Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
KAPABILITASAPARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH (APIP)DI INSPEKTORAT DAERAH
KABUPATEN TAKALAR
CAPABILITY OF GOVERNMENT INTERN CONTROL APPARATUS (APIP) INSPECTORATE OF TAKALAR
DISTRICT
TESIS
Oleh :
BAKRI
NIM : 105031101515
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
2
KAPABILITASAPARAT PENGAWASAN INTERN
PEMERINTAH (APIP) DI INSPEKTORAT DAERAH KABUPATEN TAKALAR
TESIS
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Derajat Magister
Program Studi
Magister Administrasi Publik
Disusun dan Diajukan Oleh:
BAKRI
NIM : 105031101515
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR MAKASSAR
2019
3
PENGESAHAN PEMBIMBING
Judul : Kapabilitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Di Inspektorat Daerah Kabupaten Takalar
Nama Mahasiswa : BAKRI
Nomorstambuk : 105031101515
Program studi : Magister Administrasi Publik
Menyetujui :
Komisi Pembimbing,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Abdul Mahsyar, M.Si. Dr. Hj. Ihyani Malik,
S.Sos,.M.Si
Mengetahui:
Direktur Program Pascasarjana Ketua Program Studi Magister Administrasi
Publik
Dr.H. Darwis Muhdina, M.Ag. Dr. Hj, Fatmawati, M.Si. NBM. 483 523 NBM. 1076424
4
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : BAKRI
Nomor Pokok : 105031101515
Program Studi : Magister Administrasi Publik
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil
alihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti
atau dapat dibuktikan bahwa sebagaian atau keseluruhan tesis ini hasil
karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, 08 Januari 2019
Yang menyatakan,
BAKRI
5
KATA PENGANTAR
“ Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh “
Dengan memanjatkan rasa syukur yang sebesar-besarnya kadirat
Allah Swt. Atas rahmat dan taufik-Nya jualah sehingga penulisan tesis
yang berjudul“ Kapabilitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
(APIP) Di Inspektorat Daerah Kabupaten Takalar “dapat diselesaikan.
Tesis ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi
syarat untuk mencapai Magister Administrasi Publik (M.AP). Pada
Program Pascasarjana Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah
Makassar.
Penulis menyadari bahwa penyusunan tesis ini tidak akan
terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima
kasih yang tak terhingga terkhusus kepada Bapak Dr. Abdul Mahsyar,
M.Si. sebagai pembimbing I dan Ibu Dr. Hj. Ihyani Malik M.Si sebagai
Pembimbing II, yang dengan tulus membimbing penulis, melakukan
koreksi dan perbaikan yang amat berharga sejak dari awal penulisan
proposal sampai selesainya tesis ini. Gagasan-gagasan beliau merupakan
kenikmatan intelktual yang tak ternilai harganya. Teriring Do’a semoga
Allah Tuhan Yang Maha Esa menggolongkan upaya-upaya beliau sebagai
amal kebaikan.
Selanjutnya pada kesempatan ini penulis tak lupa mengucapkan
penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada
6
semua pihak yang telah memberikan bantuannya terutama kepada:
Dr. H. Abd. Rahman Rahim, S.E., M.M., sebagai Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar, yang telah membina Universitas ini dengan
sebaik - baiknya. Dr.H. Darwis Muhdina, M.Ag Direktur Program
Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar, yang telah membina
Program Pascasarjana ini dengan sebaik–baiknya dan selalu memberi
perhatian dan motivasi dalam penyelesaian tesis ini. Dr. Hj, Fatmawati,
M.Si. Ketua Program Administrasi Publik Pascasarjana Universitas
Muhammadiyah Makassar, beliau telah banyak memberikan motivasi bagi
penulis. Segenap Dosen, Program Administrasi Publik Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberi bekal ilmu
kepada penulis selama menempuh pendidikan di lembaga ini. Segenap
staf tata usaha, yang telah memberikan pelayananan administrasi dan
bantuan kepada penulis dengan baik.
Kepada seluruh pegawai Kantor Inspektorat.Kedua orang tua
tercinta atas segala bimbingan, kasih sayang yang tulus, jasa dan
pengorbanannya sepanjang masa sehingga tesis ini bisa saya kerjakan
dengan baik, penghargaan, simpuh dan sujud serta do’a semoga Allah
Swt. memberinya umur panjang, kesehatan dan selalu dalam
lindungannya, dan kepada seluruh keluarga yang sabar menemani
aktifitas perkulihan dan senantiasa memberikan motivasi selama penulis
menempuh pendidikan sampai pada penyelesaian tesis ini.
Segenap rekan akademika Program Administrasi Publik
Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar yang membantu
7
dalam melengkapi data penelitian penulis di tengah kesibukannya, dan
kepada seluruh pihak yang tidak sempat disebutkan namanya satu per
satu yang senantiasa memberikan motivasi kepada penulis untuk
menyelesaikan tugas akhir ini.
Demi kesempurnaantesisini, saran dankritik yang
sifatnyamembangunsangatpenulisharapkan.
Semogatesisinibermanfaatdanatasbantuansertabimbingansemuapihaksen
antiasamendapatkanpahala yang berlipatgandadari Allah
SubhanahuWataala. Amin YaRabbalAlamin.
Makassar, 08 Januari 2019
BAKRI
8
ABSTRAK
BAKRI. 2019. Kapabilitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)
Di Inspektorat Daerah Kabupaten Takalar(dibimbing oleh Abdul Mahsyar
dan Ihyani Malik)
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan informan dari
Jajaran struktural dalam kantor Inspektorat kabupaten Takalar. Informasi
didapatkan dari wawancara mendalam. Hasil penelitian menemukan
bahwa Kapabilitas APIP pada Inspektorat Kabupaten Takalar. Hasil
analisis menemukan lemahnya Peran dan Layanan Pengawasan Intern,
Pengelolaan SDM yang belum optimal dan maksimal, Praktik kurang
Profesional, Manajemen dan Akuntabilitas Kinerja, Hubungan dan Budaya
Organisasi yang masih perlu ditingkatkan.
Adapun kendala yang dihadapi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
(APIP) dalam meningkatkan kapabilitas yaitu: 1).Kualitas dan Kuantitas
SDM yang masih rendah. 2). Anggaran Pengawasan yang terbatas 3).
Manajemen Organisasi yang kurang maksimal dan 4). Perubahan Metode
Kerja. Dan adapun Upaya inspektorat untuk meningkatkan kapabilitas
(APIP) di Inspektorat Daerah Kabupaten Takalar, dapat dilakukan dengan:
1) Mengikutsertakan pegawai (auditor) dalam workshop atau diklat yang
dapat meningkatkan pengetahuan dan keretampilan auditnya. 2)
Memberikan alokasi anggaran untuk kegiatan diklat, wrokshop untuk
pengembangan skill audit bagi auditor.
Kata Kunci: Kapabilitas APIP; Pengawasan internal, Inspektorat
9
ABSTRACT BAKRI. 2019. Capability of Government Intern Control Apparatus (APIP) Inspectorate of Takalar District.(dibimbing by Abdul Mahsyar dan Ihyani Malik). This study uses qualitative methods, with informants from the structural ranks in the Takalar district Inspectorate office. Information is obtained from in-depth interviews. The results of the study found that the APIP capability at the Takalar District Inspectorate. The results of the analysis found the weakness of the Role and Internal Oversight Service, the management of human resources that were not optimal and maximal, the practice of lack of professionalism, Management and Accountability of Performance, Relations and Organizational Culture that still needed to be improved. The obstacles faced by the Government Internal Supervisory Apparatus (APIP) in improving capabilities are: 1) Quality and Quantity of HR that is still low. 2). Limited Oversight Budget 3). Organizational management that is not maximal and 4). Changes to Working Methods. And as for the efforts of the inspectorate to increase capability (APIP) at the Regional Inspectorate of Takalar Regency, it can be done by: 1) Including employees (auditors) in workshops or training that can improve their knowledge and audit skills. 2) Provide budget allocations for training activities, workshops for the development of audit skills for auditors
Keywords: APIP capability; Intern Control; Inspectorate
DAFTAR ISI
10
HALAMAN JUDUL ........................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................ ii
HALAMAN PERNYATAAN TESIS ................................................... iii
ABSTRAK ........................................................................................ iv
ABSTRACT ...................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................ vi
DAFTAR ISI ..................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .............................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... ix
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian.................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian.................................................................. 6
BAB II. KAJIAN PUSTAKA ............................................................. 8
A. Konsep Kapabilitas................................................................. 8
B. Kompetensi Auditor ................................................................ 13
C. Pengawasan Inspektorat ........................................................ 22
D. AparatPengawasan Intern Pemerintah (APIP) ....................... 36
E. Kerangka Pikir ........................................................................ 39
F. Deskripsi Fokus Penelitian ..................................................... 41
BAB III. METODE PENELITIAN ...................................................... 43
A. Pendekatan Penelitian ........................................................... 43
B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................. 43
C. Unit Analisis dan Penentuan Informan ................................... 44
D. Teknik Pengumpulan Data .................................................... 45
E. Teknik Analisis Data .............................................................. 46
F. Pengecekan Keabsahan data ................................................ 48
11
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................... 49
A. Deskripsi Wilayah Penelitian .................................................. 49
B. Kapabilitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)
di Inspektorat Daerah Kabupaten Takalar .............................. 58
C. Kendala-kendala yang dihadapi Aparat Pengawasan
Intern Pemerintah (APIP)di Inspektorat Kabupaten Takala .... 80
D. Upaya inspektorat untuk meningkatkan kapabilitas (APIP)
di Inspektorat Daerah Kabupaten Takalar............................. 85
E. Pembahasan Hasil Penelitian ............................................... 87
BAB V PENUTUP ............................................................................ 95
A. Kesimpulan ............................................................................ 95
B. Saran ...................................................................................... 95
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 97
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Tahapan-Tahapan Pemeriksaan ............................... 32
12
Tabel 2 : Indikator Kinerja Pengawasan Auditor Inspektorat .... 90 Tabel 3: Hasil Validasi Penjaminan Kualitas Kapabilitas ............ 92
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : BidangkompetensiOrganisasi .................................... 21 Gambar 2 : Kerangka Pikir ........................................................... 40 Gambar 3: Tinggi Wilayah di Atas Permukaan Laut (DPL) di Kabupaten Takalar, 2016...... ................................... 52
13
Gambar 4 : Jumlah Desa/Kelurahan Menurut Kecamatan di Kabupaten Takalar, 2016 .......................................... 53 Gambar 5 : Persentase Pegawai Negeri Sipil Menurut Jenjang Pendidikan di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Takalar, 2016 ............................. 53
Gambar 6 : Laju Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten Takalar,
2010, 2015, dan 2016 ................................................... 55
Gambar 6 : Struktur Organisasi Inspektorat Kab. Takalar ............ 56
RIWAYAT HIDUP
Bakri, S.Sos lahir di Sompu Raya Kabupaten
Takalar Sulawesi Selatan, tanggal 15Februari
1981. Lahir dari pasangan Mattu Dg. Bani dan
Dalima Dg. Ti’no, ia anak kelima dari lima
bersaudara, menyelesaikan pendidikan formal
tingkat Sekolah Dasar di SD Negeri Inpres No.113
Inpres Paririsi pada tahun 1993. Sekolah
Menengah Pertama di SMP Negeri No.2 Takalar
pada tahun 1996. Sekolah Menengah Atas di
SMA Negeri No. 3 Takalar pada tahun 1999.
Ia menyelesaikan Pendidikan Sarjana S1 pada Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik dengan jurusan Ilmu Komunikasi pada tahun 2009. Ia
14
mendapat kesempatan mengikuti pendidikan Program Pascasarjana
Unismuh Makassar, Magister Ilmu Administrasi Publik (M.AP) tahun 2015.
Berkarier,. sebagai Pegawai Negeri Sipil/Aparat Sipil Negara di
Pemerintah Daerah Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada Grand Design Reformasi Birokrasi Indonesia memiliki misi
terbesar dalam hal penataan dan penguatan administrasi dan
organisasi termasuk dalam tata kelola pelaksanaan tugas, manajemen
sumber daya manusia aparatur pemerintahan, pengawasan publik,
akuntabilitas, peningkatan kualitas pelayanan publik, dan yang
terpenting yaitumind set dan culture set dilingkup organisasi
pemerintahan. Tentu, yang menjadi harapan dari konsep ini ialah
penyelenggaran pemerintah berdasarkan prinsip-prinsip good
governance salah satunya yaitu meningkatnya kapabilitas dan
kompetensi aparatur pemerintah dengan menjunjung transparansi.
Misi yang tertuang dalam Grand Design Reformasi Birokrasi
Indonesia juga beriringan dengan tuntutan masyarakat Indonesia
secara universal yaitu menginginkan penyelenggaran pemerintahan
15
yang transparan, bersih, adil, akuntabel dan memperhatikan
kesejahteraan masyarakatnya. Sebagai wujud komitmen pemerintah
maka kinerja atas penyelenggaraan organisasi pemerintah menjadi
perhatian pemerintah untuk dibenahi, salah satunya melalui sistem
pengawasan yang efektif, dengan meningkatkan peran dan fungsi dari
Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP).
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah atau biasa disingkat
(APIP) dalam Peraturan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan Nomor XXX tahun 2015, dijelaskan bahwa APIP
merupakan instansi pemerintah yang dibentuk dengan tugas
melaksanakan pengawasan intern (internal audit) di lingkungan
pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah, yang terdiri dari Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat
Jenderal Kementerian, Inspektorat/unit pengawasan intern pada
Kementerian Negara,Inspektorat Utama/Inspektorat Lembaga
Pemerintah Non Kementerian, Inspektorat/unit pengawasan intern pada
Kesekretariatan Lembaga Tinggi Negara dan Lembaga Negara,
Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota, dan unit pengawasan intern pada
Badan Hukum Pemerintah lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Semakin meningkatnya fungsi dan kewenangan yang diemban
oleh Inspektorat selaku Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP),
maka kinerja APIP juga menjadi fokus perhatian pemerintah. Seperti
yang dilansir dalam laman web Inspektorat kab. Banjar (2015) bahwa
16
Presiden Jokowi dalam pengarahan Rapat Koordinasi Nasional
Pengawasan Intern Pemerintah di Aula Ghandi BPKP, mengungkapkan
masih rendahnya kapabilitas APIP bila diukur dengan Internal Audit
Capability Model (IA-CM). Dari lima level skala IA-CM, 85,23 % APIP
masih berada di level 1, sementara 14,56 % berada di level 2 dan
hanya 0,21 % di level 3. Tidak ada satupun APIP di level 4 dan 5.
Kondisi tersebut menggambarkan bahwa kinerja, tata kelola dan
sumberdaya APIP belum kapabel. Oleh karenanya presiden
memerintahkan agar di akhir RPJMN periode 2015-2019, komposisi
kapabilitas APIP harus meningkat dengan 85 % di level 3.
Fungsi audit sangat penting untuk mewujudkan akuntabilitas dan
transparansi dalam suatu organisasi. Hasil audit akan memberikan
umpan balik bagi semua pihak yang terkait dengan organisasi baik
internal maupun eksternal. Oleh karena itu agar diperoleh hasil audit
yang berkualitas tinggi, proses audit harus dilakukan secara hati-hati
dan konsisten dengan standar profesi dan kode etik yang mengaturnya.
Tujuannya adalah agar audit yang khususnya dilakukan untuk
menemukan dan melaporkan adanya suatu penyelewengan atau
kecurangan dalam suatu organisasi dapat tercapai dengan baik.
Guna memperkuat kapabilitas APIP, pemerintah telah
mengeluarkan kebijakan terkait hal tersebut. Kebijakan yang ditetapkan
pemerintah dalam pemberdayaan APIP sebetulnya telah lama
dilakukan melalui peraturan perundang-undangan pada era setelah
reformasi. Dimulai dengan diterbitkannya Undang-undang nomor 28
17
Tahun 1999 mengenai Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Selanjutnya pemerintah
menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 mengenai
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yang mempertegas
peran APIP dalam melakukan pengawasan intern melalui audit, reviu,
evaluasi, pemantauan dan pengawasan lainnya. Kebijakan untuk lebih
mengefektifkan peran APIP juga muncul dalam grand design reformasi
birokrasi melalui Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 dan road
map reformasi birokrasi nasional yang menetapkan area peningkatan
pengawasan sebagai sasaran reformasi birokrasi secara nasional.
Berdasarkan hasil penilaian tingkat kapabilitas pada 474 APIP
Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah daerah per 31 Desember
2014, sebanyak 404 APIP atau 85,23% berada pada Level-1, 69 APIP
atau 14,56% Level-2, dan baru 1 APIP atau 0,21% yang berada pada
Level-3. Untuk itu diharapkan seluruh APIP telah berada pada Level-3
pada tahun 2019, sesuai dengan target RPJMN 2015-2019 (Inspektorat
Takalar, 2015). Sebagai upaya meningkatkan kompetensi SDM agar
mampu melaksanakan pengembangan kapabilitas APIP (ability to
perform), BPKP menyediakan diklat-diklat JFA dan diklat teknis
substansi yang didukung dengan modul diklat e-learning bagaimana
melakukan: compliance auditing; performance audit/value for money
audit, yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja (ekonomis, efisien,
dan efektif); serta pemberian layanan practice advisory untuk perbaikan
18
governance process, risk, kontrol organisasi. Termasuk pola
penyediaan diklat teknis peningkatan kapabilitas bagi seluruh APIP.
Inspektorat Kab. Takalar termasuk kabupaten yang ada di
Sulawesi Selatan yang mulai berbenah meningkatkan kapabilitas
aparat pengawas, dengan mengadakan kegiatan peningkatan
kapabilitas APIP dilaksanakan selama 4 (empat) hari mulai tanggal 21
sampai dengan 23 Februari 2016 di Aula Kantor Inspektorat Daerah
Kab. Takalar. Peran Inspektorat Daerah sebagai Aparat Pengawasan
Internal Pemerintah( APIP ), Inspektorat Daerah memiliki peran dan
posisi yang sangat strategis baik ditinjau dari aspek fungsi-fungsi
manajemen maupun dari segi pencapaian visi dan misi serta program-
program pemerintah. Dari segi fungsi-fungsi dasar manajemen, ia
mempunyai kedudukan yangsetara dengan fungsi perencanaan atau
fungsi pelaksanaan. Sedangkan dari segi pencapaian visi, misi dan
program-programpemerintah, Inspektorat Daerah menjadi pilar yang
bertugas sebagai pengawas sekaligus pengawal dalampelaksanaan
program yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.
Berdasarkan latar belakang, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dilingkungan Inspektorat Kabupaten Takalar
mengenai Komptensi Auditor yang diberi judul penelitian “Kapabilitas
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)di Inspektorat Daerah
Kabupaten Takalar”
B. Rumusan Masalah
19
Berdasarkan Latar Belakang diatas, maka penulis menarik
sebuah rumusan masalah penelitian sebagai Berikut:
1. Bagaimana Kapabilitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
(APIP)di Inspektorat Daerah Kabupaten Takalar?
2. Bagaimana Kendala-kendala yang dihadapiAparat Pengawasan
Intern Pemerintah (APIP)dalam meningkatkan kapabilitas di
Inspektorat Daerah Kabupaten Takalar?
3. Bagaimana upaya inspektorat untuk meningkatkan kapabilitas
(APIP) di Inspektorat Daerah Kabupaten Takalar?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah Penelitian yang telah
dikemukakan diatas maka tujuan dari penelitian ini untuk :
1. Mengetahui dan Mengevaluasi Kapabilitas Aparat Pengawasan
Intern Pemerintah (APIP)di Inspektorat Daerah Kabupaten Takalar.
2. MengetahuiKendala-kendala apa yang dihadapi Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam meningkatkan
kapabilitasdi Inspektorat Daerah Kabupaten Takalar.
3. Mengetahui bagaimana upaya inspektorat untuk meningkatkan
kapabilitas (APIP) di Inspektorat Daerah Kabupaten Takalar
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat dalam
bentuk :
1. Manfaat Secara Teoretis
20
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah
pengetahuandan wawasan yang berkaitan dengan pembinaan dan
pengawasanpenyelenggaraan pemerintahan daerah terutama dalam
mengoptimalkan peran aparat pengawasan internal dalam
meningkatkan APIP.
2. Manfaat Secara Praktis
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi
PemerintahDaerah dengan mengoptimalkan peran kapabilitas aparat
dalam meningkatkan kapabilitas APIP
21
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Kapabilitas
Istilah kapabilitas dapat diartikan sebagai kemampuan yang
dimiliki olehseseorang. Kemampuan merupakan kapasitas seorang
individu untukmelakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan
(Robbins,2012). Kapabilitasnya untuk mengambil keputusan dan
tindakan yang diperlukan untuk menciptakan nilai.
Kapabilitas menurut pandangan Hagell III dan Brown dalam
(Hartanto,2012), merupakan kemampuan untuk memobilisasi sumber
daya untuk menghasilkan nilai yang melebihi ongkos. Sumber daya
yang dimaksud mencakup sumber daya yang memiliki wujud fisik
(tangible resources) dan yang memiliki sifat nirwujud (intangible
resources). Sumber daya yang memiliki sifat wujud yang kongkrit
antara lain adalah sumber daya financial, sumber daya manusia, dan
sumber daya fisik. Sedangkan yang biasanya dianggap merupakan
sumber daya yang nirwujud antara lain adalah talenta, hak milik
intelektual, jejaring kerja sama, dan merk (Brands), ada juga seperti
potensi atau kekuatan karakternya, kompetensi yang dimilikinya.
Tujuan lembaga ataupun perusahaan mengembangkan
kapabilitas karyawan secara berkelanjutan, supaya karyawan dapat
berprestasi secara optimal dan memberikan kontribusi yang maksimal
8
22
bagi perusahaan. Dengan meningkatkan kapabilitas, baik lembaga
ataupun perusahaan berusaha agar karyawan mempunyai; 1). Peran
dan Layanan Pengawasan Intern, 2). Pengelolaan SDM, 3). Praktik
Profesional,4) Manajemen dan Akuntabilitas Kinerja,5) Hubungan dan
6) Budaya Organisasi dan Struktur Tata Kelola.Hagell III dan Brown
dalam (Hartanto,2012).
Jika individu mempunyai kompetensi dan kinerja yang baik, dia
juga akan kompetitif dalam pasar tenaga kerja. Jika suatu saat
perusahaan terpaksa melakukan perubahan dan harus melepaskan
Sumber Daya Manusianya, SDM tersebut akan menjadi kompetitif
dalam pasar tenaga kerja.
Pada penelitian ini, kapabilitas yang dimaksudkan sebagai objek
penelitian adalah kapabilitas APIP dalam menjalankan fungsi autornya
di lembaga inspektorat. Di dalam konsep IA-CM terdapat lima
tingkat/level kapabilitas (Peraturan Kepala BPKP No. XXX Tahun
2015), yaitu :
1. Initial
2. Infrastructure
3. Integrated;
4. Managed
5. Optimizing.
Setiap tingkat kapabilitas menggambarkan karakteristik dan
kapabilitas suatu APIP pada tingkatan tersebut. Sesuai dengan ukuran
atau kompleksitas sebuah Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah
23
atau risiko yang terkait dengan meningkatnya kegiatan maka
membutuhkan kapabilitas pengawasan intern yang lebih baik lagi.
Model ini mencoba untuk menyesuaikan sifat dan kompleksitas
organisasi dengan kemampuan pengawasan intern yang diperlukan
untuk mendukungnya. Dengan kata lain, jika organisasi memerlukan
tingkat yang lebih baik dalam praktik pengawasan intern, kegiatan
pengawasan intern biasanya akan berada pada tingkat kapabilitas yang
lebih tinggi. Tingkat kapabilitas pengawasan intern seringkali terkait
dengan struktur tata kelola organisasi.
1. Level 1 (Initial), mempunyai karakteristik:
a. Ad hoc atau tidak terstruktur;
b. Hanya melakukan audit saja atau reviu dokumen dan transaksi
untuk akurasi dan kepatuhan;
c. Hasil pengawasan bergantung pada keterampilan orang tertentu;
d. Tidak ada praktik profesional yang dilaksanakan;
e. Persetujuan anggaran oleh manajemen K/L/P, sesuai dengan
kebutuhan;
f. Tidak ada infrastruktur;
g. Keberadaan APIP kurang diperhitungkan; serta
h. Kemampuan kelembagaan tidak dikembangkan.
2. Level 2 (Infrastructure), mempunyai karakteristik:
a. APIP membangun dan memelihara proses secara berulang-ulang
dengan demikian kemampuan akan meningkat;
24
b. APIP telah memiliki aturan tertulis mengenai pelaporan kegiatan
pengawasan intern, infrastruktur manajemen dan administrasi,
serta praktik profesional dan proses yang sedang dibangun;
c. Perencanaan audit ditentukan berdasarkan prioritas manajemen;
d. Masih ketergantungan pada keterampilan dan kompetensi dari
orang-orang tertentu; serta
e. Penerapan standar masih parsial.
3. Level 3 (Integrated), mempunyai karakteristik:
a. Kebijakan, proses, dan prosedur di APIP telah ditetapkan,
didokumentasikan, dan terintegrasi satu sama lain, serta
merupakan infrastruktur organisasi;
b. Manajemen serta praktik profesional APIP telah mapan dan
seragam diterapkan di seluruh kegiatan pengawasan intern;
c. Kegiatan pengawasan intern mulai diselaraskan dengan tata
kelola dan risiko yang dihadapi;
d. APIP berevolusi dari hanya melakukan kegiatan secara tradisional
menjadi mengintegrasikan diri sebagai kesatuan organisasi dan
memberikan saran terhadap kinerja dan manajemen risiko;
e. Memfokuskan untuk membangun tim dan kapasitas kegiatan
pengawasan intern, independesi serta objektivitas; serta
f. Pelaksanaan kegiatan secara umum telah sesuai dengan Standar
Audit.
4. Level 4 (Managed), mempunyai karakteristik:
a. Adanya keselarasan harapan APIP dan stakeholder utama;
25
b. Memiliki ukuran kinerja kuantitatif untuk mengukur dan memantau
proses dan hasil pengawasan intern;
c. APIP diakui memberikan kontribusi yang signifikan bagi
organisasi;
d. Fungsi pengawasan intern sebagai bagian integral dari tata kelola
organisasi dan manajemen risiko; dan dikelola secara kuantitatif;
serta
e. Adanya persyaratan keterampilan dan kompetensi dengan
kapasitas untuk pembaruan dan berbagi pengetahuan (dalam
APIP dan seluruh organisasi).
5. Level 5 (Optimizing), mempunyai karakteristik:
a. APIP adalah organisasi pembelajar dengan proses perbaikan
yang berkesinambungan dan inovasi;
b. APIP menggunakan informasi dari dalam dan luar organisasi
untuk berkontribusi dalam pencapaian tujuan strategis;
c. Kinerja kelas dunia (world-class)/recommended/best practice;
d. APIP adalah unit usaha yang dikelola dengan baik. Risiko diukur
e. APIP adalah bagian penting dari struktur tata kelola organisasi
K/L/Pemda;
f. APIP masuk kategori organisasi top-level yang profesional dan
memiliki keterampilan terspesialisasi; serta
g. Ukuran kinerja individu, unit, dan organisasi sepenuhnya
terintegrasi untuk mendorong peningkatan kinerja.
26
B. Konsep Kompetensi Auditor
1. Kompetensi
Kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek pribadi dari
seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja
superior. Aspek-aspek pribadi ini mencakup sifat, motif-motif,
sistem nilai, sikap, pengetahuan dan ketrampilan dimana
kompetensi akan mengarahkan tingkah laku, sedangkan tingkah
laku akan menghasilkan kinerja (Kamus Kompetensi LOMA dalam
Kurnia, 2014).
Pengertian kompetensi auditor ialah kemampuan auditor
untuk mengaplikasikan pengetahuan dan pengalaman yang
dimiliknya melakukan audit sehingga auditor dapat melakukan audit
dengan teliti, cermat, intuitif dan obyektif (Achmad, dkk, 2011).
Menurut SPAP, PSA No.04, 2001, kompetensi terbagi dalam
4(empat) komponen yaitu pengetahuan, pengalaman, pendidikan
dan pelatihan (Kurnia, 2014).
Lee dan Stone (dalam Irawati, 2011), mendefinisikan
kompetensi sebagai keahlian yang cukup yang secara eksplisit
dapat digunakan untuk melakukan audit yang obyektif. Susanto
(2000), definisi tentang kompetensi yang sering dipakai adalah
karakteristik-karakteristik yang mendasari individu untuk mencapai
kinerja superior.
Kompetensi juga merupakan pengetahuan, ketrampilan, dan
kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan, serta
11
27
kemampuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan non-rutin.
Definisi kompetensi dalam bidang auditing pun sering diukur
dengan pengalaman (Mayangsari, 2003). Dalam audit
pemerintahan, auditor dituntut untuk memiliki dan meningkatkan
kemampuan atau keahlian bukan hanya dalam metode dan teknik
audit, akan tetapi segala hal yang menyangkut pemerintahan
seperti organisasi, fungsi, program dan kegiatan pemerintah.
Standar Umum Pertama (SA seksi 210 dalam SPAP 2001)
menyebutkan bahwa audit harus dilaksanakan oleh seorang atau
lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup
sebagai auditor sedangkan standar umum ketiga (SA seksi 230
dalam SPAP 2001) menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan audit
dan penyusunan laporan, auditor wajib menggunakan kemahiran
profesionalitasnya dengan cermat dan seksama (due professional
care). Pernyataan tersebut sama halnya dengan pernyataan
standar umum pertama dalam SKPN yaitu pemeriksa secara
kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk
melaksanakan tugas pemeriksaan. Pencapaian keahlian dimulai
dengan pendidikan formal yang selanjutnya diperluas melalui
pengalaman dalam praktek audit. Selain itu, auditor harus
menjalani pelatihan teknis yang cukup dan mencakup aspek teknis
maupun pendidikan umum (SPAP, SA Seksi 210,PSA No. 04,
2001).
28
Pernyataan standar umum kedua SKPN yaitu “dalam semua
hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi
pemeriksa dan pemeriksa harus bebas dalam sikap mental dan
penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi yang
dapat mempengaruhi independensinya.”
2. Pengetahuan
Adapun secara umum ada 5 pengetahuan yang harus
dimiliki oleh seorang auditor (Kusharyanti, 2003), yaitu :
a. Pengetahuan pengauditan umum,
b. Pengetahuan area fungsional,
c. Pengetahuan mengenai isuisu kuntansi yang paling
baru
d. Pengetahuan mengenai industry khusus
e. Pengetahuan mengenai bisnis umum serta
penyelesaian masalah
Berdasarkan Murtanto dan Gudono (Irawati, 2011)
terdapat 2 (dua) pandangan mengenai keahlian. Pertama,
pandangan perilaku terhadap keahlian yang didasarkan pada
paradigma einhorn. Pandangan ini bertujuan untuk
menggunakan lebih banyak kriteria objektif dalam
mendefinisikan seorang ahli. Kedua, pandangan kognitif yang
menjelaskan keahlian dari sudut pandang pengetahuan.
Pengetahuan diperoleh melalui pengalaman langsung
29
(pertimbangan yang dibuat di masa lalu dan umpan balik
terhadap kinerja) dan pengalaman tidak langsung (pendidikan).
3. Pengalaman
Menurut Loeher (Elfarini, 2007), pengalaman merupakan
akumulasi gabungan dari semua yang diperoleh melalui
berhadapan dan berinteraksi secara berulang-ulang dengan
sesama benda alam, keadaan, gagasan, dan penginderaan.
Pengetahuan auditor tentang audit akan semakin berkembang
dengan bertambahnya pengalaman kerja. Pengalaman kerja
akan meningkat seiring dengan meningkatnya kompleksitas
kerja (Herliansyah dan Meifida, 2006).
Audit menuntut keahlian dan profesionalisme yang tinggi.
Keahlian tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh pendidikan
formal tetapi banyak faktor lain yang mempengaruhi antara lain
adalah pengalaman. Menurut Tubbs (Mayangsari,2003) auditor
yang berpengalaman memiliki keunggulan dalam hal :
a. Mendeteksi kesalahan
b. Memahami kesalahan secara akurat
c. Mencari penyebab kesalahan.
Libby dan Frederick (dalam Kusharyanti, 2002)
menemukan bahwa auditor yang berpengalaman mempunyai
pemahaman yang lebih baik. Mereka juga lebih mampu
memberi penjelasan yang masuk akal atas kesalahan-
kesalahan dalam laporan keuangan dan dapat
30
mengelompokkan kesalahan berdasarkan pada tujuan audit dan
struktur dari sistem akuntansi yang mendasari (Libby dalam
Mayangsari 2003).
4. Kompetensi Auditor
a. Ruang Lingkup
Standar Kompetensi Auditor tidak menguraikan
kemampuan dan kompetensi secara menyeluruh yang
diperlukan oleh suatu tim kegiatan pengawasan. Standar ini
juga tidak menguraikan kemampuan dan kompetensi yang
diperlukan untuk melaksanakan suatu penugasan
pengawasan tertentu yang secara khusus memerlukan
kompetensi yang relevan. Untuk dapat melaksanakan
penugasan pada suatu area atau industri yang spesifik
secara kompeten, auditor memerlukan pendidikan dan
pelatihan yang lebih spesifik yaitu yang terkait dengan teknis
substansi pengawasan tertentu dan teknis substansi spesifik
karakteristik unit. Standar kompetensi spesialis teknis
substansi pengawasan tertentu dan standar kompetensi
spesialis teknis substansi spesifik karakteristik unit akan
diterbitkan tersendiri oleh organisasi profesi auditor spesialis
yangbersangkutan.(Peraturan Kepala Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan).
31
b. Prinsip-Prinsip Dasar
Prinsip-prinsip dasar Standar Kompetensi Auditor
adalah asumsi-asumsi dasar, prinsip-prinsip yang diterima
secara umum, dan persyaratan yang digunakan dalam
mengembangkan kompetensi auditor sesuai dengan
jenjangjabatannya.
Prinsip-prinsip dasar ini dapat diklasifikasikan ke
dalam tiga kategori sebagai berikut:
1) Kewajiban Auditor
a. Memenuhi Standar Kompetensi yang dipersyaratkan
Auditor wajib memiliki kompetensi yang mencakup
aspek pengetahuan (Knowledge), keterampilan
/keahlian (Skill), dan sikap perilaku (Attitude). Seiring
perjalanan karir jenjang jabatannya, auditor dituntut
untuk melaksanakan tugas pengawasan yang
semakin kompleks, sehingga membutuhkan
kompetensi yang semakin tinggipula.
b. Mempertahankan Kompetensi melalui Pendidikan
dan Pelatihan Profesional Berkelanjutan (Continuing
Professional Education)
2) Kewajiban APIP
a) Memastikan Setiap Penugasan Pengawasan
Dilaksanakan oleh Tim yangKompeten
b) Meningkatkan Kompetensi Auditor sesuai dengan
32
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di
Bidang Pengawasan.Kerangka Konseptual Standar
Kompetensi Auditor
a) Definisi Standar Kompetensi Auditor
b) KompetensiUmum
c) Kompetensi TeknisPengawasan
Kompetensi teknis pengawasan meliputi 7 bidang
kompetensi yang dikategorikan dalam kompetensi inti,
kompetensi pendukung, dan kompetensi manajerial.
Ketujuh bidang kompetensi yang dimaksud adalah:
(1) Kompetensi Bidang Manajemen Risiko,
Pengendalian Internal, dan Tata Kelola
SektorPublik;
(2) Kompetensi Bidang StrategiPengawasan;
(3) Kompetensi Bidang Pelaporan HasilPengawasan;
(4) Kompetensi Bidang SikapProfesional;
(5) Kompetensi BidangKomunikasi;
(6) Kompetensi Bidang LingkunganPemerintahan;
(7) Kompetensi Bidang ManajemenPengawasan
Gambar berikut menunjukkan hubungan ketujuh bidang
kompetensi yang dimaksud terhadap tujuanorganisasi.
33
G a m b a r 1
Tujuan Organisasi
Tujuan Pengawasan: memberikan Nilai
Tambah dan Memperbaiki Operasi
Organisasi
Tujuan Organisasi Tujuan Organisasi
Kompetensi Auditor
Kompetensi Inti
- Bidang Manajemen Resiko, Pengendalian Internal, dan Tata Kelola Sektor Publik
- Bidang Strategi Pengawasan - Bidang Pelaporan Hasil Pengawasan
- Bidang Sikap Profesional
Komptensi Pendukung
- Bidang Komunikasi - Bidang Lingkungan Pemerintahan
Kompetensi Manajerial
- Bidang Manajemen Pengawasan
34
Kompetensi teknis pengawasan merupakan satu
kesatuan antara semua unsur kompetensi pada suatu
jenjang jabatan dengan gradasi kompetensinya.
Beberapa jenjang jabatan sangat mungkin memiliki
unsur kompetensi yang sama, akan tetapi tingkat
kompetensi yang diinginkan akan bergradasi sesuai
dengan kompleksitas dari tugas pengawasan di
setiapjenjang.
d) KompetensiKumulatif
Kompetensi teknis pengawasan disusun per jenjang
jabatan auditor dan dibuat berdasarkan premis auditor
pada tingkat atau jenjang jabatan yang lebih tinggi
sudah memenuhi kompetensi kumulatif dari tingkat
atau jenjang jabatan sebelumnya.
c. Standar Kompetensi Auditor Terampil
Standar kompetensi auditor terampil dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga kategori sebagai berikut
1) Standar Kompetensi AuditorPelaksana
2) Standar Kompetensi Auditor PelaksanaLanjutan
3) Standar Kompetensi AuditorPenyelia
d. Standar Kompetensi Auditor Ahli
Standar kompetensi auditor ahli dapat diklasifikasikan
ke dalam empat kategori sebagai berikut:
1) Standar Kompetensi AuditorPertama
35
Auditor pertama wajib memiliki kompetensi
auditor pertama agar dapat melaksanakan tugas-tugas
pengawasan dengan kompleksitastinggi.
2) Standar Kompetensi AuditorMuda
Auditor muda wajib memiliki kompetensi auditor
muda agar dapat memimpin pelaksanaanpengawasan.
3) Standar Kompetensi AuditorMadya
Auditor madya wajib memiliki kompetensi auditor
madya agar dapat mengendalikan teknis
pelaksanaanpengawasan.
4) Standar Kompetensi AuditorUtama
Auditor utama wajib memiliki kompetensi auditor
utama agar dapat mengendalikan mutu
pelaksanaanpengawasan.
C. Pengawasan Inspektorat
1. Pengertian Pengawasan
Kata “Pengawasan” berasal dari kata “awas” berarti
“penjagaan”.Istilah pengawasan dikenal dalam ilmu manajemen
dengan ilmu administrasi yaitu sebagai salah satu unsur dalam
kegiatan pengelolaan. George R Terry berpendapat bahwa istilah
“control” sebagaimana dikutip Muchsan, artinya :“control is to
determine what is accomplished, evaluate it, and apply corrective
measures,if needed to ensure result in keeping with the plan “
(Pengawasan adalah menentukan apa yang telah dicapai,
36
mengevaluasi dan menerapkan tindakan korektif, jika perlu
memastikan sesuai dengan rencana) (Muchsan dalam Indarwati,
2013). Muchsan berpendapat bahwa pengawasan adalah kegiatan
untuk menilai suatu pelaksanaan tugas secara de facto, sedangkan
tujuan pengawasan hanya terbatas pada pencocokkan apakah
kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan tolok ukur yang
telah ditetapkan sebelumnya (dalam hal ini berwujud suatu
rencana/plan)
Menurut Admosudirdjo, (2001) pengawasan adalah
keseluruhan dari pada aktivitas-aktivitas dan tindakan-tindakan
untuk menjamin agar semua pelaksanaan dan penyelenggaraan
berlangsung secara berhasil sesuai dengan yang direncanakan
diputuskan dan diperintahkan. Lebih lanjut dikatakan Pengawasan
sebagai pengamatan yang dilakukan oleh pimpinan agar aktivitas-
aktivitas dan tindakan-tindakan yang berhubungan dengan tujuan
organisasi dapat berjalan sesuai dengan rencana. Pendapat lain
dikemukakan Siagian (2005), bahwa pengawasan sebagai proses
pengamatan dari pada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi
untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang
dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan
sebelumnya.
Berdasarkan pendapat disimpulkan bahwa pengawasan
adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memastikan apakah
tindakaan yang dilakkukan sesuai yang direncanakan.pengawasan
37
dilakukan bukan untuk mencari kesalahan seseorang tetapi untuk
mengkonfirmasikan antara hasil dan rencana kerja, dengan
demikian diperoleh informasi yang sesuai realitas. Oleh karena itu
pengawasan dilakukan bukan mencari kesalahan tetapi lebih
bersifat pembinaan.
2. Metode Pengawasan
Metode pengawasan yang dapat dilaksanakan dengan cara
pengawasan preventif dan represif. Pengawasan preventif
dimaksudkan adalah pengawasan yang dilakukan terhadap suatu
kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan sehingga dapat
mencegah terjadinya penyimpangan. Sedangkan Pengawasan
refresif dimaksudkan adalah pengawasan yang dilakukan terhadap
suatu kegiatan setelah kegiatan itu dilakukan. Agar fungsi
pengawasan menda-tangkan hasil yang diharapkan, pimpinan
suatu organisasi harus mengetahui ciri-ciri suatu proses
pengawasan, dan yang lebih penting lagi, dan berusaha memenuhi
sebanyak mungkin ciri-ciri itu dalam pelaksanaannya (Siagian,
2003).
Disamping itu di dalam melaksanakan pengawasan harus
melalui prosedur tertentu yang harus dilakukan yaitu observasi,
pemberian contoh, catatan dan laporan, pembatasan wewenang,
menentukan peraturan-peraturan, pemerintah-pemerintah dan
prosedur, anggaran, sensor dan tindakan disiplin (Soewarno,
2001).
38
Di Indonesia dikenal bermacam-macam pengawasan yang
secara teoretis dibedakan atas pengawasan langsung dan tidak
langsung, pengawasan preventif dan represif, pengawasan internal
dan eksternal. Bentuk pengawasan tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut :
a. Pengawasan Langsung dan Tidak Langsung
Pengawasan langsung adalah pengawasan yang
dilakukan secara pribadi oleh pemimpin atau pengawas dengan
mengamati, meneliti, memeriksa, mengecek sendiri secara on
the spot di tempat pekerjaan, dan menerima laporan-laporan
secara langsung dari pelaksana.
b. Pengawasan Preventif dan Represif
Arti pengawasan preventif adalah pengawasan yang
bersifat mencegah. Mencegah artinya menjaga jangan sampai
suatu kegiatan itu jangan sampai terjerumus pada kesalahan.
Pengawasan preventif adalah pengawasan yang bersifat
mencegah agar pemerintah daerah tidak mengambil kebijakan
yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Pengawasan represif adalah pengawasan yang
berupa penangguhan atau pembatalan terhadap kebijakan yang
telah ditetapkan daerah baik berupa Peraturan Daerah,
Peraturan Kepala Daerah, Keputusan DPRD maupun
Keputusan Pimpinan DPRD dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
39
c. Pengawasan Internal dan Eksternal
Pengawasan internal adalah pengawasan yang dilakukan
oleh aparat dalam organisasi itu sendiri (Viktor S dalam
Indarwati, 2013). Pengawasan intern lebih dikenal dengan
pengawasan fungsional. Pengawasan fungsional adalah
pengawasan terhadap pemerintah daerah, yang dilakukan
secara fungsional oleh lembaga yang dibentuk untuk
melaksanakan pengawasan fungsional, yang kedudukannya
merupakan bagian dari lembaga yang diawasi seperti
Inspektorat Jenderal, Inspektorat Provinsi, Inspektorat
Kabupaten/Kota. Sementara pengawasan eksternal adalah
pengawasan yang dilakukan oleh aparat dari luar organisasi itu
sendiri seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Produk dari pengawasan menurut Sujanto (Indarwati,
2013) : Produk langsung dari pengawasan hanyalah berupa
data dan informasi maka hasil akhir atau manfaat dari
pengawasan itu hanya akan dapat terlihat atau dirasakan
apabila data dan informasi itu telah dimanfaatkan oleh manajer
sehingga melahirkan tindakan-tindakan yang nyata.
40
3. Tujuan Pengawasan
Pengawasan dilakukan tentunya mempunyai tujuan tertentu.
Menurut Suganda (2001) tujuan dilaksanakan pengawasan sebagai
berikut :
a. Pengawasan yang dilakukan mempunyai maksud dan tujuan
tertentu.
b. Untuk mengetahui jalannya pekerjaan, apakah lancar ataupun
tidak.
c. Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh
pegawai dan mengusahakan pencegahan agar supaya tidak
terulang kembali kesalahan yang sama atau timbulnya
kesalahan yang lain.
d. Untuk mengetahui apakah penggunaan budget (anggaran),
yang telah ditetapkan dalam perencanaan terarah kepada
sasaran dan sesuai dengan yang direncanakan.
e. Mengetahui apakah pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan
program (acara) seperti yang telah ditentukan dalam
perencanaan atau tidak.
f. Untuk mengetahui apakah hasil pekerjaan dilihat dari kualitas
(mutu) dan jumlah sesuai dengan mutu dan jumlah (standart)
yang telah ditentukan dalam rencana.
g. Untuk mengetahui apakah biaya, waktu, tenaga kerja dan
bahan dipergunakan secara efektif atau tidak.
41
Pengawasan atas suatu pekerjaan atau kegiatan dilakukan
dengan maksud agar kegiatan tersebut dilaksanakan dan
terlaksana sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Rachman, Arifin Abdul (2001) mengatakan, maksud diadakan
pengawasan adalah:
a. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan
b. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan sesuai
dengan instruksi serta prinsip-prinsip yang telah ditetapkan
c. Untuk mengetahui apakah kelemahan-kelamahan serta
kesulitan-kesulitan dan kegagalan-kegagalannya, sehingga
dapat diadakan perubahan-perubahan untuk memperbaiki serta
mencegah pengulangan kegiatan-kegiatan yang salah
d. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan efisien dan
apakah tidak dapat diadakan perbaikan-perbaikan lebih lanjut,
sehingga mendapat efisiensi yang lebih benar
4. Pengawasan Inspektorat
Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah
dilaksanakan oleh pemerintah yang meliputi pengawasan atas
pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah dan pengawasan
terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah (Siswanto
Sunarno, 2005).Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan
pemerintah daerah Lembaga yang diberi wewenang untuk
melakukan pengawasan intern pada tingkat pusat adalah
42
Inspektorat Jendral Departemen. Menurut Permendagri Nomor 130
Tahun 2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Dalam
Negeri, Inspektorat Jenderal Departemen Dalam Negeri
mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional di
lingkungan Departemen. Untuk melaksanakan tugas tersebut,
Inspektorat Jenderal menyelenggarakan fungsi :
1. Penyiapan perumusan kebijakan pengawasan fungsional;
2. Pelaksanaan pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3. Pelaksanaan urusan administrasi Inspektorat Jenderal.
Insepektorat Jenderal Departemen Dalam Negeri, selain
mempunyai tugas membantu Menteri Dalam Negeri, dalam
melakukan pengawasan terhadap tugas-tugas pokok Departemen
Dalam Negeri, lembaga tersebut berkewajiban melakukan
pengawasan umum terhadap pemerintahan daerah. Lembaga
pengawasan internal pada tingkat daerah, adalah Inspektorat
provinsi dan Inspektorat kabupaten/kota, yang pembentukannya
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007, dan
Permendagri Nomor 64 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Provinsi dan
Kabupaten/Kota.
Inspektorat Provinsi, menurut ketentuan Pasal 1 angka (1)
Permendagri Nomor 64 Tahun 2007 adalah aparat pengawas
fungsional yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada
43
gubernur. Inspektorat provinsi mempunyai tugas melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah
provinsi, pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan
pemerintahan daerah kabupaten/kota dan pelaksanaan urusan
pemerintahan di daerah kabupaten/kota. Untuk melaksanakan
tugasnya, maka Inspektorat Provinsi menyelenggarakan fungsi:
1. Perencanaan program pengawasan;
2. Perumusan kebijakan dan fasilitasi pengawasan; dan
3. Pemeriksaan, pengusutan, pengujian, dan penilaian tugas
pengawasan
Inspektorat Kabupaten/Kota menurut ketentuan Pasal 1
angka 2 Permendagri Nomor 64 Tahun 2007, adalah aparat
pengawas fungsional yang berada dibawah dan bertanggungjawab
kepada bupati/walikota, yang mempunyai tugas melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah
kabupaten/kota, pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan
pemerintahan desa, dan pelaksanaan urusan pemerintahan desa.
Untuk melaksanakan tugasnya, maka Inspektorat
Kabupaten/Kota menyelenggarakan fungsi:
1. Perencanaan program pengawasan;
2. perumusan kebijakan dan fasilitasi pengawasan; dan
3. pemeriksaan, pengusutan, pengujian dan penilaian tugas
pengawasan.
44
Inspektorat provinsi, kabupaten/kota melakukan
pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah
dengan ruang lingkup pengawasan sebagaimana diatur dalam
Pasal 2 Permendagri Nomor 23 Tahun 2007. Ketentuan Pasal 2
tersebut menyebutkan pengawasan atas penyelenggaraan
pemerintahan daerah meliputi admininstrasi umum pemerintahan
dan urusan pemerintahan.
Administrasi umum pemerintahan meliputi kebijakan daerah;
kelembagaan; pegawai daerah; keuangan daerah; dan barang
daerah. Sedangkan pengawasan terhadap urusan pemerintahan
daerah adalah pengawasan terhadap urusan wajib; urusan pilihan;
dana Dekonsentrasi; tugas pembantuan dan kebijakan pinjaman
hibah luar negeri.
Adapun mekanisme atau tahapan pengawasan
penyelenggaraan pemerintahan daerah diawali dengan penyusunan
PKPT sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Permendagri Nomor 23
Tahun 2007 yang menentukan bahwa :
(1) Penyusunan rencana pengawasan tahunan atas
(2) penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten dan Kota
dikoordinasikan oleh Inspektur Provinsi.
(2) Rencana pengawasan tahunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disusun dalam bentuk PKPT dengan berpedoman pada
kebijakan pengawasan.
45
(3) Penyusunan PKPT sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
didasarkan atas prinsip keserasian, keterpaduan, menghindari
tumpang tindih dan pemeriksaan berulang-ulang serta
memperhatikan efisiensi dan efekstifitas dalam penggunaan
sumber daya pengawasan.
(4) Rencana pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
Adapun mekanisme atau tahapan pemeriksaan atas
penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam Permendagri
Nomor 23 Tahun 2007 dan dapat dijelaskan pada tabel sebagai
berikut :
TABEL 1. Tahapan-tahapan pemeriksaan
No Tahapan Uraian
1 Tahapan I Persiapan Pemeriksaan a. Koordinasi Rencana pemeriksaan
Sebelum memprogramkan pemeriksaan terlebih dahulu dilakukan koordinasi mengenai waktu dan objek yang akan diperiksa
b. Pengumpulan dan penelaahan insformasi umum mengenai objek yang diperiksa: 1. Menghimpun data dan informasi yang berkaitan
dengan objek yang diperiksa antara lain : a) Peraturan perundang-undangan b) Data umum objek yang diperiksa c) Laporan pelaksanaan program/kegiatan dari
objek yang akan diperiksa d) Laporan Hasil Pemeriksaan Aparat
sebelumnya e) Sumber informasi lain yang dapat memberi
kejelasan mengenai pelaksanaan program/kegiatan objek yang akan diperiksa
2. Menelaah data dan informasi yang dikumpulkan untuk bahan pemeriksaan
c. Penyusunan Program Kerja Pemeriksaan ( PKP)
46
Penyusunan Program Kerja Pemeriksaan meliputi kegiatan : 1. Penentuan personil 2. Penentuan jadwal waktu pemeriksaan 3. Penentuan objek, sasaran dan ruang lingkup
pemeriksaan 4. Menyusun langkah-langkah pemeriksaan
2 Tahap II Pelaksanaan Pemeriksaan
a. Pertemuan awal ( Entry Briefing ) Tim Pemeriksa bertemu dengan Pimpinan Instansi/Unit Kerja atau yang mewakili untuk menyampaikan maksud dan tujuan pemeriksaan
b. Kegiatan Pemeriksaan 1. Tim Pemeriksa melaksanakan tugas
pemeriksaan pada objek-objek yang akan diperiksa sesuai dengan program kerja pemeriksaan
2. Tim Pemeriksa bertemu dengan Pimpinan Instansi/Unit Kerja atau yang mewakili untuk menyampaikan maksud dan tujuan pemeriksaan
c. Kegiatan Pemeriksaan 1. Tim Pemeriksa melaksanakan tugas
pemeriksaan pada objek-objek yang akan diperiksa sesuai engan program kerja pemeriksaan
2. Kertas Kerja Pemeriksaan ( KKP) a) Setiap auditor wajib menuangkan hasil
pemeriksaan kedalam Kertas Kerja Pemeriksaan ( KKP)
b) KKP direview secara berjenjang oleh Ketua Tim, Pengendali Teknis dan Inspektur Wilayah dengan memberikan paraf pada KKP
c) Kertas Kerja Pemeriksaan disusun dalam satu berkas diserahkan oleh Ketua Tim kepada Sub Bagian Tata Usaha Wilayah untuk diarsipkan
3. Konfirmasi Temuan Hasil Pemeriksaan Temuan hasil pemeriksaan harus dikonfirmasikan kepada pimpinan objek yang diperiksa untuk meminta tanggapan. Hasil konfirmasi harus ditandatangani oleh kedua belah pihak.
4. Penyusunan Pokok-pokok Hasil Pemeriksaan (P2HP) Pokok-pokok Hasil Pemeriksaan merupakan himpunan hasil pemeriksaan yang terdiri dari temuan-temuan strategis tanpa rekomendasi yang mempunyai dampak bagi pemerintah daerah dan masyarakat yang perlu segera mendapat perhatian disusun oleh Ketua Tim dan Pengendali Teknis serta diketahui
47
Inspektur Wilayah. d. Pertemuan akhir ( exit Briefing ) Tim Pemeriksa
bertemu dengan Pimpinan Instansi/unit Kerja atau yang mewakili untuk menyampaikan maksud dan tujuan
Terkait dengan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan,
selanjutnya dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).
LHP berisi temuan, kondisi, penyebab, akibat dan saran
rekomendasi yang wajib ditindaklanjuti oleh SKPD yang diperiksa
guna memperbaiki kesalahan dalam pelaksanaan penyelenggaraan
administrasi umum pemerintah maupun urusan pelaksanaan
pemerintahan yang terjadi pada SKPD yang diperiksa.
LHP Inspektorat Kabupaten disampaikan kepada Bupati dan
SKPD yang diperiksa dengan tembusan kepada Gubernur dan BPK
RI Perwakilan. Tembusan LHP yang disampaikan kepada Gubernur
dan BPK RI Perwakilan dimaksudkan agar Gubernur dan BPK RI
Perwakilan mengetahui mengenai perkembangan pemeriksaan yang
telah dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten, dan juga menghindari
pemeriksaan tumpang tindih. Tindak lanjut hasil pemeriksaan
memiliki peranan yang strategis dalam siklus pengawasan
penyelenggaraan pemerintahan, karena berhasil atau tidaknya
pengawasan dapat dilihat atau diukur dari perkembangan tindak
lanjut.
Tindak lanjut adalah bukti bahwa SKPD yang diperiksa memiliki
komitmen untuk memperbaiki kesalahan dalam pelaksanaan
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terjadi pada SKPD. Hal
48
ini sesuai dengan Pasal 18 Permendagri Nomor 23 Tahun 2007 yang
telah diubah dengan Permendagri Nomor 8 tahun 2009, Pasal 18
Permendagri Nomor 23 tahun 2007 menyebutkan bahwa SKPD yang
tidak menindaklanjuti rekomendasi Pejabat Pengawas Pemerintah
sebagaimana pasal 17 ayat (1) dapat dikenakan sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Guna mengetahui perkembangan tindak lanjut hasil
pengawasan maka diadakan evaluasi pengawasan melalui rapat
pemutakhiran data tindak lanjut hasil pengawasan yang
diselenggarakan 2 (dua) kali dalam setahun, hal ini sebagaimana
diatur dalam Pasal 20 Permendagri 23 tahun 2007 yang
menyebutkan bahwa pemutakhiran hasil pengawasan Pejabat
Pengawas Pemerintah dilakukan paling sedikit 2 (dua) kali dalam
setahun.
Organisasi pengawasan sebagai sarana organisasi dalam
mengelola unit kerja APIP maka objektivitas aparat pengawas,
pembagian tugas dan pemisahan fungsi dalam pengawasan sangat
penting dalam pengembangan sumber daya manusia yang dapat
dipadukan dalam metode kerja. APIP dalam melaksanakan tugas
dan fungsinya mempunyai pedoman dan aturan yang harus ditaati.
Aturan perilaku aparat pengawasan dituangkan dalam Kode Etik
yang mengatur nilai-nilai dasar dan pedoman perilaku bagi aparat
pengawasan dalam menjalankan profesinya dan sebagai sarana
49
dalam mengevaluasi perilaku aparat pengawasan. Tujuan
penyusunan Kode Etik Auditor, antara lain :
1. Mendorong sebuah budaya etis dalam profesi APIP
2. Memastikan bahwa seorang auditor professional akan bertingkah
laku pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan Pegawai
Negeri Sipil lainnya.
3. Mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak etis agar terpenuhi
prinsip kerja yang akuntabel dan terlaksananya pengendalian
audit sehingga terwujud auditor yang kredibel dengan kerja yang
optimal.
D. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)
1. Kondisi APIP saat Ini
Dalam (Peraturan Kepala BPKP No. XXX Tahun 2015)
Kondisi APIP di Indonesia terkait dengan gambaran indikator
pelaksanaan sektor manajemen pemerintahan di Indonesia.
Beberapa data yang menunjukkan perlu peningkatan kinerja dan
perbaikan pada aspek-aspek good governance, yaitu:
a. Data Tranparency International pada tahun 2014 menunjukkan
bahwa Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (IPK) masing rendah
(34 dari 100).
b. Survei integritas oleh KPK pada tahun 2014 menunjukkan
bahwa kualitas pelayanan publik Indonesia baru mencapai 7,22
untuk instansi pusat.
50
c. Opini BPK atas laporan keuangan K/L dan Pemda masih
banyak yang perlu ditingkatkan menuju opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP).
d. Bank Dunia menilai government effectiveness Indonesia
memperoleh skor -0,28 (2009), -0,20 (2010), -0,25 (2011), -0,29
(2012), -0,24 (2013) dari skala -2,5 sampai dengan 2,5.
e. Hasil evaluasi atas laporan kinerja pada tahun 2013
menunjukkan bahwa jumlah instansi pemerintah yang dinilai
akuntabel baru mencapai 39,67%.
Kondisi tersebut menggambarkan peran APIP perlu
ditingkatkan efektifitasnya. Hal tersebut selaras dengan hasil
assessment tingkat kapabilitas APIP di seluruh Indonesia, yang
dilaksanakan oleh BPKP tahun 2010 sampai tahun 2014.
Metodologi pemetaan mengacu kepada Internal Audit
Capability Model (IA-CM) yang dikembangkan oleh The Institute of
Internal Auditor (IIA) dengan beberapa penyesuaian. Dengan
model tersebut, tingkat kapabilitas APIP dikelompokkan ke dalam
lima tingkatan (level), yaitu Level 1 (Initial), Level 2 (Infrastructure),
Level 3 (Integrated), Level 4 (Managed), dan Level 5 (Optimizing).
Hasil assessmentmenunjukkan bahwa 85,23% APIP
Indonesia masih berada pada Level 1 (Initial). Rendahnya
kapabilitas APIP ini disebabkan:
a. Independensi dan objektivitas APIP belum dapat diterapkan
sepenuhnya.
51
b. Lemahnya manajemen APIP.
c. Tidak terpenuhinya kebutuhan formasi Auditor.
d. Kurangnya alokasi anggaran belanja APIP dibandingkan
dengan total belanja dalam APBN/APBD.
e. Struktur organisasi dan pola hubungan kerja belum sepenuhnya
sesuai dengan strategi dalam mencapai tujuan APIP yang
efektif.
f. Kurangnya kegiatan pengembangan kompetensi dan lemahnya
manajemen SDM APIP terutama rekrutmen, pola karier, dan
pola mutasi/rotasi.
2. Kondisi yang diharapkan
Hasil pemetaan tersebut perlu segera ditindaklanjuti dengan
meningkatkan kapabilitas APIP ke level yang lebih tinggi.
Peningkatan kapabilitas APIP sangat diperlukan agar terwujud
pengawasan intern yang efektif. Dengan kondisi APIP saat ini yang
mayoritas masih berada pada level 1 dan level 2, seluruh APIP
diharapkan berada pada level 2 (Infrastructure), selanjutnya dapat
ditingkatkan pada level 3 (Integrated). (Peraturan Kepala BPKP No.
XXX Tahun 2015)
Dengan capaian kapabilitas APIP pada level 3 (Integrated),
APIP mampu memberikan layanan compliance auditing,
performance auditing dan practice advisory sehingga APIP
diharapkan mempunyai karakteristik:
52
a. APIP mampu memberikan keyakinan yang memadai atas
ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian
tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah
(assurance activities);
b. APIP mampu memberikan peringatan dini dan meningkatkan
efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan
fungsi Instansi Pemerintah (anti corruption activities); dan
c. APIP mampu memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola
penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah
(consulting activities).
E. Kerangka Pikir
Tujuan lembaga ataupun perusahaan mengembangkan
kapabilitas karyawan secara berkelanjutan, supaya karyawan dapat
berprestasi secara optimal dan memberikan kontribusi yang maksimal
bagi perusahaan. Dengan meningkatkan kapabilitas, baik lembaga
ataupun perusahaan berusaha agar karyawan mempunyai; (1) Peran dan
Layanan Pengawasan Intern, (2) Pengelolaan SDM (3) Praktik Profesional
(4) Manajemen dan Akuntabilitas Kinerja (5) Hubungan dan Budaya
Organisasi dan (6) Struktur Tata Kelola. Hagell III &Brown dalam
(Hartanto,2012).
Semakin meningkatnya fungsi dan kewenangan yang diemban
oleh Inspektorat selaku Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP),
maka kinerja APIP juga menjadi fokus perhatian pemerintah untuk
53
meningkatkan Kapabilitas Aparat Pengawasan Intern. Dan untuk
mengetahui bagaimana kapabilitas aparat pengawasan intern Pemerintah
(APIP)di Inspektorat Daerah Kabupaten Takalarpada penelitian ini
ditelusuri dengan kerangka pikir sebagai berikut:
Gambar 2
Kerangka Pikir
Inspektorat Kabupaten
Takalar
Hagell III & Brown
(dalam Hartanto,2012) Indikator Kapabilitas
Aparat : 1. Peran dan Layanan
Pengawasan Intern 2. Pengelolaan SDM 3. Praktik Profesional 4. Manajemen dan
Akuntabilitas Kinerja 5. Hubungan dan
Budaya Organisasi
6. Struktur Tata Kelola
Kendala yang dihadapi:
1. Kualitas dan Kuantitas SDM yang masih rendah.
2. Anggaran Pengawasan yang terbatas
3. Manajemen Organisasi yang kurang maksimal
4. Perubahan Metode
Kerja
Upaya Meningkatkan
Kapabilitas APIP:
1. Mengikuti workshop atau diklat.
2. Memberikan alokasi anggaran pengembangan skill auditor
Tercapainya Kapabilitas
APIP Inspektorat
Kabupaten Takalar
54
Deskripsi Fokus Penelitian.
Adapun Fokus penelitian ini adalah sebagai Berikut:
1. Untuk MengetahuiKapabilitas Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah (APIP)di Inspektorat Daerah Kabupaten Takalar.
a. Peran dan Layanan Pengawasan Intern, yaitubagaimana
meningkatkan praktik dan prosedur aparat pengawasan
inspektorat daerah Takalar memperhatikan jasa audit yang
menekankan pada aspek ketaatan/kepatuhan (compliance).
b. Pengelolaan SDM agar dapat mengatur dan mengurus
berdasarkan visi organisasi sehingga tujuan tercapai.
c. Praktik Profesional dalam hal ini adalah kerangka kerja yang
mengidentifikasi aspek-aspek fundamental yang dibutuhkan
untuk pengawasan yang efektif.
d. Manajemen dan Akuntabilitas Kinerja sebagai tingkat
pertanggungjawaban aparat inspektorat Takalar yang
berkaitan dengan sistem administrasi yang dimilikinya.
e. Hubungan dan Budaya Organisasi diperkenalkan pada
aparat inspektorat melalui sosialissi agar budya organisasi
dapat berfungsi secara optimal.
f. Struktur Tata Kelola bertujuan untuk memperoleh hasil kerja
aparat inspektorat yang efektif, efesien dan konsisten di
Kabupaten takalar
55
2. Untuk MengetahuiKendala-kendala yang dihadapi Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)di Inspektorat Kabupaten
Takalar.
3. Untuk mengetahui upaya inspektorat untuk meningkatkan
kapabilitas (APIP) di Inspektorat Daerah Kabupaten Takalar
56
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Dalam peneltian ini peneliti menggunakan pendekatan penelitian
Kualitatif yaitu Metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada
kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen)
dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan
data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat
induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari
pada generalisasi.(Sugiyono, 2007).
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena
permasalahan bersifat kompleks dan penuh makna, dan menggunakan
tipe deskriptif yaitu dengan memberikan gambaran secara spesifik
mengenai Optimalisasi Kompetensi Auditor dalam Meningkatkan
Kapabilitas APIP pada Inspektorat kabupaten Takalar.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Untuk memperoleh data yang yang dibutuhkan dalam penelitian
ini, penulis melakukan penelitian pada Kantor Inspektorat Kabupaten
Takalar yang beralamatkan di Jalan Jendral Sudirman No 26,
Kelurahan Kalabirang Kecamatan Patallassang Kabupaten Takalar
sedangkan waktu penelitian ini dilaksanakanselama kurang lebih 2
43
57
bulan, dimulai setelah proposal penelitian ini dinyatakan memenuhi
syarat dan telah diseminarkan.
C. Unit Analisis dan Penentuan Informan
Penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi
oleh Spradley (Sugiyono, 2009) dinamakan social situation atau situasi
sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu: tempat (place), pelaku
(actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis.
Informan dalam penelitian ini, dipilih Jajaran struktural dalam
kantor Inspektorat kabupaten Takalar disetiap divisi yang ada, dengan
pertimbangan bahwa mereka adalah pihak-pihak ahli yang memiliki dan
memberikan informasi mengenai sesuatu yang diteliti yaitu kapabilitas
aparat pengawasan interen pemerintah (APIP) di Inspektorat daerah
Kabupaten Takalaar. Informan-informan tersebut terdiri dari unsur
jabatan sebagai berikut:
1. Inspektur (1 orang)
2. Sekretaris (1 orang)
3. Kasubag Evaluasi dan Pelaporan (1 orang)
4. Inspektur Pembantu Wilayah 1 (2 orang)
5. Pengawas Pemerintahan Muda (2 orang)
6. Pengawas Pemerintahan Madya (2 orang)
7. Auditor Ahli Muda (1 orang)
8. Fungsional Umum (1 orang)
Jumlah Informan sebanyak = 11 Orang
58
Informasi dan data yang diperoleh dari informan-informan tersebut
kemudian dapat digunakan untuk membantu peneliti dalam
menggunakan teknik triangulasi.
D. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti menggunakan wawancara mendalam (in-depth
interview), observasi, kuesioner, studi dokumentasi, dan triangulasi
dalam proses pengumpulan data pada penelitian ini, dengan
penjabaran sebagai berikut:
1. Wawancara mendalam
Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara semi terstruktur. Jenis wawancara ini sudah termasuk
dalam kategori in-depth interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih
bebas dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari
wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara
lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat,
dan ide-idenya.
2. Observasi
Peneliti melakukan observasi partisipasi pasif (passive
participation). Partisipasi pasif berarti peneliti dalam kegiatan
pengamatannya tidak terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan
oleh para pelaku yang diamatinya, dan juga tidak melakukan sesuatu
59
bentuk interaksi sosial dengan pelaku atau para pelaku yang diamati
(Imam Gunawan, 2013)
Jadi dalam hal ini peneliti datang di tempat kegiatan orang yang
diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Peneliti
mempelajari dan melihat bagaimana kemampuan kerja pada pegawai
da staff yang ada di Kantor Inspektorat kabupaten Takalar dalam
melaksanakan tanggung jawab pekerjaannya.
3. Studi dokumentasi
Metode dokumentasi adalah pengumpulan data dengan meneliti
catatan-catatan penting yang sangat erat hubungannya dengan obyek
penelitian. Tujuan digunakan metode ini untuk memperoleh data secara
jelas yang berkaitan dengan masalah kapabilitas aparat pengawasan
interen pemerintah (APIP) di inspektorat daerah Kabupaten Takalar.
E. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan secara
induktif. Dalam penelitian kualitatif, peneliti berusaha mengumpulkan
fakta dari fenomena atau peristiwa-peristiwa yang bersifat khusus,
kemudian berdasarkan fenomena atau peristiwa yang khusus tadi,
diambil kesimpulan yang bersifat umum. (Kholil, 2006).
Data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,
dan dokumen serta angket disusun secara sistematis serta kemudian
dipilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang
60
lain. Dengan melakukan analisis kualitatif, peneliti dapat menfokuskan
pada penunjukan makna, deskripsi, dan penempatan data pada
konteksnya masing - masing. Untuk mendapatkan yang sesuai, maka
teknik-teknik yang dilakukan adalah:
1. Reduksi data
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak,
sehingga perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data ini berarti
merangkum, memilih hal-hal yang pokok, menfokuskan pada hal-hal
yang penting, untuk kemudian dicari tema dan polanya. Dengan
demikian data yang terkumpul memberikan gambaran yang lebih jelas
dan selanjutnya dapat mempermudah peneliti dalam mencari data yang
diperlukan.
2. Penyajian data
Setelah data direduksi maka langkah selanjutnya adalah
menyajikan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dapat
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar
kategori, flowchart dan sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk
menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang
bersifat naratif.
3. Verifikasi
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan
kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah
merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan
61
dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya
masih remang-remang atau gelap.
F. Pengecekan Keabsahan data
Data-data atau temuan dalam penelitian kualitatif dinyatakan
valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti
dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Untuk
itu diperlukan uji kebenaran (uji kredibilitas) terhadap data yang
didapatkan. Pengujian kredibilitas data penelitian dilakukan dengan
cara:
1. Triangulasi
Pengujian kredibilitas data penelitian ini menggunakan
triangulasi teknik dan triangulasi sumber data. Triangulasi teknik
dilakukan dengan cara menanyakan hal yang sama dengan teknik yang
berbeda, yaitu dengan wawancara mendalam, observasi, kuesioner,
dan dokumentasi. Triangulasi sumber data dilakukan dengan cara
menanyakan hal yang sama melalui sumber yang berbeda.
2. Diskusi dengan pembimbing
Hasil penelitian yang masih bersifat sementara didiskusikan
dengan dosen pembimbing. Melalui diskusi ini banyak pertanyaan dan
saran berkenaan dengan data yang didapat. Bila pertanyaan yang
berkaitan tersebut belum mampu terjawab, maka peneliti kembali ke
lapangan untuk mencarikan jawabannya. Dengan demikian datanya
akan menjadi lengkap dan kredibel.
62
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Wilayah Penelitian
Pada bagian bab IV ini akan mendeskripsikan secara umum
Kab. Takalar sebagai dan Inspektorat Takalar sebagai lokasi dan fokus
penelitian, deskripsi meliputi:
1. Profil Umum Kab. Takalar
Implementasi otonomi daerah telah berjalan sejak Tahun 2001
yang membawa konsekuensi pada tanggungjawab daerah dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat, dan bermakna bahwa pembiayaan
dan penyelenggaraan pelayanan umum dan pembangunan telah
didelegasikan kepada pemerintah daerah. Pendelegasian tugas dan
fungsi ini dimaksudkan agar kebutuhan masyarakat dapat lebih tepat
dialokasikan, jika sejak awal pelaksanaan pembangunan yaitu tahapan
perumusan kebijakan dilakukan oleh pemerintah daerah dengan
memperhatikan aspirasi masyarakat.
Untuk dapat secara cermat memenuhi kebutuhan dan harapan
masyarakat, para perencana dan perancang program dan strategis
pembangunan khususnya di Kabupaten Takalar, telah menetapkan visi
pembangunan yaitu “Terwujudnya Masyarakat Mandiri, Demokratis
Berkeadilan Sosial, Sejahtera Lahir Bathin”.
Dari visi pembangunan daerah ini disusun strategis dan program
pembangunan yang harus mampu menangkap dan merespon aspirasi
41
49
63
masyarakat. Karena itu, perencana dan pembuat kebijakan
pembangunan harus memiliki kemampuan melakukan perumusan
kebijakan yang tepat dan objektif.
Untuk mewujudkan Visi Kabupaten Takalar, maka dirancang
beberapa misi sebagai penjabaran langkah strategis dalam
perwujudannya, yaitu sebagai berikut:
1) Menerapkan tata kelola pemerintahan yang efektif, bersih,
akuntabel, demokratis dan terpercaya
2) Mewujudkan pembangunan secara komprehensif yang
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dengan
penguatan pada desa
3) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan
produktifitas rakyat, menjadi unggul dan berdaya saing
4) Meningkatkan pendapatan dan menurunkan beban hidup
masyarakat
5) Mendorong terciptanya iklim investasi yang sehat,
berkualitas dan berkelanjutan
6) Mewujudkan kehidupan yang agamais, demokratis, aman
dan tertib
a. Letak Geografis
Kabupaten Takalar adalah sebuah kabupaten di provinsi
Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kotanya terletak di Pattallassang. Kab.
Takalar terdiri dari sembilan kecamatan, yaitu Pattallassang,
Polombangkeng Selatan, Polombangkeng Utara, Galesong, Galesong
64
Selatan, Galesong Utara, Sanrobone, Mappakasunggu dan
Manggarabombang. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 566,51 km²
dan berpenduduk sebanyak ± 250.000 jiwa.
Secara geografis, Kabupaten Takalar terletak di bagian Selatan
Sulawesi Selatan dengan posisi antara 5o30’ – 5o38’ Lintang Selatan
dan 119o22’ – 119o39’ Bujur Timur.Kabupaten Takalar memiliki batas –
batas: di sebelah timur, berbatasan Kabupaten Gowa dan Jeneponto.
Di sebelah utara, berbatasan dengan Kabupaten Gowa. Sedangkan di
sebelah barat dan selatan dibatasi oleh Selat Makassar dan Laut
Flores.
Keadaan geografis wilayah Kabupaten Takalar terdiri dari pantai,
daratan dan perbukitan. Di bagian barat adalah daerah pantai dan
dataran rendah dengan kemiringan 0-3 derajat sedang ketinggian ruang
bervariasi antara 0–25 m, dengan batuan penyusun geomorfologi
dataran didominasi endapan alluvial, endapan rawa pantai, batu
gamping, terumbu dan tufa serta beberapa tempat batuan lelehan
basal.
Sebagian dari wilayah Kabupaten Takalar merupakan daerah
pesisir pantai, yaitu sepanjang 74 Km meliputi Kecamatan
Mangarabombang, Kecamatan Mappakasunggu, Kecamatan
SandraBone, Kecamatan Galesong Selatan, Kecamatan Galesong
Kota dan Kecamatan Galesong Utara. Kabupaten Takalar dilewati oleh
4 buah sungai,yaitu Sungai Jeneberang, Sungai Jenetallasa, Sungai
65
Pamakkulu dan Sungai Jenemarrung. Pada keempat sungai tersebut
telah dibuat bendungan untuk irigasi sawah seluas 13.183 Ha
Gambar 3 Tinggi Wilayah di Atas Permukaan Laut (DPL) di Kabupaten Takalar,
2016
Sumber: BPS Takalar dalam angka 2018.
b. Kab. Takalar Secara Administrasi
Pemerintah Daerah Kabupaten Takalar dibentuk berdasarkan
Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 1959 (LN Nomor 74 Tahun 1959)
tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II di Sulawesi Selatan.
Dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Takalar No. 7 Tahun
1990 menetapkan Tanggal 10 Pebruari sebagai Hari Jadi Kabupaten
Takalar.Secara administrasi, Kabupaten Takalar terdiri dari 9
(sembilan) kecamatan, 76 desa dan 24 kelurahan.
66
Gambar 4
Jumlah Desa/Kelurahan Menurut Kecamatan di Kabupaten Takalar, 2016
Sumber: BPS Takalar dalam angka 2018
Pemerintah Daerah Kabupaten Takalar juga memiliki PNS yang
berjumlah sebanyak 6.325 orang, dengan komposisi laki-laki 2.775
orang (43,87%) dan perempuan 3.550 orang (56,13%).Jumlah PNS di
lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Takalar didominasi oleh
mereka yang berpendidikan Sarjana. Angkanya sebanyak 4.027 orang
(63,67%).
Gambar 5 Persentase Pegawai Negeri Sipil Menurut Jenjang Pendidikan di
Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Takalar, 2016
Sumber: BPS Takalar dalam angka 2018
c. Struktur Pemerintahan Daerah Takalar
Berdasarkan Peraturan daerah kabupaten Takalar maka struktur
pemerintahan kabupaten Takalar dipimpin oleh seorang bupati dan
67
dibantu oleh wakil bupati. Dalam menjalankan roda pemerintahan
bupati dibantu oleh sekretaris daerah yang membawahi 3 asisten .
Ketiga asisten tersebut antara lain:
1) Asisten Pemerintahan, meliputi:
a) Bagian tata Pemerintahan yang
b) Bagian Hukum
c) Bagian Humas sandi telekomunikasi dan PDE
2) Asisten Ekonomi Pembangunan dan Kesejahteraan
Rakyat, meliputi:
a) Bagian Perekonomian
b) Bagian Administrasi Pembangunan
c) Bagian Kesejahteraan Rakyat
3) Asisten Administrasi, meliputi:
a) Bagian organisasi dan tatalaksana
b) Bagian Umum
d. Kependudukan
Dalam analisis sosial ekonomi penduduk, masalah
kependudukan yang mencakup mengenai jumlah, umur, dan jenis
kelamin menjadi dasar pijakan. Jumlah penduduk akan
menggambarkan permasalahan yang mungkin ada, sementara itu
jumlah dan jenis kelamin berkaitan dengan berbagai karakteristik
penduduk.
Penduduk Kabupaten Takalar berdasarkan proyeksi penduduk
tahun 2016 sebanyak 289.978 jiwa yang terdiri atas 139.381 jiwa
68
penduduk laki-laki dan 150.597 jiwa penduduk perempuan.Kepadatan
penduduk di Kabupaten Takalar tahun 2016 mencapai 511 jiwa/km2 .
Kepadatan Penduduk di 9 kecamatan cukup beragam dengan
kepadatan penduduk tertinggi terletak di Kecamatan Galesong Utara
dengan kepadatan sebesar 2.596 jiwa/km2 dan terendah di Kecamatan
Polombangkeng Utara sebesar 232 jiwa/Km2.
Gambar 6
Laju Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten Takalar, 2010, 2015, dan 2016
Sumber: BPS Takalar dalam angka 2016
Dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten
Takalar mempengaruhi jumlah pencari kerja. Jumlah pencari kerja
terdaftar di Kabupaten Takalar Pada Dinas Sosial Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kabupaten Takalar pada Tahun 2016 sebesar 470 orang.
2. Profil Inspektorat Kab. Takalar
Organisasi Inspektorat Kabupaten Takalar dibentuk berdasarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Takalar Nomor 07 tahun 2016 tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah yang merupakan
penjabaran dari Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang
Perangkat Daerah. Dalam pembentukannya sesuai dengan Peraturan
69
Daerah tersebut, berikut ini struktur organisasi Inspektorat Daerah
Kabupaten Takalar terdiri dari :
a) Inspektur
b) Sekretariat
1) Sub. Administrasi Umum dan Perencanaan.
2) Sub. Bagian Evaluasi dan Pelaporan
c) Inspektur Pembantu Wilayah I
d) Inspektur Pembantu Wilayah II
e) Inspektur Pembantu Wilayah III
f) Jabatan Fungsional Auditor
g) Jabatan Fungsional Pejabat Pengawas Urusan Pemerintahan
Daerah (P2UPD)
Gambar 7 Struktur Organisasi Inspektorat Kab. Takalar
Sumber : Inspektorat Kabupaten Takalar, 2018.
INSPEKTUR
SEKRETARIAT KELOMPOL JABATAN
FUNGSIONAL
SUBAG EVALUASI
DAN PELAPORAN SUBAG ADM DAN
UMUM SUBAG
PERENCANAAN
INSPEKTUR
PEMBANTU
WILAYAH II
INSPEKTUR
PEMBANTU
WILAYAH I
INSPEKTUR
PEMBANTU
WILAYAH III
70
Tugas pokok Inspektorat Kabupaten Takalar adalah membantu
bupati membina dan mengawasi pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah dan tugas pembantuan oleh
perangkat daerah, dalam melaksanakan tugas pokok tersebut dirinci
sebagai berikut :
a) Menyusun rencana kegiatan INspektorat sebagai Pedoman
dalam pelaksanaan tugas;
b) Mendistribusikan dan member petunjuk pelaksanaan tugas
sehingga berjalan lancer;
c) Memantau, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan
tugas dalam lingkungan Inspektorat untuk mengetahui
perkembangan pelaksanaan tugas;
d) Menyusun rancangan, mengoreksi, memaraf dan/atau
menandatangani naskah dinas;
e) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya;
f) Menyusun rencana program, pengendalian, evaluasi dan
pelaporan;
g) Menetapkan pedoman, norma, standard an prosedur
pengawasan;
h) Melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan di
bidang pemerintahan;
i) Melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan di
bidang pembangunan;
71
j) Melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan di
bidang kemasyarakatan;
k) Menyelenggarakan sosialisasi tentang kebijakan
pengawasan;
l) Melakukan pembinaan jabatan fungsional;
m) Membina dan mengembangkan karir pegawai serta
pelayanan kepada masyarakat sesuai bidang tugasnya
maupun dalam rangka kepentingan pemerintah daerah;
n) Menilai prestasi kerja bawahan sebagai bahan pertimbangan
dalam pengembangan karir;
o) Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas dan memberikan
saran pertimbangan kepada atasan sebagai bahan
perumusan kebijakan; dan
p) Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh
atasan sesuai dengan bidang tugasnya.
B. Kapabilitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)di
Inspektorat Daerah Kabupaten Takalar.
Guna memperkuat kapabilitas APIP, pemerintah telah
mengeluarkan kebijakan terkait hal tersebut. Kebijakan yang ditetapkan
pemerintah dalam pemberdayaan APIP sebetulnya telah lama
dilakukan melalui peraturan perundang-undangan pada era setelah
reformasi. Dimulai dengan diterbitkannya Undang-undang nomor 28
Tahun 1999 mengenai Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Selanjutnya pemerintah
72
menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 mengenai
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yang mempertegas
peran APIP dalam melakukan pengawasan intern melalui audit, reviu,
evaluasi, pemantauan dan pengawasan lainnya. Kebijakan untuk lebih
mengefektifkan peran APIP juga muncul dalam grand design reformasi
birokrasi melalui Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 dan road
map reformasi birokrasi nasional yang menetapkan area peningkatan
pengawasan sebagai sasaran reformasi birokrasi secara nasional.
Fungsi audit sangat penting untuk mewujudkan akuntabilitas dan
transparansi dalam suatu organisasi. Hasil audit akan memberikan
umpan balik bagi semua pihak yang terkait dengan organisasi baik
internal maupun eksternal. Oleh karena itu agar diperoleh hasil audit
yang berkualitas tinggi, proses audit harus dilakukan secara hati-hati
dan konsisten dengan standar profesi dan kode etik yang mengaturnya.
Tujuannya adalah agar audit yang khususnya dilakukan untuk
menemukan dan melaporkan adanya suatu penyelewengan atau
kecurangan dalam suatu organisasi dapat tercapai dengan baik. Dan
untuk mengetahui bagaimana kapabilitas aparat pengawasan intern
Pemerintah (APIP) di Inspektorat Daerah Kabupaten Takalarpada
penelitian ini dapat dijelaskan dan ditelusuri melalui 6 (enam) indikator
kapabilitas menurut Hagell III & Brown dalam (Hartanto,2012). yaitu;
(1) Peran dan Layanan Pengawasan Intern, (2) Pengelolaan SDM (3)
Praktik Profesional (4) Manajemen dan Akuntabilitas Kinerja (5)
Hubungan dan Budaya Organisasi dan (6) Struktur Tata Kelola. Hagell
73
III & Brown dalam (Hartanto,2012). Berikut Pembahasan dan Hasil
penelitian:
1. Peran dan Layanan Pengawasan Intern.
Untuk meningkatkan kapabilitas APIPmaka Inspektorat Kab.
Takalar perlu meningkatkan praktik dan prosedur aparat pengawasan
Instansi Pemerintah berkesinambungan dan berulang, juga
memperhatikan jasa audit yang menekankan pada aspek ketaatan.
Misalnya, pengawasan intern telah menekankan aspek
ketaatan/kepatuhan (compliance) pada area, proses atau sistem tertentu
terhadap kriteria tertentu dan memastikan bahwa pengawasan aspek
ketaatan/kepatuhan (compliance) tersebut telah dicantumkan dalam
Piagam Audit Intern (Internal Audit Charter) dan PKPT.
Pada aspek ketaatan atau kepatuhan, APIP Kab. Takalar belum
dapat memberikan jaminan atas proses tata kelola sesuai peraturan dan
belum dapat berbuat banyak dalam mencegah tindak pelanggaran. Sikap
ini dibenarkan oleh auditor ahli muda Inspektorat Daerah Kab. Takalar,
berikut kutipan wawancaranya:
“Dalam melakukan audit atau pengawasan, prosedur yang digunakan kadang tidak sesuai dengan standar yang berlaku. Tapi, kita tetap memperhatikan kode etik sebagai APIP, kita akan tingkatkan lagi”.(Hasil wawancara MR, tanggal, 3 Agustus, 2018)
Peningkatan kapabilitas APIP untuk mencapai level 2
(Infrastructure) bertujuan agar APIP dapat melaksanakan perannya
dalam mencegah, menangkal, dan mendeteksi tindakan penyimpangan
dari ketentuan. Fungsional umum Inspektorat daerah Kab. Takalar,
74
menyatakan sikap APIP yang dalam mencegah tindak pelanggaran.
Berikut sajian hasil wawancaranya:
“Pengawasan APIP sebenarnya ini sangat membantu mengurangi penyimpangan, atau mencegah tindak pelanggaran di daerah Takalar. Tapi, APIP belum sepenuhnya melakukan pengawasan secara cermat dan profesional. Ini mungkin faktor rencana dan program kerja audit yang tidak terencana dengan baik dan kurang memprioritaskan pedoman audit yang berlaku”. (Hasil wawancara HT, tanggal, 7 Agustus, 2018)”
Seharusnya setiap tim yang melaksanakan penugasan
pengawasan intern telah menyusun rencana dan program kerja audit
sesuai dengan Pedoman Audit. Karena untuk dapat melaksanakan
audit kinerja dengan baik dan untuk memudahkan pelaksanaan
penugasan sehingga proses audit menjadi efektif dan efisien maka
dibutuhkan program kerja audit yang jelas sebagai panduan.
Pelaksanaan proses pengawasan / audit juga sangat perlu mengikuti
Standar Operasional Prosedur (SOP) atau pedoman.
Sebagaimana yang di harapkan Pengawas Pemerintahan Madya
Kabupaten Takalar, dalam meningkatkan peran dan layanan
pengawasan bahwa:
“Sebagai APIP dalam melaksanakan tugas audit perlu mendokumentasikan prosedur audit yang dilakukan untuk menguji kesesuaian dan kepatuhan antara kondisi dengan kriteria yang ada (seperti prosedur analitis, konfirmasi, cek fisik) pada setiap penugasan pengawasan intern. Setelah itu, menyusun laporan untuk mengomunikasikan hasil penugasan pengawasan intern. (Hasil wawancara KS, tanggal, 2februari, 2019).”
Dari hasil wawancara diatas dapat dikatan bahwa APIP perlu
mengembangkan dan memelihara sistem pemantauan tindak lanjut dan
rekomendasi yang ditetapkan dalam Standar Operating Procedures
75
(SOP) Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Audit (TLHA) dan
mengembangkan SIM HP. Hal penting dari elemen tugas ini adalah
pengawasan yang dilakukan telah memberikan keyakinan yang
memadai bahwa area, proses atau subyek telah dilaksanakan sesuai
dengan peraturan dan memberikan nilai tambah bagi organisasi
Kementerian/Lembaga/Pemda.
Berbicara APIP sebagai pengawas daerah sangat strategis,
sehingga diharapkan Jabatan Fungfional Auditor bisa menjembatani
dalam meningkatkan kapasitas dan terobosannya dalam melaksanakan
tugas-tugas pengawasan. Tugas pengawasan sekarang ini tidak seperti
dahulu (watchdog) menjaga/mencari kesalahan, sekarang ini tugas
BPKP sudah bergeser menjadi konsultan, (advise) nasehat,
rekomendasi yang sifatnya solutif bagi pimpinan. Dengan demikian
diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni.
2. Pengelolaan SDM
Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat sentral
dalam organisasi. Apapun bentuk dan tujuannya, organisasi dibuat
berdasarkan berbagai visi untuk kepentingan manusia. Begitu pula
dalam pelaksanaan misinya maka dikelola dan diurus oleh manusia.
Dengan demikian manusia merupakan faktor yang sangat strategis
dalam semua kegiatan organisasi. Agar dapat mengatur dan mengurus
sumber daya manusia berdasarkan visi organisasi sehingga tujuan
organisasi tercapai maka dibutuhkan ilmu, metode dan pendekatan
76
pengelolaan sumber daya manusia atau yang sering disebut dengan
manajemen sumber daya manusia.
Kapabilitias APIP menentukan kualitas kompetensi auditor,
olehnya itu pengelolaan SDM yang baik akan sangat membantu dalam
mencapai visi dan misi meningkatkan level APIP kab. Takalar.
a) Program Pengembangan Sertifikasi Auditor
Setiap aktivitas audit internal harus memiliki program pelatihan
yang mampu untuk meningkatkan terus kualitas pekerjaan audit.
Program pelatihan yang dirancang ini harus mampu untuk memberikan
manfaat yang memadai baik kepada auditor itu sendiri maupun
organisasi audit secara keseluruhan. Pendidikan dan pelatihan untuk
pengembangan profesi auditor dapat dilakukan melalui dua jalur, yaitu:
diklat sertifikasi dan diklat teknis substansi. Diklat sertifikasi
dimaksudkan untuk menempatkan auditor pada standar minimal
persyaratan untuk menjadi seorang auditor profesional.
Inspektorat Kabupaten Takalar merencanakan program
pengembangan sertifikasi auditor yang secara rutin setiap tahun,
mengikutsertakan aparatnya untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan
sertifikasi auditor, baik itu diklat pembentukan anggota tim, diklat
penjenjangan ketua tim dan pengendali teknis, maupun diklat teknis
substansi.
Komitmen pengembangan SDM auditor ini diungkapkan oleh
Inspektur Inspektorat Kab. Takalar, dalam wawancaranya beliau
mengungkapkan bahwa:
77
“Posisi APIP yang masih berada dilevel 1 tidak menyusutkan
semangat para auditor dalam melaksanakan tugasnya. Untuk itu,
kami merencanakan mengikutsertakan auditor dalam program
pendidikan dan pelatihan sertifikasi auditor, supaya ada
peningkatan kompetensi dari auditor”. (Hasil wawancara SF,
tanggal, 3 Agustus, 2018)”
Permasalah yang terjadi selama ini adalah terbatasnya anggaran
pada program peningkatan profesionalisme tenaga pemeriksa dan
aparatur pengawasan di Kab. Takalar. Sedang dengan adanya
pelatihan dan pengembangan sebagai usaha untuk mengurangi atau
menghilangkan terjadinya kesenjangan antara kemampuan auditor
dengan tujuan APIP. Permasalahan ini diungkapkan oleh Sekretaris
Inspektorat, berikut kutipan wawancaranya:
“wajar saja kalau tingkat profesionalisme kerja tenaga pemeriksa
dan aparatur pengawasan di Inspektorat Takalar ini belum higt
quality. Ini karena minimnya dana pada program peningkatan
profesionalisme seperti pendidikan dan pelatihan”(Hasil
wawancara SK, tanggal, 3 Agustus, 2018)
Adapun fungsi utama dari inspektorat Kabupaten Takalar adalah
penyusunan kebijakan teknis dibidang Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintahan, Pembangunan, serta Pengelolaan Keuangan dan
Kekayaan Daerah. Untuk melihatterkait aspek fungsi ini maka dilakukan
penelusuran wawancara dengan informanSekretaris Inspektorat
Kabupaten Takalaryang mengatakan bahwa :
“wujud nyata pelaksanaan pakta integritas sebagai bentuk pengembangan kapasitas aparatsebagai komitmen melakukan pengawasan dapat dilhat dari komitmen pada saat pegawai Inspektorat melaksanakan penandatangan pakta integritas dalam rangkapencegahan dan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta tidak melibatkan diri dalam perbuatan tercela yang
78
dapat melanggar perjanjian pada pakta integritas yang telah kita sepakati”(Hasil wawancara SK, tanggal, 2 februari, 2019).
Penjelasan lebih spesifik pengembangan kapabilitas auditor
pengawasan terkait fungsi inspektorat dikemukakan oleh Kasubag
Evaluasi & Pelaporan Inspektorat Takalar yang mengatakan bahwa :
“mengenai fungsi auditor inspektorat yang dilaksanakan dalam pengembangan kapabilitas auditor memiliki pengaruh yang besar terutama dalam pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan kita harus selalu berpegang teguh pada janji yang telah kita sepakati walaupun ini bersifat moril tetapi ini sangat penting karena secara etika kita sudah terikat”(Hasil wawancara HD, tanggal, 2 februari, 2019)”. Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa
pengembangan kapabilitas auditor terkait fungsi inspektorat dalam
pengawasan penyelenggaraan pemerintahan menjadi lebih terkontrol
secara moril dan etika. Hal ini mengindikasikan bahwa pengembangan
kapabilitas auditor dapat menjaga hal positif dalam pengawasan yang
dilakukan inspektorat tanpa adanya pengawasan melekat dalam artian
sebagai langkah pencegahan agar fungsi inspektorat tidak meleceng dari
fungsi yang semestinya yaitu melakukan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintahan, Pembangunan, serta Pengelolaan Keuangan dan
Kekayaan Daerah di Kabupaten Takalar.
Di samping pendidikan sertifikasi untuk internal auditor, dalam
rangka untuk pendidikan dan pelatihan para auditor internal juga perlu
diklat teknis substansi. Pendidikan dan pelatihan ini merupakan
pengembangan kemampuan dan pengetahuan teknis di bidang audit,
khususnya audit internal. Diharapkan diklat teknis substansi ini dapat
79
mampu meningkatkan kompetensi, keahlian dan kemampuan auditor di
dalam pelaksanaan penugasan auditnya.
b) Reward/Kompensasi
Kompensasi biasa diartikan sebagai pemberian penghargaan.
Penghargaan diberikan sebagai bentuk balas jasa atau apresiasi atas
konstribusi aparat terhadap lembaga atau organisasi. Kompensasi bisa
berwujud pemberian imbalan secara langsung maupun tidak langsung,
berupa finansial maupun non finansial. Takaran kompensasi yang
diberikan disesuaikan berdasarkan hasil kinerja aparatnya dalam atas
kontribusi mereka terhadap pencapaian tujuan organisasi.
Untuk mengetahui pemberian penghargaanatas peran yang
dilakukan auditor maka dilakukan wawancara dengan informan MR,
Auditor Madya Inspektorat Kabupaten Takalar yang mengatakan
bahwa:
“Bagi Inspektorat Takalar, apa yang dilakukan terkait pemberian
kompensasi sangat kami sadari bisa menjadi salah satu
penunjang meningkatnya kapabilitas APIP dan kompetensi
auditor di Inspektorat Kab. Takalar, karena kompensasi
mencerminkan upaya organisasi dalam mempertahankan dan
meningkatkan kesejahteraan aparatnya serta pemantik untuk
meningkatkan kualitas SDM.”(Hasil wawancara KS, tanggal,
2februari, 2019).”
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa
Secara akademik, sudah banyak hasil penelitian yang menunjukkan
bahwa kompensasi yang tidak memadai dapat menurunkan prestasi
kerja, motivasi kerja, dan kepuasan kerja pegawai, bahkan dapat
80
menyebabkan pegawai yang potensial keluar dari organisasi. Dalam
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) Martoyo (1994)
mengatakan Fungsi Kompensasi adalah Penggunaan SDM secara
lebih efektif dan lebih efisien, dan Mendorong stabilitas dan
pertumbuhan Ekonomi. Olehnya itu, pemberian kompensasi kepada
aparat sebagai bentuk penghargaan dapat meningkatkan kualitas kerja.
Selain pemberian kompensasi, Inspektorat juga perlu
mempertimbangkan dalam rotasi internal. Melalui mutasi dan rotasi
diharapkan terjadi penyegaran dalam pelaksanaan tugas dan fungsi
yang akhirnya bermuara pada peningkatan kapasitas organisasi. Mutasi
dan rotasi adalah suatu hal biasa dalam perjalanan karier seorang
pegawai negeri.Rotasi adalah sebagai salah satu bentuk
pengembangan potensi pegawai yang efektif. Selain bisa dijadikan
sarana evaluasi, rotasi diyakini bisa meningkatkan produktivitas kerja,
melahirkan kreatifitas dan mengobarkan kembali semangat kerja yang
hampir padam.
3. Praktik Profesional
Model Peningkatan Kapabilitas APIP mengacu ke praktik yang
berlaku internasional dari IIA yang disebut Internal Audit Capability
Model (IACM), yaitu suatu kerangka kerja yang mengindentifikasi
aspek-aspek fundamental yang dibutuhkan untuk pengawasan intern
yang efektif di sektor publik. IA-CM menggambarkan jalur evolusi untuk
organisasi sektor publik dalam mengembangkan pengawasan intern
yang efektif untuk memenuhi persyaratan tata kelola organisasi dan
81
harapan profesional. IA-CM menunjukkan langkah-langkah untuk maju
dari tingkat pengawasan intern yang kurang kuat menuju kondisi yang
kuat dan efektif.
Salah satu model dari enam model IA-CM adalah praktik
pofesional, berdasarkan Laporan Kinerja Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan
tahun 2016 Kabupaten Takalar masih berada pada level 1. Keadaan
APIP Kabupaten Takalar pada level 1 tidak terlepas dari praktik
profesional yang belum dijalankan dimana pengendalian mutu
pengawasan belum sesuai dengan Standar Audit Asosiasi Auditor
Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI), belum adanya koordinasi dengan
AAIPI secara berkala, dan belum dilaksanakannya kegiatan Quality
Assurance and Improvement Program (QAIP).
Praktik profesional yang masih belum dijalankan dengan baik
oleh inspektorat daerah Kabupaten Takalar dibenarkan oleh Pengawas
Pemerintahan Madya Kabupaten Takalar, sebagaimana petikan
wawancara di bawah ini:
“Peningkatan auditor di lingkungan Inspektorat Daerah
Kabupaten Takalar khususnya peningkatan praktik profesional
memang kami sadari masih dalam tahap pengembangan
profesionalisme, banyak yang menjadi kendala sehingga kami
tidak mampu mengembangkan hal tersebut. salah satu
diantaranya adalah standar profesionalisme yang ditetapkan oleh
pemerintah pusat yang kami rasa perlu waktu yang cukup untuk
sampai pada tahapan menuju profesionalisme yang telah
ditetapkan oleh pemerintah. (Hasil wawancara KS, tanggal, 7
Agustus, 2018).”
82
Tahapan pembenahan untuk peningkatan praktik profesional
dalam lingkup Inspektorat Daerah Kabupaten Takalar juga dikonfirmasi
kebenarannya oleh Pengawas Pemerintahan Muda Inspektorat Daerah
Kabupaten Takalar sebagaimana hasil wawancara berikut ini:
“Kami memang sangat menyadari bahwa APIP Kabupaten
Takalar, masih perlu pembenahan termasuk diantaranya
peningkatan praktik profesional, dalam peningkatan praktik
profesional mengalami banyak kendala bukan hanya yang
dialami Kabupaten Takalar tetapi juga daerah lainnya. Namun
tentu keadaan ini tidak akan menjadi persoalan, selagi masih
ada keinginan untuk berbenah (Hasil wawancara MA, tanggal, 3
Agustus, 2018)”.
Upaya peningkatan praktik profesional sebagai usaha
peningkatan praktik profesional APIP Kabupaten Takalar masih dalam
tahapan pembenahan. Artinya, praktik profesional tidak diterapkan
secara spesfik sebagaimana yang ditetapkan oleh asosiasi profesional.
Beberapa kendala yang dihadapi dalam penerapan praktik profesional
diantaranya adalah standar profesionalisme yang dianggap terlalu
tinggi untuk dicapai.
Pengetahuan dan pengalaman auditor di Inspektorat Kabupaten
Takalar berkaitan dengan praktik profesional menjadi bahan evaluasi
oleh setiap sumber daya manusia di lingkungan Inspektorat Kabupaten
Takalar. Kedua komponen tersebut menjadi faktor penunjang dalam
peningkatan praktik profesional. Kendala-kendala yang dihadapi oleh
Auditor di Inspektorat Kabupaten Takalar adalah ketidaktahuan standar
83
praktik profesional yang telah ditetapkan oleh asosiasi profesional.
Sehingga dalam cakupan pengetahuan praktik profesional menjadi
terhambat.
Pelaksanaan tugas pokok inspektorat Kabupaten Takalar yaitu
melaksanakan penyelenggaraan Pemerintah Daerah dibidang
pengawasan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Bupati.
praktik profesional dalam pelaksanaan tugas membantu demi
kelancaran dan keefektifan serta netralisasi pemeriksa (Auditor) di
dalam pengawasan hal ini dikemukakan oleh Sekretaris Inspektorat
Kabupaten Takalar yang mengemukakan bahwa :
“praktik profesional sangat membantu demi kelancaran dan keefektifan serta netralisasi pemeriksaan di dalam pengawasan hal ini dapat memiliki pengaruh karena tugas yang ada diinspektorat adalah pengawasan yang mengedepan integritas dan profesionalisme” (Hasil wawancara SK, tanggal, 2 februari, 2019)
Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa untuk
kelancaran dan efektifnya pengawasan yang dilakukan Auditor Inspektorat
Kabupaten Takalar bahwa profesional dalam melaksanakan tugas
sebagai auditor sangat membantu karena akan berpengaruh pada
pekerjaan yang dilakukan mengingat pengawasan yang dilakukan
mengedepankan integritas dan profesionalisme.
Sebagaimana dalam Standar Umum Pertama (SA seksi 210
dalam SPAP 2001) menyebutkan bahwa dalam melakukan auditor
harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan
pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor sedangkan Standar Umum
Ketiga (SA seksi 230 dalam SPAP 2001) menyebutkan bahwa dalam
84
pelaksanaan audit dan penyusunan laporan, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalitasnya dengan cermat dan
seksama (due professional care). Pernyataan tersebut sama halnya
dengan pernyataan standar umum pertama dalam SKPN yaitu
pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang
memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan. Pencapaian
keahlian dimulai dengan pendidikan formal yang selanjutnya diperluas
melalui pengalaman dalam praktek audit. Selain itu, auditor harus
menjalani pelatihan teknis yang cukup dan mencakup aspek teknis
maupun pendidikan umum (SPAP, SA Seksi 210,PSA No. 04, 2001).
Berdasarkan Murtanto dalam (Irawati, 2011) terdapat 2 (dua)
pandangan mengenai profesionalItas. Pertama, pandangan perilaku
terhadap profesionalitas yang didasarkan pada paradigma einhorn.
Pandangan ini bertujuan untuk menggunakan lebih banyak kriteria
objektif dalam mendefinisikan seorang ahli. Kedua, pandangan kognitif
yang menjelaskan keahlian dari sudut pandang pengetahuan.
Pengetahuan diperoleh melalui pengalaman langsung (pertimbangan
yang dibuat di masa lalu dan umpan balik terhadap kinerja) dan
pengalaman tidak langsung (pendidikan).
4. Manajemen dan Akuntabilitas Kinerja
Akuntabilitas secara teoritis dimaknai sebagai tingkat
pertanggung jawaban seseorang atau lembaga tertentu yang berkaitan
dengan sistem administrasi yang dimilikinya. Akuntabilitas juga
merupakan konsep etika atau pertanggun jawaban dari pemerintah
85
yang memiliki kewenangan dalam mengatur tatanan administrasi publik
seperti lembaga ekskutif, legislatif dan yudikatif. Sedangkan
manajemen kerja merupakan aktivitas untuk memastikan bahwa
sasaran organisasi telah dicapai secara konsisten dalam cara-cara
yang efektif dan efesien.
Akuntabilitas dan manajemen kerja sebagai salah satu elemen
dalam APIP memiliki dua indikator penting yang terdiri dari
perencanaan kegiatan APIP (IA business plan) dan anggaran
operasional kegiatan APIP (IA operating budgeting). Kedua indikator
tersebut merupakan standar yang dimiliki oleh level 2. Sedangkan
Inspektorat Kabupaten Takalar masih berada pada level 1. Tentu,
kedua indikator tersebut tidak tercapai dengan maksimal dengan
beberapa alasan dan kendala yang dimiliki oleh Inspektorat Kabupaten
Takalar.
Kendala-kendala yang dihadapi oleh Inspektorat Kabupaten
Takalar yang berhubungan dengan akuntabiitas dan manajemen kerja.
Sebagaimana hasil wawancara dengan Pengawas Pemerintahan Muda
berikut ini:
“Sebenarnya upaya-upaya yang dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten Takalar menurut penilaian kami secara subkejtif sudah cukup memadai. Perihal akuntabilitas menurut kami juga sudah pertanggung jawabkan secara institusi, manajemen kerja kami nilai pun demikian, bahwa kami telah melaksanakan sesuai dengan prosedur. Namun, tentunya kami banyak memiliki kendala-kendala teknis di lapangan untuk mewujudkan dean meningkatkan level APIP Autor Inspektorat Kabupaten Takalar yang lebih baik(Hasil wawancara MR, tanggal, 3 Agustus, 2018)”
86
Beberapa alasan yang dikemukakan oleh informan berkaitan
dengan akuntabilitas dan manajemen kerja yang belum maksimal. Hal
tersebut dikonfirmasi kebenarannya oleh Inspektur Pembantu Wilayah
.Berikut ini hasil wawancaranya:
“Job description sudah kami lakukan dengan cukup baik, setiap
orang sudah dibagikan tugas dan melaksanakannya dengan
baik. Namun tentu pembagian tugas dan teknisnya di lapangan
tidak seperti apa yang telah disepakati sebelumnya. Sama
dengan beberapa indikator lain sebelumnya. Kami merasa sudah
cukup baik dalam pertanggung jawaban dan manajemen kerja
namun posisi Inspektorat Kabupaten Takalar nyatantanya masih
berada pada level 1 (Hasil wawancara SY, tanggal, 3 Agustus,
2018)”
Ada banyak penelitian sosial yang membuktikan adanya
hubungan dan pengaruh akuntabilitas dengan kualitas pekerjaan.
Massier dan Qualliam (1992) mengungkapkan bahwa akuntabilitas
yang dimiliki oleh auditor dapat meningkatkan proses kognitif auditor
dalam mengambil keputusan. Tetclok dan Kim (1987) juga mengkaji
tentang permasalahan akuntabilitas dalam menyelesaikan sebuah
pekerjaan. Apa dan bagaimana tingkat akuntabilitas individu
mempengaruhi kualitas hasil pekerjaan dan interaksinya dengan faktor
atau variabel lain, pada dasarnya masih belum jelas dan debatable.
Kennedy (1992) memperoleh hasil penelitian bahwa tinggi rendahnya
akuntabilitas seseorang dapat mengurangi terjadinya perbedaan
persepsi untuk pelajar namun tidak pada auditor.
87
Auditor di Inspektorat Kabupaten Takalar jika dibenturkan
dengan teori dan penelitian sebelumnya hubungannya akuntabilitas dan
manajemen kerja maka ditemukan beberapa kendala teknis.
Akuntabilitas auditor Inspektorat Kabupaten Takalar yang menurut
pengamatan peneliti masih tergolong rendah dengan kompleksitas
pekerjaan yang berat sangat berpengaruh dengan capaian kerja. Jika
merujuk pada penelitian Tan dan Alison (1999) yang membagi kualitas
hasil pekerjaan berdasarkan tingkat kompleksitasnya, yaitu kualitas
hasil kerja untuk jenis pekerjaan dengan kompleksitas rendah , sedang
dan tinggi serta menambahkan variabel kemampuan pemecahan
masalah sebagai salah satu variabel yang juga mempengaruhi interaksi
akuntabilitas individu dengan kualitas kerja.
Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa untuk
kompleksitas kerja yang rendah tidak mempengaruhi kualitas
hasilpekerjaan auditor. Untuk kompleksitas pekerjaan menengah (lebih
rumit) akuntabilitas dapat meningkatkan hasil pekerjaan jika didukung
dengan pengetahuan yang tinggi. Sedangkan untuk kompleksitas
pekerjaan yang sangat tinggi akuntabilitas dapat meningkatkan hasil
pekerjaan jika didukung dengan pengetahuan kemampuan
memecahkan masalah yan tinggi. Dapat disimpulkan bahwa
akuntabilitas, pengetahuan dan kompleksitas kerja mempunyai
pengaruh terhadap capian kerja.
Kompleksitas pekerjaan di Inspektorat Kabupaten Takalar
dengan sumber daya yang tidak memadai menyebabkan rendahnya
88
pencapaian kerja untuk meningkatkan kapabilitas APIP oleh auditor.
Sebagaimana hasil wawancara dengan Inspektur Pembantu Wilayah 1
berikut ini:
“Beban kerja kami sangat tinggi dengan ketersediaan pegawai
yang tidak memadai, belum lagi ditambah dengan pengetahuan
dan pengalaman setiap auditor dengan permasalahan dan
pembagian pekerjaan yang telah ditetapkan. Kompelksitas
tersebut tentu mejadi pengaruh akan hasil pekerjaan kami yang
berat. (Hasil wawancara SY, tanggal, 3 Agustus, 2018)”
Jika merujuk pada teori yang dikemukakan oleh Tan dan Alison
(1999) yang dibenturkan dengan kondisi yang terjadi di Inspektorat
Kabupaten Takalar menjadi tesis yang benar. Bahwa kompleksitas dan
beban kerja yang tinggi akan berpengaruh lurus dengan akuntabilitas
dan capian kerja. Inspektorat Kabupaten Takalar mengalami capian
kerja yang belum maksimal diakibatan oleh akuntabilitas dan
kompleksitas serta pengetahuan auditor yang rendah.
5. Hubungan dan Budaya Organisasi
Robbins dan Judge (2008) mengartikan budaya organisasi
sebagai sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota
yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lainnya.
Menurut Robbins dan Judge (2008) budaya organisasi mewakili sebuah
persepsi yang sama dari para anggota organisasi. Oleh karena itu,
diharapkan bahwa individu-individu yang memiliki latar belakang
berbeda atau berada pada tingkatan yang tidak sama dalam organisasi
dapat memahami budaya organisasi dengan pengertian yang serupa.
Hofstede (1986, dalam Koesmono, 2005) menyatakan bahwa budaya
89
merupakan berbagai interaksi dari ciri-ciri kebiasaan yang
mempengaruhi kelompok-kelompok orang dalam lingkungannya.
Agar budaya organisasi dapat berfungsi secara optimal, maka
budaya organisasi harus diciptakan, dipertahankan, dan diperkuat serta
diperkenalkan kepada karyawan melalui proses sosialisasi (Nurtjahjani
dan Masreviastuti, 2007). Melalui sosialisasi ini, karyawan
diperkenalkan tentang tujuan, strategi, nilai-nilai, dan standar perilaku
organisasi serta informasi yang berkaitan dengan pekerjaan.
Demikian pentingnya budaya organisasi dalam menciptakan
capaian kinerja yang efektif. Hal demikian juga terjadi dalam lingkungan
Inspekorat Kabupaen Takalar. Hubungan antar auditor dan budaya
organisasi juga mempunyai pengaruh terhadap hasil kerja yang dicapai.
Hubungan dan budaya organisasi di lingkungan Inspektorat Kabupaten
Takalar sangat baik sebagaimana hasil wawancara dengan Inspektur
Pembantu Wilayah 1 berikut ini:
“Hubungan antar auditor di kantor kami sangat baik, kami saling
memahami satu sama lain, komunikasi yang cair dan
kekeluargaan diantara kami sangat hangat. Tetapi kami sangat
profesional jika itu berkaitan dengan pekerjaan namun tentu tidak
kaku, sehingga kita menikmati setiap pekerjaan yang dibebankan
kepada setiap auditor. Jadi, iklim organisasi kami sangat sejuk,
sehingga kami pun bekerja seakan tanpa beban meskipun kami
menyadari bahwa beban kerja sangat kompleks”.(Hasil
wawancara SY, tanggal, 3 Agustus, 2018)”
Budaya organisasi berkaitan dengan konteks perkembangan
organisasi, artinya budaya berakar pada sejarah organisasi, diyakini
90
bersama-sama dan tidak mudah dimanipulasi secara langsung
(Schenieder, 1996, dalam Cahyono 2005). Menurut Stoner (1996)
dalam Waridin & Masrukhin (2006) budaya (culture) merupakan
gabungan kompleks dari asumsi, tingkah laku , cerita, mitos, metafora
dan berbagai ide lain yang menjadi satu untuk menentukan apa arti
menjadi anggota masyarakat tertentu. Budaya organisasi atau
corporate culture sering diartikan sebagai nilai-nilai, simbol-simbol yang
dimengerti dan dipatuhi bersama, yang dimiliki suatu organisasi
sehingga anggota organisasi merasa satu keluarga dan menciptakan
suatu kondisi anggota organisasi tersebut merasa berbeda dengan
organisasi lain.
Jadi, tingkah laku Auditor Inspektorat Kabupaten Takalar sangat
mendukung untuk meningkatkan kapabilitas APIP auditor Inspektorat
Kabupaten Takalar. Hanya saja yang terjadi APIP Inspektorat
Kabupaten Takalar masih berada pada level 1. Pada elemen hubungan
dan budaya organisasi sudah sangat baik tetapi tidak ditunjang oleh
elemen lain. Hal tersebut juga sebenarnya dengan tersirat diakui oleh
Pengawas Pemerintahan Madya Kabupaten Takalar, sebagaimana
petikan wawancara di bawah ini:
“Kami dalam lingkup Inspektorat Kabupaten Takalar sudah
seperti rumah kedua untuk kami. Kami bekerja dengan
menikmati setiap pekerjaan kami, meski beban kerja yang berat
namun kadang akan terasa lebih ringan jika diselingi dengan
bercanda untuk mengurangi tekanan pekerjaan. Suasana yang
bersahabat tentu akan bepengaruh dengan hasil pekerjaan kami,
namun jika ditanyakan perihal prestasi kami, tentu lingkungan
91
pekerjaan bukan menjadi satu-satunya indikator untuk
menunjang prestasi dan capaian kerja. Masih banyak indikator
lainnya yang juga tidak kalah pentingnya yang masih belum
terlalu optimal.”(Hasil wawancara KS, tanggal, 3 Agustus, 2018)”
Organisasi sebagai sistem yang terbuka dapat dipandang
sebagai homogeneous culture dan heterogeneous culture.
homogeneous culture adalah menekankan pada profesional culture
yang secara bersama-sama membentuk komitmen jangka panjang
terhadap kemajuan organisasi. Sedangkan hetergenous culture
dibentuk dan dikembangkan oleh struktur yang tumbuh dalam unit yang
berbeda dalam suatu organisasi. Inspektorat Kabupaten Takalar
memiliki budaya organisasi yang mampu menciptakan komitmen dari
setiap auditor agar semakin profesional.
6. Struktur Tata Kelola.
Pelaporan Ikhtisar Hasil Pengawasan Menurut Suwanda dan
Dailibas (2016:155), SOP adalah serangkaia instruksi tertulis yang
dibakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan administrasi
pemerintahan, yaitu bagaimana, kapan, di mana, dan siapa yang harus
melaksanakannya. SOP dibuat untuk mendukung pelaksanaan tugas
dan fungsi serta memastikan suatu aktivitas berjalan sesuai dengan
standar yang diharapkan. SOP merupakan dokumen yang berkaitan
dengan standar prosedur yang dilakukan secara kronologis untuk dapat
menyelesaikan suatu pekerjaan yang bertujuan untuk memperoleh hasil
kerja yang lebih efektif, efisien dan konsisten. Dengan adanya SOP,
penyelenggaraan kegiatan dapat berjalan dengan pasti, berbagai
92
bentuk penyimpangan dapat dihindari, atau bahkan meskipun terjadi
penyimpangan tersebut, maka dapat ditemukan penyebabnya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Pengawas Pemerintahan
Muda Inspektorat Daerah Kabupaten Takalar perihal struktur tata kelola
SOP di bawah ini:
“Kami bekerja sudah sesuai dengan SOP, setiap poin demi poin
kami berusaha dengan keras agar tidak keluar dari jalur tersebut.
Hal itu kami sadari tidak lain untuk mengefektifkan capaian kerja
kami. Namun jika tetap disangkutpautkan dengan prestasi kerja
kami yang masih berada pada level 1, maka kami dengan tegas
menjawab bahwa indikator-indikator lainnya masih belum
dengan maksimal kami garap baik”.(Hasil wawancara MR,
tanggal, 3 Agustus, 2018)”
Menyadari pentingnya bekerja sesuai dengan SOP agar setiap
poin demi poin yang ada dalam aturan baku tersebut
diimplementasikan dengan baik guna mencapai prestasi kerja yang
terbaik. Oleh sebab itu Pengawas Pemerintahan Madya Kabupaten
Takalar berpendapat bahwa:
“SOP menjadi pedoman dalam bekerja harus patuh untuk
dilaksanakan. Karena setiap langkah dalam melaksanakan hal
apapun harus sesuai dengan standar baku tersebut. Jadi apabila
ada hal yang keliru dalam kegiatan pelaksanaan program kerja
misalnya maka akan kembali merujuk pada apa yang telah
tertera di SOP .(Hasil wawancara MR, tanggal, 3 Agustus, 2018)”
Kesadaran setiap auditor di Inspektorat Kabupaten Takalar akan
pentingnya bekerja sesuai dengan SOP menjadi sangat penting untuk
93
menunjang prestasi kerja. Dalam wawancara beberapa informan di
atas, pelaksanaan elemen terakhir sudah dilaksanakan dengan baik.
Namun jika dibenturkan dengan kapabilitas APIP Inspektorat
Kabupaten Takalar, maka dapat disimpulkan bahwa masih ada
beberapa hal yang harus dilakukan pembenahan agar setiap bekerja
selalu berpedoman pada SOP.
Bukan hanya persoalan SOP yang dihadapi oleh inspektorat
Tetapi akumulasi dari semua elemen untuk meningkatkan kapabilitas
APIP di Inspektorat Kabupaten Takalar diperlukan untuk
memaksimalkan capaian kerja. Peningkatan kapabiitas APIP bukan
merupakan pekerjaan yang mudah, hal itu disadari oleh beberapa
pernyataan informan yang mengalami banyak kendala teknis hingga
sistem. Meningkatkan kapabilitas APIP diperlukan kesinambungan dari
6 elemen yang menjadi indikator penilaian APIP. Mulai dari peran dan
layanan; manajemen SDM; praktik profesional; akuntabilitas dan
manajemen kerja; hubungan dan budaya organisasi; dan struktur tata
kelola menjadi satu kesatuan yang utuh.
C. Kendala-kendala yang dihadapi Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah (APIP)dalam meningkatkan kapabilitas di Inspektorat
Kabupaten Takalar.
Dalam meningkatkan kapabilitas dan kompetensi auditor di
Inspektorat, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) mengalami
banyak kendala-kendala. Hasil penelitian ini menemukan beberapa
kendala tersebut, yaitu:
1. Kualitas dan kuantitas Kuantitas SDM yang terbatas.
94
Sumber daya manusia yang terbatas pada jabatan fungional
khususnya auditor terampil atau auditor pelaksana, menjadi hambatan
dan tantangan bagi Inspektorat Kab. Takalar. Inspektur Inspektorat
Kab. Takalar dalam wawancaranya mengatakan bahwa:
“ Inspektorat Takalar ini, jumlah auditor madya dan auditor muda
yang lebih banyak dibandingkan auditor terampil atau pelaksana
biasanya memperngaruhi tidak maksimalnya kualitas audit yang
kami lakukan”. (Hasil wawancara Sn, tanggal, 7 Agustus, 2018)”.
APIP berperan penting dalam pengelolaan keuangan negara,
oleh karenanya peran APIP harus dikuatkan dari segala segi baik dari
segi SDM, keorganisasian/kelembagaan, proses bisnis, regulasi,
anggaran, standar, dan sebagainya. Penguatan peran APIP dari segi
SDM dilakukan dengan merekrut auditor yang berkompeten di bidang
pengawasan dan terus menjaga kompetensinya dari waktu ke waktu
dengan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan. Dari sisi
kelembagaan, APIP harus independen dari institusi auditinya sebagai
syarat agar pengawasan yang dilakukan dapat lebihobjektif. Disamping
hal tersebut, dukungan penguatan anggaran juga sangat diperlukan
bagi pengembangan institusi APIP saat ini dan kedepan, tanpa adanya
dukungan anggaran, maka peran APIP tidak mungkin optimal.
2. Anggaran Pengawasan Yang Terbatas.
Aspek pendukung lain yang masih menjadi kendala adalah
terkait dengan alokasi anggaran belanja APIP yang jumlahnya kecil.
95
Alokasi anggaran belanja merupakan salah satu aspek yang penting
dalam memenuhi terciptanya kegiatan pengawasan oleh APIP pada
Inspektorat.Tanpa dukungan anggaran yang memadai, maka mustahil
Inspektorat dapat menjalankan fungsi dan perannya dengan optimal,
untuk memenuhi kebutuhan manajemen mengawal jalannya tata kelola
dan akuntabilitas keuangan di pemerintah daerah.Dibenarkan oleh
Pengawas Pemerintahan Madya Kabupaten Takalar. Berikut kutipan
wawancaranya:
“Yah, kita memiliki banyak kendala-kendala baik dari internal
organisasi Inspektorat itu sendiri maupun kendala personal para
pegawai. Contoh saja, kualitas dan jumlah SDM kita masih
sangat jauh dari harapan. Belum lagi, kadang kita mau mengirim
pegawai atau aparat untuk ikut pelatihan tapi tidak ada anggaran
untuk itu. Alokasi anggaran pengawasan dalam APBD juga dari
tahun ke tahun selalu terbatas”. (Hasil wawancara KS, tanggal,
7 Agustus, 2018)”
Akibat yang ditimbulkan dari kurangnya porsi anggaran belanja
langsung yang diberikan terkait dengan tugas pengawasan, maka
auditor tidak memilki pengalaman audit yang lebih banyak.Selain itu
pelatihan teknis substantif untuk peningkatan kompetensi SDM auditor
menjadi terhambat karena terbatasnya anggaran belanja yang
tersedia.Independensi dan objektivitas ini merupakan faktor kunci
dalam menjalankan fungsi dan peran Inspektorat sebagai APIP di
daerah. Selama ini independensi lembaga dan objektivitas auditor
Inspektorat, masih lemah dan minim karena berada dalam satu struktur
organisasi dan berada dibawah pihak yang diawasi.
96
3. Manajemen Organisasi yang kurang maksimal
Penguatan peran APIP sudah semestinya terus menerus
dilakukan oleh pimpinan manajemen di daerah.Peran APIP dapat
menjadi optimal apabila upaya yang dilakukan untuk mendukung
penguatan peran APIP membangun tata kelola yang lebih baik dapat
terlaksanan.Harapan yang melambung tinggi terkait dengan perubahan
peran APIP menjadi penjamin mutu dan konsultan masih banyak
menyisakan permasalahan, sehingga tidak serta merta tugas berat
yang diemban dapat memberikan nilai tambah bagi manajemen.
Sekretaris Inspektorat Kab. Takalar menegaskan dalam
wawancaranya bahwa:
“Selama ini, Inspektorat Takalar sudah menjalankan tugas dan
fungsinya sesuai proporsinya. Tetapi, pola manajemen
organisasinya belumnya dijalankan secara maksimal. Masalah
kualitas SDM dan Anggaran selalu menjadi alasannya
penyebab kurang maksimalnya manajemen organisasi ini”.
(Hasil wawancara AB, tanggal, 7 Agustus, 2018)”
Demikian juga yang terjadi dengan Inspektorat Takalar sebagai
APIP, belum memiliki secara maksimal beberapa aspek yang
menentukan sebagai pendukung yang menjadi faktor-faktor kendala
terhadap penguatan perannya di daerah Takalar.
4. Perubahan Metode Kerja
Perubahan metode kerja dalam pemerintahan juga menjadi
salah satu penghambat dalam pengawasan keuangan dan
97
pembangunan. Hal ini juga menjadi salah satu penyebab dimana
aparat-aparat yang sudah terbiasa dengan tempat nyaman dalam
pemerintahan tidak ingin pindah. Padahal dengan tuntutan pekerjaan
yang lebih maju sangat mempengaruhi kinerja pemerintahan.
Metode kerja yang sekarang diterapkan oleh Inspektorat adalah
metode kerja yang menuntut SDM tidak hanya memiliki keahlian di
dalam satu bagian saja, melainkan dibutuhkan integritas dari SDM
untuk memahami tuntutan zaman. SDM yang telah terbiasa dengan
metode kerja yang lama menjadi kendala dalam lembaga Inspektorat
Takalar karena ketika perubahan metode kerja diperlukan untuk
perbaikan kinerja, main setting SDM sulit untuk dirubah.
Fungsional umum Inspektorat daerah Kab. Takalar, terkait
Perubahan metode kerja menegaskan dalam wawancaranya bahwa:
“tidak jarang kinerja Inspektorat Takalar menjadi menurun
akibat proses perubahan tersebut. SDM yang masih belum
menerima perubahan kerja kadang kala terjadi penolakan
terhadap apa yang dikerjakannya sehingga dapat
menyebabkan performance yang dimilikinya menurun seiring
menurunnya kepuasan kerja. (Hasil wawancara HT, tanggal, 7
Agustus, 2018)”
Dapat dikatan bahwa perubahan kerja pada sebuah lembaga
menyebabkan kinerja pada bagian tersebut juga mengalami
kemunduran jika SDM tersebut berpengaruh secara signifikan. Bahkan
bisa jadi pada skala Inspektorat Takalar itu sendiri akan menyebabkan
kinerjanya menurun.
98
D. Upaya Inspektorat untuk Meningkatkan Kapabilitas (APIP) di
Inspektorat Daerah Kabupaten Takalar
Untuk meningkatkan kapabilitas APIP diperlukan dukungan dan
komitmen dari seluruh pimpinan kementerian, lembaga, pemerintah
daerah sebagai shareholders APIP, serta pimpinan APIP sendiri.
Mengingat, terdapat tiga variabel utama yang mempengaruhi
kapabilitas APIP, yaitu aktivitas audit internal, lingkungan organisasi di
mana unit audit internal bernaung, dan lingkungan sektor publik di
suatu negara/pemerintahan.
Setiap Inspektorat memiliki kewajiban untuk meningkatkan
kapabilitas APIP, termasuk Inspektorat Kab. Takalar. Untuk
mewujudkan hal ini, dapat dilakukan beberapa upaya, seperti berikut
ini:
1. Mengikutsertakan pegawai (auditor) dalam workshop atau diklat
yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keretampilan SDM.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti bersama
Inspektur Daerah Kab. Takalar menuturkan bahwa:
“Kami selalu berupaya meningkatkan Skill aparat kami.
Termasuk jika ada info-info tentang pelatihan atau diklat maka
akan kami ikutkan.Kami jugamengharapkan dan mendorong
semua pihak untuk mendukung kegiatan ini untuk mewujudkan
Kapabilitas APIP yang lebih berkompeten”. (Hasil wawancara
SN, tanggal, 7 Agustus, 2018)”.
Sebagai upaya meningkatkan kompetensi SDM agar mampu
melaksanakan pengembangan kapabilitas APIP (ability to perform),
99
Inspektur Inspektorat Takalar mengikut sertakan aparatnya pada diklat
yang dilaksanakan oleh BPKP yang menyediakan diklat-diklat JFA dan
diklat teknis substansi yang didukung dengan modul diklat e-
learning bagaimana melakukan: compliance auditing; performance
audit/value for money audit, yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja
(ekonomis, efisien, dan efektif); serta pemberian layanan practice
advisory untuk perbaikan governance process, risk, kontrol organisasi.
Termasuk pola penyediaan diklat teknis peningkatan kapabilitas bagi
seluruh APIP.
2. Memberikan alokasi anggaran untuk kegiatan diklat, workshop
untuk pengembangan skill audit bagi auditor.
Komitmen ini disampaikan kembali oleh sekretaris Inspektorat
Kab. Takalar dalam wawancaranya bersama peneliti. Berikut ini kutipan
wawancaranya:
“Yah, Inspektur sangat menyadari bahwa rendahnya kualitas
kerja-kerja inspektorat karena banyak dipengaruhi oleh
berbagai hal. Salah satunya skill audit bagi auditor yang
senantiasa perlu diupdate melalui diklat-diklat atau pelatihan
semacamnya. Tahun-tahun yang lalu kita terbatas dana untuk
penganggaran pengawasan dalam APBD Takalar. Di tahun
2019 ini, Inspektur akan mengusulkan agar porsi anggaran
diklat bagi auditor atau aparat kami di tingkatkan.” (Hasil
wawancara AB, tanggal, 7 Agustus, 2018)”.
Persoalan anggaran sering menjadi alasan terwujudnya suatu
misi organisasi, seperti yang dialami oleh Inspektorat Kab. Takalar.
Masalah anggaran bisa menjadi penyebab terhalangnya kesempatan
100
aparat dalam mengikutsertakan dirinya dalam diklat atau workshop
pengembangan skill audit bagi auditor. Olehnya itu, di tahun
penganggaran 2019, Inspektur inspektorat berkomitmen untuk
mengusulkan agar alokasi penganggaran pengawasan dan
pengembangan skill audit bagi auditor ditingkatkan dari APBD tahun
sebelumnya.
E. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan pasal 1 Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor 15 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional
Pengawas Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan di Daerah dan Angka
Kreditnya, Jabatan Pengawas Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan di
Daerah (P2UPD) didefinisikan sebagai jabatan fungsional yang
mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggungjawab, dan wewenang untuk
melakukan kegiatan pengawasan atas penyelenggaraan teknis urusan
pemerintahan di daerah, di luar pengawasan keuangan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil.
Pengawas Pemerintahan, didefinisikan sebagai Pegawai Negeri Sipil yang
diberi tugas, tanggungjawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh
pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan pengawasan atas
penyelenggaraan teknis urusan pemerintahan di daerah sesuai dengan
peraturan perundangan. Kedudukan Pengawas Pemerintahan dinyatakan
dalam pasal 3 Permen PAN 15/2009 yang menyatakan bahwa Pengawas
Pemerintahan berkedudukan sebagai pejabat fungsional di bidang
101
pengawasan penyelenggaraan teknis urusan pemerintahan di daerah
pada instansi pemerintah pusat dan daerah dan merupakan jabatan karier
yang hanya dapat diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil.
Inspektorat Kabupaten Takalar merupakan lembaga pengawas
dengan aparatur fungsional yang berada di bawah dan bertanggungjawab
kepada Bupati. Hal ini berarti kegiatan pengawasan yang dilakukan
bersifat internal yakni pemeriksaan kegiatan atau urusan pemerintahan
daerah yang pembiayaannya berasal dari APBD Kabupaten Takalar. Hasil
pengawasan dan pemeriksaan (Audit) Inspektorat dipertanggungjawabkan
kepada Bupati untuk keperluan pembinaan dan pengendalian internal
urusan pemerintahan daerah kabupaten.Sebagai institusi resmi yang
diberi otoritas di bidang pengawasan dan pemeriksaan (audit) keuangan
daerah, Inspektorat memiliki peranan yang sangat penting untuk
mengawal proses pemerintahan dan pembangunan agar tetap berada
dalam konteks good governance yang mengedepankan akuntabilitas dan
transparansi.
Pemerintah Kabupaten Takalar telah membentuk lembaga
perangkat daerah yang disebut Inspektorat yang berperan dalam kegiatan
pengawasan, pemeriksaan dan pengendalian dalam penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah sesuai pedoman teknis organisasi dan tata
kerjanya ditetapkan dengan Peraturanpemerintah daerah pada sejumlah
SKPD khususnya pada inspektorat Kabupaten Takalar sebagai sebuah
komitmen bersama dengan menunjukan itikad baik untuk
bertanggungjawab dan menjalankan tugas sesuai dengan tugas pokok
102
dan fungsi masing-masing. Penerapan penandatanganan perjanjian ini
dalam penyelenggaraan pemerintah merupakan langkah untuk
memastikan bahwa aparatur sanggup untuk melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya. Kapabilitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
(APIP) di Inspektorat Daerah Kabupaten Takalar diharapkan dapat
meningkatkan kinerja aparatur inspektorat di Kabupaten Takalar guna
terwujudnya Aparatur dan Hasil Pengawasan Internal Yang Profesional
dan Berkualitas Untuk Peningkatan PelayananPublik dan Pemerintahan
Yang Akuntabel.
Tanggungjawab Kapabilitas Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah (APIP) di Inspektorat Daerah Kabupaten Takalar yang
dilakukan auditor dilaksanakan secara berjenjang dari level bawahan
sampai pada level pimpinan kemudian untuk pengukuran kinerja
pengawasan dapat dilihat dari tindaklanjut OPD serta tingkatan yang lebih
tinggi seperti APIP, BPK dan LKPD. Adapun indikator kinerja pengawasan
auditor inspektorat dapat dilihat pada sasaran dan indikator kinerja berikut
:
Tabel2
SASARAN INDIKATOR
KINERJA
UTAMA
TARGET REALISASI PERSENTASE
103
Indikator Kinerja Pengawasan Auditor Inspektorat
Sumber : Inspektorat Kabupaten Takalar, 2019.
Berdasarkan data yang disajikan di atas dapat diketahui bahwa
terdapat indikator kinerja pengawasan yang dilakukan oleh auditor
inspektorat mulai dari Nilai Sakip Kabupaten, Cakupan OPD memperoleh
nilai SAKIP minimal B, Skor Penilaian Laporan Penyelenggaraan
Meningkatnya
Akuntabilitas
Kinerja
Pemerintah
Daerah.
Nilai Sakip
Kabupaten
CC CC 100%
Cakupan OPD
memperoleh nilai
SAKIP minimal B
35 %
dari
38 OPD
26,31 %
dari 38
OPD
75,17 %
Skor Penilaian
Laporan
Penyelenggaraan
Pemerintahan
Daerah (LPPD)
3,50 3,049 87,11 %
Meningkatnya
Akuntabilitas
Keuangan
Pemerintah
Daerah
Opini BPK atas
LKPD
WDP WDP 100 %
Jumlah Temuan
BPK
43 29 148,27 %
% Tindaklanjut
Temuan APIP
100 100 100
Meningkatnya
Kapasitas
APIP dan
Pengendalian
Internal
Level Kapabilitas
APIP
2 1 50 %
Tingkat Maturitas
SPIP
2,78 2,78 100 %
Skor Penilaian
Mandiri
Penyelenggaraan
Reformasi
38,64 71,08 183,95
104
Pemerintahan Daerah (LPPD), Opini BPK atas LKPD, Jumlah Temuan
BPK, % Tindaklanjut Temuan APIP, Level Kapabilitas APIP, Tingkat
Maturitas SPIP, Skor Penilaian Mandiri Penyelenggaraan Reformasi.
Fungsi audit sangat penting untuk mewujudkan akuntabilitas dan
transparansi dalam suatu organisasi. Hasil audit akan memberikan umpan
balik bagi semua pihak yang terkait dengan organisasi baik internal
maupun eksternal. Oleh karena itu agar diperoleh hasil audit yang
berkualitas tinggi, proses audit harus dilakukan secara hati-hati dan
konsisten dengan standar profesi dan kode etik yang mengaturnya.
Tujuannya adalah agar audit yang khususnya dilakukan untuk
menemukan dan melaporkan adanya suatu penyelewengan atau
kecurangan dalam suatu organisasi dapat tercapai dengan baik. Dan
untuk mengetahui bagaimana kapabilitas aparat pengawasan intern
Pemerintah (APIP) di Inspektorat Daerah Kabupaten Takalarpada
penelitian ini dapat dijelaskan dan ditelusuri melalui 6 (enam) indikator
kapabilitas menurut Hagell III & Brown dalam (Hartanto,2012). yaitu; (1)
Peran dan Layanan Pengawasan Intern, (2) Pengelolaan SDM (3) Praktik
Profesional (4) Manajemen dan Akuntabilitas Kinerja (5) Hubungan dan
Budaya Organisasi dan (6) Struktur Tata Kelola
Berdasarkan hasil Validasi Penjaminan Kualitas Kapabilitas
Inspektorat Kabupaten Takalar Level 2 per November 2017 oleh
105
Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Selatan tanggal 8 s/d 10 November
2017, dengan hasil validasi sebagai berikut :
Tabel 3
Hasil Validasi Penjaminan Kualitas Kapabilitas
No. Elemen Hasil
Penilaian Mandiri
Validasi (QA)
1. Peran dan Layanan 2 1
2. Pengelolaan Sumber Daya Manusia 2 1
3. Praktik Profesional 1 1
4. Akuntanbilitas dan Manajemen KInerja 2 1
5. Budaya dan Hubungan Organisasi 2 2
6 Struktur Tata Kelola 1 2
Sumber : Inspektorat Kabupaten Takalar, 2019.
Hal-hal yang perlu diimplementasikan oleh Inspektorat Daerah
Kab. Takalar sesuai hasil validasi tersebut sebagai berikut :
1) Kendali mutu dalam pelaksanaan audit yang dilakukan belum
sepenuhnya dapat memberikan keyakinan yang memadai bahwa
area/proses/system yang diaudit telah sesuai dengan ketentuan/
rencana/standar, serta dapat mencegah/mendeteksi penyimpangan.
2) Penugasan pengawasan belum seluruhnya berbasis kompetensi.
Sejumlah 80 (delapan puluh) penugasan pengawasan, 28 (dua pulu
delapan) atau 35 % diantaranta dengan ketua Tim yang belum
bersertifikat.
3) Penganggaran maupun pemberian izin kepada pejabat fungsional
menjadi anggota profesi dan menghadiri acara-acara yang
diselenggarakan oleh organisasi profesi.
106
4) Inspektorat Daerah Kabupaten Takalar belum memiliki dan
melaksanakan kerangka kerja praktek professional berikut prosesnya,
seperti Standar Operating Prosedure (SOP) atas pelaksanaan audit
(regular maupun khusus), reviu, evaluasi dan pemantauan serta
kendali mutu.
5) Pedoman telaahan sejawat antar Irban belum dibuat sehingga
penilaian KKA dan laporan atas kesesuaian dengan standar dan
pedoman yang ditetapkan belum dapat dilakukan.
6) Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Tahun 2017 belum dibuat
Dari berbagai kendala yang dihadapi Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah (APIP)dalam meningkatkan kapabilitas di Inspektorat
Kabupaten Takalar maka diperlukan upaya-upaya peningkatan hal-hal
yang diperlukan dalam menjelankan tugas pengawsan karena APIP
berperan penting dalam pengelolaan keuangan negara, oleh karenanya
peran APIP harus dikuatkan dari segala segi baik dari segi SDM,
keorganisasian/kelembagaan, proses bisnis, regulasi, anggaran, standar,
dan sebagainya. Penguatan peran APIP dari segi SDM dilakukan dengan
merekrut auditor yang berkompeten di bidang pengawasan dan terus
menjaga kompetensinya dari waktu ke waktu dengan menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan. Dari sisi kelembagaan, APIP harus independen
dari institusi auditinya sebagai syarat agar pengawasan yang dilakukan
dapat lebihobjektif. Disamping hal tersebut, dukungan penguatan
anggaran juga sangat diperlukan bagi pengembangan institusi APIP saat
107
ini dan kedepan, tanpa adanya dukungan anggaran, maka peran APIP
tidak mungkin optimal.
PENUTUP
108
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini, maka dapat dikemukakan beberapa
kesimpulan, yaitu:
1. Kapabilitas APIP pada Inspektorat Kabupaten Takalar saat ini
adalah. Hasil analisis menemukan lemahnya Peran dan Layanan
Pengawasan Intern, Pengelolaan SDM yang belum optimal dan
maksimal, Praktik kurang Profesional, Manajemen dan
Akuntabilitas Kinerja, Hubungan dan Budaya Organisasi yang
masih perlu ditingkatkan.
2. Dalam meningkatkan kapabilitas dan kompetensi auditor di
Inspektorat, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)
mengalami banyak kendala-kendala. Hasil penelitian ini
menemukan beberapa kendala tersebut, yaitu: 1). APIP dan auditor
telah berkomitmen menjalankan pekerjaanya, hanya saja sikap
konsisten yang kurang dimiliki. 2) Kompetensi SDM yang masih
rendah, 3) Kuantitas SDM belum memadai, 4) Kurangnya anggaran
untuk pengembangan skill SDM. 5) Perencanaan organisasi yang
tidak terstruktur. 6) Rotasi aparat yang jarang dilakukan sehingga
banyak auditor yang kurang pengalaman kerja.
3. Upaya inspektorat untuk meningkatkan kapabilitas (APIP) di
Inspektorat Daerah Kabupaten Takalar, dapat dilakukan dengan: 1)
Mengikutsertakan pegawai (auditor) dalam workshop atau diklat
yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keretampilan auditnya.
109
2) Memberikan alokasi anggaran untuk kegiatan diklat, wrokshop
untuk pengembangan skill audit bagi auditor.
B. Saran
1. Untuk meningkatkan level Kapabilitas APIP pada Inspektorat
Kabupaten Takalar, maka Inspektorat Takalar wajib melakukan
pembenahan kinerja pada : Peran dan Layanan Pengawasan
Intern, Pengelolaan SDM, Praktik Profesional, Manajemen dan
Akuntabilitas Kinerja, Hubungan dan Budaya Organisasi yang
masih perlu ditingkatkan.
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih untuk
memperbaiki kualitas APIP dan kinerja auditor.
110
DAFTAR PUSTAKA
Agus Purwanto, Erwan dan Dyah Ratih Sulistyastuti. 2011. Metode
Penelitian Kuantitatif untuk Administrasi Publik dan Masalah-
Masalah Sosial. Yogyakarta: Gava Media .
Ahmad, dkk. 2011. “Pengaruh Kompetensi dan Independensi Pemeriksa
Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan Dalam Pengawasan
Keuangan Daerah : Studi Pada Inspektorat Kabupaten Pasaman
Sumatera Barat”. Politeknik Negeri Padang.
Arikunto, S. 2010. Prosedur penelitian : Suatu Pendekatan Praktik.
(Edisi.Revisi), Jakarta : Rineka Cipta.
Anonim. .Kepala Daerah Terjerat Korupsi. Diakses di
http://www.jpnn.com/read/2014/02/15/216728/318-Kepala-
Daerah-Terjerat-Korupsi-,diakses tanggal 3 November 2017;
18:20 WITA.
Anonim. 2011. 93 Strategi nasional Untuk Peningkatan Kapabilitas APIP.
Diakses di http://pusbinjfa.bpkp.go.id/berita/93-Strategi-Nasional-
Untuk-Peningkatan-Kapabilitas-APIP. Pada tanggal 30 Oktober
2017. Pukul 17:03 WITA.
Anonim, 2017. KPK:Sulawesi Selatan Urutan ke 7 terbanyak kasus
Korupsihttps://nasional.tempo.co/read/842685/kpk-sulawesi-
selatan-urutan-7-terbanyak-kasus-korupsi, diakses pada tanggal
19 November 2017 jam 20.32 WITA .
Anonim.2014.ICW.Mayor itas Pelaku Korupsi dari Pejabat Daerah Merata
di Seluruh
Indonesia. Diakses di.http://nasional.kompas.com/read/2014/08/
03/16302581/ICW.Mayoritas.Pelaku.Korupsi.dari.Pejbat.Daerah.
111
Merata.di.Seluruh.Indonesia, pada tanggal 30 Oktober 2017
Pukul 18:33 WITA.
Anonim, 2014. Kepala daerah Terjerat Korupsi. Diakses di
http://www.jpnn.com/read/2014/02/15/216728/318-Kepala-
Daerah-Terjerat-Korupsi-, pada tanggal 25 Oktober 2017; 18:20
WITA.
Atriana, Rina. 2016. 500 oarang jadi Tersangka Kasus Korupsi sepanjang
januari-Juni 2016. Diakses
dihttps://news.detik.com/berita/3285348/icw-500-orang-jadi-
tersangka-kasus-korupsi-sepanjang-januari-juni-2016. pada
tanggal 19 November 2017 Jam 20.05 WITA.
Azhar, Susanto. 2000. Sistem Informasi Manajemen Konsep dan
Pengembangannya. Linggajaya. Bandung.
Elfarini, Eunika Cristina, 2007. Pengaruh Kompetensi dan Independensi
auditor Terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris Pada Kantor
Akuntan Publik di Jawa Tengah). Skripsi fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Semarang.
Gunawan, Iman. 2013. Metode Penelitiaan Kualitatif :Teori dan Pratilik.
Jakarta: Bumi Aksara Hadari Nawawi.2007.Metode Penelitian
Bidang Sosial.yogyakarta: Gajah mada University Pres.
Hartanto.H,.2012. Peningkatan Akses dan Kualitas Pelayanan. Citra
Media. Publishing, Yokyakarta.
Harhinto, Teguh. 2004. Pengaruh Keahlian dan Independensi Terhadap
Kualitas Audit Studi Empiris. Universias Diponegoro, Semarang.
112
Herliansyah, Yudhi. Meifida Iliyas, 2006. Pengaruh Pengalaman Auditor
Terhadap penggunaan Bukti Tidak relevan Dalam Auditor
Judgment. Jurnal. SNA IX Padang .
Irawati, 2011. Pengaruh Kompetensi dan Indepensi Terhadap Kualitas
Audit pada Kantor Akuntan Publik Makassar. Skripsi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin.
Kartika Widhi, Frianty. 2006. Pengaruh Faktor-Faktor keahlian dan
Independensi Auditor Terhadap Kualitas Audit. Universitas
Diponegoro Semarang.
Kurnia Ariati K, 2014. Pengaruh Konpetensi Auditor Terhadap Kualitas
Audit dengan Kecerdasan Spritual Sebagai variable
Oderating(Studi persepsi Auditor pada Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan Provinsi Jawa Tengah). Skripsi
Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
Kusharyanti. 2003. Temuan Penelitian Mengenai Kualitas Audit Dan
Kemungkinan Topik Penelitian Di Masa Datang. Akuntansi dan
Manajemen(Desember).
Kholil, Syukur, 2006. Metodologi Penelitian Komunikasi , Citapustaka
Media, Bandung.
Mayangsari, Sekar. 2003. Analisis Pengaruh Independensi, Kualitas Audit,
Serta Mekanisme Corporate Governance Terhadap Integritas
Laporan Keuangan. Symposium Nasional Akuntansi VI. Oktober
Made Suwandi, 2002, Pokok-Pokok Pikiran Konsepsi Dasar otonomi
Daerah di Indonesia, makalah Direktur Fasilitasi Kebijakan dan
Pelaporan Otda, Ditjen Otda Depdagri, Jakarta.
113
Peraturan Kepala BPKP No. XXX Tahun 2015. Pedoman Teknis
Peningkatan Kapabilitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
(APIP) Secara mandiri (Self Inprovement).
Peraturan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
Nomor : PER-211/K/JF/2010. Tentang Standar Kompetensi
Auditor.
Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4737 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2007
tentang Pedoman Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah.
Peraturan Menteri Dalam Nomor 28 Tahun 2007 tentang Norma
Pengawasan dan Kode Etik Pejabat Pengawas Pemerintah.
Robbins,. 2012 Prilaku organisasi, Manejement Eleventh Edition. Jakarta.
Standar Auditing (PSA). 2001. No. 04 (SA Seksi 210: 210.1). Tentang
Standar Umum Audit.
114
Sugiyono, 2007. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta, cv.
Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,
Bandung : Alfabeta.
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Undang Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844).
Wirajuang, Eka. Pentingnya Kompetensi Auditor. Magister Akuntansi UII
Wooten, T.G. 2003. It is Impossible to Know The Number of Poor-Quality
Audits that simply go undetected and unpublicized. The CPA
Journal. Januari.