19
72 BIOLOGI DAN KONSERVASI SPESIES BERUAYA (TINJAUAN KHUSUS HIU PAUS : Rhincodon typus) Oleh Frensly D Hukom 1) ABSTRACT BIOLOGY AND CONSERVATION OF MIGRATORY SPECIES (Special Reviews on Whale Sharks, Rhincodon typus). Whale Shark (Rhincodon typus) is one of the marine fishes that commonly make transnational migration. Whale sharks that were tagged in Australia were known to do a migration pattern crossing the state of East Timor and the Indonesia especially to the Flores Sea. According to red list IUCN, a world conservation organisation, the whale shark is categorized as Vulnerable and put in Appendix II CITES. While in CMS (Conservation of Migratory Species), this species is classified in Appendix I (Reserved). Several countries in the world such as Australia, Honduras, India, Malaysa, the Philippines, Mexico, Taiwan, the Maldives, southern Africa and Indonesia have determined the conservation status of these fish as fully protected. This paper describes some aspects of eco biology, utilization and management of these fish in several countries as well as the review on the conservation and management of whale sharks in Indonesia. PENDAHULUAN Elasmobranch atau ikan bertulang rawan merupakan kelompok ikan yang terdiri dari hiu/cucut dan pari. Kelompok ini memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, serta dapat ditemukan di berbagai kondisi lingkungan, mulai dari perairan tawar hingga palung laut dan dari laut beriklim dingin sampai daerah tropis (Compagno, 2001). Kelompok Elasmobrach ini dicirikan oleh beberapa karakteristik yakni pertumbuhannya lambat, fekunditasnya rendah, periode kehamilan yang lama serta masa hidupnya relatif panjang (Herndon et al., 2010). Indonesia tercatat sebagai negara yang memanfaatkan sumber daya ikan bertulang rawan (hiu dan pari) terbesar di dunia. Total produksi perikanan tangkap hiu dan pari (Elasmobranch) di Indonesia dalam tiga dekade terakhir menunjukkan tren kenaikan yang cukup signifikan. Bahkan Indonesia dikenal dengan tangkapan hiu dan pari terbesar di dunia dengan kisaran tangkapan diatas 100 ton setiap tahunnya (Sadili et al., 2015a) 1) Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. Oseana, Volume XLI, Nomor 4 Tahun 2016 : 72 - 90 ISSN 0216-1877

BIOLOGI DAN KONSERVASI SPESIES BERUAYA (TINJAUAN …oseanografi.lipi.go.id/dokumen/os_xli_4_2016-7.pdf · ikan yang terdiri dari hiu/cucut dan pari. Kelompok ini memiliki keanekaragaman

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BIOLOGI DAN KONSERVASI SPESIES BERUAYA (TINJAUAN …oseanografi.lipi.go.id/dokumen/os_xli_4_2016-7.pdf · ikan yang terdiri dari hiu/cucut dan pari. Kelompok ini memiliki keanekaragaman

72

BIOLOGI DAN KONSERVASI SPESIES BERUAYA(TINJAUAN KHUSUS HIU PAUS : Rhincodon typus)

Oleh

Frensly D Hukom1)

ABSTRACT

BIOLOGY AND CONSERVATION OF MIGRATORY SPECIES (Special Reviews on Whale Sharks, Rhincodon typus). Whale Shark (Rhincodon typus) is one of the marine fishes that commonly make transnational migration. Whale sharks that were tagged in Australia were known to do a migration pattern crossing the state of East Timor and the Indonesia especially to the Flores Sea. According to red list IUCN, a world conservation organisation, the whale shark is categorized as Vulnerable and put in Appendix II CITES. While in CMS (Conservation of Migratory Species), this species is classified in Appendix I (Reserved). Several countries in the world such as Australia, Honduras, India, Malaysa, the Philippines, Mexico, Taiwan, the Maldives, southern Africa and Indonesia have determined the conservation status of these fish as fully protected. This paper describes some aspects of eco biology, utilization and management of these fish in several countries as well as the review on the conservation and management of whale sharks in Indonesia.

PENDAHULUAN

Elasmobranch atau ikan bertulang rawan merupakan kelompok ikan yang terdiri dari hiu/cucut dan pari. Kelompok ini memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, serta dapat ditemukan di berbagai kondisi lingkungan, mulai dari perairan tawar hingga palung laut dan dari laut beriklim dingin sampai daerah tropis (Compagno, 2001). Kelompok Elasmobrach ini dicirikan oleh beberapa karakteristik yakni pertumbuhannya lambat, fekunditasnya rendah, periode

kehamilan yang lama serta masa hidupnya relatif panjang (Herndon et al., 2010).

Indonesia tercatat sebagai negara yang memanfaatkan sumber daya ikan bertulang rawan (hiu dan pari) terbesar di dunia. Total produksi perikanan tangkap hiu dan pari (Elasmobranch) di Indonesia dalam tiga dekade terakhir menunjukkan tren kenaikan yang cukup signifikan. Bahkan Indonesia dikenal dengan tangkapan hiu dan pari terbesar di dunia dengan kisaran tangkapan diatas 100 ton setiap tahunnya (Sadili et al., 2015a)

1) Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI.

Oseana, Volume XLI, Nomor 4 Tahun 2016 : 72 - 90 ISSN 0216-1877

Page 2: BIOLOGI DAN KONSERVASI SPESIES BERUAYA (TINJAUAN …oseanografi.lipi.go.id/dokumen/os_xli_4_2016-7.pdf · ikan yang terdiri dari hiu/cucut dan pari. Kelompok ini memiliki keanekaragaman

73

Produksi dari 15 jenis ikan cucut yang dicatat sejak tahun 1950-2006 pada beberapa negara terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun, akibatnya International Union for Conservation of Nature (IUCN) telah mengeluarkan status dari 13 jenis ikan hiu yakni enam jenis kondisinya menurun, lima jenis statusnya tidak jelas sedangkan dua jenis lainnya berstatus stabil (Camhi et al., 2009). Selanjutnya pada CoP CITES 2013 yang lalu, lima spesies hiu masuk dalam daftar Apendiks II CITES dan empat spesies diantaranya terdapat di Indonesia yakni: tiga spesies hiu martil (Sphyna lewini, S. mokaran dan S. zygaena) dan hiu koboy (Carcharinus longimanus). Dengan masuknya beberapa spesies hiu kedalam daftar Appendiks II CITES maka perdagangan international jenis-jenis tersebut harus mengikuti ketentuan CITES diantaranya adalah keberlanjutan, keterlacakan dan legalitas. Pada tahun 2000, hiu paus masuk dalam Daftar Merah untuk Species Terancam oleh IUCN dengan status rentan (vulnerable) yang artinya populasinya diperkirakan sudah mengalami penurunan sebanyak 20-50% dalam kurun waktu 10 tahun atau tiga generasi. Kemudian pada tahun 2002, hiu paus akhirnya dimasukkan dalam Apendiks II Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) yang artinya perdagangan internasional untuk komoditas ini harus melalui aturan yang menjamin pemanfaatannya tidak akan mengancam kelestariannya di alam (Sadili et al., 2015b).

Hiu paus di beberapa wilayah di Asia seperti di Filipina, Taiwan dan India diburu oleh nelayan setempat, meskipun telah dilindungi. Populasi hiu paus di beberapa daerah terancam baik oleh aktivitas penangkapannya (dengan menggunakan harpun), atau secara tak sengaja tersangkut dalam jaring ikan (Fowler dalam Sadili et al., 2015b). Nelayan di berbagai tempat (India, Pakistan, Maladewa, Taiwan, dan Filipina) menangkap dan memperdagangkan ikan ini untuk dagingnya, minyak hati, serta siripnya yang berharga mahal (Chen et al., 2002; Vincent et al., 2014; Joshi et al., 2005; Pine et al., 2005,). Menurut Nontji (1987); Kurniawan (2012) dan Syahrawi (2012) menyatakan bahwa di Indonesia, hampir setiap tahun diberitakan adanya hiu paus yang terdampar di pantai atau terjerat jaring nelayan. Catatan ini dimulai pada tahun 1980, ketika seekor hiu paus terdampar di pantai Ancol, kemudian pada Agustus 2012 terdapat dua ekor hiu tersesat dan mati di pantai selatan Yogyakarta. Kejadian terbanyak ditemukan di sekitar Selat Madura. Yusma et al. (2015) dalam penelitiannya di perairan Taliyasan, Kabupaten Berau-Kaltim berhasil mengidentifikasi 10 ekor individu hiu paus yang terdiri dari 9 ekor jantan dan satu ekor betina, dengan ukuran berkisar dari 2-7 meter. Hiu paus biasa muncul ketika bagan beroperasi di Talisayan yaitu ketika musim Selatan (Juni-Oktober atau Mei-Desember). Noviyanti et al. (2015) melaporkan pula hasil penelitiannya di Probolinggo, menunjukan bahwa hiu paus senantiasa muncul di perairan tersebut hampir setiap tahun antara bulan Desember – Maret.

Page 3: BIOLOGI DAN KONSERVASI SPESIES BERUAYA (TINJAUAN …oseanografi.lipi.go.id/dokumen/os_xli_4_2016-7.pdf · ikan yang terdiri dari hiu/cucut dan pari. Kelompok ini memiliki keanekaragaman

74

Pengetahuan mengenai jenis hiu dan pari yang ada di Indonesia sangat dibutuhkan seiring dengan tingkat pemanfaatan yang sangat tinggi terhadap populasi jenis ini, serta untuk memperoleh data yang akurat dalam penentuan kebijakan terhadap pengelolaan sumber daya tersebut. Tulisan ini merangkum beberapa hasil penelitian hiu paus yang ada di dunia serta merupakan review terhadap upaya konservasi ikan ini di Indonesia.

PENGERTIAN MIGRATORY SPECIES.

Definisi migratory species menurut Konvensi Bonn adalah perpindahan hewan dari satu tempat ke tempat yang lain melewati batas-batas satu negara (CMS, 1979). Jenis ruaya ikan lintas negara (Highly migratory fish species) terdiri dari spesies-spesies ikan yang terdapat pada Lampiran 1 UNCLOS 1982 yang merupakan definisi sah (legal) tentang jenis ikan beruaya jauh (UNCLOS,1982). Berdasarkan definisi ilmiahnya, jenis ikan beruaya jauh didefinisikan sebagai jenis-jenis ikan yang beruaya jauh dan melintasi laut lepas dan ZEE, bahkan batas-batas administrasi suatu negara (Maguire, 2006). Dalam Lampiran 1 UNCLOS 1982, terdapat beberapa jenis ikan yang tergolong dalam daftar jenis ikan yang bermigrasi jauh seperti : Jenis tuna terdiri dari : (1) Tuna Albakora , Albacore tuna (Thunnus alalunga), (2) Tuna Sirip Biru Atlantik, Bluefin tuna (Thunnus thynnus), (3) Tuna Mata Besar, Bigeye tuna (Thunnus obesus), (4) Cakalang, Skipjack tuna (Katsuwo pelamis), (5)

Madidihang, Yellowfin tuna (Thunnus albacores), (6) Tuna Sirip hitam, Blackfin tuna (Thunnus atlanticus), (7) Tongkol, Litle tuna (Euthynnus alleteratus dan E. affinis), (8) Tuna sirip biru selatan, Southern bluefin tuna (Thunnus maccoyii), (9) Tongkol Lisong, Frigate mackerels (Auxis thazard dan A.rochei), (10) Bawal, Pomfrets (Family Bramidae), (11) Marlin, Marlins: Ikan Todak (Tetrapturus ngustirostris); Setuhuk loreng (Tetrapturus audax); Setuhuk hitam ( Makaira indica); Setuhuk biru (Makaira nigricans), (12) Layaran, Sailfishes: Istiophorus platypterus dan Istiophorus albicans, (13) Ikan Pedang , Swordfish: Xiphias gladius, (14) Ikan Saury Atlantik, Sauries: Scomberesox saurus, (15) Lumba-lumba, Dolphin: Coryphaena hippurus dan Coryphaena equiselis, (16) Hiu Pelagis: Cetorhinus maximus; Family Alopiidae; Hiu paus (Rhincodon typus) dan (17) Paus: Cetaceans.

BIOLOGI DAN EKOLOGI HIU PAUS

Hiu paus adalah satu-satunya anggota dari Marga Rhincodon dan Suku Rhincodontidae (disebut Rhincodon dan Rhinodontidae sebelum 1984), termasuk dalam Subkelas Elasmobranchii pada Kelas Chondrichthyes (Compagno, 2001). Hiu paus mulai dikenal dunia ilmu pengetahuan pada April 1828, ketika seekor ikan dari jenis ini terkena harpun di Teluk Table Afrika Selatan. Spesimen sepanjang 4 m itu kemudian dideskripsi pada tahun berikutnya oleh Andrew Smith, seorang dokter tentara dan ahli zoologi yang tinggal di Cape

Page 4: BIOLOGI DAN KONSERVASI SPESIES BERUAYA (TINJAUAN …oseanografi.lipi.go.id/dokumen/os_xli_4_2016-7.pdf · ikan yang terdiri dari hiu/cucut dan pari. Kelompok ini memiliki keanekaragaman

75

Town. Spesimen ikan tersebut sampai sekarang masih tersimpan aman di Museum Perancis sebagai holotype (Compagno, 2001; Chen et al., 2002). Hiu paus (Rhincodon typus) atau dikenal juga dengan sebutan hiu totol atau hiu bodoh merupakan salah satu jenis ikan hiu terbesar di dunia. Hiu ini disebut hiu paus karena ukuran tubuhnya yang sangat besar dan bentuk kepalanya tumpul mirip paus. Disebut pula dengan nama hiu tutul, merujuk pada pola warna di punggungnya yang bertotol-totol, serupa bintang di langit. Hiu paus mengembara di samudera tropis dan lautan yang beriklim hangat dan dapat hidup hingga berusia 70 tahun. Spesies ini dipercaya berasal dari sekitar 60 juta tahun yang lalu (Compagno, 2001; Meekan et al., 2006). Deskripsi dari hiu paus dijelaskan oleh Compagno (2001) dan Stevens (2007) adalah sebagai berikut: hiu paus merupakan ikan terbesar yang masih hidup di dunia, ukuran rata-rata hewan dewasa diperkirakan sekitar 9 m dengan berat mencapai 9 ton. Spesimen terbesar yang dapat diverifikasi adalah yang tertangkap pada 11 November 1947di

Karachi, Pakistan dengan panjang sekitar 12,65 m, lingkar badan sekitar 7 m dan beratnya lebih dari 21,5 ton (Compagno, 2001; Wood, 1983). Menurut Compagno (2001), White et al. (2006) dan Carpenter & Niem (1998b), seperti kebanyakan hiu, hiu paus betina lebih besar dari hiu paus jantan. Hiu paus memiliki mulut besar yang lebarnya bisa sampai 1,4 meter. Mulutnya berada di ujung moncongnya, bukan pada bagian bawah kepala seperti ikan hiu pada umumnya. Hiu paus dikenal dengan bentuk kepalanya yang lebar dan gepeng dengan mulut, garis insang dan sirip punggung (dorsal) pertama yang besar dan pola totol-totol putih dan garis di kulitnya yang cenderung berwarna keabu-abuan. Kulitnya sangat tebal mencapai 10 cm. Hiu paus memiliki 3.000 gigi yang sangat kecil tetapi jarang digunakan karena hiu paus merupakan penyaring makanan (filter feeder) dengan menggunakan insangnya yang besar (Gambar 1). Pola totol-totol putih ini unik untuk setiap individu dan menjadi dasar untuk melakukan identifikasi, seperti sidik jari (Azourmanian et al., 2005; Speed et al., 2007).

Gambar 1. Perbandingan hiu paus (Rhincodon typus) dengan manusia yang sedang menyelam Sumber : Whale Sharks Festival Website, Photo by Heihther Spence, 25 June 2009; http://www.heatherspence.net/eng/2009/06/25/whale-shark/

Page 5: BIOLOGI DAN KONSERVASI SPESIES BERUAYA (TINJAUAN …oseanografi.lipi.go.id/dokumen/os_xli_4_2016-7.pdf · ikan yang terdiri dari hiu/cucut dan pari. Kelompok ini memiliki keanekaragaman

76

HABITAT HIU PAUS

Hiu paus menghuni semua lautan tropis dan sub tropis yang bersuhu hangat. Ikan ini umumnya ditemukan pada suhu sekitar 18 – 30 o C, sedangkan studi lainnya menunjukkan bahwa ikan ini sangat menyukai perairan dengan suhu sekitar 28 – 32 o C (Rowat, 2007; Eckert & Stewart, 2001). Meskipun biasanya hidup menjelajah di tengah samudera luas, secara musiman terlihat adanya kelompok-kelompok hiu paus yang mencari makanan di sekitar pesisir benua, seperti di Australia barat, Afrika Selatan (pantai selatan dan timur), Belize, Filipina, India, Indonesia, Honduras, Madagaskar, Meksiko, Mozambik, Tanzania, serta Zanzibar (Irvine & Keesing, 2007). Tidak jarang ikan-ikan ini terlihat memasuki laguna atau atol, atau mendekati estuaria (muara sungai). Wilayah jelajahnya pada umumnya tidak melewati lintang 30°, utara maupun selatan. Hiu paus diketahui mampu menyelam hingga kedalaman 1.286 m dan tergolong ikan yang bermigrasi (White et al., 2006).

MAKANAN HIU PAUS

Hiu paus merupakan salah satu dari tiga spesies hiu, yang diketahui makan dengan cara menyaring air laut. Makanannya antara lain adalah plankton, kril, larva kepiting pantai, makro alga, serta hewan-hewan kecil nektonik seperti cumi-cumi atau vertabra kecil. Hiu paus juga diketahui memangsa ikan-ikan kecil serta hamburan jutaan telur dan sperma ikan yang melayang-layang di air laut

selama musim memijah, juga memangsa ubur-ubur dan larva ikan kakap (Clarke & Nelson, 1997; Wilson & Newbound, 2001). Hiu raksasa ini makan secara pasif dengan cara membuka mulutnya lebar-lebar sambil berenang pelahan-lahan, membiarkan air laut masuk secara leluasa dan keluar di belakang rongga mulut melalui celah insang, sementara makanannya tersaring oleh lembar-lembar penyaring di mulutnya. Adakalanya pula, hiu paus makan secara aktif dengan membuka dan menutup mulutnya, sehingga air laut terhisap masuk rongga mulut dan kemudian tertekan keluar melalui celah insang. Pada kedua cara itu, air akan menembus lembaran filter yang merupakan modifikasi dari sisir saring insang yang letaknya sejajar dengan lembar-lembar itu. Aliran makanan yang lebih pekat terus berjalan ke kerongkongan ikan. Deretan gigi-gigi kecil di mulut ikan ini sepertinya tidak berperan dalam proses makan. Sesekali, hiu paus terlihat ‘batuk’ dalam air; hal ini merupakan mekanisme untuk membersihkan lembaran filter dari kotoran yang menyumbatnya. Hiu ini diketahui bermigrasi dalam jarak jauh untuk mendapatkan makanannya, dan kemungkinan juga untuk berkembang biak (Colman, 1997; Colman, 1983; Heyman et al., 2001; Nelson, 2004).

REPRODUKSI HIU PAUS

Menurut Joung et al. (1996), hiu paus berkembang biak dengan cara beranak (ovovivivar) yang berarti telur di simpan di dalam rahim, kemudian sang induk melahirkan anak-anak yang sudah siap untuk hidup bebas. Hasil pengamatan

Page 6: BIOLOGI DAN KONSERVASI SPESIES BERUAYA (TINJAUAN …oseanografi.lipi.go.id/dokumen/os_xli_4_2016-7.pdf · ikan yang terdiri dari hiu/cucut dan pari. Kelompok ini memiliki keanekaragaman

77

di pantai timur Taiwan ditemukan seekor hiu paus betina berukuran 10,46 m dan dalam rahimnya ditemukan 300 embrio berukuran 42 – 63 cm dengan kantung telur yng siap dilahirkan.

Menurut Collman (1997) dan Norman & Steven (2007), hiu paus diduga baru matang kelamin atau mencapai kedewasaan pada saat berumur 30 tahun dengan ukuran panjang berkisar antara 8 – 9 m untuk jantan serta betina pada ukuran panjang total > 10 m. Hiu paus dapat hidup mencapai 100 tahun. Joung et al. (1996) menyatakan bahwa ukuran anakan hiu paus yang siap dilahirkan berkisar antara 42 – 64 cm dengan panjang rata-rata 51 cm dengan berat 660,2 gram.

MORTALITAS HIU PAUS

Kukuyev (1996) dalam penelitiannya di Laut Atlantik menemukan bahwa pemangsa/predator dari anakan hiu paus adalah hiu biru (Prionace glauca). Dalam perut hiu biru ini ditemukan anakan berukuran 55,7 cm sedangkan Colman (1997) menemukan di perairan Mauritius ikan marlin biru (Makaira nigricans) sebagai pemangsa anakan hiu paus. Dalam perut marlin biru tersebut ditemukan anakan hiu paus berukuran 61 cm. Selanjutnya dilaporkan pula oleh O’Sulivan & Mitchell (2000) dalam penelitiannya di Teluk Calicornia menemukan bahwa paus pembunuh (Orcinus orca) telah memangsa hiu paus berukuran 8 m. Beckley et al. (1997) melaporkan bahwa

pada tahun 1984 sampai 1995, tercatat 36 ekor hiu paus terdampar di sepanjang Selatan Pantai Afrika, diantaranya ada 10 ekor yang terdampar pada tahun 1991 di satu lokasi selama tiga hari berturut turut. Para peneliti menduga bahwa penyebab terdamparnya ikan-ikan hiu paus tersebut disebabkan karena ikan-ikan tersebut berenang terlalu dekat dengan pesisir pantai serta terjebak oleh arus pasang surut dan hempasan gelombang yang besar. Arzoumanian et al. (2005) melaporkan banyak kasus tabrakan antara hiu paus dan kapal besar.

PERILAKU DAN PERGERAKAN HIU PAUS

Hiu paus adalah hewan soliter (suka menyendiri) dan jarang terlihat bergerombol. Jenis ikan hiu ini merupakan perenang yang lamban, dengan kecepatan tidak lebih dari 5 km/jam. Ikan ini berenang dengan menggerakkan seluruh tubuh dari sisi ke sisi (tidak hanya mengandalkan ekornya, seperti pada beberapa jenis hiu lainnya) (Colman dalam Graham, 2003). Meski bertubuh besar, ikan ini adalah hewan laut yang jinak dan kadang-kadang membiarkan para penyelam menungganginya, walaupun tindakan ini tidak dibenarkan oleh para peneliti hiu dan konservasionis. Hiu paus muda sebenarnya cukup lembut dan dapat diajak bermain-main oleh para penyelam dan kerap dijumpai di banyak lokasi penyelaman di wilayah tropis, termasuk di Thailand, Maladewa, Filipina, Taiwan, Malaysiia, Pulau

Page 7: BIOLOGI DAN KONSERVASI SPESIES BERUAYA (TINJAUAN …oseanografi.lipi.go.id/dokumen/os_xli_4_2016-7.pdf · ikan yang terdiri dari hiu/cucut dan pari. Kelompok ini memiliki keanekaragaman

78

Christmas, Sri Lanka (Chen et al., 2002; Pinne et al., 2005; Rowat, 2007). Dalam 20 tahun belakangan ini penelitian tentang migrasi hiu paus dari satu tempat lainnya telah mulai dilakukan oleh para peneliti baik dengan menggunakan alat taging konvensional maupun yang elektronik. Gunn et al. (1999) melaporkan pengamatan yang dilakukan mereka di Karang Ningalo Australia Barat selama kurang lebih 26 jam, terlihat ikan tersebut bergerak secara lambat dengan kecepatan sekitar 0,7 m/s serta melakukan penyelaman sedalam 70 – 90 m. Eckert & Stewart (2001) juga melakukan penelitian tersebut dengan menggunakan taging elektronik di Laut Cortez. Dari 17 ekor

hiu paus yang diamati, diketahui bahwa enam ekor diantaranya cenderung hanya bergerak di sekitar Laut Cortez saja empat ekor lainnya bergerak meninggalkan laut Cotez menuju Samudera Pasifik sebelah Utara dan satu ekor bergerak sejauh 1300 km ke Sebelah Barat Pasifik Utara dalam jangka waktu selama 37 bulan. Dalam pengamatan tersebut tercatat pula beberapa hiu paus melakukan penyelaman hingga mencampai kedalam 240 m dengan kondsi suhu 10oC. Sequiera et al. (2013) telah merangkum hasil penelitian para ahli tentang pergerakan hiu paus pada beberapa perairan di dunia dan disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Gambaran umum tentang ruaya dari hiu paus (Rhincodon typus) padabeberapa perairan di Dunia (_____ Teluk California; Galapagos ; Teluk Mexico; Teluk Arab ; _____, Seychelles; _______ Afrika Selatan–Mozambique; ______, Ningaloo (Australia Barat); ______, Christmas Island; ______Hainan (China); _____, Taiwan; ______ , Filipina–Malaysia) (Sequetra et al, 2013). Kode warna menunjukan area tracking hiu paus.

Page 8: BIOLOGI DAN KONSERVASI SPESIES BERUAYA (TINJAUAN …oseanografi.lipi.go.id/dokumen/os_xli_4_2016-7.pdf · ikan yang terdiri dari hiu/cucut dan pari. Kelompok ini memiliki keanekaragaman

79

Di Indonesia, hiu paus di temui di perairan Sabang, Situbondo, Bali, Nusa Tenggara, Alor, Flores, Sulawesi Utara, Maluku dan Papua. Di daerah Probolinggo Jawa Timur, kehadirannya bersifat musiman (Januari – Maret), sementara di daerah Kwatisore, Teluk Cendrawasih Papua yang termasuk dalam kawasan Taman Nasional (TNTC) hiu paus hadir sepanjang tahun (Tania & Noor, 2014).

Stewart (2014) menyatakan bahwa pergerakan hiu paus di Taman Nasional Cendrawasih sebagai berikut: hasil pemasangan PSAT/penanda satelit pada enam ekor hiu paus di TNTC sejak Mei 2011 sampai Juni 2012 menunjukan bahwa hiu paus berenang keluar kawasan TNTC (yang terjauh bahkan berenang sampai ke sebelah timur Filipina di perairan Internasional), namun kemudian kembali lagi ke TNTC (Gambar 3).

Gambar 3. Pola Pergerakan ikan hiu paus di perairan Teluk Cenderawasih berdasarkan PSATs (Sumber WWF-Indonesia; Stewart, 2014)

Page 9: BIOLOGI DAN KONSERVASI SPESIES BERUAYA (TINJAUAN …oseanografi.lipi.go.id/dokumen/os_xli_4_2016-7.pdf · ikan yang terdiri dari hiu/cucut dan pari. Kelompok ini memiliki keanekaragaman

80

KONSERVASI DAN MANAGEMEN HIU PAUS PADA BEBERAPA

NEGARA DI DUNIA

Dalam daftar Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Terancam Punah (CITES), hiu paus termasuk dalam daftar Apendix II. Hal ini berarti jenis ikan ini dapat terancam punah bila peredaran internasionalnya tidak dikontrol. Dalam Konvensi Bonn yakni Konvensi untuk Konservasi Spesies bermigrasi (CMS), ikan ini termasuk dalam Apendix I artinya, negara dimana ikan ini berada harus melarang penangkapan jenis ikan tersebut. Pengecualian hanya dapat dilakukan untuk tujuan penelitian ilmiah, pengembangbiakan dengan tujuan untuk keberlanjutan hidup dari jenis tersebut, pemanfaatan tradisional yang terkontrol (CMS, 1979; IUCN, 2013; Fowler, 2014). Pada beberapa negara di dunia seperti Australia, Maldive, Mexico, Indonesia dan Filipina ikan ini sudah di tetapkan sebagai ikan yang dilindungi.

Beberapa negara memberikan perlindungan nasional untuk satu atau lebih jenis ikan yang terancam melalui undang-undang perikanan dan satwa liar. Banyak jenis hiu yang habitatnya di perairan lepas, memiliki sebaran yang luas serta bermigrasi, sehingga tidak dapat dibatasi oleh batas negara atau yurisdiksi tertentu dan menimbulkan permasalahan antar negara tetangga dalam pemanfaatan sumberdayanya. Konflik dapat muncul bila salah satu negara menetapkan status perlindungan untuk jenis tertentu, sedangkan untuk

jenis yang sama belum ditetapkan sebagai jenis yang dilindungi oleh negara tetangganya bahkan masih dimanfaatkan sepenuhnya. Oleh karena itu, diperlukan adanya keterikatan perjanjian kerjasama dalam hal pengelolaan sumberdaya hiu yang bermigrasi dan melintasi perairan perbatasan sebagai jenis yang dimanfaatkan bersama (shared stock) (Fahmi & Dharmadi, 2013). Proses pembelajaran yang dapat diambil dari beberapa negara yang telah melaksanakan penetapan hiu paus sebagai jenis yang dilindungi dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Australia

Colomer (2005) menjelaskan tentang langkah-langkah pemerintah Australia setelah dikeluarkannya Undang-Undang Perlindungan Lingkungan dan Konservasi Keanekaragaman Hayati Laut Tahun 1999 yaitu sebagai berikut :

a. Penetapan Undang Undang perlindungan keanekaragaman hayati laut.

Pemerintah Australia sejak tahun 1999 telah mengeluarkan Undang-Undang tentang Perlindungan terhadap keanekaragaman hayati laut. Dalam undang-undang tersebut, diatur tata cara perlindungan hewan-hewan yang terancam punah serta hewan-hewan ruaya lintas negara yang melakukan migrasi di dalam wilayah Negara Persemakmuran Australia. Hiu paus termasuk hewan yang digolongkan sebagai yang

Page 10: BIOLOGI DAN KONSERVASI SPESIES BERUAYA (TINJAUAN …oseanografi.lipi.go.id/dokumen/os_xli_4_2016-7.pdf · ikan yang terdiri dari hiu/cucut dan pari. Kelompok ini memiliki keanekaragaman

81

terancam punah sehingga perlu dilindungi secara penuh. Sehingga salah satu kebijakan yang dibuat adalah Menteri Lingkungan Hidup Australia diminta untuk membuat rencana aksi terhadap pemulihan jenis hiu paus ini. Perlindungan secara penuh dilakukan terhadap hiu paus sehingga setiap upaya membunuh, melukai, mengambil atau memperdagangkan hiu paus adalah merupakan suatu pelanggaran berat. Untuk melakukan pemasangan tag guna penelitian saja perlu izin dari Menteri Lingkungan Hidup. Contoh lainnya izin pengeboran minyak lepas pantai tidak akan diberikan bila lokasi pengeboran minyak tersebut menggangu migrasi dari ikan hiu paus dalam wilayah negara-negara persemakmuran Australia.

b. Penilaian pengelolaan perikanan yang berkelanjutan

Setiap tahun setiap perusahaan perikanan dievaluasi secara ketat oleh sebuah lembaga independen mengenai pelaksanaan usaha perikanan berkelanjutan, apakah telah dilaksanakan sesuai ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan ataukah tidak pada masing-masing perusahaan tersebut. Bila tidak maka perusahaan tersebut akan diberi peringatan keras untuk memperbaikinya.

c. Penetapan kawasan konservasi laut daerah untuk jenis hiu paus.

Pemerintah Australia melalui Undang-Undang Perlindungan Lingkungan dan Konservasi Keanekaragaman Hayati menentapkan dua lokasi sebagai kawasan konservasi laut daerah untuk perlindungan jenis hiu paus yaitu perairan pantai di Ningaloo Reef yakni Pulau Christmas dan Laut Coral. Pemerintah Negara bagian Australia Barat telah terlebih dahulu menentapkan Ningaloo Reef sebagai Kawasan Konservasi Taman Laut di Australia Barat melalui Undang-Undang Konservasi dan Pengelolaan Wilayah Pesisir tahun 1984. Selanjutnya dengan adanya Undang–undang tahun 1999 tersebut maka perairan Laut di Ninggalo menjadi daerah yang secara khusus melaksanakanakan rencana pengelolaan hiu paus secara berkelanjutan di lokasi ini.

d. Pembuatan rencana tahapan pemulihan hiu paus

Pada tahun 2005, Menteri Lingkungan Hidup Australia telah menetapkan rencana tahapan pemulihan hiu paus yang pertama di dunia. Penyusunan rencana ini melibatkan banyak stakeholder seperti para akademisi, perusahaan perikanan, masyarakat adat, industri wisata bahari, perwakilan nelayan serta

Page 11: BIOLOGI DAN KONSERVASI SPESIES BERUAYA (TINJAUAN …oseanografi.lipi.go.id/dokumen/os_xli_4_2016-7.pdf · ikan yang terdiri dari hiu/cucut dan pari. Kelompok ini memiliki keanekaragaman

82

LSM lokal, sampai internasional. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam rencana tersebut antara lain : (1) melakukan identifikasi secara ilmiah ancaman-ancaman terhadap keberadaan hiu paus; (2) melakukan kerjasama regional dengan negara-negara yang ada di Lautan Hindia. Salah satu tindak lanjut dari rencana tersebut adalah dilakukannya penelitian tentang pergerakan tujuh ekor

hiu paus yang ditaging dan dilepaskan dari daerah Ningallo Reef ke Lautan Hindia. Dalam pengamatan tersebut, Sleeman et al. (2010) berkesimpulan bahwa pergerakan hiu paus mengikuti pergerakan plankton sebagai makanan hewan tersebut yang dibawa oleh arus permukaan Laut Hindia. Pergerakan ke tujuh hiu paus dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Pergerakan tujuh ekor hiu paus dari Ningalo Australia Barat ke Lautan Hindia (Sleeman et al., 2010)

2. Filipina

Alava et al. (1998) melaporkan bahwa pada tahun 1990 hiu paus senantiasa diburu oleh nelayan Philipina di Visayas dan Tenggara Mindanao untuk diambil daging dan siripnya, namun tidak dilakukan oleh desa Nelayan di Donsol, sebuah desa nelayan kecil di Luzon Selatan, Philipina. Tahun 1997,

beberapa hiu paus bermigrasi masuk ke perairan di sekitar desa Donsol tersebut, selanjutnya atas inisiatif WWF Philipina bekerjasama dengan Pemerintah dan LSM Lokal, mereka mencoba melaksanakan penelitian dan perlindungan terhadap ikan tersebut. Pine et al. (2005) menjelaskan bahwa Program Ekowisata pada salah satu daerah Donsol di Filipina dengan

Page 12: BIOLOGI DAN KONSERVASI SPESIES BERUAYA (TINJAUAN …oseanografi.lipi.go.id/dokumen/os_xli_4_2016-7.pdf · ikan yang terdiri dari hiu/cucut dan pari. Kelompok ini memiliki keanekaragaman

83

menerapkan beberapa program antara lain:

a. Mendirikan proyek pengamatan hiu paus berbasis masyarakat.Proyek ini dimulai tahun 1998 akibat ditemukannya hiu paus di daerah sebelah Tenggara Pulau Luzon oleh masyarakat. Proyek ini disponsori oleh WWF Filipina yang bekerjasama dengan LSM lokal di daerah Donsol, Filipina. Masyarakat lokal dilatih untuk melakukan monitoring dan pengawasan terhadap keberadaan hiu paus secara tepat sesuai dengan konsep konservasi.

b. Pelatihan-pelatihan pada masyarakat lokal tentang produk ekowisata hiu paus. Setelah upaya monitoring dan pengawasan berhasil dilaksanakan, maka kegiatan ditingkatkan dengan melakukan pelatihan pada masyarakat lokal sebagai pemandu wisata bagi wisatawan lokal maupun mancanegara, ketika para wisatawan tersebut hendak melakukan kegiatan wisata snorkeling atau menyelam bersama hiu paus.

c. Kegiatan penelitian tentang aspek sebaran hiu paus dan aspek ekonomi sosial nelayan. Penelitian tentang sebaran hiu paus dan pola migrasi musiman yang dilakukan dengan melaksanakan wawancara terhadap 270 nelayan yang tersebar di 13 kota pada empat

provinsi. Hasilnya menunjukkan bahwa hiu paus ditemukan hampir sepanjang tahun. Namun frekuensi kehadirannya akan berkurang pada bulan Juni, Juli dan Agustus yang merupakan puncak musim panas serta pada bulan November, Desember dan Januari yang merupakan musim hujan. Kegitan penelitian sosial ekonomi ditujukan untuk melihat profil dari nelayan di Donsol serta dampak yang ditimbulkan terhadap kegiatan ekowisata hiu paus tersebut.

KONSERVASI DAN MANAGEMEN HIU PAUS DI INDONESIA.

Dasar hukum konservasi di Indonesia adalah Undang-Undang no 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pada tahun 1999, pemerintah membuat PP no 7 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa dan membuat daftar jenis-jenis hayati yang dilindungi. Pada tahun 2003, Indonesia membuat rencana jangka panjang dalam menghadapi persoalan keanekaragaman hayati yaitu dengan menyusun dokumen Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia/IBSAP (Indonesia Biodiversity Strategy and Action Plan) 2003-2020. Dengan telah tersusunnya dokumen ini, maka pada tahun 2007, Indonesia membuat Rencana Aksi (Action Plan) untuk beberapa hewan flagship species yang sering menjadi simbol dan

Page 13: BIOLOGI DAN KONSERVASI SPESIES BERUAYA (TINJAUAN …oseanografi.lipi.go.id/dokumen/os_xli_4_2016-7.pdf · ikan yang terdiri dari hiu/cucut dan pari. Kelompok ini memiliki keanekaragaman

84

acuan di dalam kegiatan konservasi di Indonesia. Selanjutnya untuk konservasi sumberdaya hayati laut maka pada tahun 2004 pemerintah telah menetapkan UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan yang dalam pasal 13 menyatakan :

“Dalam rangka pengelolaan sumberdaya ikan, dilakukan upaya konservasi ekosistem, konservasi jenis ikan, dan konservasi genetik ikan. Ketentuan lebih lanjut tentang konservasi ekosistem, konservasi jenis ikan, dan konservasi genetik ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Pemerintah”.

Evaluasi terhadap status konservasi hiu paus oleh IUCN telah dilakukan sejak tahun 1990 dengan status sebagai jenis indeterminate (tidak tetap), tahun 1994 berubah menjadi data deficient (kurang data), dan tahun 2000 ditetapkan sebagai vulnerable species (jenis yang rentan mengalami kepunahan). Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) pada CoP-12 CITES memasukkan hiu paus dalam daftar Appendik II, artinya bahwa secara global hiu paus belum terancam kepunahan, tapi mungkin dapat terancam punah apabila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan. Pada tahun 2013, Indonesia sudah menetapkan hiu paus sebagai jenis ikan yang dilindungi melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18/MEN-KP/2013. Langkah-langkah pengelolaan sumberdaya hiu paus di Indonesia perlu terus dilakukan, termasuk mengembangkan model-model

pemanfaatan yang non-ekstraktif melalui pengembangan wisata bahari, sehingga tetap dapat memberikan manfaat secara ekonomi bagi masyarakat secara luas (Fahmi dan Dharmadi, 2013).

Salah satu rencana aksi nasional yang telah dibuat oleh Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut, adalah Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi dan Pengelolaan Hiu dan Pari 2016 – 2020 (Direktorat KKHL-KKP, 2015). Dengan tersusunnya rencana aksi ini merupakan salah satu bentuk komitmen Indonesia untuk menjaga kelestarian sumberdaya hiu dan pari di perairan Indonesia dan juga sekaligus merupakan bentuk komitmen Indonesia terhadap implementasi IPOA-Sharks, pelaksanaan resolusi RFMOs dan pelaksanaan ketentuan konvensi CITES terhadap perdagangan internasional Hiu Apendiks II CITES. Direktorat KKHL-KKP juga telah mengeluarkan “ Buku Pedoman Umum Monitoring Hiu Puas di Indonesia (Sadili et al.., 2015a) sebagai acuan bagi berbagai pihak terkait untuk melakukan kegiatan monitoring dengan metode yang seragam. Adapun tujuan dari kegiatan monitoring hiu paus di Indonesia adalah untuk: (1) Mengetahui lokasi-lokasi kemunculan hiu paus dan mengidentifikasi daerah ruaya dan atau tempat mencari makannya di perairan Indonesia, (2) mengetahui data dan populasi hiu paus di Indonesia, (3) memetakan sebaran dan pola migrasi hiu paus di Indonesia, (4) mengetahui keterkaitan kegiatan perikanan dengan kemunculan hiu paus, (5) mengetahui perilaku hiu paus

Page 14: BIOLOGI DAN KONSERVASI SPESIES BERUAYA (TINJAUAN …oseanografi.lipi.go.id/dokumen/os_xli_4_2016-7.pdf · ikan yang terdiri dari hiu/cucut dan pari. Kelompok ini memiliki keanekaragaman

85

serta mendokumentasikan kejadian atau hal-hal menarik lainnya tentang kemunculan hiu paus (menabrak perahu kapal, terjerat jaring bagan, pancing, terdampar) dalam hubungannya dengan operasi kegiatan perikanan dan wisata; (6) membangun database populasi hiu paus di Indonesia; dan (7) memberikan rekomendasi untuk pengelolaan kawasan konservasi ekowisata dan konservasi hiu paus. Hiu paus lebih banyak dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata, seperti Teluk Cenderawasih, Probolinggo dan Gorontalo karena sifatnya yang cenderung bersahabat kepada nelayan, penyelam ataupun wisatawan.

PENUTUP

Pemanfaatan sumberdaya hiu paus di Indonesia memerlukan perhatian khusus agar tidak bertentangan dengan agenda konservasi. Salah satu bentuk komitmen Indonesia adalah adanya Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi dan Pengelolaan Hiu dan Pari 2016 – 2020 yang dipelopori oleh Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut. Oleh karena itu dukungan penuh dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah setempat sangat diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

Azormanian, Z., J. Holmberg and B. Norman. 2005. An astronomical paterrn matching allogorithm for computer raided identification of Whale Sharks Rhincodon typus.

Journal of Applied Ecology 42: 999 – 1011.

Beckley, L.E., G. Cliff, M.J. Smale, and L.J.V. Compagno. 1997. Recent strandings and sightings of whale sharks in South Africa.Environ. Biol. Fish. 50,343–348.

Brightsmith, D.J., A. Stonza and K. Holle. 2008. Ecotourism, Conservation Biology and Volunteer Tourism: a Mutually Beneficial Triumvirate. J. Biol. Conserv.141: 2832-2842.

Camhi, M.D., S.V. Valenti, S.V. Fordham, S.L.Fowler and C. Gibson. 2009. The Conservation status of pelagic sharks and rays :Report of the IUCN Shark Specialist Group Pelagic Shark Red List Workshop. IUCN Species Survival Commission Shark Specialist group. Newbury, UK 78p.

Chang, W.B., M.Y. Leu and L.D. Fang. 1997. Embryos of the whale shark, Rhincodon typus: early growth and size distribution. Copeia, 2: 444–446.

Carpenter, K.E. and V.H. Niem. (Eds.), 1998b. FAO Species IdentificationGuide for Fishery Purposes. The living marine resources of the Western Central Pacific. Cephalopods, Crustaceans, Holuthurians and Sharks, vol. 2. FAO, Rome.

Chen, C.T., K.M. Liu and S.J. Joung.

Page 15: BIOLOGI DAN KONSERVASI SPESIES BERUAYA (TINJAUAN …oseanografi.lipi.go.id/dokumen/os_xli_4_2016-7.pdf · ikan yang terdiri dari hiu/cucut dan pari. Kelompok ini memiliki keanekaragaman

86

2002. Preliminary report on Taiwan’s whale shark fishery. In: Fowler, S.L., T.M. Reed and F.A. Dipper (Eds.), Elasmobranch Biodiversity, Conservation and Management: Proceedings of the International Seminar and Workshop, Sabah, Malaysia, July 1997. IUCN SSC Shark Specialist Group. IUCN, Gland, Switzerland, pp. 162–167.

Clarke, E. and D.R. Nelson. 1997. Young whale sharks, Rhincodon typus, feeding on a copepod bloomnear La Paz, Mexico. Environ. Biol. Fish., 50: 63–73.

CMS. 1979. Convention on the conservation of Migratory Species of Wild Animals. Colman, J.G.,1997. A review of the biology and ecology of the whale shark. J.Fish Biol. 51 (6): 1219–1234.

Colomer, J. 2005. Australian Government conservation and management of whale sharks under the Environment Protection and Biodiversity Conservation Act 1999. in: Irvine T.R. and J.K. Keesing (eds). Proceding of The First international Whale Shark Conference: Promoting International Collaboration in Whale Shark Conservation, Science and Management; 2005 Mei 9- 12;Perth, Western A u s t r a l i a . CSIRO Marine and Atmospheric Research, Australia. 26 – 30 pp.

Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut. 2015. Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi dan Pengelolaan Hiu dan Pari 2016 – 2020. Direktorat Jenderal Ruang Laut. Kementrian Kelautan dan Perikanan. 96 hal.

Eckert, S., Stewart, B., 2001. Telemetry and satellite tracking of whale sharks,Rhyncodon typus, in the Sea of Cortez, Mexico, and north Pacific Ocean.Environ. Biol. Fish. 60: 299–308.

Fahmi dan Dharmadi, 2013. Tinjauan status Perikanan Hiu dan Upaya Konservasi di Indonesia. Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan. Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Kementrian Kelautan dan Perikanan.

Fowler, S. 2014. The Conservation Status Of Migratory Sharks 1unep / CMS Secretariat, Bonn, Germany. 30 pages. Available on the Internet at http://www.cms.int/sites/default/files/publication. Diakses : 10 November 2016.

Gunn, J.S., J.D. Stevens, T.L.O. Davis and B.M. Norman. 1999. Observations on the short-term movements and b e h a v i o u r of whale sharks (Rhincodon typus) at Ningaloo Reef Western Australia. Mar. Biol. 135, 553–559.

Page 16: BIOLOGI DAN KONSERVASI SPESIES BERUAYA (TINJAUAN …oseanografi.lipi.go.id/dokumen/os_xli_4_2016-7.pdf · ikan yang terdiri dari hiu/cucut dan pari. Kelompok ini memiliki keanekaragaman

87

Graham, R.T. 2003. Behaviour and conservation of whale sharks on the Belize Barrier Reef. Thesis submitted for the degree of PhD, Environmental Science-Environment Department, University of Yor. 427 p.

Graham, R.T. 2004. Global whale shark tourism: a “golden goose” of sustainable and lucrative income. SharkNews 16: 8–9.

Herndon, A., V.F. Gallucci, D. DeMaster and W. Burke. 2010. The case for an international commission for the conservation and management of sharks (ICCMS). Marine Policy 34: 1239–1248.

Heyman, W.D., R.T. Graham, B. Kjerfve, and R.E. Johannes. 2001. Whale sharks Rhincodon typus aggregate to feed on fish spawn in Belize. Mar. Ecol. Prog. Ser. 215: 275–282.

Irvine, T.R. and J.K. Keesing. 2007. I n t e r n a t i o n a l collaboration in science, conservation and sustainable tourism of whale sharks. Fish. Res. 84, 1–3.

International Union for the Conservation of Nature Shark Specialist Group (IUCN) 2013. Rhincodon typusIn: IUCN Red List of Threatened Species. Version 2013.1.Available on the Internet at:www.iucnredlist.org. Diakses. 10 November.2016.

Irvine, T.R. and J.K. Keesing. 2007. The First International Whale Sharks Conference Promoting International Colaboration in Whale Sharks Conservation, Science and Management : Conference, Overview, Abstract and Suplementary Procceding. CSIRO Marine and Atmospheric Research, Perth, Western Australia.

Joshi, D., V. Talwar, R. Gandhi and A. Mookerje. 2005. Campaign for whale shark conservation: Experiences from coastal Gujarat, India. in: Irvine T.R. and J.K. Keesing (eds). Proceding of The First International Whale Shark Conference: Promoting International Collaboration in Whale SharkConservation, Science and Management; 2005 Mei 9- 1 2 ; P e r t h , Western A u s t r a l i a . CSIRO Marine and Atmospheric Research, Perth, Western Australia.

Khadeeja, A. and H. Sinan, 2015. National Plan of Action: for the conservatioin and Management of Sharks in Maldives. Ministry of Fisheries and Agriculture Maldive, 47 p.

Kurniawan, S. 2012. Hiu Tutul terdampar di pantai pelangi. Tempo news. Tersedia pada :http:/ /www.tempo.co/read/news/2012/08/04/058421306/. Diakses 15 Mei 2013.

Page 17: BIOLOGI DAN KONSERVASI SPESIES BERUAYA (TINJAUAN …oseanografi.lipi.go.id/dokumen/os_xli_4_2016-7.pdf · ikan yang terdiri dari hiu/cucut dan pari. Kelompok ini memiliki keanekaragaman

88

Kukuyev, E.I. 1996. The new finds in recently born individuals of the whale shark Rhiniodon typus (Rhiniodontidae) in the Atlantic Ocean. J. Ichthyol.36: 203– 205.

Maldive Whale Sharks Research Program. Tersedia://maldiveswhalesharkresearch.org/. Diakses pada 29 Maret 2015.

Marguire. 2006. The state of world highly migratory, straddling and other high seas fishery resources and associated species.FAO Fisheries Technical paper,No. 495. Rome: FAO. 84p.

Meekan. M.G, C.J. A. Bradshaw, M. Press, C. McLean, A. Richards, S Quasnichka and J. G.Taylor. 2006. Population size and structure of whale sharks Rhincodon typus at Ningaloo Reef, Western Australia. Mar. Ecol. Prog. Ser. 319: 275–285.

Nelson, J.D. 2004. Distribution and foraging ecology by whale sharks (Rhincodon typus) within Bahia de los Angeles, Baja California Norte, Mexico. MSc Thesis, University of San Diego, 118 pp.

Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta. Hal. 213.

Noviyanti, N.S., M.M. Kamal dan Y. Wardiatno. 2015. Kemunculan Hiu Paus (Rhincodon typus), di Pesisir Kabupaten Probolinggo Jawa Timur. Prosiding Simposium Hiu dan Paus di Indonesia: 115 – 119.

O’Sullivan, J.B. and T. Mitchell. 2000. A fatal attack on a whale shark Rhincodon ttypus,by killer whales Orcinus orca off Bahia de los Angeles Baja California. In Abstract of the American Elasmobranch Society 16 th Annual Meeting, La Paz,Mexico, June 14–20, 2000, p. 282.

Pine R., M. Nida, R. Alava and A.A. Yaptinchay. 2005. Challenges and lessons learned in setting-up a community-based whale shark ecotourism program: The case in Donsol, Philippines. In: Irvine T.R. and J.K. Keesing (Eds).Proceding of The First International Whale Shark Conference Promoting International Collaboration in Whale Shark Conservation, Science and Management; 2005 Mei 9-12;Perth, Western Australia. CSIRO Marine and Atmospheric Research, Australia . 36 – 44 pp.

Rowat, D. 2007. Indian Ocean whale shark occurrence: a case for regional conservation. Fish Res, 84: 96 – 101.

Sadili, S. 2014. Produksi Hiu di Indonesia. Makalah di presentasikan dalam rangka Rapat koordinasi penyusunan peraturan bagi ikan terancam punah. KKP-Ditjen KP3K, Direktorat KKJI. 7 Hal.

Sadili, D., Dharmadi, Fahmi, Sarmintohadi, I. Ramli, Tania, B.A. Noor, Prabowo,. Rasdiana,

Page 18: BIOLOGI DAN KONSERVASI SPESIES BERUAYA (TINJAUAN …oseanografi.lipi.go.id/dokumen/os_xli_4_2016-7.pdf · ikan yang terdiri dari hiu/cucut dan pari. Kelompok ini memiliki keanekaragaman

89

Y. Miasto, R. Puspitasari, N. Terry, M. Monintja dan S. Annisa. 2015a. Pedoman Umum Monitoring Hiu Paus di Indonesia. Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2015. Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan. Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Kementrian Kelautan dan Perikanan.

Sadili, D., Fahmi, Dharmadi, Sarmintohadi dan R. Ihsan. 2015b. Pedoman identifikasi dan Pendataan Hiu Apendiks II CITES. Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan. Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Kementrian Kelautan dan Perikanan.

Sequeira, A.M.M., C. Mellin, M.G. Meekan, T.D.W. Sims and C.J.A. Bradshaw. 2013. Inferred global connectivity of whale shark Rhincodon typus populations. Journal of Fish Biology, 82: 367 -389.

Sleeman J.C., S.G. Wilson, J.J. Polovina, G.S. Boggs, J.D. Steven and C.J.A. Bradshaw. 2010. To go or not to go with the flow: Environmental influences on whale shark movement patterns. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology, 390: 84 – 98.

Stewart, B.S. 2014. Whale sharks research ecological research and

outreach in Teluk Cenderawasih, National Park West Papua and Papua Indonesia, November 2012 – Novembewr 2013. Hubbs Sea Worlds Research Institute Technical Report. 2013. 382 : 1- 18 pp.

Stevens, J.D. 2007. Whale shark (Rhincodon typus) biology and ecology: A review of the primary literature. Fish Res 84 :4-9.

Suárez J.F.R., J.J.P. Ramírez, J.M.G. R.P. Cano, N.B. Venegas, Sabatini, M.T. Mendoza, L.G. Moreno and J.A. Marcial. 2005. Whale shark management strategies, with the participation of local stakeholders, in Yum Balam, Mexico. In: Irvine, T.R. and J.K. Keesing (eds). Proceding of The First International Whale Shark Conference: Promoting International Collaboration in Whale Shark Conservation, Science and Management; 2005 Mei 9- 12; Perth, Western Australia. CSIRO Marine and Atmospheric Research, Australia. 31-35 pp.

Stronza, A. and J. Gordillo. 2008. Community Views of Ecotourism. Annals Tours. Res. 35: 448- 468.

Syahrawi, T. 2012. Puluhan Hiu Tutul Muncul di Selat Madura. Okezone. Tersedia pada: h t t p : / / n e w s . o k e z o n e . c o m /read/ 2012/01/14/340/557091/. Diakses pada 15 Mei 2015.

Page 19: BIOLOGI DAN KONSERVASI SPESIES BERUAYA (TINJAUAN …oseanografi.lipi.go.id/dokumen/os_xli_4_2016-7.pdf · ikan yang terdiri dari hiu/cucut dan pari. Kelompok ini memiliki keanekaragaman

90

Tania, C. dan B.A. Noor. 2014. Pemanatauan Hiu Paus di Taman Nasional Teluk Cenderawasih. WWF . 36 hal.

Taylor, L.R., L.J.V. Compagno and P.J. Struhsaker. 1983. Megamouth - a new species, genus and family of lamnoid shak (Megachasma pelagios), Family Megachasmidae from the Hawaiian Islands. Proc. Calif. Acad. Sci. 43: 87–110.

Tsaur S.H., L. Yu-Chiang and L. Jo-Hu. 2006. Evaluating Ecotourism Sustainability From The Integrated Perspective Of Resources Community And Tourism. J. Tours. Manag. 27: 640-653.

UNCLOS. 1982. United Nations Convention on the Law of the Sea. Division for Ocean Affairs and the Law of the Sea, UN.

Vinanda, M.Y. 2011. Riset Hiu Paus di kembangkan di Teluk Cenderawasih. WWF. Tersedia di :http://www.wwf.or.id/?25467/. Diakses pada 24 Mei 2013.

Vincent, A.C.J., Y.J Sadovy de Mitcheson, S.L. Fowler and S. Lieberman. 2014. The role of CITES in the conservation of marine fishes subject to international trade. Journal. Fish and Fisheries, 15: 563–592

Wilson, S.G and D.R. Newbound. 2001. Two whale shark faecal samples from Ningaloo Reef, Western Australia. Bull. Mar. Sci. 68: 361–362.

White, W.T., P.R. Last, J.D. Steven, G.K. Yearsley, Fahmi and Dharmadi. 2006. Economically important Sharks and Ray of Indonesia. ACIAR Monograph Series No. 24. 338 pp.

Wood and Gerald. 1983. The Guinness Book of Animal Facts and Feats. p. 256. ISBN 978-0-85112-235-9.Sterling Pub Co Inc.

Yusma, A.M.I., C. Tania, Ricky, S.J. Junaidi, Adnan dan L. Otolu. 2015. Identifikasi kemunculan Hiu Paus (Rhincodon typus) di perairan Talasayan, Kabupaten Berau, Propinsi Kalimantan Timur. Prosiding Simposium Hiu dan Paus di Indonesia. Hal 107 – 113.