakteristik pesawat dengan kecepatan suara ialah adanya

gelombang kompresi di depan hidung pesawat. Di bawahkecepatan suara partikel-partikel udara dapat dipisahkan darilintasan gerakan pesawat, tetapi pada kecepatan 1 Machpartikel-pattikel udara tak sempat dipisahkan/disingkirkan danmulai menimbun di depan pesawat serta berbenturan satusama lain, menimbulkan gelombang kompresi di depan hidung

pesawat dengan tekanan & suhu yang tinggi. Gelombangkompresi inilah yang memungkinkan suara dipindahkan. Halini dapat menyebabkan distorsi penglihatan terhadap benda-benda yang ada di luar pesawat dari tempat sebenarnya.

Pembentukan gelombang kompresi pada kecepatan 1 Machlebih dahulu daripada gerakan pesawatnya sendiri. Mula-mulagelombang kompresi ini tak begitu padat, lama kelamaaandengan makin bertambahnya kecepatan, gelombang ini me-madat dan membentuk sudut yang makin lancip sehinggahidung pesawat sukar untuk menembus gelombang tersebut.Oleh sebab itu pesawat-pesawat didisain hidungnya meruncingguna menembus gelombang kompresi.

Aliran udara pada permukaan sayap berbeda sifatnya padasetiap perubahan besarnya kecepatan. Pada kecepatan tran-sonic (daerah perbatasan kecepatan suara) terjadilah percam-puran dua macam aliran udara yang bertumbukan satu sama-lain. Pesawat disebut menembus sonic-barrier dan menimbul-kan suara sonic-boom. Akhir-akhir ini pesawat di disainsedemikian rupa sehingga mengurangi terjadinya sonic-boom.

KEMAMPUAN PENGLIHATAN (VISIBILITY)Visibility atau kemampuan penglihatan pada siang hari darisuatu benda tergantung pada :(a) besarnya sudut dari benda(b) jumlah dan arah sinar dari benda(c) kontras antara benda dan latar belakangnya(d) lamanya melihat(e) kemampuan retina untuk adaptasi(f) kondisi atmosfer yang memisahkan antara benda yang

dilihat dan orang yang melihat.

Visibility meningkat apabila, sudut penglihatan dari bendamembesar, penerangan cukup, kontras, cukup lama melihat,adaptasi retina baik, tak ada awan atau kurangnya awan.Visibility menurun apabila salah satu atau beberapa hal yangdisebutkan di atas menurun, kecuali bila salah satu faktordiatas dapat dikompensasikan oleh yang lain. Misalnya bendayang terlihat kecil dan visibility di bawah nilai ambang, masihbisa dilihat bila penerangannya ditambah atau menambahkontras antara benda dan latar belakang, dan seterusnya.

42 Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981

Page 44: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

PROBLEMA—PROBLEMA PENGLIHATAN

Pengaruh dari kaca depan kanopi

Untuk melakukan penerbangan dengan kecepatan super-sonic maka pesawat harus bebas dari projektif-projektif yangdatangnya dari arah depan. Untuk ini permukaan kaca / plasticyang transparan sebelah depan canopy (windshield) dimiring-kan supaya tidak menimbulkan drag. Sebaiknya sudut kemi-ringan < 70 derajat. Ini tak merubah ketajaman penglihatanatau depth perception, bila distorsi penyimpangan kurangdari 3 menit.

Distorsi adalah deviasi relatif diantara sejumlah cahayayang dibiaskan. Distorsi dapat disebabkan oleh :— akibat gelombang kompresi udara (shock wave) karena

kecepatan tinggi.— kesalahan lensa sunglass & goggels (kaca pelindung).—kesalahan panel transparan yang digunakan pada pesawat

termasuk windshield dari canopy.Akibat distorsi ini kemampuan melihat melemah, sehinggamembahayakan penerbangan. Untuk ini maka peralatan-peralatan yang menyebabkan distorsi dibuat sedemikianrupa, sehingga distorsi yang terjadi penyimpangannya tidaklebih dari 3 menit.

Efek visual akibat gelombang kompresi.

Udara dalam keadaan gelombang kompresi (shock wave)merupakan semacam lensa padat yang menimbulkan deviasisinar-sinar yang terlihat dan mengakibatkan obyek-obyekterlihat pindah dari posisi yang sebenarnya (distorsi). (lihatgambar). Keadaan semacam ini terdapat pada kecepatan1 Mach — 4Mach dan tidak terdapat pada kurang dari 1 Mach.Aliran udara dalam keadaan gelombang kompresi ini tak selalumutlak homogen dan mungkin juga timbul efek kerutan yangringan seperti terlihat pada gelombang panas.

GAMBAR 1 : Efek visual gelombang kompresi

Lag of vision

Waktu yang dibutuhkan mulai adanya suatu obyek/sinarsampai mata bisa melihat, dapat dibagi dalam 2 kelompok :(a) Waktu yang dibutuhkan sinar untuk mencapai mata. Oleh

karena kecepatan sinar sangat cepat, maka hal ini takpenting (Diabaikan).

(b) Waktu yang dibutuhkan untuk proses penglihatan di matadan otak. Hal ini sangat penting terutama dihubungkandengan jarak yang telah ditempuh selama proses ini padakecepatan supersonic.

Lag of vision adalah waktu yang dibutuhkan seorang pener-bang mulai saat melihat pesawat lain sampai mengambiltindakan untuk mengubah arah pesawatnya guna menghindari-nya kecelakaan.Dibawah ini digambarkan waktu yang dibutuhkan penerbangmelihat pesawat lain dan mengambil tindakan untuk meng-ubah arah sampai pesawat berubah arahnya.

1.

2.

3.

4.

Proses

Gambaran yang jatuh dari pe-rifer retina sampai centralretina ( difokuskan ), tetapibelum disadari.

Disadarinyagambaranolehotak.

Keputusan penerbang yang ha-rus dilakukan.

Menjalankan alat kontrol.

Waktu yang dibutuhkan

0,40

0,65 — 1,50 detik(rata-rata 1 detik)

2,00 detik

0,40 detik

2,005. Kelambanan mekanik pesawat

sampai pesawat berubah.

Jumlah : 5,80 detik

Pada waktu 5,80 detik ini pesawat dengan kecepatan super-sonic telah menempuh jarak ± 6 km, sehingga untuk meng-hindari tabrakan jarak minimal yang dibutuhkan harus2 x 6 km = 12 km. Angka ini diambil dari kecepatan pesawatX — 15 yang dapat mencapai kecepatan 3153 ft/detik.Pada pesawat mutakhir sudah digunakan alat-alat elektronikuntuk mendeteksi obyek/pesawat lain sebelum mata me-nyadarinya, maka tindakan untuk merobah arah pesawatsecara dini bisa dilaksanakan.

Pengaruh hipoksiaSampai ke ketinggian 10.000 ft, penglihatan pada siang hari

tak terganggu. Tapi untuk terbang malam, pada ketinggian5000 ft adaptasi gelap mulai terganggu.

Makin tinggi makin besar pengaruh hipoksia. Dan ketinggian25.000 ft ke atas disebut juga lethal altitude zone. Pada ke-tinggian ini sirkulasi sudah kolaps dan kesadaran hilang bila

tak diberi oksigen tambahan.

Pengaruh akselerasiEfeknya tergantung masing-masing individu. Umumnya dengancukup latihan, pada akselerasi 6G baru terjadi black-out.Akselerasi dapat terjadi akibat gaya sentrifugal waktu pesawatmembelok dengan memutar. Hubungan antara kecepatanwaktu membelok dan diameter belokan sehingga didapatakselerasi 6G adalah sbb :

Kecepatan Diameter

250 mph 686 ft500 mph 2.740 ft750 mph 6.170 ft

1.000 mph 11.130 ft1.500 mph 25.070 ft2.000 mph 44.530 ft

Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981 43

Page 45: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

terjadi

Demikianlah dengan kecepatan 2.000 mph pilot tak dapatmembelok bila diameter kurang dari 44.530 ft (18 mile).la akan black-out bila memaksakan memutar tanpa protektif.Dalam mengatasi gaya tsb. ada 3 metoda yang diusulkan un-tuk proteksi terhadap gaya yang arahnya dari kepala ketempat duduk:

• merubah tempat duduk menjadi terlentang(supine position)bila ada gaya sentrifugal yang besar. (dilakukan secaraotomatis).

• menggunakan G suit dan melakukan M1/L1 mannouver.• meletakkan posisi pilot dalam keadaan prone position.

Dengan ini dapat ditolerir ± 12 G, sebelum pernafasan jadisesak.

G—negatif.— Dalam praktek sedikit sekali mannouver meng-hendaki G negatife. Bahkan dengan -1 G sudah tak enak.Pada keadaan ini darah dipompa dari kaki ke kepala. Toleransihanya -3 G, dan akan terjadi :

pusing yang hebat, bila lebih dari 2 detik sebab terkumpuldarah di kepala.

"red out " : kelopak mata penuh darah, bila melihatjadi merah.

Efek space myopia (Empty visual field)Pada ketinggian di atas 30.000 ft penerbang bisa mengalamimiopia fisiologik akibat kekosongan angkasa. Secara normalmusculus ciliare menyesuaikan diri seperti dalam keadaanistirahat. Pada keadaan ini penerbang yang emetropia, olehkarena reflex akomodasi menghasilkan 0,5 - 2,0 Dioptri.(Mungkin khusus untuk terbang tinggi lebih baik dipilihpenerbang dengan hipermetropia ringan sehingga pada ke-tinggian lebih dari 10 km akan menjadi emetropia).Apabila ada obyek/pesawat lain, maka gambarannya tidaksejelas seperti di bumi, oleh karena adanya miopia fisiologikdan adanya tendensi tanpa disadari oleh penerbang untukmemfokus obyek yang dilihatnya lebih dekat dari obyektersebut. Akibatnya gambarannya menjadi kabur. Untukmengatasi ini diusahakan melihat lebih jauh dari pesawat yangingin dilihat sehingga penglihatan menjadi normal kembali.

Sky searchDalam penerbangan diperlukan ketajaman penglihatan yang

baik. Terutama pada siang hari, yang memegang perananadalah sel-sel kerucut retina di daerah fovea yang sensitifterhadap warna. Pada keadaan biasa untuk melihat denganjelas maka obyek harus dilihat secara langsung, berarti mataharus dirotasikan sedemikian rupa sehingga gambaran obyektersebut tepat jatuh di daerah fovea.

Dengan kenyataan ini pilot dalam pertempuran harusmembagi-bagikan kepekaan penglihatannya, ini merupakanhandicap apalagi berada di daerah ruangan yang bersih/kosong.

Untuk keselamatan dirinya, maka ia perlu mendeteksipesawat musuh secepat mungkin dengan memandang terusmenerus dengan teliti dan memfokuskan agar bayanganpesawat musuh tepat jatuh di retina. Dari penyelidikan ter-nyata bahwa bila mata bergerak ke sana kemari (saccadic eyemovement) maka gambaran yang terdapat di retina menjadikabur. Untuk mengatasi ini penerbang bila memandang harus

mengusahakan agar gerakan mata teratur dan efisien, janganmelakukan gerakan mata ke sana kemari yang tidak tentu.

Pengaruh sinar matahari : kesilauan.

Personil Angkatan Udara yang diexpose pada kondisi penyinar-an yang tajam seperti matahari, perlu dan harus menggunakanfilter/pelindung dari sinar matahari.Pemantulan sinar matahari pada air, awan atau penyinaransecara langsung akan menyebabkan silau. Ini terutama terjadipada penerbangan di atas 40.000 feet dimana awan terbalikletaknya, jauh dibawah/kearah kaki, sedang partikel-partikeldebu dan uap air pada ketinggian ini sangat sedikit. Semua itumenyebabkan sinar matahari tanpa pantulan-pantulan samasekali sehingga langit di atas kepala sangat gelap, sebaliknyakesilauan dari arah bawah. Bayangan benda-benda dalamcockpit yang biasanya terdapat di bawah benda menjaditerbalik, bayangan menjadi di atas benda tersebut. Ini ditam-bah intensitas sinar ultra violet yang tinggi, menyebabkansilau yang hebat dan pembacaan panel instrumen lebih sukar.Dalam waktu yang lama dapat menyebabkan mata berair,foto-fobia, bahkan kebutaan yang temporer. Cara mengatursistem penerangan dalam cockpit dan mengatasi kesilauantidaklah mudah :— canopy pesawat harus dibuat dari bahan-bahan khusus.— pada helmet penerbang dipasang filter/sunglass.— instrumen diberi penyinaran yang berwarna putih.

Pengaruh-pengaruh lainSinar ultraviolet dan inframerah menimbulkan masalah

tersendiri. Untuk mengatasi pengaruh sinar-sinar tsb. diperlu-kan kaca mata (sun-glass) yang didisain secara khusus.

Kecepatan tinggi dapat menimbulkan panas pada permuka-an pesawat, dapat mencapai lebih dari 600OC . Ini dapat ber-pengaruh terhadap mata dan alat-alat tubuh lain. Cara meng-atasinya merupakan masalah engineering.

Pada penerbangan malam hari, timbul masalah akibatketajaman penglihatan yang lemah dan, perlunya adaptasigelap. Cara-cara mengatasinya tidak dibicarakan di sini.

KEPUSTAKAAN

1. Air Force Pamphlet 161—16. Principles & Problems of Vision.Department of The Air Force; Washington 1968.

2. Brenhan DH. Vision in Flight; Aviation Medicine Physical &Human Factor First Edition; Trimed Books Limited, London1978, p.504.

3. Gresty ME et al. Perception of Visual environment DuringSaccadic Eye Movement. Aviation & Space Medicine, 47 (9) :991 — 992 ; 1972.

4. Whiteside MD et al. The Problems of Vision in Flight at HighAltitude. First Edition; Page Bros, Norway 1957.

44 Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981

Page 46: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

Trapped Gas padaPenerbangan yang Tinggi

dr. Gilbert SupartonoLanu Palembang

PENDAHULUAN

Pada dasamya manusia merupakan suatu makhluk daratan,yang sudah menyesuaikan diri dengan kehidupan di daratan.Maka situasi kehidupan diudara (suatu penerbangan) tentumerupakan hal yang asing/aneh, sehingga akan mengakibatkanstress bagi yang bersangkutan. Disamping itu suatu penerbang-an mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan keadaandi sekitar tubuh antara lain perubahan tekanan udara yang.dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh manusia.

Bumi diselubungi oleh udara yang disebut Atmosfer Bumi.Atmosfer itu terbentang mulai dari permukaan Bumi sampaikeketinggian 3000 km (1). Udara tersebut mempunyai massa,dan berat lapisan udara ini akan menimbulkan suatu tekananyang disebut tekanan udara.

Makin tinggi lokasi semakin renggang udaranya, berartisemakin kecil tekanan udaranya. Sehingga pinggiran AtmosferBumi tersebut akan berakhir dengan suatu keadaan hampaudara. Lihat Tabel 1.

Tabel 1.- Tekanan udara pada ketinggian tertentu 2

Ketinggian. Tekanan udara.

0 km. 1 Atm.16 Km. 0,1 Atm.31 Km. 0,01 Atm.48 Km. 0,001 Atm.64 Km. 0,0001 Atm .

Dalam suatu penerbangan seseorang akan mengalami per-ubahan ketinggian yang mengakibatkan terjadinya perubahantekanan udara disekitarnya. Tekanan udara tersebut akanmenurun pada saat naik/ascend, dan akan meninggi biladescend. Perubahan-perubahan tekanan pada tubuh manusiaseperti itu dapat membawa pengaruh buruk, yang oleh H.F.Adler disebut sebagai dysbarism (3). Etiologi dysbarism inidapat dibagi atas 2 bagian : (i) Trapped gas (akibat pengem-bangan gas), dan (ii) Evolved gas (akibat penguapan gas).

Tulisan ini akan membahas dysbarism akibat pengembangangas (trapped gas).

TRAPPED GAS

Menurut definisi, dysbarism akibat trapped gas adalahkelainan/gangguan pada rongga tubuh akibat terjadinya

perubahan tekanan udara disekitar tubuh yang menimbulkantekanan/penghisapan terhadap mukosa di dinding ronggatubuh tersebut.

Ada bagian-bagian tubuh yang berbentuk seperti rongga,misalnya : cavum tympani, sinus paranasalis, gigi yang rusak,tractus digestivus dan tractus respiratorius. Pada penerbangan,sesuai dengan Hukum Boyle yang mengatakan bahwa volumegas berbanding terbalik dengan tekanannya, maka pada saattekanan udara di sekitar tubuh menurun/meninggi, terjadiperbedaan tekanan udara antara di rongga tubuh dengan diluar, sehingga terjadi penekanan/penghisapan terhadap mukosadinding rongga dengan segala akibatnya. Apa sebenarnyayang terjadi di rongga-rongga tubuh tersebut ?

AKIBAT PADA TELINGA

Telinga dibagi atas tiga bagian, yaitu : telinga luar, telingatengah dan telinga dalam. Yang sering menderita akibattrapped gas adalah bagian telinga luar dan telinga tengah.Prosentase kejadian : 7,86%.

Kelainan di telinga terjadi karena ketidakmampuan dalammenyesuaikan perubahan tekanan. Hal ini dapat diperberatoleh adanya gangguan pada muara tuba Eustachii, misalnyapenyakit tractus respiratorius bagian atas.

Trapped gas dapat mengakibatkan :• Barotalgia : rasa sakit yang ringan pada telinga tengah.• Barotitis media : rasa sakit pada telinga tengah yang disertai

adanya inflamasi. Barotitis media ini ada yang akut dankronis.

• Barotitis externa : kelainan pada telinga luar berbentukinflamasi dan/atau pecahnya membrana tympani.

• Tull barotrauma : Ketulian karena membrana tympaniteregang, hingga kemampuannya untuk bergetar/digetarkanberkurang. Ketulian ini sifatnya sementara, tetapi bilabarotraumanya sering/berulang-ulang dapat menjadi per-manen.

Patofisiologi

Telinga tengah merupakan suatu rongga tulang denganhanya satu penghubung ke dunia luar, yaitu melalui tubaEustachii. Tuba ini biasanya selalu tertutup dan hanya akanmembuka pada waktu menelan, menguap, Valsava maneuver.Valsava maneuver dilakukan dengan menutup mulut danhidung, lalu meniup dengan kuat. Dengan demikian tekanan

Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981 45

Page 47: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

GAMBAR 1 : Posisi muara tuba

di dalam pharynx akan meningkat sehingga muara dapatterbuka.

Dari skema disamping ini dapat dilihat bahwa ujung tubadi bagian telinga tengah akan selalu terbuka, karena terdiri darimassa yang keras/tulang. Sebaliknya ujung tuba di bagianpharynx akan selalu tertutup karena terdiri dari jaringan lunak,yaitu mukosa pharynx yang sewaktu-waktu akan terbuka disaat menelan. Perbedaan anatomi antara kedua ujung tuba inimengakibatkan udara lebih mudah mengalir keluar daripadamasuk kedalam cavum tympani. Hal inilah yang menyebabkankejadian barotitis lebih banyak dialami pada saat menurundaripada saat naik.

GAMBAR 2 : Penampang telinga luar, tengah & dalam

Tergantung pada besamya perbedaan tekanan, maka dapatterjadi hanya rasa sakit (karena teregangnya membrana Tym-pani) atau sampai pecahnya membrana Tympani. Lihat Tabel2 dan 3.

Tabel 2.— Tekanan di cavum tympani lebih besar daripada diluar.

Beda tekananmmHg Gejala-gejalanya

Plus 3Plus 10Plus 15

— 5— 15— 30

Rasa penuh.Rasa penuh yang nyata, pendengaran berkurang.Rasa tidak enak dan tinnitus (suara berdesis/me-raung/letusan). Rasa sakit dan vertigo.Rasa sakit, vertigo, tinnitus meningkat.Plus 30/lebih

Tabel 3.— Tekanan di cavum tympani lebih kecil daripada diluar.

Beda tekananmmHg

Gejala-gejalanya

Minus 3Minus 10Minus 15

— 5— 15— 30

Sama dengan yang diatas

Minus 60 Rasa sakit berat, tinnitus dan nausea

Minus 60 — 80 Rasa sakit yang hebat menjalar ke daerah temporal,glandula parotis, pipi.Ketulian, vertigo dan tinnitus meningkat, tapitinnitus dapat menghilang.

Minus 1000-500 Membrana tympani pecah.

Disamping perbedaan tekanan, ada faktor lain yang perludiperhatikan. Bila seseorang awak pesawat sedang tidur, makadia akan menelan sekali dalam 5 — 7 menit, sedang bila dalamkeadaan bangun, dia akan menelan beberapa kali dalam satumenit. Jadi dalam keadaan bangun reflex menelan masih me-mungkinkan untuk mencapai keseimbangan tekanan daripadasewaktu tidur.

Pencegahan dan pengobatan.Pencegahan lebih baik daripada pengobatan. Yang dianjur-

kan adalah : (a) membatasi kecepatan naik/turun sesuaidengan kemampuan masing-masing. Normal kira-kira antara4000 — 6000 ft/menit. (b) Usahakan agar muara tuba seringterbuka, sehingga setiap kali terjadi perubahan tekanan udaradi sekitar tubuh segera dicapai kembali keseimbangan tekanan.Caranya ialah dengan menguap, menelan, atau melakukanValsava maneuver. (c) Melarang orang yang sakit (misal : sakitsaluran nafas bagian atas) untuk melakukan penerbangan.

Peringatan : Jangan terbang bila anda pilek atau sakit tenggo-rokan.

Pengobatan dilakukan bila barotitis telah terjadi. Bilaringan, lakukanlah Valsava maneuver. Bila tetap tidak mausembuh, maka pesawat dikembalikan (bila sedang terbangnaik, kembali ke bawah; bila sedang terbang turun, kembalinaik ke atas). Kalau sampai ruptura membrana tympani,diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi, lalu di konsulkanke spesialis THT. Lain-lainnya hanya simtoniatik saja.

46 Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981

Page 48: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

KELAINAN PADA SINUS PARANASALISRongga tubuh yang lain yang sering mendapat gangguan

akibat adanya perbedaan tekanan antara di dalam rongga dansekitar tubuh adalah sinus paranasalis. Dinding sinus ini di-lapisi mukosa dan muaranya pada cavum nasi. Ada 4 buahsinus pada tubuh kita, tapi yang sering terganggu adalah 2buah, yaitu sinus maxilaris dan sinus frontalis, sedang yang2 buah lagi, yaitu sinus ethmoidalis dan sinus sphenoidalisjarang terganggu. Kelainan di sinus-sinus ini disebut : Baro-sinusitis. Prosentase kejadiannya kira-kira 1,17 — 1,5%.

Patofisiologi

Sinus paranasalis bermuara di rongga hidung. Lubang muaratersebut relatif sempit. Dinding rongga sinus ini dilapisi olehmukosa dan selalu dalam keadaan basah, maka di dalam ronggasinus itu selalu ada uap air yang jenuh.

Karena cara terjadinya serangan pada semua sinus adalahsama saja, maka akan diterangkan salah satunya saja, yaitupada sinus maxilaris. Sekarang mari kita lihat apa yang terjadipada saat pesawat naik. Sewaktu di permukaan laut, tekananudara di sinus maxilaris sama dengan di rongga hidung/di udaraluar sekitar tubuh, yaitu 760 mmHg. Bila kemudian orang inikita bawa ke ketinggian tertentu, misalnya 5,5 km, dimanatekanan udara kira-kira 1/2 Atm, maka akan terjadi perbedaantekanan di dalam rongga sinus dan di rongga hidung. Bilakecepatan naiknya secara perlahan-lahan, perbedaan tekanantersebut akan dapat diatasi dengan adanya aliran udara darirongga sinus ke rongga hidung. Tetapi bila kecepatan naik daripesawat demikian besar, maka mengingat sempitnya lubangmuara sinus itu, aliran udara yang terjadi tidak akan dapatmencapai keseimbangan tekanan, berarti tekanan di dalamrongga sinus lebih tinggi daripada di rongga hidung, denganakibat terjadinya penekanan terhadap mukosa sinus. Inilahyang mengakibatkan timbulnya rasa sakit dan inflamasi, yangdisebut Barosinusitis. Hal yang sebaliknya akan terjadi padawaktu pesawat menurun.

Dari penjelasan diatas ternyata bahwa besarnya lubangmuara sinus turut menentukan proses terjadinya barosinusitis.Semakin kecil muara sinus itu, makin besar kemungkinanterjadinya barosinusitis. Jadi pada seseorang yang menderita sakit di saluran pernafasan bagian atas, pembengkakan/penebalan mukosa mengakibatkan penyempitan muara sinus,sehingga akan mengalami kesulitan dalam mencapai kese-imbangan tekanan.

Mengenai prosentase kejadian sewaktu naik/turun, Adlerberpendapat bahwa prosentase waktu turun lebih besar dari-

GAMBAR 3 : Muara sinus yang rata (kiri) dan yang seperti bibir(kanan)

pada waktu naik. Sebenarnya hal ini tergantung pada bentukmukosa di muara sinus tersebut. Pada orang normal muaraini terbuka rata. Sedang pada beberapa orang mukosa di muarasinus itu berbentuk seperti bibir, maka hal ini akan meng-akibatkan aliran udara cenderung untuk lebih mudah keluardaripada memasuki rongga sinus. Dalam kondisi seperti iniprosentase barosinustitis akan lebih besar pada waktu pesawatmenurun daripada waktu naik.

Pencegahan dan PengobatanPencegahan dan pengobatan sama saja dengan yang di-

laksanakan pada barotitis, karena seperti telah dijelaskan diatas, proses terjadinya juga sama.

KELAINAN PADA GIGIBarodontalgia adalah rasa sakit pada gigi yang terjadi di ketinggian (pada waktu penerbangan). Insidensinya 1,6%.

Keadaan ini mulai dikenal sejak zaman Perang Dunia ke II.Pada saat itu disangka merupakan suatu fenomena baru dibidang Kesehatan Penerbangan. Ternyata setelah dilakukanpenyelidikan yang mendalam, diketahuilah bahwa kelainanitu adalah suatu penyakit gigi biasa, yaitu pulpitis latent.

GAMBAR 4 : Caries dentis

Faktor predisposisi lain adalah pembuatan tambalan gigiyang tidak benar/kurang rapi, sehingga di antara gigi dantambalannya terjadi rongga/ruangan yang berisi udara. Ataudalam proses kerusakan gigi dapat jadi pembentukan gas-gaspembusuk (periapical abscess). Semua faktor predisposisi yangditerangkan diatas (radang, udara yang terkurang dan gas hasilproses pembusukan) belum mencapai jaringan syaraf/pulpa.Hal inilah yang menyebabkan orang yang bersangkutan belummenyadari adanya kelainan di giginya. Tetapi kondisi sepertiitu merupakan keadaan yang sangat sensitif terhadap per-ubahan-perubahan yang dialami tubuh dalam penerbangan.Perubahan-perubahan disekitar/yang dialami tubuh yangdapat merangsang kelainan di gigi itu adalah :(a) Suhu.— Semakin tinggi lokasi maka suhu akan semakindingin (faktor pencetus) sampai pada daerah isothermallayer dimana suhu relatif tetap pada -55 derajat celcius.(b) Tekanan udara.— Pengembangan udara/gas mengakibatkantekanan terhadap pulpa dan menimbulkan rasa sakit.

Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981 47

Page 49: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

(c) G. Force.— baik G positif maupun G negatif akan meng-akibatkan suatu keadaan yang merangsang faktor predisposisi.Pada G positif terjadi pengumpulan cairan darah kearahbagian bawah dari tubuh, sehingga di bagian atas dari tubuhtermasuk gigi akan kekurangan darah. Sebaliknya bila Gnegatif, terjadi pengumpulan darah di bagian atas dari tubuhtermasuk gigi.Nah, kondisi kekurangan darah/kelebihan darah ini bisa me-rangsang faktor predisposisi, sehingga mengakibatkan rasasakit.(d) Emboli udara.— Terjadinya pada daerah persyarafan di gigiyang sakit, sehingga perubahan tekanan yang kecil saja sudahdapat mengakibatkan rasa sakit pada gigi tersebut, baik padawaktu naik/turun. Tetapi cenderung lebih sering terjadi padawaktu naik, karena efek penekanan lebih spontan daripadaefek pengisapan.

KELAINAN PADA ABDOMEN

Tr. digestivus sepanjang tubuh antara mulut dan anus,biasanya dalam keadaan tertutup, hanya sekali-sekali terbukapada saat sendawa/flatus. Tr. digestivus biasanya mengandungudara yang banyaknya kira-kira 1 liter dan merupakan gasyang basah, terdiri dari nitrogen (sebagian besar), oksigen CO2 ,H2S, hidrogen, dan methana.

PatofisiologiDisini terjadinya keluhan hanya akibat pengembangan gas saja,jadi karena menurunnya tekanan udara di sekitar tubuh.Pada saat penerbangan naik, maka tr. digestivus akan mem-besar, mengakibatkan gejala-gejala :(a) Rasa tidak enak sampai pingsan(b) Kembung pada 15.000 — 20.000 ft.(c) Rasa sakit hebat pada 25.000 ft.(d) Cramp perut pada 30.000 — 35.000 ft.(e) Karena diafragma terdorong ke atas maka nafas menjadi

sukar dan dangkal.Berat ringannya gejala juga dipengaruhi oleh kepekaan

seseorang, dan kemampuannya untuk mengeluarkan kelebihantekanan melalui mulut (sendawa) dan melalui anus (flatus).

Bila kita naik keketinggian 5,5 Km, dimana tekanan kira-kira 1/2 atm., dan bila orang tersebut tidak dapat melepaskankelebihan tekanan dari abdomennya, maka menurut hukumBoyle : volume akan jadi dua kali lipat. Ini pada gas yangkering. Pada gas yang basah pengembangannya akan lebihbesar, karena ada faktor uap air yang dalam hal ini tetaptekanannya (47 mmHg) selama suhu tubuh tetap konstan.Lihat Tabel 4.

Sumber gas-gas tersebut sebagian besar dari udara yangtertelan, sehingga awak pesawat sebelum terbang keesokanpaginya diindoktrinasi agar menghindari hal tersebut, misalnyadengan tidak mengobrol/mengunyah permen karet dan tidursesuai waktunya. Sumber lain adalah fermentasi, dekomposisibahan makanan yang memproduksi gas, misalnya :

— Apel yang mentah — Semangka — Kacang — Labu

— Timun — Bawang — Kubis — Kol— Beer

— Ubi — Buncis — Lobak — Soft drinks

Tabel 4 — Perbandingan Volume Udara dalam tubuh pada beberapaketinggian.

Tekanan Bar Ketinggian Volume Udara Volume Udara(mmHg) (feet) Kering (liter). Basah (liter).

760 0 1 1523 10.000 1,45 1,5349 20.000 2,18 2,4226 30.000 3,36 4141 40.000 5,38 7,687 50.000 8,72 1754 60.000 14,1 102

Pencegahan dan pengobatanDimulai dari kebiasaan di rumah, makan teratur pada jam-

jam yang telah ditentukan; disediakan waktu yang cukupuntuk makan, jangan hanya sambil lalu; suasana diusahakanbaik.

Pada saat penerbangan batasi kecepatan naik, untuk mem-beri kesempatan kepada tubuh untuk menyesuaikan diridengan perubahan tekanan udara di sekitar. Kemampuanuntuk sendawa dan flatus dapat dibantu dengan bergerak/jalan jalan.

Pengobatan dengan menurunkan ketinggian, dan pemberianobat-obat simtomatis (analgetik dan antispasmodik).

KELAINAN PADA PARUKejadian di organ tubuh ini tidak terjadi pada penerbangan

biasa, tapi hanya pada penerbangan yang mengalami rapiddecompression. Pada rapid decompression terjadi penurunantekanan secara mendadak, pada suatu penerbangan tinggikarena terjadinya kebocoran pada dinding cabin pesawatmisalnya akibat tembakan musuh/kerusakan canopy danlain-lain. Dengan menurunnya tekanan udara sekitar makatekanan udara dalam paru akan meninggi. Dalam keadaan inibila jalan udara terbuka di paru-paru, maka perbedaan tekananyang tinggi tersebut dapat diseimbangkan kembali olehadanya aliran udara dari paru keluar ditambah dengan ke-mampuan paru/dada dalam menahan regangan tersebut.Sebaliknya bila jalan udara tertutup misalnya sedang menahannapas, batuk, ngeden, bersin atau memang sedang ada kelainanparu misalnya tumor, spasme, lendir di jalan napas. Semua iniakan mengakibatkan tekanan meninggi dan dapat menyebab-kan pecahnya alveoli bila tekanan mencapai 80 — 150 mmHg.

Berdasarkan kearah mana pecahnya alveoli tersebut makaakan terjadi gangguan-gangguan/kelainan : emboli udara,pneumothorax, atau pneumomediastinum.

KEPUSTAKAAN1. Adler HF. Aeromedical Reviews Dysbarism. USAF School of Aero-

space, Medicine Aerospace Medical Division, Brooks Air Force Bace,Texas, 1964.

2. Air Force Pamphlet 160—5. Effect of Trapped gas on The Air Crew;Physiological Technicion's Training Manual. Department of The AirForce; Washington D.C.; 1968.

3. Air Force Pamphlet 161—16. Effect of Altitude on Ears, Sinuses andTeeth Department of The Air Force; Washington, 1968.

4. Air Force Pamphlet 161—18. Effect of Decreased Barometric Pres-sure; Flight Surgeon's Guide. Department of The Air Force;Washington; 1968.

5. Armstrong HG. Aerospace Medicine. The Williams & WilkinsCompany, page 162—188; 1961.

48 Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981

Page 50: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

Kelelahan (Fatigue) dalam Penerbangan

dr. SoetomoLanu Atang Sanjaya, Bogor

PENDAHULUANFatigue berasal dari bahasa Latin "fatigare" yang berartihilang lenyap (waste-time). Secara umum dapat diartikansebagai perubahan dari keadaan yang lebih kuat kekeadaanyang lebih lemah. Arti fisiologiknya:penurunan kekuatan ototyang disebabkan karena kehabisan tenaga dan peningkatansisa-sisa metabolisme, misalnya asam laktat,karbon dioksidadsb. Dalam arti psikologik : keadaan mental dengan ciri-cirimenurunnya motivasi, ambang rangsang yang menaik/tinggi,menurunnya kecermatan dan kecepatan pemecahan persoalan.Bagi Flight Surgeon yang memandang manusia secara utuh,fatigue ialah mengurangnya skill performance dikarenakanpenggunaan skill itu terlalu lama atau berulang-ulang. Dan halini dapat diperbesar oleh faktor-faktor stress fisik, fisiologikdan psikologik.

Ada 3 stadia keadaan performance pada manusia dalam akti-vitasnya yang kontinyu (lihat gambar) :

Stadium 1: dari A ke BPada permulaan aktivitas, performance dengan cepat mening-kat (kekuatan kerja meningkat). Di sini orang sulit untuk me-musatkan perhatiannya, tetapi pekerjaan yang dilakukannyadirasakannya sangat ringan. Sering disebut "warmed up".

Stadium 2 : dari B ke CPerformancenya mencapai ketinggian optimal, dan berjalankonstan untuk waktu yang lama. Di sini orang merasakan

bahwa ia dapat meneruskan aktivitasnya dalam waktu yanglama sekali, bahkan tak terbatas. Tetapi pada suatu saat iaakan sadar bahwa tenaganya terbatas dan merasakan pekerjaanyang dijalaninya sangat berat (titik C). Ini merupakan tandabahwa ia mulai mendapatkan fatigue. Akan tetapi perfor-mancenya belum menurun dan baru mulai menurun beberapasaat kemudian (titik D). Keadaan antara C dan D dinamakan"full compensation" dimana orang sudah mulai fatigue tapiperformancenya belum berkurang. Hal ini dimungkinkankarena adanya :

—rasa tanggung jawab—training yang baik— kesehatan yang baik.Stadium 3 :

Pada aktivitas selanjutnya fatigue akan terus bertambah sedangperformance akan terus menurun. Tetapi efek emosi yanghebat dapat menaikkan performancenya dengan tiba-tiba,bahkan bisa lebih tinggi dari keadaan optimalnya. Misalnya dititik E mendengar berita baik yang sangat menyenangkan,dengan tiba-tiba semangatnya meluap, keadaan fatigue akanterkalahkan oleh melonjaknya performance. Tapi sebaliknyabila kabar sedih yang diterimanya performancenya akanmenurun dengan drastis (di titik F).

Yang penting kita perhatikan ialah saat optimal perfor-mance berakhir (titik C) di mana fatigue mulai timbul. Akti-vitas hanya boleh sampai di sini. Apabila keadaan memaksamaksimum hanya boleh sampai D. Aktivitas selanjutnya akansangat membahayakan.

MACAM—MACAM FATIGUE

Beberapa macam pembagian fatigue yang perlu diketahui ialah :(a)Berdasarkan waktu/lamanya fatigue, dikenal :

• Acute fatigue.— Terjadi pada suatu aktivitas badan/otot,gangguan bising dsb. Kelelahan ini akan hilang dengan istirahatcukup atau menghilangkan gangguan-gangguannya.

• Chronic fatigue.— Ini sebenarnya merupakan acute fatigueyang bertumpuk-tumpuk. Disebabkan tugas yang terus me-nerus tanpa pengaturan jarak tugas yang baik atau teratur.

Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981 49

Page 51: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

Fatigue yang diperoleh pada tugas yang terdahulu belumhilang sudah disusul dengan tugas berikutnya. Begitu seterus-nya makin hari fatiguenya makin bertambah berat, perasaan-nya menjadi sangat lelah. Dengan istirahat biasa tidak bisasembuh. Bangun tidur, belum melakukan apa-apa badan sudahterasa lelah. Keadaan ini sangat membahayakan tugas yangsedang dijalaninya.(b) Berdasarkan faktor penyebabnya, dikenal :

• Physical/muscular fatigue.— Disebabkan aktivitas fisik/anggota tubuh. Dengan istirahat yang cukup fatigue akanhilang.

• Mental fatigue.— Disebabkan karena faktor psikik. Adapersoalan kejiwaan yang belum terselesaikan dan menyebab-kan stress psikik. Misalnya sedang terbang anak/isteri sakit,hubungan/alat komunikasi pesawat mengalami kerusakan dsb.

• Skill fatigue.— Disebabkan tugas-tugas yang memerlukanketelitian, pemecahan persoalan yang sulit.

PENYEBAB FATIGUEPenyebab fatigue masih belum jelas, tapi umumnya akibataktivitas yang lama atau berulang-ulang dan dalam tubuhdidapatkan perubahan-perubahan tertentu. Ada faktor-faktorstress yang mempercepat timbulnya fatigue.

Perubahan-perubahan yang didapatkan dalam tubuh :a) Kehabisan tenaga : Dengan pemberian gula selama bekerja,

fatigue dapat dihambat.b) Penimbunan sisa-sisa metabolisme, a.l. asam laktat, karbon

dioksida, dll.c) Perubahan daripada sistem fisikokimia tubuh, gangguan

homeostasis. Misalnya fatigue yang disebabkan karenakehilangan banyak mineral tubuh.Faktor-faktor yang mempercepat timbulnya fatigue ialah

stress fisik, stress fisiologik, dan stress psikik (lihat artikelPERANAN FAKTOR MEDIS ... halaman 52

LOKASI FATIGUE DALAM TUBUH

Dengan percobaan-percobaan stimulasi dan penghambatrangsangan dapat ditentukan lokasi fatigue, yaitu di :a) motor end plate.b) synapse antara neuron sensoris dan motoris.c) sel saraf otak:

Kelelahan adalah reaksi fungsional dari pusat kesadaran dikortex serebri, yang dipengaruhi oleh 2 sistem antagonisyaitu :— sistem penghambat (inhibisi) di thalamus— sistem penggerak (aktivasi) di formatio reticularisApabila sistem inhibisi lebih kuat, seseorang berada dalamkeadaan kelelahan. Sebaliknya bila sistem aktivasi yang lebihkuat seseorang berada dalam keadaan segar untuk bekerja.

Hal ini pula yang bisa menjelaskan keadaan mengapaseseorang oleh karena efek emosi yang kuat rasa lelahnyadengan tiba-tiba menghilang. Ini akibat dari rangsangan sistemaktivasi yang mengungguli sistem inhibisi.

GEJALA—GEJALA FATIGUEGejala fatigue sangat luas dan bervariasi. Secara umum dapatdisebutkan 5 kelompok :a) Perasaan lelah, letih, lemah dan rasa kesukaran dalam

meneruskan aktivitas.b) Kebosanan atau monotoni.c) Berkurangnya kemampuan melanjutkan aktivitas.d) Berkurangnya kemampuan menyelesaikan tugas lain dari

tugas yang telah membuat fatigue (transfer of fatigue).e) Kelainan-kelainan fisiologik : Misalnya perubahan jumlah

sel darah, tekanan darah, sekresi hormon, konsumsi oksigendsb.

Gejala fatigue penerbanganGejala dibagi dalam gejala obyektif & subyektif, juga dalamgejala awal & gejala akhir :

Gejala awal : bertambahnya ketegangan vasomotor.

• Gejala-gejala subyektif— Sakit kepala yang tak jelas sebabnya.— Hilangnya nafsu makan.— Diare.— Banyak buang air kecil .— Fisik lesu : fatigue akut dapat ditolong dengan istirahat lama.

Fatigue kronis tak dapat ditolong walaupun istirahat beberapamalam berturut-turut; memerlukan perawatan khusus.

• Gejala obyektif— Tension tremor.— Respons kaget meningkat.— Bertambahnya minum rokok dan alkohol.— Bertambahnya nafsu sex.— Irritable, mencari kesalahan, terlalu kritik.— Cemas dan takut.— Preokupasi dan absent mindedness.— Tidak tegas, gagal bergaul, mengambil risiko yang tak perlu

dalam penerbangan.

Gejala akhir• Gejala-gejala subyektif

— Gangguan yang tak jelas pada penglihatan dan pendengaran.— Gangguan dada yang tak jelas : nyeri dada sebelah kiri, palpitasi,

sukar bernafas.— Buang air kecil rasa panas, konsentrasi dan asiditas yang tinggi.— Konstipasi dan distensi.— Perasaan tidak enak atau sakit-sakit pada tungkai yang tak jelas.— Sukar tidur dan tak dapat istirahat.— Tidak sanggup berkonsentrasi lama.— Nafsu sex berkurang.— Kadang-kadang pingsan mendadak

50 Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981

Page 52: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

• Gejala-gejala obyektif— Berkurangnya respons kaget.— Confusion dan penuh ketakutan.— Merasa tidak/kurang berharga.— Berkurangnya minat, semangat (drive) perhatian dan ingatan.— Berkurangnya kebersihan pribadi.— Tidak suka bergaul.— Timbul spasme pelupuk mata dan facial.— Timbul gagap (stuttering).— Extra systole.

Gejala-gejala ini perlu diperhatikan/diikuti mengingat tidakadanya pengukuran fatigue secara jelas. Flight surgeon harusmengenal status present dari awak pesawat baik status fisikmaupun mentalnya; apabila didapati salah satu gejala, obser-vasi baik-baik tingkah lakunya, kalau perlu diambil tindakan.

Ada beberapa test yang dapat dipakai untuk mengukurkelelahan, a.l. :(a) Test Schneider : Dalam test ini dipertimbangkan 6 hal,yaitu:— Frekuensi nadi dalam sikap berbaring.— Frekuensi nadi dalam sikap berdiri.— Kenaikan frekuensi nadi bila frekuensi dalam sikap berdiri

dan sikap berbaring dibandingkan.— Kenaikan frekuensi nadi setelah suatu kerja tertentu.— Waktu yang diperlukan bagi nadi kembali ke normal setelah

kerja itu.—Perubahan tekanan darah sistolik pada perubahan dari

berbaring ke berdiri.Keenamnya diberi nilai berkisar +3 dan -3. Klasifikasi penilai-an kesemaptaan :Jumlah nilai : 18 — 14 : excellent

13 – 11 : very good10 – 9 : fair8 – 7 : doubtful

: unsatisfactorykurang 7

(b) Test Bourdon Wiersma : Untuk menentukan daya konsen-trasi.(c) Test Flicker fusion : memakai alat Flicker.(d) Test waktu reaksi Reaksi terhadap rangsang tunggal ataureaksi-reaksi yang memerlukan koordinasi.(e) Pemeriksaan EEG

PENCEGAHANPencegahan adalah tindakan yang paling penting dalam me-nanggulangi fatigue, sebab fatigue sangat sulit didiagnosis.a) Tidur.— Tidur adalah suatu cara istirahat yang sangat baik.

Tidur harus cukup. Lama tidur sering tidak sama tiapindividu. Untuk awak pesawat rata-rata 8 jam sehari. Yangpenting harus terasa cukup. Akomodasi harus baik , jauhdari gangguan-gangguan dan keributan, harus dipisahkandengan yang bukan awak pesawat. Kalau mungkin pilotdipisahkan dari crew yang lain.

b) Masa off-duty.– Harus digunakan sebaik-baiknya dansantai. Jangan sampai malah melelahkan. Misalnya esoknyamau terbang malamnya begadang sampai jauh malam.

c) Masa cuti– Harus diambil dan dijalaninya dengan sebaik-baiknya, terutama penting untuk mencegah chronic fatigue.Masa bersama, bersenang-senang dengan keluarga sangatberguna untuk mengembalikan kesamaptaan fisik danmental awak pesawat.

d) Selama operational duty.— Harus diperhatikan dan diikutireaksi penerbangannya. Kalau ada hal-hal yang mencuriga-kan harus cepat diambil tindakan. Yang penting setiapselesai tugas harus istirahat sempuma.

e) Penyediaan fasilitas istirahat pada pesawat.— Ini padapesawat angkut dimana waktu penerbangannya lama danada crew pengganti.

f) Istirahat pada Intermediate Stops.— Justru pada Inter-mediate stop sering terjadi hal-hal yang menyebabkanfatigue (perbaikan mesin, berita meteorologi dll .). Sehinggadisini sangat penting menggunakan istirahatnya dengansebaik-baiknya.

g) Penerangan cockpit.— Penerangan yang enak. Tidak terlaluterang, tidak silau dan tidak terlalu gelap.

h) Tempat duduk yang enak.— Harus disesuaikan berdasarkanergonomi. Enak dan comfortable.

i) Pengelompokan instrument.— Instrument harus diatursedemikian rupa sehingga pilot dengan mudah dan cepatmelihatnya. Jarak mata dan instrument diatur sedemikianrupa sehingga tidak memudahkan timbulnya visual fatigue.

j) Pengaturan temperatur, ventilasi, kelembaban dan persedia-an oksigen.— Pesawat tak pressurized lebih cepat panas.Temperatur ideal dalam pesawat 65 — 70°F, kelembabanrelatif 50 — 60%, sirkulasi udara 1 — 2 lb untuk setiapawak pesawat per menit. Persediaan oksigen harus cukup,sudah harus dipakai pada tinggi terbang mulai 10.000 ftsiang hari, mulai 5.000 ft malam hari.

k) Bising dan getaran. — Diusahakan seminimal mungkin.1) Pengaturan jarak operasi.— Harus diatur sebaik-baiknya

jangan sampai mudah menimbulkan fatigue.m)Faktor psikologik.— Menyelesaikan masalah kejiwaan

dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai menimbulkan stressmental. Dalam hal ini peranan komandan dan Flight sur-geon sangat penting.

n) Moral dan latihan.— Berlatih secara baik dan sempumamerupakan syarat mutlak awak pesawat. Moral dan E'spride Corps meningkat, ini dapat mengurangi fatigue.

o) Pemeriksaan Kesehatan badan secara periodik.— Denganpemeriksaan ini penyakit yang memudahkan fatigue akanditemukan, terutama penyakit-penyakit menahun.

p) Berolahraga secara teratur : aerobik, olah raga ringan.q) Makanan.— Harus yang bermutu, dimasak secara baik dan

betul serta dihidangkan tepat pada waktunya.

KURATIFPengobatan yang paling baik terhadap fatigue ialah istirahatyang sempuma dan tidak terganggu. Kalau perlu bisa dibantudengan sedativa. Apabila belum berhasil dilakukan psikoterapi.

Daftar Kepustakaan dapat diminta pada penulis/redaksi.

Cermin Dunia Kedokteran No, 24, 1981 51

Page 53: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

Peranan Faktor Medis Penerbangpada Kecelakaan Pesawat Terbang

dr. Sri Budi Rahardjo

Lanu Hasanudin, Ujung Pandang.

PENDAHULUANDisamping faktor-faktor materiil, lingkungan dan faktor yangtidak diketahui, pada kecelakaan pesawat terbang faktormanusia memegang peranan yang sangat besar sebagai faktorpenyebab. Di dalam faktor manusia ini faktor medis meme-gang peranan yang cukup besar di samping faktor kemampuanpenerbanganya dan kesalahan rencana penerbangan. Dengankemajuan di bidang avionic maupun peralatan-peralatannaviga-si maka faktor manusia menjadi lebih menonjol.

Menurut definisi, kecelakaan pesawat ialah suatu kecelakaanyang melibatkan satu atau lebih pesawat terbang pada waktuoperasi pesawat tersebut baik di pangkalan maupun di udaradan bukan disebabkan karena musuh atau kesengajaan. Sedangfaktor medis penerbang ialah faktor-faktor yang menyangkutsegi medis dari penerbang baik itu fisik, maupun psikologik,yang dapat mempengaruhi secara langsung atau tidak langsungpada Penerbang dalam meng-operasikan pesawatnya. Dan yangdimaksudkan dengan inkapasitas ialah setiap keadaan yangmempengaruhi kesehatan seseorang penerbang sewaktu iamenjalankan tugasnya, sehingga ia tidak mampu menjalankantugas tersebut dengan sebagaimana mestinya, baik dalamkeadaan normal maupun gawat (1).

FAKTOR MEDIS YANG DAPAT MENIMBULKAN INKAPA-SITASSnukburg (2) mencatat pada tahun 1862 sampai tahun 1971banyaknya kecelakaan yang disebabkan oleh faktor manusiauntuk pesawat transport sipil di seluruh dunia sekitar 40 —50%. Sedang pada pesawat-pesawat militer berdasar laporanyang dibuat "The United States Army Agency for AviationSafety" , pada tahun 1958 — 1972 tercatat 80% penyebabkecelakaan yang disebabkan oleh faktor manusia. Camps (3)juga melaporkan bahwa faktor manusia yang menyebabkankecelakaan pesawat, pada pesawat non-militer tercatat sebesar60 — 75% dari seluruh penyebab kecelakaan, sedang padapesawat militer sebesar 40%.

Angka-angka di atas memang berbeda-beda. Tapi yangpasti ialah bahwa faktor manusia tetap merupakan faktoryang menonjol (rata-rata di atas 50%). Ini lebih dimungkinkandengan adanya kemajuan teknologi mutakhir akhir-akhir ini.

Terlihat kemajuan yang pesat dalam bidang teknik pembikinanpesawat meliputi aerodinamika, avionik dan human engineer-ingnya, yang sudah memikirkan faktor-faktor keamanan pe-nerbangan. Lebih-lebih dengan ditunjang kemajuan teknologidi dalam sarana-sarana penunjangnya (sarana navigasi), makasemua ini jelas akan mengurangi faktor-faktor materiil danlingkungan sebagai penyebab kecelakaan pesawat terbang.

Banyak peneliti (4) mengungkapkan bahwa human errorini disebabkan oleh karena "inkapasitas mendadak". Derajatinkapasitas ini dapat berupa gangguan ringan yang dapat me-nyebabkan berkurangnya perhatian, mengurangnya daya fikir,gangguan koordinasi pergerakan atau sampai ke-keadaan yangcukup serius seperti kollaps mendadak sebagai akibat kelainanorganik atau penyakit-penyakit yang sifatnya akut.

Secara garis besar faktor-faktor yang dapat menimbulkaninkapasitas dapat dibagi menjadi :(a) Faktor Internal : merupakan faktor yang berasal dari dalamdiri penerbang sendiri seperti : (i) Kelainan-kelainan organik,dan (ii) Faktor-faktor fisio-psikologik.(b) Faktor External : merupakan faktor dari luar tubuhpenerbang, yang dapat menyebabkan gangguan kesehatannya,misalnya : (i) Pengaruh obat-obatan/alkohol, dan (ii) Keracun-an gas CO

Kelainan-kelainan Organik• Penyakit jantung. — salah satu faktor penyebab inkapasitas

/inkapitation mendadak yang paling sering adalah penyakit-penyakit pembuluh darah koroner seperti insufisiensi koronerakut. Glantz dan Stembridge (5) mencatat bahwa dari 222kematian pada awak pesawat, 156 disebabkan karena sklerosispembuluh koroner. Ia juga mencatat bahwa 3 kasus jelas adahubungannya sebagai penyebab kecelakaan pesawat terbang,sedang 9 kasus lain juga ada kemungkinan ada hubungannyasebagai penyebab kecelakaan pesawat. Dan 300 otopsi padakorban perang Korea didapatkan 77,3% dengan arterio-sklero-sis koroner dengan oklusi total dan 3% diantaranya dengansatu atau lebih dan pembuluh darah koroner (6).

Dicatat pula oleh penyelidik-penyelidik bahwa peradanganotot jantung pun dapat menyebabkan inkapasitas mendadak.Sopher (7) mencatat dan 5000 otopsi (baik pada sipil maupun

52 Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981

Page 54: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

militer), dimana 1/3 nya adalah penerbang, ternyata 0,8%menunjukkan gejala penyakit ini. Warren (8), pernah melapor-kan adanya kasus kecelakaan pesawat yang pasti disebabkanpenyakit jantung ini.

Penyebab timbulnya inkapasitas ini karena adanya rasasakit yang sangat (anginal pain), sehingga penerbang tidakmampu lagi menguasai pesawatnya. John R. Anderson (9)pernah pula melaporkan terjadinya kecelakaan pesawat padaseorang penerbang berumur 24 tahun yang disebabkan karenacardiac arrest akibat adanya arterio-sklerosis. Penyakit ini jugadiperkuat dengan stress-stress yang dialami penerbang selamamenjalankan pesawatnya, terutama pada waktu take-off,landing dan pada penerbangan dengan cuaca yang buruk.

• Penyakit-penyakit saluran pernafasan .– P.J. Stevenspernah melaporkan adanya penyakit ini pada awak pesawat(10). Pneumothorax spontan dapat menyebabkan inkapasitasmendadak. Robie (11) melaporkan satu kasus kecelakaanpesawat yang disebabkan karena pneumothorax spontan ini.Pada dekade 1953 – 1959 di RAF Inggris dilaporkan ditemu-kannya 60 kasus pneumothorax pada awak pesawat selamamereka mendapatkan latihan fisik ringan sampai berat (12).Dilaporkan pula 6 penerbang RAF yang mengalami pneumo-thorax ini selama terbang. Inkapasitas mendadak pada pe-nyakit ini disebabkan karena adanya rasa sakit juga adanyagangguan pernafasan (dyspnoe) sampai kollaps sama sekali.

• Penyakit-penyakit saluran pencernaan, saluran kencing,kelenjar dan system syaraf. – Ini juga tercatat pada hasil-hasilotopsi dari awak pesawat. Ulcus pepticum yang mengalamiperforasi dapat menyebabkan kecelakaan yang fatal. Barzanik(13) melaporkan kejadian tersebut, hanya disini penerbangmasih dapat mendaratkan pesawatnya sebelum ia benar-benarkollaps. JK Mason (14) menyebutkan bahwa terjadinya ulcuspepticum ini dapat disebabkan/diperberat dengan stress-stressyang terus menerus dialami para penerbang, terutama padapenerbang-penerbang operasional. Faktor ketinggian jugamerupakan faktor pencetus (15).

Apendisitis supuratif akut pernah menjadi penyebab inka-pasitas mendadak sehingga menyebabkan suatu kecelakaanpesawat.Pada penyakit sistem saluran kencing rasa sakit yang melilitdan mendadak (kolik) kadang-kadang menimbulkan kollaps,sehingga dapat menimbulkan inkapasitas pada penerbang.Adanya calculi pada saluran kencing dapat disebabkan karenadehidrasi akibat penerbangan yang lama (fighter) selain karenaidiopathic hypercalcuria dan adenoma parathyroid.

Kelainan organik lain yang dilaporkan sebagai penyebabinkapasitas yang dapat pula menyebabkan kecelakaan pesawatantara lain epilepsi, glaukoma akut dan tumor. Dalam percoba-an di simulator partial loss of cortical function dapat disebab-kan oleh : hipoglikemia, atropi kortex, tumor otak (stadiumawal), dan faktor psikologik.

Faktor Fisio–Psikologik

Spatial disorientation, gangguan penglihatan karenaadanya kabut pada canopy, serta merupakan penyebab-penyebab utama inkapasitas; masing-masing mencapai 14%dari seluruh penyebab inkapasitasi.

Sedang preokupasi dan perhatian pada satu hal saja (channeli-zed attention), yang merupakan faktor yang tak dapat dipisah-pisahkan, merupakan faktor penyebab sampai 6%; di sinipengaruh fisik lain juga ikut berperan dalam menambahproblem psikologik ini, seperti : hipoxia, panas, zat-zat racundan lain-lain.Gangguan emosional memegang peranan juga, sampai men-capai 5% dari penyebab inkapasitas. Sedang sisanya (47%)disebabkan oleh faktor-faktor lain.

• Spatial Disorientasi . – Spatial disorientasi (Pilot Vertigo)adalah suatu hal yang universil, artinya setiap penerbang baiksiswa maupun penerbang senior pernah mengalami. Pilotvertigo ini diartikan sebagai suatu kesalahan persepsi pener-bang terhadap posisi, gerakan dan ketinggian pesawatnyaterhadap horizon maupun terhadap pesawat yang lain. Apabilapersepsi ini tak segera disadari, ini akan menyebabkan suatukesalahan koreksi yang berakibat fatal bagi penerbangannya.

Yang paling berbahaya ialah Corriolus illusion. Ini terjadipada maneuver dengan low altitude (rendah) dimana padawaktu prolonged turn penerbang sekonyong-konyong me-nengok ke arah bidang yang berlawanan dengan gerakanpesawat.Di Amerika Serikat dan Inggris tercatat bahwa 5 – 10% daripenyebab kecelakaan besar disebabkan karena hal ini, danlebih dari 20% dari kecelakaan fatal disebabkan karena hal ini.Pada penerbang pesawat jet insidensinya 3 kali lebih besar daripesawat yang non jet. Pada penerbang-penerbang privat (sipil)insidensinya lebih besar lagi.

USAF dan US Army antara tahun 1954 – 1956 pernahmencatat 24 kecelakaan yang fatal yang semua mempunyaipola yang sama.- Pesawat jet single fighter- Penerbang muda dan belum berpengalaman- Terjadi pada fase akan landing dan approach- Dalam prosedur turn (memutar)- Sedang dalam instrumen flying dengan visibilitas minim/gelap.- Penerbang sedang merubah radio chanel dan ini merupakan 2 –

3,4% dari kecelakaan yang tercatat.- Menurut statistik antara tahun 1959 – 1975 (pada penerbangan

sipil), 54% dari kecelakaan sedang dalam approach dan landingpattern. Dan 25% merupakan kesalahan perkiraan penglihatan darijarak, ketinggian dan kecepatan.

• Fatigue (kelelahan).– Fatigue diartikan sebagai me-ngurangnya skill performance dikarenakan penggunaan skill ituterlalu lama atau berulang-ulang. Fatigue dapat diperberat olehfaktor stress fisik, fisiologik maupun psikologik.Yang termasuk stress fisik :– Kondisi badan yang jelek– Adanya penyakit organik– Schedule yang kacau– Jumlah jam terbang yang terlalu banyak– Terlalu lamanya jam terbang– Posisi di dalam pesawat yang tak mengenakkan– Terbang instrument.

Yang termasuk stress fisiologik :– Pengaruh hipoxia– Pengaruh G force yang terus-menerus– Habisnya cadangan karbohidrat– Temperatur dan kelembaban– Bising dan getaran terus menerus.

Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981 53

Page 55: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

Pengaruh temperatur, bising dan getaran ini sangat sulit di-selidiki sendiri-sendiri pengaruhnya. Kombinasi dari pengaruh-pengaruh ini lebih mempengaruhi kemampuan penerbangdaripada hanya salah satu faktor saja.

Sedang faktor stress psikik termasuk :— Takut terbang— Terbang formal— Adanya oposisi musuh— Adanya kecelakaan yang terdahulu— Penerbangan yang membosankan— Cuaca yang jelek— Kesunyian— Kurangnya latillan— Ketegangan di antara awak pesawat— Kepemimpinan dan moral.

Fatigue ini akan menimbulkan gejala yang dapat menyebabkaninkapasitas, gangguan penglihatan dan pendengaran.

• Gangguan emosional.– Faktor kematangan kepribadiandan pengalaman merupakan faktor yang sangat penting, karenaini menentukan sekali dalam pengambilan keputusan padasaat-saat tertentu. Jelaslah sejak seleksi pertama kali lebih-lebih untuk penerbang militer, harus dinilai faktor kematangankepribadian dan yang paling penting adalah MOTIVASI-nyasebagai penerbang. ( "Why I want to be a Pilot " ). Disampingitu perlu pengalaman melewati latihan-latihan yang teraturdalam menghadapi situasi-situasi tertentu, sehingga nantinyadapat mengatasi stress yang timbul selama melaksanakantugasnya.

Faktor-faktor lain• Pengaruh G. force. – Adanya concomitan G yang me-

nimpa penerbang dapat menyebabkan hilangnya kesadaran.• Hipoxia.– Dari 620 questionair yang dibuat oleh John M.

Talbot ternyata 188 (30,2%) penerbang pernah mengalamihipoxia. Hipoxia dapat disebabkan karena pilot tidak disiplin;terpaksa terbang tinggi (lebih dari 10.000 feet) pada pesawatyang non-pressurized, untuk menghindari cuaca jelek &gunung; kerusakan oksigen masker; dan kerusakan cabin secaramendadak (Rapid Decompression).

• Decompression Sickness.– penyakit ini jarang terjadi padapenerbang dan jarang pula menyebabkan inkapasitasi, tapi takdisangkal kemungkinan-kemungkinannya. Dari 620 questionairyang dibuat John M. Talbot, didapatkan 73 (11,8%) yangpernah menderita Decompression Sickness ini dan hanya satukasus yang menyebabkan inkapasitas dan menyebabkan ke-celakaan pesawat. Bends merupakan salah satu penyakitDecompression Sickness yang tersering timbul pada pener-bang (13%). Rasa sakit pada telinga tengah dan sinus (Barotitisdan Barodontalgia) dapat menimbulkan inkapasitasi dan takmustahil dapat menimbulkan kecelakaan pesawat.

Faktor External• Pengaruh obat-obatan.– Obat-obat tertentu mempunyai

efek samping yang mempengaruhi fisik penerbang. Pada otopsipenerbang yang mengalami kecelakaan pernah ditemukanobat-obatan di dalam tubuhnya; ini tidak mengurangi artipengaruh obat-obatan tersebut pada kasus ini. Oleh karena itu

54 Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981

perlu pengawasan ketat terhadap pengobatan maupun "selfmedication" dari penerbang, sebab mereka sering tak me-nyadari efek samping yang berbahaya bagi dirinya. Obat-obatyang dapat berpengaruh al obat golongan barbiturat; pene-nang; obat hipotensif; antihistamin, antidepresen.

• Pengaruh Alkohol. – Alkohol sering ada hubungannyadengan kehidupan para penerbang. Federal Aviation Agency,tahun 1963, mencatat dari 1/3 kecelakaan fatal, ternyata pada35% dari penerbang ditemukan kadar alkohol yang berlebihan.Pada periode tahun 1963 – 1965 NTSB mencatat bahwaalkohol sebagai penyebab kecelakaan pesawat merupakan 8%dari penyebab kecelakaan pada waktu itu. Sedang J. Stevensmendapatkan jumlah 5% dari seluruh kecelakaan pesawatringan yang diselidikinya. Davis (1973) mendapatkan dari fileAFIP selama tahun 1962 – 1967 bahwa 344 pilot yang tewasakibat kecelakaan, pada 103 (29,9%) ditemukan alkohol,dimana 1/3 nya dengan kadar 100 mg%.

• Pengaruh Karbon monooksida (CO).– Pernah dilaporkansatu kasus kecelakaan dimana penerbang mengalami inkapa-sitasi akibat keracunan CO secara perlahan-lahan. Namunkemungkinan inkapasitas pada penerbang pesawat modern(jet) akibat keracunan CO sangat kecil. Pada tahun 1967 –1972, dari 113 kecelakaan, keracunan CO mempunyai peranansebesar 19%.

Daftar Kepustakaan dapat diminta pada penulis/redaksi.

Page 56: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

dr. Jatori Th. HardjatirtaYon If I Marinir. Surabaya

PENDAHULUANKeinginan terbang selalu ditemui pada manusia, bahkan

sejak berabad-abad yang lampau. Ini dapat terlihat pada hasil-hasil kebudayaan mereka yang tertuang pada patung-patungpeninggalan yang menggambarkan manusia yang bersayapataupun pada kuda atau binatang lain yang merupakankendaraan mereka yang mereka gambarkan bersayap. Jugakeinginan ini bercermin pula pada dongeng-dongeng.

Secara alamiah manusia tidak diciptakan untuk terbang.Akan tetapi dengan memakai kecerdasan akalnya, manusiadapat mencapai penerbangan dan dengan begitu terwujudlahkeinginannya. Tidak hanya dalam gambaran tetapi telahmenjadi kenyataan, bahkan sebagian manusia telah menjadi-kannya kegiatan sehari-hari (1).

Namun disamping itu juga timbul suatu rasa takut padadirinya, terutama oleh sebab kegagalan-kegagalan yang pernahmereka alami,. Rasa takut terbang dapat sedemikian seriussehingga menggagalkan penerbangannya. Hal ini dapat terjadisebagai akibat kemajuan teknologi. Dengan adanya penemuan-penemuan baru, mutu serta kesanggupan pesawat udara ber-tambah baik, kecepatan & ketinggian yang dicapai turutbertambah, tetapi di fihak lain keadaan serta kemampuanfisik manusia dan mentalnya boleh dikata tidak berubah.Sampai saat ini kecepatan pesawat melampaui kecepatansuara telah merupakan hal yang biasa, pesawat dapat me-nembus keluar atmosfir bumi, bahkan sempat mendarat kebulan.

Segala upaya dilakukan untuk memperbaiki dan memper-tinggi mutu para penerbang dan karena kesehatan fisik danmental merupakan bekal terpenting guna pencapaian tugasdengan baik, maka kesehatan harus dijaga serta dibina dengansebaik-baiknya.

Bermacam-macam faktor yang mengurangi kemampuanterbang seorang individu termasuk dalam pengertian yangdisebut "flying stress". Tetapi anehnya gejala-gejala yangtimbul sebagai akibat adanya flying stress juga disebut sebagai"flying stress" atau "aeroneurosis" atau "aviation neuraste-nia" atau "flying fatigue". Dan pada tahun-tahun terakhir inidisebutkan sebagai "fear of flying" dan diidentifikasikansebagai suatu kesatuan gejala-gejala klinis (2).

Reaksi yang timbul pada individu dalam menghadapi stressini menimbulkan masalah penerbangan, sebab dapat menurun-

kan efektivitas fungsionalnya dalam menjalankan tugas-tugasyang dihadapi. Disamping itu ada stress lain yang umumsifatnya seperti yang dihadapi individu lain selain flyingstress tersebut.

Oleh sebab itu masalah pencegahan dipandang sebagaimasalah utama dalam penanggulangannya dimana didalamnyatercakup masalah kuratif dan rehabilitasi.

PERMASALAHANSecara alamiah, setiap manusia berbeda satu dengan yang

lain serta akan memberi respon jawaban yang lain terhadapsituasi yang sama. Kepribadian itu seperti halnya buku dantidak dapat dimengerti dengan sebenarnya kecuali melaluisuatu analisa (3).Disinilah seolah-olah dokter (Flight Surgeon) melihat suatugambaran pribadi seseorang individu. Dari sini pula dapatdipelajari persoalan penyesuaian diri represi atau halangan-halangan ambisi yang ada pada pilot dan hal-hal yang mungkinakan mengganggu pada tugas penerbangannya.

Sementara pilot memegang dan menguasai mesin dalampenerbangan, ia mungkin secara tidak sadar telah jatuh padakonflik emosional. Gejala konflik mungkin jauh tertinggallambat setelah stimulasi primer itu berhenti. Oleh sebab itukemampuan penyesuaian pada situasi yang baru sangatlahpenting artinya.

Martin Kafka mengutarakan kesulitan-kesulitan yangdihadapi (3) :1. Kecemasan, umumnya dialami oleh karena situasi baru.2. Kekurangan kepercayaan diri yang sering sebab inferiority

complex.3. Emosional insecure sebagai akibat terhalangnya ambisi,

tidak suksesnya percintaan, konflik-konflik yang terbawadari masa kecil dsb, yang merupakan sumber emosionalinsecure.

4. Kesulitan sexual yang timbul dari berbagai sebab psikologik.5. Persoalan ekonomi yaitu kekhawatiran hilangnya peng-

hasilan akibat kecelakaan penerbangan atau ketakutanterkena larangan terbang atau motilasi serta kematian.Untuk menguasai pesawatnya seorang Penerbang memerlu-

kan penguasaan (4) :1. Mengetahui kedudukannya dalam ruangan (space); untuk

Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981 5 5

Page 57: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

ini diperlukan rangsangan cukup (penglihatan yang baik,pendengaran, keseimbangan, muscle sense dsb ).

2. Mampu untuk memutuskan penyelamatan pesawat sampaitujuan.

3. Kemampuan fisik untuk menyelesaikan tugasnya.

Butir (1) dan (3) tergantung pada kesamaptaan fisik, alat-alatpenglihatan, alat pendengaran; sedangkan butir (2) berdasar-kan kesempatan jiwa..

Kelainan-kelainan emosional atau kejiwaan di kalanganawak pesawat terbang telah dikenal sejak adanya peperanganudara yaitu perang dunia pertama. Waktu itu dikenal adanyapenurunan efisiensi fungsional dengan tidak dijumpai kelainan-kelainan fisik. Kemudian ternyata hal tersebut merupakangejala-gejala reaktif sebagai akibat timbulnya persoalan-persoal-an emosional dari seseorang yang dihadapkan pada situasiyang penuh stress.

Faktor-faktor yang mempengaruhi turunnya effisiensifungsional adalah (2, 5) :1. Stress yang dihadapi Individu.2. Faktor lingkungan yang mempengaruhi toleransi terhadap

stress.3. Faktor kepribadian Individu sehubungan kemampuan

adaptasi terhadap lingkungannya.

REAKSI—REAKSI YANG TIMBUL TERHADAP STRESSTERBANG

Stress pada penerbangan yang berinteraksi dengan kepri-badian serta lingkungan mungkin akan menimbulkan reaksiberupa gangguan emosional yang akan menurunkan efisiensifungsional. Pola reaksi individu yang timbul akibat stresspenerbangan dapat ditinjau secara langsung berdasarkantanggap penyesuaiannya (adaptive responses).

Pandangan lama terlalu sempit dan pengertian-pengertianberikut kurang betul (2) :1. Semua penerbang adalah normal dan secara psikis atau

mental emosional stabil.2. Bila penerbang mengalami kesulitan mental-emosional

maka ini disebabkan oleh faktor terbangnya.3. Kegagalan psikis (dekompensasi psikis) yang diakibatkan-

nya adalah suatu hal yang baru dan khas untuk duniapenerbangan.Pendekatan semacam ini menunjukkan tendensi melupakan

atau mengecilkan faktor kepribadian individu yang bersang-kutan serta interaksinya terhadap stress yang dihadapinya.

Adaptive responsesAdanya bahaya yang mengancam pada setiap penerbanganmeskipun diketahui, jarang diakui secara sadar oleh parapenerbang. Tapi hal ini tercermin pada tingginya honorariumyang diterimanya, juga asuransi jiwa yang menunjukkantendensi terus-menerus bertambah besar. Walaupun begitumereka tetap mengadakan penerbangan-penerbangan danbahkan mendapat kepuasan besar karenanya.

Individu-individu semacam ini memiliki rasa cinta yangkokoh terhadap penerbangannya, ditinjau dari segi masa damaiagak aneh tampaknya. Penghargaan dari Komandan serta

kelompoknya sangat membantu memperbesar motivasimereka, dan perasaan menyatu dalam kelompoknya dapatdipupuk secara baik untuk menyuburkan semangatnya.

Ia berada dalam keseimbangan yang positif antara kecemas-an yang dirasakan dalam tugas serta motivasi yang dipunyainya.Reaksi kejiwaan yang terlihat sebagai defence mechanismdapat dikatakan sehat, misalnya penerbang melakukan latihan-latihan terbang terus-menerus bahkan dengan manouvre yangrumit dalam aerobatic. Tindakan demikian cukup disadarisebagai akibat rasa takutnya tapi akibat sampingan ini malahandirasa menyenangkan.

Cara berpakaian yang penuh tanda-tanda atau simboltertentu serta lambang-lambang pada badan pesawatnya,merupakan simbolisasi yang dianggap sebagai reaksi pembelaanjiwa (defence mechanism ) yang sehat tadi. Individu-individuini percaya akan imortalitas dirinya didorong oleh pengabdianyang mendalam terhadap pesawat dan pemimpin-pemimpinnya

Mereka mempunyai pandangan lain dalam soal kematianyang menemani kehidupan sehari-harinya. Kejadian yanghampir menyebabkan kematian dianggap menyenangkan, dandengan sengaja mereka lakukan manouver-manouver aerobaticyang berbahaya. Semua ini menolong keyakinan yang adabahwa mereka kebal terhadap malapetaka kematian (2).

Pandangan yang tak bisa diakui kebenarannya ini diperkuatoleh faktor-faktor : bahwa awak pesawat sering tak dapatmelihat jelas sasaran-sasaran yang di-bomnya, perasaan bahwapesawatnya diserang oleh pesawat-pesawat musuh dan bukanoleh individu-individu lawan, mereka tidak pernah melihatmusuhnya gugur atau hancur, dan mereka tak pernah melihatkemenangan atau kekalahan serta mereka tak pernah menawanmusuh.

Perang semacam ini adalah hening dan sepi, terutama bagipenerbang pesawat pemburu atau penyergap. Keadaan se-macam itulah yang oleh Theofaldo disebut "Flying Compensa-tion Syndrome"

Mal-adaptive responseSeperti telah dikemukakan, konsep tingkah laku manusiaberhubungan erat dengan sikap-sikap sosial lingkungannyayang dapat dikaitkan dengan faktor budaya. Kebutuhan sosialdan pribadi individu saling mempengaruhi (6, 7). Oleh sebabitu kematangan kepribadian individu hanya akan timbul padalingkungan yang cukup matang pula (keluarga).

Alan L. Morgenstein melaporkan bahwa beberapa kasussiswa penerbang yang mengalami kegagalan adaptasi, dibesar-kan dalam keluarga yang menggunakan mekanisme kompen-sasi jiwa yang keliru seperti misalnya rasionalisasi, denial, sukamencela, proyeksi, passivity dll . Ini akan menghasilkan kepri-badian yang tidak jauh berbeda dengan lingkungannya, sebabmekanisme konversi berjalan secara tidak sadar.

Suatu analisa beberapa kasus perasaan takut terbang terjadipada kepribadian yang tidak matang (6). Ia memilih karierterbang karena diperlukan untuk membuktikan kelaki-lakian-nya atau keinginan lepas dari ketergantungannya. TetapiMorgenstein mengungkapkan bahwa perasaan takut terbangdapat terjadi juga pada individu yang tak mempunyai predis-posisi neurotik dan terjadi setelah fase kompensasi diperoleh,yang ia sebut "Flying Decompensation Syndrome" (1).

56 Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981

Page 58: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

Reaksi takut terbang pada seseorang yang telah terbiasadengan penerbangan disebut abnormal tetapi tidak patologikdan oleh karena itu bukan reaksi fobik neurotik. Di lain fihakuntuk yang belum terbiasa terbang, reaksi takut terbang iniadalah Normal. Takut terbang adalah reaksi tingkah laku yangmuncul dari instink pemeliharaan diri sebagai reaksi pertahan-an jiwa alamiah dan bukan patologik.Theobaldo membagi reaksi takut terbang sbb :1. Reaksi instinktif alamiah2. Primary Flying Decompensation Syndrome3. Secondary Flying Decompensation Syndrome4. Phobic Neurotic5. Psychotic with fear of flying.Untuk membedakan sindroma dekompensasi dari neurosis fo-bik Theobaldo memberi penjelasan sbb :

Flying DecompensationSyndrome Phobic Neurosis

1. terjadi pada individu yang tak 1. terjadi pada kepribadianada predisposisi neurotik. yang rawan.

2. Premorbid khas Flying Com- 2. Premorbid khas oleh meka-pensation Syndrome. nisme displacement atau

simbolisasi.

3. Individu menghadapi situasi 3. Individu berada pada situasiyang sangat berbahaya, misal- yang secara realistis tak ber-nya ketinggian. bahaya misalnya, cemas bila

mendapat no. 13; warnamerah dsb.

4. Reaksi yang timbul abnormal 4. Reaksinya merupakan haltapi tidak patologik. yang patologik.

5. Individu menyadari penuh de- 5. Ia sadar dan merasakanrajat risiko yang mungkin akan bahwa ketakutannya tidakdideritanya. masuk akal tetapi ia tidak

mampu menahannya.

6. Individu tidak merasakan sakit. 6. Individu merasa dan me-merlukan terapi.

PENANGGULANGANDianggap paling efisien dan bijaksana untuk memberikan

psikoterapi serta diusahakan agar yang bersangkutan tetapterbang secara aktif seperti semula (2). Pemberian laranganterbang perlu pertimbangan yang tidak gegabah, karenapenyingkiran dari aktivitas terbang ada kemungkinan justrusering memperkuat gangguan emosi yang bersangkutan.

Dalam usaha ini dapat diusahakan psikoterapi suportif,dorongan serta sikap penuh penghargaan disamping penugasanterbang yang kurang berbahaya. Diusahakan juga manipulasilingkungan agar penerbang cepat kembali ke stamima semula(2, 8, 9).

Stress yang cukup berat pada keadaan operasional tidakmenghendaki digunakannya tehnik-tehnik explorasi, karenadisamping kurang kegunaannya, bahkan dapat menurunkandaya tahan mereka, yang justru sangat diperlukan pada situasidemikian.

Untuk kasus yang lebih berat tentu dengan sendirinyaperlu segera dikonsulkan, dimana perlu diberikan perawatan di

rumah sakit. Untuk psikosis misalnya diberikan laranganterbang yang permanen atau penggantian pekerjaan, sepertihalnya juga kasus kelainan sifat & perilaku disalurkan melaluisaluran non-medis.

Mengingat sulitnya serta sangat kurangnya tenaga psikiaterusaha pencegahan adalah suatu hal yang utama dan pokok.• Pencegahan primer.— Tujuannya ialah mencegah terjadinyakelainan mental-emosional individu dalam menghadapi pe-ngaruh buruk lingkungan serta memperkuat menghadapikesulitan. Seleksi calon anggota merupakan saringan utamauntuk menyingkirkan individu yang berkepribadian takmatang atau kepribadian pasif yang kelak mungkin menunjuk-kan gangguan mental.

Usaha-usaha pengembangan dan promosi faktor-faktoryang menunjang perbaikan taraf kesehatan serta usaha pen-cegahan faktor-faktor yang menyebabkan kurang sehat.Usaha ini ditunjang dengan pengetahuan yang cukup daripelaksananya serta cukup dekat dengan awak pesawat.

Faktor pemimpin merupakan yang terpenting, diusahakanadanya perhatian lingkungan yang sungguh-sungguh, identifi-kasi kelompok yang kuat, interval waktu yang cukup, peng-hargaan yang wajar terhadap prestasi anggota, briefing ber-dasar fakta dan jelas, pengumuman secepat mungkin terhadappenundaan tugas terbang dsb.

Latihan diusahakan mendekati keadaan sesungguhnyauntuk memberikan kondisi emosi yang positif serta menebal-kan rasa percaya diri, serta untuk menyisihkan individu yangtidak mampu dalam tugasnya. Sebaliknya latihan tidak bolehterlalu berat sehingga memberikan stress yang berlebihan padaawak pesawat.• Pencegahan sekunder.— Usaha ini diarahkan agar gangguanjiwa yang telah ada tidak berkembang serta mengurangisekecil mungkin cacat yang ditimbulkan dengan menemukanpenyakit itu sedini mungkin dan memberikan pengobatansecepat dan setepat-tepatnya. Atau kalau memang perlu me-rawat atau merujukkan ke rumah sakit yang lebih mampu.• Pencegahan tersier.— Rehabilitasi cacat sebab penderitaan-nya diusahakan semaksimal mungkin, agar dapat mencapaiefektivitas semula sehingga dapat kembali ke dinas semula.Bila tidak memungkinkan, diusahakan penyaluran lainyang cukup memberikan rasa aman individu tersebut.

Daftar kepustakaan dapat diminta pada penu/is/redaksi

Untuk surat menyurat, gunakan alamat :Redaksi Cermin Dunia KedokteranP.O. Box 3105 — Jakarta

Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981 57

Page 59: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

Status Gizi Anak-anak Balitadi Nusa Penida ditinjau dari Sudut Antropometri

dr. Ketut NgurahBagian Ilmu ParasitFakultas Kedokteran, Universtias Udayana Bali.

PENDAHULUANPada saat sekarang masalah gizi di Indonesia yang perlu segeraditanggulangi adalah (1, 2) : (i) Protein Calori Malnutrition(PCM), (ii) Gondok endemis, kretinism defisiensi Jod, (iii)Defisiensi vitamin A, xeropthalmia dan kebutaan, dan (iv)Anemia malnutrisi.Protein Calori Malnutrition merupakan problem gizi utama ,terbukti dari angka kematian anak-anak balita di pedesaandan di kota masih tinggi yaitu 52% dan 42% dari jumlah semuakematian (2). Dan 10% dari bayi-bayi yang dilahirkan tidakmencapai umur 1 tahun. Sedang 9,5% lainnya mati antaraumur 1 — 4 tahun. Dari semua anak-anak pra-sekolah yangmenderita PCM diantaranya 2 — 4% menderita PCM berat(kwashiorkor) (2). Pada tahun 1959 Jelliffe mengusulkanpenggolongan PCM sebagai bentuk intermedier dari kwashior-kor dan marasmus, dimana PCM merupakan suatu syndromadan dapat dibagi menjadi beberapa tingkat (grade) baik secaraklinis ataupun secara antropometri (3). Tahap-tahap perubah-an didalam tubuh penderita penyakit defisiensi atau disebutjuga gizi-salah adalah sebagai berikut (4) :

1. Tissue depletion (pengurangan cadangan).2. Biochemical lesion (perubahan-perubahan biokimia).3. Functional changes (perubahan-perubahan fungsi).4. Anatomical changes (perubahan-perubahan anatomi).

Pada tahap 1 dan 2 mungkin belum tampak adanya tanda-tanda klinik, tapi bila sudah mencapai tahap 3 atau 4 makagejala-gejala klinik akan tampak lebih jelas. Pembagian PCMyang dianggap populer adalah ringan, sedang dan berat, di-samping ada juga bentuk borderline yaitu bentuk PCM di-antara PCM ringan dan normal.

Bentuk borderline dan PCM ringan sering tidak menunjuk-kan gejala-gejala klinik yang nyata sehingga oleh Prof. PoorwoSoedarmo diistilahkan sebagai "tidak sehat dan tidak sakit" .Artinya bahwa sekilas lintas anak tampaknya tidak sakittetapi bila diperiksa lebih teliti didalam tubuh si anak sudahada tanda-tanda defisiensi (4). Untuk menentukan gradasiPCM dengan cara mudah dan praktis digunakan pengukuransecara antropometri (5).

Tujuan survai ini adalah untuk mengetahui status gizianak-anak balita dan kalau memungkinkan mengambil lang-kah-langkah yang perlu untuk menanggulnagi masalah gizikhususnya anak-anak balita di sini. Sejauh mana hasil yang

akan dicapai nanti masih sangat tergantung dari follow upselanjutnya.

BAHAN DAN CARA KERJASurvai dilakukan di dua desa yaitu desa Batukandik dan

Batumadeg. Pemilihan dua desa ini berdasarkan keadaan sosialekonominya yang ternyata paling parah diantara desa-desa diNusa Penida. Sehingga dengan demikian sedikit banyak akanmencerminkan keadaan sosial ekonomi penduduk di NusaPenida karena status gizi sangat erat hubungannya dengankeadaan sosial ekonomi penduduk. Dilakukan pengukuran

antrophometri terhadap sample sebanyak 100 anak balita.Kepada orang tuanya masing-masing diadakan wawancaramengenai keadaan sosial ekonomi, pendidikan dan makananpokok yang dimakan sehari-hari. Disamping pengukuran secaraantropometri juga diperiksa secara klinik dan fisik diagnostikuntuk menunjang data-data dan hasil penilaian antropometri.Alat-alat yang digunakan pada pengukuran antropometriadalah timbangan gantung lengkap dengan baju timbangannyadan meteran dari plastik. Cara pengambilan sample ialahdengan mengumpulkan semua penduduk yang mempunyaianak berumur dibawah 5 tahun dan kepada mereka dibagikansusu untuk anaknya. Dengan demikian diharapkan semua anakbalita dapat disurvai. Yang tidak dapat hadir didatangi kerumahnya. Didalam survai ini dilakukan juga pelayanan medisbagi penduduk yang kebetulan menderita sakit seperti pe-nyakit infeksi, penyakit kulit dan lain-lain dengan obat-obatdasar. Cara pengukuran antrophometri ialah dengan menim-bang berat badan dalam kg, tinggi badan dalam cm, lingkarlengan atas dalam cm dan umur dalam tahun. Dengan data-data ini dapat ditentukan gradasi PCM ditinjau dari tahun.Dengan data-data ini dapat ditentukan gradasi PCM ditinjaudari beberapa aspek yaitu : berat badan menurut tinggi (Stan-dard International Harvard), berat dan tinggi menurut umur(Harvard standard Stuart & Stevenson 1959), lingkar lenganatas menurut umur. Hasilnya dapat dicari dengan mengguna-kan suatu tabel (5).

HASIL—HASIL

Data-data umum.Desa Batukandik terletak di daerah pedalaman, demikian jugadesa Batumadeg. Luas areal desa Batukandik ± 20.221 km

58 Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981

Page 60: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

persegi dan desa Batumadeg ± 2.272 km persegi. Jumlahpenduduk desa Batukandik 3.839 jiwa terdiri dari 624 kepalakeluarga (KK), desa Batumadeg jumlah penduduknya 1.987jiwa terdiri dari 401 KK. Taraf pendidikan dan sosial ekonomirata-rata masih rendah. Mata pencaharian sebagian besar ber-tani dengan hasil utama ketela, jagung dan kacang-kacangan.Kedua desa ini sulit dicapai dengan kendaraan bermotorkarena jalannya berbukit-bukit dengan tanjakan-tanjakan yangcuram. Untuk masuk ke pedalaman harus berjalan kaki kuranglebih 2 kilometer. Keadaan kesehatan baik perorangan ataupunlingkungan di dua desa ini rata-rata masih kurang. Sulit men-cari sumber air bersih untuk keperluan sehari-hari. Sebagianbesar mereka mengandalkan air hujan yang ditampung denganbak penampungan (disebut cubang). Penyakit-penyakit disiniadalah penyakit-penyakit infeksi dan penyakit kulit. Makananpokok mereka sehari-hari terdiri dari nasi dicampur denganketela atau jagung dan sayur hijau, kacang-kacangan dandaging kadang-kadang.

Data-data klinisPada pemeriksaan klinis dan fisik diagnostik sebagian besaranak balita disini menderita anemia ringan dan beberapa anakmenderita anemia agak berat. Juga beberapa anak menunjuk-kan gejala-gejala irritable, cengeng dan edema ringan pada kaki.Hanya sebagian kecil saja yang betul-betul sehat.

PEMBICARAANDari hasil-hasil penelitian ini ternyata memang sebagian

besar anak balita disini menderita PCM borderline dan PCMringan (Lhat tabel 2, 3, 4, 5), yang secara klinik tidak me-

TABEL 1.— Data antropometri

Pemeriksaanantropometri Range Mean

U m u r 5bln — 4,5 thn 2,64 thnBerat badan (kg) 5,7 — 16,8 11,65 kgTinggi badan (cm) 60 — 102 86,50 cmLingkar lenganatas (cm) 11 — 16 13,67 cm

Jumlah anak yang diperiksa = 100 orang.

TABEL 2.— Penilaian berdasarkan berat badan menurut tinggi badan(sex combined).

PCM score Jumlah anak Prosentase

0 61 orang 61%1 31 orang 31%2 8 orang 8%3 — — 4 — —

Jumlah 100 orang 100%

TABEL 3.— Penilaian berdasarkan berat badan menurut umur ( sexcombined).

PCM score Jumlah anak Prosentase

0 22 orang 22%1 15 orang 15%2 44 orang 44 %3 15 orang 15%4 4 orang 4%

Jumlah : 100 orang 100%

TABEL 4.— Penilaian berdasarkan tinggi menurut umur(sex combined).

PCM score Jumlah anak Prosentase

0 6 orang 6%1 58 orang 58%2 32 orang 32%3 4 orang 4% 4 — —

Jumlah : 100 orang 100%

TABEL 5.— Penilaian berdasarkan lingkar lengan atas menurut umur( sex combined ).

PCM score Jumlah anak Prosentase

0 6 orang 6%1 58 orang 58%2 32 orang 32%3 4 orang 4%4 — —

Jumlah : 100 orang 100%

Keterangan:

Score 0 berarti normal.Score 1 PCM borderline.Score 2 PCM ringan.Score 3 PCM sedang.Score 4 PCM berat.

nampakkan gejala-gejala nyata. Menurut Prof. Poorwo Soedar-mo mereka ini digolongkan dalam status "tidak sehat dantidak sakit" (4). Dari 100 orang anak balita yang diperiksa

Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981 59

Page 61: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

didapatkan 4 orang menderita PCM berat dengan penilaianberdasarkan berat badan menurut umur (Tabel 3). Dari 4orang (4%) yang menderita PCM berat berdasarkan kriteriaantropometri, secara Idinik juga menunjukkan gejala-gejalaagak nyata seperti badan sangat kurus, lemah, pucat, irritabledan edema ringan pada kaki. Namun demikian secara ke-seluruhan keadaan anak balita disini belum merupakanproblem yang serius. Meskipun demikian perlu juga dipikirkanlangkah-langkah sedini mungkin untuk penanggulangan se-belum keadaan bertambah parah. Dalam hal ini Puskesmas diNusa Penida sudah menjalankan usaha-usaha berupa pembagi-an susu secara rutin kepada anak-anak balita terutama di desa-desa dimana keadaan sosial ekonominya tergolong parah.

Puskesmas sudah pernah melakukan penelitian antropo-metri pada anak-anak balita di 3 desa (Batukandik, Batu-madeg dan Klumpu) tahun 1977. Diperiksa 300 anak balitadengan hasil PCM borderline dan PCM ringan mendudukitempat teratas dan PCM berat hanya 6 orang (2%) (6). Dengandemikian dapat dikatakan bahwa hasil yang kami dapatkantidak jauh berbeda. Hanya berbeda dalam jumlah sample.

KESIMPULANTelah dilakukan penelitian terhadap 100 orang anak balita

TEORI DAN PRAKTEKILMU MAHKOTA & JEMBATAN

Oleh : drg. P. Martanto. Jilid 1, edisiyang disempurnakan, 299 halaman. Bandung, Penerbit

Alumni, 1981.

" Setiap dokter gigi pada suatu saat dalam kariernya akanmerasa bahwa profesinya merupakan profesi yang penuh danmenarik. Dia harus memiliki pengetahuan dan terlatih dalambidang biologik seperti halnya seorang dokter, dia harus mam-pu mendisain dan membangun suatu struktur seperti halnyaseorang insinyur, dan disamping itu, mampu menunjukkansifat halus seorang seniman untuk dapat menghasilkan hasil-hasil estetik yang demikian perlu dalam pemugaran gigi,"demikian Dr. Stanley Tylman pernah berkata. Dan semua ke-ahlian serta pengalaman itu ditantang dalam pembuatan mah-kota dan jembatan gigi.

secara antropometri dan klinik dengan hasil sebagian besarberstatus PCM borderline dan PCM ringan dan hanya 4% ber-status PCM berat. Keadaan ini belum merupakan problemyang serius sebab jalan masih terbuka lebar untuk bisa me-ningkatkan status gizi dan kesehatan anak-anak balita tersebut.Namun demikian masih perlu diadakan follow-up secara ter-atur dan berkesinambungan.

KEPUSTAKAAN

1.Majalah Kesehatan No. 57, tahun 1977, diterbitkan oleh Departe-ment Kesehatan Republik Indonesia, 76 — 78.

2.Majalah Kesehatan No. 58, tahun 1977, diterbitkan oleh Departe-ment Kesehatan Republik Indonesia, hal 15 — 17.

3. Kumpulan Kuliah Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia, tahun 1974, cetakan kedua, Bagian I, hal 421 — 422.

4.Prof. Poorwo Soedarmo, Dr A Djaeni Setiaoetama. Ilmu Gizi,Masalah Gizi Indonesia dan Perbaikannya. Penerbit Dian Rakyat,205 — 208.

5.Manual for the Standardization and Evaluation of Data for theAssessment of the Nutritional Health of a Community using FieldSurvey Techniques in Rural Areas. Survey/Reaserch Unit Directo-rate of Nutrition Ministry of Health Indonesian, Jakarta, Desember1971.

6. Data-data anthrophometri anak-anak balita di Batukandik, Batu-madeg dan Klumpu tahun 1977 oleh staf Puskesmas Nusa Penida.

Buku yang diterbitkan dalam 2 jilid ini ditulis dengan mak-sud untuk memberi pengetahuan dasar dari Ilmu Mahkota danJembatan (Crown & Bridge prosthodontios atau Fixed partialprosthodontios) yang merupakan suatu bagian dari ilmu ke-dokteran gigi. Di sini diajarkan cara-cara pembuatan alat-alat penganti gigi berupa mahkota-mahkota untuk memugarbentuk gigi yang mengalami kerusakan dan geligi tiruan yangdiikatkan secara tetap pada gigi-gigi yang masih ada untukmengganti yang hilang.

Dalam kedua jilid buku ini diuraikan masalah-masalah se-perti : Indikasi dan kontraindikasi perawatan gigi tiruan jem-batan, Diagnosa dan rencana perawatan, Persiapan gigi untukpemahkotaan, Pencetakan dan pembuatan alat-alat pengantigigi di laboratorium. Disamping itu juga dibahas cara-cara pem-buatan mahkota berlapis jaket, gigi pasak, dan diberi uraiantentang restorasi gabungan logam-porselen, penirmanaan jem-batan, kegagalan jembatan, pembuatan restorasi tetap padaremaja dan peranan ortodontik dalam penanganan kasusjembatan.

Pengalaman pribadi penulis dalam bidang klinis dan labo-ratorium selama 25 tahun banyak membantu penulis dalammenyusun tata kerja yang efektif, praktis dan sederhana, dandisesuaikan dengan situasi dan kondisi pada umumnya diIndonesia.

Dicetak offset dengan kertas HVS yang tebal serta mutupencetakan yang baik, buku ini juga dihiasi dengan 148 gam-bar, yang seluruhnya merupakan lukisan tangan si penulis.Ketekunan dan sentuhan seni penulis tercermin dalam ilustra-si yang indah dari informatif itu.

60 Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981

Page 62: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

Catatan singkat

Lebih dari separuh dari 105 penderita pes di Ame-rika dalam dekade 1970 adalah anak-anak; bahkanada neonatus yang terkena. Asalkan tanda-tandaseptikemia dan nyeri kelenjar dikenali, pengobatandengan streptomisin dapat menyembuhkannya.

Am J Dis Child 1981; 135: 418

Basil lepra tumbuh dengan subur pada hewan ar-madillo karena suhu tubuh hewan ini rendah. Kinivaksin lepra sedang dikembangkan menggunakanhati dan limpa hewan tsb. Tapi seandainya vaksin tsbberhasil baik, masih ada masalah lain : tak cukupbanyak armadillo untuk membuat vaksin bagi 2000juta orang dengan resiko lepra di seluruh dunia.

Nature 1981; 291 : 527

Dalam usaha memberantas merokok, ada yang me-nganjurkan penggunaan sigaret rendah-nikotin bilaorang tsb belum dapat berhenti merokok. Rupanyausaha ini tidak akan banyak menolong membebaskan-nya dari penyakit, karena dia cenderung menghisaprokoknya dalam-dalam sehingga volume asap yangmasuk paru-paru lebih banyak. Bersamaan dengan ituakan masuk juga sisa-sisa pembakaran berupa gas COdan ter dalam jumlah yang lebih banyak. Sedang jum-lah total nikotin yang terhisap akan tetap sama.

Maka Herning dkk. mendukung usul Russel : bu-atlah sigaret dengan kadar nikotin sedang atau tinggi,tapi rendah ter dan CO nya.

Br. Med J 1981; 293 : 187

Dulu ibu-ibu hanya diberi kesempatan 1 jam un-tuk menengok anak yang dirawat di rumah sakitKini di Inggris ibu-ibu itu bukan hanya dianjurkanbahkan didesak — untuk tinggal di rumah sakit me-nemani anak-anak sakit itu. Sebuah buku bagi orang-tua yang diterbitkan oleh the National Associationfor the Welfare of Children in Hospital secara meya-kinkan mendiskusikan masalah ini. (Bagaimanarumah sakit di Indonesia ?).

Malaria masih tetap merupakan masalah dunia. Makaobat-obat baru untuk malaria masih terus dicari.Baru-baru ini diberitakan penemuan obat baru yaituArtemisine atau "Qinghaosu", berasal dari tanamantradisional Cina, Artemisia annua L, yang telah dike-nal di sana 2000 tahun yll. Bahan aktifnya ditemukantahun 1972 yll, berupa senyawa sesquiterpene lactonedengan gugus peroksi.

Obat ini sangat poten dan bersifat parasitisidalterhadap P. vivax & falciparum pada tahap eritro-sitik. Malaria serebral dan falciparum yang resistenterhadap klorokuin dapat dibasminya. Sejauh ini be-lum ditemukan efek samping yang berbahaya.

Pharmacy International 1981 ; 2 (9) : 184

Rasa gatal itu sulit sekali dinilai secara obyektif, se-hingga penelitian yang berkaitan dengannya juga ter-hambat. Namun kini ditemukan bahwa selama ti-dur pasien-pasien yang merasa gatal menggerakkantangannya lima kali lebih sering daripada orang nor-mal. Oleh sebab itu alat pengukur gerakan tangan se-waktu tidur dapat dipakai untuk menilai rasa gatal.Hasil penelitian itu konsisten dan reproducible, se-hingga dapat dipakai oleh para ahli penyakit kulit un-tuk penelitian-penelitian yang berhubungan dengan ra-sa gatal.

Brit J Dermatol 1980; 102 : 275—81

•Pada binatang, anjing misalnya, penis captivus ( penissulit dilepaskan dari genitalia betina ) adalah kejadianyang normal. Tidak demikian halnya pada manusia.Banyak dongeng tentang itu, namun hampir tak adabukti otentik bahwa itu dapat terjadi pada manusia.Oleh sebab itu laporan pengalaman pribadi BrendanMusgrave menarik juga. Pada tahun 1947 dia menyak-sikan dua orang muda, mungkin pasangan yang se-dang berbulan madu, dibawa ke rumah sakit gara-ga-ra kejadian itu. Setelah anestesi diberikan pada si wa-nita, persoalan pun beres dan mereka pulang hari itujuga (adakah teman sejawat di Indonesia yang me-nyaksikannya secara pribadi?).

Br Med J 1980; 280 : 51

Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981 61

Page 63: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

PEKERJAAN RUTIN

Di dalam kamar bedah seorang pasien yang akan dioperasi ditidurkan di atas meja ope-rasi. Setelah operator melihat daerah yang akan dioperasi, dengan kesal dia bertanya,"Kenapa rambut-rambutnya belum dicukur ? Panggil perawatnya !"

Dengan hati dag-dig-dug perawat tersebut memasuki kamar bedah, lalu opera-tor berkata, "Coba dilihat, apakah rambut-rambutnya telah dicukur !"

Perawat tersebut mendekati meja operasi dan membuka kain yang menutupi pa-sien, lalu dengan hati lega ia berkata : "Sudah dicukur, dok!"Operator : " Lho, apanya yang kamu cukur ?"Perawat : " Pubesnya, dok."Operator : " Ya, ampun...................................... yang perlu dicukur adalah tengkuk-nya, bukan pubesnya ! " sambil menunjuk ke arah tumor yang terdapat di tengkukpasien.

dr. Martono — Medan

KEKURANGAN AIR SUSU IBU ( di Indonesia)

Kini tidak dapat disangkal lagi bahwa air susu ibu (a.s.i.) merupakan makananterbaik untuk bayi. Akan tetapi ternyata a.s.i. masih ada juga kekurangannya (khu-susnya di Indonesia) !

Nah, khayalkan saja bahwa pada suatu hari telah berkumpul bayi-bayi dariseluruh dunia dalam suatu simposium internasional yang membahas peranan a.s.i.Semua wakil dari negara-negara yang hadir setuju akan keuntungan dan kemanfaatancairan biologik ini bagi kesehatan dan pertumbuhan bayi.

Ternyata bayi, wakil atau utusan dari Indonesia, mengangkat jempol (ibu jarikakinya meminta kesempatan bicara untuk menyampaikan keluhannya terhadapa.s.i. Indonesia.- - Saya memang setuju dengan semua pujian bagi a.s.i seperti yang telah dikemuka-kan oleh teman-teman bayi yang lain, akan tetapi saya hendak mengajukan suatuhal yang kurang sedap dalam a.s.i. di Indonesia.- - Bila saya hendak meminum a.s.i pada waktu menjelang pagi, maka hidung sayatertusuk oleh bau asap rokok kretek !!!

Nah, kiranya Sdr. dapat menebak apa yang menyebabkan kontaminasi a.s.i.dengan bau asap rokok kretek tersebut ???

OLH

62 Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981

SOLIDERSeorang dokter telah selesai memberipenerangan tentang keluarga berencanabagi warga suatu desa yang telah ber-langsung sehari penuh. Dengan wajahyang letih dan suara yang agak paraubertanyalah ia kepada para pendengarceramah tentang cara-cara mencegahkehamilan."Jadi, ibu-ibu, kalau mau keluargaberencana harus pakai "..................(disini dokter tadi menunggu jawabanspontan dari para ibu). Oleh karenatidak terdengar jawaban maka ia hen-dak menolong dengan mengatakan :"spiiiiiii " (yang dimaksudkan ten-tunya spiral). Terdengar suara serentakpara ibu : ...............doll- !!!!!!!!Dengan wajah yang kesal dokter ber-ganti menanyakan kepada para bapak-bapak: "Bapak-bapak, kalau keluargaberencana harus pakai. . . . Kon . . . ."(yang hendak didengar tentunya kon-dom). Akan tetapi bapak-bapak desaini dengan semangat solider denganpara ibu menjawab .....................dol!??

Dengan lesu dokter tadi kembalike kantornya.

OLH

Page 64: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

PENAMBAH ILMU KEDOKTERAN

Dapatkah saudara menjawab pertanyaan -pertanyaan di bawah ini ???

RUANG PENYEGAR DAN

1. Banyaknya udara yang kita hisap dipengaruhi oleh ge-rakan iga dan diafragma. Pada tiap alun nafas (tidalvolume) orang normal, gerakan diafragma dan abdo-men memberi kontribusi kurang lebih :(a) 20 %(b) 30 %(c) 40 %(d) 50 %(e) 70 %

2. Pada pembedahan abdomen, kapasitas total paru mau-pun kapasitas vital akan lebih banyak berkurang biladilakukan sayatan pada :(a) abdomen bagian atas(b) abdomen bagian tengah(c) abdomen bagian bawah(d) sayatan dimana saja sama pengaruhnya.

3. Berkurangnya isi paru pada pembedahan abdomen di-sebabkan oleh hal-hal di bawah ini, kecuali :(a) pengaruh narkosis umum.(b) pneumoperitoneum(c) distensi abdomen(d) rasa sakit pasca bedah(e) bukan salah satu dari di atas.

4. Pada penyakit paru obstruktif menahun (PPOM)(a) terapi dengan obat-obatan sangat efektif(b) terapi medikamentosa terutama ditujukan untuk

mengurangi infeksi.(c) terapi fisik/fisioterapi sering berguna walaupun

tak ada perbaikan faal paru.(d) di Indonesia dilaporkan penderita wanita lebih

banyak daripada lelaki.(e) semua jawaban benar.

5. Postural drainage adalah cara klasik untuk mengelu-arkan sekret paru dengan mempergunakan gaya beratitu sendiri, digunakan pada keadaan-keadaan di bawahini, kecuali :(a) penderita yang tirah baring lama, khususnya pen-

derita penyakit paru kronik, penderita pasca be-dah yang mengalami imobilisasi dsb.

(b) penderita dengan sputum yang banyak(c) penderita yang batuknya tidak efektif karena sa-

kit.(d) edema paru dan efusi pleura(e) penderita yang tidak sadar/koma untuk menge-

luarkan sekret.

6. Pernyataan ini benar untuk mikobakteriosis paru,kecuali :(a) disebabkan oleh mikobakterium atipik.(b) mikobakterium ini dapat hidup di alam bebas

sebagai saprofit.(c) gejala kliniknya berat meskipun gambaran. ra-

diologik paru menunjukkan lesi yang sedikitsekali.

(d) lebih sering terbentuk kavitas daripada tuber-kulosis.

(e) lebih kebal terhadap kemoterapi daripada tuber-kulosis sehingga pembedahan merupakan terapipilihan bila lesi masih terbatas.

7. Adenoma bronkhial : (pilih pernyataan yang salah)(a) adalah tumor paru dengan tingkat malignitas yang

rendah, tapi dapat bermetastasis.(b) biasanya dijumpai pada usia tua.(c) batuk dan hemoptisis merupakan gejala pertama

sebagian besar pasien.(d) pemeriksaan radiologik sering normal.(e) bila tumor primer dapat direseksi, prognosis baik

meskipun ada metastasis8. Pada bronkhitis kronis :

(a) latihan fisik/fisioterapi tak bermanfaat.(b) pasien sebaiknya dilarang berolahraga meskipun

hanya ringan saja.(c) banyak yang disebabkan oleh proteolisis jaringan

alveolar akibat asap rokok.(d) diazepan berbahaya, maka sama sekali tak boleh

digunakan.(e) pengobatan terutama harus ditujukan pada kau-

sanya, karena kausanya mudah diketahui dan di-obati.

9. Pada penerbangan yang tinggi dengan kabin yang tanpatambahan tekanan udara :(a) dapat terjadi rasa nyeri pada telinga dan sinus ka-

rena pengembangan gas.(b) dapat terjadi rasa nyeri bila ada pulpitis laten.(c) nyeri pada sinus lebih sering terjadi waktu turun(d) nyeri perut terjadi bila tak dapat flatus(e) semua benar

Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981 63

cdk_djuni
Page 65: Cdk 024 Pernafasan Kedokteran Penerbangan

ABSTRAK•ABSTRAKLIPAT DAUN TELINGA (EARLOBE CREASE) DAN PENYAKIT JANTUNGKORONER

Telah dilakukan penelitian untuk menyanggah atau memperkuat dugaan adanyakorelasi antara lipatan daun telinga dan penyakit jantung koroner. Dr. Hanna dkk.,dari School of Aerospace Medicine, USA telah meneliti 1172 pria dewasa yang telahdikumpulkan untuk evaluasi medik kesegaran jasmani untuk menjadi pilot kapalterbang.

Pada 172 diantara mereka telah dilakukan angiografi koroner dan 28% diantara-nya memang menunjukkan penyakit jantung koroner.

Juga telah ditemukan hubungan stastistik yang sangat bermakna antara lipatandaun telinga dan umur, baik dalam seluruh rombongan maupun diantara 172 orangyang telah menjalani arteriografi koroner.

Mereka berkesimpulan bahwa lipatan daun telinga disebabkan oleh usia danusia sendiri memang sangat erat berhubungan dengan penyakit jantung koroner.Kalau faktor usia dikeluarkan maka lipatan daun telinga sendiri tidak meningkatkanketepatan ramalan penyakit jantung koroner.

OLHNTIS Medicine & Biology, Oct. 6, 1981

GANGGUAN VASKULER HEPAR KARENA TERAPI DENGAN DACARBAZINEDacarbazine (dimetil—triazeno—imidazolkarboxamida) sering digunakan untuk

terapi melamona stadium III dan sebagai obat tambahan pada stadium I dan II padapenderita yang prognosanya buruk.

Gangguan sementara terhadap test fungsi hepar telah dikenal sebagai efek sam-ping obat ini. Pada laporan ini disebutkan 2 kasus hepatic failure karena oklusi vasculerselama terapi melanoma dengan dacarbazine (sebagai sitostatika tunggal). Main itudisebutkan pula 5 kasus kematian lain yang juga dalam terapi obat ini. yang dikutipdari laporan lain.

Mekanisme kerja hepatic failure karena obat ini belum diketahui dengan pasti,tetapi diduga mungkin ada kaitan dengan interaksi dengan obat lain yang dipakaibersama sitostatika tsb. seperti chlorpromazine dsb.

PERLUKAH ENEMA PADA PARTUS ?

Penyelidikan oleh Romney & Gordon baru-baru ini telah membuktikan bahwamencukur daerah pubis pada wanita yang sedang partus tidak ada faedahnya. Kinikedua peneliti itu menyelidiki "kebiasaan" lain pada praktek obstetri, yaitu : apakahenema berguna bagi wanita yang sedang partus. Enema biasanya dianggap bergunakarena (i) usus yang kosong mempermudah turunnya bagian yang dipresentasi, (ii)mengurangi kontaminasi feces, dan (iii) secara reflex merangsang aktivitas uterus.

Dalam penelitian ini 149 wanita (kelompok kontrol) diberi enema, 125 lainnyatidak. Kedua kelompok ternyata tidak menunjukkan perbedaan bermakna dalamkontaminasi feces selama partus kala I & II. Kontaminasi setelah pemberian enemajustru sulit dikontrol, karena feces lebih cenderung cair. Lama partus dapat dikatakansama pada kedua kelompok.

Disimpulkan bahwa dalam persiapan partus normal, enema hanya pantas diberikanbila wanita tsb. belum berdefekasi dalam 24 jam terakhir, atau pemerikaan dalamjelas jelas menunjukkan rektum yang penuh.

Romney ML, Gordon H. Brit Med J 1981 ; 282: 1269 — 71

BSBr. Med J 1981; 282: 1744

64 Cermin Dunia Kedokteran No. 24, 1981