130
BA DAN METEOROLOGI KL IMA TOLOGI DAN GEOFI SIKA Jl . Ang kasa I No. 2 Kemayor an, Jakarta Pusat 10 72 0. Telp : (021) 4246321, Fax : (021) 4246703 www.bmkg.go.id JAKARTA, DESEMBER 2013

BUKU_SBK_edisi_6

Embed Size (px)

DESCRIPTION

asgfsafasgsaggfjugffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff

Citation preview

  • BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKAJl. Angkasa I No. 2 Kemayoran, Jakarta Pusat 10720.

    Telp : (021) 4246321, Fax : (021) 4246703www.bmkg.go.id

    JAKARTA, DESEMBER 2013

  • BUKU INFORMASI PERUBAHAN IKLIM DAN KUALITAS UDARA

    DI INDONESIA

    PUSAT PERUBAHAN IKLIM DAN KUALITAS UDARA KEDEPUTIAN BIDANG KLIMATOLOGI

    BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

  • BUKU INFORMASI PERUBAHAN IKLIM DAN KUALITAS UDARA DI INDONESIA TAHUN 2013 x + 119 hlm : 21 x 30 cm ISBN : Editor : Drs. Budi Suhardi, DEA, Ir. Anton Siswadi, Hadi Suyono, M.Si, Leni Nasarudin,

    S.Si, M.Si, Andriyas Aryo. P, M.Si, Agus Sabana, M.Si, Farid Faisal, Mugni Hadi Hariadi, Ari Kurniadi

    Penerbit : BMKG Jl. Angkasa I No.2. Kemayoran, Jakarta, Indonesia 10720 Telp : (+6221) 4246321. Fax : (+6221) 4246703 @ Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2013

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia P a g e | i

    KATA PENGANTAR

    Bentuk negara yang berupa kepulauan, terletak di antara dua Benua dan

    Samudera, tingkat perekonomian sebagai negara berkembang serta kemampuan

    adaptasi masyarakat yang rendah terhadap perubahan iklim menempatkan

    Indonesia sebagai negara yang rentan terhadap isu perubahan iklim.

    Akan tetapi apakah perubahan iklim memang telah terjadi di Indonesia ?

    Berdasarkan hasil pengamatan BMKG, telah terjadi kenaikan suhu yang

    signifikan pada kurun waktu 30 tahun terakhir di sebagian besar wilayah Indonesia.

    Bukti perubahan iklim lain pun ditunjukan oleh pengamatan konsentrasi Gas Rumah

    Kaca (GRK) di stasiun GAW Bukit Kototabang yang mengalami tren peningkatan

    yang cukup signifikan. Selain itu BMKG telah melakukan pula pengamatan terhadap

    luasan es di wilayah pegunungan Jaya Wijaya yang menunjukan penurunan. Hasil

    pengamatan dan analisis tersebut diharapkan menjadi bukti dasar perubahan iklim

    yang terjadi di Indonesia, dimana ini akan dilengkapi oleh rencana BMKG untuk

    melakukan pengamatan terhadap kenaikan tinggi muka laut .

    Hasil pengukuran BMKG mengenai penurunan konsentrasi GRK di Pulau Bali

    sebesar 33% secara total saat Hari Raya Nyepi tahun 2013 telah menjadi bukti

    dasar pengaruh kegiatan manusia terhadap konsentrasi GRK di atmosfer. Data ini

    menjadi hal yang sangat berharga mengingat selama ini analisa yang dilakukan

    lebih berdasarkan pendekatan asumsi saja.

    Beberapa hal di atas telah menunjukan pentingnya peran BMKG dalam

    menghadapi isu perubahan ini, tidak hanya dalam hal analisa pengamatan terhadap

    bukti perubahan iklim tetapi juga dalam hal layanan informasi perubahan iklim untuk

    mendukung kegiatan adaptasi dan mitigasi sektoral.

    Dengan terbitnya Buku Informasi Perubahan iklim dan Kualitas Udara di Indonesia yang telah mencapai edisi yang ke-6, diharapkan menjadi salah satu

    bentuk dari diseminasi informasi yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan

    operasional BMKG baik Pusat maupun Daerah dan lebih lanjut lagi menjadi layanan

    informasi untuk sektor terkait.

    Kami atas nama Tim Penyusun mengucapkan banyak terimakasih kepada

    Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika dan Deputi Bidang

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia P a g e | ii

    Klimatologi yang telah mendorong terbitnya buku ini, serta kepada semua pihak

    yang telah turut mendukung penyusunannya. Semoga dengan tersedianya Buku

    Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia dapat dijadikan rujukan

    untuk mengetahui informasi tentang indikasi perubahan iklim di wilayah Nusantara.

    Jakarta, Desember 2013

    Kepala Pusat Perubahan Iklim

    dan Kualitas Udara

    Dr. Edvin Aldrian, B.Eng, MSc, APU

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page iii

    SAMBUTAN

    Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa- atas segala kenikmatan yang telah diberikan kepada kita semua. Saya memberikan apresiasi atas diterbitkannya Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia edisi ke-6 bulan Desember 2013. Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia yang telah diterbitkan oleh kedeputian Klimatologi telah terdiseminasi secara luas, tidak hanya di lingkup BMKG saja juga ke berbagai Kementerian/Lembaga lintas sektoral, akademisi dan masyarakat umum melalui berbagai kegiatan seperti Rakornas, Workshop maupun pameran-pameran lintas sektor.

    Harapan dari penerbitan Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia tidak hanya untuk kepentingan internal BMKG yakni sebagi referensi atau guidence oleh UPT-UPT BMKG di daerah dalam memberikan informasi perubahan iklim dan kualitas udara, akan tetapi merupakan sebuah sarana pembelajaran bagi masyarakat umum akan pentingnya informasi perubahan iklim dan kualitas udara. Demikian pula merupakan sebuah sarana tukar informasi antar instansi-instansi sektoral terkait informasi perubahan iklim dan kualitas udara yang pada akhirnya dapat saling bersinergi dalam pencapaian tujuan bersama yakni tanggap dan cakap dalam melakukan tindakan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

    Semakin luasnya cakupan diseminasi Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia ini, tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi Kedeputian Bidang Klimatologi dalam penyusunan Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia dimasa mendatang. Kedepannya, saya berharap Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia ini berisikan informasi-informasi terbaru dengan penyampaian yang mudah dipahami oleh semua lapisan masyarakat, dan saya juga berharap masukan maupun kritikan yang sifatnya konstruktif yang dilontarkan oleh pembaca dapat diakomodir sehingga Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia lebih dapat diterima dan lebih bermanfaat bagi masyarakat umum, pemangku kepentingan maupun untuk lingkungan internal BMKG.

    Jakarta, Desember 2013 Deputi Bidang Klimatologi

    Dr. Widada Sulistya, DEA

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page iv

    DAFTAR TIM PENYUSUN

    BUKU INFORMASI PERUBAHAN IKLIM DAN KUALITAS UDARA BMKG 2013

    Penasehat Dr. Widada Sulistya, DEA

    Pengarah Dr. Edvin Aldrian, B.Eng, M.Sc, APU Ketua Tim Rita Hidayati, S.T

    Dewan Editor

    Drs. Budi Suhardi, DEA

    Drs. Nasrullah

    Ir. Anton Siswadi

    Hadi Suyono, M.Si

    Editor Pelaksana Farid Faisal, ST

    Rendy Artha Luvian, S.Si

    Mugni Hadi Hariadi, S.Si

    Sekretaris Riri Indriani Nasution, S.KM

    Anggota Tim Vita Avianti Pudji Setiyani, M.Si

    Ari Kurniadi, Ssi

    Andreas Aryo Prabowo, M.Si

    Trinah Wati, S.Si

    Leni Nazarudin, M.P

    Noveta Chandra, SP

    Mizani Ahmad, ST

    Nuraliyanti, ST

    Rima Novianti, S.Si

    Andriyani Agus, ST

    Atiyah, ST

    Sunaryo, SP

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page v

    DAFTAR ISI

    hal

    KATA PENGANTAR ........................................................................................ i KATA SAMBUTAN .......................................................................................... iii DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv

    I. PENDAHULUAN........................................................................................... 1 II. ANALISIS PERUBAHAN IKLIM DI SUMATERA ........................................ 3

    2.1 Metodologi Analisa ................................................................................. 3

    2.2 Analisis Perubahan Iklim ........................................................................ 5

    III. KUALITAS UDARA DI INDONESIA BULAN ............................................. 59 JANUARI JUNI 2013

    3.1. Kadar Debu / Suspended Particulate Matter (SPM) .............................. 59

    3.2. Tingkat Keasaman (pH) Air Hujan......................................................... 66

    3.3. Konsentrasi Kadar SO2 dan NO2 Di Jakarta ......................................... 72

    3.4. Pemantauan Aerosol PM10 ................................................................... 73

    3.5. Konsentrasi Kadar SO dan NO Di Indonesia ................................... 73

    3.6. Ozon Permukaan ................................................................................. 80

    IV. INFORMASI GAS RUMAH KACA ............................................................. 84

    4.1. Pemantauan Gas Rumah Kaca Di Stasiun GAW Kototabang ............ 84

    4.2 Pemantauan Gas Rumah Kaca Di 9 (Sembilan) UPT BMKG ............... 86 V. INFORMASI SEBARAN ASAP KEBAKARAN HUTAN .............................. 92 5.1. Informasi Sebaran Asap Kebakaran Hutan Di Provinsi Riau ................. 92

    5.2. Informasi Sebaran Asap Kebakaran Hutan Di Provinsi Jambi .............. 95

    5.3. Informasi Sebaran Asap Kebakaran Hutan Di Provinsi Sumatera Utara 98

    5.4. Informasi Sebaran Asap Kebakaran Hutan

    Di Provinsi Sumatera Selatan............................................................... 101

    5.5. Informasi Sebaran Asap Kebakaran Hutan

    Di Provinsi Kalimantan Barat ................................................................ 104

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page vi

    5.6 Informasi Sebaran Asap Kebakaran Hutan

    Di Provinsi Kalimantan Tengah ............................................................ 107

    5.7. Informasi Sebaran Asap Kebakaran Hutan

    Di Provinsi Kalimantan Selatan ............................................................ 110

    5.8. Informasi Sebaran Asap Kebakaran Hutan

    di Provinsi Kalimantan Timur ................................................................ 113

    VI. INFORMASI SEBARAN DEBU GUNUNG BERAPI ................................... 117

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page vii

    PENULIS :

    Trinahwati, Hadi Suyono, Rendy Artha Luvian

    (Analisis Perubahan Iklim Di Sumatera)

    Nuraliyanti, Riri Nasution, Farid Faisal

    (Analisis Kualitas Udara di Indonesia, Informasi Gas Rumah Kaca)

    Sunaryo, Andriyani Agoes, Mizani Ahmad

    (Informasi Sebaran Asap Kebakaran Hutan dan Debu Gunung Berapi)

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 1

    I. PENDAHULUAN

    Kehidupan di muka bumi sangatlah tergantung pada panas atau energi

    matahari. Sekitar 70 persen dari cahaya matahari berhasil mencapai permukaan

    bumi dengan berbagai spektrum panjang gelombang. Sebagian besar energi yang

    membanjiri planet kita adalah radiasi gelombang pendek. Ketika energi ini memasuki

    permukaan bumi. Permukaan bumi akan memantulkan kembali sebagian dari panas

    ini sebagai radiasi infra merah gelombang panjang ke luar angkasa, walaupun

    sebagian tetap terperangkap di atmosfer bumi. Sisanya, yang 30 persen radiasi

    matahari yang terarah ke muka bumi akan dibelokan oleh atmosfer bagian luar.

    Radiasi ini selanjutnya disebarkan kembali ke luar angkasa. Untuk radiasi

    matahari yang mengenai permukaan bumi, radiasi tersebut diserap baik oleh

    daratan maupun air. Dari permukaan inilah lalu dipantulkan kembali ke atas dalam

    bentuk radiasi infra merah. Panas yang berasal dari radiasi infra merah inilah yang

    diserap oleh gas yang dikenal dengan gas rumah kaca. Disebut gas rumah kaca

    karena gas-gas di atmosfer ini menahan panas seperti halnya dinding-dinding kaca

    dari sebuah rumah kaca. Gas-gas tertentu di atmosfer termasuk uap air (H2O),

    karbondioksida (CO2), dan metana (CH4) akan menjadi perangkap radiasi ini. Gas-

    gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan

    Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Gas rumah

    kaca, meskipun jumlahnya hanya sekitar 1 persen dari atmosfer bumi, namun

    mampu mengatur iklim kita dengan memerangkap panas dan menahannya seperti

    halnya selimut udara hangat yang menyelimuti bumi (Larry West, 2011).

    Penumpukan gas rumah kaca (GRK) akan menyebabkan energi radiasi yang

    terserap mengumpul di atmosfer. Hukum Fisika tentang kekekalan energi

    menjelaskan, energi yang terkumpul tersebut akan tetap bertahan di atmosfer dan

    hanya dapat berubah bentuk menjadi energi lainnya

    Jika dicermati secara mendalam maka gejala yang diakibatkan dari

    perubahan bentuk energi tersebut sebenarnya adalah perubahan dari berbagai

    parameter iklim sepeti suhu, angin, dan hujan. Atau dengan kata lain, terjadi

    perubahan siklus air di muka bumi. Selain suhu, angin dan hujan, parameter iklim

    lainnya yang ikut berubah adalah penguapan, kelembaban, dan tutupan awan atau

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 2

    singkatnya perubahan energi akibat pemanasan global telah mengakibatkan

    perubahan siklus air yang mengarah pada perubahan iklim.

    Secara umum perubahan iklim berlangsung dalam waktu lama (slow face)

    dan berubah secara lambat (slow onset). Perubahan berbagai parameter iklim yang

    berlangsung perlahan tersebut dikarenakan berbagai peristiwa ekstrem yang terjadi

    pada variabilitas iklim yang berlangsung secara terus-menerus. Peristiwa ekstrim

    menyebabkan berubahnya besaran statistik rata-rata iklim yang pada akhirnya

    menggeser atau mengubah iklim pada umumnya. Dengan demikian, pemantauan

    perubahan iklim dapat dilakukan dengan memantau kondisi iklim ekstrim. Sebagai

    contoh pola peningkatan suhu bumi ditandai dengan berbagai rekor baru suhu

    maksimum secara terus-menerus, sedangkan pola musim berubah dengan adanya

    pergeseran awal musim (E. Aldrian, 2012).

    Respon yang dapat dilakukan terkait perubahan iklim yang telah, sedang dan

    akan terjadi adalah dengan melakukan tindakan adaptasi untuk mengatasi akibat

    atau dampak, serta melakukan mitigasi untuk mengatasi penyebab perubahan iklim.

    Tindakan adaptasi adalah upaya mengatasi dampak perubahan iklim, sehingga

    mampu mengurangi dampak negatif dan mengambil manfaat positifnya. Dalam

    pengertian lain adaptasi adalah upaya untuk mengelola hal yang tidak dapat

    dihindari. Dalam hal ini upaya perubahan dilakukan dengan asumsi bahwa

    perubahan iklim merupakan suatu keniscayaan yang tidak dapat dihindari dan terjadi

    secara global.

    Tindakan mitigasi adalah upaya untuk mengatasi penyebab perubahan iklim melalui kegiatan yang dapat menurunkan emisi atau meningkatkan penyerapan

    GRK dari berbagai sumber emisi. Dalam pengertian lain mitigasi adalah upaya untuk

    menghindari hal yang tidak dapat dikelola. Dalam hal ini upaya perubahan dilakukan

    pada sumber penyebab pemanasan global

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 3

    II. ANALISIS PERUBAHAN IKLIM DI SUMATERA Analisis perubahan iklim di Sumatera ini memuat informasi berbagai

    perubahan yang terjadi pada beberapa parameter iklim seperti curah hujan dan suhu

    udara. Analisis perubahan iklim memberikan informasi berupa tabel, grafik dan

    pemetaan tentang kecenderungan (tren) curah hujan dan suhu udara di beberapa

    stasiun pengamatan meteorologi/klimatologi wilayah Sumatera. Pada Buku Informasi

    Perubahan Iklim dan Kualitas Udara edisi ke-6 tahun 2013 beberapa perubahan

    unsur curah hujan dan suhu udara dijelaskan secara detail.

    2.1 METODOLOGI ANALISA 2.1.1 PENGUMPULAN DATA DAN METODE ANALISIS

    Pengumpulan data dan metode analisis terkait dengan analisis perubahan

    iklim dilakukan di beberapa stasiun klimatologi, meteorologi dan geofisika milik

    Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) serta menggunakan standar

    internasional sesuai dengan prosedur dari World Meteorological Organization

    (WMO). Di dalam penerbitan kali ini, telah dipilih beberapa stasiun pengamatan

    klimatologi, meteorologi dan geofisika di wilayah Indonesia seperti yang terlihat pada Tabel 1 dan metode analisis seperti yang terlihat pada Tabel 2.

    Tabel 1. Stasiun Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika dalam mendukung analisis perubahan iklim

    No Nama Stasiun

    1. Stasiun Klimatologi Indrapuri (Nanggroe Aceh Darussalam)

    2. Stasiun Klimatologi Sampali (Sumatera Utara)

    3. Stasiun Klimatologi Sicincin (Sumatera Barat)

    4. Stasiun Klimatologi Jambi (Jambi)

    5. Stasiun Global Atmospheric Watch (GAW) Kototabang (Sumatera Barat)

    6. Stasiun Meteorologi Radin Inten (Lampung)

    7. Stasiun Meteorologi Pekan Baru (Riau)

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 4

    8. Stasiun Meteorologi Tanjung Pinang (Kepulauan Riau)

    9. Stasiun Meteorologi Hang Nadim Batam (Kepulauan Riau)

    10. Stasiun Meteorologi Dabo Singkep (Kepulauan Riau)

    11. Stasiun Meteorologi Ranai Natuna (Kepulauan Riau)

    12. Stasiun Meteorologi Tarempa (Kepulauan Riau)

    13. Stasiun Meteorologi Sultan Thaha Jambi (Jambi)

    14. Stasiun Meteorologi Polonia Medan (Sumatera Utara)

    15. Stasiun Meteorologi Belawan - Sumatera Utara

    16. Stasiun Meteorologi Sibolga Sumatera Utara

    17. Stasiun Meteorologi Gunung Sitoli Nias Sumatera Utara

    Tabel 2. Metode Analisis

    No Parameter Metode Analisis

    1. Temperatur Analisis Kecenderungan (Tren) berdasarkan

    time series data suhu udara rata-rata,

    maksimum dan minimum serta maksimum

    dan minimum absolut tahunan

    2. Curah Hujan Analisis tren awal musim dan panjang

    musim berdasarkan time series data dan

    tren jumlah curah hujan 6 (enam) bulanan

    dari bulan Oktober Maret dan April -

    September

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 5

    2.2 ANALISIS PERUBAHAN IKLIM 2.2.1 ANALISIS PERUBAHAN SUHU DI STASIUN METEOROLOGI HANG

    NADIM BATAM

    1. Tren Suhu Maksimum Rata-Rata Tahunan

    Gambar 1. Tren suhu maksimum rata-rata tahunan di Stasiun Meteorologi Hang Nadim Batam

    Dari data tahun 1993 2011, suhu maksimum rata-rata tahunan di Stasiun

    Meteorologi Hang Nadim Batam menunjukkan tren peningkatan sebesar 0.022 oc per tahun. Suhu maksimum rata-rata tertinggi tercatat pada tahun 2009 dan 2010

    sebesar 31.4 oc dan suhu maksimum rata-rata terendah terjadi pada tahun 2000 sebesar 30.2 oc.

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 6

    2. Tren Suhu Minimum Rata-Rata Tahunan

    Gambar 2. Tren suhu minimum rata-rata tahunan di Stasiun Meteorologi Hang Nadim Batam

    Dari data tahun 1993 2011, suhu minimum rata-rata tahunan di Stasiun

    Meteorologi Hang Nadim Batam menunjukkan tren peningkatan sebesar 0.0385 oc per tahun. Suhu minimum rata-rata tertinggi tercatat pada tahun 2011 sebesar 25.0 oc dan suhu minimum rata-rata terendah terjadi pada tahun 1995 dan 2001 sebesar 23.8 oc.

    3. Tren jumlah Curah Hujan 6 Bulanan

    Gambar 3. Tren curah hujan 6 bulanan (April September) di Stasiun Meteorologi Hang Nadim

    Batam

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 7

    Curah hujan enam bulanan April September di Stasiun Meteorologi Hang

    Nadim Batam menunjukkan tren peningkatan sebesar 0.0432 mm per enam bulan.

    Curah hujan tertinggi tercatat pada tahun 1996 sebesar 1358 mm dan curah hujan

    terendah terjadi pada tahun 1994 sebesar 765 mm.

    Gambar 4. Tren curah hujan 6 bulanan (Oktober Maret) di Stasiun Meteorologi Hang Nadim

    Batam

    Curah hujan enam bulanan Oktober Maret di Stasiun Meteorologi Hang

    Nadim Batam menunjukkan tren peningkatan sebesar 7.382 mm per enam bulan.

    Curah hujan tertinggi tercatat pada tahun 2006 sebesar 1903 mm dan curah hujan

    terendah terjadi pada tahun 1997 sebesar 745 mm.

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 8

    2.2.2 ANALISIS PERUBAHAN SUHU DI STASIUN STASIUN METEOROLOGI NATUNA RANAI

    1. Grafik Suhu Rata-rata Tahunan

    Gambar 5. Grafik suhu rata-rata tahunan di Stasiun Meteorologi Ranai Natuna

    Data suhu pengamatan yang ada dimulai tahun 2006, dari data tahun 2006

    2011, suhu rata-rata tahunan di Stasiun Meteorologi Ranai Natuna tidak

    menunjukkan adanya tren karena data tidak terlalu panjang. Suhu rata-rata tertinggi

    tercatat pada tahun 2010 sebesar 27.8 oc dan suhu rata-rata terendah terjadi pada tahun 2008 sebesar 25.6 oc.

    2. Grafik Suhu Maksimum Rata-Rata Tahunan

    Gambar 6. Grafik suhu maksimum rata-rata tahunan di Stasiun Meteorologi Ranai Natuna

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 9

    Dari data tahun 2006 2011, suhu maksimum rata-rata tahunan di Stasiun

    Meteorologi Ranai natuna menunjukkan tren penurunan sebesar 0.4143 oc per tahun. Suhu maksimum rata-rata tertinggi tercatat pada tahun 2007 sebesar 33.8 oc dan suhu maksimum rata-rata terendah terjadi pada tahun 2010 sebesar 29.6 oc.

    3. Tren Suhu Minimum rata-rata tahunan

    Gambar 7. Tren suhu minimum rata-rata tahunan di Stasiun Meteorologi Ranai Natuna

    Dari data tahun 2006 2011, suhu minimum rata-rata tahunan di Stasiun

    Meteorologi Ranai Natuna menunjukkan tren peningkatan sebesar 0.4314 oc per tahun. Suhu minimum rata-rata tertinggi tercatat pada tahun 2010 sebesar 25.3 oc dan suhu minimum rata-rata terendah terjadi pada tahun 2006, 2007 dan 2008

    sebesar 22 oc. 4. Tren Jumlah Curah Hujan Enam Bulanan

    Gambar 8. Tren curah hujan 6 bulanan (Oktober Maret) di Stasiun Meteorologi Ranai Natuna

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 10

    Curah hujan enam bulanan Oktober Maret di Stasiun Meteorologi Ranai

    Natuna menunjukkan tren penurunan sebesar 6.7299 mm per enam bulan selama

    tahun 1992 - 2011. Curah hujan tertinggi tercatat pada tahun 2000 sebesar 1983

    mm dan curah hujan terendah terjadi pada tahun 2005 sebesar 592 mm.

    Gambar 9. Tren curah hujan 6 bulanan (April September) di Stasiun Meteorologi Ranai Natuna

    Curah hujan enam bulanan April September di Stasiun Meteorologi Ranai

    Natuna tidak menunjukkan tren selama tahun 1992- 2011. Curah hujan tertinggi

    tercatat pada tahun 1997 sebesar 1188 mm dan curah hujan terendah terjadi pada

    tahun 2009 sebesar 643 mm.

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 11

    2.2.3 ANALISIS PERUBAHAN SUHU DI STASIUN STASIUN METEOROLOGI TANJUNG PINANG BINTAN

    1. Tren Suhu Rata-rata Tahunan

    Gambar 10. Tren suhu rata-rata tahunan di Stasiun Meteorologi Tanjung Pinang

    Dari data tahun 1981 2011, suhu rata-rata tahunan di Stasiun Meteorologi

    Tanjung Pinang menunjukkan adanya tren peningkatan sebesar 0.036 oc. Suhu rata-rata tertinggi tercatat pada tahun 2010 sebesar 27.1 oc dan suhu rata-rata terendah terjadi pada tahun 1984 sebesar 25.5 oc. 2. Tren Suhu Maksimum rata-rata tahunan

    Gambar 11. Tren suhu maksimum rata-rata tahunan di Stasiun Meteorologi Tanjung pinang

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 12

    Dari data tahun 1981 2011, suhu maksimum rata-rata tahunan di Stasiun

    Meteorologi Tanjung Pinang tidak menunjukkan tren penurunan maupun

    peningkatan. Suhu maksimum rata-rata tertinggi tercatat pada tahun 1996 sebesar

    32.3 oc dan suhu maksimum rata-rata terendah terjadi pada tahun 1983,1984 dan 1988 sebesar 30.1 oc.

    3. Tren Suhu Minimum rata-rata tahunan

    Gambar 12. Tren suhu minimum rata-rata tahunan di Stasiun Meteorologi Tanjung Pinang

    Dari data tahun 1981 2011, suhu minimum rata-rata tahunan di Stasiun

    Meteorologi Tanjung Pinang menunjukkan tren peningkatan sebesar 0.0312 oc per tahun. Suhu minimum rata-rata tertinggi tercatat pada tahun 2010 sebesar 24.2 oc dan suhu minimum rata-rata terendah terjadi pada tahun 1996 sebesar 21.4 oc.

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 13

    4. Tren Jumlah Curah Hujan Enam Bulanan

    Gambar 13. Tren curah hujan 6 bulanan (Oktober Maret) di Stasiun Meteorologi Tanjung Pinang

    Curah hujan enam bulanan Oktober Maret di Stasiun Meteorologi Tanjung

    Pinang menunjukkan tren peningkatan sebesar 10.573 mm per enam bulan selama

    tahun 1981 - 2011. Curah hujan tertinggi tercatat pada tahun 2002 sebesar 2536

    mm dan curah hujan terendah terjadi pada tahun 1988 sebesar 1211 mm.

    Gambar 14. Tren curah hujan 6 bulanan (April September) di Stasiun Meteorologi Tanjung Pinang

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 14

    Curah hujan enam bulanan April September di Stasiun Meteorologi Tanjung

    Pinang tidak menunjukkan tren selama tahun 1981- 2011. Curah hujan tertinggi

    tercatat pada tahun 1988 sebesar 2054 mm dan curah hujan terendah terjadi pada

    tahun 1982 sebesar 1006 mm.

    2.2.4 ANALISIS PERUBAHAN SUHU DI STASIUN STASIUN METEOROLOGI

    TANJUNG BALAI KARIMUN

    1. Tren Suhu Rata-rata Tahunan

    Gambar 15. Tren Suhu Rata-rata Tahunan di Tanjung Balai Karimun

    Dari data tahun 1998 sampai 2010, suhu rata-rata tahunan di Tanjung Balai

    Karimun menunjukkan tren peningkatan sebesar 0.073 oc setiap tahun. Suhu rata-rata tertinggi tercatat pada tahun 2009 sebesar 28.3 oc dan terendah tercatat pada tahun 1998 sebesar 26.6 oc.

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 15

    2. Tren Suhu Maksimum Rata-Rata

    Gambar 16. Tren Suhu Maksimum rata-rata tahunan di Tanjung Balai Karimun

    Dari data tahun 1998 sampai 2009, suhu maksimum rata-rata tahunan di Tanjung

    Balai Karimun menunjukkan tren peningkatan sebesar 0.006 oc setiap tahun. Suhu maksimum rata-rata tertinggi tercatat tahun 2002 sebesar 31.5 oc dan suhu minimum rata-rata terendah tercatat tahun 2006 sebesar 30.04 oc.

    3. Tren Suhu Minimum Rata-Rata

    Gambar 17. Tren Suhu Minimum rata-rata tahunan di Tanjung Balai Karimun

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 16

    Dari data tahun 1998 sampai 2009, suhu minimum rata-rata tahunan di

    Tanjung Balai Karimun menunjukkan tren peningkatan sebesar 0.048 oc setiap tahun. Suhu minimum rata-rata tertinggi tercatat tahun 2005 sebesar 24.4 oc dan suhu minimum rata-rata terendah tercatat tahun 1998 sebesar 23.5 oc.

    4. Tren Curah Hujan 6 bulanan

    Gambar 18. Tren Curah Hujan 6 bulanan (April-September) di Tanjung Balai Karimun

    Dari data tahun 1995 sampai 2010, jumlah curah hujan 6 bulanan (April-

    September) menunjukkan tren peningkatan sebesar 20.79 mm per 6 bulan. Curah

    hujan tertinggi tercatat tahun 1998 sebesar 1943 mm dan terendah tercatat tahun

    1997 sebesar 555 mm.

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 17

    Gambar 19. Tren Curah Hujan 6 bulanan (Oktober-Maret) di Tanjung Balai Karimun

    Dari data tahun 1995 sampai 2009, jumlah curah hujan 6 bulanan (Oktober-

    Maret) menunjukkan tren peningkatan sebesar 7.80 mm per 6 bulan. Curah hujan

    tertinggi tercatat tahun 2005 sebesar 1592 mm dan terendah tercatat tahun 1997

    sebesar 539 mm.

    2.2.5 ANALISIS PERUBAHAN SUHU DI STASIUN STASIUN GLOBAL ATMOSPHERE WATCH (GAW) KOTO TABANG SUMATERA BARAT

    1. Tren Suhu Rata-rata tahunan

    Gambar 20. Tren Suhu Rata-rata Tahunan di Stasiun GAW Bukit Kototabang

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 18

    Dari data tahun 1995 2012, suhu rata-rata tahunan di Stasiun GAW Koto

    Tabang menunjukkan tren peningkatan sebesar 0.14 oc per tahun. Suhu rata-rata tertinggi tercatat pada tahun 2010 sebesar 22.0 oc dan suhu rata-rata terendah terjadi pada tahun 1996 sebesar 17.2 oc. 2. Tren Suhu Maksimum Absolut Tahunan

    Gambar 21. Tren Suhu Maksimum Absoulut Tahunan di Stasiun GAW Bukit Kototabang

    Dari data tahun 1996 2012, suhu maksimum rata-rata tahunan di Stasiun

    GAW Bukit Kototabang Kabupaten Agam menunjukkan tren peningkatan sebesar

    0.213 oc per tahun. Suhu maksimum rata-rata tertinggi tercatat pada tahun 2006 sebesar 33.1 oc dan suhu maksimum rata-rata terendah terjadi pada tahun 1996 sebesar 24.6 oc.

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 19

    3. Tren Suhu Minimum Absolut Tahunan

    Gambar 22. Tren Suhu Minimum Absolut Tahunan di Stasiun GAW Bukit Kototabang

    Dari data tahun 1996 2012, suhu minimum rata-rata tahunan di Stasiun GAW

    Bukit Kototabang menunjukkan tren peningkatan sebesar 0.115 oc per tahun. Suhu minimum rata-rata tertinggi tercatat pada tahun 2010 sebesar 17.6 oc dan suhu minimum rata-rata terendah terjadi pada tahun 1998 dan 2001 sebesar 14.4 oc.

    4. Tren Jumlah Curah Hujan 6 Bulanan

    Gambar 23. Tren Curah Hujan 6 Bulanan (April-September) di Stasiun GAW Bukit Koto Tabang

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 20

    Curah hujan enam bulanan April September di Stasiun GAW Bukit Koto

    Tabang menunjukkan tren peningkatan sebesar 41 mm per enam bulan. Curah

    hujan tertinggi tercatat pada tahun 2008 sebesar 1966 mm dan curah hujan

    terendah terjadi pada tahun 1996 sebesar 409 mm.

    Gambar 24. Tren Curah Hujan 6 Bulanan (Oktober-Maret) di Stasiun GAW Bukit Koto Tabang

    Curah hujan enam bulanan Oktober Maret di Stasiun GAW Bukit Koto

    Tabang menunjukkan tren peningkatan sebesar 44.71 mm per tahun. Curah hujan

    tertinggi tercatat pada tahun 2006 sebesar 1758 mm dan curah hujan terendah

    terjadi pada tahun 1997 sebesar 359 mm.

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 21

    2.2.6 ANALISIS PERUBAHAN SUHU DI STASIUN METOROLOGI SULTAN THAHA JAMBI

    1. Tren Suhu Udara Rata-rata Tahunan

    Gambar 25. Tren Suhu Rata-rata Tahunan di Stasiun Meteorologi Jambi

    Tren tahunan suhu udara rata-rata 1983 - 2011 di Stasiun Meteorologi Sultan Thaha

    Jambi cendrung naik dengan laju kenaikan 0,015 oc /tahun, tertinggi terjadi pada tahun 1996 bulan Agustus, Juni tahun 2003 dan November 2009 sebesar 28.3 oc Periode 1983 - 2011. Suhu rata-rata terendah terjadi bulan September tahun 1984

    sebesar 25.0 oc Periode 1983 - 2011.

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 22

    2. Tren Suhu Udara Maksimum Tahunan

    Gambar 26. Tren Suhu Maksimum rata-rata tahunan di Stasiun Meteorologi Polonia Medan

    Tren Suhu Udara Maksimum rata-rata Tahunan Periode 1983 - 2011 cenderung naik

    dengan laju kenaikan 0,007 oc /tahun, tertinggi terjadi pada bulan Mei tahun 1998 sebesar 33.9 oc dan teredah terjadi pada bulan Desember tahun 1988, Januari tahun 1984 dan 1993 sebesar 29.6 oc.

    3. Tren Suhu Udara Minimum rata-rata tahunan

    Gambar 27. Tren Suhu Minimum rata-rata tahunan di Stasiun Meteorologi Jambi

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 23

    Tren Suhu Udara Rata-rata Minimum rata-rata tahunan Periode 1983 2011

    cendrung naik dengan laju kenaikan 0,008 oc /tahun, tertinggi terjadi pada bulan Mei tahun 2010 sebesar 24,6 oc dan teredah terjadi pada Juli tahun 2003 dan tahun 2004 sebesar 20,8 oc.

    4. Tren Panjang Musim Hujan

    Gambar 28. Tren panjang musim hujan di Stasiun Meteorologi Sultan Taha Jambi

    Dari data tahun 1985 sampai 2011, Panjang Musim Hujan Stasiun

    Meteorologi Jambi (PMH) cenderung naik, dengan laju kenaikan 0,02 dasarian.

    Musim hujan terpanjang terjadi pada musim hujan tahun 2000 yang mencapai 29

    dasarian, dan terpendek pada musim hujan tahun1991 yang hanya 17 dasarian.

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 24

    5. Tren Awal Musim Hujan

    Gambar 29. Tren awal musim hujan di Stasiun Meteorologi Sutan Taha, Jambi

    Dari data tahun 1985 sampai 2011, Awal Musim Hujan Stasiun Meteorologi

    Jambi (AMH) cenderung turun dengan laju penurunan 0,04 dasarian. Dalam artian

    musim hujan paling maju terjadi pada musim hujan tahun 1996 yaitu pada dasarian

    ke 23, dan paling mundur pada musim hujan tahun 1997 pada dasarian ke 33.

    6. Tren Panjang Musim Kemarau

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 25

    Gambar 30. Tren panjang musim hujan di Stasiun Meteorologi Jambi

    Dari data tahun 1985 sampai 2011, Panjang Musim Kemarau Stasiun

    Meteorologi Jambi (PMK) cenderung turun, dengan laju penurunan 0,02 dasarian.

    Musim Kemarau terpanjang terjadi pada musim kemarau tahun 1991 yang mencapai

    19 dasarian, dan terpendek pada musim kemarau tahun 2000 yang hanya 7

    dasarian.

    7. Tren Awal Musim Kemarau

    Gambar 31. Tren awal musim kemarau di Stasiun Meteorologi Jambi

    Dari data tahun 1985 sampai 2011, Awal Musim Kemarau Stasiun

    Meteorologi Jambi (AMK) cenderung turun, dengan laju penurunan 0,02 dasarian.

    Musim Kemarau paling maju terjadi pada musim kemarau tahun 1991 dan 1998

    pada dasarian ke-11, dan paling mundur pada musim kemarau tahun 2000 yaitu

    pada dasarian ke-22.

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 26

    8. Tren Jumlah Curah Hujan 6 Bulanan

    Gambar 32. Tren Curah Hujan 6 Bulanan (Oktober-Maret) di Stasiun Meteorologi Jambi

    Tren curah Hujan Musim Hujan (Oktober-Maret) di Stasiun Meteorologi Jambi

    cendrung turun, dengan laju penurunan sebesar 0,05 mm. Dalam artian Curah

    Hujan yang turun selama Musim Hujan mengalami penurunan 0,05 mm per tahun,

    Curah Hujan Musim Hujan tertinggi terjadi pada tahun 1986 sebesar 1930 mm, dan

    Curah Hujan Musim Hujan terendah terjadi pada tahun 1997 sebesar 857 mm.

    Gambar 33. Tren Curah Hujan 6 Bulanan (April - September) di Stasiun Meteorologi Jambi

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 27

    Tren curah hujan musim hujan (April-September) di Stasiun Meteorologi Jambi

    cendrung naik, dengan laju kenaikan sebesar 1,7 mm. Dalam artian Curah Hujan

    yang turun pada selama musim kemarau mengalami kenaikan sebesar 1,7 mm per

    tahun, curah hujan musim hujan tertinggi terjadi pada tahun 2010 sebesar 1664 mm,

    dan curah hujan husim hujan terendah terjadi pada tahun 1997 sebesar 441 mm.

    2.2.7 ANALISIS PERUBAHAN SUHU DI STASIUN METEOROLOGI POLONIA

    MEDAN SUMATERA UTARA

    1. Tren Suhu Rata-rata Tahunan

    Gambar 34. Tren Suhu Rata-rata Tahunan di Stasiun Meteorologi Polonia Medan

    Data tahun 1998 sampai 2010 menunjukkan suhu rata-rata tahunan di Stasiun

    Meteorologi Polonia Medan mengalami tren peningkatan sebesar 0.0283 oc setiap tahun. Suhu rata-rata teringgi tercatat pada tahun 2010 sebesar 27.8 oc dan terendah tercatat pada tahun 1982 sebesar 26.4 oc.

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 28

    2. Tren Suhu Maksimum Absolut Tahunan

    Gambar 35. Tren Suhu Maksimum AbsolutTahunan di Stasiun Meteorologi Polonia Medan

    Data tahun 1981 sampai 2011 menunjukkan suhu maksimum rata-rata tahunan

    di Stasiun Meteorologi Polonia Medan mengalami tren peningkatan sebesar 0.019 oc setiap tahun. Suhu maksimum rata-rata tertinggi tercatat tahun 1981 sebesar 37.1 oc dan suhu minimum rata-rata terendah tercatat tahun 1993 sebesar 34.5 oc.

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 29

    3. Tren Suhu Minimum Absolut Tahunan

    Gambar 36. Tren Suhu Minimum rata-rata tahunan di Stasiun Meteorologi Polonia Medan

    Dari data tahun 1981 sampai 2011, suhu minimum rata-rata tahunan di Stasiun

    Meteorologi Polonia Medan menunjukkan tren peningkatan sebesar 0.0221 oc setiap tahun. Suhu minimum rata-rata tertinggi tercatat tahun 1986 sebesar 26.4 oc dan suhu minimum rata-rata terendah tercatat tahun 1984 sebesar 23.4 oc.

    4. Tren Curah Hujan 6 bulanan

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 30

    Gambar 37. Tren Curah Hujan 6 bulanan (April-September) di Stasiun Meteorologi Polonia Medan

    Data tahun 1981 sampai 2011, jumlah curah hujan 6 bulanan (April-September)

    menunjukkan tren peningkatan sebesar 7.08 mm per 6 bulan. Curah hujan tertinggi

    tercatat tahun 2001 sebesar 1809 mm dan terendah tercatat tahun 1984 sebesar

    710 mm.

    Gambar 38. Tren Curah Hujan 6 bulanan (Oktober-Maret) di Stasiun Meteorologi Polonia Medan

    Data tahun 1981 sampai 2011, jumlah curah hujan 6 bulanan (Oktober-Maret)

    tidak menunjukkan tren peningkatan maupun penurunan. Curah hujan tertinggi

    tercatat tahun 2003 sebesar 1853 mm dan terendah tercatat tahun 1982 sebesar

    944 mm.

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 31

    2.2.8 ANALISIS PERUBAHAN SUHU DI STASIUN METOROLOGI BELAWAN SUMATERA UTARA

    1. Tren Suhu Rata-rata Tahunan

    Gambar 39. Tren suhu rata-rata tahunan di Stasiun Belawan Sumatera Utara

    Dari data tahun 1982 sampai tahun 2011, suhu rata-rata tahunan di Stasiun

    Belawan Medan menunjukkan tren peningkatan sebesar 0.034 oc per tahun. Suhu rata-rata tertinggi tercatat pada tahun 2008 sekitar 28 oc dan suhu rata-rata terendah terjadi pada tahun 1984 sebesar 26.5 oc.

    2. Tren Suhu Maksimum rata-rata tahunan

    Gambar 40. Tren suhu maksimum absolut di Stasiun Belawan Sumatera Utara

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 32

    Dari data tahun 1982 sampai tahun 2011 di Stasiun Belawan Sumatera Utara,

    menunjukkan suhu maksimum absolut mengalami penurunan (meskipun tidak

    signifikan) dengan nilai tren sekitar 0.02 oc. Suhu maksimum absolut tertinggi terjadi pada tahun 1990 sekitar 37 oc, sedangkan suhu maksimum absolut terendah terjadi pada tahun 2003 sekitar 32.9 oc.

    3. Tren Suhu Minimum Absolut Tahunan

    Gambar 41. Tren suhu minimum absolut di Stasiun Belawan Sumatera Utara

    Dari data tahun 1982 sampai tahun 2011 di Stasiun Belawan Sumatera Utara,

    menunjukkan suhu minimum absolut mengalami peningkatan dengan nilai tren

    sekitar 0.07 oc. Suhu minimum absolut tertinggi terjadi pada tahun 1983 sekitar 23 oc, sedangkan suhu minimum absolut terendah terjadi pada tahun 1986 sekitar 18 oc.

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 33

    2.2.9 ANALISIS PERUBAHAN SUHU DI STASIUN METOROLOGI SIBOLGA SUMATERA UTARA

    1. Tren Suhu Rata-rata Tahunan

    Gambar 42. Tren suhu rata-rata tahunan di Stasiun Sibolga Sumatera Utara

    Dari data tahun 1980 sampai tahun 2011, suhu rata-rata tahunan di stasiun

    Sibolga Medan menunjukkan peningkatan walaupun kecil dengan nilai trennya

    sekitar 0.02 oc. Suhu rata-rata tahunan tertinggi terjadi pada tahun 2010 sekitar 27 oc, sedangkan suhu rata-rata terendah terjadi pada tahun 1984 sekitar 25.5 oc.

    2. Tren Suhu Maksimum Absolut Tahunan

    Gambar 43. Tren suhu maksimum absolut di Stasiun Sibolga Sumatera Utara

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 34

    Dari data tahun 1980 sampai tahun 2011 di Stasiun Sibolga, menunjukkan

    suhu maksimum absolut mengalami penurunan dengan nilai tren sekitar 0.04 oc. Suhu maksimum absolut tertinggi terjadi pada tahun 1988 sekitar 36.8 oc, sedangkan suhu maksimum absolut terendah terjadi pada tahun 1999 sekitar 33.8 oc

    3. Tren Suhu Minimum Absolut

    Gambar 44. Tren suhu minimum absolut di Stasiun Sibolga Sumatera Utara

    Data tahun 1980 - 2011 di Stasiun Sibolga Sumatera Utara menunjukkan

    suhu minimum absolut mengalami peningkatan dengan nilai tren sekitar 0.02 oc. Suhu minimum absolut tertinggi terjadi pada tahun 2007 sekitar 22.5 oc, sedangkan suhu minimum absolut terendah terjadi pada tahun 2006 sekitar 16.9 oc.

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 35

    2.2.10 ANALISIS PERUBAHAN SUHU DI STASIUN METOROLOGI GUNUNG SITOLI SUMATERA UTARA

    1. Tren Suhu Rata-rata Tahunan

    Gambar 45. Tren suhu rata-rata Tahunan di Stasiun Meteorologi Gunung Sitoli Sumatera Utara

    Dari data tahun 1982 sampai 2011, suhu rata rata di Stasiun Meteorologi

    Gunung Sitoli menunjukkan tren peningkatan sebesar 0.025 per tahun. Suhu rata

    rata tertinggi tercatat pada tahun 2010 sebesar 27.0 oc dan suhu rata rata terendah pada tahun 1984 sebesar 25.2 oc .

    2. Tren Suhu Maksimum Absolut Tahunan

    Gambar 46. Tren suhu Maksimum Absolut Tahunan di Stasiun Meteorologi Gunung Sitoli

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 36

    Dari data tahun 1982 sampai 2011, suhu maksimum absolut di Stasiun

    Meteorologi Gunung Sitoli menunjukkan tren peningkatan sebesar 0.036 per tahun.

    Suhu maksimum rata rata tertinggi tercatat pada tahun 2001 sebesar 36.0 oc.

    3. Tren Suhu Minimum Absolut Tahunan

    Gambar 47. Tren suhu Minimum Absolut Tahunan di Stasiun Meteorologi Gunung Sitoli

    Dari data tahun 1982 sampai 2011, suhu minimum absolut di Stasiun

    Meteorologi Gunung Sitoli menunjukkan tren penurunan sebesar 0.07 per tahun.

    Suhu minimum rata-rata terendah terjadi pada tahun 2000 sebesar 10.0 oc .

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 37

    2.2.11 ANALISIS PERUBAHAN SUHU DI STASIUN KLIMATOLOGI INDRAPURI NANGRO ACEH DARUSSALAM

    1. Tren Suhu Rata-Rata Tahunan

    Gambar 48. Tren Suhu Rata-rata di Stasiun Klimatologi Indrapuri NAD

    Dari data tahun 1995 sampai 2011, suhu rata-rata tahunan di Stasiun

    Klimatologi Sampali Medan menunjukan tren peningkatan 0.0108 oc per tahun. Suhu rata-rata tertinggi tercatat pada tahun 1998 sebesar 27.3 oc dan suhu rata-rata terendah terjadi pada tahun 1999 dan 2004 sebesar 26.2 oc. 2. Tren Suhu Maksimum Absolut Tahunan

    Gambar 49. Tren Suhu Maksimum Absolut Tahunan di Stasiun Klimatologi Indrapuri NAD

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 38

    Dari data tahun 1994 sampai 2011, suhu maksimum absolut tahunan di Stasiun

    Klimatologi Sampali Medan menunjukan tren penurunan 0.005 oc per tahun. Suhu rata-rata maksimum absolut tercatat pada tahun 2000 dan 2002 sebesar 38 oc dan suhu maksimum absolut terendah terjadi pada tahun 2005 sebesar 34.6 oc.

    3. Tren Suhu Minimum Absolut Tahunan

    Gambar 30. Tren Suhu Minimum Absolut Tahunan di Stasiun Klimatologi Indrapuri NAD

    Dari data tahun 1994 sampai 2011, suhu minimum absolut tahunan di Stasiun

    Klimatologi Indrapuri NAD menunjukkan tren peningkatan 0.055 oc per tahun. Suhu minimum absolut tertinggi tercatat pada tahun 1999 sebesar 22.8 oc dan suhu minimum absolut terendah terjadi pada tahun 2003 sebesar 12.6 oc.

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 39

    2.2.12 ANALISIS PERUBAHAN SUHU DI STASIUN KLIMATOLOGI SAMPALI SUMATERA UTARA

    1. Tren Suhu Rata-rata tahunan

    Gambar 31. Tren Suhu Rata-rata di Stasiun Klimatologi Sampali Medan

    Dari data tahun 1977 sampai 2011, suhu rata-rata tahunan di Stasiun

    Klimatologi Sampali Medan menunjukan tren peningkatan 0.018 oc per tahun. Suhu rata-rata tertinggi tercatat pada tahun 2010 sebesar 27.7 oc dan suhu rata-rata terendah terjadi pada tahun 1999 sebesar 25.9 oc.

    2. Tren Suhu Maksimum Absolut Tahunan

    Gambar 32. Tren Suhu Maksimum Absolut Tahunan di Stasiun Klimatologi Sampali Medan

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 40

    Dari data tahun 1977 sampai 2011, suhu maksimum absolut tahunan di Stasiun

    Klimatologi Sampali Medan menunjukan tren penurunan 0.02 oc per tahun. Suhu rata-rata maksimum absolut tercatat pada tahun 1985 sebesa2 34.5 oc dan suhu maksimum absolut terendah terjadi pada tahun 2009 sebesar 32.3 oc.

    3. Tren Suhu Minimum Absolut Tahunan

    Gambar 33. Tren Suhu Minimum Absolut Tahunan di Stasiun Klimatologi Sampali Medan

    Dari data tahun 1977 sampai 2011, suhu minimum absolut tahunan di Stasiun

    Klimatologi Sampali Medan menunjukan tren peningkatan 0.092 oc per tahun. Suhu minimum absolut tertinggi tercatat pada tahun 2010 sebesar 22.6 oc dan suhu minimum absolut terendah terjadi pada tahun 1981 sebesar 19.6 oc.

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 41

    4. Tren Curah Hujan 6 Bulanan (Januari-Juni)

    Gambar 34. Tren Curah Hujan 6 Bulanan (Januari-Juni) di Stasiun Klimatologi Sampali Medan

    Tren curah hujan musim kemarau (Januari-Juni) di Stasiun Klimatologi Sampali

    menunjukkan tren naik sebesar 0.48 mm per musim. Artinya curah hujan yang

    meningkat selama periode tersebut. Curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 1996

    mencapai 560 mm.

    Gambar 35. Tren Curah Hujan 6 bulanan (Juli-Desember) di Stasiun Klimatologi Sampali

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 42

    Tren curah hujan musim kemarau (Juli-Desember) di Stasiun Klimatologi

    Sampali menunjukkan tren turun sebesar 0.064 mm per musim. Artinya curah hujan

    yang meningkat selama periode tersebut. Curah hujan tertinggi terjadi pada tahun

    2000 mencapai 650 mm.

    2.2.13 ANALISIS PERUBAHAN SUHU DI STASIUN KLIMATOLOGI RADIN INTEN

    II BANDAR LAMPUNG

    1. Tren Suhu Rata-rata Tahunan

    Gambar 36. Tren Suhu Rata-rata-Tahunan di Stasiun Meteorologi Radin Inten II

    Data tahun 1976-2011, suhu udara rata-rata tahunan di Stasiun Meteorologi

    Radin Inten II Bandar Lampung menunjukan tren peningkatan sebesar 0,023 oc per tahunnya. Sedangkan suhu rata-rata tertinggi tercatat sebesar 27,0 oc pada tahun 2002 dan suhu rata-rata terendah terjadi pada tahun 1984 sebesar 25,6 oc

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 43

    2. Tren Suhu Maksimum Absoulut Tahunan

    Gambar 37. Tren Suhu Maksimum rata-rata tahunan di Stasiun Meteorologi Radin Inten II

    Dari data tahun 1976-2011, suhu udara maksimum rata-rata tahunan di Stasiun

    Meteorologi Radin Inten II Bandar Lampung menunjukan tren peningkatan sebesar

    0,033 oc per tahunnya. Sedangkan suhu maksimum rata-rata tertinggi tercatat sebesar 32,9 oc pada tahun 1997 dan 2002 dan suhu maksimum rata-rata terendah terjadi pada tahun 1978 sebesar 30,9 oc.

    3. Tren suhu Minimum Absoulut Tahunan

    Gambar 38. Tren Suhu Minimum rata-rata tahunan di Stasiun Meteorologi Radin Inten II

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 44

    Dari data tahun 1976-2011, suhu udara minimum rata-rata tahunan di Stasiun

    Meteorologi Radin Inten II Bandar Lampung menunjukan tren peningkatan sebesar

    0,0295 oC ~ 0,03 oc per tahunnya. Sedangkan suhu minimum rata-rata tertinggi tercatat sebesar 23,6 oc pada tahun 1998 dan suhu minimum rata-rata terendah terjadi pada tahun 1994 sebesar 21,1 oc.

    4. Tren Jumlah Curah Hujan 6 bulanan

    Gambar 39. Tren Curah hujan 6 bulanan (April-September) di Stasiun Meteorologi Radin Inten II

    Data tahun 1976 sampai 2011 menunjukkan curah hujan 6 bulanan (April

    sampai September) menunjukkan tren penurunan sebesar 0.5846 mm per enam

    bulan. Curah hujan tertinggi tercatat tahun 2010 yang mencapai 1101 mm dan

    terendah tahun 1976 sebesar 304 mm.

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 45

    Gambar 40. Tren Curah hujan 6 bulanan (Oktober-Maret) di Stasiun Meteorologi Radin Inten II

    Data tahun 1976 sampai 2011 menunjukkan curah hujan 6 bulanan (Oktober -

    Maret) menunjukkan tren penurunan sebesar 4.5611 mm per enam bulan. Curah

    hujan tertinggi tercatat tahun 1995 yang mencapai 2287.1 mm dan terendah tahun

    1980 sebesar 723.4 mm.

    5. Tren Panjang Musim Hujan

    Gambar 41. Tren Panjang Musim Hujan di Stasiun Meteorologi Radin Inten II

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 46

    Panjang musim hujan di wilayah Stasiun Meteorologi Radin Inten II Bandar

    Lampung selama kurun waktu 36 tahun (1976-2011) menunjukkan adanya tren

    penurunan dari tahun ke tahunnya dengan penurunan yang sangat kecil yaitu

    sebesar 0.0068 dasarian atau sekitar 0.068 hari (1 hari) per musim hujannya. Artinya

    musim hujan semakin memendek dari tahun ke tahunnya. Musim hujan paling

    panjang terjadi pada musim hujan tahun 1984/1985 dan 1999/2000 yang mencapai

    24 dasarian (8 bulan), dan panjang musim hujan yang terpendek terjadi pada musim

    hujan tahun 2002/2003 yang hanya 9 dasarian (3 bulan).

    6. Tren Awal Musim Hujan

    Gambar 42. Tren Awal Musim Hujan di Stasiun Meteorologi Radin Inten II

    Dari data tahun 1976-2011, awal musim hujan di wilayah Stasiun Meteorologi

    Radin Inten II Bandar Lampungmenunjukkan adanya tren penurunan dari tahun ke

    tahun yang artinya musim hujan cenderung makin maju namun trennya sangat kecil

    sebesar 0.039 dasarian (kurang lebih 0.4 hari/1 hari). Musim hujan paling maju

    terjadi pada musim hujan tahun 1978/1979, 1999/2000 dan 2000/2001pada dasarian

    ke-28 (Oktober I) dan panjang musim hujan paling mundur terjadi pada musim hujan

    tahun 1982/1983, 1985/1986, 2000/2001 dan 2005/2006 pada dasarian ke-36

    (Desember III).

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 47

    7. Tren Panjang Musim Kemarau

    Gambar 43. Tren Panjang Musim Kemarau di Stasiun Meteorologi Radin Inten II

    Panjang musim kemarau di wilayah Stasiun Meteorologi Radin Inten II Bandar

    Lampung selama kurun waktu 36 tahun (1976-2011) menunjukkan adanya tren

    peningkatan dari tahun ke tahunnya dengan angka peningkatan hanya sebesar

    0.0068 dasarian atau sekitar 0.068 hari (1 hari) per musim kemaraunya. Artinya

    musim kemarau semakin memanjang dari tahun ke tahunnya. Musim kemarau

    terpanjang terjadi pada musim kemarau tahun 2002/2003 yang mencapai 27

    dasarian (9 bulan), dan panjang musim kemarau yang terpendek terjadi pada musim

    hujan tahun 1984/1985 yang hanya 12 dasarian (4 bulan).

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 48

    8. Tren Awal Musim Kemarau

    Gambar 44. Tren Awal Musim Kemarau di Stasiun Meteorologi Radin Inten II

    Dari data tahun 1976-2011, awal musim kemarau di wilayah Stasiun

    Meteorologi Radin Inten II Bandar Lampung menunjukkan adanya tren penurunan

    dari tahun ke tahun yang artinya musim kemarau cenderung makin maju namun

    trennya sangat kecil sebesar 0.036 dasarian (kurang lebih 0.4 hari/1 hari). Jika tidak

    ada tren, awal musim kemarau di Stasiun Meteorologi Radin Inten II Bandar

    Lampungrata-rata terjadi pada dsarian ke-13 (Mei I). Musim kemarau paling maju

    terjadi pada musim kemarau tahun 2002/2003 dan 2008/2009 pada dasarian ke-5

    (FebruariII) dan panjang musim kemarau paling mundur terjadi pada musim

    kemarau tahun 1984/1985 pada dasarian ke-18 (Juni III).

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 49

    2.2.14 ANALISIS PERUBAHAN SUHU DI STASIUN KLIMATOLOGI SICINCIN

    1. Tren Suhu Rata-rata Tahunan

    Gambar 45. Tren Suhu Rata-rata Tahunan Di Stasiun Klimatologi Sicincin

    Dari data tahun 1984 samapi 2011, suhu rata-rata di Stasiun Klimatologi

    Sicincin menunjukkan tren peningkatan sebesar 0.023 oc per tahun. Suhu udara rata-rata tertinggi terjadi pada tahun 2010 sebesar 25,8 oc dan suhu udara rata-rata terendah terjadi pada tahun 1984 sebesar 24,5 oc.

    2. Tren Suhu Minimum Rata-Rata Tahunan

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 50

    Gambar 46. Tren Suhu Minimum rata-rata tahunan di Stasiun Klimatologi Sicincin

    Dari data suhu udara minimum rata-rata Staklim Sicincin dari tahun 1986

    sampai 2011 menunjukkan kenaikan trend sebesar 0.027 oc / tahun. Suhu udara

    minimum rata-rata tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebesar 22.4 oc dan suhu udara

    minimum rata-rata terendah terjadi pada tahun 1989 sebesar 20.2 oc.

    3. Tren Suhu Maksimum Rata-Rata Tahunan

    Gambar 47. Tren Suhu maksimum rata-rata tahunan di Stasiun Klimatologi Sicincin

    Data suhu udara maksimum rata-rata Staklim Sicincin dari tahun 1986 sampai

    2011 menunjukkan kenaikan trend sebesar 0.034 oc / tahun. Suhu udara maksimum

    rata-rata tertinggi terjadi pada tahun 2010 sebesar 33.5 oc dan suhu udara

    rmaksimum rata-rata terendah terjadi pada tahun 1997 sebesar 30.1 oc.

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 51

    4. Tren Jumlah Curah Hujan 6 Bulanan

    Gambar 48. Tren Curah Hujan 6 Bulanan (April-September) di Stasiun Klimatologi Sicincin

    Dari data tahun 1985 sampai 2011, jumlah curah hujan 6 bulanan (April-

    September) di Stasiun Klimatologi Sicincing menunjukkan tren penurunan sebesar

    5.18 mm per 6 bulan. Curah hujan terbesar tercatat tahun 2010 sebesar 2660 mm

    dan terendah tercatat pada tahun 1994 sebesar 1367 mm.

    Gambar 49. Tren Curah Hujan 6 Bulanan (Oktober-Maret) di Stasiun Klimatologi Sicincin

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 52

    Dari data tahun 1985 sampai 2011, curah hujan 6 bulanan (Oktober-Maret) di

    Stasiun Klimatologi Sicincin mengalami tren penurunan sebesar 2.26 mm per 6

    bulan. Curah hujan terbesar tercatat pada tahun 1991 sebesar 3824 mm dan

    terendah terjadi pada tahun 1997 sebesar 1306 mm.

    2.2.15 ANALISIS PERUBAHAN SUHU DI STASIUN KLIMATOLOGI JAMBI

    1. Tren Suhu Rata-rata Tahunan

    Gambar 50. Tren Suhu Rata-rata Tahunan Di Stasiun Klimatologi Jambi

    Dari data tahun 1998 sampai 2011, suhu rata-rata di Stasiun Klimatologi Jambi

    menunjukkan tren peningkatan sebesar 0.008 oc per tahun. Suhu udara rata-rata tertinggi terjadi pada tahun 2003 dan 2005 sebesar 26.8 oc dan suhu udara rata-rata terendah terjadi pada tahun 2008 sebesar 26.2 oc.

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 53

    2. Tren Suhu Minimum Absolut Tahunan

    Gambar 51. Tren Suhu Minimum Absolut di Stasiun Klimatologi Jambi

    Dari data tahun 1999 sampai 2011, Suhu Minimum absolut di Stasiun

    Klimatologi Jambi menunjukkan tren peningkatan sebesar 0.115 oc per tahun. Suhu minimum rata-rata tertinggi tercatat tahun 2010 sebesar 23.8 oc dan terendah tercatat tahun 2003 sebesar 22.9 oc.

    3. Tren Suhu Maksimum Absolut Tahunan

    Gambar 52. Tren Suhu Minimum Absoulut di Stasiun Klimatologi Jambi

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 54

    Dari data tahun 1999 sampai 2011, Suhu Maksimum absolut di Stasiun

    Klimatologi Jambi menunjukkan tren peningkatan sebesar 0.053 oc per tahun. Suhu maksimum absolute tertinggi tercatat tahun 2000 sebesar 31.3 oc dan terendah tercatat tahun 2003 sebesar 31.9 oc.

    4. Tren Jumlah Curah Hujan 6 Bulanan

    Gambar 53. Tren Curah Hujan 6 Bulanan (April-September) di Stasiun Klimatologi Jambi

    Dari data tahun 1997 sampai 2011, jumlah curah hujan 6 bulanan (April-

    September) di Stasiun Klimatologi Jambi menunjukkan tren peningkatan sebesar

    8.01 mm per 6 bulan. Curah hujan Bulan April sampai dengan September terbesar

    tercatat tahun 2010 sebesar 1424.3 mm dan terendah tercatat pada tahun 1997

    sebesar 625 mm.

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 55

    Gambar 54. Tren Curah Hujan 6 Bulanan (Oktober-Maret) di Stasiun Klimatologi Jambi

    Dari data tahun 1997 sampai 2011, curah hujan 6 bulanan (Oktober-Maret) di

    Stasiun Klimatologi Jambi mengalami tren peningkatan sebesar 20.11 mm per 6

    bulan. Curah hujan Bulan Oktober sampai dengan Maret terbesar tercatat pada

    tahun 2001 sebesar 1723 mm dan terendah terjadi pada tahun 1997 sebesar 822

    mm.

    5. Tren Panjang Musim Hujan

    Gambar 55. Tren panjang musim hujan di Stasiun Klimatologi Jambi

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 56

    Dari data tahun 1998 sampai 2011, Panjang Musim Hujan Stasiun Klimatologi

    Jambi (PMH) cenderung naik, dengan laju kenaikan 0,28 dasarian atau sekitar 2 3

    hari. Musim hujan terpanjang terjadi pada musim hujan tahun 2010 yang mencapai

    36 dasarian atau sepanjang tahun, dan terpendek pada musim hujan tahun 2000

    dan 2006 yang sebesar 21 dasarian.

    6. Tren Awal Musim Hujan Stasiun Klimatologi Jambi

    Gambar 56. Tren Awal musim hujan di Stasiun Klimatologi Jambi

    Dari data tahun 1998 sampai 2011, Awal Musim Hujan Stasiun Meteorologi

    Jambi (AMH) cenderung naik dengan laju peningkatan 0.34 dasarian. Musim hujan

    paling maju terjadi pada musim hujan tahun 1998 yaitu pada dasarian ke 19, dan

    paling mundur pada musim hujan tahun 2006 pada dasarian ke 30.

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 57

    7. Tren Panjang Musim Kemarau

    Gambar 57. Tren panjang musim kemarau di Stasiun Klimatologi Jambi

    Dari data tahun 1998 sampai 2011, Panjang Musim Kemarau Stasiun Klimatologi

    Jambi (PMK) cenderung turun, dengan laju kenaikan 0,28 dasarian atau sekitar 2

    3 hari. Musim kemarau terpanjang terjadi pada musim kemarau tahun 2000 yang

    mencapai 15 dasarian dan terpendek pada musim kemarau tahun 2010 yang

    sebesar 0 dasarian dimana tidak terjadi kemarau sepanjang tahun tersebut.

    4. Tren Awal Musim Kemarau

    Gambar 58. Tren Awal musim kemarau di Stasiun Klimatologi Jambi

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 58

    Dari data tahun 1998 sampai 2011, Awal Musim Kemarau Stasiun Meteorologi

    Jambi (AMK) cenderung naik dengan laju peningkatan 0.32 dasarian. Musim

    kemarau paling maju terjadi pada musim kemarau tahun 1998 yaitu pada dasarian

    ke 10, dan paling mundur pada musim kemarau tahun 2009 pada dasarian ke 17.

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 59

    III. KUALITAS UDARA DI INDONESIA BULAN JANUARI JUNI 2013

    3.1. KADAR DEBU / SUSPENDED PARTICULATE MATTER (SPM) Pemantauan Suspended Particulated Matter (SPM) di Indonesia dilakukan di 54 stasiun pemantau Kulitas Udara. Pemantauan SPM dilakukan dengan metode sampling menggunakan, High Volume Sampler (HVS), sedangkan untuk analisis laboratorium menggunakan Neraca Analitik (Analytical Balance). Hasil analisa kadar debu / SPM (suspended Particulate Matter) di Indonesia secara umum, di beberapa kota dari bulan Januari Juni 2013 berkisar antara 13.60 431.68 gram/m3, kondisi ini menunjukkan bahwa kadar debu di Indonesia yang terendah 13.60 gram/m3di Tjilik Riwut, sedangkan yang tertinggi 431.68 gram/m3di Glodok-Jakarta, beberapa kota yang sudah menunjukkan diatas nilai Baku mutu yang diperbolehkan (230 gram/m3) antara lain: Ancol, Kemayoran, Monas, Tangerang dan Semarang.

    3.1.1. Kadar Debu Di Indonesia Berdasarkan Rata-Rata Bulanan Pada bulan Januari 2013 Kadar debu rata-rata bulanan di Indonesia berkisar antara 13.60 gram /m3 - 230.22 gram /m3 , kadar debu tertinggi yang sudah melampau nilai baku mutu yang diperbolehkan (230 gram/m3) terdapat di Ancol sebesar 230.22 g/m3, dan yang terendah dibawah nilai baku mutu terdapat di Tjilik Riwut 13.60 g/m3 seperti terlihat pada peta di bawah ini:

    Gambar 54. Peta Konsentrasi SPM di Indonesia bulan Januari 2013

    KONSENTRASI SPM DI INDONESIA BULAN JANUARI 2013

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 60

    Pada grafik dibawah terlihat ada 1 (satu) stasiun dengan konsentrasi SPM /kadar debu lebih besar dari baku mutu (230 gr/m), antara lain: Stasiun Ancol.

    Gambar 55. Konsentrasi SPM di Indonesia bulan Januari 2013

    Pada bulan Februari 2013 Kadar debu rata-rata bulanan di Indonesia berkisar antara 11.13 g/m3 - 370.39 g/m3 , kadar debu tertinggi yang sudah melampau nilai baku mutu yang diperbolehkan (230 gram/m3), terdapat di Glodok (370.39 g/m3), sedangkan yang terendah masih dibawah nilai baku mutu yang diperbolehkan terdapat di Tlilik Riwut (11.13 g/m3) seperti terlihat pada peta di bawah ini:

    Gambar 56. Peta Konsentrasi SPM di Indonesia bulan Februari 2013

    Pada grafik dibawah terlihat ada 4 (empat) stasiun dengan konsentrasi SPM /kadar debu lebih besar dari baku mutu (230 gr/m), antara lain: Stasiun Kemayoran

    KONSENTRASI SPM DI INDONESIA BULAN FEBRUARI 2013

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 61

    (240.07 g/m3), Glodok (370.39 g/m3), Ancol (230.71 g/m3), dan Semarang (244.79 g/m3)

    Gambar 57. Konsentrasi SPM di Indonesia bulan Februari 2013

    Pada bulan Maret 2013 Kadar debu rata-rata bulanan di Indonesia berkisar antara 13.21 g/m3 - 360.58 g/m3, kadar debu tertinggi yang sudah melampau nilai baku mutu yang diperbolehkan (230 gram/m3), terdapat di Glodok (360.58 g/m3), sedangkan yang terendah masih dibawah nilai baku mutu yang diperbolehkan terdapat di Darmaga (13.21 g/m3) seperti terlihat pada peta di bawah ini:

    Gambar 58. Peta Konsentrasi SPM di Indonesia bulan Maret 2013

    Pada grafik di bawah terlihat ada 1 (satu) stasiun dengan konsentrasi SPM /kadar debu lebih besar dari baku mutu (230 gr/m), antara lain: Stasiun Glodok (360.58 g/m3)

    KONSENTRASI SPM DI INDONESIA BULAN MARET 2013

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 62

    Gambar 59. Konsentrasi SPM di Indonesia bulan Maret 2013

    Pada bulan April 2013 Kadar debu rata-rata bulanan di Indonesia berkisar antara 16.43 g/m3 - 372.01 g/m3, kadar debu tertinggi yang sudah melampau nilai baku mutu yang diperbolehkan (230 gram/m3), terdapat di Glodok (372.01 g/m3), sedangkan yang terendah masih dibawah nilai baku mutu yang diperbolehkan terdapat di Tjilik Riwut (16.43 g/m3) seperti terlihat pada peta di bawah ini:

    Gambar 60. Peta Konsentrasi SPM di Indonesia bulan April 2013

    Pada grafik dibawah terlihat ada 2 (dua) stasiun dengan konsentrasi SPM /kadar debu lebih besar dari baku mutu (230 gr/m), antara lain: Stasiun Glodok (372.01 gram/m3) dan Kemayoran (247.82 gram/m3)

    KONSENTRASI SPM DI INDONESIA BULAN APRIL 2013

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 63

    Gambar 61. Konsentrasi SPM di Indonesia bulan April 2013

    Pada bulan Mei 2013 kadar debu rata-rata bulanan di Indonesia berkisar antara 16.34 g/m3 - 393.09 g/m3, kadar debu tertinggi yang sudah melampau nilai baku mutu yang diperbolehkan (230 gram/m3), terdapat di Glodok (393.09 g/m3), sedangkan yang terendah masih dibawah nilai baku mutu yang diperbolehkan terdapat di Tjilik Riwut (16.43 g/m3) seperti terlihat pada peta di bawah ini:

    Gambar 62. Peta Konsentrasi SPM di Indonesia bulan Mei 2013

    Pada grafik dibawah ada 6 (enam) stasiun dengan konsentrasi SPM /kadar debu lebih besar dari baku mutu (230 gr/m), antara lain: Stasiun Glodok (393.09 g/m3), Kemayoran (298.14 g/m3), Ancol (248.34 g/m3), Monas (268.53 g/m3) Tangerang (255.66 g/m3), dan Semarang (251.62 g/m3),

    KONSENTRASI SPM DI INDONESIA BULAN MEI 2013

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 64

    Gambar 63. Konsentrasi SPM di Indonesia bulan Mei 2013

    Pada bulan Juni 2013 Kadar debu rata-rata bulanan di Indonesia berkisar antara 17.02 g/m3 - 431.68 g/m3, kadar debu tertinggi yang sudah melampau nilai baku mutu yang diperbolehkan (230 gram/m3), terdapat di Glodok (431.68 g/m3), sedangkan yang terendah masih dibawah nilai baku mutu yang diperbolehkan terdapat di Tjilik Riwut (17.02 g/m3) seperti terlihat pada peta di bawah ini:

    Gambar 64. Peta Konsentrasi SPM di Indonesia bulan Juni 2013

    Pada grafik dibawah terlihat ada 6 (enam) stasiun dengan konsentrasi SPM /kadar debu lebih besar dari baku mutu (230 gr/m), antara lain: Stasiun Kemayoran (298.14 g/m3), Glodok (431.68), Monas (282.50 g/m3), Pd. Betung (298.15 g/m3), Tangerang (306.77 g/m3), dan Semarang (273.47 g/m3)

    KONSENTRASI SPM DI INDONESIA BULAN JUNI 2013

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 65

    Gambar 65. Konsentrasi SPM di Indonesia bulan Juni 2013

    3.1.2. Kadar Debu (SPM) di DKI Jakarta

    Pemantauan kadar debu di DKI Jakarta dilakukan di 5 (lima) lokasi yaitu daerah Ancol, Bandengan, Glodok, Kemayoran, dan Monas. Umumnya, kadar debu di lima lokasi pada bulan Januari rendah belum melebihi nilai baku mutu yang diperbolehkan (230 gram/m3). pada bulan Februari Juni 2013 sangat tinggi khususnya didaerah Glodok melebihi nilai baku mutu yang di perbolehkan (230 gram/m3). Tingginya kadar debu di Glodok diperkirakan merupakan kontribusi dari kendaraan bermotor, karena lokasi pengukuran dekat dengan jalan raya (road site). Kadar debu di daerah Bandengan relatif cukup baik, berada di bawah nilai baku mutu (Gambar 66).

    Gambar 66. Kadar Debu di beberapa Lokasi di DKI Jakarta (Januari-Juni 2013)

    Secara lebih rinci kadar debu tertinggi dan terendah di Jakarta pada periode Januari Juni 2013 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kadar debu di DKI Jakarta (Januari Juni 2013)

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 66

    No. Bulan Kadar debu tertinggi Kadar debu terendah

    Lokasi Kadar

    Lokasi Kadar

    (gram/m3) (gram/m3) 1. Januari Ancol 230.22 Monas 140.17 2. Februari Glodok 370.39 Monas 175.69 3. Maret Glodok 360.58 Monas 115.43 4. April Glodok 372.01 Bandengan 150.44 5. Mei Glodok 393.09 Bandengan 197.11 6. Juni Glodok 431.68 Ancol 127.82

    Keterangan:Nilai Ambang Batas untuk kadar debu adalah 230 gram/m3

    3.2. TINGKAT KEASAMAN (pH) AIR HUJAN

    Tingkat keasaman (pH) air hujan pada bulan Januari 2013 di Supadio-Pontianak, Temindung-Samarinda, Selaparang-Mataram, dan BAWIL.V-Jayapura, menunjukkan nilai pH air hujan berada diatas Nilai Ambang Batas (pH = 5,6) atau lebih bersifat basa, seperti terlihat pada peta dibawah ini:

    Gambar 67. Peta Tingkat keasaman (pH) Air Hujan di Indonesia bulan Januari 2013

    Terdapat 4 (empat) stasiun dengan kadar pH tinggi di atas nilai ambang batas normal (pH = 5,6),bersifat basa antara lain: Stasiun Supadio-Pontianak, Temindung-Samarinda, Karangploso-Malang dan BAWIL. V Jayapura, terlihat pada grafik dibawah ini:

    TINGKAT KEASAMAN (pH) AIR HUJAN DI INDONESIA BULAN JANUARI 2013

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 67

    Gambar 68. Tingkat keasaman (pH) Air Hujan di Indonesia bulan Januari 2013

    Tingkat keasaman (pH) air hujan pada bulan Februari 2013 di Pulau Baai-Bengkulu, Banjarbaru, Temindung-Samarinda, Panakukang-Ujung Pandang,

    Eltari-Kupang, Beto Ambari-Bau Bau, dan BAWIL.V-Jayapura, menunjukkan nilai pH air hujan berada diatas Nilai Ambang Batas (pH = 5,6) atau lebih bersifat basa, seperti terlihat pada peta dibawah ini:

    Gambar 69. Peta Tingkat keasaman (PH) Air Hujan di Indonesia bulan Februari 2013

    Terdapat 8 (delapan) stasiun dengan kadar pH tinggi di atas nilai ambang batas normal (pH = 5,6), bersifat basa antara lain: Stasiun GAW-Kototabang, Pulau Baai-Bengkulu, Banjarbaru, Temindung-Samarinda, Panakukang-Ujumg Pandang, Eltari-Kung, Beto Ambari-Bau Bau dan BAWIL. V Jayapura, terlihat pada grafik dibawah ini:

    TINGKAT KEASAMAN (pH) AIR HUJAN DI INDONESIA BULAN FEBRUARI 2013

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 68

    Gambar 70. Tingkat keasaman (pH) Air Hujan di Indonesia bulan Februari 2013

    Tingkat keasaman (pH) air hujan pada bulan Maret 2013 di Kenten-Palembang, Supadio-Pontianak, Banjarbaru, dan Tarempa, menunjukkan nilai pH air hujan berada diatas Nilai Ambang Batas (pH = 5,6) atau lebih bersifat basa, seperti terlihat pada grafik dibawah ini:

    Gambar 71. Peta Tingkat keasaman (pH) Air Hujan di Indonesia bulan Maret 2013

    Terdapat 4 (empat) stasiun dengan kadar pH tinggi di atas nilai ambang batas normal (pH = 5,6), bersifat basa antara lain: Stasiun Kenten-Palembang, Supadio-Pontianak, Banjarbaru, dan Tarempa, terlihat pada grafik dibawah ini:

    TINGKAT KEASAMAN (pH) AIR HUJAN DI INDONESIA BULAN MARET 2013

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 69

    Gambar 72. Tingkat keasaman (pH) Air Hujan di Indonesia bulan Maret 2013

    Tingkat keasaman (pH) air hujan pada bulan April 2013 di Kenten-Palembang, Supadio-Pontianak, Branti-Tanjungkarang, Selaparang-Mataram, Beto Ambari-Bau Bau, Angkasa-Jayapura, Karangploso-Malang, dan Tarempa, menunjukkan nilai pH air hujan berada diatas Nilai Ambang Batas (pH = 5,6) atau lebih bersifat basa, seperti terlihat pada peta dibawah ini:

    Gambar 73. Peta Tingkat keasaman (pH) Air Hujan di Indonesia bulan April 2013

    Terdapat 8 (delapan) stasiun dengan kadar pH tinggi di atas nilai ambang batas normal (pH = 5,6), bersifat basa antara lain: Stasiun Kenten-Palembang, Supadio-Pontianak, Banjarbaru, Selaparang-Mataram, Beto Ambari-Bau Bau, Karangploso-Malang, Angkasapura dan Tarempa, terlihat pada grafik di bawah ini:

    TINGKAT KEASAMAN (pH) AIR HUJAN DI INDONESIA BULAN APRIL 2013

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 70

    Gambar 74. Tingkat keasaman (pH) Air Hujan di Indonesia bulan April 2013

    Tingkat keasaman (pH) air hujan pada bulan Mei 2013 di Kototabang, Branti-Tanjungkarang, Panakukang-Ujungpandang, Beto Ambari-Bau Bau, dan Karangploso Malang, menunjukkan nilai pH air hujan berada diatas Nilai Ambang Batas (pH = 5,6) atau lebih bersifat basa, seperti terlihat pada peta dibawah ini:

    Gambar 75. Peta Tingkat keasaman (pH) Air Hujan di Indonesia bulan Mei 2013 Terdapat 5 (lima) stasiun dengan kadar pH tinggi di atas nilai ambang batas normal (pH = 5,6), bersifat basa antara lain: Stasiun GAW-Kototabang, Branti-Tanjungkarang, Panakukang-Ujungpandang, Beto Ambari-Bau Bau, dan Karangploso-Malang terlihat pada grafik dibawah ini:

    TINGKAT KEASAMAN (pH) AIR HUJAN DI INDONESIA BULAN MEI 2013

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 71

    Gambar 76. Tingkat keasaman (pH) Air Hujan di Indonesiam bulan Mei 2013

    Tingkat keasaman (pH) air hujan pada bulan Juni 2013 di Kenten-Palembang, Temindung-Samarinda, Panakukang-Ujung Pandang dan Timika, menunjukkan nilai pH air hujan berada diatas Nilai Ambang Batas (pH = 5,6) atau lebih bersifat basa, seperti terlihat pada grafik dibawah ini:

    Gambar 77. Peta Tingkat keasaman (pH) Air Hujan di Indonesia bulan Juni 2013

    Terdapat 4 (empat) stasiun dengan kadar pH tinggi di atas nilai ambang batas normal (pH = 5,6), bersifat basa antara lain: Stasiun Kenten-Palembang, Temindung-Samarinda, Panakukang-Ujungpandang, Beto Ambari-Bau Bau, dan Karangploso-Malang, terlihat pada grafik dibawah ini:

    TINGKAT KEASAMAN (pH) AIR HUJAN DI INDONESIA BULAN JUNI 2013

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 72

    Gambar 78. Tingkat keasaman (pH) Air Hujan di Indonesia bulan Juni 2013

    3.3. KONSENTRASI KADAR SO2 DAN NO2 DI JAKARTA Secara umum, hasil pemantauan kadar SO2 dan NO2 di beberapa lokasi di Jakarta masih relatif rendah dan jauh di bawah nilai baku mutu yang diperbolehkan. Kadar rata-rata bulanan SO2 dan NO2 periode JanuariJuni 2013 adalah sebagai berikut: Kadar SO2 rata-rata bulanan di beberapa lokasi di Jakarta masih cukup baik dan berada di bawah nilai baku mutu yang diperbolehkan (0,014 ppm).

    Gambar 79. Kadar SO2 di beberapa Lokasi di DKI - Jakarta (Januari-Juni 2013)

    Kadar NO2 rata-rata bulanan di beberapa lokasi di Jakarta masih cukup baik dan berada di bawah nilai baku mutu yang diperbolehkan (0,08 ppm) . bulan Juni tidak ada data (Gambar.27)

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 73

    Gambar 80. Kadar NO2 di beberapa Lokasi di DKI - Jakarta (Januari-Juni 2013)

    3.4. PEMANTAUAN AEROSOL PM10 Pemantauan partikulat PM10 (Aerosol) dilakukan di stasiun GAW-Kototabang. Pengukuran kadar PM10 dilakukan dengan peralatan otomatis (digital) menggunakan alat Betha Rays Attenuation Monitoring (BAM)-1020.

    Gambar 81. Peralatan Pemantau Betha Rays Attenuation Monitoring (BAM)

    3.5. KONSENTRASI KADAR SO Dan NO DI INDONESIA Pengukuran kadar / konsentrasi SO dan NO di Indonesia ada di 7 stasiun pemantau, antara lain di: Kemayoran, Ancol, Monas, Glodok, Bandengan, Kototabang dan Siantan 3.5.1. Konsentrasi SO Pada bulan Januari 2013, kadar SO2 tertinggi di Glodok, Monas dan Bandengan sebesar.0.005 ppm dan kadar So terendah di Ancol sebesar 0.003 ppm, namun masih berada di bawah Nilai Baku Mutu (0,14 ppm), Kototabang dan Siantan tidak ada data.

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 74

    Gamba 82. Konsentrasi SO2 di beberapa lokasi di Jakarta, GAW Kototabang dan Siantan bulan

    Januari 2013 Pada bulan Februari 2013, kadar SO2 tertinggi di Kemayoran sebesar.0.005 ppm dan kadar SO terendah di Kototabang sebesar 0.001 ppm, namun masih berada di bawah Nilai Baku Mutu (0,14 ppm).

    Gambar 83. Konsentrasi SO di beberapa lokasi di Jakarta, Kototabang

    dan Siantan bulan Februari 2013

    Pada bulan Maret 2013, kadar SO2 tertinggi di Kemayoran sebesar.0.006 ppm dan kadar SO terendah di Kototabang sebesar 0.002 ppm, namun masih berada di bawah Nilai Baku Mutu (0,14 ppm).

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 75

    Gambar 84. Konsentrasi SO di beberapa lokasi di Jakarta, Kototabang dan Siantan bulan Maret

    2013 Pada bulan April 2013, kadar SO2 tertinggi di Bandengan sebesar.0.003 ppm dan kadar SO terendah di Ancol dan Glodok sebesar 0.001 ppm, namun masih berada di bawah Nilai Baku Mutu (0,14 ppm).

    Gambar 85. Konsentrasi SO di beberapa lokasi di Jakarta, Kototabang dan siantan bulan April 2013

    Pada bulan Mei 2013 Kototabang dan Siantan tidak ada data, kadar SO2 tertinggi di Ancol sebesar.0.009 ppm dan kadar SO terendah di Monas sebesar 0.007 ppm, namun masih berada di bawah Nilai Baku Mutu (0,14 ppm).

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 76

    Gambar 86. Konsentrasi SO di beberapa lokasi di DKI Jakarta bulan Mei 2013

    3.5.2. Konsentrasi NO

    Pada bulan Januari 2013 Kototabang dan Siantan tidak ada data, kadar NO2 tertinggi di Glodok sebesar.0.030 ppm dan kadar NO terendah di Kemayoran dan Bandengan sebesar 0.020 ppm, namun masih berada di bawah Nilai Baku Mutu (0,14 ppm).

    Gambar 87. Konsentrasi NO di beberapa lokasi di Jakarta, Kototabang dan siantan bulan Januari

    2013 Pada bulan Februari 2013, kadar NO2 tertinggi di Glodok sebesar 0.051 ppm dan kadar NO terendah di Kototabang sebesar 0.002 ppm, namun masih berada di bawah Nilai Baku Mutu (0,14 ppm).

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 77

    Gambar 88. Konsentrasi NO di beberapa lokasi di Jakarta, Kototabang dan Siantan bulan Februari 2013

    Pada bulan Maret 2013, kadar NO2 tertinggi di Glodok sebesar 0.053 ppm dan kadar NO terendah di Siantan sebesar 0.005 ppm, namun masih berada di bawah Nilai Baku Mutu (0,14 ppm).

    Gambar 89. Konsentrasi NO di beberapa lokasi di Jakarta, Kototabang dan Siantan bulan Maret

    2013 Pada bulan April 2013 Kototabang tidak ada data, kadar NO2 tertinggi di Glodok sebesar 0.051 ppm dan kadar NO terendah di Siantan sebesar 0.005 ppm, namun masih berada di bawah Nilai Baku Mutu (0,14 ppm).

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 78

    Gambar 90. Konsentrasi NO di beberapa lokasi di Jakarta, Kototabang dan Siantan bulan April 2013 Pada bulan Mei 2013 Kototabang dan Siantan tidak ada data, kadar NO2 tertinggi di Glodok sebesar 0.044 ppm dan kadar NO terendah di Kemayoran sebesar 0.025 ppm, namun masih berada di bawah Nilai Baku Mutu (0,14 ppm).

    Gambar 91. Konsentrasi NO di beberapa lokasi di Jakarta, Kototabang dan Siantan bulan Mei 2013 Pemantauan Aerosol PM di Kototabang bulan Januari 2013, Konsentrasi PM maximum terjadi pada tanggal 18 sebesar 20.75 gr/m, sedangkan konsentrasi PM minimum pada tanggal 1 sebesar 9.00 gr/m, Sedangkan rata-rata bulan konsentrasi PM pada bulan Januari 2013 sebesar 16.48 gr/m

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 79

    Gambar 92. Pemantauan Aerosol PM di Kototabang bulan Januari 2013

    Pemantauan Aerosol PM di Kototabang bulan Maret 2013. Konsentrasi PM maximum terjadi pada tanggal 7 sebesar 52.00 gr/m, sedangkan konsentrasi PM minimum pada tanggal 29 dan tanggal 31 sebesar 2.00 gr/m, Sedangkan rata-rata bulan konsentrasi PM pada bulan Maret 2013 sebesar 17.86 gr/m

    Gambar 93. Pemantauan Aerosol PM di Kototabang bulan Maret 2013

    Pemantauan Aerosol PM di Kototabang bulan April 2013. Konsentrasi PM maximum terjadi pada tanggal 14 sebesar 15.00 gr/m, sedangkan konsentrasi PM minimum pada tanggal 3 dan tanggal 17 sebesar 7.00 gr/m, Sedangkan rata-rata bulan konsentrasi PM pada bulan April 2013 sebesar 10.68 gr/m

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 80

    Gambar 94. Pemantauan Aerosol PM di Kototabang bulan April 2013

    3.6. OZON PERMUKAAN

    Pemantauan Ozon Permukaan dilakukan di stasiun Kemayoran dan di Bukit-Kototabang. Pengukuran kadar Ozon Permukaan dilakukan dengan peralatan otomatis. Pengukuran di Stasiun Kemayoran menggunakan alat Ozone Analyzer dengan metode UV Photometric, sedangkan di stasiun Bukit-Kototabang menggunakan alat Ozone Analyzer tipe TEI49C dengan metode UV-Absorption

    Pengukuran Ozon (O) di Kemayoran bulan Januari 2013, Konsentrasi Ozon maximum terjadi pada tanggal 19 sebesar 109.65 ppb, sedangkan konsentrasi Ozon minimum pada tanggal 20 sebesar 2.86 ppb,. Sedangkan rata-rata bulan konsentrasi Ozon pada bulan Januari 2013 sebesar 29.58 ppb.

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 81

    Gambar 95. Konsentrasi Ozon Permukaan di Kemayoran Jakarta bulan Januari 2013

    Pengukuran Ozon (O) di Kemayoran bulan Februari 2013, Konsentrasi Ozon maximum terjadi pada tanggal 5 sebesar 114.72 ppb, sedangkan konsentrasi Ozon minimum pada tanggal 6 sebesar 6.62 ppb,. Sedangkan rata-rata bulan konsentrasi Ozon pada bulan Februari 2013 sebesar 36.42 ppb.

    Gambar 96. Konsentrasi Ozon Permukaan di Kemayoran Jakarta bulan Februari 2013

    Pengukuran Ozon (O) di Kemayoran bulan Maret 2013, Konsentrasi Ozon maximum terjadi pada tanggal 5 sebesar 141.07 ppb dan sudah melampaui baku mutu yang diperbolehkan (120 ppb), sedangkan konsentrasi Ozon minimum pada tanggal 28 sebesar 13.73 ppb,. Sedangkan rata-rata bulan konsentrasi Ozon pada bulan Maret 2013 sebesar 39.28 ppb.

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 82

    Gambar 97. Konsentrasi Ozon Permukaan di Kemayoran Jakarta bulan Maret 2013

    Pengukuran Ozon (O) di Kemayoran bulan April 2013, Konsentrasi Ozonmaximum terjadi pada tanggal 17 sebesar 133.81 ppb dan sudah melampaui baku mutu yang diperbolehkan (120 ppb), sedangkan konsentrasi Ozon minimum pada tanggal 14 sebesar 13.08 ppb,. Sedangkan rata-rata bulan konsentrasi Ozon pada bulan April 2013 sebesar 38.10 ppb

    . Gambar 98. Konsentrasi Ozon Permukaan di Kemayoran Jakarta bulan April 2013

    Pengukuran Ozon (O) di Kemayoran bulan Mei 2013, Konsentrasi Ozon maximum terjadi pada tanggal 9 sebesar 103.00 ppb dan sudah melampaui baku mutu yang diperbolehkan (120 ppb), sedangkan konsentrasi Ozon minimum pada tanggal 31 sebesar 7.34 ppb, Sedangkan rata-rata bulan konsentrasi Ozon pada bulan Mei 2013 sebesar 36.22 ppb.

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 83

    Gambar 99. Konsentrasi Ozon Permukaan di Kemayoran Jakarta bulan Mei 2013 Pengukuran Ozon (O) di Kemayoran bulan Juni 2013, Konsentrasi Ozon maximum terjadi pada tanggal 9 sebesar 82.75 ppb, sedangkan konsentrasi Ozon minimum pada tanggal 5 sebesar 4.07 ppb, Sedangkan rata-rata bulan konsentrasi Ozon pada bulan Juni 2013 sebesar 8.91 ppb.

    Gambar 100. Konsentrasi Ozon Permukaan di Kemayoran Jakarta bulan Juni 2013

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 84

    IV. INFORMASI GAS RUMAH KACA

    4.1 . PEMANTAUAN GAS RUMAH KACA DI STASIUN GAW KOTOTABANG

    Pemantauan aktivitas Gas Rumah Kaca (GRK) yang terdiri dari unsur CO2, CH4, N26 di Stasiun GAW Bukit Kototabang telah dimulai sejak tahun 2004. Kegiatan tersebut merupakan bagian dari jaringan pemantauan sampling udara global (Global Air Sampling Monitoring Network), yang merupakan kolaborasi kerja sama antara pihak Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dengan National Oceanic and Atmosphere Administration (NOAA) - Earth System Research Laboratory (ESRL) Amerika Serikat. Hingga saat ini telah terbentuk jaringan pengamatan GRK fixed site yang terdapat di 65 lokasi dan 2 di atas kapal komersil. Pengukuran konsentrasi GRK di Stasiun GAW Bukit Kototabang dilakukan dengan metode Airkit Flask Sampling yang dilakukan setiap 1 (satu) kali seminggu dengan menggunakan dua buah tabung yang masing-masing berukuran 2.5 Liter. Namun sejak April 2011, pengukuran GRK di Stasiun GAW Bukit Kototabang dengan metode Airkit Flask Sampling untuk sementara waktu dihentikan. Sebagai gantinya untuk saat ini pengukuran GRK dilakukan dengan metode CRDS (Cavity Ring-Down Spectroscopy) yang menggunakan instrumen Picarro G3010 Analyzer. Berbeda dengan instrumen Airkit Flask Sampling ,instrumen ini hanya bisa mengukur 2 jenis konsentrasi GRK yakni CO2 dan CH4. Sehingga dengan demikian untuk pengukuran N2O dan SF6 untuk sementara tidak dilakukan lagi. Pengukuran dengan menggunakan metode CRDS ini dilakukan pada 3 level ketinggian yaitu 10 meter, 20 meter dan 32 meter. Hasil pengukuran konsentrasi CO2 dan CH4 hingga bulan Juni 2013 di Stasiun GAW Bukit Kototabang dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3 di bawah ini.

    Gambar 101. Trend Konsentrasi CO2 periode Januari 2004 - Juni 2013 di Stasiun GAW Bukit Kototabang

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 85

    Pada bulan Juni 2013, konsentrasi CO2 di Stasiun GAW Bukit Kototabang tercatat sebesar 390,3 ppm. Hasil ini relatif lebih tinggi dibandingkan rata-rata nilai konsentrasi CO2 pada bulan Mei 2013 yang sebesar 389,0 ppm (Lihat Gambar. 48). Namun jika dibandingkan nilai rata-rata sejak pengukuran tahun 2004 sebesar 379,6 ppm, nilai konsentrasi CO2 hingga bulan Juni 2013 mengalami peningkatan sebesar 2.66 %.

    Gambar 102. Trend Konsentrasi CH4 periode Januari 2004 - Juni 2013 di Stasiun GAW Bukit

    Kototabang Konsentrasi CH4 pada bulan Juni 2013 sebesar 1811,5 ppb dimana nilai tersebut menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan nilai konsentrasi pada bulan Mei 2013 yang menunjukkan nilai 1809,7 ppb (Lihat Gambar 49). Nilai rata-rata konsentrasi CH4 sejak dilakukan pengamatan tahun 2004 hingga saat ini adalah sebesar 1817,0 ppb, sehingga dengan demikian nilai konsentrasi CH4 pada bulan Juni 2013 menunjukkan peningkatan sebesar 0,30%. Konsentrasi CH4 pada bulan Juni 2013 sebesar 1811,5 ppb dimana nilai tersebut menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan nilai konsentrasi pada bulan Mei 2013 yang menunjukkan nilai 1809,7 ppb (Lihat Gambar 3). Nilai rata-rata konsentrasi CH4 sejak dilakukan pengamatan tahun 2004 hingga saat ini adalah sebesar 1817,0 ppb, sehingga dengan demikian nilai konsentrasi CH4 pada bulan Juni 2013 menunjukkan peningkatan sebesar 0.30%.

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 86

    Tabel 4. Perbandingan GRK berdasarkan nilai rata-rata dengan nilai rata-rata di stasiun GAW Bukit Kototabang.

    4.2. PEMANTAUAN GAS RUMAH KACA DI 9 (SEMBILAN) UPT BMKG

    Sejak bulan Mei 2012 BMKG telah melakukan pemantauan Gas Rumah Kaca (GRK). Parameter GRK yang diukur adalah CO dan CH . Metode pemantauan yang digunakan adalah metode tidak langsung (Indirect), yaitu dengan cara sampling dan analisis laboratorium. Alat sampling yang digunakan adalah Flask Sampler. Sedangkan analisis konsentrasi GRK menggunakan instrumen gas kromatografi.

    Pada tahap awal lokasi sampling yang dipilih BMKG didaerah ada 9 (sembilan) lokasi, antara lain di: Sampali Medan, Pekanbaru Riau, Siantan Pontianak, Banjarbaru Kalimantan Selatan, Kayuwatu Manado, Maros Ujung Pandang, Karangploso Malang, Negara Bali, dan Lasiana Kupang.

    Hasil pemantauan GRK hanya di 8 (delapan) lokasi, karena 1 (satu) lokasi yaitu Pekanbaru Riau tidak ada data, antara bulan Januari 2013 sampai dengan bulan Juni 2013 diperoleh data nilai rata-rata bulanan untuk CO sebesar 392.89 ppm, dan untuk CH sebesar 1.67 ppm. Konsentrasi CO tertinggi 401.24 ppm terdapat di Sampali Medan, dan terendah sebesar 386.98 ppm di Banjarbaru, sedangkan untuk CH konsentrasi tertinggi sebesar 1.74 ppm di Karangploso Malang dan terendah sebesar 1.59 ppm di Banjarbaru.

    Pemantauan GRK di 8 (delapan) lokasi karena 1 (satu) lokasi yaitu Pekanbaru- Riau tidak ada data, di masing-masing lokasi dapat di lihat pada gambar grafik rata rata bulanan di bawah ini, lihat Gambar 103 - 112.

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 87

    Gambar 103. Konsentrasi Rata-Rata CO Periode Bulan Januari - Mei 2013

    Gambar 104. Konsentrasi Rata-Rata CH Periode Bulan Januari - Mei 2013

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 88

    Gambar 105. Konsentrasi Rata-Rata CO Periode Bulan Januari Mei 2013 di Staklim Banjarbaru dan Staklim Karangploso Malang

    Gambar 106. Konsentrasi Rata-Rata CH Periode Bulan Januari Mei 2013 di Staklim Banjarbaru dan Staklim Karangploso Malang

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 89

    Gambar 107. Konsentrasi Rata-Rata CO Periode Bulan Januari Mei 2013 di Staklim Kayuwatu-Manado dan Staklim Lasiana Kupang

    Gambar 108. Konsentrasi Rata-Rata CH Periode Bulan Januari Mei 2013 di Staklim Kayuwatu-Manado dan Staklim Lasiana Kupang

  • Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia Page 90

    Gambar 109. Konsentrasi Rata-Rata CO Periode Bulan Januari Mei 2013 di Staklim Negara-Bali dan Staklim Sampali Medan

    Gambar 110