19
1 BIO-DEKOMPOSISI KAYU KERAS Murtihapsari* * Mayor Kimia, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 2008 * Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Papua, Manokwari Jl. Gunung Salju, Amban, Kota Manokwari. Telp. +62.0986.215057 Correspondence : [email protected] I. Tinjauan Umum……………………………………………………………...... 1 II. Bentuk Deteorisasi/dekomposisi kayu………………………………………… 2 a. Deteorisasi kayu tanpa proses dekomposisi ……………………..…….. 2 b. Dereorisasi dengan bantuan dekomposisi ……………………………… 4 III. Organisme Perusak Kayu ……………………………….................................. 5 IV. Karakterisasi Enzim ……………………………………………………………7 V. Pelapukan oleh Jamur Pembusuk Cokelat …………………………................. 8 VI. Pelapukan oleh Jamur pembusuk Putih ………………………....................... 10 VII. Pelapukan oleh Jamur Pembusuk Lunak ......................................................... 13 VIII. Pengaruh Jamur Noda Biru ………………………………………………….. 14 IX. Serangan Bakteri .............................................................................................. 16 X. Hasil Penelitian Bio-Dekomposisi kayu ...........................................................17 I. TINJAUAN UMUM Dekomposisi kayu/tanaman adalah bagian terpenting dalam siklus karbon di alam. Proses dekomposisi disebabkan oleh jamur, insekta yang menggunakan kayu sebagai makanan atau shelter. Kandungan Lignin dalam kayu menjadi bahan utama untuk proses dekomposisi enzim dari selulosa dan hemiselulosa. Pada prinsipnya, kayu mengandung bahan organik tertinggi, dan kayu tidak dapat dipisahkan dari tanaman yang selalu mengikuti siklus dan proses fotosintesis alam (Gambar 1). Ketika kayu sudah mati, maka jamur dan organisme pengurai lainnya berperan dalam penguraian bahan kayu tersebut melalui proses biosintetik dan biodekomposisi. Gambar 1. Proses Fotosintesis di alam Proses Fotosintesis tanaman Respirasi Fungi dan Organisme lainnya

Biodekomposisi kayu

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Dekomposisi kayu/tanaman adalah bagian terpenting dalam siklus karbon di alam. Proses dekomposisi disebabkan oleh jamur, insekta yang menggunakan kayu sebagai makanan atau shelter. Kandungan Lignin dalam kayu menjadi bahan utama untuk proses dekomposisi enzim dari selulosa dan hemiselulosa.

Citation preview

Page 1: Biodekomposisi kayu

1

BIO-DEKOMPOSISI KAYU KERAS

Murtihapsari*

* Mayor Kimia, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 2008 * Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Papua, Manokwari

Jl. Gunung Salju, Amban, Kota Manokwari. Telp. +62.0986.215057

Correspondence : [email protected]

I. Tinjauan Umum……………………………………………………………...... 1

II. Bentuk Deteorisasi/dekomposisi kayu………………………………………… 2

a. Deteorisasi kayu tanpa proses dekomposisi ……………………..…….. 2

b. Dereorisasi dengan bantuan dekomposisi ……………………………… 4

III. Organisme Perusak Kayu ……………………………….................................. 5

IV. Karakterisasi Enzim ……………………………………………………………7

V. Pelapukan oleh Jamur Pembusuk Cokelat …………………………................. 8

VI. Pelapukan oleh Jamur pembusuk Putih ………………………....................... 10 VII. Pelapukan oleh Jamur Pembusuk Lunak ......................................................... 13

VIII. Pengaruh Jamur Noda Biru ………………………………………………….. 14

IX. Serangan Bakteri .............................................................................................. 16

X. Hasil Penelitian Bio-Dekomposisi kayu ...........................................................17

I. TINJAUAN UMUM

Dekomposisi kayu/tanaman adalah bagian terpenting dalam siklus

karbon di alam. Proses dekomposisi disebabkan oleh jamur, insekta yang

menggunakan kayu sebagai makanan atau shelter. Kandungan Lignin dalam

kayu menjadi bahan utama untuk proses dekomposisi enzim dari selulosa dan

hemiselulosa.

Pada prinsipnya, kayu mengandung bahan organik tertinggi, dan kayu

tidak dapat dipisahkan dari tanaman yang selalu mengikuti siklus dan proses

fotosintesis alam (Gambar 1). Ketika kayu sudah mati, maka jamur dan

organisme pengurai lainnya berperan dalam penguraian bahan kayu tersebut

melalui proses biosintetik dan biodekomposisi.

Gambar 1. Proses Fotosintesis di alam

Proses Fotosintesis tanaman

Respirasi Fungi dan Organisme lainnya

Page 2: Biodekomposisi kayu

2

Istilah dekomposisi dan degradasi disini digunakan lebih menekankan pada

proses konversi satu atau lebih struktur polimer dari kayu menjadi partikel

atau struktur yang lebih sederhana.

II. BENTUK DETEORISASI/DEKOMPOSISI KAYU

Tabel 1. bawah ini menunjukkan beberapa bentuk penurunan nilai/kualitas

kayu (deterioration) yang disebabkan oleh organisme renik yang berasosiasi

dengannya.

Tabel 1. Bentuk Penguraian (Deterioration) dan Organisme Pengurainya

Tipe deterioration Organisme pengurai

Kayu utuh, tidak ada

mikroorganisme pengurai

Sel tumbuhan dalam getah kayu

Pelubangan kayu, pematukan,

pemotongan

Insekta, burung dan mamalia

Noda pada kayu fungi

Pucat warna Fungi dan alga

Lubang membran Bakteri dan fungi

Mechanobiokmimia kayu Insekta, organisme pengebor

Biodekomposisi (decays) fungi

a. Deteorisasi kayu tanpa proses dekomposisi

Kayu yang baru saja ditebang, dapat dilihat bahwa potongan log

tersebut masih segar, dan bergetah (sapwood) dan menjadi pencarian

banyak oganisme renik. Selanjutnya bahan makanan dalam material log

kayu tersebut digantikan oleh proses respirasi sel parenkim. Jika proses

pengeringan lambat, atau pada saat penebangan kayu bertepatan dengan

musim hujan atau dengan kelembaban yang tinggi maka kayu log tersebut

akan ditumbuhi ratusan jamur, alga (log on the marine) dan bakteri

lainnya, selanjutnya jasad-jasad renik tersebut tumbuh berkembang dan

menjadi penetrasi (correspondence) antara permukaan kayu dengan lapisan

bagian dalam kayu log dimana tersimpan banyak stok makanan (storage

Page 3: Biodekomposisi kayu

3

food) yang dapat menghidupi ratusan mikroba. Seiring dengan waktu di

bawah skenario fungal decomposition, kayu kemudian berubah warna

kemudian menjadi lapuk. Namun berdasarkan observasi, ketika kayu log

langsung mengering dalam beberapa hari dengan tidak memungkinkan

bakteri/jamur menempel, getah air (sapwood) akan mengering dan getah

kayu akan tetap tersimpan sebagai makanan bakteri. Selanjutnya dalam

beberapa waktu, kayu log tersebut menjadi lembab kembali maka sapwood

(stored food) kembali menjadi subtrat yang baik untuk pertumbuhan jamur

dan bakteri asosiasinya (tabel 1).

Ketika log kayu tersebut di atas dibelah menjadi potongan dan

batangan-batangan kecil maka sel hidup getah (sapwood) bersama jamur

dan bakteri lainnya akan dengan cepat mengkonversi sapwood (stored

food reserve) langsung menjadi karbon dioksida (CO2), air dan langsung

mengalami pemanasan seperti pada gambar 1 di atas. Jika proses

metabolik ini tidak sempurna, maka potongan-potongan kecil kayu

tersebut akan menjadi panas dan oleh bantuan tidak adanya pori respitator

akan mempercepat proses pembakaran dan pada akhirnya semua sel hidup

kayu akan mati seketika. Namun dalam beberapa observasi, para ilmuwan

sepakat bahwa kayu basah masih memiliki getah/sel kayu dalam kategori

masih hidup.

Pemucatan warna kayu atau perubahan warna umumnya

disebabkan oleh 2 proses yaitu : pewarnaan yang disebabkan oleh spora

fungi dan penimbunan alga pada permukaan kayu. Setelah proses

pemucatan warna kayu yang disebabkan oleh spora dan alga pada

permukaan, selanjutnya diikuti oleh jamur Hifa yang menggerogoti bagian

dalam dan menjadi penetrasi hingga lapisan terdalam sapwood. Aspergillus

spp.dan Penicillium spp adalah dua genera terbesar dalam proses perubahan

warna bagian kulit kayu. Selanjutnya penetrasi bagian dalam umumnya

diperankan oleh jamur Ceratocystis. Umumnya perubahan warna ini oleh

aktivitas jamur sangat sulit dihilangkan dengan pewarna kimia. Johson B, 1979.

melaporkan bahwa Bacillus polymyxa (Prazmowski) dan sederetan bakteri

lainnya seperti Trichoderma viride merupakan pemicu terbesar dalam proses

nonaktivasi sel kayu, dan mampu membuat pori, lubang besar dan cepat,

Page 4: Biodekomposisi kayu

4

sehingga sangat memungkinkan adanya intrusi air ke dalam sel kayu, dan dalam

beberapa lama, kayu berubah menjadi lapuk dan akhirnya menjadi bahan organik.

Proses inilah yang sangat merugikan oleh industri pulp di seluruh duinia.

b. Deteorisasi dengan bantuan proses dekomposisi

Kerr dan Goring, 1975. dalam publikasinya, bahwa masalah krusial

dalam struktur biodekomposisi kayu adalah “lignin”. Dalam struktur kayu,

mikrofibril selulosa dilapisi oleh hemiselulosa yang dalam

perkembangannya nanti akan dilindungi oleh lapisan hemiselulosa, namun

proses tersebut antara ikatan lignin dan hemiselulosa jarang terjadi. Proses

pencernaan kayu dan peran lignin sebagai lignoselulosa menjadi fungsi

terbesar dari lignin itu sendiri (Grafik 1).

Diketahui ada 3 mekanisme biologi dalam proses penyangga lignin

yaitu ; (1) Insekta dan teritip laut (marine borer) (2) mikroorganisme,

terutama jamur, yang mengurai zat lignin dan menghasilkan polisakarida

(3). Fungi nonenzimatik yang dapat menjadi penetrasi pada selaput lignin.

Lebih lanjut dikategorikan bahwa ; mekanisme 1 dapat dikatakan sebagai

proses biokimia dan dekomposisi mekanik (mechano-biochemical

decomposition). Sedangkan mekanisme 2 dan 3 lebih cenderung disebut

sebagai proses dekomposisi biokimia (biochemical decomposition).

Grafik 1. Proses pencernaan (digestibility) pada kayu melalui perpaduan sel selulosa dan

hemiselulosa.

Page 5: Biodekomposisi kayu

5

Beberapa insekta seperti penanduk Indian Stromatiumbarbatum Fabricius,

teritif pengebor laut Limnoria tripunctata Menzies dan moluska Bankia

setacea Tryon sangat membutuhkan selulosa dari kayu dan beberapa

hidrolase polisakarida.

Di bawah kondisi yang menguntungkan, jamur berkembang sangat

cepat, contohnya jalur pertumbuhan hifa. Jalur yang paling mudah untuk

pertumbuhan hifa adalah Lumina parenkim dan sel-sel pembuluh.

Perpindahan dari satu ke sel lainnya terjadi dengan penetrasi noktah atau

melalui dinding-dinding sel. Sejumlah jamur dapat juga tumbuh di dalam

lamela bagian tengah yang majemuk atau di dalam dinding sekunder. Hifa

mengeluarkan enzim-enzim yang membusukkan komponen-komponen

dinding sel kayu. Seperti pada Gambar 2 di bawah ini.

Gambar 2. Bagan pertumbuhan jalur hifa dalam kayu

III. ORGANISME PERUSAK KAYU

Penyakit jamur yang biasa menyerang kayu dapat dikelompokkan sebagai

berikut :

• Pembusuk cokelat (brown-rot), genera jamur dari Basidiomicetes,

terutama mendegradasi polisakarida kayu (Gambar 3). Tetapi juga

ada perubahan dan degradasi tertentu yang ditemukan pada lignin.

Akibatnya kayu menjadi coklat dan rapuh, dan umumnya

menyerang kayu lunak. Kekuatan mekanik jamur ini berkurang

setelah periode singkat inkubasi, dimana degradasi diikuti dengan

penyusunan longitudinal tak normal dan perubahan bentuk dinding

sel.

Page 6: Biodekomposisi kayu

6

• Pembusuk Putih (white-rot), jamur-jamur ini juga termasuk dalam

genera Basidiomycetes dan mendegradasi lignin dan polisakarida,

yang mengakibatkan kayu menjadi putih dan lunak. Kebanyakan

jamur ini menyukai jenis kayu yang keras. Serangan pembusuk-

putih ini menyebabkan tingginya pembengkakan.

• Pembusuk-lunak (soft-rot), Kelompok jamur yang termasuk dalam

genera Ascomycetes dan fungi imperfekti, yang dapat

mendegradasi polisakarida dan lignin, namun laju degradasinya

masing-masing berbeda tergantung jenis pembusuk lunaknya.,

pembusuk kayu ini dapat ditemukan dalam kayu lunak dan keras.

• Noda biru (Blue-stain), jamur yang hidup terutama pada sisa-sisa

protein dalam sel-sel parenkim terutama kayu lunak. Mereka

termasuk dalam golongan jamur Ascomycetes dan fungi imperfekti

yang dapat mendegradasi polisakarida dengan cara terbatas. Jamur

dapat menyebabkan kayu menjadi warna biru dan hitam yang

mencirikan terdapatnya endapan hitam dalam hifa.

Disamping kelompok jamur ini, sejumlah jamur lain (jamur buluk) dapat

hidup dalam kayu namun sangat sedikit pengaruhnya pada perubahan

warna kayu meskipun tidak sedikit juga yang menunjukkan aktivitas

selulotik dan xilolitik yang relatif tinggi.

Degradasi kayu yang diakibatkan oleh bakteri sangat terbatas karena

berkembang biak dengan cara pembelahan sel tetapi tidak dapat bergerak

di dalam kayu. Bakteri kayu cenderung membentuk koloni dalam sel-sel

parenkim dengan mengandalkan protein sebagai sumber hidupnya. Dapat

juga ditemukan dalam rongga-rongga noktah kayu dimana dapat

menghancurkan noktah tersebut dalam beberapa waktu. Selain itu, bakteri

kayu dapat menyerang dinding-dinding sel karena kemampuannya

mendegradasi polisakarida dan lignin meskipun dalam skala

terbatas.Sifat-sifat mekanik pada kayu lunak dan kayu keras umumnya

memiliki laju penurunan pelapukan yang cepat yang disebabkan oleh

jamur.

Page 7: Biodekomposisi kayu

7

Gambar 3. Bukti serangan reaksi jamur coklat pada log kayu

IV. KARAKTERISASI ENZIM

Kelompok enzim adalah sejumlah besar biokatalisator yang

mempercepat dan mengontrol rekasi-reaksi biokimia dan memiliki kekhasan

yang tinggi. Enzim-enzim sering juga disebut sebagai molekul yang bekerja

atas karakter dan fungsinya masing-masing. Enzim adalah satu atau beberapa

gugus polipeptida (protein) yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang

mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia.

Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang

bereaksi dan dengan demikian mempercepat proses reaksi. Percepatan terjadi

karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan sendirinya akan

mempermudah terjadinya reaksi. Sebagian besar enzim bekerja secara khas,

yang artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa

atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim

yang bersifat tetap. Sebagai contoh, enzim α-amilase hanya dapat digunakan

pada proses perombakan pati menjadi glukosa.

Hal-ihwal yang berkaitan dengan enzim dipelajari dalam enzimologi.

Enzimologi terutama dipelajari dalam kedokteran, ilmu pangan, teknologi

pengolahan pangan, dan cabang-cabang ilmu pertanian.

Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama adalah substrat, suhu,

keasaman, kofaktor dan inhibitor. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH

(tingkat keasaman) optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein,

Page 8: Biodekomposisi kayu

8

yang dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah. Di

luar suhu atau pH yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau

strukturnya akan mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim

kehilangan fungsinya sama sekali. Kerja enzim juga dipengaruhi oleh kofaktor

dan inhibitor.

Dewasa ini, enzim adalah senyawa yang umum digunakan dalam

proses produksi. Enzim yang digunakan pada umumnya berasal dari enzim

yang diisolasi dari bakteri. Penggunaan enzim dalam proses produksi dapat

meningkatkan efisiensi yang kemudian akan meningkatkan jumlah produksi.

Sistem klasifikasi internasional membagi enzim sesuai dengan fungsinya

sebagai berikut :

a. Oksidoreduktase, merupakan reaksi-reaksi redoks dan bereaksi

pada gugus hidrosil alcohol, gugus keton, ikatan-ikatan rangkap,

ikatan C-N dan sebagainya.

b. Transferase, mentransfer gugus-gugus fungsional seperti gugus C1,

aldehid, keton dan glikosil.

c. Hidrolase, memecah secara hidrolisir ester, glikosida, peptida dan

sebagianya

d. Liase, mempengaruhi adisi pada ikatan-ikatan rangkap

e. Isomerase, mengkatalisasi reaksi-reaksi isomerase

f. Ligase, mempengaruhi pembentukan ikatan-ikatan baru selama

pemecahan ATP.

Enzim-enzim juga diproduksi di dalam sel-sel tetapi mereka dapat pula

bekerja di luar sel, dan dapat dipisahkan dari sel-sel tanpa kehilangan

reaktivitasnya. Tergantung pada tempat reaksinya, enzim-enzim dibagi

menjadi endo-enzim, yang bereaksi di dalam sel dan mengendalikan proses

metabolisme internal, dan ekso-enzim, dikeluarkan oleh sel untuk

mendegradasi substrat yang tidak larut menjadi produk-produk yang larut

yang dapat berdifusi melalui selaput sel.

Page 9: Biodekomposisi kayu

9

V. PELAPUKAN OLEH JAMUR PEMBUSUK COKELAT

Pelapukan yang disebabkan oleh jamur ini mengakibatkan terjadinya

degradasi polisakarida yang agak selektif dan juga lignin menjadi sasaran

utamanya. Dalam kayu yang mengalami pembusukan cokelat berat, kerangka

lignin tetap utuh. Penembusan kayu oleh hifa terjadi melalui jari-jari,

kemudian menyebar ke noktah kayu kemudian menembus dinding-dinding sel

dengan cara melubangi atau melalui mikrohifa. Hifa yang tumbuh dalam

lumina sel sangat berdekatan dengan dinding tersier.

Meskipun diketahui terdapat berbagai gejala yang memberikan

indikasi degradasi dinding sel yang dimulai pada lumen, mungkin saja

kantong-kantong pelapukan mendapatkan lisis karbohidrat di dalam dinding-

dinding sekunder. Kelilich et.al., 1979, melaporkan bahwa degradasi

polisakarida disebabkan oleh aktivitas enzim-enzim khusus untuk jenis

karbohidrat yang berbeda yang dapat ditemukan dalam dinding sel.

Namunpun demikian enzim-enzim yang sama sesungguhnya memiliki sifat

yang berbeda-beda tergantung pada sumber jamur.

Komposisi dan aktivitas enzim-enzim pendegradasi-poliosa

nampaknya sangat menentukan pilihan jamur untuk kayu keras atau kayu

lunak. Spesies yang secara alami dikhususkan untuk kayu konifer tumbuh

lebih baik dalam larutan yang mengandung galaktosa dan manosa daripada

larutan yang mengandung selulosa. Kompleks silanase jelas lebih cepat

berkembang dalam spesies yang memiliki angiosperma. Terdapat bukti juga

bahwa komponen-komponen dinding sel tertentu dapat menyebabkan produksi

enzim yang penting. Jadi dalam hal ini selulosa membentuk karbohidrolase

dalam jamur-jamur pembusuk putih (cariolus versicolor).

Dilaporkan bahwa enzim yang paling unik dan mampu mendegradasi

berbagai polisakarida dan glikosida diisolasi dari Poria placenta oleh Wolter

et al. 1980. Penurunan kandungan lignin pada Sugi (Cryptomeria japonica)

oleh pelapukan pembusuk coklat dari 34,5% menjadi 27,1% tentunya akan

menaikkan kandungan sakarifikasi dinding sel polisakarida oleh enzim

selulosa dari 12% menjadi 63,4%. Lebih lanjut Carwfod, 1981 menjelaskan

Page 10: Biodekomposisi kayu

10

bahwa Lignin yang rusak oleh pembusuk coklat ini ditandai dengan hilangnya

gugus metoksil dan naiknya gugus karbonil dan karboksil.

VI. PELAPUKAN OLEH JAMUR PEMBUSUK PUTIH

Jamur pembusuk putih menyerang kayu lunak dan terutama kayu keras

dengan pilihan pada lignin. Ada beberapa enzim-enzim pendegradasi lignin

berkembang biak dan enzim-enzim untuk mendegradasi pectin, poliosa dan

bahkan selulosa. Hifa jamur-jamur mesuk ke dalam jaringan kayu melalui

selaput noktah dan melalui dinding-dinding sel dengan membentuk lubang-

lubang pengeboran. Dalam kayu akar spruce dapat dilihat bahwa hifa

Heterobasidion annosum (= Fomes annosus) cenderung tumbuh dari jari-jari

floem masuk ke dalam jari-jari kayu dan dari sini kea rah lateral masuk ke

dalam trakeid di dekatnya (Peek et al, 1972).

Gambar 4 . Pelapukan kayu spruce (Picea abies) oleh jamur pembususk putih

Hifa tumbuh terutama pada permukaan dinding-dinding sel sebelah

dalam dan mendegradasi dinding-dinding dengan kekuatan eksoenzim yang

menghasilkan zona lisis di sekitar hifa. Dengan proses ini hifa berada dalam

dinding-dinding sel dan ada juga di daerah lisis di sekeliling hifa yang tumbuh

di dalam dinding-dinding sel. (Gambar 4 ). Menurut Ruel et al (1981)

penyerangan mulai dengan gangguan pada lamela lignin paralel dengan cara

pembengkakan ruang interlamela. Kemudian lamella makin lama makin

dirusak dan diubah menjadi rantai-rantai granula gelap yang menggumpal

membentuk kelompok-kelompok yang besar.

Page 11: Biodekomposisi kayu

11

Serangan yang sedang berlangsung menyebabkan dinding-dinding sel

makin lama makin keropos dan menghasilkan struktur sarang lebah. Zona lisis

fibril-fibril selulosa tak terlindung dan melonggar. Dan sisa dinding-dinding

sel menjadi tipis dan fibril-fibril dirusak. (Gambar 5). Mutan-mutan jamur

pembusuk-putih yang tanpa selulosa tidak dapat melakukan ini. (Eriksson et

al, 1980).

Degradasi dinding-dinding sekunder berlangsung lebih cepat

sedangkan pada lamela tengah majemuk degradasi oleh jamur dihambat

sampai tingkat tertentu tergantung pada spesies jamur . Pengukuran mikro

spektometri terhadap kayu spruce (Picea abies) yang dirusak oleh

Heterobasidion annosum menunjukkan bahwa lamela tengah majemuk masih

menunjukkan serapan UV sedangkan dinding sekunder tidak lagi mengandung

bahan penyerap UV pada kehilangan berta rata-rata 10% (Bauch et al. 1976).

(Gambar 4).

Selain lamela tengah majemuk, dinding tersier juga mempunyai

ketahanan khusus terhadap serangan jamur (Ruel et al .1981). Degradasi lebih

lambat pada sel-sel kayu awal dibandingkan dengan sel-sel kayu akhir.

Beberapa jamur pembususk putih terutama menghasilkan lakase, jamur

yang lain peroksidasi, dan tirosinase yang merupakan enzim pendegradasi

lignin. Produksi-produksi enzim berbeda tergantung digunakan di dalam atau

di luar hifa dan berbeda dengan waktu gerak. Di samping enzim-enzim

ligninolitik β-glikanhidrolase, ditemukan terutama selulosa dan xilanase

dalam jamur pembusuk putih.

Eriksson dan Hamp (1978) menjelaskan sistem enzimatik untuk

degradasi hirolitik selulosa oleh jamur pembusuk putih Phanerochaete

chrysosporium (= Sporotrichum pulverulentum). Tahap degradasi selulotik

terjadi dengan aktivitas enzim-enzim berikut : (1) lima endo-1,4- β-glukanase

yang memecah ikatan-ikatan β-glikosida pada setiap tempat, (2) satu ekso-1,4-

β-glukanase yang memecah unit-unit selobiosa dan glukosa dari ujung bukan-

pereduksi, (3) dua 1,4- β-glukosidase yang menghidrolisis selobiosa menjadi

glukosa, dan asam selobionat menjadi glukosa dan dan glukonolakton.

Page 12: Biodekomposisi kayu

12

Enzim-enzim pendegradasi lignin dan glukan menyebabkan degradasi

pada komponen-komponen dinding sel. (Gambar 5). Peruraian polisakarida

dan lignin berbeda untuk jamur karena aktivitas dari sistem enzim. Aktivitas

yang berbeda dapat terjadi antara galur dari jamur yang sama sedangkan mana

dan xilan lebih cepat dihilangkan daripada selulosa.

Gabungan degradasi semua komponen kayu sesuai dengan semua tipe

liar jamur pembusuk-putih. Enzim selobiosa-kuinon oksidoreduktase

merupakan enzim yang membutuhkan selobiosa, produk degradasi selulosa,

intuk peruraian lignin yang digabung dengan aktivitas lakase yang

menunjukkan hubungan dalam pelapukan polisakarida dan lignin. Aktivitas

mekanisme selobiosa-kuinon oksidoreduktase dapat ditunjukkan pada diagram

di bawah ini :

Gambar 5 . Mekanisme Enzim selobiosa-kuinon oksidoreduktase

Menurut Kirk(1975) enzim-enzim pelapuk lignin harus bertindak

secara ekstrak seluler karena harus mendegradasi zat-zat makromolekul.

Enzim-enzim ini terikat di permukaan hifa dengan cara demikian sehingga

terjadi kontak dengan lignin pada dinding-dinding sel.

Berbagai studi dihasilkan perubahan-perubahan yang terjadi selama

degradasi mikrobial lignin oleh jamur pembusuk putih. Dari analisis unsur

lignin yang diisolasi dapat dilihat bahwa setelah penyerangan jamur jumlah

oksigen naik sedangkan kandungan metoksil turun jika dibandingkan dengan

lignin dari kayu sehat. Kenaikan oksigen dalam molekul lignin berasal dari

oksidasi atom-atom karbon α dan pemecahan oksidatif atom-atom karbon β

dan γ pada kedudukan terminal. Selanjutnya dalam degradasi jamur terhadap

Page 13: Biodekomposisi kayu

13

lignin dalam pemecahan oksidatif ikatan-β-O-4 dari unit-unit fenil propana

terminal.

VII. PELAPUKAN OLEH JAMUR PEMBUSUK LUNAK

Jamur pembusuk lunak mengandung enzim-enzim yang mendegradasi

semua komponen dinding sel. Jamur ini berbeda dari jamur pembusuk coklat

dan pembusuk putih karena tumbuh terutama di dalam dinding-dinding

sel.(Gambar 5 ). Kayu diserang oleh hifa yang tumbuh melalui jari-jari dan

pembuluh, dapat menembus ke dalam lumina trakeid atau serabut-serabut.

Sedikit pembusuk lunak yang dapat menyerang dinding tersier trakeid kayu

lunak, sedangkan pada umumnya dinding-dinding tersier mudah diserang.

Degradasi bahan dinding dapat dilihat dengan kenampakan zona lisis pada

kdua sisi hifa.

Penyerangan dinding-dinding sekunder, terutama pada trakeid kayu

lunak, lubang-lubang kecil atau lubang hifa dibentuk yang melubangi dinding-

dinding sel dalam lateral. Di dalam dinding-dinding sel pertumbuhan-

pertumbuhan hifa mengikuti arah fibril-fibril dan memproduksi lubang besar

yang khas. Lubang-lubang besar mempunyai bentuk heksagonal dalam arah

longitudinal, dan membentuk sudut lancip ke arah sumbu serat. Variasi bentuk

pelapukan lebih tergantung pada struktur dan sifat-sifat topokimia dinding sel

yang diserang daripada spesies jamur. Jika pelapukan berkembang, dinding-

dinding sel menjadi terjalin dengan rongga-rongga mirip celah, hingga

akhirnya hanya lamela tengah majemuk dan dinding-dinding tersier atau

bagian-bagian dari yang terakhir tetap ada.

Sifat aktif jamur pembusuk lunak tergantung pada kayu dan spesies

jamur yang terlibat, pada pengujian maka kayu beech (Fagus sylvatica) terurai

lebih intensif daripada kayu pinus (Pinus sylvestris).

Keilich et al. (1970) dan Nilsson (1974, 1976) mengevaluasi adanya

beberapa enzim pemecah polisakarida dalam jamur pembusuk lunak. Aktivitas

selulosa, xilanase dan manase dapat ditunjukkan dengan beberapa jamur.

Jamur pembusuk lunak menyukai kayu keras, pada percobaan poliosa yang

diisolasi menunjukkan bahwa : Chaetomium globosum, mempunyai aktivitas

Page 14: Biodekomposisi kayu

14

yang tinggi baik pada xilan birch maupun xilan larch (Lewis, 1976). Dari

jamur yang sama, endo-selulosa dapat diisolasi dan dikarakterisasi. Enzim ini

mempunyai berat molekul 30.000±3.000, optimum pH 4,5-5,5 dan suhu

optimum 350C.

Von Aufsess et al. 1968, berhasil menguji degradasi lignin dimana

pembusuk lunak tidak memiliki sistem enzim lemah, adanya fenoloksidase

memberikan hasil negatif. Selanjutnya Haider dan Trojanowski, 1975

mendapatkan sejumlah pembusuk lunak yang dapat mengubah DHPs menjadi

CO2 . Unsur-unsur struktural yang penting seperti gugus-gugus metoksil,

rantai samping dan cincin aromatik, DHPs yang mempunyai 13C terlibat dalam

pembentukan CO2, jamur ini melepaskan CO2 dari lignin jagung.

Sampel kayu terlignifikasi dan serta-serat selulosa murni lebih mudah

dihinggapi jamur pembususk lunak, dan bentuk pelapukannya berubah

sebagian atau keseluruhan. Tidak adanya rongga-rongga khas dalam sampel

pinus terdelignifikasi (Pinus sylvestris) setelah penyerangan Phialophora

fastigiata), kemungkinannya sebagai berikut : (1) jamur mengembangkan

enzim lain setelah delignifikasi yang menyebabkan penyerangan semua

lapisan dinding sel tanpa perbedaan, (2) dengan menghilangkan lignin dari

penyusun-penyusun dinding lain, sistem enzim dari jamur memiliki ruang

untuk bebas bergerak melalui dinding, (3) penghilangan lignin membuka

struktur selulosa dan membuat mudah diserang oleh enzim jamur.

Analisis kimia kayu keras setelah didegradasi oleh jamur pembusuk

lunak menghasilkan peruraian semua komponen-komponen dinding sel pada

laju yang berbeda. Degradasi lignin dalam kayu beech oleh Chaetomium

globosum mulai dengan demetilasi hingga kehilangan berat total 12%.

Degradasi selulosa berlangsung sangat cepat dengan laju kira-kira

tetap selama penyerangan oleh berbagai pembusuk lunak Chaetomium

globosum menghilangkan poliosa dengan laju yang naik selama

berlangsungnya pelapukan.

Page 15: Biodekomposisi kayu

15

VIII. PENGARUH JAMUR NODA BIRU

Jamur noda biru termasuk jamur pembusuk lunak yang tidak merusak

kayu, tetapi ada jamur noda biru menyebabkan pengaruh pembusukan lunak

(misal Scytalidium lignicolum, Alternaria tenuis). Jamur noda biru terdapat

pada kayu lunak yang khas tetapi juga pada kayu keras. Perubahan warna

kayu yang diserang oleh jamur noda biru disebabkan oleh bahan berwarna

gelap yang diendapkan dalam vakuola di dalam hifa jamur.

Hifa tumbuh terutama dalam sel-sel parenkim yang hidup pada

kandungan protein, tetapi juga terdapat dalam trakeid dan tumbuh pada

permukaan dinding sel bagian dalam tanpa pengubahan enzimatik struktur

dinding sel. Jamur noda biru tumbuh pada kayu dan permukaan-permukaan

yang terlapisi dalam pembentukan noda abu-abu.

Hifa masuk dari satu sel ke sel lainnya dengan menembus selaput

noktah atau dinding-dinding sel dalam lebar penuhnya. Ujung hifa diubah

menjadi alat pembuat lubang yang disebut transpressorium yang dapat

menembus terus atau dinding sel dengan aktivitas enzimatik lokal dan tekanan

mekanik. (Gambar 6 ).

Gambar 6. Hifa Jamur Noda Birudalam kayu Pinus

Jamur noda biru menghasilkan enzim-enzim yang mendegradasi

polisakarida dan pektin seperti selulosa, poligalakturonase, dan mananase.

Hidrolisis pektin dalam kisaran pH yang lebar (3,5-7,5) disebabkan oleh

adanya dua enzim seperti poligalakturonase dan pektin-transeliminase) dengan

Page 16: Biodekomposisi kayu

16

pH 4,5 dan 6,5. Adanya enzim-enzim pemecah lignin (fenoloksidase) yang

mempunyai 19 spesies noda biru. Dalam kebanyakan spesies ditemukan

lakase terutama sebagai enzim intraseluler.

IX. SERANGAN BAKTERI

Serangan bakteri pada dinding-dinding sel kayu berlangsung sangat

lambat bila dibandingkan dengan serangan jamur. Bakteri tidak dapat tumbuh

karena pengembangannya ditentukana oleh pembelahan sel. Kolonisasi awal

sampel kayu biasanya terjadi dengan invasi melalui sel-sel parenkim jari-jari

walaupun diacak pada dinding-dinding dari sel-sel lain dalam kayu.

Kolonisasi dalam rongga-rongga noktah mengakibatkan degradasi selaput-

selaput noktah oleh enzim-enzim pektinolitik dan selulolitik. (Gambar 6).

Degradasi dinding-dinding sel diawali dengan zona lisis pada daerah yang

berhubungan dengan bakteri. Selama serangan bakteri berlangsung bentuk-

bentuk tersebut tumbuh menjadi palung-palung dan rongga-ronga pengikisan

yang mengembang hingga akhirnya seluruh dinding sel rusak. Dalam fase

pertama degradasi dinding sel, kehilangan rumbai-rumbai menunjukkan

serangan pada daerah selulosa yang teratur.

Serangan bakteri terutama terbatas pada kayu gubal, penyusun-

penyusun kayu teras kelihatannya menghalangi serangan tersebut. Pada sisi

lain koloni-koloni bakteri ditemukan dalam kayu teras basah dari sejumlah

konifer. Bagian tengah kayu basah Ulmus americana, Salix nigra, Populus

alba dan P. Deltoides terlihat adanya penyerangan metanobakteri. Bakteri

menghasilkan mtana yang dapat mencapai suatu tekanan yang tinggi hingga

dapat dinyalakan pada permukaan batang setelah pengeboran lubang ke dalam

kayu teras.

Pelapukan oleh bakteri ternyata tidak dihalangi oleh damar di sekitar

saluran damar (Courtois, 1966). Berbagai spesies bakteri tidak dapat

menyerang dinding-dinding sel kecuali kandungan lignin dikurangi dengan

perlakuan kimia. Pengurangan kandungan lignin dalam kayu beech dari 25,8%

hingga 20,1% mengakibatkan kehilangan berat 71,3% setelah waktu inkubasi

4 minggu dengan bakteri pada kondisi optimum. Setelah penyimpanan 5 tahun

Page 17: Biodekomposisi kayu

17

populasi bakteri alami mendegradasi sampel-sampel beech (Fagus sylvatica)

dan oak (Quercus robur) minimal tanpa menurunkan nilai teknologi.

X. Hasil Penelitian Bio-Dekomposisi kayu

Ferreira dan Graca, 2007 mengemukakan dalam eksperimennya tentang

pengaruh perlakuan 2 konsentrasi Nitrogen yang berbeda (0,16 dan 0,82 mg)

dalam kondisi basa kayu yang diasosiasikan dengan aktivitas jamur,

mendapatkan hasil bahwa terjadi peningkatan kandungan nitrogen (N), jauh

seperti yang diprediksikan. Namun anehnya kuantitas jamur (fungi) pada kedua

perlakuan tersebut sama banyaknya. Hal ini mengindikasikan bahwa kayu lapuk

dalam kondisi basa dalam air lebih dan sangat rentang terhadap pelapukan akibat

meningkatnya kandungan Nitrogen dalam kayu. Hasil perlakuan ini menunjukkan

pula (Gambar 1) bahwa pertumbuhan Canidium atau Mitospora semakin

meningkat seiring dengan pengkayaan atau ketersediaan Nitrogen. Namun

demikian, tingkat konsumsi oksigen mencapai puncak pada level maksimum

pengkayaan atau seiring dengan melimpahnya kandungan Nitrogen (Gambar 2).

Gambar 1 . Pertumbuhan dan Kuantitas rata-rata Canidium berdasarkan waktu

perlakuan

Page 18: Biodekomposisi kayu

18

Gambar 2. Rata-Rata Konsumsi Oksigen selama perlakuan berdasarkan waktu

eksperimen

Penelitian Tonberg et.al. 2003, tentang pertumbuhan fungi dan efek

dekomposisi kayu hubungannya dengan aktiviats bakteri pada tanah terpolusi dan

tidak tercemar menjelaskan bahwa jamur memiliki kemapuan tersendiri dalam

mengurai kayu, dan masing-masing fungi memiliki pola pertumbuhan yang

berbeda tergantung wadah dan ketersediaan makanannya. Dalam perlakuannya

dengan menggunakan Phospholipid fatty acids (PLFAs) yang diekstraksi dari

tanah, justru mereka tidak menemukan adanya pertumbuhan bakteri. Dengan

melalui pendekatan to principal component analisis (PCA), mereka

menyimpulkan bahwa bakteri PLFA tidak mau berkembang dalam kondisi ini.

Lebih lanjut mereka menduga bahwa pola bakteri PLFA mengubah koloninya

pada saat diinokulasi ke dalam tanah tanpa memperdulikan apakan tanah itu telah

atau tidak tercemar. Didapatkan hanya bakteri tertentu PLFA cy19:0, dari bakteri

Gram negatif yang mampu mengokulasi fungi. Dalam penelitian ini dapat ditarik

beberapa kesimpulan bahwa dalam pendekomposisian kayu, basal tanah tidak

berpengaruh, namun justru kandungan Nitrogen atau bahan makanan Jamur dalam

kayu yang lebih berperan terhadap laju dekomposisi kayu.

Page 19: Biodekomposisi kayu

19

Daftar Pustaka

Bauch, J., seehann, G., dan Fitznez, H., 1976. Material Organic. Beih. 3. 141-152

Crawford, D;L. dan Crawfor, R;L. 1980. Enzyme microb. Technol. 2. 11-22.

Courtois, H. 1966. Holzforchung, 20. 148-154

Ericksson, K.e dan Hamp, s., 1978. papier, 32. 545-550

Eriksson, K.E., Grunewald, A., Nilsson, t dan Vallander, L; 1980. Holzforchung, 34. 207-213

Fengel, D., dan Wegener, G. 1984. WOOD: Chemistry, Ultrastructure and Reaction. Institut for

wood research. Walter de Gruyter& Co. berlin.

Ferreira, V., Graça, M., 2007. Fungal Activity Associated with Decomposing Wood is Affected

by Nitrogen Concentration in Water. WILEY-VCH Inter science. Verlag GmbH & Co.

KGaA, Weinheim 1434-2944/07/102-0001

Haider, K., dan Trojanoswki, J. 1975. Arch. Microbial. 105. 33-42

Johnson, B. 1979. Wood fiber. Syracus univ.Press. New York. USA.

Lewis, P.F. 1976. Mater.Org. Beih. No 3. 113-11ç

Kellich, G., Bailey, p;J. Afting, E.G., dan Liese, W. 1969. Biochim, Biophys. Acta. 185, 392-401.

Kirk, T.K. 1975. Biotechnol. Bioeng. Symp. 5. 139-150

Kerr, a;J., dan Goring, A. 1975. Cellul. Chem. Technol. 563.

Nilsson, T. 1974. Studia for. Suec. No. 114

Peek, R.D. Liese, W., dan Parameswaran, N. 1972. Eur. J. For. Pathol. 2.237-248

Ruel, K., Barnound, F., dan Eriksson, K.E. 1981., Holforschung. 35.157-171

Sjôstrrôm, E. 1993. Wood Chemistry, Fundamentals and Application, second Edition. Helsinki

University of Technology. Academic Press, Inc. Orlando. USA

Tornberg,T., Bååth, E., Olsson, S., 2003. Fungal growth and effects of different wood

decomposing fungi on the indigenous bacterial community of polluted and unpolluted soils.

SpringerLink. Biol. Fertil.Soil.

Wolter, K.E., Highley, T.L dan Evans, F.J. 1980. Biochem. Biophys, Ress Commun, 97. 1499-

1504.

Von Aufess, H., Von Pechmann, H., dan Graessle, E. 1966. Khim. Drev. 1. 78-82