Upload
tranlien
View
244
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
TESIS
BREATHING EXERCISE SAMA BAIKNYA DALAMMENINGKATKAN KAPASITAS VITAL (KV) DAN VOLUME
EKSPIRASI PAKSA DETIK PERTAMA (VEP1) PADATENAGA SORTASI YANG MENGALAMI GANGGUAN
PARU DI PABRIK TEH PT. CANDI LOKA JAMUS NGAWI
DIKA RIZKI IMANIA
PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR2014
i
TESIS
BREATHING EXERCISE SAMA BAIKNYA DALAMMENINGKATKAN KAPASITAS VITAL (KV) DAN VOLUME
EKSPIRASI PAKSA DETIK PERTAMA (VEP1) PADATENAGA SORTASI YANG MENGALAMI GANGGUAN
PARU DI PABRIK TEH PT. CANDI LOKA JAMUS NGAWI
DIKA RIZKI IMANIANIM 1290361023
PROGRAM MAGISTERPROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA
PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR2014
ii
BREATHING EXERCISE SAMA BAIKNYA DALAMMENINGKATKAN KAPASITAS VITAL (KV) DAN VOLUME
EKSPIRASI PAKSA DETIK PERTAMA (VEP1) PADATENAGA SORTASI YANG MENGALAMI GANGGUAN
PARU DI PABRIK TEH PT. CANDI LOKA JAMUS NGAWI
Tesis untuk Memperoleh Gelar MagisterPada Program Magister, Program Studi Fisiologi Olahraga,
Konsentrasi FisioterapiProgram Pascasarjana Universitas Udayana
DIKA RIZKI IMANIANIM 1290361023
PROGRAM MAGISTERPROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA
PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR2014
iii
LEMBAR PENGESAHAN
TESIS INI TELAH DISETUJUIPada Tanggal 7 Oktober 2014
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS. AIF.AFO S. Indra Lesmana, SKM, S.Ft, M.OrNIP. 19501231 198003 1 015 NIDN. 0307076801
Mengetahui
Ketua Program Studi Magister DirekturFisiologi Olahraga Program Pascasarjana
Universitas Udayana Universitas UdayanaDenpasar Denpasar
Dr. dr. Susy Purnawati, M. KK. Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S.(K)NIP. 19680929 199903 2 001 NIP. 19590215 198510 2 001
iv
PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS
Tesis Ini Telah DiujiPada Tanggal 16 Oktober 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan Surat KeputusanRektor Universitas Udayana, Nomor : 3472/UN.14.4/HK/2014
Tanggal 22 September 2014
Ketua : Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS, AIF, AIFO
Sekretaris : Syahmirza Indra Lesmana, SKM, S.Ft, M.Or
Anggota : 1. Prof. dr. Nyoman Agus Bagiada, S. P, Biok
2. Dr. dr. Bagus Komang Satryasa, M.Repro
3. Muh. Irfan, SKM, SSt.Ft., M.Fis
v
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS UDAYANA
PROGRAM MAGISTER FISIOLOGI OLAHRAGAKONSENTRASI FISIOTERAPI
Jalan Panglima Besar Sudirman Denpasar BaliTelpon/Fax : (0361) 223797/(0361) 247962. Laman : www.pps.unud.ac.id
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Dika Rizki Imania
NIM : 1290361023
Program Studi : Magister Fisiologi Olahraga Konsetrasi Fisioterapi
Judul Tesis : Breathing Exercise Sama Baik Dalam Meningkatkan
Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (VEP1) dan
Kapasitas Vital (KV) pada Tenaga Sortasi yang
Mengalami Gangguan Paru di Pabrik Teh PT. Candi Loka
Jamus Ngawi
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat. Apabila
dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 8 Januari 2015
Pembuat Pernyataan
(Dika Rizki Imania)NIM : 1290361023
vi
UCAPAN TERIMAKASIH
Alhamdulillahirobbil’alamin, penulis panjatkan puji syukur kehadirat
ALLAH SWT karena hanya atas ridho-Nya dan karunia-Nya tesis ini dapat
diselesaikan. Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga dan para sahabatnya.
Ucapan terimakasih ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof.
Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang
diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan
Program Magister Di Universitas Udayana. Ucapan terimakasih ini juga ditujukan
kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A.
Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk
menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pasca Sarjana Universitas
Udayana. Tidak lupa pula penulis ucapkana terimakasih kepada Dr. dr. Susy
Purnawati, M. KK. selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Fisiologi Olahraga
Konsentrasi Fisioterapi Universitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada
penulis untuk mengikuti pendidikan Program Studi Pascasarjana Fisiologi
Olahraga Konsentrasi Fisioterapi Universitas Udayana.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS,
AIF, AIFO selaku pembimbing I atas bimbingan dan sarannya selama
menyelesaikan tesis ini. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Syahmirza
Indra Lesmana SSt.Ft, M.Or yang telah memberikan semangat kepada penulis
untuk terus belajar dan membimbing penulis agar dapat menyelesaikan tesis ini.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis,
Prof. Dr. Nyoman Agus Bagiada, Sp.Biok dan Dr.dr.Bagus Komang Satriyasa,
M.Repro serta Mmuh. Irfan, SKM, SST.Ft., M.Fis yang telah memberikan
masukan, saran, bimbingan, sanggahan dan koreksi sehingga tesis ini dapat
terwujud menjadi lebih baik.
vii
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staff dosen
pengajar dan staff pengelola Program Studi Fisiologi Olahraga Konsentrasi
Fisioterapi Pascasarjana Universitas Udayana yang telah membantu dan memberi
dukungan bagi penulis.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Badan Pembina Harian
(BPH) dan Ketua Stikes Aisyiyah Yogyakarta yang telah memberikan bantuan
finansial sehingga meringankan beban penulis dalam menyelesaikan studi ini.
Ucapan terima kasih kepada papah dan mamah ku tercinta, atas do’a-do’a
beliau semua yang selalu membuat penulis semangat dalam menyelesaikan tesis
ini, serta kakak dan adikku tersayang beserta seluruh keluarga yang telah menjadi
inspirasi bagi penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
Tidak lupa pula kepada suamiku tercinta Dwi Nuryoni dan kedua putri
cantikku Q. Keyna Azzalea dan Janeen Azkabrillia Y.A yang dengan penuh
perhatian, dukungan dan pengorbanan memberikan kesempatan kepada penulis
untuk dapat menyelesaikan tesis ini.
Terima kasih untuk teman sejawatku Magister Fisiologi Olahraga
2012/2013 (mami siska, mba irene, mb ade, qina yang selalu buat gaduh di hotel,
dan pak yoga serta arif) yang selalu memberikan dukungan dalam proses
penyelesaian tesis ini.
Semoga penulis dapat memberikan sumbangan kepada masyarakat dan
profesi setelah menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana Fisiologi
Olahraga Konsentrasi Fisioterapi Universitas Udayana.
Semoga Allah SWT selalu menuntun dan melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis dan memberikan rahmat kepada semua pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan tesis ini. AMIN.
Denpasar, Oktober 2014
Penulis
Dika Rizki Imania
viii
ABSTRAK
BREATHING EXERCISE SAMA BAIKNYA DALAM MENINGKATKANKAPASITAS VITAL (KV) DAN VOLUME EKSPIRASI PAKSA DETIKPERTAMA (VEP1) PADA TENAGA SORTASI YANG MENGALAMI
GANGGUAN PARU DI PABRIK TEH PT. CANDI LOKAJAMUS NGAWI
Gangguan fungsi paru adalah penyakit paru yang disebabkan olehberbagai sebab, seperti virus, bakteri, debu maupun partikel lainnya. Terpaparnyadebu teh setiap hari pada tenaga kerja sortasi mengakibatkan penurunan fungsiparu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran breathing exercise dalammeningkatkan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasitas vitalparu (KVP).
Penelitian merupakan eksperimen murni, dengan the one group pre test &post test design, dimana pengambilan sampel dari populasi dilakukan secararandom yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Subjek terdapat 10orang dan mendapatkan perlakuan Breathing Exercise. Frekuensi latihan 3 kaliseminggu selama 6 minggu. Subjek penelitian adalah semua tenaga kerja sortasiyang mengalami gangguan paru yang sudah didiagnosis melalui prosedurpengukuran fungsi paru dengan menggunakan spirometer yang dilakukan dipabrik teh PT. Candi Loka Jamus Ngawi.
Analisis kemaknaan dengan Paired t-test (berpasangan) menunjukkanbahwa pemberian breathing execise meningkatan nilai Volume Ekspirasi Paksadetik pertama (VEP1) dan Kapasitas Vital (KV), berbeda secara bermakna(p<0,05). Sedangkan uji beda selisih pada nilai VEP1 dan KV setelah perlakuandengan Independent t-test (tidak berpasangan) menunjukkan bahwa nilai p =0,749. Hasil tersebut menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan peningkatanantara nilai Volume Ekspirasi Paksa detik pertama (VEP1) dan Kapasitas Vital(KV) setelah perlakuan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian breathing exercisesama baik dalam meningkatkan nilai volume ekspirasi paksa detik pertama(VEP1) dan nilai kapasitas vital (KV).
Kata Kunci : Breathing exercice, Volume Ekspirasi Paksa detik pertama (VEP1)dan Kapasitas Vital (KV)
ix
ABSTRACT
BREATHING EXERCISE IS AS BETTER AS TO INCREASE THEFORCED EXPIRATORY VOLUME IN SECOND (FEV1) AND VITAL
CAPACITY (VC) OF THE SORTER EXPERIENCE IN LUNGDISORDERS AT TEA FACTORY OF PT. CANDI LOKA JAMUS NGAWI
Impaired lung function is a disease caused by various reasons, such asviruses, bacteria, dust and other particles. It is exposure by dust tea every day oflabor sorting result in decrease of lung function. This study aims to determine therole of breathing exercise in improving forced expiratory volume in 1 second(FEV1) and vital capacity (VC).
The research designs is experiment true by the one group pre-test and post-test design, where taking sample from the population by random that fulfill theinclusion and exclusion criteria. There are 10 as subjec of people and gettingtreatment Breathing Exercise. Frequency of exercise 3 times a week for 6 weeks.The subjects were all labors sorting who had impaired lung that has beendiagnosed by the measured procedure with lung physiology measurements wereperformed using a spirometer in the tea factory of PT. Candi Loka Jamus Ngawi.
The significance analysis of Paired t-test (paired) showed that givingbreathing exercise increase the vital capasity (VC) and forced expiratory volume(FEV1) was significantly different (p <0.05). While different test on VC and FEV1after treatment with the Independent t-test (unpaired) show that the value of p =0.749. The results means that there is no an increase between the value of forcedexpiratory volume in 1 second (FEV1) and Vital Capacity (VC) after treatment.
Thus it can be concluded, the giving of breathing exercises is as better asthe increase value of forced expiratory volume in 1 second (FEV1) and VitalCapacity (VC).
Keyword: Breathing exercises, Forced expiratory volume in 1 second (FEV1) andVital Capacity (VC).
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
PRASYARAT GELAR ................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................................... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ................................................ v
UCAPAN TERIMAKASIH............................................................................. vi
ABSTRAK ....................................................................................................... viii
ABSTRACT .................................................................................................... ix
DAFTAR ISI.................................................................................................... x
DAFTAR TABEL............................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvi
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH....................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................... 7
1.4.1 Bagi Akademik ............................................................... 7
1.4.2 Bagi Praktisi .................................................................... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA .......................................................................... 9
2.1 Sistem Pernafasan ...................................................................... 9
2.1.1 Pengertian Pernafasan ..................................................... 9
2.1.2 Anatomi Saluran Pernafasan .......................................... 10
2.1.3 Fisiologi Pernafasan ....................................................... 14
xi
2.1.3.1 Tahapan Proses Pernafasan .............................. 16
2.1.3.2 Mekanisme Pernafasan..................................... 17
2.2 Volume dan Kapasitas Fungsi Paru ............................................ 17
2.2.1 Volume Paru .................................................................. 17
2.2.2 Kapasitas Fungsi Paru ..................................................... 19
2.2.3 Pengukuran Fisiologi Paru .............................................. 20
2.2.3.1 Nilai Normal Fisiologi Paru ............................... 21
2.2.3.2 Gangguan Fungsi Paru ....................................... 21
2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Penurunan Fungsi Paru ..... 23
2.2.4.1 Faktor Internal . ................................................. 23
2.2.4.2 Faktoe Eksternal................................................ 24
2.2.5 Faktor yang Mendasari Timbulnya Gejala PenyakitPernafasan . ..................................................................... 28
2.3 Debu . .......................................................................................... 29
2.3.1 Pengertian Debu .............................................................. 29
2.3.2 Pengertian Debu Kayu. .................................................... 29
2.3.3 Efek Debu terhadap Kesehatan . ...................................... 30
2.3.4 Nilai Ambang Batas ........................................................ 30
2.3.5 Faktor yang mempengaruhi Terjadinya pengendapan partikel
debu dalam paru . ............................................................ 31
2.3.6 Penurunan Fungsi Paru akibat Kualitas Udara . .............. 35
2.3.6.1 Mekanisme Penimbunan Debu di Paru . ............ 35
2.3.6.2 Mekanisme Penurunan Fungsi Paru akibat Paparan
Debu .................................................................. 37
2.4 Tenaga Kerja Pabrik Teh............................................................. 38
2.5 Latihan Pernafasan (Breathing Exercise) ................................... 41
2.5.1 Deep Breathing Exercise ................................................. 42
xii
2.5.1.1 Prosedur pelaksanaan latihan pernafasan dalam
(Deep Breathing Exercise)............................... 43
2.5.2 Pursed Lips Breathing ................................................... 44
2.5.2.1 Prosedur pelaksanaan latihan Pursed Lips
Breathing.......................................................... 43
2.5.2.2 Fisiologis Pursed Lips Breathing..................... 48
2.6 Pengaruh Breathing Exercise terhadap Peningkatan Kapasitas Vital
Paru (KVP) dan Volume Ekpirasi Paksa (FEV1). ....................... 50
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS.................. 52
3.1 Kerangka Berpikir....................................................................... 52
3.2 Konsep Penelitian ....................................................................... 54
3.3 Hipotesis...................................................................................... 54
BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................. 55
4.1 Rancangan Penelitian .................................................................. 56
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 56
4.3 Penentuan Sumber Data .............................................................. 56
4.3.1 Populasi ........................................................................... 56
4.3.1.1 Populasi Target.................................................... 56
4.3.1.1 Populasi Terjangkau............................................ 56
4.3.2 Sampel............................................................................. 56
4.3.2.1 Kriteria Inklusi .................................................... 56
4.3.2.2 Kriteria Eklusi ..................................................... 57
4.3.2.3 Besar Sampel....................................................... 57
4.3.3 Teknik Pengambilan Sample ........................................... 58
4.4 Variabel Penelitian ...................................................................... 59
4.4.1 Variabel Independent ...................................................... 59
4.4.2 Variabel dependent.......................................................... 59
xiii
4.5 Defenisi Operasional .................................................................. 59
4.5.1 Breathing Exercise ......................................................... 59
4.5.2 Kapasitas Vital Paru (KVP) ............................................ 60
4.5.3 Volume Ekspirasi Paksa ................................................. 60
4.6 Instrumen Penelitian.................................................................... 60
4.6.1 Cara penggunaaan alat ..................................................... 61
4.7 Prosedur Penelitian...................................................................... 61
4.7.1 Tahap persiapan ................................................................ 61
4.7.1 Tahap penentuan sampel ................................................... 61
4.7.1 Tahap pelaksanaan ............................................................ 62
4.7.1 Tahap Akhir ...................................................................... 62
4.8 Alur Penelitian ............................................................................ 64
4.9 Tekhnik Analisis Data................................................................. 64
BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................ 65
5.1 Deskripsi Karakteristik Subjek.................................................... 65
5.2 Distribusi Subjek berdasarkan Jenis Kelamin ............................. 67
5.3 Analisi data deskriptif peningkatan Nilai KVP dan FEV1 .......... 67
5.4. Uji Normalitas Data ................................................................... 68
5.5 Uji Homogenitas Data ................................................................. 69 Penderita Osteoarthritis Lutut
5.6 Pengujian Peningkatan nilai Kapasitas Vital Paru (KVP) Sebelum
dan Setelah perlakuan breathing exercise. .................................. 70
5.7 Pengujian Peningkatan Nilai Volume Ekspirasi Paksa dalam 1 Detik
(FEV1) Sebelum dan Setelah pemberian breathing exercise. .... 71
BAB VI PEMBAHASAN................................................................................ 72
6.1 Karakteristik Subjek .................................................................... 72
6.2 Distribusi dan Varian Subjek Penelitian ..................................... 75
xiv
6.3 Pengujian peningkatan kapasitas vital (KV) dan volume ekspirasi
paksa detik pertama (VEP1) Sebelum dan Setelah perlakuan
Breathing exercise ...................................................................... 76
6.4 Uji Beda selisih peningkatan kapasitas vital (KV) dan volume
ekspirasi paksa detik pertama (VEP1)......................................... 77
6.5 Kelemahan Penelitian.................................................................. 81
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 82
7.1 Simpulan...................................................................................... 82
7.2 Saran............................................................................................ 82
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 84
LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Jenis Debu dan Contoh .................................................................... 32
Tabel 5.1 Karakteristik Subjek ......................................................................... 65
Tabel 5.2 Distribusi Subjek berdasarkan Jenis Kelamin. ................................ 67
Tabel 5.3 Uji Normalitas. ................................................................................ 67
Tabel 5.4 Uji Homogenitas. ............................................................................ 68
Tabel 5.5 Uji Peningkatan nilai KV sebelum dan sesudah perlakuan ............ 69
Tabel 5.6 Uji Peningkatan nilai VEP1 sebelum dan sesudah perlakuan. ........ 70
Tabel 5.7 Uji Selisih Rerata Nilai KV dan VEP1. ........................................... 71
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Anatomi Sistem Respirasi pada Manusia ............................ 13
Gambar 2.2 Mesin Sortasi Teh ................................................................ 40
Gambar 2.3 Proses Tenaga Kerja Terpapar Debu di Bagian Sortasi Teh 40
Gambar 2.4 Teknik Deep Breathing.......................................................... 44
Gambar 2.5 Teknik Pursed Lip Breathing................................................. 46
Gambar 3.1 Kerangka Berfikir................................................................... 53
Gambar 3.2 Kerangka Konsep................................................................... 54
Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian ............................................... 55
Gambar 4.2 Bagan Alur Penelitian .......................................................... 63
xvii
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN, DAN ISTILAH
P : Populasi
S : Sampel
RA : Random Alokasi
NP : Nilai Pengukuran
BE : Breathing Exercise
KV : Kapasitas Vital
KVP : Kapasitas Volume Paru
VEP1 : Volume Ekspirasi Paksa detik pertama
SB : Simpangan Baku
th : Tahun
n : Jumlah Sampel
s/d : Sampai Dengan
% : Persen
< : Kurang Dari
> : Lebih Besar Dari
= : Sama Dengan
± : Kurang Lebih
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian .................................................................. 90
Lampiran 2. Surat Pelaksanaan Penelitian .................................................... 91
Lampiran 3. Formulir Persetujuan ............................................................... 92
Lampiran 4. Kuisioner ................................................................................. 93
Lampiran 5. Hasil Statistik ........................................................................... 94
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dewasa ini sektor industri di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun.
Penigkatan ini sejalan dengan peningkatan taraf ekonomi negara. Majunya
industri maka terbuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Daerah sekitar
perindustrian juga berkembang dalam bidang sarana transportasi,
komunikasi, perdagangan dan bidang lain.
Perwujudan dari komitmen politik dan pilihan pembangunan yang
tepat oleh pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi segenap rakyat
Indonesia adalah Pembangunan dalam bidang industri. Dengan diwujudkan
kesejahteraan tersebut, pembangunan industri yang dipilih harus
berwawasan lingkungan, dengan tujuan sedikit mungkin memberikan
dampak negatif terhadap lingkungan sebagai akibat penggunaan sumber
daya alam (Wardana, 2001).
Kemajuan dalam bidang industri di Indonesia memberikan berbagai
dampak positif yaitu terbukanya lapangan kerja, semakin baiknya sarana
transportasi dan komunikasi serta meningkatnya taraf sosial ekonomi
masyarakat. Suatu kenyataan dapat disimpulkan bahwa perkembangan
kegiatan industri secara umum juga merupakan sektor yang potensial
sebagai sumber pencemaran yang akan merugikan bagi kesehatan dan
lingkungan (Khumaidah, 2009).
2
Tenaga Kerja harus memahami dan membudayakan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) dalam aktivitasnya, sehingga tenaga kerja dapat
bekerja dengan aman, selamat, sehat dan bergairah serta mampu menilai
besarnya bahaya, resiko dan akibatnya selama melakukan tugasnya di
lingkungan kerja masing - masing. Sebaliknya dari pihak industri akan
terhindar dari semua faktor kerugian terpeliharanya proses produksi bahkan
dapat terhindar dari hilangnya investasi di perusahaan (Suma’mur, 1995
dalam Roslan, 2000).
Penyakit pneumokoniosis adalah salah satu Penyakit Akibat Kerja
(PAK) yang diakibatkan dari adanya pencemaran lingkungan kerja oleh
debu. Penyakit pneumokoniosis yaitu bentuk gangguan pernafasan terhadap
pengendapan/penimbunan debu pada saluran pernafasan dan paru-paru.
Khusus untuk industri tekstil, ditinjau dari aspek K3 memiliki segi-segi
khusus yang tidak ditemukan pada industri lain, misalnya tentang
kekhususan penyakit Bysinosis (Suma’mur, 1995 dalam Roslan, 2000).
Perhatian atas dampak pajanan bahan-bahan berbahaya di tempat kerja
dan lingkungan terhadap kesehatan sejak beberapa dekade terakhir tampak
semakin meningkat karena peranannya terhadap gangguan saluran
pernafasan. Penyebab atau memperburuknya penyakit seperti asma, kanker,
dermatitis dan tuberculosis salah satunya adalah pajanan bahan yang
berbahaya di tempat kerja. Diperkirakan jumlah kasus baru penyakit akibat
kerja di Amerika Serikat 125.000 sampai 350.000 kasus pertahun dan terjadi
5,3 juta kecelakaan kerja pertahun. Sedangkan penyakit saluran pernafasan
3
merupakan penyakit yang sering dijumpai di negara berkembang,
prevalensinya bervariasi antara 2 – 20 % (Wahyuningsih, 2003).
Penyebab insiden penyakit karena debu mineral telah menurun pada
masa sekarang di negara pasca industri dan asma telah berkembang menjadi
penyakit akibat kerja yang utama. Setiap tahun berbagai bahan baru telah
diperkenalkan di tempat kerja dan banyak diantaranya menimbulkan
penyakit paru (Aditama, 2002).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat pada
tahun 80-an (NIOSH, 1991) diprediksikan bahwa sekitar 1,7 juta pekerja
Amerika Serikat terpajan oleh kristal silika (silika bebas) di luar industri
pertambangan dan diperkirakan kurang lebih 700.000 pekerja terpajan oleh
asbestosis. Dan pada tahun 1987, Badan Internasional khusus penelitian
kanker mengklasifikasikan bahwa golongan yang kemungkinan dapat
menyebabkan kanker paru pada manusia adalah partikel silika (silika bebas).
Hasil penelitian akhir-akhir ini tahun 1996 telah mengklasifikasikan ulang
bahwa partikel silika (silika bebas) merupakan salah satu faktor penyebab
kanker paru pada manusia dan sekarang pneumoconiosis merupakan
pembunuh secara perlahan (tersembunyi) pada negara-negara di seluruh
dunia terutama pada negara miskin dan berkembang (Astrawinata, 1997).
Kontak yang terus menerus dan menahan dan serta dalam konsentrasi
yang cukup tinggi dengan debu-debu terhadap tenaga kerja industri, maka
lama kelamaan pada jaringan parunya akan mengalami suatu proses
degenaratif (Mulyono, 1997). Kelainan yang terjadi pada paru ataupun
4
saluran pernafasan akibat dari debu menurut Mulyono (1997), dapat berupa
hal-hal sebagai berikut:
1. Berkurangnya kualitas maupun kuantitas serabut elastis paru.
2. Terjadinya restriksi pada saluran pernafasan.
3. Timbulnya obstruksi pada saluran pernafasan.
Roslan (2000), menyatakan bahwa pekerjaan selalu berhubungan
dengan zat pencemar debu, lambat laun akan menderita aneka gangguan di
dalam tubuh pekerja pabrik yang dikenal dengan nama pneumokoniosis dan
yang terganggu diantaranya faal paru-parunya.
Efek yang di timbulkan di lingkungan kerja seperti terpapar debu yaitu
gangguan fungsi pernapasan. Beberapa faktor dari karakteristik pekerja itu
sendiri juga dapat mempengaruhi keadaan paru seperti umur, kebiasaan
merokok, riwayat penyakit, kebiasaan penggunaan alat pelindung diri, status
gizi, kebiasaan olahraga dan masa kerja (Mengkidi, 2006).
PT. Candi Loka adalah sebuah perusahaan yang mengelola teh,
terdapat perkebunan teh yang sangat luas dan memilik pabrik teh yang
cukup besar. PT Candi Loka ini terletak di dusun Jamus desa Girikerto
kecamatan Sine kabupaten Ngawi, hasil produksi tehnya pun tidak sedikit.
Teh adalah sebuah tanaman yang dipetik daunnya lalu diolah sehingga bisa
digunakan sebagai bahan dasar minuman. Perusahaan ini memiliki banyak
karyawan, semua sesuai dengan bidang keahlian masing-masing (Wahyu,
2014)
Berdasarkan survei yang peneliti lakukan pada saat pertama
5
mendatangi pabrik teh PT. Candi Loka Jamus Ngawi, khususnya di bagian
sortasi, peneliti melihat adanya debu teh yang cukup tinggi karena di bagian
sortasi ini adalah bagian pengayaan dimana terdapat mesin pengayaan yang
memilah teh yang telah kering baik itu dari daun yang pucuk, tangkai dan
dust (teh yang telah hancur). Setelah teh di ayak lalu teh di kemasi dalam
kantong, yang tentunya menimbulkan debu teh yang terbang di udara.
Dilihat dari aspek kesehatan, debu yang tinggi di bagian sortasi tersebut
dapat mempengaruhi saluran pernafasan tenaga kerja yang kemudian
mempengaruhi fungsi paru dari tenaga kerja tersebut.
Peneliti melakukan wawancara kepada sebagian tenaga kerja yang
bekerja di unit sortasi, selama mereka bekerja di bagian sortasi memang
fungsi pernafasan mengalami gangguan berupa sesak nafas, hal ini
disebabkan oleh salah satu faktor yaitu akibat debu teh yang masuk melalui
saluran pernafasan dan kemudian mempengaruhi fungsi paru tenaga kerja
ini. Selain faktor debu tersebut, faktor pemakaian APD berupa masker
ternyata kurang dipatuhi oleh tenaga kerja yang mengalami gangguan
pernafasan.
Peneliti ingin melakukan eksperimen pada tenaga sortasi dengan
melakukan latihan pernafasan (Breathing Exercise), dengan melakukan
Breathing Exercise apakah keluhan yang di rasakan tenaga kerja seperti
sesak nafas akan berkurang atau biasa saja.
Bagian sortasi merupakan bagian yang bekerjanya mengayak dan
mensortasi teh-teh sesuai dengan bagian-bagian teh dan dikemasi. Ketika
6
pengayaan dan pengemasan teh, debu berjenis kayu (kayu teh) berhamburan
di udara sehingga tenaga sortasi memerlukan masker, dimana masker yang
digunakan hanyalah sehelai kain/sleyer untuk melindungi dari debu
(Wahyu, 2014)
Waktu kerja bagian sortasi dari jam 07.00 – 14.00 Wib. Rata-rata
tenaga kerja yang bekerja di bagian sortasi dan bagian pengolahan ini
sebagian sudah ada yang bekerja hingga 8 tahun, hal tersebut merupakan
faktor terjadinya gangguan fungsi paru karena lamanya paparan debu pada
tenaga kerja di bagian sortasi tersebut (Wahyu, 2014).
Upaya peningkatan kapasitas vital paru dapat dilakukan melalui
latihan pernapasan (breathing exercise) dan diharapkan dapat memperbaiki
fungsi ventilasi paru (Ignatavicius & Workman, 2006).
Penelitian El-Batanoun (2009), menyebutkan bahwa latihan
pernapasan setelah enam minggu dapat meningkatkan kekuatan otot
pernapasan sehingga fungsi ventilasi paru membaik. Perbaikan ventilasi
dapat dicapai setelah latihan diafragmatik, nafas dalam, spirometrik insentif,
gaya berjalan dan latihan ekstremitas. Adanya peningkatan tahanan jalan
udara dan penurunan udara residu mengakibatkan kekuatan otot inspirasi
yang dibutuhkan menjadi minimal.
Memperbaiki fungsi kerja paru dan bermanfaat untuk mengatur
pernapasan saat terjadi keluhan sesak nafas merupakan fungsi dari Deep
breathing exercise. Pada saat inspirasi dalam, dinding perut relaks (pasif)
7
dan udara masuk ke paru-paru melalui hidung. Latihan ini sebaiknya diikuti
tehnik relaksasi (Nury, 2008).
Hasil Workshop Rehabilitasi Penyakit Paru di RS Moewardi Surakarta
2005 dan beberapa literatur bahwa pursed lips breathing yang dilakukan
secara teratur dapat memperbaiki ventilasi sehingga dapat memperbaiki
aliran udara dan volume paru akibat penyumbatan pada paru.
Berdasaran dari latar belakang tersebut diatas, maka peneliti
mengambil judul “Breathing Exercise Meningkatkan Kapasitas Vital (KV)
dan Volume Ekspirasi Paksa 1 detik pertama (VEP1) pada Tenaga Sortasi
yang Mengalami Gangguan Paru di Pabrik Teh PT. Candi Loka Jamus
Ngawi”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah diatas maka
rumusan masalah yang disampaikan yaitu :
1. Apakah breathing exercise meningkatkan kapasitas vital (KV) pada
tenaga sortasi yang mengalami gangguan paru di pabrik teh PT. Candi
Loka Perkebunan Teh Jamus Ngawi?
2. Apakah breathing exercise meningkatkan volume ekspirasi paksa detik
pertama (VEP1) pada tenaga sortasi yang mengalami gangguan paru di
pabrik teh PT. Candi Loka Jamus Ngawi?
3. Apakah breathing exercise sama baik dalam meningkatkan kapasitas
vital (KV) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) pada
8
tenaga sortasi yang mengalami gangguan paru di pabrik teh PT. Candi
Loka Jamus Ngawi?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui breathing exercise lebih
meningkatkan kapasitas vital (KVP) atau volume ekspirasi paksa detik
pertama (VEP1) pada tenaga sortasi yang mengalami gangguan paru di PT.
Candi Loka Perkebunan Teh Jamus Ngawi.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Akademik
Manfaat akademik penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi ilmiah, terutama dalam melengkapi
informasi-informasi yang sudah ada dari literatur maupun hasil-
hasil penelitian.
2. Memberikan bukti empiris dan teori tentang sama baik peningkatan
kapasitas vital (KV) dan volume ekspirasi paksa detik pertama
(VEP1) dengan penggunaan breathing exercise terhadap tenaga
kerja sortasi di pabrik teh Jamus
1.4.2. Manfaat Praktisi
Manfaat praktis penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini dapat mengungkapkan seberapa pengaruh
breathing exercise lebih meningkatkan kapasitas vital (KV)
9
daripada volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) pada tenaga
kerja sortasi.
2. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan untuk upaya
meningkatkan pelayanan pada kasus kardiorespirasi yang lain.
10
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1Sistem Pernapasan
2.1.1 Pengertian Pernafasan
Peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung O2 (oksigen)
ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2
(karbondioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar tubuh merupakan
pengertian dari Pernapasan (respirasi). Penghisapan ini disebut inspirasi dan
menghembuskan disebut ekspirasi (Syaifuddin, 1997).
Sistem pernapasan terdiri dari paru-paru dan sistem saluran yang
menghubungkan jaringan paru dengan lingkungan luar paru yang berfungsi
untuk menyediakan oksigen untuk darah dan membuang karbondioksida.
Menurut Alsagaff(2002)sistem pernapasan secara umum terbagi atas :
1. Bagian Konduksi
Bagian konduksi terdiri dari rongga hidung, nasofaring, laring, trakea,
bronkus, dan bronkiolus. Bagian ini berfungsi untuk menyediakan
saluran udara untuk mengalir ke dan dari paru-paru untuk membersihkan,
membasahi dan menghangatkan udara yang diinspirasi.
2. Bagian Respirasi
Bagian ini terdiri dari alveoli dan struktur yang berhubungan. Pertukaran
gas antara udara dan darah terjadi dalam alveoli. Selain struktur diatas
terdapat pula struktur yang lain, seperti bulu-bulu pada pintu masuk yang
penting untuk menyaring partikel-partikelyang masuk. Sistem pernafasan
11
memiliki sistem pertahanan sendiri di dalam melawan setiap bahan yang
masuk yang dapat merusak.
Terdapat tiga kelompok mekanisme pertahanan menurut Tabrani
(1996),yaitu :
a. Arsitektur saluran nafas; bentuk, struktur, dan caliber saluran nafas yang
berbeda-beda merupakan saringan mekanik terhadap udara yang dihirup,
mulai dari hidung, nasofaring, laring, serta percabangan trakeobronkial.
Iritasi mekanik atau kimiawi merangsang reseptor disaluran nafas,
sehingga terjadi bronkokonstriksi serta bersin atau batuk yang mampu
mengurangi penetrasi debu dan gas toksik di dalam saluran nafas.
b. Lapisan cairan serta silia yang melapisi saluran nafas, yang mampu
menangkap partikel debu dan mengeluarkannya.
c. Mekanisme pertahanan spesifik, yaitu sistem imunitas di dalam paru
yang berperan terhadap partikel-partikel biokimiawi yang tertumpuk di
saluran nafas.
2.1.2 AnatomiSaluran Pernapasan
Anatomi saluran pernafasan menurut Sloane (2003),terdiri dari :
1. Hidung
Hidung berbentuk piramid yang tersusun dari tulang, kartilago hialin
dan jaringan fibroaerolar. Hidung dibagi menjadi dua ruang oleh septum
nasal. Struktur hidung pada bagian eksternal terdapat folikel rambut,
kelenjar keringat, kelenjar sebasea yang merentang sampai vestibula yang
terletak di dalam nostril. Kulit bagian ini mengandung vibrissae yang
berfungsi menyaring partikel dari udara terhisap. Sedangkan pada rongga
12
nasal yang lebih dalam terdiri dari epitel bersilia dan sel goblet. Udara yang
masuk dalam hidung akan mengalami proses penyaringan partikel dan
pengahangatan dan pelembaban udara terlebih dahulu sebelum memasuki
saluran nafas yang lebih dalam.
2. Faring
Faring adalah tabung muskular berukuran 12,5cm. Terdiri dari
nasofaring, orofaring dan laringofaring. Pada nasofaring terdapat tuba
eustachius yang menghubungkan dengan telinga tengah. Faring merupakan
saluran bersama untuk udara dan makanan.
3. Laring
Laring adalah tabung pendek yang bentuknya seperti kotak triangular
dan ditopang oleh sembilan kartilago, tiga berpasangan dan tiga lainnya
tidak berpasangan. Tiga kartilago yang tidak berpasangan adalah kartilago
tiroid yang terlrtak dibagian proksimal kelenjar tiroid, kartilago krikoid
yang merupakan cincin anterior yang lebih dalam dan lebih tebal, epiglotis
yang merupakan katup kartilago yang melekat pada tepi anterior kartilago
tiroid.Pada saat menelan Epiglotis menutup untuk mencegah masuknya
makanan dan cairan ke saluran pernapasan bawah. Epiglotis juga merupakan
batas antara saluran napas atas dan bawah.
4. Trakea
Trakea adalah tuba dengan panjang 10-12 cm yangterletak di
anterioresofagus. Trakea tersusun dari 16 – 20cincin kartilago berbentuk C
yang diikat bersama jaringanfibrosa yang melengkapi lingkaran di belakang.
Trakea berjalan dari bagian bawah tulang rawankrikoid laring dan berakhir
13
setinggi vertebra thorakal 4 atau 5.Percabangan trakea yaitu bronkus
principallisdextra dan sinistra di tempat yang disebut carina. Carinaterdiri
dari 6 – 10 cincin tulang rawan.
5. Bronkus
Bronkus merupakan struktur dalam mediastinum, yang merupakan
percabangan dari trakea. Bronkus sebelah kanan lebih pendek, lebar dan
lebih dekat dengan trakea. Setiap bronkus primer bercabang membentuk
bronkus sekunder dan tersier dengan diameter yang semakin mengecil dan
menyempit, batang atau lempeng kartilago mengganti cincin kartilago.
Bronkus kanan kemudian akan bercabang menjadi lobus superior, lobus
medius dan lobus inferior. Bronkus kiri terdiri dari lobus superior dan
inferior.
6. Bronkhiolus
Bronkiolus berkisar diameter dari beberapa milimeter sampai kurang
dari setengah milimeter. Ujung dari setiap bronkioli, disebut terminal
bronkioli, berakhir pada sekelompok alveoli. Yang memastikan bahwa
udara yang masuk dipasok ke setiap alveolus (kantung udara, tunggal untuk
alveoli) merupakan fungsi dari bronkiolus
7. Alveolus
Alveolus adalah kantung udara yang ukurannya sangat kecildan
merupakan akhir dari bronkiolus respiratorius sehinggamemungkinkan
pertukaran oksigen dan karbondioksida.Alveolus terdiri dari membran
alveolar dan ruang intesrstisial.
14
8. Paru
Paru adalah organ berbentuk piramid seperti spons dan berisi udara
yang terletak di rongga toraks. Paru merupakan jalinan atau susunan
bronkus, bonkiolus, bronkiolus respiratori, alveoli, respirasi paru, saraf dan
sistem limfatik. Alat pernapasan utama yang merupakan organ berbentuk
kerucut dengan apex di atas dan sedikit lebih tinggi dari klavikula di dalam
dasar leher disebut dengan paru.
Gambar 2.1 Anatomi Sistem Respirasi pada Manusia
Sumber : Campbell (1999)
Paru dibagi menjadi beberapa lobus oleh fisura. Paru kanan terbagi
menjadi 3 lobus oleh 2 fisura, sedangkan paru kiri terbagi menjadi 2 lobus
oleh 1 fisura (Sloane, 2003).Paru dilapisi oleh pleura. Pleura terdiri dari
pleuraviseral yang melekat pada paru dan tidak dapat dipisahkan dan pleura
parietal yang melapisi strenum, diafragma dan mediastinum. Diantara
kedua pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan pleura sehingga
15
memungkinkan paru untuk berkembang dan berkontraksi tanpa gesekan
(Sloane, 2003).
2.1.3 Fisiologi Pernapasan
Pernapasan terdiri dari organ pertukaran gas yaitu paru dengan pompa
ventilasi yang terdiri atas dinding dada, otot diafragma, isi dan dinding
abdomen serta pusat pernapasan di otak. Otot pernapasan primer adalah
diafragma yang berbentuk kubah, berada pada dasar torak yangmemisahkan
thorak dengan abdomen sedangkan otot pernapasan tambahan terdiri dari
ototintercosta eksterna dan interna, otot sternocleidomastoidius danelevator
scapula.Otot pernapasan dipersyarafi oleh nervus phrenikus yang berfungsi
mengendalikan otot diafragma dan otot dinding abdomen yang terdiri dari
rectus abdominis, obligus internus dan eksternus serta trasversus
abdominis(Guyton dan Hall, 2006).
Kerja inspirasi dibagi menjadi 3 yaitu : kerja compliane/elastisitas,
kerja resistensi jaringan dan kerja resitensi jalan nafas. Mekanisme
pernapasan terdiri dari inspirasi dan ekspirasi melalui peranan compliance
paru dan resistensi jalan nafas. Selama inspirasi normal, hampir semua otot-
otot pernapasan berkontraksi, sedangkan selama ekspirasi hampir
seluruhnya pasif akibat elastisitas paru dan struktur rangka dada. Sebagian
besar kerja pada saat bernafasdilakukan oleh otot-otot pernapasanyang
berfungsi untuk mengembangkan paru (Guyton & Hall, 2006).
Otot diafragma berkontraksi dan mendatar pada saat inspirasi dan
menyebabkan longitudinal paru bertambah. Otot diafragma mengalami
relaksasi dan naik kembali ke posisi istirahat pada saat ekspirasi. Dalam
16
keadaan normal otot tambahan tidak aktif, mulai berperan pada saat
aktivitas atau resistensi jalan nafas dan rongga thorak meningkat.
Mekanisme complianceparu dengan mengangkat rangka dan elevasi iga,
sehingga tulang iga dan sternum secara langsung maju menjauhi spinal,
membentuk jarak anteroposterior dada ± 20% lebih besar selama inspirasi
maksimal daripada saat ekspirasi. Complianceparu tergantung pada ukuran
paru untuk melakukan perubahan volume intrathorak. Usia dan
ukurantubuh berpengaruh terhadap kemampuan compliance paru (Guyton &
Hall, 2006).
2.1.3.1 Tahapan proses pernapasan menurutPrice & Wilson (2006)
meliputi:
a. Ventilasi
Proses keluar masuk udara dari dan ke paru yang membutuhkan
koordinasi otot paru dan thorak yang elastis dengan persyarafan yang utuh
disebut ventilasi. Adequasi ventilasi paru ditentukan oleh volume paru,
resistensi jalan nafas, sifat elasitik atau complianceparu dan kondisi dinding
dada. Perbedaan tekanan udara antara intrapleuradengan tekanan atmosfer,
pada inspirasi tekanan intrapleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer
sehingga udara masuk ke alveoli. Fungsi ventilasi paru tergantung pada: 1)
bersihan jalan nafas, adanya sumbatan/obstruksi jalan napas; 2)sistem saraf
pusat dan pusat pernapasan; 3) kemampuan pengembangan dan
pengempisan (compliance) paru; 4) kemampuan otot-otot pernapasan
seperti; otot diafragma, otot interkosta eksterna dan interna, otot abdomen.
17
b. Perfusi
Proses pergerakan darah melewati sistem sirkulasi paru untuk
dioksigenasi, selanjutnya mengalir dalam arteri pulmonalisdan akan
memperfusi paru serta berperan dalam proses pertukaran gas O2 dan CO2 di
kapiler paru dan alveoli disebut dengan perfusi paru.
c. Difusi
Difusi adalah pergerakan gas O2 dan CO2 dari area dengan
bertekanan tinggi ke tekanan rendah antara alveolus dengan membran
kapiler.
Dapat disimpulkan bahwa mekanisme dasar pernapasan meliputi: 1)
ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara alveoli dan
atmosfir; 2) difusi dari oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan darah;
3) transpor oksigen dan karbondioksida dalam darah dan cairan tubuh ke
dan dari sel; 4) pengaturan ventilasi (Guyton & Hall, 2006).
2.1.3.2Mekanisme Pernafasan menurut Sudadi (1990) yaitu :
Pada pernapasan terjadi dua proses, yaitu proses inspirasi dan
ekspirasi. Proses inspirasi berlangsung, otot antar tulang rusuk
berkontraksi sehingga tulang rusuk terangkat ke atas, dan otot diafragma
berkontraksi sehingga diafragma menjadi datar, akibatnya rongga dada
menjadi besar. Rongga dada yang besar menyebabkan tekanan udara di
dalam rongga dada berkurang atau lebih kecil dari pada tekanan udara di
luar. Pada proses ekspirasi otot antar tulang rusuk dan otot diafragma
mengendor, sehingga rongga dada mengecil. Rongga dada yang
18
mengecil menyebabkan tekanan udara di dalam rongga dada naik atau
lebih besar daripada tekanan udara di luar.
2.2Volume dan Kapasitas Fungsi Paru
Volume paru dan kapasitas fungsi paru merupakan gambaran fungsi
ventilasi sistem pernapasan. Dengan mengetahui besarnya volume dan
kapasitas fungsi paru dapat diketahui besarnya kapasitas ventilasi maupun
ada atau tidaknya kelainan fungsi ventilasi paru.
2.2.1 Volume Paru
Selama berlangsungnya proses pernapasan terdapat volume dari paru
yang berubah-ubah. Terdapat beberapa parameter yang menggambarkan
volume paru menurut Hall dan Guyton(1997), yaitu:
a. Volume tidal (VT)
Volume tidal adalah volume udara yang masuk atau keluar paru selama
satu kali bernapas. Nilai rata-rata volume tidal pada saat istirahat adalah
500 ml.
b. Volume cadangan inspirasi (VCI)
Volume cadangan inspirasi adalah volume tambahan yang dapat secara
maksimal dihirup melebihi volume tidal saat istirahat. Volume cadangan
inspirasi dihasilkan oleh kontraksi maksimum diafragma, musculus
intercostae externus dan otot inspirasi tambahan. Nilai rata-ratanya
adalah 3.000 ml.
c. Volume cadangan ekspirasi (VCE)
Volume cadangan ekspirasi adalah volume tambahan udara yang dapat
secara aktif dikeluarkan oleh kontraksi maksimum melebihi udara yang
19
dikeluarkan secara pasif pada akhir volume tidal biasa. Nilai rata-rata
volume cadangan ekspirasi adalah 1.000 ml.
d. Volume residual (VR)
Volume residual adalah volume minimum udara yang tersisa di paru
bahkan setelah ekspirasi maksimum. Nilai rata-rata volume residual
adalah 1.200 ml.
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1)
Volume ekspirasi paksa detik pertama adalah volume udara yang dapat
diekspirasikan selama satu detik pertama ekspirasi pada penentuan
kapasitas vital. Nilai volume ekspirasi paksa dalam satu detik biasanya
adalah sekitar 80% yang berarti dalam keadaan normal 80% udara yang
dapat dikeluarkan dalam satu detik pertama.
2.2.2 Kapasitas Fungsi Paru
Kapasitas fungsi paru merupakan penjumlahan dari dua volume paru
atau lebih. Yang termasuk pemeriksaan kapasitas fungsi paru menurut Hall
dan Guyton(1997) adalah:
a. Kapasitas inspirasi (KI)
Kapasitas inspirasi adalah volume maksimum udara yang dapat dihirup
pada akhir ekspirasi normal tenang (KI=VCI+TV). Nilai rata-rata
kapasitas inspirasi adalah 3.500 ml.
b. Kapasitas residual fungsional (KRF)
Kapasitas residual fungsional adalah volume udara di paru pada akhir
ekspirasi pasif normal (KFR=VCE+VR). Nilai rata-rata kapasitas
residual fungsional adalah 2.200 ml.
20
c. Kapasitas Vital (KV)
Kapasitas vital adalah volume maksimum udara yang dapat dikeluarkan
selama satu kali bernapas setelah inspirasi maksimum. Subyek mula-
mula melakukan inspirasi maksimum kemudian melakukan ekspirasi
maksimum (KV=VCI+VT+VCE). Nilai rata-rata kapasitas vital adalah
4.500 ml.
d. Kapasitas paru total (KPT)
Kapasitas paru total adalah volume udara maksimal yang dapat
ditampung oleh seluruh paru (KPT=KV+VR). Nilai rata-rata kapasitas
paru total adalah 5.700 ml.
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi kapasitas vital adalah posisi
orang tersebut selama pengukuran kapasitas vital, kekuatan otot pernafasan,
distensibilitas paru-paru dan sangkar dada yang disebut “Compliance paru-
paru” (Guyton, 1991).
2.2.3Pengukuran Fisiologis Paru
Pengukuran fisiologis paru sangat dianjurkan bagi pekerja,
pengukuran dilakukan dengan menggunakan spirometer. Spirometer dipilih
dengan alasan mudah digunakan, biaya murah, ringan, praktis, dapat dibawa
kemana-mana, tidak memerlukan tempat khusus, cukup sensitif, akurasi
tinggi, dan tidak invasif (Yunus,1997).
Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur
sebagian terbesar volume dan kapasitas paru- paru. Spirometri merekam
secara grafis atau digital volume ekspirasi paksa dan kapasitas vital paksa.
Volume Ekspirasi Paksa dalam atau Forced Expiratory Volumeadalah
21
volume dari udara yang dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi
maksimum dengan usaha paksa minimum, diukur pada jangka waktu
tertentu.Biasanya diukur dalam 1 detik (FEV1) . Kapasitas Vital paksa atau
Forced Vital Capacity (FVC) adalah volume total dari udara yang
dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum yang diikuti oleh
ekspirasi paksa minimum. Pemeriksaan dengan spirometer ini penting untuk
pengkajian fungsi ventilasi paru secara lebih mendalam. Jenis gangguan
fungsi paru dapat digolongkan menjadi dua yaitu gangguan fungsi paru
obstruktif (hambatan aliran udara) dan restriktif (hambatan pengembangan
paru). Seseorang dianggap mempunyai gangguan fungsi paru obstruktif bila
nilai FEV1 kurang dari 75% dan menderita gangguan fungsi paru restriktif
bila nilai kapasitas vital kurang dari 80% dibanding dengan nilai standar.
(Alsagaff, 2005).
Dengan pemeriksaan spirometri dapat diketahui hampir semua volume
dan kapasitas paru. Dengan demikian dapat dinilai gangguan fungsional
ventilasi paru yang dapat digolongkan menjadi (Yunus, 1997) :
a. Gangguan obstruktif, yaitu gangguan berupa hambatan pada aliran udara
yang ditandai dengan penurunan FEV1 dan KV.
b. Gangguan restriktif, yaitu gangguan berupa kegagalan pengembangan
paru yang ditandai dengan penurunan KV, VRdan KPT.
2.2.3.1 Nilai Normal Fisiologi Paru
Untuk menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan
perlu dilakukan pembandingan dengan nilai standarnya. Berdasarkan hasil
pemeriksaan, fungsi paru digolongkan menjadi (Yunus, 1997) :
22
a. Normal, bila hasil KV >80% dan FEV1>75%
b. Gangguan restriksi, bila KV <80% dan FEV1 ≥75% atau <75%
c. Gangguan obstruksi, bila KV >80% dan FEV1<75%
2.2.3.2 Gangguan Fungsi Paru
1. Pengertian
Gangguan fungsi paru adalah penyakit yang dialami oleh
paru-paru yang disebabkan oleh berbagai sebab, misalnya virus, bakteri,
debu maupun partikel lainnya. Penyakit pernafasan yang
diklasifikasikan karena uji spirometri ada dua macam yaitu penyakit yang
menyebabkan gangguan ventilasi obstruksi dan yang menyebabkan
gangguan ventilasi restriktif (Hall dan Guyton, 1997).
2. Macam Gangguan Fungsi
Menurut Yunus (1997), gangguang fungsi paru ada 3, yaitu :
A. Gangguan paru obstuktif
Penurunan kapasitas paru yang diakibatkan oleh penimbunan
debu sehingga menyebabkan penurunan dan penyumbatan saluran
pernafasan.Tidak dapat menghembuskan udara (Unable to get air out).
FEV1/FVC <75% Semakin parah obstruksinya :
- FEV1 : 60-75% = mild
- FEV1 : 40-59% = moderate
- FEV1 : <40 = severe
Jalan napas yang menyempit akan mengurangi volume udara
yang dapat dihembuskan pada satu detik pertama ekspirasi.
23
B.Gangguan paru restriktif
Penyempitan saluran paru yang diakibatkan oleh bahan
yang bersifat alergi seperti debu, spora, jamur yang mengganggu
saluran pernafasan dan kerusakan jaringan paru-paru.Tidak dapat
menarik napas (unable to get air in).
- FVC rendah; FEV1/FVC normal atau meningkat
- TLC berkurang → sebagai Gold Standart
FEV1 dan FVC menurun, karena jalan napas tetap terbuka, ekspirasi
bisa cepat dan selesai dalam waktu 2-3 detik. Rasio FEV1/FVC tetap
normal atau malah meningkat, tetapi volume udara yang terhirup dan
terhembus lebih kecil dibandingkan normal.
C.Gangguan paru mixed
Kombinasi dari penyakit paru restriktif dan obstuktif.
2.2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Penurunan Kapasitas Fungsi Paru
pada Pekerja
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penurunan kapasitas fungsi
paru tenaga kerja dibedakan menjadi 2, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal.
2.2.4.1 Faktor internal, terdiri dari:
1) Umur
Usia berhubungan dengan proses penuaan atau bertambahnya umur.
Semakin tua usia seseorang maka semakin besar kemungkinan terjadi
24
kapasitas fungsi paru menurut Suyono (2001). Kebutuhan zat tenaga terus
meningkat sampai akhirnya menurun setelah usia 40 tahun berkurangnya
kebutuhan tenaga tersebut dikarenakan telahmenurunnya kekuatan fisik.
Dalam keadaan normal, usia juga mempengaruhi frekuensi pernapasan dan
kapasitas paru. Frekuensi pernapasan pada orang dewasa antara 16-18 kali
permenit, pada anakanak sekitar 24 kali permenit sedangkan pada bayi
sekitar 30 kali permenit. Walaupun pada orang dewasa pernapasan frekuensi
pernapasan lebih kecil dibandingkan dengan anak-anak dan bayi, akan tetapi
Kapasitas Vital (KV) pada orang dewasa lebih besar dibanding anak-anak
dan bayi. Dalam kondisi tertentu hal tersebut akan berubah misalnya akibat
dari suatu penyakit, pernapasan bisa bertambah cepat dan sebaliknya
(Syaifuddin, 1997).
2) Jenis kelamin
Menurut Guyton dan Hall (2006), volume dan kapasitas seluruh paru
pada wanita kira-kira 20 sampai 25 persen lebih kecil daripada pria, dan
lebih besar lagi pada atletis dan orang yang bertubuh besar daripada orang
yang bertubuh kecil dan astenis. Menurut Tambayong (2001), disebutkan
bahwa kapasitas paru pada pria lebih besar yaitu 4,8 L dibandingkan pada
wanita yaitu 3,1 L.
3) Riwayat penyakit
Kondisi kesehatan dapat mempengaruhi kapasitas fungsi paru
seseorang. Kekuatan otot-otot pernapasan dapat berkurang akibat sakit.
Terdapat riwayat pekerjaan yang menghadapi debu akan mengakibatkan
pneumunokiosis dan salah satu pencegahannya dapat dilakukan dengan
25
menghindari diri dari debu dengan cara memakai masker saat bekerja
(Suma’mur, 1996).
2.2.4.2 Faktor eksternal, terdiri dari:
1). Faktor Lingkungan kerja
a. Ventilasi
Pertukaran udara secara mekanik dilakukan dengan cara memasang
sistem pengeluaran udara (exchaust system) dan pemasukan udara
(supply system) dengan menggunakan fan. Exhaust system dipasang
untuk mengeluarkan udara beserta kontaminan yang ada sekitar ruang
kerja, biasanya ditempatkan disekitar ruang kerja atau dekat dengan
sumber dimana kontaminan dikeluarkan. Supply system dipasang untuk
memasukkan udara ke dalam ruangan, umumnya digunakan untuk
menurunkan tingkat konsentrasi kontaminandi dalam lingkungan kerja.
Sebagai ruang produksi, sistem ventilasi umumnya terbuka atau setengah
terbuka, dan banyak dilengkapi dengan exhauster yang berfungsi sebagai
penyedot udara sehingga pergantian udara menjadi lebih lancar
(Khumaidah, 2009).
b. Suhu
Persyaratan kesehatan untuk ruang kerja industri yang nyaman di
tempat kerja adalah suhu yang tidak dingin dan tidak menimbulkan
kepanasan bagi tenaga kerja yaitu berkisar antara 18 0C sampai 30 0C
dengan tinggi langit-langit dari lantai minimal 2,5 m. Bila suhu udara >
30 0C perlu menggunakan alat penata udara sepertiair conditioner, kipas
26
angin dan lain-lain. Bila suhu udara luar < 18 0C perlu menggunakan alat
pemanas ruangan (Depkes RI,2002).
c. Kelembaban
Kelembaban udara tergantung berapa banyak uap air (dalam %)
yang terkandung di udara. Saat udara dipenuhi uap air dapat dikatakan
bahwa udara berada dalam kondisi jenuh dalam arti kelembaban tinggi
dan segala sesuatu menjadi basah.
Kelembaban lingkungan kerja yang tidak memberikan pengaruh
kepada kesehatan pekerja berkisar antara 65 % - 95 %. Kelembaban
sangat erat kaitannya dengan suhu dan keduanya merupakan pemicu
pertumbuhan jamur dan bakteri. Pada umumnya kondisi optimal
perkembangbiakan mikroorganisme adalah pada kondisi kelembaban
tinggi. Kelembaban udara yang relatif rendah yaitu kurang dari 20%
dapat menyebabkan kekeringan selaput lendir membran. Sedangkan
kelembaban yang tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan
mikroorganisme dan pelepasan formaldehid dari material bangunan
(Suma’mur, 1994).
2). Kebiasaan merokok
Definisi kebiasaan merokok adalah seseorang yang pernah
merokok 100 atau lebih rokok selama hidupnya dan dilaporkan sekarang
masih terus atau kadangkadang merokok. Dalam beberapa penelitian
menyimpulkan bahwa rokok meningkatkan kekerapan kelainan paru,
27
dengan demikian rokok memperburuk efek debu terhadap paru (Putranto,
2007).
Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi
saluran pernapasan dan jaringan paru. Kebiasaan merokok akan
mempercepat penurunan faal paru. Penurunan volume ekspirasi paksa
pertahun adalah 28,7 mL untuk non perokok, 38,4mL untuk bekas
perokok dan 41,7 mL untuk perokok aktif. Pengaruh asap rokok dapat
lebih besar dari pada pengaruh debu hanya sekitar sepertiga dari
pengaruh buruk rokok (Depkes RI, 2003).
Inhalasi asap tembakau baik primer maupun sekunder dapat
menyebabkan penyakit saluran pernapasan pada orang dewasa. Asap
rokok mengiritasi paru-paru dan masuk ke dalam aliran darah. Merokok
lebih merendahkan kapasitas fungsi paru dibandingkan beberapa bahaya
kesehatan akibat kerja (Suyono, 2001).
3). Kebiasaan olah raga
Faal paru dan olahraga mempunyai hubungan yang timbal balik,
gangguan faal paru dapat mempengaruhi kemampuan olahraga. Sebaliknya,
latihan fisik yang teratur atau olahraga dapat meningkatkan faal paru.
Seseorang yang aktif dalam latihan akanmempunyai kapasitas aerobik yang
lebih besar dan kebugaran yang lebih tinggi serta kapasitas paru yang
meningkat. Kapasitas fungsiparu dapat dipengaruhi oleh kebiasaan
seseorang melakukan olahraga. Olah raga dapat meningkatkan aliran darah
melalui paru-paru sehingga menyebabkan oksigen dapat berdifusi ke dalam
kapiler paru dengan volume yang lebih besar atau maksimum. Kapasitas
28
fungsi pada seorang atletis lebih besar daripada orang yang tidak pernah
berolahraga. Kebiasaan olah raga akan meningkatkan kapasitas paru dan
akan meningkat 30 – 40 %. (Guyton dan Hall, 2006).
4). Pemakaian Alat Pelindung Pernafasan (APD)
Alat pelindung diri adalah seperangkat alat yang digunakan tenaga
kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi
bahaya atau kecelakaan. Alat ini digunakan seseorang dalam melakukan
pekerjaannya, yang dimaksud untuk melindungi dirinya dari sumber bahaya
tertentu baik yang berasal dari pekerjaan maupun dari lingkungan kerja.
(Budiono, 2002). Alat pelindung diri untuk pekerja adalah alat pelindung
untuk pekerja agar aman dari bahaya atau kecelakaan akibat melakukan
suatu pekerjaannya. Alat pelindung diri untuk pekerja di Indonesia sangat
banyak sekali permasalahannya dan masih dirasakan banyak kekurangannya
(Yunus, 1997).
Alat pelindung diri (APD) yang baik adalah APD yang memenuhi
standar keamanan dan kenyamanan bagi pekerja (Safety and acceptation),
apabila pekerja memakai APD yang tidak nyaman dan tidak bermanfaat
maka pekerja enggan memakai, hanya berpura-pura sebagai syarat agar
masih diperbolehkan untuk bekerja atau menghindari sanksi perusahaan
(Khumaidah, 2009).
Menurut Budiono (2002), APD yang tepat bagi tenaga kerja yang
berada pada lingkungan kerja dengan paparan debu berkonsentrasi tinggi
29
adalah masker. Masker untuk melindungi dari debu atau partikel-partikel
yang lebih kasar yang masuk ke dalam saluran pernafasan. Masker terbuat
dari kain dengan ukuran poripori tertentu.Salah satu jenis masker yait
masker penyaring debu, masker ini berguna untuk melindungi pernafasan
dari serbuk-serbuk logam, penggerindaan atau serbuk kasar lainya. Jenis
masker lainnya yaitu masker berhidung, masker bertabung, masker kertas
dan masker kertas.
5). Masa Kerja
Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja (pada suatu
kantor, badan dan sebagainya). Menurut Solech (2001), masa kerja adalah
lamanya seorang tenaga kerja bekerja dalam (tahun) dalam satu lingkungan
perusahaan, dihitung mulai saat bekerja sampai penelitian berlangsung.Masa
kerja dapat dikategorikan menjadi:
a). Masa kerja baru ( < 5 tahun )
b). Masa kerja lama ( ≥ 5 tahun )
Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia
telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerjatersebut
(Suma’mur, 1996).
2.2.5 Faktor yang mendasari timbulnya gejala penyakit pernafasan,
menurut Putranto (2007) :
1. Batuk
Timbulnya gejala batuk karena iritasi partikulat adalah jika terjadi
rangsangan pada bagian-bagian peka saluran pernafasan, misalnya
trakeobronkial, sehingga timbul sekresi berlebih dalam saluran pernafasan.
30
Batuk timbul sebagai reaksi refleks saluran pernafasan terhadap iritasi pada
mukosa saluran pernafasan dalambentuk pengeluaran udara (dan lendir)
secara mendadak disertai bunyi khas.
2. Dahak
Dahak terbentuk secara berlebihan dari kelenjar lendir (mucus glands)
dan sel gobletolehadanya stimuli, misalnya yang berasal dari gas, partikulat,
alergen dan mikroorganisme infeksius. Karena proses inflamasi, di
samping dahak dalam saluran pernafasan juga terbentuk cairan eksudat
berasal dari bagian jaringan yang berdegenerasi.
3. Sesak nafas
Sesak nafas atau kesulitan bernafas disebabkan oleh aliran udara
dalam saluran pernafasan karena penyempitan. Penyempitan dapat terjadi
karena saluran pernafasan menguncup, oedema atau karena sekret yang
menghalangi arus udara. Sesak nafas dapat ditentukan dengan menghitung
pernafasan dalam satu menit.
4. Bunyi mengi
Bunyi mengi merupakan salah satu tanda penyakit pernafasan yang
turut diobservasikan dalam penanganan infeksi akut saluran pernafasan.
2.3 Debu
2.3.1 Pengertian Debu
Debu yaitu partikel zat padat, yang disebabkan oleh kekuatan-
kekuatan alamiah atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran,
31
pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-lain dari bahan-
bahan, baik organik maupun anorganik, misalnya batu, kayu, biji logam,
arang batu, butir-butir zat dan sebagainya (Suma’mur, 1994).
2.3.2Pengertian Debu Kayu
Debu kayu adalah partikel-partikel zat padat (kayu) yang dihasilkan
oleh kekuatan alami atau mekanik seperti pada pengolahan, penghancuran,
pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dal lain-lain dari bahan
organik maupun non organik seperti kayu, biji logam dan batu arang
(Yunus,1997).
2.3.3 Efek Debu Terhadap Kesehatan
Bahaya debu kayu bagi kesehatan bahwa debu merupakan bahan
partikel apabila masuk ke dalam organ pernafasan manusia maka dapat
menimbulkan penyakit pada tenaga kerja khususnya berupa gangguan
sistem pernafasan yang ditandai dengan pengeluaran lendir secara
berlebihan yang menimbulkan gejala utama yang sering terjadi adalah
batuk, sesak nafas dan kelelahan umum.
Mekanisme penimbunan debu dalam paru dapat dijelaskan sebagai
berikut: debu diinhalasi dalam partikel debu solid, atau suatu campuran dan
asap, debu yang berukuran antara 5-10 μ akan ditahan oleh saluran nafas
bagian atas, debu yang berukuran 3-5 μ akan ditahan oleh saluran nafas
bagian tengah, debu yang berukuran 1-3 μ disebut respirabel, merupakan
ukuran yang paling bahaya, karena akan tertahan dan tertimbun mulai dari
32
bronchiolus terminalis sampai hinggap di permukaan alveoli/selaput lendir
sehingga menyebabkan fibrosis paru. Sedangkan debu yang berukuran 0,1 –
1 μ melayang di permukaan alveoli (Pudjiastuti, 2002).
2.3.4Nilai Ambang Batas
Suma’mur (1994) menyatakan Nilai Ambang Batas (NAB) adalah
kadar yang pekerja sanggup menghadapinya dengan tidak menunjukkan
penyakit atau kelainan dalam pekerjaan mereka sehari-hari untuk waktu 8
jam sehari dan 40 jam seminggunya. Debu-debu yang hanya mengganggu
kenikmatan kerja (nuisance dust) adalah debu-debu yang tidak berakibat
fibrosis kepada paru-paru, melainkan bereffek sangat sedikit atau tidak sama
sekali pada penghirupan normal. Dahulu debu-debu demikian disebut debu
inert (lamban), tetapi ternyata tidak ada debu yang sama sekali tanpa reaksi
selluler, sehingga istilah inert tidak dipakai lagi.Reaksi jaringan paru-paru
terhadap penghirupan debu-debu yang demikian adalah:
a. Susunan saluran udara tetap utuh.
b. Tidak berbentuk jaringan parut.
c. Reaksi jaringan potensil dapat pulih kembali.
Untuk mencegah terjadinya pencemaran udara di lingkungan kerja
perlu dilakukan upaya pengendalian pencemaran udara dengan penetapan
nilai ambang batas. Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Lingkungan Kerja
yaitu sebesar 3 mg/m3.NAB kadar debu di udara tidak boleh melebihi 3,0
mg/m³. NAB dari debu-debu yang hanya mengganggu kenikmatan kerja
adalah 10 mg/m³ atau 30 dalam juta partikel perkaki kubik / 30 jppkk
(Depnaker, 1997)
33
2.3.5Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Pengendapan Partikel
Debu dalam paru.
Tidak semua partikel yang terinhalasi akan mengalami pengendapan
di paru. Faktor pengendapan debu di paru dipengaruhi oleh pertahanan
tubuh dan karakterisrik debu sendiri yang meliputi jenis debu, ukuran
partikel debu, konsentrasi partikel dan lama paparan, pertahanan tubuh.
1. Jenis Debu
Tabel 2.1Jenis Debu dan Contoh
(Sumber : Suma’mur, 1999)
Jenis debu terkait daya larut sifat kimianya. Adanya perbedaan daya
No Jenis Debu Contoh Jenis Debu1 Organik
a. Alamiah1. Fosil2. Bakteri3.Jamur4. Virus5. Sayuran
6. Binatang
b. Sintesis1. Plastik2. Reagen
Batu bara, karbon hitam, arang, granitTBC, antraks, enzim bacillus substilisKoksidimikosis, histoplasmosis, kriptokokusthermophilicPsikatosis, cacar air, Q feverKompos jamur, ampas tebu, tepung padi, gabus, atapalang-alang, katun, rami, serta nanasKotoran burung merpati, kesturi, ayam
Politetra fluoretilen diesosianatMinyak isopropyl, pelarut organik
2 Anorganika. Silica bebas
1. Crystaline2. Amorphus
b. Silika1. Fibrosis2. Lain-lain
c. Metal1. Inert2. Lain-lain3.Bersifatkeganasan
Quarrz, trymite cristobaliteDiatomaceous earth, silica gel
Asbestosis, silinamite, talkMika, kaolin, debu semen
Besi, barium, titanium, tin, alumunium, sengBeriliumArsen, kobal, nikel hematite, uranium, asbes, khrom
34
larut dan sifat kimiawi ini, maka kemampuan mengendapnya juga akan
berbeda pula. Demikian juga tingkat kerusakan yang ditimbulkannya juga
akan berbeda pula. Suma’mur (1996) mengelompokkan partikel debu
menjadi dua yaitu debu organik dan anorganik.
2. Ukuran Partikel
Tidak semua partikel dalam udara yang terinhalasi akan mencapai
paru. Partikel yang berukuran besar pada umumnya telah tersaring di
hidung. Partikel dengan diameter 0,5-0,1 μ yang disebut partikel terhisap
yang dapat mencapai alveoli. Partikel berdiameter 0,5-0,1 μ dapat
mengendap di alveoli dan menyebabkan terjadinyapneumokoniosis (Malaka,
1996).
Partikel debu yang berdiameter > 10 μ yang disebut coarse particle
merupakan indikator yang baik tentang adanya kelainan saluran pernafasan,
karena adanya hubungan yang kuat antara gejala penyakit saluran
pernafasan dengan kadar partikel debu di udara (Malaka, 1996)
3. Konsentrasi Pertikel Debu dan Lama Paparan
Semakin tinggi konsentrasi partikel debu dalam udara dansemakin
lama paparan berlangsung, jumlah partikel yangmengendap di paru juga
akan semakin banyak. Pneumokoniosisakibat debu akan timbul setelah
penderita mengalami kontaklama dengan debu. Pneumokoniosis jarang
ditemui kelainan bilapaparan kurang dari 10 tahun. Dengan demikian lama
paparanmempunyai pengaruh besar terhadap kejadian gangguan fungsiparu
35
(Khumaidah,2009).
4. Pertahanan Tubuh terhadap Paparan Partikel Debu yang
Terinhalasi
Beberapa orang yang mengalami paparan debu yang sama baik
jenis maupun ukuran partikel. Konsentrasi maupun lamanya paparan
berlangsung, tidak selalumenunjukkan akibat yang sama. Sebagian ada
yang mengalami gangguan paru berat,namun ada yang ringan bahkan
mungkin ada yang tidak mengalami gangguan samasekali.
Hal ini diperkirakan berhubungan dengan perbedaan kemampuan
sistem pertahanan tubuh terhadap paparan partikel debu terinhalasi.
Menurut Murray & Lopez (2006), dilakukan dengan cara yaitu:
a. Secara mekanik yaitu: pertahanan yang dilakukan dengan menyaring
partikel yang ikut terinhalasi bersama udara dan masuk saluran
pernafasan. Penyaringan berlangsung di hidung, nasofaring dan saluran
nafas bagian bawah yaitu bronkus dan bronkiolus. Di hidung
penyaringan dilakukan oleh bulu-bulu cilia yang terdapat di lubang
hidung, sedangkan di bronkus dilakukan reseptor yang terdapat pada otot
polos dapat berkonstraksi apabila ada iritasi. Apabila rangsangan yang
terjadi berlebihan, maka tubuh akan memberikan reaksi berupa bersin
atau batuk yang dapat mengeluarkan benda asing termasuk partikel debu
dari saluran nafas bagian atas maupun bronkus.
b. Secara kimia yaitu cairan dan cilia dalam saluran nafas secara fisik dapat
memindahkan partikel yang melekat di saluran nafas, dengan gerakan
cilia yang mucociliary escalator ke laring. Cairan tersebut bersifat
36
detoksikasi dan bakterisid. Pada paru bagian perifer terjadi ekskresi
cairan secara terus menerus dan perlahan-lahan dari bronkus ke alveoli
melalui limfatik. Selanjutnya makrofag alveolarmenfagosit partikel yang
ada di permukaan alveoli.
c. Secara imunitas, melalui proses biokimiawi yaitu humoral dan seluler.
Ketiga sistem tersebut saling berkait dan berkoordinasi dengan baik
sehingga partikel yang terinhalasi disaring berdasarkan pengendapan
kemudian terjadi mekanisme rekasi atau perpindahan partikel.
2.3.6 Penurunan Fungsi Paru akibat Kualitas Udara
2.3.6.1 Mekanisme Penimbunan Debu di Paru
Faktor yang berpengaruh pada inhalasi bahan pencemar ke dalam paru
adalah faktor komponen fisik, kimiawi dan faktor penderita. Aspek
komponen fisik yang pertama adalah keadaan dari bahan yang diinhalasi
(gas, debu, uap). Ukuran, bentuk, kelarutan dan nilai higroskopi akan
berpengaruh dalam proses penimbunan di paru. Kompanen kimia yang
berpengaruh adalah kecenderungan berekasi dengan jaringan sekitar,
keasaman dan tingkat alkalinitas yang dapat merusak silia dan sistem enzim
(Khumaidah, 2009).
Faktor manusia yang perlu diperhatikan terutama berkaitan dengan
sistem pertahanan paru, baik secara anatomis maupun fisiologis, lamanya
paparan dan kerentanan individu.
Dengan menarik napas, udara yang mengandung debu masuk dalam
paru. Apa yang terjadi dengan debu itu tergantung dari besarnya
ukuran debu yang masuk paru. Debu yang berukuran antara 5-10
37
mikron akan ditahan oleh jalan pernapasan atas, sedangkan yang berukuran
3-5 mikron akan ditahan oleh jalan pernapasan tengah. Partikel yang
besarnya antara 1-3 mikron akan langsung menuju ke permukaan
alveoli paru, dan partikel yang berukuran 0,1-1 mikron mengendap di
permukaan alveoli. Debu yang berukuran kurang dari 0,1 mikron
bermasa terlalu kecil, sehingga tidak hinggap di permukaan alveoli atau
selaput lendir karena gerak brown, debu ini bergerak keluar masuk alveoli
(Suma’mur, 2009).
Mekanisme timbulnya debu dalam paru, menurut Putranto (2007) :
1. Kelembaban dari debu yang bergerak (inertia)
Pada waktu udara membelok ketika jalan pernafasan yang tidak lurus,
partikel-partikel debu yang bermasa cukup besar tidak dapat membelok
mengikuti aliranudara, tetapi terus lurus dan akhirnya menumpuk selaput
lendir dan hinggap diparu-paru.
2. Pengendapan (Sedimentasi)
Pada bronchioli kecepatan udara pernafasan sangat kurang, kira-kira 1
cm perdetik sehingga gaya tarik bumi dapat bekerja terhadap partikel
debu danmengendapnya.
3. Gerak Brown terutama partikel berukuran sekitar atau kurang dari 0,1 μ,
partikel-partikel tersebut membentuk permukaan alveoli dan tertimbun di
paru-paru.
Menurut Suma’mur (2009), penimbunan debu dalam paru
38
mempunyai pengaruh:
a. Fibrosis paru mineral
Fibrosis paru dapat berwujud nodulasi dan difus (fibrosis ringan)
berupa tidak elastisnya jaringan paru.
b. Fibrosis paru ekstensi
Fibrosis paru ekstensif berupa nodulus ekstensif dan fibrosis paru yang
jelas.
c. Peradangan dan perlukaan
Fibrosis pada paru-paru merangsang terjadinya peradangan atau
perlukaan pada saluran pernafasan.
d. Keracunan sistemis
Absorbsi aerosol berakibat timbulnya reaksi toksis patologis.
e. Alergi
Pembengkakan membran dapat meningkatkan secret (lendir) di
hidung, nafas berat, dan kapasitas vital menurun.
f. Reaksi demam
Reaksi demam merupakan kompensasi tubuh terhadap proses
peradangan.
2.3.6.2 Mekanisme Penurunan Fungsi Paru Akibat Paparan Debu
Paru sebagai organ pernapasan utama merupakan tempat bertukarnya
udara dari lingkungan dalam tubuh dan lingkungan luar tubuh. Udara
lingkungan luar tubuh yang berpolusi dapat terhirup masuk ke dalam paru.
Akibat dari adanya partikel-partikel dalam alveolus adalah memicu reaksi
pertahanan tubuh berupa reaksi clearance alveolus. Bila jumlah partikel
39
asing dalam alveolus cukup banyak maka sistem clearance ini tidak dapat
membersihkan semua partikel dan akan ada partikel yang mengendap di
alveolus. Dengan adanya pengendapan partikel asing ini reaksi pertahanan
tubuh akan memicu reaksi inflamasi dengan efek samping rusaknya jaringan
alveolus (Mengkidi, 2006). Sebagai akibatnya paru tidak dapat berfungsi
secara maksimal.
2.3.6.3Penyakit Paru Akibat Kerja
Penyakit paru akibat kerja adalah penyakit paru yang diderita oleh
tenaga kerja yang disebabkan oleh pekerjaannya atau oleh faktor-faktor
lingkungan kerja (Suma’mur, 2009).
Umumnya penyakit paru akibat kerja berlangsung kronis menetap dan
kadang sulit untuk mengetahui kapan mulainya. Pasien umumnya
mengeluhkan sesak napas, batuk, mengi dan batuk berdahak. Kelainan yang
sering ditemukan pada pemeriksaan fisik adalah suara mengi, ekspirasi
memanjang, ronki dan batuk.
Menurut Suma’mur (2009), beberapa jenis penyakit paru akibat
kerja beserta faktor-faktor penyebabnya antara lain:
a. Pneumokoniosis, yang disebabkan oleh tertimbunnya debu mineral
dalam paru.
b. Penyakit-penyakit paru dan saluran napas atau bronchopulmoner
yang disebabkan oleh debu logam keras.
c. Penyakit-penyakit paru dan saluran pernapasan atau
bronchopulmoner yang disebabkan oleh debu kapas, valas, henep dan
sisal (byssinosis).
40
d. Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab-penyebab
sensitasi dan zat-zat perangsang yang dikenal dan berada dalam proses
pekerjaan.
e. Alveolitis allergis dengan penyebab faktor dari luar sebagai akibat
penghirupan debu-debu organik.
f. Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh debu asbes.
2.4 Tenaga Kerja Pabrik Teh
PT. Candi Loka adalah sebuah perusahaan yang mengelola teh,
terdapat perkebunan teh yang sangat luas dan memilik pabrik teh yang
cukup besar. PT Candi Loka ini terletak di dusun Jamus desa Girikerto
kecamatan Sine kabupaten Ngawi, hasil produksi tehnya pun tidak sedikit.
Teh adalah sebuah tanaman yang dipetik daunnya lalu diolah sehingga bisa
digunakan sebagai bahan dasar minuman. Perusahaan ini memiliki banyak
karyawan, semua sesuai dengan bidang keahlian masing-masing (Wahyu,
2014)
Berdasarkan survei yang peneliti lakukan pada saat pertama
mendatangi pabrik teh PT. Candi Loka Jamus Ngawi, khususnya di
bagiansortasi, peneliti melihat adanya debu teh yang cukup tinggi karena di
bagian sortasi ini adalah bagian pengayaan dimana terdapat mesin
pengayaan yang memilah teh yang telah keringbaik itu dari daun yang
pucuk, tangkai dan dust (teh yang telah hancur). Setelah teh di ayak lalu teh
di kemasi dalam kantong, yang tentunya menimbulkan debu teh yang
terbang di udara. Dilihat dari aspek kesehatan, debu yang tinggi di
bagiansortasi tersebut dapat mempengaruhi saluran pernafasan tenaga kerja
41
yang kemudian mempengaruhi fungsi paru dari tenaga kerja tersebut
(Wahyu, 2014)
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan kepada sebagian tenaga
kerja yang bekerja di unit sortasi, selama mereka bekerja di bagian sortasi
memang fungsi pernafasan sedikit mengalami gangguan berupa sesak nafas,
hal ini disebabkan oleh salah satu faktor yaitu akibat debu teh yang masuk
melalui saluran pernafasan dan kemudian mempengaruhi fungsi paru tenaga
kerja ini. Selain faktor debu tersebut, faktor pemakaian APD berupa masker
ternyata kurang dipatuhi oleh tenaga kerja yang mengalami gangguan
pernafasan tersebut.
Wahyu (2014), menerangkan bahwa waktu kerja bagian sortasi dari
jam 07.00 – 13.00 Wib. Tenaga kerja yang bekerja di bagiansortasisebagian
sudah ada yang bekerja hingga 8 tahun lamanya, hal tersebut yang dapat
mengakibatkanterjadinya gangguan fungsi paru karena lamanya paparan
debu pada tenaga kerja di bagian sortasi tersebut.
Gambar 2.2Mesin sortasi teh
42
Sumber : Pabrik Teh Jamus, 2014
(a) (b)
Gambar 2.3(a) dan (b) Proses tenaga kerja terpapar debu di bagian sortasi teh
Sumber : Pabrik Teh Jamus, 2014
2.5Latihan Pernafasan (Breathing Exercise)
Tenaga kerja sortasi yang mengalami ganggua paru perlu diajarkan
untuk mengontrol aktifitas pernafasannya untuk meningkatkan efisiensi dan
mengurangi kerja respirasi.
1. Breathing exercise didesain untuk memperbaiki fungsi otot-otot respirasi,
meningkatkan ventilasi dan oksigenisasi.
2. Exercise aktive ROM pada shoulder dan trunk akan membantu ekspansi
thorax, memfasilitasi deep breathing dan sering digunakan untuk
menstimulasi reflexbatuk.
3. Breathing exercise adalah bagian dari program treatment yang didesain
43
untuk meningkatkan status pulmonal, endurance dan fungsi ADL.
4. Tergantung pada problem klinik pasien, breathing exercise sering
dikombinasikan dengan pengobatan, postural drainage penggunaan alat-
alat respirasi terapi dan program conditioning.
Menurut Basuki (2008) bahwa berdasarkan pada penekanan saat
inspirasi atau ekspirasi sebenarnya teknik-teknik pernafasan masih dapat
dikategorikan menjadi dua yaitu breathing control (control pernafasan) dan
breathing exercises (latihan pernafasan). Kontrol pernafasan hanya
mengerahkan tenaga minimal, sedangkan latihan pernafasan memberikan
penekanan pada saat inspirasi untuk ekspansi thorak dan atau penekanan
pada saat ekspirasi untuk teknik ekspirasi paksa.
Berdasarkan tujuan latihan pernafasan, terdapat tiga tipe latihan
pernafasan yakni ;
a. Latihan pernafasan yang bertujuan untuk meningkatkan volume paru,
redistribusi ventilasi dan meningkatkan pertukaran gas.
b. Latihan pernafasan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan, daya
tahan dan efisiensi pernafasan.
c. Latihan pernafasan yang bertujuan untuk menurunkan beban kerja
pernafasan, sensasi sesak nafas dan meningkatkan efisiensi ventilasi.
Menurut Basuki (2008) ada berbagai macam teknik yang dapat
digunakan untuk menurunkan kerja pernapasan, diantaranya adalah
melalui pemberian latihan pernapasan dan control pernapasan. Latihan
pernapasan (Breathing Exercise) yang dapat digunakan untuk
44
menurunkan kerja pernapasan adalah deep breathing dan Pursed Lips
Breathing.
2.5.1 Deep Breathing
Pada tenaga kerja yang setiap harinya terpapar oleh debu kayu yang
berakibat adanya sumbatan pada jalan napas, akan menyebabkan
kecenderungan penderita untuk bernapas dengan menggunakan pernapasan
dada, mengingat bahwa pada pernapasan dada dilakukan oleh otot-otot
bantu pernapasan yang sangat kuat, sehingga penderita akan merasa lebih
lega. Namun demikian, diperlukan energi pernapasan yang sangat besar.
Disamping itu otot-otot bantu pernapasan adalah merupakan otot tipe 1 yang
memiliki kharakteristik mudah lelah. Oleh karena itu perlu diberikan latihan
pernapasan yang bertujuan untuk menurunkan kerja pernapasan. Latihan
pernafasan dalam (deep bretahing exercise) merupakan latihan napas yang
menekankan pada pernapasan pada normal FRC dan normal Vt, sehingga
otot-otot bantu pernapasan tidak terlibat pada pernapasan ini yang akan
berakibat pada penurunan kerja pernapasan(Basuki, 2008).
Deep breathing exercise merupakan salah satu latihan pernafasan
yang banyak dikembangkan dalam kajian fisioterapi. Latihan ini bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan otot-otot pernafasan yang berguna untuk
meningkatkan compliance paru untuk meningkatkan fungsi ventilasi dan
memperbaiki oksigenasi (Smeltzer, 2008).
2.5.1.1 Prosedur pelaksanaan latihan pernafasan dalam (deep bretahing
exercise).
45
Menurut Smeltzer (2008), Teknik deep breathing exercise diantaranya
meliputi:
1) Mengatur posisi klien dengan half laying di tempat tidur/kursi;
2) Meletakkan satu tangan klien di atas abdomen (tepat dibawah iga) dan
tangan lainnya pada tengah dada untuk merasakan gerakan dada dan
abdomen saat bernafas;
3) Menarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik sampai dada dan
abdomen terasa terangkat maksimal, jaga mulut tetap tertutup selama
inspirasi, tahan nafas selama 2 detik;
4) Menghembuskan nafas melalui bibir yang dirapatkan dan sedikit terbuka
sambil mengencangkan (kontraksi) otot-otot abdomen dalam 4 detik;
5) Melakukan pengulangan selama 1 menit dengan jeda 2 detik setiap
pengulangan, mengikuti dengan periode istirahat 2 menit;
6) Melakukan latihan dalam lima siklus selama 15 menit
Gambar 2.4 Teknik Deep BreathingSumber : (http://www.drugs.com/cg/chronic-bronchitis-discharge-care.html)
2.5.2 Pursed lip breathing
Pursed lip breathing merupakan latihan pernapasan yang menekankan
46
pada proses ekspirasi dengan tujuan untuk memudahkan proses pengeluaran
udara yang terjebak oleh saluran napas yang floppy. Melalui teknik ini,
maka udara yang keluar akan dihambat oleh kedua bibir, akan menyebabkan
tekanan dalam rongga mulut lebih positif. Tekanan positif ini akan menjalar
kedalam saluran napas yang floppy dan bermanfaat untuk mempertahankan
saluran napas yang floppy tetap terbuka. Dengan terbukanya saluran napas,
maka udara dapat keluar melalui saluran napas yang floppy dengan mudah.
Kunci keberhasilan dari pelaksanaan teknik ini adalah dilakukan dengan
rileks (Basuki, 2008).
Menurut Basuki (2008), Pursed Lip Breathing adalah salah satu
strategi kontrol pernafasan (breathing control) yang bertujuan untuk
menurunkan beban kerja pernafasan, sensasi sesak nafas dan meningkatkan
efisiensi ventilasi. Pursed Lip Breathing adalah salah satu cara yang paling
sederhana untuk mengontrol nafas pendek. Cara yang cepat dan mudah
untuk mengatur pernafasan, membuat pola pernafasan menjadi lebih efektif.
Pursed Lip Breathing adalah suatu metode breathing control atau
mengontrol pernafasan dimana pada fase ekspirasi dilakukan dengan
mengerutkan bibir dan dengan kecepatan tertentu (prolonged expiration)
tanpa diawali dengan nafas dalam (deep inspiration).
2.5.2.1 Prosedur pelaksanaan pursed lip breathing
Menurut Basuki (2008) prosedur pelaksanaan pursed lip breathing
adalah sebagai berikut :
a. Jelaskan tujuan dan prosedur terapi,
b. Mengatur posisi klien dengan half laying di tempat tidur/kursi
47
c. Tempatkan satu tangan di atas abdomen, lalu instruksikan pasien untuk
inspirasi perlahan seperti biasa , (hindari nafas dalam) melalui hidung
selama hitungan 2 detik.
d. Saat ekspirasi, instuksikan pasien untuk mengerutkan mulut, seperti
posisi bibir hendak bersiul atau hendak meniup lilin, lepaskan udara
secara perlahan selama hitungan 4 detik atau sampai dengan batas
dimana sebelum otot abdomen mulai berkontraksi yaitu dengan
melakukan gerakan pasif dan sadari udara yang keluar dari mulut.
e. Instruksikan pasien untuk berhenti ekspirasi, ketika otot abdomen mulai
terasa berkontraksi pada palpasi oleh tangan fisiterapis.
f. Lakukan berulang-ulang sampai pasien menguasai teknik ini
g. Ketika pasien telah dapat melakukan teknik Pursed Lip Breathing tanpa
petunjuk / arahan, mintalah subjek menempatkan tangannya sendiri di
atas abdomen untuk melaksanakan teknik ini.
h. Ulangi teknik ini sampai dengan pasien benar-benar merasa sesaknya
berkurang.
i. Jika pasien telah bisa melakukannya dengan benar, dapat pula dilakukan
tanpa menempatkan tangan di atas perut.
j. Melakukan pengulangan selama 1 menit dengan jeda 2 detik setiap
pengulangan, mengikuti dengan periode istirahat 2 menit;
k. Melakukan latihan dalam lima siklus selama 15 menit
l. Perlu dilakukan pengecekan terhadap pelaksanaan teknik ini, mengingat
pada umumnya pasien kesulitan dalam melaksanakan teknik ini yang
berakibat pada pasien merasa lebih sesak napas.
48
Gambar 2.5 Teknik Pursed Lip Breathing
Sumber : (http://meditasizen.com/2013/01/22/menyadari-napas)
Menurut Basuki (2008) hal–hal yang harus diperhatikan selama
pelaksanaan teknik pursed lips breathing adalah sebagai berikut :
1) Selama proses pelaksanaan , mintalah subjek untuk merasakan,
membayangkan dan fokus pada udara yang keluar dan masuk paru –
paru nya.
2) Penempatan tangan terapis atau pasien di atas abdomennya adalah
untuk memastikan agar pasien tidak melakukan nafas dalam / deep
inspiration dan tidak menggunakan otot perutnya ketika ekspirasi,
yang bisa menyebabkan ekspirasi paksa.
49
3) Hentikan pelaksanaan teknik ini jika menimbulkan pusing (dizzy) ,
berkunang - kunang (light-headed) dan sangat gelisah (overly anxious)
mintalah subjek untuk segera kembali bernafas seperti biasa.
4) Tidak setiap subjek dapat melakukannya dengan durasi inspirasi 2
detikdan ekspirasi 4 detik (rasio 1:2) sesuaikan dengan kemampuan dan
kondisi pasien.
5) Prolonged ekspirasi ini adalah bertujuan untuk memperlambat irama
pernafasan dan mengeluarkan jebakan udara dalam paru.
6) Jika dianggap perlu dapat menggunakan bantuan manuver ; sebelum
ekspirasi cepitkan hidung dengan jemari atau pencepit hidung untuk
memastikan ekspirasi hanya melalui mulut.
7) Pastikan pasien cukup santai / hindari ketegangan dan minta pasien
jangan memaksakan atau mendorong udara keluar dari mulutnya dan
harus dilakukan tanpa mengerahkan tenaga. Udara yang keluar justru
diperlambat oleh posisi mulut yang mengkerut / posisi bersiul dan
bukan didorong keluar.
8) Jangan terlalu kecil mengerutkan mulut karena akan membuat udara
yang keluar menjadi sulit sehingga pasien terpaksa mengerahkan tenaga
9) Untuk memastikan kadar tekanan udara yang keluar dari mulut tidak
terlalu kuat, dapat menggunakan cara sebagai berikut ; nyalakan lilin 4
sampai 6 inci di depan mulut, lalu minta pasien melakukan teknik
Pursed Lip Breathing , jika nyala api lilin hanya bergoyang atau
berkedip dan tidak mati, berarti kadar tekanan udara yang keluar dari
mulut benar / tidak terlalu kuat.
50
10) Kesalahan yang sering terjadi sebelum memulai teknik Pursed Lip
Breathing adalah ketika pasien hendak memulai ekspirasi, justru yang
terjadi adalah kekakuan pada bibir sehingga pasien harus mengerahkan
tenaga untuk mengeluarkan udara dari mulutnya sehingga tekanan
obstruktif ini diteruskan ke belakang sepanjang jalan nafas secara
berlebihan dan pasien merasa justru sesaknya bertambah buruk.
2.5.2.2 Fisiologi Pursed Lip Breathing
Koordinasi yang dilakukan saat inspirasi dan ekspirasi akan membuat
subjek menyadari keluar masuknya udara dari mulut, sehingga dapat
mengatur irama pernafasan menjadi lebih teratur. Teknik Pursed Lip
Breathing secara sederhana akan memberikan sedikit tekanan/pembebanan
obstruksi saat udara keluar dari mulut, dimana tekanan ini akan diteruskan
ke belakang sepanjang saluran pernafasan untuk membantu saluran nafas
tetap terbuka dan mencegah kolap saat ekspirasi. Irama pernafasan yang
disadari dan teratur ini akan menurunkan frekuensi pernafasan / RR, dan
meningkatkan jumlah udara yang masuk ke paru dan alveolus, karenapola
pernafasan yang cepat sangat merugikan karena banyak energi yang
terbuang akibat turbulensi udara, sementara pola nafas yang dangkal juga
sangat merugikan karena banyak pula energi yang terbuang akibat adanya
faktor ventilasi ruang rugi (ventilating deat space). Ventilasi ruang rugi ini
terjadi karena pertukaran gas dalam sistem pernafasan hanya terjadi di
bagian terminal jalan nafas, maka gas yang menempati bagian lain sistem
pernafasan tidak tersedia untuk pertukaran gas/difusi dengan darah kapiler
paru. “The presence of dead space is one reason why it is more economical
51
to increase ventilation by breathing deeper rather than faster ”. Ekspirasi
yang lebih lama dari inspirasi ini (prolonged expiration) akan meningkatkan
waktu difusi dan keseimbangan oksigen dikapiler darah paru dan
alveolus(pada kondisi normal istirahat tidak hamil, berlangsung 0.25 detik
dari total waktu kontak selama 0.75 detik, sedangkan pada wanita hamil,
waktu difusi menjadi lebih singkat akibat adanya hiperventilasi dan nafas
cepat). Prolonged ekspiarasi ini juga akan menurunkan frekuensi pernafasan
dan membantu mengeluarkan jebakan udara dalam paru sehingga
memungkinkan udara segar dapat memasuki paru. (Alexandra, 2001)
Kontrol otot pernafasan pada aplikasi Pursed lip breathing saat
inspirasi akan memfasilitasi peningkatan volume tidal / Vt, dan penurunan
inspiratory flow rate serta frekuensi pernafasan. Penurunan frekuensi
pernafasan ini akan meningkatkan efisiensi ventilasi alveolus (karena
ventilasi alveolus adalah perkalian antara volume tidal / Vt dan frekuensi
pernafasan / RR) , serta meringankan beban jantung memompa darah
keseluruh tubuh, “ A diminished breathing capacity makes it more difficult
for the heart to pump blood the body ”. Penurunan frekuensi pernafasan juga
akan membuat otot pernafasan menjadi lebih efektif dan menurunkan beban
kerja pernafasan karena tidak banyak energy yang terbuang, sehingga
potensial menunda kelelahan (Alexandra, 2001).
2.6 Pengaruh Breathing Exercise terhadap Peningkatan Kapasitas
Vital Paru (KVP) dan Volume Ekspirasi Paksa detik pertama
(FEV1)
52
Latihan pernapasan terdiri atas latihan dan praktik pernapasan yang
dirancang untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien untuk
mengurangi kerja pernapasan. Latihan pernapasan termasuk deep breathing
exercise dan Pursed Lip Breathingdapat meningkatkan kemampuan
pengembangan paru dan mempengaruhi fungsi perfusi dan difusi sehingga
suplay oksigen ke jaringan adequat. Breathing exercise diajarkan pada klien
yang sadar dan kooperatif untuk memperbaiki ventilasi, meningkatkan
inflasi alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot, meningkatkan
mekanisme batuk efektif, mencegah atelektasis, meningkatkan kekuatan
otot pernapasan, mobilitas dada dan vertebra thorakalis serta mengoreksi
pola pernapasan yang abnormal (Smeltzer, 2008).
Breathing exercise dapat dipraktikkan dalam beberapa posisi, karena
distribusi udara dan sirkulasi pulmonal beragam sesuai dengan posisi dada.
Breathing secara perlahan merupakan pernapasan paling efisien dengan
inspirasi dalam secara efektif dapat membuka pori-pori khon, menimbulkan
ventilasi kolateral sehingga alveolar tidak kolaps dan selama ekspirasi pori-
pori khon menutup untuk membantu ventilasi paru (Smeltzer, 2008).
Pada keadaan normal, absorbsi gas lebih mudah karena tekanan
parsial total gas darah lebih rendah daripada tekanan atmosfer. Gaya
ekspirasi yang lebih besar, yaitu sesudah bernafas dalam, glotis tertutup dan
kemudian terbuka tiba-tiba seperti pada proses batuk normal (Price &
Wilson, 2006). Breathing exercise dapat mencegah atelektasis,
meningkatkan fungsi ventilasi dan meningkatkan oksigenasi (Westerdahl,
2005).
53
53
BAB III
KERANGKA BERFIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Berfikir
Tenaga kerja di bagian sortasi teh PT. Candi Loka Jamus sering
mengeluh sesak nafas. Keluhan sesak nafas dikarenakan tenaga sortasi dan
setiap harinya kontak atau terpapar langsung terhadap debu kayu teh. Untuk
mengurangi resiko lebih lanjut selain sesak nafas maka para tenaga sortasi
menggunakan alat pelindung diri seperti masker.Kontak atau paparan debu
yang berlangsung setiap hari dan dalam jangka waktu yang lama akan
menurunkan fungsi paru padatenaga kerja sortasi.
Menurunnya nilai KVP.dan VEP1dipengaruhi oleh beberapa faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu usia, jenis kelamin dan
riwayat penyakit sedangkan faktor ekstrenal ekternal yaitu lingkungan kerja
dan masa kerja.
Bahaya debu kayu bagi kesehatan bahwa debu merupakan bahan
partikel apabila masuk ke dalam organ pernafasan manusia maka dapat
menimbulkan penyakit pada tenaga kerja khususnya berupa gangguan
sistem pernafasan yang ditandai dengan pengeluaran lendir secara
berlebihan yang menimbulkan gejala utama yang sering terjadi adalah
batuk, sesak nafas dan kelelahan umum.
Gangguan fungsi paru ada tiga yaitu gangguan paru obstruktif (nilai
VEP1< 75%), gangguan paru restriktif (nilai KVP <80%), gangguan paru
mixed (gangguan kombinasi restriktif dan obstruktif).Untuk mengetahui
54
adanya gangguan paru maka harus mengetahui nilai KVPdan
VEP1dengan melakukan pemeriksaan paru menggunakan alat spirometri.
Upaya yang dilakuakan agar nilai KVP dan VEP1 meningkat yaitu
dengan breathing exercise. Breathing exerciseadalah suatu teknik
pernafasan yang sistematis bertujuan untuk meningkatkan volume paru,
redistribusi ventilasi dan meningkatkan pertukaran gas. Kombinasi teknik
breathing exercise yaitu deep breathing dan pursed lips breathing sehingga
otot pernafasan lebih efektif dan terjadi penurunan beban kerja pernafasan
karena tidak banyak energi yang terbuang maka subjek tidak mudah lelah
sehingga dapat melakukan aktivitas kerjanya sehari hari dengan baik.
Pemberian Breathing Exercise yaitu tiga kali seminggu selama enam
minggu dengan tujuan untuk meningkatkan nilai kapasitas vital paru dan
volume ekspirasi paksa dalam 1 detik, kunci dari pelaksanaan breathing
exercise yaitu dilakukan dengan rileks.
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir
TenagaKerja
TerpaparDebu
Faktorinternal
Faktorinternal
PenurunanFungsi paru
BreathingExercise
Fungsi parumeningkat
55
3.2 Kerangka Konsep
Gambar 3.2 Kerangka konsep
3.3 Hipotesis
Berdasarkan analisis sintesis dari teori yang menjadi landasan berfikir
peneliti, maka ditetapkan hipotesis :
1. Breathing exercise meningkatkan nilai kapasitas vital paru (KVP) dan
volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (VEP1)pada tenagasortasi yang
mengalami gangguan paru di pabrik teh PT. Candi Loka Jamus Ngawi.
2. Breathing exercise meningkatkan nilai volume ekspirasi paksa detik
pertama (VEP1)pada tenagasortasi yang mengalami gangguan paru di
pabrik teh PT. Candi Loka Jamus Ngawi.
3. Breathing exercise sama baik dalammeningkatkan kapasitas vital(KV) dan
volume ekspirasi detik pertama(VEP1) pada tenagasortasi yang
mengalami gangguan paru di pabrik teh PT. Candi Loka Jamus Ngawi.
Breathing Exercise
Nilai KVP dan VEP1
Faktor Internal :1. Umur2. Jenis Kelamin3. Riwayat Penyakit
Faktor Eksternal :1. Lingkungan kerja2. Masa Kerja
Meningkatkan
56
56
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian.
Penelitian ini adalah penelitian Pra Eksperimental dengan rancangan
penelitian yang digunakan adalah The One Group Pre and Post Test Design
yaitu penelitian dengan cara melakukan satu kali pengukuran di depan (pre test)
sebelum adanya perlakuan dan dilakukan pengukuran lagi (post test) setelah
perlakuan (Sumadi, 2008). Skema rancangan penelitian digambarkan berikut ini:
BE
KVP/FEV1 Pre KVP/FEV1 Post
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian
Keterangan :
P : Populasi
S : Sampel
RA : Random Alokasi
BE : Breathing Exercise
Pre : Sebelum Perlakuan
Post : Setelah Perlakuan
KVP : Kapasitas Vital Paru
FEV1 : Volume Expirasi Paksa dalam 1 detik
O1 : Data awal KVP dan FEV1
O2 : Data akhir KVP dan FEV1
P RA O1 O2S
57
Penelitian ini dilakukan untuk melihat penggunaanbreathing exercise
terhadap peningkatan nilaikapasitas vital paru (KVP)dan volume ekspirasi paksa
dalam 1 detik (FEV1) pada tenaga sortasi yang mengalami gangguan paru. Pada
penelitian ini sampelsatu kelompok dengan jumlah kelompok adalah 10 orang.
4.2 Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Pabrik Teh PT. Candi Loka Jamus Ngawi
selama 8 minggu yaitu bulan Mei – Juni 2014. Perlakuan yang diberikan kepada
responden dilakukan seminggu 3 kali selama 30 menit dimulai pada pukul
07.00WIB.
4.3 Penentuan Sumber Data
4.3.1 Populasi
4.3.1.1 Populasi target
Dalam penelitian ini populasi target adalah sejumlah tenaga kerja sortasi
yang mengalami gangguan parunya.
4.3.1.2 Populasi terjangkau
Dalam penelitian ini populasi terjangkau adalah sejumlah tenaga kerja
sortasi yang bersedia ikut dalam program penelitian di pabrik teh PT. Candi Loka
Jamus Ngawi
4.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah populasi yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi sebagai berikut:
4.3.2.1 Kriteria inklusi
1. Bersedia sebagai subjek penelitian dari awal sampai akhir, dengan
menandatangani surat persetujuan bersedia sebagai sampel.
58
2. Tenaga kerja yang berada di bagian unit sortasi teh di pabrik teh PT. Candi
Loka Jamus Ngawi.
3. Tenaga kerja yang mengalami gangguan paru-parunya diketahui setelah
pemeriksaan spirometri.
4.`Tenaga kerja bukan perokok aktif.
4.3.2.2 Kriteria Ekslusi
Kriteria eksklusi adalah sampel yang memenuhi kriteria inklusi, karena
sesuatu keadaan dikeluarkan dari sampel, antara lain tidak menyetujui
persetujuan sebagai sampel, menderita penyakit kardiovaskuler.
4.3.2.3 Besar Sampel
Menggunakan rumus Pocock (2008) maka besar sampel dapat dihitung
sebagai berikut:
n = 2σ² f (α,β)(μ2 – μ1) ²
Dimana:
n =Besarsampel
σ = Simpang baku
= Tingkat kesalahan I (ditetapkan 0,05)
Interval kepercayaan 95,0)1(
= Tingkat kesalahan II (ditetapkan 0,20)
Tingkat kekuatan uji / power of test 0.80
f (α,β) = Interval kepercayaan 7,9 (sesuaitabelpocock)
1 = rerata nilai pada kelompok kontrol
2 = rerata nilai pada kelompok perlakuan
59
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Nurhayatidi UniversitasUdayana Bali tahun 2013 didapatkan hasil
reratabreathing exercise, 1 = 55,2 , standar deviasi = 7,6 , dengan
harapan peningkatan setelah pelatihan sebesar 20% yaitu rerata 2 = 66,24.
Dengan demikian dapat dihitung sebagai berikut :
9,7
2,5524,66)6,7(2
2
2
xn
9,7
04,11)76,57(2
2 xn
9,7
88,121)52,115( xn
49,7n dibulatkan 8
)8%20(8 xn
6,18n
6,9n
Dari perhitungan di atas jumlah sampel yang didapat 7,49 dibulatkan
menjadi 8 sampel pada setiap kelompok. Untuk mengantisipasi
pengguguran respondenmaka hasil awal ditambah 20%(1,6), maka (1,6 + 8)
= 9,6 dibulatkan menjadi 10.Hasil rumusan diatas, dapat disimpulkan bahwa
kelompok memiliki jumlah sampel 10 orang.
4.3.3 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan tehnik random
sampling dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang diambil secara
acak dengan langkah-langkah sebagai berikut :
60
1) Melakukan pemilihan sejumlah sampel dari seluruh tenaga
kerja unit sortasi teh di pabrik teh PT. Candi Loka Jamus
Ngawi berdasarkan kriteria inklusi.
2) Melakukan pemilihan acak sederhana dengan undian untuk
menentukan kelompok perlakuan.
4.4 Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini dikaji keterhubungan antara satu variabel bebas dengan
satu variabel terikat.
4.4.1 Variabel bebas adalah Breathing exercise
4.4.2 Variabel terikat adalah Kapasitas Vital Paru (KVP) dan Volume Ekspirasi
Paksa 1 detik (FEV1)
4.5 Definisi Operasional Variabel
4.5.1Breathing exercise
Breathing exercise adalah suatu teknik pernafasan atau susunan gerakan
pernafasan yang sistematis bertujuan untuk memperbaiki ventilasi, meningkatkan
kapasitas paru dan mencegah kerusakan paru. Teknik yang digunakan adalah
Deep Breating Exercisemerupakan latihan pernapasan dengan tehnikbernapas
secara perlahan dan dalam, menggunakan otot diafragma, sehingga
memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh.
Pursed lip breathing merupakan latihan pernapasan yang menekankan pada
proses ekspirasi dengan tujuan untuk memudahkan proses pengeluaran udara
yang terjebak oleh saluran napas yang floppy. Dalam pelaksanaannya breathing
exercise yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bentukperlakuan :latihan DeepBreathing Exercise dan Pursed Lip
61
Breathing
b. Waktulatihan :30menit.
c. Frekuensipelatihan : 3 kali seminggu.
4.5.2 Kapasitas Vital Paru (KVP)
Kapasitas Vital adalah volume udara yang dikeluarkan melalui ekspirasi
maksimal setelah sebelumnya melakukan inspirasi maksimal.
4.5.3 Volume ekspirasipaksadalamsatudetik (FEV1)
Volume ekspirasi paksa dalam satu detik adalah volume udara yang dapat
diekspirasikan selama satu detik pertama ekspirasi pada penentuan kapasitas vital.
Nilai volume ekspirasi paksa dalam satu detik biasanya adalah sekitar 80% yang
berarti dalam keadaan normal 80% udara yang dapat dikeluarkan dalam satu detik
pertama.
4.6 Instrument Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk
pengumpulan data (Soekidjo, 2005). Instrumen dalam penelitian ini adalah:
1. Alat untuk mengukur kapasitas vital paru
Alat ukur : Spirotest
Skala pengukuran : Interval
Hasil rata-rata kapasilas vital paru adalah 4500 ml dan nilai volume
ekspirasi paksa dalam 1 detik adalah 80% dari nilai kapasitas vital paru.
2. Kuesioner, yaitu daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik, sudah
matang, dimana subjek (dalam hal angket) dan interviewer (dalam hal
wawancara) tinggal memberikan jawaban atau dengan memberikan tanda-
tanda tertentu (Soekidjo, 2005). Kuesioner dalam penelitian ini diberi daftar
62
pertanyaan tentang nama, alamat, jenis kelamin, umur, masa kerja dan
beberapa pertanyaan.
3. Alat Tulis untuk mencatat data
4. Stopwatch untuk mengukur frekuensi pernafasan.
4.6.1 Cara penggunaan alat
Cara pengukuran fungsi paru tenaga kerja adalah sebagai berikut:
a. Mengukur kapasitas vital paru-paru adalah:
1) Spirotest, panah di arahkan ke angka 0
2) Subjek diminta mengambil napas semaksimal mungkin, kemudian
menghembuskan napas semaksimal mungkin melalui mouth
piecesecara perlahan-lahan.
3) Seketika itu panah akan bergerak, dan diperoleh hasil dari penilaian
kapasitas vital paru.
4.7 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian terdiri dari tahap-tahap penelitian, dapat dijelaskan
sebagai berikut :
4.7.1 Tahap persiapan
Tahap persiapan meliputi :
4.7.1.1 Observasi tempat penelitian.
4.7.1.2 Mengurus surat-surat penelitian persetujuan penelitian kepada
Direktur PT. Candi Loka Jamus Ngawi
4.7.1.3 Melakukan penentuan sampel yaitu tenaga kerja yang terpapar oleh
debu dan diperoleh yaitu bagian sortasi
4.7.1.4 Membuat jadwal pelaksanaan penelitian
63
4.7.2 Tahap penentuan sampel
4.7.2.1Semua responden diberi formulir persetujuan dengan tujuan apakah
responden bersedia mengikuti proses penelitian ini sampai selesai.
4.7.2.2 Setelah diperoleh responden yang bersedian mengikuti proses penelitian,
responden diberi kuisioner dan di anjurkan untukmenjawab semua
pertanyaan yang ada.
47.2.3 Setelah responden mengisi kuisioner, responden dilakukan pemeriksaan
kapasitas vital paru dengan menggunakan spirotest dan diperoleh sampel
yang sesuai dengan kriteria inklusi.
4.7.3 Tahap pelaksanaan
4.7.3.1 Sebelum pelaksanaan penelitian responden diberikan penjelasan
tentang tujuan dan manfaat penelitian, jadwal dan tempat penelitian,
tatalaksana penelitian, dan hak-hak subjek dalam pelaksanaan penelitian.
4.7.3.2Tindakan pemeriksaan denyut nadi terhadap responden
4.7.3.4 Tindakan pemeriksaan pernafasan terhadap responden
4.7.3.5 Tindakan breathing exerciseterhadap responden.
4.7.4 Tahap Akhir
Peneliti melakukan pengumpulan data, analisa data dan pembuatan laporan hasil
penelitian.
64
4.7.5 Alur Penelitian
Gambar 4.2 Bagan alur penelitian
4.8 AnalisisData
Data yang diperoleh dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Statistik Diskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik fisik
sampel yang meliputi umur, denyut nadi, pernafasan dan masa kerja yang
datanya diambil sebelum tes awal dimulai.
Sampel n : 10
Kriteria Inklusidan ekslusi
Pemeriksaan paru
Nilai FEV1
Breathing Exercise30 menit, 3x dalam
seminggu selama 6 minggu
PemeriksaanKVP dan FEV1
Analisis Data
Nilai KVP
Populasi
Sebelum perlakuanbreathing exercise
acak sederhana
Breathing Exercise30 menit, 3x dalam
seminggu selama 6 minggu
65
2. Uji normalitas data dengan shapiro wilk test, bertujuan untuk
mengetahui distribusi data peningkatan kapasitas vital paru (KVP) lebih
besar daripada volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1)sebelum dan
sesudah perlakuan. Batas kemaknaan yang digunakan adalah p = 0,05.
Jika hasilnya p>0,05 maka dikatakan bahwa data berdistribusi normal dan
apabila p<0,05 menunjukan bahwa data tidak berdistribusi normal.
3. Uji homogenitas data dengan uji Levene test, untuk mengetahui distribusi
data peningkatan kapasitas vital paru (KVP) dan volume ekspirasi paksa
dalam 1 detik (FEV1) sebelum dan sesudah perlakuan pada kedua
kelompok. Batas kemaknaan yang digunakan adalah p = 0,05. Dengan
pengujian hipotesis Ho diterima bila p>0,05 maka data homogen dan Ho
ditolak bila nilai p<0,05 berarti data tidak homogen.
4. Uji hipotesis I menggunakan uji parametrik (paired sampel t-test) karena
data berdistribusi normal. Batas kemaknaan yang digunakan adalah p =
0,05. Ho diterima bila nilai p>0,05, sedangkan Ho ditolak bila nilai
p<0,05.
5. Uji hipotesis II menggunakan uji parametrik (paired sampel t-test) karena
data berdistribusi normal. Batas kemaknaan yang digunakan adalah p =
0,05. Ho diterima bila nilai p>0,05, sedangkan Ho ditolak bila nilai
p<0,05.
6. Ujihipotesis III menggunakan uji parametrik (independent sample t-test)
karena data berdistribusi normal. Uji ini bertujuan untuk membandingkan
rerata hasil peningkatan kapasitas vital paru kedua kelompok setelah
perlakuan. Batas kemaknaan yang digunakan adalah p = 0,05. Dengan
66
pengujian hipotesis Ho diterima bila nilai p>0,05, sedangkan Ho ditolak
bila nilai p<0,05.
67
67
BAB V
HASIL PENELITIAN
Penelitian telah dilaksanakan di Pabrik teh PT Candi Loka Jamus
Ngawiselama delapan minggu menggunakan rancangan eksperimental terhadap
10 orang. Hasil perlakuan yang telah dilakukan terhadap 10
orangdenganpemberian breathing exercise frekuensi satu minggu tiga kali selama
enam minggu dan di dapatkan data untuk dilakukan analisa. Data awal yang
didapat berupa karakteristik kondisi fisik subyek penelitian yang meliputi jenis
kelamin, umur, denyut nadi, frekuensi pernafasan, masa kerja yang datanya
diambil sebelum tes awal dimulai.
5.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Deskripsi karakteristik subjek penelitian disajikan pada tabel-tabel di bawah ini.
Tabel 5.1
Karakteristik Subjek penelitian di Perkebunan Teh Jamus Ngawi
KarakteristikSubjek
Rentangan n=10 %Rerata±SB
KLP (n=10)
Usia (tahun) 25 – 34
35 - 44
3 30
7 70
1,70±0,48
DN (x/mnt) 88
90
92
5 50
3 30
2 20
89,4±1,64
RR (x/mnt) 20
21
22
2 20
4 20
4 20
21,2±0,78
MK (tahun) 1 – 5
6 - 10
4 40
6 60
1,6±0,51
68
Keterangan :
KLP = Kelompok Perlakuan Breathing Exercise
n = Jumlah Sampel
SB = Simpang Baku
DN = Denyut Nadi
RR = Respirasi Rate
MK = Masa Kerja
Tabel 5.1 memperlihatkan karakteristik sampel dalam penelitian
ini berupa umur,denyut nadi, frekuensi pernafasan, masa kerja sebelum
perlakuan. Dapat dilihat bahwa usia antara 35-44 tahun yang lebih dominan
dari pada usia 25-34 tahun.Usia antara 25-34 tahun sebanyak 3 orang (30%)
dan usia antara 35-44 tahun sebanyak 7orang(70%).
Dapat dilihat juga jumlah subyek frekuensi denyut nadi tertinggi yaitu
88 kali per menit sebanyak 5 orang dan jumlah subyek frekuensi denyut
nadi terendah yaitu 92 kali per menit sebanyak 2 orang.
Jumlah subyek frekuensi pernafasan tertinggi yaitu 21 dan 22 kali per
menit masing-masing 4 orang dan jumlah subyek frekuensi pernafasan
terendah yaitu 20 kali per menit sebanyak 2 orang.
Masa kerja antara 1-5 tahun sebanyak 4 orang (40%) dan masa kerja
antara 6-10 tahun sebanyak 6 orang (60%). Dapat dilihat bahwa masa kerja
antara 6-10 tahun yang lebih dominan dari pada usia 1-5 tahun.
69
5.2 Distribusi Subjek berdasarkanJenis Kelamin
Tabel 5.2
Distribusi Subjek penelitian berdasarkan Jenis Kelamin
JenisKelamin
KLP(n=10)
%
Laki-laki
Perempuan
3
7
30
70
Total 10 100
Berdasarkan Tabel 5.2 jenis kelamin perempuan lebih dominan
daripada laki-laki. Perempuan sebanyak 7 orang (70%) dan laki-laki
sebanyak 3 orang (30%).
5.3Uji Normalitas Data
Sebagai prasyarat untuk menentukan uji statistik yang digunakan,
maka dilakukan uji normalitas data hasil nilai Kapasitas Vital Paru (KVP)
danvolume ekspirasi paksa detik pertama(VEP1) sebelum dan setelah
perlakuan.Uji normalitas dengan menggunakan uji Saphiro Wilk test, yang
hasilnya tertera pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3
Hasil Uji Normalitas Data Nilai KVP dan FEV1
Sebelum dan Setelah Perlakuan
Variabel p Uji Normalitas
(Saphiro Wilk- Test)
KVP Pre
KVP Post
VEP1 Pre
VEP1 Post
0.177
0.258
0,287
0,691
70
Berdasarkan tabel 5.3hasil uji normalitas data (shapiro wilk test)
sebelum dan setelah perlakuan menunjukan bahwa dari uji tersebut pada
kelompok perlakuan memiliki nilai p>0,05, yang berarti data kapasitas vital
(KV) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) pada sebelum dan
setelah perlakuan berdistribusi normal.
5.4Uji Homogenitas Data
Untuk mengetahui adanya kesamaan data Kapasitas Vital(KV) dan
volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) makadilakukan pengujian
homogenitas menggunakan Levene test, yang hasilnya tertera pada Tabel
5.4.
Tabel 5.4
Hasil Uji Homogenitas Data Nilai KVP dan VEP1
Sebelum dan Setelah Perlakuan
Variabel p Uji Homogenitas(Levene Test)
KV &VEP1 Pre 0.616
KV&VEP1 Post
Selisih KV & VEP1
0.407
0,757
Berdasarkan Tabel 5.5 hasil uji homogenitas data (Levene-Test)
hasilnya nilai KV dan VEP1sebelum perlakuan p = 0,616 dan KP dan VEP1
setelah perlakuan p = 0,454dimana (p = > 0,05) serta hasil uji selisi KV dan
VEP1 yaitu p =0,757 (p > 0,05) yang berarti data bersifat homogen.
5.5Pengujian Peningkatan nilai Kapasitas Vital(KV)Sebelum dan Setelah
perlakuan.
71
Data variabel nilai Kapasitas Vital (KV) sebelum dan setelah
perlakuan Breathing Exercise selama6 minggu, berdistribusi normal dengan
(p>0,05),maka untuk mengetahui peningkatan KVpengujian menggunakan
uji parametrik yang hasil analisis kemaknaan dengan uji pairedsampel t-test
(dua sampel berpasangan), yang hasilnya tertera pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5
Uji Peningkatan Nilai Kapasitas Vital(KV)
Sebelum dan Setelah perlakuan Breathing Exercise.
Data n Rerata±SB
Uji paired sample t-test
t p
KV Pre 10 2360,0±107,49-16,71 0,000KV Post 10 2750,0±84,98
Berdasarkan Tabel 5.5nilaiKapasitas Vital(KV) setelah 6 minggu
diberikan breathing exerciseyang dianalisis dengan uji paired sampel t-test
(dua sampel berpasangan) denganKV Pre dan KV Post nilai p = 0,000
(p>0,05). Hasil nilai tersebut menyatakan ada pengaruh yang signifikan
pada pemberian breathing exercise terhadap peningkatan Kapasitas Vital
(KV).
5.6Pengujian Peningkatan Nilai Volume Ekspirasi Paksa Detik
Pertama(VEP1)Sebelum dan Setelah pemberian breathing exercise.
Data variabel nilai volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1)
sebelum dan setelah pemberianBreathing Exercise selama6 minggu,
berdistribusi normal dengan (p>0,05), maka untuk mengetahui peningkatan
volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) pengujian menggunakan uji
72
parametrik yang hasil analisis kemaknaan dengan uji pairedsampel t-test
(dua sampel berpasangan), yang hasilnya tertera pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6
Uji Peningkatan Nilai Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (VEP1)
Sebelum dan Setelah perlakuan Breathing Exercise.
Data VEP n Rerata±SB
Uji paired sample t-test
t p
VEP1 Pre
VEP1 Post
10
10
2030,0±94,86
24,10±119,72 -19,00 0,000
Berdasarkan Tabel 5.6nilaivolume ekspirasi paksa detik pertama
(VEP1) sebelum dan setelah pemberian Breathing Exercise selama 6 minggu
yang dianalisis dengan uji paired sampel t-test (dua sampel berpasangan)
dengan VEP1 Pre dan VEP1 Post nilai p = 0,000 (p>0,05). Hasil nilai
tersebut menyatakan ada pengaruh yang signifikan pada pemberian
breathing exercise terhadap peningkatan volume ekspirasi paksa detik
pertama (VEP1).
5.7 Analisis Beda selisih peningkatan Nilai Kapasitas Vital(KV) dan Volume
Ekspirasi Paksa Detik Pertama (VEP1)
Uji beda selisih rerata bertujuan untuk membandingkan selisih nilai
kapasitas vital (KV) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1)
sebelum dan setelah pemberian Breathing Exercise selama6 minggu. Hasil
analisis kemaknaan dengan uji Independent t-test. yang tertera pada Tabel
5.7.
73
Tabel 5.7Uji Selisih Rerata Nilai Kapasitas Vital (KV) dan Volume Ekspirasi Paksa
Detik Pertama (VEP1)
Uji Independent t-test
Selisih n Rerata ± SB t p
Selisih KV 10 390,0 ± 73,780,325 0,749Selisih VEP1 10 380,0 ± 63,24
Tabel 5.7 di atas menunjukkan bahwa beda selisih rerata nilai
kapasitas vital (KV) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dengan
analisis kemaknaan dengan uji Independent t-test, menunjukkan bahwa nilai p
adalah p = 0,749 (p>0,05). Hasil nilai tersebut menyatakan tidak ada pengaruh
yang signifikandalam meningkatkan nilai KV dan VEP1sesudah
perlakuan.Artinya pemberian breathing exercise sama-sama meningkatan nilai
kapasitas vital (KV) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1).
74
74
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah tenaga kerja sortasi yang mengalami
gangguan parunya. Jumlah sampel penelitian ini sebanyak 10 orang, usia antara
25-34 tahun dan 35-45 tahun, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, frekuensi
pernafasan antara 20 - 22 kali permenit, denyut nadi antara 88 – 92 kali permenit.
Kelompok berjumlah 10 orang di berikan Breathing Exercise.
Data karakteristik subjek penelitian yang didapat dilihat pada tabel 5.1
distribusi subjek menurut golongan usia menunjukan golongan usia antara 35 - 44
tahun merupakan jumlah terbanyak, yaitu sejumlah 7 dari 10 subjek. Data statistik
ini menunjukkan bahwa semua subyek tergolong dalam subyek yang mengalami
penurunan daya tahan kardiorespirasi.
Sesuai dengan penelitian Kumendong (2011) yang melakukan penelitian
tentang hubungan antara lama paparan dengan kapasitas paru tenaga kerja industri
mebel diperoleh bahwa usia yang dominan mengalami gangguan fungsi paru pada
tenaga kerja di industri mebel yaitu antara usia 30 – 40 sebesar 76,7%
Sebagaimana pernyataan Maryam (2008), bahwa pertambahan usia
seseorang mempengaruhi jaringan pada tubuh. Fungsi elastisitas jaringan paru
berkurang, sehingga kekuatan bernapas menjadi lemah, akibatnya volume udara
pada saat pernapasan akan menjadi lebih sedikit. Sifat elastisitas paru tidak
berubah pada usia 7-39 tahun, tetapi ada kecenderungan menurun setelah usia 25
75
tahun dan penurunan ini terlihat nyata setelah usia 30 tahun. Dikatakan
demikian karena daya tahan kardiorespirasi meningkat dari masa kanak kanak dan
mencapai puncaknya pada usia 20-30 tahun, sesudah usia ini daya tahan
kardiorespirasi akan menurun. Penurunan ini terjadi karena paru, jantung, dan
pembuluh darah mulai menurun fungsinya. Kecuraman penurunan dapat dikurangi
dengan melakukan latihan breathing exercise secara teratur.
Berdasarkan Tabel 5.2 jenis kelamin diperoleh 15 orang berjenis kelamin
perempuan dan 5 orang berjenis kelamin laki-laki. Data statistik tersebut
menunjukkan bahwa subyek berjenis kelamin perempuan yang lebih dominan.Hal
ini sejalan dengan pernyataan Yunus (1997) sampai masa pubertas, daya tahan
kardiorespirasi anak perempuan dan anak laki-laki tidak berbeda, tetapi setelah
usia 30 tahun keatas nilai daya tahan kardiorespirasi pada wanita lebih rendah dari
pada pria yaitu sebesar 15 – 25%.
Berdasarkan Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa masa kerja antara 6-10 tahun
yang lebih dominan dari pada usia 1-5 tahun. Hasil penelitian ini sejalan dengan
pendapat Anderson tahun 2006, masa kerja merupakan faktor resiko terjadinya
gangguan fungsi paru pada tenaga kerja, tenaga kerja dengan masa kerja >5 tahun
berpotensi mengalami gangguan fungsi paru yang lebih besar dibandingkan
tenaga kerja yang bekerja <5 tahun.
Sejalan dengan penelitian Kumendong (2011) diperoleh bahwa ada 3 orang
(30%) yang mengalami gangguan paru dalam masa kerjanya ≤ 5 tahun dan masa
kerja > 5 tahun sebanyak 7 orang (70%).
76
Penelitian lain yang dilakukan Budiono (2007), hasil analisis menunjukkan
bahwa masa kerja berhubungan dengan terjadinya gangguan fungsi paru pada
pekerja pengecatan mobil, dengan rasio prevalens sebesar 15,74%. Hal ini berarti
bahwa pekerja pengecatan mobil yang telah bekerja lebih dari 10 tahun
mempunyai risiko hampir 15 kali lebih besar untuk mengalami gangguan fungsi
paru dibanding dengan pekerja yang masa kerjanya kurang dari 10 tahun. Artinya
seseorang yang terpapar oleh debu dalam waktu lama akan berisiko untuk
mengalami gangguan fungsi paru.
Pada Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa rerata frekuensi
pernapasan21,20±0,789. Data tersebut menyatakan bahwa adanya pernafasan
cepat dimana fekuensi normal pernafasan yaitu 16-18 kali permenit. Sesuai
pernyataan Alexandra (2001) dalam penelitian khotimah (2011) kontrol otot
pernafasan pada aplikasi Pursed lip breathing saat inspirasi akan memfasilitasi
peningkatan volume tidal / Vt, dan penurunan inspiratory flow rate serta
frekuensi pernafasan. Penurunan frekuensi pernafasan ini akan meningkatkan
efisiensi ventilasi alveolus (karena ventilasi alveolus adalah perkalian antara
volume tidal / Vt dan frekuensi pernafasan / RR) , serta meringankan beban
jantung memompa darah keseluruh tubuh. Penurunan frekuensi pernafasan juga
akan membuat otot pernafasan menjadi lebih efektif dan menurunkan beban kerja
pernafasan karena tidak banyak energy yang terbuang, sehingga potensial
menunda kelelahan, pasien dapat meningkatkan aktifitas sehari hari sehingga
kualitas hidupnya dapat meningkat.
77
Berdasarkan Tabel 5.1 bahwa rerata denyut nadi adalah 89,40±1,64.
Frekuensi denyut nadi tertinggi 88 kali permenit. Data tersebut menerangkan
bahwa rata-rata denyut nadi pada tenaga kerja tidak terlalu tinggi.
Hasil tersebut sama halnya pada penelitian Khotimah (2011) yang
melakukan penelitian terhadap pasien penyakit paru obstruksi kronik diperoleh
denyut nadi terendah 76 kali permenit dan denyut nadi tertinggi 88 kali permenit
dengan rerata 83,82±4,24. Denyut nadi atau denyut jantung merupakan salah satu
ukuran tentang kemampuan tubuh untuk mengkonsumsi oksigen. Oksigen
diangkut oleh darah dari paru paru ke otot, kemudian darah dapat sampai ke otot
karena kekuatan pemompaan otot jantung. Oksigen ini diperlukan dalam
metabolisme sel otot sebagai pembakar glikogen untuk mendapatkan tenaga
bergerak. Semakin banyak tubuh memerlukan oksigen maka semakin tinggi
frekuensi denyut jantung, demikian juga sebaliknya.Kapasitas vital paru dapat
dipengaruhi oleh kebiasaan seseorang melakukan olahraga. Dengan laitah
pernafasan yang rutin dapat meningkatkan aliran darah melalui paru-paru
sehingga menyebabkan oksigen dapat berdifusi ke dalam kapiler paru dengan
volume yang lebih besar atau maksimum.
6.2 Distribusi dan Varian Subjek Penelitian
Distribusi subyek penelitian sebelum dan sesudah perlakuan, dilakukan uji
normalitas dengan Shapiro-Wilk, sedangkan homoginitas data pelatihan diuji
dengan Levene’s Test. Variabel yang diuji adalah volume ekspirasi paksa detik
pertama (VEP1) dan kapasitas vital(KV)sebelum dan sesudah perlakuan.
Berdasarkanuji normalitas dan uji homogenitas data kapasitas vital paru sebelum
78
dan sesudah perlakuan, menunjukkan nilai p untuk kedua data tersebut lebih
besar dari 0,05 (p > 0,05). Dengan demikan data volume ekspirasi paksa detik
pertama dan kapasitas vital paru sebelum dan sesudah perlakuan, berdistribusi
normal dan homogen. Data yang memiliki sebaran normal dan homogen
merupakan data parametrik, sehingga uji selanjutnya digunakan uji parametrik
(Dahlan, 2011).
6.3 Pengujian peningkatan kapasitas vital(KV) dan volume ekspirasi paksa
detik pertama (VEP1)Sebelum dan Setelah perlakuan Breathing exercise.
Berdasarkan analisis data volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1)
kapasitas vital (KV) antara sebelum dan setelah perlakuan breathing exercise
dengan paired sampel t-test (dua sampel berpasangan) tertera pada Tabel 5.5
didapatkan data bahwa KV Pre dan Post nilai p = 0,000 (p<0,05). Pada Tabel 5.6
didapatkan data VEP1 Pre dan Post nilai p = 0,000 (p<0,05). Hasil nilai diatas
menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan dalam pemberian breathing
exercise terhadap peningkatan kapasitas vital paru (KVP) dan nilai VEP1. Artinya
dengan pemberian breathing exercise selama 6 minggu meningkatkan nilai VEP1.
Dan KV
Sejalan dengan penelitian Khotimah (2011) diperoleh hasil bahwa durasi
latihan pernafasan dengan teknik Pursed lips breathing, waktu antara 3 sampai 5
menitdengan jeda 2 detik selama 15 menit, meningkatkan volume paru dan
meningkatkan kualitas hidup pasien penyakit paru obstruksi kronik.
Hasil penelitian ini sesuai juga dengan Sherwood (2005) yang menyatakan
bahwa latihan dapat meningkatkan kekuatan otot dan ventilasi paru, hal ini
79
disebabkan karena latihan dapat menyebabkan perangsangan pusat otak yang
lebih tinggi pada pusat vasomotor di batang otak yang menyebabkan peningkatan
tekanan arteri dan peningkatan ventilasi paru.
Dalam penelitian Westerdahl (2005) latihan deep breathing,latihan yang
terbukti dapat meningkatkan kemampuan otot inspirator. Kekuatan otot inspirator
yang terlatih akan meningkatkan compliance paru dan mencegah alveoli kolaps
(atelektasis). Dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa latihan deep
breathing dapat meningkatkan fungsi ventilasi dengan perbaikan karakteristik
frekuensi dan keteraturan pernapasan (Westerdahl, 2005).
Latihan deep breathing yang dilakukan secara rutin dapat meningkatkan
kemampuan organ pernapasan. Terlatihnya otot inspirator akan meningkatkan
kemampuan paru untuk menampung volume udara sehingga pada saat responden
melakukan pekerjaan dan kegiatan sehari-hari tanpa adanya gangguan (Basuki,
2008).
Dechman tahun 2004 menyatakan Pursed lip breating adalah inspirasi
dalam dan ekspirasi memanjang dengan mulut dimonyongkan dengan tujuan
untuk membantu pasien mengontrol pola napas, menurunkan sesak napas,
meningkatkan kekuatan otot pernapasan dan memperbaiki kelenturan rongga dada
sehingga fungsi paru menjadi meningkat.
6.4 Uji Beda selisih nilai kapasitas vital (KV) volume ekspirasi paksa
detik pertama (VEP1) sebelum danSetelah Perlakuan Breathing Exercise.
Komparabilitas atau perbandingan hasil nilai dan volume ekspirasi paksa
detik pertama (VEP1) dan kapasitas vital(KV) dengansetelah pemberian Breathing
80
Exercise diuji dengan uji t-tidak berpasangan (t – independen test). Hasil uji
statistik menunjukkan nilai p untuk hasil VEP1 dan KV setelah perlakuan adalah p
= 0,749 (p > 0,05) yang tercantum dalam Tabel 5.7. Nilai tersebut memiliki
makna bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada pemberian breathing
exercise dalam meningkatkan nilai VEP1 dan KV pada tenaga kerja sortasi yang
mengalami gangguan paru. Artinya dengan pemberian brething exercise sama
baiknya dalam meningkatkan nilai VEP1 dan KV.
Pada tenaga kerja sortasi yang terpapar debu mengakibatkan adanya
penyumbatan jalan nafas yang ditandai dengan sesak nafas biasanya pernafasan
menjadi cepat dan pendek, ketika hal itu terjadi otot pernafasan yang digunakan
lebih dominan pernafasan dada yang seharusnya menggunakan otot-otot abdomen,
dimana otot-otot pernafasan dada adalah tipe otot 1 yaitu otot yang mudah lelah
sehingga jika tenaga kerja cepat lelah maka terganngu aktifitasnya.
Pemberian Breathing Exercise dengan teknik pursed lips breathing dapat
meningkatkan nilai volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (VEP1) pada tenaga
kerja sortasi, dimana teknik pursed lips breathing adalah kontrol pernafasan
pendek dan teknik ini menekankan pada proses ekspirasi yang lebih panjang
daripada inspirasi dengan bibir di monyongkan seperti meniup lilin, tujuannya
adalah mempermudah pengeluaran udaya yang tesumbat oleh debu. Dengan
teknik pursed lips breathing, udara yang dihambat oleh bibir menyebabkan
tekanan dalam rongga mulut lebih positif yang akan menjalar ke saluran napas
yang tersumbat dan mempertahankan tetap terbuka.
81
Selain penyumbatan saluran pernafasan akibat terpapar debu pada tenaga
kerja sortasi dapat juga mengakibatkan adanya gangguan pengembangan pada
parunya sehingga menurunnya nilai kapasitas vital (KV).
Pemberian Breathing Exercise dengan teknik deeb breathing dapat
meningkatkan nilai kapasitas vital (KV). Deeb breathing menekankan pada
pernafasan normal Vt sehingga otot bantu pernafasan tidak terlibat, teknik ini
menurunkan beban kerja otot pernafasan.
Sejalan dengan penelitian Nurhayati (2013) tentang bahwa Deep Breathing
lebih meningkatkan nilai Kapasitas Inspirasi daripada Diapragma Breathing
dengan frekuensi 3 kali per minggu selama 6 minggu sebesar 15,5%.
Hasil penelitian Nury (2008) mengatakan bahwa latihan pernapasan
dengan pernapasan diafragma dan pursed lips breathing meningkatkan kapasitas
paru sehingga memperbaiki kualitas hidup. Penelitian Stiller (2009) juga
menyatakan bahwa latihan pernafasan dapat meningkatkan penampilan fisik
seseorang yang terbebas dari kondisi kelemahan dan kelelahan.
Martinez (2006) mengatakan dalam penelitiannya, Pursed lips breathing
juga dapat menurunkan sesak napas, sehingga pasien dapat toleransi terhadap
aktivitas dan meningkatkan kemampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jika
teknik ini dilakukan secara rutin dan benar dapat mengoptimalkan fungsi mekanik
paru, membatasi peningkatan volumeakhir ekspirasi paru dan mencegah efek
hiperinflasi.
82
Penelitian Priyanto (2010) tengtang Pengaruh Deep Breathing Exercise
Terhadap Fungsi Ventilasi Oksigenasi ParuPada Klien Post Ventilasi Mekanik.
Menyatakan bahwa pemebrian Breathing exercise dengan teknik Deep Breathing
selama 1 menitdengan jeda 2 detik setiap pengulangan dengan periode istirahat 2
menit15 menit akan meningkatkan pola nafas dengan perbaikan karakteristik
frekuensi dan keteraturan pernafasan merupakan indikator peningkatan fungsi
ventilasi.
Latihan napas dalam (Deep Breathing Exercise) akan meningkatkan
oksigenasi dan membantu sekret atau mukus keluar dari jalan napas (Speer,
2007).Latihan pernapasan terdiri atas latihan dan praktik pernapasan yang
dirancang untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien untuk
mengurangi kerja pernapasan. Latihan pernapasan termasuk deep breathing
exercise dapat meningkatkan kemampuan pengembangan paru dan mempengaruhi
fungsi perfusi dan difusi sehingga suplay oksigen ke jaringan adequat.
Deepbreathing exercise diajarkan pada klien yang sadar dan kooperatif untuk
memperbaiki ventilasi, meningkatkan inflasi alveolar maksimal, meningkatkan
relaksasi otot, meningkatkan mekanisme batuk efektif, mencegah atelektasis,
meningkatkan kekuatan otot pernapasan, mobilitas dada dan vertebra thorakalis
serta mengoreksi pola pernapasan yang abnormal (Smeltzer, et al, 2008).
Deep breathing exercise dapat dipraktikkan dalam beberapa posisi, karena
distribusi udara dan sirkulasi pulmonal beragam sesuai dengan posisi dada. Deep
breathing secara perlahan merupakan pernapasan paling efisien dengan inspirasi
dalam secara efektif dapat membuka pori-pori khon, menimbulkan ventilasi
83
kolateral sehingga alveolar tidak kolaps dan selama ekspirasi pori-pori khon
menutup untuk membantu ventilasi paru (Smeltzer, et al, 2008).
Pada keadaan normal, absorbsi gas lebih mudah karena tekanan parsial total
gas darah lebih rendah daripada tekanan atmosfer. Gaya ekspirasi yang lebih
besar, yaitu sesudah bernafas dalam, glotis tertutup dan kemudian terbuka tiba-
tiba seperti pada proses batuk normal (Price & Wilson, 2006). Deepbreathing
exercise dapat mencegah atelektasis, meningkatkan fungsi ventilasi dan
meningkatkan oksigenasi (Westerdahl, et al, 2005).
6.5 Kelemahan Penelitian
Penelitian menyadari bahwa penelitian yang telah dilakukan masih banyak
keterbatasannya. Keterbatasan-keterbatasan penelitian tersebut antara lain:
keterbatasan waktu, biaya dan tenaga menyebabkan penelitian ini tidak dapat
dilakukan dengan maksimal.
Keterbatasan lain dalam penelitian ini adalah pengukuran dalam penelitian
ini hanya menggunakan spirometer yang masih manual, sehingga pengukuran
volume ekspiasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasitas vital (KV) tidak
memperoleh hasil yang maksimal.
Peneliti tidak dapat mengontrol sampel dari kegiatan sehari-harinya,
termasuk aktivitas tenaga kerja sortasi di tempat tinggalnya.
84
84
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Breathing exercise meningkatkan nilai kapasitas vital (KV) pada tenaga
sortasi yang mengalami gangguan paru di pabrik teh PT. Candi Loka
Jamus Ngawi.
2. Breathing exercise meningkatkan nilai volume ekspirasi paksa detik
pertama (VEP1) pada tenaga sortasi yang mengalami gangguan paru di
pabrik teh PT. Candi Loka Jamus Ngawi.
3. Breathing exercise sama baik dalam meningkatkan kapasitas vital (KV)
dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) pada tenaga sortasi
yang mengalami gangguan paru di pabrik teh PT. Candi Loka Jamus
Ngawi.
7.2 Saran
Berdasarkan simpulan penelitian, disarankan beberapa hal yang berkaitan
dengan peningkatan kapasitas vital paru pada tenaga sortasi:
1. Karena pentingnya peningkatan kapasitas vital (KV) dan volume ekspirasi
paksa detik pertama (VEP1) pada tenaga kerja sortasi, peneliti
menyarankan dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui peningkatan
85
2. kapasitas vital (KV) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1)
pada tenaga kerja sortasi dengan jangka panjang mengingat prevalensi dan
mortalitinya akan terus meningkat pada dekade mendatang dan penurunan
fungsi paru pada tenaga kerja sortasi lebih progresif dibandingkan paru
normal pertahunnya.
3. Dapat menggunakan alat ukur (spirometer) yang lebih baik (spirometer
digital) agar hasil pengukuran lebih tepat.
4. Dilakukan penelitian lanjut dengan latihan aerobik dalam meningkatkan
kapasitas vital (KV) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1)
pada tenaga kerja sortasi.
85
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, Tjandra.2002.Manajemen Administrasi Rumah Sakit, Jakarta,Universitas Indonesia Press.
Alexandra, H. 2001. Physiotherapy in Respiratory Care. United Kingdom: NelsonThornes. p. 172
Alsagaff, Hood, Abdul Mukty. 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Cetakan 3.Surabaya: Airlangga University Press, hal: 15-56
Anderson, 2006.Patofisiologi Proses-Proses Penyakit . Edisi 6, Jakarta, EGC.
Anonim. 2013. http://meditasizen.com/2013/01/22/menyadari-napas. Diakses 15September 2014
Anonim. 2014. http://www.drugs.com/cg/chronic-bronchitis-discharge-care.html.Diakses 15 September 2014
Astrawinata, D.A.W., dan Elly, S. 1997. Efektivitas AntibiotikaTurunanSefalosporin Terhada Kuman Di Jaringan Apendiks.CerminDuniaKedokteran. 89(4): 11-15.
Basuki, N .2008. Fisioterapi Kardiopulmonal. Politehnik Kesehatan Surakarta
Budiono, S. 2002. Bunga Rampai Hiperkes Dan Kesehatan Kerja, Jakarta : TriTunggal Tata Fajar.
Budiono, Irwan.2007. Faktor Risiko Gangguan Fungsi Paru Pada PekerjaPengecatan Mobil. Magister Epidemiologi Universitas Diponegoro.Semarang
Campbell. 1999. Biologi Edisi Kelm Jilid 1. Erlangga, Jakarta.
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran (Hubungannya denganToksikologi Senyawa Logam), Penerbit : Universitas Indonesia Press,Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan RI, No.1407/MENKES/SK/XI/2002, Pedoman Pengendalian DampakPencemaran Udara. Jakarta.
Departemen Tenaga Kerja RI. 1997. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No: SE-01/MEN/1997, tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di UdaraLingkungan Kerja. Jakarta.
86
Depkes RI. 2003.Modul Penelitian Bagi Fasilitas Kesehatan Kerja, Jakarta.
Dhaise. Abu, B.A., Rabi, A.Z., Zwary. 1997.Pulmonary Manifestation inCement Workers in Jordan, Ibrid, Int Jour Occup Med Environ Health.10:417-428.
El-Batanouny, M.M., Amin, M.A., Salem, E.Y. & El-Nahas, H.E. 2009. Effect ofexercise on ventilatory function in welders. Egyptian JournalofBronchology, Volume 3. No 1, Juni 2009, diperoleh 12 Pebruari 2010darihttp://www. essbronchology.com/journal/june_2009/PDF/7-mohamed_elbatanony.pdf
Ezmir. 2007. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta.PT. Raja Grafindo Persada.
Fadjar. 1980. Pengaruh Paparan Debu Terhadap Fungsi Ventilasi ParuTenaga Kerja Plywood, Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Vol.XXXIII No. 2:37-46. Jakarta; Pusat Hiperkes dan KK.
Fardiaz, Srikandi. 1999. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta : Kanisius
Faisal, Yunus. 1997. Dampak Debu Industri pada Paru Pekerja danPengendaliannya, Cermin Dunia Kedokteran, No.115.http:\\www.city.kobe.Dampak_Pencemaran_Udara_terhadap_Kesehatan_Manusia.ww.pdf.
Guyton C Arthur. 1995.Fisiologi Manusia dan Mekanisme penyakit, AlihBahasa: Petrus Adrianto, Jakarta: EGC.
Guyton, A.C. & Hall, J.E,. 2006. Textbook of medical physiology. 11th edition.Philadelphia:WB. Saunders Company, Misissipi
Guyton, C Arthur. 1995.Fisiologi Manusia dan Mekanisme penyakit, AlihBahasa: Petrus Adrianto, Jakarta: EGC.
Hall John E dan Guyton, Arthur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Jakarta: EGC.
Hiperkes & KK. 2003, Bunga Rampai Higiene Perusahaan, Ergonomi,Kesehatan Kerja dan Keselamatan Kerja, Badan Penerbit UniversitasDiponegoro. Semarang.
Ignatavicius, D.D. & Workman, M.L. 2006.Medical surgical nursing ;criticalthinking for collaborative care; fifth edition, volume 2, ElsevierSaunders, Westline Industrial Drive, St. Louis, Missouri.
87
Jeremy, P.T.W., Jane, W., Richard, M.L., Charles, M.W. 2007. Sistem Respirasi.(Alih Bahasa Huriawati, H), Jakarta: Erlangga.
Kasim U. 2010.Waktu Kerja Lembur Lebih dari 54 Jam Seminggu. Availablefrom: URL: http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4293 (18 Januari2013, 13.07)
Khotimah, Siti. 2011. Latihan Endurance Meningkatkan Kualitas Hidup LebihBaik Dari Pada Latihan Pernafasan Pada Pasien PPOK Di Bp4Yogyakarta. Thesis, Universitas Udayana. Denpasar
Khumaidah. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan GangguanFungsi Paru Pada Pekerja Mebel PT. Kota Jati Furnindo Desa SuwawalKecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara, Thesis, Universitas Diponogoro,Semarang.
Kumendong, Donald J.W.M. 2011.Hubungan Antara Lama Paparan denganKapasitas Paru Tenaga Kerja Industri Mebel di CV. Sinar Mandiri KotaBitung. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado
Luttmann. 2003. Preventing Musculoskeletal Disorder in The Worplace,WHOLibrary Catalogaving in Pulication Data”.
Madina, Deasy S. 2007.Nilai Kapasitas Vital Paru Dan HubungannyaDenganKarakteristik Fisik Pada Atlet Berbagai CabangOlahraga.FakultasKedokteran Universitas Padjadjaran. Bandung.
Malaka, Tan. 1996. Evaluasi Bahan Pencemar Lingkungan di Udara. JurnalRespirologi Indonesia, vol 16, pp 32-127
Maryam, R. Siti. 2008.Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta :Salemba
Mengkidi, Dorce. 2006. Gangguan Fungsi Paru Dan Faktor-Faktor YangMempengaruhinya Pada Karyawan PT. Semen Tonasa Pangkep SulawesiSelatan. Diakses 14 Juni 2014 darihttp://www.eprints.undip.ac.id/15485/1/Dorce_Mengkidi.pdf.
Mulyono, Djoko; Santoso DI. 1997. Tuberkulosis Milier DenganTuberkulonaIntrakrania Dalam Cermin Dunia Kedokteran 115; 30-31.
Murray, C.J.L. Lopez, A.D. 1996. The Global Burden of Disease. Geneva : WorldHealth Organization : 1-3.
Nugraheni, FS. 2004.Analisis factor risiko kadar debu organic di udaa tehadapgangguan fungsi paru pada pekerja industri penggilingan padi di kabupatenDemak. Thesis. Magister Ilmu Kesehatan Lingkungan. ProgramPascaSajana UNDIP. Semarang.
88
Nurhayati. 2013. Latihan Deep Breathing Meningkatkan Kapasitas InspirasiLebih Besar Daripada Diaphragm Breathing Pada Pengendara Motor.Fakultas Kedokteran, Udayana Bali.
Nury, N. 2008. Efek latihan otot-otot pernafasan pada penyakit paru obstruksikronis di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUPN Dr.CiptoMangunkusumo.Jakarta. diperoleh 2 Pebruari 2010 dari http://www.fkui.org.
Peace, Evelyn. 1999. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta ; PT.Gramedia Pustaka Utama.
Price, A. S., Wilson M. L. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-ProsesPenyakit. Alih Bahasa: dr. Brahm U. Penerbit. Jakarta: EGC
Priyanto, 2010. Pengaruh Deep Breathing Exercise Terhadap Fungsi VentilasiOksigenasi ParuPada Klien Post Ventilasi Mekanik. Fakultas IlmuKeperawatan Universitas Indonesia.Depok.
Pudjiastuti, Wiwiek. 2002. Debu Sebagai Bahan Pencemar yang MembahayakanKesehatan Kerja. http://www. Depkes. Go. Id/downloads/debu. Pdf.
Putranto, A. 2007. Pajanan Debu Kayu (PM10) dan Gejala Penyakit SaluranPernafasan pada Pekerja Mebel Sektor Informal di Kota PontianakKalimantan Barat, Thesis, PS-UI.
Rizki.2010.Hubungan Antara Paparan Debu Padi Dengan Kapasitas FungsiParu Tenaga Kerja Di Penggilingan Padi Anggraini, Sragen, JawaTengah.
Roslan, Rosidi. 2000. Exposure Debu Kapas Hubungannya dengan KesehatanFungsi Paru Pekerja pada Bagian Pelaksana Produksi di PT. IndustriSandang 1Unit Patal Bekasi, Skripsi FKM-UI,Jakarta.
Siswanto, 1991. “Penyakit Paru Kerja”. Surabaya: Balai Hiperkes danKeselamatan Kerja.
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi, EGC, Jakarta.
Sudadi, Mulyono. 1990. Biologi. Surakarta: Seti Aji
Suma’mur P.K. 1994. Keselamatan dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: CV.Gunung Agung.
Suma’mur. 1995. Keselamatan Kerja Dan Pencegahan Kecelakaan. CV. HajiMasagung. Jakarta.
89
Suma’mur, P. K. 1996. Hygiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja, CetakanKedua. CV. Haji Mas Agung. Jakarta.
Suma’mur P.K. 2009. Higene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Jakarta:Sagung Seto.
Suryabrata, Sumadi. 2008. Metode Penelitian. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.
Suyono. 2001. Workshop on Studies of Hypertension. Jakarta.
Solech. 2001. Masa KerjaDan Kesadaran Penggunaan Alat Pelindung Diri.Dikutip dari http://www.scribd.com/doc/235730530/6411411183. Agustus2014
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hincle, J.I., Cheever, K.H. 2008. Textbook of medicalsurgical nursing; brunner & suddart. eleventh edition, LipincottWilliams &Wilkins, a Wolter Kluwer Business.
Stiller K., Montarello J., Wallace M., Daff M., Grant R., Jenkins S., Hall B. AndYates H.1994. Efficacy of breathing and cuoughing exercises intheprevention of pulmonary complications after coronary artery surgery.diperoleh 12 Pebruari 2010 dari http://chestjournal.chestpubs.org
Syaifuddin. 1997.Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat, Jakarta:Kedokteran EGC.
Tabrani, rab. 1996. Ilmu Penyakit Paru.Hipokrates. Jakarta
Tambayong Jan. 2001. Anatomi dan Fisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.
Utomo, Budi. 2005. Faktor-faktor Risiko Penurunan Kapasitas Paru PekerjaTambang Batu Kapur (Studi Kasus di Desa DarmakradenanKecamatanAjibarang Kabupaten Banyumas. Thesis. MagisterEpidemiologi.Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang . 66 – 96.
Wardana, Arya Wisnu. 2001. Dampak pencemaran lingkungan.Yogyakarta.Penerbit Andi.
Wahyu, Purwanto. 2014. awancara Direktur PT. Candi Loka Perkebunan TehJamus, Ngawi. April 2014
Waluyo. 2008. Sepotong Kisah Tentang Kebun Teh Jamus. Ngawi ; Candi Loka.
Wahyuningsih. 2003. Dampak Inhalasi Cat Semprot Terhadap Kesehatan Paru,Cermin Dunia Kedokteran Edisi 138.
Westerdahl, E., Linmark, B., Ericksson, T., Friberg, O., Hedenstierna, G. &Tenling, A. 2005. Deep breathing exercises reduce atelectasis andimprove
90
pulmonary function after coronary artery bypass surgery. diperoleh 12Pebruari 2010 darihttp://chestjournal.chestpubs.org/content/128/5/3482.full.html.
WHO. 1995.Deteksi dini penyakit akibat kerja. Alih bahasa Joko Suyono.EGC.Jakarta. 1995 : 64 - 69.
Yunus, Faisal. 1997. Dampak Debu Industri pada Paru Pekerja danPengendaliannya, Cermin Dunia Kedokteran, No.115 Tahun 1997.http:\\www.city.kobe.Dampak_Pencemaran_Udara_terhadap_Kesehatan_Manusia.ww.pdf.
PT. CANDI LOKAKEBUN TEH JAMUS
Alamat Kantor : Jamus, Ds. Girikerto Kec. Sine Kab. NgawiAlamatSurat : PO. BOX. 01 NBE Ngawi 63263 Telp.( 0351 ) 7742310
Nomor: 17/Ad/CL/VII/2014
Hal : Surat Keterangan
Ngawi, 3 Juli 2014
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Ir.Purwanto Wahyu Priyono. M.Si
Jabatan : Direktur PT.Candi Loka Perkebunan Teh Jamus, Ngawi
Menerangkan :
Nama : Dika Rizki Imania
NIM : 1290361023
Program studi : Magister Fisiologi Olahraga Konsentrasi Fisioterapi Universitas Negeri
Udayana Denpasar Bali
Bahwa nama tersebut di atas telah mengadakan penelitian di Perkebunan Teh Jamus
PT.CANDI LOKA desa Girikerto, Sine, Ngawi Jawa Timur pada bulan Mei - Juni 2014.
Demikian surat keterangan ini di buat agar dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Direktur,
Ir. Purwanto Wahyu P, M.Si.
FORMULIR PERSETUJUANLAMPIRAN 3
Nama : Dika Rizki Imania
NIM : 1290361023
Judul Penelitian : Breathing Exercise Meningkatkan KapasitasVital Paru Terhadap Tenaga
Sortasi yang Mengalami Gangguan Paru Di PT. Candi Loka Perkebunan
Teh Jamus Ngawi.
Saya adalah mahasiswi Pascasarjana Program Magister Fisiologi Olahraga Konsentrasi
Fisoterapi Universitas Udayana Denpasar Bali. Dalam rangka penulisan tesis di Universitas
Udayana, penelitian ini sebagai salah satu tugas akhir dan syarat untuk kelulusan.
Saya mengharapkan partisipasi bapak/ibu untuk menjadi responden dalam penelitian saya.
Saya menjamin kerahasiaan identitas dan informasi yang bapak/ibu yang diberikan hanya akan
digunakan untuk proses penelitian.
Partisipasi bapak/ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela, bapak/ibu bebas menerima
menjadi responden atau menolak tanpa ada sanksi apapun. Jika bapak/ibu bersedia menjadi
responden silahkan mengisi identitas bapak/ibu dan menandatangani surat persetujuan dibawah
ini:
Nama Responden : ........................................................................
Umur : .......... tahun
Jenis Kelamin : L / P
Alamat : .........................................................................
Setelah mendapatkan penjelasan dari peneliti tentang maksud dan tujuan penelitian, prosedur
pelaksanaan dan segala resikonya maka dengan ini saya menyatakan:
1. Memahami sepenuhnya maksud dan tujuan penelitian, prosedur penelitian dan segala
resikonya.
2. Bersedia memberikan informasi sejujur-jujurnya tentang segala hal yang berkaitan dengan
keluhan saya.
3. Bersedia mengikuti dan melaksanakan program penelitian dengan sungguh-sungguh dan
bertanggung jawab.
4. Bersedia untuk bekerjasama dan dapat sewaktu-waktu mengundurkan diri dari penelitian.
..........................,........................2014
Subyek Penelitian
...........................................................
LEMBAR KUISIONER PENELITIAN
A. Identitas Responden
1. Nama : ..............................................
2. Umur : ..................... Tahun.
3. Masa bekerja : ..................... Tahun
4. Tinggi Badan : ..................... Cm
5. Berat Badan : ...................... Kg
LAMPIRAN 4
B. Berilah tanda centang (√) pada kolom jawaban pilih Ya atau Tidak disetiap pertanyaan.
No PertanyaanJawaban
Ya Tidak1 Apakah selama bekerja disini, anda
sering merasakan sesak nafas?2 Apakah sebelum bekerja di PT. Candi
Loka anda sudah mepunyai riwayatsesak nafas?
3 Apakah anda menggunakan alatpelindung diri (masker) ketika bekerja?
4 Apakah anda mempunyai riwayatpenyakit asma?
5 Apakah anda mempunyai riwayatpenyakit pau-paru?
6 Apakah anda mempunyai riwayatpenyakit jantung?
7 Apakah anda pernah periksa ataukonsultasi atas keluhan yang andarasakan?
8 Apakah anda perokok aktif?
Peneliti,Dika Rizki Imania
LAMPIRAN 5
HASIL STATISTIK
A. FREQUENCIESStatistics
USIA MSKRJA RR HR JNSKLMN
N Valid
Missing
10 10 10 10 10
0 0 0 0 0
Mean 1.70 1.60 21.20 89.40 1.30
Std. Error of Mean .153 .163 .249 .521 .153
Median 2.00 2.00 21.00 89.00 1.00
Mode 2 2 21a 88 1
Std. Deviation .483 .516 .789 1.647 .483
Variance .233 .267 .622 2.711 .233
Range 1 1 2 4 1
Minimum 1 1 20 88 1
Maximum 2 2 22 92 2
Sum 17 16 212 894 13
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown
USIA
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 25-34
35-44
Total
3 30.0 30.0 30.0
7 70.0 70.0 100.0
10 100.0 100.0
MSKRJA
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1-5
6-10
Total
4 40.0 40.0 40.0
6 60.0 60.0 100.0
10 100.0 100.0
RR
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 20
21
22
Total
2 20.0 20.0 20.0
4 40.0 40.0 60.0
4 40.0 40.0 100.0
10 100.0 100.0
HR
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 88
90
92
Total
5 50.0 50.0 50.0
3 30.0 30.0 80.0
2 20.0 20.0 100.0
10 100.0 100.0
JNSKLMN
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid PEREMPUAN
LAKI-LAKI
Total
7 70.0 70.0 70.0
3 30.0 30.0 100.0
10 100.0 100.0
B. UJI NORMALITY
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
KVPpre 10 100.0% 0 .0% 10 100.0%
KVPpost 10 100.0% 0 .0% 10 100.0%
VEPpre 10 100.0% 0 .0% 10 100.0%
VEPpost 10 100.0% 0 .0% 10 100.0%
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
KVPpre .245 10 .090 .892 10 .177
KVPpost .222 10 .178 .906 10 .258
VEPpre .224 10 .168 .911 10 .287
VEPpost .174 10 .200* .952 10 .691
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
C. UJI T-TEST
1. PAIRED KVpre - KVpost
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 KVPpre
KVPpost
2360.00 10 107.497 33.993
2750.00 10 84.984 26.874
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 KVPpre & KVPpost 10 .730 .017
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
Pair 1 KVPpre -
KVPpost-390.000 73.786 23.333 -442.784 -337.216 -16.714 9 .000
2. PAIRED VEPpre - VEPpost
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 VEPpre
VEPpost
2030.00 10 94.868 30.000
2410.00 10 119.722 37.859
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 VEPpre & VEPpost 10 .851 .002
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
Pair 1 VEPpre -
VEPpost-380.000 63.246 20.000 -425.243 -334.757 -19.000 9 .000
3. UJI INDEPENDEN SELISIH KV DAN VEP1
Group Statistics
KELOM
POK N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
SELISIH KVP
VEP1
10 390.00 73.786 23.333
10 380.00 63.246 20.000
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval
of the Difference
Lower Upper
SELISIH Equal variances
assumed
Equal variances
not assumed
.099 .757 .325 18 .749 10.000 30.732 -54.565 74.565
.325 17.589 .749 10.000 30.732 -54.674 74.674
Group Statistics
KELOMPOK N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
DATAPOST KVP
VEP1
10 2750.00 84.984 26.874
10 2410.00 119.722 37.859
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval
of the Difference
Lower Upper
DATAPOST Equal variances
assumed
Equal variances
not assumed
.722 .407 7.323 18 .000 340.000 46.428 242.458 437.542
7.323 16.233 .000 340.000 46.428 241.692 438.308
Group Statistics
KELOMPOK N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
DATAPRE KVP
VEP1
10 2360.00 107.497 33.993
10 2030.00 94.868 30.000
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
DATAPRE Equal variances
assumed
Equal variances
not assumed
.260 .616 7.279 18 .000 330.000 45.338 234.748 425.252
7.279 17.726 .000 330.000 45.338 234.642 425.358
DOKUMENTASI
Pemeriksaan Spirometri
Latihan Breathing Exercise
Spirometri Manual