Upload
ade-rahmayani-ritonga
View
64
Download
28
Embed Size (px)
Citation preview
BRAIN ABSCESS
Ade Rahmayani, Linda, Shofiyah Latief
I. PENDAHULUAN
Abses otak adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang
terlokalisir diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam
variasi bakteri, fungus, dan protozoa.(1) Abses otak dapat terjadi akibat
penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun
secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti
trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran
hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada
pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum
biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.
Abses otak bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan
pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan
menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi
polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli.(2)
Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan
antibiotika saat ini telah mengalami kemajuan, namun angka mortalitas
tetap tinggi, yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%. Penyakit ini sudah
jarang dijumpai terutama di negara-negara maju, namun karena resiko
kematiannya tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi yang
mengancam kehidupan masyarakat.(1) Diagnosis sering terlambat karena
1
gejala abses otak tidak khas. Tindakan operasi tidak selalu dapat dilakukan
karena lokasi abses tidak dapat dicapai atau adanya abses multipel. Kapsul
yang tebal dan adanya berbagai mikroorganisme penyebab baik aerob,
anaerob, campuran, jamur, atau, parasit mempersulit pemilihan antibiotika
yang akan digunakan.(3)
Pada beberapa kasus tidak diketahui sumber infeksinya.(2) Riwayat
sebelumnya menderita penyakit otitis media, mastoiditis, sinusitis supuratif,
atau infeksi pada wajah, kulit kepala, atau tengkorak, bronkiektasis, abses
paru, empyema, dan endokarditis bakterial juga diketahui menyebabkan
abses otak.(4)
Gejala klinik abses otak berupa tanda-tanda infeksi yaitu demam,
anoreksi dan malaise, peninggian tekanan intrakranial, serta gejala
neurologis fokal sesuai lokalisasi abses. Terapi abses otak terdiri dari
pemberian antibiotik dan pembedahan. Tanpa pengobatan, prognosis dari
abses otak jelek.(2)
II. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian yang sebenarnya dari abses otak tidak diketahui
pasti. Laki-laki lebih sering menderita daripada perempuan.(2)
Abses otak paling sering terjadi antara usia 20 hingga 50 tahun,
namun pernah ditemukan dalam semua kelompok usia. Paien mengalami
sakit kepala dan tanda neurologis fokal dengan lokasi abses yang
2
bervariasi. Tanda peningkatan ICP (khususnya mual, muntah, dan
penurunan tingkat kesadaran) adalah yang paling sering ditemukan.(4)
III. ETIOLOGI
Abses otak dapat berasal dari beberapa sumber infeksi, yaitu fokus
infeksi dekat misalnya otitis media, mastoiditis, sinusitis paranasalis, dan
fokus infeksi jauh misalnya dari paru-paru dan jantung, luka penetrasi,
operasi, dan akibat komplikasi meningitis bakterialis. Keberhasilan
mengetahui penyebab abses sangat dipengaruhi oleh cara pembiakan.(3)
Bakteri yang sering ditemukan dalam abses otak adalah Streptococcus,
Staphylococcus, Pneumococcus, Proteus, dan E.Coli. Kira-kira 75% dari
abses otak disebabkan oleh bakteri-bakteri tersebut dan 25% sisanya
disebabkan oleh mikroorganisme lainnya. Kebanyakan abses mengandung
salah satu bakteri. Kira-kira 15% dari abses otak mengandung dua atau
lebih kuman patogenik, dan 20% dari abses ternyata steril.(5)
Pada penyakit jantung bawaan sianotik sering ditemukan
Streptococcus, sedangkan bila abses terjadinya pasca kraniotomi, sering
ditemukan Staphylococcus atau Streptococcus.(3) Bila infeksi berasal dari
sinus paranasalis penyebabnya adalah Streptococcus aerob dan anaerob,
Staphylococcus dan Haemophilus influenzae. Abses oleh Streptococcus dan
Pneumococcus sering merupakan komplikasi infeksi paru. Adapun jamur
penyebab abses otak antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium
trichoides, dan spesies Candida dan Aspergillus. Walaupun jarang,
3
Entamoeba histolityca, suatu parasit amuba usus dapat menimbulkan abses
otak secara hematogen.(2)
Abses dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi
paru sistemik (empyema, abses paru, bronkiektasis, pneumonia),
endokarditis bakterial akut dan subakut, dan pada penyakit jantung bawaan
Tetralogi Fallot (abses multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari
jaringan otak). Abses otak yang penyebarannya secara hematogen, letak
absesnya sesuai dengan peredaran darah yang didistribusi oleh arteri
cerebri media, terutama lobus parietalis, atau cerebellum dan batang otak.(1)
Sekitar 20% fokus infeksi abses otak berasal dari infeksi telinga
tengah, merupakan suatu komplikasi serius. Otitis media supuratif adalah
penyakit yang berpotensi serius, terutama tipe maligna karena dapat
menimbulkan komplikasi yang dapat mengancam jiwa.(6)
Abses juga dapat dijumpai pada penderita penyakit immunologik
seperti AIDS, penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid
yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. Penyebab abses yang
jarang dijumpai adalah Osteomyelitis tengkorak, sellulitis, erysipelas pada
wajah, abses tonsil, pustula kulit, luka tembus pada tengkorak kepala,
infeksi gigi, luka tembak di kepala, dan septikemia.(1)
Berdasarkan sumber infeksi, dapat ditentukan lokasi timbulnya abses
dilobus otak : (1)
1. Infeksi sinus paranasalis dapat menyebar secara retrograd
thrombophlebitis melalui klep vena diploika menuju lobus frontalis atau
4
temporal. Bentuk absesnya biasanya tunggal, terletak superficial di otak,
dekat dengan sumber infeksinya.
2. Sinusitis frontal dapat menyebabkan abses di bagian anterior atau
inferior lobus frontalis.
3. Sinusitis sphenoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis
atau temporalis.
4. Sinusitis maxillaris dapat menyebabkan abses pada lobus temporalis.
5. Sinusitis ethmoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis.
6. Infeksi pada telinga tengah dapat menyebar ke lobus temporalis.
7. Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan
bawaan seperti kerusakan segmentum timpani atau kerusakan tulang
temporal oleh kolesteoma dapat menyebar kedalam cerebellum.
IV. ANATOMI OTAK DAN SAWAR DARAH OTAK
Otak dihubungkan dengan sumsum tulang belakang, mengatur baik
proses tidak sadar dan mengkoordinasi sebagian besar gerakan yang
disadari. Lebih jauh lagi, otak merupakan pusat kesadaran, membuat
manusia dapat berpikir dan belajar.(7)
Otak memiliki berat sekitar satu perlima puluh berat tubuh
keseluruhan, rata-rata 1,4 kg pada orang dewasa. Secara anatomi, otak
memiliki empat struktur utama, yaitu: (7)
1. Serebrum besar, seperti kubah
5
2. Diensefalon yang ada di bagian lebih dalam. Terdiri atas talamus dan
struktur di dekatnya
3. Cerebelum, di bagian belakang bawah
4. Batang otak, di bagian dasar
Ciri otak yang paling jelas adalah serebrum, yang membentuk lebih
dari empat per lima jaringannya. Serebrum memiliki tampilan berlekuk
karena permukaan yang berlipat-lipat, yang disebut korteks serebrum.
Lekukan otak disebut sulkus jika dangkal dan disebut fisura jika dalam.
Fisura dan beberapa sulkus besar membagi empat daerah fungsional yang
disebut lobus. Lobus terbagi empat bagian, yaitu frontal, parietal, oksipital,
dan temporal. Gerigi di permukaan otak disebut girus.(7)
Mekanisme yang mengontrol lingkungan unik otak adalah sawar
darah otak. Sawar darah otak berfungsi melindungi susunan darah pusat
dari milieu darah dan mempertahankan homeostasis lingkungan mikro otak.
6
Gambar 1 . Anatomi Otak(8)
Keuntungan sawar agak dikurangi oleh kenyataan bahwa ia menahan
antibiotika, neurotransmitter tertentu (misal dopamin), dan obat yang secara
potensial berguna lainnya.(9)
Neuron-neuron, sel-sel glia, cairan ekstraseluler otak, dipisahkan dari
darah oleh sawar darah otak. Sawar darah otak dicirikan sebagai lapisan
seluler yang sempurna dan kontinyu dari sel-sel endotel yang disegel oleh
tight junction. Komunikasi sel ke sel normal antara astocyte, pericyte, sel
endotel dan neuropil yang mengelilingi penting bagi ekspresi fenomena
sawar darah otak dan mekanisme homeostasisnya. Transpor, fungsi yang
dimediasi reseptor dan enzim, memainkan peran penting dalam regulasi
komposisi cairan ekstraseluler otak. Molekul, di atas ukuran yang dibatasi,
yang bersirkulasi dalam darah dapat memperoleh akses menuju ruang
interstisial hanya jika terdapat sistem transpor khusus untuk molekul
tersebut yang terdapat dalam endotel kapiler otak. Sistem demikian untuk
asam amino, transferin, insulin, Ig G, dan albumin terkationasi menjamin
bahwa SSP secara tetap menerima senyawa yang dibutuhkan.(9)
Pada proses infeksi, kuman patogen masuk melalui penetrasi pada
paraseluler dan transeluler. Kerusakan sawar darah otak mungkin
disebabkan karena terjadi migrasi lekosit dari darah dalam jumlah besar
melalui dinding kapiler otak. Kerusakan sawar darah otak ini secara klinis
berguna untuk pemberian antibiotika yang tidak larut dalam lemak. Pada
infeksi susunan saraf pusat, mekanisme terjadinya kerusakan sawar darah
otak tidak hanya karena adanya kuman patogen dalam meningen, tetapi
7
juga karena terjadinya fragmentasi dinding sel, endotoksin, dan aktifitas
dari sel-sel lekosit.(10)
V. PATOFISIOLOGI
Abses otak bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya
ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik. Adanya shunt kanan ke
kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh, sehingga
sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya
trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang sebelumnya
telah mengalami infark akibat trombosis. Tempat ini menjadi rentan
terhadap bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt dari kanan ke
kiri maka bakteri yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang
masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah
infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun. Dua pertiga abses
otak adalah soliter, hanya sepertiga abses otak adalah multipel.(2)
Pada tahap awal abses otak terjadi reaksi radang yang difus pada
jaringan otak dengan infiltrasi leukosit disertai udem, perlunakan, dan
kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah
beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada
pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblast,
dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak
berbatas tegas, tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif
8
terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara
beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter.(2)
Kebanyakan abses terletak di substansi alba, karena pendarahan
disitu kurang intensif dibandingkan dengan substansi grisea. Reaksi dini
dari jaringan otak terhadap kuman yang bersarang disitu ialah edema dan
kongesti yang disusul dengan perlunakan dan pembentukan nanah.
Fibroblast sekitar pembuluh darah bereaksi dengan berproliferasi.
Astroglia ikut berperan juga dan membentuk kapsul. Jika kapsul pecah,
nanah tiba di ventrikel dan menimbulkan kematian.(5)
Beberapa ahli membagi perubahan patologi abses otak dalam 4
stadium, yaitu : (1)
1. Stadium serebritis dini (Early cerebritis), hari 1-3
Terjadi reaksi radang lokal dengan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear, limfosit, dan sel plasma dengan pergeseran aliran
darah tepi, yang dimulai pada hari pertama dan meningkat pada hari ke
3. Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh darah
dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Saat ini terjadi edema
disekitar otak dan peningkatan efek massa karena pembesaran abses.
2. Stadium serebritis lanjut (Late cerebritis), hari 4-9
Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah
pusat nekrosis membesar oleh karena peningkatan “acellular debris”
dan pembentukan nanah karena pelepasan enzim-inzim dari sel radang.
Di tepi pusat nekrosis didapati daerah sel radang, makrofag-makrofag
9
besar dan gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast mulai menjadi
retikulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema
otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar.
3. Stadium pembentukan kapsul dini (Early capsule formation), hari
10-13
Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag-makrofag menelan
“acellular debris” dan fibroblast meningkat dalam pembentukan
kapsul. Lapisan fibroblast membentuk anyaman retikulum mengelilingi
pusat nekrosis. Di daerah ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat
oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi alba
dibandingkan substansi grisea. Pembentukan kapsul yang terlambat di
permukaan tengah memungkinkan abses membesar ke dalam substansi
putih. Bila abses cukup besar, dapat robek kedalam ventrikel lateralis.
Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah anyaman retikulum yang
menyebar membentuk kapsul kolagen. Reaksi astrosit di sekitar otak
mulai meningkat.
4. Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late capsule formation), hari
14 atau lebih
Terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran histologis
sebagai berikut :
a. Bentuk pusat nekrosis di isi oleh “acellular debris” dan sel-sel
radang.
b. Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast.
10
c. Kapsul kollagen yang tebal.
d. Lapisan neovaskular sehubungan dengan cerebritis yang berlanjut.
e. Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.
VI. GAMBARAN KLINIS
Tidak ada gejala patognomonik untuk abses otak, gejala abses otak
tergantung dari lokasi abses, besar abses, virulensi organisme, derajat
edema, dan respon tubuh terhadap infeksi. Trias yang terdiri dari tanda
infeksi, tanda peninggian intrakranial, dan gejala neurologis fokal
ditemukan pada 50% penderita. Pada stadium serebritis, terdapat sakit
kepala, demam, letargi, dan kejang. Tapi sering pula tidak terlihat
manifestasi klinis, sehingga proses penyakitnya terlihat akibat adanya lesi
desak ruang. Gejala dapat menjadi progresif, terlihat dengan adanya
kelainan saraf lokal dan tekanan intrakranial yang meningkat. Sakit kepala,
muntah, dan kesadaran menurun dan disertai dengan hemiparesis,
hemianopia atau kelainan neurologi lainnya. Walaupun gejala klinis sering
terlihat, adakalanya tidak terdapat gejala selama beberapa waktu, keluhan
hanya berupa demam yang hilang timbul, dan serangan sakit kepala.(3)
Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala
neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim
disertai kesadaran yang menurun menunjukkan prognosis yang kurang
baik, karena biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke dalam ventrikel.
Gejala yang terjadi seperti mengantuk, tidak ada perhatian, hambatan
11
dalam mengambil keputusan, gangguan intelegensi, dan kadang-kadang
kejang.(2,4)
Abses pada lobus temporalis selain menyebabkan gangguan
pendengaran dan mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran
atas kontralateral, dan hemianopsi komplit. Gangguan motorik terutama
wajah dan anggota gerak atas dapat terjadi apabila perluasan abses ke
dalam lobus frontalis relatif asimptomatik, berlokasi terutama di daerah
anterior sehingga gejala fokal adalah gejala sensorimotorik. Gangguan lain
yaitu tidak mampu menyebut objek, tidak mampu membaca, menulis, atau
mengerti kata-kata.(2,4)
Abses pada lobus parietalis memiliki gejala berupa gangguan sensasi
posisi dan persepsi stereognostik, kejang fokal, hemianopia homonim,
disfasia, akalkulia, dan agrafia. Sedangkan abses pada serebellum biasanya
berlokasi pada satu hemisfer dan menyebabkan gangguan koordinasi
seperti ataksia, tremor, dismetri, nistagmus, sakit kepala suboksipital, kaku
leher, dan gangguan berjalan.(2,4)
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik, pemeriksaan
laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya.
A. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Ada beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan, yaitu :
(1,11,12,13)
1. Jumlah leukosit : 10.000-20.000/cm3 (60-70%)
12
2. Laju endap darah meningkat : 45 mm/jam (75-90%)
3. Kultur darah
4. Analisa Liquor Cerebrospinal: leukosit dapat mencapai 100.000/µl
atau lebih saat abses pecah dan memasuki ventrikel dan asam laktat
meningkat sampai lebih dari 500mg. Pemeriksaan ini dilakukan bila
terbukti tidak ada peningkatan tekanan intracranial melalui
pemeriksaan CT scan atau pun MRI. Karena lumbal punksi, yang
dilakukan untuk mendapatkan sampel LCS, bila dilakukan pada
keadaan tekanan intracranial yang tinggi, dapat menyebabkan
terjadinya coning (seperti herniasi otak lewat foramen magnum,
menyebabkan koma dan kematian) tinggi.
B. PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI
Biasanya proses dimulai dengan serebritis lokal dengan
perlunakan, peradangan, dan hiperemi. Perubahan nekrotik mulai di
tengah diikuti pencairan dan pembentukan nanah. Fibroblast dan gliosis
yang melingkari serebritis akhirnya membentuk kapsul, mula-mula
tidak rata, lama kelamaan lebih tegas. Biasanya jaringan disekitarnya
memperlihatkan tanda edema dan jaringan tersebut dimasuki oleh sel
lekosit polimorfonuklear dan sel plasma, tidak perlu terdapat sel
limfosit. Lama kelamaan terbentuk jaringan nekrosis yang membentuk
kapsul. Dan waktu yang diperlukan untuk membentuk jaringan nekrosis
ini adalah antara 4-6 minggu.(3)
13
C. PEMERIKSAAN EEG
Pemeriksaan EEG untuk mengetahui lokalisasi abses dalam
hemisfer. EEG memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang
lambat delta dengan frekuensi 1-3 siklus/detik pada lokasi abses.(2)
D. RADIOLOGI
1. FOTO POLOS KEPALA
Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan
intrakranial, dapat pula menunjukkan adanya fokus infeksi
ekstraserebral. Tetapi dengan pemeriksaan ini tidak dapat
mengidentifikasi adanya abses.(2)
14
Gambar 2 . Spesimen menunjukkan jumlah netrofil pada pus dan kapsul granulomatosa fibrosa pada abses kronis(14)
2. ARTERIOGRAFI
Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi abses di hemisfer.
Saat ini, pemeriksaan arteriografi mulai ditinggalkan setelah
digunakan pemeriksaan yang relatif noninvasif seperti CT scan.(2)
3. CT SCAN KEPALA
Selain mengetahui lokasi abses, CT scan juga dapat
membedakan suatu serebritis dengan abses.(2) Pada CT scan tampak
area hipodens di daerah korteks atau persambungan kortikomeduler
yang bisa soliter atau multipel. Pada pemberian media kontras
tampak enchancement berbentuk cincin sekeliling daerah hipodens.
Di luar daerah yang enhancement tampak edema perifokal.(16)
15
Gambar 3
Peninggian tekanan intracranial menunjukan gambaran “convolutional markings”. Foto tersebut diambil pada pasien perempuan usia 7 tahun dengan craniosynostosis tipe mikrosefalus yang mengalami peninggian tekanan intracranial sehubungan dengan kelainan yang dideritanya.(15)
16
Gambar 4a
CT scan tanpa kontras. Tampak
area hipodens pada lobus
frontalis kanan dengan perifokal
edema.(16)
Gambar 4b
Sesudah kontras. Tampak
penyangatan berbentuk cincin,
tegas ditepi lesi. (16)
Gambar 5
Kepala panah menunjukkan
dinding abses yang tebal.
Anak panah kecil
menunjukkan gambaran
hiperdens dari meninges,
yang mengartikan adanya
kemungkinan hubungan
dengan meningitis.(18)
4. MRI KEPALA
MRI saat ini juga banyak digunakan, selain memberi diagnosis
yang lebih cepat, juga lebih akurat.(2)
17
Gambar 6
Abses otak streptococcal kronis pada anak 7 tahun
a.menunjukkan pusat lesi massa dengan gambaran
hyperintense membentuk cincin (panah hitam) dan edema
perifer pada lobus frontal kiri. b.Gadolinium yang
disempurnakan pada gambaran T1-weighted dengan
magnetisasi kontras menunjukkan peningkatan gambaran
cincin. c.gambaran DW menunjukkan komponen kistik
pusat sebagai area hyperintense. d.peta ADC
menunjukkan penurunan ADC dari komponen ini.(14)
Gambar 7a
T2-tertimbang (kiri) menunjukkan
adanya TB abses di lobus parietal kanan
yang dikelilingi oleh edema yang luas.(18)
VIII. DIAGNOSIS BANDING
1. Hidrosefalus, kadang-kadang sukar dibedakan dengan abses otak pada
pasien di bawah 2 tahun.(2)
2. Tumor otak seperti astrositoma mempunyai gambaran klinik seperti
abses otak. Dengan pemeriksaan CT scan dapat dibedakan keduanya.
(2) Pada pemeriksaan CT atau MRI pada astrositoma biasanya muncul
sebagai massa dengan lokasi meliputi hemisfer. Gambaran
18
Gambar 7b
Dengan peningkatan kontras T1-
tertimbang (kanan), akumulasi khas
kontras dalam abses dinding sangat baik.(18)
Gambar 8
Tanduk anterior dan temporal pada ventrikel lateral serta ventrikel ketiga dan keempat yang melebar. Ruang terluar dari CSF dengan kaliber normal. Tampak gambaran hipodens (panah hitam) yang tersebar pada periventricular, yang menunjukkan tekanan ventrikel meningkat. Juga terdapat tanda infark pada kapsul eksternal kiri (panah putih).(18)
astrositoma sering kistik dan sedikit hipodens pada gambaran
unenhanced.(19)
3. Tumor kistik atau nekrotik sulit dibedakan dengana abses otak pada
gambaran MR konvensional. Abses memiliki ADC (Apperent
Diffusion Coefficient) rendah, sedangkan ADC pada tumor bervariasi.
(14)
19
Gambar 9
Astrositoma tahap awal pada posisi
frontal kanan. (19)
Gambar 10
Sensitif terhadap media kontras.(19)
IX. PENATALAKSANAAN
Dasar pengobatan abses otak adalah mengurangi efek massa dan
menghilangkan kuman penyebab. Penatalaksanaan abses otak dapat dibagi
menjadi terapi bedah dan terapi konservatif. Untuk menghilangkan
penyebab, dilakukan operasi baik aspirasi maupun eksisi, dan pemberian
antibiotik.(3)
20
Gambar 11
Glioblastoma Multiforme pada wanita 69 tahun. a. Gambaran T2-tertimbang menunjukkan hiperintens pada pusat massa lesi dengan sinyal pelek rendah dan edema perifer pada lobus frontal kanan. b. Gadoliniumenhanced pada gambar T1-tertimbang dengan transfer magnet kontras menunjukkan massa dengan bentuk cincin irreguler. c. Gambaran DW menunjukkan komponen pusat fibrosis sebagai hypointense (panah). d. Peta ADC menunjukkan peningkatan ADC dari komponen fibrosis (panah).(14)
Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan
penatalaksanaan sebagai berikut (2)
1. Bila gejala klinis belum berlangsung lama (kurang dari 1 minggu) atau
kapsul belum terbentuk.
2. Sifat-sifat abses :
a. Abses yang lokasinya jauh dalam jaringan otak merupakan
kontraindikasi operasi
b. Besar abses
c. Soliter atau multipel. Pada abses multipel tidak dilakukan operasi
Pemilihan antibiotik didasarkan hasil pemeriksaan bakteriologik dan
sensitivitas. Sebelum ada hasil pemeriksaan bakteriologik, dapat diberikan
antibiotik secara polifarmasi ampisilin/penisilin dan kloramfenikol. Bila
penyebabnya kuman anaerob dapat diberikan metronidasol. Golongan
sefalosporin generasi ke tiga dapat pula digunakan.(2)
X. PROGNOSIS
Tergantung dari : (2)
1. Cepatnya diagnosis
2. Derajat perubahan patologis
3. Soliter atau multipel
4. Penanganan yang adekuat
21
Dengan alat-alat yang canggih, dewasa ini abses otak pada stadium
dini dengan lebih cepat didiagnosis, sehingga prognosis lebih baik.
Prognosis abses otak soliter lebih baik dari multipel.(2)
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Hakim AA. 2005. Abses Otak. Majalah Kedokteran Nusantara. Volume 38 :
324-327.
2. Kamaluddin MT. 1993. Abses Otak. Cermin Dunia Kedokteran. No.38 : 25-
27
3. Supatra N. 2006. Abses Otak pada Penyakit Jantung Bawaan Sianotik. Dexa
Media. Volume 19 :127-130
4. Price SA. 2002. Abses Otak. Gangguan Neurologis dengan Simtomatologi
Generalisata in Patofisiologi. Hartwig MS. Volume 2. EGC. Jakarta
5. Mardjono M. 2008. Abses Serebri. Mekanisme Infeksi Susunan Saraf in
Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta
6. Widodo S. 2011. Karakteristik Abses Otak Otogenik. Cermin Dunia
Kedokteran. Volume 38: 267-269
7. Parker S. 2009. Otak. Sistem Saraf in Ensiklopedia Tubuh Manusia.
Erlangga. Jakarta
8. Kahn M. 2007. Anatomy Review : The Brain. Available at
http://ocw.tufts.edu/Content/51/lecturenotes/673766/674604
9. Zulham. 2005. Sawar Darah Otak. Majalah Kedokteran Nusantara. Volume
38 : 199-203
10. Japaradi I. 2002. Sawar darah Otak. USU Digital Library.
23
11. Medscape Reference. 2012. Brain Abscess Workup. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/212946-workup
12. Medscape Reference. 2012. Lumbal Puncture. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/80773-overview#showall
13. Davey P. 2006. Abses Serebri. Infeksi Susunan Saraf Pusat in At a Glance
Medicine. Erlangga. Jakarta
14. Moritani T. 2005. Brain Abscess. Infectious Disease in Diffusion-Weighted
MR Imaging of the Brain. Springer. New York
15. Mighty’s World Health Site. 2011. Craniosynostosis. Available at
http://www.mightysworld.com/syndrome-omim/craniosynostosis.html
16. Rasad S. 1999. Abses Serebri. Tomografi Komputer Kepala in Radiologi
Diagnostik. Sjair Z. Volume 5. Balai Penerbit FKUI. Jakarta
17. Ahuja AT. 2006. Brain Abscess. Central Nervous System in Medical
Imaging Radiology for Students and Trainees. Yuen EH. Cambridge
University. New York
18. Eastman GW. 2006. Brain Abscess. Intracranial Infectious in Getting Started
in Clinical Radiology. Thieme. New York
19. Scarabino T. 2006. Particular Forms of Infarcton. Cerebrovascular
Emergencies in Emergency Neuroradiology. Springer. New York
24