17
Boks.2 PEMETAAN STRUKTUR PASAR DAN POLA DISTRIBUSI KOMODITAS STRATEGIS PENYUMBANG INFLASI DAERAH Pengendalian inflasi merupakan faktor kunci dalam menstimulasi kegiatan ekonomi riil yang berkembang sekaligus meningkatkan permintaan efektif masyarakat. Kegiatan ekonomi produktif akan sulit berjalan dan permintaan masyarakat menjadi tidak efektif di dalam kondisi dimana terjadi inflasi yang tidak terkendali. Oleh karena itu kebijakan pengendalian inflasi menjadi penting untuk dilaksanakan. Efektifitas penerapan kebijakan pengendalian inflasi akan sangat ditentukan oleh kedalaman pengetahuan, data dan informasi tentang faktor- faktor yang berkontribusi dalam pengendalian inflasi. Salah satu pengetahuan dan informasi yang mesti dipahami adalah perilaku komoditas penyumbang inflasi. Struktur pasar dan pola distribusi komoditas sangat mempengaruhi proses pembentukan tingkat harga masing-masing komoditas. Struktur pasar dan pola distribusi suatu komoditas akan berbeda dengan komoditas lainnya. Karenanya data dan informasi yang akurat akan struktur pasar dan pola distribusi menjadi faktor kunci yang digunakan untuk memformulasi kebijakan pengendalian inflasi nantinya. Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi struktur pasar komoditas strategis penyumbang inflasi daerah 2. Mengidentifikasi pola distribusi komoditas strategis penyumbang inflasi daerah 3. Mengetahui perilaku produsen, distributor dan pengecer dalam mekanisme pembentukan harga barang strategis penyumbang inflasi di daerah

Boks.2 PEMETAAN STRUKTUR PASAR DAN POLA … fileBerbeda dengan beras, komoditas pertanian lainnya tidak melalui agen dan sub agen dalam jalur distribusinya. Dengan demikian, rantai

Embed Size (px)

Citation preview

Boks.2

PEMETAAN STRUKTUR PASAR DAN POLA DISTRIBUSI

KOMODITAS STRATEGIS PENYUMBANG INFLASI DAERAH

Pengendalian inflasi merupakan faktor kunci dalam menstimulasi

kegiatan ekonomi riil yang berkembang sekaligus meningkatkan permintaan

efektif masyarakat. Kegiatan ekonomi produktif akan sulit berjalan dan

permintaan masyarakat menjadi tidak efektif di dalam kondisi dimana terjadi

inflasi yang tidak terkendali. Oleh karena itu kebijakan pengendalian inflasi

menjadi penting untuk dilaksanakan.

Efektifitas penerapan kebijakan pengendalian inflasi akan sangat

ditentukan oleh kedalaman pengetahuan, data dan informasi tentang faktor-

faktor yang berkontribusi dalam pengendalian inflasi. Salah satu pengetahuan

dan informasi yang mesti dipahami adalah perilaku komoditas penyumbang

inflasi. Struktur pasar dan pola distribusi komoditas sangat mempengaruhi

proses pembentukan tingkat harga masing-masing komoditas. Struktur pasar

dan pola distribusi suatu komoditas akan berbeda dengan komoditas lainnya.

Karenanya data dan informasi yang akurat akan struktur pasar dan pola

distribusi menjadi faktor kunci yang digunakan untuk memformulasi kebijakan

pengendalian inflasi nantinya.

Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi struktur pasar komoditas strategis penyumbang inflasi

daerah

2. Mengidentifikasi pola distribusi komoditas strategis penyumbang inflasi

daerah

3. Mengetahui perilaku produsen, distributor dan pengecer dalam

mekanisme pembentukan harga barang strategis penyumbang inflasi di

daerah

Struktur Pasar

Dari hasil survey, dilakukan identifikasi struktur pasar di tingkat

pedagang. Elemen-elemen struktur pasar yang digunakan antara lain jumlah

pemain dalam wilayah/kota, kemampuan dalam mengontrol harga,

kemampuan dalam mengontrol pasokan, serta sifat produk yang diilihat dari

bermerk atau tidak produk tersebut.

Dari hasil identifikasi tersebut, terlihat bahwa mayoritas struktur pasar

komoditas pertanian merupakan indikasi pasar persaingan sempurna.

Tabel 1. Identifikasi Struktur Pasar Komoditas Penyumbang Inflasi

Komoditi Jumlah

Pedagang Kota

Kontrol Thd

Harga

Kontrol Thd

Pasokan

Sifat Produk

(Merek)Kesimpulan

Cabe Merah 132 Tidak Tidak Tidak Persaingan Sempurna

Beras 81 Tidak Tidak Tidak Persaingan Sempurna

Kacang panjang 158 Tidak Tidak Tidak Persaingan Sempurna

Bawang merah 304 Tidak Tidak Tidak Persaingan Sempurna

Bayam 213 Tidak Tidak Tidak Persaingan Sempurna

Tomat sayur 151 Tidak Tidak Tidak Persaingan Sempurna

Daging ayam ras 224 Tidak Tidak Tidak Persaingan Sempurna

Telur ayam ras 55 Tidak Tidak Tidak Persaingan Sempurna

Ikan Gabus 52 Tidak Tidak Tidak Persaingan Sempurna

Ikan Nila 108 Tidak Tidak Tidak Persaingan Sempurna

Udang Basah 33 Tidak Tidak Tidak Persaingan Sempurna

Minyak Goreng 62 Tidak Tidak Ya/tidak Monopolistis

Gula Pasir 44 Tidak Tidak Ya/tidak Persaingan Sempurna

Pasir 34 Tidak Tidak Tidak Persaingan Sempurna

Semen 42 Tidak Tidak Ya Monopolistis

Jalur Distribusi

Beras

Pola distribusi beras di Jambi cukup panjang dimana penjualan beras dari

petani ke konsumen akhir/rumah tangga dapat melalui 5 (lima) perantara

pedagang yaitu pedagang pengepul, agen, sub agen, pedagang besar dan

pedagang eceran. Mayoritas konsumen mendapatkan beras melalui pedagang

eceran namun tak menutup kemungkinan konsumen dapat memperoleh beras

langsung melalui pedagang besar.

Peran agen dan sub agen dalam perdagangan beras di Kota Jambi cukup

tinggi. Jumlah pemain agen penjual beras di Kota Jambi juga relatif sedikit

sehingga menjadi pemain utama dalam penyaluran beras kepada pedagang-

pedagang di bawahnya.

Grafik 1. Jalur Distribusi Beras

Sumber : Hasil survey, diolah

Komoditas Pertanian (selain beras)

Berbeda dengan beras, komoditas pertanian lainnya tidak melalui agen

dan sub agen dalam jalur distribusinya. Dengan demikian, rantai produksi

komoditas pertanian ini relatif lebih singkat yaitu dari petani sampai ke

konsumen hanya melalui 3 (tiga) perantara yaitu pedagang pengepul,

pedagang besar, dan pedagang eceran.

Bagi komoditas-komoditas ini, peran pedagang besar cukup tinggi

dimana pedagang besar memiliki peran dalam hal penyaluran barang dari

daerah asal ke kota Jambi. Jauhnya lokasi area produksi terhadap kota Jambi

membuat pedagang besar memiliki risiko yang cukup besar dalam

mendistribusikan komoditas-komoditas dimaksud. Dengan demikian,

kemampuan pedagang besar dalam mempengaruhi harga bagi komoditas

pertanian relatif tinggi.

Grafik 2. Jalur Distribusi Komoditas Pertanian (Selain Beras)

Sumber : Hasil survey, diolah

Komoditas Peternakan

Tidak seperti komoditas pertanian, pola distribusi komoditas peternakan

cukup pendek yaitu dengan tidak melalui pedagang pengepul. Jalur distribusi

diawali dari peternak (bisa berupa peternak inti dan plasma), kemudian

didistribusikan ke pedagang besar, selanjutnya dijual ke pengecer lalu dijual ke

konsumen akhir. Hal ini disebabkan oleh mayoritas peternak di Jambi

tergabung dalam suatu kelompok tertentu. Selain itu, lokasi peternak yang

relatif dekat dari kota Jambi menyebabkan tidak diperlukannya pedagang

pengepul dalam usaha ini.

Grafik 3. Jalur Distribusi Komoditas Peternakan

Sumber : Hasil survey, diolah

Komoditas Perikanan

Secara umum, pola distribusi untuk komoditas perikanan relatif sama

baik untuk ikan keramba (nila) maupun ikan tangkapan (udang basah dan

gabus). Pola distribusi komoditas perikanan di Sumatera Barat berawal dari

produsen di sepanjang pantai timur Jambi untuk ikan tangkapan ataupun

usaha keramba di sekitar kota Jambi. Hasil ikan tangkapan tersebut kemudian

dijual melalui pedagang pengepul di sekitar lokasi tangkapan. Sementara itu,

ikan hasil produksi keramba dijual melalui pedagang pengepul di sekitar lokasi

keramba yang biasanya tergabung dalam kelompok-kelompok tertentu. Setelah

itu ikan didistribusikan ke pedagang besar di Pasar Angso Duo untuk kemudian

dijual ke pedagang pengecer di pasar tersebut ataupun pasar-pasar yang lebih

kecil lainnya.

Grafik 4. Jalur Distribusi Komoditas Perikanan

Sumber : Hasil survey, diolah

Komoditas Industri

Jalur distribusi komoditas industri sedikit mirip dengan komoditas beras

namun tidak melalui pedagang pengepul. Jalur distribusi dimulai dari produsen

kemudian dijual di daerah melalui agen-agen tertentu, diikuti dengan sub agen,

pedagang besar, pedagang eceran baru mencapai konsumen akhir.

Sebagaimana dalam rantai perdagangan beras, peran agen dalam

mendistribusikan barang sangat tinggi. Agen merupakan penghubung utama

antara produsen dengan wilayah pemasaran di daerah.

Grafik 5. Jalur Distribusi Komoditas Industri

Sumber : Hasil survey, diolah

Cabe Merah Petani Cabe Merah

Range harga jual cabe merah di tingkat petani cukup lebar. Ketika

panen raya, harga cabe merah dapat turun menjadi Rp4.312/kg sementara

ketika musim paceklik harga cabe merah dapat melonjak mencapai 800%

menjadi Rp38.750/kg. Dengan demikian, margin keuntungan yang diterima

oleh petani memiliki range yang tinggi yaitu dapat mencapai 90,5% ketika

harga sedang tinggi atau sebesar 14,2% ketika harga sedang rendah. Dalam

menentukan harga jual, petani cenderung untuk menjual dengan mengikuti

harga tertinggi (62,50%) baru diikuti dengan mengikuti harga pesaing

(37,50%).

Pedagang Cabe Merah

Harga jual cabe merah di tingkat pedagang memiliki range dari

Rp9.733/kg Rp 23.200 sementara itu range harga beli oleh pedagang sekitar

Rp7.333/kg Rp 20.000/kg. Lebarnya harga jual cabe ini di tingkat pedagang

disebabkan oleh lebarnya harga jual di tingkat petani. Selisih harga jual dan beli

terbesar dialami ketika pasokan dalam kondisi normal yaitu sekitar Rp6.933/kg.

Adapun selisih harga ketika pasokan sedikit atau banyak masing-masing

sebesar Rp3.200/kg dan Rp2.400/kg. Dengan demikian, pedagang cenderung

memiliki keuntungan ketika pasokan normal. Ketika pasokan sedikit ataupun

banyak, pedagang cenderung hati-hati dalam menentukan harga jualnya. Hal

ini disebabkan oleh cepat berubahnya harga cabe merah sehingga ada

kekhawatiran akan barang yang tak terjual ketika pasokan sedang tidak stabil.

Komoditas ini juga cepat membusuk sehingga pedagang cenderung memilih

untuk tidak mengambil risiko dengan cara menurunkan margin

keuntungannya. Harga cabe merah cepat berubah dimana harga di sore hari

bisa turun jauh dari pada harga di pagi hari.

Hal tersebut juga mempengaruhi jumlah penjualan cabe merah. Ketika

pasokan sedikit, jumlah penjualan cabe merah dapat berkurang setengahnya

dari ketika pasokan banyak. Dalam kondisi ini, pembeli juga cenderung untuk

menurunkan jumlah pembelian mereka, khawatir harga akan berubah dalam

waktu dekat.

Fluktuasi harga pada cabe merah ini juga berdampak pada bervariasinya

margin keuntungan yang diambil oleh pedagang. Dalam kondisi normal,

margin keuntungan dapat mencapai 22,8% sementara ketika pasokan sedikit

margin keuntungan dapat turun menjadi 13,93%. Namun demikian, margin

keuntungan yang diterima pedagang lebih kecil dibandingkan yang diterima

oleh petani.

Berbeda dengan di tingkat petani, mayoritas pedagang (93,3%)

mengikuti harga dari pesaing dalam menentukan harga jualnya. Sementara

sisanya (6,7%) menjual berdasarkan jumlah biaya produksi ditambah dengan

margin.

Grafik 6. Harga Cabe Merah di Tingkat Pedagang

Grafik 7. Jumlah Penjualan Cabe Merah

32.7

65.8

16.0

0.0

20.0

40.0

60.0

80.0

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

Pasokan Banyak Normal Pasokan Sedikit

Harga Beli Harga Jual % Selisih Harga Jual dan Beli

53

45

26

0

10

20

30

40

50

60

Pasokan Banyak Normal Pasokan Sedikit

Beras

Petani Beras

Range harga jual beras di tingkat petani tidak terlalu besar. Ketika panen

raya, harga beras dapat turun menjadi Rp5.760/kg sementara ketika musim

paceklik, harga beras dapat melonjak mencapai 27,09% menjadi Rp7.321/kg.

Margin keuntungan yang diterima oleh petani beras relatif sempit namun pada

level yang tinggi yaitu mencapai 119,4% ketika harga sedang tinggi atau

minimum 71,6% ketika harga sedang rendah. Dalam menentukan harga jual,

petani cenderung untuk menjual dengan mengikuti harga tertinggi (57,14%)

baru diikuti dengan mengikuti harga pesaing (42,86%).

Mayoritas hasil panen tersebut (76,43%) diperuntukkan untuk dijual,

sementara sisanya untuk dikonsumsi sendiri (15,00%) dan disimpan (8,57%).

Petani biasanya menjual hasil panen melalui pedagang pengumpul (57,14%)

dan pedagang besar (42,86%).

Pedagang Beras

Selisih harga jual dan harga beli beras relatif kecil dan stabil dalam baik

dalam kondisi pasokan banyak, sedikit maupun normal yaitu pada sekitar 5%.

Beras yang merupakan kebutuhan pokok serta tidak memiliki barang subtitusi

yang sepadan memiliki kecenderungan harga yang stabil. Selain itu, komoditas

ini merupakan barang yang dapat bertahan hinga beberapa bulan sehingga

permainan pedagang dalam menentukan harga jual relaitf rendah.

Relatif stabilnya harga beras juga terlihat dari sempitnya range harga

ketika pasokan banyak maupun sedikit. Ketika pasokan banyak, harga jual rata-

rata pedagang sebesar Rp7.884/kg sementara ketika pasokan sedikit harga

melonjak tidak terlalu signifikan yaitu sebesar 8,09% mencapai Rp8.109/kg.

Jumlah penjualan beras juga menunjukkan angka yang relatif stabil.

Ketika pasokan sedikit, jumlah penjualan beras dapat berkurang 16,29% dari

ketika pasokan banyak. Angka penurunan penjualan tersebut lebih kecil

dibandingkan dengan komoditas bumbu-bumbuan ataupun sayuran. Hal ini

terkait dengan posisi beras sebagai makanan pokok sehingga akan tetap dibeli

masyarakat berapapun harganya.

Stabilnya harga beras juga berdampak pada cukup rendahnya margin

keuntungan yang diambil oleh pedagang. Dalam kondisi normal, margin

keuntungan dapat mencapai 7,51% sementara ketika pasokan sedikit margin

keuntungan dapat turun mencapai 3,70%. Margin keuntungan yang diterima

oleh pedagang ini lebih rendah dibandingkan dengan yang diterima oleh

petani.

Sebagai mana di tingkat petani, mayoritas pedagang (50,0%) mengikuti

harga tertinggi dalam menentukan harga jualnya. Sementara sisanya (43,8%)

menentukan harga jual dengan melihat harga pesaing.

Grafik 8. Harga Beras di Tingkat Pedagang Grafik 9. Jumlah Penjualan Beras

7500.07650.0

8109.47884.4 8021.9

8521.95.1

4.9

5.1

4.7

4.8

4.9

5.0

5.1

5.2

6,500

7,000

7,500

8,000

8,500

9,000

Pasokan Banyak Normal Pasokan Sedikit

Harga Beli Harga Jual % Selisih Harga Jual dan Beli

821

781

688

600

650

700

750

800

850

Pasokan Banyak Normal Pasokan Sedikit

Bawang Merah

Petani Bawang Merah

Range harga jual bawang merah di tingkat petani cukup lebar. Ketika

panen raya, harga bawang merah dapat turun menjadi Rp3.562/kg sementara

ketika musim paceklik, harga bawang merah dapat melonjak mencapai

338,6% menjadi Rp15.625/kg. Dengan demikian, margin keuntungan yang

diterima oleh petani memiliki range yang tinggi yaitu dapat mencapai 79,68%

ketika harga sedang tinggi atau sebesar 16,68% ketika harga sedang rendah.

Dalam menentukan harga jual, petani cenderung untuk menjual dengan

mengikuti harga pesaing (75,00%) baru diikuti dengan mengikuti harga

tertinggi (25,00%).

Pedagang Bawang Merah

Untuk ukuran komditi bumbu-bumbuan, range harga jual bawang

merah tidaklah terlalu lebar. Ketika pasokan banyak, harga jual bawang merah

di tingkat pedagang sebesar Rp11.200/kg sementara ketika pasokan sedang

sedikit harga jual meningkat 65,77% menjadi Rp18.566/kg. Ketika harga

sedang turun, pedagang menentukan harga jual sekitar 22,4% di atas harga

beli. Namun demikian,ketika harga sedang tinggi, harga jual yang ditetapkan

oleh pedagang hanya sekitar 17,00% di atas harga jual.

Volume penjualan komoditas ini cukup tergantung akan jumlah

pasokannya. Ketika jumlah pasokan sedikit, volume penjualan dapat turun

hingga mencapai setengah dari penjualan ketika banyak. Dalam kondisi ini,

pembeli juga cenderung untuk menurunkan jumlah pembelian mereka,

khawatir harga akan berubah dalam waktu dekat.

Sementara itu, margin yang ditetapkan oleh pedagang relatif stabil yaitu

berkisar antara Rp1.886/kg Rp2.800/kg atau sekitar 17,9%-19,52% harga.

Secara umum, harga bawang merah di tingkat pedagang lebih stabil

dibandingkan di tingkat petani.

Sebagaimana di tingkat petani, mayoritas pedagang (93,3%) mengikuti

harga dari pesaing dalam menentukan harga jualnya. Sementara sisanya (6,7%)

menjual berdasarkan biaya tertinggi.

Grafik 12. Harga Bawang Merah di Tingkat Pedagang

Grafik 13. Jumlah Penjualan Bawang Merah

9.147 9.933

15.867

11.200 11.933

18.567

22,420,1

17,0

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

0

5.000

10.000

15.000

20.000

Pasokan Banyak Normal Pasokan Sedikit

Harga Beli Harga Jual % Selisih Harga Jual dan Beli

45

34

22

0

10

20

30

40

50

Pasokan Banyak Normal Pasokan Sedikit

Bayam

Range harga jual bayam di tingkat petani cukup lebar. Ketika panen

raya, harga bayam dapat turun menjadi Rp2.666/kg sementara ketika musim

paceklik, harga bayam melonjak 112,5% menjadi Rp5.667/kg. Dengan

demikian, margin keuntungan yang diterima oleh petani cukup lebar yaitu

sebesar 57,00% ketika harga sedang tinggi atau sebesar 9,33% ketika harga

sedang rendah. Yang perlu dicermati adalah, keuntungan yang diterima petani

ketika harga sedang rendah hanya sebesar Rp243/kg. Dalam menentukan

harga jual, petani cenderung untuk menjual dengan mengikuti harga pesaing

(66,67%) baru diikuti dengan mengikuti harga tertinggi (33,33%).

Pedagang Bayam

Harga jual bayam ketika harga normal sebesar Rp2.810/kg sementara

ketika pasokan sedikit dapat melonjak 86,3% menjadi Rp5.236/kg. Selisih

harga jual dan beli terbesar yang diterima oleh pedagang adalah ketika harga

tinggi yaitu mencapai Rp2.469/kg. Namun secara umum, selisih harga secara

rupiah tersebut relatif stabil yaitu sebesar Rp1.540/kg-Rp2.469/kg.

Volume penjualan komoditas ini cukup tergantung akan jumlah

pasokannya. Ketika jumlah pasokan sedikit, volume penjualan dapat turun

hingga mencapai sepertiga dari penjualan ketika banyak. Dalam kondisi ini,

pembeli juga cenderung untuk menurunkan jumlah pembelian mereka,

mengingat masih adanya barang subtitusi bayam.

Relatif stabilnya harga bayam ini juga berdampak pada cukup stabilnya

margin keuntungan yang diambil oleh pedagang. Dalam kondisi normal,

margin keuntungan dapat mencapai 27,92% sementara ketika pasokan sedikit

margin keuntungan dapat turun menjadi 26,90%. Namun demikian, margin

keuntungan yang diterima pedagang secara rupiah cukup kecil yaitu pada

kisaran Rp300-Rp786/kg.

Sebagaimana di tingkat petani, mayoritas pedagang (86,7%) mengikuti

harga dari pesaing dalam menentukan harga jualnya. Sementara sisanya

(13,3%) menjual berdasarkan harga tertinggi.

Grafik 14. Harga Bayam di Tingkat

Pedagang

Grafik 15. Jumlah Penjualan Bayam

8401.270

2.7673.008 2.810

5.236258,1

121,3

89,3

0,0

50,0

100,0

150,0

200,0

250,0

300,0

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

Pasokan Banyak Normal Pasokan Sedikit

Harga Beli Harga Jual % Selisih Harga Jual dan Beli

176

138117

0

50

100

150

200

Pasokan Banyak Normal Pasokan Sedikit

Daging Ayam Ras

Peternak Daging Ayam Ras

Range harga jual daging ayam ras di tingkat pedagang cukup stabil.

Ketika panen raya, harga daging ayam ras dapat turun menjadi Rp15.312/kg

sementara ketika musim paceklik, harga daging ayam ras melonjak 11,84%

menjadi Rp17.125/kg. Dengan demikian, margin keuntungan yang diterima

oleh peternak juga relatif stabil pada level yang tinggi yaitu sekitar Rp11.145/kg

Rp12.957/kg. Margin yang diterima oleh peternak tersebut dapat mencapai

75% dari harga jualnya. Dalam menentukan harga jual, peternak cenderung

untuk mengikuti harga pesaing (62,50%) baru diikuti dengan mengikuti harga

tertinggi (37,50%).

Pedagang Daging Ayam Ras

Fluktualitas harga daging ayam ras di tingkat pedagang lebih tinggi jika

dibandingkan dengan di tingkat peternak. Ketika pasokan banyak, harga jual

rata-rata pedagang dapat mencapai Rp20.184/kg sementara ketika pasokan

sedikit harga dapat melonjak 26,68% mencapai Rp25.568/kg. Namun demikian

selisih harga jual dan harga beli daging ayam ras relatif stabil yaitu pada kisaran

Rp4.131/kg - Rp5.131/kg atau sekitar 22,9% - 34,1%.

Sementara itu, ketika pasokan sedikit dan harga tinggi, volume

penjualan daging ayam ras juga mengalami penurunan. Volume penjualan saat

pasokan banyak dapat mencapai 603,75 kg/pedagang namun demikian ketika

pasokan sedikit volume penjualan dapat turun hingga 30,95% menjadi 416,88

kg/pedagang.

Namun demikian, margin yang diterima oleh pedagang memiliki range

yang cukup lebar yaitu pada kisaran Rp3.568/kg Rp6.318/kg. Margin

keuntungan tersebut juga masih lebih rendah jika dibandingkan dengan margin

keuntungan yang diterima oleh peternak.

Sebagaimana di tingkat peternak, mayoritas pedagang (81,3%)

mengikuti harga dari pesaing dalam menentukan harga jualnya. Sementara

sisanya menjual berdasarkan harga tertinggi (12,5%) dan jumlah biaya

produksi ditambah dengan margin (6,3%).

Grafik 18. Harga Daging Ayam Ras di Tingkat Pedagang

Grafik 19. Jumlah Penjualan Daging Ayam Ras

15.053 16.306

20.81320.184 20.438

25.56934,1

25,322,9

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

30,0

35,0

40,0

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

Pasokan Banyak Normal Pasokan Sedikit

Harga Beli Harga Jual % Selisih Harga Jual dan Beli

604

500

417

0

100

200

300

400

500

600

700

Pasokan Banyak Normal Pasokan Sedikit

Ikan Gabus

Nelayan Ikan Gabus

Range harga jual ikan gabus di tingkat petani cukup lebar. Ketika panen

raya, harga ikan gabus dapat turun menjadi Rp8.750/kg sementara ketika

musim paceklik, harga ikan gabus dapat melonjak mencapai 101,43% menjadi

Rp17.625/kg. Namun demikian, range margin keuntungan yang diterima oleh

petani tidak terlalu lebar yaitu mencapai 21,79% ketika harga sedang rendah

atau sebesar 56,84% ketika harga sedang tinggi. Dalam menentukan harga

jual, petani cenderung untuk menjual dengan mengikuti harga pesaing

(87,50%) baru diikuti dengan mengikuti harga tertinggi (12,50%). Adapun

100% hasil produksi tersebut dijual melalui pedagang pengumpul (100%).

Pedagang Ikan Gabus

Fluktualitas harga ikan gabus di tingkat pedagang cukup rendah. Ketika

pasokan banyak, harga jual rata-rata pedagang dapat mencapai Rp31.062/kg

sementara ketika pasokan sedikit harga melonjak 32,90% mencapai

Rp41.281/kg.

Selisih harga jual dan harga beli ikan gabus berada pada kisaran

Rp5.312/kg Rp6.781/kg. Semakin tinggi harga beli ikan gabus oleh pedagang,

maka selisih harga terhadap harga jualnya juga semakin tinggi. Secara

persentase, pedagang menetapkan harga jual ikan gabus sekitar 20% di atas

harga beli baik dalam kondisi pasokan sedikit, normal maupun banyak. Cukup

stabilnya harga komoditas ini disebabkan oleh banyaknya barang subtitusi

untuk jenis ikan-ikanan. Pembeli tidak terpaku untuk memilih salah satu juni

komoditas saja. Dengan demikian, pedagang akan memikirkan kembali jika

harus menetapkan harga yang jauh diatas harga normalnya.

Hal ini juga tercermin dimana ketika pasokan sedikit maka volume

penjualan akan mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu turun

43,75% dari volume penjualan ketika pasokan banyak.

Sebagaimana di tingkat nelayan, mayoritas pedagang (81,3%) mengikuti

harga dari pesaing dalam menentukan harga jualnya. Sementara sisanya

(12,5%) menjual berdasarkan jumlah biaya produksi ditambah dengan margin.

Grafik 22. Harga Ikan Gabus di Tingkat Pedagang

Grafik 23. Jumlah Penjualan Ikan Gabus

25.750 26.250

34.50031.063 32.500

41.281

20,6

23,8

19,7

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.000

45.000

Pasokan Banyak Normal Pasokan Sedikit

Harga Beli Harga Jual % Selisih Harga Jual dan Beli

5046

28

0

10

20

30

40

50

60

Pasokan Banyak Normal Pasokan Sedikit

Ikan Nila

Petani Ikan Nila

Range harga jual ikan nila di tingkat petani cukup sempit. Ketika panen

raya, harga ikan nila dapat turun menjadi Rp18.333/kg sementara ketika musim

paceklik, harga ikan nila hanya akan melonjak 14,55% menjadi Rp21.000/kg.

Margin keuntungan yang diterima oleh petani juga memiliki range yang sempit

yaitu sekitar 20,80% - 34,94% atau sekitar Rp4.067/kg Rp6833/kg. Dalam

menentukan harga jual, petani cenderung untuk menjual dengan mengikuti

harga pesaing (88,89%) baru diikuti dengan mengikuti harga tertinggi

(11,11%). Petani biasanya menjual hasil panen melalui pedagang pengumpul

(61,11%) diikuti pedagang eceran (22,22%) dan pedagang besar (16,67%).

Pedagang Ikan Nila

Sebagaimana harga di tingkat petani, fluktualitas harga ikan nila di

tingkat pedagang juga cukup rendah. Ketika pasokan banyak, harga jual rata-

rata pedagang dapat mencapai Rp31.062/kg sementara ketika pasokan sedikit

harga melonjak sampai 32,90% mencapai Rp41.281/kg.

Selisih harga jual dan beli ikan nila pada kisaran Rp11.862/kg

Rp18.881/kg. Semakin tinggi harga jual komoditas ini, maka selisih harga jual

dan beli menjadi semakin tinggi. Secara persentase, pedagang menetapkan

harga jual ikan nilai cukup tinggi dari harga belinya yaitu mencapai 61,8% -

84,3% dari harga jual. Komoditas ini merupakan komoditas yang hampir selalu

ada setiap waktu, sehingga menjadi pilihan utama masyarakat bagi jenis ikan-

ikanan. Oleh sebab itu, harga yang ditetapkan dapat menjadi cukup tinggi

karena ketersediaannya yang cukup baik di saat komoditas lainnya mengalami

penurunan pasokan.

Namun demikian, ketika pasokan berkurang, volume penjualan

komoditas ini dapat berkurang sebesar 41,04% dari volume penjualan ketka

pasokan banyak. Sebagaimana di tingkat petani, mayoritas pedagang (60,0%)

mengikuti harga dari pesaing dalam menentukan harga jualnya. Sementara

sisanya (33,3%) menjual berdasarkan jumlah biaya produksi ditambah dengan

margin.

Grafik 24. Harga Ikan Nila di Tingkat Pedagang

Grafik 25. Jumlah Penjualan Ikan Nila

19.200 19.46722.400

31.06332.500

41.281

61,867,0

84,3

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

70,0

80,0

90,0

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.000

45.000

Pasokan Banyak Normal Pasokan Sedikit

Harga Beli Harga Jual % Selisih Harga Jual dan Beli

45

36

26

0

10

20

30

40

50

Pasokan Banyak Normal Pasokan Sedikit

Udang Basah

Pedagang Udang Basah

Untuk kategori perikanan, fluktuasi harga udang basah termasuk yang

tertinggi jika dibandingkan dengan ikan gabus dan nila. Ketika pasokan

banyak, harga jual rata-rata pedagang sebesar Rp28.100/kg sementara ketika

pasokan sedikit harga melonjak sampai 56,58% mencapai Rp44.000/kg.

Meningkatnya harga jual tersebut seiring dengan meningkatnya harga beli dari

nelayan.

Selisih harga jual dan beli udang basah berada pada kisaran Rp3.825/kg

Rp12.500/kg. Semakin tinggi harga jual komoditas ini, maka selisih harga jual

dan beli menjadi semakin tinggi. Komoditas ini termasuk komoditas musiman

dimana produksi akan meningkat pada waktu-waktu tertentu. Meskipun

komoditas ini memiliki barang subtitusi produk sejenis lainnya, namun adanya

preferensi masyarakat akan produk ini menyebabkan pedagang berani

memberikan harga yang tinggi saat pasokan sedikit. Hal ini tercermin dari relatif

lebih rendahnya penurunan volume penjualan udang basah ketika harga tinggi.

Apabila volume penjualan ikan gabus dan nila dapat turun masing-masing

sebesar 43,75% dan 41,04% maka volume penjualan udang basah hanya

turun mencapai 35,90%.

Untuk menentukan harga jual, mayoritas pedagang (70,0%) mengikuti

harga dari pesaing. Sementara sisanya 20% pedagang menjual berdasarkan

jumlah biaya produksi ditambah dengan margin.

Grafik 26. Harga Udang Basah Tingkat Pedagang

Grafik 27. Jumlah Penjualan Udang Basah

23.200 25.175

31.50028.100 29.000

44.000

21,1

15,2

39,7

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

0

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

Pasokan Banyak Normal Pasokan Sedikit

39

33

25

0

10

20

30

40

50

Pasokan Banyak Normal Pasokan Sedikit

Kesimpulan

1. Dengan mengikuti kriteria pengelompokan pasar menurut Nicholson

(1991), diketahui bahwa struktur pasar komoditas penyumbang inflasi di

tingkat pedagang ternyata mengarah kepada persaingan sempurna baik

untuk komoditi pertanian, peternakan, perikanan maupun industri

(kecuali untuk minyak goreng dan semen).

2. Sementara itu struktur pasar untuk komoditi minyak goreng dan semen

merupakan monopolistik karena terdapatnya unsur merek dalam komoditi

ini.

3. Jalur distribusi masing-masing komoditi memiliki pola yang relatif sama

untuk masing-masing kelompok komoditi. Jalur distribusi untuk komoditi

pertanian (kecuali beras) dari petani sampai ke konsumen melalui 3 (tiga)

perantara yaitu pedagang pengepul, pedagang besar, dan pedagang

eceran. Sementara itu, jalur distribusi untuk komoditi beras relatif lebih

panjang yaitu dari produsen, pedagang pengepul, agen, sub agen,

pedagang besar, pedagang eceran, baru sampai ke konsumen.

4. Jalur distribusi komoditi peternakan merupakan yang terpendek yaitu

hanya melalui 2 (dua) perantara yaitu dari produsen, pedagang besar,

pedagang eceran, serta konsumen akhir.

5. Jalur distribusi untuk komoditi perikanan serupa dengan komoditi

pertanian yaitu dari produsen, pedagang pengepul, pedagang besar,

pedagang eceran dan konsumen akhir.

6. Jalur distribusi untuk komoditi industri serupa dengan jalur distribusi beras

yaitu dari produsen, pedagang pengepul, agen, sub agen, pedagang

besar, pedagang eceran, baru sampai ke konsumen.

7. Dalam menentukan harga, sebagian besar petani maupun pedagang

berpatokan pada harga pesaing.

8. Untuk komoditi yang diproduksi dengan jumlah yang relatif stabil (ikan

nila, dan daging ayam ras), harga jual di tingkat produsen cukup stabil

sementara fluktuasi harga terjadi di tingkat pedagang. Sementara itu,

untuk komoditi yang jumlah produksinya kurang stabil (cabe merah,

bawang merah, hasil tangkapan ikan laut), fluktuasi harga sudah terjadi

dari tingkat produsen.

Saran

1. Mengupayakan penataan pasokan barang untuk mengurangi besarnya

peran pedagang besar atau grosir dalam menetapkan harga beli

pedagang pengecer dan mengurangi peran pedagang pengecer dalam

menetapkan harga jual ke konsumen serta memperkecil peluang

terjadinya spekulasi pada berbagai tingkatan pedagang khususnya untuk

komoditi non pangan dan komoditi pangan tahan lama.

2. Pengembangan multikomoditas berdasarkan potensi masing-masing

wilayah melalui pemetaan potensi lahan pertanian. Melalui kebijakan ini

setiap wilayah berspesialisasi dalam menghasilkan komoditas tertentu

sehingga dapat mendorong peningkatan produksi di masing-masing

sentra produksi yang ditetapkan berdasarkan keputusan bersama antara

pemerintah, petani dan pengusaha.