224

Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di
Page 2: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di
Page 3: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Buku Pegangan

Penyelenggaraan Pemerintahan dan

Pembangunan Daerah

2008

Departemen Keuangan republiK inDonesia

Pelengkap

Page 4: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008

Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daeah

Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

Departemen Keuangan

Mei 2008

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN

Gedung D Lantai 16 - Jalan DR. Wahidin No. 1 Jakarta Pusat 10710

Tlp. 021-350.9442 Faks.: 021-350.9443

Website: www.djpk.depkeu.go.id

E-mail : [email protected]

Page 5: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

i-iii

MENTERI KEUANGANREPUBLIK INDONESIA

KATA PENGANTAR

Pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di Indonesia ditandai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah pada tahun 2001. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal merupakan suatu proses yang bersifat dinamis dan merupakan wujud nyata dari kemauan politik pemerintah untuk melakukan reformasi dan demokratisasi. Sampai dengan tahun 2008, terjadi beberapa perubahan mendasar dalam pelaksanaan pemerintahan daerah dan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintahan daerah yang merupakan aspirasi yang muncul baik di tingkat pusat maupun daerah, dengan tujuan agar pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal semakin baik. Untuk merespon aspirasi tersebut telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004, sebagai pengganti kedua undang-undang otonomi daerah di atas.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 dan peraturan pelaksanaannya telah membawa banyak perubahan yang mendasar dalam implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Indonesia. Hal tersebut antara lain terlihat dari perbaikan formula pengalokasian dana-dana yang didaerahkan. Perbaikan juga dilakukan dalam mekanisme penyaluran Transfer ke Daerah (DAU, DAK, DBH Pajak, dan DBH SDA) yang saat ini sudah dilaksanakan langsung dari Rekening Kas Umum Negara di Bendahara Umum Negara (BUN) ke Rekening Kas Umum Daerah. Selain itu, untuk mendukung pembiayaan keuangan daerah, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 juga mengamanatkan bahwa bagi daerah yang telah memenuhi ketentuan peraturan pasar modal dimungkinkan pula untuk menerbitkan obligasi daerah.

Pemerintah menyadari bahwa keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan hanya tanggung jawab pemerintah pusat, melainkan tanggungjawab bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Oleh karena itu, dalam rangka membangun kesamaan pemahaman pusat dan daerah dalam menerapkan amanat Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 dan peraturan pelaksanaannya, Departemen Keuangan menerbitkan Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2008 tentang

Page 6: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

i-iv

Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah yang diharapkan dapat menjadi pegangan teknis bagi pejabat pemerintah daerah.

Buku pelengkap ini memuat berbagai informasi yang terkait dengan kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Peraturan-peraturan terkait disajikan secara ringkas, termasuk mekanisme alokasi keuangan serta prosedur pelaksanaan peraturan perundangan yang terkait. Pelengkap Buku Pegangan 2008 juga memuat contoh aplikasi perhitungan sumber-sumber penerimaan daerah yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 dan peraturan pelaksanaannya. Melalui buku ini diharapkan pimpinan daerah menjadi semakin mudah dalam memahami kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di Indonesia.

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas dukungannya sehingga buku ini dapat diterbitkan. Akhirnya kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pemerintah daerah dan pihak terkait dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di Indonesia.

Menteri Keuangan

SRI MULYANI INDRAWATI

Page 7: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

i-v

Daftar�Isi

DAFTAR ISI

Kata pengantar .................................................................................................... i-iii

DaFtar isi .................................................................................................................. i-v

DaFtar gambar ..................................................................................................... i-xi

bab i penDaHuluan ................................................................................................ i-1

bab ii perenCanaan Dan penganggaran pembangunan DaeraH ........ ii-7

2.1. PENDAHULUAN .................................................................................................. II-9

2.2. KETERKAITAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DAN DAERAH . II-9

2.2.1. Perencanaan Pembangunan Nasional ................................................... II-9

2.2.2. Perencanaan Pembangunan Daerah .................................................... II-12

2.2.3. Sinkronisasi antara Perencanaan Pembangunan Nasional dan Daerah II-19

2.3. PENGANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH ................................................ II-21

2.3.1. Keterkaitan Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Daerah .. II-21

2.3.2. Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah .................................... II-24

2.3.3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah .......................................... II-24

2.4. PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH ............ II-27

2.4.1. Partisipasi Publik Dalam Perencanaan Dan

Penganggaran Pembangunan Daerah .................................................. II-27

2.4.2. Mekanisme Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Daerah . II-28

2.5. PENUTUP .......................................................................................................... II-32

bab iii transFer Ke DaeraH ............................................................................ iii-33

3.1. PENDAHULUAN ................................................................................................ III-35

3.2. DANA BAGI HASIL ............................................................................................ III-37

3.2.1. DANA BAGI HASIL PAJAK ................................................................... III-373.2.1.1. Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPOPDN) dan PPh Pasal 21 ....................... III-393.2.1.2. DBH Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ................................. III-40

Page 8: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

i-vi

3.2.1.3. DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) ............................................................................... III-42

3.2.2. DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM........................................... III-433.2.2.1. DBH SDA Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (DBH SDA MIGAS) ............................................... III-463.2.2.2. DBH SDA Pertambangan Umum ........................................... III-573.2.2.3. DBH SDA Kehutanan ............................................................ III-633.2.2.4. DBH SDA Perikanan ............................................................. III-67

3.2.3. PENETAPAN ALOKASI DBH SUMBER DAYA ALAM ........................... III-70

3.2.4. PENYALURAN ALOKASI DBH SUMBER DAYA ALAM ......................... III-71

3.2.5. KEBIJAKAN DANA BAGI HASIL TAHUN 2008 .................................... III-71

3.2. DANA ALOKASI UMUM .................................................................................... III-73

3.2.1. Penyusunan Formula dan Perhitungan DAU ........................................ III-73

3.2.2. DAU sebagai Instrumen Pemerataan Kemampuan Fiskal .................... III-76

3.3. DANA ALOKASI KHUSUS ................................................................................ III-76

3.3.1. FORMULASI KEBIJAKAN DANA ALOKASI KHUSUS .......................... III-793.3.1.1. Penetapan Program dan Kegiatan ........................................ III-793.3.1.2. Penghitungan Alokasi DAK ................................................... III-803.3.1.3. Perhitungan Alokasi DAK Masing-Masing Daerah ................ III-873.3.1.4. Arah Kegiatan dalam Penggunaan Dana Alokasi Khusus ..... III-893.3.1.5. Administrasi Pengelolaan DAK ............................................. III-95

bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH .............................................................iV-99

4.1. PINJAMAN DAERAH ......................................................................................IV-101

4.1.1. PERENCANAAN PINJAMAN DAERAH ..............................................IV-101

4.1.2. SUMBER PINJAMAN .........................................................................IV-104

4.1.3. JENIS PINJAMAN DAERAH ..............................................................IV-105

4.1.4. PRINSIP-PRINSIP DASAR PINJAMAN DAERAH ..............................IV-105

4.1.5. PERSYARATAN PINJAMAN ...............................................................IV-106

4.1.6. PROSEDUR PINJAMAN DAERAH.....................................................IV-1084.1.6.1. Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang Dananya Bersumber dari Pinjaman Luar Negeri ................................ IV-1084.1.6.2 Prosedur Pinjaman Daerah Dari Pemerintah yang Dananya berasal dari Pendapatan Dalam Negeri ............... IV-1154.1.6.3. Prosedur Pinjaman Daerah dari Selain Pemerintah ............ IV-116

4.1.7. PEMBAYARAN KEMBALI PINJAMAN ................................................ IV-118

Page 9: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

i-vii

Daftar�Isi

4.2. OBLIGASI DAERAH ....................................................................................... IV-118

4.2.1. Prinsip Umum .....................................................................................IV-1204.2.2. Prosedur Penerbitan ...........................................................IV-1214.2.2.1. Perencanaan Obligasi Daerah oleh Pemerintah Daerah ..... IV-1214.2.2.2. Pengajuan Usulan, Penilaian dan Persetujuan Menteri Keuangan ...............................................................IV-1234.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pasar Modal ........................................................................IV-124

4.2.3. Pengelolaan Obligasi Daerah .............................................................IV-1264.2.3.1. Pembelian kembali Obligasi Daerah sebelum jatuh tempo .IV-1264.2.3.2. Pelunasan pada saat jatuh tempo .......................................IV-1264.2.3.3. Penatausahaan dan Penggunaan Dana Obligasi Daerah ... IV-1274.2.3.4. Pertanggungjawaban ..........................................................IV-127

4.2.4. Publikasi Informasi .............................................................................IV-128

4.2.5. Pelaporan, Pemantauan dan Evaluasi ...............................................IV-129

4.2.6. PELAPORAN PINJAMAN DAERAH ..................................................IV-129

4.2.7. SANKSI PINJAMAN DAERAH............................................................IV-130

4.3. HIBAH DAERAH .............................................................................................IV-130

4.3.1. SUMBER HIBAH ..............................................................................IV-131

4.3.2. PRINSIP DASAR PEMBERIAN HIBAH KEPADA DAERAH ................ IV-132

4.3.3. KRITERIA PEMBERIAN HIBAH .........................................................IV-132

4.3.4. PENARIKAN DAN PENYALURAN HIBAH ..........................................IV-133

4.3.5. PENGELOLAAN HIBAH OLEH DAERAH ..........................................IV-133

3.3.6. PENCATATAN ....................................................................................IV-133

4.3.7. PELAPORAN .....................................................................................IV-134

4.3.8. PEMANTAUAN ...................................................................................IV-134

bab V paJaK DaeraH Dan retribusi DaeraH ............................................V-137

5.1. PENDAHULUAN ..............................................................................................V-139

5.2. JENIS PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH .......................................V-139

5.2.1. Pajak Daerah .......................................................................................V-139

5.2.2. Retribusi Daerah .................................................................................V-140

5.3. PERSYARATAN PDRD .....................................................................................V-142

5.4. PROSEDUR PENETAPAN PDRD ....................................................................V-145

5.5. PENGAWASAN PDRD ......................................................................................V-146

Page 10: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

i-viii

5.6. KESALAHAN-KESALAHAN PERDA PDRD YANG SERING

DILAKUKAN DAERAH .....................................................................................V-147

5.7. ARAH KE DEPAN (PENYEMPURNAAN UU PDRD) .......................................V-148

5.8. PEMBANGUNAN KAPASITAS .........................................................................V-149

bab Vi Dana DeKonsentrasi Dan Dana tugas pembantuan ..............Vi-151

6.1. PENDAHULUAN .............................................................................................VI-153

6.2. PENGELOLAAN DANA DEKONSENTRASI/TUGAS PEMBANTUAN .............VI-153

6.2.1. Pengertian Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan .........................VI-153

6.2.2. Prinsip Pendanaan Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan ......................VI-154

6.2.3. Penganggaran Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan ...................VI-156

6.2.4. Penyaluran Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan ........................VI-157

6.2.5. Pertanggungjawaban dan Pelaporan ................................................VI-158

6.2.6. Pengelolaan Barang Milik Negara ......................................................VI-159

6.3. PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN ....................................VI-160

6.3.1. Pembinaan dan Pengawasan Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan .....VI-160

6.3.2. Pemeriksaan Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan .....VI-161

6.4. SANKSI ..........................................................................................................VI-161

6.5 ASPEK PERALIHAN .......................................................................................VI-161

bab Vii sistem inFormasi Keuangan DaeraH .........................................Vii-163

7.1. PENDAHULUAN ............................................................................................VII-165

7.2. TUJUAN SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH ................................VII-165

7.3. JENIS LAPORAN ..........................................................................................VII-167

7.4. PENYAMPAIAN INFORMASI DAN SANKSI ..................................................VII-168

bab Viii stanDar pelaYanan minimal .......................................................Viii-173

8.1. Pembagian Urusan Pemerintahan ................................................................VIII-175

8.2. URUSAN WAJIB DAN SPM ..........................................................................VIII-178

8.2.1 Definisi dan Prinsip Urusan Wajib dan SPM .....................................VIII-178

8.2.2 Manfaat SPM ....................................................................................VIII-180

8.2.3 Ketentuan dalam Penyelenggaraan SPM .........................................VIII-181

8.3. PELAKSANAAN SPM ...................................................................................VIII-182

Page 11: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

i-ix

Daftar�Isi

8.3.1. SPM Bidang Pendidikan ...................................................................VIII-183

8.3.2 SPM Bidang Kesehatan ...................................................................VIII-184

8.3.3 SPM Bidang Pelayanan Administrasi Umum Pemerintah ................VIII-185

8.3.4 SPM bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Susila............VIII-186

8.3.5 Kendala–Kendala dalam Pelaksanaan SPM ....................................VIII-188

8.4. IMPLIKASI PENERAPAN SPM .....................................................................VIII-189

8.4.1 Implikasi terhadap Proses Perencanaan .........................................VIII-189

8.4.2 Implikasi terhadap Anggaran Berbasis Kinerja .................................VIII-190

8.4.3 Implikasi terhadap Anggaran dan Dana Perimbangan ......................VIII-194

bab iX penutup ..................................................................................................iX-197

DaFtar pustaKa .................................................................................................... 201

inDeX ......................................................................................................................... 206

ucapan terima Kasih ................................................................................................ 209

Page 12: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

i-x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kedudukan Dokumen Perencanaan Nasional dan Daerah ......................... II-17

Tabel 2.2 Muatan Dokumen Perencanaan Nasional dan Daerah ............................... II-17

Tabel 3.1. Formulasi Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi ................................... III-48

Tabel 3.2. Formulasi Dana Bagi Hasil Pertambangan Umum .................................... III-57

Tabel 3.3. Tarif Iuran Tetap (Landrent) untuk PKP2B dan Kontrak Karya .................. III-60

Tabel 3.4. Tarif Iuran Tetap (Landrent) untuk Kuasa Pertambangan ........................ III-60

Tabel 3.5 Tarif Royalti Sektor Pertambangan ............................................................ III-61

Tabel 3.6 Formulasi Dana Bagi Hasil Kehutanan ...................................................... III-63

Tabel 3.7. Formulasi Dana Bagi Hasil Perikanan ...................................................... III-67

Tabel 3.8. Tarif Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP) ....................................... III-69

Tabel 3.9 Tarif Pungutan Pungutan Hasil Perikanan (PHP) ...................................... III-70

Tabel 3.10 Rincian Dana Bagi Hasil 2001-2008 ........................................................ III-71

Tabel 3.11 Perkembangan Jumlah Alokasi DAK (Milyar Rp) .................................... III-77

Tabel 5.1. Jenis Pajak Daerah .................................................................................V-140

Tabel 5.2 Jenis Retribusi Daerah .............................................................................V-141

Tabel 8.1 Contoh Pelaporan Kinerja Anggaran Berbasis Kinerja Indikator dan

Tolak Ukur Kinerja Belanja Langsung ....................................................VIII-192

Page 13: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

i-xi

Daftar�Gambar

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Penyusunan RPJP Nasional .................................................................. II-11

Gambar 2.2 Penyusunan RPJM Nasional ................................................................. II-13

Gambar 2.3 Penyusunan RKP Nasional .................................................................... II-15

Gambar 2.4. Penyusunan RPJM Daerah dan Renstra SKPD .................................... II-16

Gambar 2.5 Hubungan Antar Berbagai Dokumen Perencanaan ............................... II-20

Gambar 2.6 Posisi Penganggaran dalam Proses Perencanaan Daerah ................... II-22

Gambar 2.7 Alur Perencanaan dan Penganggaran Nasional dan Daerah ................. II-23

Gambar 2.8. Kerangka Hubungan Antara Pusat dan Daerah ..................................... II-25

Gambar 3.1. Skema Bagi Hasil Pajak ....................................................................... III-38

Gambar 3.2. Skema Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam ........................................ III-44

Gambar 3.3. Alur Data dan Perhitungan DBH SDA Minyak Bumi ............................. III-50

Gambar 3.4.Alur Perhitungan DBH SDA Migas ........................................................ III-51

Gambar 3.5. Mekanisme Perhitungan DBH SDA Migas per Daerah ......................... III-52

Gambar 3.6. Mekanisme Perhitungan Penyaluran DBH SDA Migas

per Daerah (s.d. TA 2007) .................................................................... III-53

Gambar 3.7. Mekanisme Perhitungan Penyaluran DBH SDA Migas

per Daerah (2008)III-54

Gambar 3.8. Mekanisme Penyaluran DBH SDA Migas (sampai dengan 2007) ........ III-55

Gambar 3.9. Mekanisme Penyaluran DBH SDA Migas (2008) .................................. III-56

Gambar 3.10. Sistematika Penyusunan Formula DAU ............................................. III-74

Gambar 3.11. Mekanisme Penetapan Program dan Kegiatan .................................. III-80

Gambar 3.12. Mekanisme Alokasi DAK .................................................................... III-88

Gambar 4.1 Proses Perencanaan Pembiayaan Daerah..........................................IV-104

Gambar 4.2 Proses Perencanaan PHLN ............................................................... IV-110

Gambar 4.3 Proses Pelaksanaan Penerusan PLN ................................................. IV-114

Page 14: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

i-xii

Gambar 4.4 Prosedur Pinjaman Daerah yang Bersumber dari Pemerintah ............ IV-116

Gambar 4.5 Prosedur Pinjaman Daerah yang Bersumber Selain dari Pemerintah . IV-117

Gambar 4.6. Proses Penerbitan Obligasi Daerah ...................................................IV-122

Gambar 4.7 Persiapan Penerbitan Obligasi Daerah di Daerah ...............................IV-123

Gambar 4.8 Pengajuan, Penilaian dan Persetujuan

Penerbitan Obligasi Daerah oleh Menkeu ..........................................IV-125

Gambar 7.1 Hubungan antara SIPKD dengan SIKD Nasional ...............................VII-167

Gambar 7.2 Bagan Alur Pengenaan Sanksi ...........................................................VII-170

Gambar 8.1 Tahapan Penerapan SAB dalam Anggaran Berbasis Kinerja ............VIII-196

Page 15: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

BAB I PENDAHULUAN

Page 16: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

I-2

Page 17: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

I-3

Pendahuluan

BAB IPENDAHULUAN

Cita-cita nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah berkehidupan kebangsaan yang bebas, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Berkaitan dengan hal tersebut, disusunlah tujuan nasional dari pembentukan pemerintahan, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Kemerdekaan yang telah diraih harus dijaga dan diisi dengan pembangunan yang berkeadilan dan demokratis serta dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan.

Dalam rangka mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional serta memberikan arah bagi pelaksanaan pembangunan agar dapat berjalan dengan efektif, efisien, dan sesuai dengan sasarannya, maka diperlukan adanya kebijakan yang mampu merealisasikan cita-cita dan tujuan tersebut. Salah satu kebijakan yang diambil oleh pemerintah adalah dengan melaksanakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Desentralisasi pada dasarnya terdiri dari desentralisasi politik (political decentralization), desentralisasi administrasi (administrative decentralization), desentralisasi fiskal (fiscal decentralization), dan desentralisasi ekonomi (economic or market decentralization). Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan di daerah, komponen desentralisasi tersebut harus diaktualisasikan secara bersama-sama dan satu dengan lainnya harus saling mendukung.

Tujuan dari pelaksanaan desentralisasi adalah untuk memberikan pelayanan publik yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan publik yang lebih demokratis. Dalam prakteknya, desentralisasi diwujudkan melalui pelimpahan kewenangan dari pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan di bawahnya untuk melakukan pembelanjaan, pemungutan pajak yang menjadi kewenangan daerah, pembentukan Dewan yang dipilih oleh rakyat, serta pemilihan Kepala Daerah. Selain itu, pelaksanaan desentralisasi juga diwujudkan melalui pemberian bantuan dalam bentuk transfer dari Pemerintah Pusat.

Sebagai sebuah proses, pelaksanaan desentralisasi di Indonesia bersifat dinamis yang mulai dilakukan sejak tahun 2001. Namun beberapa perubahan mendasar yang terkait dengan pengelolaan keuangan negara dan keuangan daerah terjadi dalam rentang waktu tahun 2004-2005. Hal ini ditandai dengan terbitnya Undang-undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah sebagai

Page 18: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

I-4

pengganti dari 2 (dua) UU di bidang otonomi daerah dan desentraliasi fiskal yaitu UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Perubahan UU tersebut tidak bisa dilepaskan dari UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Perubahan atas kedua UU dimaksud merupakan amanat TAP MPR Nomor VI/MPR/2002 dan dorongan dari berbagai pihak untuk melakukan penyempurnaan pengaturan hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, khususnya dalam bidang administrasi pemerintahan dan hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Implikasinya adalah bahwa keleluasan dalam penyelenggaraan kewenangan yang didelegasikan kepada daerah, diharapkan secara nyata betul-betul dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah.

Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menyebutkan bahwa Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota memiliki kewenangan mengatur sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan pembantuan; Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh UU ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat; Pemerintah Daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan; susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dengan UU; hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan UU. Sementara itu, kewenangan pemerintah pusat menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 adalah mengenai kewenangan pemerintahan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama. Dengan pembagian kewenangan/fungsi tersebut, pelaksanaan pemerintahan di daerah diselenggarakan atas asas desentralisasi, asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

Pengaturan hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah ditujukan untuk membantu membiayai pelaksanaan fungsi yang menjadi kewenangannya sebagai konsekuensi logis dari adanya pembagian kewenangan/fungsi dimaksud. Pengaturan hubungan keuangan ini harus dilakukan secara lebih adil, proporsional, dan akuntabel sehingga kebutuhan pengeluaran yang akan menjadi tanggung jawab daerah dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan yang ada baik dari dana desentralisasi, maupun dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan. Dengan demikian, dana-dana tersebut secara selaras dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien untuk mendanai kebutuhan pengeluaran yang menjadi kewenangan daerah.

Secara historis, perkembangan era sentralisasi menuju desentralisasi di Indonesia telah melewati beberapa fase yang penuh dengan berbagai kompleksitas permasalahan. Pada mulanya sentralisasi kekuasaan yang cukup dominan dalam sistem pemerintahan di

Page 19: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

I-5

Pendahuluan

Indonesia lebih didasarkan pada argumen untuk menjaga pertumbuhan dan stabilitas ekonomi serta menjadi alasan untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selama 3 (tiga) fase pra otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yaitu pada fase I periode 1945 s.d. 1956, fase II periode 1956 s.d. 1974, dan fase III periode 1974 s.d. 2000, menunjukkan bahwa sistem sentralisasi yang semakin menguat ternyata menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik. Namun pada pertengahan tahun 1997 hingga tahun 2000 Perekonomian Indonesia mengalami masa-masa sulit karena dilanda oleh krisis yang berkepanjangan. Kondisi tersebut berangsur-angsur mulai membaik setelah memasuki era desentralisasi fiskal pada tahun 2001, yang ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan kinerja pengelolaan fiskal di daerah untuk pembiayaan sektor publik yang menjadi kebutuhan masyarakat.

UU 33 Tahun 2004 telah meletakkan perubahan yang fundamental dalam pelaksanaan kebijakan desentralisasi, dari yang semula didominasi oleh Pemerintah Pusat kemudian bergeser dengan memberikan keleluasaan yang lebih besar kepada Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan di Daerah. Dengan dilaksanakannya sistem desentralisasi tersebut, harapan seluruh komponen bangsa tidak hanya ditujukan pada efisiensi alokasi arus barang publik di Daerah, tetapi juga mendekatkan pada pelayanan kepada masyarakat lokal, mendorong demokratisasi, mengakomodasi aspirasi Daerah dan partisipasi masyarakat, serta merekatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Perjalanan sistem demokrasi yang diterapkan di Indonesia dari masa ke masa telah memberikan pelajaran penting bahwa sistem yang sentralisitis dapat berakibat pada inefficiency dan high cost economy dalam penyediaan pelayanan sektor publik dan penyediaan sarana dan prasarana dalam mengembangkan perekonomian dan iklim investasi. Namun begitu pula dengan pelaksanaan desentralisasi yang terlalu berlebihan juga bisa menimbulkan adanya inefficiency dan high cost economy. Dengan demikian diperlukan adanya peran Pemerintah dalam menjaga adanya keseimbangan fiskal antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan keseimbangan fiskal antardaerah.

Kondisi demografis dan geografis Indonesia yang sangat kompleks telah menyulitkan bagi Pemerintah Pusat dalam memberikan pelayanan sampai kepada masyarakat di daerah. Pengalaman membuktikan bahwa pengambilan keputusan yang terlalu sentralistis di bidang pelayanan sektor publik dan pengembangan bisnis dan investasi di Indonesia, memberikan kontribusi terhadap rendahnya akuntabilitas, lambatnya proses pembangunan infrastruktur, menurunnya tingkat pengembalian (rate of return) pada proyek-proyek industri, dan terhambatnya pengembangan investasi di Daerah.

Dengan melakukan ekspansi ekonomi, kebutuhan dan peluang terhadap meningkatnya pelaksanaan desentralisasi menjadi sebuah keharusan. Indonesia telah melakukan periode transisi ekonomi yang cukup cepat. Namun sejalan dengan kecepatan transformasi

Page 20: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

I-6

tersebut Pemerintah Pusat menghadapi kendala dalam implementasinya, baik dari sisi kapasitas keuangan negara maupun dari sisi penataan institusi pengelola keuangan negara. Penerimaan negara dari sumber daya terutama minyak dan gas relatif semakin terbatas, sementara mobilisasi dari pajak masih menghadapi banyak kendala. Akibatnya keuangan negara masih harus ditopang dari pembiayaan melalui pinjaman dalam dan luar negeri. Sementara di sisi lain ketergantungan pemerintah Daerah terhadap dana transfer dari pemerintah pusat (APBN) cenderung semakin meningkat. Namun sejalan dengan makin meningkatnya dana yang ditransfer ke daerah, akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah belum bisa diwujudkan sesuai dengan tuntutan reformasi pengelolaan anggaran.

Untuk itu guna membantu pimpinan daerah dalam memahami kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal agar dapat digunakan sebagai salah satu pedoman dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan disusunlah pelengkap buku pegangan 2008 yang berisi tentang transfer belanja ke daerah, pinjaman dan hibah, pajak daerah dan retribusi daerah, dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan, sistem informasi keuangan daerah, perencanaan dan penganggaran daerah, serta standar pelayanan minimal.

Page 21: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

BAB IIPERENCANAAN DAN

PENGANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH

Page 22: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

II-8

Page 23: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

II-9

BAB IIPERENCANAAN DAN

PENGANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH

2.1. PENDAHULUANSebagaimana telah disebutkan dalam bab terdahulu bahwa tujuan nasional dari pembentukan pemerintahan, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Kemerdekaan yang telah diraih harus dijaga dan diisi dengan pembangunan yang berkeadilan dan demokratis serta dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan. Dengan berlandaskan cita-cita nasional, tujuan nasional, dan tugas pokok setelah kemerdekaan tersebut, serta agar kegiatan pembangunan dapat berjalan dengan efektif, efisien, dan bersasaran maka diperlukan perencanaan dan penganggaran pembangunan. Perencanaan dan penganggaran dalam pembangunan daerah merupakan dua hal yang saling terkait dan harus seimbang. Sebagai alat manajemen, maka perencanaan harus mampu menjadi panduan strategis dalam mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Dalam konteks ini, maka perencanaan juga perlu mempertimbangkan prinsip keterkaitan dan keseimbangan antara perencanaan dan penganggaran.

2.2. KETERKAITAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DAN DAERAH

2.2.1. Perencanaan Pembangunan Nasional Perencanaan pembangunan nasional mencakup penyelenggaraan perencanaan secara makro semua fungsi pemerintahan yang meliputi semua bidang kehidupan secara terpadu dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Perencanaan pembangunan nasional terdiri atas perencanaan pembangunan dari Kementerian/Lembaga dan perencanaan pembangunan dari Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.

Presiden menyelenggarakan dan bertanggung jawab atas perencanaan pembangunan nasional. Dalam menyelenggarakan perencanaan pembangunan nasional tersebut,

Page 24: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

II-10

Presiden dibantu oleh para Menteri. Sementara itu, pimpinan Kementerian/Lembaga menyelenggarakan perencanaan pembangunan sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Gubernur selaku wakil Pemerintah Pusat di daerah mengkoordinasikan pelaksanaan perencanaan tugas-tugas Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.

Perencanaan pembangunan di tingkat nasional meliputi:

a. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional, yang proses penyusunannya dilakukan melalui urutan sebagai berikut:

1) Penyiapan rancangan awal RPJP Nasional

2) Musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) Jangka Panjang Nasional

3) Penyusunan rancangan akhir RPJP Nasional

b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional, yang proses penyusunannya dilakukan melalui urutan sebagai berikut:

1) Penyiapan rancangan awal RPJM Nasional

2) Penyiapan rancangan rencana kerja

3) Musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) Jangka Menengah Nasional

4) Penyusunan rancangan akhir RPJM Nasional

c. Rencana Pembangunan Tahunan Nasional (yang selanjutnya disebut dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Nasional), yang proses penyusunannya dilakukan melalui urutan kegiatan sebagai berikut:

1) Penyiapan rancangan awal RKP Nasional

2) Penyiapan rancangan rencana kerja

3) Musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) Penyusunan RKP Nasional

4) Penyusunan rancangan akhir RKP Nasional

d. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kementerian/Lembaga (yang selanjutnya disebut dengan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra-KL)

e. Rencana Pembangunan Tahunan Kementerian/Lembaga (yang selanjutnya disebut dengan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja-KL).

Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan nasional dilakukan oleh masing-masing pimpinan Kementerian/Lembaga. Para Menteri menghimpun dan menganalisis

Page 25: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

II-11

Perencanaan�dan�Penganggaran�Pembangunan�Daerah

Gam

bar 2

.1

Peny

usun

an R

PJP

Nas

iona

l

S

umbe

r: B

appe

nas,

200

4

Page 26: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

II-12

hasil pemantauan pelaksanaan rencana pembangunan nasional dari masing-masing pimpinan Kementerian/Lembaga sesuai dengan tugas dan kewenangannya.

Pimpinan Kementerian/Lembaga melakukan evaluasi kinerja pelaksanaan rencana pembangunan Kementerian/Lembaga periode sebelumnya. Selanjutnya, Menteri menyusun evaluasi rencana pembangunan berdasarkan hasil evaluasi pimpinan Kementerian/Lembaga. Hasil evaluasi tersebut nantinya akan menjadi bahan bagi penyusunan rencana pembangunan nasional untuk periode berikutnya.

2.2.2. Perencanaan Pembangunan DaerahSistem dan mekanisme perencanaan pembangunan daerah mengikuti sistem dan mekanisme yang tertuang dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Konstruksi sistem perencanaan pembangunan daerah ini disusun dalam era desentralisasi. Sejalan dengan perubahan paradigma perencanaan pembangunan, UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah telah mengakomodasi redesign sistem dan mekanisme perencanaan pembangunan di daerah.

Kepala Daerah menyelenggarakan dan bertanggung jawab atas perencanaan pembangunan daerah di daerahnya. Dalam menyelenggarakan perencanaan pembangunan daerah tersebut, Kepala Daerah dibantu oleh Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Selanjutnya, pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) menyelenggarakan perencanaan pembangunan daerah sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Gubernur menyelenggarakan koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan sinergi perencanaan pembangunan antar Kabupaten/Kota di wilayahnya masing-masing.

Seperti halnya dalam perencanaan pembangunan nasional, perencanaan pembangunan di tingkat daerah meliputi:

a. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah.

Penyusunan RPJP Daerah dilakukan melalui urutan sebagai berikut:

1) Penyiapan rancangan awal RPJP Daerah

2) Musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) Jangka Panjang Daerah

3) Penyusunan rancangan akhir RPJP Daerah

b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah.

Page 27: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

II-13

Perencanaan�dan�Penganggaran�Pembangunan�Daerah

Gam

bar 2

.2

Peny

usun

an R

PJM

Nas

iona

l

Sum

ber:

Bap

pena

s, 2

004

Page 28: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

II-14

RPJM Daerah adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah yang merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional. RPJM Daerah merupakan dokumen perencanaan daerah untuk periode 5 (lima) tahun yang penyusunannya dilakukan melalui urutan:

1) Penyiapan rancangan awal RPJM Daerah

2) Penyiapan rancangan rencana kerja

3) Musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) Jangka Menengah Daerah

4) Penyusunan rancangan akhir RPJM Daerah

c. Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (disebut dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD))

RKPD adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah yang merupakan penjabaran dari RPJM Daerah dan disusun mengacu pada RKP Nasional. RKPD merupakan dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun. Penyusunan RKP Daerah dilakukan melalui urutan kegiatan:

1) Penyiapan rancangan awal RKP Daerah

2) Penyiapan rancangan rencana kerja

3) Musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) Penyusunan RKP Daerah.

4) Penyusunan rancangan akhir RKP Daerah

d. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Satuan Kerja Perangkat Daerah (selanjutnya disebut dengan Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Rentra-SKPD))

e. Rencana Pembangunan Tahunan Satuan Kerja Perangkat Daerah (selanjutnya disebut dengan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD)

Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan daerah dilakukan oleh masing-masing pimpinan SKPD. Kepala Bappeda menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana pembangunan dari masing-masing pimpinan SKPD sesuai dengan tugas dan kewenangannya.

Kepala SKPD melakukan evaluasi kinerja pelaksanaan rencana pembangunan SKPD periode sebelumnya. Kepala Bappeda menyusun evaluasi rencana pembangunan daerah berdasarkan hasil evaluasi pimpinan SKPD. Hasil evaluasi menjadi bahan bagi penyusunan rencana pembangunan daerah untuk periode berikutnya.

Page 29: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

II-15

Perencanaan�dan�Penganggaran�Pembangunan�Daerah

Gam

bar 2

.3

Peny

usun

an R

KP N

asio

nal

Sum

ber:

Bap

pena

s, 2

004

Page 30: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

II-16

Gambar 2.4.

Penyusunan RPJM Daerah dan Renstra SKPD

Sumber: Bappenas, 2004

Page 31: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

II-17

Perencanaan�dan�Penganggaran�Pembangunan�Daerah

Tabel 2.1

Kedudukan Dokumen Perencanaan Nasional dan Daerah

Dokumen Nasional Daerah

RPJP (20�tahun)

Penjabaran�tujuan�nasional�sesuai�dengan�Pembukaan�UUD�Negara�Kesatuan�Republik�Indonesia�tahun�1945

RPJP�Daerah�mengacu�pada�RPJP�Nasional

RPJM (5�tahun)

Berpedoman�pada�RPJP�Nasional

RPJM�Daerah�berpedoman�pada�RPJP�Daerah�dan�memperhatikan�RPJM�Nasional

Renstra (5�tahun)

Renstra�KL:�Berpedoman�pada�RPJM�Nasional

Renstra�SKPD:�Berpedoman�pada�RPJM�Daerah

RKP (1�tahun)

RKP�Nasional�merupakan�penjabaran�dari�RPJM�Nasional

RKP�Daerah�merupakan�penjabaran�dari�RPJM�Daerah�dan�mengacu�pada�RKP�Nasional

Renja�(1�tahun)

Renja�KL:�Berpedoman�pada�Renstra-KL�dan�mengacu�pada�prioritas�pembangunan�nasional�dan�pagu�indikatif

Renja-SKPD:�Berpedoman�pada�Renstra-SKPD�dan�mengacu�pada�RKP�Daerah

Sumber: UU No. 25 Tahun 2004

Tabel 2.2

Muatan Dokumen Perencanaan Nasional dan Daerah

Dokumen Nasional Daerah

RPJP�(20�tahun)

Penjabaran�Tujuan�Nasional�ke�dalam:-� Visi�dan�Penjabarannya;-� Misi;-� Arah�Pembangunan�Nasional:

-� �Kewilayahan-� �Sarana�–�Prasarana-� �Bidang�Kehidupan

Mengacu�kepada�RPJP�Nasional,�dan�memuat:-� Visi�dan�Penjabarannya;-� Misi;-� Arah�Pembangunan�Daerah:

-� �Kewilayahan-� �Sarana�–�Prasarana-� �Urusan�Wajib-� �Urusan�Pilihan

RPJM(5�tahun)

Penjabaran�Visi,�Misi,�Program�Presiden,��berpedoman�pada�RPJM�Nasional,�dan�memuat:-� Strategi�Pembangunan�

Nasional-� Kebijakan�Umum-� Kerangka�Ekonomi�Makro�

Penjabaran�Visi,�Misi,�Program�Kepala�Daerah,�berpedoman�pada�RPJP�Daerah,�memperhatikan�RPJM�Nasional,�dan�memuat:-� Strategi�Pembangunan�

Daerah

Page 32: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

II-18

Dokumen Nasional Daerah

-� Program�Kementerian,�Lintas�Kementerian,�Kewilayahan�dan�Lintas�Kewilayahan�yang�memuat�kegiatan�pokok�dalam�kerangka�regulasi�dan�kerangka�anggaran

-� Kebijakan�Umum-� Arah�Kebijakan�Keuangan�

Daerah-� Program-program�SKPD,�

Lintas�SKPD,�Kewilayahan,�dan�Lintas�Kewilayahan�yang�memuat�kegiatan�pokok�dalam�kerangka�regulasi�dan�kerangka�anggaran

Renstra(5�tahun)

Renstra�KL�berpedoman�pada�RPJM�Nasional�dan�memuat:visi,�misi,�tujuan,�strategi,�kebijakan,�program,�dan�kegiatan�indikatif�pembangunan�sesuai�dengan�tugas�dan�fungsi�Kementerian/Lembaga

Renstra�SKPD�berpedoman�pada�RPJM�Daerah�dan�memuat:visi,�misi,�tujuan,�strategi,�kebijakan,�program,�dan�kegiatan�indikatif�pembangunan�sesuai�dengan�tugas�dan�fungsi�SKPD

RKP(1�tahun)

RKP�Nasional�merupakan�penjabaran�RPJM�Nasional,�dan�memuat:-� Prioritas�Pembangunan�

Nasional-� Rancangan�Kerangka�

Ekonomi�Makro�Nasional-� Arah�Kebijakan�Fiskal

RKP�Daerah�merupakan�penjabaran�dari�RPJM�Daerah,�mengacu�pada�RKP�Nasional,�dan�memuat:-� Prioritas�Pembangunan�

Daerah-� Rancangan�Kerangka�

Ekonomi�Makro�Daerah

-� Program�Kementerian/Lembaga,�Lintas�Kementerian/Lembaga,�Kewilayahan,�dan�Lintas�Kewilayahan�yang�memuat�kegiatan�dalam�kerangka�regulasi�dan�kerangka�anggaran

-� Arah�Kebijakan�Fiskal-� Program�SKPD,�Lintas�SKPD,�

Kewilayahan,�dan�Lintas�Kewilayahan�yang�memuat�kegiatan�dalam�kerangka�regulasi�dan�kerangka�anggaran�

Renja(1�tahun)

Renja�KL�merupakan�penjabaran�dari�Renstra�KL,�dan�memuat:kebijakan,�program,�dan�kegiatan�pembangunan,�baik�yang�dilaksanakan�oleh�Pemerintah�maupun�yang�ditempuh�dengan�mendorong�partisipasi�masyarakat.

Renja�SKPD�merupakan�penjabaran�dari�Renstra�RKPD,�dan�memuat:kebijakan,�program,�dan�kegiatan�pembangunan,�baik�yang�dilaksanakan�oleh�Pemerintah�Daerah�maupun�yang�ditempuh�dengan�mendorong�partisipasi�masyarakat

Sumber: UU No. 25 Tahun 2004

Page 33: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

II-19

Perencanaan�dan�Penganggaran�Pembangunan�Daerah

2.2.3. Sinkronisasi antara Perencanaan Pembangunan Nasional dan DaerahKeterkaitan antara perencanaan pembangunan nasional dan daerah terdapat pada setiap tingkatan perencanaan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP), dikemukakan bahwa:

a. Penegasan cakupan isi proses top-down dan bottom up. Proses top-down (atas-bawah) merupakan langkah-langkah penyampaian batasan umum oleh Pemerintah Pusat kepada Kementerian/Lembaga tentang penyusunan rencana kerja. Batasan umum ini mencakup prioritas pembangunan nasional dan pagu indikatif. Dalam batasan ini, Kementerian/Lembaga diberi keleluasaan untuk merancang kegiatan-kegiatan pembangunan demi pencapaian sasaran pembangunan nasional yang telah disepakati. Rancangan ini disampaikan kembali ke Pemerintah Pusat, dan untuk selanjutnya diserasikan secara nasional. Inilah inti dari proses bottom-up (bawah-atas).

b. Sebagai tindak lanjut kebijakan desentralisasi, maka kegiatan Pemerintah Pusat di daerah menjadi salah satu perhatian utama. Tujuan yang ingin dicapai adalah agar kegiatan Pemerintah Pusat di daerah terdistribusi secara adil dan dapat menciptakan sinergitas secara nasional. Untuk mencapai tujuan ini maka dalam rangka penyusunan RKP dilaksanakan musyawarah perencanaan baik antar Kementerian/Lembaga maupun antara Kementerian/Lembaga dengan Pemerintah Daerah Provinsi.

Pemberian kewenangan yang luas kepada daerah memerlukan koordinasi dan pengaturan untuk lebih mengharmoniskan dan menyelaraskan pembangunan, baik pembangunan nasional, pembangunan daerah, maupun pembangunan antar daerah. Keserasian hubungan dalam pengelolaan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah berarti bahwa pengelolaan bagian urusan Pemerintah yang dikerjakan oleh tingkat pemerintahan yang berbeda, bersifat saling berhubungan (inter-koneksi), saling tergantung (inter-dependensi), dan saling mendukung sebagai satu kesatuan sistem dengan memperhatikan cakupan kemanfaatan.

Hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam aspek perencanaan tercermin dalam hubungan antar berbagai dokumen perencanaan antara pusat dan daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) yang diatur dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). gambar 2.5. berikut menggambarkan hubungan tersebut:

Page 34: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

II-20

Gambar 2.5

Hubungan Antar Berbagai Dokumen Perencanaan

(Menurut UU No. 25 Tahun 2004)

Perencanaan yang sinergis dan harmonis dalam penyusunannya dapat diperoleh dengan proses:

a. Pendekatan politik. Hal ini dikarenakan rakyat dipandang memilih Presiden/Kepala Daerah berdasarkan program-program pembangunan yang ditawarkan sehingga perencanaan pembangunan merupakan penjabaran dari agenda-agenda pembangunan yang ditawarkan Presiden/Kepala Daerah pada saat kampanye ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).

b. Pendekatan teknokratik. Yaitu bahwa perencanaan dilaksanakan dengan menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja yang secara fungsional bertugas untuk hal tersebut.

c. Pendekatan partisipatif. Yaitu bahwa perencanaan dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan. Pelibatan mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan mencipatakan rasa saling memiliki.

d. Pendekatan atas-bawah (top-down) dan bawah-atas (bottom-up). Pendekatan ini dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil proses atas-bawah dan

Page 35: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

II-21

Perencanaan�dan�Penganggaran�Pembangunan�Daerah

bawah-atas diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan baik di tingkat Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa/Kelurahan.

Perencanaan pembangunan nasional yang mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan akan menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi Pemerintah, maupun antara pusat dan daerah. Selain itu, juga menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan melalui optimalisasi peran masyarakat dengan tidak meninggalkan prinsip-prinsip dasar dan etika perencanaan yang dapat mempergunakan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa langkah-langkah atau tahapan dalam perencanaan pembangunan, baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, dilakukan melalui beberapa tahapan dari penyusunan rencana sampai rancangan lengkap yang siap untuk ditetapkan, yaitu:

a. Penyiapan rancangan rencana pembangunan yang bersifat teknokratik, menyeluruh, dan terukur;

b. Masing-masing instansi pemerintah menyiapkan rancangan rencana kerja dengan berpedoman pada rancangan rencana pembangunan yang telah disiapkan;

c. Melibatkan masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan masing-masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah perencanaan pembangunan; dan

d. Penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.

2.3. PENGANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH

2.3.1. Keterkaitan Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan DaerahPerencanaan dan penganggaran merupakan dua hal yang saling terkait dan harus seimbang. Sebagai alat manajemen, maka perencanaan harus mampu menjadi panduan strategis dalam mewujudkan tujuan yang akan dicapai. Dalam konteks ini, maka perencanaan juga perlu mempertimbangkan prinsip keterkaitan dan keseimbangan antara perencanaan dan penganggaran. Keduanya merupakan dua hal yang sangat diperlukan untuk mengelola pembangunan daerah secara efisien dan efektif. Hasil yang terbaik akan dicapai apabila terhadap keduanya diberikan perhatian yang seimbang, penganggaran selayaknya tidak mendikte proses perencanaan, dan sebaliknya perencanaan perlu mempertimbangkan ketersediaan dana dan kelayakan ekonomi agar realistis.

Page 36: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

II-22

Perencanaan penganggaran pada umumnya melibatkan kegiatan review kinerja anggaran pada tahun sebelumnya, pertimbangan kepada rencana strategis dan operasional tahunan serta prakarsa yang mungkin ditempuh untuk mengefektifkan pendapatan dan belanja melalui identifikasi sumber-sumber pembiayaan.

Gambar 2.6

Posisi Penganggaran dalam Proses Perencanaan Daerah

sumber: Depdagri, 2004

Dalam proses penyusunan anggaran setidaknya memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Penganggaran dikaitkan dengan tujuan dan sasaran strategis;

b. Terdapat kebijakan dan prioritas alokasi belanja;

Page 37: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

II-23

Perencanaan�dan�Penganggaran�Pembangunan�Daerah

c. Terdapat anggaran program dan anggaran modal investasi;

d. Terdapat proses review dan pemantauan pendapatan, dan belanja sepanjang tahun anggaran;

e. Terlaksana keterlibatan stakeholders dalam proses pengambilan keputusan;

f. Terdapat tujuan program yang jelas;

g. Terdapat standar pelayanan yang jelas;

h. Terdapat indikator kinerja yang disepakati untuk mengukur kinerja program/ kegiatan;

i. Terdapat perkiraan dan proyeksi pendapatan dan belanja yang akurat;

j. Terdapat pemantauan, kontrol, dan evaluasi anggaran;

k. Terdapat tranparansi dan akuntabilitas; dan

l. Menggunakan semua sumber-sumber pembiayaan.

Aspek penganggaran merupakan lanjutan dari aspek perencanaan. Melalui Musrenbang Nasional aspek perencanaan dan penganggaran dalam setiap level pemerintahan disinergikan. Mekanisme penganggaran, baik di tingkatan pusat maupun daerah diatur melalui UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Gambar 2.7

Alur Perencanaan dan Penganggaran Nasional dan Daerah

(Menurut UU No. 25 Tahun 2004 dan UU No. 17 Tahun 2003)

Page 38: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

II-24

2.3.2. Hubungan Keuangan antara Pusat dan DaerahHubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tercermin dalam pembagian kewenangan, tugas, dan tanggung jawab yang jelas antar tingkat pemerintahan, seperti yang diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004. Dengan demikian prinsip yang digunakan adalah money follows functions, artinya bahwa besarnya distribusi keuangan didasarkan oleh distribusi kewenangan, tugas, dan tanggung jawab yang telah ditentukan terlebih dahulu. Sehingga secara umum, hubungan antara pusat dan daerah tercermin dalam aspek perencanaan (planning) dan penganggaran (budgeting) untuk semua aktivitas di setiap level pemerintahan sesuai dengan kewenangan, tugas, dan tanggung jawabnya masing-masing.

Pengaturan hubungan keuangan pusat dan daerah berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 didasarkan atas 4 (empat) prinsip, yaitu:

a. Urusan yang merupakan tugas Pemerintah Pusat di daerah dalam rangka dekonsentrasi dibiayai dari dan atas beban APBN;

b. Urusan yang merupakan tugas Pemda sendiri dalam rangka desentralisasi dibiayai dari dan atas beban APBD;

c. Urusan yang merupakan tugas Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya, yang dilaksanakan dalam rangka Tugas Pembantuan, dibiayai oleh Pemerintah Pusat atas beban APBN atau oleh Pemerintah Daerah tingkat atasnya atas beban APBD-nya sebagai pihak yang menugaskan; dan

d. Sepanjang potensi sumber-sumber keuangan daerah belum mencukupi, Pemerintah Pusat memberikan sejumlah bantuan.

2.3.3. Anggaran Pendapatan dan Belanja DaerahBerdasarkan UU No. 17 Tahun 2003, disebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). APBD terdiri atas pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah. Pendapatan daerah merupakan hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Pendapatan daerah berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan (DP), dan Lain-lain Pendapatan yang Sah (LPS). Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan oleh kepala/pimpinan satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD dan kepala/pimpinan SKPD selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah.

Page 39: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

II-25

Perencanaan�dan�Penganggaran�Pembangunan�Daerah

Gambar 2.8.

Kerangka Hubungan Antara Pusat dan Daerah

Sumber: Kuncoro, 2004

Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah, pejabat pengelola keuangan daerah mempunyai tugas:

a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD;

b. Menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD;

c. Melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda);

d. Melaksanakan fungsi bendahara umum daerah; dan

e. Menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

Sedangkan kepala/pimpinan SKPD selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah mempunyai tugas sebagai berikut:

a. Menyusun anggaran SKPD yang dipimpinnya;

b. Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;

c. Melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya;

Page 40: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

II-26

d. Melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;

e. Mengelola utang piutang daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya;

f. Mengelola barang milik/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya; dan

g. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang dipimpinnya.

Sesuai dengan PP No. 58 Tahun 2005, Sekretaris Daerah bertugas selaku Kordinator Pengelolaan Keuangan Daerah. Adapun tugas Sekretaris Daerah sesuai Pasal 5 ayat (4) adalah melakukan kordinasi di bidang:

a. Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan APBD;

b. Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan barang daerah;

c. Penyusunan rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD;

d. Penyusunan Raperda APBD, Perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD;

e. Tugas-tugas pejabat perencana daerah, PPKD, dan pejabat pengawas keuangan daerah; dan

f. Penyusunan laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

Kordinator pengelolaan keuangan daerah juga mempunyai tugas:

a. Memimpin tim anggaran pemerintah daerah;

b. Menyiapkan pediman pelaksanaan APBD;

c. Menyiapkan pedoman pengelolaan barang daerah;

d. Memberikan persetujuan pengesahan DPA-SKPD; dan

e. Melaksanakan tugas-tugas kordinasi pengelolaan keuangan daerah lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah.

Page 41: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

II-27

Perencanaan�dan�Penganggaran�Pembangunan�Daerah

2.4. PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH

2.4.1. Partisipasi Publik Dalam Perencanaan Dan Penganggaran Pembangunan DaerahPartisipasi masyarakat menjadi kata kunci sehari-hari dalam kehidupan masyarakat pembangunan. Parsipasi pada intinya adalah emansipasi/pelibatan masyarakat. Secara harfiah, partisipasi berarti “turut berperan serta dalam suatu kegiatan”, “keikutsertaan atau peran serta dalam suatu kegiatan”, “peran serta aktif atau proaktif dalam suatu kegiatan”. Partisipasi dapat juga didefinisikan secara luas sebagai “bentuk keterlibatan masyarakat secara aktif dan sukarela, baik karena alasan-alasan dari dalam dirinya sendiri (intrinsik) maupun dari luar dirinya (ekstrinsik) dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan” (Depdagri, 2004).

Manfaat yang diperoleh dari perencanaan dan penganggaran partisipatif antara lain:

a. Meningkatkan keefisienan dan keefektifitasan dalam menjalin kemitraan untuk memberdayakan kapasitas, memperluas ruang lingkup, meningkatkan ketepatan kelompok sasaran, keberlanjutan, pemeberdayaan kelompok marginal, dan meningkatkan akuntabilitas;

b. Meningkatkan efektifitas dan mengoptimalkan proses perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah, terutama untuk meningkatkan konsistensi dan sinkronisasi kebijakan, pencapaian tujuan, sasaran, program, dan kegiatan di antara dokumen rencana di daerah;

c. Media untuk menghasilkan kesepakatan dan komitmen di antara pelaku pembangunan atas isu strategis, program, kegiatan, dan anggaran pembangunan tahunan daerah sebagai bahan integral dari rencana jangka menengah dan strategi pembangunan nasional dan daerah;

d. Penyusunan rencana dapat melakukan seleksi prioritas usulan program/kegiatan dan alokasi anggaran pembangunan yang jelas dijabarkan berdasarkan rencana jangka panjang dan strategis; dan

e. Partisipasi masyarakat akan mendukung keberhasilan dari pelaksanaan seluruh kebijakan yang dibuat mengingat para stakeholders perencanaan memiliki kegiatan/program yang dilaksanakan dan mendapatkan legitimasi dari masyarakat. Dalam hal ini, kemauan politik (political will) dari Pemerintah Daerah mutlak diperlukan.

Page 42: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

II-28

2.4.2. Mekanisme Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Daerah Pola koordinasi perencanaan dan penganggaran pembangunan adalah upaya yang harus dilakukan secara terus menerus, karena dengan koordinasi dapat dilakukan sinergi dan efisiensi penggunaan dan pengalokasian sumber daya. Koordinasi perencanaan pembangunan perlu dilakukan, baik secara vertikal maupun horizontal, tergantung dari permasalahan yang dihadapi atau keperluannya.

Mekanisme pelaksanaan forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) secara jelas diterangkan dalam Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri No. 050/987/53 Tahun 2003 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan Provinsi, Kabupaten, dan Kota, Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri No. 1354/M.PPN/03/2004050/744/SJ Tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Forum Musrenbang dan Perencanaan Partisipatif Daerah, Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri No. 0295/M.PPN/1/2005.050/166/SJ tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Musrenbang Tahun 2005, dan Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri No. 0008/M.PPN/01/2007.050/264A/SJ Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan pembangunan Tahun 2007.

Pada tingkatan daerah, koordinasi perencanaan pembangunan secara vertikal dan horizontal telah dilakukan secara rutin, yaitu dalam forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Desa/Kelurahan, Temu Karya LKMD–Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP), Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Kabupaten/Kota, dan Musrenbang Provinsi. Pada tingkatan nasional, Musrenbang Pusat dan Murenbang Nasional merupakan forum koordinasi perencanaan pembangunan secara horizontal antar Kementerian/Lembaga pemerintah secara vertikal yang ditujukan untuk mempertemukan aspirasi pusat dan daerah serta perencanaan lintas sektoral/wilayah sehingga program-program pembangunan yang dibiayai dengan APBN dan yang akan dilaksanakan oleh instansi-instansi pusat akan sesuai dengan kepentingan daerah.

Pada dasarnya pola dan mekanisme sinkronisasi perencanaan dan penganggaran pembangunan antara pusat dan daerah dilakukan melalui Musrenbang, yaitu forum antar pelaku dalam rangka menyusun rencana pembangunan nasional dan rencana pembangunan daerah.

Musrenbang sebagai media koordinasi antar pelaku dalam penyusunan perencanaan dan penganggaran pembangunan dilaksanakan dengan tujuan untuk:

Page 43: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

II-29

Perencanaan�dan�Penganggaran�Pembangunan�Daerah

a. Mengoptimalkan dan mengefektifkan proses koordinasi perencanaan dan pengendalian pembangunan nasional;

b. Mengefektifkan pemanfaatan sumber daya nasional yang ada untuk mensinergikan upaya-upaya perubahan sosial yang diinginkan secara berkelanjutan;

c. Mensinergikan pembangunan antar sektor dan antar daerah untuk mencapai tujuan dan sasaran nasional; dan

d. Menjamin pelaksanaan pembangunan nasional yang lebih mantap dan berkesinambungan.

Sejalan dengan pelaksanaan prinsip-prinsip sinkronisasi dan sinergitas perencanaan dan pengangaran pembangunan antara pusat dan daerah, maka target koordinasi perencanaan dan pengangaran pembangunan di era desentralisasi diharapkan menghasilkan perencanaan yang memperhatikan hal-hal berikut:

a. Terwujudnya komunikasi dan konsultasi yang efektif di antara para pelaku pembangunan;

b. Pengembangan komitmen, konsensus, dan kesepakatan dalam forum koordinasi yang didorong untuk menghasilkan konsensus tentang penanganan isu-isu strategis dan menghasilkan kesepakatan dan komitmen di antara para pelaku pembangunan untuk mengimplementasikan usulan-usulan;

c. Peningkatan keterlibatan para pelaku dalam pengambilan keputusan;

d. Memadukan dan mempertemukan berbagai alur perencanaan, baik yang bersifat horizontal (seperti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Strategis), maupun vertikal (seperti RPJP, RPJM, Renstra KL, Renstra-SKPD); dan

e. Wadah mediasi untuk mengatasi berbagai konflik kepentingan antara para pelaku pembangunan untuk menghasilkan solusi yang optimal.

Koordinasi perencanaan pembangunan diselenggarakan pada setiap tahun anggaran. Pemerintah menyelenggarakan koordinasi perencanaan dan penganggaran pembangunan, yang antara lain melalui:

a. Rapat koordinasi perencanaan pembangunan tingkat Desa/Kelurahan (Musrenbang Desa/Kelurahan)

Musrenbang Desa/Kelurahan adalah forum musyawarah tahunan yang dilaksanakan secara partisipatif oleh para pemangku kepentingan (stakeholders) desa/kelurahan (pihak yang berkepentingan untuk mengatasi permasalahan desa/kelurahan dan

Page 44: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

II-30

pihak yang akan terkena dampak hasil musyawarah) untuk menyepakati rencana kegiatan tahun anggaran berikutnya.

b. Rapat koordinasi perencanaan pembangunan tingkat Kecamatan (Musrenbang Kecamatan)

Musrenbang Kecamatan adalah forum musyawarah tahunan para pemangku kepentingan ditingkat kecamatan untuk mendapatkan masukan kegiatan prioritas dari desa/kelurahan serta menyepakati rencana kegiatan lintas desa/kelurahan di kecamatan yang bersangkutan sebagai dasar penyusunan Rencana Kerja Kecamatan dan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah kabupaten/kota pada tahun berikutnya.

c. Rapat koordinasi perencanaan pembangunan tingkat Kabupaten/Kota (Musrenbang Kabupaten/Kota);

Musrenbang Kabupaten/Kota adalah musyawarah stakeholders Kabupaten/Kota untuk mematangkan rancangan RKPD Kabupaten/Kota berdasarkan Renja-SKPD hasil Forum SKPD dengan cara meninjau keserasian antara rancangan Renja-SKPD yang hasilnya digunakan untuk pemutakhiran Rancangan RKPD. Musrenbang Kabupaten/Kota diselenggarakan secara berurutan mulai dari pelaksanaan Pra Musrenbang, pelaksanaan Musrenbang, dan Pasca Musrenbang. Maksud diselenggarakannya Musrenbang Kabupaten/Kota adalah menjadi media utama konsultasi publik bagi segenap pelaku pembangunan (stakeholders) daerah untuk menetapkan program dan kegiatan daerah serta rekomendasi kebijakan guna mendukung implementasi program/kegiatan tahun anggaran berikutnya.

d. Rapat koordinasi perencanaan pembangunan tingkat Pusat (Musrenbangpus);

Musrenbang Tingkat Pusat (Musrenbangpus) adalah forum musyawarah perencanaan pembangunan yang diselenggarakan setiap tahun di tingkat Pusat dalam rangka membahas rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan rancangan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja-KL) untuk tahun anggaran berikutnya dengan mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional yang sedang berlaku.

e. Rapat koordinasi perencanaan pembangunan tingkat Provinsi, baik dalam fungsi Provinsi sebagai daerah otonom maupun sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah (Musrenbang Provinsi);

Musrenbang Provinsi adalah forum musyawarah pemangku kepentingan di tingkat Provinsi untuk:

Page 45: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

II-31

Perencanaan�dan�Penganggaran�Pembangunan�Daerah

1) mematangkan rancangan RKPD Provinsi berdasarkan Renja-SKPD yang dihasilkan melalui Forum SKPD, dengan cara menyerasikan substansi antar rancangan Renja masing-masing SKPD yang hasilnya digunakan untuk pemutakhiran Rancangan RKPD Provinsi.

2) menyerasikan RKPD Provinsi dan RKPD Kabupaten /Kota dengan Rancangan Renja-KL dan RKP, khususnya dalam kegiatan tugas pembantuan, dekonsentrasi.

Hasil Musrenbang Provinsi selanjutnya disampaikan oleh Gubernur kepada:

1) Menteri Keuangan.

2) Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas.

3) Menteri Dalam Negeri.

4) Kepala Lembaga Pemerintah Non-Departemen.

f. Rapat koordinasi perencanaan pembangunan tingkat nasional (Musrenbangnas);

Musrenbang Nasional merupakan forum musyawarah perencanaan pembangunan di tingkat nasional dan merupakan tahapan akhir dari keseluruhan rangkaian forum Musrenbang dan berfungsi sebagai media untuk menyempurnakan rancangan akhir RKP dan Renja-KL.

g. Rapat koordinasi regional pembangunan (apabila diperlukan).

Penyelenggaraan rapat koordinasi perencanaan pembangunan tersebut diselenggarakan setiap tahun dengan urutan dan jadwal yang masih ditetapkan oleh Pemerintah Pusat melalui Surat Edaran Bersama (SEB) antara Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri. Musrenbang tahun 2007 diselenggarakan sesuai jadwal sebagai berikut:

a. Musrenbang Desa/Kelurahan dilaksanakan pada bulan Januari 2007;

b. Musrenbang Kecamatan dilaksanakan bulan Februari 2007 sebelum Musrenbang Kabupaten dan Kota;

c. Musrenbang Kabupaten/Kota dilaksanakan pada bulan Maret 2007;

d. Rapat Koordinasi Pusat (Rakorpus) RKP Tahun 2008 dilaksanakan pada akhir bulan Februari 2007;

e. Musrenbang Provinsi dilaksanakan pada bulan April 2007, setelah penyelenggaraan Musrenbang Kabupaten/Kota dan penyelenggaraan Rakorpus RKP Tahun 2008;

Page 46: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

II-32

f. Musrenbang Nasional (Musrenbangnas) dilaksanakan pada akhir bulan April 2007, setelah penyelenggaraan Musrenbang Provinsi.

2.5. PENUTUPPerencanaan dan penganggaran dalam pembangunan daerah diperlukan agar pembangunan daerah dapat berjalan dengan efisien, efektif, tepat pada sasaran, dan berkelanjutan dengan mamanfaatkan sumber daya yang ada secara optimal. Pembangunan daerah juga harus dapat berjalan dengan sinergi, terintegrasi, dan terpadu, baik antar wilayah, antar sektor, maupun antar tingkat pemerintahan.

Koordinasi dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah, baik yang bersifat horizontal maupun vertikal, dilakukan melalui mekanisme Musrenbang. Dalam Musrenbang, pelibatan seluruh stakeholders dan partisipasi publik adalah kunci utama dalam upaya mengefektifkan dan mengoptimalkan proses perencanaan dan penganggaran dalam pembangunan daerah.

Pola dan mekanisme koordinasi dalam proses penyusunan dokumen perencanaan dan penyelenggaraan musrenbang dalam bab ini masih didasarkan pada surat edaran bersama (seb) menteri negara perencanaan pembangunan nasional/kepala bappenas dan menteri dalam negeri no. 0008/m.ppn/01/2007.050/264a/sj tahun 2007 tentang petunjuk teknis penyelenggaraan musyawarah perencanaan pembangunan tahun 2007. Hal tersebut dikarenakan sampai bab ini selesai disusun, peraturan pemerintah (pp) yang secara khusus mengatur tentang tata-cara penyusunan dokumen perencanaan dan penyelenggaraan musrenbang belum terbit. Sehingga, apabila pp yang dimaksud terbit atau terdapat seb antara menteri negara perencanaan pembangunan nasional/kepala bappenas dan menteri dalam negeri tentang petunjuk teknis yang baru, maka pola dan mekanisme koordinasi dalam proses penyusunan dokumen perencanaan dan penyelenggaraan musrenbang juga akan berubah sesuai dengan pp yang dimaksud atau seb yang baru tersebut.

Page 47: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

BAB III TRANSFER KE DAERAH

Page 48: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

III-34

Page 49: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

III-35

Transfer�ke�Daerah

BAB III TRANSFER KE DAERAH

3.1. PENDAHULUANTerminologi dan nomenklatur Belanja Ke Daerah yang selama ini digunakan dalam APBN sampai dengan tahun 2007, mulai tahun 2008 nomenklaturnya disesuaikan menjadi Transfer ke Daerah. Inovasi terbaru tersebut sekaligus menjawab adanya tuntutan Good Corporate Governance melalui efisiensi dan efektifitas birokrasi serta transparansi dan akuntabilitas keuangan pemerintahan Pusat dan Daerah yang lebih baik. Di samping itu adanya perkembangan terkini dalam hal percepatan pembangunan dan peningkatan pertumbuhan ekonomi di daerah, maka berbagai pertimbangan strategis Pemerintah untuk mempercepat tingkat penyerapan dana Transfer ke Daerah tersebut menjadi isu yang penting.

Untuk itu, Pemerintah berupaya terus melakukan pembenahan dan peningkatan (continuous improvement) kualitas pengelolaan anggaran yang didesentralisasikan ke daerah yang antara lain melalui perbaikan desain (redesign) mekanisme penyaluran yang selama ini agak rancu mengenai pemahaman adanya perbedaan antara terminologi Transfer ke Daerah dengan Belanja ke Daerah. Hal ini dapat diketahui dengan adanya perbedaan pola pandang terhadap pengelolaan anggaran terkait hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta interpretasi atas UU Nomor 17 Tahun 2003 dengan UU Nomor 33 Tahun 2004. Adapun mekanisme pelaksanaan anggaran dan pola penyaluran yang berlangsung sampai dengan tahun 2007 adalah sebagai berikut :

- Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna (PA/KPA) diarahkan kepada daerah penerima dan pengguna alokasi, sehingga sampai dengan tahun 2007 pemerintah daerah diperlakukan sebagai KPA yang menerbitkan SPM dan mengajukannya kepada KPPN setempat;

- Proses penerbitan SPM dan dokumen anggaran lainnya yang tersebar di 467 daerah dan diajukan kepada 178 KPPN untuk diterbitkan SP2D dapat menimbulkan dampak high cost baik dari sisi birokrasi maupun jumlah dokumen yang diterbitkan;

- Pada tahap selanjutnya, karena demikian luasnya cakupan daerah dan banyaknya jumlah dokumen yang harus ditangani, maka berimplikasi pada sulitnya untuk mendorong terhadap penyelesaian Laporan Realisasi Transfer ke Daerah yang lebih tepat waktu dan tepat sasaran;

Page 50: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

III-36

- Dalam hal penyusunan dan pertanggungjawaban anggaran klasifikasi pengeluarannya disamakan dengan belanja.

- Implikasi akhir dari kondisi di atas, dapat berpengaruh terhadap sulitnya daerah untuk memenuhi percepatan penetapan & pelaksanaan APBD sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan peraturan perundangan

Di sisi lain, dalam rangka pelaksanaan dan pertanggungjawaban dana-dana yang dialokasikan dari APBN ke APBD, pola penyaluran yang tersebar dan tidak terintegrasi secara terpusat akan menyulitkan Pemerintah dalam melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penggunaan dana-dana tersebut di daerah. Untuk itu, kelengkapan laporan pertanggungjawaban serta kebutuhan secara absolut akan dokumen sumber untuk penyusunan laporan realisasi transfer tersebut menjadi hal penting. Kondisi tersebut memerlukan adanya kepastian tersedianya dokumen sumber untuk keperluan penyusunan Laporan Realisasi Transfer secara cepat, lengkap, dan akurat, yang belum dapat dipenuhi sampai dengan tahun 2007 apabila dokumen sumber berupa SPM tersebar di 484 KPA/daerah dan SP2D terpencar di 178 KPPN.

Untuk mengatasi permasalahan di atas, maka perlu dilakukan dan penyempurnaan dan penyelarasan mekanisme dan pertanggungjawaban transfer ke daerah sesuai ketentuan perundangan yang berlaku, antara lain pertama, melalui positioning PA/KPA yang semula dipahami ada di pemerintah daerah maka diselaraskan bahwa Pengguna Anggaran Transfer adalah Menteri Keuangan. Kedua, melakukan perubahan nomenklatur Belanja Ke Daerah menjadi Transfer Ke Daerah dalam I-Account APBN 2008 dan telah ditetapkan melalui PMK Nomor 91 Tahun 2007 tentang Bagan Akun Standar. Ketiga, mewujudkan amanat Pasal 6 UU nomor 17 Th 2003 bahwa kekuasaan keuangan daerah oleh Presiden diserahkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota. Keempat, Pemindahbukuan dari Rek Kas Negara (BUN) ke Rekening Kas Daerah (BUD) dalam rangka cash flow management. Dengan demikian, kebutuhan secara absolut akan dokumen sumber untuk penyusunan laporan realisasi transfer dapat teratasi apabila penyalurannya terintegrasi secara terpusat melalui mekanisme transfer.

Manfaat yang cukup signifikan dengan adanya penerapan mekanisme Transfer ke Daerah selain dapat mendorong percepatan penyusunan, penetapan, dan pelaksanaan APBD juga dapat meningkatkan efisiensi di semua lini dan proses pelaksanaan dan pertanggungjawaban Transfer ke Daerah. Efisiensi tersebut mencakup efisiensi birokrasi yang harus dilalui, efisiensi anggaran dari biaya yang ditimbulkan, SDM yang dibutuhkan lebih minimal, efisiensi waktu lebih cepat karena langsung ditransfer dari Rekening Kas Negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD), efisiensi Sistem Informasi Keuangan Daerah, dan efisiensi pelaporan anggaran. Pada tahap selanjutnya, Transfer ke Daerah tersebut mendorong penggunaan satu Rekening Kas Umum Daerah untuk

Page 51: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

III-37

Transfer�ke�Daerah

menampung transfer dari APBN dan APBD (Treasury Single Account) di daerah serta mempercepat penetapan, pelaksanaan penyerapan dana APBD.

Selanjutnya, Transfer ke Daerah terdiri dari Dana Perimbangan, dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian. Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana bagi hasil dari penerimaan pajak dan SDA, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus merupakan sumber pendanaan bagi daerah dalam melaksanakan desentralisasi, yang alokasinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain mengingat tujuan masing-masing jenis penerimaan tersebut saling mengisi dan melengkapi.

3.2. DANA BAGI HASILDana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan angka persentase tertentu didasarkan atas daerah penghasil untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Pengaturan DBH mempertegas bahwa sumber pembagian berasal dari APBN berdasarkan angka persentase tertentu dengan lebih memperhatikan potensi daerah penghasil. Jenis pendapatan dalam APBN yang dibagihasilkan meliputi beberapa jenis potensi pajak dan potensi sumber daya alam yang dikelola oleh pusat. Berjalannya sistem transfer dalam DBH mencerminkan adanya otonomi yang seluas-luasnya dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Tujuan utama dari Dana Bagi Hasil adalah untuk mengurangi ketimpangan fiskal vertikal antara Pemerintah Pusat dan daerah.

3.2.1. DANA BAGI HASIL PAJAKPeningkatan pemahaman daerah tentang kebijakan dan mekanisme perhitungan dana bagi hasil pajak dan sumber daya alam merupakan seuatu tuntutan sehingga Pemerintah Daerah dapat mengetahui dengan jelas arah kebijakan dan formula berikut data yang dibutuhkan dalam perhitungannya. Bagi Hasil Pajak adalah pembagian seluruh atau sebagian hasil penerimaan pajak dari suatu tingkatan pemerintahan yang lebih tinggi kepada tingkatan pemerintahan di bawahnya dalam rangka pendanaan penyelenggaraan pemerintahan. Kebijakan adanya Bagi Hasil Pajak ini dilatarbelakangi oleh:

1) Tingginya kebutuhan pembiayaan dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan di daerah, tidak seimbang dengan besarnya pendapatan daerah itu sendiri;

2) Keterbatasan kemampuan Pemerintah Daerah dalam pengumpulan dana secara mandiri;

3) Adanya jenis penerimaan pajak dan atau bukan pajak yang berdasarkan pertimbangan tertentu pemungutannya harus dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, namun obyek dan atau subyek pajaknya berada di daerah;

Page 52: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

III-38

4) Memperkecil kesenjangan ekonomi antar daerah;

5) Memberikan insentif kepada daerah dalam melaksanakan program Pemerintah Pusat;

6) Memberikan kompensasi kepada daerah atas timbulnya beban dari kegiatan yang dilimpahkan oleh Pemerintah Pusat.

Bagian Bagi Hasil Pajak yang diterima oleh daerah ditentukan berdasarkan formula sesuai dengan peraturan yang berlaku. Bagi Hasil Pajak bersumber dari:

a) Pajak Penghasilan (PPh) WP Orang Pribadi Dalam Negeri;

b) PPh Pasal 21;

c) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); dan

d) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Gambar 3.1.

Skema Bagi Hasil Pajak

Sumber: UU No. 33/2004

Page 53: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

III-39

Transfer�ke�Daerah

3.2.1.1. Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPOPDN) dan PPh Pasal 211. Dana Bagi Hasil PPh

• Alokasi Dana Bagi Hasil PPh didasarkan pada PP No.55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.

• Pajak Negara dari PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 25 dan 29 Orang Pribadi dialokasikan kepada Pemerintah Daerah dalam bentuk Dana Bagi Hasil.

• Bagian Pemerintah Pusat sebesar 80%.

• Bagian Pemerintah Daerah sebesar 20%, yang dibagi kembali dengan komposisi sebagai berikut:

o Bagian Daerah Provinsi sebesar 8%.

o Bagian Daerah Kabupaten atau Kota sebesar 12%, akan dibagi kembali dengan rincian : 8,4% untuk kabupaten/kota tempat wajib pajak terdaftar; dan 3,6% untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan

dengan bagian yang sama besar.

• Alokasi sementara, yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan, sebagai dasar penyaluran triwulan I, II dan III tahun anggaran berjalan dimana ditetapkan masing-masing sebesar 20%.

• Alokasi definitif, yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan paling lambat pada bulan pertama triwulan IV tahun anggaran berjalan, sebagai dasar penyaluran triwulan IV dengan memperhitungkan jumlah dana yang telah dicairkan selama triwulan I, II dan III.

2. Penyaluran Dana Bagi Hasil PPh

• Penyaluran Dana Bagi Hasil PPh mengacu pada Pasal 19 PMK No.04/PMK.07/2008 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah.

o Penyaluran DBH PPh WPOPDN dan DBH PPh Pasal 21 dilaksanakan berdasarkan prognosa realisasi penerimaan PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 tahun anggaran berjalan.

o Penyaluran DBH PPh WPOPDN dan DBH PPh Pasal 21 dilaksanakan secara triwulanan, dengan rincian sebagai berikut :• Penyaluran triwulan I sampai dengan triwulan III masing-masing

sebesar 20% (dua puluh persen) dari alokasi sementara;

Page 54: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

III-40

• Penyaluran triwulan IV didasarkan pada selisih antara pembagian definitif dengan jumlah dana yang telah dicairkan selama triwulan I sampai dengan triwulan III.

• Dalam hal terjadi kelebihan penyaluran karena penyaluran triwulan I sampai dengan triwulan III yang didasarkan atas alokasi sementara lebih besar daripada alokasi definitif, maka kelebihan dimaksud diperhitungkan dalam penyaluran tahun anggaran berikutnya.

3.2.1.2. DBH Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)• Penerimaan Negara dari PBB dialokasikan kepada Pemerintah daerah dalam Dana

Bagi Hasil.

• Bagian Pemerintah Pusat 10%.

• Bagian Pemerintah Daerah 90%.

• Bagian Pemerintah Pusat dibagi kembali ke daerah dengan imbangan sebagai berikut:

o 6,5% dibagi secara merata kepada seluruh Kabupaten/Kota.

o 3,5% dibagikan sebagai insentif kepada Daerah Kabupaten/Kota yang realisasi Penerimaan PBB sektor pedesaan dan perkotaan pada TA sebelumnya mencapai/ melampaui rencana penerimaan yang ditetapkan.

• Bagian Daerah dari PBB sebesar 90% tersebut diperinci dengan imbangan:

o 16,2% untuk Daerah Provinsi.

o 64,8% untuk Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

o 9% untuk Biaya Pemungutan PBB.

• Penyaluran Dana Bagi Hasil PBB didasarkan atas perkiraan alokasi, yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan, sebagai dasar penyaluran tahun anggaran berjalan.

• Untuk Dana Bagi Hasil PBB bagian Pusat, perkiraan alokasi merupakan dasar penyaluran tahap I dan II dimana ditetapkan masing-masing sebesar 20% dan 50%.

• Untuk Dana Bagi Hasil PBB bagian Pusat, prognosa realisasi penerimaan oleh Ditjen Pajak ditetapkan sebagai dasar alokasi definitif, sebagai dasar penyaluran tahap III dengan memperhitungkan jumlah dana yang telah dicairkan selama tahap I dan II. Berdasarkan prognosa realisasi penerimaan tersebut dalam tahap III ini

Page 55: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

III-41

Transfer�ke�Daerah

dialokasikan pula insentif kepada kabupaten dan/kota yang realisasi penerimaan PBB sektor Pedesaan dan Perkotaan pada tahun anggaran sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan yang ditetapkan.

1. Penyaluran Dana Bagi Hasil PBB

• Penyaluran DBH PBB didasarkan pada Pasal 17, PMK No:04/PMK.07/2008 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah.

• Penyaluran DBH PBB dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan.

• Penyaluran DBH PBB bagian daerah dilaksanakan secara mingguan.

• Penyaluran DBH PBB bagian pemerintah yang dibagikan secara merata kepada seluruh kabupaten dan kota dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu bulan April, bulan Agustus, dan bulan November tahun anggaran berjalan.

• Penyaluran DBH PBB bagian pemerintah yang dibagikan sebagai insentif kepada kabupaten dan kota yang realisasi penerimaan PBB sector pedesaan dan perkotaan pada tahun anggaran sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan yang ditetapkan, dilaksanakan dalam bulan November tahun anggaran berjalan.

• Penyaluran Biaya Pemungutan PBB bagian daerah dilaksanakan secara bulanan

2. Perhitungan Dana Bagi Hasil PBB

• Besar PBB yang dibebankan ke wajib pajak tergantung hasil penilaian yang diklasifikasikan dan digolongkan berdasarkan besarya NJOP per m2. Nilai Jual Obyek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek Pajak Pengganti.

• Tarif untuk pengenaan PBB ditetapkan sebesar 0,5% dari Nilai Jual Kena Pajak (NJKP), sedangkan NJKP adalah Assessment Ratio yang berlaku saat ini adalah 40% untuk obyek pajak perumahan dengan NJOP Rp. 1 milyar atau lebih, bidang usaha perkebunan serta perhutanan dan 20% untuk obyek pajak lainnya.

• Dengan dasar perhitungan di atas maka perhitungan PBB adalah sebagai berikut:

= tarif X NJKP

= 0,5 % X ( 40 % X NJOP)

= (20% X NJOP)

Page 56: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

III-42

• NJOP sebagai dasar pengenaan PBB sebelum dihitung beban PBB-nya, terlebih dahulu dikurangi dengan NJOP-TKP (Tidak Kena Pajak) per Wajib Pajak sebesar Rp. 8.000.000,- (delapan juta rupiah).

• Pengenaan PBB diberitahukan kepada Wajib Pajak dengan menerbitkan SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang) yang berisikan antara lain nama serta alamat wajib pajak, besarnya pajak terutang, dan data-data mengenai obyek pajak.

3.2.1.3. DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)• Bagian Pemerintah Pusat sebesar 20%, yang dibagikan kembali ke daerah secara

merata kepada seluruh Kabupaten/Kota. Bagian Pemerintah Daerah sebesar 80%, yang dibagikan kembali dengan imbangan sebagai berikut:

o Bagian Provinsi sebesar 16%.

o Bagian Kabupaten/Kota sebesar 64%.

• Perkiraan alokasi ditetapkan oleh Menteri Keuangan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan, sebagai dasar penyaluran tahun anggaran berjalan. Untuk Dana Bagi Hasil BPHTB bagian Pusat, perkiraan alokasi merupakan dasar penyaluran tahap I dan II dimana ditetapkan masing-masing sebesar 20% dan 50%.

• Untuk Dana Bagi Hasil BPHTB bagian Pusat, prognosa realisasi penerimaan oleh Ditjen Pajak ditetapkan sebagai dasar alokasi definitif, sebagai dasar penyaluran tahap III dengan memperhitungkan jumlah dana yang telah dicairkan selama tahap I dan II.

1. Penyaluran Dana Bagi Hasil BPHTBPenyaluran DBH PBB didasarkan pada Pasal 17, PMK No:04/PMK.07/2008 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah. Penyaluran DBH BPHTB dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan BPHTB tahun anggaran berjalan. Untuk Dana Bagi Hasil BPHTB bagian Daerah penyaluran BPHTB dilaksanakan secara mingguan (setiap Jum’at). Penyaluran DBH PBB bagian pemerintah yang dibagikan secara merata kepada seluruh kabupaten dan kota dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu bulan April, bulan Agustus, dan bulan November tahun anggaran berjalan.

Page 57: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

III-43

Transfer�ke�Daerah

2. Perhitungan Dana Bagi Hasil BPHTB• Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Obyek Pajak (NPOP). NPOP

dapat berupa harga transaksi atau nilai pasar obyek pajak. Yang dimaksud dengan harga transaksi adalah harga yang terjadi dan telah disepakati oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Nilai pasar obyek pajak adalah harga rata-rata dari transaksi jual beli secara wajar yang terjadi di sekitar letak tanah dan atau bangunan.

• Harga transaksi digunakan untuk obyek pajak karena jual beli dan penunjukkan pembeli dalam letang. Sedangkan nilai pasar obyek pajak digunakan dalam hal tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perseroan, pemisahan hak, perolehan hak karena putusan hakim, dan pemberian hak baru.

• Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara menaikan tarif pajak dengan Nilai Perolehan Obyek Pajak Kena Pajak (NPOPKP). NPOPKP adalah NJOP dikurang dengan NPOPTKP. Sehingga cara penghitungan pajak yang terutang adalah sebagai berikut:

bpHtb terutang = npopKp x tarif

= (NPOP - NPOPTKP) x Tarif

= (NPOP - Rp. 30.000.000,00) x 5 %

• Apabila dasar pengenaan pajak yang digunakan adalah NJOP PBB, maka cara perhitungan pajaknya adalah sebagai berikut:

BPHTB terutang = (NJOP PBB - Rp. 30.000.000,00) x 5%.

• Besarnya NPOPTKP tersebut dapat diubah dengan Peraturan Pemerintah, dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan moneter serta perkembangan harga umum tanah dan atau bangunan.

3.2.2. DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAMDana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan angka persentase tertentu didasarkan atas daerah penghasil untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

DBH Sumber Daya Alam berasal dari penerimaan:

a. Pertambangan Minyak Bumi;

b. Pertambangan Gas Bumi;

c. Pertambangan Umum;

Page 58: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

III-44

d. Pertambangan Panas Bumi;

e. Kehutanan; dan

f. Perikanan.

Persentase alokasi dana bagi hasil Sumber Daya Alam ditunjukkan dalam skema berikut:

Gambar 3.2.

Skema Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam

Sumber: Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

Beberapa hal baru yang diatur dan ditegaskan dalam hal Dana bagi hasil Sumber Daya Alam oleh UU No. 33 Tahun 2004 adalah sebagai berikut:

1. Adanya penambahan obyek dana bagi hasil sumber daya alam, yaitu:

Page 59: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

III-45

Transfer�ke�Daerah

- Dana Reboisasi (sebelumnya DAK-DR). Mulai tahun 2006 dilakukan pengalihan sumber penerimaan yang berasal dari kehutanan yakni semula dana alokasi khusus dana reboisasi (DAK-DR) menjadi DBH dana reboisasi (DBH-DR)

- Sumber Daya Alam Panas Bumi.

2. Adanya Penegasan mekanisme, yakni:

- Penetapan alokasi dana bagi hasil sumber daya alam dilakukan berdasarkan daerah penghasil, dan dasar perhitungan.

- Jadwal penetapan.

- Penyaluran dana bagi hasil sumber daya alam dilakukan secara triwulanan.

3. Penambahan persentase sebesar 0,5% dari penerimaan Pertambangan Minyak Bumi kepada Daerah yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

- Bagian Pemerintah dari minyak bumi menjadi sebesar 84,5%.

- Bagian Daerah dari minyak bumi menjadi sebesar 15,5%.

4. Penambahan persentase sebesar 0,5% dari penerimaan Gas Bumi kepada Daerah yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

- Bagian Pemerintah dari minyak bumi menjadi sebesar 69,5%.

- Bagian Daerah dari minyak bumi menjadi sebesar 30,5%.

5. Tambahan Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi untuk Daerah sebesar 0,5% dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar dan dilaksanakan mulai tahun anggaran 2009.

Adapun pembagian porsi tambahan tersebut dibagikan dengan perincian:

- untuk provinsi yang bersangkutan sebesar 0,1%.

- untuk kabupaten/kota penghasil 0,2%; dan

- untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan 0,2%.

6. Realisasi penyaluran Dana Bagi Hasil dari sektor minyak bumi dan gas bumi tidak melebihi 130% dari asumsi dasar harga minyak bumi dan dan gas bumi dalam APBN tahun berjalan; dan apabila melebihi 130%, penyalurannya dilakukan melalui mekanisme formula DAU.

Page 60: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

III-46

3.2.2.1. DBH SDA Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (DBH SDA MIGAS)

1. Pola Pembagian Dana Bagi Hasil MigasDBH SDA Migas adalah DBH yang berasal dari penerimaan negara SDA pertambangan minyak dan gas bumi dari wilayah kabupaten/kota maupun wilayah provinsi yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya.

a. DBH SDA Migas berasal dari wilayah kabupaten/kota apabila sumur penghasil migas tersebut terletak di wilayah daratan atau wilayah off-shore 0 – 4 mil laut di kabupaten/kota yang bersangkutan. Adapun pembagian DBH SDA Migas untuk wilayah kabupaten/kota adalah sebagai berikut:

(i) Minyak Bumi:- 85% untuk Pemerintah Pusat,- 3% untuk Provinsi yang bersangkutan,- 6% untuk Kabupaten/Kota penghasil,- 6% dibagikan secara merata untuk Kabupaten/Kota lainnya di provinsi

yang bersangkutan.

(ii) Gas Bumi:- 70% untuk Pemerintah Pusat,- 6% untuk Provinsi yang bersangkutan,- 12% untuk Kabupaten/Kota penghasil,- 12% dibagikan secara merata untuk Kabupaten/Kota lainnya di

provinsi yang bersangkutan.

(iii) Selanjutnya, tambahan alokasi untuk Anggaran Pendidikan Dasar (dilaksanakan mulai tahun 2009) sebesar 0.5% dari bagian Pemerintah Pusat untuk daerah dengan pembagian sebagai berikut:- 0,1% untuk Provinsi yang bersangkutan,- 0,2% untuk Kabupaten/Kota penghasil,- 0,2% dibagikan secara merata untuk Kabupaten/Kota lainnya di

provinsi yang bersangkutan.

b DBH SDA Migas berasal dari wilayah provinsi apabila sumur penghasil migas tersebut terletak di wilayah off-shore 4 – 12 mil laut di provinsi yang bersangkutan. Adapun pembagian DBH SDA Migas untuk wilayah provinsi adalah sebagai berikut:

(i) Minyak Bumi:- 85% untuk Pemerintah Pusat,- 5% untuk Provinsi penghasil,

Page 61: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

III-47

Transfer�ke�Daerah

- 10% dibagikan secara merata untuk seluruh Kabupaten/Kota di provinsi yang bersangkutan.

(ii) Gas Bumi:- 70% untuk Pemerintah Pusat,- 10% untuk Provinsi yang bersangkutan,- 20% dibagikan secara merata untuk seluruh Kabupaten/Kota di

provinsi yang bersangkutan.

(iii) Tambahan alokasi untuk Anggaran Pendidikan Dasar (dilaksanakan mulai tahun 2009) sebesar 0.5% dari bagian Pemerintah Pusat untuk daerah dengan pembagian sebagai berikut:- 0,17% untuk Provinsi yang bersangkutan,- 0,33% dibagikan secara merata untuk seluruh Kabupaten/Kota di

provinsi yang bersangkutan.

c. Di samping pembagian tersebut di atas, khusus untuk provinsi NAD diberikan tambahan alokasi yang diambilkan dari bagian pemerintah pusat dan diberikan ke pemerintah provinsi sebagai berikut:

- tambahan alokasi minyak bumi sebesar 55%,

- tambahan alokasi gas bumi sebesar 40%.

2. Proses Penetapan Proses penetapan perkiraan-perkiraan alokasi DBH SDA Migas sebagai berikut:

a. Penetapan besaran asumsi dasar berupa prognosa lifting, kurs Rupiah terhadap Dollar, dan harga minyak melalui penetapan asumsi makro APBN antara Pemerintah dengan DPR.

b. Berdasarkan asumsi dasar tersebut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan daerah penghasil dan dasar penghitungan DBH SDA Migas. Ketetapan tersebut paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum tahun anggaran bersangkutan setelah berkonsultasi dengan Menteri Dalam Negeri. Ketetapan tersebut disampaikan ke Menteri Keuangan.

Dalam hal lapangan migas tersebut berada pada wilayah yang berbatasan atau berada pada lebih dari satu daerah, Menteri Dalam Negeri menetapkan daerah penghasil sumber daya alam berdasarkan pertimbangan menteri teknis terkait paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah diterimanya usulan pertimbangan dari menteri teknis. Ketetapan Menteri Dalam Negeri tersebut menjadi dasar penghitungan DBH SDA Migas oleh Menteri ESDM.

Page 62: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

III-48

Tabel 3.1.

Formulasi Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi

Jenis Sumber Daya Alam Formula Alokasi Dasar Hukum

Penerimaan�Negara�dari�Pertambangan�Minyak�Bumi�dari�Wilayah�Daerah�setelah�dikurangi�komponen�pajak.

A.�Wilayah�0-4�mil:-�� Pusat=�85%-�� Provinsi�ybs=�3%-�� Kab/Kota�penghasil=�6%-�� Kab/Kota�Lainnya�dlm�

Provinsi�ybs=�6%

B.�Wilayah�4-12�mil:-�� Pusat=�85%-�� Provinsi�ybs=�5%-�� Kab/Kota�Lainnya�dlm�

Provinsi�ybs=�10%

•� UU�No.8/1971Bab�6�pasal�18:�Kewajiban�Perusahaan�Pertambangan�Minyak�dan�Gas�Bumi�Negara.�

•� UU�No.33/2004�Bab�6��pasal�10:�Bagian�Daerah�dari�penerimaan�PBB,�Bea�Perolehan�Hak�atas�Tanah�dan�Bangunan,�dan�Penerimaan�dari�SDA.

•� UU�No�22/2001�tentang�Minyak�dan�gas�Bumi

•� PP�No.�55�Tahun�2005�tentang�Dana�Perimbangan�Pasal�15,21,22,23,24,�dan�25.

•� Peraturan�Pemerintah�No.�41�tahun�1982�yang�mengatur�mengenai�kewajiban�dan�tatacara�penyetoran�pendapatan�Pemerintah�dari�hasil�operasi�Pertamina�Sendiri�dan�Kontrak�Production Sharing.

•� PP�No.�35/1994:�Syarat-syarat�dan�Pedoman�Kerjasama�Kontrak�Bagi�Hasil�Minyak�Bumi�dan�Gas.

•� Inpres�No.�12�tahun�1975�yang�mengatur�tatacara�penyetoran�penerimaan�negara�yang�berasal�dari�pelaksanaan�kontrak�karya�KPS�dan�kegiatan�Pertamina�sendiri.

•� Kontrak�kerjasama�antara�Pertamina/Pemerintah�dengan�kontraktor�bidang�pertambangan�migas�dalam�bentuk�kontrak�production sharing.

Penerimaan�Negara�dari�Pertambangan�Gas�Alam�dari�Wilayah�Daerah�setelah�dikurangi�komponen�pajak.

A.�Wilayah�0-4�mil:-�� Pusat=�70%-�� Provinsi�ybs=�6%-�� Kab/Kota�penghasil=�12%-�� Kab/Kota�Lainnya�dlm�

Provinsi�ybs=�12%

B.�Wilayah�4-12�mil:-� Pusat=�70%-�� Provinsi�ybs=�10%-�� Kab/Kota�Lainnya�dlm�

Provinsi�ybs=�20%

Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan, 2007

Page 63: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

III-49

Transfer�ke�Daerah

c. Bersamaan dengan proses tersebut, Badan Pelaksana Usaha Hulu Migas (BP Migas) melakukan perhitungan perkiraan Cost Recovery, Gross Revenue, First Trance Petroleoum (FTP), dan Bagian Pemerintah per Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

d. Berdasarkan Ketetapan Menteri ESDM tersebut, Dirjen Anggaran melakukan perhitungan perkiraan faktor-faktor pengurang (Domestic Market Obligation/DMO, Fee Usaha Hulu Migas, PPN, PBB sektor pertambangan Migas, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah) dan PNBP Migas per KKKS.

e. Berdasarkan Ketetapan Menteri ESDM dan perhitungan Dirjen Anggaran tersebut, Dirjen Perimbangan Keuangan melakukan perhitungan Perkiraan Alokasi DBH SDA Migas. Perhitungan Perkiraan Alokasi tersebut diajukan ke Menteri Keuangan untuk ditetapkan sebagai PMK Perkiraan Alokasi DBH SDA Migas. Penetapan PMK tersebut paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah menerima ketetapan Menteri ESDM dan perhitungan Dirjen Anggaran.

3. Proses PerhitunganProses perhitungan alokasi DBH SDA Migas berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Pelaksanaan Dana Bagi Hasil SDA Migas dilakukan berdasarkan realisasi.

2. Dana yang dibagi hasilkan adalah penerimaan negara dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai peraturan perundangan.

Proses perhitungan alokasi DBH SDA Migas sebagai berikut:

a. Ditjen Migas Dep. ESDM mengumpulkan data realisasi lifting dari semua KKKS selama satu triwulan. Periode lifting ini sebagai berikut:

- Triwulan I : Desember s.d Februari;

- Triwulan II : Maret s.d Mei;

- Triwulan III : Juni s.d Agustus;

- Triwulan IV : September s.d November;

b. Berdasarkan data realisasi lifting dan harga penjualan migas, Ditjen Migas akan menghitung realisasi lifting per daerah dan Gross Revenue per daerah. Selanjutnya Ditjen Migas akan melaksanakan rekonsiliasi realisasi lifting dengan daerah penghasil. Hasil rekonsiliasi tersebut akan disampaikan ke Direktorat PNBP - DJA dan Direktorat Dana Perimbangan - DJPK.

Page 64: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

III-50

c. Bersamaan dengan itu BP Migas akan menghitung besarnya nilai Cost Recovery, Gross Revenue, FTP, dan Bagian Pemerintah per KKKS untuk triwulan bersangkutan. Data tersebut akan disampaikan ke Direktorat PNBP – DJA.

d. Direktorat PNBP – DJA akan menghitung besarnya faktor-faktor pengurang per KKKS yang terdiri dari DMO, over/under lifting, fee usaha hulu migas, PPN, PBB Migas, dan PDRD, dan menghitung angka PNBP per KKKS untuk triwulan bersangkutan.

e. Direktorat Dana Perimbangan akan menghitung rasio lifting dan gross revenue, PNBP per daerah, dan DBH per daerah.

Gambar 3.3.

Alur Data dan Perhitungan DBH SDA Minyak Bumi

Sumber : Ditjen Perimbangan Keuangan, 2007

4. Perhitungan DBH per DaerahPerhitungan DBH SDA Migas per daerah sampai saat ini menggunakan pendekatan rasio gross revenue karena:

- Data realisasi lifting dan gross revenue yang diterima dari Ditjen Migas adalah realisasi lifting dan gross revenue per daerah penghasil;

Page 65: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

III-51

Transfer�ke�Daerah

- Sementara data realisasi PNBP yang diterima dari Dit. PNBP – DJA adalah realisasi PNBP per KKKS;

- Untuk itu perlu digunakan pola sebaran yang tepat atau paling tidak bisa mendekati untuk membagi PNBP per KKKS ke masing-masing daerah penghasil;

- Karena realisasi PNBP per KKKS dalam bentuk satuan mata uang, maka digunakan pendekatan rasio gross revenue.

Gambar 3.4.

Alur Perhitungan DBH SDA Migas

Sumber : Ditjen Perimbangan Keuangan, 2007

Page 66: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

III-52

Gambar 3.5.

Mekanisme Perhitungan DBH SDA Migas per Daerah

Sumber : Ditjen Perimbangan Keuangan, 2007

5. Pola Penyaluran Penyaluran DBH SDA Migas dilaksanakan dengan pola penyaluran (berdasarkan PMK 612/2004 tentang Perubahan Kedua atas KMK 344 /2001) sebagai berikut:

1. Penyaluran triwulan I (bulan April):

- ¼ PMK + (koreksi selisih antara perhitungan realisasi sampai dengan triwulan IV tahun sebelumnya dengan dana yang telah disalurkan sampai dengan triwulan IV tahun sebelumnya).

2. Penyaluran triwulan II (bulan Juli):

- ¼ PMK + (koreksi selisih antara dana yang telah disalurkan triwulan I dengan perhitungan perkiraan realisasi triwulan I).

3. Penyaluran triwulan III (bulan Oktober):

- ¼ PMK + (koreksi selisih antara dana yang telah disalurkan sampai dengan triwulan II (triwulan I+triwulan II) dengan perhitungan perkiraan realisasi sampai dengan triwulan II).

4. Penyaluran triwulan IV (bulan Desember):

Page 67: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

III-53

Transfer�ke�Daerah

- ¼ PMK + (koreksi selisih antara dana yang telah disalurkan sampai dengan triwulan III (triwulan I + triwulan II + triwulan III) dengan perhitungan perkiraan realisasi sampai dengan triwulan III).

Gambar 3.6.

Mekanisme Perhitungan Penyaluran DBH SDA Migas per Daerah (s.d. TA 2007)

Format Perhitungan DBH SDA MIGAS (s.d. 2007)

Triwulan I¼�PMK

Triwulan II¼�PMK�+�(Realisasi�Tw�I�-�¼�PMK)

Triwulan III¼�PMK�+�(Realisasi�Tw�II�-�[¼�PMK�+�Realisasi�Tw�I])

Triwulan IV¼�PMK�+�(Realisasi�Tw�III�-�[¼�PMK�+�Realisasi�s.d.�Tw�II])

Sumber : Ditjen Perimbangan Keuangan, 2007

Namun untuk 2008, penyaluran dilaksanakan dengan pola sebagai berikut:

1. Penyaluran triwulan I (bulan April):

- 20% PMK.

2. Penyaluran triwulan II (bulan Juli):

- 20% PMK.

3. Penyaluran triwulan III (bulan Oktober):

- (perhitungan perkiraan realisasi penerimaan negara sampai dengan triwulan II) – (penyaluran triwulan I dan II (40 % PMK)) + (lebih salur tahun sebelumnya).

4. Penyaluran triwulan IV (bulan Desember):

-. (perhitungan perkiraan realisasi penerimaan negara sampai dengan triwulan III) – (penyaluran s.d. triwulan III).

5. Penyaluran rampung tahun sebelumnya (bulan Februari):

Page 68: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

III-54

- (perhitungan perkiraan realisasi penerimaan negara sampai dengan triwulan IV) – (penyaluran s.d. triwulan IV).

Gambar 3.7.

Mekanisme Perhitungan Penyaluran DBH SDA Migas per Daerah (2008)

Format Perhitungan DBH SDA MIGAS (2008)

Triwulan I20%�PMK

Triwulan II20%�PMK�

Triwulan III(Realisasi�s.d.�Tw�II)�-�(Penyaluran�s.d.�Tw�II)�+�(Lebih�Salur�2007)

Triwulan IV(Realisasi�s.d.�Tw�III)�-�(Penyaluran�s.d.�Tw�III)

Triwulan V(Realisasi�s.d.�Tw�IV)�-�(Penyaluran�s.d.�Tw�IV)

Sumber : Ditjen Perimbangan Keuangan, 2007

6. Proses RekonsiliasiSetelah diketahui besaran DBH SDA Migas yang akan disalurkan ke masing-masing provinsi/kabupaten/kota, maka dilakukan proses rekonsiliasi data antara pemerintah pusat (yang diwakili oleh Depdagri, Ditjen Migas DESDM, BP Migas, DJA, DJP, dan DJPK) dengan daerah penghasil. Hal ini sesuai dengan amanat Pasal 28 PP 55/2005 yang menyatakan bahwa penghitungan realisasi DBH SDA dilakukan secara triwulanan melalui mekanisme rekonsiliasi data antara pemerintah pusat dan daerah penghasil.

7. Proses PenyaluranBerdasarkan berita acara rekonsiliasi tersebut, maka dilakukan proses penyaluran DBH SDA Migas dari rekening kas negara ke rekening kas pemerintah daerah penerima DBH SDA Migas. Proses penyaluran tersebut sebagai berikut:

Page 69: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

III-55

Transfer�ke�Daerah

Dirjen PK mengajukan Surat Permintaan Penerbitan DIPA Migas ke Dirjen Perbendaharan.

Berdasarkan surat permintaan tersebut, Dirjen Perbendaharan menerbitkan DIPA Migas untuk Dirjen PK.

Berdasarkan DIPA tersebut, Direktur Dana Perimbangan sebagai KPA mengajukan SPM Migas ke Direktur PKN – DJPBN.

Berdasarkan SPM Migas tersebut, Direktur PKN – DJPBN menerbitkan SP2D.

Berdasarkan SP2D tersebut, BI mentransfer dana dari rekening kas negara ke rekening kas pemda provinsi/kabupaten/kota

Gambar 3.8.

Mekanisme Penyaluran DBH SDA Migas (sampai dengan 2007)

Sumber : Ditjen Perimbangan Keuangan, 2007

Mulai tahun 2008 diberlakukan sedikit perubahan dalam proses penyaluran ini. Bila sebelumnya semua dokumen dilaksanakan untuk setiap triwulan, maka mulai tahun 2008 proses permintaan dan penerbitan DIPA dilaksanakan hanya satu kali di awal tahun. Jadi hanya ada satu DIPA untuk setiap tahunnya. Prosesnya sebagai berikut:

1. Di awal tahun:

a. Berdasarkan PMK Perkiraan Alokasi DBH SDA Migas, Dirjen PK mengajukan Surat Permintaan Penerbitan DIPA Migas ke Dirjen Perbendaharan.

b. Berdasarkan surat permintaan tersebut, Dirjen Perbendaharan menerbitkan DIPA Migas untuk satu tahun anggaran.

Page 70: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

III-56

2. Setiap Penyaluran:

a. Berdasarkan DIPA dan Berita Acara Rekonsiliasi, Direktur Dana Perimbangan sebagai KPA mengajukan SPM Migas ke Direktur PKN – DJPBN.

b. Berdasarkan SPM Migas tersebut, Direktur PKN – DJPBN menerbitkan SP2D.

c. Berdasarkan SP2D tersebut, BI mentransfer dana dari rekening kas negara ke rekening kas pemda provinsi/kabupaten/kota

Dengan demikian proses penyaluran dapat dilaksanakan dengan lebih cepat, karena penyaluran setiap triwulannya tidak lagi melalui proses permintaan dan penerbitan sebagaimana tahun-tahun sebelumnya.

Gambar 3.9.

Mekanisme Penyaluran DBH SDA Migas (2008)

Sumber : Ditjen Perimbangan Keuangan, 2007

8. Pemantauan dan EvaluasiPada dasarnya DBH SDA Migas sebagaimana DBH SDA lainnya bersifat Block Grant yang kewenangan penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada pemda penerima, kecuali untuk dana Tambahan Alokasi untuk Anggaran Pendidikan Dasar sebesar 0,5% harus digunakan untuk sektor pendidikan dasar yang tata cara penggunaannya akan diatur lebih lanjut dalam PMK.

Menteri Keuangan harus melakukan pemantauan dan evaluasi atas penggunaan dana tambahan alokasi untuk anggaran pendidikan dasar tersebut. Pemantauan atas dana tambahan alokasi ini menyangkut apakah penggunaannya sesuai dengan peruntukannya.

Page 71: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

III-57

Transfer�ke�Daerah

Apabila hasil pemantauan dan evaluasi mengindikasikan adanya penyimpangan pelaksanaannya, maka Menteri Keuangan meminta aparat pengawasan fungsional untuk melakukan pemeriksaan. Hasil pemeriksaan tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengalokasian DBH SDA Migas untuk tahun anggaran berikutnya, yaitu daerah tersebut dapat dikenai sanksi administrasi berupa pemotongan penyaluran DBH SDA Migas untuk periode berikutnya.

3.2.2.2. DBH SDA Pertambangan UmumTabel 3.2.

Formulasi Dana Bagi Hasil Pertambangan Umum

Jenis Sumber Daya Alam Formula Alokasi Dasar HukumIuran Tetap (Landrent)Ket:�Tarif�(Rp)�

berdasarkan�tahapan�kegiatan,�untuk�kuasa�pertambangan�(PMDN)�dan�Tarif�(US�$)�juga�berdasarkan�tahapan�kegiatan�untuk�perusahaan�kontrak�karya�(PMA)

Lokasi�SDA�Di�Provinsi•� Pusat=�20%•� Provinsi�ybs=�80%

Lokasi�SDA�Di�Kab/Kota

•� Pusat=�20%•� Provinsi�ybs=�16%•� Kabupaten/Kota�

penghasil=�64%

•� UU�No.11/1967�Bab�9�pasal�28:�Jenis�Pungutan�Negara�terhadap�Kuasa�Pertambangan

•� UU�No.33/2004�Bab�6��pasal�10:�Bagian�Daerah�dari�penerimaan�PBB,�Bea�Perolehan�Hak�atas�Tanah�dan�Bangunan,�dan�Penerimaan�dari�SDA.�

•� PP�No.�55�Tahun�2005�tentang�Dana�Perimbangan�Pasal�15,�17�dan�18.

•� PP�No.�32�/1969�tentang�Pelaksanaan�UU�No.11/1967.

•� PP�No.79/1992,�perubahan�atas�PP�No.32/1969.

• PP No. 45/2003: Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yg berlaku di Deptamben.

•� SK�Mentamben�No.1165K/844/M.PE/1992�tentang�Penetapan�Tarif�Iuran�Tetap�untuk�Usaha�Pertambangan�Umum�dalam�rangka�kuasa�pertambangan.

•� SK�Mentamben�No.�931.K/844/M.PE/1986�tentang�Perubahan�Lampiran�SK�Mentamben�No.�175.K/8443/M.PE/1985�tentang�prubahan�lampiran�Keputusan��Mentamben�No.�351/Kpts/1972�tentang�Iuran�Tetap�bagi�Usaha-usaha�Pertambangan�PMA�diluar�Migas.

Page 72: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

III-58

Jenis Sumber Daya Alam Formula Alokasi Dasar HukumIuran Eksplorasi dan Iuran Eksploitasi (Royalti)Ket:�Tarif�(%),�besarnya�

berbeda�menurut�jenis�dan�kualitas�bahan�tambang.�

Lokasi�SDA�Di�Provinsi•� Pusat=�20%•� Provinsi�ybs=�26%•� Kabupaten/Kota�

lainnya�=�54%

Lokasi�SDA�Di�Kab/Kota

•� Pusat=�20%•� Provinsi�ybs=�16%•� Kabupaten/Kota�

penghasil=�32%•� Kabupaten/Kota�

lainnya�=�32%

•� UU�No.11/1967�Bab�9�pasal�28:�Jenis�Pungutan�Negara�terhadap�Kuasa�Pertambangan

•� UU�No.33/2004�Bab�6��pasal�10:�Bagian�Daerah�dari�penerimaan�PBB,�Bea�Perolehan�Hak�atas�Tanah�dan�Bangunan,�dan�Penerimaan�dari�SDA.

•� PP�No.�55�Tahun�2005�tentang�Dana�Perimbangan�Pasal�15,�17�dan�18.

•� PP�No.�32�/1969�tentang�Pelaksanaan�UU�No.11/1967.

•� PP�No.79/1992,�perubahan�atas�PP�No.32/1969.

• PP No. 45/2003 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yg berlaku di Deptamben.

•� Keppres�No.�75/1996�tentang�Ketentuan�Pokok�Perjanjian�Karya�Pengusahaan�Pertambangan�Batubara�(PKP2B)

Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan, 2007

Penerimaan negara bukan pajak dari sektor pertambangan umum terdiri dari iuran eksplorasi dan eksploitasi (royalty) dan iuran tetap (landrent). Iuran tetap (landrent) di sektor pertambangan umum dibedakan berdasarkan kategori kontraktor: PMA atau PMDN. Tarif iuran tetap sektor pertambangan umum untuk kontraktor jenis PMA (kontrak karya) diatur berdasarkan SK Mentamben No. 931K/844/M.PE/1986. Dalam peraturan tersebut, tarif iuran tetap merupakan tarif satuan atas nilai US $ per luas area eksploitas/eksplorasi (hektar). Besarnya tarif dibedakan atas dasar tahap kegiatan dan status (perpanjangan atau tidak).

Adapun untuk kuasa pertambangan (PMDN), pengenaan tarif iuran tetap diatur dalam SK Mentamben No.1165/844/1992. Tarif iuran tetap yang dikenakan kuasa pertambangan (PMDN) merupakan tarif satuan atas nilai rupiah per satuan luas eksploitasi/eksplorasi (hektar) dan besarnya tarif juga dibedakan atas dasar tahap kegiatan dan status (perpanjangan atau tidak). Pemungutan iuran tetap, yang dikenakan pada PMA maupun PMDN di sektor pertambangan, dilakukan setiap semester. Sesuai PP No. 55 Tahun 2005 maka bagian daerah dari landrent adalah sebesar 80% dengan rincian 16% untuk Provinsi yang bersangkutan dan 64% untuk Kabupaten/Kota penghasil.

Page 73: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

III-59

Transfer�ke�Daerah

Iuran Eksplorasi dan Eksploitasi (Royalty) adalah iuran produksi pemegang kuasa usaha pertambangan atas hasil dari kesempatan eksplorasi/eksploitasi. Royalty adalah pembayaran kepada Pemerintah berkenaan dengan produksi mineral yang berasal dari area penambangan. Royalti harus dibayar dalam satuan rupiah atau satuan lainnya yang disetujui bersama. Tarif royalti untuk pertambangan mineral dan batubara ditetapkan melalui PP No. 45 Tahun 2003, dan sesuai PP No. 55 Tahun 2005, bagian daerah dari royalti adalah sebesar 80% dengan rincian 16% untuk Provinsi yang bersangkutan, 32% untuk Kabupaten/Kota penghasil dan 32% untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam Provinsi yang bersangkutan.

Dalam PP No.45 Tahun 2003 tarif royalti bersifat ad valorem (dalam persentasi) dan dikenakan terhadap harga jual yang telah dikalikan dengan jumlah produksi. Adapun besarnya tarif berbeda-beda untuk setiap jenis dan kualitas bahan galian. PP No.45/2003 ini juga memasukkan peraturan mengenai besarnya tarif royalti untuk bahan tambang batubara. Sebelumnya pengenaan royalti untuk batubara sudah termasuk dalam bagian pemerintah dari Dana Hasil Produksi Batubara (DHPB) yang diatur dalam Keppres No.75 Tahun 1996. Dalam peraturan tersebut, pemerintah mendapat 13,5% dari produksi batubara (dana hasil produksi batubara/DHPB). Bagian pemerintah sebesar 13,5% tersebut sudah mencakup pembayaran royalti yang diestimasikan sebesar 3,3% dari 13,5% DHPB.

1. Perhitungan DBH SDA Pertambangan Umuma. Iuran Tetap (Landrent/Deadrent):

Iuran Tetap (landrent/deadrent) adalah iuran yang diterima negara sebagai imbalan atas kesempatan Penyelidikan Umum, Eksplorasi atau Eksploitasi pada suatu wilayah kerja. Iuran Tetap (landrent/deadrent) adalah seluruh penerimaan iuran yang diterima Negara sebagai imbalan atas kesempatan Penyelidikan Umum, Eksplorasi atau Eksploitasi pada suatu Wilayah Kuasa Pertambangan (dalam hal ini termasuk Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara). Tatacara penghitungan Iuran Tetap (landrent/deadrent) sebagai berikut:

Iuran Tetap = Luas Wilayah KP/KK/PKP2B (Ha) x Tarif (Rp/US $)

Berikut adalah Tarif Iuran Tetap untuk PMA:

Page 74: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

III-60

Tabel 3.3.

Tarif Iuran Tetap (Landrent) untuk PKP2B dan Kontrak KaryaBerdasarkan�PP�No�45�Tahun�2003

Tahap Tahun ke Tarif (US $ per hektar)Penyelidikan�Umum I 0.05

II 0.10Eksplorasi I 0.2

II 0.25III 0.30

IV* 0.50V* 0.70

Studi�Kelayakan I 1.00II* 1.00

Konstruksi I 1.00II 1.00III 1.00

Eksploitasi Endapan�laterit�dan�endapan�permukaan

2.00

Endapan�primer�dan�aluvial 4.00Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan, 2007

Sedangkan tabel berikut adalah tarif iuran tetap untuk PMDN:

Tabel 3.4.

Tarif Iuran Tetap (Landrent) untuk Kuasa Pertambangan Berdasarkan�PP�No.45�Tahun�2003

Tahap Tahun Ke Satuan Tarif (Rp)

Penyelidikan�Umum I ha/tahun 500Eksplorasi I ha/tahun 2.000

II ha/tahun 2.500III ha/tahun 3.000

Perpanjangan�Eksplorasi

I ha/tahun 5.000

II ha/tahun 7.000Pembangunan�

Fasilitas�Eksplorasi I ha/tahun 8.000

II ha/tahun 8.000

Page 75: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

III-61

Transfer�ke�Daerah

Tahap Tahun Ke Satuan Tarif (Rp)

III ha/tahun 8.000Eksploitasi Endapan�laterit�

dan�endapan�permukaan

ha/tahun 15.000

Endapan�primer�dan�aluvial ha/tahun 25.000

Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan, 2007

b. Iuran Eksplorasi/Eksploitasi (Royalti)

Iuran Eksplorasi dan Eksploitasi (Royalty) adalah iuran produksi pemegang kuasa usaha pertambangan atas hasil dari kesempatan eksplorasi/eksploitasi. Iuran Eksplorasi/Eksploitasi (Royalti) adalah iuran produksi yang diterima Negara dalam hal Pemegang Kuasa Pertambangan Eksplorasi mendapat hasil berupa bahan galian yang tergali atas kesempatan eksplorasi yang diberikan kepadanya serta atas hasil yang diperoleh dari usaha pertambangan eksploitasi satu atau lebih bahan galian. Tatacara penghitungan Iuran Eksplorasi/Eksploitasi (Royalti) sebagai berikut:

Jumlah Produksi yang Terjual x Prosentase Tarif (%) x Harga Jual (US$)

Berikut adalah tarif royalti sektor pertambangan:

Tabel 3.5

Tarif Royalti Sektor Pertambangan�Umum�Berdasarkan�PP�No.45/2003

No.Jenis�Mineral/Bahan�Galian

Tingkat�Kualitas�(KKal)

Dasar�Perhitungan Tarif�%

1 Batu�Bara�(Open Pil) <5100 - 3.00

5100-6100 - 5.00

>6100 - 7.00

2 Batu�Bara�(Underground) <5100 - 2.00

5100-6100 - 4.00

>6100 - 6.00

3 Gambut - Logam 3.00

4 Bijih�Nikel�(Garnieritik) - Logam 5.00

5 Bijih�Nikel�(Limonitik) - Logam 4.00

Page 76: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

III-62

No.Jenis�Mineral/Bahan�Galian

Tingkat�Kualitas�(KKal)

Dasar�Perhitungan Tarif�%

6 Kobal - Logam 5.00

7 Timah - Logam 3.00

8 Tembaga - Logam 4.00

9 Timbal - Logam 3.00

10 Seng - Logam 3.00

11 Besi� - Logam 3.00

12 Emas - Logam 3.75

13 Perak� - Logam 3.25

14 Platina - Logam 3.75

15 Air�Raksa - Logam 3.75

16 Antimonil - Logam 4.50

17 Bismut - Logam 4.50

18 Wolfram - Logam 4.50

19 Vanadium - Logam 4.50

20 Molibdeni - Logam 4.50

21 Titan - Logam 3.50

22 Kromit - Konsentrat 3.50

23 Monasit - Konsentrat 4.50

24 Xenolium - Konsentrat 4.50

25 Ilmenit - Logam 2.50

26 Zircon - Konsentrat 4.50

27 Rutile - Konsentrat 4.50

28 Pasir�Besi - Konsentrat 3.75

29 Belerang - Konsentrat 3.50

30 Bauksit - Bijih 3.75

31 Mangan - Bijih 3.25

Page 77: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

III-63

Transfer�ke�Daerah

No.Jenis�Mineral/Bahan�Galian

Tingkat�Kualitas�(KKal)

Dasar�Perhitungan Tarif�%

32 Batuan�Aspal - - 3.75

33 Barit - - 3.25

34 Yodium - - 3.75

35 Pasir�Urug�(Lepas�Pantai) - - 3.75

36 Kristal�Kuarsa - - 3.75

37 Pirit� - Konsentrat 2.50

38 Intan - Karat 6.50

39 Granit�Blok - - 4.00

40 Granit�Bubuk�(Pecah) - - 3.00

Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan, 2007

3.2.2.3. DBH SDA KehutananTabel 3.6

Formulasi Dana Bagi Hasil Kehutanan

Jenis�Sumber�Daya�Alam Formula�Alokasi Dasar�Hukum Administrasi�

PemungutanIuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH)Ket�:�Tarif�satuan�

(Rp)�berdasarkan�status�HPH,�wilayah�dan�kelompok�SDA�Hutan)

•� Pusat=�20%•� Provinsi�ybs=�16%•� Kabupaten/Kota�

penghasil=�64%

•� UU�No.�41/1999�tentang�Kehutanan.

•� UU�No.33/2004�Bab�6��pasal�11�dan�15.

•� PP�No.�55�Tahun�2005�tentang�Dana�Perimbangan�Pasal�15�dan�16.

•� Terlebih�dahulu�disetor�ke�Rekening�Menteri�Kehutanan,�kemudian�setiap�akhir�pekan�disetor�ke�Kas�Negara.

•� Keppres�No.36/1989�(lama)�atas�PP�No.�59/1998:�Tarif�atas�Jenis�Penerimaan�Negara�Bukan�Pajak�yg�berlaku�pada�Dephutbun.

•� Pemungutan�sekali�untuk�satu�masa�berlaku�HPH�(license fee)

Page 78: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

III-64

Jenis�Sumber�Daya�Alam Formula�Alokasi Dasar�Hukum Administrasi�

PemungutanProvisi Sumber Daya Hutan(PSDH)Ket:�Tarif�PSDH�(Rp)�

bervariasi�tergantung�kelompok�jenis�kayu/bukan�kayu��(SK�Menhutbun�No.�858/Kpts-II/1999�dan�No.�859/Kpts-II/1999)

•� Pusat=�20%•� Provinsi�ybs=�16%•� Kabupaten/Kota�

penghasil=�32%•� Kabupaten/Kota�

Lainnya�dlm�Provinsi�ybs=�32%

•� UU�No.�41/1999�tentang�Kehutanan.

•� UU�No.33/2004�Bab�6��pasal�11�dan�15.�

•� PP�No.�55�Tahun�2005�tentang�Dana�Perimbangan�Pasal�15�dan�16.

•� PP�No.�51/1998:�Perubahan�IHH�menjadi�Provisi�Sumber�Daya�Hutan.

•� atas�PP�No.�59/1998:�Tarif�atas�Jenis�PNBP�yg�berlaku�pada�Dephutbun.

•� PP�No.�67/1998�(perubahan�PP�No.�30/1990):�Pengenaan,���Pemungutan,�dan�Pembagian�IHH.

•� PP�No.�92/1999�tentang�perubahan�kedua�atas�PP�No.�59/1998�tentang�tarif�atas�jenis�PNBP�yang�berlaku�di�Dephutbun.

•� Terlebih�dahulu�disetor�ke�Rekening�Menteri�Kehutanan,�kemudian�setiap�akhir�pekan�disetor�ke�Kas�Negara.

•� Pungutan�royalti�dibayar�oleh�pemegang�HPH�jika�hasil�produksi�disalurkan�ke�industri�yang�tidak�terkait�dengan�pemegang�HPH,�dan�dibayar�oleh�industri�jika�hasil�produksi�disalurkan�ke�industri�yang�terkait�dengan�pemegang�HPH.

Kepres�No.�36/1989�(lama)�atas�PP�No.59/1998:�Tarif�atas�Jenis�Penerimaan�Negara�Bukan�Pajak�yg�berlaku�pada�Dephutbun.

Page 79: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

III-65

Transfer�ke�Daerah

Jenis�Sumber�Daya�Alam Formula�Alokasi Dasar�Hukum Administrasi�

PemungutanDana ReboisasiKet:�Tarif�(US�$)�

bervariasi�berdasarkan�wilayah,�kelompok�produk�Hutan,�dan�tujuan�produksi.

•� Pusat=�60%•� Kabupaten/Kota�

penghasil=�40%

•� UU�No.�41/1999�tentang�Kehutanan

•� UU�No.33/2004�Bab�6��pasal�11�dan15.

•� PP�No.�55�Tahun�2005�tentang�Dana�Perimbangan�Pasal�15�dan�16.

•� PP�No.�92/1999�(perubahan�kedua�tarif�Dana�Reboisasi�atas�PP�No.�59/1998):�Tarif�atas�Jenis�Penerimaan�Negara�Bukan�Pajak�yg�berlaku�pada�Dephutbun.

•� Terlebih�dahulu�disetor�ke�Rekening�Menteri�Kehutanan,�kemudian�setiap�akhir�pekan�disetor�ke�Kas�Negara.�Mulai�2008�disediakan�rekening�valas�khusus�untuk�DR.

Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan, 2007

Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak dari sektor kehutanan terdiri: (1) Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH), (2) Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) yang merupakan royalti; dan (3) Dana Reboisasi. Definisi masing-masing penerimaan adalah sebagai berikut:

- Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH) adalah pungutan yang dikenakan kepada Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hutan atas suatu kawasan hutan tertentu yang dilakukan sekali pada saat izin tersebut diberikan.

- Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH); adalah pungutan yang dikenakan sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil yang dipungut dari Hutan Negara, dan

- Dana Reboisasi (DR); adalah dana yang dipungut dari pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan dari Hutan Alam yang berupa kayu dalam rangka reboisasi dan rehabilitasi hutan

- Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH) adalah pungutan yang bersifat license fee (terkait dengan perizinan). Tarif IIUPH terakhir diatur dalam PP No. 59/1998. Di dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa tarif yang dikenakan adalah tarif satuan Rp per satuan luas HPH (hektar). Besarnya tarif tergantung dari (1) kategori wilayah dan (2) status HPH (baru/perpanjangan/ HPHTI). IHPH dikenakan satu kali untuk jangka waktu berlakunya HPH (atau sekitar 20 tahun).

Page 80: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

III-66

Tarif PSDH tertuang dalam SK Menhutbun No.859/Kpts-II/1999. Dalam peraturan tersebut, tarif yang dikenakan adalah tarif satuan Rp per m3, yang besarnya tergantung dari (1) kategori wilayah dan (2) kelompok jenis kayu/bukan kayu. PSDH dikenakan terhadap pemegang HPH, pemegang Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPHH) dan pemegang Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) (lihat UU No. 41/1999 juga PP No. 6/1999). Pada HPH, untuk penyaluran produksi ke industri terkait dengan HPH, pembayaran dilakukan oleh pihak industri penerima. Untuk produksi yang disalurkan ke industri yang tidak terkait dengan pemegang HPH, pembayaran dilakukan oleh pemegang HPH pada saat pengangkutan. Pembayaran dilakukan setiap bulan atas dasar produksi bulan sebelumnya, disetor langsung ke Rekening Menteri Kehutanan.

Perhitungan jumlah kayu yang dikenai kewajiban untuk membayar PSDH dan Dana Reboisasi didasarkan dari Laporan Hasil Penebangan (LHP). Sistem pelaporan produksi hasil hutan tersebut bersifat self assesment yaitu perusahaan pemegang HPH mengisi volume produksi dan jenis tanaman. Setelah itu diterbitkan dokumen SKSHH (Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan) yang sebelumnya disebut SAKO. Pengesahan LHP dilakukan setelah diadakan pengukuran sampling 10% dari area produksi oleh petugas kehutanan untuk menguji kebenaran pengisisan dokumen LHP. Jika terjadi penyimpangan volume <5%, LHP tetap disahkan, namun tidak berlaku untuk kesalahan pengisian jenis tanaman.

Mulai tahun 2006 dilakukan pengalihan sumber penerimaan yang berasal dari kehutanan yakni semula dana alokasi khusus dana reboisasi (DAK-DR) menjadi DBH dana reboisasi (DBH-DR) serta Penetapan DBH PPh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPOPDN) dan PPh Psl 21 masing-masing kabupaten/kota yang sebelumnya ditetapkan oleh Gubernur mulai tahun 2006 ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Dalam perkembangannya, realisasi DBH senantiasa menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan meningkatnya realisasi penerimaan dalam negeri yang dibagihasilkan.

Tarif Dana Reboisasi diatur dalam PP No. 92/1999 yang merupakan perubahan kedua atas PP No. 59/1999. Tarif Dana Reboisasi merupakan tarif satuan US $ per m3, dimana besarnya tergantung dari (1) kategori wilayah dan (2) kelompok jenis kayu/bukan kayu. Menurut UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, pungutan Dana Reboisasi ini dikenakan terhadap pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan pemegang Hak Pemungutan Hasil Hutan.

Perhitungan bagian daerah akan Ditetapkan berdasarkan rencana produksi hasil hutan dan rencana penerbitan izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) atau Usaha Pemanfaatan Hutan (UPH) dengan perhitungan sebagai berikut:

- Perkiraan penerimaan IHPH, baik hutan alam maupun tanaman yang dihitung dari luas areal yg akan diterbitkan izin HPH/UPH dikalikan tarif IHPH yang berlaku

Page 81: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

III-67

Transfer�ke�Daerah

- Perkiraan penerimaan PSDH yang dihitung dari target produksi hasil hutan kayu dan bukan dan dikali tarif PSDH yang berlaku

- Perkiraan Penerimaan PSDH dan yang bersumber dari tunggakan PSDH

3.2.2.4. DBH SDA PerikananTabel 3.7.

Formulasi Dana Bagi Hasil Perikanan

Jenis�Sumber�Daya�Alam Formula�Alokasi Dasar�Hukum Administrasi�

Pemungutan

Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP)

Ket:�Tarif�(US�$)�berdasarkan�ukuran�kapal.

•� Pusat�=�20%•� Daerah�=��80%�

(dibagikan�secara�merata�kpd�seluruh�Kabupaten/Kota�seluruh�Indonesia)

•� UU�No.33/2004�Bab�6��pasal�11�dan�18.�

•� PP�No.�55�Tahun�2005�tentang�Dana�Perimbangan�Pasal�15�dan�20.

•� Keppres�No.�8/1975�tentang�PPP�dan�PHP�bagi�PMA/PMDN�Bidang�Perikanan.

•� SK�Mentan�No.�424/Kpts/Um/77�tentang�Tarif�PPP�dan�PHP�bagi�PMA�dan�PMDN�di�bidang�Perikanan.

•� SK�Mentan�No.�425/Kpts/Um/77�tentang�Tatacara�Pelaksanaan�Penagihan,�Pembayaran�dan�Pembukuan�PPP�dan�PHP�bagi�PMA�dan�PMDN�di�bidang�Perikanan.�

•� Pembayaran�dilakukan�pada�saat�pengajuan�permohonan�Surat�Ijin�Kapal�Perikanan.

•� Disetor�langsung�ke�kas�negara.

Pungutan Hasil Perikanan (PHP)Ket:�Tarif�(%)�

berdasarkan�golongan�jenis�ikan.

•� Pusat=�20%•� Daerah=�80%�

(dibagikan�secara�merata�kpd�seluruh�Kabupaten/Kota�seluruh�Indonesia)

•� UU�No.33/2004�Bab�6��pasal�11�dan�18.�

•� PP�No.�55�Tahun�2005�tentang�Dana�Perimbangan�Pasal�15�dan�20.

•� Keppres�No.�8/1975�tentang�PPP�dan�PHP�bagi�PMA/PMDN�Bidang�Perikanan.

•� PHP�dikenakan�terhadap�hasil�produksi�perikanan�yang�diekspor�berdasarkan�Sertifikat Mutu Ekspor.

Page 82: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

III-68

Jenis�Sumber�Daya�Alam Formula�Alokasi Dasar�Hukum Administrasi�

Pemungutan

•� Disetor�langsung�ke�kas�negara�(Rekening�Depkeu�Nomor�Khusus�di�BI).

•� SK�Mentan�No.�424/Kpts/Um/77�tentang�Tarif�PPP�dan�PHP�bagi�PMA�dan�PMDN�di�bidang�Perikanan.

•� SK�Mentan�No.�425/Kpts/Um/77�tentang�Tatacara�Pelaksanaan�Penagihan,�Pembayaran�dan�Pembukuan�PPP�dan�PHP�bagi�PMA�dan�PMDN�di�bidang�Perikanan

Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan, 2007

DBH Sumber Daya Alam Perikanan berasal dari Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP) dan Pungutan Hasil Perikanan (PHP). Pungutan Pengusahaan Perikanan, yaitu pungutan hasil perikanan yang dikenakan kepada perusahaan perikanan Indonesia yang memperoleh Izin Usaha Perikanan (IUP), Alokasi Penangkapan Ikan Penanaman Modal (APIPM), dan Surat Ijin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI), sebagai imbalan atas kesempatan yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia untuk melakukan usaha perikanan dalam wilayah perikanan Republik Indonesia. Pungutan Hasil Perikanan, yaitu pungutan hasil perikanan yang dikenakan kepada perusahaan perikanan Indonesia yang melakukan usaha penangkapan ikan sesuai dengan Surat Penangkapan Ikan (SPI) yang diperoleh.

Pungutan untuk sektor perikanan ini diatur dalam SK Menteri Pertanian No.424/Kpts/7/1977. Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP) bersifat license fee, dikenakan satu kali pada saat pengajuan permohonan Surat Ijin Kapal Perikanan. Tarif PPP merupakan tarif nominal (US $) dan didasarkan atas ukuran kapal penangkapan ikan (Dead Weight Ton - DWT). Dalam hal ini tarif dikenakan atas dasar berat kosong kapal. Adapun Pungutan Hasil Perikanan (PHP) dikenakan pada hasil produksi sektor perikanan yang diekspor. Tarif yang dikenakan bersifat ad valorem (persentasi), dimana besar tarif dibedakan menurut kelompok jenis ikan.

1. Perhitungan DBH SDA Perikanan

a. Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP)

Page 83: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

III-69

Transfer�ke�Daerah

Objek yang penting dalam penghitungan PPP adalah: Kapal Penangkapan Ikan.

Sementara rumus yang dipakai untuk menghitung PPP adalah:

PPP = Tarif (US $) x Ukuran Kapal (DWT)

Data yang dibutuhkan untuk dapat menghitung PPP adalah:

1. Data Jumlah Surat Izin Kapal Perikanan yang dikeluarkan.

2. Daftar Tarif Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP)

Tabel 3.8.

Tarif Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP) Berdasarkan�SK�Mentan�No.424/Kpts/7/1977

No. Ukuran�Kapal Tarif

1 <50�DWT US�$�500

2 50-100�DWT US�$�1000

Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan, 2007

Catatan: Untuk setiap kelebihan di atas 100 DWT dengan pembulatan perhitungan sampai dengan 50 DWT dikenakan tambahan US $ 250.

b. Pungutan Hasil Perikanan (PHP)

Objek dalam penghitungan PHP ini adalah: Hasil Produksi Sektor Perikanan yang diekspor, dengan rumus sebagai berikut:

PHP = Hasil Produksi (Ton) x Tarif (%)

atau yang diperlukan adalah:

1. Data Hasil Ekspor Produksi Sektor Perikanan.

2. Daftar Tarif PHP untuk setiap jenis ikan.

Dalam penghitungan ini hal yang paling penting untuk diperhatikan adalah jumlah kapal dan volume hasil produksi perikanan yang akan diekspor.

Page 84: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

III-70

Tabel 3.9

Tarif Pungutan Pungutan Hasil Perikanan (PHP) Berdasarkan�SK�Mentan�No.424/Kpts/7/1977

No. Golongan Jenis Tarif (%)

1 Udang 2

2 Ikan�Tuna,�Cakalang. 1.5

3 Lain-lain�yang�tidak�termasuk�gol.1�dan�2 1

Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan, 2007

3.2.3. PENETAPAN ALOKASI DBH SUMBER DAYA ALAMPenetapan Alokasi DBH SDA diatur dalam PP 55 tahun 2005 pasal 27 sebagai berikut:

- Menteri Teknis menetapkan daerah penghasil dan dasar penghitungan DBH SDA paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum tahun anggaran bersangkutan dilaksanakan setelah berkonsultasi dengan Menteri Dalam Negeri.

- Dalam hal sumber daya alam berada pada wilayah yang berbatasan atau berada pada lebih dari satu daerah, Menteri Dalam Negeri menetapkan daerah penghasil sumber daya alam berdasarkan pertimbangan menteri teknis terkait paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah diterimanya usulan pertimbangan dari menteri teknis.

- Ketetapan Menteri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud menjadi dasar penghitungan DBH sumber daya alam oleh menteri teknis.

- Ketetapan Menteri teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan.

- Menteri Keuangan menetapkan perkiraan alokasi DBH SDA untuk masing-masing daerah paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya ketetapan dari menteri teknis.

- Perkiraan alokasi DBH Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk masing-masing daerah ditetapkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah menerima ketetapan dari menteri teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perkiraan bagian pemerintah, dan perkiraan unsur-unsur pengurang lainnya.

Page 85: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

III-71

Transfer�ke�Daerah

3.2.4. PENYALURAN ALOKASI DBH SUMBER DAYA ALAMPenyaluran DBH SDA TA 2008 dilaksanakan secara triwulanan, dengan besaran:

a. Triwulan I dan II disalurkan 20% dari PMK Perkiraan Alokasi;

b. Triwulan III dan IV disalurkan berdasarkan realisasi penerimaan sumber daya alam tahun anggaran berjalan dengan memperhitungkan penyaluran pada triwulan I dan II.

3.2.5. KEBIJAKAN DANA BAGI HASIL TAHUN 2008Hasil kesepakatan antara Panitia Kerja Belanja Daerah dari Panitia Anggaran DPR RI dengan pemerintah, Dana Bagi Hasil telah ditetapkan sebesar Rp. 66.070,8 miliar dari total Dana Perimbangan sebesar Rp. 266.780,14 miliar atau sejumlah 24,76 % dari Dana Perimbangan. Sebagai catatan disini, untuk tahun 2008, Dana Bagi Hasil dari Panas Bumi belum dialokasikan.

Tabel 3.10

Rincian Dana Bagi Hasil 2001-2008

Keterangan�(Miliar�Rupiah)

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

APBNP APBN APBNP APBN APBN APBN APBN APBN

Dana Perimbangan 41.477 94.532 109.927 112.187 124.310 216.592 250.342 266.780

Dana Bagi Hasil 20.259 24.600 29.925 26.928 31.220 59.358 68.461 66.070

Pajak 8.551 11.946 15.834 16.419 19.500 26.238 33.060 36.333

��PPh�(Ps.�21,�25,�dan�29) 3.104 4.071 5.466 6.042 6.400 6.001 7.474 8.491

��PBB 4.272 5.670 8.519 7.710 9.800 14.957 20.196 22.989

��BPHTB 1.176 2.205 1.850 2.668 3.200 5.280 5.389 4.852

Sumber Daya Alam 11.708 12.655 14.091 10.509 11.800 33.120 32.020 29.737

��Minyak�Bumi 5.897 5.785 6.231 3.837 4.700 16.736 15.827 12.850

��Gas�Alam 3.836 4.779 5.668 4.660 4.600 12.500 11.623 10.770

��Pertambangan�Umum 743 1.072 1.192 1.303 1.600 2.395 2.851 4.245

��Kehutanan 999 786 570 228 300 1.158 1.519 1.711

��Perikanan 233 233 430 480 600 331 200 160

Sumber : APBN, Departemen Keuangan

Page 86: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

III-72

Adapun Perincian Dana Bagi Hasil tahun 2008 adalah sebagai berikut:

a. Dana Bagi Hasil Pajak sebesar Rp. 36.333,6 miliar, yang terdiri dari:

1. Pajak Penghasilan sebesar Rp. 8.491,06 miliar.

a) PPh Pasal 21 sebesar Rp. 7.900,10 miliar.

b) PPh Pasal 25 dan Pasal 29 WPOPDN sebesar Rp. 590,96 miliar.

2. Pajak Bumi dan Bangunan sebesar Rp. 22.989,8 miliar.

3. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebesar Rp. 4.852,7miliar.

b. Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (SDA) sebesar Rp. 29.737,2 miliar, yang terdiri dari:

1. Minyak Bumi sebesar Rp. 12.850 miliar.

2. Gas Alam sebesar Rp. 10.770 miliar.

3. Pertambangan Umum sebesar Rp. 4.245 miliar, dengan komponen:

a) Iuran Tetap sebesar Rp. 53,28 miliar.

b) Royalti sebesar Rp. 4.191,84 miliar.

4. Kehutanan sebesar Rp. 1.711,28 miliar; dengan komponen.

a) Provisi Sumber Daya Hutan sebesar Rp. 1.198,9 miliar.

b) Iuran Hak Pengusahaan Hutan/IIUPH sebesar Rp. 3,8 miliar.

c) Dana Reboisasi sebesar Rp. 508,52 miliar.

5. Perikanan sebesar Rp. 160 miliar.

Dalam rangka penyempurnaan proses dan mekanisme penyaluran Dana Bagi Hasil serta menghindari terjadinya keterlambatan dalam proses penyaluran Dana Bagi Hasil ke daerah, pemerintah akan melakukan beberapa hal:

1. Meningkatkan koordinasi antar departemen dan instansi yang terkait dalam hal penetapan daerah penghasil serta bagian daerah penghasil, termasuk didalamnya dalam mekanisme konsultasi dengan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD).

2. Meningkatkan transparansi perhitungan dan penyaluran Dana Bagi Hasil.

3. Meningkatkan ketepatan dan kecepatan data-data yang digunakan dalam perhitungan dana bagi hasil dari depertemen teknis dan instansi terkait.

4. Mengupayakan penetapan dana bagi hasil dapat dilakukan sebelum tahun anggaran baru dimulai sebagaimana halnya penetapan Dana Alokasi Umum.

Page 87: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

III-73

Transfer�ke�Daerah

3.2. DANA ALOKASI UMUMDiterapkannya UU No. 33 Tahun 2004 memiliki dampak atau implikasi yang cukup besar terhadap perekonomian daerah pada umumnya. Salah satunya dengan adanya dana perimbangan, yang terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Melalui kebijakan bagi hasil sumber daya alam diharapkan daerah dan masyarakat setempat dapat lebih merasakan hasil dari sumberdaya alam yang dimiliki. Karena selama ini hasil sumber daya alam lebih banyak dinikmati oleh pemerintah pusat dibandingkan masyarakat setempat. Bagi Hasil Sumber Daya Alam ditujukan untuk mengurangi ketimpangan vertikal (vertical imbalance) antara pemerintah pusat dan daerah penghasil, sedangkan DAU untuk mengurangi ketimpangan horisontal (horizontal imbalance) antar daerah.

DAU merupakan Transfer pemerintah Pusat kepada Daerah bersifat “Block Grant” yang berarti kepada Daerah diberi keleluasaan dalam penggunaannya sesuai dengan prioritas dan kebutuhan Daerah dengan tujuan untuk menyeimbangkan kemampuan keuangan antar Daerah. DAU terdiri dari DAU untuk Daerah Provinsi dan Kabupaten/ Kota. Besaran DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari Pendapatan Dalam Negeri Netto yang ditetapkan dalam APBN s.d. TA 2007, sedangkan mulai TA 2008 ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari PDN Netto. Proporsi DAU untuk Daerah Provinsi dan untuk Daerah Kabupaten/Kota ditetapkan berdasarkan imbangan kewenangan antara Provinsi dan Kabupaten/Kota.

3.2.1. Penyusunan Formula dan Perhitungan DAU

1. Formula DAU Formula DAU menggunakan pendekatan fiscal gap (celah fiscal) yaitu selisih antara fiscal needs (Kebutuhan Fiskal) dikurangi dengan fiscal capacities (Kapasitas Fiskal) Daerah dan Alokasi Dasar (AD). Adapun formula DAU sebagai berikut:

Dau = alokasi Dasar (aD) + Celah Fiskal (CF)

aD = gaji pns Daerah

CF = Kebutuhan Fiskal - Kapasitas Fiskal

2. Variabel DAU:a. Variabel kebutuhan fiskal terdiri dari :

Page 88: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

III-74

- Sampai dengan TA 2005 variabel kebutuhan fiskal terdiri dari : jumlah penduduk, luas wilayah, indeks kemahalan konstruksi, dan indeks kemiskinan relatif. (sesuai UU No. 25/1999)

- Mulai TA 2006 variabel kebutuhan fiskal terdiri dari : jumlah penduduk, luas wilayah, indeks pembangunan manusia, indeks kemahalan konstruksi, dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita. (sesuai UUNo. 33/2004)

b. Variabel kapasitas fiskal yang merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari PendapatanAsli Daerah (PAD) dan Dana Bagi Hasil.

Gambar 3.10.

Sistematika Penyusunan Formula DAU

Page 89: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

III-75

Transfer�ke�Daerah

3. Penghitungan DAUDalam penghitungan DAU dapat dijabarkan sebagai berikut :

Kebutuhan Fiskal (KbF)- Sampai dengan TA 2005 sesuai UU No. 25/1999 bahwa formula DAU di rumuskan

sebagai berikut:

Kbf = Total Pengeluaran Rata-rata Daerah i x (0,4 Indeks Penduduk + 0,1 Indeks Kemiskinan Relatif (IKR) + 0,1 Luas Wilayah + 0,4 Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK)).

- Mulai TA 2006 berdasarkan UU No. 33/2004 formula tersebut disesuaikan menjadi:

Kbf = Total Pengeluaran Rata-rata Daerah i x ( Indeks Jumlah Penduduk + Luas Wilayah + Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) + PDRBper kapita) + Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Kapasitas Fiskal (KpF)- Sampai dengan TA 2005 sesuai UU No. 25/1999:

Kapasitas Fiskal = PAD + (PBB + BPHTB + PPh + SDA)

Dimana perhitungan untuk PAD = Estimasi berdasarkan proyeksi PDRB

- mulai TA 2006 sesuai UU No. 33/2004

Kapasitas Fiskal = PAD + (PBB + BPHTB + PPh + SDA)

Celah Fiskal (CF)- Celah Fiskal dihitung berdasarkan selisih antara kebutuhan fiskal daerah dan

kapasitas fiskal daerah. Jika kebutuhan fiskal sama dengan kapasitas fiskal, maka jumlah DAU yang diterima akan sama dengan Alokasi Dasar.

- Dalam hal celah fiskal negatif, maka jumlah DAU yang diterima Daerah adalah sebesar Alokasi Dasar setelah diperhitungkan dengan nilai absolut dari celah fiskalnya, sehingga akan mengurangi jumlah Total DAU yang akan diterima daerah. Apabila ternyata nilai absolut dari celah fiskal tersebut lebih besar dibandingkan Alokasi Dasarnya, maka daerah tersebut tidak akan menerima DAU atau DAU = 0. Hal yang perlu diperhatikan bahwa apabila suatu daerah tidak menerima DAU sama sekali, tidak berarti bahwa daerah tersebut tidak menerima transfer apapun dari pemerintah pusat. Kemungkinan daerah-daerah yang tidak menerima DAU

Page 90: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

III-76

sudah menerima dana bagi hasil pajak maupun bukan pajak yang cukup besar serta mempunyai APBD yang besarnya jauh di atas rata-rata nasional.

3.2.2. DAU sebagai Instrumen Pemerataan Kemampuan FiskalSeperti sudah disebutkan di bagian pendahuluan, tujuan DAU adalah sebagai instrumen untuk equalizing grant atau pemerataan kemampuan fiskal antar daerah. Untuk itu, berhasil tidaknya alokasi DAU akan sangat ditentukan tercapai tidaknya upaya perbaikan pemerataan kemampuan fiskal antar daerah dari tahun ke tahun.

Upaya membuat alokasi DAU dengan hanya berdasarkan formula murni sebenarnya adalah upaya langsung untuk memperbaiki pemerataan kemampuan fiskal antar daerah (ketimpangan horisontal) yang selama ini terjadi sebagai akibat dari kebijakan hold harmless. Kebijakan tersebut praktis mengurangi kemampuan DAU untuk lebih memperkuat APBD daerah-daerah termiskin di Indonesia yang kebutuhan fiskalnya jauh melebihi kapasitas fiskalnya.

Sesuai dengan amanat UU Nomor 33 Tahun 2004, maka mulai tahun 2008 terdapat perubahan yang signifikan dalam kebijakan pengalokasian DAU. Pasal 107 ayat (2) UU Nomor 33 Tahun 2004 mengamanatkan bahwa perhitungan alokasi DAU berdasarkan formula dilaksanakan secara penuh mulai tahun anggaran 2008. Perhitungan DAU tahun 2008 berdasarkan formula tersebut akan menghasilkan alternatif alokasi DAU sebesar nol (tidak mendapatkan DAU), lebih kecil, sama dengan, dan lebih besar dari DAU tahun 2007.

3.3. DANA ALOKASI KHUSUSPada Bab I mengenai Ketentuan Umum UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Hal ini dipertegas di Pasal 51 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan yang menyebutkan bahwa DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas nasional dan menjadi urusan daerah.

Dalam pelaksanaannya, DAK yang dialokasikan sejak tahun 2003 mengalami perkembangan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun, baik dari sisi besaran alokasi maupun cakupan bidang yang didanai dari DAK. Jika pada tahun 2003 alokasi DAK sebesar Rp 2.269,0 miliar dan hanya dialokasikan untuk 5 bidang yaitu pendidikan, kesehatan, prasarana jalan, prasarana irigasi, dan prasarana pemerintah, maka alokasi

Page 91: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

III-77

Transfer�ke�Daerah

DAK pada tahun 2007 sebesar Rp 17.094,1 miliar dan digunakan untuk mendanai kegiatan khusus di 9 bidang.

Selanjutnya, alokasi DAK pada tahun 2008 sebesar Rp 21.202,1 miliar dan digunakan untuk mendanai kegiatan khusus pada 11 bidang yang merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas nasional. Selain digunakan untuk mendanai tambahan 2 bidang baru yaitu bidang kependudukan dan bidang kehutanan, alokasi DAK tersebut juga termasuk pengalihan dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan yang menjadi bagian anggaran Kementerian/ Lembaga ke DAK. Besarnya dana yang dialihkan tersebut Rp 4.200,0 miliar, yang terdiri dari bagian anggaran Departemen Pendidikan Nasional Rp 1.700,0 miliar, Departemen Pekerjaan Umum Rp 2.000,0 miliar, dan Departemen Kesehatan Rp 500 miliar. Pengalihan dana-dana tersebut pada dasarnya merupakan wujud nyata dari amanat Pasal 108 UU Nomor 33 Tahun 2004 mengenai pengalihan dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan yang menjadi bagian anggaran dari Kementerian/ Lembaga dan yang sudah menjadi urusan daerah ke DAK. Selain itu, alokasi DAK tahun 2008 selain diperuntukkan untuk kabupaten/kota, juga dipertuntukkan untuk provinsi yang digunakan untuk mendanai kegiatan di bidang prasarana jalan dan prasarana irigasi.

Perkembangan jumlah alokasi DAK dari tahun 2003 s.d. 2008 ini dapat ditunjukkan pada Tabel 3.13 berikut:

Tabel 3.11

Perkembangan Jumlah Alokasi DAK (Milyar Rp)

NO BIDANG 2003 2004 2005 2006 2007 2008

1 Pendidikan �625,00� �652,60� �1.221,00� �2.919,53� �5.195,29� �7.015,42�

2 Kesehatan �375,00� �456,18� �620,00� �2.406,80� �3.381,27� �3.817,37�

3 Prasarana�Jalan �842,50� �839,05� �945,00� �2.575,71� �3.113,06� �4.044,68�

4 Prasarana�Irigasi �338,50� �357,20� �384,50� �627,68� �858,91� �1.497,23�

5 Prasarana�Air�Minum�&�Penyehatan�Lingkungan�

�-� �-� �203,50� �608,00� �1.062,37� �1.142,29�

6 Prasarana�Pemerintahan

�88,00� �228,00� �148,00� �448,68� �539,06� �362,00�

7 Kelautan�dan�Perikanan �-� �305,47� �322,00� �775,68� �1.100,36� �1.100,36�

8 Pertanian �-� �-� �170,00� �1.094,88� �1.492,17� �1.492,17�

9 Lingkungan�Hidup �-� �-� �-� �112,88� �351,61� �351,61�

10 Kependudukan �279,01�

11 Kehutanan �100,00�

TOTAL 2.269,00 2.838,50 4.014,00 11.569,80 17.094,10 21.202,14

Page 92: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

III-78

Sementara itu, arah kebijakan DAK pada tahun 2008 adalah:

1. diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah dengan kemampuan keuangan dibawah rata-rata nasional, dalam rangka mendanai kegiatan penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat yang telah merupakan urusan daerah;

2. menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil, daerah rawan banjir/longsor, serta termasuk kategori daerah ketahanan pangan dan daerah pariwisata;

3. mendorong peningkatan produktivitas perluasan kesempatan kerja dan diversifikasi ekonomi terutama di pedesaan, melalui kegiatan khusus di bidang pertanian, kelautan dan perikanan, serta infrastruktur;

4. meningkatkan akses penduduk miskin terhadap pelayanan dasar dan prasarana dasar melalui kegiatan khusus di bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur;

5. menjaga dan meningkatkan kualitas hidup, serta mencegah kerusakan lingkungan hidup, dan mengurangi risiko bencana melalui kegiatan khusus di bidang lingkungan hidup, mempercepat penyediaan serta meningkatkan cakupan dan kehandalan pelayanan prasarana dan sarana dasar dalam satu kesatuan sistem yang terpadu melalui kegiatan khusus di bidang infrastruktur;

6. mendukung penyediaan prasarana di daerah yang terkena dampak pemekaran pemerintah kabupaten, kota, dan provinsi melalui kegiatan khusus di bidang prasarana pemerintahan;

7. meningkatkan keterpaduan dan sinkronisasi kegiatan yang didanai dari DAK dengan kegiatan yang didanai dari anggaran Kementerian/Lembaga dan kegiatan yang didanai dari APBD;

8. mengalihkan secara bertahap dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang digunakan untuk mendanai kegiatan-kegiatan yang telah menjadi urusan daerah ke DAK. Untuk tahun 2008, besarnya dana yang dialihkan sebesar Rp4,2 triliun yang berasal dari anggaran Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Kesehatan.

Sementara itu, sejalan dengan Pasal 6 UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akun Standar menyebutkan bahwa pada bagan akun kelompok DIPA sudah ada kelompok tersendiri yaitu ”Kelompok Transfer ke Daerah” menggantikan ”Kelompok Belanja ke Daerah”, yang selanjutnya diimplementasikan ke dalam perubahan nomenklatur APBN

Page 93: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

III-79

Transfer�ke�Daerah

dari sebelumnya ”belanja ke daerah” menjadi ”transfer ke daerah”, terdapat beberapa perubahan mendasar dalam pengelolaan DAK terutama pada pelaksanaan penganggaran di daerah dan penyaluran dari kas negara ke kas daerah.

3.3.1. FORMULASI KEBIJAKAN DANA ALOKASI KHUSUSFormulasi yang berkaitan dengan alokasi DAK secara garis besar dapat dibagi menjadi 4 kelompok besar yaitu (i) penetapan program dan kegiatan, (ii) penghitungan alokasi DAK, (iii) arah kegiatan dan penggunaan DAK, dan (iv) administrasi pengelolaan DAK.

3.3.1.1. Penetapan Program dan KegiatanSebagaimana disebutkan pada awal Bab ini bahwa kegiatan khusus yang di danai dari DAK merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas nasional dan menjadi urusan daerah. Pasal 52 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2005 menyatakan bahwa program yang menjadi prioritas nasional dimaksud dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun anggaran berrsangkutan. Sementara itu, menteri teknis mengusulkan kegiatan khusus yang akan di danai dari DAK dan ditetapkan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, sesuai dengan RKP. Selanjutnya, menteri teknis menyampaikan ketetapan mengenai kegiatan khusus tersebut kepada Menteri Keuangan, yang akan dipergunakan oleh Menteri Keuangan dalam melakukan perhitungan alokasi DAK.

Secara ringkas, mekanisme penetapan program dan kegiatan dapat dilihat pada gambar 3.11. berikut ini:

Page 94: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

III-80

Gambar 3.11.

Mekanisme Penetapan Program dan Kegiatan

Sumber: PP Nomor 55 Tahun 2005

3.3.1.2. Penghitungan Alokasi DAKPada dasarnya penghitungan alokasi DAK dilakukan sesuai dengan Pasal 54 PP Nomor 55 Tahun 2005. Penghitungan alokasi DAK dialkukan melalui 2 tahapan, yaitu:

1. penentuan daerah tertentu yang menerima DAK, dan

2. penentuan besaran alokasi DAK masing-masing daerah.

Adapun penentuan daerah tertentu tersebut harus memenuhi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Selanjutnya besaran alokasi untuk masing-masing daerah ditentukan dengan perhitungan indeks berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.

Page 95: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

III-81

Transfer�ke�Daerah

1. Kriteria UmumPada Pasal 55 di PP yang sama disebutkan bahwa kriteria umum dirumuskan berdasarkan kemampuan Keuangan Daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja Pegawai Negeri Sipil Daerah. Dalam bentuk formula, kriteria umum tersebut dapat ditunjukkan pada beberapa persamaan di bawah ini:

Kemampuan Keuangan Daerah= Penerimaan Umum APBD – Belanja Pegawai Daerah

penerimaan umum = paD + Dau + (DbH – DbHDr)

belanja pegawai Daerah = belanja pnsD

Dimana:

PAD = Pendapatan Asli Daerah

APBD = Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

DAU = Dana Alokasi Umum

DBH = Dana Bagi Hasil

DBHDR = Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi

PNSD = Pegawai Negeri Sipil Daerah

Selanjutnya, kemampuan keuangan daerah tersebut dihitung melalui indeks fiskal netto tertentu yang ditetapkan setiap tahun. Dalam pelaksanaannya, indeks fiskal netto (IFN) tertentu tersebut disamakan dengan nilai 1 (satu) atau berdasarkan rata-rata nasional dari kemampuan keuangan daerah. Dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2007 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2008 disebutkan bahwa kebijakan pengalokasian DAK diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah dengan kemampuan kemampuan fiskal yang rendah atau di bawah rata-rata nasional, yang berarti IFN-nya < 1. Selanjutnya, rata-rata kemampuan keuangan daerah secara nasional dapat dilihat sebagai berikut:

rata-rata nasional Kemampuan Keuangan Daerah=

Total Kemampuan Keuangan Daerah secara Nasional

Jumlah Daerah

Perhitungan Indeks Fiskal Netto (IFN) dilakukan dengan membagi kemampuan keuangan daerah dengan rata-rata nasional kemampuan keuangan daerah. Jika IFN tersebut lebih kecil dari satu, atau dengan kata lain daerah tersebut memiliki kemampuan keuangan daerah lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata nasional, maka daerah tersebut mendapatkan prioritas dalam memperoleh DAK.

indek Fiskal neto Daerah Z=Kemampuan Keuangan Daerah Z

Rata-rata Nasional Kemampuan Keuangan Daerah

Page 96: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

III-82

2. Kriteria KhususKriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan karakteristik daerah. Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan adalah Undang-Undang yang mengatur tentang kekhususan suatu daerah, misalnya UU Otonomi Khusus Papua. Seluruh daerah (Kabupaten/kota) di Provinsi Papua akan diprioritaskan mendapatkan DAK.

Sesuai dengan hasil rapat kerja DPR RI dan Pemerintah mengenai transfer ke daerah, kriteria khusus untuk pengalokasian DAK tahun 2008 ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan karakteristik daerah.

Untuk perhitungan alokasi DAK kabupaten/kota, kriteria khusus yang digunakan yaitu:

a. Seluruh daerah kabupaten/kota di Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan daerah tertinggal/terpencil.

b. karakteristik daerah yang meliputi:

- daerah pesisir dan pulau-pulau kecil

- daerah perbatasan dengan negara lain

- daerah rawan banjir/longsor

- daerah yang masuk dalam kategori ketahanan pangan

- daerah pariwisata

Dari hal di atas, untuk seluruh daerah kabupaten/kota di Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan daerah tertinggal/terpencil diprioritaskan untuk mendapatkan alokasi DAK. Sementara itu, untuk perhitungan alokasi DAK Provinsi digunakan kriteria khusus yang digunakan pada perhitungan alokasi DAK kabupaten/kota sebagaimana pada huruf b di atas.

3. Kriteria TeknisDari sisi ketentuan perundangan, kriteria teknis bersama-sama dengan kriteria umum dan kriteria teknis dipergunakan dalam menentukan daerah tertentu yang diprioritaskan mendapatkan alokasi DAK. Dalam konteks ini dapat dijelaskan bahwa apabila suatu daerah dapat dianggap sebagai daerah tertentu yang mendapatkan alokasi DAK dari sisi kriteria umum dan kriteria teknis, akan tetapi apabila tidak memenuhi kriteria teknis maka daerah tersebut tidak akan mendapatkan alokasi DAK untuk bidang yang relevan dengan kriteria teknis dimaksud. Sebagai contoh dapat disebutkan bahwa suatu daerah mempunyai kemampuan keuangan di bawah rata-rata nasional yang berarti dianggap layak untuk menerima alokasi DAK, namun daerah tersebut tidak layak dari sisi data

Page 97: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

III-83

Transfer�ke�Daerah

teknis yang dibutuhkan dalam perhitungan indeks teknis bidang pertanian, maka daerah tersebut juga tidak akan mendapatkan alokasi DAK bidang pertanian.

Dalam hal ini, kriteria teknis dirumuskan oleh Kementerian Negara/Departemen teknis terkait. Kriteria teknis tersebut dicerminkan dengan indikator-indikator yang dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi sarana-prasarana pada masing-masing bidang/kegiatan yang akan didanai oleh DAK. Hingga tahun 2008, terdapat 11 bidang yang didanai dari DAK.

3.1. Kriteria Teknis Bidang PendidikanIndikator Teknis untuk bidang pendidikan ditentukan oleh tiga variabel, yaitu:

- jumlah ruang kelas rusak sekolah dasar (SD) dan sekolah keagamaan setara SD yang mengalami kerusakan

- jumlah sekolah dasar (SD) dan sekolah keagamaan setara SD

- indeks Kemahalan Konstruksi (IKK)

3.2. Kriteria Teknis Bidang KesehatanIndikator Teknis untuk bidang Kesehatan terdiri dari 2, yaitu:

a. sarana pelayanan kesehatan dasar, yaitu:

- Human Poverty Index (HPI)

- Luas Wilayah

- Jumlah Penduduk

- Jumlah Puskesmas (Perawatan dan non Perawatan), Puskesmas Pembantu (Pustu), Pondok Bersalin Desa (Polindes), Puskesmas Keliling (Perairan dan Roda 4), Rumah Dinas dokter dan paramedis

- Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK).

b. Sarana Pelayanan Kesehatan Rujukan

- Penambahan Fasilitas Tempat Tidur Kelas III RS Kab/Kota

- Indeks BOR Kelas III

- Indeks Tempat Tidur Kelas III

- Indeks Rasio Tempat Tidur Kelas III

- Indeks Jumlah Penduduk

- Indeks Penduduk Miskin

Page 98: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

III-84

- Pembangunan Fisik & Penyediaan Peralatan Medis & Non Medis Unit Transfusi Darah RS Kab/Kota

- Kab/Kota yang belum memiliki UTD PMI

- Indeks Kemahalan Konstruksi

3.3. Kriteria Teknis Bidang Prasarana Jalana. Jalan Provinsi

i. Panjang Jalan

ii. Panjang Jalan Tidak Mantap

iii. Nilai Kinerja Jalan

iv. IKK (Indeks Kemahalan Konstruksi)

b. Jalan Kabupaten/Kota

i. Panjang Jalan

ii. Panjang Jalan Tidak Mantap

iii. Nilai Kinerja Jalan

iv. Nilai Kinerja Pelaporan

v. IKK (Indeks Kemahalan Konstruksi)

3.4 Kriteria Teknis Bidang Prasarana Irigasia. Irigasi Provinsi

i. Luas Irigasi

ii. Luas Rawa

iii. Luas Jaringan Irigasi dan Rawa Baik

iv. Luas Jaringan Irigasi dan Rawa Rusak Ringan

v. Luas Jaringan Irigasi dan Rawa Rusak Berat

vi. IKK (Indeks Kemahalan Konstruksi)

b. Irigasi Kabupaten/Kota

i. Luas Irigasi

ii. Luas Rawa

Page 99: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

III-85

Transfer�ke�Daerah

iii. Luas Jaringan Irigasi dan Rawa Baik

iv. Luas Jaringan Irigasi dan Rawa Rusak Ringan

v. Luas Jaringan Irigasi dan Rawa Rusak Berat

vi. Kinerja Pelaporan

vii. IKK (Indeks Kemahalan Konstruksi)

3.5 Kriteria Teknis Bidang Prasarana Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

a. Jumlah Penduduk

b. Jumlah Desa

c. Jumlah Kelurahan

d. Luas Kawasan Kumuh Perkotaan

e. Jumlah Desa Rawan Air Minum

f. Kinerja Pelaporan

g. IKK (Indeks Kemahalan Konstruksi)

3.6 Kriteria Teknis Bidang Kelautan dan PerikananIndikator Teknis untuk bidang kelautan dan perikanan mempertimbangkan:

a. Luas Baku Usaha Budidaya (Ha);

b. Produksi Perikanan Budidaya (Ton);

c. Jumlah Balai Benih Ikan (Unit);

d. Produksi Perikanan Tangkap (Ton);

e. Jumlah Pangkalan Pendaratan Ikan (Unit);

f. Panjang Garis Pantai (km);

g. Jumlah Pulau-Pulau Kecil (buah);

h. Jumlah Pokwasmas (Kelompok);

i. Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK).

3.7 Kriteria Teknis Bidang PertanianIndikator Teknis untuk bidang pertanian mempertimbangkan:

Page 100: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

III-86

a. Jumlah kelembagaan perbenihan/pembibitan (unit);

b. Populasi Ternak (ekor);

c. Luas Baku Lahan Pertanian (ha);

d. Jumlah Kantor Penyuluh Pertanian (unit);

e. Jumlah Penyuluh Pertanian (orang);

f. Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK).

3.8 Kriteria Teknis Bidang Prasarana PemerintahanIndikator teknis untuk bidang prasarana pemerintahan meliputi:

a. Daerah pemekaran Tahun 2007

b. Daerah pemekaran dan yang terkena dampak pemekaran yang belum pernah menerima DAK Prasarana Pemerintahan.

c. Daerah pemekaran yang menerima DAK Prasarana Pemerintahan lebih kecil Rp6,0 Miliar.

d. Daerah pemekaran yang menerima DAK Prasarana Pemerintahan antara Rp6,0 Miliar – Rp8,0 Miliar.

e. Daerah pemekaran yang menerima DAK Prasarana Pemerintahan antara Rp8,0 Miliar – Rp12,5 Miliar.

f. Provinsi pemekaran Wilayah Indonesia Timur yang Prasarana Pemerintahannya tidak layak.

g. Daerah pasca konflik dan pengembangan wilayah yang Prasarana Pemerintahannya tidak layak.

3.9 Kriteria Teknis Bidang Lingkungan HidupIndikator teknis untuk bidang pertanian mempertimbangkan:

a. Panjang sungai tercemar kabupaten/kota (km);

b. Jumlah Kepadatan penduduk (jiwa);

c. Luas tutupan lahan (Ha);

d. Luas lahan kritis (Ha);

e. Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK).

Page 101: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

III-87

Transfer�ke�Daerah

3.10 Kriteria Teknis Bidang KependudukanIndikator teknis untuk bidang kependudukan mempertimbangkan:

a. Kepadatan Penduduk

b. CPR = contraception prevalence rate

c. CWR = child woman ratio

d. KPS/KS 1 = keluarga prasejahtera/keluarga sejahtera 1

e. Jumlah Keluarga

f. Jumlah Penyuluh Keluarga Berencana (PKB)/Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB)

g. Jumlah Pengawas/Pengendali Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PPLKB)

h. IKK (Indeks Kemahalan Konstruksi).

3.11 Kriteria Teknis Bidang KehutananIndikator teknis untuk bidang kehutanan mempertimbangkan:

a. Rasio luas lahan kritis terhadap luas kawasan (daratan) wilayah(ha)

b. Rasio luas hutan mangrove terhadap luas kawasan (daratan) wilayah (ha)

c. IKK (Indeks Kemahalan Konstruksi)

d. DAK Kehutanan ditempatkan pada wilayah Kabupaten dengan rasio luas lahan kritis dan rasio luas hutan mangrove terhadap wilayah kabupaten lebih dari 25%

3.3.1.3. Perhitungan Alokasi DAK Masing-Masing DaerahMekanisme alokasi DAK kepada Daerah dihitung berdasarkan penggabungan dari Kriteria Umum, Kriteria Khusus, Kriteria Teknis. Secara ringkas, mekanisme alokasi DAK dapat ditunjukkan pada Gambar 3.12. berikut ini:

Page 102: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

III-88

Gambar 3.12.

Mekanisme Alokasi DAK

Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan

Berdasarkan gambar di atas, terdapat sejumlah prosedur yang harus dilakukan dalam pengalokasian DAK kepada masing-masing daerah. Langkah-langkah tersebut secara sistematis adalah sebagai berikut:

1. Menentukan daerah yang memenuhi kriteria umum, yaitu daerah yang memiliki kemampuan keuangan daerah dibawah rata-rata nasional:

2. Jika memenuhi kriteria umum yang ditunjukkan dengan Indeks Fiskal Netto (IFN), maka daerah tersebut layak memperoleh alokasi DAK,

3. Jika tidak memenuhi, maka dilihat kriteria khusus yang pertama, yaitu apakah daerah tersebut merupakan daerah yang termasuk dalam pengaturan Otonomi Khusus Papua dan termasuk daerah tertinggal. Jika termasuk maka secara otomatis daerah tersebut layak mendapatkan alokasi DAK,

Page 103: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

III-89

Transfer�ke�Daerah

4. Jika daerah tersebut tidak termasuk dalam kriteria khusus pada point dua, maka lihat kembali kriteria khusus yang kedua,yaitu karakteristik kewilayahannya yang ditunjukkan dengan Indeks Karakteristik Kewilayahan (IKW),

5. Gabungkan IFN dan IKW untuk menghasilkan Indeks Fiskal dan Wilayah (IFW), jika daerah tersebut memiliki IFW lebih besar dari satu, maka daerah tersebut secara otomatis layak mendapatkan alokasi DAK,

Dari butir di atas, daerah yang layak mendapatkan alokasi DAK adalah:

1. Daerah yang memiliki kemampuan keuangan daerah di bawah rata-rata nasional;

2. Daerah yang termasuk otonomi khusus dan daerah tertinggal;

3. Daerah yang memiliki IFW lebih besar dari satu.

Dari semua daerah yang layak memperoleh alokasi DAK, ditentukan Bobot Daerah (BD) dengan mengalikan nilai IFW dengan Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK), dari semua daerah yang layak tersebut juga ditentukan nilai Indeks Teknis (IT) dari masing-masing bidangnya, dan kemudian dihitung Bobot Teknis (BT) dengan mengalikan IT dengan IKK. Selanjutnya, besaran alokasi DAK tiap bidangnya ditetapkan berdasarkan Bobot DAK yang merupakan penggabungan dari BD dan BT.

3.3.1.4. Arah Kegiatan dalam Penggunaan Dana Alokasi KhususArah kegiatan akan mempengaruhi penggunaan DAK masing-masing bidang. Di bawah ini akan dijelaskan arah kegiatan dan penggunaan DAK masing-masing bidang.

3.3.1.4.1. Bidang PendidikanDAK Pendidikan 2008 diarahkan untuk menunjang Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun yang bermutu, dan diperuntukkan bagi SD/SDLB, MI/Salafiyah Ula, termasuk sekolah-sekolah setara SD berbasis keagamaan lainnya dalam rangka pelaksanaan program Wajar Dikdas, baik negeri maupun swasta.

Kegiatan yang didanai dari DAK Pendidikan, yaitu :

1. Rehabilitasi fisik gedung sekolah/ruang kelas

2. Pengadaan/rehabilitasi sumber dan sanitasi air bersih serta kamar mandi dan WC

3. Pengadaan/perbaikan meubelair untuk ruang kelas

4. Pembangunan/rehabilitasi rumah dinas penjaga/guru/kepala sekolah

Page 104: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

III-90

5. Peningkatan mutu sekolah dengan pembangunan/penyediaan sarana dan prasarana perpustakaan serta fasilitas pendidikan lainnya di sekolah.

3.3.1.4.2. Bidang KesehatanDAK Kesehatan diarahkan untuk meningkatkan daya jangkau dan kualitas pelayanan sarana dan prasarana kesehatan masyarakat, terutama masyarakat miskin baik di perkotaan maupun perdesaan.

Kegiatan yang didanai dari DAK Kesehatan, yaitu:

1. Kesehatan yang diarahkan untuk meningkatkan daya jangkau dan kualitas pelayanan sarana dan prasarana kesehatan masyarakat terutama masyarakat miskin baik di perkotaan maupun perdesaan, khususnya kesehatan dalam menekan angka kematian ibu yang disebabkan oleh kanker rahim (cervical cancer) dengan antara lain menyediakan alat pendeteksi dini seperti penghantar cepat cytos papsmear test untuk Puskesmas, kesehatan anak, pemberantasan penyakit menular dan pencegahan penyakit yang berkatagori tinggi antara lain Malaria, Avian Influensa, Demam berdarah, HIV Aids dan TBC (MADAT),

2. Penyediaan sarana prasarana dan peralatan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar termasuk instalasi farmasi (tingkat Kabupaten/Kota)

a. Pembangunan Pos Kesehatan Desa. Kegiatan yang dilaksanakan dapat berupa:

- Peningkatan fisik Polindes menjadi Poskesdes

- Pembangunan baru Poskesdes

b. Pembangunan gedung Puskesmas/Puskesmas Pembantu (Pustu). Kegiatan yang dilaksanakan dapat berupa :

- Pembangunan baru Puskesmas

- Pembangunan baru Puskesmas Pembantu

c. Rehabilitasi dan perluasan gedung Puskesmas Pembantu, Puskesmas dan Puskesmas Perawatan. Kegiatan yang dilaksanakan dapat berupa :

- Rehabilitasi gedung Puskesmas Perawatan

- Rehabilitasi gedung Puskesmas

- Rehabilitasi gedung Puskesmas Pembantu

- Perluasan gedung Puskesmas Perawatan

- Perluasan gedung Puskesmas

- Perluasan gedung Puskesmas Pembantu

Page 105: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

III-91

Transfer�ke�Daerah

d Peningkatan fisik Puskesmas menjadi Puskesmas Perawatan

e Peningkatan fisik Puskesmas Pembantu menjadi Puskesmas

f Rehabilitasi fisik dan/atau pengadaan Puskesmas Keliling Perairan/Puskesmas Terapung serta Puskesmas Keliling Roda Empat. Kegiatan yang dilaksanakan dapat berupa :

- Rehabilitasi fisik Puskesmas Keliling Perairan/Terapung

- Rehabilitasi fisik Puskesmas Keliling Roda Empat

- Pengadaan Puskesmas Keliling Perairan/Terapung

- Pengadaan Puskesmas Keliling Roda Empat

g. Pengadaan peralatan kesehatan tertentu untuk peningkatan pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas Perawatan, Puskesmas, Puskesmas Pembantu (Pustu), Puskesmas Keliling dan Poskesdes

h. Pengadaan kendaraan roda dua untuk petugas Puskesmas dan bidan desa.

i. Pembangunan/rehabilitasi rumah dinas dokter, perawat dan bidan Puskesmas

j. Pengadaan sarana pendukung (kendaraan distribusi obat roda 4) Instalasi farmasi Kabupaten/Kota.

3. Penyediaan sarana prasarana dan peralatan kesehatan untuk pelayanan kesehatan rujukan (tingkat Kabupaten/Kota)

a. Peningkatan fasilitas tempat tidur kelas III RS

- Pembangunan bangsal rawat inap kelas III

- Pengadaan set tempat tidur kelas III dan kelengkapannya

b. Peningkatan pelayanan darah melalui pendirian Unit Transfusi Darah Rumah Sakit (UTD RS)

- Pembangunan baru unit UTD RS

- Pengadaan perlengkapan peralatan UTDRS

3.3.1.4.3. Bidang Prasarana JalanDAK Prasarana Jalan diarahkan untuk mempertahankan dan meningkatkan daya dukung, kapasitas, dan kualitas pelayanan prasarana jalan dan jembatan yang telah menjadi urusan pemerintah provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota dalam rangka melancarkan distribusi barang dan jasa serta hasil produksi, guna mendukung pertumbuhan ekonomi dan menunjang sektor pariwisata.

Page 106: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

III-92

Kegiatan yang didanai DAK Prasarana Jalan yaitu rehabilitasi, pemeliharaan berkala, dan peningkatan prasana jalan/jembatan provinsi maupun jalan/jembatan kabupaten/kota.

3.3.1.4.4. Bidang Prasarana IrigasiDAK Prasarana Irigasi diarahkan untuk mempertahankan tingkat layanan dan mengoptimalkan prasarana sistem irigasi (termasuk jaringan reklamasi rawa) di kabupaten/kota dan provinsi, dalam rangka mendukung program ketahanan pangan.

Kegiatan yang didanai DAK Prasarana irigasi yaitu rehabilitasi, pemeliharaan dan peningkatan jaringan irigasi (termasuk jaringan reklamasi rawa) dan bangunan pelengkapnya untuk menunjang produksi pangan. Peningkatan hanya untuk kegiatan meningkatkan fungsi dan kondisi jaringan irigasi (termasuk jaringan reklamasi rawa) yang sudah ada.

3.3.1.4.5. Bidang Prasarana Air Minum dan Penyehatan LingkunganDAK Prasarana Air Minum dan Penyehatan Lingkungan diarahkan untuk meningkatkan cakupan dan kehandalan pelayanan air minum dan meningkatkan cakupan dan kehandalan pelayanan penyehatan lingkungan (air limbah, persampahan dan drainase), untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.

Kegiatan yang didanai DAK Prasarana Air Minum dan Penyehatan Lingkungan yaitu Rehabilitasi, optimalisasi, dan pembangunan baru sistem prasarana air minum bagi masyarakat pada desa-desa rawan air minum dan kekeringan, serta Rehabilitasi dan pembangunan baru sistem prasarana sanitasi dan persampahan bagi masyarakat pada kawasan kumuh di perkotaan.

3.3.1.4.6. Bidang Kelautan dan PerikananDAK Kelautan dan Perikanan diarahkan untuk meningkatkan sarana dan prasarana dasar penunjang di bidang kelautan dan perikanan khususnya dalam menunjang pengembangan perikanan tangkap dan budidaya serta pengembangan pulau-pulau kecil di daerah.

Kegiatan yang didanai DAK Kelautan dan Perikanan diarahkan untuk kegiatan:

1. Penyediaan/rehabilitasi sarana dan prasarana Perikanan Tangkap;

2. Penyediaan/rehabilitasi sarana dan prasarana Perikanan Budidaya;

3. Penyediaan sarana dan prasarana pengolahan dan pemasaran hasil perikanan;

Page 107: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

III-93

Transfer�ke�Daerah

4. Penyediaan sarana dan prasarana pemberdayaan di pesisir dan Pulau-pulau Kecil;

5. Penyediaan sarana Pengawasan.

3.3.1.4.7. Bidang PertanianDAK Pertanian digunakan untuk meningkatkan sarana dan prasarana pertanian guna mendukung ketahanan pangan dan agribisnis.

DAK Pertanian diarahkan untuk kegiatan:

1. Penyediaan fisik sarana dan prasarana perbenihan tanaman pangan

2. Penyediaan fisik sarana dan prasarana perbenihan/pembibitan hortikultura

3. Penyediaan fisik sarana dan prasarana pembibitan peternakan

4. Penyediaan fisik sarana dan prasarana perbenihan/pembibitan perkebunan

5. Penyediaan fisik sarana dan prasarana penyuluhan

6. Penyediaan fisik prasarana ketahanan pangan (lumbung pangan)

7. Penyediaan fisik Prasarana pengelolaan lahan dan air

8. Penyediaan fisik peralatan dan mesin pra dan pasca panen termasuk pengolahan hasil pertanian.

3.3.1.4.8. Bidang Prasarana PemerintahanDAK Prasarana Pemerintahan diarahkan untuk meningkatkan kinerja daerah dalam penyelenggaraan pembangunan dan pelayanan publik di daerah yang terkena dampak pemekaran, maupun daerah lain yang prasarananya tidak layak.

DAK Prasarana Pemerintahan diarahkan untuk kegiatan :

1. Pembangunan/perluasan/rehabilitasi gedung kantor Bupati/Walikota

2. Pembangunan/perluasan/rehabilitasi gedung kantor DPRD

3. Pembangunan/perluasan/rehabilitasi gedung kantor Satuan Kerja Perangkat Daerah

4. Pembangunan gedung kantor Kecamatan

Page 108: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

III-94

3.3.1.4.9. Bidang Lingkungan HidupDAK Lingkungan Hidup diarahkan untuk meningkatkan sarana dan prasarana pemantauan kualitas air, pengendalian pencemaran air dan perlindungan sumber daya air, dan pengelolaan sampah.

DAK Lingkungan Hidup kegiatannya diarahkan untuk:

1. Pemantauan Kualitas Air

Melengkapi sarana dan prasarana laboratorium seperti peralatan laboratorium, bangunan laboratorium, dan mobile lab

2. Pengendalian Pencemaran Air

- Pembangunan unit pengolah sampah

- Pembuatan teknologi biogas

- Pembangunan IPAL komunal (masyarakat dan UKM)

3. Perlindungan Sumber Daya Air

- Penanaman pohon di luar kawasan hutan untuk perlindungan sumber daya air.

- Pembangunan sumur resapan untuk perlindungan sumber daya air

4. Pengelolaan Sampah

3R (Reduce, Reuse, Recycle)

5. Pembangunan Sistem Informasi Kualitas Lingkungan

Pengadaan perangkat keras

3.3.1.4.10. Bidang KependudukanDAK Kependudukan diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga melalui program keluarga berencana beserta sarana dan prasarana pendukungnya dalam rangka pengendalian jumlah penduduk.

DAK Kependudukan diarahkan untuk kegiatan:

1. Pengadaan sepeda motor bagi Petugas Lapangan Keluarga Berencana/Penyuluh Keluarga Berencana (PLKB/PKB)

2. Pengadaan Mobil Unit Penerangan (Mupen) KB;

Page 109: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

III-95

Transfer�ke�Daerah

3. Pengadaan sepeda motor bagi Pengawas/Pengendali Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PPLKB)

4. Pengadaan sarana pelayanan KB.

3.3.1.4.11. Bidang KehutananDAK Kehutanan diarahkan untuk meningkatkan fungsi daerah aliran sungai (DAS) dalam rangka perlindungan dan pengendalian terhadap bencana alam, banjir, kekeringan dan tanah longsor, serta meningkatkan fungsi mangrove dengan tujuan utama untuk mengurangi dampak bencana di pesisir seperti tsunami, abrasi, dan intrusi air laut.

Kegiatan yang didanai DAK Kehutanan yaitu:

1. Peningkatan fungsi DAS dipergunakan untuk pembiayaan kegiatan-kegiatan dalam rangka perbaikan kondisi biofisik lingkungan DAS seperti perbaikan teknik pengolahan lahan berdasarkan prinsip konservasi tanah dan air, pengembangan kapasitas kelembagaan masyarakat, penanaman, serta penyediaan sarana dan prasarana pendukung khususnya untuk kegiatan penyuluhan.

2. Peningkatan fungsi hutan mangrove dipergunakan untuk perbaikan kondisi biofisik hutan mangrove melalui kegiatan penanaman, pengembangan kapasitas kelembagaan masyarakat, pemanfaatan, perlindungan/pengamanan, serta penyediaan sarana dan prasarana pendukungnya.

3.3.1.5. Administrasi Pengelolaan DAKAdministrasi pengelolaan DAK dimulai dari penetapan prioritas nasional dalam RKP sampai dengan pertanggungjawaban atas pelaksanaan DAK.

3.3.1.5.1. Proses Penetapan Alokasi DAKDalam rangka pelaksanaan penetapan DAK, terdapat sejumlah proses yang secara sistematis dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP), dilakukan perumusan kebijakan umum DAK di APBN, termasuk didalamnya bidang-bidang yang akan di danai dari DAK.

2. Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional melakukan koordinasi dalam rangka pembahasan kegiatan khusus yang diusulkan oleh Menteri Teknis.

Page 110: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

III-96

3. Menteri Keuangan melakukan penghitungan alokasi DAK berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.

4. Menteri keuangan menetapkan alokasi DAK untuk masing-masing daerah melalui Peraturan Menteri Keuangan.

Berkaitan dengan penetapan alokasi DAK oleh Menteri Keuangan, rincian alokasi kepada masing-masing daerah ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan. Penetapan ini kemudian disampaikan oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan kepada kepala daerah penerima DAK, Menteri Teknis, Menteri Dalam Negeri, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

3.3.1.5.2. Penyediaan Dana PendampingPenyediaan Dana Pendamping ditujukan sebagai bentuk komitmen dan tanggung jawab daerah dalam pelaksanaan program yang didanai DAK. Dalam hal ini, daerah penerima DAK wajib menyediakan Dana Pendamping sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) dari nilai DAK yang diterimanya untuk mendanai kegiatan fisik, dan wajib dianggarkan dalam APBD tahun anggaran berjalan. Dana Pendamping tersebut juga harus dicantumkan Dokumen Pelaksana Anggaran (DPA-SKPD) atau dokumen pelaksana anggaran sejenis lainnya.

Sementara itu, untuk daerah dengan kemampuan keuangan tertentu, yaitu selisih antara penerimaan umum APBD dan Belanja Pegawainya sama dengan 0 (nol) atau negatif maka tidak diwajibkan menganggarkan Dana Pendamping.

3.3.1.5.3. Penganggaran di DaerahUntuk kelancaran pelaksanaan kegiatan yang dapat dibiayai dari DAK, Menteri Teknis menetapkan Petunjuk Teknis Penggunaan DAK untuk masing-masing bidang yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.

Sebagaimana telah dijelaskan pada awal tulisan ini bahwa sejak tahun 2008 telah terjadi perubahan mendasar dalam pengelolaan DAK termasuk di dalamnya penganggaran di daerah. Dalam hal ini, jika pada tahun-tahun sebelumnya pelaksanaan penganggaran dimulai dari penyusunan Rencana Definitif (RD) yang harus dikonfirmasikan melalui Kanwil Ditjen Perbendaharaan, maka pelaksanaan penganggaran DAK di daerah sejak tahun 2008 diserahkan melalui mekanisme APBD.

Page 111: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

III-97

Transfer�ke�Daerah

3.3.1.5.4. PenyaluranSama seperti penganggaran di daerah, pelaksanaan penyaluran DAK juga mengalami perubahan mendasar. Jika pada tahun-tahun sebelumnya penyaluran dilakukan melalui KPPN, maka sejak tahun 2008 dilaksanakan dari Pusat, yaitu melalui BUN yang akan memindahbukukan dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah. Pengaturan tersebut terdapat pada Pasal 23 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 04 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer Ke Daerah. Dalam PMK tersebut, penyaluran dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

- Tahap I sebesar 30%, dilaksanakan setelah Perda mengenai APBD diterima oleh Dirjen Perimbangan Keuangan,

- Tahap II sebesar 30%, dilaksanakan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja setelah laporan penyerapan DAK tahap I diterima oleh Dirjen Perimbangan Keuangan,

- Tahap III sebesar 30%, dilaksanakan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja setelah laporan penyerapan DAK tahap II diterima oleh Dirjen Perimbangan Keuangan,

- Tahap IV sebesar 10%, setelah laporan penyerapan DAK tahap III diterima oleh Dirjen Perimbangan Keuangan.

Adapun pelaksanaan penyaluran secara bertahap tersebut tidak dapat dilakukan sekaligus. Sementara itu, laporan penyerapan DAK untuk masing-masing tahap tersebut disampaikan setelah penggunaan DAK telah mencapai 90% dari penerimaan DAK sampai dengan tahap sebelumnya. Secara lebih detil, format pelaporan penyerapan penggunaan anggaran tersebut dapat dilihat pada lampiran PMK 04 Tahun 2008.

3.3.1.5.5. Pemantauan dan PengawasanPemantauan dan pengawasan dari kegiatan yang dibiayai melalui Dana Alokasi Khusus ini melibatkan tiga hal penting, yaitu pemantauan teknis, pelaksanaan kegiatan dan administrasi keuangan serta penilaian terhadap manfaat kegiatan yang dibiayai oleh DAK tersebut. Menteri Teknis melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pemanfaatan dan teknis pelaksanaan kegiatan yang didanai dari DAK sesuai dengan kewenangan masing-masing.

Pengawasan fungsional/pemeriksaan pelaksanaan kegiatan dan administrasi keuangan DAK dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan/atau aparat pengawasan intern pemerintah daerah. Apabila dalam pemeriksaan tersebut terdapat penyimpangan dan/atau penyalahgunaan, BPK dan/atau aparat pengawas intern pemerintah daerah menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Daerah

Page 112: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

III-98

sendiri melalui tim koordinasi melakukan evaluasi terhadap manfaat pelaksanaan DAK yang melibatkan pihak terkait setempat.

3.3.1.5.6. PelaporanKepala daerah penerima DAK wajib menyampaikan laporan triwulan yang memuat laporan pelaksanaan kegiatan dan penggunaan DAK selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah triwulan yang bersangkutan berakhir kepada:

1. Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dan Direktur Jenderal Perbendaharaan, dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini;

2. Menteri Teknis; dan

3. Menteri Dalam Negeri.

Selanjutnya, Menteri Teknis menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan DAK pada akhir tahun anggaran kepada Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, dan Menteri Dalam Negeri.

Page 113: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

BAB IV PINJAMAN DAN HIBAH DAERAH

Page 114: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

IV-100

Page 115: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

IV-101

BAB IV PINJAMAN DAN HIBAH DAERAH

4.1. PINJAMAN DAERAHPinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. Pinjaman daerah merupakan salah satu instrumen pembiayaan pembangunan daerah dalam rangka memberikan pelayanan publik. Pada prinsipnya, pinjaman daerah terjadi karena APBD mengalami defisit. Dalam teori pengelolaan keuangan, kita mengetahui bahwa ketika suatu institusi mengalami defisit bukan berarti organisasi tersebut mengalami kekurangan uang (cash shortage), tetapi defisit dapat direncanakan dalam rangka investasi untuk dapat mengambil keuntungan dengan melakukan pinjaman dengan prinsip memanfaatkan uang ‘sekarang’, yang memiliki nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan uang ‘masa datang’.

Dengan prinsip tersebut di atas, maka Pemerintah Daerah seharusnya memiliki visi yang jauh ke depan untuk dapat mengelola potensi yang ada agar dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk dapat melayani masyarakat dengan baik. Namun demikian, mengingat pinjaman daerah mempunyai konsekuensi pada biaya yang akan terjadi pada masa yang akan datang, maka pengelolaan pinjaman daerah harus dilakukan dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian (prudential management).

Bab ini akan menjelaskan hal-hal yang terkait dengan Pinjaman Daerah, antara lain: perencanaan pinjaman daerah, jenis pinjaman daerah, dan hal-hal lainnya yang telah diatur dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.010/2006 tentang Tatacara Pemberian Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang Dananya bersumber dari Pinjaman Luar Negeri dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.07/2006 tentang Tatacara Penerbitan, Pertanggungjawaban, dan Publikasi Informasi Obligasi Daerah.

4.1.1. PERENCANAAN PINJAMAN DAERAHPemerintah Daerah melakukan Pinjaman Daerah jangka menengah dan panjang sebagai alternatif pembiayaan untuk menutup defisit APBD yang bersangkutan. Dalam hal Pemerintah Daerah merencanakan untuk melakukan pinjaman jangka menengah dan panjang, maka tahapan yang dilakukan dalam proses perencanaan adalah sebagai berikut:

Page 116: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

IV-102

1) Pemerintah Daerah menetapkan jumlah Defisit APBD sepanjang memenuhi persyaratan batas maksimal Defisit APBD masing-masing Daerah setiap tahunnya yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan setiap bulan Agustus untuk tahun anggaran berikutnya. Untuk tahun anggaran 2008, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 95/PMK.07/2007 tentang Batas Maksimal Jumlah Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Batas Maksimal Defisit APBD Masing-masing Daerah, dan Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah untuk Tahun Anggaran 2008, diatur sebagai berikut:

a. Batas maksimal jumlah kumulatif Defisit APBN dan APBD untuk Tahun Anggaran 2008 ditetapkan sebesar 2% (dua persen) dari proyeksi PDB yang digunakan dalam penyusunan APBN Tahun Anggaran 2008;

b. Batas maksimal jumlah kumulatif Defisit APBD untuk Tahun Anggaran 2008 ditetapkan sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari proyeksi PDB yang digunakan dalam penyusunan APBN Tahun Anggaran 2008;

c. Batas maksimal Defisit APBD masing-masing Daerah ditetapkan sebesar 3% (tiga persen) dari perkiraan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2008;

d. Batas maksimal Defisit APBD masing-masing Daerah sebagaimana dimaksud pada butir c tidak termasuk:

1. Defisit yang dibiayai dari SiLPA Tahun Anggaran 2007, dan

2. Defisit yang dibiayai dengan pencairan Dana Cadangan yang akan dicairkan pada Tahun Anggaran 2008.

e. Defisit APBD suatu Daerah dalam kondisi tertentu dapat melebihi batas maksimal yang telah ditetapkan, sepanjang Jumlah Kumulatif Defisit APBD seluruh Daerah tidak terlampaui;

f. Penetapan Defisit APBD suatu Daerah dapat melebihi batas maksimal sebagaimana dimaksud dalam butir e, dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan Menteri Dalam Negeri;

g. Batas maksimal kumulatif pinjaman daerah yang dapat ditarik oleh seluruh Daerah untuk Tahun Anggaran 2008 ditetapkan sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari proyeksi PDB tahun 2008 yang digunakan dalam penyusunan APBN Tahun Anggaran 2008;

h. Besaran jumlah pinjaman masing-masing Daerah disesuaikan dengan kemampuan keuangan Daerah dan setelah memenuhi persyaratan pinjaman daerah.

Page 117: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

IV-103

Dana�Dekonsentrasi�dan�Dana�Tugas�Pembantuan

2) Penentuan jenis pembiayaan untuk menutup Defisit APBD. Berdasarkan peraturan perundang-undangan, Defisit APBD dapat ditutup dengan sumber-sumber pembiayaan sebagai berikut:

a. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) daerah tahun anggaran sebelumnya, mencakup sisa dana untuk mendanai kegiatan lanjutan, uang pihak ketiga yang belum diselesaikan, dan pelampauan target pendapatan daerah;

b. Pencairan dana cadangan;

c. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, dapat berupa hasil penjualan aset milik pemerintah daerah yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga, atau hasil divestasi penyertaan modal pemerintah daerah;

d. Penerimaan pinjaman, termasuk penerbitan obligasi daerah yang akan direalisasikan pada tahun anggaran yang bersangkutan; dan/atau

e. Penerimaan kembali pemberian pinjaman.

3) Dalam hal Pemerintah Daerah memutuskan untuk melakukan pinjaman daerah untuk menutup Defisit APBD, maka hal selanjutnya yang harus dilakukan adalah meneliti pemenuhan persyaratan untuk dapat melakukan pinjaman daerah, yang akan dijelaskan lebih terinci pada bagian tentang persyaratan pinjaman daerah dalam Bab ini.

4) Langkah selanjutnya dari perencanaan pinjaman daerah adalah penentuan jenis dan sumber pinjaman daerah yang akan dilakukan, yang akan dijelaskan lebih terinci pada bagian tentang sumber dan jenis pinjaman daerah dalam Bab ini.

Secara umum proses perencanaan pembiayaan Daerah dilakukan sesuai bagan alur (flow chart) dalam Gambar 4.1 berikut ini:

Page 118: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

IV-104

Gambar 4.1

Proses Perencanaan Pembiayaan Daerah

Flowchart Perencanaan Pembiayaan Daerah

Sumber Pinjaman Daerah:-� Pemerintah�(APBD�&�SLA)-� Pemda�lain-� Lembaga�Keu.�Bank/Lembaga�

Keuangan�NonBank-� Masyarakat�(Obligasi Daerah)

Alternatif Pembiayaan Defisit:-� Sisa�Lebih�Peehitungan�Anggaran�(SiLPA);-� Dana�Cadangan;-� Penjualan�Aset�yang�dipisahkan�- Pinjaman Daerah

Ya

Defisit APBD

Pinjaman Daerah

Tidak

Persyaratan Pinjaman?-��DSCR�>�2,5-��Jumlah�Pinjaman�<�75%�PU-��Tidak�ada�tunggakan

Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan, 2008

4.1.2. SUMBER PINJAMANAlternatif sumber-sumber pinjaman yang dapat dipilih oleh Pemerintah Daerah, adalah sebagai berikut:

1) Pemerintah yang dananya berasal dari pendapatan APBN dan/atau pengadaan pinjaman Pemerintah dari dalam maupun luar negeri.

2) Pemerintah Daerah lain.

3) Lembaga Keuangan Bank yang berbadan Hukum Indonesia dan mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah negara Indonesia.

4) Lembaga Keuangan Bukan Bank yang berbadan hukum Indonesia dan mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah negara Indonesia.

Page 119: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

IV-105

Dana�Dekonsentrasi�dan�Dana�Tugas�Pembantuan

5) Masyarakat, yaitu berupa Obligasi Daerah yang diterbitkan melalui penawaran umum kepada masyarakat di pasar modal dalam negeri.

4.1.3. JENIS PINJAMAN DAERAHBerdasarkan waktunya, pinjaman daerah dapat dikategorikan dalam pinjaman jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Secara detail, penjelasan setiap jenis pinjaman tersebut dapat ditunjukkan sebagai berikut:

1) Pinjaman Jangka Pendek;Pinjaman jangka pendek merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu kurang atau sama dengan satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain (termasuk biaya administrasi, komitmen, provisi, asuransi, dan denda) seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Pinjaman jangka pendek tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi dalam perdagangan, misalnya pelunasan kewajiban atas pengadaan/pembelian barang dan/atau jasa tidak dilakukan pada saat barang dan/atau jasa dimaksud diterima.

2) Pinjaman Jangka Menengah;Pinjaman jangka menengah merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain (termasuk biaya administrasi, komitmen, provisi, asuransi, dan denda) harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan Kepala Daerah yang bersangkutan.

3) Pinjaman Jangka Panjang.Pinjaman jangka panjang merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain (seperti: biaya administrasi, komitmen, provisi, asuransi, dan denda) harus dilunasi pada tahun-tahun berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan.

4.1.4. PRINSIP-PRINSIP DASAR PINJAMAN DAERAHPinjaman Daerah adalah salah satu sumber pembiayaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi. Pinjaman daerah dapat dilaksanakan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip umum sebagai berikut:

Page 120: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

IV-106

1) Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri kecuali dalam hal pinjaman langsung kepada pihak luar negeri yang terjadi karena kegiatan transaksi Obligasi Daerah.

2) Pemda tidak dapat melakukan penjaminan terhadap:

a. Pinjaman pihak lain; dan

b. Pendapatan Daerah dan/atau aset daerah.

Untuk proyek yang dibiayai dari Obligasi Daerah beserta barang milik daerah yang melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan Obligasi Daerah.

3) Tidak melebihi Batas Defisit APBD dan Batas Kumulatif Pinjaman Daerah yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku (untuk Tahun Anggaran 2008 berdasarkan PMK No. 95/PMK.07/2007).

4.1.5. PERSYARATAN PINJAMANPersyaratan pinjaman secara garis besar dapat dibagi berdasarkan jenis pinjaman daerah. Penjelasan persyaratan tersebut dapat dijelaskan berikut ini:

1) Pinjaman Jangka Pendek Persyaratan yang dipenuhi bagi Pemerintah Daerah dalam melakukan pinjaman

jangka pendek adalah sebagai berikut:

a. Kegiatan yang akan dibiayai dari pinjaman jangka pendek telah dianggarkan dalam APBD tahun bersangkutan;

b. Kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a merupakan kegiatan yang bersifat mendesak dan tidak dapat ditunda;

c. Persyaratan lainnya yang dipersyaratkan oleh calon pemberi pinjaman.

2) Pinjaman Jangka Menengah dan Jangka Panjang Persyaratan bagi Pemerintah Daerah untuk dapat melakukan pinjaman jangka

menengah dan panjang adalah sebagai berikut:

a. Jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya, dengan rumus sebagai berikut:

Jml. Pinjaman < 75% Penerimaan Umum TA. sebelumnyaKeterangan:

Page 121: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

IV-107

Dana�Dekonsentrasi�dan�Dana�Tugas�Pembantuan

- Jumlah sisa Pinjaman Daerah adalah jumlah pinjaman lama yang belum dibayar;

- Jumlah pinjaman yang akan ditarik adalah rencana pencairan dana pinjaman tahun yang bersangkutan;

- Penerimaan umum APBD tahun sebelumnya adalah seluruh penerimaan APBD tidak termasuk Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan lain yang kegunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu.

b. Rasio proyeksi kemampuan keuangan Daerah untuk mengembalikan pinjaman (Debt Service Coverage Ratio/DSCR) paling sedikit 2,5 (dua koma lima), dengan rumus sebagai berikut:

DsCr = (paD + bD + Dau) – bW

> 2,5 p + b + bl

Keterangan:

DSCR = Debt Service Coverage Ratio;

PAD = Pendapatan Asli Daerah;

BD = Bagian Daerah dari PBB, BPHTB, dan penerimaan SDA serta bagian daerah lainnya seperti dari PPh;

DAU = Dana Alokasi Umum;

BW = Belanja Wajib, yaitu belanja pegawai dan belanja DPRD dalam tahun anggaran bersangkutan;

P = Angsuran pokok pinjaman yang jatuh tempo pada tahun anggaran bersangkutan;

B = Bunga pinjaman yang jatuh tempo pada tahun anggaran bersangkutan;

BL = Biaya lainnya (biaya administrasi, komitmen, provisi, asuransi, dan denda) yang jatuh tempo pada tahun anggaran bersangkutan

c. Tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang berasal dari Pemerintah;

d. Mendapatkan persetujuan dari DPRD. Persetujuan DPRD termasuk dalam hal pinjaman tersebut diteruspinjamkan dan/atau diteruskan sebagai penyertaan modal kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Page 122: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

IV-108

4.1.6. PROSEDUR PINJAMAN DAERAHProsedur pinjaman daerah dapat dibedakan berdasarkan sumbernya, yaitu:

1) Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang dananya bersumber dari Pinjaman Luar Negeri.

2) Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang dananya bersumber selain dari Pinjaman Luar Negeri.

3) Pinjaman Daerah dari sumber Selain Pemerintah baik pinjaman jangka pendek maupun pinjaman jangka panjang. Pinjaman ini dapat dilakukan sepanjang tidak melampau batas kumulatif Pinjaman Pemerintah dan Pemda.

4.1.6.1. Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang Dananya Bersumber dari Pinjaman Luar NegeriSaat ini prosedur yang berlaku untuk Pemerintah Daerah melakukan pinjaman daerah yang bersumber dari Pemerintah yang dananya berasal dari penerusan pinjaman luar negeri mengacu pada ketentuan dalam PP No. 54/2005 tentang Pinjaman Daerah dan PP No. 2/2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri. Sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari kedua Peraturan Pemerintah di atas, Pemerintah telah menetapkan paket peraturan setingkat menteri, yaitu: Permen PPN/Kepala Bappenas No. 005/2006 tentang Tatacara Perencanaan dan Pengajuan Usulan serta Penilaian Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri yang mengatur perihal perencanan dan proses lebih lanjut pengadaan Pinjaman/Hibah Luar Negeri oleh Pemerintah Pusat; dan PMK No. 53/2006 tentang Tatacara Pemberian Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang Dananya Bersumber dari Pinjaman Luar Negeri yang mengatur perihal proses lebih lanjut penerusan Pinjaman Luar Negeri Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dalam bentuk pinjaman.

4.1.6.1.1. Prosedur Pengadaan Pinjaman/Hibah Luar Negeri oleh Pemerintah Pusat Prosedur penerusan pinjaman luar negeri dimulai dengan prosedur pengadaan Pinjaman Luar Negeri oleh Pemerintah Pusat yang diatur dalam PP No. 2/2006 dan Permen PPN/Bappenas No. 005/2006, dengan proses yang lebih terinci sebagai berikut:

1) Meneg PPN/Kepala Bappenas bersama Menteri Keuangan membuat Rancangan Rncana Kebutuhan Pinjaman Luar Negeri (RKPLN), untuk selanjutnya disampaikan kepada Presiden untuk mendapatkan penetapan dalam bentuk Peraturan Presiden.

Page 123: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

IV-109

Dana�Dekonsentrasi�dan�Dana�Tugas�Pembantuan

Rencana Kebutuhan Pinjaman Luar Negeri adalah rencana pengadaan pinjaman luar negeri dan strateginya dalam rangka pengelolaan keuangan yang memegang prinsip kehati-hatian. RKPLN disebutnya juga dengan istilah borrowing strategy, yang ditujukan untuk menghilangkan dominasi pemberi pinjaman (lender driven) dalam perencanaan pinjaman yang selama ini terjadi menuju Indonesian driven.

2) Berdasarkan RKPLN yang telah disusun, Kementerian Negara/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan BUMN menyampaikan usulan proyek untuk masuk ke dalam Daftar Rencana Pinjaman/Hibah Luar Negeri Jangka Menengah (DRPHLN-JM). Usulan Kegiatan yang disampaikan berisi:

a. Daftar Isian Pengusulan Kegiatan;

b. Kerangka Acuan Kerja;

c. Hasil Studi Kelayakan;

d. Surat persetujuan Pemerintah Daerah dan DPRD yang bersangkutan untuk usulan Pemda; dan; atau Surat persetujuan Direksi BUMN dan Menteri BUMN, untuk usulan BUMN.

3) Dalam rangka penyusunan DRPHLN-JM, Meneg PPN/Kepala Bappenas menilai kelayakan kegiatan, berkoordinasi dengan Menkeu. Dalam penilaian atas usulan kegiatan Pemerintah Daerah, Kementerian PPN/Bappenas akan melakukan sinkronisasi pendanaan bersama Departemen Keuangan.

4) DRPHLN-JM yang telah disusun disampaikan kepada calon PHLN sebagai acuan untuk membuat Lending Program.

5) Kegiatan-kegiatan yang tercantum dalam DRPHLN-JM diproses lebih lanjut untuk meningkatakan kesiapan pelaksanaan kegiatan, untuk selanjutnya kegiatan yang telah memenuhi kelayakan kesiapan kegiatan (readiness criteria) akan dicantumkan dalam Daftar Rencana Prioritas Pinjaman/Hibah Luar Negeri (DRPPHLN) yang akan diterbitkan setiap tahunnya oleh Meneg PPN/Kepala Bappenas.

6) Dalam rangka menyusun DRPPHLN, Meneg PPN/Kepala Bappenas meminta informasi kemampuan keuangan Pemda/BUMN untuk kegiatan PLN yang akan diteruskan kepada Pemda/BUMN. Berdasarkan permintaan dari Meneg PPN/Kepala Bappenas, Menteri Keuangan menyampaikan masukan berupa indikasi kemampuan keuangan Pemda dan BUMN untuk kegiatan PLN yang akan diteruskan.

Page 124: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

IV-110

Gambar 4.2

Proses Perencanaan PHLN

Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan, 2008

7) Berdasarkan DRPPHLN, calon PPHLN menyampaikan indikasi komitmen pendanaan kepada Meneg PPN/Kepala Bappenas serta Menkeu untuk selanjutnya Meneg PPN/Kepala Bappenas menyusun Daftar Kegiatan, dan Menkeu melakukan penilaian atas manajemen risiko dan penelitian persyaratan pinjaman untuk menetapkan alokasi pinjaman. Berdasarkan Daftar Kegiatan yang disampaikan oleh Meneg PPN/Kepala Bappenas serta penilaian atas manajemen risiko dan penelitian persyaratan pinjaman, Menkeu menetapkan alokasi pinjaman.

8) Berdasarkan Daftar Kegiatan yang telah disusun oleh Meneg PPN/Kepala Bappenas, Kementerian Negara/Lembaga/Pemda/BUMN pengusul melaksanakan persiapan pinjaman serta melakukan konfirmasi penerusan pinjaman dengan menyampaikan

Page 125: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

IV-111

Dana�Dekonsentrasi�dan�Dana�Tugas�Pembantuan

usulan kegiatan kepada Menkeu untuk menetapkan alokasi pinjaman. Berdasarkan penetapan alokasi pinjaman, Menkeu mengajukan usulan kepada calon PPHLN untuk mendapatkan komitmen pendanaan.

Berdasarkan uraian diatas, maka prosedur pengadaan Pinjaman/Hibah Luar Negeri termasuk yang akan diteruskan kepada Pemerintah Daerah/BUMN, adalah sebagaimana tercantum dalam Gambar 4.2.

4.1.6.1.2. Prosedur Penerusan Pinjaman Luar Negeri Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dalam bentuk PinjamanProsedur penerusan Pinjaman Luar Negeri kepada Daerah dalam bentuk pinjaman yang diatur dalam PMK No. 53/2006 merupakan proses yang terkait dengan prosedur pengadaan Pinjaman/Hibah Luar Negeri, dengan proses yang lebih terinci sebagai berikut:

1) Prosesnya dimulai setelah daftar kegiatan disampaikan dari Meneg PPN/Kepala Bappenas kepada Menteri Keuangan. Berdasarkan Daftar Kegiatan, Menteri Keuangan akan menyampaikan surat kepada Pemerintah Daerah agar menyampaikan rencana pinjaman kepada Menteri Keuangan, dengan melampirkan dokumen rencana pinjaman yang terdiri dari:

a. Studi kelayakan kegiatan;

b. Rencana Kegiatan Rinci;

c. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tiga tahun terakhir;

d. APBD tahun bersangkutan;

e. Perhitungan proyeksi APBD selama jangka waktu pinjaman termasuk perhitungan DSCR yang mencerminkan kemampuan daerah dalam memenuhi kewajiban pembayaran kembali pinjaman (proyeksi DSCR) serta asumsi yang digunakan selama jangka waktu pinjaman yang akan diusulkan;

f. Rencana Pembiayaan Kegiatan (financing plan) secara keseluruhan;

g. Surat persetujuan DPRD berupa persetujuan prinsip yang diberikan oleh komisi di DPRD yang menangani bidang keuangan;

h. Data kewajiban yang masih harus dibayar setiap tahunnya dari pinjaman yang telah dilakukan; dan

i. Surat Pernyataan Pemerintah Daerah, yang berisi tentang:

Page 126: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

IV-112

(i) Tidak memiliki tunggakan atas pinjaman yang sedang berjalan;

(ii) Menyediakan dana pendamping;

(iii) Mengalokasikan dana untuk pembayaran angsuran pinjaman tersebut dalam APBD setiap tahun selama masa pinjaman; dan

(iv) Dipotong Dana Alokasi Umum/Dana Bagi Hasil untuk pembayaran angsuran pinjaman yang tertunggak.

2) Berdasarkan dokumen rencana pinjaman yang telah disampaikan, Menteri Keuangan akan melakukan penilaian sebagai berikut:

a. penilaian kelengkapan dokumen rencana pinjaman;

b. penilaian kelayakan pinjaman.

3) Dalam rangka penilaian kelengkapan dokumen rencana pinjama, Menteri Keuangan akan memberikan jawaban atas kekurangan atau telah terpenuhinya kelengkapan dokumen. Penilaian kelengkapan dokumen rencana pinjaman dilakukan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya berkas dokumen rencana pinjaman.

4) Dalam rangka melaksanakan penilaian kelayakan pinjaman, Menteri Keuangan meminta pertimbangan lepada Menteri Dalam Negeri atas rencana pinjaman untuk aspek-aspek diluar perencanaan dan keuangan, yang meliputi aspek politik dan administrasi Pemerintahan Daerah. Pertimbangan Menteri Dalam Negeri diberikan selambat-lambatnya dalam 10 (sepuluh) hari verja setelah diterimanya dokumen rencana pinjaman yang dinyatakan lengkap.

5) Dalam hal pertimbangan Mendagri tidak diberikan dalam batas waktu yang telah ditentukan, maka rencana pinjaman dapat diproses lebih lanjut tanpa menunggu pertimbangan Mendagri. Penilaian kelayakan pinjaman oleh Menteri Keuangan dilakukan selambat-lambatnya 40 (empat puluh) hari kerja setelah dokumen rencana pinjaman diterima secara lengkap.

6) Berdasarkan hasil penilaian, Menteri Keuangan menetapkan persetujuan atau penolakan atas rencana pinjaman. Dalam hal Menteri Keuangan menetapkan penolakan atas rencana pinjaman, Menteri Keuangan menyampaikan surat kepada Pemerintah Daerah pengusul. Berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan, selanjutnya dilakukan koordinasi dengan calon Pemberi Pinjaman Luar Negeri (PPLN) untuk mendapatkan komitmen pendanaan.

7) Berdasarkan komitmen pendanaan dari calon PPLN, Menteri Keuangan menerbitkan Daftar Rencana Pinjaman Daerah untuk disampaikan kepada Pemerintah Daerah pengusul. Berdasarkan DRPD, Pemerintah Daerah menyampaikan Surat Keputusan

Page 127: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

IV-113

Dana�Dekonsentrasi�dan�Dana�Tugas�Pembantuan

DPRD tentang persetujuan Pinjaman yang dihasilkan dari rapat paripurna DPRD kepada Menteri Keuangan, yang memuat hal-hal sebagai berikut:

a. Plafond pinjaman;

b. Jangka waktu pinjaman;

c. Bunga pinjaman;

d. Biaya komitmen;

e. Menyediakan dana pendamping;

f. Mengalokasikan dana untuk pembayaran angsuran pinjaman tersebut dalam APBD setiap tahun selama masa pinjaman;

g. Dipotong DAU/DBH untuk pembayaran angsuran pinjaman yang tertunggak.

8) Perundingan dengan calon PPLN dilakukan setelah diterbitkannya DRPD dan Pemerintah Daerah memenuhi kriteria kesiapan kegiatan, yang mencakup:

a. Kesiapan indikator kinerja monitoring dan evaluasi, seperti data dasar;

b. Alokasi Dana Pendamping untuk pelaksanaan kegiatan tahun pertama dalam APBD;

c. Pengadaan tanah dan/atau resettlement telah dilaksanakan;

d. Pembentukan dan penempatan personalia Unit Manajemen Proyek (Project Management Unit/PMU) dan Unit Pelaksana Proyek (Project Implementation Unit/PIU); dan

e. Kesiapan konsep pengelolaan proyek/petunjuk pengelolaan/administrasi proyek/memorandum (yang berisi cakupan organisasi dan kerangka acuan kerjanya, dan pengaturan tentang pengadaan, anggaran, disbursement, laboran, dan auditing).

9) Perundingan dilakulkan oleh Tim Perunding yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang keanggotaannya terdiri atas unsur-unsur Departemen Keuangan, Kementerian PPN/Bappenas, dan instansi terkait lanilla, termasuk Pemerintah Daerah pengusul. Hasil perundingan akan menjadi acuan dalam Naskah Perjanjian Pinjaman Luar Negeri (NPPLN).

10) NPPLN ditandatangani oleh Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kuasa dengan PPLN. Berdasarkan NPPLN yang telah ditandatangani, selambat-lambatnya dalam 40 (empat puluh) hari kerja Menteri Keuangan menerbitkan surat persetujuan pinjaman yang memuat:

a. Jumlah;

Page 128: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

IV-114

b. Peruntukan; dan

c. Persyaratan pinjaman.

Gambar 4.3

Proses Pelaksanaan Penerusan PLN

Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan, 2008

11) Persyaratan pinjaman dalam NPPLN menjadi acuan dalam menetapkan persyaratan pinjaman dalam Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman (NPPP). NPPP

Page 129: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

IV-115

Dana�Dekonsentrasi�dan�Dana�Tugas�Pembantuan

ditandatangani oleh Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kuasa dengan Kepala Daerah, memuat sekurang-kurangnya hal-hal sebagai berikut:

a. sumber dan jumlah dana;

b. peruntukan;

c. persyaratan pinjaman;

d. penarikan dana;

e. penggunaan dana;

f. pembayaran kembali;

g. monitoring dan evaluasi;

h. pelaporan dan perkembangan fisik dan keuangan; dan

i. sanksi.

12) Berdasarkan NPPP, Pemerintah Daerah melaksanakan proses penarikan pinjaman serta pelaksanaan kegiatan.

Prosedur penerusan Pinjaman Luar Negeri kepada Pemerintah Daerah dalam bentuk Pinjaman secara sitematis dapat digambarkan sebagaimana Gambar 4.3:

4.1.6.2 Prosedur Pinjaman Daerah Dari Pemerintah yang Dananya berasal dari Pendapatan Dalam NegeriProsedur pinjaman daerah dari Pemerintah yang dananya berasal Pendapatan Dalam Negeri saat ini dikelola oleh Menteri Keuangan melalui Rekening Pembangunan Daerah. Prosedur pinjaman daerah tersebut secara sistematis dapat ditunjukkan pada Gambar 4.4 berikut ini:

Dari Gambar 4.4, prosedur pinjaman daerah dari Pemerintah yang dananya berasal dari pendapatan dalam negeri harus melewati tahapan antara lain sebagai berikut:

1) Pemerintah Daerah mengajukan usulan pinjaman daerah kepada Menteri Keuangan dengan melampirkan dokumen sekurang-kurangnya sebagai berikut:

a. Persetujuan DPRD;

b. Studi Kelayakan Kegiatan yang akan dibiayai dari pinjaman daerah;

c. Dokumen lain yang diperlukan.

2) Menteri Keuangan melakukan penilaian atas usulan pinjaman yang telah disampaikan;

Page 130: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

IV-116

Gambar 4.4

Prosedur Pinjaman Daerah yang Bersumber dari Pemerintah

USULAN PEMDA

PEMDA MENKEU

USULAN PEMDAUSULAN

PEMDA PENILAIAN

PERJANJIAN PINJAMAN

TIDAK

YA

Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan, 2008

3) Berdasarkan hasil penilaian, Menteri Keuangan dapat memberikan persetujuan atau penolakan atas usulan pinjaman;

4) Berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan, Kepala Daerah dengan Menteri Keuangan atau pejabat yang ditunjuk menandatangani perjanjian pinjaman.

4.1.6.3. Prosedur Pinjaman Daerah dari Selain PemerintahProsedur pinjaman daerah yang bersumber dari Selain Pemerintah secara garis besar terbagi dua, yang dibedakan menurut lamanya masa pinjaman, yaitu prosedur pinjaman jangka pendek serta prosedur pinjaman jangka menengah dan panjang.

Penjelasan secara detil adalah sebagai berikut:

1) Pinjaman jangka pendek:

a. Pemda mengajukan proposal kepada calon pemberi pinjaman

b. Calon pemberi pinjaman memberikan penilaian terhadap proposal tersebut

c. Jika disetujui, pinjaman daerah jangka pendek dilakukan melalui perjanjian pinjaman yang ditandatangani oleh Kepala Daerah dan Pemberi pinjaman dengan memperhatikan persyaratan yang paling menguntungkan Pemda penerima pinjaman.

Page 131: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

IV-117

Dana�Dekonsentrasi�dan�Dana�Tugas�Pembantuan

2) Pinjaman jangka menengah dan panjang.

Prosedur pinjaman jangka menengah dan panjang yang bersumber dari selain Pemerintah dapat ditunjukkan pada Gambar 4.5 berikut ini:

Gambar 4.5

Prosedur Pinjaman Daerah yang Bersumber Selain dari Pemerintah

MENKEU MENDAGRI PEMDA PEMBERI PINJAMAN

SALINANPERJANJIAN PINJAMAN

PERJANJIAN PINJAMAN

PERTIMBANGANUSULAN PEMDA

USULAN PEMDA

USULAN PEMDA

PENILAIANTIDAK

YA

Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan, 2008

Tahapan dari prosedur sesuai dengan Gambar 4.5 di atas adalah sebagai berikut:

1) Pemda wajib melaporkan rencana pinjaman yang bersumber dari selain Pemerintah kepada menteri Dalam Negeri dengan menyampaikan sekurang-kurangnya dokumen:

• Kerangka acuan proyek

• APBD tahun yang bersangkutan

• Proyeksi DSCR

• Rencana Keuangan (Financing Plan) pinjaman yang akan diusulkan

• Surat Persetujuan DPRD

2) Menteri Dalam Negeri memberikan pertimbangan dalam rangka pemantauan defisit APBD dan batas kumulatif pinjaman daerah.

3) Pemda mengajukan proposal pinjaman berdasarkan pertimbangan Menteri Dalam Negeri tersebut.

4) Calon pemberi pinjaman melakukan penilaian terhadap proposal tersebut.

Page 132: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

IV-118

5). Jika disetujui, pinjaman daerah dilakukan melalui perjanjian pinjaman yang ditandatangani oleh Kepala Daerah dan pemberi pinjaman.

6) Perjanjian pinjaman tersebut wajib dilaporkan ke Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri.

Prosedur pinjaman daerah yang bersumber dari selain Pemerintah di atas, tidak berlaku untuk pinjaman daerah yang bersumber dari masyarakat dalam bentuk Obligasi Daerah. Prosedur Obligasi Daerah diatur dengan mekanisme tersendiri dan akan dijelaskan dalam bagian lain dalam Bab ini.

4.1.7. PEMBAYARAN KEMBALI PINJAMANPengaturan tentang pembayaran kembali pinjaman daerah diatur sebagai berikut:

1) Seluruh kewajiban pinjaman daerah yang jatuh tempo wajib dianggarkan dalam APBD tahun anggaran yang bersangkutan;

2) Dalam hal daerah tidak memenuhi kewajiban membayar pinjamannya kepada Pemerintah, kewajiban membayar pinjaman tersebut diperhitungkan dengan DAU dan/atau Dana Bagi Hasil dari penerimaan negara yang menjadi hak daerah tersebut.

4.2. OBLIGASI DAERAHDalam UU 33/2004 dan PP 54/2005, Obligasi Daerah diartikan sebagai pinjaman daerah yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar modal. Terdapat dua unsur utama yang perlu diperhatikan khusus dalam kaitannya dengan Obligasi Daerah. Unsur yang pertama adalah, berkaitan dengan kapasitas Pemerintah Daerah dalam menerbitkan Obligasi Daerah. Untuk melindungi fiskal daerah, Pemerintah Daerah yang akan menerbitkan Obligasi Daerah harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan. Penerbitan obligasi ini dimaksudkan untuk membiayai proyek-proyek yang dapat memberikan manfaat kepada publik dan menghasilkan penerimaan. Pada prinsipnya, diharapkan pendapatan yang didapat dari proyek yang dibiayai Obligasi Daerah dapat menutup pokok dan bunga yang harus dibayarkan pada saat jatuh tempo. Oleh karena itu, perlu diadakan langkah-langkah penilaian atas proyek yang akan dibiayai tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk melihat kemungkinan apakah komponen-komponen dari proyek yang dimaksud di sini telah layak sehingga benar-benar dapat menghasilkan penerimaan.

Unsur yang kedua adalah mengenai penawaran umum Obligasi Daerah di pasar modal. Dalam prakteknya Obligasi Daerah dianggap sebagai efek yang bersifat utang. Jika

Page 133: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

IV-119

Dana�Dekonsentrasi�dan�Dana�Tugas�Pembantuan

Obligasi Daerah telah diterbitkan dan telah dinyatakan efektif oleh Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), maka Obligasi Daerah telah siap untuk diperjualbelikan di pasar modal. Transaksi jual beli Obligasi Daerah mengikuti mekanisme di pasar modal. Berkaitan dengan hal ini, prosedur yang perlu diikuti telah diatur sedemikian rupa melalui berbagai Keputusan Kepala Bapepam-LK dan peraturan pasar modal lainnya. Pihak yang akan menerbitkan Obligasi Daerah harus memenuhi prinsip keterbukaan di pasar modal. Prinsip keterbukaan dimaksudkan untuk memberikan informasi lengkap mengenai prospek Obligasi Daerah untuk menarik minat investor.

Obligasi Daerah merupakan efek yang bersifat utang, dimana si penerbit obligasi memiliki piutang terhadap pemegang obligasi dan si berutang berkewajiban untuk membayar pokok obligasi beserta bunganya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian pemberian Obligasi Daerah. Obligasi Daerah diberikan untuk waktu yang tetap selama lebih dari 1 (satu) tahun.

Obligasi Daerah dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah (Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota, dan Pemerintah Kabupaten) untuk mendapatkan dana investasi. Obligasi Daerah ini diterbitkan berdasarkan mata uang rupiah, bukan berdasarkan mata uang asing, dan akan dikelola pada pasar modal domestik.

Secara khusus, obligasi memiliki karakteristik yang berbeda dengan pinjaman. Pinjaman diberikan oleh pemberi pinjaman kepada penerima pinjaman, dimana biasanya pemberi pinjaman adalah bank. Peminjam membayar kembali pokok dan bunga pinjaman kepada yang meminjamkan sampai batas waktu pinjaman. Pembayaran biasanya dilakukan 2 kali dalam setahun, dimana suku bunganya biasanya dapat disesuaikan. Pokok pinjaman dapat dibayarkan pada jumlah yang sama, dengan bunga yang terhutang pada neraca pinjaman. Kadangkala, pokok dan bunga pinjaman dibayarkan pada jumlah yang sama.

Obligasi juga merupakan pinjaman, tetapi diberikan dalam bentuk surat berharga. Dalam Obligasi, si peminjam menjadi emiten dan pemberi pinjaman menjadi pemegang obligasi. Suku bunga biasanya sudah ditentukan. Kebanyakan obligasi adalah semi-tahunan, yang artinya bunga dibayarkan 2 (dua) kali dalam setahun pada pokok obligasi. Pokok obligasi itu sendiri dibayarkan dalam bentuk pembayaran tunggal pada akhir jangka waktu yang telah ditentukan. Oleh karena itu, jumlah bunga yang telah dibayarkan adalah sama dalam tiap tahunnya sampai pembayaran pokok obligasi lunas.

Obligasi merupakan surat utang yang dikeluarkan oleh emiten sehingga pemegang obligasi adalah pemberi pinjaman kepada emiten. Obligasi memiliki jangka waktu yang pasti, dimana pada saat itu obligasi dibayarkan kembali. Pada akhir jangka waktu, obligasi dapat dibayarkan kembali pada nilai nominalnya.

Dengan menerbitkan Obligasi Daerah, Pemerintah Daerah akan mendapatkan banyak manfaat. Diantaranya, Pemerintah Daerah dapat memperoleh pembiayaan bagi proyek-proyek yang memberikan manfaat kepada publik, khususnya untuk proyek-proyek

Page 134: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

IV-120

infrastruktur. Mekanisme yang ada di pasar modal memungkinkan lebih banyak pihak yang terlibat untuk memberikan pinjaman dalam bentuk obligasi karena melibatkan masyarakat luas. Melalui obligasi, Pemerintah Daerah juga dimungkinkan untuk mendapatkan pinjaman dari investor asing, mengingat pinjaman langsung luar negeri bukan melalui Obligasi Daerah tidak diperkenankan bagi Pemerintah Daerah.

Namun demikian, untuk menarik minat para investor agar membeli Obligasi Daerah yang ditawarkan di pasar modal, Pemerintah Daerah harus benar-benar memberikan kepastian bahwa obligasi tersebut akan dibayarkan kembali pada saat jatuh tempo. Mengingat bahwa Obligasi Daerah dipergunakan untuk proyek yang memberikan manfaat kepada publik dan menghasilkan penerimaan, maka proyek tersebut harus benar-benar matang dan layak. Oleh karena itu, dalam tahapan sebelum mendapat persetujuan dari menteri keuangan, Studi Kelayakan harus dibuat oleh lembaga penilai yang terdaftar di Bapepam-LK sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.

4.2.1. Prinsip UmumPrinsip umum mengenai penerbitan Obligasi Daerah, yang telah diatur dalam peraturan perundanga-undangan, antara lain sebagai berikut:

1) Penerbitan Obligasi Daerah hanya dapat dilakukan di pasar modal domestik dan dalam mata uang Rupiah;

2) Obligasi Daerah merupakan pinjaman Pemerintah Daerah dan tidak dijamin oleh Pemerintah;

3) Pemerintah Daerah dapat menerbitkan Obligasi Daerah hanya untuk membiayai Kegiatan investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat yang menjadi urusan Pemerintah Daerah. Dengan ketentuan tersebut, maka Obligasi Daerah yang diterbutkan Pemerintah Daerah hanya jenis Obligasi Pendapatan (Revenue Bond).

4) Nilai Obligasi Daerah pada saat jatuh tempo sama dengan nilai Obligasi Daerah pada saat diterbitkan. Dengan ketentuan ini maka Pemerintah Daerah dilarang menerbitkan Obligasi Daerah dengan jenis index bond yaitu Obligasi Daerah yang nilai jatuh temponya dinilai dengan index tertentu dari nilai nominal, misalnya dengan kurs dollar atau harga emas.

5) Pengaturan lebih lanjut mengenai penerbitan Obligasi Daerah di Pasar Modal mengikuti ketentuan perundang-undangan di bidang Pasar Modal;

Page 135: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

IV-121

Dana�Dekonsentrasi�dan�Dana�Tugas�Pembantuan

4.2.2. Prosedur PenerbitanSelanjutnya berdasarkan PMK Nomor 147/PMK.07/2006 tentang Tatacara Penerbitan, Pertanggungjawaban dan Publikasi Informasi Obligasi Daerah, diatur lebih lanjut tentang perencanaan, pengajuan usulan dan persetujuan serta pernyataan pendaftaran umum.

Secara garis besar prosedur penerbitan Obligasi Daerah dapat dibagi berdasarkan prosedur:

1) perencanaan Obligasi Daerah oleh Pemerintah Daerah;

2) pengajuan, penilaian dan persetujuan Menteri Keuangan;

3) pengajuan penyataan pendaftaran dalam rangka penawaran umum di Pasar Modal.

Prosedur penerbitan Obligasi Daerah, secara sistematis dapat dilihat dalam Gambar 4.6.

4.2.2.1. Perencanaan Obligasi Daerah oleh Pemerintah Daerah1). Kepala Daerah melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ditunjuk

melakukan persiapan penerbitan Obligasi Daerah yang sekurang-kurangya meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. menentukan kegiatan;

b. membuat kerangka acuan kegiatan;

c. menyiapkan studi kelayakan yang dibuat oelh pihak yang independen dan kompeten;

d. memantau batas kumulatif pinjaman serta posisi kumulatif pinjaman daerahnya;

e. membuat proyeksi keuangan dan perhitungan kemampuan pembayaran kembali Obligasi Daerah;

f. mengajukan permohonan persetujuan prinsip kepada DPRD.

2). Persetujuan prinsip DPRD meliputi:

a. nilai bersih maksimal Obligasi Daerah;

b. jumlah dan nilai nominal Obligasi yang akan diterbitkan;

c. penggunaan dana; dan

d. pembayaran pokok, kupon dan biaya lainnya yang timbul sebagai akibat penerbitan obligasi.

Page 136: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

IV-122

Gambar 4.6.

Proses Penerbitan Obligasi Daerah

Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan, 2008

Secara sistematis prosedur persiapan penerbitan Obligasi Daerah oleh Pemerintah Daerah dapat digambarkan dalam Gambar 4.7 berikut ini:

Page 137: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

IV-123

Dana�Dekonsentrasi�dan�Dana�Tugas�Pembantuan

Gambar 4.7

Persiapan Penerbitan Obligasi Daerah di Daerah

Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan, 2008

4.2.2.2. Pengajuan Usulan, Penilaian dan Persetujuan Menteri Keuangan1). Kepala Daerah menyampaikan usulan penerbitan Obligasi Daerah kepada Menteri

Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dengan dilengkapi dokumen sebagai berikut:

Page 138: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

IV-124

2). Studi kelayakan kegiatan;

3). Kerangka acuan kegiatan;

4). Perda APBD tahun yang bersangkutan dan Perda Perhitungan APBD 3 (tiga) tahun terakhir;

5). Perhitungan DSCR; dan

6). Surat persetujuan prinsip DPRD.

7). Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penilaian atas dokumen rencana penerbitan Obligasi Daerah selambat-lambatnya dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja setelah dokumen rencana penerbitan Obligasi Daerah dinyatakan lengkap;

8). Berdasarkan hasil penilaian tersebut, Menteri Keuangan memberikan persetujuan/penolakan atas rencana penerbitan Obligasi Daerah dengan memperhatikan pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri;

9). Berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan, Kepala Daerah menyampaikan pernyataan pendaftaran penawaran umum kepada Bapepam-LK.

Prosedur pengajuan, penilaian dan persetujuan Menteri Keuangan sebagaimana telah diuraikan di atas, dapat digambarkan dalam bagan alur pada Gambar 5.8.

4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di Pasar ModalDalam rangka pelaksanaan penawaran umum Obligasi Daerah di Pasar Modal, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal, Pemerintah Daerah harus menyampaikan pernyataan pendaftaran dengan melengkapi dokumen yang dipersyaratkan kepada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan – Departemen Keuangan. Kepala Daerah wajib menyampaikan Perda tentang Penerbitan Obligasi Daerah kepada Bapepam-LK sebelum pernyataan efektif Obligasi Daerah. Perda tentang Penerbitan Obligasi Daerah memuat ketentuan mengenai:

1) jumlah;

2) nilai nominal; dan

3) penggunaan dana Obligasi Daerah;

4) Dalam hal Obligasi Daerah akan diterbitkan dalam beberapa tahun anggaran, maka Perda harus memuat jadwal penerbitan tahunan Obligasi Daerah;

Page 139: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

IV-125

Dana�Dekonsentrasi�dan�Dana�Tugas�Pembantuan

5) Dalam hal Obligasi Daerah yang akan diterbitkan membutuhkan jaminan, maka Perda harus memuat ketentuan mengenai aset yang akan dijaminkan.

Gambar 4.8

Pengajuan, Penilaian dan Persetujuan Penerbitan Obligasi Daerah oleh Menkeu

Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan, 2008

Page 140: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

IV-126

Bapepam-LK selanjutnya akan melakukan penelahaan terhadap kecukupan keterbukaan (adequate disclosure) sebagai persyaratan penawaran umum di pasar modal. Penawaran umum Obligasi Daerah dapat dilakukan setelah Bapepam-LK mengeluarkan pernyataan efektif penawaran umum Obligasi Daerah di pasar modal.

4.2.3. Pengelolaan Obligasi DaerahSetelah diterbitkannya obligasi daerah, pemerintah daerah berkewajiban untuk mengembalikan pokok dan bunga obligasi daerah. Dalam rangka memenuhi kewajiban untuk pengembalian pokok dan bunga Obligasi Daerah, diperlukan pengelolaan Obligasi Daerah yang baik, yang meliputi:

1). Penetapan strategi dan kebijakan pengelolaan Obligasi Daerah termasuk kebijakan pengendalian risiko;

2). Perencanaan dan penetapan struktur portafolio pinjaman daerah;

3). Penerbitan Obligasi Daerah;

4). Penjualan Obligasi Daerah melalui lelang;

5). Pembelian kembali Obligasi Daerah sebelum jatuh tempo;

6). Pelunasan pada saat jatuh tempo;

7). Pertanggungjawaban.

Pengelolaan Obligasi Daerah dilakukan oleh Kepala Daerah dengan menunjuk satuan kerja yang akan melaksanakannya.

4.2.3.1. Pembelian kembali Obligasi Daerah sebelum jatuh tempoPembelian kembali Obligasi Daerah oleh Pemerintah Daerah sebagai emiten dapat diperlakukan sebagai pelunasan kembali atas Obligasi Daerah tersebut atau disimpan untuk dapat dijual kembali (treasury bonds). Dalam hal diperlakukan sebagai treasury bonds maka hak-hak yang melekat pada Obligasi Daerah batal demi hukum.

4.2.3.2. Pelunasan pada saat jatuh tempoPokok dibayarkan pada saat obligasi daerah jatuh tempo, sementara bunga dibayarkan setiap jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian obligasi daerah.

Pada prinsipnya, pembayaran kembali obligasi daerah bersumber dari penerimaan kegiatan investasi. Namun demikian, ada kalanya, terutama pada masa konstruksi,

Page 141: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

IV-127

Dana�Dekonsentrasi�dan�Dana�Tugas�Pembantuan

kegiatan investasi belum menghasilkan penerimaan. Pada keadaan ini, pembayaran bunga dibebankan pada Anggaran Belanja dan Belanja Daerah.

Khusus untuk pembayaran pokok, harus dibentuk suatu dana cadangan dalam rekening khusus yang dananya tidak dapat digunakan untuk kepentingan lain selain pembayaran kupon obligasi daerah. Alokasi dana cadangan dialokasikan setiap tahun hingga obligasi daerah tersebut jatuh tempo, dengan besaran yang dibagi rata per tahunnya. Hal ini memudahkan pemerintah daerah untuk mengontrol arus kas sehingga dapat menjamin bahwa pada saat jatuh tempo pemerintah daerah sanggup untuk melunasi kewajiban pembayaran pokok obligasi daerah.

4.2.3.3. Penatausahaan dan Penggunaan Dana Obligasi DaerahPemerintah telah mengatur tentang penatausahaan dan penggunaan dana hasil penjualan obligasi daerah sebagai berikut:

1). Dana hasil penjualan Obligasi Daerah ditempatkan pada rekening tersendiri yang ditatausahakan oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD);

2). Dana hasil penjualan Obligasi Daerah hanya dapat digunakan untuk membiayai kegiatan yang telah direncanakan yang merupakan kegiatan investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat;

3). Penerimaan dari investasi sektor publik diprioritaskan untuk membayar pokok, bunga dan denda Obligasi Daerah.

4.2.3.4. PertanggungjawabanKepala Daerah wajib membuat pertanggungjawaban atas pengelolaan Obligasi Daerah dan dana Obligasi Daerah sesuai dengan rencana penerbitan Obligasi Daerah. Pertanggungjawaban ini disampaikan kepada DPRD sebagai bagian dari pertanggungjawaban APBD.

Terdapat dua hal yang perlu dipertanggungjawabkan oleh pemerintah daerah berkaitan dengan penerbitan obligasi daerah, yaitu:

1). Pertanggungjawaban atas pengelolaan obligasi daerah

2). Pertanggungjawaban dana hasil penerbitan obligasi daerah.

Dalam pertanggungjawaban pengelolaan obligasi daerah, pemerintah daerah melaporkan:

1). keterangan tentang portofolio obligasi daerah

Page 142: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

IV-128

2). laporan transaksi obligasi daerah di pasar modal yang mencakup penawaran umum, pelunasan, pembelian kembali, pertukaran, pembayaran bunga dan biaya lain, serta kegiatan lain yang terkait dengan pengelolaan obligasi daerah

3). posisi obligasi daerah

4). realisasi strategi dan kebijakan pengelolaan obligasi daerah termasuk pengendalian resiko

5). alokasi angaran dan realisasinya

Dalam pertanggungjawaban dana hasil penerbitan obligasi daerah, pemerintah daerah melaporkan:

1). perkembangan pelaksanaan kegiatan investasi

2). laporan keuangan kegiatan yang meliputi penggunaan dana dari obligasi daerah dan dana hasil penerimaan kegiatan

3). laporan alokasi dana cadangan

4.2.4. Publikasi InformasiKepala daerah wajib mempublikasikan secara berkala mengenai data Obligasi Daerah dan/atau informasi lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal. Publikasi informasi secara berkala tersebut meliputi:

1). Kebijakan pengelolaan pinjaman daerah dan rencana penerbitan Obligasi Daerah yang meliputi perkiraan jumlah dan jadwal waktu penerbitan;

2). Jumlah Obligasi Daerah yang beredar beserta komposisinya, struktur jatuh tempo dan tingkat bunga;

3). Laporan keuangan Pemerintah Daerah;

4). Laporan penggunaan dana yang diperoleh melalui penerbitan Obligasi Daerah, alokasi dana cadangan, serta laporan-laporan yang bersifat material; dan

5). Kewajiban publikasi data dan/atau informasi lainnya yang diwajibkan berdasarkan peraturan perundang-undangan di Pasar Modal.

Publikasi data dan informasi mengenai Obligasi Daerah dilakukan oleh satuan kerja yang ditunjuk untuk mengelola Obligasi Daerah, pihak lain yang terkait dengan pengelolaan Obligasi Daerah hanya dapat melakukan publikasi data dan informasi mengenai Obligasi Daerah setelah mendapat persetujuan tertulis dari Kepala Daerah.

Page 143: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

IV-129

Dana�Dekonsentrasi�dan�Dana�Tugas�Pembantuan

Pelaksanaan publikasi antara lain dilakukan melalui seminar, lokakarya, dan temu publik atau melalui media cetak dan media elektronik terutama situs internet (website) yang dimiliki dan dikelola oleh satuan kerja yang ditunjuk untuk mengelola Obligasi Daerah.

4.2.5.Pelaporan, Pemantauan dan Evaluasi Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk wajib menyampaikan laporan penerbitan, penggunaan dana dan pembayaran kupon dan/atau pokok Obligasi Daerah setiap 3 (tiga) bulan kepada Menteri Keuangan. Menteri Keuangan c.q. Dirjen Perimbangan Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi atas:

1). Penerbitan Obligasi Daerah;

2). Penggunaan dana Obligasi Daerah;

3). Kinerja pelaksanaan kegiatan; dan

4). Realisasi pembayaran kupon dan/atau Pokok Obligasi Daerah.

Pemantauan dan evaluasi tersebut di atas, dilakukan untuk melihat indikasi adanya penyimpangan dan/atau ketidaksesuaian antara rencana penerbitan Obligasi Daerah dengan realisasinya. Hasil pemantauan dan evaluasi tersebut dilaporkan oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan kepada Menteri Keuangan.

Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi dimaksud, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat merekomendasikan kepada Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan untuk menghentikan penerbitan Obligasi Daerah.

4.2.6. PELAPORAN PINJAMAN DAERAH Untuk melaksanakan tertib anggaran, maka semua penerimaan dan kewajiban dalam rangka Pinjaman Daerah harus dicantumkan dalam APBD dan dibukukan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah, termasuk Obligasi Daerah. Selain itu, setiap perjanjian pinjaman yang dilakukan oleh Daerah merupakan dokumen publik yang diumumkan dalam Lembaran Daerah sehingga dapat diakses oleh publik. Pemerintah Daerah wajib melaporkan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri agar penatausahaan Pinjaman Daerah dapat berjalan dengan baik.

Page 144: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

IV-130

4.2.7. SANKSI PINJAMAN DAERAHBerkaitan dengan kewajiban yang muncul dari pinjaman daerah, maka Pemerintah Daerah yang tidak memenuhi kewajibannya, dapat dikenakan sanksi seperti yang dijelaskan berikut ini:

1). Jika daerah tidak menyampaikan laporan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman, maka dikenakan sanksi berupa penundaan atas penyaluran Dana Perimbangan oleh Menteri Keuangan;

2). Jika daerah melakukan pinjaman langsung dari sumber luar negeri yang bukan karena kegiatan transaksi Obligasi Daerah, maka Menteri Keuangan akan melakukan pemotongan DAU dan/atau Dana Bagi Hasil dari penerimaan Negara yang menjadi hak daerah tersebut; dan

Jika daerah tidak menyampaikan perjanjian pinjaman ke Menteri Dalam Negeri dan/atau daerah membuat perjanjian pinjaman tidak sesuai dengan pertimbangan Menteri Dalam Negeri, maka daerah yang bersangkutan akan melarang melakukan Pinjaman Daerah selama 3 (tiga) tahun berturut-turut.

4.3. HIBAH DAERAHDalam PP Nomor 57 Tahun 2005 dan PMK No. 52/2006, yang dimaksud dengan Hibah adalah Peneriman Daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, Pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau perorangan baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang dan ata jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali.

Hibah yang diberikan kepada daerah adalah sebagai salah satu bentuk hubungan keuangan antara Pemerintah dan Daerah untuk mendukung pelaksanaan kegiatan daerah dan dikelompokkan sebagai salah satu komponen lain lain pendapatan. Penerimaan ini bersifat tidak mengikat karena tidak harus dibayar kembali oleh daerah.

Peraturan Menteri Keuangan tentang tata cara pemberian hibah kepada Daerah (PMK No. 52/2006) mengacu kepada PP No. 57/2005 tentang Hibah kepada Daerah dan PP No. 2/2006 tentang Tatacara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri. PMK dimaksud telah diselaraskan dengan PMK tentang penerusan pinjaman kepada Daerah maupun peraturan tentang pengadaan pinjaman yang telah dibuat Bappenas untuk pembagian tugas yang lebih jelas antara Bappenas dari segi perencanaan pengajuan, penilaian kegiatan yang dibiayai oleh pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) dan dari aspek pelaksanaan penerusan PHLN yang merupakan tugas Departemen Keuangan.

Page 145: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

IV-131

Dana�Dekonsentrasi�dan�Dana�Tugas�Pembantuan

Khusus untuk pemberian hibah kepada daerah yang sumbernya berasal dari pinjaman luar negeri akan didasarkan kepada peta kapasitas fiskal yang ditetapkan dalam peraturan Menteri Keuangan. Penyusunan peraturan tersebut peta kapasitas fiskal dalam rangka penerusan pinjaman luar negeri pemerintah kepada daerah harus diperbaharui secara periodik. Peta kapasitas fiskal daerah menggambarkan kemampuan keuangan masing-masing daerah yang dicerminkan melalui penerimaan umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (tidak termasuk dana alokasi khusus, dana darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu) untuk membiayai tugas pemerintahan yang dikaitkan dengan belanja pegawai dan jumlah penduduk miskin. Peta kapasitas fiskal daerah dimaksud akan digunakan untuk menentukan besaran pemberian hibah kepada daerah yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah berkoordinasi dengan Menteri pada Kementerian/Lembaga terkait. Formula tersebut diharapkan dapat memenuhi tuntutan transparansi dan akuntabilitas serta asas proporsional dalam menentukan besaran pemberian hibah kepada daerah serta adanya pengkaitan terhadap jumlah penduduk miskin yang mencerminkan penekanan sasaran pemberian hibah dimaksud.

4.3.1. SUMBER HIBAH Sumber-sumber Hibah diperoleh dari Dalam Negeri dan/atau Luar Negeri. Hibah yang bersumber dari Dalam Negeri bersumber dari:

1) Pemerintah;

2) Pemerintah Daerah lain;

3) Badan/lembaga organisasi swasta dalam negeri; dan/atau

4) Kelompok masyarakat/perorangan.

Sedangkan Hibah yang bersumber dari luar negeri diperoleh dari lembaga/institusi, negara:

1) Bilateral;

2) Multilateral;

3) Donor lainnya.

Berdasarkan sumber-sumber hibah di atas sebagaimana disebutkan dalam poin 1, Hibah kepada daerah yang bersumber dari APBN baik dari Pinjaman Dalam Negeri, Penerusan Pinjaman dan Penerusan hibah Luar Negeri dapat digambarkan sebagai berikut:

Page 146: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

IV-132

4.3.2. PRINSIP DASAR PEMBERIAN HIBAH KEPADA DAERAHAda beberapa prinsip dasar terhadap pelaksanaan hibah daerah di Indonesia yaitu:

1) Hibah kepada Daerah bersifat bantuan untuk menunjang program pembangunan sesuai dengan prioritas dan kebijakan Pemerintah serta merupakan urusan daerah.

2) Hibah kepada Daerah yang bersumber dari pendapatan dalam negeri kegiatannya merupakan kebijakan Pemerintah atau dapat diusulkan oleh Kementerian Negara/Lembaga.

3) Dalam hal Hibah kepada Daerah yang bersumber dari pinjaman luar negeri kegiatannya telah diusulkan oleh Kementerian Negara/Lembaga.

4) Hibah kepada Daerah yan bersumber dari hibah luar negeri, kegiatannya dapat diusulkan oleh Kemernterian Negara/Lembaga dan/atau Daerah.

5) Hibah diberikan kepada Daerah ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah berkoordinasi dengan Menteri pada Kementerian Negara/Pimpinan Lembaga terkait.

6) Hibah yang berasal dari Dalam Negeri dituangkan dalam Naskah Perjanjian Hibah (NPHD) antara Pemerintah Daerah dan Pemberi Hibah, sementara yang berasal dari Luar Negeri dituangkan dalam Naskah Perjanjian Hibah Luar Negeri (NPHLN) antara Pemerintah dan Pemberi Hibah Luar Negeri. Hibah tersebut diteruskan oleh Pemerintah kepada Daerah. Penerusannya dituangkan dalam Naskah Perjanjian Hibah (NPPH) antara Pemerintah dengan Daerah.

4.3.3. KRITERIA PEMBERIAN HIBAH Kriteria pemberian hibah dapat digolongkan berdasarkan sumber sebagai berikut:

1) Hibah yang bersumber dari pendapatan dalam negeri, diberikan kepada Daerah dengan kriteria sebagai berikut:

a. Untuk melaksanakan kegiatan yang menjadi urusan Daerah, yaitu peningkatan fungsi pemerintahan, layanan dasar umum, dan pemberdayaan aparatur Daerah;

b. Untuk kegiatan dengan kondisi tertentu yang berkaitan dengan penyelenggaran kegiatan Pemerintah yang berskala nasional/internasional di Daerah.

2) Hibah yang bersumber dari pinjaman luar negeri, diberikan kepada Daerah dengan kriteria sebagai berikut:

Page 147: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

IV-133

Dana�Dekonsentrasi�dan�Dana�Tugas�Pembantuan

a. Untuk melaksanakan kegiatan yang merupakan urusan Daerah dalam rangka pencapaian sasaran program yang merupakan prioritas pembangunan nasional;

b. Diprioritaskan untuk Daerah dengan kapasitas fiskal rendah berdasarkan peta kapasitas fiskal yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

3) Hibah yang bersumber dari hibah luar negeri, diberikan kepada Daerah dengan kriteria sebagai berikut:

a. Untuk melaksanakan kegiatan yang menjadi urusan Daerah, yaitu peningkatan fungsi pemerintahan, layanan dasar umum, dan pemberdayaan aparatur Daerah;

b. Hibah diteruskan kepada Daerah sesuai dengan NPHLN.

4.3.4. PENARIKAN DAN PENYALURAN HIBAHHibah disalurkan dari APBN ke APBD sesuai peraturan perundangan, yaitu dengan menggunakan Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan (BAPP) yang dikelola oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara, dan terpisah dari bagian anggaran yang dikelola Kementerian/Lembaga.

Penyaluran hibah dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dilakukan dengan pemindahbukuan daru Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah.

4.3.5. PENGELOLAAN HIBAH OLEH DAERAHBeberapa hal yang menjadi kewajiban daerah dalam pengelolaan hibah antara lain:

1) Daerah menyediakan fasilitas penunjang untuk kelancaran pekerjaan apabila hibah berupa jasa konsultan dan jasa lainnya. Apabila Daerah tidak menganggarkan kegiatan, pencairan hibah tidak dapat dilakukan.

2) Dana pendamping dicantumkan dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran-Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD).

3.3.6. PENCATATANPencatatan keluar masuknya sumber dana merupakan hal yang paling signifikan bagi daerah sebelum melakukan pelaporan. Hal-hal yang perlu dicatat oleh daerah dalam sistem penatausahaannya adalah:

1) Penerimaan hibah oleh Daerah dicatat sebagai pendapatan hibah dalam kelompok Lain-lain Pendapatan yang Sah pada APBD.

Page 148: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

IV-134

2) Penerimaan hibah dalam bentuk barang dan/atau jasa selain dicatat sebagai pendapatan hibah dalam kelompok Lain-lain Pendapatan yang Sah pada saat yang sama dicatat sebagai belanja dengan nilai yang sama.

3) Penerimaan hibah dalam bentuk barang dan/atau jasa dicatat berdasarkan harga perolehan atau taksiran nilai wajar barang dan/atau jasa tersebut.

4) Barang yang diterima dari hibah diakui dan dicatat sebagai barang milik daerah pada saat diterima.

4.3.7. PELAPORANSetelah melakukan pencatatan dan penatusahaan daerah wajib melaporkan hal-hal sebagi berikut dalam bentuk neraca, catatan dan sebagainya:

1) Penerimaan hibah dalam bentuk uang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan Arus Kas.

2) Penerimaan hibah dalam bentuk barang dan/atau jasa dilaporkan dalam Laporan Realisasi Anggaran.

3) Transaksi penerimaan hibah dan penerusannya ke Daerah diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

4) Dalam hal hibah tidak termasuk dalam perencanaan hibah pada tahun anggaran berjalan, hibah harus dilaporkan dalam Laporan Pertanggungjawaban Keuangan.

5) Tata cara akuntansi dan pelaporan keuangan yang terkait dengan hibah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku tentang sistem akuntansi dan pelaporan keuangan Pemerintah.

4.3.8. PEMANTAUAN1) Daerah melaporkan realisasi fisik, penyerapan dana, dan permasalahan pelaksanaan

kegiatan serta perkembangan penyelesaian Kontrak Pengadaan Barang/Jasa kepada Menteri PPN/Kepala Bappenas, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dan Menteri Negara/Pimpinan Lembaga terkait.

2) Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Negara/Pimpinan Lembaga terkait melakukan pemantauan atas kinerja pelaksanaan kegiatan dan penggunaan hibah dalam rangka pencapaian target dan sasaran yang ditetapkan dalam NPHD dan NPPH.

Page 149: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

IV-135

Dana�Dekonsentrasi�dan�Dana�Tugas�Pembantuan

3) Dalam rangka monitoring dan evaluasi, Daerah penerima hibah wajib menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan yang didanai dari hibah kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Negara/Pimpinan Lembaga terkait.

4) Laporan disampaikan setiap triwulan.

5) Dalam hal Daerah melakukan pengelolaan hibah menyimpang dari ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam NPHD atau NPPH, maka seluruh kegiatan penyaluran hibah dapat dihentikan.

Page 150: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

IV-136

Page 151: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

BAB V PAJAK DAERAH DAN

RETRIBUSI DAERAH

Page 152: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

V-138

Page 153: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

V-139

BAB V PAJAK DAERAH DAN

RETRIBUSI DAERAH

5.1. PENDAHULUANSalah satu wujud dari pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah pemberian sumber-sumber penerimaan bagi daerah yang dapat digali dan digunakan sendiri sesuai dengan potensinya masing-masing. Sumber-sumber penerimaan tersebut dapat berupa pajak atau retribusi. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, setiap pembebanan pada masyarakat baik berupa pajak atau retribusi harus diatur dengan Undang-Undang (UU).

Kewenangan daerah untuk memungut pajak dan retribusi diatur dengan UU No. 34 Tahun 2000 yang merupakan penyempurnaan dari UU No. 18 Tahun 1997 dan ditindaklanjuti dengan peraturan pelaksanaannya, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan PP No. 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah.

Peraturan perundang-undangan tersebut mengatur, antara lain, jenis, objek, subjek, dasar pengenaan, dan tarif pajak daerah maupun retribusi daerah, serta ketentuan umum yang mengatur tata cara pemungutan pajak dan retribusi. Selain jenis pajak dan retribusi yang diatur dalam UU dan PP tersebut, untuk daerah kabupaten/kota juga diberikan kewenangan menetapkan jenis pajak dan retribusi baru sepanjang memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam UU, sedangkan untuk daerah provinsi hanya diberikan kewenangan untuk menetapkan jenis retribusi baru di luar yang ditetapkan dalam UU.

5.2. JENIS PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHBerdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan retribusi daerah, daerah diberikan kewenangan untuk memungut 11 jenis pajak dan 27 jenis retribusi. Penetapan jenis pajak dan retribusi tersebut didasarkan pertimbangan bahwa jenis pajak dan retribusi tersebut secara umum dipungut hampir di semua daerah dan merupakan jenis pungutan yang secara teori maupun praktik merupakan jenis pungutan yang baik.

5.2.1. Pajak DaerahJenis-jenis Pajak Daerah berdasarkan UU No. 34 Tahun 2000 dapat dilihat pada tabel 5.1.

Page 154: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

V-140

Tabel 5.1.

Jenis Pajak Daerah

pajak provinsi: pajak Kabupaten/Kota:1.� Pajak�Kendaraan�Bermotor�dan�

Kendaraan�di�Atas�Air;2.� Bea�Balik�Nama�Kendaraan�Bermotor�

dan�Kendaraan�di�Atas�Air;3.� Pajak�Bahan�Bakar�Kendaraan�

Bermotor;4.� Pajak�Pengambilan�dan�Pemanfatan�Air�

Bawah�Tanah�dan�Air�Permukaan.�

1)�Pajak�Hotel;2)�Pajak�Restoran;3)�Pajak�Hiburan;4)�Pajak�Reklame;5)�Pajak�Penerangan�Jalan;6)�Pajak�Pengambilan�Bahan�Galian�

Golongan�C;7)�Pajak�Parkir.

Sumber: UU No. 34 Tahun 2000

Jenis pajak provinsi bersifat limitatif yang berarti provinsi tidak dapat memungut pajak lain selain yang telah ditetapkan. Adanya pembatasan jenis pajak yang dapat dipungut oleh provinsi terkait dengan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom yang terbatas hanya meliputi kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas daerah kabupaten/kota dan kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan daerah kabupaten/kota, serta kewenangan bidang pemerintahan tertentu.

Namun demikian, dalam pelaksanaannya provinsi dapat tidak memungut jenis pajak yang telah ditetapkan tersebut jika dipandang hasilnya kurang memadai.

Berkaitan dengan besarnya tarif, untuk pajak provinsi ditetapkan secara seragam di seluruh Indonesia sebagaimana diatur dalam PP No. 65 Tahun 2001.

Jenis pajak kabupaten/kota tidak bersifat limitatif, artinya kabupaten/kota diberi peluang untuk menggali potensi sumber-sumber keuangannya selain yang ditetapkan secara eksplisit dalam UU No. 34 Tahun 2000 dengan menetapkan sendiri jenis pajak yang bersifat spesifik sepanjang memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam UU tersebut.

Besarnya tarif definitif untuk pajak kabupaten/kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda), namun tidak boleh lebih tinggi dari tarif maksimum yang telah ditentukan dalam UU.

5.2.2. Retribusi DaerahRetribusi daerah terdiri atas 3 (tiga) golongan, yaitu:

1. Retribusi Jasa Umum, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah (Pemda) untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

Page 155: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

V-141

Pajak�Daerah�dan�Retribusi�Daerah

2. Retribusi Jasa Usaha, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemda dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

3. Retribusi Perizinan Tertentu, yaitu retribusi atas kegiatan tertentu Pemda dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Jenis-jenis Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, dan Retribusi Perizinan Tertentu sebagaimana dimaksud di atas ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah sebagaimana ditunjukkan dalam tabel 5.2.

Tabel 5.2

Jenis Retribusi Daerah

Jasa umum Jasa usaha perizinan tertentua.�Retribusi�Pelayanan�

Kesehatanb.�Retribusi�Pelayanan�

Persampahan/Kebersihan

c.�Retribusi�Penggantian�Biaya�Cetak�KTP�dan�Akte�Catatan�Sipil

d.�Retribusi�Pelayanan�Pemakaman�dan�Pengabuan�Mayat

e.�Retribusi�Pelayanan�Parkir�di�Tepi�Jalan�Umum

f.� Retribusi�Pelayanan�Pasar

g.�Retribusi�Pengujian�Kendaraan�Bermotor

h.�Retribusi�Pemeriksaan�Alat�Pemadam�Kebakaran

i.� Retribusi�Penggantian�Biaya�Cetak�Peta

j.� Retribusi�Pengujian�Kapal�Perikanan

a.�Retribusi�Pemakaian�Kekayaan�Daerah

b.�Retribusi�Pasar�Grosir�dan/atau�Pertokoan

c.�Retribusi�Tempat�Pelelangan

d.�Retribusi�Terminale.�Retribusi�Tempat�Khusus�

Parkirf.� Retribusi�Tempat�

Penginapan/Pesanggrahan/-Villa

g.�Retribusi�Penyedotan�Kakush.�Retribusi�Rumah�potong�

Hewani.� Retribusi�Pelayanan�

Pelabuhan�Kapalj.� Retribusi�Tempat�Rekreasi�

dan�Olahragak.� Retribusi�Penyeberangan�di�

Atas�Airl.� Retribusi�Pengolahan�

Limbah�Cairm.�Retribusi�Penjualan�Produksi�

Usaha�Daerah

a.�Retribusi�Izin�Mendirikan�Bangunan

b.�Retribusi�Izin�Tempat�Penjualan�Minuman�Beralkohol

c.�Retribusi�Izin�Gangguan

d.�Retribusi�Izin�Trayek

Sumber: PP No. 65 Tahun 2001

Page 156: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

V-142

Ketentuan secara lengkap mengenai objek dan subjek retribusi telah diatur dalam PP No. 65 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, sehingga kewenangan daerah dalam pemungutan retribusi hanya ada pada penetapan tarif dan sasaran pengenaan retribusi.

Dalam menetapkan tarif Retribusi Jasa Umum, prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif didasarkan pada kebijakan daerah dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan. Untuk mencapai sasaran dimaksud, penetapan tarif Retribusi Jasa Umum, antara lain, dimaksudkan untuk menutup sebagian atau sama dengan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan dan membantu golongan masyarakat kurang mampu sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan. Dengan demikian, prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Jasa Umum dapat berbeda menurut jenis pelayanan dalam jasa yang bersangkutan dan golongan pengguna jasa.

Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif Retribusi Jasa Usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.

Sementara itu, prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Perizinan Tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan.

5.3. PERSYARATAN PDRDSelain jenis pajak dan retribusi yang telah ditetapkan UU, pemerintah kabupaten/kota dapat menetapkan jenis pajak baru dengan Perda sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan UU.

1) Kriteria Pajak Daerah

a. Bersifat pajak, dan bukan retribusi.

Maksud dari kriteria ini adalah bahwa pajak tersebut harus sesuai definisi pajak yang ditetapkan dalam UU, yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Jika suatu iuran hanya dibayar oleh orang pribadi atau badan yang menggunakan/memanfaatkan suatu pelayanan/perizinan yang disediakan oleh daerah, maka iuran tersebut bukan pajak melainkan bersifat retribusi.

Page 157: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

V-143

Pajak�Daerah�dan�Retribusi�Daerah

b Obyek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

Yang dimaksud dengan mobilitas rendah adalah objek pajak sulit untuk dipindahkan. Contoh, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak atas Pengambilan Sarang Burung Walet.

Yang dimaksud dengan hanya melayani masyarakat di wilayah tertentu adalah bahwa beban pajaknya hanya ditanggung oleh masyarakat lokal. Contoh, Pajak Penerangan Jalan.

Contoh jenis pajak yang bertentangan dengan kriteria ini, antara lain, pajak atas barang yang diekspor atau diimpor (lalu lintas barang) di pelabuhan atau bandara atau di tempat lain, pajak atas siaran radio, pajak atas reklame dalam surat kabar dan media elektronik. Jenis pajak dengan objek objek tersebut pada umumnya melayani masyarakat luas di luar wilayah daerah yang bersangkutan.

c Obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum.

Yang dimaksud dengan kriteria ini adalah bahwa pajak tersebut dimaksudkan untuk kepentingan bersama yang lebih luas antar pemerintah dan masyarakat dengan memperhatikan aspek ketentraman dan kestabilan politik, ekonomi, sosial, budaya, serta pertahanan dan keamanan. Contoh: Pajak atas seluruh komoditi akan menimbulkan ketidakstabilan ekonomi; Pajak atas minuman beralkohol akan menimbulkan ketidakstabilan sosial dan budaya; atau dengan adanya pajak tersebut dapat menimbulkan pemogokan atau demonstrasi yang akan mengakibatkan gangguan keamanan dan kestabilan politik.

d Obyek pajak bukan merupakan obyek pajak provinsi dan/atau pusat. Jenis pajak yang bertentangan dengan kriteria ini, antara lain, adalah pajak ganda (double tax). Pajak ganda yang dimaksud adalah pajak dengan objek dan/atau dasar pengenaan yang tumpang tindih dengan objek dan/atau dasar pengenaan pajak lain yang sebagian atau seluruh hasilnya diterima oleh daerah.

e Potensinya memadai.

Hasil penerimaan pajak harus lebih besar dari biaya pemungutan.

f Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif.

Pajak tidak mengganggu alokasi sumber sumber ekonomi dan tidak merintangi arus sumber daya ekonomi antar daerah maupun kegiatan ekspor-impor.

g Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat.

Page 158: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

V-144

(i) aspek keadilan, antara lain, objek dan subjek pajak harus jelas sehingga dapat diawasi pemungutannya, jumlah pembayaran pajak dapat diperkirakan oleh wajib pajak, dan tarif pajak ditetapkan dengan memperhatikan keadaan wajib pajak. Hal lain mengenai aspek keadilan adalah objek atau subjek atau dasar pengenaan pajak tidak membedakan (klasifikasi) orang pribadi atau badan tanpa alasan yang kuat.

(ii) aspek kemampuan masyarakat, pajak memperhatikan kemampuan subjek pajak untuk memikul tambahan beban pajak. Selanjutnya, sebagian besar dari beban pajak tersebut tidak dipikul oleh masyarakat yang relatif kurang mampu.

h. Menjaga kelestarian lingkungan.

Pajak harus bersifat netral terhadap lingkungan, yang berarti bahwa pengenaan pajak tidak memberikan peluang kepada Pemda atau pemerintah pusat atau masyarakat luas untuk merusak lingkungan.

Dengan ditetapkannya kriteria pajak daerah dalam UU, maka secara yuridis daerah hanya dapat memungut atau mengadakan jenis pajak yang memenuhi seluruh kriteria yang ditetapkan dalam UU tersebut. Secara tegas UU No. 34 Tahun 2000 menyatakan adanya kewenangan pemerintah pusat untuk membatalkan pajak-pajak yang dianggap tidak memenuhi syarat tersebut.

2) Kriteria Retribusi Daerah

Dengan Perda, Pemda provinsi dan kabupaten/kota daerah juga dapat menetapkan jenis retribusi lainnya sesuai dengan kewenangan otonominya dan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan, yaitu:

a. Retribusi Jasa Umum

(i) Bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Usaha atau Retribusi Perizinan Tertentu;

(ii) Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi;

(iii) Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, di samping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum;

(iv) Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi;

(v) Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya;

(vi) Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial; dan

Page 159: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

V-145

Pajak�Daerah�dan�Retribusi�Daerah

(vii) Pemungutan Retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan/atau kualitas pelayanan yang lebih baik.

b. Retribusi Jasa Usaha

(i) Bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Umum atau Retribusi Perizinan Tertentu; dan

(ii) Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh Pemda.

c. Retribusi Perizinan Tertentu

(i) Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi;

(ii) Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum; dan

(iii) Biaya yang menjadi beban Daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan.

5.4. PROSEDUR PENETAPAN PDRDPDRD yang ditetapkan oleh daerah harus diatur dengan Perda. Perda tentang Pajak sekurang-kurangnya mengatur ketentuan mengenai:

1) nama, objek, dan subjek pajak;

2) dasar pengenaan, tarif, dan cara penghitungan pajak;

3) wilayah pemungutan;

4) masa pajak;

5) penetapan;

6) tata cara pembayaran dan penagihan;

7) kadaluwarsa;

8) sanksi administrasi; dan

9) tanggal mulai berlakunya.

Perda tentang Pajak juga dapat mengatur ketentuan mengenai pemberian pengurangan, keringanan, dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok pajak dan/atau sanksinya, tata cara penghapusan piutang pajak yang kadaluwarsa, dan asas timbal balik.

Page 160: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

V-146

Retribusi yang dipungut daerah juga ditetapkan dengan Perda. Perda tentang Retribusi sekurang-kurangnya mengatur ketentuan mengenai:

1) nama, objek, dan subjek Retribusi;

2) golongan Retribusi;

3) cara mengukur tingkat penggunaan jasa yang bersangkutan;

4) prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besarnya tarif Retribusi;

5) struktur dan besarnya tarif Retribusi;

6) wilayah pemungutan;

7) tata cara pemungutan;

8) sanksi administrasi;

9) tata cara penagihan; dan

10) tanggal mulai berlakunya.

Perda tentang Retribusi juga dapat mengatur ketentuan mengenai masa retribusi, pemberian keringanan, pengurangan, dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok retribusi dan/atau sanksinya, tata cara penghapusan piutang retribusi yang kadaluwarsa.

Perda mengenai pajak dan retribusi sebagaimana dimaksud di atas harus terlebih dahulu disosialisasikan dengan masyarakat sebelum ditetapkan.

5.5. PENGAWASAN PDRDDalam rangka pengawasan, Perda-Perda tentang Pajak dan Retribusi yang diterbitkan oleh Pemda harus disampaikan kepada Pemerintah Pusat paling lambat 15 (lima belas) hari sejak ditetapkan. Dalam hal Perda-perda dimaksud bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Pemerintah Pusat melalui Menteri Dalam Negeri dengan pertimbangan Menteri Keuangan dapat membatalkan Perda dimaksud.

Ketentuan mengenai pengawasan Perda PDRD diatur dalam Pasal 5A dan Pasal 25A UU No. 34 Tahun 2000 dan Pasal 80 PP No. 65 Tahun 2001 dan Pasal 17 PP No. 66 Tahun 2001. Namun demikian, walaupun Perda-Perda tersebut sudah dibatalkan oleh Pemerintah Pusat, Pemda dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung (MA) segera setelah mengajukan keberatannya kepada Pemerintah.

Semenjak digulirkannya otonomi daerah tahun 2001 sampai dengan bulan Maret tahun 2008, Menteri Keuangan telah menerima 10.467 perda PDRD. Untuk mengatasi perda pungutan bermasalah, telah dilakukan beberapa tindakan sebagai berikut:

Page 161: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

V-147

Pajak�Daerah�dan�Retribusi�Daerah

1) Telah dievaluasi sekitar 7.109 Perda dan direkomendasikan pembatalan atau revisi atas Perda sebanyak 1.902 Perda.

2) Dari jumlah tersebut sebanyak 86 perda bermasalah direkomendasikan untuk dibatalkan pada periode Januari - Maret tahun 2008.

Dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 185, Pasal 186, dan Pasal 189 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mekanisme pengawasan Perda yang semula bersifat represif diubah menjadi preventif. Berdasarkan mekanisme tersebut, Perda tentang Pajak dan Retribusi Daerah sebelum ditetapkan menjadi Perda terlebih dahulu dievaluasi oleh Menteri Dalam Negeri untuk Raperda Provinsi dan Gubernur untuk Raperda Kabupaten/Kota. Hasil evaluasi dimaksud dikoordinasikan dengan Menteri Keuangan, baik oleh Menteri Dalam Negeri maupun oleh Gubernur sebelum disampaikan kepada daerah yang bersangkutan. Terkait dengan hal tersebut, sampai dengan bulan Maret Tahun 2008 telah diterima sebanyak 1.657 Raperda. Dari jumlah tersebut telah dievaluasi sebanyak 1.647 Raperda. Dari hasil evaluasi tersebut, 568 Raperda disetujui dan langsung dapat ditetapkan, 861 Raperda diminta untuk disempurnakan, dan 218 Raperda ditolak karena tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

5.6. KESALAHAN-KESALAHAN PERDA PDRD YANG SERING DILAKUKAN DAERAHSesuai dengan UU No. 34 Tahun 2000, pelaksanaan pemungutan pajak dan retribusi harus diatur dengan Perda. Dalam UU tersebut juga dimuat ketentuan atau materi yang harus diatur dalam Perda PDRD. Namun, dalam pelaksanaannya beberapa Perda PDRD yang ditetapkan oleh daerah tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam UU tersebut. Beberapa kesalahan daerah berkaitan dengan penetapan Perda dapat dikemukakan berikut ini:

1. Masih terdapat pungutan yang dilaksanakan oleh daerah hanya diatur dengan keputusan/peraturan kepala daerah. Sebagian besar daerah yang melaksanakan pemungutan pajak dan retribusi dengan keputusan/peraturan kepala daerah menyadari akan kesalahannya, namun hal tersebut tetap dilakukan untuk menghindari pembatalan dari Pemerintah Pusat. Secara yuridis, pungutan tersebut batal demi hukum karena tidak didasarkan atas Perda sebagaimana diamanatkan UU.

2. Muatan/materi yang diatur dalam Perda tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam UU. Beberapa Perda hanya memuat nama dan tarif pungutan. Seharusnya Perda tersebut minimal harus mengatur, antara lain, ketentuan

Page 162: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

V-148

mengenai objek, subjek, dasar pengenaan, tarif, tata cara dan wilayah pemungutan sesuai Pasal 4 ayat 3 UU No. 34 Tahun 2000.

3. Pengaturan pemungutan pajak dan retribusi khususnya untuk jenis pajak dan retribusi yang telah ditetapkan dalam UU dan PP tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Beberapa objek pajak dan retribusi diperluas. Sebagai contoh, objek pajak reklame diperluas hingga mencakup label, papan nama, dan logo perusahaan. Padahal label, papan nama, dan logo tersebut tidak dimaksudkan untuk memperkenalkan barang atau usaha atau bukan untuk reklame. Beberapa objek pajak dan retribusi yang telah dikecualikan dalam UU atau PP, ditetapkan oleh daerah sebagai pungutan dalam Perda.

4. Khusus untuk Perda yang mengatur retribusi, banyak daerah yang mengatur tarif retribusi dengan keputusan kepala daerah. Pengaturan tersebut bertentangan dengan UU No. 34 Tahun 2000 yang mengamanatkan tarif retribusi diatur dalam Perda.

5. Berkaitan dengan kewenangan daerah untuk memungut pajak dan retribusi baru, kesalahan-kesalahan yang sering terjadi adalah bahwa jenis pungutan baru tersebut tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam UU. Sebagian besar jenis pajak yang diciptakan oleh daerah tumpang tindih dengan pajak pusat atau pajak provinsi. Harus diakui bahwa dengan kriteria pajak baru tidak boleh tumpang tindih dengan pajak pusat dan provinsi, hampir dapat dipastikan bahwa peluang daerah untuk menciptakan pajak baru telah tertutup.

6. Pungutan retribusi bersifat pajak. Retribusi yang dikenakan oleh daerah tidak berhubungan secara langsung dengan pelayanan. Retribusi atas lalu-lintas barang dikenakan atas setiap produk yang dibawa masuk dan keluar daerah. Pengenaan retribusi yang bersifat penggantian biaya administrasi perizinan, seperti izin usaha yang dikenakan setiap tahun walaupun izin usaha tersebut berlaku untuk selamanya.

7. Beberapa daerah mengenakan pungutan retribusi atas fungsi yang bukan menjadi tanggung jawabnya. Sebagai contoh, beberapa daerah kabupaten/kota dan provinsi menerbitkan izin mempekerjakan tenaga kerja asing (IMTA) yang merupakan kewenangan pusat.

5.7. ARAH KE DEPAN (PENYEMPURNAAN UU PDRD)Sejalan dengan pemberian kewenangan kepada daerah yang semakin besar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat secara umum kebijakan PDRD ke depan lebih diarahkan pada perkuatan taxing power daerah.

Page 163: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

V-149

Pajak�Daerah�dan�Retribusi�Daerah

Perkuatan taxing power daerah dilakukan dengan meningkatkan basis pajak daerah dan diskresi dalam menetapkan tarif pajak daerah.

Sejalan dengan pemberian taxing power yang lebih besar tersebut, kewenangan daerah untuk menciptakan pajak dan retribusi baru ditutup. Jenis pajak dan retribusi yang dapat dipungut oleh daerah hanya yang ditetapkan dalam UU (closed list).

Peningkatan basis pajak daerah dilakukan dengan memperluas basis pajak yang sudah ada, seperti katering untuk Pajak Restoran dan permainan golf untuk Pajak Hiburan. Di samping itu juga dilakukan penambahan jenis pajak baru, yaitu Pajak Lingkungan (green tax). Sementara itu, penetapan tarif pajak daerah diserahkan sepenuhnya kepada daerah. UU hanya menetapkan tarif pajak maksimum untuk menghindari pembebanan pajak yang berlebihan.

Untuk menjamin agar daerah tidak menciptakan pungutan yang bermasalah dan sekaligus untuk meningkatkan pengawasan pungutan daerah, dalam revisi UU tersebut mekanisme pengawasan Perda yang semula bersifat represif diubah menjadi preventif sejalan dengan arahan UU No. 32 Tahun 2004. Dalam revisi UU juga diatur mengenai pengenaan sanksi kepada daerah yang melanggar, yaitu dapat berupa penundaan atau pemotongan dana perimbangan.

5.8. PEMBANGUNAN KAPASITASUntuk menghindari adanya pungutan-pungutan daerah yang menghambat perkembangan ekonomi nasional dan sekaligus menjamin daerah dapat memenuhi kebutuhan pengeluarannya, diperlukan pembangunan kapasitas berbagai pihak terkait dengan implementasi otonomi daerah. Di kalangan pemerintah pusat perlu adanya pemahaman yang sama mengenai pentingnya peningkatan kewenangan daerah untuk memungut pajak dan retribusi daerah sejalan dengan pemberian tanggung jawab yang semakin besar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Sentralisasi pungutan negara di pusat dalam banyak hal akan mengurangi akuntabilitas pengeluaran daerah. Pemberian tanggung jawab yang lebih besar kepada daerah untuk memungut pajak dan retibusi diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas daerah dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat. Pemberian kewenangan tersebut tentunya perlu dilakukan secara berhati-hati sehingga tidak mengurangi kemampuan pusat untuk melakukan fungsi pemerataan antar daerah (netralitas fiskal nasional).

Pembangunan kapasitas daerah juga sangat perlu dilakukan, khususnya berkaitan dengan kemampuan untuk mendesain pungutan yang baik dan mengoptimalkan pungutan yang sudah ada. Dalam banyak hal, pemungutan pajak dan retribusi diperkirakan masih belum optimal. Peningkatan kapasitas aparat daerah, khususnya dari Dinas Pendapatan Daerah/Badan Pengelola Keuangan Daerah sangat diperlukan untuk dapat lebih mengoptimalkan penerimaan dari potensi pajak dan retribusi yang ada.

Page 164: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

V-150

Page 165: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

BAB VI DANA DEKONSENTRASI DAN DANA TUGAS PEMBANTUAN

Page 166: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

VI-152

Page 167: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

VI-153

BAB VI DANA DEKONSENTRASI DAN DANA TUGAS PEMBANTUAN

6.1. PENDAHULUANDi dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, Pemerintah menggunakan 3 (tiga) asas pemerintahan, yaitu: Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan (medebewind). Desentralisasi adalah penyerahan wewenang/urusan pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang/urusan pemerintahan oleh Pemerintah kepada gubernur selaku wakil Pemerintah di daerah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota, serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. Pelimpahan dan penugasan urusan pemerintahan dimaksud didanai dari APBN melalui bagian anggaran kementerian/lembaga (K/L). Hal ini berarti dekonsentrasi dan tugas pembantuan merupakan penyelenggaran sebagian urusan Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh aparat pemerintah daerah, sedangkan pertanggungjawabannya kepada K/L yang memberikan Dana Dekonsentrasi/ Dana Tugas Pembantuan.

6.2. PENGELOLAAN DANA DEKONSENTRASI/TUGAS PEMBANTUAN

6.2.1. Pengertian Dana Dekonsentrasi/Tugas PembantuanDana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan merupakan salah satu unsur dalam sistem perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

Page 168: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

VI-154

Sistem perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah sebagaimana diatur dalam UU No. 33 Tahun 2004 menegaskan bahwa:

1) Penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi didanai dari APBD;

2) Penyelenggaraan urusan Pemerintah yang dilaksanakan oleh Gubernur selaku wakil Pemerintah di daerah dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi didanai dari APBN;

3) Penyelenggaraan urusan Pemerintah yang dilaksanakan oleh Gubernur/Bupati/ Walikota selaku kepala daerah otonom dalam rangka Tugas Pembantuan didanai dari APBN.

Menurut UU No. 33 Tahun 2004, pelimpahan kewenangan dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah diikuti dengan pemberian dana. Dana yang diberikan untuk mendanai sebagian kewenangan yang dilimpahkan merupakan Dana Dekonsentrasi yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk Instansi Vertikal Pusat di daerah.

Demikian pula dengan Tugas Pembantuan, dimana setiap adanya penugasan dari Kementerian/Lembaga kepada kepala daerah akan diikuti dengan pemberian dana. Dana yang diberikan untuk mendanai penugasan merupakan Dana Tugas Pembantuan yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh perangkat daerah dan/atau desa yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan. Hal ini berarti bahwa Dana Tugas Pembantuan merupakan bagian anggaran kementerian negara/lembaga yang dialokasikan untuk daerah provinsi/ kabupaten/kota dan/atau desa sesuai dengan beban dan jenis penugasan yang diberikan dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan kepada yang memberikan penugasan.

6.2.2. Prinsip Pendanaan Dekonsentrasi/Tugas PembantuanSesuai dengan UU No. 33 Tahun 2004, dan PP No. 7 tahun 2008, pendanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Pendanaan Dekonsentrasi dilaksanakan setelah adanya pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat melalui kementerian negara/lembaga kepada gubernur (sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah);

Page 169: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

VI-155

Dana�Dekonsentrasi�dan�Dana�Tugas�Pembantuan

b. Pendanaan Tugas Pembantuan dilaksanakan setelah adanya penugasan dari Pemerintah Pusat melalui kementerian negara/lembaga kepada Gubernur/Bupati/Walikota (sebagai kepala daerah);

c. Pelimpahan/penugasan wewenang dimaksud dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan kementerian/lembaga;

d. Pendanaan kegiatan Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan oleh Pemerintah Pusat disesuaikan dengan beban dan besar/kecilnya wewenang yang dilimpahkan/ ditugaskan;

e. Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan pada dasarnya merupakan bagian anggaran kementerian/lembaga yang dialokasikan di dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-K/L);

f. Kegiatan yang didanai dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan adalah lingkup kewenangan yang sudah menjadi Tupoksi kementerian /lembaga;

g. Kegiatan Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan di daerah dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku kuasa pengguna anggaran/barang (KPA/B);

h. Kegiatan yang didanai dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi bersifat non-fisik, seperti: koordinasi perencanaan, fasilitasi, pelatihan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian. Di dalam kegiatan non fisik dimungkinkan terdapat kegiatan fisik yang bersifat penunjang;

i. Kegiatan yang didanai dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan bersifat fisik. Di dalam kegiatan fisik dimungkinkan terdapat kegiatan non fisik yang bersifat penunjang;

j. Gubernur memberitahukan RKA-K/L yang telah diterima dari kementerian/lembaga kepada DPRD pada saat pembahasan RAPBD berkaitan dengan kegiatan Dekonsentrasi di daerahnya;

k. Gubernur/Bupati/Walikota memberitahukan RKA-K/L yang telah diterima dari kementerian/lembaga kepada DPRD setempat pada saat pembahasan RAPBD berkaitan dengan rencana kegiatan TP di daerah provinsi/kabupaten/kota.

Page 170: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

VI-156

6.2.3. Penganggaran Dana Dekonsentrasi/Tugas PembantuanDana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan merupakan bagian anggaran kementerian/lembaga yang dialokasikan untuk mendanai program dan kegiatan masing-masing kementerian/lembaga berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-K/L). Pengganggaran pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi APBN.

Berdasarkan PP No. 7 tahun 2008, dalam perencanaan dan penganggaran Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan disebutkan bahwa rencana lokasi dan anggaran untuk program dan kegiatan yang akan didekonsentrasikan/ditugaskan disusun dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara dan kebutuhan pembangunan di daerah. Pengangaran dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dituangkan dalam penyusunan RKA-K/L. RKA-K/L yang telah disusun menjadi dasar dalam pembahasan bersama antara kementerian/lembaga dengan komisi terkait di DPR. Hasil pembahasan RKA-K/L tersebut, oleh Menteri teknis disampaikan kepada Menteri Keuangan dan Bappenas untuk dilakukan penelahaan. Hasil penelahaan RKA-K/L kemudian ditetapkan menjadi Satuan Anggaran Per Satuan Kerja (SAPSK) dan disampaikan kepada kementerian/lembaga. Proses selanjutnya adalah penyampaian ke daerah.

- Untuk Dana Dekonsentrasi, kementerian/lembaga menyampaikan RKA-K/L yang telah ditetapkan menjadi SAPSK kepada gubernur. Setelah menerima RKA-K/L, gubernur menetapkan pejabat pengelola keuangan dekonsentrasi yang terdiri dari Satuan Kerja Perangka Daerah (SKPD), Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat Penguji Tagihan/Penandatangan Surat Perintah Membayar, dan Bendahara Pengeluaran dan menyampaikannya kepada menteri/pimpinan lembaga dan Menteri Keuangan selambat-lambatnya minggu pertama bulan Desember pada tahun berjalan. RKA-K/L tersebut juga diberitahukan oleh gubernur kepada DPRD Provinsi pada saat pembahasan RAPBD untuk tujuan sinkronisasi program dan kegiatan yang akan didanai dari APBN dan APBD.

- Untuk Dana Tugas Pembantuan, Kementerian/lembaga menyampaikan RKA-K/L yang telah ditetapkan menjadi SAPSK kepada Gubernur/Bupati/Walikota. Setelah menerima RKA-K/L tersebut, Gubernur/Bupati/walikota menyampaikan usulan pejabat pengelola keuangan tugas pembantuan yang terdiri dari SKPD selaku Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat Penguji Tagihan/Penandatangan Surat Perintah Membayar, dan Bendahara Pengeluaran dan menyampaikannya kepada kementerian/lembaga selambat-lambatnya minggu pertama bulan Desember pada tahun berjalan. RKA-K/L tersebut juga diberitahukan oleh Gubernur/Bupati/ Walikota kepada DPRD pada saat pembahasan RAPBD

Page 171: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

VI-157

Dana�Dekonsentrasi�dan�Dana�Tugas�Pembantuan

untuk tujuan sinkronisasi program dan kegiatan yang akan didanai dari APBN dan APBD.

RKA-K/L yang telah ditetapkan menjadi SAPSK sebagai dasar dalam penyusunan DIPA. Tata cara penyusunan RKA-K/L dan penetapan/pengesahan DIPA mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

6.2.4. Penyaluran Dana Dekonsentrasi/Tugas PembantuanBerdasarkan UU No. 33 Tahun 2004, Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan disalurkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) melalui Rekening Kas Umum Negara. Peraturan Menteri Keuangan No. 134/2005 tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara menyebutkan bahwa mekanisme penyaluran Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN oleh KPPN dilakukan berdasarkan Surat Perintah Membayar (SPM) yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dengan penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) oleh KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara;

b. Penerbitan SPM oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran didasarkan pada alokasi dana yang tersedia dalam DIPA atau dokumen pelaksanaan anggaran lainnya yang dipersamakan dengan DIPA;

c. Pelaksanaan pembayaran tagihan atas beban APBN tersebut dapat dilakukan dengan cara:

1) Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS)

2) Surat Perintah Membayar Uang Persediaan (SPM-UP)

3) Surat Perintah Membayar Penggantian Uang Persediaan (SPM-GU)

4) Surat Perintah Membayar Tambahan Uang Persediaan (SPM-TU)

Apabila di dalam pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan terdapat saldo, maka saldo tersebut wajib disetor ke Rekening Kas Umum Negara dan apabila menghasilkan penerimaan, maka penerimaan tersebut merupakan penerimaan APBN yang harus disetor ke Rekening Kas Umum Negara.

Page 172: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

VI-158

6.2.5. Pertanggungjawaban dan Pelaporan PP No. 7 Tahun 2008 menyebutkan bahwa pertanggungjawaban dan pelaporan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan mencakup aspek manajerial dan aspek akuntabilitas. Aspek manajerial terdiri dari perkembangan realisasi penyerapan dana, pencapaian target keluaran, kendala yang dihadapi, dan saran tindak lanjut sejalan dengan PP No. 39 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan. Sementara aspek akuntabilitas terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, catatan atas laporan keuangan, dan laporan barang sejalan dengan PP No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara dan/Daerah dan PP No. 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.

a. Dana DekonsentrasiDalam PP No. 7 Tahun 2008 dijelaskan bahwa Kepala SKPD provinsi selaku Kuasa Pengguna Anggaran/Barang dekonsentrasi wajib menyelenggarakan akuntansi dan bertanggung jawab terhadap penyusunan dan penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan dan barang. Penyusunan dan penyampaian laporan dimaksud secara garis besar dapat disajikan sebagai berikut:

a) Setiap triwulan dan setiap berakhirnya tahun anggaran, kepala SKPD provinsi atas nama gubernur menyusun dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan dan barang kepada menteri/pimpinan lembaga pemberi dana dekonsentrasi, dengan tembusan kepada SKPD yang membidangi pengelolaan keuangan daerah;

b) Gubernur menggabungkan laporan pertanggungjawaban dimaksud dan menyampaikannya kepada Menteri Keuangan setiap triwulan dan setiap berakhirnya tahun anggaran;

c) Menteri/pimpinan lembaga yang mengalokasikan dana dekonsentrasi menyampaikan laporan pertanggungjawaban dimaksud kepada Presiden melalui Menteri Keuangan setiap berakhirnya tahun anggaran;

d) Laporan pertanggungjawaban keuangan secara tahunan atas pelaksanaan dekonsentrasi oleh gubernur dilampirkan dalam Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD kepada DPRD.

b. Dana Tugas PembantuanPenyusunan dan penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan dan barang atas pelaksanaan Tugas Pembantuan secara garis besar dapat diuaraikan sebagai berikut:

Page 173: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

VI-159

Dana�Dekonsentrasi�dan�Dana�Tugas�Pembantuan

a) Setiap triwulan dan setiap berakhirnya tahun anggaran, Kepala SKPD provinsi atas nama gubernur menyusun dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan dan kepada menteri/pimpinan lembaga pemberi dana tugas pembantuan, dengan tembusan kepada SKPD yang membidangi pengelolaan keuangan daerah;

b) Setiap triwulan dan setiap berakhirnya tahun anggaran, Kepala SKPD kabupaten/kota atas nama bupati/walikota menyusun dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan dan barang kepada menteri/pimpinan lembaga pemberi dana tugas pembantuan, dengan tembusan kepada SKPD yang membidangi pengelolaan keuangan daerah;

c) Gubernur menggabungkan laporan pertanggungjawaban dimaksud dan menyampaikannya kepada Menteri Keuangan setiap triwulan dan setiap berakhirnya tahun anggaran;

d) Bupati/walikota menggabungkan laporan pertanggungjawaban dimaksud dan menyampaikannya kepada Menteri Keuangan setiap triwulan dan setiap berakhirnya tahun anggaran , dengan tembusan kepada gubernur;

e) Menteri/pimpinan lembaga yang mengalokasikan dana tugas pembantuan menyampaikan laporan pertanggungjawaban dimaksud kepada Presiden melalui Menteri Keuangan setiap berakhirnya tahun anggaran;

f) Laporan pertanggungjawaban keuangan secara tahunan atas pelaksanaan tugas pembantuan setiap berakhirnya tahun anggaran dilampirkan dalam Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD kepada DPRD

Adapun bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban keuangan dan barang atas Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku.

6.2.6. Pengelolaan Barang Milik Negara

a. Status Barang Hasil Pelaksanaan DekonsentrasiPP No. 7 tahun 2008 juga mengamanatkan bahwa semua barang yang dibeli atau diperoleh dari pelaksanaan Dana Dekonsentrasi merupakan barang milik negara (BMN). Namun, barang-barang dimaksud sifatnya hanya berupa penunjang dari pelaksanaan Dekonsentrasi, dan SKPD wajib melakukan penatausahaan atas BMN sesuai ketentuan yang berlaku. Barang tersebut dapat dihibahkan kepada daerah dan apabila sudah dihibahkan, maka daerah wajib mengelola dan menatausahakannya sebagai barang milik daerah (BMD). Konsekuensinya ialah daerah wajib menganggarkan seluruh

Page 174: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

VI-160

kebutuhan operasi dan pemeliharaannya di dalam APBD melalui SKPD provinsi yang bersangkutan.

b. Status Barang dalam Pelaksanaan Tugas PembantuanMengingat dana tugas pembantuan digunakan untuk mendanai kegiatan yang bersifat fisik, maka dalam pelaksanaan dan penyelenggaraannya bisa menghasilkan output berupa BMN. BMN yang diperoleh dari hasil pelaksanaan Tugas Pembantuan dapat dihibahkan juga kepada daerah. Barang yang sudah dihibahkan kepada daerah wajib dikelola dan ditatausahakan oleh daerah, dengan konsekuensi bahwa penatausahaan, penggunaan dan pemanfaatan barang tersebut dilaksanakan oleh daerah provinsi/kabupaten/kota sebagai BMD dengan dukungan dana dari APBD. Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme penghibahan BMN mengikuti Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara.

6.3. PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN

6.3.1. Pembinaan dan Pengawasan Dekonsentrasi/Tugas PembantuanDalam PP No. 7 tahun 2008, pembinaan dan pengawasan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dapat dilaksanakan sesuai ketentuan sebagai berikut:

a) Menteri Negara/Pimpinan lembaga melakukan pembinaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan urusan pemerintah yang dilimpahkan kepada gubernur terhadap pelaksanaan kegiatan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

b) Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penggunaan Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan

c) Pembinaan tersebut dilakukan dalam rangka peningkatan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pelaksanaan kegiatan Dekonsentrasi dan tugas Pembantuan yang meliputi pemberian pedoman, fasilitasi dan bimbingan teknis, serta pemantauan dan evaluasi.

d) Pengawasan tersebut dilaksanakan dalam rangka pencapaian efisiensi dan efektivitas pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan serta mengikuti ketentuan yang berlaku bagi APBN.

Page 175: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

VI-161

Dana�Dekonsentrasi�dan�Dana�Tugas�Pembantuan

6.3.2. Pemeriksaan Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas PembantuanPemeriksaan atas Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan meliputi pemeriksaan keuangan, pemeriksa kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

- Pemeriksaan keuangan berupa pemeriksaan atas laporan keuangan.

- Pemeriksaan kinerja berupa pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri dari pemeriksaan atas aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas atas pelaksanaan kegiatan;.

- Pemeriksaan dengan tujuan tertentu meliputi pemeriksaan atas hal-hal lain dibidang keuangan, pemeriksaan investigatif dan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern pemerintah.

Pemeriksaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dilakukan oleh unit pemeriksaan internal kementerian/lembaga dan/atau unit pemeriksaan Eksternal Pemerintah. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeriksaan keuangan, kinerja dan tujuan tertentu berpedoman pada peraturan perundangan-undangan.

6.4. SANKSIDalam PP No. 7 Tahun 2008 menyebutkan bahwa SKPD yang secara sengaja atau lalai dalam menyampaikan laporan pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dapat dikenakan sanksi berupa penundaan pencairan dana untuk triwulan berikutnya atau penghentian alokasi dana untuk tahun anggaran berikutnya. Pengenaan sanksi tersebut tidak membebaskan SKPD dari kewajiban menyampaikan laporan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan sebagaimana diatur dalam PP No. 7 Tahun 2008. Pengenaan sanksi dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.06/2007 tentang Sistem Akuntasi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat setelah menerima rekomendasi/usulan dari menteri/lembaga teknis terkait. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

6.5 ASPEK PERALIHANDengan telah ditetapkan PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, seharusnya program dan kegiatan yang telah menjadi urusan daerah yang selama ini masih didanai oleh kementerian/lembaga dialihkan ke Dana Alokasi Khusus (DAK).

Page 176: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

VI-162

Dengan demikian, konsep pengalihan dimaksud sebenarnya tidak ditujukan pada Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan sebagaimana telah diatur di dalam PP No. 7 Tahun 2008, melainkan sebagian dana dari bagian anggaran K/L yang dialokasikan untuk melaksanakan urusan daerah. Secara garis besar konsep pengalihan dimaksud diuraikan sebagai berikut. (i) Kementerian/lembaga (K/L), Departemen Keuangan, dan Bappenas terlebih dahulu melakukan identifikasi dan pemilahan atas program dan kegiatan yang akan didanai dari bagian anggaran K/L pada saat pembahasan/penyusunan Renja-KL; (ii) Berdasarkan hasil identifikasi dan pemilahan tersebut, kementerian/lembaga mengajukan usulan besaran bagian anggaran K/L yang akan dialihkan menjadi DAK kepada Menteri Keuangan. (iii) Menteri Keuangan melakukan penetapan besaran bagian anggaran K/L yang akan dialihkan menjadi DAK (iv) Pengalihan besaran dana dari bagian anggaran K/L dilakukan secara bertahap selama dua tahun. Ketentuan lebih lanjut atas pelaksanaan PP No. 7 Tahun 2008 akan diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Page 177: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

BAB VII SISTEM INFORMASI

KEUANGAN DAERAH

Page 178: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

VII-164

Page 179: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

VII-165

BAB VII SISTEM INFORMASI KEUANGAN

DAERAH

7.1. PENDAHULUANDalam kehidupan bernegara yang semakin terbuka, pemerintah selaku perumus dan pelaksanaan kebijakan APBN berkewajiban untuk lebih transparan dan bertanggung jawab terhadap hasil pelaksanaan pembangunan. Salah satu bentuk tanggung jawab itu diwujudkan dengan menyediakan informasi keuangan yang komprehensif kepada masyarakat luas, termasuk Informasi Keuangan Daerah. Kemajuan teknologi yang demikian pesat serta potensi pemanfaatannya yang semakin luas, membuka peluang bagi berbagai pihak untuk mengakses, mengelola dan mendayagunakan informasi secara cepat dan akurat untuk lebih mendorong terwujudnya pemerintahan yang transparan, serta mampu menjawab tuntutan perubahan secara cepat.

Menindaklanjuti terselenggaranya proses pembangunan yang sesuai dengan prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance), pemerintah, baik di pusat maupun di daerah berkewajiban untuk mengembangkan dan memanfaatkan kemajuan teknologi untuk menyalurkan Informasi Keuangan Daerah kepada masyarakat. Sesuai dengan ketentuan Pasal 101 s.d. Pasal 104 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, pemerintah perlu mengoptimalkan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi yang berhubungan erat dengan pengelolaan keuangan pemerintah daerah.

Selanjutnya, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah, Pemerintah telah mengamanatkan pelaksanaan Sistem Informasi Keuangan Daerah baik di pusat maupun di daerah dalam rangka menunjang perumusan kebijakan fiskal secara nasional serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan desentralisasi.

7.2. TUJUAN SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH Penyelenggaran SIKD dilaksanakan baik di pusat maupun di daerah. SIKD regional diselenggarakan oleh masing-masing pemerintah daerah yang dikenal dengan nama Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD). Penyelenggaraan SIPKD

Page 180: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

VII-166

difasilitasi oleh Departemen Dalam Negeri. SIKD yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat disebut dengan SIKD Nasional. Pemerintah Pusat menyelenggarakan SIKD secara nasional dengan tujuan:

1. merumuskan kebijakan dan pengendalian fiskal nasional;

2. menyajikan informasi keuangan daerah secara nasional;

3. merumuskan kebijakan keuangan daerah, seperti Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan Pengendalian defisit anggaran; dan

4. melakukan pemantauan, pengendalian dan evaluasi pendanaan Desentralisasi, Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan, Pinjaman Daerah, dan defisit anggaran daerah.

Sementara fungsi dari penyelenggaraan SIKD secara nasional adalah untuk:

1. penyusunan standar Informasi Keuangan Daerah;

2. penyajian Informasi Keuangan Daerah kepada masyarakat ;

3. penyiapan rumusan kebijakan teknis penyajian Informasi;

4. penyiapan rumusan kebijakan teknis di bidang teknologi pengembangan SIKD;

5. pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan SIKD;

6. pembakuan SIKD yang meliputi prosedur, pengkodean, peralatan, aplikasi dan pertukaran informasi; dan

7. integrasi jaringan komunikasi data dan pertukaran informasi antar instansi Pemerintah.

Penyelenggaraan SIKD secara terpadu diharapkan dapat menghasilkan data yang berkualitas, yaitu relevan, akurat, tepat waktu dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga dapat membantu pengambilan kebijakan di bidang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah secara cermat. Relevan dimaksudkan bahwa data yang digunakan dalam pengambilan keputusan sesuai dengan kebutuhan. Data yang akurat dimaksudkan bahwa data yang diperoleh menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Dan tepat waktu artinya data yang dibutuhkan tersedia sesuai dengan jadual perumusan kebijakan.

Page 181: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

VII-167

Sistem�Informasi�Keuangan�Daerah

Gambar 7.1

Hubungan antara SIPKD dengan SIKD Nasional

Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan, 2007

7.3. JENIS LAPORANPemerintah daerah menyampaikan informasi yang berkaitan dengan keuangan daerah kepada pemerintah berdasarkan prinsip-prinsip relevan, akurat, tepat waktu dan dapat dipertanggungjawabkan. Bentuk dan format laporan sebagaimana yang disampaikan daerah harus berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintahan dan peraturan perundang-undangan lainnya. Sebagaimana diatur dalam PP 56 Tahun 2005, pemerintah daerah diwajibkan menyampaikan Informasi Keuangan Daerah kepada pemerintah yaitu mencakup:

a. APBD dan realisasi APBD Provinsi, Kabupaten, dan Kota;

Page 182: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

VII-168

b. Neraca daerah;

c. Laporan arus kas;

d. Catatan atas laporan keuangan daerah;

e. Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan;

f. Laporan Keuangan Perusahaan Daerah; dan

g. Data yang berkaitan dengan kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal daerah.

APBD. Laporan APBD menyajikan informasi mengenai rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.

Realisasi APBD. Laporan ini menyajikan informasi perbandingan antara realisasi dengan anggaran pendapatan, belanja dan pembiayaan setiap fungsi dan organisasi selama satu tahun anggaran.

Neraca. Neraca menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah daerah mengenai asset, kewajiban, dan ekuitas dana pada akhir tahun anggaran.

Laporan arus kas. Laporan ini menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasional, investasi dan pembiayaan yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran dan saldo akhir kas pemerintah daerah selama satu tahun anggaran.

Catatan atas laporan keuangan. Catatan atas laporan keuangan menyajikan informasi yang meliputi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam laporan realisasi APBD, neraca, dan laporan arus kas.

Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Laporan ini menyajikan informasi mengenai pembiayaan pelaksanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

Laporan keuangan perusahaan daerah. Laporan ini menyajikan informasi mengenai keuangan perusahaan yang ada di daerah bersangkutan.

Data yang berkaitan dengan kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal. Data yang termasuk didalamnya, antara lain jumlah penduduk, luas wilayah dan pendapatan asli daerah.

7.4. PENYAMPAIAN INFORMASI DAN SANKSIPenyampaian Informasi Keuangan Daerah dilakukan secara berkala melalui dokumen tertulis dan media lainnya yang mampu menjamin pengamanan dan keaslian dokumen yang dialihkan atau ditransformasikan, misalnya disket atau Compact Disc (CD).

Berdasarkan PP 56 Tahun 2005, batas waktu penyampaian IKD adalah sebagai berikut:

Page 183: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

VII-169

Sistem�Informasi�Keuangan�Daerah

1). APBD setiap tahun anggaran paling lambat tanggal 31 Januari tahun anggaran yang berkenaan;

2). Perubahan APBD paling lambat disampaikan 30 hari setelah ditetapkannya Perubahan APBD tahun berkenaan;

3). Laporan realisasi APBD per semester paling lambat 30 hari setelah berakhirnya semester yang bersangkutan;

4). Laporan realisasi APBD paling lambat tanggal 31 Agustus tahun berikutnya;

5). Neraca daerah, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan daerah paling lambat tanggal 31 Agustus tahun anggaran berikutnya;

6). Informasi mengenai Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan, laporan keuangan Perusahaan Daerah paling lambat tanggal 31 Agustus tahun anggaran berikutnya;

7). Data yang berkaitan dengan perhitungan Dana Perimbangan seperti data pegawai dan data lainnya disampaikan paling lambat sesuai dengan Surat Permintaan Menteri Keuangan c.q. Dirjen Perimbangan Keuangan

Batas waktu penyampaian untuk setiap jenis laporan IKD mengikuti ketentuan penyelesaian dan kegunaan masing-masing laporan. Dalam hal informasi yang disampaikan adalah APBD, maka batas waktu penyampaiannya adalah paling lambat tanggal 31 Januari tahun anggaran berjalan, dan apabila ada Perubahan APBD paling lambat disampaikan 30 hari setelah ditetapkannya Perubahan APBD tersebut. Untuk Laporan realisasi APBD paling lambat disampaikan tanggal 31 Agustus tahun berikutnya. Sebagai contoh, untuk tahun 2007, maka Perda APBD 2007 paling lambat disampaikan pada tanggal 31 Januari 2007, sehingga segala tindakan yang terkait dengan keuangan daerah yang diatur dalam APBD sudah mempunyai dasar hukum. Hal ini penting bagi para pejabat pengelola keuangan daerah agar segala tindakan terkait dengan keuangan daerah tidak menimbulkan tuntutan hukum dikemudian hari.

Dalam tingkatan tertentu belanja pemerintah cukup berperan dalam mendorong kegiatan ekonomi di masyarakat. Apabila APBD ditetapkan melewati batas waktu yang telah ditetapkan, maka akan menyebabkan terlambatnya penyerapan dana anggaran di daerah sehingga dapat menghambat jalannya roda perekonomian di daerah tersebut. Oleh karena itu, pemerintah mendorong pemerintah daerah agar dapat menetapkan APBD secara tepat waktu dan segera menyampaikan APBD tersebut.

Mengingat pentingnya peran data dan informasi mengenai keuangan daerah, maka dalam PP 56 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri Keuangan 46 Tahun 2006 tentang Tata cara

Page 184: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

VII-170

penyampaian Informasi Keuangan Daerah diatur mengenai sanksi atas keterlambatan penyampaian data dan informasi dimaksud. Sanksi tersebut adalah:

1. Dalam hal pemerintah daerah tidak menyampaikan data dan informasi tentang keuangan daerah dalam hal ini perda APBD hingga 1 (Satu) bulan setelah batas waktu yang ditetapkan, maka diberi peringatan tertulis oleh Menteri Keuangan c.q Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan;

2. Apabila hingga 2 (dua) bulan setelah diterbitkannya peringatan tertulis pemerintah daerah belum menyampaikan data dan informasi tentang keuangan daerah dimaksud, maka Menteri Keuangan menetapkan sanksi berupa penundaan penyaluran Dana Perimbangan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri. Sanksi yang ditetapkan adalah penundaan penyaluran Dana Perimbangan sebesar 25% dari jumlah DAU yang diberikan setiap bulannya pada tahun anggaran berjalan sampai dengan disampaikannya data dan informasi tentang keuangan daerah. (Mekanisme pengenaan sanksi atas keterlambatan penyampaian IKD dapat dilihat pada gambar 7.2).

Gambar 7.2

Bagan Alur Pengenaan Sanksi

Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan, 2007

Page 185: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

VII-171

Sistem�Informasi�Keuangan�Daerah

Terkait dengan penyampaian IKD dalam hal ini Laporan realisasi APBD, penyusunan laporan keuangan di daerah tidak hanya melibatkan para pejabat pengelola keuangan saja. Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, Kepala Daerah menyampaikan laporan keuangan tahunan kepada DPRD yang terlebih dahulu di periksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Laporan pertanggungjawaban tersebut harus disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD selambat-lambatnya enam bulan setelah tahun anggaran berkenaan berakhir. Dengan mempertimbangkan segala aspek dari penyiapan oleh pemerintah daerah, pemeriksaan, pembahasan hasil pemeriksaan hingga menghasilkan laporan akhir, maka penyampaian laporan keuangan ditetapkan akhir Agustus.

Pada akhirnya diharapkan agar penerapan sanksi ini dapat mendorong semua pihak yang terkait dengan pengambilan kebijakan dan pelaksanaan di bidang pengelolaan keuangan daerah melakukan kewajiban dan kewenangan sesuai jadual yang diatur dalam peraturan perundangan.

Informasi�yang�terkait�dengan�keuangan�daerah�dapat�dilihat�pada�situs�internet�http://www.djpk.depkeu.go.id.�Bilamana�diperlukan,�dapat�langsung�menghubungi�

Direktorat�Evaluasi�Pendanaan�dan�Informasi�Keuangan�DaerahDirektorat�Jenderal��Perimbangan�Keuangan�(DJPK)Departemen�Keuangan,�Gedung�D�Lantai�19Jl.�Dr.�Wahidin�No.1,�Jakarta�10710Telp.�(021)�3452590,�3506046�Faks:�(021)�3505103Email:�[email protected]

Page 186: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

VII-172

Page 187: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

BAB VIIISTANDAR PELAYANAN MINIMAL

Page 188: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

VIII-174

Page 189: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

VIII-175

Standar�Pelayanan�Minimal

BAB VIIISTANDAR PELAYANAN MINIMAL

(SPM)

8.1. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHANSalah satu hal penting dalam proses desentralisasi adalah terjadinya transfer tanggung jawab dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan beberapa pelayanan dasar kepada masyarakat. Untuk menjamin bahwa Pemerintah Daerah menyediakan pelayanan dasar tersebut, Pemerintah Pusat menjabarkan Kewenangan Wajib yang harus disediakan oleh Pemerintah Daerah. Sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 13 dan 14 ditetapkan adanya 16 urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Jenis urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota telah dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, sebagai revisi dari PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom. Menurut PP No. 38 Tahun 2007 ada beberapa jenis urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar yang harus diselenggarakan oleh pemerintahan daerah, yaitu:

a. Pendidikan;

b. Kesehatan;

c. Lingkungan hidup;

d. Pekerjaan umum;

e. Penataan ruang;

f. Perencanaan pembangunan;

g. Perumahan;

h. Kepemudaan dan olahraga;

i. Penanaman modal;

j. Koperasi dan usaha kecil dan menengah;

k. Kependudukan dan catatan sipil;

Page 190: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

VIII-176

l. Ketenagakerjaan;

m. Ketahanan pangan;

n. Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;

o. Keluarga berencana dan keluarga sejahtera;

p. Perhubungan;

q. Komunikasi dan informasi;

r. Pertanahan;

s. Kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;

t. Otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian;

u. Pemberdayaan masyarakat dan desa;

v. Sosial;

w. Kebudayaan;

x. Statistik;

y. Kearsipan; dan

z. Perpustakaan.

Selain urusan yang bersifat wajib tersebut, pemerintahan daerah juga mempunyai urusan pilihan yang terdiri dari:

a. Kelautan dan perikanan;

b. Pertanian;

c. Kehutanan;

d. Energi dan sumber daya mineral;

e. Pariwisata;

f. Industri;

g. Perdagangan; dan

h. Ketransmigrasian.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, kualitas penyelenggaraan urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar masih cukup bervariasi antara satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini disebabkan antara lain disebabkan karena perbedaan kemampuan masing-masing Pemerintah Daerah dalam menyediakan dana untuk penyelenggaraan

Page 191: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

VIII-177

Standar�Pelayanan�Minimal

pelayanan tersebut. Prinsip utama yang menghubungkan antara desentralisasi kewenangan dengan pendanaan desentralisasi adalah konsep money follows functions, yang berarti bahwa kewenangan yang diserahkan kepada Daerah harus diikuti dengan pendanaan yang sesuai dengan besarnya beban kewenangan tersebut. Karena Pemerintah Pusat mewajibkan Pemerintah Daerah untuk melaksanakan pelayanan dasar, maka Pemerintah Pusat juga turut bertanggung jawab dalam pendanaan pelayanan dasar yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.

Akan tetapi, penerapan konsep money follows functions berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah tidaklah dilakukan secara langsung dengan menyerahkan sumber dana sesuai beban kewenangannya. Hal tersebut disebabkan karena hingga saat ini tidak ada ukuran baku yang dapat menghubungkan antara beban kewenangan dengan beban pendanaan. Implementasi konsep ini dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu:

1. Memberikan kewenangan untuk memanfaatkan, memobilisasi, dan mengelola sumber keuangan sendiri, seperti PAD, BUMD, sumber-sumber pembiayaan yang sah lainnya; dan

2. Didukung oleh Dana Perimbangan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah, seperti DAU, Bagi Hasil, dan DAK.

Hingga saat ini, dalam menyelenggarakan pelayanan dasar kepada masyarakat, Pemerintah Daerah masih sangat tergantung pada dana perimbangan dari Pemerintah Pusat.

Kondisi lain yang menyebabkan perbedaan kualitas dan kuantitas pelayanan dasar kepada masyarakat adalah masih adanya perbedaan persepsi antarPemerintah Daerah dan antara Pemerintah Daerah dengan Kementerian Negara/Lembaga terhadap ruang lingkup pelayanan minimal dari bidang-bidang pemerintah yang didesentralisasikan. Namun dengan ditetapkannya PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, perbedaan persepsi tersebut dapat dihilangkan. Karena selain memberikan batasan yang jelas tentang jenis urusan pemerintahan daerah yang berkaitan dengan pelayanan dasar yang harus dilaksanakan Daerah, dalam PP tersebut juga diatur bahwa untuk penyelenggaraan urusan wajib Daerah harus berpedoman pada norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan Menteri/Pimpinan Lembaga, termasuk ketentuan Menteri/Pimpinan Lembaga tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM).

Berkaitan dengan pelaksanaan SPM, Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal, telah mengatur mengenai ruang lingkup, prinsip-prinsip, penyusunan, penerapan, serta pembinaan dan Pengawasan dalam penerapan SPM. Selain itu, untuk mendukung

Page 192: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

VIII-178

pelaksanaannya, telah dikeluarkan pula Peraturan Menteri Dalam (Permendagri) Negeri Republik Indonesia no. 6 tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal; dan Keputusan Menteri Dalam Negeri (KMDN) Republik Indonesia no. 100.05 - 76 Tahun 2007 tentang Pembentukan Tim Konsultansi Penyusunan Standar Pelayanan Minimal.

8.2. URUSAN WAJIB DAN SPM

8.2.1 Definisi dan Prinsip Urusan Wajib dan SPMUrusan pemerintahan terdiri dari urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah dan urusan pemerintahan yang dikelola secara bersama-sama antar tingkatan dan susunan pemerintahan (bersifat konkuren). Urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah mencakup urusan di bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, moneter dan fiskal nasional, yustisi, dan agama. Sementara urusan pemerintahan yang berifat konkuren adalah urusan pemerintahan selain urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi urusan Pemerintah. Dalam urusan pemerintahan yang bersifat konkuren terdapat bagian urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota. Urusan pemerintah yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah yang terkait dengan pelayanan dasar (basic services) bagi masyarakat, seperti pendidikan dasar, kesehatan, lingkungan hidup, perhubungan, kependudukan dan sebagainya. Urusan pemerintahan yang bersifat pilihan adalah urusan pemerintahan yang diprioritaskan oleh daerah untuk diselenggarakan yang terkait dengan upaya mengembangkan potensi unggulan (core competence) yang menjadi kekhasan daerah. Hal ini berarti, bahwa Pemerintah pada dasarnya memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk menyelenggarakan bidang-bidang pemerintah sesuai dengan kondisi daerah masing-masing. Sebagai contoh, apabila suatu daerah tidak memiliki hutan luas yang memerlukan pengelolaan secara khusus, maka daerah tersebut tidak perlu memiliki Dinas Kehutanan.

Secara konseptual, hal yang mendasari pembagian kewenangan adalah bahwa fungsi stabilisasi dan distribusi dilakukan oleh pemerintah yang tingkatannya lebih tinggi (Pemerintah Pusat), sementara fungsi alokasi akan lebih tepat dilaksanakan oleh daerah khususnya Pemerintahan Kabupaten/Kota. Pemerintah Daerah memiliki jangkauan pelayanan yang lebih dekat kepada masyarakat sehingga dapat mengetahui prioritas dan kebutuhan masyarakat setempat.

Standar Pelayanan Minimal (SPM) sendiri didefinisikan sebagai tolak ukur untuk mengukur kinerja penyelenggaraan kewenangan wajib daerah yang berkaitan dengan

Page 193: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

VIII-179

Standar�Pelayanan�Minimal

pelayanan dasar kepada masyarakat. Dalam pelaksanaannya, SPM menganut beberapa prinsip, yaitu:

1. SPM merupakan standar yang dikenakan pada kewenangan wajib, sedangkan untuk kewenangan lainnya, Pemerintah Daerah boleh menetapkan standar sendiri sesuai dengan kondisi daerah masing-masing;

2. SPM berlaku secara nasional, yang berarti harus diberlakukan di seluruh daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota;

3. SPM harus dapat menjamin akses masyarakat terhadap pelayanan tertentu yang harus disediakan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka penyelenggaraan kewenangan wajibnya;

4. SPM bersifat dinamis dan perlu dikaji ulang dan diperbaiki sesuai dengan perubahan kebutuhan nasional dan perkembangan kapasitas daerah secara merata;

5. SPM ditetapkan pada tingkat minimal yang diharapkan secara nasional untuk pelayanan jenis tertentu. Yang dianggap minimal dapat merupakan rata-rata kondisi daerah-daerah, merupakan konsensus nasional, dan lain-lain; dan

6. SPM harus diacu dalam perencanaan daerah, penganggaran daerah, pengawasan, pelaporan, dan merupakan salah satu alat untuk menilai Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Kepala Daerah, serta menilai kapasitas daerah.

Menurut PP No. 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat, setiap tahun Gubernur wajib menyampaikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri dan Bupati/Walikota wajib menyampaikan LPPD kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur. LPPD tersebut mencakup penyelenggaraan urusan desentralisasi, tugas pembantuan, dan tugas umum pemerintahan. Laporan penyelenggaraan urusan desentralisasi meliputi 26 urusan wajib dan 8 urusan pilihan, sedangkan materi pelaporan untuk urusan wajib antara lain meliputi prioritas urusan wajib, program dan kegiatan, tingkat pencapaian standar pelayanan minimal, dan sarana dan prasarana yang digunakan.

Sesuai dengan PP No. 6 Tahun 2008 tentang Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EPPD), Presiden melalui Tim Nasional EPPD melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah setiap tahun dan setiap akhir masa jabatan gubernur, bupati, dan walikota. EPPD mencakup tiga aspek, yakni evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah (EKPPD), evaluasi kemampuan penyelenggaraan otonomi daerah (EKPOD), dan evaluasi daerah otonom baru (EDOB). Aspek penilaian

Page 194: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

VIII-180

EKPPD pada tataran pelaksanaan kebijakan daerah antara lain meliputi kebijakan teknis penyelenggaraan urusan pemerintahan, ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan, dan tingkat capaian SPM. Sedangkan aspek penilaian EKPOD meliputi peningkatan kesejahteraan masyarakat, kualitas pelayanan umum, dan kemampuan daya saing daerah. Hasil dari pelaksanaan

8.2.2 Manfaat SPMKeberadaan SPM memberikan manfaat kepada semua pihak baik pemerintah pusat/propinsi, kabupaten/kota, dan masyarakat. Oleh karena tingkat kesejahteraan masyarakat tergantung pada tingkat pelayanan publik yang diberikan oleh Pemerintah Daerah, maka SPM diharapkan dapat menjadi suatu ukuran yang sangat diperlukan baik oleh Pemerintah Daerah maupun oleh masyarakat/konsumen itu sendiri untuk menilai kinerja pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah. Secara ringkas, manfaat SPM bagi pusat/propinsi adalah sebagai berikut:

a. Menjamin bahwa pelayanan umum dalam bidang pemerintahan yang esensial menjangkau masyarakat secara seimbang pada skala nasional atau propinsi.

b. Memudahkan pengawasan terhadap pelaksanaan kewenangan wajib oleh kabupaten/kota.

c. Memudahkan identifikasi kebutuhan daerah untuk meningkatkan kinerjanya dalam pelayanan minimal (melalui pembinaan, pelatihan, dan lain-lain).

Sedangkan manfaat SPM bagi kabupaten/kota adalah sebagai berikut.

a. Memudahkan penentuan pelayanan dari segi intensitas, jangkauan, kualitas, efisiensi, dan dampak.

b. Memudahkan pelaporan pemerintah daerah tentang pelayanan kepada pihak lain (pusat, DPRD, dan masyarakat).

c. Memudahkan pertukaran informasi antar daerah guna meningkatkan dan menyempurnakan pelayanan.

d. SPM akan menjadi argumen dalam melakukan rasionalisasi kelembagaan Pemerintah Daerah, kualifikasi pegawai, serta korelasinya dengan pelayanan masyarakat.

Standard Spending Assessment (SSA) atau yang lebih dikenal dengan Standar Analisa Biaya (SAB) merupakan perkiraan kewajaran anggaran yang dilaksanakan untuk suatu kegiatan pada suatu Unit Kerja. SAB harus dilakukan untuk menghasilkan alokasi dana

Page 195: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

VIII-181

Standar�Pelayanan�Minimal

yang akurat, adil dan mampu memberi insentif bagi setiap unit kerja untuk melaksanakan prinsip 3E (Ekonomi, Efisiensi dan Efektivitas) secara berkesinambungan.

Efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktivitas, yaitu rasio yang membandingkan antara output/keluaran yang dihasilkan terhadap input/masukan yang digunakan perlu mendapat perhatian. Suatu kegiatan dikatakan efisien apabila suatu target tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan biaya yang serendah-¬rendahnya diperbandingkan secara relatif terhadap kinerja usaha sejenis atau antar kurun waktu (spending well). Dengan demikian SAB merupakan pendukung bagi pelaksanaan anggaran daerah yang disusun dengan berdasarkan pendekatan kinerja.

SAB dapat digunakan untuk menilai kewajaran Anggaran, baik belanja rutin maupun belanja modal pada suatu Unit Kerja. SAB dibedakan menjadi SAB Makro dan SAB Mikro. SAB makro merupakan perkiraan jumlah dana untuk kegiatan pembangunan di suatu daerah dan digunakan untuk menentukan plafon/batas atas untuk masing-masing Unit Kerja. SAB Mikro merupakan perkiraan jumlah alokasi dana untuk setiap kegiatan/proyek dalam Unit Kerja Pemerintahan Daerah dan digunakan untuk menentukan kewajaran belanja untuk setiap kegiatan pada suatu Unit Kerja.

8.2.3 Ketentuan dalam Penyelenggaraan SPMSesuai dengan PP No. 65 Tahun 2005 pasal 5 ayat (1), penyusunan SPM oleh masing-masing Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen dilakukan melalui konsultasi yang dikoordinasi oleh Menteri Dalam Negeri. Konsultasi tersebut dilakukan dengan tim konsultasi yang terdiri dari unsur-unsur Departemen Dalam Negeri, Kementrian negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Keuangan, Kementrian Negara Pemberdayaan Aparatur Negara, dengan melibatkan Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen terkait, yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri. Hasil konsultasi tersebut dikeluarkan oleh masing-masing departemen/LPND sebagai Peraturan Menteri yang bersangkutan.

Sebelum PP No. 65 tahun 2005 dikeluarkan, untuk mengatasi kelangkaan peraturan SPM, dikeluarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 100/756/OTDA Tahun 2002, tentang Pelaksanaan Kewenangan Wajib dan Standar Pelayanan Minimal. Berdasarkan Surat Edaran Mendagri tersebut, beberapa Departemen telah mengeluarkan Pedoman Standar Pelayanan Minimal. Pedoman Standar Pelayanan Minimal tersebut digunakan untuk menjabarkan SPM ke dalam aturan yang lebih spesifik, seperti penjabaran definisi operasional, cara penghitungan pencapaian kinerja, rumus indikator, sumber data, target, maupun langkah-langkah kegiatan yang harus dilakukan.

Page 196: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

VIII-182

8.3. PELAKSANAAN SPMSalah satu tujuan dari pelaksanaan otonomi daerah dan kebijakan desentralisasi fiskal adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberian pelayanan publik yang lebih optimal sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam kaitannya dengan pemberian pelayanan publik tersebut, baik jenis pelayanan atas urusan yang bersifat wajib maupun pilihan, Pemerintah Daerah dapat mengacu pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang disusun oleh Pemerintah. Untuk implementasinya, pemda provinsi/kabupaten/kota wajib menyusun rencana pencapaian SPM yang memuat target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu pada batas waktu pencapaian SPM. Rencana pencapaian SPM tersebut harus dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD). Untuk target tahunan pencapaian SPM, dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD), Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) sesuai klasifikasi belanja daerah dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah.

Namun dalam pelaksanaanya, penerapan SPM untuk pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah masih relatif beragam antar daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Berbagai penelitian awal mengenai SPM yang dilakukan oleh Departemen Dalam Negeri bekerja sama dengan Departemen Pendidikan, Departemen Kesehatan dan beberapa lembaga donor, menunjukkan masih bervariasinya kualitas dan kuantitas penyediaan pelayanan publik di Indonesia. Sebagai contoh, penyediaan Puskesmas di setiap Kabupaten/Kota sebagai standar pelayanan minimal di bidang kesehatan masih belum dapat dipenuhi oleh Pemerintah Daerah di daerah-daerah terpencil, seperti pedalaman Papua. Demikian pula untuk bidang/sektor lainnya, seperti pelayanan penyediaan Kartu Tanda Penduduk (KTP), atau akses jalan dari tiap kecamatan ke kabupaten, penyediaan pelayanan tersebut masih di bawah standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat (dalam hal ini Departemen terkait).

Disisi lain, tingkat masing-masing Kementerian Negara/Lembaga (K/L) dalam memberikan acuan mengenai standar pelayanan minimal untuk yang akan diterapkan di daerah juga belum sepenuhnya bisa dilaksanakan. cukup beragam. Hingga saat ini, baru ada 9 (sembilan) bidang/sektor yang telah memiliki SPM sebagai acuan bagi penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat, yakni :

1. SPM bidang Pendidikan Nasional, yang diatur melalui Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 053 Tahun 2001 tentang Pedoman Penyusunan SPM Penyelenggaraan Persekolahan Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah. Pedoman ini dilengkapi dengan matrik indikator keberhasilan SPM, dengan komponen-komponen:

Page 197: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

VIII-183

Standar�Pelayanan�Minimal

kurikulum, anak didik, ketenagaan, sarana prasarana, organisasi, pembiayaan, manajemen sekolah, dan peran serta masyarakat, untuk masing-masing sekolah.

2. SPM bidang perindustrian dan perdagangan, yang diatur melalui Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.78/MPP/Kep/3/2001 tanggal 2 Maret 2001 tentang Pedoman SPM bidang perindustrian dan perdagangan.

3. SPM bidang pemberdayaan perempuan, yang diatur melalui Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan No.23/SK/Meneg.PP/2001 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pemberdayaan Perempuan di Daerah.

4. SPM bidang Kesehatan, yang diatur melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang SPM Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. Selain SPM tersebut, Departemen Kesehatan saat ini juga sedang menyiapkan SPM untuk pelayanan rumah sakit, termasuk rumah sakit daerah.

5. SPM bidang Lingkungan Hidup, yang diatur melalui Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 197 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang lingkungan hidup di daerah kabupaten dan daerah kota.

6. SPM bidang jalan Tol (bebas hambatan), yang diatur melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 392/PRT/M/2005 tentang SPM Jalan TOL.

7. SPM bidang kehutanan, yang diatur melalui Peraturan Menteri Kehutanan No P.8/Menhut-II/2007 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk Bidang Pembiayaan Pembangunan Hutan.

8. SPM bidang investasi pemerintah, yang diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 123.1/PMK.05/2006 tentang SPM Bidang Investasi Pemerintah. Selain SPM tersebut, Menteri Keuangan juga telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 99 /PMK.01/2007 tentang SPM Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.

9. SPM bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Susila, yang diatur melalui Keputusan Menteri Sosial tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Susila.

8.3.1. SPM Bidang PendidikanDepartemen Pendidikan Nasional juga telah mengeluarkan SK Menteri Pendidikan Nasional No. 1299/V/2004 tentang Pedoman Standar Pelayanan Minimal untuk Sektor Pendidikan Dasar dan Menengah sebagai usaha untuk merealisasikan desentralisasi di bidang pendidikan. Terdapat 4 (empat) fungsi kewajiban pada sektor pendidikan untuk Pemerintah Pusat, 4 (empat) untuk Provinsi dan 7 (tujuh) untuk Kabupaten/Kota, yaitu:

Page 198: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

VIII-184

a. Pemerintah Pusat:

1. Pendidikan Tinggi Akademik/Profesional;

2. Pendidikan Berorientasi Kebangsaan;

3. Pengendali/Penjamin Mutu Pendidikan; dan

4. Pengendalian Pembangunan dan Pengelolaan Pendidikan.

b. Pemerintah Provinsi:

1. SMU sebagai Pendidikan Persiapan Akademis;

2. Sekolah Menengah Kejuruan;

3. Pendidikan Tenaga Kependidikan; dan

4. Pendidikan Luar Biasa.

c. Pemerintah Kabupaten/Kota:

1. Pelaksanaan Pendidikan Pra-Sekolah dan PADU;

2. Pemberantasan Buta Huruf (termasuk fungsional);

3. Pemerataan Pendidikan Dasar (SD, SLTP, Kesetaraan);

4. Pendidikan Berkelanjutan;

5. Pembinaan Kegiatan Kepemudaan;

6. Pelestarian Olah Raga Tradisional dan Pemasalahan Olah Raga Prestasi; dan

7. Statistik Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga.

Dalam SK Menteri Pendidikan Nasional tersebut tercantum hal-hal penting seperti kurikulum, pelajar, guru, infrastruktur, organisasi, dana, manajemen sekolah, dan partisipasi publik dalam penyelenggaraan sekolah.

8.3.2 SPM Bidang KesehatanMengacu pada Surat Edaran Mendagri No. 100/756/OTDA tentang Pelaksanaan Kewenangan Wajib dan Standar Pelayanan Minimal (SPM), Departemen Kesehatan mengeluarkan SK Menteri Kesehatan RI No. 1457/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. Beberapa hal penting dalam SK Menteri Kesehatan adalah:

1. SPM terdiri atas 26 (dua puluh enam) jenis pelayanan publik dan pelaksanaannya dilakukan secara bertahap, dengan target akhir ditetapkan pada tahun 2010 (Indonesia Sehat 2010);

Page 199: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

VIII-185

Standar�Pelayanan�Minimal

2. Sumber dana pelaksanaan SPM di bidang kesehatan sepenuhnya dibebankan pada APBD; dan

3. Pemerintah Pusat dan Provinsi memfasilitasi pelayanan kesehatan sebagaimana dijelaskan dalam SPM dan mengkoordinasi mekanisme antar Kabupaten/Kota.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan tersebut, Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu daerah yang diteliti telah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur No. 71 Tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Dalam SK Gubernur tersebut, dijabarkan secara rinci mengenai definsi operasional, cara perhitungan dan rumus indikator, sumber data, rujukan, target, dan langkah-langkah kegiatan yang harus dilakukan.

Menurut penelitian ADB TA 3967-INO, ada beberapa hal yang menyebabkan sektor kesehatan menjadi salah satu sektor termaju dalam penerapan SPM. Faktor-faktor tersebut antara lain:

(1) Cukup baiknya kualitas sumber daya manusia (SDM) di sektor kesehatan;

(2) Tingginya dukungan dari Departemen Kesehatan untuk mensosialisasi dan memfasilitasi pengenalan terhadap Kewenangan Wajib dan SPM di tingkat Pemerintah Daerah, terutama pada Dinas Kesehatan;

(3) SPM untuk sektor kesehatan telah didefinisikan dengan baik, sehingga memudahkan perencanaan daerah dalam perhitungan indikator dan kinerjanya, dan yang tak kalah penting; dan

(4) Tingginya komitmen dari Dinas Kesehatan untuk melaksanakan program tersebut.

8.3.3 SPM Bidang Pelayanan Administrasi Umum Pemerintah Pelayanan Umum Pemerintah adalah pelayanan kepada masyarakat untuk fungsi-fungsi seperti penyediaan surat tanda lahir, surat Keterangan Keluarga (KK), surat Keterangan Tanda Pengenal (KTP), dan pelayanan dasar lainnya. Beberapa hal diperlukan untuk meningkatkan kinerja sektor Pelayanan Umum Pemerintah, seperti:

(1) Memperjelas visi, misi, dan tujuan dari pelayanan umum sektor tersebut; dan

(2) Memperjelas indikator, rumus-rumus, standar kinerja maupun target yang akan digunakan untuk mengukur output pelayanan.

Page 200: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

VIII-186

8.3.4 SPM bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna SusilaSPM bidang pelayanan dan rehabilitasi sosial tuna susila mengatur tentang aspek kegiatan pelayanan, organisasi pelaksana, sumberdaya manusia, sarana dan prasaran, dan indikator keberhasilannya. Kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial harus dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

1. Pendekatan awal melalui penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat.

2. Pengungkapan masalah (assesment) guna menggali masalah, menelaah dan menyusun rencana pelayanan.

3. Bimbingan sosial, fisik, mental, dan ketrampilan secara terintegrasi dan bersama-sama.

4. Resosialisasi guna mempersiapkan keluarga/lingkungan agar dapat menerima bekas klien dalam lingkungan sosialnya dengan baik tanpa diskriminasi.

5. Pengembalian bekas klien kepada kehidupan keluarga dan masyarakat.

6. Bimbingan lanjutan untuk memantapkan, meningkatan dan mengembangkan kemandirian Bekas klien agar dapat hidup layak di masyarakat

7. Evaluasi kegiatan yang dilaksanakan.

8. Terminasi atau pemutusan pelayanan untuk memastikan bekas klien telah dapat menjalankan fungsi sosialnya secara wajar sebagai warga Masyarakat.

Sementara untuk aspek lainnya dalam pelayanan dan rehabilitasi sosial standar pelayanan minimalnya adalah sebagai berikut:

a. Organisasi Pelaksana; dipersyaratkan adanya:

1. Legalitas untuk Organisasi Pemerintah harus memiliki surat keputusan pendirian yang dikeluarkan oleh instansi sosial yang berwenang. Sementara legalitas untuk organisasi masyarakat/LSM antara lain harus memiliki akte pendirian/lembaga, AD/ART, dan ijin operasional dan terdaftar pada instansi sosial setempat.

2. Struktur organisasi yang mencakup pimpinan, pelaksana administrasi, dan pelaksana teknis pelayanan dan rehabilitasi sosial.

3. Mekanisme Kerja organisasi yang efektif, mulai dari penerimaan klien (input), pelayanan dan rehabilitasi di dalam lebaga (proses) sampai dengan penyaluran kembali ke masyarakat (output).

Page 201: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

VIII-187

Standar�Pelayanan�Minimal

b. Sumber Daya Manusia, dipersyaratkan adanya:

1. Pimpinan, dengan kualifikasi sebagai berikut :

a) Memiliki latar belakang pendidikan dan atau pelatihan pekerjaan sosial.

b) Memiliki pengalaman di bidang sosial

c) Pernah mengikuti pelatihan manajemen pimpinan panti.

2. Tenaga administrasi, dengan kualifikasi sebagai berikut :

a) Memiliki pendidikan serendah-rendahnya SLTA dan diutamakan sarjana bidang administrasi.

b) Pernah mengikuti pelatihan di bidang administrasi panti.

3. Tenaga pelaksana teknis, dengan kualifikasi sebagai berikut :

a) Fungsional pekerja sosial dengan rasio 1:9 (1 Peksos, 9 Klien)

b) Memiliki latar belakang pendidikan pekerjaan sosial

c) Pernah mengikuti pelatihan pelayanan dan rehabilitasi sosial dalam panti.

d) Untuk Instruktur memiliki sertifikat sesuai bidangnya dan adanya kesepakatan bersama tentang jadwal pelayanan (rasio : 1:20)

e) Tenaga paruh waktu:memiliki keahlian lainnya sesuai dengan kebutuhan (dokter, para medis, psikolog, pembimbing rohani) dan adanya kesepakatan bersama tentang jadwal pelayanan.

4. Tenaga relawan (volunteer), dengan kualifikasi sebagai berikut :

a) Ada kesepakatan tentang waktu pelayanan

b) Penempatan sesuai minat kebutuhan pelayanan

c. Sarana dan Prasarana Pelayanan, dipersyaratkan adanya:1. Gedung kantor, yang dapat digunakan untuk ruang pimpinan, ruang

administrasi dan Keuangan, ruang konsultasi, ruang tamu, dan ruang pertemuan/ketrampilan.

2. Asrama, yang dapat digunakan untuk ruang tidur, ruang makan, dan kamar mandi/WC

3. Sarana penunjang, yang terdiri dari lapangan/halaman untuk bimbingan fisik, ruang untuk bimbingan mental dan sosial, dan ruang untuk pelatihan ketrampilan

d. Indikator keberhasilan, dipersyaratkan adanya :

1. Hasil pelayanan:

a) Eks klien tidak lagi melakukan kegiatan tuna susila

Page 202: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

VIII-188

b) Eks klien mempunyai pekerjaan baik dalam bentuk wirausaha, karyawan, atau pekerjaan lain yang dapat diterima oleh norma masyarakat

c) Eks klien melaksanakan perannya kembali dalam keluarga

d) Eks klien terlibat secara aktif dalam kegiatan kemasyarakatan di lingkungannya.

2. Proses Pelayanan

a) Eks klien mengikuti setiap tahap pelayanan proses pelayanan

b) Eks klien berperan aktif dalam berbagai jenis pelayanan

3. Organisasi pelaksana memiliki legalitas, struktur organisasi dan mekanisme kerja sesuai dengan yang criteria yang telah ditentukan di atas.

4. Sumber Daya Manusia (SDM) terdiri dari pimpinan, pelaksana administrasi dan pelaksana pelayanan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.

5. Sarana dan prasarana dalam bentuk gedung kantor, asrama dan sarana penunjang lain sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.

8.3.5 Kendala–Kendala dalam Pelaksanaan SPMBerdasarkan penelitian ADB TA 3967-INO disimpulkan beberapa kendala dalam pelaksanaan SPM. Kegagalan dalam mengatasi hal tersebut akan mengakibatkan ketidakakuratan pengukuran, sehingga SPM tidak akan mencerminkan kondisi yang sesungguhnya. Kendala tersebut antara lain:

1. Data yang tidak akurat dan dapat dipercaya (reliable), sedangkan data BPS yang ada, bila dapat dipercaya, terlambat beberapa tahun;

2. Data keuangan tidak disajikan dalam bentuk yang dapat dianalisa secara baik;

3. Data statistik yang ada sering kali tidak sesuai dengan jenis data yang dibutuhkan. Misalnya, data BPS yang tersedia adalah jumlah penduduk usia 0–14 tahun, sedangkan jenis data yang dibutuhkan adalah penduduk dengan usia sekolah (7–16 tahun);

4. Kurangnya kemampuan staf Pemerintah Daerah untuk mengumpulkan dan mengelola data secara sistematis;

5. Kurangnya kemampuan staf Pemerintah Daerah untuk melakukan analisa dan perencanaan strategis;

6. Indikator-indikator SPM yang ada tidak mencerminkan problem sebenarnya yang terjadi di daerah/desa; dan

Page 203: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

VIII-189

Standar�Pelayanan�Minimal

7. Dalam mengevaluasi pelaksanaan SPM, Satuan Kerja Perangkat Daerah tidak menjelaskan kondisi yang ada secara objektif. Misalnya, bila Dinas melakukan evaluasi, hasil evaluasi bias untuk kepentingan Dinas. Sedangkan Badan Pengawas Daerah (Bawasda) maupun Bappeda tidak dapat melakukan evaluasi karena kemampuan teknikal yang rendah.

Kendala-kendala tersebut sangat mempengaruhi keberhasilan penyelenggaraan SPM. Beberapa alternatif cara untuk menanggulangi kendala tersebut antara lain:

1. Dinas Kesehatan memperbaiki sistem pendataan dan pelaporan sektor kesehatan.

2. BPS memperbaiki sistem pendataannya dengan mendirikan Sistem Informasi Populasi. Kabupaten Kediri adalah satu sampel penerapan sistem baru tersebut, dimana setiap Kecamatan dan Desa/Kelurahan mendapat bantuan dana untuk menjalankan sistem tersebut.

3. Diperlukan suatu survei untuk menangkap kepuasan publik atas pelayanan publik yang berasarkan SPM. Survei tersebut hendaknya dilakukan satu tahun sekali.

4. Evaluasi atas penyelenggaraan SPM hendaknya dilakukan oleh sebuah tim yang terdiri dari Bappeda, Biro Penyusunan Program, dan Bawasda, serta independent audit untuk kasus-kasus tertentu. Hasil evaluasi hendaknya disebarkan ke seluruh stakeholeders. Pemerintah Provinsi juga harus melakukan evaluasi atas penyelenggaraan SPM di Kabupaten/Kota wilayahnya.

8.4. IMPLIKASI PENERAPAN SPM

8.4.1 Implikasi terhadap Proses Perencanaan Sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2005 dan PP No. 38 Tahun 2007, tampak jelas bahwa Kewenangan Wajib harus dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang telah ditetapkan oleh Departemen/LPND terkait. Hal ini menunjukkan bahwa Kewenangan Wajib dan SPM telah memiliki dasar hukum yang kuat dan harus menjadi bagian dalam proses perencanaan dan penganggaran daerah.

Kebijakan Pemerintah Daerah yang berisi visi, misi, tujuan, prioritas, dan strategi umum harus disepakati antara pihak eksekutif dan legislatif maupun partisipasi masyarakat, yang dibahas melalui forum-forum musyawarah daerah (Musrenbang). Kebijakan ini dituangkan ke dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM Daerah) dan dirinci lebih lanjut ke dalam Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (yang disebut dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)) maupun ke dalam Arah dan Kebijakan Umum (AKU) APBD yang dituangkan dalam Peraturan Daerah atau Surat

Page 204: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

VIII-190

Keputusan Kepala Daerah. Di dalam dokumen-dokumen perencanaan tersebut harus tertuang rencana pelaksanaan Kewenangan Wajib dan SPM sesuai dengan prioritas nasional dan target pencapaian daerah.

Dalam proses perencanaan daerah, Kewenangan Wajib harus disosialisasikan baik ke masyarakat maupun ke staf Pemerintah Daerah. Dalam Musrenbang, sebagai sarana pengenalan Kewenangan Wajib kepada masyarakat, Daftar Kewenangan Wajib dan SPM dapat digunakan sebagai materi diskusi untuk menyeleksi dan memberi prioritas terhadap usulan proposal kegiatan. Sedangkan kepada staf Pemerintah Daerah, Kewenangan Wajib dan SPM dilibatkan sejak penyusunan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD) sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing SKPD (Dinas/Badan/Lembaga). Perbedaan antara penyelenggaraan fungsi dan pelayanan sesuai tupoksi dan Daftar Kewenangan Wajib dapat mengindikasikan kesenjangan dan kendala dalam menyelenggarakan pelayanan publik. SPM sendiri dapat dijadikan indikator kinerja dalam mengevaluasi berbagai kegiatan tahunan.

8.4.2 Implikasi terhadap Anggaran Berbasis KinerjaPada dasarnya, anggaran berbasis kinerja menghubungkan pengeluaran dengan hasil yang diinginkan. Dengan kata lain, anggaran kinerja mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja (output/outcome) dari perencanaan alokasi biaya (input) yang telah ditetapkan. Indikator-indikator yang digunakan adalah:

1. Masukan (Input):Masukan didefinisikan sebagai identifikasi jumlah sumber daya yang dibutuhkan untuk menyediakan barang dan jasa tertentu. Input meliputi tenaga kerja, material, peralatan, dan perlengkapan. Contoh masukan: jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan, jumlah dana yang dibutuhkan, peralatan yang akan digunakan, dan lain-lain.

2. Keluaran (Output):Tolak ukur output menggambarkan jumlah barang atau jasa/pelayanan yang akan disediakan. Target output dibuat dengan cara menetapkan apa yang akan dihasilkan dari sebuah pelayanan/kegiatan tertentu. Contoh keluaran: jumlah balita yang akan diimunisasi, jumlah meter panjang jalan yang akan diperbaiki, dan lain-lain.

3. Hasil (Outcome):Indikator hasil dapat digunakan untuk menunjukkan hasil apa yang telah dicapai dalam bentuk output sehingga dapat memberikan kegunaan yang lebih besar kepada masyarakat. Pengukurannya dilakukan dengan cara melakukan penilaian terhadap hasil

Page 205: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

VIII-191

Standar�Pelayanan�Minimal

indikator output, apakah output tersebut berfungsi atau tidak. Outcome memastikan apakah target tercapai atau tidak. Contoh hasil: jumlah atau persentase (%) hasil dari kegiatan, peningkatan trend untuk hasil-hasil yang positif, penurunan tingkat pelanggaran lalu lintas, dan lain-lain.

4. Manfaat (Benefit):Indikator ini menggambarkan manfaat yang diperoleh dari indikator hasil/outcome. Manfaat dapat diukur dalam jangka menengah dan panjang, dengan melihat tujuan akhir yang akan dicapai. Contoh manfaat selalu pada peningkatan hal positif, seperti peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat, penurunan tingkat penyakit TBC, dan lain-lain.

5. Dampak (Impact):Dampak diidentifikasikan sebagai hasil akhir yang dicari. Indikator ini mengungkapkan dasar pemikiran tentang mengapa kegiatan tertentu dilaksanakan, dan menggambarkan aspek makro pelaksanaan kegiatan di tingkat sektoral, regional, dan nasional. Indikator dampak biasanya berupa aspek positif dalam jangka panjang dari pendapatan, kesehatan, keamanan, pendidikan, dan tenaga kerja. Contoh dampak: peningkatan PDRB sektor tertentu, penurunan tingkat kemiskinan, dan lain-lain.

Elemen anggaran kinerja meliputi visi, misi, sasaran, program dan kegiatan dalam suatu unit kerja. Dalam kaitannya dengan penyusunan anggaran berbasis kinerja, perlu diterjemahkan tujuan ke dalam sasaran yang lebih terukur, sasaran ke dalam program, dan program ke dalam kegiatan dengan output yang terukur.

Melalui proses anggaran kinerja, Pemerintah Kabupaten/Kota menetapkan keluaran (output) dan hasil (outcome) dari masing-masing program dan kegiatan. Kemudian Pemerintah Daerah membuat target pencapaiannya. Usulan anggaran dipresentasikan oleh kepada daerah kepada DPRD berdasarkan target yang telah diproyeksikan. Data pembandingan memungkinkan DPRD untuk memahami hasil yang akan dicapai melalui tingkatan pengeluaran yang berbeda. Dengan demikian pengeluaran dapat diprioritaskan dan unit kerja dapat bertanggung jawab terhadap hasil (outcome). Contoh pelaporan kinerja suatu kegiatan dapat dilihat pada Tabel 8.1.

Dalam Laporan Kinerja, bila terdapat perbedaan antara target dan realisasi, Pemerintah Daerah harus memberikan keterangan mengenai perbedaan tersebut, seperti faktor-faktor penyebab, hambatan, dan permasalahan yang dihadapi sehingga akar permasalahan dapat diidentifikasi dan diperbaiki agar tidak terulang di tahun anggaran mendatang.

Page 206: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

VIII-192

Tabel 8.1

Contoh Pelaporan Kinerja Anggaran Berbasis Kinerja Indikator dan Tolak Ukur Kinerja Belanja Langsung

Instansi���������������������������:��DINAS�PENDIDIKAN�DAN�KEBUDAYAANProgram�������������������������:��PENINGKATAN�MUTU�PELAYANAN�PENDIDIKAN�(2)Kegiatan������������������������:��PENCETAKAN�KALENDER�PENDIDIKANLokasi�kegiatan�������������:��KABUPATEN�SLEMAN

INDIKATOR TOLAK UKUR KINERJA TARGET KINERJA REALISASI KINERJA

Masukan Dana�Tenaga�Kerja�Waktu

Rp�15.000.000�16�orang�1�bulan

Rp�13.500.000�16�orang�1�bulan

Keluaran Terselenggaranya�kegiatan�penyusunan�dan�percetakan�kalender�pendidikan�Kota�Sleman�tahun�pelajaran�2003�–�2004

1�kali�kegiatan 1�kali�kegiatan

Hasil Tersedianya�Kalender�Pendidikan�dan�Buku�Pedoman�Pendidikan

Kalender�1275�eks.�Buku�Pedoman�

1275�eks.

Kalender�1300�eks.�Buku�Pedoman�

1300�eks.Manfaat Kegiatan�belajar�

mengajar�berjalan�lancar

100% 92%

Dampak Tingkat�Kelulusan�rata-rata

98% 97%

Sumber: Pedoman Acuan Anggaran Kinerja, BIGG, 2003 – 2004

Sistem anggaran berbasiskan kinerja sangat sesuai untuk dipasangkan dengan konsep SPM yang memiliki kriteria input, output, outcome, benefit dan impact yang sama. Dalam proses perencanaan anggaran, SPM sebagai tolak ukur kegiatan dapat digunakan untuk mengukur biaya rata-rata pencapaian suatu kegiatan, yang disebut Standar Analisa Biaya (SAB).

SAB mendorong penetapan biaya dan pengalokasian anggaran kepada setiap aktivitas unit kerja menjadi lebih logis dan mendorong dicapainya efisiensi secara terus menerus karena adanya pembandingan biaya per unit setiap output dan diperoleh praktek-praktek terbaik dalam desain aktivitas. Dalam rangka penyusunan SAB, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni :

• Besarnya dana yang dibutuhkan untuk penyediaan pelayanan kepada masyarakat;

Page 207: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

VIII-193

Standar�Pelayanan�Minimal

• Efektivitasnya apabila kegiatan/pelayanan tersebut dikontrakkan pada pihak luar daripada dilakukan sendiri oleh Pemerintah Daerah;

• Besarnya pengaruh perubahan penyediaan dana/anggaran terhadap kuantitas dan kualitas pelayanan; dan

• Perubahan biaya pelayanan untuk setiap tahun anggaran.

Selain itu, juga perlu dipertimbangkan proses pemulihan biaya maupun formulasi SAB. Dalam formulasi SAB, setiap unit kerja terkait perlu terlebih dahulu mengindentifikasikan belanja menjadi:

(1) Belanja Langsung, yaitu input (alokasi belanja) yang ditetapkan dapat diukur dan diperbandingkan dengan output yang dihasilkan; dan

(2) Belanja Tidak Langsung, yaitu belanja yang digunakan secara bersama-sama (common cost) untuk melaksanakan seluruh program atau kegiatan untuk kerja. Oleh karena itu, dalam perhitungan SAB, anggaran belanja tidak langsung dalam satu tahun anggaran harus dialokasikan ke setiap program atau kegiatan yang akan dilaksanakan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.

Total Belanja = Belanja Langsung + Belanja Tidak Langsung

Pengalokasian belanja tidak langsung dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1. Alokasi rata-rata sederhana, yaitu dengan mengalokasikan anggaran belanja tidak langsung ke setiap kegiatan non investasi dengan cara membagi jumlah anggaran yang dialokasikan dengan jumlah kegiatan non investasi;

2. Alokasi bobot belanja langsung, yaitu dengan mengalokasikan anggaran belanja tidak langsung ke setiap kegiatan non investasi berdasarkan besarnya bobot (nilai relatif) belanja langsung dari kegiatan non investasi yang bersangkutan.

1. Metode Alokasi Rata-rata Sederhana:Jumlah�Belanja�Tidak�Langsung

Jumlah�Program/Kegiatan2. Metode Alokasi Bobot Belanja Langsung:

Jumlah�Anggaran�Belanja�Langsung�Kegiatan�Non�Investasi�Bersangkutan

�=�Y�%Jumlah�Anggaran�Belanja�Langsung�Seluruh�Kegiatan�Non�

InvestasiY�%�x�Jumlah�Anggaran�Belanja�Tak�Langsung�=

Alokasi�Belanja�Tak�Langsung�ke�Setiap�Kegiatan�Non�Investasi

Page 208: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

VIII-194

Program atau kegiatan yang memperoleh alokasi belanja tidak langsung adalah program atau kegiatan non investasi. Program atau kegiatan investasi yang menambah asset daerah tidak menerima alokasi anggaran tahunan belanja tidak langsung, karena output program atau kegiatan investasi adalah berupa aset daerah yang dimanfaatkan lebih dari satu tahun anggaran.

SAB merupakan hasil penjumlahan belanja tidak langsung setiap program atau kegiatan dengan belanja tidak langsung yang dialokasikan pada program atau kegiatan yang bersangkutan.

Belanja Rata-rata per Output =

Belanja Langsung Setiap Program + Alokasi Belanja Tak Langsung ke Setiap Program

Output dari Program/Kegiatan yang Bersangkutan

Setelah mengetahui nilai SAB, masing-masing dinas/satuan kerja dapat memasukan biaya penyelenggaraan kegiatan sesuai dengan Kewenangan Wajib unit kerjanya ke dalam RASK dan DASK. Artinya, dengan berorientasi pada output, outcome, benefit dan impact, anggaran daerah menjadi lebih transparan dalam pencapaian output maupun target. Penyesuaian anggaran dapat dihitung berdasarkan kenaikan atau penurunan target kinerja. Sebagai ilustrasi, bila target pencapaian suatu indikator/kegiatan dipercepat, Pemerintah Daerah akan mampu menghitung biaya yang harus disediakan untuk melaksanakan pelayanan tersebut. Atau sebaliknya, bila anggaran daerah untuk suatu kegiatan diturunkan, Dinas terkait dapat memprediksi seberapa besar target yang akan tercapai.

Secara ringkas, tahapan penerapan SAB dalam Anggaran Berbasis Kinerja dapat dilihat pada Gambar 7.1.

8.4.3 Implikasi terhadap Anggaran dan Dana PerimbanganSeperti telah dijelaskan sebelumnya, penerapan SPM akan menyebabkan membengkaknya pengeluaran anggaran. Bila PAD maupun Penerimaan Daerah Lainnya yang Sah tidak dapat mengantisipasi kondisi tersebut, akibatnya defisit anggaran daerah akan meningkat. Seperti diketahui, sekitar 60-70% dari DAU digunakan untuk pembayaran gaji pegawai. Berarti, dana untuk pengeluaran pembangunan hanya sebesar 30%-40% saja. Bila dana pembangunan untuk sektor pendidikan dipatok sebesar 10%, misalnya, tidak seluruh dana tersebut dapat digunakan untuk membiayai pelayanan dasar sektor pendidikan. Dari 10% tersebut, harus disisihkan sebesar 70% untuk pengeluaran biaya tak langsung. Sehingga, dana yang benar-benar dapat digunakan untuk penyelenggaraan

Page 209: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

VIII-195

Standar�Pelayanan�Minimal

pelayanan dasar sektor pendidikan hanya 30% dari 10% anggaran daerah untuk sektor pendidikan. Bagi Pemerintah Daerah yang kemampuan fiskalnya terbatas, dana tersebut sangat kecil dan tidak memadai bila dikaitkan dengan penyelenggaraan SPM sektor pendidikan yang harus disediakan.

Meningkatnya defisit anggaran juga berimplikasi pada kebutuhan dana perimbangan dari Pemerintah Pusat yang harus menyediakan bantuan keuangan khusus. Jika Pemerintah Pusat menentukan bahwa dukungan yang paling ringan dan paling murah untuk pencapaian SPM adalah dengan menyediakan dana tambahan, maka ditentukan cara yang paling tepat, misalnya melalui DAK. Namun, bila defisit anggaran terjadi selama beberapa tahun pelaksanaan kewenangan wajib dan SPM menunjukkan suatu pola permasalahan di seluruh daerah yang diakibatkan oleh kurangnya dana, maka Pemerintah Pusat harus mempertimbangkan penyesuaian alokasi DAU atau formulanya (berdasarkan cost of function).

Selain itu, penerapan SPM yang sudah baik, benar dan menyangkut seluruh bidang pemerintahan akan mencerminkan kebutuhan anggaran daerah yang sebenarnya. Artinya, kondisi ini mencerminkan kebutuhan fiskal yang sesungguhnya. Dalam formula DAU saat ini, kebutuhan fiskal didekati dengan berbagai pendekatan (proxi), seperti luas daerah, jumlah penduduk, indeks harga konstruksi, dan lain-lain. Bukan tidak mungkin, formula tersebut akan diganti apabila SPM telah dapat diterapkan dengan lebih baik dan sempurna.

Page 210: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

VIII-196

Gam

bar 8

.1

Taha

pan

Pene

rapa

n SA

B da

lam

Ang

gara

n Be

rbas

is Ki

nerja

Page 211: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

BAB IX PENUTUP

Page 212: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

IX-198

Page 213: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

IX-199

Penutup

BAB IX PENUTUP

Pelaksanaan otonomi daerah diwujudkan melalui pelimpahan urusan pemerintahan dari Pemerintah pusat kepada Pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Berdasarkan Undang-undang tersebut sebagian besar urusan pemerintahan diserahkan kepada daerah kecuali urusan pemerintahan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama. Sejalan dengan penyerahan urusan tersebut, pemerintah juga mengalokasikan dana APBN kepada daerah dalam bentuk Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian agar daerah mampu membiayai urusan pemerintahannya. Alokasi dana ke daerah, selain dimaksudkan agar daerah mampu membiayai urusan rumah tangga daerah, juga dimaksudkan untuk mengurangi perbedaan kapasitas fiskal antar daerah. Dalam struktur APBD, pendapatan yang berasal dari Dana Perimbangan merupakan pendapatan yang dominan, sedangkan pendapatan asli daerah relatif kecil. Pendapatan daerah yang berasal dari Pemerintah Pusat tersebut sebagian besar, kecuali DAK, diberikan dalam bentuk block grant, sehingga daerah dapat mengalokasikan sesuai dengan kebutuhan dan prioritasnya. Hal ini sejalan dengan prinsip otonomi daerah yang memberikan kewenangan yang lebih luas kepada daerah.

Sejalan dengan adanya kewenangan luas bagi daerah, maka pengelolaan keuangan daerah sebagaimana diatur dalam PP Nomor 58 Tahun 2005 mempunyai peranan yang sangat penting dalam peningkatan kualitas belanja APBD. Salah satu indikator peningkatan kualitas pengelolaan keuangan daerah adalah proses penyelesaian APBD tepat waktu dan taat asas. Pada tiga tahun terakhir telah terdapat perbaikan yang signifikan dalam proses penyusunan dan penetapan APBD sehingga semakin mempercepat proses pelaksanaan anggaran.

Secara umum, government spending diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian secara keseluruhan melalui peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB). Sejalan dengan konsep tersebut, transfer dari Pemerintah Pusat kepada Daerah yang merupakan sumber pendanaan utama Daerah juga diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang merupakan ukuran agregat perekonomian di Daerah.

Berdasarkan data Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD), diketahui bahwa terdapat korelasi positif antara alokasi transfer dari Pusat ke Daerah dengan total PDRB. Pada

Page 214: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

IX-200

tahun 2005 korelasinya adalah sebesar 0,77 dan pada tahun 2006 sebesar 0,76. Dengan korelasi positif yang cukup kuat tersebut dapat disimpulkan bahwa alokasi transfer ke Daerah memberikan kontribusi postif terhadap pembentukan PDRB di Daerah. Selanjutnya, yang perlu mendapatkan perhatian lebih adalah upaya meningkatkan kualitas belanja APBD sehingga dapat mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik. Dengan demikian, diharapkan pada gilirannya nanti dapat memberikan kontribusi positif pada pertumbuhan ekonomi.

Page 215: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

201

Daftar�Pustaka

DAFTAR PUSTAKA

Asian Development Bank (ADB) TA 3967-INO: Local Government Provision of Minimum Basic Service for the Poor, 2005.

Bappenas, (2004), “Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional”, Jakarta: Bappenas (www.bappenas.go.id).

______, (2005), “Buku Pegangan 2006 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah”, Draft. Jakarta: Bappenas RI.

BPKP, Pedoman Penyusunan APBD Berbasis Kinerja, 2005.

Brodjonegoro, Bambang PS dan Robert A. Simanjuntak, (2005), “Study on Decentralization Framework and Fiscal and Administrative Capacity of Local Governments in Indonesia”, Laporan Akhir, Japan Bank for International Cooperation (JBIC) and Institute for Economics and Social Research-Faculty of Economics University of Indonesia (LPEM-FEUI), Jakarta: LPEM-FEUI.

Building Institutions for Good Governance (BIGG), “Pedoman Acuan Anggaran Kinerja”, 2003-2004.

Departemen Dalam Negeri, (2004), “Materi Bimbingan Teknis Rencana Strategis dan Program Prioritas”, Buku – 1. Jakarta: Depdagri RI.

______, (2004), ”Materi Bimbingan Teknis Rencana Strategis dan Program Prioritas”, Buku – 2. Jakarta: Depdagri RI.

Departemen Keuangan, (2007), “Nota Keuangan dan APBN 2008”, Jakarta: Depkeu RI (www.depkeu.go.id).

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Katolik Parahyangan Bandung dan Partnership for Governance Reform in Indonesia, (2002). “Prosiding Workshop Internasional: Implementasi Desentralisasi Fiskal Sebagai Upaya Pemberdayaan Daerah dalam Membiayai Pembangunan Daerah”. Bandung: FISIP Unpar.

Ferrazzi, Gabe, “Obligatory Functions and Minimum Service Standards: A Preliminary Review of the Indonesian Approach, kerjasama Departemen Dalam Negeri dengan GTZ, March 2002.

Page 216: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

202

Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Pusat, (2005). “Sinergi Pembangunan antara Pusat dan Daerah”, draft hasil Focus Group Discussion (FGD) Sinergi Pembangunan antara Pusat dan Daerah, Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Pusat, Jakarta, Juli 2005.

Keputusan Menteri Dalam Negeri (KMDN) Republik Indonesia No. 100.05 - 76 Tahun 2007 tentang Pembentukan Tim Konsultansi Penyusunan Standar Pelayanan Minimal.

Kuncoro, M., (2004). “Otonomi Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang”. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Laporan Panitia Kerja Belanja Daerah dalam Rangka Pembicaraan Tingkat I/Pembahasan RUU tentang RAPBN TA.2006.

LPEM FEUI dan PSE-KP FEUGM. Reformulasi Dana Alokasi Umum: Laporan Penelitian, 2004.

Pemerintah Republik Indonesia, (2008), “Produk Hukum dan Perundang-undangan”, Jakarta: Pemerintah RI (www.indonesia.go.id)

PP No. 75 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua Atas PP No. 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan.

PP No. 56 Tahun 2001 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.

PP No. 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, serta Jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

PP No. 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.

PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

PP No. 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah.

PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.

PP No. 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah.

PP No. 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah.

PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Page 217: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

203

Daftar�Pustaka

PP No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal.

PP No. 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.

PP No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Kekayaan Negara/ Daerah.

PP No. 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.

PP No. 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat.

PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

PP No. 6 Tahun 2008 tentang Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

PP No. 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

PMK No. 606/PMK.06/2004 tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2005.

PMK No. 571/PMK.06/2004 tentang Petunjuk Teknis Penyelesaian Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2005.

PMK No. 46 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyampaian Informasi Keuangan Daerah.

PMK Nomor 128/PMK.07/2006 tentang Penetapan Alokasi dan Pedoman Umum Pengelolaan DAK TA 2007.

PMK Nomor 129/PMK.07/2006 tentang Penetapan Rincian Dana Penyesuaian Tahun 2007 Kepada Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota.

PMK Nomor 04/PMK.07/2008 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah

Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan Menteri Dalam (Permendagri) Negeri Republik Indonesia No. 6 tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal.

Permendagri No. 17 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.

Page 218: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

204

Peraturan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Nomor PER-01/PK/2006 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Penyesuaian Infrastruktur Jalan dan Lainnya Tahun 2007.

Sidik, Machfud et.all. Dana Alokasi Umum: Konsep, Hambatan, dan Prospek di Era Otonomi Daerah. (Jakarta: Kompas, 2002).

Smoke, Paul, “Can Desentralization Help Rebuild Indonesia”, paper for Conference Expenditure Assignment under Indonesia’s Emerging Decentralization: A Review of Progress and Issues for the Future, Sponsored by the International Studies Program, Andrew Young School of Policy Studies, Georgia State University, Atlanta, May 2002.

Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 100/756/OTDA Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Kewenangan Wajib dan Standar Pelayanan Minimal (SPM).

Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1457/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimum Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.

Surat Menteri Pertanian Nomor 1044/KU.220/A/2006 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan DAK Bidang Pertanian Tahun 2007.

Surat Keputusan Menteri Pendidikan No. 1299/V/2004 tentang Pedoman Standar Pelayanan Minimum untuk Sektor Pendidikan Dasar dan Menengah.

Suwandi, Made, “Improving Quality Services of the Local Government towards Good Governance”, March 2003.

Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen).

UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan.

UU No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan.

UU No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.

UU No. 22/1999 yang telah direvisi dengan UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah.

UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawaban Keuangan Negara.

Page 219: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

205

Daftar�Pustaka

UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

World Bank Dutch Trust Fund, “Strengthening Indonesia’s Framework for Decentralization”, Support to the Ministry of Home Affairs, November 2002.

World Bank Report of Dutch Trust Fund Package 8 on “Reformulasi Dana Alokasi Umum”, 2004.

Page 220: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

206

Index

BBatas�Maksimal�Defisit�APBD��IV-102

DDAK

DAK�Kehutanan��i-iii,�III-86,�III-87DAK�Prasarana�Pemerintahan��III-86

Dana�Alokasi�Umum��IV-107,�IV-112Dana�Bagi�Hasil��III-71,�IV-112,�IV-118,�IV-130DAU��i-iii,�IV-107,�IV-113,�IV-118,�IV-130,�VII-170,�VII-177,�VII-194,�VII-195desentralisasi��i-iii,�i-iv,�IV-105,�VI-153,�VII-165,�VII-175,�VII-177,�VII-179,�VII-182,�

VII-183desentralisasi�administrasi��i-iii,�i-iv,�IV-105,�VI-153,�VII-165,�VII-175,�VII-177,�VII-

179,�VII-182,�VII-183desentralisasi�ekonomi��i-iii,�i-iv,�IV-105,�VI-153,�VII-165,�VII-175,�VII-177,�VII-

179,�VII-182,�VII-183desentralisasi�fiskal��i-iii,�i-iv,�IV-105,�VI-153,�VII-165,�VII-175,�VII-177,�VII-179,�

VII-182,�VII-183desentralisasi�politik��i-iii,�i-iv,�IV-105,�VI-153,�VII-165,�VII-175,�VII-177,�VII-179,�

VII-182,�VII-183DSCR��IV-104,�IV-107,�IV-111,�IV-117,�IV-124

Ggood�governance��VII-165

HHibah��IV-108,�IV-109,�IV-111,�IV-130,�IV-131,�IV-132,�IV-133Hibah�Luar�Negeri��IV-108,�IV-109,�IV-111,�IV-130,�IV-132

KKriteria�Teknis�Bidang�Lingkungan�Hidup��III-86

NNaskah�Perjanjian�Penerusan�Pinjaman��IV-114Naskah�Perjanjian�Pinjaman�Luar�Negeri��IV-113NPPLN��IV-113,�IV-114

Page 221: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

207

Index

NPPP��IV-114,�IV-115

OObligasi�Daerah��IV-101,�IV-105,�IV-106,�IV-118,�IV-119,�IV-120,�IV-121,�IV-122,�

IV-123,�IV-124,�IV-125,�IV-126,�IV-127,�IV-128,�IV-129,�IV-130

PPajak�Hotel��V-140Pendapatan�Asli�Daerah��IV-107PINJAMAN�DAERAH��IV-101,�IV-105,�IV-108,�IV-129,�IV-130Pinjaman�Daerah��IV-101,�IV-102,�IV-105,�IV-106,�IV-107,�IV-108,�IV-112,�IV-115,�

IV-116,�IV-117,�IV-129,�IV-130,�VII-166Pinjaman�daerah��IV-101,�IV-105Pinjaman�Luar�Negeri��IV-101,�IV-108,�IV-109,�IV-111,�IV-112,�IV-113,�IV-115Provisi�Sumber�Daya�Hutan��III-64

RRencana�Kerja�Pemerintah��VII-182,�VII-189

SSISTEM�INFORMASI�KEUANGAN�DAERAH��VII-163,�VII-165Standar�Akuntansi�Pemerintah��IV-129

Page 222: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

208

Page 223: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

209

Index

Ucapan Terima KasihTerima kasih kepada para kontributor yang telah meluangkan waktunya untuk menyusun materi, updating materi yang pernah diterbitkan pada buku edisi sebelumnya, dan semua pendukung yang membantu diterbitkannya Pelengkap Buku Pegangan 2008 Tentang Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada prof. Dr mardiasmo; Drs. marwanto Harjowiryono, ma; Dr. raksaka mahi; Dr. robert p simanjutak; Dr. Hefrizal Handra; prof. Heru subiyantoro, ph.D; Drs. pramudjo, m.soc.sc; Drs. Yusrizal ilyas, ma; Drs. budi sitepu, ma; Drs. adriansyah; berlin panjaitan, se, mm; rukijo, se, mm; Dra. Wendy Julianti, m.soc.sc; Dra. risyana; ubaidi socheh Hamidi, se, mm; Harmiyo mahar, se, m.soc.sc; lisbon sirait, se, me; Jamiat aries Calfat, sH.; ahmad Yani, sH, ak., mm; Drs. Yusrizal amir, ma; Victor Waluyono, sH; edison sihombing, se, mt; ir. adijanto, mpa; sukarni m amin, sH; Dra. Diah syarkorini, ma; Wahyudi sulestyanto, se; m. Sulthon Junaidhi, SE; M. Nafi, SE, MM; Imaduddin, SE.; Lukmanul Hakim, sst, ak.; dan Kendra al ash’ari, se atas kontribusinya membantu penyusunan materi, serta masukannya sehingga terselesaikannya Buku tersebut. Tidak lupa disampaikan terima kasih kepada agung setio budi; lukman adi; Hesti budi utomo; Kurnia; radityo putumayor; Cornel theodolus s; ricka Yunita prasetya; David rudolf; dan agus nugroho yang telah membantu proses pengumpulan naskah, editing sampai setting, serta semua pihak yang tidak bisa disebut namanya satu-persatu. Kami ucapkan selamat dan terima kasih atas kerja kerasnya.

Page 224: Buku Pegangan · DBH Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... bab iV pinJaman Dan HibaH DaeraH ... 4.2.2.3 Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di

Pelengkap Buku Pegangan 2008 Penyelenggaraan�Pemerintahan�dan�Pembangunan�Daerah

210