22
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik yang biasa disebut sebagai PPOK merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara didalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini disebabkan karena terjadinya inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak nafas, batuk dan produksi sputum. 1 Akhir-akhir ini penyakit ini semakin menarik untuk dibicarakan oleh karena prevalensi dan angka mortalitasnya yang terus meningkat. 2 Meningkatnya usia hidup manusia dan dapat diatasinya penyakit degeneratif lainnya dan PPOK sangat mengganggu kualitas hidup diusia lanjut. Bidang industri yang tidak dapat dipisahkan dengan polusi udara dan lingkungan serta kebiasaan merokok merupakan penyebab utama. 1.2. Tujuan 1

CASE COPD final publs

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: CASE COPD final publs

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit Paru Obstruksi Kronik yang biasa disebut sebagai PPOK

merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara

didalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang

bersifat progresif ini disebabkan karena terjadinya inflamasi kronik akibat

pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup

lama dengan gejala utama sesak nafas, batuk dan produksi sputum.1

Akhir-akhir ini penyakit ini semakin menarik untuk dibicarakan oleh

karena prevalensi dan angka mortalitasnya yang terus meningkat.2

Meningkatnya usia hidup manusia dan dapat diatasinya penyakit

degeneratif lainnya dan PPOK sangat mengganggu kualitas hidup diusia

lanjut. Bidang industri yang tidak dapat dipisahkan dengan polusi udara dan

lingkungan serta kebiasaan merokok merupakan penyebab utama.

1.2. Tujuan

Tujuan pembuatan laporan kasus yang berjudul “ Penyakit Paru

Obstruksi Kronik “ ini adalah untuk membahas patofisiologi, gejala-gejala

klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan , dan

prognosis bagi penderita penyakit ini mengingat kasus PPOK semakin

meningkat setiap tahunnya. Dengan begitu diharapkan kita mampu menekan

angka morbiditas dan mortalitas PPOK.

1

Page 2: CASE COPD final publs

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi

Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang dapat

dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan,

yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap

individual. Penyakit paru kronik ini ditandai dengan keterbatasan aliran udara

di dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif,

biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan

gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik.

Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah

rokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya.3

2.2. Prevalensi

Di Amerika, kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat

mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan

119.000 meninggal selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK

menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakti

serebro vascular. Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini mencapai $24

milyar per tahunnya. WHO memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020

prevalensi PPOK akan meningkat. Akibat sebagai penyebab penyakit

tersering peringkatnya akan meningkat dari ke duabelas menjadi ke lima dan

sebagai penyebab kematian akan meningkat dari ke enam menjadi ke tiga.

Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK

bersama asma bronchial menduduki peringkat ke enam. Merok merupakan

farktor risiko terpenting penyebab PPOK di samping faktor risiko lainnya

seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-lainnya.2

2.3. Etiologi

2

Page 3: CASE COPD final publs

Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang

berbeda dari partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih

bijaksana jika kita mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh

iritasi yang berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat mengiritasi saluran

pernapasan. Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan komposisinya dapat

memberikan kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung

kepada jumlah dari partikel yang terinhalasi oleh individu tersebut.1

Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih

penting dari faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering

dijumpai adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor

sirkulasi utama dari protease serin.3

Faktor resiko PPOK bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikel-partikel

iritatif yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya :4

Asap rokok

Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala

respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari

pada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita PPOK

bergantung pada “dosis merokok”nya, seperti umur orang tersebut mulai

merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang

tersebut merokok.

Enviromental tobacco smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat

mengalami gejala-gejala respiratorik dan PPOK dikarenakan oleh partikel-

partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru

“terbakar”.

Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor resiko

kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru-paru

dan perkembangan janin dalam kandungan, bahkan mungkin juga dapat

mengganggu sistem imun dari janin tersebut.

Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)

Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan

Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang,

kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi

untuk memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya.

Sehingga IAP memiliki tanggung jawab besar jika dibandingkan dengan

3

Page 4: CASE COPD final publs

polusi di luar ruangan seperti gas buang kendaraan bermotor. IAP

diperkirakan membunuh 2 juta wanita dan anak-anak setiap tahunnya.

Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu

jalanan.

Infeksi saluran nafas berulang

Jenis kelamin

Dahulu, PPOK lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita.

Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi

dewasa ini prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini

dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok itu sendiri. Beberapa

penelitian mengatakan bahwa perokok wanita lebih rentan untuk terkena

PPOK dibandingkan perokok pria.

Status sosio ekonomi dan status nutrisi

Asma

Usia

Onset usia dari PPOK ini adalah pertengahan.

2.4. Patogenesis

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor resiko utama dari

PPOK ini adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok ini merangsang

perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain

itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional

serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-

sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan

penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari

saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme

penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang

menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama

ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang

memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya

peradangan.4

Komponen-komponen asap rokok tersebut juga merangsang terjadinya

peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif

merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas

4

Page 5: CASE COPD final publs

saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara

kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat

pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian,

apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru

dan saluran udara kolaps.4

Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien PPOK, yakni :

peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen

saluran nafas, dinding saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding

saluran nafas dan parenkim). Yang mana hal ini dapat dibedakan dengan

inflamasi yang terjadi pada penderita asma.5

2.5. Klasifikasi

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

(GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat :4

1. Derajat I: PPOK ringan

Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan

aliran udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada

derajat ini, orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya

abnormal.

2. Derajat II: PPOK sedang

Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50%

< VEP1 < 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas.

Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena

sesak nafas yang dialaminya.

3. Derajat III: PPOK berat

Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin

memburuk (VEP1 / KVP < 70%; 30% VEP1 < 50% prediksi). Terjadi

sesak nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan

eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien.

4. Derajat IV: PPOK sangat berat

Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%;

VEP1 < 30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya

gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan.

5

Page 6: CASE COPD final publs

2.6. Diagnosa

Penderita PPOK akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas,

batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan

PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala. Dapat ditegakkan dengan cara :1

1. Anamnesis

Anamnesis riwayat paparan dengan faktor resiko, riwayat penyakit

sebelumnya, riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan

di RS sebelumnya, komorbiditas, dampak penyakit terhadap aktivitas, dll.

2. Pemeriksaan Fisik, dijumpai adanya :

Pernafasan pursed lips

Takipnea

Dada emfisematous atu barrel chest

Tampilan fisik pink puffer atau blue bloater

Pelebaran sela iga

Hipertropi otot bantu nafas

Bunyi nafas vesikuler melemah

Ekspirasi memanjang

Ronki kering atau wheezing

Bunyi jantung jauh

3. Pemeriksaan Foto Toraks, curiga PPOK bila dijumpai kelainan:

Hiperinflasi

Hiperlusen

Diafragma mendatar

Corakan bronkovaskuler meningkat

Bulla

Jantung pendulum

4. Uji Spirometri, yang merupakan diagnosis pasti, dijumpai :

VEP1 < KVP < 70%

Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan) : VEP1 paska

bronkodilator < 80% prediksi

5. Uji Coba kortikosteroid

6. Analisis gas darah

Semua pasien dengan VEP1 < 40% prediksi

Secara klinis diperkirakan gagal nafas atau payah jantung kanan

6

Page 7: CASE COPD final publs

2.7. Diagnosa Banding

PPOK didiagnosa banding dengan :1

1. Asma Bronkial

2. Gagal jantung kongestif

3. Bronkiektasis

4. Tuberkulosis

2.8. Penatalaksanaan

Adapun tujuan dari penatalaksanaan PPOK ini adalah :1

Mencegah progesifitas penyakit

Mengurangi gejala

Meningkatkan toleransi latihan

Mencegah dan mengobati komplikasi

Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang

Mencegah atau meminimalkan efek samping obat

Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

Meningkatkan kualitas hidup penderita

Menurunkan angka kematian

Program berhenti merokok sebaiknya dimasukkan sebagai salah satu tujuan

selama tatalaksana PPOK.5

Tujuan tersebut dapat dicapai melalui 4 komponen program tatalaksana,

yaitu :1

1. Evaluasi dan monitor penyakit

PPOK merupakan penyakit yang progresif, artinya fungsi paru akan

menurun seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, monitor merupakan

hal yang sangat penting dalam penatalaksanaan penyakit ini. Monitor

penting yang harus dilakukan adalah gejala klinis dan fungsi paru.

Riwayat penyakit yang rinci pada pasien yang dicurigai PPOK atau pasien

yang telah di diagnosis PPOK digunakan untuk evaluasi dan monitoring

penyakit :

7

Page 8: CASE COPD final publs

Pajanan faktor resiko, jenis zat dan lamanya terpajan

Riwayat timbulnya gejala atau penyakit

Riwayat keluarga PPOK atau penyakit paru lain, misalnya asma, tb

paru

Riwayat eksaserbasi atau perawatan di rumah sakit akibat penyakit paru

kronik lainnya

Penyakit komorbid yang ada, misal penyakit jantung, rematik, atau

penyakit-penyakit yang menyebabkan keterbattasan aktifitas

Rencanakan pengobatan terkini yang sesuai dengan derajat PPOK

Pengaruh penyakit terhadap kehidupan pasien seperti keterbatasan

aktifitas, kehilangan waktu kerja dan pengaruh ekonomi, perasaan

depresi / cemas

Kemungkinan untuk mengurangi faktor resiko terutama berhenti

merokok

Dukungan dari keluarga

2. Menurunkan faktor resiko

Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif

dalam mengurangi resiko berkembangnya PPOK dan memperlambat

progresifitas penyakit.

Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok – 5 A :

1). Ask (Tanyakan)

Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi semua perokok pada setiap

kunjungan

2). Advise (Nasehati)

Memberikan dorongan kuat untuk semua perokok untuk berhenti

merokok

3). Assess (Nilai)

Memberikan penilaian untuk usaha berhenti merokok

4). Assist (Bantu)

Membantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan

konseling praktis, merekomendasikan penggunaan farmakoterapi

5). Arrange (Atur)

Jadwal kontak lebih lanjut

8

Page 9: CASE COPD final publs

3. Tatalaksana PPOK stabil

Terapi Farmakologis

a. Bronkodilator

Secara inhalasi (MDI), kecuali preparat tak tersedia / tak

terjangkau

Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala

intermitten)

3 golongan :

o Agonis -2: fenopterol, salbutamol, albuterol,

terbutalin, formoterol, salmeterol

o Antikolinergik: ipratropium bromid, oksitroprium

bromid

o Metilxantin: teofilin lepas lambat, bila kombinasi

-2 dan steroid belum memuaskan

Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan

dosis bronkodilator monoterapi

b. Steroid

- PPOK yang menunjukkan respon pada

uji steroid

- PPOK dengan VEP1 < 50% prediksi

(derajat III dan IV)

- Eksaserbasi akut

c. Obat-obat tambahan lain

Mukolitik (mukokinetik,

mukoregulator) : ambroksol, karbosistein, gliserol iodida

Antioksidan : N-Asetil-sistein

Imunoregulator

(imunostimulator, imunomodulator): tidak rutin

Antitusif : tidak rutin

Vaksinasi : influenza,

pneumokokus

9

Page 10: CASE COPD final publs

Terapi Non-Farmakologis

a. Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance,

latihan pernapasan, rehabilitasi psikososial

b. Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari):

pada PPOK derajat IV, AGD=

PaO2 < 55 mmHg, atau SO2 <

88% dengan atau tanpa hiperkapnia

PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2

< 88% disertai hipertensi pulmonal, edema perifer karena gagal

jantung, polisitemia

Pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian oksigen harus

dipantau secara ketat. Oleh karena, pada pasien PPOK terjadi

hiperkapnia kronik yang menyebabkan adaptasi kemoreseptor-

kemoreseptor central yang dalam keadaan normal berespons

terhadap karbon dioksida. Maka yang menyebabkan pasien terus

bernapas adalah rendahnya konsentrasi oksigen di dalam darah

arteri yang terus merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer

yang relatif kurang peka. Kemoreseptor perifer ini hanya aktif

melepaskan muatan apabila PO2 lebih dari 50 mmHg, maka

dorongan untuk bernapas yang tersisa ini akan hilang. Pengidap

PPOK biasanya memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dan

tidak dapat diberi terapi dengan oksigen tinggi. Hal ini sangat

mempengaruhi koalitas hidup. Ventimask adalah cara paling efektif

untuk memberikan oksigen pada pasien PPOK.

c. Nutrisi

d. Pembedahan: pada PPOK berat, (bila dapat

memperbaiki fungís paru atau gerakan mekanik paru)

Penatalaksanaan menurut derajat PPOK1

DERAJAT KARAKTERISTIK REKOMENDASI PENGOBATAN

10

Page 11: CASE COPD final publs

Semua

derajat

Hindari faktor pencetus

Vaksinasi influenza

Derajat I

(PPOK

Ringan)

VEP1 / KVP < 70 %

VEP1 80% Prediksi

a. Bronkodilator kerja singkat (SABA,

antikolinergik kerja pendek) bila perlu

b. Pemberian antikolinergik kerja lama

sebagai terapi pemeliharaan

Derajat II

(PPOK

sedang)

VEP1 / KVP < 70 %

50% VEP1 80%

Prediksi dengan atau

tanpa gejala

1. Pengobatan reguler

dengan bronkodilator:

a. Antikoliner

gik kerja lama

sebagai terapi

pemeliharaan

b. LABA

c. Simptomati

k

2. Rehabilitasi

Kortikosteroid

inhalasi bila uji

steroid positif

Derajat III

(PPOK

Berat)

VEP1 / KVP < 70%;

30% VEP1 50%

prediksi

Dengan atau tanpa

gejala

1. Pengobatan reguler

dengan 1 atau lebih

bronkodilator:

a. Antikoliner

gik kerja lama

sebagai terapi

pemeliharaan

b. LABA

c. Simptomati

k

2. Rehabilitasi

Kortikosteroid

inhalasi bila uji

steroid positif

atau eksaserbasi

berulang

Derajat IV

(PPOK

sangat berat)

VEP1 / KVP < 70%;

VEP1 < 30% prediksi

atau gagal nafas atau

gagal jantung kanan

1. Pengobatan reguler dengan 1 atau

lebih bronkodilator:

a. Antikolinergik kerja lama

sebagai terapi pemeliharaan

b. LABA

c. Pengobatan komplikasi

11

Page 12: CASE COPD final publs

d. Kortikosteroid inhalasi bila

memberikan respons klinis atau

eksaserbasi berulang

2. Rehabilitasi

3. Terapi oksigen

jangka panjang bila gagal nafas

pertimbangkan terapi bedah

4. Tatalaksana PPOK eksaserbasi

Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rujmah : bronkodilator seperti

pada PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat

diberikan selama 10-14 ahri. Bila infeksi: diberikan antibiotika spektrum

luas (termasuk S.pneumonie, H influenzae, M catarrhalis).

Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit:

Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask

Bronkodilator: inhalasi agonis 2 (dosis & frekwensi ditingkatkan) +

antikolinergik. Pada eksaserbasi akut berat: + aminofilin (0,5

mg/kgBB/jam)

Steroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari.

Steroid intravena: pada keadaan berat

Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M catarrhalis.

Ventilasi mekanik pada: gagal akut atau kronik

Indikasi rawat inap :

Eksaserbasi sedang dan berat

Terdapat komplikasi

Infeksi saluran napas berat

Gagal napas akut pada gagal napas kronik

Gagal jantung kanan

Indikasi rawat ICU :

Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang

rawat.

12

Page 13: CASE COPD final publs

Kesadaran menurun, letargi, atau kelemahan otot-otot respirasi

Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan

PaO2 > 50 mmHg memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non

invasif)

2.9. Prognosa

Dubia, tergantung dari stage / derajat, penyakit paru komorbid, penyakit

komorbid lain.6

2.10. Komplikasi

Gagal nafas, kor pulmonal, septikemia6

13

Page 14: CASE COPD final publs

BAB III

KESIMPULAN

Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang dapat dicegah dan

dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan, yang dapat

mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual.

Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting

dari faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai

adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari

protease serin.

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)

2007, dibagi atas 4 derajat, yaitu : derajat 1 (PPOK ringan), derajat 2 (PPOK sedang),

derajat 3 (PPOK berat), derajat 4 (PPOK sangat berat).

Penderita PPOK akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-

batuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan PPOK ringan dapat

tanpa keluhan atau gejala. Dan baku emas untuk menegakkan PPOK adalah uji

spirometri. Prognosa PPOK tergantung dari stage / derajat, penyakit paru komorbid,

penyakit komorbid lain.

14

Page 15: CASE COPD final publs

DAFTAR PUSTAKA

1. PDPI. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.

Jakarta: 2006. p. 1-18.

2. Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Obstruksi

Saluran Pernafasan Akut. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI,

2006. p. 984-5.

3. GOLD. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and Prevention.

USA: 2007. p. 6. [serial online] 2007. [Cited] 20 Juni 2008. Didapat dari :

http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=989

4. GOLD. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of

Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA: 2007. p. 16-19. [serial online]

2007. [Cited] 20 Juni 2008. Didapat dari :

http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=1116

5. Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2001. p. 437-8.

6. PB PAPDI. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen

IPD FKUI, 2006. p. 105-8

15