Upload
buitu
View
262
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
CAMPUR KODE BAHASA JAWA KE DALAM BAHASA INDONESIA
PADA TUTURAN TOKOH PARIYEM
DALAM NOVEL PENGAKUAN PARIYEM
KARYA LINUS SURYADI AG
Tugas Akhir
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Ayu Primasandi
NIM: 074114009
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
JULI 2011
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
Tulisan ini saya persembahkan untuk:
Bapak dan Ibuku tercinta,
terima kasih atas cinta dan hidup yang kalian bagi padaku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
ABSTRAK
Primasandi, Ayu. 2011. “Campur Kode Bahasa Jawa ke dalam Bahasa Indonesia
pada Tuturan Tokoh Pariyem dalam Novel Pengakuan Pariyem Karya
Linus Suryadi Ag”. Skripsi Strata 1 (S-1). Program Studi Sastra
Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra. Universitas
Sanata Dharma.
Penelitian tentang campur kode pada tuturan tokoh Pariyem dalam Novel
Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag ini memiliki dua tujuan sebagai
berikut. Pertama, mendeskripsikan satuan lingual apa saja campur kode terjadi
dalam Novel Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag. Kedua,
mendeskripsikan latar belakang sebab-sebab terjadinya campur kode dalam novel
Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag.
Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan strategis, yaitu tahap
pengumpulan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis data.
Data diperoleh dengan metode simak, yaitu campur kode pada tuturan tokoh
Pariyem dalam novel Pengakuan Pariyem. Teknik lanjutan dari metode simak
tersebut adalah teknik simak bebas libat cakap, yaitu peneliti berperan sebagai
pengamat dan tidak terlibat dalam peristiwa tuturan yang bahasanya sedang
diteliti. Teknik simak bebas libat cakap ini dilaksanakan dengan teknik catat, yaitu
mencatat data pada kartu data. Analisis data dilakukan dengan metode padan
referensial, metode padan pragmatik, dan metode padan translasional. Teknik
yang digunakan pada metode ini adalah teknik hubung banding menyamakan hal
pokok. Teknik hubung banding menyamakan hal pokok ini digunakan untuk
menemukan campur kode yang digunakan dalam novel Pengakuan Pariyem. Data
yang sudah dianalisis disajikan dengan metode informal, yaitu penyajian hasil
analisis data dengan menggunakan kata-kata biasa yang apabila dibaca dapat
langsung dipahami.
Hasil penelitian tentang campur kode pada tuturan tokoh Pariyem dalam
novel Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag ini adalah sebagai berikut.
Pertama, campur kode meliputi satuan lingual kata, frasa, baster, bentuk ulang,
dan peribahasa. Campur kode berupa kata meliputi kata benda (nomina), kata
kerja (verba), kata sifat (adjektiva), dan kata tugas. Campur kode yang berupa kata
benda meliputi kata benda yang menyatakan sapaan, kata benda yang menyatakan
nama benda, dan kata benda yang menyatakan pelaku atau orang yang melakukan
pekerjaan. Campur kode berupa kata kerja terjadi pada kata kerja yang
menyatakan aksi atau perbuatan dan kata kerja yang menyatakan keadaan.
Campur kode berupa kata sifat terjadi pada kata sifat yang menyatakan penilaian,
kata sifat yang menyatakan perasaan batin, dan kata sifat yang menyatakan warna.
Campur kode berupa kata tugas hanya ditemukan yang berupa artikel yaitu, ta,
lho, ha, lha, dan ya.
Campur kode berupa frasa meliputi frasa nomina, frasa verba, frasa
preposisional, dan frasa adverbia. Campur kode berupa baster terjadi pada pola
awalan + kata, kata + akhiran, dan frasa + akhiran. Campur kode berupa bentuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ulang meliputi bentuk dasar, bentuk berimbuhan, bentuk berubah bunyi, dan
bentuk semu. Campur kode berupa peribahasa meliputi pepatah, perumpamaan,
dan ungkapan.
Kedua, campur kode dalam novel Pengakuan Pariyem dilatarbelakangi oleh
dua faktor, yaitu faktor kebahasaan dan faktor non-kebahasaan. Faktor kebahasaan
meliputi faktor low frequency of word dan faktor oversight. Faktor non-
kebahasaan meliputi faktor need for synonim, faktor social value, faktor situasi
formal, dan faktor kebiasaan. Selain itu karena adanya tingkat tutur bahasa Jawa,
yaitu tingkat tutur krama inggil, tingkat tutur krama, dan tingkat tutur ngoko.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
Primasandi, Ayu. 2011. “Code Mixing of Javanesse language to the Indonesian
Language of the Speech Acts of Pariyem in Linus Suryadi Ag’s Novel
Pengakuan Pariyem”. An Undergraduate Thesis. Indonesian Letters
Study Programme, Department of Indonesian Letters, Faculty of
Letters. Sanata Dharma University.
This research on code mixing of the speech acts of Pariyem as the main
character in Linus Suryadi Ag’s novel Pengakuan Pariyem has two aims as
follows. First, to describe on what lingual units code mixing appears in Linus
Suryadi Ag’s Pengakuan Pariyem. Second, to describe the backgrounds of the
code mixing appearances in Linus Suryadi Ag’s Pengakuan Pariyem.
This research uses three strategic steps, which are: the data collection step,
the data analysis step, and the presentation on the data analysis results step. On the
data collection step, the data are collected through scrutinizing method, which is
by scrutinizing the uses of language and code mixing of Pariyem’s speech acts in
Pengakuan Pariyem. The advanced technique of scrutinizing method is
conversation-free scrutinizing technique, on which the writer only has the role of
an observer and is not involved in the speech acts that are being scrutinized.
Conversation-free scrutinizing technique uses note-taking technique to take notes
of the data using data cards. The analysis on the data is done by using equal
referential method. Equal-related technique is used to find the code mixing
appeared in the novel Pengakuan Pariyem. The data that have been analyzed are
presented using informal method, which is by presenting the data analysis results
through common words that can be directly understood to read.
The results of this research on code mixing of the speech acts of Pariyem as
the main character in Linus Suryadi Ag’s novel Pengakuan Pariyem are found as
follows. First, code mixing includes words lingual units, phrases, basters,
repetitions, and proverbs. Code mixing as words includes nouns, verbs, adjectives,
and adverbs. Code mixing as nouns includes nouns showing greetings, nouns
showing names of things, and nouns showing the doers or the people doing
actions. Code mixing as verbs includes verbs showing actions and verbs showing
states. Code mixing as adjectives includes adjectives showing judgments,
adjectives showing feelings, and adjectives showing colours. Code mixing as
adverbs are only found in articles, such as ta, lho, ha, lha, and ya.
Code mixing as phrases includes noun phrases, verb phrases, prepositional
phrases, and adverbial phrases. Code mixing as basters happens on the patterns as
follows: prefix + word, word + suffix, and phrase + suffix. Code mixing as
repetitions includes basic repetitions, affixed repetitions, sound change quasi-
repetitions, and quasi-repetitions. Code mixing as proverbs includes aphorisms,
parables, and idioms.
Second, code mixing in the novel Pengakuan Pariyem happens because of
two factors, linguistic and non-linguistic factors. Linguistic factors cover low
frequency of word factors and oversight factors. Non-linguistic factors include
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
need for synonim factors, social value factors, formal situation factors, and
habitual factors.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang dapat penulis ucapkan selain terima kasih dan puji syukur
yang teramat besar pada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan bimbingan-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
Selain dukungan yang istimewa dari Yang Maha Punya, tugas akhir ini
tidak akan selesai tanpa bantuan dan dukungan berbagai pihak yang dengan setia
dan penuh doa menyemangati penulis. Oleh karena itu, banyak terima kasih
penulis ucapkan kepada:
1. Drs. Hery Antono, M.Hum., selaku pembimbing I yang dengan sabar
menerima keluh kesah penulis dan menjadi pemberi solusi yang baik bagi
penulis selama penulisan tugas akhir,
2. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum., selaku pembimbing II yang dengan
sabar memberi masukan dan motivasi bagi penulis,
3. Bapak dan Ibu dosen Sastra Indonesia, Drs. B. Rahmanto, M.Hum., S.E.
Peni Adji, S.S., M.Hum., Dra. F. Tjandrasih, M.Hum., Drs. F.X. Santosa,
M.S., Drs. P. Ari Subagyo, M.Hum., dan Drs. Yoseph Yapi Taum,
M.Hum., terima kasih atas kesempatan berbagi ilmu dan pengalaman
selama penulis menjalani studi di Program Studi Sastra Indonesia,
4. Staf Sekretariat Fakultas Sastra yang membantu penulis dalam kelancaran
mencari informasi akademik selama penulis kuliah,
5. Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, tempat menemukan referensi
tambahan yang mendukung penulisan tugas akhir,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
6. Keluarga tercinta, Bapak Mathias Sugeng Riyadi dan Ibu Anastasia Kris
Riyani, yang selalu berdoa, sabar, penuh cinta, dan percaya atas pilihan
minat studi penulis, serta adik yang baik, Adita Primasti Putri,
7. Yohanes Carol & Theresia Denty, sahabat terbaik dan saudara
seperjuangan yang tak henti-hentinya membagi kasih dan kerelaan bagi
penulis kemarin, saat ini, dan seterusnya,
8. Teman-teman angkatan 2007, Fitri Nganthi Wani, Maria Vinora, Rosa
Sekar Mangalandum, Petrus Sepi Kogoya, Bitbit Pakarisa, Elisabet
Adinda, dan lain-lain yang dalam suka dan duka tetap kompak dan saling
mendukung,
9. Teman-teman Kos Legi 1 terutama Florentina Noviani, Irene Ossi, Sylvia
Puput, dan Cyrilla Sarah atas hari-hari bersama-sama mengerjakan skripsi,
dan
10. Semua pihak yang belum dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa meski diselesaikan dengan usaha terbaik dari
penulis, tugas akhir ini masih belum sempurna. Segala kekurangan,
ketidaktelitian, dan kekekeliruan dalam tugas akhir ini menjadi tanggung jawab
penulis sepenuhnya. Dengan rendah hati, penulis menerima saran dan kritik.
Yogyakarta, 30 Juni 2011
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI.................................................................. iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.................................................................... iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI................................................................. v
HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................................. vi
ABSTRAK................................................................................................................. vii
ABSTRACT................................................................................................................. ix
KATA PENGANTAR............................................................................................... xi
DAFTAR ISI.............................................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................ 6
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................... 6
1.5 Tinjauan Pustaka......................................................................................... 7
1.6 Landasan Teori........................................................................................... 10
1.6.1 Pengertian Bilingualisme............................................................... 10
1.6.2 Pengertian Campur Kode dan Alih Kode...................................... 11
1.6.3 Jenis Campur Kode berdasarkan Satuan Lingual........................... 12
1.6.4 Faktor-Faktor Penyebab terjadinya Campur Kode......................... 13
1.7 Metode Penelitian....................................................................................... 17
1.7.1 Tahap Pengumpulan Data.............................................................. 17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
1.7.2 Tahap Analisis Data....................................................................... 18
1.7.3 Tahap Penyajian Analisis Data...................................................... 20
1.8 Sistematika Penyajian................................................................................ 20
BAB II CAMPUR KODE BERDASARKAN SATUAN LINGUAL
DALAM NOVEL PENGAKUAN PARIYEM..................................... 22
2.1 Pengantar............................................................................................ 22
2.2 Kuantitas Penggunaan Campur Kode di dalam Novel Pengakuan
Pariyem............................................................................................. 22
2.3 Bentuk Campur Kode dalam Novel Pengakuan Pariyem
berdasarkan Satuan Lingualnya........................................................ 24
2.3.1 Campur Kode berupa Kata.................................................... 24
2.3.2 Campur Kode berupa Frasa................................................... 34
2.3.3 Campur Kode berupa Baster................................................. 38
2.3.4 Campur Kode berupa Bentuk Ulang..................................... 40
2.3.5 Campur Kode berupa Peribahasa.......................................... 42
BAB III LATAR BELAKANG PEMBENTUKAN CAMPUR KODE DALAM
NOVEL PENGAKUAN PARIYEM.......................................................... 45
3.1 Pengantar.................................................................................................... 45
3.2 Faktor Kebahasaan...................................................................................... 45
3.2.1 Low Frequency of Word................................................................... 46
3.2.2 Oversight.......................................................................................... 48
3.3 Faktor Non-Kebahasaan............................................................................. 50
3.3.1 Need For Synonim............................................................................ 50
3.3.2 Social Value...................................................................................... 51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
3.3.3 Adanya Situasi Formal..................................................................... 52
3.3.4 Faktor Kebiasaan.............................................................................. 53
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN................................................................... 56
4.1 Kesimpulan................................................................................................. 56
4.2 Saran........................................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 59
LAMPIRAN I ............................................................................................................ 62
LAMPIRAN II........................................................................................................... 72
TENTANG PENULIS............................................................................................... 86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa dalam penggunaannya merupakan modal utama demi terjalinnya
sebuah komunikasi. Bahasa dalam penggunaannya juga sudah melekat dalam diri
penutur. Hal ini sesuai dengan pendapat Lyons (1995:2) bahwa bahasa adalah
sesuatu yang cenderung kita anggap sudah benar dan semestinya; sesuatu yang
sudah kita kenal sejak kecil dengan mempraktikkannya dan tanpa memikirkannya.
Ditinjau dari media atau sarana yang digunakan untuk menghasilkan bahasa,
penggunaan bahasa dapat dibedakan dalam dua ragam bahasa, yaitu bahasa lisan
dan bahasa tulis (Sugono, 2002: 14). Penggunaan bahasa Indonesia lisan dan tulis
saat ini diakui telah mendapat pengaruh dari bahasa nusantara dan bahasa asing.
Namun, selama pemasukan unsur bahasa daerah Nusantara atau bahasa asing ke
dalam bahasa Indonesia mengisi kekosongan atau memperkaya kesinoniman
dalam kosa kata atau bangun kalimat, maka gejala itu dianggap wajar (Tim
Depdikbud, 1997:8).
Pemasukan unsur bahasa daerah Nusantara atau bahasa asing ke dalam
bahasa Indonesia tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang menuntut
terjadinya percampuran bahasa tersebut disebut campur kode (Nababan, 1991:32).
Di dalam campur kode ada sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan
dan memiliki fungsi dan keotonomiannya, sedangkan kode-kode lain yang terlibat
dalam suatu peristiwa tutur hanyalah berupa serpihan-serpihan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Campur kode (code-mixing) terjadi apabila seorang penutur menggunakan
suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan, disisipi dengan unsur
bahasa lainnya. Hal ini biasanya berhubungan dengan karakteristik penutur,
seperti latar belakang sosial, tingkat pendidikan, dan rasa keagamaan. Biasanya,
ciri menonjolnya berupa kesantaian atau situasi informal. Namun bisa terjadi
karena keterbatasan bahasa, ungkapan dalam bahasa tersebut tidak ada
padanannya, sehingga ada keterpaksaan menggunakan bahasa lain, walaupun
hanya mendukung satu fungsi.
Fenomena bahasa berupa campur kode dalam ragam bahasa tulis tersebut
terdapat pada novel Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag. Novel ini
mengisahkan seorang tokoh bernama Pariyem, seorang pembantu sebuah keluarga
kaya di Yogyakarta. Tokoh Pariyem secara berulang-ulang menceritakan latar
belakang asalnya, di mana dan kapan dia dilahirkan, bahkan penggambaran situasi
ketika dia dilahirkan. Novel ini mengangkat latar cerita dengan budaya Jawa yang
terlihat dari penggambaran latar belakang tokoh, penggambaran latar situasi
tempat dan waktu, serta tuturan-tuturan dalam penceritaan.
Novel ini diterbitkan pertama kali pada tahun 1981. Novel ini merupakan
karya sastra yang unik karena berupa prosa lirik. Linus Suryadi, sang pengarang,
begitu banyak memasukkan unsur Jawa ke dalamnya. Novel ini pertama kali
diterbitkan dalam bahasa Belanda dengan judul De Bekentenis van Pariyem pada
tahun 1985 yang diterjemahkan oleh Maria Thermorshuizen.
Linus Suryadi Ag sebagai pengarang novel Pengakuan Pariyem memulai
karyanya pada sekitar tahun 1970-an dengan 400 buah puisi. Beliau sendiri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
menulis di bawah pengaruh tulisan-tulisan Goenawan Moehamad, Sapardi Djoko
Damono, dan Taufik Ismail. Akhirnya beliau mengambil ciri khas tulisannya
sendiri yang tampak dari karya-karyanya yang sarat akan suasana kejawaan.
Bahkan menurut Ashadi Siregar dalam bagian akhir novel Pengakuan Pariyem
(2002:313), bagi Linus, aspek kebudayaan Jawa merupakan sesuatu yang sangat
besar untuk dimaksimalkan penggunaannya bagi karya sastranya.
Novel Pengakuan Pariyem merupakan karya sastra yang masterpiece pada
sekitar tahun 80-an. Karena menjadi idola pada tahunnya, prosa lirik ini
diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa seperti, bahasa Belanda dengan judul De
Bekentenis van Pariyem oleh Maria Thermorhuizen, bahasa Inggris dengan judul
Pariyem‟s Confession oleh Jennifer Mary Lindsay, dan dalam bahasa Perancis
yang diterjemahkan oleh Henri Chambert-Loir atas dukungan UNESCO menjadi
Les Confession de Pariyem. Beberapa paragraf terjemahan karya ini terdapat di
Menagerie, no.1, Lontar Foundation, Jakarta, 1992. Karya ini menjadi salah satu
karya yang terkenal dan fenomenal pada waktu itu karena karya ini berupa prosa
lirik dan mempelopori munculnya banyak karya sastra yang bersifat kedaerahan.
Linus Suryadi secara dominan menuangkan khas kedaerahan Jawa pada karya-
karyanya, tidak hanya dalam novel Pengakuan Pariyem yang berupa prosa lirik,
namun juga dalam beberapa esai seperti Regol Megal-Megol, Nafas Budaya
Yogya, Dari Pujangga ke Penulis Jawa, dan Tirta Kamandanu.
Linus Suryadi, selaku pengarang, memiliki latar belakang Jawa. Beliau lahir
dan besar di Dusun Kadisobo, Sleman, 15 kilometer dari Yogyakarta. Kedua
orang tuanya adalah petani Jawa. Tidak heran jika Pengakuan Pariyem menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
sebagian dari hidup Linus selaku pengarang. Di dalam novel tersebut, Linus
bercerita dengan bahasa Indonesia yang dicampur dengan bahasa Jawa.
Contoh campur kode dalam novel Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi
Ag adalah sebagai berikut
(1) O, manakah iman, manakah wewaler Tuhan
Bila nyawa tak punya lagi tempat aman? (hal 17)
(2) O, Allah, Gusti nyuwun ngapura
di pinggir sumur saya nembang (hal 19)
Pada contoh (1) terdapat kata wewaler ‗larangan, pamali, pantangan‘ berasal dari
kata bahasa Jawa. Pada contoh (2) terdapat kata Gusti nyuwun ngapura ‗Tuhan,
mohon ampun‘ berasal dari klausa bahasa Jawa. Pada contoh ini juga terdapat
kata nembang ‗menyanyikan lagu‘ yang berasal dari kata bahasa Jawa.
Alasan pertama dalam pemilihan topik campur kode pada tuturan tokoh
Pariyem dalam novel Pengakuan Pariyem ini yaitu karena penulis ingin
mengetahui pada satuan lingual apa saja campur kode dalam novel ini terjadi.
Berikut contoh tuturan Pariyem dalam novel Pengakuan Pariyem,
(3) Saya tak tahu apa jawabannya,
Tapi coba, sampeyan permalukan
di tengah-tengah banyak orang. (hal 56)
(4) Saya sudah punya ngelmu krasan, kok
ngelmu hidup yang sudah ditinggalkan. (hal 54)
(5) Sikap congkak dan sombong diri
tanda orang itu kurang pekerti
“Wani ngalah luhur wekasanipun” (hal 49)
Pada contoh (3) terdapat kata bahasa Jawa berupa kata dasar sampeyan ‗anda‘.
Pada contoh (4) terdapat ungkapan ngelmu krasan ‗ilmu untuk bertahan
(beradaptasi) di lingkungan baru‘ dari bahasa Jawa. Pada contoh (5) terdapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
perumpamaan wani ngalah luhur wekasanipun „orang yang rendah hati dan
mengalah akan dimuliakan‟.
Alasan Kedua dari pemilihan topik tentang campur kode pada tuturan tokoh
Pariyem dalam novel Pengakuan Pariyem adalah penulis ingin mengetahui latar
belakang penggunaan campur kode dalam novel Pengakuan Pariyem ini. Berikut
contohnya:
(6) Fajar telah terbit di timur
Sejak subuh hari para tamu pun pulang
Begitupun nDoro Kanjeng dan nDoro Ayu
esuk uthuk-uthuk turun ke Ngayogyakarta. (hal 210)
(7) Betapa senangnya hati saya
nDoro Putri tidur seamben dengan saya
Dia betah dan krasan tinggal di desa
dan, O, makan dan jajan apa adanya
Tak pernah mencacat, dia nrima saja betapa senangnya hati saya (hal
211)
Pada contoh (6) pengarang menggunakan istilah esuk uthuk-uthuk ‗pagi-pagi buta‘
untuk menggambarkan keadaan pagi pada latar penceritaan yang tidak terlalu
subuh namun juga belum terlalu pagi. Penjelasan latar situasi penceritaan ini lebih
memilih menggunakan bahasa Jawa karena merupakan kebiasaan untuk
menceritakan situasi pagi hari yang digambarkan dalam cerita. Pada contoh (7)
pengarang menggunakan istilah seamben ‗seranjang‘, krasan ‗betah‘, dan nrima
‗menerima‘ karena ingin menunjukkan bahwa penutur yang merupakan seorang
pembantu memiliki kesantaian dalam berbicara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, permasalahan yang
dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
1.2.1 Dalam satuan lingual apa sajakah campur kode terjadi dalam novel
Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag?
1.2.2 Mengapa terjadi campur kode dalam novel Pengakuan Pariyem karya
Linus Suryadi Ag?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, penelitian ini
bertujuan umum untuk menganalisis fenomena campur kode penggunaan bahasa
Indoenesia, dalam hal ini akan diteliti terjadinya penggunaan bahasa Indonesia
yang menggunakan unsur bahasa Jawa. Secara khusus, tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1.3.1 Mendeskripsikan satuan lingual apa saja campur kode terjadi dalam novel
Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag
1.3.2 Mendeskripsikan sebab-sebab terjadinya campur kode dalam novel
Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag.
1.4 Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara teoretis dan
praktis. Secara teoretis manfaat yang didapat adalah mempertegas kajian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
sosiolingustik dan stilistika. Pada penegasan kajian sosiolinguistik, penelitian ini
diharapkan dapat menguatkan bahwa latar belakang seseorang penutur dapat
mempengaruhi tuturan yang digunakannya. Dalam hal ini, latar belakang budaya,
sosial, agama, lingkungan tempat tinggal, dan pendidikan memperkuat bagaimana
seseorang bertutur. Selain itu, penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan
kajian stilistika, yakni bahwa dengan penggunaan bahasa daerah, yang secara
khusus tampak dalam penelitian ini adalah bahasa Jawa, dapat memunculkan
keindahan dan sopan santun dalam bertutur. Penggunaan campur kode ini juga
menunjukkan adanya keinginan untuk mengungkapkan makna dengan lebih tepat.
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk
membaca tindak campur kode yang muncul pada karya sastra lain selain novel
Pengakuan Pariyem. Selain itu, pembaca juga bisa memiliki pemahaman
mengapa terkadang dalam komunikasi terjadi tindak campur kode.
1.5 Tinjauan Pustaka
Campur kode pernah diteliti sebelumnya oleh Ekayanti (2004) dalam
skripsinya yang berjudul ―Campur Kode dalam Novel Belantik karya Ahmad
Tohari‖ yang meneliti beberapa permasalahan, yakni, (1) jenis-jenis campur kode
apa yang terdapat dalam Novel Belantik karya Ahmad Tohari berdasarkan satuan
lingualnya, (2) jenis-jenis campur kode apa yang terdapat dalam Novel Belantik
karya Ahmad Tohari berdasarkan bahasanya, (3) makna satuan lingual yang
tercampur, dan (4) faktor penyebab terjadinya campur kode.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Hendriawan (2009) dalam skripsinya yang berjudul ―Campur Kode pada
Penulisan Blog www.seleb.tv‖ menulis bahwa campur kode terjadi bila seorang
penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan yang mendukung suatu
tuturan disisipi oleh unsur bahasa lainnya. Permasalahanan yang dibahas dalam
skripsinya, yakni (1) apa sajakah jenis campur kode, (2) apa sajakah wujud
campur kode, dan (3) faktor apakah yang melatarbelakangi terjadinya campur
kode.
Yuniawan dalam jurnal Humaniora, Volume 17 No.1 (2005: 89-99) menulis
tentang ―Campur Kode pada Masyarakat Etnik Jawa-Sunda: Kajian
Sosiolinguistik dalam Ranah Pemerintahan di Kabupaten Brebes‖. Pada penelitian
ini, Yuniawan menemukan wujud campur kode masyarakat etnik Jawa-Sunda
yang berada dalam ranah pemerintahan, yang terdiri dari (1) campur kode BJw-dB
dalam BI, (2) campur kode BS-dB dalam BI, (3) campur kode BJw-dB dalam BS-
dB, (4) campur kode BS-dB dalam BJw-dB, (5) campur kode BJw-Ng dalam BI,
dan (6) campur kode BJw-Kr dalam BI.
Setyawati dalam jurnal Jalabahasa, Volume 6, No.1 (2010:63-72) menulis
tentang ―Campur Kode dalam Rubrik „Ah... Tenane‟ pada Harian Solopos Edisi
29-30 Januari dan 1 Februari 2010‖. Permasalahan yang diteliti oleh Setyawati
adalah bentuk-bentuk campur kode dalam rubrik „Ah... Tenane‟ pada harian
Solopos edisi 29-30 Januari 2010 dan 1 Februari 2010. Dari analisis yang
dilakukan, diperoleh bahwa bentuk-bentuk campur kode adalah berupa penyisipan
bahasa Jawa berupa kata, penyisipan berupa frasa, dan penyisipan berupa klausa
ke dalam bahasa Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
Ciptini (2003) dalam tesisnya meneliti tentang ―Jenis dan Alasan
Penggunaan Campur Kode dalam Komunikasi Hubungan Kerja Rektor
Universitas Negeri Semarang‖. Permasalahan yang dibahas dalam tesis tersebut
yaitu jenis dan alasan apa saja yang menyebabkan digunakannya campur kode
dalam komunikasi hubungan kerja rektor Universitas Negeri Semarang. Ada dua
macam campur kode yang digunakan oleh rektor Universitas Negeri Semarang
dalam komunikasi formal, yaitu (1) campur kode serumpun, dan (2) campur kode
tak serumpun. Penggunaan campur kode tersebut terjadi pada penyisipan berupa
kata, frasa, baster, dan idiom. Alasan penggunaan campur kode adalah untuk
menunjukkan wawasan penutur yang luas, rasa kedaerahan, perasaan senang dan
tidak senang, menghormati seseorang, dan keinginan untuk menjelaskan atau
menafsirkan.
Dalam skripsi ini dibahas campur kode bahasa Jawa ke dalam bahasa
Indonesia pada tuturan tokoh Pariyem dalam novel Pengakuan Pariyem karya
Linus Suryadi Ag. Permasalahan yang diangkat adalah campur kode pada tuturan
tokoh Pariyem yang terdapat pada novel Pengakuan Pariyem terjadi dalam satuan
lingual apa saja dan sebab-sebab terjadinya campur kode dalam novel Pengakuan
Pariyem karya Linus Suryadi Ag. Meskipun penelitian ini tidak mengembangkan
hasil penelitian yang sudah ada mengenai jenis-jenis campur kode berdasarkan
satuan lingualnya dan sebab-sebab terjadinya campur kode, penulis mengambil
kelebihan dari penelitian ini, yakni karena novel Pengakuan Pariyem merupakan
prosa lirik sehingga membuat novel ini memiliki perbedaan spesifik dengan
novel-novel yang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
1.6 Landasan Teori
Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini meliputi, (1) pengertian
bilingualisme, (2) pengertian alih kode dan campur kode, (3) jenis campur kode
berdasarkan satuan lingualnya, (4) faktor-faktor penyebab terjadinya campur
kode.
1.6.1 Pengertian Bilingualisme
Istilah bilingualisme dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan.
Secara harafiah, yang dimaksud dengan bilingualisme, yaitu berkenaan dengan
penggunaan dua bahasa atau dua kode bahasa. Secara sosiolinguistik, secara
umum, bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang
penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian (Mackey
1962:12, Fishman 1975:73 dalam Chaer 2004:84).
Bloomfield dalam Chaer (2004:85) mengatakan bahwa bilingualisme
adalah kemampuan seorang penutur untuk menggunakan dua bahasa dengan sama
baiknya. Haugen (1961) mendukung pernyataan Bloomfield tentang bilingualisme
dengan definisinya, yaitu tahu akan dua bahasa atau lebih berarti bilingual.
Namun, menurut Haugen selanjutnya, seorang bilingual tidak secara aktif
menggunakan kedua bahasa itu, tetapi cukup kalau bisa memahaminya saja.
1.6.2 Pengertian Campur Kode dan Alih Kode
Appel dalam Chaer (2004:107) mendefinisikan alih kode sebagai, ―gejala
peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi‖. Berbeda dengan Appel,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Hymes (1875:103) menyatakan alih kode itu bukan hanya terjadi antarbahasa,
tetapi dapat juga terjadi antara ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam
satu bahasa.
Pengalihan kode ini, dalam berbagai kepustakaan linguistik secara umum
disebabkan oleh (1) pembicara atau penutur, (2) pendengar atau lawan tutur, (3)
perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga, (4) perubahan dari formal ke
informal atau sebaliknya, dan (5) perubahan topik pembicara (Chaer, 2004:108).
Pembicaraan mengenai alih kode tidak terlepas dari pembahasan tentang
campur kode. Kedua peristiwa yang lazim terjadi dalam masyarakat bilingual ini
mempunyai kesamaan yang besar, sehingga seringkali sukar dibedakan. Hall dan
Hill dalam Chaer (2004:114) dalam penelitian mereka mengenai masyarakat
bilingual bahasa Spanyol dan Nahuali di kelompok Indian Meksiko, mengatakan
bahwa tidak ada harapan untuk membedakan antara alih kode dan campur kode.
Kesamaan antara alih kode dan campur kode adalah penggunaan dua bahasa
atau lebih, atau dua varian dari sebuah bahasa dalam satu masyarakat tutur. Dalam
alih kode setiap bahasa yang digunakan masih menduduki fungsi otonominya
sendiri, sedangkan dalam campur kode, kode utama atau dasar masih menduduki
fungsi otonomnya, sedangkan kode lain yang terlibat hanya berupa serpihan.
Campur kode ialah fenomena pencampuran bahasa kedua ke dalam bahasa
pertama, pencampuran bahasa asing ke dalam struktur bahasa ibu. Berdasarkan
definisi sederhana ini, fenomena campur kode sebenarnya tidak melulu
melibatkan bahasa asing. Bisa juga melibatkan bahasa daerah dengan bahasa
nasional (http://indonesiasaram.wordpress.com/2007/01/06/campur-kode/).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Campur kode adalah bilamana orang mencampur dua (atau lebih) bahasa
atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa (speech act atau discourse) tanpa
ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang menuntut pencampuran bahasa itu
(Nababan, 1984:32).
Fasold dalam Chaer (2004:115) berpendapat bahwa campur kode ialah
fenomena yang lebih lembut daripada fenomena alih kode. Dalam campur kode
terdapat serpihan-serpihan yaitu bahasa yang digunakan oleh seorang penutur,
tetapi pada dasarnya dia menggunakan satu bahasa yang tertentu. Serpihan di sini
dapat berbentuk kata, frasa, atau unit bahasa yang lebih besar.
Terdapat dua tipe campur kode menurut Soewito (1985) yaitu campur kode
intern (inner code-mixing) dan campur kode ekstern (outer code-mixing). Campur
kode intern yaitu campur kode yang bersumber dari bahasa daerah. Campur kode
ekstern (outer code-mixing) yaitu campur kode yang bersumber dari bahasa asing
di luar bahasa penutur.
1.6.3 Jenis Campur Kode berdasarkan Satuan Lingual
Bahasa bersifat abstrak. Bahasa itu adanya hanya dalam pemakaian
(Sudaryanto, 1983:162). Bahasa dapat dikenali lewat wujud konkretnya. Wujud
konkret bahasa itu adalah satuan-satuan lingual atau satuan-satuan kebahasaan.
Satuan lingual adalah satuan yang mengandung arti, baik arti leksikal maupun
gramatikal (lih, Ramlan, 2001:27). Satuan Lingual merupakan satuan dalam
struktur bahasa (Kridalaksana, 1982:148). Satuan lingual antara lain berwujud
kata, frasa, dan kalimat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
Berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang terlibat di dalamnya, Suwito
(1985:78) membedakan campur kode menjadi beberapa macam, antara lain:
1. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata
2. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa
3. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud baster
4. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud perulangan kata
5. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan
6. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa
1.6.4 Faktor-Faktor Penyebab terjadinya Campur Kode
1.6.4.1 Menurut Dell Hymes
Faktor penyebab campur kode menggunakan teori Dell Hymes (1972).
Dell Hymes menggambarkan komponen tutur dalam suatu akronim bahasa Inggris
yang terdolong dalam delapan unsur, sehingga menghasilkan akronim speaking,
dengan huruf-huruf pertamanya sebagai berikut (Sumarsono, 2002:326-335).
a. S(etting and scene)
Latar mengacu pada waktu dan tempat terjadinya tindak tutur dan biasanya
mengacu kepada keadaan fisik. Suasana mengacu kepada ―latar
psikologis‖ atau batasan budaya tentang suatu kejadian sebagai suatu jenis
suasana tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang dalam latar yang
sama mungkin mengubah suasana, misalnya, dari formal menjadi
informal, dari serius menjadi santai, dan sebagainya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
b. P(articipants)
Partisipan adalah orang-orang yang terlibat dalam pertuturan. Beberapa
kaidah wicara di beberapa etnik tertentu menuntut spesifikasi tiga
partisipan, yaitu pengirim, penerima, pendengar, atau sumber bicara, juru
bicara, dan penerima.
c. E(nds)
Menurut Hymes, tujuan suatu peristiwa dari sudut pandang guyup tidak
perlu serupa dengan tujuan mereka yang terkait dalam guyup itu. Strategi
para partisipan merupakan faktor yang menentukan dalam pembentukan
peristiwa tutur.
d. A(ct sequences)
Act sequence (urutan tindakan) mencakup dua hal yakni bentuk pesan dan
isi pesan. Bentuk pesan merupakan hal yang mendasar dan merupakan
salah satu pusat tindak tutur, di samping isi pesan. Bentuk pesan
menyangkut cara bagaimana sesuatu (topik) dikatakan atau diberitakan. Isi
pesan berkaitan dengan persoalan apa yang dikatakan, menyangkut topik
dan perubahan topik. Bentuk dan isi pesan itu merupakan keterampilan
komunikatif yang bervariasi dari budaya yang satu ke budaya yang lain.
Tiap penutur harus mengetahui bagaimana merumuskan peristiwa tutur
dan tindak tutur yang menurut budaya guyupnya dinilai baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
e. K(ey) (tone or spirit of act)
Kunci mengacu kepada cara, nada, atau jiwa (semangat) tindak tutur
dilakukan. Kunci itu serupa dengan modalitas dalam kategori gramatika.
Tindak tutur bisa berbeda karena kunci, misalnya antara serius dan santai,
hormat dan tak hormat, sederhana dan angkuh atau sombong, dan
sebagainya. Pentingnya kunci terlihat jika ada konflik antara kunci dengan
isi tindak tutur; kunci akan mengalahkan isi.
f. I(nstrumentalities)
Instrumentalitis mengacu kepada medium penyampaian tutur: lisan,
tertulis, telegram, telepon, dan sebagainya. Dalam hal ini, orang harus
membedakan cara menggunakannya.
g. N(orms of interaction and interpretation)
Semua kaidah yang mengatur pertuturan bersifat imperatif (memerintah).
Maksudnya adalah perilaku khas dan sopan santun tutur yang mengikat
yang berlaku dalam guyup. Interpretasi memiliki norma dan menurut
Hymes mengimplikasikan sistem kepercayaan dari guyup.
h. G(enres)
Tentang ―genre‖ dimaksudkan kategori-kategori seperti puisi, mite,
dongeng, peribahasa, teka-teki, cacian (kutukan), doa, orasi, kuliah,
perdagangan, surat edaran, editorial, dan sebagainya. Pengertian genre
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
mengimplikasikan kemungkinan pengidentifikasian ciri-ciri formal
(bentuk) yang secara tradisi sudah dikenal oleh warga guyup. Richards dkk
(1985) mengemukakan, di dalam analisis wacana, genre adalah
sekelompok peristiwa tutur yang oleh guyup tutur dianggap mempunyai
tipe yang sama. Hymes menambahkan, genre sering terjadi bersama-sama
dengan peristiwa tutur, tetapi harus tetap diperlakukan berbeda dari
peristiwa tutur.
1.6.4.2 Menurut Weinreich
Selain itu, Weinreich (1953) menjelaskan mengapa seseorang harus
meminjam kata-kata dari bahasa lain. Hal ini pada dasarnya memiliki dua faktor,
yaitu faktor internal (kebahasaan) dan faktor eksternal (non-kebahasaan).
a. Faktor Internal (Kebahasaan)
Latar belakang kebahasaan yang menyebabkan orang menggunakan
campur kode adalah sebagai berikut.
1. Low frequency of word, yaitu kata-kata bahasa asing digunakan karena
lebih mudah diingat dan lebih stabil maknanya.
2. Pernicious homonimy, yaitu jika penutur menggunakan kata dari
bahasanya sendiri maka kata tersebut dapat menimbulkan masalah
homonim yaitu makna ambigu.
3. End (purpose and goal), yaitu akibat atau hasil yang dikehendaki. End
meliputi membujuk, menyarankan, dan menerangkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
b. Faktor Eksternal (Non-Kebahasaan)
Latar belakang non-kebahasaan yang menyebabkan orang menggunakan
campur kode adalah.
1. Need for synonim, yaitu penutur menggunakan bahasa lain untuk
memperhalus maksud tuturan.
2. Social value, yaitu penutur sengaja mengambil kata dari bahasa lain
dengan mempertimbangkan faktor sosial
3. Perkembangan dan perkenalan dengan budaya baru
1.7 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap strategis, yaitu: tahap
pengumpulan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis data.
Berikut diuraikan masing-masing tahap penelitian tersebut.
1.7.1 Tahap Pengumpulan Data
Data berupa teks diperoleh dari novel Pengakuan Pariyem karya Linus
Suryadi Ag. Pemerolehan data dilakukan dengan metode simak. Metode
penyediaan data ini diberi nama metode simak karena penjaringan data dilakukan
dengan menyimak penggunaan bahasa (Kesuma, 2007:43). Dalam penelitian ini
dilakukan penyimakan terhadap campur kode dalam tuturan Pariyem dalam novel
Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag. Teknik lanjutan dari metode simak
dalam penelitian ini yaitu teknik simak bebas libat cakap.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Teknik simak bebas libat cakap adalah penjaringan data yang dilakukan
dengan menyimak penggunaan bahasa tanpa ikut berpartisipasi dalam proses
pembicaraan. Dalam teknik ini, peneliti tidak dilibatkan langsung untuk ikut
menentukan pembentukan dan pemunculan calon data kecuali hanya sebagai
pemerhati (Kesuma, 2007:44. Lih. Sudaryanto, 1988:4). Dalam teknik simak
bebas libat cakap digunakan teknik lanjutan yaitu teknik catat.
Teknik catat adalah teknik menjaring data dengan mencatat hasil
penyimakan data pada kartu data (Kesuma, 2007:45). Teknik catat ini merupakan
upaya transkripsi yang merupakan akhir dari pengumpulan data. Selain
transkripsi, tahap akhir dari pengumpulan data adalah pengklasifikasian data. Data
diklasifikasikan berdasarkan satuan lingualnya.
1.7.2 Tahap Analisis Data
Tahapan analisis data adalah langkah yang dilakukan peneliti setelah data
terkumpul sebagai upaya untuk menangani masalah yang ada dalam data. Analisis
data untuk penelitian ini menggunakan metode padan.
Metode padan, yang disebut pula metode identitas, adalah metode analisis
data yang alat penentunya berada di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari
bahasa (langue) yang bersangkutan atau diteliti (Sudaryanto, 1993:13). Metode
padan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan referensial,
metode padan pragmatis, dan metode padan translasional.
Metode padan referensial adalah metode padan yang alat penentunya
berupa referen bahasa (Kesuma, 2007:48). Metode padan referensial ini untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
mengidentifikasi satuan kebahasaan dari data yang ditunjuk. Contoh
penerapannya sebagi berikut.
(8) Saya lebih patut sebagai biyung emban (Suryadi, 2002:23)
Kalimat (8) menunjukkan kata biyung emban ‗ibu pengasuh‘ merupakan satuan
lingual berupa frasa. Penentuan satuan lingual pada kalimat tersebutlah yang
merupakan penentuan identitas berupa metode padan referensial.
Metode padan pragmatis adalah metode padan yang alat penentunya lawan
atau mitra bicara. Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi, misalnya, satuan
kebahasaan menurut reaksi atau akibat yang terjadi atau timbul pada lawan atau
mitra wicaranya ketika satuan kebahasaan itu dituturkan oleh pembicara (Kesuma,
2007:49). Contoh penerapannya adalah sebagai berikut.
(9) Dasar perempuan suka celelekan
Diberi tahu malah ngikik ketawa (Suryadi, 2002:120)
Contoh (9) menekankan pada penggunaan kata celelekan ‗tidak bisa bersungguh-
sungguh‘ untuk menunjukkan bahwa penggunaan kata bahasa Jawa lebih
mendukung pada maksud yang ingin disampaikan penutur tentang sifat lawan
bicaranya yang tidak bisa diajak serius.
Metode padan translasional adalah metode padan yang alat penentunya
bahasa lain (Kesuma, 2007:49). Contoh penerapan metode padan translasional
adalah sebagai berikut.
(10) Hasrat mangku wanodya bangkit –mana tahan— (Suryadi, 2002:25)
Contoh (10) menggunakan kata bahasa Jawa wanodya. Dalam bahasa Indonesia
kata tersebut memiliki arti ‗wanita atau perempuan‘. Pada contoh (10) kata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
wanodya dalam bahasa Jawa merujuk pada maksud yang sama dengan kata
wanita dalam bahasa Indonesia.
Teknik lanjutan yang digunakan dalam metode ini adalah teknik hubung
banding menyamakan hal pokok. Teknik hubung banding menyamakan hal pokok
adalah teknik analisis data yang alat penentunya berupa daya banding
menyamakan hal pokok di antara satuan-satuan kebahasaan yang ditentukan
identitasnya (Kesuma, 2007: 54).
1.7.3 Tahap Penyajian Hasil Analisis Data
Hasil analisis data disajikan dengan metode informal. Penyajian hasil
analisis data secara informal adalah penyajian hasil analisis data dengan
menggunakan kata-kata biasa sehingga apabila dibaca langsung dapat dipahami
(Kesuma, 2007: 71).
1.8 Sistematika Penyajian
Laporan hasil penelitian ini terdiri dari empat bab.
Bab I berisi pendahuluan. Dalam bab ini diuraikan perihal latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian.
Bab II berisi uraian mengenai jenis-jenis campur kode berdasarkan satuan
lingualnya yang ada dalam novel Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag.
Berdasarkan satuan lingualnya, campur kode terbagi atas beberapa jenis yaitu,
campur kode berupa kata, campur kode berupa frasa, campur kode berupa bentuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
ulang, campur kode berupa baster, campur kode berupa klausa, dan campur kode
berupa ungkapan.
Bab III berisi uraian mengenai sebab-sebab terjadinya campur kode dalam
novel Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag. Alasan penutur menggunakan
campur kode ada dua, yaitu adanya faktor internal (kebahasaan) dan faktor
eksternal (non-kebahasaan).
Bab IV berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan yang dimaksud adalah
kesimpulan tentang jenis-jenis campur kode berdasarkan satuan lingualnya dan
sebab-sebab terjadinya campur kode dalam novel Pengakuan Pariyem karya
Linus Suryadi Ag. Saran yang dimaksud adalah saran kepada peneliti lain yang
tertarik untuk mengkaji novel Pengakuan Pariyem dengan tinjauan yang berbeda
atau mengkaji campur kode dalam konteks yang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
BAB II
CAMPUR KODE BERDASARKAN SATUAN LINGUAL
DALAM NOVEL PENGAKUAN PARIYEM
2.1 Pengantar
Ada dua tipe campur kode, menurut Soewito (1985), yaitu campur kode
intern yaitu campur kode yang bersumber dari bahasa daerah dan campur kode
ekstern yaitu campur kode yang bersumber dari bahasa asing di luar bahasa
penutur. Sesuai dengan latar belakang penulis dan latar belakang situasi penulisan
karya, campur kode yang terjadi dalam novel Pengakuan Pariyem cenderung
mengarah pada tipe pertama, yakni campur kode intern.
Campur kode yang terjadi dalam novel Pengakuan Pariyem merupakan
campur kode intern yang terjadi dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia.
Campur kode tidak hanya terjadi dalam tataran kata, melainkan juga dalam satuan
lingual lainnya seperti frasa, kalimat, dan klausa. Pada bagian ini akan
diungkapkan campur kode yang terjadi dalam novel Pengakuan Pariyem
berdasarkan satuan lingualnya
2.2 Kuantitas Penggunaan Campur Kode di dalam Novel Pengakuan Pariyem
Wujud campur kode, menurut Soewito (1985), terbagi atas beberapa satuan
lingual, yaitu campur kode berupa kata, baster, perulangan kata, frasa, dan
ungkapan. Berikut ini tabel jumlah campur kode yang terjadi dalam novel
Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag (lihat lampiran 2).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Wujud Campur Kode Jumlah
Kata 167
Frasa 15
Baster 18
Bentuk Ulang 25
Peribahasa 19
Total 244
Tabel 1.1 kuantitas penggunaan campur kode
Dari tabel 1.1, dapat dilihat seringnya penggunaan campur kode berupa kata
dan peribahasa dalam tuturan pada novel Pengakuan Pariyem. Peristiwa campur
kode tersebut sering digunakan oleh tokoh Pariyem dalam komunikasi sehari-
harinya dengan orang di sekitarnya. Penggunaan campur kode berupa kata, frasa,
baster, dan peribahasa tersebut mewakili latar belakang tokoh untuk
mengungkapkan sesuatu kepada lawan bicaranya.
Peristiwa campur kode berupa percampuran dari bahasa Jawa ini terjadi
karena penutur1 memiliki latar belakang budaya Jawa yang kental. Selain itu,
dalam suatu komunikasi, penutur ingin mengungkapkan maksud tuturan dengan
lebih sopan ataupun lebih kasar yang berarti ‗menegaskan‘. Dalam hal ini, bentuk
tutur bahasa Jawa secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yakni bentuk
hormat dan bentuk biasa.
1 Pariyem
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Rahardi (2001:59-60) mengungkapkan tingkat tutur bahasa Jawa menjadi
tiga, yaitu tingkat tutur ngoko yang memiliki makna rasa yang tak berjarak antara
orang pertama atau penutur dengan orang kedua atau mitra tutur, tingkat tutur
krama yang memancarkan arti penuh sopan-santun antara sang penutur dengan
mitra tutur, dan tingkat tutur madya yang berada di antara tingkat tutur krama dan
tingkat tutur ngoko yang menunjukkan perasaan sopan tetapi tingkatnya tidak
terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah.
Berdasarkan kuantitas penggunaan campur kode dalam novel Pengakuan
Pariyem, berikut dipaparkan bentuk campur kode berdasarkan satuan lingualnya
yang terdapat dalam novel Pengakuan Pariyem.
2.3 Bentuk Campur Kode dalam Novel Pengakuan Pariyem berdasarkan
Satuan Lingualnya
Berdasarkan satuan lingualnya, campur kode yang ditemukan dalam Novel
Pengakuan Pariyem adalah sebagai berikut.
2.3.1 Campur Kode berupa Kata
Kata adalah satuan bebas yang paling kecil yang dapat berdiri sendiri dan
mempunyai arti. Gorys Keraf dalam Kridalaksana (1990:25) membagi kata atas
empat bagian, yaitu kata benda (nomina), kata kerja (verba), kata sifat (adjektiva),
dan kata tugas. Berikut campur kode berupa kata yang ditemukan dalam novel
Pengakuan Pariyem.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
2.3.1.1 Campur Kode Berupa Kata Benda ( Nomina )
Kata benda (nomina) adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang,
benda, dan konsep atau pengertian (Hasan Alwi, 2003:213). Campur kode berupa
kata benda yang terdapat dalam novel Pengakuan Pariyem adalah sebagai berikut.
2.3.1.1.1 Kata Benda yang Menyatakan Sapaan
Kata benda yang menyatakan sapaan dalam bahasa Jawa sama dengan kata
benda berupa yang menyatakan sapaan dalam bahasa Indonesia. Contoh kata
benda yang menyatakan sapaan dalam novel Pengakuan Pariyem adalah sebagai
berikut.
(11) ―Jangan sampeyan bertanya
‗Kenapa dua adik saya tak bernama
Bambang dan Endang saja?‘ (Suryadi, 2002:5)
(12) Sedangkan pada hari siang
ketimbang ngrasani para tetangga
dan bergunjing perkara bendoronya
ongkang-ongkang di amben dapur
sinambe kalaning nganggur (Suryadi, 2002:21)
(13) Demikian pun bapak dan simbok saya
tanpa rasa sesal dan rasa curiga (Suryadi, 2002:26)
Campur kode berupa kata benda yang menyatakan sapaan tampak dalam contoh
(11) kata sampeyan ‗Anda‘, contoh (12) kata bendoro ‗Tuan‘, dan contoh (13)
kata simbok ‗Ibu‘.
2.3.1.1.2 Kata Benda yang Menyatakan Nama Benda
Contoh campur kode berupa kata benda yang menyatakan nama benda
adalah sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
(14) Ongkang-ongkang di amben dapur
Sinambi kalaning nganggur (Suryadi, 2002:21)
(15) Hasrat mangku wanodya bangkit –mana tahan- (Suryadi, 2002:25)
(16) Saya songkokkan di dada
sebagai kutang menyongkok penthil (Suryadi, 2002:28)
(17) Waktu prabu Ajisaka menggelar iketnya
prabu Dewata Cengkar sampai terjungkal (Suryadi, 2002:44)
(18) Suatu hari wong bule datang (Suryadi, 2002:110)
(19) Yang dekat Alun-alun Lor jalan kaki
yang jauh dari luar kota naik colt (Suryadi, 2002:121)
(20) Dengan rasa bangga dan lega –pulanglah-
Numpak andhong ditarik dua jaran (Suryadi, 2002:125)
Campur kode yang berupa kata benda yang menyatakan nama benda tampak pada
contoh (14) kata amben ‗balai-balai‘, contoh (15) kata wanodya ‗wanita‘, contoh
(16) kata kuthang ‗pakaian dalam wanita (BH)‘ dan kata penthil ‗puting susu‘,
contoh (17) kata iket ‗ikat kepala‘, contoh (18) kata wong ‗orang‘, contoh (19)
kata colt ‗merk angkutan umum‘, dan contoh (20) kata jaran ‗kuda‘.
2.3.1.1.3 Kata Benda yang Menyatakan Pelaku atau Orang yang Sedang
Melakukan Pekerjaan
Contoh campur kode berupa kata benda yang menyatakan pelaku atau
orang yang sedang melakukan pekerjaan adalah sebagai berikut.
(21) ―Sedang simbok saya jadi ledhek
Parjinah nama kecilnya (Suryadi, 2002:24)
(22) ―Iyem‖ panggilan sehari-harinya
dari Wonosari Gunung Kidul
Sebagai babu nDoro Kanjeng Cokro Sentono (Suryadi, 2002:34)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
(23) nDoro Kanjeng langka absen, lho
menghadiri sarasehan para sindhen (Suryadi, 2002:70)
Campur kode berupa kata benda yang menyatakan pelaku atau orang yang sedang
melakukan pekerjaan tampak pada contoh (21) kata ledhek yang memiliki arti
penandak; penari (perempuan) dalam kethoprak, contoh (22) kata babu
‗pembantu‘, dan contoh (23) kata sindhen ‗penyanyi yang diiringi dengan musik
gamelan‘.
2.3.1.2 Berupa Kata Kerja (Verba)
Kata kerja atau verba adalah kata yang menggambarkan proses, perbuatan
(aksi), atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas. Verba, khususnya yang
bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefix ter- yang berarti paling. Verba juga
tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan makna kesangatan
(Alwi, 2003:87).
Secara umum verba dapat diidentifikasi dan dibedakan dari kelas kata
yang lain, terutama dari adjektiva, karena cirinya sebagai berikut (Depdikbud,
1988:76).
a. Verba berfungsi utama sebagai predikat atau sebagai inti predikat
dalam kalimat walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain.
b. Verba mengandung makna dasar perbuatan (aksi), proses, atau
keadaan yang bukan sifat atau kualitas.
c. Verba, khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefiks
ter- yang berarti ‗paling‘.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Campur kode berupa verba yang ditemukan dalam novel Pengakuan
Pariyem adalah sebagai berikut.
2.3.1.2.1 Kata Kerja yang Menyatakan Aksi atau Perbuatan
Contoh campur kode berupa kata kerja yang menyatakan aksi atau
perbuatan adalah sebagai berikut.
(24) Saya sudah membereskan meja makan
Cuci pakaian, asah-asah, setlika
sudah saya kerjakan dengan setia
kini saya berhak tidur –ngaso- (Suryadi, 2002:30)
(25) Karsa mrentul di dalam sanubari
sebagai puting susu disedot lelaki
Muncul ke luar ia membutuhkan papan
sebagai ludah insan cipokan
merembus ke luar tak terkendalikan (Suryadi, 2002:32)
(26) ―Saya ingat hari terjadinya
Dan saya ingat hari pasarannya
Kamis Pahing persisnya
jatuh pada bulan purnama
Dan sejak itu, tiap kali kangen
dia terus mengajak sare sama saya (Suryadi, 2002:40)
(27) ―Ah ya, Raden Bagus Ario Atmojo
Begitu bila nDoro Ayu bercerita
pada para tamu yang sowan ke ndalemnya
Dia kuliah di Fakultas Filsafat
Universitas Gadjah Mada (Suryadi, 2002:41)
(28) ―nDoro Kanjeng wong wicaksono, lho
Sering benar diminta kasih wejangan
Dalam upacara ngundhuh pengantin
upacara tetesan dan supitan
Dalam upacara layat kematian
dan dalam upacara ruwatan (Suryadi, 2002:65)
(29) Ki dalang Kimpul dari Sleman
melakonkan Alap-alapan Sukesi
Dan simbok nyindhen sampai pagi
terang, pulangnya diantar seorang lelaki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Sedang bapak ngetoprak di Tempel
pulangnya saban seminggu sekali (Suryadi, 2002:81)
(30) ―Sekadar mencari angin malam
Makan nasi goreng pada bu Luntur
di Alun-alun Lor Ngayogyakarta
Minum teh nas-gi-thel bergula batu
di pojok wetan Paku Alaman
Makan nasi gudeg dan teh jahe
di depan pasar gede Beringharjo
Sehabis nonton gambar hidup
di gedung Ratih atau Indra
Atau nonton seni pertunjukan
di Senisono atau Purna Budaya
Atau mirsani pagelaran wayang
di Alun-alun Kidul Ngayogyakarta (Suryadi, 2002:97)
(31) Ah, ya betapa lucu mereka
pertengkaran mulut sebagai buahnya
Lalu masing-masing pada wadul
kepada Romo dan Ibunya (Suryadi, 2002:144)
Adapun verba yang menyatakan aksi atau perbuatan dalam contoh (24) sampai
contoh (31) adalah, ngaso ‗beristirahat‘, cipokan ‗ciuman‘, sare ‗tidur‘, sowan
‗berkunjung‘, ngundhuh ‗memetik; menjemput pengantin dari rumah pengantin
perempuan‘, ngetoprak ‗bermain ketoprak‘, mirsani ‗menyaksikan‘, dan wadul
‗mengadu‘.
2.3.1.2.2 Kata Kerja yang Menyatakan Keadaan
Contoh campur kode berupa kata kerja yang menyatakan keadaan adalah
sebagai berikut.
(32) Apabila saya menyapa Den Baguse
bayang matanya penuh alam mimpi
Dia menelan ludah berkali-kali
Anunya lalu ngaceng, lho (Suryadi, 2002:35)
(33) Dari Wonosari Gunung Kidul
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
saya pun menggelinding –turun-
mBeboro mencari tumpangan raga
Sebagai babu nDoro Kanjeng Cokro Sentono
di nDalem Suryomentaraman Ngayogyakarta
Tapi dengan putra sulungnya main asmara
dan kini meteng sebagai buahnya (Suryadi, 2002:181)
Campur kode berupa kata kerja yang menyatakan keadaan tampak pada contoh
(32) kata ngaceng yang berarti tegang atau ereksi, dan contoh (33) kata meteng
yang berarti hamil.
2.3.1.3 Berupa Kata Sifat (Adjektiva)
Kata sifat atau adjektiva adalah kata yang memberikan keterangan yang
lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam suatu kalimat.
Adjektiva dapat diikuti kata keterangan sekali, serta dapat dibentuk menjadi kata
ulang berimbuhan gabung se-nya (Hasan Alwi, 2003:171).
Ciri-ciri adjektiva adalah sebagai berikut (Depdikbud, 1988:209).
a. Adjektiva dapat diberi keterangan pembanding seperti lebih, kurang,
dan paling: lebih besar, kurang baik, paling mahal.
b. Adjektiva dapat diberi keterangan penguat seperti sangat, amat, benar,
sekali, dan terlalu: sangat indah, amat tinggi, pandai benar, murah
sekali, terlalu murah.
c. Adjektiva dapat diingkari dengan kata ingkar tidak: tidak bodoh, tidak
salah, tidak benar.
d. Adjektiva dapat diulang dengan awalan se- dan akhiran –nya: sebaik-
baiknya, serendah-rendahnya, sejelek-jeleknya.
e. Adjektiva pada kata tertentu dapat berakhir antara lain dengan -er,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
-(w)i, -iah, -if, -al, dan –ik: honorer, duniawi, ilmiah, negatif, formal.
Campur kode berupa kata kerja yang ditemukan dalam novel Pengakuan
Pariyem adalah sebagai berikut.
2.3.1.3.1 Adjektiva yang Menyatakan Penilaian
Contoh campur kode berupa kata sifat yang mengatakan penilaian adalah
sebagai berikut.
(34) Bapak saya biasa berperan bambangan
banyak benar wanita kepencut sama bapak saya
Apalagi bila dia sudah gandrung – ura-ura-
para penonton terharu hilang kata (Suryadi, 2002:24)
(35) Perasaannya peka
sepeka pita kaset
Dan rangkulannya jembar
sejembar pergaulannya (Suryadi, 2002:65)
(36) Ibarat minyak dan air
tak bisa lebur tak bisa akur
selalu kerah –congkrah- (Suryadi, 2002:76)
(37) Agar jejeg imannya
dan landhep batinnya (Suryadi, 2002:105)
(38) Dasar perempuan suka celelekan
diberi tahu malah ngikik ketawa (Suryadi, 2002:120)
Campur kode berupa adjektiva yang menyatakan penilaian tampak pada contoh
(34) sampai (38) diatas yaitu, gandrung ‗kasmaran, tergila-gila‘, jembar ‗lebar‘,
kerah ‗berkelahi‘, serta jejeg ‗tegak lurus‘, landhep ‗tajam‘ dan celelekan
‗seenaknya sendiri‘.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
2.3.1.3.2 Adjektiva yang Menyatakan Perasaan Batin
Contoh campur kode yang berupa adjektiva yang menyatakan perasaan
batin adalah sebagai berikut.
(39) Tapi saya juga pasang gaya:
Melepas setagen berganti kain
cobot kebaya ganti yang lain
Wuah, wuah, dia pasti terus merajuk
tidak jarang dia pun ngamuk-ngamuk
Bilangnya, dia tresna banget sama saya (Suryadi, 2002:47)
(40) Dan hanya kepada sampeyan, lho, mas
lelakon semua ini saya ceritakan
Tak saya sidhem, tak saya dekam
saya krasan yang serba tentram (Suryadi, 2002:63)
(41) Begitupun Nyai Kondhang kuning
Dari Kricak Lor Ngayogyakarta
Suaranya anyles bikin gemes (Suryadi, 2002:71)
(42) Dalam kantuk yang menggandhul
Hati saya sumeleh, bersyukur (Suryadi, 2002:77)
(43) Apakah karena terbawa oleh naluri
Lelaki itu karem banget kekuasaan (Suryadi, 2002:152)
Campur kode berupa adjektiva yang menyatakan perasaan batin tampak pada
contoh (39) kata tresna ‗cinta‘, contoh (40) kata krasan ‗betah‘, contoh (41) kata
anyles ‗sejuk sekali‘, contoh (42) kata sumeleh ‗tawakal‘, dan contoh (43) kata
karem ‗suka sekali akan; sudah menjadi kegemaran‘.
2.3.1.3.3 Adjektiva yang Menyatakan Warna
Contoh campur kode berupa adjektiva yang menyatakan warna adalah
sebagai berikut.
(44) Membeli telur godhog sunduk
Yang diborehi warna abang (Suryadi, 2002:119)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Campur kode berupa adjektiva yang menyatakan warna dalam novel Pengakuan
Pariyem hanya ditemukan satu data yakni contoh (44) kata abang ‗merah‘.
2.3.1.4 Berupa Kata Tugas
Kata tugas hanya mempunyai arti gramatikal, tetapi tidak memiliki arti
leksikal. Ini berarti bahwa arti suatu kata tugas ditentukan bukan oleh kata itu
secara lepas, tetapi oleh kaitannya dengan kata lain dalam frasa atau kalimat.
Kata seperti dan, ke, karena, dan dari termasuk dalam kelas kata tugas (Alwi,
2003:287). Ciri lain dari kata tugas adalah bahwa hampir semua kata tugas tidak
dapat mengalami perubahan bentuk.
Berdasarkan peranannya dalam frasa atau kalimat, kata tugas dibagi
menjadi lima kelompok, yaitu preposisi (kata depan), konjungsi (kata sambung),
interjeksi (kata seru), artikula (kata sandang), dan partikel penegas.
Dalam novel Pengakuan Pariyem, jenis kata tugas yang ditemukan berupa
partikel, sebagaimana terlihat pada contoh berikut.
(45) Kalau memang sudah nasib saya
Sebagai babu, apa ta, repotnya?
Gusti Allah Maha Adil, kok
Saya nrima ing pandum (Suryadi, 2002:29)
(46) Dan saya langka mencaci orang, lho
kecuali orangnya memang sontoloyo (Suryadi, 2002:34)
(47) ―Ketlingsut ke mana kamu, yu Iyem?
Sudah 5 tahun di Yogya kok hilang
Kepencut sama wong lanang apa, ha?‖ (Suryadi, 2002:120)
(48) Dalam gelora hasrat yang berkobar
apabila derita sudah terlupakan
Lha, ya, jangan meleh-melehake, mas
bila suatu hari nanti saya meteng
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
dan kudu melahirkan bayi kembali –
Lha, ya, mau bagaimana lagi, ta
enak, kok
kepenak (Suryadi, 2002:218)
Kata tugas berupa partikel yang ditemukan dalam novel Pengakuan Pariyem pada
contoh (45) sampai contoh (48) adalah ta, lho, ha, lha, dan ya.
2.3.2 Campur Kode berupa Frasa
Frasa adalah satuan gramatikal yang terdiri dari dua atau lebih dari dua
kata yang tidak berciri klausa dan yang pada umumnya menjadi pembentuk klausa
(Kentjono, 1984:57). Sama halnya dengan kata, frasa dapat berdiri sendiri. Pada
umumnya frasa dapat diperluas. Contoh penyisipan kata pada frasa merupakan
bentuk perluasan frasa. Dalam bahasa Indonesia, kata terakhir dalam frasa
umumnya mempunyai tekanan yang lebih keras dari kata lain dalam frasa itu
(Kentjono, 1984:58).
Dalam novel Pengakuan Pariyem, campur kode yang terjadi pada satuan
lingual frasa adalah sebagai berikut.
2.3.2.1 Campur Kode Berupa Frasa Nomina
Menurut Ramlan (1995:167), frasa nomina adalah frasa yang memiliki
distribusi yang sama dengan kata nominal. Menurut Wijana (2009:29), frasa
nomina adalah kelompok kata yang unsur pusatnya nomina. Unsur pusatnya tidak
selalu monomorfemik, tetapi mungkin pula polimorfemik.
Berikut contoh campur kode berupa frasa nomina yang terjadi dalam
tuturan pada novel Pengakuan Pariyem:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
(49) O, Allah, Gusti nyuwun ngapura
Saya lebih patut sebagai biyung emban (Suryadi, 2002:23)
(50) Gusti Allah, Maha Adil, kok (Suryadi, 2002:29)
(51) Tapinya kosong melompong
buahnya kanthong bolong (Suryadi, 2002:59)
(52) Hatinya longgar
selonggar kathok kolor (Suryadi, 2002:65)
(53) Pikirannya tajam
setajam keris warangan (Suryadi, 2002:65)
(54) ―Sejak siang hujan riwis-riwis
Jatuh di jagad Ngayogyakarta (Suryadi, 2002:41)
Campur kode berupa frasa nomina dalam novel Pengakuan Pariyem tampak pada
contoh (49) frasa biyung emban ‗ibu pengasuh‘, contoh (50) frasa gusti allah
‗Tuhan Allah‘, contoh (51) frasa kanthong bolong ‗kantung berlubang‘, contoh
(52) frasa kathok kolor ‗celana longgar‘, contoh (53) frasa keris warangan ‗keris
yang dilumuri arsenicum, digunakan supaya keris tidak lekas berkarat‘, dan
contoh (54) frasa hujan riwis-riwis ‗hujan rintik-rintik‘.
2.3.2.2 Campur Kode Berupa Frasa Verbal
Frasa verba adalah frasa yang berdistribusi yang sama dengan kata verba
(Ramlan, 1995:168). Menurut Wijana (2009:48), frasa verbal adalah kelompok
kata yang unsur pusatnya verbal.
Contoh campur kode berupa frasa verbal dalam novel Pengakuan Pariyem
adalah sebagai berikut:
(55) Tapi tongseng dan nasi goreng, ojo takon
- karemnya luar biasa, tak ketulungan (Suryadi, 2002:41)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
(56) Dengan berpokrol bambu, waton mangap
Bergaya atos pula: akhirnya uanglah
Yang menjadi kunci kepribadiannya (Suryadi, 2002:134)
Campur kode berupa frasa verbal dalam novel Pengakuan Pariyem tampak pada
contoh (55) frasa ojo takon ‗jangan bertanya‘ dan contoh (56) frasa waton mangap
‗asal buka mulut; asal bicara‘.
2.3.2.3 Campur Kode Berupa Frasa Adjektival
Frasa adjektival adalah frasa yang memiliki distribusi yang sama dengan
kata adjektival (Ramlan, 1995:176). Campur kode berupa frasa adjektival dalam
novel Pengakuan Pariyem adalah sebagai berikut:
(57) Dia punya katuranggan raden Gatotkaca
: gantheng tapi lembut
Kalem tapi pun sembodo
Guwayanya suntrut
dan pasuryannya bercahaya (Suryadi, 2002:43)
(58) Bagaikan iket kepala Sala-Ngayogya
dijereng jembar, dipakai pun longgar (Suryadi, 2002:44)
(59) Saya tak ayem tentrem karenanya
saya tak krasan ketemu siapa saja (Suryadi, 2002:60)
(60) Tapi juga di Pendhopo Kecamatan, Kabupaten
Pendhopo Kalurahan dan rumah gedheg kampung
Lha, ya, jangan heran saya hafal nama-nama
nDoro Putri demen banget cerita sama saya (Suryadi, 2002:154)
Campur kode berupa frasa adjektival dalam novel Pengakuan Pariyem tampak
pada contoh (57) sampai contoh (60), yaitu frasa guwayanya suntrut ‗airmukanya
muram‘, frasa dijereng jembar ‗dibentang lebar‘, frasa ayem tentrem ‗tenang,
tenteram‘, dan frasa demen banget ‗suka sekali‘.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
2.3.2.4 Campur Kode Berupa Frasa Preposisional
Frasa preposisional adalah frasa yang mempunyai distribusi yang sama
dengan preposisi. Campur kode berupa frasa preposisional yang terdapat dalam
novel Pengakuan Pariyem adalah sebagai berikut:
(61) ketimbang ngrasani para tetangga
dan bergunjing para bendoronya
ongkang-ongkang di amben dapur (Suryadi, 2002:21)
(62) O, bapak, O, simbok
anakmu kungkum di sendhang
menanggung beban sendirian (Suryadi, 2002:87)
Campur kode berupa frasa preposisional dalam novel Pengakuan Pariyem
tampak pada contoh (61) frasa di amben ‗di balai-balai‘, dan contoh (62) frasa di
sendhang ‗di mata air‘.
2.3.2.5 Campur Kode Berupa Frasa Adverbial
Frasa adverbial atau keterangan adalah frasa yang mempunyai distribusi
yang sama dengan kata keterangan (Ramlan, 1995:177). Campur kode frasa
adverbial yang ditemukan pada novel Pengakuan Pariyem adalah sebagai berikut:
(63) ―Sejak esuk uthuk-uthuk
saya memasang gendang telinga (Suryadi, 2002:hal36)
(64) Begitupun nDoro Kanjeng dan nDoro Ayu
esuk uthuk-uthuk turun ke Ngayogyakarta (Suryadi, 2002:210)
Campur kode berupa frasa adverbial dalam novel Pengakuan Pariyem ditemukan
dua dan sama, yakni pada contoh (63) dan contoh (64) frasa esuk uthuk-uthuk
‗pagi-pagi sekali‘.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
2.3.3 Campur Kode Berupa Baster
Campur kode berupa baster dalam hal ini terjadi dalam pembentukan
bentuk dasar dari bahasa asing maupun bahasa daerah ke dalam proses afiksasi.
Berdasarkan data yang telah diperoleh, bentuk baster yang terdapat pada novel
Pengakuan Pariyem dibagi atas pola berikut.
a. Awalan + kata
b. Kata + akhiran
c. Frasa + akhiran
2.3.3.1 Campur Kode Berupa Baster dengan Pola Awalan + Kata
Contoh campur kode berupa baster dengan pola awalan + kata adalah
sebagai berikut.
(65) ya, ya, Raden Bagus Ario Atmojo namanya
Kalau sudah merah matanya
seolah jagad gelap gulita
Hasratnya tak bisa dipenggak, ditunda
biar dengan bujuk rayu dan janji segala (Suryadi, 2002:47)
(66) Tanpa kehilangan rasa gembira
keindahan terbabar bersama jua
Dan hidup mengalir penuh citra:
Rasanya intim, rasanya jenaka
kesahajaan pun ada di dalamnya (Suryadi, 2002:78)
(67) Ah, ya, kang Kliwon pintar, kok
habis bantingan saya diongklok (Suryadi, 2002:96)
Campur kode berupa baster dengan pola awalan + kata dalam novel Pengakuan
Pariyem, tampak pada contoh (65) di- + penggak ‗dicegah, dihalang, dirintang‘,
contoh (66) ter- + babar ‗terkembang, terbuka, terpapar, terurai‘, dan contoh (67)
di- + ongklok ‗diangkat dan diturunkan dengan cepat‘.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
2.3.3.2 Campur Kode Berupa Baster dengan Pola Kata + Akhiran
Contoh campur kode berupa baster dengan pola kata + akhiran adalah
sebagai berikut.
(68) Saya bayangkan dan saya kenangkan:
Banyak sindhen kawentar berkumpul
gelungan munthil-munthil dan bengesan
Dengan berkebaya dan jarikan lurik (Suryadi, 2002:70)
(69) Demikianpun kami perempuan bertiga:
nDoro Ayu, nDoro Putri, dan saya
ada dalam uyuk-uyukan berebutan (Suryadi, 2002:125)
(70) ―Oh, adhuh! Ini anak saya‖
Saya pun berpura-pura:
―Sakit benar gronjolannya!‖
Saya pun merintih kesakitan (Suryadi, 2002:125)
Campur kode berupa baster dengan pola kata + akhiran dalam novel Pengakuan
Pariyem tampak pada contoh (68) benges + -an ‗berhias‘ dan jarik + -an
‗berkain sarung (untuk wanita)‘, contoh (69) uyuk-uyuk + -an ‗berdesakan‘, dan
contoh (70) gronjolan + -nya ‗rontaannya‘.
2.3.3.3 Campur Kode Berupa Baster dengan Pola Frasa + Akhiran
Contoh campur kode berupa baster dengan pola frasa + akhiran adalah
sebagai berikut.
(71) Lha, kalau numpak sepeda motor Yamaha
ngebut banternya luar biasa (Suryadi, 2002:42)
Campur kode berupa baster dengan pola frasa + akhiran dalam novel Pengakuan
Pariyem tampak pada contoh (71) ngebut banter + -nya ‗ngebut kencangnya‘.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
2.3.4 Campur Kode Berupa Bentuk Ulang
Campur kode berupa bentuk ulang dalam novel Pengakuan Pariyem
berupa bentuk ulang kata bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia. Berikut campur
kode berupa bentuk ulang yang ditemukan dalam novel Pengakuan Pariyem.
2.3.4.1 Campur Kode Berupa Bentuk Ulang Dasar
Bentuk ulang dasar ialah kata ulang yang terjadi dari pengulangan seluruh
bentuk dasar kata. Kata ulang dasar disebut dwilingga.
Campur kode berupa bentuk ulang dasar yang terdapat dalam novel
Pengakuan Pariyem adalah sebagai berikut.
(72) Hidup yang prasojo saja
tak usah yang aeng-aeng (Suryadi, 2002:hal 28)
(73) O, Allah, Gusti nyuwun ngapura
badan saya jentol-jentol semua (Suryadi, 2002:85)
(74) Sampai kelon yang terakhir
saya tidak meteng-meteng lho (Suryadi, 2002:96)
Campur kode berupa bentuk ulang dasar dalam novel Pengakuan Pariyem
tampak pada contoh (72) kata aeng-aeng ‗aneh-aneh‘, contoh (73) kata jentol-
jentol ‗bentol-bentol‘, dan contoh (74) kata meteng-meteng ‗hamil-hamil‘.
2.3.4.2 Campur Kode Berupa Bentuk Ulang Berimbuhan
Bentuk ulang berimbuhan ialah kata ulang yang dalam proses
perulangannya mendapatkan imbuhan. Contoh campur kode berupa bentuk ulang
berimbuhan pada novel Pengakuan Pariyem adalah sebagai berikut.
(75) ―Tapi dia sangat grapyak,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Kata wong Jawa –micarani-
Sahabat karibnya banyak sekali
tapi dia masih mbok-mboken, lho (Suryadi, 2002:138)
(76) Kenapa hati saya kelara-lara
Terjaring dalam kegelapan (Suryadi, 2002:86)
Campur kode berupa bentuk ulang berimbuhan pada novel Pengakuan Pariyem
tampak pada contoh (75) kata mbok-mboken ‗masih bergantung kepada ibu‘ dan
contoh (76) kata kelara-lara ‗sangat sedih‘.
2.3.4.3 Campur Kode Berupa Bentuk Ulang Berubah Bunyi
Bentuk ulang berubah bunyi ialah kata ulang yang dalam proses
perulangannya terjadi perubahan bunyi atau variasi vokal. Contoh campur kode
berupa bentuk ulang berubah bunyi dalam novel Pengakuan Pariyem adalah
sebagai berikut.
(77) Di kamarnya, penuh buku-buku asing
yang mosak-masik dan apek bau tembakau (Suryadi, 2002:41)
(78) Mulut mangap centha-centhe – santai- (Suryadi, 2002:76)
(79) sedang mulutnya sibuk pula berbicara
Hanya, tampaknya saja klemar-klemer (Suryadi, 2002:114)
(80) Sejumlah pemuda mesam-mesem
menyaksikan adegan kami pula (Suryadi, 2002:120)
(81) diambilnya rokok kretek dan geretan
Kempas-kempus mulutnya nyedot kebul (Suryadi, 2002:138)
Campur kode berupa bentuk ulang berubah bunyi dalam novel Pengakuan
Pariyem tampak pada contoh (77) kata mosak-masik ‗berserak-serak‘, contoh (78)
kata centha-centhe ‗bersuara atau bernyanyi dengan nyaring‘, contoh (79) kata
klemar-klemer ‗lamban gerak-gerik dan pekerjaannya‘, contoh (80) kata mesam-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
mesem ‗tersenyum-senyum‘, dan contoh (81) kata kempas-kempus ‗meniup
berulang-ulang‘.
2.3.4.4 Campur Kode Berupa Bentuk Ulang Semu
Bentuk ulang semu ialah kata yang seolah-olah diulang bentuknya tetapi
sebenarnya tidak diulang. Contoh campur kode berupa bentuk ulang semu dalam
novel Pengakuan Pariyem adalah sebagai berikut.
(82) Mending muter radio amatir
yang menyiarkan uyon-uyon Manasuka (Suryadi, 2002:21)
(83) Saya sudah membereskan meja makan
cuci pakaian, asah-asah, setlika (Suryadi, 2002:30)
(84) Di dalam hati yang melang-melang -sengsara
Akan rontok jagad yang tua (Suryadi, 2002:60)
(85) Dalam upacara layat kematian
dan dalam upacara ruwatan
Dia sering diminta kasih ular-ular (Suryadi, 2002:65)
Campur kode berupa bentuk ulang semu dalam novel Pengakuan Pariyem tampak
pada contoh (82) kata uyon-uyon ‗gendhing gamelan dengan tidak memakai
tarian‘, contoh (83) kata asah-asah ‗mencuci alat dapur dan alat makan‘, contoh
(84) kata melang-melang ‗was-was; khawatir‘, dan contoh (85) kata ular-ular
‗kata pengantar; pidato pendahuluan‘.
2.3.5 Campur Kode Berupa Peribahasa
Bukan pada orang suku Melayu saja yang sering berperibahasa, melainkan
boleh dikatakan pada segala golongan suku bangsa Indonesia peribahasa itu
mendapat bagian yang terbesar dalam percakapan (Pamuntjak, 1983:6).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Peribahasa adalah kalimat atau kelompok perkataan yang tetap susunannya dan
biasanya mengiaskan sesuatu maksud yang tentu (Poerwadarminta dalam Tarigan,
1985:156).
Peribahasa dibagi atas tiga jenis, yaitu pepatah, perumpamaan, dan
ungkapan. Pepatah adalah sejenis peribahasa yang mengandung nasihat atau
ajaran yang berasal dari orang tua-tua. Perumpaan adalah ibarat, amsal;
persamaan (perbandingan); peribahasa yang berupa perbandingan. Ungkapan
adalah perkataan atau kelompok kata yang khusus untuk menyatakan sesuatu
maksud dengan arti kiasan (Poerwadarminta dalam Tarigan, 1985:157-164).
Campur kode berupa peribahasa yaitu penyelipan suatu peribahasa dalam
bentuk pepatah, perumpamaan, dan ungkapan dari suatu bahasa ke dalam bahasa
inti yang dimasukinya. Dalam novel Pengakuan Pariyem, campur kode berupa
peribahasa ditemukan pada contoh berikut:
2.3.5.1 Campur Kode Berupa Pepatah
(86) Lantas nDoro Ayu pun angkat suara:
“Kacang mangsa ninggala lanjaran” (Suryadi, 2002:191)
(87) Dan nDoro Ayu tersenyum, berperibahasa:
―Betapapun, anak polah bapa kepradhah‖ (Suryadi, 2002:194)
Campur kode berupa pepatah tampak pada contoh (86) kacang mangsa ninggala
lanjaran ‗kacang tidak akan meninggalkan kulitnya; anak tidak akan menyimpang
dari watak bapaknya‘, dan contoh (87) anak polah bapa kepradhah ‗ayah
memikul tanggung jawab atas kenakalan anaknya‘.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
2.3.5.2 Campur Kode Berupa Perumpamaan
(88) Ibarat idu geni, kata-katanya masah (Suryadi, 2002:66)
(89) O, betapa tak pantas saya bayangkan
Ibarat kere munggah bale (Suryadi, 2002:200)
Campur kode berupa perumpamaan tampak pada contoh (88) idu geni ‗kata-
katanya bertuah‘, dan contoh (89) Ibarat kere munggah bale ‗orang miskin yang
naik derajat‘.
2.3.5.3 Campur Kode Berupa Ungkapan
(90) saya sudah punya ngelmu krasan, kok
Ngelmu hidup yang sudah ditinggalkan (Suryadi, 2002:54)
Campur kode berupa ungkapan tampak pada contoh (90) ngelmu krasan
‗kemampuan untuk bertahan (beradaptasi) dalam lingkungan baru‘.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
BAB III
LATAR BELAKANG PEMBENTUKAN CAMPUR KODE
DALAM NOVEL PENGAKUAN PARIYEM
3.1 Pengantar
Campur kode adalah tindakan sengaja mencampurkan dua bahasa tanpa
perubahan topik yang sedang dibicarakan (Wardhaugh, 1992:108). Kesengajaan
penggunaan pencampuran dua bahasa tersebut dilatarbelakangi oleh dua faktor
utama yaitu faktor kebahasaan dan faktor non-kebahasaan (Weinreich, 1953).
Latar belakang penyebab terjadinya campur kode berdasarkan faktor
kebahasaan terdiri atas, (1) low frequency of word dan (2) oversight. Latar
belakang penyebab terjadinya campur kode berdasarkan faktor non-kebahasaan
terdiri atas, (1) need for synonim, (2) social value, (3) adanya situasi formal, dan
(4) faktor kebiasaan.
Berikut ini dipaparkan uraian tentang latar belakang penggunaan campur
kode dalam novel Pengakuan Pariyem.
3.2 Faktor Kebahasaan
Latar belakang kebahasaan yang menyebabkan penutur menggunakan
campur kode dalam novel Pengakuan Pariyem adalah sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
3.2.1 Low Frequency of Word
Faktor low frequency of word adalah penggunaan kata-kata dalam bahasa
asing karena kata-kata tersebut lebih mudah diingat dan lebih stabil maknanya.
Contoh penggunaan campur kode pada novel Pengakuan Pariyem yang
pembentukannya dilatarbelakangi oleh faktor low frequency of word adalah
sebagai berikut.
(91) Dia menelan ludah berkali-kali
Anunya lalu ngaceng, lho
membikin dia cegukan (Suryadi, 2002:35)
(92) Dia meteng tapi tak ada pria
Yang mau mengakui pokalnya (Suryadi, 2002:51)
(93) Sambil cengengesan, tangannya usil
pinggul simbol kebagian cethotan (Suryadi, 2002:74)
(94) O, Allah, Gusti nyuwun ngapura
badan saya jentol-jentol semua
O. kami kelon di sarang semut (Suryadi, 2002:85)
Campur kode tampak pada contoh (91) yaitu kata ngaceng ‗tegang,
ereksi‘(Suryadi, 2002:270). Kata ngaceng dalam bahasa Jawa dan kata tegang
dalam bahasa Indonesia mengandung arti yang sama yaitu keadaan tegang karena
terisi darah ketika timbul nafsu birahi, terjadi pada penis dan klitoris yang terdiri
atas jaringan yang mengandung banyak pembuluh darah (Departemen Pendidikan
Nasional, 2001:307). Dalam hal ini, penutur sengaja memilih kata ngaceng untuk
menggambarkan keadaan birahi lawan bicaranya karena kata tersebut dirasa lebih
santai dan mudah diingat dalam penggambaran maksud penutur. Hal ini terkait
pada gaya (style) penutur yang bersifat santai, lebih estetik, dan lebih berseni
(Junus, 1989:14). Selain itu, pemilihan kata tersebut menjadi lebih mudah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
dipahami dalam tuturan di lingkungan bahasa Jawa, dibandingkan jika penutur
menggunakan bahasa Indonesia yang nilai rasanya menjadi lebih formal dan
cenderung ilmiah.
Contoh (92) menggunakan kata meteng dan pokal secara berurutan berarti
‗hamil‘ dan ‗ulah‘(Suryadi, 2002:276). Pada dasarnya pada contoh ini, yang
ditekankan oleh penutur adalah keadaan hamil. Kata meteng dalam tingkat tutur
bahasa Jawa berada pada tingkat ngoko. Pemakaian bahasa Jawa tingkat ngoko
terutama jika jelas-jelas penutur tidak perlu menghormati latar belakang lawan
bicara (Pudjosumarmo, 1979:13). Oleh karena itu, pembentukan campur kode
berupa kata meteng lebih stabil maknanya bagi lawan tutur yang memiliki derajat
yang sama dengan penutur.
Pada contoh (93) pembentukan campur kode tampak pada kata
cengengesan ‗tertawa-tawa, tidak mau bersungguh-sungguh‘(Suryadi, 2002:244)
dan kata cethotan ‗cubitan di paha atau di pantat‘(Suryadi, 2002:245).
Penggunaan kata dalam bahasa Jawa dalam tuturan dengan lawan bicara dianggap
penutur bernilai rasa santai dan lebih akrab. Selain itu, dengan menggunakan
bahasa Jawa untuk menggambarkan situasi cerita yang lucu, pemilihan kata
tersebut menjadi tepat dan tidak bertele-tele.
Campur kode pada contoh (94) tampak pada kata jentol-jentol ‗bentol-
bentol‘ (Suryadi, 2002:256) dan kata kelon ‗tidur berpelukan‘(Suryadi, 2002:260).
Kata kelon secara harafiah merujuk pada keadaan tidur berpelukan biasanya
dilakukan seorang ibu kepada anaknya. Dalam teks di atas, kata kelon memiliki
makna kias yaitu tidur bersama untuk bersetubuh antara laki-laki dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
perempuan. Penutur memilih menggunakan kata tersebut agar mudah
menggambarkan situasi teks dan karena kata tersebut bernilai rasa lebih tepat dan
stabil maknanya untuk dituturkan oleh penutur mengenai pengalamannya dengan
kekasihnya.
3.2.3 Oversight
Oversight ialah latar belakang penggunaan campur kode akibat adanya
keterbatasan kata-kata yang dimiliki oleh bahasa penutur. Penggunaan campur
kode dalam novel Pengakuan Pariyem yang dilatarbelakangi oleh faktor oversight
adalah sebagai berikut.
(95) Sampai kelon yang terakhir
Saya tidak meteng-meteng, lho
Saya rada khawatir juga
Ah, ya, kang Kliwon pintar, kok
Habis bantingan saya, diongklok (Suryadi, 2002:96)
(96) Dasar, perempuan suka celelekan
diberi tahu malah ngikik ketawa
Cengar-cengir bibir dan hidungnya (Suryadi, 2002:120)
(97) Sahabat karibnya banyak sekali
tapi dia masih mbok-mboken, lho
rada gembeng, gampang menangis (Suryadi, 2002:138)
(98) Lha, belum lagi dia mencuci muka
diambilnya rokok kretek dan geretan
Kempas-kempus mulutnya nyedot kebul (Suryadi, 2002:138)
Pada contoh (95) campur kode tampak pada kata kelon ‗tidur bersama‘(Suryadi,
2002:260) dan diongklok ‗diangkat dan diturunkan dengan cepat‘(Suryadi,
2002:247). Kata kelon memiliki makna tidur bersama yang biasanya dilakukan
seorang ibu pada anaknya. Namun, dalam konteks tuturan tokoh, makna kelon
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
bergeser menjadi suatu tindakan tidur bersama untuk melakukan hubungan intim
(bersetubuh). Makna kedua dalam bahasa Jawa ini digunakan akibat tidak adanya
istilah dalam bahasa Indonesia yang tepat untuk menggambarkan situasi yang
ingin diungkapkan oleh penutur. Begitu pula dengan kata diongklok dalam bahasa
Jawa, untuk menggambarkan situasi bahwa penutur dan lawan bicara setelah
melakukan hubungan suami istri, si lelaki mengangkat si perempuan lalu diangkat
naik turun dengan cepat sebagai tindakan pencegahan kehamilan.
Pada contoh (96) campur kode tampak pada kata celelekan ‗main-main,
tidak mau bersungguh-sungguh‘(Suryadi, 2002:244). Penutur menggunakan kata
dari bahasa Jawa karena ingin menggambarkan situasi lawan bicaranya yang
memiliki sifat tidak bisa serius dalam situasi apapun. Penggunaan kata celelekan
dirasa penutur lebih menggambarkan situasi yang dimaksud, terutama juga karena
tidak ada istilah yang tepat untuk menggambarkannya.
Pada contoh (97) campur kode tampak pada kata mbok-mboken ‗masih
bergantung kepada Ibu‘(Suryadi, 2002:266). Kata ini menggambarkan sifat
seorang anak yang sangat manja kepada orangtuanya. Biasanya tidak hanya manja
kepada ibu, namun bisa juga terhadap ayahnya. Istilah mbok-mboken ini dalam
bahasa Indonesia ragam tidak baku biasa disebut anak mami. Namun dalam ragam
baku belum ada istilah yang sepadan untuk menggambarkan sifat seperti di atas.
Pada contoh (98) campur kode tampak pada kata kempas-kempus
‗menyedot berulang-ulang‘(Suryadi, 2002:260). Kata ini biasanya digunakan
untuk menyebut seorang perokok. Biasanya untuk menyebut perokok berat karena
tindakan merokok yang dilakukan berulang-ulang. Dalam bahasa Indonesia tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
ada padanan istilah untuk menggambarkan makna kata kempas-kempus dalam
bahasa Jawa.
3.3 Faktor Non-Kebahasaan
Latar belakang non-kebahasaan yang menyebabkan penutur menggunakan
campur kode dalam novel Pengakuan Pariyem adalah sebagai berikut.
3.3.1 Need for Synonim
Need for synonim adalah penggunaan bahasa lain untuk memperhalus
maksud tuturan. Contoh campur kode dalam novel Pengakuan Pariyem yang
dilatarbelakangi oleh faktor need for synonim adalah sebagai berikut.
(99) Sebagai babu nDoro Kanjeng Cokro Sentono
di nDalem Suryomentaraman Ngayogyakarta
Saya sudah terima, kok (Suryadi, 2002:29)
(100) Sore saya sudah bersiap
Mipis jamu kunir cabe puyung
Untuk nDoro Ayu dan nDoro Putri (Suryadi, 2002:118)
Pada contoh (99) dan (100) campur kode tampak pada frase nDoro Kanjeng
Cokro Sentono, nDoro Ayu, dan nDoro Putri. Frase-frase tersebut berarti ‗Tuan
dan Nyonya‘. Frase nDoro Kanjeng, nDoro Ayu, dan nDoro Putri adalah bentuk
sebutan dari seorang bawahan kepada atasannya, terutama jika status sosial
atasannya tinggi dan termasuk dalam kelas bangsawan. Sebutan ini menurut
penutur lebih pantas diucapkan dengan bahasa Jawa dibanding dengan bahasa
Indonesia karena penggunaan sapaan dalam bahasa Jawa memiliki nilai rasa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
lebih menghormati lawan bicaranya dan menunjukkan rasa sopan penutur kepada
lawan tuturnya.
3.3.2 Social Value
Social value adalah penggunaan campur kode karena penutur sengaja
mengambil kata dari bahasa lain dengan mempertimbangkan faktor sosial.
Contoh penggunaan campur kode dalam novel Pengakuan Pariyem yang
dilatarbelakangi oleh social value adalah sebagai berikut.
(101) ―Sedang simbok saya jadi ledhek
Parjinah nama kecilnya (Suryadi, 2002:24)
(102) ―Ya, ya, kang Kliwon namanya
Dia lahir di hari pasaran Kliwon (Suryadi, 2002:87)
(103) ―Ah, sampeyan tahulah sekarang
Air mata adalah lambang derita (Suryadi, 2002:142)
(104) ―E, yu Pariyem, sudah mau pulang?
Hari ini belanja apa saja sampeyan? (Suryadi, 2002:147)
(105) ―Jadi, yu, sekarang yu Pariyem meteng?!
Dengan siapa kowe melakukannya?!‖ (Suryadi, 2002:173)
Pada contoh (101) campur kode tampak pada kata simbok yang berarti ‗Ibu‘.
Karena penutur memiliki latar belakang sosial dan budaya Jawa yang kental,
maka untuk mengungkapkan rasa akrab dan kedekatan dengan orang tua, penutur
memilih menggunakan bahasa Jawa sebagai sapaan sehari-hari untuk ibunya.
Contoh (102) campur kode tampak pada kata kang ‗panggilan untuk
kakak atau laki-laki yang lebih tua (mas)‘. Dalam hal ini penutur menggunakan
bahasa Jawa untuk memanggil teman laki-lakinya dengan sebutan kang sebagai
bentuk keakraban. Meskipun panggilan kang dalam bahasa Jawa dan mas dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
bahasa Indonesia merujuk pada makna yang sama, namun sebutan kang
mengusung nilai rasa yang menunjuk pada hubungan sosial yang lebih akrab.
Demikian pula dengan contoh (103) yakni kata sampeyan ‗Anda‘. Penggunaan
kata ini dirasa penutur lebih akrab dan tidak berjarak terutama bagi orang yang
memiliki latar belakang sosial dan budaya Jawa yang kental.
Contoh (104) dan (105) sama-sama mengandung campur kode yu yang
merupakan singkatan dari frasa mbak ayu atau mbakyu ‗kakak perempuan‘.
Penggunaan kata yu dalam bahasa Jawa untuk menyebut kakak perempuan
memiliki makna yang lebih khusus, dibanding jika hanya menyebut dengan kata
kakak yang maknanya lebih umum karena bisa berarti kakak laki-laki dan kakak
perempuan. Selain itu, karena kata yu, dirasa lebih akrab dan sopan. Begitu pula,
untuk penyebutan kata sampeyan dan kowe yang berarti ‗Anda dan kamu‘.
3.3.3 Adanya Situasi Formal
Campur kode pada novel Pengakuan Pariyem yang dilatarbelakangi oleh
adanya situasi formal dimaksudkan penulis untuk menunjukkan adanya hubungan
antar sesama manusia yang memiliki makna merendahkan, penghormatan, bahkan
situasi keakraban. Hal ini terlihat pada hubungan antara tokoh Pariyem
(pembantu) pada tokoh nDoro Kanjeng (Tuan), tokoh nDoro Ayu (Nyonya), tokoh
nDoro Putri (anak perempuan), dan tokoh Raden Bagus Aria Atmaja (anak laki-
laki).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Campur kode pada novel Pengakuan Pariyem yang pembentukannya
dilatarbelakangi oleh faktor adanya situasi formal dapat ditunjukkan pada contoh-
contoh berikut :
(106) Sebagaimana beberapa tahun yang silam
Kang Kliwon sungkem di muka simbah
- Ujung kata orang Jawa
Penuh rasa hormat, penuh rasa sopan
kang Kliwon tangannya ngapurancang
Berpakaian sarung, surjan, dan blangkon (Suryadi, 2002:88)
Campur kode dalam novel Pengakuan Pariyem pada contoh (106) tampak pada
kata sungkem ‗sembah sujud‘ dan kata ngapurancang ‗duduk sambil
merangkapkan kedua telapak tangan sebagai tanda sangat menghormat‘.
Penggunaan kata sungkem ini berfungsi untuk menjelaskan tindakan yang benar-
benar menghormati suatu kegiatan ataupun seseorang. Kata ngapurancang pun
demikian, penggunaan campur kode bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia
dapat terjadi dalam situasi formal yang menggunakan bahasa Indonesia yang baik
dan benar karena terkadang istilah yang ingin disampaikan (dalam bahasa
Indonesia) terlalu panjang dan sulit diasosiasikan oleh pendengar atau lawan
bicara. Pada contoh (106) ini campur kode terjadi untuk menunjukkan adanya
hubungan antar manusia yang ingin mengungkapkan rasa hormat saat situasi
formal pada lawan bicara dan situasi bicara.
3.3.4 Faktor Kebiasaan
Meski novel Pengakuan Pariyem merupakan novel bernuansa kedaerahan
(Indonesia kejawa-jawaan), novel Pengakuan Pariyem tidak secara utuh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
menggunakan bahasa Jawa untuk menyampaikan cerita. Namun, ada beberapa
bagian, dimana penutur sering bahkan berulang-ulang menyebut suatu kata
bahkan frase dalam tuturan bahasa Jawa. Hal inilah yang penulis maksud sebagai
kebiasaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (2001:146),
kebiasaan didefinisikan sebagai pola untuk melakukan tanggapan terhadap situasi
tertentu yang dipelajari oleh seorang individu dan yang dilakukannya secara
berulang untuk hal yang sama.
Berdasarkan pemahaman penulis pada definisi kebiasaan, berikut contoh
penggunaan campur kode pada novel Pengakuan Pariyem yang pembentukannya
dilatarbelakangi oleh faktor kebiasaan.
(107) O, Allah, Gusti nyuwun ngapura
Apabila saya menyapa Den Baguse
Bayang matanya penuh alam mimpi (Suryadi, 2002:35)
(108) Sejak esuk uthuk-uthuk
Saya memasang gendang telinga
Radio amatir yang gembar-gembor (Suryadi, 2002:36)
(109) lha, saya sudah puas, kok
Saya lega-lila (Suryadi, 2002:46)
Campur kode pada contoh (107) dan (109) tampak pada klausa Gusti nyuwun
ngapura ‗Tuhan mohon ampun‘ dan kata lega-lila ‗rela, sukarela‘. Penutur
merupakan orang Jawa yang memiliki rasa kepasrahan, terutama kepada Tuhan.
Melalui teks, penutur diceritakan sebagai pribadi yang sederhana dan memiliki
iman yang kuat kepada Tuhan dan agama yang dianutnya. Penutur terbiasa untuk
menyebut kata Tuhan menggunakan bahasa Jawa terlebih karena penutur
menganggap bahwa penyebutan menggunakan bahasa Jawa dirasa lebih memiliki
nilai hormat yang tinggi. Penggunaan kata lega-lila juga terbiasa diungkapkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
penutur untuk menggambarkan kesederhanaan dan kepasrahan penutur ketika
menanggapi suatu peristiwa yang menimpa kehidupannya.
Contoh (108) mengandung campur kode pada frasa esuk uthuk-uthuk
‗pagi-pagi buta‘. Seperti yang disampaikan di bagian sebelumnya tentang status
sosial penutur sebagai pembantu sebuah keluarga kaya, maka tentu saja bisa
dianggap bahwa penutur memiliki kebiasaan untuk bangun lebih awal dari
penghuni rumah yang lain. Atas kebiasaannya bangun lebih pagi tersebut, penutur
merasa lebih tepat dan terbiasa menggunakan frasa esuk uthuk-uthuk untuk
menggambarkan latar waktu peristiwa dalam cerita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis campur kode pada tuturan tokoh Pariyem dalam
novel Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag, penulis menarik kesimpulan
sebagai berikut. Campur kode dalam novel Pengakuan Pariyem terjadi pada
satuan lingual berupa kata, frasa, baster, bentuk ulang, dan peribahasa.
Campur kode berupa kata mencakup pada kata benda (nomina), kata kerja
(verba), kata sifat (adjektiva), dan kata tugas. Pada kata benda, campur kode
terjadi pada kata benda yang menyatakan sapaan, kata benda yang menyatakan
nama benda, dan kata benda yang menyatakan pelaku atau orang yang melakukan
pekerjaan. Campur kode berupa kata kerja terjadi pada kata kerja yang
menyatakan aksi atau perbuatan dan kata kerja yang menyatakan keadaan.
Campur kode berupa kata sifat terjadi pada kata sifat yang menyatakan penilaian,
kata sifat yang menyatakan perasaan batin, dan kata sifat yang menyatakan warna.
Campur kode berupa kata tugas dalam novel Pengakuan Pariyem hanya
ditemukan berupa partikel yaitu ta, lho, ha, lha, dan ya.
Campur kode berupa frasa mencakup frasa nominal, frasa verbal, frasa
preporsisional, dan frasa adverbial. Campur kode berupa baster mencakup bentuk
baster pola awalan + kata, bentuk baster pola kata + akhiran, dan bentuk baster
pola frase + akhiran. Campur kode berupa bentuk ulang mencakup bentuk ulang
dasar, bentuk ulang berimbuhan, bentuk ulang berubah bunyi, dan bentuk ulang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
semu. Campur kode berupa peribahasa mencakup pepatah, perumpamaan, dan
ungkapan.
Campur kode dalam novel Pengakuan Pariyem dilatarbelakangi oleh dua
faktor, yaitu faktor kebahasaan dan faktor non-kebahasaan. Faktor kebahasaan
yang melatarbelakangi campur kode dalam novel Pengakuan Pariyem terdiri atas
faktor low frequency of word dan faktor oversight. Faktor non-kebahasaan yang
melatarbelakangi campur kode dalam novel Pengakuan Pariyem adalah faktor
need for synonim, faktor social value, faktor situasi formal, dan faktor kebiasaan.
Selain faktor-faktor di atas, campur kode dalam tuturan tokoh Pariyem
dalam novel Pengakuan Pariyem disebabkan oleh adanya tingkat tutur bahasa
Jawa, yakni tingkat tutur krama inggil, tingkat tutur krama, dan tingkat tutur
ngoko.
4.2 Saran
Penelitian ini kurang mendalam karena meskipun sudah menjawab
permasalahan, ada permasalahan baru yang muncul yakni apa perbedaan antara
campur kode dan alih kode. Hal ini menjadi permasalahan karena campur kode
dan alih kode terkadang masih dianggap mirip. Saran penulis, akan lebih baik jika
selain menemukan bentuk-bentuk campur kode dan latar belakang
pembentukannya, penelitian selanjutnya dibahas lebih dalam tentang perbedaan
antara fenomena campur kode dan fenomena alih kode.
Selain itu, penelitian campur kode dapat mengkaji objek yang lebih
beragam, yang dapat menambah wawasan baru tentang bahasa Indonesia yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
diharapkan semakin mendukung variasi bahasa dan menambah kayanya kajian
linguistik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
DAFTAR PUSTAKA
1. Sumber Pustaka
Alwi, Hasan, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai Pustaka.
Chaer, Abdul. 1988. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta:
Bhatara Karya.
_____. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses).
Jakarta:Rineka Cipta.
Chaer, Abdul & Leonie Agustina . 1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal.
Jakarta:Rineka Cipta.
Ciptini, Udi. 2003. ―Jenis dan Alasan Penggunaan Campur Kode dalam
Komunikasi Hubungan Kerja Rektor Universitas Negeri Semarang.
Tesis. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia
Pusat Bahasa Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
_____. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Ekayanti, Vincincia Nur. 2004. ―Campur Kode dalam Novel Belantik Karya
Ahmad Tohari‖. Skripsi. Yogyakarta: Jurusan Sastra Indonesia,
Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.
Hendriawan, M. Chandra. 2009. ―Campur Kode pada Penulisan Blog
www.seleb.tv‖. Skripsi. Malang: Universitas Negeri Malang.
Kesuma, Tri Mastoyo Jati. 2007. Pengantar Metode Penelitian Bahasa.
Yogyakarta: Penerbit Carasvatibooks.
Lyons, Jhon. 1995. Pengantar Teori Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Mahsun, M.S. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Munsyi, Alif Danya. 9 Dari 10 Kata Bahasa Indonesia adalah Asing.
Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Nababan, P.W.J. 1984. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Pateda, Mansoer. 1990. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa.
Purwadi. 2004. Kamus Jawa-Indonesia Populer. Yogyakarta: Media Abadi.
_____. 2006. Kamus Jawa-Indonesia Indonesia-Jawa. Yogyakarta: Bina
Media.
Rahardi, R. Kunjana, M.Hum. 2001. Sosiolinguistik, Kode, dan Alih Kode.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan
Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Redaksi Lima Adi Sekawan. 2007. EYD Plus. Jakarta: Limas.
Setyawati, Rukni. 2010. Campur Kode dalam Rubrik „Ah... Tenane‟ pada
Harian Solopos Edisi 29-30 Januari 2010 dan 1 Februari 2010.
Jalabahasa, Volume 6 No. 1, Mei.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar
Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Duta
Wacana University Press.
Sumarsono & Paina Partana. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda.
Suryadi, Linus Ag. 2002. Pengakuan Pariyem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Pengajaran Semantik. Bandung: Angkasa.
Verhaar, J.W.M. 1983. Pengantar Linguistik Jilid Pertama. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
_____ . 1996. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Waridah, Ernawati. 2009. EYD & Seputar Kebahasa-Indonesiaan. Jakarta:
Kawan Pustaka.
Wardaugh, Ronald. 1992. An Introduction to Sociolinguistics. Cambridge:
Blackwell.
Yuniawan, Tommi. 2005. Campur Kode pada Masyarakat Etnik Jawa-
Sunda: Kajian Sosiolinguistik dalam Ranah Pemerintahan di
Kabupaten Brebes. Humaniora Volume 17 No. 1, Februari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
2. Sumber Online
http://anaksastra.blogspot.com/2009/02/alih-kode-dan-campur-kode.html
http://adiel87.blogspot.com/2009/11/alih-kode-campur-kode-dan-
interferensi.html.
Indonesiasaram.wordpress.com/2007/01/06/campur-kode/
Indonesiasaram.wordpress.com/2007/04/22/tentang-campur-kode-lagi/
www.tamanismailmarzuki.com/tokoh/linus.html
bintangtenggara.multiply.com/reviews.item14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
LAMPIRAN I
(11) O, manakah iman, manakah wewaler Tuhan
Bila nyawa tak punya lagi tempat aman? (Suryadi, 2002:17)
(12) O, Allah, Gusti nyuwun ngapura
di pinggir sumur saya nembang (Suryadi, 2002:19)
(13) Saya tak tahu apa jawabannya,
Tapi coba, sampeyan permalukan
di tengah-tengah banyak orang. (Suryadi, 2002:56)
(14) Saya sudah punya ngelmu krasan, kok
ngelmu hidup yang sudah ditinggalkan. (Suryadi, 2002:54)
(15) Sikap congkak dan sombong diri
tanda orang itu kurang pekerti
“Wani ngalah luhur wekasanipun” (Suryadi, 2002:49)
(16) Fajar telah terbit di timur
Sejak subuh hari para tamu pun pulang
Begitupun nDoro Kanjeng dan nDoro Ayu
esuk uthuk-uthuk turun ke Ngayogyakarta. (Suryadi, 2002:210)
(17) Betapa senangnya hati saya
nDoro Putri tidur seamben dengan saya
Dia betah dan krasan tinggal di desa
dan, O, makan dan jajan apa adanya
Tak pernah mencacat, dia nrima saja betapa senangnya hati saya
(Suryadi, 2002:211)
(18) Saya lebih patut sebagai biyung emban (Suryadi, 2002:23)
(19) Dasar perempuan suka celelekan
Diberi tahu malah ngikik ketawa (Suryadi, 2002:120)
(20) Hasrat mangku wanodya bangkit –mana tahan— (Suryadi, 2002:25)
(21) ―Jangan sampeyan bertanya
‗Kenapa dua adik saya tak bernama
Bambang dan Endang saja?‘ (Suryadi, 2002:5)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
(22) Sedangkan pada hari siang
ketimbang ngrasani para tetangga
dan bergunjing perkara bendoronya
ongkang-ongkang di amben dapur
sinambe kalaning nganggur (Suryadi, 2002:21)
(23) Demikian pun bapak dan simbok saya
tanpa rasa sesal dan rasa curiga (Suryadi, 2002:26)
(24) Ongkang-ongkang di amben dapur
Sinambi kalaning nganggur (Suryadi, 2002:21)
(25) Hasrat mangku wanodya bangkit –mana tahan- (Suryadi, 2002:25)
(26) Saya songkokkan di dada
sebagai kutang menyongkok penthil (Suryadi, 2002:28)
(27) Waktu prabu Ajisaka menggelar iketnya
prabu Dewata Cengkar sampai terjungkal (Suryadi, 2002:44)
(28) Suatu hari wong bule datang (Suryadi, 2002:110)
(29) Yang dekat Alun-alun Lor jalan kaki
yang jauh dari luar kota naik colt (Suryadi, 2002:121)
(30) Dengan rasa bangga dan lega –pulanglah-
Numpak andhong ditarik dua jaran (Suryadi, 2002:125)
(31) ―Sedang simbok saya jadi ledhek
Parjinah nama kecilnya (Suryadi, 2002:24)
(32) ―Iyem‖ panggilan sehari-harinya
dari Wonosari Gunung Kidul
Sebagai babu nDoro Kanjeng Cokro Sentono (Suryadi, 2002:34)
(33) nDoro Kanjeng langka absen, lho
menghadiri sarasehan para sindhen (Suryadi, 2002:70)
(34) Saya sudah membereskan meja makan
Cuci pakaian, asah-asah, setlika
sudah saya kerjakan dengan setia
kini saya berhak tidur –ngaso- (Suryadi, 2002:30)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
(35) Karsa mrentul di dalam sanubari
sebagai puting susu disedot lelaki
Muncul ke luar ia membutuhkan papan
sebagai ludah insan cipokan
merembus ke luar tak terkendalikan (Suryadi, 2002:32)
(36) ―Saya ingat hari terjadinya
Dan saya ingat hari pasarannya
Kamis Pahing persisnya
jatuh pada bulan purnama
Dan sejak itu, tiap kali kangen
dia terus mengajak sare sama saya (Suryadi, 2002:40)
(37) ―Ah ya, Raden Bagus Ario Atmojo
Begitu bila nDoro Ayu bercerita
pada para tamu yang sowan ke ndalemnya
Dia kuliah di Fakultas Filsafat
Universitas Gadjah Mada (Suryadi, 2002:41)
(38) ―nDoro Kanjeng wong wicaksono, lho
Sering benar diminta kasih wejangan
Dalam upacara ngundhuh pengantin
upacara tetesan dan supitan
Dalam upacara layat kematian
dan dalam upacara ruwatan (Suryadi, 2002:65)
(39) Ki dalang Kimpul dari Sleman
melakonkan Alap-alapan Sukesi
Dan simbok nyindhen sampai pagi
terang, pulangnya diantar seorang lelaki
Sedang bapak ngetoprak di Tempel
pulangnya saban seminggu sekali (Suryadi, 2002:81)
(40) ―Sekadar mencari angin malam
Makan nasi goreng pada bu Luntur
di Alun-alun Lor Ngayogyakarta
Minum teh nas-gi-thel bergula batu
di pojok wetan Paku Alaman
Makan nasi gudeg dan teh jahe
di depan pasar gede Beringharjo
Sehabis nonton gambar hidup
di gedung Ratih atau Indra
Atau nonton seni pertunjukan
di Senisono atau Purna Budaya
Atau mirsani pagelaran wayang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
di Alun-alun Kidul Ngayogyakarta (Suryadi, 2002:97)
(41) Ah, ya betapa lucu mereka
pertengkaran mulut sebagai buahnya
Lalu masing-masing pada wadul
kepada Romo dan Ibunya (Suryadi, 2002:144)
(42) Apabila saya menyapa Den Baguse
bayang matanya penuh alam mimpi
Dia menelan ludah berkali-kali
Anunya lalu ngaceng, lho (Suryadi, 2002:35)
(43) Dari Wonosari Gunung Kidul
saya pun menggelinding –turun-
mBeboro mencari tumpangan raga
Sebagai babu nDoro Kanjeng Cokro Sentono
di nDalem Suryomentaraman Ngayogyakarta
Tapi dengan putra sulungnya main asmara
dan kini meteng sebagai buahnya (Suryadi, 2002:181)
(44) Bapak saya biasa berperan bambangan
banyak benar wanita kepencut sama bapak saya
Apalagi bila dia sudah gandrung – ura-ura-
para penonton terharu hilang kata (Suryadi, 2002:24)
(45) Perasaannya peka
sepeka pita kaset
Dan rangkulannya jembar
sejembar pergaulannya (Suryadi, 2002:65)
(46) Ibarat minyak dan air
tak bisa lebur tak bisa akur
selalu kerah –congkrah- (Suryadi, 2002:76)
(47) Agar jejeg imannya
dan landhep batinnya (Suryadi, 2002:105)
(48) Dasar perempuan suka celelekan
diberi tahu malah ngikik ketawa (Suryadi, 2002:120)
(49) Tapi saya juga pasang gaya:
Melepas setagen berganti kain
cobot kebaya ganti yang lain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Wuah, wuah, dia pasti terus merajuk
tidak jarang dia pun ngamuk-ngamuk
Bilangnya, dia tresna banget sama saya (Suryadi, 2002:47)
(50) Dan hanya kepada sampeyan, lho, mas
lelakon semua ini saya ceritakan
Tak saya sidhem, tak saya dekam
saya krasan yang serba tentram (Suryadi, 2002:63)
(51) Begitupun Nyai Kondhang kuning
Dari Kricak Lor Ngayogyakarta
Suaranya anyles bikin gemes (Suryadi, 2002:71)
(52) Dalam kantuk yang menggandhul
Hati saya sumeleh, bersyukur (Suryadi, 2002:77)
(53) Apakah karena terbawa oleh naluri
Lelaki itu karem banget kekuasaan (Suryadi, 2002:152)
(54) Membeli telur godhog sunduk
Yang diborehi warna abang (Suryadi, 2002:119)
(55) Kalau memang sudah nasib saya
Sebagai babu, apa ta, repotnya?
Gusti Allah Maha Adil, kok
Saya nrima ing pandum (Suryadi, 2002:29)
(56) Dan saya langka mencaci orang, lho
kecuali orangnya memang sontoloyo (Suryadi, 2002:34)
(57) ―Ketlingsut ke mana kamu, yu Iyem?
Sudah 5 tahun di Yogya kok hilang
Kepencut sama wong lanang apa, ha?‖ (Suryadi, 2002:120)
(58) Dalam gelora hasrat yang berkobar
apabila derita sudah terlupakan
Lha, ya, jangan meleh-melehake, mas
bila suatu hari nanti saya meteng
dan kudu melahirkan bayi kembali –
Lha, ya, mau bagaimana lagi, ta
enak, kok
kepenak (Suryadi, 2002:218)
(59) O, Allah, Gusti nyuwun ngapura
Saya lebih patut sebagai biyung emban (Suryadi, 2002: 23)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
(60) Gusti Allah, Maha Adil, kok (Suryadi, 2002:29)
(61) Tapinya kosong melompong
buahnya kanthong bolong (Suryadi, 2002:59)
(62) Hatinya longgar
selonggar kathok kolor (Suryadi, 2002:65)
(63) Pikirannya tajam
setajam keris warangan (Suryadi, 2002:65)
(64) ―Sejak siang hujan riwis-riwis
Jatuh di jagad Ngayogyakarta (Suryadi, 2002:41)
(65) Tapi tongseng dan nasi goreng, ojo takon
- karemnya luar biasa, tak ketulungan (Suryadi, 2002:41)
(66) Dengan berpokrol bambu, waton mangap
Bergaya atos pula: akhirnya uanglah
Yang menjadi kunci kepribadiannya (Suryadi, 2002:134)
(67) Dia punya katuranggan raden Gatotkaca
: gantheng tapi lembut
Kalem tapi pun sembodo
Guwayanya suntrut
dan pasuryannya bercahaya (Suryadi, 2002:43)
(68) Bagaikan iket kepala Sala-Ngayogya
dijereng jembar, dipakai pun longgar (Suryadi, 2002:44)
(69) Saya tak ayem tentrem karenanya
saya tak krasan ketemu siapa saja (Suryadi, 2002:60)
(70) Tapi juga di Pendhopo Kecamatan, Kabupaten
Pendhopo Kalurahan dan rumah gedheg kampung
Lha, ya, jangan heran saya hafal nama-nama
nDoro Putri demen banget cerita sama saya (Suryadi, 2002:154)
(71) ketimbang ngrasani para tetangga
dan bergunjing para bendoronya
ongkang-ongkang di amben dapur (Suryadi, 2002:21)
(72) O, bapak, O, simbok
anakmu kungkum di sendhang
menanggung beban sendirian (Suryadi, 2002:87)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
(73) ―Sejak esuk uthuk-uthuk
saya memasang gendang telinga (Suryadi, 2002:36)
(74) Begitupun nDoro Kanjeng dan nDoro Ayu
esuk uthuk-uthuk turun ke Ngayogyakarta (Suryadi, 2002:210)
(75) ya, ya, Raden Bagus Ario Atmojo namanya
Kalau sudah merah matanya
seolah jagad gelap gulita
Hasratnya tak bisa dipenggak, ditunda
biar dengan bujuk rayu dan janji segala (Suryadi, 2002:47)
(76) Tanpa kehilangan rasa gembira
keindahan terbabar bersama jua
Dan hidup mengalir penuh citra:
Rasanya intim, rasanya jenaka
kesahajaan pun ada di dalamnya (Suryadi, 2002:78)
(77) Ah, ya, kang Kliwon pintar, kok
habis bantingan saya diongklok (Suryadi, 2002:96)
(78) Saya bayangkan dan saya kenangkan:
Banyak sindhen kawentar berkumpul
gelungan munthil-munthil dan bengesan
Dengan berkebaya dan jarikan lurik (Suryadi, 2002:70)
(79) Demikianpun kami perempuan bertiga:
nDoro Ayu, nDoro Putri, dan saya
ada dalam uyuk-uyukan berebutan (Suryadi, 2002:125)
(80) ―Oh, adhuh! Ini anak saya‖
Saya pun berpura-pura:
―Sakit benar gronjolannya!‖
Saya pun merintih kesakitan (Suryadi, 2002:125)
(81) Lha, kalau numpak sepeda motor Yamaha
ngebut banternya luar biasa (Suryadi, 2002:42)
(82) Hidup yang prasojo saja
tak usah yang aeng-aeng (Suryadi, 2002:28)
(83) O, Allah, Gusti nyuwun ngapura
badan saya jentol-jentol semua (Suryadi, 2002:85)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
(84) Sampai kelon yang terakhir
saya tidak meteng-meteng lho (Suryadi, 2002:96)
(85) ―Tapi dia sangat grapyak,
Kata wong Jawa –micarani-
Sahabat karibya banyak sekali
tapi dia masih mbok-mboken, lho (Suryadi, 2002:138)
(86) Kenapa hati saya kelara-lara
Terjaring dalam kegelapan (Suryadi, 2002:86)
(87) Di kamarnya, penuh buku-buku asing
yang mosak-masik dan apek bau tembakau (Suryadi, 2002:41)
(88) Mulut mangap centha-centhe – santai- (Suryadi, 2002:76)
(89) sedang mulutnya sibuk pula berbicara
Hanya, tampaknya saja klemar-klemer (Suryadi, 2002:114)
(90) Sejumlah pemuda mesam-mesem
menyaksikan adegan kami pula (Suryadi, 2002:120)
(91) diambilnya rokok kretek dan geretan
Kempas-kempus mulutnya nyedot kebul (Suryadi, 2002:138)
(92) Mending muter radio amatir
yang menyiarkan uyon-uyon Manasuka (Suryadi, 2002:21)
(93) Saya sudah membereskan meja makan
cuci pakaian, asah-asah, setlika (Suryadi, 2002:30)
(94) Di dalam hati yang melang-melang -sengsara
Akan rontok jagad yang tua (Suryadi, 2002:60)
(95) Dalam upacara layat kematian
dan dalam upacara ruwatan
Dia sering diminta kasih ular-ular (Suryadi, 2002:65)
(96) Lantas nDoro Ayu pun angkat suara:
“Kacang mangsa ninggala lanjaran” (Suryadi, 2002:191)
(97) Dan nDoro Ayu tersenyum, berperibahasa:
―Betapapun, anak polah bapa kepradhah‖ Suryadi, 2002:194)
(98) Ibarat idu geni, kata-katanya masah (Suryadi, 2002:66)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
(99) O, betapa tak pantas saya bayangkan
Ibarat kere munggah bale (Suryadi, 2002:200)
(100) saya sudah punya ngelmu krasan, kok
Ngelmu hidup yang sudah ditinggalkan (Suryadi, 2002:54)
(101) Dia menelan ludah berkali-kali
Anunya lalu ngaceng, lho
membikin dia cegukan (Suryadi, 2002:35)
(102) Dia meteng tapi tak ada pria
Yang mau mengakui pokalnya (Suryadi, 2002:51)
(93) Sambil cengengesan, tangannya usil
pinggul simbol kebagian cethotan (Suryadi, 2002:74)
(94) O, Allah, Gusti nyuwun ngapura
badan saya jentol-jentol semua
O. kami kelon di sarang semut (Suryadi, 2002:85)
(95) sampai kelon yang terakhir
Saya tidak meteng-meteng, lho
Saya rada khawatir juga
Ah, ya, kang Kliwong pintar, kok
Habis bantingan saya, diongklok (Suryadi, 2002:96)
(96) Dasar, perempuan suka celelekan
diberi tahu malah ngikik ketawa
Cengar-cengir bibir dan hidungnya (Suryadi, 2002:120)
(97) Sahabat karibnya banyak sekali
tapi dia masih mbok-mboken, lho
rada gembeng, gampang menangis (Suryadi, 2002:138)
(98) Lha, belum lagi dia mencuci muka
diambilnya rokok kretek dan geretan
Kempas-kempus mulutnya nyedot kebul (Suryadi, 2002:138)
(99) Sebagai babu nDoro Kanjeng Cokro Sentono
di nDalem Suryomentaraman Ngayogyakarta
Saya sudah terima, kok (Suryadi, 2002:29)
(100) Sore saya sudah bersiap
Mipis jamu kunir cabe puyung
Untuk nDoro Ayu dan nDoro Putri (Suryadi, 2002:118)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
(101) ―Sedang simbok saya jadi ledhek
Parjinah nama kecilnya (Suryadi, 2002:24)
(102) ―Ya, ya, kang Kliwon namanya
Dia lahir di hari pasaran Kliwon (Suryadi, 2002: 87)
(103) ―Ah, sampeyan tahulah sekarang
Air mata adalah lambang derita (Suryadi, 2002:142)
(104) ―E, yu Pariyem, sudah mau pulang?
Hari ini belanja apa saja sampeyan? (Suryadi, 2002:147)
(105) ―Jadi, yu, sekarang yu Pariyem meteng?!
Dengan siapa kowe melakukannya?!‖ (Suryadi, 2002:173)
(106) Sebagaimana beberapa tahun yang silam
Kang Kliwon sungkem di muka simbah
Ujung kata orang Jawa
Penuh rasa hormat, penuh rasa sopan
kang Kliwon tangannya ngapurancang
Berpakaian sarung, surjan, dan blangkon (Suryadi, 2002:88)
(107) O, Allah, Gusti nyuwun ngapura
Apabila saya menyapa Den Baguse
Bayang matanya penuh alam mimpi (Suryadi, 2002:35)
(108) Sejak esuk uthuk-uthuk
Saya memasang gendang telinga
Radio amatir yang gembar-gembor (Suryadi, 2002:36)
(109) lha, saya sudah puas, kok
Saya lega-lila (Suryadi, 2002:46)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
LAMPIRAN II
A. Campur Kode Berupa Kata
(1) O, manakah iman, manakah wewaler Tuhan
Bila nyawa tak lagi punya tempat aman? (hal 17)
(2) Saya suka serba luwes –lembut-
Bagaikan putri kraton Ngayogyakarta (hal 20)
(3) ―Wayang kulit dan ketoprak
Tontonan kegemaran saya
Ditambah sandiwara RRI Nusantara II
Ngayogyakarta Hadiningrat
Saban Minggu malamnya (hal 21)
(4) Sedangkan pada hari siang
Ketimbang ngrasani para tetangga
Dan bergunjing perkara bendoronya
Ongkang-ongkang di amben dapur (hal 21)
(5) Mending muter radio amatir
Yang menyiarkan uyon-uyon manasuka (hal 21)
(6) Saya lebih patut sebagai biyung emban
Saya lebih patut sebagai limbuk (hal 23)
(7) Banyak benar wanita kepencut sama bapak saya (hal 24)
(8) Apalagi bila dia sudah gandrung –ura-ura
Para penonton terharu hilang kata (hal 24)
(9) Sedang simbok saya jadi ledhek
Parjinah nama kecilnya (hal 25)
(10) Bila sudah ngibing, mas –wuah-
pak Lurah, pak Mantri, pak Camat
bahkan pak Wedana dan pak Bupati (hal 25)
(11) Naik turun kala-menjingnya
Hasrat mangku wanodya bangkit –mana tahan- (hal 25)
(12) Atas kuasa Sang Hyang Murbeng Jagad
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Mereka berdua sama-sama dipertemukan
Dewa Kama dan Dewi Ratih angslup (hal 26)
(13) Hidup yang prasojo saya
Tak usah yang aeng-aeng (hal 28)
(14) Kabegjan masing-masing kita punya
Sudah kita bawa sejak lahir (hal 28)
(15) Saya songkokkan di dada
Sebagai kutang menyongkok penthil (hal 28)
(16) Saya sudah trima, kok
Saya lega lila (hal 29)
(17) Kalau memang sudah nasib saya
Sebagai babu, apa ta repotnya? (hal 29)
(18) Saya sudah membereskan meja makan
Cuci pakaian, asah-asah, setlika (hal 30)
(19) Kini saya berhak tidur –ngaso- (hal 30)
(20) Dalam tetes keringat dan lumer raga
Saya serahkan milik yang saya punya
Ya, ya, pada mulanya adalah karsa
Karsa mrentul di dalam sanubari
Sebagai puting susu disedot lelaki (hal 31)
(21) Sebagai ludah insan sedang cipokan (hal 32)
(22) Saya ngomong tak pernah gadhog
Laras, tapi penuh irama khas (hal 33)
(23) Dan saya langka mencaci orang, lho
Kecuali orangnya memang sontoloyo (hal 34)
(24) Dan makian ―lonthe‖ bagi wanita Jawa
Ialah makian paling kasar dan kotor (hal 34)
(25) Di dalam jagad pasrawungan (hal 34)
(26) Dia menelan ludah berkali-kali
Anunya lalu ngaceng, lho
Membikin dia cegukan (hal 35)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
(27) Sejak esuk uthuk-uthuk
Saya memasang gendang telinga (hal 36)
(28) Memang dia clingus banget, kok
tapi, sorot matanya tak bisa menipu (hal 38)
(29) Sekujur tubuh saya digerayanginya
Pipi, bibir, penthil saya dingok pula (hal 39)
(30) Wouw, dia amat kesusu
Dia masih terlalu kaku (hal 39)
(31) Saya raba dadanya dheg-dhegan, lho (hal 39)
(32) Dan sejak itu, tiap kali kangen
Dia terus mengajak sare sama saya (hal 40)
(33) Pandai bermain pula
Saya biasa keok dulu dibuatnya (hal 41)
(34) Begitu bila nDoro Ayu bercerita
Pada para tamu yang sowan ke ndalemnya (hal 41)
(35) Di kamarnya, penuh buku-buku asing
Yang mosak-masik dan apek bau tembakau (hal 41)
(36) Tapi dia tak karem makan bakmi dan bakso
Tapi tongseng dan nasi goreng, ojo takon (hal 41)
(37) Lha, kalau numpak sepeda motor Yamaha
Ngebut banternya luar biasa (hal 42)
(38) Kebulnya memenuhi jalan raya (hal 42)
(39) Dan tugas-tugas yang dia sandang –tatas-
Tak pernah mogol di tengah jalan (hal 42)
(40) Dia punya katuranggan raden Gatotkaca
:ganteng tapi lembut
Kalem tapi sembodo (hal 43)
(41) Rambutnya ikal, ngandan-andhan (hal 43)
(42) Kalau sudah mandeng
Sorot mataya bersinar mencereng ( hal 43)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
(43) Saya pun bangun, nggodhog wedang
Dan nggebyur air halaman depan (hal 46)
(44) Bilangnya, dia tresna banget sama saya (hal 47)
(45) Hasratnya tak bisa dipenggak, ditunda
Biar dengan bujuk rayu dan janji segala (hal 47)
(46) Saya dibopongnya, diambunginya
Saya dibaringkan di atas amben (hal 48)
(47) Anunya gede banget, lho
Saya marem meladeninya (hal 48)
(48) Kemudian saya pamit –mbeboro-
Dari Wonosari Gunung Kidul (hal 50)
(49) Bahkan kakak perempuannya
Yang bahenol dan taberi sinau (hal 51)
(50) Dia meteng tapi tak ada pria
Yang mengakui pokalnya (hal 51)
(51) Saya tak takut bayang-bayang gelap
Saya tak tunduk gobang yang tajam (hal 52)
(52) Habis manis saya ditinggal
Yang dia minta saya berikan
Sesudah taneg, saya kapiran (hal 59)
(53) Dan hanya kepada sampeyan, lho, mas
Lelakon semua ini saya ceritakan
Tak saya sidhem, tak saya dekam
Saya krasan yang serba tentram (hal 63)
(54) Dan rangkulannya jembar
Sejembar pergaulannya (hal 65)
(55) Sering benar diminta kasih wejangan
Dalam upacara ngundhuh pengantin
Upacara tetesan dan supitan (hal 65)
(56) Dia sering diminta kasih ular-ular (hal 65)
(57) Ya, ini jam 5.00 pagi –repet-repet
Keremangan melayah ditinggal bulan (hal 67)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
(58) Banyak dalang yang tenggelam
Banyak dalang yang terlantar
Hanya satu-dua yang ketriman (hal 70)
(59) Begitupun Nyai Kondhang Kuning
Dari Kricak Lor Ngayogyakarta
Suaranya anyles bikin gemes (hal 71)
(60) Simbok mengajar saya Tayuban
Ya, alon-alon, diulang-ulang (hal 73)
(61) Bila pria sudah kedhanan pesindhen
Ke mana pun nyindhen dibuntutinya (hal 75)
(62) Tujuannya, untuk memelet kaum lelaki
Dan sebagai jimat penglarisan sindhen (hal 75)
(63) Sedang biasanya kelon malam-malam
Jebul malah meladeni ki dalang (hal 76)
(64) Ibarat kucing dan anjing
Tak bisa rujuk tak bisa gathuk (hal 76)
(65) Lalu saya menjuluk –mapan tidur-
Dalam kantuk saya menggandhul
Hati saya sumeleh, bersyukur (hal 77)
(66) Kini jam dahar siang, telah usai
Saya tinggal ongkang-ongkang (hal 77)
(67) Tanpa kehilangan rasa gembira
Keindahan terbabar bersama jua (hal 78)
(68) Sedang bapak ngethoprak di Tempel
Pulangnya saban seminggu sekali (hal 81)
(69) Dan gamelan ditabuh seseg
Keras, penuh, dan bergegas (hal 81)
(70) Kami menempuh bulak, gliyak-gliyak (hal 81)
(71) Hati kemrungsung meraung-raung (hal 82)
(72) Bagaikan nembe makan kangkung
Badan kami loyo tanpa kekuatan (hal 83)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
(73) Dalam rerawat menyayat gelap
Bergelombang di alam lengang (hal 84)
(74) Badan saya jentol-jentol semua
O, kami kelon di sarang semut (hal 85)
(75) Tapi saya mandi keramas –tujuh kali-
Dan kungkum di dalam sendhang (hal 85)
(76) O, rasa dhemen dan rasa kangen
Sebagai kang Kliwon di kejauhan (hal 86)
(77) Kenapa hati saya nelangsa
Kejeblos ke dalam jugangan
Kenapa hati saya kelara-lara
Terjaring ke dalam kegelapan (hal 86)
(78) Tidak salah lagi, jemblong
Anu saya sudah bolong (hal 87)
(79) Saya duduk ndeleleg –dhelog -dhelog
Memandang jauh tanpa tujuan (hal 87)
(80) Kang Kliwon pun pulang ke Wonosari
Menjenguk keluarga dan dusunnya
Sungkem pada leluhur yang masih ada (hal 88)
(81) Penuh rasa hormat, penuh rasa sopan
Kang Kliwon tangannya ngapurancang (hal 88)
(82) Selesai ngabekti, selesai ujung
Lalu pada mundur beberapa langkah (hal 90)
(83) Dia gentur benar puasanya, lho (hal 92)
(84) Demikianpun bila kami punya karep
Tak kenal sukar, tak kenal berat (hal 92)
(85) Apalagi kalau sedang nglakoni, mas
Sampai patigeni dia lakukan, lho (hal 92)
(86) Tiap hari bekerja sebagai biasa
Sambil rengeng-rengeng dan tetembangan (hal 92)
(87) Di dalam diri gairah makantar-kantar (hal 93)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
(88) Sampai kelon yang terakhir
Saya tidak meteng-meteng lho (hal 96)
(89) Ah, ya, kang Kliwon pintar, kok
Habis bantingan saya diongklok (hal 96)
(90) Tiap pagi dan sore tiada kendhat
Saya sapu bersih-bersih halaman (hal 99)
(91) Jarinya asik metheti klangenannya (hal 101)
(92) Rumah nDoro Kanjeng jembar
Rumah joglo gede magrong-magrong (hal 101)
(93) Bagaikan kilat kekuatan pun ngrasuk
Wujudnya ular atau cahaya warna-warni (hal 103)
(94) Dengan tapa brayatnya yang gentur
Dengan olah batin yang sempurnya (hal 103)
(95) Barang siapa melanggar, walatnya berat
Kaum pria tak sedia bertanggung jawab (hal 104)
(96) Dengan blencong mubyar-mubyar nyalanya
Menerangi kegelapan (hal 109)
(97) Masing-masing membawakan pesan
Yang dijelenterehkan ki dalang (hal 109)
(98) Suatu hari wong bule datang
Tuan Amerika itu sinau wayang (hal 110)
(99) Tapi nDoro ayu sungkan disembah-sembah
Dia tak suka dihormati mundhuk-mundhuk (hal 112)
(100) Saya pun menyat menuju dapur
Nanak nasi dan masak sayuran (hal 113)
(101) Sedang mulutnya sibuk pula berbicara
Hanya, tampaknya saja klemar-klemer (hal 114)
(102) Ibarat sekuntum bungan matahari
Mengorakkan kembang-kembangnya
Dan mekrok biji-bijinya (hal 115)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
(103) Kenapa dia nandhang rasa sakit?
Barang gede lewat lobang sempit (hal 117)
(104) Ketlingsut ke mana kamu, yu Iyem?
Sudah 5 tahun di Yogya kok hilang
Kepencut sama wong lanang apa, ha? (hal 120)
(105) Lha, diambung sama siapa, ha?
Pupurmu berlepotan tak rata (hal 120)
(106) Dasar, perempuan suka celelekan
Diberi tahu malah ngikik ketawa (hal 120)
(107) Sejumlah pemuda mesam-mesem
Menyaksikan adegan kami pula (hal 120)
(108) Yang dekat Alun-alun Lor jalan kaki
Yang jauh dari luar kota naik colt (hal 121)
(109) Becak ngampyak di luar Alun-alun
Mengantar dan menunggu penumpang (hal 121)
(110) Suaranya kemlonthang bergema
Mikropon yang mengedarkannya (hal 122)
(111) Suara orang bagaikan tawon
Yang mubal merubung tabon (hal 122)
(112) Demikianpun kami perempuan bertiga:
nDoro Ayu, nDoro Putri, dan saya
ada dalam uyuk-uyukan berebutan (hal 125)
(113) Dengan rasa bangga dan lega –pulanglah-
Numpak andhong ditarik dua jaran (hal 125)
(114) Tubuhnya langsing alias cemerlang
Matanya blalak-blalak alias cemerlang (hal 136)
(115) Siap, wedang teh dan dahar siang
Sudah saya susun rapih di atas meja (hal 138)
(116) Tapi bila kecenthok sama siapa pun
nDoro Putri kumat galaknya, lho (hal 138)
(117) Diambilnya rokok kretek dan geretan
Kempas-kempus mulutnya nyedot kebul (hal 138)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
(118) Tapi dia sangat grapyak,
Kata wong Jawa –micarani- hal 138)
(119) Sahabat karibnya banyak sekali
Tapi dia masih mbok-mbokken, lho
Rada gembeng, gampang menangis (hal 138)
(120) Lha, baru diledek oleh Den Baguse
Gara-gara dipacokke sama mitrane
Wouw, wajahnya merah padam ! (hal 139)
(121) Tak urung meleleh di pipinya
nDoro Putri nangis sesenggukan (hal 139)
(122) Pelupuk saya pun kembeng-kembeng
Air mata tetes berlinangan (hal 139)
(123) Lha, itu tidak teges namanya (hal 141)
(124) Ah, ya, betapa lucu mereka
Pertengkaran mulut sebagai buahnya
Lalu masing-masing pada wadul (hal 144)
(125) Saya mesti yang mandhegani
Dan sayalah yang mengaku bersalah (hal 144)
(126) Dia bangun sebelum fajar tiba
Tak digrobyak oleh siapa pun (hal 144)
(127) Teman-teman saya menjual palawija
Sebelum saya ngenger sebagai babu (hal 147)
(128) Tegur sapa selalu mampir waktu berjumpa
Dengan lelagehan dan suara medhok pula (hal 147)
(129) Dengan deretan abrag dan warung makan
Dari dusun-dusun jauh; tumplek numpuk (hal 149)
(130) Lha, opo tumon? Lha, opo memper?
Buat blangkrah apa kulit diborong? (hal 150)
(131) Sambil bilang, dia nggeblas naik bebek
Pundaknya mencangklong tas kuliahnya (hal 150)
(132) O, kayak orang memilih bakal jodo saya (hal 151)
(133) O, rasa cemburu di dalam pergaulan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Mengambil tampang edan-edanan (hal 152)
(134) Apalagi, bila njoget Bedhaya
Alangkah nlentheng dia –santai- (hal 155)
(135) Waktu jaman saya masih bocah
Saya kelon sama simbah wedok (hal 156)
(136) Diselang-seling rengeng-rengeng
Sebagai pengantar bobok saya (hal 157)
(137) Walaupun giginya sudah ompong
Dan ngomongnya sudah cedhal (hal 157)
(138) Meskipun istrinya sudah cantik jelita
Tapi dia pelihara gendhak menggairahkan (hal 161)
(139) Saya cocok, klop
Saya mathuk saja (hal 162)
(140) Suatu hari saya ketemu dhemenan saya
Kang Sokidi Kliwon mandi di sendhang (hal 166)
(141) 3 hari kemudian saya terima surat
Dia mengajak saya pegatan (hal 166)
(142) Bukan karena bayi dalam kandungan
Tapi karena trenyuh dalam pelukan (hal 176)
(143) Pariyem, duduklah di kursi
Jangan kowe duduk di lantai
Ada yang wigati kita bicarakan (hal 185)
(144) Saya pantas mendhadha apa adanya (hal 185)
(145) Dan saya hanya bisa kethap-kethip
Bagaikan kera kena tulup pemburu (hal 187)
(146) Dengan segudang omong, selambung pidato
Dan bertruk-truk percakapan dakik-dakik (hal 189)
(147) Tapi benih kadhung tumbuh subur
Keluarga tak hendak dipermalukan (hal 200)
(148) Dalam musim-musim bedhidhing
Saya kangen, saya dhemen ! (hal 201)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
(149) Namun saya pergi ke sendhang
Mandi dan kramas sampai nruthuk (hal 201)
(150) Kini perut saya pun sudah gede
Apabila berjalan mesti edang-edong (hal 206)
(151) Dia merengek, nangis njempling-njempling
Apabila tak dapat keturutan karepnya (hal 206)
(152) Lha, semalam baru saja mitoni (hal 207)
(153) Ah, ya, saya pun duduk di atas dhingklik
Hanya mengenakan sehelai kain basahan (hal 207)
(154) Sehabis didongakan oleh mbah kaum
Diikuti dan disertai rasa khidmat (hal 208)
(155) Mereka yang bisa, setiap pejagong
Akan memperoleh giliran nembang (hal 209)
(156) Lha baru sepisan ini dia nembang
Baru sepisan ini saya mendengarnya
Sungguh mati! Cumengklung mempesona (hal 209)
(157) Begitupun nDoro Kanjeng dan nDoro Ayu
Esuk uthuk-uthuk turun ke Ngayogyakarta (hal 210)
(158) nDoro Putri tidur seamben dengan saya
dia betah dan krasan tinggal di desa (hal 211)
(159) lha, nDoro Putri marah sekarang
Den Baguse dicokot tangannya (hal 216)
(160) lha, ya, mau bagaimana lagi, ta
enak, kok
kepenak (hal 218)
(161) Dengan bibir, lidah, dan gusinya lembut
Penthil saya dikenyut-kenyut (hal 219)
(162) Kalau dia sudah ura-ura, mas
Mengingatkan saya jaman dulu (hal 223)
(163) Dan dengan lilingan seorang eyang
nDoro Kanjeng pun mengudang-kudang (hal 224)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
B. Campur Kode Berupa Frasa
(1) Saya sudah trima, kok
Saya lega lila (hal 28)
(2) Tapi duduk bersila madhep wetan
Dia menghirup udara bebas (hal 36)
(3) Bagaikan iket kepala Sala-Ngayogya
Dijereng jembar, dipakai pun longgar (hal 44)
(4) Tapinya kosong melompong
Buahnya kanthong bolong (hal 59)
(5) Saya tak ayem tentrem karenanya
Saya tak krasan ketemu siapa saja (hal 60)
(6) Pikirannya tajam
Setajam keris warangan (hal 65)
(7) nDoro Putri demen banget cerita sama saya (hal 154)
(8) Bagaikan para bidadara kahyangan
Guwayanya suntrut membanggakan (hal 160)
(9) Mikir wong lanang, ngerasa wong edan (hal 173)
(10) Tanpa pandang siapa pun –O, yu Iyem –
Asal bathuk klimis dimakan ! (hal 175)
(11) Saya pun mbrebes mili lagi, menangis
Berdua kami pun bertangis-tangisan (hal 176)
(12) Sedang Den Baguse berkaos dan sarung
Keringatnya pating dlewer di dahinya (hal 193)
(13) Pakaian dan rambutnya awut-awutan
Penampilannya nglomprot waton dandan (hal 202)
(14) Sejak subuh hari para tamu pun pulang
Begitupun nDoro Kanjeng dan nDoro Putri
Esuk uthuk-uthuk turun ke Ngayogyakarta (hal 210)
(15) Endang nanti saya dulang pisang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Dan oleh-oleh simbok jenang lanang (hal 219)
C. Campur Kode Berupa Baster
(1) Naik turun kala-menjingnya
Hasrat mangku wanodya bangkit –mana tahan- (hal 25)
(2) Kabegjan masing-masing kita punya
Sudah kita bawa sejak lahir (hal 28)
(3) Sebagai ludah insan sedang cipokan (hal 32)
(4) Saya raba dadanya dheg-dhegan, lho (hal 39)
(5) Hasratnya tak bisa dipenggak, ditunda
Biar dengan bujuk rayu dan janji segala (hal 47)
(6) Saya dibopongnya, diambunginya
Saya dibaringkan di atas amben (hal 48)
(7) Sering bendar diminta kasih wejangan
Dalam upacara ngundhuh pengantin
Upacara tetesan dan supitan (hal 65)
(8) Berpakaian baru, bibir digincu
Dan rambut digelung munthil-munthil (hal 74)
(9) Lalu saya menjuluk –mapan tidur-
Dalam kantuk saya menggandhul
Hati saya sumeleh, bersyukur (hal 77)
(10) Tanpa kehilangan rasa gembira
Keindahan terbabar bersama jua (hal 78)
(11) Ah, ya, kang Kliwon pintar, kok
Habis bantingan saya diongklok (hal 96)
(12) Sahabat karibnya banyak sekali
Tapi dia masih mbok-mbokken, lho
Rada gembeng, gampang menangis (hal 138)
(13) Lha, baru diledek oleh Den Baguse
Gara-gara dipacokke sama mitrane
Wouw, wajahnya merah padam ! (hal 139)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
(14) 3 hari kemudian saya terima surat
Dia mengajak saya pegatan (hal 166)
(15) Mereka yang bisa, setiap pejagong
Akan memperoleh giliran nembang (hal 209)
(16) lha, nDoro Putri marah sekarang
Den Baguse dicokot tangannya (hal 216)
(17) lha, ya, mau bagaimana lagi, ta
enak, kok
kepenak (hal 218)
(18) Dengan bibir, lidah, dan gusinya lembut
Penthil saya dikenyut-kenyut (hal 219)
D. Campur Kode Berupa Bentuk Ulang
(1) Rambutnya ikal, ngandan-andhan (hal 43)
(2) Dia sering diminta kasih ular-ular (hal 65)
(3) Simbok mengajar saya Tayuban
Ya, alon-alon, diulang-ulang (hal 73)
(4) Lha, baru munthup-munthup muncul
Nama baru dirintis pe[r]lahan naik (hal 76)
(5) Kini jam dahar siang, telah usai
Saya tinggal ongkang-ongkang (hal 77)
(6) Badan saya jentol-jentol semua
O, kami kelon di sarang semut (hal 85)
(7) Kenapa hati saya nelangsa
Kejeblos ke dalam jugangan
Kenapa hati saya kelara-lara
Terjaring ke dalam kegelapan (hal 86)
(8) Saya duduk ndeleleg –dhelog -dhelog
Memandang jauh tanpa tujuan (hal 87)
(9) Di dalam diri gairah makantar-kantar (hal 93)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
(10) Tapi nDoro ayu sungkan disembah-sembah
Dia tak suka dihormati mundhuk-mundhuk (hal 112)
(11) Sedang mulutnya sibuk pula berbicara
Hanya, tampaknya saja klemar-klemer (hal 114)
(12) Sejumlah pemuda mesam-mesem
Menyaksikan adegan kami pula (hal 120)
(13) Demikianpun kami perempuan bertiga:
nDoro Ayu, nDoro Putri, dan saya
ada dalam uyuk-uyukan berebutan (hal 125)
(14) Sahabat karibnya banyak sekali
Tapi dia masih mbok-mbokken, lho
Rada gembeng, gampang menangis (hal 138)
(15) Kini perut saya pun sudah gede
Apabila berjalan mesti edang-edong (hal 206)
(16) Dia merengek, nangis njempling-njempling
Apabila tak dapat keturutan karepnya (hal 206)
(17) Dengan bibir, lidah, dan gusinya lembut
Penthil saya dikenyut-kenyut (hal 219)
(18) Dan dengan lilingan seorang eyang
nDoro Kanjeng pun mengudang-kudang (hal 224)
(19) Kalau dia sudah ura-ura, mas
Mengingatkan saya jaman dulu (hal 223)
E. Campur Kode Berupa Peribahasa
(1) Kadhung arang kranjang (hal 17)
(2) Agama Agening Ati (hal 18)
(3) Loro-loroning atunggal (hal 29)
(4) Tanggap ing sasmita (hal 35)
(5) Wani ngalah luhur wekasanipun (hal 49)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
(6) Keladuk wani kurang deduga (hal 51)
(7) Alon-alon waton kelakon (hal 64)
(8) Idu geni (hal 66)
(9) Sembrana pari kena (hal 66)
(10) Ibarat keris ligan manjing warangka (hal 83)
(11) Ngangsu kawruh (hal 105)
(12) Nandang papa cintraka (hal 135)
(13) Gandhewa pinentang (hal 136)
(14) Ati bungah bersahaja (hal 153)
(15) Ngimpi iku sekare wong sare (hal 164)
(16) Wening lan eling sajroning bating (hal 171)
(17) Kacang mangsa ninggal lanjaran (hal 191)
(18) Anak polah bapa kepradah (hal 194)
(19) Ibarat kere munggah bale (hal 200)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
TENTANG PENULIS
Ayu Primasandi lahir di Tarakan, Kalimantan Timur pada 23
Januari 1990. Sejak tahun 2004 telah bermukim di Yogyakarta
dalam rangka melanjutkan studi jenjang SMA. Primasandi gemar
bermusik dan bernyanyi. Di bangku kuliah, Primasandi
menyalurkan kegemarannya ini dengan membentuk kelompok
bermusik bersama ketiga temannya, yaitu Sekar Mangalandum
(biola), Andar Prabowo (jimbe), dan Yohanes Carol (gitar). Bersama kelompok
bermusiknya ini, mereka sering diundang tampil dalam berbagai acara formal
ataupun santai.
Selain bermusik, Primasandi juga gemar menulis. Tulisan pertamanya
berupa cerpen dimuat dalam majalah sekolah Mesra pada tahun 2004. Selama
tahun 2004-2006, Primasandi aktif dalam kegiatan pers sekolah sebagai wartawan.
Keaktifan dalam pers sekolah ini berlanjut pada tahun 2006-2007 ketika
Primasandi terpilih menjadi pemimpin redaksi pers sekolah di SMA tempat
Primasandi studi. Selain itu, Primasandi pernah mengikuti lomba penulisan karya
ilmiah tingkat SMA bertema ―Character Building‖ yang diselenggarakan oleh
Program Studi Pendidikan Ilmu Sejarah Universitas Sanata Dharma pada tahun
2006.
Di bangku kuliah, Primasandi aktif dalam bidang organisasi. Primasandi
bergabung dalam Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sastra Indonesia
Universitas Sanata Dharma sebagai seksi kegiatan dalam (2008-2009) dan ketua
HMJ (2009-2010). Kegiatan organisasi inilah yang mengantar Primasandi untuk
mendapat pengalaman baru bersama teman-teman Jurusan Sastra se-Indonesia di
Universitas Padjajaran Bandung Pada November 2008 dalam Kongres Ikatan
Lembaga Ilmu Bahasa, Budaya, dan Sastra Indonesia (ILMIBSI) sebagai delegasi
dari Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma. Selain itu, Primasandi pernah
menjadi sekretaris dalam sebuah organisasi di bawah naungan Fakultas Sastra
bernama Media Sastra pada tahun 2008-2009. Saat ini, Primasandi hanya aktif
sebagai mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia Unversitas Sanata Dharma
sambil menunggu gelar sarjana S1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI