Upload
cahaya-santi-sianturi
View
31
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tralala
Citation preview
BAB I
PRESENTASI KASUS
IDENTITAS
Nama : Tn. T
Umur : 34 Tahun
Alamat : Karang Daleman, Magelang
Pekerjaan : Buruh
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan Terakhir : SMA
Agama : Islam
Suku : Sunda
Bangsa : Indonesia
Tanggal Periksa : 14 Maret 2016
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Sulit tidur
Keluhan Tambahan : Sering melamun, nyeri kepala, mual-mual, mudah lelah, sering
“blank”, nafsu makan berkurang, dan merasa ingin mati
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Puskesmas Mertoyudan 1, Magelang, dengan keluhan sulit tidur
sejak ± 6 bulan terakhir. Pasien juga mengeluh sering melamun, nyeri kepala, mual-mual,
mudah lelah, dan merasa ingin mati. Pasien sering melamun tentang masalah keluarganya
dimana ia merasa tidak becus sebagai orangtua karena tidak mampu memenuhi kebutuhan
anak-anaknya. Pasien tidak mempunyai masalah dengan istrinya. Pasien bekerja sebagai kuli
bangunan. Pasien sering merasa ingin mati karena masalahnya tersebut. Pasien juga merasa
sering “blank”. Nafsu makan diakui pasien kurang baik yaitu makan 2 kali sehari. Menurut
pengakuan keluarganya, pasien sering lari jika mendengar suara-suara keras seperti suara
motor dan hal ini diakui terjadi sejak ± 4 bulan yang lalu. Setelah kejadian tersebut pasien
mengaku takut, berdebar-debar, dan keringat dingin.
Pasien pernah menjadi saksi di pengadilan tentang kasus temannya yang tertangkap
karena berjudi. Pasien mengaku ketakutan dan grogi saat menjadi saksi di pengadilan.
1
Keluhan seperti sering mengamuk atau marah-marah disangkal oleh pasien. Menurut
keluarganya pasien merupakan orang yang pendiam. Hobi pasien seperti menulis puisi dan
bermain sepakbola yang rutin dikerjakan sebelumnya, sekarang sudah tidak di jalani karena
masalahnya tersebut. Usia pernikahan pasien sudah 13 tahun dan mempunyai 2 orang anak.
Pasien tinggal bersama istri dan kedua anaknya. Keluhan seperti mendengar
suara-suara/bisikan atau melihat bayangan-bayangan disangkal oleh pasien. Pasien
menyelesaikan sekolahnya hanya sampai lulus SMA. Pasien belum pernah berobat ke
puskesmas atau dokter sebelumnya.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah merasakan keluhan yang seperti ini sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai keluhan yang sama seperti pasien. Pasien
tinggal bersama istri dan kedua anaknya dalam satu rumah.
Riwayat Kehidupan Pribadi :
1. Riwayat prenatal dan perinatal : Lahir cukup bulan, di bidan
2. Masa kanak-kanak awal (0-3tahun) : Sehat, aktif
3. Masa kanak-kanak pertengahan (4-11tahun) : Sehat
4. Masa selanjutnya (prepubertas - pubertas)
a. Hubungan pertemanan : Baik
b. Riwayat sekolah : SMA
c. Perkembangan motorik dan perilaku : Baik, bersosialisasi, dan agak pendiam
d. Masalah fisik dan emosi : Baik dan sehat
e. Riwayat psikososial : Tidak menarik diri
f. Keagamaan : Baik dalam peribadahan
2
STATUS MENTAL
1. Deskripsi Umum :
Kesadaran :
Kuantitatif : Compos mentis
Kualitatif : Jernih
Penampilan :
- Postur tubuh : Biasa
- Cara berpakaian : Rapi sesuai usia
- Kontak mata : Kurang Adekuat
Pembicaraan : Wajar
Perilaku : Hipoaktif, tampak murung/sedih
Sikap : Kurang kooperatif
2. Alam Persepsi :
Afek : Datar
Mood : Hipotimik
3. Gangguan Pikiran :
* Bentuk Pikiran : Realistik
* Arus Pikiran : Blocking
* Isi Pikiran : Miskin isi
- Waham : Tidak ada
- Obsesi : Ada
4. Gangguan Persepsi :
Halusinasi : Tidak ada
Ilusi : Tidak ada
5. Fungsi Kognitif dan Sensorium :
Inteligensi : Sesuai pendidikan
Orientasi : - tempat : Baik
3
- waktu : Baik
- orang : Baik
Daya ingat
- Hypermnesia : Tidak ada
- Amnesia : Tidak ada
- Paramnesia : Tidak ada
- Recent memory : Baik
- Past memory : Baik
6. Gangguan Pola Tidur
Insomnia : Ada
PEMERIKSAAN DIAGNOSA LEBIH LANJUT
1. PEMERIKSAAN FISIK
* Keadaan Umum : Baik
* Kesadaran : Compos mentis
* Tekanan Darah : 120/80 mmHg
* Nadi : 88 x/menit
* Respiratory rate : 20 x/menit
* Sistem Respiratorik : VBS (+/+), wheezing (-), rhonki (-)
* Sistem Kardiovaskular : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
* Sistem Urogenital : Dalam batas normal
* Kepala : Normocephali
* Mata
- konjungtiva anemis : (-/-)
- sklera ikterik : (-/-)
- pergerakan bola mata : Baik ke segala arah
- pupil : Bulat, isokor
- reflek cahaya langsung : (+/+)
* Hidung : Dalam batas normal
* Telinga : Dalam batas normal
4
* Leher
- JVP : Tidak meningkat
- KGB : Tidak membesar
* Paru : Dalam batas normal
* Jantung : Dalam batas normal
* Abdomen : Datar, BU (+), massa (-), NT (+) epigastrium
* Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), sianosis (-)
2. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
- Mata : Pupil bulat isokor, reflek cahaya (+/+)
- Motorik : Baik
- Tonus : Baik
- Turgor : Baik
- Kekuatan otot : Baik
RESUME
Pasien datang dengan keluhan sulit tidur sejak ± 2 bulan terakhir. Pasien juga
mengeluh sering melamun, nyeri kepala, mual-mual, mudah lelah, dan merasa ingin mati.
Pasien sering melamun tentang masalah keluarganya dimana ia merasa tidak becus sebagai
orangtua karena tidak mampu memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Pasien sering merasa
ingin mati karena masalahnya tersebut. Pasien juga merasa sering “blank”. Nafsu makan
diakui pasien kurang baik yaitu makan 2 kali sehari. Menurut pengakuan keluarganya, pasien
sering lari jika mendengar suara-suara keras seperti suara motor dan hal ini diakui terjadi
sejak ± 4 bulan yang lalu. Setelah kejadian tersebut pasien mengaku takut, berdebar-debar,
dan keringat dingin. Pasien pernah menjadi saksi di pengadilan tentang kasus temannya yang
tertangkap karena berjudi. Pasien mengaku ketakutan dan grogi saat menjadi saksi di
pengadilan. Menurut keluarganya pasien merupakan orang yang pendiam. Hobi pasien seperti
menulis puisi dan bermain sepakbola yang rutin dikerjakan sebelumnya, sekarang sudah tidak
di jalani karena masalahnya tersebut. Usia pernikahan pasien sudah 13 tahun dan mempunyai
2 orang anak. Pasien tinggal bersama istri dan kedua anaknya. Pasien menyelesaikan
sekolahnya hanya sampai lulus SMA.
STATUS MENTAL
Perilaku : Hipoaktif, tampak murung/sedih
5
Sikap : Kurang kooperatif
Alam Persepsi :
Afek : Datar
Mood : Hipotimik
Gangguan Pikiran :
* Bentuk Pikiran : Realistik
* Arus Pikiran : Blocking
* Isi Pikiran : Miskin isi
- Obsesi : Ada
Gangguan Pola Tidur
Insomnia : Ada
PEMERIKSAAN FISIK
Abdomen : NT (+) epigastrium
DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Aksis I : F41.2 Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi
Aksis II : Tidak ada
Aksis III : Cephalgia dan dyspepsia
Aksis IV : Primary Support Group
Aksis V : GAF 80-71
Diagnosis Kerja
F.41.2 Gangguan Neurosa Campuran Anxietas dan Depresif Tanpa Gejala Psikotik
Diagnosis Banding
F.40 Gangguan Neurosa (Anxietas) Fobik
Dasar Diagnosis
AXIS I
Gejala utama :
6
– Afek depresif.
– Kehilangan minat dan kegembiraan.
– Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah dan
menurunnya aktivitas.
Gejala lainnya :
(a) Konsentrasi dan perhatian berkurang.
(b) Harga diri dan kepercayaan berkurang.
(c) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna.
(d) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.
(e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri sendiri atau bunuh diri.
(f) Tidur terganggu.
(g) Nafsu makan berkurang.
Pada pasien ini, terdapat gejala depresi yang meliputi 2 gejala utama dan 4
gejala lainnya yaitu kehilangan minat dan kegembiraan, mudah lelah dan
menurunnya aktivitas, rasa bersalah dan tidak berguna, nafsu makan berkurang, sulit
tidur, dan kurang percaya diri.
Sindrom Ansietas secara umum :
Kegelisahan atau merasa gelisah.
Merasa mudah lelah.
Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong.
Iritabilitas (mudah merasa tersinggung).
Ketegangan otot.
Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tertidur, atau tidur yang gelisah dan
tidak memuaskan).
Catatan:
min. 3 dari sindrom diatas sudah dapat dikatakan mengalami gangguan kecemasan
(anxietas disorder).
durasi waktu min. 6 bulan.
AXIS II
Dari anamnesis tidak didapatkan kelainan atau gangguan kepribadian.
AXIS III
7
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik ditemukan adanya kelainan yaitu
cephalgia dan dyspepsia.
AXIS IV
Terdapat masalah keluarga, dimana dari anamnesis didapatkan pasien
mengaku tidak becus sebagai orangtua karena tidak mampu memenuhi kebutuhan
anaknya.
AXIS V
Pada skala penilaian secara global, ditemukan gejala sementara dan dapat
diatasi, disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, sekolah, dll. GAF 80-71
Rencana Penatalaksanaan
1. Terapi Kognitif
Tujuan terapi ini adalah menghilangkan episode depresif dan mencegah rekurensinya
dengan membantu pasien mengidentifikasi uji kognitif negatif, mengembangkan cara
berfikir alternatif, fleksibel, dan positif serta melatih respon kognitif dan perilaku yang
baru.
2. Terapi Interpersonal
Terapi ini memusatkan pada satu atau dua masalah interpersonal yang sekarang
dialami oleh pasien dengan anggapan bahwa masalah interpersonal sekarang ini memiliki
hubungan dengan awal yang disfungsional dan masalah interpersonal sekarang mungkin
terlibat dalam mencetuskan atau memperberat gejala depresi sekarang.
3. Psikoterapi Analitik
Teknik ini menekankan fungsi pemecahan masalah dari ego yang berlawanan dengan
impuls seksual dan agresif dari id.
4. Terapi Keluarga
Terapi keluarga dapat membantu seorang pasien dengan gangguan neurosa untuk
menurunkan stress dan kecemasan serta menurunkan kemungkinan relaps.
5. Farmakoterapi
Clobazam 10 mg 2x1
Amitriptilin 50 mg
Ikalep 250 mg
8
Prognosis
Quo ad vitam : Ad bonam
Quo ad functionam : Ad bonam
Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam
9
BAB II
GANGGUAN NEUROSA
Pengertian Neurotik adalah suatu jenis gangguan mental yang paling ringan (Yudono,
1985), individu sadar kalau bermasalah, namun tidak tahu bagaimana mengatasinya.
Gangguan neurotik dalam Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa (PPDGJ) adalah
gangguan mental yang tidak mempunyai dasar organik, individu mempunyai insight, dan
hubungan dengan realitanya tidak terganggu.
Maramis (1990) menerangkan bahwa neurotik ialah suatu kesalahan penyesuaian diri
secara emosional, karena tidak dapat diselesaikannya suatu konflik tak sadar. Gejalanya yaitu
kecemasan yang dirasakan secara langsung atau diubah oleh berbagai mekanisme pertahanan
psikologis dan kemudian munculah gejala-gejala subyektif yang mengganggu.
Psikoneurosa atau lebih populer disingkat dengan neurosa adalah sekelompok reaksi
psikis yang ditandai secara khas dengan unsur kecemasan dan secara sadar diekspresikan
dengan jalan menggunakan mekanisme pertahanan diri (Kartono,1980). Pada psikoneurosa
tidak terjadi disorganisasi kepribadian yang serius dalam kaitannya dengan realitas eksternal
dan biasanya penderita memiliki sejarah hidup penuh kesulitan dan tekanan-tekanan batin
dan peristiwa yang luar biasa (Kartono, 1986). Gangguan neurotik di latarbelakangi oleh
tekanan emosi, konflik, dan frustrasi (Page, 1980). Hal ini sesuai dengan pendapat Warga
(1983) bahwa neurotik merupakan suatu bentuk perilaku maladaptif karena adanya tekanan-
tekanan psikologik sebagai faktor penyebab yang mendasar.
Kartono (1986) menambahkan bahwa psikoneurosa adalah bentuk gangguan atau
penyakit fungsional pada sistem syaraf, mencakup pula desintegrasi sebagian dari
kepribadian, khususnya terdapat berkurang atau tidaknya kontak antara pribadi dengan
sekitar, walaupun orangnya masih memiliki wawasan atau insight.
Menurut Chaplin (2002) neurotik merupakan suatu penyakit mental yang lunak, dicirikan
dengan tanda-tanda:
1. Wawasan yang tidak lengkap mengenai sifat-sifat kesukarannya
2. Konflik-konflik batin
3. Reaksi-reaksi kecemasan
4. Kerusakan parsial atau sebagian pada struktur kepribadiannya
10
5. Seringkali, tetapi tidak selalu ada, disertai phobia, gangguan pencernaan, dan tingkah
laku obsesif kompulsif.
Schneiders (dalam Widjaya, 1998) mengatakan bahwa neurotik merupakan bentuk
gangguan kepribadian yang relatif ringan dan ditandai oleh kecemasan yang cukup dominan
sebagai wujud dari penyesuaian diri yang tidak adekuat, tidak efisien, dan tidak sehat yang
disebabkan karena tekanan yang terus menerus, konflik, frustrasi, dan keterbukaan individu
dalam mengatasi masalahnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat di simpulkan bahwa kecenderungan neurotik adalah
kecenderungan perilaku yang maladaptif yang ditandai dengan gejala-gejala kecemasan,
depresi, adanya konflik-konflik batin, dan frustrasi yang disebabkan karena indvidu tidak
dapat menyesuaikan diri dengan baik dan tidak dapat menyelesaikan masalahnya.
Gangguan Anxietas
Perbedaan antara takut, cemas, dan gangguan anxiety
1. Takut → bentuk reaksi terhadap stimulus yang objeknya jelas, negative affect, strong
sympathetic nervous system arousal, immediate alarm reaction Flight or Fight (ada reaksi
tampak dari perilaku yang dimunculkan), suatu tanda yang tiba-tiba sebagai reaksi terhadap
bahaya.
2. Cemas → bentuk reaksi yang masih dapat di organisir, tahu penyebabnya, nilai realitas
masih baik, tanpa disertai gangguan dalam menjalani kehidupan sehari-hari (sesi intensitas
tidak bertahan lama).
Takut dan cemas : NORMAL
3. Gangguan kecemasan → negative affect, future oriented, unpredictable, uncontrolled,
tidak tahu jelas penyebabnya, sukar diatasi, dan mengganggu fungsi kehidupan sehari-hari.
Gangguan kecemasan : ABNORMAL
Anxiety
Respon aktual dan antisipatif terhadap suatu masalah yang terkait dengan lingkungan atau
dalam diri yang bersangkutan. Penghayatan perasaan cemas ditandai oleh rasa tidak nyaman,
gelisah, resah yang merupakan eksitasi oleh stimulasi internal dan eksternal yang pada
umumnya disertai oleh gangguan fungsi psikofisiologis, dalam bentuk berbagai keluhan
11
psikofisik. Pada kondisi cemas yang intensif, kecemasan semakin tinggi oleh perasaan
terancam berkepanjangan yang juga disertai dengan adanya keluhan psikofisik.
Anxiety dibagi dua, yaitu :
1. Anxiety State : individu mengalami suatu situasi yang tidak terkendali akibat kecemasan yang
berat. Sumber kecemasan tidak dapat diidentifikasi.
a. Panick Attack
perasaan cemas yang hebat, sehingga pada beberapa orang ada dorongan untuk bunuh diri.
perasaan cemas berlebihan disertai keluhan fisik yg sedemikian rupa sehingga
menimbulkan perasaan takut mati atau takut gila.
serangan ini tiba-tiba datangnya, tidak dapat diantisipasi.
serangan berlangsung 3 – 10 menit.
terjadi secara mendadak, peningkatan aktivitas motorik, dan ada keluhan fisik.
b. Symptoms Experienced in Panic Attack :
Jantung bekerja lebih cepat (berdebar-debar).
Berkeringat dingin.
Gemetar.
Sesak nafas/pernafasan pendek.
Nafas seakan tertahan/tercekik.
Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman.
Ada rasa tidak enak pada bagian perut, mual.
Ada rasa tidak seimbang, ringan tubuhnya, pusing, bergoyang, melayang, atau pingsan.
Ada rasa dimana tidak dapat melihat realitasnya (Derealisasi), atau anggota badan seperti
terlepas (Depersonalisasi).
Tidak bisa mengontrol diri, takut menjadi gila.
Merasa takut mati.
Parestesia (tidak merasakan apa-apa, mati rasa, atau sensasi geli).
Menggigil atau perasaan panas.
c. GAD (Generalized Anxiety Disorder)
Gangguan kecemasan menyeluruh pada gejala-gejala yang ada dan menyeluruh pada
setiap saat.
Rasa cemas yang bersifat konstan.
Ketegangan motorik.
Syaraf otonom hiperaktif.
Khawatir yang berlebihan.
12
Kewaspadaan yang berlebihan.
Perbedaan
GAD → cemas setiap saat pada kondisi apapun (saat aktivitas maupun tidak), keluhan
multiorgan, misal keluhan pada kardiovaskuler, respirasi, pencernaan, dan urogenital.
Panic Attack → cemas tidak setiap saat, keluhan mono organ.
d. Phobic Disorder
Ketakutan yang kuat dan irasional.
Menjadi mengganggu jika :
Objek ketakutan ada di sekitar lingkungannya.
Kemampuan dalam menjalankan aktivitas menjadi terganggu.
Jenis-jenis Phobic Disorders :
Simple/Object Phobia → ketakutan terhadap objek tertentu, sifatnya tunggal dan khusus.
Contoh: Ailurophobia (ketakutan terhadap kucing), Anthophobia (ketakutan terhadap bunga),
Cynophobia (ketakutan terhadap anjing), dll.
Situational Phobia → ketakutan pada situasi tertentu, sifatnya jauh lebih mengganggu.
Contoh: Agoraphobia (ketakutan terhadap tempat terbuka), Acrophobia (ketakutan terhadap
ketinggian), dll.
Social Phobia → ketakutan akan tampil, merasa berpenampilan bodoh ketika berbicara,
menulis, dll.
e. OCD : Obsessive – Compulsive Disorders
Obsesi: ide-ide, emosi yang terus melekat dalam hati dan pikiran, tidak mau hilang, ide
yang muncul tidak rasional, dan tidak menyenangkan.
Kompulsi: tendensi/impuls yang tidak bisa dicegah untuk melakukan suatu perbuatan,
perilaku repetitif untuk mengatasi obsesinya.
f. PTSD
Suatu keadaan stres karena adanya gangguan setelah peristiwa traumatis tertentu.
2. Anxiety Trait : menjadi bagian sifat dalam kepribadiannya yaitu pribadi yang mudah cemas.
Sindrom Ansietas secara umum :
Kegelisahan atau merasa gelisah
Merasa mudah lelah
13
Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong
Iritabilitas (mudah merasa tersinggung)
Ketegangan otot
Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tertidur, atau tidur yang gelisah dan tidak
memuaskan)
Catatan:
min. 3 dari sindrom diatas sudah dapat dikatakan mengalami gangguan kecemasan
(anxietas disorder).
durasi waktu min. 6 bulan.
Dinamika Psikologis
Traumatic event → defence mechanism (untuk melindungi ego; repres) → coping tidak
efektif → stimulus dihadapi kembali → ketakutan bersyarat muncul kembali → pengalaman
asli sudah dilupakan → usaha-usaha untuk terus menekan/melenyapkan respon tersebut →
muncul dalam simtom-simtom kecemasan.
Intervensi yang dilakukan
Terapi Kognitif : merubah irasional believe menjadi rasional believe.
Terapi Client’s Centered (dengan membangun emosi klien).
Macam-macam neurosis
Kelainan jiwa yang disebut neurosis ditandai dengan bermacam-macam gejala. Dan
berdasarkan gejala yang paling menonjol, sebutan atau nama untuk jenis neurosis diberikan.
Dengan demikian pada setiap jenis neurosis terdapat ciri-ciri dari jenis neurosis yang lain,
bahkan kadang-kadang ada pasien yang menunjukkan begitu banyak gejala sehingga gangguan
jiwa yang dideritanya sukar untuk dimasukkan pada jenis neurosis tertentu (W.F. Maramis,
1980 : 258).
Bahwa nama atau sebutan untuk neurosis diberikan berdasarkan gejala yang paling menjonjol
atau paling kuat. Atas dasar kriteria ini para ahli mengemukakan jenis-jenis neurosis sebagai
berikut (W.F. Maramis, 1980 : 257-258).
1. Neurosis cemas (anxiety neurosis atau anxiety state)
a. Gejala-gejala neurosis cemas
14
Tidak ada rangsang yang spesifik yang menyebabkan kecemasan, tetapi bersifat mengambang
bebas, apa saja dapat menyebabkan gejala tersebut. Bila kecamasan yang dialami sangat hebat
maka terjadi kepanikan.
1) Gejala somatis dapat berupa sesak nafas, dada tertekan, kepala ringan seperti mengambang,
lekas lelah, keringat dingan, dst.
2) Gejala psikologis berupa kecemasan, ketegangan, panik, depresi, perasaan tidak mampu,
dst.
b. Faktor penyeban neurosis cemas
Menurut Maramis (1998 : 261), faktor pencetus neurosis cemas sering jelas dan secara
psikodinamik berhubungan dengan faktor-faktor yang menahun seperti kemarahan yang
dipendam.
c. Terapi untuk penderita neurosis cemas
Terapi untuk penederita neurosis cemas dilakukan dengan menemukan sumber ketakutan atau
kekuatiran dan mencari penyesuaian yang lebih baik terhadap permasalahan. Mudah tidaknya
upaya ini pada umumnya dipengaruhi oleh kepribadian penderita. Ada beberapa jenis terapi
yang dapat dipilih untuk menyembuhkan neurosis cemas, yaitu : 1) psikoterapi individual, 2)
psikoterapi kelompok, 3) psikoterapi analitik, 4) sosioterapi, 5) terapi seni kreatif, 6) terapi
kerja, 7) terapi perilaku, dan 8) farmakoterapi.
2. Histeria
a. Gejala-gejala histeria
Histeria merupakan neurosis yang ditandai dengan reaksi-reaksi emosional yang tidak
terkendali sebagai cara untuk mempertahankan diri dari kepekaannya terhadap rangsang-
rangsang emosional. Pada neurosis jenis ini fungsi mental dan jasmaniah dapat hilang tanpa
dikehendaki oleh penderita. Gejala-gejala sering timbul dan hilang secara tiba-tiba, teruma bila
penderita menghadapi situasi yang menimbulkan reaksi emosional yang hebat.
b. Jenis-jenis histeria
Histeria digolongkan menjadi 2, yaitu reaksi konversi atau histeria minor dan reaksi disosiasi
atau histeria mayor.
1) Histeria minor atau reaksi konversi
Pada histeria minor kecemasan diubah atau dikonversikan (sehingga disebut reaksi konversi)
menjadi gangguan fungsional susunan saraf somatomotorik atau somatosensorik, dengan
gejala: lumpuh, kejang-kejang, mati raba, buta, tuli, dst.
2) Histeria mayor atau reaksi disosiasi
15
Histeria jenis ini dapat terjadi bila kecemasan yang yang alami penderita demikian hebat,
sehingga dapat memisahkan beberapa fungsi kepribadian satu dengan lainnya sehingga bagian
yang terpisah tersebut berfungsi secara otonom, sehingga timbul gejala-gejala : amnesia,
somnabulisme, fugue, dan kepribadian ganda.
c. Faktor penyebab histeria
Menurut Sigmund Freud, histeria terjadi karena pengalaman traumatis (pengalaman
menyakitkan) yang kemudian direpresi atau ditekan ke dalam alam tidak sadar. Maksudnya
adalah untuk melupakan atau menghilangkan pengalaman tersebut. Namun pengalaman
traumatis tersebut tidak dapat dihilangkan begitu saja, melainkan ada dalam alam tidak sadar
(unconciousness) dan suatu saat muncul kedalam sadar tetapi dalam bentuk gannguan jiwa.
d. Terapi terhadap penderita histeria
Ada beberapa teknik terapi yang dapat dilakukan untuk menyembuhkan hysteria yaitu :
1) Teknik hipnosis (pernah diterapkan oleh dr. Joseph Breuer);
2) Teknik asosiasi bebas (dikembangkan oleh Sigmund Freud);
3) Psikoterapi suportif;
4) Farmakoterapi.
3. Neurosis fobik
a. Gejala-gejala neurosis fobik
Neurosis fobik merupakan gangguang jiwa dengan gejala utamanya fobia, yaitu rasa takut yang
hebat yang bersifat irasional, terhadap suatu benda atau keadaan. Fobia dapat menyebabkan
timbulnya perasaan seperti akan pingsan, rasa lelah, mual, panik, berkeringat, dst.
Ada bermacam-macam fobia yang nama atau sebutannya menurut faktor yang menyebabkan
ketakutan tersebut, misalnya:
1) Hematophobia: takut melihat darah
2) Hydrophobia: takut pada air
3) Pyrophibia: takut pada api
4) Acrophobia: takut berada di tempat yang tinggi
b. Faktor penyebab neurosis fobik
Neurosis fobik terjadi karena penderita pernah mengalami ketakutan dan shock hebat
berkenaan dengan situasi atau benda tertentu, yang disertai perasaan malu dan bersalah.
Pengalaman traumastis ini kemudian di represi (ditekan ke dalam ketidak sadarannya). Namun
pengalaman tersebut tidak bisa hilang dan akan muncul bila ada rangsangan serupa.
c. Terapi untuk penderita neurosis fobik
16
Menurut Maramis, neurosa fobik sulit untuk dihilangkan sama sekali bila gangguan tersebut
telah lama diderita atau berdasarkan fobi pada masa kanak-kanak. Namun bila gangguan
tersebut relatif baru dialami proses penyembuhannya lebih mudah. Teknik terapi yang dapat
dilakukan untuk penderita neurosis fobik adalah :
1) Psikoterapi suportif, upaya untuk mengajar penderita memahami apa yang
sebenarnya dia alami beserta psikodinamikanya.
2) Terapi perilaku dengan deconditioning, yaitu setiap kali penderita merasa takut dia
diberi rangsang yang tidak menyenagkan.
3) Terapi kelompok.
4) Manipulasi lingkungan.
4. Neurosis obsesif-kompulsif
a. Gejala-gejala neurosis obsesif-kompulsif
Istilah obsesi menunjuk pada suatu ide yang mendesak ke dalam pikiran atau menguasai
kesadaran dan istilah kompulsi menunjuk pada dorongan atau impuls yang tidak dapat ditahan
untuk tidak dilakukan, meskipun sebenarnya perbuatan tersebut tidak perlu dilakukan.
Contoh obsesif-kompulsif antara lain ;
1) Kleptomania : keinginan yang kuat untuk mencuri meskipun dia tidak membutuhkan
barang yang ia curi.
2) Pyromania : keinginan yang tidak bisa ditekan untuk membakar sesuatu.
3) Wanderlust : keinginan yang tidak bisa ditahan untuk bepergian.
4) Mania cuci tangan : keinginan untuk mencuci tangan secara terus menerus.
b.Faktor penyebab neurosis obsesif-kompulsif
Neurosis jenis ini dapat terjadi karena faktor-faktor sebagai berikut (YuliaD, 2000 : 116-117).
1) Konflik antara keinginan-keinginan yang ditekan atau dialihkan.
2) Trauma mental emosional, yaitu represi pengalaman masa lalu (masa kecil).
c. Terapi untuk penderita neurosis obsesif-kompulsif
1) psikoterapi suportif;
2) penjelasan dan pendidikan;
3) terapi perilaku.
5. Neurosis depresif
17
a. Gejala-gejala neurosis depresif
Neurosis depresif merupakan neurosis dengan gangguang utama pada perasaan dengan ciri-ciri:
kurang atau tidak bersemangat, rasa harga diri rendah, dan cenderung menyalahkan diri sendiri.
Gejala-gejala utama gangguan jiwa ini adalah :
1) gejala jasmaniah : senantiasa lelah.
2) gejala psikologis : sedih, putus asa, cepat lupa, insomnia, anoreksia, ingin mengakhiri
hidupnya, dst.
c. Faktor penyebab neurosis depresif
Menurut hasil riset mutakhir sebagaimana dilakukan oleh David D. Burns (1988 : 6), bahwa
depresi tidak didasarkan pada persepsi akurat tentang kenyataan, tetapi merupakan produk
“keterpelesetan’ mental, bahwa depresi bukanlah suatu gangguan emosional sama sekali,
melainkan akibat dari adanya distorsi kognitif atau pemikiran yang negatif, yang kemudian
menciptakan suasana jiwa, terutama perasaan yang negatif pula.
Burns berpendapat bahwa persepsi individu terhadap realitas tidak selalu bersifat objektif.
Individu memahami realitas bukan bagaimana sebenarnya realitas tersebut, melainkan
bagaimana realitas tersebut ditafsirkan. Dan penafsiran ini bisa keliru bahkan bertentangan
dengan realitas sebenarnya.
d. Terapi untuk penderita neurosis depresif
Untukmenyembukan depresi, Burns (1988 : 5) telah mengembangkan teknik terapi dengan
prinsip yang disebut terapi kognitif, yang dilakukan dengan prinsip sebagai berikut.
1) Bahwa semua rasa murung disebabkan oleh kesadaran atau pemikiran ang bersangkutan.
2) Jika depresi sedang terjadi maka berarti pemikiran telah dikuasai oleh kekeliruan yang
mendalam.
3) Bahwa pemikiran negative menyebabkan kekacauan emosional.
Terapi kognitif dilakukan dengan cara membetulkan pikiran yang salah, yang telah
menyebabkan terjadinya kekacauan emosional. Selain terapi kognitif, bisa pula pendrita depresi
mendapatkan farmakoterapi.
6. Neurasthenia
a. Gejala-gejala neurasthenia
Neurasthenia disebutjuga penyakit payah. Gejala utama gangguan ini adalah tidak
bersemangat, cepat lelah meskipun hanya mengeluarkan tenaga yang sedikit, emosi labil, dan
kemampuan berpikir menurun.
Di samping gejala-gejala utama tersebut juga terdapat gejala-gejala tambahan, yaitu insomnia,
kepala pusing, sering merasa dihinggapi bermacam-macam penyakit, dst.
18
b. Faktor penyebab neurasthenia
Neurasthenia dapat terjadi karena beberapa faktor (Zakiah Daradjat, 1983 : 34), yaitu sebagai
berikut.
1) Terlalu lama menekan perasaan, pertentangan batin, kecemasan.
2) Terhalanginya keinginan-keinginan.
3) Sering gagal dalam menghadapi persaingan-persaingan
c. Terapi untuk penderita neurasthenia
Upaya membantu penyembuahn penderita neurasthenia dapat dilakukan dengan teknik terapi
sebagai berikut.
1) Psikoterapi supportif;
2) Terapi olah raga;
3) Farmakoterapi.
PSIKOTERAPI
Psikoterapi adalah suatu interaksi sistematis antara pasien dan terapis yang menggunakan
prinsip-prinsip psikologis untuk membantu menghasilkan perubahan dalam tingkah laku,
pikiran, dan perasaan pasien supaya membantu pasien mengatasi tingkah laku abnormal dan
memecahkan masalah-masalah dalam hidup atau berkembang sebagai seorang individu.
1. Wolberg (1967 dalam Phares dan Trull 2001), mengungkapkan bahwa psikoterapi
merupakan suatu bentuk perlakuan atau treatment terhadap masalah yang sifatnya emosional.
Dengan tujuan menghilangkan skimtom untuk mengantarai pola perilaku yang terganggu
serta meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan pribadi yang positif.
2. Corsini (1989) mengungkapkan psikoterapi sebagai suatu proses formal dan interaksi
antara dua pihak yang memiliki tujuan untuk memperbaiki keadaan yang tidak
menyenangkan (distress).
3. Psikoterapi adalah pengaplikasihan berbagai metode klinis dan sikap interpersonal yang
informed (didasari oleh informasi yang cukup ) dan dilakukan secara sengaja, berdasarkan
prinsip – prinsip psikologi yang sudah mapan, dengan maksud membantu orang lain untuk
memodifikasi prilaku kognisi, emosi, dan karakteristik pribadi lainya ke arah yang diinginkan
oleh partisipannya.
4. Korchin (1976) menyatakan bahwa psikoterapi individual merupakan bentuk psikoterapi
yang paling mendasar, tetapi dapat pula di dalamnya terdapat lebih dari satu klien. Bentuk
19
individual ini menghubungkan proses psikoterapi dengan partisipan/ orang lain selain
partisipan yang dibawa dalam sesi trerapi ketika hal ini diperlukan. Inilah yang disebut
“conjoint family therapy”.
5. Korchin (1976) menjelaskan asumsi yang mendasari semua jenis psikoterapi adalah bahwa
perilaku manusia dapat dirubah. Kepribadian individu dan kemampuan untuk mengatasi
masalah (coping) baik adaptif maupun tidak adaptif, mewakili sisa-sisa hasil belajar
sepanjang kehidupan.
Tujuan ditetapkan aktifitas psikoterapi adalah untuk melakukan perubahan positif terhadap
klien atas gangguan yang dialaminya. Biasanya, proses psikoterapi berhubungan dengan
metode dan tehnik yang digunakan oleh teapisnya dengan berdasar pada teori kepribadian
yang melandasi pemberian psikoterapi.
Berikut tujuan psikoterapi dari berbagai pendekatan menurut Ivey (1987) dan Corey (1989).
o Tujuan psikoterapi psikodinamika menurut Ivey adalah membuat sesuatu yang tidak sadar
menjadi sesuatu yang disadari. Rekonstruksi kepribadian dilakukan terhadap kejadian yang
sudah lewat. Kemudian menyusun sintesis yang baru dari konflik yang telah lalu.
Sedangkan menurut Corey, tujuan psikoterapi psikodinamika adalah membuat sesuatu yang
tidak sadar menjadi sesuatu yang disadari. Membantu klien menghidupkan kembali
pengalaman-pengalaman yang sudah lewat dan bekerja melalui konflik yang ditekan melalui
pemahaman intelektual.
o Ivey menggambarkan tujuan psikoterapi Rogerian adalah untuk memberikan jalan terhadap
potensi yang dimiliki seseorang agar menemukan sendiri arah wajarnya, menemukan dirinya
yang nyata, mengeksploitasi emosi yang mejemuk, dan sebagainya.
Sedangkan Corey menggambarkan psikoterapi Rogerian sebagai pemberian suasana aman
dan bebas agar klien mengeksplorasi diri dengan baik, mengembangkan diri ke arah
keterbukaan, memperkuat percaya diri, dan sebagainya.
o Ivey merumuskan tujuan eksistential humanistic sebagai proses untuk menemukan arti dan
melakukan tindakan, menyadarkan hak azasi terhadap manusia, mengembangkan aspek-
aspek diri untuk mencapai kematangan.
20
Corey menyatakan tujuan eksistential humanistic sebagai upaya membantu seseorang
mengetahui ia punya kebebasan, membantu klien mengenali bahwa ia bertanggung jawab,
dan untuk mengidentifikasi faktor yang menghambat kebebasannya.
o Ivey menyatakan tujuan psikoterapi behavioristik sebagai upaya menghilangkan kesalahan
dalam belajar dan berperilaku sesuai pola perilaku yang benar.
Corey, dengan psikoterapi behavioristik bertujuan untuk menghilangkan perilaku yang tdak
sesuai dan belajar perilaku yang efektif.
o Ivey menjelaskan tujuan psikoterapi kognitif behavioristik yaitu untuk menghilangkan
pikiran menyalahkan diri, mengembangkan berpikir lebih rasional, dan toleran terhadap diri
dan orang lain, dan sebagainya.
Dan Corey merumuskan tujuan psikoterapi kognitif behavioristik dan rasional emotif yaitu
untuk menghilangkan cara pandang klien untuk mennyalahkan diri, membantu memperoleh
pandangan hidup yang lebih rasional dan toleran, membantu klien untuk memberi metode
dalam penyelesaian masalah.
o Menurut Ivey dalam pendekatan gestalt memiliki tujuan agar seseorang lebih menyadari
kehidupannya dan bertanggung jawab terhadap arah hidup seseorang.
Tujuan pendekatan gestalt menurut Corey, untuk membantu klien memperoleh pemahaman
dalam bertanggung jawab.
Pendekatan terapi realitas menurut Ivey, bertujuan untuk memenuhi kebutuhan seseorang
tanpa campur tangan orang lain agar mampu menentukan keputusan yang bertanggung
jawab. Corey merumuskan tujuan terapi realitas yaitu untuk memenuhi kebutuhan dalam
menilai apa yang sedang dilakukan.
Perbedaan antara psikoterapi dan konseling :
Beberapa pemahaman seringkali menjadi permasalahan, apakah yang dilakukan penolong
terhadap kliennya dalam proses psikoterapi atau konseling. Ada beberapa di antara kedua
metode ini memiliki perbedaan, di sisi lain ada juga kesamaan. Menurut Mappiare (2004) ada
sejumlah perbedaan psikoterapi dan konseling dikemukakan sebagai berikut:
1. Konseling merupakan bagian dari psikoterapi. Psikoterapi merupakan bagian yang lebih
luas dari pada konseling.
21
2. Konseling lebih mengarah pada penyebab atau awal masalah. Selanjutnya konseling lebih
mengarah pada pengembangan-pendidikan-pencegahan. Berbeda dengan psikoterapi yang
mengarah penyembuhan-penyesuaian-penyembuhan.
3. Dasar konseling adalah filsafat manusia. Dasar dari psikoterapi adalah perbedaan
individual dengan dasar-dasar psikologi kepribadian dan psikopatologi. Pada perkembangan
selanjutnya konseling juga memanfaatkan perkembangan teori-teori kepribadian dalam
konteks ilmu perilaku.
4. Dijelaskan oleh Narayana Rao (dalam Mappiare, 2004) bahwa tujuan antara konseling dan
psikoterapi sama, namun keduanya berbeda dalam proses pencapaiannya. Psikoterapi
mencapainya dengan cara ‘pembedahan’ psikis dan pembedahan otak. Proses konseling lebih
mengarah pada identifikasi dan kekuatan-kekuatan positif yang dimiliki klien, agar klien
lebih maksimal dalam kehidupannya.
Pendekatan psikoterapi terhadap illness :
Behavior Therapy
Pendekatan terapi perilaku (behavior therapy) berfokus pada hukum pembelajaran. Bahwa
perilaku seseorang dipengaruhi oleh proses belajar sepanjang hidup. Tokoh yang melahirkan
behavior therapy adalah Ivan Pavlov yang menemukan “classical conditioning” atau
“associative learning”.
Inti dari pendekatan behavior therapy adalah manusia bertindak secara otomatis karena
membentuk asosiasi (hubungan sebab-akibat atau aksi-reaksi). Misalnya pada kasus fobia
ular, penderita fobia mengasosiasikan ular sebagai sumber kecemasan dan ketakutan karena
waktu kecil dia penah melihat orang yang ketakutan terhadap ular. Dalam hal ini, penderita
telah belajar bahwa "ketika saya melihat ular maka respon saya adalah perilaku ketakutan".
Tokoh lain dalam pendekatan Behavior Therapy adalah E.L. Thorndike yang mengemukakan
konsep operant conditioning, yaitu konsep bahwa seseorang melakukan sesuatu karena
berharap hadiah dan menghindari hukuman.
Psychological
Meliputi suatu peristiwa pencetus dan efeknya terhadap perfungsian yang buruk, sekuele
pasca-traumatic, kededihan yang tak terselesaikan, krisis perkembangan, gangguan pikiran
22
dan respons emosional penuh stress yang dilimbulkan. Selain itu pendekatan ini juga meliputi
pengaruh sosial, ketidakmampuan individu berinteraksi dengan lingkungan dan hambatan
pertumbuhan sepanjang hidup individu.
Cognitive Therapy
Terapi Kognitif (Cognitive Therapy) punya konsep bahwa perilaku manusia itu dipengaruhi
oleh pikirannya. Oleh karena itu, pendekatan Cognitive Therapy lebih fokus pada
memodifikasi pola pikiran untuk bisa mengubah perilaku. Pandangan Cognitive Therapy
adalah bahwa disfungsi pikiran menyebabkan disfungsi perasaan dan disfungsi perilaku.
Tokoh besar dalam cognitive therapy antara lain Albert Ellis dan Aaron Beck.
Tujuan utama dalam pendekatan kognitif adalah mengubah pola pikir dengan cara
meningkatkan kesadaran dan berpikir rasional. Beberapa metode psikoterapi yang termasuk
dalam pendekatan kognitif adalah Collaborative Empiricism, Guided Discovery, Socratic
Questioning, Neurolinguistic Programming, Rational Emotive Therapy (RET), Cognitive
Shifting. Cognitive Analytic Therapy (CAT) dan sebagainya.
Bentuk-bentuk utama terapi :
A. Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, psikoterapi dibedakan atas:
1. Psikoterapi Suportif:
Tujuan:
- Mendukung fungsi-fungsi ego, atau memperkuat mekanisme defens yang ada
- Memperluas mekanisme pengendalian yang dimiliki dengan yang baru dan lebih baik.
- Perbaikan ke suatu keadaan keseimbangan yang lebih adaptif.
Cara atau pendekatan: bimbingan, reassurance, katarsis emosional, hipnosis, desensitisasi, eksternalisasi minat, manipulasi lingkungan, terapi kelompok.
2. Psikoterapi Reedukatif:
Tujuan:
Mengubah pola perilaku dengan meniadakan kebiasaan (habits) tertentu dan membentuk kebiasaan yang lebih menguntungkan.
Cara atau pendekatan: Terapi perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga, psikodrama, dll.
23
3. Psikoterapi Rekonstruktif:
Tujuan :
Dicapainya tilikan (insight) akan konflik-konflik nirsadar, dengan usaha untuk mencapai perubahan luas struktur kepribadian seseorang.
Cara atau pendekatan: Psikoanalisis klasik dan Neo-Freudian (Adler, Jung, Sullivan, Horney, Reich, Fromm, Kohut, dll.), psikoterapi berorientasi psikoanalitik atau dinamik.
B. Menurut “dalamnya”, psikoterapi terdiri atas:
1. ”superfisial”, yaitu yang menyentuh hanya kondisi atau proses pada “permukaan”, yang tidak menyentuh hal-hal yang nirsadar atau materi yangdirepresi.
2. “mendalam” (deep), yaitu yang menangani hal atau proses yang tersimpan dalam alam nirsadar atau materi yang direpresi.
C. Menurut teknik yang terutama digunakan, psikoterapi dibagi menurut teknik perubahan yang digunakan, antara lain psikoterapi ventilatif, sugestif, katarsis, ekspresif, operant conditioning, modeling, asosiasi bebas, interpretatif, dll.
D. Menurut konsep teoretis tentang motivasi dan perilaku, psikoterapi dapat dibedakan menjadi: psikoterapi perilaku atau behavioral (kelainan mental-emosional dianggap teratasi bila deviasi perilaku telah dikoreksi); psikoterapi kognitif (problem diatasi dengan mengkoreksi sambungan kognitif automatis yang “keliru”; dan psikoterapi evokatif, analitik, dinamik (membawa ingatan, keinginan, dorongan, ketakutan, dll. yang nirsadar ke dalam kesadaran). Psikoterapi kognitif dan perilaku banyak bersandar pada teori belajar, sedangkan psikoterapi dinamik berdasar pada konsep-konsep psikoanalitik Freud dan pasca-Freud.
E. Menurut settingnya, psikoterapi terdiri atas psikoterapi individual dan kelompok (terdiri atas terapi marital/pasangan, terapi keluarga, terapi kelompok)
Terapi marital atau pasangan di indikasikan bila ada problem di antara pasangan, misalnya komunikasi, persepsi, dll. Terapi keluarga, dilakukan bila struktur dan fungsi dalam suatu keluarga tidak berjalan sebagaimana mestinya. Bila salah satu anggota keluarga mengalami gangguan jiwa, akan mempengaruhi keadaan dan interaksi dalam keluarga dan sebaliknya, keadaan keluarga akan mempengaruhi gangguan serta prognosis pasien. Untuk itu seluruh anggota keluarga diwajibkan hadir pada setiap sesi terapi. Terapi kelompok, dilakukan terhadap sekelompok pasien (misalnya enam atau delapan orang), oleh satu atau dua orang terapis. Metode dan caranya bervariasi; ada yang suportif dan bersifat edukasi, ada yang interpretatif dan analitik. Kelompok ini dapat terdiri atas pasien-pasien dengan gangguan yang berbeda, atau dengan problem yang sama, misalnya gangguan makan, penyalahgunaan zat, dll. Diharapkan mereka dapat saling memberikan dukungan dan harapan serta dapat belajar tentang cara baru mengatasi problem yang dihadapi.
24
F. Menurut nama pembuat teori atau perintis metode psikoterapeutiknya, psikoterapi dibagi menjadi psikoanalisis Freudian, analisis Jungian, analisis transaksional Eric Berne, terapi rasional-emotif Albert Ellis, konseling non-direktif Rogers, terapi Gestalt dari Fritz Perls, logoterapi Viktor Frankl, dll.
G. Menurut teknik tambahan khusus yang digabung dengan psikoterapi, misalnya narkoterapi, hypnoterapi, terapi musik, psikodrama, terapi permainan dan peragaan (play therapy), psikoterapi religius, dan latihan meditasi.
H. Yang belum disebutkan dalam pembagian di atas namun akhir-akhir ini banyak dipakai antara lain: konseling, terapi interpersonal, intervensi krisis.
Teknik-teknik Psikoterapi
Sampai saat ini, sebagaimana yang dikemukakan oleh Atkinson, terdapat teknik psikoterapi
yang digunakan oleh para psikiater atau psikolog yaitu:
1. Teknik terapi psikoanalisis, bahwa di dalam tiap-tiap individu terdapat kekuatan-kekuatan
yang saling berlawanan yang menyebabkan konflik internal tidak terhindarkan. Konflik yang
tidak disadari itu memiliki pengaruh yang kuat pada perkembangan kepribadian individu,
sehingga menimbulkan stres dalam kehidupan. Teknik ini menekankan fungsi pemecahan
masalah dari ego yang berlawanan dengan impuls seksual dan agresif dari id. Model ini
banyak dikembangkan dalam Psikoanalisis yang dipelopori oleh Sigmund Freud.
Menurut Freud, ada beberapa teknik penyembuhan penyakit mental, diantaranya yaitu dengan
mempelajari :
- Hipnotis banyak digunakan oleh psikiater Perancis, dengan cara menghilangkan ingatan-
ingatan pasien yang mengandung simptomsimptom, kemudian psikiater memberikan ingatan
baru berupa sugesti-sugesti yang kuat, yang dapat memulihkan kesehatan pasien. Freud
kurang tertarik dengan teknik ini, sebab tingkat keampuhannya diragukan.
- Chatarsis, yaitu pembebasan dan pelepasan ketegangan atau kecemasan dengan jalan
mengalami kembali dan mencurahkan keluar kejadian-kejadian traumatis di masa-masa lalu,
yang semula dilakukan dengan jalan menekan emosi-emosinya ke alam ketidaksadaran.
Teknik ini digunakan dengan cara berbicara (talking cure). Cara kerjanya adalah pasien
disuruh untuk menguraikan simptom secara rinci yang mengganggu jiwanya, setelah
simptom itu muncul lalu psikiater segera menghilangkannya.
25
- Asosiasi bebas, yaitu membiarkan pasien menceritakan keseluruhan pengalamannya, baik
yang mengandung symptom maupun tidak. Cerita yang dikemukakan tidak harus runtut,
teratur, logis ataupun penuh makna. Cerita itu betapapun memalukan tetapi tetap harus
diceritakan. Setelah simptom diketahui, psikiater mudah memberikan terapinya.
- Analisis mimpi. Mimpi adalah jalan kerajaan menuju alam bawah sadar. Ia merupakan
keinginan tahu ketakutan bawah sadar dalam bentuk yang disangkal. Mimpi merupakan
bentuk, isi, dan kegiatan paling primitif dari jiwa seseorang. Setelah pasien menceitakan
mimpinya, psikiater mengetahui rahasia paling dalam di dalam jiwa pasien. Freud
membedakan antara isi mimpi manifes (jelas, sadar) dan isi mimpi laten (tersembunyi, tidak
disadari). Dengan mengungkap isi manifes dari suatu mimpi dan kemudian mengasosiasi-
bebaskan isi mimpi, ahli analisis dan klien berupaya mengungkap makna bawah sadar.
Teknik terapi Psikoanalisis Freud pada perkembangan selanjutnya disempurnakan oleh Jung
dengan teknik terapi Psikodinamik.
2. Teknik terapi perilaku, yang menggunakan prinsip belajar untuk memodifikasi perilaku
individu. Teknik ini antara lain :
- Desensitisasi sistematik dipandang sebagai proses deconditioning atau counterconditioning.
Prosedurnya adalah memasukkan suatu respons yang bertentangan dengan kecemasan ,
seperti relaksasi. Individu belajar untuk relaks dalam situasi yang sebelumnya menimbulkan
kecemasan.
- Flooding adalah prosedur terapi perilaku di mana orang yang ketakutan memaparkan
dirinya sendiri dengan apa yang membuatnya takut, secara nyata atau khayal, untuk periode
waktu yang cukup panjang tanpa kesempatan meloloskan diri.
- Penguatan sistematis (systematic reinforcement) didasarkan atas prinsip operan, yang
disertai pemadaman respons yang tidak diharapkan. Pengkondisian operan disertai pemberian
hadiah untuk respons yang diharapkan dan tidak memberikan hadiah untuk respons yang
tidak diharapkan.
- Pemodelan (modeling) yaitu mencontohkan dengan menggunakan belajar observasionnal.
Cara ini sangat efektif untuk mengatasi ketakutan dan kecemasan, karena memberikan
kesempatan kepada klien untuk mengamati orang lain mengalami situasi penimbul
26
kecemasan tanpa menjadi terluka. Pemodelan lazimnya disertai dengan pengulangan perilaku
denganpermainan simulasi (role-playing).
- Regulasi diri melibatkan pemantauan dan pengamatan perilaku diri sendiri, pengendalian
atas kondisi stimulus, dan mengembangkan respons bertentangan untuk mengubah perilaku
maladaptif.
3.Teknik terapi kognitif perilaku, yaitu teknik memodifikasi perilaku dan mengubah
keyakinan maladaptif. Ahli terapi membantu individu mengganti interpretasi yang irasional
terhadap terhadap suatu peristiwa dengan interpretasi yang lebih realistik. Atau, membantu
pengendalian reaksi emosional yang terganggu, seperti kecemasan dan depresi dengan
mengajarkan mereka cara yang lebih efektif untuk menginterpretasikan pengalaman mereka.
4.Teknik terapi humanistik, yaitu teknik dengan pendekatan fenomenologi kepribadian yang
membantu individu menyadari diri sesungguhnya dan memecahkan masalah mereka dengan
intervensi ahli terapi yang minimal. Gangguan psikologis yang diduga timbul jika proses
pertumbuhan potensi dan aktualisasi diri terhalang oleh situasi atau oleh orang lain. Carl
Rogers, yang mengembangkan psikoterapi yang berpusat pada klien (client-centered-
therapy), percaya bahwa karakteristik ahli terapi yang penting untuk kemajuan dan
eksplorasi-diri klien adalah empati, kehangatan, dan ketulusan.
5.Teknik terapi eklektik atau integrative, yaitu memilih dari berbagai teknik terapi yang
paling tepat untuk klien tertentu, ketimbang mengikuti dengan kaku satu teknik tunggal. Ahli
terapi mengkhususkan diri dalam masalah spesifik, seperti alkoholisme, disfungsi seksual,
dan depresi. Keenam, teknik terapi kelompok dan keluarga. Terapi kelompok adalah teknik
yang memberikan kesempatan bagi individu untuk menggali sikap dan perilakunya dalam
interaksi dengan orang lain yang memiliki masalah serupa. Sedang terapi marital dan terapi
keluarga adalah bentuk terapi kelompok khusus yang membantu pasangan suami-istri, atau
hubungan orang tua dan anak, untuk mempelajari cara yang lebih efektif, untuk berhubungan
satu sama lain dan untuk menangani berbagai masalahnya.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Rusdi, M. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta:
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2001. p. 58-69.
2. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis edisi 7. Jakarta: Binarupa Aksara. 1997. p. 777-
858
3. Medicastore. Mania. [Online]. 2010 [cited 2010 June 11]; Available from: URL:
http://medicastore.com/penyakit/262/Mania.html
4. Lubis NL. Depresi Tinjauan Psikologis. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
2009. p. 61-85.
5. Soreff S, McInnes LA. Bipolar Affective Disorder. [Online]. 2010 Feb 9 [cited 2010
June 4]; Available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/286342-overview
6. Rusdi, M. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik edisi 3. Jakarta:
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2007. p. 23-35.
7. Baldwin DS, Birtwistle J. An Atlas of Depression. New York: The Parthenon
Publishing Group. 2002.
8. Brunton LL, Blumenthal DK, Parker KL, Buxton ILO. Goodman and Gilman's
Manual of Pharmalogical and Therapeutics: Drug Therapy of Depression and Anxiety
Disordes, Pharmacotherapy of Psychosis and Mania. San Francisco: McGraw-Hill. 2008.
p. 278-318.
9. Rang HP, Dale MM, Ritter JM, Flower RJ. Rang and Dale’s Pharmacology 6th ed:
Antidepressant Drugs. New York: Elsevier. 2007.
10. Sulistia GG. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Departemen Farmakologi dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. p.171-8.
11. Nevid, J., Rahtus S., & Beverly G. 2003. Psikologi Abnormal. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
12. Wiramihardja, Sutardjo A. 2007. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung: PT Refika
Aditama.
13. Millon, Theodore, Seth G., Carrie M., Sarah M., & Rowena R. 2004. Personality
Disorder In Modern Life. US: john wiley & sons, inc.
14. Gunarsa, Singgih. D. (2004). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT. BPK Gunung
Mulia.
28
29