Upload
satriascoe
View
128
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruksi Kronik yang biasa disebut sebagai PPOK
merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara
didalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang
bersifat progresif ini disebabkan karena terjadinya inflamasi kronik akibat
pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup
lama dengan gejala utama sesak nafas, batuk dan produksi sputum.1
Akhir-akhir ini penyakit ini semakin menarik untuk dibicarakan oleh
karena prevalensi dan angka mortalitasnya yang terus meningkat.2
Meningkatnya usia hidup manusia dan dapat diatasinya penyakit
degeneratif lainnya dan PPOK sangat mengganggu kualitas hidup diusia
lanjut. Bidang industri yang tidak dapat dipisahkan dengan polusi udara dan
lingkungan serta kebiasaan merokok merupakan penyebab utama.
1.2. Tujuan
Tujuan pembuatan laporan kasus yang berjudul “ Penyakit Paru
Obstruksi Kronik “ ini adalah untuk membahas patofisiologi, gejala-gejala
klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan , dan
prognosis bagi penderita penyakit ini mengingat kasus PPOK semakin
meningkat setiap tahunnya. Dengan begitu diharapkan kita mampu menekan
angka morbiditas dan mortalitas PPOK.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang dapat
dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan,
yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap
individual. Penyakit paru kronik ini ditandai dengan keterbatasan aliran udara
di dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif,
biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan
gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik.
Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah
rokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya.3
2.2. Prevalensi
Di Amerika, kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat
mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan
119.000 meninggal selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK
menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakti
serebro vascular. Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini mencapai $24
milyar per tahunnya. WHO memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020
prevalensi PPOK akan meningkat. Akibat sebagai penyebab penyakit
tersering peringkatnya akan meningkat dari ke duabelas menjadi ke lima dan
sebagai penyebab kematian akan meningkat dari ke enam menjadi ke tiga.
Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK
bersama asma bronchial menduduki peringkat ke enam. Merok merupakan
farktor risiko terpenting penyebab PPOK di samping faktor risiko lainnya
seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-lainnya.2
2.3. Etiologi
2
Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang
berbeda dari partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih
bijaksana jika kita mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh
iritasi yang berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat mengiritasi saluran
pernapasan. Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan komposisinya dapat
memberikan kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung
kepada jumlah dari partikel yang terinhalasi oleh individu tersebut.1
Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih
penting dari faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering
dijumpai adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor
sirkulasi utama dari protease serin.3
Faktor resiko PPOK bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikel-partikel
iritatif yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya :4
Asap rokok
Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala
respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari
pada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita PPOK
bergantung pada “dosis merokok”nya, seperti umur orang tersebut mulai
merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang
tersebut merokok.
Enviromental tobacco smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat
mengalami gejala-gejala respiratorik dan PPOK dikarenakan oleh partikel-
partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru
“terbakar”.
Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor resiko
kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru-paru
dan perkembangan janin dalam kandungan, bahkan mungkin juga dapat
mengganggu sistem imun dari janin tersebut.
Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)
Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan
Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang,
kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi
untuk memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya.
Sehingga IAP memiliki tanggung jawab besar jika dibandingkan dengan
3
polusi di luar ruangan seperti gas buang kendaraan bermotor. IAP
diperkirakan membunuh 2 juta wanita dan anak-anak setiap tahunnya.
Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu
jalanan.
Infeksi saluran nafas berulang
Jenis kelamin
Dahulu, PPOK lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita.
Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi
dewasa ini prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini
dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok itu sendiri. Beberapa
penelitian mengatakan bahwa perokok wanita lebih rentan untuk terkena
PPOK dibandingkan perokok pria.
Status sosio ekonomi dan status nutrisi
Asma
Usia
Onset usia dari PPOK ini adalah pertengahan.
2.4. Patogenesis
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor resiko utama dari
PPOK ini adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok ini merangsang
perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain
itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional
serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-
sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan
penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari
saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme
penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang
menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama
ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya
peradangan.4
Komponen-komponen asap rokok tersebut juga merangsang terjadinya
peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif
merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas
4
saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara
kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat
pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian,
apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru
dan saluran udara kolaps.4
Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien PPOK, yakni :
peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen
saluran nafas, dinding saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding
saluran nafas dan parenkim). Yang mana hal ini dapat dibedakan dengan
inflamasi yang terjadi pada penderita asma.5
2.5. Klasifikasi
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat :4
1. Derajat I: PPOK ringan
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan
aliran udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada
derajat ini, orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya
abnormal.
2. Derajat II: PPOK sedang
Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50%
< VEP1 < 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas.
Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena
sesak nafas yang dialaminya.
3. Derajat III: PPOK berat
Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin
memburuk (VEP1 / KVP < 70%; 30% VEP1 < 50% prediksi). Terjadi
sesak nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan
eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien.
4. Derajat IV: PPOK sangat berat
Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%;
VEP1 < 30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya
gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan.
5
2.6. Diagnosa
Penderita PPOK akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas,
batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan
PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala. Dapat ditegakkan dengan cara :1
1. Anamnesis
Anamnesis riwayat paparan dengan faktor resiko, riwayat penyakit
sebelumnya, riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan
di RS sebelumnya, komorbiditas, dampak penyakit terhadap aktivitas, dll.
2. Pemeriksaan Fisik, dijumpai adanya :
Pernafasan pursed lips
Takipnea
Dada emfisematous atu barrel chest
Tampilan fisik pink puffer atau blue bloater
Pelebaran sela iga
Hipertropi otot bantu nafas
Bunyi nafas vesikuler melemah
Ekspirasi memanjang
Ronki kering atau wheezing
Bunyi jantung jauh
3. Pemeriksaan Foto Toraks, curiga PPOK bila dijumpai kelainan:
Hiperinflasi
Hiperlusen
Diafragma mendatar
Corakan bronkovaskuler meningkat
Bulla
Jantung pendulum
4. Uji Spirometri, yang merupakan diagnosis pasti, dijumpai :
VEP1 < KVP < 70%
Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan) : VEP1 paska
bronkodilator < 80% prediksi
5. Uji Coba kortikosteroid
6. Analisis gas darah
Semua pasien dengan VEP1 < 40% prediksi
Secara klinis diperkirakan gagal nafas atau payah jantung kanan
6
2.7. Diagnosa Banding
PPOK didiagnosa banding dengan :1
1. Asma Bronkial
2. Gagal jantung kongestif
3. Bronkiektasis
4. Tuberkulosis
2.8. Penatalaksanaan
Adapun tujuan dari penatalaksanaan PPOK ini adalah :1
Mencegah progesifitas penyakit
Mengurangi gejala
Meningkatkan toleransi latihan
Mencegah dan mengobati komplikasi
Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang
Mencegah atau meminimalkan efek samping obat
Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
Meningkatkan kualitas hidup penderita
Menurunkan angka kematian
Program berhenti merokok sebaiknya dimasukkan sebagai salah satu tujuan
selama tatalaksana PPOK.5
Tujuan tersebut dapat dicapai melalui 4 komponen program tatalaksana,
yaitu :1
1. Evaluasi dan monitor penyakit
PPOK merupakan penyakit yang progresif, artinya fungsi paru akan
menurun seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, monitor merupakan
hal yang sangat penting dalam penatalaksanaan penyakit ini. Monitor
penting yang harus dilakukan adalah gejala klinis dan fungsi paru.
Riwayat penyakit yang rinci pada pasien yang dicurigai PPOK atau pasien
yang telah di diagnosis PPOK digunakan untuk evaluasi dan monitoring
penyakit :
7
Pajanan faktor resiko, jenis zat dan lamanya terpajan
Riwayat timbulnya gejala atau penyakit
Riwayat keluarga PPOK atau penyakit paru lain, misalnya asma, tb
paru
Riwayat eksaserbasi atau perawatan di rumah sakit akibat penyakit paru
kronik lainnya
Penyakit komorbid yang ada, misal penyakit jantung, rematik, atau
penyakit-penyakit yang menyebabkan keterbattasan aktifitas
Rencanakan pengobatan terkini yang sesuai dengan derajat PPOK
Pengaruh penyakit terhadap kehidupan pasien seperti keterbatasan
aktifitas, kehilangan waktu kerja dan pengaruh ekonomi, perasaan
depresi / cemas
Kemungkinan untuk mengurangi faktor resiko terutama berhenti
merokok
Dukungan dari keluarga
2. Menurunkan faktor resiko
Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif
dalam mengurangi resiko berkembangnya PPOK dan memperlambat
progresifitas penyakit.
Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok – 5 A :
1). Ask (Tanyakan)
Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi semua perokok pada setiap
kunjungan
2). Advise (Nasehati)
Memberikan dorongan kuat untuk semua perokok untuk berhenti
merokok
3). Assess (Nilai)
Memberikan penilaian untuk usaha berhenti merokok
4). Assist (Bantu)
Membantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan
konseling praktis, merekomendasikan penggunaan farmakoterapi
5). Arrange (Atur)
Jadwal kontak lebih lanjut
8
3. Tatalaksana PPOK stabil
Terapi Farmakologis
a. Bronkodilator
Secara inhalasi (MDI), kecuali preparat tak tersedia / tak
terjangkau
Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala
intermitten)
3 golongan :
o Agonis -2: fenopterol, salbutamol, albuterol,
terbutalin, formoterol, salmeterol
o Antikolinergik: ipratropium bromid, oksitroprium
bromid
o Metilxantin: teofilin lepas lambat, bila kombinasi
-2 dan steroid belum memuaskan
Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan
dosis bronkodilator monoterapi
b. Steroid
- PPOK yang menunjukkan respon pada
uji steroid
- PPOK dengan VEP1 < 50% prediksi
(derajat III dan IV)
- Eksaserbasi akut
c. Obat-obat tambahan lain
Mukolitik (mukokinetik,
mukoregulator) : ambroksol, karbosistein, gliserol iodida
Antioksidan : N-Asetil-sistein
Imunoregulator
(imunostimulator, imunomodulator): tidak rutin
Antitusif : tidak rutin
Vaksinasi : influenza,
pneumokokus
9
Terapi Non-Farmakologis
a. Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance,
latihan pernapasan, rehabilitasi psikososial
b. Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari):
pada PPOK derajat IV, AGD=
PaO2 < 55 mmHg, atau SO2 <
88% dengan atau tanpa hiperkapnia
PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2
< 88% disertai hipertensi pulmonal, edema perifer karena gagal
jantung, polisitemia
Pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian oksigen harus
dipantau secara ketat. Oleh karena, pada pasien PPOK terjadi
hiperkapnia kronik yang menyebabkan adaptasi kemoreseptor-
kemoreseptor central yang dalam keadaan normal berespons
terhadap karbon dioksida. Maka yang menyebabkan pasien terus
bernapas adalah rendahnya konsentrasi oksigen di dalam darah
arteri yang terus merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer
yang relatif kurang peka. Kemoreseptor perifer ini hanya aktif
melepaskan muatan apabila PO2 lebih dari 50 mmHg, maka
dorongan untuk bernapas yang tersisa ini akan hilang. Pengidap
PPOK biasanya memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dan
tidak dapat diberi terapi dengan oksigen tinggi. Hal ini sangat
mempengaruhi koalitas hidup. Ventimask adalah cara paling efektif
untuk memberikan oksigen pada pasien PPOK.
c. Nutrisi
d. Pembedahan: pada PPOK berat, (bila dapat
memperbaiki fungís paru atau gerakan mekanik paru)
Penatalaksanaan menurut derajat PPOK1
DERAJAT KARAKTERISTIK REKOMENDASI PENGOBATAN
10
Semua
derajat
Hindari faktor pencetus
Vaksinasi influenza
Derajat I
(PPOK
Ringan)
VEP1 / KVP < 70 %
VEP1 80% Prediksi
a. Bronkodilator kerja singkat (SABA,
antikolinergik kerja pendek) bila perlu
b. Pemberian antikolinergik kerja lama
sebagai terapi pemeliharaan
Derajat II
(PPOK
sedang)
VEP1 / KVP < 70 %
50% VEP1 80%
Prediksi dengan atau
tanpa gejala
1. Pengobatan reguler
dengan bronkodilator:
a. Antikoliner
gik kerja lama
sebagai terapi
pemeliharaan
b. LABA
c. Simptomati
k
2. Rehabilitasi
Kortikosteroid
inhalasi bila uji
steroid positif
Derajat III
(PPOK
Berat)
VEP1 / KVP < 70%;
30% VEP1 50%
prediksi
Dengan atau tanpa
gejala
1. Pengobatan reguler
dengan 1 atau lebih
bronkodilator:
a. Antikoliner
gik kerja lama
sebagai terapi
pemeliharaan
b. LABA
c. Simptomati
k
2. Rehabilitasi
Kortikosteroid
inhalasi bila uji
steroid positif
atau eksaserbasi
berulang
Derajat IV
(PPOK
sangat berat)
VEP1 / KVP < 70%;
VEP1 < 30% prediksi
atau gagal nafas atau
gagal jantung kanan
1. Pengobatan reguler dengan 1 atau
lebih bronkodilator:
a. Antikolinergik kerja lama
sebagai terapi pemeliharaan
b. LABA
c. Pengobatan komplikasi
11
d. Kortikosteroid inhalasi bila
memberikan respons klinis atau
eksaserbasi berulang
2. Rehabilitasi
3. Terapi oksigen
jangka panjang bila gagal nafas
pertimbangkan terapi bedah
4. Tatalaksana PPOK eksaserbasi
Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rujmah : bronkodilator seperti
pada PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat
diberikan selama 10-14 ahri. Bila infeksi: diberikan antibiotika spektrum
luas (termasuk S.pneumonie, H influenzae, M catarrhalis).
Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit:
Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask
Bronkodilator: inhalasi agonis 2 (dosis & frekwensi ditingkatkan) +
antikolinergik. Pada eksaserbasi akut berat: + aminofilin (0,5
mg/kgBB/jam)
Steroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari.
Steroid intravena: pada keadaan berat
Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M catarrhalis.
Ventilasi mekanik pada: gagal akut atau kronik
Indikasi rawat inap :
Eksaserbasi sedang dan berat
Terdapat komplikasi
Infeksi saluran napas berat
Gagal napas akut pada gagal napas kronik
Gagal jantung kanan
Indikasi rawat ICU :
Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang
rawat.
12
Kesadaran menurun, letargi, atau kelemahan otot-otot respirasi
Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan
PaO2 > 50 mmHg memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non
invasif)
2.9. Prognosa
Dubia, tergantung dari stage / derajat, penyakit paru komorbid, penyakit
komorbid lain.6
2.10. Komplikasi
Gagal nafas, kor pulmonal, septikemia6
13
BAB III
KESIMPULAN
Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang dapat dicegah dan
dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan, yang dapat
mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual.
Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting
dari faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai
adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari
protease serin.
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)
2007, dibagi atas 4 derajat, yaitu : derajat 1 (PPOK ringan), derajat 2 (PPOK sedang),
derajat 3 (PPOK berat), derajat 4 (PPOK sangat berat).
Penderita PPOK akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-
batuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan PPOK ringan dapat
tanpa keluhan atau gejala. Dan baku emas untuk menegakkan PPOK adalah uji
spirometri. Prognosa PPOK tergantung dari stage / derajat, penyakit paru komorbid,
penyakit komorbid lain.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. PDPI. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta: 2006. p. 1-18.
2. Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Obstruksi
Saluran Pernafasan Akut. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI,
2006. p. 984-5.
3. GOLD. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and Prevention.
USA: 2007. p. 6. [serial online] 2007. [Cited] 20 Juni 2008. Didapat dari :
http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=989
4. GOLD. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of
Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA: 2007. p. 16-19. [serial online]
2007. [Cited] 20 Juni 2008. Didapat dari :
http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=1116
5. Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2001. p. 437-8.
6. PB PAPDI. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
IPD FKUI, 2006. p. 105-8
15