Upload
adminkkptanjungpriok
View
741
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
2
DAFTAR ISI
Pengantar Redaksi, 3
Beban Ganda Yang Harus dipikul Tenaga
Kesehatan,
Raissekki,SKM,MM
4
Perintah Dalam Undang - Undang Nomor 23
tahun 1992,
RBA Widjonarko,SKM,MKes
5
Pertemuan Jejaring Kerja dan Kemitraan
Tindakan Kekarantinaan (Summary report)
RBA Widjonarko,SKM,MKes
6
Payung Hukum Pemberantasan Penyakit
Menular
RBAW Widjonarko,SKM,MKes
9
Dunia kini di awal 2009 pandemi influenza,
RBA Widjonarko,SKM,MKes
26
Bak Pinang di Belah Dua,
Ny. Bertha M. Pasolang, SSos
28
Mengoptimalka Flash Disk,
Nana Mulyana,SKM
29
Karakter dan kepribadian si Bravo,
Hendra Kusumawardhana
30
Kontrasepsi dan Permasalahannya,
dr. Agung Setiawan
31
Penyakit Tidak Menular (Salah Siapa?),
dr. I Nyoman Putra
37
Nutrisi Penting Ibu Menyusui,
dr.Laily Shofiyah
38
Penyidik Pegawai Negeri Sipil Efektifkah???
RBA Widjonarko,SKM,MKes
43
Perlukah “REWARD” Bagi Petugas KKP ???
RBA Widjonarko,SKM,MKes
46
Kesehatan Pelabuhan atau Karantina Kesehatan, RBA Widjonarko,SKM,MKes
47
Preventif Influenza A (H1N1) di Pelabuhan Tanjung Priok, Dewi Dyah Palupi,SKM
49
Sumber daya manusia
yang handal merupakan
s a l a h s a t u k u n c i
k e b e r h a s i l a n u p a y a
pembangunan kesehatan,
yang didukung oleh data
dan informasi epidemiologi
yang valid. Salah satu dam-
pak era globalisasi ter-
hadap kesehatan masyara-
kat adalah meningkatnya
ancaman global penyakit
menular potensial wabah,
termasuk penyakit menular
baru (New Emerging Disea-
ses) dan penyakit lama
yang timbul kembali (Re-
emerging Diseases). Oleh
karena itu, pengambilan
k e p u t u s a n h a r u s
b e r d a s a r k a n f a k t a
(evidence base). Secara
o t o m a t i s , s a n g a t
d i b u t u h k a n p e t u g a s
surveilans epidemiologi
yang profesional.
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
Dalam International Health
Regulation (IHR) tahun 1969,
setiap negara diminta untuk
menjamin tidak terjadinya
p e n u l a r a n p e n y a k i t
(kholera, pes dan yellow
fever) dari satu negara ke
negara lain dengan
seminimal mungkin tidak
mengganggu lalu lintas
internasional, namun IHR
tahun 2005 dituntut agar
setiap negara mampu
mencegah, melindungi dan
menanggulangi penyeba-
ran PHEIC (Public Health
Emergency of International
Concern) antar negara
tanpa memberlakukan
pembata-san perjalanan
dan perdagangan yang
t i d a k p e r l u . U p a ya
pemberantasan penyakit di
d a l a m n e g e r i d a n
pencegahan masuk keluar-
nya penyakit melalui .....
BEBAN GANDA ........ PAYUNG HUKUM .......
Diterbitkan oleh : KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS I TANJUNG PRIOK DITJEN PP
& PL DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PELINDUNG / PENASEHAT : Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung
Priok Raissekki, SKM.MM., DEWAN REDAKSI : Ketua, RBA. Widjonarko,SKM.M.Kes.
Anggota Redaktur : Drs. Wilpren Gultom,MM.,Rosyid Ridlo Prayogo,SE.,MKM., Ikron,
SKM.,MKM., Agus Syah FH.SKM., dr. I Nyoman Putra., dr.Endriana S.Lubis. EDITOR :
Nana Mulyana,SKM, Lussi Soraya., Dewi Dyah Palupi,SKM.,Desain Grafis
&Photografer : Ali Isha Wardhana dan Syaflovida. Sekertariat : Evi Maria, Nur-
samah,S.Sos. Alamat : Jl. Raya pelabuhan No.17 - Tanjung Priok, Jakarta Utara,
Telepon : (021) 43931045, 4373266. Faximile : (021) 4373265., E-mail :
[email protected]. Weblog : http://buletinkkptanjungpriok.blogspot.com/
3
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV edisi 2 ini diterbitkan oleh Kantor
Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok. Buletin ini merupakan perwujudan dari
penyelenggaraan fungsi Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok dalam
pelaksanaan jejaring informasi bidang kesehatan. Seyogyanya, maka semua KKP di
Indonesia ini harus saling memberikan informasi tentang penyakit dan faktor resikonya yang
berkaitan dengan lalu lintas nasional, regional dan internasional dengan menggunakan
seluruh media informasi yang telah tersedia, termasuk menggunakan buletin ini sebagai
wahana penyampaian informasi.
Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok merupakan salah satu unit
pelaksana teknis Departemen Kesehatan RI yang mempunyai tugas melaksanakan
pencegahan masuk & keluarnya penyakit, penyakit potensial wabah, pengamanan
terhadap penyakit baru dan penyakit yang muncul kembali, survailans epidemiologi,
kekarantinaan, pengawasan OMKABA, pelayanan kesehatan, pengendalian dampak
kesehatan lingkungan, bioterorism, unsur biologi, kimia dan pengamanan radiasi di wilayah
kerja pelabuhan (Permenkes 356 / 2008).
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan ini berisi informasi hasil pelaksanaan program,
kajian – kajian, pengembangan teknologi, peningkatan sumber daya manusia melalui
pelatihan, naskah – naskah ilmiah dan karya – karya seni serta peristiwa – peristiwa terkini
lainnya, termasuk informasi kesehatan tradisional. Buletin ini diharapkan dapat dipakai
sebagai wahana informasi bagi insan pelabuhan dalam mengembangkan potensi diri
guna mendukung pelaksanaan program kesehatan, khususnya bagi para pegawai Kantor
Kesehatan Pelabuhan di seluruh Indonesia.
Redaksi menerima sumbangan artikel, laporan, reportase, saduran, karikatur, sajak –
sajak ataupun karya sastra lain dan foto – foto yang berkaitan dengan program kesehatan
pelabuhan. Redaksi memberikan kesempatan ini pada para kolega KKP, institusi kesehatan
unit pusat dan daerah serta seluruh pembaca di seluruh Indonesia untuk berpartisipasi
dalam penulisan Buletin Info Kesehatan Pelabuhan ini.
Dewan redaksi mengajak para pembaca buletin ini untuk melaju dengan
kecepatan optimal dalam meningkatkan jejaring informasi guna mencapai kinerja yang
kita inginkan.
Pengantar Redaksi
INFO KESEHATAN PELABUHAN
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
COVER : Bpk. Dr. IWAN M. MULJONO, MPH
DIREKTUR P2ML - DITJEN PP & PL - DEPKES RI
4
BEBAN GANDA YANG HARUS DIPIKUL TENAGA KESEHATAN
Oleh : RAISSEKKI, SKM, MM
S umber daya manusia yang handal
merupakan salah satu kunci
keberhasilan upaya pembangunan
kesehatan, yang didukung oleh data dan
informasi epidemiologi yang valid. Salah
satu dampak era globalisasi terhadap kese-
hatan masyarakat adalah meningkatnya
ancaman global penyakit menular potensial
wabah, termasuk penyakit menular baru
(New Emerging Diseases) dan penyakit lama
yang timbul kembali (Re-emerging Disea-
ses). Oleh karena itu, pengambilan
keputusan harus berdasarkan fakta
(evidence base). Secara otomatis, sangat
dibutuhkan petugas surveilans epidemiologi
yang profesional.
Pada akhir – akhir ini muncul virus
baru (H1N1) yang telah menimpa beberapa
negara yang sejak tanggal 11 Juni 2009 oleh
Direktur Jenderal WHO (World Health
Organization) telah dinyatakan sebagai
Pandemi. Kita bersyukur, sampai
dikeluarkannya pernyataan pandemi
ternyata petugas kesehatan khususnya
petugas yang berada di border area (KKP)
berdiri tegap secara profesional sehingga
virus influenza baru (H1N1) belum masuk ke
Nusantara tercinta. Namun perlu diingat
bahwa ancaman virus influenza sub – type
H5N1 juga masih bercokol di bumi
Nusantara tercinta ini. Padahal di alam
bebas, virus ini dapat terus menjalar
diantara binatang khususnya pada unggas.
Beban ganda ini harus dipikul oleh
bangsa kita dalam mencapai tujuan
pembangunan kesehatan dan hal ini
merupakan tantangan bagi petugas
kesehatan untuk tetap tegap berlaga
dengan percepatan penularan penyakit.
Oleh karena itu, sangat dibutuhkan petugas
kesehatan yang bukan hanya profesional
tetapi juga dituntut petugas yang memiliki
tanggungjawab moral yang tinggi tanpa
pamrih.
Masuknya kapal dari luar negeri yang
terjangkit Influenza baru (H1N1) ke suatu
pelabuhan di Indonesia harus melalui proses
pemeriksaan intensif oleh petugas KKP
karena kapal tersebut berada karantina (UU
no.1 Tahun 1962) yang berarti kapal tersebut
harus berada di luar Dam atau pada zone
karantina. Perjalanan antara dermaga
sampai ke zone karantina atau di luar dam,
jaraknya berkisar antara 5 – 7 mil dengan
memakai speed boat kecil yang mudah
diterpa ombak. Hal ini berarti sangat penuh
dengan resiko kecelakaan fisik dan resiko
tertular penyakit sehingga pembinaan staf
harus tetap dijalankan secara terus menerus
agar tiap langkah kegiatan selalu
dilaksanakan secara profesional dan sesuai
prosedur yang berlaku. Semoga virus
Influenza baru H1N1 tidak masuk wilayah
Nusantara ini melalui Pelabuhan; dan
apabila pelabuhan terjangkit virus ini, maka
ada beberapa opsi yang bisa dipilih, antara
lain :
Penutupan total terhadap pelabuhan :
Lalu lintas orang dan barang
dihentikan secara total
Penutupan sebagian kegiatan
pelabuhan : Lalu lintas orang
dihentikan sedang lalu lintas barang
tetap berjalan.
Pendekatan terhadap yang beresiko :
Lalu lintas orang dan barang
tetap berjalan
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
5
Mengkondisikan orang yang mempunyai risiko
Orang yang berisiko tinggi di periksa dan dilakukan intervensi medik
Penyuluhan perorangan tentang kewaspadaan kesehatan
Tidak melakukan apapun ???
Namun demikian, tenaga kesehatan khususnya di border area, yaitu petugas Kantor
Kesehatan Pelabuhan perlu berbangga hati karena tenaga kesehatan dilindungi oleh
Undang – Undang. Mari kita membaca bersama Undang – Undang Kesehatan Nomor 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan pada pasal 53 point 1 bahwa tenaga kesehatan berhak
memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
Selamat bekerja dengan kesungguhan hati
diperintahkan untuk dipakai sebagai
payung hukum walaupun Undang – Undang
tersebut dapat dikatakan sudah kadaluarsa
atau dipandang sudah tidak sesuai lagi.
Pembentukan Peraturan Perundang –
undangan pada dasarnya merupakan
proses yang dimulai dari perencanaan,
persiapan, teknik penyusunan, perumusan,
pembahasan,pengesahan,pengundangan,
dan penyebarluasan. Program Legislasi ini
harus disusun secara berencana, terpadu,
dan sistematis sesuai jenis, fungsi dan herarki
peraturan perundang – undangan tersebut.
Untuk menjalankan Undang – Undang
tersebut harus dibentuk peraturan
perundang – undangan dibawahnya sesuai
dengan herarki, yang diakui
keberadaannya dan mempunyai kekuatan
hukum mengikat sepanjang diperintahkan
oleh Peraturan Perundang-undangan yang
lebih tinggi. Walaupun Undang – Undang ini
telah diundangkan pada tahun 1992,
ternyata Undang – Undang ini sesuai dan
selaras dengan Undang – Undang Nomor 10
Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang – undangan, namun
bersambung Ke halaman …………...…….… 11
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
P embangunan kesehatan diarahkan
untuk meningkatkan derajat
kesehatan, yang pada hakikatnya adalah
pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan seluruh
masyarakat Indonesia. Pembangunan
kesehatan ini membutuhkan sumberdaya
yang memadai, termasuk peraturan
perundang – undangan guna memayungi
kebutuhan pelaksanaan program di
lapangan. Munculnya Undang – Undang
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan,
juga mempertimbangkan kebutuhan dan
tuntutan pembangunan kesehatan, yang
mana peraturan perundang – undangan
pada saat itu dipandang sudah tidak sesuai
lagi. Namun tampak bertentangan dengan
ketentuan pada pasal 31 Undang – Undang
tersebut yang menyatakan bahwa
“pemberantasan penyakit menular yang
dapat menimbulkan wabah dan penyakit
karantina dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan undang-undang yang berlaku”.
Hal ini berarti bahwa Undang – Undang
Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut
dan Undang – Undang Nomor 2 Tahun 1962
tentang Karantina Udara masih
PERINTAH DALAM UNDANG – UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1992
6
I. PENDAHULUAN
Berdasarkan UU No. 1 tahun 1962 ten-
tang Karantina Laut pasal 1 pada point
c, Tindakan Karantina ialah tindakan –
tindakan terhadap kapal beserta isinya
dan daerah pelabuhan untuk
mencegah penjangkitan dan penjalaran
penyakit menular potensial wabah. Hal
ini sejalan dengan arah IHR 2005 yaitu
untuk melindungi, mencegah,
mengendalikan dan merespon
penyebaran penyakit secara
internasional dengan menghindari
terganggunya kelancaran perjalanan
dan perdagangan internasional, serta
mengurangi risiko penyebaran penyakit
di pelabuhan. Sesuai dengan Permenkes
No. 356/Menkes/SK/IV/2008 bahwa
Kantor Kesehatan Pelabuhan sebagai
UPT Departemen Kesehatan Republik
Indonesia berkewajiban untuk
melakukan pengawasan tindakan
kekarantinaan. Pengawasan tindakan
karantina yang dilakukan mencakup
derattisasi (fumigasi), disinseksi, disinfeksi,
dan dekontaminasi kapal.
Penyelenggaraan Hapus Tikus di
Kapal dilakukan oleh Badan Usaha
Swasta (BUS) yang berbentuk Firma, CV,
PT dan koperasi. Mengingat sifat racun
dari fumigant sangat berbahaya, maka
penggunaannya harus dilakukan
dengan cara yang baik dan benar,
sehingga pelaksanaan fumigasi dapat
berjalan dengan baik (sesuai prosedur),
aman (tidak membahayakan pelaksana
dan manusia disekitarnya) dan dapat
berhasil guna (organisme sasaran dapat
terbunuh) sehingga kapal terbebas dari
kehidupan tikus sebagai hospes
perantara penyakit pes. Mengingat
pentingnya tindakan kekarantinaan ini
maka diperlukan adanya kerjasama
operasional bagus antar stake holder
dalam pelabuhan. Oleh karena itu, perlu
adanya suatu pertemuan yang
membahas tentang kerjasama
operasional tindakan kekarantinaan.
Menyadari akan tantangan ke
depan, melalui Surat Keputusan Kuasa
Pengguna Anggaran Kepala Kantor
Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung
Priok No : PM.04.03/VIII.2/073/09 tanggal
16 Februari 2009 tentang Pembentukan
Panitia Pertemuan Jejaring Kerja dan
Kemitraan Tindakan Kekarantinaan
Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I
Tanjung Priok., tanggal 11 s/d 14 Maret
2009 di Hotel Ria Diani, Bogor, Jawa
Barat.
II. TUJUAN
Tujuan dari jejaring ini adalah
meningkatnya kerjasama lintas
program, lintas sektor dan stake holder
terkait dalam pelaksanaan tindakan
kekarantinaan di wilayah Pelabuhan
Tanjung Priok.
III. PESERTA
Peserta berasal dari lintas
program, lintas sektor serta stake holder
terkait, dengan jumlah peserta
sebanyak 38 peserta.
PERTEMUAN JEJARING KERJA DAN KEMITRAAN
TINDAKAN KEKARANTINAAN
(Summary report)
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
7
IV. POKOK BAHASAN JEJARING
1. Tugas Pokok dan Fungsi KKP
2. Peran ADPEL Dalam Mendukung
Tindakan Kekarantinaan
3. Peran INSA JAYA Dalam
Mendukung Tindakan
Kekarantinaan
4. Peran IPPHAMI Dalam Mendukung
Tindakan Kekarantinaan
5. Bahan dan Peralatan Tindakan
Fumigasi dan desinseksi
6. Aspek legal Tindakan Kekaranti-
naan
7. Penanggulangan Keracunan
Pestisida
8.
V. NARA SUMBER / FASILITATOR
1. Administrator Utama Pelabuhan
Tanjung Priok
2. INSA JAYA DPC – DPD Tanjung
Priok
3. IPPHAMI DKI JAKARTA
4. KKP Kelas I Tanjung Priok
VI. MEKANISME PELATIHAN
Metodologi atau mekanisme
dalam penyelenggaraan pertemuan ini
dilaksanakan dengan cara :
1. Penyajian pokok bahasan
2. Diskusi
3. Tanya jawab
4. Round Table discussion
VII. WAKTU DAN TEMPAT
Jejaring ini dilaksanakan di Hotel
Ria Diani Bogor, Jawa Barat dari tanggal
11 s/d 14 Maret 2009.
VIII. PEMBIAYAAN
Biaya pelaksanaan kegiatan
Jejaring Kerja dan Kemitraan Tindakan
Kekarantinaan Kantor Kesehatan
Pelabuhan dibebankan kepada DIPA
KKP Kelas I Tanjung Priok Tahun
Anggaran 2009.
IX. PENYELENGGARAAN PERTEMUAN
Penyelenggaraan pertemuan ini
sebagai berikut :
1. Jumlah peserta jejaring sebanyak
38 (tiga puluh delapan) peserta
2. Nara sumber / fasilitator
memberikan materi sesuai yang
telah direncanakan pada jadwal
pertemuan
3. Adanya persamaan persepsi
dalam pelaksanaan tindakan
kekarantinaan
4. Terbentuknya kesepakatan
dukungan dari lintas sektor dan
stake holder dalam tindakan
kekarantinaan
X. KESEPAKATAN
1. Perusahaan pelayaran :
Perusahaan pelayaran siap
mentaati penyelenggaraan
kekarantinaan sesuai dengan
aturan perundang - undangan
yang berlaku
Perusahaan pelayaran siap
mendukung seluruh kegiatan
demi efektifitas pelaksanaan
penyelenggaraan tindakan
kekarantinaan.
2. Badan Usaha Swasta pelaksana
kegiatan kekarantinaan (fumigasi
dan desinseksi) :
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
8
Badan Usaha Swasta pelaksana
tindakan kekarantinaan, siap
melaksanakan tindakan
kekarantinaan (fumigasi &
desinseksi) secara baik dan
benar sesuai prosedur yang
telah ditetapkan.
Badan Usaha Swasta pelaksana
tindakan kekarantinaan, siap
bekerjasama dengan Kantor
Kesehatan Pelabuhan dalam
memberikan informasi dan
penyuluhan terhadap
pengguna jasa tindakan
kekarantinaan (fumigasi dan
desinseksi) sesuai dengan
prosedur yang berlaku.
Badan Usaha Swasta pelaksana
tindakan kekarantinaan, siap
memfasilitasi pelaksanaan
pengawasan tindakan
kekarantinaan yang dilakukan
oleh Kantor Kesehatan
Pelabuhan.
3. PT DOK :
PT DOK siap membantu untuk
memfasilitasi penyelenggaraan
tindakan kekarantinaan kapal.
PT DOK siap memberikan infor-
masi kepada penanggung-
jawab / pemilik kapal yang
docking agar dilakukan tinda-
kan kekarantinaan (fumigasi)
4. Bea dan Cukai :
Peserta dari bea cukai akan mem-
berikan masukan dan laporan ke
pihak atasan bahwa export – im-
port OMKABA dalam wilayah pela-
buhan agar mendapat rekomen-
dasi terlebih dahulu dari Kantor
Kesehatan Pelabuhan (Health
Certificate) untuk kepentingan
penyelenggaraan kekarantinaan.
5. Imigrasi :
Siap untuk berkoordinasi dalam
tindakan kekarantinaan
6. Pelindo :
Membantu menyediakan fasili-
tas kepelabuhanan dari dan ke
kapal, prioritas untuk
kekarantinaan
Siap untuk berkoordinasi
7. ADPEL :
Memberikan dukungan koordinasi
terhadap pelaksanaan
kekarantinaan dengan berbagai
aspek kepentingan sesuai
ketentuan yang berlaku terhadap
instansi terkait dan pengguna jasa
8. Kantor Kesehatan Pelabuhan, se-
banyak 18 orang
Melaksanakan pengawasan Tin-
dakan Kekarantinaan sesuai den-
gan regulasi secara benar
Mengadakan pelatihan bagi pe-
rusahaan fumigasi dan desinseksi
Semoga ringkasan laporan ini dapat
bermanfaat. (RBAW)
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
PHOTO JEJARING KERJA DAN KEMITRAAN
TINDAKAN KEKARANTINAAN TAHUN 2009
9
I. Pendahuluan
Masih tingginya prevalens dan
insidens berbagai jenis penyakit
menular, munculnya kembali penyakit
menular yang pada masa lalu relatif
sudah bisa diatasi, yang dibarengi
dengan munculnya penyakit baru
seperti flu burung (H5N1) menunjukkan
bahwa penyakit menular masih
merupakan masalah pokok dalam
pembangunan kesehatan. Akhir – akhir
ini, muncul penularan flu baru (H1N1) di
beberapa negara, yang diawali dari
Mexico merupakan beban ganda yang
harus dipikul dalam upaya
pemberantasan penyakit menular.
Kemajuan teknologi tranportasi sa-
ngat menakjubkan belakangan ini, arus
lalu lintas orang, barang dan alat
angkut (kapal, pesawat dan kendaraan
darat) semakin padat bahkan
Pelabuhan, Pelabuhan Udara dan Pos
Lintas Batas Darat menjadi obyek bisnis
segala bidang ekonomi. Secara
otomatis, penularan penyakit dan
masalah kesehatan antar pulau atau
antar negara cenderung semakin
cepat.
Dalam International Health
Regulation (IHR) tahun 1969, setiap
negara diminta untuk menjamin tidak
terjadinya penularan penyakit (kholera,
pes dan yellow fever) dari satu negara
ke negara lain dengan seminimal
mungkin tidak mengganggu lalu lintas
internasional, namun IHR tahun 2005
dituntut agar setiap negara mampu
mencegah, melindungi dan
menanggulangi penyebaran PHEIC
(Public Health Emergency of
International Concern) antar negara
tanpa memberlakukan pembatasan
perjalanan dan perdagangan yang
tidak perlu. Upaya pemberantasan
penyakit di dalam negeri dan
pencegahan masuk keluarnya penyakit
melalui pintu masuk negara harus
dilakukan secara serius, karena kita
harus mampu untuk mencegah,
melindungi dan menanggulangi
penyebaran kedaruratan kesehatan
masyarakat yang meresahkan dunia
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
PAYUNG HUKUM PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR
(TINJAUAN KEBUTUHAN DI PINTU MASUK NEGARA)
Oleh : RBA. WIDJONARKO, SKM, M.Kes
(Disampaikan pada Konggres Nasional I Hukum kesehatan di Jakarta, 26 – 29 Mei 2009)
Abstrak
Merebaknya penularan flu baru (H1N1) di beberapa negara, yang munculnya diawali dari
Mexico merupakan beban ganda yang harus dipikul dalam upaya pemberantasan
penyakit menular, terutama guna mencegah masuknya virus tersebut melalui Pintu Masuk
Negara ke negeri tercinta ini. Aturan perundang – undangan yang tepat dan sistematis
sangat dibutuhkan sebagai payung hukum dalam pelaksanaan upaya ini, sedangkan disisi
lain payung hukum yang dipakai pada saat ini dapat dikatakan sudah kadaluarsa dan
tidak sistematis. Kebutuhan akan payung hukum ini perlu segera ditindaklanjuti dengan
upaya program legislasi untuk merevisi Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
kesehatan.
10 Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
(PHEIC) sesuai IHR 2005.
Tantangan yang dihadapi dalam
pemberantasan penyakit menular terse-
but semakin berat dengan kenyataan
sangat terbatasnya sumber daya yang
tersedia, baik sarana, tenaga, dana,
termasuk aturan perundang –
undangan. Upaya pencegahan masuk
keluarnya penyakit melalui pintu masuk
negara, merupakan tugas pokok Kantor
Kesehatan Pelabuhan (KKP) sebagai
unit pelaksana teknis Departemen
Kesehatan RI. Kenyataan menunjukkan
bahwa aturan perundang – undangan
yang mendukung pelaksanaan tugas
pokok dan penyelenggaraan fungsi
Kantor Kesehatan Pelabuhan tidak
sistematis dan bisa dikatakan sudah
kadaluarsa. Hal ini menimbulkan isue –
isue dan ide – ide yang tidak sistematis
dari para petugas lapangan dan para
pejabat tentang kebutuhan aspek legal
tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya
identifikasi kebutuhan aspek legal yang
sistematis, efektif dan efisien dalam
penyelenggaraan upaya pencegahan
masuk keluarnya penyakit melalui pintu
masuk negara.
II. Aspek legal.
Beberapa aspek legal yang
berkaitan dengan upaya
pemberantasan penyakit menular, baik
di komunitas maupun di pintu masuk
negara, antara lain :
1. Undang – Undang nomor 1 tahun
1962 tentang Karantina Laut
(Lembaran Negara Tahun 1962 No-
mor : 2, Tambahan Lembaran Ne-
gara Nomor : 2373)
2. Undang – undang nomor 2 tahun
1962 tentang Karantina Udara
(Lembaran Negara Tahun 1962 No-
mor : 3, Tambahan Lembaran Ne-
gara Nomor : 2374)
3. Undang – Undang nomor 4 tahun
1984 tentang Wabah Penyakit
Menular (Lembaran Negara Tahun
1984 Nomor : 20, Tambahan Lem-
baran Negara Nomor : 3273)
4. Undang – Undang nomor 23 tahun
1992 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Tahun 1992 Nomor. 100,
Tambahan Lembaran Tahun 1992
Nomor : 3495)
5. PP No. 40 Tahun 1991 Tentang
Penanggulangan Wabah Penyakit
Menular.
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI,
Peraturan Menteri Kesehatan RI,
Keputusan dan surat Edaran Direktur
Jenderal yang berkaitan dengan
upaya pemberantasan penyakit
menular.
III. Gambaran aspek legal dalam upaya
pemberantasan penyakit.
Perlu menyamakan persepsi
bahwa yang dimaksud Pintu Masuk
atau point of entry adalah suatu
perlintasan internasional untuk masuk
dan keluar bagi mereka yang
melakukan perjalanan, bagasi, kargo,
petikemas, alat angkut, barang dan
paket pos (pasal 1, IHR 2005). Dalam
hal ini yang dimaksud pintu masuk
negara adalah Pelabuhan Laut,
Pelabuhan Udara dan Pos Lintas Batas
Darat.
P e n y e l e n g g a r a a n u p a y a
pemberantasan penyakit di Pintu
Masuk Negara khusus dipayungi oleh
bersambung ke halaman …………………... 19
11
penyelenggaraan kehamilan di luar
cara alami sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah
Uraian ayat sebelumnya :
Pasal 16
(1) Kehamilan di luar cara alami
dapat dilaksanakan sebagai
upaya terakhir untuk membantu
suami istri mendapat keturunan.
(2) Upaya kehamilan di luar cara
alami sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hanya dapat
dilakukan oleh pasangan suami
istri yang sah dengan ketentuan:
a. hasil pembuahan sperma dan
ovum dari suami istri yang
bersangkutan, ditanamkan
dalam rahim istri dari mana
ovum berasal;
b. dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan
untuk itu;
c. pada sarana kesehatan
tertentu.
3. Pada pasal 21 point (4) : Ketentuan
mengenai pengamanan makanan
dan minuman sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayal (2), dan ayat (3)
ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Uraian ayat sebelumnya :
Pasal 21
(1) Pengamanan makanan dan
minuman diselenggarakan untuk
melindungi masyarakat dari
makanan dan minuman yang
tidak memenuhi ketentuan
mengenai standar dan atau
setelah diteliti terdapat 31 pasal tidak
ditindaklanjuti dengan pembentukan
peraturan perundang – undangan
dibawahnya; padahal ada 29 pasal
diperintahkan untuk dibentuk Peraturan
Pemerintah dan 2 pasal diperintahkan untuk
dibentuk Keputusan Presiden. Mari kita
telusuri pasal – pasal tersebut :
1. Pada pasal 15 point (3) : Ketentuan
lebih lanjut mengenai tindakan medis
tertentu sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah
Uraian ayat sebelumnya :
Pasal 15
(1) Dalam keadaan darurat sebagai
upaya untuk menyelamatkan jiwa
ibu hamil dan atau janinnya,
dapat dilakukan tindakan medis
tertentu.
(2) Tindakan medis tertentu
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) hanya dapat dilakukan:
a. berdasarkan indikasi medis
yang mengharuskan
diambilnya tindakan tersebut;
b. oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu dan
dilakukan sesuai dengan
tanggung jawab profesi serta
berdasarkan pertimbangan tim
ahli;
c. dengan persetujuan ibu hamil
yang bersangkutan atau suami
atau keluarganya;
d. pada sarana kesehatan
tertentu.
2. Pada pasal 16 point (3) : Ketentuan
mengenai persyaratan
Sambungan dari halaman …………………... 5
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
12
persyaratan kesehatan.
(2) Setiap makanan dan minuman
yang dikemas wajib diberi tanda
atau label yang berisi:
a. bahan yang dipakai;
b. komposisi setiap bahan;
c. tanggal, bulan, dan tahun
kadaluwarsa;
d. ketentuan lainnya.
(3) Makanan dan minuman yang tidak
memenuhi ketentuan standar dan
atau persyaratan kesehatan dan
atau membahayakan kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dilarang untuk diedarkan, ditarik
dari peredaran, dan disita untuk
dimusnahkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
4. Pada pasal 22 point (5) : Ketentuan
mengenai penyelenggaraan kesehatan
lingkungan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Uraian ayat sebelumnya :
Pasal 22
(1) Kesehatan lingkungan
diselenggarakan untuk mewujudkan
kualitas lingkungan yang sehat.
(2) Kesehatan lingkungan dilaksanakan
terhadap tempat umum, lingkungan
pemukiman, lingkungan kerja,
angkutan umum, dan lingkungan
lainnya.
(3) Kesehatan lingkungan meliputi
penyehatan air dan udara,
pengamanan limbah padat, limbah
cair, limbah gas, radiasi dan
kebisingan, pengendalian vektor
penyakit, dan penyehatan atau
pengamanan lainnya.
(4) Setiap tempat atau sarana
pelayanan umum wajib memelihara
dan meningkatkan lingkungan yang
sehat sesuai dengan standar dan
persyaratan.
5. Pasal 23 point (4) : Ketentuan mengenai
kesehatan kerja sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3)
ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Uraian ayat sebelumnya :
Pasal 23
(1) Kesehatan kerja diselenggarakan
untuk mewujudkan produktivitas
kerja yang optimal.
(2) Kesehatan kerja meliputi pelayanan
kesehatan kerja, pencegahan
penyakit akibat kerja, dan syarat
kesehatan kerja.
(3) Setiap tempat kerja wajib
menyelenggarakan kesehatan
kerja.
6. Pasal 27 : Ketentuan mengenai
kesehatan jiwa dan upaya
penanggulangannya ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah
Uraian pasal sebelumnya :
Pasal 24 :
(1) Kesehatan jiwa diselenggarakan
untuk mewujudkan jiwa yang sehat
secara optimal baik intelektual
maupun emosional.
(2) Kesehatan jiwa meliputi
pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan jiwa, pencegahan dan
penanggulangan masalah
psikososial dan gangguan jiwa,
penyembuhan dan pemulihan
penderita gangguan jiwa.
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
13
(3) Kesehatan jiwa dilakukan oleh
perorangan, lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, lingkungan
pekerjaan, lingkungan masyarakat,
didukung sarana pelayanan
kesehatan jiwa dan sarana lainnya.
Pasal 25 :
(1) Pemerintah melakukan pengobatan
dan perawatan, pemulihan, dan
penyaluran bekas penderita
gangguan jiwa yang telah selesai
menjalani pengobatan dan atau
perawatan ke dalam masyarakat.
(2) Pemerintah membangkitkan,
membantu, dan membina kegiatan
masyarakat dalam pencegahan
dan penanggulangan masalah
psikososial dan gangguan jiwa,
pengobatan dan perawatan
penderita gangguan jiwa,
pemulihan serta penyaluran bekas
penderita ke dalam masyarakat.
Pasal 26
(1) Penderita gangguan jiwa yang
dapat menimbulkan gangguan
terhadap keamanan dan ketertiban
umum wajib diobati dan dirawat di
sarana pelayanan kesehatan jiwa
atau sarana pelayanan kesehatan
lainnya.
(2) Pengobatan dan perawatan
penderita gangguan jiwa dapat
dilakukan atas permintaan suami
atau istri atau wali atau anggota
keluarga penderita atau atas
prakarsa pejabat yang
bertanggung jawab atas
keamanan dan ketertiban di
wilayah setempat atau hakim
pengadilan bilamana dalam suatu
perkara timbul persangkaan bahwa
yang bersangkutan adalah
penderita gangguan jiwa.
7. Pasal 34 point (3) : Ketentuan mengenai
syarat dan tata cara penyelenggaraan
transplantasi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah
Uraian ayat sebelumnya :
Pasal 34
(1) Transplantasi organ dan atau jari-
ngan tubuh hanya dapat dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang mem-
punyai keahlian dan kewenangan
untuk itu dan dilakukan di sarana
kesehatan tertentu.
(2) Pengambilan organ dan atau jari-
ngan tubuh dari seorang donor ha-
rus memperhatikan kesehatan do-
nor yang bersangkutan dan ada
persetujuan donor dan ahli waris
atau keluarganya.
8. Pasal 35 point (2) : Ketentuan mengenai
syarat dan tata cara transfusi darah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah
Uraian ayat sebelumnya :
Pasal 35
(1) Transfusi darah hanya dapat dilaku-
kan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewena-
ngan untuk itu
9. Pasal 36 point (2) : Ketentuan mengenai
syarat dan tata cara penyelenggaraan
implan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah
Uraian ayat sebelumnya :
Pasal 36
Implan obat dan atau alat kese-
hatan ke dalam tubuh manusia
hanya dapat dilakukan oleh tenaga
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
14
kesehatan yang mempunyai keah-
lian dan kewenangan untuk itu dan
dilakukan di sarana kesehatan ter-
tentu
10. Pasal 37 point (3) : Ketentuan mengenai
syarat dan tata cara bedah plastik dan
rekonstruksi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah
Uraian ayat sebelumnya :
Pasal 37
(1) Bedah plastik dan rekonstruksi
hanya dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahl-
ian dan kewenangan untuk itu dan
dilakukan di sarana kesehatan ter-
tentu.
(2) Bedah plastik dan rekonstruksi tidak
boleh bertentangan dengan norma
yang berlaku dalam masyarakat
11. Pasal 38 point (2) : Ketentuan mengenai
penyuluhan kesehatan masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Uraian ayat sebelumnya :
Pasal 38
(1) Penyuluhan kesehatan masyarakat
diselenggarakan guna meningkat-
kan pengetahuan, kesadaran, ke-
mauan, dan kemampuan masyara-
kat untuk hidup sehat, dan aktif ber-
peran serta dalam upaya kese-
hatan.
12. Pasal 43 : Ketentuan tentang
pengamanan sediaan farmasi dan alat
kesehatan ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Uraian pasal sebelumnya :
Pasal 39 : Pengamanan sediaan farmasi
dan alat kesehatan diselenggarakan
untuk melindungi masyarakat dari
bahaya yang disebabkan oleh
penggunaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang tidak memenuhi
persyaratan mutu dan atau keamanan
dan atau kemanfaatan.
Pasal 40 :
(1) Sediaan farmasi yang berupa obat
dan bahan obat harus memenuhi
syarat farmakope Indonesia dan
atau buku standar lainnya.
(2) Sediaan farmasi yang berupa obat
tradisional dan kosmetika serta alat
kesehatan harus memenuhi standar
dan atau persyaratan yang ditentu-
kan.
Pasal 41 :
(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan
hanya dapat diedarkan setelah
mendapat izin edar.
(2) Penandaan dan informasi sediaan
farmasi dan alat kesehatan harus
memenuhi persyaratan objektivitas
dan kelengkapan serta tidak me-
nyesatkan.
(3) Pemerintah berwenang mencabut
izin edar dan memerintahkan
penarikan dari peredaran sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang
telah memperoleh izin edar, yang
kemudian terbukti tidak memenuhi
persyaratan mutu dan atau kea-
manan dan atau kemanfaatan, da-
pat disita dan dimusnahkan sesuai
dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 42 ; Pekerjaan kefarmasian harus
dilakukan dalam rangka menjaga mutu
sediaan farmasi yang beredar.
13. Pasal 44 point (3) : Ketentuan mengenai
pengamanan bahan yang
mengandung zat adiktif sebagaimana
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
15
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah
Uraian ayat sebelumnya :
Pasal 44
(1) Pengamanan penggunaan bahan
yang mengandung zat adiktif
diarahkan agar tidak mengganggu
dan membahayakan kesehatan
perorangan, keluarga, masyarakat,
dan lingkungannya.
(2) Produksi, peredaran, dan peng-
gunaan bahan yang mengandung
zat adiktif harus memenuhi standar
dan atau persyaratan yang ditentu-
kan.
14. Pasal 45 point (3) : Ketentuan mengenai
kesehatan sekolah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah
Uraian ayat sebelumnya :
Pasal 45
(1) Kesehatan sekolah diselenggarakan
untuk meningkatkan kemampuan
hidup sehat peserta didik dalam
lingkungan hidup sehat sehingga
peserta didik dapat belajar, tum-
buh, dan berkembang secara har-
monis dan optimal menjadi sumber
daya manusia yang lebih berkuali-
tas.
(2) Kesehatan sekolah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diseleng-
garakan melalui sekolah atau me-
lalui lembaga pendidikan lain
15. Pasal 46 point (3) : Ketentuan mengenai
kesehatan olahraga sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah
Uraian ayat sebelumnya :
Pasal 46
(1) Kesehatan olahraga diselenggara-
kan untuk memelihara dan mening-
katkan kesehatan melalui kegiatan
olahraga.
(2) Kesehatan olahraga sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diseleng-
garakan melalui sarana olahraga
atau sarana lain.
16. Pasal 47 point (4) : Ketentuan mengenai
pengobatan tradisional sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3)
ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah
Uraian ayat sebelumnya :
Pasal 47
(1) Pengobatan tradisional merupakan
salah satu upaya pengobatan dan
atau perawatan cara lain di luar
ilmu kedokteran atau ilmu kepe-
rawatan.
(2) Pengobatan tradisional sebagai-
mana dimaksud dalam ayat (1)
perlu dibina dan diawasi untuk
diarahkan agar dapat menjadi pe-
ngobatan dan atau perawatan
cara lain yang dapat dipertang-
gungjawabkan manfaat dan kea-
manannya.
(3) Pengobatan tradisional yang sudah
dapat dipertanggungjawabkan
manfaat dan keamanannya perlu
terus ditingkatkan dan dikembang-
kan untuk digunakan dalam mewu-
judkan derajat kesehatan yang op-
timal bagi masyarakat
17. Pasal 48 point (3) : Ketentuan mengenai
kesehatan Matra sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan dengan Peraturan
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
16
Pemerintah
Uraian ayat sebelumnya :
Pasal 48
(1) Kesehatan matra sebagai bentuk
khusus upaya kesehatan diseleng-
garakan untuk mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal dalam ling-
kungan matra yang serba berubah.
(2) Kesehatan matra meliputi kese-
hatan lapangan, kesehatan kelau-
tan dan bawah air, serta kesehatan
kedirgantaraan
18. Pasal 50 point (2) : Ketentuan mengenai
kategori, jenis, dan kualifikasi tenaga
kesehatan ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah
Uraian ayat sebelumnya :
Pasal 50
(1) Tenaga kesehatan bertugas menye-
lenggarakan atau melakukan
kegiatan kesehatan sesuai dengan
bidang keahlian dan atau kewe-
nangan tenaga kesehatan yang
bersangkutan.
19. Pasal 52 point (2) : Ketentuan mengenai
penempatan tenaga kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah
Uraian ayat sebelumnya :
Pasal 52
(1) Pemerintah mengatur penempatan
tenaga kesehatan dalam rangka
pemerataan pelayanan kesehatan
20. Pasal 53 point (4) : Ketentuan mengenai
standar profesi dan hak-hak pasien
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah
Uraian ayat sebelumnya :
Pasal 53
(1) Tenaga kesehatan berhak mem-
peroleh perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan
profesinya.
(2) Tenaga kesehatan dalam melaku-
kan tugasnya berkewajiban untuk
mematuhi standar profesi dan
menghormati hak pasien.
(3) Tenaga kesehatan, untuk kepenti-
ngan pembuktian, dapat melaku-
kan tindakan medis terhadap se-
seorang dengan memperhatikan
kesehatan dan keselamatan yang
bersangkutan.
21. Pasal 54 point (3) : Ketentuan mengenai
pembentukan, tugas, fungsi, dan tata
kerja Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan
ditetapkan dengan Keputusan Presiden
Uraian ayat sebelumnya :
Pasal 54
(1) Terhadap tenaga kesehatan yang
melakukan kesalahan atau kela-
laian data melaksanakan profesinya
dapat dikenakan tindakan disiplin.
(2) Penentuan ada tidaknya kesalahan
atau kelalaian sebagaimana di-
maksud dalam ayat (1) ditentukan
oleh Majelis Disiplin Tenaga Kese-
hatan
22. Pasal 59 point (3) : Ketentuan mengenai
syarat dan tata cara memperoleh izin
penyelenggaraan sarana kesehatan
ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah
Uraian ayat sebelumnya :
Pasal 59
(1) Semua penyelenggaraan sarana
kesehatan harus memiliki izin.
(2) Izin penyelenggaraan sarana kese-
hatan diberikan dengan memper-
hatikan pemerataan dan pening
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
17
katan mutu pelayanan kesehatan
23. Pasal 63 point (2) : Ketentuan mengenai
pelaksanaan pekerjaan kefarmasian
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Uraian ayat sebelumnya :
Pasal 63
(1) Pekerjaan kefarmasiaan dalam
pengadaan, produksi, distribusi,
dan pelayanan sediaan farmasi
harus dilakukan oleh tenaga kese-
hatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan untuk itu
24. Pasal 64 : Ketentuan mengenai
perbekalan kesehatan ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah
Uraian pasal sebelumnya :
Pasal 60 : Perbekalan kesehatan yang
diperlukan dalam penyelenggaraan
upaya kesehatan meliputi sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan
perbekalan lainnya
25. Pasal 66 point (4) : Ketentuan mengenai
penyelenggaraan jaminan
pemeliharaan kesehatan masyarakat
ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah
Uraian ayat sebelumnya :
Pasal 66
(1) Pemerintah mengembangkan,
membina, dan mendorong jaminan
pemeliharaan kesehatan masyara-
kat sebagai cara, yang dijadikan
landasan setiap penyelenggaraan
pemeliharaan kesehatan yang
pembiayaannya dilaksanakan se-
cara praupaya, berasaskan usaha
bersama dan kekeluargaan.
(2) Jaminan pemeliharaan kesehatan
masyarakat merupakan cara pe-
nyelenggaraan pemeliharaan kese-
hatan dan pembiayaannya, dike-
lola secara terpadu untuk tujuan
meningkatkan derajat kesehatan,
wajib dilaksanakan oleh setiap pe-
nyelenggara.
(3) Penyelenggara jaminan pemeli-
haraan kesehatan masyarakat harus
berbentuk badan hukum dan
memiliki izin operasional serta kepe-
sertaannya bersifat aktif.
26. Pasal 69 point (4) : Ketentuan mengenai
penelitian, pengembangan, dan
penerapan hasil penelitian
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah
Uraian ayat sebelumnya :
Pasal 69
(1) Penelitian dan pengembangan ke-
sehatan dilaksanakan untuk memilih
dan menetapkan ilmu pengeta-
huan dan teknologi tepat guna
yang diperlukan dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan.
(2) Penelitian, pengembangan, dan
penerapan hasil penelitian pada
manusia sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilaksanakan de-
ngan memperhatikan norma yang
berlaku dalam masyarakat.
(3) Penyelenggaraan penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi kesehatan pada
manusia harus dilakukan dengan
memperhatikan kesehatan dan ke-
selamatan yang bersangkutan.
27. Pasal 70 point (3) : Ketentuan mengenai
bedah mayat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
18
Uraian ayat sebelumnya :
Pasal 70
(1) Dalam melaksanakan penelitian
dan pengembangan dapat dilaku-
kan bedah mayat untuk penyelidi-
kan sebab penyakit dan atau sebab
kematian serta pendidikan tenaga
kesehatan.
(2) Bedah mayat hanya dapat dilaku-
kan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewena-
ngan untuk itu dan dengan mem-
perhatikan norma yang berlaku
dalam masyarakat.
28. Pasal 71 point (3) : Ketentuan mengenai
syarat dan tata cara peran serta
masyarakat di bidang kesehatan
ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah
Uraian ayat sebelumnya :
Pasal 71
(1) Masyarakat memiliki kesempatan
untuk berperan serta dalam penye-
lenggaraan upaya kesehatan be-
serta sumber dayanya.
(2) Pemerintah membina, mendorong,
dan menggerakkan swadaya
masyarakat yang bergerak di
bidang kesehatan agar dapat lebih
berdaya guna dan berhasilguna.
29. Pasal 72 point (2) : Ketentuan mengenai
pembentukan, tugas pokok, fungsi, dan
tata kerja Badan Pertimbangan
Kesehatan Nasional ditetapkan dengan
Keputusan Presiden
Uraian ayat sebelumnya :
Pasal 72
(1) Peran serta masyarakat untuk mem-
berikan pertimbangan dalam ikut
menentukan kebijaksanaan peme-
rintah pada penyelenggaraan kese-
hatan dapat dilakukan melalui
Badan Pertimbangan Kesehatan
Nasional, yang beranggotakan to-
koh masyarakat dan pakar lainnya
30. Pasal 75 : Ketentuan mengenai
pembinaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 73 dan Pasal 74 ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah
Uraian pasal sebelumnya :
Pasal 73 : Pemerintah melakukan
pembinaan terhadap semua kegiatan
yang berkaitan dengan
penyelenggaraan upaya kesehatan.
Pasal 74 : Pembinaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 73 diarahkan
untuk:
1. mewujudkan derajat kesehatan
masyarakat yang optimal;
2. terpenuhinya kebutuhan masyarakat
akan pelayanan dan perbekalan
kesehatan yang cukup, aman,
bermutu, dan terjangkau oleh seluruh
lapisan masyarakat;
3. melindungi masyarakat terhadap
segala kemungkinan kejadian yang
dapat menimbulkan gangguan dan
atau bahaya terhadap kesehatan;
4. memberikan kemudahan dalam
rangka menunjang peningkatan
upaya kesehatan;
5. meningkatkan mutu pengabdian pro-
fesi tenaga kesehatan
31. Pasal 78 : Ketentuan mengenai
pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76 ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah
Uraian pasal sebelumnya :
Pasal 76 : Pemerintah melakukan
pengawasan terhadap semua kegiatan
yang berkaitan dengan
penyelenggaraan upaya kesehatan,
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
19
baik yang dilakukan oleh pemerintah
maupun masyarakat.
Ibarat badan seorang manusia, ada
kepalanya, ada perut, tangan dan kakinya
namun lehernya tidak ada. Saat ini 17 (tujuh
belas) tahun telah terlewati, sudah sekian
banyaknya Peraturan ataupun Keputusan
Menteri Kesehatan telah ditetapkan namun
masih belum ada program legislasi
penyusunan Peraturan Pemerintah guna
pelaksanaan undang – undang tersebut.
Terdapat 29 pasal diperintahkan untuk
dibentuk Peraturan Pemerintah dan 2 pasal
diperintahkan untuk dibentuk Keputusan
Presiden. Selanjutnya, pertanyaan yang
muncul :
Kapankah munculnya Peraturan
Pemerintah ini?
Sesuai Undang – Undang Nomor 10
Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang – undangan,
manakah yang patut Keputusan
Presiden atau Peraturan Presiden?
Hal ini merupakan pekerjaan rumah
yang harus segera diselesaikan, bahkan bila
perlu “sambil menyelam minum air”
sekaligus merevisi undang – undang
tersebut guna penyelarasan dengan
kebutuhan lokal, nasional dan global.
Marilah kita bekerja lebih terencana,
terpadu dan sistematis. (RBAW)
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
Sambungan dari halaman …………………... 10
Undang – Undang Karantina, di
Pelabuhan Laut sesuai dengan
Undang – Undang Karantina Laut
Nomor 1 Tahun 1962, di Pelabuhan
Udara sesuai dengan Undang –
Undang Karantina Udara Nomor 2
Tahun 1962. Disamping itu secara
umum, juga dipayungi oleh Undang –
Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun
1992 dan Undang – Undang Nomor 4
tahun 1984 tentang Wabah Penyakit
Menular sedang Peraturan Pemerintah
yang mendukung kegiatan tersebut
yakni tertuang dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991
Tentang Penanggulangan Wabah
Penyakit Menular, serta beberapa
Keputusan ataupun Peraturan Menteri
Kesehatan RI. Namun di Pos Lintas
Batas Darat tidak ada aturan
perundang – undangan yang khusus
memayungi pelaksanaan upaya
pemberantasan penyakit di Pos Lintas
Batas Darat.
Untuk menyamakan persepsi pula
bahwa yang dimaksud dengan
Karantina adalah tindakan - tindakan
terhadap kapal beserta isinya dan
daerah pelabuhan untuk mencegah
penjangkitan & penjalaran penyakit
karantina (pasal UU no. 1 / 62).
Sedang menurut IHR 2005, Karantina
adalah pembatasan kegiatan dan/
atau pemisahan seseorang tersangka
(suspek) yang tidak sakit atau barang,
petikemas, alat angkut, atau barang
yang tersangka (suspek) dari orang/
barang lain, sedemikian rupa untuk
mencegah kemungkinan penyebaran
penyakit atau kontaminasi.
P e n y e l e n g g a r a a n u p a y a
20
pemberantasan penyakit di komunitas
dipayungi oleh Undang – Undang
Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 dan
Undang – Undang Nomor 4 tahun 1984
tentang Wabah Penyakit Menular
sedang Peraturan Pemerintah yang
mendukung kegiatan tersebut yakni
tertuang dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 40 Tahun 1991 Tentang
Penanggulangan Wabah Penyakit
Menular serta beberapa Keputusan
ataupun Peraturan Menteri Kesehatan
RI.
Yang dimaksud komunitas
(community) dalam hal ini yakni
masyarakat / penduduk yang tinggal
menetap di seluruh tanah air tercinta
ini.
IV. D i s k r i p s i p a y u n g h u k u m
pemberantasan penyakit di Pintu
Masuk Negara
1. Undang – Undang Karantina
Penyelenggaraan upaya
pemberantasan penyakit di Pintu
Masuk Negara, secara khusus
dipayungi oleh Undang – Undang
Karantina Laut Nomor 1 Tahun 1962
dan Undang – Undang Karantina
Udara Nomor 2 Tahun 1962. Undang-
Undang tersebut sebagai payung
hukum untuk menolak dan
mencegah masuk dan keluarnya
penyakit karantina melalui kapal dan
pesawat udara; penyakit dimaksud,
yakni 6 (enam) penyakit : pes
plegue), kolera (cholera), demam
kuning (Yellow fever), cacar
(Smallpox), tifus bercak wabahi
(Typhus exanthematicus infectiosa /
Louse borne typhus) dan demam
bolak balik (Louse borne relapsing
fever).
a. P r o g r a m l e g i s l a s i
penyelenggaraan Undang –
Undang Nomor 1 dan 2 Tahun
1962 tentang Karantina Laut dan
Karantina Udara ini, tidak
s i s temati s karena dalam
menjalankan Undang – Undang
tersebut tidak ditindaklanjuti
dengan aturan perundang –
undangan dibawahnya. Padahal
untuk menjalankan Undang –
Undang Nomor 1 dan 2 Tahun
1962 tersebut diperlukan suatu
Peraturan Pemerintah yang
keberadaannya mempunyai
kekuatan hukum mengikat. Hal ini
sesuai dengan Undang – Undang
Nomor 10 Tahun 2004 tentang
P e m b e n t u k a n P e r a t u r a n
Perundang – undangan pada
pasal 1 point (5) menerangkan
bahwa Peraturan Pemerintah
adalah Peraturan Perundang-
undangan yang ditetapkan oleh
Presiden untuk menjalankan
Undang-Undang sebagaimana
mestinya. Selama ini Undang –
Undang Nomor 1 dan 2 Tahun
1962 ter sebut , langsung
ditindaklanjuti dengan Peraturan
ataupun Keputusan Menteri
Kesehatan RI, namun hal ini
sesuai dengan perintah dalam
Undang – Undang tersebut (pasal
43 UU Nomor 1 Tahun 1962 dan
pasal 34 UU Nomor 2 Tahun 1962).
b. Pada Undang – Undang Nomor 1
dan 2 Tahun 1962 diarahkan
untuk mencegah tidak terjadinya
penularan 6 (enam) penyakit
karantina, sedang pada IHR
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
21
tahun 1969 yakni mencegah
tidak terjadinya penularan 3
(tiga) penyakit (kolera, pes dan
yellow fever). Namun pada IHR
tahun 2005 diarahkan untuk
mencegah, melindungi dan
menanggulangi penyebaran
Public Health Emergency of
International Concern (PHEIC)
a n t a r n e g a r a t a n p a
memberlakukan pembatasan
perjalanan dan perdagangan
yang tidak perlu. Kedaruratan
kesehatan masyarakat yang
meresahkan dunia atau Public
H e a l t h E m e r g e n c y o f
International Concern (PHEIC)
adalah kejadian luar biasa
dengan ciri – cirri ( IHR 2005) :
membahayakan kesehatan
masyarakat negara lain
melalui lalu lintas / per-
jalanan internasional, dan
berpotensi memerlukan
kerjasama / koordinasi
internasional
Kita lihat oleh merebaknya kasus Avian
influenza (H5N1), terutama
menjalarnya kasus influenza baru
(H1N1) yang awal munculnya di
Mexico. Kalau hanya untuk mencegah
6 (enam) penyakit karantina, bisakah
Undang – Undang Nomor 1 dan 2
Tahun 1962 ini dipakai sebagai
payung hukum dalam menolak dan
mencegah masuknya virus Flu baru
(H1N1) ???
Oleh karena itu, payung hukum
tersebut sudah waktunya diperbaharui
(direvisi) sesuai dengan kebutuhan
nasional dan global dalam
penyelenggaraan upaya
pemberantasan penyakit di pintu
masuk negara, khususnya di
Pelabuhan Laut dan Pelabuhan
Udara. Pembaharuan atau revisi
tersebut sebaiknya mengacu pada
regulasi global yang mengacu pada
International Health Regulation, yakni
mengarah pada perubahan sasaran
pencegahan dan penanggulangan
terhadap Public Health Emergency of
International Concern (PHEIC),
disamping perubahan – perubahan
dokumen kesehatan sesuai kebutuhan
di lapangan yang berlaku secara
internasional. Beberapa dokumen
kesehatan yang dibutuhkan di
lapangan dan berlaku secara
internasional, antara lain yakni :
dokumen yang berbentuk serifikat
tentang keterangan hapus tikus,
bebas hapus tikus, vaksinasi dan
kesehatan maritim.
2. Undang – Undang Wabah Penyakit
Menular
Penyelenggaraan Undang –
Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang
Wabah Penyakit Menular,
merupakan payung hukum upaya
pemberantasan penyakit untuk
melindungi penduduk dari
malapetaka yang ditimbulkan
wabah sedini mungkin, dalam
rangka meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk hidup sehat.
Undang – Undang ini masih tepat
untuk dipakai sebagai payung
hukum upaya penanggulangan
wabah penyakit menular di
komunitas dan di Pintu Masuk
Negara (selain alat angkut).
Dalam rangka melaksanakan
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
22
bahkan sangat tepat sebagai
payung hukum dalam upaya
pemberantasan penyakit di
komunitas dan di Pintu Masuk
Negara, selain terhadap alat angkut.
Ditinjau dari segi efisiensi dan kebu-
tuhan di lapangan, perlu adanya
upaya program legislasi untuk
merevisi Undang – Undang ini. Revisi
tersebut diharapkan berisi muatan
materi, antara lain tentang :
Penyelenggaraan Kesehatan
Karantina di komunitas dan Pintu
Masuk Negara, antara lain meli-
puti penyelenggaraan karantina
rumah, karantina wilayah dan
karantina di Pintu Masuk Negara.
Upaya dalam rangka menolak
atau mencegah masuknya
penyakit melalui alat angkut :
kapal, pesawat dan kendaraan
darat, termasuk
penyelenggaraan karantina
terhadap alat angkut tersebut.
Ruang lingkup pemberantasan
penyakit diselaraskan dengan
regulasi Internasional, yakni
pencegahan dan penanggulan-
gan penyebaran masalah keda-
ruratan kesehatan masyarakat
yang meresahkan dunia atau
Public Health Emergency of
International Concern (IHR 2005).
Sampai dengan saat ini 17 (tujuh
belas) tahun telah terlewati, namun
masih belum ada Peraturan
Pemerintah yang berisi materi untuk
rangka melaksanakan ketentuan
Undang – Undang Nomor 23 Tahun
1992 ini. Padahal ada 29 (dua puluh
Sembilan) pasal dalam Undang –
Undang ini yang memerintahkan agar
ketentuan Undang – Undang Nomor
4 Tahun 1984 ini, dalam waktu yang
cukup panjang yakni 7 (tujuh) tahun
kemudian juga telah ditetapkan
Peraturan Pemerintah Nomor 40
Tahun 1991 tentang
Penanggulangan Wabah Penyakit
Menular. Pola pemerintahan di
daerah telah berubah yang ditandai
dengan pemberlakuan Undang –
Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah dan
Peraturan Pemerintah Nomor 41
Tahun 2007 tentang Organisasi
Perangkat Daerah, maka unsur
pelaksana teknis urusan
pemerintahan di daerah juga
mengalami perubahan.
Oleh karena itu, Peraturan
Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991
tersebut perlu dilakukan
pembaharuan (direvisi) guna
penyesuaian keberadaan organisasi
perangkat di daerah (Provinsi
maupun Kabupaten / Kota).
3. Undang – Undang Kesehatan
Penyelenggaraan Undang –
Undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang kesehatan, merupakan
payung hukum pembangunan
kesehatan yang diarahkan untuk
mempertinggi derajat kesehatan
yang pada hakekatnya adalah
pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan
seluruh masyarakat Indonesia.
Undang – Undang ini masih tepat
untuk dipakai sebagai payung
hukum upaya pemberantasan
penyakit, baik penyakit menular
maupun penyakit tidak menular,
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
23
peraturan perundang – undangan
apa yang paling tepat dan seberapa
besar efektifitas ataupun
efisiensinya” ?
Proses pembuatan Peraturan
Perundang – undangan yang pada
dasamya dimulai dari perencanaan,
persiapan, teknik penyusunan,
perumusan, pembahasan,
pengesahan, pengundangan, dan
penyebarluasan. Namun apabila
Undang – Undang Kesehatan
Karantina ini tidak diupayakan maka
tidak ada payung hukum yang
secara spesifik untuk menolak dan
mencegah masuk dan keluarnya
penyakit melalui kendaraan darat,
khususnya di perbatasan Negara kita
dengan Timor Leste dan Malaysia.
Beberapa pemikiran :
a. Pembentukan Undang – Undang
tentang Kesehatan Karantina
Pengalaman menunjukkan
bahwa awal penyusunan
naskah akademik rancangan
undang – undang sampai
diundangkannya undang –
undang tersebut,
membutuhkan waktu yang
relatif lama. Kenyataannya :
pada saat ini sektor
kesehatan sedang
mengupayakan penyusunan
Undang – Undang Kesehatan
Karantina yang prosesnya
sudah berjalan lebih dari 5
(lima) tahun namun sampai
dengan saat ini baru pada
tahap finalisasi penyusunan
naskah akademis rancangan
undang – undang tersebut.
Dana yang dibutuhkan,
pelaksanaannya diatur dalam
Peraturan Pemerintah dan 2 (dua)
pasal dalam bentuk Keputusan
Presiden.
Apabila harapan adanya upaya
program legislasi untuk merevisi
Undang – Undang ini dapat tercapai,
maka harapan tersebut berlanjut agar
ditindaklanjuti dengan pembentukan
Peraturan Pemerintah guna
melaksanakan Undang – Undang
tersebut.
Dengan demikian maka tidak diperlu-
kan lagi adanya upaya program
legislasi untuk pembentukan Undang –
Undang Kesehatan Karantina yang
saat ini sementara disusun, dengan
alasan bahwa lebih efisien merevisi
suatu Undang – Undang dan
menindaklanjutinya dengan
pembentukan Peraturan Pemerintah
bila dibanding dengan pembentukan
suatu Undang – Undang yang baru.
4. Undang – Undang Kesehatan
Karantina
Sesuai kebutuhan di
lapangan, baik di komunitas maupun
di Pintu Masuk Negara dalam upaya
pemberantasan penyakit,
dibutuhkan suatu peraturan
perundang – undangan yang
berkaitan dengan kesehatan
karantina. Peraturan perundang –
undangan yang dimaksud dalam hal
ini adalah peraturan tertulis yang
dibentuk oleh lembaga negara atau
pejabat yang berwenang dan
mengikat secara umum.
Apabila kita juga setuju demikian,
pertanyaan yang seharusnya muncul
dalam benak kita, yakni : “Jenis
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
24
jumlahnya relatif sangat
besar. Bila perlu, dilakukan
analisis “cost benefit”
dibandingkan dengan dana
yang dibutuhkan untuk
merevisi suatu undang –
undang yang sudah ada,
dalam hal ini revisi Undang –
Undang Nomor 1 Tahun 1962
tentang Karantina Laut dan
Undang – Undang Nomor 2
Tahun 1962 tentang
Karantina Udara.
Efektifitas atau besarnya
daya ungkit peningkatan
capaian program
pemberantasan penyakit, jika
dibandingkan dengan
pengupayaan suatu aturan
perundang – undangan yang
lain (bila perlu dilakukan
analisis “cost efektif”).
Menyita pikiran “man
power”, padahal disatu sisi
tugas rutin tetap menanti
dan tidak mungkin
ditinggalkan.
Dan masih banyak sekali
yang harus dipertimbangkan.
b. Revisi terhadap Undang – Undang
Karantina yang sudah ada
Ditinjau dari kebutuhan di
lapangan, dalam upaya
pemberantasan penyakit,
dibutuhkan suatu aturan
perundang – undangan yang
berkaitan dengan kesehatan
karantina. Revisi terhadap Undang
– Undang Nomor 1 dan 2 Tahun
1962, cenderung tidak
memerlukan waktu yang lebih
lama dan tidak memerlukan biaya
yang besar bila dibanding dengan
pemunculan suatu Undang –
Undang baru, karena yang
dibahas hanya materi – materi
tertentu untuk disesuaikan regulasi
internasional dan kebutuhan
nasional. Namun apabila Undang
– Undang ini direvisi, justru hanya
mencakup Karantina Laut dan
Karantina Udara, sedang payung
hukum pelaksanaan kesehatan
karantina di Pos Lintas Batas Darat
masih harus diupayakan.
c. Pembentukan Peraturan
Pemerintah tentang Kesehatan
Karantina
Dalam jangka waktu pendek,
pemenuhan kebutuhan payung
hukum upaya pemberantasan
penyakit di Pintu Masuk Negara
perlu segera diupayakan, mungkin
melalui pembentukan Peraturan
Pemerintah tentang Kesehatan
Karantina. Upaya program legislasi
ini hanya diperintahkan dalam Un-
dang – Undang Nomor 1 Tahun
1962 tentang Karantina Laut pada
pasal 43 dan Undang – Undang
Nomor 2 Tahun 1962 tentang
Karantina Udara pada pasal 34
yang menyatakan bahwa : hal
yang tidak, belum cukup diatur
dalam Undang – Undang ini, diatur
dengan Peraturan Pemerintah
atau Peraturan Menteri Kesehatan.
Pada Undang – Undang Kese-
hatan Nomor 23 Tahun 1992, tidak
satu pasalpun yang memerin-
tahkan agar pemberantasan pen-
yakit ataupun kesehatan karantina
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
25
untuk diatur dalam suatu Pera-
turan Pemerintah, kecuali bila Un-
dang – Undang ini direvisi terlebih
dahulu.
Sesuai dengan jenis dan he-
rarki peraturan perundang – un-
dangan pada Undang – Undang
Nomor 10 Tahun 2004 pasal 7 point
1, maka payung hukum upaya ke-
sehatan karantina lebih paling te-
pat diatur dalam bentuk Peraturan
Pemerintah. Namun demikian,
apabila program legislasi ini
dimunculkan, maka hanya
mencakup Karantina Laut dan
Karantina Udara, sedang payung
hukum pelaksanaan kesehatan
karantina di Pos Lintas Batas Darat
masih harus diupayakan.
IV. Kesimpulan dan saran
1. Kesimpulan
Memperhatikan uraian payung hu-
kum pemberantasan penyakit
menular di Pintu Masuk Negara
tersebut diatas, maka kesimpulan
yang diajukan adalah payung hu-
kum yang dipakai pada saat ini
sudah kadaluarsa, tidak sistimatis
dan perlu segera direvisi.
2. Saran
Upaya yang harus segera dilaku-
kan guna memenuhi kebutuhan
payung hukum yang tepat dan
sistimatis dalam upaya pemberan-
tasan penyakit di Pintu Masuk Ne-
gara adalah upaya program
legislasi untuk merevisi Undang –
Undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang kesehatan, dengan
penambahan muatan materi
tentang :
Penyelenggaraan Kesehatan
Karantina di komunitas dan
Pintu Masuk Negara, antara
lain meliputi penyelengga-
raan karantina rumah,
wilayah dan di Pintu Masuk
Negara, termasuk karantina
terhadap alat angkut.
Ruang lingkup pemberanta-
san penyakit diselaraskan
dengan regulasi Internasional,
yakni pencegahan dan
penanggulangan penye-
baran masalah kedaruratan
kesehatan masyarakat yang
meresahkan dunia atau
Public Health Emergency of
International Concern (IHR
2005).
Selanjutnya, harus segera ditindaklanjuti
dengan pembentukan Peraturan
Pemerintah guna melaksanakan Undang –
Undang tersebut.
Kepustakaan :
Undang – Undang nomor 1 tahun 1962
tentang Karantina Laut
Undang – undang nomor 2 tahun 1962
tentang Karantina Udara
Undang – Undang nomor 4 tahun 1984
tentang Wabah Penyakit Menular
Undang – Undang nomor 23 tahun 1992
tentang Kesehatan
PP No. 40 Tahun 1991 Tentang Penanggu-
langan Wabah Penyakit Menular.
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
H1N1 Virus H5N1 Virus
26
longer be traced to clearly-defined chains
of human-to-human transmission. Further
spread is considered inevitable.
I have conferred with leading
influenza experts, virologists, and public
health officials. In line with procedures set
out in the International Health Regulations, I
have sought guidance and advice from an
Emergency Committee established for this
purpose.
On the basis of available evidence,
and these expert assessments of the
evidence, the scientific criteria for an
influenza pandemic have been met.
I have therefore decided to raise the
level of influenza pandemic alert from
phase 5 to phase 6.
The world is now at the start of the
2009 influenza pandemic.
We are in the earliest days of the
pandemic. The virus is spreading under a
close and careful watch.
No previous pandemic has been
detected so early or watched so closely, in
real-time, right at the very beginning. The
world can now reap the benefits of
investments, over the last five years, in
pandemic preparedness.
We have a head start. This places us
in a strong position. But it also creates a
demand for advice and reassurance in the
midst of limited data and considerable
scientific uncertainty.
Thanks to close monitoring, thorough
investigations, and frank reporting from
countries, we have some early snapshots
depicting spread of the virus and the range
of illness it can cause.
We know, too, that this early, patchy
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
Pada tanggal 11 Juni 2009, Direktur
Jenderal WHO Dr Margaret Chan
memutuskan untuk meningkatkan tingkat
pandemi influenza dari tahap 5 ke tahap 6,
yang berarti awal terjadina pandemi
Influenza Flu baru (H1N1) pada awal tahun
2009 ini. Kewaspadaan pandemi influenza
ditingkatkan ke tahap 6, atas dasar
kejadian yang ada dan penilaian dari para
ahli, sehingga kriteria ilmiah untuk pandemi
influenza telah terpenuhi.
Penularan virus ini, mudah menjalar
dari orang ke orang lain, dan dari satu
negara ke negara lain. Pada hari ini, Kamis
tanggal 11 Juni 2009 terhitung dalam
minggu ke 23, jumlah negara yang
dilaporkan terjangkit Flu baru (H1N1)
sebanyak 74 Negara selain Chinese Taipei
(Taiwan), dengan jumlah kematian
sebanyak 141 jiwa dari sejumlah 27.733
kasus confirm.
Pidato Direktur Jenderal WHO pada
tanggal 11 Juni tersebut, sebagai berikut :
Ladies and gentlemen,
In late April, WHO announced the
emergence of a novel influenza A virus.
This particular H1N1 strain has not
circulated previously in humans. The virus is
entirely new. The virus is contagious,
spreading easily from one person to
another, and from one country to another.
As of today, nearly 30,000 confirmed cases
have been reported in 74 countries.
This is only part of the picture. With
few exceptions, countries with large
numbers of cases are those with good
surveillance and testing procedures in
place.
Spread in several countries can no
"Dunia kini di awal 2009 pandemi influenza,"
27
picture can change very quickly. The virus
writes the rules and this one, like all influenza
viruses, can change the rules, without rhyme
or reason, at any time.
Globally, we have good reason to
believe that this pandemic, at least in its
early days, will be of moderate severity. As
we know from experience, severity can
vary, depending on many factors, from one
country to another.
On present evidence, the
overwhelming majority of patients
experience mild symptoms and make a
rapid and full recovery, often in the
absence of any form of medical treatment.
Worldwide, the number of deaths is
small. Each and every one of these deaths is
tragic, and we have to brace ourselves to
see more. However, we do not expect to
see a sudden and dramatic jump in the
number of severe or fatal infections.
We know that the novel H1N1 virus
preferentially infects younger people. In
nearly all areas with large and sustained
outbreaks, the majority of cases have
occurred in people under the age of 25
years.
In some of these countries, around 2%
of cases have developed severe illness,
often with very rapid progression to life-
threatening pneumonia.
Most cases of severe and fatal
infections have been in adults between the
ages of 30 and 50 years.
This pattern is significantly different
from that seen during epidemics of seasonal
influenza, when most deaths occur in frail
elderly people.
Many, though not all, severe cases
have occurred in people with underlying
chronic conditions. Based on limited,
preliminary data, conditions most frequently
seen include respiratory diseases, notably
asthma, cardiovascular disease, diabetes,
autoimmune disorders, and obesity.
At the same time, it is important to
note that around one third to half of the
severe and fatal infections are occurring in
previously healthy young and middle-aged
people.
Without question, pregnant women
are at increased risk of complications. This
heightened risk takes on added importance
for a virus, like this one, that preferentially
infects younger age groups.
Finally, and perhaps of greatest
concern, we do not know how this virus will
behave under conditions typically found in
the developing world. To date, the vast
majority of cases have been detected and
investigated in comparatively well-off
countries.
Let me underscore two of many
reasons for this concern. First, more than 99%
of maternal deaths, which are a marker of
poor quality care during pregnancy and
childbirth, occurs in the developing world.
Second, around 85% of the burden of
chronic diseases is concentrated in low- and
middle-income countries.
Although the pandemic appears to
have moderate severity in comparatively
well-off countries, it is prudent to anticipate
a bleaker picture as the virus spreads to
areas with limited resources, poor health
care, and a high prevalence of underlying
medical problems.
Ladies and gentlemen,
A characteristic feature of
pandemics is their rapid spread to all parts
of the world. In the previous century, this
spread has typically taken around 6 to 9
months, even during times when most
international travel was by ship or rail.
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
28
Countries should prepare to see
cases, or the further spread of cases, in the
near future. Countries where outbreaks
appear to have peaked should prepare for
a second wave of infection.
Guidance on specific protective and
precautionary measures has been sent to
ministries of health in all countries. Countries
with no or only a few cases should remain
vigilant.
Countries with widespread
transmission should focus on the appropriate
management of patients. The testing and
investigation of patients should be limited,
as such measures are resource intensive and
can very quickly strain capacities.
WHO has been in close dialogue with
influenza vaccine manufacturers. I
understand that production of vaccines for
seasonal influenza will be completed soon,
and that full capacity will be available to
ensure the largest possible supply of
pandemic vaccine in the months to come.
Pending the availability of vaccines,
several non-pharmaceutical interventions
can confer some protection.
WHO continues to recommend no
restrictions on travel and no border closures.
(RBAW)
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
“Bak pinang dibelah dua”,
demikianlah pepatah yang sering kita
dengar pada jaman dahulu apabila kita
melihat dua anak manusia yang serupa
bentuk fisiknya maupun sama perilakunya.
Mengapa demikian? Mungkin nenek
moyang kita pada jaman dahulu memiliki
kebiasaan “memamah sirih” sehingga
hampir setiap hari membelah biji pinang,
dan disamping itu memang biji pinang yang
dibelah menjadi dua yang hampir sama,
akan tampak parut – parut gambar dan
warna yang sama antar belahan yang satu
dan belahan yang lain. Hampir seluruh
bagian tanaman pinang ini memiliki
manfaat bagi kehidupan kita sehari – hari,
termasuk sebagai obat tradisional.
Perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi bidang budidaya tanaman
memungkinkan sebagai penunjang
kehidupan rakyat bahkan pada saat ini
industri tanaman obat tradisional telah
BAK PINANG DIBELAH DUA
Oleh : Ny. Bertha M. Pasolang, SSos
berkembang pesat walaupun baru
mencapai skala industri rumah tangga.
Pengembangan budidaya berbagai jenis
tanaman obat yang dilandasi ilmu
pengetahuan dan teknologi dapat
menunjang percepatan pembangunan
kesehatan dan ekonomi rakyat. Berbagai
keuntungan yang dapat dihasilkan dari
upaya budidaya tanaman obat di
pekarangan rumah bahkan apabila
produksinya dalam skala besar, secara
otomatis dapat penyerapan tenaga kerja.
Beberapa manfaat tanaman pinang
dalam kehidupan kita sehari – hari, antara
lain :
1. Batang tanaman pinang :
Dipakai untuk perlombaan “panjat
pohon” pada perayaan hari
kemerdekaan; dengan cara :
batang tanaman pinang dikupas
dan dilicinkan terlebih dahulu,
kemudian dioles dengan oli
29
pelumas sebagai pelicin
Dipakai sebagai kayu “usuk atau
reng” pada atap rumah untuk
penyangga genteng atau seng
rumah; dengan cara : pohon
pinang yang sudah tua dibelah –
belah sesuai kebutuhan, direndam
dalam air sekitar 3 bulan, dijemur,
kemudian dipakai sebagai “usuk
atau reng”
2. Daun pinang : anyaman daun
tanaman pinang bisa dipakai sebagai
atap peneduh pondok atau sebagai
pembungkus makanan atau sebagai
dinding pemisah pada acara pesta di
daerah pedesaan.
3. Pelepah daun pinang : setelah
direndam beberapa hari, dapat
dipakai sebagai tali pengikat.
4. Akar serabut biji pinang : sebagai
penguat gigi, dengan cara digosok –
gosokkan seperti kita menyikat gigi.
5. Biji tanaman pinang, walau terasa
pedas namun sering dipakai sebagai :
Sebagai salah satu bahan
“memamah sirih”
Sebagai obat penyakit kulit (borok,
kudis, koreng); dengan cara :
merebus 5(lima) biji pinang direbus
dengan 5(lima) gelas air, tunggu
sampai mendidih dan air
diperkirakan tersisa 2(dua) gelas,
selanjutnya didinginkan. Air
tersebut dapat dipakai untuk
mencuci bagian tubuh yang
berpenyakit kul it . Lakukan
sebanyak 3 kali dalam sehari.
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
MENGOPTIMALKAN FLASH DISK INFO TEKNOLOGI
S iapa yang tidak kenal dengan nama-
nya USB (Universal Serial Bus) adalah
alat penyimpanan data memori flash yang
memiliki alat penghubung USB yang terinte-
grasi (Wikipedia bahasa Indonesia). Kompo-
nen-komponen internal sebuah flash disk
pada umumnya, terdiri dari :
Sambungan USB
Perangkat pengontrol penyimpanan
seperti USB
Titik-titik percobaan
Chip flash memory
Oscillator kristal
LED
Write-protect switch
Ruang kosong untuk chip flash me-
mory kedua
Flash disk ini biasanya berukuran kecil,
ringan, serta bisa dibaca dan ditulisi dengan
mudah. Dengan kapasitas yang tersedia
untuk USB flash drive ada dari 128 megabyte
sampai128 gigabyte. USB flash disk memiliki
Bersambung ke halaman ……………………….. 50
30
L amat - lamat terdengar
pembicaraan serius di sebuah ruang
guru yang tepat bersebelahan
dengan kelas tempat belajar saya, “Dia
adalah murid yang selalu bertanya dan
tampak menguji kita sebagai guru, kita
harus kasih pelajaran bagi dia supaya dia
menjadi siswa yang patuh sehingga
nantinya dia bisa sebagai pendengar yang
baik”. Itulah pembunuhan karakter seorang
siswa!!!
Pada mass media cetak ataupun elektronik
sering kita dengar berita tentang
pembunuhan karakter antar oknum, antar
kelompok, antar guru dan murid ataupun
antar atasan dan bawahannya yang saling
bersaing, dll.
Bapak saya mengatakan bahwa
karakter salah seorang teman saya tidak
bisa dirubah, tapi justru kepribadiannyalah
yang bisa dirubah. Oleh karena itu, adakah
sekolah kepribadian ataupun sekolah
karakter? Tadi pagi saya membaca mass
media cetak pada halaman berita
terpampang besar tentang “Pembunuhan
karakter staf yang dilakukan oleh pimpinan
perusahaan” dan pada halaman iklan
terpampang tulisan “character building”
yang ditawarkan oleh suatu yayasan
pendidikan yang menjelaskan tentang
dasar, proses, dan tujuan penyelenggaraan
“character building” tersebut. Bila diamati,
karakter dan kepribadian, hampir sama
walau berbeda tapi keduanya saling
berkaitan.
Kata bapakku, bahasa Jawanya
adalah “Watek”, sedang dalam bahasa
Indonesianya adalah “Watak” atau tabiat
atau perangai yang menjadi ciri khas dan
tingkah laku seseorang atau sekelompok
orang.
Sedangkan kepribadian atau
personality merupakan salah satu bentuk
dari sifat manusia yang bisa berubah dan
kadang bisa disembunyikan. Sebagai
contoh, Si Bravo yang alim, bisa tampak
seperti “Play boy” saat dia berkumpul
dengan teman – temannya yang “Play
boy”; jadi Si Bravo menggunakan
kepribadian ganda sebagai “Play boy”.
Nah, bagaimana cara membentuk
kepribadian yang mempesona dan
menyenangkan. Sekolah dong, kita harus
bisa bersandiwara dimanapun kita berada
dan menghadapi siapapun yang kita
hadapi, itu kata Si Bravo temanku. Dengan
kata lain, kita semuanya sudah sering ganti
topeng kita sesuai dengan situasi dan
kondisi.
Pada prinsipnya kita sejak lahir sudah
memiliki karakter yang berbeda dan mohon
jangan dibunuh sedangkan dalam
kehidupan sehari – hari, kita sering berganti
topeng untuk menutupi kepribadian kita
yang sesungguhnya.
Marilah kita bercermin menggunakan bulu
kuduk kita . . . ataukah kita harus membuka
topeng , seperti syair lagu “bukalah
topengmu” yang tersangkut di wajah kita?
Semoga tidak bertambah bingung. . . . .
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
KARAKTER dan KEPRIBADIAN SI BRAVO
Oleh : Hendra Kusumawardhana
31
B eberapa tahun terakhir seringkali
kita melihat tayangan iklan ke-
luarga berencana (KB) marak di
televisi dan juga Pemerintah sedang
menggiatkan kegiatan KB di Indonesia
melalui Jajarannya. Masalah KB memang
bukan Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Ke-
sehatan Pelabuhan (KKP) tetapi seperti
yang telah kita ketahui bahwa masalah
ledakan penduduk sudah menjadi ma-
salah kita bersama. Dalam mencapai
Lingkungan Pelabuhan yang sehat secara
holistik, patutnya KKP juga berperan serta
dalam mensosialisasikan program KB
khususnya ke lingkungan pelabuhan.
Secara definisi Kontrasepsi adalah
upaya mencegah kehamilan yang bersi-
fat sementara atau menetap yang bertu-
juan untuk menjarangkan kehamilan, mer-
encanakan jumlah anak yang diharapkan
dapat meningkatkan kesejahteraan ke-
luarga agar orangtua dapat memberikan
perhatian dan pendidikan maksimal
kepada buah hati.
MACAM-MACAM KONTRASEPSI
A. KONTRASEPSI STERILISASI
Yaitu pencegahan kehamilan de-
ngan mengikat sel indung telur pada
wanita (tubektomi) atau testis pada pria
(vasektomi). Proses sterilisasi ini harus dila-
kukan oleh ginekolog (dokter kandungan).
Efektif bila Anda memang ingin melaku-
kan pencegahan kehamilan secara per-
manen, misalnya karena faktor usia.
B. KONTRASEPSI TEKNIK
1. Coitus Interruptus (senggama terpu-
tus): ejakulasi dilakukan di luar vagina.
Efektivitasnya 75-80%. Faktor kega-
galan biasanya terjadi karena ada
sperma yang sudah keluar sebelum
ejakulasi, orgasme berulang atau ter-
lambat menarik penis keluar.
2. Sistem kalender (pantang berkala):
tidak melakukan senggama pada
masa subur, perlu kedisiplinan dan
pengertian antara suami istri karena
sperma maupun sel telur (ovum)
mampu bertahan hidup s/d 48 jam
setelah ejakulasi. Efektivitasnya 75-
80%. Faktor kegagalan karena salah
menghitung masa subur (saat ovulasi)
atau siklus haid tidak teratur sehingga
perhitungan tidak akurat.
Prolonged lactation atau menyusui, se-
lama 3 bulan setelah melahirkan saat bayi
hanya minum ASI dan menstruasi belum
terjadi, otomatis Anda tidak akan hamil.
Tapi begitu Ibu hanya menyusui < 6 jam /
hari, kemungkinan terjadi kehamilan cu-
kup besar.
C. KONTRASEPSI MEKANIK
1. Kondom: Efektif 75-80%. Terbuat dari
latex, ada kondom untuk pria maupun
wanita serta berfungsi sebagai pem-
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
KONTRASEPSI DAN PERMASALAHANNYA
dr. Agung Setiawan
32
blokir / barrier sperma. Kegagalan pada
umumnya karena kondom tidak di-
pasang sejak permulaan senggama
atau terlambat menarik penis setelah
ejakulasi sehingga kondom terlepas dan
cairan sperma tumpah di dalam va-
gina. Kekurangan metode ini:
Mudah robek bila tergores kuku atau
benda tajam lain
Membutuhkan waktu untuk pemasa-
ngan
Mengurangi sensasi seksual
2. Spermatisida: bahan kimia aktif untuk
'membunuh' sperma, berbentuk cairan,
krim atau tisu vagina yang harus dima-
sukkan ke dalam vagina 5 menit sebe-
lum senggama. Efektivitasnya 70%.
Sayangnya bisa menyebabkan reaksi
alergi. Kegagalan sering terjadi karena
waktu larut yang belum cukup, jumlah
spermatisida yang digunakan terlalu
sedikit atau vagina sudah dibilas dalam
waktu < 6 jam setelah senggama.
3. Vaginal diafragma: lingkaran cincin di-
lapisi karet fleksibel ini akan menutup
mulut rahim bila dipasang dalam liang
vagina 6 jam sebelum senggama. Efek-
tivitasnya sangat kecil, karena itu harus
digunakan bersama spermatisida untuk
mencapai efektivitas 80%. Cara ini bisa
gagal bila ukuran diafragma tidak pas,
tergeser saat senggama, atau terlalu
cepat dilepas (< 8 jam ) setelah seng-
gama.
4. IUD (Intra Uterine Device) atau AKDR
(alat kontrasepsi dalam rahim) : terbuat
dari bahan polyethylene yang diberi
lilitan logam, umumnya tembaga (Cu)
dan dipasang di mulut rahim. Efektivi-
tasnya 92-94%. Kelemahan alat ini yaitu
bisa menimbulkan rasa nyeri di perut,
infeksi panggul, pendarahan di luar
masa menstruasi atau darah menstruasi
lebih banyak dari biasanya.
Jenis-jenis IUD di Indonesia
Copper-T
IUD berbentuk T, terbuat dari bahan
polyethelene di mana pada bagian
vertikalnya diberi lilitan kawat tem-
baga halus. Lilitan kawat tembaga ha-
lus ini mempunyai efek antifertilisasi
(anti pembuahan) yang cukup baik.
IUD bentuk T yang baru
IUD ini melepaskan lenovorgegestrel
dengan konsentrasi yang rendah
selama minimal lima tahun. Dari hasil
penelitian menunjukkan efektivitas
yang tinggi dalam mencegah
kehamilan yang tidak direncanakan
maupun perdarahan menstruasi.
Kerugian metode ini adalah tambahan
terjadinya efek samping hormonal dan
amenorhea.
Copper-7
Lippes Loop
4.1 Cara Kerja
Menghambat kemampuan sperma
untuk masuk ke tuba falopii
Mempengaruhi fertilisasi sebelum
ovum mencapai kavum uteri
IUD bekerja terutama mencegah
sperma dan ovum bertemu, walau-
pun IUD membuat sperma sulit ma-
suk ke dalam alat reproduksi perem-
puan dan mengurangi sperma untuk
fertilisasi
4.2 Efektifitas
IUD sangat efektif, (efektivitasnya 92-
94%) dan tidak perlu diingat setiap hari
seperti halnya pil. Tipe Multiload dapat
dipakai sampai 4 tahun; Nova T dan
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
33 Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
Copper T 200 (CuT-200) dapat dipakai 3-
5 tahun; Cu T 380A dapat untuk 8 tahun .
Kegagalan rata-rata 0.8 kehamilan per
100 pemakai wanita pada tahun
pertama pemakaian.
4.3 Indikasi
Prinsip pemasangan adalah menempat-
kan IUD setinggi mungkin dalam rongga
rahim (cavum uteri). Saat pemasangan
yang paling baik ialah pada waktu mu-
lut peranakan masih terbuka dan rahim
dalam keadaan lunak. Misalnya, 40 hari
setelah bersalin dan pada akhir haid.
4.4 Kontraindikasi
Belum pernah melahirkan
Adanya perkiraan hamil
Kelainan alat kandungan bagian
dalam seperti: perdarahan yang ti-
dak normal dari alat kemaluan,
perdarahan di leher rahim, dan
kanker rahim.
Perdarahan vagina yang tidak
diketahui
Sedang menderita infeksi alat genital
(vaginitis, servisitis)
Tiga bulan terakhir sedang me-
ngalami atau sering menderita PRP
atau abortus septik
Kelainan bawaan uterus yang ab-
normal atau tumor jinak rahim yang
dapat mempengaruhi kavum uteri
Penyakit trofoblas yang ganas
Diketahui menderita TBC pelvik
Kanker alat genital
Ukuran rongga rahim kurang dari 5
cm
4.5 Efek Samping dan Komplikasi
Efek samping umum terjadi:
perubahan siklus haid, haid lebih
lama dan banyak, perdarahan antar
mensturasi, saat haid lebih sakit
Komplikasi lain: merasa sakit dan ke-
jang selama 3 sampai 5 hari setelah
pemasangan, perdarahan berat
pada waktu haid atau diantaranya
yang memungkinkan penyebab
anemia, perforasi dinding uterus
(sangat jarang apabila pemasangan
benar)
Sedikit nyeri dan perdarahan
(spotting) terjadi segera setelah pe-
masangan IUD, menghilang dalam 1
– 2 hari
Tidak baik digunakan pada perem-
puan dengan IMS atau yang sering
berganti pasangan
Penyakit radang panggul terjadi se-
sudah perempuan dengan IMS me-
makai IUD, PRP dapat memicu infer-
tilitas
Prosedur medis, termasuk pemerik-
saan pelvik diperlukan dalam pema-
sangan IUD
Yang harus diperhatikan tentang IUD
Klien tidak dapat melepas IUD oleh
dirinya sendiri. Petugas terlatih yang
dapat melepas
Mungkin IUD keluar dari uterus tanpa
diketahui (sering terjadi apabila IUD
dipasang segera setelah melahirkan)
Tidak mencegah terjadinya kehami-
lan ektopik (Hamil di luar kandun-
gan) karena fungsi IUD mencegah
kehamilan normal
Perempuan harus memeriksa posisi
benang IUD dari waktu ke waktu.
Tidak mencegah IMS termasuk HIV/
AIDS
34
Waktu Pemasangan
Pemasangan IUD sebaiknya dilakukan pada
saat :
2 sampai 4 hari setelah melahirkan
40 hari setelah melahirkan
Setelah terjadinya keguguran
Hari ke 3 haid sampai hari ke 10 dihi-
tung dari hari pertama haid
Menggantikan metode KB lainnya
Waktu Pemakai Memeriksakan Diri
1 bulan pasca pemasangan, 3 bulan
kemudian, setiap 6 bulan berikutnya,
ketika terlambat haid 1 minggu dan
perdarahan banyak
5. IUS atau Intra Uterine System adalah ben-
tuk kontrasepsi terbaru yang mengguna-
kan hormon progesteron sebagai ganti
logam. Cara kerjanya sama dengan IUD
tembaga, ditambah dengan beberapa
nilai plus:
Lebih tidak nyeri dan kemungkinan
menimbulkan pendarahan lebih
kecil
Menstruasi menjadi lebih ringan
(volume darah lebih sedikit) dan
waktu haid lebih singkat.
D. KONTRASEPSI HORMONAL
Dengan fungsi utama untuk
mencegah kehamilan (karena mengham-
bat ovulasi), kontrasepsi ini juga biasa
digunakan untuk mengatasi ketidakseim-
bangan hormon estrogen dan progesteron
dalam tubuh.
Kontrasepsi hormonal bisa berupa pil
KB yang diminum sesuai petunjuk hitungan
hari yang ada pada setiap blisternya, sunti-
kan, susuk yang ditanam untuk periode ter-
tentu, koyo KB atau spiral berhormon.
Harus diperhatikan beberapa faktor
dalam pemakaian semua jenis obat yang
bersifat hormonal, yaitu:
Kontraindikasi mutlak: (sama sekali
tidak boleh diberikan):kehamilan,
gejala thromboemboli, kelainan
pembuluh darah otak, gangguan
fungsi hati atau tumor dalam rahim.
Kontraindikasi relatif (boleh diberikan
dengan pengawasan intensif oleh
dokter): penyakit kencing manis
(DM), hipertensi, pendarahan vagina
berat, penyakit ginjal dan jantung.
Kontrasepsi Oral atau Pil
Kontrasepsi oral mencegah kehamilan de-
ngan mengirim pesan-pesan kimia ke sistem
reproduksi. Pesan tersebut bermacam-
macam dan kompleks -- yaitu menekan
ovulasi, membuar sperma sukar melewati-
nya, merubah lapisan rahim sehingga se-
buah telur yang subur tidak dapat melaku-
kan implantasi. Namun semua hal tersebut
hanya satu tujuan tertentu, yaitu
"mencegah kehamilan." Pesan-pesan ki-
miawi tersebut dikirim dalam bentuk versi-
versi sintetis dari hormon seks estrogen dan
progesteron.
Pil KB dibagi atas:
Pil KB kombinasi (Combined Oral Con-
traceptives = COC) Mengandung 2
jenis hormon wanita yaitu estrogen
dan progesteron.
Mekanisme kerjanya untuk mencegah
kehamilan adalah sebagai berikut:
1. Mencegah pematangan dan pe-
lepasan sel telur
2. Mengentalkan lendir leher rahim,
sehingga menghalangi penetrasi
sperma
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
35
3. Membuat dinding rongga rahim
tidak siap untuk menerima dan
menghidupi hasil pembuahan
Pil KB progesteron (Mini pill = Proges-
terone Only Pill = POP) hanya berisi pro-
gesteron, bekerja dengan mengental-
kan cairan leher rahim dan membuat
kondisi rahim tidak menguntungkan
bagi hasil pembuahan.
CARA MEMINUM PIL KB
Harus diminum tiap hari dengan cara
mengikuti petunjuk nama hari yang tertera
di blisternya. Untuk memulai blister pertama,
mulailah minum pil pada hari pertama haid,
misalnya: bila mendapat haid pada hari
Rabu maka ambil pil yang dibawahnya ada
tanda Rabu. Lanjutkan minum pil setiap hari
sampai habis (21 hari) yang pasti jatuh pada
hari Selasa. Kemudian berhenti minum pil
selama 7 hari (akan terjadi menstruasi). Sete-
lah 7 hari bebas pil ini, lanjutkan minum pil
dari kemasan yang baru pada hari Rabu
lagi, jadi untuk blister ke-2 dst, selalu ikuti sik-
lus 21 hari minum pil +7 hari bebas tablet.
Juga tersedia pil kb 28 pil untuk 28 hari.
Beberapa efek samping yang dapat
terjadi pada penggunaan kontrasepsi pil :
Menjadi gemuk dan perdarahan
ѵ Estrogen bisa menyebabkan retensi
cairan dan garam yang bisa
memicu pertambahan berat badan
sedangkan progesteron bisa me-
ningkatkan nafsu makan.
ѵ Pendarahan dapat terjadi bila
pasien terlupa minum pil lebih dari 12
jam karena turunnya kadar hormone
estrogen dalam tubuh yang diartikan
oleh tubuh sebagai tanda sudah bo-
leh menstruasi (ingat bahwa selama
minum pil KB menstruasi tidak terjadi)
Memicu timbulnya jerawat
Jerawat yang sering timbul pada peng-
gunaan pil KB biasanya disebabkan oleh
unsur progesteronnya.
KONTRASEPSI SUNTIKAN
DEFINISI
Kontrasepsi suntikan adalah cara untuk
mencegah terjadinya kehamilan dengan
melalui suntikan hormonal. Kontrasepsi hor-
monal jenis KB suntikan ini di Indonesia se-
makin banyak dipakai karena kerjanya
yang efektif, pemakaiannya yang praktis,
harganya relatif murah dan aman
JENIS-JENIS KONTRASEPSI SUNTIKAN
1. Suntikan / bulan ; contoh : cyclofem
2. Suntikan / 3 bulan ; contoh : Depo-
provera, Depogeston
CARA KERJA KONTRASEPSI SUNTIKAN
1. Menghalangi ovulasi (masa subur)
2. Mengubah lendir serviks (vagina) men-
jadi kental
3. Menghambat sperma & menimbulkan
perubahan pada rahim
4. Mencegah terjadinya pertemuan sel
telur & sperma
5. Mengubah kecepatan transportasi sel
telur
KEUNTUNGAN DAN EFEK SAMPING SUNTIKAN
Keuntungan :
Efektifitasnya tinggi
Cara pemberiannya sederhana
Cukup aman
Kesuburan dapat kembali
Cocok bagi ibu-ibu yang sedang
menyusui
Efek samping :
Gangguan haid
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
36
Mual, sakit kepala, penambahan be-
rat badan
Kadang kala ibu mengeluh gairahnya
menurun
CARA PEMBERIAN KONTRASEPSI SUNTIKAN
1. Waktu Pemberian
Setelah melahirkan : hari ke 3 – 5 pasca
salin dan setelah ASI berproduksi
Setelah keguguran : segera setelah
dilakukan kuretase atau 30 hari sete-
lah keguguran
Dalam masa haid : Hari pertama
sampai hari ke-5 masa haid
2. Lokasi Penyuntikan
Daerah bokong/pantat
Daerah otot lengan atas
KONTRA INDIKASI KONTRASEPSI SUNTIKAN
1. Absolut
Hamil, Riwayat kanker payudara serta
perdarahan pervaginam yang tidak
diketahui penyebabnya
2. Relatif
Riwayat gangguan jiwa,Riwayat penyakit
payudara, Riwayat sakit kepala, Wanita
yang ingin hamil dalam waktu 2 tahun ke
depan dan Wanita yang ingin hamil lebih
cepat
PEMILIHAN JENIS KONTRASEPSI
Pemilihan jenis kontrasepsi didasarkan pada
tujuan penggunaan kontrasepsi yaitu :
1. Menunda kehamilan (pada pasangan
suami istri dibawah usia 20 th)
ciri- ciri kontrasepsi yang diperlukan :
a. Reversibilitas tinggi karena jika ak-
septor kembali menginginkan un-
tuk hamil dapat mengembalikan
kesuburan hanya dengan
menghentikan penggunaanya
b. Efektifitas yang relatif tinggi
penting karena dapat menye-
babkan kehamilan beresiko tinggi
Kontrasepsi yang sesuai : pil dan alat kon-
trasepsi dalam rahim (AKDR)
Alasan : usia dibawah 20 tahun adalah usia
dimana sebaiknya tidak mempunyai anak-
dahulu sedangkan frekuensi hubungan
suami istri yang masih tinggi.
2. Menjarangkan kehamilan ( mengatur
kesuburan)
ciri-ciri kontrasepsi yang diperlukan :
a. reversibilitas cukup tinggi
b. efektivitas cukup tinggi
c. tidak menghambat produksi air
susu ibu
Kontrasepsi yang sesuai : Alat Kontrasepsi
Dalam Rahim (AKDR), pil, suntik, implant.
Alasan : segera setelah anak lahir dianjurkan
untuk menggunakan AKDR sebagai pilihan
utama
3. Mengakhiri kesuburan (tak ingin hamil
lagi)
ciri- ciri kontrasepsi
a. efektivitas sangat tinggi
b. reversibilitas rendah
c. dapat dipakai untuk jangka pan-
jang
Kontrasepsi yang sesuai : Kontrasepsi Man-
tap (Tubektomi / Vasektomi)
Alasan : ibu dengan usia di atas 35 tahun
dianjurkan tidak hamil lagi karena alasan
medis.
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
37
K alau saudara menderita penyakit Tu-
berculosis anda bisa saja menya-
lahkan orang lain misalnya yang menderita
tbc, kenapa sudah tahu kena penyakit TBC
kok tidak diobati sampai tuntas, atau seti-
daknya jangan berbaur dulu dengan orang
lain agar tidak menular kepada orang lain.
Demam berdarah yang meluas saat musim
hujan juga merupakan kesalahan masyara-
kat ( orang lain ) yang tidak perduli dengan
kebersihan lingkungan, genangan air di-
mana-mana, tumpukan sampah yang jorok
belum lagi menyangkut perilaku orang yang
buruk, makan disembarang tempat ke-
mudian buang air besar semaunya.
Atau kalau saudara menderita penyakit
menular seksual juga masih bisa menya-
lahkan orang lain, kenapa para pekerja seks
komersial (PSK) tidak menjaga kebersihan
dirinya atau kenapa dia terlalu banyak me-
layani pelanggan sehingga menularkan
berbagai macam penyakit kelamin, ayo
siapa yang salah?
Nah, kalau badan anda gemuk karena ke-
banyakan makan dan kurangnya aktivitas,
itu salah siapa?
Penyakit yang otoritasnya ada pada diri
anda sendiri adalah penyakit tidak menular
terutama penyakit jantung dan pembuluh
darah seperti jantung koroner, hipertensi
dan lain-lain. Inilah penyakit yang jauh dari
intervensi orang lain, gak mungkin toh orang
lain makan banyak lemak kita yang gemuk.
Sebenarnya sudah banyak orang mengeta-
hui dan memahami, tentang berbagai fak-
tor risiko penyebab penyakit tidak menular.
Hampir setiap saat kita diberikan pengeta-
huan tentang penyakit tidak menular baik
melalui media cetak, radio, televisi, internet
dan lain-lain.
Tetapi harus diakui tidaklah mudah mem-
bangun kesadaran orang, walaupun sudah
mengetahui dan memahami belum tentu
bisa melaksanakan. Hal ini terjadi pada
hampir semua level pendidikan masyarakat.
Tidak jarang kita mendengar berita seorang
ahli jantung meninggal mendadak setelah
ditelusuri ternyata orangnya memang pero-
kok dan peminum alkohol.
Pada beberapa screening penyakit tidak
menular yang dilakukan oleh bidang Upaya
Kesehatan dan Lintas Wilayah memperlihat-
kan penyakit tidak menular cenderung
tinggi, bahkan pernah dilakukan screening
penyakit hipertensi pada dua ratus orang
TKBM ( tenaga kerja bongkar muat ) hasil-
nya lima puluh persen (50%) menderita
hipertensi, dimana tensinya rata-rata 150/90
mmHg. Kenapa bisa terjadi ? secara ilmiah
biarlah hal tersebut dijawab oleh orang-
orang sedang menyusun tesis.
Disadari atau tidak, secara naluri memang
hampir semua orang sangat sulit untuk men-
gurangi kenikmatan dan kesenangan yang
sudah menjadi kebiasaan hidup. Kenikmat-
an dan kesenangan yang berlebihan meru-
pakan musuh bebuyutan setiap orang,
apalagi dijaman seperti sekarang ini se-
muanya serba mudah didapat untuk me-
menuhi semua keinginan manusia, ada
uang tinggal klik jadi deh. Biasanya orang
baru menyadari kebiasaan buruk (tidak
berperilaku hidup sehat) setelah menderita
berbagai macam penyakit akibat dari peri-
laku hidup tidak sehat itu termasuk penulis
sendiri.
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
PENYAKIT TIDAK MENULAR (Salah Siapa?)
Oleh: dr. I Nyoman Putra
38
Bagaimana mengatasi hal ini? Seorang pe-
nulis buku menyampaikan salah satu ca-
ranya adalah jangan segan-segan bergaul
dan bercerita dengan orang yang mende-
rita penyakit tidak menular seperti stroke,
jantung dan lain-lain.Diharapkan dari per-
gaulan tersebut kita dapat melihat bagai-
mana terbatasnya aktivitas kita jika sedang
menderita berbagai penyakit tidak menular
tersebut. Mau lari tidak boleh takut penyakit
jantungnya kambuh, mau makan nasi harus
hati-hati khawatir kadar gulanya naik, mau
buang air kecil sakit karena kencing batu
dan lain-lain. Selamat mencoba cara dari
seorang penulis tersebut, semoga kita se-
mua di anugrahkan nikmat sehat oleh Tu-
han Yang Maha Kuasa sampai akhir hayat.
Semua yang disampaikan di atas untuk
mencegah penyakit tidak menular dengan
berperilaku hidup sehat, bagaimana den-
gan faktor risiko yang lain yang tidak bisa
diintervensi oleh manusia seperti genetic,
umur, jenis kelamin, ras dan lain-lain?
Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan ber-
bagai jurnal kesehatan menyampaikan
bahwa faktor genetic dan lain-lain dapat
dikesampingkan dengan berperilaku hidup
sehat. Contohnya bila ayah dan ibunya
menderita diabetes maka jika anaknya me-
lakukan diet yang baik maka akan terhindar
dari penyakit diabetes. Dan sebaliknya bila
ayah bundanya tidak menderita diabetes
tetapi anaknya tidak mengatur pola makan
atau makan yang cenderung berlebih
maka dia akan sangat mungkin terkena
penyakit diabetes, ini dibuktikan dengan se-
makin meningkatnya data penderita pen-
yakit diabetes baik di Indonesia maupun
dunia terutama di kalangan keluarga kelas
menengah ke atas.
B anyak perubahan yang terjadi dan dia-
lami, baik secara fisik dan emosional
ketika wanita mulai mengandung. Ibu hamil
harus selalu memperhatikan jadwal dan
jenis makanan yang dikonsumsi, karena per-
tumbuhan dan perkembangan janin ter-
gantung dari nutrisi makanan ibu.
Beberapa zat gizi berperan penting dalam
pertumbuhan janin. Selama kehamilan, me-
tabolisme energi meningkat akibat peru-
bahan sistem tubuh ibu dan perkembangan
janin. Oleh karena itu, kebutuhan akan e-
nergi dan zat gizi harus ditingkatkan, tidak
hanya sekedar menambah jumlah
makanan yang masuk ke dalam tubuh, na-
mun juga perlu dipertimbangkan nilai kecu-
kupan nutrisi yang dikonsumsi.
Beberapa nutrisi yang diperlukan oleh ibu
hamil diantaranya karbohidrat (kalori), pro-
tein, kalsium, asam folat (vitamin B), Vitamin
D, Vitamin E, zat besi, cairan, garam dan le-
mak.
Karbohidrat
Karbohidrat merupakan bahan bakar pem-
bentukan energi untuk aktifitas sehari-hari.
Saat hamil, peningkatan berat badan dan
perubahan hormonal menyebabkan seo-
rang ibu membutuhkan energi ekstra. De-
ngan perkiraan kenaikan berat badan se-
lama hamil rata-rata sekitar 12,5 kg, maka
tubuh ibu hamil butuh tambahan energi se-
besar 70.000-80.000 Kal. Pertambahan kalori
ini, terutama diperlukan pada 20 minggu
terakhir masa kehamilan, yaitu ketika per-
tumbuhan janin berlangsung sangat pesat.
Bila 80.000 Kal dibagi 40 minggu (280 hari),
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
NUTRISI PENTING IBU HAMIL Oleh : dr.Laily Shofiyah
39
maka tambahan kalori yang diperlukan
adalah antara 285-300 Kalori per hari. Kalori
didapat antara lain dengan mengkonsumsi
umbi-umbian, kacang-kacangan, sereal,
beras merah.
Protein
Protein sangat diperlukan untuk memba-
ngun, memperbaiki dan mengganti jaringan
tubuh. Sebagai zat pembangun, protein ter-
utama dibutuhkan saat pembentukan sel
tubuh dan sel darah. Ibu hamil memerlukan
tambahan nutrisi ini agar pertumbuhan janin
optimal. Protein didapat dengan mengkom-
sumsi tahu, tempe, kacang-kacangan, da-
ging, ayam, ikan, susu dan telur.
Kalsium
Penelitian menunjukkan bahwa janin me-
merlukan 13 mg kalsium dari darah ibu. Kal-
sium diperlukan janin untuk pertumbuhan
tulang dan giginya. Jika jumlah kalsium
yang didapat kurang, maka janin akan
mengambilnya dari tulang ibu. Akibatnya
ibu hamil dapat mengalami pelunakan tu-
lang (osteomalasia) nantinya. Sumber kal-
sium antara lain tahu, sayuran hijau (seperti
brokoli), kacang-kacangan dan produk
susu. Susu juga mengandung banyak vita-
min, seperti vitamin A, D, B2, B3, dan vitamin
C.
Zat besi
Kekurangan zat besi akan mengakibatkan
pertumbuhan dan perkembangan janin
menjadi terhambat dan dapat meningkat-
kan resiko cacat janin. Karena kebutuhan
zat besi sulit dipenuhi dari diet pola makan,
maka terkadang pemakaian suplemen di-
sarankan. Zat besi didapat dengan
mengkonsumsi sayuran (bayam, kangkung,
daun singkong, daun pepaya), daging
merah, hati, unggas, kerang, telur, kedelai.
Asam folat (vitamin B)
Asam folat penting untuk mengurangi risiko
terjadinya neural tube deffects (cacat lahir
pada otak dan tulang belakang), sindrom
down, bibir sumbing, dan cacat lahir pada
bayi. Penelitian menunjukkan resiko kelainan
tulang belakang (spina bifida) dan kelainan
rongga otak (anensefali) menurun hingga
50%. Bagi ibu, folat mengurangi risiko ane-
mia megaloblastik dan menurunkan kadar
homosistein dalam darah yang berpenga-
ruh pada berkurangnya risiko preeklamsia.
Eklamsia dan preeklamsia merupakan tiga
besar penyebab tingginya angka kematian
ibu melahirkan di Indonesia selain perda-
rahan dan infeksi. Bagi ibu hamil sangat dis-
arankan untuk mengkonsumsi 400 mg asam
folat per hari. Sumber asam folat antara lain
jus jeruk, bayam, oatmeal, brokoli, strowberi,
roti.
Vitamin D
Vitamin D berguna untuk pertumbuhan dan
pembentukan tulang bayi . Bagi ibu pembe-
rian vitamin D membantu penyerapan kal-
sium sehingga membantu menjaga
kepadatan tulang. Sumber vitamin
D terdapat pada minyak hati ikan,
k u n i n g t e l u r d a n s u s u .
Vitamin E
Vitamin E berguna bagi pembentukan sel
darah merah yang sehat. Sumbernya terda-
pat pada biji-bijian terutama gandum,
kacang-kacangan, minyak sayur dan sa-
yuran hijau.
Cairan
Cairan diperlukan untuk meningkatkan vo-
lume darah dan air ketuban. Minum seti-
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
40
daknya 6 hingga 8 gelas setiap harinya.
Mengurangi asupan cairan tidak mengu-
rangi bengkak yang dialami ibu hamil, akan
tetapi malah dapat menyebabkan kerusa-
kan pada ginjal. Konsumsi cairan yang ter-
baik adalah air putih, selain itu bisa dengan
mengkonsumsi sup, jus, teh.
Garam
Garam dapat membantu mengatur air
dalam darah. Kebutuhan tubuh akan
garam sedikit, sekitar 2000 hingga 8000 mg
per hari. Beberapa ibu yang terkena darah
tinggi atau preeklamsi bahkan tidak memer-
lukan tambahan konsumsi garam.
Lemak
Bagi wanita hamil, lemak besar sekali man-
faatnya untuk cadangan energi tubuh,
agar sebentar-sebentar tubuh tidak terasa
lelah.
Tingginya kadar kolesterol yang dimiliki se-
seorang kerap menjadi mimpi buruk, berba-
gai macam cara ditempuh untuk menu-
runkan kadar kolesterol tersebut. Obat ber-
bahan kimia yang terhitung efektif menu-
runkan kolesterol menjadi pilihan. Tapi tentu
saja setiap bahan kimia pasti memiliki efek
samping. Pilihan lain yaitu menurunkan ka-
dar kolesterol dengan cara alami.
Ada sejumlah makanan yang bisa menu-
runkan kadar Low-Density Lipoproptein (LDL)
alias kolesterol jahat yang menyebabkan
plak di pembuluh darah, dan meningkatkan
High-Density Lipoprotein (HDL) alias koles-
terol baik yang bisa dimanfaatkan tubuh
untuk mengolah vitamin yang larut di dalam
lemak.
Untuk menurunkan kadar LDL, Anda harus
mengurangi asupan lemak jenuh. Lemak
jenuh biasanya ditemukan di produk he-
wani, misalnya daging, susu, krim, mentega,
dan keju. Ada juga lemak jenuh yang
berasal dari nabati misalnya santan, minyak
kelapa, dan lemak nabati.
Namun banyak pula terdapat jenis
makanan yang mengandung lemak tidak
jenuh sehingga sangat efektif menurunkan
kadar kolesterol, diantaranya :
1. Kacang kedelai
Kacang kedelai dan turunannya, alias
kedelai yang sudah diolah misalnya men-
jadi tahu, tempe, susu kedelai, dan
tepung kedelai mengandung isoflavon,
yaitu zat yang bisa menekan LDL.
Tapi ingat, tahu dan tempe bisa tidak
efektif menurunkan kolesterol bila diolah
dengan sembarangan. Misalnya, di-
goreng dengan minyak jelantah atau
dicampur santan. Sebab, santan dan
minyak goreng adalah sumber lemak
jenuh.
Badan Pengawas Obat dan Makanan
Amerika Serikat (FDA) menganjurkan un-
tuk mengkonsumsi sedikitnya 25 gram pro-
tein kedelai per hari untuk menurunkan
kadar kolesterol.
2. Kacang-kacangan
Kacang adalah sumber serat larut yang
sangat tinggi. Mengkonsumsi serat larut
bisa mengurangi kolesterol. Mengkon-
sumsi kacang seperti buncis, kacang
merah, kacang panjang secara teratur
selama enam minggu bisa mengurangi
kadar kolesterol sebanyak 10%.
3. Ikan Salmon
Ikan salmon sangat baik karena me-
ngandung asam Omega-3 yang bisa
menurunkan LDL dan trigiserilda serta
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
41
meningkatkan HDL. Salmon mengandung
EPA dan DHA yang baik untuk kesehatan
jantung. Selain salmon, ikan tuna, sarden,
dan makarel juga baik.
4. Alpukat
Alpukat adalah sumber lemak tidak jenuh
yang bisa meningkatkan kadar HDL.
Sayangnya, alpukat tinggi kalori, se-
hingga harus dikombinasikan dengan sa-
yur-sayuran yang bisa menekan kalori.
Satu buah alpukat berukuran sedang
mengandung 300 kalori dan 30 gram le-
mak tidak jenuh, sedangkan kebutuhan
tubuh manusia normal adalah 1.800 kalori
dan 30 gram lemak tidak jenuh per
harinya.
5. Bawang Putih
Sekarang ini, bawang putih banyak di-
pakai untuk menurunkan kolesterol,
mencegah pembekuan darah, menu-
runkan tekanan darah, dan melindungi
tubuh dari infeksi. Hasil penemuan paling
mutakhir, bawang putih bisa mencegah
partikel kolesterol menempel di dinding
pembuluh darah.
6. Bayam
Bayam mengandung banyak lutein. Lu-
tein adalah zat penting yang bisa men-
jaga kesehatan dan ketajaman fungsi
mata. Lutein juga bisa menjaga kese-
hatan jantung karena bisa mencegah
lemak menempel di pembuluh darah.
Dianjurkan, memakan bayam setiap hari
sekitar setengah mangkuk untuk hasil
maksimal.
7. Margarin
Beberapa jenis margarin bisa menu-
runkan kadar kolesterol. Misalnya marga-
rin dari minyak biji bunga kanola.
8. Mede, Almon, dan Kenari
Lemak tak jenuh tunggal, di dalam
kacang mede, almon, dan kenari adalah
bahan makanan rendah lemak yang baik
untuk kesehatan jantung.
Kacang-kacangan itu juga mengandung
vitamin E, magnesium, dan phytochemi-
cal yang terkait erat dengan kesehatan
jantung.
9. Teh
Teh, meskipun diminum dingin atau
panas, sama saja manfaatnya. Teh me-
ngandung antioksidan yang bisa mem-
buat pembuluh darah rileks sehingga ter-
hindar dari pembekuan darah.
Antioksidan di dalam teh, yaitu flavonoid
bisa mencegah oksidasi yang menye-
babkan LDL menumpuk di pembuluh da-
rah. Menikmati segelas teh setiap hari
bisa memenuhi kebutuhan antioksidan.
10. Cokelat
Cokelat ternyata sehat. Tentu saja, coke-
lat yang dicampur terlalu banyak susu
mengandung terlalu banyak lemak. Jadi,
pilihlah cokelat hitam atau pahit. Cokelat
sehat karena mengandung banyak anti-
oksidan dan flavanoid. Cokelat putih, ti-
dak mengandung zat tersebut sehingga
kurang sehat dikonsumsi.Kandungan fla-
vanoid cokelat bervariasi tergantung di
mana cokelat itu tumbuh dan proses
pengolahannya.
Selain itu penting diingat bahwa ibu hamil
sangat dianjurkan untuk menghindari rokok
(baik sebagai perokok aktif maupun pero-
kok pasif), konsumsi alkohol dan kafein.
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
42
Nutrisi Untuk Janin
Sedangkan nutrisi yang dibutuhkan bagi
janin dalam kandungan diantaranya DHA,
gangliosida (GA), folat, zat besi, FE, EFA, dan
kolin. Omega 3 dan DHA bagi janin diperlu-
kan dalam jumlah cukup untuk pemben-
tukan sistem syaraf pusat. Studi lainnya
menunjukkan bahwa gangliosida berperan
pada struktur otak, migrasi sel-sel otak, pem-
bentukan sinapsis, dan myelinisasi. Selain itu
gangliosida perpengaruh terhadap fungsi
otak, terutama fungsi belajar dan meng-
ingat. Asupan kolin disaat kehamilan juga
mempengaruhi perkembangan otak teru-
tama fungsi mengingat. Sumber nutrisi terse-
but diperoleh dari suplemen, seperti susu
atau yang diresepkan oleh dokter.
Penambahan Berat Badan yang Normal se-
lama Hamil
BMI Perkiraan Penambahan BB
selama kehamilan
20 atau kurang 12,5 kg sampai 18 kg
20 – 26 11,5 kg sampai 16 kg
26 – 29 7 kg sampai 11,5 kg
29 atau lebih 6,0 kg
Jika ibu berusia di bawah 20 tahun, sebai-
knya penambahan berat badan selama
kehamilan mencapai batas tertinggi
s e s u a i d e n g a n I n d e k s M a s a
T u b u h i b u s e b e l u m h a m i l .
Air yang diminum bukan penyebab bertam-
bahnya berat badan selama hamil. Pada
trimester ke-1 atau kehamilan 1-3 bulan, bi-
asanya berat badan menurun karena mual
dan muntah. Pada trimester ke-2 dan selan-
jutnya nafsu makan ibu membaik lagi.
Sebaiknya pada trimester pertama, pertam-
bahan bobot hanya 0,5 kg setiap bulannya.
Sedangkan pada trimester kedua 0,5 kg
setiap minggunya. Sedangkan pada trimes-
ter terakhir (bulan ke-9) hanya boleh 0,5
hingga 1 kg.
Diet Ibu Hamil Yang Mengalami Kelebihan
Berat Badan
Menjalankan diet saat hamil memang tidak
dianjurkan, karena dapat mengganggu
perkembangan janin. Namun ada be-
berapa ibu yanng harus menjalankan diet
pada saat kehamilannya, dimana diet yang
dijalankan atas ijin dan petunjuk dari dokter
kandungannya. Adapun faktor-faktor yang
mengharuskan seorang ibu hamil untuk me-
lakukan diet salah satunya adalah kele-
bihan berat badan. Mengalami kenaikan
berat badan yang terlalu drastis pada saat
kehamilan dapat mempengaruhi kesehatan
ibu dan janin. Oleh karena itu, untuk ibu
hamil yang diharuskan diet, hendaknya
mengikuti diet makan sehat khusus untuk ibu
hamil.
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
Rumus BMI = BB / (TB x TB)
(BB = Berat Badan (dalam kg),TB = Tinggi
Badan (dalam meter))
Tinggi dan berat badan ibu sebelum hamil,
bisa jadi acuan untuk menentukan penam-
bahan berat badan yang normal selama
hamil. Indeks Masa Tubuh (Body Mass Indek/
BMI) dari dokter atau bidan juga merupakan
acuan yang baik.
43
D alam kehidupan kita sehari – hari bila
kita berbicara tentang penyidik,
pastilah arah pikiran kita akan tertuju pada
polisi atau jaksa penyidik. Marilah kita tinjau
Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana pada pasal 1
point 1 yang menyatakan bahwa Penyidik
adalah pejabat polisi negara Republik
Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil
tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang untuk melakukan
penyidikan.
Nah, sekarang kita telaah, siapakah pejabat
pegawai negeri sipil tertentu yang diberi
wewenang khusus oleh undang-undang
untuk melakukan penyidikan ???
Yang jelas penyidik dalam undang –
undang tersebut adalah POLRI.
Selanjutnya, kalau pegawai negeri sipil :
Pegawai negeri sipil yang mana???
Apakah pejabat kejaksaan??? atau
Apakah pegawai negeri sipil pada instansi
teknis yang telah dilatih sebagai
penyidik???
Apabila yang menjadi penyidik adalah
pegawai negeri sipil pada instansi teknis,
apakah efektif dan efisien??? Dan
seberapa besar daya ungkitnya bila
dihubungkan dengan tugas pokok dan
fungsi instansi teknis dimaksud???
Kalau dihubung – hubungkan, memang
ada hubungannya tetapi bermaknakah
hubungan antara tugas pokok dan fungsi
instansi teknis dengan diadakannya
penyidik pegawai negeri sipil pada instansi
teknis???
Bagaimanakah kenyataan fungsi penyidik
pegawai negeri sipil pada instansi teknis
yang jumlahnya sudah relatif banyak???
Sudah maksimalkah???
Persoalan ini perlu dikaji ulang demi
efektifitas dan efisiensi dana yang
dikeluarkan oleh negara tercinta ini.
Penyidik Pegawai Negeri Sipil disingkat
dengan PPNS, yang diadakan melalui suatu
pelatihan. Penyelenggaraan pelatihan PPNS
pada Pemda Kabupaten Bogor dalam
jangka waktu paling kurang selama 5 (lima)
hari sedangkan pada Ditjen PP & PL –
Depkes RI penyelenggaraan pelatihannya
paling kurang selama 2 (dua) minggu.
Jumlah dana yang dikeluarkan guna
penyelenggaraan pelatihan tersebut,
pastilah tidak sedikit.
Selanjutnya, pertanyaan yang harus
diajukan adalah sudahkah dikaji bahwa
PPNS ini benar – benar diperlukan???
Sudahkan dilakukan analisis kebutuhan
pe lat ihan PPNS ( t ra i n i ng need
assasement)???
Sudah adakah hasil evaluasi paska
pelatihan PPNS ini???
Aspek legal dalam pelaksanaan tugas
sebagai PPNS juga harus disiapkan sehingga
para PPNS memiliki dasar yang kuat dalam
m e l a k s a n a k a n t u g a s n y a . U n t u k
pelaksanaan tugas kekarantinaan di
pelabuhan laut ataupun di pelabuhan
udara, PPNS tidak memiliki dasar yang kuat
apalagi di pos lintas batas darat karena
Undang – Undang nomor 1 dan 2 Tahun
1962 tidak tercantum satu pasalpun yang
berkaitan dengan PPNS. Syukurlah, dalam
Undang – Undang nomor 23 Tahun 1992
tentang kesehatan, tercantum pada pasal
79 point 1 dan 2 bahwa Selain penyidik
pejabat polisi negara Republik Indonesia
juga kepada pejabat pegawai negeri sipil
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL
Efektifkah???
44
tertentu di Departemen Kesehatan diberi
wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana. Namun demikian,
dalam Undang – Undang tersebut tidak
memerintahkan disusunnya peraturan
perundang – undangan dibawahnya,
misalnya suatu Peraturan Pemerintah untuk
melaksanakan Undang – Undang tersebut.
Sekedar diketahui saja bahwa wewenang
PPNS dalam Undang – Undang tersebut,
sebagai berikut :
a. Melakukan pemeriksaan atas
k e b e n a r a n l a p o r a n s e r t a
keterangan tentang tindak pidana
di bidang kesehatan;
b. Melakukan pemeriksaan terhadap
orang yang diduga melakukan
tindak pidana di bidang kesehatan;
c. Meminta keterangan dan bahan
bukti dari orang atau badan hukum
sehubungan dengan tindak pidana
di bidang kesehatan;
d. Melakukan pemeriksaan atas surat
dan atau dokumen lain tentang
tindak pidana di bidang kesehatan;
e. Melakukan pemeriksaan atau
penyitaan bahan atau barang bukti
dalam perkara tindak pidana di
bidang kesehatan;
f. Meminta bantuan ahli dalam
rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana di bidang
kesehatan;
g. Menghentikan penyidikan apabila
tidak terdapat cukup bukti yang
membuktikan tentang adanya
tindak pidana di bidang kesehatan.
Sedang dalam Undang – Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
pada pasal 7 point 2, mempunyai
wewenang :
a. Menerima laporan atau pengaduan
dari seorang tentang adanya tindak
pidana;
b. Melakukan tindakan pertama pada
saat di tempat kejadian;
c. Menyuruh berhenti seorang
tersangka dan memeriksa tanda
pengenal diri tersangka ;
d. M e l a k u k a n p e n a n g k a p a n ,
penahanan, penggeledahan dan
penyitaan;
e. Melakukan pemeriksaan dan
penyitaan surat;
f. Mengambil sidik jari dan memotret
seorang;
g. Memanggil orang untuk didengar
dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi;
h. Mendatangkan orang ahli yang
diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara;
i. M e n g a d a k a n p e n g h e n t i a n
penyidikan;
j. Mengadakan tindakan lain menurut
hukum yang bertanggung jawab.
Hal ini berarti bahwa wewenang PPNS di
instansi kesehatan berkurang, pada Undang
– Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana tercantum 10
(sepuluh) wewenang sedang dalam
Undang – Undang nomor 23 Tahun 1992
tentang kesehatan hanya tercantum 7
(tujuh) wewenang.
Pada Peraturan Pemerintah nomor :
55 Tahun 1996 tentang penyidikan tindak
pidana di bidang kepabeanan dan cukai,
merupakan peraturan perundang –
undangan yang secara herarki berada
dibawah Undang – Undang guna
menjalankan Undang – Undang diatasnya.
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
45
Yang jelas, paling kurang untuk
menjalankan tugas kepabeanan dan cukai
serta untuk menjalankan Undang – Undang
tentang hukum acara pidana. Secara jelas
dalam Peraturan Pemerintah nomor : 55
Tahun 1996 pada pasal 1 point (1)
tercantum bahwa Penyidikan terhadap
tindak pidana di bidang Kepabeanan dan
Cukai dilakukan oleh Penyidik Pegawai
Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai.
Nah, inilah yang mendorong mental
petugas lapangan Bea dan Cukai dengan
memakai “speed boat” yang canggih di
tengah laut (+ 5 mil dari pantai) untuk berani
memaksa kapal untuk mereka periksa. Itulah
kenyataannya.
Disisi lain, aspek legal petugas Kantor
Kesehatan Pelabuhan hanya Undang –
Undang yang sudah puluhan tahun
umurnya tanpa adanya Peraturan
Pemerintah disamping itu sarana “speed
boat” yang tidak canggihpun tidak tersedia.
Petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan di Pos
Lintas Batas Darat, lebih memprihatinkan
lagi, aspek legalnya belum jelas, sarananya
juga memprihatinkan, padahal untuk
melaksanakan tugas pokoknya, mereka
harus menyelenggarakan 16 (enam belas)
fungsi. Mungkinkah itu??? Sama sekali tidak
logis!!!
Marilah kita kaji kembali, penyidikan
ini sebenarnya tugas sektor mana?
Bagaimana kalau kita kembalikan tugas
pokok tersebut ke sektor yang memang
betul – betul berwenang dalam bidang
penyidikan walaupun harus merevisi suatu
peraturan perundang – undangan yang
sudah tersusun dengan susah payah dan
dengan mengeluarkan biaya yang tidak
sedikit. Hal ini mungkin akan lebih efektif dan
lebih efisien untuk kepentingan pada masa
m e n d a t a n g , d e n g a n s e g a l a
konsekuensinya. Marilah kita renungkan
yang tercantum dalam Undang – Undang
nomor 8 Tahun 1981 pasal 7 point 2 bahwa
“Penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai
wewenang sesuai dengan undang-undang
yang menjadi dasar hukumnya masing-
masing dan dalam pelaksanaan tugasnya
berada dibawah koordinasi dan
pengawasan penyidik tersebut dalam Pasal
6 ayat (1) huruf a (POLRI : Red)”. Jadi,
bentuk penyidikan apapun yang dilakukan
oleh PPNS, tetap harus dibawah koordinasi
dan pengawasan POLRI
Sesuai Permenkes 356 / 2008 bahwa
Kantor Kesehatan Pelabuhan dalam
melaksanakan tugas pokoknya, harus
menyelenggarakan 16 (enam belas) fungsi.
Tugas tersebut bukan main – main dan
bukan sedikit, jangan sampai dalam
melaksanakan tugas sebagai PPNS ini
mengganggu pelaksanaan tugas pokok
dan fungsinya yang sangat banyak.
Bayangkan saja, betapa tebalnya berita
acara hasil penyidikan yang harus
dikerjakan oleh PPNS. Ada suatu anekdot
yang pasti kita pernah dengar “ semua
dilakukan kecuali tupoksinya ”. (RBAW)
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
PHOTO KEGIATAN PREVENTIF INFLUENZA A (H1N1) DI PELABUHAN TANJUNG PRIOK
Pemeriksaan alat angkut (Kapal) dan isinya Alat Body Cleanner
Pegukuran Suhu Tubuh
pada TKI
Pemberian dan Penjelasan Health Allert
Card Pada TKI
46
S ejak tanggal 11 Juni 2009, Direktur
Jenderal Badan Kesehatan Dunia
(WHO) telah menyatakan pandemi H1N1
yang berarti seluruh dunia harus bersiaga
memerangi virus Influenza baru H1N1, tidak
terkecuali Indonesia yang saat ini masih
bergulat dengan Avian influenza yang
masih bercokol. Justru Indonesia yang harus
memiliki tenaga extra kuat agar mampu
meminimalisir jumlah kasus virus Influenza
baru H1N1 ini, dengan harapan agar tidak
terjadi pencampuran antara subtype H5N1
dengan H1N1 menjadi subtype yang baru
yang sangat ganas dan mudah menular
serta berpotensi menyebabkan pandemi
yang lebih dasyat lagi.
Influenza adalah penyakit virus akut yang
menyerang saluran pernapasan, yang di-
tandai demam, sakit kepala, mialgia,
coryza, lesu dan batuk. Penyebabnya
adalah virus influenza A, B dan C, sedang
yang tipe A terdiri dari banyak subtipe ter-
kait dengan potensi terjadinya KLB ataupun
pandemi. Influenza ini ditemukan di seluruh
dunia terutama pada musim penghujan di
wilayah yang memiliki dua musim dan mu-
sim dingin di wilayah yang memiliki empat
musim.
Kasus H5N1 pada saat ini masih bercokol di
Indonesia, sedang kasus H1N1 sudah masuk
juga di Indonesia. Justru H5N1 yang harus
menjadi perhatian secara khusus agar tidak
terjadi pencampuran antara subtype H5N1
dengan H1N1 menjadi subtype yang baru
yang sangat ganas dan mudah menular
serta berpotensi menyebabkan pandemi
yang lebih dasyat lagi. Mutasi semacam ini
dimungkinkan pada virus influenza tipe A,
karena virus ini menyerang banyak spesies
(misalnya burung, babi atau manusia). Da-
lam konteks populasi manusia hal ini dapat
diartikan bahwa Avian influenza merupakan
penyakit yang serius dan bersifat mengan-
cam nyawa. Oleh karena itu, justru H5N1
yang harus lebih diintensifkan? Alasannya,
sebagai berikut:
Sejak tahun 2003, H5N1 menyebar luas
di Asia pada populasi unggas dan ber-
gerak ke Eropa pada tahun 2005.
Risiko manusia terpapar dan terinfeksi
H5N1 tinggi, unggas di pedesaan
Indonesia diternakkan di pemukiman
penduduk dan dibiarkan berkeliaran
secara bebas.
Virus ini telah menyebabkan penyakit
yang parah pada manusia dengan
angka kematian tinggi.
Fakta terpenting bahwa H5N1 dapat
bermutasi secara cepat dan berke-
mampuan memperoleh gen dari virus
yang menginfeksi spesies hewan lain.
Pandemi influenza pada tahun 1918, 1957
dan 1968 disebabkan oleh subtipe virus baru
dari hasil persilangan berbagai virus influen-
za. Subtipe virus baru ini memiliki karakteristik
sangat berbeda dari virus induknya yang
pada umumnya tidak menginfeksi manusia,
sehingga hanya terdapat sedikit atau tidak
ada sama sekali perlindungan kekebalan
bagi manusia.
Upaya pencegahan masuknya H1N1
di border area (pelabuhan laut, pelabuhan
udara dan pos lintas batas darat) dilakukan
oleh petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan,
sedang di kamunitas dilakukan oleh
petugas Rumah Sakit, Puskesmas dan Dinas
Kesehatan. Petugas tersebut sangat berisiko
tertular H1N1, disamping risiko fisik tercebur
di laut lepas pantai yang ombaknya
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
PERLUKAH “REWARD” BAGI PETUGAS KKP ???
47
menakutkan. Mereka perlu jaminan
asuransi, disamping butuh reward nyata,
bila perlu diberikan kenaikan pangkat
sebagai penghargaan atas jerih payahnya
yang penuh dengan risiko.
Mari kita bayangkan, petugas KKP
menuju kapal dalam karantina (istilah kapal
dari negara terjangkit sesuai UU no : 1 /
1962) yang berada di posisi luar dam
pelabuhan, naik tangga monyet (tangga
pandu : red) kapal yang penuh dengan
risiko tercebur, tenggelam, dan lain - lain
risiko; setelah masuk dalam kapal berisiko
tertular penyakit, dan lain - lainl risiko yang
dapat dialami oleh petugas KKP. (RBAW)
S etelah Indonesia merdeka pada
tahun 1945, pemerintah RI
membentuk 5(lima) Pelabuhan
Karantina pada tahun 1949/1950, yaitu :
Pelabuhan Karantina Kelas I : Tanjung Priok
dan Sabang; Pelabuhan Karantina Kelas II :
Surabaya dan Semarang; Pelabuhan
Karantina Kelas III : Cilacap).
Selang 20 tahun kemudian yakni pada
tahun 1970, terbit SK Menkes nomor : 1025/
DD /Menkes, tentang pembentukan Dinas
Kesehatan Pelabuhan Laut (DKPL) dan Dinas
Kesehatan Pelabuhan Udara (DKPU). Dinas
Kesehatan Pelabuhan Laut sebanyak 60
DKPL dan Dinas Kesehatan Pelabuhan
Udara sebanyak 12 DKPU, semuanya non
eselon.
Selang 8 tahun kemudian yakni pada
tahun 1978, terbit SK Menkes Nomor : 147/
Menkes/IV/78 DKPL/DKPU dilebur menjadi
Kantor Kesehatan Pelabuhan, dengan
eselon IIIB, yakni 10 KKP Kelas A dan 34 KKP
Kelas B.
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II
KESEHATAN PELABUHAN atau KARANTINA KESEHATAN
Perubahan kembali terjadi yakni pada
tahun 1985, terbitnya SK Menkes 630/
Menkes/SK/XII/85, menggantikan SK No.147,
jumlah Kantor Kesehatan Pelabuhan
berubah menjadi 46 oleh penambahan KKP
kelas B (KKP Dili dan KKP Bengkulu).
Pada tahun 2004 berubah oleh
terbitnya SK Menkes nomor : 265/Menkes/
SK/III/2004 tentang Organisasi & Tata Kerja
Kantor Kesehatan Pelabuhan yang baru.
KKP digolongkan kembali seperti pada
tahun 1949/1950, yakni : KKP Kelas I (eselon
II B) sebanyak 2 KKP, KKP Kelas II (eselon III
A) sebanyak 14 KKP dan KKP Kelas III
(eselon III B) sebanyak 29 KKP
Pada tahun 2007, terbit Permenkes
nomor : 167 merupakan perbaikan
Kepmenkes No. 265 yakni penambahan KKP
kelas` III menjadi 32 KKP sekaligus wilayah
kerjanya. Pada tahun 2008, berubah lagi
oleh terbit Permenkes nomor : 356/MENKES/
PER/V/2008 tentang Organisasi & Tata Kerja
KKP. Penggolongan KKP menjadi : KKP
Kelas I (eselon II B) sebanyak 7 KKP, KKP
48
Kelas II (eselon III A) sebanyak 21 KKP dan
KKP Kelas III (eselon III B) sebanyak 20 KKP
Pelabuhan Karantina terbentuk pada
tahun 1949/1950 yang selanjutnya terjadi 2
(dua) kali perubahan nama menjadi Dinas
Kesehatan Pelabuhan (Laut dan Udara)
pada tahun 1970, selanjutnya berubah
menjadi Kantor Kesehatan Pelabuhan pada
tahun 1978; bahkan sampai dengan saat ini
masih memakai nama Kantor Kesehatan
Pelabuhan.
Marilah kita lihat nomenklatur pada
glosarium Pusat Bahasa – Departemen
Pendidikan Nasional RI (http://
pusatbahasa.diknas.go.id). Kata : Kantor,
pelabuhan, karantina, kesehatan
tercantum dalam glosarium tersebut namun
Kesehatan Pelabuhan dan Karantina
Kesehatan masih belum tercantum.
Sangatlah perlu adanya penyampaian
informasi ke institusi Pusat Bahasa –
Departemen Pendidikan Nasional RI
mengenai Kesehatan Pelabuhan ataupun
Karantina Kesehatan. Mungkin hal inilah
yang merupakan salah satu penyebab tidak
populernya Kantor Kesehatan Pelabuhan
dimata masyarakat umum, bahkan
sebagian besar staf pada sektor kesehatan
juga tidak tahu. Kalau tidak percaya, silakan
mencoba bertanya pada mereka : “Kantor
apakah KKP itu???” Jawaban logis bagi
mereka yang tidak tahu, akan menjawab
dengan singkat : “ya kantor kesehatan yang
berada di pelabuhan laut”
Kenyataan menunjukkan bahwa
masyarakat pelabuhan (laut, udara dan Pos
lintas batas darat) lebih mengenal Karantina
Kesehatan bila dibanding dengan
Kesehatan Pelabuhan. Mungkin sejak
dahulu kala yang dikenal oleh mayarakat
pelabuhan adalah Karantina yang
dilakukan oleh petugas kesehatan, yang
sering disebut petugas karantina. Awalnya,
petugas karantina di pelabuhan hanya dari
sektor kesehatan oleh merebaknya penyakit
(Pes) pada masa itu namun pada saat ini
sudah berkembang, ada petugas karantina
tumbuhan, petugas karantina hewan dan
bahkan ada petugas karantina ikan; yang
saat ini juga disebut sebagai “petugas
karantina” saja. Sebagian besar
masyarakat pelabuhan menyebut petugas
Kantor Kesehatan Pelabuhan sebagai
Petugas Karantina Kesehatan, sedangkan
para pimpinan instansi pemerintah ataupun
swasta menyebut kadang teman KKP,
kadang teman Karantina Kesehatan.
Untunglah petugas KKP selalu berteriak
lantang menyebut Kantor Kesehatan
Pelabuhan pada setiap rapat ataupun
pertemuan teknis lintas sektor di Pelabuhan,
terutama yang membahas kepentingan
program pada masa mendatang, misalnya
dalam pertemuan National Single Window
(NSW). Jangan terkejut bila setiap flow
chart dalam pedoman teknis NSW, muncul 2
(dua) kotak yang berbeda tempatnya yakni
kotak KKP dan kotak Karantina. Yang
dimaksud kotak KKP adalah Kantor
Kesehatan Pelabuhan sedang kotak
Karantina adalah Balai karantina hewan,
karantina tumbuhan dan karantina ikan.
Issue sepuluh tahun yang lalu,
wacana munculnya Pusat Karantina
Kesehatan akan diluncurkan namun nyaris
tidak terdengar, akhir – akhir ini muncul
kembali wacana tersebut oleh adanya
ganti nama salah satu sub direktorat
menjadi Karantina Kesehatan, sedang KKP
kepanjangannya akan menjadi Kantor
Karantina Kesehatan. Apapun namanya,
sebaiknya dimasukkan dalam glosarium
Pusat Bahasa – Departemen Pendidikan
Nasional RI dengan konsekuensi bahwa
konseptual program harus jelas, sistematis,
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
49
terpadu dan konsisten sesuai arah
pembangunan kesehatan nasional tanpa
adanya duplikasi penyelenggaraan fungsi
lintas program ataupun sektor lain.
Jangan sampai muncul kalimat : “semua
dikerjakan kecuali Tupoksinya“, maksudnya
bahwa menyelenggarakan semua fungsi
yang dicari – cari dan dikait – kaitkan tetapi
tidak sistimatis dan tidak integral dengan
tugas pokoknya.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas,
yang sudah tercantum dalam glosarium
Pusat Bahasa – Departemen Pendidikan
Nasional RI, adalah kesehatan tumbuhan,
teknisi kesehatan hewan, pegawai
kesehatan medik. Sedangkan Kesehatan
Pelabuhan, Karantina Kesehatan, bahkan
pegawai Kesehatan Pelabuhan ataupun
pegawai Karantina Kesehatan masih belum
tercantum.
Nah, silakan pilih Kantor Karantina
Kesehatan ataukah Kantor Kesehatan
Pelabuhan, toh kependekannya tetap
adalah KKP.
Selamat memilih dan selamat bekerja.
(RBAW)
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
P andemi Influenza telah terjadi sejak
berabad-abad yang lalu, seperti
“Spanish Flu” (tahun 1918) dengan
20 – 60 juta kematian, “Flu Asia” (tahun
1957) dengan 2-3 juta kematian dan “Flu
Hongkong (tahun 1968) dengan 1 juta jiwa
yang meninggal dunia. Lalu dipertengahan
2003 dunia menghadapi Kejadian Luar Biasa
(KLB) Flu Burung H5N1 pada manusia de-
ngan kasus komulatif sampai dengan 21 Mei
2009 terdapat 424 kasus dan diantaranya
261 meninggal dunia. Belum selesai Flu Bu-
rung tuntas di tangani, pertengahan Maret
2009 terjadi Kejadian Luar Biasa Influenza
Like Illnes (ILI) di Mexico yang kemudian dik-
onfirmasi sebagai influenza A/H1N1 subtipe
baru. Flu ini menular antar manusia dengan
mudah yang kemudian menyebar ke Ne-
gara-negara lain didunia. Menghadapi hal
ini WHO selaku Badan Kesehatan Dunia
pada tangal 25 April 2009 menyatakan
bahwa Flu Baru H1N1 merupakan keda-
ruratan kesehatan masyarakat dengan ke-
PREVENTIF INFLUENZA A (H1N1) DI PELABUHAN TANJUNG PRIOK
pedulian internasional atau Public Health
Emergency of International Concern
(PHEIC).
Berdasarkan laporan WHO tanggal
15 Juni 2009 jumlah Negara didunia yang
telah terjangkit oleh Flu ini sebanyak 75
Negara dengan jumlah kasus konfirmasi
telah mencapai 29.669 kasus dengan
jumlah kematian sebanyak 145 orang.
Kecenderungan kasus penyakit Influenza
H1N1 terus menunjukan peningkatan,
begitu juga distribusi penyebarannya. ini
bisa dipastikan sangat berpotensi
menimbulkan keadaan pandemi dunia.
Terbukti sejak tanggal 11 Juni 2009 WHO
telah menetapkan peningkatan status fase
pandemic menjadi fase 6.
Direktur Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
(P2PL) telah melakukan langkah-langkah
kongkrit dalam menanggapi permasalahan
ini, melalui Surat Edaran Ditjen P2&PL No.
PM.01.01/D/1.4/1221/2009 tentang
50 Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
banyak kelebihan dibandingkan alat pe-
nyimpanan data lainnya, khususnya disket
atau cakram padat. Alat ini lebih cepat,
kecil, dengan kapasitas lebih besar, serta
lebih dapat diandalkan (karena tidak
memiliki bagian yang bergerak) daripada
disket. Sebenarnya flash disk dan disket
memiliki fungsi yang sama, hanya saja flash
disk biasanya memiliki kapasitas penyim-
panan yang jauh lebih besar dibanding
disket.
Kiat Beli Flash Disk
Untuk mendapatkan USB sesuai dengan
harapan dengan fungsi yang diinginkan ti-
dak salahnya jika kiat membeli flash disk di-
terapkan :
1. Sebelum membeli Flash Disk, jika Anda
termasuk termasuk orang yang ceroboh
atau bukan, belilah Flash Disk yang ber-
lapis karet.
Sambungan dari halaman ……………………….. 29
kewaspadaan penyakit Influenza A (H1N1)
yang menyatakan bahwa Flu H1N1 yang
dapat ditularkan melalui binatang,
terutama babi dan ada kemungkinan
penularan antar manusia dengan gejala
mirip dengan influenza. Tanda-tanda klinis
penyakit ini seperti demam, batuk, pilek, lesu
nyeri tenggorokan, nafas cepat atau sesak
serta mungkin disertai mual, muntah dan
diare. Cara penularannya melalui udara
dan dapat juga melalui kontak langsung
dengan masa inkubasi 3 - 7 hari.
Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas 1
Tanjung Priok melalui Permenkes RI No.356/
Menkes/SK/IV/2008, Tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan
mempunyai tugas pokok dalam mencegah
dan menangkal masuk dan keluarnya
penyakit berpotensial wabah dari dan ke
Indonesia melalui pelabuhan, diantaranya
pengawasan alat angkut (kapal) beserta
isinya termasuk Anak Buah Kapal (ABK)
yang datang dari pelabuhan luar negeri
dan pengawasan kedatangan TKI deportasi
asal Malaysia.
Pengawasan dilakukan setiap hari
selama 24 jam. Setiap ABK yang akan me-
masuki wilayah pelabuhan Tanjung Priok di-
lakukan pemeriksaan suhu tubuh sebagai
screening awal untuk mendeteksi kesehatan
ABK. Hal serupa juga diberlakukan untuk TKI
deportasi asal Malaysia. Walaupun umum-
nya TKI yang tiba di Pelabuhan Tanjung Priok
telah singgah terlebih dahulu di Pelabuhan
Kijang atau pelabuhan Batam, akan tetapi
mengingat masa inkubasi penyakit influenza
A (H1N1) 3 – 7 hari dan penularan sudah
dari manusia ke manusia, pemeriksaan suhu
tubuh pada setiap TKI yang datang di Pela-
buhan Tanjung Priok tetap perlu dilakukan,
sebagai tindakan preventif terhadap pe-
nyebaran penyakit influenza A (H1N1). Apa-
bila ABK ataupun TKI dinyatakan sehat
maka diberikan Health Allert Card (HAC) /
Kartu kewaspadaan dengan memberikan
penerangan kepada mereka agar mem-
bawa kartu tersebut ke sarana pelayanan
kesehatan apabila mulai merasakan
demam, batuk, pilek, lesu nyeri
tenggorokan, nafas cepat atau sesak
selama 2 minggu ke depan. ***Berbagai
sumber (UPI)
51
2. Usahakan membeli Flash Disk yang
memiliki password di dalamnya atau
menyiasati dengan apikasi password
yang free.
3. Usahakan ketika membeli Flash Disk,
merk FlashDisk tersebut sudah dikenal
Anda, sehingga kualitas Flash Disk terse-
but bisa dipastikan bagus.
4. Pilihlah Flash Disk yang memiliki High
Speed USB 2.0, Dengan High Speed USB
2.0 kecepatan transfer data ke PC akan
menjadi lebih cepat.
5. Mintalah garansi dari toko jika terjadi
masalah ( bisa ditukar).
Tips Merawat Flash Disk
Berikut ini ada tips bagaimana merawat
dan menggunakan flash disk dengan benar,
antara lain :
1. Jauhkan Dari Medan Magnet kuat
seperti handphone dan TV
2. Jangan Terkena Air, menjauhkan flash
disk dari sentuhan air tetap saja men-
jadi langkah yang paling aman.
3. Selalu melakukan scan anti virus se-
cara berkala dengan software anti vi-
rus yang tersedia.
4. Selalu melakukan proses eject atau
stop sebelum mencabut flash disk dari
port usb.
5. Jauhkan Dari Tempat Panas
6. Hindari Benturan Keras
7. Tutuplah flash disk dan pilihlah yang
memiliki slot geser jadi tidak perlu lagi
penutup.
8. Mengurangi proses hapus-tulis, bi-
asanya usia flash disk antara 10.000-
100.000 kali proses hapus tulis. Jadi usa-
hakan untuk meminimalisir proses terse-
but dan juga mengedit langsung dari
flash disk
Jenis aplikasi flash disk (Distribusi GNU/Linux
untuk USB)
Apa yang harus kita lakukan, jika aplikasi
yang akan digunakan tidak tersedia pada
PC atau notebook?. Penyedia aplikasi port-
able untuk flash disk yang berjalan di Win-
dows 98/ME/2000/XP/Vista dan Linux, ba-
nyak ragamnya akan tetapi saya rekomon-
dasikan menggunakan website di bawah
ini :
1. http://www.portableapps.com, pada
toolbar suite kita diajak untuk memilih
Platform only, Suite Light dan Suite Stan-
dar.
2. http://www.lupopensuite.com,pada
toolbar suite kita diajak untuk memilih
Full version , Lite version dan Zero ver-
sion.
3. http://www.pendriveapps.com, me-
nyediakan aplikasi portable sesuai ke-
butuhan penggunanya baik yang ber-
jalan di window atau di linux.
Gunakan Antivirus Anak Negeri
Banyak virus asal dalam negeri. Kenapa ti-
dak menggunakan juga Antivirus Anak
negeri yang telah terbukti bisa
“mentuntaskannya”. Antivirus ini bisa dile-
takan di flash disk dan difungsikan seperti
scan, quarantine dan clean. Saya sarankan
menggunakan antivirus PCMAV dari ma-
jalah PC Media dan Smada Antivirus
(SmadAV). Malas membaca ! Tanya saja
sama “ paman Google” atau “bibi Yahoo”.
Akhirnya apapun untuk mengoptimalkan
pada flash disk Anda tergantung kemam-
puan untuk menerapkan tips di atas.@/
Buletin Info Kesehatan Pelabuhan Volume IV Edisi 2 Triwulan II ( April - Juni ) Tahun 2009
52
JEJARING KERJA DAN KEMITRAAN
DALAM RANGKA PENGENDALIAN RISIKO LINGKUNGAN
TAHUN 2009
JEJARING KERJA DAN KEMITRAAN
DALAM RANGKA PENGENDALIAN VEKTOR DI PELABUHAN
TAHUN 2009
PENYUSUNAN PROFIL DAN LAPORAN TAHUNAN
KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS I TANJUNG PRIOK
TAHUN 2009
SOSIALIASI PENYAKIT TIDAK MENULAR (KANKER RAHIM)
KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS I TANJUNG PRIOK
TAHUN 2009