26
PRESENTASI KASUS ANALISA PASIEN OPERASI LAPAROTOMI EKSPLORASI DENGAN TANDA-TANDA SYOK SEPSIS Oleh : Dimas Q. Raditiyo Lystiana Pricillia Horas Pembimbing : dr. Nurgani, SpAn KEPANITERAAN KLINIK SMF ANESTESI RSUP FATMAWATI UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

Case Anastesi Fix Print

Embed Size (px)

DESCRIPTION

an

Citation preview

Page 1: Case Anastesi Fix Print

PRESENTASI KASUS

ANALISA PASIEN OPERASI LAPAROTOMI EKSPLORASI DENGAN TANDA-TANDA SYOK

SEPSIS

Oleh :

Dimas Q. Raditiyo

Lystiana

Pricillia Horas

Pembimbing : dr. Nurgani, SpAn

KEPANITERAAN KLINIK SMF ANESTESI RSUP FATMAWATI

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2013

Page 2: Case Anastesi Fix Print

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim.

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME atas Rahmat dan Inayah-Nya

sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.

Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para konsulen anestesi,

khususnya dr. Nurgani, SpAn. yang telah memberikan bimbingan kepada kami sehingga

kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.

Kami sadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang

membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi kesempurnaannya.

Demikian yang dapat kami sampaikan, Insya Allah makalah kasus ini dapat

bermanfaat khususnya bagi kami yang sedang menempuh pendidikan dan dapat dijadikan

pelajaran kami selanjutnya.

Jakarta, 21 April 2013

Penyusun

Page 3: Case Anastesi Fix Print

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Nanih Iyum

Usia : 70 tahun

Alamat : JL. KP Jati Waru Blok B parung Bogor

Agama : Islam

Status : Menikah

BB : 60 kg

TB : 150 cm

Tanggal berobat : 4 April 2013, pukul 05.30 WIB

ANAMNESIS

KELUHAN UTAMA:

Nyeri pada luka operasi sejak 1 minggu yang lalu

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:

Semenjak 1 bulan yang lalu sebelum operasi yang pertama sekitar bulan januari 2013

pasien mengeluh Nyeri perut dirasakan terus menerus, nyeri terasa di seluruh bagian perut

dan seperti tertusuk. Nyeri semakin memberat disertai tidak bisa BAB lalu kemudian pasien

di operasi di lakukan tindakan operasi laparotomi. Dari hasil PA pasien didiagnosa menderita

apendicitis akut. Lalu pasien di rawat selama 14 hari setelah operasi yang pertama, lalu

pasien pulang. Namun 3 hari setelah pulang dari RS keluhan kembali muncul, lalu pasien

menjalani rawat jalan sebanyak 3 kali. Lalu gejala membaik setelah berobat. BAB pasien

selama ini jarang dan cair.

10 hari sebelum masuk rumah sakit pasien di bawa ke RS Atang Sanjaya bogor lalu

dioperasi dengan diagnosis ileus obstruktif adhesiva volvulus perforasi colon transversum

dan dilakukan pemasangan drain, tindakan operasi saat itu adalah laparotomi release

Page 4: Case Anastesi Fix Print

strangulata dengan volvulus dan adhesiva wide reseksi. Lalu 6 hari post reseksi pasien di

bawa ke RS fatmawati. Nyeri perut dirasakan terus menerus, nyeri tajam dan terasa di seluruh

bagian perut. Nyeri sampai mengganggu aktivitas. Perut terasa kembung. Mual (+), muntah

(+). Pasien tidak bisa BAB selama seminggu ini. BAK normal, warna kuning jernih. Pasien

mengeluh tidak bisa buang angin, terakhir tadi pagi. Demam (+).

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Riwayat sakit maag, hipertensi, asma, DM, sakit jantung, stroke, disangkal.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Riwayat DM, hipertensi, sakit jantung, stroke, asma, dan keganasan pada keluarga

disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum: Tampak Sakit Berat

Kesadaran: Somnolen,

Tanda Vital: TD: 112/98 mmHg, N: 120 kali/menit, RR 24 kali/menit, S: 37,6ºC.

Status generalis:

Kepala: Normochepali

Mata: CA -/-, SI -/-

Leher: KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba.

Jantung: S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru: SN vesikuler, Rh -/-, Wh -/-.

Abdomen:

I: Perut tampak datar, tampak luka operasi terbalut verban rembesan (-) darah (-),

terpasang drain, produksi (+), feses berwarna kekuningan, konsistensi cair

Page 5: Case Anastesi Fix Print

Pa: Nyeri pada seluruh kuadran abdomen.

Pe: Timpani pada seluruh kuadran abdomen, pekak pada hepar

A: Bising usus menurun.

Ekstremitas: akral hangat (+), edema (-)

RT: TSA menurun, ampula kolaps, nyeri tekan sulit dinilai,massa sulit dinilai karena ampula

kolaps, sarung tangan feses (-), darah (-), lendir (-).

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium 4-4-2013:

Hb : 13,9 g/dl

HT : 43%

Leukosit : 7.500 /uL

Trombosit : 224.000 /uL

Eritrosit : 5.68 juta/dl

VER : 76,1 fl

HER : 24,4 pg

KHER : 32,1 g/dl

RDW :19,5 %

APTT : 34,2 detik

PT : 18,5 detik

Ureum : 71 mg/dl

Kreatinin : 0,9 mg/dl

GDS : 98 mg/dl

Page 6: Case Anastesi Fix Print

AGD : pH 7,224 ; PCO2 48,9 ; PO2 88,5 ; HCO3 19,7 ; Saturasi O2 95% ; BE -8

Elektrolit : Na 144 mmol/L ; K 3,29 mmol/L ; Cl 112 mmol/L

Laboratorium 6-4-2013:

Hb : 11,6 g/dl

HT : 36%

Leukosit : 6.700 /uL

Trombosit : 208.000 /uL

Eritrosit : 4,73 juta/uL

Ureum : 109mg/dl

Kreatinin : 1,2 mg/dl

GDS : 63 mg/dl

AGD : pH 7,315 ; PCO2 28,9 ; PO2 63,7 ; HCO3 14,4 ; Saturasi O2 91% ; BE -

10,2

Elektrolit : Na 141 mmol/L ; K 4,74 mmol/L ; Cl 114 mmol/L

SGOT : 41

SGPT : 9

Protein total : 4,30

Albumin : 2,10

Globulin : 2,20

Troponin T : 4,10

Bil. Direk : 4,00

Bil. Indirek : 0,10

Alkali Fosfatase: 31

Page 7: Case Anastesi Fix Print

AGD : pH 7,443 ; PCO2 33,3 ; PO2 125,0 ; HCO3 22,3 ; Saturasi O2 98,6% ; BE -

1

Laboratorium 6-4-2013: (23:19)

Hb : 10,5 g/dl

HT : 32%

Leukosit : 13.000 /uL

Trombosit : 159.000 /uL

Elektrolit : Na 140 mmol/L ; K 4,93 mmol/L ; Cl 116 mmol/L

Laboratorium 7-4-2013:

Hb : 11,3 g/dl

HT : 36%

Leukosit : 19.400 /uL

Trombosit : 146.000 /uL

Eritrosit : 4,71 juta/dl

VER : 75,6 fl

HER : 24,0 pg

KHER : 31,7 g/dl

RDW :19,4%

Protein total : 3,70 g/dl

Albumin : 2,10 g/dl

Globulin : 1,60 g/dl

Ureum : 118 mg/dl

Kreatinin : 1 mg/dl

Page 8: Case Anastesi Fix Print

GDS : 98 mg/dl

AGD : pH 7,364 ; PCO2 33,5 ; PO2 93,0 ; HCO3 18,7 ; Saturasi O2 97% ; BE -5,7

Elektrolit : Na 143 mmol/L ; K 4,49 mmol/L ; Cl 119 mmol/L

Laboratorium tanggal 08-4-2013

AGD : pH 7,487 ; PCO2 23,1 ; PO2 153,1; HCO3 17,1 ; Saturasi O2 99,2% ; BE

-4,1

Foto polos abdomen: tidak ditemukan data

PREOPERATIF

Pasien dibawa ke ruang OK cito pada tanggal 6 April 2013 dari IGD.

Pasien pra-bedah didiagnosis suspect leakage anastomosis post laparotomi dengan abdominal

sepsis. Di IGD pasien sudah mendapatkan terapi obat ceftriaxone, metronidazole, yal. Terapi

cairan di IGD dextrose 5%, KaEn Mg3. Saat ini keadaan pasien adalah:

Keadaan umum: Tampak sakit berat, Kesadaran somnolen

TD: 112/98 mmHg, N: 120 kali/menit, RR 24 kali/menit, S: 37,6ºC.

Pasien tidak memiliki riwayat sesak nafas, gigi hilang (-), gigi palsu (-), leher tidak pendek,

riw. ISPA (-), pasien sudah tidak haid, nyeri dada (-), denyut jantung tidak normal (-), riw.

kejang (-), stroke (-). Pasien tidak obesitas.

Hasil pemeriksaan laboratorium Hb 11,6 g/dl ; HT 36% ; Leukosit 6.700 /uL ; Trombosit

208.000 /uL ; Eritrosit 4,73 juta/Ul ; Ureum 109mg/dl ; Kreatinin 1,2 mg/dl ; GDS 63

mg/dl ; AGD (pH 7,315 ; PCO2 28,9 ; PO2 63,7 ; HCO3 14,4 ; Saturasi O2 91% ; BE -10,2)

; Elektrolit (Na 141 mmol/L ; K 4,74 mmol/L ; Cl 114 mmol/L) ; SGOT 41 ; SGPT 9; Protein

total 4,30; Albumin 2,10 ; Globulin 2,20; Troponin T 4,10 ; Bil. Direk 4,00; Bil. Indirek

0,10; Alkali Fosfatase 31; AGD ( pH 7,443 ; PCO2 33,3 ; PO2 125,0 ; HCO3 22,3 ; Saturasi

O2 98,6% ; BE -1)

Status fisik pasien ASA 3E dengan severe sepsis. Pasien di lakukan general anestesia. Pasien

diberi premedikasi dengan fentanyl 150 mcg. Selanjutnya pasien diinduksi intravena dengan

propofol 30 mg, ketamin 30 mg. pasien diintubasi dengan ETT 7,5, Cuff (+)

Page 9: Case Anastesi Fix Print

DURANTE OPERATIF

Sebelum induksi TD 130/80 mmHg, nadi 100 x/menit. Setelah induksi TD 90/70mmHg, nadi

110 x/menit. Pemantauan tekanan darah selama operasi:

Jam TD sistolik TD diastolik MAP HR

10.30 130 70 70 110

10.45 130 70 77 110

11.00 130 70 110

11.15 130 80 63 120

11.30 130 70 68 120

11.45 80 50 60 120

12.00 110 60 57 120

12.15 110 60 47 115

12.30 110 70 - 120

12.45 110 70 60 115

13.00 110 70 120

13.15 110 70 120

13.30 110 70 120

Pembedahan selesai sekitar pukul 13.30, dan tekanan darah pasien 110/70. Pada pukul

11.45 tekanan darah turun hingga 80/50.

Cairan yang masuk selama operasi berlangsung:.

Jam 10.30 : Tangan kanan : RL 500cc

Jam 10.45 : Tangan kanan ; RL 500cc

Jam 11.15 : Kaki kanan : HES 500cc

Jam 11.45 : Tangan kanan : RL 500cc

Kaki kanan : RL 500cc

Jam 12.30 : Tangan kanan : RL 500cc

Page 10: Case Anastesi Fix Print

Kaki kanan : RL 500cc

Total input cairan : 4000cc 1000cc kolod dan 3000cc kristaloid

Perdarahan total : 500cc

Urin total : 50cc

Laporan bedah post operatif:

Pasien terlentang dalam GA.

A dan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya.

Jahitan laparotomi lama dibuka

Keluar oncus entericus

Pada eksplorasi tampak perforasi caecum diameter 1,5 cm dengan jaringan nekrotik

sekitar perforasi, perforasi di jahit situasi, rongga abdomen dicuci hingga bersih.

White line di buka, dilakukan reseksi ileocaecal dan di eksteriorisasi (ileum dan colon

asendens)

Dipasang drain di pelvik floor

Luka operasi ditutup, kulit di jahit

Operasi selesai

Instruksi post operasi

Awasi tanda vital

IVFD RL : D5 = 2 :2/24 jam

NGT dialirkan

Puasa sementara

Meropenem 3x 1 gr i.v

Ketorolac 3x 1 amp i.v

Albumin 20% 100cc selama 3 hari berturut-turut

Cek DPL dan elektrolit post OP, transfusi bila Ht di <30%

POST OPERATIF

Pasien masuk ruang pulih pukul 13.35 dengan jalan nafas tidak ada masalah,

pernapasan spontan. Aldrette skor:

Aktivitas 1 ; sirkulasi 2 ; pernapasan 1 ; kesadaran 1 ; warna kulit 2.

Page 11: Case Anastesi Fix Print

Pemantauan tanda vital di ruang pulih:

Jam 13.35 : Pasien masuk ruang pulih dengan TD 110/70 mmHg, N: 120x/menit

Jam 13.50 : TD 100/70 mmHg, N: 110x/menit

Jam 14.00 : Pasien di dorong ke ICU.

ANALISIS KASUS

Page 12: Case Anastesi Fix Print

Pada kasus infeksi, maka tubuh akan merespon dengan munculnya gejala-gejala

systemic inflammatory response syndrome (SIRS), yaitu:

- Suhu tubuh >38º C atau <36º C

- Nadi >90 x/menit

- Nafas >20 x/menit

- Leukosit >12.000 atau <4000

- Pa CO2 <32

Ditinjau dari ilustrasi kasus sebelumnya, pasien wanita usia 60 tahun yang datang dengan

keluhan nyeri perut disertai dengan gejala SIRS pada hasil pemeriksaan fisik berupa demam,

takikardi, takipneu, adanya nyeri tekan di seluruh kuadran abdomen perut dan defense

muskuler pada abdomen, serta ditunjang dengan hasil pemeriksaan laboraorium yang

menunjukkan adanya leukositosis, maka maka sudah harus mulai dicurigai adanya infeksi

yang terjadi pada organ gastrointestinal. SIRS dengan fokus infeksi yang jelas dinamakan

sepsis.

Keadaan pasien praoperatif semakin jelas dan memenuhi kriteria diagnostik untuk sepsis,

jika dicocokkan dengan aloritme kriteria diagnostik berikut:

Page 13: Case Anastesi Fix Print

Pada pasien pun sudah mulai ditemukan tanda yang mengarah kepada disfungsi organ, seperti

peningkatan serum kreatinin (4,7 mg/dl) dan aPTT yang mulai memanjang (50,4), tekanan

darah yang mulai turun dan tidak stabil, dan urin output yang berkurang. Jadi, severe sepsis

harus mulai diwaspadai pada pasien.

Sepsis membutuhkan penanganan yang cepat, 3 prioritas terapi yang harus dilakukan

adalah:

1. Stabilisasi Pasien Langsung

- Airway dan breathing support

- Pemantauan hemodinamik terapi empirik gabungan yang agresif dengan cairan

(kristaloid/koloid dengan agen inotropik atau vasopressor). Agen inotropic atau

vasopressor yang dapat diberikan:

a. Dopamine banyak digunakan dalam dosis rendah (1-5 μg/kg per menit) untuk

meningkatkan perfusi renal dan mesenteric. Dopamine dosis sedang (10-20μg/kg per

menit) bisa digunakan untuk menyokong tekanan darah.

b. Dobutamine (dosis 2-20 μg/kg per menit) adalah agen inotropi β adrenergik yang

penggunaannya disukai untuk meningkatkan curah jantung dan penyaluran oksigen.

Dobutamine bisa dipertimbangkan penggunaannya pada pasien sepsis parah dengan

tekanan pengisian dan tekanan darah yang cukup tapi cardiac index rendah.

c. Norepinephrine adalah agen α adrenergik poten (0,01-3 μg/kg per menit) yang

berguna pada syok septik untuk vasokontriksi perifer. Phenylephrine juga bisa

berguna pada pasien dengan hipotensi yang bertahan.

d. Epinephrine 0,1-0,5 μg/kg per menit, meningkatkan curah jantung dan menyebabkan

vasokontriksi perifer. Penggunaannya disimpan untuk pasien yang gagal merespon

terapi standar.

Target yang harus tercapai dalam 6 jam pertama:

- CVP 8-12mmHg namun pada pasien ini tidak dilakukan pemasangan CVC

- MAP > 65 mmHg pada pasien ini MAP <65 mmHg berarti target tidak tercapai

- Urine Output > 0,5 mL/kg/jam pada pasien ini UO selama operasi 3 jam sebanyak

50cc dan tidak memenuhi target (98cc).

- Saturasi O2 > 70% saturasi pasien berkisar antara 96-98 %

2. Pemberian antibiotik yang adekuat tidak ada data yang menunjukkan bahwa pasien

sudah mendapatkan terapi antibiotik

Page 14: Case Anastesi Fix Print

3. Eliminasi fokus infeksi awal dilakukan laparotomi cito

Ketika laparotomi cito, pasien ini dilakukan anestesi umum karena akan dilakukan

operasi laparatomi eksplorasi. Anesthesia umum (general anesthesia) adalah suatu keadaan

tidak sadar yang bersifat sementara yang diikuti oleh hilangnya rasa nyeri di seluruh tubuh

akibat pemberian obat anestesi. Metode ini cocok untuk dilakukan pada operasi yang

berlangsung lama. Serta dilakukan anestesi epidural di regio L3-L4 dengan jarum no 18G.

anestesi epidural adalah blockade saraf dengan menempatkan obat di ruang epidural. Obat

anestetik lokal di ruang epidural bekerja langsung pada akar saraf spinal yang terletak di

bagian lateral. Hal ini sesuai dengan indikasi anestesi epidural yakni meminimalisisr,

penurunan tekanan darah saat pembedahan supaya tidak banyak perdarahan dan penambahan

obat-obatan pada anestesia umum.

Premedikasi: pasien diberikan midazolam 1 mg. midazolam merupakan suatu

benzodiazepine yang larut dalam air. Midazolam dimetabolisme secara cepat oleh enzim

cytochrome P-450 hati dan usus halus menjadi metabolit aktif dan inaktif. Metabolit aktif

dikonjugasikan secara cepat menjadi 1-hydroxymidazolam glucoronide dan diekskresikan

melalui ginjal. Waktu eliminasi midazolam adalah sekitar 1 hingga 4 jam lebih pendek dari

diazepam. Waktu paruh eliminasi ini dapat memanjang hingga dua kali lipat pada orangtua

karena adanya penurunan aliran darah hati dan aktivitas enzim. Dosis penggunaan midazolam

sebagai premedikasi adalah 0,07-0,15 mg/kgBB. Efek samping utama midazolam adalah

depresi ventilasi yang disebabkan oleh penurunan rangsangan hipoksik. Depresi ventilasi

yang diinduksi oleh midazolam dapat diperparah oleh adanya opioid dan obat depresan SSP

lainnya. Bila kita melihat pemberian premedikasi dengan midazolam pada pasien ini kurang

dari dosis terapetik yang hanya diberikan 1mg seharusnya dengan BB pasien 65kg pasien

diberikan midazolam 4 mg. Pemberian dosis kecil ini kemungkinan dikarenakan oleh faktor

usia dan faktor komorbid pasien dan pasien sudah mendapatkan anesthesia epidural.

Induksi: Pasien diberikan Propofol 70 mg. Propofol menghambat transmisi neuron

yang dihantarkan oleh GABA. Propofol merupakan obat sedative-hipnotik yang digunakan

dalam induksi dan pemeliharaan anestesi maupun sedasi. Injeksi intravena pd dosis terapetik

memberikan efek hipnotif cepat, biasanya dalam waktu 40 detik dari awal pemberian injeksi.

Propofol menyebabkan bronkodilatasi pada pasien dengan penyakit paru obstruktif

kronik. Terdapat resiko apnea sebesar 25%-35% pada pasien yang mendapat propofol.

Page 15: Case Anastesi Fix Print

Pemberian agen opioid sebagai premedikasi meningkatkan resiko apnea. Infus propofol

menurunkan volume tidal dan frekuensi pernapasan.

Propofol lebih menurunkan tekanan darah sistemik dari pada thiopental. Penurunan

tekanan darah ini juga dipengaruhi perubahan volume kardiak dan resistensi pembuluh darah.

Relaksasi otot polos pembuluh darah disebabkan hambatan aktivitas simpatis vasokontriksi.

Propofol tidak mengganggu fungsi hepar dan ginjal yang dinilai dari enzim transamin hati

dan konsentrasi kreatinin. Dosis induksi propofol pada pasien dewasa adalah 1,5-2,5

mg/kgBB intravena dengan kadar obat 2-5 μg/ml menimbulkan turunnya kesadaran yang

bergantung pada usia pasien. Pasien lansia membutuhkan dosis induksi yang lebih kecil

(25%-50%) sebagai akibat penurunan volume distribusi dan bersihan plasma. Kesadaran

kembali saat kadar propofol di plasma sebesar 1,0-1,5μg/ml. Dosis tipikal anestesi 100-300

μg/kgBB/menit iv sering di kombinasikan dengan opioid kerja singkat.

Efek samping penggunaan propofol yakni nyeri saat injeksi, myklonus, apneu,

penurunan tekanan darah arterial dan yang jarang adalah trombophlebitis. Efek samping yang

paling signifikan adalah penurunan tekanan darah sistemik.

Bila kita melihat pemberian induksi dengan propofol pada pasien ini kurang dari dosis

terapetik yang hanya diberikan 70 mg seharusnya dengan BB pasien 65kg pasien diberikan

propofol 100 mg. pemberian dosis kecil ini kemungkinan dikarenakan oleh faktor usia dan

faktor komorbid pasien dan pasien sudah mendapatkan anesthesia epidural.

Atracurim 30mg, Atrakurium merupakan intermediate-acting non depolarizing

neuromuscular- blocking drug dengan onset 3-5 menit, durasi efek 20-35 menit, dan tidak

mempunyai efek akumulasi setelah pemberian secara intravena. Atracurium dimetabolisme

secara ekstensif sehingga farmakokinetiknya tidak bergantung pada fungsi ginjal dan hati.

Sekitar 10% dari obat ini diekskresi tanpa dimetabolisme melalui ginjal dan empedu. Efek

samping: Atracurium dapat mencetuskan pelepasan histamin yang bergantung pada dosis

terutama pada dosis di atas 0,5 mg/kgBB. Atracurium juga dapat menimbulkan penurunan

transien resistensi vaskuler sistemik dan peningkatan indeks kardiak yang tidak terpengaruh

oleh pelepasan histamin. Injeksi lambat meminimalkan efek ini. Atracurium harus dihindari

pada pasien dengan asma karena bronkospasme berat dapat terjadi bahkan pada pasien

dengan riwayat asma.

Page 16: Case Anastesi Fix Print

Bila kita melihat pemberian atracurium 30mg pada pasien ini sesuai dengan kadar

dosis terapetik dengan dosis 0,5 mg/kgBB.

Analisa Terapi C airan pada Pasien

Sebagai penanganan awal syok sepsis, dilakukan resusitasi cairan. Berdasarkan

International guidelines for management of severe sepsis and septic shock tahun 2008,

tujuan resusitasi cairan adalah tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg (meskipun pada

pasien ini tidak dilakukan pemasangan CVP), MAP ≥65 mmHg, outpun urin ≥0.5 mL.kg-

1.jam-1 (pada pasien terdapat gangguan fuangsi ginjal), dan oksigen saturasi oksigen pada

vena cava superior ≥70% atau ≥65% pada vena lainnya.

Pemeriksaan fisik preoperatif

Tanda pasien dengan hipovolemia dapat dinilai dari turgor kulit, hidrasi membrane

mukosa, isi nadi perifer, denyut jantung saat istirahat, tekanan darah, perubahan ortostatik

dan laju produksi urin.

Pemeriksaan fisik preoperatif pada pasien ini hanya terbatas pada tekanan darah yang

mulai turun (100/50 mmHg) dan nadi yang meningkat (120x/menit). Produksi urin, turgor

kulit, hidrasi mukosa, dan isi nadi tidak terdata. Kemungkinan pasien sudah hipovolemia

sebelum dioperasi. Mengingat pasien mengeluhkan nyeri perut dan muntah setiap kali makan,

maka intake cairan pada pasien juga sudah berkurang.

Tidak diketahui berapa lama pasien sudah berpuasa sebelum operasi dan infus cairan

di IGD juga tidak terperinci di status. Pasien masuk tanggal 06 April 2013 pukul 15.00 WIB

dan baru dioperasi keesokan harinya tanggal 07 April 2013 jam 09.45. kami memperkiraan

pasien 8 jam berpuasa sejak di IGD.

Kebutuhan cairan perioperatif

Terapi cairan perioperatif meliputi: penggantian cairan yang sudah hilang

sebelumnya, kebutuhan maintenance, dan cairan yang hilang akibat operasi termasuk di

dalamnya perdarahan.

Penggantian cairan yang sudah hilang sebelumnya

Penggantian cairan sebelum operasi dengan anggapan pasien berpuasa 8 jam dengan

BB 65 kg, maka jumlahnya adalah (40+20+45)x8 jam atau 840 ml. Pada realitanya, keadaan

Page 17: Case Anastesi Fix Print

perkiraan ini akan meleset karena ada kompensasi ginjal dalam mempertahankan cairan

tubuh. Namun pada pasien ini sudah terjadi gangguan fungsi ginjal, (kadar ureum sebelum

operasi 165 mg/dL dan kreatinin 4.7 mg/dL) dan urin output setelah operasi hanya 50 cc

dalam 3 jam. Normalnya pasien sudah memproduksi urin sekitar 100-200 cc dalam waktu 3

jam.

Kehilangan cairan lainnya yang abnormal juga bisa disebabkan oleh perdarahan

preoperatif, muntah, diuresis, dan diare. Jika pasien dengan hiperventilasi, demam, dan

berkeringat juga sering dapat meningkatkan pengeluaran cairan.

Surgical fluid loss

Penggantian darah yang hilang

Pada pasien dengan hematocrit normal, baru diindikasikan transfuse jika kehilangan

darah lebih dari 10-20%. Pada pasien ini, hematocrit awal tidak mencapai 30% (asumsi

volume darah normal termaintain). Jadi perhitungan perdarahan yang diizinkan (allowable

blood loss) tidak dapat dihitung. Karena pasien ini cito, pasien harus tetap dioperasi demi

menyelamatkan nyawanya akibat severe sepsis.

1. Estimasi volume darah pada pasien ini adalah 65x65=4225 ml

2. Estimasi volume sel darah merah (RBCV) adalah 4225x26%=1098.50 ml

3. Estimasi volume sel darah merah dengan hematocrit 30% adalah

4225x30%=1267.50 ml

4. 1098.50-1267.5=-169

5. ABL=3x-169=-507

Replacing Redistributive & Evaporative Losses

Page 18: Case Anastesi Fix Print

Pada pasien ini karena operasi yang dijalani merupakan jenis operasi besar, maka 4-8

x 65 = 260-520 cc. Kami mengambil 500 cc sebagai cairan yang menggantikan redistributive

dan keringat.

Jadi total cairan yang dibutuhkan pasien adalah ….

M+O+1/2 puasa = 3.105 + 500 + 420 = 1235 cc.

Penggantian darah yang hilang 500 cc darah = 1500 cc kristaloid = 500 cc koloid

Sebagai awal terapi reperfusi, pada diloading Ringer Laktat 500 ml dari IV line

tangan kiri kemudian karena MAP turun menjadi 60 dan pasien masih takikardi (120x/menit),

ditambahkan IV line dari kaki kanan dan diloading dengan HES 500 cc. Kemudian MAP

baru meningkat menjadi 70 kembali dalam 30 menit.Kemudian MAP naik turun pada pasien

ini, dan memburuk di pertengahan operasi dan MAP tidak bisa dipertahankan >65 mmHg.

Loading cairan terus dilakukan hingga kristaloid yang masuk 3000 cc dan koloid 1000 cc.

Perdarahan yang terjadi selama operasi sekitar 500 cc dan urin output hanya 50 cc. Kondisi

tetap memburuk dan pasien sempat cardiac arrest.

KESIMPULAN

Pasien Ny N 60 tahun mengalami severe sepsis ec peritonitis umum susp appendisitis

perforasi. Setelah di analisa manajemen sepsis pada pasien tidak sesuai dengan target yg

harus dicapai dalam 6 jam pertama dalam penanganan sepsis seperti :

• CVP 8-12mmHg namun pada pasien ini tidak dilakukan pemasangan CVC.

• MAP > 65 mmHg pada pasien ini rata-rata nilai MAP <65 mmHg sejak

terdiagnosis sampai post operatif, berarti target tidak tercapai.

• Urine Output > 0,5 mL/kg/jam pada pasien ini UO selama operasi 3 jam sebanyak

50cc dan tidak memenuhi target (98cc).

• Saturasi O2 > 70% saturasi pasien berkisar antara 96-98 %. Target ini tercapai.

• Pemberian antibiotik yang adekuat tidak ada data yang menunjukkan bahwa pasien

sudah mendapatkan terapi antibiotik

Page 19: Case Anastesi Fix Print

• Eliminasi fokus infeksi awal dilakukan laparotomi cito.

Setelah pembedahan, pasien sempat mengalami arrest karena terapi sepsis yang tidak

adekuat sehingga kemungkinan pasien jatuh ke dalam keadaan syok sepsis.

DAFTAR PUSTAKA

Guntur AH. Sepsis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK,

Setiani S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Interna Publishing: Jakarta. h.

2889-94.

Dellinger RP, Levy MM, Carlet JM, et al. Surviving Sepsis Campaign :

International guidelines for management of severe sepsis and septic shock 2012.

Intensive Care Med 2013;02;1-58.

Russell JA. Management of sepsis. N Engl J Med 2006;355:1699-1713.

Morgan, GE, Mikhail, MS & Murray, MJ. Clinical Anesthesiology. 3rd Edition.

Mc Graw Hill Companies: New York;2002

Said Latief, Kartini A. Suryadi, M. Ruswan. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi

2. Bagian Aanastesiologi dan Terapi Intensif FK UI; 2001

Leksana, Ery. Terapi Cairan dan Elektrolit. Bagian Aanastesiologi dan Terapi

Intensif FK UI; 2004

Page 20: Case Anastesi Fix Print