Upload
rury-muthiasari
View
100
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN KASUS
I. Identitas:
Nama : Ny. E
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 41 tahun
Alamat : Ciwamsin
Agama : Islam
Tgl Pemeriksaan : 14 Novmber 2012
II. Anamnesa (Autoanamnesa pada pasien pada tgl 14 Novmber 2012)
Keluhan utama:
Nyeri pada perut kanan atas.
Keluhan tambahan :
Mual, tidak nafsu makan.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan nyeri pada perut kanan atas sejak
12 jam SMRS. Nyeri dirasakan hilang timbul. biasanya nyeri dirasakan kurang lebih 10
menit. Nyeri dirasakan saat os makan. Os juga merakan sakit pada ulu hatinya sampai
menjalar ke punggung dan disertai rasa mual, sehingga os menjadi tidak nafsu makan.
Namun nyeri perut menghilang dan timbul lagi saat beberapa jam kemudian. Keluhan ini
pernah dirasakan sebelumnya tapi tidak sesering yang dirasakan sekarang.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya diakui tapi tidak sering
Riwayat Penyakit Keluarga:
1
Riwayat penyakit keluarga yang mempunyai penyakit yang sama disangkal
III. Pemeriksaan Fisik:
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign
TD : 120/80 mmHg
P : 92 x/menit
R : 20 x/menit
S : 36,8oC
Kepala: Normocephal
Mata: Conjunctiva Anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil bulat isokor
Thorax:
Cor:
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi : batas jantung normal
Auskulatasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru :
Inspeksi : pergerakan hemithoraks simetris kanan-kiri
Palpasi : fremitus vocal dan taktil hemithoraks kanan-kiri
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen :
Inpeksi : tampak datar
2
Palpasi : supel, NT +, NL/NK : -/-/-
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+), normal
Ekstremitas atas : edema -/-, sianosis -/-
Ektremitas bawah : edema -/-, sianosis -/-
Status Lokalis:
Inspeksi: Abdomen datar, supel, tidak terlihat benjolan
Palpasi: nyeri tekan pada kuadran kanan atas, Tanda Murphy +
Perkusi: Timpani pada seluruh lapang abdomen.
Auskultasi: Bising usus + , normal
IV. Pemeriksaan Penunjang:
Lab darah :
Hb : 12,5 g/dl
Leukosit : 21,4 x 103/µl
Eritrosit : 4,51 x 106/µl
Trombosit : 476 x 103/ µl
Hematokrit : 38,7%
Kimia klinik :
KGDS : 139 mg/dl
SGOT : 94 U/I
SGPT : 102 U/I
HbsAg : 0,592 COI
Bilirubin total : 9,34
Bilirubin direct : 7,72
3
Bilirubin indirect : 1,62
V. Diagnosa Banding :
Kolelitiasis
GERD
Gastritis
VI. Diagnosa Kerja :
Kolelitiasis
VII. Rencana pemeriksaan:
USG
VIII. Penatalaksanaan:
Medikamentos : preoperatif
Antibiotik
Analgetik
Operatif :
Kolesistektomi dengan eksplorasi CBD
IX. Prognosis:
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
4
KOLELITIASIS
PENDAHULUAN
Di negara barat 20% kolelitiasis menyerang orang dewasa dan lanjut usia.
Kebanyakan kolelitiasis asimtomatik. 80% batu empedu adalah batu kolesterol. Di Indonesia
batu empedu ditemukan mulai pada usia muda dibawah 30 tahun, meskipun usia rata-rata
tersering adalah 40-50 tahun. Pada usia diatas 60 tahun, insiden batu empedu meningkat.
Jumlah penderita perempuan lebih banyak.
ANATOMI
Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat dengan panjang 4-6
cm dan berisi 30-60 ml cairan empedu. Bagian fundus umumnya menonjol sedikit keluar tepi
hati, dibawah lengkung iga kanan, ditepi lateral m.rektus abdominis. Sebagian besar korpus
menenpel dan tertanam didalam jaringan hati. Kandung empedu seluruhnya tertutup oleh
peritoneum viseralis, tetapi infundibulum kantung empedu tidak terfiksasi kepermukaan hati
oleh lapisan peritoneum. Apabila kantung empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh
batu, bagian infundibulum menonjol seperti kantong yang disebut kantong Hartmann.
Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. dinding lumenya
mengandung katup berbentuk spiral disebut katup spiral Heister, yang memudahkan cairan
empedu mengalir masuk kedalam kandung empedu, tetapi menahan aliran keluarnya.
Saluran empedu ekstra hepatic terletak didalam ligamentum hepatoduodenale yang
batas atasnya porta hepatis, sedangakan batas bawahnya distal papilla Vater. Bagian hulu
saluran empedu intrahepatik berpangkal dari saluran paling kecil yang disebut kanalikulus
5
empedu yang meneruskan curahan sekresi empedu melalui duktus interlobularis keduktus
lobaris, dan selanjutnya keduktus hepatikus dihilus.
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm. Panjang
duktus hepatikus komunis sangat bervasiasi, bergantung pada letak muara duktus sistikus.
Duktus koledokus berjalan dibelakang duodenum menembus jaringan pancreas dan dinding
duodenum membentuk papilla vater yang terletak disebelah medial dinding duodenum.
Ujung distalnya dikelilingi oleh otot sfingter oddi, yang mengatur aliran empedu kedalam
duodenum. Duktus pankreatikus umumnya bermuara ditempat yang sama dengan duktus
koleokus didalam papilla vater, tetapi dapat juga terpisah.
FISIOLOGI
Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya antara 600-
1200 ml/hari. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu. Diluar waktu
makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di sini mengalami
pemekatan sekitar 50 %. Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu
dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang
kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya 80-90%
Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :
Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, karena
asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu membantu
mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil
dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah pankreas, Asam empedu
membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan
melalui membran mukosa intestinal.
6
Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan
yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran
hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.
Pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh hormon kolesistokinin, hal ini terjadi
ketika makanan berlemak masuk ke duodenum sekitar 30 menit setelah makan. Dasar yang
menyebabkan pengosongan adalah kontraksi ritmik dinding kandung empedu, tetapi
efektifitas pengosongan juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan dari sfingter oddi yang
menjaga pintu keluar duktus biliaris komunis kedalam duodenum. Selain kolesistokinin,
kandung empedu juga dirangsang kuat oleh serat-serat saraf yang menyekresi asetilkolin dari
sistem saraf vagus dan enterik. Kandung empedu mengosongkan simpanan empedu pekatnya
ke dalam duodenum terutama sebagai respon terhadap perangsangan kolesistokinin. Saat
lemak tidak terdapat dalam makanan, pengosongan kandung empedu berlangsung buruk,
tetapi bila terdapat jumlah lemak yang adekuat dalam makanan, normalnya kandung empedu
kosong secara menyeluruh dalam waktu sekitar 1 jam.
Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan
empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik. Garam empedu adalah
steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol. Pengaturan produksinya
dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal
kalau diperlukan Cholelithiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu; batu ini
mungkin terdapat dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus
choledochus (choledocholithiasis).
Definisi
7
Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana
terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki
ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada
individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor
resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.
Sinonimnya adalah batu empedu,gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis
dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu
merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang
terbentuk di dalam kandung empedu.
Etiologi/ faktor resiko
8
Peningkatan insiden batu empedu dapat dilihat dalam kelompok resiko tinggi yang
disebut ”4 F” : female (wanita), fertile (subur)-khususnya selama kehamilan, fat (gemuk), dan
forty (empat puluh tahun).
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko. Namun, semakin banyak faktor
resiko, semakin besar pula kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Factor resiko tersebut,
antara lain:
a. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi
kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga
meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon
(esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas
pengosongan kandung empedu.
b. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang
degan usia yang lebih muda.
c. Body Mass Indeks
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk
terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam
kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/
pengosongan kandung empedu.
d. Makanan
9
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi
gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat
menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar
dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga.
f. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis.
Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
g. Penyakit usus halus
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease,
diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
h. Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi
untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga
resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.
Pathogenesis
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada saluran
empedu lainnya dan diklasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya. Etiologi batu empedu
masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting
tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu,
stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan
yang paling penting pada pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol
dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan
supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi
10
bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui
peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan mucus.
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada kondisi yang
abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu empedu. Berbagai
kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol adalah : terlalu banyak absorbsi air
dari empedu, terlalu banyak absorbsi garam-garam empedu dan lesitin dari empedu, terlalu
banyak sekresi kolesterol dalam empedu, Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian
ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol
sebagai salah satu produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang
mendapat diet tinggi lemak dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami
perkembangan batu empedu.
Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus melalui duktus
sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan
sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga menimbulkan gejalah kolik
empedu. Kalau batu terhenti di dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu besar atau
tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada disana sebagai batu duktus sistikus.
Jenis Batu
a) Batu kolesterol
Batu kolesterol mengandung paling sedikit 75% Kristal kolesterol. Dan
sisanya adalah kalsiumkarbonat, kalsiumpalmitat, dan kalsiumbilirubinat. Bentuknya
bervariasi dibandingkan bentuk batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu didalma
kandung empedu, dapat berupa batu soliter atau multipel. Permukaannya mungkin
licin atau multifaset, bulat, berduri, dan ada yang seperti buah murbei.
Proses pembentukan batu kolesterol melalui empat tahap, yaitu penjenuhan
empedu oleh kolesterol, pembentukan nidus, kristalisasi, dan pertumbuhan batu.
11
Derajat penjenuhan empedu oleh kolesterol dapat dihitung melalui kapasitas
daya larut. Penjenuhan ini dapat disebabkan oleh karena bertambahnya sekresi
kolesterol atau penurunan relative asam empedu atau fosfolipid. Peningkatan
sekeresi kolesterol empedu antara lain terjadi pada keadaan obesitas, diet tinggi
kalori dan kolesterol, dan pemakaian obat yang mengandung estrogen atau klofibrat.
Sekresi asam empedu akan menurun pada penderita dengan gangguan absorpsi di
iliem, atau gangguan daya pengosongan primer kandungan empedu.
Penjenuhan kolesterol yang berlebihan tidak dapat membentuk batu, kecuali
bila ada nidus dan ada proses lain yang menimbulkan kristalisasi. Nidus dapat
berasal dari pigmen empedu, mukoprotein, lender dan protein lain, bacteria atau
benda asing lain. Setelah kristalisasi meliputi nidus, akan terjadi pembentukan batu.
Pertumbuhan batu terjadi karena pengendapan Kristal kolesterol diatas matriks
inorganic dan kecepatannya ditentukan oleh kecepatan relative pelarutan dan
pengendapan. Struktur matriks adalah endapan mineral yang mengandung garam
kalsium.
Stasis kandung empedu juga berperan dalam pembentukan batu, selain factor
yang telah disebutkan diatas.
b) Batu pigmen/ Batu Bilirubin
Batu ini sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecil-kecil, dapat berjumlah
banyak, warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan sampai hitam, dan berbentuk
seperti lumpur atau tanah yang rapuh. Batu ini sering bersatu membentuk batu yang
lebih besar. Batu pigmen yang sangat besar dapat ditemukan disaluran empedu. Batu
pigmen adalah batu empedu yang kadar kolesterolnya kurang dari 25%. Batu pigmen
hitam terbentuk didalam kandung empedu terutama terbentuk pada gangguan
12
keseimbangan metabolic seperti anemia hemolitik dan sirosis hati tanpa didahului
infeksi.
Seperti pembentukan batu kolesterol, terjadinya batu bilirubin berhubungan
dengan bertambahnya usia. Infeksi, statis, dekonjugasi bilirubin dan ekskresi
kalsium merupakan factor kausal. Pada bakteribilia terdapat bakteri gram negative,
terutama E.coli.
Jenis kelamin, obesitas dan gangguan penyerapan didalam ileum tidak
mempertinggi resiko batu bilirubin. Pada penderita batu bilirubin, konsentrasi
bilirubin yang tidak terkonjugasi meningkat. Baik didalam kandung empedu maupun
didalam hati.
c) Batu campuran
Merupakan batu campuran kolesterol yang mengandung kalsium. Batu ini
sering ditemukan hampir sekitar 90 % pada penderita kolelitiasis. batu ini bersifat
majemuk, berwarna coklat tua. Sebagian besar dari batu campuran mempunyai dasar
metabolisme yang sama dengan batu kolesterol
Manifestasi klinis
1. Batu Kandung Empedu (Kolelitiasis)
Asimtomatik.
Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan gejala
(asimtomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat kolesistitis, nyeri bilier,
nyeri abdomen kronik berulang ataupun dispepsia, mual (Suindra, 2007). Studi
perjalanan penyakit sampai 50 % dari semua pasien dengan batu kandung empedu,
tanpa mempertimbangkan jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari 25 % dari
pasien yang benar-benar mempunyai batu empedu asimtomatik akan merasakan
13
gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah periode waktu 5 tahun. Tidak ada
data yang merekomendasikan kolesistektomi rutin dalam semua pasien dengan batu
empedu asimtomatik.
Simtomatik
Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas.
Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit, dan
kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri pascaprandial
kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi 30-60
menit setelah makan, berakhir setelah beberapa jam dan kemudian pulih,
disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik biliaris. Mual dan muntah
sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris.
Komplikasi
Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling
umum dan sering meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara wanita
usia pertengahan dan manula. Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan
dengan obstruksi duktus sistikus atau dalam infundibulum. Gambaran tipikal dari
kolesistitis akut adalah nyeri perut kanan atas yang tajam dan konstan, baik berupa
serangan akut ataupun didahului sebelumnya oleh rasa tidak nyaman di daerah
epigastrium post prandial. Nyeri ini bertambah saat inspirasi atau dengan
pergerakan dan dapat menjalar kepunggung atau ke ujung skapula. Keluhan ini
dapat disertai mual, muntah dan penurunan nafsu makan, yang dapat berlangsung
berhari-hari. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tanda toksemia, nyeri tekan pada
kanan atas abdomen dan tanda klasik ”Murphy sign” (pasien berhenti bernafas
sewaktu perut kanan atas ditekan). Masa yang dapat dipalpasi ditemukan hanya
14
dalam 20% kasus. Kebanyakan pasien akhirnya akan mengalami kolesistektomi
terbuka atau laparoskopi.
2. Batu Saluran Empedu (Koledokolitiasis)
Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut
kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi kolangitis.
Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi, akan
ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut.
Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bakterial non
piogenik yang ditandai dengan trias Charcot yaitu demam dan menggigil, nyeri
didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa kolangitis
piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala pentade Reynold, berupa tiga gejala trias
Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai
koma.
Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius karena
komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu duktus
koledokus disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen pasien serta dengan
adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul kolangitis akut. Episode parah
kolangitis akut dapat menyebabkan abses hati. Migrasi batu empedu kecil melalui
ampula Vateri sewaktu ada saluran umum diantara duktus koledokus distal dan
duktus pankreatikus dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu. Tersangkutnya
batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus obstruktif.
15
Pemeriksaan Fisik
Batu kandung empedu
Jika ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti
kolesistitis akut dengan peritonitis local atau umum, hidrops kandung empedu,
empiema kandung empedu, atau pancreatitis.
Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum
didaerah letak anatomi kandung empedu. Tanda Murphy positf apabila nyeri tekan
bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang
meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.
Batu saluran empedu
Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala atau tanda dalam fase tenang.
Kadang teraba hati agak membesar dan sclera ikterik. Namun bila kadar bilirubin
darah kurang dari 3mg/dl, gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu
bertambah berat, baru akan timbul ikterik klinis.
Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi, akan
ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang
ringan sampai sedang biasanya kolangitis bacterial nonpiogenik yang ditandai dengan
trias Charcot, yaitu demam dan menggigil, nyeri didaerah daerah hati, dan ikterus.
Apabila terjadi kolangitis piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala pentade reynold,
berupa 3 gejala Charcot, ditambah syok dan kekacauan mental atau penurunan
kesadaran dan koma.
Jika ditemukan riwayat kolangitis yang hilang timbul, harus dicurigai
kemungkinan hepatolitiasis.
16
Pemeriksaan penunjang
Foto polos Abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya
sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung
empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat
dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar
atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di
kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura
hepatica.
USG
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun
ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal
karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu
yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh
udara di dalam.
17
Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif
murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat
dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus
paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan
hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati.
Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung
empedu.
Penatalaksanaan
1. Konservatif
Lisis batu dengan obat-obatan. Sebagian besar pasien dengan batu empedu
asimtomatik tidak akan mengalami keluhan dan jumlah, besar, dan komposisi
batu tidak berhubungan dengan timbulnya keluhan selama pemantauan.
Kalaupun nanti timbul keluhan umumnya ringan sehingga penanganan
dapat elektif. Terapi disolusi dengan asam ursodeoksilat untuk melarutkan
batu empedu kolesterol dibutuhkan waktu pemberian obat 6-12 bulan dan
diperlukan monitoring hingga dicapai disolusi. Terapi efektif pada ukuran
batu kecil dari 1 cm dengan angka kekambuhan 50 % dalam 5 tahun.
Disolusi kontak Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut
kolesterol yang poten (Metil-Ter-Butil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung
empedu melalui kateter yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam
melarutkan batu empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan
kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5
tahun).
18
Litotripsi (Extarcorvoral Shock Wave Lithotripsy =ESWL). Litotripsi
gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun yang lalu,
analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang benar-
benar telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. Efektifitas ESWL
memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksilat.
Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP). Pada ERCP,
suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung dan ke
dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu
melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot
sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran
akan berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil
dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang
meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih
aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif dilakukan
pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang kandung
empedunya telah diangkat
2. Operatif
Open kolesistektomi
Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu empedu
simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik
biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. Komplikasi yang berat jarang
terjadi, meliputi trauma, perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini
menunjukkan mortalitas pada pasien yang menjalani kolesistektomi terbuka
19
pada tahun 1989, angka kematian secara keseluruhan 0,17 %, pada pasien
kurang dari 65 tahun angka kematian 0,03% sedangkan pada penderita diatas
65 tahun angka kematian mencapai 0,5 %.
Kolesistektomi laparoskopik.
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan
lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di rumah
sakit dan biaya yang lebih murah. Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang
berulang. Kontra indikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak
dapat mentoleransi tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat
dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor
stump duktus sistikus dan trauma duktus biliaris. Resiko trauma duktus biliaris
sering dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,5–1%. Dengan
menggunakan teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat
nyeri, kembali menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari, cepat bekerja
kembali, dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk
aktifitas olahraga.
Kolesistektomi minilaparatomi.
Modifikasi dari tindakan kolesistektomi terbuka dengan insisi lebih kecil
dengan efek nyeri paska operasi lebih rendah.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidayat R, de Jong W Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta :
EGC,1997.
2. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of SurgerY).
Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.459-64.
3. Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 1997.
4. Dunphy Englebert J, MD, Way W Lawrence, MD, Current Surgical Diagnosis &
Treatment.
5. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi 3. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000.
21