Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
BUKU PEDOMAN PROBLEM BASED
LEARNING
(PBL)
Tim Penyusun
I Made Budi Arsika, SH.,LLM
Kadek Agus Sudiarawan, SH.,MH
Ni Ketut Supasti Dharmawan SH.,M.Hum,LLM
Putu Aras Samsithawrati.,SH.,LLM
I Gusti Agung Ayu Dike Widhyaastuti, SH.,MH
Made Mahartayasa, SH.,MH
ii
UNIT PENJAMINAN MUTU FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
Lingkup Hak Cipta
Pasal 1
1. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan
prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa
mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan Pidana
Pasal 113
1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan / atau
pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan / atau tanpa izin Pencipta atau pemegang
Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan / atau huruf h untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan /
atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena atas
Asung Kertha Wara Nugraha-Nya serta berkat seluruh kerja keras tim penyusun dibawah
bimbingan pimpinan Fakultas Hukum Universitas Udayana (FH Unud) dan Unit Penjaminan Mutu
FH Unud (UPMFH Unud), Buku Pedoman Problem Based Learning (PBL) ini dapat selesai tepat
pada waktunya. Buku Pedoman ini merupakan salah satu dari program kerja UPMFH Unud.
Buku Pedoman PBL memuat tentang karakteristik PBL sebagai salah satu metode
pembelajaran Stident Centered Learning, yaitu suatu metode dalam proses pembelajaran yang
berfokus pada mahasiswa yang aktif, proses pembelajaran dua arah, aktif-reflektif, serta peran
tutor yang reaktif. Proses pembelajaran dengan metode PBL menggunakan Block Book, Reader,
serta Bahan Ajar lainnya sebagai pedoman dan referensinya. Dalam Buku Pedoman PBL ini
memuat proses pembelajaran yang pada intinya terdiri dari kegiatan perkuliahan dua arah serta
kegiatan tutorial dengan pendekatan Seven Jump Approach (Seven Step Approaches) pada kelas-
kelas dengan jumlah mahasiswa dalam kelompok kecil ( 16-20 orang) dan PBL modifikasi pada
kelas mahasiswa dengan kelompok besar (lebih dari 30 mahasiswa dalam satu kelasnya), serta
Tutor Check List. Buku Pedoman ini juga memuat relevansi PBL bagi institusi pendidikan
hukum, mahasiswa, pengajar, dan bagi tutor yang dilengkapi dengan pedoman praktis dalam
pelaksanaan metode PBL dalam proses pembelajaran di Fakultas Hukum.
Dengan terbitnya Buku Pedoman PBL ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis
maupun praktis dalam dunia pendidikan di Perguruan Tinggi, khususnya pelaksanaan perkuliahan
dengan metode Problem Based Learning di FH Unud.
Melalui buku ini disampaikan terima kasih atas berbagai dukungan baik moral maupun
finansial atas terbitnya buku ini kepada Prof. Dr. I Made Arya Utama, SH.,M.Hum (Dekan FH
Unud), Dr. Gde Made Swardhana, SH.,MH (Wakil Dekan I FH Unud), Dr. Ni Ketut Sri Utari,
SH.,MH (Wakil Dekan II FH Unud), Dr. I Gede Yusa, SH.,MH (Wakil Dekan III FH Unud),
Bapak I Nengah Suantra SH, MH (Ketua UPMFH Unud) serta Ibu Made Nurmawati SH, MH
(Sekretaris UPMFH Unud). Selain itu juga ucapan terima kasih ditujukan kepada seluruh tim
penyusun yang dengan ketekunan dan kerja kerasnya yang penuh dedikasi tanpa mengenal lelah
telah berhasil menyusun Buku Pedoman ini tepat pada waktunya. Terima kasih pula kepada
seluruh civitas academica FH Unud yang tidak bisa disebutkan secara satu persatau atas segala
dukungannya dalam pembuatan Buku Pedoman ini.
.
Denpasar, 20 Desember 2016
Tim Penyusun
iv
SAMBUTAN
DEKAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA
Om Swastiastu,
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa)
karena atas Asung Kertha Wara Nugraha-Nya serta AnugrahNYA, Buku Pedoman Problem Based
Learning (PBL) yang disusun oleh Tim penyusun dapat menyelesaikan dan menerbitkan Buku
Pedoman PBL tepat pada waktunya.
Kami sangat mengapresiasi terbitnya Buku Pedoman PBL ini, sehingga proses
pembelajaran aktif yang berbasis Student Learning Centered dengan salah satu modelnya metode
PBL dapat terlaksana dengan efektif. Keberadaan Buku Pedoman yang memuat pedoman dan
langkah-langkah dalam proses pembelajaran dengan metode PBL relevan dalam mendukung
kurikulum serta bermanfaat bagi institusi Fakultas Hukum, bagi mahasiswa, dosen, maupun tutor,
karena dalam Buku Pedoman ini dimuat secara detail tentang langkah-langkah dalam pelaksanaan
metode PBL baik dalam proses perkuliahan dua arah maupun pada tahapan turorial yang
menggunakan pendekatan Seven Jump Approach mengacu pada Block Book, Reader, serta Bahan
Ajar lainnya sebagai pedoman dan referensinya. Proses pembelajaran yang didukung dengan
metode pembelajaran aktif, salah satunya metode PBL secara berkelanjutan penting
dikembangkan karena metode pembelajaran ini mampu meningkatkan knoledge, skill dan value
mahasiswa yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas lulusan.
Penerbitan Buku Pedoman PBL ini menambah koleksi buku yang disusun oleh para Dosen
FH UNUD, Selaku Dekan, kami mengucapkan selamat atas terbitnya Buku Pedoman Problem
Based Learning (PBL), sekali lagi kami smengapresiasi terbitnya buku ini, semoga dapat
menambah khasanah ilmu baik secara teoritis maupun praktis, khususnya dalam bidang metode
pembelajaran aktif.
Denpasar, 27 Desember 2016
Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana
Prof. Dr. I Made Arya Utama,SH,M.Hum.
NIP. 19650221 199003 1 005
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………........... iii
SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA…… iv
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….. v
BAB I KONSEP PROBLEM BASED LEARNING…………………………………. 1
1.1.Definisi Problem Based Learning………………………………………………. 1
1.2.Probem Based Learning Sebagai Bagian dari Stident Centered
Learning……………………………………………………………………..
1
1.3.Sejarah Kemunculan dan Penyebaran Probem Based Learning……………. 7
1.4.Penggunaan Probem Based Learning Pada Perguruan Tinggi di
Indonesia……………………………………………………………………..
8
BAB II ADOPSI PROBLEM BASED LEARNING DI FH
UNUD………………………………………………………………………………..
12
BAB III RELEVANSI PROBLEM BASED LEARNING DALAM PENDIDIKAN
HUKUM DI FH UNUD……………………….……………………………………..
14
3.1. Relevansi Probem Based Learning Bagi Institusi Penddikan
Hukum………………………………………………………………………
14
3.2. Relevansi Problem Based Learning Bagi Mahasiswa............................... 15
3.3. Relevansi Problem Based Learning Bagi Pengajar.................................. 21
3.4. Relevansi Problem Based Learning Bagi Tutor....................................... 23
3.5. Relevansi Problem Based Learning bagi Pengguna Alumni (Alumni
User)...................................................................................................
27
BAB IV PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNING DI FH
UNUD………………………………………………………………………………..
30
4.1. Penentuan Planning Group..................................................................... 30
4.2. Penyusunan Block Book dan Reader……………………………………….. 30
4.3. Pengorganisasian Jadwal Pelaksanaan……………………………………... 30
4.4. Persiapan Teknis……………………………………………………………. 30
4.5. Pelaksanaan………………………………………………………………… 31
4.6. Evaluasi…………………………………………………………………….. 31
BAB V MODIFIKASI DAN INOVASI PROBLEM BASED LEARNING DI FH
UNUD………………………………………………………………………………..
32
5.1. Seven Jump Approach (Seven Step Approach)……………………………... 32
5.2. Problem Based Learning dengan Kelompok Besar………………………... 37
5.3. Tutor Check List Tutor……………….…………………………………….. 45
BAB VI PEDOMAN PRAKTIS PELAKSANAAN PROBLEM BASED
LEARNING…………………………………………………………………………..
47
6.1. Pedoman Praktis Pelaksanaan Problem Based Learning Bagi Mahasiswa… 47
6.2. Pedoman Praktis Pelaksanaan Problem Based Learning Bagi Pengajar…… 48
6.3. Pedoman Praktis Pelaksanaan Problem Based Learning Bagi Tutor………. 49
DAFTAR PUSTAKA
6
BAB I
KONSEP PROBLEM BASED LEARNING
1.1. Definisi Problem Based Learning
Terdapat sejumlah definisi Problem-Based Learning (PBL). Berikut merupakan salah
satu pengertian yang dapat dikutip. “PBL is a learning methodology that encourages students
to take responsibility for their own learning and to develop a broad set of generic skills and
attributes, along with relevant content knowledge.1 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
juga memberikan definisi PBL sebagai berikut.
PBL/I adalah belajar dengan memanfaatkan masalah dan mahasiswa harus melakukan
pencarian/penggalian informasi (inquiry) untuk dapat memecahkan masalah tersebut. Pada
umumnya, terdapat empat langkah yang perlu dilakukan mahasiswa dalam PBL/I, yaitu:
(a) Menerima masalah yang relevan dengan salah satu/beberapa kompetensi yang
dituntut mata kuliah, dari dosennya;
(b) Melakukan pencarian data dan informasi yang relevan untuk memecahkan
masalah;
(c) Menata data dan mengaitkan data dengan masalah; dan
(d) Menganalis strategi pemecahan masalah PBL/I adalah belajar dengan
memanfaatkan masalah dan mahasiswa harus melakukan
pencarian/penggalian informasi (inquiry) untuk dapat memecahkan masalah
tersebut.2
1.2. Problem Based Learning sebagai bagian dari Student Centered Learning
Perkembangan pendidikan selama ini telah melakukan transformasi pembelajaran dari
(Teaching Centered Learning/TCL) menjadi (Student Centered Learning/SCL) yang
terindikasi dari adanya perubahan paradigma, yaitu perubahan dalam cara memandang
beberapa hal dalam pembelajaran, yakni:3
1 A Problem Based Task becoming a Simulation diakses pada,
http://pbl.cqu.edu.au/content/what_is_pbl.htm, tanggal 15 November 2016. 2 Tim Kurikulum dan Pembelajaran Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Buku Kurikulum Pendidikan Tinggi, h.63. 3 Ibid, h. 53.
7
a) pengetahuan, dari pengetahuan yang dipandang sebagai sesuatu yang sudah jadi yang
tinggal ditransfer dari dosen ke mahasiswa, menjadi pengetahuan dipandang sebagai
hasil konstruksi atau hasil transformasi oleh pembelajar
b) belajar, belajar adalah menerima pengetahuan (pasif-reseptif) menjadi belajar adalah
mencari dan mengkonstruksi pengetahuan, aktif dan spesifik caranya
c) pembelajaran, dosen menyampaikan pengetahuan atau mengajar (ceramah dan kuliah)
menjadi dosen berpartisipasi bersama mahasiswa membentuk pengetahuan.
Dengan paradigma ini maka tiga prinsip yang harus ada dalam pembelajaran SCL
adalah :4
(a) memandang pengetahuan sebagai satu hal yang belum lengkap
(b) memandang proses belajar sebagai proses untuk merekonstruksi dan mencari
pengetahuan yang akan dipelajari; serta
(c) memandang proses pembelajaran bukan sebagai proses pengajaran (teaching) yang
dapat dilakukan secara klasikal, dan bukan merupakan suatu proses untuk
menjalankan sebuah instruksi baku yang telah dirancang.
Terdapat berbagai ragam metode pembelajaran SCL, yakni:5
a. Small Group Discussion;
b. Role-Play & Simulation;
c. Case Study;
d. Discovery Learning (DL);
e. Self-Directed Learning (SDL);
f. Cooperative Learning (CL);
g. Collaborative Learning (CbL);
h. Contextual Instruction (CI);
i. Project Based Learning (PjBL); dan
j. Problem Based Learning and Inquiry (PBL), serta model pembelajaran
lainnya.
1.3. Sejarah Kemunculan dan Penyebaran Problem Based Learning
Kelahiran PBL tidak lepas dari peran seorang guru sekolah dasar bernama Celestin
Freinet pada tahun 1920. Saat itu ia mengembangkan sistem yang membuat siswa berperan
4 Ibid, h. 54.
5 Ibid, h.59.
8
aktif dalam proses pembelajaran dengan mengandalkan keterampilan komunikasi,
pembelajaran kooperatif, tanggung jawab individu dan evaluasi diri.6
Sejarah modern PBL kemudian dimulai pada tahun 1960an, khususnya saat
Kurikulum PBL pertama kali digunakan oleh McMaster Medical School in Hamilton-
Kanada pada tahun 1969.7 Kurikulum yang mengadopsi PBL di Eropa pertama kali
diperkenalkan pada pertengahan tahun 1970-an di Maastricht University Medical School.8
Saat ini, PBL tersebar luas di berbagai bidang pendidikan tinggi selain ilmu kedokteran, di
antaranya bidang ekonomi9 dan hukum.
1.4. Penggunaan Problem Based Learning pada Perguruan Tinggi di Indonesia
Telah cukup lama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) digunakan sebagai acuan dalam
penyusunan kurikulum di perguruan tinggi di Indonesia. Salah satu pedoman yang digunakan adalah Buku
Panduan Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Tinggi (Sebuah Alternatif Penyusunan
Kurikulum), Sub Direktorat KPS (Kurikulum dan Program Studi), Direktorat Akademik,
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Jakarta, 2008.
Pada prinsipnya KBK menekankan sejumlah aspek yaitu:10
1. Dari segi basis kurikulum, KBK Berbasis kompetensi (Competency Based
Curricullum)
2. Dari segi luaran Perguruan Tinggi, KBK memfokuskan pada Kompetensi yang
dianggap mampu oleh masyarakat.
3. Dari segi penilai kualitas pemangku kepentingan, KBK Perguruan Tinggi dan
pengguna lulusan/stakeholders.
4. Cara menyusun KBK adalah melalui mulai dari penetapan profil lulusan dan
kompetensi
6 Yürüker. B, Problem- Based Learning PBL A Short Introduction, Faculty of Medicine Institute of
Medical Education IML Studienplanung, Universitat Bern, Bern, 2007/2011,
http://studmed.unibe.ch/infos/files/t_123_Einf_hrungPBL-def.pdf?ts=2014-08-25_23-52-41 7 Ibid.
8Ibid. Lihat juga Heidi Maurer dan Christine Neuhold,
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjn
vpvVra_QAhWBKo8KHb5eAK4QFggnMAE&url=http%3A%2F%2Fwww.mceg-
maastricht.eu%2Fpdf%2FMCEG_part%2520PBL_link2_%2520PBL%2520implementation%2520challenges.p
df&usg=AFQjCNG7oyc7PKtcOD3pLYMglJ6YaIfM-w&sig2=NbtI5v36Y8BqnDgsyj8-Iw, hlm. 3. 9 Lihat misalnya Forsythe, Frank P., Using Problem Based Learning (PBL) to Teach Economics,
University of Ulster at Jordanstown, 2001, https://www.economicsnetwork.ac.uk/showcase/forsythe_pbl 10
Lihat Buku Panduan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Tinggi (Sebuah Alternatif
Penyusunan Kurikulum), Sub Direktorat KPS (Kurikulum dan Program Studi), Direktorat Akademik, Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi, Jakarta, 2008 h.10.
9
5. Penekanan pada KBK adalah outcome, keseimbangan hardskill dan softskill, serta
6. Metode Pembelajaran pada KBK adalah Student centered learning (SCL), diarahkan
pada pembekalan method of inquiry and discovery.
Selaras dengan Student Centered Learning (SCL) di dalam KBK yang diarahkan pada
pembekalan method of inquiry and discovery, PBL diakui sebagai salah satu metode
pembelajaran di dalam KBK.11
Dalam metode PBL ini, aktivitas yang dilakukan Mahasiswa
adalah belajar dengan menggali atau mencari informasi (inquiry) serta memanfaatkan
informasi tersebut untuk memecahkan masalah faktual yang dirancang oleh dosen, sedangkan
bentuk kegiatan belajar yang dilakukan adalah merancang tugas untuk mencapai kompetensi
tertentu serta membuat petunjuk (metode) untuk mahasiswa dalam mencari pemecahan
masalah yang dipilih oleh mahasiswa sendiri atau yang ditetapkan.12
Dalam perkembangannya, terjadi pergeseran wacana penamaan kurikulum pendidikan
tinggi dari KBK ke penamaan Kurikulum Pendidikan Tinggi (KDIKTI). Ada sejumlah alasan
yang penting untuk dicatat berkaitan dengan pergeseran ini, di antaranya :13
a) Penamaan KBK tidak sepenuhnya didasari oleh ketetapan peraturan, sehingga masih
memungkinkan untuk terus berkembang. Hal ini sesuai dengan kaidah dari kurikulum
itu sendiri yang terus berkembang menyesuaikan pada kondisi terkini dan masa
mendatang;
b) KBK mendasarkan pengembangannya pada kesepakatan penyusunan kompetensi
lulusan oleh perwakilan penyelenggara program studi yang akan disusun
kurikulumnya. Kesepakatan ini umumnya tidak sepenuhnya merujuk pada parameter
ukur yang pasti, sehingga memungkinkan pengembang kurikulum menyepakati
kompetensi lulusan yang kedalaman atau level capaiannya berbeda dengan
pengembang kurikulum lainnya walaupun pada program studi yang sama pada
jenjang yang sama pula;
c) Ketiadaan parameter ukur dalam sistem KBK menjadikan sulit untuk menilai apakah
program studi jenjang pendidikan yang satu lebih tinggi atau lebih rendah dari yang
lain; serta
d) Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) memberikan parameter ukur berupa
jenjang kualifikasi dari jenjang satu terendah sampai jenjang sembilan tertinggi.
11
Ibid, h.30. 12
Ibid, h.32. 13
Ibid, h.11-12.
10
Setiap jenjang KKNI bersepadan dengan level Capaian Pembelajaran (CP) program
studi pada jenjang tertentu, yang menentukan level enam untuk D4/S1.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 49 Tahun 2014 Tentang
Standar Nasional Pendidikan Tinggi merupakan instrumen yang mengatur tentang Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 1 angka 5
peraturan tersebut. KKNI didefinisikan sebagai kerangka penjenjangan kualifikasi
kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan antara bidang
pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian
pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor. Ditentukan
pula bahwa standar kompetensi lulusan merupakan kriteria minimal tentang kualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dinyatakan
dalam rumusan capaian pembelajaran lulusan yang wajib mengacu pada deskripsi capaian
pembelajaran lulusan KKNI dan memiliki kesetaraan dengan jenjang kualifikasi pada
KKNI.14
Peraturan Menteri tersebut menentukan bahwa standar proses pembelajaran
merupakan kriteria minimal tentang pelaksanaan pembelajaran pada program studi untuk
memperoleh capaian pembelajaran lulusan yang mencakup karakteristik proses pembelajaran,
perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran dan beban belajar
mahasiswa.
Selanjutnya Pasal 14 menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah (Problem
Based Learning/PBL) merupakan salah satu metode pembelajaran yang efektif sesuai dengan
karakteristik mata kuliah untuk mencapai kemampuan tertentu yang ditetapkan dalam
matakuliah dalam rangkaian pemenuhan capaian pembelajaran lulusan yang dilaksanakan
melalui kegiatan kurikuler wajib.15
Bentuk pembelajaran pada setiap mata kuliah dapat
mengombinasikan berbagai bentuk pembelajaran, di antaranya kuliah dan tutorial.16
Ahmad Syaifudin dan Septina Sulistyaningrum melakukan studi mengenai peran PBL
dalam Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).17
Studi tersebut menyimpulkan
14
Pasal 5 ayat (1) dan (3) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 49 Tahun 2014
Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. 15
Lihat Pasal 14 ayat (2) dan (3) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 49 Tahun
2014 Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. 16
Lihat Pasal 14 ayat (4) dan (5) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 49 Tahun
2014 Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. 17
Ahmad Syaifudin dan Septina Sulistyaningrum, Peningkatan Kemampuan Berpendapat Mahasiswa
Melalui Problem Based Learning (PBL) sebagai Pendukung Pencapaian Kerangka Kualifikasi Nasional
11
bahwa dari pelaksanaan pembelajaran PBL yang dikemas dengan Lesson Study, kemampuan
berpendapat mahasiswa pada mata kuliah pragmatik sebagai pendukung pencapaian KKNI
meningkat yang ditandai keterlibatan mahasiswa dalam pembelajaran melalui aktivitas
berpendapat mahasiswa.18
Indonesia (KKNI) Pada Mata Kuliah Pragmatik, Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 32 Nomor 2 Tahun 2015,
file:///C:/Users/compaq/Downloads/5055-10796-1-SM.pdf. 18
Ibid, h.105.
12
BAB II
ADOPSI PROBLEM BASED LEARNING DI FH UNUD
Proses adopsi PBL di Fakultas Hukum Universitas Udayana (FH Unud) berawal dari
implementasi atas NPT Project IDN 223- Strengthening Faculty of Law Udayana University
through Curriculum and Human Resources Development yang menempatkan Maastricht
University sebagai pihak mitra (partner). Saat itu –demikian pula hingga saat ini, Maastricht
University memang memiliki reputasi sebagai salah satu universitas yang secara serius
mengembangkan PBL, sehingga alih pengetahuan dan pengalaman (transfer of knowledge
and experience) dilakukan dari Maastricht University ke FH Unud dalam kerangka project
tersebut. Implementasi project tersebut dikukuhkan melalui penandatanganan Memorandum
of Understanding (MoU) antara kedua pimpinan universitas yang dilaksanakan di Bali yang
dihadiri oleh Rector Magnificus Maastricht University, Prof. Dr. Gerald Mols dengan
didampingi oleh Director Mundo Han Aarts, MA dan Pembantu Rektor I Universitas
Udayana yang hadir mewakili Rektor.
Sebagai implementasi terhadap MoU terdapat serangkaian upaya pengenalan PBL
kepada pimpinan dan staf FH Unud yang dilakukan melalui workshop dan training. Pada
proses ini, Prof. Dr. Grat van den Heuvel, D. Maria Woleswinkel, dan Dr. Ingrid Westendorp
dihadirkan ke Bali untuk menyampaikan konsep PBL dan membagi pengalaman praktis
dalam mengimplementasikan PBL di Maastricht University.
Seiring pengenalan metode pembelajaran PBL, project tersebut juga menggandeng
proses pembaharuan dan penguatan terhadap substansi dan keterampilan hukum. Sejumlah
mata kuliah mendapatkan kesempatan untuk diperbaharui dan dikuatkan secara substansi
hukum, di antaranya Hukum Internasional, Hukum Pidana, Hukum Kontrak dan Bisnis
Internasional, Hukum Perusahaan, Hukum Hak Asasi Manusia, dan Hukum Acara. Adapun
mata kuliah keterampilan sebagaimana dimaksud adalah Metode Penelitian Hukum dan
Bahasa Inggris Hukum. Pada proses ini, sejumlah ahli dihadirkan dari Maastricht University,
di antaranya Prof. Dr. Grat van den Heuvel, Prof. Michael G. Faure, Prof.Dr. Fokke
Fernhout, (Prof) Dr. Peter. Liendert Bal, Prof. Dr. Fons Coomans, Dr. Ingrid Westendorp, Dr.
Nicole Kornet, Dr. Mieke Olaerts, dan Dr. David Roef.
Dalam rangka memperoleh gambaran langsung mengenai praktik PBL, sejumlah
dosen FH Unud berkunjung ke Maastricht University untuk melakukan studi observasi,
mengikuti summer course, dan mengikuti program master degree. Dalam perkembangannya,
13
metode PBL telah dimasukkan menjadi metode pembelajaran pada hampir seluruh mata
kuliah di FH Unud. Secara khusus beberapa mata kuliah yang menerapkan PBL secara
terintegrasi, yaitu Pengantar Ilmu Hukum, Ilmu Negara, Hukum Pidana, dan Hukum
Internasional. Sebagai bentuk konkrit inkorporasi PBL sejak awal, telah pula disusun mata
kuliah baru berjudul Hukum Hak Asasi Manusia Lanjutan (Advanced Human Rights Law)
melalui supervisi Prof. Dr. Fons Coomans.
PBL juga telah secara formal diadopsi di FH Unud sebagai salah satu misi lembaga.
Ditentukan bahwa dalam rangka mewujudkan visi FH Unud, maka salah satu misinya adalah
“Mengembangkan sistem pembelajaran yang mengunakan metode Problem Based Learning
(PBL) dan Interaktif-Reflektif dengan didukung teknologi komunikasi dan informasi serta
sistem penjaminan mutu”
Atas implementasi yang dilakukan, sejumlah pihak mengapresiasi penerapan PBL di
FH Unud, di antaranya:
a. FH Unud dipercaya menjadi tuan rumah penyelenggaraan International
Conference on Legal Education (2012) yang bekerjasama dengan International
Association of Law Schools (IALS) dan Maastricht University;
b. Peneliti asing yang memfokuskan pada implementasi PBL yang juga merupakan
Director Promethea Education, Singapura Ms. Virginie Servant, menjadikan
praktik PBL di FH Unud sebagai salah satu sampel analisis dan mengualifikasikan
implementasi PBL di FH Unud dengan tipe kurikulum komprehensif pada
papernya yang berjudul “The many roads to Problem-Based Learning: A Cross-
Disciplinary Overview of PBL in Asian Institutions” yang disampaikan di The 4th
International Research Symposium on Problem-Based Learning (IRSPBL) 2013;
c. FH Unud dijadikan sebagai model implementasi PBL dalam berbagai pertemuan
Badan Kerja Sama Fakultas Hukum Perguruan Tinggi Negeri se Indonesia; serta
d. Pimpinan dan Staf FH Unud diminta membagi pengalaman mengenai
implementasi PBL, di antaranya kepada Pimpinan dan Staf Fakultas Hukum
Universitas Borneo Tarakan, Universitas Pattimura, dan Universitas Padjajaran
dan sejumlah universitas swasta di Bali.
14
BAB III
RELEVANSI PROBLEM BASED LEARNING DALAM PENDIDIKAN HUKUM DI
FH UNUD
3.1. Relevansi Problem Based Learning Bagi Institusi Pendidikan Hukum
Sebagai sebuah program pendidikan yang didasarkan pada metode pengajaran yang
menuntut partisipasi mahasiswa secara aktif (student centered learning), pembelajaran
melalui metode PBL merupakan pilihan strategis dan menarik bagi Institusi Pendidikan
Hukum di Indonesia. PBL bagi Institusi Pendidikan Hukum memiliki keterkaitan yang erat
terutama dalam pencapaian tujuan untuk mencetak lulusan mahasiswa hukum yang mumpuni
dan siap bersaing dalam iklim kerja yang kompetitif. Ciri khas pembelajaran melalui metode
PBL yaitu berupaya membentuk karakter mahasiswa sejak dini, yang tidak hanya kuat dalam
penguasaaan keilmuan namun juga memiliki kemampuan teknis pendukung yang baik,
karakter dan kepribadian yang kuat, serta memiliki kemampuan menyampaikan pemikiran
secara sistematis, kritis dan solutif atas suatu isu ataupun permasalahan yang berkembang di
lingkungan sekitarnya.
Iklim interaktif dan dinamis mulai dari tahapan pengajaran pada sesi perkuliahan
maupun pada sesi tutorial menjadi identitas khas dari pelaksanaan metode PBL. Hal ini tentu
akan mampu memberi dampak positif bagi perkembangan pemahaman mahasiswa dalam
memetakan, mencerna dan atau menganalisis lebih dalam terkait isu-isu dan atau
permasalahan yang dihadapi. Khusus untuk Institusi Pendidikan Hukum metode PBL
menjadi salah satu pilihan yang sangat strategis untuk dikembangkan, karena selain
mengadopsi konsep pengajaran interaktif sebagai pengantar pada sesi perkuliahan, metode
PBL bagi mahasiswa hukum juga dapat mengexplorasi kemampuan mahasiswa hukum dalam
menganalisis permasalahan-permasalahan hukum yang ditawarkan didalam blockbook secara
kritis dan sistematis dengan menggunakan pendekatan seven jump approach dalam sesi
tutorial. Adapun peran tutor dalam pelaksanaan tutorial ialah tidak bertindak aktif namun
reaktif sebagai penengah dan pengarah jalannya proses tutorial. Karakter dari metode PBL
yang menuntut sikap kritis dan sistematis mahasiswa dalam berpikir dan memberi ruang
yang luas kepada mahasiswa dalam menyampaikan pendapat kemudian menjadi hal strategis
yang baik secara langsung maupun tidak langsung akan mampu membentuk karakter kuat
mahasiswa hukum sedari awal saat mengikuti sistem perkuliahan di institusi pendidikan
hukum.
15
Selain penguatan pada segmen penguasaan materi, pelaksanaan metode PBL juga
menekan pada upaya peningkatan kemampuan (skill) mahasiswa dalam memetakan,
menganalisis hingga kemampuan berkerjasama untuk memecahkan permasalahan yang ada.
Selain itu pelaksanaan PBL juga dijiwai dengan semangat untuk menanamkan penguatan
karakter dan kepribadian mahasiswa. Ha ini dapat ditemukan, dimana dalam pelaksanaannya
metode PBL berusaha mengedepankan semangat saling menghargai, menguatkan nilai
kemandirian dan tanggung jawab (integritas) yang harus dijadikan pedoman untuk
menghasilkan mahasiswa yang tidak hanya kuat dalam penguasaan ilmu, namun juga kuat
dalam hal karakter dan atau kepribadian yang merupakan nilai jual utama seorang lulusan
untuk dapat bersaing kelak didunia kerja.
Berdasar pada serangkaian penjelasan tersebut di atas setiap Institusi Pendidikan
Hukum tentu memiliki tujuan utama yaitu untuk menghasilkan lulusan-lulusan mahasiswa
hukum yang siap secara akademik, memiliki kemampuan teknis pendukung yang kuat dan
memiliki keunggulan karakter dan kepribadian dalam diri. Hal-hal strategis tersebut
merupakan output utama dalam pelaksanaan PBL sehingga pelaksanaan metode PBL sangat
relevan untuk dilaksanakan oleh Institusi Pendidikan Hukum.
3.2. Relevansi Problem Based Learning Bagi Mahasiswa
Dunia kemahasiswaan dewasa ini seakan kehilangan daya analisis kritis dalam tataran
akademis dan kepekaan atas isu-isu sosial kemasyarakatan yang terjadi di lingkungan sekitar.
Terdapat sebuah perubahan orientasi dimana aktivitas yang dilakukan mahasiswa cenderung
lebih banyak mengarah pada hal-hal yang lebih bersifat apatis (acuh tak acuh). Mahasiswa
seolah melupakan tugas utamanya yaitu sebagai insan akademik yang juga harus peka
terhadap kondisi di sekitarnya. Ruang-ruang akademik kampus kemudian berubah menjadi
kelas-kelas yang begitu nyaman dengan teknik belajar konvensional yang lebih
menitikberatkan peran pengajar sebagai pusat transfer knowledge dengan komunikasi searah.
Sikap apatis dalam dunia kemahasiswaan saat ini merupakan masalah besar dan tantangan
yang harus segera dijawab oleh mahasiswa dan segenap elemen terkait dalam dunia
pendidikan untuk memperkuat kemampuan analisis pada tataran akademis dan meningkatkan
kepekaan terhadap kondisi sekitar.
Pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan metode PBL dapat menjadi
pilihan strategis dalam menjawab permasalahan-permasalahan yang dihadapi mahasiswa saat
ini. Pada proses pembelajaran yang menggunakan metode PBL, mahasiswa dituntut berperan
16
aktif. Timbulnya keaktifan dan daya kritis mahasiswa merupakan kunci utama dari
keberhasilan metode tersebut. PBL secara khusus mengadopsi konsep student-centered
learning dimana mahasiswa menjadi pusat dalam proses pembelajaran. Dengan menerapkan
metode PBL mahasiswa akan mendapatkan banyak sekali manfaat berupa penguatan terhadap
knowledge, skill dan value yang dimulai dari proses persiapan, perkuliahan hingga
pelaksanaan tutorial. Kondisi demikian tentu menunjukkan bahwa pelaksanaan PBL sebagai
metode pembelajaran memiliki relevansi yang erat dengan upaya peningkatan kualitas
akademik mahasiswa dan daya peka terhadap isu-isu yang terjadi di sekitar.
Adapun tahapan pertama dari pelaksanaan metode PBL adalah sesi perkuliahan. Pada
sesi perkuliahan ini tidak dipungkiri bahwa dosen masih mendominasi porsi keaktifan
dibandingkan mahasiswa. Tujuannya tidak lain ialah pada sesi perkuliahan dosen diharapkan
mampu memaparkan dan melakukan proses transfer of knowledge sedalam-dalamnya dan
sebanyak mungkin kepada mahasiswa dengan harapan mahasiswa mampu memahami
berbagai ilmu dan informasi dari dosen tersebut untuk dapat dipergunakan sebagai bahan
untuk menganalisis permasalahan lebih dalam pada sesi tutorial. Kelebihan dari sesi
perkuliahan dalam PBL ini dibandingkan sesi perkuliahan konvensial adalah mahasiswa
diberikan ruang yang cukup untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan terkait materi yang
kurang jelas maupun menyampaikan argumentasi-argumentasi kritisnya terhadap apa yang
telah disampaikan oleh dosen. Hal tersebut mencerminkan bahwa meskipun dosen memiliki
porsi lebih dari sisi keaktifan, namun dalam sesi perkuliahan PBL, mahasiswa juga dituntut
aktif berpartisipasi dalam perkuliahan melalui pemberian kesempatan yang cukup dan
memadai baginya untuk menyampaikan pendapat dan pertanyaan terkait topik pembahasan.
Sehingga dalam proses perkuliahan tersebut, komunikasi sesungguhnya berasal dari dua arah
dimana hal tersebut diharapkan mampu memperkuat pemahaman mahasiswa terhadap isu-isu
yang dibahas secara mendalam dan komprehensif. Gambar dari pola komunikasi dua arah
tersebut dapat dilihat di bawah ini:
17
(Ilustrasi gambar oleh: Kadek Agus Sudiarawan)
Gambar 1
Pola Komunikasi Dua Arah Dosen dan Mahasiswa dalam Sesi Perkuliahan
Tahapan kedua dari pelaksanaan metode PBL ialah sesi tutorial. Sesi ini merupakan
salah satu karakteristik dan sekaligus merupakan daya tarik dari pelaksanaan pembelajaran
dengan metode PBL. Dalam sesi tutorial ini mahasiswa pusat proses pembelajaran. Setiap
individu peserta tutorial (mahasiswa) memiliki peran aktif dalam proses pembelajaran pada
sesi tutorial. Berbanding terbalik dari sesi perkuliahan, dosen yang dalam sesi ini disebut
sebagai tutor justru memiliki peran yang cenderung pasif namun reaktif. Dalam pelaksanaan
tutorial, mahasiswa akan mendapat banyak manfaat baik secara eksplisit maupun implisit.
Beberapa contoh manfaat eksplisit yang dengan kasat mata mudah terlihat dan dapat
diperoleh oleh mahasiswa yakni : Pertama, mahasiswa mendapatkan informasi-informasi,
temuan dan/atau pengetahuan yang dibagikan oleh peserta tutorial lainnya/terjadi pertukaran
ilmu dan atau informasi terkait materi pembahasan, Kedua terstrukturnya akses terhadap
sumber-sumber bahan hukum pokok yang dipergunakan dalam tutorial dikarenakan secara
konsep sudah dituangkan dalam reading materials.
Di lain sisi, terdapat pula manfaat implisit dari pelaksanaan tutorial yang seringkali
tidak disadari oleh mahasiswa yaitu berupa penguatan skill (keterampilan) dan value (nilai)
yang terkandung dalam pelaksanaan tutorial yang sudah terstruktur pelaksanaannya melalui
seven-step approach. Keterampilan diartikan sebagai suatu kecakapan untuk menyelesaikan
18
tugas19
sedangkan nilai yang dapat dihasilkan dalam pelaksanaan PBL ini dapat diartikan
sebagai sifat-sifat atau hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan20
.
Sebagai penguatan pemahaman terkait metode pembelajaran melalui PBL dapat
dipaparkan bahwa aktifitas yang dilakukan setiap individu peserta tutorial (mahasiswa) yang
terorganisasi menurut Schmidt dan Moust yakni21
:
a) Mahasiswa mengklarifikasi istilah-istilah dan konsep-konsep yang terdapat
dalam bahasan;
b) Menentukan permasalahan kemudian membuat daftar fenomena atau kejadian-
kejadian untuk dijelaskan;
c) Menganalisa permasalahan dengan melakukan brainstorming. Dalam tahap ini
mahasiswa beraktifitas untuk mencari sebanyak mungkin penjelasan yang
beragam terhadap fenomena atau kejadian tersebut.
d) Mahasiswa saling berdiskusi satu sama lainnya terhadap bahasan tersebut.
Selanjutnya mahasiswa dapat saling mengkritisi penjelasan yang diberikan
oleh peserta tutorial lainnya dan memberikan deskripsi yang koheren dari
proses yang menurut mahasiswa tersebut menjadi dasar fenomena atau
kejadian tersebut;
e) Memformulasikan tujuan pembelajaran dalam rangka pembelajaran mandiri;
f) Mengisi kekosongan yang ada pada pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki
mahasiswa dari hasil belajar mandirinya (self-study);
g) Saling membagikan penemuan-penemuan dalam grup diskusi dan mencoba
mengintegrasikan pengetahuan yang telah diperoleh dalam diskusi melalui
suatu penjelasan yang komprehensif terhadap fenomena atau kejadian
tersebut;
Selain itu aktifitas lainnya yang dilakukan oleh mahasiswa yang terpilih menjadi
discussion leader dan note-taker. Mahasiswa yang berperan sebagai Discussion leader
bertugas memandu jalannya diskusi serta yang berperan sebagai note-taker berperan mencatat
jalannya seluruh diskusi selama proses tutorial.
19
Lihat kata keterampilan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses pada
http://kbbi.web.id/terampil tanggal 20 November 2016. 20
Lihat kata nilai pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, Diakses pada http://kbbi.web.id/nilai tanggal
22 November 2016. 21
Problem Based Learning, diakses pada
http://ldt.stanford.edu/~jeepark/jeepark+portfolio/PBL/individual.htm tanggal 22 November 2016.
19
Tidak dapat dipungkiri bahwa penguatan skill dan value sesungguhnya merupakan
tujuan utama dari suatu proses pembelajaran bagi mahasiswa di luar keinginannya untuk terus
menambah pengetahuan. Beberapa contoh keterampilan yang niscaya dapat diperoleh oleh
setiap mahasiswa peserta tutorial dari serentetan aktifitas dalam tutorial sebagaimana telah
dijabarkan di atas yaitu:
a) Mahasiswa terampil dalam mengklarifikasi kata-kata atau konsep yang
sebelumnya tidak diketahui dalam bahasan;
b) Mahasiswa terampil dalam menganalisa dan mencari solusi suatu kasus
sehingga dapat mengidentifikasikan permasalahan, fenomena atau kejadian
yang terkandung di dalamnya;
c) Mahasiswa terampil dalam menentukan apa yang menjadi tujuan pembelajaran
(learning goal) dalam task yang diberikan. Menemukan tujuan pembelajaran
sesungguhnya merupakan suatu proses yang cukup menantang, sebab tujuan
pembelajaran pada umumnya terkandung secara implisit dalam task yang
diberikan;
d) Mahasiswa terampil dalam mencari bahan-bahan hukum relevan yang akan
dipergunakannya sebagai prior knowledge dalam menjawab persoalan. Hal ini
mungkin terlihat sepele, namun sesungguhnya mencari bahan tidaklah mudah.
Seperti misalnya mencari buku yang sesuai, perundang-undangan yang lengkap
beserta pasal yang dapat dipergunakannya, serta instrumen hukum di tingkat
nasional maupun internasional yang sesuai. Selain itu, dengan pesatnya
perkembangan zaman, teknologi juga semakin canggih, penggunaan bahan
hukum yang sumbernya dari internet juga tidak mungkin dipungkiri. Memilih
bahan dan informasi terpercaya yang diperoleh dari internet dan tidak
menggunakan informasi sampah (junk) serta mencari website journal baik
domestik dan internasional yang bereputasi baik juga bukanlah perihal yang
mudah. Terlebih lagi untuk mengunduh journal internasional yang tidak
berbayar dengan reputasi baik saat ini sungguhlah tidaklah terlalu mudah. Jika
mahasiswa mampu melakukan ini, maka sesungguhnya keterampilannya dalam
mem-browsing bahan hukum yang relevan dan terpercaya sudah ia peroleh;
e) Mahasiswa terampil dalam merestrukturisasi informasi yang diperolehnya dari
peserta tutorial lainnya;
20
f) Mahasiswa terampil dalam mengemukakan pendapatnya, memberikan informasi
terkait bahasan tutorial maupun mengkritisi suatu hal. Dalam proses
penyampaian ini mahasiswa menjadi terampil untuk memilih dan memilah kata
baku dan formal mana yang seharusnya sopan untuk dipergunakannya dalam
menyampaikan pendapat maupun mengkritisi suatu isu. Hal ini menjadi suatu
nilai mengingat kuatnya arus modernisasi yang membuat mahasiswa cenderung
lebih suka menggunakan bahasa Indonesia yang tidak formal dibandingkan
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar;
g) Mahasiswa terampil untuk berkolaborasi dan berinteraksi dalam sebuah grup
diskusi sebab bagi mahasiswa yang cerdas dan berambisi harus mampu
menahan ego untuk terus mendominasi diskusi dan bagi mahasiswa yang
pemalu ia harus menghapus rasa takutnya untuk mampu mengutarakan
pendapatnya;
h) Bagi mahasiswa yang berperan sebagai dsicussion leader menjadi terampil
dalam memandu jalannya diskusi dan memberikan perlakuan yang proporsional
kepada seluruh peserta tutorial dalam mengemukakan pendapat;
i) Bagi mahasiswa yang berperan sebagai note-taker memperoleh keterampilan
dalam pencatatan dan mengklasifikasikan permasalahan.
Sedangkan terkait Value (nilai), terdapat beberapa nilai yang dapat dipetik oleh
mahasiswa dari serangkaian metode pembelajaran melalui PBL meliputi : nilai kemandirian,
tanggung jawab dan rasa saling menghargai. Pada metode ini, mahasiswa didorong untuk
belajar mandiri (self-study) termasuk mencari bahan-bahan hukum tambahan yang relevan
setiap sebelum perkuliahan dan tutorial dimulai sebagai persiapan. Selain itu mahasiswa
haruslah bertanggung jawab terhadap apa yang ingin dipelajarinya. Sebagai bentuk
pengimplementasian keaktifan dalam sesi diskusi misalnya, mahasiswa harus saling
menghargai mahasiswa lainnya jika dirinya ingin juga dihargai dan didengar.
Berdasar pada serangkaian penjelasan tersebut di atas, outcomes yang diperoleh
mahasiswa dalam melaksanakan PBL, baik itu pada sesi perkuliahan dan tutorial adalah
bertambahnya knowledge (eksplisit), skill dan value (implisit). Aspek utama yang akan
dikuatkan tentu saja pengetahuan yang semakin beragam, keaktifan dari mahasiswa itu
sendiri yang merupakan perwujudan dari skill. Kemudian dan mendalam mengenai suatu
bahasan tertentu dan juga value berupa nilai kemandirian, tanggung jawab dan saling
21
menghargai merupakan alasan lainnya yang menjadikan PBL sangat relevan untuk
dilaksanakan oleh mahasiswa.
3.3. Relevansi Problem Based Learning bagi Pengajar
Sebagai suatu metode pembelajaran yang berpusat pada keaktifan mahasiswa, proses
pembelajaran dengan metode PBL juga melibatkan peran tenaga pengajar atau dosen. Dosen
memegang peran aktif dalam mendistribusikan pengetahuan (transfer of knowledge) kepada
para mahasiswa dalam sesi perkuliahan. PBL yang dilaksanakan pada perguruan tinggi juga
memiliki manfaat strategis bagi dosen sebagai pihak yang terlibat didalamnya sehingga PBL
sejatinya sangat relevan bagi dosen untuk terus dilaksanakan dan dikembangkan secara
berkelanjutan.
Salah satu manfaat yang diperoleh dari seorang dosen dengan terlibat dalam
pemberian perkuliahan sebagai bagian dari PBL adalah knowledge, skill dan value baru
dalam memberikan pengajaran yang diperolehnya dalam berbagai
pelatihan/lokakarya/workshop terkait pelaksanaan metode PBL sebagai suatu proses
pembelajaran.
Pelatihan/lokakarya/workshop mengenai PBL yang diikuti oleh dosen sebelum terjun
memberikan pengajaran sebagai bagian dari pelaksanaan PBL sangatlah penting guna
mendukung terlaksananya metode PBL yang berkualitas. Meskipun seorang dosen sudah
memiliki pengalaman yang tinggi dan sangat fasih dalam melaksanakan pengajaran pada
kelas perkuliahan konvensional, namun sangat mungkin dalam praktik PBL, ia akan
menghadapi kesulitan dalam gaya mengajar pada sesi perkuliahan PBL karena sesi ini akan
dikombinasikan dengan sesi tutorial pada minggu berikutnya. Pada perkuliahan PBL, seorang
pengajar juga harus mengetahui apa yang dilakukan tutor pada sesi tutorial dan instrumen apa
yang dimiliki mahasiswa dan tutor (misalnya: reading materials, block book) dalam rangka
persiapan menghadapi tutorial. Hal tersebut bertujuan untuk mensinergikan apa yang
disampaikan oleh dosen saat sesi perkuliahan sejalan dengan apa yang akan difasilitasi tutor
dalam sesi tutorial.
Beberapa contoh pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan nilai (value)
baru yang didapat oleh dosen dengan mengikuti pelatihan PBL dan kemudian melaksanakan
PBL tersebut yaitu:
a) mengetahui metode PBL secara utuh dimulai dari akarnya yakni konsep PBL, sejarah
kemuncullannya, manfaat dan peran PBL bagi pendidikan serta instrumen-instrumen
22
PBL dalam pengajaran yang sebelumnya tidak digunakan dalam perkuliahan biasa
(misal: block book dan reading materials);
b) soft skill yang akan semakin berkembang dan terasah seiring dengan seringnya seorang
dosen memberikan perkuliahan PBL;
c) menjadi terampil dalam membuat block book yang di dalamnya berisi task (tugas tutorial
untuk mahasiswa yang diwujudkan dalam problem task, discussion task atau study task)
baik itu hasil perumusan isu-isu riil terkini maupun kasus imaginer yang mampu
mengembangkan dan memacu daya analisis mahasiswa dalam pemecahan masalah;
d) menjadi terampil dalam memilih dan menulis bahan perkuliahan (reading materials)
pokok yang relevan untuk dibaca mahasiswa;
e) makin mengembangkan teknik-teknik mengajar untuk menciptakan suatu perkuliahan
yang aktif-reflektif sehingga komunikasi dua arah terjalin baik itu dari sisi dosen maupun
mahasiswa. Soft skill ini niscaya menumbuhkan kepuasan batin bagi dosen yang
bersangkutan sebab seorang empowered teacher adalah seorang pembuat keputusan yang
reflektif yang menemukan suka cita dalam proses belajar mengajar, seorang yang
pandangannya melihat pembelajaran sebagai suatu konstruksi dan mengajar adalah suatu
proses yang memfasilitasi, meningkatkan dan memperkaya perkembangan22
;
f) makin meningkatnya objektifitas dalam memberikan penilaian karena semuanya sudah
terukur dalam suatu rubrik penilaian dengan kriteria penilaian; serta
g) munculnya nilai (value) tanggung jawab dalam batin dimana dosen memastikan telah
terjadi transfer of knowledge (dalam hal ini minimal prior knowledge) yang dibutuhkan
oleh mahasiswa dalam pelaksanaan sesi tutorial yang tercermin melalui tercapainya
capaian mata kuliah.
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dengan berbagai
manfaat PBL yang diperoleh oleh pengajar, maka jelas bahwa PBL sangat memiliki
relevansi bagi dosen. Oleh karenanya PBL harus terus dilaksanakan secara
berkesinambungan untuk terus mengasah dan menambah knowledge, skill dan value pengajar
dalam rangka meningkatkan kualitas dunia pendidikan melalui pengembangan metode
pembelajaran yang efektif bagi mahasiswa.
22
Becoming a Reflective Teacher diakses pada http://www.sagepub.com/sites/default/files/upm-
binaries/6681_taggart_ch_1.pdf, tanggal 29 November 2016, h.1.
23
3.4. Relevansi Problem Based Learning Bagi Tutor
Dengan mahasiswa sebagai pusat pada proses belajar mengajar (student-centered),
metode PBL diharapkan mampu meningkatkan knowledge, skill dan value dalam bentuk
partisipasi keaktifan para mahasiswanya serta cara berkolaborasi dan berargumentasi yang
terstruktur dengan difasilitasi tutor yang berperan reaktif. Sebagaimana yang telah dijelaskan
sebelumnya, PBL terdiri dari dua kegiatan untuk setiap mata kuliahnya, yakni sesi
perkuliahan dan sesi tutorial. Pada sesi tutorial, mahasiswa mendapatkan pemaparan materi
mengenai pokok bahasan yang telah ditentukan dalam block book dari seorang dosen. Dosen
dalam pengertian ini adalah staf tenaga pendidik di lingkungan fakultas (dosen konvensional
pada umumnya). Sedangkan dalam sesi tutorial, mahasiswa akan melakukan diskusi aktif
dipandu oleh seorang discussion leader23
dengan note taker24
sebagai juru catat jalannya
diskusi dengan difasilitasi oleh seorang tutor.
Tutor ini pada dasarnya memiliki peran sangat penting dalam proses PBL sebab
meskipun PBL adalah student-centered learning, mahasiswa juga tetap perlu untuk
difasilitasi oleh seorang (yang pada umumnya adalah dosen mata kuliah yang memberi materi
pada sesi perkuliahan itu sendiri) yang mampu berperan reaktif. Bentuk fasilitasi dalam
kaitannya dengan relevansi PBL bagi tutor inilah yang akan dibahas dalam sub bahasan ini.
Pertanyaan yang timbul kemudian adalah apakah perbedaan dosen dan tutor? Kemudian
apakah ada relevansi PBL dengan tutor, dalam manfaat apakah yang didapatkan oleh tutor
dengan membantu memfasilitasi pelaksanaan PBL?
Tutor adalah seorang staf tenaga pendidik (dosen) di lingkungan fakultas yang
berperan memfasilitasi proses pembelajaran dari grup tutorial dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan yang bersifat mendorong atau menstimulasi, memberikan bantuan
pada seven-jump approach, atau menyediakan feedback pada discussion leader/note taker
atau secara keseluruhan terhadap proses pembelajaran dalam grup tutorial25
. Mencermati
23
Discussion leader adalah seorang mahasiswa yang mengajukan dirinya secara sukarela untuk
memimpin jalannya diskusi pada tutorial atau seorang mahasiswa yang dipilih atas dasar kesepakatan dari
mahasiswa yang tergabung dalam kelompok tutorial tersebut. 24
Note taker adalah seorang mahasiswa yang mengajukan dirinya secara sukarela untuk menjadi juru
catat jalannya diskusi pada tutorial atau seorang mahasiswa yang dipilih atas dasar kesepakatan dari mahasiswa
yang tergabung dalam kelompok tutorial tersebut. 25
Heidi Maurer dan Christine Neuhold, Problems Everywhere? Strengths and Challenges of a
Problem-Based
Learning Approach in European Studies, paper dipresentasikan pada The Higher Education Academy
Social Science Conference “Ways of Knowing, Ways of Learning” tanggal 28 dan 29 Mei 2012, Liverpool
Session 4 – Selasa, 29 Mei, 14h, Canada Suite, diakses pada
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjn
vpvVra_QAhWBKo8KHb5eAK4QFggnMAE&url=http%3A%2F%2Fwww.mceg-
24
pengertian tutor tersebut, tentu hal yang pertama dapat dipetik adalah peran tutor pada saat
tutorial sangatlah berbeda dengan peran dosen (konvesional) pada saat memberikan sesi
perkuliahan (baik itu sebagai bagian dari PBL, atau sesi perkuliahan biasa yang tidak
menggunakan metode PBL). Kedua perbedaan tersebut secara gamblang dapat terlihat dari
gambar sederhana di bawah ini:
(Ilustrasi gambar oleh: Putu Aras Samsithawrati)
Gambar 2. Dosen dan Tutor dalam PBL
Dari Gambar 2 terlihat bahwa Dosen mengambil peran utama pada saat sesi
perkuliahan PBL. Simbol speaker disebelah simbol dosen mencerminkan bahwa dosenlah
yang mempunyai porsi lebih banyak dalam perkuliahan dengan cara memberikan pemaparan
materi mengenai pokok bahasan tertentu yang sudah ditentukan dalam block book secara
aktif. Tentu saja, dalam sesi perkuliahan tersebut komunikasi dua arah tetap haruslah terjalin,
dimana dosen juga harus memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengajukan
maastricht.eu%2Fpdf%2FMCEG_part%2520PBL_link2_%2520PBL%2520implementation%2520challenges.p
df&usg=AFQjCNG7oyc7PKtcOD3pLYMglJ6YaIfM-w&sig2=NbtI5v36Y8BqnDgsyj8-Iw tanggal 17
November 2016, h.10.
(bisa juga berbeda)
25
pertanyaan maupun berpendapat terhadap materi yang disampaikan oleh dosen. Sedangkan
dari sisi kanan Gambar 1 di atas menggambarkan sesi tutorial. Pada umumnya dosen dalam
sesi perkuliahan yang akan menjadi tutor dalam sesi tutorial, walaupun dalam praktiknya bisa
juga tutor adalah seorang yang berbeda dari dosen yang memberikan perkuliahan. Peran dari
dosen yang kini berubah menjadi tutor dalam tutorial itupun tidak lagi sama. Sebagaimana
terlihat dari simbol speaker pada tutorial kini berpusat di lingkaran diskusi mahasiswa,
dimana ini berarti mahsiswalah yang berperan aktif dan tutor reaktif.
Perpindahan peran dari penyalur informasi menjadi fasilitator dalam proses
pembelajaran dapat sangat menantang bagi orang-orang (tenaga pendidik/dosen) yang baru
terhadap hal yang berkaitan dengan pertutoran26
. Bagi orang-orang yang baru terhadap hal
pertutoran tersebut seringkali mengutarakan ketidakpastian fungsi atau perannya sebagai
tutor dalam PBL27
. Sebagai contoh adalah seorang tutor yang belum terbiasa dengan PBL dan
perannya yang reaktif serta tidaklah juga menguasai dengan konten pokok bahasan yang
dibahas dalam tutorial akan cenderung membiarkan para mahasiswa berdiskusi hal-hal yang
sesungguhnya sia-sia. Seorang tutor yang ahli di bidang konten pokok bahasan yang dibahas
dalam tutorial namun tidak terbiasa dengan peran tutor yang seharusnya reaktif akan juga
merusak jalannya tutorial, sebab ia akan cenderung terus menyampaikan pendapatnya dan
menyediakan informasi yang seharusnya dicari sendiri mahasiswa. Oleh karena itu, idealnya,
seorang tutor haruslah merupakan ahli baik itu di bidang pokok bahasan yang dibahas dalam
tutorial dan sekaligus ahli dalam teknik memfasilitasi tutorial.
Aktif dan reakatif adalah dua kata yang memiliki arti berbeda. Aktif berarti mampu
beraksi dan bereaksi28
. Sedangkan reaktif berarti sifat cenderung, tanggap, atau segera
bereaksi terhadap sesuatu yang timbul atau muncul29
. Tutor dalam sesi tutorial memiliki
peran yang reaktif dalam memfasilitasi jalannya diskusi. Adapun yang menjadi tugas dari
seorang tutor PBL dalam rangka memfasilitasi grup tutorial dalam berdiskusi tersebut yaitu:30
a) Mengatur iklim - menciptakan suasana lingkungan yang aman, kondusif untuk
dalam rangka belajar mandiri (self-directed);
b) Merencanakan - mengorganisasi dan menstrukturisasi tutorial;
26
Allyn Walsh, The Tutor in PBL Problem Based Learning a Novice’s Guide, diakses pada
https://fhs.mcmaster.ca/facdev/documents/tutorPBL.pdf tanggal 19 November 2016, h.10. 27
Ibid. 28
Diakses pada http://kbbi.web.id/aktif tanggal 19 November 2016. 29
Ibid. 30
Lihat Allyn Walsh, https://fhs.mcmaster.ca/facdev/documents/tutorPBL.pdf h.11.
26
c) Mengklarifikasi kebutuhan-kebutuhan pembelajaran - membuat kerangkan
tujuan dan menentukan tujuan;
d) Mendesain suatu rencana pembelajaran - membantu mahasiswa dalam membuat
rencana pembelajaran dan mengembangkan strategi;
e) Terlibat dalam aktivitas pembelajaran dalam makna memandu untuk
memastikan mahasiswa berdiskusi sesuai dengan jalur dalam pembelajaran;
f) Mengevaluasi hasil pembelajaran - termasuk masukan yang formatif dan juga
evaluasi yang sumatif;
Selain itu dalam memfasilitasi tutorial, tutor juga mempunyai tugas untuk:
g) memberikan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat provokatif (mendorong atau
menstimulasi);
h) memberikan bantuan pada seven-jump approach; dan
i) menyediakan feedback pada discussion leader/note taker atau secara
keseluruhan terhadap proses pembelajaran dalam grup tutorial.
Pembahasan selanjutnya adalah relevansi PBL dengan tutor, dalam makna apakah
yang didapatkan oleh tutor dengan membantu memfasilitasi pelaksanaan PBL. Di balik peran
tutor yang reaktif itu tutor sesungguhnya mendapatkan knowledge, skill dan value yang baru.
Sebelum seorang tutor terjun langsung memfasilitasi sebuah tutorial, tutor tersebut haruslah
mendapat pelatihan (training) terlebih dahulu. Dalam pelatihan tersebutlah tutor akan
mendapatkan knowledge mengenai apa itu PBL, sejarahnya, sistem pembelajarannya, tujuan
dan manfaat yang ingin dicapai. Selain itu tutor juga mendapatkan skill mengenai
memfsilitasi suatu pembelajaran dengan reaktif tanpa harus menjadi aktif guna mendorong
terwujudnya keaktifan dan kolaborasi antar mahasiswa dalam berdiskusi dan mengutarakan
pendapatnya. Skill ini bukanlah suatu hal yang sepele dan tidak berarti. Sebaliknya, skill ini
sangatlah berarti dan memiliki value.
Jika terus dilatih, maka tutor akan semakin mampu untuk memunculkan sisi dirinya
yang tanggap dan reaktif dalam memastikan diskusi mahasiswa tetap on track dan mencapai
target tanpa mencampurinya. Tutor juga akan semakin tertantang untuk menciptakan
pertanyaan-pertanyaan ang bersifat menggali dan bermakna tanpa melakukan pencangkokan
atau spoon feeding pikiran para mahasiswanya. Manfaat lainnya yang bisa diperoleh tutor
adalah ia akan semakin mampu untuk menggali potensi dirinya dalam pemberian masukan
dan juga kelapangdadaan hatinya untuk menerima masukan dari para mahasiswanya. Hal-hal
bermakna dan tersembunyi di balik kata reaktif itulah yang seringkali tidak dilirik dosen pada
27
umumnya sehingga enggan untuk berpartisipasi menjadi tutor. Padahal, tutor ini menyimpan
banyak kelebihan bagi tutor yang berkenan untuk mendalami dan terjun langsung dalam
praktiknya.
3.5. Relevansi Problem Based Learning Bagi Pengguna Alumni (Alumni User)
Tujuan utama yang ingin diraih setiap mahasiswa setelah menempuh studinya di
universitas tentu saja adalah dapat bekerja di perusahaan yang bagus dan memiliki
penghasilan layak. Dengan semakin banyaknya mahasiswa yang telah selesai menempuh
studi, maka semakin banyak pula para calon pekerja yang berebut untuk mendapat pekerjaan.
Mendapatkan pekerjaan sesuai dengan bidang yang kita minati dan mampu menghargai
kemampuan kita dengan layak tentu menjadi sebuah tantangan sekaligus target yang harus
dihadapi dan diraih. Perusahaan yang bagus tentu saja menginginkan calon pekerjanya adalah
seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan nilai dalam dirinya untuk bekerja
pada perusahaannya. Tiga karakteritik yang diinginkan perusahaan tersebut terkait erat
dengan outcome yang seharusnya dimiliki oleh alumni suatu institusi pendidikan yang dalam
proses pembelajarannya menggunakan metode PBL. Dengan demikian, pelaksanaan PBL
kemudian sangat relevan sesuai dengan kebutuhan pengguna alumni.
Mengutip situs tipskarir.com, disebutkan bahwa salah satu perusahaan besar yang
bergerak di bidang employer branding melakukan survey kepada 400.000 mahasiswa serta
terhadap para profesional beberapa tahun lalu dan menemukan 5 kepribadian calon pekerja
yang banyak diinginkan oleh sejumlah perusahaan besar31
. Hasil survey tersebut
menunjukkan bahwa sekitar 86% perusahaan sangat menginginkan memiliki karyawan yang
memiliki rasa profesional yang tinggi, aktif, memiliki energi yang tinggi, percaya diri yang
besar serta gesture dan manner. Jika diperhatikan, kelima kriteria tersebut sesungguhnya
identik atau dimiliki oleh alumni yang mana pada proses belajar mengajar di perguruan
tingginya menggunakan PBL. Perusahaan-perusahaan selaku pengguna lulusan tentu saja
akan cenderung melirik para alumni yang memiliki karakteristik demikian.
Dari lima kriteria tersebut, merekrut pekerja yang aktif merupakan salah satu
kebutuhan perusahaan. Alumni sebagai lulusan yang sudah terbiasa dan sering melaksanakan
PBL dalam proses pembelajarannya akan cenderung lebih aktif dibandingkan dengan lulusan
lainnya yang dalam proses perkuliahannya tidak menerapkan PBL. Sejalan dengan keaktifan,
31
Desy Sintia Kresnawati, Seperti Apa Kriteria Karyawan yang dicari Perusahaan?, diakses pada
http://tipskarir.com/seperti-apa-kriteria-karyawan-yang-dicari-perusahaan/ pada 20 November 2016.
28
alumni tersebut juga potensial akan memiliki energi yang tinggi dalam berkerja dan memiliki
rasa tanggung jawab yang kuat. Hal ini karena PBL menerapkan proses pembelajaran dengan
mahasiswa sebagai pusatnya (student centered), dimana mahasiswalah yang harus aktif dan
bertanggung jawab atas pembelajarannya dan sejauh mana ilmu yang ingin dimilikinya. Pada
pelaksanaan metode ini mahasiswa harus senantiasa mempersiapkan diri mencari bahan
hukum dan juga selalu berpartisipasi dalam semua sesi. Sejauh ini, hal tersebut merupakan
nilai lebih bagi pengguna alumni yang sudah terbiasa dengan metode PBL. Kriteria lainnya
yakni memiliki rasa profesional yang tinggi juga tentu saja dimiliki oleh alumni yang sudah
berpengalaman dengan PBL, sebab sedari awal pembelajaran self-study pada student-
centered learning mampu menghasilkan sumber daya manusia yang bertanggung jawab
sehingga rasa profesionalisme terpupuk sejak awal. Alumni yang berpengalaman dengan
PBL akan terbiasa untuk mempersiapkan dirinya dengan sebaik-baiknya untuk memberikan
yang terbaik saat sesi tutorial berlangsung sehingga ia mendapat transfer of knowledge yang
jauh lebih dalam dan bermanfaat. Selain itu pengguna alumni juga akan sangat diuntungkan
karena dengan calon pekerja yang terbiasa dengan PBL akan memiliki percaya diri yang
lebih besar serta gesture dan manner sebab saat tutorial khususnya, ia dilatih untuk terampil
berpendapat dan menyampaikan pertanyaan dengan tetap menjaga standar etika.
Sebagaimana dilansir dari website cnn32
, salah satu alasan mengapa pemberi kerja
mau mempekerjakan calon pekerja adalah karena ia memiliki kemampuan yang baik untuk
bekerja dengan yang lainnya. Dengan kata lain, seorang calon pekerja diharapkan dapat
bekerja dalam team work. Kembali, pengguna alumni yang sudah berpengalaman dengan
PBL tentu saja akan merasa diuntungkan sebab ia akan mendapatkan calon pekerja yang
sudah terampil dan terbiasa bekerja dalam sebuah tim. Dalam sesi tutorial khususnya, para
alumni tersebut dulunya biasa berdiskusi dalam sebuah kelompok dalam suasana diskusi
yang sehat meskipun di dalamnya tidak tertutup kemungkinan mereka saling berbeda
pendapat dan saling mengkritik dalam rangka melakukan penguatan dan pendalaman materi.
Selain itu cnn juga mengemukakan alasan lainnya adalah jika calon pekerja itu memiliki
keterampilan adalah menyelesaikan suatu persoalan secara kreatif (creative problem-solving
skill). Aspek ini sesungguhnya adalah nilai plus bagi alumni yang familiar dengan PBL
maupun bagi pengguna alumni tersebut. Hal ini karena alumni tersebut sudah terbiasa untuk
mencari alternatif pemecahan suatu masalah dalam tutorial. Tidak hanya mencari pemecahan
32
Rachel Zupek, Top 10 Reasons Employers Want to Hire You, diakses pada
http://edition.cnn.com/2009/LIVING/worklife/11/02/cb.hire.reasons.job/ tanggal 20 November 2016.
29
masalah, dalam tutorial mereka juga sudah dikondisikan untuk terbiasa mencari tujuan
pembelajaran, lalu mengidentifikasi permasalahan yang terkait untuk kemudian dipecahkan
secara kreatif bersama-sama.
Berdasarkan paparan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan PBL
pada bangku perkuliahan di institusi pendidikan bagi mahasiswa khususnya di FH Unud
sangatlah relevan bagi para pengguna alumni. Hal ini karena para mahasiswa yang lulus
tersebut (alumni) akan memiliki keunggulan karakteristik baik itu dari sisi knowledge, skill
maupun value yang diperolehnya dalam proses pembelajaran melalui metode PBL. Oleh
karena itu pengguna alumni akan sangat diuntungkan jika menerima alumni tersebut sebab ia
memiliki pengetahuan, keterampilan dan nilai yang lebih dibandingkan calon pekerja lainnya.
30
BAB IV
PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNING DI FH UNUD
4.1. Penentuan Planning Group
Planning group merupakan suatu kelompok yang terdiri penyusun mata kuliah yang
sekaligus merupakan kandidat Pengajar dan/atau Tutor. Penentuan planning grup dapat
dilakukan oleh Pimpinan Bagian atau koordinasi di antara Dosen yang biasanya mengampu
dan/atau yang berminat mengampu mata kuliah. Planning group juga membagi anggotanya
ke dalam penanggung jawab kegiatan perkuliahan, penanggung jawab kegiatan tutorial, dan
penanggung jawab ujian. Masing-masing penanggung jawab akan menjadi pusat informasi
berkaitan dengan proses yang berlangsung.
4.2. Penyusunan Block Book dan Reader
Block Book merupakan buku panduan pembelajaran yang memuat sejumlah hal detail
berkaitan dengan perencanaan perkuliahan. Proses penyusunan block book dan reader amat
penting dilakukan karena penerapan PBL sudah direncanakan pada tahap ini. Reader yang
memuat referensi yang dibutuhkan dalam menunjang pembelajaran merupakan suplemen
bagi block book. Baik Block Book maupun reader harus dibagikan kepada mahasiswa
sebelum perkuliahan berlangsung.
4.3. Pengorganisasian Jadwal Pelaksanaan
Dalam rangka menjamin kelancaran perkuliahan, Planning Group harus
berkoordinasi dengan Wakil Dekan I bidang Kurikulum dan Kepala Subbag Akademik
mengenai jadwal pelaksanaan.
4.4. Persiapan Teknis
Terdapat sejumlah persiapan teknis yang harus dilakukan untuk menunjang
kelancaran penerapan PBL, di antaranya
(1) Pembagian tugas Lecturer dan Tutor
(2) Pembagian mahasiswa ke dalam kelas-kelas Tutorial
(3) Pengumuman jadwal dan kegiatan melalui laman resmi FH Unud
(4) Setting ruangan untuk pelaksanaan tutor meeting
(5) Setting ruangan perkuliahan (lecture)
31
(6) Setting ruangan-ruangan tutorial
4.5. Pelaksanaan
Pada fase pelaksanaan, Pengajar, Tutor, dan Mahasiswa melaksanakan kegiatannya
masing-masing sebagaimana panduan praktis.
4.6. Evaluasi
Dalam rangka mengukur implementasi PBL, harus dilakukan evaluasi di akhir
semester. Evaluasi dari mahasiswa harus memuat persepsi, opini, dan saran mahasiswa
mengenai PBL yang dipraktikkan melalui kuesioner tertulis yang diisi oleh semua atau
sampel mahasiswa sedangkan evaluasi dari Dosen, Tutor, dan Staf Kependidikan dapat
dilakukan melalui rapat evaluasi.
32
BAB V
MODIFIKASI DAN INOVASI PROBLEM BASED LEARNING DI FAKULTAS
HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA
Evaluasi terhadap Implementasi PBL di FH Unud mendorong dilakukannya sejumlah
proses modifikasi serta melahirkan sejumlah inovasi. Modifikasi dan inovasi tersebut akan
diuraikan dalam penjelasan berikut.
5.1. Seven Jump Approach (Seven Step Approach)
PBL di FH Unud ada pada mulanya sebagai bagian dari salah satu program utama
dalam kerjasama FH Unud dengan Maastricht University, the Netherlands melalui NPT
Project NUFFIC IND 223-Strengthening Faculty of Law Udayana University through
Curriculum and Human Resources Development. Tiga alasan pedagogis utama yang
mendasari PBL adalah pembelajaran dengan mahasiswa sebagai pusatnya (student-centered
learning), aktif dan terkonstruksi, serta proses yang kolaboratif33
. Sebagaimana PBL yang
ada pada Maastricht University, PBL yang ada di FH Unud juga menggunakan Seven Steps
Approach sebagai suatu instruksi pelaksanaan ketiga alasan pedagogis yang mendasari PBL
tersebut agar berjalan secara terintegrasi.
Seven-step approach atau disebut juga sebagai seven jump approach dikembangkan di
Maastricht University untuk memfasilitasi dan berperan sebagai suatu struktur proses belajar
mahasiswa dalam kerangka PBL34
. Tutorial dengan seven-step approach sebagaimana
dilakukan di Maastricht University yakni: (a) setiap sesi tutorial dimulai dengan post-
discussion dari tugas yang sudah dipersiapkan mahasiswa melalui proses belajar mandiri
(self-study) sebelum tutorial dan (2) setelah jeda singkat dilakukan pre-discussion dari tugas
selanjutnya diikuti dengan mahasiswa mempersiapkan hingga pertemuan tutorial
berikutnya35
. Pada tahap pre-discussion dilakukan 5 langkah pertama dari seven-step
approach yakni: (1) clarifiaction of terms and concepts (klarifikasi istilah dan konsep); (2)
formulation of a problem statement (formulasi permasalahan); (3) Brainstorm; (4)
classification and structuring of brainstorm; (5) formulation of learning objectives. Setelah
itu selesai, mahasiswa meninggalkan grup diskusi tersebut untuk melaksanakan tahapan
33
Ibid., h.2. 34
Ibid., h.7. 35
Ibid.
33
berikutnya yakni (6) self-study (memegang peranan penting pada proses pembelajaran PBL
sebab menekankan tanggung jawab masing-masing individu untuk memperoleh pengetahuan
yang diperlukan); kemudian pada tutorial berikutnya yakni pada tahap post-discussion
dilakukan langkah berikutnya (7) report back and exchange their answers36
.
Berangkat dari seven-step approach yang berasal dari Maastricht University tersebut
kemudian FH Unud melakukan modifikasi terhadap approach tersebut dalam rangka
penyesuaian dengan situasi belajar mengajar yang ada di lingkungan kampus dengan tetap
mempertahankan esensi “tujuh” langkah pada approach yang dipergunakan. Di FH Unud
sendiri langkah yang sudah dimodifikasi dan kemudian dipergunakan tersebut juga disebut
sebagai seven-step approach atau seven jump approach.
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, PBL yang ada di FH Unud sudah
melalui proses modifikasi dari awalnya PBL di Faculty of Law Maastricht University, the
Netherlands guna menyesuaikan dengan suasana perkuliahan di FH Unud. PBL yang ada di
FH Unud pada dasarnya terdiri dari dua kegiatan per mata kuliahnya yaitu:
1. Sesi perkuliahan
Pada sesi perkuliahan mahasiswa mendapatkan paparan materi dari staff pengajar
akademik yang ada di lingkungan FH Unud (dosen).
2. Sesi Tutorial
Pada sesi tutorial mahasiswa melakukan diskusi dengan acuan block book yang
membahas berbagai task seperti misalnya discussion task, problem task atau study
task.
Perkuliahan dengan metode PBL akan diawali dengan sesi perkuliahan, kemudian
pada pertemuan kedua akan diikuti dengan sesi tutorial terkait perkuliahan pertama. Setelah
itu proses pembelajaran pada pertemuan-pertemuan selanjutnya dilanjutkan dengan sesi
perkuliahan lalu tutorial di pertemuan berikutnya dan begitu seterusnya hingga satu semester
usai. Dalam sesi perkuliahan, mahasiswa akan diberikan paparan materi yang disampaikan
oleh dosen mengenai suatu sub bab tertentu yang telah ditentukan dalam block book
Sedangkan pada sesi tutorial mahasiswa akan diajak untuk melakukan diskusi aktif dengan
seven-step approach guna membahas discussion task, problem task atau study task
sebagaimana tercantum dalam block book masing-masing mata kuliah dengan dipimpin oleh
seorang discussion leader (mahasiswa secara sukarela atau dipilih berdasar kesepakatan),
seorang note taker (mahasiswa mengajukan dirinya secara sukarela atau dipilih berdasar
36
Ibid., h.9.
34
kesepakatan untuk bertugas mencatat jalannya diskusi pada white board) dengan difasilitasi
tutor37
yang berperan reaktif.
Seven jump approach atau seven step approach yang dipergunakan dalam sesi tutorial
PBL di FH Unud terdiri dari tujuh langkah, yakni:
1. Membaca (Reading)
Dengan dipimpin oleh instruksi dari discussion leader, sesi diskusi pada tutorial
ini diawali dengan langkah pertama yaitu membaca kembali task yang diberikan
baik itu berupa discussion task, problem task atau study task. Meskipun sebelum
tutorial berlangsung mahasiswa sudah harus membaca dan mempersiapkan bahan
diskusi dan membaca reading materials yang mengacu pada task tersebut, pada
saat sesi tutorial berlangsung, mahasiswa diminta untuk kembali membaca task
guna mengingat kembali tugas yang harus didiskusikan sebagai bentuk persiapan.
2. Menentukan kata-kata susah dan konsep (Determining difficult terms and
concepts)
Setelah selesai membaca, langkah kedua adalah discussion leader mengarahkan
peserta tutorial untuk menentukan kata-kata susah atau konsep yang ditemukan
dalam task. Mulai pada tahap ini mahasiswa yang berperan sebagai note taker
mulai mencatat di papan kata-kata susah ataupun konsep-konsep yang diajukan
oleh peserta tutorial. Setelah mengetahui kata-kata apa saja yang dianggap susah
atau konsep apa saja yang masih dianggap kurang jelas, maka discussion leader
bisa melempar pertanyaan kembali pada peserta tutorial untuk menentukan kata-
kata atau konsep mana saja yang dianggap benar-benar penting untuk didiskusikan
dan dielaborasi lebih lanjut. Pemangkasan ini sangat penting untuk dilakukan
mengingat adanya kemungkinan peserta tutorial hanya sekedar mengutarakan
kata-kata atau konsep yang sebenarnya tidak sulit atau sudah diketahui secara
umum sebagai bentuk partisipasi. Sehingga, dengan adanya pemangkasan,
pengalokasian waktu yang sudah ditentukan dapat berjalan dengan optimal.
37
Tutor yang dimaksud dalam hal ini dapat berupa dosen yang sama yang memberikan paparan materi
pada sesi perkuliahan atau asisten dosen. Hanya saja, karena peran dosen bukanlah sebagai pihak yang aktif,
melainkan sebagai fasilitator yang reaktif dalam jalannya diskusi pada sesi tutorial, maka dosen tersebut disebut
penamaannya sebagai tutor.
35
3. Brainstorming melalui klarifikasi kata-kata susah dan konsep
Langkah ketiga adalah discussion leader mendorong para peserta tutorial untuk
melakukan brainstorming melalui proses pengklarifikasian kata-kata susah dan
konsep yang dianggap kurang jelas yang sudah melalui proses seleksi pada tahap
dua. Kembali note taker mencatat rincian dari proses brainstorming ini pada
papan tulis. Discussion leader diharapkan mampu mengambil perannya untuk
mengestimasi pelaksanaan langkah ketiga ini agar berjalan tepat waktu sehingga
masih cukup waktu untuk membahas langkah selanjutnya.
4. Memformulasikan tujuan pembelajaran (Formulation of learning goal)
Pada tahap keempat ini discussion leader mendorong para peserta tutorial untuk
menemukan sebanyak-banyaknya learning goals dari task yang diberikan. Setelah
itu barulah discussion leader melempar kembali pertanyaan pada floor untuk
menentukan dari sejumlah learning goals yang diajukan tersebut, yang manakah
yang kiranya paling tepat untuk dijadikan sebagai learning goal. Setelah itu
barulah mereka secara bersama-sama untuk mulai memformulasikan learning
goal tersebut. Kembali note taker mencatat rincian dari proses formulasi ini pada
papan tulis. Pada tahap ini, jika tutor dapat meluruskan perihal learning goal
(menjalankan perannya sebagai fasilitator yang bersifat reaktif) jikalau ternyata
para peserta tutorial dibawah arahan discussion leader menemukan learning goal
yang menyimpang dari yang ditentukan dalam standard answer yang dipegang
oleh tutor.
5. Mencari pengetahuan pendahuluan (Seeking Prior Knowledge)
Setelah menemukan learning goal dalam tutorial ini, maka langkah kelima adalah
para peserta tutorial yang dipandu oleh discussion leader didorong untuk
menemukan prior knowledge yang dibutuhkan dalam rangka menjawab learning
goal yang telah ditentukan sebelumnya dalam langkah keempat. Prior knowledge
ini dapat ditemukan dalam berbagai bahan perkuliahan yang disampaikan saat sesi
perkuliahan sebelum sesi tutorial itu berlangsung atau melalui bahan-bahan
pustaka yang sebelumnya telah dicari oleh para peserta tutorial melalui self-study
di rumah. Kembali note taker mencatat rincian dari proses pencarian prior
knowledge ini pada papan tulis.
36
6. Menjawab tujuan pembelajaran (Answering the learning goal)
Setelah mengetahui apa learning goal dari tutorial dan memiliki prior knowledge
yang memadai untuk menjawab learning goal, maka langkah keenam adalah
menjawab learning goal dengan menggunakan prior knowledge yang sudah
dikemukakan. Dalam tahap ini para peserta tutorial diharapkan berpartisipasi aktif
untuk berargumen dan berdiskusi secara sehat. Peran discussion leader juga
penting disini, sebab ia harus memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh
peserta tutorial dalam mencoba menjawab learning goal tersebut. Kembali note
taker mencatat rincian dari proses ini pada papan tulis. Jika dirasa sudah cukup,
maka discussion leader dan note taker dapat menyelesaikan tugasnya. Sebelum
langkah ketujuh dilaksanakan, yakni proses pelaporan, maka tutor dapat
mengapresiasi pelaksanaan tutorial, mengevaluasi pelaksanaan tutorial (suasana,
teknis pelaksanaan, dan sikap peserta), serta menyampaikan klarifikasi terhadap
substansi yang dibahas selama pelaksanaan tutorial sebagai bentuk perannya
memfasilitasi jalannya tutorial secara reaktif.
7. Pelaporan (Reporting)
Langkah ketujuh adalah proses pelaporan yang dilakukan secara individu. Jadi,
setiap peserta tutorial, termasuk discussion leader dan note taker diminta untuk
membuat laporan atas jalannya diskusi dalam tutorial untuk dikumpulkan kepada
tutor.
Berdasarkan seven jump approach tersebut, maka dapat terlihat bahwa peran dari
discussion leader dalam tutorial yaitu38
:
a) Mengarahkan kelompok diskusi melalui seven jump approach;
b) Memastikan adanya kesempatan untuk berpartisipasi secara sama bagi seluruh
peserta tutorial;
c) Mempertahankan kedinamisan kelompok diskusi yang baik;
d) Memantau waktu diskusi;
38
James Busfield dan Ton Peijs, Learning Materials in a Problem Based Course, diakses pada
http://www.materials.ac.uk/guides/pbl.asp tanggal 20 November 2016, h. 6.
37
e) Memastikan bahwa kelompok diskusi tetap berjalan sesuai arah terkait tugas
yang sedang dibahas;
f) Mengecek jika note taker mencatat poin penting dalam diskusi.
Sedangkan peran dari note-taker yaitu: membuat catatan dari jalannya diskusi dengan
menuliskan poin-poin tersebut secara berstruktur dan berpartisipasi dalam grup diskusi.
Lebih lanjut, peran dari peserta tutorial berdasarkan seven jump approach tersebut
yaitu39
:
a. Mengikuti langkah-langkah dalam seven jump approach;
b. Berpartisipasi secara aktif dalam grup diskusi;
c. Mendengarkan kontribusi yang diberikan oleh peserta lainnya dalam tutorial;
d. Menanyakan pertanyaan terbuka;
e. Melakukan riset terhadap seluruh tujuan pembelajaran secara mandiri;
f. Membagikan informasi dengan satu sama lainnya.
Demikianlah dapat disimpulkan bahwa seven jump approach pada pelaksanaan
tutorial di FH Unud terdiri dari tujuh langkah di atas yang merupakan hasil modifikasi dari
seven-step approach Maastricht University, the Netherlands. Pelaksanaan seven jump
approach ini juga dipastikan telah dilakukan dengan baik berdasar pantauan bersama baik
dari para peserta tutorial dan tutor melalui check list of tutor activities yang akan dijelaskan
dalam sub bab berikutnya.
5.2. Problem Based Learning dengan Kelompok Besar
Sebagai suatu bentuk metodologi pembelajaran dalam kurikulum perkuliahan, PBL,
terdiri dari lecturing session (sesi perkuliahan) dan tutorial session (sesi tutorial). Sesi tutorial
sebagai bentuk pelaksanaan PBL memiliki banyak keuntungan bagi proses belajar mengajar
di perguruan tinggi. Beberapa contoh keuntungan yang dapat diperoleh dari pelaksanaan sesi
tutorial ini adalah mampu memberikan pengalaman baru, dimana: (a) mahasiswa menjadi
lebih aktif dalam mengemukakan pendapatnya terhadap suatu bahasan melalui pembelajaran
yang berpusat pada mahasiswa (student-centered); (b) Discussion task, problem task atau
study task ini dapat memberikan suasana advance international legal curriculum pada para
mahasiswa untuk dibahas dalam sesi tutorial; (c) sesi tutorial ini mampu memperbaharui atau
meningkatkan pendidikan hukum di Indonesia; (d) mengajarkan mahasiswa bagaimana
caranya bekerja dalam kelompok; (e) melatih ketrampilan pemecahan masalah pada
39
Ibid.,h.7.
38
mahasiswa; (f) mendorong keingintahuan sehingga menghasilkan pemikiran yang kritis dan
berkualitas; serta tentu saja (g) membuat prose belajar mengajar menjadi lebih menarik dan
berwarna.
Penerapan PBL secara murni, dalam konteks pelaksanaanya diikuti dengan
terpenuhinya syarat jumlah mahasiswa adalah dalam kelompok kecil (15 sampai 20 orang)
per ruangan tutorial40
tentu saja suatu yang sangat ideal dan diidamkan. Terlebih lagi jika
didukung dengan tutor yang mengerti perannya dalam diskusi pada tutorial, yakni
memberikan fasilitasi yang bersifat reaktif, dan juga pendanaan yang cukup dari fakultas
untuk menyediakan sarana ruang tutorial yang memadai (ruangan cukup berukuran sedang
yang mampu mengakomodir meja dan kursi yang diatur melingkar dengan kapasitas kursi 15
sampai 20 orang, LCD serta white board). Namun demikian, tidaklah tertutup kemungkinan
kendala-kendala dapat saja terjadi mengingat jika konsep PBL murni yang berakar dari luar
negeri tersebut dibawa ke Indonesia dengan kapasitas mahasiswa yang umumnya banyak
pada fakultas hukum namun jumlah ruangan tutorial PBL sedikit atau bahkan belum tersedia.
Oleh karena itu, solusi kreatif terhadap permasalahan tersebut adalah menjalankan PBL
dengan modifikasi, yakni PBL dalam kelompok besar. Pelaksanaan PBL dalam kelompok
besar ini pada dasarnya adalah bertujuan untuk:
a) Mengakomodir jumlah mahasiswa dalam satu mata kuliah yang terdiri dalam
jumlah yang besar, misalnya 30-60 orang;
b) Mengatasi minimnya ruang tutorial yang memadai untuk melaksanakan tutorial
atau bahkan ketidaktersediaan ruang tutorial; dan
c) Mengatasi kesulitan pendanaan dalam penyediaan ruang tutorial yang memadai.
Agar mendapat bayangan terhadap kendala yang mungkin dihadapi dalam
pelaksanaan PBL di Indonesia, maka akan diberikan sebuah ilustrasi sebagai berikut:
40
PBL di FH Unud merupakan PBL hasil modifikasi yang telah disesuaikan dengan situasi kampus FH
Unud yang pada dasarnya mengacu pada PBL dari Maastricht University yang terwujud melalui kerjasama NPT
Project NUFFIC IND 223-Strengthening Faculty of Law Udayana University through Curriculum and Human
Resources Development. Dimana PBL pada Maastricht University idealnya terdiri dari 15-20 orang per ruangan
tutorial, meskipun ini sedikit berbeda dari setingan original tutorial pada mulanya yakni 5-6 orang. Hal ini
terlihat dari kalimat “While in the original set-up the tutorial group was limited to 5-6 students, the tutorial
groups at Maastricht University consist of 12-15 students” lihat pada Heidi Maurer dan Christine Neuhold,
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjn
vpvVra_QAhWBKo8KHb5eAK4QFggnMAE&url=http%3A%2F%2Fwww.mceg-
maastricht.eu%2Fpdf%2FMCEG_part%2520PBL_link2_%2520PBL%2520implementation%2520challenges.p
df&usg=AFQjCNG7oyc7PKtcOD3pLYMglJ6YaIfM-w&sig2=NbtI5v36Y8BqnDgsyj8-Iw, h.6.
39
d) Misalnya mata kuliah wajib fakultas/universitas yang harus ditempuh setiap
mahasiswa baru (tingkat satu) suatu fakultas hukum adalah Pengantar Ilmu Hukum
(PIH).
e) Umumnya jumlah mahasiswa baru di satu angkatan pada suatu fakultas hukum di
Indonesia kisarannya adalah 300 orang.
f) Di fakultas hukum A misalnya, proses belajar mengajar terhadap mata kuliah PIH
haruslah dilaksanakan dengan metode PBL.
g) Ini berarti keseluruhan 300 orang mahasiswa tersebut harus menempuh PIH yang
menggunakan metode PBL.
h) Terhadap ilustrasi tersebut, idealnya, sesi perkuliahan dari PBL dilaksanakan dalam
kuliah umum agar seluruh mahasiswa tersebut memperoleh pemahaman yang sama
terhadap suatu pokok bahasan. Sesi perkuliahan itu misalnya dapat dilaksanakan di
aula yang mampu menampung 300 mahasiswa dengan Dosen sebagai pemapar materi
perkuliahannya.
i) Kemudian, untuk sesi tutorial, idealnya 300 mahasiswa tersebut dibagi menjadi
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 15 hingga maksimal 20 orang dalam satu
ruang tutorial yang setidaknya memiliki fasilitas meja dan kursi yang diatur melingkar
dengan kapasitas kursi 15 sampai 20 orang, LCD serta white board. Ini berarti
diperlukan setidaknya 15 ruang tutorial untuk mata kuliah PIH.
j) Kendala muncul ketika misalnya Fakultas Hukum A: 1) memiliki ruang tutorial yang
memadai hanya 5 ruang saja; atau 2) belum memiliki sama sekali ruang tutorial yang
memadai.
k) Kendala lainnya muncul ketika misalnya Fakultas Hukum A sudah memiliki cukup
ruang tutorial yang memadai (misal: 15 ruang tutorial untuk 300 mahasiswa PIH),
akan tetapi kenyataannya mata kuliah lain seperti misalnya Ilmu Negara, Hukum
Internasional dan mata-mata kuliah lainnya juga memerlukan ruangan tutorial tersebut
untuk pelaksanaan PBLnya yang tidak tertutup kemungkinannya dilaksanakan pada
jam yang bersamaan.
Kendala-kendala sebagaimana dijelaskan di atas dapat diatasi dengan melakukan
modifikasi pelaksaan PBL dengan pelaksanaan PBL dalam kelompok besar. Modifikasi PBL
dalam kelompok besar ini ditujukan khususnya untuk pelaksanaan sesi tutorial. Modifikasi
pelaksanaan tutorial dalam kelompok besar ini terbagi menjadi tiga model yang dapat dipilih
40
sesuai dengan situasi dan kondisi tutorial pada masing-masing mata kuliah. Tiga model
modifikasi tutorial dalam kelompok besar tersebut yaitu41
:
1. Problem Based Learning Kelompok Besar - Model 1
(Ilustrasi gambar oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan)
Gambar 3 PBL Kelompok Besar Model 1
Berdasarkan Gambar 3 tersebut di atas terlihat bahwa PBL dengan kelompok besar
Model 1 ini memiliki beberapa karakteristik:
a) Dilaksanakan di ruangan yang besar, yang dalam hal ini dapat berupa ruang aula
fakultas yang dianggap sebagai ruang tutorial;
b) Jumlah mahasiswa dalam satu mata kuliah terdiri dari jumlah yang sangat banyak
(bisa jadi mengakomodir 300 orang mahasiswa sebagaimana dijelaskan dalam
contoh ilustrasi sebelumnya di atas);
c) Keseluruhan jumlah mahasiswa dalam satu mata kuliah yang ditutorialkan ini
dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 15 orang yang diatur
duduknya menjadi posisi melingkar untuk setiap kelompok;
41
Tiga bentuk model modifikasi PBL dalam pelaksanaan sesi tutorial ini disampaikan oleh Ni Ketut
Supasti Dharmawan melalui power point yang berjudul Implementing Problem Based Learning And Changing
The Curriculum at the Faculty of Law of Udayana University; Challenges And Creative Solutions yang
dipresentasikan dalam The Indonesia Netherlands Legal Update pada 20-21 November 2014 di The Hague,
Netherlands.
41
d) Setiap kelompok kecil tutorial harus memiliki satu orang discussion leader
(mahasiswa) dan satu orang note taker (mahasiswa) yang mencatat jalannya
diskusi saat sesi tutorial pada whiteboard42
;
e) Terdiri dari 1 orang tutor (dosen pada saat memberi sesi perkuliahan) saja yang
bertugas memfasilitasi jalannya diskusi semua kelompok kecil tersebut secara
reaktif.
PBL kelompok besar (sesi tutorial) Model 1 ini dapat menjadi solusi cermat untuk
mengatasi kendala terbatasnya ruang tutorial dan juga Sumber Daya Manusia (SDM) dalam
bentuk tutor. Hal ini karena tidaklah dapat dipungkiri bahwa guna membangun sarana ruang
tutorial yang ideal untuk kapasitas 15-20 orang sangat memerlukan perencanaan yang matang
dari pihak fakultas khususnya terkait pendanaan dan komitmen dari fakultas itu sendiri untuk
mendorong jalannya tutorial ini dengan maksmimal. Selain itu pemilihan tutor juga bukanlah
suatu hal yang mudah mengingat belum tentu setiap dosen mengerti cara untuk menjadi
seorang tutor dalam sesi tutorial. Hal ini mengingat masih banyaknya dosen pada perguruan
tinggi di Indonesia yang masih menerapkan proses pembelajaran satu arah (spoon feeding)
kepada mahasiswa, sehingga dosenlah yang aktif sedangkan mahasiswa tidak. Hal tersebut
sangatlah berbeda dengan esensi seorang tutor dalam sesi tutorial PBL, dimana tutor ini
perannya reaktif dalam memfasilitasi jalannya diskusi pada tutorial. Sehingga, tidak
dipungkiri bahwa SDM tutor yang ideal pun sangat susah dicari karena memerlukan
pelatihan-pelatihan terlebih dahulu sebelum terjun langsung ke arena tutorial. Oleh karena
itulah, Model 1 ini merupakan solusi kreatif juga untuk mengatasi keterbatasan SDM tutor
yang ideal karena hanya diperlukan satu tutor yang andal dalam sesi tutorial ini.
42
Dengan berkembangnya zaman, bentuk whiteboard yang dipergunakan sebagai media dari note taker
melakukan pencatatan bisa jadi berupa whiteboard yang fleksibel untuk dipindahkan kemana-mana (bukan yang
konvensional melekat pada dinding). Aternatif lainnya jika fakultas kekurangan sarana whiteboard seperti itu
maka hal tersebut dapat diatasi dengan penggunaan kertas manila berukuran besar yang ditempel temporary
pada dinding ruangan dengan double tape.
42
2. Problem Based Learning Kelompok Besar - Model 2
(Ilustrasi gambar oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan)
Gambar 4 PBL Kelompok Besar Model 2
Berdasarkan Gambar 4 tersebut di atas terlihat bahwa PBL dengan kelompok besar
Model 2 ini memiliki beberapa karakteristik:
a. Dilaksanakan di ruangan yang berukuran sedang, yang dalam hal ini dapat berupa
ruang perkuliahan biasa yang dianggap sebagai ruang tutorial;
b. Jumlah mahasiswa dalam satu mata kuliah yang ditutorialkan terdiri dari 25
orang43
;
c. Para mahasiswa ini diatur duduknya menjadi posisi melingkar;
d. Memiliki satu orang discussion leader (mahasiswa) dan satu orang note taker
(mahasiswa) yang mencatat jalannya diskusi saat sesi tutorial pada whiteboard44
;
e. Terdiri dari 1 orang tutor (dosen pada saat memberi sesi perkuliahan) yang
bertugas memfasilitasi jalannya diskusi dalam tutorial secara reaktif.
43
Jumlah mahasiswa sebanyak 25 orang ini sesungguhnya tidaklah terlalu besar, akan tetapi tetap
melebihi jumlah ideal 15-20 orang. Pada dasarnya model ini hampir mendekati sesi tutorial yang dianggap ideal. 44
Dengan berkembangnya zaman, bentuk whiteboard yang dipergunakan sebagai media dari note taker
melakukan pencatatan bisa jadi berupa whiteboard yang fleksibel untuk dipindahkan kemana-mana. Aternatif
lainnya jika fakultas kekurangan sarana whiteboard seperti itu maka hal tersebut dapat diatasi dengan
penggunaan kertas manila berukuran besar yang ditempel temporary pada dinding ruangan dengan double tape.
43
Kegiatan PBL Kelompok Besar Model 2 ini pada dasarnya hampir mendekati tutorial
yang ideal dengan jumlah mahasiswa 15-20 orang saja. Akan tetapi sebagai contoh, mata
kuliah A yang merupakan suatu mata kuliah pilihan yang rata-rata peminatnya hanya berkisar
25 orang dari total 300 orang mahasiswa juga bisa melaksanakan tutorial. Sebagaimana
disebutkan pada penjelasana sebelumnya, tutorial PBL ini dapat dilaksanakan dengan
fleksibel sesuai dengan situasi perkuliahan di masing-masing fakultas, sehingga modifikasi
yang terwujud dalam model tutorial ini pun merupakan jawaban atas keterbatasan ruangan
tutorial dan SDM tutor. Oleh karena itu, jumlah 25 orang mahasiswa ini masih dianggap ideal
untuk melaksanakan tutorial dalam satu kelompok saja dengan satu orang tutor, satu orang
discussion leader dan satu orang note taker dalam sebuah ruang perkuliahan standar yang
berukuran sedang. Sehingga harapan yang diinginkan yakni meningkatnya tingkat keaktifan
mahasiswa dalam proses belajar mengajar dapat terwujud.
3. Problem Based Learning Kelompok Besar - Model 3
(Ilustrasi gambar oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan)
Gambar 5 PBL Kelompok Besar Model 3
Berdasarkan Gambar tersebut di atas terlihat bahwa PBL dengan kelompok besar
Model 3 ini memiliki beberapa karakteristik:
44
a. Dilaksanakan di ruangan yang besar, tidaklah perlu ruang aula seperti pada Model
1, tetapi bisa berupa ruang kuliah standar yang mampu menampung 50 orang
mahasiswa yang dalam hal ini dianggap sebagai ruang tutorial;
b. Jumlah mahasiswa dalam satu mata kuliah terdiri dari jumlah yang banyak
(mengakomodir hingga 50 orang mahasiswa);
c. Keseluruhan jumlah mahasiswa dalam satu mata kuliah yang ditutorialkan ini
tidak dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil melainkan satu kelompok besar
yang beranggotakan keseluruhan 50 orang mahasiswa tersebut;
d. Kelompok tutorial yang besar ini memiliki satu orang tutor (dosen yang mengajar
pada sesi perkuliahan mata kuliah tersebut) guna memfasilitasi jalannya diskusi
tersebut secara reaktif yang sekaligus berperan sebagai discussion leader dan satu
orang note taker (mahasiswa) yang mencatat jalannya diskusi saat sesi tutorial
pada whiteboard45
.
PBL Kelompok besar (sesi tutorial) Model 3 ini dapat menjadi solusi cermat untuk
mengatasi kendala terbatasnya ruang tutorial dan juga SDM dalam bentuk tutor terhadap
suatu mata kuliah yang pesertanya terdiri dari 50 orang mahasiswa. Bisa jadi ruangan
perkuliahan yang memuat 50 orang mahasiswa tersebut tidaklah memungkinkan untuk
mengatur posisi duduk mahasiswa menjadi lingkaran-lingkaran kecil yang terdiri dari 15
orang. Oleh karena itu solusi cermatnya adalah tetap membuat para mahasiswa tersebut
berdiskusi dalam satu kelompok besar yang duduknya tidak melingkar. Berkaitan dengan hal
tersebut, untuk model ini dipilih modifikasi bahwasanya tutor (dosen yang mengajar pada
sesi perkuliahan mata kuliah tersebut) tidak hanya memfasilitasi jalannya diskusi tersebut
secara reaktif tetapi juga berperan sebagai discussion leader menggantikan peran mahasiswa.
Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa kelimapuluh mahasiswa tersebut dapat mengikuti
tutorial dengan efektif sebab skill seorang discussion leader haruslah pada level yang mahir
(advance). Dosen yang menjadi tutor tersebut juga haruslah ingat perannya sebagai tutor
yang harus bersikap reaktif dalam diskusi mahasiswa saat tutorial dan jangan sampai
kelepasan melakukan spoon feeding pada para mahasiswa atas task yang sedang dibahas.
45
Dengan berkembangnya zaman, bentuk whiteboard yang dipergunakan sebagai media dari note taker
melakukan pencatatan bisa jadi berupa whiteboard yang fleksibel untuk dipindahkan kemana-mana. Aternatif
lainnya jika fakultas kekurangan sarana whiteboard seperti itu maka hal tersebut dapat diatasi dengan
penggunaan kertas manila berukuran besar yang ditempel temporary pada dinding ruangan dengan double tape.
45
Berdasarkan paparan tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa jumlah
mahasiswa dalam satu kelas yang ideal untuk pelaksanaan tutorial sebaiknya adalah dalam
jumlah kecil, seperti misalnya 15 sampai 20 orang mahasiswa. Akan tetapi, dalam
kenyataannya, mengingat jumlah mahasiswa yang bisa jadi sangatlah banyak untuk satu mata
kuliah sedangkan kuota ruangan yang memadai untuk PBL sangatlah sedikit atau bahkan
belum tersedia di suatu fakultas. Solusi cermat terhadap permasalahan tersebut dapat berupa
memodifikasi bentuk tutorial guna mengakomodir jumlah mahasiswa yang banyak terhadap
minimnya sarana PBL yang diwujudkan dalam bentuk alternative PBL dengan kelompok
besar yang terbagi menjadi Model 1, Model 2 dan Model 3.
5.3. Tutor Check List
Salah satu evaluasi terhadap peran tutor dalam mengimplementasikan PBL adalah
seringkalinya Tutor mengabaikan sejumlah hal teknis yang seharusnya dilaksanakan di kelas
tutorial. Pengabaian ini dapat terjadi karena dua hal. Pertama, tutor lupa terhadap seluruh
rincian tahapan tutorial dan kedua, tutor terbawa suasana yang terjadi selama tutorial
sehingga tidak mampu mengontrol tahapan-tahapan tutorial.
Berangkat dari pengalaman tersebut, dikreasikan apa yang disebut dengan Tutor
Check List sebagai suatu instrumen untuk menjamin bahwa seluruh tahapan tutorial telah
terlaksana dengan baik. Instrumen ini diperkenalkan untuk pertama kalinya pada Pelatihan
Tutor yang diselenggarakan di Aula FH Unud pada tanggal 9 Oktober 2015.
Tutor Check List ini memuat hal-hal yang harus dilakukan oleh Tutor selama
pelaksanaan tutorial yang secara garis besar dibagi menjadi 3 (tiga) tahap, yakni tahap
pembukaan, tahap pelaksanaan, dan tahap penutup.
a. Tahap pembukaan
(1) memberikan salam pembuka
(2) memperkenalkan diri
(3) mengecek posisi duduk peserta tutorial sesuai nomor urut dan mengedarkan
daftar hadir
(4) menyampaikan review materi perkuliahan sebelumnya yang relevan untuk
tutorial
(5) menyampaikan topik tutorial yang akan dibahas
46
(6) menyampaikan sistematika dan teknis pelaksanaan tutorial (misalnya: seven
jump approach dalam problem task dan diskusi pro-kontra dalam discussion
task)
(7) Menyampaikan durasi waktu pelaksanaan tutorial
(8) memfasilitasi pemilihan discussion leader dan note-taker
(9) memberikan petunjuk teknis dan arahan kepada discussion leader dan note-
taker untuk memandu pelaksanaan tutorial;
b. Tahap pelaksanaan
(1) meminta discussion leader dan note-taker untuk memulai pelaksanaan tutorial
(2) melakukan kontrol terhadap pelaksanaan tutorial secara reaktif
(3) mengupayakan agar semua peserta tutorial terlibat secara aktif
(4) meminta discussion leader dan note-taker untuk menghentikan pelaksanaan
tutorial
c. Tahap penutup
(1) Mengapresiasi pelaksanaan tutorial termasuk kepada discussion leader dan
note-taker serta peserta tutorial
(2) menyampaikan evaluasi pelaksanaan tutorial (suasana, teknis pelaksanaan dan
sikap peserta)
(3) menyampaikan klarifikasi terhadap substansi yang dibahas selama
pelaksanaan tutorial
(4) meminta seluruh peserta tutorial untuk menyusun laporan individu mengenai
substansi yang dibahas selama pelaksanaan tutorial
(5) meminta seluruh peserta tutorial untuk mengumpulkan laporan individu
(6) memberikan arahan mengenai materi perkuliahan dan/atau pelaksanaan
tutorial selanjutnya
(7) Menyampaikan salam penutup
Perkiraan waktu untuk tahap pembukaan, pelaksanaan, dan penutup disepakati selama
Tutor Meeting. Berkaitan dengan mekanisme, Tutor Check List ini diisi oleh Tutor yang
bersangkutan yang dikonfirmasi oleh salah satu peserta tutorial dengan cara memberi tanda
“√” pada kolom yang disediakan.
47
BAB VI
PEDOMAN PRAKTIS PELAKSANAAN PROBLEM BASED LEARNING
6.1. Pedoman Praktis Pelaksanaan Problem Based Learning Bagi Mahasiswa
Pada mata kuliah yang mempergunakan PBL sebagai metode pembelajarannya,
mahasiswa terbiasa bekerja secara bersama-sama dalam menyelesaikan persoalan-persoalan
yang komplek dan otentik.46
Berbagai persoalan-persoalan yang terkandung dalam task yang
diberikan dalam block book secara khusus ditujukan untuk meningkatkan ketertarikan
mahasiswa terhadap mata kuliah tersebut sehingga mahasiswa dapat memahami lebih dalam
terhadap substansi materi/matakuliah yang dipelajari. Melalui metode PBL mahasiswa diajak
untuk keluar dari zona nyamannya dimana sebelumnya cenderung sebagai pendengar pasif
berubah menjadi pihak yang terlibat aktif dalam diskusi pemecahan permsalahan. Panduan
praktis pelaksanaan PBL bagi mahasiswa kemudian diperlukan karena akan sangat membantu
mahasiswa dalam proses pembelajaran.
Adapun pedoman praktis pelaksanaan PBL bagi mahasiswa meliputi :
a) Mahasiswa mengecek jadwal pada kalender akademik pada saat semester perkuliahan
belum dimulai, sehingga ia mendapat informasi yang komprehensif mengenai waktu
perkuliahan dan tutorial dari mata kuliah yang dilakukan dengan metode PBL. Jika ia
sudah mengetahui bahwa di suatu sesi tutorial tertentu ia tidak dapat hadir karena suatu
alasan, maka ia harus melapor dengan segera kepada tutor. Hal ini sangat penting karena
poin kehadiran sangat menentukan kelulusan, sebab kehadiran memiliki konsekuensi
terhadap penilaian keaktifan.
b) Mahasiswa mencari atau mengunduh dari website universitas block book dari mata
kuliah tersebut. Block book sangatlah penting untuk dimiliki sebab block book berisi
panduan teknis pelaksanaan perkuliahan dan tutorial, detail keterangan mengenai
mandatory reading yang harus dibaca mahasiswa serta task yang akan dibahas dalam
tutorial.
c) Mahasiswa mencari mandatory reading yang umumnya sudah dikompilasi dalam suatu
reading materials yang disiapkan oleh tutor;
d) Mempersiapkan diri dengan membaca mandatory reading sebelum sesi perkuliahan
dimulai;
46
Hal White, Problem Based Learning, Stanford University Newsletter on Teaching, Winter 2001
Vol.11 No.1, diakses pada http://web.stanford.edu/dept/CTL/cgi-
bin/docs/newsletter/problem_based_learning.pdf tanggal 24 November 2016, h.1.
48
e) Meminta slide powerpoint dari dosen yang memberikan perkuliahan jika diperkenankan
atau mencatat inti materi yang dijelaskan oleh dosen melalui sarana power point itu;
f) Aktif bertanya pada sesi tanya jawab perkuliahan jika terdapat hal-hal yang belum jelas;
g) Membaca task yang akan dibahas setiap seminggu sebelum tutorial dimulai;
h) Membaca mandatory reading yang tercantum dalam block book dan juga reading
materials setiap seminggu sebelum tutorial dimulai dan jika diperlukan mencari bahan-
bahan hukum relevan lainnya;
i) Sehari sebelum tutorial berlangsung mahasiswa memastikan ia telah memasukkan block
book, reading materials dan bahan hukum relevan lainnya serta task yang telah coba
dikerjakannya dalam tas yang akan dibawanya saat tutorial;
j) Sesaat sebelum tutorial berlangsung, memastikan bahwa mahasiswa telah duduk sesuai
dengan nomor urut;
k) Mencatat informasi dan pendapat-pendapat penting selama diskusi dalam tutorial
berlangsung;
l) Membuat laporan individu saat diskusi tutorial selesai.
6.2.Pedoman Praktis Pelaksanaan Problem Based Learning Bagi Pengajar
Dalam upaya mendukung proses pembelajaran dan evaluasi dengan metode PBL
berjalan dengan baik, seragam dan sistematis, maka diperlukan suatu pedoman bagi segenap
pihak yang terlibat di dalamnya. Salah satunya ialah pedoman praktis yang diperuntukkan
khusus bagi tenaga pengajar atau dosen. Pedoman pada dasarnya adalah kumpulan ketentuan
dasar yang memberi arah bagaimana sesuatu harus dilakukan47
. Sementara praktis dapat
diartikan sebagai semudah-mudahnya atau seefisien-efisiennya48
. Sehingga pedoman praktis
dalam konteks pelaksanaan PBL bagi pengajar ini diartikan sebagai sekumpulan ketentuan
dasar mengenai apa yang harus dipersiapkan dan dilaksanakan pengajar selama sesi
perkuliahan PBL dengan seefisien-efisiennya untuk mewujudkan perkuliahan yang efektif.
Adapun pedoman praktis pelaksanaan PBL bagi pengajar yakni:
a) Para pengajar (dosen) berkumpul untuk melaksanakan planning group meeting yang
pada dasarnya membahas: susunan jadwal pelaksanaan PBL, baik sesi perkuliahan
dan tutorial, sesuai dengan kalender akademik; penyusunan atau revisi block book
47
Pedoman diakses pada http://kbbi.web.id/pedoman tanggal 29 November 2016. 48
Praktis diakses pada http://kbbi.web.id/praktis tanggal 29 November 2016.
49
sebagai instrumen acuan pelaksanaan PBL; penyusunan reading materials yang
relevan dengan materi PBL.
b) Dosen mencatat jadwal dalam memberikan kuliah PBL;
c) Sebelum masuk ke dalam kelas PBL untuk memberikan perkuliahan, seorang dosen
harus membaca kembali reading materials yang dijadikan acuan bacaan wajib bagi
mahasiswa serta block book yang khususnya berisi task yang akan dibahas pada
tutorial minggu berikutnya. Hal ini sangat penting sebab materi yang disampaikan
pada perkuliahan haruslah berkaitan atau relevan untuk membahas task dalam tutorial
minggu berikutnya. Oleh karena itu, seandainya dosen yang bersangkutan tidak
menjadi tutor, setidaknya ia memiliki pengetahuan mengenai bahasan tutorial pada
minggu berikutnya;
d) Saat perkuliahan berlangsung menyampaikan materi yang sesuai dengan topik
bahasan dan bila menggunakan bahan hukum tambahan selain dari reading materials
maka dosen menyampaikannya kepada mahasiswa;
e) Dosen memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya atau berpendapat
terkait materi yang disampaikan dosen sehingga proses perkuliahan menjadi aktif-
reflektif; dan
f) Sesaat sebelum sesi perkuliahan PBL pada saat itu selesai, dosen menyampaikan topik
tutorial yang akan dibahas pada minggu berikutnya.
6.3.Pedoman Praktis Pelaksanaan Problem Based Learning Bagi Tutor
Kunci utama terkait dnegan peran tutor dalam tutorial adalah reaktif. Hal terpenting
yang harus melekat dalam benak tutor pada saat tutorial PBL adalah tutor tidak boleh
bertindak sebagai discussion leader, jangan melakukan pemaparan materi sebagaimana saat
sesi perkuliahan serta jangan pernah memaksakan untuk menjejali mahasiswa dengan
pengetahuan dan standar jawaban pada grup diskusi. Seorang tutor haruslah membantu
mahasiswa mengeksplorasi permasalahan melalui dirinya sendiri49
. Meskipun PBL berpusat
pada student-centered dalam proses pembelajarannya, akan tetapi mahasiswa juga
memerlukan adanya panduan ketika mereka pertama kali diperkenalkan pada PBL. Salah satu
contohnya adalah tutor perlu berhati-hati terhadap kemungkinan beberapa mahasiswa yang
memerlukan dorongan lebih untuk berpartisipasi dalam diskusi kelompok terutama saat awal
49
Lihat James Busfield dan Ton Peijs, http://www.materials.ac.uk/guides/pbl.asp, h. 8.
50
pelaksanaan (misal: mahasiswa yang pemalu).50
Berkaitan dengan hal tersebut, agar PBL
pada umumnya dan sesi tutorial khususnya dapat berjalan maksimal serta peran dari seorang
tutor dapat terimplementasi dengan baik, dibutuhkan sederetan pedoman praktis pelaksanaan
PBL bagi tutor.
Panduan Praktis pelaksanaan PBL bagi tutor yaitu:
1. Tutor mengecek waktu pelaksanaan PBL pada jadwal kalender akademik pendidikan
(misalkan sesaat sebelum semester ganjil atau genap berlangsung). Setelah itu tutor
mencatat kapan saja ia mendapatkan tugas untuk berperan sebagai tutor dalam sesi
tutorial suatu mata kuliah.
2. Jika tutor menemukan suatu waktu tertentu dalam jadwal tutorial tersebut bertabrakan
dengan misalnya urusan pribadi dari tutor yang tak bisa diindahkan sehingga ia harus
absen mengisi tutorial, maka tutor tersebut harus meminta tutor pengganti untuk
menggantikannya menfasilitasi tutorial saat itu dan mengabarkan kepada para
mahasiswa.
3. Sebelum setiap sesi tutorial dimulai, para tutor (jika suatu mata kuliah terbagi menjadi
beberapa grup tutorial) melaksanakan tutor meeting. Dalam tutor meeting tersebut
dibahas secara bersama mengenai standard answer dalam task (membahas learning
goal, prior knowledge dan idealnya jawaban yang harus ditemukan oleh mahasiswa
atas permasalahan dalam task). Dalam tutori meeting ini para tutor mengingat kembali
langkah-langkah dalam seven-step approach serta perannya sebagai tutor yakni
sebagai fasilitator tutorial yang bersifat reaktif.
4. Seminggu sebelum mulainya suatu tutorial, para tutor juga harus membaca bahan-
bahan hukum atau reading materials yang juga telah disediakan dan diwajibkan
kepada para mahasiswa untuk dibaca sebagai acuan. Selain reading materials
tersebut, jika tutor menemukan bahan-bahan lain yang relevan ia juga harus
membacanya.
5. Sesaat sebelum tutorial dimulai, tutor harus mengecek kembali bahwa dirinya telah
membawa hal-hal berikut ini ke dalam ruangan tutorial:
a. Daftar pengecekan aktivitas tutor (checklist of tutor activities)
b. Daftar hadir mahasiswa
c. Daftar penilaian keaktifan mahasiswa peserta tutorial
d. Berita acara pelaksanaan tutorial
50
https://www.tcd.ie/CAPSL/TIC/guidelines/teaching/pbl.php pada tanggal 19 November 2016.
51
e. Block book
f. Reading materials
6. Pada saat tutorial dimulai, pedoman praktis mengenai hal-hal apa saja yang harus
dilakukan tutor saat pelaksanaan tutorial sudah dibahas dalam sub bahasan
sebelumnya. Hal-hal yang harus dilakukan oleh tutor secara rinci harus merujuk pada
tutor check list.
52
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Buku Panduan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Tinggi (Sebuah
Alternatif Penyusunan Kurikulum), Sub Direktorat KPS (Kurikulum dan
Program Studi), Direktorat Akademik, Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi, Jakarta, 2008.
Tim Kurikulum dan Pembelajaran Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, Buku Kurikulum Pendidikan Tinggi.
JURNAL
Syaifudin, Ahmad dan Septina Sulistyaningrum. Peningkatan Kemampuan Berpendapat
Mahasiswa Melalui Problem Based Learning (PBL) sebagai Pendukung Pencapaian
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) Pada Mata Kuliah Pragmatik,
Jurnal Penelitian Pendidikan. Vol. 32 Nomor 2 Tahun 2015.
file:///C:/Users/compaq/Downloads/5055-10796-1-SM.pdf.
PAPER
Dharmawan, Ni Ketut Supasti. Implementing Problem Based Learning And
Changing The Curriculum at the Faculty of Law of Udayana University;
Challenges And Creative Solutions. Dipresentasikan dalam The Indonesia
Netherlands Legal Update pada 20-21 November 2014 di The Hague,
Netherlands.
INTERNET
A Problem Based Task becoming a Simulation. Diakses pada
http://pbl.cqu.edu.au/content/what_is_pbl.htm tanggal 15 November 2016.
Aktif. Diakses pada http://kbbi.web.id/aktif tanggal 19 November 2016.
B, Yürüker. Problem- Based Learning PBL A Short Introduction. Faculty of
Medicine Institute of Medical Education IML Studienplanung. Universitat
Bern, Bern. 2007/2011. Diakses pada
http://studmed.unibe.ch/infos/files/t_123_Einf_hrungPBL-def.pdf?ts=2014-
08-25_23-52-41
Becoming a Reflective Teacher. Diakses pada
http://www.sagepub.com/sites/default/files/upm-
binaries/6681_taggart_ch_1.pdf tanggal 29 November 2016.
Busfield, James dan Ton Peijs, Learning Materials in a Problem Based Course.
Diakses pada http://www.materials.ac.uk/guides/pbl.asp tanggal 20 November
2016
Forsythe, Frank P., Using Problem Based Learning (PBL) to Teach Economics,
University of Ulster at Jordanstown. 2001. Diakses pada
https://www.economicsnetwork.ac.uk/showcase/forsythe_pbll
https://www.tcd.ie/CAPSL/TIC/guidelines/teaching/pbl.php. Diakses pada tanggal 19
November 2016.
Kresnawati, Desy Sintia. Seperti Apa Kriteria Karyawan yang dicari
Perusahaan?.Diakses pada http://tipskarir.com/seperti-apa-kriteria-karyawan-
yang-dicari-perusahaan/ tanggal 20 November 2016.
53
Maurer, Heidi dan Christine Neuhold. Diakses pada
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&c
ad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjnvpvVra_QAhWBKo8KHb5eAK4QFggnM
AE&url=http%3A%2F%2Fwww.mceg-
maastricht.eu%2Fpdf%2FMCEG_part%2520PBL_link2_%2520PBL%2520i
mplementation%2520challenges.pdf&usg=AFQjCNG7oyc7PKtcOD3pLYMg
lJ6YaIfM-w&sig2=NbtI5v36Y8BqnDgsyj8-Iw
Nilai. Diakses pada http://kbbi.web.id/nilai tanggal 22 November 2016.
Pedoman diakses pada http://kbbi.web.id/pedoman tanggal 29 November 2016.
Praktis diakses pada http://kbbi.web.id/praktis tanggal 29 November 2016.
Problem Based Learning, diakses pada
http://ldt.stanford.edu/~jeepark/jeepark+portfolio/PBL/individual.htm tanggal
22 November 2016.
Terampil. Diakses pada http://kbbi.web.id/terampil tanggal 20 November 2016.
Walsh, Allyn. The Tutor in PBL Problem Based Learning a Novice’s Guide. Diakses
pada https://fhs.mcmaster.ca/facdev/documents/tutorPBL.pdf tanggal 19
November 2016.
White, Hal. Problem Based Learning, Stanford University Newsletter on Teaching,
Winter 2001Vol.11 No.1. Diiakses pada
http://web.stanford.edu/dept/CTL/cgi-
bin/docs/newsletter/problem_based_learning.pdf tanggal 24 November 2016
Zupek, Rachel. Top 10 Reasons Employers Want to Hire You. Diakses pada
http://edition.cnn.com/2009/LIVING/worklife/11/02/cb.hire.reasons.job/
tanggal 20 November 2016.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 49 Tahun 2014 Tentang
Standar Nasional Pendidikan Tinggi