32
Alpukat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kegiatan pembangunan ekonomi global selama ini telah menyebabkan peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer sehingga terjadi pemanasan global yang membawa dampak negatif terhadap ekosistem dan kehidupan manusia. Kegiatan ekonomi yang pesat juga menyebabkan terjadinya degradasi lahan dan penurunan keanekaragaman hayati di banyak tempat di Indonesia. Dengan meningkatnya kejadian bencana yang terkait iklim seperti banjir, longsor dan kekeringan maka pengelolaan DAS menjadi sangat penting sebagai upaya Adaptasi menghadapi perubahan iklim tersebut. Selain itu pengelolaan DAS juga merupakan upaya Mitigasi perubahan iklim dan isu global lainnya seperti konservasi hutan dan vegetasi permanen lainnya, upaya rehabilitasi hutan dan lahan, penggunaan teknologi pertanian tepat guna dan ramah lingkungan. Daerah aliran sungai (DAS) mempunyai banyak fungsi, khususnya fungsi ekologis. Fungsi ekologis tersebut diantaranya adalah fungsi hidro-orologis (tata air dan perlindungan tanah), antara lain sebagai daerah tangkapan air (catchment area), pencegahan erosi dan sedimentasi. Apabila fungsi ekologis tersebut tidak dapat berjalan dengan baik, maka akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitarnya, seperti menurunnya produktivitas dan daya dukung lahan, PB Tanah pertemuan ke 4 Page 1

blog.ub.ac.idblog.ub.ac.id/.../01/TEKNIS-BUDIDAYA-ALPUKAT-hampir-fix.docx · Web viewPeningkatan kegiatan pembangunan ekonomi global selama ini telah menyebabkan peningkatan konsentrasi

Embed Size (px)

Citation preview

Alpukat

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPeningkatan kegiatan pembangunan ekonomi global selama ini telah

menyebabkan peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer sehingga terjadi

pemanasan global yang membawa dampak negatif terhadap ekosistem dan

kehidupan manusia. Kegiatan ekonomi yang pesat juga menyebabkan terjadinya

degradasi lahan dan penurunan keanekaragaman hayati di banyak tempat di

Indonesia. Dengan meningkatnya kejadian bencana yang terkait iklim seperti

banjir, longsor dan kekeringan maka pengelolaan DAS menjadi sangat penting

sebagai upaya Adaptasi menghadapi perubahan iklim tersebut. Selain itu

pengelolaan DAS juga merupakan upaya Mitigasi perubahan iklim dan isu global

lainnya seperti konservasi hutan dan vegetasi permanen lainnya, upaya rehabilitasi

hutan dan lahan, penggunaan teknologi pertanian tepat guna dan ramah lingkungan.

Daerah aliran sungai (DAS) mempunyai banyak fungsi, khususnya fungsi

ekologis. Fungsi ekologis tersebut diantaranya adalah fungsi hidro-orologis (tata air

dan perlindungan tanah), antara lain sebagai daerah tangkapan air (catchment area),

pencegahan erosi dan sedimentasi. Apabila fungsi ekologis tersebut tidak dapat

berjalan dengan baik, maka akan menimbulkan dampak negatif terhadap

lingkungan sekitarnya, seperti menurunnya produktivitas dan daya dukung lahan,

menurunnya ketersediaan (kuantitas) dan kualitas air, dan akhirnya akan

menimbulkan dampak negatif terhadap sektor ekonomi, yaitu menurunnya

pendapatan masyarakat.

Penggunaan lahan dan kondisi fisik lingkungan merupakan faktor yang

dapat mempengaruhi fungsi daerah aliran sungai (DAS). Diantara komponen-

komponen ini terdapat hubungan timbal balik (interaksi), sehingga perubahan yang

terjadi pada salah satu komponen dapat merubah komponen lainnya. Keterkaitan

faktor penggunaan lahan dalam hal ini adalah kemampuannya dalam memberi

sanggahan (buffer) terhadap masukan curah hujan sehingga tidak menimbulkan

sedimentasi dan debit air yang berlebih (banjir) akibat besarnya aliran permukaan.

Dengan demikian, kedua faktor tersebut di atas turut dalam menentukan fungsi

DAS sebagai penghasil air dan pengatur tata air. Elkaduwa dan Sakthivadivel

(2001) dalam penelitiannya di Sri Lanka dengan penggunaan data historis tataguna

PB Tanah pertemuan ke 4 Page 1

Alpukat

lahan, mendapatkan bahwa konversi hutan alam menjadi lahan pertanian intensif

dari 36,6 % menjadi 23,2 % telah meningkatkan debit air sebesar 10,82 % dan

aliran permukaan 4,84 cm per tahun. Selanjutnya penelitian di DAS Terraba Costa

Rica, menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan hutan menjadi lahan

pertanian yang diolah secara intensif dapat meningkatkan laju sedimentasi sampai

dengan 41 % (Krishnawamy, dkk., 2001).

Suatu daerah aliran sungai terdiri dari bagian hulu, tengah dan hilir.

Berbagai kegiatan dapat dijumpai dalam pengembangan satu DAS, antara lain,

kegiatan konstruksi seperti: pembangunan jalan, perluasan kota/daerah

permukiman, industri, pengembangan tenaga listrik, dam atau waduk untuk irigasi

atau hidrolistrik, kegiatan pengerukan, pembangunan kanal, transportasi/navigasi,

pertambangan, pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan serta kegiatan lainnya.

Pembakaran hutan banyak dilakukan untuk mengubah fungsi hutan menjadi

lahan pertanian. Alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian baik monokultur

maupun polikultur menyebabkan hilangnya sebagian dari fungsi hutan yaitu fungsi

hidrologi, penyerap CO2 di atmosfer, mempertahankan biodiversitas, dan

mempertahankan produktivitas tanah (Van Noordwijk et al., 2002). Hutan alami

merupakan penyimpan karbon (C) tertinggi bila dibandingkan dengan sistem

penggunaan lahan (SPL) pertanian, dikarenakan keragaman pohonnya yang tinggi,

dengan tumbuhan bawah dan seresah di permukaan tanah yang banyak. Namun

pada saat ini sudah sulit menjumpai hutan alami di daerah Jawa Timur.

Kawasan DAS Konto memiliki luasan sekitar 23.700 ha, termasuk dalam

dua daerah kecamatan, yaitu Pujon dan Ngantang. Kecamatan Pujon merupakan

bagian dari wilayah timur DAS Konto. Luasan yang tergolong DAS Konto di

daerah Pujon adalah sekitar 12.505 ha. Sedangkan untuk wilayah barat DAS Konto

meliputi luasan 11.195 ha di Kecamatan Ngantang. Peningkatan kepadatan

penduduk di DAS Konto (dari 587 jiwa/km2 pada tahun 1990 menjadi 657

jiwa/km2 di tahun 2000) mendorong peningkatan aktivitas manusia di dalam

menggunakan lahan. Akibatnya terjadi alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian.

Dalam kurun waktu 1990 – 2000, terjadi penurunan luasan hutan yang diiringi

meningkatnya luasan semak belukar dan perkebunan. Hutan yang awalnya seluas

9000 ha menurun hingga 7000 ha. Penurunan luas 2000 ha tersebut, seiring dengan

meningkatnya luasan semak belukar sekitar 1700 ha dan perkebunan sekitar 200 ha.

PB Tanah pertemuan ke 4 Page 2

Alpukat

Penggunaan lahan lainnya juga mengalami peningkatan, namun tidak terlalu nyata

yaitu padang rumput, ladang, dan pemukiman.

Daerah aliran sungai (DAS) Kalikonto memiliki beberapa sistem

penggunaan lahan, diantaranya agroforestri berbasis tanaman kopi dan hutan

tanaman industri berbasis pinus. Menurut Kurniawan, dkk. (2010) sistem

pertanaman kopi agroforestry multistara merupakan system terbaik yang sudah

diterapkan dan terbukti secara ilmiah dengan pengukuran kandungan karbon

diantara sistem yang lain. Agroforestri kompleks berbasis kopi atau kopi multistrata

(KM) adalah sistem penggunaan lahan dengan kopi sebagai tanaman utama dan

sebagai pohon penaung selain pohon leguminose (Gliricidia atau dadap atau petai

cina) ditanam pula berbagai macam jenis pepohonan, seperti nangka, pisang,

kelapa, durian, alpukat. Jenis pohon yang ditanam berbasis kopi dengan tanaman naungan umumnya

dadap atau lamtoro atau Gliricidia (Kurniawan, dkk., 2010). Dengan alasan

peningkatan pendapatan petani melakukan pengayaan jenis pohon penauang dengan

menanam jenis pohon buah-buahan. Alpukat di daerah DAS Konto tidak

dibudidayakan menjadi tanaman utama, tetapi dibiarkan tumbuh begitu saja di

pekarangan rumah. Menurut Deptan (2008) tanaman alpukat mudah dibudidayakan

dan hanya membutuhkan sedikit perawatan, terutama pada awal masa tanam.

Tanaman alpukat juga dapat tumbuh di ketinggian sampai 1.500 m dpl (Prihatman,

2000) yang sesuai dengan ketinggian di DAS kali Konto. Selain itu, hasil buah

tanaman alpukat juga dapat menambah ekonomi warga.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan bahwa bagaimana

teknik tanam alpukat yang sesuai dengan DAS Konto untuk menunjang

agroforestry berbasis kopi?

PB Tanah pertemuan ke 4 Page 3

Alpukat

BAB IIKAJIAN PUSTAKA

2.1. DAS Kali Konto

Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Konto merupakan salah satu daerah hulu dari

sungai Brantas. Sungai Konto memiliki mata air yang terletak diantara lereng Gunung

Kawi, Anjasmoro, Butak, dan Kelud. Aliran sungai ini langsung menuju ke utara,

bermuara dan bertemu dengan Kali Brantas di Kabupaten Jombang. Seringkali DAS

Kali Konto dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian hulu dan bagian hilir, keduanya

dipisahkan oleh adanya Bendungan Selorejo. DAS Kali Konto Hulu luasnya sekitar

23.804 ha, termasuk dalam dua wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Pujon dan

Kecamatan Ngantang (Kabupaten Malang), yang di dalamnya terdapat 20 desa

(Kurniawan, dkk., 2010).

Bagian atas dari DAS Kali Konto Hulu terletak sebelah timur berada di wilayah

Kecamatan Pujon pada ketinggian antara 850 – 2.600 m diatas permukaan laut, meliputi

luasan sekitar 12.500 (14.105) ha. Sebagian besar berupa kawasan pertanian dengan

komoditas utama sayur-sayuran terutama wortel, kubis dan kentang. Kondisi yang ada

saat ini, tanaman sayuran banyak yang diusahakan di lahan Perhutani. Bagian bawah

DAS Kali Konto hulu terletak di sebelah barat yang termasuk wilayah Kecamatan

Ngantang, pada ketinggian antara 600 – 1.400 m diatas permukaan laut, meliputi luasan

sekitar 10.800 (9044) ha. Kawasan pertanian terbagi menjadi dua bagian, yakni daerah

yang memperoleh irigasi untuk padi sawah dan daerah tadah hujan untuk kebun

campuran berbasis kopi (agroforestri).

Menurut Kurniawan, dkk. (2010) Bentuk lahan (landform) yang terdapat di DAS

Kali Konto hulu meliputi Perbukitan, Pegunungan, dataran, dan lembah alluvial atau

lahar. Sebagian besar wilayah DAS Kali Konto hulu memiliki landform berbukit

(11.554 ha atau 48.75 % luas wilayah) dan bergunung (4631 ha atau 19.54 %).

Landform dataran (termasuk yang tertoreh) seluas 6227 ha atau 26.27 %, sisanya 955 ha

atau 4 % berupa lembah alluvial dan atau lahar. Variasi bentuk lahan (landform) yang

ada di DAS Kali Konto hulu berpotensi terhadap perbedaan penggunaan lahan yang

ada, seperti landform lembah alluvial dan lahar, dan dataran yang dominan untuk sawah

dan kebun sayuran. Sedangkan pada landform perbukitan banyak digunakan untuk

hutan produksi dan kebun campuran, serta kebun sayuran (terutama di daerah Pujon

baik di Perbukitan lereng Gunung Anjasmara maupun Gunung Kawi dan Gunung

Keled).

PB Tanah pertemuan ke 4 Page 4

Alpukat

Hampir sebagian besar wilayah DAS Kali Konto hulu (39 %) memiliki

kemiringan lebih besar dari 25 %, artinya bahwa sebagian besar wilayah DAS Kali

Konto hulu seharusnya digunakan untuk sistem berbasis pepohonan baik monokultur

maupun polikultur untuk mencegah kehilangan tanah akibat erosi dan longsor serta

penyerap karbon di udara. Namun kondisi aktual menunjukkan bahwa di lahan-lahan

yang memiliki kemiringan > 25 %, banyak hutan yang dikonversi menjadi kebun

sayuran (sebagian besar di wilayah Pujon). Kebun monokultur (Pinus dan Damar)

umumnya banyak terdapat di wilayah Kecamatan Pujon, sedangkan kebun campuran

dominan dijumpai di wilayah kecamatan Ngantang (Hairiah dan Subekti, 2010).

Gambar 1. Peta DAS Konto (Kurniawan, dkk., 2010)

2.2. Teknis Budidaya

2.2.1.Sejarah Singkat

Tanaman alpukat merupakan tanaman buah berupa pohon dengan nama alpuket

(Jawa Barat), alpokat (Jawa Timur/Jawa Tengah), boah pokat, jamboo pokat (Batak),

advokat, jamboo mentega, jamboo pooan, pookat (Lampung) dan lain-lain. Tanaman

alpukat berasal dari dataran rendah/tinggi Amerika Tengah dan diperkirakan masuk ke

Indonesia pada abad ke-18. Secara resmi antara tahun 1920- 1930 Indonesia telah

mengintroduksi 20 varietas alpukat dari Amerika Tengah dan Amerika Serikat untuk

PB Tanah pertemuan ke 4 Page 5

Alpukat

memperoleh varietas-varietas unggul guna meningkatkan kesehatan dan gizi

masyarakat, khususnya di daerah dataran tinggi (Prihatman, 2000).

2.2.2.Jenis Tanaman

Klasifikasi lengkap tanaman alpukat adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Anak divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Ranales

Keluarga : Lauraceae

Marga : Persea

Varietas : Persea americana Mill

Varietas-varietas alpukat di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:

1) Varietas unggul

Sifat-sifat unggul tersebut antara lain produksinya tinggi, toleran terhadap

hama dan penyakit, buah seragam berbentuk oval dan berukuran sedang, daging buah

berkualitas baik dan tidak berserat, berbiji kecil melekat pada rongga biji, serta kulit

buahnya licin. Sampai dengan tanggal 14 Januari 1987, Menteri Pertanian telah

menetapkan 2 varietas alpukat unggul, yaitu alpukat ijo panjang dan ijo bundar.

Sifat-sifat kedua varietas tersebut antara lain:

a. Tinggi pohon: alpukat ijo panjang 5-8 m, alpukat ijo bundar 6-8 m.

b. Bentuk daun: alpukat ijo panjang bulat panjang dengan tepi rata, alpukat ijo

bundar bulat panjang dengan tepi berombak.

c. Berbuah: alpukat ijo panjang terus-menerus, tergantung pada lokasi dan

kesuburan lahan, alpukat ijo bundar terus-menerus, tergantung pada lokasi dan

kesuburan lahan.

d. Berat buah: alpukat ijo panjang 0,3-0,5 kg, alpukat ijo bundar 0,3-0,4 kg

e. Bentuk buah: alpukat ijo panjang bentuk pear (pyriform), alpukat ijo bundar

lonjong (oblong).

f. Rasa buah: alpukat ijo panjang enak, gurih, agak lunak, alpukat ijo bundar enak,

gurih, agak kering.

g. Diameter buah: alpukat ijo panjang 6,5-10 cm (rata-rata 8 cm), alpukat ijo

bundar 7,5 cm.

PB Tanah pertemuan ke 4 Page 6

Alpukat

h. Panjang buah: alpukat ijo panjang 11,5-18 cm (rata-rata 14 cm), alpukat ijo

bundar 9 cm.

i. Hasil: alpukat ijo panjang 40-80 kg /pohon/tahun (rata-rata 50 kg), alpukat ijo

bundar 20-60 kg/pohon/tahun (rata-rata 30 kg).

2) Varietas lain

Varietas alpukat kelompok ini merupakan plasma nutfah Instalasi Penelitian

dan Pengkajian Teknologi, Tlekung, Malang. Beberapa varietas alpukat yang

terdapat di kebun percobaan Tlekung, Malang adalah alpukat merah panjang, merah

bundar, dickson, butler, winslowson, benik, puebla, furete, collinson, waldin, ganter,

mexcola, duke, ryan, leucadia, queen dan edranol (Prihatman, 2000).

Gambar 2. Tanaman alpukat

Sumber:

2.3. Manfaat Tanaman

Bagian tanaman alpukat yang banyak dimanfaatkan adalah buahnya sebagai

makanan buah segar. Selain itu pemanfaatan daging buah alpukat yang biasa dilakukan

masyarakat Eropa adalah digunakan sebagai bahan pangan yang diolah dalam berbagai

masakan. Manfaat lain dari daging buah alpukat adalah untuk bahan dasar kosmetik.

Bagian lain yang dapat dimanfaatkan adalah daunnya yang muda sebagai obat

tradisional (obat batu ginjal, rematik) (Prihatman, 2000).

2.4. Sentra Penanaman

Negara-negara penghasil alpukat dalam skala besar adalah Amerika (Florida,

California, Hawaii), Australia, Cuba, Argentina, dan Afrika Selatan. Dari tahun ke

tahun Amerika mempunyai kebun alpukat yang senantiasa meningkat. Di Indonesia,

PB Tanah pertemuan ke 4 Page 7

Alpukat

tanaman alpukat masih merupakan tanaman pekarangan, belum dibudidayakan dalam

skala usahatani. Daerah penghasil alpukat adalah Jawa Barat, Jawa Timur, sebagian

Sumatera, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara (Prihatman, 2000).

2.5. Syarat Pertumbuhan

2.5.1 Iklim

1) Angin diperlukan oleh tanaman alpukat, terutama untuk proses penyerbukan.

Namun demikian angin dengan kecepatan 62,4-73,6 km/jam dapat dapat

mematahkan ranting dan percabangan tanaman alpukat yang tergolong lunak,

rapuh dan mudah patah.

2) Curah hujan minimum untuk pertumbuhan adalah 750-1000 mm/tahun. Ras

Hindia Barat dan persilangannya tumbuh dengan subur pada dataran rendah

beriklim tropis dengan curah hujan 2500 mm/tahun. Untuk daerah dengan curah

hujan kurang dari kebutuhan minimal (2-6 bulan kering), tanaman alpukat masih

dapat tumbuh asal kedalaman air tanah maksimal 2 m.

3) Kebutuhan cahaya matahari untuk pertumbuhan alpukat berkisar 40-80 %.

Untuk ras Meksiko dan Guatemala lebih tahan terhadap cuaca dingin dan iklim

kering, bila dibandingkan dengan ras Hindia Barat.

4) Suhu optimal untuk pertumbuhan alpukat berkisar antara 12,8-28,3 derajat C.

Mengingat tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran

tinggi, tanaman alpukat dapat mentolerir suhu udara antara 15-30 derajat C atau

lebih. Besarnya suhu kardinal tanaman alpukat tergantung ras masing-masing,

antara lain ras Meksiko memiliki daya toleransi sampai –7 derajat C, Guatemala

sampai -4,5 derajat C, dan Hindia Barat sampai 2 derajat C (Prihatman, 2000).

2.5.2. Media Tanam

1) Tanaman alpukat agar tumbuh optimal memerlukan tanah gembur, tidak mudah

tergenang air, (sistem drainase/pembuangan air yang baik), subur dan banyak

mengandung bahan organik.

2) Jenis tanah yang baik untuk pertumbuhan alpukat adalah jenis tanah lempung

berpasir (sandy loam), lempung liat (clay loam) dan lempung endapan (aluvial

loam).

3) Keasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan alpukat berkisar antara pH

sedikit asam sampai netral, (5,6-6,4). Bila pH di bawah 5,5 tanaman akan

PB Tanah pertemuan ke 4 Page 8

Alpukat

menderita keracunan karena unsur Al, Mg, dan Fe larut dalam jumlah yang

cukup banyak. Sebaliknya pada pH di atas 6,5 beberapa unsur fungsional seperti

Fe, Mg, dan Zn akan berkurang (Prihatman, 2000).

2.5.3. Ketinggian Tempat

Pada umumnya tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai

dataran tinggi, yaitu 5-1500 m dpl. Namun tanaman ini akan tumbuh subur

dengan hasil yang memuaskan pada ketinggian 200-1000 m dpl. Untuk tanaman

alpukat ras Meksiko dan Guatemala lebih cocok ditanam di daerah dengan

ketinggian 1000-2000 m dpl., sedangkan ras Hindia Barat pada ketinggian 5-1000

m dpl (Prihatman, 2000).

2.6. Pedoman Budidaya

2.6.1 Persiapan Lahan

Kegiatan penyiapan lahan untuk digunakan sebagai media tempat

pertumbuhan tanaman alpukat secara optimal (Sutarso dkk, 2000). Hal tersebut

bertujuan untuk mempersiapkan lahan yang baik agar tanaman alpukat

mendapatkan ruang perakaran yang baik.

Prosedur Pelaksanaan :

1. Membuat sketsa lahan dan lakukan pengukuran luas lahan.

2. Melakukan pengaplingan sesuai dengan kontur dan arah sinar matahari.

3. Melakukan perencanaan denah kebun, jalan masuk dan keluar kebun serta

tempat pengumpulan buah.

4. Melakukan penebangan tanaman yang tidak diiginkan.

5. Membersihkan gulma atau semak belukar di sekitar lahan.

6. Membuat teras apabila kemiringan lahan > 40º.

7. Menetapkan titik-titik calon lubang tanam dengan jarak antar lubang 8 x 8 meter.

8. Membuat lubang tanam berukuran 60 cmx 60 cm x 40 cm.

9. Pisahkan lapisan atas dengan tanah lapisan bawah di sebelah kiri dan kanan

lubang tanam dan biarkan lubang tanam terbuka selama ± 2 minggu sebelum

penanaman benih dilaksanakan.

10. Menambah pupuk kandang pada tanah lapisan atas sebanyak 30 kg sebelum

tanah dikembalikan pada lubang tanam. (Deptan, 2008)

PB Tanah pertemuan ke 4 Page 9

Alpukat

Gambar 3. Pembuatan lubang tanam (Deptan, 2008)

2.6.2 Persiapan Benih

Kegiatan menyediakan benih alpukat bermutu berasal dari varietas unggul

dalam jumlah yang cukup dan tepat waktu. Hal ini bertujuan untuk menyediakan

benih bermutu varietas unggul sesuai dengan kebutuhan dan menjamin benih bebas

dari hama dan penyakit agar dapat tumbuh baik dan berproduksi secara optimal.

Prosedur Pelaksanaan :

1. Pilih benih alpukat yang sudah bersertifikat, berasal dari Blok Penggandaan

Mata Tempel (BPMT) yang jelas serta mempunyai batang bawah yang kuat dan

tahan terhadap penyakit dengan spesifikasi tinggi benih antara 75-100 cm dan

diameter batang 1-1,5 cm. Batang berwarna coklat, dan tegak lurus, sebaiknya

telah berumur 12 bulan atau lebih setelah grafting (sambung), serta bebas dari

serangan hama dan penyakit.

2. Sebaiknya benih disediakan sesuai dengan luas lahan yang akan ditanam, jumlah

benih 150 pohon/Ha ditambah 10 % cadangan untuk penyulaman benih yang

mati dan 5 % benih varietas lain (Tipe bunga B, tujuannya untuk membantu

penyerbukan) (Deptan, 2008).

6.1 Penanaman

Rangkaian kegiatan menanam benih hingga berdiri tegak dan siap tumbuh di

lapangan dengan tujuan menjamin benih alpukat tumbuh optimal.

Prosedur Pelaksanaan :

PB Tanah pertemuan ke 4 Page 10

Alpukat

1. Tanam benih alpukat pada awal musim hujan pada sore hari agar benih

mempunyai kesempatan memperoleh udara sejuk pada malam hari dan tidak

langsung mendapat cahaya matahari.

2. Memeriksa kondisi lubang tanamsebelum penanaman.

3. Membuka polybag dari benih yang tumbuhnya lurusdan perakarannya yang

banyak dengan cara menggunting terlebih dahulu bagian samping kemudian

dilanjutkan bagian bawah secara hati-hati.

4. Memasukkan benih di tengah-tengah lubang tanam yang telah dibuat dua

minggu sebelumnya.

5. Menanam benih ± 5 cm di atas pangkal batang, atau ± 15 cm di bawah

sambungan.

6. Menutup lubang tanam dengan tanah galian bagian atas terlebih dahulu dan

kemudian tekan sedikit disamping tanah, lalu tancapkan tajir kayu/bambu di sisi

tanaman alpukat sebagai pancang, agar tanaman dapat tumbuh tegak.

7. Membuat naungan sementara dari alang-alang atau jerami padi sebagai

pelindung tanaman dan penyiraman benih setelah penanaman.

Gambar 4. Penanaman benih alpukat (Deptan, 2008)

2.6.3 Perawatan Tanaman

1. Pemangkasan

Kegiatan memotong bagian tanaman yang tidak diinginkan agar

memperoleh bentuk tajuk yang ideal sesuai yang diinginkan.

Prosedur Pelaksanaan:

a. Melakukan pemangkasan bentuk pada tanaman alpukat yang sudah berumur 1

tahun di lapangan.

PB Tanah pertemuan ke 4 Page 11

Alpukat

b. Memangkas cabang lain yang tidak dikehendaki sampai dengan pangkal

cabang, lalu tajuk mahkota dibentuk seperti payung atau piramida terbalik.

c. Mengarahkan pertumbuhan cabang supaya mendatar atau membentuk sudut ±

90º dengan batang utama.

d. Mempertahankan tinggi tanaman alpukat 4-5 meter dari permukaan tanah dan

letak cabang terendah dengan jarak 1-1,5 meter dari permukaan tanah.

e. Mengoleskan bagian tanaman yang dipangkas dengan meni.

2. Pemupukan

Pemupukan tanaman alpukat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu :

pemupukan tanaman alpukat belum menghasilkan/TBM (fase juvenil) dan

pemupukan tanaman alpukat sudah menghasilkan (TM).

a. Pemupukan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) adalah proses kegiatan

pemberian nutrisi pada tanaman belum menghasilkan agar kondisi unsur hara

di dalam tanah dapat terpenuhi yang dibutuhkan oleh tanaman. Hal ini

bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman secara optimal serta

mempertahankan status unsur hara di dalam tanah.

b. Pemupukan tanaman alpukat sudah menghasilkan (TM) adalah proses

kegiatan pemberian nutrisi tanaman telah menghasilkan agar kondisi unsur

hara di dalam tanah dapat terpenuhi yang dibutuhkan oleh tanaman alpukat

untuk berproduksi optimal. Hal ini bertujuan untuk menstabilkan

pertumbuhan tanaman secara optimal, mempertahankan status hara di dalam

tanah, meningkatkan mutu buah (bentuk, rasa dan ukuran), dan meningkatkan

produktivitas tanaman/pohon.

c. Prosedur Pelaksanaan:

1) Menghitung jumlah pupuk yang dibutuhkan berdasarkan dosis pupuk dan

jumlah tanaman.

2) Pupuk pada tanaman alpukat yang sudah berumur 1-4 tahun sebanyak 2

(dua) kali dalam setahun dengan dosis masingmasing, yakni Urea 0,27-1,1

kg/pohon, TSP 0,5-1 kg/pohon dan KCl 0,2-0,83 kg/pohon.

3) Berikan pupuk organik (pupuk kandang) 1 kali setahun pada akhir musim

hujan sebanyak 30 kg/pohon.

4) Pupuk pada tanaman alpukat yang sudah berumur >5 tahun (tanaman

sudah menghasilkan) yaitu pupuk organik sebanyak 30 kg, Urea sebanyak

PB Tanah pertemuan ke 4 Page 12

Alpukat

4,5-9 kg/pohon, SP-36 sebanyak 2-4 kg/pohon dan KCl atau ZK sebanyak

2,25-3,35 kg/pohon.

5) Melakukan pemupukan dengan cara menanamkan pupuk ke dalam lubang

sedalam 30-40 cm, dibuat tepat di bawah luar tajuk tanaman secara

melingkar.

3. Penyiangan

Rangkaian kegiatan mengendalikan gulma yang tumbuh di sekitar pohon

tanaman dengan mengkored dan mencangkul, dengan tujuan meningkatkan daya

saing tanaman alpukat dalam memperoleh unsur hara dan air agar tanaman

alpukat tumbuh optimal.

Prosedur Pelaksanaan :

a. Melakukan pengamatan keberadaan tingkat populasi gulma di sekitar

tanaman alpukat.

b. Mencabut atau potong gulma serta cangkul dan balik tanah tempat tumbuhnya

gulma.

c. Melakukan pencabutan/pembersihan pada gulma yang tumbuh di bawah tajuk

tanaman.

4. Pengairan

Kegiatan yang dilakukan untuk memberikan air sesuai dengan kebutuhan

tanaman/sesuai fase pertumbuhan, dengan tujuan untuk menyediakan air yang

cukup dalam rangka memenuhi kebutuhan bagi pertumbuhan dan perkembangan

tanaman alpukat.

Prosedur Pelaksanaan (apabila sudah tersedia fasilitas pengairan) :

makukan penyiraman pada saat tanaman membutuhkan (musim kemarau) dan

setelah panen pada pagi hari atau pada sore hari.

5. Penjarangan Buah

PB Tanah pertemuan ke 4 Page 13

Alpukat

Rangkaian kegiatan mengurangi jumlah buah per dompol, dengan

membuang buah yang dianggap tidak baik untuk dipelihara dan hanya dipelihara

2-3 buah per dompol, dengan tujuan untuk memperoleh jumlah dan kualitas

buah yang optimal.

Prosedur Pelaksanaan :

a. Melakukan penjarangan buah pada saat buah berukuran diameter 2 cm (bola

pingpong) dengan cara memotong tangkai buah yang tidak baik (ukuran kecil,

tidak sehat, abnormal).

b. Pemeliharaan pada buah yang telah dijarangkan dengan jumlah 2-3 buah per

dompol, (bentuk buah normal, sehat dan bebas dari hama dan penyakit).

c. Menghindarkan buah untuk tidak saling bersinggungan, dengan membuat

jarak antarbuah pada satu cabang (sesuai kondisi lapangan) (Deptan, 2008).

6. Pengendalian OPT

Menurut Sutarso, dkk (2000) kegiatan ini untuk mengendalikan hama dan

penyakit agar tanaman tumbuh optimal, produksi tinggi dan mutu buah baik. Hal

ini bertujuan untuk menghindari kerugian ekonomi berupa kehilangan hasil

(kuantitas) dan penurunan mutu (kualitas) produk dan menjaga kesehatan

tanaman alpukat dan kelestarian lingkungan hidup. Prosedur Pelaksanaan:

a. Melakukan pengamatan terhadap OPT secara berkala (seminggu sekali).

b. Mengidentifikasi gejala serangan, jenis OPT, dan musuh alaminya.

c. Menentukan tingkat serangan maksimum yang masih ditolerir supaya tidak

dilakukan kegiatan pengendalian. Untuk ulat daun 12% (setelah

pembungaan), lalat buah 5%, dan benalu (jika ada serangan).

d. Menetapkan alternatif pengendalian untuk hama dan penyakit (Deptan, 2008).

7 Panen dan Pasca Panen

Panen bertujuan untuk mendapatkan buah dengan tingkat ketuaan sesuai

permintaan pasar dengan mutu buah yang baik sesuai standar pasar yang dituju.

Kriteria buah alpukat siap panen yaitu warna kulit buah sudah tampak buram,

bila buah diketuk dengan jari menimbulkan bunyi yang nyaring, bila buah

digoyang-goyang, akan terdengar goncangan biji, terjadi perubahan warna dari

hijau gelap akan berubah menjadi warna hijau terang, umur buah 180-200 hari

setelah bunga mekar. Waktu panen/petik diupayakan mulai pukul 08.00-11.00

pagi.

PB Tanah pertemuan ke 4 Page 14

Alpukat

Penanganan pasca panen buah alpukat sangat penting untuk menjamin

keseragaman bentuk dan ukuran buah, keseragaman mutu buah, bebas dari hama

dan penyakit, menjamin mutu buah yang dihasilkan sesuai dengan permintaan

pasar dan aman dikonsumsi. Buah dari kebun dikumpulkan pada gudang yang

bersih, lalu dilakukan penyortiran, grading, pengelompokan buah yang telah

disortir berdasarkan diameter, ukuran/grade dan bentuk buah, kemudian

dimasukkan buah ke dalam wadah boks (Deptan, 2008).

PB Tanah pertemuan ke 4 Page 15

Alpukat

BAB III

PEMBAHASAN UMUM dan KESIMPULAN

3.1. Permasalahan Budidaya Alpukat

Permasalahan budidaya tanaman alpukat, menurut Prasetyo (2012), kegiatan

budidaya tanaman alpukat tidak terlepas dari tingkat pengetahuan dan ketrampilan

petani, karena disini petani sebagai subyek dalam penanganan budidaya tanaman

alpukat. Dalam hal budidaya tanaman alpukat sebagian besar belum sesuai dengan

yang dianjurkan. Keadaan yang demikian disebabkan karena tanaman alpukat yang

dibudidayakan merupakan tanaman sampingan dan cara budidayanya masih secara

tradisional.

Jenis pohon yang ditanam pada lahan berbasis kopi dengan tanaman naungan

umumnya dadap atau lamtoro atau Gliricidia (Kurniawan, dkk., 2010). Dengan alasan

peningkatan pendapatan, petani melakukan pengayaan jenis pohon penauang dengan

menanam jenis pohon buah-buahan. Alpukat di daerah DAS Konto tidak

dibudidayakan menjadi tanaman utama, tetapi dibiarkan tumbuh begitu saja di

pekarangan rumah. Alpukat tersebut dibiarkan saja tumbuh sampai beberapa tahun

hingga bisa menghasilkan buah. Menurut Deptan (2008) tanaman alpukat mudah

dibudidayakan dan hanya membutuhkan sedikit perawatan, terutama pada awal masa

tanam. Selain itu, alpukat termasuk tanaman tahunan dengan perakaran yang dalam,

sehingga cocok dibudidayakan di DAS Konto, terutama di lahan yang terdegradasi.

3.2. Rekomendasi Solusi Terhadap Permasalahan Budidaya Pertanaman

3.2.1.Potensi Tanaman Alpukat jika ditanam di DAS Konto

Alpukat merupakan salah satu jenis buah yang berpotensi di Indonesia. Buah

alpukat memiliki pasar dan nilai ekonomi yang sangat baik di dalam maupun luar

negeri, terbukti harganya yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga buah lainnya.

Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, permintaan terhadap buah alpukat

pun semakin bertambah. Produksi buah alpukat Indonesia mengalami peningkatan dari

tahun 2004 hingga 2009 (Tabel 2), dimana pada tahun 2004 hanya sebesar 221,774 ton

dan pada tahun 2009 sebesar 257,642 ton (Badan Pusat Statistik 2010). Oleh karena

itu, budidaya tanaman alpukat memiliki prospek untuk meningkatkan ekonomi petani.

PB Tanah pertemuan ke 4 Page 16

Alpukat

Tabel 2. Perkembangan produksi buah alpukat Indonesia tahun 2004-2019

Menurut Alfansuri (2012) alpukat merupakan salah satu tanaman holtikultura

yang dapat tumbuh di daerah agak kering dan juga daerah basah. Tanah yang

dikehendaki agar pohon alpukat dapat tumbuh dengan baik adalah tanah yang gembur.

Pada daerah tropis seperti Indonesia, tanaman alpukat dapat tumbuh subur di atas

dataran rendah sampai dataran tinggi yang berketinggian 2,000 m di atas permukaan

laut (dpl). Tanaman alpukat berpotensi tumbuh di DAS kali Konto terutama di bagian

hulu pada lahan yang rusak akibat alih guna lahan.

Syarat tumbuh tanaman alpukat cocok dengan kondisi fisik wilayah DAS kali

Konto yang memiliki ketinggian antara 850 - 2.600 m dpl di wilayah Kecamatan

Pujon dan 600 – 1.400 m dpl di Kecamatan Ngantang. Tanah yang ada di kawasan

DAS Konto tergolong tanah-tanah yang muda, antara lain : Entisols (Litosol),

Andisols (Andosol), dan Inceptisols (Cambisol), Mollisols dan Alfisols. Tanah-tanah

tersebut umumnya berkembang dari bahan piroklastika (bahan jatuhan hasil erupsi

gunung api) berupa abu dan pasir vulkanik yang sangat subur (Kurniawan, dkk.,

2010).

3.2.2.Penggunaan Lahan Multistrata atau Sistem Agroforestry Kompleks

Solusi yang umum ditempuh dalam 'rehabilitasi DAS' adalah penanaman pohon,

dengan harapan dapat memulihkan sifat-sifat hutan alam yang aman bagi lingkungan.

Namun hutan alam hanya mampu memberikan kehidupan pada daerah yang kepadatan

penduduknya rendah, tetapi tidak memberikan solusi pada daerah yang padat

penduduknya. Oleh karena itu, diperlukan sistem pertanaman campuran yang

multistrata sehingga dapat melindungi tanah, menjaga kuantitas dan kualitas air serta

menyediakan sumber mata pencaharian bagi masyarakat lokal yang miskin

sumberdaya (Agus, Noordwijk dan Rahayu, 2004).

PB Tanah pertemuan ke 4 Page 17

Alpukat

Agroforestri kopi dibedakan lagi menjadi agroforestri multistrata bila jumlah

jenis pohon penaung > 5 jenis, dan agroforestri sederhana bila jumlah jenis pohon

penaung < 5 jenis (Hairiah dan Subekti, 2010). Kopi naungan multistrata (nama lokal

kebun campuran), adalah kebun kopi yang masyarakat, terutama di Kecamatan

Ngantang. penutupan kanopi yang rapat dan pengelolaan lahan yang tidak intensif

campuran yang dikembangkan oleh masyarakat terutama di Kecamatan Ngantang.

Sistem kebun campuran dikembangkan pada lahan milik masyarakat dengan

penutupan kanopi yang rapat dan pengelolaan lahan yang tidak intensif campuran

yang dikembangkan dengan tanaman utama adalah kopi. Sebagai pohon penaung

umumnya ditanam pohon leguminose gamal (Gliricidia sepium) atau dadap (Erythrina

sp.) atau lamtoro (Leucaena leucocephala). Selain itu ditanam pula berbagai macam

jenis pohon buah-buahan, seperti durian, alpukat duku, nangka, manggis dan

rambutan.

Menurut Alfansuri (2012) tinggi tanaman alpukat 5-8 m, lebih tinggi daripada

tanaman kopi, sehingga dapat membentuk suatu tajuk yang bersusun. Tingkat

penutupan kanopi pada agroforestry multistrata lebih rapat daripada agroforestry

sederhana, sehingga dapat meningkatkan bahan organik dengan beragamnya seresah

yang jatuh ke tanah. Lahan kopi multistrata memiliki cadangan karbon lebih tinggi

dibandingkan agroforestri kopi sederhana dan kopi monokultur 43.49 ± 23.62 Mg ha-1

(Hairiah dan Subekti, 2010).

Gambar multistrata

3.3. Rancangan Teknologi Budidaya Tanaman Menuju Pengembangan Pertanian

Berbasis Ekologis

Dalam rangka pembangunan pertanian berkelanjutan, maka pengelolaan lahan

harus menerapkan suatu teknologi yang berwawasan konservasi sehingga dapat

dijadikan sebagai alternative guna mencapai sasaran hasil tanaman yang optimal dan

berkualitas serta dapat meningkatkan dampak lingkungan psitif sekaligus mengurangi

dampak negative yang rendah. Suatu teknologi pengelolaan lahan yang dapat

mewujudkan pembangunan pertanian berkelanjutan bilamana memiliki ciri seperti :

dapat meningkatkan pendapatan petani, komoditi yang diusahakan sesuai dengan

kondisi biofisik lahan dan dapat diterima oleh pasar, tidak mengakibatkan degradasi

lahan karena laju erosi kecil, dan teknologi tersebut dapat diterapkan oleh masyarakat

(Sinukaban, 1994). Ada beberapa teknologi untuk merehabilitasi lahan dalam

kaitannya dengan pembangunan yang berkelanjutan (Sinukaban, 2003) yaitu :

PB Tanah pertemuan ke 4 Page 18

Alpukat

a. Agronomi yang meliputi teknis agronomis seperti TOT, minimum tillage,

countur farming, mulsa, pergiliran tanaman (crop rotation), pengelolaan residu

tanaman, dll.

b. Vegetatif berupa agroforestry, alley cropping, penanaman rumput.

c. Struktur/konstruksi yaitu bangunan konservasi seperti teras, tanggul, cek dam,

Saluran, dll.

d. Manajemen berupa perubahan penggunaan lahan. Tanah dengan penutup tanah

yang baik berupa vegetasi, mulsa residu tanaman akan memperkecil erosi dan

run off. Harsono (1995), lahan tertutup dengan hutan, padang rumput dapat

mengurangi erosi hingga kurang dari 1% dibandingkan dengan tanah terbuka.

Teknologi vegetatif (penghutanan) sering dipilih karena selain dapat

menurunkan erosi dan sedimentasi di sungai-sungai juga memiliki nilai ekonomi

(tanaman produktif) serta dapat memulihkan tata air suatu DAS (Hamilton, et.al.,

1997). Teknik konservasi tanah dan air dapat dilakukan secara vegetatif dalam bentuk

pengelolaan tanaman berupa pohon atau semak, baik tanaman tahunan maupun

tanaman setahun dan rumput-rumputan. Teknologi ini sering dipadukan dengan

tindakan konservasi tanah dan air secara pengelolaan (Sinukaban, 2003).

Penggunaan hutan yang berada di kawasan lindung dan dialih fungsikan sebagai

lahan pertanian dapat mengancam Daerah Aliran Sungai/DAS. Akibat yang

ditimbulkan dapat berupa :

- Menurunnya seresah di permukaan tanah karena tergerus air

- Menurunnya daya DAS menyerap air hujan sehingga meningkatkan aliran

permukaan dan hasil air di sungai.

- Meningkatnya fluktuasi debit antara musim hujan dan musim kemarau

(meningkatnya peluang banjir di musim hujan dan kekeringan di musim

kemarau).

- Menurunnya kualitas air sungai karena meningkatnya sedimentasi.

Penerapan sistem multistrata pada dasarnya adalah dengan penanaman tanaman

buah-buahan kayu-kayuan, atau tanaman legum multi guna (multipurpose leguminous

species) di antara tanaman kopi. Kerapatan pohon pelindung bervariasi tergantung

kepada tujuan penanaman pohon pelindung dan kerapatan tajuk tanaman pohon

pelindung. Apabila pohon pelindung ditujukan terutama untuk memperbaiki

pertumbuhan dan produksi kopi, maka perlu dijaga agar pohon pelindung tidak terlalu

rapat. Untuk tanaman gamal atau lamtoro, satu pohon pelindung untuk empat tanaman

PB Tanah pertemuan ke 4 Page 19

Alpukat

kopi sudah cukup ideal. Untuk tanaman lain, seperti jengkol atau alpukat yang

tajuknya rapat, pohon pelindung bisa lebih jarang.

Rismunandar (1986), menyatakan bahwa musim berbunga alpukat bergantung

pada daerah dan jenis alpukat. Biasanya alpukat berbunga pada bulan April – Agustus

dan bulan Oktober – November. Alpukat berbuah pada bulan Desember – Februari

dan bulan Mei – Juli. Alpukat yang ditanam dari biji akan berbuah pada umur 5 – 6

tahun sedangkan yang ditanam dengan okulasi berbuah pada umur 3 – 4 tahun. Oleh

karena itu, pada system multistrata dapat member manfaat ekologis bagi lingkungan

dan lahan serta manfaat ekonomis bagi petani.

Gambar rancangan lahan kita

3.4. Kesimpulan

Terdapat beberapa teknologi yang dapat diterapkan untuk mengatasi

permasalahan di DAS. Sesuai dengan kondisi wilayah DAS Konto yang telah

dijabarkan di atas, maka sistem yang dipilih adalah dengan penerapan multistrata

tanaman alpukat dengan kopi. Tanaman alpukat yang ditanam secara multistrata

dengan tanaman kopi dapat berperan sebagai penaung tanaman kopi tersebut, sehingga

hasil yang didapat oleh petani beraneka ragam. Sistem multistrata yang diterapkan

akan berkembang menyerupai hutan dari segi perlindungan terhadap tanah dan DAS

(Agus dkk, 2002). Dalam sistem tanam multistrata ini komoditas utama adalah kopi,

sedangkan tanaman alpukat sebagai tanaman penaung dengan tanaman lainnya seperti

lamtoro, dadap, dan pisang atau rambutan.

Tajuk tanaman yang bertingkat pada sistem menyebabkan sistem ini menyerupai

hutan di mana hanya sebagian kecil saja air hujan yang langsung menerpa permukaan

tanah. Kebanyakan air hujan terlebih dahulu jatuh ke daun tanaman sebelum mencapai

tanah sehingga daya pukulnya (energi kinetiknya) sudah sangat berkurang. Tambahan

lagi pada sistem multistrata, terutama yang kompleks, jumlah dedaunan yang jatuh dan

melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan lebih banyak.

PB Tanah pertemuan ke 4 Page 20

Alpukat

Daftar Pustaka

Agus, dkk. 2002.

Agus Fahmudin, Noordwijk Meine van, dan Gintings Ngaloken. 2002. Pilihan Teknologi Agroforestri/Konesrvasi Tanah untuk Areal Pertanian Berbasis Kopi di Sumberjaya, Lampung Barat. International Centre for Research in Agroforestry Southeast Asia Regional Office. Bogor.

Alfansuri.BPS. 2010.Departemen Pertanian. 2008. Standard Operating Procedure (SOP) Alpukat Kabupaten

Probolinggo. Direktorat Tanaman Buah, Direktorat Jenderal Hortikultura. Jakarta.Elkaduwa dan Sakthivadivel. 2001.

Hamilton, et.al. 1997.

Harsono. 1995.

Hairiah, Kurniatun dan Subekti Rahayu. 2010. Mitigasi Perubahan Iklim, Agroforestri kopi untuk mempertahankan cadangan karbon lanskap. Makalah dipresentasikan pada Seminar Kopi 2010. Bali, 4-5 Oktober 2010.

Kurniawan S, Prayogo C, Widianto, Zulkarnain MT, Lestari ND, Aini FK, Hairiah K. 2010. Estimasi Karbon Tersimpan di Lahan-lahan Pertanian di DAS Konto, Jawa Timur: RACSA (Rapid Carbon Stock Appraisal). Working paper 120. World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Program.

Krishnawamy, dkk. 2001.

Prasetyo. 2012.

Prihatman, Kemal. 2000. Alpukat/Avokad (Persea americana Mill/Persea gratissima Gaerth). Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS. Jakarta.

Rismunanadar. 1986.Sinukaban. 1994.Sinukaban. 2003.Sutarso Djoko, dkk. 2000. Monograf Alpukat. Balai Penelitian Tanaman Buah, Puslitbang

Hortikultura. Solok.Van Noordwijk, et.al. 2002.

PB Tanah pertemuan ke 4 Page 21