Catatan Kuliah an Real

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    1/83

     

    ANALISIS RIIL I

    Disusun oleh

    Bambang Hendriya Guswanto, S.Si., M.Si.

    Siti Rahmah Nurshiami, S.Si., M.Si.

    PROGRAM STUDI MATEMATIKA

    JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

    UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

    PURWOKERTO

    2006

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    2/83

     

    KATA PENGANTAR

    Buku ini ditulis dalam rangka pengadaan buku ajar mata kuliah Analisis I, yang

    merupakan mata kuliah wajib. Buku ini berisi materi yang diperuntukan bagi

    mahasiswa yang telah mengambil mata Kalkulus I dan Kalkulus II. Topik-topik

    dalam buku ini sebenarnya sudah dikenal oleh mahasiswa yang telah mengambil

    kedua mata kuliah tersebut. Hanya saja, materi pada buku ini lebih abstrak,

    teoritis, dan mendalam. Materi pada buku ini merupakan materi dasar analisis

    real. Analisis real merupakan alat yang esensial, baik di dalam berbagai cabang

    dari matematika maupun bidang ilmu-ilmu lain, seperti fisika, kimia, dan ekonomi.

    Mata kuliah Analisis I adalah gerbang menuju mata kuliah yang lebih lanjut, baik

    di dalam maupun di luar jurusan Matematika. Jika mata kuliah ini dapat dipahami

    dengan baik maka mahasiswa mempunyai modal yang sangat berharga untuk

    memahami mata kuliah lain. Diharapkan, setelah mempelajari materi pada buku

    ini, mahasiswa mempunyai kedewasaan dalam bermatematika, yang meliputi

    antara lain kemampuan berpikir secara deduktif, logis, dan runtut, serta memiliki

    kemampuan menganalisis masalah dan mengomunikasikan penyelesaiannyasecara akurat dan rigorous .

    Buku ini terdiri dari lima bab. Bab I membahas tentang himpunan bilangan real.

    Di dalamnya, dibicarakan tentang sifat aljabar (lapangan), sifat terurut, dan sifat

    kelengkapan dari himpunan bilangan real. Kemudian, dibahas tentang himpunan

    bagian dari himpunan bilangan real yang dikonstruksi berdasarkan sifat

    terurutnya, yang disebut sebagai interval. Dijelaskan pula tentang representasi

    desimal dari bilangan real dan menggunakannya untuk membuktikan Teorema

    Cantor. Selanjutnya, bab II berisi tentang barisan bilangan real, yang meliputi

    definisi dan sifat-sifat barisan, Teorema Bolzano-Weierstrass, kriteria Cauchy,

    barisan divergen, dan sekilas tentang deret tak hingga. Kemudian, bab III

    mendiskusikan tentang definisi limit fungsi (termasuk limit sepihak, limit di tak

    hingga, dan limit tak hingga) dan sifat-sifatnya. Lalu, bab IV membahas

    kekontinuan fungsi, yang meliputi definisi fungsi kontinu dan sifat-sifatnya, fungsi

    kontinu pada interval, kekontinuan seragam, serta fungsi monoton dan fungsi

    invers.

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    3/83

     

    Buku ini masih dalam proses pengembangan dan tentunya masih jauh dari

    sempurna. Untuk itu, penulis membuka diri terhadap saran dan kritik dari

    pembaca, demi semakin baiknya buku ini sebagai buku ajar mata kuliah wajib

    Analisis I.

    Purwokerto, 29 Juli 2006

    Penulis,

    Bambang Hendriya Guswanto, S.Si., M.Si.

    Siti Rahmah Nurshiami, S.Si., M.Si.

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    4/83

     

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR

    DAFTAR ISI

    BAB I HIMPUNAN BILANGAN REAL

    1.1 Sifat Aljabar dari R  

    1.2 Sifat Terurut dari R  

    1.3. Sifat Kelengkapan dari R  

    1.4. Interval1.5 Representasi Desimal dari Bilangan Real

    BAB II BARISAN BILANGAN REAL

    2.1 Definisi Barisan Bilangan real

    2.2 Sifat-Sifat Barisan Bilangan Real

    2.3 Teorema Bolzano-Weierstrass

    2.4 Kriteria Cauchy

    2.5 Barisan Divergen

    2.6 Deret Tak Hingga

    BAB III LIMIT FUNGSI

    3.1 Titik Timbun

    3.2 Definisi Limit Fungsi

    3.2 Sifat-Sifat Limit Fungsi

    BAB IV KEKONTINUAN FUNGSI

    4.1 Definisi Fungsi Kontinu

    4.2 Sifat-Sifat Fungsi Kontinu

    4.3 Fungsi Kontinu pada Interval

    4.4 Kekontinuan Seragam

    4.5 Fungsi Monoton

    4.6 Fungsi Invers

    DAFTAR PUSTAKA

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    5/83

     

    BAB I

    HIMPUNAN BILANGAN REAL 

    Bab ini menjelaskan tentang hal-hal yang berkaitan dengan dengan sistem

    bilangan real sebagai suatu sistem matematika yang memiliki sifat-sifat sebagai

    suatu lapangan   yang terurut   dan lengkap . Yang dimaksud dengan sistem

    bilangan real sebagai suatu lapangan di sini adalah bahwa pada himpunan

    semua bilangan real R  yang dilengkapi dengan operasi penjumlahan dan

    perkalian berlaku sifat-sifat aljabar dari lapangan. Sifat terurut dari R  berkaitan

    dengan konsep kepositifan dan ketidaksamaan antara dua bilangan real,

    sedangkan sifatnya yang lengkap berkaitan dengan konsep supremum   atau

    batas atas terkecil . Teorema-teorema dasar dalam kalkulus elementer, seperti

    Teorema Eksistensi Titik Maksimum dan Minimum, Teorema Nilai Tengah,

    Teorema Rolle, Teorema Nilai Rata-Rata, dan sebagainya, didasarkan atas sifat

    kelengkapan dari  R ini. Sifat ini berkaitan erat dengan konsep limit dan

    kekontinuan. Dapat dikatakan bahwa sifat kelengkapan dari R  mempunyai

    peran yang sangat besar di dalam analisis real.

    Bab ini terdiri dari beberapa sub bab. Sub bab 1.1 membahas sifat lapangan dari

    R . Sub bab 1.2 menjelaskan sifat terurut dari R , dan di dalamnya dibahas juga

    tentang konsep nilai mutlak . Pada sub bab 1.3 didiskusikan tentang sifat

    kelengkapan dari R . Pada sub bab ini dibahas mengenai sifat Archimedean dan

    sifat kerapatan dari himpunan bilangan rasional. Selanjutnya, sub bab 1.4,

    menjelaskan tentang interval , sebagai suatu himpunan bagian dari R  yang

    dikonstruksi berdasarkan sifat terurut dari R . Yang terakhir, sub bab 1.5

    membahas tentang representasi desimal dari bilangan real. Pada sub bab ini,

     juga dipaparkan bagaimana membuktikan Teorema Cantor dengan

    menggunakan konsep representasi desimal dari bilangan real ini. Teorema

    Cantor mengatakan bahwa himpunan R  merupakan himpunan yang tak

    terhitung (uncountable ).

    1.1 Sifat Aljabar dari R  

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    6/83

     

    Sifat 1.1 (Sifat Aljabar dari R ).  Pada himpunan bilangan real R  yang

    dilengkapi operasi penjumlahan ( + ) dan operasi perkalian ( ⋅ ) berlaku sifat-sifat,

    terhadap operasi penjumlahan :

    T1.  a b b a+ = +  untuk setiap R∈ba,  

    T2. ( ) ( )a b c a b c+ + = + +  untuk setiap R∈cba   ,,  

    T3. Terdapat elemen R∈0  sedemikian sehingga 0 0a a a+ = + =  untuk setiap

    R∈a  

    T4. Terdapat elemen R∈− a  sedemikian sehingga ( )   0a a a a− + = + − =  untuk

    setiap R∈a  

    terhadap operasi perkalian :

    K1. a b b a⋅ = ⋅  untuk setiap R∈ba,  

    K2.  ( ) ( )a b c a b c⋅ ⋅ = ⋅ ⋅  untuk setiap R∈cba   ,,  

    K3.  Terdapat elemen R∈1  sedemikian sehingga 1 1a a a⋅ = ⋅ =  untuk setiap

    a ∈  

    K4. Terdapat elemen R∈a / 1  sedemikian sehingga ( ) ( )1/ 1/ 1a a a a⋅ = ⋅ =  

    untuk setiap R∈a ,

    dan

    D. ( )a b c a b a c⋅ + = ⋅ + ⋅  dan ( )b c a b a c a+ ⋅ = ⋅ + ⋅  untuk setiap R∈cba   ,, .

    Sifat T1 dan K1 merupakan sifat komutatif, sifat T2 dan K2 merupakan sifat

    asosiatif, sifat T3 dan K3 menunjukkan eksistensi elemen identitas, dan sifat T4

    dan K4 menunjukkan eksistensi elemen invers, berturut-turut masing-masingterhadap operasi penjumlahan dan perkalian. Yang terakhir, sifat D merupakan

    sifat distributif perkalian atas penjumlahan. Sifat T1-T4, K1-K4, dan D yang

    dipenuhi oleh semua elemen di R , menjadikan R   dipandang sebagai suatu

    lapangan .

    Terkait dengan elemen identitas 0 (terhadap operasi penjumlahan) dan 1

    (terhadap operasi perkalian), kita memiliki fakta bahwa kedua elemen ini

    merupakan elemen yang unik atau tunggal. Selain itu, perkalian setiap elemen di

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    7/83

     

    R  dengan elemen 0 hasilnya adalah 0. Fakta-fakta ini, secara formal matematis,

    dapat direpresentasikan dalam teorema berikut ini.

    Teorema 1.2.

    a. Jika R∈a z,  dan  z a a+ =  maka 0 z = .

    b. Jika u b b⋅ =  dengan R∈bu,  dan 0b ≠  maka 1.u =  

    c. 0 0a ⋅ =  untuk setiap R∈a .

    Bukti.

    a.  Berdasarkan sifat T3, T4, T2, dan hipotesis  z a a+ = ,

    ( )( )   ( ) ( ) ( )0 0 z z z a a z a a a a= + = + + − = + + − = + − = .

    b. Berdasarkan sifat K1, K2, K3, dan hipotesis u b b⋅ = , 0b ≠ ,

    ( )( )   ( ) ( ) ( )1 1/ 1/ 1/ 1u u u b b u b b b b= ⋅ = ⋅ ⋅ = ⋅ ⋅ = ⋅ = .

    c. Berdasarkan sifat K3, D, dan T3,

    ( )0 1 0 1 0 1a a a a a a a+ ⋅ = ⋅ + ⋅ = ⋅ + = ⋅ = .

    Berdasarkan a., diperoleh bahwa 0 0a ⋅ = . ■ 

    Selain fakta di atas, kita juga memiliki fakta berikut ini.

    Teorema 1.3.

    a. Jika R∈ba, , 0a ≠ , dan 1a b⋅ =  maka 1/ b a= .

    b. Jika 0a b⋅ =  maka 0a =  atau 0b = .

    Bukti.

    a. Berdasarkan sifat K3, K4, K2, dan hipotesis 0a ≠ , dan 1a b⋅ = ,

    ( )( )   ( ) ( ) ( )1 1/ 1/ 1 1/ 1/  b b b a a b a a a a= ⋅ = ⋅ ⋅ = ⋅ ⋅ = ⋅ = .

    b. Andaikan 0a ≠  dan 0b ≠ . Akibatnya, ( ) ( )( )1/ 1a b a b⋅ ⋅ ⋅ = . Berdasarkan

    hipotesis, yaitu 0a b⋅ = , dan Teorema 1.2.c., kita memiliki bahwa

    ( ) ( )( )   ( )( )1/ 0 1/ 0a b a b a b⋅ ⋅ ⋅ = ⋅ ⋅ = ,

    Terjadi kontradiksi di sini, yaitu antara pernyataan ( ) ( )( )1/ 1a b a b⋅ ⋅ ⋅ =  dan

    ( ) ( )( )1/ 0a b a b⋅ ⋅ ⋅ = . Dengan demikian, haruslah bahwa 0a =  atau 0b = .■ 

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    8/83

     

    Teorema 1.3.a. mengatakan bahwa eksistensi invers dari suatu elemen di R  

    adalah unik. Sedangkan Teorema 1.3.b. mengandung arti bahwa perkalian dua

    elemen tak nol di R  tidaklah mungkin menghasilkan elemen nol.

    Di dalam himpunan bilangan real R  dikenal pula operasi lain, yaitu operasi

    pengurangan ( − ) dan pembagian ( :). Jika R∈ba,  maka operasi pengurangan

    didefinisikan dengan ( ):a b a b− = + −  sedangkan operasi pembagian

    didefinisikan dengan ( ): : 1/  a b a b= ⋅ , 0b ≠ .

    1.2 SIFAT TERURUT DARI R  

    Seperti yang telah disinggung pada pendahuluan bab ini, sifat terurut dari R  

    berkaitan dengan konsep kepositifan dan ketidaksamaan antara dua bilangan

    real. Seperti apa kedua konsep tersebut? Di sini, kita akan membahasnya.

    Terlebih dahulu kita akan membahas konsep kepositifannya.

    Sifat 1.4 (Sifat Kepositifan).  Terdapat himpunan bagian tak kosong dari R ,

    yang dinamakan himpunan bilangan real positif  +

    R , yang memenuhi sifat-sifat :

    a. Jika+

    ∈ Rba,  maka +∈+   Rba .

    b. Jika+

    ∈ Rba,  maka +∈⋅   Rba .

    c. Jika R∈a  maka salah satu diantara tiga hal, yaitu +∈ Ra , 0a = , dan

    +∈−   Ra , pasti terpenuhi.

    Sifat 1.4.c. disebut juga sebagai sifat Trichotomy . Sifat ini mengatakan bahwa R  

    dibangun oleh tiga buah himpunan yang disjoin. Tiga buah himpunan tersebut

    adalah himpunan { }+∈−   Raa :  yang merupakan himpunan bilangan real negatif ,

    himpunan { }0 , dan himpunan bilangan real positif +R . Himpunan { }+∈−   Raa :  

    bisa juga dituliskan dengan−

    R . Jika +∈ Ra  maka 0a >  dan a  dikatakan

    sebagai bilangan real positif. Jika { }0U+∈Ra  maka 0a ≥  dan a  dikatakan

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    9/83

     

    sebagai bilangan real nonnegatif . Jika −∈ Ra  maka 0a <  dan a  dikatakan

    sebagai bilangan real negatif. Jika { }0U−

    ∈ Ra  maka 0a ≤  dan a  dikatakansebagai bilangan real nonpositif .

    Penjumlahan k   buah suku elemen 1 menghasilkan bilangan k  . Himpunan

    bilangan k  yang dikonstruksi dengan cara demikian disebut sebagai himpunan

    bilangan asli , dinotasikan dengan N . Himpunan N  ini merupakan himpunan

    bagian dari himpunan+

    R . Himpunan ini memiliki sifat fundamental, yakni bahwa

    setiap himpunan bagian tak kosong dari N  memiliki elemen terkecil. Sifat yang

    demikian disebut sebagai sifat well-ordering  dari N .

    Selanjutnya, jika kita ambil sembarang Nk ∈  maka Nk    −− ∈ . Gabungan

    himpunan N , { }0 , dan { }: Nk k − ∈   membentuk suatu himpunan yang disebut

    sebagai himpunan bilangan bulat , dinotasikan dengan Z . Himpunan bilangan

    asli N  disebut juga sebagai himpunan bilangan bulat positif, dinotasikan dengan

    Z+ , sedangkan himpunan { }: Zk k − ∈  disebut juga himpunan bilangan bulat

    negatif, dinotasikan dengan Z− .

    Dari himpunan Z , kita bisa mengonstruksi bilangan dalam bentuk  / m n , dengan

    0n ≠ . Bilangan real yang dapat direpresentasikan dalam bentuk yang demikian

    disebut sebagai bilangan rasional. Sebaliknya, bilangan real yang tidak dapat

    direpresentasikan dalam bentuk itu disebut sebagai bilangan irasional. Himpunan

    bilangan rasional dinotasikan dengan Q . Dapat dikatakan bahwa himpunan

    bilangan real R  merupakan gabungan dua himpunan disjoin, himpunan bilangan

    rasional dan himpunan bilangan irasional. Bilangan 2 dan 0 merupakan contoh

    bilangan-bilangan rasional, dan dapat ditunjukkan bahwa 2 , akar dari

    persamaan 2 2 x   = , merupakan contoh bilangan irasional (lihat Bartle-Sherbert

    [1]).

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    10/83

     

    Sekarang, kita sampai kepada penjelasan tentang konsep ketidaksamaan antara

    dua bilangan real, sebagai salah satu konsep yang berkaitan dengan sifat terurut

    dari R .

    Definisi 1.5. Misalkan R∈ba, .

    a. Jika +∈−   Rba  maka a b>  atau b a< .

    b. Jika { }0U+∈−   Rba  maka a b≥  atau b a≤ .

    Sifat Trichotomy   dari R  mengakibatkan bahwa untuk sembarang   R∈ba,  

    berlaku salah satu dari a b> , a b= , atau a b< . Selain itu, dapat ditunjukkan

    bahwa jika a b≥  dan a b≤  maka a b= . Dari sifat terurut, dapat juga diperoleh

    fakta-fakta berikut ini.

    Teorema 1.6. Misalkan R∈cba   ,, .

    a. Jika a b>  dan b c>  maka a c> .

    b. Jika a b>  maka a c b c+ > + .

    c. Jika a b>  dan 0c >  maka ac bc> . Jika a b>  dan 0c <  maka ac bc< .

    d. Jika 0ab >  maka 0a >  dan 0b > , atau 0a <  dan 0b < .

    e. Jika 0ab <  maka 0a >  dan 0b < , atau 0a <  dan 0b > .

    Bukti Teorema 1.6.a-1.6.b menggunakan definisi 1.5 dan Teorema 1.6.d-1.6.e

    menggunakan sifat Trichotomy . Bukti Teorema tersebut ditinggalkan sebagai

    latihan bagi para pembaca.

    Jika kita mengambil sembarang 0a >  maka 12

      0a >  dan 12

    0   a a< < . Hal ini

    mengandung arti setiap kita mengambil bilangan positif pasti selalu didapat

    bilangan positif lain yang lebih kecil daripadanya. Dengan kata lain, tidak terdapat

    bilangan positif yang terkecil. Pernyataan ini merupakan maksud dari teorema

    berikut ini.

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    11/83

     

    Teorema 1.7. Jika R∈a  dan 0   a   ε ≤ <  untuk setiap 0ε  >  maka 0a = .

    Bukti. Andaikan 0a > . Pilih 12 aε  = . Kita peroleh 0   aε < < . Pernyataan ini

    kontradiksi dengan hipotesis bahwa 0   a   ε ≤ <  untuk setiap 0ε   > . Dengan

    demikian, haruslah bahwa 0a = . ■ 

    Sebelumnya kita telah dikenalkan dengan bilangan real nonnegatif, yaitu elemen

    dari himpunan { }0U+R . Jika 0a >  atau 0a =  maka jelas bahwa { }0U+∈Ra .

    Jika 0a <  tentunya 0a− > , sehingga { }0U+∈−   Ra . Berdasarkan hal tersebut,

    akan didefinisikan apa yang disebut sebagai nilai mutlak  dari suatu bilangan real.Nilai mutlak ini akan “me-nonnegatif-kan” bilangan-bilangan real.

    Definisi 1.8 (Nilai Mutlak). Nilai mutlak dari bilangan real a , dinotasikan dengan

    a , didefinisikan dengan

    , 0:

    , 0.

    a aa

    a a

    ≥= 

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    12/83

     

    a. Jika 0a =  atau 0b = maka 0 0ab   = =  dan 0a b   = . Jika , 0a b >  maka

    0ab > , a a= , dan b b= , sehingga ab ab=  dan a b ab= . Jika 0a >  

    dan 0b <  maka 0ab < , a a= , dan b b= − , sehingga   ab ab= −  dan

    ( )a b a b ab= − = − . Untuk kasus 0a <  dan 0b > , penyelesaiannya serupa

    dengan kasus sebelumnya.

    b. Misalkan a c≤ . Untuk 0a ≥ , kita peroleh a a c= ≤ , sehingga didapat

    0   a c≤ ≤ . Untuk 0a ≤ , kita peroleh a a c= − ≤  atau a c≥ − , sehingga

    didapat 0c a− ≤ ≤ . Dengan menggabungkan hasil dari kedua kasus tersebut,

    kita peroleh c a c− ≤ ≤ .

    Untuk sebaliknya, misalkan c a c− ≤ ≤ . Hal tersebut mengandung arti c a− ≤  

    dan a c≤ . Dengan kata lain,   a c− ≤  dan a c≤ . Lebih sederhana, yang

    demikian dapat dituliskan sebagai a c≤ .

    c. Misalkan a c≥ . Untuk 0a ≥ , kita peroleh a a c= ≥ . Untuk 0a ≤ , kita

    peroleh a a c= − ≥  atau a c≤ − . Dengan menggabungkan hasil dari kedua

    kasus tersebut, kita peroleh a c≥  atau a c≤ − .

    Untuk sebaliknya, jika a c≥  atau a c≤ −  maka a c≥  atau a c− ≥ . Dengan

    kata lain, a c≥ . ■ 

    Perhatikan kembali sifat nilai mutlak yang terdapat pada Teorema 1.9. Untuk

    yang bagian a., jika a b=  maka2 2

    a a a a= = . Untuk bagian b., jika c a=  

    maka a a a− ≤ ≤ .

    Selanjutnya, kita sampai kepada sifat nilai mutlak yang lain, yang dinamakan

    dengan Ketidaksamaan Segitiga . Ketidaksamaan ini mempunyai kegunaan yang

    sangat luas di dalam matematika, khususnya di dalam kajian analisis dan aljabar.

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    13/83

     

    Teorema 1.10 (Ketidaksamaan Segitiga).  Jika R∈ba,  maka a b a b+ ≤ +  

    dan kesamaan terjadi atau a b a b+ = +  jika a kb= , dengan 0k  > .

    Bukti. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, jika R∈ba,  maka dapat

    diperoleh bahwa a a a− ≤ ≤  dan b b b− ≤ ≤ . Jika kedua ketidaksamaan ini

    kita jumlahkan maka ( )a b a b a b− + ≤ + ≤ +  atau a b a b+ ≤ + . Bukti untuk

    pernyataan berikutnya ditinggalkan sebagai latihan bagi para pembaca. ■ 

    Lebih jauh, sebagai konsekuensi dari Teorema 1.10, kita memiliki akibat berikut

    ini.

    Akibat 1.11. Jika R∈ba,  maka a b a b− ≤ −  dan a b a b− ≤ + .

    Bukti.  Perhatikan bahwa a a b b= − + . Dengan menggunakan ketidaksamaan

    segitiga, ( )a a b b a b b= − + ≤ − +  atau a b a b− ≤ − . Dengan cara yang

    serupa dapat kita peroleh bahwa ( )b b a a a b a= − + ≤ − + . Akibatnya,

    b a a b− ≤ −  atau a b a b− ≥ − − . Akhirnya, kita memiliki

    a b a b a b− − ≤ − ≤ −  atau a b a b− ≤ − .

    Selanjutnya, perhatikan bahwa ( )a b a b a b a b− = + − ≤ + − = + ,

    berdasarkan ketidaksamaan segitiga. ■ 

    Selanjutnya, kita akan melihat bagaimana konsep terurut dari R  ini diaplikasikanuntuk menyelesaikan masalah-masalah ketidaksamaan.

    Contoh 1.12. Tentukan himpunan penyelesaian dari ketidaksamaan 4 2 6 x − ≥ .

    Penyelesaian. Perhatikan bahwa

    ( ) ( )4 2 4 2 6 4 2 2 6 2 4 8 2 x x x x x− = + − ≥ ⇔ + − + ≥ + ⇔ ≥ ⇔ ≥ .

    Tampak bahwa ketidaksamaan 4 2 6 x − ≥  dipenuhi oleh semua

    { }: 2 x x x∈ ∈ ≥ . ■ 

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    14/83

     

    Contoh 1.13. Cari semua penyelesaian dari ketidaksamaan 2 6 x x− < .

    Penyelesaian. Perhatikan bahwa

    ( )( )2 26 6 0 2 3 0 x x x x x x− < ⇔ − − < ⇔ + − < .

    Darinya kita peroleh bahwa 2 0 x + >  dan 3 0 x − < , atau 2 0 x + <  dan 3 0 x − > .

    Untuk kasus yang pertama kita dapatkan 2 x > −  dan 3 x < , atau dengan kata

    lain 2 3 x− < < . Untuk kasus yang kedua kita peroleh bahwa 2 x < −  dan 3 x > .

    Perhatikan bahwa pada kasus kedua tersebut tidak ada nilai  x  yang

    memenuhinya. Dengan demikian, ketidaksamaan 2 6 x x− <  dipenuhi oleh

    semua { }32:   ⇔ > ⇔ >

    + + +.

    Yang demikian berarti 3 8 0 x− − >  dan 2 3 0 x + > , atau 3 8 0 x− − <  dan

    2 3 0 x + < . Untuk kasus yang pertama kita peroleh 8/ 3 x < −  dan 3/ 2 x > − .

    Namun hal itu tidak mungkin terjadi, artinya tidak ada  x  yang memenuhi. Untuk

    kasus yang kedua kita peroleh 8/ 3 x > −  dan 3/ 2 x < − , atau dengan kata lain

    8/ 3 3 / 2 x− < < − . Jadi ketidaksamaan

    2 22 3 x x

    −>

    memiliki penyelesaian, dan himpunan semua penyelesaiannya adalah

    { }2 / 33 / 8:   −

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    15/83

     

    Penyelesaian.  Berdasarkan Teorema 1.9.b., 5 2 1 5 x− < + <  atau 6 2 4 x− < < .

    Darinya kita peroleh 3 2 x− < < . Jadi himpunan penyelesaiannya adalah

    { }23:  

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    16/83

     

    Kasus I, < −< −< −< −1 .

    Kita peroleh  x x= −

     dan ( )1 1 1 x x x+ = − + = − −

    . Akibatnya,

    ( )1 1 2 x x x x+ + = − + − − <  atau 2 3 x− <  atau 3/ 2 x > − . Pada kasus ini,

    himpunan penyelesaian dari 1 2 x x+ + <  adalah

    { } { } { }12 / 3:1:2 / 3:   −

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    17/83

     

    Kasus I,  < −< −< −< −2 .

    Kita peroleh ( )3 3 3 x x x− = − − = − +

     dan ( )2 2 2 x x x+ = − + = − −

    . Akibatnya,

    ( ) ( )3 2 3 2 4 x x x x− + + = − + + − − ≤  atau 2 3 x− ≤  atau 3/ 2 x ≥ − . Untuk kasus

    ini, kita tidak mempunyai penyelesaian dari 3 2 4 x x− + + ≤  karena

    { } { } { }=−

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    18/83

     

    Definisi 1.19. Misalkan  X   adalah himpunan bagian tak kosong dari R .

    a. Himpunan  X   dikatakan terbatas atas jika terdapat R∈a  sedemikian

    sehingga a x≥ , untuk setiap  x X ∈ . Bilangan real a  yang demikian disebut

    sebagai batas atas dari  X  .

    b. Himpunan  X   dikatakan terbatas bawah jika terdapat R∈b  sedemikian

    sehingga b x≤ , untuk setiap  x X ∈ . Bilangan real b  yang demikian disebut

    sebagai batas bawah dari  X  .

    c. Himpunan  X    dikatakan terbatas jika  X    terbatas atas dan terbatas bawah.

    Himpunan  X   dikatakan tidak terbatas jika  X   tidak terbatas atas atau tidak

    terbatas bawah.

    Sebagai contoh, perhatikan himpunan { }0:   >∈   x x   R . Setiap elemen pada

    himpunan { }0:   ≤∈   bb   R  merupakan batas bawah dari { }0:   >∈   x x   R . Setiap

    kita mengambil elemen { }0:   >∈∈   x x x   R  maka selalu kita dapatkan bahwa

    1 x x< + , sedangkan { }0:1   >∈∈+   x x x   R . Yang demikian mengandung arti

    bahwa tidak ada R∈a  sedemikian sehingga a x≥ , untuk setiap

    { }0:   >∈∈   x x x   R . Jadi himpunan { }0:   >∈   x x   R  terbatas bawah tetapi tidak

    terbatas atas, atau juga dapat dikatakan bahwa himpunan tersebut tidak terbatas.

    Contoh lain, pandang himpunan { }1:  

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    19/83

     

    Berdasarkan paparan sebelumnya, himpunan { }10:  

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    20/83

     

    Selanjutnya, kita akan memberikan formulasi lain dari definisi supremum dan

    infimum pada definisi 1.20. Kita mulai dengan definisi supremum. Elemen a  

    adalah batas atas dari  X   ekuivalen dengan a x≥ , untuk setiap  x X ∈ .

    Pernyataan a v≤ , untuk setiap v , batas atas dari  X  , mengandung arti bahwa

     jika  z a<  maka  z  adalah bukan batas atas dari  X  . Jika  z  adalah bukan batas

    atas dari  X   maka terdapat  z x X ∈  sedemikian sehingga  z x z> . Jadi kita

    mempunyai fakta bahwa jika . Selanjutnya, jika diberikan 0ε   >  maka a aε − < . Dengan

    menggunakan fakta sebelumnya, maka terdapat  x X ε  ∈  sedemikian sehingga

     x aε    ε > − . Jadi kita memperoleh fakta baru, yang ekuivalen dengan fakta

    sebelumnya, yaitu untuk setiap ε   >>>> 0  terdapat  x X ε  ∈  sedemikian sehingga

     x aε    ε > −> −> −> − . Dengan demikian kita memperoleh fakta-fakta yang ekuivalen

    dengan definisi 1.20.

    Teorema 1.21. Elemen R∈a , batas atas dari  X  , himpunan bagian tak kosong

    dari R , adalah supremum dari  X   jika dan hanya jika apabila  z a<  maka

    terdapat  z x X ∈  sedemikian sehingga  z x z> .

    Teorema 1.22. Elemen R∈a , batas atas dari  X  , himpunan bagian tak kosong

    dari R , adalah supremum dari  X   jika dan hanya jika untuk setiap 0ε   >  

    terdapat  x X ε  ∈  sedemikian sehingga  x aε    ε > − .

    Fakta-fakta serupa yang berkaitan dengan elemen infimum adalah sebagai

    berikut.

    Teorema 1.23.  Elemen R∈b , batas bawah dari  X  , himpunan bagian tak

    kosong dari R , adalah infimum dari  X    jika dan hanya jika apabila  z b>  maka

    terdapat  z x X ∈  sedemikian sehingga  z x z< .

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    21/83

     

    Teorema 1.24.  Elemen R∈b , batas bawah dari  X  , himpunan bagian tak

    kosong dari R , adalah infimum dari  X    jika dan hanya jika untuk setiap 0ε   >  

    terdapat  x X ε  ∈  sedemikian sehingga  x bε    ε < + .

    Bukti Teorema 1.23 dan Teorema 1.24 ditinggalkan sebagai latihan bagi para

    pembaca.

    Selanjutnya, mungkin kita mempertanyakan apakah elemen supremum atau

    infimum tunggal atau tidak. Mari kita kaji masalah ini. Misalkan R∈vu,  adalah

    supremum dari himpunan yang terbatas atas U  . Untuk menunjukkan bahwa

    supremum dari U   adalah tunggal, berarti kita harus menunjukkan bahwa u v= .

    Untuk menunjukkannya, perhatikan bahwa u w≤  dan v w≤ , untuk setiap w ,

    batas atas dari U  . Karena u  dan v   juga batas atas dari U  , kita memiliki u v≤  

    dan v u≤ . Yang demikian berarti u v=  atau supremum dari U   adalah tunggal.

    Dengan mudah, dapat pula kita tunjukkan bahwa infimum dari suatu himpunan

    yang terbatas bawah juga tunggal.

    Berdasarkan semua penjelasan pada subbab ini, kita mempunyai suatu aksiomayang sangat esensial. Aksioma inilah yang dimaksud dengan sifat Kelengkapan

    dari R , atau biasa juga disebut sifat supremum dari .

    Aksioma 1.25 (Sifat Kelengkapan dari R ).  Setiap himpunan bagian dari R  

    yang terbatas atas memiliki supremum di R .

    Aksioma tersebut mengatakan bahwa R , digambarkan sebagai himpunan titik-

    titik pada suatu garis, tidaklah “berlubang”. Sedangkan himpunan bilangan-

    bilangan rasional Q , sebagai himpunan bagian dari R  yang juga memenuhi sifat

    aljabar (lapangan) dan terurut, memiliki “lubang”. Inilah yang membedakan R  

    dengan Q . Karena tidak “berlubang” inilah, R , selain merupakan lapangan

    terurut, juga mempunyai sifat lengkap . Oleh karena itu, R  disebut sebagai

    lapangan terurut yang lengkap. Penentuan supremum dari himpunan

    { }2,0::   2

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    22/83

     

    akar dari persamaan 2 2 x   = , bukanlah bilangan rasional. Bilangan 2  ini

    merupakan salah satu “lubang” pada Q . Maksudnya, supremum dari Q∈T   

    adalah 2   yang bukan merupakan elemen dari Q . Sehingga dapat dikatakan

    bahwa aksioma kelengkapan tidak berlaku pada Q . Tetapi jika kita bekerja pada

    R , yang demikian tidak akan terjadi.

    Sekarang, misalkan V    adalah himpunan yang terbatas bawah, artinya terdapat

    R∈l  sedemikian sehingga l x≤ , untuk setiap  x V ∈ . Darinya, kita memperoleh

    bahwa l x− ≥ − , untuk setiap  x V ∈ . Dengan demikian, himpunan { }: x x V − ∈  

    terbatas atas. Menurut Aksioma 1.25., himpunan { }: x x V − ∈  memiliki

    supremum. Misalkan s  adalah supremum dari {   : x x V − ∈ . Yang demikian

    berarti s x≥ − , untuk setiap  x V ∈ , dan s r ≤ , untuk setiap r , batas atas dari

    {   : x x V − ∈ . Darinya, kita memiliki s x− ≤ , untuk setiap  x V ∈ , dan s r − ≥ − ,

    untuk setiap r , batas atas dari { }: x x V − ∈ . Dapat ditunjukkan bahwa r  batas

    atas dari {   : x x V − ∈   jika dan hanya jika r −   adalah batas bawah dari V  . Jadi

    kita memiliki s x− ≤ , untuk setiap  x V ∈ , dan s t − ≥ , untuk setiap t , batas bawah

    dari V  , atau dengan kata lain, s−  adalah infimum dari himpunan V  .

    Berdasarkan penjelasan tersebut, kita memiliki hal yang serupa dengan Aksioma

    1.25, yaitu bahwa setiap himpunan bagian dari R  yang terbatas bawah memiliki

    infimum di R .

    Contoh 1.26. Tentukan supremum dari himpunan { }1:  

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    23/83

     

    dan hanya jika 1v ≥ . Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa 1 merupakan batas

    atas terkecil dari S  . Dengan demikian, 1 merupakan supremum dari S  .

    Selanjutnya, kita akan menggunakan Teorema 1.21 untuk menunjukkan 1 adalah

    supremum dari S  . Jika 1v < , berdasarkan pembahasan tadi, dengan memilih

    1/ 2 / 2vs v= + , kita peroleh bahwa vs S ∈  dan vv s< . Jadi 1 merupakan

    supremum dari S  .

    Kita akan coba cara lain untuk menunjukkan bahwa 1 merupakan supremum dari

    S  , seperti yang tertulis pada Teorema 1.22. Diberikan 0ε   > . Di sini kita akan

    memilih apakah ada s S ε  ∈  sedemikian sehingga 1   sε ε − <  (pemilihan sε   yang

    demikian tidaklah unik). Jika kita memilih 1 / 2sε    ε = −  maka kita memperoleh apa

    yang kita harapkan, karena jelas bahwa 1 / 2 1sε    ε = − < , atau dengan kata lain

    s S ε  ∈  dan 1 1 / 2sε ε ε − < = − . Yang demikian selalu mungkin untuk sembarang

    0ε   >  yang diberikan. Jadi memang 1 adalah supremum dari S  . ■ 

    Contoh 1.27. Tentukan infimum dari { }0:   >∈=   x x I    R .

    Penyelesaian. Kita klaim terlebih dahulu bahwa inf I  , infimum dari  I  , adalah 0.

    Klaim kita benar jika dapat ditunjukkan bahwa :

    1. Batas bawah dari  I   adalah 0, atau 0   x≤ , untuk setiap  x I ∈ .

    2. 0w ≤ , untuk setiap w , batas bawah dari  I  .

    Jelas 0 merupakan batas bawah dari  I  . Berikutnya, misalkan 0w > . Perhatikan

    bahwa 0 / 2w w< < . Di sini  / 2w I ∈ . Artinya, jika 0w >  maka w  bukan batas

    bawah dari  I  . Jelas bahwa 0w ≤   jika dan hanya jika w   adalah batas bawah

    dari  I  . Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa 0 adalah batas bawah terbesar dari

     I  .

    Berikutnya, kita akan menggunakan Teorema 1.23 untuk menunjukkan 0 adalah

    infimum dari  I  . Misalkan 0w > . Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dengan

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    24/83

     

    memilih  / 2wi w= , kita peroleh bahwa wi I ∈  dan wi w< . Akibatnya, 0 adalah

    infimum dari  I  .

    Cara lain, adalah dengan menunjukkan seperti apa yang tercantum pada

    Teorema 1.24. Diberikan 0ε   > . Kita akan memilih apakah ada i I ε  ∈  sedemikian

    sehingga 0iε    ε ε < + = . Jika  / 2iε    ε =  maka i I ε  ∈  dan iε    ε < . Hal ini selalu

    mungkin untuk sembarang 0ε   >  yang diberikan. Dengan demikian, 0 adalah

    infimum dari  I  . ■ 

    Contoh 1.28.  Tunjukkan bahwa jika himpunan R⊆S    terbatas atas dan 0a >  

    maka supremum dari { }: :aS as s S  = ∈ , sup aS a= sup S  .

    Penyelesaian. Ada beberapa cara untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kita

    mulai dengan cara yang pertama, yaitu bahwa kita harus menunjukkan bahwa a

    sup S   adalah batas atas dari aS   atau a sup S as≥ , untuk setiap s S ∈ , dan a

    sup S v≤ , untuk setiap v , batas atas dari aS  . Karena S   adalah himpunan yang

    terbatas atas, S   mempunyai supremum, menurut sifat Kelengkapan dari R .

    Karenanya, sup S s≥ , untuk setiap s S ∈ . Karena 0a > , a sup S as≥ , untuk

    setiap s S ∈ . Artinya, a sup  S   adalah batas atas dari aS  . Akibatnya, aS   

    memiliki supremum. Selanjutnya, misalkan w  adalah sembarang batas atas dari

    aS   atau w as≥ , untuk setiap s S ∈ . Karena 0a > , kita peroleh bahwa  / w a s≥ ,

    untuk setiap s S ∈ . Di sini  / w a  adalah batas atas dari S  . Akibatnya,  / w a ≥ sup

    S   atau w a≥ sup S  . Kita peroleh bahwa a sup S w≤ , untuk setiap w , batas atas

    dari aS  . Jadi sup aS a= sup S  .

    Cara kedua untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah dengan menunjukkan

    bahwa a sup S   adalah batas atas dari aS   dan untuk setiap v a< sup S   terdapat

    vs aS ∈   sedemikian sehingga vv s< . Telah ditunjukkan bahwa a sup S   adalah

    batas atas dari aS  . Sekarang, misalkan v a< sup S  . Karena 0a > ,  / v a < sup S  .

    Akibatnya, terdapat  / v as S ∈  sedemikian sehingga  /  /  v av a s< . Karenanya, kita

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    25/83

     

    memperoleh  / v av as< . Di sini jelas bahwa  / v aas aS  ∈ . Dengan memilih  / v v as as= ,

    kita mempunyai vs aS ∈  dan vv s< . Jadi   S aaS    supsup   = . ■ 

    Lebih jauh, kita akan melihat bagaimana sifat kelengkapan dari R  ini digunakan

    untuk menunjukkan bahwa himpunan semua bilangan asli N   tidak mempunyai

    batas atas. Artinya tidak terdapat R∈ x  sedemikian sehingga n x≤ , untuk

    setiap N∈n , atau dengan kata lain jika diberikan R∈ x  terdapat N∈ xn  

    sedemikian sehingga  xn x> .

    Teorema 1.29 (Sifat Archimedean).  Jika R∈ x  maka terdapat N∈ xn  

    sedemikian sehingga  xn x> .

    Bukti.  Andaikan N  memiliki batas atas atau terdapat R∈ x  sedemikian

    sehingga n x≤ , untuk setiap N∈n . Akibatnya,  x   adalah batas atas dari N .

    Menurut sifat kelengkapan dari R , N  memiliki supremum. Misalkan supremum

    dari N  itu adalah a . Perhatikan bahwa 1a a− < . Karena 1a −  jelas bukan batas

    atas dari N , maka terdapat N∈m  sedemikian sehingga 1a m− < . Darinya kita

    memiliki bahwa 1a m< + . Perhatikan bahwa N∈+1m . Yang demikian

    mengakibatkan bahwa a   bukan batas atas dari N . Hal ini kontradiksi dengan

    asumsi di awal bahwa a  adalah supremum dari N , yang tiada lain juga

    merupakan batas atasnya. Jadi himpunan N  tidak memiliki batas atas atau Jika

    R∈ x  maka terdapat N∈ xn  sedemikian sehingga  xn x> . ■ 

    Sekarang, misalkan 0t  > . Kita peroleh bahwa 1/ 0t  > . Menurut sifat

    Archimedean, terdapat N∈n , yang bergantung pada 1/ t   (bisa juga dikatakan

    bergantung pada t ), sedemikian sehingga 1/ n t > , atau juga bisa ditulis sebagai

    1/ n t < . Berdasarkan pembahasan ini, kita memiliki akibat berikut.

    Akibat 1.30. Jika 0t  >  maka terdapat N∈t n  sedemikian sehingga 0 1/  t n t < <  

    Selain Akibat 1.30, sifat Archimedean memilki konsekuensi lain, seperti yang

    dinyatakan pada akibat berikut ini.

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    26/83

     

    Akibat 1.31.  Jika 0 y >  maka terdapat N∈ yn  sedemikian sehingga

    1 y yn y n− ≤ < .

    Bukti.  Misalkan { }m ym E  y   . Menurut Akibat 1.30, terdapat N∈ p  

    sedemikian sehingga 1/  p y< . Bilangan rasional : 1/ r p=  memenuhi  x r y< < .

    Berikutnya, misalkan 0 x > . Darinya, kita memiliki 0 y x− > . Berdasarkan Akibat

    1.30, terdapat N∈m  sedemikian sehingga 1/ m y x< − . Karenanya, 1   my mx< −  

    atau 1   mx my+ < . Pandang 0mx > . Menurut Akibat 1.31, terdapat N∈n  

    sedemikan sehingga 1n mx n− ≤ < . Dari 1n mx− ≤  kita memperoleh 1n mx≤ + ,

    sehingga 1n mx my≤ + < . Dari mx n<  kita memperoleh mx n my< < . Akibatnya,

     /  x n m y< < . Bilangan rasional : / r n m=  memenuhi  x r y< < .

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    27/83

     

    Terakhir, misalkan 0 x <  atau 0 x− > . Akibatnya, 0 y x− > . Dengan cara serupa

    seperti pada kasus 0 x>

    , kita bisa mendapatkan bilangan rasional r  sedemikiansehingga  x r y< < . ■ 

    Kita juga memiliki fakta lain, yang analog dengan teorema 1.32, untuk himpunan

    bilangan-bilangan irasional.

    Akibat 1.33.  Jika R∈ y x,  dan  x y<  maka terdapat bilangan irasional  z  

    sedemikian sehingga  x z y< < .

    Bukti. Dari hipotesis kita dapatkan bahwa R∈2 / ,2 /    y x  dan  / 2 / 2 x y< .

    Menurut Teorema 1.32, terdapat bilangan rasional 0r  ≠  sedemikian sehingga

     / 2 / 2 x r y< <  atau 2 x r y< < . Bilangan : 2 z r =  merupakan bilangan

    irasional dan memenuhi  x z y< < . ■ 

    1.4 INTERVAL

    Pada subbab ini kita membahas suatu himpunan bagian dari R  yang

    dikonstruksi berdasarkan sifat terurut dari R . Himpunan bagian ini dinamakan

    sebagai interval .

    Definisi 1.34. Misalkan R∈ba,  dengan a b< .

    a. Interval buka yang dibentuk dari elemen a  dan b  adalah himpunan

    ( ) { }b xa xba  

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    28/83

     

    himpunan buka ( ) { },a a   =   dan himpunan tutup [ ]   { },a a a= , yang dinamakan

    dengan himpunan singleton . Elemen a  dan b  disebut titik ujung  interval.

    Selain interval terbatas, terdapat pula interval tak terbatas. Pada interval tak

    terbatas ini, kita dikenalkan dengan simbol ∞  dan −∞   yang berkaitan dengan

    ketak terbatasannya.

    Definisi 1.35. Misalkan R∈a .

    a. Interval buka tak terbatas adalah himpunan ( ) { }a x xa   >∈=∞   ::,   R  atau

    ( ) { }a x xa  

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    29/83

     

    Selanjutnya, akan ditunjukkan bahwa ( ),a b S ⊆ . Misalkan ( ), z a b∈  atau

    a z b< < . Yang demikian berarti  z  bukan batas bawah dari S  . Akibatnya,

    terdapat  z x S ∈   sedemikian sehingga  z x z< . Kita memperoleh pula bahwa  z  

    bukan batas atas dari S  . Itu artinya bahwa terdapat  z y S ∈  sedemikian sehingga

     z z y< . Kita mendapatkan bahwa [ ], z z z x y∈ . Karena menurut hipotesis,

    [ ], z z x y S ⊆ , maka  z S ∈ . Karena yang demikian berlaku untuk sembarang

    ( ), z a b∈ , maka ( ),a b S ⊆ .

    Jika ,a b S ∈  maka [ ],a b S ⊆ . Karena telah diperoleh bahwa [ ],S a b⊆ , maka

    [ ],S a b= . Jika ,a b S ∉  maka [ ],S a b⊆   cukup dinyatakan dengan ( ),S a b⊆ .

    Karena ( ),a b S ⊆  dan ( ),S a b⊆ , maka ( ),S a b= . Jika a S ∈  dan b S ∉  maka

    [ ],S a b⊆  dan ( ),a b S ⊆  masing-masing, secara berurutan, cukup dinyatakan

    [   ),S a b⊆  dan [   ),a b S ⊆ . Akibatnya, kita memperoleh [   ),S a b= . Jika a S ∉  

    dan b S ∈  maka dapat ditunjukkan bahwa (   ],S a b= .

    Kasus II, S  adalah himpunan yang terbatas atas tetapi tidak terbatas

    bawah.

    Karena S    terbatas atas, maka S    mempunyai supremum. Misalkan supremum

    dari S   adalah b . Kita memperoleh bahwa  x b≤ , untuk setiap  x S ∈ . Akibatnya,

    (   ],S b⊆ −∞ .

    Berikutnya, kita akan menunjukkan bahwa ( ),b S −∞ ⊆ . Misalkan ( ), z b∈ −∞  

    atau  z b< . Karena  z  bukan batas atas dari S  , maka terdapat  z y S ∈  

    sedemikian sehingga  z z y< . Karena S   tidak terbatas bawah, maka terdapat

     z x S ∈  sedemikian sehingga  z x z< . Akibatnya, [ ], z z z x y∈ . Karena menurut

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    30/83

     

    hipotesis, [ ], z z x y S ⊆ , maka  z S ∈ . Yang demikian berlaku untuk sembarang

    ( ), z b∈ −∞ . Karena itu, ( ),b S −∞ ⊆ .

    Jika b S ∈  maka ( ),b S −∞ ⊆  dapat pula dinyatakan dengan (   ],b S −∞ ⊆ .

    Karena (   ],S b⊆ −∞  dan (   ],S b⊆ −∞ , maka (   ],S b= −∞ . Jika b S ∉  maka

    (   ],S b⊆ −∞  cukup dinyatakan dengan ( ),S b⊆ −∞  Akibatnya, bersama dengan

    ( ),b S −∞ ⊆ , kita memperoleh bahwa ( ),S a b= .

    Kasus III, S  adalah himpunan yang tidak terbatas atas tetapi terbatas

    bawah. 

    Dengan cara yang serupa, seperti pada kasus II, dapat ditunjukkan bahwa

    [   ),S a= ∞  atau ( ),S a= ∞  dengan a  adalah infimum dari S  .

    Kasus IV, S  adalah himpunan yang tidak terbatas.

    Berdasarkan hipotasis, jelas bahwa R⊆S  . Selanjutnya, kita akan menunjukkan

    bahwa S ⊆R . Misalkan R∈ z . Karena S    tidak terbatas, maka  z  bukanlah

    batas bawah dan batas atas dari S  . Akibatnya, terdapat , z z x y S ∈  sedemikian

    sehingga  z x z<  dan  z z y< . Darinya, kita memiliki [ ], z z z x y∈ . Menurut hipotesis,

    [ ], z z x y S ⊆ . Akibatnya,  z S ∈ . Karena hal ini berlaku untuk sembarang R∈ z ,

    maka S ⊆R . Dengan demikian, S =R .

    Jadi, secara keseluruhan, telah ditunjukkan bahwa S   merupakan suatu interval

    di R . ■ 

    1.5 REPRESENTASI DESIMAL DARI BILANGAN REAL

    Semua bilangan real dapat dinyatakan dalam bentuk lain yang disebut sebagai

    bentuk desimal. Misalkan [ ]0,1 x ∈ . Jika kita membagi interval [ ]0,1  menjadi 10

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    31/83

     

    sub interval yang sama panjangnya, maka ( )1 1 /10, 1 /10 x b b∈ +  untuk suatu

    { }1   0,1,2,...,9b  ∈ . Jika kita membagi lagi interval ( )1 1 /10, 1 /10b b   +  menjadi 10

    sub interval yang sama panjangnya, maka

    ( )2 21 2 1 2 /10 /10 , /10 1 /10 x b b b b ∈ + + +  untuk suatu { }2   0,1,2,...,9b   ∈ . Jika

    proses tersebut terus dilanjutkan maka kita akan memperoleh barisan { }nb  

    dengan 90   ≤≤ nb , untuk semua N∈n , sedemikian sehingga  x  memenuhi

    ( )1 2 1 22 2

    1... ...

    10 10 10 10 10 10

    nn

    n n

    bbb b b b x

    ++ + + ≤ ≤ + + + .

    Representasi desimal dari [ ]0,1 x∈  adalah 1 20, ... ...nb b b . Jika 1 x ≥  dan   N∈ N   

    sedemikian sehingga 1 N x N ≤ < +  maka representasi desimal dari 1 x ≥  adalah

    1 2, ... ...n N b b b  dengan 1 20, ... ...nb b b  adalah representasi desimal dari [ ]0,1 x N − ∈ .

    Sebagai contoh, kita akan menentukan bentuk desimal dari 1/7. Jika [ ]0,1  dibagi

    menjadi 10 sub interval yang sama panjang maka ( )1/7 1/10, 1 1 /10∈ + . Jika

    ( )1/10, 1 1 /10+  dibagi menjadi 10 sub interval yang sama panjang maka

    ( )2 21/7 1 /10 4 /10 ,1 /10 4 1 /10 ∈ + + + . Selanjutnya, akan kita peroleh

    ( )2 3 2 31/ 7 1/10 4 /10 2 /10 ,1/10 4 /10 2 1 / 10 ∈ + + + + + . Jika proses ini terus

    dilanjutkan akan kita dapatkan bahwa 1/ 7 0,142857142857...142857...=  .

    Representasi desimal dari suatu bilangan real adalah unik, kecuali bilangan-

    bilangan real berbentuk  /10nm  dengan ,m n ∈  dan 1 10nm≤ ≤ . Sebagai

    contoh, representasi decimal dari 1/2 adalah 0,4999… atau 0,5000… (Coba

    pembaca periksa mengapa yang demikian bisa terjadi). Contoh lain,

    1/8=0,124999...=0,125000... .

    Coba perhatikan kembali representasi decimal dari 1/7 yaitu

    0,142857142857...142857... . Terdapat pengulangan deretan angka 142857 pada

    representasi desimal dari 1/7. Representasi desimal yang demikian disebut

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    32/83

     

    reperesentasi desimal periodik dengan periode 6 p =  yang menunjukkan jumlah

    deretan angka yang berulang. Dapat ditunjukkan bahwa bilangan real positif

    adalah rasional jika dan hanya jika representasi desimalnya adalah periodik (lihat

    Bartle-Sherbert [1]).

    Dengan menggunakan representasi desimal dari bilangan real ini, kita akan

    membuktikan Teorema Cantor yang mengatakan bahwa himpunan semua

    bilangan real  adalah tak terhitung (uncountable ).

    Teorema 1.37.  Interval satuan [ ]   { }10::1,0   ≤≤∈=   x x   R  adalah tak terhitung(uncountable ).

    Bukti.  Andaikan interval [ ]0,1  countable . Misalkan [ ]   { }1 20,1 , ,..., ,...n x x x= .

    Karena setiap elemen di [ ]0,1  dapat dinyatakan dalam bentuk desimal, maka kita

    dapat menyatakan bahwa

    1 11 12 1

    2 21 22 1

    1 2

    0, ... ...

    0, ... ...

    0, ... ... 

    n

    n

    n n n nn

     x b b b

     x b b b

     x b b b

    =

    =

    =M

    M

     

    dengan 0 9ijb≤ ≤ , untuk semua N∈ ji, .

    Selanjutnya definisikan bilangan real 1 2: 0, ... ...n y y y y=  dengan

    4, 5:

    5, 4.

     jika

     jika

    nn

    n

    nn

    b y

    b

    ≥=

     

    Jelas bahwa [ ]0,1 y ∈ . Berdasarkan pendefinisian n y , jelas bahwa n y x≠  untuk

    setiap N∈n . Selain itu, bentuk 1 2: 0, ... ...n y y y y=  adalah unik karena { }0,9n y   ∉  

    untuk semua N∈n . Hal itu semua mengandung arti bahwa [ ]0,1 y ∉ . Terjadi

    kontradiksi di sini. Jadi [ ]0,1  haruslah uncountable . ■ 

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    33/83

     

    Prosedur pada pembuktian Teorema 1.37 di atas dikenal sebagai prosedur

    diagonal yang memanfaatkan representasi desimal bilangan real. Karena

    [ ]   R⊆1,0  dan [ ]0,1  uncountable , maka R  adalah uncountable .

    BAB II

    BARISAN BILANGAN REAL

    2.1 DEFINISI BARISAN BILANGAN REAL

    Definisi 2.1. Barisan bilangan real adalah fungsi NN →: X  .

    Jika NN →: X   adalah barisan bilangan real maka nilai fungsi  X   di N∈n  

    dinotasikan sebagai n x . Nilai n x   ini disebut suku ke- n  dari barisan bilangan real

     X  . Barisan bilangan real  X    dapat pula dituliskan sebagai ( )N∈n xn : . Dalam

    literatur lain, barisan bilangan real  X   ini biasa dituliskan dalam notasi { }   1n   n x   ∞= .

    Barisan bilangan real dapat direpresentasikan dalam berbagai cara. Barisan

    bilangan real { }: 1,3,5,... X   =   dapat dinyatakan dengan ( )N∈=   n x X  n ::  dengan

    2 1n x n= −  atau 1   2n n x x −= +  dengan 1   1 x   = . Hubungan 1   2n n x x −= +  dengan

    1   1 x   =  ini disebut sebagai hubungan rekursif.

    Selanjutnya, perhatikan kembali barisan bilangan real ( )N∈−==   nn x X  n   :12: .

    Jika n   semakin besar maka n x   semakin besar, tanpa batas. Tetapi, kalau kita

    perhatikan barisan ( )N∈==   nn yY  n   : / 1: , maka jika n  semakin besar maka n y  

    semakin kecil, menuju angka nol. Barisan bilangan real Y    ini dikatakan sebagai

    barisan yang mempunyai limit atau barisan yang konvergen. Sedangkan barisan

    bilangan real  X   dikatakan sebagai barisan yang tidak memiliki limit atau barisan

    yang tidak konvergen atau divergen.

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    34/83

     

    Definisi 2.2.  Barisan bilangan real ( )N∈n xn :   dikatakan konvergen ke R∈ x ,

    limit dari dari ( )N∈n xn : , jika untuk setiap 0ε   >  terdapat ( )   0 N   ε    >  sedemikian

    sehingga untuk setiap ( )ε  N n ≥ , n x x   ε − < .

    Misalkan barisan bilangan real ( )N∈n xn :  konvergen. Diberikan 0ε  >  cukup

    besar. Karena  x  adalah “ujung” dari barisan bilangan real ( )N∈n xn : , tentunya

    n x x−  yang cukup besar dapat dipenuhi oleh semua n x , n N ≥  dengan  N   yang

    kecil. Sebaliknya, jika 0ε   >   cukup kecil maka n x x−   yang cukup kecil dapat

    dipenuhi oleh setiap n x , n K ≥  dengan K   yang besar. Penjelasan tersebut

    mengandung arti bahwa semakin besar  N   maka semakin kecil ε   atau n x  

    dengan n N ≥  akan semakin dekat ke limitnya, yaitu  x . Pernyataan barisan

    bilangan real  X   konvergen atau menuju ke  x  dapat dinyatakan sebagai

    lim X x=  atau ( )lim n x x=  atau lim nn

     x x→∞

    =  atau n x x→ .

    Berdasarkan Definisi 2.2, kita bisa mendapatkan fakta bahwa lim nn

     x x→∞

    =  jika dan

    hanya jika untuk setiap 0ε  > , himpunan { }ε ≥−∈   x xn n:N  adalah himpunan

    yang berhingga. Bukti fakta ini ditinggalkan sebagai latihan bagi para pembaca.

    Contoh 2.3.  Perhatikan lagi barisan bilangan real ( )N∈==   nn yY  n   : / 1 .

    Diberikan 0ε  > . Selanjutnya, lihat bahwa 1/ 0 1/ 1/  n n n− = = . Jika ( )n N   ε ≥  

    dengan ( )   1/  N   ε ε >  maka 1/ n   ε >  atau1/ n   ε < . Akibatnya, 1/ 0n   ε − <  untuk

    setiap ( )n N   ε ≥ . Yang demikian berlaku untuk setiap 0ε  > . Ini artinya bahwa

    barisan bilangan real Y   konvergen ke nol. ■ 

    Sekarang, kita perhatikan lagi barisan bilangan real   ( )N∈==   nn yY  n   : / 1 .

    Kemudian pandang barisan bilangan real ( )' 1/2,1/4,1/6,...Y   =

    . Suku-suku pada

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    35/83

     

    'Y   merupakan suku-suku yang menempati urutan genap pada Y  . Barisan 'Y   ini

    disebut sebagai sub barisan dari Y  . Berikut ini adalah definisi formal dari sub

    barisan.

    Definisi 2.4. Misalkan ( )N∈=   n x X  n ::  adalah barisan bilangan real dan

    1 2   ... ...k n n n< < < <  dengan N∈k n  untuk semua N∈k  . Barisan bilangan real

    N∈=   k  x X k n  ::'  disebut sebagai sub barisan dari ( )N∈=   n x X  n :: .

    Bagaimana dengan limit sub barisan dari suatu sub barisan ? Teorema berikut

    menjelaskan hal ini.

    Teorema 2.5.  Jika N∈=   k  x X k n  ::'  adalah sub barisan dari barisan

    ( )N∈=   n x X  n ::  yang konvergen ke R∈ x  maka sub barisan N∈=   k  x X  k n   ::'  

     juga konvergen ke R∈ x .

    Bukti. Karena ( )N∈=   n x X  n ::  adalah barisan yang konvergen ke R∈ x , maka

     jika diberikan 0ε  >  terdapat ( )   0 N   ε    >  sedemikian sehingga untuk semua

    ( )n N   ε ≥  berlaku n x x   ε − < .

    Selanjutnya, dengan menggunakan induksi matematika, akan ditunjukkan bahwa

    k n k ≥  untuk setiap N∈k  . Diketahui bahwa 1 2   ... ...k n n n< < < < . Untuk 1k  =  

     jelas bahwa 1   1n   ≥ . Misalkan untuk k p=  berlaku  pn p≥ . Kita akan tunjukkan

    bahwa untuk 1k p= +  berlaku 1   1 pn p+   ≥ + . Karena 1 p pn n+   >  maka 1 pn p+   >  

    atau dengan kata lain 1   1 pn p+   ≥ + . Dengan demikian k n k ≥  untuk setiap N∈k  .

    Jika ( )k N   ε ≥  maka ( )k n N   ε ≥ . Untuk semua ( )k n N   ε ≥  berlaku k n x x   ε − < .

    Yang demikian berarti sub barisan N∈=   k  x X k n  ::'  juga konvergen ke   R∈ x . ■ 

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    36/83

     

    Apakah kebalikan dari Teorema 2.5 berlaku ? Untuk menjawabnya kita lihat

    penjelasan berikut ini. Perhatikan bahwa barisan

    ( )' 1,1,1,...,1,... Z   =  adalah sub

    barisan dari barisan ( )( )11, 1,1, 1,..., 1 ,...n Z    += − − − . Barisan ' Z   adalah barisan

    yang konvergen ke 1, tetapi barisan  Z    adalah barisan yang tidak konvergen.

    Tetapi jika setiap sub barisan dari suatu barisan bilangan real  X   adalah barisan

    yang konvergen maka  X   adalah barisan yang konvergen karena  X   sendiri

    adalah sub barisan dari dirinya sendiri.

    Bagaimana halnya dengan limit dari suatu barisan bilangan real yang konvergen,apakah tunggal atau tidak ? Misalkan  x  dan  y  adalah limit dari barisan bilangan

    real yang konvergen ( )N∈=   n x X  n :: . Jika diberikan 0ε  >  terdapat , 0 x y N N    >  

    sehingga untuk setiap  xn N ≥  dan  yn N ≥ , berlaku, masing-masing secara

    berurutan,  / 2n x x   ε − <  dan  / 2n x y   ε − < . Misalkan { }: , x y N maks N N = .

    Selanjutnya, perhatikan bahwa, berdasarkan pertidaksamaan segitiga,

    ( ) ( )   / 2 / 2n n n n x y x x x y x x x y   ε ε ε − = − + − ≤ − + − < + =  

    untuk semua .n N ≥  Karena 0ε  >   yang diberikan sembarang, maka 0 x y− =  

    atau  x y= . Yang demikian berarti bahwa limit dari suatu barisan bilangan real

    yang konvergen adalah tunggal.

    Teorema 2.6.  Limit dari satu barisan bilangan real yang konvergen adalah

    tunggal.

    2.2 SIFAT-SIFAT BARISAN BILANGAN REAL

    Definisi 2.6.  Barisan bilangan real ( )N∈=   n x X  n ::  dikatakan terbatas jika

    terdapat bilangan real 0 M  >  sedemikan sehingga n x M ≤  untuk setiap N∈n .

    Berkaitan dengan sifat keterbatasan barisan bilangan real tersebut kita memiliki

    teorema berikut ini.

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    37/83

     

    Teorema 2.7. Barisan bilangan real yang konvergen adalah terbatas.

    Bukti.  Misalkan barisan bilangan real ( )N∈=   n x X  n ::  adalah barisan yang

    konvergen ke R∈ x . Itu berarti bahwa jika kita ambil 0   0ε   >  maka terdapat

    bilangan real ( )0   0 N   ε    >  sehingga 0n x x   ε − <  untuk semua ( )0n N   ε ≥ .

    Selanjutnya, perhatikan bahwa, berdasarkan pertidaksamaan segitiga,

    ( )   0n n n x x x x x x x xε = − + ≤ − + < +  

    untuk semua ( )0n N   ε ≥ .

    Berikutnya, pilih( ){ }01 2 3 01: , , , ..., , N  M maks x x x x xε    ε −= + . Jelas bahwa untuk

    setiap N∈n  berlaku n x M ≤  atau dengan kata lain barisan bilangan real  X   

    adalah barisan yang terbatas. ■ 

    Sekarang, Misalkan ( )N∈=   n x X  n ::  dan ( )N∈=   n yY  n ::  adalah dua buah

    barisan bilangan real yang konvergen. Apakah ( )N∈+=+   n y xY  X  nn   :: ,

    ( )N∈=   ncxcX  n ::  dengan   R∈c , ( )N∈=   n y x XY  nn   :: , dan

    ( )N∈=   n y xY  X  nn   : / : /   juga barisan yang konvergen ? Teorema-teorema

    berikut ini menjelaskan hal tersebut.

    Teorema 2.8.  Jika  X   dan Y   adalah barisan yang konvergen ke  x  dan  y ,

    secara berurutan, dan R∈c  maka barisan  X Y + , cX  , dan  XY   adalah juiga

    barisan yang konvergen, masing-masing secara berurutan, ke  x y+ , cx , dan  xy .

    Bukti.  Misalkan ( )N∈=   n x X  n ::  dan ( )N∈=   n yY  n :: . Perhatikan bahwa,

    bedasarkan pertidaksamaan segitiga,

    ( ) ( ) ( ) ( )n n n n n n x y x y x x y y x x y y+ − + = − + − ≤ − + − .

     X   dan Y   adalah barisan yang konvergen ke  x  dan  y , maka jika diberikan

    0ε  >  maka terdapat bilangan real 1 2, 0 N N    >  sedemikian sehingga untuk setiap

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    38/83

     

    1n N ≥  dan 2n N ≥ , masing-masing secara berurutan, berlaku  / 2n x x   ε − <  dan

     / 2n y y   ε − < . Misalkan { }1 2: , N maks N N = . Jika n N ≥  maka

    ( ) ( )   / 2 / 2n n n n x y x y x x y y   ε ε ε + − + ≤ − + − < + = .

    Karena 0ε  >  yang diberikan sembarang, maka  X Y +  konvergen ke  x y+ .

    Berikutnya, perhatikan bahwa

    n ncx cx c x x− = − .

    Misalkan 0c = . Jika diberikan 0ε  >  maka dengan memilih berapa pun bilangan

    real 0 N  > , selalu berlaku 0n ncx cx c x x   ε − = − = <  untuk setiap n N ≥ .

    Sekarang misalkan 0c ≠ . Karena  X   adalah barisan yang konvergen ke  x  maka

     jika diberikan 0ε  >  maka terdapat bi langan real 0 N  >  sedemikian sehingga

    untuk setiap n N ≥ , berlaku  / n x x cε − < . Akibatnya, untuk setiap n N ≥ ,

    ( ) / n ncx cx c x x c cε ε − = − < = .

    Karena 0ε  >  yang diberikan sembarang, maka cX   konvergen ke cx .

    Selanjutnya, kita akan menunjukkan bahwa barisan  XY   konvergen ke  xy .

    Pertama, perhatikan bahwa

    ( ) ( )

     

    n n n n n n

    n n n n

    n n n

     x y xy x y x y x y xy

     x y x y x y xy

     x y y x x y

    − = − + −

    ≤ − + −

    = − + −

     

    Menurut Teorema 2.7,  X   adalah barisan yang terbatas. Itu artinya terdapat

    bilangan real 0 L >  sehingga n x L≤  untuk setiap N∈n . Misalkan

    { }: , M maks L y= . Jika diberikan 0ε  >  maka terdapat bilangan real 1 2, 0 N N    >  

    sedemikian sehingga untuk setiap 1n N ≥  dan 2n N ≥ , masing-masing secara

    berurutan, berlaku ( ) / 2n x x M ε − <  dan ( ) / 2n y y M ε − < . Misalkan

    { }1 2: , N maks N N = . Jika n N ≥  maka

    ( ) ( ) / 2 / 2n n n n n x y xy x y y x x y M M M M ε ε ε − ≤ − + − ≤ + = .

    Karena 0ε  >  yang diberikan sembarang, maka  XY  konvergen ke  xy . ■ 

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    39/83

     

    Pembahasan berikutnya kita akan menunjukkan bahwa  /  X Y   akan konvergen

    ke  /  x y  jika 0 y ≠ . Tetapi sebelumnya, kita lihat terlebih dahulu teorema berikut

    iini.

    Teorema 2.9. Jika ( )N∈=   n yY  n ::  adalah barisan tak nol (   0n y   ≠  untuk setiap

    N∈n ) yang konvergen ke 0 y  ≠  maka barisan ( )N∈=   n yY  n : / 1: / 1  juga

    konvergen ke 1/  y .

    Bukti.  Jika 0 y  ≠   kita peroleh bahwa 0 y   > . Karena Y    adalah barisan yang

    konvergen ke  y , maka terdapat 1   0 N   >   sehingga untuk setiap 1n N ≥ , berlaku

    ( )1/ 2n y y y− < . Karena

    n n y y y y− ≤ −  atau n n n y y y y y y− − < − < −  

    maka ( )1/ 2n y y>  atau1 2

    n y y<  untuk setiap 1n N ≥ .

    Selanjutnya, jika diberikan 0ε  >  maka terdapat 2   0 N    >  sehingga untuk setiap

    2n N ≥ , berlaku ( )  2

    1/ 2n y y y   ε − < . Kemudian, perhatikan bahwa, berdasarkan

    pertidaksamaan segitiga,

    1 1 1nn

    n n n

     y y y y

     y y y y y y

    −− = = − .

    Jika { }1 2: , N maks N N =  maka untuk setiap n N ≥ , berlaku

    2

    2

    1 1 1 2 1

    2n

    n n

     y y y y y y y   y

    ε ε − = − < ⋅ = .

    Karena 0ε  >  yang diberikan sembarang, maka 1/ Y   konvergen ke 1/  y . ■ 

    Berdasarkan Teorema 2.8 dan Teorema 2.9, jika  X   adalah barisan bilangan real

    yang konvergen ke  x  dan Y   adalah barisan bilangan real tak nol yang

    konvergen ke 0 y ≠  maka barisan bilangan real  /  X Y   juga konvergen ke  /  x y .

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    40/83

     

    Teorema 2.10 (Teorema Apit). Misalkan ( )N∈=   n x X  n :: , ( )N∈=   n yY  n :: , dan

    ( )N∈=   n z Z  n ::  adalah barisan-barisan bilangan real yang memenuhi

    n n n x y z≤ ≤  untuk setiap N∈n . Jika lim limn nn n

     x z L→∞ →∞

    = =  maka lim nn

     y L→∞

    = .

    Bukti.  Jika diberikan 0ε  >  maka terdapat bilangan real 1 2, 0 N N    >  sedemikian

    sehingga untuk setiap 1n N ≥  dan 2n N ≥ , masing-masing secara berurutan,

    berlaku n L xε − <  dan n z L   ε < +  (mengapa demikian ?). { }1 2: , N maks N N = .

    Akibatnya, jika n N ≥  maka

    n n n L x y z Lε ε − < ≤ ≤ < + .

    Kita peroleh bahwa n L y Lε ε − < < +  atau n y L   ε − <  untuk setiap n N ≥ .

    Karena   0ε  >  yang diberikan sembarang, maka lim nn

     y L→∞

    = . ■ 

    Contoh berikut ini memperlihatkan bagaimana Teorema Apit diaplikasikan untuk

    menghitung limit suatu barisan.

    Contoh 2.11.  Kita akan menghitung limit dari barisan   

       ∈ Nn

    n

    n:

    cos2

    . Secara

    langsung, mungkin kita agak susah untuk menentukan limitnya. Perhatikan

    bahwa 1 cos 1n− ≤ ≤  untuk setiap N∈n . Karenanya, kita bisa memperoleh

    2 2 2

    1 cos 1n

    n n n

    −≤ ≤  untuk setiap N∈n .

    Akibatnya,2 2 2

    1 cos 1lim lim limn n n

    n

    n n n→∞ →∞ →∞

    −≤ ≤ . Jadi

    2

    cos0 lim 0

    n

    n

    n→∞≤ ≤  atau

    2

    coslim 0n

    n

    n→∞= . ■ 

    Barisan bilangan real yang terbatas belum tentu konvergen. Sebagai contoh,

    barisan bilangan real ( )( )N∈−   nn :1   adalah barisan yang terbatas tetapi tidakkonvergen. Syarat cukup lain apa yang diperlukan sehingga barisan yang

    terbatas merupakan barisan yang konvergen ? Pembahasan berikut akan

    menjelaskannya.

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    41/83

     

    Definisi 2.12.  Misalkan ( )N∈=   n x X  n ::  adalah barisan bilangan real. Barisan

     X   dikatakan naik jika 1 2 1... ...n n x x x x +≤ ≤ ≤ ≤ ≤  dan dikatakan turun jika

    1 2 1... ...n n x x x x +≥ ≥ ≥ ≥ ≥ . Barisan bilangan real yang naik atau turun disebut

    sebagai barisan yang monoton.

    Teorema 2.13 (Teorema Kekonvergenan Monoton). Misalkan ( )N∈=   n x X  n ::  

    adalah barisan bilangan real yang monoton. Barisan bilangan real  X   konvergen

     jika dan hanya jika  X   terbatas. Lebih jauh,i) Jika ( )N∈=   n x X  n ::  adalah barisan yang naik dan terbatas atas maka

    { }N∈=∞→

    n x x nnn

    :suplim .

    ii) Jika ( )N∈=   n x X  n ::  adalah barisan yang turun dan terbatas bawah maka

    { }N∈=∞→

    n x x nnn

    :inf lim .

    Bukti.

    i) Karena barisan  X    terbatas atas, maka, menurut sifat kelengkapan dari R ,

    himpunan { }N∈n xn :  memiliki supremum. Misalkan { }N∈=   n x x n :sup . Jika

    diberikan 0ε  >  maka  x   ε −  bukanlah batas atas dari { }N∈n xn : . Yang

    demikian mengandung arti terdapat N∈K   sehingga K  x x xε − < < . Karena

     X   adalah barisan naik dan  x  adalah batas atas dari { }N∈n xn :  maka kita

    mempunyai fakta bahwa

    1 2   ...K K K  x x x x x xε ε + +− < ≤ ≤ ≤ < < + .

    Dengan kata lain, n x x xε ε − < < +  atau n x x   ε − <  untuk setiap n K ≥ .

    Karena 0ε  >  yang diberikan sembarang maka barisan  X   konvergen ke  x .

    ii) Karena barisan  X   terbatas bawah, maka, menurut sifat kelengkapan dari R ,

    himpunan { }N∈n xn :  memiliki infimum. Misalkan { }N∈=   n x x n :inf  . Jika

    diberikan 0ε  >  maka  x   ε +   bukanlah batas bawah dari { }N∈n xn : . Yang

    demikian mengandung arti terdapat N∈K   sehingga K  x x x   ε < < + . Karena

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    42/83

     

     X    adalah barisan turun dan  x  adalah batas bawah dari { }N∈n xn :  maka

    kita mempunyai fakta bahwa

    2 1... K K K  x x x x x xε ε + +− < < < ≤ ≤ < + .

    Dengan kata lain, n x x xε ε − < < +  atau n x x   ε − <  untuk setiap n K ≥ .

    Karena 0ε  >  yang diberikan sembarang maka barisan  X   konvergen ke x . ■ 

    Contoh 2.14.  kita akan menunjukkan bahwa barisan ( )N∈=   n x X  n ::  yang

    suku-sukunya memenuhi hubungan rekursif ( )11

    1

    2n n x x+   = +  dengan 1   0 x   =  

    adalah barisan yang konvergen dengan menggunakan Teorema Kekonvergean

    Monoton. Akan kita perlihatkan bahwa ( )N∈=   n x X  n ::  adalah barisan yang naik

    dan terbatas atas yang dibatas atasi oleh 2. Kedua hal itu akan ditunjukkan

    dengan menggunakan induksi matematika.

    Kita peroleh bahwa 2   1/ 2 x   = . Itu berarti bahwa 1 2 x x≤ . Sekarang asumsikan

    bahwa 1k k  x x +≤   Kita akan membuktikan bahwa 1 2k k  x x+ +≤ . Karena 1k k  x x +≤ ,

    maka ( ) ( )11 1

    1 12 2

    k k  x x ++ ≤ +  atau 1 2k k  x x+ +≤ . Jadi ( )N∈=   n x X  n ::  adalah

    barisan yang naik.

    Jelas 1   2 x   ≤ . Asumsikan 2k  x   ≤ . Akan ditunjukkan bahwa 1   2k  x +   ≤ . Perhatikan

    bahwa

    ( ) ( )1 11 1 3

    2 1 2 12 2 2k k k k   x x x x+ +≤ ⇔ = + ≤ + ⇔ ≤ .

    Berdasarkan pernyataan terakhir, bisa juga kita katakan bahwa 2n x   ≤  untuk

    setiap N∈n . Ini berarti  X   adalah barisan yang terbatas atas.

    Karena ( )N∈=   n x X  n ::  adalah barisan yang naik dan terbatas atas, maka,

    menurut Teorema Kekonvergenan Monoton, barisan  X    konvergen. Perhatikan

    bahwa ( )N∈=   +   n x X  n   ::' 1  adalah sub barisan dari ( )N∈=   n x X  n :: . Karena  X   

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    43/83

     

    adalah barisan yang konvergen, maka, menurut Teorema 2.5, ' X   juga

    merupakan barisan yang konvergen ke titik yang sama. Misalkan limit barisannya

    adalah  x . Perhatikan bahwa

    ( ) ( ) ( )1 11 1 1

    1 lim lim 1 1 12 2 2

    n n n nn n

     x x x x x x x+ +→ ∞ →∞

    = +   ⇒   = +   ⇒   = +   ⇒   = .

    Jadi barisan bilangan real  X   konvergen ke 1. ■ 

    2.3 TEOREMA BOLZANO-WEIERSTRASS

    Pada bagian ini kita akan membahas Teorema Bolzano-Weierstrass, yang

    memberikan syarat cukup suatu barisan bilangan real memiliki sub barisan yang

    konvergen. Tetapi, sebelumnya, kita akan membahas terlebih dahulu tentang

    eksistensi sub barisan yang monoton dari suatu barisan bilangan real.

    Terema 2.15 (Teorema Sub Barisan Monoton).  Setiap barisan bilangan real

    memiliki sub barisan yang monoton.

    Bukti.  Misalkan ( )N∈=   n x X  n ::  adalah barian bilangan real. Definisikan

    ( )nk  x X  k n   ≥=   :: . Untuk setiap N∈n , bisa saja n X    memiliki suku terbesar,

    namun, bisa juga tidak.

    Kasus I, untuk setiap N∈n , n X   memiliki suku terbesar. Misalkan 1ns  adalah

    suku terbesar dari 1 X  .  Selanjutnya, perhatikan 1   1n X  + . Misalkan 2n x  adalah suku

    terbesar dari1   1n

     X  + . Jelas bahwa 1 2n n x x≥  dengan 1 2n n< . Kita juga bisa

    mendapatkan3n

    s  yang merupakan suku terbesar dari2   1n

     X +

    . Jelas pula bahwa

    2 3n n x x≥  dengan 2 3n n< . Jika proses ini terus dilanjutkan maka kita akan

    dapatkan

    1 2 3 1... ...

    k k n n n n n x x x x x

    +≥ ≥ ≥ ≥ ≥ ≥  dengan 1 2 3 1... ...k k n n n n n +< < < < < <  .

    Jadi kita dapatkan barisan N∈k  xk n  :  merupakan sub barisan dari

    ( )N∈=   n x X  n ::  yang monoton turun.

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    44/83

     

    Kasus II, tidak semua n X   memiliki suku terbesar.  Misalkan N∈1n  

    sedemikian sehingga 1n X   tidak memiliki suku terbesar. Definisikan suatu

    himpunan bagian dari1n

     X  , yakni { }11

    : : ,n n n I x n n x x= > ≥ . Jelas Himpunan

    { } I  ≠  karena1n

     X    tidak memiliki suku terbesar. Misalkan N∈2n  sedemikian

    sehingga

    { }2 11

    min : ,n n n n x x n n x x= > ≥ .

    Misalkan N∈3n  sedemikian sehingga

    { }3 11 2min : , ,n n n n x x n n n n x x= > ≠ ≥ .

    Misalkan pula   N∈4n  sedemikian sehingga

    { }4 11 2 3

    min : , , ,n n n n x x n n n n n n x x= > ≠ ≠ ≥ .

    Jika proses tersebut terus dilanjutkan maka kita akan mendapatkan

    1 2 3 1.. ...

    k k n n n n n x x x x x

    +≤ ≤ ≤ ≤ ≤ ≤  dengan 1 2 3 1... ...k k n n n n n +< < < < < <  .

    Jadi kita dapatkan barisan N∈k  xk n  :  merupakan sub barisan dari

    ( )N∈=   n x X  n ::  yang monoton naik.

    Jadi barisan bilangan real   ( )N∈=   n x X  n :: memiliki sub barisan yang monoton. ■ 

    Misalkan N∈=   k  x X k n  :'  adalah sub barisan yang monoton dari barisan

    bilangan real ( )N∈=   n x X  n ::  yang terbatas. Karena  X   terbatas maka ' X   

    terbatas juga. Menurut Teorema Kekonvergenan Monoton, ' X    adalah barisan

    yang konvergen. Jadi kita memperoleh suatu fakta, biasa dikenal sebagai

    Teorema Bolzano-Weierstrass untuk barisan, yaitu

    Teorema 2.16. Barisan bilangan real yang terbatas memiliki sub barisan yang

    konvergen.

    2.4 KRITERIA CAUCHY

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    45/83

     

    Teorema Kekonvergenan Monoton memberikan jaminan atau syarat cukup

    barisan bilangan real yang monoton adalah barisan yang konvergen. Bagaimana

    halnya dengan barisan yang tidak monoton ? Apakah masih memungkinkan

    menjadi barisan yang konvergen ? Penjelasan yang akan hadir berikut ini

    memberikan syarta perlu dan syarat cukup suatu barisan bilangan real yang tidak

    monoton adalah barisan yang konvergen.

    Definisi 2.17. Barisan bilangan real ( )N∈=   n x X  n ::  dikatakan sebagai barisan

    Cauchy jika untuk setiap 0ε  >  terdapat bilangan real ( )   0 N   ε    >  sedemikian

    sehingga untuk setiap ( )ε  N mn   ≥,  berlaku n m x x   ε − < .

    Contoh 2,18. Kita akan menunjukkan bahwa barisan bilangan real ( )N∈nn   : / 1   2  

    adalah barisan Cauchy. Diberikan 0ε  > . Pilih ( )   2 /  N   ε ε > . Akibatnya, jika

    ( ),n m N   ε ≥  maka , 2 / n m   ε >  atau   2 21/ ,1/ / 2n m   ε < . Dengannya, kita

    dapatkan untuk ( ),n m N   ε ≥ , berlaku

    2 2 2 2 2 2

    1 1 1 1 1 1

    2 2n m n m n m

    ε ε ε − ≤ + = + < + = .

    Karena 0ε  >  yang diberikan sembarang, maka barisan bilangan real

    N∈nn   : / 1  2

     adalah barisan Cauchy. ■ 

    Contoh 2.19.  Akan kita perlihatkan bahwa barisan bilangan real

    ( )( )N∈−=   n X    n :1  bukanlah barisan Cauchy. Negasi dari definisi barisan

    Cauchy adalah terdapat 0   0ε   >  sedemikian sehingga untuk setiap ( )0   0 N   ε    >  

    terdapat ( )0,n m N   ε ≥  yang memenuhi 0n m x x   ε − ≥ . Misalkan 0   1/ 2ε   = .

    Perhatikan bahwa 1   2 1/ 2n n x x +− = ≥ . Jadi untuk setiap ( )0   0 N   ε    >  kita selalu

    bisa mendapatkan ( )0,n m N   ε ≥  dengan 1m n= +  sehingga 1   1/ 2n n x x +− ≥ .

    Jadi barisan ( )( )N∈−=   n X    n :1  bukanlah barisan Cauchy. ■ 

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    46/83

     

    Lema 2.20. Barisan bilangan real Cauchy adalah barisan yang terbatas.

    Bukti. Misalkan ( )N∈=   n x X  n :  adalah barisan Cauchy. Yang demikian berarti

     jika diberikan 0>ε   maka terdapat ( )   0>ε  N    sedemikian sehingga untuk setiap

    ( )ε  N mn   ≥,  berlaku ε ε  N   sedemikian sehingga untuk setiap ( )ε  N n ≥  

    berlaku 2 / ε ε   maka terdapat

    ( )   0>ε  N   sedemikian sehingga untuk setiap ( )ε  N mn   ≥,  berlaku 2 / ε 

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    47/83

     

    Menurut Lema 2.20, ( )N∈=   n x X  n :  adalah barisan yang terbatas, dan menurut

    Teorema Bolzano-weierstrass, ( )N∈=   n x X  n :  mempunyai sub barisanN∈=   k  x X 

    k n  :'  yang konvergen ke  x . Yang demikian mengandung arti bahwa

    terdapat ( )   0>ε K   sedemikian sehingga untuk setiap ( )ε K k  ≥  berlaku

    2 / ε K   sedemikian

    sehingga untuk setiap K mn   ≥,  berlaku ε =−−−=−=−  +

    +

    k k 

    k k mn   x x x x .

    Jadi untuk setiap N∈k   terdapat k mn   ≥,  sedemikian sehingga   1>−   mn   x x .

    Dengan kata lain, ( )   N∈−=   + n Z    n :1   1  adalah barisan yang divergen.

    Lihat kembali barisan ( )N∈−==   nn x X  n   :12  yang merupakan barisan yang

    divergen. Misalkan diberikan sembarang bilangan 0 M  > . Kita peroleh selalu ada

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    48/83

     

    N∈n  sehingga n x M > , yakni untuk ( )1 / 2n M > + . Barisan ini dikatakan

    divergen menuju tak hingga positif ( +∞).

    Bagaimana halnya dengan barisan ( )N∈+−==   nnsS  n   :12 . Barisan S   juga

    adalah barisan yang divergen, karena setiap kita mengambil 0 M   >  selalu

    dapatkan N∈n  sehingga ns M < − , yakni untuk ( )1 / 2n M > + . Barisan ini

    dikatakan divergen menuju tak hingga negatif ( −∞ ).

    Sekarang pehatikan barisan ( )( )11, 1,1, 1,..., 1 ,...n Z 

      +

    = − − − . Telah ditunjukkan

    bahwa barisan ini juga merupakan barisan yang divergen. Suku-suku barisan ini

    nilainya berosilasi atau berubah-ubah, secara berselang-seling dan terus-

    menerus tanpa henti, antara 1 atau -1. Barisan ini divergen tetapi tidak menuju ke

    +∞  maupun −∞ .

    Dari tiga contoh barisan divergen di atas, kita dapat membuat definisi formal

    barisan yang divergen.

    Definisi 2.22. Misalkan ( )N∈=   n x X  n :   adalah barisan bilangan real. Barisan

     X   dikatakan divergen menuju +∞  (  −∞ ) jika untuk setiap 0 M  >  terdapat

    ( )   0 N M    >  sehingga untuk setiap ( )n N M ≥  berlaku n x M >  ( n x M < − ).

    Definisi 2.23. Jika ( )N∈=   n x X  n :   adalah barisan bilangan real yang divergen

    tetapi tidak menuju ke +∞  maupun −∞  maka ( )N∈=   n x X  n :   adalah barisan

    bilangan real yang divergen secara berosilasi.

    Berdasarkan Teorema 2.7 dan Teorema Kekonvergenan Monoton, barisan

    bilangan real yang monoton adalah barisan yang konvergen jika dan hanya jika

    barisan tersebut adalah barisan yang terbatas. Dengan kata lain, barisan

    bilangan real yang monoton adalah barisan yang divergen jika dan hanya jika

    barisan itu adalah barisan yang tidak terbatas. Dapat ditunjukkan jika suatu

    barisan adalah tak terbatas dan naik maka limit barisan tersebut menuju positif

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    49/83

     

    tak hingga. Jika suatu barisan adalah tak terbatas dan turun maka limit barisan

    itu menuju negatif tak hingga.

    Ada cara lain untuk menunjukkan bahwa suatu barisan bilangan real adalah

    barisan yang divergen. Teorema berikut, dinamakan Teorema Perbandingan ,

    menjelaskan kondisi yang membuat suatu barisan dikatakan sebagai barisan

    yang divergen.

    Teorema 2.24.  Jika ( )N∈n xn :  dan ( )N∈n yn :   adalah barisan bilangan real

    yang memenuhi

    nn   y x   ≤  untuk setiap N∈n  

    Maka

    a.  Jika +∞=∞→

      nn

     xlim  maka +∞=∞→

      nn

     ylim .

    b.  Jika −∞=∞→

      nn

     ylim  maka −∞=∞→

      nn

     xlim .

    Bukti. 

    a. Misalkan 0> M  . Karena +∞=∞→

      n

    n

     xlim , maka terdapat 0> N   sehingga untuk

    setiap  N n ≥  berlaku  M  xn   > . Karena nn   y x   ≤   untuk setiap N∈n , maka

    nn   y x   ≤  untuk setiap  N n ≥ . Akibatnya,  M  yn   >  untuk setiap  N n ≥ ..

    Karena 0> M   yang diberikan sembarang, maka +∞=∞→

      nn

     ylim .

    b. Misalkan 0> M  . Karena −∞=∞→

      nn

     ylim , maka terdapat 0> N   sehingga untuk

    setiap  N n ≥  berlaku  M  yn   −< . Karena nn   y x   ≤   untuk setiap N∈n , maka

    nn   y x   ≤  untuk setiap  N n ≥ . Akibatnya,  M  xn   −<  untuk setiap  N n ≥ .

    Karena 0> M   yang diberikan sembarang, maka −∞=∞→

      nn

     xlim . ■ 

    Namun demikian, tidaklah selalu kita bisa menjumpai kondisi dua barisan seperti

    yang ada pada hipotesis Teorema 2.24, sehingga kita tidak dapat

    mengaplikasikan teorema tersebut untuk menunjukkan suatu barisan bilangan

    real adalah barisan yang divergen. Teorema di bawah ini, dinamakan sebagai

    Teorema Perbandingan Limit , menjelaskan kondisi (yang lebih umum

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    50/83

     

    dibandingkan kondisi pada Teorema 2.24) yang menjadikan suatu barisan

    bilangan real dikatakan sebagai barisan divergen.

    Teorema 2.25.  Jika ( )N∈n xn :  dan ( )N∈n yn :   adalah barisan bilangan real

    positif yang memenuhi

     L y

     x

    n

    n

    n=

    ∞→lim  dengan R∈ L  dan 0> L  

    maka diperoleh bahwa +∞=∞→

      nn

     xlim  jika dan hanya jika +∞=∞→

      nn

     ylim .

    Bukti.  Karena  L y x

    n

    n

    n=

    ∞→lim , maka jika diberikan 2 /  L=ε   terdapat 0> N   

    sedemikian sehingga untuk setiap  N n ≥  berlaku 2 /  /    L L y x nn  

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    51/83

     

     jumlah dari ......321   +++++   n x x x x . Deret tak hingga S   dapat pula dinotasikan

    dengan

    ∑∞

    =1n

    n x  atau ∑   n x .

    Jadi jika nn

    s∞←

    lim  ada maka ∑∞

    =∞←

    =1

    limn

    nnn

     xs . Kemudian, jika nn

    s∞←

    lim  tidak ada maka

    S   dikatakan sebagai deret tak hingga yang divergen.

    Contoh 2.26. Kita akan memperlihatkan bahwa deret tak hingga

    ...8

    1

    4

    1

    2

    1

    2

    1

    1

    +++= 

      

     ∑

    =

    n

    n

     

    adalah deret yang konvergen.

    Perhatikan bahwa

    ...16

    1

    8

    1

    4

    1

    2

    1

    2

    1

    1

    +++= 

      

     ∑

    =

    n

    n

     .

    Akibatnya,

    12

    1

    2

    1

    2

    1

    2

    1

    2

    1

    2

    1

    2

    1

    2

    1

    1111

      

     ⇔=

     

      

     ⇔=

     

      

     −

     

      

     ∑∑∑∑

      ∞

    =

    =

    =

    =

    n

    n

    n

    n

    n

    n

    n

    n

    .

    Dengan demikian,

    ...8

    1

    4

    1

    2

    1

    2

    1

    1

    +++= 

      

     ∑

    =

    n

    n

     

    Adalah deret yang konvergen. ■ 

    Dapat ditunjukkan bahwa deret

    1...32

    1   −=+++=∑

    =   r 

    ar ar ar ar ar 

    n

     jika 1

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    52/83

     

    ( )   ...531121

    +++=−∑∞

    =n

    n  

    adalah salah satu contoh deret tak hingga yang divergen karena jumlah deret

    tersebut tidak terbatas..

    Tentunya bukanlah sesuatu yang mudah untuk menunjukkan suatu deret tak

    hingga adalah deret yang konvergen. Melalui fakta-fakta berikut ini, kita akan

    diberikan syarat perlu untuk kekonvergenan deret tak hingga.

    Teorema 2.27. Jika deret tak hingga ∑∞

    =1n

    n x  konvergen maka 0lim   =∞→

      nn

     x .

    Bukti.  Jika nn   x x x xs   ++++=   ...321  maka 13211   ... −−   ++++=   nn   x x x xs .

    Akibatnya, nnn   xss   =−   −1 . Jika deret tak hingga ∑∞

    =1n

    n x  konvergen maka

    ( )   0limlimlimlimlimlim 11   =⇔=−⇔=−∞→∞→

    −∞→∞→∞→

    −∞→

      nn

    nn

    nn

    nn

    nn

    nnn

     x xss xss . ■ 

    Pandang barisan jumlah parsial ( )N∈nsn :  dengan nn   x x x xs   ++++=   ...321 .

    Jika deret tak hingga ∑∞

    =1n

    n x  konvergen maka ( )N∈nsn :   adalah barisan yang

    konvergen. Menurut Kriteria Cauchy untuk barisan, kita memperoleh fakta seperti

    yang tertuang dalam teorema berikut ini.

    Teorema 2.28 (Kriteria Cauchy untuk Deret Tak Hingga). Barisan ( )N∈nsn :  

    atau deret tak hingga ∑∞

    =1n

    n x   konvergen jika dan hanya jika untuk setiap 0>ε   

    terdapat ( )   0>ε  N   sedemikian sehingga jika ( )ε  N nm   ≥>  maka

    ε 

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    53/83

     

    Kekonvergenan Monoton, jika   ( )N∈nsn :  adalah barisan terbatas mala

    ( )N∈nsn :  adalah barisan yang konvergen.

    Teorema 2.29. Misalkan ( )N∈n xn :  adalah barisan nonnegatif. Barisan jumlah

    parsial ( )N∈nsn :  adalah barisan terbatas jika dan hanya jika ( )N∈nsn :  

    adalah barisan yang konvergen atau deret tak hingga ∑∞

    =1n

    n x  adalah konvergen.

    Lebih jauh, { }N∈==∞→

    =

    ∑   nss x nnnn

    n   :suplim1

    .

    Contoh 2.30.  Perhatikan deret tak hingga ∑∞

    =1

    1

    n   n. Kemudian, perhatikan pula

    bahwa

     

      

     ++

    +++

     

      

     +++=

    −   nnns

    2

    1...

    12

    1...

    4

    1

    3

    1

    2

    11

    12 

     

     

     

     ++++ 

     

     

     +++> nn 2

    1

    ...2

    1

    ...4

    1

    4

    1

    2

    1

    1  

    2

    1...

    2

    1

    2

    11   ++++=  

    21

      n+= .

    Berdasarkan hal tersebut, ( )N∈nsn :  adalah barisan tak terbatas. Menurut

    Teorema 2.29, deret tak hingga ∑∞

    =1

    1

    n   n

     divergen. ■ 

    Contoh 2.31. Kita akan menunjukkan bahwa deret tak hingga ∑∞

    =12

    1

    n   n konvergen.

    Barisan jumlah parsial dari deret tak hingga tersebut adalah barisan yang

    monoton naik. Untuk menunjukkan barisan jumlah parsial terbatas, cukup

    dengan menunjukkan terdapat sub barisan dari ( )N∈nsn : , yaitu N∈k s k n   : ,

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    54/83

     

    yang terbatas. Untuk itu, perhatikan bahwa, jika 112:  1

    1   =−=n  maka 11 =ns , jika

    312:  2

    2   =−=n  maka

    ( )   2 / 112 / 213 / 12 / 11   2222

    +=+  maka

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    55/83

     

    ε  ,

    ε  N   

    sedemikian sehingga untuk setiap  N n ≥ , 2 /  /    L L y x nn  

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    56/83

     

    2 / 3 / 2 /    L y x L nn    N   sedemikian

    sehingga untuk setiap  N n ≥ , 10 /   

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    57/83

     

    Teorema 2.35 (Uji Kondensasi Cauchy).  Misalkan barisan ( )N∈k ak  :  

    nonnegatif dan monoton turun. Deret tak hingga ∑∞

    =1k 

    k a  konvergen jika dan hanya

     jika deret tak hingga ∑∞

    =12

    2k 

    k k a  konvergen.

    Bukti. Perhatikan jumlah parsial ∑=

    =n

    k n   as1

     dan ∑=

    =n

    n   k at 1

    22 . Untuk k n   2< ,

    ( ) ( )1227654321

      ......−

    ++++++++++<   k k    aaaaaaaaasn  

    t aaaa   k    =++++< 222

    21   2...22   2 .

    Jelas jika ∑∞

    =12

    2k 

    k k a  konvergen maka ∑

    =1k 

    k a  konvergen.

    Untuk k n   2> ,

    ( )   ( )k k    aaaaaasn   2124321   ......   1   +++++++≥ +−  

    2 / 2...22 / 2

    1

    221   2 k 

    k t aaaa   k    =++++≥

      −.

    Seperti halnya di atas, jika ∑∞

    =1k 

    k a  konvergen maka ∑∞

    =12

    2k 

    k k a  konvergen. ■ 

    Untuk 0≤ p , jelas bahwa 0 / 1lim   ≠∞→

     p

    nn . Dengan menggunakan Teorema 2.27,

    deret tak hingga ∑∞

    =1

     / 1n

     pn  divergen untuk 0≤ p . Perhatikan bahwa

    ( )

    ( )

    ∑∑

      ∞

    =

    −∞

    =

    =1

    1

    1 22

    2

    k  p

    k  pk 

     dengan 0>

     p .

    Dengan menggunakan Uji Kondensasi Cauchy, dapat ditunjukkan bahwa bahwa

    deret-p, ∑∞

    =1

     / 1n

     pn , konvergen jika 1> p  dan divergen jika 1≤ p  (Detail

    penjelasan fakta ini ditinggalkan sebagai latihan bagi pembaca).

    Kita pun dapat menunjukkan kekonvergenan suatu deret tak hingga dengan

    membandingkan dua suku pada deret tak hingga tersebut.

  • 8/18/2019 Catatan Kuliah an Real

    58/83

     

    Teorema 2.36.  Misalkan ( )N∈nan :  adalah barisan bilangan real non negatif

    sejati.

    a. Jika 1 / lim 1   +∞→

      nnn

    aa  maka deret tak hingga ∑∞

    =1n

    na  divergen.

    c. Jika 0 / lim 1   =+∞→

      nnn

    aa  maka tidak diperoleh kesimpulan apakah ∑∞

    =1n

    na  

    konvergen atau divergen.

    Bukti.  Misalkan  Laa nnn

    =+∞→