Upload
andidnyutz
View
198
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Rabu / 22 Februari 2012Biokimia Klinis Waktu : 13.00 – 16.00 WIB
PJP : Dimas Andrianto, S.Si,M.siAsisten : Dita Meisyara
Yuanita NK Dewi Eriyanti
MORFOLOGI DARAH
Kelompok 14Yayuk Kartika G84090052Clara Shinta Ayu F. G84090064Puri Dermawan G84090084
DEPARTEMEN BIOKIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR
2012
Pendahuluan
Sel darah merah atau yang juga disebut sebagai eritrosit berasal dari
Bahasa Yunani, yaitu erythros berarti merah dan kytos yang berarti selubung/sel.
Sel darah merah adalah jenis sel darah yang paling banyak dan berfungsi
membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh lewat darah dalam hewan bertulang
belakang. Bagian dalam eritrosit terdiri atas hemoglobin, merupakan
metaloprotein pengangkut oksigen yang mengandung besi dalam sel merah dalam
darah mamalia dan hewan lainnya. Hemoglobin adalah suatu protein dalam sel
darah merah yang mengantarkan oksigen dari paru-paru ke jaringan di seluruh
tubuh dan mengambil karbondioksida dari jaringan tersebut dibawa ke paru untuk
dibuang ke udara bebas (Evelyn 2009).
Warna merah sel darah merah sendiri berasal dari warna hemoglobin yang
unsur pembuatnya adalah zat besi. Pada manusia, sel darah merah dibuat di
sumsum tulang belakang, lalu membentuk kepingan bikonkaf. Di dalam sel darah
merah tidak terdapat nukleus. Sel darah merah sendiri aktif selama 120 hari
sebelum akhirnya dihancurkan (Dharma 1983).
Hemoglobin juga berperan penting dalam mempertahankan bentuk sel
darah yang bikonkaf. Jika terjadi gangguan pada bentuk sel darah ini, maka
keluwesan sel darah merah dalam melewati kapiler jadi kurang maksimal. Hal
inilah yang menjadi alasan mengapa kekurangan zat besi bisa mengakibatkan
anemia. Nilai normal yang paling sering dinyatakan adalah 14-18 gr/dl untuk pria
dan 12-16 gr/dl untuk wanita. Beberapa literatur lain menunjukan nilai yang lebih
rendah terutama pada wanita, sehingga mungkin pasien tidak dianggap menderita
anemia sampai Hb kurang dari 13 gm/100 ml pada pria dan 11 gm/100 ml untuk
wanita (Dharma 1983).
Golongan darah adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena
adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel
darah merah. Saat ini telah dikenal sekitar 25 sistem penggolongan darah
manusia, yang paling diketahui adalah sistem ABO, Rhesus (Rh), dan MN
(Murray 2009). Golongan darah dikelompokkan menjadi 4, yaitu; A, B, O, dan
AB. Penetapan penggolongan darah didasarkan pada ada tidaknya antigen sel
darah merah A dan B. Individu-individu dengan golongan darah A mempunyai
antigen A yang terdapat pada sel darah merah, individu dengan golongan darah B
mempunyai antigen B, dan individu dengan golongan darah O tidak mempunyai
kedua antigen tersebut. Berikut adalah tabel hubungan golongan darah dan
antigennya. Kecocokan faktor Rhesus amat penting karena ketidakcocokan
golongan. Misalnya donor dengan Rh+ sedangkan resipiennya Rh-) dapat
menyebabkan produksi antibodi terhadap antigen Rh (D) yang mengakibatkan
hemolisis. Hal ini terutama terjadi pada perempuan yang pada atau di bawah usia
melahirkan karena faktor Rh dapat mempengaruhi janin pada saat kehamilan
(Vajpayee 2006).
Tujuan
Praktikum ini bertujuan membuktikan morfologi darah terkait dengan
anemia, serta terampil melakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah eritrosit
dan golongan darah.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum antara lain lanset steril, tabung
reaksi, kapas, tabung pengencer hemometer, pipet hemoglobin, pipet eritrosit,
kamar hitung, kaca penutup, mikroskop, tabung reaksi, kaca objek, dan tusuk gigi.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum antara lain darah segar,
akuades, alkohol 70%, larutan HCl 0.1 N, larutan Natrium sitrat 2.5%, serum anti
A, dan serum anti B.
Prosedur Percobaan
Darah segar untuk pemeriksaan. Ujung jari dibersihkan dengan kapas
yang dibasahi dengan alkohol 70%, lalu dibiarkan hingga benar- benar mengering.
Bagian yang akan ditusuk dipegang supaya tidak bergerak dan sedikit menekan
untuk mengurangi rasa sakit. Kemudian dengan cepat lanset steril ditusukkan
dengan arah tegak lurus pada garis-garis sidik jari kulit, tusukkan harus cukup
dalam supaya darah mudah keluar dan jangan menggunakan tetesan darah
pertama. Selanjutnya darah yang kelauar ditampung dalam tabung.
Kadar hemoglobin. Sebanyak 5 tetes HCl 0.1 N dimasukkan dalam
tabung pengencer hemometer, kemudian darah dihisap dengan pipet hemoglobin
sampai garis tanda 20 μL. Darah yang melekat pada sebelah luar ujung pipet
dibersihkan, waktunya dicatat dan darah dialirkan dari pipet dengan segera ke
dalam dasar tabung pengencer yang berisi HCl. Selanjutnya pipet itu diangkat
sedikit, dan HCl yang jernih dihisap ke dalam pipet dua atau tiga kali untuk
membersihkan darah yang masih tertinggal dalam pipet. Isi tabung dicampur agar
darah dan HCl bereaksi, warna campuran menjadi coklat tua. Air ditambahkan
setetes demi setetes, persamaan warna campuran dan batang standar harus dicapai
dalam waktu 3-5 menit setelah saat darah dan HCl dicampur. Kemudian kadar
hemoglobin dibaca dengan gram per 100 mL darah.
Menghitung eritrosit. Pipet eritrosit diisi dengan cara memegang pipet
diujungnya, kemudian ujungnya ditempatkan pada darah segar sehingga darah
masuk sampai tanda 0.5. Kelebihan darah yang melekat pada ujung pipet dihapus.
Lalu ujung pipet dimasukkan pada larutan natrium sitrat 2.5% tepat hingga garis
101, jangan sampai terjadi gelembung udara di dalam pipet. Tutup ujung pipet
dengan jari kemudian dikocok selama 15-30 detik, bila tidak segera dihitung
letakkan pipet dalam keadaan horizontal. Kamar hitung yang bersih disiapkan
dengan kaca penutupnya terpasang mendatar di atas meja. Kemudian semua
cairan yang berada dalam batang kapiler pipet (3 atau 4 tetes) dan sentuhkan
ujung pipet itu dengan sudut 30 derajat pada permukaan kamar hitung dengan
menyinggung pinggir kaca penutup. Biarkan kamar hitung terisi cairan perlahan-
lahan dengan kapilaritasnya sendiri. Lalu jumlah eritrosit dihitung dengan terlebih
dahulu mengatur fokus dengan memakai lensa objektif kecil (10x), kemudian
lensa itu diganti dengan lensa objektif besar (40x) sampai garis-garis bagi dalam
bidang besar tengah tampak jelas. Semua eritrosit yang terdapat dalam 5 bidang
yang tersusun dari 16 bidang kecil dihitung, yaitu dari kotak-kotak kecil pada
setiap sudut dan pada pusat kotak besar. Sel darah merah yang menyentuh batas
atau berada di atas batas, hanya dihitung dari dua sisi yang saling tegak lurus dari
kotak yang bersangkutan.
Penentuan golongan darah. Dua buah kaca objek disiapkan, beri tanda A
pada kaca objek 1 dan tanda B pada kaca objek lainnya. Teteskan pada kaca objek
A serum anti A, dan serum anti B pada kaca objek B. Kemudian darah diteteskan
pada bagian A, kedua cairan dicampurkan dengan tusuk gigi. Amati terjadi
aglutinasi. Lakukan hal yang sama pada bagian B.
Data dan Hasil Percobaan
Tabel 1 kadar hemoglobinSampel Absorbansi [Hb] g/dLClara 0.000 0.000
0.238 8.751Reaksi :[Hb] = Absorbansi x 36.77 g/dL
= 0.238 x 36.77 g/dL = 8.751 g/dL
Tabel 2 Jumlah eritrosit darahSampel Jumlah hitung Σ/mm2
Andi 36 360000Σ/mm2 = FP x Σ hitung
= 1
1/50 x 200 x 36 = 360000
Tabel 3 Golongan darahProbandus Anti A Anti B Golongan darah
Merry - - OYayuk - + B
Keterangan : + = Menggumpal- = Larut
Pembahasan
Hemoglobin adalah parameter yang digunakan secara luas untuk
menetapkan prevalensi anemia. Nilai normal yang paling sering dinyatakan adalah
14-18 gr/dL untuk pria dan 12-16 gr/dL untuk wanita. Beberapa literatur lain
menunjukan nilai yang lebih rendah, terutama pada wanita, sehingga mungkin
pasien tidak dianggap menderita anemia sampai Hb kurang dari 13 gm/100 ml
pada pria dan 11 gm/100 ml untuk wanita.
Anemia merupakan keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit
dan jumlah sel darah merah di bawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan
(Arisman 2008). Penyebabnya bisa karena kekurangan zat besi, asam folat dan
vitamin B12. Tetapi yang sering terjadi adalah anemia yang disebabkan karena
kekurangan zat besi. (Murgiyanta 2006). Sejauh ini ada empat pendekatan dasar
pencegahan anemia defisiensi besi: yaitu pemberian tablet atau suntikan zat besi,
pendidikan dan upaya yang ada kaitannya dengan peningkatan asupan zat besi
melalui makanan, pengawasan penyakit infeksi, dan fortifikasi makanan pokok
dengan zat besi (Arisman 2008).
Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah
dapat digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah.
Bergantung pada metode yang digunakan, nilai hemoglobin menjadi akurat
sampai 2-3%. Diantara metode yang paling sering digunakan di laboratorium dan
paling sederhana adalah metode Sahli dan yang lebih canggih adalah metode
cyanmethemoglobin (Bachyar 2002).
Pada metode sahli, hemoglobin dihidrolisis dengan HCl menjadi globin
ferroheme. Ferroheme oleh oksigen yang ada di udara dioksidasi menjadi
ferriheme yang segera bereaksi dengan ion Cl membentuk ferrihemechlorid yang
juga disebut hematin atau hemin yang berwarna coklat. Warna yang terbentuk ini
dibandingkan dengan warna standar (hanya dengan mata telanjang). Untuk
memudahkan perbandingan, warna standar dibuat konstan, yang diubah adalah
warna hemin yang terbentuk. Perubahan warna hemin dibuat dengan cara
pengenceran sedemikian rupa sehingga warnanya sama dengan sangat
berpengaruh. Disamping faktor mata, faktor lain misalnya ketajaman, penyinaran
dan sebagainya dapat mempengaruhi hasil pembacaan (Theml 2004).
Metode yang lebih canggih adalah metode cyanmethemoglobin. Pada
metode ini hemoglobin dioksidasi oleh kaliumferrosianida menjadi
methemoglobin yang kemudian bereaksi dengan ion sianida (CN2-) membentuk
sian-methemoglobin yang berwarna merah. Intensitas warna dibaca dengan
fotometer dan dibandingkan dengan standar. Karena yang membandingkan alat
elektronik, maka hasilnya lebih objektif. Namun, fotometer saat ini masih cukup
mahal sehingga belum semua laboratorium memilikinya (Bachyar 2002).
Praktikum kali ini menentukan kadar hemoglobin, dengan menggunakan
metode cyanmethemoglobin. Komposisi reagen Hb yang digunakan yaitu larutan
kalium ferrosianida (K3Fe(CN)6 0.6 mmol/1 dan larutan kalium sianida (KCN) 1.0
mmol/1 kemudian diukur pada panjang gelombang 540 nm (Gandasoebrata 2009).
Absorbansi yang didapat yaitu 0.238 dengan nilai [Hb] yang didapat yaitu 8.751
g/dL. Nilai yang didapat lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai normal pada
wanita sekitar 12-16 gr/dL, hal ini berarti probandus mengalami gejala anemia.
Kepingan eritrosit manusia memiliki diameter sekitar 6-8 μm dan
ketebalan 2 μm, lebih kecil daripada sel-sel lainnya yang terdapat pada tubuh
manusia (Sutedjo 2008). Eritrosit normal memiliki volume sekitar 9 fL (9
femto liter ) Sekitar sepertiga dari volume diisi oleh hemoglobin, total dari 270 juta
molekul hemoglobin, dimana setiap molekul membawa 4 gugus heme. Eritrosit
dikembangkan dari sel punca melalui retikulosit untuk mendewasakan eritrosit
dalam waktu sekitar 7 hari dan eritrosit dewasa akan hidup selama 100-120 hari.
Morfologi sel darah merah yang normal adalah bikonkaf. Cekungan (konkaf) pada
eritrosit digunakan untuk memberikan ruang pada hemoglobin yang akan
mengikat oksigen. Tetapi, polimorfisme yang mengakibatkan abnormalitas pada
eritrosit dapat menyebabkan munculnya banyak penyakit. Umumnya
polimorfisme disebabkan oleh mutasi gen pengkode hemoglobin, gen pengkode
protein transmembran, ataupun gen pengkode protein sitoskeleton. Polimorfisme
yang mungkin terjadi antara lain adalah anemia sel sabit, Duffy negatif, Glucose-
6-phosphatase deficiency (defisiensi G6PD), talasemia, kelainan glikoporin, dan
South-East Asian Ovalocytosis (SAO) (Ronald 2004).
Praktikum kali ini menentukan jumlah eritrosit, hasil yang didapat yaitu
36 eritrosit dengan Σ/mm2 sebanyak 360000.
Golongan darah adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena
adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel
darah merah. Dua jenis penggolongan darah yang paling penting adalah
penggolongan ABO dan Rhesus (faktor Rh) (Murray 2009). Golongan darah
dikelompokkan menjadi 4, yaitu; A, B, O, dan AB. Penetapan penggolongan
darah didasarkan pada ada tidaknya antigen sel darah merah A dan B. Individu-
individu dengan golongan darah A mempunyai antigen A yang terdapat pada sel
darah merah, individu dengan golongan darah B mempunyai antigen B, dan
individu dengan golongan darah O tidak mempunyai kedua antigen tersebut. Jenis
penggolongan darah lain yang cukup dikenal adalah dengan memanfaatkan faktor
Rhesus atau faktor Rh. Nama ini diperoleh dari monyet jenis Rhesus yang
diketahui memiliki faktor ini pada tahun 1940 oleh Karl Landsteiner. Seseorang
yang tidak memiliki faktor Rh di permukaan sel darah merahnya memiliki
golongan darah Rh-. Mereka yang memiliki faktor Rh pada permukaan sel darah
merahnya disebut memiliki golongan darah Rh+ (Vajpayee 2006).
Praktikum kali ini menentukan golongan darah dengan menggunakan dua
probandus. Probandus pertama, ketika diteteskan pada kaca objek A dan kaca
objek B keduanya tidak mengalamai aglutinasi. Hal ini berarti probandus pertama
memiliki golongan darah O. Sementara pada probandus kedua, ketika diteteskan
pada kaca objek A dan kaca objek B mengalami aglutinasi pada kaca objek B. Hal
ini berarti probandus kedua memiliki golongan darah B.
Simpulan
Darah merupakan bagian yang sangat penting dalam tubuh manusia yang
berfungsi membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh.
Daftar Pustaka
Arisman. 2007. Gizi dalam Daur Kehidupan Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta: EGC.
Bachyar, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC.
Dharma R, Immanuel S, Wirawan R. 1983. Penilaian hasil pemeriksaan hematologi rutin. Cermin Dunia Kedokteran : 28-31.
Gandasoebrata R. 2009. Penuntun laboratorium klinik. Jakarta: Dian Rakyat.
Murgiyanta. 2006. Dampak Pemberian Tablet Sulfas Ferrosus Terhadap Produktivitas Pekerja Wanita Pencetak Batu Bata Yang Anemia Di Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Pearce, Evelyn. 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Ronald AS, Richard AMcP. 2004. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium edisi 11. Alih bahasa : Brahm U. Pendit dan Dewi Wulandari, editor : Huriawati Hartanto. Jakarta: EGC.
Sutedjo AY. 2008. Mengenal penyakit melalui hasil pemeriksaan laboratorium. Yogyakarta: Amara Books.
Theml H, Diem H, Haferlach T. 2004. Color atlas of hematology; principal microscopic and clinical diagnosis. 2nd ed. Stuttgart: Thieme.
Vajpayee N, Graham SS, Bem S. 2006. Basic examination of blood and bone marrow. In: Henry’s clinical diagnosis and management by laboratory methods. 21st ed. Editor: McPherson RA, Pincus MR. China: Saunders Elsevier.