Upload
dryusuf
View
14
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
presus ca mammae
Citation preview
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 54 tahun
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda
No.CM : 377498
II. DATA DASAR
A. ANAMNESIS
Autoanomnesis, tanggal 5 Februari 2013, pk. 11.30 WIB
Keluhan utama : Benjolan pada payudara kanan.
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke Poli Onkologi RSPAD Gatot Subroto dengan
keluhan benjolan pada payudara kanan yang muncul sejak 2 tahun SMRS.
Benjolan muncul pada awal tahun 2011 berukuran sebesar telur puyuh dan
tidak nyeri. Pasien mengabaikan benjolan tersebut karena dianggap tidak
mengganggu. 3 bulan kemudian ukuran benjolan bertambah besar
seukuran bola pingpong dan benjolan dirasakan nyeri. Pada bulan Agustus
2011 muncul luka pada benjolan tersebut disertai darah, nanah dan bau
tidak sedap.
Pasien mengeluh muncul benjolan pada ketiak kanannya sejak 1
bulan SMRS dan tangan kanannya bengkak sejak 1 minggu SMRS.
Pasien mendapatkan haid pertama pada usia 10 tahun. Pasien telah
menikah dan memiliki 2 anak. Melahirkan anak pertama pada usia 25
tahun. Pasien menyusui kedua anaknya hingga usia 1,5 tahun. Pasien tidak
pernah menggunakan KB dan tidak pernah menjalani terapi hormonal.
Pasien menopause pada usia 45 tahun.
Sebelumnya pasien tidak pernah memiliki benjolan atau infeksi di
payudara. Pasien juga tidak pernah mengalami radiasi pada daerah dada.
Di keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat kanker payudara, rahim,
ovarium, usus ataupun lambung.
Riwayat adanya benjolan di tempat lain disangkal oleh penderita.
Keluhan nyeri tulang, rasa penuh di ulu hati, batuk, sesak nafas, maupun
sakit kepala hebat disangkal.
Riwayat penyakit dahulu :
- Sebelumnya pasien mengaku belum pernah memiliki keluhan seperti
ini.
- Riwayat hipertensi sejak tahun 2005, terkontrol dengan obat-obatan
antihipertensi.
- Riwayat diabetes melitus disangkal.
- Riwayat atopi disangkal.
Riwayat penyakit keluarga :
- Riwayat hipertensi disangkal.
- Riwayat diabetes melitus disangkal
- Riwayat jantung disangkal.
- Riwayat asma disangkal.
Riwayat Kebiasaan :
- Merokok dan minum minuman alkohol disangkal
- Pasien tidak suka berolah raga
- Pasien suka makan makanan berlemak
B. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 5 Februari 2013, pukul 11.30 WIB
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Keadaan gizi: TB/BB : 155 cm/65 kg. BMI : 27,1 . Overweight.
Tanda vital : tekanan darah = 130/80 mmHg
nadi = 82 x/menit, equal, isi cukup, reguler
suhu = 36,3 0C
RR = 16 x/menit, thorakoabdominal
Kulit : kuning langsat, ikterik tidak ada, effloresensi tidak ada,
lembab.
Kepala : normocephal, rambut beruban, distribusi merata, tidak
mudah dicabut.
Wajah : simetris, tidak pucat, ekspresi wajar.
Mata : edema palpebra -/-, conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik
-/-, pupil bulat isokor refleks cahaya langsung dan
tidak langsung +/+.
Telinga : bentuk normal, simetris, lubang lapang, serumen -/-.
Hidung : bentuk normal, tidak ada napas cuping hidung, tidak ada
septum deviasi, sekret -/-.
Mulut : mukosa lembab, lidah bersih dan tidak hiperemis, faring
tidak hiperemis, Tonsil T1-T1 tenang.
Leher : simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid deviasi
trakhea tidak ada, tidak teraba pembesaran kgb pada
preauricularis, submandibulla, maupun collilateralis
dan supraclavicularis.
Thorak : Pulmo : I = normochest, retraksi -/-,
sela iga tidak melebar, spider nevi (-)
P = taktil fremitus sinistra = dextra
P = sonor pada kedua lapangan paru. Batas
paru hati pada linea midclvavicula
dextra ICS V
A = suara dasar vesikuler, Ronkhi -/-
Whezzing -/-
Cor : I = tidak tampak ictus cordis
P = iktus cordis tidak teraba
P = kesan kardiomegali
A = BJ I dan II reguler, Gallop (-), Murmur
(-)
Abdomen : I = Datar, caput medusa (-)
A = Bising usus (+)
P = dinding perut supel, turgor kulit baik
Hepar tidak teraba membesar dan lien
tidak teraba membesar. Tidak ada nyeri
tekan.
P = timpani, shifting dullness (-)
Ekstremitas : akral hangat, edema tungkai tidak ada, palmar
eritem (-)
STATUS LOKALIS :
Mamma Dekstra :
Inspeksi : Terdapat ulserasi pada kuadran lateral atas berukuran 12 x 10 cm disertai
darah dan pus. Kulit disekitarnya edema dan kemerahan. Pada puting tidak
keluar discharge. Terdapat pembesaran KGB axilla dextra dan edema pada
lengan kanan atas.
Regio Axilla Dextra : terdapat pembesaran KGB berukuran 5x6 cm yang melekat pada
jaringan sekitarnya.
Regio supra c lavi c ul a r dextra - sinistra
Inspeksi : Tidak tampak pembesaran KGB
Palpasi : Tidak teraba pembesaran KGB
Regio infraklavicular dextra-sinistra
Inspeksi :Tidak tampak pembesaran KGB
Palpasi : Tidak teraba pembesaran KGB
C. PEM
ERIKSAAN
PENUNJANG
Pemeriksaan
30/1 Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 12,2* 13 – 18 gr/dL
Hematokrit 37 37– 47 %
Eritrosit 4,4 4.3 -6 juta/uL
Leukosit 6080 6000 – 10.800/uL
Trombosit 215.000 150.000 – 400.000/uL
LED 16 <20mm
Kimia Darah
Ureum 30 20 -50 mg/dL
Kreatinin 1,2 0.5 – 1.5 mg/dL
SGPT 23 < 40 U/L
SGOT 15 < 35 U/L
Glukosa puasa 92 < 140 mg/dl
Protein total 7,9* 6-7 g/dl
Albumin 4 4-5,2 g/dl
Globulin 3,9* 1,3-2,7 g/dl
ALP 86 20-140 IU/L
Pemeriksaan Penunjang :
1. USG Mammae : lesi solid malignansi
2. Mammografi : mamma sinistra dalam involusi
3. USG Abdomen : kesan normal
4. Foto Thorax : kardiomegali, kesan paru normal
5. Biopsi : Carsinoma Apocrine Mammae
III.RESUME
Pasien wanita usia 54 tahun, datang ke Poli Onkologi RSPAD dengan
keluhan benjolan pada payudara kanan yang muncul sejak 2 tahun SMRS.
Benjolan awalnyaberukuran sebesar telur puyuh dan tidak nyeri. 3 bulan
kemudian ukurannya bertambah menjadi sebesar bola pingpong dan terasa nyeri.
Pada bulan Agustus 2011 muncul luka pada benjolan tersebut disertai nanah,
darah dan bau tidak sedap. Sejak 1 bulan SMRS muncul benjolan di ketiak
kanannya dan 1 minggu SMRS lengan kanan atasnya membengkak.
Menarche usia 10 tahun, telah menikah dan memiliki 2 anak. Melahirkan
anak pertama pada usia 25 tahun. Pasien menyusui kedua anaknya hingga usia 1,5
tahun. Pasien menopause pada usia 45 tahun.
Pada pemeriksaan didapatkan ulserasi pada mamma dextra kuadran lateral
atas ukuran 12 x 10 cm disertai darah dan pus. Kulit disekitarnya edema dan
kemerahan. Pada puting tidak keluar discharge. Terdapat pembesaran KGB axilla
dextra dan edema pada lengan kanan atas.
IV. DIAGNOSIS
Ca Mamma Dextra Stadium IIIb (T4b N2 Mx)
V. PENATALAKSANAAN
Rencana Diagnostik
- Bone scan
Rencana terapi :
Terapi Paliatif
- Setelah dilakukan biopsi insisi, dilakukan radiasi. Bila residu tidak
ada, tunggu. Bila relaps, tambahkan dengan pengobatan hormonal dan
kemoterapi. Namun bila residu setelah radiasi tetap ada, pada pasien
pasca menopause dilakukan terapi hormonal inhibitif.
VI. PROGNOSIS
Quo vitam = malam
Quo functionam = malam
Quo sanationam = malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Anatomi dan Fisiologi Payudara
1. Embriologi
Payudara merupakan suatu kelompok kelenjar-kelanjar besar yang
berasal dari epidermis, yang terbungkus dalam fascia yang berasal dari
dermis, dan fascia superficial dari permukaan ventral dada. Puting susu
sendiri merupakan suatu proliferasi lokal dari stratum spinosum epidermis.
Selama bulan kedua kehamilan, dua berkas lapisan tebal ectoderm muncul
pada dinding depan tubuh terbentang dari aksila ke lipat paha. Dua berkas
ini adalah milk line dan melambangkan jaringan kelenjar mamma yang
potensial. Pada manusia, hanya bagian pectoral dari berkasi ini yang akan
menetap dan akhirnya berkembang menjadi kelenjar mamma dewasa.
Kadang-kadang, jaringan payudara yang tersisa atau bahkan fungsional
dapat muncul dari bagian lain dari milk line. (De Jong, 2005)
2. Anatomi Payudara
Payudara wanita dewasa berlokasi dalam fascia superficial dari
dinding depan dada. Dasar dari payudara terbentang dari iga kedua di
sebelah atas sampai iga keenam atau ketujuh di sebelah bawah, dan dari
sternum batas medialnya sampai ke garis midaksilrasis sebagai batas
lateralnya. Duapertiga dasar tersebut terletak di depan M.pectoralis major
dan sebagian M.serratus anterior. Sebagian kecil terletak di atas M.obliquus
externus. (Snell, 2006)
Pada 95% wanita terdapat perpanjangan dari kuadran lateral atas
sampai ke aksila. Ekor ini (tail of Spence) dari jaringan mammae memasuki
suatu hiatus (dari Langer) dalam fascia sebelah dalam dari dinding medial
aksilaI. Hanya ini jaringan mammae yang ditemukan secara normal di
bawah fascia sebelah dalam. (De Jong, 2005)
Setiap payudara terdiri dari 15 sampai 20 lobus, beberapa lebih besar
daripada yang lainnya, berada dalam fascia superficial, dimana dihubungkan
secara bebas dengan fascia sebelah dalam. Lobus-lobus ini beserta
duktusnya adalah kesatuan dalam anatomi, bukan kesatuan dalam bedah.
Suatu biopsy payudara bukan suatu lobektomi, dimana pada prosedur
semacam itu, sebagian dari 1 atau lebih lobus diangkat. (Martini, 2006)
Antara fascia superficial dan yang sebelah dalam terdapat ruang
retromammary (submammary) yang mana kaya akan limfatik.
Lobus-lobus parenkim beserta duktusnya tersusun secara radial
berkenaan dengan posisi dari papilla mammae, sehingga duktus berjalan
sentral menuju papilla seperti jari-jari roda berakhir secara terpisah di
puncak dari papilla. Segmen dari duktus dalam papilla merupakan bagian
duktus yang tersempit. Oleh karena itu, sekresi atau pergantian sel-sel
cenderung untuk terkumpul dalam bagian duktus yang berada dalam papilla,
mengakibatkan ekspansi yang jelas dari duktus dimana ketika berdilatasi
akibat isinya dinamakan lactiferous sinuse . Pada area bebas lemak di bawah
areola, bagian yang dilatasi dari duktus laktiferus (lactiferous sinuses)
merupakan satu-satunya tempat untuk menyimpan susu. Intraductal
papillomas sering terjadi di sini. (Martini, 2006)
Ligamentum suspensori Cooper membentuk jalinan yang kuat, pita
jaringan ikat berbentuk ireguler menghubungkan dermis dengan lapisan
dalam dari fascia superfisial, melewati lobus-lobus parenkim dan menempel
ke elemen parenkim dan duktus. Kadang-kadang, fascia superfisial
terfiksasi ke kulit, sehingga tidak mungkin dilakukan total mastectomy
subkutan yang ideal. Dengan adanya invasi keganasan, sebagian dari
ligamentum Cooper akan mengalami kontraksi, menghasilkan retraksi dan
fiksasi atau lesung dari kulit yang khas. Ini berbeda dengan penampilan
kulit yang kasar dan ireguler yang disebut peau d'orange, dimana pada peau
d'orange perlekatan subdermal dari folikel-folikel rambut dan kulit yang
bengkak menghasilkan gambaran cekungan dari kulit. (De Jong, 2005)
3. Fisiologi Payudara
Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi oleh
hormon. Perubahan pertama ialah mulai dari masa hidup anak melalui masa
pubertas, masa fertilitas sampai ke klimakterium, dan menopause. Sejak
pubertas pengaruh estrogen dan progesteron yang diproduksi ovarium dan
juga hormon hipofise, telah menyebabkan duktus berkembang dan
timbulnya asinus.
Perubahan kedua adalah perubahan sesuai dengan siklus
menstruasi. Sekitar hari ke-8 haid, payudara jadi lebih besar dan pada
beberapa hari sebelum haid berikutnya terjadi pembesaran maksimal.
Kadang-kadang timbul benjolan yang nyeri dan tidak rata. Selama beberapa
hari menjelang haid, payudara menjadi tegang dan nyeri sehingga
pemeriksaan fisik, terutama palpasi, tidak mungkin dilakukan. Pada waktu
itu, pemeriksaan foto mammpgraphy tidak berguna karena kontras kelenjar
terlalu besar. Begitu haid mulai, semuanya berkurang.
Perubahan ketiga terjadi pada masa hamil dan menyusui. Pada
kehamilan, payudara menjadi besar karena epitel duktus lobul dan duktus
alveolus berproliferasi, dan tumbuh duktus baru.
Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu laktasi. Air susu
diproduksi oleh sel-sel alveolus, mengisi asinus, kemudian dikeluarkan
melalui duktus ke puting susu.
II.2 Ca Mammae
A. Definisi
Kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan
pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami
pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali. Kanker
payudara (Carcinoma mammae) adalah keganasan yang berasal dari
kelenjar, saluran kelenjar dan jaringan ikat payudara.
B. Epidemiologi
Kanker payudara berkembang menjadi 1 diantara 8 wanita di
Amerika Serikat. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling
sering terjadi pada wanita. Kemungkinan terjadinya kanker payudara
pada wanita meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Rata-rata usia
bertahan hidup pada pasien dengan kanker payudara adalah 61 tahun.
Pada tahun 2008 di perkirakan terdapat 185.200 kasus baru per tahun dan
terdapat 41.000 kematian diantara kasus tersebut. (McPhee, Papadakis.
2010)
Karsinoma payudara pada wanita menduduki tempat nomor dua
setelah karsinoma serviks uterus. Di Indonesia berdasarkan “Pathological
Based Registration” kanker payudara mempunyai insidens relatif 11,5%.
Diperkirakan di Indonesia mempunyai insidens minimal 20.000 kasus
baru pertahun; dengan kenyataan bahwa lebih dari 50% kasus masih
berada dalam stadium lanjut.
Kurva insidens-usia bergerak naik terus sejak usia 30 tahun.
Kanker ini jarang sekali ditemukan pada wanita usia di bawah 20 tahun.
Angka tertingi terdapat pada usia 45-66 tahun. Insidens karsinoma
mammae pada lelaki hanya 1% dari kejadian pada perempuan.
C. Etiologi dan Faktor Resiko
Etiologi pasti dari kanker payudara masih belum jelas. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan faktor risiko tertentu lebih
sering untuk berkembang menjadi kanker payudara dibandingkan yang
tidak memiliki beberapa faktor risiko tersebut. Beberapa faktor risiko
tersebut (McPhee, Papadakis. 2010), (Depkes RI, 2007):
Umur :
Kanker payudara jarang terjadi pada wanita usia dibawah 35 tahun,
dan insiden meningkat pada usia lebih dari 30 tahun. Insiden semakin
meningkat seiring bertambahnya usia.
Riwayat kanker payudara :
Wanita dengan riwayat pernah mempunyai kanker pada satu payudara
mempunyai risiko untuk berkembang menjadi kanker pada payudara
yang lainnya.
Riwayat Keluarga :
Risiko untuk menjadi kanker lebih tinggi pada wanita yang ibunya
atau saudara perempuan kandungnya memiliki kanker payudara.
Risiko lebih tinggi jika anggota keluarganya menderita kanker
payudara sebelum usia 40 tahun. Risiko juga meningkat bila terdapat
kerabat/saudara (baik dari keluarga ayah atau ibu) yang menderita
kanker payudara. Wanita yang memiliki riwayat keluarga dengan
keganasan pada usus, lambung dan ovarium juga memiliki faktor
resiko yang lebih tinggi terkena kanker payudara.
Perubahan payudara tertentu :
Beberapa wanita mempunyai sel-sel dari jaringan payudaranya yang
terlihat abnormal pada pemeriksaan mikroskopik. Risiko kanker akan
meningkat bila memiliki tipe-tipe sel abnormal tertentu, seperti
atypical ductal hyperplasia (ADH) dan lobular carcinoma in situ
(LCIS).
Perubahan Genetik :
Beberapa perubahan gen-gen tertentu akan meningkatkan risiko
terjadinya kanker payudara, antara lain BRCA1, BRCA2, dan beberapa
gen lainnya. BRCA1 and BRCA2 termasuk tumor supresor gen.
Secara umum, gen BRCA-1 beruhubungan dengan invasive ductal
carcinoma, poorly differentiated, dan tidak mempunyai reseptor
hormon. Sedangkan BRCA-2 berhubungan dengan invasive ductal
carcinoma yang lebih well differentiated dan mengekspresikan
reseptor hormon. Wanita yang memiliki gen BRCA1 dan BRCA2 akan
mempunyai risiko kanker payudara 40-85%. Wanita dengan gen
BRCA1 yang abnormal cenderung untuk berkembang menjadi kanker
payudara pada usia yang lebih dini.
Riwayat reproduksi dan menstruasi :
Meningkatnya paparan estrogen berhubungan dengan peningkatan
risiko untuk berkembangnya kanker payudara, sedangkan
berkurangnya paparan justru memberikan efek protektif. Beberapa
faktor yang meningkatkan jumlah siklus menstruasi seperti menarche
dini (sebelum usia 12 tahun), nuliparitas, dan menopause yang
terlambat (di atas 55 tahun) berhubungan juga dengan peningkatan
risiko kanker. Diferensiasi akhir dari epitel payudara yang terjadi pada
akhir kehamilan akan memberi efek protektif, sehingga semakin tua
umur seorang wanita melahirkan anak pertamanya, risiko kanker
meningkat. Wanita yang mendapatkan menopausal hormone therapy
memakai estrogen, atau mengkonsumsi estrogen ditambah progestin
setelah menopause juga meningkatkan risiko kanker.
Ras :
Kanker payudara lebih sering terdiagnosis pada wanita kulit putih,
dibandingkan wanita Latin Amerika, Asia, or Afrika. Insidensi lebih
tinggi pada wanita yang tinggal di daerah industrialisasi.
Wanita yang mendapat terapi radiasi pada daerah dada :
Wanita yang mendapat terapi radiasi di daerah dada (termasuk
payudara) sebelum usia 30 tahun, risiko untuk berkembangnya kanker
payudara akan meningkat di kemudian hari.
Kepadatan jaringan payudara :
Jaringan payudara dapat padat ataupun berlemak. Wanita yang
pemeriksaan mammogramnya menunjukkan jaringan payudara yang
lebih padat, risiko untuk menjadi kanker payudaranya meningkat.
Overweight atau Obese setelah menopause:
Kemungkinan untuk mendapatkan kanker payudara setelah
menopause meningkat pada wanita yang overweight atau obese,
karena sumber estrogen utama pada wanita postmenopause berasal
dari konversi androstenedione menjadi estrone yang berasal dari
jaringan lemak, dengan kata lain obesitas berhubungan dengan
peningkatan paparan estrogen jangka panjang.
Kurangnya aktivitas fisik :
Wanita yang aktivitas fisik sepanjang hidupnya kurang, risiko untuk
menjadi kanker payudara meningkat. Dengan aktivitas fisik akan
membantu mengurangi peningkatan berat badan dan obesitas.
Diet :
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita yang sering minum
alkohol mempunyai risiko kanker payudara yang lebih besar. Karena
alkohol akan meningkatkan kadar estriol serum. Sering
mengkonsumsi banyak makan berlemak dalam jangka panjang akan
meningkatkan kadar estrogen serum, sehingga akan meningkatkan
risiko kanker.
D. Patofisiologi
Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses
rumit yang disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan
promosi. Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik
sel yang memicu sel menjadi ganas. Perubahan dalam bahan genetik sel
yang memicu sel menjadi ganas. Perubahan dalam bahan genetik sel ini
disebabkan oleh sutau agen yang disebut karsinogen, yang berupa bahan
kimia, virus, radiasi atau sinar matahari. Tetapi tidak semua sel memiliki
kepekaan yang sama terhadap suatu karsinogen. Kelaianan genetik dalam
sel atau bahan lainnya yang disebut promotor, menyebabkan sel lebih
rentan terhadap suatu karsinogen. Pada tahap promosi, suatu sel yang
telah mengalami inisiasi akan berubah menjadi ganas. Sel yang belum
melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh oleh promosi.
Pada Ca Mammae terjadi proliferasi keganasan sel epitel yang
membatasi duktus atau lobus payudara. Pada awalnya hanya terdapat
hiperplasia sel dengan perkembangan sel-sel atipikal. Sel-sel ini
kemudian berlanjut menjadi karsinoma in situ dan mengnvasi stroma.
Kanker mebutuhkan waktu 7 tahun untuk tumbuh dari satu sel menjadi
massa yang cukup besar untuk dapat dipalpasi (kurang lebih diameter 1
cm), dan pada ukuran tersebut sekitar 25% ca mammae sudah mengalami
metastasis. (Robins, Kumar. 2004)
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala :
a. Benjolan pada payudara. Umumnya berupa benjolan yang tidak
nyeri pada payudara. Benjolan itu mula-mula kecil, makin lama
makin besar, lalu melekat pada kulit sehingga menimbulkan
perubahan pada kulit payudara atau pada putting susu.
b. Erosi atau eksema puting susu. Kulit atau putting susu menjadi
tertarik ke dalam (retraksi), berwarna merah muda atau kecoklatan
sampai menjadi edema, hingga kulit terlihat seperti kulit jeruk
(peau d’orange), mengerut atau timbul ulkus. Ulkus tersebut makin
lama makin nesar dan mendalam sehingga dapat menghancurkan
payudara, sering disertai bau busuk dan mudah berdarah.
c. Sekret pada putting susu
d. Nyeri pada umumnya baru timbul kalau tumor sudah besar, sudah
timbul ulkus atau apabila sudah metastase ke tulang.
e. Timbul pembesaran kelenjar getah bening axilla, bengkak pada
pada lengan dan penyebaran kanker diseluruh tubuh.
F. Diagnosis
A. Anamnesa
Adanya benjolan pada payudara merupakan keluhan utama
dari penderita. Pada mulanya tidak merasa sakit, akan tetapi pada
pertumbuhan selanjutnya akan timbul keluhan sakit. Pertumbuhan
cepat tumor merupakan kemungkinan tumor ganas. Batuk atau sesak
nafas dapat terjadi pada keadaan dimana tumor metastasis pada paru.
Tumor ganas pada payudara disertai dengan rasa sakit di pinggang
perlu dipikirkan kemungkinan metastasis pada tulang vertebra. Pada
kasus yang meragukan anamnesis lebih banyak diarahkan pada
indikasi golongan resiko.
Nyeri adalah fisiologis kalau timbul sebelum atau sesudah haid
dan dirasakan pada kedua payudara. Tumor-tumor jinak seperti kista
retensi atau tumor jinak lain, hampir tidak menimbulkan nyeri.
Bahkan kanker payudara dalam tahap permulaanpun tidak
menimbulkan rasa nyeri. Nyeri baru terasa kalau infiltrasi ke sekitar
sudah mulai.
B. Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Inspkesi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, apakah
terdapat edema (peau d’orange), retraksi kulit atau puting susu, dan
eritema.
Palpasi
Dilakukan palpasi pada payudara apakah terdapat massa, termasuk
palpasi kelenjar limfe di aksila, supraklavikula, dan parasternal.
Setiap massa yang teraba atau suatu lymphadenopathy, harus dinilai
lokasinya, ukurannya, konsistensinya, bentuk, mobilitas atau
fiksasinya.
C.Pemeriksaan penunjang
a) Mammografi
Mammografi merupakan pemeriksaan yang paling dapat
diandalkan untuk mendeteksi kanker payudara sebelum benjolan
atau massa dapat dipalpasi. Karsinoma yang tumbuh lambat dapat
diidentifikasi dengan mammografi setidaknya 2 tahun sebelum
mencapai ukuran yang dapat dideteksi melalui palpasi.
Mammografi telah digunakan di Amerika Utara sejak tahun 1960
dan teknik ini terus dimodifikasi dan diimprovisasi untuk
meningkatkan kualitas gambarnya. Mammografi konvensional
menyalurkan dosis radiasi sebesar 0,1 sentigray (cGy) setiap
penggunaannya. Sebagai perbandingan, Foto X-ray thoraks
menyalurkan 25% dari dosis radiasi mammografi. Mammografi
dapat digunakan baik sebagai skrining maupun diagnostik.
Mammografi mempunyai 2 jenis gambaran, yaitu kraniokaudal (CC)
dan oblik mediolateral (MLO). MLO memberikan gambaran
jaringan mammae yang lebih luas, termasuk kuadran lateral atas dan
axillary tail of Spence. Dibandingkan dengan MLO, CC memberikan
visualisasi yang lebih baik pada aspek medial dan memungkinkan
kompresi payudara yang lebih besar.
Radiologis yang berpengalaman dapat mendeteksi karsinoma
payudara dengan tingkat false-positive sebesar 10% dan false-
negative sebesar 7%. Pada mammografi keganasan dapat
memberikan tanda-tanda primer dan sekunder. Tanda primer berupa
fibrosis reaktif, comet sign (Stelata), adanya perbedaan yang nyata
antara ukuran klinis dan radiologis, adanya mikrokalsifikasi, adanya
spikulae dan distorsi pada struktur arsitektur payudara. Tanda
sekunder berupa retraksi, penebalan kulit, bertambahnya
vaskularisasi, perubahan posisis papila dan areola, adanya bridge of
tumour, keadaan daerah tumor dan jjaringan fibroglandular tidak
teratur, infiltrasi dalam jaringan lunak di belakang mamma dan
adanya metastasis ke kelenjar.
2. Ultrasonografi (USG)
Penggunaan USG merupakan pemeriksaan penunjang yang
penting untuk membantu hasil mammografi yang tidak jelas atau
meragukan, baik digunakan untuk menentukan massa yang kistik
atau massa yang padat. Pada pemeriksaan dengan USG, kista
mammae mempunyai gambaran dengan batas yang tegas dengan
batas yang halus dan daerah bebas echo di bagian tengahnya. Massa
payudara jinak biasanya menunjukkan kontur yang halus, berbentuk
oval atau bulat, echo yang lemah di bagian sentral dengan batas yang
tegas. Karsinoma mammae disertai dengan dinding yang tidak
beraturan, tetapi dapat juga berbatas tegas dengan peningkatan
akustik. USG juga digunakan untuk mengarahkan fine-needle
aspiration biopsy (FNAB), core-needle biopsy dan lokalisasi jarum
pada lesi payudara. USG merupakan pemeriksaan yang praktis dan
sangat dapat diterima oleh pasien tetapi tidak dapat mendeteksi lesi
dengan diameter ≤ 1 cm.
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Sebagai alat diagnostik tambahan atas kelainan yang
didapatkan pada mammografi, lesi payudara lain dapat dideteksi.
Akan tetapi, jika pada pemeriksaan klinis dan mammografi tidak
didapat kelainan, maka kemungkinan untuk mendiagnosis karsinoma
mammae sangat kecil.
MRI sangat sensitif tetapi tidak spesifik dan tidak seharusnya
digunakan untuk skrining. Sebagai contoh, MRI berguna dalam
membedakan karsinoma mammae yang rekuren atau jaringan parut.
MRI juga bermanfaat dalam memeriksa mammae kontralateral pada
wanita dengan karsinoma payudara, menentukan penyebaran dari
karsinoma terutama karsinoma lobuler atau menentukan respon
terhadap kemoterapi neoadjuvan.
4. Biopsi
Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dilanjutkan dengan
pemeriksaan sitologi merupakan cara praktis dan lebih murah
daripada biopsi eksisional dengan resiko yang rendah.
Large-needle (core-needle) biopsy mengambil bagian sentral
atau inti jaringan dengan jarum yang besar. Alat biopsi genggam
menbuat large-core needle biopsy dari massa yang dapat dipalpasi
menjadi mudah dilakukan di klinik dan cost-effective dengan
anestesi lokal.
Open biopsy dengan lokal anestesi sebagai prosedur awal
sebelum memutuskan tindakan defintif merupakan cara diagnosis
yang paling dapat dipercaya. FNAB atau core-needle biopsy, ketika
hasilnya positif, memberikan hasil yang cepat dengan biaya dan
resiko yang rendah, tetapi ketika hasilnya negatif maka harus
dilanjutkan dengan open biopsy. Open biopsy dapat berupa biopsy
insisional atau biopsi eksisional. Pada biopsi insisional mengambil
sebagian massa payudara yang dicurigai, dilakukan bila tidak
tersedianya core-needle biopsy atau massa tersebut hanya
menunjukkan gambaran DCIS saja atau klinis curiga suatu
inflammatory carcinoma tetapi tidak tersedia core-needle biopsy.
Pada biopsi eksisional, seluruh massa payudara diambil.
DCIS memperlihatkan gambaran histologik yang beragam. Pola
arsitekturnya, antata lain tipe solid, kribriformis, papilaris,
mikropapilaris dan clinging. Disetiap tipe mungkin didapatkan
nekrosis. Gambaran nukleus bervarariasi dari derajat rendah dan
monomorfik hingga derajat tinggi dan heterogen. Subtipe komedo
ditandai dengan sel dengan nukleus derajat tinggi dan nekrosis
sentral yang luas. DCIS sering disertai kalsifikasi karena bahan
sekretorik atau debris nekrotik yang mengalami kalsifikasi. (Robins,
Kumar. 2004)
LCIS memperlihatkan gambaran uniform. Sel bersifat
monomorf dengan nukleus polos bundar dan terdapat dalam
kelompok kohesif di duktus dan lobulus. Vakuol musin intrasel
sering ditemukan. (Robins, Kumar. 2004)
Karsinoma duktus invasif menimbulkan respon desmoplastik,
yang mneggantikan lemak payudara normal (menghasilkan densitas
pada mammografi). Gambaran mikroskopik cukup heterogen,
berkisar dari tumor dengan pembentukan tubulus yang sempurna
serta nukleus derajat rendah hingga tumor yang terdiri atas lembaran
sel anaplastik.tepi tumor biasanya iregular, tetapi kadng menekan
atau sirkrumskripta. Mungkin ditemukan invasi ke rongga
linfovaskular atau disepanjang saraf. (Robins, Kumar. 2004)
5. Biomarker
Biomarker karsinoma mammae terdiri dari beberapa jenis.
Biomarker sebagai salah satu faktor yang meningkatkan resiko
karsinoma mammae. Biomarker ini mewakili gangguan biologik
pada jaringan yang terjadi antara inisiasi dan perkembangan
karsinoma. Biomarker ini digunakan sebagai hasil akhir dalam
penelitian kemopreventif jangka pendek dan termasuk perubahan
histologis, indeks dari proliferasi dan gangguan genetik yang
mengarah pada karsinoma.
Carcinoembryonic antigen (CEA) dan CA 15-3 atau CA 27-29
dapat digunakan sebagai marker untuk kanker payudara rekuren tapi
tidak menolong untuk diagnosis dini. (McPhee, Papadakis. 2010)
Selain itu dapat digunakan Proliferating cell nuclear antigen
(PNCA) sebagai petanda proliferasi, BCL-2 sebagai petanda
apoptosis, vascular endothelial growth factor (VEGF) sebagai
petanda dan indeks angiogenesis, growth factors dan growth factors
receptors seperti human epidermal growth receptors (HER-2) dan
epidermal factor receptors (EGFr) dan p53.
6. Skrining
Rekomendasi untuk deteksi kanker payudara dini menurut
American Cancer Society :
Wanita berumur ≥ 40 tahun harus melakukan screening
mammogram secara terus-menerus selama mereka dalam
keadaan sehat, dianjurkan setiap tahun.
Wanita berumur 20-30 tahun harus melakukan
pemeriksaan klinis payudara (termasuk mammogram)
sebagai bagian dari pemeriksaan kesehatan yang
periodik oleh dokter, dianjurakan setiap 3 tahun.
Setiap wanita dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
payudara sendiri mulai umur 20 tahun. untuk kemudian
melakukan konsultasi ke dokter bila menemukan
kelainan.
Wanita yang berisiko tinggi (>20%) harus melakukan
pemeriksaan MRI dan mammogram setiap tahun.
Wanita yang risiko sedang (15-20%) harus melakukan
mammogram setiap tahun, dan konsultasi ke dokter
apakah perlu disertai pemeriksaan MRI atau tidak.
Wanita yang risiko rendah (<15%) tidak perlu
pemeriksaan MRI periodik tiap tahun.
Wanita termasuk risiko tinggi bila :
o mempunyai gen mutasi dari BRCA1 atau
BRCA2
o mempunyai kerabat dekat tingkat pertama (orang
tua, kakak-adik) yang memiliki gen mutasi dari
BRCA1 atau BRCA2 tetapi belum pernah
melakukan pemeriksaan genetik
o mempunyai risiko kanker ≥ 20-25% menurut
penilaian faktor risiko terutama berdasarkan
riwayat keluarga
o pernah mendapat radioterapi pada dinding dada
saat umur 10-30 tahun
o mempunyai Li-Fraumeni syndrome, Cowden
syndrome, atau Bannayan-Riley-Ruvalcaba
syndrome, atau ada kerabat dekat tingkat pertama
memiliki salah satu sindrom-sindrom ini.
Wanita dengan risiko sedang bila :
o mempunyai risiko kanker 15-20% menurut
penilaian faktor risiko terutama berdasarkan
riwayat keluarga
o mempunyai riwayat kanker pada satu payudara,
ductal carcinoma in situ (DCIS), lobular
carcinoma in situ (LCIS), atypical ductal
hyperplasia (ADH), atau atypical lobular
hyperplasia (ALH)
o mempunyai kepadatan yang tidak merata atau
berlebihan terlihat pada pemeriksaan
mammogram
G. Klasifikasi Stadium TNM (UICC/AJCC) 2002
Stadium kanker payudara ditentukan berdasarkan TNM system dari
UICC/AJCC tahun 2002 adalah sebagai berikut:
T = ukuran tumor primer
Ukuran T secara klinis, radiologis dan mikroskopis adalah sama. Nilai T
dalam cm, nilai paling kecil dibulatkan ke angka 0,1 cm.
N = kelenjar getah bening regional
M = metastasis jauh
TxT0TisTis (DCIS)Tis (LCIS)Tis (Paget’s)T1T1micT1aT1bT1cT2T3
Tumor primer tidak dapat dinilaiTidak terdapat tumor primerKarsinoma in situDuctal carcinoma in situLobular carcinoma in situPenyakit paget pada puting tanpa adanya tumorTumor dengan ukuran diameter terbesarnya ≤ 2 cmAdanya mikroinvasi ukuran ≤ 0,1 cmTumor dengan ukuran lebih dari 0,1 cm - 0,5 cmTumor dengan ukuran lebih dari 0,5 cm - 1 cmTumor dengan ukuran lebih dari 1 cm -i 2 cmTumor dengan ukuran diameter > 2 cm – 5 cmTumor dengan ukuran diameter > 5 cm
T4
T4a
T4b
T4cT4d
Ukuran tumor berapapun dengan ekstensi langsung ke dinding dada/kulitEkstensi ke dinding dada tidak termasuk otot pectoralisEdema (termasuk peau d’orange), ulserasi, nodul satelit, pada kulit yang terbatas pada 1 payudaraMencakup kedua hal diatas (T4a+T4b)Mastitis karsinomatosa
Nx
N0
N1
N2
N2a
N2b
N3
N3a
N3b
N3c
Kelenjar getah bening regional tidak dapat dinilai (telah diangkat)Tidak terdapat metastasis kelenjar getah bening regionalMetastasis ke kelenjar getah bening regional axilla ipsilateral, mobilMetastasis ke kelenjar getah bening regional axilla ipsilateral, terfiksir, berkonglomerasi, atau adanya pembesaran kelenjar getah bening mammaria interna ipsilateral tanpa adanya metastasis ke kelenjar getah bening axilla Metastasis ke kelenjar getah bening regional axilla ipsilateral, terfiksir, berkonglomerasi, atau melekat ke struktur lainMetastasis hanya ke kelenjar getah bening mammaria interna ipsilateral secara klinis dan tidak terdapat metastasis pada axillaMetastasis pada kelenjar getah bening infraklavikular ipsilateral dengan atau tanpa metastasis kelenjar getah bening axila atau klinis terdapat metastasis pada kelenjar getah mammaria interna ipsilateral klinis dan metastasis pada kelenjar getah bening axilla, atau metastasis pada kelenjar getah bening supraklavikular ipsilateral dengan atau tanpa metastasis pada kelenjar getah bening azilla/mammaria internaMetastasis ke kelenjar getah bening infraklavikular ipsilateralMetastasis ke kelenjar getah bening mammaria interna dan kelenjar getah bening axillaMetastasis ke kelenjar getah bening supraklavikular
MxM0M1
Metastasis jauh belum dapat dinilaiTidak terdapat metastasis jauhTerdapat metastasis jauh
Grup Stadium
Stadium 0 Tis N0 M0
Stadium I T1 N0 M0
Stadium II A T0 N1 M0
T1 N1 M0
T2 N0 M0
Stadium II B T2 N1 M0
T3 N0 M0
Stadium III A T0 N2 M0
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1 M0
T3 N2 M0
Stadium III B T4 N0 M0
T4 N1 M0
T4 N2 M0
Stadium III C Any T N3 M0
Stadium IV Any T Any N M1
H. Tipe Ca Mammae
1. Non invasive carcinoma
a) Ductal carcinoma in situ
Ductal carcinoma in situ, juga disebut intraductal cancer, merujuk
pada sel kanker yang telah terbentuk dalam saluran dan belum menyebar.
Saluran menjadi tersumbat dan membesar seiring bertambahnya sel
kanker di dalamnya. Kalsium cenderung terkumpul dalam saluran yang
tersumbat dan terlihat dalam mamografi sebagai kalsifikasi terkluster
atau tak beraturan (clustered or irregular calcifications) atau disebut
kalsifikasi mikro (microcalcifications) pada hasil mammogram seorang
wanita tanpa gejala kanker.
DCIS dapat menyebabkan keluarnya cairan puting atau munculnya
massa yang secara jelas terlihat atau dirasakan, dan terlihat pada
mammografi. DCIS kadang ditemukan dengan tidak sengaja saat dokter
melakukan biopsy tumor jinak. Sekitar 20%-30% kejadian kanker
payudara ditemukan saat dilakukan mamografi. Jika diabaikan dan tidak
ditangani, DCIS dapat menjadi kanker invasif dengan potensi penyebaran
ke seluruh tubuh.
DCIS muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana salah satu
sel cenderung lebih invasif dari tipe satunya. Tipe pertama, dengan
perkembangan lebih lambat, terlihat lebih kecil dibandingkan sel normal.
Sel ini disebut solid, papillary atau cribiform. Tipe kedua, disebut
comedeonecrosis, sering bersifat progresif di awal perkembangannya,
terlihat sebagai sel yang lebih besar dengan bentuk tak beraturan.
b)
Lobular
carcinoma in situ
Meskipun sebenarnya ini bukan kanker, tetapi LCIS kadang
digolongkan sebagai tipe kanker payudara non-invasif. Bermula dari
kelenjar yang memproduksi air susu, tetapi tidak berkembang melewati
dinding lobulus. Mengacu pada National Cancer Institute, Amerika
Serikat, seorang wanita dengan LCIS memiliki peluang 25% munculnya
kanker invasive (lobular atau lebih umum sebagai infiltrating ductal
carcinoma) sepanjang hidupnya.
2. Invasive
carcinoma
a) Paget’s disease dari papilla mammae
Paget’s disease dari papilla mammae pertama kali dikemukakan pada
tahun 1974. Seringnya muncul sebagai erupsi eksim kronik dari papilla
mammae, dapat berupa lesi bertangkai, ulserasi, atau halus. Paget's disease
biasanya berhubungan dengan DCIS (Ductal Carcinoma in situ) yang luas
dan mungkin berhubungan dengan kanker invasif. Biopsi papilla mammae
akan menunjukkan suatu populasi sel yang identik (gambaran atau
perubahan pagetoid). Patognomonis dari kanker ini adalah terdapatnya sel
besar pucat dan bervakuola (Paget's cells) dalam deretan epitel. Terapi
pembedahan untuk Paget's disease meliputi lumpectomy, mastectomy, atau
modified radical mastectomy, tergantung penyebaran tumor dan adanya
kanker invasif.
b) Invasive ductal carcinoma
Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST)
(80%)
Kanker ini ditemukan sekitar 80% dari kanker payudara dan pada 60%
kasus kanker ini mengadakan metastasis (baik mikro maupun
makroskopik) ke KGB aksila. Kanker ini biasanya terdapat pada
wanita perimenopause or postmenopause dekade kelima sampai
keenam, sebagai massa soliter dan keras. Batasnya kurang tegas dan
pada potongan meilntang, tampak permukaannya membentuk
konfigurasi bintang di bagian tengah dengan garis berwarna putih
kapur atau kuning menyebar ke sekeliling jaringan payudara. Sel-sel
kanker sering berkumpul dalam kelompok kecil, dengan gambaran
histologi yang bervariasi.
Medullary carcinoma (4%)
Medullary carcinoma adalah tipe khusus dari kanker payudara,
berkisar 4% dari seluruh kanker payudara yang invasif dan merupakan
kanker payudara herediter yang berhubungan dengan BRCA-1.
Peningkatan ukuran yang cepat dapat terjadi sekunder terhadap
nekrosis dan perdarahan. 20% kasus ditemukan bilateral.
Karakterisitik mikroskopik dari medullary carcinoma berupa (1)
infiltrat limforetikular yang padat terutama terdiri dari sel limfosit dan
plasma; (2) inti pleomorfik besar yang berdiferensiasi buruk dan
mitosis aktif; (3) pola pertumbuhan seperti rantai, dengan minimal
atau tidak ada diferensiasi duktus atau alveolar. Sekitar 50% kanker
ini berhubungan dengan DCIS dengan karakteristik terdapatnya
kanker perifer, dan kurang dari 10% menunjukkan reseptor hormon.
Wanita dengan kanker ini mempunyai 5-year survival rate yang lebih
baik dibandingkan NST atau invasive lobular carcinoma.
Mucinous (colloid) carcinoma (2%)
Mucinous carcinoma (colloid carcinoma), merupakan tipe khusus lain
dari kanker payudara, sekitar 2% dari semua kanker payudara yang
invasif, biasanya muncul sebagai massa tumor yang besar dan
ditemukan pada wanita yang lebih tua. Karena komponen musinnya,
sel-sel kanker ini dapat tidak terlihat pada pemeriksaan mikroskopik.
Papillary carcinoma (2%)
Papillary carcinoma merupakan tipe khusus dari kanker payudara
sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya
ditemukan pada wanita dekade ketujuh dan sering menyerang wanita
non kulit putih. Ukurannya kecil dan jarang mencapai diameter 3 cm.
McDivitt dan kawan-kawan menunjukkan frekuensi metastasis ke
KGB aksila yang rendah dan 5- and 10-year survival rate mirip
mucinous dan tubular carcinoma.
Tubular carcinoma (2%)
Tubular carcinoma merupakan tipe khusus lain dari kanker payudara
sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya
ditemukan pada wanita perimenopause dan pada periode awal
menopause. Long-term survival mendekati 100%.
c) Invasive lobular carcinoma (10%)
Invasive lobular carcinoma sekitar 10% dari kanker payudara.
Gambaran histopatologi meliputi sel-sel kecil dengan inti yang bulat,
nucleoli tidak jelas, dan sedikit sitoplasma. Pewarnaan khusus dapat
mengkonfirmasi adanya musin dalam sitoplasma, yang dapat
menggantikan inti (signet-ring cell carcinoma). Seringnya multifokal,
multisentrik, dan bilateral. Karena pertumbuhannya yang tersembunyi
sehingga sulit untuk dideteksi.
d) Kanker yang jarang (adenoid cystic, squamous cell, apocrine)
Tabel. Distribusi lokasi tumor menurut histologisnya pada semua pasien
Location Lobular (%)
Ductal (%)
Combination (%)
Nipple 2.2 1.7 1.9
Central 6.0 5.3 6.1
Upper inner 7.3 9.2 8.3
Lower inner 3.8 4.7 3.9
Upper outer 37.0 36.9 37.1
Lower outer 5.8 6.4 5.7
Axillary tail 0.8 0.8 0.6
Overlapping 18.6 18.2 19.9
NOS (not otherwise specified)
18.6 16.8 16.5
9. Penatalaksanaan
Sebelum merencanakan terapi karsinoma mamma, diagnosis klinis dan
histopatologis serta tingkat penyebarannya harus dipastikan dahulu.
Diagnosis klinis harus sama dengan diagnosis histopatologik. Bila keduanya
berbeda, harus ditentukan yang mana yang keliru. Atas dasar dignosis
tersebut, termasuk tingkat penyebaran penyakit, disusunlah rencana terapi
dengan mempertimbangkan manfaat dan dan mudarat setiap tindakan yang
akan diambil. Bila bertujuan kuratif, tindakan radikal yang berkonsekuensi
mutilasi harus dikerjakan demi kesembuhan. Akan tetapi, bila tindakannya
paliatif, alasan nonkratif menentukan terapi yang dipilih. (De Jong, 2005)
Batasan stadium yang masih operabel/kurabel adalah stadium IIIa.
Sedangkan terapi pada stadium IIIb dan IV tidak lagi mastektomi,
melainkan pengobatan paliatif. Tindakan operatif tergantung pada stadium
kanker yaitu :
Pada stadium I dan II dilakukan mastektomi radikal atau modifikasi
mastektomi radikal. Setelah itu periksa KGB, bila ada metastasis
dilanjutkan dengan radiasi regional dan kemoterapi adjuvant. Dapat
pula dilakukan mastektomi simpleks yang harus diikuti radiasi tumor
bed dan daerah KGB regional. Untuk setiap tumor yang terletak pada
kuadran sentral atau medial payudara harus dilakukan radiasi pada
rantai KGB regional.
Pada stadium IIIa dilakukan mastektomi radikal ditambah kemoterapi
adjuvant atau mastektomi simpleks ditambah radioterapi pada tumor
bed dan KGB regional.
Pada stadium yang lebih lanjut, dilakukan tindakan palitif dengan
tujuan : 1) mempertahankan kualitas hidup pasien agar tetap baik dan
menganggap bahwa kematian adalah proses yang normal. 2) tidak
mempercepat atau menunda kematian. 3) menghilangkan rasa nyeri dan
keluhan lain yang mengganggu.
Perawatan paliatif pun dilakukan berdasarkan stadium, yaitu :
Pada stadium IIIb dilakukan biopsi insisi, dilanjutkan radiasi. Bila
residu tidak ada, tunggu. Bial relaps, tambahkan dengan pengobatan
hormonal dan kemoterapi. Namun, bila residu setelah radiasi tetap ada,
langsung diberikan pengobatan hormonal sebagai berikut :
i. Pada pasien premenopause dilakukan ooforektomi bilateral.
ii. Pada pasien yang telah 1-5 tahun menopause periksa efek
estrogen. Bila positif, lakukan seperti (i). bial negatif lakukan
seperti (iii). Observasi selama 6-8 minggu. Bila respon baik,
teruskan terapi, tetapi bila respon negatif dilakukan kemoterapi
dengan CMF (cyclophosphamide, methotrexate, 5-fluourasil)
minimal 12 siklus selama 6 minggu.
iii. Pada pasien pascamenopause lakukan terapi hormonal
inhibitif/aditif.
Pada stadium IV :
i. Pada pasien premenopause dilakukan ooforektomi bilateral. Bila
respon positif, berikan aminoglutetimid atau tamofen. Bila
relaps/respon negatif, berikan terapi CMF/CAF.
ii. Bial pasien sudah 1-5 tahun menopause, periksa efek estrogen.
Efek estrogen dapat diperiksa dengan estrogen/progesteron
reseptir (ER/PR). Bila positif, lakukan seperti (i). bial negatif
lakukan seperti (iii).
iii. Pada pasien pascamenopause berikan obat-obatan hormonal
seperti tamoksifen, estrogen, progesteron atau kortikosteroid.
A. Pembedahan
a. Mastektomi Parsial (Breast Conservation)
Tindakan konservatif terhadap jaringan payudara terdiri dari
reseksi tumor primer hingga batas jaringan payudara normal,
radioterapi dan pemeriksaan status KGB (kelenjar getah bening) aksilla.
Reseksi tumor payudara primer disebut juga sebagai reseksi segmental,
lumpectomy, mastektomi partial dan tylectomy. Tindakan konservatif,
saat ini merupakan terapi standar untuk wanita dengan karsinoma
mammae invasif stadium I atau II. Wanita dengan DCIS hanya
memerlukan reseksi tumor primer dan radioterapi adjuvan. Ketika
lumpectomy dilakukan, insisi dengan garis lengkung konsentrik pada
nipple-areola complex dibuat pada kulit diatas karsinoma mammae.
Jaringan karsinoma diangkat dengan diliputi oleh jaringan mammae
normal yang adekuat sejauh 2 mm dari tepi yang bebas dari jaringan
tumor. Dilakukan juga permintaan atas status reseptor hormonal dan
ekspresi HER-2/neu kepada patologis.
Setelah penutupan luka payudara, dilakukan diseksi KGB aksilla
ipsilateral untuk penentuan stadium dan mengetahui penyebaran
regional. Saat ini, sentinel node biopsy merupakan prosedur staging
yang dipilih pada aksilla yang tidak ditemukan adanya pembesaran
KGB. Ketika sentinel node biopsy menunjukkan hasil negatif, diseksi
KGB akilla tidak dilakukan.
b. Modified Radical Mastectomy
Modified radical mastectomy mempertahankan baik M. pectoralis
mayor and M. pectoralis minor, dengan pengangkatan KGB aksilla
level I dan II tetapi tidak level III. Modifikasi Patey mengangkat M.
pectoralis minor dan diseksi KGB axilla level III. Batasan anatomis
pada Modified radical mastectomy adalah batas anterior M. latissimus
dorsi pada bagian lateral, garis tengah sternum pada bagian medial,
bagian inferiornya 2-3 cm dari lipatan infra-mammae dan bagian
superiornya m. subcalvia.
Seroma dibawah kulit dan di aksilla merupakan komplikasi tersering
dari mastektomi dan diseksi KGB aksilla, sekitar 30% dari semua
kasus. Pemasangan closed-system suction drainage mengurangi
insidensi dari komplikasi ini. Kateter dipertahankan hingga cairan
drainage kurang dari 30 ml/hari. Infeksi luka jarang terjadi setelah
mastektomi dan kebanyakan terjadi sekunder terhadap nekrosis skin-
flap. Pendarahan sedang dan hebat jarang terjadi setelah mastektomi
dan sebaiknya dilakukan eksplorasi dini luka untuk mengontrol
pendarahan dan memasang ulang closed-system suction drainage.
Insidensi lymphedema fungsional setelah modified radical mastectomy
sekitar 10%. Diseksi KGB aksilla ekstensif, terapi radiasi, adanya KGB
patologis dan obesitas merupakan faktor-faktor predisposisi.
B. Radioterapi
Terapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium karsinoma
mammae. Untuk wanita dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy, radiasi
adjuvan diberikan untuk mengurangi resiko rekurensi lokal, juga dilakukan
untuk stadium I, IIa, atau IIb setelah lumpectomy. Radiasi juga diberikan pada
kasus resiko/kecurigaan metastasis yang tinggi.
Pada karsinoma mammae lanjut (Stadium IIIa atau IIIb), dimana resiko
rekurensi dan metastasis yang tinggi maka setelah tindakan pembedahan
dilanjutkan dengan terapi radiasi adjuvan.
C. Kemoterapi
a. Kemoterapi Adjuvant
Kemoterapi adjuvan memberikan hasil yang minimal pada karsinoma
mammae tanpa pembesaran KGB dengan tumor berukuran kurang dari 0,5
cm dan tidak dianjurkan. Jika ukuran tumor 0,6 sampai 1 cm tanpa
pembesaran KGB dan dengan resiko rekurensi tinggi maka kemoterapi dapat
diberikan. Faktor prognostik yang tidak menguntungkan termasuk invasi
pembuluh darah atau limfe, tingkat kelainan histologis yang tinggi,
overekspresi HER-2/neu dan status reseptor hormonal yang negatif sehingga
direkomendasikan untuk diberikan kemoterapi adjuvan.
Contoh regimen kemoterapi yang digunakan antara lain siklofosfamid,
doxorubisin, 5-fluorourasil dan methotrexate.
Untuk wanita dengan karsinoma mammae yang reseptor hormonalnya
negatif dan lebih besar dari 1 cm, kemoterapi adjuvan cocok untuk diberikan.
Rekomendasi pengobatan saat ini, berdasarkan NSABP B-15, untuk stadium
IIIa yang operabel adalah modified radical mastectomy diikuti kemoterapi
adjuvan dengan doxorubisin diikuti terapi radiasi.
b. Kemoterapi Neoadjuvant
Kemoterapi neoadjuvan merupakan kemoterapi inisial yang diberikan
sebelum dilakukan tindakan pembedahan, dimana dilakukan apabila tumor
terlalu besar untuk dilakukan lumpectomy.
Rekomendasi saat ini untuk karsinoma mammae stadium lanjut adalah
kemoterapi neoadjuvan dengan regimen adriamycin diikuti mastektomi atau
lumpectomy dengan diseksi KGB aksilla bila diperlukan, diikuti kemoterapi
adjuvan, dilanjutkan dengan terapi radiasi. Untuk Stadium IIIa inoperabel dan
IIIb, kemoterapi neoadjuvan digunakan untuk menurunkan beban atau ukuran
tumor tersebut, sehingga memungkinkan untuk dilanjutkan modified radical
mastectomy, diikuti dengan kemoterapi dan radioterapi.
D. Terapi Anti-estrogen
Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein spesifik
berupa reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen dan progesteron. Reseptor
hormon ini ditemukan pada lebih dari 90% karsinoma duktal dan lobular
invasif yang masih berdiferensiasi baik.
Setelah berikatan dengan reseptor estrogen dalam sitosol, tamoxifen
menghambat pengambilan estrogen pada jaringan payudara. Respon klinis
terhadap anti-estrogen sekitar 60% pada wanita dengan karsinoma mammae
dengan reseptor hormon yang positif, tetapi lebih rendah yaitu sekitar 10%
pada reseptor hormonal yang negatif. Kelebihan tamoxifen dari kemoterapi
adalah tidak adanya toksisitas yang berat. Nyeri tulang, hot flushes, mual,
muntah dan retensi cairan dapat terjadi pada pengunaan tamoxifen. Resiko
jangka panjang pengunaan tamoxifen adalah karsinoma endometrium. Terapi
dengan tamoxifen dihentikan setelah 5 tahun. Beberapa ahli onkologi
merekomendasikan tamoxifen untuk ditambahkan pada terapi neoadjuvan
pada karsinoma mammae stadium lanjut terutama pada reseptor hormonal
yang positif. Untuk semua wanita dengan karsinoma mammae stadium IV,
anti-estrogen (tamoxifen), dipilih sebagai terapi awal.
E. Terapi Antibodi Anti-HRE2/neu
Penentuan ekspresi HER-2/neu pada semua karsinoma mammae yang
baru didiagnosis, saat ini direkomendasi. Hal ini digunakan untuk tujuan
prognostik pada pasien tanpa pembesaran KGB, untuk membantu pemilihan
kemoterapi adjuvan karena dengan regimen adriamycin menberikan respon
yang lebih baik pada karsinoma mammae dengan overekspresi HER-2/neu.
Pasien dengan overekspresi Her-2/neu mungkin dapat diobati dengan
trastuzumab yang ditambahkan pada kemoterapi adjuvan.
Daftar Pustaka
1. Martini F. 2006. Fundamentals of Anatomy and Physiology, 7th edition.
Pearson Education, Inc. San Fransisco, CA.
2. McPhee S, Papadakis M. 2010. Current Medical Diagnosis and
Treatment, 49th Edition. McGraw-Hill Companies, Inc. United States.
3. Robins S, Kumar V, Cotran R. 2004. Buku Ajar Patologi, Edisi 7. EGC,
Jakarta.
4. Sjamsuningrat, De Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC,
Jakarta.
5. Snell R. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, Edisi 6.
EGC, Jakarta.
6. Sobin LH, Wittekind C. 2002. TNM Classification of Malignant
Tumours, 6th Edition. Wiley Liss, New York.