22
Personaliti Brand Halal dan Pengaruhnya terhadap Intensi Membeli Mahdi Borzooei and Maryam Asgari Business Management Faculty, Universiti Teknologi MARA, Shah Alam, Malaysia Abstrak. Halal bukan hanya merupakan sebuah isu agama, Halal juga merupakan isu pada kajian bisnis dan penjualan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengusulkan sebuah model dalam menentukan personaliti brand Halal dan menguji dampaknya pada kepercayaan dan intensi membeli. Secara khusus, komitmen beragama dengan dimensi intra-personal dan inter-personal disajikan sebagai variabel moderator. Sebuah kajian literatur dilakukan untuk memilih model teori yang sesuai berdasarkan variable-variabel yang sudah diketahui. Sebagai tambahan, makalah ini menyediakan wawasan mengenai masing-masing variable yang diusulkan dalam model. Implikasi praktis dari penelitian ini adalah untuk memperluas jendela baru untuk tim pemasaran dan bisnis di Negara-negara berbeda yang terlibat dalam bisnis Halal. Pembangunan brand Halal yang kuat dapat membantu perusahaan untuk mendapatkan pengakuan, kredibilitas dan menjadi pemain utama di pasar yang menguntungkan di dunia. Menjadikan Halal

Brand Halal Dan Pengaruhnya Terhadap Intensi Membeli Mahdi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Brand Halal Dan Pengaruhnya Terhadap Intensi Membeli Mahdi

Personaliti Brand Halal dan Pengaruhnya terhadap Intensi Membeli Mahdi

Borzooei and Maryam Asgari Business Management Faculty, Universiti

Teknologi MARA, Shah Alam, Malaysia

Abstrak. Halal bukan hanya merupakan sebuah isu agama, Halal juga

merupakan isu pada kajian bisnis dan penjualan. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengusulkan sebuah model dalam menentukan personaliti brand Halal

dan menguji dampaknya pada kepercayaan dan intensi membeli. Secara khusus,

komitmen beragama dengan dimensi intra-personal dan inter-personal disajikan

sebagai variabel moderator. Sebuah kajian literatur dilakukan untuk memilih

model teori yang sesuai berdasarkan variable-variabel yang sudah diketahui.

Sebagai tambahan, makalah ini menyediakan wawasan mengenai masing-masing

variable yang diusulkan dalam model. Implikasi praktis dari penelitian ini adalah

untuk memperluas jendela baru untuk tim pemasaran dan bisnis di Negara-negara

berbeda yang terlibat dalam bisnis Halal. Pembangunan brand Halal yang kuat

dapat membantu perusahaan untuk mendapatkan pengakuan, kredibilitas dan

menjadi pemain utama di pasar yang menguntungkan di dunia. Menjadikan Halal

sebagai lensa dari brand ing pada lingkungan bisnis meningkatkan citra dari

Halal dan menjadikannya lebih dikenal dikalangan non-muslim. Pada akhirnya,

ini merupakan penelitian perintis yang bertujuan untuk mengimplementasikan

personaliti brand dan kepercayaan brand pada keHalalan.

Kata kunci : Halal, personaliti brand , kepercayaan brand , Intensi Membeli,

Komitmen Agama

1. Introduction

The word Halal has many connotations and it is difficult if not impossible to use

it to adequately convey the true quality of a product in the religious context

Page 2: Brand Halal Dan Pengaruhnya Terhadap Intensi Membeli Mahdi

intended by the certifying authorities (Wilson & Liu, 2010; Hanzaee & Ramezani,

2011).

1. Pengantar

Kata Halal memiliki banyak konotasai dan sulit untuk menggunakannya untuk

menyampaikan kualitas sebenarnya dalam konteks agama seperti yang

dimaksudkan oleh pihak otoritas sertifikasi. (Wilson & Liu, 2010; Hanzaee &

Ramezani, 2011).

Kata Halal berasal dari kata kerja “halla”, dimana memiliki arti berhukum, legal,

sah, dan diizinkan untuk umat muslim (Jallad, 2008). Pada kenyataannya, Halal

merupakan kebutuhan spiritual dari konsumen muslim (Alserhan, 2010) yang

memainkan peran penting dalam kehidupan mereka dengan mengirimi mereka

sinyal untuk membeli dan mengkonsumsi produk yang diperbolehkan (Rajagopal

et al. 2011; Shafie & Othman, 2006).

Populasi muslim saat ini mendekati seperempat dari populasi dunia, dan di

diproyeksi terus meningkat setiap tahunnya rata-rata 26-28% sejak tahun 2010

(Muhammad et al., 2009; Hanzaee & Ramezani, 2011) hal ini akan mendorong

pada permintaan yang akan semakin terukur pada produk Halal secara global

(Temporal, 2011; Cheng, 2008).

Tingkat permintaan yang signifikan ini memotivasi bisnis (Muslim dan non-

Muslim) untuk berupaya mendapat dan menjaga pangsa pasar maksimum. (Lada

et al.,2009). Misalnya, McDonald’s dan Nestle melakukan investasi secara

substansial untuk mendapat pangsa yang besar pada pasar ini.

Pada pasar yang penuh persaingan, setiap produk menawarkan banyak brand

yang berbeda, dan setiap brand mencoba untuk memenangkan tempat khusus dan

menarik banyak konsumen (Aziz & Vui, 2012).

Page 3: Brand Halal Dan Pengaruhnya Terhadap Intensi Membeli Mahdi

Halal sebagai asset sentral pada pemasaran secara islam (Rajagopal et al., 2011)

memiliki syarat dan kualifikasi dari sebuah entitas brand yang sah (Nawai et al.,

2007; Salman & Siddiqui, 2011; Isfahani et al., 2013). Pada kenyataannya, brand

Halal merupakam tempat yang aman untuk mengurangi rasa ketidakyakinan

dalam pembelian produk. Hal ini juga dapat menjadi sumber dalam membangun

hubungan baik yang kuat dengan konsumen.

Sementara itu penelitian-penelitian terdahulu yang sudah dikerjakan, juga

mengeksplorasi aspek berbeda dari brand Halal seperti kondisi pasar Halal

(Alserhan, 2010), management suplai pemasok produk Halal (Tieman, 2011),

konsep dari Halal (Jallad, 2008) dan Sertifikasi Hallal (Shafie & Othman, 2006;

Noordin et al., 2009). Persepsi Non-muslim mengenai Halal (Golnaz et al., 2010).

Terdapat kelangkaan penelitian pada implementasi teori brand pada brand Halal.

Untu mengisi kesenjangan ini, penelitian ini menggunakan lima dimensi dari

personaliti brand yang diidentifikassi oleh Aaker (1997) seperti juga kepercayaan

brand sebagai hubungan kuat yang besar antara brand dan konsumen (Serrat,

2009).

Terdapat beberapa alasan agar tetap fokus pada Halal itu sendiri sebagai sebuah

aspek branding. Pertama Halal dapat menjadi lebih dari sekedar indikator dari

produk yang sehat dan alami, dan Halal saat ini hanya memiliki sebuah hubungan

citra yang tidak sesuai dalam pikiran konsumen barat (Temporal 2011). Kedua,

penelitian ini membantu perusahaan-perusahaan untuk memasuki pasar baru

dengan menambah nilai pada produknya dalam lingkungan yang kompetitif ini.

Terakhir, konsumen muslim tidak dapat mengakses produk Halal dimana saja di

pasar, tetapi hanya di beberapa outlet saja (Dali et al, 2009). Misalnya, di

Amerika, terdapat 90000 khoser (Istilah Halal Yahudi) produk bernilai mendekati

Page 4: Brand Halal Dan Pengaruhnya Terhadap Intensi Membeli Mahdi

USD 100 Miliar. Perbandingannya hanya terdapat 1000 produk Halal yang

tersedia di pasar yang sama (Alserhan, 2010).

Kondisi ini dapat diperbaiki dengan meningkat kesadaran dan mengenalkan

dimensi brand Halal diantara produsen non-muslim, untuk mencapai pijakan

pasar yang kuat di lebih dari 1,5 miliar orang yang berdasarkan pada nilai, prinsip

dan praktik islam.

Akhirnya penelitian ini fokus pada implementasi model personaliti brand untuk

mengidentifikasi personaliti brand Halal, dan dampaknya pada intensi membeli

melalui mediasi kepercayaan pada brand dan di moderasi dampak dari komitmen

beragama.

Dengan demikian penelitian ini menyediakan sebuah landasan yang sangat baik

yang akan digunakan untuk mengaplikasikan teori brand yang berbeda pada

brand Halal. Selanjutnya model teoritikal (Gambar 1) menunjukan konstruk dan

hubungan-hubungan dalam model. Untuk lebih memahami arti penting dari

implementasi teori-teori branding pada intensi pembelian, berikut adalah tujuan

dilakukannya penelitian ini:

1) Untuk menginvestigasi pengaruh dari personaliti brand terhadap intensi

pembelian

2) Untuk meninvestigasi dampak dari personaliti brand terhadap intensi

pembelian dengan perantara kepercayaan terhadap brand

3) Untuk menginvestigasi dampak moderasi dari komitmen beragama antara

personality brand dengan kepercayaan terhadap brand , dan juga

personaliti brand dengan intensi pembelian

Page 5: Brand Halal Dan Pengaruhnya Terhadap Intensi Membeli Mahdi

Gambar 1 : Kerangka teori yang diajukan

Model yang diajukan didesain dengan personaliti brand sebagai variable

independen dengan lima dimensi, yaitu: ketulusan, keunggulan, gairah/ semangat,

kemewahan, dan kekuatan. Kepercayaan pada brand dan komitmen beragama

memainkan peran masing-masing yaitu sebagai variable perantara dan variable

moderasi, dimana intensi pembelian adalah satu-satunya variable dependen.

Diskusi selanjutnya menyajikan gambaran dari variabel dan juga kesimpulan.

2. Personaliti Brand

Personaliti brand diambil dari teori kebiasaan konsumen dan psikologi manusia

(Heding et al., 2009). Aaker (1997) mengembangkan sebuah model brand

personality yang terdiri dari lima dimensi dasar yaitu ketulusan (sincerity),

keunggulan (competence) , gairah (excitement), kemewahan (sophistication), dan

kekuatan (ruggedness) untuk menghitung nilai personaliti brand . Meskipun

sebagian model personaliti brand sudah dikembangkan oleh banyak peneliti yang

berbeda, model dari Aaker’s (Gambar 2) masih lebih popular dan valid untuk

menghitung nilai dari personaliti brand (Freling et al., 2011). Pada kenyataannya,

personaliti brand sama dengan karakter manusia yang menggambarkan sebuah

brand yang memiliki karakteristik yang melekat dan berbeda (Tuan et al., 2012).

Page 6: Brand Halal Dan Pengaruhnya Terhadap Intensi Membeli Mahdi

Selain itu personaliti dapat menciptakan kesempatan untuk sebuah brand

mendapat tempat yang khusus di dalam pikiran konsumennya (Upshaw, 1995).

Dalam konteks halal, konsumen memiliki definisi dan persepsi yang berbeda-beda

tentang Halal (Golnaz et al., 2010). Demikian, secara garis besar Personaliti

brand Halal membantu menyatukan kelompok-kelompok dengan perbedaan yang

ada (muslim dan non-muslim).

Pesonaliti juga merupakan sebuah cara sehingga brand Halal dapat berbicara dan

mencerminkan prilaku. Sebagai contoh Marlboro memiliki konotasi jantan/

maskulin sedangkan Apple dikenal dengan karakter keren, bersahabat dan pilihan

para professional yang kreatif.

Oleh karena itu, penemuan Halal sebagai personaliti brand menolong konsumen

untuk merasa dekat dengan produk dan kemudian mengambilnya tanpa ragu-ragu.

Apalagi, personaliti brand seperti personaliti pada manusia yang tidak berubah

dengan mudah dan kombinasi karakter dengan brand membuat sebuah hubungan

yang kuat (Temporal, 2001). Oleh karena itu, personaliti brand dekat

hubungannya dengan karakter konsumen (costumer’s personality), maka

konsumen mungkin akan memilih brand dengan personaliti yang cocok dengan

personaliti mereka (Tuan et al., 2012). Dalam hal ini, menspesifikasikan

personaliti brand halal membantu konsumen (muslim dan non-muslim) untuk

menciptakan hubungan yang kuat dengan brand halal, dan dapat mengekspresikan

personaliti ataupun idealisme mereka melalui brand yang mereka beli dan

gunakan.

Page 7: Brand Halal Dan Pengaruhnya Terhadap Intensi Membeli Mahdi

Gamber 2 : Dimensi Personaliti Brand

Lebih lanjutnya lagi, personality brand merupakan salah satu elemen utama dari

strategi brand (Temporal, 2011), yang perusahaan perlu untuk dikembangkan

dengan tujuan untuk menjadi bagian dari kehidupan konsumen (Choi et al., 2010).

Dan lagi memang, personaliti brand merupakan bagian yang penting bagi manajer

pemasaran untuk menciptakan perbedaan di pasar (Sung & Kim, 2010). Untuk

memudahkan, Aaker (1997) mendeskripsikan beberapa contoh dari brand yang

berbeda dengan personaliti yang berbeda seperti Mild Seven yang dikesankan

feminism, sedangkan IBM terkesan tua.

Demikian pula, penemuan personaliti brand halal menggambarkan cara brand

halal mengekspresikan dan mewakili dirinya – percaya (beliefs), nilai (values),

tampilan (features), ketertarikan (interests), dan warisan budaya (heritage)

yang brand halal ini miliki (dalam pasar dan tujuan penggunaannya)-

diantara pesaingnya. Selanjutnya, persepsi konsumen mengenai lima dimensi

personaliti brand akan berbeda-beda tergantung pada keuntungan yang mereka

dapat dari brand (Maehle et al., 2011).

Souche : aaker (1997)

Page 8: Brand Halal Dan Pengaruhnya Terhadap Intensi Membeli Mahdi

Keuntungan-keuntungan ini terdiri dari tiga komponen, yaitu keuntungan

fungsional, keuntungan berdasar pengalaman (experiental), dan keuntungan

secara simbolik (symbolic) (Park et al.,1986). Keuntungan fungsional

mengindikasikan bahwa sebuah brand dapat menyelesaikan masalah konsumsi

saat ini atau mencegah masalah lainnya yang berpotensi muncul. Selanjutnya,

sebuah brand dengan konsep eksperiental yang didesain untuk melengkapi

kebutuhan stimulasi dan variasi yang dihasilkan secara internal, sedangkan

konsep simbolik didesain untuk menghubungkan produk dengan citra pribadi

yang diinginkan.

Misalnya, mengutip Maehle et al (2011), personaliti kompetensi memiliki

hubungan dengan keuntungan fungsional, sedangkan kekuatan dan kecanggihan

secara ekslusif juga memiliki hubungan dengan keuntungan simbolik. Dengan

demikian, pengenalan dari personaliti “Halal” dapat menunjukan keuntungan-

keuntungan spesifik dari brand halal.

Personaliti brand mempengaruhi hubungan antara konsumen dan brand (Louis &

Lombart, 2010). Di pasar, konsumen membangun hubungan dengan banyak brand

setiap harinya, sehingga personaliti brand adalah sebuah elemen penting pada

pembuatan keputusan yang dilakukan oleh konsumen, intensi pembelian dan

upaya menjaga hubungan yang kuat dengan sebuah brand (Louis & Lombart,

2010; Bouhlel et al., 2009). Begitu pula, personaliti brand sebagai sebuah konsep

yang menarik (Rajagopal, 2005), berdampak pada tingkat kepercayaan terhadap

brand sebagai sebuah hal yang fundamental bagi konsumen (Sung & Kim, 2010;

Freling et al., 2011).

Sebagai contoh, berdasarkan pada penelitian dari Maehle et al. (2011), merek

yang memiliki personaliti jujur menunjukan nilai moral yang tinggi, sedangkan

merek memiliki personaliti menarik menawarkan kesempatan untuk mengalami

Page 9: Brand Halal Dan Pengaruhnya Terhadap Intensi Membeli Mahdi

perasaan yang menyenangkan. Pada hal ini, sebuah brand dengan personaliti yang

jujur dapat membangun sebuah hubungan yang lebih kuat dari pada sebuah brand

dengan personaliti yang menarik (Heding et al., 2009). Menemukan personaliti

yang benar dari produk halal dapat membantu tim pemasaran untuk lebih

memahami persepsi konsumen mengenai brand halal dan apa yang mereka

rasakan mengenai itu.

Sebagai ilustrasi, jika Halal mencerminkan sebuah kepribadian yang jujur, itu

akan mencerminkan kebenaran dari kepribadian manusia. Oleh karena itu,

karakteristik Halal ini dapat menciptakan hubungan yang tahan lama dan memberi

ketenangan pikiran kepada konsumen. Akhirnya, ketika tim pemasaran mengelola

dan mengembangkan personaliti brand, secara otomatis akan menyuntikkan

karisma kepada produk mereka (Temporal, 2001).

3. Kepercayaan pada Brand (Brand Trust)

Kepercayaan, yang merupakan bagian yang penting dari setiap manajemen

strategi (Temporal, 2011), adalah faktor penting dalam lingkungan bisnis hari ini

(Liza, 2011) untuk meningkatkan sebuah hubungan yang kuat antara brand dan

konsumennya (Matzler et al., 2006; Bouhlel et al., 2009).

Kepercayaan dapat dikategorikan menjadi aspek emosional dan rasional (Serrat,

2009; Temporal, 2011). Bagian emosional dihubungkan dengan kepercayaan diri

(confidence), keamanan (security), ketertarikan (interetest), kepedulian (respect),

kesukaan (liking), rasa terimakasih (gratitude), dan kekaguman (admiration)

(Serrat, 2009), sedangkan aspek rasional menunjukkan kredibilitas yang berkaitan

dengan kemampuan sebuah brand untuk memenuhi kebutuhan konsumen, dan

kinerja brand (Belaid & behi, 2011). Dalam konteks Halal, menurut sebuah studi

oleh Wilson dan Liu (2010), Halal memainkan beberapa peran pada kehidupan

muslim (bagian dari kepercayaan, kepentingan kehidupan sehari-hari, sistem

Page 10: Brand Halal Dan Pengaruhnya Terhadap Intensi Membeli Mahdi

etika, dan kedamaian emosional). Dengan demikian, membangun sebuah brand

halal yang terpercaya memungkinkan perusahaan untuk menarik konsumen secara

emosional. Sebagai tambahan, dalam tujuan mencapai kepuasan dari sisi rasional,

bisnis harus memberikan perhatian yang besar pada kebutuhan konsumen melalui

mematuhi dengan benar peraturan syariah pada produk mereka. Dengan

demikian, kepercayaaan akan meningkatkan komitmen konsumen terhadap brand

(Mohamed & Daud, 2012)

Berdasarkan pada teori pemasaran, kepercayaan adalah bagian yang penting dari

sebuah hubungan, dimana sudah dipelajari dan diuji oleh para psikolog, sosiolog,

dan ekonom pada perpektif dari prinsip-prinsip manajemen dan pemasaran.

Sudah merupakan sebuah kesepakatan mereka bahwa ketika konsumen memiliki

kepercayaan pada sebuah brand diiringi dengan kepercayaan bahwa brand

tersebut akan secara konsisten memenuhi janjinya terkait nilai pada konsumen

(Delgado-Ballester & Munuera-Alemán, 2005).

Melalui analisa pada kepercayaan konsumen sebagai strategi pemasaran, sebuah

perusahaan dapat menjaga konsumennya yang sekarang dan memenangkan yang

lainnya juga (Sichtmann, 2007). Misalnya, mengenai peningkatan kesadaran

terhadap brand halal dikalangan konsumen kristiani dan yahudi (Alserhan, 2010),

menanamkan kepercayaan pada brand halal dapat meningkatkan permintaan di

pasar Halal karena konsumen akan memiliki keyakinan terhadap brand ketika

mereka mengenal brand tersebut dengan kagum dan menyenanginya.

Selanjutnya, pada pasar dengan tingkat persaingan tinggi, kepercayaan terhadap

brand merupakan keuntungan persaingan yang signifikan dimana memiliki

dampak yang hebat pada intensi kebiasaan konsumen. Terbukti bahwa

kepercayaan meningkatkan intensi konsumen melakukan pembelian (Liza, 2011;

Page 11: Brand Halal Dan Pengaruhnya Terhadap Intensi Membeli Mahdi

Bouhlel et al., 2011) dan ini berdampak pada kebiasaan pembelian konsumen

yang berulang-ulang (Belaid & Behi, 2011).

Pada akhirnya, kepercayaan adalah elemen penting yang fokus pada hubungan

akan datang antara brand dan konsumen karena ini menjadi sebuah jaminan bagi

konsumen bahwa mereka akan mendapat nilai lebih dari brand, sedangkan

kurangnya kepercayaan akan berdampak negatif pada hubungan tersebut (Gurviez

& Korchia, 2002). Oleh karena itu, sangat diperlukan bagi sebuah brand untuk

bisa dipercaya dan dapat diandalkan oleh konsumen (Wang, 2002).

4. Komitmen Beragama

Agama adalah nilai inti dari budaya yang mengilhami kehidupan sehari-hari

anggota kelompok budaya (Mokhlis & Spartks, 2007). Faktanya agama

membentuk sitem moral individu dan struktur etik masyarakat. Komitmen

beragama, sering diistilahkan religiosity, dapat mempengaruhi individu secara

kognitif maupun secara kebiasaan (Mokhlis & Spartks, 2007). Selanjutnya, ini

merupakan sistem nilai yang membedakan masyarakat yang shaleh, kurang

beragama, dan tidak beragama.

Orang yang shaleh akan mengikuti prinsip agama mereka seperti setiap minggu

menghadiri peribadatan, ketat berkomitmen pada doktrin-doktin agama dan

keanggotaan dalam kelompok, akan tetapi orang yang memiliki kepercayaan pada

ajaran agama merasa lemah untuk melakukan hal lain dengan bebas. Sistem nilai

dari orang shaleh ini akan berpengaruh pada langsung pada kebiasaan pilihan

mereka di pasar, komitmen dan tingkat kepercayaan pada brand tertentu (Khraim,

2010; Rindfleisch et al., 2005).

Komitmen beragama terdiri dari dua dimensi yaitu intra personal dan inter

personal yang memainkan peran penting dan sama pada kehidupan orang

Page 12: Brand Halal Dan Pengaruhnya Terhadap Intensi Membeli Mahdi

beragama (shaleh) (Mokhlis & Spartks, 2007). Dimensi internal menunjukan

identitas agama, sikap beragama, nilai, dan kepercayaan, sedangkan dimensi

external mengekspresikan afiliasi beragama, praktik-praktik beribadah, atau

keanggotaan pada komunitas beragama.

Sebagai sebuah pemahaman mengenai kebiasaan konsumen, tim pemasaran

sebaiknya mengupayakan dan menentukan sebagaimana kuat konsumen

berkomitmen dan berafiliasi dengan agama mereka, karena komitmen beragama

menunjukan sistem kepercayaan mereka dan ketaatan mereka pada kepercayaan

mereka sebagaimana gaya mengkonsumsi dan proses mengambil keputusan

(Mokhlis & Spartks, 2007; Khraim, 2010).

Pada akhirnya, komitmen beragama bervariasi dari satu orang dengan orang

lainnya; oleh karena itu konsumsi dipengaruhi tidak hanya oleh agamanya saja,

tapi juga oleh intensitas seseorang berafiliasi dengan agamanya ataupun

komitmen beragamanya (Mukhtar & Butt, 2012)

5. Intensi Pembelian

Isu yang paling signifikan di masing-masing industri berkonsentrasi pada

meningkatkan intensi pembelian. Konsep penting dalam pendekatan pemasaran

ini membantu manajer-manajer dalam mengadakan strategi yang sesuai di pasar

yang berhubungan dengan permintaan pasar, segmentasi pasar, dan program

promosi (Tsiotsou, 2006).

Intensi pembelian adalah sebuah proses mengalisa dan memprediksi kebiasaan

konsumen (Lin & Lin, 2007) berkaitan dengan keinginan untuk membeli,

menggunakan dan perhatian mereka yang lebih pada sebuah brand (Changa &

Liub, 2009; Shah et al., 2012).

Page 13: Brand Halal Dan Pengaruhnya Terhadap Intensi Membeli Mahdi

Intensi pembelian yang unggul mempromosikan pembelian (Chen et al., 2012)

sejak pengalaman pertama konsumen setelah melakukan pembelian dan mendapat

perasaan yang secara bersamaan mengakibatkan konsumen membeli lagi brand

tersebut (Lin et al., 2011).

Terkait hal ini, penilaian mengenai intensi pembelian produk halal akan

membantu memahami lebih baik lagi kebutuhan, ekspektasi dan persepsi dari

konsumen (Shaari & Arifin, 2010). Bersandar pada penelitian yang dilakukan

oleh O’Cass and Lim (2001), terdapat hubungan yang kuat antara personaliti

brand dan Intensi pembelian. Dengan demikian, melalui indentifikasi personaliti

brand halal, bisnis akan dapat meningkatkan intensi pembelian konsumen dan

merubah sikap dari konsumen yang memandang halal hanya merupakan isu

spiritual (bebas alcohol dan kandungan babi).

6. Conclusion

Pada penelitian ini, sebuah upaya dilakukan untuk mengklarifikasi secara

konseptual implementasi dari teori brand pada materi Halal. Pada penelitian ini,

kami mengajukan sebuah model yang menggambarkan hubungan antara

personaliti brand, kepercayaan pada brand, dan intensi pembelian.

Personaliti brand sebagai praktik modern dan menarik dalam teori pemasaran

telah digunakan dalam penelitian ini. Titik sorotnya penerapan model ini adalah

untuk menggambarkan nilai personaliti brand Halal.

Dampak dari personaliti brand halal pada kepercayaan dan intensi pembelian

melalui efek moderasi dari komitmen beragama merupakan bagian lain dari

penelitian. Kepercayaan pada brand sebagai bagian vital dari hubungan brand

konsumen membantu membangun sebuah hubungan yang kuat antara brand dan

konsumen juga menuai keuntungan-keuntungan yang signifikan.

Page 14: Brand Halal Dan Pengaruhnya Terhadap Intensi Membeli Mahdi

Hopefully, the findings from this research will be useful for scholars, Halal

manufacturers and marketers. The theoretical importance of this study lies in the

insight it provides into how consumers are becoming more conscious about the

Halal brand. Finally, it is recommended to deploy this proposed model

empirically.

Harapannya, penemuan dari penelitian ini akan berguna untuk para akademisi,

pabrik-pabrik produk Halal, dan tim pemasaran. Pentingnya teori pada penelitian

ini terletak pada pengetahuan yang menyediakan pemahaman mengenai

bagaimana konsumen menjadi lebih sadar tentang brand halal. Terakhir,

direkomendasikan untuk menggunakan model yang diajukan ini secara empirik.