Upload
puspita-sari
View
38
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1. KEBISINGAN
II.1.1. Definisi Kebisingan
Bising pada umumnya didefinisikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki
(WHO, 1995).
Suara dikatakan bising bila suara-suara tersebut menimbulkan gangguan
terhadap lingkungan seperti gangguan percakapan, gangguan tidur dan lain-lain
(Suma’mur, 1996).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.718/Menkes/Per/XI/1987 :
kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak diinginkan sehingga mengganggu dan
atau dapat membahayakan kesehatan. Bising ini merupakan kumpulan nada-nada
dengan macam-macam intensitas yang tidak diinginkan sehingga mengganggu
kesehatan orang terutama pendengaran. Sedangkan menurut Surat Edaran Menteri
Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi No. SE 01/Men/1978, kebisingan di tempat
kerja adalah semua bunyi atau suara-suara yang tidak dikehendaki yang bersumber
dari alat-alat di tempat kerja (Depkes RI, 1993).
Dalam bahasa K3, National Institute of Occupational Safety and Health
(NIOSH) telah mendefinisikan status suara atau kondisi kerja dimana suara berubah
menjadi polutan secara lebih jelas, yaitu : ( Tambunan, 2005)
a. suara-suara dengan tingkat kebisingan lebih dari 104 dBA
b. kondisi kerja yang mengakibatkan seorang karyawan harus menghadapi
tingkat kebisingan lebih besar dari 85 dBA selama lebih dari 8 jam.
Universitas Sumatera Utara
II.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebisingan
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kebisingan antara lain
: (WHO, 1995)
1. Intensitas, intensitas bunyi yang dapat didengar telinga manusia
berbanding langsung dengan logaritma kuadrat tekanan akustik yang
dihasilkan getaran dalam rentang yang dapat di dengar. Jadi, tingkat
tekanan bunyi di ukur dengan logaritma dalam desible (dB).
2. Frekuensi, frekuensi yang dapat didengar oleh telinga manusia
terletak antara 16-20000 Hertz. Frekuensi bicara terdapat antara 250-
4000 Hertz.
3. Durasi, efek bising yang merugikan sebanding dengan lamanya
paparan dan berhubungan dengan jumlah total energi yang mencapai
telinga dalam.
4. Sifat, mengacu pada distribusi energi bunyi terhadap waktu (stabil,
berfluktuasi, intermiten). Bising impulsive (satu/lebih lonjakan
energi bunyi dengan durasi kurang dari 1 detik) sangat berbahaya.
II.1.3. Sumber-sumber kebisingan
Ditempat kerja disadari atau tidak, cukup banyak fakta yang menunjukkan
bahwa perusahaan beserta aktivitas-aktivitasnya ikut menciptakan dan menambah
keparahan tingkat kebisingan di tempat kerja, misalnya : ( Tambunan, 2005)
a. Mengoperasikan mesin-mesin produksi “ribut” yang sudah cukup tua
b. Terlalu sering mengoperasikan mesin-mesin kerja pada kapasitas kerja cukup
tinggi dalam periode operasi cukup panjang
Universitas Sumatera Utara
c. Sistem perawatan dan perbaikan mesin-mesin produksi ala kadarnya,
misalnya mesin diperbaiki pada saat mesin mengalami kerusakan parah
d. Melakukan modifikasi atau perubahan secara parsial pada komponen-
komponen mesin tanpa mengindahkan kaidah-kaidah keteknikan yang benar,
termasuk menggunakan komponen-komponen mesin tiruan
e. Pemasangan dan peletakan komponen-komponen mesin secara tidak tepat
(terbalik atau tidak rapat/longgar), terutama pada bagian penghubung antara
modul mesin (bad connection)
f. Penggunaan alat-alat yang tidak sesuai dengan fungsinya, misalnya
penggunaan palu (hammer) alat pemukul sebagai alat pembengkok benda-
benda metal atau bantu pembuka baut.
II.1.4 Jenis Kebisingan
Ditempat kerja, kebisingan diklasifikasikan menjadi dua yaitu: (Tambunan,
2005)
1. Kebisingan Tetap
Kebisingan tetap dibagi lagi menjadi:
a. kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise)
kebisingan ini berupa ”nada-nada murni pada frekuensi yang beragam,
contoh suara mesin, suara kipas dan sebagainya.
b. Broad Band Noise
Kebisingan dengan frekuensi terputus dan broad band noise sama-sama
digolongkan sebagai kebisingan tetap (steady noise). Perbedaanya adalah broad
band noise terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi (bukan ”nada” murni).
Universitas Sumatera Utara
2. Kebisingan Tidak Tetap
Kebisingan tidak tetap dibagi lagi menjadi:
a. Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise)
Kebisingan yang selalu berubah-ubah selama selang waktu tertentu.
b. Intermitten Noise
Sesuai dengan terjemahanya, itermitten noise adalah kebisingan yang
terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah, contohnya kebisingan lalu lintas.
c. Impulsive noise
Kebisingan impulsif dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi
(memekakan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara senjata dan alat-
alat sejenisnya.
Sedangkan menurut Suma’mur, jenis kebisingan dibagi atas :
1. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady state, wide
band noise), misalnya mesin-mesin, kipas angin, dapur pijar dan lain-lain.
2. Kebisingan kontinu dengan sprektum frekuensi yang sempit (steady state,
narrow band noise) misalnya gergaji sikuler, katup gas dan lain-lain.
3. Kebisingan terputus-putus (intermitten), misalnya lalu lintas, suara kapal
terbang dilapangan udara.
4. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise) seperti tembakan bedil atau
lain sebagainya.
5. Kebisingan impulsif berulang, misalnya mesin tempa diperusahaan.
II.1.5 Pengaruh Kebisingan
Universitas Sumatera Utara
Pengaruh kebisingan seperti tidur terganggu, beberapa ketegangan mental
yang disebabkan oleh kebisingan, akan menyebabkan bertambah cepatnya denyut
nadi serta hipertensi, yang dapat mengarah kepada suatu bahaya lain di mana si
penderita tidak dapat mendengar teriakan atau suara peringatan sehingga
memungkinkan dapat mengakibatkan kecelakaan. Secara terus-menerus berada
ditengah-tengah kebisingan ditempat kerja dan lalu lintas dapat berakibat hilangnya
kepekaan mendengar yang mengarah kepada ketulian ( Buchari, 2007).
Lebih rinci lagi, menurut Ambar W. Roestam (2004), gangguan akibat
kebisingan dapat berupa :
1. Gangguan fisiologis
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila
terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan
tekanan darah (± 10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer
terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan
sensoris.
2. Gangguan psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi,
susah tidur, cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat
menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, stres, kelelahan, dan lain-lain.
3. Gangguan komunikasi
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang
menutupi pendengaran yang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi
Universitas Sumatera Utara
pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini bisa menyebabkan
ter-ganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena
tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya; gangguan komunikasi ini secara tidak
langsung membahayakan keselamatan tenaga kerja.
4. Gangguan keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa
atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing
(vertigo) atau mual-mual.
5. Efek pada pendengaran
Efek pada pendengaran adalah gangguan paling serius karena dapat
menyebabkan ketulian. Ketulian bersifat progresif. Pada awalnya bersifat sementara
dan akan segera pulih kembali bila menghindar dari sumber bising, namun bila terus
menerus bekerja di tempat bising, daya dengar akan hilang secara menetap dan tidak
akan pulih kembali.
Tingkat kebisingan dinyatakan dalam desible (dB) yang membandingkan
tingkat tekanan suara. Berikut beberapa contoh tingkat suara itu: 60-70 dB untuk
pembicaraan biasa, 80-90 dB untuk lalu lintas ramai dan 140-150 dB untuk bunyi
mesin jet. Tingkat maksimal yang dapat didengar telinga manusia adalah 130 dB,
walaupun dianjurkan sebaiknya manusia jangan sampai dihadapkan pada tingkat
suara setinggi itu. Intensitas suara 90-95 dB dapat merusak pendengaran (Drs.Kus
Irianto, 2004).
Universitas Sumatera Utara
II.1.6 Nilai Ambang Batas Pendengaran
Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan telah direkomendasikan menurut
ACGIH dan ISO (International Standart Organization) sebesar 85 dB (A) sedangkan
menurut OSHA (Occupational Safety and Health Assosiation) sebesar 90 dB(A)
untuk waktu kerja 8 jam sehari dan 40 jam seminggu ( Susanto, 2006).
Ketentuan NAB kebisingan di Indonesia diatur dalam KepMenaker
No.Kep.51/Men/1999 tentang NAB Faktor Fisik di tempat kerja yang menetapkan
NAB 85 dB(A) untuk waktu kerja 8 jam sehari atau 40 jam seminggu, dapat dilihat
dari tabel dibawah ini: ( Susanto, 2006)
Waktu pemajanan per hari Intensitas kebisingan dB(A)
8 Jam 85
4 88
2 91
1 94
30 Menit 97
15 100
7.5 103
3.75 106
1.88 109
0.94 112
28.12 Detik 115
Universitas Sumatera Utara
14.06 118
7.03 121
3.52 124
1.76 127
0.88 130
0.44 133
0.22 136
0.11 139
Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dB(A) walaupun sesaat
Sumber : http://www.menlh.go.id/apec_vc/osaka/aestjava/noise_id/2/index.html
Menurut Suma’mur Intensitas dan jam kerja yang diperbolehkan adalah :
Intensitas Kebisingan dB(A) Waktu pemaparan
85 8
87 6
90 4
92 3
95 2
97 1.5
100 1
105 0,5
110 0,25
Sumber : http://www.menlh.go.id/apec_vc/osaka/aestjava/noise_id/2/index.html
Universitas Sumatera Utara
II.2 Stres II.2.1 Pengertian Stres
Menurut Morgan dan King ”..as an internal state can be caused by physical
demand on the body (disease condition, exercise, extremes of temperature, and the
like) or by environmental and cosial situations which are evaluated as potentially
harmful, uncontrollable, or exceeding our resources for coping”. Jadi stres adalah
suatu keadaan yang bersifat internal yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik (badan),
atau lingkungan dan situasi sosial yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol (
Widyasari, 2007).
Stres juga didefinisikan sebagai tanggapan atau proses internal atau eksternal
yang mencapai tingkat fisik dan psikologis sampai pada batas atau melebihi batas
kemampuan subyek. Pengertian ini disampaikan oleh Profesor Cary Cooper dari The
University of Manchester Institude of Science and Technology (UMIST). Dengan
penjelasan bahwa stres itu sangat bersifat personal. Setiap orang memiliki toleransi
tertentu pada tekanan di setiap waktunya, yaitu kemampuan untuk mengatasi atau
tidak mengatasinya (Agung, 2008).
Atau dengan cara yang lebih sederhana lagi, stres merupakan bentuk
tanggapan seseorang baik secara fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di
lingkungan yang dirasakan menggangu dan mengakibatkan dirinya terancam (
Anoraga, 1998).
II.2.2 Stres di Tempat Kerja
Menurut Phillip L.Rice, Penulis buku Stress and Health, seseorang
dikategorikan stres kerja jika : ( Rini, 2002)
Universitas Sumatera Utara
• Urusan stres yang dialami melibatkan juga pihak organisasi atau
perusahaan tempat individu bekerja. Namun penyebabnya tidak hanya
di dalam perusahaan, karena masalah rumah tangga yang terbawa ke
pekerjaan dan masalah yang terbawa ke rumah juga dapat menjadi
penyebab stres kerja.
• Mengakibatkan dampak negatif bagi perusahaan dan juga individu.
Oleh karenanya diperlukan kerjasama antara kedua pihak untuk
menyelesaikan persoalan stres tersebut.
“Work stress is an individual’s response to work related
environtmental stressors. Stress as the reaction of organism, which can be
physiological, psychological, or behavioral reaction” Berdasarkan definisi di atas,
stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan
reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis, dan perilaku. Seperti yang telah
diungkapkan di atas, lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai stressor kerja. Stressor
kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang di persepsikan karyawan sebagai
suatu tuntutan dan dapat menimbulkan stres kerja ( Widyasari, 2007).
Luthans mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan
diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai
konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak
mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang, Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan lingkungan dan tanggapan
Universitas Sumatera Utara
setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda. Masalah Stres kerja di dalam
organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting diamati sejak mulai timbulnya
tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan. Akibat adanya stres kerja tersebut yaitu
orang menjadi nervous, merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan
pada emosi, proses berpikir dan kondisi fisik individu. Selain itu, sebagai hasil dari
adanya stres kerja karyawan mengalami beberapa gejala stres yang dapat mengancam
dan mengganggu pelaksanaan kerja mereka, seperti : mudah marah dan agresi, tidak
dapat relaks, emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak
mampu terlibat, dan kesulitan dalam masalah tidur (Agung, 2008).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah
dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan
dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua
kondisi pekerjaan. Adanya beberapa atribut tertentu dapat rnempengaruhi daya
tahan stres seorang karyawan ( Agung, 2008).
Seperti yang telah diartikan, stres merupakan masalah yang serius dalam
lingkungan kerja zaman modern ini. Stres berhubungan dengan biaya kesehatan yang
akan dikeluarkan oleh perusahaan dan biaya jumlah absen dari pekerja yang nilainya
lebih dari 150 miliar rupiah. Hampir 15 % dari keseluruhan penyakit akibat kerja
berhubungan dengan stres yang dialami pekerja (David L Goetsch, 2000).
Universitas Sumatera Utara
II.2.3 Penyebab Stres di Tempat Kerja
Penyebab stres di tempat kerja berhubungan dengan kondisi psikologi
pekerjaan, pekerjaan yang melebihi kemampuan, batasan pekerjaan yang tidak jelas,
ketidakpuasan akan besarnya gaji, kepribadian, masalah pribadi dan keluarga pekerja.
Penyebab lain terjadinya stres di tempat kerja yaitu : (David L.Goestch,2000).
1. Kompleksitas pekerjaan sehubungan dengan perbedaan tuntutan atas masing-
masing pekerja. Pemikiran kompleksnya pekerjaan menimbulkan rasa
ketidakmampuan pekerja dan akhirnya memicu stres. Pekerjaan yang
berulang dan monoton menyebabkan pekerja menjadi cepat bosan dan merasa
tidak puas dengan pekerjaan yang dilakukan serta memungkinkan terjadinya
stres sebagai akibat kebosanan tersebut.
2. Pengawasan yang terlalu ketat pada tanggungjawab pekerjaan juga dapat
memicu terjadinya stres. Stres yang dialami pekerja akan berkurang dengan
adanya partisipasi dari pekerja untuk mengatasi masalah rutinitas, dengan
membuat jadwal kerja dan memilih pekerjaan yang sesuai dengan
kemampuan pekerja.
3. Rasa bertanggungjawab terhadap kesejahteraan atau kesehatan anggota
keluarga dapat menyebabkan stres kerja. Rasa tanggung jawab ini mendorong
pekerja untuk mengabaikan resiko kerja yang ada. Pekerja merasa adanya
pemikiran bahwa mereka ”terperangkap dalam pekerjaan yang mereka
lakukan.”
Universitas Sumatera Utara
4. Persaingan dalam pekerjaan menimbulkan resiko menjadi pengangguran.
Pekerja yang bekerja dengan tingkat pemecatan yang tinggi akan memicu
terjadinya stres. Tersedianya jaminan untuk memperoleh pekerjaan di tempat
lain dan memiliki salah satu keahlian yang dibutuhkan akan mengurangi stres
karena isu pemecatan.
5. Tuntutan beban kerja dapat memicu terjadinya stres apabila beban tersebut
sudah melebihi kemampuan pekerja. Tuntutan ini juga dapat memaksa pekerja
untuk menggunakan waktu dan perhatian seefisien mungkin seperti dalam hal
mengambil keputusan dan melaksanakan perintah. Pada akhirnya beban kerja
yang melebihi kemampuan pekerja dapat memicu terjadinya stres kerja.
6. Dorongan semangat dari manager dan assisten manager akan memberikan
perasaan nyaman dan dihargai sehingga dapat menurunkan resiko stres.
Kurangnya perhatian dari pihak managemen akan meningkatkan beban kerja
yang dirasakan oleh pekerja sehingga dapat memicu terjadinya stres.
7. Kurangnya pengawasan terhadap keselamatan pekerja di tempat kerja dapat
menjadi salah satu pemicu stres. Pekerja yang merasa tidak aman dalam
bekerja dapat mengalami stres. Pekerja harus merasa aman dalam bekerja
terutama dari bahaya di tempat kerja seperti suhu yang terlalu panas, getaran,
sengatan listrik, kebakaran, ledakan, bahan beracun, radiasi, kebisingan dan
mesin yang beresiko menyebabkan kecelakaan kerja. Untuk mengurangi stres
sehubungan dengan bahaya di lingkungan kerja, pihak managemen harus
mempunyai komitmen dalam menjamin keselamatan pekerja dan perusahaan
tersebut memiliki program keselamatan kerja.
Universitas Sumatera Utara
Sumber stres yang menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal atau
yang menyebabkan seseorang jatuh sakit, tidak saja datang dari satu macam
pembangkit tetapi dari beberapa pembangkit stres. Sebagian besar dari waktu
manusia bekerja. Karena itu lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang
besar terhadap kesehatan seseorang yang bekerja. Pembangkit stres di pekerjaan
merupakan pembangkit stres yang besar perannya terhadap kurang berfungsinya
atau jatuh sakitnya seseorang tenaga kerja yang bekerja. Faktor-faktor di pekerjaan
yang berdasarkan penelitian dapat menimbulkan stres dapat dikelompokkan ke
dalam lima kategori besar yaitu faktor-faktor intrinsik dalam
pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam
pekerjaan, serta struktur dan iklim organisasi Hurrel : ( Agung, 2008)
1. Faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan termasuk dalam kategori ini ialah
tuntutan fisik dan tuntutan tugas. Tuntutan fisik misalnya faktor kebisingan.
Sedangkan faktor-faktor tugas mencakup: kerja malam, beban kerja, dan
penghayatan dari resiko dan bahaya.
2. Peran Individu dalam Organisasi. Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan
perannya dalam organisasi, artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok
tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang ada dan
sesuai dengan yang diharapkan oleh atasannya. Namun demikian tenaga kerja
tidak selalu berhasil untuk memainkan perannya tanpa menimbulkan masaiah.
Kurang baik berfungsinya peran, yang merupakan pembangkit stres yaitu
meliputi: konflik peran dan ketaksaan peran (role ambiguity).
Universitas Sumatera Utara
3. Pengembangan Karir. Unsur-unsur penting pengembangan karir meliputi:
• Peluang untuk menggunakan keterampilan jabatan sepenuhnya
• Peluang mengembangkan ketrampilan yang baru
• Penyuluhan karir untuk memudahkan keputusan-keputusan yang
menyangkut karir. Pengembangan karir merupakan pembangkit
stres potensial yang mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi
berlebih, dan promosi yang kurang.
4. Hubungan dalam Pekerjaan. Hubungan kerja yang tidak baik terungkap dalam
gejala-gejala adanya kepercayaan yang rendah, dan minat yang rendah dalam
pemecahan masalah dalam organisasi. Ketidakpercayaan secara positif
berhubungan dengan ketaksaan peran yang tinggi, yang mengarah ke
komunikasi antar pribadi yang tidak sesuai antara pekerja dan ketegangan
psikologikal dalam bentuk kepuasan pekerjaan yang rendah, penurunan dari
kodisi kesehatan, dan rasa diancam oleh atasan dan rekan-rekan kerjanya
5. Struktur dan iklim Organisasi. Faktor stres yang dikenali dalam kategorf ini
adalah terpusat pada sejauh mana tenaga kerja dapat tcrlihat atau berperan
serta pada support sosial. Kurangnya peran serta atau partisipasi dalam
pengambilan keputusan berhubungan dengan suasana hati dan perilaku
negalif. Peningkatan peluang untuk berperan serta menghasilkan peningkatan
produktivitas, dan peningkatan taraf dari kesehatan mental dan fisik.
Universitas Sumatera Utara
6. Tuntutan dari Luar Organisasi/Pekerjaan. Kategori pembangkit stres potensial
ini mencakup segala unsur kehidupan seseorang yang dapat berinteraksi
dengan peristiwa-peristiwa kehidupan dan kerja di dalam satu organisasi, dan
dapat memberi tekanan pada individu. Isu-isu tentang keluarga, krisis
kehidupan, kesulitan keuangan, keyakinan-keyakinan pribadi dan organisasi
yang bertentangan, konflik antara tuntutan keluarga dan tuntutan perusahaan,
semuanya dapat merupakan tekanan pada individu dalam pekerjaannya,
sebagaimana halnya stres dalam pekerjaan mempunyai dampak yang negatif
pada kehidupan keluarga dan pribadi.
7. Ciri-ciri Individu. Menurut pandangan interaktif dari stres, stres ditentukan
pula oleh individunya sendiri, sejauh mana ia melihat situasinya sebagai
penuh stres. Reaksi-reaksi sejauh mana ia melihat situasinya sebagai penuh
stres. Reaksi-reaksi psikologis, fisiologis, dan dalam bentuk perilaku terhadap
stres adalah hasil dari interaksi situasi dengan individunya, mencakup ciri-ciri
kepribadian yang khusus dan pola-pola perilaku yang didasarkan pada sikap,
kebutuhan, nilai-nilai, pengalaman masa lalu, keadaan kehidupan dan
kecakapan (antara lain inteligensi, pendidikan, pelatihan, pembelajaran).
Dengan demikian, faktor-faktor dalam diri individu berfungsi sebagai faktor
pengaruh antara rangsang dari lingkungan yang merupakan pembangkit stres
potensial dengan individu. Faktor pengubah ini yang menentukan bagaimana,
dalam kenyataannya, individu bereaksi terhadap pembangkit stres potensial.
Universitas Sumatera Utara
II.2.4 Gejala-Gejala Stres akibat Kerja
Menurut Terry Beehr dan John Newman mengkaji ulang beberapa kasus stres
pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stres pada individu, yaitu: ( Widyasari,
2007)
1. Gejala psikologis
Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis yang sering ditemui pada hasil penelitian
mengenai stres pekerjaan :
♦ Kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung
♦ Perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian)
♦ Sensitif dan hyperreactivity
♦ Memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi
♦ Komunikasi yang tidak efektif
♦ Perasaan terkucil dan terasing
♦ Kebosanan dan ketidakpuasan kerja
♦ Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan
konsentrasi
♦ Kehilangan spontanitas dan kreativitas
♦ Menurunnya rasa percaya diri
Universitas Sumatera Utara
2. Gejala fisiologis
Gejala-gejala fisiologis yang utama dari stres kerja adalah:
♦ Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan
kecenderungan mengalami penyakit kardiovaskular
♦ Meningkatnya sekresi dari hormon stres (contoh: adrenalin dan
noradrenalin)
♦ Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung)
♦ Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan
♦ Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom
kelelahan yang kronis (chronic fatigue syndrome)
♦ Gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi yang
ada
♦ Gangguan pada kulit
♦ Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan
otot
♦ Gangguan tidur
♦ Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi
kemungkinan terkena kanker
Universitas Sumatera Utara
3. Gejala perilaku
Gejala-gejala perilaku yang utama dari stres kerja adalah:
♦ Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan
♦ Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas
♦ Meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-obatan
♦ Perilaku sabotase dalam pekerjaan
♦ Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai
pelampiasan, mengarah ke obesitas
♦ Perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebagai
bentuk penarikan diri dan kehilangan berat badan secara tiba-
tiba, kemungkinan berkombinasi dengan tanda-tanda depresi
♦ Meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko tinggi,
seperti menyetir dengan tidak hati-hati dan berjudi
♦ Meningkatnya agresivitas, vandalisme, dan kriminalitas
♦ Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga
dan teman
♦ Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri.
II.2.5 Dampak Stres Kerja
Pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun
perusahaan. Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat berupa menurunnya
Universitas Sumatera Utara
gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustrasi dan sebagainya. Konsekuensi pada
karyawan ini tidak hanya berhubungan dengan aktivitas kerja saja, tetapi dapat
meluas ke aktivitas lain di luar pekerjaan. Seperti tidak dapat tidur dengan tenang,
selera makan berkurang, kurang mampu berkonsentrasi, dan sebagainya ( Widyasari,
2007).
Penelitian yang dilakukan Halim (1986) di Jakarta dengan menggunakan 76
sampel manager dan mandor di perusahaan swasta menunjukkan bahwa efek stres
yang mereka rasakan ada dua. Dua hal tersebut adalah:
a) Efek pada fisiologis mereka, seperti: jantung berdegup kencang,
denyut jantung meningkat, bibir kering, berkeringat, mual.
b) Efek pada psikologis mereka, dimana mereka merasa tegang, cemas,
tidak bisa berkonsentrasi, ingin pergi ke kamar mandi, ingin
meninggalkan situasi stres.
Bagi perusahaan, konsekuensi yang timbul dan bersifat tidak langsung
adalah meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat produktivitas, dan
secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan
teralienasi, hingga turnover ( Widyasari, 2007).
II.2.6 Penilaian Stres
Penilaian pemikiran yang mendatangkan stres itu dapat berpangkal pada 3
(tiga) pemikiran, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Penilaian kerugian dan kehilangan (harm-loss). Misalnya, sebagai
karyawan yang ketahuan korupsi puluhan juta rupiah, peristiwa itu
dapat mendatangkan stres, karena akan dipecat dari pekerjaannya
(kehilangan), lalu akan kehilangan penghasilan (rugi).
2. Pemikiran tentang ancaman (threat). Misalnya, kita sakit parah
dan harus menjalani rawat inap di rumah sakit. Ancaman yang
dihadapi dalam keadaan stres berbaring di rumah sakit dapat
berhubunga dengan berapa lama sakit kita berlangsung, berapa
biaya yang akan dikeluarkan, dan proses waktu yang dibutuhkan
agar kesehatan kita betul-betul pulih kembali.
3. Pemikiran tentang tantangan (challenge). Misalnya, jabatan
dinaikkan dari asisten manejer menjadi manejer. Kenaikan jabatan
ini mendatangkan stres karena tanggung jawab akan bertambah
besar dan tuntutan kerja akan bertambah banyak. Tetapi
bersamaan dengan itu tantangan akan terasa juga karena dengan
jabatan manejer kemampuan kita akan diuji dan pengaruh kita
akan berdampak lebih luas.
Brech (2000), membuat suatu penilaian apakah seorang individu
menderita stres berdasarkan gejala-gejala yang timbul sebagai akibat dari hal,
peristiwa, orang, atau keadaan yang mendatangkan stres. Daftar yang diberikan
tidak berupa kuesioner untuk mendapatkan skor, tetapi lebih sebagai daftar
gejala, perilaku atau bidang masalah untuk mengecek diri sendiri. Perlu
Universitas Sumatera Utara
diperhatikan, bukan hanya apakah perilaku bersangkutan terjadi, tetapi apakah
ada perubahan di dalam perilaku individu.
II.2.7 Manajemen Pengendalian Stres Kerja
Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa
memperoleh dampaknya yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar
mengatasinya, yakni belajar menanggulanginya secara adaptif dan efektif. Hampir
sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang
harus dicoba. Sebagian para pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan,
sering melampiaskan dengan cara bekerja lebih keras yang berlebihan. Ini
bukanlah cara efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk memecahkan
sebab dari stres, justru akan menambah masalah lebih jauh. Sebelum masuk ke
cara-cara yang lebih spesifik untuk mengatasi stressor tertentu, harus
diperhitungkan beberapa pedoman umum untuk memacu perubahan dan
penaggulangan. Pemahaman prinsip dasar, menjadi bagian penting agar seseorang
mampu merancang solusi terhadap masalah yang muncul terutama yang berkait
dengan penyebab stres dalam hubungannya di tempat kerja. Dalam hubungannya
dengan tempat kerja, stres dapat timbul pada beberapa tingkat, berjajar dari
ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam peranan tertentu karena
kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab tidak adanya
ketrampilan (khususnya ketrampilan manajemen) hingga sekedar tidak menyukai
seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat ( Agung, 2008).
Universitas Sumatera Utara
II.3 Kerangka Konsep
II.4 Hipotesa Penelitian
Ho : Tidak ada hubungan kebisingan terhadap stres pada pekerja bagian produksi
PT.HADI BARU MEDAN Tahun 2008.
Ha : Ada hubungan kebisingan terhadap stres pada pekerja bagian produksi
PT.HADI BARU MEDAN Tahun 2008.
Bising
Stres
Pekerja Bagian Produksi
Universitas Sumatera Utara