4
Ibu dengan infeksi HIV dari bayi yang tidak terinfeksi HIV terkadang menghadapi dilema tentang ASI : ASI memiliki risiko menularkan HIV kepada bayinya, namun susu formula mungkin tidak dapat diberikan dalam waktu lama dikarenakan harganya yang cukup tinggi, keterbatasan air bersih, atau stigma yang berhubungan pada ibu yang tidak memberikan ASI. Untungnya, penelitian terbaru menyatakan bahwa ibu dengan infeksi HIV tetap dapat memberikan ASI dengan risiko minimal penularan HIV terhadap bayinya selama Ibu dan bayinya mendapatkan antiretroviral profilaksis yang adekuat. Epidemiologi HIV yang didapatkan dari ASI Dengan tidak diberikannya antiretroviral profilaksis kepada Ibu maupun bayinya, risiko penularan HIV dari Ibu ke bayi adalah 30-45% pada bayi yang diberikan ASI dan 15-30% pada bayi yang tidak diberikan ASI. (Gambar 1.) Secara umum, infeksi HIV pada bayi mencapai 40% diakibatkan oleh pemberian ASI. Risiko tertinggi penularan HIV adalah pada bulan pertama pemberian ASI., tetapi risiko berlanjut sepanjang periode pemberian ASI; bayi dengan pemberian ASI terlama memiliki risiko tertinggi untun mendapatkan HIV. Kedua faktor maternal (viral load HIV tinggi, mastitis atau penyakit Ibu) dan faktor pada bayi, seperti kandidiasis oral, dapat meningkatkan risiko bayi untuk mendapatkan HIV dari pemberian ASI. Mortalitas dan Morbiditas Bayi tidak ASI pada Keadaan dengan Sumber Daya Terbatas Pemberian susu formula sebagai pengganti ASI, menurunkan risiko penularan HIV kepada bayi dengan Ibu terinfeksi HIV, tetapi hal tersebut berhubungan dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas pada keadaan dengan sumber daya yang terbatas. Peningkatan mortalitas berhubungan dengan pemberian susu formula kemungkinan besar diakibatkan oleh karena tidak terbentuknya antibodi yang didapatkan dari ASI yang memberikan proteksi terhadap penyakit infeksi. Disamping itu, air yang digunakan untuk susu formula kemungkinan telah terkontaminasi, yang akhirnya mengakibatkan infeksi gastrointestinal. Selain itu, susu formula mungkin tidak terjangkau, dan susu formula pada sebagian besar keadaan dapat memunculkan stigma sosial dan menunjukkan bahwa Ibu terinfeksi HIV. Oleh karena alasan tersebut, pedoman WHO menganjurkan pemberian susu formula dibandingkan ASI hanya pada 6 situasi tertentu yang ditemukan. (Gambar 2.)

Breasfeeding HIV

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Breasfeeding for HIV mother

Citation preview

Page 1: Breasfeeding HIV

Ibu dengan infeksi HIV dari bayi yang tidak terinfeksi HIV terkadang menghadapi dilema tentang ASI : ASI memiliki risiko menularkan HIV kepada bayinya, namun susu formula mungkin tidak dapat diberikan dalam waktu lama dikarenakan harganya yang cukup tinggi, keterbatasan air bersih, atau stigma yang berhubungan pada ibu yang tidak memberikan ASI. Untungnya, penelitian terbaru menyatakan bahwa ibu dengan infeksi HIV tetap dapat memberikan ASI dengan risiko minimal penularan HIV terhadap bayinya selama Ibu dan bayinya mendapatkan antiretroviral profilaksis yang adekuat.

Epidemiologi HIV yang didapatkan dari ASI

Dengan tidak diberikannya antiretroviral profilaksis kepada Ibu maupun bayinya, risiko penularan HIV dari Ibu ke bayi adalah 30-45% pada bayi yang diberikan ASI dan 15-30% pada bayi yang tidak diberikan ASI. (Gambar 1.)

Secara umum, infeksi HIV pada bayi mencapai 40% diakibatkan oleh pemberian ASI. Risiko tertinggi penularan HIV adalah pada bulan pertama pemberian ASI., tetapi risiko berlanjut sepanjang periode pemberian ASI; bayi dengan pemberian ASI terlama memiliki risiko tertinggi untun mendapatkan HIV. Kedua faktor maternal (viral load HIV tinggi, mastitis atau penyakit Ibu) dan faktor pada bayi, seperti kandidiasis oral, dapat meningkatkan risiko bayi untuk mendapatkan HIV dari pemberian ASI.

Mortalitas dan Morbiditas Bayi tidak ASI pada Keadaan dengan Sumber Daya TerbatasPemberian susu formula sebagai pengganti ASI, menurunkan risiko penularan HIV kepada bayi dengan Ibu terinfeksi HIV, tetapi hal tersebut berhubungan dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas pada keadaan dengan sumber daya yang terbatas. Peningkatan mortalitas berhubungan dengan pemberian susu formula kemungkinan besar diakibatkan oleh karena tidak terbentuknya antibodi yang didapatkan dari ASI yang memberikan proteksi terhadap penyakit infeksi. Disamping itu, air yang digunakan untuk susu formula kemungkinan telah terkontaminasi, yang akhirnya mengakibatkan infeksi gastrointestinal. Selain itu, susu formula mungkin tidak terjangkau, dan susu formula pada sebagian besar keadaan dapat memunculkan stigma sosial dan menunjukkan bahwa Ibu terinfeksi HIV. Oleh karena alasan tersebut, pedoman WHO menganjurkan pemberian susu formula dibandingkan ASI hanya pada 6 situasi tertentu yang ditemukan. (Gambar 2.)

Pemberian lanjut Nevirapin harian pada Bayi untuk pencegahan penularan HIV dari ASIMeskipun pemberian dosis tunggal nevirapin efektif pada pencegahan penularan HIV peripartum dan waktu awal pemberian ASI, namun efek yang diberikan tidak berlanjut hingga minggu pertama kehidupan. Beberapa penelitian telah mengevaluasi pemberian harian profilaksis nevirapin jangka panjang terhadap bayi, dan seluruhnya menunjukkan hasil bahwa pada pemberian lanjut profilaksis nevirapin untuk bayi dengan ASI lebih efektif dibandingkan dengan dosis tunggal

Page 2: Breasfeeding HIV

nevirapin untuk menurunkan infeksi HIV dan mortalitas bayi, khususnya pada bayi-bayi dengan Ibu yang tidak mendapatkan terapi antiretroviral. Pemberian nevirapine berkelanjutan pada bayi telah diteliti selama 6 minggu, 14 minggu, dan 6 bulan; keuntungan yang didapatkan bayi terus berlangsung selama nevirapine diberikan. Pemberian lanjut zidovudine, sendiri atau kombinasi dengan nevirapine juga efektif dalam menurukan penularan HIV, tetapi berkaitan dengan tingginya angka kejadian anemia dan neutropenia pada bayi. Pada bayi yang diberikan ASI oleh Ibu dengan infeksi HIV yang tidak mendapatkan 3 regimen antiretroviral, WHO merekomendasikan pemberian harian nevirapine mulai dari lahir hingga 1 minggu setelah pemberian ASI selesai. Antiretroviral profilaksis direkomendasikan untuk bayi dengan Ibu yang mendapatkan 3 regimen antiretroviral.

Antiretroviral Maternal untuk mencegah penularan HIV melalui ASI

Beberapa studi telah membuktikan bahwa pemberian 3 regimen antiretroviral untuk ibu hamil dengan infeksi HIV yang memberikan ASI dapat menurunkan risiko penularan HIV kepada bayinya. Penemuan ini berlaku pada perempuan yang mendapatkan terapi antiretroviral yang layak sesuai dengan kriteria hitung CD4 dan/atau penyakit HIV berat, sama dengan perempuan dengan penyakit HIV lebih ringan yang tidak mendapatkan terapi antiretroviral sesuai kriteria. Keberhasilan dari pendekatan ini diperoleh dari keefektifan 3 regimen antiretroviral menurunkan serum Ibu dan viral load HIV pada ASI, faktor terkuat pada penuluaran HIV melalui ASI. Laju penularan paling rendah adalah pada saat perempuan mengonsumsi obat dari awal kehamilan, menggarisbawahi pentingnya perawatan antenatal sejak awal dan diagnosis awal dan manajemen selama kehamilan. Hasil yang paling memuaskan terlihat pada studi Mma Bana (Ibu dari Bayi), dimana profilaksis diberikan sedini mungkin pada trimester kedua dan secara keseluruhan laju penularan HIV sebesar 1,1%. Laju penularan HIV pada sebagian besar studi mengenai profilaksis antiretroviral 3 rangkap, dimana profilaksis antenatal tidak diberikan sedini mungkin hingga pertengahan akhir trimester 3, berkisar 5-8%. Jika Ibu dengan infeksi HIV memberikan ASI dan mendapatkan 3 regimen antiretroviral hanya sebagai profilaksis (tidak menggunakan sebagai pengobatan terhadap diri sendiri) dan merencanakan untuk berhenti mengonsumsi setelah pemberian ASI selesai, Ibu sebaiknya melanjutkan antiretroviral hingga 1 minggu setelah bayi selesai mendapatkan ASI.

Antiretroviral Profilaksis untuk Bayi dari Ibu yang Mendapatkan Regimen Rangkap 3

Pemberian sekali sehari nevirapine atau 2 kali sehari zidovudine pada bayi direkomendasikan pada 4 hingga 6 minggu pertama kehidupan, meskipun Ibu mendapatkan 3 regimen antiretroviral untuk pengobatan atau profilaksis. Antiretroviral profilaksis pada bayi penting untuk bayi dari Ibu yang tidak mendapatkan antiretroviral antepartum atau telat memulai mengonsumsi obat saat hamil: nevirapine atau zidovudine diberikan langsung kepada bayi untuk memberikan efek profilaksis terhadap HIV yang mungkin tetap ada pada ASI akibat dari ketidakcukupan antiretroviral yang dikonsumsumi hingga waktu melahirkan. Melanjutkan profilaksis pada bayi lebih dari 6 minggu namun Ibu tidak mendapatkan 3 regimen antiretroviral tidak menunjukkan adanya keuntungan tambahan.

Page 3: Breasfeeding HIV

Importance of Exclusive BreastfeedingExclusive breastfeeding, in which the infant receives no supplemental fluids or foods apart from breast milk during the first 6 months of life, is associated with a lower risk of HIV transmission from breast milk when compared with mixed feedings.[29,30] It is hypothesized that mixed feedings disrupt the integrity of the gut endothelium, and facilitate HIV entry via the gastrointestinal tract.[31] Current WHO Guidelines therefore recommend that HIV-infected mothers of infants who are not HIV-infected (or whose HIV status is unknown) should avoid mixed feedings. Mothers should instead exclusively breastfeed for the first 6 months of life, gradually introducing mixed feedings thereafter, while continuing to breastfeed for the first 12 months of life "or until a nutritionally adequate and safe diet without breast milk can be provided".[14]

Importance of Breastfeeding for at Least 1 YearPrevious guidelines endorsed weaning infants from breast milk by 6 months of age in order to reduce the risk of HIV transmission, but clinical studies (Figure 8) and (Figure 9) have subsequently established that, in resource-limited settings, weaning infants at 4 to 6 months of age is associated with marked increases in mortality, hospitalizations, and growth compromise.[11,32,33] The WHO breastfeeding guidelines therefore recommend that after exclusively breastfeeding for 6 months, infants should continue to breastfeed for the first 12 months of life. Since rapid weaning has also been associated with HIV transmission and mastitis,[34] weaning should take place gradually over 1 month. For infants and mothers who are on antiretroviral prophylaxis to prevent HIV transmission, the antiretroviral drugs should continue for 1 week following complete weaning.[15] Mothers who are receiving antiretroviral therapy for maternal health (antiretroviral treatment is indicated) should continue to do so for life.

Use of Heat-treated, Expressed Breast MilkThe WHO has endorsed heat-treated, expressed breast milk as an interim feeding strategy that may enable women to continue breastfeeding under certain conditions. Heat treatment of breast milk inactivates HIV, but does not adversely affect the nutritional quality of breast milk.[35] The use of heat-treated expressed breast milk as a temporary strategy to continue breastfeeding without putting the infant at risk may be considered under certain circumstances, such as low birthweight newborns who cannot breastfeed, women with conditions that may temporarily interrupt breastfeeding (such as mastitis), women whose supply of antiretroviral therapy or prophylaxis is interrupted, or as an adjunct to weaning practices.[15] Under these circumstances, infants should continue nevirapine prophylaxis since they will be consuming breastmilk.