11
Cakrawala Pendidikan Juni 2001 .. Th.XX, No .. 3 PLURALITAS AGAMA DAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI INDONESIA (Mencari Peran Pendidikan Agama di Perguruan Tinggi Umum) Oleh : Marzuki FIS Universitas Negeri Yogyakarta . Diterima: 5 Apri1200 I / disetujui : 22 Mei 200 I Abstract The inter-religious hannony should be done among the pluralistic society like Indonesia. Several ways can be made for building' inter-religious hannony. The raising consciousness to appreciate religious freedom from adherents of a religion to others is a key for building' this hannony. To make the consciousness grows can be made with several ways, among them is religious study method both by normative-theological approach and critical-empirical approach. The religious education in university, especially in public university, is' one of medium can be made to do religious study for building inter-religious harmony. The religious education can be done by exclusive particularistic way for each adherent of a religion for martering his religious principles in depth. For building inter-religious harmony, the religious education will be more effectively if it be done by pluralistic way, by participating all of the students from several adherents of a religion to attend the study of religions. They are given the comprehensive understanding to religions, especially about the equality, until they have consciousness to.appreciate another religion with available. Key words: Religious plurality, Inter-religious harmony, and Religious Education. Pendahuluan . Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki tingkat pluralitas yang cukup tinggi, baik dalam bidang .bahasa, suku bangsa, maupun agama. Bagi negara yang pluralis di bidang agama, seperti Indonesia, kerawanan dan ancaman permusuhan antar warga yang dipicu oleh permasalahan agama sewaktu-waktu akan muncul jika tidak diantisipasi dengan baik. Selama ini pemerintah Indonesia sudah dinilai 'cukup berhasil dalam membina kerukunan antar umat beragama. Akan tetapi, akhir-akhir ini kerukunan antar umat beragama di Indonesia mendapat tantangan yang cukup serius, terutama akibat terjadinya berbagai insiden yang memakan korban yang tidak sedikit. Konflik antar umat beragama seperti di Ambon dan Poso, atau di tempat-tempat lain, cukup merepotkan pemerintah dan bangsa Indonesia yang kalau tidak segera diatasi, Marzuki, MKDU FIS UNY dikhawatirkan akan muncul masalah yang lebih berat dalam rangka pembangunan bangsa dan negara di bidang politik, ekonomi, keamanan, sosial budaya, dan bidang-bidang lainnya. Dengan perubahan era seperti sekarang lnl, seharusnya kesadaran masyarakat kita akan arti persatuan dan kesatuan semakin baik, tetapi kenyataannya justeru sebaliknya. Berbagai solusi diupayakan dan bahkan sudah dilaksanakan, di antaranya adalah dialog mencari titik temu agama- agama dan menyusun rancangan kerjasama antar umat beragama dalam rangka membangun bangsa. Di negara kita juga pernah diadakan Peringatan 100 Tahun Parlernen Agama-agama Sedunia yang salah satu adalah mencetuskan sebuah deklarasi pembentukan"Tim Kerukunan Hidup Umat Beragama" sebagai wadah kerjasama keilmuan dalam bidang 176

Cakrawala Pendidikan Juni 2001 .. Th.XX, No

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Cakrawala Pendidikan Juni 2001 .. Th.XX, No

Cakrawala Pendidikan Juni 2001 .. Th.XX, No..3

PLURALITAS AGAMA DAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI INDONESIA(Mencari Peran Pendidikan Agama di Perguruan Tinggi Umum)

Oleh : MarzukiFIS Universitas Negeri Yogyakarta .

Diterima: 5 Apri1200 I / disetujui : 22 Mei 200 I

AbstractThe inter-religious hannony should be done among the pluralistic society like Indonesia.

Several ways can be made for building' inter-religious hannony. The raising consciousness toappreciate religious freedom from adherents of a religion to others is a key for building' thishannony. To make the consciousness grows can be made with several ways, among them isreligious study method both by normative-theological approach and critical-empiricalapproach.

The religious education in university, especially in public university, is' one of mediumcan be made to do religious study for building inter-religious harmony. The religious educationcan be done by exclusive particularistic way for each adherent of a religion for martering hisreligious principles in depth. For building inter-religious harmony, the religious education willbe more effectively if it be done by pluralistic way, by participating all of the students fromseveral adherents of a religion to attend the study of religions. They are given thecomprehensive understanding to religions, especially about the equality, until they haveconsciousness to.appreciate another religion with available.

Key words: Religious plurality, Inter-religious harmony, and Religious Education.

Pendahuluan. Indonesia adalah salah satu negara

yang memiliki tingkat pluralitas yang cukuptinggi, baik dalam bidang .bahasa, sukubangsa, maupun agama. Bagi negara yangpluralis di bidang agama, seperti Indonesia,kerawanan dan ancaman permusuhan antarwarga yang dipicu oleh permasalahan agamasewaktu-waktu akan muncul jika tidakdiantisipasi dengan baik. Selama inipemerintah Indonesia sudah dinilai 'cukupberhasil dalam membina kerukunan antarumat beragama. Akan tetapi, akhir-akhir inikerukunan antar umat beragama di Indonesiamendapat tantangan yang cukup serius,terutama akibat terjadinya berbagai insidenyang memakan korban yang tidak sedikit.

Konflik antar umat beragama seperti diAmbon dan Poso, atau di tempat-tempat lain,cukup merepotkan pemerintah dan bangsaIndonesia yang kalau tidak segera diatasi,

Marzuki, MKDU FIS UNY

dikhawatirkan akan muncul masalah yanglebih berat dalam rangka pembangunanbangsa dan negara di bidang politik,ekonomi, keamanan, sosial budaya, danbidang-bidang lainnya. Dengan perubahanera seperti sekarang lnl, seharusnyakesadaran masyarakat kita akan artipersatuan dan kesatuan semakin baik, tetapikenyataannya justeru sebaliknya.

Berbagai solusi diupayakan danbahkan sudah dilaksanakan, di antaranyaadalah dialog mencari titik temu agama­agama dan menyusun rancangan kerjasamaantar umat beragama dalam rangkamembangun bangsa. Di negara kita jugapernah diadakan Peringatan 100 TahunParlernen Agama-agama Sedunia yangsalah satu targ~tnya adalah mencetuskansebuah deklarasi pembentukan"TimKerukunan Hidup Umat Beragama" sebagaiwadah kerjasama keilmuan dalam bidang

176

Page 2: Cakrawala Pendidikan Juni 2001 .. Th.XX, No

Cakrawala Pendidikan

keagamaan (Abdullah, 1999: 4). Bangsakita sangat mendambakan hasil kaj ia~ danpenelitian dalam bidang agama untukmenopang keterlibatan bersama seluruhpengikut agama-agama di Indonesia daJammelnbina dan menelnpuh kerukunan hidupantar umat beragama. Solusi lain yangdapat ditempuh untuk pembinaan adalahmelal ~li· Pendidikan Agama di sekolah(lembaga pendidikan formal) mulai daritirtgkat dasar sampai tingkat tinggi(perguruan tinggi).

Pendidikan Agama di PerguruanTinggf Vmum (pm) merupakan alnanatPembukaan UUD 1945 yang kemudiandijabarkan melalui GBHN dan Undang­undang No.2 tahoo 1989 tentang Sistem .Pendidikan Nasional yang harusdilaksanakan secara optimal dengandukungan semua pihak' secara terpadu.Dalam UU No. 2 ini ditegaskan tujuanmendasar pendidikan nasional, .yaitumencerdaskan kehidupan bangsa danmengembangkan manusia Indonesiaseutuhnya (Pasa] 4). Konsep manusiaseutuhnya yang diharapkan adalah manusiaIndonesia yang beriman dan bertakwakepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudipekerti luhur, memiliki pengetahuan danketrampilan, kesehata~ jasmani dan rohani,kepribadian yang mantap dan mandiri, sertarasa tanggung jawab kemasyarakatan dankebangsaan. Misi ini dapat dicapai denganmemberikan berbagai mata kuliah yang adadi perguruan tinggi kepada para mahasiswa,termasuk mata kuliah Pendidikan Agama.Bahkan Pendidikan Agama memiliki peranyang sangat berarti dalam mewujudkanmanusia Indonesia yang memilikikualifikasi seperti itu.

Persoalannya adalah sejauhmanaPendidikan Agama" di Perguruan Tinggi,khususnya di Perguruaan TinggiUmum,dapat dijadikan solusi dalam pembinaankerukunan umat beragama di Indonesia.Problem inilah yang akan dicaripemecahannya lewat tulisan yang sangat

Juni 2001~ Th.XX~ No..3

sederhana Int. Untuk mengawaJipembahasan Inl akan diuraikan dulupersoalan pluralitas agama dan kerukunanumat beragama di Indonesia.

Pluralitas Agama dan Kerukunan AntarUmat Beragama di I~do,nesia

Proses munculnya pluralitas agamadi Indonesia dapat diamati secaraempiris historis. Secara kronologis dapatdisebutkan b~hwa di wilayah kepulauanNusantara, hanya agama Hindu dan Buddhayang dahulu dipeluk oleh masyarakat,terutama di Pulau .Jawa. Candi Prambanandan Candi Borobudur adalah saksi sejarahyang paling autentik mengenai hal ini.Setelah dua agama itu berkembang diNusantara, bahkan keyakinannya sudahmengakar di tengah masyarakat, masukIahagama Islam melalui perdagangan. Prosespenyebaran dan pemelukan agama Islam diNusantara ini berlangsung secara massifdan ditempuh dengan jalan damai(Abdullah, 1999: 5). Masuknya kaumimperilais ke Nusantara, seperti Portugis,Inggris, dan Belanda, berakibatmenyebamya dua agama lagi ke Indonesia,yaitu Kristen Protestan dan Kristen Katolik.Lima agama tersebut terus hidup danberkembang di Indonesia hingga sekarangserta kemudian diakui sebagai agama resmioleh negara dan dianut oleh umat beragamadi Indonesia.

Dengan memperhatikan kondisikeberagamaan di Indonesia yang majemukdan juga dibandingkan dengan kondisikeberagamaan di negara-negara lain yangagak berbeda~ maka studi agama (reljg~ous

studies) di Indonesia terasa sangat urgendan mendesak untuk dikeJnbangkan. Untukmengkaji hal ini, M. Amin Abdullahmenawarkan suatu metodologi yangbersifat historis-kritis dengan pendekatanagama yang bersifat komprehensif,multidisipliner, interdisipliner, di sampingpenggunaan metodologi yang bersifatdoktriner-normatif (teologis-normatif)

Pluralistis Agama dan Kerukunan Umat Beragama di Indonesia 177

Page 3: Cakrawala Pendidikan Juni 2001 .. Th.XX, No

Cakrawala Pendidikan

(Abdullah, 1999: 7). Selanjutnya AminAbdullah (1999: 17) menambahkan:

Pendekatan 'j'enis apapun juga, baikyang bersifat historis-empiris-kritis maupunyang bersifat teologis-normatif, tidak dapatbersifat exhaustive, yakni tidak berpretensidapat menyelesaikan' dan memecahkanpersoalan agama setuntas-tuntasnya.Pendekatan agama jenis apapun memilikikelemahan'dan kekurangan masing-masing.Di atas telah disebut-sebut bahwa semuapendekatan agama tidaklah sempurna dan.jauh dari memuaskap., mengingat fenomenaagama bersifat kompleks dan intricate.Masing-masing tidak dapat berdiri sendiri­sendiri, terlepas dari yang lain, jika parapeneliti agama-agama tidak inginmemperoleh predikat "reducti()nist".

Dalam beberapa waktu kerukunanumat beragama di Indonesia dapat berjalandengan baik dan bahkan bisa dibanggakan.Tidak sedikit pengamat dari negara lainkagum akan hal ini. Kerukunan umat'beragama di Indonesia .telah berjalan wajarmeskipun belum dilandasi dengan studiagama yang bersifat akademik-kritis.Kesadaran yang tinggi dari para pemelukagama untuk hidup bersama di· tengah­tengah masyarakat yang majemukmerupakan modal utama terbinanyakerukunan hidup antar umat beragama diIndonesia. Pemerintah juga berperanpenting terutama dengan pencanangan"Tiga Kerukunan Hidup Beragama" yangdimulai oleh H. Alamsjah RatuPerwiranegara (Menteri Agama RI periode1978-1983), yaitu: (1) Kerukunan InternUrnat Beragarna; (2) Kerukunan Antar­Umat Beragama; dan (3) Kerukunan AntarUmat Beragama dan Pemerintah (AhmadSukardja, 1995: 165).

Munculnya konflik antar urnatberagama di Indonesia kadang-kadangdipicu oleh berbagai hal. Mengenai masalahini Tannizi Taher menulis:

Juni 2001, Th.XX, No..3

Inter religious conflict can similarly happenespecially under the followingc'ircumstances:a. The founding of new places of worship

witho~t permit from local government.b. Religious proselytizing aimed at gaining

new converts from adherents of anotherreligion.

c. Religious flasphemy or defilement ofanother's religion (Taher, 1997: 16)

Pemerintah juga membentuk suatuforum konsultasi yang disebut WadahMusyawarah Antar Umat Beragama(WMAUB). Tentang hal ini Tannizi Tabermenulis:The government established in 1980 theInter-Religious Consultative Forum (WadahMusyawarah Antar Urnat Beragama,WMAUB) expressly for building good

. working relations between the differentreligious and the government. TheWMAUB meets regularly to discussvarious social and religious issues. Thegovernment also established similar forumsat provincial level and in most major cities.The forums have proven an effectiveenough mechanism for the maintenance ofinter-religious harmony and social order(Taher, 1997: 17).

Berbagai persoalan antar umatberagama yang terjadi di negara-negaralain, seperti di Bosnia, Israel (Palestina),Filipina, India, dan Albania, cepatmenyebar ke Indonesia melalui arusinformasi yang mulai mengglobal. Hal inimulai merubah image hubungan antar umatberagama di tanah air. Persoalan ini terusmemicu konflik .¥ang tersembunyi antarumat beragama seperti bara api dalamsekam. Pada akhirnya konflik antar umatberagama ini dapat muncul ke perm.ukaan,seperti terlihat pada konflik agama diAmbon (Maluku) yang hingga sekarangbelum -mereda. Sebelumnya juga pernahtet:jadi berbagai konflik keagamaan sepertiTragedi Jalan Ketapang di Jakarta, TragediKupang, dan lain-lain, tetapi konflik-

Pluralistis Agama dan Kerukunan Umat Beragama di Indonesia 178

Page 4: Cakrawala Pendidikan Juni 2001 .. Th.XX, No

Cakrawala Pendidikan

konflik ini dapat segera diatasi. KontlikAmbon yang masih menghangat ini hinggasekarang belum bisa teratasi dengan tuntas,mengingat kompleksitas permasalahan yangmenyertainya. Berbagai upaya sudahditempuh untuk meredakan kontliktersebut, seperti mempertemukan parapemimpin agama-agama yang bertikaiuntuk berdialog meneari solusi pemeeahan'terbaik, tumn tangannya pemerintahmelalui pasukan TNI, dan lain sebagainya,namun hasilnya belum memuaskan.

Menciptakan kondisi ideal untuktercapainya titik terhu antar umat beragamamerupakan kepentingan semua pihak dantanggung jawab bersama. Beban itusepenuhnya tidak dapat dipikul oleh umatIslam, umat Nasrani, maupun umat-umatlain secara sepihak, tetapi hams melibatkansemua pihak yang berkepentingan,termasuk pemerintah atau negara. ~alam

konteks Islam, hal seperti ini juga pemahterjadi pada sejarah kehidupan NabiMuhammad Saw. ketika beliau menjadipemimpin "negara" Madinah. Untukmembina kerukunan antar umat beragamadi Madinah, Nabi bersama-sama umatIslam dan para pemeluk agama lainmengadakan petjanjian hidup bersamauntuk menunjang tata hidup kenegaraanyang kemudian terdokumentasikan dalamsebuah piagam yang disebut "PiagamMadinah"'. ~obert N. Bellah menyebutpiagam ini sebagai deklarasi modem yangmuneul sebelum peradaban manusia yangbenar-benar modem timbul (Bellah, 1976:150). Babkan' menurut penyelidikanterbaru, Piagam Madinah ini merupakanpiagam politik (konstitusi) pertama di dunia

. 'yangmemenuhi persyaratan kenegaraan,bukan konstitusi di Amerika Serikat yangbarn muneul tahun 1787, atau di Inggrisyang mulai muneul tahun 1215, ataujuga diPerancis yang muneul tahun 1795 (Ahmad,1973:6)

Dalam perspektif Islam dasar-dasaruntuk hidup bersama dalam masyarakat

Juni 2001, Th.XX, No..3

yang pluralistik seeara religius, sejaksemula, memang telah dibangun di ataslandasan normatif dan historis sekaligus.Jika ada hambatan atau anomali-anomali disana sini, penyebab utamanya bukan karenainti ajaran Islam itu sendiri yang bersifatintoleran dan eksklusif, tetapi lebih banyakditentukan dan dikondisikan oleh situasihistoris-ekonomis-politis yang melingkarikomunitas umat Islam di berbagai tempat.Kompetisi untuk menguasai sumber-sumberekonomi, kekuasaan politik, begemonikekuasaan, jauh lebih mewamaiketidakmesraan hubungan antar pemelukagama dan bukan disebabkan olehkandungan ajaran etika agama itu sendiri.

Di Indonesia yang mayoritaspenduduknya beragama Islam, sangat .beralasan jika "pendekatan Islami~~ menjadialternatif pemecahan konflik keagamaan.Islam mengajarkan babwa agama Tuhanadalah universal, karena Tuhan ... telahmengutus Rasul-Nya kepada setiap· umatmanusia (Q.S. AI-Nahl (16): 36). Islamjugamengajarkan pandangan tentang kenabian(nubuwwah) dan umat yang percaya kepadaTuhan (Q.S. AI-Anbiya' (21): 92).Selanjutnya ditegaskan bahwa agama yangdibawa oleh Nabi Muhammad Saw. adalahkelanjutan langsung agama-agama yangdibawa nabi-nabi sebelumnya (Q.S. Al­Syura (42): 13). Oleh karena itu, umatIslam diperintahkan untuk menjagahubungan yang baik dengan orang-orangberagama lain, khususnya para penganutkitab suci (Ahli Kitab) (Q.S. AI-Ankabut(29): 46). Dalam al-Quran surat Ali lmran(3): 64 juga terdapat pandangan inkJ~sif

yang memerintahkan kaum Muslim untukmengajak kaum Ahli Kitab (Yahudi danNasrani) menuju pokok-pokok kesamaan,yaitu ke arah Ketuhanan Yang Maha Esa.Seeara teologis usaha mendapatkan titiktemu ini sangat penting. Adanya ayat-ayatal-Quran yang positif dan simpatik kepadakaum Ahli Kitab, menurut NureholishMadjid (1998: xxviii), sebenamya

Pluralistis Agama dan Kerukunan Umat Beragama di Indonesia 179

Page 5: Cakrawala Pendidikan Juni 2001 .. Th.XX, No

Cakrawala Pendidikan

mengajak kepada kaum Muslim untukmembuka diri dalam proses dialog untukmendapat keyakinan bersama tentangkebenaran yang paling mendalam.

Prinsip-prinsip Islam seperti dalamayat-ayat al-Quran seperti di atas membawakonsekuensi logis larangan memaksakanagama (Q.S. AI-Baqarah (2): 256), danmenghormati penganut agama lain untukmelakukan aktivitas agamanya (Q.S. AI­Kafirun (109): 6). Pendirian ini perludikemukakan, karena sampai sekarang.masih dirasakan kekurangpercayaan kepadaprinsip-prinsip tersebut dari berbagaikalangan, baik kalangan sebagian kaumMuslim sendiri maupun kalangan di luarkaum Muslim.

Pada akhimya perlu dibedakan antaradimensi ajaran agama dan perilaku 'umatberagama. Dalam hal ini M. AminAbdullah (1999: 75) menegaskan:Perilaku umat beragama selain ditentukanoleh normativitas ajaran agamanya, jugasangat ditentukan oleh kekuatan-kekuatansosio-historis dan politik yangmelingkarinya. Ajaran agama yangfundamental hanya bersifat pemberi"warning" terhadap adanya berbagaimacam sekat-sekat historis-politis­ekonomiS yang seringkali berlindung padanaungan payung emosional aliran teologistertentu.

Jadi, pennasalahan kerukunan urnatberagama di Indonesia sekarang ini menjadisemakin kompleks. Konflik yang bemuansakeagamaan dapat dipicu oleh berbagaifaktor yang bervariasi, bahkan kontlik initidak hanya melibatkankelompok atauumat beragama yang saling bertikai, tetapiada pihak-pihak lain yang ikut terlibat didalamnya. Di sinilah rumitnya menanganikonflik-konflik yang bernuansa keagamaan(SARA) di negara kita.

Juni 2001, Th.XX, No..3

Antisipasi Problem Kerukunan UmatBeragama di Indonesia: Mencari PeranPendidikan Agama di Perguruan TinggiUmum

Problem kerukunan antar urnatberagama tidak jarang mengganggustabilitas bermasyarakat, berbangsa, danbemegara. Lebih daripada perbedaan sekte(aliran) keagamaan, perbedaan agamamelibatkan Inassa yang lebih banyak,sehingga efek psikologis dan sosiologisnyalebih luas. Bentrokan antar umat beragamamampu rnenggerakkan simpati masing­masing umat beragalna dihampir seluruhkawasan, baik dalam negeri maupun luarnegeri. Pada tataran ini disharmoni antar

. "umat beragama dapat dengan mudahrnempengaruhi stabilitas politik, terutamakarena campur tangan lembaga-Iembagakeagamaan berskala nasional danintemasional. Keberadaan militansi dankelompok-kelolnpok fundamentalismemperoleh apresiasi di masing-masingkomunitas keagamaan. Selanjutnya, hal iniakan membangkitkan sentimen keagamaanyang meluap-Iuap yang berujung padaperasaan wajib turut berjuang - denganjiwadan raga - membela agama. .Jihad danperang suci (holy war) merupakan tenna­t~nna unggulan yang secara sosio­psikologis memiliki akar yang kuat, namunsecara ontologis tidaklah signifikan.Munculnya "Lasykar Jihad" di kalanganumat Islam untuk Kontlik Ambon diberbagai wilayah di Indonesia, misalnya,merupakan contoh nyata dalam asumsitersebut. Oi kalangan Nasrani juga pemahmuncul kelompok militan yang dalamsejarah dikenal dengan sebutan "TentaraSalib" yang sangat .berperan dalampeperangan melawan tentara Islam dalamPerang Salib. Hal ini diperkuat olehpemyataan FL. Hasto Rosariyanto bahwapelaku sejarah di kalangan Nasranimelaksanakan tugas dan misinya denganketulusan yang amat mendalam. Diamenulis, "Mereka melakukannya atas nama

Pluralistis Aga~a dan Kerukunan Umat Beragama di Indonesia 180

Page 6: Cakrawala Pendidikan Juni 2001 .. Th.XX, No

Cakrawala Pendidikan

iman, atas nama agama, atas nama Ge~eja,

atas nama Allah ... dan yang tidak kalahtulus: demi keselamatan jiwa sesamamanusia" (Rosariyanto, 200 I: 115).

Masing-masing urnat beragamamerasa memiliki agamanya, dan pemilikanini bersifat primordial. Bahkan agamaterlembagakan dan diidentifikasi' sesuaidengan jatidiri masyarakat yangbersangkutan, seperti terjadi dalam kasusagama Yahudi, agama Nasrani (Kristen),dan - dengan pola yang agak berbeda -.agama Islam (Komaruddin Hidayat danNafis, 1995).' Pelembagaan inimencerminkan eksklusivitas atau mungkinprimordialisme umat beragama, yang secarasosiologis telah memilah keutuhanmasyarakat manusia yang notabenebersaudara. Masing-masing umat beragamamengklaim diri paling benar (claim (iftruth) dan paling selamat (claim (~r

salvation), sehingga merupakan kewajibansuci untuk mengajak (berdakwah ataumelakukan aktivitas missionaris), bahkanmemaksa umat beragama lainnya untukmengikuti kebenaran dan melalui jalur-jalurkeselamatan yang ditempuhnya. Padahaltidak ada ajaran dalam kitab suci yangmembenarkan pemaksaan agama.

Kenyataannya, klaim-klailn kebenar­an dan keselamatan seperti di atas tidaklahmembuat masing-masing umat beragamamenyatukan Iangkah dan menekankanaspek-aspek kesamaan atau kesepadanan,akan tetapi justeru saling menyisihkan.Konsep atau substansi kebenaran, walaupunsecara ontologis bersifat tunggal, tetapimenurut kebanyakan penganut agamaberbeda-beda, sehingga orientasiperjuangan umat beragama berbeda-bedapula. Inilah yang memicu terjadinyaIo'perang" antar umat .beragama. Dalarnkonteks ini,' pelaksanaan pendidikan agamapada masing-masing komunitas beragamabersifat eksklusif, bahkan seringkali justerumemperkuat militansi dan fundamentalismekeberagamaan, tidak hanya sekedar

Juni 2001, Th.XX~ No..3

fanatisme keagamaan. Pesantren-pesantrentradisional dalam komunitas Muslim dan

. sekolah-sekolah missionari dalamkomunitas Kristen merupakan lembaga­lembag~ pendidikan yang banyakmelahirkan personalitas keberagamaanyang militan dan fundamentalis.

Persoalannya sekarang, bagaimanamengatasi permasalahan agama yang sangatrumit ini. Berbagai upaya ditawarkan dandilaksanakan seperti yang sudah disinggungdi atas, yakni dengan pendekatan ·studiagama, seperti yang ditawarkan M. AminAbdullah, dengan penerapan pola TigaKerukunan Umat Beragama seperti yangditawarkan oleh Pemerintah Indonesia, danjuga dengan melakukan dialog yangmelibatkan para pemimpin agama-agamayang "bertikai..... Tawaran pemecahan initampaknya sangat bagus, namun bersifatintelektual sehingga jangkauannya kurangmassif. Untuk itu tawaran lain yang pefludiperhatikan adalah pendekatan sosiologis­intelektual melalui pelaksanaan PendidikanAgama di sekolah. Pendekatan inidimaksudkan untuk mengisi dan memenuhikebutuhan-kebutuhan beragama secarapluralistik di dalam kerangka kehidupanbennasyarakat, berbangsa, dan bemegara.

Selama ini penyelenggara PendidikanAgama di sekolah, termasuk di PerguruanTinggi, dilakukan secara partikularistik daneksklusif, yakni melakukan pembelajaranagama tertentu terhadap peserta didikpemeluk agama tertentu dan tidakmelibatkan peserta didik dari pemeluk lainagama. Dalam Keputusan Dirjen DiktiDepdiknas RI No. 263 Tahun 2000 PasaI 2ditegaskan bahwa mata kuliah PendidikanAgama adalah mata kuliah wajib untukdiambil oleh setiap mahasiswa padaPerguruan Tinggi sesuai dengan agamayang dianutnya. Sebenamyapenyelenggaraan Pendidikan Agama sepertiini tidaklah keliru, tetapi cara seperti inikurang memberikan sumbangan bagi

Pluralistis Agama dan Kerukunan Umat Beragama di Indonesia 181

Page 7: Cakrawala Pendidikan Juni 2001 .. Th.XX, No

Cakrawala Pendidikan

tercapainya kerukunan hidup beragama ditengah-tengah masyarakat yang pluralistik.

Dasar pemikiran cara seperti di atasdapat dipahami, yakni dengan PendidikanAgama peserta didik dari agama tertentudiarahkan untuk memahami dengan benardan ,sebaik-baiknya ajaran agama· yangdianutnya, selanjutnya diharapkan mampu,melaksanakan ajaran-ajaran itu dalamkehidupan sehari-hari, sehingga terbentukinsan-insan yang beriman dan bertakwakepada Tuhan Yang MahaEsa. Inilah jalan .pikiran yang dikembangkan olehpemerintah saat ini terutama melalui'Departemen Agama dan DepartemenPendidikan Nasional. Pendekatan semacamini dikenal dengan pendekatan doktriner­teologis-normatif Pendekatan inidilengkapi oleh Amin Abdullah denganpenekanannya pada studi agama yangmenjadikan agama sebagai suatu bidangkajian ilmiah. Pendekatan kedua ini disebutpendekatan historis-empiris-kritis(Abdullah, 1999: 12). Hanya saja cara inihanyadapat dinikmati o)eh kalanganintelektual saja dan tidak merembes kedalam keluargayang bukan intelektua1.

Pemah ada usaha menyatukan studimasing-masing agama itu ke dalam satukelas ~bersama dengan' pengajar darisemuaagama. Walaupun secara akademismaksudnya' "mungkin" baik, yaitu

'memperkenalkan semua agama kepadasemua mahasiswa di Perguruan TinggiUmum, tetapi untuk menjaga kemumianaqidah, kemumian iman menurut agamamasing-masing, usatta itu tidak diterimaoleh pemuka agama di tanah air. Alasanmereka, kendatipun tidak diadakan "kelasbersama untuk semua agama bagimahasiswa", yang penting adalah materiyang disampaikan kepada mahasiswa,sehingga wawasannya tentang agama luasdan jelas. Yang terpenting untukdiperhatikan, Pendidikan' Agama diPerguruan ,Tinggi diharapkan mampumembekali para mahasiswa dengan

Juni 2001, Th.XX, No..3

pengetahuan agama yang cukup, sehinggamemiliki sikap toleran kepada penganutagama lain, juga akan menjadi manusiayang beriman dan bertakwa kepada TuhanYang Maha Esa menurut agamanya lebihdahulu sebelum Inenguasai atau melnilikiilmu pengetahuan dan teknologi serta seniyang dipelajari (Ali, 199~: 2-3).

Jika kita menyadari akan realitaskehidupan beragama yang pluralistik diIndonesia, maka pembinaan pemikiran dansikap pluralistik hams dimulai sejak dini.Untuk memberikan basis perubahan yangkuat, maka pembinaan itu dapatdilakukandi sekolah melalui perubahan' sistempenyelenggaraan Pendidikan Agamanya.Kombinasi pendekatan pertama dan keduabarangkali akan memberikan dasar-dasar..sikap pandang yang berguna baik bagipernbentukan kesalehan agamis, juga akanmengakses sikap pluralistik keagamaan,berupa - antara lain - sikap toleransi yangkonstruktif dan positif. Pada akhimya, cara

.ini dapat mengarah pada terbinanyakerjasama antar umat beragama secaraterbuka dan bebas.

Operasionalisasi dan cara yan'gterakhir di atas dilakukan denganmengikutsertakan semua peserta didik dariberbagai latar ~elakang keabl(lmaan untukmengikuti pelajaran agama-agama. Aspeknormatif dan aspek rasional agamadipadukan secara serasi, sehingga agamasebagai ajaran dan agama sebagai bahankajian ilmiah (rasional) dapat disejajarkan.Dalam hal ini peserta didik akan mengenalberbagai cara manusia beragama.Tujuannya bukan untuk menunjukkan

.keunggulan atau kekurangan satu agamaterhadap lainnya, melainkan untukmenunjukkan realitas sosiologis masyarakatInanusia, bahwa manusia bersatu dalamgaris keimanan kepada Tuhan yang satu.

Beberapa argumen bisa dikemukakanuntuk memperkuat pendekatan di atas.Secara sosiologis, sekolah adalah sebuahlembaga yang di dalamnya berlangsung

Pluralistis Agama dan Kerukunan Umat Beragama di Indonesia 182

Page 8: Cakrawala Pendidikan Juni 2001 .. Th.XX, No

Cakrawala Pendidikan

proses-proses sosialisasi dan kulturisasi.Dari sudut pandang sosiologi, sekolah dapatberfungsi sebagai agent ofchange (lembagapengubah) (Nasution, 1983: 24)

Fungsi di atas tampak sangat kuat dansignifikan, terutama karena sekolah-sekolahdi Indonesia (khususnya sekolah-sekolahnegeri) menyatu dengan struktur kekuasaan.Untuk itu intervensi kekuasaan sangatmemungkinkan untuk merancangperubahan yang sesuai dengan tujuan­tujuan yang diharapkan. Jika .pemerintah.menghendaki kerukunan umat beragamaberjalan dengan baik, maka pelibatan sistempendidikan di sekolah menjadi sangatpenting. Salah satu bentuk keterlibatanyang diharapkan daTi sekolah - dalam halini - adalah tUTut sertanya sekolah dalammembina sikap-sikap keagamaan pluralistikl11,elalui pembelajaran Pendidikan Agama.Dari sudut pandang sejarah agama-agamadan perenialisme ajaran agama, agama­agama (terutama agama-agama Samawi)sesungguhnya memiliki akar yang sarna,yaitu dari Tuhan dan memiliki karakter.ajaran agama yang sarna, yaitu sarna-sarnamengajarkan kebaikan, kedamaian,kebenaran, dan keadilan. Oleh karena itu,Pendidikan Agama di sekolah di sampingmenunjukkan adanya pluralitaskeberagamaan manusia juga menunjukkanaspek transendensi agama yangmempertemukan berbagai agama. Darisudut pandang psikologi, penyelenggaraanPendidikan Agama yang pluralistik iniharus memperhatikan beberapa catatanpenting. Pertama, Pendidikan Agama yangmemadukan aspek teologis-normatif danaspek rasional-kritis tidak tepat diterapkanbagi peserta didik yang belum mampu,berpikir kompleks. Oleh karena itu, sangattidak tepat cara ini diterapkan bagi parasiswa sekolah mulai dari tingkat dasarsampai tingkat menengah. Kedua, pesertadidik di sekolah-sekolah. rendah (dasar)sampai menengah seperti itu cenderungmengambil pola-pola pikir dan perilaku

Juni 2001, Th.XX, No..3

yang sederhana, sehingga pengena)ankonsep pluralistik akan sangatmemberatkan psikologis dan sosiologismereka. Ketiga, pengenalan ke arahpemikiran filosofis untuk menemukan titiktelnu agama hanya mungkin dilakukan disekolah tinggi atau Perguruan Tinggi.

Kendala yang barangkali muncul,terkait dengan Pendidikan Agama diPerguruan Tinggi (dalam hal ini PerguruanTinggi Umum) adalah minimnya alokasiwaktu yang disediakan untuk mata kuliahPendidikan Agama, yakni hanya 2 sks atau4 sks dalaln setiap jenjang (strata)'pendidikan, baik untuk tingkat diplomamaupun tingkat sarjana. Waktu yangdemikian singkat ini sangat menyulitkandalam pembagian alokasi bagi setiap materi(topik bahasan) yang diberikan. Jangankanuntuk memberikan Pendidikan Agama yangpluralistik, untuk mengajarkan satu agamasaja yang lebih mendalam, jatah 2 sksatau4 sks ini belum memadai. Untuk itupemerintah melalui Oirjen Oikti Depdiknasseharusnya memb~rikan kebijakan untukmenambah alokasi waktu yang lebihbanyak bagi pembelajaran PendidikanAgama di Perguruan Tinggi Umum.Kondisi seperti ini sangat berbeda dengankondisi di lAIN atau sekolah tinggi agamalain yang memang memfokuskan padakajian-kajian keagamaan. Oi lAIN terdapatjurusan atau program studi yang secarakhusus mengkaji berbagai agama, yaitujurusan Perbandingan Agama yang beradadi Fakults Ushuluddin. Lahirnya jurusanini, menurut Azyumardi Azra (1998:7),tnerupakan hasil eksperimen Dr. Mukti aliyang berhasil, khususnya di lAIN SunanKalijaga Yogyakarta. Pendekatan yangditawarkan Mukti Ali dalam kajianperbandingan agama pada intinyamenekankan pada pendekatan "holistik"terhadap agama, yakni' mencoba melihatdan memahami fenomena agama dariseluruh aspeknya. Dari pendekatan yangbersifat holisitk ini akan berkembang dialog

Pluralistis Agama dan Kerukunan Umat Beragama di Indonesia 183

Page 9: Cakrawala Pendidikan Juni 2001 .. Th.XX, No

Cakrawala Pendidikan

antar agama, yang pada gilirannya akanrnendorong terciptanya saling pemahamandan toleransi antar umat beragama. Polayang senada juga diterapkan di PerguruanTinggi Protestan (Perguruan TinggiTeologi). Arah studi agama di PerguruanTinggi Teologi di Indonesia adalah:1. Memberi pengetahuan kepada

mahasiswa akan kemajemukan agama­agama, khususny~ yang ada dalammasyarakat kit~.

2. Membekali mahasiswa sebagai calon,pelayan gereja untuk dapat mengenal,hidup, dan bekerja sarna denganpenganut agama lain, serta menanganimasalah bersama seperti ketidakadilandan kemiskinan.

3. Mengenali perbedaan-perbedaan denganagama-agama lain, supaya dapat salingmenghargai dan menetima dalamperbedaan-perbedaan itu.

4. Menunjang dalam upaya berteoJogi,khususnya dalam konteks masyarakatIndonesia yang ~ajemuk dari segiagama (van Doorn-Harder, 1997: 69)

Di samping itu, lembaga-lembagapendidikan teologi di Indonesia· perlumengembangkan studi agama-agama secarainterdisipliner dengan memberi perhatianpada: (I) pola-pola perjumpaan antar umatberagama, khususnya Kristen dan nort~

Kristen; (2) Pandangan dan komitmenagama-agama terhadap berbagai masalahsosial, politik, ekonomi, budaya, dan lain'.sebagainya; dan (3) Agama dan politikdengan perhatianpada tempat dan peraoagama dalam percaturan politik dalamsejarah Indonesia (Ngelow, 1998: 8). Poladan perhatian seperti inilah yang secaralangsung membekali gereja dan urnatKristen dalam pelayanan di tengah-tengahmasyarakat. Di Perguruan Tinggi Katolikpun juga diterapkan pola yang hampirsarna. Studi agama-agama di PerguruanTinggi Katolikdiharapkan dapat ikutmembuka horison lebih luas bagi urnatberagama manapun untuk mengolah hidup

Juni 2001, Th.XX, No..3

batin lebih mendalam maupun mengolah .keterlibatan sosial menuju kehidupanbersama yang lebih adil dan manusiawi. Oisinilah akan terjadi dialog dan kerukunanantar umat beragama yang sesungguhnya.Studi agama-agama selayaknya membantuumat beragama untuk memasuki kenyataanyang ultimate sebagai yang superabundant

. dan tidak tertangkap aerta terkuasaisepenuhnya oleh kenyataan historis(Banawiratma, 1998: 10).

Alokasi waktu yang minim bagiPendidikan Agama di Perguruan TinggiUmum seperti di atas sangat menyulitkanpenerapan metode studi agama secarapluralistik. Yang dapat dilakukan denganalokasi yang terbatas tersebut barangkalihanyalah memberikan topik kajian khususmengenai toleransi urnat beragamasehingga setiap pemeluk agama memilikikesadaran akan kebenaran agama yangdianut dan kesadaran untuk menghormatipemeluk agama lain.

Kendala lain yang mungkin timbuladalah terkait dengan sumber dayamanusianya, dalam hal ini adalah paradosen Pe~didikan Agama. Masih sedikitpara dosen yang memiliki pemahaman yangmenyeluruh mengenai berbagai agama.Secara umum, para dosen PendidikanAgama, khususnya di Perguruan TinggiUmum, masih ditekankan untuk mendalamipengetahuan keagamaannya sesuai denganagama yang dianutnya. Masih belum adakebijakan yang mengarah untukpeningkatan pengetahuan keagamaan dosenyang lebih menyeluruh dengan mengkajiagama-agama lain. Untuk menghadirkanpara dosen Pendidikan Agamadari berbagaiagama dalam satu kelas pun bukanmerupakan suatu yang mudah, baik secarateknis maupun nonteknis.

Dari kenyataan di atas makapembelajara~ Pendidikan Agama diPerguruan Tinggi Umum yang mengarahkepada terbinanya kerukunan umatberagama masih memerlukan kajian-kajian

Pluralistis Agama dan Kerukunan Umat Beragama di Indonesia 184

Page 10: Cakrawala Pendidikan Juni 2001 .. Th.XX, No

Cakrawala Pendidikan

yang lebih mendalam'.Oleh karena itu,pembinaan sikap-sikap. pluralistik harusdiberikan sejak dini di sekolah - mulai darisekolah dasar sampai sekolah tinggi ­sehingga akan menjadi probabilitas yanglebih .mungkin di dalam proses sosialisasidan kulturisasi lembaga pendidikan.

Akhimya, penerapan pendekatanPendidikan Agama yang pluralistik untukpembinaan kerukunan umat beragama diIndonesia merupakan tawaran yangdebatable. Penerapan cara inimembutuhkan landasan ket:ia yang kuat danditopang oleh aspek-aspek ihniah danmanajemen yang handal.

KesimpulanKehidupan yang pI.ur~listik, termasuk.

dalam hal beragama, merupakansunnatullah atau sesuatu yang harus terjadisesuai dengan ketentuan Allah. Hal inimerupakan realitas dan sekaligus tantanganbagi manusia bagaimana dapat hidupdengan baik dalam suasana yang plural.PIuralitas dalam bidaQg agama seringkali.menunjukkan tensi lebih kuat danberdampak lebih kuat dalam percaturankehidupan manusia Indonesia jikadibandingkan dengan bidang-bidang yanglain seperti bidang sosial budaya, bidangekonomi, dan bida~g politik.

Berbagai cara ditempuh untuk dapatmembina kerukunan hidup umatberagamadi tengah masyarakat. Hanya .~ajakompleksitas persoalan agama itu sendiritelah membuat pemecahannya begitu rumit.Pelaksanaan Pendidikan Agama yangbersifat pluralistik di sekolah, khususnya diPerguruan Tinggi Umum, barangkali dapatmemberikan sumbangan yang dapatdijadikan sarana penuntasan pertikaianantar umat beragama di tanah air kitatercinta ini, meskipun membutuhkan waktuyang agak lama. Wallahu A 'lam.

Juni 2001, Th.X~, No, .3

Daftar Pustaka

Abdullah, M. Amin. (1999). Studi Agama:Normativitas a/au Historisitas?Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Cet. II.

Ahmad Sukardja. (1995). !liagam Madinalldan lfndang-undang Dasar 1945:Kqjian })erhandingan lenlang DasarHidup Ber..,·ama da/am Masyarakatyang Mqienluk. Jakarta: VI Press.

Ahmad, Zainal Abidin. (1973). PiagamNabi Muhammad ~"A W. KonstitusiNegara Tertu/is yang Pertama diDunia. Jakarta: Bulan Bintang.

Ali, M. Daud. (1998). "Studi Agama diLingkungan Perguruan Tinggi UmumNegeri". Makalah. Disampaikan·dalam Seminar Nasional "KerukunanUmat Beragama dan Studi Agama­agama di Perguruan Tinggi" yangdiseleng-garakan LembagaPengkajian Keru-kunan UmatBeragama (LPKUB) IndonesiaYogyakarta 14-15 Februari.

Azra, Azyumardi. (1998). "Studi-studiAgama di Perguruan Tinggi AgamaIslam Negeri". Maka/all.Disampaikan dalam SeminarNasional "Kerukunan UmatBeragama dan Studi Agama-agama diPerguruan Tinggi" yangdiselenggarakan Lembaga PengkajianKerukunan Umat Beragama(LPKUB) Indonesia Yogyakarta 14-15 Februari. .

Banawiratma, J.B. (1998). "Studi Agama­agama di Perguruan Tinggi Katolik".Maka/all. Disampaikan dalamSeminar Nasional "Kerukunan UmatBeragama dan Studi Agama-agama diPerguruan Tinggi" yangdiselenggarakan Lembaga PengkajianKerukunan Umat Beragama(LPKUB) I~donesia Yogyakarta 14­15 Februari.

Bellah, Robert N. (1976). Beyond Be/iefl~:ssays ()n I?eligion in Post

Pluralistis Agama dan Kerukunan Urnat Beragama di Indonesia 185

Page 11: Cakrawala Pendidikan Juni 2001 .. Th.XX, No

Cakrawala Pendidikan

Tradisional World. New York:Harper and Row Publisher.

Keputusan Direktur Jenderal PendidikanTinggi Departemen PendidikanNasional Nomor 263IDIKTIIKEP/2000 tentang PenyempurnaanKurikulum Inti Mata KuliahPengembangan Kepribadian Pendi­dikan Agama pada Perguruan Tinggidi Indonesia.

Komaruddin Hidayat dan MuhammadWahyuni Nafis. (1995). Agama Masa.Depan: Perspekt~f· l~-'ils~fal Perenial.Jakarta: Paramadina.

Madjid, Nurcholish. (1998). "Dialog diAntara Ahli Kitab (Ahl AI-Kitab):Sebuah Pengantar". Kata Pengantardalam George B. Grose & BenjaminJ. Hubbard (Ed.). Tiga Agal11u k)alu

Tuhan: SebuaJ1 Dialog. Terj. olehSanti Indra Astuti. Bandung: Mizan.Cet. II.

Nasution, S. (1983). Sosiologi }Jendidikan.Bandung: Penerbit Jemmars.

Ngelow, Zakaria J. (1998). "Iman, IImu,dan Kemanusiaan: Studi Agama­agama di Lingkungan PerguruanTinggi Protestan". Makalah.Disampaikan dalam SeminarNasional "Kerukunan UmatBeragama dan Studi-Agama-agama diPerguruan Tinggi" yangdiselenggarakan Lembaga PengkajianKerukunan Umat Beragama(LPKUB) Indonesia Yogyakarta 14­15 Februari.

Rosariyanto, FL. Hasto. 2001. " Right orWrong, My Church". Dalam I.Subaryo ... (et. a1.). T'ulus ,,')e{JertiMerpati, Cerdik Seperli [liar.Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Taher, Tarmizi. (1997). Aspiring .fi)r theMiddle Path Religious Harl110ny inIndonesia. Jakarta: CENSIS.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor2 Tahun 1989 tenlang k~iste/1t

Pendidikan Nasional.

Juni 2001, Th.XX, No..3

Van Doom, Piettemella-Harder. (1997)."Studi Agama-agama dan Posisinyadi Sekolah-sekolah Teologi protestandi Indonesia". Dalam Jurnal 7eologi(;eI11a No. 52/1997

Pluralistis Agama dan Kerukunan Umat Beragama di Indonesia 186