100
P R O S I D I N G SEMINAR NASIONAL PATPI 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” Dalam rangka Pertemuan Ilmiah Tahunan Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) dan Perayaan Ulang Tahun PATPI yang ke 50 BANDAR LAMPUNG, 10-12 NOVEMBER 2017 Diselenggarakan Oleh Fakultas Pertanian Universitas Lampung PATPI Cabang Lampung Didukung oleh BUKU 2

BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

P R O S I D I N G

SEMINAR NASIONAL PATPI 2017

“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

Dalam rangka Pertemuan Ilmiah Tahunan Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) dan Perayaan Ulang Tahun PATPI yang ke 50

BANDAR LAMPUNG, 10-12 NOVEMBER 2017

Diselenggarakan Oleh

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

PATPI Cabang

Lampung

Didukung oleh

BUKU 1 BUKU 2

Page 2: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

PROSIDING SEMINAR NASIONAL PATPI 2017

“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

Reviewer: Siti Nurdjanah, Ph.D Dr. Sussi Astuti Ribut Sugiharto, M.Sc Dian Wulandari, M.Si Pramita Sari Anungputri, M.Si Prof. Dr. Ir. Tirza Hanum, M.S. Samsu Udayana Nurdin, Ph.D. Sumber Gambar Cover: http://infopedia.co.id/photo/infopedia-menara-siger.jpg https://pbs.twimg.com/media/C7OVnYyV4AAhO_m.jpg http://www.seratusinstitute.com/gambar/news/news-statistik-dan-statistika-78-l.jpg Desain Grafis: Ardiyanto ISBN: 976-602-72006-3-0 Diterbitkan oleh: Fakultas Pertanian Universitas Lampung Jln. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145. Telp. (0721)704946. Fax. (0721)770347. Email: [email protected].

Page 3: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” iii

PROSIDING SEMINAR NASIONAL PATPI 2017

“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

Reviewer: Siti Nurdjanah, Ph.D Dr. Sussi Astuti Ribut Sugiharto, M.Sc Dian Wulandari, M.Si Pramita Sari Anungputri, M.Si Prof. Dr. Ir. Tirza Hanum, M.S. Samsu Udayana Nurdin, Ph.D. Sumber Gambar Cover: http://infopedia.co.id/photo/infopedia-menara-siger.jpg https://pbs.twimg.com/media/C7OVnYyV4AAhO_m.jpg http://www.seratusinstitute.com/gambar/news/news-statistik-dan-statistika-78-l.jpg Desain Grafis: Ardiyanto ISBN: 976-602-72006-3-0 Diterbitkan oleh: Fakultas Pertanian Universitas Lampung Jln. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145. Telp. (0721)704946. Fax. (0721)770347. Email: [email protected].

PENGANTAR

Ketahanan pangan tercapai jika seluruh individu rakyat Indonesia mempunyai akses (secara fisik dan finansial) untuk mendapatkan pangan agar dapat hidup sehat dan produktif. Jika konsisten dengan ini, maka pembangunan pertanian/pangan harus lebih berorientasi pada upaya pemenuhan permintaan pasar domestik. Kemandirian dalam pemenuhan pangan domestik merupakan modal dasar dalam menangkal dampak krisis global.

Faktor penyebab kondisi ketahanan pangan sulit dicapai salah satunya adalah karena teknologi belum berkontribusi secara efektif. Hal ini terutama disebabkan karena teknologi yang dikembangkan belum selaras dengan kebutuhan dan persoalan nyata yang dihadapi para penggunanya, atau karena tidak mempertimbangkan kapasitas adopsi para peggunanya.

Berdasarkan persoalan pokok yang dihadapi dan dikaitkan dengan target dan prioritas nasional yang telah ditetapkan untuk bidang ketahanan pangan, maka program dan kegiatan prioritas untuk riset bidang pangan oleh anggota Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) harus dipetakan. Iklim riset yang ingin dibangun dimasa depan dalam rangka mencapai ketahanan pangan nasional adalah dengan mendorong agar penelitian yang berorientasi pada pencapaian ketahanan pangan Nasional menjadi arus utama riset pangan nasional, sehingga diharapkan mampu menghasilkan teknologi yang sesuai kebutuhan dan/atau mampu menjadi solusi bagi permasalahan yang dihadapi dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional. Sebagai salah satu bentuk komitmen PATPI terhadap perwujudan Ketahanan Pangan Nasional maka pada tanggal 10 – 12 November 2017 telah mengadakan Seminar nasional dengan tema “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” . Sebagai hasil dari kegiatan Seminar Nasional tersebut maka kami mengkompilasi berbagai makalah yang telah dipresentasikan dalam bentuk Prosiding.

Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada: Rektor Unila, Gubernur Provinsi Lampung, Dekan Fakutas Pertanian Univeritas Lampung, PATPI Pusat, Bapak Walikota Bandar Lampung, Direktur Politeknik Negeri Lampung, PT TCI-Bio, WHO Indonesia, PT Great Giant Pineaple dan seluruh pihak yang telah membantu terlaksananya acara ini. Secara khusus kami juga berterima kasih kepada narasumber pada Seminar Nasional ini yaitu: Dr. Seiichi Kasaoka dari Bunkyo University, Japan, Prof. Rindit Pambayun dari Patpi pusat, Prof. Yaya Rukayadi dari Universitas Putra Malaysia, dan Ir. Muhammad Nadjikh dari PT. Kelola Mina Laut. Terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada segenap panitia yang telah bekerja keras mempersiapkan acara ini. Semoga Allah SWT membalas bantuan dan kerja keras kita semua dengan balasan terbaik. Aamiin.

Bandar Lampung, Februari 2018

Ketua Panitia

Samsu Udayana Nurdin, Ph.D

Page 4: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”iv

Page 5: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” v

DAFTAR ISI

Gizi dan Pangan Fungsional .................................................................................................... 525 PEMANFAATAN KULIT MANGGIS SEBAGAI MINUMAN FERMENTASI ANTI ASAM URAT PADA TIKUS WISTAR Adolf J. N. Parhusip, Shianne Puspita Putri dan Nancy Chandyra Putri .................................... 527 SENYAWA ANTIGIZI DAN NILAI CERNA PROTEIN IN VITRO PADA BIJI LAMTORO GUNG (Leucaena leucocephala) KUKUS DAN REBUS Candrasari Sri Harifah, Supriyadi, Umar Santoso ..................................................................... 539 PENGARUH KONSENTRASI MIKROKAPSUL BAKTERI Lactobacillus acidophilus TERHADAP KARAKTERISTIK BUBUR SINBIOTIK BERBAHAN BAKU TEPUNG KOMPOSIT Debby M. Sumanti, Tita Rialita, Indira Lanti.K, In-In Hanida, dan Nur Shabrina ................... 546 TEKNOLOGI PEMBUATAN MIE BASAH DAN MIE KERING DENGAN BAHAN TEPUNG TERIGU YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG SUKUN TERMODIFIKASI Dian Histifarina, Didit Rahadian dan Liferdi .............................................................................. 559 POTENSI ANTIOKSIDAN DAN PENGHAMBATAN ENZIM β-GLUKOSIDASE EKSTRAK DAN FRAKSI KUNIR PUTIH (Curcuma mangga Val) SEBAGAI ANTIDIABET Dwiyati Pujimulyani, Wisnu Adi Yulianto, Astuti Setyawati, Seila Arumwardana, Annisa Amalia, Hanna Sari W. Kusuma, Ervi Afifah ................................................................ 567 AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KADAR β-ASARON PADA EKSTRAK ETANOLIK DAN METANOLIK JERINGAU (Acorus calamus) DAN PENILAIAN RESIKO DENGAN METODE MARGIN OF EXPOSURE (MOE) Erryana Martati and Mahrunnisa A Akmalina ............................................................................ 575 PEMANFAATAN PATI TAPIOKA TERMODIFIKASI FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG DALAM PEMBUATAN PANGAN DARURAT Hamidin Rasulu dan Hasbullah .................................................................................................. 582 ANALISIS MUTU SENSORIS, SIFAT FISIK, DAN MIKROBIOLOGI CRACKER YANG DIFORTIFIKASI TEPUNG TEMPE DAN TEPUNG KOLESOM Hermawan Seftiono, Evelyn djiuardi, dan Devy Chaesa ............................................................ 587

Page 6: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”vi

KARAKTERISTIK COOKIES BEBAS GLUTEN DAN KASEIN (KAJIAN PROPORSI TEPUNG JAGUNG : TEPUNG PEDADA DAN PENAMBAHAN KUNING TELUR) Jariyah, Sudaryati, Meyta Chita Sari .......................................................................................... 596 DISPERSI KONSENTRAT PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) SEBAGAI SUPLEMEN PANGAN DENGAN PENAMBAHAN GULA AREN DAN EKSTRAK REMPAH Meta Mahendradatta, Nur Anisa, Jumriah Langkong, Abu Bakar Tawali, Muhammad Asfar dan Nandi K. Sukendar ..................................................................................................... 604 KARAKTERISTIK PRODUK FLAKES DARI TEPUNG KOMPOSIT SUKUN, UBIKAYU DAN KACANG HIJAU SEBAGAI PANGAN SARAPAN YANG KAYA PROTEIN DAN ENERGI Novelina, Fauzan Azima, Kesuma Sayuti, Cory A. Febriani ..................................................... 612 PENGARUH PROPOLIS TRIGONA SPP. TERHADAP AKTIVITAS FAGOSITOSIS DAN PRODUKSI NITRIT OKSIDA PADA MAKROFAG PERITONIUM TIKUS SPRAGUE DAWLEY YANG DIINFEKSI STAPHYLOCOCCUS AUREUS Nurbani Kalsum, Ahmad Sulaeman, Budi Setiawan dan I Wayan Teguh Wibawan ................. 621 FORTIFIKASI DENGAN ASAM LEMAK OMEGA-3 DAN ANTIOKSIDAN UNTUK MENINGKATKAN NILAI GIZI DAN MUTU ROTI TAWAR Ribut Sugiharto, Nevy Rikafilanti, Tias Apriyani ...................................................................... 631 RESPON GLIKEMIK MIE UBI JALAR UNGU Siti Nurdjanah, Sussi Astuti, Venni Elsa Manik ........................................................................ 641 AKTIVITAS ANTIOKSIDAN MINYAK ESENSIAL DAGING BUAH PALA (Myristica fragrans Houtt) PADA KUE Sophia G. Sipahelut, Gilian Tetelepta, John Patty ...................................................................... 653 SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BERAS IG RENDAH YANG DIENKAPSULASI DENGAN EKSTRAK GAMBIR Sugito, Rahmad Hari Purnomo dan Umi Rosidah ...................................................................... 664 PEMANFAATAN KONSENTRAT PROTEIN IKAN GABUS DENGAN PENAMBAHAN MADU SEBAGAI SUPLEMEN MAKANAN Sumanto Pasally, Abu Bakar Tawali, Andi Dirpan, Meta Mahendradatta, Muhammad Asfar ............................................................................................................................................ 673 PENGARUH PROPORSI TEH HITAM-STEVIA DAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP AKTIVITAS ANTIDIABETIK SEDUHAN TEH HITAM-STEVIA DALAM KEMASAN BOTOL KACA Tarsisius Dwi Wibawa Budianta, Adrianus Rulianto Utomo, Feliciana Natali Lawono ............ 677

Page 7: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” vii

KARAKTERISTIK COOKIES BEBAS GLUTEN DAN KASEIN (KAJIAN PROPORSI TEPUNG JAGUNG : TEPUNG PEDADA DAN PENAMBAHAN KUNING TELUR) Jariyah, Sudaryati, Meyta Chita Sari .......................................................................................... 596 DISPERSI KONSENTRAT PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) SEBAGAI SUPLEMEN PANGAN DENGAN PENAMBAHAN GULA AREN DAN EKSTRAK REMPAH Meta Mahendradatta, Nur Anisa, Jumriah Langkong, Abu Bakar Tawali, Muhammad Asfar dan Nandi K. Sukendar ..................................................................................................... 604 KARAKTERISTIK PRODUK FLAKES DARI TEPUNG KOMPOSIT SUKUN, UBIKAYU DAN KACANG HIJAU SEBAGAI PANGAN SARAPAN YANG KAYA PROTEIN DAN ENERGI Novelina, Fauzan Azima, Kesuma Sayuti, Cory A. Febriani ..................................................... 612 PENGARUH PROPOLIS TRIGONA SPP. TERHADAP AKTIVITAS FAGOSITOSIS DAN PRODUKSI NITRIT OKSIDA PADA MAKROFAG PERITONIUM TIKUS SPRAGUE DAWLEY YANG DIINFEKSI STAPHYLOCOCCUS AUREUS Nurbani Kalsum, Ahmad Sulaeman, Budi Setiawan dan I Wayan Teguh Wibawan ................. 621 FORTIFIKASI DENGAN ASAM LEMAK OMEGA-3 DAN ANTIOKSIDAN UNTUK MENINGKATKAN NILAI GIZI DAN MUTU ROTI TAWAR Ribut Sugiharto, Nevy Rikafilanti, Tias Apriyani ...................................................................... 631 RESPON GLIKEMIK MIE UBI JALAR UNGU Siti Nurdjanah, Sussi Astuti, Venni Elsa Manik ........................................................................ 641 AKTIVITAS ANTIOKSIDAN MINYAK ESENSIAL DAGING BUAH PALA (Myristica fragrans Houtt) PADA KUE Sophia G. Sipahelut, Gilian Tetelepta, John Patty ...................................................................... 653 SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BERAS IG RENDAH YANG DIENKAPSULASI DENGAN EKSTRAK GAMBIR Sugito, Rahmad Hari Purnomo dan Umi Rosidah ...................................................................... 664 PEMANFAATAN KONSENTRAT PROTEIN IKAN GABUS DENGAN PENAMBAHAN MADU SEBAGAI SUPLEMEN MAKANAN Sumanto Pasally, Abu Bakar Tawali, Andi Dirpan, Meta Mahendradatta, Muhammad Asfar ............................................................................................................................................ 673 PENGARUH PROPORSI TEH HITAM-STEVIA DAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP AKTIVITAS ANTIDIABETIK SEDUHAN TEH HITAM-STEVIA DALAM KEMASAN BOTOL KACA Tarsisius Dwi Wibawa Budianta, Adrianus Rulianto Utomo, Feliciana Natali Lawono ............ 677

INDEKS GLIKEMIK DAN NILAI GIZI NUGET TERSUPLEMENTASI TEMPE DAN SAWI HIJAU T.Tejasari dan Ertriani Anindya.................................................................................................. 686 ANTIHIPERURISEMIA PRODUK FUNGSIONAL INTEGRATED FOOD THERAPY FORMULA DAUN KELOR, PANDAN WANGI DAN JAHE MERAH PADA TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI POTASSIUM OXONAT Tri Dewanti Widyaningsih, Muchnuria Rachmawati dan Erni Prabawati .................................. 693 POTENSI EKSTRAK DAUN SINDU (Scorodocarpus borneensis Becc.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN ALAMI ENDOGENOUS BORNEO Yohana S. Kusuma Dewi dan Eva Mayasari .............................................................................. 700 EFEK FORTIFIKASI BERBAGAI JENIS KOLAGEN TULANG IKAN PADA SIFAT FISIKOKIMIA BERAS ANALOG BERBASIS TEPUNG TALAS DAN TEPUNG RUMPUT LAUT Y.S. Darmanto, P.H. Riyadi dan S. Santi.................................................................................... 706 SIFAT FUNGSIONAL DARK CHOCOLATE YANG BERGULA RENDAH KALORI DENGAN PENAMBAHAN GREEN TEA DAN SOY POWDER Yusep Ikrawan, Hasnelly, Dindin Syahrudin .............................................................................. 713 PENGARUH RASIO PENYALUT MALTODEKSTRIN DAN GUM ARAB TERHADAP AKTIVITAS ANTIMIKROBA MIKROKAPSUL MINYAK ATSIRI LENGKUAS MERAH (Alpinia purpurata K. Schum) Tita Rialita, Indira Lanti Kayaputri, Bambang Nurhadi, Ika Winda Wati .................................. 726 STUDI PENAMBAHAN EKSTRAK KULIT NENAS PADA PERENDAMAN KEDELAI TERHADAP KARAKTERISTIK TEMPE YANG DIHASILKAN Tri Wardani Widowati, Imam Syarifuddin, Agus Wijaya .......................................................... 737 KAJIAN SIFAT ORGANOLEPTIK DAN FISIKA DARI MINUMAN JELI IKAN LELE (Clarias sp.) YANG DIPENGARUHI KONSENTRASI JELLY POWDER Willy Pranata Widjaja and Sumartini ......................................................................................... 747 KAJIAN KARAKTERISTIK BISKUIT TINGGI PROTEIN BERBAGAI FORMULASI BERBASIS WHEY PROTEIN CONCENTRATE (WPC) DAN TEPUNG UBI JALAR TERMODIFIKASI Winda Nadiya Nurdin, Robi Andoyo, Marleen Sunyoto dan Mohamad Djali ........................... 757 PENGARUH SUBTITUSI EKSTRAK RUMPUT LAUT COKLAT TERHADAP KUALITAS BAKSO AYAM AFKIR Wirnelis Syarif, Anni Faridah, Rahmi Holinesti ......................................................................... 770

Page 8: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”viii

KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA DAN ORGANOLEPTIK SAUS DARI HIDROLISAT PROTEIN IKAN WADER (Rasbora Jacobsoni) Yuli Witono, Maryanto dan Feri Defriyanto .............................................................................. 777 Mikrobiologi dan Bioteknologi Pangan .................................................................................. 799 PENGARUH WAKTU FERMENTASI TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA, TOTAL MIKROBA, DAN BAKTERI ASAM LAKTAT BEKASANG IKAN OCI (Rastrelliger sp.) Anto, Anggrahini, Supriadi ......................................................................................................... 801 PROFIL PERUBAHAN POPULASI BAL, pH, KADAR FLAVONOID, DAN POTENSI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN PADA FERMENTASI MANDAI CEMPEDAK HIGIENIS TANPA GARAM Anton Rahmadi, Kartika Sari, Satrio Sitohang, Nikmatul Khairiyah, Frio Handayani, Aswita Emmawati, Yuliani ......................................................................................................... 811 PENGARUH RAGI TAPE TERHADAP PEMBUATAN TEPUNG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb) TERFERMENTASI Dwi Sandri, Ema Lestari, Fatimah .............................................................................................. 818 IDENTIFIKASI GEN SPESIFIK Bacillus cereus DENGAN POLYMERASE CHAIN REACTION Eva Nikastri, Hazleini Misvayanty, Yoswita Rustam, dan Tanti Lanovia ................................. 826 KAJIAN AKTIVITAS DAN STABILITAS SENYAWA ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN SELEDRI (Apium graveolens L.) Eveline dan Vida Hapsari ........................................................................................................... 837 PEMANFAATAN KLUWEK (Pangium edule Reinw.) SEBAGAI SUMBER ANTIOKSIDAN PADA PRODUK MINUMAN FERMENTASI ASAM LAKTAT Eveline dan Widhiyawati Tantono .............................................................................................. 848 PENGGUNAAN KOJI Bacillus subtilis DENGAN KONSENTRASI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERVARIASI TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG UBI JALAR YANG DIHASILKAN Hervelly dan Istiyati Inayah ........................................................................................................ 859 KARAKTERISTIK TEPUNG UBI JALAR YANG DIHASILKAN SECARA FERMENTASI DENGAN WAKTU DAN KONSENTRASI KOJI Aspergillus oryzae YANG BERBEDA Ira Endah Rohima dan Hervelly ................................................................................................. 870

Page 9: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” ix

KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA DAN ORGANOLEPTIK SAUS DARI HIDROLISAT PROTEIN IKAN WADER (Rasbora Jacobsoni) Yuli Witono, Maryanto dan Feri Defriyanto .............................................................................. 777 Mikrobiologi dan Bioteknologi Pangan .................................................................................. 799 PENGARUH WAKTU FERMENTASI TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA, TOTAL MIKROBA, DAN BAKTERI ASAM LAKTAT BEKASANG IKAN OCI (Rastrelliger sp.) Anto, Anggrahini, Supriadi ......................................................................................................... 801 PROFIL PERUBAHAN POPULASI BAL, pH, KADAR FLAVONOID, DAN POTENSI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN PADA FERMENTASI MANDAI CEMPEDAK HIGIENIS TANPA GARAM Anton Rahmadi, Kartika Sari, Satrio Sitohang, Nikmatul Khairiyah, Frio Handayani, Aswita Emmawati, Yuliani ......................................................................................................... 811 PENGARUH RAGI TAPE TERHADAP PEMBUATAN TEPUNG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb) TERFERMENTASI Dwi Sandri, Ema Lestari, Fatimah .............................................................................................. 818 IDENTIFIKASI GEN SPESIFIK Bacillus cereus DENGAN POLYMERASE CHAIN REACTION Eva Nikastri, Hazleini Misvayanty, Yoswita Rustam, dan Tanti Lanovia ................................. 826 KAJIAN AKTIVITAS DAN STABILITAS SENYAWA ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN SELEDRI (Apium graveolens L.) Eveline dan Vida Hapsari ........................................................................................................... 837 PEMANFAATAN KLUWEK (Pangium edule Reinw.) SEBAGAI SUMBER ANTIOKSIDAN PADA PRODUK MINUMAN FERMENTASI ASAM LAKTAT Eveline dan Widhiyawati Tantono .............................................................................................. 848 PENGGUNAAN KOJI Bacillus subtilis DENGAN KONSENTRASI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERVARIASI TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG UBI JALAR YANG DIHASILKAN Hervelly dan Istiyati Inayah ........................................................................................................ 859 KARAKTERISTIK TEPUNG UBI JALAR YANG DIHASILKAN SECARA FERMENTASI DENGAN WAKTU DAN KONSENTRASI KOJI Aspergillus oryzae YANG BERBEDA Ira Endah Rohima dan Hervelly ................................................................................................. 870

PRODUKSI SERBUK HIDROLISAT PROTEIN KACANG GUDE Cajanus cajan (L.) SECARA ENZIMATIS SEBAGAI BAHAN BAKU PANGAN FUNGSIONAL PADA SKALA LABORATORIUM Retno Windya Kusumaningtyas, Fatim lllaningtyas, Muhammaludin dan Ida Ayu Laksmi Dewi ............................................................................................................................... 879 PERUBAHAN PROFIL TRIGLISERIDA SELAMA INTERESTERIFIKASI ENZIMATIS PALM STEARIN : PALM KERNEL OIL MENGGUNAKAN ENZIM THERMOMYCES LANUGINOSE Sri Peni Wijayanti, Noer Laily, Sri Istini, Jordan Kahfi ............................................................. 890 PERBANDINGAN METODE KIT EKSTRAKSI DNA PANGAN PRODUK REKAYASA GENETIKA (PRG) PRODUK JAGUNG Suci Yuliangsih, Silma Awalia, Tanti Lanovia, dan Hary Wahyu. T ......................................... 897 PENGEMBANGAN METODE HEXAPLEX PCR UNTUK DETEKSI Vibrio cholera Suci Yuliangsih, Silma Awalia, Nugroho Indrotristanto, Diana E. Waturangi, Tanti Lanovia, dan Hary Wahyu T ....................................................................................................... 903 PERBEDAAN WADAH FERMENTASI LEMEA TERHADAP TOTAL BAKTERI ASAM LAKTAT DAN KADAR PROTEIN Okfrianti Y, Darwis, Z. Muslim, Kamsiah ................................................................................. 913 Management dan Pengembangan Produk Pangan ................................................................ 921 ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGOLAHAN UBI KAYU MENJADI TIWUL INSTAN (KWT TANI HIDUP) DI DESA WONOSARI KECAMATAN PEKALONGAN KABUPATEN LAMPUNG TIMUR Ainul Mardliyah dan Supriyadi .................................................................................................. 923 PEMANFAATAN SINGKONG OLEH ETNIS DAYAK KABUPATEN KUTAI BARAT SEBAGAI NAMIT JABAU PENYEK DALAM MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN;INOVASI TEKNOLOGI DAN INDEKS GLIKEMIKNYA Bernatal Saragih, Nur Widyawati Prayitno, Aswita Emmawati, Krishna Purnawan Candra, Odit Ferry Kurniadinata dan Mariyani .......................................................................... 929 PREFERENSI MASYARAKAT TERHADAP NASI HANJELI (Studi Kasus di Desa Sukajadi Kecamatan Wado Kabupaten Sumedang) Didit Rahadian dan Dian Histifarina ........................................................................................... 939 OPTIMASI FORMULASI DAN LAMA PENGUKUSAN FLAKE BERBASIS TEPUNG TALAS BENTUL DAN TEPUNG KEDELAI SEBAGAI PANGAN DARURAT MENGGUNAKAN RESPONSE SURFACE METHODE M. Hindun Pulungan , Khairina Wardina, Sucipto ..................................................................... 949

Page 10: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”x

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK METANOLIK BIJI DUWET (Syzygium cumini L. (Skeels) DAN POTENSI APLIKASINYA PADA PANGAN BERLEMAK Rohadi, Santoso, U, Raharjo, S, Falah, I.I .................................................................................. 959 OPTIMASI FORMULASI DAN LAMA PENGUKUSAN FLAKE BERBASIS TEPUNG TALAS BENTUL DAN TEPUNG KEDELAI SEBAGAI PANGAN DARURAT MENGGUNAKAN RESPONSE SURFACE METHODE M. Hindun Pulungan, Khairina Wardina, Sucipto ...................................................................... 968 KAJIAN KONFIGURASI PROSES PENGGILINGAN PADI UNTUK PEMBUATAN BERAS BERKUALITAS Mohamad Djali dan Suismono .................................................................................................... 978 PREFERENSI PERMEN JELLY BERBASIS BUAH LOKAL SEBAGAI SUMBER KALIUM DAN ENERGI Oke Anandika Lestari, Yohana S K Dewi .................................................................................. 986 OPTIMALISASI PENURUNAN JUMLAH ESCHERICHIA COLI PADA SUSU MELALUI PROSES OZONASI Robi Andoyo, Hilda R. Agusti, Efri Mardawati, Zaida .............................................................. 992 PERANCANGAN DAN OPTIMASI PRIMER LOOP-AMPLIFICATION MEDIATED POLYMORPHISM UNTUK DETEKSI KEHALALAN PANGAN Rosy Hutami, Raafqi Ranasasmita, Mira Suprayatmi, Nida Idzni, Henny Nuraini, Joko Hermanianto .............................................................................................................................. 1005 KAJIAN TEKNOEKONOMI USAHA PRODUKSI BERAS SIGER DARI UBIKAYU Subeki, Ikrar Triastuti, Tanto Pratondo Utomo, Wisnu Satyajaya, Muhartono ........................ 1009 KINETIKA PENURUNAN KANDUNGAN IODIUM DALAM BERAS FORTIFIKASI SELAMA PENYIMPANAN Wisnu, C., Syarif, A., and Diki N. ............................................................................................ 1018 OPTIMASI RENDEMEN PADA SEPARASAI FRAKSI TIDAK TERSABUNKAN MENGANDUNG SENYAWA BIOAKTIF MULTI KOMPONEN DENGAN METODE SAPONIFIKASI DARI MINYAK SAWIT KASAR Teti Estiasih, Grace Maria Ulfa, Jhauharotul Mukhlisyiyah .................................................... 1027 PLASTIK BIODEGRADABLE DENGAN INDIKATOR WARNA DARI EKSTRAK DAUN DAN BUAH TANAMAN PUCUK MERAH (Syzygium oleana) SEBAGAI SMART PACKAGING Tuty Anggraini, Novelina dan Endo Pebri Dani Putra ............................................................ 1039 PENGEMBANGAN PRODUK OLAHAN MINUMAN SARI BUAH DARI BEBERAPA JENIS PISANG LOKAL Vita N. Lawalata dan G. Tetelepta ............................................................................................ 1059

Page 11: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” xi

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK METANOLIK BIJI DUWET (Syzygium cumini L. (Skeels) DAN POTENSI APLIKASINYA PADA PANGAN BERLEMAK Rohadi, Santoso, U, Raharjo, S, Falah, I.I .................................................................................. 959 OPTIMASI FORMULASI DAN LAMA PENGUKUSAN FLAKE BERBASIS TEPUNG TALAS BENTUL DAN TEPUNG KEDELAI SEBAGAI PANGAN DARURAT MENGGUNAKAN RESPONSE SURFACE METHODE M. Hindun Pulungan, Khairina Wardina, Sucipto ...................................................................... 968 KAJIAN KONFIGURASI PROSES PENGGILINGAN PADI UNTUK PEMBUATAN BERAS BERKUALITAS Mohamad Djali dan Suismono .................................................................................................... 978 PREFERENSI PERMEN JELLY BERBASIS BUAH LOKAL SEBAGAI SUMBER KALIUM DAN ENERGI Oke Anandika Lestari, Yohana S K Dewi .................................................................................. 986 OPTIMALISASI PENURUNAN JUMLAH ESCHERICHIA COLI PADA SUSU MELALUI PROSES OZONASI Robi Andoyo, Hilda R. Agusti, Efri Mardawati, Zaida .............................................................. 992 PERANCANGAN DAN OPTIMASI PRIMER LOOP-AMPLIFICATION MEDIATED POLYMORPHISM UNTUK DETEKSI KEHALALAN PANGAN Rosy Hutami, Raafqi Ranasasmita, Mira Suprayatmi, Nida Idzni, Henny Nuraini, Joko Hermanianto .............................................................................................................................. 1005 KAJIAN TEKNOEKONOMI USAHA PRODUKSI BERAS SIGER DARI UBIKAYU Subeki, Ikrar Triastuti, Tanto Pratondo Utomo, Wisnu Satyajaya, Muhartono ........................ 1009 KINETIKA PENURUNAN KANDUNGAN IODIUM DALAM BERAS FORTIFIKASI SELAMA PENYIMPANAN Wisnu, C., Syarif, A., and Diki N. ............................................................................................ 1018 OPTIMASI RENDEMEN PADA SEPARASAI FRAKSI TIDAK TERSABUNKAN MENGANDUNG SENYAWA BIOAKTIF MULTI KOMPONEN DENGAN METODE SAPONIFIKASI DARI MINYAK SAWIT KASAR Teti Estiasih, Grace Maria Ulfa, Jhauharotul Mukhlisyiyah .................................................... 1027 PLASTIK BIODEGRADABLE DENGAN INDIKATOR WARNA DARI EKSTRAK DAUN DAN BUAH TANAMAN PUCUK MERAH (Syzygium oleana) SEBAGAI SMART PACKAGING Tuty Anggraini, Novelina dan Endo Pebri Dani Putra ............................................................ 1039 PENGEMBANGAN PRODUK OLAHAN MINUMAN SARI BUAH DARI BEBERAPA JENIS PISANG LOKAL Vita N. Lawalata dan G. Tetelepta ............................................................................................ 1059

PENENTUAN FORMULASI OPTIMUM MINUMAN FUNGSIONAL BLACK MULBERRY (Morus nigra. L) DENGAN DESIGN EXPERT METODE MIXTURE D-OPTIMAL BERDASARKAN RESPON ORGANOLEPTIK Yusman Taufik, Jaka Rukmana, Thomas Gozali, Citra Tenri Wulandari ................................ 1064 ANALISIS BIAYA TRANSAKSI PADA KELEMBAGAAN PERTANIAN GAPOKTAN PENERIMA PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP) DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR Zulkarnain, dan Windu Mangiring............................................................................................ 1071 RESPON KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP KERIPIK BELEDANG BENGKULU DENGAN METODE IMPORTANCE PERFORMANCE ANALYSIS (IPA) Zulman Efendi, Evanila Silvia, Reko Rahmad Wijaya ............................................................. 1085 PENGARUH PENAMBAHAN SACCHAROMYCES CEREVISIAE TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK TEMPE KEDELAI Samsul Rizal, Maria Erna, Marniza, Intan Ramadhani ............................................................. 1096 KARAKTERISTIK RAGI KAPANG KHAMIR INDIGENUS UNTUK PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG PUTIH LOKAL FERMENTASI Rahmawati, Rijanti Rahaju Maulani, Dede Saputra ................................................................. 1106

Page 12: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”xii

Page 13: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 525

Gizi dan Pangan Fungsional

Page 14: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”526

Page 15: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 527

PEMANFAATAN KULIT MANGGIS SEBAGAI MINUMAN FERMENTASI ANTI ASAM URAT PADA TIKUS WISTAR

UTILIZATION OF MANGOSTEEN PEEL FERMENTED DRINK AS ANTI-GOUT IN

WISTAR RAT

Adolf J. N. Parhusip*, Shianne Puspita Putri dan Nancy Chandyra Putri

Jurusan Teknologi Pangan, Universitas Pelita Harapan *Email korespondensi: [email protected]

ABSTRACT Mangosteen peel is the highest proportion in mangosteen fruit. Based on the previous research, it is found that antioxidant activity in the mangosteen peel is higher than in its edible portion. In this research, mangosteen peel is utilized as raw material for making fermented drink. The most acceptable formula is given to the lab rats to observe its effects towards the liver and kidney function, also to decrease the serum uric acid level. Serum uric acid level is observe at day 0, 7, 14 and 21 in order to determine the influence of varies treatment during certain periods. The result of organoleptic test shows that the most favorable product is the one with 2% of mangosteen peel powder. The fermented drink given is able to decrease the serum uric acid level until 21,41±1,15%, 56,11±8,64% and 61,28±7,63, at day 7, 14 and 21, respectively. From the analysis result, it is also shown that consuming fermented drink for 21 days is harmless for liver and kidney function. Keywords: fermented drink, in vivo, mangosteen peel, uric acid

ABSTRAK Kulit manggis merupakan bagian dengan proporsi terbanyak pada buah manggis. Berdasarkan penelitian sebelumnya, ditemukan bahwa aktivitas antioksidan pada kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan dengan bagian yang dapat dimakan. Pada penelitian ini, kulit buah manggis digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan minuman fermentasi. Formula terpilih diberikan ke tikus untuk diamati pengaruhnya terhadap fungsi hati dan ginjal, juga untuk menurunkan kadar serum asam urat. Kadar serum asam urat diamati pada hari 0, 7, 14, dan 21 untuk menentukan pengaruh dari perlakuan selama periode tertentu. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa produk yang paling disukai adalah produk yang menggunakan 2% bubuk kulit manggis. Minuman fermentasi yang diberikan dapat menurunkan kadar serum asam urat 21,41±1,15%, 56,11±8,64% dan 61,28±7,63 pada hari ke- 7, 14, dan 21. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa konsumsi minuman fermentasi selama 21 hari tidak berbahaya untuk fungsi hati dan ginjal. Kata kunci : asam urat, in vivo, kulit manggis, minuman fermentasi

Page 16: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”528

PENDAHULUAN

Hiperurisemia merupakan penyakit yang ditimbulkan akibat penumpukkan kadar asam urat dalam tubuh. Asam urat merupakan komponen yang secara alami terbentuk akibat pemecahan purin dalam tubuh (Choi, 2012). Angka penderita hiperurisemia di Indonesia mencapai 2,7 hingga 17,6% dari total penduduk (Wisesa dan Suastika, 2009). Salah satu komponen yang dapat menurunkan kadar asam urat dalam tubuh adalah antioksidan (fenolik dan flavonoid), karena senyawa tersebut mampu menghambat aktivitas enzim xantin oksidase yang berperan dalam pembentukkan asam urat dalam tubuh manusia (Azmi, et al., 2012).

Kulit manggis merupakan limbah yang tinggi akan aktivitas antioksidan (Dungir, et al., 2012). Tingginya aktivitas antioksidan dalam kulit manggis tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sebagai penurun kadar asam urat tubuh dan diharapkan dapat menggantikan obat “Allopurinol,” yang dapat memberikan efek samping bagi tubuh, seperti diare, mual dan alergi (Dalimartha, 2008).

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian

ini adalah pisau, baskom, blender, ayakan 35 mesh, timbangan analitik, cawan petri, botol pengencer, rak tabung, tabung ulir, mikropipet dan tip, bunsen burner, vortex, colony counter, inkubator, laminar air flow, waterbath, heater, magnetic stirrer, alumunium foil, cling wrap, erlenmeyer, gelas ukur, batang pengaduk, spatula, thermometer, pH meter, centrifuge, gelas beaker, kain saring, pipet volumetrik, buret, labu takar, bulb pump, tabung viral, spektrofotometer UV-Vis, kuvet, gelas sloki, nampan atau baki.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit manggis dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balitro), Bogor,

susu skim, gula pasir, akuades, de Man Rogosa Sharpe Agar (MRSA), dan de Man Rogosa Sharpe Broth (MRSB), kultur L. plantarum, L. acidophilus, dan S. thermophilus yang diperoleh dari Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor (FATETA IPB), pakan standar berdasarkan Indonesia Formula Feed (INDO FEED), otak kambing, obat penurun asam urat “Allopurinol” dosis 10 mg, tikus putih strain Wistar berjenis kelamin jantan berumur kurang lebih 2 bulan yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Pendidikan Institut Pertanian Bogor (RSHP IPB).

Penelitian Pendahuluan

Tahap penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan 1 formulasi minuman fermentasi terpilih yang akan diaplikasikan kepada tikus percobaan pada penelitian utama. Tahapan pada penelitian ini meliputi proses pembuatan serta analisis karakteristik kimia dan sifat organoleptik minuman fermentasi kulit manggis.

Proses pembuatan minuman fermentasi dimulai dengan menimbang bubuk kulit manggis sebanyak 1 gram, 2 gram dan 3 gram, yang kemudian dilarutkan dengan air hingga volumenya 100 mL. Air rebusan kulit manggis kemudian ditambahkan gula pasir dan susu skim masing-masing sebanyak 4% dan dipasteurisasi. Setelah melewati proses pasteurisasi, air rebusan kemudian diinokulasikan dengan kultur L. plantarum, L. acidophilus dan S. thermophilus (2:1:1) sebanyak 5% dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C.

Minuman fermentasi kulit manggis kemudian dianalisis nilai pH, total asam tertitrasi, total bakteri asam laktat, dan sifat organoleptiknya (skoring dan hedonik). Minuman fermentasi kulit manggis yang sesuai dengan standar dan memiliki tingkat penerimaan konsumen tertinggi kemudian diuji aktivitas antioksidan, total fenolik dan

Page 17: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 529

PENDAHULUAN

Hiperurisemia merupakan penyakit yang ditimbulkan akibat penumpukkan kadar asam urat dalam tubuh. Asam urat merupakan komponen yang secara alami terbentuk akibat pemecahan purin dalam tubuh (Choi, 2012). Angka penderita hiperurisemia di Indonesia mencapai 2,7 hingga 17,6% dari total penduduk (Wisesa dan Suastika, 2009). Salah satu komponen yang dapat menurunkan kadar asam urat dalam tubuh adalah antioksidan (fenolik dan flavonoid), karena senyawa tersebut mampu menghambat aktivitas enzim xantin oksidase yang berperan dalam pembentukkan asam urat dalam tubuh manusia (Azmi, et al., 2012).

Kulit manggis merupakan limbah yang tinggi akan aktivitas antioksidan (Dungir, et al., 2012). Tingginya aktivitas antioksidan dalam kulit manggis tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sebagai penurun kadar asam urat tubuh dan diharapkan dapat menggantikan obat “Allopurinol,” yang dapat memberikan efek samping bagi tubuh, seperti diare, mual dan alergi (Dalimartha, 2008).

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian

ini adalah pisau, baskom, blender, ayakan 35 mesh, timbangan analitik, cawan petri, botol pengencer, rak tabung, tabung ulir, mikropipet dan tip, bunsen burner, vortex, colony counter, inkubator, laminar air flow, waterbath, heater, magnetic stirrer, alumunium foil, cling wrap, erlenmeyer, gelas ukur, batang pengaduk, spatula, thermometer, pH meter, centrifuge, gelas beaker, kain saring, pipet volumetrik, buret, labu takar, bulb pump, tabung viral, spektrofotometer UV-Vis, kuvet, gelas sloki, nampan atau baki.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit manggis dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balitro), Bogor,

susu skim, gula pasir, akuades, de Man Rogosa Sharpe Agar (MRSA), dan de Man Rogosa Sharpe Broth (MRSB), kultur L. plantarum, L. acidophilus, dan S. thermophilus yang diperoleh dari Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor (FATETA IPB), pakan standar berdasarkan Indonesia Formula Feed (INDO FEED), otak kambing, obat penurun asam urat “Allopurinol” dosis 10 mg, tikus putih strain Wistar berjenis kelamin jantan berumur kurang lebih 2 bulan yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Pendidikan Institut Pertanian Bogor (RSHP IPB).

Penelitian Pendahuluan

Tahap penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan 1 formulasi minuman fermentasi terpilih yang akan diaplikasikan kepada tikus percobaan pada penelitian utama. Tahapan pada penelitian ini meliputi proses pembuatan serta analisis karakteristik kimia dan sifat organoleptik minuman fermentasi kulit manggis.

Proses pembuatan minuman fermentasi dimulai dengan menimbang bubuk kulit manggis sebanyak 1 gram, 2 gram dan 3 gram, yang kemudian dilarutkan dengan air hingga volumenya 100 mL. Air rebusan kulit manggis kemudian ditambahkan gula pasir dan susu skim masing-masing sebanyak 4% dan dipasteurisasi. Setelah melewati proses pasteurisasi, air rebusan kemudian diinokulasikan dengan kultur L. plantarum, L. acidophilus dan S. thermophilus (2:1:1) sebanyak 5% dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C.

Minuman fermentasi kulit manggis kemudian dianalisis nilai pH, total asam tertitrasi, total bakteri asam laktat, dan sifat organoleptiknya (skoring dan hedonik). Minuman fermentasi kulit manggis yang sesuai dengan standar dan memiliki tingkat penerimaan konsumen tertinggi kemudian diuji aktivitas antioksidan, total fenolik dan

total flavonoidnya, serta diaplikasikan pada tikus percobaan pada penelitian utama.

Penelitian Utama

Pada penelitian utama, minuman fermentasi formulasi terpilih dari penelitian pendahuluan akan disonde kepada hewan percobaan secara rutin untuk melihat aktivitas senyawa anti asam urat yang terdapat di dalam produk minuman fermentasi. Selain untuk melihat jumlah penurunan kadar asam urat dalam hewan percobaan, diamati pula fungsi ginjal dan hati hewan dengan kadar asam urat normal yang diberikan produk minuman fermentasi.

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan tikus Wistar (Rattus novergicus) berkelamin jantan berumur kurang lebih 2 bulan dengan berat 200 gram. Tikus yang digunakan selama penelitian harus diukur kadar asam urat dalam serumnya terlebih dahulu untuk memastikan bahwa tikus yang digunakan sesuai dengan standar dan layak untuk dijadikan hewan percobaan. Kadar asam urat serum maksimal pada tikus normal adalah 3 mg/dL (Anandagiri, et al., 2014).

Selama penelitian, tikus dibagi ke dalam 6 kelompok, yaitu kelompok A, B, C, D, E dan F, dengan 2 tikus pada setiap kelompok sebagai pengulangan. Setiap kelompok akan diberikan perlakuannya masing-masing selama 37 hari. Pada hari ke 1 hingga 7, seluruh kelompok tikus akan diberi perlakuan aklimatisasi, yaitu diberi pakan standar, akuades, anti cacing dan anti parasit. Hari ke 8 hingga 16 merupakan masa induksi. Pada masa induksi, tikus dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok A dan C akan diberikan pakan standar dan akuades, sedangkan tikus kelompok B, D, E dan F diberikan pakan asam urat dan akuades. Pakan asam urat yang diberikan pada penelitian ini merupakan pakan standar yang dicampur dengan otak kambing kering dengan perbandingan 50:50. Pada hari ke 17 hingga 37, masing-masing

tikus diberikan perlakuan masing-masing. Tikus kelompok A merupakan tikus kontrol negatif yang diberikan pakan standar dan akuades. Tikus kelompok B merupakan tikus kontrol akuades yang diberikan pakan standar dan akuades. Tikus kelompok C merupakan tikus yang diberikan pakan standar dan minuman fermentasi. Tikus kelompok D merupakan tikus kontrol positif yang diberikan pakan standar dan obat “Allopurinol” dosis 10 mg. Tikus kelompok E merupakan tikus yang diberikan pakan standar dan minuman fermentasi, dan tikus kelompok F merupakan tikus yang diberikan pakan standar dan air rebusan kulit manggis. Analisis yang dilakukan terhadap tikus percobaan tersebut adalah analisis kadar asam urat serum, fungsi hati dan ginjal, serta total BAL usus.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Pendahuluan Hasil analisis nilai pH minuman

fermentasi dapat dilihat pada Tabel 1., sedangkan hasil analisis nilai total asam tertitrasi minuman fermentasi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Pengaruh konsentrasi bubuk kulit

manggis terhadap nilai pH minuman fermentasi

Konsentrasi bubuk kulit manggis (%) Nilai pH

1 3,75±0,06a 2 3,89±0,06b 3 4,28±0,11c

Keterangan: Notasi huruf superscript yang berbeda pada tabel menunjukkan hasil yang berbeda aisignifikan (p < 0,05)

Page 18: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”530

Tabel 2. Pengaruh konsentrasi bubuk kulit manggis terhadap total asam tertitrasi minuman fermentasi

Konsentrasi bubuk kulit manggis (%) Nilai TAT

1 0,51±0,01a 2 0,43±0,02b 3 0,3±0,02c

Keterangan: Notasi huruf superscript yang berbeda pada tabel menunjukkan hasil yang berbeda aisignifikan (p < 0,05)

Berdasarkan Tabel 1. dan Tabel 2.,

dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi kulit manggis, asam yang terbentuk semakin rendah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tingginya konsentrasi manggis dapat menghambat proses fermentasi. Hal ini didukung oleh teori Suvarnakuta, et al. (2011) dan Maliana, et al. (2013), yang menyatakan bahwa di dalam kulit manggis terdapat senyawa xanthone dan flavonoid yang memiliki aktivitas antimikroba. Hasil analisis nilai total bakteri asam laktat dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh konsentrasi bubuk kulit

manggis terhadap log total bakteri asam laktat minuman fermentasi

Konsentrasi bubuk kulit manggis (%)

Log total BAL

1 8,81±0,09a 2 8,63±0,11ab 3 8,44±0,16b

Keterangan: Notasi huruf superscript yang berbeda pada tabel menunjukkan hasil yang berbeda aisignifikan (p < 0,05)

Berdasarkan Tabel 3., dapat dilihat

bahwa peningkatan konsentrasi bubuk kulit manggis dapat menyebabkan penurunan jumlah bakteri asam laktat. Penurunan jumlah

bakteri asam laktat dapat diakibatkan oleh keberadaan senyawa antimikroba dalam kulit manggis, yaitu xanthone dan flavonoid. Hal tersebut didukung oleh penelitian Putra (2010) dan Fatmala (2015), yang menyatakan bahwa keberadaan senyawa xanthone dalam kulit manggis mampu menghambat pertumbuhan L. acidophilus dan L. plantarum, yang merupakan bakteri starter dalam penelitian ini. Walaupun demikian, total bakteri asam laktat yang terdapat pada minuman fermentasi kulit manggis masih berada pada kisaran 108 CFU/mL. Angka tersebut masih sesuai dengan standar minimum total bakteri asam laktat, yaitu 107 CFU/mL (CODEX, 2003).

Hasil uji skoring terhadap parameter aroma dapat dilihat pada Tabel 4., sedangkan hasil uji skoring terhadap rasa dapat dilihat pada Tabel 5. dan hasil uji skoring terhadap kekentalan dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 4. dan 5. dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi bubuk kulit manggis, semakin rendah intensitas aroma dan rasa asam produk. Hasil uji skoring rasa dan aroma produk didukung oleh hasil pengukuran jumlah bakteri asam laktat, nilai pH dan TAT produk, bahwa tingginya konsentrasi kulit manggis menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bakteri, sehingga menyebabkan pembentukkan asam ikut terhambat. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh keberadaan senyawa antimikroba dalam kulit manggis, yang dapat mengakibatkan proses fermentasi berjalan kurang optimum. Berdasarkan Tabel 4.dan Tabel 5. dapat dilihat pula bahwa aroma asam paling kuat dimiliki oleh minuman fermentasi dengan konsentrasi bubuk kulit manggis sebesar 1 dan 2%, sedangkan sampel yang memiliki rasa asam yang paling kuat adalah minuman fermentasi dengan konsentrasi bubuk kulit manggis sebesar 1%.

Page 19: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 531

Tabel 2. Pengaruh konsentrasi bubuk kulit manggis terhadap total asam tertitrasi minuman fermentasi

Konsentrasi bubuk kulit manggis (%) Nilai TAT

1 0,51±0,01a 2 0,43±0,02b 3 0,3±0,02c

Keterangan: Notasi huruf superscript yang berbeda pada tabel menunjukkan hasil yang berbeda aisignifikan (p < 0,05)

Berdasarkan Tabel 1. dan Tabel 2.,

dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi kulit manggis, asam yang terbentuk semakin rendah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tingginya konsentrasi manggis dapat menghambat proses fermentasi. Hal ini didukung oleh teori Suvarnakuta, et al. (2011) dan Maliana, et al. (2013), yang menyatakan bahwa di dalam kulit manggis terdapat senyawa xanthone dan flavonoid yang memiliki aktivitas antimikroba. Hasil analisis nilai total bakteri asam laktat dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh konsentrasi bubuk kulit

manggis terhadap log total bakteri asam laktat minuman fermentasi

Konsentrasi bubuk kulit manggis (%)

Log total BAL

1 8,81±0,09a 2 8,63±0,11ab 3 8,44±0,16b

Keterangan: Notasi huruf superscript yang berbeda pada tabel menunjukkan hasil yang berbeda aisignifikan (p < 0,05)

Berdasarkan Tabel 3., dapat dilihat

bahwa peningkatan konsentrasi bubuk kulit manggis dapat menyebabkan penurunan jumlah bakteri asam laktat. Penurunan jumlah

bakteri asam laktat dapat diakibatkan oleh keberadaan senyawa antimikroba dalam kulit manggis, yaitu xanthone dan flavonoid. Hal tersebut didukung oleh penelitian Putra (2010) dan Fatmala (2015), yang menyatakan bahwa keberadaan senyawa xanthone dalam kulit manggis mampu menghambat pertumbuhan L. acidophilus dan L. plantarum, yang merupakan bakteri starter dalam penelitian ini. Walaupun demikian, total bakteri asam laktat yang terdapat pada minuman fermentasi kulit manggis masih berada pada kisaran 108 CFU/mL. Angka tersebut masih sesuai dengan standar minimum total bakteri asam laktat, yaitu 107 CFU/mL (CODEX, 2003).

Hasil uji skoring terhadap parameter aroma dapat dilihat pada Tabel 4., sedangkan hasil uji skoring terhadap rasa dapat dilihat pada Tabel 5. dan hasil uji skoring terhadap kekentalan dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 4. dan 5. dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi bubuk kulit manggis, semakin rendah intensitas aroma dan rasa asam produk. Hasil uji skoring rasa dan aroma produk didukung oleh hasil pengukuran jumlah bakteri asam laktat, nilai pH dan TAT produk, bahwa tingginya konsentrasi kulit manggis menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bakteri, sehingga menyebabkan pembentukkan asam ikut terhambat. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh keberadaan senyawa antimikroba dalam kulit manggis, yang dapat mengakibatkan proses fermentasi berjalan kurang optimum. Berdasarkan Tabel 4.dan Tabel 5. dapat dilihat pula bahwa aroma asam paling kuat dimiliki oleh minuman fermentasi dengan konsentrasi bubuk kulit manggis sebesar 1 dan 2%, sedangkan sampel yang memiliki rasa asam yang paling kuat adalah minuman fermentasi dengan konsentrasi bubuk kulit manggis sebesar 1%.

Tabel 4. Pengaruh konsentrasi bubuk kulit manggis terhadap hasil uji skoring parameter aroma

Konsentrasi bubuk kulit manggis (%)

Hasil uji skoring aroma

1 4,33±1,07a 2 4,16±0,18a 3 3,40±1,37b

Keterangan: Notasi huruf superscript yang berbeda pada tabel menunjukkan hasil yang berbeda aisignifikan (p < 0,05)

Tabel 5. Pengaruh konsentrasi bubuk kulit

manggis terhadap hasil uji skoring parameter rasa

Konsentrasi bubuk kulit manggis (%)

Hasil uji skoring rasa

1 5,14±0,92a 2 4,56±1,03b 3 3,23±1,34c

Keterangan: Notasi huruf superscript yang berbeda pada tabel menunjukkan hasil yang berbeda aisignifikan (p < 0,05)

Tabel 6. Pengaruh konsentrasi bubuk kulit

manggis terhadap hasil uji skoring parameter kekentalan

Konsentrasi bubuk kulit manggis (%)

Hasil uji skoring

kekentalan 1 3,46±1,03a 2 3,67±1,13a 3 2,23±1,11b

Keterangan: Notasi huruf superscript yang berbeda pada tabel menunjukkan hasil yang berbeda aisignifikan (p < 0,05)

Berdasarkan Tabel 6., dapat dilihat

bahwa konsentrasi kulit menggis mempengaruhi tingkat kekentalan produk. Hasil menunjukkan bahwa tingginya

konsentrasi bubuk kulit manggis pada minuman menyebabkan kekentalan produk cenderung menurun. Menurut Evanuarini (2012), kekentalan produk dalam minuman fermentasi dipengaruhi oleh pH. Ketika pH produk telah mencapai titik isoelektris protein (pH 4), protein akan mengalami penurunan kelarutan, sehingga menyebabkan terjadinya pengendapan protein. Pengendapan tersebut mengakibatkan kekentalan produk meningkat. Hasil uji skoring menunjukkan bahwa minuman dengan konsentrasi kulit manggis sebanyak 3% memiliki viskositas yang paling encer. Hal tersebut sesuai dengan hasil pengukuran nilai pH produk, bahwa minuman dengan konsentrasi kulit manggis sebesar 3% memiliki nilai pH paling tinggi, yaitu 4,28. Nilai tersebut juga belum melewati titik isoelektris protein, sehingga belum terjadi pengendapan protein dan produk tidak kental. Sebaliknya, produk dengan konsentrasi kulit manggis sebesar 1 dan 2% memiliki tekstur lebih kental karena kedua minuman tersebut memiliki pH yang lebih rendah dibandingkan dengan minuman dengan konsentrasi kulit manggis 3%, dan pH keduanya berada dibawah titik isoelektris protein.

Hasil ANOVA menunjukkan bahwa konsentrasi kulit manggis tidak berpengaruh nyata (p > 0,05) terhadap hasil uji hedonik aroma minuman fermentasi. Hasil uji hedonik terhadap parameter rasa dapat dilihat pada Tabel 7., hasil uji hedonik terhadap kekentalan dapat dilihat pada Tabel 8., serta hasil uji hedonik terhadap parameter overall dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan Tabel 7., Tabel 8. dan Tabel 9., dapat dilihat bahwa panelis cenderung lebih menyukai minuman fermentasi dengan konsentrasi kulit manggis sebanyak 2% dibandingkan dengan 1% dan 3%. Hal tersebut menunjukkan bahwa panelis cenderung menyukai minuman yang memiliki konsistensi agak kental, namun memiliki rasa yang tidak terlalu asam.

Page 20: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”532

Tabel 7. Pengaruh konsentrasi bubuk kulit manggis terhadap hasil uji hedonik parameter rasa

Konsentrasi bubuk kulit manggis (%)

Hasil uji hedonik rasa

1 3,33±1,38a 2 4,14±1,55b 3 3,54±1,41a

Keterangan: Notasi huruf superscript yang berbeda pada tabel menunjukkan hasil yang berbeda aisignifikan (p < 0,05)

Tabel 8. Pengaruh konsentrasi bubuk kulit

manggis terhadap hasil uji hedonik parameter kekentalan

Konsentrasi bubuk kulit manggis (%)

Hasil uji hedonik

kekentalan 1 4,46±1,24a 2 4,66±1,30a 3 3,63±1,30b

Keterangan: Notasi huruf superscript yang berbeda pada tabel menunjukkan hasil yang berbeda aisignifikan (p < 0,05)

Tabel 9. Pengaruh konsentrasi bubuk kulit

manggis terhadap hasil uji hedonik parameter overall

Konsentrasi bubuk kulit manggis (%)

Hasil uji hedonik overall

1 3,76±1,20a 2 4,37±1,44b 3 3,66±1,23a

Keterangan: Notasi huruf superscript yang berbeda pada tabel menunjukkan hasil yang berbeda aisignifikan (p < 0,05)

Penentuan Formulasi Minuman Fermentasi Kulit Manggis Terpilih

Penentuan formulasi minuman fermentasi kulit manggis terpilih didasarkan

pada beberapa parameter, seperti nilai pH, total asam tertitrasi, serta total bakteri asam laktat. Penetapan formulasi terpilih ditentukan berdasarkan kesesuaian produk dengan standar acuan. Produk yang telah sesuai standar, kemudian diuji sifat organoleptiknya. Produk yang paling disukai konsumen akan dilakukan penelitian lanjutan pada penelitian utama.

Pada penelitian ini, minuman fermentasi memiliki nilai pH berkisar antara 3,75 hingga 4,28. Menurut FSANZ (2014), nilai pH maksimal minuman fermentasi adalah 4,5. Data tersebut mengindikasikan bahwa minuman fermentasi dengan konsentrasi kulit manggis sebesar 1, 2 dan 3% memenuhi standar minuman fermentasi. Hasil pengukuran total asam tertitrasi menunjukkan bahwa produk memiliki asam sebesar 0,3 hingga 0,51%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa produk sesuai dengan standar, karena standar total asam tertitrasi menurut BSN (2009) adalah 0,2 – 0,9%. Pengukuran total bakteri asam laktat menunjukkan bahwa jumlah BAL produk adalah sebanyak 108 CFU/mL. Menurut CODEX (2003), total BAL minimum dalam minuman fermentasi adalah sebanyak 107 CFU/mL. Data tersebut menunjukkan bahwa minuman fermentasi yang dihasilkan sesuai dengan standar minuman fermentasi.

Berdasarkan data nilai pH, total asam tertitrasi dan juga total bakteri asam laktat, dapat dilihat bahwa minuman fermentasi dengan konsentrasi kulit manggis 1%, 2% dan 3% sesuai dengan standar. Ketiga formulasi tersebut kemudian dilanjutkan pengujian organoleptik, yaitu hedonik dan skoring, untuk melihat formulasi minuman fermentasi yang paling disukai oleh panelis.

Hasil uji skoring menunjukkan bahwa aroma asam paling kuat dimiliki oleh minuman fermentasi dengan konsentrasi kulit manggis sebanyak 1% dan 2%, rasa asam paling kuat dimiliki oleh minuman fermentasi dengan konsentrasi kulit manggis 1%,

Page 21: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 533

Tabel 7. Pengaruh konsentrasi bubuk kulit manggis terhadap hasil uji hedonik parameter rasa

Konsentrasi bubuk kulit manggis (%)

Hasil uji hedonik rasa

1 3,33±1,38a 2 4,14±1,55b 3 3,54±1,41a

Keterangan: Notasi huruf superscript yang berbeda pada tabel menunjukkan hasil yang berbeda aisignifikan (p < 0,05)

Tabel 8. Pengaruh konsentrasi bubuk kulit

manggis terhadap hasil uji hedonik parameter kekentalan

Konsentrasi bubuk kulit manggis (%)

Hasil uji hedonik

kekentalan 1 4,46±1,24a 2 4,66±1,30a 3 3,63±1,30b

Keterangan: Notasi huruf superscript yang berbeda pada tabel menunjukkan hasil yang berbeda aisignifikan (p < 0,05)

Tabel 9. Pengaruh konsentrasi bubuk kulit

manggis terhadap hasil uji hedonik parameter overall

Konsentrasi bubuk kulit manggis (%)

Hasil uji hedonik overall

1 3,76±1,20a 2 4,37±1,44b 3 3,66±1,23a

Keterangan: Notasi huruf superscript yang berbeda pada tabel menunjukkan hasil yang berbeda aisignifikan (p < 0,05)

Penentuan Formulasi Minuman Fermentasi Kulit Manggis Terpilih

Penentuan formulasi minuman fermentasi kulit manggis terpilih didasarkan

pada beberapa parameter, seperti nilai pH, total asam tertitrasi, serta total bakteri asam laktat. Penetapan formulasi terpilih ditentukan berdasarkan kesesuaian produk dengan standar acuan. Produk yang telah sesuai standar, kemudian diuji sifat organoleptiknya. Produk yang paling disukai konsumen akan dilakukan penelitian lanjutan pada penelitian utama.

Pada penelitian ini, minuman fermentasi memiliki nilai pH berkisar antara 3,75 hingga 4,28. Menurut FSANZ (2014), nilai pH maksimal minuman fermentasi adalah 4,5. Data tersebut mengindikasikan bahwa minuman fermentasi dengan konsentrasi kulit manggis sebesar 1, 2 dan 3% memenuhi standar minuman fermentasi. Hasil pengukuran total asam tertitrasi menunjukkan bahwa produk memiliki asam sebesar 0,3 hingga 0,51%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa produk sesuai dengan standar, karena standar total asam tertitrasi menurut BSN (2009) adalah 0,2 – 0,9%. Pengukuran total bakteri asam laktat menunjukkan bahwa jumlah BAL produk adalah sebanyak 108 CFU/mL. Menurut CODEX (2003), total BAL minimum dalam minuman fermentasi adalah sebanyak 107 CFU/mL. Data tersebut menunjukkan bahwa minuman fermentasi yang dihasilkan sesuai dengan standar minuman fermentasi.

Berdasarkan data nilai pH, total asam tertitrasi dan juga total bakteri asam laktat, dapat dilihat bahwa minuman fermentasi dengan konsentrasi kulit manggis 1%, 2% dan 3% sesuai dengan standar. Ketiga formulasi tersebut kemudian dilanjutkan pengujian organoleptik, yaitu hedonik dan skoring, untuk melihat formulasi minuman fermentasi yang paling disukai oleh panelis.

Hasil uji skoring menunjukkan bahwa aroma asam paling kuat dimiliki oleh minuman fermentasi dengan konsentrasi kulit manggis sebanyak 1% dan 2%, rasa asam paling kuat dimiliki oleh minuman fermentasi dengan konsentrasi kulit manggis 1%,

sedangkan produk yang paling kental adalah produk minuman fermentasi dengan konsentrasi kulit manggis 2%. Hasil uji hedonik aroma menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi kulit manggis tidak mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap aroma produk secara signifikan (p > 0,05). Hasil uji hedonik kekentalan menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai tekstur produk dengan konsentrasi kulit manggis 1% dan 2% dibandingkan dengan 3%. Berdasarkan hasil uji hedonik rasa dan penerimaan secara keseluruhan, dapat diketahui bahwa panelis paling menyukai minuman dengan konsentrasi kulit manggis sebanyak 2%. Pengambilan keputusan formulasi terpilih didasarkan pada tingkat kesukaan konsumen, oleh sebab itu, formulasi yang terpilih adalah minuman dengan konsentrasi kulit manggis 2%.

Analisis Aktivitas Antioksidan, Total Fenolik dan Total Flavonoid Minuman Fermentasi Formulasi Terpilih

Analisis aktivitas antioksidan pada produk perlu dilakukan karena menurut Anandagiri, et al. (2014), antioksidan dapat menghambat kerja enzim xantin oksidase karena memiliki kemiripan bentuk dengan substrat. Pada penelitian ini, pengujian aktivitas antioksidan dilakukan berdasarkan metode DPPH. Analisis aktivitas antioksidan dalam penelitian ini dilakukan terhadap air rebusan kulit manggis dan minuman fermentasi kulit manggis. Kedua minuman tersebut dibuat berdasarkan formulasi terpilih, yaitu menggunakan konsentrasi bubuk kulit manggis sebesar 2%. Pengujian tersebut dilakukan untuk membandingkan aktivitas antioksidan minuman sebelum dan setelah proses fermentasi. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa air rebusan dan minuman fermentasi kulit manggis memiliki nilai IC50 masing-masing sebesar (24.324,5±3.963,33) ppm dan (35.731,5±1.372,49) ppm. Hasil uji statistik

menyatakan bahwa proses fermentasi tidak berpengaruh nyata (p > 0,05) terhadap aktivitas antioksidan minuman.

Pengujian total fenolik produk perlu dilakukan karena menurut Azmi, et al. (2012), fenolik merupakan salah satu senyawa yang dapat menghambat aktivitas enzim xantin oksidase. Pada penelitian ini, pengujian total fenolik dilakukan terhadap air rebusan kulit manggis dan juga minuman fermentasi kulit manggis. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, diketahui bahwa total fenolik dalam air rebusan dan minuman fermentasi kulit manggis adalah sebesar (1.348,38±68,94) ppm dan (1.294±0,88) ppm. Hasil uji statistik, menunjukkan bahwa proses fermentasi tidak berpengaruh nyata (p > 0,05) terhadap jumlah total fenolik produk. Hal tersebut membuktikan bahwa proses fermentasi mampu mempertahankan kandungan fenolik dalam produk.

Selain total fenolik, pengujian terhadap total flavonoid juga perlu dilakukan karena menurut Yulianto (2006), flavonoid merupakan senyawa yang berpotensi menghambat aktivitas enzim xantin oksidase melalui mekanisme inhibisi kompetitif. Pada penelitian ini, pengujian total flavonoid juga dilakukan terhadap air rebusan kulit manggis, juga terhadap minuman fermentasi kulit manggis, dengan konsentrasi kulit manggis sebesar 2%. Berdasarkan data hasil analisis tersebut, dapat diketahui bahwa total flavonoid yang terdapat pada air rebusan kulit manggis adalah sebesar (48,80±7,99) ppm, sedangkan total flavonoid pada minuman fermentasi adalah sebesar (6,30±0,05) ppm. Hasil uji statistik (Lampiran Q) menunjukkan bahwa proses fermentasi tidak berpengaruh nyata (p > 0,05) terhadap jumlah total flavonoid produk. Hasil analisis menunjukkan bahwa proses fermentasi mampu mempertahankan kandungan flavonoid bahan.

Page 22: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”534

Penelitian Utama Formulasi terbaik yang didapatkan pada

penelitian utama kemudian dilanjutkan pada penelitian utama untuk diaplikasikan kepada tikus. Tahapan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh minuman fermentasi terhadap penurunan kadar asam urat serum tikus Wistar. Selain itu, tahapan penelitian ini juga dilakukan untuk melihat fungsi hati dan ginjal, serta total BAL usus tikus yang selama 21 hari diberikan minuman fermentasi kulit manggis.

Analisis Kadar Asam Urat Serum Analisis kadar asam urat tikus Wistar

dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu pada hari ke-0, 7, 14 dan 21. Pengujian hari ke-0 digunakan untuk memastikan kadar asam urat tikus telah diatas normal. Pengujian hari ke-7 hingga 21 dilakukan untuk melihat penurunan kadar asam urat tikus. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat interaksi antara jenis dan lama waktu perlakuan (p < 0,05). Hasil analisis kadar asam urat serum tikus dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Pengaruh interaksi jenis dan lama waktu perlakuan terhadap penurunan kadar asam

urat tikus

Keterangan: Notasi huruf superscript yang berbeda pada grafik menunjukkan hasil yang iberbeda

isignifikan (p < 0,05)

Berdasarkan Gambar 1, dapat dilihat bahwa setelah 7 hari tikus diberikan minuman fermentasi kulit manggis, terdapat penurunan kadar asam urat, yaitu mencapai (21,41±1,15)%. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa hasil tersebut tidak berbeda signifikan (p > 0,05) dengan penurunan kadar asam urat kelompok kontrol akuades (7,80±4,12)%, kontrol positif (10,20±0,73)%, dan kelompok yang hanya diberi air rebusan kulit manggis tanpa fermentasi (18,35±0,24)%.

Ketika masa perlakuan diperpanjang hingga 14 hari, terlihat bahwa pemberian minuman fermentasi kulit manggis dapat menurunkan kadar asam urat pada tikus hingga dua kali lipat dibandingkan dengan pemberian selama 7 hari, yaitu hingga (56,11±8,64)%. Angka tersebut menunjukkan bahwa pemberian minuman fermentasi kulit manggis selama 14 hari lebih efektif dalam menurunkan kadar asam urat dibandingkan dengan tanpa obat, dengan obat “Allopurinol,” serta dengan air rebusan yang

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

Kontrol negatif Kontrol positif Normal denganminuman fermentasi

Asam urat denganminuman fermentasi

Log

tota

l BA

L

Kelompok tikus

5,61 0,01a

6,22 0,09b5,94 0,06ab

5,48 0,23a

Page 23: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 535

Penelitian Utama Formulasi terbaik yang didapatkan pada

penelitian utama kemudian dilanjutkan pada penelitian utama untuk diaplikasikan kepada tikus. Tahapan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh minuman fermentasi terhadap penurunan kadar asam urat serum tikus Wistar. Selain itu, tahapan penelitian ini juga dilakukan untuk melihat fungsi hati dan ginjal, serta total BAL usus tikus yang selama 21 hari diberikan minuman fermentasi kulit manggis.

Analisis Kadar Asam Urat Serum Analisis kadar asam urat tikus Wistar

dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu pada hari ke-0, 7, 14 dan 21. Pengujian hari ke-0 digunakan untuk memastikan kadar asam urat tikus telah diatas normal. Pengujian hari ke-7 hingga 21 dilakukan untuk melihat penurunan kadar asam urat tikus. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat interaksi antara jenis dan lama waktu perlakuan (p < 0,05). Hasil analisis kadar asam urat serum tikus dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Pengaruh interaksi jenis dan lama waktu perlakuan terhadap penurunan kadar asam

urat tikus

Keterangan: Notasi huruf superscript yang berbeda pada grafik menunjukkan hasil yang iberbeda

isignifikan (p < 0,05)

Berdasarkan Gambar 1, dapat dilihat bahwa setelah 7 hari tikus diberikan minuman fermentasi kulit manggis, terdapat penurunan kadar asam urat, yaitu mencapai (21,41±1,15)%. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa hasil tersebut tidak berbeda signifikan (p > 0,05) dengan penurunan kadar asam urat kelompok kontrol akuades (7,80±4,12)%, kontrol positif (10,20±0,73)%, dan kelompok yang hanya diberi air rebusan kulit manggis tanpa fermentasi (18,35±0,24)%.

Ketika masa perlakuan diperpanjang hingga 14 hari, terlihat bahwa pemberian minuman fermentasi kulit manggis dapat menurunkan kadar asam urat pada tikus hingga dua kali lipat dibandingkan dengan pemberian selama 7 hari, yaitu hingga (56,11±8,64)%. Angka tersebut menunjukkan bahwa pemberian minuman fermentasi kulit manggis selama 14 hari lebih efektif dalam menurunkan kadar asam urat dibandingkan dengan tanpa obat, dengan obat “Allopurinol,” serta dengan air rebusan yang

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

Kontrol negatif Kontrol positif Normal denganminuman fermentasi

Asam urat denganminuman fermentasi

Log

tota

l BA

L

Kelompok tikus

5,61 0,01a

6,22 0,09b5,94 0,06ab

5,48 0,23a

tanpa melalui proses fermentasi. Ketiga kelompok tersebut hanya dapat menurunkan kadar asam urat masing-masing sebesar (11,46±1,05)%, (37,21±2,12)% dan (22,90±6,19)%.

Setelah diberikan minuman fermentasi selama 21 hari, penurunan kadar asam urat tikus mencapai (61,28±7,63)%. Angka penurunan tersebut lebih signifikan dibandingkan dengan penurunan asam urat kelompok kontrol negatif (27,67±2,46)%, kontrol akuades (19,91±2,89)%, kontrol positif (45,80±0,90)%, juga dengan air rebusan yang tanpa melewati fermentasi (28,12±3,09)%. Akan tetapi, hasil uji statistik menunjukkan bahwa penurunan tersebut tidak berbeda signifikan dengan pemberian minuman fermentasi selama 14 hari, juga dengan pemberian obat “Allopurinol” selama 21 hari. Pemberian obat “Allopurinol” kepada tikus dengan dosis 1,8 mg per hari selama 21 hari dapat menurunkan kadar asam urat hingga (45,80±0,90)%.

“Allopurinol” merupakan obat yang digunakan untuk membantu menurunkan kadar asam urat bagi penderita hiperurisemia, karena mampu bekerja dengan menghambat kerja enzim xantin oksidase, sehingga pembentukkan asam urat dalam tubuh ikut terhambat. Walaupun “Allopurinol” mampu menghambat pembentukkan asam urat secara efektif, obat tersebut dapat menimbulkan berbagai efek berbahaya bagi tubuh seperti gangguan pencernaan, hepatitis, nephropathy, reaksi alergi, serta “Allopurinol hypersensitivity syndrome” atau AHS (Haddi dan Marouf, 2015).

Menurut Anandagiri, et al. (2014) senyawa antioksidan, seperti fenolik, flavonoid dan xanthone, dalam kulit manggis berpotensi untuk menurunkan kadar asam urat dalam tubuh, karena senyawa-senyawa tersebut memiliki kemiripan gugus dengan substrat xantin oksidase, sehingga mampu menghambat sistem kerja enzim tersebut dalam mensistesis asam urat. Selain aktivitas

antioksidan, salah satu kultur yang digunakan sebagai starter dalam pembuatan minuman fermentasi, yaitu L. plantarum, mempunyai kemampuan untuk menghasilkan enzim urikase yang berperan dalam mempercepat penurunan kadar asam urat serum dengan cara mengkatalis perubahan asam urat menjadi allantoin (Iswantini, et al., 2013). Hal ini menunjukkan bahwa minuman fermentasi kulit manggis dapat digunakan sebagai pengganti obat “Allopurinol” yang lebih ramah bagi kesehatan tubuh.

Analisis Fungsi Hati dan Ginjal

Analisis fungsi hati dan ginjal dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian minuman fermentasi terhadap fungsi hati dan ginjal pada tikus. Analisis ini dilakukan terhadap kelompok tikus yang diberikan pakan standar dan minuman fermentasi dengan konsentrasi bubuk kulit manggis sebanyak 2%, selama 21 hari.

Parameter yang dijadikan indikator kerusakan fungsi ginjal tikus adalah kadar blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin dalam darah. Urea merupakan hasil samping pemecahan protein menjadi asam amino dalam yang terbentuk di dalam ginjal, sedangkan kreatinin merupakan hasil samping dari metabolisme otot dan sel, yang dibawa oleh darah dan difiltrasi di dalam ginjal (Lough, 2015). Hasil pengukuran kadar BUN dan kreatinin tikus adalah masing-masing sebesar (24,15±2,47 mg/dL) dan (0,52±0,02 mg/dL). Menurut Quesenberry dan Carpenter (2004), nilai standar untuk BUN adalah sebesar 8 – 33 mg/dL, sedangkan nilai standar untuk kreatinin adalah sebesar 0,2 – 0,8 mg/dL. Nilai tersebut menunjukkan bahwa fungsi kerja ginjal tikus yang diberikan minuman fermentasi dengan konsentrasi kulit manggis sebanyak 2% selama 21 hari masih masuk dalam interval nilai normal standar acuan.

Serum glutamat oksaloasetat transaminase (SGOT) dan serum glutamat

Page 24: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”536

piruvat transaminase (SGPT) merupakan enzim yang terdapat pada hati. Baik SGOT, maupun SGPT sering dijadikan indikator bagi fungsi hati, karena kerusakan pada organ hati dapat menyebabkan kerusakan permeabilitas membran, yang menyebabkan enzim intraseluler, seperti SGOT dan SGPT dapat keluar masuk ke dalam aliran darah dengan bebas (Steinhorn dan Evans, 2006; Krysanti dan Widjanarko, 2014). Hasil pengukuran kadar SGOT dan SGPT tikus adalah masing-masing sebesar (187,5±3,54 U/L) dan (51,8±7,78 U/L). Menurut Quesenberry dan Carpenter (2004), nilai standar untuk BUN adalah sebesar 54-298 U/L, sedangkan nilai standar untuk kreatinin adalah sebesar 35-80 U/L. Nilai tersebut menunjukkan bahwa fungsi kerja hati tikus yang diberikan minuman fermentasi dengan konsentrasi kulit manggis sebanyak 2% selama 21 hari masih masuk dalam interval nilai normal standar acuan.

Analisis Total Bakteri Asam Laktat pada Usus

Analisis total bakteri asam laktat pada usus dilakukan untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan bakteri asam laktat pada usus. Analisis ini dilakukan terhadap tikus yang telah diberi perlakuan selama 21 hari. Kelompok tikus yang dianalisis adalah tikus kontrol negatif dan positif, tikus normal yang diberi minuman fermentasi, serta tikus asam urat yang diberikan minuman fermentasi. Data pengaruh perlakuan terhadap jumlah bakteri asam laktat usus dapat dilihat pada Gambar 2.

Berdasarkan Gambar 2., dapat dilihat bahwa tikus yang diberi pakan standar dan minuman fermentasi memiliki total bakteri asam laktat usus yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tikus yang diberi pakan standar dan akuades, dan tikus yang diberi pakan asam urat dan “Allopurinol.” Hal tersebut sesuai dengan Adolfsson, et al. (2004), yang menyatakan

bahwa meminum minuman yang difermentasi oleh bakteri asam laktat dapat meningkatkan jumlah bakteri asam laktat dalam usus.

Selain minum minuman fermentasi, mengkonsumsi prebiotik juga mampu meningkatkan jumlah BAL dalam usus. Tingginya jumlah bakteri asam laktat dalam usus dapat memberikan beberapa efek kesehatan pencernaan, seperti mencegah konstipasi dan diare, serta kanker usus. Menurut Minelli dan Benini (2008), suatu minuman fermentasi dapat disebut sebagai minuman probiotik bila bakteri asam laktat didalamnya mampu berkoloni hingga lebih besar atau sama dengan 106 CFU/mL pada usus halus. Berdasarkan Gambar 2., dapat dilihat bahwa jumlah bakteri asam laktat pada usus tikus yang diberikan pakan normal dan minuman fermentasi kulit manggis 2% mencapai jumlah 106 CFU/mL. Oleh sebab itu, dapat diketahui bahwa minuman fermentasi dengan konsentrasi kulit manggis sebanyak 2% dapat disebut pula sebagai minuman probiotik.

KESIMPULAN

Hasil pengukuran nilai pH, TAT dan

BAL minuman fermentasi dengan konsentrasi kulit manggis 1, 2 dan 3 % menyatakan bahwa seluruh minuman fermentasi sesuai dengan standar karena memiliki nilai pH antara 3,75 hingga 4,28, memiliki nilai TAT antara 0,51 hingga 0,3, dan memiliki jumlah bakteri asam laktat sebanyak 108 CFU/mL. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa panelis cenderung lebih menyukai minuman fermentasi dengan konsentrasi kulit manggis sebanyak 2% dibandingkan dengan konsentrasi 1% dan 3%.

Minuman fermentasi formulasi terpilih memiliki nilai IC50 sebesar 35.731,5 ppm. Kandungan fenolik dalam minuman fermentasi formulasi terpilih adalah sebesar 1.294 ppm, sedangkan total flavonoid produk adalah sebesar 6,30 ppm. Minuman

Page 25: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 537

piruvat transaminase (SGPT) merupakan enzim yang terdapat pada hati. Baik SGOT, maupun SGPT sering dijadikan indikator bagi fungsi hati, karena kerusakan pada organ hati dapat menyebabkan kerusakan permeabilitas membran, yang menyebabkan enzim intraseluler, seperti SGOT dan SGPT dapat keluar masuk ke dalam aliran darah dengan bebas (Steinhorn dan Evans, 2006; Krysanti dan Widjanarko, 2014). Hasil pengukuran kadar SGOT dan SGPT tikus adalah masing-masing sebesar (187,5±3,54 U/L) dan (51,8±7,78 U/L). Menurut Quesenberry dan Carpenter (2004), nilai standar untuk BUN adalah sebesar 54-298 U/L, sedangkan nilai standar untuk kreatinin adalah sebesar 35-80 U/L. Nilai tersebut menunjukkan bahwa fungsi kerja hati tikus yang diberikan minuman fermentasi dengan konsentrasi kulit manggis sebanyak 2% selama 21 hari masih masuk dalam interval nilai normal standar acuan.

Analisis Total Bakteri Asam Laktat pada Usus

Analisis total bakteri asam laktat pada usus dilakukan untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan bakteri asam laktat pada usus. Analisis ini dilakukan terhadap tikus yang telah diberi perlakuan selama 21 hari. Kelompok tikus yang dianalisis adalah tikus kontrol negatif dan positif, tikus normal yang diberi minuman fermentasi, serta tikus asam urat yang diberikan minuman fermentasi. Data pengaruh perlakuan terhadap jumlah bakteri asam laktat usus dapat dilihat pada Gambar 2.

Berdasarkan Gambar 2., dapat dilihat bahwa tikus yang diberi pakan standar dan minuman fermentasi memiliki total bakteri asam laktat usus yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tikus yang diberi pakan standar dan akuades, dan tikus yang diberi pakan asam urat dan “Allopurinol.” Hal tersebut sesuai dengan Adolfsson, et al. (2004), yang menyatakan

bahwa meminum minuman yang difermentasi oleh bakteri asam laktat dapat meningkatkan jumlah bakteri asam laktat dalam usus.

Selain minum minuman fermentasi, mengkonsumsi prebiotik juga mampu meningkatkan jumlah BAL dalam usus. Tingginya jumlah bakteri asam laktat dalam usus dapat memberikan beberapa efek kesehatan pencernaan, seperti mencegah konstipasi dan diare, serta kanker usus. Menurut Minelli dan Benini (2008), suatu minuman fermentasi dapat disebut sebagai minuman probiotik bila bakteri asam laktat didalamnya mampu berkoloni hingga lebih besar atau sama dengan 106 CFU/mL pada usus halus. Berdasarkan Gambar 2., dapat dilihat bahwa jumlah bakteri asam laktat pada usus tikus yang diberikan pakan normal dan minuman fermentasi kulit manggis 2% mencapai jumlah 106 CFU/mL. Oleh sebab itu, dapat diketahui bahwa minuman fermentasi dengan konsentrasi kulit manggis sebanyak 2% dapat disebut pula sebagai minuman probiotik.

KESIMPULAN

Hasil pengukuran nilai pH, TAT dan

BAL minuman fermentasi dengan konsentrasi kulit manggis 1, 2 dan 3 % menyatakan bahwa seluruh minuman fermentasi sesuai dengan standar karena memiliki nilai pH antara 3,75 hingga 4,28, memiliki nilai TAT antara 0,51 hingga 0,3, dan memiliki jumlah bakteri asam laktat sebanyak 108 CFU/mL. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa panelis cenderung lebih menyukai minuman fermentasi dengan konsentrasi kulit manggis sebanyak 2% dibandingkan dengan konsentrasi 1% dan 3%.

Minuman fermentasi formulasi terpilih memiliki nilai IC50 sebesar 35.731,5 ppm. Kandungan fenolik dalam minuman fermentasi formulasi terpilih adalah sebesar 1.294 ppm, sedangkan total flavonoid produk adalah sebesar 6,30 ppm. Minuman

fermentasi dengan kulit manggis sebanyak 2% terbukti mampu menurunkan kadar asam urat tikus. Hasil analisis persen penurunan asam urat serum menunjukkan bahwa minuman fermentasi dengan konsentrasi kulit manggis 2% lebih efektif dalam menurunkan kadar asam urat serum dibandingkan dengan obat “Allopurinol.” Pemberian minuman fermentasi kulit manggis selama 7, 14 dan 21 hari kepada tikus Wistar mampu menurunkan kadar asam urat tikus masing-masing sebanyak 21,41%, 56,11% dan 61,28%.

Hasil analisis fungsi hati dan ginjal tikus menyatakan bahwa pemberian minuman fermentasi selama 21 hari tidak mengganggu sistem kerja organ tersebut. Total bakteri asam laktat dalam usus tikus yang diberikan minuman fermentasi selama 21 hari lebih tinggi dibandingkan dengan tikus yang tidak diberikan minuman fermentasi, yaitu mencapai 1,4x106 CFU/mL.

DAFTAR PUSTAKA

Adolfsson, O., Meydani, S.N. dan Russell,

R.M. 2004. Yogurt and gut function. Am. J. Clin. Nutr. 80(2): 245-256.

Anandagiri, D.A.W.M., Manuaba, I.B.P. dan Suastuti, N.G.A.M.D.A. 2014. Pemanfaatan teh kombucha sebagai obat hiperurisemia melalui penghambatan aktifitas xantin oksidase pada Rattus novergicus. Jurnal Kimia 8 (2): 220-225.

Azmi, S.M.N., Jamal, P. dan Amid, A. 2012. Xanthine oxidase inhibitory activity from potential Malaysian medicinal plant as remedies for gout. International Food Research Journal 19(1): 159-165.

Badan Standarisasi Nasional (BSN)2. 2009. Standar Nasional Indonesia: Minuman Susu Fermentasi Berperisa. SNI 7552:2009.

Choi, H.K. 2012. Diet, alcohol, obesity, hyperuricemia and risk of gout. Chpt. 11 in “Gout and Other Crystal

Arthropathies,” ed. R.Terkeltaub, pp. 131-147. Elsevier Saunders, Philadelphia.

Codex Alimentarius Commission (CODEX). 2003. Codex Standard for Fermented Milks. Codex Stan 243-2003.

Dungir, S.G., Katja, D.G. dan Kamu, K.V. 2012. Aktivitas antioksidan ekstrak fenolik dari kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.). Jurnal MIPA UNSRAT online 1(1): 11-15.

Evanuarini, H. 2012. Pengaruh suhu dan lama pemeraman pada inkubator terhadap kualitas fisik kefir. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 20(2): 8-13.

Fatmala, R. 2015. Pengaruh konsentrasi ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana Linn) terhadap daya hambat pertumbuhan bakteri Lactobacillus acidophilus (kajian in vitro). Skripsi, Univ. Muhammadiyah, Surakarta.

Food Standards Australia New Zealand (FSANZ). 2014. Fermented milk products.

Haddi, R. dan Marouf, A. 2015. Xanthine oxidase inhibitory effects of Pistacia lentiscus L. leaves extracts. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences 7(2): 34-39.

Iswantini, D., Nurhidayat, N., Trivadila dan Widiyatmoko, O. 2013. Activity and stability of uricase from Lactobacillus plantarum immobilizated on natural zeolite for uric acid biosensor. Pakistan Journal of Biological Sciences. In press.

Krysanti, A. dan Widjanarko, S.B. 2014. Toksisitas subakut tepung glukomanan (A. mulleri Blume) terhadap SGOT dan natrium tikus wistar secara in vitro. Jurnal Pangan dan Agroindustri 2(1): 1-7.

Lough, M.E. 2015. Kidney clinical assessment and diagnostic procedures. Chpt. 19 in “Priorities in Critical Care Nursing” 7th edition, ed. L.D. Urden,

Page 26: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”538

K.M. Stacy dan M.E. Lough, pp. 381-388. Mosby Elsevier, Missouri.

Maliana, Y., Khotimah, S. dan Diba, F. 2013. Aktivitas antibakteri kulit Garcinia mangostana Linn. terhadap pertumbuhan Flavobacterium dan Enterobacter dari Coptotermes curvignathus Holmgren. Probiont 2(1): 7-11.

Minelli, E.B. dan Benini, A. 2008. Relationship between number of bacteria and their probiotic effects. Microbial Ecology in Health and Disease 20: 180-183.

Quesenberry, K.E. dan Carpenter, J.W. 2004. “Ferrets, Rabbits and Rodents” 2nd edition. Elsevier, Philadelphia.

Steinhorn, D.M. dan Evans, J.S. 2006. Gastroenterology. Chpt. 9 in “Pediatric Critical Care Medicine,” ed. A.D. Slonim dan M.M. Pollack, pp. 416-437.

Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.

Suvarnakuta, P., Chaweerungrat, C. dan Devahastin, S. 2011. Effects of drying methods on assay and antioxidant activity of xanthones in magosteen rind. Food Chemistry 125: 240-247.

Wisesa, I.B.N. dan Suastika, K. 2009. Hubungan antara konsentrasi asam urat serum dengan resistensi insulin pada penduduk suku Bali asli di Dusun Tenganan Pegringsingan Karangasem. J. Peny. Dalam 10(2): 110-122.

Yulianto D. 2008. Inhibisi xantin oksidase secara in vitro oleh ekstrak rosela (Hibiscus sabdariffa) dan ciplukan (Physalis angulata) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Page 27: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 539

K.M. Stacy dan M.E. Lough, pp. 381-388. Mosby Elsevier, Missouri.

Maliana, Y., Khotimah, S. dan Diba, F. 2013. Aktivitas antibakteri kulit Garcinia mangostana Linn. terhadap pertumbuhan Flavobacterium dan Enterobacter dari Coptotermes curvignathus Holmgren. Probiont 2(1): 7-11.

Minelli, E.B. dan Benini, A. 2008. Relationship between number of bacteria and their probiotic effects. Microbial Ecology in Health and Disease 20: 180-183.

Quesenberry, K.E. dan Carpenter, J.W. 2004. “Ferrets, Rabbits and Rodents” 2nd edition. Elsevier, Philadelphia.

Steinhorn, D.M. dan Evans, J.S. 2006. Gastroenterology. Chpt. 9 in “Pediatric Critical Care Medicine,” ed. A.D. Slonim dan M.M. Pollack, pp. 416-437.

Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.

Suvarnakuta, P., Chaweerungrat, C. dan Devahastin, S. 2011. Effects of drying methods on assay and antioxidant activity of xanthones in magosteen rind. Food Chemistry 125: 240-247.

Wisesa, I.B.N. dan Suastika, K. 2009. Hubungan antara konsentrasi asam urat serum dengan resistensi insulin pada penduduk suku Bali asli di Dusun Tenganan Pegringsingan Karangasem. J. Peny. Dalam 10(2): 110-122.

Yulianto D. 2008. Inhibisi xantin oksidase secara in vitro oleh ekstrak rosela (Hibiscus sabdariffa) dan ciplukan (Physalis angulata) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

SENYAWA ANTIGIZI DAN NILAI CERNA PROTEIN IN VITRO PADA BIJI LAMTORO GUNG (Leucaena leucocephala) KUKUS DAN REBUS

ANTINUTRIENT AND IN VITRO PROTEIN DIGESTIBILITY LAMTORO SEED

(Leucaena leucocephala) STEAMED AND BOILED

Candrasari Sri Harifah1, Supriyadi1,2*, Umar Santoso1,2 1Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,

Universitas Gadjah Mada 2Pusat Studi Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada

*Email Korespondensi: [email protected]

ABSTRACT

Protein is one of the important nutrient for the body. In developing countries, the source of protein is relatively difficult to reach the middle to lower class. One of the alternative source of protein is lamtoro seeds (Leucaena leucocephala). Lamtoro seed is a tropical plant has a high protein content. Moreover, it also contains antinutrient compunds and toxic subtance, such as phytic acid, tannin, trypsin inhibitor, and mimosin. The presence of antinutrients will affect protein digestibility value. The purpose of this research was to know the effects of boiling and steaming in selected times on antinutrient compounds and protein digestibility value by in vitro assay. The result data was analyzed using ANOVA at α = 0,05 then continued with DMRT at same α level.

The lamtoro seed steamed for 7 minutes and boiled for 5 minutes. The seeds were then evaluated for the antinutrients, and the digestibility values by in vitro assay. The results showed that steaming and boiling process significantly increased protein digestibility value, around 62-68%. In general, boiling and steaming process significantly decreased phytic acid, trypsin inhibitor and mimosin in Leucaena leucocephala.

Keyword: Antinutrient, Boiling, Invitro Protein Digestibility, Lamtoro seed, Steaming

ABSTRAK

Protein merupakan salah satu sumber gizi yang penting bagi tubuh. Di negara berkembang sumber protein relatif sulit terjangkau bagi kalangan menengah ke bawah sehingga perlu adanya alternatif sumber protein yang lain salah satunya yaitu biji lamtoro. Lamtoro merupakan tanaman tropis kacang-kacangan. Lamtoro memiliki kandungan protein yang tinggi. Selain mengandung protein, lamtoro juga memiliki kandungan senyawa antigizi. Keberadaan senyawa antigizi (fitat, tannin, tripsin inhibitor, dan mimosin) ini akan mempengaruhi nilai cerna protein. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui proses perebusan dan pengukusan dengan waktu terpilih berdasarkan kesukaan terhadap senyawa antigizi dan nilai cerna protein secara in vitro. Data hasil dianalisa menggunakan ANOVA pada tingkat α = 0,05 kemudian dilanjutkan dengan DMRT pada tingkat α yang sama.

Page 28: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”540

Proses perebusan dan pengukusan menggunakan variasi waktu 5,7,9 dan 11 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pengolahan kukus dan rebus yang paling disukai panelis secara berturut-turut yaiitu biji lamtoro kukus 7 menit, dan rebus selama 5 menit. Biji selanjutnya dievaluasi nilai gizi, senyawa antigizi, total asam amino dan nilai cernanya secara in vitro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengukusan dan perebusan secara signifikan meningkatkan nilai cerna protein, sekitar 62-68%. Secara umum, perebusan dan pengukusan secara signifikan menurunkan protein, asam fitat, tripsin inhibitor dan mimosin serta menurunkan total asam amino pada biji lamtoro. Kata kunci : Biji Lamtoro Gung, Perebusan, Pengukusan, Senyawa Antigizi, Nilai Cerna

Protein.

PENDAHULUAN Protein merupakan salah satu sumber

gizi yang penting bagi tubuh, karena sebagai salah satu sumber pertumbuhan bagi tubuh. Di negara berkembang sumber pangan nabati relatif sulit terjangkau bagi kalangan menengah ke bawah..

Selain itu, untuk mengatasi kekurangan gizi di abad ke-21 yang bertujuan untuk meningatkan kuantitas dan kualitas ketahanan pangan yang aman. Menurut FAO (2016), para pemimpin dunia mengangkat tema tentang kemakmuran bagi masyarakat melalui peminimalan angka kelaparan dan malnutrisi serta memberantas kemiskinan melalui kacang-kacangan.

Di Indonesia, lamtoro merupakan tanaman tropis yang tergolongan family fabaceae yang digolongkan kedalam kelompok leguminosae, dan mimosaceae (Lim et al., 2012). Umumnya, nilai gizi protein suatu bahan pangan ditentukan bukan saja oleh kadar protein yang dikandungnya, tetapi juga oleh ketersediaan atau dapat tidaknya protein tersebut dicerna dan digunakan oleh tubuh. Keberadaan senyawa antigizi dapat mempengaruhi nilai cerna protein. Menurut Martin et al. (2013), adanya senyawa antigizi seperti tannin, fitat dan tripsin inhibitor dapat menurunkan nilai cerna protein.

Untuk menghilangkan senyawa antigizi pada kacang-kacangan dapat dilakukan dengan melakukan proses pemanasan. Beberapa penelitian proses pemanasan terhadap senyawa antigizi dan nilai cerna telah banyak dilakukan pada berbagai jenis kacang-kacangan diantaranya pada cowpea dengan proses perebusan dan pengukusan (Wang et al., 1997), asparagus bean dengan proses perendaman dan perebusan (Nwosu et al., 2010), mung bean dengan proses perebusan, autoklaf, microwave dan germinasi (Mubarak et al., 2005), Mung bean dengan proses pengukusan dan penyangraian (Nakito et al., 2015).

Eskplorasi proses pemanasan tradisional lamtoro terhadap beberapa senyawa antigizi yang terkandung, dan nilai cerna protein serta total asam amino masih minim dilakukan. Beberapa penelitian mengenai lamtoro antara lain komposisi kimia fraksi biji lamtoro serta kandungan asam fitat, dan tanin (Rao et al., 1984; Sethi dan Kulkarni, 1994), komposisi asam amino lamtoro (Ekpenyong, 1986), kombinasi proses pemanasan matahari dan perebusan pada daun lamtoro selama 1 menit dengan suhu 100oC dapat menurunkan kandungan mimosin dari 3,2% menjadi 2% (Wood et al., 1983), nilai gizi dan kecernaan lamtoro sebagai pakan ikan lele (Sotolu dan Faturoti, 2008). Perlakuan perebusan dan

Page 29: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 541

Proses perebusan dan pengukusan menggunakan variasi waktu 5,7,9 dan 11 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pengolahan kukus dan rebus yang paling disukai panelis secara berturut-turut yaiitu biji lamtoro kukus 7 menit, dan rebus selama 5 menit. Biji selanjutnya dievaluasi nilai gizi, senyawa antigizi, total asam amino dan nilai cernanya secara in vitro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengukusan dan perebusan secara signifikan meningkatkan nilai cerna protein, sekitar 62-68%. Secara umum, perebusan dan pengukusan secara signifikan menurunkan protein, asam fitat, tripsin inhibitor dan mimosin serta menurunkan total asam amino pada biji lamtoro. Kata kunci : Biji Lamtoro Gung, Perebusan, Pengukusan, Senyawa Antigizi, Nilai Cerna

Protein.

PENDAHULUAN Protein merupakan salah satu sumber

gizi yang penting bagi tubuh, karena sebagai salah satu sumber pertumbuhan bagi tubuh. Di negara berkembang sumber pangan nabati relatif sulit terjangkau bagi kalangan menengah ke bawah..

Selain itu, untuk mengatasi kekurangan gizi di abad ke-21 yang bertujuan untuk meningatkan kuantitas dan kualitas ketahanan pangan yang aman. Menurut FAO (2016), para pemimpin dunia mengangkat tema tentang kemakmuran bagi masyarakat melalui peminimalan angka kelaparan dan malnutrisi serta memberantas kemiskinan melalui kacang-kacangan.

Di Indonesia, lamtoro merupakan tanaman tropis yang tergolongan family fabaceae yang digolongkan kedalam kelompok leguminosae, dan mimosaceae (Lim et al., 2012). Umumnya, nilai gizi protein suatu bahan pangan ditentukan bukan saja oleh kadar protein yang dikandungnya, tetapi juga oleh ketersediaan atau dapat tidaknya protein tersebut dicerna dan digunakan oleh tubuh. Keberadaan senyawa antigizi dapat mempengaruhi nilai cerna protein. Menurut Martin et al. (2013), adanya senyawa antigizi seperti tannin, fitat dan tripsin inhibitor dapat menurunkan nilai cerna protein.

Untuk menghilangkan senyawa antigizi pada kacang-kacangan dapat dilakukan dengan melakukan proses pemanasan. Beberapa penelitian proses pemanasan terhadap senyawa antigizi dan nilai cerna telah banyak dilakukan pada berbagai jenis kacang-kacangan diantaranya pada cowpea dengan proses perebusan dan pengukusan (Wang et al., 1997), asparagus bean dengan proses perendaman dan perebusan (Nwosu et al., 2010), mung bean dengan proses perebusan, autoklaf, microwave dan germinasi (Mubarak et al., 2005), Mung bean dengan proses pengukusan dan penyangraian (Nakito et al., 2015).

Eskplorasi proses pemanasan tradisional lamtoro terhadap beberapa senyawa antigizi yang terkandung, dan nilai cerna protein serta total asam amino masih minim dilakukan. Beberapa penelitian mengenai lamtoro antara lain komposisi kimia fraksi biji lamtoro serta kandungan asam fitat, dan tanin (Rao et al., 1984; Sethi dan Kulkarni, 1994), komposisi asam amino lamtoro (Ekpenyong, 1986), kombinasi proses pemanasan matahari dan perebusan pada daun lamtoro selama 1 menit dengan suhu 100oC dapat menurunkan kandungan mimosin dari 3,2% menjadi 2% (Wood et al., 1983), nilai gizi dan kecernaan lamtoro sebagai pakan ikan lele (Sotolu dan Faturoti, 2008). Perlakuan perebusan dan

pengukusan dapat diterapkan pada lamtoro untuk menunrunkan senyawa antigizi dan meningkatkan nilai cerna. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proses pengolahan untuk meningkatkan nilai cerna protein.

BAHAN DAN METODE

Bahan baku utama yang digunakan

dalam penelitian ini adalah lamtoro gung (Leucaena leucocephala) yang sudah siap olah (matang, tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua). Bahan baku utama diperoleh dari desa Wirokerten, Yogyakarta.

Alat yang digunakan dalam analisa meliputi botol timbang, oven, desikator (Iwaki Asahi Techno Glass), neraca analitik, penjepit cawan, tanur pengabuan (Thermolyne 48000 Furnace), labu Kjeldahl (Duran), soxhlet, kertas saring, propipet, waterbath, High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Knauer, kolom Eurospher C18 (4.6 x 250 mm), Detektor Fluorescence Lab Alliance TM 1200 Series, Sistem controller SCL-10A VP, LC-10AD VP pump, spektrofotometer genesys 10S UV-Vis.

Pengolahan Biji Lamtoro

Lamtoro dikupas, kemudian biji dipisahkan dari kulitnya, di cuci bersih, lalu dtiriskan. Selanjutnya, biji lamtoro direbus, dan dikukus. Perebusan

Biji lamtoro dimasukkan ke dalam air yang sudah mendidih dan didiamkan selama 5-11 menit. Perbandingan air perebus dan biji lamtoro adalah 5:1. Suhu yang digunakan suhu air mendidih 100oC. Biji selanjutya didinginkan diratakan dan ditiriskan (Wang et al., 1997)

Pengukusan Proses pengukusan menggunakan

panci pengukus. Biji lamtoro yang sudah ditiriskan kemudian dikukus. Proses steam dilakukan selama 5, 7, 9 dan 11 menit. Perbandingan air perebus dan biji lamtoro yaitu 5:1. Kemudian, sampel diratakan (Wang et al., 1997) yang dimodifikasi. Pengeringan dan Penepungan

Biji lamtoro dikeringkan mengunakan cabinet drier pada suhu 50oC, selama 20 jam. Biji kering selanjutnya ditepungkan menggunakan blender dan diayak dengan ayakan 40 mesh. Tepung yang diperoleh disimpan untuk analisa kadar air, abu, protein total, lemak dan karbohidrat by difference, profil total asam amino, asam fitat, tannin, mimosin dan tripsin inhibitor serta nilai cerna protein in vitro. Asam Fitat

Asam fitat adalah salah satu senyawa antigizi yang umumnya ada di dalam sumber nabati khususnya kacang-kacangan. Asam fitat (mio-inositol heksakisfosfat) merupakan bentuk penyimpanan fosfor dan inositol yang terbesar pada tanaman serealia dan leguminosa terutama pada bagian biji (Arief et al., 2011). Tingginya asam fitat dalam bahan pangan yang dikonsumsi menyebabkan kondisi malnutrisi. Asam fitat memiliki memiliki kemampuan afinitasn yang kuat dengan beberapa mineral seperti kalsium, magnesium, besi dan zink. Perlu adanya pengujian terhadap kadungan asam fitat pada kacang-kacangan dan produk olahannya karena asam fitat pada bahan makanan bersifat antigizi. Kandungan asam fitat pada lamtoro segar dan setelah diolah dapat dilihat pada (Tabel 1)

Page 30: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”542

Tabel 1. Kandungan Senyawa Antigizi Biji Lamtoro Senyawa Segar Proses Pengolahan Antigizi (mg/g bahan)

Rebus 5 menit Kukus 7 menit

Asam Fitat 0,12c ± 0,008 0,05a ± 0,007 0,09b ± 0,009

Tannin nd nd nd Mimosine 0,03a ± 0,003 0,02b ± 0,000 0,02b ± 0,001 TI mg/g bahan 0,03a ± 0,003 0,02a ± 0,000 0,02a ± 0,001

Ket: notasi yang berbeda dalam pada kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan pada P<0.05. (Tabel1.) menunjukkan bahwa kadar

asam fitat pada sampel segar sebesar 0,1226 mg/g; rebus sebesar 0,0561 mg/g; dan kukus sebesar 0,0963 mg/g. Biji lamtoro yang diolah rebus memiliki kandungan asam fitat paling rendah dibandingkan dengan biji lamtoro segar maupun kukus. Berdasarkan Tabel 4.3, kadar asam fitat rebus berbeda nyata dengan sampel kukus dan segar. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa proses pengolahan berpengaruh terhadap kadar asam fitat biji lamtoro. Hal tersebut dikarenakan adanya proses pengolahan yang melibatkan media air dan bantuan sumber panas. Menurut Pangastuti dan Triwibowo (1996) bahwa sifat asam fitat mudah larut dalam air. Kadar asam fitat pada sampel rebus lebih rendah dibandingkan perlakuan yang lain karena asam fitat bersifat larut dalam air sehingga asam fitat mengalami leaching. Sedangkan sampel segar tidak dilakukan proses pemasakan sehingga asam fitat cenderung lebih tinggi.

Hal tersebut sesuai dengan Jasrad et al. (2010), perebusan kulit cowpea dapat menurunkan kandungan fitat sebesar 21%. Semakin lama waktu perebusan akan semakin lebih dapat menurukan kandungan asam fitat. Tanin

Senyawa antigizi yang lain yang dapat mempengaruhi nilai kecernaan protein yaitu tannin. Tanin merupakan senyawa fenolik. Selain bersifat sebagai antigizi, tannin juga

diketahui memiliki bersifat sebagai antigizi. Dengan demikian perlu adanya pengujian terhadap senyawa antigizi ini. Kandungan tannin pada biji lamtoro segar dan proses pengolahan dapat dilihat pada (Tabel 1.)

(Tabel 1.) menunjukkan bahwa kandungan tanin pada sampel segar sebesar 0,0099 mg/g; rebus sebesar 0,0046 mg/g; dan kukus sebesar 0,0050 mg/g. Biji lamtoro yang diolah rebus memiliki kandungan tanin paling rendah dibandingkan dengan biji lamtoro segar maupun kukus. Berdasarkan Tabel 4.8., kandungan tannin rebus tidak berbeda nyata dengan sampel kukus dan segar. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa proses pengolahan tidak pengaruh terhadap kandungan biji lamtoro. Namun, proses pengolahan memiliki kecenderungan mengalami penurunan kandungan tannin dibandingkan dengan kontrol. Menurut Reddy dan Pierson (1994), tannin memiliki sifat yang mudah larut dalam air. Sehingga, ketika proses perebusan, tannin lebih mudah mengalami leaching ke media air. Sampel segar memiliki kecenderungan tannin yang lebih tinggi dibandingkan dengan proses pengolahan. Hal tersebut dikarenakan tannin dapat mengikat protein melaui ikatan hydrogen dan reaksi hidrofobik sehingga menurunkan kualitas gizi (Solanki et al., 1999).

Page 31: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 543

Tabel 1. Kandungan Senyawa Antigizi Biji Lamtoro Senyawa Segar Proses Pengolahan Antigizi (mg/g bahan)

Rebus 5 menit Kukus 7 menit

Asam Fitat 0,12c ± 0,008 0,05a ± 0,007 0,09b ± 0,009

Tannin nd nd nd Mimosine 0,03a ± 0,003 0,02b ± 0,000 0,02b ± 0,001 TI mg/g bahan 0,03a ± 0,003 0,02a ± 0,000 0,02a ± 0,001

Ket: notasi yang berbeda dalam pada kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan pada P<0.05. (Tabel1.) menunjukkan bahwa kadar

asam fitat pada sampel segar sebesar 0,1226 mg/g; rebus sebesar 0,0561 mg/g; dan kukus sebesar 0,0963 mg/g. Biji lamtoro yang diolah rebus memiliki kandungan asam fitat paling rendah dibandingkan dengan biji lamtoro segar maupun kukus. Berdasarkan Tabel 4.3, kadar asam fitat rebus berbeda nyata dengan sampel kukus dan segar. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa proses pengolahan berpengaruh terhadap kadar asam fitat biji lamtoro. Hal tersebut dikarenakan adanya proses pengolahan yang melibatkan media air dan bantuan sumber panas. Menurut Pangastuti dan Triwibowo (1996) bahwa sifat asam fitat mudah larut dalam air. Kadar asam fitat pada sampel rebus lebih rendah dibandingkan perlakuan yang lain karena asam fitat bersifat larut dalam air sehingga asam fitat mengalami leaching. Sedangkan sampel segar tidak dilakukan proses pemasakan sehingga asam fitat cenderung lebih tinggi.

Hal tersebut sesuai dengan Jasrad et al. (2010), perebusan kulit cowpea dapat menurunkan kandungan fitat sebesar 21%. Semakin lama waktu perebusan akan semakin lebih dapat menurukan kandungan asam fitat. Tanin

Senyawa antigizi yang lain yang dapat mempengaruhi nilai kecernaan protein yaitu tannin. Tanin merupakan senyawa fenolik. Selain bersifat sebagai antigizi, tannin juga

diketahui memiliki bersifat sebagai antigizi. Dengan demikian perlu adanya pengujian terhadap senyawa antigizi ini. Kandungan tannin pada biji lamtoro segar dan proses pengolahan dapat dilihat pada (Tabel 1.)

(Tabel 1.) menunjukkan bahwa kandungan tanin pada sampel segar sebesar 0,0099 mg/g; rebus sebesar 0,0046 mg/g; dan kukus sebesar 0,0050 mg/g. Biji lamtoro yang diolah rebus memiliki kandungan tanin paling rendah dibandingkan dengan biji lamtoro segar maupun kukus. Berdasarkan Tabel 4.8., kandungan tannin rebus tidak berbeda nyata dengan sampel kukus dan segar. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa proses pengolahan tidak pengaruh terhadap kandungan biji lamtoro. Namun, proses pengolahan memiliki kecenderungan mengalami penurunan kandungan tannin dibandingkan dengan kontrol. Menurut Reddy dan Pierson (1994), tannin memiliki sifat yang mudah larut dalam air. Sehingga, ketika proses perebusan, tannin lebih mudah mengalami leaching ke media air. Sampel segar memiliki kecenderungan tannin yang lebih tinggi dibandingkan dengan proses pengolahan. Hal tersebut dikarenakan tannin dapat mengikat protein melaui ikatan hydrogen dan reaksi hidrofobik sehingga menurunkan kualitas gizi (Solanki et al., 1999).

Mimosine Mimosine merupakan asam amino

bebas yang terdapat pada tanaman legume, seperti Leucaena leucocephala. Pada lamtoro, mimosin sering dijumpai pada bagian daun dan bijinya (Zayed at al., 2014). Adapun kandungan mimosin pada biji lamtoro segar dan proses pengolahan ditunjukkan pada (Tabel 1.).

(Tabel 1.). menunjukkan bahwa kandungan mimosine pada sampel segar sebesar 0,0345 mg/g; rebus sebesar 0,0264 mg/g; dan kukus sebesar 0,0260 mg/g. Biji lamtoro yang diolah segar memiliki kandungan mimosine yang lebih tinggi dibandingkan dengan biji lamtoro rebus maupun kukus. Hal tersebut dikarenakan struktur mimosine yang menyerupai L-tirosine. Hal ini diduga L-tirosine dapat berikatan dengan komponen mineral dan protein lainnya membentuk senyawa kompleks. Keberadaan mineral yang tinggi diduga dapat mempengaruhi pembentukan komplesk mimosine-iron melalui pembentukan phosat dengan besi menjadi tidak larut (Meulen et al., 1979). Berdasarkan Tabel 4.3. tidak terdapat perbedaan yang nyata antara sampel biji lamtoro rebus dan kukus, namun proses pengolahan memberikan penurunan yang signifikan dibandingkan sampel segar. Hal tersebut dikarenakan karena proses pengolahan yaitu pemanasan. Proses pemanasan dapat merusak senyawa mimosine (Matsumoto et al., 1951 cit Meulen et al., 1979). Meulen et al. (1979), penurunan kandungan mimosine dikarenakan mimosine dapat mengikat komponen mineral menjadi tidak stabil. Penurunan mimosine juga terjadi pada daun tanaman lamtoro yang dilakukan proses pengukusan. Menurut Matsumoto (1951), pengukusan dapat dijadikan sebagai sumber panas. Sumber panas ini akan dengan mudah menghilangkan mimosin pada tanaman dengan cara menghancurkan senyawa tersebut.

Tripsin Inhibitor

Berdasarikan Tabel 1. kandungan tripsin inhibitor pada sampel segar sebesar 0,0578 TIU/mg bahan; rebus sebesar 0,0457 TIU/mg bahan; dan kukus sebesar 0,0520 TIU/mg bahan. Biji lamtoro yang diolah segar memiliki kandungan tripsin inhibitor yang lebih tinggi dibandingkan dengan biji lamtoro rebus maupun kukus. Penurunan ini diakibatkan oleh proses pemanasan yang terjadi selama pengolahan. Proses pemanasan pada suhu 100oC selama 2 jam dapat mengurai aktivitas tripsin inhibitor. Aktivitas tripsin inhibitor mengalmi penurunan sebesar 80% tanpa mempengaruhi warna dari tepung kedelai. Proses pengukusan tepung kedelai selama 10 memit serta pengeringan udara panas pada suhu 60oC dapat menurunkan aktivitas tripsin inhibitor sebesar 80% (Agrahar dan Jha, 2010).

Aplikasi pengeringan kering pada kacang-kacangan tidak efektif dalam menginaktifkan tripsin inhibitor dan aktvitas kemotripsin inhibitor pada pigeonpea, tapi perendaman selama 24 jam yang dilanjutkan dengan pemasakan selama 20 menit efektif dalam menghancurkan aktivitas tripsin inhibitor (Mulimani dan Paramjyothi, 1994). Nilai Cerna Protein

Kecernaan protein merupakan faktor penting untuk mengukur bioavaibilitas protein pada penyerapan usus setelah proses pencernaan. Analisa kecernaan protein secara in vitro merupakan metode yang digunakan mengukur parameter pencernaan. Kondisi analisis pencernaan secara in vitro dikondisikan sama seperti proses yang terjadi di dalam gastroinstestinal manusia yakni menggunakan en zim proteolitik (Couto et al., 2015). Adapun nilai cerna protein biji lamtoro ditunjukkan pada Gambar 4.1

.

Page 32: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”544

Gambar 1. Nilai Cerna Biji Lamtoro

Kecernaan protein dikaitkan dengan peningkatan pada a-amino nitrogen dan kecernaan protein ditunjukkan dengan total TCA nitrogen terlarut sebagai persentase total nitrogen. Pencernaan protein melibatkan enzim pepsin selama 3 jam diikuti dengan penambahan enzim pankreatin 6 jam (Sethi dan Kulkarni, 1993).

Gambar 1. menunjukkan bahwa nilai kecernaan pada sampel segar sebesar 46,8688%; rebus sebesar 68,3377%; dan kukus sebesar 61,6845%. Biji lamtoro yang diolah rebus memiliki nilai cerna paling tinggi dibandingkan dengan biji lamtoro segar maupun kukus. Berdasarkan Gambar 4.1, nilai cerna protein biji lamtoro yang diolah berbeda nyata dengan sampel segar. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa proses pengolahan akan meningkatkan nilai cerna.

Hal tersebut sesuai dengan Menurut Sethi dan Kulkarni (1993), isolate protein biji lamtoro yang dioalah dengan autoclave selama 5 menit meningkat sebesar 89,2% dari 25%. Peningkatan nilai kecernaan ini dikarenakan proses pengolahan autoklaf berperan dalam meninaktifkan faktor antigizi. Pelepasan nitrogen -asam amino yang lebih besar pada sampel isolat biji lamtoro

dibandingkan yang mentah dikarenakan hilangnya sejumlah antigizi bahan pangan pada media supernatant termasuk mimosine. Hal tersebut sesuai dengan hasil biji petai cina yang diolah rebus dan kukus ditunjukkan pada Gambar 1. Biji petai cina mengalami penurunan kandungan mimosine ketika dilakukan proses pemanasan.

Berdasarkan penelitian lain Ma et al. (2017), nilai kecernaan pada kacang kapri yang diolah dengan cara perebusan, penyangraian dan germinasi dapat meningkatkan nilai kecernaan protein. Hal tersebut dikarenakan adanya pengaruh dari struktur protein globular dan konformasi dari protein serta keberadaan senyawa antigizi seperti tannin dan tripsin inhibitor. Proses pemanasan akan menginaktifkan senyawa antigizi dan berdampak pada denaturasi protein yang akan membuka struktur bagian dalam protein sehingga enzim pencernaan bekerja lebih baik ketika proses hidrolisis. Menurut Lehninger (1998), proses pemanasan dapat menyebabkan terjadainya denaturasi protein menjadi struktur acak. Dengan terbukannya lipatan protein menyebabkan enzim pencernaan lebih mudah untuk

0.000010.000020.000030.000040.000050.000060.000070.000080.0000

Segar Rebus Kukus

Nila

i cer

na (%

)

Proses Pengolahan

c b

a

Page 33: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 545

Gambar 1. Nilai Cerna Biji Lamtoro

Kecernaan protein dikaitkan dengan peningkatan pada a-amino nitrogen dan kecernaan protein ditunjukkan dengan total TCA nitrogen terlarut sebagai persentase total nitrogen. Pencernaan protein melibatkan enzim pepsin selama 3 jam diikuti dengan penambahan enzim pankreatin 6 jam (Sethi dan Kulkarni, 1993).

Gambar 1. menunjukkan bahwa nilai kecernaan pada sampel segar sebesar 46,8688%; rebus sebesar 68,3377%; dan kukus sebesar 61,6845%. Biji lamtoro yang diolah rebus memiliki nilai cerna paling tinggi dibandingkan dengan biji lamtoro segar maupun kukus. Berdasarkan Gambar 4.1, nilai cerna protein biji lamtoro yang diolah berbeda nyata dengan sampel segar. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa proses pengolahan akan meningkatkan nilai cerna.

Hal tersebut sesuai dengan Menurut Sethi dan Kulkarni (1993), isolate protein biji lamtoro yang dioalah dengan autoclave selama 5 menit meningkat sebesar 89,2% dari 25%. Peningkatan nilai kecernaan ini dikarenakan proses pengolahan autoklaf berperan dalam meninaktifkan faktor antigizi. Pelepasan nitrogen -asam amino yang lebih besar pada sampel isolat biji lamtoro

dibandingkan yang mentah dikarenakan hilangnya sejumlah antigizi bahan pangan pada media supernatant termasuk mimosine. Hal tersebut sesuai dengan hasil biji petai cina yang diolah rebus dan kukus ditunjukkan pada Gambar 1. Biji petai cina mengalami penurunan kandungan mimosine ketika dilakukan proses pemanasan.

Berdasarkan penelitian lain Ma et al. (2017), nilai kecernaan pada kacang kapri yang diolah dengan cara perebusan, penyangraian dan germinasi dapat meningkatkan nilai kecernaan protein. Hal tersebut dikarenakan adanya pengaruh dari struktur protein globular dan konformasi dari protein serta keberadaan senyawa antigizi seperti tannin dan tripsin inhibitor. Proses pemanasan akan menginaktifkan senyawa antigizi dan berdampak pada denaturasi protein yang akan membuka struktur bagian dalam protein sehingga enzim pencernaan bekerja lebih baik ketika proses hidrolisis. Menurut Lehninger (1998), proses pemanasan dapat menyebabkan terjadainya denaturasi protein menjadi struktur acak. Dengan terbukannya lipatan protein menyebabkan enzim pencernaan lebih mudah untuk

0.000010.000020.000030.000040.000050.000060.000070.000080.0000

Segar Rebus Kukus

Nila

i cer

na (%

)

Proses Pengolahan

c b

a

menghidrolissis dan mudah memecah protein menjadi monomer-monomer.

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian “Antigizi Serta Nilai Cerna Protein Secara In Vitro Biji Lamtoro (Leucaena leucocephala) Kukus dan Rebus” maka dapat disimpulkan bahwa : Senyawa antigizi mengalami penurunan dan nilai cerna protein mengalami peningkatan pada biji lamtoro kukus dan rebus.

DAFTAR PUSTAKA

Agrahar-M.D., dan Jha, K. 2010. Effect of Drying on Nutritional and Functional Quality and Electrophoretic Pattern of Soyflour From Sprouted Soybean (Glycine Max). Journal of Food Science and Technology. 47. Pp: 482-487.

Lim, T.K. 2012. Edible Medicinal and Non-Medicinal Plants: Volume 2 Fruits. Serial Online Book Springer Science Business Media B.V.

Mulimani, V.H., dan Paramjyothi, S. 1994. Effect of Heat Treatments on Trypsin/Chyomotrypsin Inhibitor Activity of Red Gram (Cajanus cajan L.). Plants Foods Hum Nutr 46(2). Pp:103-107.

Rao, C.T., Lakshminarayana, G., Prasad, N.B.L., Jagan, M.R.S., Azeemoddin G, Atchynta Ramayya D, Thirumala Rao SD. 1984. Characteristics and compositions of Carissa spinarum, Leucaena leucocephala and Physalis minima seeds and oils. J Am Oil Chem Soc 61:1472–1473.

Sethi, Poonam dan Kulkarni, P.R. 1993. In Vitro Protein Digestibility of Leucaena leucocepala Seed Kernels and Protein Isolate. Food Chemistry 46. Pp: 159-162.

Wang, N., Lewis, M.J., Brennan, J.G., dan Westby. 1997. Effect of Processing Methods on Nutrients and Antinutritional Factor in Cowpea. Journal Food Chesmistry Vol. 58(1-2). Pp: 59-68.

Page 34: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”546

PENGARUH KONSENTRASI MIKROKAPSUL BAKTERI Lactobacillus acidophilus TERHADAP KARAKTERISTIK BUBUR SINBIOTIK BERBAHAN BAKU TEPUNG

KOMPOSIT

EFFECT OF Lactobacillus acidophilus MICROCAPSUL BACTERIA CONCENTRATIONS AGAINST SYNBIOTIC PORRIDGE CHARACTERISTICS MADE FROM COMPOSITE

FLOUR

Debby M. Sumanti1*, Tita Rialita1, Indira Lanti.K1, In-In Hanida1, dan Nur Shabrina2

1Departemen Teknologi Industri Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran

2Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran

*Email Korespondensi: [email protected]

ABSTRACT Synbiotic porridge made from a combination of probiotics and prebiotics where the source of prebiotic comes from composite flour. Composite flour consisting of banana corm and black soybean containing dietary fiber (Inulin and FOS) which combined with Lactobacillus acidophilius probiotic bacteria is called synbiotic. The study aims to determine the best concentration of L. acidophilus bacteria in producing synbiotic porridge made from composite flour with a good characterictics. This research conducted based on Randomized Block Design with five treatments bacteria concentration i.e 2%, 4%, 6%, 8% and 10% (b/b) and repeated 3 times. The results showed that the use of L. acidophilus bacteria concentration make no significant difference for total probiotic bacteria, pH and organoleptic characteristics, but it has differences for viscosity. Synbiotic porridge with 8% bacteria added was the best treatment which produces total probiotic bacteria as much as 10.3 Log CFU/g, 14.65 g/100 g FOS, 14.97 g/100 g Inulin, pH of 7.17, 4203.33 mPas viscocity, and preferably organoleptic properties including color, aroma, flavor, and texture by panelists. The result of proximate's analyses show 51.1% water content, 0.3% protein, 2.6% fat, 1.3% ash, and 44.7% carbohydrates. Keywords: Composite flour, prebiotic, probiotic, synbiotic porridge.

ABSTRAK

Bubur sinbiotik terbuat dari kombinasi antara probiotik dan prebiotik dimana sumber prebiotik yang digunakan berasal dari tepung komposit. Tepung komposit yang terdiri dari bonggol pisang batu dan kedelai hitam mengandung serat pangan berupa inulin maupun FOS yang jika dikombinasikan dengan bakteri probiotik Lactobacillus acidophilus dapat menghasilkan produk sinbiotik. Tujuan penelitian ini adalah menentukan konsentrasi bakteri L. acidophilus yang tepat untuk dapat menghasilkan karakteristik bubur sinbiotik berbahan baku tepung komposit dengan karakteristik yang baik dan disukai panelis. Penelitian dilakukan menggunakan Rancangan Acak

Page 35: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 547

PENGARUH KONSENTRASI MIKROKAPSUL BAKTERI Lactobacillus acidophilus TERHADAP KARAKTERISTIK BUBUR SINBIOTIK BERBAHAN BAKU TEPUNG

KOMPOSIT

EFFECT OF Lactobacillus acidophilus MICROCAPSUL BACTERIA CONCENTRATIONS AGAINST SYNBIOTIC PORRIDGE CHARACTERISTICS MADE FROM COMPOSITE

FLOUR

Debby M. Sumanti1*, Tita Rialita1, Indira Lanti.K1, In-In Hanida1, dan Nur Shabrina2

1Departemen Teknologi Industri Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran

2Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran

*Email Korespondensi: [email protected]

ABSTRACT Synbiotic porridge made from a combination of probiotics and prebiotics where the source of prebiotic comes from composite flour. Composite flour consisting of banana corm and black soybean containing dietary fiber (Inulin and FOS) which combined with Lactobacillus acidophilius probiotic bacteria is called synbiotic. The study aims to determine the best concentration of L. acidophilus bacteria in producing synbiotic porridge made from composite flour with a good characterictics. This research conducted based on Randomized Block Design with five treatments bacteria concentration i.e 2%, 4%, 6%, 8% and 10% (b/b) and repeated 3 times. The results showed that the use of L. acidophilus bacteria concentration make no significant difference for total probiotic bacteria, pH and organoleptic characteristics, but it has differences for viscosity. Synbiotic porridge with 8% bacteria added was the best treatment which produces total probiotic bacteria as much as 10.3 Log CFU/g, 14.65 g/100 g FOS, 14.97 g/100 g Inulin, pH of 7.17, 4203.33 mPas viscocity, and preferably organoleptic properties including color, aroma, flavor, and texture by panelists. The result of proximate's analyses show 51.1% water content, 0.3% protein, 2.6% fat, 1.3% ash, and 44.7% carbohydrates. Keywords: Composite flour, prebiotic, probiotic, synbiotic porridge.

ABSTRAK

Bubur sinbiotik terbuat dari kombinasi antara probiotik dan prebiotik dimana sumber prebiotik yang digunakan berasal dari tepung komposit. Tepung komposit yang terdiri dari bonggol pisang batu dan kedelai hitam mengandung serat pangan berupa inulin maupun FOS yang jika dikombinasikan dengan bakteri probiotik Lactobacillus acidophilus dapat menghasilkan produk sinbiotik. Tujuan penelitian ini adalah menentukan konsentrasi bakteri L. acidophilus yang tepat untuk dapat menghasilkan karakteristik bubur sinbiotik berbahan baku tepung komposit dengan karakteristik yang baik dan disukai panelis. Penelitian dilakukan menggunakan Rancangan Acak

Kelompok (RAK) dengan lima perlakuan konsentrasi bakteri yakni 2%, 4%, 6%, 8% dan 10% (b/b) yang diulang sebanyak 3 kali. Hasil menunjukkan bahwa penggunaan konsentrasi bakteri L. acidophilus tidak menghasilkan perbedaan yang nyata untuk total bakteri probiotik, pH, dan karakteristik organoleptik (Phit<P0,5), namun memiliki perbedaan yang nyata untuk viskositas. Penggunaan bakteri dengan konsentrasi 8% menghasilkan bubur sinbiotik terpilih dengan total bakteri probiotik 10,3 Log CFU/g, FOS 14,65 g/100g, inulin 14,97 g/100g, viskositas kental sebesar 4203,33 mPas, pH 7,17, karakteristik organoleptik berupa warna, aroma, rasa, tesktur yang disukai panelis. Adapun uji proksimat menghasilkan kadar air sebesar 51,1%, protein 0,3%, lemak 2,6%, abu 1,3%, dan karbohidrat 44,7%.

Kata kunci : Bubur sinbiotik, prebiotik, probiotik, tepung komposit.

PENDAHULUAN

Bubur merupakan istilah umum untuk campuran bahan padat dan cair, dengan komposisi cairan yang lebih banyak daripada padatan dan dimasak dengan cara merebus bahannya sampai menjadi sangat lunak (Pringgodigdo et al.,2002 ). Menurut Mulyawati dan Harahap (2005) bahwa bubur sebagai hidangan dari jenis atau bahan sumber karbohidrat yang dimasak bersama banyak air atau kaldu sehingga menjadi lunak dan kental. Bahan baku pembuatan bubur pada umumnya tersusun dari komponen karbohidrat biasanya berupa campuran tepung beras (Noer, 2014), tepung jagung (Listyoningrum, 2015), dan sumber karbohidrat lainnya. Penggunaan bahan baku yang terdiri dari komponen karbohidrat berupa bonggol pisang batu dan dicampur dengan tepung kedelai hitam yang memiliki nilai gizi yang lebih tinggi dari kedelai hitam dapat meningkatkan nilai gizi dan fungsi produk bubur dalam penelitian ini. Campuran antara tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam disebut pula dengan istilah tepung komposit.

Keunggulan bubur berbahan baku tepung komposit ialah menggunakan bahan baku lokal yang belum termanfaatkan secara optimal serta memiliki kandungan gizi terutama kandungan karbohidrat yang cukup tinggi. Menurut Direktorat Gizi Departemen Republik Indonesia (1981), bonggol pisang

kering mengandung 66,2% karbohidrat. Adapun efek kesehatan bonggol pisang diantaranya ialah dapat menurunkan gula darah dengan memperlambat konversi karbohidrat menjadi glukosa yang akan diserap dalam aliran darah karena kandungan seratnya yang tinggi,

sehingga dapat dimanfaatkan penderita diabetes (Astawan dan Loemitro, 2008).

Menurut Xu dan Chang (2007), kedelai hitam mempunyai kandungan fenolik, tanin, antosianin, isoflavon serta aktivitas antioksidan lebih tinggi dibanding kedelai kuning. Adapun kandungan protein dari kedelai hitam menurut Michihiro (2006), ialah sebesar 40.4 g/100g. Kombinasi antar kedua tepung ini dalam bentuk tepung komposit akan menghasilkan nilai fungsional yang cukup baik dibandingkan penggunaan satu jenis tepung saja, sehingga dapat dijadikan salah satu alternatif produk pangan fungsional.

Pangan fungsional adalah pangan yang secara alami maupun buatan telah mengalami proses menjadi produk atau produk olahan, mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah memiliki fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2005). Produk pangan fungsional yang sedang dikembangkan saat ini ialah produk yang mengandung prebiotik dan

Page 36: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”548

probiotik dan kombinasi diantara keduanya disebut dengan sinbiotik (Gourbeyre, Denery dan Bodinier, 2010).

Tepung komposit yang didalamnya terdapat tepung bonggol pisang mengandung oligosakarida seperti inulin dan fruktosaoligosakarida (FOS) yang belum dimanfaatkan (Maudi et al., 2008). Menurut Suparwati (2014), bonggol pisang mengandung inulin sebesar 1,16% sehingga dapat digunakan sebagai sumber prebiotik dalam pembuatan bubur sinbiotik.

Secara umum probiotik merupakan mikroba yang memberikan keuntungan kesehatan bagi inangnya melalui efeknya dalam saluran intestinal (Roberfroid, 2000). Karakteristik produk sinbiotik ditentukan oleh jumlah bakteri probiotik dan karakteristik organoleptiknya. Jumlah bakteri yang cukup untuk memberikan efek kesehatan bagi tubuh manusia adalah 106-108 CFU/ml dan diharapkan dapat berkembang menjadi 1012 CFU/ml di dalam kolon (FAO/WHO,2002). Salah satu cara melindungi bakteri agar viabilitasnya tetap terjaga adalah melalui enkapsulasi menggunakan bahan pengkapsul (enkapsulan). Mikroenkapsulasi mampu melindungi sel dari kondisi lingkungan yang menyebabkan viabilitas sel menurun seperti suhu, pH, kelembaban, oksigen dan sebagainya (Krasaekoopt et al.,2003). Mikrokapsul bakteri L.acidophilus dapat dilakukan dengan menggunakan metode freeze drying dengan ditambahkan penyalut 10% susu skim serta 20% maltodekstrin hingga pada akhirnya berbentuk serbuk ( Sari, 2015). Oleh karena itu penambahan konsentrasi mikrokapsul bakteri probiotik ke dalam produk pangan yang mengandung prebiotik harus tepat untuk menghasilkan produk bubur sinbiotik dengan kualitas yang baik.

Tujuan penelitian adalah menentukan konsentrasi mikrokapsul bakteri L. acidophilus yang tepat untuk dapat menghasilkan karakteristik bubur sinbiotik

berbahan baku tepung komposit dengan karakteristik yang baik dan disukai panelis.

METODOLOGI

Bahan Percobaan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bonggol pisang batu segar yang diperoleh dari petani pisang batu Cikuda- Sumedang. Kedelai hitam varietas AKIBE yang diperoleh dari Fakultas Pertanian Unpad. Mikrokapsul bakteri L.acidophilus dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Industri Pangan Unpad. Na-Metabisulfit, susu full cream, gula, aquades, media MRS Agar, asam asetat glasial, Na-Cl fisiologis, dan alkohol 70. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perlakuan dilakukan pada 5 konsentrasi bakteri dengan ulangan sebanyak 3 kali sebagai berikut : A : Konsentrasi bakteri L. acidophilus 2% B : Konsentrasi bakteri L. acidophilus 4% C : Konsentrasi bakteri L. acidophilus 6% D : Konsentrasi bakteri L. acidophilus 8% E : Konsentrasi bakteri L. acidophilus 10% Pelaksanaan Percobaan Diagram proses pembuatan bubur sinbiotik berbahan baku tepung komposit dapat dilihat pada gambar di bawah

Page 37: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 549

probiotik dan kombinasi diantara keduanya disebut dengan sinbiotik (Gourbeyre, Denery dan Bodinier, 2010).

Tepung komposit yang didalamnya terdapat tepung bonggol pisang mengandung oligosakarida seperti inulin dan fruktosaoligosakarida (FOS) yang belum dimanfaatkan (Maudi et al., 2008). Menurut Suparwati (2014), bonggol pisang mengandung inulin sebesar 1,16% sehingga dapat digunakan sebagai sumber prebiotik dalam pembuatan bubur sinbiotik.

Secara umum probiotik merupakan mikroba yang memberikan keuntungan kesehatan bagi inangnya melalui efeknya dalam saluran intestinal (Roberfroid, 2000). Karakteristik produk sinbiotik ditentukan oleh jumlah bakteri probiotik dan karakteristik organoleptiknya. Jumlah bakteri yang cukup untuk memberikan efek kesehatan bagi tubuh manusia adalah 106-108 CFU/ml dan diharapkan dapat berkembang menjadi 1012 CFU/ml di dalam kolon (FAO/WHO,2002). Salah satu cara melindungi bakteri agar viabilitasnya tetap terjaga adalah melalui enkapsulasi menggunakan bahan pengkapsul (enkapsulan). Mikroenkapsulasi mampu melindungi sel dari kondisi lingkungan yang menyebabkan viabilitas sel menurun seperti suhu, pH, kelembaban, oksigen dan sebagainya (Krasaekoopt et al.,2003). Mikrokapsul bakteri L.acidophilus dapat dilakukan dengan menggunakan metode freeze drying dengan ditambahkan penyalut 10% susu skim serta 20% maltodekstrin hingga pada akhirnya berbentuk serbuk ( Sari, 2015). Oleh karena itu penambahan konsentrasi mikrokapsul bakteri probiotik ke dalam produk pangan yang mengandung prebiotik harus tepat untuk menghasilkan produk bubur sinbiotik dengan kualitas yang baik.

Tujuan penelitian adalah menentukan konsentrasi mikrokapsul bakteri L. acidophilus yang tepat untuk dapat menghasilkan karakteristik bubur sinbiotik

berbahan baku tepung komposit dengan karakteristik yang baik dan disukai panelis.

METODOLOGI

Bahan Percobaan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bonggol pisang batu segar yang diperoleh dari petani pisang batu Cikuda- Sumedang. Kedelai hitam varietas AKIBE yang diperoleh dari Fakultas Pertanian Unpad. Mikrokapsul bakteri L.acidophilus dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Industri Pangan Unpad. Na-Metabisulfit, susu full cream, gula, aquades, media MRS Agar, asam asetat glasial, Na-Cl fisiologis, dan alkohol 70. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perlakuan dilakukan pada 5 konsentrasi bakteri dengan ulangan sebanyak 3 kali sebagai berikut : A : Konsentrasi bakteri L. acidophilus 2% B : Konsentrasi bakteri L. acidophilus 4% C : Konsentrasi bakteri L. acidophilus 6% D : Konsentrasi bakteri L. acidophilus 8% E : Konsentrasi bakteri L. acidophilus 10% Pelaksanaan Percobaan Diagram proses pembuatan bubur sinbiotik berbahan baku tepung komposit dapat dilihat pada gambar di bawah

Perhitungan Total Bakteri Probiotik MetodeTotal Plate Count (Rosiana, 2008)

Mengambil 1 bubur sinbiotik masukkan ke dalam tabung reaksi yg berisi 9 ml larutan NaCl fisiologi 0,85% (pengenceran 10-1). Pengenceran dilakukan sampai 10-8 , kemudian mengambil 1 ml pada tiga pengenceran terakhir 1 ml, (10-6, 10-7 dan 10-

8), dan memasukannya ke dalam cawan petri steril. Selanjutnya menuangkan media MRS agar + asam asetat glasial 0,5% (40-45oC) sebanyak 12-15 ml ke dalam cawan petri dan digoyang-goyang membentuk angka 8 untuk meratakan sampel pada media. Inkuba 37oC selama 48 jam. Meghitung jumlah koloni yang tumbuh pada agar sebagai berikut:

Koloni /ml =jumlah koloni x

Pengujian organoleptik menggunakan uji hedonik (Soekarto, 1985) .

Pengujian organoleptik bubur sinbiotik menggunakan 15 panelis terlatih. Setiap panelis diminta untuk memberikan penilaian terhadap warna, aroma, rasa dan kekentalan bubur sinbiotik pada setiap kode contoh dengan salah satu angka yang sesuai dengan pernyataan di bawah ini: (1)Tidak Suka, (2) Kurang Suka, (3)Agak Suka, (4) Suka dan (5) Sangat Suka. Viskositas (Brookfield Engineering Laboratories, 2001)

Bubur sinbiotik dimasukan ke dalam wadah pengujian. Alat viskometer yang digunakan disambungkan ke aliran listrik. Spindel pengaduk dipilih, yakni terdapat L1, L2, L3, dan L4. Nomor L semakin kecil diperuntukan untuk mengaduk larutan yang viskositasnya rendah (encer). Pengaturan rpm (rotary per minutes) dilakukan, dimana rpm ini merupakan shear stress. Jika rpm semakin kecil, maka kecepatan pengadukan akan semakin lama. Jika rpm semakin besar, maka kecepatan pengadukan akan semakin cepat. Nilai viskositas (cp) dibaca pada layar hingga angkanya stabil dan dicatat. Pengukuran pH (AOAC, 1984).

Mengkalibrasi pH meter dengan mencelupkan elektrodanya ke dalam buffer pH 7 sehingga angka menunjukkan angka 7,0 (pH netral).

Mencelupkan Elektroda pH meter ke dalam bubur sinbiotik beberapa saat dan alat mulai bekerja untuk pembacaan.

Nilai pH akan muncul pada alat pembaca, hingga elektrodanya menunjukkan pH bubur sinbiotik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Total Bakteri Probiotik Pengaruh penambahan konsentrasi

bakteri L. acidophilus terhadap total bakteri

Tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai

hitam (8:1)

Pencampuran

Pemasakan (T=80oC, t=15

menit) Penurunan suhu

sampai suhu 40oC

Inokulasi

Penyimpanan pada suhu ± 4oC

Bubur Sinbiotik Tepung

Komposit

Susu fullcream cair (perbandingan 8:1

dengan tepung komposit

Gula halus 11% (b/v)

L.acidophillus 2%, 4%, 6%, 8%,10%

(b/b)

Page 38: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”550

probiotik bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Pengaruh Konsentrasi Bakteri L.

acidophilus Tehadap Total Bakteri L. acidophilus pada Bubur Sinbiotik Bonggol Pisang Batu dan Kedelai Hitam

Perlakuan

(Konsentrasi Bakteri)

Rata-rata Total Bakteri Probiotik

(Log CFU/g) A (2%) 10,0 B (4%) 9,4 C (6%) 10,4 D (8%) 10,3 E (10%) 10,1

Semua perlakuan konsentrasi bakteri

L.acidophilus pada bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam menghasilkan total bakteri probiotik yang tidak jauh berbeda yaitu berkisar antara 9,4 log CFU/g sampai dengan 10,4 log CFU/g. Hal ini desebabkan karena penambahan bakteri L.acidophilus ke dalam bubur dalam kondisi dorman sehingga bakteri diduga tidak melakukan aktivitas perbanyakan sel yang biasanya terjadi saat proses fermentasi. Produk probiotik yang beredar di pasaran umumnya merupakan produk fermentasi, dimana fermentasi biasanya dapat meningkatkan total bakteri probiotik. Hal ini disebabkan saat fermentasi, bakteri probiotik mulai memanfaatkan substrat untuk melakukan pembelahan sel serta berkembang sehingga total bakteri probiotik terus meningkat hingga mencapai total tertinggi.

Perlakuan B mengalami penurunan total bakteri probiotik sebesar 1 Log, dimana seharusnya semakin banyak konsentrasi yang ditambahkan akan meningkatkan jumlah sel bakteri L.acidophilus dalam produk. Hal ini diduga disebabkan oleh faktor teknis yakni proses pengadukan atau homogenisasi setelah

tahap inokulasi bubur tidak teraduk secara merata disebabkan konsistensi bubur yang kental dan adanya penggumpalan L.acidophilus terenkapsulasi yang ditambahkan.

Menurut Kusmaningrum (2011), pada awal waktu fermentasi bakteri probiotik akan memasuki fase adaptasi dimana pada fase tersebut bakteri probiotik akan mengawali pertumbuhan, tetapi masih dalam jumlah yang masih sangat sedikit. Setelah fase adaptasi, bakteri probiotik akan memasuki fase logaritmik yaitu sel-sel bakteri probiotik akan tumbuh dan membelah diri secara eksponensial sampai jumlah maksimum.

Nilai total bakteri L.acidophilus bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam telah memenuhi standar produk sinbiotik dimana jumlah bakteri probiotik minimal 107 cfu/ml (FAO, 2002).

Karakteristik Organoleptik Kesukaan Warna

Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi bakteri L. acidophilus terenkapsulasi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kesukaan panelis terhadap warna bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam (Tabel 2).

Rata-rata tingkat kesukaan warna bubur sinbiotik bonggol pisang dan kedelai hitam berkisar antara 3,31-3,49 (agak suka). Panelis tidak dapat membedakan warna antar perlakuan karena formulasi pembuatan bubur sinbiotik bonggol pisang dan kedelai hitam yang digunakan sama, dan penambahan bakteri L.acidophilus terenkapsulasi yang berwarna putih tidak menghasilkan perbedaan warna bubur yang jelas.

Page 39: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 551

probiotik bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Pengaruh Konsentrasi Bakteri L.

acidophilus Tehadap Total Bakteri L. acidophilus pada Bubur Sinbiotik Bonggol Pisang Batu dan Kedelai Hitam

Perlakuan

(Konsentrasi Bakteri)

Rata-rata Total Bakteri Probiotik

(Log CFU/g) A (2%) 10,0 B (4%) 9,4 C (6%) 10,4 D (8%) 10,3 E (10%) 10,1

Semua perlakuan konsentrasi bakteri

L.acidophilus pada bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam menghasilkan total bakteri probiotik yang tidak jauh berbeda yaitu berkisar antara 9,4 log CFU/g sampai dengan 10,4 log CFU/g. Hal ini desebabkan karena penambahan bakteri L.acidophilus ke dalam bubur dalam kondisi dorman sehingga bakteri diduga tidak melakukan aktivitas perbanyakan sel yang biasanya terjadi saat proses fermentasi. Produk probiotik yang beredar di pasaran umumnya merupakan produk fermentasi, dimana fermentasi biasanya dapat meningkatkan total bakteri probiotik. Hal ini disebabkan saat fermentasi, bakteri probiotik mulai memanfaatkan substrat untuk melakukan pembelahan sel serta berkembang sehingga total bakteri probiotik terus meningkat hingga mencapai total tertinggi.

Perlakuan B mengalami penurunan total bakteri probiotik sebesar 1 Log, dimana seharusnya semakin banyak konsentrasi yang ditambahkan akan meningkatkan jumlah sel bakteri L.acidophilus dalam produk. Hal ini diduga disebabkan oleh faktor teknis yakni proses pengadukan atau homogenisasi setelah

tahap inokulasi bubur tidak teraduk secara merata disebabkan konsistensi bubur yang kental dan adanya penggumpalan L.acidophilus terenkapsulasi yang ditambahkan.

Menurut Kusmaningrum (2011), pada awal waktu fermentasi bakteri probiotik akan memasuki fase adaptasi dimana pada fase tersebut bakteri probiotik akan mengawali pertumbuhan, tetapi masih dalam jumlah yang masih sangat sedikit. Setelah fase adaptasi, bakteri probiotik akan memasuki fase logaritmik yaitu sel-sel bakteri probiotik akan tumbuh dan membelah diri secara eksponensial sampai jumlah maksimum.

Nilai total bakteri L.acidophilus bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam telah memenuhi standar produk sinbiotik dimana jumlah bakteri probiotik minimal 107 cfu/ml (FAO, 2002).

Karakteristik Organoleptik Kesukaan Warna

Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi bakteri L. acidophilus terenkapsulasi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kesukaan panelis terhadap warna bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam (Tabel 2).

Rata-rata tingkat kesukaan warna bubur sinbiotik bonggol pisang dan kedelai hitam berkisar antara 3,31-3,49 (agak suka). Panelis tidak dapat membedakan warna antar perlakuan karena formulasi pembuatan bubur sinbiotik bonggol pisang dan kedelai hitam yang digunakan sama, dan penambahan bakteri L.acidophilus terenkapsulasi yang berwarna putih tidak menghasilkan perbedaan warna bubur yang jelas.

Tabel 2. Pengaruh Konsentrasi Bakteri L. acidophilus Terhadap Kesukaan Warna Bubur Sinbiotik Bonggol Pisang Batu dan Kedelai Hitam

Konsentrasi Bakteri

Rata-rata Kesukaan Warna Bubur Sinbiotik

Hasil Uji

A (2%) 3,31 a B (4%) 3,47 a C (6%) 3,47 a D (8%) 3,49 a E (10%) 3,38 a

Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% menurut Uji Duncan

Warna merupakan karakteristik sensori

yang mempengaruhi kesukaan terhadap sesuatu produk. Warna merupakan atribut sensori yang pertama dilihat oleh konsumen. Warna harus menarik dan menyenangkan konsumen, seragam serta dapat mewakili citarasa yang ditambahkan (Arbuckle, 1986 dikutip Fauziah, 2015). Warna dari bubur sinbiotik bonggol pisang dan kedelai hitam ini ialah coklat tua. Warna coklat berasal dari warna bahan baku yakni bonggol pisang yang di dalamnya terdapat kandungan tanin (Putri, 2015). Tanin merupakan komponen flavonoid yang termasuk ke dalam golongan polifenol yang berperan penting selama pencoklatan enzimatis. Mekanisme pencokelatan enzimatis disebabkan pecahnya sel bahan hasil pertanian akibat kerusakan mekanis, sehingga menyebabkan senyawa fenol yang ada dalam vakuola keluar dan bertemu dengan enzim polifenol oksidase yang ada dalam sitoplasma dengan adanya oksigen dan katalis logam akan terbentuk senyawa quinon. Reaksi selanjutnya terjadi secara spontan dan tidak lagi tergantung oleh enzim atau oksigen. Bentuk quinon mengalami hidrolisis menjadi bentuk hidroksi

dan selanjutnya hidroksi quinon mengalami polimerisasi dan menjadi polimer berwarna coklat yang akhirnya menjadi melanin berwarna coklat (Winarno, 2004).

Adapun penyebab warna coklat lainnya diduga terjadi dari hasil reaksi Maillard akibat kandungan protein dalam tepung kedelai atau susu dan gula yang saling bereaksi. Reaksi Maillard terjadi antara gugus aldehid dari gula pereduksi dengan gugus amina dari asam amino terutama ε-amino-lisin dan α-amino asam amino N-terminal. Hasil reaksi Maillard menghasilkan bahan berwarna coklat (Palupi et al., 2007). Reaksi Maillard inilah yang terjadi pada reaksi pencoklatan jika makanan dipanaskan atau pada penyimpanan makanan yang lama (Eskin et al., 1971). Menurut Boekel (1998), reaksi Maillard terdiri dari kondensasi kandungan amino dan gula menjadi protein terpolimerisasi dan pigmen coklat (melanoidin). Pigmen coklat ini berasal dari degradasi gula. Selain itu, pada kandungan air yang sedikit, laju reaksi Maillard meningkat lagi karena difusi dari reaktan. Dalam hal ini bubur yang telah dimasak memiliki kandungan air yang sedikit yang dapat mendukung terjadinya reaksi Maillard. Kesukaan Aroma

Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi bakteri L. acidophilus terenkapsulasi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kesukaan panelis terhadap aroma bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam (Tabel 3).

Page 40: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”552

Tabel 3. Pengaruh Konsentrasi Bakteri L. acidophilus Terhadap Kesukaan Aroma Bubur Sinbiotik Bonggol Pisang Batu dan Kedelai Hitam

Konsentrasi Bakteri

Rata-rata Kesukaan

Aroma Bubur Sinbiotik

Hasil Uji

A (2%) 3,27 a B (4%) 3,31 a C (6%) 3,29 a D (8%) 3,24 a E(10%) 3,20 a

Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% menurut Uji Duncan

Aroma bubur sinbiotik bonggol pisang

dan kedelai hitam antar perlakuan tidak dapat dibedakan oleh panelis dan memiliki rentang nilai 3,20 – 3,31 (agak disukai panelis). Aroma khas yang dihasilkan dari bubur sinbiotik yang telah disimpan pada suhu 4oC selama 24 jam berkurang. Menurut Simamora (2012), suhu makanan yang kurang dari 20o C maupun yang lebih dari 30oC dapat mempengaruhi sensitivitas dari indera manusia, sehingga panelis tidak terlalu mencium aroma khas dari campuran bonggol pisang dan susu fullcream.

Aroma merupakan penentu kualitas produk terhadap diterima atau tidaknya suatu produk. Timbulnya aroma disebabkan oleh zat yang bersifat volatil (menguap), sedikit larut dalam air dan lemak. Menurut Desrosier (1988) dalam Sari (2011), aroma bisa dipengaruhi oleh bahan-bahan kimia penyusunnya. Awalnya, bubur sinbiotik yang belum disimpan beraroma creamy yang dihasilkan akibat adanya penambahan susu yang mengandung lemak, dimana flavor pada produk yang mengandung susu ditentukan dari komponen volatil yang ada pada lemak

susu. Kelompok susu yang termasuk lemak volatil (mudah menguap) adalah asam butirat, kaproat, kaprilat, kaprat, laurat (Sirajuddin et al., 2011). Selain dihasilkan aroma creamy, tercium pula aroma khas tanin dimana menurut Putri (2011), tepung bonggol pisang batu memiliki kandungan tanin sebesar 0,11%. Kesukaan Rasa

Berdasarkan analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi bakteri L. acidophilus ke dalam bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kesukaan panelis terhadap rasa bubur. Nilai rata – rata kesukaan rasa bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam dan hasil uji untuk setiap perlakuan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh Konsentrasi Bakteri L.

acidophilus Terhadap Kesukaan Rasa Bubur Sinbiotik Bonggol Pisang Batu dan Kedelai Hitam

Konsentrasi Bakteri

Rata-rata Kesukaan Rasa Bubur Sinbiotik

Hasil Uji

A (2%) 3,47 a B (4%) 3,49 a C (6%) 3,69 a D (8%) 3,42 a E(10%) 3,53 a

Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% menurut Uji Duncan

Rasa bubur sinbiotik bonggol pisang

batu dan kedelai hitam dari berbagai perlakuan tidak dapat dibedakan oleh panelis sehingga rata-rata panelis memberikan penilaian yang hampir sama. Hal ini disebabkan bakteri L.acidophilus yang

Page 41: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 553

Tabel 3. Pengaruh Konsentrasi Bakteri L. acidophilus Terhadap Kesukaan Aroma Bubur Sinbiotik Bonggol Pisang Batu dan Kedelai Hitam

Konsentrasi Bakteri

Rata-rata Kesukaan

Aroma Bubur Sinbiotik

Hasil Uji

A (2%) 3,27 a B (4%) 3,31 a C (6%) 3,29 a D (8%) 3,24 a E(10%) 3,20 a

Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% menurut Uji Duncan

Aroma bubur sinbiotik bonggol pisang

dan kedelai hitam antar perlakuan tidak dapat dibedakan oleh panelis dan memiliki rentang nilai 3,20 – 3,31 (agak disukai panelis). Aroma khas yang dihasilkan dari bubur sinbiotik yang telah disimpan pada suhu 4oC selama 24 jam berkurang. Menurut Simamora (2012), suhu makanan yang kurang dari 20o C maupun yang lebih dari 30oC dapat mempengaruhi sensitivitas dari indera manusia, sehingga panelis tidak terlalu mencium aroma khas dari campuran bonggol pisang dan susu fullcream.

Aroma merupakan penentu kualitas produk terhadap diterima atau tidaknya suatu produk. Timbulnya aroma disebabkan oleh zat yang bersifat volatil (menguap), sedikit larut dalam air dan lemak. Menurut Desrosier (1988) dalam Sari (2011), aroma bisa dipengaruhi oleh bahan-bahan kimia penyusunnya. Awalnya, bubur sinbiotik yang belum disimpan beraroma creamy yang dihasilkan akibat adanya penambahan susu yang mengandung lemak, dimana flavor pada produk yang mengandung susu ditentukan dari komponen volatil yang ada pada lemak

susu. Kelompok susu yang termasuk lemak volatil (mudah menguap) adalah asam butirat, kaproat, kaprilat, kaprat, laurat (Sirajuddin et al., 2011). Selain dihasilkan aroma creamy, tercium pula aroma khas tanin dimana menurut Putri (2011), tepung bonggol pisang batu memiliki kandungan tanin sebesar 0,11%. Kesukaan Rasa

Berdasarkan analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi bakteri L. acidophilus ke dalam bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kesukaan panelis terhadap rasa bubur. Nilai rata – rata kesukaan rasa bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam dan hasil uji untuk setiap perlakuan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh Konsentrasi Bakteri L.

acidophilus Terhadap Kesukaan Rasa Bubur Sinbiotik Bonggol Pisang Batu dan Kedelai Hitam

Konsentrasi Bakteri

Rata-rata Kesukaan Rasa Bubur Sinbiotik

Hasil Uji

A (2%) 3,47 a B (4%) 3,49 a C (6%) 3,69 a D (8%) 3,42 a E(10%) 3,53 a

Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% menurut Uji Duncan

Rasa bubur sinbiotik bonggol pisang

batu dan kedelai hitam dari berbagai perlakuan tidak dapat dibedakan oleh panelis sehingga rata-rata panelis memberikan penilaian yang hampir sama. Hal ini disebabkan bakteri L.acidophilus yang

ditambahkan sebagian besar tersalut maltodekstrin yang tidak mempengaruhi rasa bubur keseluruhan. Selain itu menurut Anwar (2002), aplikasi maltodekstrin pada produk pangan dapat menghasilkan makanan rendah kalori karena penambahan maltodekstrin dalam jumlah besar tidak meningkatkan kemanisan produk seperti gula.

Rasa merupakan rangsangan yang ditimbulkan oleh bahan yang dimakan dan yang dirasakan oleh indera pengecap. Rasa merupakan salah satu penentu kualitas suatu produk pangan. Rasa yang baik dapat diterima di masyarakat dan bertahan di pasaran dalam waktu yang cukup lama. Penerimaan panelis terhadap rasa bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam menunjukkan bahwa nilai rata-rata yang diberikan berkisar antara 3,42 – 3,69 yang berarti panelis menanggapi agak suka sampai suka pada rasa bubur sinbiotik. Bubur sinbiotik bonggol pisang dan kedelai hitam ini memiliki flavor yang khas hasil kombinasi dari tepung komposit, susu, dan gula. Susu cair apabila dipanaskan bersama gula (sukrosa, gua invert, dan glukosa) menghasilkan citarasa khas yang berasal dari reaksi Maillard antara protein dan gula reduksi (Tjahjadi et al., 2008). Menurut Hana (2014), komponen penghasil rasa tersebut merupakan komponen pembelahan molekular utama yang rendah dari reaksi Amadori (kondensasi dari gula pereduksi dengan asam amino yang merupakan tahapan reaksi awal reaksi maillard). Kesukaan Tekstur

Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi bakteri L. acidophilus ke dalam bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kesukaan panelis terhadap tekstur bubur. Nilai rata – rata kesukaan tekstur bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam dan hasil uji untuk setiap perlakuan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh Konsentrasi Bakteri L. acidophilus Terhadap Kesukaan Tekstur Bubur Sinbiotik Bonggol Pisang Batu dan Kedelai Hitam

Konsentrasi Bakteri

Kesukaan Tektur Bubur Sinbiotik

Hasil Uji

A (2%) 3,29 a B (4%) 3,38 a C (6%) 3,24 a D (8%) 3,27 a E(10%) 3,18 a

Keterangan: Perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan.

Tekstur dari fisik makanan adalah

gambaran organoleptik (panca indera) yang berhubungan dengan kualitas sifat raba makanan. Berdasarkan Tabel 5, seluruh perlakuan konsentrasi bakteri L. acidophilus yang ditambahkan tidak dapat dibedakan teksturnya sehingga panelis memberi nilai yang relatif sama. Bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam memiliki tekstur yang sangat kental akibat kandungan dari tepung bonggol pisang batu, dimana menurut Ardiyanto (2008), kandungan amilopektin yang tinggi yaitu sebesar 63,3% dan kandungan amilosa yang rendah sebesar 36,4%, memengaruhi daya serap air granula patinya sehingga gelatinisasi secara sempurna dapat berlangsung dengan cepat. Selain itu, penambahan bakteri L.acidophilus terenkapsulasi yang semakin banyak menghasilkan tekstur bubur sinbiotik bonggol pisang dan kedelai hitam yang semakin kental. Secara keseluruhan panelis agak menyukai tekstur dari bubur sinbiotik bonggol pisang dan kedelai hitam. Viskositas

Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan penambahan

Page 42: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”554

konsentrasi bakteri L. acidophilus ke dalam bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam memberikan pengaruh yang berbeda terhadap viskositas bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam (Tabel 6). Perlakuan penambahan konsentrasi L.acidophilus 2% (b/b) ke dalam bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam tidak berbeda nyata dengan penambahan konsentrasi bakteri L.acidophilus 4% (b/b) dan 6% (b/b), namun berbeda nyata dengan penambahan konsentrasi bakteri L.acidophilus 8% dan 10% (b/b). Tabel 6. Pengaruh Konsentrasi Bakteri

Lactobacillus acidophilus Terhadap Viskositas Bubur Sinbiotik Bonggol Pisang Batu dan Kedelai Hitam

Konsentrasi Bakteri

Rata-rata Viskositas (mPas)

Hasil Uji

A (2%) 2320,00 b B (4%) 3168,33 ab C (6%) 3518,33 ab D (8%) 4203,33 a E(10%) 4490,00 a

Keterangan: Perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan

Hal tersebut dipengaruhi oleh adanya

penambahan bakteri L.acidophilus yang tersalut maltodekstrin. Maltodekstrin pada dasarnya merupakan senyawa hidrolisis pati yang tidak sempurna, terdiri dari campuran gula-gula sederhana (mono- dan disakarida) dalam jumlah kecil, oligosakarida dengan rantai pendek dalam jumlah relatif tinggi serta sejumlah kecil oligosakarida berantai panjang. Menurut (Semyonov, et al.., 2010 dikutip Sohail, Turner, dan Coombes, 2012), maltodekstrin memiliki kemampuan mengikat air dan pada bahan pangan tertentu berfungsi

untuk meningkatkan kekentalan, sehingga semakin banyak konsentrasi bakteri L.acidophilus yang ditambahkan, maka viskositas bubur akan semakin meningkat.

Kisaran viskositas bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam adalah 2320,00-4490,00 mPas yang menunjukkan bahwa bubur memiliki kekentalan yang tinggi. Viskositas merupakan ukuran kekentalan yang menandakan besar kecilnya gesekan dalam fluida. Semakin besar nilai viskositas suatu bahan pangan, maka semakin kental dan semakin susah bahan pangan tersebut mengalir. Jika dibandingkan dengan penelitian Soetjiamto (2016) mengenai bubur instan berbahan baku tepung hasil samping ekstraksi antosianin ubi jalar ungu dan tepung kedelai, menghasilkan viskositas sebesar 1248,33-1800,00 mPas dimana hasil tersebut menunjukkan bahwa kekentalan bubur instan lebih rendah dibandingkan bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam. Hal ini disebabkan kandungan amilopektin yang tinggi pada bonggol pisang yakni 63,47% (Ardiyanto, 2008).

Hasil penelitian Listyoningrum dan Harijono (2015) tentang bubur bayi dengan formulasi tepung kacang hijau dan tepung jagung pratanak menghasilkan viskositas sebesar 4024.66-4880.67 mPas. Adapun viskositas bubur bayi komersil yang diteliti Fahriyani (2011) memiliki nilai 8410 mPas. Berdasarkan hal tersebut, maka bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam masih berada pada rentang viskositas bubur yang pernah diuji sebelumnya dan viskositas bubur komersil.

Bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam ini merupakan bahan pangan semipadat dengan karakteristik yang sulit mengalir. Berdasarkan karakteristik tersebut, bubur ini termasuk kedalam jenis fluida non-newtonian. Fluida non-Newtonian adalah suatu fluida yang akan mengalami perubahan viskositas ketika terdapat gaya yang bekerja pada fluida tersebut. Hal ini

Page 43: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 555

konsentrasi bakteri L. acidophilus ke dalam bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam memberikan pengaruh yang berbeda terhadap viskositas bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam (Tabel 6). Perlakuan penambahan konsentrasi L.acidophilus 2% (b/b) ke dalam bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam tidak berbeda nyata dengan penambahan konsentrasi bakteri L.acidophilus 4% (b/b) dan 6% (b/b), namun berbeda nyata dengan penambahan konsentrasi bakteri L.acidophilus 8% dan 10% (b/b). Tabel 6. Pengaruh Konsentrasi Bakteri

Lactobacillus acidophilus Terhadap Viskositas Bubur Sinbiotik Bonggol Pisang Batu dan Kedelai Hitam

Konsentrasi Bakteri

Rata-rata Viskositas (mPas)

Hasil Uji

A (2%) 2320,00 b B (4%) 3168,33 ab C (6%) 3518,33 ab D (8%) 4203,33 a E(10%) 4490,00 a

Keterangan: Perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan

Hal tersebut dipengaruhi oleh adanya

penambahan bakteri L.acidophilus yang tersalut maltodekstrin. Maltodekstrin pada dasarnya merupakan senyawa hidrolisis pati yang tidak sempurna, terdiri dari campuran gula-gula sederhana (mono- dan disakarida) dalam jumlah kecil, oligosakarida dengan rantai pendek dalam jumlah relatif tinggi serta sejumlah kecil oligosakarida berantai panjang. Menurut (Semyonov, et al.., 2010 dikutip Sohail, Turner, dan Coombes, 2012), maltodekstrin memiliki kemampuan mengikat air dan pada bahan pangan tertentu berfungsi

untuk meningkatkan kekentalan, sehingga semakin banyak konsentrasi bakteri L.acidophilus yang ditambahkan, maka viskositas bubur akan semakin meningkat.

Kisaran viskositas bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam adalah 2320,00-4490,00 mPas yang menunjukkan bahwa bubur memiliki kekentalan yang tinggi. Viskositas merupakan ukuran kekentalan yang menandakan besar kecilnya gesekan dalam fluida. Semakin besar nilai viskositas suatu bahan pangan, maka semakin kental dan semakin susah bahan pangan tersebut mengalir. Jika dibandingkan dengan penelitian Soetjiamto (2016) mengenai bubur instan berbahan baku tepung hasil samping ekstraksi antosianin ubi jalar ungu dan tepung kedelai, menghasilkan viskositas sebesar 1248,33-1800,00 mPas dimana hasil tersebut menunjukkan bahwa kekentalan bubur instan lebih rendah dibandingkan bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam. Hal ini disebabkan kandungan amilopektin yang tinggi pada bonggol pisang yakni 63,47% (Ardiyanto, 2008).

Hasil penelitian Listyoningrum dan Harijono (2015) tentang bubur bayi dengan formulasi tepung kacang hijau dan tepung jagung pratanak menghasilkan viskositas sebesar 4024.66-4880.67 mPas. Adapun viskositas bubur bayi komersil yang diteliti Fahriyani (2011) memiliki nilai 8410 mPas. Berdasarkan hal tersebut, maka bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam masih berada pada rentang viskositas bubur yang pernah diuji sebelumnya dan viskositas bubur komersil.

Bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam ini merupakan bahan pangan semipadat dengan karakteristik yang sulit mengalir. Berdasarkan karakteristik tersebut, bubur ini termasuk kedalam jenis fluida non-newtonian. Fluida non-Newtonian adalah suatu fluida yang akan mengalami perubahan viskositas ketika terdapat gaya yang bekerja pada fluida tersebut. Hal ini

menyebabkan fluida non-Newtonian tidak memiliki viskositas yang konstan. Menurut Kusuma et al. (2013), terdapat beberapa jenis fluida non-newtonian, diantaranya plastis, pseudoplastik, dan dilatant. Berdasarkan karakteristik diatas, bubur termasuk kedalam aliran pseudoplastik dimana pada tipe aliran ini, saat proses shearing akan menjadi encer atau viskositasnya menurun, contohnya pada selai kacang dan saus salad. pH

Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi bakteri L. acidophilus tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai pH bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam. Hasil rata-rata nilai pH dari masing- masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7.

pH bubur sinbiotik ada di rentang pH normal dan tidak terdapat keragaman hasil dari semua perlakuan karena produk tidak dikondisikan untuk dapat mengaktifkan kembali bakteri yang telah terenkapsulasi. Bakteri di inokulasi ke dalam bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam dalam kondisi dorman.

Tabel 7. Pengaruh Konsentrasi Bakteri

Lactobacillus acidophilus Terhadap Nilai Derajat Keasaman (pH) Bubur Sinbiotik Bonggol Pisang Batu dan Kedelai Hitam

Konsentrasi Bakteri

Rata-rata pH Hasil Uji

A (2%) 7,17 a B (4%) 7,20 a C (6%) 7,20 a D (8%) 7,17 a E(10%) 7,17 a

Keterangan: Perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan.

Menurut Purwoko (2007), L. acidophillus merupakan golongan bakteri asam laktat dalam pembentukan asam laktat melalui jalur homofermentatif. Semakin banyak total asam laktat yang diproduksi oleh bakteri asam laktat maka nilai pH akan semakin menurun (Chairunnisa, Roostita dan Gemilang, 2006). Namun, untuk membuat L.acidophilus aktif bekerja untuk mencerna substrat yang ada di dalam produk diperlukan suhu optimum pertumbuhannya yakni pada temperatur 37oC dan dilakukan pula tahapan fermentasi, dimana pada tahapan tersebut bakteri memecah gula dan karbohidrat untuk memproduksi alkohol, CO2 dan asam laktat. Bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam ini diproduksi tanpa dilakukannya fermentasi. Bubur yang telah diinokulasi bakteri L. acidophilus selanjutnya langsung dilakukan penyimpanan dingin kurang lebih 4oC selama 24 jam Hal inilah yang membuat tidak terdapatnya aktivitas dari L.acidophilus yang dapat menurunkan pH dari bubur.

Bubur sinbiotik berbahan baku tepung komposit (bonggol pisang dan kedelai hitam) telah memenuhi standar secara keseluruhan dengan perlakuan terpilih adalah dengan penggunaan konsentrasi bakteri 8%(b/b), selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap karakteristik kimia yang meliputi kadar air, protein, lemak, abu, karbohidrat, FOS dan inulin. Hasil pengamatan adalah sebagai berikut :

Tabel 8. Karakteristik Kimia Bubur

Sinbiotik. No. Analisis Hasil 1. Kadar air 51,10 2. Kadar protein 0,30 3. Kadar lemak 2,60 4. Kadar abu 1,30 5. Kadar karbohidrat 44,70 6. FOS (g/100g) 14,65 7. Inulin (g/100 g) 14,97

Page 44: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”556

Kadar air bubur sinbiotik yang dihasilkan adalah 51,1%. Hal ini disebabkan produk bubur yang diproduksi ada dalam bentuk basah. Kadar air bubur sinbiotik yang tinggi mengakibatkan produk bubur sinbiotik ini menjadi rentan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme, dimana mikroorganisme tumbuh cepat pada bahan pangan yang memiliki kadar air yang tinggi. Terlebih lagi produk bubur sinbiotik ini mengandung komponen gizi yang ideal untuk pertumbuhan mikroorganisme patogen. Oleh karena itu perlu dilakukan penanganan yang terkontrol pada titik kritisnya diantaranya waktu dan suhu pemasakan bubur serta pengemasan yang aseptis.

Kadar protein bubur sinbiotik dari perlakuan penambahan bakteri L.acidophilus 8%(b/b) adalah 0,3%. Hasil ini menunjukkan bahwa kadar protein bubur sinbiotik belum memenuhi standar SNI untuk bubur instan, yaitu antara 8-22 %. Faktor yang menyebabkan rendahnya kadar protein yang terdapat pada bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam ini ialah rusaknya protein pada susu akibat proses pemasakan bubur yang suhu dan waktunya tidak sesuai untuk mempertahankan komponen proteinnya. Menurut Winarno (2004), proses pemanasan akan menyebabkan protein pada susu rusak (denaturasi).

Kadar lemak bubur sinbiotik yang dihasilkan adalah 2,6%. Hasil ini menunjukkan bahwa kadar lemak bubur instan belum memenuhi SNI, yaitu antara 6-15 %. Rendahnya kadar lemak bubur sinbiotik dalam penelitian ini disebabkan karena formulasi yang digunakan tidak menambahkan minyak nabati pada pembuatan bubur seperti pada produk komersil. Penambahan minyak nabati pada formulasi bubur diasumsikan dapat meningkatkan kadar lemak bubur sinbiotik. Selain itu, kadar lemak produk yang rendah ini juga dipengaruhi oleh kadar lemak bahan baku imbangan. Menurut Direktorat Gizi Departemen Republik

Indonesia (1981), bonggol pisang batu tidak memiliki komponen lemak sedangkan kacang kedelai hitam memiliki nilai kadar lemak 17,7% (Somaatmaja, 1985), namun penambahan formulasi kedelai hitam yang terlalu sedikit menyebabkan rendahnya kadar lemak dari bubur sinbiotik.

Kadar abu pada bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam yang dihasilkan adalah 1,3%. Bila merujuk pada syarat mutu bubur instan menurut SNI (2005), kadar abu maksimal yang diizinkan pada bubur instan adalah 3,5 %. Hasil ini menunjukkan bahwa kadar abu bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam telah memenuhi standar yang digunakan di Indonesia yaitu SNI. Kadar abu berhubungan dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik (Sudarmadji, 2003).

Kadar karbohidrat pada bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam yang dihasilkan adalah 44,7%. Kadar karbohidrat yang tinggi disebabkan oleh sebagian besar bahan baku tepung komposit ialah bonggol pisang yang merupakan bahan-bahan yang memiliki kadar karbohidrat yang tinggi yakni sebesar 66,2% (Direktorat Gizi Departemen Republik Indonesia, 1981).

Jumlah FOS pada bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam yang dihasilkan adalah 14,65 g/100g. Adanya senyawa FOS pada bubur sinbiotik, karena tepung bonggol pisang batu mengandung karbohidrat tinggi (66,2%), berarti adanya senyawa oligosakarida. FOS merupakan jenis oligosakarida yang tidak dapat dicerna, dan senyawa ini akan sampai ke dalam usus besar dan difermentasi oleh mikroba probiotik (Franck 2000). Umumnya dosis FOS dalam asupan terhadap percobaan klinis yang pernah dilakukan berkisar antara 3 – 20 g/hari untuk orang dewasa serta 0.4 – 3 g/hari untuk balita. Dosis ini merupakan dosis aman karena mewakili rata-rata kandungan FOS yang

Page 45: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 557

Kadar air bubur sinbiotik yang dihasilkan adalah 51,1%. Hal ini disebabkan produk bubur yang diproduksi ada dalam bentuk basah. Kadar air bubur sinbiotik yang tinggi mengakibatkan produk bubur sinbiotik ini menjadi rentan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme, dimana mikroorganisme tumbuh cepat pada bahan pangan yang memiliki kadar air yang tinggi. Terlebih lagi produk bubur sinbiotik ini mengandung komponen gizi yang ideal untuk pertumbuhan mikroorganisme patogen. Oleh karena itu perlu dilakukan penanganan yang terkontrol pada titik kritisnya diantaranya waktu dan suhu pemasakan bubur serta pengemasan yang aseptis.

Kadar protein bubur sinbiotik dari perlakuan penambahan bakteri L.acidophilus 8%(b/b) adalah 0,3%. Hasil ini menunjukkan bahwa kadar protein bubur sinbiotik belum memenuhi standar SNI untuk bubur instan, yaitu antara 8-22 %. Faktor yang menyebabkan rendahnya kadar protein yang terdapat pada bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam ini ialah rusaknya protein pada susu akibat proses pemasakan bubur yang suhu dan waktunya tidak sesuai untuk mempertahankan komponen proteinnya. Menurut Winarno (2004), proses pemanasan akan menyebabkan protein pada susu rusak (denaturasi).

Kadar lemak bubur sinbiotik yang dihasilkan adalah 2,6%. Hasil ini menunjukkan bahwa kadar lemak bubur instan belum memenuhi SNI, yaitu antara 6-15 %. Rendahnya kadar lemak bubur sinbiotik dalam penelitian ini disebabkan karena formulasi yang digunakan tidak menambahkan minyak nabati pada pembuatan bubur seperti pada produk komersil. Penambahan minyak nabati pada formulasi bubur diasumsikan dapat meningkatkan kadar lemak bubur sinbiotik. Selain itu, kadar lemak produk yang rendah ini juga dipengaruhi oleh kadar lemak bahan baku imbangan. Menurut Direktorat Gizi Departemen Republik

Indonesia (1981), bonggol pisang batu tidak memiliki komponen lemak sedangkan kacang kedelai hitam memiliki nilai kadar lemak 17,7% (Somaatmaja, 1985), namun penambahan formulasi kedelai hitam yang terlalu sedikit menyebabkan rendahnya kadar lemak dari bubur sinbiotik.

Kadar abu pada bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam yang dihasilkan adalah 1,3%. Bila merujuk pada syarat mutu bubur instan menurut SNI (2005), kadar abu maksimal yang diizinkan pada bubur instan adalah 3,5 %. Hasil ini menunjukkan bahwa kadar abu bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam telah memenuhi standar yang digunakan di Indonesia yaitu SNI. Kadar abu berhubungan dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik (Sudarmadji, 2003).

Kadar karbohidrat pada bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam yang dihasilkan adalah 44,7%. Kadar karbohidrat yang tinggi disebabkan oleh sebagian besar bahan baku tepung komposit ialah bonggol pisang yang merupakan bahan-bahan yang memiliki kadar karbohidrat yang tinggi yakni sebesar 66,2% (Direktorat Gizi Departemen Republik Indonesia, 1981).

Jumlah FOS pada bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam yang dihasilkan adalah 14,65 g/100g. Adanya senyawa FOS pada bubur sinbiotik, karena tepung bonggol pisang batu mengandung karbohidrat tinggi (66,2%), berarti adanya senyawa oligosakarida. FOS merupakan jenis oligosakarida yang tidak dapat dicerna, dan senyawa ini akan sampai ke dalam usus besar dan difermentasi oleh mikroba probiotik (Franck 2000). Umumnya dosis FOS dalam asupan terhadap percobaan klinis yang pernah dilakukan berkisar antara 3 – 20 g/hari untuk orang dewasa serta 0.4 – 3 g/hari untuk balita. Dosis ini merupakan dosis aman karena mewakili rata-rata kandungan FOS yang

terdapat secara alami pada bahan pangan, khususnya sayuran (Roberfroid , 2000).

Jumlah inulin pada bubur sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam yang dihasilkan adalah 14,97 g/100 g). Inulin merupakan serbuk berwarna putih, tidak berasa, tidak berbau, dan tahan panas. Inulin adalah polimer alami yang termasuk dalam golongan karbohidrat. Inulin memiliki efek yang terbaik dari prebiotik, dan difermentasi oleh Bifidobacteria dan Lactobacilli dengan cepat dan mudah (Roberfroid, 2000). Inulin merupakan salah satu komponen bahan pangan yang banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan fungsional karena memiliki kandungan serat yang tinggi.

KESIMPULAN

Penambahan konsentrasi bakteri

L.acidophilus ke dalam produk bubur sinbiotik berbahan baku tepung komposit (bonggol pisang dan kedelai hitam) tidak berpengaruh terhadap jumlah total bakteri probiotik, karakteristik organoleptik (warna, aroma, rasa, tekstur), serta pH, namun berbeda terhadap nilai viskositas nya.

Bubur sinbiotik berbahan baku tepung komposit pada perlakuan penambahan konsentrasi bakteri L.acidophilus sebanyak 8% (b/b) menjadi perlakuan terpilih karena menghasilkan jumlah total bakteri L.acidophilus sebanyak 10,3 log CFU/g, pH 7,7, viskositas 4203,33 mPas, memiliki karakteristik organoleptik meliputi warna, aroma, rasa, serta tekstur baik dan disukai panelis. Bubur memiliki kadar air sebesar 51,1%, kadar abu 1,3%, kadar lemak 2,6%, kadar protein 0,3%, dan kadar karbohidrat 44,7%.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, E. 2002. Pemanfaatan

Maltodekstrin dari Pati Singkong sebagai Bahan Penyalut Lapis Tipis

Tablet. Jurnal Makara Sains.Farmasi FMIPA.Universitas Indonesia.6(1): 1-10.

Ardiyanto, Y. 2008. Mempelajari Karakteristik Fisikokimia Tepung Bonggol Pisang Batu (Musa brachycarpa) dan Kapas (Musa paradisiaca var forma tipica).Skripsi. Fakultas Teknologi Industri Pertanian. Universitas Padjadjaran. Jatinangor.

Astawan, M dan A. Leomitro. 2008. Khasiat Warna-warni Makanan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2005. Pengaturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia Tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional. Jakarta.

Boekel, M. A. J. S. 1998. Effect of heating on Maillard reactions in Milk. Food Chemistry Vol. 62(4):403-414Brookfield Engineering Laboratories. 2001. Operating Instructions. Available online at: http://www.viscometers.org/ (diakses pada tanggal 5 Februari 2016).

Chairunnisa, H., L.B. Roostita., L.U. Gemilang. 2006. Penggunaan Starter Bakteri Asam Laktat pada Produk Susu Fermentasi “Lifihomi”. Jurnal Ilmu Ternak Vol. 6 No. 2, 102 – 107.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1981. Kebijakan dan Program Pembangunan Pertanian. Departemen Kesehatan, Jakarta.

Eskin, N.A.M., H.M Henderson. 1971. Biochemistry of Food. New York : Academic Press

Fahriyani, I. 2011. Pemanfaatan Kecambah Kacang Hijau dalam Formulasi Bubur Susu Instan sebagai Alternatif Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). Skripsi. Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Fauziah, K. 2015. Pengaruh Imbangan Tepung Ubi Jalar Ungu dengan Tepung Kedelai terhadap Beberapa Karakteristik Flakes Ubi Jalar Ungu. Skripsi. Fakultas

Page 46: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”558

Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jatinangor.

Gourbeyre, P., S. Denery, and M. Bodinier. 2010. Probiotics, Prebiotics, and Synbiotics: impact on the gut immune system and allergic reactions. Journal of Leukocyte Biology 89, 685-695.

Hana, M., Kezia, C., Agustinus, Y., Vina, Gabriella, J. 2014. Reaksi Maillard pada Susu. Terdapa pada http://www.foodchem-studio.com/2014/03/reaksi-maillard-pada-susu.html.diakses tanggal 19 Juni 2016

Listyoningrum, H dan Harijono.2015. Optimasi Susu Bubuk dalam MP-ASI. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1302-1312.

Maudi, F., T. Sundari, R. Azzahra, R. I. Oktafiyani, dan F. Nafis. 2008. Pemanfaatan Bonggol Pisang sebagai bahan pangan alternatif melalui program pelatihan pembuatan Steak dan Nugget Bonggol Pisang di Desa Cihedeung Udik. Kabupaten Bogor. IPB. Bogor.

Michihiro S. Soy in health and disease prevention. 2006. Taylor and Francis Group. New York.

Mulyawati, W.dan I. Harahap. 2005. Bubur Ayam dan Bubur Gurih

Noer, E.R., Ninik R., dan Elvizahro. L.,.2014. Karakteristik makanan pendamping ASI balita yang disubstitusi dengan tepung ikan lele dan labu kuning. Jurnal Gizi Indonesia Vol. 2 No 2 Juni 2014:83-89.

Palupi, N. S., F. R. Zakaria dan E. Prangdimurti. 2007. Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gizi Pangan. Topik 8. Modul e-learning ENBP. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta – IPB. Bogor.

Pringgodigdo, A.G., S. Tjokronegoro, S. Kartodiprodjo, A.K. Pringgodigdo. 2002. Ensiklopedi Umum. Kanisius dan Franklin Book Programs Inc, 180-181. Yogyakarta.

Purwoko, T. 2007. Fisiologi Mikroba. Bumi Aksara. Jakarta.

Putri, F. 2015. Pengaruh Konsentrasi Starter Terhadap Beberapa Karakteristik Yoghurt Bonggol Pisang Batu (Musa brachycarpa)Sinbiotik. Skripsi Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor.

Roberfroid M.B. 2000 : Prebiotics and probiotics: are they functional foods? Am J Clin Nutr 2000 Jun : 71(6 Suppl):1682S-7S

Soetjiamto, Y. 2016. Pengaruh Imbangan Tepung Hasil Samping Ekstraksi Antosianin Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas L. Ayamurasaki) Dengan Tepung Kedelai Terhadap Karakteristik Bubur Instan. Skripsi Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor

Sohail, A., M.S. Turner, dan A. Coombes. 2012. The Viability of Lactobacillus rhamnosus GG and Lactobacillus acidophilus NCFM Following Double Encapsulation in Alginate and Maltodextrin. Food Bioprocess and Technology. DOI 10.1007/s11947-012-0938-y.

Sudarmadji, S. 2003. Mikrobiologi Pangan. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.

Suparwati, R. 2014. Produksi Frukto-oligosakarida Dari Inulin Umbi Dahlia (Dahlia pinnata) Secara Hidrolisis Enzimatik. Fakultas Teknologi Pertanian. InstitutPertanian Bogor. Bogor

Tjahjadi, C., Rahimah, S., Marta, H., 2008. Bahan ajar Teknologi Pengolahan Coklat dan Kembang Gula.Universitas Padjadjaran.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia. Jakarta.

Xu, B.J. and S.K.S. Chang. 2007. A Comparative study on phenolic profils and antioxidant of legums as affected by extraction solvents. J. Food Sci., 72(2):159-166.

Page 47: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 559

Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jatinangor.

Gourbeyre, P., S. Denery, and M. Bodinier. 2010. Probiotics, Prebiotics, and Synbiotics: impact on the gut immune system and allergic reactions. Journal of Leukocyte Biology 89, 685-695.

Hana, M., Kezia, C., Agustinus, Y., Vina, Gabriella, J. 2014. Reaksi Maillard pada Susu. Terdapa pada http://www.foodchem-studio.com/2014/03/reaksi-maillard-pada-susu.html.diakses tanggal 19 Juni 2016

Listyoningrum, H dan Harijono.2015. Optimasi Susu Bubuk dalam MP-ASI. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1302-1312.

Maudi, F., T. Sundari, R. Azzahra, R. I. Oktafiyani, dan F. Nafis. 2008. Pemanfaatan Bonggol Pisang sebagai bahan pangan alternatif melalui program pelatihan pembuatan Steak dan Nugget Bonggol Pisang di Desa Cihedeung Udik. Kabupaten Bogor. IPB. Bogor.

Michihiro S. Soy in health and disease prevention. 2006. Taylor and Francis Group. New York.

Mulyawati, W.dan I. Harahap. 2005. Bubur Ayam dan Bubur Gurih

Noer, E.R., Ninik R., dan Elvizahro. L.,.2014. Karakteristik makanan pendamping ASI balita yang disubstitusi dengan tepung ikan lele dan labu kuning. Jurnal Gizi Indonesia Vol. 2 No 2 Juni 2014:83-89.

Palupi, N. S., F. R. Zakaria dan E. Prangdimurti. 2007. Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gizi Pangan. Topik 8. Modul e-learning ENBP. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta – IPB. Bogor.

Pringgodigdo, A.G., S. Tjokronegoro, S. Kartodiprodjo, A.K. Pringgodigdo. 2002. Ensiklopedi Umum. Kanisius dan Franklin Book Programs Inc, 180-181. Yogyakarta.

Purwoko, T. 2007. Fisiologi Mikroba. Bumi Aksara. Jakarta.

Putri, F. 2015. Pengaruh Konsentrasi Starter Terhadap Beberapa Karakteristik Yoghurt Bonggol Pisang Batu (Musa brachycarpa)Sinbiotik. Skripsi Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor.

Roberfroid M.B. 2000 : Prebiotics and probiotics: are they functional foods? Am J Clin Nutr 2000 Jun : 71(6 Suppl):1682S-7S

Soetjiamto, Y. 2016. Pengaruh Imbangan Tepung Hasil Samping Ekstraksi Antosianin Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas L. Ayamurasaki) Dengan Tepung Kedelai Terhadap Karakteristik Bubur Instan. Skripsi Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor

Sohail, A., M.S. Turner, dan A. Coombes. 2012. The Viability of Lactobacillus rhamnosus GG and Lactobacillus acidophilus NCFM Following Double Encapsulation in Alginate and Maltodextrin. Food Bioprocess and Technology. DOI 10.1007/s11947-012-0938-y.

Sudarmadji, S. 2003. Mikrobiologi Pangan. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.

Suparwati, R. 2014. Produksi Frukto-oligosakarida Dari Inulin Umbi Dahlia (Dahlia pinnata) Secara Hidrolisis Enzimatik. Fakultas Teknologi Pertanian. InstitutPertanian Bogor. Bogor

Tjahjadi, C., Rahimah, S., Marta, H., 2008. Bahan ajar Teknologi Pengolahan Coklat dan Kembang Gula.Universitas Padjadjaran.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia. Jakarta.

Xu, B.J. and S.K.S. Chang. 2007. A Comparative study on phenolic profils and antioxidant of legums as affected by extraction solvents. J. Food Sci., 72(2):159-166.

TEKNOLOGI PEMBUATAN MIE BASAH DAN MIE KERING DENGAN BAHAN TEPUNG TERIGU YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG SUKUN

TERMODIFIKASI

TECHNOLOGY OF MAKING WET NOODLES AND DRIED NOODLES USING MODIFIED BREADFRUIT FLOUR TO SUBTITUTE WHEAT FLOUR

Dian Histifarina*, Didit Rahadian dan Liferdi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat

*Email Korespondensi : [email protected]

ABSTRACT Technology of noodle processing made from non-wheat has been done in Indonesia. West java has local food that high carbohydrate and potential to substitute for wheat flour. One of the local foods that have high carbohydrate is breadfruit. Breadfruit flour is one type of non-wheat flour which can be used as a substitution material in the manufacture of dry noodles because it contains high carbohydrate. The weakness of common breadfruit flour was founded a bitter taste so less favored by consumers. Therefore, to improve the quality of noodles used modified breadfruit flour. The objective of the study was to determine the modified flour formulations (combination of percentage and type of enzyme used) that have affect for the quality of dry noodles and wet noodles. The experimental design was used Completely Randomized Design with repeated 3 times. The experiments were the formulation (percentage) of modified wheat flour with wheat flour combined with a modified type of breadfruit flour. The parameters observed included yield, color, texture profile and consumer response. The results showed that 30% modified breadfruit flour with kozi enzyme gave a noodle appraisal approaching noodle made from flour.

Keywords: breadfruit (Artocarpus altilis), breadfruit noodles, modified breadfruit flour,

wheat flour

ABSTRAK

Pengembangan teknologi pengolahan mie berbahan baku non-terigu telah banyak dilakukan di Indonesia. Jawa Barat memiliki potensi pangan lokal berkarbohidrat tinggi dan berpotensi sebagai pengganti terigu. Salah satu pangan lokal yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi adalah sukun. Tepung sukun adalah merupakan salah satu jenis tepung non terigu yang dapat digunakan sebagai bahan sibstitusi pada pembuatan mie kering karena mengandung karbohidrat tinggi. Kelemahan dari tepung sukun biasa adalah sering dijumpai rasa yang pahit sehingga kurang disukai konsumen. Oleh sebab itu untuk memperbaiki kualitas mie digunakan tepung sukun termodifikasi. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui formulasi tepung sukun termodifikasi (kombinasi persentase dan jenis enzim yang digunakan) yang dapat mempengaruhi kualitas mie kering dan mie basah. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap dan diulang sebanyak 3 kali. Perlakuan yang dicoba yaitu formulasi (persentase) tepung

Page 48: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”560

sukun termodifikasi dengan tepung terigu yang dikombinasikan dengan jenis tepung sukun termodifikasi. Parameter yang diamati meliputi rendemen, warna, profil tekstur dan respon konsumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tepung sukun termodifikasi 30% dengan enzim kozi memberikan penilaian mie mendekati mie berbahan terigu. Kata kunci : mie sukun, sukun (Artocarpus altilis), tepung terigu, tepung sukun termodifikasi

PENDAHULUAN

Mie merupakan makanan favorit dan sesuai dengan kebutuhan atau preferensi konsumen di Indonesia. Bahan baku utama mie adalah terbuat dari tepung terigu yang merupakan bahan pangan impor. Hal ini sering menjadi kendala bagi produsen mie, ketika harga jual terigu melambung tinggi. Pengembangan teknologi pengolahan mie berbahan baku non-terigu telah banyak dilakukan di Indonesia. Jawa Barat memiliki potensi pangan lokal yang cukup banyak dari jenis ubi-ubian seperti ubi kayu, ubi jalar, ganyong, garut, gembili, talas, sukun dan lain-lain. Salah satu pangan lokal yang belum banyak dikembangkan dan memiliki kandungan karbohidrat cukup tinggi adalah sukun. Setiap 100 g buah sukun mengandung karbohidrat (27,12%), lemak (1,48%), protein (1,65%) dan energi (108 kalori) (Widowati, 2005) serta asam amino esensial yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh (Kartono, dkk., 2005). Sukun sebagai komoditas sumber pangan spesifik lokasi memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai sumber pangan alternatif khususnya di wilayah Jawa Barat. Dalam industri pangan sukun dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan cake, cookies, bolu, tart, brownies, kue lapis, mie, dan lain-lain.

Berdasarkan definisi, mie basah adalah mie yang mengalami proses perebusan air mendidih setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Kadar airnya dapat mencapai 52% sehingga daya simpannyarelatif singkat (40 jam pada suhu kamar). Di Indonesia, mie basah lebih dikenal

dengan istilah mie kuning atau mie bakso (Zuhry, 2013). Sedangkan mie kering tidak mengalami proses pemasakan lanjut ketika benang mie telah dipotong, tetapi merupakan mie segar yang langsung dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 8-10% Pengeringannya biasanya dilakukan melalui penjemuran. Karena bersifat kering, daya simpannya juga relatif panjang dan mudah penanganannya.

Pengembangan teknologi pengolahan mie berbahan baku non-terigu telah banyak dilakukan di Indonesia. Hasil penelitian Munarso dan Jumali (2000), telah memanfaatkan tepung sorgum sebagai bahan baku mie untuk menggantikan terigu. Belakangan dilaporkan adanya mie berbahan baku pati sagu atau tepung ganyong yang cukup popular di wilayah Kabupaten Sukabumi Jawa Barat dengan sebutan Mie Gleser (Purwani dkk., 2003). Penelitian lain yaitu subtitusi tepung terigu dengan mocal dalam pembuatan mie skala pabrik menunjukkan bahwa hingga 15% mocal dapat menstubtitusi terigu pada mie instant dengan baik dan hingga 25% untuk mie berkelas rendah, baik dari mutu fisik maupun organoleptik. Secara teknis, proses pembuatan mie tidak mengalami kendala yang berarti jika mocaf digunakan untuk mensubtitusi terigu. (Subagio, 2006 dalam Romadhona, 2011). Menurut Muhandri, dkk. (2012), dalam proses pembuatan mie dari bahan baku non terigu membutuhkan proses mekanisme gelatinisasi, rupture granula tepung dan retrogradasi. Mekanisme proses tersebut dapat dipenuhi melalui pemanasan adonan dengan kadar air yang optimum serta perlakuan kompresi dan

Page 49: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 561

shear stress pada adonan yang cukup, sehingga akan dihasilkan mie dengan kualitas yang baik.. Tanpa mekanisme tersebut, mi yang dihasilkan tidak memiliki struktur matriks yang kokoh, sehingga cooking loss tinggi dan elongasi yang rendah. Selanjutnya penggunaan tepung gembili dapat mensubstitusi hingga 30 % pada pembuatan mie kering dengan nilai elastisitas 25% dan daya rehidrasi air sebesar 52,7% . Hasil penelitian Safitri dan Hartini (2013), bahwa penambahan tepung sukun dapat memperbaiki sifat fisik mie ( daya penyerapan air, cooking lose dan waktu putus mie) pada konsentrasi 40%. Sedangkan hasil penelitian Amalia dan Finarifi (2017), bahwa penggunaan tepung sukun hanya sampai 10% yang dapat menghasilkan mie kering dengan kualitas baik.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui formulasi tepung sukun termodifikasi (kombinasi persentase dan jenis enzim yang digunakan) yang dapat mempengaruhi kualitas mie kering dan mie basah

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di laboratorium mutu BPTP Jawa Barat dan laboratorium di lingkup UNPAS Bandung dan di kabupaten Kuningan dari bulan Maret hingga Desember 2013. Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan mie sukun fortifikasi adalah pisau stainless steel, alat pengiris/perajang (chopper) baskom besar (alat perendam), talenan, pengering Kabinet, mesin penepung 60 mesh, mesin mie dan kemasan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

tepung sukun, tepung kedelai, tepung tempe, natrium bisulfit (Na2S2O5), telur, mentega, garam, CMC, garam alkali dan air.

Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan ulangan sebanyak 3 kali, sehingga terdapat 30 unit perlakuan (10 x 3). Pada proses pembuatan mie dilakukan menggunakan 1 faktor yaitu formulasi (persentase) tepung sukun termodifikasi dengan tepung terigu yang dikombinasikan dengan jenis tepung sukun termodifikasi (F). Faktor perlakuan F (i = 1,…..…10) : - F1= (100% t.terigu : 0% t.sukun) - F2 = (90% t.terigu : 10% tepung sukun tanpa

modifikasi); - F3 = (90% t.terigu : 10% tepung sukun

termodifikasi enzim 1); - F4 = (90% t.terigu : 10% tepung sukun

termodikfikasi enzim 2); - F5 = (80% t.terigu : 20% tepung sukun tanpa

modifikasi); - F6 = (80% t.terigu : 20% tepung sukun

termodifikasi enzim 1); - F7 = (80% t.terigu : 20% tepung sukun

termodikfikasi enzim 2); - F8 = (70% t.terigu : 30% tepung sukun tanpa

modifikasi); - F9 = (70% t.terigu : 30% tepung sukun

termodifikasi enzim 1); - F10 = (70% t.terigu : 30% tepung sukun

termodifikasi enzim 2); Formula perbandingan tepung terigu

dan tepung sukun termodifikasi yang dapat menghasilkan mie dengan karakteristik terbaik disajikan pada Tabel 1

Page 50: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”562

Tabel 1. Formulasi pembuatan mie berbahan baku tepung sukun

No. Jenis bahan formulasi (%)

1 2 3 4

1 Terigu 100 90 80 70

2 Tepung Sukun 0 10 20 30

3 Telur/putih telur 20 20 20 20

4 Mentega 5 5 5 5

5 Garam 2.5 2.5 2.5 2.5

6 CMC/MS Ultra Bond 2 2 2 2

7 garam alkali (soda Kie S) 2 2 2 2

Tahapan Penelitian Tahapan penelitian terdiri dari 1) Proses

pembuatan mie sukun dengan bahan tepung komposit yang diformulasikan 2) Analisis fisiko-kimia serta fungsional mie sukun dengan tepung terigu yang disubstitusi tepung sukun termodifikasi

Tahapan proses pembuatan mie sebagai berikut: tepung komposit (tepung sukun termodifikasi dan tepung terigu) ditambahkan dengan garam, mentega, telur, dan CMC kemudian diaduk selama 10-20 menit hingga kalis, lalu diistirahatkan selama 10 menit. Setelah itu dilakukan pemipihan/pelempengan adonan, pencetakan adonan dengan alat pencetak mie, lalu mie dilumuri dengan mentega/minyak goreng, kemudian dikukus dan dilumuri minyak goreng kembali. Proses ini menghasilkan mie basah. Proses pengeringan selanjutnya diaplikasikan untuk mendapatkan mie kering. Pengeringan dilakukan pada oven pengering suhu 60oC selama 4-5 jam.

Karakteristik mie yang diamati adalah rendemen, warna, kadar air, kadar protein, profil tekstur (kekerasan, kelengketan,

kekenyalan) serta uji organoleptik. Kadar air menggunakan metode oven, protein dengan metode Kjedahl, warna dengan Chromameter.

Uji organoleptik dilakukan terhadap 25 orang panelis agak terlatih dengan menggunakan uji hedonik (kesukaan) dengan skor penilaian sebagai berikut (1 = Sangat suka, 2 = suka, 3 = netral, 4 = Agak suka, 5 = tidak suka). Parameter yang diamati yaitu warna, aroma, tekstur, rasa dan penampilan keseluruhan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kelayakan Teknis

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan formulasi tepung terigu:tepung sukun, jenis tepung sukun dan interaksi keduanya tidak berpengaruh terhadap rendemen mie kering dan mie basah yang dihasilkan. Analisis sifat fisik kimia yang dilakukan untuk mie yaitu kadar air, kadar abu dan warna. Kadar air mie kering dan mie basah dibandingkan dengan SNI 01-2987-1992 (mie basah) dan SNI 01-2974-1996 (Mie kering) dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 51: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 563

Tabel 2. Sifat fisik dan kimia mie sukun

Perlakuan Rendemen (%) Kadar air (%) Kadar

Protein (%) Mie Basah Mie Kering Mie Basah Mie Kering

Kontrol/F1 162,13a 61,67 a 72,90 a 9,26 a 11.27

F2 161,23a 56,97 a 71,24 a 9,08 a 11.71

F3 182,13a 60,15 a 69,15 a 6,66 a 11.15

F4 158,92a 53,80 a 74,43 a 8,69 a 11.93

F5 180,82a 57,77 a 72,06 a 8,43 a 10.43

F6 162,86a 58,87 a 69,71 a 8,45 a 11.27

F7 159,04a 58,13 a 72,38 a 6,48 a 11.04

F8 176,17a 59,46 a 68,56 a 11,31 a 10.23

F9 171,06a 53,45 a 69,93 a 8,45 a 10.53

F10 168,13a 50,91 a 68,26 a 8,07 a 10.64

SNI 01-2987-1992 20 – 35 8 – 11

SNI 01-2974-1996 mutu I maks 8,00

SNI 01-2974-1996 mutu II maks 10,00

Mie ayam di pelaku usaha 7.98

Keterangan : - F1= (100% t.terigu : 0% t.sukun) - F2 = (90% t.terigu : 10% tepung sukun tanpa modifikasi); - F3 = (90% t.terigu : 10% tepung sukun termodifikasi enzim 1); - F4 = (90% t.terigu : 10% tepung sukun termodikfikasi enzim 2); - F5 = (80% t.terigu : 20% tepung sukun tanpa modifikasi); - F6 = (80% t.terigu : 20% tepung sukun termodifikasi enzim 1); - F7 = (80% t.terigu : 20% tepung sukun termodikfikasi enzim 2); - F8 = (70% t.terigu : 30% tepung sukun tanpa modifikasi); - F9 = (70% t.terigu : 30% tepung sukun termodifikasi enzim 1); - F10 = (70% t.terigu : 30% tepung sukun termodifikasi enzim 2);

Kadar air mie kering sebagian besar

perlakuan telah memenuhi syarat mutu kelas II untuk mie kering kecuali perlakuan formulasi 30% tepung sukun tanpa modifikasi. Perlakuan formulasi 10% tepung sukun termodifikasi enzim kozi dan formulasi 20% tepung sukun termodifikasi enzim bimo-CF bahkan telah memenuhi persyaratan mutu kadar air SNI kelas I. Perbedaan ini lebih disebabkan pengeringan yang kurang merata sehingga beberapa

perlakuan yang dikeringkan tidak dapat mencapai kadar air yang optimal.

Kandungan protein mie kering sukun beberapa perlakuan berkisar antara 10,23-11,93% dan telah memenuhi standar SNI Mie yaitu pada kisaran 8 – 11%. Kandungan protein tertinggi diperoleh perlakuan F4(10 % t.sukun modifikasi enzim bimo-cf) yaitu 11,93%. Sedangkan untuk mie yang dibuat oleh pelaku usaha belum memenuhi standar SNI.

Page 52: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”564

Warna mie yang dihasilkan cenderung kuning gelap yaitu yang ditunjukkan oleh nilai kecerahan (L) pada kisaran 65,33 (10% tepung sukun tanpa modifikasi) sampai 77,78 (30 % t.sukun modifikasi enzim kozi) dibandingkan dengan kontrol yang menghasilkan nilai kecerahan (L) lebih tinggi (80,68). Hal ini disebabkan karena adanya penambahan tepung sukun pada pembuatan mie mengakibatkan suhu gelatinisasi semakin tinggi, sehingga hal ini dapat meningkatka resiko terjadinya proses pencoklatan. Menurut Winarno (1994) suhu gelatinisasi gandum berkisar antara 54-64oC. Hasil penelitian Mendrofa (2003) dalam Rohadi (2012), bahwa substitusi tepung sukun dapat menyebabkan penurunan kecerahan pada mie basah dan akan semakin menurun nilai kecerahannya pada saat mie dikeringkan. Namun demikian berdasarkan hasil analisis sidik ragam, nilai warna mie tidak dipengaruhi perlakuan formulasi, jenis tepung sukun termodifikasi dan interaksinya.Hal ini menunjukkan warna mie secara statistik tidak menunjukkan perbedaan.

Menurut Sukowati (2007) tekstur mi yang dapat diuji adalah kekerasan (hardness),kelengketan (adhesiveness), daya tarik (ekstensibilitas), keutuhan (cohesiveness) dan kelenturan(elastisitas) yang memiliki satuan gram force. Sifat tekstural hardness dapat menentukan parameter dari kualitas mie. Profil tekstur mie sukun diuji berdasarkan nilai TPA (texture profile analysis). Hasil pengujiannya disajikan pada Tabel 4. Karakteristik profil tekstur mie sukun yang diamati meliputi nilai kekerasan (gf), nilai kelengketan (gf) dan nilai kekenyalan. Menurut Indriati, dkk. (2008) kekerasan didefinisikan sebagai absolute (+) peak yaitu gaya maksimal, semakin tinggi peak (puncak kurva) yang ditunjukkan oleh kurva, maka kekerasan mie semakin meningkat. Kelengketan didefinisikan sebagai luas area negatif yang menggambarkan besarnya usaha untuk menarik probe lepas dari sampel. Semakin besar luas area negatif yang ditunjukkan oleh kurva,maka nilai kelengketan mie semakin tinggi.

Tabel 4. Karakteristik profil tekstur mie sukun beberapa perlakuan

Perlakuan

Kekerasan (gf) Kelengketan (gf) Kekenyalan

Mie basah Mie kering

Mie basah Mie kering

Mie basah Mie kering

Kontrol/F1 1133.40 1530.33 -44.63 - 130.37 0.65 0.55

F2 639.10 1479.40 -17.50 - 143.30 0.61 0.54

F3 1364.63 1628.77 -43.77 -204.03 0.63 0.63

F4 1306.90 867.00 -30.97 -85.43 0.66 0.56

F5 904.73 1472.33 -41.93 -157.93 0.61 0.62

F6 1029.07 1201.77 -35.30 -106.87 0.63 0.60

F7 860.53 1341.90 -20.80 -147.97 0.60 0.70

F8 423.13 259.40 -38.00 -23.73 0.64 0.52

F9 648.43 307.57 -33.30 -23.73 0.65 0.48

F10 760.83 272.50 -52.53 -21.40 0.62 0.49

Page 53: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 565

Keterangan : - F1= (100% t.terigu : 0% t.sukun) - F2 = (90% t.terigu : 10% tepung sukun tanpa modifikasi); - F3 = (90% t.terigu : 10% tepung sukun termodifikasi enzim 1); - F4 = (90% t.terigu : 10% tepung sukun termodikfikasi enzim 2); - F5 = (80% t.terigu : 20% tepung sukun tanpa modifikasi); - F6 = (80% t.terigu : 20% tepung sukun termodifikasi enzim 1); - F7 = (80% t.terigu : 20% tepung sukun termodikfikasi enzim 2); - F8 = (70% t.terigu : 30% tepung sukun tanpa modifikasi); - F9 = (70% t.terigu : 30% tepung sukun termodifikasi enzim 1); - F10 = (70% t.terigu : 30% tepung sukun termodifikasi enzim 2);

Berdasarkan hasil pengujian (Tabel 4),

terlihat bahwa nilai kekerasan mie basah yang diperoleh berkisar antara 423.13-1364.63 gram force (gf), sedangkan untuk mie kering berkisar antara 259.40-1628.77gram force (gf), dengan nilai kekerasan tertinggi diperoleh perlakuan f2p2 (10 % tepung sukun modifikasi enzim kozi). Nilai kelengketan mie yang diperoleh berkisar antara – 204.03 hingga – 21.40 gram force (gf), dengan nilai kelengketan tertingi diperoleh perlakuan f2p2

(10 % t.sukun modifikasi enzim kozi). Untuk nilai kekenyalan mie basah dan mie kering yang dihasilkan pada kisaran 0,48-0,66. Sifat organoleptik

Hasil preferensi konsumen (dinas dan pelaku usaha mie) terhadap mie sukun yang diuji (Gambar 1.). Parameter yang diuji meliputi tekstur, warna, aroma, rasa dan penampilan keseluruhan. Penilaian mutu organoleptik mie menggunakan analisis/pengujian hedonik (tingkat kesukaan). Dalam uji hedonik, panelis diminta untuk mengemukakan pendapat pribadinya tentang tingkat kesukaan atau ketidaksukaan terhadap beberapa atribut sampel maupun terhadap sampel secara keseluruhan (overall). Parameter yang diujikan terhadap sampel mie ini meliputi atribut warna,aroma, tekstur, dan rasa. Hasil penilaian uji hedonik terhadap produk mie disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Hasil Uji Hedonik Produk Mie

Page 54: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”566

Hasil analisis statitik uji organoleptik terhadap produk mie tidak menunjukkan perbedaan yang nyata untuk semua parameter, kecuali parameter tekstur berbeda nyata. Penilaian panelis terhadap tekstur mie yang cukup disukai diperoleh perlakuan kontrol dan 10 % formulasi tepung sukun termodifikasi. Sedangkan secara mandiri perlakuan formulasi persentase tepung sukun termodisfikasi dan tepung terigu menunjukan hasil yang berbeda nyata untuk parameter rasa, aroma dan rasa produk mie. Penilaian tertinggi diperoleh perlakuan kontrol untuk parameter warna dan rasa. Hal ini disebabkan adanya kandungan phenol pada sukun sehingga mempengaruhi warna dan rasa mie yang dihasilkan. Namun untuk aroma perlakuan penambahan 10% tepung sukun termodifikasi paling disukai oleh panelis dengan nilai 1,67. Sedangkan dari ke 3 mie sukun, yang mendekati penampilan organoleptik mie dari tepung terigu adalah mie sukun yang disubstitusi dengan tepung sukun sebanyak 30%.

KESIMPULAN

Berdasarkan keragaan teknis mutu mie

sukun dan respon konsumen terhadap beberapa perlakuan direkomendasikan diketahui bahwa penggunaan tepung sukun termodifikasi dapat mengganti penggunaan terigu hingga mencapai 30%. Dengan demikian dapat mengurangi penggunaan terigu sebagai dapat menekan impor terigu.

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, R. dan R.Q. Finarifi. 2016. Pengaruh

formulasi bahan penambahan tepung sukun dalam pembuatan mie kering. Jurnal Teknologi Agroindustri Vol. 3 (2) :30-35.

Kartono, K., Harwanto, Suhardjo, T. Purbianti. 2005. Keragaan Kultivar Sukun dan Pemanfaatannya di Jawa

Timur. Mei, 25, 2005. http://www.bptp-jatim-deptan.go.id.

Munarso, S. J. dan Jumali. 2000. Substitusi Tepung Sorgum dan Penambahan Emulsifier dalam Pembuatan Mie Instan. Prosiding Seminar Nasional PATPI. Yogyakarta.

Muhandri T, Subarna, Palupi NS. 2012. Efek cara pengumpanan dan penambahan guar gum terhadap karakteristik mi basah jagung. J Teknol dan Industri Pangan 2012; 23(2):xxx-xxx (In-press).

Purwani, E.Y., Y. Setiawaty, H. Setianto, N. Richana, Sunarmani, S. J. Munarso, D. Amiarsi dan Misgiyarta. 2003. Pengembangan Teknologi Pangan Tradisional Prospektif Sebagai Alternatif Pangan Pokok. Laporan Akhir Tahun. Balai Penelitian Pascapanen Pertanian. Jakarta.

Rohadi, 2012. Karakteristik mie kering yang dihasilkan dari substitusi terigu (Triticum vulgare) dengan pati sukun (Artocapus comuni Linn). Jurnal Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian. (6 Januari 2012).

Safitri F. dan S. Hartini, (2013). Substitusi buah sukun (Artocarpus altilis Forsts) dalam pembuatan mie basah berbahan dasar tepung gaplek berprotein. Seminar Nasional Kimia. Yogyakarta.

Sukowati.VKI. 2007. Aplikasi Teknologi Dan Bahan Tambahan Pangan Untuk Meningkatkan umur Simpan Mie Basah Mentah. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.

Widowati, S. 2005. Buah Roti, Pangan Alternatif Pendamping Beras. April, 25, 2005. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0804/05/cakrawala/penelitian.htm.

Page 55: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 567

POTENSI ANTIOKSIDAN DAN PENGHAMBATAN ENZIM β-GLUKOSIDASE EKSTRAK DAN FRAKSI KUNIR PUTIH (Curcuma mangga Val) SEBAGAI

ANTIDIABET

THE ANTIOXIDANT POTENTIAL AND β-GLUCOSIDASE INHIBITION OF WHITE SAFFRON (Curcuma mangga Val) EXTRACT

AND FRACTIONS AS ANTIDIABET

Dwiyati Pujimulyani1*, Wisnu Adi Yulianto1, Astuti Setyawati1, Seila Arumwardana2, Annisa Amalia2, Hanna Sari W. Kusuma2, Ervi Afifah2

1Fakultas Agroindustri, Universitas Mercu Buana 2Aretha Medika Utama, Pusat Penelitian Biomolekuler dan Biomedikal

*E-mail Korespondensi :[email protected]

ABSTRACT

The crude extract of Curcuma mangga Val has hight antioxidant activity tested both in vitro and in vivo. White saffron commonly used by the community because it can help normalize blood sugar levels in people with Diabetes Mellitus (DM). The purpose of this research is to determine the potency of antioxidant activity of extract and fraction, as well as to detemine white saffron extract and fraction in preventing and inhibiting DM in vitro by inhibition test of β-glucosidase enzyme. This research began with extraction and fractionation of white saffron rhizome with water solvent, ethyl acetate, hexane and butanol. White saffron extract and fraction were tested for antioxidant activity of FRAP method and β-glucosidase inhibition test. The specific conclusion of this study was that the Ethyl Acetate fraction shows the antioxidant activity of the FRAP method better than Acarbose (ACR) and the Ethyl Acetate fraction has effectiveness in inhibiting the β-glucosidase enzyme. The general conclusion of this study was the potent white saffron fraction as antiDM. Keywords: antioxidant, β-glucosidase, DM, FRAP, White saffron,

ABSTRAK Estrak kasar kunir putih jenis mangga (Curcuma mangga Val) memiliki aktivitas antioksidan tinggi yang diuji secara in vitro maupun in vivo. Kunir putih biasa digunakan oleh masyarakat karena dapat membantu menormalkan kadar gula darah pada penderita Diabetes Mellitus (DM). Tujuan penelitian ini adalah menguji potensi aktivitas antioksidan ekstrak dan fraksi kunir putih, serta bertujuan menguji ekstrak dan fraksi kunir putih dalam mencegah dan menghambat DM secara in vitro dengan uji penghambatan enzim β-glukosidase. Penelitian ini diawali dengan melakukan ekstraksi dan fraksinasi rimpang kunir putih dengan pelarut air, etil asetat, heksana dan butanol. Ekstrak dan fraksi kunir putih dilakukan uji aktivitas antioksidan metode FRAP dan uji penghambatan β-glukosidase. Kesimpulan khusus peneltian ini adalah Fraksi Etil Asetat Kunir Putih (EAKP) menunjukkan aktivitas antioksidan metode FRAP lebih baik dari pada Acarbose (ACR) dan Fraksi EAKP memiliki efektifitas dalam penghambatan enzim β-

Page 56: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”568

glukosidase. Kesimpulan umum penelitian ini adalah fraksi kunir putih berpotensi sebagai antiDM. Kata kunci : antioksidan, β-glukosidase, DM, FRAP, Kunir putih

PENDAHULUAN

Prevalensi Diabetes Millitus (DM) cenderung meningkat terus, World Health Organization (WHO) memprediksikan pada tahun 2030 penyandang DM akan mencapai 370 juta, di Asia Tenggara akan mencapai 79,5 juta. Prevalensi DM di Indonesia sekitar 1,5 % dari jumlah penduduk, penderita diabetes di Indonesia menempati urutan ke-6 di dunia setelah India, China, Rusia, Jepang dan Brasil. Pada tahun 2030 diprediksi mencapai 21,2 juta, sehingga diperlukan pencegahan dan pengobatan DM yang efktif, aman, dan berasal dari bahan yang mudah diperoleh.

Jumlah penderita DM dunia diperkirakan sebesar 200 juta, hampir lima kali dibanding 10 tahun yang lalu, jumlah ini akan mengalami peningkatan dua kali lipat pada tahun 2030. Berdasarkan laporan WHO bahwa DM termasuk salah satu pembunuh terbesar di Asia tenggara dan Pasifik barat (Tiwari dan Rao, 2002). Peningkatan itu terutama disebabkan oleh pertumbuhan populasi, peningkatan jumlah orang usia lanjut, urbanisasi, pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat (Anonim, 2005a).

Penyakit DM menjadi sangat penting karena dapat mengakibatkan komplikasi yaitu komplikasi menahun DM terutama didasari oleh kelainan vaskuler yaitu pembuluh darah kecil (mikroangiopati) dan pembuluh darah besar (makroangiopati). Manifestasi mikroangiopati terutama pada retinopati diabetik yang dapat mengakibatkan kebutaan, pada ginjal terjadi nefropati

diabetik akhirnya dapat megakibatkan gagal ginjal. Makroangiopati dapat bermanifestasi di tungkai bawah yng dapat mempermudah terjadinya gangrene diabetic yang mungkin memerlukan amputasi. Makroangiopati dapat bermanifestasi di pembuluh darah menyebabkan penyakit jantung koroner (PJK) (Kariadi, 2001).

Berbagai jenis tanaman secara empiris digunakan sebagai obat DM oleh masyarakat adalah Daun Dewa (Gynura segetum (Lour) Merr.), Daun Sendok (Plantago mayor L.), Kompri (Symphytum officinale L.), Murbei (Morus alba L.), Pulai (Alstonia scholaris [L.] R.Br.), Sambiloto (Andrographis paniculata [Burn.f.] Ness), Sembung (Blumea balsamifera [L.] DC.), Tapak Dara (Catharanthus roseus [L] G.Don), Teh (Camellia sinensis [L.] Kunrze), Jamblang (Syzygium cumini [Linn.] Skeels.), Rambutan (Nephelium lappaceum L.), Semangka (Citrullus vulgaris Schard.), Iler (Coleus scutellarioides [L.] Benth), Jambu Mede (Anacardium occidentale L.), Jombang (Taraxacum officinale Weber et Wiggers), Kumis Kucing (Orthosiphon spicatus B.B.S.), Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq), Salam(Syzygium polyanthum [Wight.] Walp) (Dalimartha, 2005a; Dalimartha, 2005b ; Dalimartha, 2005c).

Kunir putih jenis mangga atau temu mangga bisa membantu menormalkan gula darah 800 mg/dl menjadi normal tanpa suntik insulin (Susilo, 2014). Berdasarka latar belakang tersebut maka dilakukan penelitian untuk mengetahui potensi ekstrak dan fraksi kunir putih jenis mangga sebagai antidiabet.

Page 57: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 569

METODE PENELITIAN

Bahan dan alat penelitian Bahan utama penelitian adalah kunir

putih jenis mangga dari Sedayu, Bantul, Yogyakarta. Bahan kimia yang digunakan meliputi berbagai pelarut organik, KIT Adipogenesis (Cayman), Dimetil sulfoksida (DMSO), EDTA (Sigma), Fetal bovine serum (FBS) Chile (Biowest), DMEM High glucose w/ L-Glutamine w/ Sodium Pyruvate (Biowest), RPMI 1640 w/ L-Glutamine w/ 25 mM Hepes (Biowest), Trypsin 0.25% - EDTA in HBSS w/o Calcium w/o Magnesium w/ Phenol Red (Biowest), Penicillin-Streptomycin (Biowest), Dulbecco's Phosphate Buffered Saline 10X w/o Calcium w/o Magnesium (Biowest), iScript RT Supermix (Bio-Rad), serum free freezing medium (Biowest), L-Glutamine 100X (Biowest), NaCl, Kcl, NaHCO3, MgCl2, NaH2PO4, CaCl2, Kit IL-6 (Cayman), Kit IL-8 (Cayman), tikus putih (Rattus norvegicus L.)

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin beaker glass, timbangan analitik, spektrofotometer, spuit, tabung eppendorf, tabung vial 1 ml, penanggas air, mikro-pipet, stopwatch, thermometer, timbangan, sentrifugal, alat gelas, disposible syringe, kelereng, sonde. ELISA Reader, tip pipet 1-10 µl, tip pipet 10-100 µl, tip pipet 100-1000 µl, micropipet 1-10 µl, micropipet 10-100 µl, micropipet 100-1000 µl, agregometer. Prosedur pengujian Ferric Reducing Antioxidant Powerassay (FRAP)

Dalam uji FRAP larutan yang digunakan terdiri atas buffer asetat 300 mM pH 3,6 (37,89 mg NaCOOH dilarutkan dalam 100 mL akuades, pH 3,6), dan pereaksi FRAP (buffer asetat 25 mL ditambahkan dengan 2,5 ml 2,4,6-tripyridyl-s-triazine

(TPTZ) 75 mg dalam 10 mL HCl 40 mM serta 2,5 mL FeCl3.6H2O 54 mg dalam 10 mL aquades, diinkubasi pada suhu 60⁰C selama satu jam). Sebanyak 7,5 µL sampel ditambahkan 142,5 µL larutan FRAP dicampurkan di dalam tiap well (96 well). Diinkubasi pada suhu 37o C selama selama 30 menit diukur pada absorbansi 593 nm. Standarisasi dengan ferro sulfat (0,03 g FeSO4 dalam 100 mL ddH2O). Hasil ditunjukan dalam µM Fe2+.

Mengukur penghambatan Enzim β-glukosidase

β-Glukosidase sebanyak 1,0 mg dilarutkan dalam 100 ml buffer fosfat (pH 7,0) berisi 200 mg bovine serum albumina. Larutan enzim ini ditambah air 1/50 sebelum diuji. Campuran reaksi ini berisi 500 µL dari 200 mM p-nitrophenyl-β-D-glycopyranoside, 990 µL dari 100 mM buffer fosfat (pH 7,0) dan 10 µL dari larutan sample yang akan di test atau DMSO. Sesudah campuran reaksi diinkubasi pada 370 C selama 5 menit, reaksi dimulai dengan penambahan 500 µL dari campuran enzim dan iinkubasi tepat 15 menit. Sesudah inkubasi reaksi dihentikan dengan penambahan 200 µL dari 200 mM larutan Na2CO3 kemudian jumlah pelepasan pnitrofenol diukur absorbansinya pada 400 nm menggunakan spektrofotometer.

Persentasi aktivitas penghambatan dihitung dengan menggunakan rumus :

% inhibisi = (C-S) x 100 C

C: absorbansi aktivitas enzim tanpa sample S: absorbansi aktivitas enzim dengan

penambahan sample yang diuji

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Fraksi-fraksi Ekstrak Kunir Putih Fraksionasi adalah proses pemisahan sejumlah tertentu campuran (gas, padatan, cairan, suspensi, atau isotop) dipisahkan selama transisi fasa menjadi sejumlah kecil

Page 58: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”570

bagian (fraksi-fraksi), yang komposisinya bervariasi sesuai gradiennya. Fraksi-fraksi dikumpulkan berdasarkan perbedaan sifat khusus masing-masing komponen. Senyawa

yang bersifat polar akan masuk ke pelarut polar dan senyawa non-polar akan masuk ke pelarut non-polar (Harbone, 1987).

Tabel.1 Hasil Fraksionasi Ekstrak Kunir Putih

No Simplisia Berat (gr) Soluent

(ml)

Volume Filtrat (ml)

Rendemen (%)

Ekstrak yang

didapat (gr)

1 AKP 50 400 400 23,86 11,93

2 EAKP 50 500 970 9,24 4,62

3 BKP 50 250 1200 4,8 2,40

4 HKP 50 400 1070 18,850 3,779

Ket : Fraksi Air Kunir Putih(AKP), Fraksi Etil Asetat Kunir Putih (EAKP), Fraksi Heksana Kunir

Putih (HKP), Fraksi Butanol Kunir Putih (BKP).

Ekstraksi menggunakan teknik maserasi dengan pelarut etanol 70% setiap 24 jam filtrat ditampung, sampai filtrat etanol tidak berwarna kemudian filtrat etanol 70% dievaporasi sampai diperoleh ekstrak etanol 70% berbentuk pasta. Ekstrak etanol kunir putih hasil maserasi difraksionasi menggunakan pelarut dengan perbandingan antara air dan n-heksan (1 : 1). Filtrat fraksi n-heksan dikumpulkan, sedangkan fraksi air selanjutnya dipartisi dengan etil asetat (1 : 1), dan dengan n-butanol (1 : 1) dan terakhir diperoleh filtrat fraksi air. Masing-masing filtrat dievaporasi diperoleh filtrat heksan, etil asetat, butanol dan fraksi air.

Pengujian Antioksidan Pengujian FRAP

Pengujian FRAP merupakan metode yang dapat menentukan kandungan antioksidan total dari suatu bahan berdasarkan kemampuan senyawa antioksidan untuk mereduksi ion Fe3+ menjadi Fe2+ sehingga kekuatan antioksidan suatu senyawa dianalogikan dengan kemampuan mereduksi dari senyawa tersebut (Halvorsen et al., 2002). Kelebihan metode FRAP ini yaitu metodenya yang murah, cepat, dan reagen yang digunakan cukup sederhana serta tidak menggunakan alat khusus untuk menghitung total antioksidan.

Page 59: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 571

Tabel. 2 Aktivitas FRAP Ekstrak, Kunir Putih, Butylated Hydroxytoluene, Acarbose

Konsentrasi (µg/ml)

Aktivitas FRAP (µM Fe (II))

BHT EKP AKP EAKP HKP BKP ACR

2000 47,71 ± 0,29

5,83 ± 0,12

4,54 ± 0,05

9,07 ± 0,21

5,18 ± 0,04

8,70 ± 0,26 4,08 ± 0,10

1000 39,37 ± 0,89

4,92 ± 0,12

4,17 ± 0,02

6,50 ± 0,19

4,46 ± 0,10

6,31 ± 0,05 3,92 ± 0,02

500 32,83 ± 0,54

4,36 ± 0,05

4,08 ± 0,04

5,40 ± 0,30

4,11 ± 0,03

5,12 ± 0,12 3,89 ± 0,01

250 26,41 ± 0,08

4,18 ± 0,06

4,02 ± 0,01

4,59 ± 0,09

4,05 ± 0,05

4,53 ± 0,08 3,88 ± 0,01

125 24,42 ± 0,68

4,08 ± 0,03

3,95 ± ,06

4,26 ± 0,05

3,98 ± 0,01

4,12 ± 0,06 3,85 ± 0,02

62,5 22,34 ± 0,02

4,03 ± 0,01

3,87 ± 0,01

4,15 ± 0,10

3,88 ± 0,05

3,98 ± 0,06 3,82 ± 0,02

31,25 18,18 ± 0,67

3,96 ± 0,03

3,83 ± 0,03

3,92 ± 0,16

3,75 ± 0,07

3,80 ± 0,13 3,77 ± 0,03

*Data disajikan sebagai nilai rata-rata ± standar deviasi. Huruf kecil superscript di sebelah angka pada satu kolom mengindikasikan signifikansi pada P < 0.05 (Duncan post hoc test).

Ket: Butylated Hydroxytoluene (BHT), Ekstrak Kunir Putih (EKP), Fraksi Air Kunir Putih(AKP), Fraksi Etil Asetat Kunir Putih (EAKP), Fraksi Heksana Kunir Putih (HKP), Fraksi Butanol Kunir Putih (BKP), Acarbose (ACR).

Gambar.1 Grafik aktivitas FRAP ekstrak, fraksi kunir putih, Butylated

Hydroxytoluene, Acarbose

0.00

12.50

25.00

37.50

50.00

62.50

0. 25. 50. 75. 100. 125.

Akt

ivita

s (FE

(II)

µM

)

Konsentrasi (µM atau µg/ml)

Aktivitas FRAP Ekstrak, Fraksi Kunir Putih

BHT EKP AKP EAKP HKP BKP ACR

Page 60: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”572

Berdasarkan hasil yang ditampilkan pada tabel 2 dapat dilihat bahwa konsentrasi tertinggi adalah BHT memiliki aktivitas pengujian FRAP yang lebih aktif dari pada EKP, AKP, EAKP, HKP, BKP, ACR (Gambar 1). Pada konsetrasi tertinggi BHT memiliki nilai sebesar (47,71%), sedangkan pada ekstrak dan fraksionasi kunir putih sebesar EAKP (9,07%), BKP (8,70%), EKP (5,83%), HKP ( 5,18%), AKP (4,54%), ACR (4,08%).

Aktivitas Penghambatan Enzim β-glukosidase

Enzim β-glukosidase merupakan enzim glukosidase yang memutuskan ikatan β (1->4)

glikosida antara 2 glukosa atau molekul pengganti glukosa yang lain seperti selobiosa. Enzim ini berperan sebagai katalis dalam proses hidrolisis residu ujung non pereduksi pada β-D-Glukosa, dengan melepaskan unit gukosa. Enzim β-glukosidase berperan terutama dalam menghidrolisis senyawa glikosida menjadi aglikon yang memiliki aktivitas flavor (Setyaningsih, et al., 2006). Pengujian penghambatan aktivitas enzim β-glukosidase dilakukan dengan reaksi enzimatis menggunakan p-nitrophenyl-β-D-glycopyranoside sebagai substrat dan untuk mengukur nilai absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 400 nm.

Tabel.3 Aktivitas Penghambatahn β-Glukosidase Ekstrak, Fraksi Kunir Putih,

Acarbose

Konsentrasi (µg/ml)

Aktivitas Penghambatan Enzim α-amilase (%)

EKP AKP EAKP HKP BKP ACR

2000 50,18 ± 2,89 4,00 ± 1,26

81,58 ± 1,38

20,73 ± 1,92

14,55 ± 0,63

16,85 ± 2,10

1000 13,45 ± 1,31

-8,12 ± 2,13

42,42 ± 0,92

14,55 ± 0,96

-4,73 ± 0,96 2,18 ± 1,31

500 6,55 ± 0,63 -12,97 ± 0,42

18,79 ± 1,11 4,12 ± 1,47

-17,70 ±1,11

-18,91 ± 0,96

250 -1,58 ± 0,76

-15,76 ± 1,47

-5,21 ± 0,56 2,06 ± 0,56

-24,12 ± 2,96

-23,52 ± 0,42

125 -12,36 ± 1,45

-19,64 ± 0,36

-14,91 ± 1,31

-4,73 ± 0,63

-30,91 ± 1,26

-30,18 ± 1,09

62,5 -21,82 ± 2,62

-21,21 ± 0,56

-36,61 ± 2,00

-7,88 ± 1,05

-39,15 ± 0,76

-39,64 ± 0,73

31,25 -32,24 ± 0,84

-27,15 ± 2,34

-58,91 ± 5,77

-12,12 ± 1,72

-45,82 ± 0,96

-43,15 ± 0,76

Ket: Ekstrak Kunir Putih (EKP), Fraksi Air Kunir Putih(AKP), Fraksi Etil Asetat Kunir Putih (EAKP), Fraksi Heksana Kunir Putih (HKP), Fraksi Butanol Kunir Putih (BKP), Acarbose (ACR).

Page 61: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 573

Hasil uji aktivitas penghambatan enzim β-glukosidase oleh Ekstrak dan Fraksionasi Kunir Putih, serta Senyawa Acarbose dapat dilihat Tabel 3 dan Gambar 2, yakni dengan konsentrasi tertinggi masing-masing dapat menghambat enzim β-

glukosidase sebesar 81.58%, 50,18%, 20,73%, 16,85%, 14,55% dan 4,00%. Fraksi etil asetat kunyit putih (EAKP) dapat menghambat β-glukosidase lebih baik dibandingkan dengan senyawa lainnya (Gambar2).

Gambar.2 Aktivitas Penghambatan β-glukosidase Ekstrak, Fraksi Kunir Putih, Acarbose

Tabel.4 Nilai IC50 Penghambatan β-Gluksidase Ekstrak, Fraksi Kunir Putih, Acarbose

Sampel Regresi Linier R2 IC50 (µg/ml) Average

EKP y = 0.2898x - 19.812 y= 0.2806x - 19.883 y = 0.298x - 20.911

0,92 0,90 0,92

240,90 249,05 237,96

242,63 ± 5,75

Average y = 0,2895x - 20,202 0,91 242,49

AKP y = 0.1047x - 21.294 y = 0.1179x - 22.692 y = 0.1044x - 22.41

0,92 0,89 0,94

680,94 616,56 693,58

663,69 ± 41,31

Average y = 0,109x - 22,132 0,92 661,76

EAKP y = 0.5062x - 32.813 y = 0.5038x - 31.601 y = 0.4868x - 30.036

0,86 0,86 0,88

163,60 161,97 164,41

163,33±1,24

Average y = 0,499x - 31,483 0,88 163,29

HKP y = 0.1276x - 6.3427 y = 0.1302x - 6.9927 y = 0.113x - 5.7743

0,85 0,87 0,85

441,56 437,73 493,58

457,62±31,20

-78.75

-39.38

0.00

39.38

78.75

118.13

0.00 75.00 150.00 225.00 300.00

Akt

ivita

s Pen

gham

bata

n (%

)

Konsentrasi (µg/ml)

Aktivitas Penghambatan β-Glukosidase Ekstrak Fraksi Kunir Putih, Acarbose

EKP AKP EAKP HKP BKP ACR

Page 62: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”574

Average y = 0,1236x - 6,3699 0,86 456,07

BKP y = 0.2216x - 36.483 y = 0.2198x - 37.08

y = 0.2249x - 37.032

0,89 0,93 0,92

390,27 396,18 386,98

391,14 ± 4,66

Average y = 0,2221x - 36,865 0,92 391,11

ACR y = 0.23x - 35.467

y = 0.2293x - 35.99 y = 0.2434x - 36.784

0,90 0,91 0,93

371,60 375,01 356,55

367,72 ± 9,82

Average y = 0,2342x - 36,08 0,92 367,55

Bila dari nilai IC50-nya (Tabel.3) Fraksi etil asetat kunir putih (EAKP) dapat menghambat enzim β-glukosidase sebesar 163,33µg/ml, sedangkan untuk senyawa EKP, ACR, BKP, HKP, dan AKP sebesar 242,63 µg/ml, 367,72µg/ml, 391,14µg/ml, 457,62µg/ml, 663,69µg/ml. Berdasarkan hasil IC50 dapat disimpulkan bahwa EAKP memiliki aktivitas penghambatan enzim β-glukosidase yang lebih baik dibandingkan dengan senyawa lainnya.

KESIMPULAN

Senyawa Butylated Hydroxytoluene

(BHT) dan Fraksi Etil Asetat Kunir Putih (EAKP) berpotensi sebagai antioksidan. Hasil penelitian pengujian antiDM menunjukkan bahwa EAKP memiliki efektifitas dalam penghambatan enzim β-glukosidase, sehingga dapat disimpulkan bahwa fraksi kunir putih berpotensi sebagai antiDM.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2005. Mewaspadai Komplikasi Diabetes. http://www.dyvia.com

Dalimarta, S. 2005a. Atals Tumbuhan Obat Indonesia.Jilid I. Trubus. Jakarta.

Dalimarta, S. 2005b. Atals Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid II. Trubus. Jakarta.

Dalimarta, S. 2005c.Atals Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid III. Trubus, Jakarta.

Harborne, J.B. 1987. Metode fitokimia : penuntun cara modern menganalisis tumbuhan / J.B. Harborne; penerjemah Kosasih Padmawinata, Iwang Soediro; penyunting Sofia Niksolihin. Bandung: ITB.

Kariadi, S.H. K.S. 2001.Peranan Radikal Bebas dan Antioksidan Pada Penyakit Degeneratif Khususnya Diabetes Mellitus.Bagian Penyakit dalam. Fakultas Kedokteran/RS Hasan Sadikin. Bandung.

Susilo, K.R., 2014. Kawan Baru Diabetesi, majalah Trubus edisi April 2016.

Tiwari, A.K., J.M. Rao. 2002. Diabetes mellitus and multiple therapeutic approaches of phytochemicals : Present status and future prospect. Current Science, vol 83, no.1 (30-38).

Tjay, T.H., K, Rahardja. 2003. Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.

Page 63: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 575

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KADAR -ASARON PADA EKSTRAK ETANOLIK DAN METANOLIK JERINGAU (Acorus calamus)

DAN PENILAIAN RESIKO DENGAN METODE MARGIN OF EXPOSURE (MOE)

ANTIOXIDANT ACTIVITY AND -ASARONE CONTENT OF ETHANOLIC AND METHANOLIC EXTRACT OF SWEET FLAG (Acorus calamus) AND ITS RISK

ASSESSMENT USING MARGIN OF EXPOSURE (MOE)

Erryana Martati* and Mahrunnisa A Akmalina Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,

Universitas Brawijaya *Email korespondensi: [email protected]; [email protected]

ABSTRACT Herbs and its derived products have been using as traditional medicine, therefore, it’s safety should be a concern since some herbs contain genotoxic and carcinogenic compounds such as alkenylbenzenes. The aims of this study were to know the total phenolic content (TP), total flavonoid content (TF), antioxidant activity and the concentration of alkenylbenzene of -asarone of ethanolic (EEA) and methanolic extract (MEA) of sweet flag (Acorus calamus). Risk assessment was approached by simulation of the intakes of the extract using Margin of Exposure (MOE) method. The results showed that TP of MEA and EEA is not significant different ( <5%); TFC and antioxidant activity of MEA and EEA are significant different (<5%). Simulation results showed that consumption of MEA > 75,2 mg/60 kg bw per day and EEA > 65,2 mg/60 kg bw per day gives an Margin of Exposure < 10,000 meaning considered as a high priority for risk management actions and would be of high concern from a public health point of view. Keywords: -asarone, margin of exposure, risk assessment, sweet flag

ABSTRAK Produk herbal dan produk turunannya banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional sehingga keamanan sudah seharusnya menjadi perhatian karena beberapa herba mengandung senyawa alkenilbensena yang bersifat genotoksik dan karsinogenik. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kadar total fenol (TPC), total flavonoid (TFC), aktivitas antioksidan dan konsentrasi alkenilbensena -asaron dalam ekstrak etanolik (EEA) dan metanolik (MEA) jeringau (Acorus calamus). Penilaian resiko dengan metode Margin of Exposure dilakukan dengan simulasi konsumsi ekstrak . Hasil menunjukkan TPC pada esktrak MEA dan EEA tidak berbeda nyata ( <5%) sedangkan TFC and aktivitas aktioksidan MEA dan EEA berbeda nyata ( <5%). Hasil simulasi menunjukkan konsumsi MEA > 75,2 mg/60 kg bb/hari dan EEA >

Page 64: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”576

65,2 mg/60 kg bb/hari memberikan nilai Margin of Exposure < 10,000 yang berarti mempunyai resiko tinggi dalam manajemen resiko dan harus menjadi perhatian dari sisi kesehatan masyarakat.

Kata kunci: -asaron, margin of exposure, jeringau, penilaian resiko

PENDAHULUAN

Rempah-rempah dan produk turunannya misalnya dalam bentuk jamu dan ekstrak sudah sejak lama digunakan sebagai obat tradisonal, supplemen makanan dan bahan pengawet. Masyarakat Indonesia dan Asia pada umumnya menggunakan rempah-rempah secara turun temurun untuk menyembuhkan suatu penyakit atau mempertahankan kesehatan. Masyarakat mempercayai bahwa bahan alami adalah bahan yang aman dibanding obat yang merupakan senyawa sintetik. Padahal beberapa bahan alami mengandung senyawa yang memberikan dampak negatif terhadap kesehatan. Salah satu jenis senyawa yang harus mendapat perhatian adalah senyawa golongan alkenilbensena yaitu golongan senyawa aromatik yang dapat bersifat genotoksik dan karsinogenik (Berg et al., 2011). Contoh senyawa alkenilbensena tersebut adalah safrole, metileugenol, estragol, dan β-asaron. Senyawa β-asaron terdapat dalam jeringau atau juga disebut dringo (Acorus calamus L) yang banyak digunakan sebagai jamu tradisional (Raal, Orav dan Gretchushnikova, 2016). Menurut Liu et al. (2013), komponen utama pada minyak atsiri jeringau (triploid) adalah α-asaron (50,09%), (E)-metilisoeugenol (14,01%), metileugenol (8,59%), β-asaron (3,51%), α-cedrene (3,09%), dan camphor (2,42%). Sedangkan menurut Hasnah et al. (2012), komposisi minyak atsiri jeringau (tetraploid) terdiri dari asaron (82%), kalamenol (5%), kalamin (4%), kalameon

(1%), metileugenol (1%), dan eugenol (0,3%). Adanya senyawa β-asaron perlu dilakukan penilaian resiko keamananya sehingga bisa didapatkan pada konsentrasi berapa bahan tersebut aman dikonsumsi tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan.

Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi senyawa bioaktif dapat mempengaruhi jenis dan kadar senyawa bioaktif yang terekstrak (Gurjar et al., 2012) sehingga perlu dilakukan penelitian jenis pelarut yang sesuai untuk ekstraksi suatu bahan.

Dalam melakukan penilaian resiko, EFSA (European Food Safety Authority) merekomendasikan penggunaan metode batas paparan Margin of Exposure (MOE) dalam melakukan penilaian resiko (EFSA, 2005). Nilai MOE diperoleh dari hasil pembagian dari BMD dengan perkiraan asupan harian manusia. Kelebihan dari penggunaan metode MOE adalah metode ini menetapkan dasar untuk mengatur prioritas. Nilai MOE ≥ 10.000 menunjukkan prioritas yang rendah untuk dilakukan tindakan manajemen resiko dan perhatian yang rendah terhadap kesehatan masyarakat atau ≤ 10.000 menunjukkan prioritas yang tinggi untuk dilakukan tindakan manajemen resiko dan perhatian yang tinggi terhadap kesehatan masyarakat (EFSA, 2005). Rumus MOE adalah sebagai berikut:

MOE=

Page 65: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 577

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kadar total fenol (TP), total flavonoid (TF), aktivitas antioksidan dan penilaian resiko senyawa β-asaron dengan menggunakan metode Margin of Exposure (MOE) pada ekstrak etanolik dan metanolik jeringau.

BAHAN DAN METODE

Bahan Jeringau (Acorus calamus) diperoleh

dari Griya Wisata Herbal, Kota Batu, Jawa Timur. Kuersetin, β-asaron dan 1,1-diphenyl-2-pycrilhidrazil (DPPH) dari Sigma Aldrich. Methanol (pa) JT Baker. Acetonitril dan Methanol HPLC grade (JT Baker). Methanol teknis, etanol 96% teknis, Folin Ciocalteau 10%, Na2CO3 7,5%, NaNO2 5%, AlCl3 10%, NaOH 1M, asam galat standart, aquades, dan aquabides yang diperoleh dari toko bahan kimia “ S j ” Pengujian Ekstrak Jeringau 1. Preparasi ekstrak

Sampel jeringau dalam bentuk bubuk halus sebanyak 10 g ditambah 100 ml etanol 96% atau methanol. Campuran tersebut kemudian dimaserasi dalam waterbath selama 24 jam. Kemudian disaring menggunakan kertas saring. Ampas ditambah dengan pelarut yang sama dilanjutkan dengan proses ekstraksi dengan langkah yang sama sebelumnya. Filtrat yang diperoleh di evaporasi dengan rotary vapour pada 40° C. Ekstrak disimpan pada suhu -20° C hingga dilakukan Analisa lebih lanjut.

2. Analisa bahan baku Jeringau dan

ekstrak metanolik dan etanolik jeringau a. Kadar air ditentukan dengan metode

menurut AOAC. b. Kadar total fenol (TP) ditentukan

menggunakan reagen Folin-Ciocalteu dan

absorbansi diukur pada panjang gelobang 745 nm (Singleton dan Rossi, 1965). Kurva kalibrasi asam galat dibuat untuk kuantifikasi total fenol.

c. Total flavonoid (TF) dianalisa menurut Chang et al. (2002).

d. Aktivitas antioksidan ekstrak diukur dengan mengunakan metode penangkap radikal bebas DPPH (Brand-Williams et al. 1995).

e. Kuantifikasi -asaron dilakukan dengan menggunakan HPLC Shimadzu dengan jenis kolom Ultima C18, panjang kolom 150 mm, diameter kolom 4,6 mm, kecepatan alir 1 ml/menit, panjang gelombang 280 nm. Gradien yang digunakan adalah asetonitril dan aquabides, dimulai dengan 35% asetonitril kemudian dinaikkan konsentrasinya hingga 40% dalam janga waktu 5 menit. Selanjutnya dalan jangka waktu 10 dan 30 menit aseronitril meningkat menjadi 60% dan 80%. Pada kondisi asetonitril 80% dipertahankan dalam waktu 2 menit. Setelah itu dikembalikan ke kondisi awal 35% asetonitril dalam jangka waktu 1 menit selama 10 menit. Kuantifikasi dilakukan dengan menggunakan standard β-asaron.

3. Penilaian resiko -asaron

Nilai MOE ditentukan dengan rumus BMDL10 dibagi dengan intake. Nilai BMDL10

direkomendasikakn oleh EFSA. BMDL10

(Bench Mark Dose Level) menunjukkan dosis yang bisa menyebabkan timbulnya kanker 10% lebih tinggi dari background. Nilai BMD atau BMDL10 diperoleh dengan mengolah data uji karsinogenik suatu senyawa terhadap hewan coba dengan program aplikasi BMD version 2.0 EPA USA. Model matematika yang digunakan antara lain: Gamma, Logistic, Log-Logistic Probit, LogProbit, Multistage, Weibull, dan Quantallinear.

Karena tidak tersedianya data intake jeringau atau ekstraknya maka dilakukan

Page 66: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”578

simulasi dengan men-set nilai MOE <10.000 dan >10.000. 4. Analisa Data

Analisa data statistik terhadap nilai total fenol, total flavonoid, dan aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan uji T untuk mengetahui perbedaan pengaruh jenis pelarut (etanol dan metanol) terhadap hasil ekstraksi keempat ekstrak. Analisa uji T dilakukan menggunakan Microsoft Excel 2016.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1 menunjukkan bahwa TP ekstrak etanolik dan metanolik jeringau tidak berbeda nyata. Sedangkan total TF jeringau ekstrak metanolik lebih tinggi dari pada ekstrak etanolik. Metanol bisa digunakan sebagai

pelarut untuk ekstraksi dengan syarat residu methanol dalam makanan tidak melebihi 10 ppm (European Union). Nilai aktivitas antioksidan (IC50) bahan baku lebih rendah (IC50 tinggi) dibanding bentuk ekstrak, hal ini dikarenakan bahan impuritis seperti serat, karbohidrat dan makromolekul sudah berkurang sehingga ekstrak mengandung lebih banyak senyawa aktif. Kadar β-asaron ekstrak etanolik lebih tinggi dibanding dengan ekstrak metanolik. Aktivitas antioksidan lebih ditentukan dengan kadar flavonoid daripada kadar total fenol. Hasil penelitian Wu et al. (2004) dan Kahkonen et al. (1999) menunjukkan bahwa korelasi antara TP dan antioksidan nilainya tidak tinggi sehingga TP bukan merupakan indikator yang baik untuk aktivitas antioksidan.

Tabel 1. Hasil analisa ekstrak metanolik dan etanolik.

Fennel

Raw Ekstrak Methanolik

Ekstrak etanolik

Moisture content (%) 5,4 + 0,5 ta ta

TP (mg GAE/g) 6,0+ 0,23 26,02 ± 1,63a 24,50 ± 1,5a

TF (mg QE/g) 18,9+1,1 41,53 ± 1,36b 29,91 ± 1,4a

IC50 (ppm) 1602,0 528,8 ± 1,36 889,4 ± 7,6

Asaron (%) ta 0,19 0,22 Keterangan: ta: tidak dilakukan pengukuran Notasi yang berbeda dalam satu baris menunjukkan beda nyata (: 1%)

Tabel 2 menunjukkan nilai perhitungan

BMDL10 β-asaron yaitu 9,6-21,5 mg/kg bw. Hasil simluasi perhitungan estimasi konsumsi harian pada ekstrak etanol dan metanol jeringau dapat dilihat pada Tabel 3.

perhitungan simulasi dosis konsumsi harian ekstrak etanolik dan metanolik jeringau. Pada ekstrak metanolik jeringau, untuk menghasilkan nilai MOE>10.000, diperoleh dosis simulasi konsumsi harian senyawa

Page 67: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 579

sebesar 0,06 mg/60 kg bb per hari dan dosis konsumsi harian ekstrak sebesar 29,55 mg/60 kg bb per hari. Sedangkan untuk ekstrak metanol jeringau setelah dilakukan perhitungan simulasi untuk menghasilkan nilai MOE <

10.000 diperoleh dosis konsumsi harian senyawa β-asaron sebesar 0,14 mg/60 kg bb per hari dan dosis konsumsi harian ekstrak sebesar 75,51 mg/60 kg bb per hari.

Tabel 2. Hasil analisa Bench Mark Dose berdasar data JECFA(1981)

Model Jumlah Parameter

Log Likelihood p-value Diterima

BMD10 (mg/kg

bb/hari)

BMDL10 (mg/kg

bb/hari)

Null 1 -43,97

Full 4 -34,31

Gamma 2 -34,60 0,75 Ya 21,63 10,72

Logistic 2 -35,68 0,25 Ya 27,61 21,51

LogLogistic 2 -34,59 0,76 Ya 21,51 10,07

LogProbit 2 -34,50 0,82 Ya 21,55 10,44

Multistage 2 -34,70 0,68 Ya 21,96 10,53

Multistage Cancer 2 -34,70 0,68 Ya 21,96 10,53

Probit 2 -35,36 0,35 Ya 26,19 20,23

Weibull 2 -34,65 0,71 Ya 21,37 10,62

Quantal Linier 1 -35,30 0,58 Ya 14,11 9,58

Sumber: Berg et al. (2011)

Tabel 3. Simulasi konsumsi ekstrak metanolik dan etanolik jeringau

Jenis Pelarut

BMDL10 MOE (bawah)

MOE (atas)

Konsumsi (mg/kg bb per hari)

Konsumsi (mg/60 kg bb per hari)

β-asaron (%)

Konsumsi Ekstrak (mg/60 kg bb per hari)

Metanol 9,6 - 21,5

11000 23000 0,001 0,06 0,19

29,55

5000 9000 0,002 0,14 75,51

Etanol 96% 11000 23000 0,001 0,06

0,22 25,52

5000 9000 0,002 0,14 65,21

Page 68: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”580

Pada ekstrak etanolik jeringau, untuk

menghasilkan nilai MOE > 10.000 diperoleh dosis simulasi konsumsi harian senyawa sebesar 0,06 mg/60 kg bb per hari dan dosis konsumsi harian ekstrak sebesar 25,52 mg/60 kg bb per hari. Sedangkan untuk ekstrak etanolik jeringau setelah dilakukan perhitungan simulasi untuk menghasilkan nilai MOE< 10.000 diperoleh dosis konsumsi harian senyawa β-asaron sebesar 0,14 mg/60 kg bb per hari dan dosis konsumsi harian ekstrak sebesar 65,21 mg/60 kg bb per hari. Perbedaan jumlah simulasi estimasi konsumsi harian antara ekstrak jeringau metanolik dan etanolik terjadi karena kandungan persen senyawa β-asaron antara ekstrak metanol dan etanol jeringau berbeda. Sehingga jika orang dewasa (berat badan 60 kg) mengkonsumsi ekstrak jeringau sebesar maksimum 29,55 mg/60 kg bb per hari (ekstrak metanolik) dan 25,52 mg/60 kg bb per hari (esktrak etanolik), maka tindakan manajemen resiko terhadap kanker termasuk prioritas rendah. Sedangkan jika orang dewasa mengkonsumsi ekstrak jeringau sebesar 75,51 mg/60 kg bb per hari (ekstrak metanolik) dan 65,21 mg/60 kg bb per hari (esktrak etanolik), maka tindakan manajemen resiko terhadap kanker juga termasuk prioritas tinggi.

KESIMPULAN

Ekstraksi jeringau dengan metanol

menghasilkan total flavonoid dan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibanding ekstraksi dengan etanol. Tetapi tidak berbeda nyata kadar total fenol dan kadar β-asaron. Konsumsi ekstrak jeringau harus mempertimbangkan senyawa yang memberikan dampak positif dan potensi resiko negatif terhadap kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA Berg, S.J.P.L.v.d., Restani, P., Boersma,

M.G., Delmulle, L.,and Rietjens, I.M.C.M., 2011. Levels of genotoxic and carcinogenic compounds in plant food supplements and associated risk assessment. Food and Nutrition Sciences 2, 989-1010.

Brand-Williams, W., Cuvelier, M.E., and Berset, C., 1995. Use of a free radical method to evaluate antioxidant activity. Lebensm. Wiss. Technol. 28, 25–30.

Chang C.C, Yang M.H, and Wen H.M. 2002. Estimation of total flavonoid content in propolis by two complementary colorimetric methods. J Food Drug Anal ;10:178-82.

EFSA, 2005. Opinion of the Scientific Committee on a request from EFSA related to a harmonised approach for risk assessment of substances which are both genotoxic and carcinogenic. EFSA journal: 282:1-31

JECFA, Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives. Monograph on β-Asarone. WHO Food Additive Series No. 6,” 98 . http://www.inchem.org/ documents/jecfa /jecmono/v16je0 4.htm

Kahkonen, M. P., Hopia, A. I., Vuorela, H. J., Rauha, J., Pihlaja, K., Kujala, T. S., Heinonen, M. 1999.Antioxidant activity of plant extracts containing phenolic compounds. J. Agric. Food. Chem. 47, 3954-3962.

Raal, A. Orav, A and Gretchushnikova, T. 2016. β-Asarone content and essential oil composition of Acorus calamus L. rhizomes from Estonia. Journal of Essential Oil Research, DOI: 10.1080/10412905.2016.1147391

Rietjens, I.M.C.M., Slob, W., Galli, C., and Silano, V., 2008. Risk assessment of

Page 69: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 581

botanicals and botanical preparations intended for use in food and food supplements: Emerging issues. Toxicol. Lett. 180, 131-136.

Singleton, V. L.; Rossi, J. A. 1965.Colorimetry of total phenolics with phosphomolybdic-phosphotungstic acid reagents. Am. J. Enol. Vitic.16, 144-158.

Wu X, Beecher, G.R, Holden,J.M., Haytowitz,D.B., Gebhardt, S,E., and Prior, R.L. 2004. Lipophilic and hydrophilic antioxidant capacities of common foods in the United States. J. Agric. Food Chem. 52, 4026-4037.

Page 70: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”582

PEMANFAATAN PATI TAPIOKA TERMODIFIKASI FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG DALAM PEMBUATAN PANGAN DARURAT

THE USE OF SKIPJACK TUNA FLOUR FORTIFICATION MODIFIED TAPIOCA

STARCH IN EMERGENCY FOOD PRODUCTION

Hamidin Rasulu* dan Hasbullah Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Khairun

*Email korespondensi : [email protected]

ABSTRACT Starch is used as a thickener and stabilizer in food. Natural starch causes several problems related to retrogradation, low stability, and low paste resistance. This is the reason for starch modification. When chemically modifying starch with ginger oil, a cross-linking bond will create, which is the formation of covalent bond that strengthen the existing hydrogen bond. The formation of the cross-linking could influence swelling power and solubility of starch. The aims of the research are to find out the influence of weight comparison between tapioca starch, water and ginger oil volume on swelling power, cross linking level and solubility and to find out the influence of the proportion of skipjack tuna flour fortification modified tapioca starch on chemical properties of emergency foods product. The nutrition value of water level is 3.97%, ash level is 2.69%, fat is 12.95%, protein is 15.45%, total carbohydrate is 64.94% and the energy value per product is 203.85 kkal/100 g. Keywords: cross-lingking agent, emergency food, starch modification, tapioca starch,

ABSTRAK

Pati digunakan sebagai pengental dan penstabil dalam makanan. Pati alami (native) menyebabkan beberapa permasalahan yang berhubungan dengan retrogradasi, kestabilan rendah, dan ketahanan pasta yang rendah. Hal tersebut menjadi alasan dilakukan modifikasi pati. Pati jika dimodifikasi secara kimia dengan minyak jahe akan terbentuk ikatan cross-linking yaitu terbentuknya ikatan kovalen yang memperkuat ikatan hidrogen yang sudah ada. Terjadinya cross-linking ini dapat mempengaruhi swelling power dan kelarutan pati. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui pengaruh perbandingan berat antara pati tapioka, air serta volume minyak jahe terhadap swelling power, derajat cross-linking dan kelarutan. Mengetahui pengaruh proporsi pati tapioka termodifikasi dengan fortifikasi tepung ikan cakalang terhadap sifat kimia produk pangan darurat (food emergency). Nilai Nutrisi Kadar Air 3.97%, Kadar Abu 2.69%, Lemak 12.95%, Protein 15.45%, Total Karbohidrat 64.94%, Nilai energi per produk 203.85 kkal/100 gram.

Kata Kunci : cross-lingking agent, modifikasi pati, Pangan darurat, pati tapioka

Page 71: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 583

PEMANFAATAN PATI TAPIOKA TERMODIFIKASI FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG DALAM PEMBUATAN PANGAN DARURAT

THE USE OF SKIPJACK TUNA FLOUR FORTIFICATION MODIFIED TAPIOCA

STARCH IN EMERGENCY FOOD PRODUCTION

Hamidin Rasulu* dan Hasbullah Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Khairun

*Email korespondensi : [email protected]

ABSTRACT Starch is used as a thickener and stabilizer in food. Natural starch causes several problems related to retrogradation, low stability, and low paste resistance. This is the reason for starch modification. When chemically modifying starch with ginger oil, a cross-linking bond will create, which is the formation of covalent bond that strengthen the existing hydrogen bond. The formation of the cross-linking could influence swelling power and solubility of starch. The aims of the research are to find out the influence of weight comparison between tapioca starch, water and ginger oil volume on swelling power, cross linking level and solubility and to find out the influence of the proportion of skipjack tuna flour fortification modified tapioca starch on chemical properties of emergency foods product. The nutrition value of water level is 3.97%, ash level is 2.69%, fat is 12.95%, protein is 15.45%, total carbohydrate is 64.94% and the energy value per product is 203.85 kkal/100 g. Keywords: cross-lingking agent, emergency food, starch modification, tapioca starch,

ABSTRAK

Pati digunakan sebagai pengental dan penstabil dalam makanan. Pati alami (native) menyebabkan beberapa permasalahan yang berhubungan dengan retrogradasi, kestabilan rendah, dan ketahanan pasta yang rendah. Hal tersebut menjadi alasan dilakukan modifikasi pati. Pati jika dimodifikasi secara kimia dengan minyak jahe akan terbentuk ikatan cross-linking yaitu terbentuknya ikatan kovalen yang memperkuat ikatan hidrogen yang sudah ada. Terjadinya cross-linking ini dapat mempengaruhi swelling power dan kelarutan pati. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui pengaruh perbandingan berat antara pati tapioka, air serta volume minyak jahe terhadap swelling power, derajat cross-linking dan kelarutan. Mengetahui pengaruh proporsi pati tapioka termodifikasi dengan fortifikasi tepung ikan cakalang terhadap sifat kimia produk pangan darurat (food emergency). Nilai Nutrisi Kadar Air 3.97%, Kadar Abu 2.69%, Lemak 12.95%, Protein 15.45%, Total Karbohidrat 64.94%, Nilai energi per produk 203.85 kkal/100 gram.

Kata Kunci : cross-lingking agent, modifikasi pati, Pangan darurat, pati tapioka

PENDAHULUAN

Pemanfaatan Singkong di Maluku Utara juga cukup besar, ini terliahat dari luas panen dan produksi tanaman palawija menurut Kabupaten/Kota khususnya ubi kayu dengan luas Areal 11.770 Ha, dengan rata-rata produksi 34.621 ton/tahun, yang masih di konsumsi secara langsung oleh masyarakat (BPS Maluku Utara, 2012). Produksi Singkong di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 21.593.053 ton (BPS, 2009). Harga singkong perkilo adalah Rp. 460. Dari jumlah produksi yang besar dan harga yang murah, maka singkong mempunyai prospek yang bagus sebagai bahan baku pembuatan pati alami (native starches) dalam skala besar.

Salah satu bahan baku pembuatan pati adalah singkong yang dapat tumbuh dengan baik di Indonesia. Pati (Starch) merupakan polisakarida hasil sintesis dari tanaman hijau melalui proses fotosintesis. Pati memiliki bentuk kristal bergranula yang tidak larut dalam air pada temperatur ruangan yang memiliki ukuran dan bentuk tergantung pada jenis tanamannya. Pati digunakan sebagai pengental dan penstabil dalam makanan. Pati alami (native) menyebabkan beberapa permasalahan yang berhubungan dengan retrogradasi, kestabilan rendah, dan ketahanan pasta yang rendah.

Jahe mengandung gingerol yaitu merupakan senyawa phenolik yang dapat menyebabkan terjadinya peristiwa cross-linking sehingga akan mempengaruhi ikatan molekul pati dan hasilnya akan diperoleh pati yang memiliki nilai swelling power, kelarutan dan derajat cross-linking yang lebih baik.

Pati jika dimodifikasi secara kimia dengan minyak jahe akan terbentuk ikatan cross-linking yaitu terbentuknya ikatan kovalen yang memperkuat ikatan hidrogen yang sudah ada. Terjadinya cross-linking ini berpengaruh terhadap kekentalan, waktu gelatinisasi dan swelling power. Permasalahan disini adalah bagaimana hubungan antara

perbandingan berat antara pati tapioka dan minyak jahe serta perbandingan berat air dengan pati terhadap perubahan karakteristik pati (swelling power, kelarutan dan derajat cross-linking).

BAHAN DAN METODE

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini ubikayu yang diperoleh dari BPTP Maluku Utara, selanjutnya diolah menjadi pati tapioka secara tradisional, kemudian dibandingkan dengan pati yang diperoleh dari pasar Swalayan yang ada di Kota Ternate.

Penataan percobaan dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAL). Setiap parameter perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Analisis data menggunakan sidik ragam (Analysis of Variance) dan pengujian nilai rataan menggunakan metode BNT pada taraf nyata 5 persen. Model linear matematika (Mattjik dan Sumertajaya, 2002)

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh perbandingan berat pati dengan volume minyak jahe terhadap kualitas pati tapioka yang termodifikasi (swelling power dan kelarutan). Penelitian dilakukan dua tahap. Tahap pertama, pembuatan pati tapioka termodifiksi dengan menggunakan cross-link agent alami yaitu minyak rimpang jahe. Berat awal pati tapioka : 300 g Suhu reaksi : 30 oC

Parameter yang digunakan untuk analisis pati tapioka termodifikasi yaitu swelling power. Swelling power dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : Berat pasta kering Swelling power = % .... (1) Berat sampel pati kering

(Leach, 1959)

Page 72: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”584

Tahap kedua : Pembuatan Produk Pangan darurat menggunakan pati tapioka termodifikasi proporsi tepung ikan cakalang. Pelaksanaan Percobaan

Mula-mula pati tapioka dengan berat tertentu dicampur dengan air dan minyak jahe dengan volume tertentu pada beaker glass serta diaduk dengan kecepatan tertentu selama 30 menit pada suhu 30 oC, dikeringkan pada temperatur 50 oC selama 24 jam. Pati yang diperoleh digiling sehingga diperoleh serbuk pati yang halus. Pati hasil penggilingan ini disebut pati termodifikasi.

Tahap selanjutnya yaitu pemanfaatan pati tapioka dengan penambahan tepung ikan cakalang dalam pembuatan produk pangan darurat (food emergency)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses modifikasi yang digunakan dalah proses cross-linking dengan menggunakan minyak jahe. Dengan adanya cross-linking maka dapat memperkuat ikatan molekul pati, sehingga akan diperoleh pati dengan swelling power, kelarutan dan derajat cross-linking yang lebih tinggi dibandingkan dengan pati alami (Daramola, 2006).

Diketahui bahwa semakin kecil perbandingan berat pati dan air maka pati yang terdispersi ke dalam air semakin merata sehingga pati menjadi lebih mudah bereaksi dengan gingerol akibatnya pati yang dihasilkan memiliki swelling power yang lebih besar. Dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai Swelling Power Pati Tapioka menggunakan Cross link agen alami.

Perlakuan Perbandingan Berat pati : air

Volume Minyak Jahe (ml) 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5

300 : 300 15.0 15.5 9.5 8.0 7.9 300 : 400 9.2 19.6 8.8 8.5 8.2 300 : 500 8.2 14.9 12.3 9.4 9.9

Dari Tabel 1 diketahui bahwa pati termodifikasi menunjukan nilai swelling power lebih tinggi dari pada nilai swelling power pati alami (9,7). Swelling power sangat dipengaruhi oleh ikatan antarmolekul penyusun pati. Dengan masuknya minyak jahe dan air ke dalam molukul pati, ikatan antarmolekul pati melemah sehingga nilai swelling power pati lebih tinggi dibandingkan pati alami (Aziz, 2004). Selain itu, hasil pengamatan perubahan-perubahan sifat fisis menunjukan bahwa modifikasi pati alami dipengaruhi oleh komponen aktif minyak jahe yang membentuk cross-linking (Daramola, 2006), dengan menggunakan persamaan Flohry-Rehner dan optimasi dengan matlab diperoleh nilai cross-link dari pati termodifikasi.

Dalam penelitian ini analisis swelling power dilakukan menggunakan metode Leach (1959), Solubility menggunakan Metode Kaimuna (1967), dan analisis cross-lingking dengan menggunakan optimasi pendekatan Flory-rehner.

Hasil SEM Pati Termodifikasi

Untuk melihat perbedaan bentuk dan ukuran granula pati termodifikasi digunakan SEM (Scanning Electron Micrograph). Hasil SEM pati alami dan pati termodifikasi ditunjukan pada Gambar 1 yang menunjukan pati termodifikasi memiliki ukuran granula pati yang lebih besar daripada pati alami, namun perbedaan ukuran tersebut kecil. Untuk menunjang hasil SEM tersebut diperlukan analisa lebih lanjut agar perbedaan antara pati alami dan pati termodifikasi lebih jelas.

Nilai kelarutan tertinggi diperoleh pada perbandingan antara berat pati, air dan volume minyak jahe sebesar 300:300:0,3. Semakin kecil perbandingan berat pati dan air maka konsentrasi minyak jahe yang terdispersi akan semakin kecil sehingga reaksi akan berjalan kurang baik, jika perbandingan berat pati dan air

Page 73: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 585

Tahap kedua : Pembuatan Produk Pangan darurat menggunakan pati tapioka termodifikasi proporsi tepung ikan cakalang. Pelaksanaan Percobaan

Mula-mula pati tapioka dengan berat tertentu dicampur dengan air dan minyak jahe dengan volume tertentu pada beaker glass serta diaduk dengan kecepatan tertentu selama 30 menit pada suhu 30 oC, dikeringkan pada temperatur 50 oC selama 24 jam. Pati yang diperoleh digiling sehingga diperoleh serbuk pati yang halus. Pati hasil penggilingan ini disebut pati termodifikasi.

Tahap selanjutnya yaitu pemanfaatan pati tapioka dengan penambahan tepung ikan cakalang dalam pembuatan produk pangan darurat (food emergency)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses modifikasi yang digunakan dalah proses cross-linking dengan menggunakan minyak jahe. Dengan adanya cross-linking maka dapat memperkuat ikatan molekul pati, sehingga akan diperoleh pati dengan swelling power, kelarutan dan derajat cross-linking yang lebih tinggi dibandingkan dengan pati alami (Daramola, 2006).

Diketahui bahwa semakin kecil perbandingan berat pati dan air maka pati yang terdispersi ke dalam air semakin merata sehingga pati menjadi lebih mudah bereaksi dengan gingerol akibatnya pati yang dihasilkan memiliki swelling power yang lebih besar. Dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai Swelling Power Pati Tapioka menggunakan Cross link agen alami.

Perlakuan Perbandingan Berat pati : air

Volume Minyak Jahe (ml) 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5

300 : 300 15.0 15.5 9.5 8.0 7.9 300 : 400 9.2 19.6 8.8 8.5 8.2 300 : 500 8.2 14.9 12.3 9.4 9.9

Dari Tabel 1 diketahui bahwa pati termodifikasi menunjukan nilai swelling power lebih tinggi dari pada nilai swelling power pati alami (9,7). Swelling power sangat dipengaruhi oleh ikatan antarmolekul penyusun pati. Dengan masuknya minyak jahe dan air ke dalam molukul pati, ikatan antarmolekul pati melemah sehingga nilai swelling power pati lebih tinggi dibandingkan pati alami (Aziz, 2004). Selain itu, hasil pengamatan perubahan-perubahan sifat fisis menunjukan bahwa modifikasi pati alami dipengaruhi oleh komponen aktif minyak jahe yang membentuk cross-linking (Daramola, 2006), dengan menggunakan persamaan Flohry-Rehner dan optimasi dengan matlab diperoleh nilai cross-link dari pati termodifikasi.

Dalam penelitian ini analisis swelling power dilakukan menggunakan metode Leach (1959), Solubility menggunakan Metode Kaimuna (1967), dan analisis cross-lingking dengan menggunakan optimasi pendekatan Flory-rehner.

Hasil SEM Pati Termodifikasi

Untuk melihat perbedaan bentuk dan ukuran granula pati termodifikasi digunakan SEM (Scanning Electron Micrograph). Hasil SEM pati alami dan pati termodifikasi ditunjukan pada Gambar 1 yang menunjukan pati termodifikasi memiliki ukuran granula pati yang lebih besar daripada pati alami, namun perbedaan ukuran tersebut kecil. Untuk menunjang hasil SEM tersebut diperlukan analisa lebih lanjut agar perbedaan antara pati alami dan pati termodifikasi lebih jelas.

Nilai kelarutan tertinggi diperoleh pada perbandingan antara berat pati, air dan volume minyak jahe sebesar 300:300:0,3. Semakin kecil perbandingan berat pati dan air maka konsentrasi minyak jahe yang terdispersi akan semakin kecil sehingga reaksi akan berjalan kurang baik, jika perbandingan berat pati dan air

terlalu besar maka minyak jahe akan sulit terdispersi ke dalam campuran sehingga reaksi berlangsung kurang baik.

(A) (B)

Gambar 1. Hasil SEM granula pati dari (A) Pati Alami dan (B) Pati Termodifikasi

Perbandingan antara berat pati dan air berpengaruh terhadap nilai kelarutan. Semakin kecil perbandingan berat pati dan air maka rata. Hal ini mengakibatkan pati yang bereaksi dengan gingerol menjadi lebih besar sehingga kelarutan pati menjadi cenderung menurun.

Produk Pangan Darurat

Pangan darurat dalam bentuk food bars memiliki beberapa kelebihan diantaranya memiliki nilai aw yang rendah sehingga memiliki umur simpan yang lama dibandingkan produk semi basah yang memiliki nilai aw lebih tinggi. Di samping kelebihan yang dimiliki, produk food bars yang memiliki tekstur kering ini dapat menyebabkan rasa haus bila dikonsumsi tanpa pemberian air minum. Selain itu, produk food bars ini mudah menyerap uap air yang ada di udara akibatnya produk menjadi lembab dan tidak renyah lagi. Oleh karena itu, kemasan produk food bars perlu diperhatikan secara khusus sehingga kualitas produknya tetap terjaga dan memiliki umur simpan yang lama. Nilai nutrisi pangan darurat menggunakan pati tapioca termodifikasi menggunakan metode cross link agen alami dengan penambahan tepung ikan cakalang dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai Nutrisi Pangan Darurat (100 g) Parameter Nilai Kadar Air (%) 3.97 Kadar Abu (%) 2.69 Lemak (%) 12.95 Protein (%) 15.45 Total Karbohidrat (%) 64.94 Nilai energi per produk 203.85kkal/100

gram

Salah satu bentuk pangan darurat olahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan adalah snack bars jenis energy bars. Snack bars merupakan cookies yang difomulasi secara khusus sehingga tidak menyebabkan rasa haus dan memiliki kandungan protein tinggi, berbentuk batang yang biasa dikonsumsi di sela-sela waktu makan. Energy bars memiliki kandungan makronutrien protein, lemak, dan karbohidrat yang tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan energi harian. Energy bars merupakan suplemen diet yang sering dikonsumsi oleh atlet dan orang dengan aktivitas fisik yang tinggi untuk menjaga kecukupan energinya. Selain itu, bars memiliki bentuk batang yang mudah dibuat, mudah dikemas, mudah didistribusikan karena memiliki tekstur yang kokoh, serta dapat menghemat tempat penyimpanan dibandingkan bentuk bulat ataupun silinder. Formula bars seperti formula cookies. Kandungan protein pada cookies (SNI, 1992) maksimum 6% sedangkan kandungan protein pada bars menurut Zoumas et al (2002) adalah 10-15%. Bars memiliki kandungan makronutrien protein, karbohidrat, dan lemak yang seimbang dan dapat memenuhi kebutuhan energi sehari. Menurut SNI 01-2973-1992, cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah, dan bila

Page 74: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”586

dipanaskan penampang potongannya bertekstur kurang padat.

Di Indonesia belum ada standar khusus yang mengatur tentang pangan darurat berbentuk bars. Oleh karena itu, standar pangan darurat mengacu pada Zoumas et al (2002) yaitu sumbangan lemak sebesar 35-45%, protein 10-15%, dan karbohidrat 40-50% dengan nilai energi yang memenuhi kebutuhan energi harian sebesar 2100 kkal sedangkan pengujian mikrobiologi didasarkan pada Standar Nasional Indonesia tentang cookies.

Produk pangan darurat yang pernah dibuat antara lain banana bars berbahan baku puree pisang, tepung terigu, dan tepung singkong yang dilakukan oleh Ferawati (2009), cookies berbahan baku utama tepung kacang hijau yang dibuat oleh Sitanggang (2008), pangan darurat dodol berbahan baku tepung beras ketan, tepung kacang hijau, isolat protein, dan susu full cream yang dibuat oleh Sitanggang (2009), dan pangan darurat kaleng berbahan baku utama nasi dan ayam bumbu yang dibuat oleh Valentina (2009).

Penelitian tentang snack bars pernah dilakukan oleh Rasulu (2014) dengan pemanfaatan pati tapioka dalam pembuatan sagu lempeng. Sedangkan Chandra (2010) berbahan baku tepung sorgum, tepung maizena, dan tepung ampas tahu, penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2010) berbahan baku tepung jewawut dan tepung ampas tahu, serta penelitian Stephanie (2010) dengan bahan baku tepung jewawut dan serum (whey) tahu yang dapat digunakan sebagai pembanding pada penelitian ini.

KESIMPULAN

Semakin kecil perbandingan pati dan

air maka nilai swelling power dan nilai kelarutan semakin besar. Semakin besar volume minyak jahe maka swelling power dan kelarutan cenderung meningkat. Modifikasi pati dengan menggunakan minyak

jahe menghasilkan pati termodifikasi dengan nilai swelling power tertinggi 19,60 dengan perbandingan pati : air : minyak jahe adalah 300:400:0,2. pengaruh proporsi pati tapioka termodifikasi dengan fortifikasi tepung ikan terhadap sifat kimia produk pangan darurat (food emergency) yaitu kadar air 3.97%, kadar abu 2.69%, kadar lemak 12.95%, kadar protein 15.45%, total karbohidrat 64.94%, Nilai energi per produk 203.85kkal/100 gram.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih kepada Dirjen DIKTI yang telah membrikan biaya selama penelitian. Laboratorium THP Fakultas Pertanian Unkhair yang telah memberikan kelancaran pada proses penyelesaian penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Aziz A., Rusli D., Maaruf A.G., Ismail

N.D., and Bohari M.Y., 2004. Hydroxypropylation and Acetylation of Sago Starch, Malaysian Journal of Chemistry, vol. 6, No. I, pp. 048-054.

Daramola, B. and Osanyinlusi, S.A., 2006. Investigation on Modification of Cassava Starch Using Active Components of Ginger Roots (Zingiber officinale Roscoe), African Journal of Biotechnology, vol. 5, pp. 917-920.

Leach H. W., Mc Cowen L.D., Schoch T. J., 1999. Structure of The Starch Granules in Swelling and Sollubility Pattern of Various Starch, Cereal Chem, Vol.36, pp. 534-544.

Rasulu, H. 2014. Quality Improvement of Cassava Flour of Local Variety of Ternate Through Fermentation Method (Application on Traditional Food of North Maluku “Sagu lempeng”). International Journal on Advanced Science, Engineering and Information Technology, 4(6), 423-425.

Page 75: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 587

dipanaskan penampang potongannya bertekstur kurang padat.

Di Indonesia belum ada standar khusus yang mengatur tentang pangan darurat berbentuk bars. Oleh karena itu, standar pangan darurat mengacu pada Zoumas et al (2002) yaitu sumbangan lemak sebesar 35-45%, protein 10-15%, dan karbohidrat 40-50% dengan nilai energi yang memenuhi kebutuhan energi harian sebesar 2100 kkal sedangkan pengujian mikrobiologi didasarkan pada Standar Nasional Indonesia tentang cookies.

Produk pangan darurat yang pernah dibuat antara lain banana bars berbahan baku puree pisang, tepung terigu, dan tepung singkong yang dilakukan oleh Ferawati (2009), cookies berbahan baku utama tepung kacang hijau yang dibuat oleh Sitanggang (2008), pangan darurat dodol berbahan baku tepung beras ketan, tepung kacang hijau, isolat protein, dan susu full cream yang dibuat oleh Sitanggang (2009), dan pangan darurat kaleng berbahan baku utama nasi dan ayam bumbu yang dibuat oleh Valentina (2009).

Penelitian tentang snack bars pernah dilakukan oleh Rasulu (2014) dengan pemanfaatan pati tapioka dalam pembuatan sagu lempeng. Sedangkan Chandra (2010) berbahan baku tepung sorgum, tepung maizena, dan tepung ampas tahu, penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2010) berbahan baku tepung jewawut dan tepung ampas tahu, serta penelitian Stephanie (2010) dengan bahan baku tepung jewawut dan serum (whey) tahu yang dapat digunakan sebagai pembanding pada penelitian ini.

KESIMPULAN

Semakin kecil perbandingan pati dan

air maka nilai swelling power dan nilai kelarutan semakin besar. Semakin besar volume minyak jahe maka swelling power dan kelarutan cenderung meningkat. Modifikasi pati dengan menggunakan minyak

jahe menghasilkan pati termodifikasi dengan nilai swelling power tertinggi 19,60 dengan perbandingan pati : air : minyak jahe adalah 300:400:0,2. pengaruh proporsi pati tapioka termodifikasi dengan fortifikasi tepung ikan terhadap sifat kimia produk pangan darurat (food emergency) yaitu kadar air 3.97%, kadar abu 2.69%, kadar lemak 12.95%, kadar protein 15.45%, total karbohidrat 64.94%, Nilai energi per produk 203.85kkal/100 gram.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih kepada Dirjen DIKTI yang telah membrikan biaya selama penelitian. Laboratorium THP Fakultas Pertanian Unkhair yang telah memberikan kelancaran pada proses penyelesaian penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Aziz A., Rusli D., Maaruf A.G., Ismail

N.D., and Bohari M.Y., 2004. Hydroxypropylation and Acetylation of Sago Starch, Malaysian Journal of Chemistry, vol. 6, No. I, pp. 048-054.

Daramola, B. and Osanyinlusi, S.A., 2006. Investigation on Modification of Cassava Starch Using Active Components of Ginger Roots (Zingiber officinale Roscoe), African Journal of Biotechnology, vol. 5, pp. 917-920.

Leach H. W., Mc Cowen L.D., Schoch T. J., 1999. Structure of The Starch Granules in Swelling and Sollubility Pattern of Various Starch, Cereal Chem, Vol.36, pp. 534-544.

Rasulu, H. 2014. Quality Improvement of Cassava Flour of Local Variety of Ternate Through Fermentation Method (Application on Traditional Food of North Maluku “Sagu lempeng”). International Journal on Advanced Science, Engineering and Information Technology, 4(6), 423-425.

ANALISIS MUTU SENSORIS, SIFAT FISIK, DAN MIKROBIOLOGI CRACKER YANG DIFORTIFIKASI TEPUNG TEMPE DAN TEPUNG KOLESOM

ANALYSIS OF SENSORY QUALITY, PHYSICAL PROPERTIES, AND MICROBIOLOGI

ON CRACKERS WITH FORTIFICATION OF TEMPE FLOUR AND KOLESOM

Hermawan Seftiono*, Evelyn djiuardi, dan Devy Chaesa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Bioindustri, Universitas Trilogi

*Email korespondesi: [email protected]

ABSTRACT

Crackers are salted biscuits with low sugar content, thin, and crunchy. Crackers products need to be developed by utilizing raw materials in Indonesia such as “tempe” and water leaf. “Tempe” was selected because it acts as a source of protein and water leaf acts as a source of fiber. This research aims to produce cracker, which is combined with “tempe” flour and water leaf flour, so that it could be accepted by panelist. Furthermore, the physical and microbiological properties of the biscuits were analyzed. The best crackers formulation was determined based on the panelist's preference on the organoleptic test. Based on organoleptic test, the highest percentage of overall favorite was found in F5 (tempe 10% and kolesom 2.5%) F3 formula (tempe 7.5% and 5% kolesom), and F8 (tempe 12.5% and kolesom 2.5%). The texture and color from three cracker products that give the best results were then analyzed. Texture crackers on F3, F5 and F8 are 507.5 gf, 893.3 gf, and 403.7 gf. The colors of the three formulas were F3 ELab 57.88; F5 ELab 60.72; dan F8 ELab 64.59. The results of microbiological analysis which were 1.25x102, 2.0x101, and 1.55x102 CFU/g, on cracker products indicate that the products were still in the safe category to be consumed. Keywords: Crackers, organoleptic, tempe flour, water leaf flour

ABSTRAK Crackers merupakan biskuit asin dengan kadar gula yang rendah, bentuknya tipis, dan renyah. Produk crackers perlu dikembangkan dengan memanfaatkan bahan baku yang ada di Indonesia diantaranya tempe dan daun kolesom. Pemilihan tempe karena berperan sebagai sumber protein serta kolesom berperan sebagai sumber serat. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan produk cracker yang ditambahkan dengan tepung tempe dan tepung kolesom sehingga dapat diterima oleh panelis dan dilanjutkan analisis sifat fisik dan mikrobiologinya . Formulasi crackers terbaik ditentukan berdasarkan tingkat kesukaan panelis pada uji organoleptik. Berdasarkan uji organoleptik, persentase kesukaan tertinggi secara keseluruhan terdapat pada formula F5 (tempe 10 % dan kolesom 2.5%) , F3 (tempe 7.5% dan kolesom 5%), serta F8 (tempe 12.5% dan kolesom 2.5%) memberikan hasil terbaik. Ketiga produk cracker yang memberikan hasil terbaik kemudian dianalisis sifat fisik meliputi tekstur dan warna. Tekstur crackers pada F3, F5 dan F8 adalah 507.5 gf, 893.3 gf, dan 403.7 gf. Warna pada ketiga formula tersebut yaitu F3 ELab

Page 76: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”588

57.88 ; F5 ELab 60.72; dan F8 ELab 64.59. Hasil analisis mikrobiologi, pada produk cracker menunjukkan bahwa produk tersebut masih dalam kategori aman yaitu 1.25x102, 2.0x101, dan 1.55x102 CFU/g Kata kunci : Crackers, organoleptik, Tepung Kolesom, Tepung Tempe

PENDAHULUAN

Cracker termasuk salah satu biskuit yang terbuat dari adonan yang melalui proses fermentasi atau pemeraman, memiliki bentuk yang pipih serta memiliki rasa yang lebih dominan asin dan renyah. Cracker bila dipatahkan memiliki potongan yang berlapis-lapis (BSN 2011). Produk cracker saat ini sangat dominan akan kandungan karbohidrat, sehingga diperlukan adanya penambahan bahan baku lain untuk meningkatkan kandungan nutrisinya. Penelitian ini berupaya menambahkan bahan baku lokal berupa tepung tempe dan koleseom.

Pemilihan tepung tempe dikarenakan produk turunan tempe belum banyak dioptimalkan. Bila dilihat dari kadar proteinnya, tepung tempe mengandung protein yang relative tinggi yaitu 43,15% dan serat 18,45% (Maulina 2015). Sedangkan pemilihan Kolesom (Talinum triangulare (Jacq) Willd) karena kolesom mengandung pektin dan serat pangan, pektin berperan menurunkan kadar kolesterol LDL darah sedangkan serat pangan dapat membantu sistem pencernaan dengan mengurangi tekstur kekerasan feses, waktu transit feses di usus besar, menurunkan pH kolon, serta meningkatkan mikroflora usus (Cui 2005).

Berbagai jenis sayuran yang ada di Indonesia menunjukkan bahwa serat pangan yang tertingi terdapat pada kolesom yaitu 73.04-78.74 g/100g basis kering (Fadhilatunnur 2013). Hal ini yang melandasi pemilihan koleseom sebagai sumber serat. Selain itu Kolesom umumnya dikonsumsi karena tidak ada aftertaste pahit setelah

dikonsumsi, selain itu kolesom mengandung vitamin A, vitamin C, zat besi dan kalsium.

Penggunan dua komponen tepung tempe dan kolesom bertujuan untuk meningkatkan kualitas cracker sehingga diperoleh produk yang tinggi akan protein dan serat. Penelitian ini diharapkan memperoleh cracker yang mengandung protein dan serat untuk memenuhi asupan nutrisi bagi masyarakat.

Lingkup dari penelitian ini yaitu memformulasikan crackers dengan penambahan tepung tempe dan tepung kolesom. Menganalisa penilaian sensori produk crackers, sifat fisik dan mikrobiologi

BAHAN DAN METODE

Alat, Bahan dan Tempat

Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan crackers yaitu mixer, wadah, termometer, sheeting, cetakan, oven pemanggang, loyang, kukusan, plastik dan timbangan. Alat yang digunakan untuk analisis sifat fisik yaitu Texture Analyzer XT-2i, Chromameter CR 30 Minolta, serta 20 orang panelis semi terlatih untuk penilaian sensori. Alat yang digunakan untuk analisis mikroba antara lain cawan petri, tabung reaksi, inkubator, mikropipet, autoclave, beaker glass, bunsen, pipet tips biru.

Bahan yang digunakan antara lain tepung tempe, tepung kolesom, tepung terigu (soft flour dengan kandungan protein 8-9%), susu skim, margarin, baking soda, ragi roti (instant yeast), garam, mentega dan air. Bahan yang digunakan untuk analisis meliputi

Page 77: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 589

Buffer Pepton Water (BPW), dan Plate Count Agar (PCA).

Penelitian berlangsung di bulan Juni sampai Agustus 2017. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Bioindustri Universitas Trilogi, Jakarta Selatan, PT. Saraswanti Indo Genetech Bogor, dan BB-Pascapanen Bogor.

Proses Pembuatan Tepung Tempe dan Kolesom

Proses pembuatan tepung tempe secara umum melalui tahap-tahap pemotongan tempe segar, pengukusan dengan uap air, pengeringan dengan dehidrator, penggilingan dengan food processor dan pengayakkan dengan menggunakan saringan 60 mesh. Tempe dipotong dengan ketebalan 0.5 cm. Berdasarkan hasil penelitian bahwa pengukusan selama 10 menit pada suhu 176 °F menggunakan pengukus serta dengan pengeringan dengan dehidrator selama 5 jam pada suhu 176 °F. Pembuatan Tepung daun kolesom dengan mengambil bagian daunnya kemudian dicuci dengan air bersih, dan dikeringkan menggunakan dehidrator selama 17 jam pada suhu 140°F. Sampel kering kemudian digiling sampai diperoleh tepung daun

Proses Pembuatan Crackers

Proses pembuatan crackers berbasis tepung tempe dan tepung kolesom meliputi proses pencampuran bahan dengan menggunakan mixer, proses fermentasi selama 60-120 menit, proses pembuatan lembaran, proses pemanggangan.

Uji Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan oleh 20 orang panelis semi terlatih. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji mutu hedonik dan uji hedonik dengan menggunakan metode skala garis dengan skala 7.Atribut yang dinilai pada uji mutu hedonik meliputi rasa, warna, aroma, dan tekstur. Atribut yang dinilai pada

uji hedonik adalah rasa, aroma, warna, tekstur serta aftertaste crackers. Hasil uji mutu hedonik digunakan untuk menilai karakteristik fisik dan mutu crackers

Rendemen

Rendemen diukur dengan cara menimbang bobot adonan dan bobot produk olahan yang dihasilkan. Rendemen lalu dihitung berdasarkan persamaan berikut

Kekerasan Crackers Pengukuran kekerasan crackers

dilakukan dengan menggunakan texture analyzer XT-2i yang dinyatakan dalam satuan gf (gram force). Crackers yang akan diukur kerenyahan dan kekerasannya diletakkan di bawah probe, lalu tekan Quick Run Test. Setelah pengukuran selesai, nilai kerenyahan dan kekerasan crackers dapat dilihat pada layar komputer

Analisis Warna Notasi Hunter

Pengukuran warna menggunakan alat chromameter CR 300 Minolta. Sampel dimasukkan ke dalam cawan kaca sampai permukaannya sama rata dengan bibir cawan. Measuring head chromameter diletakkan pada sampel yang akan diukur kemudian tombol “MEASURE” pada measuring head ditekan. Warna dibaca oleh detektor digital dan hasilnya ditampilkan di layar. Notasi L, a, b digunakan sebagai parameter warna.Notasi L menggambarkan kecerahan dengan kisaran 0-100, nilai 0 berarti hitam dan 100 berarti putih.Notasi a menggambarkan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a dari 0- (+100) untuk warna merah dan –a dari 0-(-80) untuk warna hijau.Notasi b menggambarkan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b dari 0- (+70) untuk warna kuning dan –b dari 0-(-70) untuk warna biru.

Page 78: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”590

Metode Analisis Total Plate Count Tahapan pengenceran dimulai dari

membuat larutan sampel sebanyak 10 ml (campuran 1 ml/1gr sampel dengan 9 ml larutan fisiologis). Larutan diambil sebanyak 1 ml dan masukkan kedalam 9 ml larutan fisiologis sehingga didapatkan pengenceran 10-2. Dari pengenceran 10-2 diambil lagi 1 ml dan dimasukkan kedalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan fisiologis sehingga didapatkan pengenceran 10-3, begitu seterusnya sampai mencapai pengenceran 10-6. Kemudian dari larutan pengencer 10-4 sampai 10-6 dipipet sebanyak 1 ml dan masukkan kedalam masing masing cawan petri secara aseptis dan dilakukan dua kali pengulangan (duplo). Masukkan media berupa Plate Count Agar (PCA) secara aseptis kedalam cawan petri yang telah berisi sampel yang telah diencerkan tadi. Goyangkan cawan petri membentuk angka delapan, setelah padat masukkan kedalam inkubator dengan suhu 37° dalam waktu 24-48 jam.

Pengolahan dan Analisis Data

Data hasil uji organoleptik dianalisis secara statistik dengan uji ragam ANOVA untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap variabel organoleptik. Apabila dari hasil uji terdapat perbedaan maka dilanjutkan dengan BNT dengan taraf 5% untuk melihat perbedaan antar perlakuan. Data analisis sifat fisik dianalisis secara statistik dengan uji beda Independent t-test untuk mengetahui perbedaannya dengan kontrol.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Tepung Tempe

Penelitian ini menunjukan kadar protein yang diperoleh dari tepung tempe sebesar 49.08%. nilai ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Bastian et al 2011 sebesar 46 % serta Rahmawati dan Rustanti 2013 sekitar 45.82 %. Data ini menunjukkan bahwa kadar protein tepung

tempe berkisar antara 45-49% (Tabel 1). Kadar protein yang relatif tinggi menunjukkan bahwa tepung tempe berpotensi sebagai sumber protein yang dapat diaplikasikan kedalam beberapa produk pangan.

Tabel 1. Perbandingan kandungan protein

tepung tempe

Produk Protein

Tepung Tempe 49.08%

Tepung Tempe a 46.00%

Tepung Tempe b 45.82% Keterangan : a: Penelitian Bastian et al (2011) b: Penelitian Rahmawati dan Rustanti 2013 Pembuatan Tepung Daun Kolesom

Kadar serat pangan yang terkandung dalam tepung daun kolesom berupa serat larut yaitu 3.485/100gr dan serat pangan tidak larut 15.73/100gr. Penelitian ini menggunakan serat pangan yang berasal dari daun kolesom. Oleh karena itu kadar serat yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Prabekti 2012 dengan nilai serat tidak larut 68.42% (Tabel 2). Perbedaan nilai ini dikarenakan penelitian Prabekti 2012 menggunakan kolesom berukuran 15 cm dari ujung daun termasuk bagian batang. Batang kolesom berperan dalam meningkatkan nilai serat.

Serat pangan larut yang terdapat dalam tepung kolesom pada penelitian ini sebesar 3.485%. Sedangkan serat pangan tidak larut yang terkandung dalam tepung kolesom sebesar 15.73% (Tabel 2). Serat pangan larut berperan dalam mereduksi kolesterol, menurunkan resiko penyakit jantung koroner dan resiko diabetes. Serat pangan tidak larut membantu pencegahan disfungsi pada sistem pencernaan seperti konstipasi, ambeien dan, kanker kolon.

Page 79: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 591

Tabel 2. Kadar serat pangan kolesom

Jenis Sayuran IDF / 100gr SDF / 100

gr

Tepung Daun Kolesom 15.73 ± 0.05 3.485 ± 0.02

kolesom organik a 68.42 ± 5.38 4.62 ± 0.24

kolesom anorganika 73.55 ± 2.54 5.18 ± 0.48

Keterangan : a. Penelitian Prabekti 2012 Rendemen

Nilai rendemen terbesar dimiliki oleh crackers dengan formulasi F8 sebesar 88%. Sedangkan rendeman pada F3 dan F5 masing masing sebesar 86 dan 85%. Rendemen tepung tempe dan tepung koleseom penyusun cracker yaitu bernilai 45% dan 30%. Rendemen yang dihasilkan produk crackers cukup tinggi sehingga produk memiliki nilai ekonomis dan efektivitas yang tinggi untuk di produksi. Penilaian Organoleptik

Analisis organoleptik pada penelitian ini menggunakan uji hedonik yang dilakukan

oleh 20 orang panelis semi terlatih. F3, F5, F8 merupakan tiga formulasi crackers terbaik yang dipilih oleh panelis. Hasil tersebut selanjutnya dilakukan uji lanjut terhadap parameter warna, tekstur, dan mikrobiologi.

Metode penilaian uji hedonik menggunakan skala skor dengan skala penilaian berkisar dari angka 1 sampai dengan angka 7. Skor yang diberikan pada uji hedonik menyatakan, semakin tinggi nilai skor, maka semakin suka panelis terhadap produk crackers. Panelis dianggap menerima sampel apabila nilai kesukaan yang diberikan adalah 4.00.

Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap empat parameter hedonik memiliki nilai yang hampir sama skor yang diberikan oleh panelis terhadap tiga formulasi terbaik berkisar antara 4.10-5.00 yang berada pada kisaran tingkat kesukaan netral hingga suka. Formulasi dengan nilai tertinggi pada crackers yang difortifikasi tepung kolesom dan tepung tempe terdapat pada F5 dibandingkan F3 dan F8. Parameter tertinggi pada F5 terlihat pada kerenyahan yaitu 5.15, aroma sebesar 4.50, dan aftertaste sebesar 4.75 (Tabel 3).

Tabel 3 Nilai rata-rata hasil uji hedonik crackers fortifikasi tepung tempe dan tepung kolesom

Formula Hedonik

Kerenyahan Aroma Warna Rasa Aftertaste

Kontrol 5.90a 5.35a 5.00a 5.90a 5.60a

F5 5.15ab 4.50ab 4.25a 4.70b 4.75b

F3 5.00b 4.45b 4.35a 4.85b 4.10b

F8 3.90c 4.20b 4.70a 4.65b 4.30b

Keterangan: uji hedonik dengan skala 1 sampai 7 adalah tingkat kesukaan panelis (sangat tidak

suka sampai dengan sangat suka). Nilai rata-rata pada kolom dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05).

Page 80: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”592

Kerenyahan

Kerenyahan pada cracker menunjukkan bahwa formulasi pada kontrol, F5, F8 dan F3 disukai oleh panelis. Kerenyahan cracker tepung kolesom dan tepung tempe dengan nilai tertingi pada F5 dengan komposisi berupa tepung terigu 180 gr, tepung tempe 20 gr, dan tepung kolesom 5 gr. Hal ini terlihat bahwa bahwa nilai rata-rata kerenyahan cracker pada kontrol (5.90), F5 (5.15), dan F3 (5.00) masih dapat diterima oleh panelis (Gambar 1).

Hasil uji ragam menunjukkan perbedaan perlakuan memberi pengaruh terhadap tekstur. Penambahan tepung tempe dan tepung daun kolesom pada formula crackers memberikan pengaruh nyata terhadap penerimaan panelis, sehingga fortifikasi berupa tepung tempe dan tepung kolesom berpengaruh terhadap kerenyahan cracker. Perlakuan pada F5 menunjukkan tidak ada perbedaan tingkat kerenyahannya dengan kontrol.

Gambar 1 Penerimaan panelis terhadap

kerenyahan crackers. Aroma

Nilai rata-rata yang diberikan oleh panelis pada uji hedonik berkisar antara 5.35-4.20 (Tabel 3). Rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap crackers dengan penambahan tepung kolesom dan tempe terdapat pada F5 yang bernilai 4.50. Aroma yang dihasilkan pada F5 lebih kuat yang merupakan gabungan aroma mentega dan

krimer dari susu, sedangkan pada F5 dan F8 aromanya tidak terlalu muncul.

Hasil uji ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung tempe dan tepung daun kolesom pada formula crackers memberikan pengaruh terhadap aroma. Nilai rata-rata penerimaan panelis pada kontrol sebesar 5.35, F5 sebesar 4.50, F5 sebesar 4.45 dan F8 sebesar 4.20. (Gambar 2). Aroma pada crackers pada F5 tidak berbeda dengan kontrol sedangkan F3 dan F8 berbeda dengan kontrol.

Gambar 2 Penerimaan panelis terhadap aroma

crackers. Warna

Warna crackers fortifikasi tepung tempe dan tepung kolesom memperoleh hasil uji hedonik sebesar 4.25-4.70. Nilai rataan tertinggi diperoleh crackers F8 sebesar 4.70 dan terendah F3 yakni 4.25. Cracker kontrol yang lebih disukai oleh panelis dengan nilai rataan 5.00 dibandingkan cracker lain yang ditambahan dengan tepung tempe dan kolesom. Hal ini dikarenakan persepsi bahwa produk cracker berwarna kuning cerah.

Warna hijau pada crackers F5, F3, dan F8 merupakan warna dari daun kolesom karena kolesom mengandung klorofil sehingga adonan menjadi hijau sedangkan warna kecokelatan berasal dari proses pemanggangan yang melewati reaksi maillard sehingga produk akhir menghasilkan warna hijau kecokelatan (Rosniar 2016).

Hasil uji ragam menunjukkan (P>0.05) bahwa penambahan tepung tempe dan tepung

Page 81: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 593

daun kolesom pada formulasi crackers tidak memberikan pengaruh terhadap peneriman panelis. Nilai rataan kesukaan warna crackers pada F5 (4.25), F3 (4.35). dan F8 (4.70) masih disukai oleh panelis (Gambar 3).

Gambar 3 Penerimaan panelis terhadap warna

crackers. Rasa

Hasil uji kesukaan diperoleh rata-rata penilaian hedonik secara berurutan yaitu F3, F5, F8 dengan nilai 4.85, 4.70, 4.65 (Gambar 4). Hal ini menunjukkan ketiga formula tersebut masih disukai oleh panelis, walupun nilai penerimaannya tidak sebesar pada kontrol yaitu 5.90

Hasil analisis terhadap parameter rasa menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai rasa crackers fortifikasi pada F3 memiliki rasa lebih gurih, tidak terlalu asin dan beraroma mentega yang disukai oleh panelis. Menurut Zuhra 2006, rasa dan bau (aroma) memberikan pengaruh penting terhadap kualitas sensori suatu produk, dan memberikan sensasi nikmat ketika dikonsumsi.

Ragam yang dihasilkan menujukkan perbedaan perlakuan antara cracker kontrol dengan cracker yang difortifikasi, akan tetapi cracker yang difortifikasi masih disukai oleh panelis.

Gambar 4 Penerimaan panelis terhadap rasa

crackers.

Aftertaste Berdasarkan hasil uji hedonik terhadap

crackers yang difortifikasi nilai kesukaan panelis pada parameter aftertaste berkisar antara 4.10-4.75. Aftertaste yang paling banyak disukai oleh panelis yaitu aftertaste pada F5. Menurut para panelis aftertaste dari crackers F5 memberikan kesan yang gurih dan tidak meninggalkan rasa pahit.

Hasil uji ragam menunjukkan pada Gambar 5 ada perbedaan antara crackers kontrol (5.60) dengan crackers fortifikasi pada F5 (4.75), F3 (4.10) dan F8 (4.30). Meskipun terdapat perbedaan antara cracker kontrol dan crackers fortifikasi, tetapi penambahan tepung kolesom dan tepung tempe tidak memberikan pengaruh aftertaste terhadap penerimaan panelis.

Gambar 5 Penerimaan panelis terhadap

aftertase crackers. Kerenyahan dan Kekerasan Crackers

Hasil analisis yang didapatkan nilai hardness crackers F3, F5, F8 yaitu sebesar 507.50 gf , 893.30 gf, dan 403.70 gf. Tingkat

Page 82: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”594

kerenyahan crackers dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu adanya kandungan protein pada bahan dasar crackers dan daya serap air sedangkan penurunan kerenyahan suatu crackers disebabkan oleh rendahnya kandungan gluten dari tepung terigu sehingga akan mempengaruhi tekstur crackers. Sifat gluten yang elastis berfungsi dalam menahan gas dan membentuk rongga-rongga pada crackers. Adanya rongga tersebut yang menyebabkan crackers memiliki struktur yang kokoh (Viani 2017). Analisis Warna

Pengukuran warna dalam analisis ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari fortifikasi tepung kolesom terhadap mutu warna crackers yang dihasilkan. Hasil pengukuran warna (L*, a*, b*) crackers disajikan pada Tabel 3 dengan nilai tertinggi yaitu crackers kontrol dengan nilai 87.87, dan nilai terendah dimiliki oleh crackers F3 yaitu 57.88.

Sampel yang terlihat paling gelap adalah crackers F3 dan crackers yang paling

cerah setelah kontrol yaitu F8 dengan tingkat kecerahan (L*) rata rata 52-59. Nilai rata-rata a* yang dihasilkan crackers pada Tabel 3 berkisar antara -1.5 sampai -2.82. Nilai kromatisitas a* -1.42 bernilai negatif yang menunjukkan bahwa warna cenderung ke arah kehijauan (Rismaya, 2016). Nilai rata-rata kromatisitas b* crackers 25. Nilai tertinggi crackers yaitu kontrol sebesar 30.92, kemudian F8 dengan nilai 25.75 dan terendah pada F3 dengan nilai 25.11. Peningkatan dan penurunan kromatisitas a* maupun kromatisitas b* dapat disebabkan dengan adanya warna hijau yang berasal dari zat hijau daun kolesom dan pembentukkan warna cokelat dari reaksi maillard lebih dominan.

Nilai Hue yang diperoleh berkisar antara -3 sampai -6 yang menunjukkan warna antara hijau sampai hijau gelap kecokelatan. crackers F5 berada pada area warna hijau sedikit lebih gelap dibandingkan dengan warna F3 yang berada pada area warna hijau muda.

Tabel 3. Hasil analisis warna crackers dengan fortifikasi daun kolesom

Sampel L* a* b* C*

Hue(h°)

Kontrol 82.41 3.51 30.92 30.49 6.60 87.87

F3 52.08 -2.82 25.11 25.26 -6.4 57.88

F5 55.27 -1.50 25.13 25.17 -3.4 60.72

F8 59.20 -2.07 25.75 25.83 -4.6 64.59

Analisis Total Plate Count

Hasil uji independen t-tes mikroba crackers F5 dengan F3 adalah (p<0.05), artinya jumlah mikroba antara F5 dan F3 berbeda nyata sedangkan jumlah mikroba pada F5 dan F8 yaitu (p>0.05). F5 dan F8

memiliki jumlah mikroba yang tidak berbeda nyata. Crackers dengan fortifikasi tepung tempe dan tepung daun kolesom yaitu mendapati mikroba pada F3 sebesar 2.0 × 101

cfu/gram, F5 bernilai 1.25 × 102 cfu/gram, dan F8 bernilai 0.95 x 102 cfu/gram (Tabel 4).

Page 83: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 595

Analisis total plate count tehadap ketiga formulasi menunjukkan bahwa crackers masih aman untuk dikonsumsi karena berdasarkan SNI 01-2973-2011 jumlah maksimal kandungan TPC dalam biskuit adalah 1×104 cfu/gram sedangkan hasil analisis TPC tertinggi yang didapat hanya 125 cfu/gram.

Tabel 4 Hasil Analisis Mikrobiologi

No Sampel Hasil TPC (cfu/gram)

1 F3 1.25 × 102 ± 0.212

2 F5 2.00 × 101 ± 0.000

3 F8 0.95 × 102 ± 0.353

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil uji organoleptik dan

tingkat kesukaan panelis tiga formulasi terpilih setelah kontrol (F1) adalah F3, F5, dan F8. Formulasi crackers yang paling disukai yaitu F5 crackers dengan penambahan tepung tempe 20 gr dan penambahan tepung daun kolesom 5 gram. Tekstur crackers yang dihasilkan sebesar F3 507.50 gf, F5 893.30 gf, dan F8 yaitu 403.70 gf dengan nilai Hue antara -3 sampai -6 yang menunjukkan warna pada crackers berkisar antara hijau sampai hijau gelap, dan crackers kontrol tanpa penambahan tepung tempe dan daun kolesom memiliki warna kuning kecokelatan.

Nilai angka lempeng total atau TPC yang terdapat pada crackers masih termasuk dalam ketegori aman dengan nilai rata-rata 0.8 × 102 cfu/gram

DAFTAR PUSTAKA

Bastian F, Ishak E, Tawali B, Bilang M. 2013.

Daya terima dan kandungan zat gizi formula tepung tempe dengan penambahan semi refined carrageenan

(SRC) dan bubuk kakao. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 2(1): 5-8

[BSN] Badan Standarisasi Nasional.2011. Standar Nasional Indonesia. SNI 2973-2011. Biskuit. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

Cui SW. 2005. Food Carbohydrates: Chemistry, Physical Properties, and Application. USA: CRC Press.

Fadhilatunnur H. 2013. Analisis Perbandingan Kandungan Serat Pangan Kolesom (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) dengan Pemupukan Organik dan Anorganik Pada Perbedaan Musim [Skripsi]. Bogor: IPB.

Maulina, A. 2015. Eksperimen pembuatan cake subtitusi tepung tempe. [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Negeri Semarang.

Prabekti YS. 2012. Kandungan serat pangan daun kolesom (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) pada budidaya dengan pemupukan organik dan anorganik [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Rahmawati H, Rustanti N. 2013. Pengaruh subtitusi tepung temped an ikan teri nasi (Stelephorus sp) terhadap kandungan protein, kalsium, dan organoleptik. Journal of Nutrition College. 2(3) 382-390.

Rismaya R. 2016. Pengaruh substitusi tepung labu kuning (Cucurbita Moschata D.) terhadap sifat fisikokimia, sensori dan kadar serat pangan muffin [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor

Viani D. 2017. Karakteristik fisik dan mutu hedonik biskuit hasil substitusi tepung terigu dengan tepung pati koro pedang [skripsi]. Semarang(ID) : Universitas Diponegoro.

Zuhra C. 2006. Flavor (Citarasa). [Makalah]. Sumatera (ID): Universitas Sumatera Utara

Page 84: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”596

KARAKTERISTIK COOKIES BEBAS GLUTEN DAN KASEIN (KAJIAN PROPORSI

TEPUNG JAGUNG : TEPUNG PEDADA DAN PENAMBAHAN KUNING TELUR)

CHARACTERISTICS OF COOKIES FREE GLUTEN AND CASEIN (PROPORTION OF CORN FLOUR: PEDADA FLOUR WITH ADDITION OF EGG YOLK)

Jariyah*, Sudaryati, Meyta Chita Sari

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, UPN “Veteran” Jawa Timur

*Email korespondensi : [email protected], [email protected]

ABSTRACT Cookies gluten-free and casein is a product that can be consumed for autism children, made from corn and pedada flour. Its as the basic ingredients for making cookies because it is an alternative to get gluten-free flour. Utilization pedada flour for food was still limited and less varied so it potential material for cookies product. The addition of egg yolks in the research to improve the texture of the cookies. The aim of this study to determine the effect of proportion corn: pedada flour and egg yolk addition of physicochemical properties of cookies. This study used Completely Randomized Design with two factorials, the first factor proportion corn :pedada flour (90:10, 85:15, 80:20) and the second factor addition of egg yolk (6%, 9%, 12%).The results showed that the proportion of corn: pedada flour (90: 10) and 12% of egg yolk was the preferred cookies product by panelis with 111.5 of color, 117.0 of flavor, 110.0 of aroma, 100.5 of texture, 5,77% of moisture, 2.76% of ash, 27.96% of fat, 12.20% of protein, 4.24% of crude fiber, and 59.07 N breaking strength..

Keywords: egg yolks, Cookies, corn flour, pedada flour

ABSTRAK

Cookies bebas gluten dan kasein merupakan produk yang dapat dikonsumsi untuk anak autis yang terbuat dari bahan dasar tepung jagung dan tepung pedada. Tepung jagung dan tepung pedada sebagai bahan dasar pembuatan cookies karena merupakan alternatif tepung bebas gluten. Pemanfaatan tepung pedada sebagai bahan pangan yang masih terbatas dan kurang bervariasi juga merupakan salah satu alasan penggunaan tepung pedada sebagai bahan pembuatan cookies. Penambahan kuning telur untuk memperbaiki tekstur cookies. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh proporsi tepung jagung : tepung pedada dan penambahan kuning telur terhadap sifat fisikokimia cookies. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktorial. Faktor pertama yaitu proporsi tepung jagung dan tepung pedada (90:10, 85:15, 80:20) dan faktor kedua penambahan kuning telur (6%, 9%,12%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi tepung jagung : tepung pedada ( 90 : 10) dan penambahan kuning telur 12% merupakan produk cookies yang disukai panelis dengan nilai kesukaan warna 111,5, rasa 117,0, aroma 110,0, tekstur 100,5, kadar air 5,77%, kadar abu 2,76%, kadar lemak 27,96%, kadar protein 12,20%, serat kasar 4,24%, dan daya patah 59,07 N.

Kata kunci : Cookies, kuning telur, tepung jagung, tepung pedada

Page 85: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 597

KARAKTERISTIK COOKIES BEBAS GLUTEN DAN KASEIN (KAJIAN PROPORSI

TEPUNG JAGUNG : TEPUNG PEDADA DAN PENAMBAHAN KUNING TELUR)

CHARACTERISTICS OF COOKIES FREE GLUTEN AND CASEIN (PROPORTION OF CORN FLOUR: PEDADA FLOUR WITH ADDITION OF EGG YOLK)

Jariyah*, Sudaryati, Meyta Chita Sari

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, UPN “Veteran” Jawa Timur

*Email korespondensi : [email protected], [email protected]

ABSTRACT Cookies gluten-free and casein is a product that can be consumed for autism children, made from corn and pedada flour. Its as the basic ingredients for making cookies because it is an alternative to get gluten-free flour. Utilization pedada flour for food was still limited and less varied so it potential material for cookies product. The addition of egg yolks in the research to improve the texture of the cookies. The aim of this study to determine the effect of proportion corn: pedada flour and egg yolk addition of physicochemical properties of cookies. This study used Completely Randomized Design with two factorials, the first factor proportion corn :pedada flour (90:10, 85:15, 80:20) and the second factor addition of egg yolk (6%, 9%, 12%).The results showed that the proportion of corn: pedada flour (90: 10) and 12% of egg yolk was the preferred cookies product by panelis with 111.5 of color, 117.0 of flavor, 110.0 of aroma, 100.5 of texture, 5,77% of moisture, 2.76% of ash, 27.96% of fat, 12.20% of protein, 4.24% of crude fiber, and 59.07 N breaking strength..

Keywords: egg yolks, Cookies, corn flour, pedada flour

ABSTRAK

Cookies bebas gluten dan kasein merupakan produk yang dapat dikonsumsi untuk anak autis yang terbuat dari bahan dasar tepung jagung dan tepung pedada. Tepung jagung dan tepung pedada sebagai bahan dasar pembuatan cookies karena merupakan alternatif tepung bebas gluten. Pemanfaatan tepung pedada sebagai bahan pangan yang masih terbatas dan kurang bervariasi juga merupakan salah satu alasan penggunaan tepung pedada sebagai bahan pembuatan cookies. Penambahan kuning telur untuk memperbaiki tekstur cookies. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh proporsi tepung jagung : tepung pedada dan penambahan kuning telur terhadap sifat fisikokimia cookies. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktorial. Faktor pertama yaitu proporsi tepung jagung dan tepung pedada (90:10, 85:15, 80:20) dan faktor kedua penambahan kuning telur (6%, 9%,12%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi tepung jagung : tepung pedada ( 90 : 10) dan penambahan kuning telur 12% merupakan produk cookies yang disukai panelis dengan nilai kesukaan warna 111,5, rasa 117,0, aroma 110,0, tekstur 100,5, kadar air 5,77%, kadar abu 2,76%, kadar lemak 27,96%, kadar protein 12,20%, serat kasar 4,24%, dan daya patah 59,07 N.

Kata kunci : Cookies, kuning telur, tepung jagung, tepung pedada

PENDAHULUAN

Cookies adalah makanan ringan yang banyak disukai oleh berbagai kalangan, dari anak-anak hingga orang dewasa. Cookies memiliki ciri spesifik yaitu berupa produk pangan dengan proses pemanggan dalam bentuk potongan kecil, tekstur kering dan renyah. Bahan bakunya dapat dimodifikasi dari berbagai sumber, seperti buah pedada dan jagung. Buah pedada (Sonneratia caseolaris) merupakan salah satu jenis buah mangrove yang tumbuh di pesisir Indonesia, tepungnya diketahui mengandung antioksidan dan serat pangan cukup tinggi, dan terbukti memiliki sifat hipoglikemik dan hipokolesterolemik (Jariyah et al., 2013; 2014a). Pemanfaatan pedada sebagai bahan pangan masih sangat terbatas dan kurang bervariasi. Rasa dan aroma yang khas serta tekstur yang lembut membuat pedada dapat diolah menjadi produk pangan yang dapat dikonsumsi antara lain sirup dan berbagai olahan produk makanan ringan seperti cookies. Sumber bahan lain yang dapat digunakan untuk pembuatan cookies yaitu jagung. Selain mengandung berbagai vitamin dan mineral, jagung juga mengandung beberapa senyawa seperti ferulic acid, anthocyanins, zeaxanthin, lutein dan phytic acid yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia (Suarni, 2009).

Kedua bahan tepung tersebut di atas sangat baik sebagai alternatif produk pangan untuk penderita auitis. Autis adalah gangguan perkembangan pervasif yang ditandai dengan ketidakmampuan dalam berinteraksi sosial, berkomunikasi, dan berperilaku sesuai dengan perkembangan, ketertarikan dan aktifitas. Kelainan tersebut terlihat sebelum anak berusia tiga tahun (Kliegman et al., 2011). Pola konsumsi makanan merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan bagi anak autis salah satunya yaitu diet gluten free casein free (GFCF). (Suiraoka dan Nursanyoto, 2005). Salah satu makanan yang cukup digemari oleh

anak-anak termasuk para penderita autis yaitu makanan ringan seperti cookies. Akan tetapi saat ini belum banyak cookies di pasaran yang khusus diperuntukkan bagi penderita autis yaitu cookies yang tidak mengandung gluten dan kasein karena pada umumnya cookies yang beredar di pasaran yaitu cookies yang terbuat dari tepung terigu (mengandung gluten) dan adanya penambahan susu (mengandung kasein) dalam pembuatan cookies (Pirson, 2006).

Hasil uji pendahuluan menunjukkan bahwa cookies dari kedua bahan tersebut di atas (tepung pedada dan tepung jagung) menghasilkan tekstur yang keras sehingga perlu ditambahkan kuning telur untuk meningkatkan kerenyahan cookies. Menurut Hui (1992) fungsi penambahan kuning telur yaitu sebagai bahan yang dapat membantu memperbaiki tekstur cookies menjadi lebih empuk. Adapun tepung pedada dan tepung jagung yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan penelitian sebelumnya yaitu maksimal 20% untuk tepung pedada (Jariyah et al., 2016) dan 50% tepung jagung serta kuning telur 3% (Widyastuti, 2015). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan proporsi yang tepat pembuatan cookies bebas gluten dan kasein (kajian proporsi tepung jagung : tepung pedada) dengan penambahan kuning telur sehingga diperoleh karateristik fisik, kimia dan organoleptik cookies yang terbaik dan diharapkan dapat menghadirkan cookies bergizi yang baik dikonsumsi oleh segala kalangan dari usia muda hingga tua tanpa terkecuali penderita autis.

BAHAN DAN METODE

Bahan – bahan penelitian ini yaitu buah

pedada yang diperoleh dari Petani Mangrove Wonorejo – Surabaya. Tepung jagung, gula halus, margarin, telur dan garam. Bahan untuk analisa seperti aquades, ether, alkohol, HCl, KOH, H2SO4, NaOH, K2SO4, petroleum ether.

Page 86: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”598

Alat untuk pembuatan cookies meliputi timbangan dan alat-alat pengolahan (mixer, spatula, cetakan, loyang, oven dan kompor). Alat-alat yang untuk analisa meliputi botol timbang, cawan porselen, oven, desikator, timbangan analitik, erlenmeyer, beaker glass, gelas ukur, corong kaca, pipet, kertas saring, cabinet dryer.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor, faktor pertama yaitu proporsi tepung jagung dan tepung pedada ( 90:10, 85:15 dan 80:20), faktor kedua yaitu penambahan kuning telur (6,9 dan 12%), dengan parameter analisa meliputi kadar air, protein, lemak, abu, serat kasar, daya patah dan uji organoleptik (warna, rasa, tekstur dan aroma).. Data-data yang diperoleh dianalisis menggunakan Analisis Ragam (ANOVA), dengan uji lanjut DMRT 5 %.

Prosedur penelitian : Pembuatan tepung jagung dan pedada

Dilakukan dengan memipil jagung kering selanjutnya dilakukan perendaman (1:2 selama 1 jam) dan pencucian. Kemudian jagung digiling dengan menggunakan disc mill, dikeringkan dengan pengeringan kabinet pada suhu 50oC selama 5 jam, tepung jagung kering selanjutnya diayak dengan ayakan 80 mesh. Sedangkan pembuatan tepung pedada mengacu pada prosedur Jariyah et al. (2013). Proses Pembuatan Cookies

Penimbangan bahan-bahan antara lain : tepung jagung dan tepung pedada sesuai dengan proporsi, kuning telur, gula halus, margarin dan garam . Selanjutnya gula halus, margarin dan kuning telur dicampur dengan mixer berkecepatan tinggi selama ± 3 menit sampai campuran menjadi mengembang. Kemudian tepung pedada dan tepung jagung serta garam ditambahkan dan dilakukan pengadukan dengan menggunakan mixer kecepatan rendah sehingga diperoleh adonan yang homogen. Adonan dipipihkan dengan

roller ketebalan ±3mm, kemudian dilakukan pencetakan, pemanggangan pada suhu suhu 180oC selama 15 menit. Biskuit yang dihasilkan selanjutnya dianalisa kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar, daya patah dan uji organoleptik (warna, rasa, aroma dan tekstur).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bahan Baku Hasil analisis bahan baku yang

digunakan dalam pembuatan cookies bebas gluten adalah tepung pedada dan tepung jagung.

Tabel 1 : Hasil analisis tepung jagung dan

tepung pedada.

Komponen T. Pedada (%)

T.Jagung (%)

Air 5,42 7,13 Abu 3,53 0,47 Lemak 0,60 1,78 Protein 4,28 6,36 Serat kasar 9,56 6,15 Pati - 65,18 Hasil analisis cookies Kadar air dan protein

Berdasarkan hasil analisis ragam, terdapat interaksi nyata (p≤0,05) terhadap kadar air dan protein cookies (Tabel 2), terlihat bahwa meningkatnya proporsi tepung jagung atau menurunnya tepung pedada dan bertambahnya kuning telur kadar air cookies meningkat. Hal ini disebabkan tingginya kandungan pati pada tepung jagung (65,18%), dengan demikian gugus hidroksil juga bertambah sehingga daya serap air meningkat yang berdampak pada kadar air cookies. Seperti yang dilaporkan Harzau dan Estiasih (2013) bahwa karbohidrat merupakan salah satu komponen yang berperan dalam menentukan besarnya nilai daya serap air,

Page 87: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 599

Alat untuk pembuatan cookies meliputi timbangan dan alat-alat pengolahan (mixer, spatula, cetakan, loyang, oven dan kompor). Alat-alat yang untuk analisa meliputi botol timbang, cawan porselen, oven, desikator, timbangan analitik, erlenmeyer, beaker glass, gelas ukur, corong kaca, pipet, kertas saring, cabinet dryer.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor, faktor pertama yaitu proporsi tepung jagung dan tepung pedada ( 90:10, 85:15 dan 80:20), faktor kedua yaitu penambahan kuning telur (6,9 dan 12%), dengan parameter analisa meliputi kadar air, protein, lemak, abu, serat kasar, daya patah dan uji organoleptik (warna, rasa, tekstur dan aroma).. Data-data yang diperoleh dianalisis menggunakan Analisis Ragam (ANOVA), dengan uji lanjut DMRT 5 %.

Prosedur penelitian : Pembuatan tepung jagung dan pedada

Dilakukan dengan memipil jagung kering selanjutnya dilakukan perendaman (1:2 selama 1 jam) dan pencucian. Kemudian jagung digiling dengan menggunakan disc mill, dikeringkan dengan pengeringan kabinet pada suhu 50oC selama 5 jam, tepung jagung kering selanjutnya diayak dengan ayakan 80 mesh. Sedangkan pembuatan tepung pedada mengacu pada prosedur Jariyah et al. (2013). Proses Pembuatan Cookies

Penimbangan bahan-bahan antara lain : tepung jagung dan tepung pedada sesuai dengan proporsi, kuning telur, gula halus, margarin dan garam . Selanjutnya gula halus, margarin dan kuning telur dicampur dengan mixer berkecepatan tinggi selama ± 3 menit sampai campuran menjadi mengembang. Kemudian tepung pedada dan tepung jagung serta garam ditambahkan dan dilakukan pengadukan dengan menggunakan mixer kecepatan rendah sehingga diperoleh adonan yang homogen. Adonan dipipihkan dengan

roller ketebalan ±3mm, kemudian dilakukan pencetakan, pemanggangan pada suhu suhu 180oC selama 15 menit. Biskuit yang dihasilkan selanjutnya dianalisa kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar, daya patah dan uji organoleptik (warna, rasa, aroma dan tekstur).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bahan Baku Hasil analisis bahan baku yang

digunakan dalam pembuatan cookies bebas gluten adalah tepung pedada dan tepung jagung.

Tabel 1 : Hasil analisis tepung jagung dan

tepung pedada.

Komponen T. Pedada (%)

T.Jagung (%)

Air 5,42 7,13 Abu 3,53 0,47 Lemak 0,60 1,78 Protein 4,28 6,36 Serat kasar 9,56 6,15 Pati - 65,18 Hasil analisis cookies Kadar air dan protein

Berdasarkan hasil analisis ragam, terdapat interaksi nyata (p≤0,05) terhadap kadar air dan protein cookies (Tabel 2), terlihat bahwa meningkatnya proporsi tepung jagung atau menurunnya tepung pedada dan bertambahnya kuning telur kadar air cookies meningkat. Hal ini disebabkan tingginya kandungan pati pada tepung jagung (65,18%), dengan demikian gugus hidroksil juga bertambah sehingga daya serap air meningkat yang berdampak pada kadar air cookies. Seperti yang dilaporkan Harzau dan Estiasih (2013) bahwa karbohidrat merupakan salah satu komponen yang berperan dalam menentukan besarnya nilai daya serap air,

sedangkan Gumilar dkk.(2011) menambahkan bahwa jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati tepung memiliki kemampuan untuk menyerap air sangat besar (Richana dan Sunarti, 2004). Adanya penambahan kuning telur juga meningkatkan kadar air cookies, karena kandungan protein kuning telur memiliki kemampuan untuk berikatan dengan air. Tabel 2. Rerata kadar air dan protein

cookies dari perlakuan proporsi tepung jagung : tepung pedada dan penambahan kuning telur.

Perlakuan

Air (%) Protein

(%) T.Jagung : Pedada

(%)

Kuning telur (%)

90 : 10

6 11,66 ± 0,13e

5,50 ± 0,05f

9 11,69 ±

0,12f 5,68 ± 0,03f

12 12,20 ± 0,14g

5,77 ± 0,05g

85 : 15

6 9,93 ± 0,09d

5,00 ± 0,07d

9 10,47 ± 0,22e

5,29 ± 0,00e

12 11,56 ± 0,16e

5,36 ± 0,03e

80 : 20

6 8,90 ± 0,06a

4,21 ± 0,00a

9 9,45 ± 0,12b

4,37 ± 0,07b

12 9,75 ± 0,10c

4,77 ± 0,05c

Keterangan : Nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada p ≥ 0,05

Kadar protein cookies mengalami

kenaikan seiring meningkatnya proporsi tepung jagung atau menurunnya tepung pedada dan penambahan kuning telur (Tabel

2), karena kandungan protein pada tepung jagung lebih tinggi daripada tepung pedada (Tabel 1), sedangkan pada perlakuan penambahan kuning telur juga meningkatkan kadar protein cookies, karena pada kuning telur selain mengandung lemak yang tinggi juga mengandung protein yang cukup tinggi, seperti yang dilaporkan Ariyani (2006), bahwa kandungan protein kuning telur sebesar 15-16%.

Kadar serat kasar

Berdasarkan hasil analisis ragam proporsi tepung (pedada : jagung) dan penambahan kuning telur berpengaruh nyata (p< 0,05) terhadap kadar serat kasar cookies (Tabel 3), yang menunjukkan bahwa kadar serat kasar cookies mengalami kenaikan seiring meningkatnya proporsi tepung pedada atau menurunnya tepung pedada dan penambahan kuning telur. Hal ini disebabkan kandungan serat kasar pada tepung pedada cukup tinggi yaitu sebesar 9,56% (Tabel 1). Menurut Jariyah et al. (2014b), melaporkan bahwa tepung pedada mengandung serat larut dan serat tidak larut (selulosa, hemiselulosa dan lignin), yang diduga berkontribusi pada serat kasar cookies. Sedangkan pada penambahan kuning telur, kadar serat kasar cookies mengalami penurunan seiring dengan peningkatan kuning telur yang ditambahkan, karena secara teori kuning telur tidak mengandung serat kasar. Berdasarkan syarat mutu cookies dari SNI (1992), untuk standar kadar serat kasar maksimum pada cookies adalah 0,55%. Produk cookies pada penelitian ini memiliki kadar serat kasar lebih tinggi dari standar SNI, namun pada umumnya anak autis mempunyai gangguan saluran cerna seperti diare atau sembelit, sakit perut, kembung dan banyak gas (Soenardi, 2009). Dengan demikian produk cookies ini dapat digunakan menjadi salah satu cara memenuhi kebutuhan tersebut. Adapun kebutuhan serat untuk penyandang autis disarankan sebesar jumlah

Page 88: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”600

usia ditambah 5 gram dalam sehari (Strickland, 2009).

Tabel 3. Rerata serat kasar cookies pada

proporsi tepung jagung : tepung pedada dan penambahan kuning telur.

Perlakuan

Serat kasar (%) T.Jagung :

Pedada (%)

Kuning telur (%)

90 : 10

6 4,89 ± 0,07c

9 4,66 ± 0,06b

12 4,24 ± 0,04a

85 : 15

6 5,41 ± 0,04d

9 5,36 ± 0,10d

12 5,24 ± 0,09d

80 : 20

6 6,42 ± 0,04g

9 5,93 ± 0,04f

12 5,76 ± 0,07e

Keterangan : nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda

Kadar abu dan lemak

Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi yang nyata (p ≥ 0,05) terhadap kadar abu dan lemak cookies. Namun pada perlakuan proporsi tepung jagung dan tepung pedada memberikan pengaruh signifikan, sedangkan untuk perlakuan penambahan kuning telur tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Tabel 4 dapat diketahi bahwa meningkatnya proporsi tepung pedada maka kadar abu yang dihasilkan semakin tinggi, hal ini disebabkan kadar abu pada tepung pedada lebih tinggi dibandingkan pada tepung jagung (Tabel 1). Hasil analisa bahan baku, kadar abu pada tepung pedada sebesar 3,53%, sedangkan pada tepung jagung sebesar 0,47%. Hal ini membuktikan bahwa tepung pedada memiliki total mineral yang tinggi karena persentase

kadar abu pada suatu bahan merupakan nilai total persentase mineral pada bahan tersebut. Fatkurahman et al. (2012) melaporkankan bahwa besarnya kadar abu pada suatu produk pangan bergantung pada besarnya kandungan mineral bahan yang digunakan. Menurut Jariyah et al. (2014b) melaporkan bahwa kandungan mineral tepung pedada terdiri dari kalium, magnesium, kalsium, phospor,dan natrium. Tabel 4. Rerata kadar abu cookies pada perlakuan proporsi tepung jagung : pedada dan penambahan kuning telur

Perlakuan T. jagung : T. pedada (%)

Kadar abu (%)

Kadar lemak (%)

90 : 10 2,70a 26,99a 85 : 15 2,89b 23,72a 80 : 20 3,14c 17,68c

Perlakuan Kuning Telur

(%) Kadar abu (%) Kadar lemak

(%) 6 2,90a 21,56a 9 2,92a 23,23ab

12 2,93a 23,60b Keterangan : nilai rata-rata yang disertai

dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda.

Tabel 4 terlihat bahwa kadar lemak

cookies meningkat seiring peningkatan proporsi tepung jagung atau menurunya tepung pedada, hal ini disebabkan kandungan lemak pada tepung jagung lebih tinggi daripada tepung pedada. Menurut Midlanda dkk. (2014) melaporkan bahwa kandungan lemak tepung jagung 3,86%, dan kandungan lemak pada tepung pedada 1,08% (Mentari dkk., 2013). Penambahan kuning telur juga menjadi penyebab meningkatnya kadar lemak pada cookies, karena kuning telur mengandung lemak cukup tinggi (32%) (Sudaryani, 2003). Selain itu bahan tambahan

Page 89: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 601

usia ditambah 5 gram dalam sehari (Strickland, 2009).

Tabel 3. Rerata serat kasar cookies pada

proporsi tepung jagung : tepung pedada dan penambahan kuning telur.

Perlakuan

Serat kasar (%) T.Jagung :

Pedada (%)

Kuning telur (%)

90 : 10

6 4,89 ± 0,07c

9 4,66 ± 0,06b

12 4,24 ± 0,04a

85 : 15

6 5,41 ± 0,04d

9 5,36 ± 0,10d

12 5,24 ± 0,09d

80 : 20

6 6,42 ± 0,04g

9 5,93 ± 0,04f

12 5,76 ± 0,07e

Keterangan : nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda

Kadar abu dan lemak

Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi yang nyata (p ≥ 0,05) terhadap kadar abu dan lemak cookies. Namun pada perlakuan proporsi tepung jagung dan tepung pedada memberikan pengaruh signifikan, sedangkan untuk perlakuan penambahan kuning telur tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Tabel 4 dapat diketahi bahwa meningkatnya proporsi tepung pedada maka kadar abu yang dihasilkan semakin tinggi, hal ini disebabkan kadar abu pada tepung pedada lebih tinggi dibandingkan pada tepung jagung (Tabel 1). Hasil analisa bahan baku, kadar abu pada tepung pedada sebesar 3,53%, sedangkan pada tepung jagung sebesar 0,47%. Hal ini membuktikan bahwa tepung pedada memiliki total mineral yang tinggi karena persentase

kadar abu pada suatu bahan merupakan nilai total persentase mineral pada bahan tersebut. Fatkurahman et al. (2012) melaporkankan bahwa besarnya kadar abu pada suatu produk pangan bergantung pada besarnya kandungan mineral bahan yang digunakan. Menurut Jariyah et al. (2014b) melaporkan bahwa kandungan mineral tepung pedada terdiri dari kalium, magnesium, kalsium, phospor,dan natrium. Tabel 4. Rerata kadar abu cookies pada perlakuan proporsi tepung jagung : pedada dan penambahan kuning telur

Perlakuan T. jagung : T. pedada (%)

Kadar abu (%)

Kadar lemak (%)

90 : 10 2,70a 26,99a 85 : 15 2,89b 23,72a 80 : 20 3,14c 17,68c

Perlakuan Kuning Telur

(%) Kadar abu (%) Kadar lemak

(%) 6 2,90a 21,56a 9 2,92a 23,23ab

12 2,93a 23,60b Keterangan : nilai rata-rata yang disertai

dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda.

Tabel 4 terlihat bahwa kadar lemak

cookies meningkat seiring peningkatan proporsi tepung jagung atau menurunya tepung pedada, hal ini disebabkan kandungan lemak pada tepung jagung lebih tinggi daripada tepung pedada. Menurut Midlanda dkk. (2014) melaporkan bahwa kandungan lemak tepung jagung 3,86%, dan kandungan lemak pada tepung pedada 1,08% (Mentari dkk., 2013). Penambahan kuning telur juga menjadi penyebab meningkatnya kadar lemak pada cookies, karena kuning telur mengandung lemak cukup tinggi (32%) (Sudaryani, 2003). Selain itu bahan tambahan

seperti margarin juga ikut menyumbangkan lemak pada cookies. Wulandari dkk. (2016) menambahkan bahwa kadar lemak dalam cookies lebih banyak disumbangkan oleh margarin dan kuning telur.

Daya patah

Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi yang nyata (p ≥ 0,05) terhadap daya patah cookies (Tabel 5), yang menunjukkan bahwa daya patah cookies mengalami kenaikan seiring peningkatan proporsi tepung pedada, hal ini terjadi karena pada tepung pedada memiliki kadar serat yang cukup tinggi sehingga dapat meningkatkan daya patah. Sebagian besar serat pangan pada tepung pedada yaitu serat tidak larut meliputi selulosa, hemiselulosa dan lignin (Jariyah et al. 2014b), yang mempengaruhi daya patah cookies. Daya patah cookies mengalami penurunan seiring meningkatnya penambahan kuning telur, karena adanya kuning telur tekstur cookies menjadi renyah sehingga daya patah menurun.

Tabel 5. Rerata daya patah cookies pada proporsi tepung jagung : tepung pedada dan penambahan kuning telur.

Perlakuan

T.jagung : T.pedada (%) Daya patah

(N) 90 : 10 61,30a 85 : 15 66,00b 80 : 20 71,19c

Perlakuan Kuning Telur (%) Daya patah (N)

6 67,35a 9 66,45ab

12 64,68b Keterangan : nilai rata-rata yang disertai

dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda

Uji Organoleptik Hasil uji kesukaan warna, rasa, tekstur

dan aroma biskuit disajikan pada Tabel 6, yang menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap warna, rasa, tekstur dan aroma cookies yaitu pada proporsi tepung jagung : tepung pedada (90 : 10) dan penambahan kuning telur 9% memiliki tingkat kesukaan tertinggi karena produk cookies memiliki warna yang tidak terlalu coklat, rasa tidak masam, tekstur renyah, dan aroma yang disukai. Tabel 6. Rerata jumlah ranking uji

organoleptik warna, rasa, tekstur dan aroma biscuit.

Perlakuan Jumlah ranking

T.Jagung:T.Pedad

a (%)

Kuning

telur (%)

Warna Rasa Tekstur Aroma

6 82,5 112,0 93,5 91,5 90:10 9 127,5 136,5 116,5 109,5

12 111,5 117,0 100,5 110,0 6 124,5 86,5 94,5 108,0

85:15 9 70,0 92,5 109,0 95,0 12 116,5 104,0 111,5 114,0 6 95,0 74,0 88,5 89,0

85:20 9 81,5 90,0 90,5 97,5 12 91,0 87,5 97,5 85,5 Keterangan : semakin besar jumlah ranking

maka semakin disukai

KESIMPULAN

Cookies bebas gluten dan kasein dengan proporsi tepung jagung : tepung pedada (90 : 10) dan penambahan kuning telur 12% menghasilkan cookies bebas gluten dan kasein terbaik dengan kadar air 5,77%, kadar abu 2,76%, kadar lemak 27,96%, kadar protein 12,20%, serat kasar 4,24%, dan daya patah 59,07 N. Uji organoleptik cookies menunjukkan jumlah ranking 111,5 untuk warna, 117,0 untuk rasa, 110,0 untuk aroma dan 100,5 untuk tekstur.

Page 90: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”602

DAFTAR PUSTAKA Ariyani E. 2006. Penetapan Kandungan

Kolesterol Dalam Kuning Telur Pada Ayam Petelur.

Fatkurahman, R., W. Atmaka dan Basito. 2012. Karakteristik sensoris dan sifat fisikokimia cookies dengan substitusi bekatul beras hitam (Oryza sativa L.) dan tepung jagung (Zea mays L.). Jurnal Teknosains Pangan. 1 (1): 49-57.

Gumilar J, Rachmawan O, dan Nurdyanti W.2011. Kualitas Fisiko kimia Naget Ayam yang Menggunakan Filer Tepung Suweg (Amorphophallus campanulatus B1).Jurnal Ilmu Ternak. 11(1): 1-5.

Harzau, H dan Estiasih, T. 2013. Karakteristik Cookies Umbi Inferior Uwi Putih (Kajian Proporsi Tepung Uwi: Pati Jagung dan Penambahan Margarin). Jurnal Pangan dan Agroindustri, 1 (1 ): 138-147.

Hui, Y.H. 1992. Dictionary of Science and Technology. John Wiley and Sons. New York

Jariyah, Azkiyah, L. Widjanarko, S.B. Estiasih, T., Yuwono, S.S. and Yunianta. 2013. Hypocolesterolemig effect of Pedada (Sonneratia caseolaris) fruit Flour in Wistar Rats. International Journal of Pharm Tech Research, 5(4): 1619-1627

Jariyah, Widjanarko, S.B., Yunianta, Estiasih, T. 2016. Quality evaluation of Wheat-Pedada Fruit Flour (PFF) biscuit with different emulsifiers. Agriculture and Agricultural Science Procedia. (9)518 – 524

Jariyah, Widjanarko, S.B., Yunianta, Estiasih, T., 2014a. Hypoglycemic effect of Pedada (Sonneratia caseolaris) Fruit Flour (PFF) in alloxaninduced diabetic rats. International Journal of Pharm Tech Research. 7(1) , 31-40.

Jariyah, Widjanarko, S.B., Yunianta, Estiasih, T., 2014b. Pasting properties mixtures of mangrove fruit flour (Sonneratia caseolaris) and starches. International Food Research Journal 21(6): 2161-2167.

Kliegman, R.M. , Stanton, B.F., Schor, N.F., Geme, W.J., Behrman, R.E. 2011. Textbook of Pediatrics (19th ed.). Philadelphia : Saunders Elsevier Inc.

Mentari, Chesarani Kemala, Pertiwi, Kurniani, Maria BLR., Abadya, Mubarokah, Nuraeni. 2013. Pembuatan Cookies Berserat Tinggi Dengan Memanfaatkan Tepung Ampas Mangrove (Sonneratia caseolaris). Tugas Terstruktur Teknologi Produk Bakery. Purwokert: Fakultas Teknik Universitas Negeri Surabaya.

Midlanda, H.M., Lubis, L.M dan Lubis, Z. 2014. Pengaruh Metode Pembuatan Tepung Jagung dan Perbandingan Tepung Jagung dan Tepung Beras Terhadap Mutu Cookies. J.Rekayasa Pangan dan Pertanian,.2 (4): 20-31.

Pirson F. 2006. Food Allergy: A Challenge For The Clinician. Acta Gastroenterol Belg, 69: 38-42.

Richana, N dan Sunarti, T.C . 2004. Karakterisasi Sifat Fisiko kimiatepung Umbi dan Tepung Pati dari Umbi Ganyong, Suweg, Ubikelapa dan Gembili. J.Pascapanen 1(1): 29-37.

SNI. 1992. Kumpulan Standar Metode Pengujian Mutu Hasil Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Direktorat Bisa Usaha Tani dan Pengolahan Hasil, Jakarta.

Soenardi, T. dan Soetardjo, S. 2009. Terapi Makanan Anak dengan Gangguan Autisme(http://www.p3gizi.litbang.depkes.go.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&2=52 diakses tanggal 20 Oktober 2016)

Strickland, E. 2009. Eating for Autism. Cambridge : Da Capo Press.

Page 91: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 603

DAFTAR PUSTAKA Ariyani E. 2006. Penetapan Kandungan

Kolesterol Dalam Kuning Telur Pada Ayam Petelur.

Fatkurahman, R., W. Atmaka dan Basito. 2012. Karakteristik sensoris dan sifat fisikokimia cookies dengan substitusi bekatul beras hitam (Oryza sativa L.) dan tepung jagung (Zea mays L.). Jurnal Teknosains Pangan. 1 (1): 49-57.

Gumilar J, Rachmawan O, dan Nurdyanti W.2011. Kualitas Fisiko kimia Naget Ayam yang Menggunakan Filer Tepung Suweg (Amorphophallus campanulatus B1).Jurnal Ilmu Ternak. 11(1): 1-5.

Harzau, H dan Estiasih, T. 2013. Karakteristik Cookies Umbi Inferior Uwi Putih (Kajian Proporsi Tepung Uwi: Pati Jagung dan Penambahan Margarin). Jurnal Pangan dan Agroindustri, 1 (1 ): 138-147.

Hui, Y.H. 1992. Dictionary of Science and Technology. John Wiley and Sons. New York

Jariyah, Azkiyah, L. Widjanarko, S.B. Estiasih, T., Yuwono, S.S. and Yunianta. 2013. Hypocolesterolemig effect of Pedada (Sonneratia caseolaris) fruit Flour in Wistar Rats. International Journal of Pharm Tech Research, 5(4): 1619-1627

Jariyah, Widjanarko, S.B., Yunianta, Estiasih, T. 2016. Quality evaluation of Wheat-Pedada Fruit Flour (PFF) biscuit with different emulsifiers. Agriculture and Agricultural Science Procedia. (9)518 – 524

Jariyah, Widjanarko, S.B., Yunianta, Estiasih, T., 2014a. Hypoglycemic effect of Pedada (Sonneratia caseolaris) Fruit Flour (PFF) in alloxaninduced diabetic rats. International Journal of Pharm Tech Research. 7(1) , 31-40.

Jariyah, Widjanarko, S.B., Yunianta, Estiasih, T., 2014b. Pasting properties mixtures of mangrove fruit flour (Sonneratia caseolaris) and starches. International Food Research Journal 21(6): 2161-2167.

Kliegman, R.M. , Stanton, B.F., Schor, N.F., Geme, W.J., Behrman, R.E. 2011. Textbook of Pediatrics (19th ed.). Philadelphia : Saunders Elsevier Inc.

Mentari, Chesarani Kemala, Pertiwi, Kurniani, Maria BLR., Abadya, Mubarokah, Nuraeni. 2013. Pembuatan Cookies Berserat Tinggi Dengan Memanfaatkan Tepung Ampas Mangrove (Sonneratia caseolaris). Tugas Terstruktur Teknologi Produk Bakery. Purwokert: Fakultas Teknik Universitas Negeri Surabaya.

Midlanda, H.M., Lubis, L.M dan Lubis, Z. 2014. Pengaruh Metode Pembuatan Tepung Jagung dan Perbandingan Tepung Jagung dan Tepung Beras Terhadap Mutu Cookies. J.Rekayasa Pangan dan Pertanian,.2 (4): 20-31.

Pirson F. 2006. Food Allergy: A Challenge For The Clinician. Acta Gastroenterol Belg, 69: 38-42.

Richana, N dan Sunarti, T.C . 2004. Karakterisasi Sifat Fisiko kimiatepung Umbi dan Tepung Pati dari Umbi Ganyong, Suweg, Ubikelapa dan Gembili. J.Pascapanen 1(1): 29-37.

SNI. 1992. Kumpulan Standar Metode Pengujian Mutu Hasil Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Direktorat Bisa Usaha Tani dan Pengolahan Hasil, Jakarta.

Soenardi, T. dan Soetardjo, S. 2009. Terapi Makanan Anak dengan Gangguan Autisme(http://www.p3gizi.litbang.depkes.go.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&2=52 diakses tanggal 20 Oktober 2016)

Strickland, E. 2009. Eating for Autism. Cambridge : Da Capo Press.

Suarni. 2009. Prosiding Seminar Nasional Serealia. ISBN :978-979-8940-27-9. Hal. 60-68.

Sudaryani, T. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya. Cetakan ke-4. Jakarta.

Suiraoka dan Nursanyoto. 2005. Hubungan antara konsumsi casein, gluten, dan pola aktifitas yang khas pada anak penyandang autis di Denpasar. Prosiding Temu Ilmiah, Kongres XIII Persagi, 2005: 196-202.

Widyastuti, E., Claudia, R., Estiasih, T., Ningtyas, D.W. 2015. Karakteristik

Biskuit Berbasis Tepung Ubi Jalar Oranye (Ipomoea batatas L.), Tepung Jagung (Zea mays) Fermentasi, dan Konsenstrasi Kuning Telur. Jurnal Teknologi Pertanian ,16 (1) :9-20.

Wulandari, F.K., Setiani, B.E dan Susanti, S. 2016. Analisis Kandungan Gizi, Nilai Energi, dan Uji Organoleptik Cookies Tepung Beras dengan Substitusi Tepung Sukun. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 5 (4) : 107-112.

Page 92: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”604

DISPERSI KONSENTRAT PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) SEBAGAI SUPLEMEN PANGAN DENGAN PENAMBAHAN GULA AREN DAN

EKSTRAK REMPAH

SNAKEHEAD FISH (Channa striata) PROTEIN CONCENTRATE DISPERSION AS FOOD SUPPLEMENT WITH ADDITION OF PALM SUGAR AND

SPICE EXTRACT

Meta Mahendradatta*, Nur Anisa, Jumriah Langkong, Abu Bakar Tawali, Muhammad Asfar dan Nandi K. Sukendar

Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin

*Email korespondensi: [email protected]

ABSTRACT

Snakehed fish concentrate dispersion was processed product based on snakehead fish (Channa striata) which can be used as food supplement. The research was conducted in three stages and aimed to determine the optimum homogenisation time and speed, to improve the taste and to analyze the physical, chemical and microbiological characteristics during two weeks storage. Spice extracts applied to improve taste were ginger, galangal and lemongrass with the addition of palm sugar as sweetener and carrageenan as stabilizer. This study used a complete randomized design (RAL). In the early stage, the optimum time and speed of homogenization obtained were 5 minutes at 21,500 rpm. The result was then applied to the preparation of dispersion by the addition of various spice plant extracts. In the final stages of the study, viscosity, phase separation, redispersibility, pH, and total microbes were analyzed during storage at 0, 1 and 2 weeks. The results showed that during storage, viscosity, pH, water and ash content decreased while phase separation, redispersibility, protein and fat content increased. Total microbes after storage were 9.9 x 104 colonies/g. Refering to SNI 01-2729.1-2009 the value still met the maximum limit of 5 x 105 colonies g. Keywords: Dispersion, snakehead fish protein concentrate, spice extract

ABSTRAK Dispersi konsentrat ikan gabus adalah produk olahan berbahan dasar ikan gabus (Channa striata) yang dapat dimanfaatkan sebagai suplemen pangan. Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap dan bertujuan untuk menentukan waktu dan kecepatan homogenisasi yang optimum, memperbaiki cita rasa dan menganalisis fisik, kimia dan mikrobiologi selama dua minggu penyimpanan. Tanaman rempah yang digunakan untuk memperbaiki cita rasa adalah jahe, lengkuas dan sereh dengan penambahan gula aren sebagai pemanis dan karagenan sebagai penstabil. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap. Pada tahap awal diperoleh waktu dan kecepatan homogenisasi terbaik adalah 5 menit dengan kecepatan 21.500 rpm. Hasil tersebut kemudian diterapkan pada pembuatan dispersi dengan penambahan variasi ekstrak tanaman rempah. Pada

Page 93: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 605

tahap akhir penelitian dilakukan analisis viskositas, pemisahan fase, redispersibilitas, pH dan total mikroba selama penyimpanan 0, 1 dan 2 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama penyimpanan terjadi penurunan viskositas, pH, kadar air dan kadar abu sedangkan pemisahan fase, redispersibilitas, kadar protein dan lemak mengalami peningkatan. Diperoleh perhitungan total mikroba sebesar 9,9 x 104 koloni/g. Mengacu pada SNI 01-2729.1-2009, nilai tersebut masih memenuhi batas maksimum yaitu 5 x 105 koloni/g. Kata kunci: Dispersi, ekstrak rempah, konsentrat protein ikan gabus

PENDAHULUAN

Ikan gabus (Channa striata) merupakan salah satu ikan yang potensial di Indonesia, memiliki kandungan gizi dan albumin yang cukup tinggi (Suprayitno et al., 2013). Albumin diperlukan oleh tubuh manusia setiap hari. Ikan gabus dapat dimanfaatkan dan diolah menjadi tepung ikan dan limbahnya dijadikan pakan ternak Pemanfaatan lainnya adalah konsentrat protein ikan gabus (KPIG) dalam kapsul yang dijadikan sebagai makanan tambahan bagi berbagai kalangan masyarakat (Tawali et al., 2012). Produk ini telah terbukti mampu meningkatkan kadar albumin pasien rawat inap dan mempercepat penyembuhan luka bakar dan penyembuhan pasca operasi serta mampu meningkatkan status gizi pasien. Telah dilakukan pengolahan lanjut KPIG menjadi produk dispersi untuk digunakan sebagai suplemen. Produk ini lebih mudah dikonsumsi bagi anak-anak dan orang-orang lanjut usia.

Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa kecepatan dan lama homogenisasi optimal yang didapatkan pada pembuatan dispersi KPIG adalah 6500 rpm selama 5 menit (Mahendradatta et al., 2014). KPIG yang memiliki ukuran mikrometer masih membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengubah ukuran mikropartikel menjadi ukuran nanopartikel. Pada penelitian ini dilakukan uji lanjut homogenisasi dengan mengombinasikan variasi kecepatan dan waktu serta penambahan ekstrak tanaman

rempah. Srihidayati (2015), menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak jahe ke dalam dispersi KPIG memberikan hasil yang optimal terhadap aroma dispersi. Tanaman rempah lain yaitu sereh dan lengkuas juga memiliki kandungan minyak atsiri yang mampu memberikan aroma yang khas. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan proses pengolahan lebih lanjut pada pembuatan dispersi KPIG. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui waktu dan kecepatan homogenisasi yang optimum, untuk mengetahui penambahan ekstrak tanaman rempah yang dapat memperbaiki cita rasa dan untuk mengetahui karakteristik fisik, kimia dan mikrobiologi dispersi KPIG selama dua minggu penyimpanan.

BAHAN DAN METODE Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsentrat protein ikan gabus (KPIG), gula aren, karagenan, ekstrak jahe, ekstrak sereh dan ekstrak lengkuas. Bahan-bahan kimia untuk analisis adalah selenium, asam sulfat (H2SO4) pekat, asam borat (H3BO3), indikator bromezol green (BCG), natrium hidroksida (NaOH), Biovine Serum Albumine (BSA), sodium tartarat, natrium karbonat (Na2CO3), tembaga (II) sulfat (CuSO4) natrium klorida NaCl, media PCA dan folin.

Page 94: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”606

Desain Penelitian Penelitian ini terdiri dari tiga tahap

yaitu (I) Menentukan waktu dan kecepatan homogenisasi yang optimum untuk dispersi KPIG A1B1= 5 menit; 13.500 rpm A1B2 = 5 menit; 17.500 rpm A1B3 = 5 menit; 21.500 rpm A2B1 = 10 menit; 13.500 rpm A2B2 = 10 menit; 17.500 rpm A2B3 = 10 menit; 21.500 rpm A3B1 = 15 menit; 13.500 rpm A3B2 = 15 menit; 17.500 rpm A3B3 = 15 menit; 21.500 rpm (2) Menentukan citarasa terbaik untuk dispersi KPIG dengan penambahan gula aren dan variasi ekstrak tanaman rempah R1 = KPIG 10% + gula aren 10% + ekstrak jahe 5% + karagenan 0,5% + air R2 = KPIG 10% + gula aren 10% + ekstrak lengkuas 7,5% + karagenan 0,5% + air R3 = KPIG 10% + gula aren 10% + ekstrak sereh 7,5% + karagenan 0,5% + air (3) Menganalisis karakteristik fisik, kimia dan mikrobiologi dispersi KPIG selama dua minggu penyimpanan. Parameter Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan adalah uji ukuran partikel (PSA), uji organoleptik (Setyaningsih et al., 2010), uji kestabilan fisik meliputi uji (viskositas (Yubaidah, 2009), redispersibilitas dan pemisahan fase (Febrina et al., 2007)), pH, uji proksimat (AOAC, 2005) dan total mikroba (Fardiaz, 1989)

Uji organoleptik dilakukan dengan metode ranking oleh 30 panelis semi terlatih. Parameter mutu dispersi yang diuji adalah aroma, rasa dan kekentalan. Skor yang digunakan adalah 7 (sangat suka), 6 (suka), 5

(agak suka), 4 (biasa saja), 3 (agak tidak suka) 2 (tidak suka), 1 (sangat tidak suka). Analisis Data

Penelitian ini menggunakan Metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga kali ulangan menggunakan BNJ taraf 5% dan diuji lanjut dengan menggunakan Uji lanjut Tuckey program IBM SPSS statistic 21.

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Ukuran Partikel

Berdasarkan hasil pengujian menggunakan Particle Size Analyzer (PSA), ukuran partikel yang termasuk dalam ukuran antara 10-1000 nm adalah sampel A1B3 dengan nilai rata-rata 869,2 nm, dengan kecepatan homogenisasi 21,500 rpm dan waktu selama 5 menit. Sampel yang lain tidak termasuk ke dalam ukuran 10-1000 nm, hal ini disebabkan oleh penggunaan waktu dan kecepatan homogenisasi yang tinggi tidak memberikan keseragaman terhadap konsentrat ikan gabus untuk memperkecil ukuran partikel. Stabilitas keseragaman ukuran partikel dipengaruhi oleh faktor internal yaitu besarnya bergantung pada jenis dan konsentrasi komponen-komponen fase terdispersi dan fase pendispersi, perbandingan fase terdispersi terhadap fase pendispersi dan ukuran partikel, juga faktor eksternal yaitu pengadukan, penguapan dan suhu (Rita, 2011). Perlakuan yang diberikan belum mampu menghasilkan dispersi KPIG dengan ukuran nanopartikel. Hasil pengujian ukuran partikel KPIG dengan perlakuan lama dan kecepatan homogenisasi dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 95: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 607

Gambar 1. Hasil pengujian ukuran partikel disperse KPIG dengan perlakuan kecepatan dan lama

homogenisasi Uji Organoleptik

Gula aren digunakan dalam penelitian ini sebagai pemanis alami. Menurut Rumokoi, (1990) gula aren mengandung sukrosa kurang lebih 84% dibandingkan dengan gula tebu dan gula bit yang masing-masing hanya 20% dan 17% sehingga gula aren mampu menyediakan energi yang lebih tinggi dari gula tebu. Penambahan ekstrak jahe pada dispersi KPIG menunjukkan hasil yang signifikan terhadap parameter aroma, tidak berbeda nyata terhadap dispersi dengan penambahan ekstrak sereh tetapi berbeda nyata terhadap dispersi dengan penambahan ekstrak lengkuas. Sedangkan untuk parameter rasa, penambahan variasi ekstrak tanaman rempah menunjukkan hasil yang tidak signifikan sehingga tidak dilanjutkan uji Tuckey. Nilai kesukaan tertinggi adalah untuk penambahan ekstrak jahe, diikuti oleh penambahan ekstrak lengkuas dan penambahan ekstrak sereh (Gambar 2).

Uji hedonik dispersi KPIG pada parameter tekstur menunjukkan bahwa penambahan ekstrak jahe memberi hasil yang signifikan, tidak berbeda nyata terhadap dispersi dengan penambahan ekstrak sereh tetapi berbeda nyata terhadap dispersi dengan

penambahan ekstrak lengkuas. jahe memiliki aroma yang lebih tajam dibandingkan sereh dan lengkuas. Aroma khas ini berasal dari minyak atsiri yang dikategorikan sebagai senyawa mudah menguap. Kandungan minyak atsiri pada berbagai ekstrak rempah berbeda-beda sehingga memberikan hasil yang berbeda terhadap penilaian formulasi dispersi. Kandungan minyak atsiri jahe segar adalah 3,71%, lengkuas 1% dan sereh segar adalah 0,615 %. Gula aren digunakan sebagai bahan pemanis dan penetral aroma ikan dari KPIG. Penambahan karagenan diperlukan untuk mempermudah pembentukan emulsi serta mempertinggi stabilitasnya, karena aktivitas pengemulsi dapat membentuk suatu sistem yang mampu mengikat dan menyatukan komponen polar dan non polar dari suatu bahan pangan (Kurniawan et al., 2012).

Hasil uji organoleptik pada dispersi KPIG menunjukkan bahwa ekstrak jahe memberikan nilai kesukaan panelis tertinggi dibandingkan ekstrak lengkuas dan sereh. Selanjutnya diproduksi dispersi KPIG dengan penambahan ekstrak jahe untuk diuji lanjut yaitu kestabilan fisik, kimiawi dan mikrobiologi.

1378

1053

1537

1247 1304

1755

869

1379

2014

0

550

1100

1650

2200

5 10 15

ukur

an p

artik

el (

nm)

lama homogenisasi (menit) 13500 rpm17500 rpm21500 rpm

Page 96: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”608

Kestabilan Fisik Dispersi KPIG, pH dan Total Mikroba

Analisa kestabilan fisik merupakan penentuan optimalisasi suatu produk pangan selama penyimpanan pada suhu ruang. Hasil pengamatan selama dua minggu terhadap produk dispersi KPIG dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil pengujian fisik, pH dan total

mikroba dispersi KPIG

Parameter Lama Penyimpanan (minggu)

0 1 2

Viskositas (cP) 2157 184 42,6

Pemisahan fase (mm)

0 0,53 0,73

Redispersibilitas 0 2 3

pH 7,04 4,57 4,16

total mikroba (koloni/g)

1,1x105 6,6x104 9,9x104

Tamrin dan Sadimantara (2014),

menjelaskan bahwa karagenan sangat penting peranannya sebagai stabilisator (pengatur keseimbangan), bahan pengentalan, pembentuk gel dan pengemulsi. Karagenan akan mengikat air dalam jumlah besar, karena semakin banyak air yang terikat dan terperangkap sehingga larutan bersifat lebih kental. Penurunan viskositas selama penyimpanan disebabkan oleh adanya garam-garam yang terlarut dalam karagenan sehingga akan menurunkan muatan sepanjang rantai polimer. Penurunan muatan ini menyebabkan penurunan gaya tolak (repulsion) antar gugus-gugus sulfat, sehingga sifat hidrofilik polimer semakin lemah dan menyebabkan viskositas larutan menurun. Viskositas larutan karagenan akan menurun seiring dengan peningkatan suhu sehingga

terjadi depolimerisasi yang kemudian dilanjutkan dengan degradasi karagenan.

Menurunnya pemisahan fase dispersi selama penyimpanan disebabkan oleh kestabilan dispersi yang menurun karena selama penyimpanan tidak ada gerakan sehingga menyebabkan endapan akibat gaya gravitasi bumi. Cepat atau lambatnya dispersi mengendap tergantung besar kecilnya ukuran partikel zat terdispersi. Rasio pemisahan fase merupakan perbandingan tinggi akhir zat terdispersi terhadap tinggi awal sebelum terjadinya pengendapan. Pemisahan fase adalah salah satu penilaian kestabilan dispersi. Semakin rendah pemisahan fase, maka produk tersebut semakin baik karena dapat terdispersi merata dalam medium pendispersinya. Redispersibilitas merupakan syarat dari mutu dispersi, terjadinya endapan harus mudah terdispersi kembali dengan pengocokan agar diperoleh keseragaman. Terjadinya redispersibilitas yang tinggi diikuti dengan terjadinya pemisahan fase yang tinggi dan viskositas rendah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Anggreini (2013). Redispersibilitas juga dipengaruhi oleh partikel yang terbentuk dalam suatu sistem disperse, jika berupa caking pada dispersi, maka sediaan akan sulit terdispersi kembali. Sedangkan pada partikel yang terdestabilisasi masih dapat terdispersi secara homogen. Tiga parameter tersebut berkaitan erat untuk menunjukkan karakteristik fisik produk dispersi selama penyimpanan. Uji redispersibilitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan dispersi untuk dapat terdispersi kembali secara homogen dengan pengocokan yang minimum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah penyimpanan satu minggu produk dispersi KPIG harus melalui 2 kali pengocokan untuk menstabilkan kembali produk dispersi konsentrat ikan gabus dan setelah penyimpanan dua minggu melalui 3 kali pengocokan.

Hasil analisis total mikroba pada produk dispersi konsentrat ikan gabus selama

Page 97: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 609

penyimpanan menunjukkan bahwa terjadi penurunan total mikroba yang kemungkinan disebabkan oleh aktifnya ekstrak jahe berperan sebagai pengawet. Setelah dua minggu penyimpanan total mikroba adalah 9,9x104 koloni/ml. Diamati dari nilai pH nampak bahwa selama penyimpanan terjadi penurunan pH menjadi pH asam sehingga mampu mencegah pertumbuhan mikroba pada dispersi KPIG. Umumnya mikroba hidup pada lingkungan yang memiliki pH antara 6,5-7,5. mengacu pada SNI perhitungan jumlah mikroba rata-rata masih memenuhi batas maksimum, yaitu sebesar 5x105 koloni/g menurut SNI 01-2729.1-2009. Terjadinya penghambatan mikroba terhadap pertumbuhan koloni bakteri juga disebabkan oleh kerusakan yang terjadi pada komponen struktural membran sel bakteri. Membran sel yang tersusun atas protein dan lipid sangat rentan terhadap zat kimia yang dapat menurunkan tegangan permukaan. Kerusakan membran sel menyebabkan terganggunya transport nutrisi (senyawa dan ion) sehingga sel bakteri mengalami kekurangan nutrisi yang diperlukan bagi pertumbuhannya (Adila et al., 2013).

Penurunan pH menyebabkan terjadinya hidrolisis dari ikatan glikosidik yang mengakibatkan kehilangan viskositas. Hidrolisis dipengaruhi oleh pH, temperatur dan waktu. Larutan karagenan akan menurun viskositasnya jika pHnya diturunkan di bawah 4,3. Penurunan pH menyebabkan terjadinya hidrolisis dari ikatan glikosidik yang mengakibatkan kehilangan viskositas. Viskositas suatu hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi karagenan, temperatur, jenis karagenan, berat molekul dan adanya molekul-molekul lain. Jika konsentrasi karagenan meningkat maka viskositasnya akan meningkat (Prasetyowati et al., 2008). Perubahan pH sediaan selama penyimpanan menandakan kurang stabilnya sediaan selama penyimpanan. Hal tersebut sesuai dengan terjadinya penurunan viskositas

dispersi. Faktor yang menjadi penyebab menurunnya pH adalah suhu penyimpanan dan bahan pencampur dispersi yang memiliki karakteristik berbeda-beda. Produk dispersi KPIG masih memiliki viskositas yang tinggi pada minggu 0 sedangkan setelah penyimpanan satu minggu viskositas mengalami penurunan yang signifikan. Pada penyimpanan dua minggu, viskositas produk dispersi KPIG menurun diikuti dengan meningkatnya nilai untuk parameter pemisahan fase dan redispersibilitas. Analisis Proksimat Dispersi KPIG

Hasil analisis proksimat terhadap produk dispersi KPIG dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil pengujian proksimat produk dispersi KPIG

Komponen sebelum penyimp

anan

setelah 2 minggu

penyimpanan

Air (%) 80.25 80.01

Abu (%) 5.11 2

Protein terlarut (%) 1.41 1.67

Protein total (%) 8.54 8.67

Lemak (%) 0.94 1.06

Hasil yang diperoleh menunjukkan

terjadinya peningkatan untuk parameter protein terlarut, protein total dan lemak sedangkan kadar air dan kadar abu mengalami penurunan selama dua minggu penyimpanan. Menurunnya kadar air dan kadar abu setelah penyimpanan disebabkan karakteristik fisik dispersi yang menurun selama penyimpanan. Hal ini disebabkan juga oleh molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain membentuk hidrat dengan molekul-molekul lain melalui suatu ikatan hidrogen yang berenergi besar.

Page 98: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”610

Molekul air membentuk hidrat dengan molekul-molekul lain yang mengandung atom-atom O dan N seperti karbohidrat, protein atau garam. Derajat pengikatan air sedemikian rupa sehingga reaksi-reaksi yang terjadi sangat lambat dan tidak terukur. Reaksi yang nyata dalam bahan makanan adalah peningkatan oksidasi lemak bila air terikat membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lain (Sudarmadji, 1997).

KESIMPULAN

Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa

kecepatan dan waktu terbaik yang dapat memperkecil ukuran partikel produk disperse KPIG adalah 21.500 rpm dalam waktu 5 menit. Penambahan ekstrak jahe memberikan hasil penilaian organoleptik terbaik dibandingkan ekstrak sereh dan ekstrak lengkuas. Karakteristik fisik produk dispersi konsentrat ikan gabus selama penyimpanan dua minggu pada suhu ruang mengalami penurunan untuk viskositas sedangkan redispersibilitas dan pemisahan fase mengalami peningkatan. Penyimpanan produk dispersi konsentrat ikan gabus selama dua minggu memberikan hasil peningkatan kadar protein, lemak sedangkan pH, kadar air dan kadar abu mengalami penurunan.

DAFTAR PUSTAKA

Adila R., Nurmiati dan A. Agustien. 2013. Uji

antimikroba Curcuma sp. erhadap pertumbuhan Candida albicans, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.) 2(1) – Maret 2013 : 1-7

Anggreini B.D. 2013. Optimasi Formula Suspensi Siprofloksasin Menggunakan Kombinasi Pulvis Gummi Arabici (PGA) dan Hydroxypropyl Methylcellulose (HPMC) dengan metode desain faktorial. (Skripsi) Program Studi Farmasi, Fakultas

Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak.

AOAC, Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of Analysis of the Association of Official Analytical of Chemist. Arlington: The Association of Official Analytical Chemist, Inc.

Fardiaz S. 1989. Penuntun Mikrobiologi Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB, Bogor. 142 hlm.

Febrina E., G. Dolih dan R. Taofik. 2007. Formulasi sediaan emulsi buah merah sebagai produk antioksidan alami. Laporan Penelitian Peneliti Muda (LITMUD) Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran. Bandung.

Kurniawan A. B., A.N. Al-Baari dan K. Kusrahayu. 2012. Kadar Serat Kasar, Daya Ikat Air, dan Rendemen Bakso Ayam dengan Penambahan Karaginan. J. Aplikasi Teknologi Pangan, Vol. 2 (1); 23 – 27.

Mahendradatta, M., A.S. Arifin, Zainal, A.B. Tawali, and N.K. Sukendar. 2014. Effect of carrageenan for making concentrated dispersion from snakehead fish (Channa striata). IJSTR. Vol 3 (11): 185-189.

Prasetyowati, A.C. Jasmine dan D. Agustiawan. 2008. Pembuatan tepung karaginan dari rumput laut (Eucheuma cottonii) berdasarkan perbedaan metode pengendapan. Jurnal Teknik Kimia Universitas Sriwijaya Vol 15, No 2; 27 -33

Rita I. 2011. Proses Emulsifikasi dan Analisis Biaya Produksi Minuman Emulsi Minyak Sawit Merah. (Tesis) Institut Pertanian Bogor.

Rumokoi M.M.M. 1990. Manfaat tanaman aren (Arenga pinnata Merr). Buletin Balitka Manado No. 10 thn 1990; 21-28.

Setyaningsih D., A. Apriyantono dan M.P. Sari. 2010. Analisis Sensori Untuk

Page 99: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 611

Industri Pangan dan Agro. IPB Press. 180 hlm.

Srihidayati G. 2015. Optimalisasi Formula dan Karakterisasi Dispersi Ekstrak Ikan Gabus (Channa striata) sebagai Suplemen Pangan. (Tesis) Universitas Hasanuddin Makassar.

Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi, 1997. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. 160 hlm.

Suprayitno E., D.W. Setiawan dan T.D. Sulistiyati. 2013. Pemanfaatan residu daging ikan gabus (Ophiocephalus striatus) dalam pembuatan kerupuk ikan beralbumin. Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Thpi Student Journal

Universitas Brawijaya Vol. I No.1; 21-32.

Tamrin dan M.S Sadimantara. 2014. Kadar Karagenan Terhadap Karasteristik Kimia Pasta Mete. Agriplus Vol 24 No 02; 161-168.

Tawali A. B., M. K. Roreng, M. Mahendradatta dan Suryani. 2012. Difusi teknologi produksi konsentrat protein dari ikan gabus sebagai food supplement di Jayapura. Prosiding Seminar Nasional Insentif Riset Sinas (Insinas) 2012, ISBN:978-602-18926-2-6; 243-247.

Yubaidah, S. 2009. Stabilitas oksidasi. Prosedur Analisa Viskositas. Universitas Indonesia. 56 hlm.

Page 100: BUKU 1BUKU 2 - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part1.pdf · pramita sari anungputri, m.si ... pemanfaatan kulit manggis sebagai minuman

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”612

KARAKTERISTIK PRODUK FLAKES DARI TEPUNG KOMPOSIT SUKUN, UBIKAYU DAN KACANG HIJAU SEBAGAI PANGAN SARAPAN

YANG KAYA PROTEIN DAN ENERGI

(THE CHARACTERISTIC OF FLAKES PRODUCT MADE OF SUKUN, CASSAVA AND MUG BEEN COMPOSITE FLOUR AS HIGH PROTEIN

AND ENERGY BREAKFAST FOOD)

Novelina*, Fauzan Azima, Kesuma Sayuti, Cory A. Febriani Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fateta Unand

*Email Korespondensi: [email protected]

ABSTRACT

Flakes include into ready to eat food group that can be preserved with milk or snack food made from cereal like rice, wheat or corn and tubers like potato, cassava and sweet potato. The aim of this research to know characteristic and panelist acceptance composite flour flakes yielded and energy value and its amino acid composition. Treatment of this research were comparison of breadfruit and cassava in material formulation of flakes. Result of the research showed that comparison of between breadfruit and cassava flour significant for all analysis result. Organoleptic result showed that treatment B and C most preferred by panelist. The characteristic C treatment average moisture content (2.39 %), dust content (2.95 %), protein content (9.18 %), fat content (9.14 %), carbohydrate content (76.46 %), fiber content (9.87 %), strength (0.31 kg/cm2), water absorption (121.78 %) and energy value (385.83 Kcal/100 g material). This product can contribute energy and protein in breakfast food.

Keyword: breakfast food, composite flour, energy value, Flakes

ABSTRAK Flakes digolongkan kedalam jenis makanan sereal siap santap yang dapat disajikan bersama susu ataupun sebagai makanan ringan lainnya, terbuat dari bahan baku serealia seperti beras, gandum atau jagung dan umbi-umbian seperti kentang, ubi kayu, dan ubi jalar. Tujuan penelitian untuk mengetahui karakteristik dan penerimaan panelis terhadap flakes tepung komposit yang dihasilkan serta nilai energy dan komposisi asam aminonya. Perlakuan dalam penelitian adalah perbandingan tepung sukun dan ubikayu dalam formulasi bahan baku pembuatan flakes. Hasil penelitian menunjukan bahwa perbandingan tepung sukun dan tepung ubi kayu memberikan pengaruh yang nyata terhadap semua hasil analisis. Hasil uji organoleptik menunjukan perlakuan B dan C sebagai produk yang paling disukai panelis. Karakteristik perlakuan C diperoleh rata-rata nilai kadar air (2,39 %), kadar abu (2,95 %), kadar protein (9,18 %), kadar lemak (9,14 %), kadar karbohidrat (76,46%), kadar serat kasar (9,87 %), kekerasan (0,31 kg/cm2), daya serap air (121,78%), dan nilai energi (385,83 kkal/100 g bahan). Produk ini dapat sebagai penyumbang energy dan protein dalam pangan sarapan. Kata kunci: asam amino, flakes, formulasi nilai energy, tepung komposit