Upload
others
View
14
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BENTUK KERUSAKAN DAN PENANGANAN
BUNKER DANREM DAN PILBOKS AHMAD YANI
DI KOTA KENDARI
SULAWESI TENGGARA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Akhir
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sastra
Pada Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Hasanuddin
Oleh
Muhammad Awal Ramadhan
Nomor Pokok : F61111266
DEPARTEMEN ARKEOLOGI
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirraahim
Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu
syarat dalam menyelesaikan pendidikan program studi strata satu/Departemen
Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya Universitas hasanuddin.
Adapun judul yang penulis ajukan adalah sebagai berikut : “Bentuk Kerusakan
Dan Penanganan Bunker Dan Pilboks Di Kota Kendari Sulawesi Tenggara”. Dalam
penyusunan skripsi ini, penulis menemukan banyak hambatan dan tantangan baik
bersifat internal maupun eksternal sehingga penulis menyadari sepenuhnya bahwa
penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagai suatu karya ilmiah. Hal
ini disebabkan oleh faktor keterbatasan penulis sebagai manusia yang masih berada
dalam proses pembelajaran. Selain daripada itu, dalam penulisan skripsi ini penulis
menganggap bahwa dalam menulis tugas akhir merupakan salah satu cara ampuh
dalam melawan rasa malas. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan partisipasi
aktif dari semua pihak berupa saran dan kritik yang bersifat membangun demi
penyempurnaannya.
Skripsi ini khusus penulis persembahkan kepada ayahanda tercinta Muh. Attas
(Almarhum) yang semenjak semasa hidupnya telah mendidik penulis dengan cinta,
kasih sayangnya serta memberi motivasi, semoga beliau istirahat dengan tenang di
vi
alam sana. Ibunda Haliah yang telah melahirkan dan merawat penulis hingga
menjadi seseorang jauh lebih baik hingga sekarang, serta seluruh keluarga yang telah
memberikan dukungan dan bantuan moril selama ini. Kepada saudara-saudaraku
yang tersayang Puput dan Hidayat terima kasih atas motivasi serta dukungannya
selama ini. Terkhusus rasa terima kasih penulis kepada teman-teman Edelweiser,
Arrow, Anak ujung bori blok 8 dan kekasih penulis yang saat ini lagi menjalankan
akademiknya.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Akin Duli, M.A.
2. Dr. Anwar Thosibo, M.Hum
3. DRS. Iwan Sumantri, M.A., M.Si
4. DRA. Erni Erawati, M.Si
5. Muhammad Nur, M.A., Ph.D
6. Dr. Rosmawati, S.S., M.Si
7. Yadi Mulyadi, S.S., M.A.
8. Supriadi, S.S., M.A
Dan terkhusus memberikan rasa hormat selaku pembimbing penulis kepada : Dra.
Khadijah Thahir Muda, M.Si. salaku pembimbing satu penulis serta Yusriana, S.S.,
M.A. selaku pembimbing dua penulis.
vii
Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan Ilmu
Hukum dan penulis berharap semoga Allah SWT memberikan imbalan yang setimpal
atas bantuan dan jasa-jasa semua pihak yang telah berupaya membantu penyusunan
skripsi ini. Aamiin Ya Rabbal Alamin.
Wassalamu Alaikum Wr. Wb.
Makassar, 18 November 2017
Penulis
xv
Abstrak
Bangunan bunker dan pilboks di Kota Kendari merupakan salah satu sumber
daya budaya peninggalan Jepang yang terletak di Sulawesi Tenggara. Bangunan-
bangunan ini memiliki daya tahan terhadap kondisi alam yang ekstrim. Hal ini dapat
dilihat dari keberadaannya hingga saat ini meski dalam kondisi yang sangat
memprihatinkan. Kondisi tersebut berupa kerusakan dan pelapukan yang disebabkan
oleh faktor lingkungan, baik lingkungan biotik maupun lingkungan abiotik.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui bentuk kerusakan dan pelapukan pada
bangunan bunker dan pilboks peninggalan Jepang di Kota Kendari yang dipengaruhi
oleh lingkungan biotik dan abiotik. Selain itu, penelitian ini dilakukan untuk
menjelaskan upaya penanganan guna memperlambat laju kerusakan tersebut.
Penelitian dilakukan pada dua lokasi yakni Bunker Dunrem dan Pilboks Ahmad Yani
dengan meggunakan ilmu konservasi arkeologi. Adapun tahapan penelitiannya antara
lain tahap pengumpulan data dan observasi, tahap pengelolaan data, kemudian tahap
eksplanasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kerusakan dan pelapukan pada
kedua bangunan tersebut tergolong dalam stadium II (rusak) dan III (rusak parah)
dengan bentuk kerusakan masing-masing; pada Bunker Dunrem berupa kelembaban
berlebih akibat lokasi tertutup dan kapilaritas air lebih tinggi dan penyalahgunaan
sebagai tempat pembuangan akhir oleh masyarakat sekitar, sedangkan pada Pilboks
Ahmad Yani berupa keretakan akibat guncangan kendaraan dan pijakan pejalan kaki.
Hal lain yang juga berpengaruh dalam terjadinya kerusakan tersebut yakni kurangnya
informasi terkait bangunan cagar budaya. Adapun upaya penanganan yang ditempuh
dalam penelitian ini adalah dengan mengidentifikasi senyawa kimiawi dalam beton
bangunan sehingga akan memudahkan dalam perbaikannya tanpa menghilangkan
esensi bangunan. Selain itu, perlu adanya peningkatan kesadaran dan pengawasan
serius terhadap sumber daya arkeologi di Kota Kendari agar terjaga eksistensinya
sebagai peninggalan bersejarah.
Kata Kunci :Bangunan bunker dan pilboks, kerusakan dan pelapukan, faktor
lingkungan, konservasi arkeologi, pelestarian
xvi
Abstract
Bunker and pillbox building in Kendari are kind of cultural resources of
Japanese heritage located in Southeast Sulawesi. These buildings apparently have
resistance to extreme nature conditions as they still exist despite of the agitating
conditions. The conditions are such as damage and weathering that caused by
environmental factors, both biotic and abiotic environments.
This research aimed to know the form of damage and weathering in bunker and
pillbox building, left by Japanese army in Kendari, which are influenced by biotic
and abiotic environments. In addition, it was also done to explain the preservation
effort in order to inhibit the damage rate. The research was carried out in two location
namely Bunker Dunrem and Pillbox Ahmad Yani by using archeological
conservation science. The stages of research include the data collection and
observation stage, the data management stage, and the explanation stage.
The results showed that the level of damage and weathering in both buildings
are classified into stage II (damaged) and III (badly damaged) with the form of
damage respectively; in Bunker Dunrem such as excessive dampness, due to the
sealed location and higher water capillarity, and misuse as landfill or place of waste
final disposal, meanwhile in Pillbox Ahmad Yani, the damage is in form of cracks
because of vehicle jolt and pedestrian footing. Another notable cause of such
damages is the lack of information about cultural heritage building. The effort taken
in this research to handle the damage is by identifying chemical compounds of
buildings concrete so that it would help the repair without removing the genuine
essence of the building. In addition, it is necessary to increase the awareness and
serious supervision on archaeological resources in Kendari in order to maintain its
existence as historical relic.
Keywords : Bunker and pillbox, damage and weathering, environmental factors,
archeological conservation, preservation.
viii
SAMPUL ………...………………………..……………………….….………...… i
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………….…………... ii
LEMBAR PENERIMAAN ………………………………………….…………... iii
KATA PENGANTAR ……………………………………………….………...… v
DAFTAR ISI ………………………………………………………….…..……… viii
DAFTAR FOTO ……………………………………………………….………… xi
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………..………… xii
DAFTAR TABEL ……………………………………………….…….…….…… xiii
DAFTAR DIAGRAM …………………………………………….……...……… xiv
ABSTRAK …………………………………………………….………..………… xv
ABSTRACT ………..…………………………………………………..………… xvi
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………….……………….. 1
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………………... 5
1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian …………………………………………….. 5
1.3.1 Tujuan Penelitian ……………………………………………………... 5
1.3.2 Manfaat Penelitian ……………………………………………………. 5
1.4 Alasan Pemilihan Lokasi Penelitian……………………………………….... 6
1.5 Metode dan Strategi Penelitian ……………………………………….…….. 7
1.6 Komposisi Bab ……..…………………………………….…………………. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………….………….…. 11
2.1 Landasan Hukum ………….……………………………….…………...….. 11
2.1.1 Pedoman Nasional ……………………...………….….…………….... 13
2.1.2 Pedoman Internasional ……………………………..…...…………..... 14
2.2 Kerusakan Dan Pelapukan ………………………………..…...……………. 15
2.2.1 Kerusakan …………………………………………....…….…………. 15
2.2.2 Pelapukan ………………………………………....……………….…. 16
2.3 Sejarah Pendudukan Jepang Di Kota Kendari ……………….…....……….. 17
2.4 Nilai Penting Sumberdaya Arkeologi Di Kota Kendari ……………………. 20
2.4.1 Nilai Penting Sejarah ………………………………………....………. 21
2.4.2 Nilai Penting Ilmu Pengetahuan ………………………...…….……… 22
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI Penelitian …………...…….………. 23
3.1 Profil Wilayah Kota Kendari ………………………...………..……....……. 23
3.2 Deskripsi Bangunan Peninggalan Jepang Di Kota Kendari ……..…….….... 28
3.2.1 Bunker Kompleks TNI Danrem ……..…..………….……..……....…. 30
3.2.2 Pilboks Jalan Ahmad Yani ……………..…………....….....….…...…. 32
BAB IV ANALISIS KERUSAKAN DAN BENTUK PENANGANAN ....…… 35
4.1 Sifat Kimiawi Dan Sifat Fisik Pada Bahan Baku Bunker
Danrem dan Pilboks Jalan Ahmad yani ..................................................…. 35
4.2 Pengaruh Lingkungan terhadap Kerusakan dan Pelapukan…..…………..… 42
4.2.1 Pengaruh Lingkungan Biotik terhadap
Bangunan Bunker Dan Pilboks ………………………………………..42
ix
4.2.2 Pengaruh Lingkungan Abiotik terhadap
Bangunan Bunker Dan Pilboks ………………………………………. 50
4.3 Kerusakan Dan Pelapukan Bangunan Bunker Dan Pilboks ...….…...……... 58
4.3.1 Kerusakan ………...…………………….……………………...…….... 58
4.3.2 Pelapukan ………………..……………………………...………....… 59
4.4 Upaya pelestarian Bangunan Bunker Dan Pilboks …………..…….……… 64
4.4.1 Penanganan Bangunan Bunker dan Pilboks .…………...…….…….. 64
4.4.2 Perlindungan Secara Fisik …………….………...……..…………….. 66
4.4.3 Penanganan Secara Hukum …………………..………..…………….. 69
BAB V PENUTUP ……………………………………………...…....…………… 71
5.1 Kesimpulan ………………………………..…………………….…………. 71
5.2 Saran ……….………………...…………………….…………...………….. 75
DAFTAR PUSTAKA …………………………………….………….....………… 76
x
DAFTAR FOTO
No. Keterangan Foto Halaman
1 Kondisi Bangunan Pilboks peninggalan Jepangdi Jl. Made Sabara
Kota Kendari Sulaesi Tenggara (Dok, Rafi Munafri 2017) 2
2 Lingkungan Bangunan Bunker Kompleks TNI Danrem 31
3 Lingkungan Pilboks dijalan Jalan Ahmad Yani 34
xi
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Gambar Halaman
1 Peta Administratif Kota Kendari Sulawesi Tenggara 24
2 Peta Sebaran Bunker dan Pilboks di Kota Kendari Sulawesi
Tenggara 29
3 Bentuk Irisan Bunker Danrem 32
4 Bentuk Irisan Pilboks Di Jalan Ahmad Yani
34
5 Struktur Tumbuhan Lumut 43
6 Sebaran tumbuhan lumut pada bangunan bunker.
Sisi kiri : Bagian luar bunker dan sisi kanan : Bagian dalam
bunker
44
7 Sebaran tumbuhan lumut pada bangunan pilboks 45
8
Coretan dan bekas pembakaran (vandalism) pada bangunan
bunker Danrem.
Sis kiri : bagian luar bangunan dan sisi dalam : bagian dalam
bunker
47
9 Coretan (vandalism) pada bangunan pilboks 48
10 Pengelupasan pada bahan baku bunker dan pilboks
Gambar a : Bunker Danrem dan Gambar b : Pilboks Ahmad Yani
49
11 Pertumbuhan organisme akibat lembab pada sekitaran bangunan
bunker dan pilboks Gambar a : Bunker Danrem dan Gambar b :
Pilboks Ahmad Yani
53
12 Retakan dan pengelupasan pada bahan baku bangunan bunker
dan pilboks Gambar a : Bunker Danrem dan Gambar b : Pilboks
Ahmad Yani
56
xii
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Tabel Halaman
1 Ukuran bangunan bunker TNI Danrem 30
2 Ukuran bangunan pilboks di jalan Ahmad Yani 33
3 Unsur Kimiawi Pada Bahan Baku Bangunan Peninggalan Jepang Di Kota
Kendari 37
4 Curah hujan bulanan di Kota Kendari 51
5 Kelembaban udara perbulan di Kota kendari 54
6 Temperatur rata-rata perbulan di Kota Kendari 57
7 Kerusakan Mekanis 59
8 Pelapukan Secara Biologis 60
9 Pelapukan Secara Khemis 61
10 Pelapukan Secara Fisis 62
11 Total Kerusakan Dan Pelapukan 62
xiii
DAFTAR DIAGRAM
No. Keterangan Diagram Halaman
1 Unsur kimiawi pada pada bahan baku bangunan bunker dan
pilboks 38
2 Total kerusakan dan pelapukan yang terjadi pada bangunan
bunker Danrem dan pilboks Ahma Yani. 63
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bunker dan pilboks merupakan bangunan sarana, prasarana atau
infrastruktur pertahanan militer yang memiliki peranan penting dalam
mempertahankan kekuasaan suatu wilayah. Bunker dan pilboks memiliki bentuk
dan ukuran bangunan yang berbeda-beda serta memiliki fungsi sebagai tempat
persembunyian, penyimpanan longistik atau persenjataan dan tempat pengintaian
musuh. Selain itu, bangunan bunker dan pilboks memiliki keunikan dari gaya
arsitekturnya yang meniru makhluk hidup di alam yang dikenal dengan istilah
zoomorphic atau arsitektur meniru hewan, karena kebanyakan bangunan ini
tersembunyi di bawah tanah (Virilio, 1998:89).
Di Indonesia sendiri, bangunan bunker dan pilboks banyak tersebar di
berbagai daerah di Sulawesi, khususnya Sulawesi Tenggara di Kota Kendari yang
merupakan bangunan peninggalan Jepang. Persebaran bangunan bunker dan
pilboks di Kota Kendari menandakan strategi pertahanan yang menyerupai
benteng. Selain itu, orientasi arah hadap setiap bunker dan pilboks di Kota
Kendari memiliki arah hadap timur dan barat yang menandakan bahwa
kemungkinan penyerangan pihak sekutu datangnya dari arah tersebut. Selain itu,
bangunan bunker dan pilboks juga memiliki daya tahan terhadap kondisi alam
yang ekstrim karena bangunan tersebut masih dapat dijumpai walau keadaan dan
kondisinya mulai sangat memprihatinkan.
2
Kondisi bunker dan pilboks di Kota Kendari saat ini mengalami kerusakan
yang sangat krusial yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Kerusakan yang
disebabkan oleh faktor lingkungan sangat mempengaruhi bangunan, terutama
pada letak dan posisi bangunan itu berada. Letak dan posisi bangunan peninggalan
Jepang di Kota Kendari sebagian besar berada tepat di lingkungan perkotaan
sehingga kerusakan dan pelapukan tidak dapat terhindari. Selain itu kerusakan dan
pelapukan bangunan diperparah karena lemahnya pengawasan serta kesadaran
masyarakat dan instansi pemerintah Kota Kendari terhadap bangunan peninggalan
Jepang yang memiliki nilai penting sejarah dan arsitektural.
Dapat terlihat selama observasi penelitian berlangsung, jumlah bangunan
yang di temukan hanya 10 di antaranya 2 bangunan bunker dan 8 bangunan
pilboks yang masing-masing memiliki jarak tempuh kurang lebih dari 1 km
hingga 3 km. Terlihat pada foto (lihat pada foto 1) yang merupakan salah satu
bangunan pilboks yang terletak di jalan Made Sabara Kota Kendari Sulawesi
Tenggara yang menunjukkan perbandingan tingkat kerusakan dari tahun 2012
sampai tahun 2016.
Foto 1. Kondisi bangunan pilboks peninggalan Jepang di Jl. Made Sabara
Kota Kendari Sulawesi Tenggara. ( kiri) dok. Rafi, Munafri 2016; (kanan) dok. Balai Arkeologi
Makassar 2012
3
Perbandingan pada foto (lihat pada foto 1) bangunan pilboks pada tahun
2012 hingga 2016, tampak jelas kerusakan pada bangunan. Kerusakan tersebut
diperparah karena posisi bangunan tepat berada di tengah-tengah pemukiman,
sehingga sangat potensial untuk mengalami pergeseran posisi. Mengingat, saat ini
lokasi lingkungan di mana pilboks berada, sebagian besar telah diubah menjadi
bangunan modern. Kondisi pilboks di Jalan Made Sabara ini menampakkan
kurangnya pengetahuan, perhatian dan kepedulian masyarakat terhadap
sumberdaya arkeologi.
Keterancaman sumberdaya arkeologis bukan hanya terjadi di kota Kendari
saja namun juga terjadi di beberapa kota lain. Pembangunan kota kerap memicu
kerusakan bahkan mengancam hilangnya sumberdaya arkeologis. Keberadaan
bangunan bunker dan pilboks peninggalan Jepang di Kota Kendari layak
mendapat perhatian, karena posisinya di tengah pemukiman yang kondisinya
terancam akan musnah. Bunker dan pilboks di Kota Kendari merupakan jejak-
jejak peradaban budaya yang memiliki peradaban maju di bidang arsitektur pada
masa Perang Dunia ke-II (Anonim, 2012:3).
Pentingnya pelestarian terhadap bangunan bunker dan pilboks sebagai
sumberdaya budaya, sesuai dengan amanah Undang-Undang nomor 11 tahun
2010 tentang Cagar Budaya pasal 1 ayat 23:
“Upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran
atau kemusnahan dengan cara penyelamatan, pengamanan, zonasi,
pemeliharaan dan pemugaran Cagar Budaya.”
Mengantisipasi kerusakan lebih jauh lagi demi menyelamatkan tinggalan
arkeologis atau tinggalan bangunan Jepang bukan hal yang mudah, butuh kajian
4
mendalam dalam permasalahan ini, maka dengan ini penulis mencoba mengkaji
bangunan peninggalan bunker dan pilboks melalui kajian konservasi arkeologi.
Telah terdapat beberapa penelitian yang dilakukan terkait tinggalan bunker
dan pilboks peninggalan Jepang di Sulawesi Selatan baik ditinjau dari strategi
maupun bentuk bangunan sebagaimana yang dilakukan oleh Arsalam Maulana
(2013) di Kecamatan Anggeraja (Enrekang) dalam tulisannya menjelaskan
tentang persebaran bunker yang difungsikan sebagai pendistribusian bahan
longistik dan amunisi, Sasadara Hayunira (2013) di kawasan TNI AU Ranomeeto
(Konawe-Kendari) dalam tulisannya menjelaskan tentang latar belakang tata letak
bunker sebagai keuntungan politik, ekonomi dan lingkungan, Lukman Hakim
(2015) di Kecamatan Tinggi Moncong (Gowa) dan Rosliana Muthalib (1999) di
Kecamatan Mandai (Maros) dalam tulisannya menjelaskan tentang bunker sebagai
pertahanan serta menjadikan pusat komando. Selain itu terdapat pula kajian nilai
penting pada bangunan peninggalan Jepang yang dilakukan oleh BPCB pada
tahun 2012 di Kota Kendari dan Akbar Aziz (2015) di Kecamatan Tallo
(Makassar).
Dari keseluruhan penelitian yang telah dilakukan belum ada perhatian
terhadap aspek pemeliharaan dan perlindungan, mengingat bahwa tinggalan
arkeologis di Kota Kendari terutama pada bangunan peninggalan Jepang saat ini
telah mengalami kerusakan dan pelapukan. Maka dari itu, penelitian ini lebih
memfokuskan pada analisis kerusakan dan pelapukan pada bunker dan pilboks
serta bentuk pemeliharaan dan pelindungan terhadap tinggalan arkeologis
tersebut.
5
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini:
1. Bagaimana bentuk kerusakan yang ditimbulkan oleh lingkungan abiotik
dan biotik pada bangunan bunker Kompleks TNI Danrem dan pilboks
Jalan Ahmad Yani di Kota Kendari?
2. Bagaimana upaya penanganan guna memperlambat laju kerusakan pada
bangunan bunker dan pilboks peninggalan Jepang di Kota Kendari?
1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan
1. Mengidentifikasi bentuk kerusakan yang ditimbulkan oleh lingkungan
abiotik dan biotik pada bunker Kompleks TNI Danrem dan pilboks Jalan
Ahmad Yani peninggalan bangunan Jepang di Kota Kendari.
2. Menjelaskan upaya penanganan untuk memperlambat laju kerusakan pada
Bunker dan pilboks peninggalan bangunan Jepang di Kota Kendari.
1.3.2 Manfaat
1. Memberikan pembekalan pengetahuan terkhusus kepada masyarakat yang
ada di sekitar sumberdaya arkeologi tentang pelestarian serta pemeliharaan
terhadap bangunan-bangunan peninggalan Jepang di Kota Kendari
Sulawesi Tenggara.
2. Menjadi saran kepada pemerintah Kota Kendari dalam melindungi serta
memelihara sumberdaya arkeologi pada peninggalan bangunan-bangunan
Jepang dengan melihat beberapa pertimbangan yang ada.
6
1.4 Alasan Pemilihan Lokasi Penelitian
Di Kota Kendari terdapat 10 bangunan peninggalan Jepang di antaranya 2
bangunan bunker dan 8 bangunan pilboks dan temuan bangunan bunker dan
pilboks yang tersebar di beberapa wilayah yaitu di wilayah Kecamatan Kendari
Kelurahan Kandai dan Kecamatan Wua-wua Kelurahan Wua-wua yang masing-
masing memiliku jarak tempuh kurang lebih 1km hingga 3km dan tepat berada di
tengah-tengah kota dan pemukiman.
Pemilihan lokasi penelitian didasari atas pertimbangan bahwa lokasi
bunker dan pilboks berada di tengah kota dan sangat dekat dengan pemukiman
sehingga perlu untuk segera dikaji. Mengingat pula faktor keterancaman terhadap
sumberdaya arkeologis tersebut membutuhkan perawatan dari ancaman kerusakan
dan pelapukan yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Selain itu, percepatan laju
kerusakan yang dialami bangunan peninggalan Jepang di Kota Kendari berada
tepat di pemukiman masyarakat. Maka fokus penelitian ini lebih mengarah pada
basis pelestarian sumberdaya arkeologi mengingat bahwa kondisi bangunan
mengalami kerusakan dan pelapukan yang cukup parah. Untuk mengefisienkan
waktu peneliti, mengingat bahwa jumlah bangunan peninggalan Jepang di Kota
Kendari cukup banyak dan sudah dapat mewakili dari jenis kerusakan dan
pelapukannya maka masing-masing hanya terdiri dari satu sampel yaitu bunker
Danrem (sampel) dan pilboks Ahmad Yani (sampel2).
Upaya saat ini yang lebih penting dilakukan adalah upaya pemeliharaan
dan pelindungan terhadap sumberdaya arkeologi dengan melakukan cara-cara
teknis arkeologi atau ilmu konservasi. Maka dari itu, pemeliharaan serta
7
perlindungan sumberdaya arkeologi dalam penelitian ini yang nantinya akan
sangat berguna dan menjadi salah satu acuan konsep pelestarian agar eksistensi
sumberdaya arkeologi tetap lestari.
1.5 Metode dan Strategi Penelitian
Untuk mencapai suatu hasil penelitian sangat pentinglah menggunakan
metode agar penelitian dapat berjalan dengan baik dan terstruktur secara sitematis.
Maka metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
a. Tahap Pengumpulan data
Pada tahap ini penulis melakukan pengumpulan data baik data pustaka
maupun data lapangan, data pustaka yaitu dengan cara mengumpulkan berbagai
literatur dari berbagai sumber seperti buku, majalah, artikel atau makalah hasil
penelitian mengenai bangunan peninggalan Jepang (bunker dan pilboks) dan
laporan-laporan kajian konservasi.
Selain mengumpulkan data pustaka, dilakukan pula pengumpulan data
lapangan. Pengambilan data lapangan dilakukan dengan cara mengamati dan
menelusuri keseluruhan bangunan peninggalan Jepang, sekaligus memilih
bangunan yang selanjutnya akan dijadikan objek penelitian. Pada penelitian ini,
peneliti melakukan pemilihan bangunan dengan melihat kondisi bangunan yang
mewakili semua jenis kerusakan dan pelapukan yang terdapat pada bangunan
peninggalan Jepang di Kota Kendari.
Kerusakan dan pelapukan yang dimaksud yaitu kerusakan secara mekanis
berupa retakan dan pecahan, kemudian pelapukan yang dimaksud adalah
pelapukan secara fisis, khemis dan biotis. Selanjutnya dilakukan pendeskripsian
8
secara mendetail pada objek penelitian, kemudian pengambilan foto bangunan
yang mengalami kerusakan dan pelapukan.
Dalam pengambilan sampel, penulis memilih cara purposive sampling,
yaitu peneliti memilih objek penelitian berdasarkan jenis penyakit dan kondisi
lingkungan yang mewakili masing-masing bangunan. Sampel yang dipilih pada
bangunan pertama yaitu bunker Danrem (sampel 1), sedangkan pada bangunan
kedua yaitu pilboks Ahmad Yani (sampel 2). Dengan pertimbangan keletakan
objek yang berada di tengah kota dan pemukiman.
Selain itu, penulis juga mengambil data mengenai curah hujan, suhu udara
rata-rata, kelembaban udara maka dilakukan pengambilan data pada Badan
Meteorologi dan Geofisika (BMG), data yang diambil yaitu pada daerah Kota
Kendari Sulawesi Tenggara. Di samping itu, penulis juga mengambil sampel
seperti sampel bahan baku bangunan untuk analisis secara kimiawi untuk
mengetahui unsur-unsur yang terkandung pada bahan baku dan penulis juga
mengambil sampel pelapukan biologis. Selain itu juga diadakan pula wawancara
yaitu pengumpulan data dengan cara wawancara atau melakukan tanya jawab
secara langsung kepada pihak atau orang yang dianggap mengetahui masalah
yang ada hubungannya dengan penulisan.
b. Tahap pengolahan data
Pada tahap ini merupakan tahap pengelohan data atau tahap analisis,
dimana semua data yang didapatkan akan diformulasikan dengan baik. Adapun
analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis khusus (spesifik) yaitu
analisis destruktif meliputi pengamatan sifat fisik, komposisi, unsur-unsur fisikal
9
atau kemikal pada bahan baku bangunan (semen) sedangkan analisis non
destruktif meliputi pengamatan ciri-ciri atribut dan morfologi (bentuk).
Untuk mengetahui perbedaan kerusakan dan pelapukan yang terjadi pada
kedua sampel bangunan, maka pertama yang dilakukan yaitu menghitung ukuran
bangunan secara keseluruhan lalu menghitung jumlah jenis kerusakan dan
pelapukan pada setiap bidang bangunan serta menggunakan alat bantu software
(corel draw) melalui komputer. Selanjutnya, dilakukan penjumlahan kerusakan
dan pelapukan pada setiap bidang bangunan, setelah itu dilakukan penjumlahan
dari hasil mapping agar dapat mengetahui kerusakan dan pelapukan pada
keseluruhan bidang bangunan, dari jumlah yang didapat kemudian
dipersentasekan.
Langkah selanjutnya yang dilakukan dalam analisis ini yaitu menentukan
diagnosis terhadap permasalahan yang dihadapi pada saat survei, setelah itu
dilakukan identifikasi atau analisis laboratorium.
c. Tahap Eksplanasi
Pada tahap eksplanasi atau tahap penjelasan merupakan penjelasa terhadap
hasil analisis terkait bentuk kerusakan dan pelapukan sehingga dapat ditarik
kesimpulan berupa saran untuk penanganan pemeliharaan dan pelindungan
terhadap bunker dan pilboks di Kota Kendari.
1.6 Komposisi Bab
Untuk mendapat gambaran umum dari keseluruhan dari isi skripsi ini, maka
penulis membagi dalam lima bab yaitu:
10
Bab I. Pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, alasan pemilihan lokasi, metode dan strategi
penelitian dan komposisi bab.
Bab II. Tinjauan pustaka yang berisi landasan hukum, nilai penting
sumberdaya budaya di Kota Kendari, Sejarah Pendudukan Jepang di Kota
Kendari, kerusakan dan pelapukan
Bab III. Gambaran umum lokasi penelitian yang berisi tentang profil
wilayah Kota Kendari serta deskrisi bangunan bunker Danrem dan pilboks
Ahmad Yani.
Bab IV. Analisis kerusakan dan bentuk penanganan berisi analisis bahan
baku bangunan serta pengaruh lingkungan biotik dan abiotik terhadap
peninggalan bangunan Jepang yang ada di Kota Kendari Sulawesi
Tenggara dan penanganannya.
Bab V. Penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran penelitian.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Hukum
Dalam studi arkeologi terdapat temuan-temuan berupa benda, bisa juga
disebut dengan material resource atau cultural resource yang memiliki nilai
penting sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang sangat memungkinkan
untuk dilindungi serta dilestarikan sesuai apa yang dikemukakan oleh Cleere
(1990) bahwa Sumberdaya arkeologi merupakan dasar filosofi yang kegunaannya
sebagai warisan budaya untuk jati diri (cultural identity) yang dikaitkan dengan
fungsi pendidikan, manfaat ekonomis lewat kepariwisataan, dan fungsi akademis
untuk menjaga dan menyelamatkan basis data tentang sumberdaya tersebut
(Tanudirjo, 1995:3).
Selain itu, objek arkeologi tidak dapat dipindahkan (non moveable) dengan
pengertian bahwa konteks ruang sedapat mungkin dipertahankan, objek arkeologi
pun sangat rapuh (fragile) karena akan mengalami kemerosotan akibat masa.
Maka, untuk melestarikan serta melindungi suatu objek arkeologi tersebut
memerlukan bantuan bidang ilmu lainnya seperti bidang ilmu konservasi (Dradjat,
1995:3).
Dalam upaya penanganan objek arkeologi yang memiliki sifat terbatas,
tidak dapat diperbaruhi, sangat rapuh dan kemampuan bertahan pada bahan sangat
rentang akan kerusakan, maka dari itu membutuhkan penerapan ilmu bantu yaitu
ilmu konservasi. Konservasi merupakan ilmu yang bertujuan untuk menjaga
12
kelangsungan keanekaragaman seperti makhluk hidup maupun benda mati dan
memeliharanya agar tidak punah.
Istilah konservasi sendiri dikenal dengan pelestarian dan perlindungan
sesuai yang dikemukakan oleh Burra Charter dalam piagam ICOMOS 1964,
bahwa konservasi adalah semua proses kegiatan sedemikian rupa terhadap place
untuk melestarikan nilai penting budayanya yang diartikan dengan place yaitu
situs, areal, bangunan atau hasil karya termasuk kandungan isinya serta
lingkungannya (Burra Charter 1964:2)
Upaya pelestarian dilakukan dengan tetap menperhatikan bentuk
keasliannya, sehingga perlu diadakan studi konservasi. Untuk lebih memahami
tentang konservasi sebagai salah satu kajian studi arkeologi, maka penulis
menguraikan sebagai berikut tentang konservasi :
1.) Konservasi mempunyai pengertian yang bermacam-macam tergantung dalam
pemakaian istilah tersebut.
2.) Konservasi adalah semua proses kegiatan demikian rupa terhadap place
untuk melestarikan nilai penting budayanya (Tjandrasasmita 1995:3)
Konservasi dalam pengertian yang sederhana adalah kegiatan perawatan
dengan cara pengawetan terhadap Benda Cagar Budaya yang telah mengalami
pelapukan dan kerusakan baik secara mekanis, fisis, kimia, maupun biologis.
Konservasi ini memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya perbaikan,
pemeliharaan, penyusunan kembali komponen suatu bangunan pada bentuk
aslinya tanpa mengabaikan nilai sejarah, arkeologis, arsitektur dan sebagainya
(Susanti 2007:29).
13
Konservasi pada dasarnya merupakan kajian ilmu yang bersifat
memelihara dan melestarikan suatu objek agar tetap ada hingga di masa yang akan
datang. Upaya yang dilakukan untuk memelihara dan melestarikan sumberdaya
arkeologi semaksimal mungkin tanpa menghilangkan nilai yang ada pada objek
arkeologi tersebut. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya harus melalui pedoman-
pedoman yang berlaku secara hukum. Adapun pedoman-pedoman yang sesuai
dengan landasan hukum yang dipakai sebagai acuan untuk melaksanakan
konservasi arkeologi.
2.1.1 Pedoman Nasional
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang
Cagar Budaya, pasal 75:
Ayat 1:
Setiap orang wajib memelihara cagar budaya yang
dimiliki dan/atau dikuasainya.
Pasal 76:
Ayat 1:
Pemeliharaan dilakukan dengan cara merawat cagar
budaya untuk mencegah dan menanggulangi
kerusakan akibat pengaruh alam dan/atau perbuatan
manusia.
Ayat 2:
Pemeliharaan cagar budaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan di lokasi asli atau
ditempat lain, setelah lebih dahulu didokumentasikan
secara lengkap.
Ayat 3:
Perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan pembersihan, pengawetan dan
perbaikan atas kerusakan dengan memperhatikan
keaslian bentuk, tata letak, gaya, bahan dan/atau
teknologi cagar budaya.
14
2.1.2 Pedoman Internasional
Piagam Burra
(Piagam ICOMOS Australia untuk tempat-tempat bersignifikasi budaya)
Prinsip-prinsip konservasi dan pengelolaan:
Pasal 2:
(1)Tempat-tempat bersignifikansi budaya harus
dilestarikan
(2)Tujuan dari konservasi adalah untuk mempertahankan
signifikansi budaya dari sebuah tempat.
(3)Konservasi adalah bagian integral dari pengelolaan
yang baik tempat-tempat bersignifikansi budaya.
(4)Tempat-tempat bersignifikansi budaya harus
dilindungi dan tidak dibiarkan terlantar atau ditinggalkan
dalam kondisi yang mengkhawatirkan.
Pasal 3:
(1)Konservasi berdasar pada penghargaan terhadap
fungsi, bahan, asosiasi dan makna yang ada. Konservasi
membutuhkan pendekatan yang cermat untuk melakukan
perubahan sebanyak yang diperlukan tetapi berusaha
membatasinya sesedikit mungkin.
Pasal 4:
(1)Konservasi harus memanfaatkan seluruh ilmu
pengetahuan, keahlian dan disiplin yang dapat memberi
konstribusi pada kajian dan pemeliharaan sebuah tempat.
(2)Material dan teknik tradisional lebih diutamakan untuk
mengkonservasi bahan yang signifikan. Dalam keadaan
tertentu material dan teknik modern yang enawarkan
keuntungan konservasi secara subtantif bias jadi lebih
sesuai.
Pasal 16:
(1)Pemeliharaan bersifat fundamental dalam konservasi
dan harus dilakukan apabila bahan mempunyai
signifikansi budaya dan pemeliharaannya diperlukan
demi mempertahankan signifikansi budaya tersebut.
Pasal 26:
(1)pekerjaan pada sebuah tempat harus didahului oleh
kajian-kajian untuk memahami tempat tersebut yang
harus meliputi analisis fisik, dokumentasi, oral, dan bukti-
bukti lainnya, memakai pengetahuan, keahlian dan
disiplin yang sesuai.
Pasal 32:
15
(1)dokumentasi yang berkaitan dengan konservasi sebuah
tempat harus disimpan dalam sebuah arsip yang
permanen dan terbuka untuk umum, memenuhi
persyaratan keamanan dan privasi, dan dilakukan apabila
hal ini layak secara budaya.
2.2 Kerusakan Dan Pelapukan
Proses kerusakan dan pelapukan bahan sumberdaya arkeologi dapat
dikelompokkan menjadi empat yaitu proses kerusakan secara mekanis, pelapukan
secara fisis, khemis, dan pelapukan secara biotis. Kerusakan adalah perubahan
bentuk yang terjadi pada bahan sumberdaya arkeologi yang tidak disertai dengan
perubahan sifat fisik maupun kimiawinya sedangkan pelapukan adalah perubahan
yang terjadi pada sumberdaya arkeologi yang disertai dengan perubahan sifat-sifat
fisik dan perubahan sifat kimiawinya. Secara garis besar akan dijelaskan dari
masing-masing proses tersebut (Susanti, 2007:32).
2.2.1 Kerusakan
a. Proses Kerusakan Secara Mekanis
Kerusakan mekanis yang terjadi pada bahan sumberdaya arkeologi dapat
diakibatkan oleh dua jenis gaya, yaitu gaya dinamis dan gaya yang bersifat statis.
Gaya yang bersifat statis misalnya oleh gaya berat volume bahan sumberdaya
arkeologi di atasnya. Apabila gaya yang ada melebihi dari kekuatan tekan yang
dimiliki oleh bahan yang digunakan maka akan bisa mengakibatkan terjadinya
retakan atau pecahan pada bahan sumberdaya arkeologi yang digunakan.
Sedangkan gaya dinamis adalah gaya yang disebabkan oleh gaya yang bergerak,
16
misalnya gempa atau resultante dari gaya statis. Dalam kaitannya dengan bahan
penyusun dampak yang ditimbulkan sama yaitu bisa berupa retakan atau pecahan
(Rena,1997: 10).
2.2.2 Pelapukan
a. Pelapukan Secara fisis
Pelapukan secara fisis yang terjadi pada sumberdaya arkeologi terutama
disebabkan olek faktor iklim setempat. Indonesia adalah merupakan salah satu
negara yang beriklim tropis lembab, dengan dua musim yaitu musim penghujan
dan musim kemarau. Besarnya amplitude suhu dan kelembaban antara siang dan
malam hari akan memacu proses pelapukan yang terjadi pada sumberdaya
arkeologi, terutama sumberdaya arkeologi yang terbuat dari bahan organik seperti
halnya kayu, kertas, lontar, dan lain-lainnya. Perubahan suhu dan kelembaban
kadang-kadang terjadi secara mendadak, hal itu tentu saja akan membawa dampak
yang berbahaya terutama untuk sumberdaya arkeologi yang sudah tua dan
kondisinya telah rapuh. Gejala pelapukan yang terjadi pada umumnya berupa
pengelupasan, keausan, dan retakan.
b. Pelapukan Secara Khemis
Utama dari proses pelapukan secara khemis disebabkan oleh adanya air,
baik air dari tanah maupun air hujan. Disamping itu udara yang terpolusi oleh gas
hasil buangan industri juga merupakan salah satu faktor yang tidak bisa diabaikan.
Air yang telah terpolusi oleh garam-garam mineral akan mampu menimbulkan
pelarutan sebagian kandungan unsur-unsur bahan sumberdaya arkeologi.
17
Jenis sumberdaya arkeologi yang tersusun atas mineral-mineral yang
mudah terlarut oleh air, maka dampaknya akan terlihat secara lebih nyata
dibandingkan dengan sumberdaya arkeologi lainnya. Hasil pelarutan mineral
bahan penyusun akan terbawa ke luar permukaan sumberdaya arkeologi
bersamaan dengan proses penguapan kandungan air di dalamnya, yaitu berupa
sidementasi kristal garam terlarut yang warnanya tergantung dari jenis mineral.
Gejala pelapukan yang secara makroskopis dapat diamati misalnya endapan
garam pada permukaan batu dan bata, oksidasi atau klorosi pada benda logam
(Susanti, 2007:34).
c. Pelapukan Secara Biologis
Pelapukan ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan organisme pada
permukaan sumberdaya arkeologi. Pertumbuhan organisme tersebut tidak hanya
mengganggu secara estetis tetapi ada sebagian jenis organisme tertentu dari hasil
sekresi mampu menimbulkan pelarutan terhadap sebagian bahan penyusunnya
atau bahkan sekaligus menimbulkan pelapukan secara mekanis sebagai akibat dari
pengkerutan populasi pertumbuhannya. Sumberdaya arkeologi dari bahan organik
maupun non organik, kecuali logam dan keramik, peka terhadap serangan
pertumbuhan organisme (Rena, 1997: 10-12).
2.3 Sejarah Pendudukan Jepang Di Kota Kendari
Pada Perang Dunia II, Jepang saat itu merupakan negara yang kuat. Hal ini
ditandai dengan terjadinya Restorasi Meiji pada tahun 1867 yang membawa
akibat yang sangat besar terhadap kemajuan Jepang. Kemajuan yang dimiliki
18
Jepang pada saat itu dalam berbagai bidang dan membuat Jepang menjadi Negara
Asia pertama yang mampu menyamai kemajuan negara-negara Eropa.
Kemajuan Jepang pada masa itu dipimpin oleh Kaisar Hirohito, yang
memimpin Jepang menjadi negara industri. Kaisar Hirohito beserta elit militer
dan pemerintahnya kemudian memiliki pemikiran untuk menguasai Asia Timur
dan Asia Tenggara dengan beberapa tujuan, yaitu: 1) daerah jajahan akan
dijadikan pangkalan militer; 2) daerah jajahan mudah untuk mendapatkan bahan
mentah; 3) daerah jajahan dapat dipergunakan untuk memasarkan hasil
industrinya yang tidak laku di pasaran Eropa; dan 4) dapat dipergunakan untuk
memindahkan penduduk yang padat terutama bagi mereka yang tidak dapat
tertampung.
Selain dari keempat alasan tersebut, alasan lain yang membuat
Jepang ingin menguasai daerah-daerah yang berada di sebelah selatannya adalah
adanya perasaan harga diri sebagai negara yang besar, yang dikenal dengan
semboyan “Hakko-I-Chi-unya”, yakni dunia sebagai satu keluarga, artinya bahwa
Jepang harus sebagai satu keluarga besar dan Jepang yang harus menjadi kepala
keluarga. Semboyan inilah yang mendorong Jepang untuk melakukan
imperialismenya.
Jepang telah lama mengarahkan matanya ke daerah kepulauan yang kaya
akan segala macam bahan mentah yang diperlukan, yaitu Indonesia dan Malaya.
Dengan mengalahkan Amerika–Inggris di Pasifik dan Asia Tenggara, Jepang
dapat dengan leluasa merebut Indonesia dan Malaya yang harus dilengkapi
dengan pendudukan Birma. Hal ini agar memudahkan dalam menghadapi basis
19
besar Inggris di India dan menutup jalan keluar bagi Chiang Kai-shek yang
terkepung. Dilengkapi pula dengan Filipina, nusantara antara Jepang dan
Indonesia.
Akibat dari perang dunia II, balatentara Jepang merebut dan menguasai
seluruh Asia bagian timur termasuk Indonesia. Balatentara Hindia Belanda tunduk
dan menyerah tanpa syarat pada Balatentara Jepang di Kalijati pada tanggal
8 Maret 1942. Pada hari itu dilakukan penyerahan kekuasaan dari Letnan
Jenderal H. Ter Poorten, Panglima Angkatan Perang Belanda kepada Panglima
Angkatan Perang Jepang, yaitu Letnan Jenderal H. Imamura.
Dengan demikian, maka terjadi perubahan pemerintahan di Indonesia dari
Pemerintah Kolonial Hindia Belanda menjadi Pemerintah Pendudukan tentara
Jepang. Sejak saat itu, Indonesia diperintah oleh Pemerintah Jepang yang terbagi
dalam tiga kekuasaan militer, yaitu:
1. Sumatera, di bawah kekuasaan Komandan Pasukan Angkatan Darat
Jepang yang ke-25, berkedudukan di Bukittinggi.
2. Jawa, di bawah kekuasaan Komandan Pasukan Angkatan Darat Jepang
yang ke-16, berkedudukan di Jakarta.
3. Wilayah kepulauan lainnya, di bawah kekuasaan Komandan Pasukan
Angkatan Laut Jepang, berkedudukan di Makassar (Ujung Pandang).
Penyerbuan tentara Jepang ke Indonesia, pada mulanya menyerang
daerah- daerah pertambangan yang terdapat di Kalimantan melalui Selat
Makassar. Tepatnya pada tanggal 11 Januari, tentara Jepang telah mendarat di
Tarakan, dan keesokan harinya Komandan Belanda di pulau itu menyerah
20
pada tanggal 12 Januari 1942. Tidak lama kemudian, pada tanggal 24 Januari
1942, Balikpapan yang merupakan sumber minyak kedua jatuh ke tangan tentara
Jepang. Penyerbuan ke daerah tambang minyak tersebut karena didasari oleh
bahan bakunya yang menjadi kepentingan industri militer Jepang.
Selain itu untuk jalur laut Maluku, Jepang menganggap penting dalam
perhitungan strategis perang jangka panjang dan Jepang memusatkan
perhatiannya pada Morotai dan Kendari. Dalam strategi perang Jepang, Kendari
mempunyai posisi yang amat penting. Oleh karena itu, Kendari menjadi tujuan
ke dua setelah Morotai menjadi markas pada masa pendudukan Jepang untuk
menguasai daerah Indonesia bagian timur dan kekayaan alam yang dimiliki
Kendari (Hayunira, 2013:31-33).
2.4 Nilai Penting Sumberdaya Arkeologi di Kota Kendari
Dalam Undang Undang Cagar Budaya No. 11 Tahun 2010, pada Ketentuan
Umum pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa “Cagar Budaya adalah warisan budaya
bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya,
Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya di darat
dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai
penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan/atau kebudayaan
melalui proses penetapan”.
Setiap objek atau tinggalan arkeologis tentu memiliki nilai-nilai penting,
namun tidak semua nilai tersebut diketahui oleh publik. Namun, perlu disadari
bahwa penilaian terhadap sumberdaya arkeologi memiliki nilai penting yang
bervariatif. Nilai penting juga tergantung kepada siapa yang memaknai dan
21
menafsirkannya (Supriadi, 2008:79). Untuk bangunan pilboks dan bunker di Kota
Kendari setidaknya memiliki nilai penting sejarah dan nilai penting Ilmu
Pengetahuan. Berikut uraian nilai penting tersebut.
2.4.1 Nilai Penting Sejarah
Menurut Tanudirjo (2004) dalam penentuan nilai penting sejarah adalah
memiliki potensi atau kemampuan sumberdaya arkeologi untuk menjadi bukti
kehidupan manusia, baik pada zaman sejarah, sejarah ataupun berkaitan dengan
peristiwa tertentu yang mempunyai sejarah yang penting sedangkan menurut
Pearson dan Sullivan (1995) unsur nilai penting sejarah adalah hubungan peran
sumberdaya arkeologi dalam suatu peristiwa sejarah atau berkaitan dengan tokoh
sejarah tertentu dan sumberdaya arkeologi akan mempunyai nilai penting sejarah
yang tinggi apabila ditemukan dalam keadaan utuh, terutama bagian-bagian yang
penting (Supriadi, 2008:79-80).
Bunker dan pilboks merupakan bangunan pertahanan dan perlindungan
peninggalan Jepang berada di salah satu daerah di Kota Kendari Sulawesi
Tenggara yang memiliki nilai sejarah dalam pembangunan kota tersebut. Alasan
Jepang menguasai Kota Kendari yaitu menjadikannya sebagai pangkalan militer
serta membuat strategi untuk menguasai daerah indonesia bagian timur setelah
menguasai morotai (Hayunira, 2013:31-33). Namun untuk saat ini, bangunan
bunker dan pilboks di Kota Kendari mengalami kerusakan yang disebabkan oleh
faktor lingkungan. Kerusakan tersebut dapat menghilangkan jejak-jejak sejarah
pada masa pendudukan Jepang di Kota Kendari.
22
2.4.2 Nilai Penting Ilmu Pengetahuan
Sebagai landmark sebuah Kota, keberadaan kawasan tersebut sangat
penting. Bagi dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan, kawasan Kota dapat
menjadi “museum hidup” yang bisa menceritakan riwayat sejarah dan kebudayaan
yang ada, mulai dari awal terbentuknya, hingga saat ini. Apabila digali lagi, tidak
menutup kemungkinan munculnya potensi-potensi baru yang dapat bermanfaat
bagi perkembangan bidang-bidang lainnya, termasuk bidang pariwisata (Anonim,
2012:33).
Beberapa nilai penting ilmu pengetahuan yang dapat diidentifikasi dari
bangunan peninggalan Jepang di Kota Kendari antara lain dapat dilihat dari
disiplin ilmu arkeologi, arsitektur, tata ruang kota dan pariwisata. Pilboks dan
bunker berpotensi untuk diteliti dalam bidang arkeologi kolonial. Pilboks dan
bunker menjadi bukti fisik pendudukan militer Jepang di Kota Kendari. Di bidang
arsitektur, bangunan bunker dan pilboks berpotensi diteliti untuk mengetahui
teknik pembuatan bangunan pertahanan dan perlindungan pada masa pendudukan
Jepang di Kota Kendari. Dalam bidang tata ruang kota pilboks dan bunker
berpotensi diteliti sebagai objek kajian tata ruang kota di masa pendudukan
Jepang di Kendari. Sedangkan, untuk bidang pariwisata, pilboks dan bunker
berpotensi untuk diteliti terkait wisata edukasi sejarah di Kota Kendari.
23
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
3.1 Profil Wilayah Kota Kendari
Kota Kendari terletak di bagian Selatan Garis Khatulistiwa tepatnya berada
dititik koordinat 03°58’02,9” LS dan 122°35’40,9” BT. Kota Kendari merupakan
ibu kota Provinsi Sulawesi Tenggara yang diresmikan sebagai kota madya dengan
UU RI No. 6 Tahun 1995. Kota ini memiliki luas wilayah 296 km2 dan
berpendudukan kurang lebih 347.496 jiwa. Dari luas wilayah serta jumlah
penduduk pada tahun 2005 terbagi menjadi 10 wilayah kecamatan dan 64
kelurahan (kendarikota.bps.go.id).
Secara administratif kota Kendari terletak pada batas-batas wilayah
sebagai berikut :
- Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe
- Sebelah timur berbatasan dengan laut Kendari
- Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Moramo dan Kecamatan
Konda, Kabupaten Konawe Selatan
- Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Ranomeeto, Kabupaten
Konawe selatan dan Kecamatan Sampara, Kabupaten Konawe.
24
Menurut data yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Maritim Kendari
selama Tahun 2015 mempunyai curah hujan rata-rata 1.519 mm pertahun. Curah
hujan tertinggi biasanya jatuh pada bulan Desember dan Januari sedangkan curah
hujan terendah biasanya terjadi bulan September sampai bulan Oktober. Suhu
udara maksimun 28º C, sedangkan suhu udara minimun 25º C dan kelembaban
udara rata-rata 80%. Namun suhu udara dipengaruhi oleh berbagai macam faktor
yaitu perbedaan ketinggian dari permukaan laut, daerah pegunungan dan daerah
pesisir mengakibatkan keadaan suhu yang sedikit bedah untuk masing-masing
Gambar 1. Peta Administratif Kota Kendari Sulawesi Tenggara
Sumber : BAKOSURTANAL
(Digambar digital : Muh. Awal Ramadhan)
25
tempat dalam suatu wilayah. Secara keseluruhan, wilayah kota Kendari
merupakan daerah bersuhu tropis. Sedangkan, flora dan fauna yang hidup dan
berkembang biak di Kabupaten Bone hampir sama dengan beberapa daerah
lainnya di Sulawesi Tenggara. Jenis flora yang tumbuh tersebut seperti kelapa,
cokelat, pisang, jambu biji, jati, pohon ketapang, pohon mangga dan sebagainya
dan fauna seperti: sapi, kerbau, kambing, ayam, kadal dan anjing.
Dari 10 wilayah kecamatan yang ada dalam wilayah administrasi kota
Kendari, Kecamatan Kendari dan Kecamatan Madonga merupakan wilayah
pemerintah daerah dimana lokasi penelitian ini berada. Wilayah Kecamatan ini
terletak dibagian barat dan timur kota Kendari yang berbatasan langsung dengan
wilayah Kabupaten Konawe. Kecamatan Kendari memiliki luas 14,19 Km2 yang
secara administratif terbagi atas 6 kelurahan. Dibagian selatan dan timur
berbataasan langsung dengan teluk kota Kendari dan Kecamatan Kendari
sebagian besar dari perbukitan dengan rata-rata ketinggian ± 459 mdpl, sedangkan
ke arah Selatan tingkat kemiringan antara 4% -30% (Anonim, 2014)
Sebagaimana daerah-daerah lain di Indonesia dan Kota Kendari pada
umumnya, Kecamatan Kendari hanya dikenal dua musim yakni musim kemarau
dan musim hujan. Keadaan musim sangat dipengaruhi oleh arus angin yang
bertiup di atas wilayahnya. Kemudian pada bulan April sampai dengan bulan
Agustus, angin bertiup banyak mengandung uap air yang berasal dari Benua Asia
dan Samudera Pasifik, setelah melalui beberapa lautan. Maka, pada bulan-bulan
tersebut di wilayah Kecamatan Kendari dan sekitarnya biasa terjadi musim hujan.
Menurut data yang ada bahwa di Kecamatan Kendari tahun 2013 terjadi 166 hari
26
hujan (hh) dengan curah hujan 2.619 (mm). Menurut data yang ada rata-rata suhu
udara maksimum 31,9 OC, sedangkan rata-rata suhu udara minimum 23,8 OC.
Kelembaban udara rata-rata 83.8 persen, tekanan udara rata-rata 1.011.4 milibar
dan kecepatan angin rata-rata 1.70 knot.
Secara administratif Kecamatan Kendari terletak pada batas-batas wilayah
sebagai berikut :
- Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Konawe
- Sebelah timur berbatasan dengan Teluk Kendari
- Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Kendari Barat
- Sebelah selatan berbatasan dengan Teluk Kendari
Kecamatan Wua-Wua memiliki luas wilayah 22,65 Km2 yang secara
administratif terbagi atas 4 kelurahan yang meruapakan pecahan dari Kecamatan
Mandonga sesuai peraturan daerah tahun 2012 tentang penataan ruang.
Kecamatan Wua-Wua mengalami dua musim yakni musim kemarau dan musim
penghujan. Keadaan musim ini sangat dipengaruhi oleh arus angin yang bertiup
diatas wilayahnya.
Pada bulan April sampai dengan bulan Agustus, angin bertiup dari Benua
Asia dan Samudera Pasifik banyak mengandung uap air. Maka pada bulan-bulan
tersebut di wilayah Kecamatan Wua-Wua dan sekitarnya terjadi musim hujan.
Menurut data yang ada di Kecamatan Wua-Wua tahun 2013 terjadi 166 hari hujan
(hh) dengan curah hujan 2.619 mm.
27
Secara administratif Kecamatan Wua-wua terletak pada batas-batas
wilayah sebagai berikut :
- Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kadia dan Kecamatan
Puuwatu
- Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kambu
- Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Konawe
- Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Baruga
Lokasi penelitian kedua kecamatan ini memiliki keistimewaan khususnya
dalam kaitan penulisan ini. Keistimewaan wilayah ini berada di pusat kota yang
memiliki bangunan bersejarah yaitu tinggalan arkeologis yang dapat saja rusak
atau punah sewaktu-waktu bila tanpa adanya penelitian lebih lanjut terutama yang
berkaitan tentang pelestarian. Wilayah yang dimaksud adalah Kelurahan Kandai,
Kecamatan Kendari dan Kelurahan Wua-wua, Kecamatan Wua-wua.
Kelurahan Kandai merupakan kelurahan yang memiliki luas 0,245 Km2
dan memiliki jumlah penduduk kurang lebih 3.026 jiwa. Secara administratif
Kelurahan Kandai terletak pada batas-batas wilayah sebagai berikut :
- Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Konawe
- Sebelah timur berbatasan dengan Teluk Kendari
- Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Kendari Barat
- Sebelah selatan berbatasan dengan Teluk Kendari
Kelurahan Wua-wua merupakan wilayah yang memiliki luas 4,31 Km2
dan memiliki jumlah penduduk kurang lebih 7.229 jiwa. Secara administratif
Kelurahan Wua-wua terletak pada batas-batas wilayah sebagai berikut :
28
- Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Puwatu dan Kelurahan
Watulondo
- Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Kadia dan Kelurahan
Bonggoeya
- Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Bondoala
- Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Baruga, Kelurahan Lepo-
lepo dan Kelurahan Baruga
Bangunan peninggalan Jepang berada di kedua wilayah kelurahan di
antaranya Kelurahan Kandai dan Kelurahan Wua-wua. Kedua wilayah ini juga
terletak tepat di pusat kota dan keterancaman akan kerusakan akibat lingkungan
serta aktifitas sosial yang sangat padat mampu merusak bangunan cagar budaya
yang memiliki nilai penting dibidang ilmu pengetahuan, budaya, akademis dan
ekonomis.
3.2 Deskripsi Bangunan Peninggalan Jepang Di Kota Kendari
Bangunan peninggalan Jepang terletak di beberapa lokasi di Kota Kendari
namun dalam lokasi penelitian ini mengarah ke kedua lokasi, mengingat bahwa
jenis tingkat kerusakan sudah mampu mewakili dari setiap bangunan berada.
Kedua lokasi peninggalan Jepang terletak di Kecamatan Kendari, Kelurahan
Kandai dan Kecamatan Wua-wua, Kelurahan Wua-wua.
29
30
3.2.1 Bunker Kompleks TNI Danrem
Lokasi bunker ini terletak di belakang bangunan kolonial milik rumah
dinas TNI AD Danrem. Bunker berbentuk persegi empat dengan pintu bunker
pada kedua sisinya yang berorientasi arah hadap barat dan timur. Sisi kanan dan
kiri lorong bungker terbuat dari pondasi batu dan campuran semen. Bunker ini
memiliki lorong yang mengarah ke bawah tanah dan terletak di bawah bukit tanah
yang agak tinggi.
Letak bangunan peninggalan Jepang bunker Danrem di Kelurahan Kandai
Kecamatan Kendari berada pada batas-batas wilayah sebagai berikut:
- Sebelah Utara berbatasan dengan rumah warga
- Sebelah Timur berbatasan dengan bangunan TNI Danrem
- Sebelah Barat berbatasan dengan rumah warga
- Sebelah Selatan berbatasan dengan jalan raya Saibara
No. Ukuran
Pintu Masuk
Panjang
Lorong
Dinding
Arah Hadap
Bagian
Luar
Bagian
Dalam
Pintu Luar
Pintu
Dalam
1. Panjang - - 30 m - - -
2. Tinggi 75 cm 75 cm - 55 cm - -
3. Lebar 105 cm 90 cm - 180 cm - -
4. Ketebalan - - - 53 cm - -
5. Orientasi - - - - Utara dan Selatan Timur
Tabel 1. Ukuran Bangunan Bunker Kompleks TNI Danrem
31
Adapun jenis-jenis vegetasi yang tumbuh atau hidup di sekitar bangunan
peninggalan Jepang adalah; pepaya, pisang, belimbing dan pohon mangga.
Kondisi bangunan bunker Danrem tidak terawat, dilihat dari semak yang tumbuh
dibagian utara, barat dan selatan bangunan kurang terawat, daun-daun dari
tanaman yang berguguran masih berserakan dan belum dibersihkan. Kondisi
beton pada banguan sangat memprihatinkan karena mengalami pelapukan dan
kerusakan baik diluar maupun di dalam bangunan.
Foto 2. Lingkungan Bangunan
Bunker Komplek TNI Danrem.
(Dok. Hamzah dan
Faizal Akbar Arashi, 2016)
32
3.2.2 Pilboks Jalan Ahmad Yani
Pilboks ini merupakan peninggalan Jepang yang berada tepat di trotoar
jalan poros Ahmad Yani di Kota Kendari. Dari pengamatan yang dilakukan,
pilboks sengaja ditimbun dan ditutupi untuk dijadikan sebagai sarana fasilitas
pejalan kaki. Bentuk asli pilboks masih dapat diamati pada bagian atasnya yang
berbentuk silinder, namun bagian badan (termasuk pintu dan jendela) pilboks
sudah tertutupi oleh jalan trotoar. Karena kondisinya yang berada tepat di tengah
jalan, maka pilboks ini menjadi jalan yang dilalui oleh pejalan kaki yang setiap
hari. Kondisi lingkungan di sekitar pilboks ini merupakan tempat aktivitas
perkotaan yang padat, sehingga potensi kerusakan dan ketidakterawatan pilboks
ini sangat rentan akan kehancuran.
Gambar 3. Bentuk Irisan Bunker Kompleks
TNI Danrem.
(Di gambar oleh Muh. Awal Ramadhan)
33
Letak bangunan peninggalan pilboks di Kelurahan Wua-wua Kecamatan
Wua-wua terletak pada batas-batas wilayah sebagai berikut:
- Sebelah Utara berbatasan dengan bangunan warga,
- sebelah Timur berbatasan dengan trotoar (Khusus pejalan kaki),
- sebelah Barat berbatasan dengan jalan raya dan
- sebelah Selatan berbatasan dengan jalan raya.
Kondisi bangunan pilboks dijalan ahmad yani ini tidak terawat, dilihat dari
letaknya yang berada di tempat pejalan kaki atau trotoar selain itu di bagian timur,
barat dan selatan bangunan dekat dengan jalan poros, dan rumput di sekitar
bangunan belum dibersihkan. Kondisi beton pada banguan sangat
memprihatinkan karena mengalami keretakan pada dinding luar bangunan.
No. Ukuran Bangunan Dinding
Lubang Arah Hadap Lubang
Tembak Atap Tembak
1. Diameter 245 cm - 10 cm - -
2. Kedalaman - - 32 cm - -
3. Tinggi 120 cm - - 28 cm -
4. Lebar - - - 60 cm -
5. Ketebalan - 28 cm - - -
6. Orientasi - - - - Timur dan selatan
Tabel 2. Ukuran bangunan pilboks jalan Ahmad Yani
34
Gambar 3. Bentuk Irisan pilboks Jalan Ahmad Yani. (Digambar oleh : Muh. Awal Ramadhan)
Foto 3. Lingkungan Pilboks jalan Ahmad Yani.
(Dok. Hamzah, 2016)
35
BAB IV
ANALISIS KERUSAKAN DAN BENTUK PENANGANAN
4.1 Sifat Kimiawi dan Sifat Fisik pada Bahan Baku Bunker Kompleks TNI
Danrem dan Pilboks Jalan Ahmad Yani
Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh
dengan membuat suatu campuran yang mempunyai proporsi tertentu dari semen,
pasir dan krikil atau agregat lainnya dan air untuk membuat campuran tersebut
menjadi keras dalam cetakan sesuai dengan bentuk dan dimensi yang diinginkan.
Semen dan air berinteraksi secara kimiawi untuk mengikat partikel-partikel
agregat menjadi suatu masa yang padat. Beton dalam berbagai variasi sifat
kekuatan dapat diperoleh dengan pengaturan yang sesuai dari perbandingan
jumlah material pembentuknya Dalam pengertian sederhana, beton merupakan
sebuah bahan bangunan komposit yang terbuat dari kombinasi agregat dan
pengikat semen.
Semen terbuat dari gamping, kalsium, silikon, besi, dan alumunium serta
bahan-bahan lainnya. Campuran ini dipanaskan dalam alat pembakaran besar
sehingga menjadi sebuah produk yang disebut Klinker. Klinker ini kemudian
diremukkan menjadi bubuk dan ditambah gipsum sehingga menjadi tepung
berwarna abu-abu yang kita sebut semen. Ketika air ditambahkan pada semen,
maka air itu akan memacu sebuah proses kimiawi yang membuat semen akan
mengeras (Walker, 2002:33).
Bunker dan pilboks adalah bangunan sumberdaya arkeologi yang terbuat
dari beton/semen merupakan sumberdaya mati seperti pada bangunan candi,
36
benteng dan megalit (dolmen, menhir, kubur batu, jirat, nisan). Sedangkan yang
terletak di museum berupa sumberdaya arkeologi bergerak (koleksi) seperti arca,
alat batu, dan jenis koleksi. Sumberdaya arkeologi tersebut harus dijaga
kondisinya untuk generasi mendatang. Sumberdaya arkeologi memiliki nilai
penting bagi kehidupan bangsa dilihat dari nilai sejarah dan ilmu pengetahuan
yang tak terlepas dari faktor lingkungannya, baik dari faktor lingkungan yang
berdampak negatif maupun berdampak positif pada benda sumberdaya arkeologi.
Namun, realita yang terjadi di lapangan bahwa lingkungan yang berdampak
negatif lebih dominan dari pada dampak positifnya seperti pengaruh alam dan
pengaruh manusia, untuk dapat mencegah dampak lingkungan negatif yang
berlebihan, maka dari itu sifat-sifat yang perlu diperhatikan dalam pelestarian
sumberdaya arkeologi yang berbahan beton adalah meliputi sifat kimiawi dan
fisik. Sifat fisik beton antara lain pasir (agregat halus), kerikil atau batu yang di
hancurkan, air dan semen sedangkan sifat kimiawi adalah meliputi mineral-
mineral yang mencakup senyawa-senyawa kimia sebagai contoh kalsium (Ca),
Silikon ( Si), Titanium (Ti) (Walker, 2002: 32).
Adapun secara umum sifat kimiawi pada bahan baku beton peninggalan
Jepang di Kota Kendari dengan melakukan uji sample sebagai berikut:
37
Tabel 3. Unsur Kimiawi Pada Bahan Baku Bangunan Peninggalan Jepang Di Kota
Kendari
No. El m/m(%) StdErr Nama Unsur
1 Ca 40.54 4.11 Kalsium
2 Si 20.15 7.33 Silikon
3 Px 19.21 3.94 Fosfor
4 Ti 13.19 1.44 Titanium
5 Cu 4.54 0.5 Tembaga
6 Zn 0.98 0.15 Seng
7 W 0.55 0.23 Wolfram
8 Pb 0.442 0.1 Timbal
9 Mo 0.113 0.023 Molibdenum
10 Nb 0.078 0.024 Niobium
11 Sn 0.073 0.022 Timah
12 Sb 0.065 0.02 Antimon
13 Ru 0.065 0.019 Rutenium
Sifat kimiawi (lihat diagram 1) secara umum pada bangunan peninggalan
Jepang di Kota Kendari menunjukkan (lihat tabel 1) bahwa presentase Ca
(Kalsium) lebih mendominasi sebesar 40.54%, Si (Silikon) 20.15%, P (Fosfor)
19.21, Ti (Titanium) 13.19, Cu (Tembaga) 4.54, Zn (Seng) 0.98%, W (Wolfram)
0.55%, Pb (Timbal) 0.442%, Mo (Molibdenum) 0.113%, Nb (Niobium) 0.078%,
Sn (Timah) 0.073% % dan paling terendah tingkat presentasenya yaitu Sb
(Antimony) 0.065 dan Ru (Rutenium) 0.065%. Dari hasil presentase juga
Ket:
El : Elemen
m/m(%) : Presentase %
StdErr : Standar Eror
38
41%
20%
19%
13%
5%1%
1%
0%
0%
0%0%
0%
0%
DIAGRAM SIFAT UNSUR KIMIAWI
PADA BAHAN BAKU BANGUNAN
PENINGGALAN JEPANG DI KOTA KENDARI
Ca (Kalsium) 40.54%
Si (Silikon) 20.15%
P (Fosfor) 19.21%
Ti (Titanium) 13.19 %
Cu (Tembaga) 4.54 %
Zn (Seng) 0.98%
W (Wolfram) 0.55%
Pb (Timbal) 0.442%
Mo (Molibdenum) 0.113%
Nb (Niobium) 0.078%
Sn (Timah) 0.073%
Sb (Antimon) 0.065%
Ru (Rutenium) 0.065%
membuktikan bahwa Ca (kalsium) memiliki peranan penting dalam pembuatan
beton peninggalan Jepang, bunker dan pilboks di Kota Kendari.
Diagram 1. Unsur kimiawi pada pada bahan baku bangunan bunker dan pilboks
Adapun pengertian dan fungsi unsur kimiawi yang memiliki keterikatan
pada bahan baku bangunan peninggalan Jepang di Kota Kendari, bunker dan
pilboks sebagai berikut:
a. Ca (Kalsium)
Ca (Kalsium) merupakan salah satu unsur atom 20 dan banyak digunakan
oleh berbagai bidang terutama pada bidang bangunan peninggalan Jepang yang
ada di Kota Kendari. Penggunaan kalsium pada bangunan peninggalan Jepang
sangat berperan penting untuk mengikat agregat halus (pasir alami dan pasir
butan) dan agregat kasar (kerikil dan batu pecah).
39
b. Si (Silikon)
Silikon merupakan salah satu unsur atom 14 dan memiliki senyawa
bersifat paramagnetik. Sebagian besar silikon digunakan secara komersial,
terkadang dengan sedikit melalui proses dari senyawa di alam. Contohnya adalah
pemakaian langsung yang terdapat pada bangunan peninggalan Jepang di Kota
Kendari. Silikon sangat berperan dalam meningkatkan daya tahan bangunan.
c. P (Fosfor)
Fosfor meruapakan salah satu unsur atom 15 yang memiliki nutrisi mineral
yang sangat penting bagi tanaman dan hewan. Fosfor dapat ditemukan di dalam
air, tanah dan sedimen. Fosfor memasuki lingkungan dari batu dan terdeposit.
Proses deposit inilah terdapat pada bahan baku bangunan peninggalan Jepang di
Kota Kendari karena mengikut pada saat ditambang.
d. Ti (Titanium)
Titanium merupakan salah satu unsur atom 22 yang kebanyakan titanium
digunakan dalam oksida. Titanium sangat ringan dan kuat dan warnanya putih.
Contoh dalam penggunaan titanium saat ini adalah cat berwarna putih untuk
mengecat dinding bangunan agar mampu mempertahankan dari serangan
mirorganisme hidup seperti tumbuhan lumut.. Namun beda halnya dengan bunker
dan pilboks di Kota Kendari, Titanium tersebut diasumsikan agar mampu
mepertahankan bangunan dalam segala kondisi iklim yang ekstrim dari kerusakan
dan pelapukan.
40
e. Cu (Tembaga)
Tembaga merupakan salah satu unsur atom 29 yang secara fisik berwarna
kuning. Logam tembaga digunakan secara luas dalam industri peralatan listrik
contohnya dalam pembuatan kabel transmisi. Namun beda halnya dengan
bangunan peninggalan Jepang di Kota Kendari, tembaga bisa saja digunakan
untuk penguatan bangunan contohnya pada pondasi bangunan bunker dan pilboks.
f. Zn (Seng)
Seng merupakan salah satu unsur atom 30 yang digunakan juga sebagai
suatu campuran logam misalnya pada bangunan peninggalan Jepang, bunker dan
pilboks yang memiliki bahan baku terbuat dari berbagai unsur kimiawi dan di
asumsikan seng salah satu campuran yang mampu menguatkan bahan baku
tersebut agar dapat bertahan dari serangan musuh.
g. W (Wolfram)
Wolfram merupakan salah satu unsur atom 74 yang merupakan suatu
logam yang keras, berwarna abu-abu keputihan. Logam ini digunakan secara
komersial saat ini. Namun bangunan bunker dan pilboks, wolfram sangat berguna
dalam penguatan bahan baku bangunan.
h. Pb (Timbal)
Timbal merupakan salah satu unsur atom 82 yang terdapat secara alami di
dalam kerak bumi dan keberadaannya bisa juga ditemui dari hasil aktivitas
manusia. timbal biasanya digunakan untuk menghindari dari korosi dari kerusakan
dan pelapukan. Maka dengan adanya timbal ini, peran dalam bahan baku bunker
dan pilboks sangat berguna agar dapat memperlambat kerusakan dan pelapukan.
41
i. Mo (Molibdenum)
Molibdenum merupakan salah satu unsur atom 42 yang memiliki peran
penting dalam meningkatkan penguatan baja pada saat berada pada suhu tinggi.
Namun pada bangunan bunker dan pilboks mampu meningkatkan kekerasan
bangunan karena adanya molibdenum yang terdapat pada bahan baku bangunan.
j. Nb (Niobium)
Niobium salah satu unsur atom 41 yang memiliki kegunaan dalam
penguatan baja. Niobium dan molibdenum memiliki manfaat yang sama dalam
pengutan baja, begitu pula dalam bahan baku bunker dan pilboks yang sangat
berperan penting dalam penguatan struktur komponen bangunan.
k. Sn (Timah)
Timah salah satu unsur atom 50 yang memiliki sifat tahan terhadap korosi
dan karat. Kegunaan timah dalam bahan baku bangunan bunker dan pilboks
sangat berperan penting karena timah mampu bertahan dari pelapukan yang di
akibatkan oleh organisme hidup yang dapat menggorogoti bangunan.
l. Sb (Antimon)
Antimoni merupakan salah satu unsur atom 51 yang biasanya
dimanfaatkan sebagai pembuatan pipa dan campuran antigores. Namun kegunaan
pada bahan bahan baku bunker dan pilboks digunakan sebagai salah satu
campuran untuk penguatan bangunan.
m. Ru (Ruterium)
Ruthenium merupakan salah unsur atom 44 yang digunakan sebagai
paduan pengeras logam platinum dan paladium. (Mushaddiq, 2017).
42
4.2 Pengaruh Lingkungan terhadap Kerusakan dan Pelapukan
4.2.1 Pengaruh Lingkungan Biotik terhadap Bangunan Bunker dan Pilboks
Pengaruh lingkungan biotik pada bangunan bunker dan pilboks meliputi
semua faktor hidup dan memiliki kelompok organisme seperti lumut, manusia dan
pengurai. Adapun kelompok organisme dari lingkungan biotik yang dapat
menyebabkan kerusakan akibat aktivitas makhluk hidup pada bangunan
peninggalan Jepang sebagai berikut.
1. Lumut
Kelompok produsen merupakan organisme yang mampu menghasilkan zat
makanan sendiri. Termasuk dalam kelompok ini adalah tumbuhan hijau atau
tumbuhan yang mempunyai klorofil. Produsen merupakan organisme autotrof
yang mampu menghasilkan zat organik pembentuk tumbuhnya dari zat-zat
anorganik seperti air dan mineral, kelompok produsen juga termasuk kedalam
kelompok semua tumbuhan hijau yang dapat melakukan proses fotosintesis dan
berkemampuan untuk menghasilkan karbohidrat.
Karbohidrat merupakan zat pembentuk dasar dari berbagai zat makanan,
seperti protein dan lemak yang terbentuk sebagai hasil kombinasi dengan nutrisi
lainnya seperti nitrat, fosfor dan potasium. Salah satu jenis tumbuhan yang
menghasilkan karbohidrat yaitu tumbuhan lumut (Bryophyata). Tumbuhan lumut
merupakan tumbuhan darat yang dapat ditemukan didaerah lembab dan memiliki
tinggi rata-rata 1cm sampai 2cm, tumbuhan lumut juga merupakan bentuk
peralihan dari tumbuhan bertallus dan tumbuhan berkormus.
43
Struktur tumbuhan lumut sebagian berupa talus dan sebagiannya lagi
sudah memiliki batang dan akar, namun akarnya masih berupa rizoid (akar semu).
Akar semu terdiri dari sel-sel tunggal yang memanjang dan memiliki sekat tidak
sempurna yang fungsinya untuk menyerap air dan mineral serta melekat pada
substrat.
Namun tumbuhan lumut juga mempunyai sifat merusak bagi bangunan.
Tumbuhan lumut dapat tumbuh dibagian permukaan bangunan sebagai parasit
dengan memperoleh makanan dari mineral-mineral yang ada pada pori-pori
bangunan. Seperti halnya pada bangunan peninggalan Jepang di Kota Kendari
Sulawesi Tenggara. Lumut yang tumbuh dipermukaan bangunan dapat merusak di
permukaan maupun didalam permukaan
Gambar . Struktur Tumbuhan Lumut
Sumber Gambar :www.pintarbiologi.com/2016/03
44
a. Bunker Kompleks TNI Danrem
Terlihat pada bangunan bunker Kompleks TNI Danrem (lihat pada gambar
6) pada sisi bagian luar dan bagian dalam menunjukkan bahwa persebaran
tumbuhan lumut di permukaan bangunan telah terkelupas jika pada saat musim
kemarau namun beda halnya pada sisi bagian dalam bangunan, pertumbuhan
lumut akan tetap hidup dikarenakan suhu dan intensitas cahayanya rendah
mengakibatkan permukaan bangunan tetap lembab. Jika lama-kelamaan
Gambar 6. Sebaran tumbuhan lumut pada bangunan bunker.
Sisi kiri : Bagian luar bunker dan sisi kanan : Bagian dalam bunker
(Di gambar oleh : Muh. Awal Ramadhan)
45
dibiarkan, maka bangunan bunker dapat rusak dan lapuk akibat persebaran lumut
ini.
b. Pilboks Jalan Ahmad Yani
Keadaan pilboks (lihat pada gambar 7) yang terletak dijalan ahmad yani
Kota Kendari Sulawesi Tenggara terdapat persebaran lumut yang telah
mengering. Persebaran lumut pada bangunan pilboks dapat merusak permukaan
bahan baku bangunan. Selain itu, jika terjadi musim penghujan maka lumut
tersebut mulai berkembang biak kembali dan siklus ini akan terjadi terus-menerus
Gambar 7. Sebaran tumbuhan lumut pada bangunan pilboks.
(Di gambar oleh : Muh. Awal Ramadhan)
46
sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih parah lagi. Dapat diperhatikan
persebaran lumut pada sisi selatan dan sisi timur pilboks.
Jenis pelapukan ini disebut juga sebagai pelapukan biologis. Pelapukan
biologis menunjukkan (lihat gambar 6 dan 7) bahwa pertumbuhan lumut lebih
mendominasi pada bangunan bunker Danrem dibandingkan bangunan pilboks
Ahmad Yani. Bunker Danrem memiliki tingkat pelapukan secara biologis lebih
tinggi karena pertumbuhan lumut tumbuh dibagian luar maupun bagian dalam
bangunan dibandingkan pilboks Ahmad Yani hanya tumbuh di bagian luarnya
saja.
2. Manusia
Manusia merupakan salah satu dari komponen biotik yang dapat merusak
bangunan peninggalan Jepang di Kota Kendari. Lingkungan bangunan bunker
Danrem dan pilboks Ahmad Yani berada di tengah-tengah pemukiman
masyarakat. Keberadaan bangunan bunker Danrem dan pilboks Ahmad Yani
sangat memperihatinkan, karena kerusakan (vandalism) bangunan dijadikan objek
tulisan, pembakaran dan tempat pembuangan akhir masyarakat. Selain itu
kerusakan dan pelapukan juga di perparah oleh faktor lingkungan biotik.
a. Bunker Danrem
Gambar dibawah memperlihatkan (lihat gambar 8) bahwa vandalisme
pada bangunan bunker merupakan bentuk kerusakan yang dapat menghilangkan
nilai estetika bangunan. Coretan yang terlihat pada bangunan mulai tampak
memudar akibat pertumbuhan organisme hingga terjadi pengelupasan pada
47
permukaan bangunan selain itu coretan pada bangunan tidak jelas sama sekali.
Hasil pembakaran yang dialami oleh bangunan bunker Danrem menyebabkan
terjadinya proses kimiawi sehingga tampak kehitaman pada atap bagian dalam
bunker Danrem.
Gambar 8. Coretan dan bekas pembakaran (vandalism) pada bangunan bunker Danrem.
Sis kiri : bagian luar bangunan dan sisi dalam : bagian dalam bunker
(Di gambar oleh : Muh. Awal Ramadhan)
48
b. Pilboks Ahmad Yani
Terlihat pada gambar (lihat gambar 9) menunjukkan bahwa bangunan
pilboks Ahmad Yani terdapat sebuah coretan (vandalism) yang hanya dapat
teridentifikasikan dengan angka 0+050 besertakan huruf X yang tidak memiliki
makna serta mengurangi nilai estetik pada bangunan. Disisi lain bangunan pilboks
ini berada tepat di jalan poros perkotaan dan sangat memungkinkan akan
terjadinya lagi coretan-coretan pada bangunan.
Gambar 9. Coretan (vandalism) pada bangunan pilboks.
(Di gambar oleh : Muh. Awal Ramadhan)
49
Gambar 10. Retakan dan pengelupasan pada bahan baku bangunan bunker
dan pilboks
Gambar atas : Bunker Danrem dan
Gambar bawah : Pilboks Ahmad Yani
(Di Gambar Oleh : Muh. Awal Ramadhan)
50
Terlihat pada gambar (lihat gambar 10) menunjukkan bahwa bangunan
bunker Kompleks TNI Danrem dan pilboks jalan Ahmad Yani mengalami
keretakan dan pengelupasan yang cukup parah disebut juga sebagai kerusakan
secara mekanis. Keretakan dan pengelupasan pada bunker Kompleks TNI Danrem
memiliki banyak indikasi yaitu akibat pertumbuhan lumut, hasil pembakaran
pembuangan akhir (sampah) dan vandalisme yang dilakukan oleh manusia yang
bermukim disekitaran bangunan sedangkan keretakan dan pengelupasan yang
terjadi pada bangunan pilboks jalan Ahmad yani dapat di indikasikan akibat
pertumbuhan lumut, getaran kendaraan dan letak bangunan yang berada di trotoar
jalan.
4.2.2 Pengaruh Lingkungan Abiotik terhadap Bangunan Bunker Dan Pilboks
Pengaruh lingkungan abiotik meliputi semua faktor benda mati yang
sangat mempengaruhi terhadap kehidupan organisme seperti air, udara, suhu dan
tanah. Namun beda halnya dengan peninggalan bangunan Jepang yang sangat
rentan akan kerusakan dan pelapukan yang ditimbulkan oleh lingkungan abiotik.
Adapun pemaparan tentang pengaruh lingkungan abiotik terhadap peningalan
bangunan Jepang sebagai berikut :
1. Air
Air termasuk dalam lingkungan abiotik yang sangat penting untuk
menunjang kehidupan. Air merupakan media zat-zat pelarut yang dibutuhkan dan
media pengangkut didalam tubuh organisme hidup, begitu pula dengan bangunan
bunker dan pilboks, air sebagai pelarutan bahan-bahan baku pembuatan bangunan.
Media air dalam pembuatan bangunan berfungsi untuk mengikat (bereaksi) semen
51
sehingga dapat menjadi perekat agregat halus dan agregat kasar. Selain sebagai
perekat, air juga sifatnya mampu merusak bangunan bunker dan pilboks seperti
terjadinya hujan yang merembes dipermukaan bangunan sehingga lama kelamaan
terjadinya pengelupasan.
Air hujan bersifat asam di akibatkan oleh percampuran unsur kimiawi di
udara. Unsur kimiawi pada hujan asam antara lain adalah karbon dioksida (CO2)
serta belerang atau sulfur (S) yang berasal dari polusi kendaraan lalu bercampur di
udara dan ketika hujan turun maka bercampurlah unsur kimiawi tersebut hingga
membentuk hujan asam. Hujan asam dapat berakibat fatal terhadap bangunan
bunker dan pilboks seperti terjadinya pengelupasan dan pertumbuhan organisme
hidup dipermukaan bangunan sehingga terjadinya degredasi pada bahan bakunya.
Adapun tabel curah hujan bulanan dari data BMKG Kota Kendari
Sulawesi Tenggara, sebagai berikut :
Tabel 4. Curah hujan bulanan di Kota Kendari
Thn Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
2012 353.2 174.6 151.0 75.7 184.6 175.5 106.0 65.2 20.9 51.9 62.3 131.8
2013 339.8 195.4 151.7 142.8 231.0 237.5 826.5 44.7 29.2 17.9 112.1 287.1
2014 84.1 107.6 333.6 278.0 399.5 356.1 164.5 83.0 0.0 0.0 22.1 436.7
2015 238.9 280.8 245.8 172.9 140.5 212.8 40.7 2.3 0.0 4.5 0.7 251.1
2016 99.4 330.3 346.9 282.1 108.1 X X X X X X X
Berdasarkan table diatas (lihat pada tabel 4) dapat diketahui bahwa curah
hujan bulanan di Kota Kendari Sulawesi Tenggara pada bulan Februari hingga
Satuan : Milimeter
X : Data yang belum terdeteksi
Sumber : Stasiun Meterologi Maritim Kendari
52
bulan Juni memiliki rata-rata curah hujan yang sangat tinggi dibandingkan bulan
lainnya. Rata-rata curah hujan pada bulan Februari tahun 2014 memiliki curah
hujan 330.3 milimeter sedangkan dibulan Juni tahun 2016 memiliki curah hujan
356.1 milimeter. Dampak curah hujan bulanan pada bangunan peninggalan
Jepang sangat beresiko akan rentangnya kerusakan terhadap bahan baku
bangunan.
53
Terlihat pada gambar (lihat gambar 10) bahwa pelapukan khemis yang
terjadi pada bangunan bunker dan pilboks yang disebabkan oleh hujan asam
sehingga terjadinya pengelupasan dan merusak bahan baku bangunan. Selain itu
dengan meningkatnya curah hujan pertahun, rembesan air dapat memperbesar
retakan sehingga terjadinya pengelupasan lebih besar lagi.
2. Udara
Udara merupakan lingkungan abiotik yang sangat dibutuhkan oleh
makhluk hidup. Selain makhluk hidup, udara juga sangat dibutuhkan oleh
Gambar 11. Pengelupasan pada bahan baku bunker dan pilboks
Gambar atas : Bunker Danrem dan Gambar bawah : Pilboks Ahmad Yani
(Di Gambar Oleh : Muh. Awal Ramadhan)
54
bangunan untuk memperkeras suatu komponen bahan bakunya pada saat
dibangun seperti halnya semen untuk memperekat agregat halus dan agregat kasar
yang dibutuhkan salah satunya adalah udara untuk mengeringkan semen tersebut.
Namun beda halnya ketika bangunan tersebut telah lama seperti bangunan bunker
dan pilboks peninggalan Jepang di Kota Kendari.
Udara bisa saja sifatnya merusak pada bahan baku bangunan, karena
pelarutan karbon dioksida (CO2) yang dibawa oleh udara menghasilkan endapan
garam dan glukosa pada pori-pori bangunan sehingga organisme hidup dapat
berkembang biak dengan memakan mineral-mineral bahan baku yang menempel
pada permukaan bangunan. Selain itu, pengaruh tumbuhnya organisme hidup
pada permukaan bangunan antara lain adanya kelembaban udara. Kelembaban
udara terjadi karena proses penguapan. Proses penguapan terjadi karena
perubahan air dari keadaan cair ke keadaan gas. Proses perubahan penguapan ini
juga karena adanya tekanan uap air di udara berhubungan dengan perubahan suhu.
Adapun tabel kelembaban udara rata-rata perbulannya dari data BMKG
Kota Kendari Sulawesi Tenggara, sebagai berikut :
Tabel 5. Kelembaban udara perbulan di Kota kendari
Thn Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
2012 85 85 84 84 86 85 83 81 80 80 81 83
2013 83 84 86 85 87 87 90 84 82 80 81 85
2014 80 84 85 86 88 88 83 82 79 77 78 84
2015 85 86 79 84 85 87 83 81 80 79 77 81
2016 82 85 85 85 85 X X X X X X X
Satuan : % (Persen)
X : Data yang belum terdeteksi
Sumber : Stasiun Meterologi Maritim Kendari
55
Memperhatikan tebel diatas (lihat pada tabel 5) bahwa rata-rata
kelembaban udara perbulan yang terjadi berada pada bulan Januari hingga bulan
Juli di Kota Kendari Sulawesi Tenggara memiliki intensitas tinggi dibandingkan
dibaulan lainnya. Intensitas kelembaban udara tertinggi berada di tahun 2013 pada
bulan Juli dengan kelembaban udara 90% dan dampak yang terjadi pada
bangunan peninggalan Jepang sangat berisiko akan rentangnya kerusakan dan
pelapukan serta pertumbuhan organisme hidup dipermukaan bangunan.
Kerusakan dan pelapukan yang terjadi mengakibatkan retak dan terkelupasnya
bagian permukaan bangunan. Sedangkan pertumbuhan organisme hidup dengan
sangat mudahnya tumbuh akibat terjadinya lembab pada permukaan bangunan.
56
Terlihat pada gambar (lihat gambar 11) menunjukkan terjadinya pelapukan
yang disebabkan lembabnya kondisi di sekitar bangunan bunker dan pilboks
mengakibatkan tumbuhnya organisme hidup di permukaan bangunan. Jika
terjadinya musim kering, maka organisme hidup yang ada di permukaan
bangunan terkelupas bersamaan dengan bahan baku bangunan. Siklus ini akan
berulang terus menerus hingga komponen pada bahan baku bangunan akan rusak
total.
Gambar 12. Pertumbuhan organisme akibat lembab pada sekitaran bangunan
bunker dan pilboks
Gambar atas : Bunker Danrem dan
Gambar bawah : Pilboks Ahmad Yani
(Di Gambar Oleh : Muh. Awal Ramadhan)
57
3. Suhu
Suhu sangat berpengaruh terhadap lingkungan dan makhluk hidup
disekitarnya. Sedangkan pengaruh suhu terhadap bangunan peninggalan Jepang di
Kota Kendari Sulawesi Tenggara mempunyai dampak yang mengakibatkan
terjadinya pemicu kerusakan dan pelapukan. Jika suhu atau temperatur (suhu
tinggi dan suhu rendah) yang tidak sesuai dengan bahan baku bangunan maka
proses permukaan bangunan dapat saja mengalami keretakan atau pengelupasan
lebih cepat.
Adapun tabel temperatur rata-rata perbulannya dari data BMKG Kota
Kendari Sulawesi Tenggara, sebagai berikut :
Tabel 6. Temperatur rata-rata perbulan di Kota Kendari
Thn Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
2012 26.9 26.9 27.1 27.1 26.5 26.0 25.7 25.4 26.0 27.3 28.0 27.5
2013 27.8 27.4 27.4 27.6 27.1 26.9 25.2 26.0 26.6 27.7 27.6 27.2
2014 27.6 27.3 27.1 27.2 26.7 26.3 26.2 25.4 25.5 26.6 28.2 27.6
2015 27.5 26.8 26.9 27.4 27.0 26.4 25.8 25.1 25.6 26.7 28.8 28.6
2016 28.3 27.6 27.9 27.7 28.0 X X X X X X X
Berdasarkan rata-rata temperatur perbulan (lihat pada tabel 6) yang sangat
tinggi intensitas suhunya berada pada bulan November hingga bulan April.
Dengan kenaikan suhu pada bulan tersebut dapat mengakibatkan naiknya
kelembaban udara disekitar bangunan dan terjadi lembab dibagian permukaan
bangunan. Jika terjadinya lembab pada permukaan bangunan, organisme hidup
Satuan : Derajat Celcius
X : Data yang belum terdeteksi
Sumber : Stasiun Meterologi Maritim Kendari
58
dapat dengan mudah tumbuh dan menjadi parasit dipermukaan bangunan. Selain
itu organisme hidup juga dengan mudah mendapatkan makanan melalui pori-pori
bangunan.
Suhu juga sangat berpengaruh terhadap kelembaban udara di sekitaran
bangunan bunker dan pilboks. Jika suhu atau terperatur rendah maka tingkat
kelembaban udara akan meningkat dan terjadinya pertumbuhan orgnisme hidup di
permukaan bangunan sedangkan jika suhu atau temperature tinggi maka
terjadinya keretakan pada strutur bangunan bunker dan pilboks.
4.3 Kerusakan dan Pelapukan Bangunan Bunker dan Pilboks
4.3.1 Kerusakan
1. Kerusakan Mekanis
Kerusakan mekanis yang terdapat pada bangunan peninggalan Jepang,
bunker Danrem dan pilboks Ahmad Yani berupa retakan dan pengelupasan pada
bahan baku bangunan. Retakan dan pengelupasan yang terjadi terhadap bangunan
bunker dan pilboks di akibatkan oleh faktor lingkungan biotik maupun lingkungan
abiotik. Lingkungan biotik yang berpengaruh terhadap retakan dan pengelupasan
karena adanya interaksi terhadap masyarakat yang bermukim disekitaran
bangunan dan organisme hidup yang hidup disekitaran bangunan sedangkan
pengaruh lingkungan abiotik berupa suhu rendah maupun tinggi dan hujan.
Adapun analisis yang dapat memudahkan mengidentifikasikan kerusakan
mekanis yang dialami bangunan peninggalan Jepang, bunker Danrem dan pilboks
Ahmad Yani sebagai berikut:
59
4.3.2 Pelapukan
1. Pelapukan Secara Biologis
Pelapukan biologis merupakan kerusakan yang disebabkan oleh pengaruh
pertumbuhan organisme hidup pada bangunan bunker Danrem dan pilboks
Ahmad Yani. Pertumbuhan organisme hidup pada permukaan bangunan dapat
merusak struktur bahan baku antara lainnya adalah terkelupas pada permukaan
bangunan pada saat terjadinya musim kering. Penjelasan mengenai pertumbuhan
Nama
Bangunan
Kerusakan Mekanis
Tingkat
kerusakan
mekanis
Total
kerusakan
mekanis
(%)
Penanganan bagian Luar
bangunan
sisi timur
bagian
Dalam
bangunan
sisi utara
Bunker
Kompleks
TNI
DAnrem
44 cm 62 cm 106 42% Menggunakan
epoksi resin
Nama Bangunan
Kerusakan Mekanis
Tingkat kerusakan mekanis
Total kerusakan mekanis
(%)
Penanganan bagian Luar jendela sisi
utara
bagian Dalam
jendela sisi selatan
Pilboks jalan Ahmad Yani
53 cm 95 cm 148 58% Menggunakan
epoksi resin
Tabel 7. Kerusakan Mekanis
Indikator Tingkat kerusakan :
- Stadium I : ≤ 24% (rusak)
- Stadium II : 25-49% (parah)
- Stadium III : 50% ≥ (rusak parah)
60
organisme tersenut sudah terjelaskan dan termasuk dalam komponen biotik.
Adapun analisis dalam bentuk tabel (lihat pada tabel 8) yang dapat memudahkan
mengidentifikasikan pelapukan biologis yang dialami bangunan peninggalan
Jepang, bunker Danrem dan pilboks Ahmad Yani sebagai berikut:
2. Pelapukan Secara Khemis
Pelapukan secara khemis pada bangunan bunker Danrem dan pilboks
Ahmad Yani yang dapat merusak komponen bahan baku bangunan karena
rembesan air dari atas (air hujan) maupun rembesan dari bawah tanah dapat
mengikis bagian permukaan bangunan hingga terjadinya sebuah aliran air. Aliran
air ini lama kelamaan akan mengelupas pada bahan baku bangunan bunker dan
No. Nama Bangunan
Pelapukan biologis
Tingkat
Pelapukan
biologis
Total Pelapukan
biologis yang
Dialami
Bangunan %
Penanganan Sisi Luar
Sisi
Dalam
P L P L
1.
Bunker Kompleks
TNI Danrem
180 127 170 142 619
73% (Stadium
III)
Pembersihan mekanis,
pembersihan secara pemanasan,
pembersihan fisik
2.
Pilboks Jalan
Ahmad Yani
172 57 - - 229 27% (Stadium II)
Pembersihan mekanis,
pembersihan secara pemanasan
Tabel 8. Pelapukan Biologis
Indikator Tingkat kerusakan :
- Stadium I : ≤ 24% (rusak)
- Stadium II : 25-49% (parah)
- Stadium III : 50% ≥ (rusak parah)
61
pilboks. Adapun analisis dalam bentuk tabel (lihat pada tabel 9) yang dapat
memudahkan mengidentifikasikan pelapukan secara khemis yang dialami
bangunan peninggalan Jepang, bunker Danrem dan pilboks Ahmad Yani sebagai
berikut:
No. Nama Bangunan
Pelapukan khemis Tingkat Pelapukan
khemis
Total Pelapukan
khemis yang Dialami
Bangunan %
Penanganan
P L
1.
Bunker Kompleks
TNI Danrem
32 23 55 26% (Stadium II) Menggantikan dengan
bahan yang mudah
menyerap air 2.
Pilboks Jalan
Ahmad Yani
108 49 157 74% (Stadium III)
3. Pelapukan Secara Fisis
Pelapukan secara fisis diakibatkan oleh faktor iklim. Iklim di lokasi
bangunan bunker Danrem dan pilboks Ahmad Yani merupakan wilayah beriklim
tropis. Selain itu lokasi bangunan juga berdekatan dengan pesisir pantai.
Lembabnya suhu udara dan berdekatannya dengan pesisir pantai, mengakibatkan
bangunan bunker Danrem dan pilboks Ahmad Yani mengalami proses
pengelapusan lebih cepat hingga terjadinya retakan. Ditambah lagi proses
pertumbuhan organisme yang tumbuh di sekitaran bangunan memperparah
kondisi retakan tersebut. Adapun analisis dalam bentuk tabel (lihat pada tabel 10)
Indikator Tingkat kerusakan :
- Stadium I : ≤ 24% (rusak)
- Stadium II : 25-49% (parah)
- Stadium III : 50% ≥ (rusak parah)
Tabel 9. Pelapukan Secara Khemis
62
yang dapat memudahkan mengidentifikasikan pelapukan secara khemis yang
dialami bangunan peninggalan Jepang, bunker Danrem dan pilboks Ahmad Yani
sebagai berikut:
Nama
Bangunan
Pelapukan Fisis Tingkat
Pelapukan
Fisis
Total
Pelapukan
Fisis %
Penanganan SL SD
SU SS SB ST SS ST
P L P L P L P L P L P L
Bunker
Danrem 66 3 58 6 - - 87 3 84 34
148
77 566 67% (Stadium III)
Membuat drainase di
sekitar bangunan Pilboks
Ahmad
Yani
26 20 13 9 39 14 121 33 - - - - 275 33% (Stadium II)
Adapun total keseluruhan kerusakan dan pelapukan pada bangunan bunker
Danrem dan pilboks Ahmad Yani sebagai berikut:
Nama
Bangunan
Jenis Kerusakan dan Pelapukan Tingkat KR
& PK
Total KR &
PK % Mekanis % Biologis % Khemis% Fisis%
Bunker
Danrem 42 73 26 67 208
52%
(Stadium III)
Pilboks
Ahmad Yani 58 27 74 33 192
48%
(Stadium II)
Ket :
SU : Sisi Utara ST : Sisi Timur
SS : Sisi Selatan SB : Sisi Barat
SD : Sisi Dalam L : Lebar
SL : Sisi Luar P : Panjang
Indikator Tingkat kerusakan :
- Stadium I : ≤ 24% (rusak)
- Stadium II : 25-49% (parah)
- Stadium III : 50% ≥ (rusak parah)
Ket :
KR : Kerusakan
PK : Pelapukan
Indikator Tingkat kerusakan :
- Stadium I : ≤ 24% (rusak)
- Stadium II : 25-49% (parah)
- Stadium III : 50% ≥ (rusak parah)
Tabel 10. Pelapukan Secara Fisis
Tabel 11. Total Kerusakan Dan Pelapukan
63
Terlihat pada tabel (lihat tabel 11) menunjukkkan bahwa total kerusakan
pada bangunan peninggalan Jepang di Kota Kendari lebih mendominasi pada
bunker Danrem yang memiliki 52% dan berada pada tingkat rusak parah (stadium
III) sedangkan pada bangunan pilboks Ahmad Yani berada pada tingkat parah
(stadium II) atau 48% ancaman kerusakan dan pelapukannya. Jika kita
diagramkan (lihat diagram 4.1) maka kerusakan dan pelapukan pada bangunan
bunker Danrem lebih dominan pada pelapukan biologis 35% dan pelapukan fisis
35%, khemis 13% serta kerusakan mekanis 20%, sedangkan bangunan pilboks
Ahmad Yani pelapukan khemis yang lebih dominasi dengan total pelapukan 39%
dan pelapukan fisis 17%, biologi 14% dan kerusakan mekanis 30%.
20%
35%13%
32%
Kerusakan dan Pelapukan Bangunan
Bunker Danrem
Mekanis 20%
Biologis 35%
Khemis 13%
Fisis 32%
30%
14%39%
17%
Kerusakan dan Pelapukan Bangunan
Pilboks Ahmad Yani
Mekanis 30%
Biologis 14%
Khemis 39%
Fisis 17%
Diagram 2. Total kerusakan dan pelapukan yang terjadi pada bangunan
bunker Danrem dan pilboks Ahma Yani.
64
4.4 Upaya Pelestarian Bangunan Bunker dan Pilboks
4.4.1 Penanganan Bangunan Bunker dan Pilboks
1. Kerusakan Mekanis
Retakan-retakan pada bangunan bunker dan pilboks sebaiknya dilakukan
penggantian bahan yang cocok dengan bahan baku pada bangunan. Namun, untuk
saaat ini kondisi bangunan yang mengalami retakan kecil maupun besar dapat
ditambahkan dengan bahan epoxy resin (EPIS 4 skala mohs) yang telah dikaji
oleh Balai Konservasi Peninggalan Borobudur melalui hasil pengembangan bahan
konservasi mortar yang mempunyai sifat dan karakteristik tahan terhadap
kelembaban dan tahan terhadap getaran dan tekanan mengingat bahwa bangunan
bunker dan pilboks tepat berada di daerah tropis dan barada di pemukiman kota.
2. Pelapukan secara Biologis
Pembersihan secara mekanis dengan menggunakan alat bantu yang dapat
memelihara sumberdaya arkeologi agar tetap terjaga dari kerusakan dan
pelapukan seperti sikat halus, bambu tipis, sikat gigi, amplas halus dan puntung
rokok merupakan alat sederhana yang mampu meminimalisir kerusakan. Dengan
menggunakan alat bantu ini dapat mencegah kerusakan dan pelapukan
sumberdaya arkeologi yang di akibat oleh pertumbuhan organisme hidup seperti
lumut, jamur dan bakteri. Cara penggunaannya pun sangat mudah dan alat-alat
bantu ini juga dapat lebih mudah ditemukan.
65
Cara penggunaan alat bantu yang sangat sederhana ini dapat di fungsikan
pada sumberdaya arkeologi terutama pada berbahan batu dan semen. Jenis bahan
batu dan semen memiliki pori-pori yang dapat lebih mudah ditumbuhi oleh
organisme hidup sehingga sangat rentang akan kerusakan jika tidak dilakukan
pembersihan rutin. Pembersihan rutin yang dilakukan juga memerlukan alat bantu
serta metode yang tepat guna sumberdaya arkeologi terjaga kelestariannya agar
tidak mudah rusak. Teknik serta metode pembersihan dilakukan juga dengan air
bersih dan sikat halus namun penggunaan air bersih yang telah terpakai harus
diganti dengan air yang baru sehingga organisme yang hidup dipermukaan
berbahan semen tidak lagi tumbuh dengan cepat dan pembersihan juga harus
dilakukan pada saat musim kemarau.
Pembersihan secara pemanasan dapat dilakukan untuk mengetahui
efektifitas dan keamanan pembersihan lumut dengan pemanasan yaitu cara
memakai alat yang dapat memberikan suhu panas sehingga memperkecil bahkan
menghilangkan pertumbuhan lumut pada bangunan berbahan semen.
3. Pelapukan secara Khemis Dan Fisis
Permasalahan pelapukan secara khemis dan fisis terhadap bangunan cagar
budaya di Kota Kendari solusi saat ini adalah membuatkan aliran drainase di
sekitaran lingkungan bangunan agar air tidak berkumpul dalam satu titik sehingga
kerusakan serta pelapukan dapat di minimalisir. Selain itu, perlunya perawatan
yang teratur dan pergantian bahan jika sangat di butuhkan.
66
4. Vandalisme
Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap tingkat ketahanan dan
eksistensi bangunan cagar budaya. Selain faktor lingkungan alami, lingkungan
sosial dan budaya menjadi penentu pelestarian suatu bangunan cagar budaya.
Berbagai aktifitas yang melibatkan peran manusia yang bersifat vandalisme telah
berkontribusi terhadap laju kerusakan dan kehancuran suatu bangunan cagar
budaya. Dengan adanya pemagaran, pemberian papan informasi serta pengawalan
dan pengawasan terhadap bangunan cagar budaya dapat mencegah laju kerusakan.
4.4.2 Pelindungan Secara Fisik
Pelindungan terhadap objek tinggalan arkeologis bunker dan pilboks saat
ini belum ada sama sekali, walaupun secara hukum, objek tersebut sudah
teregistrasi sebagai objek yang diduga cagar budaya. Idealnya, objek yang diduga
sebagai cagar budaya diperlalukan layaknya sebagai cagar budaya. Berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan sangat diperlukan adanya pelindungan
terhadap objek bunker dan pilboks secara fisik, mengingat keterancamannya.
Adapun saran untuk upaya pelindungan secara fisik adalah sebagai berikut.
1. Pembuatan pagar pelindung dan penataan lingkungan
Perlindungan yang dilakukan terhadap sumberdaya arkeologi dengan
pemberian pagar pelindung/pembatas mampu menghindari kerusakan lebih dini
yang disebabkan oleh faktor lingkungan biotik di sekitarnya. Faktor lingkungan
biotik yang dapat mempengaruhi kerusakan pada sumberdaya arkeologi adalah
manusia.
67
Manusia sangat berpengaruh akan terjadinya kerusakan sumberdaya
arkeologi yang ada dilingkungannya. Termasuk pada bangunan peninggalan
Jepang yang ada di Kota Kendari Sulawesi Tenggara, kerusakan yang ditimbulkan
oleh manusia dapat terlihat pada sampel 1 (bunker Danrem) dan sampel 2 (pilboks
Ahmad yani) dengan beberapa coretan yang mengurangi nilai estetika pada
bangunan. Bangunan peninggalan Jepang yang belum diberi pagar pembatas
dengan mudahnya akan terjadi kerusakan yang lebih parah lagi selain itu bekas
pembakaran yang ada pada sampel 1 meperlihatkan bahwa sumberdaya arkeologi
yang tanpa diberi pagar pembatas dapat diakses oleh masyarakat umum tanpa
adanya pengawasan. Selain itu, penataan lingkungan yang dimaksud adalah
menata lingkungan dengan pembuatan taman di area sekitar banguanan yang telah
diberi pagar.
2. Pemasangan Papan Informasi situs
Papan informasi merupakan sebuah informasi yang dapat memberikan
pengetahuan tentang apa yang ada disajikan dalam bentuk tulisan. Papan
informasi dapat berfungsi sebagai pemberitahuan seperti pemberitahun identitas
sebuah objek atau pemberitahuan larangan agar dengan mudah memberikan
informasi terhadap masyarakat umum bahwa objek tersebut dengan mudahnya
diketahui, baik itu informasi asal-usul sebuah objek dan pelanggaran yang
diberikan terhadap masyarakat yang melanggar aturan yang telah dicantumkan
dipapan informasi tersebut.
Namun beda halnya dengan sumberdaya arkeologi yang terletak di Kota
Kendari Sulawesi Tenggara yang masih belum menggunakan papan infomasi.
68
Peninggalan bangunan Jepang dengan mudahnya rusak akibat informasi yang
masih sangat minim dan aturan-aturan yang sudah ada, belum banyak diketahui
oleh masyarakat umum secara jelas tentang sumberdaya arkeologi. Maka dari itu,
dengan adanya papan informasi masyarakat umum dapat mengetahui dengan jelas
tentang keberadadaan, identitas dan aturan-aturan sumberdaya arkeologi yang
telah tercantum di perundang-undangan pasal 11 tahun 2010 tentang cagar
budaya. Selain itu, papan informasi dapat pula meminimalisir dampak kerusakan
yang terjadi pada peninggalan bangunan Jepang.
3. Penetapan Penjaga situs
Penjaga situs merupakan seorang yang bertugas sebagai penjaga atau
pengawas situs. Bentuk penjagaan dan pengawasan terhadap situs yang dilakukan
dapat mencegah atau meminimalisir kerusakan yang terjadi yang disebabkan oleh
pihak yang tidak bertanggung jawab (vandalisme). Selain itu, penjaga situs juga
memiliki peran ganda yaitu sebagai informan wisatawan yang berkunjung ke
situs. Penjaga situs harus memiliki pembekalan pengetahuan terkait situs yang
dijaganya dan alangkah baiknya penjaga situs merupakan orang yang bermukim
di sekitaran situs.
4. Pemindahan objek arkeologi
Pemindahan situs merupakan langkah akhir yang dilakukan demi
melindungi sumberdaya arkeologi dari kerusakan. Pemindahan objek arkeologi
bukan sekedar dipindahkan begitu saja, namun ada beberapa langkah teknis yang
harus dilakukan sebelum pemindahan. Salah satu langkah teknis yang dilakukan
sebelum melakukan pemindahan objek arkeologi adalah perekaman data. Dalam
69
perekaman data terdapat sajian informasi yang dapat membantu menyusun puzzle
sejarah.
4.4.3 Perlindungan Secara Hukum
Perlindungan sumberdaya arkeologi merupakan upaya pelestarian yang
dapat diwujudkan melalui berbagai kegiatan yang bersifat teknis maupun
administratif. Dalam menyelenggarakan kegiatan tersebut perlu mengacu pada
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Sesuai dengan perundang-
undangan Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2010 pasal 1 ayat 23 dan PERDA
Nomor 21 tahun 2013 pasal 1 ayat 19 tentang perlindungan yang berbunyi :
Perlindungan merupakan upaya pencegahan dan menanggulangi kerusakan,
kehancuran atau kemusnahan dengan cara penyelamatan, pengamanan, zonasi,
pemeliharaan dan pemugaran cagar budaya.
1. Penyelamatan
Penyelamatan sumberdaya arkeologi merupakan suatu upaya atau usaha
untuk menghindari dari kerusakan, kehancuran atau kemusnahan (Pasal 1 ayat
(24) UU.No.11/2010 dan Pasal 1 ayat (20) PERDA.No.21/2013 ). Sebagaimana di
ketahui bahwa keberadaan bunker dan pilboks di Kota kendari berada tepat di
perkotaan yang mestinya dituntut untuk diselamatkan karena mengingat
kondisinya saat ini sangat tidak terawat.
2. Pengamanan
Pengamanan sumberdaya arkeologi merupakan upaya menjaga dan
mencegah cagar budaya dari ancaman atau gangguan (pasal 1 ayat (25) UU
No.11/2010 dan pasal ayat (21) PERDA.No.21/2013). Berdsarkan dari hasil
70
observasi bahwa bangunan cagar budaya di Kota Kendari tidak memiliki
pengamanan sehingga mudah terjadi kerusakan.
3. Zonasi
Zonasi adalah penentuan batas-batas keruangan situs cagar budaya dan
kawasan cagar budaya sesuai dengan kebutuhan (pasal 1 ayat (26) UU
No.11/2010 dan pasal ayat (22) PERDA.No.21/2013). Penentuan batas-batas
terhadap bangunan cagar budaya di Kota Kendari belum dilakukan terutama pada
bunker Danrem yang tepat berada di halaman rumah masyarakat dan pilboks di
jalan Ahmad yani yang berda tepat di pinggir jalan poros.
4. Pemeliharaan
Pemeliharaan adalah upaya menjaga dan merawat agar kondisi fisik cagar
budaya tetap lestari (pasal 1 ayat (27) UU No.11/2010 dan pasal 1 ayat (23)
PERDA.No.21/2013). Perawatan terhadap bangunan cagar budaya di Kota
Kendari belum dilakukan karena belum adanya upaya-upaya instansi pemerintah
dan masyarakat.
5. Pemugaran
Pemugaran adalah upaya pengembalian kondisi fisik benda cagar budaya,
bangunan cagar budaya, dan struktur cagar budaya yang rusak sesuai dengan
keaslian bahan, bentuk, tata letak dan teknik pengerjaan untuk memperpanjang
usianya (pasal 1 ayat (28) UU No.11/2010 dan pasal 1 ayat (24)
PERDA.No.21/2013). Upaya pemugaran terhadap bangunan cagar budaya di Kota
Kendari saat ini belum diterapkan oleh pihak pemerintah setempat.
71
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Bangunan peninggalan Jepang di Kota Kendari merupakan objek arkeologi
yang memiliki daya tahan dan rentan akan kerusakan dan pelapukan terhadap
bahan bakunya. Bunker dan pilboks merupakan bangunan sarana, prasarana atau
infrastruktur pertahanan militer yang dibangun pada masa Perang Dunia ke-II
yang memiliki peranan penting dalam menjaga kekuasaan wilayahnya. Bunker
dan pilboks memiliki bentuk serta ukuran bangunan yang sangat beragam dan
fungsinya pun berbeda seperti bangunan bunker yang dimanfaatkan sebagai
tempat persembunyian, penyimpanan longistik dan persenjataan sedangkan
bangunan pilboks dimanfaatkan sebagai tempat pengintaian musuh.
Disisi lain bangunan bunker dan pilboks memiliki keunikan dalam
pembangunannya. Bangunan bunker dan pilboks peninggalan Jepang merupakan
rancangan bangunan yang mirip meniru makhluk hidup di alam yang dikenal
dengan istilah zoomorphic atau arsitektur meniru hewan. Dengan kata lain,
bangunan bunker dan pilboks peninggalan Jepang tersebut memiliki gaya
arsitektur peniru hewan karena kebanyakan bangunan ini tersembunyi di bawah
tanah. Untuk mengantisipasi kerusakan dan pelapukan lebih jauh lagi demi
menyelamatkan tinggalan arkeologis atau tinggalan bangunan Jepang bukan
perkara yang mudah, butuh kajian mendalam dalam permasalahan ini, maka
dengan ini penulis mencoba mengkaji bangunan peninggalan Jepang dengan ilmu
konservasi arkeologi untuk menyelesaikan problema terkait kerusakan yang
72
dialami oleh bangunan tersebut. Maka dari itu, ilmu konservasi arkeologi
merupakan langkah efesien agar signifikansi budaya yang terdapat pada bangunan
tidak hilang begitu saja.
Istilah konservasi sendiri dikenal dengan pelestarian dan perlindungan
sesuai yang dikemukakan oleh Burra Charter dalam piagam ICOMOS 1964,
bahwa konservasi adalah semua proses kegiatan sedemikian rupa terhadap place
untuk melestarikan nilai penting budayanya yang diartikan dengan place yaitu
situs, areal, bangunan atau hasil karya termasuk kandungan isinya serta
lingkungannya. Upaya pelestarian dilakukan dengan tetap menperhatikan bentuk
keasliannya, sehingga perlu diadakan studi konservasi. Untuk lebih memahami
tentang konservasi sebagai salah satu kajian studi arkeologi, maka uraian tentang
konservasi sebagai berikut:
1.) Konservasi mempunyai pengertian yang bermacam-macam tergantung
dalam pemakaian istilah tersebut.
2.) Konservasi merupakan semua proses kegiatan demikian rupa terhadap
place untuk melestarikan nilai penting budayanya.
Konservasi dalam pengertian yang sederhana adalah kegiatan perawatan
dengan cara pengawetan terhadap Benda Cagar Budaya yang telah mengalami
pelapukan dan kerusakan baik secara mekanis, fisis, kimia, maupun biologis.
Konservasi ini memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya perbaikan,
pemeliharaan, penyusunan kembali komponen suatu bangunan pada bentuk
aslinya tanpa mengabaikan nilai sejarah, arkeologis, arsitektur dan sebagainya.
73
Penjelasan konservasi tersebut di atas takkan pernah terlepas dari kerusakan
dan pelapukan yang sangat memungkinkan bahwa sumberdaya arkeologi mampu
mengalami proses degradasi lebih dini pada objek, baik internal maupun
eksternal. Beberapa definisi yang telah di uraikan tetang konservasi
memperlihatkan bahwa kerja-kerja konservassi lebih ke teknis dalam menangani
permasalahan kerusakan dan pelapukan seperti halnya menangani sumberdaya
arkeologi disebut juga sebagai konservasi arkologi. Maka dari itu penulis
mencoba mengangkat sebuah permasalahan yang terjadi pada sumberdaya
arkeologi di Kota Kendari lebih tepatnya bangunan peninggalan Jepang yang telah
mengalami degradasi pada bahan bakunya. Sebelum melakukan dianogsa
mendalam terhadap kerusakan dan pelapukan bangunan, maka penulis mencoba
mengetahui terlebih dahulu sifat kimiawi pada bahan baku bangunan agar dapat
menangani proses kerusakan dan pelapukan sumberdaya arkeologi.
Sifat kimiawi pada beton peninggalan Jepang di Kota Kendari menunjukkan
bahwa presentase Ca (Kalsium) lebih mendominasi sebesar 40.54%, Si (Silikon)
20.15%, P (Fosfor) 19.21, Ti (Titanium) 13.19, Cu (Tembaga) 4.54, Zn (Seng)
0.98%, W (Wolfram) 0.55%, Pb (Timbal) 0.442%, Mo (Molibdenum) 0.113%,
Nb (Niobium) 0.078%, Sn (Timah) 0.073% % dan paling terendah tingkat
presentasenya yaitu Sb (Antimony) 0.065 dan Ru (Rutenium) 0.065%. Dari hasil
presentase juga membuktikan bahwa Ca (kalsium) memiliki peranan penting
dalam pembuatan beton peninggalan Jepang, bunker dan pilboks di Kota Kendari.
Dengan mengetahui sifat kimiawi pada bunker dan pilboks bangunan
peninggalan Jepang kita dapat mengetahui jenis serta bahan baku pada bangunan
74
dan dapat mencari serta mengganti bahan baku yang sama tanpa menghilangkan
esensi pada banguanan ketika terjadi kerusakan parah. Namun sebelum
melakukan hal tersebut perlu mengetahui faktor-faktor penyebab kerusakan dan
pelapukan pada bangunan sehingga dalam penanganannya bisa meminimalisir
dengan cara sedarhana.
Faktor-faktor penyebab kerusakan dan pelapukan tidak akan terlepas dari
faktor lingkungan, baik faktor lingkungan biotik maupun faktor lingkungan
abiotik. Faktor lingkungan biotik meliputi organisme hidup yang ada di
permukaan bumi sedangkan faktor lingkungan abiotik meliputi benda mati yang
ada di permukaan dan bermanfaat bagi organisme hidup.
Dari tingkat kerusakan dan pelapukan yang terjadi pada makam sampel 1
dan sampel 2 maka dapat diketahui penyebab utama terjadinya kerusakan dan
pelapukan terhadap kedua bangunan tersebut yaitu:
1. Bunker Danrem (sample 1):
Tingkat kelembaban lebih tinggi karena banguan ini memiliki kondisi
lingkungan yang sedikit tertutup dan berada dekat dengan pemukiman
warga.
Dijadikan sebagai tempat pembuangan akhir.
Pengaruh kapilaritas air lebih tinggi.
Kurangnya informasi terkait bangunan cagar budaya
2. Pilboks Ahmad Yani (sampel 2):
75
Selalu di injak oleh pejalan kaki karena berada tepat di badan jalan khusus
pejalan kaki.
Mudah retak karena mengalami guncangan akibat kendaraan yang lalu
lalang disekitar bangunan.
Kurangnya informasi terkait bangunan cagar budaya.
5.2 Saran
Perlu adanya penanganan yang lebih serius terkait bangunan peninggalan
Jepang di Kota Kendari.
Mengadakan konservasi arkeologi yang lebih mendetail
Mengadakan evaluasi setelah pasca konservasi arkeologi.
Mempertegas peraturan daerah terkait cagar budaya
Mensosialisasikan ke masyarakat tentang Cagar Budaya
76
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2012). Jejak Sejarah Dan Lintasan Budaya Suku Tolaki. Makassar:
Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Pusat Arkeologi Nasional
Balai Arkeologi.
---------. (2013-2014). Konsepsi Konservasi Dan Contoh Pelaksanaanya.
Makassar: Jurusan Arkeologi Unhas.
---------- (2013). The Australia ICOMOS Charter For Places Of Cultural
Significance. Australia ICOMOS Incorporated International Council On
Monuments And Sites.
---------- (n.d.). Sejarah Pendudukan Jepang (1942-1945).
----------. (n.d.). Menemukan Senjata Amerika di Bungker Peninggalan Jepang.
RetrievedApril04,2016,fromwww.kompasiana.com/mahajinoesa/mene
mukan-senjata-amerika-dibungker-peninggalan-
jepang_54f373fb745513792b6c7667
------------, (2012). Bangunan Kolonial dan Nilai Penting Sumber Daya Budaya
Kota Lama Kendari Sulawesi Tenggara
Asnan, G. (2011). Penetrasi Lewat Laut:Kapal-kapal Jepang Di Indonesia
Sebelum Tahun 1942. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Dradjat, H. U. (1995). Manajemen Sumberdaya Budaya Mati. Depok: Jurusan
Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Hakim, L. (2015). Bangunan-bangunan Peninggalan Jepang di Kecamatan
Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Makassar:
Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin.
Hayunura, Sasadara (2013). "Masa Pendudukan Jepang Di Kendari: Interpretasi
Terhadap Tinggalan Bangunan Jepang Di Kawasan TNI AU
Ranomeeto, Konawe Selatan. Skripsi Sarjana. Makassar: Jurusan
Arkeologi, Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin. tt
Ido, S. (n.d.). Bunker-bunker Peninggalan Jepang Ini Berada Di Sekitar
Pemukiman.RetrievedApril04,2016,fromhttp://www.sultrakini.com/201
4/content/view/49724/55/
Kisman, N. Y. (2007). Gambaran Umum Wilayah Perencanaan.
Kusumohartono, B. (1995). Manajemen Suberdaya Budaya : Pendekatan
Strategis dan Taktis. Depok: Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra
Universitas Indonesia.
77
Mushaddiq, H. (n.d.). 50 Macam Mineral Dan Kegunaannya. Retrieved 10 13,
2017,fromhttps://www.academia.edu/4391293/50_Macam_mineral_dan
_kegunaanya
Nasution, P. R. (2003). Teknik Sampling. Universitas Sumatera Utara.
Rena, I. G. (2006). Teknik Konservasi Cagar Budaya. Bali: Suaka Peninggalan
Sejarah Dan Purbakala Provinsi Bali-NTB-NTT-Timor-timor.
Subroto. (2013-2014). Laporan Konsepsi Konservasi Dan Contoh
Pelaksanaannya. Makassar: Jurusan Arkeologi Unhas.
Susanti, D. (2007). Kerusakan Pada Bahan Baku Makam Dan Upaya
Penanganannya Pada Kompleks Makam Raja-raja Lamuru. Makassar:
Tanudirjo, D. A. (n.d.). Pengelolaan Sumberdaya Arkeologi : Sebuah Pengantar.
Yogyakarta: Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Gajah Mada.
Tjandrasasmita, u. (1995). Strategi Pelestarian Benda Cagar Budaya
Hubungannya Dengan Arkeologi. Depok: Universitas Indonesia.
Virillio, P. (1994). Bunker Archeology. New York: Princeton Arcitectural Press.
Walker, T. D. (2002). Rancangan Tapak Dan Pembuatan Detil Konstruksi.
Jakarta: Erlangga.