24
44 POKOK BAHASAN IV PEMADATAN (COMPACTION) 4.1 Pendahuluan Proses pemadatan tanah untuk timbunan badan jalan dan subgrade, merupakan proses yang sangat penting untuk diketahui. Pada proses pemadatan ini hasil akhir sangat menentukan kualitas konstruksi, dari sinilah umur konstruksi perkerasan ditentukan dan hasil pemadatan yang baik akan menghemat biaya konstruksi diatasnya. Hasil pemadatan sangat ditentukan oleh macam material yang dipakai sebagai bahan timbunan, tata cara (prosedur) pemadatan dan alat pemadat yang digunakan. 4.1.1 Deskripsi Singkat Pokok Bahasan mengenai Pemadatan ini berisi tentang: 1. Konsep dasar pemadatan 2. Pemadatan tanah dilaboratorium 3. Pemadatan tanah dilapangan 4. Penilaian hasil akhir pemadatan 4.1.2 Relevansi Pemadatan tanah memberikan pengertian yang mendalam terhadap proses pembentukan timbunan untuk pekerjaan konstruksi jalan. Proses ini yang akan menjadi pegangan bagi mahasiswa apabila ia kelak melaksanakan pekerjaan pemadatan atau mengawasi pekerjaan pemadatan dilapangan. Dengan pengertian mengenai proses pemadatan ini maka ia kelak tidak ragu lagi dalam memilih material maupun peralatan pemadat.

Buku Ajar Rekayasa Jalan 2 Bab 4 Pemadatan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Buku Ajar Rekayasa Jalan 2 Bab 4 Pemadatan

44

POKOK BAHASAN IV

PEMADATAN

(COMPACTION)

4.1 Pendahuluan

Proses pemadatan tanah untuk timbunan badan jalan dan subgrade,

merupakan proses yang sangat penting untuk diketahui. Pada proses

pemadatan ini hasil akhir sangat menentukan kualitas konstruksi, dari

sinilah umur konstruksi perkerasan ditentukan dan hasil pemadatan yang

baik akan menghemat biaya konstruksi diatasnya. Hasil pemadatan sangat

ditentukan oleh macam material yang dipakai sebagai bahan timbunan,

tata cara (prosedur) pemadatan dan alat pemadat yang digunakan.

4.1.1 Deskripsi Singkat

Pokok Bahasan mengenai Pemadatan ini berisi tentang:

1. Konsep dasar pemadatan

2. Pemadatan tanah dilaboratorium

3. Pemadatan tanah dilapangan

4. Penilaian hasil akhir pemadatan

4.1.2 Relevansi

Pemadatan tanah memberikan pengertian yang mendalam terhadap

proses pembentukan timbunan untuk pekerjaan konstruksi jalan. Proses ini

yang akan menjadi pegangan bagi mahasiswa apabila ia kelak

melaksanakan pekerjaan pemadatan atau mengawasi pekerjaan

pemadatan dilapangan. Dengan pengertian mengenai proses pemadatan

ini maka ia kelak tidak ragu lagi dalam memilih material maupun peralatan

pemadat.

Page 2: Buku Ajar Rekayasa Jalan 2 Bab 4 Pemadatan

45

4.1.3.1 Standar Kompetensi

Setelah mempelajari Pemadatan ini maka mahasiswa akan dapat

menentukan cara pemadatan material timbunan dilapangan. Dengan

demikian kelak sebagai tenaga ahli madia teknik ia dapat memberikan

pengarahan yang benar pada pekerjaan pemadatan.

4.1.3.2 Kompetensi Dasar

Bila diberikan penjelasan tentang cara pemilihan material tanah,

peralatan dan proses pemadatan maka mahasiswa Program Diploma III

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro dapat

menerangkan kembali tata cara pemadatan material tanah dengan 95%

benar.

4.2 Penyajian

4.2.1 Konsep Dasar Pemadatan

Semua material timbunan untuk konstruksi jalan raya harus dipadatkan.

Maksud pemadatan tersebut ialah:

1. Untuk menaikkan kepadatan (density) dari tanah.

2. Untuk menaikkan kekuatan tahanan (bearing strength) dari tanah.

3. Untuk mengurangi sifat kemudahan ditembus oleh air (permeability) dari

tanah.

Secara umum, semakin padat tanah semakin besar kekuatannya dan

kemampuannya menahan gaya geser (shearing force).

Pemadatan tanah (earthwoks compaction) ialah dimana sejumlah tanah

yang terdiri dari partikel padat (solid particles), air dan udara direduksi

volumenya dengan menggunakan beban. Beban tersebut dapat berupa

beban yang bergerak (rolling), beban yang dipukulkan (tamping) maupun

beban yang digetarkan (vibrating). Kepadatan didapat dengan keluarnya

udara dari antara butiran tanah dimana proses ini merupakan kebalikan dari

Page 3: Buku Ajar Rekayasa Jalan 2 Bab 4 Pemadatan

46

proses konsolidasi yang merupakan keluarnya air dari antara butir-butir

tanah. Besarnya kepadatan yang diperoleh tergantung dari usaha alat

pemadat yang digunakan, jenis material tanah, kadar air (moisture content)

dan persentase rongga udara (air voids) yang ada pada tanah. Besarnya

kepadatan tersebut diukur dalam berat jenis kering tanah (dry unit weight of

soil): γd atau kepadatan kering tanah (dry density).

Pemadatan Tanah Di Laboratorium

Setelah mendapatkan daerah yang akan diambil tanahnya sebagai

bahan timbunan (borrow-pit area), maka kita perlu mengambil sampel tanah

untuk diuji sifat-sifatnya agar memenuhi apa yang diharapkan oleh

spesifikasi. Pengambilan tersebut biasanya sebanyak 2 karung besar,

dimana satu karung (beratnya sekitar 50 kg) untuk keperluan pengujian dan

yang satu karung untuk keperluan dokumentasi terhadap jenis tanah

tersebut. Dokumentasi ini penting bila ada komplain dari pihak yang merasa

diragukan terhadap sifat-sifat tanah tersebut.

Ada 3 sifat tanah yang harus diuji dilaboratorium untuk memenuhi

persyaratan bahan timbunan, yaitu:

1. Besarnya nilai CBR (California Bearing Ratio) yang bisa dicapai oleh

sampel tanah.

2. Nilai PI (Plasticity Index) yang ada pada sampel tanah.

3. Pengujian untuk mengetahui tanah ekspansif (determining expansive soil

and remedial actions).

Untuk pekerjaan pemadatan dilaboratorium, maka kita anggap pengujian

No. 2 dan No. 3 diatas diabaikan saja. Seterusnya yang dibahas adalah

hasil pekerjaan pengujian pemadatan tanah saja. Mengenai detail

pelaksanaan pengujian dipelajari di praktikum Mekanika Tanah.

Seperti dikatakan diatas bahwa derajad kepadatan diukur dalam γd (dry

density). Untuk suatu usaha percobaan pemadatan, jika γd digambarkan

sebagai ordinat berpasangan dengan kadar air (moisture content): w

Page 4: Buku Ajar Rekayasa Jalan 2 Bab 4 Pemadatan

47

sebagai absisnya, maka pada γd maksimum akan terdapat w (kadar air)

optimum. Grafik hasil percobaan pemadatan di laboratorium dapat dilihat

pada Gambar 4.1. Pada Gambar 4.1 juga digambarkan dry unit weight (dry

density) dengan memisalkan tanah jenuh air (degree of saturation) 100%.

Ini adalah theoritical maximum dry unit weight yang bisa dicapai untuk suatu

kadar air bila tidak ada lagi udara diantara rongga (void) butiran tanah (lihat

zero air void curve pada Gambar 4.1). Dengan kondisi tanah jenuh air

100%, maka:

e = w Gs

dimana, e = void ratio,

w = kadar air dan

Gs = specific gravity

Maximum dry unit weight untuk suatu kadar air dengan rongga udara nol,

atau tanpa rongga udara adalah:

γ zav = wGs

w

wGs

wGs

e

wGs

+=

+=

+ /111

γγγ

dimana, γw = unit weight of water, dan

γzav = zero air void unit weight (dry)

Variasi harga γzav untuk sebarang kadar air grafiknya dapat dilihat pada

Gambar 4.1.

Secara prinsip didapatkan demikian: bila kadar air sangat rendah maka

tanah akan menjadi keras dan sukar dipadatkan dan hasil pemadatannya

mempunyai density yang rendah karena masih banyak rongga udara (air

Page 5: Buku Ajar Rekayasa Jalan 2 Bab 4 Pemadatan

48

voids). Bila kadar air dinaikkan maka air akan bekerja sebagai pelumas

dan menjadikan tanah lebih lunak dan lebih mudah dipadatkan dengan

demikian diperoleh dry density yang tinggi dan rongga udara yang rendah.

Apabila air bertambah banyak, maka air cenderung membuat butir-butir

tanah menjauh dengan demikian rongga udara total (udara + air) akan naik

sehubungan naiknya kadar air dan dry density akan berkurang.

Percobaan pemadatan tanah dilaboratorium dikenal sebagai ”Proctor

test” yang telah distandarisir di AASHTO T-99 dan ASTM D-698 dan dikenal

sebagai ”Standard Proctor Test”. Standard Proctor Test ini menggunakan

25 pukulan pemadat seberat 5.5 lbs yang dijatuhkan pada ketinggian 1 ft

pada masing-masing lapisan tanah yang diletakkan pada cetakan (mold),

dimana cetakan tersebut berisi 3 lapis tanah. Usaha pemadatan dalam

standard Proctor test ini secara kasar sebanding dengan usaha alat

pemadat ringan (light rollers) pada pemadatan tanah dilapangan. Pada saat

ini dengan berkembangnya peralatan pemadatan dilapangan maka

dilaboratorium ada ”Modified Proctor Test”. Modified Proctor test ini

menggunakan 25 pukulan pemadat seberat 10 lbs yang dijatuhkan pada

ketinggian 18 in pada masing-masing lapisan tanah yang diletakkan pada

cetakan (mold) yang berisi 5 lapis tanah. Modified proctor test ini telah

distandarisir dalam AASHTO T-180. Usaha pemadatan dalam modified

Proctor test ini secara kasar sebanding dengan usaha alat pemadat berat

(heavy rollers) pada pemadatan tanah dilapangan.

Untuk kedua prosedur Proctor test (standard+modified) ada 4 sub

prosedur yang bisa dipilih, yaitu:

1. Metode A, menggunakan cetakan diameter 4 in dan material tanah

harus lolos saringan No. 4 (4.75 mm).

2. Metode B, menggunakan cetakan diameter 6 in dan material tanah

harus lolos saringan No. 4 (4.75 mm).

3. Metode C, menggunakan cetakan diameter 4 in dan material tanah harus

lolos saringan ¾ in (19 mm).

Page 6: Buku Ajar Rekayasa Jalan 2 Bab 4 Pemadatan

49

0ptimum

moisture

content

4. Metode D, menggunakan cetakan diameter 6 in dan material tanah harus

lolos saringan ¾ in (19mm).

Apabila tidak ada keterangan metode mana yang digunakan, maka

gunakanlah metode A. Metode A juga biasa digunakan untuk tanah berbutir

halus untuk subgrade.

Gambar 4.1 Grafik hasil pemadatan tanah dilaboratorium.

Selanjutnya bila usaha pemadatan dinaikkan, maka akan didapat harga

γd maksimum yang lebih besar dan nilai optimum moisture content yang

lebih kecil. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.2 dimana grafik B didapat

dengan menggunakan pemadat yang lebih berat dari yang digunakan untuk

grafik A pada kondisi tanah yang sama.

Diatas dikatakan untuk memenuhi spesifikasi pemadatan maka nilai

CBR harus dijadikan pedoman dalam pengujian kepadatan timbunan.

Timbul pertanyaan pada kita apa hubungan Proctor test dengan CBR?

Untuk menjawab pertanyaan ini kita pelajari dulu CBR test di laboratorium.

γd

w %

Zero air void curve

Maximum

dry density

Page 7: Buku Ajar Rekayasa Jalan 2 Bab 4 Pemadatan

50

Gambar 4.2 Usaha pemadatan B > A, untuk tanah yang sama

CBR (California Bearing Ratio) ialah perbandingan antara beban penetrasi

suatu bahan terhadap bahan standard dengan kedalaman dan kecepatan

penetrasi yang sama. Sebetulnya pengujian ini hanya melihat besarnya

beban yang menyebabkan piston masuk (penetrasi) kedalam bahan yang

diuji dengan tingkat kecepatan tertentu. Beban ini kemudian dibagi dengan

beban yang menyebabkan penetrasi pada kedalaman yang sama pada

material batu pecah. Hasilnya kemudian dikalikan dengan angka 100, dan

itulah yang dinamakan CBR. Beban penetrasi untuk batu pecah telah

distandarisir. Harga CBR material tanah tergantung pada density nya dan

kadar airnya.

Test CBR ini direncanakan untuk mengetahui stabilitas relatif dari tanah

yang telah selesai dipadatkan dengan density dan kadar air tertentu. Test

ini dikerjakan dengan memadatkan tanah pada cetakan silinder kemudian

direndam dalam air selama 4 hari. Pemadatan dalam silinder

γd

W %

Zav curve

A

B

Page 8: Buku Ajar Rekayasa Jalan 2 Bab 4 Pemadatan

51

menggambarkan beban konstruksi dan perendaman air menggambarkan

perubahan kadar air secara kasar bila ada water table 2 ft dibawah

timbunan. Pada pengujian CBR maka kecepatan penetrasi dari mesin 0.05

in per menit. Sehingga CBR didefinisikan sebagai beban yang

menyebabkan penetrasi 0.1 in pada tanah yang dibandingkan dengan

beban standard untuk batu pecah dan hasilnya dinyatakan dalam

persentase. Beban standard tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Beban penetrasi untuk bahan standard (batu pecah) Penetrasi Beban Standard Beban Standard* Mm In N Lb MPa Psi 2.5 0.1 13345 3000 6.89 1000 5 0.2 20017 4500 10.34 1500 7.5 0.3 25355 5700 13.10 1900

10 0.4 30693 6900 15.86 2300 12.5 0.5 34696 7800 17.93 2600

*Luas penampang piston (plunger) = 1935.5 mm2 (3 in2)

Sekarang kita akan menghubungkan antara Proctor test dan CBR test.

Pada percobaan pemadatan tanah (Proctor test) maka akan kita dapatkan

nilai kadar air yang unik (kadar air optimum) dimana akan didapatkan juga

pasangannya yaitu berat jenis tanah kering maksimum (γd max). Dengan

tanah yang sama dan kadar air optimum yang telah ditemukan di Proctor

test sebelumnya, kita buat 3 benda uji dengan memadatkan tanah pada

cetakan untuk CBR test, yaitu dengan 10x, 35x dan 65x tumbukan.

Kemudian benda uji direndam 4 x 24 jam sebelum dilaksanakan pengujian

pembebanan (CBR test). Gambar 4.3 memperlihatkan skematis pengujian

CBR.

Untuk 1 benda uji diatas kita dapatkan 1 grafik nilai CBR (hubungan

antara penurunan dan beban) dan 1 harga γd tertentu. Untuk ke 3 benda uji

harga γd yang didapat berlainan biarpun diawal dipakai kadar air optimum

Page 9: Buku Ajar Rekayasa Jalan 2 Bab 4 Pemadatan

52

yang sama, hal ini disebabkan usaha pemadatan (jumlah tumbukan) yang

berbeda. Gambar 4.4 menjelaskan bentuk grafik CBR yang diperoleh.

Gambar 4.3 Skematis pengujian CBR

Gambar 4.4 Grafik hasil pengujian CBR

Harga CBR dari Gambar 4.4 diatas = 150/3000 x 100% = 5 %. Dari 3 kali

melakukan pengujian, kita mendapatkan 3 buah grafik seperti Gambar 4.4

0.1

Penetrasi (in)

Beban (lbs)

150

10 x tumbukan

γd = 1.45

Page 10: Buku Ajar Rekayasa Jalan 2 Bab 4 Pemadatan

53

diatas. Bila ke 3 grafik digabungkan dengan grafik hasil pengujian

pemadatan tanah seperti Gambar 4.1, maka didapat hasil akhir pengujian

CBR lengkap di laboratorium seperti pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Grafik hasil akhir pemadatan dan nilai CBR

Pada pelaporan maka dibawah Gambar 4.5 dicantumkan Tabel 4.2 yang

merupakan resume dari percobaan CBR.

Tabel 4.2 Resume pengujian CBR Cara Pemadatan Modified Berat Jenis 2.650 Kadar air optimum 18 % Maksimum γd 1675 gr/cc 95 % γd Maksimum 1591 gr/cc

Nilai CBR 95 % 12 % Nilai CBR 100 % 15 %

Angka-angka dalam Tabel 4.2 hanya contoh saja. Dalam kenyataannya

terdapat hubungan antara nilai dalam Tabel 4.2 dengan Gambar 4.5.

Untuk selanjutnya hasil percobaan CBR diatas dipakai untuk pedoman bagi

pekerjaan pemadatan dilapangan.

γd γd

w CBR

%

Zav curve

65x

35x

10x

100% γd Maks

Page 11: Buku Ajar Rekayasa Jalan 2 Bab 4 Pemadatan

54

Pemadatan Tanah Dilapangan

Sebelum melaksanakan pekerjaan pemadatan ada 2 hal yang perlu

dilakukan, yaitu:

1. Pemilihan peralatan untuk pekerjaan timbunan badan jalan dan subgrade

2. Mengadakan percobaan pemadatan dilapangan (compaction trial test)

Di Bab II dan III kita telah memilih material yang akan digunakan sebagai

timbunan badan jalan dan subgrade, kemudian di Bab IV kita telah menguji

material tersebut dan mempunyai pedoman bagi hasil akhir pekerjaan

pemadatan. Untuk pekerjaan pelaksanaan pemadatan dilapangan kita perlu

memilih alat pemadat yang digunakan.

Untuk pemadatan tanah sebagai badan jalan/subgrade maka pada

umumnya digunakan vibratory roller. Alat ini cocok digunakan untuk

pemadatan granular material (material berbutir). Selain vibratory roller ada

beberapa alat yang dipakai untuk memadatkan tanah maupun batu-batuan.

Secara garis besar alat pemadat dibagi menjadi 3 group:

1. Rollers, termasuk didalamnya smooth-wheeled, pneumatic-tired, tamping

rollers juga pemadatan oleh beban lalu lintas kendaraan.

2. Vibrators, termasuk didalamnya rollers dan plates

3. Rammers, termasuk didalamnya power rammers, tampers dan falling

weight. Gambar 4.6 vibratory roller yang umum digunakan untuk pekerjaan

pemadatan tanah berbutir.

Smooth-wheeled rollers, alat ini juga sering dipakai untuk memadatkan

tanah. Biasanya mempunyai 3 roda dari drum besi atau tandem yang

mempunyai mesin sendiri untuk bergerak atau berbentuk roda tunggal yang

ditarik dengan traktor. Beratnya antara 1.7 hingga 17 ton dan dapat

diperberat lagi dengan mengisi pasir atau air di roda besinya. Beban yang

terpakai dibagi selebar rodanya. Kecepatan bergeraknya antara 2.5 sampai

5 km/jam.

Page 12: Buku Ajar Rekayasa Jalan 2 Bab 4 Pemadatan

55

Pneumatic-tired rollers, alat ini mempunyai mesin untuk bergerak

sendiri. Mempunyai 2 sumbu dengan roda dari karet, dimana jumlah roda

depan dan belakang berselisih satu dan letak roda depan belakang

berselang seling hingga yang tidak terinjak oleh roda depan dapat terinjak

oleh roda belakang demikian sebaliknya. Kecepatan bergeraknya berkisar

1.6 hingga 24 km/jam.

Vibratory rollers atau sering disebut vibro saja, mempunyai kisaran

berat 0.5 hingga 17 ton, yang mempunyai sumbu tunggal (1 roda) biasanya

ditarik traktor sedangkan yang mempunyai mempunyai sumbu ganda

menggunakan mesin sendiri untuk bergerak. Frekuensi getarannya

tergantung pabrik pembuatnya namun untuk yang besar berkisar antara 20

hingga 35 Hz (Hertz) dan 40 hingga 75 Hz untuk vibratory roller yang kecil.

Pada umumnya alat bisa disetel getarannya ke 3 posisi: kecil, menengah

dan besar. Untuk alat yang ditarik traktor kecepatannya 1.5 hingga 2.5

km/jam sedangkan untuk alat yang bergerak sendiri kecepatannya 0.5

hingga 1 km/jam. Apabila sedang menggetarkan rodanya maka

kecepatannya semakin rendah.

Vibrating plate compactors, alat ini sering disebut stamper. Mempunyai

kisaran berat 100 kg hingga 2 ton dan luasan pelat antara 0.16 m2

hingga1.6 m2. Alat ini cocok untuk memadatkan luasan yang kecil atau

tempat yang terbatas untuk dipadatkan.

Sesudah menetapkan peralatan yang digunakan untuk pekerjaan

pemadatan di lapangan, maka sebelum melaksanakan pekerjaan

pemadatan tersebut biasanya diadakan percobaan pemadatan dilapangan

(trial compaction test). Maksud dari trial compaction test adalah:

1. Untuk mendapatkan jumlah lintasan yang diperlukan untuk memadatkan

tanah hingga tanah menjadi padat, sesuai dengan hasil test CBR di

laboratorium atau spesifikasi.

2. Untuk mendapatkan ketebalan pemadatan yang sesuai dengan yang

disarankan oleh spesifikasi. Pada umumnya ketebalan jadi (setelah

Page 13: Buku Ajar Rekayasa Jalan 2 Bab 4 Pemadatan

56

dipadatkan) adalah 20 cm, sehingga untuk ketebalan saat ditebarkan (loose

condition) berkisar antara 22 cm hingga 23 cm.

Pelaksanaan trial compaction test sebagai berikut: Tebarkan tanah

selebar 1.5 hingga 2 kali lebar roda alat pemadat sepanjang 50 m sampai

75 m. Buat ketebalan bervariasi dan gilas dengan vibratory roller 8 x, 10 x

dan 12 x lintasan. Satu kali lintasan adalah satu kali gerakan maju dan

mundur alat pemadat. Ambil waterpass dan ukur ketebalan setelah 8 x, 10 x

dan 12 x lintasan dan catat penurunannya. Akhirnya hasil pemadatan diuji

dengan alat uji kepadatan yaitu dengan metode sand replacement test atau

dikenal dengan nama sand cone test. Catat kondisi mana yang paling

ekonomis sebagai pedoman pelaksanaan berikutnya.

Gambar 4.6 Alat pemadat vibratory roller

Biasanya jumlah lintasan yang paling ekonomis adalah 10 x lintasan.

Karena peningkatan kepadatan antara 8 x sampai 10 x adalah kecil sekali.

Page 14: Buku Ajar Rekayasa Jalan 2 Bab 4 Pemadatan

57

Setelah kita melakukan trial compaction test, maka hasil trial tadi kita

cari kepadatannya. Hasil dari trial yang 8 x, 10 x dan 12 x tadi diuji

kepadatannya. Ada 2 cara yang sering dipakai untuk menentukan hasil

kepadatan di lapangan:

1. Sand Replacement Method (AASHTO T-191, ASTM D-1556)

2. Rubber Ballon Method (AASHTO T-205, ASTM D-2167)

Sand Replacement Method (pemeriksaan kepadatan dengan sand cone)

merupakan cara yang paling sering digunakan di Indonesia dan hasilnya

cukup akurat. Kepadatan ialah berat isi kering per satuan isi. Untuk

mengukur pencapaian kepadatan di lapangan maka kita membandingkan

berat isi kering (γd) yang dicapai oleh alat pemadat di lapangan dengan

berat isi kering yang dicapai oleh alat pemadat di laboratorium.

Angka hasil perbandingan ini disebut sebagai persen kepadatan atau

derajad kepadatan, untuk jenis tanah yang digunakan untuk subgrade maka

kepadatan lapangan tidak boleh kurang dari 95% dari kepadatan

laboratorium. Berat isi kering (γd):

w

md

+=

1

γγ

Dimana: γd = berat isi kering

γm=berat isi massa tanah (mass unit weight)

w = kadar air tanah (water content)

Percobaan sand cone ini pada prinsipnya adalah untuk mengetahui berat isi

massa tanah yang telah dipadatkan dengan menggali lubang pada tanah

hasil pemadatan yang kemudian diisi dengan pasir yang telah diketahui

kepadatannya. Dengan berat dan kadar air tanah yang digali diketahui dan

volume lubang yang terisi pasir diketahui, maka berat isi kering hasil

Page 15: Buku Ajar Rekayasa Jalan 2 Bab 4 Pemadatan

58

pemadatan lapangan dapat ditentukan. Sehingga derajad kepadatan yang

dicapai ditulis sebagai:

=D %100xdlab

dlap

γ

γ

Dimana: D = derajad kepadatan (harus ≥ 95%)

γdlap=dry density lapangan

γdlab=dry density laboratorium

Gambar 4.7 adalah gambar dari alat sand cone.

Gambar 4.7 Alat sand cone, terdiri dari: botol gelas volume 4 liter berisi

pasir (1), corong kalibrasi diameter 16.51 cm (2) dan pelat besi dengan

lubang ditengah diameter 16.51 cm, ukuran pelat 30.48 x 30.48 cm (3).

1

2

3

Page 16: Buku Ajar Rekayasa Jalan 2 Bab 4 Pemadatan

59

Untuk tanah yang berbutir maka gradasi memegang peranan penting

untuk kemudahan proses dipadatkannya. Jika gradasi tanah berubah

menjadi bergradasi baik (GW) maka dry densitynya juga akan naik.

Idealnya tanah dengan gradasi yang menghasilkan rongga terkecil adalah

yang paling bagus untuk dipadatkan. Hal tersebut menjadikan upaya agar

didapat dry density yang tinggi, maka tanah yang berbutir seperti yang

dipakai dalam base-course aggregate harus mempunyai kandungan butir-

butir halus. Konsep menaikkan density dan stabilitas bahan agregat dengan

menambahkan butiran halus yang bekerja sebagai bahan pengikat dipakai

dalam merencanakan campuran agregat dan tanah untuk bahan base. Efek

bahan pengikat (butiran halus) terhadap sifat-safat agregat yang dipadatkan

dapat dilihat pada Gambar 4.8.

Gambar 4.8 Kondisi fisik tanah-agregat setelah dipadatkan

Tabel 4.3 merupakan keterangan dari Gambar 4.8 Agregat tanpa butiran halus Agregat dengan cukup butiran

halus untuk maksimum density Agregat dengan butiran halus yang sangat banyak

Kontak antar butiran Kontak antar butiran dan tahan terhadap deformasi

Kontak antar butiran tidak ada. Agregat mengambang ditanah.

Kepadatan bervariasi Kepadatannya meningkat Kepadatannya sangat kurang

Mudah ditembus oleh air Praktis tidak mudah ditembus air

Praktis tidak mudah ditembus air

Stabilitas tinggi bila terjepit (confined), rendah bila tidak terjepit (unconfined)

Mempunyai stabilitas tinggi baik confined maupun unconfined

Mempunyai stabilitas rendah

Tidak terpengaruh oleh air yang merugikan

Tidak terpengaruh oleh air yang merugikan

Sangat terpengaruh oleh air yang merugikan

Sangat sulit untuk dipadatkan Agak sulit dipadatkan Mudah dipadatkan

Page 17: Buku Ajar Rekayasa Jalan 2 Bab 4 Pemadatan

60

Ada suatu kondisi terhadap pemadatan yang dilaksanakan dilapangan

yang disebut dengan ”membal”. Kondisi membal itu terlihat kalau kita berdiri

didepan alat pemadat dan melihat kealat pemadat, terlihat tanah

bergelombang seperti air waktu dipadatkan. Kondisi membal ini diakibatkan

oleh belum padatnya lapisan dibawahnya, sehingga untuk lapisan

berikutnya (diatasnya) akan membal bila dipadatkan. Untuk kondisi membal

ini maka lapisan yang sedang dipadatkan harus dikupas dulu dan lapisan

dibawahnya dipadatkan sampai padat sesuai yang disyaratkan oleh

spesifikasi.

Apabila lapisan yang menyebabkan membal itu kadar airnya terlalu

tinggi, maka tanah harus digaruk dan dijemur dulu sampai kadar airnya

sesuai dengan kadar air optimum laboratorium. Apabila membal diakibatkan

oleh gradasi agregat/tanah yang kurang baik (segregasi) maka disarankan

untuk menambah gradasi yang kurang. Bagian yang kurang digaruk

kemudian ditambah dengan butir-butir yang kurang baru dipadatkan

kembali. Disamping diakibatkan oleh kadar air dan segregasi pada butiran

maka kondisi membal juga diakibatkan oleh terlalu tebalnya lapisan

pemadatan. Untuk ini lapisan harus digaruk lagi kemudian dikurangi

ketebalannya dan dipadatkan lagi. Sebenarnya ada toleransi kadar air

untuk dapat mencapai hasil seperti yang disyaratkan oleh spesifikasi. Kadar

air yang diperbolehkan dalam rentang 3% dibawah kadar air optimum

sampai 1% diatas kadar air optimum.

Ada 2 macam spesifikasi untuk pekerjaan pemadatan tanah dilapangan:

1. Performance Specification

2. Method Specification

Pada Performance Specification, maka kontraktor dapat memilih metoda

pemadatannya sendiri tanpa batas, tetapi harus mencapai hasil yang telah

ditentukan. Hasil akhir biasanya diukur dalam density atau air voids atau

dalam bearing strength, misal density 95%, air voids antara 5% hingga

Page 18: Buku Ajar Rekayasa Jalan 2 Bab 4 Pemadatan

61

10%. Dengan demikian cara ini maka akan didapatkan timbunan yang

diketahui sifatnya dengan konsisten.

Spesifikasi dengan cara ini menempatkan kontraktor dengan tanggung

jawab yang besar untuk memilih tanah yang akan dipadatkan, alat yang

akan dipakai, ketebalan lapisan yang dipilih untuk dipadatkan dan jumlah

lintasan alat pemadat. Hal diatas akan menyebabkan kontraktor melakukan

sejumlah percobaan pemadatan dilapangan. Untuk itu antara kontraktor

dan pengawas akan melakukan serangkaian pengujian hasil pemadatan

secara rutin dilapangan, yang mana menyebabkan harus tersedianya

peralatan laboratorium dilapangan. Spesifikasi jenis ini cenderung dipakai

untuk pekerjaan besar yaitu timbunan untuk bendungan (dam) atau

kostruksi jalan.

Method Specification, pada cara ini jenis tanah, tebal pemadatan, alat

pemadat, jumlah lintasan dan cara pengukuran hasil akhir ditentukan oleh

pemberi kerja. Kontraktor hanya mengikuti instruksi yang tertulis dari

spesifikasi, apabila terdapat hasil yang kurang baik maka tanggung jawab

ada pada pengawas. Pengawas harus selalu memonitor pekerjaan yang

dilakukan oleh kontraktor dan hasil akhirnya.

4.2.2 Latihan

1. Tanah untuk timbunan badan jalan harus dipadatkan. Jelaskan maksud

dari pemadatan tersebut?

2. Bagaimana kepadatan tanah didapatkan?

3. Apa yang menjadi ukuran bahwa tanah telah padat?

4. Bagaimana cara pengujian pemadatan tanah di laboratorium?

5. Berikan penjelasan apakah yang dimaksud dengan CBR?

6. Jelaskan cara mengadakan percobaan pemadatan di lapangan?

7. Bagaimana cara mengukur hasil pemadatan dilapangan?

8. Apa yang dimaksud dengan kondisi ”membal” sewaktu melakukan

pekerjaan pemadatan?

Page 19: Buku Ajar Rekayasa Jalan 2 Bab 4 Pemadatan

62

4.3 Penutup

4.3.1 Tes Formatif

1. Apa beda proses pemadatan tanah dengan proses konsolidasi tanah?

2. Gambarkan grafik hasil percobaan laboratorium pemadatan tanah?

3. Bagaimana cara menguji CBR tanah?

4. Apa maksud dilakukan perendaman air selama 4 hari pada percobaan

CBR?

5. Gambarkan grafik hasil pengujian CBR?

6. Gambarkan grafik hasil akhir percobaan pemadatan dan nilai CBR nya?

7. Bagaimana cara mengadakan ”trial compaction test” dilapangan?

8. Sebutkan alat pemadat tanah di lapangan?

9. Jelaskan apa yang dimaksud dengan ”performance specification” pada

pekerjaan pemadatan?

10. Jelaskan apa yang dimaksud dengan ”method specification” pada

pekerjaan pemadatan?

4.3.2 Umpan Balik

Agar anda dapat menilai sendiri hasil tes formatif diatas, maka setiap

butir jawaban anda, anda beri skor 10 bila benar. Bila jawaban anda benar

semua maka skor total yang anda dapatkan 100. Untuk skor 100 nilai yang

diperoleh A. Apabila terdapat 1 atau 2 buah jawaban anda yang salah,

maka nilai yang anda peroleh B. Apabila terdapat 3 atau 4 buah jawaban

anda yang salah maka nilai yang anda peroleh C. Tes formatif diatas

mempunyai waktu pengerjaan 45 menit.

4.3.3 Tindak Lanjut

Apabila jawaban tes formatif anda masih terdapat kesalahan 4 buah

atau lebih, maka sebaiknya anda mengulang membaca Bab IV keseluruhan

sekali lagi dan coba jawab tes formatif lagi.

Page 20: Buku Ajar Rekayasa Jalan 2 Bab 4 Pemadatan

63

4.3.4 Rangkuman

Tanah yang digunakan sebagai konstruksi timbunan badan jalan harus

dipadatkan dengan maksud: menaikkan density, menaikkan bearing

strength dan mengurangi permeability nya. Untuk mengetahui sifat-sifat

tanah sewaktu dipadatkan maka perlu diadakan percobaan pemadatan

tanah dilaboratorium atau yang dikenal sebagai Proctor test. Hasil yang

didapat dari Proctor test adalah grafik kadar air dengan dry density dan

grafik zero air void unit weight. Ada satu nilai unik pada grafik tersebut yaitu

nilai optimum water content dan maksimum dry density yang berbeda untuk

setiap jenis tanah.

Hasil percobaan pemadatan dilapangan digunakan untuk menentukan

percobaan CBR. CBR adalah beban yang menyebabkan penetrasi 0.1 in

pada tanah yang dibandingkan dengan beban standar batu pecah. Pada

CBR test ini tanah setelah direndam 4 x 24 jam diuji pembebanannya.

Diakhir percobaan CBR akan didapatkan grafik hubungan antara water

content, dry density dan nilai CBR dari tanah tersebut. Grafik inilah yang

dipakai sebagai pedoman pekerjaan dilapangan.

Pekerjaan pemadatan tanah dilapangan didahului dengan ”trial

compaction test” dengan maksud: agar didapat pemilihan alat pemadat

yang baik, tebal lapisan yang sesuai dan jumlah lintasan alat pemadat yang

cukup sehingga didapat kepadatan tanah yang sesuai dengan hasil

laboratoriumnya. Hasil pekerjaan pemadatan tanah dilapangan diuji dengan

alat sand cone (sand replacement method) guna mengetahui derajad

kepadatannya. Selanjutnya untuk pekerjaan pemadatan dilapangan ada 2

model spesifikasi, yaitu:

1. Performance Specification, dan

2. Method Specification.

Untuk pekerjaan yang besar digunakan performance specification.

Page 21: Buku Ajar Rekayasa Jalan 2 Bab 4 Pemadatan

64

4.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif

1. Proses pemadatan adalah proses keluarnya udara dari ruang antar

butiran tanah, sedangkan konsolidasi adal proses keluarnya butiran air dari

ruang antar butiran tanah.

2. Lihat Gambar 4.1

3. Dengan kadar air optimum seperti pada Proctor test, dibuat 3 buah

benda uji dalam cetakan CBR, masing-masing dipadatkan dengan 10x, 35x

dan 65 x pukulan pemadatan. Kemudian ke 3 benda uji tersebut direndam

dalam air selama 4 x 24 jam. Ke 3 benda uji tersebut akhirnya dengan alat

penetrasi dicari harga CBR nya.

4. Untuk menggambarkan perubahan kadar air tanah timbunan bila ada

water table 2 ft dibawah timbunan tersebut.

5. Lihat Gambar 4.4

6. Lihat Gambar 4.5

7. Tebarkan tanah selebar 1.5 hingga 2 kali lebar roda alat pemadat

sepanjang 50 m sampai 75 m. Buat ketebalan bervariasi dan gilas dengan

vibratory roller 8 x, 10 x dan 12 x lintasan. Satu kali lintasan adalah satu

kali gerakan maju dan mundur alat pemadat. Ambil waterpass dan ukur

ketebalan setelah 8 x, 10 x dan 12 x lintasan dan catat penurunannya.

Akhirnya hasil pemadatan diuji dengan alat uji kepadatan yaitu dengan

metode sand replacement test atau dikenal dengan nama sand cone test.

Catat kondisi mana yang paling ekonomis sebagai pedoman pelaksanaan

berikutnya.

8. a. Rollers, termasuk didalamnya smooth-wheeled, pneumatic-tired,

tamping rollers juga pemadatan oleh beban lalu lintas kendaraan.

b. Vibrators, termasuk didalamnya rollers dan plates

c. Rammers, termasuk didalamnya power rammers, tampers dan falling

weight.

9. Kontraktor dapat memilih metoda pemadatannya sendiri tanpa batas,

tetapi harus mencapai hasil yang telah ditentukan. Spesifikasi dengan cara

Page 22: Buku Ajar Rekayasa Jalan 2 Bab 4 Pemadatan

65

ini menempatkan kontraktor dengan tanggung jawab yang besar untuk

memilih tanah yang akan dipadatkan, alat yang akan dipakai, ketebalan

lapisan yang dipilih untuk dipadatkan dan jumlah lintasan alat pemadat.

10. Pada cara ini jenis tanah, tebal pemadatan, alat pemadat, jumlah

lintasan dan cara pengukuran hasil akhir ditentukan oleh pemberi kerja.

Kontraktor hanya mengikuti instruksi yang tertulis dari spesifikasi, apabila

terdapat hasil yang kurang baik maka tanggung jawab ada pada pengawas.

DAFTAR PUSTAKA

AASHTO, (1990), Standard Specifications For Transportation Materials

And Methods Of Sampling And Testing, Part II Tests, 15th edition,

AASHTO Publication, Washington.

AMERICAN SOCIETY FOR TESTING AND MATERIALS, (1990), Manual

Book Of ASTM Standards, Section 4 Road and Paving Materials,

Pavement Management Technologies, Volume 04.03, ASTM Publication

Philadelphia, USA.

ASPHALT INSTITUTE, (1983), Asphalt Technology And Construction

Practices (ES-1), 2nd edition, Maryland, USA.

CRONEY, D., AND CRONEY, P., (1992), The Design And Performance

Of Road Pavements, 2nd edition, McGraw-Hill Book Company, London,

UK.

DAS, BRAJA M., (1983), Advanced Soil Mechanics, Hemisphere

Publishing Corporation, Washington, USA.

Page 23: Buku Ajar Rekayasa Jalan 2 Bab 4 Pemadatan

66

DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA, (1976), Manual Pemeriksaan

Bahan Jalan, No. 01/MN/BM/1976, Jakarta.

H0LTZ, R. D., AND KOVACS, W.D., (1981), An Introduction To

Geotechnical Engineering, 10th edition, Prentice-Hall Inc., NJ, USA.

KREBS, R.D., AND WALKER, R. D., (1971), Highway Materials, McGraw-

Hill Book Company, New York, USA.

YODER, E.J., AND WITCZAK, M.W., (1975), Priciples Of Pavement

Design, 2nd edition, John Wiley & Sons, New York, USA.

SENARAI

Air voids Rollers

Base Rolling

Base-course aggregate Rubber ballon method

Bearing strength Sand cone test

Borrow-pit area Sand replacement test

California bearing ratio Shearing force

Compaction trial test Smooth wheeled roller

Degree of saturation Solid particles

Density

Determining expansive soil and remedial actions

Dry density

Dry unit weight of soil Standard Proctor test

Earthworks compaction Stamper

Falling weigt Subgrade

Heavy rollers Tampers

Hertz Tamping

Light rollers Tamping rollers

Page 24: Buku Ajar Rekayasa Jalan 2 Bab 4 Pemadatan

67

Loose condition Trial compaction test

Maximum dry unit weight Vibrating

Method specification Vibratory plate compactors

Mold Vibratory rollers

Modified Proctor test Void

Moisture content Waterpass

Performance specification Water table

Permeability Zero air void curve

Piston Zero air void unit weight

Plasticity index

Plunger

Pneumatic tired roller

Power rammers

Rammers