20
Laporan Praktikum Perawatan Pasien Dengan Kebutuhan Khusus – PSIK Universitas Jember 2015 APLIKASI KONSEP COMMUNITY AS PARTNER MODEL PADA PASIEN KEBUTUHAN KHUSUS : TUNA LARAS LAPORAN PRAKTIKUM 2 disusun guna memenuhi tugas praktikum mata kuliah Kebutuhan Khusus Dosen Pengampu: Ns. Latifa Aini S., M.Kep., Sp.Kom oleh: Kelompok 2 Zulfa Makhatul Ilmi NIM 112310101024 Alifia Rizki Pratama D. NIM 112310101025 Rasita Siam W. NIM 112310101030 Yulfa Intan Lukita NIM 122310101034

Cap Tunalaras

Embed Size (px)

DESCRIPTION

askep Cominity as partner

Citation preview

Page 1: Cap Tunalaras

Laporan Praktikum Perawatan Pasien Dengan Kebutuhan Khusus – PSIK Universitas Jember

2015

APLIKASI KONSEP COMMUNITY AS PARTNER MODEL PADA PASIEN KEBUTUHAN KHUSUS :

TUNA LARAS

LAPORAN PRAKTIKUM 2

disusun guna memenuhi tugas praktikum mata kuliah Kebutuhan KhususDosen Pengampu: Ns. Latifa Aini S., M.Kep., Sp.Kom

oleh:Kelompok 2

Zulfa Makhatul Ilmi NIM 112310101024Alifia Rizki Pratama D. NIM 112310101025Rasita Siam W. NIM 112310101030Yulfa Intan Lukita NIM 122310101034

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER

Page 2: Cap Tunalaras

Laporan Praktikum Perawatan Pasien Dengan Kebutuhan Khusus – PSIK Universitas Jember

2015

2015

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di era globalisasi ini, pendidikan sangat mutlak dibutuhkan untuk seluruh

lapisan masyarakat sebagai faktor terpenting bagi keberhasilan pembangunan.

Pencanangan program wajib belajar 9 tahun hendaknya mendapat prioritas utama

dari semua pihak, baik pemerintah, kaum akademis, dan masyarakat untuk

menyatukan persepsi yang sama bagi kemajuan pendidikan baik swasta maupun

negeri, dan tidak terkecuali Sekolah Luar Biasa (SLB) sebagai sarana pendidikan

bagi anak–anak yang memiliki kekhususan. Bentuk pelayanan pendidikan dapat

diselenggarakan di SLB khusus bagi anak tunalaras (SLB-E). Bentuk satuan

pendidikan bagi anak tunalaras meliputi SDLB, SLTPLB, SMLB dan berdasarkan

data statistik tahun 2003 yang dikeluarkan Direktorat Pendidikan Luar Biasa

menyebutkan bahwa jumlah anak tunalaras sebanyak 351 orang, dengan jumlah

12 (dua belas) Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras (SLB-E) (Jingga, 2009).

Menurut Depsos (PSBR, 2009) jumlah penyandang tunalaras di Indonesia

semakin meningkat yaitu sebesar 3.156.365 atau hampir 5,4% dari jumlah anak

Indonesia. Hal ini terlihat dari banyaknya anak tunalaras yang hidup

bergelandangan di jalan-jalan, selain itu banyak pula anak tunalaras yang

bersekolah di sekolah umum selain di sekolah luar biasa khusus tunalaras. Data

sensus Depdiknas tahun 2009 (PSBR, 2009) menunjukkan bahwa jumlah

penyandang tunalaras di Indonesia yang menempuh jalur pendidikan di SLB-E

yaitu 967.861 siswa, sedangkan data tahun 2008 terdapat 801.132 siswa dan data

tahun 2007 terdapat 800.250 siswa. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi

peningkatan mengenai jumlah penyandang tunalaras yang menempuh jalur

pendidikan khusus di SLB-E.

Page 3: Cap Tunalaras

Laporan Praktikum Perawatan Pasien Dengan Kebutuhan Khusus – PSIK Universitas Jember

2015

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui konsep Community as Partner

2. Untuk mengetahui kerangkan konsep Community as Partner

3. Untuk mengetahui aplikasi kasus Tunalaras

Page 4: Cap Tunalaras

Laporan Praktikum Perawatan Pasien Dengan Kebutuhan Khusus – PSIK Universitas Jember

2015

BAB 2. TINJAUAN KONSEP

2.1 Pendahuluan Tentang Konsep Community As Partner Model

Dasar pemikiran dalam keperawatan komunitas adalah komunitas

merupakan sebuah sistem. Pada awalnya Anderson dan McFarlane(1996)

menggunakan model “comunity as client”. Pada tahun 2000 model

disempurnakan menjadi “community as partner”. Model comunity as partner

mempunyai makna sesuai dengan filosofi PHC, yaitu fokus pada

pemberdayaan masyarakat. Model ini merupakan pengembangan dari model

Neuman yang menggunakan pendekatan totalitas manusia untuk menggambarkan

status kesehatan klien.

Perawat komunitas bertanggungjawab membantu komunitas untuk tetap

stabil mempertahankan kesehatannya dengan memperhatikan kondisi lingkungan

dan sosial. Community as Partner yang didasarkan pada Nueman’s model

digunakan untuk pengkajian di komunitas (Anderson & McFarlane, 2000; Ervin,

2002).

2.2 Kerangka Konsep Community As Partner Model

Model comunity as partner menekankan pada terjadinya stressor yang

dapat mengganggu keseimbangan sistem: pertahanan fleksibel, normal dan

resisten. Model ini sebagai panduan proses keperawatan dalam pengkajian

komunitas; analisa dan diagnosa; perencanaan; implementasi komunitas yang

terdiri dari tiga tingkatan pencegahan; primer, sekunder, dan tersier, dan program

evaluasi (Hitchcock, Schubert, Thomas, 1999). Fokus pada model ini komunitas

sebagai partner dan penggunaan proses keperawatan sebagai pendekatan. Neuman

memandang klien sebagai sistem terbuka dimana klien dan lingkungannya berada

dalam interaksi yang dinamis. Menurut Neuman, untuk melindungi klien dari

berbagai stressor yang dapat mengganggu keseimbangan, klien memiliki tiga garis

pertahanan, yaitu fleksible line of defense, normal line of defense, dan resistance

defense (lihat gambar 1).

Page 5: Cap Tunalaras

Laporan Praktikum Perawatan Pasien Dengan Kebutuhan Khusus – PSIK Universitas Jember

2015

Gambar 1. Community as Patner Model

Agregat klien dalam model community as partner ini meliputi intrasistem

dan ekstrasistim. Intrasistem terkait adalah sekelompok orang-orang yang

memiliki satu atau lebih karakteristik (Stanhope & Lancaster, 2004). Agregat

ekstrasistem meliputi delapan subsistem yaitu komunikasi, transportasi dan

keselamatan, ekonomi, pendidikan, politik dan pemerintahan, layanan kesehatan

dan sosial, lingkungan fisik dan rekreasi (Helvie, 1998; Anderson & McFarlane,

2000; Ervin, 2002; Hitchcock, Schubert, Thomas, 1999; Stanhope & Lancaster,

2004; Allender & Spradley, 2005). Delapan subsistem dipisahkan dengan garis

putus-putus artinya sistem satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi. Di

dalam komunitas ada lines of resistance, merupakan mekanisme internal untuk

bertahan dari stressor. Rasa kebersamaan dalam komunitas untuk bertanggung

jawab terhadap kesehatan sebuah populasi masyarakat adalah contoh dari line of

resistance.

Page 6: Cap Tunalaras

Laporan Praktikum Perawatan Pasien Dengan Kebutuhan Khusus – PSIK Universitas Jember

2015

BAB 3. PEMBAHASAN

3.1 Aplikasi Model Community As Partner pada Pasien Tunalaras

Pengkajian yang dilakukan oleh Anderson dan McFarlane dilakukan

dengan pengumpulan dari core dan delapan subsitem dalam model CAP.

1) Data inti

a. Riwayat atau sejarah perkembangan komunitas

Riwayat terbentuknya komunitas tunalaras pada daerah tersebut

dibentuk, misal SLB-E. “Berapa lama SLB-E telah terbentuk?,

bagaimana asal mula terbentuknya?”

b. Data demografi

Karakteristik penyandang tunalaras bagaimana karekteristik emosi yang

ditunjukkan, distribusi (jenis kelamin, usia, status perkawinan, etnis),

jumlah penyandang tunalaras.

c. Vital statistik

Kelahiran, kematian, kesakitan dan penyebab utama terjadinya tunalaras

atau gangguan pada emosi dan perilaku.

d. Nilai dan kepercayaan

Nilai yang dianut oleh komunitas tunalaras, khususnya yang terkait

dengan kesehatan.

2) Sub sistem

a. Lingkungan fisik

Bagaimana komunitas terlihat apakah dari segi lingkungan mendukung

komunitas tunalaras atau tidak, seperti benda-benda yang berbahaya

yang dapat berdampak buruk pada perilaku dan emosi penyandang

tunalaras.

b. Pelayanan kesehatan dan sosial

Adakah klinik, rumah sakit, profesi kesehatan yang praktek, layanan

kesehatan publik, pusat emergensi, rumah perawatan, fasilitas sosial,

layanan kesehatan mental, Dukun tradisional atau pengobatan alternatif

yang dapat dijangkau oleh komunitas penyandang tunalaras.

Page 7: Cap Tunalaras

Laporan Praktikum Perawatan Pasien Dengan Kebutuhan Khusus – PSIK Universitas Jember

2015

c. Ekonomi

Apakah komunitas “maju dengan pesat”? Apakah ada industri, toko,

tempat untuk pekerjaan dengan penyandang tunalaras? Apakah ada

pemberian bantuan sosial makanan? Berapa tingkat pengangguran?

Rata-rata pendapatan keluarga/rumah tangga dan perorangan?

Karakteristik pekerjaan?

d. Transportasi dan keamanan

Apakah ada jenis transportasi publik yang memberi fasilitas pada

tunalaras, dan bagaimanakah kemanan transportasi publik bagi

penyandang tunalaras.

e. Politik dan pemerintahan

Apakag pemerintah memberi kebijakan khusus bagi penyandang

kekurangan khususnya tunalaras. Bagaimana peraturan pemerintah

terhadap komunitas tunalaras?

f. Komunikasi

Apakah ada fasilitas komunikasi yang dapat digunakan oeh penyandang

tunalaras dan bagaimana komunikasi bagi tunalaras dapat berjalan

dengan baik.

g. Pendidikan

Apakah instansi pendidikan khusus bagi penyandang tunalaras tersedia

seperti SLB-E dan bagaimana instansi pendidikan tersebut dapat

memberikan layanan khusus bagi siswanya. Apakah penyandang

tunalaras dapat meningkatkan keterampilan, kemandirian, dan

pengetahuannya.

h. Rekreasi

Bagaimana permainan pada penyandang tunalaras yang dapat

menunjuang pengetahuan dan keterampilannya serta aman pagi

komunitas tersebut.

Page 8: Cap Tunalaras

Laporan Praktikum Perawatan Pasien Dengan Kebutuhan Khusus – PSIK Universitas Jember

2015

3.2 Diagnosa Keperawatan pada Penyandang Tunalaras

Diagnosa keperawatan (NANDA, 2010):

a. Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan status emosi dan

perilaku

b. Risiko trauma berhubungan dengan gangguan psikologis

3.3 Intervensi Keperawatan

Berdasarkan konsep model Community as Partner, intervensi perawat

diberikan pada tiga tahap, yaitu pencegahan primer, sekunder, dan tersier.

a. Pencegahan primer

Pencegahan primer pada tunalaras dapat dilakukan promosi kesehatan dan

preventif. Pencegahan primer dapat dilakukan pada fase prenatal, natal, dan

postnatal supaya bayi yang dilahirkan tidak mengalami ketunalarasan. Pada

prenatal, pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari perkawinan keluarga,

pemeriksaan rutin kehamilan dan nutrisi yang baik untuk ibu hamil, hindari

konsumsi obat-obatan. Pada natal, dilakukan dengan mencegah kelahiran dengan

tindakan vakum dan SC. Pada postnatal, dilakukan imunisasi yang lengkap,

nutrisi yang baik, dan pemeriksaan rutin kesehatan.

b. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder pada tunalaras dapat dilakukan dengan

memperhatikan kondisi emosi dan perilaku anak sejak kecil. Apabila diketahui

perilaku dan emosi pada anak menunjukkan kelainan seperti kenakalan yang di

luar kendali maka diperlukan deteksi dini. Deteksi dini dapat dilakukan di rumah,

sekolah, posyandu, dan rumah sakit.

c. Pencegahan tersier

Pencegahan tersier pada tunalaras berupa rehabilitasi yaitu dengan

meningkatkan keterampilan dan juga pengetahuaannya. Pengetahuan dan

keterampilan dapat dioptimalkan dengan tujuan memandirikan penyandang

tunalaras. Konseling dan perhatian khusus sangat diperlukan bagi penyandang

tunalaras. Pembimbingan yang baik akan memberikan keterampilan hidup bagi

penyandang tunalaras dan hubungannya dengan orang lain.

Page 9: Cap Tunalaras

Laporan Praktikum Perawatan Pasien Dengan Kebutuhan Khusus – PSIK Universitas Jember

2015

3.4 Aplikasi Welcoming School bagi Tunalaras di Indonesia

Di dalam pelaksanaannya beberapa bentuk penyelenggaraan pendidikan

anak tunalaras antara lain adalah sebagai berikut :

a.       Penyelenggaraan bimbingan dan penyuluhan di sekolah reguler.

Jika diantara murid di sekolah tersebut ada anak yang menunjukan gejala

kenakalan ringan segera para pembimbing memperbaiki mereka. Mereka

masih tinggal bersama-sama kawannya di kelas, hanya mereka mendapat

perhatian dan layanan khusus.

b.      Kelas khusus apabila anak tunalaras perlu belajar terpisah dari teman pada

satu kelas.

Kemudian gejala-gejala kelainan baik emosinya maupun kelainan tingkah

lakunya dipelajari. Diagnosa itu diperlukan sebagai dasar penyembuhan.

Kelas khusus itu ada pada tiap sekolah dan masih merupakan bagian dari

sekolah yang bersangkutan. Kelas khusus itu dipegang oleh seorang pendidik

yang berlatar belakang PLB dan atau Bimbingan dan Penyuluhan atau oleh

seorang guru yang cakap membimbing anak.

c.       Sekolah Luar Biasa Tunalaras tanpa asrama.

Bagi Anak Tunalaras yang perlu dipisah belajarnya dengan kata kawan yang

lain karena kenakalannya cukup berat atau merugikan kawan sebayanya.

d.      Sekolah dengan asrama.

Bagi mereka yang kenakalannya berat, sehingga harus terpisah dengan kawan

maupun dengan orangtuanya, maka mereka dikirim ke asrama. Hal ini juga

dimaksudkan agar anak secara kontinyu dapat terus dibimbing dan dibina.

Adanya asrama adalah untuk keperluan penyuluhan.

Beberapa penelitian juga mengungkapkan bahwa pendidikan yang tepat

untuk anak-anak Tunalaras ini adalah pendidikan Inklusi. Pendidikan inklusi ini

sendiri merupakan pendidikan tidak berpihak pada homogenitas sekelompok

siswa. Dengan kata lain secara implikasi pendidikan ini merupakan pendidikan

yang tidak mengenal penyetaraan baik kemampuan akademik maupun non

akademik bagi calon siswa, dan tidak pula mengenal istilah ‘mengeluarkan’ siswa

dari sekolah karena bermasalah.

Page 10: Cap Tunalaras

Laporan Praktikum Perawatan Pasien Dengan Kebutuhan Khusus – PSIK Universitas Jember

2015

Pendidikan ini memungkinkan siswa untuk belajar bersama dengan anak normal

lainnya, dan menyatakan penerimaan sepenuhnya pada anak berkebutuhan

khusus, termasuk didalamnya anak-anak tunalaras.

Beberapa hal yang sebenarnya menyebabkan pendidikan inklusi banyak

direkomendasikan untuk pendidikan anak tunalaras ini antara lain yaitu :

a)      Pendidikan inklusi mau merekrut semua jenis siswa

Pendidikan ini menyatakan bahwa anak yang beresiko tidak disukai bahkan

mengalami penolakan lingkungan (Farell, 2008) sebagai sesuatu yang khas

menimpa anak dengan tunalaras.

b)      Pendidikan inklusi menghindarkan semua aspek negatif seperti labeling

Labeling  merupakan hal yang dapat memberikan dampak buruk pada mereka

yang diberi label negatif, dan sering kali mereka yang mendapat label adalah

anak-anak kebutuhan khusus. Dengan penerimaan pada anak kebutuhan

khusus dan normal dalam satu lingkungan belajar, tentu perasaan inferioritas

tersebut bisa dihindarkan.

c)      Pendidikan inklusi selalu melakukan checks dan balances.

Pendidikan inklusi bukan hanya diatur oleh pihak formal, pemerintah dan

sekolah sebagai penyelenggara. Dimana pendidikan ini memerlukan

keseimbangan terkait pihak-pihak yang berkaitan dengan siswa itu sendiri,

seperti orang tua, masyarakat, serta ahli terkait dengan karakteristik khusus

(Farrell, 2008).

Sejalan dengan pendidikan Inklusi, hal yang juga penting untuk

pendidikan anak Tunalaras adalah Welcoming school. Ketika komunitas sekolah,

seperti guru dan anak-anak bekerja bersama-sama untuk meminimalkan hambatan

yang dihadapi anak dalam belajar dan mempromosikan keikutsertaan dari seluruh

anak di sekolah, maka ini merupakan salah satu ciri dari sekolah yang ramah

(Welcoming School). Welcoming School ini telah diperkuat dalam Pernyataan

Salamanca (Salamanca Statement 1994) yang ditetapkan pada konferensi Dunia

tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus tahun 1994 yang mengakui bahwa

“Pendidikan untuk Semua” (Education for All) sebagai suatu institusi. Hal ini bisa

dimaknai bahwa setiap anak dapat belajar (all children can learn), setiap anak

Page 11: Cap Tunalaras

Laporan Praktikum Perawatan Pasien Dengan Kebutuhan Khusus – PSIK Universitas Jember

2015

berbeda (each children are different) dan perbedaan itu merupakan kekuatan

(difference ist a strength), dengan demikian kualitas proses belajar perlu

ditingkatkan melalui kerjasama dengan siswa, guru, orang tua, dan komunitas atau

masyarakat.

Di Sekolah yang Ramah (Welcoming Schools) semua komunitas sekolah

mengerti bahwa tujuan pendidikan adalah sama untuk semua, yaitu semua murid

mempunyai hak untuk merasa aman dan nyaman (to be save and secure), untuk

mengembangkan diri (to develop a sense of self), untuk membuat pilihan (to make

choices), untuk berkomunikasi (to communicate), untuk menjadi bagian dari

komunitas (to be part of a community), untuk mampu hidup dalam situasi dunia

yang terus berubah (live in a changing world), untuk menghadapi banyak transisi

dalam hidup, dan untuk memberi kontribusi yang bernilai (to make valued

contributions).

Page 12: Cap Tunalaras

Laporan Praktikum Perawatan Pasien Dengan Kebutuhan Khusus – PSIK Universitas Jember

2015

BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Model comunity as partner mempunyai makna sesuai dengan filosofi

PHC, yaitu fokus pada pemberdayaan masyarakat. Model ini merupakan

pengembangan dari model Neuman yang menggunakan pendekatan totalitas

manusia untuk menggambarkan status kesehatan klien. Berdasarkan konsep model

Community as Partner, intervensi perawat diberikan pada tiga tahap, yaitu

pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Di dalam pelaksanaannya beberapa

bentuk penyelenggaraan pendidikan anak tunalaras antara lain adalah sebagai

berikut :

a. Penyelenggaraan bimbingan dan penyuluhan di sekolah reguler.

b.  Kelas khusus apabila anak tunalaras perlu belajar terpisah dari teman pada

satu kelas.

c. Sekolah Luar Biasa Tunalaras tanpa asrama.

d.  Sekolah dengan asrama.

4.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan diatas, maka saran penulis

adalah sebagai berikut:

a. Pihak pemerintah baik internasional, nasional maupun lokal diharapkan terus

memfasilitasi kelengkapan fasilitas yang dibutuhkan dalam kegiatan program

pembinaan dan pendidikan anak tunalaras, terutama meningkatkan tenaga

pendidik.

b. Orang tua diharapkan memberikan penanganan dan perawatan yang layak

pada anak-anak yang mengalami tunalaras.

c. Perawat dan tenaga kesehatan diharapkan melaksanakan perannya dan mampu

memberikan asuhan keperawatan pada keluarga dan klien tuna laras, serta

bersedia mengembangkan keilmuaanya terkait riset-riset pada kelompok anak

berkebutuhan khusus.

Page 13: Cap Tunalaras

Laporan Praktikum Perawatan Pasien Dengan Kebutuhan Khusus – PSIK Universitas Jember

2015

DAFTAR PUSTAKA

Davison, C.Gerald. Neale, M. John. Kring, M. Ann. 2010. Psikologi Abnormal, Edisi

ke-9. Jakarta ; RajaGrafindo Persada

Mahabbati, Aini. 2006. Identifikasi Anak dengan Gangguan Emosi dan

Perilaku.JURNAL PENDIDIKAN KHUSUS (JPK) ISSN 1858-0998. Vol.2 No.2

Nopember

Mahabbati, Aini. 2010. Pendidikan Inklusi untuk Anak Dengan Gangguan Emosi dan

Perilaku (Tunalaras). JURNAL PENDIDIKAN KHUSUS (JPK) ISSN 1858-

0998.Vol.7 No.2 Nopember.