15
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu persoalan utama yang terjadi dalam penyediaan air adalah semakin langkanya ketersediaan air (water scarcity) pada waktu-waktu tertentu. Pada sisi lain permintaan air untuk berbagai kebutuhan cenderung semakin meningkat sebagai akibat peningkatan jumlah penduduk, beragamnya pemanfaatan air, berkembangnya pembangunan, serta kecenderungan menurunnya kualitas air akibat pencemaran oleh berbagai kegiatan (Bustomi, 2003). Ketersediaan air di sungai pada musim kemarau dari tahun ke tahun semakin menurun, namun pada musim penghujan terjadi kenaikan debit puncak/banjir (Nastain dan Purwanto, 2003; Suroso dan Hery, 2004; Suroso dan Hery, 2005). Hal ini dikarenakan telah terjadi perubahan penggunaan lahan di Daerah Aliran Sungai Serayu terutama di daerah hulu dari lahan vegetasi menjadi lahan terbangun dengan dibangunnya kawasan pariwisata, perumahan dan perhotelan. Sehingga air hujan yang turun ke bumi banyak melimpas menjadi aliran permukaan (surface flow) dan sangat sedikit yang meresap ke dalam tanah mengisi cadangan air tanah.

biopori

Embed Size (px)

DESCRIPTION

lubang

Citation preview

Page 1: biopori

1

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar BelakangSalah satu persoalan utama yang terjadi dalam penyediaan air adalah

semakin langkanya ketersediaan air (water scarcity) pada waktu-waktu tertentu. Pada sisi lain permintaan air untuk berbagai kebutuhan cenderung semakin meningkat sebagai akibat peningkatan jumlah penduduk, beragamnya pemanfaatan air, berkembangnya pembangunan, serta kecenderungan menurunnya kualitas air akibat pencemaran oleh berbagai kegiatan (Bustomi, 2003). Ketersediaan air di sungai pada musim kemarau dari tahun ke tahun semakin menurun, namun pada musim penghujan terjadi kenaikan debit puncak/banjir (Nastain dan Purwanto, 2003; Suroso dan Hery, 2004; Suroso dan Hery, 2005). Hal ini dikarenakan telah terjadi perubahan penggunaan lahan di Daerah Aliran Sungai Serayu terutama di daerah hulu dari lahan vegetasi menjadi lahan terbangun dengan dibangunnya kawasan pariwisata, perumahan dan perhotelan. Sehingga air hujan yang turun ke bumi banyak melimpas menjadi aliran permukaan (surface flow) dan sangat sedikit yang meresap ke dalam tanah mengisi cadangan air tanah.

Tabel 1.1. Curah Hujan dan Hari Hujan di Banyumas

Desa Kaliori RT. 04, RW.03. Kecamatan Kalibagor, Kabupaten Banyumas merupakan daerah yang mengalami kekurangan air pada Bulan Mei hingga September. Terlebih lagi letak desa yang jauh dari sumber air. Desa Kaliori memiliki ketinggian ± 160 mdpl, dan letak geografis 7o 29’ 36,6” S, 109o 17’ 34,0” BT. Desa Kaliori memiliki karakteristik dataran dengan kontur berbukit, selain itu Desa Kaliori merupakan desa dengan sistem irigasi tadah hujan. Berikut adalah jarak antara Desa Kaliori, Banyumas dengan sumber air Sungai Serayu yang ditampilkan pada gambar 1.1.

Page 2: biopori

2

Gambar 1.1. Jarak Desa Kaliori dengan Sungai Serayu

Selama ini warga memperoleh air dari hasil pembuatan sumur, namun kualitasnya sudah berkurang. Hal ini ditandai dengan aroma air yang berbau lumpur dan tidak jernih. Letak desa yang jauh dari sumber air utama seperti sungai, irigasi dan sebagainya menyebabkan Desa Kaliori selalu mengalami kekurangan air bersih terutama pada saat musim kemarau.

Sistem pengelolaan lahan kering berorientasi peningkatan resapan air secara setempat (mikro) dengan memberdayakan potensi sumber daya lokal yang ada dan biaya murah penting dilakukan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi tanah yang merupakan penyebab utama terjadinya banjir dan sedimentasi. Hasil penelitian International Institute of Tropical Agriculture (IITA) menunjukkan bahwa jumlah pori tanah (pori total) memiliki korelasi negatif tertinggi di antara parameter sifat fisik dan kimia tanah yang diuji terhadap laju erosi tanah. Hal ini menunjukkan bahwa dengan bertambahnya volume pori tanah, termasuk lubang-lubang hasil aktivitas cacing tanah, resapan air ke dalam tanah akan meningkat dan mengurangi aliran permukaan.

Menurut Syarief (1986), struktur tanah dapat dikatakan baik apabila di dalam terdapat penyebaran ruang pori-pori yang baik, yaitu terdapat ruang pori di antara agregat yang dapat diisi air, udara dan sekaligus mantap keadaanya. Agregat tanah yang mantap tidak mudah hancur oleh adanya gaya dari luar seperti pukulan butir air hujan, sehingga pori-pori tanah tidak gampang tertutup oleh partikel-partikel tanah halus.

Berdasarkan teori dan hasil penelitian tersebut kami menggagas untuk melakukan program konservasi tanah dan air di Desa Kaliori dengan membuat Lubang Resapan Biopori (LRB) serta pembudidayaan cacing tanah sebagai penghasil vermikompos guna menjaga kapasitas ketersediaan air pada musim kemarau dan menjaga kesuburan tanah.

Biopori adalah lubang-lubang di dalam tanah yang terbentuk akibat berbagai aktivitas organisme di dalamnya, seperti cacing, perakaran tanaman, rayap dan fauna tanah lainnya. Lubang-lubang yang terbentuk akan terisi udara, dan akan menjadi tempat berlalunya air di dalam tanah. Aktivitas cacing dalam

Page 3: biopori

3

tanah dalam mengurai sampah organik juga akan menghasilkan vermikompos yang berguna sebagai pupuk organik. Meningkatnya kemampuan tanah dalam meresapkan air dan menumbuhkan aktivitas organisme tanah akan meningkatkan cadangan air dalam tanah dan menghasilkan vermikompos yang bermanfaat bagi warga Desa Kaliori.

B. Perumusan MasalahDesa Kaliori mengalami kekurangan air terutama ketika musim kemarau.

Satu-satunya sumber mata air yang ada di desa ini adalah sumur galian yang airnya berasal dari tadahan air hujan dan resapan air bawah tanah. Artinya tersedianya air di dalam sumur tersebut sangat bergantung pada cuaca dan ketersediaan air bawah tanah. Hal ini menyebabkan Desa Kaliori cepat mengalami kekurangan air. Berdasarkan paparan di atas maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi kapasitas air pada saat musim kemarau di Desa Kaliori?

2. Bagaimana pembuatan LRB menjadi tempat budidaya cacing tanah sebagai penghasil vermikompos serta upayanya dalam mengonservasi tanah dan air?

C. TujuanTujuan penerapan PKMM ini adalah sebagai berikut:

1. Membuat LRB di berbagai titik di Desa Kaliori sebagai usaha konservasi air tanah dangkal.

2. Mengembangkan budidaya cacing tanah sebagai penghasil vermikompos dalam LRB serta mempercepat akselerasi pembuatan pori-pori dalam tanah.

D. Luaran Yang DiharapkanLuaran yang diharapkan dari PKMM ini adalah sebagai berikut:

1. Membuat LRB untuk menyediakan cadangan air bawah tanah, sehingga desa tersebut tidak mengalami kekurangan air ketika musim kemarau.

2. Tersedianya vermikompos yang dapat menyuburkan tanah karena aktivitas cacing tanah yang menghasilkan vermikompos untuk Desa Kaliori, Kecamatan Kalibagor, Kabupaten Banyumas.

E. ManfaatMasyarakat di Desa Kaliori tidak akan mengalami kekurangan air lagi

ketika musim kemarau. Masyarakat bisa memanen pupuk vermikompos dari LRB untuk kegiatan bertanam skala rumah tangga dan kesuburan tanah meningkat karena vermikompos yang dihasilkan.

Page 4: biopori

4

BAB II. GAMBARAN UMUM MASYARAKAT

Desa Kaliori, Kecamatan Kalibagor, Kabupaten Banyumas adalah daerah yang ditinggali oleh dua Rukun Tetangga (RT) dengan jumlah 70 kepala keluarga. Di daerah ini terdapat empat sumur gali yakni dua sumur, satu sumur rusak karena amblas dan satu sumur pompa aktif. Sumur pertama dekat dengan masjid dan lahan warga, kedalamannya sekitar 14-16 meter, sumber mata airnya paling baik dibandingkan dua sumur aktif lainnya. Sumur inilah yang menjadi sumur inti yang digunakan masyarakat.

Gambar 2.1. Sumur Inti dengan Kapasitas Air yang Menurun.

Secara kasat mata sumur ini terlihat yang paling baik tetapi jarak antara sumur dengan septic tank kurang dari sepuluh meter sehingga dimungkinkan bakteri dapat mencemari sumber air di sumur ini. Sumur kedua berada di pemukiman warga, airnya berbau dan warga biasa menggunakannya untuk mencuci. Sumur ini yang paling dangkal yakni sedalam 6 meter dan dekat dengan kandang kambing. Sedangkan sumur ketiga dikelilingi bekas kolam ikan lele yakni merupakan sumur pompa dengan kedalaman ± 95 meter yang dibangun sekitar tahun 2011. Sumur ini tidak memiliki mulut sumur sehingga sangat mungkin limpasan air hujan tidak akan bermuara di sumur ini.

Berbeda dengan ketiga sumur lainnya, sumur keempat adalah sumur gali yang sudah tidak dapat digunakan lagi karena kondisinya yang sudah amblas. Sumur ini berdekatan dengan sumur kedua. Meskipun terdapat tiga sumur aktif, sayangnya hanya sumur pertamalah (sumur inti) yang kualitas airnya cukup baik. Sumur tersebut digunakan warga untuk memenuhi keperluan sehari-hari seperti keperluan rumah tangga, keperluan para kelompok tani dan salah satu fasilitas air untuk masjid yang notabene dekat dengan area sumur inti ini.

Rata-rata sumur di daerah ini adalah sumur penadah hujan sehingga saat musim penghujan semua sumur terisi penuh. Kondisi ini sangat berbeda saat musim kemarau, sumur yang seharusnya menjadi tempat penampungan air justru mengalami penurunan tinggi air yang sangat signifikan bahkan beberapa sumur

Page 5: biopori

5

justru mengering. Akibatnya sering terjadi antrian bahkan warga sampai berebut untuk mendapatkan air.

Di daerah ini juga terdapat organisasi perempuan Kaliori yang disebut sebagai “Kelompok Wanita Tani”. Organisasi ini dibentuk oleh wanita-wanita yang mendedikasikan dirinya untuk mengolah kearifan lokal dalam lingkup agroindustri seperti tanaman pisang, cabai, jahe merah dan tanaman lainnya. Kegiatan organisasi ini tentu tidak akan berjalan lancar tanpa adanya ketersediaan air yang cukup.

Daerah yang panjang jalannya ± 500 meter ini memiliki banyak lahan yang dibuka untuk ditanami berbagai jenis tanaman. Namun, sangat terlihat banyak sawah yang tanahnya mengalami keretakkan atau dalam istilah Jawa disebut nela dan daun-daun tanaman yang mengering karena kekurangan air.

Kekurangan air dapat diindikasikan dengan tinggi air yang mulai menurun pada penampungan atau dalam hal ini sumur. Kebutuhan air bagi warga tidak hanya untuk keperluan sehari-hari melainkan warga juga membutuhkan air untuk kegiatan irigasi. Sehingga kebutuhan air tentu sangat vital dan tidak dapat dikesampingkan.

BAB III. METODE PELAKSANAAN

Pelaksanaan dari program ini bekerjasama dengan mitra desa. Dalam hal ini adalah Desa Kaliori, Kecamatan Kalibagor, Banyumas sebagai desa mitra atau desa pengabdian. Karena di daerah tersebut terjadi masalah penyusutan kapasitas air tanah. Berangkat dari masalah tersebut untuk menjaga ketersediaan air di dalam tanah maka dilakukan pemanfaatan teknologi ramah lingkungan dengan membuat lubang resapan biopori (LRB) dan pembudidayaan cacing tanah untuk mempercepat akselerasi pembuatan LRB.

Menurut Kamir R. Brata (2006). Secara alami LRB adalah lubang-lubang kecil atau terowongan kecil didalam tanah yang terbentuk oleh aktivitas organisme fauna di dalam tanah seperti cacing, rayap, akar pohon dan organisme lainnya kemudian lubang – lubang tersebut akan terisi udara dan menjadi tempat berlalunya air didalam tanah. Sedangkan lubang resapan biopori adalah merupakan lubang berbentuk silinder yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 cm dan kedalaman 1 m (Brata dan Nelistya, 2009).

Lubang ini lalu diisi dengan sampah organik untuk memicu terbentuknya biopori alami yang dibuat oleh fauna di dalam tanah seperti cacing. Kemudian sampah organik akan diurai secara alami menjadi kompos yang bisa menyuburkan tanah dan menjadi sumber makanan bagi fauna di dalam tanah dan meningkatkan peran aktivitas biodiversitas tanah dan akar tanaman (Brata dan Nelistya, 2009).

Page 6: biopori

6

Gambar 3.1. Lubang Resapan Biopori (LRB)

Berikut ini tahapan pelaksanaan aplikasi pembuatan lubang resapan biopori:A. Menentukan Lokasi

Lokasi pelaksanaan dilakukan di Desa Kaliori, Kecamatan Kalibagor, Banyumas.Di mana letak desa tersebut memiliki dua sumur aktif dan satu sumur yang tidak aktif. Lokasi penentuan pelubangan biopori dilakukan di tempat strategis yang terdapat lekukan-lekukan tanah, di mana air dapat tertahan. Biopori dibuat ditempat yang bebas dari orang terutama anak-anak. Oleh karena itu penempatannya harus diatur sedemikian rupa dan disesuaikan dengan landscape yang ada. Karena fungsinya sebagai peresap air maka penempatan LRB dilakukan di lokasi di mana air secara alami akan cenderung berkumpul atau air tersebut di arahkan ke tempat di mana LRB berada. Air dapat di arahkan dengan membuat alur, dan lubang resapan dibuat pada dasar alur tersebut. Adanya alur tidak akan menyebabkan orang tertarik untuk mendatangi dan atau menginjaknya.

B. Persiapan PeralatanMenurut Tim Biopori (2007) dalam pembuatan LRB ini yang perlu

dipersiapkan adalah:a. Bor biopori dengan diameter 10 cm, panjang 1,2 m.b. Pipa PVC dan semen.c. Kandang cacing tanah yang tersusun berbentuk kotak dengan ukuran 150 cm x

40 cm x 50 cm dan berbentuk rak.

C. Pembuatan Lubang Resapan BioporiPembuatan LRB ini diperlukan untuk menampung air dari aliran air yang

mengalir secara berlebih, yang diharapkan dari penerapan teknologi ramah lingkungan ini LRB dapat menjadi solusi untuk menjaga kapasitas air tanah dari air hujan yang tertampung dan terserap. LRB diterapkan oleh masyarakat Desa Kaliori, dengan memberikan bor biopori kepada masing-masing kepala keluarga. Masing-masing kepala keluarga melubangi pekarangannya dengan bor biopori

Page 7: biopori

7

sedalam 1 m. Tim Biopori (2007) menyatakan jumlah lubang yang perlu dibuat dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

Jumlah LRB=Intensitashujan( mm

jam )x luas bidangkedap ( m2)

Laju peresapan air per lubang( ljam )

D. Budidaya Cacing TanahTahap berikutnya adalah budidaya cacing tanah untuk menghasilkan vermi

kompos. Cacing tanah dapat dibudidayakan dengan membuat kotak dari kayu, plastik, atau kaca. Sebagai media hidup bagi cacing adalah campuran kompos dengan beberapa bahan organik (limbah pertanian, limbah pasar). Bahan tersebut dimasukkan sampai 15 cm kemudian diberikan air secukupnya agar medianya gembur dan basah. Aduk merata hingga terjadi fermentasi. Setelah 4 minggu masukkan kotoran hewan dengan perbandingan 70% media hidup dan 30% kotoran hewan. Kapur ditambahkan 1 % supaya PH netral. Kemudian masukkan cacing tanah ke dalamnya seberat media hidup yang telah disediakan. Supaya tidak kekeringan permukaan media dilapisi plastik, karung atau bahan lain yang tidak tembus cahaya. Makanan yang dibutuhkan cacing adalah kotoran hewan, baik sapi, kambing ataupun ayam dalam bentuk bubuk atau bubur seberat cacing yang dimasukkan kedalam kotak pemeliharaan (Sihombing, 1999). Setiap lubang diinokulasi cacing tanah dengan ukuran yang sama minimal 2 ekor/lubang. (Subowo, 2002).

Gambar 3.2. Kotak Budidaya CacingAgar ketahanan hidup cacing lebih baik, menjelang musim kemarau

(Maret) dilakukan pemupukan fosfat. Dengan cadangan fosfat yang cukup, cacing tanah dapat menghasilkan fosforesen yang tinggi untuk menyelimuti tubuh agar terhindar dari cekaman kekeringan, cacing akan melindungi diri dengan mengeluarkan bahan mukus atau lendir untuk menyelimuti tubuhnya (Kokta 1992).

E. Persiapan ProgramDalam persiapan aplikasi lubang resapan biopori dan pemanfaatan cacing

tanah sebagai akselerasi percepatan pori-pori tanah penyusunan program untuk

Page 8: biopori

8

segala kebutuhan dicatat dan disiapkan. Keperluan dan perlengkapan yang akan digunakan untuk persiapan program adalah:

a. Menentukan lokasiPenentuan lokasi program dilakukan untuk mengaplikasikan LRB. Lokasi

pembuatan LRB terletak di Desa Kaliori, Kecamatan Kalibagor, Banyumas.b. Mempersiapkan peralatan dan perlengkapan

Peralatan penunjang, kebutuhan yang sudah terlampir disiapkan sebelum pelaksanaan. Setiap akan melaksanakan program harus dilakukan tinjauan secara berkelompok, monitoring dan evaluasi sesuai dengan meja kerja di setiap susunan program. Tindakan ini dilakukan untuk mendapatkan perbaikkan selama program berlangsung.

F. Pelaksanaan ProgramDalam pelaksanaan program aplikasi LRB setelah persiapan dilakukan,

maka penentuan dan pengambilan keputusan untuk memberikan bor biopori dilakukan setelah segala keperluan dan kebutuhan dipersiapkan, hal yang diperhatikan dalam pelaksanaan kegiatan adalah menentukan jumlah LRB di Desa Kaliori.

G. Evaluasi ProgramLembar kerja evaluasi diadakan setiap program selesai dilaksanakan. Hal ini

dilakukan untuk menilai kelebihan dan kekurangan selama proses pelaksanaan dilakukan. Evaluasi menentukan faktor keberhasilan program. Adapun pembimbing memberikan kritik dan saran dalam menjalankan kegiatan. Kritik dan saran lainnya diperoleh dari masyarakat Desa Kaliori, pada dasarnya masyarakat lebih mengetahui kondisi aktual lingkungan.

H. Laporan KegiatanLaporan kegiatan dilakukan sesuai pengaturan meja kerja, data dan hasil

yang diperoleh, dilaporkan sesuai dengan pelaksanaan. Laporan kegiatan ini dilakukan untuk menilai tingkat keberhasilan kegiatan yang akan dinilai oleh pembimbing dan mitra kerja perangkat Desa Kaliori. Laporan kegiatan nantinya akan bermuara pada laporan akhir Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat.

BAB IV. BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN

Tabel 4.1 Anggaran Biaya

No Jenis Pengeluaran Biaya

1 Peralatan penunjang (15-25%). Rp 3.135.000

2 Bahan habis pakai (30-40%). Rp 4.525.000

3 Perjalanan (15-25%). Rp 2.750.000

Page 9: biopori

9

4 Lain-lain: administrasi, publikasi, seminar, laporan dan lainnya (10%).

Rp 1.650.000

Jumlah Rp 12.060.000

Tabel 4.2 Jadwal Kegiatan

No

KegiatanWaktu Pelaksanaan (Bulan Ke-)

1 2 3 41 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 PersiapanPenetapan Rencana KerjaPeninjauan dan Penentuan LokasiPerizinan Perangkat DesaSosialisasi

2 PelaksanaanPemesanan Alat dan Kultur Cacing TanahPerancangan Lokasi LRBPembuatan Instrumen Bor BioporiPembagian Bor BioporiPengujian Bor Biopori dan Pemberian Cacing TanahPembuatan LRB secara massal

3 Monitoring dan EvaluasiEvaluasi Setiap KegiatanPengawasan Pelaksanaan

4 Laporan KegiatanPengumpulan dan Analisis DataMenyusun LaporanPerbaikkan LaporanFiksasi LaporanPemberian Laporan

Page 10: biopori

10

DAFTAR PUSTAKA

Biopori, Tim IPB. 2007. Teknologi Tepat Guna Ramah Lingkungan. Cara Pembuatan. www.biopori.com, diakses, 26 September 2014.

Brata KR, Nelistya A. 2009. Lubang Resapan Biopori. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Bustomi, F., 2003. Pandangan Petani Daerah Irigasi Glapan Timur Mengenai Hak Atas Air Irigasi. Jurnal Ilmiah VISI, PSI-SDALP Universitas Andalas, Padang.

Kamir R Brata. 2006, Teknologi Biopori, IPB Press, Bogor.

Kokta, C. 1992. Measuring effect of chemicals in the laboratory: Effect criteria and endpoint. p. 55−62. In P.W. Greig-Smith, H. Becker, P.J. Edwards, and F. Heimbach (Eds.). Ecotoxycology of Earthworms. Intercept, Andover, UK.

Nastain dan Purwanto, 2003. Pengaruh Alih Fungsi Lahan kawasan Baturraden Terhadap Debit Air Sungai Banjaran. Jurnal Ilmiah Unsoed, Lembaga Penelitian, Unsoed, Purwokerto.

Syarief, S. 1986. Ilmu Tanah Pertanian. CV Pustaka Buana. Bandung. Hal 136-142.

Sihombing, D. T. H. 1999. Satwa Harapan I. Pengantar Ilmu dan Teknologi Budidaya. Pustaka Wirausaha Muda. Bogor.

Subowo. 2002. Pemanfaatan Cacing Tanah (Pheretima hupiensis) untuk Meningkatkan Produktivitas Ultisol Lahan Kering. Disertasi, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 95 hlm.

Suroso dan Hery, 2004. Prakiraan Banjir Sungai Logawa Hilir Untuk Peringatan Dini Bahaya Banjir di Purwokerto Bagian Selatan. Laporan Hasil Penelitian, Lembaga Penelitian. UNSOED. Purwokerto.

Suroso dan Hery, 2005. Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Debit Banjir Studi Kasus Daerah Aliran Sungai Banjaran. Laporan Hasil Penelitian, Lembaga Penelitian. UNSOED. Purwokerto.

Page 11: biopori

11