9
Campuran Arang Tempurung Kelapa Bekas dan Arang Tempurung Kelapa Baru untuk Media Karburasi Baja Karbon Rendah Nurjito 1 , Arianto Leman S. 2 1,2 Program Studi Teknik Mesin Universitas Negeri Yogyakarta 2 [email protected] Abstract The effect of mixture of used coconut shell charcoal and the new coconut shell charcoal on pack carburizing has been invetigated. Coconut shell charcoal was pulverized and then sifted on a sieve of 30 meshes. The composition of used coconut shell charcoal on the new coconut shell charcoal were 0, 20, 40, 60, 80, and 100% in weight. Specimens were made from mild steel which contains 99,07% Fe and 0,107% C. The pack carburizing process was conducted for 4 hours at 850 0 C. After the process, the specimens were hardened by reheating at 850 0 C with 5 minutes of holding time and they were quenched subsequently into water of 28 0 C. Property changes were examined by micro structure observation and case depth measurement using micro vickers hardness. The examinations shows that the mixture of 40% used coconut shell charcoal gives optimum result with 400 μm case depth. However, the mixture of 0% and 100% used coconut shell charcoal gives case depth of 200 μm and 230 μm respectively. Key words : Used coconut shell charcoal, pack carburizing. 1. Pendahuluan Karburising adalah suatu proses penambahan unsur karbon pada permukaan suatu komponen secara difusi untuk memperbaiki sifat fisis dan mekanisnya. Proses ini biasanya dilakukan terhadap baja karbon rendah. Sampai saat ini proses karburising masih banyak digunakan, meskipun dengan metode pack karburising yang sederhana. Metode ini terdiri dari dua proses perlakuan terhadap komponen, yaitu: (a) perlakuan termokimia yang mengubah komposisi kimia permukaan baja dengan difusi karbon dan/atau nitrogen dan terkadang elemen lainnya dan (b) transformasi fasa akibat pemanasan dan pendinginan cepat pada permukaan luar [1]. Pada metode pack karburising, komponen yang akan dikarburasi ditempatkan dalam kotak berisi media penambah unsur karbon (media karburasi). Bahan-bahan alam dan limbah dapat dimanfaatkan sebagai media karburasi, seperti: arang kayu [2,3], arang tempurung kelapa [4,5,6,7], arang batu baterai bekas [8], arang pohon bakau [9], dan arang sekam padi [10]. Media karburasi yang telah berbentuk serbuk dan komponen yang akan dikarburasi diletakkan dalam kotak, kemudian dipanaskan pada suhu austenisasi sehingga karbon yang terdapat dalam media karburasi akan terdifusi ke permukaan komponen. Akibat pemanasan selama proses, media karburasi akan teroksidasi menghasilkan gas CO 2 dan CO [11]. Gas CO akan bereaksi dengan permukaan baja membentuk atom karbon yang kemudian berdifusi ke dalam baja mengikuti persamaan : 2CO + Fe Fe (C) + CO 2 (1) Gas CO 2 ini sebagian akan bereaksi kembali dengan karbon dari media karburasi membentuk CO dan sebagian lagi akan menguap. Dengan demikian, setelah dipakai pada satu proses pack carburizing, unsur karbon dalam media karburasi akan berkurang. Namun di beberapa industri kecil, serbuk arang tempurung kelapa bekas yang telah digunakan

Campuran Arang Tempurung Kelapa Bekas dan Arang … Media Teknika vol 8... · cepat pada permukaan luar [1]. ... arang pohon bakau [9], dan arang sekam padi ... Arang tempurung kelapa

Embed Size (px)

Citation preview

Campuran Arang Tempurung Kelapa Bekas dan Arang Tempurung Kelapa Baru untuk

Media Karburasi Baja Karbon Rendah

Nurjito1, Arianto Leman S.21,2 Program Studi Teknik Mesin Universitas Negeri Yogyakarta

[email protected]

Abstract

The effect of mixture of used coconut shell charcoal and the new coconut shell charcoal on pack carburizing has been invetigated. Coconut shell charcoal was pulverized and then sifted on a sieve of 30 meshes. The composition of used coconut shell charcoal on the new coconut shell charcoal were 0, 20, 40, 60, 80, and 100% in weight. Specimens were made from mild steel which contains 99,07% Fe and 0,107% C. The pack carburizing process was conducted for 4 hours at 850 0C. After the process, the specimens were hardened by reheating at 850 0C with 5 minutes of holding time and they were quenched subsequently into water of 28 0C. Property changes were examined by micro structure observation and case depth measurement using micro vickers hardness. The examinations shows that the mixture of 40% used coconut shell charcoal gives optimum result with 400 μm case depth. However, the mixture of 0% and 100% used coconut shell charcoal gives case depth of 200 μm and 230 μm respectively. Key words : Used coconut shell charcoal, pack carburizing.

1. Pendahuluan

Karburising adalah suatu proses penambahan unsur karbon pada permukaan suatu komponen secara difusi untuk memperbaiki sifat fisis dan mekanisnya. Proses ini biasanya dilakukan terhadap baja karbon rendah. Sampai saat ini proses karburising masih banyak digunakan, meskipun dengan metode pack karburising yang sederhana. Metode ini terdiri dari dua proses perlakuan terhadap komponen, yaitu: (a) perlakuan termokimia yang mengubah komposisi kimia permukaan baja dengan difusi karbon dan/atau nitrogen dan terkadang elemen lainnya dan (b) transformasi fasa akibat pemanasan dan pendinginan cepat pada permukaan luar [1].

Pada metode pack karburising, komponen yang akan dikarburasi ditempatkan dalam kotak berisi media penambah unsur karbon (media karburasi). Bahan-bahan alam dan limbah dapat dimanfaatkan sebagai media karburasi, seperti: arang kayu [2,3], arang tempurung kelapa [4,5,6,7], arang batu baterai bekas [8], arang pohon bakau [9], dan arang sekam padi [10].

Media karburasi yang telah berbentuk serbuk dan komponen yang akan dikarburasi diletakkan dalam kotak, kemudian dipanaskan pada suhu austenisasi sehingga karbon yang terdapat dalam media karburasi akan terdifusi ke permukaan komponen. Akibat pemanasan selama proses, media karburasi akan teroksidasi menghasilkan gas CO2 dan CO [11]. Gas CO akan bereaksi dengan permukaan baja membentuk atom karbon yang kemudian berdifusi ke dalam baja mengikuti persamaan :

2CO + Fe → Fe (C) + CO2 (1) Gas CO2 ini sebagian akan bereaksi kembali dengan karbon dari media karburasi

membentuk CO dan sebagian lagi akan menguap. Dengan demikian, setelah dipakai pada satu proses pack carburizing, unsur karbon dalam media karburasi akan berkurang. Namun di beberapa industri kecil, serbuk arang tempurung kelapa bekas yang telah digunakan

Nurjito dan Arianto Leman S., Campuran Arang Tempurung …

sebagai media karburasi masih dipakai kembali dengan cara ditambahkan pada serbuk arang tempurung kelapa yang masih baru. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan manfaat media karburasi dari bahan alam dan menekan limbah hasil proses tersebut. 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Arang Tempurung Kelapa

Arang tempurung kelapa adalah produk yang diperoleh dari pembakaran tidak sempurna terhadap tempurung kelapa [12]. Pembakaran tidak sempurna terhadap tempurung kelapa akan menyebabkan senyawa karbon kompleks tidak teroksidasi menjadi karbon dioksida. Peristiwa tersebut disebut sebagai pirolisis. Pada saat pirolisis, energi panas mendorong terjadinya oksidasi sehingga sebagian besar molekul karbon yang kompleks terurai menjadi karbon atau arang. Pirolisis untuk pembentukan arang terjadi pada temperatur 150–3000 0C. Pembentukan arang tersebut disebut sebagai pirolisis primer. Arang dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi karbon monoksida, gas hidrogen dan gas-gas hidrokarbon. Peristiwa ini disebut sabagai pirolisis sekunder. Makin rendah kadar abu, air, dan zat yang menguap maka makin tinggi pula kadar fixed karbonnya. Mutu arang tersebutpun akan semakin tinggi pula. 2.2. Pengaruh Karbon

Jumlah kadar karbon sangat berpengaruh terhadap karakteristik baja. Salah satu sifat mekanis baja yang dipengaruhi oleh karbon adalah kekerasan, seperti yang ditunjukkan pada gambar 1. Semakin tinggi kadar karbon dalam baja, kekerasannya juga akan bertambah. Namun, kondisi ini suatu saat akan mencapai kekerasan maksimum [1].

Gambar 1. Pengaruh kadar karbon terhadap kekerasan [13].

Pada proses pack karburising, jumlah karbon yang dapat didifusikan ke permukaan

baja karbon rendah sangat bergantung pada kadar karbon yang terdapat dalam media karburasi, sesuai hukum Fick’s.

53

Media Teknika Vol. 8 No. 1, Juni 2008: 52 – 60

Hukum pertama Fick’s menyatakan bahwa difusi dari sebuah elemen dalam suatu bahan substrat merupakan fungsi koefisien difusi dan gradien konsentrasi [13].

Hukum pertama Fick’s : ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛=

dxdCDJ (2)

dengan: J = fluks atom (jumlah atom/satuan waktu/satuan luas) D = koefisien difusi (satuan luas/satuan waktu) dC/dx = gradien konsentrasi (C=jumlah atom/volume; x=jarak) Koefisien difusi bergantung pada jenis bahan substrat, khususnya pada jenis

atomnya. Gradien konsentrasi adalah jumlah atom/molekul yang terdapat disekitar substrat dibandingkan dengan jumlah atom/molekul yang terdapat di dalam substrat. Oleh sebab itu, jumlah atom karbon dalam media karburasi juga merupakan variabel pada sebuah proses karburising. 2.3. Tebal Lapisan Difusi (Case Depth)

Kedalaman difusi atom karbon ke dalam baja karbon rendah akibat proses karburising dirumuskan dengan persamaan berikut [1]:

tkdepthCase = (3) dengan : k = konstanta t = waktu

Selain persamaan di atas, case depth juga dapat ditentukan dengan pengukuran kekerasan mikro terhadap penampang melintang benda yang dikarburasi. [11].

Gambar 2. Penentuan case depth dengan pengukuran kekerasan mikro [11]

3. Metode Penelitian

Media karburasi arang tempurung kelapa dari pasar Kranggan, Yogyakarta, digiling menjadi serbuk dan diayak lolos mesh 30. Baja karbon rendah sebagai substrat dengan diameter 20 mm dan tebal 10 mm memiliki komposisi kimia sebagai berikut:

Tabel 1. Komposisi kimia baja karbon rendah. Unsur Fe C Si Mn P S

Komposisi (%berat) 99,07 0,107 0,044 0,449 0,003 0,019

Unsur Ni Cr Mo Cu Nb W Komposisi (%berat) 0,054 0,059 0,004 0,040 0,01 0,08

54

Nurjito dan Arianto Leman S., Campuran Arang Tempurung …

Metode karburising yang dipakai adalah pack karburising dengan kotak dibuat dari pipa baja diameter 50,8 mm dan tebal 2 mm. Bagian bawah ditutup plat tebal 2 mm, disambung dengan dilas. Tutup atas dibuat dari plat tebal 2 mm dan ditutupkan masuk pas ke dalam pipa. Susunan benda-benda uji di dalam kotak ditunjukkan pada gambar 4.

20 mm

15 mm

15 mm

15 mm

tutup Media arang

karburasi

Benda uji

kotak

Gambar 4. Susunan benda uji dalam kotak

Gambar 5. Siklus pemanasan proses karburising.

Serbuk arang tempurung kelapa bekas diperoleh dengan cara melakukan proses

karburising terlebih dahulu menggunakan benda uji dengan siklus pemanasan seperti pada gambar 5. Serbuk arang tempurung kelapa bekas ini kemudian dicampurkan pada serbuk arang tempurung kelapa baru dengan komposisi penambahan seperti pada tabel 2.

Tabel 2. Komposisi penambahan arang tempurung bekas dan pengulangan benda uji. Komposisi arang tempurung kelapa (dalam % berat)

Baru Bekas Jumlah benda uji

100 % 0 % 3 buah 80 % 20 % 3 buah 60 % 40 % 3 buah 40 % 60 % 3 buah 20 % 80 % 3 buah 0 % 100 % 3 buah

Selanjutnya benda-benda uji baru dimasukan ke dalam kotak dalam lingkungan campuran serbuk arang tempurung kelapa bekas dan baru dengan susunan seperti pada gambar 4. Media karburasi yang dimasukkan ke dalam kotak adalah 150 gram, sedang siklus pemanasan proses pack karburising seperti pada gambar 5.

Gambar 6. Ilustrasi proses karburising: (a) kotak-kotak siap dikarburising, (b) dapur pemanas

Wilmonn, (c) suhu proses karburising 850 0C, (d) penarikan kotak-kotak setelah proses karburising dan dibiarkan dingin di udara terbuka..

45t (menit)

T (0C)

850 0C

Didinginkan di udara terbuka

240

55

Media Teknika Vol. 8 No. 1, Juni 2008: 52 – 60

Pengerasan setelah proses karburising dilakukan dengan memanaskan kembali benda uji pada suhu 850 0C, ditahan selama 5 menit, kemudian seluruh benda uji dicelup secara bersamaan ke dalam air bersuhu 28 0C.

Case depth atau tebal lapisan difusi yang diperoleh dari hasil proses karburising ditentukan melalui pengukuran kekerasan dari tepi benda uji menggunakan micro vickers hardness shimadzu HMV-2 dengan beban penekanan 1 kg, sedang pengamatan struktur mikro menggunakan mikroskop optik olympus untuk mengamati perubahan fasa akibat perlakuan karburising dan pengerasan. 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Karakteristik Serbuk Arang Tempurung Kelapa

Setelah serbuk arang tempurung kelapa bekas dicampurkan pada serbuk arang tempurung kelapa baru, ternyata terdapat perbedaan volume meskipun beratnya sama. Pada gambar 7 tampak bahwa semakin besar prosentase campuran serbuk arang tempurung kelapa bekas, volumenya semakin berkurang.

Berdasarkan pengamatan fisis, serbuk arang tempurung baru warnanya lebih hitam pekat, mudah menggumpal, lengket, serta terasa basah di tangan. Serbuk arang tempurung bekas warnanya agak kelabu, butirannya terurai (tidak menggumpal) dan lebih dusty, tidak lengket di tangan, serta terasa lebih kering.

Gambar 7. Benda uji dalam campuran serbuk arang tempurung kelapa baru dan bekas.

(a) 0%; (b) 20%; (c) 40%; (d) 60%; (e) 80%; dan (f) 100% arang tempurung bekas. Dari hasil pengujian kadar kandungan di Fakultas Kehutanan UGM, ternyata terdapat

perbedaan kandungan air, kadar abu, dan zat menguap pada serbuk arang tempurung kelapa baru dan bekas (tabel 3).

Tabel 3. Kandungan serbuk arang tempurung kelapa.

Media Kadar zat menguap Kadar air

(%) (%)

Kadar abu (%)

Kadar karbon terikat

(%) Arang tempurung kelapa baru 6,550 24,470 3,395 65,6 Arang tempurung kelapa bekas 5,525 30,055 3,320 61,1

Pada tabel 3 tampak bahwa kadar air pada arang tempurung kelapa bekas lebih

rendah, sehingga ketika dipadatkan arang tempurung kelapa bekas menjadi lebih kecil volumenya. Kadar karbon terikat adalah senyawa-senyawa karbon. Metode penghitungan kadar karbon terikat pada pengujian kandungan serbuk arang tempurung kelapa ini adalah mengurangkan 100% dengan kadar air, kadar zat menguap, dan kadar abu. Pada kadar

56

Nurjito dan Arianto Leman S., Campuran Arang Tempurung …

karbon terikat di sini bisa saja terdapat unsur-unsur lain selain karbon. Di samping itu, persenyawaan karbon apa saja yang membentuk karbon terikat tersebut juga tidak jelas. Jadi, kadar karbon terikat tidak dapat dijadikan acuan untuk menyatakan jumlah karbon dalam arang tempurung kelapa baru maupun bekas. Namun demikian, kadar air, kadar zat menguap, serta kadar abu dapat dipakai sebagai acuan yang menentukan hasil proses karburising.

4.2. Struktur Mikro

Benda awal yang memperlihatkan struktur mikro pada permukaan berupa ferit dan perlit (gambar 8) mempunyai kekerasan permukaan 168 VHN.

Gambar 8. Struktur mikro permukaan benda awal

Hasil pengamatan sturktur mikro setelah proses karburising yang diikuti dengan

proses quenching pada gambar 9 menunjukkan bahwa atom-atom karbon berdifusi ke permukaan baja karbon rendah. Difusi ini ditandai dengan terbentuknya struktur martensit pada sisi tepi banda uji setelah dicelup dingin dalam air. Karena martensit hanya akan terbentuk pada baja dengan kandungan karbon cukup tinggi yang didinginkan secara cepat.

Gambar 9. Struktur mikro pengaruh penambahan arang tempurung kelapa bekas:

(a) 0%, (b) 20%, (c) 40%, (d) 60%, (e) 80%, dan (f) 100%.

57

Media Teknika Vol. 8 No. 1, Juni 2008: 52 – 60

Dari gambar 9 tampak bahwa case depth optimal terbentuk pada campuran dengan serbuk arang tempurung kelapa bekas 40%, tetapi pada 0% (seluruhnya arang tempurung kelapa baru) justru case depth yang terbentuk paling tipis. Pada arang tempurung kelapa baru, meskipun mengandung karbon yang cukup tinggi, tetapi kadar air yang cukup tinggi menyebabkan terjadinya peristiwa dekarburising atau terlepasnya kembali atom karbon sebagai akibat terlalu banyak terbentuk senyawa-senyawa gas CO2 atau H2O pada permukaan benda uji [1]. Keadaan ini sesuai dengan hasil pengujian kadar air dan kadar zat menguap pada serbuk arang tempurung kelapa baru dan bekas.

Di sisi lain, pada penambahan 40% arang bekas dapat tercapai case depth optimal karena pada kondisi ini kombinasi kadar air dan karbon mencapai komposisi yang tepat, yaitu kadar air tidak terlalu tinggi karena ada penambahan 40% arang bekas dan kadar karbonnya cukup banyak karena masih cukup banyak karbon dari 60% arang baru. Argumentasi ini masih perlu dibuktikan lebih lanjut melalui pengujian kandungan karbon dan air pada komposisi campuran tersebut.

(a) (b) (c) (d) (e)

Gambar 10. Struktur mikro setelah karburising dan quenching dengan campuran 40% arang tempurung kelapa bekas: (a) tepi: martensit halus, (b) agak ketengah: martensit halus dan kasar,

(c) transisi: campuran martensit kasar, ferit dan perlit, (d) transisi: ferit dan perlit halus, (e) tengah: ferit dan perlit

Lapisan keras yang terbentuk pada penambahan 40% serbuk arang tempurung kelapa

bekas setelah benda uji di-quenching dalam air terdiri dari: martensit halus pada sisi tepi, agak ketengah: martensit halus dan kasar, transisi: campuran martensit kasar, ferit (warna terang) dan perlit (warna gelap), transisi: ferit dan perlit halus. Sedang pada bagian tengah substrat strukturnya masih tetap berupa ferit dan perlit (gambar 10).

4.3. Tebal Lapisan Difusi (Case Depth)

Dari data hasil pengukuran case depth dengan metode pengukuran kekerasan mikro vickers diperoleh kurva perubahan kekerasan terhadap jarak seperti ditunjukkan pada gambar 11. Case depth optimal dicapai pada penambahan serbuk arang tempurung kelapa bekas sebesar 20% dan 40 % yang ditandai dengan lapisan keras yang diperoleh setebal 400 μm yaitu pada kekerasan 513 VHN atau 50 HRC [11]. Sesuai dengan pembahasan struktur mikro, hal ini tampaknya terkait dengan kadar karbon dan kadar zat menguap dari arang bekas.

Pada pengamatan struktur mikro dengan campuran 20% arang tempurung kelapa bekas (gambar 9b) tampak tebal case depth lebih tipis dibanding dengan campuran 40% arang kelapa tempurung bekas. Hal ini terjadi karena laju pendinginan yang kurang

58

Nurjito dan Arianto Leman S., Campuran Arang Tempurung …

sempurna akibat menguapnya air yang mengalami pemanasan saat pencelupan dingin sehingga terbentuk lapisan film uap air di sekeliling permukaan benda uji [14].

Gambar 11 menunjukkan lapisan case depth yang dihasilkan arang tempurung kelapa baru (0% arang tempurung bekas) adalah lapisan yang paling tipis, yaitu 200 μm. Ini lebih tipis daripada case depth yang dihasilkan oleh campuran 100% arang tempurung kelapa bekas, yaitu 230 μm. Hal ini merupakan bukti bahwa kadar air dan zat menguap mempunyai pengaruh signifikan terhadap proses pack karburising yang memanfaatkan bahan alam sebagai media karburasi.

Kadar abu juga merupakan salah satu variabel yang berpengaruh terhadap kualitas media karburasi padat. Dari tabel 3, tampak bahwa kadar abu pada arang tempurung kelapa bekas tidak berbeda dengan kadar abu arang tempurung kelapa baru, sehingga pengaruhnya pada penelitian ini tidak tampak.

Penelitian-penelitian untuk menelaah kandungan unsur-unsur pada media karburasi dari alam masih diperlukan untuk mendapatkan metode sederhana dan murah pada proses pack karburising dengan mengoptimalkan bahan alam. Tujuan akhir dari rangkaian penelitian ini adalah mengembangkan potensi alam dan memberdayakan masyarakat untuk mendukung pengembangan teknologi tepat guna yang sederhana.

Kurva Case Depth

0

100

200

300

400

500

600

700

800

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600

Jarak dari tepi (μm)

Kek

eras

an (V

HN

)

0% arang bekas

20% arang bekas

40% arang bekas

60% arang bekas

80% arang bekas

100% arang bekas

Gambar 11. Kurva case depth pengaruh penambahan arang tempurung kelapa bekas.

5. Kesimpulan 1. Struktur mikro pada permukaan baja karbon rendah setelah proses karburising yang

dilanjutkan dengan proses quenching dalam air adalah martensit, kemudian daerah transisi berupa campuran martensit dengan struktur ferit dan perlit, serta pada bagian tengah adalah ferit dan perlit.

2. Media dengan campuran 0% arang tempurung kelapa bekas menghasilkan case depth setebal 200 μm, sedang media dengan campuran 100% arang tempurung kelapa bekas memberikan case depth setebal 230 μm.

3. Pada campuran 40% arang tempurung kelapa bekas dicapai case depth optimal yaitu setebal 400 μm.

59

Media Teknika Vol. 8 No. 1, Juni 2008: 52 – 60

Daftar Pustaka [1] Rajan, T.V., Sharma, C.P., dan Sharma, A., 1997, Heat Treatment–Principles and

Techniques, revised edition, Prentice Hall of India, New Delhi, India. [2] Suryanto, H., Malau, V., dan Samsudin, Pengaruh Penambahan pada Media

Karburasi terhadap Karakteristik Kekerasan Lapisan Karburasi Baja Karbon Rendah, Proceeding Seminar Nasional Teknik Mesin 2003, 11 Oktober 2003, Universitas Brawijaya, Malang.

[3] Suryanto, H., Malau, V., dan Samsudin, Pengaruh Komposisi Media Karburasi Serbuk Arang Kayu-terhadap Laju Keausan Baja Karbon Rendah, Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2003, 18 Oktober 2003, Institut Sains & Teknologi AKPRIND.

[4] Sudarsono., Ferdian, D., dan Soedarsono, J.W., Pengaruh Media Celup dan Waktu Tahan Pada Karburasi Padat Baja AISI SAE 1522, Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2003, 18 Oktober 2003, Institut Sains & Teknologi AKPRIND.

[5] Mujiyono dan Soemowidagdo, A.L, 2005, Pemanfaatan Natrium Karbonat Sebagai Energizer Pada Proses Karburising Untuk Meningkatkan Kekerasan Baja Karbon Rendah, Laporan Penelitian, FT-UNY, Yogyakarta.

[6] Soemowidagdo, A.L., 2005, Kalsium Karbonat Sebagai Energizer Pada Proses Karburising Untuk Meningkatkan Kekerasan Baja Karbon Rendah, Prosiding Seminar Nasional Gabungan: “Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang Material dan Proses ke 2 – Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang Industri ke 12”, PSIT FT–UGM, 27 Juni 2006.

[7] Tiwan dan Mujiyono, 2005, Pengaruh Penambahan Barium Karbonat (BaCo3), Temperatur Dan Lama Pemanasan Terhadap Peningkatan Kekerasan Baja Karbon Rendah Pada Proses Karburising Dengan Media Serbuk Tempurung Kelapa, Laporan Penelitian, FT-UNY, Yogyakarta.

[8] Arbintarso, E., Penggunaan media arang baterai untuk meningkatkan kualitas karbonisasi pada industri pembuatan pisau, Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2003, 18 Oktober 2003, Institut Sains & Teknologi AKPRIND.

[9] Soemowidagdo, A.L., 2007, Pemanfaatan Pohon Bakau Sebagai Media Karburising Untuk Meningkatkan Sifat Mekanis Baja Karbon Rendah, Media Teknik, FT – UGM, Nomor 1, Th. XXIX, hal: 46 – 51.

[10] Soemowidagdo, A.L., 2006, Pemanfaatan Sekam Padi Sebagai Media Karburising Untuk Meningkatkan Sifat Mekanis Baja Karbon Rendah, Laporan Penelitian, FT-UNY, Yogyakarta.

[11] Budinski, G., dan Budinski., K., 1999, Engineering Materials-properties and selection, 6th edition, Prentice Hall International, Inc., New Jersey, USA.

[12] Alabele, September 2007, Arang Tempurung Kelapa, http://www.alabele.org, 28 Maret 2008

[13] Callister, W.D., 2001, Fundamentals of Materials Scince and Engineering, 5th edition, John Wiley & Sons, Inc., USA.

[14] http://web.ald-vt.de/cms/vakuum-technologie/technologien/vacuum-heat-treatment/vacuum-case-hardening/high-pressure-gas-quenching/, 25 Oktober 2007.

60