8
Biomining : Ekstraksi Bahan Tambang Menggunakan Bakteri REP | 02 January 2014 | 14:19 Dibaca: 28 Komentar: 0 0 Kegiatan pertambangan adalah usaha untuk mengekstrak dan memeroleh bahan mineral berharga dan penting bagi manusia yang berasal dari permukaan ataupun bagian dalam bumi. Kegiatan pertambangan umumnya identik dengan kerusakan lingkungan yang dihasilkannya baik itu berupa degradasi sumber air dan tanah, polusi udara hingga pencemaran yang terjadi akibat kebocoran tailing. Namun, tahukah Anda bahwa Hal itu saya rasa tidak berlaku untuk tambang Batu hijau ? Ya, Batu Hijau adalah salah satu lahan tambang terbesar yang memiliki program pengelolaan lingkungan paling baik di Indonesia bahkan dapat dikatakan di tingkat dunia. Batu Hijau adalah kawasan pertambangan yang dimiliki oleh PT Newmont Nusa Tenggara atau PTNNT. Pantaslah jika kawasan Batu Hijau memiliki sistem tata lingkungan yang baik karena salah satu misi PTNNT adalah menjadi perusahaan tambang yang terdepan dalam bidang perlindungan lingkungan. PT Newmont Nusa Tenggara memiliki keyakinan bahwa sistem pengelolaan yang disertai tata kerja lingkungan yang baik akan mampu mewujudkan perusahaan yang efektif dan sukses sesuai dengan visi PTNNT itu sendiri. PTNNT telah menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan(SML) ISO 14001 yang merupakan komitmen terhadap setiap operasi dan fasilitas tambang Newmont di wilayah Asia Pasifik. SML ini merupakan bagian dari kegiatan operasi yang terdiri dari pengelolaan hidrokarbon, bahan kimia, batuan sisa hingga pengelolaan limbah dan air dan masih banyak lagi yang kesemuanya dianggap mampu membuat PTNNT mewujudkan komitmennya. Namun, dari berbagai strategi pengelolaan lingkungan yang telah dilakukan PTNNT , saya merasakan masih ada hal yang kurang karena semua metode yang dilakukan masih

Bio Mining

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Menambang dengan bantuan bakteri

Citation preview

Page 1: Bio Mining

Biomining : Ekstraksi Bahan Tambang Menggunakan Bakteri

REP | 02 January 2014 | 14:19  Dibaca: 28     Komentar: 0     0

Kegiatan pertambangan adalah usaha untuk mengekstrak dan memeroleh bahan

mineral berharga dan penting bagi manusia yang berasal dari permukaan ataupun bagian

dalam bumi. Kegiatan pertambangan umumnya identik dengan kerusakan lingkungan yang

dihasilkannya baik itu berupa degradasi sumber air dan tanah, polusi udara hingga

pencemaran yang terjadi akibat kebocoran tailing. Namun, tahukah Anda bahwa Hal itu saya

rasa tidak berlaku untuk tambang Batu hijau ? Ya, Batu Hijau adalah salah satu lahan

tambang terbesar yang memiliki program pengelolaan lingkungan paling baik di Indonesia

bahkan dapat dikatakan di tingkat dunia.

Batu Hijau adalah kawasan pertambangan yang dimiliki oleh PT Newmont Nusa

Tenggara atau PTNNT. Pantaslah jika kawasan Batu Hijau memiliki sistem tata lingkungan

yang baik karena salah satu misi PTNNT adalah menjadi perusahaan tambang yang terdepan

dalam bidang perlindungan lingkungan. PT Newmont Nusa Tenggara memiliki keyakinan

bahwa sistem pengelolaan yang disertai tata kerja lingkungan yang baik akan mampu

mewujudkan perusahaan yang efektif dan sukses sesuai dengan visi PTNNT itu sendiri.

PTNNT telah menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan(SML) ISO 14001 yang

merupakan komitmen terhadap setiap operasi dan fasilitas tambang Newmont di wilayah

Asia Pasifik. SML ini merupakan bagian dari kegiatan operasi yang terdiri dari pengelolaan

hidrokarbon, bahan kimia, batuan sisa hingga pengelolaan limbah dan air dan masih banyak

lagi yang kesemuanya dianggap mampu membuat PTNNT mewujudkan komitmennya.

Namun, dari berbagai strategi pengelolaan lingkungan yang telah dilakukan PTNNT ,

saya merasakan masih ada hal yang kurang karena semua metode yang dilakukan masih

menitikberatkan pada teknik secara fisika dan kimia. Padahal di masa sekarang, kegiatan

pertambangan yang berbasis pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan sudah dapat

dilakukan dengan pendekatan biologis untuk mewujudkan penerapan dari Green Technology

atau Teknologi Hijau.

Melalui artikel ini saya hendak memberikan gambaran mengenai salah satu

pendekatan secara biologis yang dapat meningkatkan teknologi pertambangan untuk

mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan yakni dengan menggunakan mikroorganisme

berupa bakteri yang dapat memecah material batuan dan mengekstraksi mineral dari bijihnya

maupun tailing sisa peleburan batuan tambang sehingga dapat diperoleh peningkatan

Page 2: Bio Mining

keuntungan dan manfaat hasil yang lebih besar dibanding teknologi pertambangan

konvensional. Teknologi ini disebut Biomining.

Definisi Biomining secara utuh adalah proses ektraksi mineral berharga dari bijihnya

ataupun dari sisa tailing pertambangan dengan menggunakan bantuan mikroorganisme

khususnya bakteri. Biomining ini merupakan teknologi yang efektif sekaligus ramah

lingkungan yang dapat digunakan untuk menambang logam maupun material berharga.

Biomining ini merupakan penerapan dari proses bioleaching dan/atau biooksidasi.

Keduanya memberikan pengertian berupa konversi mineral/logam yang berasal dari bijih

mineralnya (ores) menjadi bentuk yang lebih larut dalam air (bioleaching) ataupun dalam

wujud residu berupa padatan (biooksidasi) yang diaplikasikan dalam skala operasi yang lebih

besar oleh industri pertambangan.

Dalam kegiatan industri pertambangan, Biomining ini dapat digunakan untuk

memeroleh berbagai logam mineral seperti seng (Zn), kobalt (Co), tembaga (Cu), Emas (Au)

dan masih banyak lagi. Namun dalam artikel ini saya akan lebih fokus membahas tentang

penerapan Biomining untuk memeroleh logam tembaga (Cu) dan emas (Au) yang

menggunakan bijih kualitas rendah (Low grade ores) maupun tailing sisa untuk mendapatkan

persen hasil logam yang lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan teknik tambang

konvensional

Biomining pada Tembaga

Teknologi Biomining untuk memeroleh tembaga menggunakan prinsip dari proses

bioleaching yang mengubah bijih tembaga yang umumnya berbentuk tembaga sulfida tak

larut menjadi bentuk tembaga sulfat yang lebih larut dalam air. Proses ini bertujuan untuk

menciptakan kondisi asam dari senyawa sulfur yang tereduksi sehingga dapat menghasilkan

logam terlarut tembaga yang diinginkan untuk diproses lebih lanjut dalam proses smelting.

Mikroba yang digunakan adalah bakteriAcidithiobacillus ferrooxidans yang secara alami

hidup dan terdapat di dalam bijih mineral hasil tambang dan melalui biomining populasi

bakteri tersebut ditingkatkan dan digunakan dalam reaksi berbasis microbial leaching.

Page 3: Bio Mining

Proses reaksi utama pada bioleaching pada tembaga dimulai ketika terjadi oksidasi

spontan dari sulfida oleh ion Fe(III) yang dihasilkan dari proses oksidasi ion Fe(II) oleh

bakteri A. ferrooxidans. Fe(II) yang dioksidasi oleh bakteri ini terkandung secara alami dalam

bijih tembaga. Reaksi oksidasi spontan CuS dengan ion Fe(III) berlangsung dalam kondsi

anaerob (tidak ada O2) sehingga dihasilkan ion Cu(II) serta ion Fe(II) pada akhir reaksinya.

Efisiensi dari proses leaching ini dapat dilakukan dengan menggunakan tempat pembuangan

seperti kolam besar yang dalam untuk menciptakan kondisi anoksigenik.

Proses berikutnya adalah tahapan yang disebut “Metal Recovery” dari Ion Cu(II) yang

terbentuk dari reaksi awal. Potongan ion besi atau (Fe0) ditambakan ke dalam kolam

pengendapan untuk memeroleh kembali tembaga dari cairan leaching melalui proses reaksi

kimia sebagaimana yang ditunjukkan dalam gambar 1 sehingga dihasilkan mineral tembaga

yang lebih murni (Cu0). Selain itu reaksi ini menghasilkan larutan kaya ion Fe(II) yang

selanjutnya akan dipompa kembali menuju kolam oksidasi yang tidak terlalu dalam untuk

selanjutnya dioksidasi kembali menjadi ion Fe(III) oleh bakteri pengoksidasi besi. Larutan

asam yang mengandung ion Fe (III) ini lalu dipompa kembali kebagian atas pengumpulan

untuk selanjutnya ion Fe(III) ini digunakan mengoksidasi kembali CuS untuk menghasilkan

logam tembaga yang lebih larut dalam air.

Page 4: Bio Mining

Kolam leaching yang digunakan dalam proses bimining tembaga ini juga diatur

sedemikian rupa mengalami kenaikan temperatur pada tiap prosesnya yang juga

memengaruhi jenis populasi mikroba yang berperan untuk mengoksidasi besi (ion Fe(II)).

Dimulai dari A. ferrooxidans yang aktif mengoksidasi dan hidup pada kisaran suhu 30 oC,

kemudian pada suhu yang lebih tinggi digantikan oleh Leptospirilum

ferrooxidans dan Sulfobacillus lalu pada suhu 60-80 oC proses oksidasi besi dilakukan oleh

Arkaea (Organisme yang hidup dalam lingkungan ekstrim dan berbeda dengan bakteri)

seperti Sulfolobus.

Biomining pada Emas

Selain tembaga, salah satu mineral berharga yang menjadi komoditi utama dalam

industri pertambangan adalah emas seperti yang dilakukan oleh PTNNT yang merupakan

perusahaan tambang yang fokus terhadap penambangan emas dan tembaga. Emas dalam

bahasa latin atau dalam bentuk mineralnya disebut Au dapat diperoleh kembali dari bijihnya

dengan cara melarutkannya dengan larutan sianida. Di dalam bijih atau yang biasa disebut

refraktori, partikel-partikel emas biasanya tertutupi oleh sulfida tak larut. Kemudian melalui

proses yang didasarkan pada prinsip biooksidasi, bakteri akan mengoksidasi sulfida yang

menutupi mikropartikel emas dalam bijih maupun konsentratnya.

Pada tahap pertama, bakteri berperan dalam mempercepat proses pemecahan mineral

arsenopirit (FeAsS) pada bijih yang mengandung deposit emas. Bakteri pengoksidasi ini

adalah bakteri A. ferrooxidans yang akan mengoksidasi sulfur dan ion logam arsen (As) ke

tingkat oksidasi yang lebih tinggi melalui proses reduksi oksigen oleh H2 dan ion Fe (III).

Proses ini terjadi di membran sel bakteri A. ferrooxidanstersebut.

Pada tahap kedua, bakteri kemudian mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+(dengan

mereduksi O2). Lalu logam emas akan dioksidasi ke tingkat yang lebih tinggi dari yang

semula memiliki bilangan oksidasi 3 (Au3+) menjadi 5 (Au5+) dan terlepas menjadi mineral

bebas Au dengan menggunakan elektron yang diperoleh dari hasil reduksi kembali

Fe3+ menjadi Fe2+ sehingga siklus akan berlanjut dan Fe2+ ini dioksidasi kembali.

Emas atau Au yang sudah terlepas ini berikutnya akan dikomplekskan dengan larutan

sianida (CN-) dengan menggnakan metode tradisional untuk memeroleh emas murni. Namun

tidak seperti proses leaching pada tembaga yang menggunakan kolam atau dump yang besar,

proses leaching pada emas ini dilakukan dalam tank bioeaktor kecil. Proses perolehan

kembali mineral emas (Recovery) dengan menggunakan Biomining ini akan meningkatkan

hasil emas yang diperoleh hingga mencapai lebih dari 95%. Selain itu efek toksik dari residu

As dan CN- yang dihasilkan dalam proses penambangan akan dihilangkan di dalam bioreaktor

leaching emas

Page 5: Bio Mining

Arsen atau As akan dihilangkan dalam bentuk endapan bersama besi sedangkan

CN- dihilangkan melalui oksidasi bakteri yang pada proses akhirnya akan menghasilkan

CO2 dan urea melalui proses perolehan kembali mineral Au lebih lanjut. Bioreaktor mikroba

skala kecil seperti yang digunakan dalam Biomining emas ini telah cukup populer di

beberapa negara seperti di Ghana, Afrika (gambar 2) karena merupakan teknologi

penambangan emas yang lebih ramah lingkungan.

Penggunaan teknologi Biomining ini menjadi sangat beralasan dan dapat menjadi

sebuah alternatif karena saat ini bijih mineral berharga yang berkualitas tinggi sudah

berkurang secara drastis akibat tingginya permintaan dunia terhadap logam dan mineral,

khususnya tembaga dan emas. Hal ini menyebabkan hanya tersisa bijih kualitas rendah yang

untuk mengolahnya diperlukan energi tinggi dan bahan baku yang memakan biaya tinggi jika

menggunakan teknik tambang konvensional. Selain itu terdapat biaya lingkungan tambahan

yang harus dikeluarkan oleh perusahaan tambang akibat tingginya polusi udara berupa emisi

gas SO2 yang berbahaya akibat kegiatan pertambangan. Ditambah pula dengan semakin

ketatnya standar lingkungan yang mengatur tentang tata kelola limbah berbahaya hasil

kegiatan pertambangan akan menyebabkan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan tambang

terhadap perlindungan lingkungan semakin tinggi.

Kelebihan Biomining dibanding teknik penambangan konvensional maupun

tradisional yang biasa digunakan yang paling utama adalah mampu menghasilkan mineral

dari bijih mineral kualitas rendah maupun sisa tailing penambangan sekalipun dengan hasil

yang lebih banyak secara signifikan. Biomining yang diterapkan untuk memeroleh mineral

tembaga dan emas juga memberikan manfaat berupa cara pengoperasian yang mudah, hanya

membutuhkan sedikit bahan baku (low capital), minim biaya operasi, memerlukan waktu

Page 6: Bio Mining

konstruksi infrastruktur pertambangan yang lebih singkat, menghasilkan tailing yang jauh

lebih tidak aktif secara kimiawi sehingga tidak berbahaya terhadap lingkungan, mengurangsi

emisi gas berbahaya yang dapat menyebabkan polusi dan hujan asam, serta biaya yang jauh

lebih murah dalam perawatan karena hanya berupa biaya pemberian nutrisi yang berguna

untuk pertumbuhan mikroba di dalam tangki bioreaktor ataupun dump/kolam leaching

dibanding dengan biaya yang dikeluarkan dari proses pirometalurgi secara konvensional.

Secara ekonomis, industri tambang yang menerapkan teknologi Biomining ini akan

mendapatkan keuntungan berupa efisiensi biaya produksi karena hanya membutuhkan

infrastruktur yang lebih sedikit serta membutuhkan sedikit tenaga kerja dengan sedikit

keluaran biaya lingkungan atau environmental cost karena hanya menghasilkan emisi gas B3

yang lebih rendah dan tailing yang lebih bersih.

Pada akhirnya, tidak dapat diragukan lagi bahwa Biomining merupakan salah satu

terobosan Green Technology yang mampu menghasilkan dan mengekstraksi logam atau

mineral berharga dengan meminimalkan efek buruk yang dihasilkan terhadap lingkungan.

Semakin menipisnya kandungan bijih mineral kualitas tinggi pada bumi, memberikan

konsekuensi bahwa cara paling ekonomis untuk tetap memeroleh mineral berharga yang

penting adalah dengan menggunakan bijih kualitas rendah yang jumlahnya masih cukup

melimpah ataupun tailing sisa pertambangan. Proses fisika-kimia atau yang biasa disebut

pirometaurgi dan teknologi tambang konvensional haruslah diakui tidak lagi efektif akibat

biaya yang mahal, energi yang diperlukan dan polusi yang dihasilkan sedangkan Biomining

adalah jawaban yang tepat untuk meningkatkan hasil tambang seperti emas maupun tembaga

hingga mencapai nilai dua kali lipat dari hasil pertambangan biasa dan sudah dapat

diterapkan dalam berbagai kegiatan industri pertambangan yang memerhatikan pengelolaan

lingkungan di dalam sistemnya seperti PTNNT. Jadi, apakah PTNNT seharusnya juga sudah

mulai memikirkan dan mau menerapkan Biomining dalam kegiatan pertambangannya ?

Menurut saya jawabannya adalah Ya.

Sumber :

Appanna, V., Lemire, J., Hnatiuk, R. 2013. Biomining A Green Technology to Mine Valuable Metals. Canada : Departement of Chemistry Laurentian University of Sudbury.

Devasia, P. dan Natarajan, K. A. 2004. Bacterial Leaching : Biotechnology in the Mining Industry. New Delhi : Resonance Press.

Madigan, M.T., Martinko, J.M., Stahl, D.A., Clark, D.P. 2012. Brock Microbiology of Microorganism. San Fransisco : Pearson Benjamin cummings. Hal : 710

Siddiqui, M.H., Kumar, A., Kesari, K. K., Arif, J.M. 2009. Biomining - A Useful Approach Toward Metal Extraction. American-Eurasian Journal of Agronomy, 2(2) : 84-88.

Page 7: Bio Mining

Willey, J.M., Sherwood, L.M., Woolverton, C.J. 2008. Prescott, Harley and Klein’s Microbiology 7th Edition. New York : McGraw-Hill Companies. Hal : 1101